II. TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kakao Theobrama cacao adalah nama

advertisement
II. TINJUAN PUSTAKA
2.1
Kakao
Theobrama cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao
oleh Linnaeus pada tahun 1753. Tempat alamiah dari genus Theobroma adalah di
bagian hutan tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan
teduh. Dalam kondisi seperti ini Theobroma cacao jarang berbuah dan hanya
sedikit menghasilkan biji (Spillane, 1995). Berdasarkan daerah asalnya kakao
tumbuh dibawah naungan pohon-pohon yang tinggi. Habitat seperti itu masih
dipertahankan dalam budi daya kakao dengan menanam pohon pelindung. Kakao
mutlak membutuhkan naungan sejak tanam sampai umur 2-3 tahun.Tanaman ini
juga tidak tahan angin kencang sehingga tanaman pelindung (penaung) dapat
berfungsi sebagai penahan angin (Poedjiwidodo, 1996).
Kakao dibawa oleh orang Spanyol ke Indonesia sekitar tahun 1560 melalui
Filipina ke daerah Minahasa, Sulawesi Utara, Sulawesi Utara.Di daerah itu kakao
ditanam sebagai tanaman campuran di pekarangan, dan baru dikembangkan
secaraluas pada tahun 1820. Pada tahun 1845 tanaman ini terserang penggerek buah
kakao (PBK) dank arena ditanam tanpa naungan maka umur tanaman hanya
mencapai 12 tahun (Poedjiwidodo, 1996).
Tanaman kakao (Theobrama cacao linn) terdiri atas tiga varietas utama,
yaitu: criollo, forastero dan trinitario. Varietas criollo, dengan cita rasa enak dan
beraroma lembut, terdapat sekitar 10 % di seluruh dunia terutama di Venezuela,
Equador, Columbia dan Indonesia. Sementara varietas forastero, dengan cita rasa
lebih pahit dan beraroma lebih kuat, merupakan mayoritas tanaman kakao dunia
5
6
terutama dijumpai di Ivory Coast, Ghana, Nigeria, Malaysia dan Indonesia.
Sedangkan varietas trinitario merupakan persilangan anatara Criollo dan Forastero,
terdapat di Trinidad, Cameroon, Papua New Guniea dan Jamaica (Anonymous,
2004). Varietas Criollo, Trinitario dan persilangannya dikenal sebagai penghasil
biji kakao mulia atau kakao edel (fine-cocoa). Sedangkan varietas Forastero
dikenal sebagai penghasil biji kakao lindak atau kakao curah (bulk-cocoa). (Wood
and Lass, 1985).
Di perkebunan kakao Indonesia secara umum terdapat tiga varietas tanaman
kakao, yaitu : (1) trinitario (klon-klon Djati Runggo) menghasilkan biji kakao
mulia, (2) Amelonado (West African Amelonado) menghasilkan biji kakao lindak
dan (3) Amazon juga menghasilkan biji kakao lindak (Wardojo,1991).
1.1.1
Buah kakao
Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, placenta, pulp,
dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji
kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi
(Bintoro, 1977). Buah kakao dapat dipanen apabila telah mencapai umur buah 160175 hari atau sekitar 5-6 bulan sejak dari fase penyerbukan dan terjadi perubahan
warna kulit buah (Haryadi dan Supriyanto, 1991; Bucheli et al., 2001). Menurut
Sunanto (1992), kakao masak pohon dan siap panen dicirikan dengan perubahan
warna buah, yaitu: (a) warna buah sebelum masak berwarna hijau, setelah masak
warna alur buah menjadi kuning, atau (b) warna buah sebelum masak berwarna
merah tua, setelah masak warna buah merah muda, jingga atau kuning.
7
Pemanenan buah kakao umumnya berlangsung antara bulan Mei sampai
dengan Oktober tiap tahunnya. Provinsi Jawa Tengah panen besar kakao biasanya
pada bulan Mei-Juni dan panen tambahan pada bulan Agustus-Oktober. Sedangkan
di Sumatra Utara, panen besar kakao pada bulan Mei- Juni dan panen tambahan
pada bulan September-Oktober. Rotasi pemanenan biasanya dilakukan dengan
selang waktu antara 7-14 hari, dimaksudkan untuk memperoleh hasil panen tepat
masak dengan tingkat masak relatif homogen (Haryadi dan Supriyanto, 1991).
Adapun mutu biji kakao menurut Standar Nasional Indonesia SNI
2323:2008/Amd1:2010 padal Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu biji kakao SNI 2323:2008/Amd1:2010
Jenis
Persyaratan
mutu
Kakao
Kakao
Kadar
Kadar
Kadar
Mulia
Lindak
Biji
biji
biji ber- kotoran
biji
(Fine
(Bulk
Berjamur
slaty
serangga
waste
kecambah
cocoa)
Cocoa)
(biji-biji)
(biji-biji)
(biji-
(biji-
(biji-biji)
biji)
biji)
I-F
I-B
(AA
(AA
sampai
sampai
dengan
dengan
S)
S)
II-F
II-B
(AA
sampai
sampai
dengan
dengan
S)
S)
Maks.2
Maks. 3
Maks. 1
Kadar
Maks.
Kadar
ber-
Maks. 2
1,5
Maks. 4
Maks. 8
Maks. 2
Maks.
2,0
Maks. 3
8
III-F
III-B
(AA
(AA
sampai
sampai
dengan
dengan
S)
S)
Maks. 4
Maks. 20
Maks. 2
Maks.
Maks. 3
3.0
Selama pemasakan buah, pada keping biji terjadi peningkatan kandungan
tanin dan karbohidrat dan terjadi konversi asam-asam lemak bebas menjadi
trigeliserida (Lopez,1986). Haryadi dan Supriyanto, (1991) menambahkan bahwa
lemak netral baru terbentuk pada tahap akhir pemasakan.
2.1.2
Pulpa
Pulpa kakao adalah medium yang kaya untuk pertumbuhan mikrobia,
komposisi cairan pulpa dan biji kakao disajikan pada Tabel 2. dan Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi cairan pulpa
Komposisi
Air
Kandungan
82-87%
Mono- dan disakarida
10-15%
Pentose
2-3%
Asam sitrat
1-3%
Pektin `
1-1,5%
(Fleet, 2007 dan Lafebaer, 2010)
Tabel 3. Komposisi biji kakao
Komposisi
Kandungan
Air
82-87%
Gula
10-13%
Pentose
2-3 %
Asam sitrat
1-2%
Garam-garam
8-10%
9
(lopez, 1986).
Pembentukan senyawa gula pada pulpa mencapai maksimal pada buah
masak optimal (‡170 hari), begitu pula dengan peningkatan kandungan asam-asam
organik. Pada buah masih muda, senyawa gula yang terbentuk masih sangat rendah
sehingga mungkin akan berpengaruh pada kondisi pulpa untuk difermentasi
(Haryadi dan Supriyanto, 1991).
Limbah pulpa kakao mengandung beberapa senyawa, seperti gula yang
dapat
dijadikan
substrat
untuk
metabolisme
beberapa
mikroorganisme
menghasilkan senyawa-senyawa alkohol, asam organik, senyawa ester, dan
senyawa kimia lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Sulam Taufik,
1996), limbah kakao tersebut masih dapat di manfaatkan untuk pembuatan asam
cuka (asam asetat).
2.2
Mekanisme Fermentasi Biji Kakao
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba
sebagai organisme pemproses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi
trdisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen.
Mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi antara lain, yeast (ragi),
Saccharomyses, Laktobacillus, dan Acetobacter (Away, 1989). Suhu fermentasi
tidak dikontrol, tetapi biasanya dimulai dari suhu 25˚C dan meningkat menjadi 4550˚C dari panas yang dihasilkan oleh proses fermentasi (Fleet dan Dircks, 2007).
Fermentasi adalah suatu proses reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi
yang menghasilkan energi dimana sebagai donor dan akseptor electron digunakan
10
bahan organic, biasanya dipakai glukosa dengan bantuan enzim dimana glukosa
diubah menjadi alkohol dan asam asetat (Winarno, 1997).
Proses fermentasi biji kakao berlangsung dengan macam-macam cara,
misalnya ditumpuk diatas alas tertentu, dimasukkan kedalam keranjang,
dimasukkan ke dalam peti atau bak dan diletakkan di atas rak. Pada perusahaan
perkebunan umumnya fermentasi kakao dilakukan di dalam peti fermentasi yang
disusun beberapa baris sesuai dengan waktu proses fermentasi dan frekuensi
pengadukan (Nasution, et al., 1985). Misnawi, (2005) menyatakan bahwa,
fermentasi merupakan tahapan pengolahan yang sangat penting untuk menjamin
terbentuknya cita rasa cokelat yang baik. Perubahan-perubahan ini antara lain
menyebabkan perubahan bentuk dan warna keping biji, meningkatkan aroma, dan
rasa, serta memperbaiki konsistensi keping biji kakao. Tujuan lain proses
fermentasi ini adalah untuk melepaskan pulp dari keping biji, sehingga setelah
proses pengeringan, biji kulit tersebut mudah dilepaskan dari keping biji (Rohan,
1963). Perubahan kimiawi dan biologis yang terjadi selama proses fermentasi
mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati dan terbentuk enzim-enzim
tertentu. Proses fermentasi juga dapat menurunkan kadar bahan bukan lemak,
sehingga secara relative kadar lemak akan meningkat (Yusianto, et al., 1997).
Ketika buah pecah, pulp segera akan terkontaminasi oleh mikroorganisme yang ada
di udara sekitarnya, sehingga proses fermentasi pulpa akan segera terjadi. Proses
fermentasi ini akan menyebabkan dua perubahan besar pada pulp yaitu: (1)
Peragian gula menjadi alkohol sebagai hasil kerja beberapa jenis ragi dan bakteri
asam laktat. (2) Peragian alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat
(Yufnal, 1985).
11
Berdasarkan kebutuhan akan oksigen fermentasi dapat dibagi menjadi dua
tipe. Tipe pertama fermentasi aerob yaitu fermentasi yang dalam prosesnya
memerlukan oksigen dan fermentasi tipe kedua yaitu fermentasi anaerob yang
merupakan fermentasi yang dalam prosesnya tidak menggunakan oksigen.Faktor
yang berpengaruh terhadap fermentasi meliputi waktu, pembalikan, dan aktivitas
mikroba, serta pengurangan kandungan pulpa. Pada proses fermentasi mikroba
berperan untuk untuk memecah gula menjadi alkohol dan dilanjutkan pemecahan
alkohol menjadi asam asetat (Amin, 2006). Pengadukan adalah suatu cara yang
umum diterapkan untuk membantu meningkatkan aerasi kedalam tumpukan biji
kakao yang sedang difermentasi. Setelah pengadukan, oksigen yang semula
terhalang oleh pulpa dan cairan sisa fermentasi mampu masuk kedalam tumpukan
biji dalam jumlah yang lebih banyak. Kondisi anaerob ini dimaanfaatkan oleh
bakteri asam asetat untuk mengubah lebih banyak senyawa alkohol menjadi asam
asetat.
Beberapa mikroorganisme berperan aktif selama proses fermentasi,
terutama proses pemecahan gula menjadi alkohol. Dalam fermentasi alkohol
umumnya digunakan khamir karena khamir dapat mengkonversi gula menjadi
alkohol dengan adanya enzim zimase. Mikroba yang digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae. Menurut O’leary, et al., (2004), Saccharomyces
cerevisiae adalah khamir yang biasa digunakan dalam fermentasi alkohol.
Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa kelebihan dibandingkan mikroba lain
yang juga dapat membentuk alkohol. Kluyveomyces fragilis juga merupakan
khamir yang dapat memproduksi alkohol. Tetapi, Saccharomyces cerevisiae dapat
mengkonversi gula lebih cepat daripada Kluyveromyces fragilis. Dalam 72 jam
12
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan alkohol hingga 2% sedangkan
Kluyveromyces fragilis membutuhkan waktu hingga 1 minggu untuk dapat
menghasilkan alkohol hingga 2%. Namun, Saccharomyces cerevisiae tidak dapat
memanfaatkan galaktosa. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Rubio dan Texeira
(2005). Untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan khamir
Saccharomyces cerevisiae. Pemilihan tersebut bertujuan agar didapatkan
mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi
terhadap konsentrasi gula yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah
yang banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut. Temperatur pertumbuhan yang
optimum untuk Saccharomyces cerevisiae adalah 28-36 ˚C dan pH optimum untuk
pertumbuhan sel khamir 4,5-5,5.
2.3
Alkohol dan Karakteristik Alkohol
Alkohol adalah istilah yang dipakai untuk menyebut etanol, yang juga
disebut “grain alkohol” dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal
ini disebabkan karena etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman
tersebut, bukan methanol, atau group etanol lainnya, begitu juga dengan alkohol
yang digunakan dalam dunia farmasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol.
Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi.
(Anonim, 2011). Industri kimia dengan proses fermentasi bisa dikatakan
mempunyai fleksibilitas tinggi terhadap bahan bakunya. Terdapat banyak variasi
bahan baku yang dapat digunakan dalam industri fermentasi. Dan hampir
semuanya, bahan baku untuk proses fermentasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung menggunakan hasil pertanian seperti: tebu, jagung, kentang dan lain lain.
13
Etanol (sering disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja), adalah alkohol
yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, karena sifatnya yang
tidak beracun, bahan ini banyak sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industry
makanan dan minuman.Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memiliki bau
yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum.Rumus molekul etanol
adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O. Etanol telah digunakan manusia sejak
jaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang
ditrmukan pada peninggalan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh
manusia prasejarah pada masa neolitik, (Muslimin, 1996).Etanol dan alkohol
membentuk larutan azeptrop. Karena itu pemurniaan etanol yang mengandung air
dengan cara penyulingan biasa hanya mampu menghasilkan etanol dengan
kemurnian 96%. Etanol murni (absolut) dihasilkan pertama kali pada tahun 1979
oleh Johan Tobias Lowitz yaitu dengan cara menyaring alkohol hasil destilasi
melalui arrang. Lovoisier menggambarkan bahwa etanol adalah senyawa yang
terbentuk dari karbo, hydrogen dan oksigen. Pada tahun1808 Saussure dapat
menentukan kimis etanol. Lima tahun kemudian (Couper, 1858) menerbitkan
rumus bagian etanol. Dengan demikian etanol adaalah salah satu senyawa kimia
yang pertama kali ditemukan rumus bangunnya (Muslimin, 1996).
Etanol dapat dibuat melalui proses fermentasi diikuti kemudian dengan
proses destilasi sehingga serat dan gumpalan gula dari bahan dasar (buah-buahan
dan sayur-mayur) ataupun pengotor lainnya terpisah dari etanolnya. Produksi
etanol/bioetanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung pati
atauu karbohidrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula
(glukosa) larut air dilakukan proses peragian atau fermentasi gula menjadi etanol
14
dengan penambahan yeast atau ragi. Selain etanol/bioetanol dapat diproduksi dari
bahan tanaman yang mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin
mengakibatkan proses penggulaanya menjadi sulit, sehingga pembuatan etanoldari
selulosa tidak direkomendasikan meskipun teknik etanol/bioetanol merupakan
teknik yang sudah lama diketahui, namun etanol/bioetanol untuk bahan bakar
kendaraan memerlukan etanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan
teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy
balance) dan efisiensi produksi, sehinnga penelitian lebih lanjut mengenai
teknologi proses produksi etanol masih perlu dilakukan.
Pada proses fermentasi sebelum terbentuk alkohol maka akan membentuk
glukosa lebih dahulu sehingga untuk pembentukan alkohol membutuhkan waktu
lebih lama dari pada pembentukan glukosa. Namun bila fermentasi terlalu lama
nutrisi dalam subtrat, akan habis dan khamir tidak dapat memfermentasi bahan.
Anik (Purborini, 2003).
2.4
Fermentasi Aerob dan Anaerob
Fermentasi biji kakao pada dasarnya merupakan fermentasi aerob.
Fermentasi biji kakao bertujuan untuk menumbuhkan cita rasa, aroma dan warna
yang baik, karena selama proses fermentasi berlangsung beberapa perubahan fisika,
kimia dan biologi pada biji. Selama fermentasi terjadi penguraian senyawa
polifenol, protein, dan zat gula oleh enzim yang menghasilkan senyawa calon
aroma, perbaikan rasa dan perubahan warna (Widyotomo et al., 2001).
Faktor yang berpengaruh terhadap fermentasi meliputi waktu, pembalikan
dan aktifitas mikroba, serta pengurangan kandungan pulpa. Pada proses fermentasi
mikroba berperan untuk memecah gula menjadi alkohol dan dilanjutkan pemecahan
15
alkohol menjadi asam asetat (Amin, 2006). Pengadukan adalah suatu cara yang
umum diterapkan untuk membantu meningkatkan aerasi kedalam tumpukan biji
kakao yang sedang di fermentasi. Setelah pengadukan oksigen yang semula
terhalang oleh pulpa dan cairan sisa fermentasi mampu masuk ke dalam tumpukan
biji kakao dalam jumlah yang lebih banyak. Kondisi aerobik ini dimanfaatkan oleh
bakteri asam asetat untuk mengubah lebih banyak senyawa alkohol menjadi asam
asetat.
Fermentasi anaerob juga dapat dilakukan pada kakao, fermentasi ini
biasanya melibatkan bakteri asam laktat dan beberapa Bacillus. Fermentasi asam
laktat terbagi dua yaitu fermentasi homolaktat dan heterolaktat. Dalam fermentasi
homolaktat, semua asam piruvat dirubah menjadi asam laktak sedangkan pada
heterolaktat juga dihasilkan produk lain seperti etanol dan CO2 (Nicklin, et al.,
1999). Bakteri yang termasuk homolaktat yaitu Lactobacillus acidophilus, L bulgaris,
L.casei, Llactis, Streptococcus thermophillus, lactococcus lactis dan Pediococcus
acidilactici sedangkan bakteri heterolokat dilakukan oleh bakteri heterofermentatif
yaitu Lactobacillus bervis, L.fermentum, Leuconostoc lactis dan Weissella confuse
(Radiah, 2008)
2.5.
Fermnentasi Alkohol
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan
anaerobik (tanpa oksigen) maupun aerob. Secara umum, fermentasi adalah salah
satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi dalam lingkungan
anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal. (Dirmanto, 2006). Fermentasi
dapat diartikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan
jamur. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu,
16
dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida, serta oksidasi
senyawa nitrogen organik. (Hidayat, 2006).
Pada proses fermentasi lebih dari 3 hari terjadi perombakan gula menjadi
alkohol, akan dapat menyebabkan minuman sari buah beralkohol (Siswadji, 1985).
Pada proses fermentasi melibatkan beberapa enzim yang dikeluarkan oleh kapang,
sehingga jumlah sel kapang yang hidup paling tinggi terdapat pada lama fermentasi
3 hari dan semakin lama fermentasi aktivitas kapang semakin menurun. Lamanya
proses fermentasi tergantung kepada bahan dan jenis produk yang akan dihasilkan.
Proses pemeraman singkat (fermentasi tidak sempurna) yang berlangsung sekitar
1-2 minggu dapat menghasilkan produk dengan kandungan etanol 3-8%.
Contohnya adalah produk bir. Sedangkan proses pemeraman yang lebih panjang
(fermentasi sempurna) yang dapat mencapai waktu bulanan bahkan tahunan etonal
sekitar 7-18%. (Hidayat, 2006).
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang
digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat glukosa (C6H12O6) yang
merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol
(C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi
makanan. Persamaan reaksi kimia yaitu:
Saccharomyces cereviciae
C6H12O6
C2H5OH + 2CO2
Glukosa
Etanol
Download