STUDI DESKRIPTIF NASYID PADA PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH DI MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H KIKI ALPINSYAH NIM : 070707002 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2013 i BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam berasal dari bahasa Arab, yang artinya “memelihara dalam keadaan selamat dan sentosa”, atau berarti juga menyerahkan diri, tunduk patuh dan taat kepada Allah SWT (Razak, 1971:56). Agama Islam merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia dan merupakan mayoritas terbesar ummat Muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk.1 Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan nama muslim yang berarti “seorang yang tunduk kepada Tuhan”, atau lebih lengkapnya adalah muslimin bagi laki-laki dan muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurun kan firman-Nya kepada manusia melaluli para Nabi dan Rasul utusannya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah SWT.2 Murodi (1977:113), menjelaskan bahwa Islam yang sudah berkembang di kawasan Timur Tengah, telah masuk ke Indonesia pada abad ke-1 Hijriah3 (pada abad ke -7 Masehi). Selanjutnya, agama Islam secara resmi masuk ke Sumatera, yaitu wilayah Aceh pada abad ke-7 hijriah (pertengahan abad ke-12 Masehi). Hal 1 http://id.wikipedia.org/wiki/islam Ibid., 3 Kalender Hijriah disebut juga dengan kalender Islam yang digunakan umat Islam dalam menentukan tanggal atau bulan menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari. Dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. 2 1 ini terbukti dengan datangya seorang mubaligh yang bernama Abdul Arief, pada tahun 1151 masehi ke wilayah itu, untuk menyebarkan agama Islam. Kesenian adalah satu di antara hal yang sangat berpengaruh terhadap kebudayaan tertentu. Kesenian erat kaitannya dengan budaya karena kedua hal tersebut saling berdampingan satu sama lain. Tanpa kebudayaan, kesenian tidak berjalan dengan lancar. Begitu juga tanpa kesenian, kebudayaan tidak akan menjadi lengkap. Oleh karena itu, setiap hal yang muncul di dalam wacana kebudayaan senantiasa erat kaitannya dengan kesenian. Perkembangan agama pun tidak lepas dari perkembangan kesenian dan kebudayaan. Tanpa kebudayaan, agama tidak akan bisa menyebar dan menjadi panutan bagi masyarakat. Oleh sebab itu, kesenian juga merupakan salah satu faktor pendukung yang memiliki peranan untuk bisa menyebarluaskan suatu agama dan kepercayaan. Misalnya saja, kesenian yang hidup dalam suasana budaya agama tertentu akan senantiasa berkembang searah dengan perkembangan agama. Dari berbagai macam kesenian yang berkembang di Islam, diantaranya yaitu nasyid. Nasyid merupakan salah satu jenis musik yang berasal dari tradisi Islam yang syair lagunya mengandung kata-kata, nasehat-nasehat, do’a, kisah para nabi, serta pujian-pujian kepada Allah SWT dan Rasulnya (Muhammad SAW). Istilah Nasyid berasal dari bahasa Arab, “ansyada-yunsyidu”, artinya bersenandung. Definisi nasyid sebagai format kesenian adalah senandung yang berisi syair-syair keagamaan4. Akan tetapi, ada banyak versi mengenai pengertian nasyid itu sendiri. 4 Diambil dari tulisan Novi Hardian dalam multiply.com 2 Di versi yang lain mengatakan bahwa nasyid atau anasyid (jamak di dalam bahasa Arab) artinya bacaan atau lantunan. Ansyadahu asy syira artinya dia membacakan syairnya kepada seseorang. Munsyid artinya orang yang membacakan dan melantunkan syairnya kepada seseorang. Pembacaan syair merupakan aktivitas yang telah lama sekali dilakukan manusia. Sebelum Nabi Muhammad SAW (sekitar abad ke-6 M) di utus bangsa Arab telah hidup dengan tradisi syair.5 Pada awalnya nasyid hanya dibawakan dengan musik yang sederhana sekali, bahkan ada yang tanpa musik sama sekali. Namun pada saat sekarang ini nasyid terus berkembang baik dari penyajiannya maupun alat-alat musiknya. Untuk alirannya sendiri, nasyid terus berkembang seiring dengan perkembangan warna musik di tempat dimana nasyid itu berada. Sehingga, warna aliran dalam nasyid saat ini berbagai macam. Mulai dari yang murni “acappella” (tanpa iringan musik) hingga “Full Insrument” (diiringi dengan banyak alat musik). Namun, ada berapa komunitas yang tidak memilih untuk menggunakan alat musik modern, dikarenakan banyak ulama Islam yang melarang penggunaan alat musik kecuali Perkusi. Sejak jaman Rasulullah SAW (Sekitar abad ke 6 Masehi) nasyid telah ada. Biasanya tentara-tentara Islam melantunkan nasyid sebelum berangkat perang, yang bertujuan untuk meningkatkan semangat perang para mujjahid6. Selain itu, Syair Thola’al badru ‘alaina (yang artinya telah muncul rembulan di tengah 5 Lihat blog Education United (2008). tentang, Pengertian Nasyid dalam situs http://ricoleadvocalmelativoice.blogspot.com 6 Mujjahid adalah orang-orang yang berjuang menegakan agama Islam atau menjaga Islam tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. 3 kami) yang kini kerap dinyanyikan oleh tim qasidah7, adalah syair yang dinyanyikan kaum muslimin saat menyambut kedatangan Rasulullah SAW ketika pertama kali hijrah ke Madinah. Kemudian nasyid pun mulai berkembang sesuai dengan kondisi dunia, terbukti dengan perkembangan nasyid di Timur Tengah yang lebih bermakana tentang jihad dan perlawanan terhadap imperialisme Israel pada saat itu. Di Indonesia sendiri nasyid mulai merambah sekitar tahun 80-an yang dimulai oleh aktivis-aktivis Islam yang berada di kampus-kampus. Aliran nasyid yang dilantunkan pada umumnya adalah lagu-lagu yang berbahasa Arab, dan terus berkembang dengan munculnya munsyid-munsyid kreatif yang membuat nasyid memiliki warna musik yang beragam. Sampai saat tulisan ini dibuat, tema lagu yang dikandung dalam nasyid di Indonesia tidak hanya berisi tentang jihad, tetapi banyak juga yang bertema walimahan, cinta kepada makhluk, keimanan dan banyak lagi. Namun, kini nasyid telah dikembangkan sebagai media dakwah yang diharapkan dapat diterima oleh masyarakat umum. Dan hal ini juga selalu dilakukan oleh pemuda muslim yang belajar di Pondok Pesantren. Oleh karena itu di sebagian pesantren-pesantren di Indonesia ini memasukan nasyid sebagai pendidikan luar sekolah, atau yang disebut program ekstrakurikuler sekolah. Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan merupakan institusi pendidikan Islam yang mengajarkan pendidikan umum, pendidikan agama Islam, dan akhlak. Para pelajar yang menuntut ilmu disebut santri bagi laki-laki dan santriwati bagi perempuan. Materi ajaran yang campuran antara pendidikan ilmu 7 Qasidah merupakan istilah yang sama dengan nasyid, yaitu musik yang berasaskan Islam. 4 formal dan ilmu agama Islam ini para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah seperti yang. untuk tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dikenal dengan nama “Madrasah Tsanawiyah” (MTs), sedangkan untuk tingkat SMA (Sekolah Menengah Atas) dengan nama “Madrasah Aliyah” (MA). Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak. Oleh karana itu pesantren Raudhatul Hasanah ini disebut juga dengan istilah pondok pesantren modern, Karena telah memasukan pelajaran-pelajaran umum sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Namun tetap menekankan nilainilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Nasyid merupakan salah satu program ekstrakurikuler8 yang terdapat di pondok pesantren Raudatul Hasanah. Yang tujuannya ialah mendidik siswa agar bisa mempertunjukan musik nasyid dengan baik, yang dapat menghibur dan mengandung dakwah islam, dengan menampilkan lagu-lagu dengan syair-syair yang bertemakan dakwah Islam. Serta diiringi dengan alat-alat musik yang merupakan cirri khas kebudayaan Islam.Para santri yang mendiami pondok pesantren tersebut menampilkan lagu-lagu yang islami, dengan mengambil lagulagu religus Islam yang komersial. Seperti lagu-lagu yang diciptakan oleh musisimusisi terkenal saat ini, diantaranya seperti; Raihan, Opick, Snada, Maher Zain, Yusuf Islam, dan lain-lain. Para santri biasanya memainkan lagu-lagu religi yang telah mereka sepakati bersama. Tergantung dari lagu yang menurut mereka enak dan layak 8 Ekstrakurikuler adalah kegiatan belajar di luar pelajaran biasa yang dilakukan di sekolah dan luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa mengenai hubungan antara berbagai mata pelajaran, menyalurkan bakat, dan minat serta melengkapi upaya pembinaan siswa seutuhnya. (Sehertian, 1987:83) 5 untuk ditampilkan, juga enak di dengar dengan mengandung lirik-lirik yang mengandung unsur dakwah Islam, sehingga dapat menambah kecintaan mereka kepada Allah dan Rasulnya. Nasyid itu sendiri telah banyak menampilkan pertunjukan-pertunjukan musiknya di berbagai acara, baik di dalam maupun di luar lokasi pesantren itu sendiri. dilakukan ketika memperingati hari-hari besar Islam, seperti Idul Adha, Maulid Nabi, Nujulul Qur’an, Isra’ Miraz dan lain-lain. Kemudian nasyid raudhah juga tampil pada acara-acara pelantikan, penyambutan tamu-tamu penting, dan acara-acara yang diselenggarakan oleh santri dan santriwati itu sendiri. Dan kemudian nasyid pesantren juga turut serta dalam berbagai ajang perlombaan nasyid yang di selenggarakan di dalam dan di luar pesantren. Bahkan nasyid raudhah itu sendiri sering memperoleh prestasi yang gemilang di berbagai perlombaan baik dari tinggkat lokal hingga nasional, seperti halnya pada POSPENAS tahun 2007 di Kalimantan Timur dan tahun 2010 di Jawa Timur meraih juara I di tingkat Nasional. Nasyid di pondok pesantren ini terdiri dari beberapa pemain yang membentuk suatu grup, Terdiri dari 10 sampai 14 orang. Alat music yang digunakan yaitu sejumlah rebana, kencer/kerincing, tamborin, dan di campur dengan alat music modern seperti gitar, gitar bass, drum, keyboard, vocal. Dan terkadang mereka juga menambah/memasukan alat-alat musik yang lain sesuai dengan kesepakatan bersama dalam suatu grup. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas masalah ini, yaitu meliputi sejarah masuk dan berkembangnya nasyid di pasantren dan 6 mengidentifikasi musiknya. Dengan itu penulis mengambil judul “Studi Deskriptif Nasyid pada Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah di Medan”. 1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang yang tertera diatas maka penulis menemukan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas pada tulisan ini, diantaranya adalah: 1. Bagaimana Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukungnya yang disajikan oleh santri Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan. 2. Bagaimanakah aspek musikal dari Pertunjukan Nasyid di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan. 3. Apakah fungsi Nasyid tersebut bagi Santri dan santriwati di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan tersebut. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yang harus dicapai pada ahirnya, Di dalam penulisan ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat yang ingin di capai, disesuaikan dengan latar belakang serta pokok permasalahan yang sudah ada. Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukung pertunjukan Nasyid tersebut. 7 2. Untuk mengetahui seluruh aspek musikal dari Pertunjukan Nasyid di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan tersebut. 3. Untuk mengetahui fungsi Nasyid tersebut bagi Santri dan santriwati di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan tersebut. 1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan pengetahuan tentang keberadaan dan proses Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukung pertunjukan Nasyid tersebut di Pondok Pesantren Rhaudhatul Hasanah Medan. 2. Merupakan bentuk pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama studi di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara 3. Untuk menambah wawasan dan menambah referensi di kampus tentang Pertunjukan Nasyid dan unsur-unsur pendukungnya . 1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variable-variabel mana yang kita ingin menentukan hubungan empiris (Mely, 1990:21). Maka dari itu penulis memberikan pengertian dari beberapa istilah yang terdapat dalam judul tulisan ini. Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena 8 yang satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72). Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung. Furchan (2004:447) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperiman. Penelitian deskriptif mempunyai karakteristik-karakteristik seperti yang dikemukakan Furchan (2004) bahwa (1) penelitian deskriptif cendrung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teraturketat, mengutamakan obyektivitas, dan dilakukan secara cermat. (2) tidak adanya perlakuan yang diberikan atau dikendalikan, dan (3) tidak adanya uji hipotesis. Kata Nasyid berasal dari bahasa Arab, ansyada-yunsyidu, artinya “bersenandung”. Definisi nasyid sebagai format kesenian adalah senandung yang berisi syair-syair keagamaan. Akan tetapi, ada banyak versi mengenai pengertian nasyid itu sendiri. Misalnya dari sebuah artikel disebutkan bahwa arti nasyid atau anasyid (jamak) itu sendiri adalah lantunan atau bacaan, sementara istilah nyanyian dalam bahasa Arab adalah Al-Ghina, bukan nasyid. 9 Pondok menurut Dhofier (1983:18) ialah rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bamboo. Disamping itu kata pondok mungkin berasal 9 Lih. Tulisan Novi Hardian dalam situs: multiply.com 9 dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “Hotel atau Asrama”. Dengan kata lain Pondok merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari asalnya, dan merupakan tempat tinggal kyai bersama santrinya, dengan demikian para santri dapat mengikuti pelajaran yang diberikan kyai dengan baik dan pondok juga dapat dijadikan tempat training atau latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat. Menurut Mujamil Qamar (2005:2) ia menyimpulkan bahwa “pesantren” didefenisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat permanen. Maka pesantren kilat atau pesantren ramadhan yang diadakan di sekolah-sekolah umum misalnya tidak termasuk dalam pengertian ini. Terdapat pula beberapa defenisi lain mengenai pesantren yang dikemukakan oleh para ahli, seperti defenisi yang diberikan oleh Mastuhu. “Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari-hari”. Defenisi lain yang diberikan oleh Sudjoko Prasodjo, “Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikan, di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. Ar-Raudhatul hasanah diambil dari bahasa arab yang ,artinya “taman surga yang indah”, merupakan nama pondok pesantren yang telah disepakati oleh 10 para pendiri pesantren tersebut. Dan dicetuskan pada tahun 1982, yaitu ketika pesantren itu berdiri.10 1.4.2 Teori Teori adalah salah satu acuan yang digunakan oleh penulis untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini atau dengan kata lain teori adalah landasan berfikir dalam pembahasan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari buku-buku dan dokumen-dokumen. Menurut Snelbecker (1974:31) teori adalah sebagai seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang memiliki aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan yang lainya dengan data dasar yang diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati (baca Lexi J.Moleong dalam buku yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif 2000:34). Dengan ini maka penulis akan menggunakan beberapa teori yang berkaitan dengan masalah penelitian, diantaranya sebagai berikut: Pertama, dalam menganalisi aspek musikologis, penulis menggunakan teori Weighted Scale yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977:8) bahwa terdapat 8 unsur yang harus diperhatikan: (1) tangga nada, (2) nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah masing-masing nada, (5) interval yang dipakai, (6) pola-pola kadensa, (7) formula melodi, (8) kontur. Kedua, untuk melihat perkembangan yang terjadi dalam nasyid sebagai suatu kebudayaan, penulis menggunakan teori perubahan oleh Kingsley David; ia berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bgian dari perubahan-perubahan 10 Lihat di situs www.raudhah.ac.id 11 kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup bagian kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat. Pengertian kebudayaan mencakup bagian kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan filsafat. Pengertian kebudayaan itu mencakup segenap cara berfikir, tingkah laku yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pirikan atau ide secara simbolis. Salah satu faktor yang mendorong jalanya proses perubahan adalah kontak dengan kebudayaan lain (baca Shin Nagawa, dalam bukunya “music dan Kosmos : Sebuah Pengantar Etnomusikologi 2000). Ketiga, Menurut Koentjaraningrat (1996 : 142) semua konsep yang kita perlukan untuk menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan disebut sebagai dinamika sosial. Beberapa konsep tersebut antara lain adalah: (1) proses belajar kebudayaan sendiri, yang terdiri dari internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi, (2) Evolusi kebudayaan dan difusi, (3) Proses pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, yang meliputi: akulturasi dan asimilasi; dan, (4) proses pembaruan atau inovasi atau penemuan baru. Untuk mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan dan fungsi musik tersebut penulis mengacu kepada teori penggunaan dan fungsi musik. Teori ini seperti yang dikemukakan oleh Merriam, (1964:219-222) mengatakan secara implisit bahwa penggunaan (uses) dilakukan dalam konteks upacara, yang dapat dilihat saat itu juga, sedangkan fungsi (function) mempunyai dampak yang lebih jauh dan dalam. Merriam menawarkan ada sepuluh fungsi musik antara lain : (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetika, (3) fungsi hiburan (4) fungsi perlambangan, (5) fungsi reaksi jasmani, (6) fungsi 12 komunikasi, (7) fungsi kesinambungan kebudayaan, (8) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (9) fungsi pengesahan Untuk menganalisis hubungan musik dengan teksnya, penulis menggunakan teori dari Alan P Merriam. Penulis mengacu pada teorinya yang mengatakan salah satu sumber pokok yang dapat kita pakai untuk memperdalam pengertian perilaku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah pada teks nyanyian. Teks merupakan bahasa, bukan musik. Tetapi teks merupakan bagian integral dari musik. Bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari-hari. Unsur teks yang akan dianalisis adalah makna denotatif (sebenarnya), konotatif (kiasan), dan gaya bahasanya. Untuk melihat menggunakan hubungan antara teks dengan melodi, penulis teori Malm, (1977:8) mengatakan apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel (suku kata), gaya ini disebut silabis, sebaliknya bila suatu silabel dinyanyikan dengan nada-nada yang berjumlah banyak disebut melismatis. Kedua teori ini penulis gunakan untuk menganalisis melodi musik nasyid. Dalam hal transkripsi terhadap nasyid, penulis berpedoman kepada teori Nettl, (1964:98) yang memberikan dua pendekatan yaitu : 1. Kita dapat menguraikan dan menganalisis apa yang kita dengar. 2. Kita dapat menulis apa yang kita dengar tersebut di atas kertas, dan kita mendeskripsikan apa yang kita lihat tersebut. Dalam hal notasi musik, penulis mengacu kepada tulisan Charles Seeger, (1971:24-34), yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut : 13 Pertama adalah notasi preskriptif, yaitu notasi untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik), selanjutnya dikatakan notasi ini merupakan pedoman tentang bagaimana musik tertentu itu dapat diwujudkan oleh pemain musik. Kedua adalah notasi deskriptif, yaitu suatu laporan yang disertai notasi secara lengkap tentang bagaimana sebenarnya suatu musikal dalam suatu pertunjukan diwujudkan. Transkripsi ini digunakan untuk analisis. Untuk pendekatan analisis, penulis menggunakan dan membuat transkripsi yang deskriptif. Untuk mendukung pembahasan dari segi musikologis tersebut diperlukan suatu transkripsi. Menurut Nettl, (1964:99) bahwa pengertian transkripsi adalah proses menotasikan bunyi, membuat bunyi menjadi sumber visual. Dalam membicarakan pendeskripsian dari ritem, analisis bentuk, frase dan motif-motif. Selanjutnya, Nettl, (1964:148-150) menyarankan bahwa untuk mendeskripsikan ritem sebaiknya dimulai dengan membentuk harga-harga not yang dipakai dalam sebuah komposisi dan menerangkan fungsi dan konteks masing-masing nada. Selanjutnya pola ritem yang sering diulang, sebaiknya dicatat. Merriam membagi penggunaan musik kedalam 5 (lima) kategori, yaitu: 1) Hubungan musik dengan kebudayaan material, 2) Hubungan musik dengan kelembagaan sosial, 3) Hubungan musik dengan manusia dan alam, 4) Hubungan musik dengan nilai-nilai estetika, 5) hubungan musik dengan bahasa. Penggunaan (uses) musik berhubungan dengan kebiasaan-kebiasaan (folkways) memainkan musik tersebut, baik sebagai aktifitas yang berdiri sendiri atau dalam aktifitas yang lain. 14 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti pertunjukan Musik Nasyid ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong, (1990:3) yang mengatakan: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya”. Penelitian dilakukan mengacu pada pengetahuan tentang musik nasyid di pondok pesantren Raudatul Hasanah yang menjadi studi kasus penelitian ini. Dalam penelitian ini penulis melakukan beberapa tahapan penelitian; (1) melihat tulsan-tulisan yang berkaitan dengan objek penelitian. (2) mengumpulkan datadata di lapangan yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi. (3) penelitian di laboratium, yaitu menganalisis data yang diperoleh di lapangan. 1.5.1 Studi Kepustakaan Maksud dari studi kepustakaan ialah studi yang dilakukan untuk memperoleh data berupa tulisan-tulisan yang berasal dari buku-buku, jurnal, majalah, skripsi-skripsi sarjana yang berbubungan dengan objek penelitian. Di sini penulis akan membaca dan mencari istilah-istilah penting yang berkaitan dengan tulisan tersebut, dan mengambil data-data yang sesuai untuk melengkapi tulisan. Diantaranya yaitu buku yang di tulis oleh Oemar Amin Housin denga judul Kultur Islam : Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya 15 dalam Dunia Internasional. Buku ini menjelaskan tentang kebudayaankebudayaan Islam yang berpengaruh terhadap dunia internasional, baik berupa ilmu filsafat, ilmu kedokteran, ilmu perbintangan dan matematika, arsitektur, seni sastra, seni ukiran dan tenun, dan seni musik, yang di produksi oleh umat Islam, H. Abuddin Nata dengan judul, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Buku ini menjelaskan tentang sejarah perkembangan pendidikan islam di Indonesia yaitu dari awal masuknya Islam di Indonesia dan ketika itu lembaga-lembaga pendidikan islam yang didirikan masih sederhana hingga munculnya lembaga-lembaga pendidikan islam modrn, baik berupa pesantren dan kampus-kampus Islam. Mujamil Qomar dengan judul, Manajemen Pendidikan Islam. Buku ini membahas tentang hal-hal seputar karakter, prinsip, dan mekanisme manajemen pendidikan Islam, mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (Setingkat dengan Sekolah Dasar) hingga perguruan tinggi dan pesantren. Kemudian buku ini menguraikan tentang; - manajemen komponen-komponen dasar pendidikan Islam, termasuk personalia, kesiswaan, kurikulum, keuangan, serta sarana da prasarana. - Manajemen komponen penyempurnaan pendidikan Islam, termasuk , layanan, mutu, struktur, konflik, hingga komunikasi. - Kepempinan pendidika Islam, pengambilan keputusan, dan peningkatan produktivitas. Selain itu penulis juga mengambil bahan-bahan lain, yaitu berupa literatur, makalah, tulisan ilmiah, dan berbagai catatan-catatan yang berkaitan dengan judul yang bersangkutan. 16 1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan 1.5.2.1 observasi Dalam pengumpulan data di lapangan penulisan meilhat langsung kejadian-kejadian di lapangan yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh santri dan santriwati di dalam pesantren dan juga melihat pertunjukan nasyid tersebut. Baik disaat mereka latihan maupun di saat berlangsungya pertunjukan nasyid tersebut yang dilakukan oleh para santri. Kemudian penulis juga akan melihat bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan di dalam pesantren tersebut. 1.5.2.2. wawancara Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Dalam melakukan wawancara tersebut, penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukankan oleh Lin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani (2004:73) dalam bukunya yang berjudul “Observasi dan Wawancara” dimana disebutkan bahwa metode wawancara memiliki empat jenis yaitu wawancara tidak terstruktur (wawancara tidak terpimpin), wawancara terstruktur (wawancara terpimpin), wawancara bebas terpimpin dan wawancara pribadi dan kelompok. Sesuai dengan pendapat di atas, sebelum penulis melakukan wawancara terlebih dahulu penulis membuat daftar-daftar pertanyaan. Hal tersebut dilakukan guna memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah-masalah yang menyangkut pokok permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini penulis langsung melakukan wawancara dengan informan kunci yaitu seorang yang biasa di panggil Kang Ade’ oleh para 17 santri dan ia merupakan pelatih atau instruktur nasyid di pondok pesantren tersebut. Namun selain hal itu penulis juga melakukan wawancara dengan informan-informan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. diantaranya ialah para santri selaku pemain nasyid dan para pengasuh pesantren itu sendiri yang membimbing dan mendukung kegiatan nasyid tersebut. 1.5.2.3 Rekaman Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa instrument pendukung diantaranya yaitu berupa Handycam merk Sony tipe DCRSX20. Melalui alat-alat tersebut penulis akan mengambil data-data yang diperlukan baik berupa audio (rekaman suara), visual (gambar), dan audio visual (rekaman video) sebagai bukti penelitan yang kemudian dianalisis di laboratorium. 1.5.3 Kerja Laboratorium Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Pada tahap kerja laboratorium, seluruh hasil kerja yang telah diperoleh dari studi kepustakaan dan dari hasil penelitian di lapangan di olah, diseleksi, disaring untuk dijadikan data dalam penulisan skripsi ini. Data yang dipergunakan dalam penulisan ini merupakan data-data yang bersangkutan dengan penelitian yang dilakukan. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto dalam Metode-Metode Penelitian Masyarakat oleh Koentjaraningrat, (1981:328), setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari lapangan dan laboratorium, tahap berikutnya yang dilakukan 18 adalah tahap analisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan. Analisis hasil penelitian yang digunakan untuk mengerjakan penelitian ini ialah analisis kualitatif dan yang menjadi teknik penyajian dalam bentuk tulisan ialah deskriptif. Dengan menggunakan teknik analisis ini, hasil penelitian akan dijelaskan dan digambarkan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis selanjutnya dipakai untuk membahas komponen pendukung pertunjukan nasyid oleh para santri pondok pesantren ArRaudhatul Hasanah Medan. Dan juga penulisan akan menyusun kembali data-data yang merupakan hasil penelitian sehingga dapat tersusun dengan baik. 1.6 Lokasi Penelitian Penulis menentukan objek dan lokasi penelitian yang tidak jauh dari kediaman peniliti, yang berada di Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Simpang Selayang Medan, Jl. Letjend. Djamin Ginting Km. 11 / Jl. Setia Budi Simpang Selayang 20135 Medan - Sumatera Utara - Indonesia. Sedangkan kediaman peneliti sendiri berada di Pandang Bulan Medan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan penelitian jika jarak lokasi dengan peneliti dekat. Sehingga penulis dapat sesering mungkin melakukan observasi dilapangan, sehingga memperoleh data yang lebih akurat dan juga dapat mengumpulkan datadata sebanyak-banyaknya yang kiranya untuk dikumpulkan dan kemudian disusun kembali. 19 BAB II SEJARAH ISLAM Sejarah telah mencatat bahwa semua agama baik agama samawi atau agama wad’i disiarkan dan dikembangkan oleh para pembawanya yang disebut utusan Tuhan dan oleh para pengikutnya. Mereka yakin bahwa kebenaran dari Tuhan itu harus disampaikan kepada umat manusia untuk menjadi pedoman hidup. Para penyebar agama banyak yang menempuh perjalanan jarak jauh dari tempat kelahirannya sendiri demi untuk menyampaika ajarannya. Misalnya Nabi Ibrahim berhijrah dari Babylonia menuju Palestina, Mesir dan Makkah. Nabi Musa pergi dan kembali lagi dari Mesir ke Palestina, Nabi Isa hijrah dari Bait Lahm ke Yerusalem, dan Nabi Muhammad hijrah dari Makkah ke Madinah. Para pemeluk agama menyebarkannya lagi ke tempat-tempat yang lebih jauh secara langsung atau secara beranting (estafet), sehingga agama-agama sekarang telah tersebar ke seluruh pelosok dunia. Diantara agama-agama besar di dunia adalah Yahudi, Nasrani, Islam, Hindu dan Budha, tetapi yang paling luas dan paling banyak pengikutnya ialah Nasrani dan Islam. Hal tersebut tentu berhubungan dengan usaha penyiarannya oleh para pemeluknya. Usaha penyiaran agama pasti menghadapi rintangan, hambatan, gangguan bahkan ancaman yang berat. Itulah sebabnya maka kadang-kadang penyiaran suatu agama berjalan dengan lancar, kadang-kadang tersendat-sendat dan kadangkadang mengalami kemacetan walaupun tidak total. 20 Pengembangan dan penyiaran agama Islam termasuk yang paling dinamis dan cepat dibandingkan dengan agama-agama lainnya.11 Hal itu diukur dengan dengan kurun waktu yang sebanding dan dengan situasi dan kondisi, alat komunikasi dan transportasi yang sepadan. Catatan sejarah telah membuktikan bahwa Islam dalam waktu 23 tahun dari kelahirannya sudah menjadi tuan di negrinya sendiri, yaitu jazirah Arabia. Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, Islam masuk secara potensial di Syam Palestina, Mesir dan Iraq. Pada zaman Usman bin Affan, Islam telah masuk di negri-negri bagian Timur sampai ke Tiongkok dibawa oleh para pedagang zaman dinasti Tang. Kesimpulannya ialah, Islam telah tersebar jauh sampai ke Tiongkok, ke Afrika bagian Utara, ke Asia Kecil dan ke Asia bagian Utara (Lembah Sungai Everat dan Tigris). Sedangkan agama-agama lain memerlukan beberapa abad untuk dapat menyeber ke luar negrinya dalam jarak yang jauh dan daerah yang luas atau untuk menjadi tuan di negrinya sendiri. Pengertian Islam 2.1 Pengertian Islam Kata “Islam” berasal dari kata aslama artinya berserah diri. Ia tidak hanya berarti kedamaian, keselamatan, berserah diri kepada Allah, tetapi juga berarti berbuat kebajikan. Orang-orang yang mengakui agama Islam disebut Muslim (Mahmudunnasir, 2005:3). 11 L. Storddard, Dunia Baru Islam, (The New World of Islam). Dalam Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara., hal: 127 21 Sedangkan defenisi Islam, secara etimologi asal kata dari Aslama, kata dasarnya adalah salima, yang berarti sejahtera. Dari kata ini terjadi kata masdar selamat. Ada juga yang menganggap Islam itu salam yang berarti sejahtera, selamat, damai dan seimbang. Secara istilah, Islam adalah patuh dan berserah diri pada Allah. Dengan patuh dan berserah diri pada Allah akan terwujud kehidupan damai dunia akhirat.12 2.1.1 Sistem Kepercayaan Ajaran yang utama di dalam Islam adalah beriman kepada Allah Yang Mahakuasa, yang dengan kuat ditegakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai penerima wahyu yaitu berupa Al-Qur’an. Dan karenanya hal itu menjadi dasar bagi semua ajaran Islam. Beriman kepada Allah merupakan ajaran yang paling pokok dan paling mendasar. Hal ini dinyatakan di dalam kalimat yang pertama yaitu ”Tidak ada Tuhan kecuali Allah”. Itulah jalan yang ditempuh semua ajaran Islam. Umat Islam pada pokoknya diwajibkan melaksanakan shalat lima kali setiap hari, dan dalam shalat mereka selalu berkata kepada Tuhan mereka: “Kepada Engkaulah kami menyembah, dan kepada Engkaulah kami minta pertolongan”. 12 Sidi Gazalba, Masyarakat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976) Hlm. 24 22 Arti kalimat la ilaha illallah akan sangat membantu di dalam memahami pengaruh yang baik dari idiologi tauhid, yaitu keesaan Allah. Maulana Maududi menerangkan kalimat itu sebagai berikut: Dalam bahasa Arab kata illah berarti “sesuatu yang disembah”, yaitu suatu zat yang karena keagungan dan kekuatannya dianggap tepat untuk disembah, dipuja dengan merendahkan dan menundukan diri. Sesuatu atau zat yang memiliki kekuatan terlalu besar untuk dapat dipahami oleh manusia juga disebut illah. Pengertian Illah mencakup juga pemilikan kekuasaan yang tidak terbatas. Kata illah juga mengandung pengertian kegaiban dan misteri, yaitu kata illah adalah zat yang tak terlihat dan tidak teramati. Kata khuda dalam bahasa Persa, deva dalam bahasa Hindi, dan God dalam bahasa Inggris, kurang lebih mengandung makna yang sama. Bahasa-bahasa lainya di dunia juga mengandung makna dan arti yang sama (baca dalam Mahmudunnasir yang diterjemahkan oleh Adang affandi yang berjudul “Islam Konsepsi dan Sejarahnya”, 2005:55-56). Di pihak lain, kata Allah adalah nama diri yang pokok bagi Tuhan. La Illaha Illallah secara harfiah berarti “tidak ada illah selain Zat Yang Tunggal dan Agung yang dikenal dengan nama Allah”. Hal itu berarti bahwa di seluruh alam semesta tidak ada zat yang patut disembah selain Allah, bahwa hanya kepada Dialah kepala-kepala harus ditundukan dalam pengabdian, bahwa hanya Dialah zat yang memiliki segala kekuasaan, bahwa semua makhluk memerlukan karuniaNya, dan bahwa semua makhluk diwajibkan meminta pertolonganNya. Dia tersembunyi 23 dari indera kita, dan kecerdasan kita tidak mampu mengamati apa Dia itu. Ajaran yang terpenting dalam Islam adalah ajaran tauhid. Ajaran ini yang menjadi dasar dari segala dasar yaitu pengakuan tentang adanya Tuhan yang Maha Esa. Ajaran yang di bawa Nabi Muhammad wajib di percaya oleh umat Islam. Hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan pencipta, akhir hidup manusia di surga ataupun neraka, semuanya merupakan ajaran dari Islam. Di dalam Islam juga tersimpul nilai ibadat seperti halnya shalat, puasa, zakat, dan haji serta mengenal moral dan akhlak, yang kesemua itu merupakan aspek penting dalam Islam. Mengenai Tauhid, Maulana Maududi telah mengemukakan pendapatnya di dalam bukunya, Towars Understanding Islam, bahwa tauhid adalah konsepsi tertinggi dari ketuhanan, yang untuk mengetahuinya Allah telah mengutus kepada umat manusia nabinabinya disegala zaman. Pengetahuan inilah yang pada zaman permulaan dibawa oleh Adam ke bumi, juga disampaikan kepada Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Pengetahuan ini pulalah yang menyebabkan Muhammad diutus kepada umat manusia (ibid). Islam meyakini bahwa Nabi Muhammad merupakan utusan Allah yang terakhir, dan tidak ada nabi-nabi lain sesudahnya. Sebagai bukti akan kepenutupan nabi itu terdapat dalam wahyu terakhir yang diterimanya yang berbunyi; 24 “hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan telah Aku pilih bagi kamu suatu undang-undang kehidupan – al-Islam.” “Muhammad bukanlah bapak seseorang diatara kamu, tetapi dia adalah rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Ringkasnya Islam memiliki Idiologi-idiologi sebagai berikut: - Islam menekankan kepada kesaan Allah dalam zat-Nya dan sifat-sifatNya. Di dalam Islam sekalipun Nabi Muhammad yang dianggap sebagai manusia paling mulia sepanjang masa, dia tidak lain dari pada manusia biasa pula dan menjadi hamba Tuhan. - Ajaran-ajaran nabi terdahulu telah mencapai kesempurnaannya dalam ajaran-ajaran Nabi Muhammad. - Ajaran Nabi Muhammad itu telah diyakini merupakan ajaran yang terpelihara (keasliannya) untuk petunjuk bagi manusia hingga akhir dunia. - Islam meyakini bahwa Nabi dikirim untuk menjadi pembimbing seluruh umat manusia hingga akhir zaman. - Nabi Muhammad diutus sebagai Nabi terakhir. 2.1.2 Al-Qur’an Sebagai Kitab Suci Al-Qur'an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur'an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur'an sendiri lebih pada kata- 25 kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur'an yang ada saat ini pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.13 Al-Qur'an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung).14 Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur'an, 13 Al-Qaththan, Syaikh Manna’ Khalil. Mahabits Fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an), Pustaka Al-Kautsar, 2006, Jakarta. (dalam situs: Wikipedia.org) 14 Nasr, Seyyed Hossein (2007). “Qur’an” Encyclopedia Britannica Online. (http://www.britannica.com/eb/article-) 26 mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur'an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur'an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur'an yaitu lomba membaca Al-Qur'an dengan tartil atau baik dan benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita). Muslim juga percaya bahwa Al-Qur'an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al-Qur'an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al-Qur'an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur'an ataupun bentuk usaha untuk mencari makna Al-Qur'an, tetapi bukan Al-Qur'an itu sendiri. Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk beriman dan meyakini kebenaran kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil dan suhuf para nabi-nabi yang lain) melalui nabi dan rasul terdahulu sebelum Muhammad.15 Umat Islam juga percaya bahwa selain alQur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Umat Islam meyakini bahwa agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Adam adalah satu agama yang sama 15 Lihat Qur’an 2:4 27 dengan tauhid (satu Tuhan yang sama), dengan demikian tentu saja Ibrahim juga menganut ketauhidan secara hanif (murni) yang menjadikannya seorang muslim. 16 Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering direferensikan sebagai Ahli Kitab atau orang-orang yang diberi kitab. 2.1.3 Praktek-praktek Islam Islam telah memasukan kewajiban-kewajiban praktis tertentu ke dalam ajaran-ajarannya. Diantaranya yaitu: 1. Shalat Nilai shalat dianggap sebagai alat peningkatan moral dan penyucian batin, seperti yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an. “Bacalah apa yang telah diturunkan kepadamu dari al-kitab, dan dirikanlah shalat, karena itu mencegah perbuatan-perbuatan keji dan munkar, dan mengingati Allah benar-benar merupakan Waktu-waktu shalat telah ditetapkan, dan terdapat lima shalat yang dianggap wajib. Yaitu Shubuh, Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya. 2. Puasa 16 Lihat: Qur’an 2:130, dan lihat pula: Surah Yunus 10:72”… dan aku disuruh supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (Muslim).” 28 Puasa di dalam Islam mempunyai tujuan yang sah untuk menahan nafsu-nafsu dengan pantangan untuk waktu yang terbatas dan tertentu dari segala yang memuaskan indera-indera, dan mengarahkan luapan nafsu hewani ke dalam saluran sehat. Puasa ditetapkan bagi mereka yang mampu dan kuat. Bagi orang-orang yang lemah, sakit, yang sedang berpergian, siswa atau mahasiswa yang sibuk menuntut ilmu, tentara yang sedang berjuang, dan kaum wanita yang sedang haid, puasa tidak diizinkan. Namun dalam puasa bulan ramadhan, apabila terdapat puasa-puasa yang tidak terlaksana akibat masalah tersebut diatas wajib digantikan ditinggalkannya, di dan hari bagi yang mereka lain yang sebanyak yang merasa sukar melaksanakannya, dapat membayar fidyah. 3. Zakat Menurut hukum Islam, setiap orang harus mengeluarkan sebagian dari hartanya untuk membantu tetangga-tetangganya yang miskin. Bagian ini biasanya 2 ½ persen dari nilai seluruh barang. Akan tetapi, zakat itu harus dikeluarkan hanya apabila kekayaan tersebut mencapai nilai tertentu dan telah dan telah dimiliki seseorang selama satu tahun. 4. Ibadah Haji Kata haji secara harfiah berarti “keinginan seseorang untuk mengunjungi suatu tempat suci”. Oleh Karen itu, kunjungan dari 29 berbagai penjuru dunia ke Ka’bah di Mekkah dikenal dengan sebutan haji. Haji wajib dilakukan bagi orang-orang yang sanggup melakukan perjalanan kesana. Kebudayaan Islam menganggap bahwa seni, sebagai nilai tempat bergantungnya seluruh validitas Islam. Karena nilai seni keindahan Al-Qur’an, merupakan Hujjah untuk kebenaran dari Illahi.17 Dalam konteks pemikiran dan kebudayaan, seni Islam telah diakui sebagai bagian dari aktifitas religius.18 Contoh saja, bacaan Shalawat Nabi, yang dilantunkan dengan berbagai macam lagu, dimana hal tersebut sudah menjadi kebudayaan religius dalam masyarakat. Oleh karena itu seni dianggap sebagai salah satu pokok dari kebudayaan, yang merupakan salah satu aspek dari agama Islam. 2.2 Sejarah Peradaban Islam di Timur Tengah Sebelum membahas sejarah Islam terlebih dahulu perlu disinggung kondisi sosial bangsa Arab sebelum kedatangan Islam. Hal ini untuk mengetahui latar belakang sosial bangsa Arab ketika Islam datang, sehingga dengan mudah memperbandingkan antara kondisi Arab sebelum dan sesuadah kedatangan Islam. 17 18 Ismail Buah Faruqi, Islam Dan Kebudayaan, (Bandung : Mizan, 1984), hlm. 69 Hamdy Salad, Agama Seni, (Yogyakarta : Adipura, 2000), Hlm. 72 30 2.2.1 Zaman Sebelum Kedatangan Islam Sebelum Islam datang wilayah sekitar semenanjung Arabia di latar belakangi oleh dua imperium, Romawi Timur di sebelah Barat dan imperium Persia di sebelah timur. Wilayah utama Romawi Timur sangat luas meliputi Syiria, Palestina, Mesir, Turki, Asia kecil, dan sebagian kecil Eropa. Romawi Timur mengalami puncak kejayaannya setelah masa Konstantin Agung (280-337 M), ketika dipengang oleh Yustinus (483565 M), Di masa ini wilayah terus diperluas; pertanian, perdagangan dan perusahaan maju pesat. Namun karena keinginannya untuk ekspansi , menjadikan imperium ini harus berhadapan dengan imperium Persia, dimana peperangan terus terjadi. Pemerintahan yang kacau, perbudakan tumbuh subur, dan peperangan dengan Persia tidak dapat ia hindari, bahkan ketika Islam datang dan kuat, maka wilayahnya banyak yang masuk ke dalam pemerintahan Islam hingga akhirnya runtuh. Kristen merupakan salah satu agama besar yang dianut oleh masyarakat imperium Romawi. Meskipun mendapat perlawanan dari berbagai kaisar Romawi, namun masyarakat Kristen mulai menampakan pengaruhnya terhadap Negara yang pada akhirnya agama ini berkembang. Namun, ketika Islam yang baru lahir dan sempat mulain berkembang di romawi, maka Kaisar Konstantin memberikan pengakuan yang sah terhadap agama yang mulai banyak diminati oleh masyarakat dan kemudian dijadikan sebagai agama resmi Negara. 31 Sementara itu imperium Persia di bagian timur mulai dikenal pada 226 M dengan kaisar Ardesir sebagai pendirinya. Ia mencoba membangun militer yang kuat, dan melakukan ekspansi wilayah. Shapur Agung memimpin (309-379) Persia paling lama dan berhasil secara gemilang, namun ia terlibat peperangan dengan romawi. Kaisar Parwiz (590) merupakan penguasa terakhir yang sejaman dengan Heraclius di Imperium Bizantine. Kekuasaannya sangat absolute, ia mencintai kekuasaan, kemewahan, kekayaan dan istrinya yang beragama Kristen. Ia pernah merobek surat Nabi Muhammad yang dikirim melalui utusannya dan mengusirnya. Pada masa Yazdigard III (634-652) kekuasaan Persia baru dapat ditaklukan oleh pasukan Muslim Arab. Agama bangsa Persia adalah Zoroaster. Agama ini sangat berpengaruh kepada peradaban dunia dari pada agama-agama kuno lainnya. Ia bukan hanya agama bangsa Persia saja, tetapi juga berpengaruh sebagian ajarannya kepada para pemeluk agama Yahudi dan Nasrani. Namun tidak berpengaruh terhadap kaum Muslim, kecuali sebagian terkecil dari para mu’allaf. Hubungan antara Imperium Romawi (Bezantine) dengan imperium Persia (sasania) adalah hubungan relativitas, peperangan demi peperangan terus terjadi di kedua belah pihak. Hingga pasukan kalum muslimin memasuki wilayah-wilayah di bawah kekuasaan kedua imperium itu dan menggantikan kekuasaan yang ada di sana. 32 Kondisi sosial politik internal wilayah Arabia di masa menjelang kedatangan Islam pada dasarnya terpecah-pecah, tidak mengenal kepemimpinan sentral ataupun persatuan. Kepemimpinan politik di sana didasarkan pada suku-suku atau kabilah-kabilah guna mempertahankan diri dari serangan suku-suku yang lain. Ikatan sosial dibuat berdasarkan hubungan darah dan kepentingan mempertahankan diri. 2.2.1.1 Kondisi Sosial-Ekonomi Kondisi alam Arabia gersang dan tandus karena terdiri dari padang pasir dan batu-batuan. Terletak di bagian barat daya Asia. Secara umum iklim di jazirah Arab amat panas, bahkan termasuk yang paling panas dan paling kering di muka bumi. Air merupakan kebutuhan primer yang sulit diperoleh secara melimpah seperti sekarang. Karena itu, pertanian tidak berkembang. Salah satu pencaharian yang mungkin pada saat itu adalah beternak dan berdagang. Gustave Le Bon menulis dalam bukunya The World of Islamic Civilization (1974) bahwa orang-orang Arab pintar berdagang. Sebelum orang-orang Eropa membuka jalur perdagangan keluar, orang-orang Arab telah membuka jalur perdagangan dengan India, Cina, Afrika, dan sebagian Eropa seperti sekarang masuk wilayah Rusia, Swedia dan Denmark. Bahkan setelah Islam menguasai Timur Tengah, perdaganga dikembangkan sampai Coromandel, Malabar, dan Sumatera, 33 melalui Cina dan India. Menurut beberapa teori, karena memanfaatkan jalur dan media perdagangan ini. Bahkan, masuknya Islam ke Indonesia diakui banyak kalangan sejarahwan melalui para pedagang Gujarat di India, di samping melalui cara-cara yang lain seperti pengajaran oleh para guru sufi dari Arab secara langsung.19 2.2.1.2 Kondisi Sosial dan Moral Memang pada dasarnya masyarakat Arab memiliki sejumlah sifat-sifat positif dan kelebihan-kelebihan. Seperti sifat dermawan, pemberani, setia, ramah sederhana, serta cinta kebebesan, ingatannya kuat, dan pandai bersyair. Kehidupan masyarakat Arab berpindah-pindah dari satu ke lain tempat yang dianggap dapat memberikan kemudahan untuk hidup. Kondisi alam seperti ini membuat mereka bersikap sebagai pemberani dan bersikap keras dalam mempertahankan prinsip dan kepercayaan. Masa sebelum lahir Islam disebut jaman jahiliah. Kata jahiliah berasal dari kata jahl, tetapi yang dimaksud disini bukan jahl lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm, yaitu mereka yang pada saat itu dianggap mengalami kemerosotan moral. 19 Lih. Dalam Nurhakim, Muhammad yang berjudul, Sejarah dan Peradaban Islam, (2004:15) 34 Struktur masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang rendah, tidak diperbolehkan untuk tampil sebagaimana laki-laki, karenanya mereka tidak mempunyai keterampilanketerampilan dalam sector public seperti memimpin peperangan dan mencari nafkah. Hal ini membuat tradisi menanam anak perempuan yang baru dilahirkan. Struktur masyarakat Arab pra Islam juga mengikuti sistem perbudakan sebagaimana itu telah menjadi tradisi kuat bangsabangsa seluruh dunia saat itu termasuk Yunani yang terkenal sistem perbudakannya itu. Sistem perbudakan berlaku dan berkembang di kalangan bangsa Arab. Mereka dipekerjakan dengan sekehendak majikan, dan diperjual belikan serta ditukar dengan barang sebagai layaknya pedagang melakukan transaksi jual beli secara barter. Selanjutnya, struktur sosial membedakan kelas papan atas dari kaum bangsawan dengan kelas papan bawah dari rakyat jelata. Diantara dua kelas ini terjadi perbedaan yang sangat tajam sehingga melahirkan jarak dan kerawanan sosial. 2.2.1.3 Kondisi Sosial-budaya Salah satu kelebihan bangsa Arab adalah terletak pada bahasanya. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa rumpun yang paling sempurna dan mampu bertahan dari seleksi alam hingga Islam datang, kemudian mengalami perkembangan 35 sangat pesat karenanya. Sehingga, Philip K. Hitti dalam bukunya A History of the Arabs memberika penilaian, bahwa keberhasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keluasan bahasa Arab, khususnya bahasa Arab Al-Qur’an (Hitti, 1973). 2.2.1.4 Sistem Kepercayaan dan Agama Bangsa Arab pra Islam percaya dan mewarisi mitos-mitos dari nenek moyang yang bertumpu pada sistem kepercayaan watsaniyah (paganisme)20. Seperti kepercayaan terhadap dewa, hantu, roh jahat, azimat, tuah, dan lain sebagainya, di mana hal ini sering disinyalir oleh Al-Qur’an sebagai kemusyrikan21 yang amat dilarang dalam Islam. Mayoritas bangsa Arab pra Islam menyembah berhala kecuali para penganut Yahudi dan Nasrani yang jumlahnya kecil. Selain itu mereka menyembah matahari, bintang dan angin. Bahkan terkadang ada yang menyembah batu-batu kecil dan pohon-pohon keramat. Mereka mempunyai berhala-berhala sesembahan, dan yang paling besar lagi terkenal adalah Lata, Mana, ‘Uzza dan Hubal. Disekeliling ka’bah terdapat sekitar 20 Paganisme adalah sebuah kepercayaan/praktik spiritual penyembahan terhadap berhala yang pengikutnya disebut Pagan. Pagan pada zaman kuno percaya bahwa terdapat lebih dari satu dewa dan dewi dan untuk menyembahnya mereka menyembah patung, contoh Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan lain-lain. 21 Musyrik menurut syariat Islam adalah perbuatan menyekutukan Allah dengan apa pun, merupakan kebalikan dari ajaran ketauhidan, yang memiliki arti Mengesakan Allah. 36 360 berhala yang setiap tahun mereka kunjungi untuk disembah bersamaan dengan diselenggarakan pecan raya Ukadz. Namun demikian, di sisi lain terdapat sejumlah orang dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang masih mempertahankan ajaran-ajaran agamanya seperti ajaran tentang ke-Esaan Tuhan (monotheisme). 2.2.2 Masa Awal Kedatangan Islam 2.2.2.1 Nabi Muhammad Nabi Muhammad lahir dari kalangan bangsawan Quraisy.22 Ayahnya bernama Abdullah ibn al-Muthalib dan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Apabila silsilahnya ditarik ke atas beliau samapai kepada Ismail as. Muhammad saw dilahirkan sebagai yatim pada 12 Rabi’ul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 571. Ketika berumur 40 tahun dia dianggkat menjadi Rasul dengan turunnya wahyu pertama oleh Allah melalui malaikat Jibril yaitu Surat alAlaq ayat 1-5. Dakwah beliau pertama kali kepada bangsa Quraisy di Makkah adalah mengenalkannya Allah yang Maha Esa (tauhid). 22 Quraisy adalah gelar yang diberikan kepada anak cucu Kinanah ibn Huzaimah ibn Mudrikah. Lihat Hasan Ibrahim, Tarikh al-Islam; (1964:10). 37 Allah adalah pencipta alam semesta, pemberi kehidupan dan penentu kematian, pemberi rizki, dll. Selanjutnya, mula-mula misi itu disampaikan kepada keluarga terdekat secara diamdiam, kemudian kepada masyarakat umum secara terangterangan setelah kondisi memungkinkan. Sebahagian kecil masyarakat menerima dakwahnya, seperti Khadijah istri nabi, Abu Bakar, dan Ali, karena mereka mengetahui kebenaran akan kerasulan Muhammad itu melalui Kitab-kitab suci terdahulu. Namun, sebagian banyak diantara mereka menolak dakawah nabi tersebut, karena tauhid yag dibawakannya dianggap sangat bertolak belakang dari kepercayaan dan agama-agama yan selama ini mereka ikuti. Penolakan demi penolakan atas dakwah Muhammad dilakukan oleh kaum Quraisy hingga mereka menyakiti dan menganiaya Muhammad serta orang-orang yag mengikutinya. Beberapa strategi dakwah yang dilakukan Muhammad ialah: Pertama, nabi memperkenalkan tauhid kepada Allah sebagai pondasi kehidupan dalam arti yang menyeluruh. Dalam arti, setelah seseorang beriman kepada Allah, maka sekaligus sikap keimanan tersebut diaplikasikan dalam bentuk kehidupan sehari-hari dan perjuangan membela agama Allah. Maka, doktrin ini yang membuat para sahabat terdekat Muhammad 38 bersedia berjuang mati-matian serta berkorban untuk kepentingan dakwah. Kedua, nabi menggunakan strategi pertahapan yang jelas. Dimulai dari dakwah di lingkungan keluarga serta masyarakat sekitar yang mempunyai potensi untuk dapat dipergunakan dalam membantu dakwah. Seperti beliau mengajak Ali putra pamannya, melibatkan Abu Bakar sebagai mertua, mengawini Khadijah yang setia dan kaya, serta Umar pemimpin Quraisy yang sangat disegani. Ketiga, nabi mendayagunakan berbagai macam sumber potensi manusia secara efektif. Sahabat yang mempunyai kekayaan lebih seperti Khadijah, Abu Bakar dan Usman untuk mendanai dakwah. Mereka yang mempunyai pengaruh besar di kalangan Quraisy seperti Umar bin Khattab dan Hamzah yang Muslim, menyiapkan diri untuk menjadi perisai Nabi dari serangan-serangan musuh besarnya. Sebagai para sahabat yang mempunyai kelebihan dalam bidang intelektualitas seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud dan Zaid bin Tsabit menjalankan misi dalam pengembangan ilmu-ilmu agama dan lain sebagainya. Selanjutnya setelah Muhammad telah hijrah ke madinah dan menjalankan dakwahnya, telah terjadi beberapa peperangan, diantaranya yaitu: 39 Pertama, Perang Badar, terjadi setelah kurang lebih satu tahun Nabi di Madinah. Peperangan terjadi antara Nabi dan kaum Quraisy di Makkah. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh pihak Nabi. Kedua, Perang Uhud, terjadi di tahun ke tiga Hijriah antara pasuka nabi dan penduduk mekah, 70 pasukan Muslim gugur, sedangkan penduduk mekah sebanyak 23 jiwa. Ketiga, perang khadaq, Muslim diikuti 3000 pasukan dengan 10.000 pasuka gabungan antara penduduk mekah, sukusuku Badui sekitar Madinah, dan Yahudi dari Bani Nazir di Madinah. Peperangan ini dimenangkan oleh pihak Muslim berkat strategi berupa penggalian parit yang mengelilingi wilayah kota. Keempat, perang Khaibar, yaitu penaklukan tanah khaibar oleh kaum Muslimin dengan 1600 pasukan untuk menyerbu Yahudi di tanah itu secara tiba-tiba. Kelima, perang Mu’tah, terjadi antara pasukan kaum Muslimin dengan pasukan Kristen yang dipimpin oleh Surabhil di Mu’tah perbatasan kekuasaan Romawi saat itu. Dan Nabi memerintahkan Khalid bin Walid untuk memimpin penyerangan hingga akhirnya dapat memenangkan pertempuran. Kelima, penaklukan makkah, terjadi pada 1 januari 630 M. semula Nabi menawarkan kepada penduduk makah untuk 40 berdamai, tetapi mereka menolak. Akhirnya Nabi mengirimkan sebanyak 10.000 pasukan dari Madinah yang beliau pimpin sendiri. Nabi Muhammad wafat pada tahun 632, hampir semua suku Arab telah bergabung dan masuk Islam tanpa paksaan. Dan konflik yang sebelumnya terus terjadi di kalangan Arab telah berakhir. 2.2.2.2 Kulafaur-Rasyidin Pengganti Muhammad bukan nabi, tetapi harus mengandalkan pandangan manusia yang ada pada dirinya. Bagaimana mereka akan menjamin kalau umat Islam terus mematuhi perintah-perintah Islam. Empat khalifah pertama yang menggantikan Muhammad adalah sahabat-sahabat terdekat Nabi dan memainkan peran penting di Mekkah dan Madinah. Periode pemerintahan mereka sama formatnya dengan masa Nabi sendiri. Yang menjadi khalifah pertama pada saat itu ialah Abu bakar yang dipilih berdasarkan suara terbanyak. Masa pemerintahannya singkat (632-634) tetapi sangat penting. Terutama dalam berperang melawat riddah (kemurtadan) ketika beberapa suku mencoba melepaskan diri dari umat dan menegaskan lagi kemerdekaan mereka. Pemberontakan terjadi, terutama pada sebahagian besar suku Badui yang tidak terlalu 41 tertarik dengan agama Muhammad. Beberapa kepala suku menganggap perjanjian mereka hanya berlaku dengan Muhammad dan tidak dengan penerusnya, sehingga setelah wafatnya, mereka bebas menyerbu suku-suku lain dalam Islam. Abu Bakar memadamkan pemberontakan-pemberontakan dengan kebijaksanaan dan pengampunan. Dia menangani keluhan-keluhan pemberontak dengan baik, sehingga tidak akan ada pembalasan bagi pemberontak yang kembali ke masyarakat. Sebagian terpikat kembali ke Islam. Khalifah yang kedua ialah Umar ibnu Khathab (634-644). Di bawah kepemimpina Umar orang-orang Arab menyerbu Iraq, Syiria, dan Mesir dan mencapai serangkaian kemenangan besar. Mereka mengalahkan pasukan Persia dalam perang Qadisiyyah (637), yang menyebabkan runtuhnya ibukota Persia Sanssanid di Ctesiphon. Segera setelah pasukan mereka terkumpul, orangorang Muslim bisa menduduki Kekaisaran Persia secara keseluruhan. Mereka mengahadapi pertahanan yang lebih kuat di Kekaisaran Byzantium, dan tidak berhasil menaklukan wilayah pusat kekuatan Byzantium di Anatolia. Namun, Muslim menang di Perang Yarmuk (636) di palestina utara, menaklukan Jerusalem pada tahun 638 dan menguasai seluruh Syiria, Palestina, dan Mesir. Pada tahun 641, pasukan Muslim merebut pantai Afrika Utara sampai Cyrenaica. Hanya dua puluh tahun 42 setelah perang Badar, orang-orang Arab telah menjadi penakluk kerajaan lain yang lebih lemah. Ekspansi ini terus berlanjut. Satu abad setelah nabi wafat, kerajaan Islam meluas dari Pyrenees sampai Himalaya. Sementara sebelum datangnya Islam, orang Arab adalah kelompok yang dipandag rendah; tetapi hanya dalam waktu yang cukup singkat mereka telah mengalahkan dua kerajaan dunia. Telah sering kita dengar perkataan orang Barat yang menganggap Islam sebagai kepercayaan yang kejam dan militeristik yang dipaksakan pada orang-orang dengan ancaman pedang. Sementara Umar sendiri tidak merasa mendapatkan mandat dari Tuhan untuk menaklukan dunia. Tujuan Umar dan para pejuangnya ialah menginginkan harta rampasan dan melakukan kegiatan yang biasa mereka lakukuan untuk mempertahankan kesatuan Islam. Periode Umar berakhir ketika di ditikam di masjid Madinah oleh seorang tawanan perang Persia yang mempunyai dendam pribadi dengannya (644 M). dan kemudian Utsman ibnu Affan dipilih sebagai khalifah ketiga oleh enam orang sahabat Nabi. Karakternya lebih lemah daripada pendahulu-pendahulunya, tetapi selama enam tahun kepemimpinannya, umat tetap hidup sejahtera. Utsman memerintah dengan baik dan menaklukan daerah baru. Mereka merebut Cyprus dari Byzantium yang 43 akhirnya mengusir mereka dari Mediterania timur dan di Afrika Utara pasukan mencapai Tripoli yang sekarang menjadi Libya. Di timur, pasukan Muslim merebut sebagian besar Armenia, menyusup ke Kaukasus dan membangun kekuasaan Muslim sampai di Sungai Oxus di Iran, Heart di Afganistan, dan Sind di anak benua India. Di balik kemengan-kemengan itu, para prajurit merasa tidak puas. Mereka sudah mengalami perubahan besar-besaran. Dalam waktu sekitar sepuluh tahun, mereka telah merubah sistem ketentaraan menjadi tentara professional. Ustma melarang kepada komandan dan keluarga-keluarga kaya Mekah untuk membangun pemukiman pribadi di Negara-negara yang baru ditaklukan, ini membuatnya tidak disenangi. Mereka menuduhnya menganut nepotisme, misalnya ia telah menunjuk Muawiyah, anak lelaki Abu Sufyan musuh lama Muhammad, sebagai gubernur Syiria. Dia adalah seorang Muslim yang taat dan ahli administrasi yang handal. Tetapi, pemilihan itu tamapak salah di mata Muslim Madinah. Para pemimpin keagaamaan, sangat marah saat utsaman bersikeras hanya ada satu versi kitab suci yang boleh digunakan, dan memusnakan variasi-variasi yang banyak. Orang yang tidak puas memihak Ali ibnu Thalib, sepupu Nabi, yang sepertinya tidak menyetujui kebijaksanaan Umar dan Utsman, dia mendukung hak prajurit melawan kekuatan otoritas pusat. 44 Pada tahun 656, ketidakpuasan memuncak dalam pemberontakan. Sekelompok prajurit Arab dari Fustat pulang ke Madinah untuk menuntut hak mereka dan ketika ditolak, mereka mengepung rumah sederhana Utsman, menyerbu masuk, dan membunuhnya. Para pemberontak mengangkat Ali sebagai Khalifah baru. Ali tumbuh dalam rumah tangga Nabi dan diilhami ide-ide yang dikembangkan Muhammad. Dia adalah prajurit terbaik dan dia menulis surat-surat yang menyemangati para prajuritnya. Walaupun dekat dengan Nabi, kepemimpinannya tidak diterima semua orang. Ali didukung kaum Anshar madinah, dan orangorang Mekkah yang menolak kebangkitan Umayyah. Tetapi pembunuhan Utsman, sebagaimana Ali sendiri, adalah menantu Muhammad dan merupakan orang-orang pertama yang masuk Islam, menjadi peristiwa yang mengejutkan dan menyebabkan perang saudara selama lima tahun, yang dikenal sebagai fitnah, periode ujian. hal itu disebabkan karena Ali tidak menghukum pembunuh Utsman. Ali berada di posisi sulit. Dia sendiri terguncang oleh pembunuhan Utsman yang tidak bisa dimaafkan. Tetapi pendukungnya bersikeras bahwa Utsman memang layak dibunuh karena dia tidak memerintah dengan baik dan tidak sesuai dengan cita-cita Al-Qur’an. Pemerintahan Ali juga tidak diterima di Syiria, sehingga perlawanan di bawah pimpinan 45 Muawiyah meningkat di ibukota Damaskus. Utsman adalah keluarganya, dan sebagai pimpinan baru keluarga Umayyah, tugasnya sebagai kepala suku Arab untuk membalas kematian Utsman. Muawiyah terus memperoleh simpatisan, sementara banyak warga Arab yang tetap netral. Sementara Ali mulai hilang pendukungnya. Tentara Muawiyyah mengalahkan pertahanan kepemimpinan Ali di Arab, dan pada tahun 661, Ali dibunuh oleh Khawarij23. Orang-orang yang tetap setia pada tujuan Ali di Kufah mengangkat anaknya, Hasan, sebagai pemimpin, tetapi Hasan kemudia membuat perjanjian dengan Muawiyah dan dengan pertimbangan keuangan, dia mundur dan menyerahkan kekuasaanya kepada Muawiyah, sementara ia tinggal di Madinah tanpa terlibat gerakan politik apapun sampai wafatnya pada tahun 669. 2.2.3 Masa Perkembangan Islam 2.2.3.1 Dinasti Umayah Dalam literatur sejarah, Dinasti Umayah selalu dibedakan menjadi dua: pertama, Dinasti Umayah yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Syiria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah sistem 23 Khawarij adalah kaum ektremis yang memaksa muslim untuk memperhatikan agamanya 46 pemerintahan dari sistem khalifah kepada sistem kerajaan atau monarki24; dan kedua, Dinasti Umayah di Andalusia (Iberia). a) Peradaban Umayah di Syiria (661- 680) Dinasti Umayah di Syiria (Damaskus) berlangsung selama 91 tahun dengan jumlah khalifah 14 orang.25 Khalifah yang dipandang memajukan umat Islam adalah Abd al-Malik dan Umar Ibn Abd al-Aziz. Umat Islam ketika itu telah bersentuhan dengan peradaban Persia dan Bizantium. Oleh karena itu, Muawiyah juga bermaksud meniru cara suksesi kepemimpinan yang ada di Persia dan Bizantium, yaitu monarki (kerajaan). Akan tetapi, gelar pemimpin pusat tidak disebut raja, mereka tetap menggunakan khalifah dengan makna konotatif yang diperbaharui. Ekspansi wilayah oleh Bani Umayah dalam rangka memperluas wilayah kekuasaan, dilakukan sebagai lanjutan dari ekspansi yang dilakukan oleh para pemimpin Islam sebelumnya. Muawiyah berhasil menaklukan Tunis, Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai Kabul; dan angkatan laut Muawiyah menyerang Konstantinopel (ibu kota Byzantium). Ekspansi ini kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Ia berhasil menunduka Balkh, Bukhara, Khawarizm, Fergana, 24 25 Siti Maryam, dkk. (ed), Sejarah Peradaban Islam dari Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: 2003), hal. 79. Ibid., 47 Samarkand, dan bahkan sampai ke India dengan menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab samapai Maltan.26 Selain itu, Walid Ibn al-Malik adalah khalifah yang berhasil menundukan Maroko dan al-Jazair. Kemudian serangan juga dilanjutkan ke Eropa atas pimpinan Thariq Ibn Jiyad. Tentara Spanyol dapat dikalahkan oleh pasukan Thariq, oleh karena itu, ibu kota spanyol, Kordova, dapat dikuasai. Setelah itu dikuasai pula kota Seville, Elvira, dan Toledo. Pada zaman Umar Ibn Abd al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis yang dipimpin oleh Abd al-Rahman Ibn Abd Allah al-Gafiqi. Di Prancis umat Islam berhasil menundukan Bordeau dan Poitiers, kemudian serangan dilanjutkan untuk menundukan kota Tours. Namun al-Ghafiqi mati terbunuh, akhirnya tentara Islam mundur dan kembali ke Spanyol.27 Harun Nasution menjelaskan bahwa keberhasilan penaklukan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah membuat wilayah Dinasti Umayah begitu luas sehingga mencakup Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, India, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.28 26 Ibid., h. 86-87. Badri Yatim, h. 43-44 28 Harun Nasution, h. 62 27 48 b) Umayah di Andalusia Andalusia adalah nama bagi semenanjung Iberia pada zaman kejayaan Umayah. Umat Islam mulai menaklukan semenanjung Iberia pada zaman khalifah al-Walid Ibn Abd al-Malik (86-96 H/705-715). Kemajuan Dinasti Umayah di Andalusia dicapai pada zaman al-Munatshir, pengganti Abd al-Rahman al-Dakhil. Kemajuan Kordova ditandai dengan pembangunan kota satelit yang di dalamnya terdapat gedung-gedung istana megah; istana yang dikelilingi oleh taman di sebelah barat laut Cordova); mesjid jami Kordova (786 M) yang hingga kini masih tegak. Pada abad 9 Masehi, para pelajar Andalusia banyak yang pergi ke Bagdad untuk belajar filsafat. Perkembangan filsafat mendorong berkembangnya ilmu eksakta, antara lain matematika. Ilmu pasti yang dikembangkan orang Arab berpangkal dari buku India, yaitu Sinbad, yang diterjemankan ke dalam bahasa Arab oleh Ibrahim al-Fazari pada tahun 771 M. dengan penerjemahan buku ini, kemudian Nasawi (pakar matematika) memperkenalkan angka-angka India (0,1,2 hingga 9;29 sehingga angka-angka India di Eropa dikenal dengan Arabic number. Disamping itu, ulama Arab telah menciptakan ilmu 29 Nurcholish Madjid dkk, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994), h. 269. 49 tumbuh-tumbuhan untuk kepentingan pengobatan sehingga melahirkan ilmu apotek dan farmasi. c) Kemunduran Umayah Kemunduran Umayah di Spanyol ditandai dengan perebutan kekuasaan secara internal dinasti. Khalifah seperti Hisyam II (976 M) diangkat menjadi khalifah ketika berusia 10 tahun dianggap tidak pantas sehingga dipecat oleh pemuka Umayah; dan setelah itu perebutan jabatan khalifah terjadi. Selama 22 tahun setelah Hisyam II, terjadi 14 kali pergantian. Sejak saat khalifah di Andalusia di hapuskan untuk selamanya, karena tidak ada lagi orang yang layak untuk menjadi khalifah. Kehancuran Dinasti Umayah dilanjutkan oleh Murabithun, Muwahidin, dan Bani Ahmar. Ketika Spanyol dikendalikan oleh Bani Ahmar yang saling memerangi antara satu dinasti kecil dengan dengan dinasti kecil lainnya. Karena pertentangan internal itu, tentara Kristen dengan mudahnya mengalahkan Islam di Spanyol. Pada tahun 1499 M. Cardinal Ximenez de Cisnores mengunjungi Granada dan diskusi dengan para hakim dan ahli hukum di sana. Hasilnya adalah, pada tahun 1502 M, muslim Granada (spanyol) diberi dua pilihan: masuk Kristen 50 atau keluar dari Spanyol.30 Setelah itu, umat Islam dapat dikatakan tidak adala lagi. 2.2.3.2 Peradaban Islam pada Zaman Dinasti Abasiah (750-1258 M) Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Dari segi durasi, kekuasaan Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad. Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Pada masa Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M) ibu kota dipindakhkan dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Bagdad. Pada zaman Harun al-Rasyid (786809) bagdad menjadi pusat persentuhan budaya dan ilmu pengetahuan. Ia banyak memanfaatkan kekayaan Negara untuk keperluan sosial: mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan kedokteran dan lembaga pendidikan farmasi. Pada zaman Harun al-Rasyid, umat Islam sudah memiliki 800 dokter. Ia juga mendirikan perpustakaan, tempat penerjemahan, dan penelitian. Pada masa kekhalifahan al-Mutawakkil pada tahun 874 M. telah terdapat ulama seperti Ahmad Ibn Hanbal yang melahirkan karya al-musnad dalam bidang hadis yang masih dapat dibaca hingga saat ini. Studi hadits di zaman ini merupaka studi 30 W. Montgomery Watt dan Pierre Chacia, By way of punishment the Muslims of Granada in 1502 were given the choice of babtism or exile. (dalam Jaih Mubarok, h. 116) 51 lanjutan dari zaman Umayah. Ahmad Ibn Hanbal memiliki beberapa murid yang mempelajari dan menekuni hadis; diantara mereka ialah Imam Bukhari yang telah mengumpulkan hadis dari berbagai daerah selama 16 tahun. Karya terbesarnya yang dikenal dengan Shahih al-Bukhari. Ulama bidang hadis yang sejaman dan saling berkomunikasi dengan Imam Bukhari adalah Imam Muslim yang berhasil menyusun hadis dengan judul Shahih Muslim. Pada masa ini juga telah lahir ilmuan-ilmuan besar yang juga melahirkan karya-karya besar. Diantara mereka adalah: - Zakaria al-Razi (865-925) Terkenal dengan Razhes (bahasa Latin). Beliau adalah ahli kedokteran klinis, dan penerus Ibn Hayyan dalam pengembangan ilmu kimia. Ia melakukan penelitian empiris dengan menggunakan peralatan yang lebih caggih dibanding dengan kegiatan ilmiah sebelumnya. Bukunya merupakan buku manual laboratorium kimia yang pertama. - Al-Farabi (870-950) Dikenal di Barat dengan nama Alpharabius adalah filosof yang juga ahli dalam bidang logika, matematika, dan pengobatan. Dalam bidang fisika, al-Farabi menulis kitab al-Musiqa; kitabkitab yang ditulisnya begitu banyak dan sebagian masih dapat dibaca hingga sekarang ini. 52 - Al-Biruni (973-1048) Ia dijuluki sebagai Antropologi).31 Ahli Antropologi Argumentasinya adalah pertama karena (Bapak al-Biruni merupakan observer patrisipan yang luas tentang masyarakat “asing” dan berupaya mempelajari naskah primer dan pembahasannya. Disamping itu ia juga ahli matematika, astrinomi, dan sejarah. Ia menulis buku Kitab al-Hindi atau Tahqiq al-Hindi (Investigasi atas India) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Jerman oleh E. Sachau pada tahun 1887. Kemunduran Dinasti Abbasiyah Kemunduran Bani Abbas ditandai dengan adanya pertikaian internal. Sebelum meninggal Harun al-Rasyid telah menyiapkan dua anaknya yang diangkat menjadi putra mahkota untuk menjadi khalifah: al-Amin dan al-Ma’mun. al-Amin diberi hadiah berupa wilayah bagian barat; sedangkan alMa’mun diberi hadiah berupa wilayah bagian timur. Setelah Harun al-Rasyid wafat (809 M), al-Amin putra tertua tidak bersedia membagi wilayahnya dengan al-Ma’mun, hingga terjadi pertempuran dua bersaudara yang akhirnya dimenangkan oleh al-Ma’mun. setelah itu al-Ma’mun berusaha menyatukan kembali wilayah Dinasti Bani Abbas. Untuk keperluan itu ia 31 Akbar S. Ahmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1992, h. 108-109. 53 dikukung oleh Tahir panglima militer. Sebagai imbalan terhadap Tahir di samping berkedudukan sebagai panglima tertinggi tentara Bani Abbas diangkat oleh al-Ma’mun juga sebagai gubernur Khurasan (820-822) dengan janji bahwa jabatan itu dapat diwariskan oleh anak-anaknya. Akhirnya, ketergantungan khalifah pada Tahir sangat tinggi yang membuat khalifah tidak dapat mengendalikan tentara secara langsung. Hingga kemudian Tahir mendirikan dinasti kecil, yang kemudian diikuti oleh berbagai kalangan yang membentuk dinasti-dinasti yang lain seperti dinasti Safari, Smani, Gaznawi, Buwahi, Saljuk, Idrisi, Aghlabi, Thulun, Hamdani, Ikhsyid, murabithun, muwahidun, Fatimiah, Ayubiyah, dan Mamalik. Akhir dari dinasti Bani Abbas yang berkuasa sekitar lima Abad di sibukan oleh konflik internal (mereka yang dikendalikan oleh dinasti-dinasti bawahannya) dan menghadapi perang salib dalam beberapa gelombang. Karena perhatian terhadap perang salib yang begitu besar, kedatangan pasukan Mongol ke Bagdad tidak terantisipasi. Mangu membentuk dua pasukan untuk memperluas wilayah: Kubai dan Hulagu. Kubai menaklukan Cina; sedangkan Hulagu menaklukan kerajaan-kerajaan Islam.32 Pada 32 Hulagu menyerang Islam karena dua faktor: pertama, benci kepada Islam karena informasi dari isterinya yang beragama Kristen; dan kedua, ia sudah berjanji kepada raja Armenia aka menyerahkan Jerussalem kepada tentara salib apabila berhasil menaklukan Islam ketika raja itu berkunjung ke Mongol. 54 tahun 1256 H, Hulagu berhadapan dengan pasukan Hasyasyin yang sulit dikalahkan. Ia meminta bantuan kepada khalifah Abasiyah di Baghdad. Akan tetapi, khalifah Baghdad menolak. Tanpa bantuan khalifah Bagdad, Hasyasyin pun akhirnya dapat dikalahkan. Setelah berhasil mengalahkan Hasyasyin, Hulagu meminta agar khalifah menyerah, permintaan itu ditolak. Akhirnya Hulagu menyerang Bagdad (1258 M) hingga Bani Abbas di Bagdad berakhir; dan Hulagu kemudian mendirikan dinasti Ilkhan. 2.3 Masuknya Islam ke Indonesia Azyumardi Azra menginformaskan sejumlah teori tentang datangnya Islam ke Asia Tenggara. Pertama, Pijnappel (sejarawan Universitas Leiden) berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara berasal dari anak Benua India, yaitu Gujarat dan Malabar. Pendapat ini didukung oleh Snouck Hurgronye. Kedua, Moquette, sarjana Belanda lainnya, juga berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara berasal dari Gujarat meskipun juga terdapat beberapa pendapat lain yang mengatakan dari Arab. Siti Maryam dkk. Menginformasikan pendapat tentang waktu datangnya Islam. Pertama, sebagian ahli berpendapat bahwa Islam datang ke Asia Tenggara pada abad pertama hijriah (abad ke-7 M); dan kedua, Islam masuk ke Asia Tenggara pada abad ke-13 M). 55 Badri Yatim (1997:193) menginformasikan bahwa Islam disebarkan dan dikembangkan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dengan tiga tahap: pertama, Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara; kedua, terbentuknya komunitas-komunitas Islam di beberapa kepulauan Nusantara; dan ketiga, berdirinya kerajaan-kerajaan Islam. Azyumi Azra mengatakan bahwa perkembangan Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap: pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari Arab, India, dan Persia di sekitar pelabuhan. Pada tahap ini, para ulama yang merangkap sebagai pedagang memiliki peran besar dalam penyebaran agama Islam. Di samping itu, penyebaran Islam tahap pertama ini sangat diwarnai oleh aspek mistik Islam (tasauf). Tidak berarti syariat atau fiqih diabaikan sama sekali. Tahap pertama ini berlangsung hingga Majapahit runtuh (abad 15 M). Kedua, sejak datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan Spanyol di Pilipina, sampai abad 19 M; dan tahap liberalisasi kebijakan pemerintahan kolonial, terutama belanda di Indonesia. Pada tahap ini, proses Islamisasi di Asia Tenggara sampai bentuknya seperti sekarang ini. Islamisasi di Asia Tenggara dimulai sejak dunia Islam melakukan hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara. Meskipun masih diperdebatkan, I’Tsing yang pernah berkunjung ke Sriwijaya Palembang (671 M) sudah menjalin hubungan dengan khalifah Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan (661 M) dan khalifahUmar Ibn Abd al-Aziz (717-720). Selanjutnya ia 56 menjelaskan bahwa jalinan hubungan tidak semata menyangkut bidang perdagangan, tetapi juga bidang politik dan diplomatic. K.N. Sofyan Hasan dan Warkum Sumitro (1994) menyederhanakan perdebatan mengenai kedatangan Islam di Nusantara. Menurutnya, sejarawan terbagi menjadi dua kelompok dalam menjelaskan asal-usul Islam di Nusantara (termasuk Indonesia). Pertama, Husin Jayadiningrat dan Cristien Snouck Hurhgronje (ahli hukum dari Belanda) berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara pada abad ke 13 yang dibawa oleh para da’i dan pedagang dari Persia melalui India. Argumentasinya adalah: (a) kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Samudra Pasai di Aceh Utara (Lhoksmawe). Nama Samudra Pasai berasal dari kata Persia; (b) mistik yang diajarkan di Indonesia sama dengan mistik yang dijalankan di Persia; buktinya adalah adanya kesamaan ajaran al-Hallaj dengan Syekh Siti Jenar; dan (c) cara membaca Al-Qur’an di Indonesia sama dengan cara membaca Qur’an di Persia. Kedua, Hamka dan W. P. Goenevelt berpendapat bahwa Islam datang ke Nusantara langsung dari Arab (Mesir) tidak melalui Persia dan India. Alasannya adalah: madzhab Syafi’I; dan madzhab itu berasal dari Mekkah; dan (b) gelar-gelar raja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar rajaraja Pasai yang dipakai pada waktu itu adalah gelar raja-raja Mesir. Pada seminar yang membahas tentang masuknya Islam di Indonesia yang di adakan di Medan pada tahun 1963 dapat diambil kesimpulan: (a) Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 Masehi langsung dari Arab; (b) daerah 57 pertama yang didatangi Islam adalah Pesisir Sumatera dan kerajaan Islam pertama adalah Samudra Pasai; (c) pada awalnya, Islam disebarkan oleh orang Asing yang beragama Islam; pada tahap berikutnya, umat Sialam Indonesia turut aktif dalam penyebaran Islam; (d) mubaligh (penyebar Islam) merangkap sebagai pedagang; (e) Islamisasi dilakuka dengan cara damai; dan (f) kedatangan Islam mendorong lahirnya peradaban bangsa Indonesia. Pusat-pusat Penyebaran Islam di Indonesia 1. Kerajaan Samudra Pasai Kerajaan Samudra Pasai didirikan oleh Malik al-Saleh setelah mendapat dukungan dari masyarakat dalam mengalahkan raja Rajenra I dari India.33 Sultan al-Malik al-Saleh (1297 M) adalah raja pertama dari Kerajaan Samudera. Beliau kemudian menikah dengan putri raja Perlak dan memiliki dua anak. Oleh karena itu, dua kerajaan ini kemudian digabung menjadi kerajaan Samudera Pasai (gabungan antara kerajaan Samudera dengan kerajaan Perlak). Kerajaan ini bertahan lama sampai ditundukan oleh Portugis (1521 M). Para pedagang muslim mengislamkan penduduk urban; sedangkan di daerah pedalaman tetap melanjutkan tradisi lama mereka. Cerita tentang 33 Samsul Wahidin dan Abdurrahman, Perkembangan Ringkas Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1984), h. 24 58 kerajaan ini terdapat dalam sejumlah literature berdasarkan perjalanan Marco Polo, Ibn Batuthah, dan Fe-Hien (dari China). 2. Malaka Islam berkembang di Malaka sepanjang jalur perdagangan. Pendiri kerajaan Malaka adalah Parameswaran (sekitar 1400 M). Kemudian ia mengganti nama menjadi Muhammad Iskandar Syah setelah menikah dengan saudara perempuan raja Pasai. Pada zaman Muzhaffar Syah (1445-1459 M), Islam disebarkan secara langsung oleh raja (sultan) sehingga mengalami perkembangan pesat dan mampu menguasai perdagangan. Ibu kota kerajaan adalah Johor. Pada tahun 1511 M, Portugis menguasai Malaka, sehingga peran Malaka yang berperan sebagai pusat penyebaran Islam. Ibu kota Malaka dari Johor dipindahkan ke Kepulauan Riau. Aceh kemudian menggantikan peran Malaka sebagai pusat penyebaran Islam dan mempunyai pemerintahan yang kuat. 3. Aceh Sultan Aceh pertama adalah Ali Mugayat. Syah; dan kemudian ia diganti oleh anaknya, Ala’ al-Din (1548-1527 M). kesultanan Aceh berhasil menguasai Aru dan Johor; dan bahkan dengan bantuan dari Turki Usmani (1562 M), Aceh menyerang Portugis di Malaka.34 34 Siti Maryam dkk, h. 384. Akan tetapi, informasi ini berbeda dengan yang ditulis oleh Tgk. A. K. Jakobi. Menurutnya, Turki Usmani tidak dapat memberikan bantuan (tentara dan materi) ke Aceh karena Turki Usmani ketika itu sedang dilanda konflik dengan tentara Kristen. Lihat Tgk. A. K. Jakobi, Aceh dalam perang 59 Puncak kejayaan Aceh adalah pada zaman sultan Iskandar Muda (1608-1637 M). pada masanya, Gayo dan Minangkabau diislamkan.35 4. Jawa Ma Huan menyatakan bahwa pada tahun 1455-1432 M, komunitas muslim di Jawa dibedakan menjadi tiga komunitas: muslim yang berasal dari Barat, Cina, dan Pribumi. Sejarah Islam di Jawa didasarkan pada nisan makam Malik Ibrahim (1419 M); dan makam nisan putrid Campa (1448 M), istri Prabu Brawijaya, raja Majapahit terakhir yang mendukung pemkaman istrinya dengan cara masuk Islam. Putrid Campa adalah bibi Raden Rahmat dari Ampel Denta yang diangkat oleh raja sebagai imam umat Islam di Majapahit. Raden Rahmat menyebarkan Islam di sepanjang Jawa. Raden Paku, murid Raden Rahmat, mengislamkan penduduk Giri. Di samping itu, Raden Rahmat juga mengirim Syekh Khalifah Husen ke Madura; akhirnya Islam berkembang di Pulau Jawa atas kerjasama antara penguasa local dengan ulama. Kerjasama itu akhirnya melahirkan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar sebagai Pejuang, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998) h. 25-26. 35 Menurut Thk. A. K. Jakobi, Kerajaan Aceh termasuk salah satu dari lima kerajaan besar yang ada di Dunia Islam pada zamannya. Empat kerajaan lainnya adalah: (1) Kerajaan Islam Turki Usmani di Istanbul (2) Kerajaan Islam Maroko di Afrika Utara; (3) Kerajaan Islam di Isfahan di Timur Tengah; (4) Kerajaan Islam Agra di Anak benua India. 60 Raden Fatah adalah raja Demak pertama. Dalam menjalankan pemerintahan, ia dibantu oleh ulama (kemudian dikenal denga Wali Songo). Meski pun gagal, Pati Unus (pengganti Raden Fatah) menyerang Malaka yang dikuasai oleh Portugis (1512-1513). Sultan Trenggono (pengganti Pati Unus) telah berhasil melakukan penyebaran Islam da menaklukan Sunda Kelapa, Majapahit, dan Tuban (sekitar 1527 M). daerah-daerah lain yang ditaklukan adalah Madiun, Blora, Surabaya, Pasuruan, Lamongan, Blitar, dan Kediri. Setelah kerajaan Demak runtuh maka terdapat kerajaan mataram. Pada tahun 1619 ketika Mataram berada dibawah pemerintahan Sultan Agung Praktis seluruh Jawa Timur berada di bawah pemerintahan Islam. Mulai dari sinilah konflik-konflik bersenjata antara Mataram dan VOC mulai terjadi. Di Jawa bagian barat, telah terdapat kerajaan Islam awal abad ke16 M yang didirikan oleh Syarif Hidayat yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Kerajaan itu dikenal sebagai Kesultanan Cirebon. Dari Cirebon Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa barat seperti Kawali (Galuh), Majalengka, Kuningan, Sunda Kelapa sampai Banten. Kemudian di teruskan oleh putranya yaitu Hasanuddin meluaskan ajaran Islam sampai Lampung dan Bangsawan Sunda juga banyak yang masuk Islam. 61 Sumatera Selatan. 5. Maluku dan Sulawesi Penyebaran Islam mencapai Maluku mengikuti jalur perdagangan mulai pertengahan akhir abad ke-15. Data-data lokal menunjukan adanya komunitas Muslim justru sejak masa sebelumnya. Raja Ternate ke 12 yaitu Molomateya (1350-1357) telah bersahabat dengan orang Arab untuk membuat kaligrafi pada kapalnya tetapi bukan berarti dia telah memeluk Islam. Raja Tidore telah menggunakan nama Islam, Hasan Shah, tetapi belum ada komunitas muslim yang besar. Raja Zainal Abidin (1486-1500) dianggap sebagai raja pertama yang beragama Islam. Tertekan oleh perdaganga Muslim, raja lebih memilih belajar Islam ke Madrasah Giri. Sekembalinya ke Maluku diajaknya Tuhubahahul untuk ikut membantu menyebarkan Islam di kepulauan Maluku. Upaya Portugis untuk melakukan Kristenisasi terhalang. Kedatangan Portugis tahun 1522 memunculkan persaingan penyebaran agama Islam dengan Kristen tetapi usaha portugis tidak begitu berhasil. Kekuata Islam di wilayah ini didukung oleh kerajaan Gowa dan Tallo yang menjalin hubungan baik dengan Ternate dan Giri di Gresik. Tradisi setempat turut mempercepat menyebarkan Islam. Konflik-konflik internal mulai terjadi seiring camput tangan Portugis dan Belanda. Demak dan Jepara menjadi sekutu kerajaan Hitu melawan kolonisasi Portugis di Ambon. 62 6. Kalimantan Islam di Kalimantan hampir sama dengan daerah lain, yaitu banyak berkembang di daerah pesisir. Islam telah ada sejak abad ke-16 yang dianut oleh sebagian masyarakat Banjarmasin. Islam yang berkembang tidak lepas dari usaha yang dilakukan oleh kerajaan Islam di Jawa yaitu Demak sebagai syarat yang harus dipenuhi Banjarmasin untuk mendapatkan bantuan kekuatan melawan musuhnya. Di pantai barat laut yang sekarang masuk ke wilayah Brunei, orangorang spanyol telah menemukan kerajaan Islam ketika mereka mendarat di sana tahun 1521. Kemudian menyebar ke Sukadana di Kalimantan Barat pada tahun 1550 dibawa oleh orang-orang Islam dari Palembang. Tahun 1600 agama Islam telah menjadi agama umum rakyat di sepanjang pesisir setalah raja mereka memperistri putri kerajaan Demak pada tahun 1590. Seorang Syeikh dari Mekah bernama Syamsuddin datang ke Sukadana memberikan penghargaan kepada rajanya berupa Kitab Suci Al-Qur’an, cincin berukir, dan piagam serta pemberian gelar kehormatan sebagai Sultan Muhammad Safiuddin.36 Suku Idaan di Kalimantan bagian Utara memandang orang Islam sebagai bangsa yang lebih mulia dari mereka sendiri. Suku Dayak sejak tahun 1671 sampai tahun 1764 telah banyak yang beralih memeluk agama Islam. Hal ini tidak terlepas dari masuknya bangsa-bangsa lain dari luar seperti Arab, Bugis, Melayu, Cina yag telah berlangsung sejak abad ke-7. 36 Arnold, The Preaching of, h. 341 63 Memang mayoritas Muslim Kalimantan adalah keturunan asingd an bukan penduduk asli.37 7. Bali, Lombok, Sumbawa Islamisasi di Bali erat hubungannya dengan Jawa. Setelah runtuhnya majapahit oleh Raden Patah, banyak bangsawan Hindu yang melarikan diri ke Bali (1481). Islam yang ada sedikit dan myoritasnya adalah pendatang. Masuknya Islam di Lombok khususnya pada bangsa sasak tidak lepas dari peranan mubaligh bangsa bugis yang telah banyak diislamkan oleh raja Bone. Kemudian bangsa bugis melalui perdagangan dan akibat dari perkawinan maka bangsa bugis yang muslim banyak menetap di Lombok. Beralihnya orang sasak menjadi Islam membuat Lombok terbagi menjadi dua kelompok yang sangat bertentangan yaitu suku sasak dengan Islamnya dan suku Bali yang masih menganut Hindu. Pada abad ke-18 Bali justru mampu menguasai suku Sasak walaupun komunitas suku Sasak lebih besar. Ketidak seimbangan kekuatan menyebabkan Sasak meminta bantuan pada Belanda pada tahun 1894, barulah Islam dapat berkembang. 37 Harapan, Sedjarah Penjiaran, h. 42 64 BAB III PONDOK PESANTREN AR-RAUDHATUL HASANAH 3.1. Sejarah Pendidikan Islam di Jazirah Arab Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan social budaya manusia di dunia ini. Dapat dikatakan bahwa ajaran Islam terdahulu disampaikan kepada umat manusia melalui rasul-rasul yang tugasnya memang untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Pendidikan Islam tidak lain adalah proses pewarisan dan pengembangan budaya umat manusia di bawah bimbingan ajaran Islam. Dan ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dan yang bukan Islam adalah pada penggunakan ajaran Islam sebagai pedoman. Telah diketahui bahwa Allah menurunkan ajaran Islam kepada umat manusia tersebut melalui proses yang panjang, melalui serangkaian urutan rasul-rasul. Seorang rasul diutus pada hakikatnya adalah untuk menyempurnakan dan meluruskan kembali ajaran Islam yang telah diselewengkan atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan budaya manusia. Seorang rasul yang diutus kemudian, berfungsi menyempurnakan dan meluruskan ajaran Islam yang dibawa oleh rasul sebelumnya. Dan rangkaian penyempurnaan ajaran Islam tersebut menjadi sempurna dengan diutusnya Muhammad sebagai rasul terakhir, dan ajaran Islam terabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an yang di sampaikan oleh 65 Muhammad SAW38. Jadi Islam dalam artinya yang sudah sempurna dan lengkap, adalah identik dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Terdapat beberapa priode tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam ini, pembagian priode dibawah ini hanyalah sebagai usaha untuk memudahkan urutan pembahasan saja, karena pada hakikatnya suatu peristiwa sejarah selalu berkaitan dengan peristiwa lainnya, baik sebelum, yang semasa maupun yang sesudahnya. 3.1.1 Pendidikan Islam Klasik Ada beberapa terminologi yang perlu dijelaskan terlebih dahulu sebelum ke pembahasan yang lebih lanjut. Pertama, sistem pendidikan yaitu suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan biasanya dipahami sebagai suatu pola dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen, dan organisasi yang memindahkan (transfer) pengetahuan dan warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spritual, dan intlektual. Menurut Hasan Langgulung, sistem pendidikan, seperti demikian dalam literatur pendidikan Islam klasik tidak pernah di jumpai. Sebab, sistem pendidikan itu tidak terpisah dari sistem-sistem yang lain, seperti sistem politik, sistem tatalaksana, sistem keuangan, sistem kehakiman, dan lain-lain. Kedua, metode Pendidikan Islam. Metode pendidikan sesungguhnya dapat dikelompokan menjadi dua bentuk: 1) metode perolehan (acquisition) dan, 2) metode pemindahan atau penyampain. 38 Al-Qur’an, Surah Al-Maidah, ayat 3. 66 Metode perolehan lebih ditekankan sebagai cara yang ditempuh oleh peserta didik ketika mengikuti proses pendidikan, sedangkan metode pemindahan diasosikan sebagai cara pengajaran yang dilakukan oleh guru. Dalam banyak hal, kecendrungan pemikiran pendidikan Islam klasik lebih memprioritaskan kepada guru sebagai subjek pendidikan, bukan kepada murid. Guru menjadi faktor penentu untuk menilai tingkat keberhasilan pendidikan Islam. Ketiga, kurikulum-kurikulum pendidikan Islam klasik dapat dikatakan tidak seperti kurikulum pendidikan modern seperti kurikulum pendidikan nasional di Indonesia saat ini, yang ditentukan oleh pemerintah dengan standar tertentu yang terdiri dari berbagai komponen: tujuan, isi , organisasi, dan strategi. Pengertian dan komponen yang demikian sepertinya sangat sulit ditemukan dalam literatur-literatur kependidikan Islam klasik. Keempat, masa klasik. Untuk menentukan sejak dan hingga kapan masa klasik tersebut masih dapat diperdebatkan. Yaitu apakah dalam kacamata dunia muslim atau penulis barat mengidentikan masa klasik abad ke-7 hingga abad ke-12/13 M sebagai zaman kegelapan (Dark Age); sementara para penulis Muslim mengidentikannya dengan masa keemasan.39 Dalam hal ini penulis membatasi masa klasik dalam 39 Marshall G.S. Hudgson membagi Sejarah Islam menjadi tiga priode. Pertama, Priode klasik. Priode ini dimulai sejak lahirnya Islam (670-an M) hingga runtuhnya tradisi pemerintahan Absolut (945). Kedua, periode pertengahan abad kesepuluh (945 M) hingga Abad kelima belas (1503 M). yakni ketika kemajuan belahan dunia barat seimbang dengan kemajuan dunia Timur dan tumbuhnya peradapan Internasional. Ketiga, priode modrn. Priode ini dimulai sejak Abad ke lima belas, ketika kerajaan Islam terwakili oleh tiga kerajaan besar: Safawi di Persia, Mughal di India, dan Kerajaan Turki (otoman) di Turki hingga sekarang. 67 kacamata penulis Muslim, seperti batasan yang dilakukan oleh Harun Nasution. Ia mengklsifikasikan sejarah Islam pada tiga masa : (a) Priode Klasik dimulai tahun 650 hingga 1800 M., sejak Baghdad Hancur hingga munculnya ide-ide pembaharuan di Mesir dan (c) Periode Modrn, mulai tahun 1800 M. hingga sikarang.40 Dengan demikian, masa klasik dalam pembahasan ini debatasi sejak masa Muhammad hingga Baghdad di hancurkan. 3.1.2 Pendidikan Islam di masa Muhammad (611 – 632 M/12 SH-11 H) Pendidikan pada masa Muhammad dapat dibedakan menjadi dua priode; yaitu priode Makkah dan Madinah. Pada priode pertama, yakni sejak muhammad diutus sebagai Rasul hingga Hijrah ke Madinah, kurang lebih sejak tahun 611-622 M atau selama 12 tahun, sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materimateri pendidikan, selain Nabi. Nabi melakukan pendidikan secara sembunyi-sembunyi terutama pada keluarganya, di samping dengan berpidato dan ceramah di tempat-tempat yang ramai dikunjungi orang. Sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya berkisar pada Ayatayat Al-Qur’an dan petunjuk-petunjuknya. Baca Marshal G.S. Hodgson, The Venture of Islam : Conscience and History in a World Civilization, (Chicago : The University of Chicago Press, 1977), Volume 1-3. 40 Lihat babakan sejarah Harun Nasution pada Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakarta: UIPress, 1985, Cet. Ke-5, hal. 56-91) 68 Sebelum kelahiran Islam, pada masa jahiliyah “institusi” pendidikan Kuttab telah berdiri.41 Adapun orang yang pertama kali belajar membaca dah menulis di antara penduduk Makkah adalah Sufyan Ibnu Umayyah dan ‘Abu Qais ibn Abd al-Manaf, yang keduanya belajar kepada Bisyu Ibn ’Abd alMalik. Kepada keduanyalah penduduk Makkah belajar membaca dan menulis. Oleh karena itu, agaknya dapat dipahami ketika nabi menyiarkan Agama Islam (sekitar tahun 610 M), di Masyarakat Quraisy baru ada 17 laki-laki yang pandai baca tulis dan 5 wanita.42 Secara umum, Al-Qur’an dan perkataan-perkataan nabi yang menerangkan kajian keagamaan yang menitik beratkan pada teologi dan ibadah. Selain itu materi Akhlak juga diajarkan agar manusia bertingkah laku dengan Akhlak mulia dan menjauhi kelakuan jahat. Sementara itu materi-materi scientific belum dijadikan sebagai mata pelajaran. Nabi ketika itu hanya memberikan dorongan untuk memperhatikan kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam raya. 41 Menurut Hasan Fahmi, lembaga pendidikan Kuttab ini didirikan oleh orang Arab massa Kekhalifahan Abu Bakar. Baca Asma Hasan Fahmi, “Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Ibrahim Hussein, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), cet. Ke-1, hlm. 30. Sementara menurut Ahmad Syalabi, kuttab telah hadir sebelum Islam datang, tetapi ketika itu masih belum terkenal. Lihat Ahmad Syalabi, “Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah” diterjemahkan oleh Muchtar Jahja dan M. Sanusi Latief, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet. Ke-1, hlm. Ke-33. 42 Ke-17 orang itu adalah: 1) Umar ibn Khatab, 2) Ali ibn Abi Thalib, 3) Usman ibn Affan, 4) Abu Ubaidah ibn Jarrah, 5) Thalhah, 6) Yazid ibn Abu Sufyan, 7) Abu Huzaifah ibn Utbah, 8) Hatib ibn Amr, 9) Abu Salamah Abd al-Asad al-Makhzumi 10)Aban ibn Sa’ad ibn al-Ash ibn Umaiyah, 11-12) Khalid ibn sa’d dan saudaranya, 13) Abdullah ibn Sufyan ibn Harb, 16) Mu’awiyah ibn Abu Sufyan dan 17) Juhaim ibn Shalt. Dan kelima wanita itu adalah: 1) Hafsah, isteri nabi, 2) Ummi Kalsum bint Uqbah, 3) Aisyah bint Sa’d, 4) al-Syifa bint Abdullah al-Aadawiyah, 5) Karimah bint al-Miqdad. Sedangkan Siti Aisyah dan Ummi Salamah, isteri nabi, pandai membaca tapi tidak bisa menulis. Baca Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992) hlm. 19-20. 69 Pada periode Madinah, tahun 622-632 M. usaha pendidikan Nabi yang pertama adalah membangun ‘institusi’ masjid. Melalui pendidikan mesjid ini, nabi memberikan pengajaran dan pendidikan Islam. Pada priode ini secara umum, materi pendidikan berkisar pada empat bidang; pendidikan keagamaan, pendidikan Akhlak, pendidikan Kesehatan Jasmani, dan pengetahuan yang berkaitan dengan kemasyarakatan. Pada bidang keagamaan terdiri dari keimanan dan ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan zakat. Pendidikan Akhlak lebih menekankan penguatan basis mental yang telah dilakukan pada priode Makkah. Pendidikan kesehatan jasmani lebih detekankan pada penerapan dari nilai-nilai yang dipahami, dari Amaliah Ibadah, seperti makna wudhu, shalat, puasa dan haji. Sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan kemasyarakatan meliputi pada bidang sosial, politik, ekonomi, dan hukum.43 Metode yang dikembangkan oleh nabi dalam bidang keimanan adalah tanya jawah dan didukung dengan bukti-bukti rasional dan ilmiah. Pada materi Ibadah biasanya menggunakan metode peneladanan, yakni nabi memberikan contoh. Sedangkan bidang Akhlak, nabi membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah umat terdahulu, namun demikian materi akhlak juga menitik beratkan pada metode peneladanan. 43 Baca ibid., hlm. 16-19. Hassan langgulung memberikan keterangan bahwa ilmu-ilmu yang berkembang ketika itu adalah ilmu tafsir, qiraat, fiqih, qadla, (kehakiman), faraid, dan ilmu hadis. 70 Dan selanjutnya pada Masa Khlulafa al-Rasyidin (632-661) sistem pendidikan Islam dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah kecuali pada masa khalifah umar ibn Khattab yang turut campur dalam menambahkan kurikulum di lembaga kuttab. Para sahabat yang memiliki pengetahuan keagamaan membuka majelis pendidikan masing-masing lembaga pendidikan kuttab mencapai tingakat kemajuan yang berarti ketika masyarakat Muslim telah menaklukan dan menjalin kontak dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Pusat-pusat pendidikan pada masa itu menyebar diberbagai kota, seperti Makkah dan Madinah (Hijaz), kota Bashrah dan kufah (Irak), kota Damsyik dan palestina (Syam), dan kota Fislat (Mesir). Di pusatpusat daerah inilah, Pendidikan Islam berkembang secara cepat. 3.2 Pendidikan Islam di Indonesia Sejarah perkembangan dan pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh adanya lembaga-lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai dengan tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Perkembangan lembanga-lembaga pendidikan tersebut selanjutnya telah menarik perhatian para ahli untuk melakukan studi ilmiah secara komprehensif. Kini sudah banyak hasil karya penelitian parah ahli yang menginformasikan tentang pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut. Tujuannya selain untuk 71 memperkaya kazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa ke Islaman, juga sebagai bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola pendidikan Islam pada masa-masa berikutnya. Hal ini sejalan dengan perinsip yang umumnya di anut masyarakat Islam Indonesia, yaitu mempertahankan tradisi masa lampau yang masih baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik lagi. 3.2.1 Jenis-jenis Pendidikan Islam di Indonesia Sejak zaman sebelum kemerdekaan Indonesia sampai sekarang banyak terdapat lembaga pendidikan Islam yang memegang peranan sangat penting dalam rangka penyebaran ajaran Islam di Indonesia, disamping peranannya yang cukup menentukan dalam membangkitkan sikap patriotisme dan nasionalisme sebagai modal mencapai kemerdekaan Indonesia serta menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dilihat dari bentuk dan sifat pendidikannya, lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut ada yang bersifat non formal seperti langgar/surau, pondok pesantren, dan ada yang bersifat formal seperti madrasah. 3.2.1.1 lembaga pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia. Pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang pada abad ke 20 Masehi dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang bersifat formal. 72 Madrasah-madrasah yang bermunculan di Sumatera antara lain: madrasah Adabiyah di Padang Sumatera Barat yang didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M. Madrasah ini berubah menjadi HIS Adabiyah pada tahun 1915 M. pada tahun 1910 M didirikan Madrasah School di daerah Batu Sangkar Sumatera Barat oleh Syekh M. Taib Umar. Pada tahun 1918 M Mahmud Yunus mendirikan Diniyah School sebagai lanjutan Madras School. Adapun pondok pesantren yang pertama kali membuka madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang pada tahun 1921 M di bawah pimpinan Syekh Abd. Karim Amrullah, ayah Hamka. Di Jambi didirikan pesantren dan madrasah Nurul Iman. pada tahun 1913 M, oleh H. Abd. Somad, seorang ulama besar keluaran Makkah. Madrasah Sa’adah al Darain di dirikan oleh H. Achmad Syakur, Madrasah Nurul Islam oleh H. M. Saleh, Madrasah Juharain oleh H. Abd. Majid pada tahun 1922 M. Di Aceh, didirikan madrasah yang pertama pada tahun 1930 bernama Sa’adah Adabiyah oleh Tengku Muhammad Daud Beureueh, madrasah Al Muslim oleh Teungku Abdurrahman Meunasah Mencap, Madrasah Darul Huda di Jambi dan banyak madrasah lainnya. 73 Di Sumatera Timur didirikan pesantren Syekh Hasan maksum pada tahun 1916 M, Madrasah Maslurah di Tanjung Pura pada tahun 1912, Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M. Di Tapanuli berdiri pesantren dan Madrasah Mustafawiyah di Prubabaru pada tahun 1913 M oleh Syekh Mustafa Husain keluaran Makkah. Di Sumatera Selatan berdiri Madrasah Al-Qur’aniyah pada tahun 1920 di Palembang oleh K.H. Moch. Yunus, Madrasah Ahliah Diniyah oleh K.H. Abu Bakar Bastari pada tahun 1934M dan madrasah Darul Funun oleh K.H. Ibrahim pada tahun 1938 M. Adapun situasi pendidikan di Jawa pada permulaan abad ke 20 secara ringkas dapat disebutkan sebagai berikut: Pada tahun 1899 M berdirilah pondok pesantren Tebuireng Jombang oleh K.H. Hasyim Asy’ari, madrasahnya yang formal berdiri pada tahun 1919 M bernama Salafiyah diasuh oleh K.H. Ilyas (bekas Menteri Agama RI). Madrasah ini memberikan pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Sesudah pondok Tebuireng, maka menyusul pondok Tambak Beras di Jombang oleh K.H. Wahab Hasbullah dan pondok Rejoso Peterongan Jombang oleh K.H. Tamin pada tahun 1919 M. Kedua pondok tersebut juga mempuyai madrasah yang formal. 74 Pondok Modern Gontor berdiri tahun 1926 oleh K.H. Imam Zarkasy dan K.H. Sahal. Di Kudus berdiri Madrasah Aliyah, Sanawiyah Muawanatul Muslimin pada tahun 1915 oleh Syarikat Islam, Madrasah Kudsiyah pada tahun 1918 oleh K.H.R. Aswawi, Madrasah Tasywiqut Tullab pada tahun 1928 oleh K.H.A. Khaliq, Madrasah Ma’ahidul Diniyah pada tahun 1938. Di Yogyakarta banyak madrasah Islamiyah yang didirikan oleh organi organisasi-organisasi Muhammadiyah tahun 1912, yaitu: Kweek School, Mualimin, Muallimat, Zu’ama, Kulliyah Muballigin, HIK dan lain-lain. Pada tahun 1911 berdiri pondok pesantren Krapyak Yogyakarta oleh K.H. Munawir. Di Solo berdirilah Madrasah Mambaul Ulum pada tahun 1905 oleh R. Hadipati Sosrodiningrat dan R. Panghulu Tafsirul Anam, dibiayai oleh Kraton Surakarta. Di Jawa Barat pada zaman tekanan pemerintah Belanda itu juga bermunculan madrasah-madrasah Islamiyah, antara lain: Madrasah Ibtidaiyah di Majalengka pada tahun 1917 oleh K.H. Abd. Halim, Madrasah Muallimin pada tahun 1932, pesantren dan madrasah di Gunung Puyuh Sukabumi oleh K.H. Ahmad Sanusi. Di Bandung berdiri pesantren Persatuan Islam pada tahun 1963 M oleh A. Hasan. 75 Di Banten berdiri Madrasah al-Khairiyah pada tahun 1925 oleh Al-Jam’iyah al-Khairiyah, perkumpulan dari orang-orang keturunan Arab golongan Alawiyin, Madrasah Matlaul Anwar dan Nurul Falah. Di Jakarta berdiri Madrasah Al-Irsyad pada tahun 1913 oleh Jam’iyah Al-Irsyad, perkumpulan orang-orang keturunan Arab non Alawiyah yang dipimpin oleh Syeikh Achmad Sukarti. Pada tahun 1905 berdiri madrasah Jami’at Khair, oleh perkumpulan Al-Khairiyah. Adapun pesantren dan madrasah yang tumbuh pada zaman penjajahan di luar Jawa dan Sumatera adalah sebagai berikut: Di Sulawesi berdiri madrasah formal yang pertama tahun 1926 oleh Muhammadiyah. Di Bone berdiri Madrasah Amiriah Islamiyah pada tahun 1933 di kota Watampone oleh persatuan ulama dan pemuka rakyat. Di Sengkang berdiri Madrasah Wajo Tarbiyah Islamiyah pada tahun 1931 oleh Syekh H. M As’ad Bugis, keluaran Makkah. Di Pulau (Sulawesi Tengah) berdiri Madrasah Al Khairat pada tahun 1930 oleh Syekh Al-Idrus. Madrasah Tarbiyah AlIslamiyah berdiri di Mangkoso pada tahun 1938 oleh H. Abd. Rahman Ambo Dale. Pada tahun 1936 berdiri madrasah Nadatul Watan di Lombok Timur oleh K.H. Zainuddin Pancor, lulusan Makkah, 76 Madrasah Al-Ittihad di Ampenan (Lombok Barat), Madrasah Darul Ulum di Sumbawa. Madrasah formal yang mula-mula berdiri di Kalimantan ialah al-Najah wal Falah pada tahun 1918 di Sei Bakan Besar Mempawah, Madrasah Al-Sultaniyah di Smabas (Kalimantan Barat) pada tahun 1922, Madrasah al-Raudotul ilsamiyah di Pontianak pada tahun 1936. Pada tahun 1928 di Amuntai Kalimantan Selatan Madrasah Normal Islam oleh H. Abd. Rasyid, keluaran Al-Azhar. Dari data-data tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah Belanda walaupun sudah berusaha menekan dan menghancurkan pendidikan Islam Indonesia selama 350 tahun dengan bermacam-macam usaha yaitu di satu pihak memberikan bantuan 100% kepada sekolahsekolah gereja dan di lain pihak mengeluarkan peraturanperaturan yang merugikan pendidikan Islam Indonesia, namun pendidikan Islam tidak dapat hancur, bahkan tumbuh dan berkembang secara militant walaupun dalam keadaan yang serba kekurangan. 3.2.1.2 Lembaga pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka. Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instansional Departemen Agama diserahi kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan 77 pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negri dan ada yang berstatus swasta. Yang berstatus negri misalnya: 1) Madrasah Ibtidaiyah Negri (Tingkat Dasar). 2) Madrasah Tsanawiyah Negri (Tingkat Menengah Pertama). 3) Madrasah Aliyah Negeri (Tingkat Menengah Atas). Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). 4) Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Telah diterangkan bahwa pendidikan agama Islam mulai diajarkan secara resmi di sekolah-sekolah umum negeri pada tahun 1946, dengan keluarnya SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai tindak lanjutnya ialah penyediaan dan pengadaan tenaga guru agama yang ditugaskan disekolah-sekolah umum negeri. Departemen Agama juga mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Negeri setingkat dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah Negeri sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Aliyah Negeri setingkat dengan Sekolah Menengah 78 Atas. Tujuannya antara lan untuk memberikan bimbingan dan percontohan yang konkrit kepada masyarakat Islam tentang pengelolaan madrasah-madrasah swasta Islam yang jumlahnya sangat banyak. Pada madrasah-madrasah negeri itu diatur perbandingan-perbandingan antara pelajaran agama dan pelajaran umum, juga diatur administrasi pendidikannya. 3.2.2 Sistem Pendidikan Islam di Indonesia Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal. Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan tiru teladan. Mereka berlaku sopan dan santun, ramah-tamah, tulus ikhlas, amanah dan kepercayaan, pengasih, pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta menghormati adat istiadat anak negeri. Dengan demikian tertariklah penduduk negeri hendak memeluk agama Islam.44 Begitulah para pengajar agama Islam pada waktu itu melaksanakan penyiaran Islam kapan saja, di mana saja dan siapa saja setiap ada kesempatan, di pinggir kali sambil menunggu perahu yang akan mengangkut barang ke seberang, di perjamuan waktu kenduri, di padang rumput tempat pengembalaan ternak, di pasar , di warung kopi dan sebagainya. Disitulah agama Islam diajarkan kepada mereka dengan cara yang mudah dan dengan demikian orang akan dengan 44 Prof. H. Mahmud Yunus, op.cit., hal. 13. 79 mudah pula menerima dan melakukannya. Juga penyebaran Islam dilakukan juga dengan jalan perkawinan yang dapat menurunkan generasi Islam yang mendatang. Pendidikan Islam informal ini ternyata membawa hasil yang sangat baik sekali, karena dengan berangsur-angsur tersiarlah agama Islam di seluruh kepulauan Indonesia, mulai Sabang sampai Maluku45. Adapun factor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan cepat di seluruh Indonesia pada waktu itu adalah sebagai berikut: a) Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturanaturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucap dua kalimat syahadat saja. b) Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam. c) Penyiaran Islam dilakukan dengan berangsur-angsur, sedikit demi sedikit. d) Penyiaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang sebaik-baiknya. e) Penyiaran Islam itu dilakukan dengan perkataan yang mudah di pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai ke golongan atas dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang 45 Ibid., hal. 14 80 maksudnya : berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka. Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang berjalan dilingkungan keluarga telah berjalan dengan baik. Anak-anak dididik dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarganya. Mereka dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan ajaran Qur’an dan hadits. Anak-anak disuruh oleh orang tua mereka pergi ke langgar atau surau untuk mengaji kepada seorang guru ngaji atau guru agama. Mereka dilatih membaca Al-Qur’an, melakukan shalat dengan berjama’ah, berpuasa di bulan Ramadhan, dan lain-lain. Usaha-usaha pendidikan agama di masyarakat ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna. Pada mulanya pendidikan agama Islam di surau atau langgar atau di mesjid masih sangat sederhana. Yang penting bagi guru agama ialah dapat memberikan ilmunya kepada siapa saja, terutama pada anak-anak. Di tempat pendidikan seperti ini berkumpul sejumlah murid, duduk di lantai, menghadap sang guru, belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu petang atau malam hari. Sebab pada waktu siangnya anak-anak membantu orang tuanya bekerja, sedangkan 81 sang guru juga bekerja mencari nafkah keluarganya sendiri. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan agama pada anak-anak tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari, baik bagi orang tua anak-anak maupun bagi sang guru agama. Itulah sebabnya, pelajaran agama dan latihan beragama itu mendapat dukungan dari orang tua dan guru malahan dari seluruh masyarakat kampong atau desa itu.46 Tempat pendidikan Islam seperti inilah yang menjadi embrio terbentuknya system pendidikan pondok pesantren dan pendidikan Islam yang formal yang berbentuk madrasah atau sekolah yang berdasarkan keagamaan. Pondok pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan sekaligus di asramakan di tempat itu. Muridmuridnya yang tinggal di pesantren itu bermacam-macam sebagai satu keluarga di bawah pimpinan gurunya. Mereka belajar hidup sendiri, mencuci sendiri dan mengurus kebutuhannya sendiri. Bahan-bahan keperluan hidup seperti beras dan sebagainya mereka bawa dari kampung sendiri. System pendidikan pada pondok pesantren ini masih sama seperti system pendidikan surau, langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam kurun waktu yang lebih lama. Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan Islam menurut rencana yang teratur sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1476 dengan 46 Deliar Noer, op.cit., hal. 15. 82 berdirinya Bayangkara Islah di Bintara Demak yang ternyata merupakan organisasi pendidikan Islam yang pertama di Indonesia. System pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Sejalan dengan itu pemerintahan belanda mulai mengenalkan system pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu system pendidikan Islam di surau, langgar atau mesjid atau tempat lain yang semacamnya, dipandang sudah tidak memadai lagi dan perlu di perbaharui dan disempurnakan. Kemudian system klasikal mulai diterapkan, bangku, meja, papan tulis mulai digunakan dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Pembagian jenjang kelas juga mulai diadakan. Demikianlah system pendidikan formal, seklolah atau madrasah, mulai tersebar di mana-mana, bahkan dikalangan pondok pesantren sudah diterapkan system sekolah atau madrasah ini, disamping system pendidikan dan pengajaran pondok pesanteren yang sudah ada. Dalam perkembangannya system madrasah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu madrasah yang khusus member pendidikan dan pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah, dan madrasah yang disamping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga member pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah Ibtida’iyah, 83 untuk tingkat menengah pertama disebut Madrasah Tsanawiyah dan untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah. 3.2.3 Isi Pendidikan Islam di Indonesia. Pada awal penyiaran agama Islam di Indonesia, maka para penganjur agama Islam menghendaki agar masyarakat, yang pada waktu itu masyarakat sudah menganut agama Hindu dan Budha, mau menerima agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam, atau mau memeluk agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran Islam, atau mau memeluk agama Islam. Oleh karena itu isi pendidikan Islam adalah pokok-pokok aqidah agama Islam dan ajran-ajaran Islam yang mudah dipahami dan dilaksanakan. Setelah agama Islam semakin tersebar luas dan banyak keluargakeluarga yang memeluk agama Islam, mereka mulai merasakan perlunya pendidikan agama Islam pada anak-anak mereka. Mula-mula anak-anak dididik dalam lingkungan keluarga, kemudian anak-anak disuruh ke langgar, surau atau masjid untuk memperoleh pendidikan agama dari para guru agama. Adapun isi pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat permulaan ini meliputi: a) Belajar membaca Al-Qur’an. b) Pelajaran dan praketek shalat. 84 c) Pelajaran ketuhanan (teologis) Pada tingkat yang lebih tinggi diajarkan pula bahasa Arab, mulai mempelajari ushul fiqh, misalnya taharah, shalat, zakat, puasa dan haji. Kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang mengenai aturan-aturan tentang nikah, talak , rujuk, waris. Isi pendidikan dan pengajaran Islam seperti tersebut diatas, juga berlaku pada pondok pesantren, hanya saja karena murid-murid (para santri) bertempat tinggal bersama dengan kyai, maka pelajaran tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih intensif. Adapun materi pelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini, setelah murid dapat membaca Al-Qur’an, dilanjutkan dengan pelajaran ilmu sharaf dan nahwu kemudian ilmu fiqh, tafsir, ilmu kalam (tauhid) dan akhirnya sampai pada ilmu tasawuf. Oleh karena sistem kelas belum diadakan dan cara mengajarnya masih menggunakan sistem halakah (lisan). Maka kemajuan murid dan kapan selesainya pelajaran, sangat tergantung pada kecerdasan dan kerajinan murid. Ada yang cepat, ada pula yang lambat dan bahkan tidak sedikit yang gagal dan drop out. Setelah Islam mengalami babak baru dengan munculnya system madrasah, yang penyelenggaraanya lebih baik dan teratur. Agar anakanak dapat menyesuaikan diri dalam alam yang modern maka selain di madrasah diajarkan agama juga diajarkan ilmu pengetahuan umum. 85 System pendidikan di madrasah-madrasah mulai dibenahi dan kurikulumnya tidak lagi mengkhususkan pada pendidikan agama, tetapi telah dimasukkan ilmu pengetahuan umum yang lebih disejajarkan dengan pengetahuan umum pada sekolah umum yang sederajat. 3.3 Asal Usul dan Pertumbuhan Kelembagaan Pesantren Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai sejarah panjang dan unik. Secara historis, pasantren termasuk pendidikan Islam yang paling awal dan masih bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan lembagalembaga pendidikan yang muncul kemudian, pesantren telah sangat berjasa dalam mencetak kader-kader ulama, dan kemudian berperan aktif dalam penyebaran agama Islam dan transfer ilmu pengetahuan. Namun, dalam perkembangannya pesantren telah mengalami transformasi yang memungkinkannya kehilangan identitas jika nilai-nilai tradisionalnya tidak di lestarikan. Sesuatu yang unik pada dunia pesantren ialah begitu banyak variasi antara satu pesantren dengan pesantren lainnya. Namun dalam berbagai aspek juga ditemukan kesamaan-kesamaan umum. Seperti bentuk kepemimpinan, organisasi pengurus, dewan kiai atau dewan guru, susunan rencana pelajaran, kelompok santri, dan bagian-bagian yang lain. Kehadiran pesantren tidak dapat dipisahkan dari tuntunan umat. Karena itu, pesantren sebagai lembaga pendidika selalu menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitarnya sehingga keberadaanya di tenga86 tengah masyarakat tidak menjadi terasing. Dalam waktu yang sama segala aktivitasnya pun mendapat dukungan dan apresiasi dari masyarakat sekitarnya. Karena keunikanya itu maka pesantren hadir dalam berbagai situasi dan kondisi, dan hampir dapat dipastikan bahwa lembaga ini, meskipun dalaam keadaan yang sangat sederhana dan karakteristik yang beragam, tidak pernah mati. Demikian seluruh komponen di dalamnya seperti kyai atau ustad serta para santri senantiasa mengabdikan diri mereka demi kelangsungan pesantren. Dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna ke Islaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Sebab, lembaga serupa pesantren sebenarnya sudah ada sejak masa Hindu Budha. Pondok memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari asalnya. Merupakan tempat tinggal kyai bersama santrinya dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada awal pertumbuhan dan perkembangannya, pondok bukanlah sematamata dimaksudkan sebagai tempat tinggal atau asrama. Para santri untuk mengikuti dengan baik pelajaran yang diberikan oleh kyai, melainkan juga sebagai tempat training atau latihan bagi santri agar mampu hidup mandiri dalam masyarakat. 87 Hubungan kyai dan santri pada umumnya merupakan hubungan ketaatan tanpa batas, begitu pula kepada guru-guru bantu.47 Rasa persamaan dan persaudaraan sangat terasa. 3.3.1 Pengertian pesantren Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukan tempat. Dengan demikian pesantren artinya “tempat para santri”. Selain itu, asal kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”.48 Lebih jelas lagi Nurcholish mengupas asal usul perkataan santri, dan juga tentang kyai karena kedua perkataan tersebut tidak dapat dipisahkan ketika dibicarakan tentang pesantren. Ia berpendapat: “santri asal kata sastrei (sangsekerta) yang berarti melek huruf, dikonotasikan santri adalah kelas literary, pengetahuan agama dibaca dari kitab berbahasa Arab dan diasumsikan bahwa santri berarti juga orang yang tau tentang agama (melalui kitab-kitab). Dan paling tidak santri dapat membaca Al-Qur’an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang agama. Perkataan santri juga berasal dari bagasa jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun belajra dari guru mengenai sesuatu keahlian.49 47 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, (Jakarta: LP3S, 1994) hlm. 20) Dr. dr. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 20 49 Dr. Nurcholish Majdid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), h. 20 48 88 Sedangkan menurut Dhofier, Pesantren sendiri pada dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Disamping itu, kata pondok mungkin berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti “hotel atau asrama”.50 Perkataan kyai (laki-laki), dan nyai (wanita) mempunyai arti orang tua, kedua arti tersebut terkandung rasa pensucian pada yang tua, sehingga kyai tidak saja berarti yang tua, tetapi juga yang berarti sakral, keramat, dan sakti.51 Dilihat dari sudut keberadaan pesantren berbeda dengan pendapat dari kalangan peneliti. Sementara ada yang berpendapat pada umumnya berdirinya suatu pesntren diawali dari pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggalan ilmu seorang guru atau kyai. Karena keinginan menuntut dan memperoleh ilmu dari kyai atau guru tersebut maka masyarakat sekitar bhkan dari luar daerah datang kepadanya untuk belajar. Mereka lalu membangun tempat tinggal yang sederhana disekitar tempat tinggal guru atau kyai tersebut.52 3.3.2 Sejarah Pesantren Tidak jelas dan tidak banyak referensi yang menjelaskan kapan pesantren pertama berdiri. Pada awal rintisannya, pesantren bukan hnaya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru 50 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 18 Ibid., 52 Drs. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 138) 51 89 misi yang kedua ini yang lebih menonjol. Lembaga pendidikan ini pada awalnya selalu mencari lokasi yang dapat menyalurkan dakwah, sehingga berbenturan antara nilai-nilai yang dibawanya dengan nilainilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Sehingga menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangannya. Terkadang pesantren juga menghadapi penyerangan penguasa yang merasa tersaingi kewibawaanya. Sebagai contoh, Raden Paku (Sunan Giri) sewaktu merintis pondok pesantren di kedaton pernah terancam rencana pembunuhan atas perintah raja Majapahit (Prabu Brawijaya).53 Pesantren tidak pernah memulai konfrontasi sebab orientasi utamanya adalah melaksanakan dakwah dan menanamkan pendidikan. Pada tahap berikutnya, pesantren diterima masyarakat sebagai upaya mencerdaskan bangsa. Dan menjadi kebanggaan masyarakat sekitar, terutama bagi mereka yang muslim. Kemudian selanjutnya, dimasa kolonial belanda yang menguasai Indonesia selama 3,5 abad lamaya, selain menguasai politik, ekonomi, dan militer juga mengemban misi penyebaran agama Kristen. Bagi Belanda, pesantren merupakan lembaga yang anti terhadap gerakan kristenisasi dan upaya pembodohan masyarakat. Anggapan ini ialah argumen bagi belanda untuk menekan pertumbuhan pesantren. Sutari Imam Bardadib menuturkan bahwa penjajah malah menghalang-halangi perkembangan agama Islam sehingga pondok pesantren tidak dapat berkembang secara normal. Bahkan pada 1882 Belanda membentuk 53 Pesantren Luhur, Sejarah, hlm. 125 90 “Pristeranden” yang bertugas mengawasi pengajaran agama di pesantren-pesantre.54 Kemudian pada awal penjajahan Jepang, pesantren berkonfrontasi dengan imperialisme baru, ini disebabkan karena penolakan Kyai Hasyim Asy’ari, dan kyai-kyai pesantren lainnya terhadap saikere (penghormatan terhadap Kaisar Jepang Tenno Haika sebagai keturunan dewa Amaterasu) dengan cara membungkukan badan 90 drajat menghadap Tokyo setiap pagi pukul 07.00, sehingga mereka ditangkap dan dipenjara Jepang.55 Wahjoetomo mengatakan bahwa pesantren yang berdiri ditanah air, khususnya di Jawa dimulai dan dibawa oleh wali songo, sehingga mungkin juga dapat dikatakan pesantren yang pertama didirikan adalah “Pondok Pesantren yang pertama didirikan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim atau terkenal sebutan Sunan Gresik. (wafat tanggal 12 Rabiul Awal 882 H atau tanggal 8 April 1419 di Gresik) 3.3.3 Karakteristik Pendidikan Pesantren Untuk mengetahui karakteristik pendidikan pesantren, maka dapat di cari dari berbagai segi yang meliputi keseluruhan sistem pendidikan: materi pelajaran dan metode pengajaran, prinsip-prinsip pendidikan, sarana dan tujuan pendidikan pesantren, kehidupan kyai dan santri serta hubungan keduanya. 54 Hadimulyo, “Dua Pesantren Dua Wajah Budaya” dalam Rahardjo (ed.), Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah, (Jakarta: P3M, 1985), h. 110. 55 Imron Arifin, Kepemimpinan Kiyai Kasus Pondok Tebuireng, (Malang: Kalimasahada Press, 1993), h. 79. 91 Materi Pelajaran dan Metode Pengajaran Sebagian lembaga pendidikan Islam, Pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Pelajara agama yang dikaji ialah Al-Qur’an dengan tajwidnya dan tafsirnya, fiqh dan usul fiqh, hadis dengan mushtahalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, Sharaf. Kitab-kitab yang dikaji di pesantren umumnya kitab-kitab yang ditulis dalam abad pertengahan, yaitu antara abad ke12 sampai dengan abad ke-15 atau yang sering disebut dengan “Kitab Kuning”. Namun di saat sekarang ini banyak pesantren-pesantren yang sudah memasukan sistem pendidikan yang modern dengan sistem pendidikan yang telah ditetapkan di Indonesia, seperti pengetahuan umum yang telah di ajarkan disekolah-sekolah umum. 3.4 Pondok Pesantren Raudhatul Hasanah Telah diketahui bahwa dunia pendidikan islam terus bertambah dan semangkin berkembang, terutama di Indonesia sendiri. Seperti... Pada dasarnya pesantren mendidik para santrinya dengan ilmu agama Islam, agar mereka menjadi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa, berilmu agama yang mendalam dan beramal sesuai dengan tuntunan agamanya. Pesantren sebahagian besar terletak di pedesaan, yang di dalamnya 92 terdapat tempat tinggal para santri yang sederhana. Namun lain halnya dengan pondok pesantren raudhatul hasanah yang letaknya di perkotaan, dengan fasilitas yang serba berkecukupan yang memiliki pengasuh hingga ratusan orang dan terdapat murid hingga ribuan santri, namun memiliki tujuan yang sama yaitu menuntut ilmu dan beriman kepada Allah SWT. Para santri umumnya berasal dari daerah yang jauh dari pondok pesantren tersebut, oleh karena itu maka tersedialah asrama-asrama sebagai tempat tinggal para santri, yang masih terletak di dalam pesantren itu sendiri. 3.4.1 Sejarah dan perkembangan Wakaf menurut Undang-undang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 adalah perbuatan hukum wakaf untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagaian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah. Pada awal perkembangan Islam macam-macam wakaf hanya terbatas pada benda yang tidak bergerak ataupun bertahan lama menurut zatnya namun melalui perkembangan sekarang wakaf tunai sudah termasuk jenis wakaf yang sudah diakui oleh umum. Sesuai dengan perkembangan kebutuhan umat wakaf tidak boleh didiamkan namun wakaf produktif di dalam pengelolaan harta wakaf harus sesuai dengan syariah dan hasilnya sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan dan 93 kepentingan umum. Keberhasilan pengelolaan wakaf merupakan tanggung jawab nadzir.56 Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan lembaga pendidikan wakaf, yang didirikan pada tahun 1982 dan telah resmi dicatat dalam akte notaries M. Djaidir, SH No. 29 tahun 1986 di Medan. Pesantren ini didirikan di atas lahan ± 80.000 M2 yang berlokasi di jalan Jamin Ginting Km. 11 Paya Bundung Simpang Selayang Medan Sumatera Utara. Dibuka program pendidikan formal pesantren sejak tahun 1986. Pada tahun 2005 diketahui jumlah santri dan santriwati sebanyak 2300 orang dibawah bimbingan 151 guru. Pada penerimaan santri dari tahun 2004-2010, tercatat lebih dari 900 calon santri pertahun yang mendaftar, namun yang dapat diterima hanya sebanyak 600 santri. memiliki jenjang pendidikan di antaranya yaitu, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Madrasah Tsanawiyah (setingakat SMP), dan Madrasah Aliyah (Setingkat SMA). Pesantren ini didirikan atas inisiatif tokoh-tokoh mayarakat, termasuk alim ulama setempat. Dalam susunan pengurusan yang berlaku sekarang terdapat 17 orang pengurusan, dengan susunan sebagai berikut : Musyrif, Ketua Umum, Ketua I, Ketua II, Sekretaris Umum, Sekretaris I, Bendahara Umum, Bendahara I, dan Anggota. Pada saat diresmikan tahun 1986, Pengurus Badan Wakaf Ar-Raudhatul Hasanah adalah sebagai berikut : 56 Joko Kuncoro : Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Dalam Perspektif Hukum Nasional, 2006. 94 Musyrif : H. Hasan Tarigan : H. M. Arsyad Tarigan : Usman Husni, BA Ketua Umum : dr. H. M. Mochtar Tarigan Ketua I : H. Abdul Muthalib Sembiring, SH Ketua II : Drs. H. M. Ardyan Tarigan Sekretaris Umum : Drs. H. M. Ilyas Tarigan Sekretaris I : H. Goman Rusdy Pinem Sekretaris II : Ir. H. Musa Sembiring Bendahara Umum : dr. H. Hilaluddin Sembiring Bendahara I : H. Panji Bahrum Tarigan Anggota : Prof. Dr. drg. Hj. Moendyah Mochtar : H. Sya'ad Afifuddin Sembing, M.Sc : Ir. H. Sehat Keloko : H. Raja Syaf Tarigan : dr. H. Benyamin Tarigan : dr. H. Nurdin Ginting : dr. H. Ja'far Tarigan Sejak dibentuk, telah terjadi pergantian anggota Badan Wakaf, karena telah banyak di antara mereka yang meninggal dunia atau sebab lainnya. Para anggota Badan Wakaf yang telah wafat adalah : H. Hasan Tarigan, H. M. Arsyad Tarigan, dr. H. M. Mochtar Tarigan, H. Panji Bahrum Tarigan, Ir. H. Musa Sembiring, H. Raja Syaf Tarigan, Drs. H. 95 M. Ardyan Tarigan, MM dan Prof. Dr. drg. Hj. Moendyah Mochtar. Meskipun sudah banyak pergantian, namun peremajaan kepengurusan belum pernah dilaksanakan, sehingga kepengurusan Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah hingga Februari 2011 adalah sebagai berikut : Musyrif : Dr. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA : H. Abdul Muthalib Sembiring, SH : dr. H. Benyamin Tarigan Ketua Umum : Drs. H. Muhammad Ilyas Tarigan Ketua I : Ir. H. Sehat Keloko Ketua II : dr. H. Nurdin Ginting Sekretaris Umum : dr. H. Hilaluddin Sembiring Sekretaris I : H. Goman Rusdy Pinem Sekretaris II : Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin S, M.Ec Bendahara I : Drs.H.Wahidin Tarigan, Ak Bendahara II : Drs. M. Amin Tarigan, Ak Anggota : dr.H.Ja’far Tarigan, Sp.B, Sp.B DigK : Dr.Ir.H.Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc : Akhmad Tarigan, Amd : H.Abdul Aziz Tarigan, Lc : Ramadhan Sembiring, SE : Nur M. Ridha Tarigan, SE, MM Yayasan menentukan kebijakan umum pesantren dan bertanggung jawab baik di luar maupun di dalam. Di samping itu ada 96 pengasuh pesantren yang bertugas mengadakan pembinaan sehari-hari baik di bidang pendidikan, penyuluhan dan produksi. Pengasuh pesantren adalah guru-guru yang menetap di perkampungan sekitar pesantren maupun yang menetap tinggal di pesantren. Pengurus Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhahtul Hasanah Medan Sumatera Utara berlandaskan Surat Keputusan Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 02 Tahun 1999, Surat Keputusan Pimpinan Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Nomor 06 Tahun 2004 dan Anggaran Rumah Tangga Pesantren Tarbiyah Islamiyah Ar-Raudhatul Hasanah. Pengurus Pesantren yaitu: Pimpinan : Drs. H.M. Ardyan Tarigan, MM Bidang Pendidikan : Drs. H. M. Ilyas Tarigan Bidang Keuangan : Drs. M.Amin Tarigan, Ak Direktur : Drs. Syahid Marqum Wakil Direktur : Drs. Junaidi Majlis Guru : Drs. Syahid Marqum ,Drs. Basron Sudarmanto, Drs. Maghfur Abdul Halim, Drs. Rasyidin Bina, Drs. Junaidi, H. Solihin Addin, S. Ag, H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc, Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag Sekretaris : Carles Ginting, B. Hsc, Mukhlis Ihsan, Amd, Yenni Kurniawi Bendahara : Supar Wasesa, SE., MM, Evi Nora J. Lingga, SE 97 Koordinator 1. Bidang Pendidikan :H. Abdul Wahid Sulaiman, Lc 2. Bidang Pengasuhan : Drs. Rasyidin Bina 1. Bidang Kesejahteraan : Drs. Basron Sudarmanto 2. Bidang Usaha Milik Pesantren : Agis Nirodi Hasbullah, S. Ag 3. Bidang Litbang : M. Subhan, S. Ag 3.4.2 Kehidupan Sehari-hari di Pesantren Dalam pesantren ini, kehidupan diatur menurut sebuah tata-tertib. Sejak mulai bangun tidur, para santri dididik untuk mengikuti peraturan jam bangun, agar bisa mengikuti shalat subuh di mesjid secara berjamaah, dan disertai dengan membaca Al-Qur’an dan mempelajari bahan pelajaran hari itu. Setelah pulang dari mesjid mereka di wajibkan mengikuti kegiatan olah raga, berupa senam sekitar satu jam. Setelah itu dilanjutkan dengan persiapan masuk sekolah: mandi, memakai pakaian seragam sekolah, dan makan pagi. Pada pukul tujuh tepat, bel berbunyi dan dimulailah kegiatan belajar mengajar di sekolah hingga pukul satu siang, diselingi dengan satu kali istirahat selama dua puluh menit. Kemudian dilakukanlah shalat dzuhur berjamaah di mesjid, setelah itu ketika bel makan siang berbunyi maka para santri pergi makan bersama di dapur umum. Setelah selesai makan siang, yaitu sekitar pukul dua maka santri di berikan waktu istirahat hingga waktu shalat ashar tiba, ketika tiba waktu 98 shalat ashar (sekitar pukul 4 sore) maka santri diwajibkan untuk melaksanakan shalat berjamaah di mesjid dengan memakai pakaian yang rapi atau pakaian shalat. Selesai shalat ashar maka dilakukanlah kegiatan sosial dan olah raga oleh para santri hingga terdengar bunyi bel yang mengisyaratkan bahwa kegiatan di sore hari berheti dan di lanjutkan dengan kegiatan di Asrama, baik berupa mandi, mencuci, membersihkan asrama, hingga persiapan menuju ke mesjid untuk menunaikan shalat Maghrib berjamaah. Selesai shalat magrib biasanya ada kegiatan mendengarkan ceramah singkat yang dilakukan santri yang telah di jadwalkan atau pengarahan-pengarahan dari pengasuh pondok. Setelah itu para santri keluar dari mesjid dan kembali ke asrama guna mempersiapkan diri untuk berangkat makan malam di dapur umum. Dan tiba waktu shalat isya para santri menunaikan ibadah shalat isya berjamaah di mesjid. Sepulang shalat isya, maka dimulailah kegiatan akademis dalam bentuk belajar bersama pada waktu malam hari di kelas mereka masingmasing, mata pelajaran yang di bahas yaitu berupa bahan-bahan pelajaran besok pagi. Di sinilah santri diberi waktu untuk diskusi dengan teman-teman dalam membahas pelajaran sekolah dan mengerjakan tugas yang di berikan guru di kelas. Selesai mengadakan kegiatan belajar malam maka menjelang jam sepuluh tibalah masa 99 istirahat malam dan mereka harus sudah berada di ruang tidur tepat jam sepuluh malam. Pembahasan tentang bentuk pendidikan pondok dengan segala kegiatan-kegiatanya baik yang bersifat akademis dan non akademis, atau intra dan ekstrakurikuler. Bukanlah kegiatan yang terjadi secara kebetulan, tapi diarahkan dalam rangka pecapaian tujuan tertentu. Kegiatan akademis belajar di dalam ruangan kelas di luar waktu jam belajar formal, kursus sore dana belajar bersama di waktu malam setelah shalat isya yang diselenggarakan para santri umpanya, dapat dikategorikan kedala dua kemungkinan jenis kegiatan, yaitu kegiatan akademis atau juga kegiatan sosial. Kegiatan tersebut dapat menunjang kegiatan akademis pada waktu pagi, dalam rangka pencapaian tujuan akademis, tetapi sekaligus dapat memberikan pengalaman belajar dalam tercapainya tujuan-tujuan pengalaman dan sikap sosial. Pengalaman, kegiatan dan pembinaan sikap-sikap sosial ini diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya di masyarakat kelak, sesudah terjun ke dalam kehidupan masyarakat orang dewasa di dalam masyarakat. Di samping kegiatan sosial yang bernilai akademis dan sebaliknya kegiatan akademis yang bernilai sosial, maka dapat dijumpai pula kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan kearah tercapainya tujuantujuan pendidikan sosial, sesuai azas kemasyarakatan pendidikanya, seperti organisasi pelajar, yang mengelola segala kegiatan-kegiatan di luar jam sekolah, termasuk kegiatan kesenian, olah raga, majalah 100 sekolah, kesehatan, belajar berpidato, berkhotbah, berkoprasi, dan juga kegiatan kepramukaan. Tujuan umum dari segala kegiatan ini ialah mempersiapkan anak agar menjadi manusia masyarakat, menjadi manusia yang aktif dan mampu mengadakan pembaharuan masyarakat. Nilai yang terkandung dalam segala kegiatan-kegiatan tersebut meliputi nilai sosial, keterampilan, kewargaan Negara, dan kepemimpinan dan nilai moral. Diharapkan juga dapat tercapainya pengembangan dan pembinaan sikap sosial di bidang kepemimpinan, koprasi, partisipasi dan tanggung jawab. Segala kegiatan atau pengalaman belajar di atas akan medanapatkan tujuan yang diharapkan apabila dapat di jalankan dan di patuhi, dengan dilakasanakan sesuai prosedur yang telah dibuat dan laksanakan serta didukung dari berbagai pihak, khususnya para pengasuh pondok persantren. Dan diharapakan mereka tidak akan menerima pengaruh-pengaruh lain yang tidak menguntunkan selama dalam proses pembinaan. Dengan kata lain, bentuk pondok pesantren akan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada santri dalam mengadaka eksperimen sosial mereka, tanpa suatu yang merugikan. Bagi para santri baru mungkin agak sulit melaksanakan peranturan seperti ini, karena cenderung berbeda dengan kegiatan-kegiatan yang biasa di lakukan di rumah. Seperti shalat yang di mesjid dan harus tepat waktu, bangun dan tidur yang tepat waktu dan lain-lain. Namun dengan seiring berjalanya waktu maka santri akan terbiasa. 101 3.4.3 Dasar dan tujuan pendidikannya Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah adalah balai pendidikan yang berdasarkan keagamaan, dengan dasar, tujuan, dan pendidikan yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan tradisi kebudayaan Indonesia dan diselenggarakan denga sistem pendidikan pengajaran modern, maka dasar-dasar pendidikan ini adalah berdasarkan tauhid, yaitu keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan tujuan pendidikannya Secara umum mengacu kepada tujuan pendidikan nasional yang berlaku, khususnya pada jenjang pendidikan lanjutan pertama dan menengah dengan penekanan khusus pada upaya mempersiapkan santri yang: (a) Menguasi bekal-bekal kemampuan dasar keulamaan/kecendikiawanan, kepemimpinan dan keguruan. (b) Mau dan mampu mengembangkan bekal-bekal dasar tersebut secara mandiri, Dan (c) Siap mengamalkannya di tengahtengah masyarakat dengan ikhlas, cerdas, dan beramal. 3.4.4 Sisetem Pengajaran Sekolah Disinilah letak salah satu perbedaan penting antara pendidikan sistem pondok tradisional dengan sistem pendidikan modern pondok pesantren seperti pondok pesantren Raudhah, yaitu bahwa pada yang tradisioal menganut sistem individual sedangkan pada yang modern menganut sistem klasikal, yang terpimpin dan atau di organisir dalam bentuk penjenjangan kelas dan dalam jangka waktu . 102 Sebagaimana dikatakan oleh M. Arifin (1993), menyatakan bahwa proses belajar mengajar di sekolah pada hakikatnya adalah merupakan rangkaian proses komunikasi antara siswa dengan guru yang berlangsung atas dasar minat, bakat, dan kemampuan diri masingmasing siswa. Demikian juga halnya dengan proses belajar mengajar yang terjadi di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Pendidikan dan pengajaran menekankan pada aspek kemampuan siswa untuk berkembang sesuai dengan minat, bakat yang dikomunikasikan oleh guru dengan cara yang mengedepankan potensi serta partisipasi dari siswa itu sendiri. Secara umum, proses belajar mengajar demikian dinamakan dengan transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Mata pelajaran yang disajikan di Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Medan secara umum dapat diklasifikan menjadi dua bagian, yaitu: Mata pelajaran yang bercirikan agama, dan mata pelajaran yang bercirikan umum. Mata pelajaran agama berbasis kepada pelajaran-pelajaran Kitab Kuning dan kitab-kitab sejenis lainnya. Sementara mata pelajaran umum pada hakikatnya sama dengan mata pelajaran yang diberikan di tingkat sekolah menengah atas (SMA dan MA). Namun yang perlu diperjelas adalah baik mata pelajaran agama maupun mata pelajaran umum diajarkan dengan menggunakan kurikulum. 103 Berdasarkan kenyataan yang ditemui peneliti di lapangan menunjukkan kemampuan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang dimiliki oleh para santri memang cukup menggembirakan, di mana dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dan bahkan di dalam proses belajar mengajar mereka tetap menggunakan kedua bahasa tersebut sebagai alat komunikasi. 104 BAB IV NASYID PONDOK PESANTREN RAUDHATUL HASANAH 4.1 Musik Islam 4.1.1 Pengertian Seni Musik Banyak pengertian seni yang ditulis oleh para ahli dalam bukubukunya sebagaimana pada dasarnya manusia yang menyukai segala sesuatu yang indah dan menyenangkan, maka seni adalah usaha untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan.57 Seni juga merupakan manifestasi dari pada budaya. Menurut Sidi Gazalba (1998) seni adalah bahasa latin yang berasal dari kata ars berarti sesuai dengan etimologi, kata ars tersebut yaitu membuat barang-barang atau mengerjakan sesuatu, maka seni dalam pengertian yang paling dasar berarti kemahiran atau kemampuan.58 Seni adalah fitrah manusia seperti juga makan dan minum bergaul mencari pengetahuan mengarah kepada kebenaran yang berhubungan dengan manusia. Sedangkan menurut Quraisy Shihab (1996), seni adalah keindahan. Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya menusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia di dorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apapun jenis 57 Sidi Gazalba, Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya Karya Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang 1988), hlm. 81 58 ibid., hlm. 82 105 keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia ataupun fitrah yang di anugerahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya.59 Seni adalah alat buatan manusia untuk menimbulkan efek-efek psikologi atas manusia lain yang melihatnya. Jadi seni adalah penjelmaan keindahan yang terdapat dalam jiwa manusia sebagai fitrahnya, yang merupakan manifestasi cipta, rasa, karsa, intuisi dan karya manusia yang memenuhi syarat estetika yang dapat menimbulkan efek psikologis bagi orang lain yang merasakannya. Sedangkan musik ialah cetusan ekspresi isi hati, yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bahasa bunyi (lagu). Apabila letusan isi hati tersebut dikeluarkan melalui mulut disebut vokal, dan dikeluarkan dengan alat-alat musik, maka disebut instrumental. Dari pengertian di atas dapat di katakana bahwa seni musik adalah seni menyusun nada suara yang dibunyikan sedemikian rupa, sehingga mengandung irama, lagu dan memiliki nilai estetika yang harmonis. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa musik adalah ilmu dan seni mengkombinasikan irama dan nada, baik vokal maupun instrumental, yang didalamnya termasuk rangkaian nada (melodi) dan paduan nada (harmoni) untuk mengungkapkan perasaan. Sugeng Basuki (dalam bukunya Sidi Gazalba) mengemukakan seni musik berasal dari bahasa Yunani “muse” yang berarti dewa. Oleh bangsa Yunani kuno, apabila akan menggunakan nama-nama para dewa 59 M. Quraisy shihab, Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas perbagai persoalan Umar, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 385 106 seperti dewa Zeus, Apdo dan lainnya, maka mereka harus mempersembahkan bunyi-bunyian kepada dewa Orsis. Karena menurut mereka musik dalam arti sejarahnya adalah suara bentuk kesenian yang dapat mengeluarkan bermacam-macam perasaan dan jiwa dengan menggunakan nada sesuai dengan penyajiannya. Musik ada tiga macam, yaitu: 1) Musik vocal Vokal berasal dari perkataan vokal (Belanda), voca (Itali), volx (Prancis), voice (Inggris) yang artinya suara. Yang di maksud disini adalah semua suara manusia. Musik vokal itu hanya mempergunakan suara manusia atau nyanyian saja, tanpa di iringi alat music. Mereka yang mendendangkan musik vokal disebut vokalis. 2) Musik instrumental Instrumental berasal dari perkataan instrumen (Itali) yang berarti alat, yang dimaksud disini adalah alat musik seperti biola, terompet dan lain-lain. Musik instrumental penyajiannya hanya menggunakan alatalat musik saja, tanpa ada nyanyian. permainan musik instrumental disebut instrumentalia, sedangkan yang memainkannya disebut instrumentalis. 3) Musik campuran Musik campuran adalah musik vokal dan musik instrumental yang di sajikan bersama-sama. Tapi pada umumnya yang dipentingkan adalah vokalnya, sedang instrumentalnya adalah pengiring saja. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh banyak orang. 107 Jadi seni musik adalah ekspresi perasaan dan jiwa manusia sebagai fitrahnya terhadap keindahan yang diungkapkan lewat nada dan irama baik vokal maupun instrumen yang tersusun dalam melodi dan harmoni dan dapat memberikan efek-efek secara psikologis kepada yang melihat dan mendengarkannya. Dalam menjelaskan unsur-unsur pokok dalam musik, para ahli berbeda pendapat. Al-Shofa misalnya, musik adalah yang mengandung lagu (lahn), nada (naghm) dan lengkok (iqa’at). Sementara Al Farabi, musik adalah lagu (al-Alhan), yaitu kumpulan ritme yang disusun dengan urutan dan ketentuan tertentu. Lain halnya dengan Joseph Macholis, menerangkan kalau unsurunsur penting dalam musik ada lima pokok, Musical line, pergantian nada-nada yang ada dalam musik, Musical space, (harmoni) yang menurut phythagoras, harmoni terletak pada nada-nada yang serasi, Musical time, ritme yang merupakan ketentuan perpindahan musik dalam waktu, yang mengontrol jarak antara nada satu dengan nada berikutnya. Musical pace, yaitu tempo, ketentuan kecepatan sebuah musik. Yang kelima Musical color, yaitu (warna nada). Nada yang sama menghasilkan suara yang berbeda ketika nada tersebut disuarakan melalui berbagai macam alat. Perbedaan ini terlihat pada sifat warna nada atau timbre yang dimiliki oleh setiap instrumen. Timbre ini berfungsi untuk memfokuskan impresi musik yang kita dengar, warna 108 nada ini mengarahkan imajinasi gaya suara kepada karakter khusus yang dimiliki oleh musik tersebut.60 Sementara aksi panggung dalam sebuah pertunjukan musik, tidaklah harus dengan gerakan lincah ataupun super aktif. Karena dalam penyampaian pesan dalam musik adalah melalui expresi nada dan iramanya, bukan gerakannya. Karena gerakan yang berlebihan akan menimbulkan efek negatif dan apabila efek negatif itu ditiru banyak orang maka kita yang akan menanggung dosanya, seperti hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah. “Barang siapa menciptakan kebiasaan yang baik, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka ia mendapat pahala. Dan barang siapa menciptakan kebiasaan buruk, lalu kebiasaan itu dikerjakan orang lain, maka dia yang menanggung dosanya”. Oleh karena itu ajaran Islam harus menyertai kita dimanapun dan kapanpun kita berada. Sekalipun pada saat menyanyi, menyempurnakan pesan dakwah lewat musik.61 Dalam sejarah agama Islam, seni musik bukan tergolong hal yang baru. Pada masa Rosulullah dan para sahabat, secara teori, seni musik belum dikenal masyarakat Islam, walaupun pada saat itu dalam prakteknya seni sudah lebih dulu di kenal. Hal ini terlihat dari betapa merdu dan indahnya suara adzan yang dilantunkan oleh Bilal. Betapa Umar bin Khotob seorang panglima 60 Abdul Muhayya, Bersufi Melalui Musik : Sebuah Pembelaan Musik Oleh Ahmad Al Ghozali, (Yogyakarta : Gramedia, 2003), hlm. 28. 61 Kathur Suhardi, Inul Lebih dari Segelas Arak, (Jakarta : Darul Falah, 2003), hlm. 47 109 perang yang gagah berani hatinya luluh ketika mendengarkan kemerduan dan keindahan seni bacaan al-Qur’an. Jadi secara tidak di sadari seni sudah ada dalam sejarah perkembangan agama Islam. Perkembangan Tamadun dalam pengertian perkembangan terhadap kebudayaan yang tinggi berlangsung di zaman daulah atau khalifah Abbasiyah. Terjadi peralihan dari kehidupan desa yang sederhana kepada kehidupan kota yang mewah, dari masyarakat tertutup kepada masyarakat terbuka, dari menjauhi dunia kepada pendekatan dunia. Pantulan perubahan itu kelihatan pada seniman yang menyertai masyarakat dalam perkembangan cita rasanya, menemukan diri dalam perkembangan karya. Dunia seni mengalami revolusi. Kekayaan kebendaan dan kemewahan melanda kehidupan, sehingga sering terjadi kerusakan perimbangan antara dunia dan akhirat, ketika aktivitas dunia dari kawalan agama. Dalam kesenian hal ini menyatakan diri pada karya-karya yang tidak lagi memperpadukan nilai estetika dan nilai etika Islam. Walaupun demikian dunia seni umat Islam mengalami perkembangan luar biasa sejalan dengan perkembangan luar biasa tamaddunnya.62 Satu abad lamanya tamaddun Islam menyalin kitab-kitab Yunani, Persi dan India. Diantara kitab-kitab yang disalin itu adalah kitab-kitab ilmu musik. Setelah mereka pelajari kitab musik Yunani dan India, ahliahli Islam menciptakan kitab-kitab musik baru dengan jalan memperbaharui, menambah dan menyempurnakan alat, system dan 62 Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 168 110 teknik musik. Maka seni musik menjadi ilmu tersendiri dalam tamaddun Islam. Perhatian kepada pendidikan musik telah diberikan semenjak akhir zaman Muawiyah. Dalam zaman Abasiyah perhatian yang amat besar untuk perkembangan pendidikan musik di berikan oleh para khalifah dan pembesar. Sekolah musik tingkat menengah dan tinggi di didirikan di berbagai kota. Faktor yang menggalakan pendirian sekolah-sekolah musik ialah keahlian bernyanyi dan bermusik merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan pekerjaan.63 Umat Islam yang merupakan pelopor yang mendirikan kilang alat musik. Pembuatan alat alat itu menjadi suatu cabang seni halus. Pusat kilang pembuatan alat-alat musik yang amat terkenal ialah Sevilla di Andalusia. Alat-alat yang di keluarkan oleh kilang ini ialah mizbar (kecapi klasik), ad qodim (kecapi lama), ud kamil (kecapi lengkap), syahrud (kecapi lengkung), marabba’ (semacam gitar), gitara (gitar), kamanja’(semacam rebab), ghisyak (semacam rebab).64 4.1.2 Sejarah Musik Islam Dalam masyarakat Islam, tampaknya musik tidak pernah menjadi topik maupun bagian dari studi-studi religius Islami. Dengan demikian analisis terhadap musik di dunia Islam hanya mungkin dilakukan dari pendekatan-pendekatan di luar studi tersebut. Sehubungan dengan itu analisis tersebut tampaknya hanya dapat dilakukan secara lebih 63 64 Ibid., hlm. 165 Ibid., hlm. 170 111 mendalam melalui pendekatan ilmu-ilmu umum. Di antara berbagai ilmu umum yang telah memberikan perhatian khusus terhadap musik di dunia Islam ialah bidang studi seni musik yang secara umum kajiankajiannya berada dalam lingkup pembahasan musikologi maupun etnomusikologi. Hampir semua sumber referensi musikologi yang populer di masyarakat hingga saat ini menggunakan pendekatan sejarah. Sebagai contoh ialah Beard dan Gloag (2005) yang menyertakan lima konsep yang terkait dengan sejarah, yaitu: Historical musicology, historicism, historigraphy, dan history, dari 90 konsep musikologi yang dipetakannya. Hubungan musikologi dengan sejarah bukanlah hal yang mengherankan karena musikologi pada dasarnya ialah studi ilmiah tentang musik yang mencakup kajian-kajian yang luas, khususnya meliputi berbagai studi historis, komparatif, dan juga sistematis (Randel, 1978: 327). Di antara beberapa musikolog Barat yang tertarik untuk menggali sejarah music Islam ialah Amnon Shiloah (1995). Ia berpendapat bahwa sumber-sumber literatur sejarah musik Islam tertua diperkirakan berasal dari abad ke-9, atau kira-kira 250 tahun setelah kelahiran Islam. Walaupun akurasi penelusurannya tidak dapat dijamin sepenuhnya. Musik Islam, baik dari jenis-jenis religius, tradisional maupun klasik, memang lahir bersamaan dengan kelahiran Islam dan mencapai puncaknya hingga akhir abad ke-15, yaitu ketika berakhirnya masa keemasan Islam saat itu. Namun demikian, keberadaanya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari akar budaya Arab sehingga pengupasan 112 sejarah musik Islam tidak akan lengkap tanpa melihat juga budaya musik pra-Islam. Penelusuran sejarah musik Islam yang pernah dilakukan hingga saat ini senantiasa menyertakan musik Arab sebelum masa Islam. Hal tersebut dapat dimaklumi karena ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW pada dasarnya tidak menghapus budaya Arab atau meninggalkan sepenuhnya nilai-nilai budaya lama yang melatar belakanginya, melainkan merevisinya sehingga tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan kemudian mengembangkannya sebagai seni Islami yang berkualitas tinggi. Lebih jauh lagi, Islam pada dasarnya menghargai capaian-capaian artistik bangsa Arab Jahiliyah di bidang seni, khususnya sastra. Karena perkembangan musik Islami berakar dari seni sastra Arab, maka dapat dimaklumi jika secara musikologis musik Islamis memiliki hubungan dengan karakteristik seni praIslam. Puisi Arab pra-Islam dihormati karena kepersisannya, serta kekayaan kosakata, struktur-struktur yang rumit, sistem-sistem syair, dan sikuen tematiknya, yang telah benar-benar berkembang. Sebagai contoh bentuk-bentuk pra-Islam yang kini dikenal sebagai bentuk-bentuk sastra Islami, diantaranya ialah: Qasidah, Madh, dan Mu’allaqat. Seiring dengan itu, Islam sendiri pada dasarnya juga bukan suatu agama yang sama sekali baru namun merupakan puncak penyempurnaan berbagai keyakinan samawi yang telah terlebih dahulu ada (Shiloah, 1995:3 jo Fariq, 1997:38). 113 Kenyataan di atas membuktikan bahwa keberadaan musik Islam memiliki latar belakang yang jauh, yaitu kebudayaan Arab pra-Islam. Itulah sebabnya walaupun bersifat universal, kebudayaan Islam sendiri tidak bisa lepas dari aspek-aspek kearaban atau ‘urubah. Dengan demikian bukanlah hal yang mengada-ada jika karakteristik musikal berbagai bentuk seni vocal Islamis yang kita kenal selama ini sesungguhnya berakar dari budaya yang telah ada sebelumnya, yaitu Arab pra-Islam: (Faruqi, I, 1991:19, 7778). Sebelum masa Islam, musik adalah bagian dari kehidupan harian masyarakat padang pasir yang berfungsi sebagai pelengkap pertemuanpertemuan umum untuk menyambut para peziarah rumah suci Ka’bah, dan pemberi motivasi serta semangat para pejuang dan musafir. Di antara jenis lagu-lagu pertama yang populer saat itu ialah Hudâ’, yang darinya kemudian diturunkan Ghinâ, kemudian, Nashb, Sanad, Rukbaanî, dan lagu-lagu tarian yang dikenal dengan istilah Hazâj. Sumber tertua yg dapat memberikan gambarkan musik pra-Islam, ialah Kitâb allahw Wa’lMalâhî (Buku tentang distraksi dan alat-alat musik) oleh Abû’l Qasim ‘Ubaydallah ibn Khurradâdhbih (wafat tahun 911), seorang ahli geografi. Di antara bentuk-bentuk yang telah berkembang secara musikal ialah lagu-lagu dan tarian-tarian komunal yang mampu meningkatkan kehangatan perayaan-perayaan keluarga dan mengiringi perjalanan haji ke Tanah Suci maupun penyambutan kepulangannya. Disamping itu juga berkembang musik-musik fungsional untuk pertemuan-pertemuan 114 sosial dimalam hari. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan di pemukiman para musyafir oleh para musisi penyair, baik laki-laki maupun perempuan, dalam kelompoknya masing-masing. Mereka menerapkan teknik pengucapan yang menghasilkan bunyi menghidung dalam melagukan ayat-ayat sederhana secara spontan dan improvisasi. Lagulagu tersebut menggunakan bentuk-bentuk yang saling merespon, atau bersahut-sahutan, terkait dengan fungsi sosialnya. Melalui bentuk tersebut, audiens dapat turut berpartisipasi pada saat-saat tertentu, yaitu dengan menyanyi, menari, bertepuk tangan, dan bermain rebana. Jika dibandingkan dengan teksnya yang seringkali ditambahkan, penambahan melodi atau lagu baru sangat terbatas. Para pengamat memperkirakan bahwa bentuk-bentuk lain yang menggunakan istilahistilah asing, masih memiliki kaitan dengan jenis-jenis musik Arab kuno tersebut; misalnya: Nashb, Sanad Thaqîl, Sanad Khafîf, dan Ahzâdj (Shiloah, 1995:6). Musik Arab pra-Islam juga pernah mengalami periode musik yang lebih memperhatikan aspek-aspek artistik dan hiburan dengan pencapaian teknis dan musikal yang tinggi, daripada sekedar fungsional. Pada saat itu kompetisi puisi dan pentas-pentas musikal yang diselenggarakan di pasar-pasar Arab, khususnya Ukaz di Arab Barat, telah menarik perhatian hampir semua sastrawan musisi dari wilayah Arab dan sekitarnya. Musiknya yang lebih rumit dari musik harian para musafir, umumnya dibawakan oleh Qaynat, gadis-gadis penyanyi istana yang juga menyanyi di rumah-rumah pembantu 115 bangsawan dan hotel-hotel. Saat itu seni sastra dan musik merupakan satu kesatuan kompetensi karena pembacaan berbagai bentuk syair dilakukan dengan cara dinyanyikan dan beberapa di antaranya diiringi oleh rebana (Shiloah, 1995:6). 4.1.2.1 Musik Pada Masa Permulaan Islam Pada beberapa hadis, sebagai sumber utama Islam kedua setelah Al Qur’an, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW membolehkan musik, khususnya yang memiliki fungsi sosial dan religius tertentu, di antaranya seperti lagu-lagu penyemangat perang, lantunan-lantunan ziarah haji, dan lagu-lagu perayaan pernikahan atau hari-hari besar, baik untuk didengar perorangan maupun umum (Baghdadi, 1991:1518). Pada sekitar tahun 622-623 Masehi, Nabi merekomendasikan lantunan azan yang berfungsi sebagai pemberitahuan waktu-waktu shalat dan ajakan untuk datang salat berjamaah di masjid. Azan yang dapat dikatakan merupakan salah satu dari jenis-jenis musik religius Islam yang penting dalam rangkaian peribadatan Islam, pertama kali dikumandangkan oleh Bilal, seorang penyanyi Abisinia, yang kemudian menjadi acuan para pengumandang azan (Muazin) di seluruh dunia Islam. Seiring dengan persebaran Islam ke negaranegara lain di luar tanah Arab dan pertemuan budaya Islam 116 dengan kebudayaan lain, azan, dan musik religius Islam lainnya pun mengalami penyesuaian dengan budaya-budaya lokal (Shiloah 1997: 169). Dalam waktu 12 tahun sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, Islam tersebar ke Syria, Iraq, Persia, Armenia, Mesir dan Cyrenaica (bagian dari Libya saat ini). Kontak budaya dengan negeri-negeri tersebut dengan sendirinya berdampak pada perkembangan budaya musikal bangsa Arab. Rezim Empat Kalifah ortodoks (532-660) yang sangat tegas saat itu tidak banyak berpengaruh pada dominasi kesenangan dan antusiasme terhadap kenikmatan hidup di Mekah dan Madinah. Periode empat khalifah pertama merupakan the golden age of Islam, yang dikenal juga sebagai masa Khulafa Rasyidin atau The Pious Caliphs, yaitu masa empat kepemimpinan Islam pertama yang terdiri dari Abu Bakr as-Siddiq (tahun 632-634), ‘Umar Ibn al-Khattab (tahun 634-643), ‘Utsman Ibn ‘Affan (tahun 644656), dan ‘Ali Ibn Abi Thalib (tahun 656-661) (Khan, 2001:ix x). Keluarga-keluarga kaya, menyewa budak-budak yang berbakat dalam musik, yang kemudian dibebaskan setelah kontraknya habis. Para musisi tersebut kemudian menjadi pilarpilar kehidupan musik Arab. Kompetisi di antara para pemusik terekspresikan melalui konser-konser di rumah keluarga dan di 117 salon-salon65 dan pememberian hadiah pada musisi-musisi terbaik (Shiloah, 1995: 12). Walaupun kini musik dipertunjukkan di gedung-gedung konser, namun pada mulanya musik kamar diadakan di rumah atau di dalam ruangan yang tidak terlalu besar dengan jumlah audiens yang terbatas. Pada saat itu pertunjukan musik kamar dihadiri oleh audiens khusus seperti kenalan-kenalan dan para ahli musik (connoisseurs). Dari tradisi musikal Mekah dan Madinah, terbentuklah generasi musik Islami selanjutnya. Proses pendidikan dimulai dari pendekatan tradisional, kemudian meningkat pada audisi reguler dari musik-musik terbaik para virtuoso. Melalui ambisi dan usaha keras dari musik mereka, para musisi negara-negara Islam yang baru di luar Arab telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan teknik-teknik, instrumen-instrumen, dan elaborasi bentukbentuk musikal baru. Salah satu capaian musik Islam saat itu ialah pengembangan sistem penalaan ‘Ûd Arab. Talaan Lute Persia diterapkan pada ‘Ûd Arab dan pengaturan sistem modal pada berbagai melodi serta ritmenya disesuaikan dengan musik Arab serta diberi kodifikasi baru. Talaan ‘Ûd Arab berdawai 4 yang asli dari dawai teratas hingga terbawah ialah: agdc. Disebabkan oleh pengaruh Persia, talaan tersebut menjadi lebih 65 istilah “salon” berkaitan dengan bentuk musik pada abad ke-17, dan abad ke-18. Berkaitan dengan istilah chamber music, karakteristik bentuk pertunjukan pada jaman Klasik dengan jumlah pemain yang sedikit, terdiri dari dua hingga 18 orang. 118 teratur dengan mengganti talaan dawai teratas dan terbawah yang masing-masing berjarak kwint dari kedua senar berurutan di antaranya. Dengan demikian dari dawai ke dawai berjarak kwint, yaitu: A E G D A (Spring, 2001:26; Gushee dan Hiley, 2002:2728). Di antara musisi wanita yang terkenal saat itu ialah Azza alMayla yang trampil membawakan gaya menyanyi al-Ghinâ’ arRaqîq, atau nyanyian lembut (gentle song). Rumahnya berfungsi sebagai sebuah salon yang paling terkenal di kota Madinah, dan hampir kebanyakan musisi terkenal di kota tersebut tampil di salon tersebut atas sponsor darinya. Di samping Azza al-Mayla, musisi terkenal wanita lainnya ialah Jamila, yang di sekitarnya dikelilingi para musisi, penyair dan para selebriti. Sementara itu musisi pria yang terkenal saat itu di antaranya ialah Thuways, yang tertarik pada gaya musikal melodi-melodi nyanyian yang dibawakan oleh budak-budak yang berasal dari Persia. Ia kemudian mengimitasi melodi-melodi tersebut dan mengembangkannya. Penyanyi pria lain yang juga tidak kalah populernya saat itu adalah Sha’ib Khathir, anak seorang budak Persia yang sangat berbakat. Lagu-lagu yang dibawakan mereka umumnya diiringi oleh instrumen-instrumen khas Arab seperti Lute (‘Ud), Rebana (Duff), dan tongkat perkusi atau disebut Qadlib (Shiloah dalam EB, 2006). 119 Kehidupan musik di Mekah dan Madinah memiliki kesesuaian dengan beberapa keterangan dari hadis-hadis Rasulullah SAW yang mengklarifikasi bahwa Madinah bahkan pernah menjadi pusat musik (nyanyian) sejak jaman Jahiliyah. Hal tersebut karena dibandingkan dengan Mekah, penduduk kota tersebut memang lebih menyukai nyanyian. Tersirat pada beberapa hadis bahwa Rasulullah SAW pernah memperkenalkan seorang penyanyi dan mempertunjukkan bakat penyanyi tersebut kepada Aisyah, istri beliau. Beliau juga pernah mengirimkan Arnab, seorang penyanyi cantik yang dijuluki “Jamilah sang penyanyi” sebagai hadiah pertunjukan untuk suatu pesta pernikahan pengantin suku Anshar. Abu Bakar pernah menjumpai dua orang penyanyi sedang mempertunjukkan kebolehannya di hadapan Aisyah. Rasulullah SAW bersama beberapa sahabat pernah menyaksikan pertunjukan menyanyi oleh hamba sahaya di sebuah pekarangan yang diselenggarakan atas sponsor Hasan, pertunjukan beliau mengekspresikan dan diakhir ketidakberatannya (Qardawi, 2002:194-196). 4.1.2.2 Musik Klasik di Dunia Islam Gaya musik Islam klasik mengalami perkembangan yang signifikan pada masa Kekhalifahan Ummayah (661-750 M). Istana-istana di kawasan ibu kota kekhalifahan yang saat itu dipindahkan ke Damaskus, Syria, diramaikan oleh para musisi, 120 baik pria maupun wanita. Walaupun elemen-elemen asing nonArab memainkan peranan yang sangat penting dalam musik mereka, namun sebagian besar musisi terkenal saat itu memiliki latar belakang kelahiran dan kebudayaan Arab. Dengan demikian latar belakang kebangsaan telah memberikan kontribusi terhadap khasanah karakteristik musik di suatu wilayah kebudayaan. Musisi periode Ummayah pertama yang paling terkenal ialah Ibn Misjah, yang dikenal sebagai “bapak musik Islam.” Misjah yang lahir dari sebuah keluarga Persia di Mekah, adalah ahli teori musik, penyanyi, dan virtuoso Lute. Ia mempelajari teori serta praktek musik Persia dan Bizantium di Syria dan Persia. Ia banyak menggabungkan berbagai pengetahuan musik yang diperolehnya ke dalam “lagu seni” (art song) khas Arab, mengadopsi elemen-elemen baru seperti modus-modus musik asing, dan menolak ciri-ciri lain yang tidak cocok dengan gaya musik Arab. Di samping Ibn Misjah yang dijuluki “bapak music Islam,” terdapat musikolog Islam lain yang dijuluki “bapak musik” oleh kritikus Barat, Sir Huvert Parry, yaitu Shafi al Dîn karena dua karya monumentalnya, yaitu Syarafiya dan The Book of Musical Modes. Kontribusi musikologis Ibn Misjah terdapat dalam sumber informasi terpenting mengenai kehidupan musik pada tiga abad pertama Islam, yaitu Kitab alAghani (“The Book of Songs”) karya Abuu al-Faraj al121 Isybahani, pada abad ke10. Walaupun demikian informasi teoretis tersebut bukanlah yang pertama karena dua abad sebelumnya, Yuunus al-Katib, seorang penulis buku teori musik Arab, telah terlebih dahulu mengkompilasi koleksi lagu-lagu Arab. Musisi lain yang juga terkenal pada periode ini ialah: (1) Ibn Muhriz, keturunan Persia; (2) Ibn Surayj, putra seorang budak Persia yang terkenal karena elegi-elegi dan improvisasiimprovisasinya (murtajal); (3) Al-Gharidh, seorang murid Ibn Muhriz, yang memiliki latar belakang kelahiran dari keluarga Berber; dan (4) Ma’bad, seorang Negro. Seperti halnya Ibn Surayj, Ma’bad memiliki suatu gaya personal khusus yang kemudian diadopasi oleh generasi-generasi penyanyi yang datang kemudian. Buku karya Abu al-Faraj al-Isybahani yang diterjemahkannya sebagai “The Great Book of Song” tersebut, tersusun dari 21 jilid. Sedemikian komprehensifnya buku tersebut sehingga Ilmuwan Muslim terkenal saat itu, yaitu Ibn Khaldun, menyebutnya sebagai “biang musik” (Hosein, 1979:38) Pada akhir masa Ummayah, elemen-elemen yang berbeda dari musik Arab dan musik bangsa-bangsa non-Muslim yang kemudian memeluk Islam, tergabung ke dalam gaya musik Islamis klasik. Dengan berdirinya kekalifahan Abbasiyah pada tahun 750 M. Baghdad menjadi pusat musikal terdepan saat itu. Masa kekalifahan Abbasiyah merupakan periode keemasan 122 (Golden Age) untuk musik Islam. Pada saat itu penguasaan musik, yang seakan-akan merupakan keharusan bagi setiap orang yang terpelajar, di antaranya berkaitan dengan virtuositas, teori estetika, sasaran-sasaran etis maupun terapis, pengalaman mistis, dan spekulasi matematis. Di samping itu para pemusik profesional juga diharuskan memiliki penguasaan teknis, daya kreatif, dan pengetahuan ensiklopedis yang memadai. Di antara para pemusik Abbasiyah terbaik ialah Ibrahim al-Mawshili dan Ishaq. Hampir semua anggota keluarga bangsawan Persia saat itu ialah pimpinan musisi-musisi istana dan sahabat-sahabat dekat dua kalifah, yaitu Harun ar-Rasyid dan al-Ma’mun (Sabini 1976:2223). Ishaq al-Mawsili, seorang penyanyi, komposer, dan virtuos ‘Ud Arab, adalah seorang musisi Abbasiyah yang hebat. Sebagai seorang musisi yang berkebudayaan luas, ia telah menulis sekitar 40 buku dalam bidang musik, baik berkaitan dengan toeri maupun kumpulan karya-karya musik, yang kabarnya telah banyak yang hilang (Shiloah dalam EB 2006). Lute saat itu merupakan instrumen favorit yang banyak digunakan untuk mendemonstrasikan temuan-temuan teoretis dari para ahli musik. Menurut Kitab al-Aghani, Ishaq adalah penemu teori modus-modus melodi musik Islam yang pertama. 123 Salah satu karyanya, Ashbi’, yang berarti “jari-jari”, adalah teori penyusunan modus-modus menurut fret-fret ‘Ud dan penempatan jari-jari tangan kiri yang berkaitan dengannya: (Shiloah, 1997:164) Pada bagian atas setiap lagu terdapat petunjuk-petunjuk mengenai modus dan jenis-jenis interval terts dengan kualitas mayor, minor, dan netral/murni, serta modus ritmis, yang digunakan untuk lagu tersebut. Terts ialah ialah sebuah interval yang menjangkau tiga nada berurutan dalam suatu susunan tangga nada. Interval tersebut bervariasi dalam ukuran yang pasti tanpa kehilangan karakternya. Musik Barat menggunakan terts mayor dan minor sedangkan kebanyakan musik non-Barat dan musik rakyat menggunakan terts murni (netral), yang ukurannya terdapat di antara mayor dan minor. Terts murni dalam musik Islam yang kira-kira diperkenalkan pada masa tersebut, memberikan kontribusi terhadap penambahan jumlah modus melodi dari delapan hingga 12 macam dengan cara membuat lebih banyak interval sebagai landasan dalam membangun melodi-melodi baru. Sementara itu jumlah modusmodus ritmis bervariasi dari enam hingga delapan, dengan struktur dan isi yang berbeda-beda (Wright, 1992: 681). Kemajuan musik di dunia Islam pada masa Ummayah, tidak hanya terjadi dalam bidang pendidikan dan pertunjukan, baik artistik maupun hiburan, melainkan juga dalam bidang 124 kritikmusikologis. Sehubungan dengan itu Ishq dan Ibrahim alMawshili aktif berpartisipasi dalam perdebatan di antara aliran modernism Romantik Persia yang cenderung pada antusiasme dekoratif, dan Klasikisme Arab yang sederhana dan tingkattingkat kesulitan artistik yang bervariasi. Aliran modernisme Persia didukung oleh Ibn Jami’ dan penyanyi terkenal Pangeran Ibrahim ibn al-Mahdi, sementara aliran klasik lama didukung oleh Mawshilis. Pada paruh kedua abad ke-8, literatur Islamis mengenai teori musik pernah menjamur di pusat-pusat kebudayaan Islam. Warisan karya-karya ilmiah musik bangsa Yunani mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para sarjana Arab yang akrab dengan literatur Yunani, menunjukkan produktivitasnya dengan mempersembahkan buku-buku baru dan penerbitan ulang bagian-bagian tertentu dari buku-buku Yunani. Dalam karya-karyanya, mereka memperluas, menggubah, mengembangkan, dan menyumbangkan kejelasan baru teori-teori musik Yunani. AlKindi, filsuf terkenal yang secara mendalam sangat fasih dalam ilmu-ilmu Yunani, menulis lebih dari 13 karya tulis tentang musik, termasuk di antaranya ialah beberapa literatur musikal Arab tertua yang hingga kini masih bertahan. Ia juga memperdalam teori etos (ta’tsir) dan aspek-aspek kosmologis dari musik. (Lihat sub bahasan: “The Umayyad and Abbasid dynasties: classical Islamic music” dalam EB 2006). 125 Ikhwan ash-Shafa, sebuah persaudaraan yang terdiri dari para filsuf Islam, memiliki peran yang penting dalam pengembangan pengetahuan musik di dunia Islam pada abad ke10 M. Persaudaraan ini memberikan perhatian yang besar pada tema ta’ tsir dan kosmologi musik yang didalami oleh AlKindi. Mereka mencapai teori baru mengenai bunyi yang mengungguli teori-teori kuno Yunani. Di samping Al-Kindi dan Ikhwan ash-Shafa, periode ini juga telah diramaikan oleh para filsuf lain yang mendalami teori musik secara khusus, seperti di antaranya ialah al-Farabi dengan karyanya Kitab al-Musiqi alKabir, dan Ibn Sina, pelopor ilmu kesehatan, yang di Eropa dikenal dengan nama Avicenna. Mereka aktif bergelut dengan topik-topik yang berkaitan dengan teori bunyi, interval, jenisjenis musik dan sistem-sistem yang menyertainya, komposisi, ritme, dan instrumen-instrumen. Hal serupa juga dilakukan oleh As-Sarakhsi, kemudian oleh tokoh sejamannya, Tsabit ibn Qurrah, dan murid Ibn Sina yaitu Ibn Zayla. Ahli teori musik terakhir pada periode Abbasiyah adalah Shafi ad-Din yang membuat kodifikasi elemen-elemen praktis modal yang kemudian dikenal sebagai sistem musikal tingkat lanjut dan menjadi model acuan bagi generasi-generasi berikutnya. Banyak dari warisan-warisan teori musik dan karya-karyanya yang ditulis di antara abad ke-13 dan abad ke-19, kemudian diterapkan ke dalam berbagai kelipatan tradisi-tradisi lokal (Shehadi, 1995:3449). 126 4.1.2.3 Musik Islam di Spanyol Musik di Spanyol mengalami kemajuan sejak masuknya Islam. Pusat musik Spanyol pertama berada dalam koordinasi pemerintah Ummayah dan kemudian berpindah ke Berber Almoravids, penguasa Afrika Utara dan Spanyol abad ke-11 dan ke-12; Setelah kejatuhan Almoravids kemudian dikembangkan Almohads. Bertemunya Islam dengan budaya-budaya lain di Spanyol telah menstimulasi perkembangan musik wilayah Andalusia. Tokoh musik terkenal saat itu ialah Ziryâb (abad ke9), murid Ishâq al-Mawshili. dikabarkan karena iri pada gurunya, ia beremigrasi dari Bagdad ke Spanyol. Berkat Ziryab, seorang virtuoso vokal dan musisi terdepan di istana Cordoba, dalam pengembangan musik Andalusia, ‘Ud Arab yang sebelumnya bersenar empat, saat itu ditambah hingga menjadi lima dawai. Kontribusi lain ialah bentuk komposisi baru, dan inovasi dalam metode pengajaran menyanyi. Dan kemudian, saat itu Sevilla menjadi pusat pembuatan alat-alat musik termaju di seluruh dunia. Kelahiran Vihuela di Spanyol, yaitu gitar pada permulaan Renaisans yang bersenar lima, tampaknya terinspirasi oleh instrumen-instrumen Arab, maupun Persia, khususnya ‘Ud Arab. Pada periode Spanyol, berkembang syair-syair puitis baru seperti Muwashshah dan Zajal, yaitu bait dan meter (irama) yang lebih bebas dibanding bait formal, Qashîdah. Inovasi tersebut membuka jalan bagi perkembangan bentuk-bentuk 127 musikal baru, khususnya Nawbahs. Di antara warisan musik Islam Spanyol ialah komposisi 24 Nawbahs tradisional. Nawbahs adalah bentuk kumpulan lagu, baik untuk vokal maupun instrumental, dan baik dalam gaya bebas maupun bermetrik, yang ke-semuanya disatukan oleh modus-modus melodi dan pola-pola ritmis. Dalam sejarah musik Barat, fenomena musikal semacam ini baru populer pada abad ke-17 atau jaman Barok, dengan istilah Suite. Dalam sejarah musik Islam, (EB 2006) Kemunduran pusat-pusat Islam di Spanyol dan berkembangnya gerakan sekularisme Eropa berdampak pada mengendornya dominasi Islam di negara tersebut secara bertahap hingga 1492 M. Kekuasaan politik melemah namun jejak-jejak peradaban Islam tetap ada sehingga memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan peradaban Barat. Sejak melemahnya pusat-pusat penting budaya Islam di Timur, yaitu Baghdad pada tahun 1258 M, dan di Barat, yaitu Granada pada tahun 1492, kejayaan musik Islampun tersaing oleh budaya musik baru di Barat yang terstimulasi oleh gerakan Renaisans (Pendle 1963:28-29). Alat-alat musik dari budaya Islam akhirnya tergeser oleh tiga jenis Vihuela, yang merupakan instrumen baru khas Spanyol. Vihuela de Arco (digesek dengan alat penggesek) tampaknya merupakan nenek moyang keluarga instrument 128 gesek; Vihuela de Pendola (dipetik dengan plectrum/pick) bukannya tidak mungkin telah menginspirasi jenis-jenis insturmen keyboard kuno yang menjadi nenek moyang piano sehubungan dengan kemiripan mekanisme produksi suara instrumen-instrumen tersebut dengan petikan plectrum; Vihuela de Mano (dipetik dengan tangan/ jari-jari) menjadi gitar klasik yang ada saat ini. Sementara itu beberapa instrumen warisan budaya Islam, termasuk ‘Ud Arab dan Arbab, diekspor ke Afrika Utara, dan sebagian ke Eropa Barat. Sementara jenisjenis klasik menghilang, jenis-jenis tradisional tersebar ke berbagai wilayah Islam di luar Spanyol. Beberapa di antaranya dilestarikan dan menerima pengaruh-pengaruh baru dari penguasa-penguasa Mongol dan Turki. Sementara musik Turki yang memiliki pengaruh budaya Arab dan Persia yang sangat kuat hingga 1918, tersebar ke seluruh wilayah yang dikuasainya dari Balkan hingga Tunisia, Persia menikmati kemandirian artistik dalam kebudayaan musiknya selama masa tersebut (Randel, eds), 1978: 541). Setelah kemunduran dunia Islam, sejak Renaisans Barat justru mengalami kemajuan di bidang musik yang berlangsung intensif dari abad ke abad. Berkembangnya kolonialisasi bangsa-bangsa Barat di wilayah Timur pada abad ke-19, telah mempertegas hilangnya tradisitradisi musik klasik Islam yang sempat mempersatukan budaya masyarakat dunia Islam. Namun demikian dunia budaya modern 129 Islam diwarnai oleh kontrak-kontrak musikal dengan Barat dan percampuran musik Islam tradisional dengan musik Barat. 4.1.3 Pandangan Islam Terhadap Seni Musik Seni musik mempunyai kedudukan yang berbeda-beda dalam pandangan ulama. Ada pendapat yang memperbolehkan seni musik, ada juga yang melarang bahkan mengharamkannya. Diantara mereka ada yang membuka lebar-lebar terhadap setiap macam lagu dan warna musik, dengan alasan karena yang demikian itu halal, dan merupakan salah satu aktivitas yang baik dalam kehidupan, yang dibolehkan Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ada yang mematikan radio atau menutup mata dan telinganya ketika mendengar lagu apapun seraya mengatakan, “Lagu adalah seruling setan, perkataan yang tak berguna serta penghalang orang untuk berdzikir kepada Allah dan mengerjakan shalat”. Terutama suara wanita yang menyanyi, menurut mereka, suara wanita dengan tidak menyanyi pun adalah aurat, bagaimana pula jika menyanyi ?. sebagian lagi ada yang menolak sama sekali segala macam musik apapun musik ilustrasi pengantar siaran berita. Kelompok ketiga bersikap ragu-ragu diantara dua kelompok ini, kadang cenderung pada kelompok pertama, di saat yang lain ikut pada kelompok yang kedua. Kelompok yang ketiga ini dan jawaban yang memuaskan dari Ulama dalam masalah penting yang menyangkut perasaan dan kehidupan manusia sehari-hari ini, terutama sesudah masuknya berbagai media informasi yang dapat didengar dan dilihat, yang telah memasuki rumah-rumah dan disertai dengan hal-hal yang 130 serius dan yang lucu-lucu dan menarik pendengaran orang dengan lagulagu dan musiknya suka ataupun tidak suka. Sebuah perdebatan yang cukup serius boleh tidaknya umat Islam bermain musik ataupun menyanyikan sebuah lagu. Ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian mengemukakan antara lain, bahwa musik dan nyanyian adalah jenis hiburan, permainan atau kesenangan yang bisa membawa orang lalai / lengah dari melakukan kewajiban kewajibannya, baik terhadap agama, misalnya shalat terhadap diri dan keluarganya, seperti lupa studinya atau malas mencari nafkah, maupun terhadap masyarakat dan negara, seperti mengabaikan tugas organisasinya atau tugas negara. Tampaknya dalil syar’i yang dipakai ulama yang mengharamkan musik dan nyanyian itu adalah yang disebut saddu al-dzari’ah, yang artinya menutup/mencegah hal-hal yang dapat mengantarkan orang kedalam hal-hal yang dilarang oleh agama. Misalnya melihat aurat wanita bukan muhrim dan bukan istrinya adalah haram, karena perbuatan itu bias mendorong orang kepada perbuatan yang tercela (berbuat cabul, zina dan sebagainya). Demikian pula wanita, dilarang memperlihatkan bagian auratnya kecuali pada suaminya, anak-anaknya, dan orangorang yang tersebut dalam Surat al-Nuur ayat : 3. Larangan ini juga dimaksudkan untuk menjaga keselamatan dan kehormatan wanita itu sendiri dan juga untuk tidak merangsang kaum pria.66 Banyak dalil yang digunakan ulama baik yang diambil dari alQur’an maupun dari hadits Nabi Muhammad saw. Diantaranya dalil 66 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqdyah, (Bandung : PT. Gunung Agung, 1997), hlm. 98. 131 tersebut adalah pertama mereka mengharamkan lagu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud dan Ibnu Abbas serta sebagian tabi’in bahwa mereka mengharamkan nyanyian berdasarkan firman Allah Swt. Artinya : “Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan”. (Q.S. Lukman : 6) Dalil berikutnya adalah al-Qur’an surat al-Qashash ayat 55; Artinya : “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat mereka berpaling daripadanya…” (Al Qashash : 55) Nyanyian bagi mereka termasuk al-laghwu (perkataan yang tidak berguna) maka wajib berpaling dari padanya.67 Dalil yang ketiga adalah hadits Rasulullah saw. yang artinya : “Setiap permainan yang dilakukan oleh seorang mukmin maka itu suatu kebatilan, kecuali tiga permainan; permainan suami dengan istrinya, pelatihan terhadap kudanya dan melempar anak panah dari busurnya”. (H.R. Ashhabus Sunan Munhthorib). Dalil yang keempat adalah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang merupakan hadits mu’allaq, dari Abi Malik atau Amir Al Asy’ari, satu keraguan dari perawi dari Nabi saw, ia berkata: “Benar-benar akan ada suatu kaum dari umatku yang menghalalkan kemaluan (zina), sutera, khomar (minuman keras) dan alat-alat musik”.68 (HR. Bukhari). 67 Yusuf Qordhawi, Seni dan Hiburan Dalam Islam, (Jakarta : Al-Kautsar, 1998), hlm. 68 Al Imam Zainuddaini Ahmadubnu Abdullatif Azzabaedi, Muhtashor Shohih Bukhori, (Juz Awal : Darul Kitab Libanon), hlm. 451 132 Adapun ulama yang membolekan orang Islam belajar musik dan nyanyian, memainkan, dan mendegarkan mengemukakan alasan-alasan, antara lain sebagai berikut: Artinya : “Pada dasarnya segala sesuatu itu halal (boleh), sehingga ada dalil yang jelas menunjukkan keharamannya”. (Yusuf Qordhawi 38 : 1998)69. Menikmati musik dan nyanyian itu sesuai dengan fitrah manusia dan naluri yang memang suka kepada hal-hal yang enak, lezat, indah, menyenangkan, mempesona, mengasyikan, dan memberi kedamaian dan ketenangan dalam hati, seperti musik dan nyanyian.70 Sebagaimana yang diingatkan oleh Allah swt dalam al Qur’an surat Ali Imran ayat 14 : Artinya : “Dijadikan indah pada (pandangan manusia kemauan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.71 (Ali Imran : 14) Tentang menyanyinya dua budak wanita di rumah Nabi saw, di sisi Aisyah Ra. Dan bentakan Abu Bakar terhadap kedua wanita itu beserta perkataannya, “Seruling syetan di rumah Nabi”, ini membuktikan bahwa kedua wanita itu bukan anak kecil sebagaimana anggapan sebagian orang. Sebab kalau wanita itu bukan anak kecil, pasti tidak akan memancing kemarahan Abu Bakar ra. 69 Abdul Wahab Khalaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh), (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1994), Hlm. 140 70 Yusuf Qordhawi, Seni dan Hiburan Dalam Islam, (Jakarta : Al-Kautsar, 1998), hlm. 71 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Gema Risalah Press, 1989), Hlm. 167 133 Yang menjadi penekanan disini adalah jawaban Nabi saw kepada Abu Bakar dan alasan yang dikemukakan oleh Rasulullah saw, bahwa beliau ingin mengajarkan kepada kaum Yahudi bahwa di dalam agama kita itu ada keluwesan. Beliau diutus dengan membawa agama yang bersih dan mudah. Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, ”Aisyah pernah menikahkan salah seorang wanita dari familinya dengan laki-laki Anshar, maka Rasulullah Saw datang dan bertanya, “Apakah kalian sudah memberi hadiah pada gadis itu?” Mereka berkata, “ya (sudah)”. Nabi berkata, “Belum”. Maka Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sahabat Anshar itu kaum yang senang hiburan, kalau seandainya kamu kirimkan bersama gadis itu orang yang menyanyikan “kami datang kepadamu… kami datang kepadamu… selamat untukmu”. Tidak ada dalam Islam sesuatu yang baik artinya dan yang dianggap baik oleh jiwa yang bersih dan akal yang sehat kecuali telah dihalalkan oleh Allah sebagai kasih sayang untuk semua72. Karena risalah yang universal dan abadi, sebagaimana Allah swt berfirman: Artinya : “Mereka menanyakan kepadamu, “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” katakanlah, “Dihalalkan bagimu yang baikbaik”.73 (QS. Al Maidah : 4). Imam Al Ghazali membantah orang yang berkata, “Sesungguhnya nyanyian itu perbuatan sia-sia dan permainan” dengan bantahannya “Dia memang demikian, tetapi dunia seluruhnya 72 73 Qordhawi, Op.Cit., hlm. 252 Departemen Agama RI, Op. Cit., Hlm. 158 134 perbuatan sia-sia dan permainan”. Dan, segala macam senda gurau bersama wanita adalah perbuatan sia-sia, kecuali perkawinan yang bertujuan memperoleh anak. Sedangkan bergurau/kelakar yang tidak jorok hukumnya halal”. Demikian itu diriwayatkan dari Rasulullah saw dan dari para sahabat. (Dikutip dari Yusuf Qordhawi) Menurut Quraisy Shihab (1999) tidak ada larangan menyanyikan lagu di dalam Islam. Bukankah Nabi saw pertama kali tiba di Madinah, beliau disambut dengan nyanyian “Thala al-badru ‘alaina min Tsaniyaah al-wadaa”?. Ketika ada perkawinan, Nabi juga merestui nyanyian yang menggambarkan kegembiraan. Yang terlarang adalah yang mengandung makna-makna yang tidak sejalan dengan ajaran Islam. Imam Al Ghazali mengecam mereka yang mengharamkan musik atau nyanyian, walaupun dia mengakui adanya larangan Nabi saw, tetapi dia mengaitkan larangan mendengarkan musik atau nyanyian itu dengan kondisi yang menyertainya, atau dampak negative yang dilahirkannya. Al-Marhum Mahmud Syaltut, pemimpin tertinggi Al Azhar Mesir, dalam buku Fatwa fatwanya, seperti dikutip oleh Quraisy Shihab, menegaskan bahwa para ahli hukum Islam telah sepakat tentang bolehnya nyanyian guna membangkitkan kerinduan melaksanakan haji, semangat bertempur, serta dalam peristiwaperistiwa gembira seperti lebaran, perkawinan, dan sebagainya. Adapun selain itu, memang 135 dipersilahkan, tetapi semua alasan untuk melarangnya selama tidak menimbulkan dampak negatif tidak dapat dibenarkan.74 Kalangan sufi Islam bertanggapan,bahwa ilham turun pada manusia melalui gairat. Dalam kalangan sufi, musik adalah suatu yang harus ada. Imam Ghazali pernah berkata, bahwa Gairat diperoleh manusia dengan perantaraan mendengarkan musik, untuk itu, maka Al Ghazali mengarang sebuah kitab musik yang bernama ”Musik dan Gairat”, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Musik and Ecstasy. Musik dan nyanyian penting benar, kata Ghazali, untuk memperoleh Gairat Tuhan. Dengan musik dan nyanyian lebih lekas diperoleh nikmat Tuhan. Ahli-ahli sufi Islam berpendapat, bahwa musik dan nyanyian dapat menyembuhkan penyakit jiwa dan penyakit badan, dan music bisa menjadi obat. Teori ini telah dipraktekkan oleh para sarjana barat dewasa ini. Al-Kindi sendiri telah mempraktekkan musik sebagai jalan untuk menyembuhkan seorang hartawan yang telah lama menderita sakit. Pelajaran dari terapi musik (doctrinair of musical therapheutics), sekarang telah diterima orang dalam lapangan ilmu pengetahuan. Bahkan para sufi menempatkan musik sebagai sesuatu yang sangat penting keberadaannya. Walaupun ada para ulama yang memiliki dalildalil yang melarang musik, tetapi sejarah menjelaskan kepada kita bahwa musik diperbolehkan hukumnya oleh Islam, apa lagi seni music 74 Quraisy Shihab, Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama, (Bandung : Mizan, 1999), hlm. 8 - 14 136 Nasyid yang memang dijadikan sebagai alat atau media dakwah untuk mencapai tujuan yang mulia. Acuan normatif berupa dalil-dalil diatas, ada sejumlah hal sangat elementer yang bias diungkapkan dan dielaborasi. Pertama, bahwa Islam sama sekali tidak pernah mempunyai ajaran untuk melawan kecenderungan fitrah manusia yang senang kepada hal-hal yang enak dan menyenangkan, seperti musik. Kedua, selama tidak melalaikan orang dan mengingat Tuhan, musik adalah sesuatu yang boleh. Maha Agung Tuhan yang telah mengkaruniai manusia kecenderungankecenderungan alamiah untuk senang kepada hal-hal yang bersifat hiburan, seperti musik. Ketiga, nyanyian harus diperuntukkan buat sesuatu yang tidak bertentangan dengan etika Islam. Kalau nyanyian itu penuh dengan syair-syair yang bertentangan dengan etika Islam, maka menyanyikannya haram.75 Dari ungkapan diatas, bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa seni music diperbolehkan selagi orang yang menyanyi atau yang mendengarkan lagu tidak terlena yang akhirnya meninggalkan kewajibannya, baik kewajiban dengan Allah ataupun dengan sesame manusia. Jadi seni musik diperbolehkan selama ia tidak diikuti atau dikaitkan dengan hal-hal yang menyimpang dari ajaran Islam. Bahkan para sufi menempatkan musik sebagai sesuatu yang penting keberadaannya. 75 Yusuf Al- Qordhowi, Fiqh Musik dan Lagu, Penerjemah Tim LESPISI, H. Ahmad Fulex Bisyri, H. Awan Sumarno Lc, H. Anwar Musthofa, Mujahid, (Bandung : LESPISI, 2002), hlm . 163. 137 Walaupun ada para ulama yang memiliki dalil-dalil yang melarang musik. Tapi sejarah telah menjelaskan kepada kita bahwa musik diperbolehkan hukumnya oleh ulama Islam, apalagi musik yang dimaksud di sini adalah sebagai alat atau media untuk mengkomukasikan pesan-pesan dakwah untuk mencapai tujuan yang mulia. 4.1.4 Sistem Musik Arab Musik Arab pada umumnya melodi, yang berarti jarang mencakup harmoni dan akord. Alasan utama mengapa harmoni jarang digunakan adalah bahwa akord tidak terdengar enak ketika telah di masukan nada seperempat atau varia Maqam Arab (Arab: maqam, jamak: maqamat) adalah sistem yang digunakan dalam mode melodi musik Arab tradisional, yang terutama melodi. Kata maqam dalam bahasa Arab berarti tempat, lokasi atau peringkat. Maqam-maqam Arab adalah jenis melodi. Maqam adalah "teknik improvisasi" yang mengembangkan nada-nada, pola, dan pengembangan nada musik dan untuk "seni musik Arab yang unik". Ada tujuh puluh dua bentuk scale maqam. Di bangun dari berbagai jarak nada atau laras. Setiap maqam di bentuk dari scale, dan membawa tradisi yang mendefenisikan frasa yang lazim, melodi penting, pengembangan melodi dan modulasi. Kedua komposisi dan improvisasi 138 dalam musik Arab tradisional didasarkan pada sistem maqam. Maqam dapat direalisasikan dengan musik baik vokal atau instrumental. Maqam muncul pertama kalinya pada abad ke empat belas yang ditulis oleh sheikh Al-Safadi dan Abdulqadir al-Maraghi, dan sejak itu pula digunakan sistem music dalam music arab. Maqam adalah struktur yang mencirikan seni music di Negara Afrika utara, timur tengah dan asia tengah. 4.1.4.1 Tuning sistem Maqam arab di dasarkan pada scale pada 7 nada yang di ulang-ulang di dalam satu oktav. Beberapa maqam memiliki dua atau lebih scale alternatif (misalnya Rast, Nahawand dan Hijaz). Scale maqam pada musik tradisional arab ialah microtonal, tidak didasarkan pada 12 nada yang biasa dipakai pada tuning sistem musik modern barat. Sebahagian besar scale maqam terdiri dari perfect fifth atau perfect fourth (atau keduanya) dan semua oktaf ialah perfect. Scale maqam mugkin atau tidak mungkin mengandung nada yang jatuh pada semitone. Oleh karena itu maqam kebanyakan diajarkan secara lisan. 4.1.4.2 Notasi Karena microtonal tidak praktis dalam penotasian, maka sistem notasi musik Arab pada pergantian abad ke-20 disederhanakan. Dimulai dengan kromatis scale. Scale Arab dibagi menjadi 24 nada, sama dengan seperempat tone. Di mana 139 seperempat tone sama dengan setengah dari semitone dalam 12 tone diatonis barat. Maqam-maqam tersebut terbentuk dari suatu bahan (nada dasar) yang disebut Jins (jamak: Ajnas). Ajnas terdiri dari 3 nada (trichords), 4 nada (tetrachords), dan 5 nada (pentachords). 4.1.4.3 Jenis-jenis maqam `Ada puluhan maqam arab, terlalu banyak untuk di uraikan, termasuk Persia dan Turki yang amat banyak. Sulit untuk menemukan daftar lengkap pada maqamat Arab yang di setujui semua buku pelajaran, atau referensi yang lengkap, mana yang benar-benar maqam Arab dan yang mana maqam Turki atau Persia. Ada juga maqamat lokal yang hanya digunakan di beberapa wilayah di dunia Arab (misalnya Irak dan Afrika Utara), dan tidak diketahui oleh yang lain. Tapi maqamat yang paling banyak digunakan dan dikenal terdapat sekitar 30 sampai 40 maqam. Disini akan diuraikan maqam-maqam yang umum di gunakan, terutama di negara-negara di timur tengah: 1) Ajam Trichord Ajam trichord terdengar sangat mirip dengan 3 not pertama dalam skala mayor di Musik Klasik Barat, dengan not ke 3 140 disetel sedikit lebih rendah. Hal ini membuat lebih mellow dari skala mayor. 2) Jiharkah Trichord Jiharkah Trichord terdengar sangat mirip dengan 3 not pertama dalam skala mayor di Musik Klasik Barat. not ke 3 disetel sedikit lebih rendah dari skala mayor, dan bahkan lebih rendah dari pada di Trichord Ajam. 3) Sikah Trichord Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Beberapa buku menyatakan Trichord ini sebagai 3 tetrachords yang berbeda, tergantung pada interval tonal berikutnya yang mungkin: 1/2 nada disebut Huzam Tetrachord, 3/4 nada disebut Irak Tetrachord, dan 1 nada disebut Sikah Tetrachord. 4) Mustaar Trichord Ini adalah Trichord yang sangat jarang. Ini varian dari Trichord Sikah, dengan not ke 2 dinaikan 1/2 nada. Beberapa buku menyatakan Trichord ini sebagai 3 tetrachords yang berbeda, tergantung pada kemungkina interval tonal berikutnya: 1/2 nada, 3/4 dan 1 nada. 5) Bayati Tetrachord 141 Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Di tuning dengan not ke 2 (Eb) sedikit lebih rendah dan lebih mellow dari Eb yang digunakan dalam Rast dan Sikah. 6) Busalik (Buselik) Tetrachord tetrachord Busalik (kadang-kadang disebut 'Ushaq) terdengar sangat mirip dengan dengan 4 not pertama di skala minor dalam Musik Klasik Barat. Di tuning dari not ketiga dimainkan lebih rendah dari pada di tetrachord Nahawand. Perbedaan tuning sekitar 1/9 lebih rendah dari nada (istilah ini dikenal sebagai koma di msuic Turki). 7) Hijaz Tetrachord Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. Eb disetel sedikit lebih tinggi dari biasanya, sedangkan F# disetel sedikit lebih rendah, dalam rangka untuk mempersempit perbedaan nada 1 1/2 dan membuatnya lebih mellow. 8) Kurd Tetrachord Tetrachord Kurd terdengar sangat mirip dengan 4 pertama dalam modus Phrygian dalam musik klasik Barat. 9) Nahawand Tetrachord 142 not Tetrachord Nahawand terdengar sangat mirip dengan 4 not pertama dari skala minor dalam Musik Klasik Barat. 10) Rast Tetrachord Salah satu suara yang paling umum dalam musik Arab. not ke-3 jatuh antara 3 minor dan 3 mayor dalam Musik Klasik Barat. 11) Saba Tetrachord Tiga not pertama adalah bagian dari Bayati tetrachord. Juga not 3 dan 4 biasanya digunakan untuk memulai tetrachord Hijaz. 12) Zamzama Tetrachord Ini adalah tetrachord yang sangat jarang. 3 not Pertama adalah bagian dari Kurdi tetrachord. Ini adalah versi barat dari Saba dengan not ke 2 berubah dari nada seperempat menjadi semitone. 13) Nawa Athar Pentachord Ini kadang-kadang disebut pentachord Nikriz. 3 not pertama adalah bagian Nahawand tetrachord. Juga 3 not terakhir biasanya digunakan untuk memulai tetrachord Hijaz. Beberapa buku menyatakan tetrachord sebagai pentachord dengan G sebagai not ke 5, dalam rangka untuk menyelesaikan tetrachord Hijaz. 143 14) Athar Kurd Pentachord tetrachord ini adalah variasi dari tetrachord Nawa Athar, dengan not ke 2 diturunkan 1/2 nada. 3 not pertama adalah bagian dari tetrachord kurdi. 4.2 Nasyid 4.2.1 Pengertian Nasyid Banyak sekali ragam lagu-lagu popular sebagai hiburan atau kesenangan yang digandrungi di seluruh dunia. Pria wanita, tua muda sampai anak-anak. Namun ada jenis lagu yang khas dengan latar belakang serta tujuan khusus yang berbeda dengan lagu popular yaitu nyanyian religius atau yang lebih kita kenal sekarang ini adalah Nasyid. Di tanah air, perjalanan Nasyid di awal sekitar era 80-an, ketika Mahasiswa-mahasiswa muslim menyanyikan syair berbahasa Arab sebagai wujud solidaritas saudara-saudara mereka di Palestina. Pada akhir tahunn 90-an grup-group Nasyid di tanah air tumbuh bak cendawan di musim hujan. Hal ini paling tidak menandakan kerinduan masyarakat kita terhadap apa yang kerap disebut sebagai seni Islam.76 Secara etimologi seni Nasyid adalah seni suara, lagu dan musik. Kata Nasyid diambil dari bahasa Arab yaitu (anasyid) yang berarti nyanyian atau syair. Adapun secara terminologi seni Nasyid adalah lagu-lagu dan iramairama dengan tema tema religius. Nasyid juga merupakan komposisi- 76 Sri Yulianti, Nasyid Menyeruk Pasar, (Jakarta : Syiar, 2002), hlm. 40 144 komposisi yang panjangnya sudah ada aturan yang biasanya dimarakkan oleh kelompok laki-laki atau perempuan yang bernyanyi bersama, dengan baris melodi tanggal yang disuarakan bersama-sama oleh semua kelompok iringan instrumen bisa ada bisa juga tidak ada lirik-liriknya sering dalam bahasa Arab, tetapi bahasa setempat dapat dipakai. Dalam beberapa hal, isi kata-katanya adalah campuran bahasa arab dan bahasa pribumi.77 Menurut Yusuf Al- Qordawi ( 1988 ) Nasyid atau nyanyian religious adalah nyanyian yang dihubungakan dengan nuansa keagamaan. Agama merupakan tujuan dan isi dari nyanyian tersebut. Oleh karena itu nyanyian religius ini syair-syairnya hanya menceritakan kecintaan kepada Allah, Rasulullah, orang-orang saleh dari hamba Allah, kehidupan akhirat dan kenikmatan syurga juga menceritakan makna ketuhanan dan keimanan yang dibawa oleh Rasulullah. Seni Nasyid adalah seni suara atau seni musik yang tidak hanya menyentuh tetapi juga meresap dan merasuk jiwa dan hati pendengarnya sebab dalam hal itu terdapat pesan-pesan atau syair-syair yang bermuatan Islami serta mempunyai pengaruh terhadap realisasi penyempurnaan kehidupan spiritual manusia. Seni Nasyid adalah seni musik Islami (handasah al- shawat) yang mendendangkan syair syair Qur’an dan irama-irama yang syahdu seni Nasyid yang berisikan ajaran-ajaran dan penuh ajaran Islam yang banyak mengandung muatan dakwah dan bimbingan melalui seni musik 77 Yusuf al- Qordhowi, Op. Cit., hlm. 170 145 atau seni suara yang indah. Seni Nasyid dapat berbentuk doa-doa agama yang dinyanyikan dengan lagu paling enak dan suara paling lembut sehingga menggembirakan hati dan menggoyangkan perasaan.78 Dari berbagai Uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nasyid adalah seni suara seni musik yang membawakan syair-syair Islami untuk umat manusia agar dapat memahami akan eksistensinya di muka bumi. Dengan demikian pendakwah melalui seni musik Nasyid dapat menyentuh perasaan dan hati sanubari manusia khususnya umat Islam. 4.2.2 Jenis-Jenis Nasyid Menurut Yusuf Qordawi (1988) ada dua jenis Nasyid yaitu : a. Nasyid Islami, yaitu lagu yang dibolehkan oleh syariat yang syairsyairnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam : Aqidah, syariah dan akhlak seperti puji-pujian kepada Allah, Rasulullah, kisahkisah dan lain-lain. Nasyid Islami disyaratkan syair tidak bertentangan dengan syariat, gaya menyanyikan lagu tidak mengandung maksiat, nyanyian tidak dibarengi dengan sesuatu yang diharamkan dan tidak berlebihan dalam mendengarkannya. b. Nasyid Jahili, yaitu lagu yang diharamkan oleh syariat karena syairnya bertentangan dengan syariat Islam. Seperti lagu yang pernah dilantumkan oleh Abu Nawas. 78 Yusuf al- Qordhowi, Waktu dalam Kehidupan Muslim, (Jakarta : Firdaus, 1998), hlm. 117 146 Tinggalkan celaanmu padaku, sebab celaan itu adalah pujian obatilah aku dengan si cantik sang penawar. Atau sajak Syauqi Ramadhan telah datang menyambut peminum Yang selalu menanti setiap saat. Dalam syair ini orang mempropagandakan meminum khamr, padahal ia induknya kejahatan dalam Islam. Hati-hati juga pada sajak Abu Madi dalam syairnya Ath-Thalasim. Aku tidak tahu dari mana datang, tapi aku telah dating Telapak kakiku telah melihat satu jalan, maka akupun berjalan Aku akan terus berjalan kalau aku mau atau aku berhenti Bagaimana kau datang Bagaimana kau berjalan?aku tidak tahu Dan kenapa aku tidak tahu ? Aku juga tidak tahu. Syair ini tidak boleh menurut syariat karena mengandung unsurunsur keraguan terhadap dasar-dasar keimanan penciptaan hari kiamat dan nubuwah. Maka Nasyid ini hukumnya haram. Sedangkan tema-tema Nasyid adalah sebagai berikut : a. Syair yang bersenandung shalawat nabi, ini banyak didendangkan oleh setiap kalangan, baik itu orang dewasa maupun anak-anak. b. Syair yang bersenandung ketauhidan c. Syair yang bersenandung dengan tema Ilahi, akhlaq aqidah dan moral d. Syair-syair yang bercerita tentang kehidupan manusia, baik itu kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. 147 4.2.3 Fungsi Nasyid Musik berfungsi untuk menentramkan pikiran dari beban kemanusian (basyariyyah) dan memperbaiki tabiat manusia. Ia merupakan stimulan untuk melihat rahasia ketuhanan (asrar rabbani) bagi sementara orang musik merupakan godaan karena ketidaksempurnaan mereka.79 Musik spiritual (Nasyid) adalah kunci pembuka kazanah kebenaran Ilahi para ahli tasawuf musik spiritual salah satunya Nasyid berfungsi untuk lebih mendekatkan kepada Ilahi. Seni Nasyid juga berfungsi sebagai alat manifestasi atau penyemangat dalam meningkatkan moralitas dan spiritualitas dalam kehidupan ini. Disamping itu Nasyid dapat berfungsi sebagai sarana atau alat untuk berdzikir, sebagai manifestasi dari wujud syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang telah dia berikan kepada hamba-hambanya. Rasa syukur kepada Allah akan selalu terdorong di hati nurani, bilamana ada suatu pendorong yang mampu untuk mengingatkanya. Maka Nasyid adalah salah satu jalan keluarnya, sebab di dalam Nasyid terdapat berbagai macam-macam pujian dan tasbih kepada Allah SWT. Nasyid Sebagai Media Dakwah Trend Nasyid, saat-saat sekarang ini sepertinya telah menunjukkan gairah yang luar biasa. Sambutan antusias tersebut beriring dengan munculnya kesadaran keislaman di kalangan sebagian remaja-remaja 79 Sayyid Hussein Nashr , Spiritualitas dan Seni Islam, (Bandung : Mizan, 1993), hlm. 38 148 dan pemuda-pemuda Islam. Sehingga merekapun mencari penyaluran gairah seni suaranya kepada jenis suara yang bernuansa Islam yaitu Nasyid. Menurut Din Syamsuddin, kesenian Nasyid ini bisa menjadi momentum syair Islam dan penyelamatan generasi muda dari musibah atau kemaksiyatan seperti narkoba, perkelahian pelajar atau tawuran, perjudian, mabuk, dan lain-lain agar mereka menjadi umat Islam yang produktif dan professional. Semarak Nasyid sebagai media dakwah dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang banyak menggelar pertunjukan Nasyid. Hal ini menandakan bahwa Nasyid dapat diterima oleh masyarakat dan sebagai sarana media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, seperti pertunjukkan yang pernah digelar dengan tema “ Menyelamatkan Generasi Muda, membangun Bangsa “ hal tersebut sangat istimewa karena acara tersebut disisipi dengan acara penyerahan David Club Cup (diambil dari nama Nabi Daud as yang konon memiliki suara yang merdu), sebuah penghargaan bagi pelantun Nasyid terbaik di Indonesia yang dilakukan oleh seketaris Umum Mejelis Ulama Indonesia (MUI) yaitu Dr. Din Syansuddin, kepada grup Nasyid SNADA. Mungkin tidak ada salahnya jika program-program penganugerahan musik mengakomodasi trend suara alternatif tersebut. Karena hal itu sejalan dengan misi pembangunan manusia seutuhnya. Khususnya terkait dengan pembangunan aspek ketaqwaan. Satu aspek yang memang harus ditumbuh kembangkan apalagi melihat kerusakan moral 149 dan penyalahgunaan obat yang terjadi di sebagian kalangan remaja Islam. 80 Dengan demikian Nasyid adalah salah satu media yang efektif untuk berdakwah. Dengan Nasyid persoalan dakwah tidak di jelaskan secara gamblang, namun melalui nyanyian dan musik, sehingga orang yang baru pertama mengenal Islam bisa faham lewat Nasyid tersebut. Dengan menggunakan Nasyid sebagai media dakwah, maka dakwah yang disampaikan tidak akan menjemukan bagi mad’u. Karena dakwah dengan menggunakan media Nasyid, pertama mad’u akan tertarik dengan musik yang ditawarkan oleh munsyid (pembawa Nasyid) setelah mereka menyukai warna musiknya. Maka kemudian mereka memperhatikan isi Nasyid tersebut yang tiada lain adalah pesanpesan dakwah yang mengajak manusia untuk selalu melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar. 4.3 Nasyid Pondok Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah merupakan tempat pelajar yang belajar dan menetap ditempat tersebut. Selain mengikuti pelajaran-pelajaran umum dan agama yang diberikan oleh pesantren, santri juga diberikan pelajaranpelajaran keterampilan baik dalam bidang olah raga, bahasa, maupun kesenian, atau yang dikenal dengan kegiatan ekstrakurikuler, dan diantaranya yaitu nasyid. Para santri dan santriwati bagi yang berminat dapat mengikuti kegiatan ini, berhubung santri dan santriwati yang begitu banyak maka untuk menjadi anggota 80 Sri Yulianti, Op. Cit., hlm. 41 150 group nasyid tetap yang selalu aktif dalam setiap pertunjukan harus mengikuti seleksi guna untuk memperoleh anggota yang berbakat. Sehingga bisa mengikuti pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh instruktur/pelatih nasyid dengan baik. Mereka dididik agar bisa mempertunjukan nasyid disetiap kegiatan-kegiatan yang ada, yang dapat berfungsi sebagai hiburan ditengah-tengah acara. Disamping terdapat nasyid yang terus aktif diberbagai acara atau biasa disebut group nasyid senior. Maka terdapat juga nasyid-nasyid yang dibentuk berdasarkan kelas atau asrama, mereka dididik oleh para senior mereka di nasyid yang kemudian disuatu waktu diadakan acara perlombaan nasyid antar asrama atau kelas, misalnya dalam acara isra’ miraj nabi Muhammad dan waktu malam lebaran haji (Idul Adha). Hal ini di lakukan pada tiap tahun, dan yang memenangkan perlombaan tersebut memperoleh hadiah dari panitia yang menyelenggarakan acara tersebut. Panitia yang mengadakannya terdiri dari para senior dari organisasi OPRH (Organisasi Pemudan Raudhatul Hasanah) di sekolah umum di kenal dengan istilah OSIS. Organisasi tersebut terdiri dari para senior seluruh kelas V (setara dengan kelas II SMA) dan sebahagian kelas IV (setara dengan kelas I SMA) dari pondok pesantren tersebut. Terdapat jadwal latihan tetap yang ditentukan oleh pihak pesantren dan dilakukan dua kali dalam setiap minggunya, namun dalam pelaksanaannya tergantung dari kapan pelatih nasyid datang ke pesantren. Namun jam latihan mereka selalu diadakan pada sore hari, tepatnya setelah shalat ashar sekitar jam 16.30, walaupun dilaksanakan dihari-hari yang berbeda. Akan tetapi ketika akan ada pertunjukan latihan dilakukan lebih sering, bahkan ketika malam setelah shalat isya mereka melanjutkan latihan. Dan diwaktu-waktu kosong yang lain juga 151 gunakan untuk latihan agar dapat menampilkan pertunjukan dengan sebaikbaiknya. Dalam satu group nasyid dapat terdiri dari beberapa anggota, yaitu sekitar 12 hingga 15 orang, tidak ada ketetapan pasti tentang jumlah keanggotaan. Namun bagi para panitia yang mengadakan perlombaan dapat membatasi jumlah pemain. Alat musik yang digunakan bermacam-macam yaitu diantaranya beberapa alat musik rebana dan bebarapa alat musik band seperti gitar elektrik, bass elektrik, keyboard dan lain-lain. Dan salah satu diantaranya ialah sebagai vocal. Untuk melaksanakan latihan para santri diberikan tempat dan fasilitas latihan yang disediakan oleh pesantren. Yaitu berupa ruangan seperti ruang kelas yang didalamnya terdapat alat-alat musik yang dapat digunakan untuk latihan, mereka menyebutnya ruang nasyid. Karena ruangan dan fasilitas merupakan milik umum dan bukan milik pribadi, maka ruangan dan fasiltas tersebut digunakan bergantian. Oleh karena itu terdapat jadwal yang telah dibuat oleh senior agar proses latihan dan waktu latihan dapat terorganisir dengan baik. Pelatih mengajarkan nasyid pada senior, dan kemudian senior mengajarkan pada group nasyid yang lainnya. Pada organisasi OPRH terdapat salah satu bidang yang mengatur tentang kegiatan ini, disebut Qismul Funun (lembaga kesenian). Lembaga inilah yang mengatur jalannya kegiatan nasyid di pesantren, dan lembaga inilah yang mengatur kegiatan-kegiatan nasyid baik berupa pertunjukan pada suatu acara dan perlombaan-perlombaan yang diadakan oleh santri dan santriwati di pondok pesantren tersebut. 152 BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISIS NASYID Untuk kepentingan analisis dan mendistribusikannya maka dalam penulisan ini saya melakukan transkripsi sebagai sarana untuk memvisualisasikan bunyi nada-nada nasyid kedalam tulisan, yakni menggunakan simbol notasi yang dapat dilihat. Melalui transkripsi tersebut saya akan mendeskripsikan unsur-unsur musikal dan berbagai elemen-elemen musik yang menyangkut organisasi melodis dan ritmis. seperti yang dikemukakan oleh Nettl (1964 : 98) tentang transkripsi adalah adanya dua pendekatan yang bisa digunakan yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan musik yakni : (1) kita dapat menganalis dan mendeskripsikan suatu musik dari apa yang kita dengar, (2) kita dapat menuliskan apa yang kita dengar diatas kertas lalu mendeskripsikan apa yang kita lihat. Apa yang dikemukakan oleh Nettl sebenarnya secara langsung menghubungkan antara transkripsi dan analisa yang merupakan dua aspek penting didalam mendeskripsikan suatu musik. Dalam transkripsi yang tidak terlepas dari notasi, berkenaan dengan itu dari dua tujuan notasi pentranskripsian yang ditawarkan oleh Charles Seegers (1971 : 24-34) untuk suatu komposisi musik yakni Preskriptif dan Deskriptif, maka saya akan mengaplikasikannya pada pendekatan Deskriptif, yaitu mencatat semua detail-detail fenomena musik yang dapat didengar. Karena dengan menggunakan pendekatan deskriptif ini berarti seluruh bunyi musik yang ada didalam rekaman 153 diharapkan dapat divisualisasikan secara mendetail. (Terjemahan Ester siagian dalam Hasbi, 1992 : 9) Dalam bab ini penulis akan membahas seluruh bentuk elemen-elemen melodi dan ritme yang terkandung didalam musik nasyid tersebut. Oleh karena itu penulis mengacu pada tulisan William P. Malm, yaitu dengan menganalisis Tangga nada, Jumlah Interval, Jumlah Nada, Nada Dasar (pitch centre), Pola Kadensa, Wilayah Nada (ambitus), Formula Melodi, dan Kontur (garis melodi), selain itu juga penulis akan membahas Gaya serta hubungan teks dengan melodi. 5.1 Proses Transkripsi Sebagai langkah awal untuk analisis skripsi ini maka saya mengambil rekaman musiknya yang saya lakukan beberapa kali, baik rekaman langsung maupun dokumentasi rekaman yang telah mereka miliki sebagai group nasyid. rekaman langsung telah saya lakukan di tempat mereka melakukan latihan, tepatnya di ruangan yang telah di sediakan oleh pihak sekolah sebagai fasilitas yang diberikan kepada santri sebagai tempat latihan nasyid, kemudian saya juga mengambil rekaman yang dilakukan oleh santri di tempat pertunjukan itu dilakukan. Nyanyian yang terdapat dalam nasyid tidaklah seluruhnya direkam, sehingga di sini hanya beberapa nyanyian yang dianggap mewakili pada nyanyian-nyaian yang lainnya untuk di analisis dan lagu itu juga merupakan lagu andalan mereka dalam pertunjukan. Nyanyian yang mainkan diperoleh dari lagu-lagu Islam yang popular dan kemudian di aransemen oleh mereka dan disesuaikan berdasarkan bentuk nasyid pesantren dan alat-alat musik yang ada. 154 Adapun pemain-pemain nasyid tersebut ialah anggota-anggota nasyid yang terdiri dari beberapa santri yang terpilih dan terseleksi oleh pihak pesantren. Keanggotaan ini dapat berubah sewaktu-waktu, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti telah selesainya anggota nasyid dalam menempuh pendidikan dipesantren sehingga ia tidak lagi menjadi santri di pesantren tersebut atau pun pergantian personil yang dilakukan yang disepakati bersama. Proses perekaman saya lakukan beberapa kali dan dalam waktu yang berbeda, direkam dengan sebuah alat rekam handycam. Dalam hal ini proses perekaman dilakukan di tempat di mana biasanya mereka melakukan latihan dan juga di tempat mereka melakukan pertunjukan. Mereka mimiliki tempat latihan yang di fasilitasi oleh pihak pesantren yaitu dengan sebuah ruangan seperti halnya ruang kelas, di dalamnya tersedia alat-alat musik sebagai sarana latihan dan sarana pertunjukan. Pondok pesantren juga memiliki gedung yang merupakan tempat diadakannya berbagai pertunjukan yang dilakukan oleh santri dan dimaksud untuk memenuhi acara-acara yang diadakan pihak pesantren. Setelah proses perekaman dilakukan, selanjutnya hasil rekaman ditransfer kedalam PC (Personal Computer), dan selanjutnya dianalisis di laboratorium. Untuk menganalisis hasil rekaman tersebut terlebih dahulu saya memutar kembali hasil rekaman tersebut secara berulang-ulang. Agar memperoleh hasil yang lebih akurat saya menirukan kembali nada-nada 155 yang terdapat dalam nyanyian tersebut dengan menggunakan sebuah alat musik piano atau keyboard, dan selanjutnya diketik melalui komputer dalam bentuk notasi balok dengan bantuan sebuah Perangkat lunak atau Software yang terinstal didalamnya yaitu finale 2007, dengan demikian bunyi yang awalnya berbentuk audio dapat diubah menjadi bentuk visual yang tertulis kedalam kertas, dan selanjutnya akan diuraikan atau dianalisis elemen-elemen musik yang terkandung dalam nyanyian yang telah ditranskripsikan tersebut dengan menggunakan pendekatan disiplin ilmu Etnomusikologi. 5.2 Model Notasi Berdasarkan beberapa pertimbangan, dalam menentukan model notasi untuk menuliskan musik atau nyanyian nasyid di pondok pesantren tersebut maka penulis menggunakan model notasi barat, hal ini disebabkan atas beberapa pertimbangan : 1. Karena sulitnya untuk menemukan suatu bentuk notasi yang yang dapat dikategorikan “cocok”, ideal untuk digunakan mentranskripsikan musik dan nyanyian nasyid .Disamping itu dalam tradisi musik lokal dimana motif dari musik lokal yang diangkat kedalam tonus atau nada pada musik dan nyanyian nasyid tersebut, ada beberapa yang belum memiliki sistem notasi tersendiri misalnya dalam suku batak, melayu, dan lainnya. Khusus pada kebudayaan Jawa sistem penulisan nada mereka sudah ada, namun untuk menyeragamkan penulisan sistem musik pada tulisan ini maka penulis memilih model notasi barat. 156 2. Untuk melihat sejauh mana keuntungan dari penggunaan notasi musik barat pada pembahasan musik nasyid. Bahwa dalam beberapa hal, sistem penulisan notasi musik barat tersebut dapat digunakan untuk mempelajari elemen-elemen musik nasyid. Misalnya penggunaan garis para nada (Notasi Balok) untuk setiap nada, yang dapat menggambarkan tinggi rendahnya nada dan simbol-simbol yang diperlukan. Dalam membedakan durasi sebuah not dengan durasi not yang lainnya dalam pembagian divisi pola ritem. Bahkan sampai pada pembagian yang lebih kecil dapat dilakukan sistem tersebut. 3. Karena notasi musik barat dapat dikenal secara umum dan sudah biasa dipakai para etnomusikolog serta lazim digunakan orang–orang secara umum sebagai alat bantu untuk belajar musik, sehingga sistem notasi musik barat tersebut cukup komunikatif diantara orang-orang umum. Berdasarkan itulah saya memutuskan untuk menggunakan cara penulisan notasi musik barat tersebut di dalam penulisan transkripsi musik nasyid pondok pesantren yang akan dibahas ini. Namun perlu dijelaskan bahwa karena sistem notasi musik barat tersebut belum dapat menyajikan seluruh bunyi dan fenomena musik pada nasyid, maka memungkinakan akan terdapat penambahan simbol-simbol cara penulisan yang berbeda dengan cara yang lazim digunakan didalam penulisan musik barat yang konvensional itu. 157 Dalam proses pentranskripsian penulis membuat atau menggunakan simbol-simbol notasi barat seperti dibawah ini : 1. Garis Paranada Dalam notasi balok, paranada adalah lima garis horisontal tempat not ditulis. Not dapat diletakkan di garis atau di antara garis (spasi) paranada. Simbol musik yang sesuai, bergantung pada efek yang diharapkan, ditempatkan pada garis berdasarkan nada atau fungsi yang sesuai. Notasi musik ditempatkan berdasarkan nada, notasi perkusi ditempatkan berdasarkan instrumen, dan nada berhenti dan nada lainnya ditempatkan berdasarkan kesepakatan. Garis paranada diberi nomor dari bawah ke atas; garis paling bawah disebut garis pertama dan garis paling atas disebut garis kelima. Not yang terletak di garis atau spasi lebih tinggi berarti memiliki tinggi nada lebih tinggi. Not pada paranada dibaca dari kiri ke kanan. Not yang terletak di sebelah kiri dimainkan sebelum not di sebelah kanan. 158 2. Tanda Kunci Tanda kunci adalah tanda yang menentukan letak nama nada pada garis paranada. Untuk membaca notasi musik kita menggunakan urutan abjad seperti: C D E F G A B C a) Kunci G (Treble Clef) Kunci G menentukan not yang ada pada garis kedua menjadi nada G. b) Kunci F (Bass Clef) Kunci F menentukan not yang ada pada garis keempat menjadi nada F. Not-not di kunci G dan kunci F : C F G A B C D E F G A B C 159 D E F G A B C D E F G 3. Bentuk dan nilai not Panjangnya nada satu not digambarkan dengan bentuk yang berbeda-beda dan nila yang berbeda-beda pula. Berikut table bentuk dan nilai not beserta tanda istirahat nya: 4. Tanda Birama (Time Signature) a) Garis birama (bar line), birama (bar), dan garis penutup (double barlines) Penulisan rangkaian not selalu dipisahkan oleh garis-garis, oleh karena itu kita memperoleh garis birama, birama, dan garis penutup. garis birama birama 160 garis penutup b) Tanda Birama (Time Signature) Irama sebuah lagu ditunjukan oleh angka yang brada di belakang kunci yang kita sebut tanda birama. Tanda birama menerangkan cara menghitung ketukan-ketukan yang terdapat pada lagu tersebut. Tanda birama : 4/4 atau yang biasa dikenal dengan symbol 4 = ada 4 ketukan dalam setiap birama 4 = nilai setiap ketukan adalah satu not seperempat Tanda birama : 3 = ada 3 ketukan dalam satu birama 4 = nilai setiap ketukan adalah satu not seperempat 5. Tie Not Tie not adalah garis lengkung yang menghubungkan dua not yang bernada sama. Nila not pertama ditambah dengan nilai not kedua, tetapi hanya not pertama yang dibunyikan, sedangkan not kedua tidak dibunyikan lagi. 161 6. Accidental Jarak terdekat di antara dua not pada papan piano adalah setengah nada (semitone). Di dalam satu nada (whole tone) terdapat 2 setengah nada. a) Sharp/kres ( # ) : D b) Fungsinya ialah menaikan setengah nada. D kres (dis) Flat /mol ( ) : Fungsinya ialah menurunkan setengah nada. B c) Natural/pugar ( B mol (bes) ) : membataklan fungsi kres atau mol agar kembali ke nada semula. C kres (cis) C 162 7. Key Signature (Tanda Mula) Tanda mula adalah istilah untuk kelompok kres atau mol yang terletak setelah kunci. Tanda mula digunakan untuk menghindari terlalu banyak menulis tanda kres dan mol yang terdapat di dalam lagu. Jika ada tanda mula di belakang kunci, ini berarti semua not yang mempunyai nama yang sama dengan not yang di tanda mula harus di beri kres atau mol juga. Contoh: Setiap nada F, C, G dan D harus di kres juga Setiap nada B, E, dan A harus di beri mol juga. 8. Simbol-simbol Lainnya a) Staccato : not dimainkan secara terputus-putus. b) Legato : not-not yang dihubungkan oleh garis penghubung dimainkan secara lembut dan bersambung. 163 c) ( ) Nada-nada yang dimainkan seluruhnya diturunkan satu oktav lebih rendah. d) e) Bentuk birama yang digunakan untuk menuliskan not-not perkusi. Notasi dengan symbol berbentuk X di atas digunakan utuk menuliskan not-not perkusi. 5.3 Analisis Pada bagian analisis, penulis menganalisis melodi dan ritme yang telah ditranskripsi dan lirik lagu pada musik tersebut, guna melihat hubungan teks tersebut dengan melodi. 164 Transkrip lagu yang dimainkan oleh santri pondok pesantren ArRaudhatul Hasanah, dengan judul lagu “Demi Masa” cipta “Raihan” dapat di lihat di lampiran. Untuk menganalisis nasyid ini penulis mengacu pada tulisan William P. Malm yang menawarkan beberapa karakteristik dalam mendeskripsikan melodi, yaitu Tangga nada, Jumlah Interval, Jumlah Nada, Nada Dasar (pitch centre), Pola Kadensa, Wilayah Nada (ambitus), Formula Melodi, dan Kontur (garis melodi). 5.3.1 Tangga nada Tangga nada yang digunakan dalam musik nasyid ini dapat dikatakan menggunakan tangga nada musik barat yang dikenal dengan istilah “skala harmoni minor”. Dalam tulisan ini yang saya maksudkan sebagai tangga nada adalah susunan dari nada-nada yang dipakai dalam melodi pada nasyid tersebut. Dalam melakukan pencacahan tersebut saya mulai dari nada awal hingga nada terakhir. yang masih dalam wilyah satu oktaf. Kemudian penulisan nada-nada tersebut dilakukan dalam garis para nada dan disusun berdasarkan urutan-urutannya dari nada terendah hingga nada yang tertinggi dalam satu oktaf. Adapun nada-nada yang digunakan dan terdapat dalam melodi nasyid ialah sebagai berikut: 165 Dengan demikian Melodi yang digunakan memiliki 7 nada (diatonic). nada-nada tersebut terdiri dari D E F G A Bb C# D, dalam aturan musik barat disebut tangga nada ini disebut dengan tangga nada minor harmoni. 5.3.2 Nada Dasar Dalam penelitian ini saya akan mempergunakan cara untuk menemukan nada dasar pada sebuah komposisi yaitu menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh Bruno Nettl dalam “Theory and Method in Ethnomusicology” sebagai berikut : “(1) Patokan yang paling umum adalah melihat nadanada mana yang sering dipakai dan nada mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut. (2) Kadangkadang nada-nada yang harga ritmisnya besar dianggap nada-nada dasar, biarpun jarang dipakai. (3) Nada yang dipakai akhirnya (awal) komposisi, dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut. (4) Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi pas ditengah-tengah dapat dianggap penting. (5) Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai patokan. Umpamanya sebuah posisi yang digunakan oktav (nada pertama tesebut boleh dianggap lebih penting). (6) adanya 166 tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa dipakai sebagai patokan tonalitas. (7) Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas. Untuk sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut”. (1964 : 127, terjemahan Marc Perlman, M.A). Lihat tabel berikut ini : Nada Jumlah Nada D 101 E 38 F 56 G 44 A 64 Bb 47 C 11 C# 28 Sesuai dengan table diatas, maka yang menjadi tonalitas berdasarkan ketujuh cara yang ditawarkan oleh Nettl tersebut adalah : 167 1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada D dan yang paling jarang dipakai adalah E dan C 2. Nada yang memiliki nilai ritmis yang besar adalah D 3. Nada yang dipakai sebagai nada awal adalah nada D dan yang paling akhir dengan durasi paling lama adalah nada D 4. Nada yang menduduki posisi paling rendah adalah nada D, dan nada yang menduduki posisi tengah-tengah adalah A 5. Nada yang memiliki oktafnya paling banyak adalah nada D 6. Tekanan ritmis cenderung kepada nada D. 7. Melalui pengalaman dan pengenalan akrab membuktikan adanya kecendrungan besar untuk menggunakan nada D sebagai nada dasar dari nyanyian nasyid tersebut. 5.3.3 Wilayah Nada Yang dimaksud dengan wilayah nada adalah daerah (ambitus) antara nada yang paling rendah dengan nada yang paling tinggi dalam satu komposisi lagu. Wilayah nada yang dapat dilihat pada melodi vocal tersebut tersebut adalah sebagai berikut: F4 D3 168 5.3.4 Frekwensi Pemakaian Nada Memperhatikan frekwensi pemakaian nada (Jumlah nadanada), dilakukan dengan mencacah masing-masing nada berdasarkan hasil transkripsi yang dibuat. Melalui sistem pencacahan tersebut maka frekwensi pemakaian nada tersebut dapat dilihat. Namun sebagai catatan perlu diperhatikan bahwa frekwensi di lihat dari banyaknya jumlah getaran perdetik, dengan satuan Hertz (Hz) yang telah ditetapkan oleh ahli fisika yang disesuaikan juga dengan peraturan musik barat. Dan nada-nada yang digunakan oleh vocal memiliki frekuensi sebagai berikut: 147 165 175 196 220 247 262 278 294 330 349 5.3.5 Interval Yang dimaksud dengan interval adalah jarak dari nada yang satu dengan nada yang lainnya naik ataupun turun (Manoff, 1991 : 71). berikut ini adalah tabel Interval dari keseluruhan nada-nada yang dipakai pada lagu nasyid tersebut tersebut : 169 No. Interval Jumlah Interval 1 Prime Perfect 84 2 Seconde Minor 92 3 Seconde Mayor 119 4 Ters Minor 47 5 Ters Mayor 18 6 Kwart Perfect 23 7 Kwint Perfect 14 8 Sexta Minor 2 9 Oktaf Perfect 3 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada penggunaan tonus atau nada pada vocal nasyid adalah lebih banyak memakai interval Seconde Mayor, dan kemudian diikuti dengan interval Second Minor. 5.3.6 Pola Kadensa Kadensa : (1) Penutup bagian akhir komposisi berdasarkan akord-akord utama yang menegaskan pertangganadaan. (2) Deretan nada berupa hiasan yang bebas, sebagai persiapan bagi akhir komposisi. (Latifah Kodijat 1989 : 10) dalam kaitannya disini, pola kadensa adalah akord-akord yang digunakan di akhir bait lagu. Berikut beberapa pola kadensa yang terdapat dalam nyanyian nasyid: 170 Pola Kadensa VI – VII – i (skala minor) Pola Kadensa i – v – V – i Pola Kadensa III – iv – V ( skala minor) Pola Kadensa VII – VI – i (skala minor) Terdapat beberapa pola kadensa lain yang sama seperti pola kadensa di atas, namun perbedaan hanya terletak pada lirik lagunya. Dalam hal ini pola kadens dapat dilihat dari nada-nada pada akhir frase sebelum menuju ke frase yang baru dan pola kadens juga dapat dilihat pada akhir dari nyanyian tersebut. Apabila dilihat dari progresi diatas terlihat bahwa setiap akhir nada dalam satu kalimat 171 selalu diakhiri oleh acord Dm, dan pada akhir lagu juga ditutup dengan accord Dm. 5.3.7 Kantur (Countur) Yang dimaksud dengan kantur disini adalah garis atau alur melodi dalam sebuah lagu. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk membedakan kantur. Seperti yang dikemukakan oleh William P Malm (1977) yakni, ascending (Menaik), descending (Menurun), pendulous (melengkung), terraced (berjenjang), dan statis apabila gerakan-gerakan intervalnya terbatas. Dari beberapa istilah tersebut, maka penulis dapat melihat kantur yang terdapat pada tonus lagu nasyid diatas. Perjalanan melodi bila dilihat dari kalimat pertama nada vocal sebelum memasuku lirik, pergerakan melodi dimulai dengan menurun dari nada yang tinggi ke nada yang rendah (descending) kemudian ketika masuknya lagu, nada juga dimulai nada yang tinggi ke nada yang rendah dan terjadi dua kali pengulangan dengan lirik yang berbeda, kemudian setelah itu masuk musik vocal dengan pergerakan melodi naik (ascending), kemudian nada diulang kembali dengan pergerakan melodi yang menurun. Pada bait ke dua sebelum refren pergerakan melodi diawal kalimat melodi turun (descending) dan setelah sampai ditengah kalimat nada kembali naik (ascending). Pada bait ketiga yaitu pada refren didapati pergerakan melodi yang statis, hal ini terlihat karena banyak menggunakan nada yang sama 172 walaupun terdapat kenaikan dan penurunan namun sedikit, oleh Karen itu dapat dikatakan secara umum adalah statis. 5.3.8 Bentuk (Form) Ada beberapa istilah untuk menyatakan bentuk (form) dalam nyanyian. Oleh William P Malm dapat dibedakan atas beberapa istilah, yakni nyanyian yang diulang-ulang, bentuk ini disebut repetitive, bentuk nyanyian yang memiliki formula melodi yang kecil dengan kecendrungan pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan nyanyian disebut iterative, bentuk nyanyian yang dalam pengulangannya pada proses pertama terjadi penyimpangan melodis ini disebut reverting, nyanyian dengan pengulangan melodi yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang selalu baru, bentuk ini disebut strophic, nyanyian dengan bentuk yang terus berubah dan materi melodi yang selalu baru, bentuk ini disebut dengan progresive. (Lihat terjemahan Rizaldi Siagian 1987) Berdasarkan kriteria yang disebutkan diatas maka penulis dapat melihat bahwa bentuk (form) dari ke lima motif musik nyanyian antifon tersebut adalah merupakan bentuk Progresive, dimana bentuk melodinya berubah dengan teks yang berbeda dan selalu berubah. 5.4 Gaya Gaya adalah karakter musik yang yang disebabkan oleh unsur-unsur musik itu sendiri. Dari keseluruhan transkripsi yang dilakukan dapat kita lihat 173 bahwa vocal dalam nasyid secara keseluruhan menggunakan 7 nada, disertai dengan nada ke 7 yang diturunkan setengah laras. Sehingga menjadi 8 nada yang digunakan dalam nyanyian. Terdapat beberapa pengulangan lagu dan lirik dalam satu komposisi musik tersebut. Pada Pada komposisi nasyid tersebut diawali dengan permainan alat musik sebagai pengantar. yang kemudian setelah itu masuklah musik vocal bersamaan dengan alat musik lainnya. Ditengah-tengah komposisi setelah sebagian teks dinyanyikan terdapat juga musik instrumental di tegah-tengah yang kemudian dilanjutkan kembali oleh vocal. Terdapat klimaks pada lagu tersebut yang biasa disebut dengan reffrein di tengah-tengah lagu. Teks atau lirik nasyid tersebut merupakan kata-kata berisikan nasehatnasehat kepada umat Islam untuk menjalankan perintah-perintah agama. Lagu nasyid ini diiciptakan oleh salah satu group nasyid dari Malaysia yaitu group nasyid Raihan, namun dinyanyikan kembali dan diaransemen oleh nasyid pesantren Raudhah. Tidak hanya vocal yang berperan dalam melantunkan lirik-lirik lagu tersebut. Namun para pemain alat musik disamping memainkan alat musik juga menyanyikan lagu tersebut secara bersama-bersama di saat-saat yang ditentukan, dan mereka disebut dengan backing vocal. 5.5 Hubungan Teks Dengan Melodi Karakteristik yang sangat penting diperhatikan dalam suatu musik vokal adalah hubungan antara musik (nada) dengan tekstual (teks nyanyian, seperti yang dikemukakan oleh W.P.Malm 1977: 9) 174 “bila suatu not dipakai untuk masing-masing suku kata dari teks nyanyian tersebut disebut dengan silabis, dan jika satu suku kata mempunyai beberapa buah not disebut dengan melismatis “ Mengaplikasikan pernyataan tersebut dalam lagu nasyid tersebut maka istilah melismatis dan silabis dipakai. Dimana ada kalanya satu nada dipakai untuk satu suku kata, dan ada pula satu nada dipakai untuk satu atau lebih suku kata. Lebih lanjut jumlah melismatis dan silabis dapat dirincikan berdasarkan jumlah nada yang dipakai. Melismatis yang terdiri dari dua (2) nada terdapat sebanyak tiga (9) buah, melismatis yang terdiri dari tiga (3) nada terdapat sebanyak enam (8) buah, dan sisanya ialah berbentuk silabis. Dengan demikian telah diketahui bahwa penggunaan silabis yang lebih dominan dibandingkan dengan melismatis. 175 BAB VI PENUTUP 5.1 Kesimpulan Pondok Pesantren Modern Ar-Raudhatul Hasanah merupakan tempat dimana para santri dan santriwati belajar dan mondok di sana. Jenjang pendidikan selama 6 tahun tersebut melahirkan kader-kader Islam yang berakhlak mulia. Terdapat banyak kegiatan terjadwal yang dilakukan selama mondok di sana, diantaranya belajar dikelas dipagi hari, . Dan pada siang hari diwajibka istirahat olah raga di sore hari, dan malamnya dilanjutkan dengan belajar malam di kelas. Banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan di sore hari diantaranya seperti olah raga, pramuka,belajar ilmu bela diri seperti karate dan silat, dan juga aktivitas-aktivitas kesenian seperti marching band dan nasyid. Hal ini dilakukan pada hari-hari yang telah dijadwalkan. Kegiatan-kegiatan ibadah pun dapat dikatakan sangat sering dilakukan, seperti halnya shalat lima waktu beserta shalat sunahnya. kemudian ceramah-ceramah pun kerap kali dilakuka setelah selesai shalat magrib. Terdapat peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh para santri guna mendidik dan menertibkan yang diberikan oleh kakak senior selaku pengurus bidang organisasi. Organisasi ini dikenal dengan OPRH (Organisasi Pemuda Ruaudhatul Hasanah). Terdapat sanksi yang diberlakukan apabila terdapat diantara santri/santriwati yang melakukan pelanggaran tertentu. 176 Hidup didalam pesantren segala kelakuannya telah diatur sedemikian rupa, bahkan sampai dengan hal-hal kecil sekalipun ada aturannya. Jauh berbeda dengan mereka yang tinggal di luar pesantren. Di pesantren para murid dituntut untuk mandiri, orang tua tidak memiliki peran dalam mengurusi kehidupan anaknya di pesantren. Oleh karena itu kebersamaan menjadi sangat penting dilingkungan seperti ini. Nasyid merupakan bagian dari kegiatan ekstrakurikuler yang telah terjadwal. jadwal latihan pun diatur. Sehingga masing-masing group memiliki waktu latihannya di ruangan dan dengan alat musik yang disediakan sehingga tidak terbentur dengan group-group yang lain. Bagi santri-santri yang aktif dalam latihan, dan yang dianggap memiliki bakat diambil dan dibentuk group yang baru dan dipersiapkan untuk aktif dalam mengisi acaraacara dan juga dapat menjadi peserta di berbagai festival di luar pesantren, demi mengharumkan nama pondok pesantren tersebut. Banyak lagu yang dimainkan sepanjang lagu tersebut memiliki pesan dakwah Islam. Baik lagu-lagu yang berbahasa Indonesia maupun bahasa Arab dapat dinyanyikan oleh seseorang sampai beberapa orang baik dengan atau tanpa alat musik. Hal ini disebabkan karena tidak semua ulama membolehkan menggunakan alat musik. Alat musik yang digunakan bermacam-macam, diantaranya ialah beberapa alat musik tradisi Arab dan ditambah dengan alat musik modern sehingga musik yang dihasilkan lebih kompleks dan familiar. 177 Group nasyid seperti ini juga didapati di berbagai pesantren lain, walaupun tidak semuannya. Yang jadi pertimbangan bagi pesantrenpesantren lain tentang di adakannya nasyid ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti tidak tercukupi dana untuk memeliki seperangkat alat nasyid yang begitu mahal dan hal yang dapat disebabkan karena pihak pesantren tersebut memiliki faham akan tidak diperbolehkannya bermusik dalam Islam. Berdasarkan hukum-hukum yang mereka yakini. Nasyid di pondok pesantren teruslah berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Apalagi seringnya diadakan perlombaan antar pesantren guna mempromosikan pondok pesantren tersebut pada masyarakat umum. Sehingga banyak yang tertarik untuk mondok di pesantren tersebut, dan dapat mengharumkan nama pesantren sebagai perbandingan dan contoh bagi pesantren-pesantren lainnya. 5.2 Saran-Saran Nasyid di Indonesia senantiasa terus berkembang sesuai dengan konteks kebudayaan dan masyarakat yang senantiasa dinamis. Kajian dari seorang sarjana dalam bidang ilmu Etnomusikologi sungguh diperlukan untuk mengungkap kasus lebih lanjut dari permasalahan nasyid di Indonesia. Adapun manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah untuk memperluas wacana dan pengetahuan tentang nasyid sebagai media dakwah yang juga efektif dan untuk dijadikan bahan bagi usaha pengembangan khazanah musik nasyid, seperti dibentuknya suatu badan khusus yang menangani pengembangan musik tersebut. 178 DAFTAR PUSTAKA Abdul, Muhayya. 2003. Bersufi Melalui Musik : Sebuah Pembelaan Musik Ahmad Al Ghazali. Yogyakarta : Gramedia. Abuddin, H. Nata. 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan LembagaLembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. Akbar S. Ahmed. 1992. Citra Muslim : Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Jakarta : Erlangga Arief, Furchan. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya : Usaha Nasional Arifin, Imrom. 1993. Kepemimpinan Kyai Kasus Pondok Tebuireng. Malang : Kalimasahada Press Bina, Rasyidin. 2011. Mitra : Media Informasi Tahunan ar-Raudhatul Hasanah. Medan : BALITBANG Pesantren ar-Raudhatul Hasanah Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Gema Risalah Press. Depdiknas, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka, Edisi Ketiga. Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren : Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta: LP3ES. Fahmi, Asma Hasaan. 1997. Mabadi al-Tarbiyah al-Islamiyah. Diterjemahkan oleh Ibrahim Husein, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang. Faruki, Ismail. 1984. Islam dan Kebudayaan. Bandung : Mizan Galba, Sindu. 1995. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Gazalba, Sidi. 1976. Masyarakat Islam.Jakarta : Bulan Bintang. Gazalba, Sidi. 1988. Islam dan Kesenian; Relevansi Islam dengan Seni Budaya Karya Manusia. Jakarta : Bulan Bintang. Hasbullah. 1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 179 Hodgson,, Marshal G.S., The Venture of Islam: Conscience and history in a World Civilization, Chicago: The University of Chicago Press, 1977, volume 1-3. Hoesin, Oemar Amin. 1975. Kultur Islam : Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang. Hussein, Sayyid. 1993. Spiritual dan Seni Islam. Bandung : Mizan. Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia Karel A. Steenbrink. 1994. Pesantren Madrasah Sekolah. Jakarta : LP3S Khalaf, Abdul. 1994. Kaidah-kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Koentjaraningrat. 1990. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. : Gramedia Koentjaraningrat. 1996. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta. Kuncoro, Joko. 2006. Badan Wakaf Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah Dalam Perspektif Hukum Nasional. Langgulung, Hasan. 1992. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka alHusna. Malm, William P. 1997. Music Cultures Of Pacific Music, The Near East And Asia, New Jersey : Prentice Hall Inc. Merriam, Allan P. 1964. The Antropology Of Music. Chicago: North western University Press. Moleong, Lexy. J. 2000. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Nakagawa, Shin 2000. Musik dan Kosmos : Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Yayasan Obor Indonesia. Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press. Nettle, Bruno. 1964.Theory and Method in Enthnomusicology. The Free Press of Glencoe. Nurcholish Madjid, dkk. Ensiklopedia Islam. Jakarta : PT. Ichtiar Van Hoeve. Nurhakim, Moh. 2004. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta : UMM Press 180 Poerwadarminta, W.J.S., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pustaka Utama. Qamar, Mujamil. 2005. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta: Erlangga. Qordhawi, Yusuf. 1998. Seni dan Hiburan Dalam Islam. Jakarta : Al-Kautsar. Qordhowi, Yusuf. 1998. Waktu dalam Kehidupan Muslim. Jakarta : Firdaus. Qordhowi, Yusuf. 2002. Fiqh Musik dan Lagu, Penerjemah Tim LESPISI, H. Ahmad Fulex Bisyri, H. Awan Sumarno Lc, H. Anwar Musthofa, Mujahid. Bandung : LESPISI. Rahardjo. 1985. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah. Jakarta : P3M. Salad, Hamdy. 2000. Agama Seni. Yogyakarta : Adipura. Shihab, Quraisy. 1996. Wawasan Al-Qur’an; Tafsir Maudhu’I atas berbagai persoalan Umar. Bandung : Mizan. Shihab, Quraisy. 1999. Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama. Bandung : Mizan Siti Maryam, dkk. 2003. Sejarah Peradaban Islam dari Klasik Hingga Modern. Yogyakarta Suhardi, Kathur. 2003. Inul Lebih dari Segelas Arak. Jakarta : Darul Falah. Swendi. 2004. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wahidin, Samsul dan Abdurrahman. 1984. Perkembangan Ringkas Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : CV. Akademika Pressindo. Wahjoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren. Jakarta : Gema Insani Press. Yulanti, Sri. 2002. Nasyid Menyeruk Pasar. Jakarta : Syiar. Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqdyah. Bandung : PT. Gunung Agung. Zurhairini, dkk. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara 181 DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Kang Adek Umur : 31 Tahun Jabatan : Pelatih Nasyid Raudhah Alamat : Jln. Pancing 3 Martubung, Kec. Medan Belawan. Medan 2. Nama : Boby Sandy Umur : 20 Tahun Jabatan : Kordinator Nasyid Raudhah Alamat : Kel. Simalingkar B, Kec. Padang Bulan. Medan 3. Nama : Fahrurrozi (informan kunci) Umur : 41 Tahun Jabatan : Pelatih Nasyid Umum Alamat : Jl. Limaumungkur Bangun Rejo Dusun II. Kec. Tj. Morawa 182