8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Persalinan a

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Persalinan
a. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil konsepsi
yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses
tersebut dapat dikatakan normal atau spontan jika bayi yang dilahirkan
berada pada pisisi letak belakang kepala dan berlangsung tanpa bantuan
alat-alat atau pertolongan, serta tidak melukai ibu dan bayi. Pada
umumnya proses ini berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
(Sondakh, 2013).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia
kehamilan cukup bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu,
presentasi belakang kepala, keseimbangan diameter kepala bayi dan
panggul ibu, serta dengan tenaga ibu sendiri. Hampir sebagian besar
persalinan merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%)
merupakan persalinan patologik. Pada beberapa kondisi, persalinan
normal dapat beralih menjadi persalinan patologik apabila terjadi
kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan bayi atau juga akibat
kesalahan dalam memimpin proses persalinan. (Saifuddin, 2006 : 450).
8
9
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan
pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Yanti: 2009).
Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan
dengan ciri–ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan
fungsi atau keadaan bagian tubuh. (Sujiatini, dkk, 2009).
Patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sifat
esensial penyakit, khususnya perubahan pada jaringan dan organ tubuh
yang menyebabkan atau disebabkan penyakit. (Kamus Dorland)
Patologi adalah spesialisasi medis yang bersangkutan dengan studi
tentang proses penyakit dengan penekanan pada pemahaman sifat dan
penyebab penyakit. (Kamus)
b. Tanda persalinan
Tanda - tanda persalinan menurut (Yanti, 2009 : 9-10) adalah
sebagai berikut:
1) His persalinan ialah his pembukaan dengan sifat-sifatnya:
a) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut depan.
b) Makin lama makin pendek intervalnya dan makin kuat
intensitasnya.
c) Kalau dibawa berjalan bertambah kuat.
d) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan pembukaan serviks.
2)
Bloody show ( lendir disertai darah dari jalan lahir).
10
3)
Premature Rupture of Membrane ( keluarnya cairan banyak
dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir).
c. Sebab-sebab mulainya persalinan menurut (Yanti, 2009)
1) Penurunan kadar progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim sebaliknya
esterogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan
terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan esterogen di
dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone
menurun sehingga timbul his.
2) Teori oxytocin
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena
itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
3) Keregangan otot-otot
Seperti halnya kandung kencing dan lambung bila dinddingnya
teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi
untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya
kehamilan makin teregang otot-otot rahim makin rentan.
4) Pengaruh janin
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga
memegang peranan oleh karena pada anenchepalus kehamilan
sering lebih lama dari biasa.
11
5) Teori prostaglandin
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi
salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan
secara intravena, intra dan ekstraamnial menimbulkan kontraksi
myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong
dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air
krtuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum
melahirkan atau selama persalinan.
d. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
persalinan
menurut
(Yanti, 2009: 21).
1) Faktor power
Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar.
Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan adalah:
his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari
ligament, dengan kerjasama yang baik dan sempurna.
a) His (kontraksi Uterus)
His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim
bekerja dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat: kontraksi
simetris, fundus dominant, kemudian diikuti relaksasi. Pada
saat kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi
tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil
12
mendorong janin dan kantong amnion ke arah bawah rahim
dan serviks.
b) Tenaga mengejan
Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah
tenaga yang mendorong anak keluar selain his, terutama
disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang
mengakibatkan peninggian tekanan intra addominal. Tenaga
ini serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar
tapi jauh lebih kuat lagi.
2) Faktor passanger
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor
janin, yang meliputi sikap janin, letak janin, presentasi janin,
bagian terbawah, dan posisi janin.
a) Sikap (habitus)
Sikap janin menunjukkan hubungan bagian-bagian janin
dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya.
Janin umumnya dalam sikap fleksi di mana kepala, tulang
punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang di
dada.
b) Letak
Letak janin adalah bagaimana sumbu janin berada
terhadap sumbu ibu misalnya: (1) letak lintang di mana sumbu
janin tegak lurus pada sumbu ibu, (2) letak membujur di mana
13
sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa letak kepala
atau letak sungsang.
c) Presentasi
Presentasi dipakai untuk menentukan bagian janin yang
ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau
pada
pemeriksaan
dalam.
Misalnya
presentasi
kepala,
presentasi bokong, presentasi bahu dan lain-lain.
d) Bagian terbawah janin
Bagian terbawah janin sama dengan presentasi hanya lebih
diperjelas istilahnya.
e) Posisi janin
Posisi janin digunakan untuk indikator atau menetapkan
arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan
atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal-pelvis). Misalnya
pada letak belakang (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan,
UUK kanan belakang.
3) Faktor passage (jalan lahir)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas: (1) bagian keras:
tulang-tulang panggul (rangka panggul) dan (2) gagian lunak:
otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament-ligament.
14
e. Proses Berlangsungnya persalinan Menurut (Yanti, 2009) proses
berlangsungnya persalinan dibedakan menjadi :
1) Persalinan Spontan
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui
jalan lahir ibu.
2) Persalinan buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
forceps, atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.
3) Persalinan anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru
berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau
prostaglandin.
f. Pembagian tahap persalinan
Menurut Wiknjosastro (2005:182) persalinan dibagi dalam 4 kala,
yaitu:
1) Kala I (kala pembukaan)
Pembukaan serviks dari mulai pembukaan 1 cm sampai
pembukaan lengkap (10 cm) akibat dari timbulnya his. Proses
membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu:
a) Fase laten: berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi
sangat lambat sampai mencapai ukuran 3 cm.
15
b) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi, yakni:
(1) Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm.
(2) Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
(3) Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali,
dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap
(10 cm).
Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.
Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan
pada multipara kira-kira 7 jam (Wiknjosastro, 2005:182).
2) Kala II (kala pengeluaran janin)
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2
sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin
sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan
pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rectum dan
hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan
menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan
tidak lama kemudian kepada janin tampak dalam vulva pada waktu
his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak
masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan
maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah
16
simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah
istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan
anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5
jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam (Wiknjosastro, 2005:184).
3) Kala III (kala pengeluaran uri)
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak
di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi
untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah
(Wiknjosastro,
2005:185).
4) Kala IV (Observasi)
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama
postpartum. Kala ini diperlukan untuk mengamati apakah ada
perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2005:186).
g. Mekanisme persalinan normal (Wiknjosastro, 2005:188).
1) Penurunan
His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan
serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi
kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai
masuk ke dalam rongga panggul.
17
2) Fleksi
Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris,
dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh
jaringan di bawahnya terhadap kepala yang akan menurun,
menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di dalam rongga
panggul. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul
dengan ukuran yang paling kecil yakni dengan diameter
suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia
suboksipitobregmatikus (32 cm). sampai di dasar panggul kepala
janin berada dalam keadaan fleksi maksimal.
3) Putaran paksi dalam
Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan
intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala
mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam, dalam hal
mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar kea rah depan,
sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil di bawah simfisis.
4) Ekstesi
Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun
kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai
hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi/ekstensi untuk
dapat dilahirkan. Dengan kekuatan his bersamaan dengan kekuatan
mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan
akhirnya dagu.
18
5) Putaran paksi luar
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang
disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan
kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan
kedudukan kepala dengan punggung bayi.
6) Ekspulsi
Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di
dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk
panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala
telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
Selanjutnya dilahirkan bahu depan dahulu, kemudian bahu
belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih
dahulu, baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir
seluruhnya.
2. ASMA
a. Pengertian
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus
terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Asama bronkiale merupakan salah satu penyakit salauran nafas yang
sering di jumpai dalam kehamilan dan persalinan (Rukiyah, 2010).
19
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada jalan napas.
Inflamasi menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, sesak
dada dan batuk, dan gejala lebih sering terjadi pada malam hari dan
dini hari. ( Bothamley Judy, 2009).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang
mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada
saluran nafas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat
diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonimik, dan psikologi. (Somantri Irman, 2009).
Asma merupakan penyakit yang bervariasi dalam berespon
terhadap stimulus atau pencetus tertentu, terjadi inflamasi dan
perubahan struktural di paru. (Robson dan waugh, 2011).
b. Tipe Asma:
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi,
idiopatik, dan non alergik atau campuran (mixed).
1) Asma alergik/ ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan
alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,
makanan, dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan
musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi
akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya
dimulai sejak kanak-kanak.
20
2) Idiopatik atau nonalergik asma/ instrinsik, tidak berhubungan
secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti
common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi/stress,
dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen
farmakologi, seperti antagonis adrenergik dan bahan sulfat
(penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat
dan seringkali dengan berjalannya waktu dapat berkembang
menjadi bronkitis dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya
dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
3) Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang
paling sering. Dikarakteristik dengan bentuk kedua jenis asma
alergi dan idiopatik atau non alergi. (Somantri Irman, 2009).
c. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu
hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi. Oleh karena sifat
inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik
fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita
asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan
atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. (Somantri Irman, 2009).
21
d. Patofisologi
Asma ditandai dengan adanya kontraksi spastic dari otot polos
bronkeolus yang menyeabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum
adalah hipersensitibilitas bronkeolus terhadap benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai
berikut:
seseorang
yang
alergi
diduga
mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini terutama melekat pada sel mast
yang melekat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
bronkeolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang sudah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
akan mengeluarkan berbagai macam zat yang diantaranya histamin zat
anafilaksis yang bereaksi lambat. Faktor kemotatik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan
edema lokal pada dinding bronkeolus kecil maupun sekeresi mukus
yang kental dalam lumen bronkeolus dan spasme otot polos
bronkeolus sehingga menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi
sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkeolus lebih berkurang
selama ekspirasi daripada inspirasi karena peningkatan tekanan dalam
paru selama sekresi paksa menekan bagian luar bronkeolus. Karena
bronkeolus tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya akibat
dari tekanan ekternal yangmenimbulkan obstruksi berat terutama
22
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya bias melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali- kali melakukan
ekpirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu menjadi meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. (Wahid dan
Suprapto, 2012).
e. Faktor predisposisi
1) Genetik
Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, meski belum
diketahui bagaimana penurunannya dengan jelas. Karena adanya
bakat alergi ini. Penderita sangat mudah terkena asma apabila dia
terpapar dengan faktor pencetus:
2) Alergen
Adalah suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga yaitu :
a) Inhalan, yang masuk dalam pernafasan.
(Debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi)
b) Ingestan, yang melalui mulut.
(Makanan dan obat – obatan)
c) Kontaktan, yang masuk dengan melalui kontak kulit.
(Perhiasan, logam, dan jam tangan)
23
3) Perubahan Cuaca
Cuaca yang lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi
asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma. Kadang
serangan berhubungan asma seperti : musim hujan, musim bunga,
musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan angin, serbuk bunga,
dan debu.
4) Merokok atau Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan
asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan
efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko
terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.
5) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya asma, hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
6) Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan
faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat
mempengaruhi
fungsi
saluran
napas
dan
meningkatkan
kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum
jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat
memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.
24
7) Olahraga
Sebagian besar akan mendapat serangan asma bila sedang bekerja
dengan berat / aktivitas berat. Serangan asma karena aktivitas
biasanya segera setelah aktivitas selesai. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma.
8) Stress
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma harus segera diobati, penderita asmayang
mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalahnya. (Wahid dan Suprapto, 2012).
f. Tanda dan gejala Asma menurut (Bothamley dan boyle, 2011)
1) Batuk.
2) Peningkatan respirasi.
3) Sesak nafas.
4) Takikardia.
5) Pernapasan mengi.
6) Penggunaan otot pernafasan tambahan.
7) Dada terasa sesak.
8) Tidak dapat mengatakan satu kalimat penuh.
9) Memburuk pada malam dan dini hari.
25
g. Komplikasi penyakit Asma
Penyakit asma yang semakin parah kerap kali berhubungan
dengan ketidakpatuhan pasien yang mungkin memiliki kekhawatiran
yang tidak pada tempatnya bahwa obat – obat asma bersifat
teratogenik. Bagi ibu hamil yang menderita penyakit asma yang berat
terdapat resiko bahwa gejala sesaknya akan bertambah parah pada
kehamilan lanjut atau masa postpartum. Penyakit asma yang ringan
atau sedang dapat membaik. Pada kehamilan tetapi menjadi lebih
parah pada saat melahirkan dan sesudah melahirkan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering
dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen
atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan
berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus
prematurus, gangguan pertumbuhan janin atau berat badan lahir
rendah, lahir mati, pertambahan berat badan ibu yang buruk, seksio
sesarea, hipertensi yang diinduksi kehamilan atau preeklamsia,
takipnea
sementara
pada
bayi
baru
lahir,
kejang
neonatus,
hipoglikemia neonatus, masuk ke unit perawatan intensif neonatus.
(Marmi, 2011 dan Bothamley boyle, 2011).
h. Karakteristik Umum
1) Mengi
2) Nafas pendek
3) Sesak didada
26
4) Asma ekstrinsik pada anak, biasanya disertai dengan manifestasi
lain atopi.
i. Diagnosis
Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat
ditegakkan dengan anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
1) Anamnesis
Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala,
yaitu:
a) Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau
tanpa pengobatan
b) Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap
alergen, gejala musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat
keluarga pengidap asma.
c) Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik,
rasa berat di dada dan berdahak yang berulang
d) Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari
e) Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik
f) Respon positif terhadap pemberian bronkodilator
2) Pemeriksaan Fisik
Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan
fisik dapat normal (GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang
paling umum ditemukan pada auskultasi adalah mengi. Pada
27
sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun
pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan
jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat
membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejalagejala obstruksi saluran pernapasan (Chung, 2002). Sewaktu
mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh
karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi
mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai
kompensasi penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih
besar untuk mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi).
Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk,
sesak napas, dan mengi (GINA, 2009).
3) Faal Paru
Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan
nilai diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak
mengenal gejala dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa
oleh dokter tidak selalu akurat. Faal paru menilai derajat keparahan
hambatan aliran udara, reversibilitasnya, dan membantu kita
menegakkan diagnosis asma. Akan tetapi, faal paru tidak
mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya sebagai informasi
tambahan akan kadar kontrol terhadap asma (Pellegrino dkk, 2005).
Banyak metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap
sebagai standard pemeriksaan adalah: (1) pemeriksaan spirometri
28
dan (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE). Pemeriksaan
spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas dan
reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran
volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital
paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, diambil nilai
tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru menyebabkan
turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas
diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP
(%). Pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat
dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi
dan sore (tidak lebih dari 20%). Untuk mendapatkan variabiliti
APE yang akurat, diambil nilai terendah pada pagi hari sebelum
mengkonsumsi bronkodilator selama satu minggu (Pada malam
hari gunakan nilai APE tertinggi). Kemudian dicari persentase dari
nilai APE terbaik (PDPI, 2006).
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan
asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a) Asma Intermiten (asma jarang).
(1) gejala kurang dari seminggu.
(2) serangan singkat.
(3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan.
(4) APE dan VEP1 > 80%
29
(5) Variasi diurnal < 20%
b) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
(1) gejala lebih dari sekali seminggu.
(2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur.
(3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
(4) APE atau VEP1 > 80%.
(5) Variasi diurnal 20% – 30%
c) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
(1) gejala setiap hari
(2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
(3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
(4) APE atau VEP1 60% – 80%
(5) Variasi diurnal > 30%
d) Asma severe persistent (asma persisten berat)
(1) gejala setiap hari
(2) serangan terus menerus
(3) gejala pada malam hari setiap hari
(4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
(5) APE atau VEP1 <60%
(6) Variasi diurnal > 30%.
30
j. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan spuntum
Pemeriksaan untuk melihat adanya :
(1) Kristal
–
kristal
charcot
leyden
yang
merupakan
degranulasi dari kristal eosinopil.
(2) Spiral crushman, yakni merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
(3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
(4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada spuntum,
umumnya bersifat mukoid dengan vikositas yang tinggi dan
kadang terdapat mucus plug.
b) Pemeriksaan Darah
(1) Analisis gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
terjadi hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis.
(2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH.
(3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas 15.000
/mm3 yang menandakan adanya infeksi.
(4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada
waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan
asma.
31
c) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi
paru yakni radiolusin yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Pada
penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai
berikut :
(a) Bila disertai dengan broncitis, maka bercak – bercak
dihilus akan bertambah.
(b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen
semakin bertambah.
(c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
infiltrase paru.
(d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru.
(e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen
pada paru.
(2) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat
bereaksi positif pada asma.
(3) Elektrokardiografi
(a) Terjadinya right axisdeviation.
(b) Adanya hipertropo otot jantung right bundle branch
bock
32
(c) Tanda hiposekmia yaitu sinus takikardi, SVES, VES
atau terjadi depresi segmen ST negatif.
(4) Scanning paru
Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluru pada paru – paru.
(5) Spirometri
Menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
tepat diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator
(inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20 %.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan diagnosis
keperawatan. Menilai berat obstruksi dan efek pengobatan
banyak penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini
menunjukkan adanya obstruksi.
k. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan (Marmi, 2011).
a) Mencegah timbulnya stress.
b) Menghindari faktor resiko/pencetus yang sudah diketahui
secara intensif.
33
c) Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya
yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan.
d) Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang
berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol.
e) Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan
dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih dari obat dibawah ini.
(1) Epinefrin yang telah dilarutkan (1: 1000), 0,2-o,5 ml di
suntikan SC.
(2) Isoproterenol (1: 1000) berupa inhalasi 3-7 hari.
(3) Oksigen.
(4) Aminopilin 250-500 mg (6 mg/kg)dalam infus glukosa
5%.
(5) Hidrokortison 260-1000 mg Iv pelan-pelan atau infus
dalam D10%.
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung
iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan
berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien
berada dalam serangan, lakukan Vacum ekstrasi atau
forcep. SC atau indikasi asma jarang atau tidak pernah
dilakukan. Jangan berikan anlgesik yang mengandung
histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
34
Biasanya bagi pasien yang sedang menyusui, dokter
sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi
produksi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI
sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah,
dan gangguan tidur. Namun obat anti asma lainnya dan
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya
dalam ASI sangat kecil.
2) Pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik
menurut (yeyeh Rukiyah, 2010) yaitu :
a) Pengobatan non farmakologik
(1) Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan.
(2) Menghindari faktor prncetus.
(3) Pemberian cairan.
(4) Fisioterapi.
(5) Pemberian oksigen / O2 bila perlu.
b) Pengobatan farmakologik
Perubahan
–
perubahan
fisiologis
yang
diketahui
berpengaruh terhadap perjalanan asma bronkiale antara lain
perubahan – perubahan berupa membesarnya uterus, elevasi
diafragma, hormonal, perubahan – perubahan pada mekanik
paru – paru dan lain – lain.
Insiden hiperemis, perdarahan, toksemia gravidarum,
induksi persalinan dengan komplikasi dan kematian ibu secara
35
bermakna lebih sering terjadi dibandingkan dengan ibu – ibu
hamil tanpa penyakit asma brokiale.
Bermacam–macam obat–obatan yang di pakai dalam
penatalaksanaan
ibu
dengan
asma
bronkiale.sebagian
diantaranya tidak mempunyai pengaruh yang merugikan
kehamilan,
namun
memberikan
sebagian
pengaruh
yang
lagi
diantaranya
sebaliknya
dapat
sehingga
pemakaiannya harus hati – hati dan hanya atas indikasi –
indikasi tertentu saja.
Pada kasus kehamilan disertai penyakit asma bronkiale
memerlukan ANC yang lebih intensif dengan kolaborasi
bersama dokter spesialis.
Penjelasan mengenai penyakit asma, bagi pasien sangat
berpengaruh besar terhadap kesehatan ibu dan bayinya.
Pemberian asuhan kebidanan sendiri disesuaikan dengan
tingkatan penyakit asma yang dideritanya.
Asma merupakan penyakit alergi, hal terpenting untuk
menghindarinya adalah menghindari faktor pencetus alergi
tersebut, siapkan selalu obat anti asma, pada umumnya
penderita
asma
dapat
melahirkan
pervaginam,
jenis
pertolongannya sendiri harus berkolaborasi dengan dokter
spesialis untuk menentukan tindakan segera apabila ada,
persalinan disesuaikan dengan berat ringannya penyakit asma
36
sendiri, prinsip dasar asuhan kebidanan pada ibu hamil disertai
penyakit asma bronkiale, pastikan jenis penyakit asma yang
dideritanya dan tentukan asuhan kebidanan sesuai dengan
tingkatan asma klien, sarankan untuk memeriksakan diri ke
dokter spesialis secara rutin, perhatikan dalam pemberian obat,
beri dukungan emosional pada ibu agar tidak stress.
Prinsip dasar asuhan kebidanan pada ibu bersalin disertai
penyakit asma bronkiale : pada dasarnya pasien memiliki
penyakit asma dapat melahirkan pervaginam, kolaborasikan
dengan dokter spesialis, tentukan jenis asma yang diseritanya,
pantau kondisi kesejahteraan ibu dan janin lebih intensif,
persiapan kemungkinan bayi hipoksia.
Masalah Persalinan
Penatalaksanaan dan Asuhan Medis
a. Perburukan asma akut, berat, atau a. Apabila tidak terdapat asma akut,
mengancam
jiwa
selama
persalinan sangat jarang terjadi.
seksio sesaria hanya boleh dilakukan
jika diindikasikan.
b. Ibu yang pernah mengkonsumsi b. Apabila anestesia dibutuhkan maka
steroid
oral
mungkin
secara
teratur
memerlukan
hidrokortison selama persalinan.
c. Ergometrin,
sintometrin,
dan
postaglandin dapat menyebabkan
anestesia
epidural
lebih
dibandingkan anestesia umum.
dipilih
37
bronkokontriksi
dan
harus
digunakan dengan hati – hati.
Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanan
a. Informasikan kepada ibu bahwa
asma akut jarang terjadi selama
kehamilan.
b. Ibu harus melanjutkan pengobatan
asma mereka dalam persalinan.
c. Ibu yang asmanya telah terkontrol
dengan baik harus mendapatkan
asuhan resiko rendah dan persalinan
yang ditangani secara normal oleh
bidan.
d. Pereda nyeri biasa dapat diberikan
dan entonox diangap aman.
e. Sintosinon adalah obat yang di pilih
untuk penatalaksanaan aktif di kala
III persalinan.
Tabel 2.1 Penatalaksanaan dan Asuhan
Sumber : Robson dan Waugh, (2011)
Sedangkan penatalaksanaan menurut (Somantri Irman, 2009)
dalam Asuhan keperawatan pada klien asma :
38
a. Pengkajian
1) Biodata
Asma bronkial terjadi dapat menyerang segala usia tetapi
lebih sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul
sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi
sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan di
usia dini sebesar 2: 1 yang kemudia sma pada pada usia 30
tahun.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma
bronkial adalah dispnea (bisa sampai berhari-hari atau
berbulan-bulan), batuk, mengi (pada beberapa kasus lebih
banyak paroksismal).
b) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi
timbulnya penyakit ini, diantaranya adalah riwayat alergi
dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis,
urtikaria, dan eksim).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya
riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien
39
lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
3) Pemeriksaan fisik.
a) Objektif
(1) Batuk produktif/ nonproduktif.
(2) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing)
pada kedua fase respirasi semakin menonjol.
(3) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit
dikeluarkan.
(4) Bernafas
dengan
menggunakan
otot-otot
nafas
tambahan.
(5) Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus.
(6) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks
dan hilus).
(7) Penurunan berat badan secara bermakna.
b) Subjektif
Klien merasa sukar bernafas, sesak dan anoreksia.
c) Psikososial
(1) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
(2) Kurangnya
pengetahuan
klien
penyakitnya.
(3) Data tambahan (medikal terapi).
terhadap
situasi
40
d) Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai
secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah
digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan aminophilin secara parenteral, sebab mekanisme
yang berlainan demikian pula sebaliknya, bila sebelumnya
telah digunakan obat golongan teofilin oral, maka sebaiknya
diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol
atau parenteral.
Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik
bentuk selektif terhadap adrenoreseptor (Orsiprendlin,
Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol) mempunyai
sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek
samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif
(Adrenalin, efedrin, isoprendlin).
(1) Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih
cepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik
digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan
dewasa. Mula-mula diberikan dua sedotan dari Metered
Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat
jam, jika tidak adda perbaikan dalam 10-15 menit
41
setelah
pengobatan,
maka
berikan
Aminophilin
intravena.
(2) Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek
samping takikardia, penggunaan parenteral pada orang
tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi,
kardiovaskular dan serebrovaskular. Pada dewasa
dicoba dengan 0,3 ml larutan epinephrin 1:1000 secara
subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg/Kg BB subkutan (1
mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3
kali sesuai kebutuhan.
(3) Pemberian aminophilin secara intravena dengan dosis
awal 5-6 mg/KgBB dewasa/anak-anak, disuntikkan
perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis penunjang
dapat diberikan sebanyak 0,9 mg/KgBB/jam secara
intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun
bila tidak dilakukan secara perlahan.
e) Kortikosteroid
Jika
pemberian
obat-obat
bronkodilator
tidak
menunjukkan perbaikan, maka bisa dilanjutkan dengan
pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secara oral
atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai dosis
permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral
sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian
30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/ hari
42
secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi
secara bertahap.
f) Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan
kecepatan 2-4 liter/menit, menggunakan air (humidifer)
untuk memberikan kelembapan. Obat ekspektoran seperti
Gliserolguaiakolat
juga
dapat
digunakan
untuk
memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per
oral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi,
sedangkan antibiotik diberikan bila ada infeksi.
g) Beta agonis.
Beta
agonis
(B
adrenergik
agents)
merupakan
pengobatan awal yang digunakan dalam penatalaksanaan
penyakit asma, dikarenakan obat ini bekerja dengan cara
mendilatasikan otot polos (vasodilator). Adrenergic agents
juga meningkatkan pergerakan siliari, menurunkan mediator
kimia
anafilaksis
dan
dapat
meningkatkan
efek
bronkodilatasi dari kortikosteroid. Adrenergik yang sering
digunakan antara lain epineprin, albuterol, metaproterenol,
isoproterenol,isoetarin, dan terbutalin. Biasanya diberikan
secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan
salah satu pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara
langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.
43
Bagan 2.2 Asma
Asma
Ekstrinsik
1.
2.
3.
4.
Penanganan
Instrinksik
Bulu binatang
Debu
Ketombe
Tepung sari
1. Aktivitas
2. Emosi / stress
3. Polusi lingkungan
Pengobatan non
farmakologik
Pengobatan
farmakologik
1.
2.
3.
4.
Oksigen
Penyuluhan
Fisioterapi
Pemberian cairan
1. Persalinan
pervaginam
2. Vacum ekstraksi /
forcep
3. SC
Pada ibu
1. Keguguran
2. Partus prematurus
3. Asma bronkiale
Komplikasi
Pada janin
1.
2.
3.
4.
Kekurangan oksigen/hipoksia
Fetal distress
BBLR
Lahir mati
Sumber : Somantri Irman, (2009), Marmi (2011), dan Bothamley boyle (2011)
44
B. Teori Menejemen kebidanan.
Menurut Varney H bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan,
bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan
diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu diperlukan pula
kemampuan kolaborasi atau kerjasama.
1.
Langkah-langkah asuhan kebidanan menurut H Varney (1997) via
(fauziah dan sudarti, 2010), yaitu sebagai berikut:
a.
Langkah l (Pengumpulan data dasar).
Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui
proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan catatatan terbaru
atau
catatan
sebelumnya,
data
laboratorium
dan
membandingkannya dengan hasil study. Semua data dikumpulkan
dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien.
b. Langkah ll (Interprestasi data dasar).
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi data secara
benar terhadap diagnosis atau masalah kebutuhgan pasien. Masalah
atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan
interprestasi yang benar terhadap data dasar. Selain itu, sudah
terfikirkan perencanaan yang dibutuhkan terhadap masalah.
Sebagai contoh masalah yang menyertai diagnosis seperti diagnosis
kemungkinan wanita hamil, maka masalah yang berhubungan
45
adalah wanita tersebut mungkin tidak menginginkan kehamilannya
atau wanita hamil tersebut masuk trimester tiga, maka masalah
yang kemungkinan dapat muncul adalah takut untuk menghadapi
proses persalinan dan melahirkan.
c.
Langkah lll (Identifikasi diagnosis atau masalah potensial).
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau
diagnosis masalah yang lain berdasarkan beberapa masalah dan
diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi yang cukup dan apabila memungkinkan dilakukan proses
pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan
tindakan segera.
d. Langkah lV (Identifikasi dan penetapan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera).
Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi
dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah
ditegakkan. Tahapan bidan pada tahap ini adalah konsultasi,
kolaborasi, dan melakukan rujukan.
e.
Langkah V (Perencanaan asuhan secara menyeluruh).
Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetepankan, diperlukan
perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis
yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh
juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar
pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil.
46
f.
Langkah Vl (Pelaksanaan perencanaan).
Tahap ini merupakan tahap pelaksana dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan secara
mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g.
Langkah Vll (Evaluasi).
Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan yakni
dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan
yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang
dilakukan terus menerus untuk meningkatkan pelayanan secara
komprehensif dan selalu berubah sesuai kondisi atau kebutuhan
klien.
Evaluasi ini sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan
penerapan menejemen kebidanan. Evaluasi yang dilakukan terus
menerus dan terencana akan mendapatkan hasil yang sesuai
diharpkan. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sendiri ataupun dapat
juga dilakukan bersama-sama. Kegunaan evaluasi sangat banyak.
Dengan melakukan evaluasi kita dapat merencanakan langkah
kedepan yang lebih baik. Melalui evaluasi pula kita dapat
menentukan program berikutnya.
Evaluasi juga sebagai upaya memberikan penilaian terhadap
manajemen kebidanan ataupun suatu kegiatan yang sedang
dijalankan.
Asuhan
kebidanan
perlu
di
evaluasi
untuk
47
meningkatkan kualitas asuhan yang akan diberikan berikutnya.
Disamping itu dapat pula dipakai sebagai rujukan dalam
memberikan laporan yang tepat.
2.
Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP
Menurut Mufdlilah (2012) Model dokumentasi yang digunakan
dalam asuhan kebidanan adalah dalam bentuk catatan perkembangan,
karena
bentuk
asuhan
yang
diberikan
berkesinambungan
dan
menggunakan proses yang terus menerus (progess notes)
S : (Data Subyektif).
Data informasi yang subyektif (mencatat hasil anamnesa)
O : (Data Obyektif).
Data informasi obyektif (hasil pemeriksaan, observasi)
A : (Assessment).
Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan), yang
dimaksud meliputi diagnosa atau masalah, diagnosa/ masalah
potensial dan antisipasinya, dan perlunya tindakan segera.
P : (Planning).
Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan antisipasi, tindakan
segera, tindakan rutin, penyuluhan, sopport, kolaborasi, rujukan
dan evaluasi).
C. Teori Hukum dan Kewenangan Bidan
Landasan hukum yang mendasari bidan di dalam melakukan asuhan
kebidanan pada klien dengan persalinan patologi merupakan keputusan
48
permenkes No.1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan
praktek bidan.
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. Pelayanan kesehatan ibu.
b. Pelayanan kesehatan anak dan
Pasal 10
1.
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berwenang untuk :
a. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
Pasal 11
1.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk.
b. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
Pasal 13
1.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10. Pasal 11,
dan pasal 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
a. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit
kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter.
b. Kolaborasi dengan dokter.
Download