Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin NurF Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina Siti Chalimah Veggy Septian Ellitha Vindy Dinda Larasati Difteria adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Biasanya penyakit ini menular, umunya menyerang anak-anak atau bayi, penularannya melalui udara dan terjadi pada sistem pernapasan atas. Agen yang menyebabkan difteria adalah Corynebacterium diphteriae merupakan basil aerob yang tidak berkapsul, tidak membentuk spora, kebanyakan tidak bergerak, pleomorfik, gram negatif. * * kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan juga terdapat pada vulva, kulit, mata walaupun jarang terjadi * kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudomemberan timbul lokal dan menjalar dari faring, laring, dan saluran nafas atas, kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin. * Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul mralisis otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf. Corynebacterium diptheriae Kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi Masuk kedalam tubuh melalui saluran pencernaan atau pernapasan Aliran sistemik Masa inkubasi 2-5 hari Mengeluarkan toksin (eksotoksin) Nasal Tonsil/Laring Faring peradangan Tenggorokan sakit, demam, demam,suara sesak, mukosa hidung (flu, anorexkia,lemah,membran batuk, obstruksi saluran sekret,hidung serosa) putih atau abu-abu, limfadenitis napas, sesak napas, (bull’s neck) Toxemia,syok septik sianosis. 1. 2. 3. 4. 5. Menurut lokasi anatomi pseudomembran bervariasi Hidung : mirip dengan common cold, pelepasan serosan guenious mukopurulen hidung tanpa sifat dasar gejala – gejala mungkin langsung epistaksis. Tonsilar/faringeal : lesu, tidak nafsu makan, sakit tenggorokan, demam dengan derajat rendah, nadi meningkat di atas suhu yang diperkirakan dalam 24 jam, di ikuti membran putih atau abu – abu, peradangan, mungkin berat (bull’s neck) dalam kasus yang berat, keracunan zat kimia, penurunan tekanan darah, dan kematian 6-10 hari. Laringeal : demam, serak, batuk, mungkin obstruksi jalan nafas, ketakutan, retraksi, sesak nafas, membran mukosa kebiruan. Infeksi di tempat lain : telinga (otitis eksternal), mata ( konjuntivitis purulenta, dan ulseratif), dan saluran genital ( vulvovaginitis pululenta, dan ulseratif). * 1. Penatalaksanaan Medis - Antitoksin - Antibiotik (penisilin atau eritromisin) - Trakheostomi - Imunisasi - Pengobatan terhadap kontak infeksi dan cairan 2. Penatalaksanaan Keperawatan - Penempatan diruang isolasi - Observasi TTV - Bedrest total untuk mencegah miokarditis 1. Infeksi tumpangan oleh kuman lain infeksi tumpangan pada anak dengan difteria seringkali mempengaruhi gejala klinisnya sehingga menimbulkan permasalahan diagnosis maupun pengobatan. Infeksi dapat disebebkan oleh kuman Streptokokus dan Stafilokokus cirinya panas tinggi. Namun setelah antibiotik digunakan infeksi kuman Streptokokus dan Stafilokokus jarang terjadi. 2. Obstruksi jalan nafas obtruksi ini dapat terjadi akibat tertutupnya jalan nafas oleh membran difteria atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah submandibular dan servikal. * 3. Sistemik miokarditis miokarditis adalah komplikasi jantung. makin luas lesi lokal dan makin terlambat pemberian antitoksin, makin sering terjadi miokarditis.miokarditis terjadi pada minggu pertama– minggu ke-6. Neuritis peradangan pada salah satu saraf. Nefritis kerusakan pada bagian glomerulus ginjal akibat infeksi kuman streptoccocus. * 1. 2. 3. WAWANCARA PEMERIKSAAN FISIK PEMERIKSAAN PENUNJANG * * A. Identitas klien : Biasanya menyerang pada individu yang berusia kurang dari 15 th (yang tidak dapat imunisasi lengkap ) B. Keluhan utama Batuk, demam C. Riwayat Penyakit Sekarang seperti: Demam, Sakit Kepala, Batuk, lesu/ lemah, sianosis, sesak nafas, dan pilek. Difteria Nasal: Sakit jantung serosa inguinosa, epistaksis, ada membrane putih pada septum nadi Difteria Tonsil dan Faring: Panas tidak tinggi, nyeri telan ringan, mual, muntah, nafas berbau, Bullneck. Difteria Laring dan Trachea: Sesak nafas hebat, stridor inspirator, terdapat retraksi otot supra sternal dan epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak secret, permukaan tertutup oleh pseudomembran. D. Riwayat penyakit keluarga Dimungkinkan ada keluarga/ lingkungan yang menderita penyakit Difteria E. Riwayat Imunisasi Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai F. ADL (Activity Daily Living) 1) Nutrisi: kesulitan menelan, anoreksia, sakit tenggorokan 2) Eliminasi: terjadi konstipasi G. Istirahat tidur: sukar tidur * * Pemeriksaan umum * Kesadaran : compos mentis sampai dengan coma * TD: turun * RR: cepat dan dangkal * Nadi: cepat * Suhu : peningkatan suhu tubuh Pemeriksaan IPPA(Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi) * Wajah: sianosis * Hidung : terdapat secret berbau busuk sedikit bercampur darah, ada membran putih pada septum nasi * Mulut: bibir kering, mulut terbuka, ada membran putih pada tonsil dan faring * Leher: pembesaran getah bening pada leher, edema pada laring dan trachea (Bullneck), permukaan laring dan trachea tertutup oleh pseudomembran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Bakteriologik. Preparat apusan kuman difteri dari bahan apusan mukosa hidung dan tenggorok (nasofaringeal swab) Darah rutin : Hb, leukosit, hitung jenis, eritrosit, albumin Urin lengkap : aspek, protein dan sedimen Enzim CPK(Creatine Phospo Kinase : Enzim yang ditemukan diberbagai sel terutama sel otot) segera saat masuk RS Ureum dan kreatinin (bila dicurigai ada komplikasi ginjal) EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot jantung dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada indikasi biasa dilakukan 2-3x seminggu. Tes schick: ialah pemeriksaan untuk mengetahui apakah seseorang telah mengandung antitoksin. * 1. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen. 2. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas. 3. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang menurun, penigkatan metabolisme. 4. Perubahan nutisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. * Diagnosa : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola napas pasien kembali normal. Kriteria Hasil : Suara nafas bersih, tidak ada sianosis, dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan baik). Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal). - Tanda- tanda vital dalam rentang normal. Intervensi : 1. Monitor TTV dan RR. Rasional: Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru * * 2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suaran nafas tambahan. Rasional : Auskultasi dapat menetukan kelainan suara napas pada bagian paru. Kemungkinan akibat dari berkurangnya atau tidak berfungsinya lobus, segmen, dan salah satu dari paru. Pada daerah kolaps paru suara pernapasan tidak terdengar tetapi bila hanya sebagian yang kolaps suara pernapasan tidak terdengar dengan jelas. Hal tersebut dapat menentukan fungsi paru yang baik dan ada tidaknya atelektasis paru. 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal 4. Ajarkan pasien nafas dalam dan batuk efektif Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif. 5. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD. Rasional: Dengan WSD memungkinkan udara keluar dari rongga pleura dan mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negative pada intrapleura Diagnosa : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi Kriteria Hasil : *Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi *Nafsu makan pasien meningkat * Intervensi : 1. Kaji intake nutrisi pasien Rasional : Menentukan tindakan selanjutnya 2. Kaji pola makan pasien Rasional :Untuk mengetahui kebiasaan pasien dan mengetahui makanan yang tidak disukai dan disukai pasien 3. Lakukan perawatan mulut sebelum pasien makan. Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan pasien 4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan sering Rasional: Untuk meningkatkan intake nutrisi pasien 5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan Rasional: Agar kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi *