studi deskriptif nasyid pada pondok pesantren raudhatul hasanah di

advertisement
STUDI DESKRIPTIF NASYID PADA PONDOK PESANTREN
RAUDHATUL HASANAH DI MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
KIKI ALPINSYAH
NIM : 070707002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2013
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Islam berasal dari bahasa Arab, yang artinya “memelihara dalam keadaan
selamat dan sentosa”, atau berarti juga menyerahkan diri, tunduk patuh dan taat
kepada Allah SWT (Razak, 1971:56). Agama Islam merupakan salah satu agama
yang diakui di Indonesia dan merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di
dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa
penduduk.1 Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan nama muslim yang
berarti “seorang yang tunduk kepada Tuhan”, atau lebih lengkapnya adalah
muslimin bagi laki-laki dan muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa
Allah menurun kan firman-Nya kepada manusia melaluli para Nabi dan Rasul
utusannya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah
Nabi dan Rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah SWT.2
Murodi (1977:113), menjelaskan bahwa Islam yang sudah berkembang di
kawasan Timur Tengah, telah masuk ke Indonesia pada abad ke-1 Hijriah3 (pada
abad ke -7 Masehi). Selanjutnya, agama Islam secara resmi masuk ke Sumatera,
yaitu wilayah Aceh pada abad ke-7 hijriah (pertengahan abad ke-12 Masehi). Hal
1
http://id.wikipedia.org/wiki/islam
Ibid.,
3
Kalender Hijriah disebut juga dengan kalender Islam yang digunakan umat Islam dalam menentukan
tanggal atau bulan menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa
(kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari. Dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada
tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah
ke Madinah, yakni pada tahun 622 M.
2
1
ini terbukti dengan datangya seorang mubaligh yang bernama Abdul Arief, pada
tahun 1151 masehi ke wilayah itu, untuk menyebarkan agama Islam.
Kesenian adalah satu di antara hal yang sangat berpengaruh terhadap
kebudayaan tertentu. Kesenian erat kaitannya dengan budaya karena kedua hal
tersebut saling berdampingan satu sama lain. Tanpa kebudayaan, kesenian tidak
berjalan dengan lancar. Begitu juga tanpa kesenian, kebudayaan tidak akan
menjadi lengkap. Oleh karena itu, setiap hal yang muncul di dalam wacana
kebudayaan senantiasa erat kaitannya dengan kesenian.
Perkembangan agama pun tidak lepas dari perkembangan kesenian dan
kebudayaan. Tanpa kebudayaan, agama tidak akan bisa menyebar dan menjadi
panutan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, kesenian juga merupakan salah satu
faktor pendukung yang memiliki peranan untuk bisa menyebarluaskan suatu
agama dan kepercayaan. Misalnya saja, kesenian yang hidup dalam suasana
budaya agama tertentu akan senantiasa berkembang searah dengan perkembangan
agama.
Dari berbagai macam kesenian yang berkembang di Islam, diantaranya
yaitu nasyid. Nasyid merupakan salah satu jenis musik yang berasal dari tradisi
Islam yang syair lagunya mengandung kata-kata, nasehat-nasehat, do’a, kisah para
nabi, serta pujian-pujian kepada Allah SWT dan Rasulnya (Muhammad SAW).
Istilah
Nasyid
berasal
dari
bahasa
Arab,
“ansyada-yunsyidu”,
artinya
bersenandung. Definisi nasyid sebagai format kesenian adalah senandung yang
berisi syair-syair keagamaan4. Akan tetapi, ada banyak versi mengenai pengertian
nasyid itu sendiri.
4
Diambil dari tulisan Novi Hardian dalam multiply.com
2
Di versi yang lain mengatakan bahwa nasyid atau anasyid (jamak di dalam
bahasa Arab) artinya bacaan atau lantunan. Ansyadahu asy syira artinya dia
membacakan syairnya kepada seseorang. Munsyid artinya orang
yang
membacakan dan melantunkan syairnya kepada seseorang. Pembacaan syair
merupakan aktivitas yang telah lama sekali dilakukan manusia. Sebelum Nabi
Muhammad SAW (sekitar abad ke-6 M) di utus bangsa Arab telah hidup dengan
tradisi syair.5
Pada awalnya nasyid hanya dibawakan dengan musik yang sederhana
sekali, bahkan ada yang tanpa musik sama sekali. Namun pada saat sekarang ini
nasyid terus berkembang baik dari penyajiannya maupun alat-alat musiknya.
Untuk alirannya sendiri, nasyid terus berkembang seiring dengan perkembangan
warna musik di tempat dimana nasyid itu berada. Sehingga, warna aliran dalam
nasyid saat ini berbagai macam. Mulai dari yang murni “acappella” (tanpa iringan
musik) hingga “Full Insrument” (diiringi dengan banyak alat musik). Namun, ada
berapa komunitas yang tidak memilih untuk menggunakan alat musik modern,
dikarenakan banyak ulama Islam yang melarang penggunaan alat musik kecuali
Perkusi.
Sejak jaman Rasulullah SAW (Sekitar abad ke 6 Masehi) nasyid telah ada.
Biasanya tentara-tentara Islam melantunkan nasyid sebelum berangkat perang,
yang bertujuan untuk meningkatkan semangat perang para mujjahid6. Selain itu,
Syair Thola’al badru ‘alaina (yang artinya telah muncul rembulan di tengah
5
Lihat blog Education United (2008). tentang, Pengertian Nasyid dalam situs http://ricoleadvocalmelativoice.blogspot.com
6
Mujjahid adalah orang-orang yang berjuang menegakan agama Islam atau menjaga Islam tetap tegak,
dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran.
3
kami) yang kini kerap dinyanyikan oleh tim qasidah7, adalah syair yang
dinyanyikan kaum muslimin saat menyambut kedatangan Rasulullah SAW ketika
pertama kali hijrah ke Madinah. Kemudian nasyid pun mulai berkembang sesuai
dengan kondisi dunia, terbukti dengan perkembangan nasyid di Timur Tengah
yang lebih bermakana tentang jihad dan perlawanan terhadap imperialisme Israel
pada saat itu.
Di Indonesia sendiri nasyid mulai merambah sekitar tahun 80-an yang
dimulai oleh aktivis-aktivis Islam yang berada di kampus-kampus. Aliran nasyid
yang dilantunkan pada umumnya adalah lagu-lagu yang berbahasa Arab, dan terus
berkembang dengan munculnya munsyid-munsyid kreatif yang membuat nasyid
memiliki warna musik yang beragam. Sampai saat tulisan ini dibuat, tema lagu
yang dikandung dalam nasyid di Indonesia tidak hanya berisi tentang jihad, tetapi
banyak juga yang bertema walimahan, cinta kepada makhluk, keimanan dan
banyak lagi.
Namun, kini nasyid telah dikembangkan sebagai media dakwah yang
diharapkan dapat diterima oleh masyarakat umum. Dan hal ini juga selalu
dilakukan oleh pemuda muslim yang belajar di Pondok Pesantren. Oleh karena itu
di sebagian pesantren-pesantren di Indonesia ini memasukan nasyid sebagai
pendidikan luar sekolah, atau yang disebut program ekstrakurikuler sekolah.
Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan merupakan institusi
pendidikan Islam yang mengajarkan pendidikan umum, pendidikan agama Islam,
dan akhlak. Para pelajar yang menuntut ilmu disebut santri bagi laki-laki dan
santriwati bagi perempuan. Materi ajaran yang campuran antara pendidikan ilmu
7
Qasidah merupakan istilah yang sama dengan nasyid, yaitu musik yang berasaskan Islam.
4
formal dan ilmu agama Islam ini para santri belajar seperti di sekolah umum atau
madrasah seperti yang. untuk tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dikenal
dengan nama “Madrasah Tsanawiyah” (MTs), sedangkan untuk tingkat SMA
(Sekolah Menengah Atas) dengan nama “Madrasah Aliyah” (MA). Namun,
perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren
memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak. Oleh
karana itu pesantren Raudhatul Hasanah ini disebut juga dengan istilah pondok
pesantren modern, Karena telah memasukan pelajaran-pelajaran umum sesuai
dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Namun tetap menekankan nilainilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.
Nasyid merupakan salah satu program ekstrakurikuler8 yang terdapat di
pondok pesantren Raudatul Hasanah. Yang tujuannya ialah mendidik siswa agar
bisa mempertunjukan musik nasyid dengan baik, yang dapat menghibur dan
mengandung dakwah islam, dengan menampilkan lagu-lagu dengan syair-syair
yang bertemakan dakwah Islam. Serta diiringi dengan alat-alat musik yang
merupakan cirri khas kebudayaan Islam.Para santri yang mendiami pondok
pesantren tersebut menampilkan lagu-lagu yang islami, dengan mengambil lagulagu religus Islam yang komersial. Seperti lagu-lagu yang diciptakan oleh musisimusisi terkenal saat ini, diantaranya seperti; Raihan, Opick, Snada, Maher Zain,
Yusuf Islam, dan lain-lain.
Para santri biasanya memainkan lagu-lagu religi yang telah mereka
sepakati bersama. Tergantung dari lagu yang menurut mereka enak dan layak
8
Ekstrakurikuler adalah kegiatan belajar di luar pelajaran biasa yang dilakukan di sekolah dan luar sekolah
dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa mengenai hubungan antara berbagai mata pelajaran,
menyalurkan bakat, dan minat serta melengkapi upaya pembinaan siswa seutuhnya. (Sehertian, 1987:83)
5
untuk ditampilkan, juga enak di dengar dengan mengandung lirik-lirik yang
mengandung unsur dakwah Islam, sehingga dapat menambah kecintaan mereka
kepada Allah dan Rasulnya.
Nasyid itu sendiri telah banyak menampilkan pertunjukan-pertunjukan
musiknya di berbagai acara, baik di dalam maupun di luar lokasi pesantren itu
sendiri. dilakukan ketika memperingati hari-hari besar Islam, seperti Idul Adha,
Maulid Nabi, Nujulul Qur’an, Isra’ Miraz dan lain-lain. Kemudian nasyid raudhah
juga tampil pada acara-acara pelantikan, penyambutan tamu-tamu penting, dan
acara-acara yang diselenggarakan oleh santri dan santriwati itu sendiri. Dan
kemudian nasyid pesantren juga turut serta dalam berbagai ajang perlombaan
nasyid yang di selenggarakan di dalam dan di luar pesantren. Bahkan nasyid
raudhah itu sendiri sering memperoleh prestasi yang gemilang di berbagai
perlombaan baik dari tinggkat lokal hingga nasional, seperti halnya pada
POSPENAS tahun 2007 di Kalimantan Timur dan tahun 2010 di Jawa Timur
meraih juara I di tingkat Nasional.
Nasyid di pondok pesantren ini terdiri dari beberapa pemain yang
membentuk suatu grup, Terdiri dari 10 sampai 14 orang. Alat music yang
digunakan yaitu sejumlah rebana, kencer/kerincing, tamborin, dan di campur
dengan alat music modern seperti gitar, gitar bass, drum, keyboard, vocal. Dan
terkadang mereka juga menambah/memasukan alat-alat musik yang lain sesuai
dengan kesepakatan bersama dalam suatu grup.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas masalah ini, yaitu
meliputi sejarah masuk dan berkembangnya nasyid di pasantren dan
6
mengidentifikasi musiknya. Dengan itu penulis mengambil judul “Studi
Deskriptif Nasyid pada Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah di Medan”.
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang tertera diatas maka penulis
menemukan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas pada tulisan ini,
diantaranya adalah:
1. Bagaimana Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukungnya yang
disajikan oleh santri Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan.
2. Bagaimanakah aspek musikal dari Pertunjukan Nasyid di Pondok
Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan.
3. Apakah fungsi Nasyid tersebut bagi Santri dan santriwati di Pondok
Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan tersebut.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yang harus dicapai
pada ahirnya, Di dalam penulisan ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat yang
ingin di capai, disesuaikan dengan latar belakang serta pokok permasalahan yang
sudah ada. Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukung
pertunjukan Nasyid tersebut.
7
2. Untuk mengetahui seluruh aspek musikal dari Pertunjukan Nasyid
di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan tersebut.
3. Untuk mengetahui fungsi Nasyid tersebut bagi Santri dan santriwati
di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan tersebut.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pengetahuan tentang keberadaan dan proses
Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukung pertunjukan
Nasyid tersebut di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan.
2. Merupakan bentuk pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis
selama studi di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara
3. Untuk menambah wawasan dan menambah referensi di kampus
tentang Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukungnya .
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan
antara variable-variabel mana yang kita ingin menentukan hubungan empiris
(Mely, 1990:21). Maka dari itu penulis memberikan pengertian dari beberapa
istilah yang terdapat dalam judul tulisan ini.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena
8
yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan
sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang,
proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang
kecendrungan yang tengah berlangsung.
Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala
saat penelitian dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak
ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis
sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperiman.
Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang
dikemukakan Furchan (2004) bahwa (1) penelitian deskriptif cendrung
menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teraturketat, mengutamakan obyektivitas, dan dilakukan secara cermat. (2) tidak adanya
perlakuan yang diberikan atau dikendalikan, dan (3) tidak adanya uji hipotesis.
Kata Nasyid berasal dari bahasa Arab, ansyada-yunsyidu, artinya
“bersenandung”. Definisi nasyid sebagai format kesenian adalah senandung yang
berisi syair-syair keagamaan. Akan tetapi, ada banyak versi mengenai pengertian
nasyid itu sendiri. Misalnya dari sebuah artikel disebutkan bahwa arti nasyid atau
anasyid (jamak) itu sendiri adalah lantunan atau bacaan, sementara istilah
nyanyian dalam bahasa Arab adalah Al-Ghina, bukan nasyid. 9
Pondok menurut Dhofier (1983:18) ialah rumah atau tempat tinggal
sederhana yang terbuat dari bamboo. Disamping itu kata pondok mungkin berasal
9
Lih. Tulisan Novi Hardian dalam situs: multiply.com
9
dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “Hotel atau Asrama”. Dengan kata lain
Pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh
dari asalnya, dan merupakan tempat tinggal kyai bersama santrinya,
dengan
demikian para santri dapat mengikuti pelajaran yang diberikan kyai dengan baik
dan pondok juga dapat dijadikan tempat training atau latihan bagi santri agar
mampu hidup mandiri dalam masyarakat.
Menurut Mujamil Qamar (2005:2) ia menyimpulkan bahwa “pesantren”
didefenisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan
pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang
bersifat permanen. Maka pesantren kilat atau pesantren ramadhan yang diadakan
di sekolah-sekolah umum misalnya tidak termasuk dalam pengertian ini.
Terdapat pula beberapa defenisi lain mengenai pesantren yang
dikemukakan oleh para ahli, seperti defenisi yang diberikan oleh Mastuhu.
“Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan
menekankan pentingya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari”.
Defenisi lain yang diberikan oleh Sudjoko Prasodjo, “Pesantren adalah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikan,
di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri
berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad
pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren
tersebut.
Ar-Raudhatul hasanah diambil dari bahasa arab yang ,artinya “taman
surga yang indah”, merupakan nama pondok pesantren yang telah disepakati oleh
10
para pendiri pesantren tersebut. Dan dicetuskan pada tahun 1982, yaitu ketika
pesantren itu berdiri.10
1.4.2 Teori
Teori adalah salah satu acuan yang digunakan oleh penulis
untuk
menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini atau dengan kata lain
teori adalah landasan berfikir dalam pembahasan. Pengetahuan tersebut diperoleh
dari buku-buku dan dokumen-dokumen. Menurut Snelbecker (1974:31) teori
adalah sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu
yang memiliki aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan
yang lainya dengan data dasar yang diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk
meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati (baca Lexi J.Moleong
dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif 2000:34).
Dengan ini maka penulis akan menggunakan beberapa teori yang berkaitan
dengan masalah penelitian, diantaranya sebagai berikut: Pertama, dalam
menganalisi aspek musikologis, penulis menggunakan teori Weighted Scale yang
dikemukakan oleh William P. Malm (1977:8) bahwa terdapat 8 unsur yang harus
diperhatikan: (1) tangga nada, (2) nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah
masing-masing nada, (5) interval yang dipakai, (6) pola-pola kadensa, (7) formula
melodi, (8) kontur.
Kedua, untuk melihat perkembangan yang terjadi dalam nasyid sebagai
suatu kebudayaan, penulis menggunakan teori perubahan oleh Kingsley David; ia
berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bgian dari perubahan-perubahan
10
Lihat di situs www.raudhah.ac.id
11
kebudayaan.
Perubahan
kebudayaan
mencakup
bagian
kesenian,
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan filsafat. Pengertian kebudayaan mencakup bagian
kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat. Pengertian kebudayaan itu
mencakup segenap cara berfikir, tingkah laku yang timbul karena interaksi yang
bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pirikan atau ide secara simbolis.
Salah satu faktor yang mendorong jalanya proses perubahan adalah kontak dengan
kebudayaan lain (baca Shin Nagawa, dalam bukunya “music dan Kosmos :
Sebuah Pengantar Etnomusikologi 2000).
Ketiga, Menurut Koentjaraningrat (1996 : 142) semua konsep yang kita
perlukan untuk menganalisa
proses-proses pergeseran masyarakat dan
kebudayaan disebut sebagai dinamika sosial. Beberapa konsep tersebut antara lain
adalah: (1) proses belajar kebudayaan sendiri, yang terdiri dari internalisasi,
sosialisasi, dan enkulturasi, (2) Evolusi kebudayaan dan difusi, (3) Proses
pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, yang meliputi: akulturasi dan
asimilasi; dan, (4) proses pembaruan atau inovasi atau penemuan baru.
Untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dan fungsi
musik tersebut penulis mengacu kepada teori penggunaan dan fungsi musik. Teori
ini seperti yang dikemukakan oleh Merriam, (1964:219-222) mengatakan secara
implisit bahwa penggunaan (uses) dilakukan dalam konteks upacara, yang dapat
dilihat saat itu juga, sedangkan fungsi (function) mempunyai dampak yang lebih
jauh dan dalam. Merriam menawarkan ada sepuluh fungsi musik antara lain : (1)
fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3) fungsi
hiburan (4) fungsi perlambangan, (5) fungsi reaksi jasmani, (6) fungsi
12
komunikasi, (7) fungsi kesinambungan kebudayaan, (8) fungsi yang berkaitan
dengan norma sosial, (9) fungsi pengesahan
Untuk
menganalisis
hubungan
musik
dengan
teksnya,
penulis
menggunakan teori dari Alan P Merriam. Penulis mengacu pada teorinya yang
mengatakan salah satu sumber pokok yang dapat kita pakai untuk memperdalam
pengertian perilaku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah pada teks
nyanyian. Teks merupakan bahasa, bukan musik. Tetapi teks merupakan bagian
integral dari musik. Bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa yang
digunakan sehari-hari. Unsur teks yang akan dianalisis adalah makna denotatif
(sebenarnya), konotatif (kiasan), dan gaya bahasanya.
Untuk melihat
menggunakan
hubungan antara teks
dengan melodi, penulis
teori Malm, (1977:8) mengatakan apabila setiap nada dipakai
untuk setiap silabel (suku kata), gaya ini disebut silabis, sebaliknya bila suatu
silabel dinyanyikan dengan nada-nada yang berjumlah banyak disebut melismatis.
Kedua teori ini penulis gunakan untuk menganalisis melodi musik nasyid.
Dalam hal transkripsi terhadap nasyid, penulis berpedoman kepada teori
Nettl, (1964:98) yang memberikan dua pendekatan yaitu :
1. Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar.
2. Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas, dan kita
mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut. Dalam hal notasi musik,
penulis mengacu kepada tulisan Charles Seeger, (1971:24-34), yang
mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi yang dibedakan menurut
tujuan notasi tersebut :
13
Pertama adalah notasi preskriptif, yaitu notasi untuk seorang penyaji
(bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik), selanjutnya dikatakan
notasi ini merupakan pedoman tentang bagaimana musik tertentu itu dapat
diwujudkan oleh pemain musik.
Kedua adalah notasi deskriptif, yaitu suatu laporan yang disertai notasi
secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu
pertunjukan diwujudkan. Transkripsi ini digunakan untuk analisis. Untuk
pendekatan analisis, penulis menggunakan dan membuat transkripsi yang
deskriptif.
Untuk mendukung pembahasan dari segi musikologis tersebut diperlukan
suatu transkripsi. Menurut Nettl, (1964:99) bahwa pengertian transkripsi adalah
proses menotasikan bunyi, membuat bunyi menjadi sumber visual. Dalam
membicarakan pendeskripsian dari ritem, analisis bentuk, frase dan motif-motif.
Selanjutnya,
Nettl,
(1964:148-150)
menyarankan
bahwa
untuk
mendeskripsikan ritem sebaiknya dimulai dengan membentuk harga-harga not
yang dipakai dalam sebuah komposisi dan menerangkan fungsi dan konteks
masing-masing nada. Selanjutnya pola ritem yang sering diulang, sebaiknya
dicatat.
Merriam membagi penggunaan musik kedalam 5 (lima) kategori, yaitu: 1)
Hubungan musik dengan kebudayaan material, 2) Hubungan musik dengan
kelembagaan sosial, 3) Hubungan musik dengan manusia dan alam, 4) Hubungan
musik dengan nilai-nilai estetika, 5) hubungan musik dengan bahasa. Penggunaan
(uses) musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan (folkways) memainkan
musik tersebut, baik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri atau dalam aktifitas
yang lain.
14
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti pertunjukan Musik
Nasyid ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong, (1990:3) yang mengatakan:
“Penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan
peristilahannya”.
Penelitian dilakukan mengacu pada pengetahuan tentang musik nasyid di
pondok pesantren Raudatul Hasanah yang menjadi studi kasus penelitian ini.
Dalam penelitian ini penulis melakukan beberapa tahapan penelitian; (1) melihat
tulsan-tulisan yang berkaitan dengan objek penelitian. (2) mengumpulkan datadata di lapangan yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi.
(3) penelitian di laboratium, yaitu menganalisis data yang diperoleh di lapangan.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Maksud dari studi kepustakaan ialah studi yang dilakukan untuk
memperoleh data berupa tulisan-tulisan yang berasal dari buku-buku, jurnal,
majalah, skripsi-skripsi sarjana yang berbubungan dengan objek penelitian. Di
sini penulis akan membaca dan mencari istilah-istilah penting yang berkaitan
dengan tulisan tersebut, dan mengambil data-data yang sesuai untuk melengkapi
tulisan. Diantaranya yaitu buku yang di tulis oleh Oemar Amin Housin denga
judul Kultur Islam : Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya
15
dalam Dunia Internasional. Buku ini menjelaskan tentang kebudayaankebudayaan Islam yang berpengaruh terhadap dunia internasional, baik berupa
ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu perbintangan dan matematika, arsitektur, seni
sastra, seni ukiran dan tenun, dan seni musik, yang di produksi oleh umat Islam,
H. Abuddin Nata dengan judul, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Buku ini menjelaskan tentang
sejarah perkembangan pendidikan islam di Indonesia yaitu dari awal masuknya
Islam di Indonesia dan ketika itu lembaga-lembaga pendidikan islam yang
didirikan masih sederhana hingga munculnya lembaga-lembaga pendidikan islam
modrn, baik berupa pesantren dan kampus-kampus Islam.
Mujamil Qomar dengan judul, Manajemen Pendidikan Islam. Buku ini
membahas tentang hal-hal seputar karakter, prinsip, dan mekanisme manajemen
pendidikan Islam, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (Setingkat dengan Sekolah
Dasar) hingga perguruan tinggi dan pesantren.
Kemudian buku ini menguraikan tentang;
-
manajemen komponen-komponen dasar pendidikan Islam, termasuk
personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan, serta sarana da prasarana.
-
Manajemen komponen penyempurnaan pendidikan Islam, termasuk ,
layanan, mutu, struktur, konflik, hingga komunikasi.
-
Kepempinan
pendidika
Islam,
pengambilan
keputusan,
dan
peningkatan produktivitas.
Selain itu penulis juga mengambil bahan-bahan lain, yaitu berupa literatur,
makalah, tulisan ilmiah, dan berbagai catatan-catatan yang berkaitan dengan judul
yang bersangkutan.
16
1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan
1.5.2.1 observasi
Dalam pengumpulan data di lapangan penulisan meilhat langsung
kejadian-kejadian di lapangan yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh santri dan santriwati di dalam pesantren dan juga melihat
pertunjukan nasyid tersebut. Baik disaat mereka latihan maupun di saat
berlangsungya pertunjukan nasyid tersebut yang dilakukan oleh para
santri.
Kemudian penulis
juga
akan
melihat
bagaimana proses
pembelajaran yang dilakukan di dalam pesantren tersebut.
1.5.2.2. wawancara
Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi
secara lisan dari para informan. Dalam melakukan wawancara tersebut,
penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukankan oleh
Lin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani (2004:73) dalam bukunya yang
berjudul “Observasi dan Wawancara” dimana disebutkan bahwa metode
wawancara memiliki empat jenis yaitu wawancara tidak terstruktur
(wawancara
tidak
terpimpin),
wawancara
terstruktur
(wawancara
terpimpin),
wawancara bebas terpimpin dan wawancara pribadi dan
kelompok.
Sesuai dengan pendapat di atas, sebelum penulis melakukan
wawancara terlebih dahulu penulis membuat daftar-daftar pertanyaan. Hal
tersebut dilakukan guna memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
tentang masalah-masalah yang menyangkut pokok permasalahan yang
dibahas. Dalam hal ini penulis langsung melakukan wawancara dengan
informan kunci yaitu seorang yang biasa di panggil Kang Ade’ oleh para
17
santri dan ia merupakan pelatih atau instruktur nasyid di pondok pesantren
tersebut. Namun selain hal itu penulis juga melakukan wawancara dengan
informan-informan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
diantaranya ialah para santri selaku pemain nasyid dan para pengasuh
pesantren itu sendiri yang membimbing dan mendukung kegiatan nasyid
tersebut.
1.5.2.3 Rekaman
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa instrument
pendukung diantaranya yaitu berupa Handycam merk Sony tipe DCRSX20. Melalui alat-alat tersebut penulis akan mengambil data-data yang
diperlukan baik berupa audio (rekaman suara), visual (gambar), dan audio
visual (rekaman video) sebagai bukti penelitan yang kemudian dianalisis
di laboratorium.
1.5.3 Kerja Laboratorium
Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah
didapat dari lapangan. Pada tahap kerja laboratorium, seluruh hasil kerja yang
telah diperoleh dari studi kepustakaan dan dari hasil penelitian di lapangan di
olah, diseleksi, disaring untuk dijadikan data dalam penulisan skripsi ini. Data
yang dipergunakan dalam penulisan ini merupakan data-data yang bersangkutan
dengan penelitian yang dilakukan.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Metode-Metode Penelitian
Masyarakat oleh Koentjaraningrat, (1981:328), setelah data selesai dikumpulkan
dengan lengkap dari lapangan dan laboratorium, tahap berikutnya yang dilakukan
18
adalah tahap analisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan
disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan.
Analisis hasil penelitian yang digunakan untuk mengerjakan penelitian ini
ialah analisis kualitatif dan yang menjadi teknik penyajian dalam bentuk tulisan
ialah deskriptif. Dengan menggunakan teknik analisis ini, hasil penelitian akan
dijelaskan dan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh. Analisis
kualitatif yang digunakan oleh penulis selanjutnya dipakai untuk membahas
komponen pendukung pertunjukan nasyid oleh para santri pondok pesantren ArRaudhatul Hasanah Medan.
Dan juga penulisan akan menyusun kembali data-data yang merupakan
hasil penelitian sehingga dapat tersusun dengan baik.
1.6 Lokasi Penelitian
Penulis menentukan objek dan lokasi penelitian yang tidak jauh dari
kediaman peniliti, yang berada di Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Simpang
Selayang Medan, Jl. Letjend. Djamin Ginting Km. 11 / Jl. Setia Budi Simpang
Selayang 20135 Medan - Sumatera Utara - Indonesia. Sedangkan kediaman
peneliti sendiri berada di Pandang Bulan Medan. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan pelaksanaan penelitian jika jarak lokasi dengan peneliti dekat.
Sehingga penulis dapat sesering mungkin melakukan observasi dilapangan,
sehingga memperoleh data yang lebih akurat dan juga dapat mengumpulkan datadata sebanyak-banyaknya yang kiranya untuk dikumpulkan dan kemudian disusun
kembali.
19
BAB II
SEJARAH ISLAM
Sejarah telah mencatat bahwa semua agama baik agama samawi atau
agama wad’i disiarkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut
utusan Tuhan dan oleh para pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari
Tuhan itu harus disampaikan kepada umat manusia untuk menjadi pedoman
hidup. Para penyebar agama banyak yang menempuh perjalanan jarak jauh dari
tempat kelahirannya sendiri demi untuk menyampaika ajarannya. Misalnya Nabi
Ibrahim berhijrah dari Babylonia menuju Palestina, Mesir dan Makkah. Nabi
Musa pergi dan kembali lagi dari Mesir ke Palestina, Nabi Isa hijrah dari Bait
Lahm ke Yerusalem, dan Nabi Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah. Para
pemeluk agama menyebarkannya lagi ke tempat-tempat yang lebih jauh secara
langsung atau secara beranting (estafet), sehingga agama-agama sekarang telah
tersebar ke seluruh pelosok dunia.
Diantara agama-agama besar di dunia adalah Yahudi, Nasrani, Islam,
Hindu dan Budha, tetapi yang paling luas dan paling banyak pengikutnya ialah
Nasrani dan Islam. Hal tersebut tentu berhubungan dengan usaha penyiarannya
oleh para pemeluknya.
Usaha penyiaran agama pasti menghadapi rintangan, hambatan, gangguan
bahkan ancaman yang berat. Itulah sebabnya maka kadang-kadang penyiaran
suatu agama berjalan dengan lancar, kadang-kadang tersendat-sendat dan kadangkadang mengalami kemacetan walaupun tidak total.
20
Pengembangan dan penyiaran agama Islam termasuk yang paling dinamis
dan cepat dibandingkan dengan agama-agama lainnya.11 Hal itu diukur dengan
dengan kurun waktu yang sebanding dan dengan situasi dan kondisi, alat
komunikasi dan transportasi yang sepadan. Catatan sejarah telah membuktikan
bahwa Islam dalam waktu 23 tahun dari kelahirannya sudah menjadi tuan di
negrinya sendiri, yaitu jazirah Arabia. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab,
Islam masuk secara potensial di Syam Palestina, Mesir dan Iraq. Pada zaman
Usman bin Affan, Islam telah masuk di negri-negri bagian Timur sampai ke
Tiongkok dibawa oleh para pedagang zaman dinasti Tang. Kesimpulannya ialah,
Islam telah tersebar jauh sampai ke Tiongkok, ke Afrika bagian Utara, ke Asia
Kecil dan ke Asia bagian Utara (Lembah Sungai Everat dan Tigris). Sedangkan
agama-agama lain memerlukan beberapa abad untuk dapat menyeber ke luar
negrinya dalam jarak yang jauh dan daerah yang luas atau untuk menjadi tuan di
negrinya sendiri.
Pengertian Islam
2.1 Pengertian Islam
Kata “Islam” berasal dari kata aslama artinya berserah diri. Ia tidak hanya
berarti kedamaian, keselamatan, berserah diri kepada Allah, tetapi juga berarti
berbuat kebajikan. Orang-orang yang mengakui agama Islam disebut Muslim
(Mahmudunnasir, 2005:3).
11
L. Storddard, Dunia Baru Islam, (The New World of Islam). Dalam Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam.
Jakarta: PT. Bumi Aksara., hal: 127
21
Sedangkan defenisi Islam, secara etimologi asal kata dari Aslama, kata
dasarnya adalah salima, yang berarti sejahtera. Dari kata ini terjadi kata
masdar selamat. Ada juga yang menganggap Islam itu salam yang berarti
sejahtera, selamat, damai dan seimbang.
Secara istilah, Islam adalah patuh dan berserah diri pada Allah. Dengan
patuh dan berserah diri pada Allah akan terwujud kehidupan damai dunia
akhirat.12
2.1.1 Sistem Kepercayaan
Ajaran yang utama di dalam Islam adalah beriman kepada Allah
Yang Mahakuasa, yang dengan kuat ditegakan oleh Nabi Muhammad
SAW sebagai penerima wahyu yaitu berupa Al-Qur’an. Dan karenanya
hal itu menjadi dasar bagi semua ajaran Islam.
Beriman kepada Allah merupakan ajaran yang paling pokok dan
paling mendasar. Hal ini dinyatakan di dalam kalimat yang pertama
yaitu ”Tidak ada Tuhan kecuali Allah”. Itulah jalan yang ditempuh
semua ajaran Islam. Umat Islam pada pokoknya diwajibkan
melaksanakan shalat lima kali setiap hari, dan dalam shalat mereka
selalu berkata kepada Tuhan mereka: “Kepada Engkaulah kami
menyembah, dan kepada Engkaulah kami minta pertolongan”.
12
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976) Hlm. 24
22
Arti kalimat la ilaha illallah akan sangat membantu di dalam
memahami pengaruh yang baik dari idiologi tauhid, yaitu keesaan
Allah. Maulana Maududi menerangkan kalimat itu sebagai berikut:
Dalam bahasa Arab kata illah berarti “sesuatu yang disembah”,
yaitu suatu zat yang karena keagungan dan kekuatannya dianggap tepat
untuk disembah, dipuja dengan merendahkan dan menundukan diri.
Sesuatu atau zat yang memiliki kekuatan terlalu besar untuk dapat
dipahami oleh manusia juga disebut illah. Pengertian Illah mencakup
juga pemilikan kekuasaan yang tidak terbatas. Kata illah juga
mengandung pengertian kegaiban dan misteri, yaitu kata illah adalah
zat yang tak terlihat dan tidak teramati. Kata khuda dalam bahasa
Persa, deva dalam bahasa Hindi, dan God dalam bahasa Inggris, kurang
lebih mengandung makna yang sama. Bahasa-bahasa lainya di dunia
juga
mengandung
makna dan arti yang
sama (baca dalam
Mahmudunnasir yang diterjemahkan oleh Adang affandi yang berjudul
“Islam Konsepsi dan Sejarahnya”, 2005:55-56).
Di pihak lain, kata Allah adalah nama diri yang pokok bagi Tuhan.
La Illaha Illallah secara harfiah berarti “tidak ada illah selain Zat Yang
Tunggal dan Agung yang dikenal dengan nama Allah”. Hal itu berarti
bahwa di seluruh alam semesta tidak ada zat yang patut disembah selain
Allah, bahwa hanya kepada Dialah kepala-kepala harus ditundukan
dalam pengabdian, bahwa hanya Dialah zat yang memiliki segala
kekuasaan, bahwa semua makhluk memerlukan karuniaNya, dan bahwa
semua makhluk diwajibkan meminta pertolonganNya. Dia tersembunyi
23
dari indera kita, dan kecerdasan kita tidak mampu mengamati apa Dia
itu.
Ajaran yang terpenting dalam Islam adalah ajaran tauhid. Ajaran
ini yang menjadi dasar dari segala dasar yaitu pengakuan tentang
adanya Tuhan yang Maha Esa. Ajaran yang di bawa Nabi Muhammad
wajib di percaya oleh umat Islam. Hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan pencipta, akhir hidup manusia di surga
ataupun neraka, semuanya merupakan ajaran dari Islam. Di dalam Islam
juga tersimpul nilai ibadat seperti halnya shalat, puasa, zakat, dan haji
serta mengenal moral dan akhlak, yang kesemua itu merupakan aspek
penting dalam Islam.
Mengenai Tauhid, Maulana Maududi telah mengemukakan
pendapatnya di dalam bukunya, Towars Understanding Islam, bahwa
tauhid adalah konsepsi tertinggi dari ketuhanan,
yang untuk
mengetahuinya Allah telah mengutus kepada umat manusia nabinabinya disegala zaman. Pengetahuan inilah yang pada zaman
permulaan dibawa oleh Adam ke bumi, juga disampaikan kepada Nuh,
Ibrahim, Musa, dan Isa. Pengetahuan ini pulalah yang menyebabkan
Muhammad diutus kepada umat manusia (ibid).
Islam meyakini bahwa Nabi Muhammad merupakan utusan Allah
yang terakhir, dan tidak ada nabi-nabi lain sesudahnya. Sebagai bukti
akan kepenutupan nabi itu terdapat dalam wahyu terakhir yang
diterimanya yang berbunyi;
24
“hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Aku
sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan telah Aku pilih bagi kamu suatu
undang-undang kehidupan – al-Islam.”
“Muhammad bukanlah bapak seseorang diatara kamu, tetapi dia adalah
rasul Allah dan penutup nabi-nabi.
Ringkasnya Islam memiliki Idiologi-idiologi sebagai berikut:
- Islam menekankan kepada kesaan Allah dalam zat-Nya dan sifat-sifatNya. Di dalam Islam sekalipun Nabi Muhammad yang dianggap
sebagai manusia paling mulia sepanjang masa, dia tidak lain dari pada
manusia biasa pula dan menjadi hamba Tuhan.
- Ajaran-ajaran nabi terdahulu telah mencapai kesempurnaannya dalam
ajaran-ajaran Nabi Muhammad.
- Ajaran Nabi Muhammad itu telah diyakini merupakan ajaran yang
terpelihara (keasliannya) untuk petunjuk bagi manusia hingga akhir
dunia.
- Islam meyakini bahwa Nabi dikirim untuk menjadi pembimbing
seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
- Nabi Muhammad diutus sebagai Nabi terakhir.
2.1.2 Al-Qur’an Sebagai Kitab Suci
Al-Qur'an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah
kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah
Qur'an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah
buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur'an sendiri lebih pada kata-
25
kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil
cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an disampaikan kepada
Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara
bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau
Al-Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai
tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya
pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini persis sama
dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan
lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi
Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi
Al-Qur'an yang ada saat ini pertama kali dikompilasi pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar
antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan
duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam
pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu
dimusnahkan untuk keseragaman.13
Al-Qur'an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat
perbedaan tergantung cara menghitung).14 Hampir semua Muslim
menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur'an,
13
Al-Qaththan, Syaikh Manna’ Khalil. Mahabits Fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an), Pustaka
Al-Kautsar, 2006, Jakarta. (dalam situs: Wikipedia.org)
14
Nasr,
Seyyed
Hossein
(2007).
“Qur’an”
Encyclopedia
Britannica
Online.
(http://www.britannica.com/eb/article-)
26
mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur'an dikenal sebagai hafiz
(jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang,
dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur'an diseluruh
dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur'an yaitu lomba
membaca Al-Qur'an dengan tartil atau baik dan benar. Yang
membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).
Muslim juga percaya bahwa Al-Qur'an hanya berbahasa Arab.
Hasil terjemahan dari Al-Qur'an ke berbagai bahasa tidak merupakan
Al-Qur'an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki
kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur'an ataupun bentuk usaha
untuk mencari makna Al-Qur'an, tetapi bukan Al-Qur'an itu sendiri.
Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga
diwajibkan untuk beriman dan meyakini kebenaran kitab suci dan
firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil
dan suhuf para nabi-nabi yang lain) melalui nabi dan rasul terdahulu
sebelum Muhammad.15 Umat Islam juga percaya bahwa selain alQur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh
manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini
bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli
dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
Umat Islam meyakini bahwa agama yang dianut oleh seluruh nabi
dan rasul utusan Allah sejak masa Adam adalah satu agama yang sama
15
Lihat Qur’an 2:4
27
dengan tauhid (satu Tuhan yang sama), dengan demikian tentu saja
Ibrahim juga menganut ketauhidan secara hanif (murni) yang
menjadikannya seorang muslim. 16 Pandangan ini meletakkan Islam
bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang
mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi
dan Kristen sering direferensikan sebagai Ahli Kitab atau orang-orang
yang diberi kitab.
2.1.3 Praktek-praktek Islam
Islam telah memasukan kewajiban-kewajiban praktis tertentu ke
dalam ajaran-ajarannya. Diantaranya yaitu:
1. Shalat
Nilai shalat dianggap sebagai alat peningkatan moral dan
penyucian batin, seperti yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
“Bacalah apa yang telah diturunkan kepadamu dari al-kitab, dan
dirikanlah shalat, karena itu mencegah perbuatan-perbuatan keji dan
munkar, dan mengingati Allah benar-benar merupakan
Waktu-waktu shalat telah ditetapkan, dan terdapat lima
shalat yang dianggap wajib. Yaitu Shubuh, Dzuhur, Ashar,
Magrib, dan Isya.
2. Puasa
16
Lihat: Qur’an 2:130, dan lihat pula: Surah Yunus 10:72”… dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan
orang-orang yang berserah diri (Muslim).”
28
Puasa di dalam Islam mempunyai tujuan yang sah untuk
menahan nafsu-nafsu dengan pantangan untuk waktu yang
terbatas dan tertentu dari segala yang memuaskan indera-indera,
dan mengarahkan luapan nafsu hewani ke dalam saluran sehat.
Puasa ditetapkan bagi mereka yang mampu dan kuat. Bagi
orang-orang yang lemah, sakit, yang sedang berpergian, siswa
atau mahasiswa yang sibuk menuntut ilmu, tentara yang sedang
berjuang, dan kaum wanita yang sedang haid, puasa tidak
diizinkan. Namun dalam puasa bulan ramadhan, apabila terdapat
puasa-puasa yang tidak terlaksana akibat masalah tersebut diatas
wajib
digantikan
ditinggalkannya,
di
dan
hari
bagi
yang
mereka
lain
yang
sebanyak
yang
merasa
sukar
melaksanakannya, dapat membayar fidyah.
3. Zakat
Menurut hukum Islam, setiap orang harus mengeluarkan
sebagian dari hartanya untuk membantu tetangga-tetangganya
yang miskin. Bagian ini biasanya 2 ½ persen dari nilai seluruh
barang. Akan tetapi, zakat itu harus dikeluarkan hanya apabila
kekayaan tersebut mencapai nilai tertentu dan telah dan telah
dimiliki seseorang selama satu tahun.
4. Ibadah Haji
Kata haji secara harfiah berarti “keinginan seseorang untuk
mengunjungi suatu tempat suci”. Oleh Karen itu, kunjungan dari
29
berbagai penjuru dunia ke Ka’bah di Mekkah dikenal dengan
sebutan haji. Haji wajib dilakukan bagi orang-orang yang
sanggup melakukan perjalanan kesana.
Kebudayaan Islam menganggap bahwa seni, sebagai nilai
tempat bergantungnya seluruh validitas Islam. Karena nilai seni
keindahan Al-Qur’an, merupakan Hujjah untuk kebenaran dari
Illahi.17 Dalam konteks pemikiran dan kebudayaan, seni Islam
telah diakui sebagai bagian dari aktifitas religius.18 Contoh saja,
bacaan Shalawat Nabi, yang dilantunkan dengan berbagai
macam lagu, dimana hal tersebut sudah menjadi kebudayaan
religius dalam masyarakat. Oleh karena itu seni dianggap
sebagai salah satu pokok dari kebudayaan, yang merupakan
salah satu aspek dari agama Islam.
2.2 Sejarah Peradaban Islam di Timur Tengah
Sebelum membahas sejarah Islam terlebih dahulu perlu disinggung kondisi
sosial bangsa Arab sebelum kedatangan Islam. Hal ini untuk mengetahui latar
belakang sosial bangsa Arab ketika Islam datang, sehingga dengan mudah
memperbandingkan antara kondisi Arab sebelum dan sesuadah kedatangan
Islam.
17
18
Ismail Buah Faruqi, Islam Dan Kebudayaan, (Bandung : Mizan, 1984), hlm. 69
Hamdy Salad, Agama Seni, (Yogyakarta : Adipura, 2000), Hlm. 72
30
2.2.1 Zaman Sebelum Kedatangan Islam
Sebelum Islam datang wilayah sekitar semenanjung Arabia di latar
belakangi oleh dua imperium, Romawi Timur di sebelah Barat dan
imperium Persia di sebelah timur. Wilayah utama Romawi Timur
sangat luas meliputi Syiria, Palestina, Mesir, Turki, Asia kecil, dan
sebagian kecil Eropa.
Romawi Timur mengalami puncak kejayaannya setelah masa
Konstantin Agung (280-337 M), ketika dipengang oleh Yustinus (483565 M), Di masa ini wilayah terus diperluas; pertanian, perdagangan
dan perusahaan maju pesat. Namun karena keinginannya untuk
ekspansi , menjadikan imperium ini harus berhadapan dengan imperium
Persia, dimana peperangan terus terjadi. Pemerintahan yang kacau,
perbudakan tumbuh subur, dan peperangan dengan Persia tidak dapat ia
hindari, bahkan ketika Islam datang dan kuat, maka wilayahnya banyak
yang masuk ke dalam pemerintahan Islam hingga akhirnya runtuh.
Kristen merupakan salah satu agama besar yang dianut oleh
masyarakat imperium Romawi. Meskipun mendapat perlawanan dari
berbagai
kaisar
Romawi,
namun
masyarakat
Kristen
mulai
menampakan pengaruhnya terhadap Negara yang pada akhirnya agama
ini berkembang. Namun, ketika Islam yang baru lahir dan sempat
mulain berkembang di romawi, maka Kaisar Konstantin memberikan
pengakuan yang sah terhadap agama yang mulai banyak diminati oleh
masyarakat dan kemudian dijadikan sebagai agama resmi Negara.
31
Sementara itu imperium Persia di bagian timur mulai dikenal pada
226 M dengan kaisar Ardesir sebagai pendirinya. Ia mencoba
membangun militer yang kuat, dan melakukan ekspansi wilayah.
Shapur Agung memimpin (309-379) Persia paling lama dan berhasil
secara gemilang, namun ia terlibat peperangan dengan romawi. Kaisar
Parwiz (590) merupakan penguasa terakhir yang sejaman dengan
Heraclius di Imperium Bizantine. Kekuasaannya sangat absolute, ia
mencintai kekuasaan, kemewahan, kekayaan dan istrinya yang
beragama Kristen. Ia pernah merobek surat Nabi Muhammad yang
dikirim melalui utusannya dan mengusirnya. Pada masa Yazdigard III
(634-652) kekuasaan Persia baru dapat ditaklukan oleh pasukan Muslim
Arab.
Agama bangsa Persia adalah Zoroaster. Agama ini sangat
berpengaruh kepada peradaban dunia dari pada agama-agama kuno
lainnya. Ia bukan hanya agama bangsa Persia saja, tetapi juga
berpengaruh sebagian ajarannya kepada para pemeluk agama Yahudi
dan Nasrani. Namun tidak berpengaruh terhadap kaum Muslim, kecuali
sebagian terkecil dari para mu’allaf.
Hubungan antara Imperium Romawi (Bezantine) dengan imperium
Persia (sasania) adalah hubungan relativitas, peperangan demi
peperangan terus terjadi di kedua belah pihak. Hingga pasukan kalum
muslimin memasuki wilayah-wilayah di bawah kekuasaan kedua
imperium itu dan menggantikan kekuasaan yang ada di sana.
32
Kondisi sosial politik internal wilayah Arabia di masa menjelang
kedatangan Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak mengenal
kepemimpinan sentral ataupun persatuan. Kepemimpinan politik di sana
didasarkan pada suku-suku atau kabilah-kabilah guna mempertahankan
diri dari serangan suku-suku yang lain. Ikatan sosial dibuat berdasarkan
hubungan darah dan kepentingan mempertahankan diri.
2.2.1.1 Kondisi Sosial-Ekonomi
Kondisi alam Arabia gersang dan tandus karena terdiri dari
padang pasir dan batu-batuan. Terletak di bagian barat daya
Asia. Secara umum iklim di jazirah Arab amat panas, bahkan
termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi.
Air merupakan kebutuhan primer yang sulit diperoleh secara
melimpah seperti sekarang. Karena itu, pertanian tidak
berkembang. Salah satu pencaharian yang mungkin pada saat itu
adalah beternak dan berdagang.
Gustave Le Bon menulis dalam bukunya The World of
Islamic Civilization (1974) bahwa orang-orang Arab pintar
berdagang.
Sebelum orang-orang Eropa membuka
jalur
perdagangan keluar, orang-orang Arab telah membuka jalur
perdagangan dengan India, Cina, Afrika, dan sebagian Eropa
seperti sekarang masuk wilayah Rusia, Swedia dan Denmark.
Bahkan setelah Islam menguasai Timur Tengah, perdaganga
dikembangkan sampai Coromandel, Malabar, dan Sumatera,
33
melalui Cina dan India. Menurut beberapa teori, karena
memanfaatkan jalur dan media perdagangan ini. Bahkan,
masuknya Islam ke Indonesia diakui banyak kalangan
sejarahwan melalui para pedagang Gujarat di India, di samping
melalui cara-cara yang lain seperti pengajaran oleh para guru
sufi dari Arab secara langsung.19
2.2.1.2 Kondisi Sosial dan Moral
Memang
pada
dasarnya
masyarakat
Arab
memiliki
sejumlah sifat-sifat positif dan kelebihan-kelebihan. Seperti sifat
dermawan, pemberani, setia, ramah sederhana, serta cinta
kebebesan, ingatannya kuat, dan pandai bersyair.
Kehidupan masyarakat Arab berpindah-pindah dari satu ke
lain tempat yang dianggap dapat memberikan kemudahan untuk
hidup. Kondisi alam seperti ini membuat mereka bersikap
sebagai pemberani dan bersikap keras dalam mempertahankan
prinsip dan kepercayaan.
Masa sebelum lahir Islam disebut jaman jahiliah. Kata
jahiliah berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud disini bukan
jahl lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm, yaitu mereka
yang pada saat itu dianggap mengalami kemerosotan moral.
19
Lih. Dalam Nurhakim, Muhammad yang berjudul, Sejarah dan Peradaban Islam, (2004:15)
34
Struktur masyarakat menempatkan perempuan pada posisi
yang rendah, tidak diperbolehkan untuk tampil sebagaimana
laki-laki, karenanya mereka tidak mempunyai keterampilanketerampilan dalam sector public seperti memimpin peperangan
dan mencari nafkah. Hal ini membuat tradisi menanam anak
perempuan yang baru dilahirkan.
Struktur masyarakat Arab pra Islam juga mengikuti sistem
perbudakan sebagaimana itu telah menjadi tradisi kuat bangsabangsa seluruh dunia saat itu termasuk Yunani yang terkenal
sistem perbudakannya itu. Sistem perbudakan berlaku dan
berkembang di kalangan bangsa Arab. Mereka dipekerjakan
dengan sekehendak majikan, dan diperjual belikan serta ditukar
dengan barang sebagai layaknya pedagang melakukan transaksi
jual beli secara barter.
Selanjutnya, struktur sosial membedakan kelas papan atas
dari kaum bangsawan dengan kelas papan bawah dari rakyat
jelata. Diantara dua kelas ini terjadi perbedaan yang sangat
tajam sehingga melahirkan jarak dan kerawanan sosial.
2.2.1.3 Kondisi Sosial-budaya
Salah satu kelebihan bangsa Arab adalah terletak pada
bahasanya. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa rumpun
yang paling sempurna dan mampu bertahan dari seleksi alam
hingga Islam datang, kemudian mengalami perkembangan
35
sangat pesat karenanya. Sehingga, Philip K. Hitti dalam
bukunya A History of the Arabs memberika penilaian, bahwa
keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh
keluasan bahasa Arab, khususnya bahasa Arab Al-Qur’an (Hitti,
1973).
2.2.1.4 Sistem Kepercayaan dan Agama
Bangsa Arab pra Islam percaya dan mewarisi mitos-mitos
dari nenek moyang yang bertumpu pada sistem kepercayaan
watsaniyah (paganisme)20. Seperti kepercayaan terhadap dewa,
hantu, roh jahat, azimat, tuah, dan lain sebagainya, di mana hal
ini sering disinyalir oleh Al-Qur’an sebagai kemusyrikan21 yang
amat dilarang dalam Islam.
Mayoritas bangsa Arab pra Islam menyembah berhala
kecuali para penganut Yahudi dan Nasrani yang jumlahnya
kecil. Selain itu mereka menyembah matahari, bintang dan
angin. Bahkan terkadang ada yang menyembah batu-batu kecil
dan pohon-pohon keramat. Mereka mempunyai berhala-berhala
sesembahan, dan yang paling besar lagi terkenal adalah Lata,
Mana, ‘Uzza dan Hubal. Disekeliling ka’bah terdapat sekitar
20
Paganisme adalah sebuah kepercayaan/praktik spiritual penyembahan terhadap berhala yang
pengikutnya disebut Pagan. Pagan pada zaman kuno percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa dan dewi
dan untuk menyembahnya mereka menyembah patung, contoh Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno,
dan lain-lain.
21
Musyrik menurut syariat Islam adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan apa pun, merupakan
kebalikan dari ajaran ketauhidan, yang memiliki arti Mengesakan Allah.
36
360 berhala yang setiap tahun mereka kunjungi untuk disembah
bersamaan dengan diselenggarakan pecan raya Ukadz.
Namun demikian, di sisi lain terdapat sejumlah orang dari
kalangan Yahudi dan Nasrani yang masih mempertahankan
ajaran-ajaran agamanya seperti ajaran tentang ke-Esaan Tuhan
(monotheisme).
2.2.2 Masa Awal Kedatangan Islam
2.2.2.1 Nabi Muhammad
Nabi Muhammad lahir dari kalangan bangsawan Quraisy.22
Ayahnya bernama Abdullah ibn al-Muthalib dan ibunya
bernama Aminah binti Wahab. Apabila silsilahnya ditarik ke
atas beliau samapai kepada Ismail as.
Muhammad saw dilahirkan sebagai yatim pada 12 Rabi’ul
Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 571. Ketika
berumur 40 tahun dia dianggkat menjadi Rasul dengan turunnya
wahyu pertama oleh Allah melalui malaikat Jibril yaitu Surat alAlaq ayat 1-5.
Dakwah beliau pertama kali kepada bangsa Quraisy di
Makkah adalah mengenalkannya Allah yang Maha Esa (tauhid).
22
Quraisy adalah gelar yang diberikan kepada anak cucu Kinanah ibn Huzaimah ibn Mudrikah.
Lihat Hasan Ibrahim, Tarikh al-Islam; (1964:10).
37
Allah adalah pencipta alam semesta, pemberi kehidupan dan
penentu kematian, pemberi rizki, dll. Selanjutnya, mula-mula
misi itu disampaikan kepada keluarga terdekat secara diamdiam, kemudian kepada masyarakat umum secara terangterangan setelah kondisi memungkinkan. Sebahagian kecil
masyarakat menerima dakwahnya, seperti Khadijah istri nabi,
Abu Bakar, dan Ali, karena mereka mengetahui kebenaran akan
kerasulan Muhammad itu melalui Kitab-kitab suci terdahulu.
Namun, sebagian banyak diantara mereka menolak dakawah
nabi tersebut, karena tauhid yag dibawakannya dianggap sangat
bertolak belakang dari kepercayaan dan agama-agama yan
selama ini mereka ikuti.
Penolakan demi penolakan atas dakwah Muhammad
dilakukan oleh kaum Quraisy hingga mereka menyakiti dan
menganiaya Muhammad serta orang-orang yag mengikutinya.
Beberapa strategi dakwah yang dilakukan Muhammad
ialah:
Pertama, nabi memperkenalkan tauhid kepada Allah
sebagai pondasi kehidupan dalam arti yang menyeluruh. Dalam
arti, setelah seseorang beriman kepada Allah, maka sekaligus
sikap keimanan tersebut diaplikasikan dalam bentuk kehidupan
sehari-hari dan perjuangan membela agama Allah. Maka,
doktrin ini yang membuat para sahabat terdekat Muhammad
38
bersedia
berjuang
mati-matian
serta
berkorban
untuk
kepentingan dakwah.
Kedua, nabi menggunakan strategi pertahapan yang jelas.
Dimulai dari dakwah di lingkungan keluarga serta masyarakat
sekitar yang mempunyai potensi untuk dapat dipergunakan
dalam membantu dakwah. Seperti beliau mengajak Ali putra
pamannya, melibatkan Abu Bakar sebagai mertua, mengawini
Khadijah yang setia dan kaya, serta Umar pemimpin Quraisy
yang sangat disegani.
Ketiga, nabi mendayagunakan berbagai macam sumber
potensi manusia secara efektif. Sahabat yang mempunyai
kekayaan lebih seperti Khadijah, Abu Bakar dan Usman untuk
mendanai dakwah. Mereka yang mempunyai pengaruh besar di
kalangan Quraisy seperti Umar bin Khattab dan Hamzah yang
Muslim, menyiapkan diri untuk menjadi perisai Nabi dari
serangan-serangan musuh besarnya. Sebagai para sahabat yang
mempunyai kelebihan dalam bidang intelektualitas seperti Ali
bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud dan Zaid bin Tsabit
menjalankan misi dalam pengembangan ilmu-ilmu agama dan
lain sebagainya.
Selanjutnya setelah Muhammad telah hijrah ke madinah dan
menjalankan dakwahnya, telah terjadi beberapa peperangan,
diantaranya yaitu:
39
Pertama, Perang Badar, terjadi setelah kurang lebih satu
tahun Nabi di Madinah. Peperangan terjadi antara Nabi dan
kaum
Quraisy
di
Makkah.
Peperangan
ini
akhirnya
dimenangkan oleh pihak Nabi.
Kedua, Perang Uhud, terjadi di tahun ke tiga Hijriah antara
pasuka nabi dan penduduk mekah, 70 pasukan Muslim gugur,
sedangkan penduduk mekah sebanyak 23 jiwa.
Ketiga, perang khadaq, Muslim diikuti 3000 pasukan
dengan 10.000 pasuka gabungan antara penduduk mekah, sukusuku Badui sekitar Madinah, dan Yahudi dari Bani Nazir di
Madinah. Peperangan ini dimenangkan oleh pihak Muslim
berkat strategi berupa penggalian parit yang mengelilingi
wilayah kota.
Keempat, perang Khaibar, yaitu penaklukan tanah khaibar
oleh kaum Muslimin dengan 1600 pasukan untuk menyerbu
Yahudi di tanah itu secara tiba-tiba. Kelima, perang Mu’tah,
terjadi antara pasukan kaum Muslimin dengan pasukan Kristen
yang dipimpin oleh Surabhil di Mu’tah perbatasan kekuasaan
Romawi saat itu. Dan Nabi memerintahkan Khalid bin Walid
untuk
memimpin
penyerangan
hingga
akhirnya
dapat
memenangkan pertempuran.
Kelima, penaklukan makkah, terjadi pada 1 januari 630 M.
semula Nabi menawarkan kepada penduduk makah untuk
40
berdamai, tetapi mereka menolak. Akhirnya Nabi mengirimkan
sebanyak 10.000 pasukan dari Madinah yang beliau pimpin
sendiri.
Nabi Muhammad wafat pada tahun 632, hampir semua suku
Arab telah bergabung dan masuk Islam tanpa paksaan. Dan
konflik yang sebelumnya terus terjadi di kalangan Arab telah
berakhir.
2.2.2.2 Kulafaur-Rasyidin
Pengganti
Muhammad
bukan
nabi,
tetapi
harus
mengandalkan pandangan manusia yang ada pada dirinya.
Bagaimana mereka akan menjamin kalau umat Islam terus
mematuhi perintah-perintah Islam.
Empat khalifah pertama yang menggantikan Muhammad
adalah sahabat-sahabat terdekat Nabi dan memainkan peran
penting di Mekkah dan Madinah. Periode pemerintahan mereka
sama formatnya dengan masa Nabi sendiri.
Yang menjadi khalifah pertama pada saat itu ialah Abu
bakar
yang dipilih berdasarkan suara terbanyak.
Masa
pemerintahannya singkat (632-634) tetapi sangat penting.
Terutama dalam berperang melawat riddah (kemurtadan) ketika
beberapa suku mencoba melepaskan diri dari umat dan
menegaskan lagi kemerdekaan mereka. Pemberontakan terjadi,
terutama pada sebahagian besar suku Badui yang tidak terlalu
41
tertarik dengan agama Muhammad. Beberapa kepala suku
menganggap
perjanjian
mereka
hanya
berlaku
dengan
Muhammad dan tidak dengan penerusnya, sehingga setelah
wafatnya, mereka bebas menyerbu suku-suku lain dalam Islam.
Abu Bakar memadamkan pemberontakan-pemberontakan
dengan kebijaksanaan dan pengampunan. Dia menangani
keluhan-keluhan pemberontak dengan baik, sehingga tidak akan
ada pembalasan bagi pemberontak yang kembali ke masyarakat.
Sebagian terpikat kembali ke Islam.
Khalifah yang kedua ialah Umar ibnu Khathab (634-644).
Di bawah kepemimpina Umar orang-orang Arab menyerbu Iraq,
Syiria, dan Mesir dan mencapai serangkaian kemenangan besar.
Mereka mengalahkan pasukan Persia dalam perang Qadisiyyah
(637), yang menyebabkan runtuhnya ibukota Persia Sanssanid di
Ctesiphon. Segera setelah pasukan mereka terkumpul, orangorang Muslim bisa menduduki Kekaisaran Persia secara
keseluruhan. Mereka mengahadapi pertahanan yang lebih kuat
di Kekaisaran Byzantium, dan tidak berhasil menaklukan
wilayah pusat kekuatan Byzantium di Anatolia. Namun, Muslim
menang di Perang Yarmuk (636) di palestina utara, menaklukan
Jerusalem pada tahun 638 dan menguasai seluruh Syiria,
Palestina, dan Mesir. Pada tahun 641, pasukan Muslim merebut
pantai Afrika Utara sampai Cyrenaica. Hanya dua puluh tahun
42
setelah perang Badar, orang-orang Arab telah menjadi penakluk
kerajaan lain yang lebih lemah. Ekspansi ini terus berlanjut.
Satu abad setelah nabi wafat, kerajaan Islam meluas dari
Pyrenees sampai Himalaya. Sementara sebelum datangnya
Islam, orang Arab adalah kelompok yang dipandag rendah;
tetapi hanya dalam waktu yang cukup singkat mereka telah
mengalahkan dua kerajaan dunia.
Telah sering kita dengar perkataan orang Barat yang
menganggap Islam sebagai kepercayaan yang kejam dan
militeristik yang dipaksakan pada orang-orang dengan ancaman
pedang. Sementara Umar sendiri tidak merasa mendapatkan
mandat dari Tuhan untuk menaklukan dunia. Tujuan Umar dan
para pejuangnya ialah menginginkan harta rampasan dan
melakukan kegiatan yang biasa mereka lakukuan untuk
mempertahankan kesatuan Islam.
Periode Umar berakhir ketika di ditikam di masjid Madinah
oleh seorang tawanan perang Persia yang mempunyai dendam
pribadi dengannya (644 M). dan kemudian Utsman ibnu Affan
dipilih sebagai khalifah ketiga oleh enam orang sahabat Nabi.
Karakternya lebih lemah daripada pendahulu-pendahulunya,
tetapi selama enam tahun kepemimpinannya, umat tetap hidup
sejahtera. Utsman memerintah dengan baik dan menaklukan
daerah baru. Mereka merebut Cyprus dari Byzantium yang
43
akhirnya mengusir mereka dari Mediterania timur dan di Afrika
Utara pasukan mencapai Tripoli yang sekarang menjadi Libya.
Di timur, pasukan Muslim merebut sebagian besar Armenia,
menyusup ke Kaukasus dan membangun kekuasaan Muslim
sampai di Sungai Oxus di Iran, Heart di Afganistan, dan Sind di
anak benua India.
Di balik kemengan-kemengan itu, para prajurit merasa
tidak puas. Mereka sudah mengalami perubahan besar-besaran.
Dalam waktu sekitar sepuluh tahun, mereka telah merubah
sistem ketentaraan
menjadi
tentara
professional.
Ustma
melarang kepada komandan dan keluarga-keluarga kaya Mekah
untuk membangun pemukiman pribadi di Negara-negara yang
baru ditaklukan, ini membuatnya tidak disenangi. Mereka
menuduhnya menganut nepotisme, misalnya ia telah menunjuk
Muawiyah, anak lelaki Abu Sufyan musuh lama Muhammad,
sebagai gubernur Syiria. Dia adalah seorang Muslim yang taat
dan ahli administrasi yang handal. Tetapi, pemilihan itu tamapak
salah di mata Muslim Madinah. Para pemimpin keagaamaan,
sangat marah saat utsaman bersikeras hanya ada satu versi kitab
suci yang boleh digunakan, dan memusnakan variasi-variasi
yang banyak. Orang yang tidak puas memihak Ali ibnu Thalib,
sepupu Nabi, yang sepertinya tidak menyetujui kebijaksanaan
Umar dan Utsman, dia mendukung hak prajurit melawan
kekuatan otoritas pusat.
44
Pada
tahun
656,
ketidakpuasan
memuncak
dalam
pemberontakan. Sekelompok prajurit Arab dari Fustat pulang ke
Madinah untuk menuntut hak mereka dan ketika ditolak, mereka
mengepung rumah sederhana Utsman, menyerbu masuk, dan
membunuhnya. Para pemberontak mengangkat Ali sebagai
Khalifah baru.
Ali tumbuh dalam rumah tangga Nabi dan diilhami ide-ide
yang dikembangkan Muhammad. Dia adalah prajurit terbaik dan
dia menulis surat-surat yang menyemangati para prajuritnya.
Walaupun dekat dengan Nabi, kepemimpinannya tidak diterima
semua orang. Ali didukung kaum Anshar madinah, dan orangorang Mekkah yang menolak kebangkitan Umayyah. Tetapi
pembunuhan Utsman, sebagaimana Ali sendiri, adalah menantu
Muhammad dan merupakan orang-orang pertama yang masuk
Islam, menjadi peristiwa yang mengejutkan dan menyebabkan
perang saudara selama lima tahun, yang dikenal sebagai fitnah,
periode ujian. hal itu disebabkan karena Ali tidak menghukum
pembunuh Utsman.
Ali berada di posisi sulit. Dia sendiri terguncang oleh
pembunuhan Utsman yang tidak bisa dimaafkan. Tetapi
pendukungnya bersikeras bahwa Utsman memang layak
dibunuh karena dia tidak memerintah dengan baik dan tidak
sesuai dengan cita-cita Al-Qur’an. Pemerintahan Ali juga tidak
diterima di Syiria, sehingga perlawanan di bawah pimpinan
45
Muawiyah meningkat di ibukota Damaskus. Utsman adalah
keluarganya, dan sebagai pimpinan baru keluarga Umayyah,
tugasnya sebagai kepala suku Arab untuk membalas kematian
Utsman.
Muawiyah terus memperoleh simpatisan, sementara banyak
warga Arab yang tetap netral.
Sementara Ali mulai hilang
pendukungnya. Tentara Muawiyyah mengalahkan pertahanan
kepemimpinan Ali di Arab, dan pada tahun 661, Ali dibunuh
oleh Khawarij23. Orang-orang yang tetap setia pada tujuan Ali di
Kufah mengangkat anaknya, Hasan, sebagai pemimpin, tetapi
Hasan kemudia membuat perjanjian dengan Muawiyah dan
dengan pertimbangan keuangan, dia mundur dan menyerahkan
kekuasaanya kepada Muawiyah, sementara ia tinggal di
Madinah tanpa terlibat gerakan politik apapun sampai wafatnya
pada tahun 669.
2.2.3 Masa Perkembangan Islam
2.2.3.1 Dinasti Umayah
Dalam literatur sejarah, Dinasti Umayah selalu dibedakan
menjadi dua: pertama, Dinasti Umayah yang didirikan oleh
Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Syiria).
Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah sistem
23
Khawarij adalah kaum ektremis yang memaksa muslim untuk memperhatikan agamanya
46
pemerintahan dari sistem khalifah kepada sistem kerajaan atau
monarki24; dan kedua, Dinasti Umayah di Andalusia (Iberia).
a) Peradaban Umayah di Syiria (661- 680)
Dinasti Umayah di Syiria (Damaskus) berlangsung selama
91 tahun dengan jumlah khalifah 14 orang.25 Khalifah yang
dipandang memajukan umat Islam adalah Abd al-Malik dan
Umar Ibn Abd al-Aziz. Umat Islam ketika itu telah bersentuhan
dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu,
Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan
yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu monarki (kerajaan).
Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja, mereka
tetap menggunakan khalifah dengan makna konotatif yang
diperbaharui.
Ekspansi wilayah oleh Bani Umayah dalam rangka
memperluas wilayah kekuasaan, dilakukan sebagai lanjutan dari
ekspansi yang dilakukan oleh para pemimpin Islam sebelumnya.
Muawiyah berhasil menaklukan Tunis, Khurasan sampai ke
sungai Oxus dan Afganistan sampai Kabul; dan angkatan laut
Muawiyah menyerang Konstantinopel (ibu kota Byzantium).
Ekspansi ini kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik.
Ia berhasil menunduka Balkh, Bukhara, Khawarizm, Fergana,
24
25
Siti Maryam, dkk. (ed), Sejarah Peradaban Islam dari Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: 2003), hal. 79.
Ibid.,
47
Samarkand, dan bahkan sampai ke India dengan menguasai
Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab samapai Maltan.26
Selain itu, Walid Ibn al-Malik adalah khalifah yang berhasil
menundukan Maroko dan al-Jazair. Kemudian serangan juga
dilanjutkan ke Eropa atas pimpinan Thariq Ibn Jiyad. Tentara
Spanyol dapat dikalahkan oleh pasukan Thariq, oleh karena itu,
ibu kota spanyol, Kordova, dapat dikuasai. Setelah itu dikuasai
pula kota Seville, Elvira, dan Toledo. Pada zaman Umar Ibn
Abd al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis yang dipimpin oleh
Abd al-Rahman Ibn Abd Allah al-Gafiqi. Di Prancis umat Islam
berhasil menundukan Bordeau dan Poitiers, kemudian serangan
dilanjutkan untuk menundukan kota Tours. Namun al-Ghafiqi
mati terbunuh, akhirnya tentara Islam mundur dan kembali ke
Spanyol.27
Harun
Nasution
menjelaskan
bahwa
keberhasilan
penaklukan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah membuat
wilayah Dinasti Umayah begitu luas sehingga mencakup
Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, India, daerah yang
sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di
Asia Tengah.28
26
Ibid., h. 86-87.
Badri Yatim, h. 43-44
28
Harun Nasution, h. 62
27
48
b) Umayah di Andalusia
Andalusia adalah nama bagi semenanjung Iberia pada zaman
kejayaan Umayah. Umat Islam mulai menaklukan semenanjung
Iberia pada zaman khalifah al-Walid Ibn Abd al-Malik (86-96
H/705-715).
Kemajuan Dinasti Umayah di Andalusia dicapai pada zaman
al-Munatshir, pengganti Abd al-Rahman al-Dakhil. Kemajuan
Kordova ditandai dengan pembangunan kota satelit yang di
dalamnya terdapat gedung-gedung istana megah; istana yang
dikelilingi oleh taman di sebelah barat laut Cordova); mesjid
jami Kordova (786 M) yang hingga kini masih tegak.
Pada abad 9 Masehi, para pelajar Andalusia banyak yang
pergi ke Bagdad untuk belajar filsafat. Perkembangan filsafat
mendorong
berkembangnya
ilmu
eksakta,
antara
lain
matematika. Ilmu pasti yang dikembangkan orang Arab
berpangkal dari buku India, yaitu Sinbad, yang diterjemankan ke
dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazari pada tahun 771 M.
dengan penerjemahan buku ini, kemudian Nasawi (pakar
matematika) memperkenalkan angka-angka India (0,1,2 hingga
9;29 sehingga angka-angka India di Eropa dikenal dengan Arabic
number. Disamping itu, ulama Arab telah menciptakan ilmu
29
Nurcholish Madjid dkk, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994), h. 269.
49
tumbuh-tumbuhan untuk kepentingan pengobatan sehingga
melahirkan ilmu apotek dan farmasi.
c) Kemunduran Umayah
Kemunduran
Umayah
di
Spanyol
ditandai
dengan
perebutan kekuasaan secara internal dinasti. Khalifah seperti
Hisyam II (976 M) diangkat menjadi khalifah ketika berusia 10
tahun dianggap tidak pantas sehingga dipecat oleh pemuka
Umayah; dan setelah itu perebutan jabatan khalifah terjadi.
Selama 22 tahun setelah Hisyam II, terjadi 14 kali pergantian.
Sejak saat khalifah di Andalusia di hapuskan untuk selamanya,
karena tidak ada lagi orang yang layak untuk menjadi khalifah.
Kehancuran Dinasti Umayah dilanjutkan oleh Murabithun,
Muwahidin, dan Bani Ahmar. Ketika Spanyol dikendalikan oleh
Bani Ahmar yang saling memerangi antara satu dinasti kecil
dengan dengan dinasti kecil lainnya. Karena pertentangan
internal itu, tentara Kristen dengan mudahnya mengalahkan
Islam di Spanyol. Pada tahun 1499 M. Cardinal Ximenez de
Cisnores mengunjungi Granada dan diskusi dengan para hakim
dan ahli hukum di sana. Hasilnya adalah, pada tahun 1502 M,
muslim Granada (spanyol) diberi dua pilihan: masuk Kristen
50
atau keluar dari Spanyol.30 Setelah itu, umat Islam dapat
dikatakan tidak adala lagi.
2.2.3.2 Peradaban Islam pada Zaman Dinasti Abasiah (750-1258 M)
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan
pembangkangan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah di
Andalusia (Spanyol). Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani
Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad.
Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti
Bani Abbas. Pada masa Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M) ibu
kota dipindakhkan dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian
dipindahkan lagi ke Bagdad. Pada zaman Harun al-Rasyid (786809) bagdad menjadi pusat persentuhan budaya dan ilmu
pengetahuan. Ia banyak memanfaatkan kekayaan Negara untuk
keperluan sosial: mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan
kedokteran dan lembaga pendidikan farmasi. Pada zaman Harun
al-Rasyid, umat Islam sudah memiliki 800 dokter. Ia juga
mendirikan perpustakaan, tempat penerjemahan, dan penelitian.
Pada masa kekhalifahan al-Mutawakkil pada tahun 874 M.
telah terdapat ulama seperti Ahmad Ibn Hanbal yang melahirkan
karya al-musnad dalam bidang hadis yang masih dapat dibaca
hingga saat ini. Studi hadits di zaman ini merupaka studi
30
W. Montgomery Watt dan Pierre Chacia, By way of punishment the Muslims of Granada in 1502 were
given the choice of babtism or exile. (dalam Jaih Mubarok, h. 116)
51
lanjutan dari zaman Umayah. Ahmad Ibn Hanbal memiliki
beberapa murid yang mempelajari dan menekuni hadis; diantara
mereka ialah Imam Bukhari yang telah mengumpulkan hadis
dari berbagai daerah selama 16 tahun. Karya terbesarnya yang
dikenal dengan Shahih al-Bukhari. Ulama bidang hadis yang
sejaman dan saling berkomunikasi dengan Imam Bukhari adalah
Imam Muslim yang berhasil menyusun hadis dengan judul
Shahih Muslim.
Pada masa ini juga telah lahir ilmuan-ilmuan besar yang
juga melahirkan karya-karya besar. Diantara mereka adalah:
-
Zakaria al-Razi (865-925)
Terkenal dengan Razhes (bahasa Latin). Beliau adalah ahli
kedokteran
klinis,
dan
penerus
Ibn
Hayyan
dalam
pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris
dengan menggunakan peralatan yang lebih caggih dibanding
dengan kegiatan ilmiah sebelumnya. Bukunya merupakan buku
manual laboratorium kimia yang pertama.
-
Al-Farabi (870-950)
Dikenal di Barat dengan nama Alpharabius adalah filosof yang
juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan.
Dalam bidang fisika, al-Farabi menulis kitab al-Musiqa; kitabkitab yang ditulisnya begitu banyak dan sebagian masih dapat
dibaca hingga sekarang ini.
52
-
Al-Biruni (973-1048)
Ia
dijuluki
sebagai
Antropologi).31
Ahli
Antropologi
Argumentasinya
adalah
pertama
karena
(Bapak
al-Biruni
merupakan observer patrisipan yang luas tentang masyarakat
“asing” dan
berupaya
mempelajari
naskah primer
dan
pembahasannya. Disamping itu ia juga ahli matematika,
astrinomi, dan sejarah. Ia menulis buku Kitab al-Hindi atau
Tahqiq al-Hindi (Investigasi atas India) yang kemudian
diterjemahkan dalam bahasa Jerman oleh E. Sachau pada tahun
1887.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kemunduran
Bani
Abbas
ditandai
dengan
adanya
pertikaian internal. Sebelum meninggal Harun al-Rasyid telah
menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota
untuk menjadi khalifah: al-Amin dan al-Ma’mun. al-Amin
diberi hadiah berupa wilayah bagian barat; sedangkan alMa’mun diberi hadiah berupa wilayah bagian timur. Setelah
Harun al-Rasyid wafat (809 M), al-Amin putra tertua tidak
bersedia membagi wilayahnya dengan al-Ma’mun, hingga
terjadi pertempuran dua bersaudara yang akhirnya dimenangkan
oleh al-Ma’mun. setelah itu al-Ma’mun berusaha menyatukan
kembali wilayah Dinasti Bani Abbas. Untuk keperluan itu ia
31
Akbar S. Ahmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1992, h. 108-109.
53
dikukung oleh Tahir panglima militer. Sebagai imbalan terhadap
Tahir di samping berkedudukan sebagai panglima tertinggi
tentara Bani Abbas diangkat oleh al-Ma’mun juga sebagai
gubernur Khurasan (820-822) dengan janji bahwa jabatan itu
dapat diwariskan oleh anak-anaknya. Akhirnya, ketergantungan
khalifah pada Tahir sangat tinggi yang membuat khalifah tidak
dapat mengendalikan tentara secara langsung.
Hingga kemudian Tahir mendirikan dinasti kecil, yang
kemudian diikuti oleh berbagai kalangan yang membentuk
dinasti-dinasti yang lain seperti dinasti Safari, Smani, Gaznawi,
Buwahi, Saljuk, Idrisi, Aghlabi, Thulun, Hamdani, Ikhsyid,
murabithun, muwahidun, Fatimiah, Ayubiyah, dan Mamalik.
Akhir dari dinasti Bani Abbas yang berkuasa sekitar lima
Abad
di sibukan oleh konflik
internal (mereka
yang
dikendalikan oleh dinasti-dinasti bawahannya) dan menghadapi
perang salib dalam beberapa gelombang. Karena perhatian
terhadap perang salib yang begitu besar, kedatangan pasukan
Mongol ke Bagdad tidak terantisipasi.
Mangu membentuk dua pasukan untuk memperluas
wilayah:
Kubai dan Hulagu.
Kubai
menaklukan Cina;
sedangkan Hulagu menaklukan kerajaan-kerajaan Islam.32 Pada
32
Hulagu menyerang Islam karena dua faktor: pertama, benci kepada Islam karena informasi dari isterinya
yang beragama Kristen; dan kedua, ia sudah berjanji kepada raja Armenia aka menyerahkan Jerussalem
kepada tentara salib apabila berhasil menaklukan Islam ketika raja itu berkunjung ke Mongol.
54
tahun 1256 H, Hulagu berhadapan dengan pasukan Hasyasyin
yang sulit dikalahkan. Ia meminta bantuan kepada khalifah
Abasiyah di Baghdad. Akan tetapi, khalifah Baghdad menolak.
Tanpa bantuan khalifah Bagdad, Hasyasyin pun akhirnya dapat
dikalahkan.
Setelah berhasil mengalahkan Hasyasyin, Hulagu meminta
agar khalifah menyerah, permintaan itu ditolak. Akhirnya
Hulagu menyerang Bagdad (1258 M) hingga Bani Abbas di
Bagdad berakhir; dan Hulagu kemudian mendirikan dinasti
Ilkhan.
2.3 Masuknya Islam ke Indonesia
Azyumardi Azra menginformaskan sejumlah teori tentang datangnya
Islam ke Asia Tenggara. Pertama, Pijnappel (sejarawan Universitas Leiden)
berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara berasal dari anak Benua India,
yaitu Gujarat dan Malabar. Pendapat ini didukung oleh Snouck Hurgronye.
Kedua, Moquette, sarjana Belanda lainnya, juga berpendapat bahwa Islam
datang ke Nusantara berasal dari Gujarat meskipun juga terdapat beberapa
pendapat lain yang mengatakan dari Arab.
Siti Maryam dkk. Menginformasikan pendapat tentang waktu datangnya
Islam. Pertama, sebagian ahli berpendapat bahwa Islam datang ke Asia
Tenggara pada abad pertama hijriah (abad ke-7 M); dan kedua, Islam masuk
ke Asia Tenggara pada abad ke-13 M).
55
Badri Yatim (1997:193) menginformasikan bahwa Islam disebarkan dan
dikembangkan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dengan tiga tahap:
pertama, Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara; kedua, terbentuknya
komunitas-komunitas Islam di beberapa kepulauan Nusantara; dan ketiga,
berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Azyumi Azra mengatakan bahwa perkembangan Islam di Asia Tenggara
mengalami tiga tahap: pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang
berasal dari Arab, India, dan Persia di sekitar pelabuhan. Pada tahap ini, para
ulama yang merangkap sebagai pedagang memiliki peran besar dalam
penyebaran agama Islam. Di samping itu, penyebaran Islam tahap pertama ini
sangat diwarnai oleh aspek mistik Islam (tasauf). Tidak berarti syariat atau
fiqih diabaikan sama sekali. Tahap pertama ini berlangsung hingga Majapahit
runtuh (abad 15 M).
Kedua, sejak datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di
semenanjung Malaya, dan Spanyol di Pilipina, sampai abad 19 M; dan tahap
liberalisasi kebijakan pemerintahan kolonial, terutama belanda di Indonesia.
Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai bentuknya seperti
sekarang ini.
Islamisasi di Asia Tenggara dimulai sejak dunia Islam melakukan
hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara. Meskipun masih
diperdebatkan, I’Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya Palembang (671
M) sudah menjalin hubungan dengan khalifah Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan
(661 M) dan khalifahUmar Ibn Abd al-Aziz (717-720). Selanjutnya ia
56
menjelaskan bahwa jalinan hubungan tidak semata menyangkut bidang
perdagangan, tetapi juga bidang politik dan diplomatic.
K.N. Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro (1994) menyederhanakan
perdebatan mengenai kedatangan Islam di Nusantara. Menurutnya, sejarawan
terbagi menjadi dua kelompok dalam menjelaskan asal-usul Islam di
Nusantara (termasuk Indonesia).
Pertama, Husin Jayadiningrat dan Cristien Snouck Hurhgronje (ahli
hukum dari Belanda) berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara pada
abad ke 13 yang dibawa oleh para da’i dan pedagang dari Persia melalui
India. Argumentasinya adalah: (a) kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah
Samudra Pasai di Aceh Utara (Lhoksmawe). Nama Samudra Pasai berasal
dari kata Persia; (b) mistik yang diajarkan di Indonesia sama dengan mistik
yang dijalankan di Persia; buktinya adalah adanya kesamaan ajaran al-Hallaj
dengan Syekh Siti Jenar; dan (c) cara membaca Al-Qur’an di Indonesia sama
dengan cara membaca Qur’an di Persia.
Kedua, Hamka dan W. P. Goenevelt berpendapat bahwa Islam datang ke
Nusantara langsung dari Arab (Mesir) tidak melalui Persia dan India.
Alasannya adalah: madzhab Syafi’I; dan madzhab itu berasal dari Mekkah;
dan (b) gelar-gelar raja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar rajaraja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar raja-raja Mesir.
Pada seminar yang membahas tentang masuknya Islam di Indonesia yang
di adakan di Medan pada tahun 1963 dapat diambil kesimpulan: (a) Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke 7 Masehi langsung dari Arab; (b) daerah
57
pertama yang didatangi Islam adalah Pesisir Sumatera dan kerajaan Islam
pertama adalah Samudra Pasai; (c) pada awalnya, Islam disebarkan oleh
orang Asing yang beragama Islam; pada tahap berikutnya, umat Sialam
Indonesia turut aktif dalam penyebaran Islam; (d) mubaligh (penyebar Islam)
merangkap sebagai pedagang; (e) Islamisasi dilakuka dengan cara damai; dan
(f) kedatangan Islam mendorong lahirnya peradaban bangsa Indonesia.
Pusat-pusat Penyebaran Islam di Indonesia
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Malik al-Saleh setelah
mendapat dukungan dari masyarakat dalam mengalahkan raja Rajenra I
dari India.33
Sultan al-Malik al-Saleh (1297 M) adalah raja pertama dari Kerajaan
Samudera. Beliau kemudian menikah dengan putri raja Perlak dan
memiliki dua anak. Oleh karena itu, dua kerajaan ini kemudian digabung
menjadi kerajaan Samudera Pasai (gabungan antara kerajaan Samudera
dengan kerajaan Perlak). Kerajaan ini bertahan lama sampai ditundukan
oleh Portugis (1521 M).
Para pedagang muslim mengislamkan penduduk urban; sedangkan di
daerah pedalaman tetap melanjutkan tradisi lama mereka. Cerita tentang
33
Samsul Wahidin dan Abdurrahman, Perkembangan Ringkas Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV.
Akademika Pressindo, 1984), h. 24
58
kerajaan ini terdapat dalam sejumlah literature berdasarkan perjalanan
Marco Polo, Ibn Batuthah, dan Fe-Hien (dari China).
2. Malaka
Islam berkembang di Malaka sepanjang jalur perdagangan. Pendiri
kerajaan Malaka adalah Parameswaran (sekitar 1400 M). Kemudian ia
mengganti nama menjadi Muhammad Iskandar Syah setelah menikah
dengan saudara perempuan raja Pasai.
Pada zaman Muzhaffar Syah (1445-1459 M), Islam disebarkan secara
langsung oleh raja (sultan) sehingga mengalami perkembangan pesat dan
mampu menguasai perdagangan. Ibu kota kerajaan adalah Johor. Pada
tahun 1511 M, Portugis menguasai Malaka, sehingga peran Malaka yang
berperan sebagai pusat penyebaran Islam. Ibu kota Malaka dari Johor
dipindahkan ke Kepulauan Riau. Aceh kemudian menggantikan peran
Malaka sebagai pusat penyebaran Islam dan mempunyai pemerintahan
yang kuat.
3. Aceh
Sultan Aceh pertama adalah Ali Mugayat. Syah; dan kemudian ia
diganti oleh anaknya, Ala’ al-Din (1548-1527 M). kesultanan Aceh
berhasil menguasai Aru dan Johor; dan bahkan dengan bantuan dari Turki
Usmani (1562 M), Aceh menyerang Portugis di Malaka.34
34
Siti Maryam dkk, h. 384. Akan tetapi, informasi ini berbeda dengan yang ditulis oleh Tgk. A. K. Jakobi.
Menurutnya, Turki Usmani tidak dapat memberikan bantuan (tentara dan materi) ke Aceh karena Turki
Usmani ketika itu sedang dilanda konflik dengan tentara Kristen. Lihat Tgk. A. K. Jakobi, Aceh dalam perang
59
Puncak kejayaan Aceh adalah pada zaman sultan Iskandar Muda
(1608-1637 M). pada masanya, Gayo dan Minangkabau diislamkan.35
4. Jawa
Ma Huan menyatakan bahwa pada tahun 1455-1432 M, komunitas
muslim di Jawa dibedakan menjadi tiga komunitas: muslim yang berasal
dari Barat, Cina, dan Pribumi.
Sejarah Islam di Jawa didasarkan pada nisan makam Malik Ibrahim
(1419 M); dan makam nisan putrid Campa (1448 M), istri Prabu
Brawijaya, raja Majapahit terakhir yang mendukung pemkaman istrinya
dengan cara masuk Islam.
Putrid Campa adalah bibi Raden Rahmat dari Ampel Denta yang
diangkat oleh raja sebagai imam umat Islam di Majapahit. Raden Rahmat
menyebarkan Islam di sepanjang Jawa. Raden Paku, murid Raden Rahmat,
mengislamkan penduduk Giri. Di samping itu, Raden Rahmat juga
mengirim Syekh Khalifah Husen ke Madura; akhirnya Islam berkembang
di Pulau Jawa atas kerjasama antara penguasa local dengan ulama.
Kerjasama itu akhirnya melahirkan Demak sebagai kerajaan Islam pertama
di Jawa.
Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar sebagai Pejuang,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998) h. 25-26.
35
Menurut Thk. A. K. Jakobi, Kerajaan Aceh termasuk salah satu dari lima kerajaan besar yang ada di Dunia
Islam pada zamannya. Empat kerajaan lainnya adalah: (1) Kerajaan Islam Turki Usmani di Istanbul (2)
Kerajaan Islam Maroko di Afrika Utara; (3) Kerajaan Islam di Isfahan di Timur Tengah; (4) Kerajaan Islam
Agra di Anak benua India.
60
Raden Fatah adalah raja Demak pertama. Dalam menjalankan
pemerintahan, ia dibantu oleh ulama (kemudian dikenal denga Wali
Songo). Meski pun gagal, Pati Unus (pengganti Raden Fatah) menyerang
Malaka yang dikuasai oleh Portugis (1512-1513).
Sultan Trenggono (pengganti Pati Unus) telah berhasil melakukan
penyebaran Islam da menaklukan Sunda Kelapa, Majapahit, dan Tuban
(sekitar 1527 M). daerah-daerah lain yang ditaklukan adalah Madiun,
Blora, Surabaya, Pasuruan, Lamongan, Blitar, dan Kediri.
Setelah kerajaan Demak runtuh maka terdapat kerajaan mataram. Pada
tahun 1619 ketika Mataram berada dibawah pemerintahan Sultan Agung
Praktis seluruh Jawa Timur berada di bawah pemerintahan Islam. Mulai
dari sinilah konflik-konflik bersenjata antara Mataram dan VOC mulai
terjadi.
Di Jawa bagian barat, telah terdapat kerajaan Islam awal abad ke16 M
yang didirikan oleh Syarif Hidayat yang lebih dikenal sebagai Sunan
Gunung Jati. Kerajaan itu dikenal sebagai Kesultanan Cirebon. Dari
Cirebon Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain di
Jawa barat seperti Kawali (Galuh), Majalengka, Kuningan, Sunda Kelapa
sampai Banten. Kemudian di teruskan oleh putranya yaitu Hasanuddin
meluaskan ajaran Islam sampai Lampung dan
Bangsawan Sunda juga banyak yang masuk Islam.
61
Sumatera Selatan.
5. Maluku dan Sulawesi
Penyebaran Islam mencapai Maluku mengikuti jalur perdagangan
mulai pertengahan akhir abad ke-15. Data-data lokal menunjukan adanya
komunitas Muslim justru sejak masa sebelumnya. Raja Ternate ke 12 yaitu
Molomateya (1350-1357) telah bersahabat dengan orang Arab untuk
membuat kaligrafi pada kapalnya tetapi bukan berarti dia telah memeluk
Islam. Raja Tidore telah menggunakan nama Islam, Hasan Shah, tetapi
belum ada komunitas muslim yang besar.
Raja Zainal Abidin (1486-1500) dianggap sebagai raja pertama yang
beragama Islam. Tertekan oleh perdaganga Muslim, raja lebih memilih
belajar Islam ke Madrasah Giri. Sekembalinya ke Maluku diajaknya
Tuhubahahul untuk ikut membantu menyebarkan Islam di kepulauan
Maluku. Upaya Portugis untuk melakukan Kristenisasi terhalang.
Kedatangan Portugis tahun 1522 memunculkan persaingan penyebaran
agama Islam dengan Kristen tetapi usaha portugis tidak begitu berhasil.
Kekuata Islam di wilayah ini didukung oleh kerajaan Gowa dan Tallo
yang menjalin hubungan baik dengan Ternate dan Giri di Gresik. Tradisi
setempat turut mempercepat menyebarkan Islam. Konflik-konflik internal
mulai terjadi seiring camput tangan Portugis dan Belanda. Demak dan
Jepara menjadi sekutu kerajaan Hitu melawan kolonisasi Portugis di
Ambon.
62
6. Kalimantan
Islam di Kalimantan hampir sama dengan daerah lain, yaitu banyak
berkembang di daerah pesisir. Islam telah ada sejak abad ke-16 yang
dianut oleh sebagian masyarakat Banjarmasin. Islam yang berkembang
tidak lepas dari usaha yang dilakukan oleh kerajaan Islam di Jawa yaitu
Demak sebagai syarat
yang harus dipenuhi Banjarmasin untuk
mendapatkan bantuan kekuatan melawan musuhnya.
Di pantai barat laut yang sekarang masuk ke wilayah Brunei, orangorang spanyol telah menemukan kerajaan Islam ketika mereka mendarat di
sana tahun 1521. Kemudian menyebar ke Sukadana di Kalimantan Barat
pada tahun 1550 dibawa oleh orang-orang Islam dari Palembang. Tahun
1600 agama Islam telah menjadi agama umum rakyat di sepanjang pesisir
setalah raja mereka memperistri putri kerajaan Demak pada tahun 1590.
Seorang Syeikh dari Mekah bernama Syamsuddin datang ke Sukadana
memberikan penghargaan kepada rajanya berupa Kitab Suci Al-Qur’an,
cincin berukir, dan piagam serta pemberian gelar kehormatan sebagai
Sultan Muhammad Safiuddin.36
Suku Idaan di Kalimantan bagian Utara memandang orang Islam
sebagai bangsa yang lebih mulia dari mereka sendiri. Suku Dayak sejak
tahun 1671 sampai tahun 1764 telah banyak yang beralih memeluk agama
Islam. Hal ini tidak terlepas dari masuknya bangsa-bangsa lain dari luar
seperti Arab, Bugis, Melayu, Cina yag telah berlangsung sejak abad ke-7.
36
Arnold, The Preaching of, h. 341
63
Memang mayoritas Muslim Kalimantan adalah keturunan asingd an bukan
penduduk asli.37
7. Bali, Lombok, Sumbawa
Islamisasi di Bali erat hubungannya dengan Jawa. Setelah runtuhnya
majapahit oleh Raden Patah, banyak bangsawan Hindu yang melarikan diri
ke Bali (1481). Islam yang ada sedikit dan myoritasnya adalah pendatang.
Masuknya Islam di Lombok khususnya pada bangsa sasak tidak lepas dari
peranan mubaligh bangsa bugis yang telah banyak diislamkan oleh raja
Bone. Kemudian bangsa bugis melalui perdagangan dan akibat dari
perkawinan maka bangsa bugis yang muslim banyak menetap di Lombok.
Beralihnya orang sasak menjadi Islam membuat Lombok terbagi
menjadi dua kelompok yang sangat bertentangan yaitu suku sasak dengan
Islamnya dan suku Bali yang masih menganut Hindu. Pada abad ke-18
Bali justru mampu menguasai suku Sasak walaupun komunitas suku Sasak
lebih besar. Ketidak seimbangan kekuatan menyebabkan Sasak meminta
bantuan pada Belanda pada tahun 1894, barulah Islam dapat berkembang.
37
Harapan, Sedjarah Penjiaran, h. 42
64
BAB III
PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH
3.1. Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan
berkembang sejalan dengan perkembangan social budaya manusia di dunia
ini.
Dapat dikatakan bahwa ajaran Islam terdahulu disampaikan kepada umat
manusia melalui rasul-rasul yang tugasnya memang untuk menyampaikan
ajaran-ajaran Islam. Pendidikan Islam tidak lain adalah proses pewarisan dan
pengembangan budaya umat manusia di bawah bimbingan ajaran Islam. Dan
ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dan yang bukan Islam adalah
pada penggunakan ajaran Islam sebagai pedoman.
Telah diketahui bahwa Allah menurunkan ajaran Islam kepada umat
manusia tersebut melalui proses yang panjang, melalui serangkaian urutan
rasul-rasul.
Seorang
rasul
diutus
pada
hakikatnya
adalah
untuk
menyempurnakan dan meluruskan kembali ajaran Islam yang telah
diselewengkan atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan
budaya
manusia.
Seorang
rasul
yang
diutus
kemudian,
berfungsi
menyempurnakan dan meluruskan ajaran Islam yang dibawa oleh rasul
sebelumnya. Dan rangkaian penyempurnaan ajaran Islam tersebut menjadi
sempurna dengan diutusnya Muhammad sebagai rasul terakhir, dan ajaran
Islam terabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an yang di sampaikan oleh
65
Muhammad SAW38. Jadi Islam dalam artinya yang sudah sempurna dan
lengkap, adalah identik dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad.
Terdapat beberapa priode tentang pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam ini, pembagian priode dibawah ini hanyalah sebagai usaha
untuk memudahkan urutan pembahasan saja, karena pada hakikatnya suatu
peristiwa sejarah selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya, baik sebelum,
yang semasa maupun yang sesudahnya.
3.1.1 Pendidikan Islam Klasik
Ada beberapa terminologi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu
sebelum ke pembahasan yang lebih lanjut. Pertama, sistem pendidikan
yaitu suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan biasanya dipahami
sebagai suatu pola dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga
formal, agen-agen, dan organisasi yang memindahkan (transfer)
pengetahuan dan warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang
mempengaruhi pertumbuhan sosial, spritual, dan intlektual. Menurut
Hasan Langgulung, sistem pendidikan, seperti demikian dalam literatur
pendidikan Islam klasik tidak pernah di jumpai. Sebab, sistem
pendidikan itu tidak terpisah dari sistem-sistem yang lain, seperti sistem
politik, sistem tatalaksana, sistem keuangan, sistem kehakiman, dan
lain-lain. Kedua, metode Pendidikan Islam. Metode pendidikan
sesungguhnya dapat dikelompokan menjadi dua bentuk: 1) metode
perolehan (acquisition) dan, 2) metode pemindahan atau penyampain.
38
Al-Qur’an, Surah Al-Maidah, ayat 3.
66
Metode perolehan lebih ditekankan sebagai cara yang ditempuh oleh
peserta didik ketika mengikuti proses pendidikan, sedangkan metode
pemindahan diasosikan sebagai cara pengajaran yang dilakukan oleh
guru. Dalam banyak hal, kecendrungan pemikiran pendidikan Islam
klasik lebih memprioritaskan kepada guru sebagai subjek pendidikan,
bukan kepada murid. Guru menjadi faktor penentu untuk menilai
tingkat keberhasilan pendidikan Islam.
Ketiga, kurikulum-kurikulum pendidikan Islam klasik dapat
dikatakan tidak seperti kurikulum pendidikan modern seperti kurikulum
pendidikan nasional di Indonesia saat ini, yang ditentukan oleh
pemerintah dengan standar tertentu yang terdiri dari berbagai
komponen: tujuan, isi , organisasi, dan strategi. Pengertian dan
komponen yang demikian sepertinya sangat sulit ditemukan dalam
literatur-literatur kependidikan Islam klasik.
Keempat, masa klasik. Untuk menentukan sejak dan hingga kapan
masa klasik tersebut masih dapat diperdebatkan. Yaitu apakah dalam
kacamata dunia muslim atau penulis barat mengidentikan masa klasik
abad ke-7 hingga abad ke-12/13 M sebagai zaman kegelapan (Dark
Age); sementara para penulis Muslim mengidentikannya dengan masa
keemasan.39 Dalam hal ini penulis membatasi masa klasik dalam
39
Marshall G.S. Hudgson membagi Sejarah Islam menjadi tiga priode. Pertama, Priode klasik. Priode ini
dimulai sejak lahirnya Islam (670-an M) hingga runtuhnya tradisi pemerintahan Absolut (945). Kedua,
periode pertengahan abad kesepuluh (945 M) hingga Abad kelima belas (1503 M). yakni ketika kemajuan
belahan dunia barat seimbang dengan kemajuan dunia Timur dan tumbuhnya peradapan Internasional.
Ketiga, priode modrn. Priode ini dimulai sejak Abad ke lima belas, ketika kerajaan Islam terwakili oleh tiga
kerajaan besar: Safawi di Persia, Mughal di India, dan Kerajaan Turki (otoman) di Turki hingga sekarang.
67
kacamata penulis Muslim, seperti batasan yang dilakukan oleh Harun
Nasution. Ia mengklsifikasikan sejarah Islam pada tiga masa : (a)
Priode Klasik dimulai tahun 650 hingga 1800 M., sejak Baghdad
Hancur hingga munculnya ide-ide pembaharuan di Mesir dan (c)
Periode Modrn, mulai tahun 1800 M. hingga sikarang.40 Dengan
demikian, masa klasik dalam pembahasan ini debatasi sejak masa
Muhammad hingga Baghdad di hancurkan.
3.1.2 Pendidikan Islam di masa Muhammad (611 – 632 M/12 SH-11 H)
Pendidikan pada masa Muhammad dapat dibedakan menjadi dua
priode; yaitu priode Makkah dan Madinah. Pada priode pertama, yakni
sejak muhammad diutus sebagai Rasul hingga Hijrah ke Madinah,
kurang lebih sejak tahun 611-622 M atau selama 12 tahun, sistem
pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang
mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materimateri pendidikan, selain Nabi. Nabi melakukan pendidikan secara
sembunyi-sembunyi terutama pada keluarganya, di samping dengan
berpidato dan ceramah di tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang.
Sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya berkisar pada Ayatayat Al-Qur’an dan petunjuk-petunjuknya.
Baca Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam : Conscience and History in a World Civilization, (Chicago :
The University of Chicago Press, 1977), Volume 1-3.
40
Lihat babakan sejarah Harun Nasution pada Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakarta: UIPress, 1985, Cet. Ke-5, hal. 56-91)
68
Sebelum kelahiran Islam,
pada
masa
jahiliyah
“institusi”
pendidikan Kuttab telah berdiri.41
Adapun orang yang pertama kali belajar membaca dah menulis di
antara penduduk Makkah adalah Sufyan Ibnu Umayyah dan ‘Abu Qais
ibn Abd al-Manaf, yang keduanya belajar kepada Bisyu Ibn ’Abd alMalik. Kepada keduanyalah penduduk Makkah belajar membaca dan
menulis. Oleh karena itu, agaknya dapat dipahami ketika nabi
menyiarkan Agama Islam (sekitar tahun 610 M), di Masyarakat Quraisy
baru ada 17 laki-laki yang pandai baca tulis dan 5 wanita.42
Secara umum, Al-Qur’an dan perkataan-perkataan nabi yang
menerangkan kajian keagamaan yang menitik beratkan pada teologi dan
ibadah. Selain itu materi Akhlak juga diajarkan agar manusia
bertingkah laku dengan Akhlak mulia dan menjauhi kelakuan jahat.
Sementara itu materi-materi scientific belum dijadikan sebagai mata
pelajaran. Nabi ketika itu hanya memberikan dorongan untuk
memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam
raya.
41
Menurut Hasan Fahmi, lembaga pendidikan Kuttab ini didirikan oleh orang Arab massa Kekhalifahan Abu
Bakar. Baca Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Ibrahim Hussein,
Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), cet. Ke-1, hlm. 30. Sementara menurut
Ahmad Syalabi, kuttab telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum terkenal. Lihat
Ahmad Syalabi, “Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Muchtar Jahja dan M. Sanusi Latief,
Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-1, hlm. Ke-33.
42
Ke-17 orang itu adalah: 1) Umar ibn Khatab, 2) Ali ibn Abi Thalib, 3) Usman ibn Affan, 4) Abu Ubaidah ibn
Jarrah, 5) Thalhah, 6) Yazid ibn Abu Sufyan, 7) Abu Huzaifah ibn Utbah, 8) Hatib ibn Amr, 9) Abu Salamah
Abd al-Asad al-Makhzumi 10)Aban ibn Sa’ad ibn al-Ash ibn Umaiyah, 11-12) Khalid ibn sa’d dan saudaranya,
13) Abdullah ibn Sufyan ibn Harb, 16) Mu’awiyah ibn Abu Sufyan dan 17) Juhaim ibn Shalt. Dan kelima
wanita itu adalah: 1) Hafsah, isteri nabi, 2) Ummi Kalsum bint Uqbah, 3) Aisyah bint Sa’d, 4) al-Syifa bint
Abdullah al-Aadawiyah, 5) Karimah bint al-Miqdad. Sedangkan Siti Aisyah dan Ummi Salamah, isteri nabi,
pandai membaca tapi tidak bisa menulis. Baca Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:
Hidakarya Agung, 1992) hlm. 19-20.
69
Pada periode Madinah, tahun 622-632 M. usaha pendidikan Nabi
yang pertama adalah membangun ‘institusi’ masjid. Melalui pendidikan
mesjid ini, nabi memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Pada
priode ini secara umum, materi pendidikan berkisar pada empat bidang;
pendidikan keagamaan, pendidikan Akhlak, pendidikan Kesehatan
Jasmani, dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada
bidang keagamaan terdiri dari keimanan dan ibadah, seperti shalat,
puasa, haji, dan zakat. Pendidikan Akhlak lebih menekankan penguatan
basis mental yang telah dilakukan pada priode Makkah. Pendidikan
kesehatan jasmani lebih detekankan pada penerapan dari nilai-nilai
yang dipahami, dari Amaliah Ibadah, seperti makna wudhu, shalat,
puasa dan haji. Sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan
kemasyarakatan meliputi pada bidang sosial, politik, ekonomi, dan
hukum.43
Metode yang dikembangkan oleh nabi dalam bidang keimanan
adalah tanya jawah dan didukung dengan bukti-bukti rasional dan
ilmiah.
Pada
materi
Ibadah
biasanya
menggunakan
metode
peneladanan, yakni nabi memberikan contoh. Sedangkan bidang
Akhlak, nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah umat
terdahulu, namun demikian materi akhlak juga menitik beratkan pada
metode peneladanan.
43
Baca ibid., hlm. 16-19. Hassan langgulung memberikan keterangan bahwa ilmu-ilmu yang
berkembang ketika itu adalah ilmu tafsir, qiraat, fiqih, qadla, (kehakiman), faraid, dan ilmu hadis.
70
Dan selanjutnya pada Masa Khlulafa al-Rasyidin (632-661) sistem
pendidikan Islam dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh
pemerintah kecuali pada masa khalifah umar ibn Khattab yang turut
campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para
sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majelis
pendidikan masing-masing lembaga pendidikan kuttab mencapai
tingakat kemajuan yang berarti ketika masyarakat Muslim telah
menaklukan dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah
maju.
Pusat-pusat pendidikan pada masa itu menyebar diberbagai kota,
seperti Makkah dan Madinah (Hijaz), kota Bashrah dan kufah (Irak),
kota Damsyik dan palestina (Syam), dan kota Fislat (Mesir). Di pusatpusat daerah inilah, Pendidikan Islam berkembang secara cepat.
3.2 Pendidikan Islam di Indonesia
Sejarah perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia
antara lain ditandai oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan secara
bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap yang sudah
terhitung modern dan lengkap. Perkembangan lembanga-lembaga pendidikan
tersebut selanjutnya telah menarik perhatian para ahli untuk melakukan studi
ilmiah secara komprehensif. Kini sudah banyak hasil karya penelitian parah
ahli yang menginformasikan tentang
pertumbuhan dan perkembangan
lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. Tujuannya selain untuk
71
memperkaya kazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa ke Islaman, juga
sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola pendidikan
Islam pada masa-masa berikutnya. Hal ini sejalan dengan perinsip yang
umumnya di anut masyarakat Islam Indonesia, yaitu mempertahankan tradisi
masa lampau yang masih baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik
lagi.
3.2.1 Jenis-jenis Pendidikan Islam di Indonesia
Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang
banyak terdapat lembaga pendidikan Islam yang memegang peranan
sangat penting dalam rangka penyebaran ajaran Islam di Indonesia,
disamping peranannya yang cukup menentukan dalam membangkitkan
sikap
patriotisme
dan
nasionalisme
sebagai
modal
mencapai
kemerdekaan Indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan
nasional.
Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga
pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat non formal seperti
langgar/surau, pondok pesantren, dan ada yang bersifat formal seperti
madrasah.
3.2.1.1 lembaga pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang pada
abad ke 20 Masehi dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang
bersifat formal.
72
Madrasah-madrasah yang bermunculan di Sumatera antara
lain: madrasah Adabiyah di Padang Sumatera Barat yang
didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M.
Madrasah ini berubah menjadi HIS Adabiyah pada tahun 1915
M. pada tahun 1910 M didirikan Madrasah School di daerah
Batu Sangkar Sumatera Barat oleh Syekh M. Taib Umar. Pada
tahun 1918 M Mahmud Yunus mendirikan Diniyah School
sebagai lanjutan Madras School.
Adapun pondok pesantren yang pertama kali membuka
madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang pada tahun
1921 M di bawah pimpinan Syekh Abd. Karim Amrullah, ayah
Hamka.
Di Jambi didirikan pesantren dan madrasah Nurul Iman.
pada tahun 1913 M, oleh H. Abd. Somad, seorang ulama besar
keluaran Makkah. Madrasah Sa’adah al Darain di dirikan oleh
H. Achmad Syakur, Madrasah Nurul Islam oleh H. M. Saleh,
Madrasah Juharain oleh H. Abd. Majid pada tahun 1922 M.
Di Aceh, didirikan madrasah yang pertama pada tahun
1930 bernama Sa’adah Adabiyah oleh Tengku Muhammad
Daud
Beureueh,
madrasah
Al
Muslim
oleh
Teungku
Abdurrahman Meunasah Mencap, Madrasah Darul Huda di
Jambi dan banyak madrasah lainnya.
73
Di Sumatera Timur didirikan pesantren Syekh Hasan
maksum pada tahun 1916 M, Madrasah Maslurah di Tanjung
Pura pada tahun 1912, Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M.
Di Tapanuli berdiri pesantren dan Madrasah Mustafawiyah
di Prubabaru pada tahun 1913 M oleh Syekh Mustafa Husain
keluaran Makkah.
Di Sumatera Selatan berdiri Madrasah Al-Qur’aniyah pada
tahun 1920 di Palembang oleh K.H. Moch. Yunus, Madrasah
Ahliah Diniyah oleh K.H. Abu Bakar Bastari pada tahun 1934M
dan madrasah Darul Funun oleh K.H. Ibrahim pada tahun 1938
M.
Adapun situasi pendidikan di Jawa pada permulaan abad ke
20 secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut:
Pada tahun 1899 M berdirilah pondok pesantren Tebuireng
Jombang oleh K.H. Hasyim Asy’ari, madrasahnya yang formal
berdiri pada tahun 1919 M bernama Salafiyah diasuh oleh K.H.
Ilyas (bekas Menteri Agama RI). Madrasah ini memberikan
pengetahuan agama dan pengetahuan umum.
Sesudah pondok Tebuireng, maka menyusul pondok
Tambak Beras di Jombang oleh K.H. Wahab Hasbullah dan
pondok Rejoso Peterongan Jombang oleh K.H. Tamin pada
tahun 1919 M. Kedua pondok tersebut juga mempuyai madrasah
yang formal.
74
Pondok Modern Gontor berdiri tahun 1926 oleh K.H. Imam
Zarkasy dan K.H. Sahal.
Di
Kudus
berdiri
Madrasah
Aliyah,
Sanawiyah
Muawanatul Muslimin pada tahun 1915 oleh Syarikat Islam,
Madrasah Kudsiyah pada tahun 1918 oleh K.H.R. Aswawi,
Madrasah Tasywiqut Tullab pada tahun 1928 oleh K.H.A.
Khaliq, Madrasah Ma’ahidul Diniyah pada tahun 1938.
Di Yogyakarta banyak madrasah Islamiyah yang didirikan
oleh organi organisasi-organisasi Muhammadiyah tahun 1912,
yaitu: Kweek School, Mualimin, Muallimat, Zu’ama, Kulliyah
Muballigin, HIK dan lain-lain.
Pada tahun 1911 berdiri pondok pesantren Krapyak
Yogyakarta oleh K.H. Munawir. Di Solo berdirilah Madrasah
Mambaul
Ulum
pada
tahun
1905
oleh
R.
Hadipati
Sosrodiningrat dan R. Panghulu Tafsirul Anam, dibiayai oleh
Kraton Surakarta.
Di Jawa Barat pada zaman tekanan pemerintah Belanda itu
juga bermunculan madrasah-madrasah Islamiyah, antara lain:
Madrasah Ibtidaiyah di Majalengka pada tahun 1917 oleh K.H.
Abd. Halim, Madrasah Muallimin pada tahun 1932, pesantren
dan madrasah di Gunung Puyuh Sukabumi oleh K.H. Ahmad
Sanusi. Di Bandung berdiri pesantren Persatuan Islam pada
tahun 1963 M oleh A. Hasan.
75
Di Banten berdiri Madrasah al-Khairiyah pada tahun 1925
oleh Al-Jam’iyah al-Khairiyah, perkumpulan dari orang-orang
keturunan Arab golongan Alawiyin, Madrasah Matlaul Anwar
dan Nurul Falah.
Di Jakarta berdiri Madrasah Al-Irsyad pada tahun 1913
oleh Jam’iyah Al-Irsyad, perkumpulan orang-orang keturunan
Arab non Alawiyah yang dipimpin oleh Syeikh Achmad Sukarti.
Pada tahun 1905 berdiri madrasah Jami’at Khair, oleh
perkumpulan Al-Khairiyah.
Adapun pesantren dan madrasah yang tumbuh pada zaman
penjajahan di luar Jawa dan Sumatera adalah sebagai berikut:
Di Sulawesi berdiri madrasah formal yang pertama tahun
1926 oleh Muhammadiyah. Di Bone berdiri Madrasah Amiriah
Islamiyah pada tahun 1933 di kota Watampone oleh persatuan
ulama dan pemuka rakyat. Di Sengkang berdiri Madrasah Wajo
Tarbiyah Islamiyah pada tahun 1931 oleh Syekh H. M As’ad
Bugis, keluaran Makkah.
Di Pulau (Sulawesi Tengah) berdiri Madrasah Al Khairat
pada tahun 1930 oleh Syekh Al-Idrus. Madrasah Tarbiyah AlIslamiyah berdiri di Mangkoso pada tahun 1938 oleh H. Abd.
Rahman Ambo Dale.
Pada tahun 1936 berdiri madrasah Nadatul Watan di
Lombok Timur oleh K.H. Zainuddin Pancor, lulusan Makkah,
76
Madrasah Al-Ittihad di Ampenan (Lombok Barat), Madrasah
Darul Ulum di Sumbawa.
Madrasah formal yang mula-mula berdiri di Kalimantan
ialah al-Najah wal Falah pada tahun 1918 di Sei Bakan Besar
Mempawah, Madrasah Al-Sultaniyah di Smabas (Kalimantan
Barat) pada tahun 1922, Madrasah al-Raudotul ilsamiyah di
Pontianak pada tahun 1936. Pada tahun 1928 di Amuntai
Kalimantan Selatan Madrasah Normal Islam oleh H. Abd.
Rasyid, keluaran Al-Azhar.
Dari data-data tersebut di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pemerintah Belanda walaupun sudah
berusaha menekan dan menghancurkan pendidikan Islam
Indonesia selama 350 tahun dengan bermacam-macam usaha
yaitu di satu pihak memberikan bantuan 100% kepada sekolahsekolah gereja dan di lain pihak mengeluarkan peraturanperaturan yang merugikan pendidikan Islam Indonesia, namun
pendidikan Islam tidak dapat hancur, bahkan tumbuh dan
berkembang secara militant walaupun dalam keadaan yang serba
kekurangan.
3.2.1.2 Lembaga pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka.
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen
Agama, maka secara instansional Departemen Agama diserahi
kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan
77
pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga
tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus
negri dan ada yang berstatus swasta.
Yang berstatus negri misalnya:
1) Madrasah Ibtidaiyah Negri (Tingkat Dasar).
2) Madrasah Tsanawiyah Negri (Tingkat Menengah Pertama).
3) Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas).
Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama
(SGHA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN).
4) Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang
kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam
Negeri).
Telah diterangkan bahwa pendidikan agama Islam mulai
diajarkan secara resmi di sekolah-sekolah umum negeri pada
tahun 1946, dengan keluarnya SKB Menteri Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai tindak lanjutnya ialah
penyediaan dan pengadaan tenaga guru agama yang ditugaskan
disekolah-sekolah umum negeri.
Departemen Agama juga mendirikan Madrasah Ibtidaiyah
Negeri setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah
Negeri sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama dan
Madrasah Aliyah Negeri setingkat dengan Sekolah Menengah
78
Atas. Tujuannya antara lan untuk memberikan bimbingan dan
percontohan yang konkrit kepada masyarakat Islam tentang
pengelolaan madrasah-madrasah swasta Islam yang jumlahnya
sangat banyak. Pada madrasah-madrasah negeri itu diatur
perbandingan-perbandingan
antara
pelajaran
agama
dan
pelajaran umum, juga diatur administrasi pendidikannya.
3.2.2 Sistem Pendidikan Islam di Indonesia
Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan
Islam dilaksanakan secara informal. Didikan dan ajaran Islam mereka
berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan tiru teladan. Mereka
berlaku sopan dan santun, ramah-tamah, tulus ikhlas, amanah dan
kepercayaan, pengasih, pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta
menghormati adat istiadat anak negeri. Dengan demikian tertariklah
penduduk negeri hendak memeluk agama Islam.44
Begitulah para pengajar agama Islam pada waktu itu melaksanakan
penyiaran Islam kapan saja, di mana saja dan siapa saja setiap ada
kesempatan, di pinggir kali sambil menunggu perahu yang akan
mengangkut barang ke seberang, di perjamuan waktu kenduri, di
padang rumput tempat pengembalaan ternak, di pasar , di warung kopi
dan sebagainya. Disitulah agama Islam diajarkan kepada mereka
dengan cara yang mudah dan dengan demikian orang akan dengan
44
Prof. H. Mahmud Yunus, op.cit., hal. 13.
79
mudah pula menerima dan melakukannya. Juga penyebaran Islam
dilakukan juga dengan jalan perkawinan yang dapat menurunkan
generasi Islam yang mendatang.
Pendidikan Islam informal ini ternyata membawa hasil yang sangat
baik sekali, karena dengan berangsur-angsur tersiarlah agama Islam di
seluruh kepulauan Indonesia, mulai Sabang sampai Maluku45.
Adapun factor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan
cepat di seluruh Indonesia pada waktu itu adalah sebagai berikut:
a) Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturanaturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan umat
manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucap dua
kalimat syahadat saja.
b) Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam.
c) Penyiaran Islam dilakukan dengan berangsur-angsur, sedikit demi
sedikit.
d) Penyiaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang
sebaik-baiknya.
e) Penyiaran Islam itu dilakukan dengan perkataan yang mudah di
pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai ke
golongan atas dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang
45
Ibid., hal. 14
80
maksudnya : berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal
mereka.
Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang berjalan
dilingkungan keluarga telah berjalan dengan baik. Anak-anak dididik
dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarganya. Mereka
dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai
dengan ajaran Qur’an dan hadits. Anak-anak disuruh oleh orang tua
mereka pergi ke langgar atau surau untuk mengaji kepada seorang guru
ngaji atau guru agama. Mereka dilatih membaca Al-Qur’an, melakukan
shalat dengan berjama’ah, berpuasa di bulan Ramadhan, dan lain-lain.
Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat ternyata mampu
menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan
pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam
untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih
sempurna.
Pada mulanya pendidikan agama Islam di surau atau langgar atau
di mesjid masih sangat sederhana. Yang penting bagi guru agama ialah
dapat memberikan ilmunya kepada siapa saja, terutama pada anak-anak.
Di tempat pendidikan seperti ini berkumpul sejumlah murid, duduk di
lantai, menghadap sang guru, belajar mengaji. Waktu mengajar
biasanya diberikan pada waktu petang atau malam hari. Sebab pada
waktu siangnya anak-anak membantu orang tuanya bekerja, sedangkan
81
sang guru juga bekerja mencari nafkah keluarganya sendiri. Dengan
demikian pelaksanaan pendidikan agama pada anak-anak tidak
mengganggu pekerjaan sehari-hari, baik bagi orang tua anak-anak
maupun bagi sang guru agama. Itulah sebabnya, pelajaran agama dan
latihan beragama itu mendapat dukungan dari orang tua dan guru
malahan dari seluruh masyarakat kampong atau desa itu.46
Tempat pendidikan Islam seperti inilah yang menjadi embrio
terbentuknya system pendidikan pondok pesantren dan pendidikan
Islam yang formal yang berbentuk madrasah atau sekolah yang
berdasarkan keagamaan.
Pondok pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri)
mengaji agama Islam dan sekaligus di asramakan di tempat itu. Muridmuridnya yang tinggal di pesantren itu bermacam-macam sebagai satu
keluarga di bawah pimpinan gurunya. Mereka belajar hidup sendiri,
mencuci sendiri dan mengurus kebutuhannya sendiri. Bahan-bahan
keperluan hidup seperti beras dan sebagainya mereka bawa dari
kampung sendiri.
System pendidikan pada pondok pesantren ini masih sama seperti
system pendidikan surau, langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan
dalam kurun waktu yang lebih lama.
Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan Islam menurut rencana
yang teratur sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1476 dengan
46
Deliar Noer, op.cit., hal. 15.
82
berdirinya Bayangkara Islah di Bintara Demak yang ternyata
merupakan organisasi pendidikan Islam yang pertama di Indonesia.
System pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan
dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia.
Sejalan dengan itu pemerintahan belanda mulai mengenalkan system
pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik
kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu system
pendidikan Islam di surau, langgar atau mesjid atau tempat lain yang
semacamnya, dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu di
perbaharui dan disempurnakan.
Kemudian system klasikal mulai diterapkan, bangku, meja, papan
tulis mulai digunakan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran
agama Islam. Pembagian jenjang kelas juga mulai diadakan.
Demikianlah system pendidikan formal, seklolah atau madrasah, mulai
tersebar di mana-mana, bahkan dikalangan pondok pesantren sudah
diterapkan system sekolah atau madrasah ini, disamping system
pendidikan dan pengajaran pondok pesanteren yang sudah ada.
Dalam perkembangannya system madrasah ini dibedakan menjadi
dua macam yaitu madrasah yang khusus member pendidikan dan
pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah, dan madrasah yang
disamping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga member
pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah Ibtida’iyah,
83
untuk tingkat menengah pertama disebut Madrasah Tsanawiyah dan
untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah.
3.2.3 Isi Pendidikan Islam di Indonesia.
Pada awal penyiaran agama Islam di Indonesia, maka para
penganjur agama Islam menghendaki agar masyarakat, yang pada
waktu itu masyarakat sudah menganut agama Hindu dan Budha, mau
menerima agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam, atau
mau memeluk agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam,
atau mau memeluk agama Islam. Oleh karena itu isi pendidikan Islam
adalah pokok-pokok aqidah agama Islam dan ajran-ajaran Islam yang
mudah dipahami dan dilaksanakan.
Setelah agama Islam semakin tersebar luas dan banyak keluargakeluarga yang memeluk agama Islam, mereka mulai merasakan
perlunya pendidikan agama Islam pada anak-anak mereka. Mula-mula
anak-anak dididik dalam lingkungan keluarga, kemudian anak-anak
disuruh ke langgar, surau atau masjid untuk memperoleh pendidikan
agama dari para guru agama.
Adapun isi pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat
permulaan ini meliputi:
a) Belajar membaca Al-Qur’an.
b) Pelajaran dan praketek shalat.
84
c) Pelajaran ketuhanan (teologis)
Pada tingkat yang lebih tinggi diajarkan pula bahasa Arab, mulai
mempelajari ushul fiqh, misalnya taharah, shalat, zakat, puasa dan haji.
Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang mengenai aturan-aturan
tentang nikah, talak , rujuk, waris.
Isi pendidikan dan pengajaran Islam seperti tersebut diatas, juga
berlaku pada pondok pesantren, hanya saja karena murid-murid (para
santri) bertempat tinggal bersama dengan kyai, maka pelajaran tersebut
dapat dilaksanakan dengan lebih intensif.
Adapun materi pelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini,
setelah murid dapat membaca Al-Qur’an, dilanjutkan dengan pelajaran
ilmu sharaf dan nahwu kemudian ilmu fiqh, tafsir, ilmu kalam (tauhid)
dan akhirnya sampai pada ilmu tasawuf.
Oleh karena sistem kelas belum diadakan dan cara mengajarnya
masih menggunakan sistem halakah (lisan). Maka kemajuan murid dan
kapan selesainya pelajaran, sangat tergantung pada kecerdasan dan
kerajinan murid. Ada yang cepat, ada pula yang lambat dan bahkan
tidak sedikit yang gagal dan drop out.
Setelah Islam mengalami babak baru dengan munculnya system
madrasah, yang penyelenggaraanya lebih baik dan teratur. Agar anakanak dapat menyesuaikan diri dalam alam yang modern maka selain di
madrasah diajarkan agama juga diajarkan ilmu pengetahuan umum.
85
System pendidikan di madrasah-madrasah mulai dibenahi dan
kurikulumnya tidak lagi mengkhususkan pada pendidikan agama, tetapi
telah dimasukkan ilmu pengetahuan umum yang lebih disejajarkan
dengan pengetahuan umum pada sekolah umum yang sederajat.
3.3 Asal Usul dan Pertumbuhan Kelembagaan Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah
panjang dan unik. Secara historis, pasantren termasuk pendidikan Islam yang
paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembagalembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa
dalam mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam
penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun, dalam
perkembangannya
pesantren
telah
mengalami
transformasi
yang
memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak di
lestarikan.
Sesuatu yang unik pada dunia pesantren ialah begitu banyak variasi
antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Namun dalam berbagai aspek
juga ditemukan kesamaan-kesamaan umum. Seperti bentuk kepemimpinan,
organisasi pengurus, dewan kiai atau dewan guru, susunan rencana pelajaran,
kelompok santri, dan bagian-bagian yang lain.
Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntunan umat. Karena
itu, pesantren sebagai lembaga pendidika selalu menjaga hubungan yang
harmonis dengan masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaanya di tenga86
tengah masyarakat tidak menjadi terasing. Dalam waktu yang sama segala
aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apresiasi dari masyarakat
sekitarnya.
Karena keunikanya itu maka pesantren hadir dalam berbagai situasi dan
kondisi, dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini, meskipun dalaam
keadaan yang sangat sederhana dan karakteristik yang beragam, tidak pernah
mati. Demikian seluruh komponen di dalamnya seperti kyai atau ustad serta
para santri senantiasa mengabdikan diri mereka demi kelangsungan
pesantren.
Dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna ke
Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga
serupa pesantren sebenarnya sudah ada sejak masa Hindu Budha.
Pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para
pelajar yang jauh dari asalnya. Merupakan tempat tinggal kyai bersama
santrinya dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya, pondok bukanlah sematamata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama. Para santri untuk
mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kyai, melainkan juga
sebagai tempat training atau latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri
dalam masyarakat.
87
Hubungan kyai dan santri pada umumnya merupakan hubungan ketaatan
tanpa batas, begitu pula kepada guru-guru bantu.47 Rasa persamaan dan
persaudaraan sangat terasa.
3.3.1 Pengertian pesantren
Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang
mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukan tempat.
Dengan demikian pesantren artinya “tempat para santri”. Selain itu, asal
kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata sant (manusia
baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren
dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”.48
Lebih jelas lagi Nurcholish mengupas asal usul perkataan santri,
dan juga tentang kyai karena kedua perkataan tersebut tidak dapat
dipisahkan ketika dibicarakan tentang pesantren. Ia berpendapat: “santri
asal kata sastrei (sangsekerta) yang berarti melek huruf, dikonotasikan
santri adalah kelas literary, pengetahuan agama dibaca dari kitab
berbahasa Arab dan diasumsikan bahwa santri berarti juga orang yang
tau tentang agama (melalui kitab-kitab). Dan paling tidak santri dapat
membaca Al-Qur’an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius
dalam memandang agama. Perkataan santri juga berasal dari bagasa
jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru
kemanapun belajra dari guru mengenai sesuatu keahlian.49
47
Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: LP3S, 1994) hlm. 20)
Dr. dr. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 20
49
Dr. Nurcholish Majdid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 20
48
88
Sedangkan menurut Dhofier, Pesantren sendiri pada dasarnya
adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau
tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata
pondok mungkin berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “hotel
atau asrama”.50
Perkataan kyai (laki-laki), dan nyai (wanita) mempunyai arti orang
tua, kedua arti tersebut terkandung rasa pensucian pada yang tua,
sehingga kyai tidak saja berarti yang tua, tetapi juga yang berarti sakral,
keramat, dan sakti.51
Dilihat dari sudut keberadaan pesantren berbeda dengan pendapat
dari kalangan peneliti. Sementara ada yang berpendapat pada umumnya
berdirinya suatu pesntren diawali dari pengakuan masyarakat akan
keunggulan dan ketinggalan ilmu seorang guru atau kyai. Karena
keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari kyai atau guru tersebut
maka masyarakat sekitar bhkan dari luar daerah datang kepadanya
untuk belajar. Mereka lalu membangun tempat tinggal yang sederhana
disekitar tempat tinggal guru atau kyai tersebut.52
3.3.2 Sejarah Pesantren
Tidak jelas dan tidak banyak referensi yang menjelaskan kapan
pesantren pertama berdiri. Pada awal rintisannya, pesantren bukan
hnaya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru
50
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 18
Ibid.,
52
Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 138)
51
89
misi yang kedua ini yang lebih menonjol. Lembaga pendidikan ini pada
awalnya selalu mencari lokasi yang dapat menyalurkan dakwah,
sehingga berbenturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilainilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Sehingga
menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal
perjuangannya. Terkadang pesantren juga menghadapi penyerangan
penguasa yang merasa tersaingi kewibawaanya. Sebagai contoh, Raden
Paku (Sunan Giri) sewaktu merintis pondok pesantren di kedaton
pernah terancam rencana pembunuhan atas perintah raja Majapahit
(Prabu Brawijaya).53
Pesantren tidak pernah memulai konfrontasi sebab orientasi
utamanya adalah melaksanakan dakwah dan menanamkan pendidikan.
Pada tahap berikutnya, pesantren diterima masyarakat sebagai upaya
mencerdaskan bangsa. Dan menjadi kebanggaan masyarakat sekitar,
terutama bagi mereka yang muslim.
Kemudian selanjutnya, dimasa kolonial belanda yang menguasai
Indonesia selama 3,5 abad lamaya, selain menguasai politik, ekonomi,
dan militer juga mengemban misi penyebaran agama Kristen. Bagi
Belanda, pesantren merupakan lembaga yang anti terhadap gerakan
kristenisasi dan upaya pembodohan masyarakat. Anggapan ini ialah
argumen bagi belanda untuk menekan pertumbuhan pesantren. Sutari
Imam Bardadib menuturkan bahwa penjajah malah menghalang-halangi
perkembangan agama Islam sehingga pondok pesantren tidak dapat
berkembang secara normal. Bahkan pada 1882 Belanda membentuk
53
Pesantren Luhur, Sejarah, hlm. 125
90
“Pristeranden” yang bertugas mengawasi pengajaran agama di
pesantren-pesantre.54
Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi
dengan imperialisme baru, ini disebabkan karena penolakan Kyai
Hasyim Asy’ari, dan kyai-kyai pesantren lainnya terhadap saikere
(penghormatan terhadap Kaisar Jepang Tenno Haika sebagai keturunan
dewa Amaterasu) dengan cara membungkukan badan 90 drajat
menghadap Tokyo setiap pagi pukul 07.00, sehingga mereka ditangkap
dan dipenjara Jepang.55
Wahjoetomo mengatakan bahwa pesantren yang berdiri ditanah air,
khususnya di Jawa dimulai dan dibawa oleh wali songo, sehingga
mungkin juga dapat dikatakan pesantren yang pertama didirikan adalah
“Pondok Pesantren yang pertama didirikan oleh Syekh Maulana Malik
Ibrahim atau terkenal sebutan Sunan Gresik. (wafat tanggal 12 Rabiul
Awal 882 H atau tanggal 8 April 1419 di Gresik)
3.3.3 Karakteristik Pendidikan Pesantren
Untuk mengetahui karakteristik pendidikan pesantren, maka dapat
di cari dari berbagai segi yang meliputi keseluruhan sistem pendidikan:
materi pelajaran dan metode pengajaran, prinsip-prinsip pendidikan,
sarana dan tujuan pendidikan pesantren, kehidupan kyai dan santri serta
hubungan keduanya.
54
Hadimulyo, “Dua Pesantren Dua Wajah Budaya” dalam Rahardjo (ed.), Pergulatan Dunia Pesantren
Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985), h. 110.
55
Imron Arifin, Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press, 1993), h. 79.
91
Materi Pelajaran dan Metode Pengajaran
Sebagian lembaga pendidikan Islam, Pesantren pada dasarnya
hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata
pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Pelajara agama yang
dikaji ialah Al-Qur’an dengan tajwidnya dan tafsirnya, fiqh dan usul
fiqh, hadis dengan mushtahalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alatnya
seperti nahwu, Sharaf. Kitab-kitab yang dikaji di pesantren umumnya
kitab-kitab yang ditulis dalam abad pertengahan, yaitu antara abad ke12 sampai dengan abad ke-15 atau yang sering disebut dengan “Kitab
Kuning”.
Namun di saat sekarang ini banyak pesantren-pesantren yang sudah
memasukan sistem pendidikan yang modern dengan sistem pendidikan
yang telah ditetapkan di Indonesia, seperti pengetahuan umum yang
telah di ajarkan disekolah-sekolah umum.
3.4 Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah
Telah diketahui bahwa dunia pendidikan islam terus bertambah dan
semangkin berkembang, terutama di Indonesia sendiri. Seperti...
Pada dasarnya pesantren mendidik para santrinya dengan ilmu agama
Islam, agar mereka menjadi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha
Esa, berilmu agama yang mendalam dan beramal sesuai dengan tuntunan
agamanya. Pesantren sebahagian besar terletak di pedesaan, yang di dalamnya
92
terdapat tempat tinggal para santri yang sederhana. Namun lain halnya
dengan pondok pesantren raudhatul hasanah yang letaknya di perkotaan,
dengan fasilitas yang serba berkecukupan yang memiliki pengasuh hingga
ratusan orang dan terdapat murid hingga ribuan santri, namun memiliki tujuan
yang sama yaitu menuntut ilmu dan beriman kepada Allah SWT. Para santri
umumnya berasal dari daerah yang jauh dari pondok pesantren tersebut, oleh
karena itu maka tersedialah asrama-asrama sebagai tempat tinggal para santri,
yang masih terletak di dalam pesantren itu sendiri.
3.4.1 Sejarah dan perkembangan
Wakaf menurut Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004
adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan atau
menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Pada awal perkembangan Islam macam-macam wakaf hanya terbatas
pada benda yang tidak bergerak ataupun bertahan lama menurut zatnya
namun melalui perkembangan sekarang wakaf tunai sudah termasuk
jenis wakaf yang sudah diakui oleh umum. Sesuai dengan
perkembangan kebutuhan umat wakaf tidak boleh didiamkan namun
wakaf produktif di dalam pengelolaan harta wakaf harus sesuai dengan
syariah dan hasilnya sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan dan
93
kepentingan umum. Keberhasilan pengelolaan wakaf merupakan
tanggung jawab nadzir.56
Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan lembaga
pendidikan wakaf, yang didirikan pada tahun 1982 dan telah resmi
dicatat dalam akte notaries M. Djaidir, SH No. 29 tahun 1986 di
Medan. Pesantren ini didirikan di atas lahan ± 80.000 M2 yang
berlokasi di jalan Jamin Ginting Km. 11 Paya Bundung Simpang
Selayang Medan Sumatera Utara. Dibuka program pendidikan formal
pesantren sejak tahun 1986. Pada tahun 2005 diketahui jumlah santri
dan santriwati sebanyak 2300 orang dibawah bimbingan 151 guru. Pada
penerimaan santri dari tahun 2004-2010, tercatat lebih dari 900 calon
santri pertahun yang mendaftar, namun yang dapat diterima hanya
sebanyak 600 santri. memiliki jenjang pendidikan di antaranya yaitu,
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Madrasah Tsanawiyah (setingakat
SMP), dan Madrasah Aliyah (Setingkat SMA).
Pesantren ini didirikan atas inisiatif tokoh-tokoh mayarakat,
termasuk alim ulama setempat. Dalam susunan pengurusan yang
berlaku sekarang terdapat 17 orang pengurusan, dengan susunan
sebagai berikut : Musyrif, Ketua Umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris
Umum, Sekretaris I, Bendahara Umum, Bendahara I, dan Anggota.
Pada saat diresmikan tahun 1986, Pengurus Badan Wakaf Ar-Raudhatul
Hasanah adalah sebagai berikut :
56
Joko Kuncoro : Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Dalam Perspektif Hukum Nasional, 2006.
94
Musyrif
: H. Hasan Tarigan
: H. M. Arsyad Tarigan
: Usman Husni, BA
Ketua Umum
: dr. H. M. Mochtar Tarigan
Ketua I
: H. Abdul Muthalib Sembiring, SH
Ketua II
: Drs. H. M. Ardyan Tarigan
Sekretaris Umum
: Drs. H. M. Ilyas Tarigan
Sekretaris I
: H. Goman Rusdy Pinem
Sekretaris II
: Ir. H. Musa Sembiring
Bendahara Umum
: dr. H. Hilaluddin Sembiring
Bendahara I
: H. Panji Bahrum Tarigan
Anggota
: Prof. Dr. drg. Hj. Moendyah Mochtar
: H. Sya'ad Afifuddin Sembing, M.Sc
: Ir. H. Sehat Keloko
: H. Raja Syaf Tarigan
: dr. H. Benyamin Tarigan
: dr. H. Nurdin Ginting
: dr. H. Ja'far Tarigan
Sejak dibentuk, telah terjadi pergantian anggota Badan Wakaf, karena
telah banyak di antara mereka yang meninggal dunia atau sebab
lainnya. Para anggota Badan Wakaf yang telah wafat adalah : H. Hasan
Tarigan, H. M. Arsyad Tarigan, dr. H. M. Mochtar Tarigan, H. Panji
Bahrum Tarigan, Ir. H. Musa Sembiring, H. Raja Syaf Tarigan, Drs. H.
95
M. Ardyan Tarigan, MM dan Prof. Dr. drg. Hj. Moendyah Mochtar.
Meskipun sudah banyak pergantian, namun peremajaan kepengurusan
belum pernah dilaksanakan, sehingga kepengurusan Badan Wakaf
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah hingga Februari 2011 adalah sebagai
berikut :
Musyrif
: Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA
: H. Abdul Muthalib Sembiring, SH
: dr. H. Benyamin Tarigan
Ketua Umum
: Drs. H. Muhammad Ilyas Tarigan
Ketua I
: Ir. H. Sehat Keloko
Ketua II
: dr. H. Nurdin Ginting
Sekretaris Umum : dr. H. Hilaluddin Sembiring
Sekretaris I
: H. Goman Rusdy Pinem
Sekretaris II
: Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin S, M.Ec
Bendahara I
: Drs.H.Wahidin Tarigan, Ak
Bendahara II
: Drs. M. Amin Tarigan, Ak
Anggota
: dr.H.Ja’far Tarigan, Sp.B, Sp.B DigK
: Dr.Ir.H.Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc
: Akhmad Tarigan, Amd
: H.Abdul Aziz Tarigan, Lc
: Ramadhan Sembiring, SE
: Nur M. Ridha Tarigan, SE, MM
Yayasan
menentukan
kebijakan
umum
pesantren
dan
bertanggung jawab baik di luar maupun di dalam. Di samping itu ada
96
pengasuh pesantren yang bertugas mengadakan pembinaan sehari-hari
baik di bidang pendidikan, penyuluhan dan produksi. Pengasuh
pesantren adalah guru-guru yang menetap di perkampungan sekitar
pesantren maupun yang menetap tinggal di pesantren.
Pengurus Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhahtul Hasanah
Medan Sumatera Utara berlandaskan Surat Keputusan Badan Wakaf
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 02 Tahun 1999, Surat
Keputusan Pimpinan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 06
Tahun 2004 dan Anggaran Rumah Tangga Pesantren Tarbiyah
Islamiyah Ar-Raudhatul Hasanah. Pengurus Pesantren yaitu:
Pimpinan
: Drs. H.M. Ardyan Tarigan, MM
Bidang Pendidikan : Drs. H. M. Ilyas Tarigan
Bidang Keuangan : Drs. M.Amin Tarigan, Ak
Direktur
: Drs. Syahid Marqum
Wakil Direktur
: Drs. Junaidi
Majlis Guru
: Drs. Syahid Marqum ,Drs. Basron Sudarmanto,
Drs. Maghfur Abdul Halim, Drs. Rasyidin Bina, Drs. Junaidi, H.
Solihin Addin, S. Ag, H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc,
Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag
Sekretaris
: Carles Ginting, B. Hsc, Mukhlis Ihsan, Amd,
Yenni Kurniawi
Bendahara
: Supar Wasesa, SE., MM, Evi Nora J. Lingga, SE
97
Koordinator
1. Bidang Pendidikan
:H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc
2. Bidang Pengasuhan
: Drs. Rasyidin Bina
1. Bidang Kesejahteraan
: Drs. Basron Sudarmanto
2. Bidang Usaha Milik Pesantren : Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag
3. Bidang Litbang
: M. Subhan, S. Ag
3.4.2 Kehidupan Sehari-hari di Pesantren
Dalam pesantren ini, kehidupan diatur menurut sebuah tata-tertib.
Sejak mulai bangun tidur, para santri dididik untuk mengikuti peraturan
jam bangun, agar bisa mengikuti shalat subuh di mesjid secara
berjamaah, dan disertai dengan membaca Al-Qur’an dan mempelajari
bahan pelajaran hari itu. Setelah pulang dari mesjid mereka di wajibkan
mengikuti kegiatan olah raga, berupa senam sekitar satu jam. Setelah itu
dilanjutkan dengan persiapan masuk sekolah: mandi, memakai pakaian
seragam sekolah, dan makan pagi.
Pada pukul tujuh
tepat, bel berbunyi dan dimulailah kegiatan
belajar mengajar di sekolah hingga pukul satu siang, diselingi dengan
satu kali istirahat selama dua puluh menit. Kemudian dilakukanlah
shalat dzuhur berjamaah di mesjid, setelah itu ketika bel makan siang
berbunyi maka para santri pergi makan bersama di dapur umum.
Setelah selesai makan siang, yaitu sekitar pukul dua maka santri di
berikan waktu istirahat hingga waktu shalat ashar tiba, ketika tiba waktu
98
shalat ashar (sekitar pukul 4 sore) maka santri diwajibkan untuk
melaksanakan shalat berjamaah di mesjid dengan memakai pakaian
yang rapi atau pakaian shalat.
Selesai shalat ashar maka dilakukanlah kegiatan sosial dan olah
raga oleh para santri hingga terdengar bunyi bel yang mengisyaratkan
bahwa kegiatan di sore hari berheti dan di lanjutkan dengan kegiatan di
Asrama, baik berupa mandi, mencuci, membersihkan asrama, hingga
persiapan menuju ke mesjid untuk menunaikan shalat Maghrib
berjamaah.
Selesai shalat magrib biasanya ada kegiatan mendengarkan
ceramah singkat yang dilakukan santri yang telah di jadwalkan atau
pengarahan-pengarahan dari pengasuh pondok. Setelah itu para santri
keluar dari mesjid dan kembali ke asrama guna mempersiapkan diri
untuk berangkat makan malam di dapur umum. Dan tiba waktu shalat
isya para santri menunaikan ibadah shalat isya berjamaah di mesjid.
Sepulang shalat isya, maka dimulailah kegiatan akademis dalam
bentuk belajar bersama pada waktu malam hari di kelas mereka masingmasing, mata pelajaran yang di bahas yaitu berupa bahan-bahan
pelajaran besok pagi. Di sinilah santri diberi waktu untuk diskusi
dengan teman-teman dalam membahas pelajaran sekolah dan
mengerjakan tugas yang di berikan guru di kelas. Selesai mengadakan
kegiatan belajar malam maka menjelang jam sepuluh tibalah masa
99
istirahat malam dan mereka harus sudah berada di ruang tidur tepat jam
sepuluh malam.
Pembahasan tentang bentuk pendidikan pondok dengan segala
kegiatan-kegiatanya baik yang bersifat akademis dan non akademis,
atau intra dan ekstrakurikuler. Bukanlah kegiatan yang terjadi secara
kebetulan, tapi diarahkan dalam rangka pecapaian tujuan tertentu.
Kegiatan akademis belajar di dalam ruangan kelas di luar waktu
jam belajar formal, kursus sore dana belajar bersama di waktu malam
setelah shalat isya yang diselenggarakan para santri umpanya, dapat
dikategorikan kedala dua kemungkinan jenis kegiatan, yaitu kegiatan
akademis atau juga kegiatan sosial. Kegiatan tersebut dapat menunjang
kegiatan akademis pada waktu pagi, dalam rangka pencapaian tujuan
akademis, tetapi sekaligus dapat memberikan pengalaman belajar dalam
tercapainya tujuan-tujuan pengalaman dan sikap sosial. Pengalaman,
kegiatan dan pembinaan sikap-sikap sosial ini diperlukan dalam
pelaksanaan tugasnya di masyarakat kelak, sesudah terjun ke dalam
kehidupan masyarakat orang dewasa di dalam masyarakat.
Di samping kegiatan sosial yang bernilai akademis dan sebaliknya
kegiatan akademis yang bernilai sosial, maka dapat dijumpai pula
kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan kearah tercapainya tujuantujuan pendidikan sosial, sesuai azas kemasyarakatan pendidikanya,
seperti organisasi pelajar, yang mengelola segala kegiatan-kegiatan di
luar jam sekolah, termasuk kegiatan kesenian, olah raga, majalah
100
sekolah, kesehatan, belajar berpidato, berkhotbah, berkoprasi, dan juga
kegiatan kepramukaan. Tujuan umum dari segala kegiatan ini ialah
mempersiapkan anak agar menjadi manusia masyarakat, menjadi
manusia yang aktif dan mampu mengadakan pembaharuan masyarakat.
Nilai yang terkandung dalam segala kegiatan-kegiatan tersebut
meliputi
nilai
sosial,
keterampilan,
kewargaan
Negara,
dan
kepemimpinan dan nilai moral. Diharapkan juga dapat tercapainya
pengembangan dan pembinaan sikap sosial di bidang kepemimpinan,
koprasi, partisipasi dan tanggung jawab.
Segala
kegiatan
atau
pengalaman
belajar
di
atas
akan
medanapatkan tujuan yang diharapkan apabila dapat di jalankan dan di
patuhi, dengan dilakasanakan sesuai prosedur yang telah dibuat dan
laksanakan serta didukung dari berbagai pihak, khususnya para
pengasuh pondok persantren. Dan diharapakan mereka tidak akan
menerima pengaruh-pengaruh lain yang tidak menguntunkan selama
dalam proses pembinaan. Dengan kata lain, bentuk pondok pesantren
akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada santri dalam
mengadaka eksperimen sosial mereka, tanpa suatu yang merugikan.
Bagi para santri baru mungkin agak sulit melaksanakan peranturan
seperti ini, karena cenderung berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang
biasa di lakukan di rumah. Seperti shalat yang di mesjid dan harus tepat
waktu, bangun dan tidur yang tepat waktu dan lain-lain. Namun dengan
seiring berjalanya waktu maka santri akan terbiasa.
101
3.4.3 Dasar dan tujuan pendidikannya
Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah adalah balai pendidikan
yang berdasarkan keagamaan, dengan dasar, tujuan, dan pendidikan
yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan tradisi kebudayaan
Indonesia dan diselenggarakan denga sistem pendidikan pengajaran
modern, maka dasar-dasar pendidikan ini adalah berdasarkan tauhid,
yaitu keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan pendidikannya Secara umum mengacu kepada
tujuan pendidikan nasional yang berlaku, khususnya pada jenjang
pendidikan lanjutan pertama dan menengah dengan penekanan khusus
pada upaya mempersiapkan santri yang: (a) Menguasi bekal-bekal
kemampuan dasar keulamaan/kecendikiawanan, kepemimpinan dan
keguruan. (b) Mau dan mampu mengembangkan bekal-bekal dasar
tersebut secara mandiri, Dan (c) Siap mengamalkannya di tengahtengah masyarakat dengan ikhlas, cerdas, dan beramal.
3.4.4 Sisetem Pengajaran Sekolah
Disinilah letak salah satu perbedaan penting antara pendidikan
sistem pondok tradisional dengan sistem pendidikan modern pondok
pesantren seperti pondok pesantren Raudhah, yaitu bahwa pada yang
tradisioal menganut sistem individual sedangkan pada yang modern
menganut sistem klasikal, yang terpimpin dan atau di organisir dalam
bentuk penjenjangan kelas dan dalam jangka waktu .
102
Sebagaimana dikatakan oleh M. Arifin (1993), menyatakan bahwa
proses belajar mengajar di sekolah pada hakikatnya adalah merupakan
rangkaian proses komunikasi antara siswa dengan guru yang
berlangsung atas dasar minat, bakat, dan kemampuan diri masingmasing siswa.
Demikian juga halnya dengan proses belajar mengajar yang terjadi
di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Pendidikan dan pengajaran
menekankan pada aspek kemampuan siswa untuk berkembang sesuai
dengan minat, bakat yang dikomunikasikan oleh guru dengan cara yang
mengedepankan potensi serta partisipasi dari siswa itu sendiri. Secara
umum, proses belajar mengajar demikian dinamakan dengan transfer
ilmu pengetahuan dan nilai-nilai dengan menggunakan kurikulum
berbasis kompetensi.
Mata pelajaran yang disajikan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
Medan secara umum dapat diklasifikan menjadi dua bagian, yaitu: Mata
pelajaran yang bercirikan agama, dan mata pelajaran yang bercirikan
umum. Mata pelajaran agama berbasis kepada pelajaran-pelajaran Kitab
Kuning dan kitab-kitab sejenis lainnya. Sementara mata pelajaran
umum pada hakikatnya sama dengan mata pelajaran yang diberikan di
tingkat sekolah menengah atas (SMA dan MA). Namun yang perlu
diperjelas adalah baik mata pelajaran agama maupun mata pelajaran
umum diajarkan dengan menggunakan kurikulum.
103
Berdasarkan kenyataan yang ditemui peneliti di lapangan
menunjukkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang
dimiliki oleh para santri memang cukup menggembirakan, di mana
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan bahkan di dalam proses
belajar mengajar mereka tetap menggunakan kedua bahasa tersebut
sebagai alat komunikasi.
104
BAB IV
NASYID PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH
4.1 Musik Islam
4.1.1 Pengertian Seni Musik
Banyak pengertian seni yang ditulis oleh para ahli dalam bukubukunya sebagaimana pada dasarnya manusia yang menyukai segala
sesuatu yang indah dan menyenangkan, maka seni adalah usaha untuk
menciptakan
bentuk-bentuk
yang
menyenangkan.57
Seni
juga
merupakan manifestasi dari pada budaya.
Menurut Sidi Gazalba (1998) seni adalah bahasa latin yang berasal
dari kata ars berarti sesuai dengan etimologi, kata ars tersebut yaitu
membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu, maka seni dalam
pengertian yang paling dasar berarti kemahiran atau kemampuan.58 Seni
adalah fitrah manusia seperti juga makan dan minum bergaul mencari
pengetahuan mengarah kepada kebenaran yang berhubungan dengan
manusia.
Sedangkan menurut Quraisy Shihab (1996), seni adalah keindahan.
Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya menusia yang mengandung dan
mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia di
dorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis
57
Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya Karya Manusia, (Jakarta: Bulan
Bintang 1988), hlm. 81
58
ibid., hlm. 82
105
keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia ataupun
fitrah yang di anugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.59
Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek
psikologi atas manusia lain yang melihatnya. Jadi seni adalah
penjelmaan keindahan yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai
fitrahnya, yang merupakan manifestasi cipta, rasa, karsa, intuisi dan
karya manusia yang memenuhi syarat estetika yang dapat menimbulkan
efek psikologis bagi orang lain yang merasakannya.
Sedangkan musik ialah cetusan ekspresi isi hati, yang dikeluarkan
secara teratur dalam bentuk bahasa bunyi (lagu). Apabila letusan isi hati
tersebut dikeluarkan melalui mulut disebut vokal, dan dikeluarkan
dengan alat-alat musik, maka disebut instrumental. Dari pengertian di
atas dapat di katakana bahwa seni musik adalah seni menyusun nada
suara yang dibunyikan sedemikian rupa, sehingga mengandung irama,
lagu dan memiliki nilai estetika yang harmonis.
Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa musik adalah ilmu
dan seni mengkombinasikan irama dan nada, baik vokal maupun
instrumental, yang didalamnya termasuk rangkaian nada (melodi) dan
paduan nada (harmoni) untuk mengungkapkan perasaan.
Sugeng Basuki (dalam bukunya Sidi Gazalba) mengemukakan seni
musik berasal dari bahasa Yunani “muse” yang berarti dewa. Oleh
bangsa Yunani kuno, apabila akan menggunakan nama-nama para dewa
59
M. Quraisy shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas perbagai persoalan
Umar, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 385
106
seperti dewa Zeus, Apdo dan lainnya,
maka mereka harus
mempersembahkan bunyi-bunyian kepada dewa Orsis. Karena menurut
mereka musik dalam arti sejarahnya adalah suara bentuk kesenian yang
dapat mengeluarkan bermacam-macam perasaan dan jiwa dengan
menggunakan nada sesuai dengan penyajiannya. Musik ada tiga
macam, yaitu:
1) Musik vocal
Vokal berasal dari perkataan vokal (Belanda), voca (Itali), volx
(Prancis), voice (Inggris) yang artinya suara. Yang di maksud disini
adalah semua suara manusia. Musik vokal itu hanya mempergunakan
suara manusia atau nyanyian saja, tanpa di iringi alat music. Mereka
yang mendendangkan musik vokal disebut vokalis.
2) Musik instrumental
Instrumental berasal dari perkataan instrumen (Itali) yang berarti
alat, yang dimaksud disini adalah alat musik seperti biola, terompet dan
lain-lain. Musik instrumental penyajiannya hanya menggunakan alatalat musik saja, tanpa ada nyanyian. permainan musik instrumental
disebut
instrumentalia,
sedangkan yang memainkannya disebut
instrumentalis.
3) Musik campuran
Musik campuran adalah musik vokal dan musik instrumental yang
di sajikan bersama-sama. Tapi pada umumnya yang dipentingkan
adalah vokalnya, sedang instrumentalnya adalah pengiring saja. Dalam
pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang.
107
Jadi seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai
fitrahnya terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama
baik vokal maupun instrumen yang tersusun dalam melodi dan harmoni
dan dapat memberikan efek-efek secara psikologis kepada yang melihat
dan mendengarkannya.
Dalam menjelaskan unsur-unsur pokok dalam musik, para ahli
berbeda pendapat. Al-Shofa misalnya, musik adalah yang mengandung
lagu (lahn), nada (naghm) dan lengkok (iqa’at). Sementara Al Farabi,
musik adalah lagu (al-Alhan), yaitu kumpulan ritme yang disusun
dengan urutan dan ketentuan tertentu.
Lain halnya dengan Joseph Macholis, menerangkan kalau unsurunsur penting dalam musik ada lima pokok, Musical line, pergantian
nada-nada yang ada dalam musik, Musical space, (harmoni) yang
menurut phythagoras, harmoni terletak pada nada-nada yang serasi,
Musical time, ritme yang merupakan ketentuan perpindahan musik
dalam waktu, yang mengontrol jarak antara nada satu dengan nada
berikutnya. Musical pace, yaitu tempo, ketentuan kecepatan sebuah
musik. Yang kelima Musical color, yaitu (warna nada). Nada yang
sama menghasilkan suara yang berbeda ketika nada tersebut disuarakan
melalui berbagai macam alat. Perbedaan ini terlihat pada sifat warna
nada atau timbre yang dimiliki oleh setiap instrumen. Timbre ini
berfungsi untuk memfokuskan impresi musik yang kita dengar, warna
108
nada ini mengarahkan imajinasi gaya suara kepada karakter khusus
yang dimiliki oleh musik tersebut.60
Sementara aksi panggung dalam sebuah pertunjukan musik,
tidaklah harus dengan gerakan lincah ataupun super aktif. Karena dalam
penyampaian pesan dalam musik adalah melalui expresi nada dan
iramanya, bukan gerakannya. Karena gerakan yang berlebihan akan
menimbulkan efek negatif dan apabila efek negatif itu ditiru banyak
orang maka kita yang akan menanggung dosanya, seperti hadits yang
diriwayatkan Ibnu Majah.
“Barang siapa menciptakan kebiasaan yang baik, lalu kebiasaan itu
dikerjakan orang lain, maka ia mendapat pahala. Dan barang siapa
menciptakan kebiasaan buruk, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain,
maka dia yang menanggung dosanya”.
Oleh karena itu ajaran Islam harus menyertai kita dimanapun dan
kapanpun kita berada. Sekalipun pada saat menyanyi, menyempurnakan
pesan dakwah lewat musik.61
Dalam sejarah agama Islam, seni musik bukan tergolong hal yang
baru. Pada masa Rosulullah dan para sahabat, secara teori, seni musik
belum dikenal masyarakat Islam, walaupun pada saat itu dalam
prakteknya seni sudah lebih dulu di kenal.
Hal ini terlihat dari betapa merdu dan indahnya suara adzan yang
dilantunkan oleh Bilal. Betapa Umar bin Khotob seorang panglima
60
Abdul Muhayya, Bersufi Melalui Musik : Sebuah Pembelaan Musik Oleh Ahmad
Al Ghozali, (Yogyakarta : Gramedia, 2003), hlm. 28.
61
Kathur Suhardi, Inul Lebih dari Segelas Arak, (Jakarta : Darul Falah, 2003), hlm. 47
109
perang yang gagah berani hatinya luluh ketika mendengarkan
kemerduan dan keindahan seni bacaan al-Qur’an. Jadi secara tidak di
sadari seni sudah ada dalam sejarah perkembangan agama Islam.
Perkembangan Tamadun dalam pengertian perkembangan terhadap
kebudayaan yang tinggi berlangsung di zaman daulah atau khalifah
Abbasiyah. Terjadi peralihan dari kehidupan desa yang sederhana
kepada kehidupan kota yang mewah, dari masyarakat tertutup kepada
masyarakat terbuka, dari menjauhi dunia kepada pendekatan dunia.
Pantulan perubahan itu kelihatan pada seniman yang menyertai
masyarakat dalam perkembangan cita rasanya, menemukan diri dalam
perkembangan karya. Dunia seni mengalami revolusi.
Kekayaan kebendaan dan kemewahan melanda kehidupan,
sehingga sering terjadi kerusakan perimbangan antara dunia dan
akhirat, ketika aktivitas dunia dari kawalan agama. Dalam kesenian hal
ini menyatakan diri pada karya-karya yang tidak lagi memperpadukan
nilai estetika dan nilai etika Islam. Walaupun demikian dunia seni umat
Islam
mengalami
perkembangan
luar
biasa
sejalan
dengan
perkembangan luar biasa tamaddunnya.62
Satu abad lamanya tamaddun Islam menyalin kitab-kitab Yunani,
Persi dan India. Diantara kitab-kitab yang disalin itu adalah kitab-kitab
ilmu musik. Setelah mereka pelajari kitab musik Yunani dan India, ahliahli Islam menciptakan kitab-kitab musik baru dengan jalan
memperbaharui, menambah dan menyempurnakan alat, system dan
62
Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 168
110
teknik musik. Maka seni musik menjadi ilmu tersendiri dalam
tamaddun Islam.
Perhatian kepada pendidikan musik telah diberikan semenjak akhir
zaman Muawiyah. Dalam zaman Abasiyah perhatian yang amat besar
untuk perkembangan pendidikan musik di berikan oleh para khalifah
dan pembesar. Sekolah musik tingkat menengah dan tinggi di didirikan
di berbagai kota. Faktor yang menggalakan pendirian sekolah-sekolah
musik ialah keahlian bernyanyi dan bermusik merupakan salah satu
syarat untuk mendapatkan pekerjaan.63
Umat Islam yang merupakan pelopor yang mendirikan kilang alat
musik. Pembuatan alat alat itu menjadi suatu cabang seni halus. Pusat
kilang pembuatan alat-alat musik yang amat terkenal ialah Sevilla di
Andalusia. Alat-alat yang di keluarkan oleh kilang ini ialah mizbar
(kecapi klasik), ad qodim (kecapi lama), ud kamil (kecapi lengkap),
syahrud (kecapi lengkung), marabba’ (semacam gitar), gitara (gitar),
kamanja’(semacam rebab), ghisyak (semacam rebab).64
4.1.2 Sejarah Musik Islam
Dalam masyarakat Islam, tampaknya musik tidak pernah menjadi
topik maupun bagian dari studi-studi religius Islami. Dengan demikian
analisis terhadap musik di dunia Islam hanya mungkin dilakukan dari
pendekatan-pendekatan di luar studi tersebut. Sehubungan dengan itu
analisis tersebut tampaknya hanya dapat dilakukan secara lebih
63
64
Ibid., hlm. 165
Ibid., hlm. 170
111
mendalam melalui pendekatan ilmu-ilmu umum. Di antara berbagai
ilmu umum yang telah memberikan perhatian khusus terhadap musik di
dunia Islam ialah bidang studi seni musik yang secara umum kajiankajiannya berada dalam lingkup pembahasan musikologi maupun
etnomusikologi. Hampir semua sumber referensi musikologi yang
populer di masyarakat hingga saat ini menggunakan pendekatan
sejarah. Sebagai contoh ialah Beard dan Gloag (2005) yang
menyertakan lima konsep yang terkait dengan sejarah, yaitu: Historical
musicology, historicism, historigraphy, dan history, dari 90 konsep
musikologi yang dipetakannya. Hubungan musikologi dengan sejarah
bukanlah hal yang mengherankan karena musikologi pada dasarnya
ialah studi ilmiah tentang musik yang mencakup kajian-kajian yang
luas, khususnya meliputi berbagai studi historis, komparatif, dan juga
sistematis (Randel, 1978: 327).
Di antara beberapa musikolog Barat yang tertarik untuk menggali
sejarah music Islam ialah Amnon Shiloah (1995). Ia berpendapat bahwa
sumber-sumber literatur sejarah musik Islam tertua diperkirakan berasal
dari abad ke-9, atau kira-kira 250 tahun setelah kelahiran Islam.
Walaupun akurasi penelusurannya tidak dapat dijamin sepenuhnya.
Musik Islam, baik dari jenis-jenis religius, tradisional maupun
klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai
puncaknya hingga akhir abad ke-15, yaitu ketika berakhirnya masa
keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa
dilepaskan begitu saja dari akar budaya Arab sehingga pengupasan
112
sejarah musik Islam tidak akan lengkap tanpa melihat juga budaya
musik pra-Islam.
Penelusuran sejarah musik Islam yang pernah dilakukan hingga saat
ini senantiasa menyertakan musik Arab sebelum masa Islam. Hal
tersebut dapat dimaklumi karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW pada dasarnya tidak menghapus budaya Arab atau
meninggalkan sepenuhnya nilai-nilai budaya lama yang melatar
belakanginya, melainkan merevisinya sehingga tidak bertentangan
dengan ajaran Islam, bahkan kemudian mengembangkannya sebagai
seni Islami yang berkualitas tinggi. Lebih jauh lagi, Islam pada
dasarnya menghargai capaian-capaian artistik bangsa Arab Jahiliyah di
bidang seni, khususnya sastra. Karena perkembangan musik Islami
berakar dari seni sastra Arab, maka dapat dimaklumi jika secara
musikologis musik Islamis memiliki hubungan dengan karakteristik
seni praIslam. Puisi Arab pra-Islam dihormati karena kepersisannya,
serta kekayaan kosakata, struktur-struktur yang rumit, sistem-sistem
syair, dan sikuen tematiknya, yang telah benar-benar berkembang.
Sebagai contoh bentuk-bentuk pra-Islam yang kini dikenal sebagai
bentuk-bentuk sastra Islami, diantaranya ialah: Qasidah, Madh, dan
Mu’allaqat. Seiring dengan itu, Islam sendiri pada dasarnya juga bukan
suatu agama yang sama sekali baru namun merupakan puncak
penyempurnaan berbagai keyakinan samawi yang telah terlebih dahulu
ada (Shiloah, 1995:3 jo Fariq, 1997:38).
113
Kenyataan di atas membuktikan bahwa keberadaan musik Islam
memiliki latar belakang yang jauh, yaitu kebudayaan Arab pra-Islam.
Itulah sebabnya walaupun bersifat universal, kebudayaan Islam sendiri
tidak bisa lepas dari aspek-aspek kearaban atau ‘urubah. Dengan
demikian bukanlah hal yang mengada-ada jika karakteristik musikal
berbagai bentuk seni vocal Islamis yang kita kenal selama ini
sesungguhnya berakar dari budaya yang telah ada sebelumnya, yaitu
Arab pra-Islam: (Faruqi, I, 1991:19, 7778).
Sebelum masa Islam, musik adalah bagian dari kehidupan harian
masyarakat padang pasir yang berfungsi sebagai pelengkap pertemuanpertemuan umum untuk menyambut para peziarah rumah suci Ka’bah,
dan pemberi motivasi serta semangat para pejuang dan musafir. Di
antara jenis lagu-lagu pertama yang populer saat itu ialah Hudâ’, yang
darinya kemudian diturunkan
Ghinâ, kemudian, Nashb, Sanad,
Rukbaanî, dan lagu-lagu tarian yang dikenal dengan istilah Hazâj.
Sumber tertua yg dapat memberikan gambarkan musik pra-Islam, ialah
Kitâb allahw Wa’lMalâhî (Buku tentang distraksi dan alat-alat musik)
oleh Abû’l Qasim ‘Ubaydallah ibn Khurradâdhbih (wafat tahun 911),
seorang ahli geografi.
Di antara bentuk-bentuk yang telah berkembang secara musikal
ialah lagu-lagu dan tarian-tarian komunal yang mampu meningkatkan
kehangatan perayaan-perayaan keluarga dan mengiringi perjalanan haji
ke Tanah Suci maupun penyambutan kepulangannya. Disamping itu
juga berkembang musik-musik fungsional untuk pertemuan-pertemuan
114
sosial dimalam hari. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan di pemukiman
para musyafir oleh para musisi penyair, baik laki-laki maupun
perempuan, dalam kelompoknya masing-masing. Mereka menerapkan
teknik pengucapan yang menghasilkan bunyi menghidung dalam
melagukan ayat-ayat sederhana secara spontan dan improvisasi. Lagulagu tersebut menggunakan bentuk-bentuk yang saling merespon, atau
bersahut-sahutan, terkait dengan fungsi sosialnya. Melalui bentuk
tersebut, audiens dapat turut berpartisipasi pada saat-saat tertentu, yaitu
dengan menyanyi, menari, bertepuk tangan, dan bermain rebana. Jika
dibandingkan
dengan
teksnya
yang
seringkali
ditambahkan,
penambahan melodi atau lagu baru sangat terbatas. Para pengamat
memperkirakan bahwa bentuk-bentuk lain yang menggunakan istilahistilah asing, masih memiliki kaitan dengan jenis-jenis musik Arab
kuno tersebut; misalnya: Nashb, Sanad Thaqîl, Sanad Khafîf, dan
Ahzâdj (Shiloah, 1995:6).
Musik Arab pra-Islam juga pernah mengalami periode musik yang
lebih memperhatikan aspek-aspek artistik dan hiburan dengan
pencapaian teknis dan musikal yang tinggi, daripada sekedar
fungsional. Pada saat itu kompetisi puisi dan pentas-pentas musikal
yang diselenggarakan di pasar-pasar Arab, khususnya Ukaz di Arab
Barat, telah menarik perhatian hampir semua sastrawan musisi dari
wilayah Arab dan sekitarnya. Musiknya yang lebih rumit dari musik
harian para musafir, umumnya dibawakan oleh Qaynat, gadis-gadis
penyanyi istana yang juga menyanyi di rumah-rumah pembantu
115
bangsawan dan hotel-hotel. Saat itu seni sastra dan musik merupakan
satu kesatuan kompetensi karena pembacaan berbagai bentuk syair
dilakukan dengan cara dinyanyikan dan beberapa di antaranya diiringi
oleh rebana (Shiloah, 1995:6).
4.1.2.1 Musik Pada Masa Permulaan Islam
Pada beberapa hadis, sebagai sumber utama Islam kedua
setelah Al Qur’an, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan
bahwa Nabi Muhammad SAW membolehkan musik, khususnya
yang memiliki fungsi sosial dan religius tertentu, di antaranya
seperti lagu-lagu penyemangat perang, lantunan-lantunan ziarah
haji, dan lagu-lagu perayaan pernikahan atau hari-hari besar,
baik untuk didengar perorangan maupun umum (Baghdadi,
1991:1518).
Pada
sekitar
tahun
622-623
Masehi,
Nabi
merekomendasikan lantunan azan yang berfungsi sebagai
pemberitahuan waktu-waktu shalat dan ajakan untuk datang
salat berjamaah di masjid. Azan yang dapat dikatakan
merupakan salah satu dari jenis-jenis musik religius Islam yang
penting dalam rangkaian peribadatan Islam, pertama kali
dikumandangkan oleh Bilal, seorang penyanyi Abisinia, yang
kemudian menjadi acuan para pengumandang azan (Muazin) di
seluruh dunia Islam. Seiring dengan persebaran Islam ke negaranegara lain di luar tanah Arab dan pertemuan budaya Islam
116
dengan kebudayaan lain, azan, dan musik religius Islam lainnya
pun mengalami penyesuaian dengan budaya-budaya lokal
(Shiloah 1997: 169).
Dalam waktu 12 tahun sejak wafatnya Nabi Muhammad
SAW, Islam tersebar ke Syria, Iraq, Persia, Armenia, Mesir dan
Cyrenaica (bagian dari Libya saat ini). Kontak budaya dengan
negeri-negeri tersebut dengan sendirinya berdampak pada
perkembangan budaya musikal bangsa Arab. Rezim Empat
Kalifah ortodoks (532-660) yang sangat tegas saat itu tidak
banyak berpengaruh pada dominasi kesenangan dan antusiasme
terhadap kenikmatan hidup di Mekah dan Madinah. Periode
empat khalifah pertama merupakan the golden age of Islam,
yang dikenal juga sebagai masa Khulafa Rasyidin atau The
Pious Caliphs, yaitu masa empat kepemimpinan Islam pertama
yang terdiri dari Abu Bakr as-Siddiq (tahun 632-634), ‘Umar
Ibn al-Khattab (tahun 634-643), ‘Utsman Ibn ‘Affan (tahun 644656), dan ‘Ali Ibn Abi Thalib (tahun 656-661) (Khan, 2001:ix
x). Keluarga-keluarga kaya, menyewa budak-budak yang
berbakat dalam musik, yang kemudian dibebaskan setelah
kontraknya habis. Para musisi tersebut kemudian menjadi pilarpilar kehidupan musik Arab. Kompetisi di antara para pemusik
terekspresikan melalui konser-konser di rumah keluarga dan di
117
salon-salon65 dan pememberian hadiah pada musisi-musisi
terbaik (Shiloah, 1995: 12).
Walaupun kini musik dipertunjukkan di gedung-gedung
konser, namun pada mulanya musik kamar diadakan di rumah
atau di dalam ruangan yang tidak terlalu besar dengan jumlah
audiens yang terbatas. Pada saat itu pertunjukan musik kamar
dihadiri oleh audiens khusus seperti kenalan-kenalan dan para
ahli musik (connoisseurs). Dari tradisi musikal Mekah dan
Madinah, terbentuklah generasi musik Islami selanjutnya.
Proses
pendidikan
dimulai
dari
pendekatan
tradisional,
kemudian meningkat pada audisi reguler dari musik-musik
terbaik para virtuoso. Melalui ambisi dan usaha keras dari musik
mereka, para musisi negara-negara Islam yang baru di luar Arab
telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan
teknik-teknik, instrumen-instrumen, dan elaborasi bentukbentuk musikal baru. Salah satu capaian musik Islam saat itu
ialah pengembangan sistem penalaan ‘Ûd Arab. Talaan Lute
Persia diterapkan pada ‘Ûd Arab dan pengaturan sistem modal
pada berbagai melodi serta ritmenya disesuaikan dengan musik
Arab serta diberi kodifikasi baru. Talaan ‘Ûd Arab berdawai 4
yang asli dari dawai teratas hingga terbawah ialah: agdc.
Disebabkan oleh pengaruh Persia, talaan tersebut menjadi lebih
65
istilah “salon” berkaitan dengan bentuk musik pada abad ke-17, dan abad ke-18. Berkaitan dengan istilah
chamber music, karakteristik bentuk pertunjukan pada jaman Klasik dengan jumlah pemain yang sedikit,
terdiri dari dua hingga 18 orang.
118
teratur dengan mengganti talaan dawai teratas dan terbawah
yang masing-masing berjarak kwint dari kedua senar berurutan
di antaranya. Dengan demikian dari dawai ke dawai berjarak
kwint, yaitu: A E G D A (Spring, 2001:26; Gushee dan Hiley,
2002:2728).
Di antara musisi wanita yang terkenal saat itu ialah Azza alMayla yang trampil membawakan gaya menyanyi al-Ghinâ’ arRaqîq, atau nyanyian lembut (gentle song). Rumahnya berfungsi
sebagai sebuah salon yang paling terkenal di kota Madinah, dan
hampir kebanyakan musisi terkenal di kota tersebut tampil di
salon tersebut atas sponsor darinya. Di samping Azza al-Mayla,
musisi terkenal wanita lainnya ialah Jamila, yang di sekitarnya
dikelilingi para musisi, penyair dan para selebriti. Sementara itu
musisi pria yang terkenal saat itu di antaranya ialah Thuways,
yang tertarik pada gaya musikal melodi-melodi nyanyian yang
dibawakan oleh budak-budak yang berasal dari Persia. Ia
kemudian
mengimitasi
melodi-melodi
tersebut
dan
mengembangkannya. Penyanyi pria lain yang juga tidak kalah
populernya saat itu adalah Sha’ib Khathir, anak seorang budak
Persia yang sangat berbakat. Lagu-lagu yang dibawakan mereka
umumnya diiringi oleh instrumen-instrumen khas Arab seperti
Lute (‘Ud), Rebana (Duff), dan tongkat perkusi atau disebut
Qadlib (Shiloah dalam EB, 2006).
119
Kehidupan musik di Mekah dan Madinah memiliki
kesesuaian dengan beberapa keterangan dari hadis-hadis
Rasulullah SAW yang mengklarifikasi bahwa Madinah bahkan
pernah menjadi pusat musik (nyanyian) sejak jaman Jahiliyah.
Hal tersebut karena dibandingkan dengan Mekah, penduduk
kota tersebut memang lebih menyukai nyanyian. Tersirat pada
beberapa hadis bahwa Rasulullah SAW pernah memperkenalkan
seorang penyanyi dan mempertunjukkan bakat penyanyi
tersebut kepada Aisyah, istri beliau. Beliau juga pernah
mengirimkan Arnab, seorang penyanyi cantik yang dijuluki
“Jamilah sang penyanyi” sebagai hadiah pertunjukan untuk
suatu pesta pernikahan pengantin suku Anshar. Abu Bakar
pernah
menjumpai
dua
orang
penyanyi
sedang
mempertunjukkan kebolehannya di hadapan Aisyah. Rasulullah
SAW
bersama
beberapa
sahabat
pernah
menyaksikan
pertunjukan menyanyi oleh hamba sahaya di sebuah pekarangan
yang diselenggarakan atas sponsor Hasan,
pertunjukan
beliau
mengekspresikan
dan diakhir
ketidakberatannya
(Qardawi, 2002:194-196).
4.1.2.2 Musik Klasik di Dunia Islam
Gaya musik Islam klasik mengalami perkembangan yang
signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah (661-750 M).
Istana-istana di kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu
dipindahkan ke Damaskus, Syria, diramaikan oleh para musisi,
120
baik pria maupun wanita. Walaupun elemen-elemen asing nonArab memainkan peranan yang sangat penting dalam musik
mereka, namun sebagian besar musisi terkenal saat itu memiliki
latar belakang kelahiran dan kebudayaan Arab. Dengan
demikian
latar
belakang
kebangsaan
telah
memberikan
kontribusi terhadap khasanah karakteristik musik di suatu
wilayah kebudayaan.
Musisi periode Ummayah pertama yang paling terkenal ialah
Ibn Misjah, yang dikenal sebagai “bapak musik Islam.” Misjah
yang lahir dari sebuah keluarga Persia di Mekah, adalah ahli
teori musik, penyanyi, dan virtuoso Lute. Ia mempelajari teori
serta praktek musik Persia dan Bizantium di Syria dan Persia. Ia
banyak menggabungkan berbagai pengetahuan musik yang
diperolehnya ke dalam “lagu seni” (art song) khas Arab,
mengadopsi elemen-elemen baru seperti modus-modus musik
asing, dan menolak ciri-ciri lain yang tidak cocok dengan gaya
musik Arab. Di samping Ibn Misjah yang dijuluki “bapak music
Islam,” terdapat musikolog Islam lain yang dijuluki “bapak
musik” oleh kritikus Barat, Sir Huvert Parry, yaitu Shafi al Dîn
karena dua karya monumentalnya, yaitu Syarafiya dan The
Book of Musical Modes. Kontribusi musikologis Ibn Misjah
terdapat
dalam
sumber
informasi
terpenting
mengenai
kehidupan musik pada tiga abad pertama Islam, yaitu Kitab
alAghani
(“The Book of Songs”) karya Abuu al-Faraj al121
Isybahani, pada abad ke10. Walaupun demikian informasi
teoretis tersebut bukanlah yang pertama karena dua abad
sebelumnya, Yuunus al-Katib, seorang penulis buku teori musik
Arab, telah terlebih dahulu mengkompilasi koleksi lagu-lagu
Arab. Musisi lain yang juga terkenal pada periode ini ialah: (1)
Ibn Muhriz, keturunan Persia; (2) Ibn Surayj, putra seorang
budak Persia yang terkenal karena elegi-elegi dan improvisasiimprovisasinya (murtajal); (3) Al-Gharidh, seorang murid Ibn
Muhriz, yang memiliki latar belakang kelahiran dari keluarga
Berber; dan (4) Ma’bad, seorang Negro. Seperti halnya Ibn
Surayj, Ma’bad memiliki suatu gaya personal khusus yang
kemudian diadopasi oleh generasi-generasi penyanyi yang
datang kemudian. Buku karya Abu al-Faraj al-Isybahani yang
diterjemahkannya sebagai “The Great Book of Song” tersebut,
tersusun dari 21 jilid. Sedemikian komprehensifnya buku
tersebut sehingga Ilmuwan Muslim terkenal saat itu, yaitu Ibn
Khaldun,
menyebutnya sebagai “biang
musik” (Hosein,
1979:38)
Pada akhir masa Ummayah, elemen-elemen yang berbeda
dari musik Arab dan musik bangsa-bangsa non-Muslim yang
kemudian memeluk Islam, tergabung ke dalam gaya musik
Islamis klasik. Dengan berdirinya kekalifahan Abbasiyah pada
tahun 750 M. Baghdad menjadi pusat musikal terdepan saat itu.
Masa kekalifahan Abbasiyah merupakan periode keemasan
122
(Golden Age) untuk musik Islam. Pada saat itu penguasaan
musik, yang seakan-akan merupakan keharusan bagi setiap
orang yang terpelajar, di antaranya berkaitan dengan virtuositas,
teori estetika, sasaran-sasaran etis maupun terapis, pengalaman
mistis, dan spekulasi matematis. Di samping itu para pemusik
profesional juga diharuskan memiliki penguasaan teknis, daya
kreatif, dan pengetahuan ensiklopedis yang memadai. Di antara
para pemusik Abbasiyah terbaik ialah Ibrahim al-Mawshili dan
Ishaq. Hampir semua anggota keluarga bangsawan Persia saat
itu ialah pimpinan musisi-musisi istana dan sahabat-sahabat
dekat dua kalifah, yaitu Harun ar-Rasyid dan al-Ma’mun (Sabini
1976:2223).
Ishaq al-Mawsili, seorang penyanyi, komposer, dan virtuos
‘Ud Arab, adalah seorang musisi Abbasiyah yang hebat. Sebagai
seorang musisi yang berkebudayaan luas, ia telah menulis
sekitar 40 buku dalam bidang musik, baik berkaitan dengan toeri
maupun kumpulan karya-karya musik, yang kabarnya telah
banyak yang hilang (Shiloah dalam EB 2006).
Lute saat itu merupakan instrumen favorit yang banyak
digunakan untuk mendemonstrasikan temuan-temuan teoretis
dari para ahli musik. Menurut Kitab al-Aghani, Ishaq adalah
penemu teori modus-modus melodi musik Islam yang pertama.
123
Salah satu karyanya, Ashbi’, yang berarti “jari-jari”, adalah teori
penyusunan
modus-modus
menurut
fret-fret
‘Ud
dan
penempatan jari-jari tangan kiri yang berkaitan dengannya:
(Shiloah, 1997:164)
Pada bagian atas setiap lagu terdapat petunjuk-petunjuk
mengenai modus dan jenis-jenis interval terts dengan kualitas
mayor, minor, dan netral/murni, serta modus ritmis, yang
digunakan untuk lagu tersebut. Terts ialah ialah sebuah interval
yang menjangkau tiga nada berurutan dalam
suatu susunan
tangga nada. Interval tersebut bervariasi dalam ukuran yang
pasti tanpa kehilangan karakternya. Musik Barat menggunakan
terts mayor dan minor sedangkan kebanyakan musik non-Barat
dan musik rakyat menggunakan terts murni (netral), yang
ukurannya terdapat di antara mayor dan minor. Terts murni
dalam musik Islam yang kira-kira diperkenalkan pada masa
tersebut, memberikan kontribusi terhadap penambahan jumlah
modus melodi dari delapan hingga 12 macam dengan cara
membuat lebih banyak interval sebagai landasan dalam
membangun melodi-melodi baru. Sementara itu jumlah modusmodus ritmis bervariasi dari enam hingga delapan, dengan
struktur dan isi yang berbeda-beda (Wright, 1992: 681).
Kemajuan musik di dunia Islam pada masa Ummayah, tidak
hanya terjadi dalam bidang pendidikan dan pertunjukan, baik
artistik maupun hiburan, melainkan juga dalam bidang
124
kritikmusikologis. Sehubungan dengan itu Ishq dan Ibrahim alMawshili aktif berpartisipasi dalam perdebatan di antara aliran
modernism Romantik Persia yang cenderung pada antusiasme
dekoratif, dan Klasikisme Arab yang sederhana dan tingkattingkat kesulitan artistik yang bervariasi. Aliran modernisme
Persia didukung oleh Ibn Jami’ dan penyanyi terkenal Pangeran
Ibrahim ibn al-Mahdi, sementara aliran klasik lama didukung
oleh Mawshilis. Pada paruh kedua abad ke-8, literatur Islamis
mengenai teori musik pernah menjamur di pusat-pusat
kebudayaan Islam. Warisan karya-karya ilmiah musik bangsa
Yunani mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para sarjana
Arab yang akrab dengan literatur Yunani, menunjukkan
produktivitasnya dengan mempersembahkan buku-buku baru
dan penerbitan ulang bagian-bagian tertentu dari buku-buku
Yunani.
Dalam
karya-karyanya,
mereka
memperluas,
menggubah, mengembangkan, dan menyumbangkan kejelasan
baru teori-teori musik Yunani. AlKindi, filsuf terkenal yang
secara mendalam sangat fasih dalam ilmu-ilmu Yunani, menulis
lebih dari 13 karya tulis tentang musik, termasuk di antaranya
ialah beberapa literatur musikal Arab tertua yang hingga kini
masih bertahan. Ia juga memperdalam teori etos (ta’tsir) dan
aspek-aspek kosmologis dari musik. (Lihat sub bahasan: “The
Umayyad and Abbasid dynasties: classical Islamic music”
dalam EB 2006).
125
Ikhwan ash-Shafa, sebuah persaudaraan yang terdiri dari
para filsuf Islam, memiliki peran yang penting dalam
pengembangan pengetahuan musik di dunia Islam pada abad ke10 M. Persaudaraan ini memberikan perhatian yang besar pada
tema ta’ tsir dan kosmologi musik yang didalami oleh AlKindi. Mereka mencapai teori baru mengenai bunyi yang
mengungguli teori-teori kuno Yunani. Di samping Al-Kindi dan
Ikhwan ash-Shafa, periode ini juga telah diramaikan oleh para
filsuf lain yang mendalami teori musik secara khusus, seperti di
antaranya ialah al-Farabi dengan karyanya Kitab al-Musiqi alKabir, dan Ibn Sina, pelopor ilmu kesehatan, yang di Eropa
dikenal dengan nama Avicenna. Mereka aktif bergelut dengan
topik-topik yang berkaitan dengan teori bunyi, interval, jenisjenis musik dan sistem-sistem yang menyertainya, komposisi,
ritme, dan instrumen-instrumen. Hal serupa juga dilakukan oleh
As-Sarakhsi, kemudian oleh tokoh sejamannya, Tsabit ibn
Qurrah, dan murid Ibn Sina yaitu Ibn Zayla. Ahli teori musik
terakhir pada periode Abbasiyah adalah Shafi ad-Din yang
membuat
kodifikasi elemen-elemen praktis
modal yang
kemudian dikenal sebagai sistem musikal tingkat lanjut dan
menjadi model acuan bagi generasi-generasi berikutnya. Banyak
dari warisan-warisan teori musik dan karya-karyanya yang
ditulis di antara abad ke-13 dan abad ke-19, kemudian
diterapkan ke dalam berbagai kelipatan tradisi-tradisi lokal
(Shehadi, 1995:3449).
126
4.1.2.3 Musik Islam di Spanyol
Musik di Spanyol mengalami kemajuan sejak masuknya
Islam. Pusat musik Spanyol pertama berada dalam koordinasi
pemerintah Ummayah dan kemudian berpindah ke Berber
Almoravids, penguasa Afrika Utara dan Spanyol abad ke-11 dan
ke-12; Setelah kejatuhan Almoravids kemudian dikembangkan
Almohads. Bertemunya Islam dengan budaya-budaya lain di
Spanyol telah menstimulasi perkembangan musik wilayah
Andalusia. Tokoh musik terkenal saat itu ialah Ziryâb (abad ke9), murid Ishâq al-Mawshili. dikabarkan karena iri pada
gurunya, ia beremigrasi dari Bagdad ke Spanyol. Berkat Ziryab,
seorang virtuoso vokal dan musisi terdepan di istana Cordoba,
dalam pengembangan musik Andalusia, ‘Ud Arab yang
sebelumnya bersenar empat, saat itu ditambah hingga menjadi
lima dawai. Kontribusi lain ialah bentuk komposisi baru, dan
inovasi dalam metode pengajaran menyanyi. Dan kemudian,
saat itu Sevilla menjadi pusat pembuatan alat-alat musik termaju
di seluruh dunia. Kelahiran Vihuela di Spanyol, yaitu gitar pada
permulaan Renaisans yang bersenar lima, tampaknya terinspirasi
oleh instrumen-instrumen Arab, maupun Persia, khususnya ‘Ud
Arab. Pada periode Spanyol, berkembang syair-syair puitis baru
seperti Muwashshah dan Zajal, yaitu bait dan meter (irama)
yang lebih bebas dibanding bait formal, Qashîdah. Inovasi
tersebut membuka jalan bagi perkembangan bentuk-bentuk
127
musikal baru, khususnya Nawbahs. Di antara warisan musik
Islam Spanyol ialah komposisi 24 Nawbahs tradisional.
Nawbahs adalah bentuk kumpulan lagu, baik untuk vokal
maupun instrumental, dan baik dalam gaya bebas maupun
bermetrik, yang ke-semuanya disatukan oleh modus-modus
melodi dan pola-pola ritmis. Dalam sejarah musik Barat,
fenomena musikal semacam ini baru populer pada abad ke-17
atau jaman Barok, dengan istilah Suite. Dalam sejarah musik
Islam, (EB 2006)
Kemunduran
pusat-pusat
Islam
di
Spanyol
dan
berkembangnya gerakan sekularisme Eropa berdampak pada
mengendornya dominasi Islam di negara tersebut secara
bertahap hingga 1492 M. Kekuasaan politik melemah namun
jejak-jejak peradaban Islam tetap ada sehingga memberikan
kontribusi yang besar terhadap kemajuan peradaban Barat. Sejak
melemahnya pusat-pusat penting budaya Islam di Timur, yaitu
Baghdad pada tahun 1258 M, dan di Barat, yaitu Granada pada
tahun 1492, kejayaan musik Islampun tersaing oleh budaya
musik baru di Barat yang terstimulasi oleh gerakan Renaisans
(Pendle 1963:28-29).
Alat-alat musik dari budaya Islam akhirnya tergeser oleh
tiga jenis
Vihuela, yang merupakan instrumen baru khas
Spanyol. Vihuela de Arco (digesek dengan alat penggesek)
tampaknya merupakan nenek moyang keluarga instrument
128
gesek;
Vihuela de Pendola (dipetik dengan
plectrum/pick)
bukannya tidak mungkin telah menginspirasi jenis-jenis
insturmen keyboard kuno yang menjadi nenek moyang piano
sehubungan dengan kemiripan mekanisme produksi suara
instrumen-instrumen tersebut dengan petikan plectrum; Vihuela
de Mano (dipetik dengan tangan/ jari-jari) menjadi gitar klasik
yang ada saat ini. Sementara itu beberapa instrumen warisan
budaya Islam, termasuk
‘Ud Arab dan Arbab, diekspor ke
Afrika Utara, dan sebagian ke Eropa Barat. Sementara jenisjenis klasik menghilang, jenis-jenis tradisional tersebar ke
berbagai wilayah Islam di luar Spanyol. Beberapa di antaranya
dilestarikan dan menerima pengaruh-pengaruh baru dari
penguasa-penguasa Mongol dan Turki. Sementara musik Turki
yang memiliki pengaruh budaya Arab dan Persia yang sangat
kuat hingga 1918, tersebar ke seluruh wilayah yang dikuasainya
dari Balkan hingga Tunisia, Persia menikmati kemandirian
artistik dalam kebudayaan musiknya selama masa tersebut
(Randel, eds), 1978: 541). Setelah kemunduran dunia Islam,
sejak Renaisans Barat justru mengalami kemajuan di bidang
musik
yang
berlangsung
intensif
dari
abad
ke
abad.
Berkembangnya kolonialisasi bangsa-bangsa Barat di wilayah
Timur pada abad ke-19, telah mempertegas hilangnya tradisitradisi musik klasik Islam yang sempat mempersatukan budaya
masyarakat dunia Islam. Namun demikian dunia budaya modern
129
Islam diwarnai oleh kontrak-kontrak musikal dengan Barat dan
percampuran musik Islam tradisional dengan musik Barat.
4.1.3 Pandangan Islam Terhadap Seni Musik
Seni musik mempunyai kedudukan yang berbeda-beda dalam
pandangan ulama. Ada pendapat yang memperbolehkan seni musik, ada
juga yang melarang bahkan mengharamkannya. Diantara mereka ada
yang membuka lebar-lebar terhadap setiap macam lagu dan warna
musik, dengan alasan karena yang demikian itu halal, dan merupakan
salah satu aktivitas yang baik dalam kehidupan, yang dibolehkan Allah
bagi hamba-hamba-Nya. Ada yang mematikan radio atau menutup mata
dan telinganya ketika mendengar lagu apapun seraya mengatakan,
“Lagu adalah seruling setan, perkataan yang tak berguna serta
penghalang orang untuk berdzikir kepada Allah dan mengerjakan
shalat”. Terutama suara wanita yang menyanyi, menurut mereka, suara
wanita dengan tidak menyanyi pun adalah aurat, bagaimana pula jika
menyanyi ?. sebagian lagi ada yang menolak sama sekali segala macam
musik apapun musik ilustrasi pengantar siaran berita.
Kelompok ketiga bersikap ragu-ragu diantara dua kelompok ini,
kadang cenderung pada kelompok pertama, di saat yang lain ikut pada
kelompok yang kedua. Kelompok yang ketiga ini dan jawaban yang
memuaskan dari Ulama dalam masalah penting yang menyangkut
perasaan dan kehidupan manusia sehari-hari ini, terutama sesudah
masuknya berbagai media informasi yang dapat didengar dan dilihat,
yang telah memasuki rumah-rumah dan disertai dengan hal-hal yang
130
serius dan yang lucu-lucu dan menarik pendengaran orang dengan lagulagu dan musiknya suka ataupun tidak suka. Sebuah perdebatan yang
cukup serius boleh tidaknya umat Islam bermain musik ataupun
menyanyikan sebuah lagu. Ulama yang mengharamkan musik dan
nyanyian mengemukakan antara lain, bahwa musik dan nyanyian
adalah jenis hiburan, permainan atau kesenangan yang bisa membawa
orang lalai / lengah dari melakukan kewajiban kewajibannya, baik
terhadap agama, misalnya shalat terhadap diri dan keluarganya, seperti
lupa studinya atau malas mencari nafkah, maupun terhadap masyarakat
dan negara, seperti mengabaikan tugas organisasinya atau tugas negara.
Tampaknya dalil syar’i yang dipakai ulama yang mengharamkan musik
dan nyanyian itu adalah yang disebut saddu al-dzari’ah, yang artinya
menutup/mencegah hal-hal yang dapat mengantarkan orang kedalam
hal-hal yang dilarang oleh agama. Misalnya melihat aurat wanita bukan
muhrim dan bukan istrinya adalah haram, karena perbuatan itu bias
mendorong orang kepada perbuatan yang tercela (berbuat cabul, zina
dan sebagainya). Demikian pula wanita, dilarang memperlihatkan
bagian auratnya kecuali pada suaminya, anak-anaknya, dan orangorang
yang tersebut dalam Surat al-Nuur ayat : 3. Larangan ini juga
dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan kehormatan wanita itu
sendiri dan juga untuk tidak merangsang kaum pria.66
Banyak dalil yang digunakan ulama baik yang diambil dari alQur’an maupun dari hadits Nabi Muhammad saw. Diantaranya dalil
66
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqdyah, (Bandung : PT. Gunung Agung, 1997), hlm. 98.
131
tersebut adalah pertama mereka mengharamkan lagu berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Abbas serta
sebagian tabi’in bahwa mereka mengharamkan nyanyian berdasarkan
firman Allah Swt.
Artinya : “Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan
perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan
Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.
Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan”. (Q.S. Lukman :
6)
Dalil berikutnya adalah al-Qur’an surat al-Qashash ayat 55;
Artinya : “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak
bermanfaat mereka berpaling daripadanya…” (Al Qashash : 55)
Nyanyian bagi mereka termasuk al-laghwu (perkataan yang tidak
berguna) maka wajib berpaling dari padanya.67
Dalil yang ketiga adalah hadits Rasulullah saw. yang artinya :
“Setiap permainan yang dilakukan oleh seorang mukmin maka itu suatu
kebatilan, kecuali tiga permainan; permainan suami dengan istrinya,
pelatihan terhadap kudanya dan melempar anak panah dari busurnya”.
(H.R. Ashhabus Sunan Munhthorib).
Dalil yang keempat adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari yang merupakan hadits mu’allaq, dari Abi Malik atau
Amir Al Asy’ari, satu keraguan dari perawi dari Nabi saw, ia berkata:
“Benar-benar akan ada suatu kaum dari umatku yang menghalalkan
kemaluan (zina), sutera, khomar (minuman keras) dan alat-alat musik”.68
(HR. Bukhari).
67
Yusuf Qordhawi, Seni dan Hiburan Dalam Islam, (Jakarta : Al-Kautsar, 1998), hlm.
68
Al Imam Zainuddaini Ahmadubnu Abdullatif Azzabaedi, Muhtashor Shohih Bukhori,
(Juz Awal : Darul Kitab Libanon), hlm. 451
132
Adapun ulama yang membolekan orang Islam belajar musik dan
nyanyian, memainkan, dan mendegarkan mengemukakan alasan-alasan,
antara lain sebagai berikut:
Artinya : “Pada dasarnya segala sesuatu itu halal (boleh), sehingga ada
dalil yang jelas menunjukkan keharamannya”. (Yusuf Qordhawi 38 :
1998)69.
Menikmati musik dan nyanyian itu sesuai dengan fitrah manusia
dan naluri yang memang suka kepada hal-hal yang enak, lezat, indah,
menyenangkan, mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian
dan ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian.70 Sebagaimana
yang diingatkan oleh Allah swt dalam al Qur’an surat Ali Imran ayat 14
:
Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan manusia kemauan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi
Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.71 (Ali Imran : 14)
Tentang menyanyinya dua budak wanita di rumah Nabi saw, di sisi
Aisyah Ra. Dan bentakan Abu Bakar terhadap kedua wanita itu beserta
perkataannya, “Seruling syetan di rumah Nabi”, ini membuktikan
bahwa kedua wanita itu bukan anak kecil sebagaimana anggapan
sebagian orang. Sebab kalau wanita itu bukan anak kecil, pasti tidak
akan memancing kemarahan Abu Bakar ra.
69
Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
1994), Hlm. 140
70
Yusuf Qordhawi, Seni dan Hiburan Dalam Islam, (Jakarta : Al-Kautsar, 1998), hlm.
71
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Gema Risalah Press, 1989), Hlm. 167
133
Yang menjadi penekanan disini adalah jawaban Nabi saw kepada
Abu Bakar dan alasan yang dikemukakan oleh Rasulullah saw, bahwa
beliau ingin mengajarkan kepada kaum Yahudi bahwa di dalam agama
kita itu ada keluwesan. Beliau diutus dengan membawa agama yang
bersih dan mudah.
Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata,
”Aisyah pernah menikahkan salah seorang wanita dari familinya
dengan laki-laki Anshar, maka Rasulullah Saw datang dan bertanya,
“Apakah kalian sudah memberi hadiah pada gadis itu?” Mereka berkata,
“ya (sudah)”. Nabi berkata, “Belum”. Maka Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya sahabat Anshar itu kaum yang senang hiburan, kalau
seandainya kamu kirimkan bersama gadis itu orang yang menyanyikan
“kami datang kepadamu… kami datang kepadamu… selamat untukmu”.
Tidak ada dalam Islam sesuatu yang baik artinya dan yang
dianggap baik oleh jiwa yang bersih dan akal yang sehat kecuali telah
dihalalkan oleh Allah sebagai kasih sayang untuk semua72. Karena
risalah yang universal dan abadi, sebagaimana Allah swt berfirman:
Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu, “Apakah yang dihalalkan
bagi mereka?” katakanlah, “Dihalalkan bagimu yang baikbaik”.73 (QS.
Al Maidah : 4).
Imam Al Ghazali membantah orang yang berkata,
“Sesungguhnya nyanyian itu perbuatan sia-sia dan permainan”
dengan bantahannya “Dia memang demikian, tetapi dunia seluruhnya
72
73
Qordhawi, Op.Cit., hlm. 252
Departemen Agama RI, Op. Cit., Hlm. 158
134
perbuatan sia-sia dan permainan”. Dan, segala macam senda gurau
bersama wanita adalah perbuatan sia-sia, kecuali perkawinan yang
bertujuan memperoleh anak. Sedangkan bergurau/kelakar yang tidak
jorok hukumnya halal”. Demikian itu diriwayatkan dari Rasulullah saw
dan dari para sahabat. (Dikutip dari Yusuf Qordhawi)
Menurut Quraisy Shihab (1999) tidak ada larangan menyanyikan
lagu di dalam Islam. Bukankah Nabi saw pertama kali tiba di Madinah,
beliau disambut dengan nyanyian “Thala al-badru ‘alaina min
Tsaniyaah al-wadaa”?. Ketika ada perkawinan, Nabi juga merestui
nyanyian yang menggambarkan kegembiraan. Yang terlarang adalah
yang mengandung makna-makna yang tidak sejalan dengan ajaran
Islam.
Imam Al Ghazali mengecam mereka yang mengharamkan musik
atau nyanyian, walaupun dia mengakui adanya larangan Nabi saw,
tetapi dia mengaitkan larangan mendengarkan musik atau nyanyian itu
dengan kondisi yang menyertainya, atau dampak negative yang
dilahirkannya.
Al-Marhum Mahmud Syaltut, pemimpin tertinggi Al Azhar Mesir,
dalam buku Fatwa fatwanya, seperti dikutip oleh Quraisy Shihab,
menegaskan bahwa para ahli hukum Islam telah sepakat tentang
bolehnya nyanyian guna membangkitkan kerinduan melaksanakan haji,
semangat bertempur, serta dalam peristiwaperistiwa gembira seperti
lebaran, perkawinan, dan sebagainya. Adapun selain itu, memang
135
dipersilahkan, tetapi semua alasan untuk melarangnya selama tidak
menimbulkan dampak negatif tidak dapat dibenarkan.74
Kalangan sufi Islam bertanggapan,bahwa ilham turun pada manusia
melalui gairat. Dalam kalangan sufi, musik adalah suatu yang harus
ada. Imam Ghazali pernah berkata, bahwa Gairat diperoleh manusia
dengan perantaraan mendengarkan musik, untuk itu, maka Al Ghazali
mengarang sebuah kitab musik yang bernama ”Musik dan Gairat”,
yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Musik and Ecstasy. Musik
dan nyanyian penting benar, kata Ghazali, untuk memperoleh Gairat
Tuhan. Dengan musik dan nyanyian lebih lekas diperoleh nikmat
Tuhan.
Ahli-ahli sufi Islam berpendapat, bahwa musik dan nyanyian dapat
menyembuhkan penyakit jiwa dan penyakit badan, dan music bisa
menjadi obat. Teori ini telah dipraktekkan oleh para sarjana barat
dewasa ini. Al-Kindi sendiri telah mempraktekkan musik sebagai jalan
untuk menyembuhkan seorang hartawan yang telah lama menderita
sakit. Pelajaran dari terapi musik (doctrinair of musical therapheutics),
sekarang telah diterima orang dalam lapangan ilmu pengetahuan.
Bahkan para sufi menempatkan musik sebagai sesuatu yang sangat
penting keberadaannya. Walaupun ada para ulama yang memiliki
dalildalil yang melarang musik, tetapi sejarah menjelaskan kepada kita
bahwa musik diperbolehkan hukumnya oleh Islam, apa lagi seni music
74
Quraisy Shihab, Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama, (Bandung : Mizan, 1999),
hlm. 8 - 14
136
Nasyid yang memang dijadikan sebagai alat atau media dakwah untuk
mencapai tujuan yang mulia.
Acuan normatif berupa dalil-dalil diatas, ada sejumlah hal sangat
elementer yang bias diungkapkan dan dielaborasi. Pertama, bahwa
Islam sama sekali tidak pernah mempunyai ajaran untuk melawan
kecenderungan fitrah manusia yang senang kepada hal-hal yang enak
dan menyenangkan, seperti musik. Kedua, selama tidak melalaikan
orang dan mengingat Tuhan, musik adalah sesuatu yang boleh. Maha
Agung Tuhan yang telah mengkaruniai manusia kecenderungankecenderungan alamiah untuk senang kepada hal-hal yang bersifat
hiburan, seperti musik. Ketiga, nyanyian harus diperuntukkan buat
sesuatu yang tidak bertentangan dengan etika Islam. Kalau nyanyian itu
penuh dengan syair-syair yang bertentangan dengan etika Islam, maka
menyanyikannya haram.75
Dari ungkapan diatas, bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa
seni music diperbolehkan selagi orang yang menyanyi atau yang
mendengarkan lagu tidak terlena yang akhirnya meninggalkan
kewajibannya, baik kewajiban dengan Allah ataupun dengan sesame
manusia.
Jadi seni musik diperbolehkan selama ia tidak diikuti atau dikaitkan
dengan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Bahkan para sufi
menempatkan musik sebagai sesuatu yang penting keberadaannya.
75
Yusuf Al- Qordhowi, Fiqh Musik dan Lagu, Penerjemah Tim LESPISI, H. Ahmad Fulex Bisyri, H. Awan
Sumarno Lc, H. Anwar Musthofa, Mujahid, (Bandung : LESPISI, 2002), hlm . 163.
137
Walaupun ada para ulama yang memiliki dalil-dalil yang melarang
musik. Tapi sejarah telah menjelaskan kepada kita bahwa musik
diperbolehkan hukumnya oleh ulama Islam, apalagi musik yang
dimaksud
di
sini
adalah
sebagai
alat
atau
media
untuk
mengkomukasikan pesan-pesan dakwah untuk mencapai tujuan yang
mulia.
4.1.4 Sistem Musik Arab
Musik Arab pada umumnya melodi, yang berarti jarang mencakup harmoni
dan akord. Alasan utama mengapa harmoni jarang digunakan adalah bahwa
akord tidak terdengar enak ketika telah di masukan nada seperempat atau
varia
Maqam Arab (Arab: maqam, jamak: maqamat) adalah sistem yang
digunakan dalam mode melodi musik Arab tradisional, yang terutama
melodi. Kata maqam dalam bahasa Arab berarti tempat, lokasi atau
peringkat. Maqam-maqam Arab adalah jenis melodi. Maqam adalah
"teknik improvisasi" yang mengembangkan nada-nada, pola, dan
pengembangan nada musik dan untuk "seni musik Arab yang unik".
Ada tujuh puluh dua bentuk scale maqam. Di bangun dari berbagai
jarak nada atau laras. Setiap maqam di bentuk dari scale, dan membawa
tradisi yang mendefenisikan frasa yang lazim, melodi penting,
pengembangan melodi dan modulasi. Kedua komposisi dan improvisasi
138
dalam musik Arab tradisional didasarkan pada sistem maqam. Maqam
dapat direalisasikan dengan musik baik vokal atau instrumental.
Maqam muncul pertama kalinya pada abad ke empat belas yang
ditulis oleh sheikh Al-Safadi dan Abdulqadir al-Maraghi, dan sejak itu
pula digunakan sistem music dalam music arab. Maqam adalah struktur
yang mencirikan seni music di Negara Afrika utara, timur tengah dan
asia tengah.
4.1.4.1 Tuning sistem
Maqam arab di dasarkan pada scale pada 7 nada yang di
ulang-ulang di dalam satu oktav. Beberapa maqam memiliki dua
atau lebih scale alternatif (misalnya Rast, Nahawand dan Hijaz).
Scale maqam pada musik tradisional arab ialah microtonal, tidak
didasarkan pada 12 nada yang biasa dipakai pada tuning sistem
musik modern barat. Sebahagian besar scale maqam terdiri dari
perfect fifth atau perfect fourth (atau keduanya) dan semua oktaf
ialah perfect. Scale maqam mugkin atau tidak mungkin
mengandung nada yang jatuh pada semitone. Oleh karena itu
maqam kebanyakan diajarkan secara lisan.
4.1.4.2 Notasi
Karena microtonal tidak praktis dalam penotasian, maka
sistem notasi musik Arab pada pergantian abad ke-20
disederhanakan. Dimulai dengan kromatis scale. Scale Arab
dibagi menjadi 24 nada, sama dengan seperempat tone. Di mana
139
seperempat tone sama dengan setengah dari semitone dalam 12
tone diatonis barat.
Maqam-maqam tersebut terbentuk dari suatu bahan (nada
dasar) yang disebut Jins (jamak: Ajnas). Ajnas terdiri dari 3
nada
(trichords),
4
nada
(tetrachords),
dan
5
nada
(pentachords).
4.1.4.3 Jenis-jenis maqam
`Ada puluhan maqam arab, terlalu banyak untuk di uraikan,
termasuk Persia dan Turki yang amat banyak. Sulit untuk
menemukan daftar lengkap pada maqamat Arab yang di setujui
semua buku pelajaran, atau referensi yang lengkap, mana yang
benar-benar maqam Arab dan yang mana maqam Turki atau
Persia. Ada juga maqamat lokal yang hanya digunakan di
beberapa wilayah di dunia Arab (misalnya Irak dan Afrika
Utara), dan tidak diketahui oleh yang lain. Tapi maqamat yang
paling banyak digunakan dan dikenal terdapat sekitar 30 sampai
40 maqam.
Disini akan diuraikan maqam-maqam yang umum di
gunakan, terutama di negara-negara di timur tengah:
1) Ajam Trichord
Ajam trichord terdengar sangat mirip dengan 3 not pertama
dalam skala mayor di Musik Klasik Barat, dengan not ke 3
140
disetel sedikit lebih rendah. Hal ini membuat lebih mellow dari
skala mayor.
2) Jiharkah Trichord
Jiharkah Trichord terdengar sangat mirip dengan 3 not
pertama dalam skala mayor di Musik Klasik Barat. not ke 3
disetel sedikit lebih rendah dari skala mayor, dan bahkan lebih
rendah dari pada di Trichord Ajam.
3) Sikah Trichord
Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab.
Beberapa buku menyatakan Trichord ini sebagai 3 tetrachords
yang berbeda, tergantung pada interval tonal berikutnya yang
mungkin: 1/2 nada disebut Huzam Tetrachord, 3/4 nada disebut
Irak Tetrachord, dan 1 nada disebut Sikah Tetrachord.
4) Mustaar Trichord
Ini adalah Trichord yang sangat jarang. Ini varian dari
Trichord Sikah, dengan not ke 2 dinaikan 1/2 nada. Beberapa
buku menyatakan Trichord ini sebagai 3 tetrachords yang
berbeda, tergantung pada kemungkina interval tonal berikutnya:
1/2 nada, 3/4 dan 1 nada.
5) Bayati Tetrachord
141
Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Di
tuning dengan not ke 2 (Eb) sedikit lebih rendah dan lebih
mellow dari Eb yang digunakan dalam Rast dan Sikah.
6) Busalik (Buselik) Tetrachord
tetrachord Busalik (kadang-kadang disebut 'Ushaq) terdengar
sangat mirip dengan dengan 4 not pertama di skala minor dalam
Musik Klasik Barat. Di tuning dari not ketiga dimainkan lebih
rendah dari pada di tetrachord Nahawand. Perbedaan tuning
sekitar 1/9 lebih rendah dari nada (istilah ini dikenal sebagai
koma di msuic Turki).
7) Hijaz Tetrachord
Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Eb
disetel sedikit lebih tinggi dari biasanya, sedangkan F# disetel
sedikit lebih rendah, dalam rangka untuk mempersempit
perbedaan nada 1 1/2 dan membuatnya lebih mellow.
8) Kurd Tetrachord
Tetrachord Kurd terdengar sangat mirip dengan 4
pertama dalam modus Phrygian dalam musik klasik Barat.
9) Nahawand Tetrachord
142
not
Tetrachord Nahawand terdengar sangat mirip dengan 4 not
pertama dari skala minor dalam Musik Klasik Barat.
10) Rast Tetrachord
Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. not
ke-3 jatuh antara 3 minor dan 3 mayor dalam Musik Klasik
Barat.
11) Saba Tetrachord
Tiga not pertama adalah bagian dari Bayati tetrachord. Juga
not 3 dan 4 biasanya digunakan untuk memulai tetrachord Hijaz.
12) Zamzama Tetrachord
Ini adalah tetrachord yang sangat jarang. 3 not Pertama
adalah bagian dari Kurdi tetrachord. Ini adalah versi barat dari
Saba dengan not ke 2 berubah dari nada seperempat menjadi
semitone.
13) Nawa Athar
Pentachord Ini kadang-kadang disebut pentachord Nikriz. 3
not pertama adalah bagian Nahawand tetrachord. Juga 3 not
terakhir biasanya digunakan untuk memulai tetrachord Hijaz.
Beberapa buku menyatakan tetrachord sebagai pentachord
dengan G sebagai not ke 5, dalam rangka untuk menyelesaikan
tetrachord Hijaz.
143
14) Athar Kurd Pentachord
tetrachord ini adalah variasi dari tetrachord Nawa Athar,
dengan not ke 2 diturunkan 1/2 nada. 3 not pertama adalah
bagian dari tetrachord kurdi.
4.2 Nasyid
4.2.1 Pengertian Nasyid
Banyak sekali ragam lagu-lagu popular sebagai hiburan atau
kesenangan yang digandrungi di seluruh dunia. Pria wanita, tua muda
sampai anak-anak. Namun ada jenis lagu yang khas dengan latar
belakang serta tujuan khusus yang berbeda dengan lagu popular yaitu
nyanyian religius atau yang lebih kita kenal sekarang ini adalah Nasyid.
Di tanah air, perjalanan Nasyid di awal sekitar era 80-an, ketika
Mahasiswa-mahasiswa muslim menyanyikan syair berbahasa Arab
sebagai wujud solidaritas saudara-saudara mereka di Palestina. Pada
akhir tahunn 90-an grup-group Nasyid di tanah air tumbuh bak
cendawan di musim hujan. Hal ini paling tidak menandakan kerinduan
masyarakat kita terhadap apa yang kerap disebut sebagai seni Islam.76
Secara etimologi seni Nasyid adalah seni suara, lagu dan musik. Kata
Nasyid diambil dari bahasa Arab yaitu (anasyid) yang berarti nyanyian
atau syair.
Adapun secara terminologi seni Nasyid adalah lagu-lagu dan iramairama dengan tema tema religius. Nasyid juga merupakan komposisi-
76
Sri Yulianti, Nasyid Menyeruk Pasar, (Jakarta : Syiar, 2002), hlm. 40
144
komposisi yang panjangnya sudah ada aturan yang biasanya
dimarakkan oleh kelompok laki-laki atau perempuan yang bernyanyi
bersama, dengan baris melodi tanggal yang disuarakan bersama-sama
oleh semua kelompok iringan instrumen bisa ada bisa juga tidak ada
lirik-liriknya sering dalam bahasa Arab, tetapi bahasa setempat dapat
dipakai. Dalam beberapa hal, isi kata-katanya adalah campuran bahasa
arab dan bahasa pribumi.77
Menurut Yusuf Al- Qordawi ( 1988 ) Nasyid atau nyanyian
religious adalah nyanyian yang dihubungakan dengan nuansa
keagamaan. Agama merupakan tujuan dan isi dari nyanyian tersebut.
Oleh karena itu nyanyian religius ini syair-syairnya hanya menceritakan
kecintaan kepada Allah, Rasulullah, orang-orang saleh dari hamba
Allah, kehidupan akhirat dan kenikmatan syurga juga menceritakan
makna ketuhanan dan keimanan yang dibawa oleh Rasulullah.
Seni Nasyid adalah seni suara atau seni musik yang tidak hanya
menyentuh tetapi juga meresap dan merasuk jiwa dan hati
pendengarnya sebab dalam hal itu terdapat pesan-pesan atau syair-syair
yang bermuatan Islami serta mempunyai pengaruh terhadap realisasi
penyempurnaan kehidupan spiritual manusia.
Seni Nasyid adalah seni musik Islami (handasah al- shawat) yang
mendendangkan syair syair Qur’an dan irama-irama yang syahdu seni
Nasyid yang berisikan ajaran-ajaran dan penuh ajaran Islam yang
banyak mengandung muatan dakwah dan bimbingan melalui seni musik
77
Yusuf al- Qordhowi, Op. Cit., hlm. 170
145
atau seni suara yang indah. Seni Nasyid dapat berbentuk doa-doa agama
yang dinyanyikan dengan lagu paling enak dan suara paling lembut
sehingga menggembirakan hati dan menggoyangkan perasaan.78
Dari berbagai Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nasyid
adalah seni suara seni musik yang membawakan syair-syair Islami
untuk umat manusia agar dapat memahami akan eksistensinya di muka
bumi. Dengan demikian pendakwah melalui seni musik Nasyid dapat
menyentuh perasaan dan hati sanubari manusia khususnya umat Islam.
4.2.2 Jenis-Jenis Nasyid
Menurut Yusuf Qordawi (1988) ada dua jenis Nasyid yaitu :
a.
Nasyid Islami, yaitu lagu yang dibolehkan oleh syariat yang syairsyairnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam : Aqidah, syariah
dan akhlak seperti puji-pujian kepada Allah, Rasulullah, kisahkisah dan lain-lain.
Nasyid Islami disyaratkan syair tidak bertentangan dengan
syariat, gaya menyanyikan lagu tidak mengandung maksiat,
nyanyian tidak dibarengi dengan sesuatu yang diharamkan dan
tidak berlebihan dalam mendengarkannya.
b. Nasyid Jahili, yaitu lagu yang diharamkan oleh syariat karena
syairnya bertentangan dengan syariat Islam. Seperti lagu yang
pernah dilantumkan oleh Abu Nawas.
78
Yusuf al- Qordhowi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, (Jakarta : Firdaus, 1998), hlm. 117
146
Tinggalkan celaanmu padaku, sebab celaan itu adalah pujian
obatilah aku dengan si cantik sang penawar.
Atau sajak Syauqi
Ramadhan telah datang menyambut peminum Yang selalu
menanti setiap saat.
Dalam syair ini orang mempropagandakan meminum khamr,
padahal ia induknya kejahatan dalam Islam. Hati-hati juga pada sajak
Abu Madi dalam syairnya Ath-Thalasim.
Aku tidak tahu dari mana datang, tapi aku telah dating Telapak
kakiku telah melihat satu jalan, maka akupun berjalan Aku akan
terus berjalan kalau aku mau atau aku berhenti Bagaimana kau
datang Bagaimana kau berjalan?aku tidak tahu Dan kenapa aku
tidak tahu ? Aku juga tidak tahu.
Syair ini tidak boleh menurut syariat karena mengandung unsurunsur keraguan terhadap dasar-dasar keimanan penciptaan hari kiamat
dan nubuwah. Maka Nasyid ini hukumnya haram.
Sedangkan tema-tema Nasyid adalah sebagai berikut :
a.
Syair yang bersenandung shalawat nabi, ini banyak
didendangkan oleh setiap kalangan, baik itu orang dewasa
maupun anak-anak.
b.
Syair yang bersenandung ketauhidan
c.
Syair yang bersenandung dengan tema Ilahi, akhlaq aqidah
dan moral
d.
Syair-syair yang bercerita tentang kehidupan manusia, baik
itu kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat.
147
4.2.3 Fungsi Nasyid
Musik berfungsi untuk menentramkan pikiran dari beban
kemanusian (basyariyyah) dan memperbaiki tabiat manusia. Ia
merupakan stimulan untuk melihat rahasia ketuhanan (asrar rabbani)
bagi
sementara
orang
musik
merupakan
godaan
karena
ketidaksempurnaan mereka.79
Musik spiritual (Nasyid) adalah kunci pembuka kazanah kebenaran
Ilahi para ahli tasawuf musik spiritual salah satunya Nasyid berfungsi
untuk lebih mendekatkan kepada Ilahi. Seni Nasyid juga berfungsi
sebagai alat manifestasi atau penyemangat dalam meningkatkan
moralitas dan spiritualitas dalam kehidupan ini. Disamping itu Nasyid
dapat berfungsi sebagai sarana atau alat untuk berdzikir, sebagai
manifestasi dari wujud syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang
telah dia berikan kepada hamba-hambanya.
Rasa syukur kepada Allah akan selalu terdorong di hati nurani,
bilamana ada suatu pendorong yang mampu untuk mengingatkanya.
Maka Nasyid adalah salah satu jalan keluarnya, sebab di dalam Nasyid
terdapat berbagai macam-macam pujian dan tasbih kepada Allah SWT.
Nasyid Sebagai Media Dakwah
Trend Nasyid, saat-saat sekarang ini sepertinya telah menunjukkan
gairah yang luar biasa. Sambutan antusias tersebut beriring dengan
munculnya kesadaran keislaman di kalangan sebagian remaja-remaja
79
Sayyid Hussein Nashr , Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 38
148
dan pemuda-pemuda Islam. Sehingga merekapun mencari penyaluran
gairah seni suaranya kepada jenis suara yang bernuansa Islam yaitu
Nasyid.
Menurut Din Syamsuddin, kesenian Nasyid ini bisa menjadi
momentum syair Islam dan penyelamatan generasi muda dari musibah
atau kemaksiyatan seperti narkoba, perkelahian pelajar atau tawuran,
perjudian, mabuk, dan lain-lain agar mereka menjadi umat Islam yang
produktif dan professional.
Semarak Nasyid sebagai media dakwah dapat dilihat dari berbagai
kegiatan yang banyak menggelar pertunjukan Nasyid. Hal ini
menandakan bahwa Nasyid dapat diterima oleh masyarakat dan sebagai
sarana media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, seperti
pertunjukkan yang pernah digelar dengan tema “ Menyelamatkan
Generasi Muda, membangun Bangsa “ hal tersebut sangat istimewa
karena acara tersebut disisipi dengan acara penyerahan David Club Cup
(diambil dari nama Nabi Daud as yang konon memiliki suara yang
merdu), sebuah penghargaan bagi pelantun Nasyid terbaik di Indonesia
yang dilakukan oleh seketaris Umum Mejelis Ulama Indonesia (MUI)
yaitu Dr. Din Syansuddin, kepada grup Nasyid SNADA.
Mungkin tidak ada salahnya jika program-program penganugerahan
musik mengakomodasi trend suara alternatif tersebut. Karena hal itu
sejalan dengan misi pembangunan manusia seutuhnya. Khususnya
terkait dengan pembangunan aspek ketaqwaan. Satu aspek yang
memang harus ditumbuh kembangkan apalagi melihat kerusakan moral
149
dan penyalahgunaan obat yang terjadi di sebagian kalangan remaja
Islam. 80
Dengan demikian Nasyid adalah salah satu media yang efektif
untuk berdakwah. Dengan Nasyid persoalan dakwah tidak di jelaskan
secara gamblang, namun melalui nyanyian dan musik, sehingga orang
yang baru pertama mengenal Islam bisa faham lewat Nasyid tersebut.
Dengan menggunakan Nasyid sebagai media dakwah, maka
dakwah yang disampaikan tidak akan menjemukan bagi mad’u. Karena
dakwah dengan menggunakan media Nasyid, pertama mad’u akan
tertarik dengan musik yang ditawarkan oleh munsyid (pembawa
Nasyid) setelah mereka menyukai warna musiknya. Maka kemudian
mereka memperhatikan isi Nasyid tersebut yang tiada lain adalah pesanpesan dakwah yang mengajak manusia untuk selalu melaksanakan amar
ma’ruf nahi mungkar.
4.3 Nasyid Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah
Pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan tempat pelajar yang
belajar dan menetap ditempat tersebut. Selain mengikuti pelajaran-pelajaran
umum dan agama yang diberikan oleh pesantren, santri juga diberikan pelajaranpelajaran keterampilan baik dalam bidang olah raga, bahasa, maupun kesenian,
atau yang dikenal dengan kegiatan ekstrakurikuler, dan diantaranya yaitu nasyid.
Para santri dan santriwati bagi yang berminat dapat mengikuti kegiatan ini,
berhubung santri dan santriwati yang begitu banyak maka untuk menjadi anggota
80
Sri Yulianti, Op. Cit., hlm. 41
150
group nasyid tetap yang selalu aktif dalam setiap pertunjukan harus mengikuti
seleksi guna untuk memperoleh anggota yang berbakat. Sehingga bisa mengikuti
pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh instruktur/pelatih nasyid dengan baik.
Mereka dididik agar bisa mempertunjukan nasyid disetiap kegiatan-kegiatan yang
ada, yang dapat berfungsi sebagai hiburan ditengah-tengah acara.
Disamping terdapat nasyid yang terus aktif diberbagai acara atau biasa
disebut group nasyid senior. Maka terdapat juga nasyid-nasyid yang dibentuk
berdasarkan kelas atau asrama, mereka dididik oleh para senior mereka di nasyid
yang kemudian disuatu waktu diadakan acara perlombaan nasyid antar asrama
atau kelas, misalnya dalam acara isra’ miraj nabi Muhammad dan waktu malam
lebaran haji (Idul Adha). Hal ini di lakukan pada tiap tahun, dan yang
memenangkan perlombaan tersebut memperoleh hadiah dari panitia yang
menyelenggarakan acara tersebut. Panitia yang mengadakannya terdiri dari para
senior dari organisasi OPRH (Organisasi Pemudan Raudhatul Hasanah) di sekolah
umum di kenal dengan istilah OSIS. Organisasi tersebut terdiri dari para senior
seluruh kelas V (setara dengan kelas II SMA) dan sebahagian kelas IV (setara
dengan kelas I SMA) dari pondok pesantren tersebut.
Terdapat jadwal latihan tetap yang ditentukan oleh pihak pesantren dan
dilakukan dua kali dalam setiap minggunya, namun dalam pelaksanaannya
tergantung dari kapan pelatih nasyid datang ke pesantren. Namun jam latihan
mereka selalu diadakan pada sore hari, tepatnya setelah shalat ashar sekitar jam
16.30, walaupun dilaksanakan dihari-hari yang berbeda. Akan tetapi ketika akan
ada pertunjukan latihan dilakukan lebih sering, bahkan ketika malam setelah
shalat isya mereka melanjutkan latihan. Dan diwaktu-waktu kosong yang lain juga
151
gunakan untuk latihan agar dapat menampilkan pertunjukan dengan sebaikbaiknya.
Dalam satu group nasyid dapat terdiri dari beberapa anggota, yaitu sekitar
12 hingga 15 orang, tidak ada ketetapan pasti tentang jumlah keanggotaan.
Namun bagi para panitia yang mengadakan perlombaan dapat membatasi jumlah
pemain. Alat musik yang digunakan bermacam-macam yaitu diantaranya
beberapa alat musik rebana dan bebarapa alat musik band seperti gitar elektrik,
bass elektrik, keyboard dan lain-lain. Dan salah satu diantaranya ialah sebagai
vocal.
Untuk melaksanakan latihan para santri diberikan tempat dan fasilitas
latihan yang disediakan oleh pesantren. Yaitu berupa ruangan seperti ruang kelas
yang didalamnya terdapat alat-alat musik yang dapat digunakan untuk latihan,
mereka menyebutnya ruang nasyid. Karena ruangan dan fasilitas merupakan milik
umum dan bukan milik pribadi, maka ruangan dan fasiltas tersebut digunakan
bergantian. Oleh karena itu terdapat jadwal yang telah dibuat oleh senior agar
proses latihan dan waktu latihan dapat terorganisir dengan baik. Pelatih
mengajarkan nasyid pada senior, dan kemudian senior mengajarkan pada group
nasyid yang lainnya.
Pada organisasi OPRH terdapat salah satu bidang yang mengatur tentang
kegiatan ini, disebut Qismul Funun (lembaga kesenian). Lembaga inilah yang
mengatur jalannya kegiatan nasyid di pesantren, dan lembaga inilah yang
mengatur kegiatan-kegiatan nasyid baik berupa pertunjukan pada suatu acara dan
perlombaan-perlombaan yang diadakan oleh santri dan santriwati di pondok
pesantren tersebut.
152
BAB V
TRANSKRIPSI DAN ANALISIS NASYID
Untuk kepentingan analisis dan mendistribusikannya maka dalam penulisan
ini saya melakukan transkripsi sebagai sarana untuk memvisualisasikan bunyi
nada-nada nasyid kedalam tulisan, yakni menggunakan simbol notasi yang dapat
dilihat. Melalui transkripsi tersebut saya akan mendeskripsikan unsur-unsur
musikal dan berbagai elemen-elemen musik yang menyangkut organisasi melodis
dan ritmis.
seperti yang dikemukakan oleh Nettl (1964 : 98) tentang transkripsi adalah
adanya dua pendekatan yang bisa digunakan yang bisa digunakan untuk
mendeskripsikan musik yakni : (1) kita dapat menganalis dan mendeskripsikan
suatu musik dari apa yang kita dengar, (2) kita dapat menuliskan apa yang kita
dengar diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat.
Apa
yang
dikemukakan
oleh
Nettl
sebenarnya
secara
langsung
menghubungkan antara transkripsi dan analisa yang merupakan dua aspek penting
didalam mendeskripsikan suatu musik.
Dalam transkripsi yang tidak terlepas dari notasi, berkenaan dengan itu dari
dua tujuan notasi pentranskripsian yang ditawarkan oleh Charles Seegers (1971 :
24-34) untuk suatu komposisi musik yakni Preskriptif dan Deskriptif, maka saya
akan mengaplikasikannya pada pendekatan Deskriptif, yaitu mencatat semua
detail-detail fenomena musik yang dapat didengar. Karena dengan menggunakan
pendekatan deskriptif ini berarti seluruh bunyi musik yang ada didalam rekaman
153
diharapkan dapat divisualisasikan secara mendetail. (Terjemahan Ester siagian
dalam Hasbi, 1992 : 9)
Dalam bab ini penulis akan membahas seluruh bentuk elemen-elemen
melodi dan ritme yang terkandung didalam musik nasyid tersebut. Oleh karena itu
penulis mengacu pada tulisan William P. Malm, yaitu dengan menganalisis
Tangga nada, Jumlah Interval, Jumlah Nada, Nada Dasar (pitch centre), Pola
Kadensa, Wilayah Nada (ambitus), Formula Melodi, dan Kontur (garis melodi),
selain itu juga penulis akan membahas Gaya serta hubungan teks dengan melodi.
5.1 Proses Transkripsi
Sebagai langkah awal untuk analisis skripsi ini maka saya mengambil
rekaman musiknya yang saya lakukan beberapa kali, baik rekaman
langsung maupun dokumentasi rekaman yang telah mereka miliki sebagai
group nasyid. rekaman langsung telah saya lakukan di tempat mereka
melakukan latihan, tepatnya di ruangan yang telah di sediakan oleh pihak
sekolah sebagai fasilitas yang diberikan kepada santri sebagai tempat
latihan nasyid, kemudian saya juga mengambil rekaman yang dilakukan
oleh santri di tempat pertunjukan itu dilakukan. Nyanyian yang terdapat
dalam nasyid
tidaklah seluruhnya direkam, sehingga di sini hanya
beberapa nyanyian yang dianggap mewakili pada nyanyian-nyaian yang
lainnya untuk di analisis dan lagu itu juga merupakan lagu andalan mereka
dalam pertunjukan. Nyanyian yang mainkan diperoleh dari lagu-lagu Islam
yang popular dan kemudian di aransemen oleh mereka dan disesuaikan
berdasarkan bentuk nasyid pesantren dan alat-alat musik yang ada.
154
Adapun pemain-pemain nasyid tersebut ialah anggota-anggota nasyid
yang terdiri dari beberapa santri yang terpilih dan terseleksi oleh pihak
pesantren. Keanggotaan ini dapat berubah sewaktu-waktu, hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai hal, seperti telah selesainya anggota nasyid
dalam menempuh pendidikan dipesantren sehingga ia tidak lagi menjadi
santri di pesantren tersebut atau pun pergantian personil yang dilakukan
yang disepakati bersama.
Proses perekaman saya lakukan beberapa kali dan dalam waktu yang
berbeda, direkam dengan sebuah alat rekam handycam. Dalam hal ini
proses perekaman dilakukan di tempat di mana biasanya mereka
melakukan latihan dan juga di tempat mereka melakukan pertunjukan.
Mereka mimiliki tempat latihan yang di fasilitasi oleh pihak pesantren
yaitu dengan sebuah ruangan seperti halnya ruang kelas, di dalamnya
tersedia alat-alat musik sebagai sarana latihan dan sarana pertunjukan.
Pondok pesantren juga memiliki gedung yang merupakan tempat
diadakannya berbagai pertunjukan yang dilakukan oleh santri dan
dimaksud untuk memenuhi acara-acara yang diadakan pihak pesantren.
Setelah proses perekaman dilakukan, selanjutnya hasil rekaman ditransfer
kedalam PC (Personal Computer), dan selanjutnya dianalisis di
laboratorium.
Untuk menganalisis hasil rekaman tersebut terlebih dahulu saya
memutar kembali hasil rekaman tersebut secara berulang-ulang. Agar
memperoleh hasil yang lebih akurat saya menirukan kembali nada-nada
155
yang terdapat dalam nyanyian tersebut dengan menggunakan sebuah alat
musik piano atau keyboard, dan selanjutnya diketik melalui komputer
dalam bentuk notasi balok dengan bantuan sebuah Perangkat lunak atau
Software yang terinstal didalamnya yaitu finale 2007, dengan demikian
bunyi yang awalnya berbentuk audio dapat diubah menjadi bentuk visual
yang tertulis kedalam kertas, dan selanjutnya akan diuraikan atau dianalisis
elemen-elemen musik yang terkandung dalam nyanyian yang telah
ditranskripsikan tersebut dengan menggunakan pendekatan disiplin ilmu
Etnomusikologi.
5.2 Model Notasi
Berdasarkan beberapa pertimbangan, dalam menentukan model notasi
untuk menuliskan musik atau nyanyian nasyid di pondok pesantren
tersebut maka penulis menggunakan model notasi barat, hal ini disebabkan
atas beberapa pertimbangan :
1.
Karena sulitnya untuk menemukan suatu bentuk notasi yang yang
dapat
dikategorikan
“cocok”,
ideal
untuk
digunakan
mentranskripsikan musik dan nyanyian nasyid .Disamping itu dalam
tradisi musik lokal dimana motif dari musik lokal yang diangkat
kedalam tonus atau nada pada musik dan nyanyian nasyid tersebut,
ada beberapa yang belum memiliki sistem notasi tersendiri misalnya
dalam suku batak, melayu, dan lainnya. Khusus pada kebudayaan
Jawa sistem penulisan nada mereka sudah ada, namun untuk
menyeragamkan penulisan sistem musik pada tulisan ini maka penulis
memilih model notasi barat.
156
2.
Untuk melihat sejauh mana keuntungan dari penggunaan notasi musik
barat pada pembahasan musik nasyid. Bahwa dalam beberapa hal,
sistem penulisan notasi musik barat tersebut dapat digunakan untuk
mempelajari elemen-elemen musik nasyid. Misalnya penggunaan
garis para nada (Notasi Balok) untuk setiap nada, yang dapat
menggambarkan tinggi rendahnya nada dan simbol-simbol yang
diperlukan. Dalam membedakan durasi sebuah not dengan durasi not
yang lainnya dalam pembagian divisi pola ritem. Bahkan sampai pada
pembagian yang lebih kecil dapat dilakukan sistem tersebut.
3.
Karena notasi musik barat dapat dikenal secara umum dan sudah biasa
dipakai para etnomusikolog serta lazim digunakan orang–orang secara
umum sebagai alat bantu untuk belajar musik, sehingga sistem notasi
musik barat tersebut cukup komunikatif diantara orang-orang umum.
Berdasarkan itulah saya memutuskan untuk menggunakan cara
penulisan notasi musik barat tersebut di dalam penulisan transkripsi musik
nasyid pondok pesantren yang akan dibahas ini. Namun perlu dijelaskan
bahwa karena sistem notasi musik barat tersebut belum dapat menyajikan
seluruh bunyi dan fenomena musik pada nasyid, maka memungkinakan
akan terdapat penambahan simbol-simbol cara penulisan yang berbeda
dengan cara yang lazim digunakan didalam penulisan musik barat yang
konvensional itu.
157
Dalam proses pentranskripsian penulis membuat atau menggunakan
simbol-simbol notasi barat seperti dibawah ini :
1. Garis Paranada
Dalam notasi balok, paranada adalah lima garis horisontal tempat
not ditulis. Not dapat diletakkan di garis atau di antara garis (spasi)
paranada. Simbol musik yang sesuai, bergantung pada efek yang
diharapkan, ditempatkan pada garis berdasarkan nada atau fungsi yang
sesuai. Notasi musik ditempatkan berdasarkan nada, notasi perkusi
ditempatkan berdasarkan instrumen, dan nada berhenti dan nada
lainnya ditempatkan berdasarkan kesepakatan.
Garis paranada diberi nomor dari bawah ke atas; garis paling
bawah disebut garis pertama dan garis paling atas disebut garis
kelima. Not yang terletak di garis atau spasi lebih tinggi berarti
memiliki tinggi nada lebih tinggi.
Not pada paranada dibaca dari kiri ke kanan. Not yang terletak di
sebelah kiri dimainkan sebelum not di sebelah kanan.
158
2. Tanda Kunci
Tanda kunci adalah tanda yang menentukan letak nama nada pada
garis paranada. Untuk membaca notasi musik kita menggunakan
urutan abjad seperti:
C D E F G A B C
a) Kunci G (Treble Clef)
Kunci G menentukan not yang ada
pada garis kedua menjadi nada G.
b) Kunci F (Bass Clef)
Kunci F menentukan not yang ada pada
garis keempat menjadi nada F.
Not-not di kunci G dan kunci F :
C
F G A B C D E
F G
A
B C
159
D E
F
G A
B
C
D
E
F G
3. Bentuk dan nilai not
Panjangnya nada satu not digambarkan dengan bentuk yang
berbeda-beda dan nila yang berbeda-beda pula. Berikut table bentuk
dan nilai not beserta tanda istirahat nya:
4. Tanda Birama (Time Signature)
a) Garis birama (bar line), birama (bar), dan garis penutup (double
barlines)
Penulisan rangkaian not selalu dipisahkan oleh garis-garis, oleh
karena itu kita memperoleh garis birama, birama, dan garis penutup.
garis birama
birama
160
garis penutup
b) Tanda Birama (Time Signature)
Irama sebuah lagu ditunjukan oleh angka yang brada di belakang
kunci yang kita sebut tanda birama. Tanda birama menerangkan cara
menghitung ketukan-ketukan yang terdapat pada lagu tersebut.

Tanda birama : 4/4 atau yang biasa dikenal dengan symbol
4 = ada 4 ketukan dalam setiap birama
4 = nilai setiap ketukan adalah satu not seperempat

Tanda birama :
3 = ada 3 ketukan dalam satu birama
4 = nilai setiap ketukan adalah satu not seperempat
5. Tie Not
Tie not adalah garis lengkung yang menghubungkan dua not yang
bernada sama. Nila not pertama ditambah dengan nilai not kedua, tetapi
hanya not pertama yang dibunyikan, sedangkan not kedua tidak
dibunyikan lagi.
161
6. Accidental
Jarak terdekat di antara dua not pada papan piano adalah setengah
nada (semitone). Di dalam satu nada (whole tone) terdapat 2 setengah
nada.
a)
Sharp/kres (
# ) :
D
b)
Fungsinya ialah menaikan setengah nada.
D kres (dis)
Flat /mol (
) : Fungsinya ialah menurunkan setengah
nada.
B
c)
Natural/pugar (
B mol (bes)
)
: membataklan fungsi kres atau mol agar
kembali ke nada semula.
C kres (cis)
C
162
7. Key Signature (Tanda Mula)
Tanda mula adalah istilah untuk kelompok kres atau mol yang
terletak setelah kunci. Tanda mula digunakan untuk menghindari terlalu
banyak menulis tanda kres dan mol yang terdapat di dalam lagu. Jika
ada tanda mula di belakang kunci, ini berarti semua not yang
mempunyai nama yang sama dengan not yang di tanda mula harus di
beri kres atau mol juga. Contoh:
Setiap nada F, C, G dan D harus di kres juga
Setiap nada B, E, dan A harus di beri mol juga.
8. Simbol-simbol Lainnya
a)
Staccato : not dimainkan secara terputus-putus.
b)
Legato : not-not yang dihubungkan oleh garis penghubung
dimainkan secara lembut dan bersambung.
163
c) (

) Nada-nada yang dimainkan seluruhnya diturunkan satu oktav
lebih rendah.
d)
e) Bentuk birama yang digunakan untuk menuliskan not-not perkusi.
Notasi dengan symbol berbentuk X di atas digunakan utuk
menuliskan not-not perkusi.
5.3 Analisis
Pada bagian analisis, penulis menganalisis melodi dan ritme yang
telah ditranskripsi dan
lirik lagu pada musik tersebut, guna melihat
hubungan teks tersebut dengan melodi.
164
Transkrip lagu yang dimainkan oleh santri pondok pesantren ArRaudhatul Hasanah, dengan judul lagu “Demi Masa” cipta “Raihan” dapat
di lihat di lampiran.
Untuk menganalisis nasyid ini penulis mengacu pada tulisan William
P. Malm yang menawarkan beberapa karakteristik dalam mendeskripsikan
melodi, yaitu Tangga nada, Jumlah Interval, Jumlah Nada, Nada Dasar
(pitch centre), Pola Kadensa, Wilayah Nada (ambitus), Formula Melodi,
dan Kontur (garis melodi).
5.3.1
Tangga nada
Tangga nada yang digunakan dalam musik nasyid ini dapat
dikatakan menggunakan tangga nada musik barat yang dikenal
dengan istilah “skala harmoni minor”. Dalam tulisan ini yang saya
maksudkan sebagai tangga nada adalah susunan dari nada-nada
yang dipakai dalam melodi pada nasyid tersebut.
Dalam melakukan pencacahan tersebut saya mulai dari nada
awal hingga nada terakhir. yang masih dalam wilyah satu oktaf.
Kemudian penulisan nada-nada tersebut dilakukan dalam garis para
nada dan disusun berdasarkan urutan-urutannya dari nada terendah
hingga nada yang tertinggi dalam satu oktaf. Adapun nada-nada
yang digunakan dan terdapat dalam melodi nasyid ialah sebagai
berikut:
165
Dengan demikian Melodi yang digunakan memiliki 7 nada
(diatonic). nada-nada tersebut terdiri dari D E F G A Bb C# D,
dalam aturan musik barat disebut tangga nada ini disebut dengan
tangga nada minor harmoni.
5.3.2
Nada Dasar
Dalam penelitian ini saya akan mempergunakan cara untuk
menemukan nada dasar pada sebuah komposisi yaitu menggunakan
pendekatan yang dilakukan oleh Bruno Nettl dalam “Theory and
Method in Ethnomusicology” sebagai berikut :
“(1) Patokan yang paling umum adalah melihat nadanada mana yang sering dipakai dan nada mana yang
jarang dipakai dalam komposisi tersebut. (2) Kadangkadang nada-nada yang harga ritmisnya besar dianggap
nada-nada dasar, biarpun jarang dipakai. (3) Nada yang
dipakai akhirnya (awal) komposisi, dianggap mempunyai
fungsi penting dalam tonalitas tersebut. (4) Nada yang
menduduki
posisi paling rendah dalam tangga nada
ataupun posisi pas ditengah-tengah dapat dianggap
penting. (5) Interval-interval yang terdapat antara nada
kadang-kadang dipakai sebagai patokan. Umpamanya
sebuah posisi yang digunakan oktav (nada pertama
tesebut boleh dianggap lebih penting). (6) adanya
166
tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa dipakai
sebagai patokan tonalitas. (7) Harus diingat bahwa
barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai
sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan
patokan-patokan diatas. Untuk sistem tonalitas seperti
itu, cara terbaik tampaknya adalah pengalaman lama dan
pengenalan akrab dengan musik tersebut”. (1964 : 127,
terjemahan Marc Perlman, M.A).
Lihat tabel berikut ini :
Nada
Jumlah
Nada
D
101
E
38
F
56
G
44
A
64
Bb
47
C
11
C#
28
Sesuai dengan table diatas, maka yang menjadi tonalitas
berdasarkan ketujuh cara yang ditawarkan oleh Nettl tersebut
adalah :
167
1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada D dan yang paling
jarang dipakai adalah E dan C
2. Nada yang memiliki nilai ritmis yang besar adalah D
3. Nada yang dipakai sebagai nada awal adalah nada D dan yang
paling akhir dengan durasi paling lama adalah nada D
4. Nada yang menduduki posisi paling rendah adalah nada D, dan
nada yang menduduki posisi tengah-tengah adalah A
5. Nada yang memiliki oktafnya paling banyak adalah nada D
6. Tekanan ritmis cenderung kepada nada D.
7. Melalui pengalaman dan pengenalan akrab membuktikan adanya
kecendrungan besar untuk menggunakan nada D sebagai nada
dasar dari nyanyian nasyid tersebut.
5.3.3 Wilayah Nada
Yang dimaksud dengan wilayah nada adalah daerah (ambitus)
antara nada yang paling rendah dengan nada yang paling tinggi
dalam satu komposisi lagu. Wilayah nada yang dapat dilihat pada
melodi vocal tersebut tersebut adalah sebagai berikut:
F4
D3
168
5.3.4
Frekwensi Pemakaian Nada
Memperhatikan frekwensi pemakaian nada (Jumlah nadanada),
dilakukan
dengan
mencacah
masing-masing
nada
berdasarkan hasil transkripsi yang dibuat. Melalui sistem
pencacahan tersebut maka frekwensi pemakaian nada tersebut
dapat dilihat. Namun sebagai catatan perlu diperhatikan bahwa
frekwensi di lihat dari banyaknya jumlah getaran perdetik, dengan
satuan Hertz (Hz) yang telah ditetapkan oleh ahli fisika yang
disesuaikan juga dengan peraturan musik barat. Dan nada-nada
yang digunakan oleh vocal memiliki frekuensi sebagai berikut:
147
165
175
196
220
247
262
278
294
330
349
5.3.5 Interval
Yang dimaksud dengan interval adalah jarak dari nada yang satu
dengan nada yang lainnya naik ataupun turun (Manoff, 1991 : 71).
berikut ini adalah tabel Interval dari keseluruhan nada-nada
yang dipakai pada lagu nasyid tersebut tersebut :
169
No.
Interval
Jumlah Interval
1
Prime Perfect
84
2
Seconde Minor
92
3
Seconde Mayor
119
4
Ters Minor
47
5
Ters Mayor
18
6
Kwart Perfect
23
7
Kwint Perfect
14
8
Sexta Minor
2
9
Oktaf Perfect
3
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada penggunaan
tonus atau nada pada vocal nasyid adalah lebih banyak memakai
interval Seconde Mayor, dan kemudian diikuti dengan interval
Second Minor.
5.3.6 Pola Kadensa
Kadensa : (1) Penutup bagian akhir komposisi berdasarkan
akord-akord utama yang menegaskan pertangganadaan. (2) Deretan
nada berupa hiasan yang bebas, sebagai persiapan bagi akhir
komposisi. (Latifah Kodijat 1989 : 10) dalam kaitannya disini, pola
kadensa adalah akord-akord yang digunakan di akhir bait lagu.
Berikut beberapa pola kadensa yang terdapat dalam nyanyian
nasyid:
170
Pola Kadensa VI – VII – i (skala minor)
Pola Kadensa i – v – V – i
Pola Kadensa III – iv – V ( skala minor)
Pola Kadensa VII – VI – i (skala minor)
Terdapat beberapa pola kadensa lain yang sama seperti pola
kadensa di atas, namun perbedaan hanya terletak pada lirik lagunya.
Dalam hal ini pola kadens dapat dilihat dari nada-nada pada
akhir frase sebelum menuju ke frase yang baru dan pola kadens juga
dapat dilihat pada akhir dari nyanyian tersebut. Apabila dilihat dari
progresi diatas terlihat bahwa setiap akhir nada dalam satu kalimat
171
selalu diakhiri oleh acord Dm, dan pada akhir lagu juga ditutup
dengan accord Dm.
5.3.7 Kantur (Countur)
Yang dimaksud dengan kantur disini adalah garis atau alur
melodi dalam sebuah lagu. Ada beberapa istilah yang digunakan
untuk membedakan kantur. Seperti yang dikemukakan oleh William
P Malm (1977) yakni, ascending (Menaik), descending (Menurun),
pendulous (melengkung), terraced (berjenjang), dan statis apabila
gerakan-gerakan intervalnya terbatas.
Dari beberapa istilah tersebut, maka penulis dapat melihat
kantur yang terdapat pada tonus lagu nasyid diatas. Perjalanan
melodi bila dilihat dari kalimat pertama nada vocal sebelum
memasuku lirik, pergerakan melodi dimulai dengan menurun dari
nada yang tinggi ke nada yang rendah (descending) kemudian ketika
masuknya lagu, nada juga dimulai nada yang tinggi ke nada yang
rendah dan terjadi dua kali pengulangan dengan lirik yang berbeda,
kemudian setelah itu masuk musik vocal dengan pergerakan melodi
naik
(ascending),
kemudian
nada
diulang
kembali
dengan
pergerakan melodi yang menurun. Pada bait ke dua sebelum refren
pergerakan melodi diawal kalimat melodi turun (descending) dan
setelah sampai ditengah kalimat nada kembali naik (ascending). Pada
bait ketiga yaitu pada refren didapati pergerakan melodi yang statis,
hal ini terlihat karena banyak menggunakan nada yang sama
172
walaupun terdapat kenaikan dan penurunan namun sedikit, oleh
Karen itu dapat dikatakan secara umum adalah statis.
5.3.8 Bentuk (Form)
Ada beberapa istilah untuk menyatakan bentuk (form) dalam
nyanyian. Oleh William P Malm dapat dibedakan atas beberapa
istilah, yakni nyanyian yang diulang-ulang, bentuk ini disebut
repetitive, bentuk nyanyian yang memiliki formula melodi yang
kecil
dengan
kecendrungan
pengulangan-pengulangan
dalam
keseluruhan nyanyian disebut iterative, bentuk nyanyian yang dalam
pengulangannya pada proses pertama terjadi penyimpangan melodis
ini disebut reverting, nyanyian dengan pengulangan melodi yang
sama tetapi dengan teks nyanyian yang selalu baru, bentuk ini
disebut strophic, nyanyian dengan bentuk yang terus berubah dan
materi melodi yang selalu baru, bentuk ini disebut dengan
progresive. (Lihat terjemahan Rizaldi Siagian 1987)
Berdasarkan kriteria yang disebutkan diatas maka penulis dapat
melihat bahwa bentuk (form) dari ke lima motif musik nyanyian
antifon tersebut adalah merupakan bentuk Progresive, dimana
bentuk melodinya berubah dengan teks yang berbeda dan selalu
berubah.
5.4 Gaya
Gaya adalah karakter musik yang yang disebabkan oleh unsur-unsur
musik itu sendiri. Dari keseluruhan transkripsi yang dilakukan dapat kita lihat
173
bahwa vocal dalam nasyid secara keseluruhan menggunakan 7 nada, disertai
dengan nada ke 7 yang diturunkan setengah laras. Sehingga menjadi 8 nada
yang digunakan dalam nyanyian.
Terdapat beberapa pengulangan lagu dan lirik dalam satu komposisi
musik tersebut. Pada Pada komposisi nasyid tersebut diawali dengan
permainan alat musik sebagai pengantar. yang kemudian setelah itu masuklah
musik vocal bersamaan dengan alat musik lainnya. Ditengah-tengah
komposisi setelah sebagian teks dinyanyikan terdapat
juga
musik
instrumental di tegah-tengah yang kemudian dilanjutkan kembali oleh vocal.
Terdapat klimaks pada lagu tersebut yang biasa disebut dengan reffrein di
tengah-tengah lagu.
Teks atau lirik nasyid tersebut merupakan kata-kata berisikan nasehatnasehat kepada umat Islam untuk menjalankan perintah-perintah agama. Lagu
nasyid ini diiciptakan oleh salah satu group nasyid dari Malaysia yaitu group
nasyid Raihan, namun dinyanyikan kembali dan diaransemen oleh nasyid
pesantren Raudhah.
Tidak hanya vocal yang berperan dalam melantunkan lirik-lirik lagu
tersebut. Namun para pemain alat musik disamping memainkan alat musik
juga menyanyikan lagu tersebut secara bersama-bersama di saat-saat yang
ditentukan, dan mereka disebut dengan backing vocal.
5.5 Hubungan Teks Dengan Melodi
Karakteristik yang sangat penting diperhatikan dalam suatu musik vokal
adalah hubungan antara musik (nada) dengan tekstual (teks nyanyian, seperti
yang dikemukakan oleh W.P.Malm 1977: 9)
174
“bila suatu not dipakai untuk masing-masing suku kata dari teks
nyanyian tersebut disebut dengan silabis, dan jika satu suku kata
mempunyai beberapa buah not disebut dengan melismatis “
Mengaplikasikan pernyataan tersebut dalam lagu nasyid tersebut maka
istilah melismatis dan silabis dipakai. Dimana ada kalanya satu nada dipakai
untuk satu suku kata, dan ada pula satu nada dipakai untuk satu atau lebih
suku kata.
Lebih lanjut jumlah melismatis dan silabis dapat dirincikan berdasarkan
jumlah nada yang dipakai. Melismatis yang terdiri dari dua (2) nada terdapat
sebanyak tiga (9) buah, melismatis yang terdiri dari tiga (3) nada terdapat
sebanyak enam (8) buah, dan sisanya ialah berbentuk silabis. Dengan
demikian telah diketahui bahwa penggunaan silabis yang lebih dominan
dibandingkan dengan melismatis.
175
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pondok Pesantren Modern Ar-Raudhatul Hasanah merupakan tempat
dimana para santri dan santriwati belajar dan mondok di sana. Jenjang
pendidikan selama 6 tahun tersebut melahirkan kader-kader Islam yang
berakhlak mulia. Terdapat banyak kegiatan terjadwal yang dilakukan selama
mondok di sana, diantaranya belajar dikelas dipagi hari, . Dan pada siang
hari diwajibka istirahat olah raga di sore hari, dan malamnya dilanjutkan
dengan belajar malam di kelas.
Banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sore hari diantaranya
seperti olah raga, pramuka,belajar ilmu bela diri seperti karate dan silat, dan
juga aktivitas-aktivitas kesenian seperti marching band dan nasyid. Hal ini
dilakukan pada hari-hari yang telah dijadwalkan.
Kegiatan-kegiatan
ibadah pun dapat dikatakan sangat sering
dilakukan, seperti halnya shalat lima waktu beserta shalat sunahnya.
kemudian ceramah-ceramah pun kerap kali dilakuka setelah selesai shalat
magrib. Terdapat peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh para santri
guna mendidik dan menertibkan yang diberikan oleh kakak senior selaku
pengurus bidang organisasi. Organisasi ini dikenal dengan OPRH (Organisasi
Pemuda Ruaudhatul Hasanah). Terdapat sanksi yang diberlakukan apabila
terdapat diantara santri/santriwati yang melakukan pelanggaran tertentu.
176
Hidup didalam pesantren segala kelakuannya telah diatur sedemikian
rupa, bahkan sampai dengan hal-hal kecil sekalipun ada aturannya. Jauh
berbeda dengan mereka yang tinggal di luar pesantren. Di pesantren para
murid dituntut untuk mandiri, orang tua tidak memiliki peran dalam
mengurusi kehidupan anaknya di pesantren. Oleh karena itu kebersamaan
menjadi sangat penting dilingkungan seperti ini.
Nasyid merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler yang telah
terjadwal. jadwal latihan pun diatur. Sehingga masing-masing group
memiliki waktu latihannya di ruangan dan dengan alat musik yang disediakan
sehingga tidak terbentur dengan group-group yang lain. Bagi santri-santri
yang aktif dalam latihan, dan yang dianggap memiliki bakat diambil dan
dibentuk group yang baru dan dipersiapkan untuk aktif dalam mengisi acaraacara dan juga dapat menjadi peserta di berbagai festival di luar pesantren,
demi mengharumkan nama pondok pesantren tersebut.
Banyak lagu yang dimainkan sepanjang lagu tersebut memiliki pesan
dakwah Islam. Baik lagu-lagu yang berbahasa Indonesia maupun bahasa
Arab dapat dinyanyikan oleh seseorang sampai beberapa orang baik dengan
atau tanpa alat musik. Hal ini disebabkan karena tidak semua ulama
membolehkan menggunakan alat musik. Alat musik yang digunakan
bermacam-macam, diantaranya ialah beberapa alat musik tradisi Arab dan
ditambah dengan alat musik modern sehingga musik yang dihasilkan lebih
kompleks dan familiar.
177
Group nasyid seperti ini juga didapati di berbagai pesantren lain,
walaupun tidak semuannya. Yang jadi pertimbangan bagi pesantrenpesantren lain tentang di adakannya nasyid ini bisa disebabkan oleh berbagai
hal, seperti tidak tercukupi dana untuk memeliki seperangkat alat nasyid yang
begitu mahal dan hal yang dapat disebabkan karena pihak pesantren tersebut
memiliki faham akan tidak diperbolehkannya bermusik dalam Islam.
Berdasarkan hukum-hukum yang mereka yakini.
Nasyid di pondok pesantren teruslah berkembang sesuai dengan
perkembangan jaman. Apalagi seringnya diadakan perlombaan antar
pesantren guna mempromosikan pondok pesantren tersebut pada masyarakat
umum. Sehingga banyak yang tertarik untuk mondok di pesantren tersebut,
dan dapat mengharumkan nama pesantren sebagai perbandingan dan contoh
bagi pesantren-pesantren lainnya.
5.2 Saran-Saran
Nasyid di Indonesia senantiasa terus berkembang sesuai dengan
konteks kebudayaan dan masyarakat yang senantiasa dinamis. Kajian dari
seorang sarjana dalam bidang ilmu Etnomusikologi sungguh diperlukan
untuk mengungkap kasus lebih lanjut dari permasalahan nasyid di Indonesia.
Adapun manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah untuk
memperluas wacana dan pengetahuan tentang nasyid sebagai media dakwah
yang juga efektif dan untuk dijadikan bahan bagi usaha pengembangan
khazanah musik nasyid, seperti dibentuknya suatu badan khusus yang
menangani pengembangan musik tersebut.
178
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Muhayya. 2003. Bersufi Melalui Musik : Sebuah Pembelaan Musik Ahmad
Al Ghazali. Yogyakarta : Gramedia.
Abuddin, H. Nata. 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan LembagaLembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
Akbar S. Ahmed. 1992. Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta :
Erlangga
Arief, Furchan. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya : Usaha
Nasional
Arifin, Imrom. 1993. Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Tebuireng. Malang :
Kalimasahada Press
Bina, Rasyidin. 2011. Mitra : Media Informasi Tahunan ar-Raudhatul Hasanah.
Medan : BALITBANG Pesantren ar-Raudhatul Hasanah
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Gema
Risalah Press.
Depdiknas, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka, Edisi
Ketiga.
Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup
Kyai. Jakarta: LP3ES.
Fahmi, Asma Hasaan. 1997. Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah. Diterjemahkan
oleh Ibrahim Husein, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Bulan Bintang.
Faruki, Ismail. 1984. Islam dan Kebudayaan. Bandung : Mizan
Galba, Sindu. 1995. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gazalba, Sidi. 1976. Masyarakat Islam.Jakarta : Bulan Bintang.
Gazalba, Sidi. 1988. Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya
Karya Manusia. Jakarta : Bulan Bintang.
Hasbullah. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
179
Hodgson,, Marshal G.S., The Venture of Islam: Conscience and history in a
World Civilization, Chicago: The University of Chicago Press, 1977,
volume 1-3.
Hoesin, Oemar Amin. 1975. Kultur Islam : Sejarah Perkembangan Kebudayaan
Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan
Bintang.
Hussein, Sayyid. 1993. Spiritual dan Seni Islam. Bandung : Mizan.
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara.
Malang: Bayumedia
Karel A. Steenbrink. 1994. Pesantren Madrasah Sekolah. Jakarta : LP3S
Khalaf, Abdul. 1994. Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh). Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada.
Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. : Gramedia
Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Kuncoro, Joko. 2006. Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Dalam
Perspektif Hukum Nasional.
Langgulung, Hasan. 1992. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka alHusna.
Malm, William P. 1997. Music Cultures Of Pacific Music, The Near East And
Asia, New Jersey : Prentice Hall Inc.
Merriam, Allan P. 1964. The Antropology Of Music. Chicago: North western
University Press.
Moleong, Lexy. J. 2000. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nakagawa, Shin 2000. Musik dan Kosmos : Sebuah Pengantar Etnomusikologi.
Yayasan Obor Indonesia.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
Nettle, Bruno. 1964.Theory and Method in Enthnomusicology. The Free Press of
Glencoe.
Nurcholish Madjid, dkk. Ensiklopedia Islam. Jakarta : PT. Ichtiar Van Hoeve.
Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta : UMM Press
180
Poerwadarminta, W.J.S., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pustaka Utama.
Qamar, Mujamil. 2005. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga.
Qordhawi, Yusuf. 1998. Seni dan Hiburan Dalam Islam. Jakarta : Al-Kautsar.
Qordhowi, Yusuf. 1998. Waktu dalam Kehidupan Muslim. Jakarta : Firdaus.
Qordhowi, Yusuf. 2002. Fiqh Musik dan Lagu, Penerjemah Tim LESPISI, H.
Ahmad Fulex Bisyri, H. Awan Sumarno Lc, H. Anwar Musthofa,
Mujahid. Bandung : LESPISI.
Rahardjo. 1985. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah. Jakarta :
P3M.
Salad, Hamdy. 2000. Agama Seni. Yogyakarta : Adipura.
Shihab, Quraisy. 1996. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas berbagai
persoalan Umar. Bandung : Mizan.
Shihab, Quraisy. 1999. Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama. Bandung : Mizan
Siti Maryam, dkk. 2003. Sejarah Peradaban Islam dari Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta
Suhardi, Kathur. 2003. Inul Lebih dari Segelas Arak. Jakarta : Darul Falah.
Swendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Wahidin, Samsul dan Abdurrahman. 1984. Perkembangan Ringkas Hukum Islam
di Indonesia. Jakarta : CV. Akademika Pressindo.
Wahjoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren. Jakarta : Gema Insani Press.
Yulanti, Sri. 2002. Nasyid Menyeruk Pasar. Jakarta : Syiar.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqdyah. Bandung : PT. Gunung Agung.
Zurhairini, dkk. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
181
DAFTAR INFORMAN
1. Nama
: Kang Adek
Umur
: 31 Tahun
Jabatan
: Pelatih Nasyid Raudhah
Alamat
: Jln. Pancing 3 Martubung, Kec. Medan Belawan. Medan
2. Nama
: Boby Sandy
Umur
: 20 Tahun
Jabatan
: Kordinator Nasyid Raudhah
Alamat
: Kel. Simalingkar B, Kec. Padang Bulan. Medan
3. Nama
: Fahrurrozi (informan kunci)
Umur
: 41 Tahun
Jabatan
: Pelatih Nasyid Umum
Alamat
: Jl. Limaumungkur Bangun Rejo Dusun II. Kec. Tj.
Morawa
182
Download