5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Anemia dalam

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Anemia dalam Kehamilan
a.
Pengertian Anemia
1) Anemia
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer oleh penurunan kadar hemoglobin
(Bakta, 2001).
Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit)
seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang
berarti juga minimnya oksigen ke seluruh tubuh (Budiyanto, 2002).
2) Anemia kehamilan
Anemia kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar
hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr%
pada trimester 2 (Wiknjosastro, 2009). Pada saat trimester kedua
kebutuhan zat pembentuk darah terutama besi meningkat tajam hingga dua
kali lipat dibandingkan saat tidak hamil. Keadaan ini disebabkan volume
darah ibu meningkat karena kebutuhan janin akan oksigen dan zat gizi
yang dibawa oleh sel darah merah (Soebroto, 2009).
Anemia lebih sering dijumpai dalam kehamilan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat - zat makanan bertambah dan terjadi pula
perubahan dalam darah dan sumsum tulang belakang. Sebagian besar
anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan
akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Soebroto, 2009).
Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat
makanan bertambah dan terjadi pula perubahan dalam darah dan sumsum
tulang. Dalam kehamilan darah bertambah banyak (hipervolemia), akan
tetapi
bertambahnya
sel-sel
5
darah
kurang
dibandingkan
dengan
6
bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. (Wikjosastro,
2010)
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa anemia kehamilan merupakan kadar hemoglobin dibawah 11 gr%
pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimester 2 pada ibu
hamil yang disebabkan oleh defisiensi besi.
b. Etiologi
Anemia dalam kehamilan sebagian besar disebabkan oleh kekurangan besi
(anemia defisisensi besi) yang dikarenakan kurangnya masukan unsur besi
dalam makanan, gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan, atau karena
terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan
(Wiknjosastro, 2006).
Menurut Soebroto (2009), Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh bermacam- macam penyebab. Selain disebabkan oleh defisiensi
besi, kemungkinan dasar penyebab anemia, diantaranya :
Penghancuran sel darah merah yang berlebihan dalam tubuh sebelum waktunya
(hemolisis), kehilangan darah / perdarahan kronik, produksi sel darah merah
yang tidak optimal, gizi yang buruk / gangguan penyerapan protein dan zat besi
oleh usus, gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang.
c. Tanda dan Gejala
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai mekanisme kompensasi tubuh
terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus
anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging,
mata berkunang - kunang, kaki terasa dingin, dan sesak nafas. Pada
pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku ( Bakta, 2001).
Menurut Soebroto (2009), Gejala anemia pada ibu hamil di antaranya cepat
lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, lidah luka, nafsu makan turun,
konsentraksi hilang, nafas pendek dan keluhan mual muntah lebih hebat pada
kehamilan muda.
7
Tanda - tanda anemia pada ibu hamil diantaranya yaitu peningkatan
kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha memberi oksigen lebih banyak
ke jaringan, peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha
menyediakan lebih banyak oksigen kepada darah, pusing, akibat kurangnya
darah ke otak, terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ
termasuk otot jantung dan rangka, kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi,
mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf pusat,
penurunan kualitas rambut dan kulit (Subroto, 2009).
d. Klasifikasi Anemia dalam kehamilan
Menurut Manuaba (2001)
1) Hb 11 gr%
: Tidak anemia
2) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3) Hb 7-8 gr% : Anemia sedang
4) Hb < 7 gr% : Anemia berat (Manuaba, 2001).
e.
Pengaruh anemia pada kehamilan, persalinan dan nifas
Wiknjosasto (2009) menjelaskan bahwa anemia dalam kehamilan memberi
pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam
nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit akibat anemia diantaranya terjadi
abortus, partus prematurus, partus lama karena inersia uteri, perdarahan post
partum karena atonia uteri, syok, infeksi
intrapartum, infeksi postpartum,
sedangkan anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat
menyebabkan dekompensasi kordis.
Sedangkan menurut Soebroto (2009), Anemia pada kehamilan juga
berhubungan dengan meningkatnya angka kesakitan ibu saat melahirkan.
Pengaruh anemia terhadap kehamilan, diantaranya dapat terjadi abortus,
kelainan congenital, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam
rahim, berat badan lahir rendah, mudah terkena infeksi. Adapun pengaruh
anemia terhadap persalinan diantaranya gangguan his (kekuatan mengejan),
persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat lelah, retensio
plasenta. Anemia juga berpengaruh terhadap masa nifas yaitu perlukaan sukar
sembuh, mudah terjadi febris puerpuralis, gangguan involusio uteri.
8
f.
Pembagian Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1) Anemia defisiensi besi
Anemia dalm kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia
akibat kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang
masuknya unsur besi dengan makanan, karena gangguan reabsorbsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi yang keluar dari
badan , misalnya pada perdarahan. Tanda dan gejala anemia defisiensi besi
diantaranya yaitu rambut rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, dan mudah
patah, lidah tampak pucat, licin, dan mengkilat, berwarna merah daging,
pecah - pecah disertai kemerahan disudut mulut. Pengobatannya biasanya
dengan memenuhi kebutuhan zat besi, misalnya dangan perbaikan pola
makan dan pemberian tablet besi.
2) Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folat (pteroyglutamic acid). Jarang sekali karena defisiensi vitamin B12
(Cyano balamin ). Hal itu erat hubungannya dengan defisiensi makanan.
Gejala anemia megaloblastik yaitu diantaranya malnutrisi, glositis berat
(lidah meradang, nyeri), diare, kehilangan nafsu makan. Pengobatannya
dapat diberikan asam folik 15 - 30 mg per hari, vitamin B12 3x1 tablet per
hari, sulfat ferosus 3x1 tablet per hari.
3) Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang
kurang mampu membuat sel - sel darah baru, di namakan anemia hipoplastik
dalam kehamilan. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini
belum diketahui dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar
rontgen, racun, atau obat – obat.
4) Anemia hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia
hemolitik sukar menjadi hamil, apabila ia hamil maka anemianya biasanya
9
menjadi berat. Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan
krisis hemolitik pada wanita yang sebelumya tidak menderita anemia.
5) Anemia – anemia lain
Seorang wanita yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia
hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria,
cacing tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberculosis, sifilis,
tumor ganas, dan sebagainya dapat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya
menjadi lebih berat dan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam
masa kehamilan, persalinan, nifas dan bagi anak dalam kandungannya.
Pengobatan ditunjukkan kepada sebab pokok anemianya, misalnya
antibiotika untuk infeksi, obat - obat anti malaria, anti sifilis, obat cacing
dan lain – lain (Soebroto, 2009).
2. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar
dan
proses
pembelajaran
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Sisdiknas, 2003).
b. Jenjang Pendidikan
Menilik dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Nasional Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 8
menyatakan bahwa jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Dalam Undang-Undang tersebut
disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
1) Pendidikan Dasar
Pendidikan Dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun,
diselenggarakan selama enam tahun di Sekolah Dasar atau sederajat dan tiga
tahun di Sekolah Menegah Pertama atau sederajat.
10
2) Pendidikan Menengah
Pendidikan Menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi lulusan
pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik
dengan
lingkungan
sosial
budaya
dan
alam
sekitar
serta
dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendidikan tinggi. Lama pendidikan yaitu tiga tahun, bentuk satuan
pendidikan menengah terdiri atas:
a)
Sekolah Menengah Umum
b)
Sekolah Menengah Kejuruan
c)
Sekolah Menengah Keagamaan
d)
Sekolah Menengah Kedinasan
e)
Sekolah Menengah Luar Biasa
3) Pendidikan Tinggi
Pendidikan Tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan atau kesenian.
Latar belakang pendidikan orang tua terutama ibu merupakan salah satu
unsur penting yang ikut menentukan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh keluarga. Ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan
melakukan pemilihan makanan untuk konsumsi keluarga tidak hanya
didasarkan untuk memenuhi selera keluarga saja tetapi juga didasarkan atas
pemenuhan kebutuhan zat gizi dan kemampuan keluarga (Proverawati, 2009).
Sedangkan Menurut Hariyani, S (2011), pendidikan dalam hal ini
biasanya berkaitan dengan pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan
bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi, misalnya prinsip yang dimiliki
seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah yang penting
menyenangkan, sebaliknya kelompok orang dengan pendidikan tinggi memiliki
kecendrungan memilih bahan makanan yang bergizi.
11
Dengan pendidikan yang rendah maka akan mempengaruhi pengetahuan
dan cara berfikir seseorang, salah satu contohnya yaitu pengetahuan dan cara
berfikir seseorang mengenai arti pentingnya kesehatan (Manuaba, 2001).
Pendidikan para ibu sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan sehari –
hari dirumah dan lingkungan sosial agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan
lebih baik dan sesuai dengan apa yang diharapakan.
3. Pendapatan Keluarga
a. Pengertian Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah
tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga (Nugraheni, 2007).
b. Sumber Pendapatan Keluarga
Secara konkritnya pendapatan keluarga berasal dari Usaha itu sendiri :
misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai wiraswastawan. Bekerja
pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan. Hasil dari
pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain. Pendapatan bisa
berupa uang maupun barang misal berupa santunan baik berupa beras, fasilitas
perumahan dan lain-lain. Pada umumnya pendapatan manusia terdiri dari
pendapatan nominal berupa uang dan pendapatan riil berupa barang (Gilarso,
2008).
Apabila pendapatan lebih ditekankan pengertiannya pada pendapatan
rumah tangga, maka pendapatan merupakan jumlah keseluruhan dari
pendapatan formal, informal dan pendapatan subsistem. Pendapatan formal
adalah segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang diterima
biasanya sebagai balas jasa. Pendapatan informal berupa penghasilan yang
diperoleh melalui pekerjaan tambahan diluar pekerjaan pokoknya. Sedangkan
pendapatan subsistem adalah pendapatan yang diperoleh dari sektor produksi
yang dinilai dengan uang dan terjadi bila produksi dengan konsumsi terletak
disatu tangan atau masyarakat kecil (Nugraheni, 2007).
12
c. Tingkat Pendapatan Keluarga
Tingkat pendapatan keluarga merupakan pendapatan atau penghasilan
keluarga yang tersusun mulai dari rendah, sedang, hingga tinggi. Tingkat
pendapatan setiap keluarga berbeda-beda. Terjadinya perbedaan tersebut
dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jenis pekerjaan, jumlah anggota
keluarga yang bekerja.
Besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) menurut Humas Jateng
(2015) untuk Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 telah ditetapkan oleh Gubernur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo melalui Keputusan Gubernur Jawa Tengah
Nomor Nomor 560/85 Tahun 2014. Kabupaten Pemalang tahun 2015 adalah
Kabupaten Pemalang Rp 1.325.000.
Ekonomi juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan
yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan
kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan
melakukan persiapan lainnya dengan baik. Namun dengan adanya perencanaan
yang baik sejak awal, membuat tabungan bersalin, maka kehamilan dan proses
persalinan dapat berjalan dengan baik (Eddy, 2007).
Faktor sosial ekonomi dari sebuah keluarga pada kaitannya dengan
pendapatan keluarga. Pendapatan berpengaruh pada daya beli dan konsumsi
makanan sehari-hari. Asupan zat gizi sangat ditentukan oleh daya beli
keluarga. Status sosial ekonomi berguna untuk pemastian apakah ibu
berkemampuan membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi,
sementara itu pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh masyarakat dan sosial
ekonomi rendah masih sedikit disamping pelayanan itu sendiri masih jauh dari
normal (Almatsier, 2003). Apabila wanita hamil kekurangan gizi, terutama
kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing,
kurang
nafsu
makan,
(Sediaoetama, 2008).
disamping
itu
menurunnya
kekebalan
tubuh
13
4. Interaksi dengan Bidan
a. Pengertian Interaksi dengan Bidan
Proses komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan
untuk kesembuhan pasien (Arwani, 2003).
b. Indikator Bidan dalam Mengelola Anemia pada Ibu Hamil
Menurut Soepardan (2007) dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki
peran sebagai berikut:
1) Peran sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas
mandiri tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan
2) Peran sebagai Pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan
pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisispasi
dalam tim.
3) Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan
penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.
c. Fungsi Bidan
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi
bidan adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencangkup :
a) Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada ibu hamil dengan
anemia defisiensi besi
b) Melakukan asuhan kebidanan kepada ibu hamil dengan anemia
defisiensi besi (Soepardan, 2007).
2) Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencangkup :
a) Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan khususnya
tentang mencegah kejadian anemia pada kehamilan
b) Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan
unit kerjanya.
14
c) Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
d) Melakukan kerjasama serta komunikasi inter dan antarsektor yang
terkait dengan pelayanan kebidanan.
e) Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan
(Soepardan, 2007).
3) Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencangkup :
a) Memberi penyuluhan kepada ibu hamil terkait dengan anemia
defisiensi besi.
b) Membimbing dan melatih kader kesehatan sesuai dengan bidang
tanggung jawab bidan untuk mencegah dan mengatasi anemia
kehamilan (Soepardan, 2007).
4) Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencangkup :
Melakukan evaluasi, pengkajian, survey, dan penelitian yang dilakukan
sendiri
atau
berkelompok
dalam
lingkup
pelayanan
kebidanan
diantaranya tentang kejadian anemia pada ibu hamil (Soepardan, 2007).
Adanya interaksi antara bidan dan ibu hamil diharapkan bidan dapat
melaksanakan perannya dengan baik. Peran bidan terkait dengan anemia
kehamilan, dapat dilakukan dengan tahap pencegahan. Tahap pencegahan
terdiri dari 3 bagian yaitu pencegahan primer,sekunder dan tersier. Dalam
pencegahan primer ini bidan dapat berperan sebagai edukator seperti
memberikan nutrition education berupa asupan bahan makanan yang tinggi
Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah selama 90 hari. Bidan
dapat menjadi fasilitator atau penghubung dengan pihak terkait mengenai
penyediaan tablet tambah darah kepada ibu hamil. Bidan juga dapat menjadi
motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin di
tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil
untuk selalu mendukung bidanan yang dilakukan pada ibu hamil untuk
mencegah terjadinya anemia yang lebih parah atau berat. Pada pencegahan
sekunder, yang dapat dilakukan oleh bidan adalah sebagai care giver
diantaranya melakukan screening (early detection) seperti pemeriksaan
15
hemoglobin (Hb) pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang mendukung.
Dalam hal ini, bidan dapat berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti
(Junaidi, 2007).
Peran bidan dalam interaksi dengan klien yaitu memberikan pendidikan
dan penyuluhan kepada klien khususnya ibu hamil tentang penanggulangan
masalah kesehatan terutama pada anemia kehamilan dapat menurunkan
kejadian anemia pada ibu hamil (Soepardan, 2007).
Peran tenaga kesehatan khususnya Bidan dapat memberikan penyuluhan
tentang kehamilan, pemberian bantuan gizi bagi ibu hamil agar tidak terjadi
anemia kehamilan. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri dalam
meningkatkan kunjungan ibu hamil (Yuwi, 2006).
5. Pengetahuan Ibu Hamil
a. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat
kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak
sengaja dan ini terjadi setelah orang malakukan kontak atau pengamatan
terhadap suatu obyek tertentu (Mubarok, 2007).
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu
membenarkan
(justifies)
kebenaran
atas
kepercayaannya
berdasarkan
observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia
menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada
kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan
merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara
abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari faktafakta, namun suatu proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan
atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem
kepercayaan (belief sistems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa
tidak disadari (Bambang, 2008).
Menurut Purbadewi (2013) Ibu hamil yang mempunyai pengetahuan
kurang tentang anemia akan berperilaku negatif, sedangkan ibu hamil yang
mempunyai pengetahuan baik akan berperilaku positif dalam hal ini adalah
16
perilaku untuk mencegah atau mengobati anemia. Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan pengetahuan tentang anemia kepada ibu hamil. Peningkatan
pengetahaun tentang anemia ini dapat dilakukan dengan cara penyuluhan yang
berdasarkan karakteristiknya agar materi penyuluhan dapat diterima oleh
semua ibu hamil meskipun karakteristiknya berbeda. Misalnya, pemberian
penyuluhan pada ibu hamil yang berpendidikan rendah menggunakan cara
berbeda dengan penyuluhan yang dilakukan pada ibu hamil yang
berpendidikan tinggi.
6. Sikap Ibu hamil
a. Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek (Azwar, 2010). Sikap dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Sikap positif yaitu sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima
atau mengakui, menyetujui terhadap norma – norma yang berlaku dimana
individu itu berbeda.
2) Sikap negatif yaitu sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui
terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berbeda.
Sikap jika dilihat dari strukturnya mempunyai tiga komponen pokok yaitu:
a) Komponen kognitif (kepercayaan/keyakinan) yaitu segala sesuatu ide
atau gagasan tentang sifat atau karakteristik umum suatu objek.
b) Komponen afektif (kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek)
biasanya merupakan perasaan terhadap suatu objek.
c) Komponen psikomotorik (kecenderungan untuk bertindak).
d) Ketiga sikap ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude) (Azwar, 2010).
b. Tingkatan Sikap
Adapun tingkatan sikap menurut Azwar (2010) yaitu:
1) Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan
memperlihatkan stimulus yang diberikan. Dalam penelitian ini diharapkan
para remaja mau dan memperhatikan informasi mengenai anemia gizi besi
yang diberikan.
17
2) Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu
sikap, karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
orang menerima ide tersebut. Dengan demikian para ibu hamil diharapkan
dapat memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan kuesioner
yang diberikan kepada ibu hamil.
3) Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling
tinggi.
4) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan pendapat
atau pernyataan responden terhadap sutu objek. Secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan
pendapat responden.
c. Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap manusia menurut Azwar
(2010), meliputi:
1) Pengalaman pribadi
Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses
kompleks
dalam
diri
individu
yang
melibatkan
individu
yang
bersangkutan, dimana tanggapan itu terbentuk dan ciri-ciri objektif yang
dimiliki stimulus. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan kuat. Karena itu sikap
akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam
situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih
mendalam dan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Diantara orang yang biasanya
dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosial
18
lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami
dan lain-lain.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai
masalah.
Kebudayaan
telah
mewarnai
sikap
anggota
masyarakatnya, karena kebudayaan telah memberikan corak pengalaman
individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.
Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah ydang dapat
memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.
4) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan opini dan keprcayaan orang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5) Lembaga pendidikan dan agama
Lembaga pendidikan dan agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik
dan buruk, garis pemisah anatar sesuatu yang boleh dilakukan atau tidak
dperbolehkan dari pendidikan dan keagamaan serta ajaran-ajarannya.
6) Faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyalur frustasi atau pengalihan mekanisme ego. Sikap
demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu
setelah frustasi hilang tetapi dapat pula lebih persisten dan bertahan lama.
19
B. Penelitian Relevan
1. Hendro (2006) melakukan penelitian dengan judul Hubungan pendapatan
keluarga dengan karakteristik Ibu hamil dengan status anemia di Puskesmas
Medan Johor. Jenis penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional study . Populasinya adalah seluruh Ibu hamil trimester III sekaligus
sebagai sample penelitian (total sampling). Data dikumpulkan berupa data
primer yang diperoleh melalui wawancara langsung dan pengukuran kadar Hb
dengan metode sahli serta data sekunder diperoleh dari catatan puskesmas dan
kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan
keluarga dengan status anemia (p>0,05) dan signifikan dengan status
pendidikan, status lingkar lengan atas (LILA), jarak kelahiran, dan pelayanan
antenatal.
2. Ridayanti (2012) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian Anemia pada Kehamilannya di
Puskesmas Banguntapan I Bantul. Jenis penelitian menggunakan deskriptif
korelasi dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah ibu
hamil yang memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas Banguntapan I
sebanyak 722 orang. Teknik sampling yang menggunakan purposive sampling
dengan jumlah sampel 258 orang. Analisis data menggunakan analisis
chi square. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
pendidikan ibu hamil dengan kejadian anemia pada kehamilannya di
Puskesmas Banguntapan I Bantul.
3. Purbadewi (2013) melakukan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat
Pengetahuan tentang Anemia dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriftif analisis dengan metode
cross sectional. Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental
sampling berjumlah 42 orang.karakteristik dan pengetahuan ibu hamil
diperoleh dari kuesioner dan pengukuran kadar Hb. Analisis data menggunakan
chi square. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ada korelasi antara tingkat
pengetahuan tentang anemia dengan kasus anemia pada Ibu hamil di Dinas
Kesehatan Moyudan Sleman Yogyakarta.
20
4. Abdelhafez (2012) dengan penelitiannya yang berjudul Prevalence and Risk
Factors of Anemia among a Sample of Pregnant Females Attending Primary
Health Care Centers in Makkah, Saudi Arabia. Metode penelitian
menggunakan cross sectional, dengan analisis multivariat. Data dikumpulkan
dengan kuesioner dan wawancara tentang karakteristik sosio demografis,
riwayat kesehatan, obstetri. Statistik analisis menggunakan SPSS versi 16
dengan hasil bahwa rendahnya tingkat pendidikan, jarak kelahiran penurunan
dan riwayat anemia pada kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko
anemia (p < 0,05, atau = 18.821, 10.582 dan 3.362 masing-masing).
5. Ghosh (2009) mengungkapkan dalam penelitian yang berjudul Exploring
Socioeconomic Vulnerability of Anaemia Among Women in Eastern Indian
States. Analisis statistik yang digunakan yaitu chi square dengan hasil yang
signifikan bahwa perempuan desa yang miskin memiliki cukup tinggi peluang
menjadi anemia dibandingkan dengan perempuan yang tinggal dikota dengan
status ekonomi lebih kaya.
6. Bhargava (2001) melakukan penelitian dengan judul Dietary Intakes and
Socioeconomic Factors are Associated with the Hemoglobin Concentration of
Bangladeshi Women. Metode dalam penelitian ini menggunakan model
longitudinal komprehensif yang dikembangkan untuk faktor penentu Proksimat
kadar hemoglobin yang termasuk subyek dietary intake, status gizi, morbiditas
dan faktor-faktor sosial ekonomi. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
bahwa secara biologis wanita dengan lingkar lengan atas dan asupan tablet besi
signifikan dengan kadar hemoglobin. Peningkatan pendapatan rumah tangga
dikaitkan dengan asupan tinggi besi dari daging, ikan dan unggas dan dari
semua sumber hewan. Hal tersebut menunjukan pentingnya asupan zat besi.
7. Batool (2012) melakukan penelitian dengan judul An Investigation into SocioEconomic Factors Explaining Dietary Intake in Pregnant Women: A Study in
Urban Areas of District Faisalabad, Punjab, Pakistan. Metode penelitian
menggunakan descriftif dan bivariat dengan analisis chi square. Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara. Hasil penelitian menyebutkan bahwa ibu
hamil dengan pendidikan yang baik, pendapatan keluarga yang cukup memiliki
21
lebih banyak kecenderungan untuk mengkonsumsi diet seimbang sehingga
kebutuhan nutrisi tercukupi.
8. Vehra (2012) dengan penelitiannya yang berjudul Effect of Socio-Demographic
and Gestational Status on the Development of Iron Deficiency Anemia in
Pregnant Women menggunakan metode deskriftif. Penelitian ini dilakukan di
klinik rumah sakit perawatan kehamilan di Lahore dengan besar sampel 150
ibu hamil. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kadar Hb pada ibu
hamil berkaitan dengan pendidikan, dan pendapatan per kapita keluarga.
C. Kerangka Pemikiran
Interaksi dengan tenaga
kesehatan (Bidan)
Pendidikan
Pengetahuan
Pendapatan keluarga
Sikap
Konsumsi Diet
Ibu hamil
Trimester
Anemia Kehamilan
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Kemampuan
Daya beli
22
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pendidikan ibu hamil terhadap kejadian anemia defisiensi besi pada
ibu hamil. Ibu yang berpendidikan tinggi memiliki kecenderungan lebih rendah
untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
2. Ada pengaruh pendapatan keluarga ibu hamil terhadap kejadian anemia defisiensi
besi pada ibu hamil. Ibu hamil dari keluarga berpendapatan tinggi memiliki
kecenderungan lebih rendah untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
3. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan bidan terhadap kejadian anemia defisiensi
besi pada ibu hamil. Ibu hamil yang berinteraksi dengan bidan memiliki
kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
4. Ada pengaruh antara interaksi ibu hamil dengan bidan terhadap kejadian anemia
defisiensi besi pada ibu hamil. Ibu hamil yang berinteraksi dengan bidan memiliki
kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
5. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan sikap terhadap kejadian anemia gizi besi
pada ibu hamil. Ibu hamil memiliki sikap yang baik cenderungan yang lebih rendah
untuk mengalami kejadian anemia defisiensi besi.
6. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan kemampuan daya beli terhadap kejadian
anemia defisiensi besi pada ibu hamil. Ibu hamil yang memiliki daya beli yang
tinggi dengan bidan memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk mengalami
kejadian anemia defisiensi besi.
7. Ada pengaruh interaksi ibu hamil dengan trimester terhadap kejadian anemia
defisiensi besi pada ibu hamil.
Download