Pengujian Toleransi Genotipe Padi (Oryza sativa L

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan famili tumbuhan gramineae
yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberaapa ruas. Padi termasuk
Kingdom: Plantae, Divisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledoneae, Ordo:
Poales, Familia: Graminae, dan Genus: Oryza. Padi memiliki dua jenis tipe atau
golongan, yaitu indica dan japonica. Tipe japonica umumnya berumur panjang,
batang tinggi dan mudah rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya
panjang dan ditanam di daerah subtropis. Tipe indica, sebaliknya, berumur lebih
pendek, batang lebih kecil, paleanya tidak ber-"bulu" atau hanya pendek saja, dan
biji cenderung oval (Wikipedia, 2008).
Padi banyak varietasnya yang ditanam di sawah dan di ladang, sampai
ketinggian 1.200 m dpl. Padi termasuk ke dalam tanaman semak semusim ini
berbatang basah dan memiliki tinggi antara 50 cm – 1.5 m. Padi memiliki batang
tegak, lunak, beruas, berongga, kasar, warna hijau. Batang padi berbuku dan
berongga. Dari batang ini tumbuh anakan atau daun. Daun tunggal berbentuk
pita/langset yang panjangnya 15-30 cm, lebar mencapai 2 crn, perabaan kasar,
ujung runcing, tepi rata, berpelepah, pertulangan sejajar, hijau. Bunga atau malai
muncul dari buku terakhir pada tiap anakan. Bunga rnajemuk berbentuk malai.
Bunga tersusun sebagai bunga majemuk dengan satuan bunga berupa floret yang
tersusun dalam spikelet, buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir
atau kariopsis. Buahnya buah batu, terjurai pada tangkai, warna hijau, setelah tua
menjadi kuning. Buah padi merupakan benih ortodok yang dilapisi oleh palea dan
lemma. Biji keras, bulat telur, putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas
dari tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut
beras. Biji padi mengandung butiran pati amilosa dan amilopektin dalam
endosperm.
Salinitas Tanah
Secara umum salinitas berhubungan dengan alkalinitas di area dimana
evaporasi lebih besar daripada presipitas. Akibatnya garam tidak tercuci dari tanah
akan terakumulasi dengan jumlah atau tipe yang dapat merugikan pertumbuhan
tanaman. Kealkalinan terjadi bila dijumpai kejenuhan basa yang tinggi sehingga
pH tinggi yang menyebabkan pertumbuhan tanaman akan terganggu.
Salinitas juga berhubungan dengan kadar garam di daerah pesisir dengan
masalah utama konsentrasi garam tinggi karena sering tergenangnya oleh air laut,
iklim kering dengan curah hujan rendah. Adanya garam-garam, terutama kalsium,
magnesium, dan natrium karbonat menyebabkan ion hidroksi dijumpai dalam
jumlah banyak dalam larutan tanah (Soepardi, 1983). Salinitas menyebabkan
tanaman stress garam, bila konsentrasi garam berlebih cukup tinggi sehingga
menyebabkan penurunan potensial air 0.05-0.1 MPa.
Santoso (1983) menyatakan bahwa lahan salin memiliki drainase yang
jelek dengan kecepatan evaporasi yang tinggi serta naiknya level air tanah serta
curah hujan yang kurang untuk melarutkan dan mencuci garam. Tanah-tanah salin
dicirikan dengan permukaan yang tidak rata, ditutupi oleh butir-butir seperti bedak
yang hanya beberapa cm tingginya. Tanah salin di Indonesia terdiri dari, tanah
salin yang memiliki kadar garam netral larut dalam air dengan KTK kurang dari
15% yang ditempati oleh natrium dan biasanya nilai pH kurang dari 8.5; tanah
salin-sodik, memiliki banyak garam netral larut dalam air dan cukup natrium
dengan KTK lebih dari 15% dan nilai pH lebih dari 8.5; tanah sodik, tidak
mengandung garam netral dengan nilai pH tinggi yang disebabkan oleh hidrolisis
natrium karbonat yaitu pH lebih dari 10 (Soepardi, 1983). Salinitas tanah dapat
diuji di laboratorium dengan cara mengukur daya hantar listrik pada larutan yang
telah diekstrak dari contoh tanah. Salinitas sebanding dengan peningkatan nilai
daya hantar listrik bila nilainya meningkat maka salinitas tinggi.
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman
Larutan garam dengan dosis tinggi dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena
menyebabkan penurunan potensial air larutan tanah, garam dapat menyebabkan
kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung banyak
sekali air. Hal ini karena potensial air lingkungan yang lebih negatif dibandingkan
dengan potensial air jaringan akar. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan ion-
ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya
relative tinggi.
Bintoro (1983) menyatakan bahwa akar merupakan bagian tanaman yang
paling peka terhadap perlakuan NaCl dan penurunan bobot segar akar, bagian atas
dan daun secara tajam yang terjadi pada pemberian lebih dari 5000 mg NaCl/liter
pada tanaman tomat. Selanjutnya Yahya dan Adib (1992) menambahkan bahwa
peningkatan taraf salinitas pada media tanaman kakao di pembibitan secara nyata
menekan pertumbuhan vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, bobot kering tajuk dan akar, luas daun, bobt kering daun dan
jumlah akar primer serta menyebabkan terjadinya abnormalitas pada daun seperti
perubahan warna daun dan nekrosis terutama pada ujung daun. Keadaan
konsentrasi natrium yang berlebihan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman
melalui penurunan potensial air, toksisitas ion, defisiensi nutrisi, dan kombinasi
dari beberapa faktor tersebut (Khalimah, 2008), sedangkan Cl- diperlukan pada
reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi oksigen.
Suwarno (1983) menyatakan bahwa salinitas dapat menyebabkan
kerusakan daun, memperpendek tanaman, menurunkan jumlah anakan, bobot
1000 butir gabah, bobot kering akar, tajuk, dan total tanaman serta hasil gabah.
Bintoro (1983) menambahkan bahwa daun dan akar lebih peka terhadap
konsentrasi garam daripada bagian daun dan batang. Ion natrium yang terserap
oleh tanah berfungsi dalam proses fisiologi, osmotikum dalam vakuola, dan
pengikatan air oleh tumbuhan.
Garam mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya melalui: (a)
keracunan yang diakibatkan penyerapan unsur penyusun garam secara berlebihan,
seperti natrium, (b) penurunan penyerapan air, dikenal sebagai cekaman air dan (c)
penurunan penyerapan unsur-unsur penting bagi tanaman khususnya kalium.
Menurut Follet et al. dalam Sipayung (2003) mengajukan lima tingkat pengaruh
salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat
salinitas yang sangat tinggi (Tabel 1). FAO (2005) menyatakan bahwa gejala awal
munculnya kerusakan tanaman oleh salinitas adalah ukuran daun yang lebih kecil dan
batang dengan jarak tangkai daun yang lebih pendek. Jika permasalahannya menjadi
lebih parah, daun akan (a) menjadi kuning (klorosis) dan (b) tepi daun mati
mengering terkena “burning” (terbakar, menjadi kecoklatan).
Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman
Tingkat Salinitas
Non Salin
Konduktivitas
(mmhos)
0–2
Pengaruh Terhadap Tanaman
Dapat diabaikan
Rendah
2–4
Tanaman yang peka terganggu
Sedang
4–8
Kebanyakan tanaman terganggu
Tinggi
8 – 16
Tanaman yang toleran belum
terganggu
Sangat Tinggi
>16
Hanya beberapa jenis tanaman
toleran yang dapat tumbuh
Sulaiman (1980) menyatakan bahwa daun-daun dan batang berubah warna
menjadi kekuningan dengan cepat dan pemberian 4 liter larutan garam 4000 ppm
NaCl per pot merupakan indikator yang baik untuk menilai toleransi tanaman
terhadap kadar garam tinggi (salinitas), dinilai secara visual, bobot kering bagian
atas dan akar maupun persentase daun nekrosis atau mati. Pengaruh garam lebih
jauh terhadap tanaman padi adalah: 1) berkurangnya kecepatan perkecambahan;
2) berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan; 3) pertumbuhan akar jelek; 4)
sterilitas biji meningkat; 5) berkurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan
protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan; 6) berkurangnya
penambatan N2 secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah (Sembiring dan
Gani, 2005)
Download