BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Persalinan a. Pengertian Persalinan Persalinan adalah proses pengeluaran (kelahiran) hasil konsepsi yang dapat hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Proses tersebut dapat dikatakan normal atau spontan jika bayi yang dilahirkan berada pada pisisi letak belakang kepala dan berlangsung tanpa bantuan alat-alat atau pertolongan, serta tidak melukai ibu dan bayi. Pada umumnya proses ini berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Sondakh, 2013). Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup bulan, letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, presentasi belakang kepala, keseimbangan diameter kepala bayi dan panggul ibu, serta dengan tenaga ibu sendiri. Hampir sebagian besar persalinan merupakan persalinan normal, hanya sebagian saja (12-15%) merupakan persalinan patologik. Pada beberapa kondisi, persalinan normal dapat beralih menjadi persalinan patologik apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan bayi atau juga akibat kesalahan dalam memimpin proses persalinan. (Saifuddin, 2006 : 450). 8 9 Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Yanti: 2009). Patologi merupakan cabang bidang kedokteran yang berkaitan dengan ciri–ciri dan perkembangan penyakit melalui analisis perubahan fungsi atau keadaan bagian tubuh. (Sujiatini, dkk, 2009). Patologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sifat esensial penyakit, khususnya perubahan pada jaringan dan organ tubuh yang menyebabkan atau disebabkan penyakit. (Kamus Dorland) Patologi adalah spesialisasi medis yang bersangkutan dengan studi tentang proses penyakit dengan penekanan pada pemahaman sifat dan penyebab penyakit. (Kamus) b. Tanda persalinan Tanda - tanda persalinan menurut (Yanti, 2009 : 9-10) adalah sebagai berikut: 1) His persalinan ialah his pembukaan dengan sifat-sifatnya: a) Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut depan. b) Makin lama makin pendek intervalnya dan makin kuat intensitasnya. c) Kalau dibawa berjalan bertambah kuat. d) Mempunyai pengaruh pada pendataran dan pembukaan serviks. 2) Bloody show ( lendir disertai darah dari jalan lahir). 10 3) Premature Rupture of Membrane ( keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir). c. Sebab-sebab mulainya persalinan menurut (Yanti, 2009) 1) Penurunan kadar progesteron Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim sebaliknya esterogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesteron dan esterogen di dalam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone menurun sehingga timbul his. 2) Teori oxytocin Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim. 3) Keregangan otot-otot Seperti halnya kandung kencing dan lambung bila dinddingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot rahim makin rentan. 4) Pengaruh janin Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anenchepalus kehamilan sering lebih lama dari biasa. 11 5) Teori prostaglandin Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air krtuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan menurut (Yanti, 2009: 21). 1) Faktor power Power adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan adalah: his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligament, dengan kerjasama yang baik dan sempurna. a) His (kontraksi Uterus) His adalah kontraksi uterus karena otot-otot polos rahim bekerja dengan baik dan sempurna dengan sifat-sifat: kontraksi simetris, fundus dominant, kemudian diikuti relaksasi. Pada saat kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil 12 mendorong janin dan kantong amnion ke arah bawah rahim dan serviks. b) Tenaga mengejan Setelah pembukaan lengkap dan setelah ketuban pecah tenaga yang mendorong anak keluar selain his, terutama disebabkan oleh kontraksi otot-otot dinding perut yang mengakibatkan peninggian tekanan intra addominal. Tenaga ini serupa dengan tenaga mengejan waktu kita buang air besar tapi jauh lebih kuat lagi. 2) Faktor passanger Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor janin, yang meliputi sikap janin, letak janin, presentasi janin, bagian terbawah, dan posisi janin. a) Sikap (habitus) Sikap janin menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi di mana kepala, tulang punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang di dada. b) Letak Letak janin adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu misalnya: (1) letak lintang di mana sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu, (2) letak membujur di mana 13 sumbu janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa letak kepala atau letak sungsang. c) Presentasi Presentasi dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala, presentasi bokong, presentasi bahu dan lain-lain. d) Bagian terbawah janin Bagian terbawah janin sama dengan presentasi hanya lebih diperjelas istilahnya. e) Posisi janin Posisi janin digunakan untuk indikator atau menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal-pelvis). Misalnya pada letak belakang (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang. 3) Faktor passage (jalan lahir) Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas: (1) bagian keras: tulang-tulang panggul (rangka panggul) dan (2) gagian lunak: otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament-ligament. 14 e. Proses Berlangsungnya persalinan Menurut (Yanti, 2009) proses berlangsungnya persalinan dibedakan menjadi : 1) Persalinan Spontan Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui jalan lahir ibu. 2) Persalinan buatan Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forceps, atau dilakukan operasi Sectio Caesaria. 3) Persalinan anjuran Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin. f. Pembagian tahap persalinan Menurut Wiknjosastro (2005:182) persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu: 1) Kala I (kala pembukaan) Pembukaan serviks dari mulai pembukaan 1 cm sampai pembukaan lengkap (10 cm) akibat dari timbulnya his. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu: a) Fase laten: berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran 3 cm. 15 b) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi, yakni: (1) Fase akselerasi: dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. (2) Fase dilatasi maksimal: dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. (3) Fase deselerasi: pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (10 cm). Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam (Wiknjosastro, 2005:182). 2) Kala II (kala pengeluaran janin) Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepada janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah 16 simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam (Wiknjosastro, 2005:184). 3) Kala III (kala pengeluaran uri) Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah (Wiknjosastro, 2005:185). 4) Kala IV (Observasi) Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum. Kala ini diperlukan untuk mengamati apakah ada perdarahan postpartum (Wiknjosastro, 2005:186). g. Mekanisme persalinan normal (Wiknjosastro, 2005:188). 1) Penurunan His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul. 17 2) Fleksi Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan di bawahnya terhadap kepala yang akan menurun, menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm). sampai di dasar panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimal. 3) Putaran paksi dalam Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam, dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar kea rah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil di bawah simfisis. 4) Ekstesi Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis, maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi/ekstensi untuk dapat dilahirkan. Dengan kekuatan his bersamaan dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. 18 5) Putaran paksi luar Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung bayi. 6) Ekspulsi Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Di dalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga di dasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan dahulu, kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang. Kemudian, bayi lahir seluruhnya. 2. ASMA a. Pengertian Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Asama bronkiale merupakan salah satu penyakit salauran nafas yang sering di jumpai dalam kehamilan dan persalinan (Rukiyah, 2010). 19 Asma merupakan gangguan inflamasi kronik pada jalan napas. Inflamasi menyebabkan episode mengi berulang, sesak nafas, sesak dada dan batuk, dan gejala lebih sering terjadi pada malam hari dan dini hari. ( Bothamley Judy, 2009). Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonimik, dan psikologi. (Somantri Irman, 2009). Asma merupakan penyakit yang bervariasi dalam berespon terhadap stimulus atau pencetus tertentu, terjadi inflamasi dan perubahan struktural di paru. (Robson dan waugh, 2011). b. Tipe Asma: Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan non alergik atau campuran (mixed). 1) Asma alergik/ ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak. 20 2) Idiopatik atau nonalergik asma/ instrinsik, tidak berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan seringkali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis dan emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun). 3) Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristik dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau non alergi. (Somantri Irman, 2009). c. Etiologi Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. (Somantri Irman, 2009). 21 d. Patofisologi Asma ditandai dengan adanya kontraksi spastic dari otot polos bronkeolus yang menyeabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitibilitas bronkeolus terhadap benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut: seseorang yang alergi diduga mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang melekat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkeolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibodi Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang sudah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat yang diantaranya histamin zat anafilaksis yang bereaksi lambat. Faktor kemotatik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkeolus kecil maupun sekeresi mukus yang kental dalam lumen bronkeolus dan spasme otot polos bronkeolus sehingga menyebabkan tahanan saluran nafas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkeolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama sekresi paksa menekan bagian luar bronkeolus. Karena bronkeolus tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya akibat dari tekanan ekternal yangmenimbulkan obstruksi berat terutama 22 selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya bias melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali- kali melakukan ekpirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu menjadi meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. (Wahid dan Suprapto, 2012). e. Faktor predisposisi 1) Genetik Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, meski belum diketahui bagaimana penurunannya dengan jelas. Karena adanya bakat alergi ini. Penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan faktor pencetus: 2) Alergen Adalah suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi tiga yaitu : a) Inhalan, yang masuk dalam pernafasan. (Debu, bulu binatang, serbuk bunga, bakteri, polusi) b) Ingestan, yang melalui mulut. (Makanan dan obat – obatan) c) Kontaktan, yang masuk dengan melalui kontak kulit. (Perhiasan, logam, dan jam tangan) 23 3) Perubahan Cuaca Cuaca yang lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan cuaca menjadi pemicu serangan asma. Kadang serangan berhubungan asma seperti : musim hujan, musim bunga, musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan angin, serbuk bunga, dan debu. 4) Merokok atau Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. 5) Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya asma, hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. 6) Obesitas Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan. 24 7) Olahraga Sebagian besar akan mendapat serangan asma bila sedang bekerja dengan berat / aktivitas berat. Serangan asma karena aktivitas biasanya segera setelah aktivitas selesai. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. 8) Stress Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma harus segera diobati, penderita asmayang mengalami stres harus diberi nasehat untuk menyelesaikan masalahnya. (Wahid dan Suprapto, 2012). f. Tanda dan gejala Asma menurut (Bothamley dan boyle, 2011) 1) Batuk. 2) Peningkatan respirasi. 3) Sesak nafas. 4) Takikardia. 5) Pernapasan mengi. 6) Penggunaan otot pernafasan tambahan. 7) Dada terasa sesak. 8) Tidak dapat mengatakan satu kalimat penuh. 9) Memburuk pada malam dan dini hari. 25 g. Komplikasi penyakit Asma Penyakit asma yang semakin parah kerap kali berhubungan dengan ketidakpatuhan pasien yang mungkin memiliki kekhawatiran yang tidak pada tempatnya bahwa obat – obat asma bersifat teratogenik. Bagi ibu hamil yang menderita penyakit asma yang berat terdapat resiko bahwa gejala sesaknya akan bertambah parah pada kehamilan lanjut atau masa postpartum. Penyakit asma yang ringan atau sedang dapat membaik. Pada kehamilan tetapi menjadi lebih parah pada saat melahirkan dan sesudah melahirkan. Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus prematurus, gangguan pertumbuhan janin atau berat badan lahir rendah, lahir mati, pertambahan berat badan ibu yang buruk, seksio sesarea, hipertensi yang diinduksi kehamilan atau preeklamsia, takipnea sementara pada bayi baru lahir, kejang neonatus, hipoglikemia neonatus, masuk ke unit perawatan intensif neonatus. (Marmi, 2011 dan Bothamley boyle, 2011). h. Karakteristik Umum 1) Mengi 2) Nafas pendek 3) Sesak didada 26 4) Asma ekstrinsik pada anak, biasanya disertai dengan manifestasi lain atopi. i. Diagnosis Seperti pada penyakit lain, diagnosis penyakit asma dapat ditegakkan dengan anamnesis yang baik. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan faal paru akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. 1) Anamnesis Anamnesis yang baik meliputi riwayat tentang penyakit/gejala, yaitu: a) Asma bersifat episodik, sering bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan b) Asma biasanya muncul setelah adanya paparan terhadap alergen, gejala musiman, riwayat alergi/atopi, dan riwayat keluarga pengidap asma. c) Gejala asma berupa batuk, mengi, sesak napas yang episodik, rasa berat di dada dan berdahak yang berulang d) Gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari e) Mengi atau batuk setelah kegiatan fisik f) Respon positif terhadap pemberian bronkodilator 2) Pemeriksaan Fisik Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal (GINA, 2009). Kelainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada auskultasi adalah mengi. Pada 27 sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejalagejala obstruksi saluran pernapasan (Chung, 2002). Sewaktu mengalami serangan, jalan napas akan semakin mengecil oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema dan hipersekresi mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran napas; sebagai kompensasi penderita akan bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi (GINA, 2009). 3) Faal Paru Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai diagnostik. Ini disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal gejala dan kadar keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak selalu akurat. Faal paru menilai derajat keparahan hambatan aliran udara, reversibilitasnya, dan membantu kita menegakkan diagnosis asma. Akan tetapi, faal paru tidak mempunyai hubungan kuat dengan gejala, hanya sebagai informasi tambahan akan kadar kontrol terhadap asma (Pellegrino dkk, 2005). Banyak metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah dianggap sebagai standard pemeriksaan adalah: (1) pemeriksaan spirometri 28 dan (2) Arus Puncak Ekspirasi meter (APE). Pemeriksaan spirometri merupakan pemeriksaan hambatan jalan napas dan reversibilitas yang direkomendasi oleh GINA (2009). Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui spirometri. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 3 ekspirasi. Banyak penyakit paru-paru menyebabkan turunnya angka VEP1. Maka dari itu, obstruksi jalan napas diketahui dari nilai VEP1 prediksi (%) dan atau rasio VEP1/KVP (%). Pemeriksaan dengan APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore (tidak lebih dari 20%). Untuk mendapatkan variabiliti APE yang akurat, diambil nilai terendah pada pagi hari sebelum mengkonsumsi bronkodilator selama satu minggu (Pada malam hari gunakan nilai APE tertinggi). Kemudian dicari persentase dari nilai APE terbaik (PDPI, 2006). Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu: a) Asma Intermiten (asma jarang). (1) gejala kurang dari seminggu. (2) serangan singkat. (3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan. (4) APE dan VEP1 > 80% 29 (5) Variasi diurnal < 20% b) Asma mild persistent (asma persisten ringan) (1) gejala lebih dari sekali seminggu. (2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur. (3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan (4) APE atau VEP1 > 80%. (5) Variasi diurnal 20% – 30% c) Asma moderate persistent (asma persisten sedang) (1) gejala setiap hari (2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur (3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu (4) APE atau VEP1 60% – 80% (5) Variasi diurnal > 30% d) Asma severe persistent (asma persisten berat) (1) gejala setiap hari (2) serangan terus menerus (3) gejala pada malam hari setiap hari (4) terjadi pembatasan aktivitas fisik (5) APE atau VEP1 <60% (6) Variasi diurnal > 30%. 30 j. Pemeriksaan Diagnostik 1) Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan spuntum Pemeriksaan untuk melihat adanya : (1) Kristal – kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. (2) Spiral crushman, yakni merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. (3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. (4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada spuntum, umumnya bersifat mukoid dengan vikositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. b) Pemeriksaan Darah (1) Analisis gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat terjadi hipoksemia, hipercapnia, atau sianosis. (2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH. (3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas 15.000 /mm3 yang menandakan adanya infeksi. (4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan IgE pada waktu serangan dan menurun pada saat bebas serangan asma. 31 c) Pemeriksaan Penunjang (1) Pemeriksaan radiologi Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi paru yakni radiolusin yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut : (a) Bila disertai dengan broncitis, maka bercak – bercak dihilus akan bertambah. (b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah. (c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru. (d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru. (e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru. (2) Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada asma. (3) Elektrokardiografi (a) Terjadinya right axisdeviation. (b) Adanya hipertropo otot jantung right bundle branch bock 32 (c) Tanda hiposekmia yaitu sinus takikardi, SVES, VES atau terjadi depresi segmen ST negatif. (4) Scanning paru Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluru pada paru – paru. (5) Spirometri Menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara tepat diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20 %. Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan diagnosis keperawatan. Menilai berat obstruksi dan efek pengobatan banyak penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini menunjukkan adanya obstruksi. k. Penatalaksanaan 1) Penatalaksanaan (Marmi, 2011). a) Mencegah timbulnya stress. b) Menghindari faktor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif. 33 c) Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan. d) Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol. e) Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih dari obat dibawah ini. (1) Epinefrin yang telah dilarutkan (1: 1000), 0,2-o,5 ml di suntikan SC. (2) Isoproterenol (1: 1000) berupa inhalasi 3-7 hari. (3) Oksigen. (4) Aminopilin 250-500 mg (6 mg/kg)dalam infus glukosa 5%. (5) Hidrokortison 260-1000 mg Iv pelan-pelan atau infus dalam D10%. Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan Vacum ekstrasi atau forcep. SC atau indikasi asma jarang atau tidak pernah dilakukan. Jangan berikan anlgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural. 34 Biasanya bagi pasien yang sedang menyusui, dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi produksi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan gangguan tidur. Namun obat anti asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil. 2) Pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik menurut (yeyeh Rukiyah, 2010) yaitu : a) Pengobatan non farmakologik (1) Dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan. (2) Menghindari faktor prncetus. (3) Pemberian cairan. (4) Fisioterapi. (5) Pemberian oksigen / O2 bila perlu. b) Pengobatan farmakologik Perubahan – perubahan fisiologis yang diketahui berpengaruh terhadap perjalanan asma bronkiale antara lain perubahan – perubahan berupa membesarnya uterus, elevasi diafragma, hormonal, perubahan – perubahan pada mekanik paru – paru dan lain – lain. Insiden hiperemis, perdarahan, toksemia gravidarum, induksi persalinan dengan komplikasi dan kematian ibu secara 35 bermakna lebih sering terjadi dibandingkan dengan ibu – ibu hamil tanpa penyakit asma brokiale. Bermacam–macam obat–obatan yang di pakai dalam penatalaksanaan ibu dengan asma bronkiale.sebagian diantaranya tidak mempunyai pengaruh yang merugikan kehamilan, namun memberikan sebagian pengaruh yang lagi diantaranya sebaliknya dapat sehingga pemakaiannya harus hati – hati dan hanya atas indikasi – indikasi tertentu saja. Pada kasus kehamilan disertai penyakit asma bronkiale memerlukan ANC yang lebih intensif dengan kolaborasi bersama dokter spesialis. Penjelasan mengenai penyakit asma, bagi pasien sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan ibu dan bayinya. Pemberian asuhan kebidanan sendiri disesuaikan dengan tingkatan penyakit asma yang dideritanya. Asma merupakan penyakit alergi, hal terpenting untuk menghindarinya adalah menghindari faktor pencetus alergi tersebut, siapkan selalu obat anti asma, pada umumnya penderita asma dapat melahirkan pervaginam, jenis pertolongannya sendiri harus berkolaborasi dengan dokter spesialis untuk menentukan tindakan segera apabila ada, persalinan disesuaikan dengan berat ringannya penyakit asma 36 sendiri, prinsip dasar asuhan kebidanan pada ibu hamil disertai penyakit asma bronkiale, pastikan jenis penyakit asma yang dideritanya dan tentukan asuhan kebidanan sesuai dengan tingkatan asma klien, sarankan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis secara rutin, perhatikan dalam pemberian obat, beri dukungan emosional pada ibu agar tidak stress. Prinsip dasar asuhan kebidanan pada ibu bersalin disertai penyakit asma bronkiale : pada dasarnya pasien memiliki penyakit asma dapat melahirkan pervaginam, kolaborasikan dengan dokter spesialis, tentukan jenis asma yang diseritanya, pantau kondisi kesejahteraan ibu dan janin lebih intensif, persiapan kemungkinan bayi hipoksia. Masalah Persalinan Penatalaksanaan dan Asuhan Medis a. Perburukan asma akut, berat, atau a. Apabila tidak terdapat asma akut, mengancam jiwa selama persalinan sangat jarang terjadi. seksio sesaria hanya boleh dilakukan jika diindikasikan. b. Ibu yang pernah mengkonsumsi b. Apabila anestesia dibutuhkan maka steroid oral mungkin secara teratur memerlukan hidrokortison selama persalinan. c. Ergometrin, sintometrin, dan postaglandin dapat menyebabkan anestesia epidural lebih dibandingkan anestesia umum. dipilih 37 bronkokontriksi dan harus digunakan dengan hati – hati. Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanan a. Informasikan kepada ibu bahwa asma akut jarang terjadi selama kehamilan. b. Ibu harus melanjutkan pengobatan asma mereka dalam persalinan. c. Ibu yang asmanya telah terkontrol dengan baik harus mendapatkan asuhan resiko rendah dan persalinan yang ditangani secara normal oleh bidan. d. Pereda nyeri biasa dapat diberikan dan entonox diangap aman. e. Sintosinon adalah obat yang di pilih untuk penatalaksanaan aktif di kala III persalinan. Tabel 2.1 Penatalaksanaan dan Asuhan Sumber : Robson dan Waugh, (2011) Sedangkan penatalaksanaan menurut (Somantri Irman, 2009) dalam Asuhan keperawatan pada klien asma : 38 a. Pengkajian 1) Biodata Asma bronkial terjadi dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2: 1 yang kemudia sma pada pada usia 30 tahun. 2) Riwayat kesehatan a) Keluhan utama Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah dispnea (bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal). b) Riwayat kesehatan dahulu Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, diantaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, urtikaria, dan eksim). c) Riwayat kesehatan keluarga Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien 39 lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya. 3) Pemeriksaan fisik. a) Objektif (1) Batuk produktif/ nonproduktif. (2) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase respirasi semakin menonjol. (3) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit dikeluarkan. (4) Bernafas dengan menggunakan otot-otot nafas tambahan. (5) Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus. (6) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). (7) Penurunan berat badan secara bermakna. b) Subjektif Klien merasa sukar bernafas, sesak dan anoreksia. c) Psikososial (1) Cemas, takut, dan mudah tersinggung. (2) Kurangnya pengetahuan klien penyakitnya. (3) Data tambahan (medikal terapi). terhadap situasi 40 d) Bronkodilator Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminophilin secara parenteral, sebab mekanisme yang berlainan demikian pula sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan teofilin oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral. Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (Adrenalin, efedrin, isoprendlin). (1) Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula diberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire (Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak adda perbaikan dalam 10-15 menit 41 setelah pengobatan, maka berikan Aminophilin intravena. (2) Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping takikardia, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskular dan serebrovaskular. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinephrin 1:1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg/Kg BB subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai kebutuhan. (3) Pemberian aminophilin secara intravena dengan dosis awal 5-6 mg/KgBB dewasa/anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0,9 mg/KgBB/jam secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan. e) Kortikosteroid Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan, maka bisa dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/ hari 42 secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap. f) Pemberian oksigen Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4 liter/menit, menggunakan air (humidifer) untuk memberikan kelembapan. Obat ekspektoran seperti Gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, sedangkan antibiotik diberikan bila ada infeksi. g) Beta agonis. Beta agonis (B adrenergik agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilatasikan otot polos (vasodilator). Adrenergic agents juga meningkatkan pergerakan siliari, menurunkan mediator kimia anafilaksis dan dapat meningkatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Adrenergik yang sering digunakan antara lain epineprin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol,isoetarin, dan terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil. 43 Bagan 2.2 Asma Asma Ekstrinsik 1. 2. 3. 4. Penanganan Instrinksik Bulu binatang Debu Ketombe Tepung sari 1. Aktivitas 2. Emosi / stress 3. Polusi lingkungan Pengobatan non farmakologik Pengobatan farmakologik 1. 2. 3. 4. Oksigen Penyuluhan Fisioterapi Pemberian cairan 1. Persalinan pervaginam 2. Vacum ekstraksi / forcep 3. SC Pada ibu 1. Keguguran 2. Partus prematurus 3. Asma bronkiale Komplikasi Pada janin 1. 2. 3. 4. Kekurangan oksigen/hipoksia Fetal distress BBLR Lahir mati Sumber : Somantri Irman, (2009), Marmi (2011), dan Bothamley boyle (2011) 44 B. Teori Menejemen kebidanan. Menurut Varney H bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerjasama. 1. Langkah-langkah asuhan kebidanan menurut H Varney (1997) via (fauziah dan sudarti, 2010), yaitu sebagai berikut: a. Langkah l (Pengumpulan data dasar). Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan catatatan terbaru atau catatan sebelumnya, data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil study. Semua data dikumpulkan dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien. b. Langkah ll (Interprestasi data dasar). Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi data secara benar terhadap diagnosis atau masalah kebutuhgan pasien. Masalah atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interprestasi yang benar terhadap data dasar. Selain itu, sudah terfikirkan perencanaan yang dibutuhkan terhadap masalah. Sebagai contoh masalah yang menyertai diagnosis seperti diagnosis kemungkinan wanita hamil, maka masalah yang berhubungan 45 adalah wanita tersebut mungkin tidak menginginkan kehamilannya atau wanita hamil tersebut masuk trimester tiga, maka masalah yang kemungkinan dapat muncul adalah takut untuk menghadapi proses persalinan dan melahirkan. c. Langkah lll (Identifikasi diagnosis atau masalah potensial). Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosis masalah yang lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi yang cukup dan apabila memungkinkan dilakukan proses pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan tindakan segera. d. Langkah lV (Identifikasi dan penetapan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera). Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah ditegakkan. Tahapan bidan pada tahap ini adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan. e. Langkah V (Perencanaan asuhan secara menyeluruh). Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetepankan, diperlukan perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil. 46 f. Langkah Vl (Pelaksanaan perencanaan). Tahap ini merupakan tahap pelaksana dari semua rencana sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. g. Langkah Vll (Evaluasi). Merupakan tahap terakhir dalam manajemen kebidanan yakni dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan terus menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu berubah sesuai kondisi atau kebutuhan klien. Evaluasi ini sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan penerapan menejemen kebidanan. Evaluasi yang dilakukan terus menerus dan terencana akan mendapatkan hasil yang sesuai diharpkan. Pelaksanaan evaluasi dilakukan sendiri ataupun dapat juga dilakukan bersama-sama. Kegunaan evaluasi sangat banyak. Dengan melakukan evaluasi kita dapat merencanakan langkah kedepan yang lebih baik. Melalui evaluasi pula kita dapat menentukan program berikutnya. Evaluasi juga sebagai upaya memberikan penilaian terhadap manajemen kebidanan ataupun suatu kegiatan yang sedang dijalankan. Asuhan kebidanan perlu di evaluasi untuk 47 meningkatkan kualitas asuhan yang akan diberikan berikutnya. Disamping itu dapat pula dipakai sebagai rujukan dalam memberikan laporan yang tepat. 2. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan dengan Metode SOAP Menurut Mufdlilah (2012) Model dokumentasi yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah dalam bentuk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan berkesinambungan dan menggunakan proses yang terus menerus (progess notes) S : (Data Subyektif). Data informasi yang subyektif (mencatat hasil anamnesa) O : (Data Obyektif). Data informasi obyektif (hasil pemeriksaan, observasi) A : (Assessment). Mencatat hasil analisa (diagnosa dan masalah kebidanan), yang dimaksud meliputi diagnosa atau masalah, diagnosa/ masalah potensial dan antisipasinya, dan perlunya tindakan segera. P : (Planning). Mencatat seluruh penatalaksanaan (tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan rutin, penyuluhan, sopport, kolaborasi, rujukan dan evaluasi). C. Teori Hukum dan Kewenangan Bidan Landasan hukum yang mendasari bidan di dalam melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan persalinan patologi merupakan keputusan 48 permenkes No.1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan. Pasal 9 Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. Pelayanan kesehatan ibu. b. Pelayanan kesehatan anak dan Pasal 10 1. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk : a. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan. Pasal 11 1. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk : a. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk. b. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan. Pasal 13 1. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10. Pasal 11, dan pasal 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi: a. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter. b. Kolaborasi dengan dokter.