BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

advertisement
 BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian
Pasar modal merupakan alternatif penghimpunan dana selain sistem
perbankan. Menurut Suad Husnan (1994), pasar modal adalah pasar dari berbagai
instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, baik
dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan
pemerintah dan perusahaan swasta.
Sebagai salah satu instrumen perekonomian pasar modal tidak terlepas
dari pengaruh perkembangan, baik yang terjadi dilingkungan ekonomi mikro yaitu
pristiwa atau keadaan para emiten, seperti laporan kinerja, pembagaian dividen,
perubahan strategi dalam rapat umum pemegang saham, akan menjadi informasi
yang menarik bagi para investor di pasar modal.
Selain lingkungan ekonomi mikro, perubahan lingkungan yang dimotori
oleh kebijakan-kebijakan makro, kebijakan moneter, kebijakan fiskal maupun
regulasi pemerintah dalam sektor rill dan keuangan, akan pula mempengaruhi
gejolak di pasar modal.
Harga saham merupakan cerminan dari kegiatan pasar modal secara
umum. Peningkatan harga saham menunjukan kondisi pasar modal yang sedang
1
2
bullish sebaliknya jika menurun menunjukan kondisi pasar modal yang sedang
beorish.
Tujuan utama dari aktivitas di pasar modal adalah untuk memperoleh
keuntungan maka ada banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih
saham yang akan diinvestasikan. Untuk itu investor harus memahami pola prilaku
saham di pasar modal.
harga
Menurut Alwi (2003) faktor yang mempengaruhi harga saham dibagi
menjadi dua, faktor internal yaitu pemasaran, produksi, penjualan, pendanaan ,
manajemen, diversifikasi, laporan merger, investasi, ketenagakerjaan, dan laporan
keuangan perusahaan sedangkan untuk faktor eksternal seperti perubahan suku
bunga, kurs valuta asing, inflasi, hukum, industri sekuritas, gejolak politik, dan
isu. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan eksternal dalam
menganalisa harga saham yaitu tingkat inflasi dan tingkat suku bunga.
Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang
berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan
terhadap kondisi makro secara umum. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun
1998 merupakan awal runtuhnya pilar-pilar perekonomian indonesia. Krisis ini
mengakibatkan inflasi yang tinggi sehingga berakibat runtuhnya sektor ekonomi
terutama pada pasar modal. Inflasi berpengaruh sangat besar terhadap pasar modal
yaitu terjadi penurunan yang drastis terhadap harga saham perusahaan yang ada di
bursa.
Menurut Nurdin (1999) inflasi merupakan suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue). Tingginya tingkat inflasi
3
menunjukkan bahwa risiko untuk melakukan investasi cukup besar sebab inflasi
yang tinggi akan mengurangi tingkat pengembalian (rate of return) kepada
investor.
Pada kondisi inflasi yang tinggi maka harga barang-barang atau bahan
baku memiliki kecenderungan untuk meningkat. Peningkatan harga barang-barang
dan bahan baku akan membuat biaya produksi menjadi tinggi sehingga akan
berpengaruh
pada penurunan jumlah permintaan yang berakibat pada penurunan
penjualan
sehingga akan mengurangi pendapatan perusahaan. Selanjutnya akan
berdampak buruk pada kinerja perusahaan yang tercermin pula oleh turunnya
return saham. Widjojo dan Amalia (2003) menyatakan bahwa turunnya profit
perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham yang
dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.
Sedangkan untuk tingkat suku bunga (BI Rate) yang diumumkan kepada
publik merupakan cerminan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku
otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk
mempengaruhi aktivitas perekonomian. Dalam dunia perbankan, suku bunga
berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada
kinerja perusahaan sektor perbankan yang berakibat langsung pada perubahan
harga saham.
Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan modal
sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Apakah akan
menerbitkan sekuritas ekuitas atau hutang atau obligasi. Suku bunga yang rendah
akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga
saham meningkat.
4
Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan memilih objek perusahaan
yang bergerak dalam sektor perbankan yang terdaftar di LQ45 pada periode 2009 2011.
Perbankan merupakan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
kepada masyarakat. Industri perbankan telah mengalami perubahan besar dalam
beberapa
tahun terakhir. Industri ini menjadi lebih kompetitif karena deregulasi
peraturan.
Dari periode 2009-2011 tercatat ada empat perusahaan yang terdaftar di
LQ45 secara berturut-turut yaitu PT Bank Danamon, Tbk., PT Bank Negara
Indonesia, Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk., dan PT Bank Central Asia,
Tbk. Penjelasannya dapat diuraikan lebih lanjut dalam tabel perbandingan harga
saham, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga pada perusahaan sektor perbankan
yang tercatat di LQ45 dari tahun 2009-2011.
Tabel 1.1.
Perbandingan Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga (BI Rate), dan Harga
Saham pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Tercatat di LQ45 dari
Tahun 2009-2011
2009
5.502,08 3.872,92 6.158,33 7.420,83
5,38%
Tingkat
Suku
Bunga
6,58%
2010
5.564,58 2.963,75 9.291,67 5.852,08
5,13%
6,50%
2011
4.044,23 1.574,62 6.386,54 3.871,15
4,89%
7,15%
Tahun
Harga Saham
BDMN
BBNI
BBRI
Sumber: www.yahoo.finance, dan www.bi.go.id
BBCA
Inflasi
5
Dari tabel 1.1. di atas dapat dilihat harga saham cenderung menurun
seiring dengan penurunan tingkat inflasi, namun untuk rata-rata saham BBRI dan
BDMN
dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan dan menurun kembali di
tahun 2011. Sejalan dengan menurunnya harga saham tingkat inflasi pada periode
2009 hingga 2011 juga mengalami penurunan. Sedangkan untuk tingkat suku
bunga
mengalami penurunan dari periode 2009-2010 kemudian meningkat
kembali
pada tahun 2011, hal ini berbanding terbalik dengan uraian sebelumnya
mengenai hubungan antara inflasi dan harga saham, yaitu jika inflasi mengalami
penurunan maka harga saham akan meningkat.
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh variabel makro ekonomi
terhadap kinerja saham menunjukkan hasil yang berbeda sebagaimana yang
ditemukan oleh Gupta (2000) yang mengadakan penelitian di Indonesia dengan
menggunakan data periode 1993-1997 menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
kausalitas antara tingkat suku bunga, nilai tukar, dengan harga saham.
Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian tentang hubungan antara
variabel makro terhadap harga saham seperti yang dilakukan oleh Supriyadi
(2001) yang menyatakan bahwa variabel makro diantaranya pertumbuhan
ekonomi, tingkat inflasi, dan kurs valuta asing terdapat pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham.
Selanjutnya, Sitinjak dan Kurniasari (2003) yang menemukan bahwa
nilai tukar dan tingkat bunga SBI berpengaruh terhadap IHSG.
Berdasarkan uraian dan perbedaaan hasil-hasil penelitian sebelumnya
yang telah dikemukakan, maka penulis ingin mengetahui bagaimana pengaruh
6
tingkat inflasi dan suku bunga terhadap harga saham. Hal ini menarik perhatian
penulis untuk membuktikan pengaruh kedua faktor di atas terhadap harga saham
perusahaan
sektor perbankan dengan mengangkat masalah ini dalam judul tugas
akhir “PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN TINGKAT SUKU BUNGA
BANK INDONESIA (BI RATE) TERHADAP HARGA SAHAM BANK
UMUM
(Studi Kasus pada Perusahaan Sektor Perbankan yang Tercatat di
Periode 2009-2011)”
LQ45
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. 2. 1. Bagaimana perkembangan tingkat inflasi di Indonesia periode 20092011?
1. 2. 2. Bagaimana perkembangan tingkat suku bunga (BI Rate) di Indonesia
periode 2009-2011?
1. 2. 3. Bagaimana perkembangan harga saham pada perusahaan sektor
perbankan di Indonesia yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011?
1. 2. 4. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap harga saham secara parsial
pada perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 20092011?
1. 2. 5. Bagaimana pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI Rate)
terhadap harga saham secara parsial pada perusahaan sektor perbankan
yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011?
7
1. 2. 6. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank
Indonesia (BI Rate) secara simultan terhadap harga saham pada
perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011?
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
a.
Mengetahui perkembangan tingkat inflasi di Indonesia periode
2009-2011.
b.
Mengetahui perkembangan tingkat suku bunga (BI Rate) Indonesia
periode 2009-2011.
c.
Mengetahui perkembangan harga saham perusahaan sektor
perbankan di Indonesia yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011.
d.
Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap harga
saham perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode
2009-2011.
e.
Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat suku bunga Bank
Indonesai (BI Rate) terhadap harga saham perusahaan sektor
perbankan yang tercatat di LQ45 periode 2009-2011.
f.
Mengetahui bagaimana pengaruh dari tingkat inflasi dan tingkat
suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) terhadap harga saham
perusahaan sektor perbankan yang tercatat di LQ45 periode 20092011.
8
1.3.2.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini
adalah:
a.
Manfaat bagi Penulis
Dapat menganalisis dan mengetahui hasil dari penelitian yang
dilakukan dengan
menggunakan disiplin
didapatkan
selama
menjalani
kemampuan
penulis
dalam
ilmu
perkuliahan.
bidang
yang telah
Mempertajam
perekonomian
makro,
khususnya membuktikan pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku
bunga terhadap harga saham
b.
Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Memberikan informasi dan referensi tambahan terutama sebagai
input dalam perhitungan proyeksi tingkat pengembalian saham
pada masa yang akan datang.
c.
Manfaat bagi Pelaku Pasar
Pelaku pasar (investor) dapat memanfaatkan penelitian ini sebagai
salah
satu
acuan
dalam
memetukan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi harga saham di dunia pasar modal, dengan
memperhatikan
kebenaran
perdagangan saham
teori
yang
digunakan
dalam
9
1.4.
Kerangka Pemikiran
Harga saham tidak hanya dipengaruhi profit perusahaan semata tetapi
juga dipengaruhi faktor ekonomi, politik, dan keuangan suatu negara. Menurut
Alwi (2003, 87) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakkan harga
saham atau indeks harga saham, antara lain faktor internal (lingkungan mikro)
yaitu: pemasaran, pendanaan, direksi, diversifikasi, dan laporan keuangan. Selain
faktor internal harga saham juga dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan
makro) yaitu: pemerintah, hukum, industri sekuritas, politik, dan isu. Peran
pemerintah dalam mempengaruhi harga saham yaitu mengatur kebijakan makro
seperti inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan eksternal dalam menganalisa saham yaitu
tingkat inflasi dan tingkat suku bunga.
Tingginya tingkat inflasi menunjukkan bahwa risiko untuk melakukan
investasi cukup besar sebab inflasi yang tinggi akan mengurangi tingkat
pengembalian (rate of return) dari investor. Selanjutnya akan berdampak buruk
pada kinerja perusahaan yang tercermin pula oleh turunnya return saham (Nurdin,
1999), turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di
bursa saham yang dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan
tersebut. Sedangkan untuk tingkat suku bunga (BI Rate) yang diumumkan kepada
publik merupakan cerminan atas stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku
otoritas moneter. Pada waktu perusahaan merencanakan pemenuhan kebutuhan
modal sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga yang berlaku saat itu. Suku bunga
berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada
10
kinerja perusahaan yang berakibat langsung pada meningkatnya return saham.
Akibat dari meningkatnya suku bunga para pemilik modal akan lebih suka
menanamkan
uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham
sehingga harga saham akan menurun (Dornbusch & Fischer, 1992).
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kerangka pemikiran dengan bagan
sebagai
berikut.
Gambar 1.1.
Skema Kerangka Pemikiran
Sumber: Data diolah (Maret 2012)
11
1.5.
Hipotesis
Menurut Nasution (2000) Hipotesis ialah pernyataan tentatif yang
merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam usaha untuk
memahaminya atau dengan kata lain adalah jawaban sementara terhadap masalah
yang sedang diteliti.
Hipotesis yang akan diuji dan dibuktikan dalam penelitian ini berkaitan
antara variabel-variabel babas dan variabel terikat. Hipotesisnya adalah terdapat
pengaruh yang dari tingkat inflasi dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI
Rate) terhadap harga saham
1.6.
Metodologi Penelitian
1.6.1
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian
analisis
deskriptif.
Analisis
deskriptif
adalah
analisis
yang
menggunakan metode statistik untuk mengetahui pola sejumlah data penelitian,
merangkum informasi yang terdapat dalam data penelitian dan menyajikan
informasi tersebut dalam bentuk yang diinginkan. Tahap-tahap analisis deskriptif
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Mengidentifikasi variabel penelitian, yaitu tingkat inflasi, tingkat
suku bunga, dan harga saham.
b.
Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan
program SPSS 18.00 for windows untuk mengetahui bagaimana
12
pengaruh tingkat inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI
Rate) terhadap harga saham.
1.6.2
Data Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif,
dimana data tersebut berupa angka (numerik) yang merupakan data sekunder,
meliputi
rata-rata harga saham perusahaan sektor perbankan di LQ45 yang
diperoleh
dari situs (www.yahoo.finance.com) , suku bunga Bank Indonesia, dan
inflasi yang dikutip dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id) dengan
jangka waktu dari bulan Januari 2009 sampai Desember 2011.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
mendokumentasikan yaitu dengan mencatat data yang tercantum pada situs resmi
Bank Indonesia (www.bi.go.id) untuk suku bunga dan tingkat inflasi, dan Yahoo
Finance untuk data rata-rata harga saham bulanan.
1.6.3
Alat Analisis
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program Micrisoft Office
Excel 2007 dan SPSS versi 18.00 sebagai pengolah data untuk menentukan
pengaruh tingkat inflasi dan tingkat suku bunga terhadap harga saham. Variabel
terikat dipengaruhi oleh dua variabel bebas, maka data dapat diolah menggunakan
analisi regresi berganda. Tahap-tahap pengujian hipotesis analisi regresi berganda
meliputi:
a.
Uji asumsi klasik
Untuk memastikan bahwa kesimpulan yang diperoleh benar dan
parameter yang diduga bersifat BLUE (Best Linier Unbiased
13
Estimtor) maka terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi
(Puspowarsito, 2008:170).
1) Uji normalitas data. Pemeriksaan asumsi normalitas dalam hal
ini akan menggunakan analsis grafik, yakni dengan melihat
histogram dari residual atau normal probability plot-nya.
Normal probability plot adalah plot yang membandingkan
distribusi kumulatif data sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari sebaran normal teoritis. Distribusi normal akan
membentuk garis lurus diagonal. Jika distribusi data yang diuji
normal, maka sebaran titik-titiknya akan mengikuti (berada di
sekitar) garis diagonal tersebut. Bila ada titik-titik yang
terpencil cukup jauh dari garis normal, maka distribusi data
tersebut tidak normal.
2) Uji multikolinieritas, bertujuan untuk menguji apakah model
regresi
ditemukan
independen.
Untuk
adanya
korelasi
mendeteksi
diantara
ada
atau
variabel
tidaknya
multikolinearitas dapat dilakukan dengan cara:
a) Apabila nilai koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan
sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel
bebas banyak yang tidak signifikan mempengaruhi
variabel terikat.
b) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel bebas
(independen). Jika antar variabel bebas ada korelasi yang
14
cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini
merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Namun
tidak adanya korelasi yang tinggi diantara variabel bebas
juga tidak berarti bebas dari multikolinearitas, karena
multikolinearitas dapat disebabkan oleh efek kombinasi
dua atau lebih variabel bebas.
c) Dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation
factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh variabel
bebas lainnya. Nilai tolerance yang rendah atau sama
dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/tolerance)
menunjukkan adanya kolinearitas yang tinggi. Batasan
yang umum dipakai adalah 0,1 untuk tolerance atau sama
dengan 10 untuk VIF. Jadi jika hasil regresi memiliki nilai
tolerance < 0,1 atau VIF > 10, maka dikatakan telah
terjadi
multikolinearitas
diantara
variabel-variabel
bebasnya.
3) Uji autokorelasi, bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggandaan pada
periode t dengan kesalahan pengganda pada periode t -1.
Autokorelasi biasanya muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Pada data
crossection (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang
15
terjadi. Statistik yang paling umum dipakai untuk menguji ada
tidaknya autokorelasi adalah statistik Durbin-Watson (DW).
Menurut Santoso (2001), deteksi ada tidaknya autokorelasi
dengan menggunakan besaran Durbin-Watson (DW) yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Angka DW di bawah -2 berarti terjadi autokorelasi positif.
b) Angka DW di antara -2 sampai dengan +2 berarti tidak
terjadi autokorelasi.
c) Angka DW di atas +2 berarti terjadi autokorelasi negatif.
4) Uji heterokedastisitas, bertujuan untuk melihat apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual
pengamatan satu ke pengamatan lain. Cara termudah untuk
mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas ialah dengan cara
melihat grafik plot antara nilai dugaan variabel dependen
(ZPRED) dengan nilai residualnya (SRESID). Jika ada pola
tertentu pada plot yang dihasilkan, seperti titik-titik yang
membentuk pola bergelombang, melebar kemudian menyempit
dan
lain-lain,
maka
mengindikasikan
telah
terjadi
heteroskedastisitas, sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas
dimana titik-titik menyebar secara acak di atas dan di bawah
angka nol, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Adi,
2011:34-37).
b.
Uji korelasi
16
Uji korelasi bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel
yang tidak menunjukkan hubungan fungsional (berhubungan bukan
berarti disebabkan) Nugroho (2005:35). Korelasi untuk sampel
dinotasikan dengan R sedangkan untuk populasi dinotasikan ρ
(baca rho). Uji korelasi tidak membedakan jenis variabel apakah
variabel dependen maupun independen. Korelasi dinyatakan dalam
% keeratan hubungan antar variabel yang dinamakan dengan
koefisien korelasi, yang menunjukkan derajat keeratan hubungan
antara dua variabel dan arah hubungannya (+ atau -).
Menurut Nugroho (2005), batas-batas nilai koefisien korelasi
diinterpretasikan sebagai berikut:
1) 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasinya sangat lemah
2) 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasinya lemah
3) 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasinya kuat
4) 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasinya sangat kuat
5) 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasinya sangat kuat sekali
6) 1,00 berarti korelasinya sempurna
c.
Analisis koefisien determinasi
Analisis determinasi merupakan analisis yang digunakan untuk
menghitung persentase kontribusi variabel X terhadap variabel Y,
serta
untuk
mengetahui
persentase
variabel
lain
yang
mempengaruhi variabel Y. Koefisien determinasi dilambangkan
dengan R2.
17
d.
Analisis regresi berganda
Analisis regresi adalah bentuk gabungan antara variabel bebas dan
variabel terikat yang dinyatakan dalam persamaan sistematis.
Dalam hal ini yang menjadi variabel bebas adalah tingkat inflasi
dan tingkat suku bunga Bank Indonesia, sedangkan variabel
terikatnya adalah harga saham, persamaan regresinya adalah:
Y = a + b1x1 + b2x2 + ε
Dimana:
Y = Variabel dependen (harga saham)
X1 = Variabel independen (tingkat inflasi)
X2 = Variabel independen (tingkat suku bunga)
b1 = Koefisien regresi parsial, mengukur pengaruh X1 terhadap Y
b2 = Koefisien regresi parsial, mengukur pengaruh X2 terhadap Y
ε = Error
e.
Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda maka
uji signifikansi antara variabel independen terhadap variabel
dependen, diuji dengan uji t dan uji F.
18
1.6.4
Tempat dan Waktu
Data yang digunakan adalah data sekunder maka tidak ada lokasi
penelitian,
sedangkan penelitian dilakukan pada bulan Januari hingga Juni dan
dilakukan pada perusahaan sektor perbankan selama tahun 2009-2011 yang
masuk ke dalam katergori LQ45.
Download