BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pasar modal merupakan alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan. Menurut Suad Husnan (1994), pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan swasta. Sebagai salah satu instrumen perekonomian pasar modal tidak terlepas dari pengaruh perkembangan, baik yang terjadi dilingkungan ekonomi mikro yaitu pristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan kinerja, pembagaian dividen, perubahan strategi dalam rapat umum pemegang saham, akan menjadi informasi yang menarik bagi para investor di pasar modal. Selain lingkungan ekonomi mikro, perubahan lingkungan yang dimotori oleh kebijakan-kebijakan makro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal maupun regulasi pemerintah dalam sektor rill dan keuangan, akan pula mempengaruhi gejolak di pasar modal. Harga saham merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara umum. Peningkatan harga saham menunjukan kondisi pasar modal yang sedang 1 2 bullish sebaliknya jika menurun menunjukan kondisi pasar modal yang sedang beorish. Tujuan utama dari aktivitas di pasar modal adalah untuk memperoleh keuntungan maka ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih saham yang akan diinvestasikan. Untuk itu investor harus memahami pola prilaku saham di pasar modal. harga Menurut Alwi (2003) faktor yang mempengaruhi harga saham dibagi menjadi dua, faktor internal yaitu pemasaran, produksi, penjualan, pendanaan , manajemen, diversifikasi, laporan merger, investasi, ketenagakerjaan, dan laporan keuangan perusahaan sedangkan untuk faktor eksternal seperti perubahan suku bunga, kurs valuta asing, inflasi, hukum, industri sekuritas, gejolak politik, dan isu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan eksternal dalam menganalisa harga saham yaitu tingkat inflasi dan tingkat suku bunga. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makro secara umum. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian indonesia. Krisis ini mengakibatkan inflasi yang tinggi sehingga berakibat runtuhnya sektor ekonomi terutama pada pasar modal. Inflasi berpengaruh sangat besar terhadap pasar modal yaitu terjadi penurunan yang drastis terhadap harga saham perusahaan yang ada di bursa. Menurut Nurdin (1999) inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue). Tingginya tingkat inflasi 3 menunjukkan bahwa risiko untuk melakukan investasi cukup besar sebab inflasi yang tinggi akan mengurangi tingkat pengembalian (rate of return) kepada investor. Pada kondisi inflasi yang tinggi maka harga barang-barang atau bahan baku memiliki kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan harga barang-barang dan bahan baku akan membuat biaya produksi menjadi tinggi sehingga akan berpengaruh pada penurunan jumlah permintaan yang berakibat pada penurunan penjualan sehingga akan mengurangi pendapatan perusahaan. Selanjutnya akan berdampak buruk pada kinerja perusahaan yang tercermin pula oleh turunnya return saham. Widjojo dan Amalia (2003) menyatakan bahwa turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham yang dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut. Sedangkan untuk tingkat suku bunga (BI Rate) yang diumumkan kepada publik merupakan cerminan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian. Dalam dunia perbankan, suku bunga berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada kinerja perusahaan sektor perbankan yang berakibat langsung pada perubahan harga saham. Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan menerbitkan sekuritas ekuitas atau hutang atau obligasi. Suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. 4 Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan memilih objek perusahaan yang bergerak dalam sektor perbankan yang terdaftar di LQ45 pada periode 2009 2011. Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi peraturan. Dari periode 2009-2011 tercatat ada empat perusahaan yang terdaftar di LQ45 secara berturut-turut yaitu PT Bank Danamon, Tbk., PT Bank Negara Indonesia, Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk., dan PT Bank Central Asia, Tbk. Penjelasannya dapat diuraikan lebih lanjut dalam tabel perbandingan harga saham, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga pada perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 dari tahun 2009-2011. Tabel 1.1. Perbandingan Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga (BI Rate), dan Harga Saham pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Tercatat di LQ45 dari Tahun 2009-2011 2009 5.502,08 3.872,92 6.158,33 7.420,83 5,38% Tingkat Suku Bunga 6,58% 2010 5.564,58 2.963,75 9.291,67 5.852,08 5,13% 6,50% 2011 4.044,23 1.574,62 6.386,54 3.871,15 4,89% 7,15% Tahun Harga Saham BDMN BBNI BBRI Sumber: www.yahoo.finance, dan www.bi.go.id BBCA Inflasi 5 Dari tabel 1.1. di atas dapat dilihat harga saham cenderung menurun seiring dengan penurunan tingkat inflasi, namun untuk rata-rata saham BBRI dan BDMN dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan dan menurun kembali di tahun 2011. Sejalan dengan menurunnya harga saham tingkat inflasi pada periode 2009 hingga 2011 juga mengalami penurunan. Sedangkan untuk tingkat suku bunga mengalami penurunan dari periode 2009-2010 kemudian meningkat kembali pada tahun 2011, hal ini berbanding terbalik dengan uraian sebelumnya mengenai hubungan antara inflasi dan harga saham, yaitu jika inflasi mengalami penurunan maka harga saham akan meningkat. Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variabel makro ekonomi terhadap kinerja saham menunjukkan hasil yang berbeda sebagaimana yang ditemukan oleh Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan menggunakan data periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan kausalitas antara tingkat suku bunga, nilai tukar, dengan harga saham. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian tentang hubungan antara variabel makro terhadap harga saham seperti yang dilakukan oleh Supriyadi (2001) yang menyatakan bahwa variabel makro diantaranya pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan kurs valuta asing terdapat pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Selanjutnya, Sitinjak dan Kurniasari (2003) yang menemukan bahwa nilai tukar dan tingkat bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG. Berdasarkan uraian dan perbedaaan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang telah dikemukakan, maka penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh 6 tingkat inflasi dan suku bunga terhadap harga saham. Hal ini menarik perhatian penulis untuk membuktikan pengaruh kedua faktor di atas terhadap harga saham perusahaan sektor perbankan dengan mengangkat masalah ini dalam judul tugas akhir “PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN TINGKAT SUKU BUNGA BANK INDONESIA (BI RATE) TERHADAP HARGA SAHAM BANK UMUM (Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Tercatat di Periode 2009-2011)” LQ45 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: 1. 2. 1. Bagaimana perkembangan tingkat inflasi di Indonesia periode 20092011? 1. 2. 2. Bagaimana perkembangan tingkat suku bunga (BI Rate) di Indonesia periode 2009-2011? 1. 2. 3. Bagaimana perkembangan harga saham pada perusahaan sektor perbankan di Indonesia yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011? 1. 2. 4. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap harga saham secara parsial pada perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 20092011? 1. 2. 5. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) terhadap harga saham secara parsial pada perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011? 7 1. 2. 6. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) secara simultan terhadap harga saham pada perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui perkembangan tingkat inflasi di Indonesia periode 2009-2011. b. Mengetahui perkembangan tingkat suku bunga (BI Rate) Indonesia periode 2009-2011. c. Mengetahui perkembangan harga saham perusahaan sektor perbankan di Indonesia yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011. d. Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap harga saham perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011. e. Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesai (BI Rate) terhadap harga saham perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011. f. Mengetahui bagaimana pengaruh dari tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) terhadap harga saham perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 20092011. 8 1.3.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah: a. Manfaat bagi Penulis Dapat menganalisis dan mengetahui hasil dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan disiplin didapatkan selama menjalani kemampuan penulis dalam ilmu perkuliahan. bidang yang telah Mempertajam perekonomian makro, khususnya membuktikan pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap harga saham b. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Memberikan informasi dan referensi tambahan terutama sebagai input dalam perhitungan proyeksi tingkat pengembalian saham pada masa yang akan datang. c. Manfaat bagi Pelaku Pasar Pelaku pasar (investor) dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai salah satu acuan dalam memetukan faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham di dunia pasar modal, dengan memperhatikan kebenaran perdagangan saham teori yang digunakan dalam 9 1.4. Kerangka Pemikiran Harga saham tidak hanya dipengaruhi profit perusahaan semata tetapi juga dipengaruhi faktor ekonomi, politik, dan keuangan suatu negara. Menurut Alwi (2003, 87) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakkan harga saham atau indeks harga saham, antara lain faktor internal (lingkungan mikro) yaitu: pemasaran, pendanaan, direksi, diversifikasi, dan laporan keuangan. Selain faktor internal harga saham juga dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan makro) yaitu: pemerintah, hukum, industri sekuritas, politik, dan isu. Peran pemerintah dalam mempengaruhi harga saham yaitu mengatur kebijakan makro seperti inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan eksternal dalam menganalisa saham yaitu tingkat inflasi dan tingkat suku bunga. Tingginya tingkat inflasi menunjukkan bahwa risiko untuk melakukan investasi cukup besar sebab inflasi yang tinggi akan mengurangi tingkat pengembalian (rate of return) dari investor. Selanjutnya akan berdampak buruk pada kinerja perusahaan yang tercermin pula oleh turunnya return saham (Nurdin, 1999), turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham yang dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut. Sedangkan untuk tingkat suku bunga (BI Rate) yang diumumkan kepada publik merupakan cerminan atas stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Suku bunga berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada 10 kinerja perusahaan yang berakibat langsung pada meningkatnya return saham. Akibat dari meningkatnya suku bunga para pemilik modal akan lebih suka menanamkan uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham sehingga harga saham akan menurun (Dornbusch & Fischer, 1992). Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kerangka pemikiran dengan bagan sebagai berikut. Gambar 1.1. Skema Kerangka Pemikiran Sumber: Data diolah (Maret 2012) 11 1.5. Hipotesis Menurut Nasution (2000) Hipotesis ialah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya atau dengan kata lain adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti. Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan antara variabel-variabel babas dan variabel terikat. Hipotesisnya adalah terdapat pengaruh yang dari tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) terhadap harga saham 1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah analisis yang menggunakan metode statistik untuk mengetahui pola sejumlah data penelitian, merangkum informasi yang terdapat dalam data penelitian dan menyajikan informasi tersebut dalam bentuk yang diinginkan. Tahap-tahap analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengidentifikasi variabel penelitian, yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan harga saham. b. Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan program SPSS 18.00 for windows untuk mengetahui bagaimana 12 pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) terhadap harga saham. 1.6.2 Data Penelitian Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dimana data tersebut berupa angka (numerik) yang merupakan data sekunder, meliputi rata-rata harga saham perusahaan sektor perbankan di LQ45 yang diperoleh dari situs (www.yahoo.finance.com) , suku bunga Bank Indonesia, dan inflasi yang dikutip dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id) dengan jangka waktu dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2011. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan mendokumentasikan yaitu dengan mencatat data yang tercantum pada situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id) untuk suku bunga dan tingkat inflasi, dan Yahoo Finance untuk data rata-rata harga saham bulanan. 1.6.3 Alat Analisis Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Micrisoft Office Excel 2007 dan SPSS versi 18.00 sebagai pengolah data untuk menentukan pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap harga saham. Variabel terikat dipengaruhi oleh dua variabel bebas, maka data dapat diolah menggunakan analisi regresi berganda. Tahap-tahap pengujian hipotesis analisi regresi berganda meliputi: a. Uji asumsi klasik Untuk memastikan bahwa kesimpulan yang diperoleh benar dan parameter yang diduga bersifat BLUE (Best Linier Unbiased 13 Estimtor) maka terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi (Puspowarsito, 2008:170). 1) Uji normalitas data. Pemeriksaan asumsi normalitas dalam hal ini akan menggunakan analsis grafik, yakni dengan melihat histogram dari residual atau normal probability plot-nya. Normal probability plot adalah plot yang membandingkan distribusi kumulatif data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari sebaran normal teoritis. Distribusi normal akan membentuk garis lurus diagonal. Jika distribusi data yang diuji normal, maka sebaran titik-titiknya akan mengikuti (berada di sekitar) garis diagonal tersebut. Bila ada titik-titik yang terpencil cukup jauh dari garis normal, maka distribusi data tersebut tidak normal. 2) Uji multikolinieritas, bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan independen. Untuk adanya korelasi mendeteksi diantara ada atau variabel tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara: a) Apabila nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat. b) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas (independen). Jika antar variabel bebas ada korelasi yang 14 cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Namun tidak adanya korelasi yang tinggi diantara variabel bebas juga tidak berarti bebas dari multikolinearitas, karena multikolinearitas dapat disebabkan oleh efek kombinasi dua atau lebih variabel bebas. c) Dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Nilai tolerance yang rendah atau sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance) menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Batasan yang umum dipakai adalah 0,1 untuk tolerance atau sama dengan 10 untuk VIF. Jadi jika hasil regresi memiliki nilai tolerance < 0,1 atau VIF > 10, maka dikatakan telah terjadi multikolinearitas diantara variabel-variabel bebasnya. 3) Uji autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggandaan pada periode t dengan kesalahan pengganda pada periode t -1. Autokorelasi biasanya muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Pada data crossection (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang 15 terjadi. Statistik yang paling umum dipakai untuk menguji ada tidaknya autokorelasi adalah statistik Durbin-Watson (DW). Menurut Santoso (2001), deteksi ada tidaknya autokorelasi dengan menggunakan besaran Durbin-Watson (DW) yang memiliki kriteria sebagai berikut: a) Angka DW di bawah -2 berarti terjadi autokorelasi positif. b) Angka DW di antara -2 sampai dengan +2 berarti tidak terjadi autokorelasi. c) Angka DW di atas +2 berarti terjadi autokorelasi negatif. 4) Uji heterokedastisitas, bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual pengamatan satu ke pengamatan lain. Cara termudah untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ialah dengan cara melihat grafik plot antara nilai dugaan variabel dependen (ZPRED) dengan nilai residualnya (SRESID). Jika ada pola tertentu pada plot yang dihasilkan, seperti titik-titik yang membentuk pola bergelombang, melebar kemudian menyempit dan lain-lain, maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas, sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas dimana titik-titik menyebar secara acak di atas dan di bawah angka nol, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Adi, 2011:34-37). b. Uji korelasi 16 Uji korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional (berhubungan bukan berarti disebabkan) Nugroho (2005:35). Korelasi untuk sampel dinotasikan dengan R sedangkan untuk populasi dinotasikan ρ (baca rho). Uji korelasi tidak membedakan jenis variabel apakah variabel dependen maupun independen. Korelasi dinyatakan dalam % keeratan hubungan antar variabel yang dinamakan dengan koefisien korelasi, yang menunjukkan derajat keeratan hubungan antara dua variabel dan arah hubungannya (+ atau -). Menurut Nugroho (2005), batas-batas nilai koefisien korelasi diinterpretasikan sebagai berikut: 1) 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasinya sangat lemah 2) 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasinya lemah 3) 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasinya kuat 4) 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasinya sangat kuat 5) 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasinya sangat kuat sekali 6) 1,00 berarti korelasinya sempurna c. Analisis koefisien determinasi Analisis determinasi merupakan analisis yang digunakan untuk menghitung persentase kontribusi variabel X terhadap variabel Y, serta untuk mengetahui persentase variabel lain yang mempengaruhi variabel Y. Koefisien determinasi dilambangkan dengan R2. 17 d. Analisis regresi berganda Analisis regresi adalah bentuk gabungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang dinyatakan dalam persamaan sistematis. Dalam hal ini yang menjadi variabel bebas adalah tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia, sedangkan variabel terikatnya adalah harga saham, persamaan regresinya adalah: Y = a + b1x1 + b2x2 + ε Dimana: Y = Variabel dependen (harga saham) X1 = Variabel independen (tingkat inflasi) X2 = Variabel independen (tingkat suku bunga) b1 = Koefisien regresi parsial, mengukur pengaruh X1 terhadap Y b2 = Koefisien regresi parsial, mengukur pengaruh X2 terhadap Y ε = Error e. Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda maka uji signifikansi antara variabel independen terhadap variabel dependen, diuji dengan uji t dan uji F. 18 1.6.4 Tempat dan Waktu Data yang digunakan adalah data sekunder maka tidak ada lokasi penelitian, sedangkan penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Juni dan dilakukan pada perusahaan sektor perbankan selama tahun 2009-2011 yang masuk ke dalam katergori LQ45.