Human Immunodeficiency Virus (HIV)

advertisement
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Oleh : Yemima Septiany Puraja
078114120
Aspek Biologi
HIV yang baru memperbanyak diri tampak
bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil
pada permukaan limfosit setelah menyerang
sel tersebut; dilihat dengan mikroskop
elektron.
HIV
adalah
retrovirus
yang
biasanya
menyerang organ vital sistem kekebalan
manusia seperti sel T CD4+ (sejenis sel T),
makrofag, dan sel dendritik. HIV secara langsung dan tidak langsung merusak sel T CD4+,
padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh berfungsi baik. Jika HIV membunuh
sel T CD4+ sampai terdapat kurang dari 200 sel T CD4+ per mikroliter (µL) darah, kekebalan
selular hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV dilanjutkan
dengan infeksi HIV laten klinis sampai terjadinya gejala infeksi HIV awal dan kemudian AIDS,
yang diidentifikasi berdasarkan jumlah sel T CD4+ di dalam darah dan adanya infeksi tertentu.
AIDS merupakan bentuk terparah akibat infeksi HIV.
Morfologi
Virus yang memiliki konstruksi kompleks dan terdiri atas sebuah amplop, sebuah
nukleokapsid, sebuah nukleoid, dan sebuah protein matriks. Virus terselubung, spherical hingga
pleomorfi dalam bentuk dan ukuran 80-100 nm dalam diameter. Proyeksi permukaan kecil atau
tonjolan tak terlihat yang terdispersi rapat menyelubungi permukaan. Proyeksi permukaan
memiliki panjang 8 nm. Bagian pokok tepinya berbentuk silindris, atau berbentuk kerucut rata.
Nukleoid konsentris.
Asal mula HIV
Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan
pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya
menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated virus) dan oleh Robert Gallo dari Amerika
Serikat, yang awalnya menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus type III).
HIV
adalah
lentivirus,
anggota
bagian
dari
dari
genus
keluarga
retroviridae yang ditandai dengan
periode latensi yang panjang dan
sebuah sampul lipid dari sel-host awal
yang
mengelilingi
sebuah
pusat
spesies
HIV
protein/RNA.
Dua
menginfeksi
manusia:
HIV-1
dan
HIV-2. HIV-1 adalah yang lebih
"virulent" dan lebih mudah menular,
dan
merupakan
sumber
dari
kebanyakan infeksi HIV di seluruh
dunia;
Pohon filogenetik SIV dan HIV
HIV-2
kebanyakan
masih
terkurung di Afrika Barat.
Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam
sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian
immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies chimpanzee, Pan troglodyte
troglodyte. HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty
mangabeys, monyet dunia lama Guinea-Bissau.
Taksonomi
VI: ssRNA-RT viruses (+) sense RNA dengan DNA intermediet dalam daur hidup.
Kingdom
: Virus
Unassigned Viruses
Retro-transcribing viruses
Familia
: Retroviridae
Subfamilia
: Orthoretrovirinae
Genus
: Lentivirus
Primate lentivirus group
Spesies
: Human immunodeficiency virus 1
Spesies
: Human immunodeficiency virus 2
Daur Hidup HIV
1
1. Virus bebas
2
Reseptor CD4
Reseptor CCR5
3
Reseptor CXCR4
2. Pengikatan dan pemaduan: Virus
mengikat pada reseptor CD4 dan salah satu
RNA HIV
reseptor bersama (CCR5 atau CXCR4). Molekul
DNA HIV
4
reseptor
adalah
umum di
permukaan
sel.
Kemudian virus memadukan dengan sel
3. Infeksi: Virus menembus sel. Isi dikosongkan
5
8
6
dalam sel
4. Reverse transcription: Serat tunggal RNA
7
virus diubah menjadi DNA dua serat oleh enzim
reverse transcriptase
9
5. Penyatuan: DNA virus disatukan dengan
dalam virus yang baru terbentuk DNA sel oleh
10
enzim integrase
6. Transcription: Waktu sel yang terinfeksi membagi, DNA virus ‘dibaca’ dan rantai protein
yang panjang dibuat
7. Perakitan: Sekelompok rantai protein virus mengumpul
8. Tonjolan: Virus belum matang mendesak ke luar sel, diikuti oleh beberapa selaput sel. Enzim
protease mulai mengelola protein 9. Virus belum matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi
10. Menjadi matang: Rantai protein pada bibit virus baru dipotong oleh enzim protease menjadi
protein tunggal. Protein ini menggabung menjadi virus yang siap bekerja
Gejala dan komplikasi
Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4 pada rata-rata infeksi HIV yang
tidak ditangani. Keadaan penyakit dapat bervariasi tiap orang.
CD4+ (sel/mm³)
jumlah limfosit T
jumlah RNA HIV per mL plasma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, keringat
(terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, kelemahan, dan penurunan
berat badan. Tanpa terapi antiretroviral, kematian umumnya terjadi dalam waktu setahun.
Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan
hancurnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi oportunistik spesifik yang diderita pasien AIDS
bergantung pada prevalensi terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antarorang dipengaruhi oleh faktor
seperti kerentanan terhadap penyakit, fungsi imun perawatan kesehatan dan infeksi lain dan
faktor yang berhubungan dengan galur virus.
Penyakit yang Ditimbulkan
Penyakit paru-paru utama
Pneumonia pneumocystis
Pneumonia pneumocystis (awalnya diketahui dengan nama pneumonia Pneumocystis
carinii, dan masih disingkat sebagai PCP yang sekarang merupakan singkatan dari Pneumocystis
pneumonia) jarang dijumpai pada orang yang sehat dan imunokompeten, tetapi umum dijumpai
pada orang yang terinfeksi HIV. Penyakit ini disebabkan oleh fungi Pneumocystis jirovecii.
Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi terkait HIV lainnya karena
dapat ditularkan ke orang yang imunokompeten melalui rute respirasi, dapat muncul pada
stadium awal HIV, dan dapat dicegah dengan terapi obat. Namun demikian, kekebalan terhadap
berbagai obat adalah masalah serius pada penyakit ini. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah
CD4 >300 sel per µL), TB muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada infeksi HIV belakangan, TB
sering muncul dengan penyakit ekstrapulmoner (sistemik). Gejala biasanya bersifat konstitusional
dan tidak dibatasi pada satu tempat, sering menyerang sumsum tulang, tulang, saluran kemih dan
saluran pencernaan, hati, nodus limfa regional, dan sistem saraf pusat. Selain itu, gejala yang
muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat keterlibatan penyakit ekstrapulmoner.
Penyakit saluran pencernaan utama
Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada esofagus (tabung berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung). Pada individual yang terinfeksi
HIV, hal ini terjadi karena infeksi jamur (kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau
sitomegalovirus).
Diare kronik yang tidak dapat dijelaskan
Diare kronik pada infeksi HIV terjadi akibat berbagai penyebab, termasuk infeksi bakteri
(Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, atau Escherichia coli) serta parasit yang umum
dan infeksi oportunistik tidak umum seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, kolitis kompleks
Mycobacterium avium dan sitomegalovirus (CMV). Pada beberapa kasus, diare adalah efek
samping beberapa obat yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping infeksi HIV,
terutama selama infeksi HIV utama. Pada stadium akhir, diare diduga menunjukkan perubahan
cara saluran usus menyerap nutrisi dan mungkin merupakan komponen penting pembuangan
yang berhubungan dengan HIV.
Penyakit saraf utama
Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu disebut
Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan toksoplasma
ensefalitis, tetapi juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.
Leukoensefalopati multifokal progresif
Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yang merupakan
penghancuran sedikit demi sedikit selubung mielin yang menutupi akson sel saraf sehingga
merusak penghantaran impuls saraf. Hal ini disebabkan oleh virus yang disebut virus JC yang
70% populasinya terdapat dalam bentuk laten, menyebabkan penyakit hanya ketika sistem
kekebalan sangat lemah, sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang
cepat, biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS
Kompleks demensia AIDS adalah ensefalopati metabolik yang disebabkan oleh infeksi
HIV dan didorong oleh aktivasi imun makrofag dan mikroglia otak yang terinfeksi HIV yang
mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan neurologis spesifik tampak sebagai ketidaknormalan
kognitif, perilaku, dan motorik yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV dan berhubungan
dengan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada plasma.
Meningitis kriptokokal
Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan
sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan
demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan
kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Kanker yang berhubungan dengan HIV
Pasien dengan infeksi HIV pada pokoknya meningkatkan insiden beberapa kanker. Hal
ini terjadi karena infeksi dengan virus DNA onkogenik, terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus
herpes penyebab sarkoma Kaposi (KSHV) dan papilomavirus manusia (HPV).
Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien
yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda
homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah
AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili
gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes
sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik
keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan,
dan paru-paru.
Limfoma
Limfoma sel B tingkat tinggi seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma), Burkitt's-like
lymphoma, diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem saraf pusat primer
muncul lebih sering pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali mengakibatkan
prognosis yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma ini merupakan tanda utama AIDS. Limfoma
ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV) atau KSHV.
Kanker leher rahim
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker
ini disebabkan oleh papilomavirus manusia (HPV).
Tumor lainnya
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin,
karsinoma anal, dan karsinoma usus besar.
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik,
terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi
Mycobacterium avium-intracellulare dan sitomegalovirus. Sitomegalovirus dapat menyebabkan
kolitis, seperti yang dijelaskan di atas, dan retinitis sitomegalovirus dapat menyebabkan kebutaan.
Penisiliosis yang disebabkan oleh Penicillium marneffei kini adalah infeksi oportunistik ketiga
paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah
endemik Asia Tenggara.
Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan
atas yang berulang
Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Transmisi dan pencegahan
Penularan melalui hubungan seksual
Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau
cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya. Resiko masuknya HIV dari orang yang terinfeksi menuju orang yang belum
terinfeksi melalui hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seksual dan seks oral.
Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun
insertif. Risiko transmisi HIV dari air liur jauh lebih kecil daripada risiko dari air mani.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat
menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan
juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan
sekresi vaginal. Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan
kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada
berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat
dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan
laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon,
ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit
seksual.
Paparan dengan cairan tubuh yang terinfeksi
Rute transmisi ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi penggunaan jarum suntik
merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV.
Transmisi ibu ke anak
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi in utero selama minggu-minggu terakhir
kehamilan dan saat persalinan. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi
antiretroviral dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat transmisi hanya sebesar 1%.
Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan
(semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko transmisi
sebesar 10-15%. Risiko ini bergantung pada faktor klinis dan dapat bervariasi menurut pola dan
lama menyusui. Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretroviral, bedah caesar, dan pemberian
makanan formula mengurangi peluang transmisi HIV dari ibu ke anak.
Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya
yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika
gagal, perawatan antiretroviral secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan,
disebut post-exposure prophylaxis (PEP). PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang
menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti
diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.
Penanganan untuk infeksi HIV terdiri dari terapi antiretroviral yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy), HAART. Pilihan terbaik HAART yang menggunakan inhibitor
protease saat ini mencakup kombinasi dari paling sedikit tiga obat yang berasal dari paling sedikit
dua jenis, atau "kelas" agen anti-retroviral. Kombinasi yang umum digunakan terdiri dari dua
nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) ditambah dengan protease
inhibitor atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV
pada anak-anak lebih deras daripada pada orang dewasa, parameter laboratorium sedikit prediktif
tentang jalannya penyakit, terutama untuk anak muda, rekomendasi perawatan lebih agresif untuk
anak-anak daripada untuk orang dewasa.
HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan viremia pasien, tetapi tidak
menyembuhkan pasien dari HIV atau meredakan gejala, dan HIV-1 kelas tinggi dapat melawan
HAART, kembali setelah perawatan berhenti. Lebih lagi, akan mengambil lebih banyak waktu
kehidupan individual untuk membersihkan infeksi HIV menggunakan HAART. Banyak individu
terinfeksi HIV yang mendapatkan pengalaman perbaikan hebatt pada kesehatan dan kualitas
hidup mereka, yang menyebabkan adanya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan
HIV. Tanpa adanya HAART, infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar sembilan
sampai sepuluh tahun dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS hanya 9.2 bulan. HAART
meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun. HAART menerika jauh sedikit daripada
hasil yang optimal. Efek samping termasuk lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin,
meningkatkan risiko sistem kardiovaskular dan kelainan bawaan.
Multivitamin harian dan suplemen mineral ditemukan dapat mengurangi alur penyakit
HIV pada laki-laki dan wanita. Hal ini dapat menjadi intervensi "berharga-rendah" yang tersedia
selama awal penyakit HIV untuk memperpanjang waktu sebelum terapi antiretroviral didapat.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa ukuran untuk mencegah infeksi oportunistik dapat
menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV. Vaksinasi atas hepatitis A dan
B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi dengan virus ini dan dalam risiko terinfeksi.
Pasien dengan penindasan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan menerima terapi
propilaktik untuk Pneumonia pneumosistis, dan banyak pasien mendapat manfaat dari terapi
propilaktik untuk toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis.
Daftar Pustaka
Anonim, 2005, Terapi Antiretroviral, www.i-base.info/itpc/Indonesian/spirita/docs/LembaranInformasi/LI410.pdf , diakses tanggal 13 Mei 2008
Anonim, 2005, Siklus Hidup HIV, www.i-base.info/itpc/Indonesian/spirita/docs/LembaranInformasi/LI415.pdf , diakses tanggal 13 Mei 2008
Anonim, 2008, AIDS,
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS, diakses tanggal 1 Mei 2008
Anonim, 2008, HIV,
http://id.wikipedia.org/wiki/HIV, diakses tanggal 13 Mei 2008
Anonim, 2008, Human immunodeficiency virus,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser, diakses tanggal 1 Mei 2008
Henderson, L. E., and Larry Arthur, Viral Targets, www.niaid.nih.gov, diakses tanggal 13 Mei
2008
Ramaiah, Savitri, 2000, All You Wanted To Know About HIV and AIDS, Sterling Publisher Pvt.
Ltd., New Delhi
Download