ISSN 1978-9513 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 KEANEKARAGAMAN MORFOLOGI DAN ANATOMI PANDANUS (PANDANACEAE ) DI JAWA BARAT Sri Endarti Rahayu dan Sri Handayani Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRACT Species concept that was stated by Backer and Bakhuizen van den Brink (1968) was not stable, because they were many sinonym names, besides there were too broad concept for Pandanus furcatus Roxb, tha is the reason why this reserach need to be done. This research used two approaches, morphology and anatomy. The result showed that with this kind of approaches could only result species concept. In West Java there were 8 species of Pandanus, i.e Pandanus amaryllifolius Roxb., Pandanus bidur Jungh.,., Pandanus furcatus Roxb. Pandanus kurzii Merr., Pandanus nitidus Merr., Pandanus tectorius Sol.., Pandanus utilis Bory., Pandanus tectorius var,variegatus Backer. And these approaches could not result variation in each species, because it was difficult to find diagnostic characters of each species in Pandanaceae in West Java. Keyword : Pandanaceae, Pandanus, species concept PENDAHULUAN Ilmu yang dapat mempelajari dan menjelaskan secara menyeluruh tentang keanekaragaman hayati adalah taksonomi, sedangkan disiplin ilmu lain hanya dapat menggunakan keanekaragaman hayati tersebut. Untuk dapat memahami keanekaragaman hayati Pandanus (Pandanaceae) di Jawa Barat diperlukan satuan kerangka kerja taksonomi yang berupa pembatasan jenis. Pembatasan jenis yang jelas atau mantap menjadi sangat penting bila keanekaragaman tumbuhannya tinggi dan variasinya sangat besar. Seperti pada kelompok tumbuhan Pandanus di Jawa Barat. Pandanus di Jawa menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968) terdiri dari 15 jenis, yaitu P. kurzii Merr., P. tectorius Soland ex Park, P. polycephalus Lamk, P.furcatus Roxb., P.bidur Jungh ex Miq, P. nitidus Kurz. , Rahayu SE dan S Handayani P.labyrinthicus, P. andamanensium, P. faviger, P. pygmeus, P. amaryllifolius Roxb. , P. haskarlii, P. vandermeschii dan P. boninensis, sedangkan berdasarkan spesimen herbarium yang ada di Herbarium Bogoriense terdapat 11 jenis Pandanus yaitu: P. kurzii Merr., P. odoratissimus L.f, P. tectorius Soland ex Park, P. dubius , P. furcatus Roxb., P. nitidus Kurz., P. polycephalus Lamk., P. stenophylus, P. amaryllifolius Roxb., P. utilis Bory., P. bidur Jungh ex Miq. Batasan jenis yang diberikan oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968) belum begitu mantap karena terdapatnya nama-nama sinonim, misalnya Pandanus tectorius var. littoralis Soland ex Park sinonim dengan Pandanus odoratissimus L.f , Pandanus nitidus Kurz sinonim dengan Pandanus stenophyllus Kurz , dan adanya konsep jenis yang terlalu luas untuk Pandanus furcatus Roxb. Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968) memasukkan empat jenis Pandanus 29 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 yang berbeda, yaitu P. bantamensis Koord, P. oviger Martelli, P.pseudolais Warb , dan P. scabrifolius Martelli ke dalam satu jenis, yaitu Pandanus furcatus Roxb, sehingga konsep jenis Pandanus furcatus yang diberikan oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink terlalu luas sehingga perlu dilakukan penelitian kembali tentang masalah-masalah tersebut. Stone (1972) melakukan suatu ulasan/review tentang Pandanaceae di Jawa berdasarkan spesimen herbarium yang terdapat di Herbarium Bogoriense , dan berusaha untuk membuat konsep jenis yang lebih mantap. Menurut Stone, konsep jenis P. furcatus Roxb yang dibuat oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink terlalu luas, sehingga banyak jenis yang dihilangkan dan dimasukkan dalam P. furcatus Roxb, dan oleh Stone dimunculkan kembali sehingga muncul 3 jenis baru, yaitu P. platycarpus, P.spinispigmaticus dan P.multifurcatus, walaupun demikian konsep takson yang diajukan oleh Stone belum mantap karena hanya berdasarkan spesimen herbarium, oleh karena itu perlu dilakukan revisi pada Pandanus (Pandanaceae) khususnya di Jawa Barat, selain karena status takson-taksonnya masih meragukan, juga karena belum ada revisi terbaru tentang Pandanus di Jawa Barat sejak Backer dan Bakhuizen van den Brink (1968) dan Stone (1972) . Pandanus adalah kelompok tumbuhan yang anggotanya memiliki manfaat yang besar dalam kehidupan masyarakat Jawa Barat, antara lain digunakan sebagai bahan makanan, pewangi, zat pewarna, bahan anyaman, atap, tikar, obat-obatan, tanaman hias dan lain-lain (Heyne, 1987) . Dari hasil studi pendahuluan diketahui bahwa beberapa masyarakat di Jawa Barat . misalnya di Ujung Genteng dan Jakarta telah menggunakan Pandanus ini dalam kehidupan sehari-hari. Di ujung Genteng masyarakat menggunakan buah pandan untuk obat sakit pinggang, dan menggunaRahayu SE dan S Handayani kan akar tunjangnya untuk tali ikan; sedangkan beberapa perkantoran megah di Jakarta menggunakan tanaman pandan ini sebagai tanaman hias di halaman kantor. Sebaliknya pada beberapa lokasi penelitian yang lain seperti Ujung Kulon dan Yanlappa Jasinga Bogor, masyarakatnya menganggap tumbuhan pandan ini sebagai tumbuhan yang tidak ada gunanya bagi masyarakat sehingga tumbuhan tersebut seringkali ditebang untuk diganti dengan tanaman lain yang nilai ekonomisnya lebih tinggi, misalnya pisang. Sebagian besar lahan-lahan seperti ini sebenarnya tidak cocok untuk tanaman pisang, sehingga tanaman pisangnya tidak tumbuh dengan baik dan tidak menghasilkan buah ; akibatnya masyarakat tidak memperoleh hasil apa-apa dari lahan tersebut. Oleh karena itu informasi tentang keanekaragaman jenis Pandanus di Jawa Barat dan manfaatnya perlu diketahui dengan pasti. Untuk itu perlu dilakukan kajian tentang Pandanus di Jawa Barat sebelum jenisjenis tersebut mengalami kepunahan karena ditebang dan dianggap sebagai tumbuhan yang tidak berguna oleh masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep marga dan jenis yang mantap, terkumpulnya data mengenai keanekaragaman jenis dan manfaatnya bagi masyarakat, tersedianya alat identifikasi yang tepat untuk tingkat jenis dan di bawah jenis . TINJAUAN PUSTAKA A. Pengenalan Pandanus Pandanus umumnya merupakan pohon atau semak yang tegak, tinggi 3 – 7 m,bercabang, kadang-kadang batang berduri, dengan akar tunjang sekitar pangkal batang. Daun umumnya besar, panjang 2 - 3 m, lebar 8 – 12 cm; ujung 30 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 daun segitiga lancip-lancip; tepi daun dan ibu tulang daun bagian bawah berduri, tekstur daun berlilin, berwarna hijau mudahijau tua. Bunga jantan dan betina terdapat pada tumbuhan yang berbeda. Buah letaknya terminal atau lateral, soliter atau berbentuk bulir atau malai yang besar B. Karakter morfologi dalam klasifikasi Karakter morfologi mempunyai peran penting di dalam sistematika, sebab walaupun banyak pendekatan yang dipakai dalam menyusun sistem klasifikasi, namun semuanya berpangkal pada karakter morfologi (Davis dan Heywood 1963). Selain itu pendekatan ini memberikan jalan tercepat memperagakan keanekaragaman dunia tumbuhan, dan dapat dipakai sebagai sistem pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari bidang lainnya (Rifai 1976). Karakter morfologi mudah dilihat sehingga variasinya dapat dinilai dengan cepat jika dibandingkan dengan karakter-karakter lainnya., karena menurut Stace (1981) pembatasan takson yang baik dilakukan dengan menggunakan karakter-karakter yang mudah dilihat, dan bukan oleh karakter-karakter yang tersembunyi. Walaupun karakter bunga merupakan karakter yang paling berguna di dalam klasifikasi angiosperame, menurut Stone (1970), dan Stone (1976) karakter vegetatif tertentu seperti panjang daun, lebar daun, ukuran duri, letak duri pada daun, jumlah urat daun, warna aurikula, warna braktea, posisi perbungaan, jumlah karpel per falang, buah matang dan biji matang. Perbedaan bentuk dan ukuran daun antara tumbuhan muda dan tumbuhan dewasa juga penting, sebab morfologi tumbuhan yang masih muda kadang-kadang sangat berbeda dengan morfologi tumbuhan yang dewasa, walaupun jenisnya sama (Stone 1976). Rahayu SE dan S Handayani C. Karakter anatomi dalam klasifikasi Pendekatan anatomi dapat menunjukkan korelasi antara karakter anatomi dan karakter-karakter yang lain, oleh karena itu data ini dapat digunakan untuk menguatkan batasan-batasan takson, terutama untuk bukti-bukti taksonomi seperti karakter morfologi yang masih meragukan. Umumnya karakter anatomi merupakan basis yang dapat diandalkan untuk membedakan jenis (Stone 1976), tetapi biasanya karakter anatomi ini memiliki kegunaan yang besar pada takson infragenerik. Karakter-karakter ini cukup konstan dan dapat bersifat diagnostik. Karakter anatomi digunakan baik untuk praktek identifikasi maupun untuk menentukan hubungan filogenetik (Judd et al 2002). Secara anatomi, daun sangat bervariasi dan menyediakan banyak karakter yang secara sitematik nyata (Carquist 1961, Dickison 1975, Stuessy 1990). Karakter-karakter yang digunakan adalah lapisan sel epidermis, banyaknya lapisan hipodermis, stomata, sel-sel kristal dan ikatan pembuluh. Klasifikasi yang dibentuk oleh Huynh (1974) menyatakan adanya 7 tipe stomata yang terdapat pada Pandanaceae. Menurut hasil penelitian Kam (1971), karakter anatomi daun terutama karakter sel epidermis dan stomata sangat berguna di dalam membuat batasan takson untuk tingkat infragenerik dan pengelompokkan jenis ke dalam seksi di dalam Pandanaceae yang ada di Malaya. Studi perbandingan struktur tumbuhan , morfologi dan anatomi telah menjadi tulang punggung sistematik tumbuhan yang berusaha untuk menjelaskan keanekaragaman, filogeni dan evolusi. 31 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan laboratorium. Sampel penelitian adalah spesimen-spesimen hasil eksplorasi dari berbagai lokasi di Jawa Barat, dan spesimen herbarium yang terdapat di Herbarium Bogoriense. Penelitian berupa pengambilan spesimen di di Jawa Barat, dilakukan di 17 (tujuh belas) lokasi dengan waktu sampling rata-rata 2 (dua hari) di setiap lokasi (Tabel 1). Tabel 1. Lokasi penelitian lapangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16 17. Propinsi Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Lokasi Lengkong, Sukabumi Cibodas, Ciputri, Cianjur, Preanger Gunung Pantjar, Bogor Pancoran mas, Depok Cipatujah. Tasikmalaya Gunung Kendeng, Halimun TN Gunung Ciremai TB Gunung Masigit CA Telaga Patenggang Gunung Papandayan CA Leuweung Sancang SM Cikepuh Gunung Gede Pangrango, Bodogol Gunung Karang, Bantam, Ujung Kulon Gunung Salak Gunung Cibodas, Bogor,dekat Ciampea Gunung Batu, Cianten, Leuwiliang, Bogor B. Bahan dan Alat Penelitian Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 2 C. Pelaksanaan Penelitian 1 Studi Pustaka Penelitian dimulai dengan studi pustaka untuk menentukan takson yang akan diteliti, dan untuk memperjelas masalah-masalah taksonomi yang terdapat pada takson tersebut. Setelah itu dilakukan pengecekan pada spesimen herbarium yang Rahayu SE dan S Handayani waktu 2 hari 2 hari 2 hari 1 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 2 hari 3 hari 3 hari 2 hari 2 hari ada di Herbarium Bogoriense untuk mengetahui persebaran dan untuk menentukan lokasi penelitian lapangan. Berdasarkan hasil ini ditentukan lokasi penelitian di lapangan sebanyak 17 lokasi (Tabel 1). Lokasi-lokasi ini adalah daerah yang belum dikunjungi para ahli sebelumnya, dan refounding atau pengulangan koleksi di tempat yang sama dengan tujuan untuk melengkapi koleksi spesimen. 2. Penelitian Lapangan Koleksi spesimen herbarium dibuat baik dari tumbuhan fertil maupun steril. 32 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Pembuatan spesimen herbarium di lapangan mengacu pada “A Guide to Collecting Pandanaceae” (Stone 1983). Untuk pengamatan anatomi dibuat awetan basah dengan menggunakan larutan FAA (Formalin-Asam asetat-Alkohol). Pencatatan data lapangan dilengkapi dengan dokumentasi foto-foto habitus dan foto detail penciri jenis. Tabel 2. Bahan dan alat penelitian No. 1. URAIAN Studi pustaka untuk Menentukan takson ALAT Buku-buku Taksonomi, Monografi, Revisi , Flora dan Jurnal-jurnal tentang Pandanaceae dari seluruh dunia Peta pulau Jawa dan Peta Kawasan Konservasi di Indonesia GPS, gunting tanaman, parang, kamera, loupe, teropong 2. Pemilihan lokasi lapangan 3. Penelitian lapangan 4. Penelitian laboratorium - Pengamatan morfologi Alat diseksi, kompor listrik, baker glass, mikroskop binokuler, mikroskop dengan alat pemotret - Pengamatan anatomi Mikrotom, mikroskop dengan alat pemotret, kamera lusida, kompor listrik, baker glass, pinset, petri dish, plat pemanas 3. Penelitian laboratorium Pengamatan Morfologi Pengamatan morfologi dilakukan dengan metode deskriptif, dengan pengamatan dan pengukuran terhadap bentuk, ukuran dan jumlah dari karakter-karakter yang diamati. Bagian-bagian yang diamati adalah batang (warna batang, macam duri, pola persebaran duri), akar tunjang Rahayu SE dan S Handayani BAHAN - - Alkohol, FAA, kantong plastik besar, kertas koran, tali rafia, lakban, kantong spesimen, label gantung Koleksi spesimen Koleksi spesimen basah, formalin, asam asetat, alkohol, HNO3, air suling, safranin, fast green, gliserin. Cutex, gelas objek dan gelas penutup (bentuk, ketinggian dari tanah, macam duri, pola persebaran duri), daun (susunan daun, tekstur daun, bentuk daun, bentuk apex daun, basal daun , tepi daun, ventral pleat berduri atau halus, permukaan daun glaucous atau tidak, jumlah parallel vein pada tiap sisi daun, macam duri, recurved spine ada atau tidak, basal daun mengeras atau tidak), aurikula (bentuk, ukuran, berduri atau tidak, dan warna), perbungaan 33 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 betina (bentuk, ukuran, warna, jumlah braktea, bentuk dan ukuran braktea, bentuk tangkai bunga, ukuran tangkai bunga, dan warna tangkai bunga ), perbungaan jantan (bentuk, ukuran, warna, jumlah perbungaan lateral, bentuk “staminal fascicles”, jumlah braktea, bentuk braktea, warna braktea, bentuk tangkai bunga, warna tangkai bunga, cara penempelan braktea pada tangkai bunga), buah (bentuk buah, ukuran, warna , bentuk falang, ukuran falang, bentuk drupa, ukuran drupa, warna falang, jumlah stigma dan bentuk stigma pada apex falang), biji (bentuk, ukuran, warna, letak endokarpium, ukuran endokarpium). Pengamatan morfologi dilakukan dengan bantuan mikroskop binokuler. Khusus untuk karakter bunga dan buah yang berasal dari spesimen herbarium, dilakukan perebusan terlebih dahulu atau perendaman dalam air hangat agar ukurannya kembali seperti semula. Setiap karakter yang penting atau penciri jenis difoto dengan kamera digital. Pengamatan anatomi Untuk pembuatan irisan paradermal daun, potongan kecil lembaran daun direbus dalam larutan HNO3 10% hingga berwarna putih dan lunak. Di atas gelas objek, jaringan epidermis bagian bawah dan bagian atas dipisahkan dari jaringan yang lain dengan menggunakan pinset, dan kemudian dicuci dengan air suling. lalu diwarnai dengan safranin 1%, dicuci kembali dengan air suling , lalu ditutup dengan gelas penutup, setelah sebelumnya diberi media gliserin. Agar preparat tidak mudah kering, maka sekeliling gelas penutup diberi cutex. Karakter anatomi yang diamati meliputi ukuran stomata, kerapatan stomata, indeks stomata, ada atau tidaknya papilla pada stomata , bentuk sel epidermis, ukuran sel epidermis dan susunan sel tetangga, sedangkan irisan melintang dibuat dengan metode paraffin. Daun yang telah difiksasi Rahayu SE dan S Handayani selama 24 jam dalam FAA (Formalin-asam asetat-alkohol) dengan komposisi larutan sebagai berikut : ethyl alkohol 95% 50 ml, asam asetat glasial 5 ml, formaldehyde (37%) 10 ml, dan aquades 35 ml, dimasukkan ke dalam seri larutan dehidrasi, alkohol 50%, 70%, 95% dan 100%, lar. alkohol : xylol (3: 1), lar. alkohol : xylol (1: 1) , lar. alkohol : xylol (1:3), xylol absolut I dan xylol absolut II dengan masing-masing tahap perendaman berlangsung selama 3 jam. Infiltrasi paraffin dilakukan secara bertahap, selanjutnya blok paraffin yang terbentuk diiris dengan mikrotom putar dengan ketebalan 15 – 20 μm. Kemudian pita paraffin disusun di atas gelas objek, dan dirapikan dengan bantuan air. Selanjutnya gelas objek tersebut diletakkan di atas plat pemanas ± 35oC selama 6 jam. Selanjutnya pita paraffin diwarnai dengan pewarnaan ganda safranin (1%) dan fast green (0,5%).Pemberian safranin diberikan dalam kondisi air, kemudian dehidrasi dengan alkohol 70%, 95% dan 100% alkohol, baru diberi bahan warna fast green dalam waktu 1-2 menit. Dilanjutkan dengan alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I dan xylol II, terakhir diberi entelan dan ditutup dengan gelas penutup untuk selanjutnya dikeringkan. Karakter anatomi yang diamati meliputi, ketebalan daun, letak stomata, hipodermis multiserata, letak papilla, bentuk papilla , ukuran ikatan pembuluh, letak ikatan pembuluh, dan letak sel kristal. D. Analisis Data Data hasil pengamatan morfologi dan anatomi yang diperoleh , kemudian dianalisis untuk melihat kecenderungan pengelompokkan diantara takson dengan menggunakan program PAUP (Phylogenetic Analysis Using Parsimony) . Version 4. (Swofford, 1998) 34 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pandanus tectorius Soland Hasil pengamatan dengan pendekatan morfologi dan anatomi spesimenspesimen hasil eksplorasi dari berbagai lokasi di Jawa Barat, dan spesimen herbarium yang terdapat di Herbarium Bogoriense hanya dapat menghasilkan batasan jenis. Dengan pendekatan seperti ini belum dapat dihasilkan batasan untuk variasi di dalam jenis., ini disebabkan sulitnya menentukan karakter diagnostik untuk setiap jenis pandan yang ada di Jawa. Hasil penelitian terhadap jenis-jenis Pandanus yang dapat ditemukan di berbagai kawasan di daerah Jawa Barat adalah : Pandan besar, tinggi 4-5 meter, diameter batang 9,1-14 cm, akar tunjang (proproot) panjangnya 109,170 cm. Daun tunggal, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral, panjang 112-199 cm, lebar 4,5-5,8 cm, bentuk melidah atau memata pedang, menjangat, ujung runcing dengan panjang lebih dari 15 cm, seluruh tepi daun berduri tajam, permukaan atas berwarna hijau, permukaan bawah hijau kekuningan, cephalium tersusun atas kumpulan buah majemuk (phalanges), bentuk agak bulat, mengandung sekitar 38 phalanges, berwarna merah kekuningan, dan pada permukaan atas phalanges terdapat rekahan-rekahan yang mengelilingi stigma. Gambar 1. Habitus P. tectorius Sol Epidermis daun Hasil pengamatan epidermis bawah daun tua menggunakan Nikon AFX-IIA menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi costa intercosta. Susunan stomata pada tumbuhan ini tersusun rapat, sehingga susunan stomata Gambar 2. Cephalium matang seperti ini menunjukkan juga bahwa sel-sel epidernermis berukuran kecil. Stomata pada tumbuhan ini memiliki barisan papila yang berjumlah 4-6 pada sel-sel pendukung bagian lateral, sel-sel epidermis juga berpapila ( gambar 3). Gambar 3. Stomata epidermis bawah (pembesaran 20X) Rahayu SE dan S Handayani 35 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 B. Pandanus tectorius var.variegatus Back Pandanus sedang hingga besar, tinggi 3-5 m, batang pendek – sedikit di atas permukaan tanah; akar tunjang jelas, panjang hingga ke kumpulan daun (roset). Daun tunggal, panjang 274-284 cm, lebar Gambar 4. Garis putih memanjang pada Epidermis Daun Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi kosta dan interkosta. Stomata tersusun dalam barisan 7,5- 8 cm, bentuk memita, ujung runcing, seluruh tepi daun berduri berwarna putih, mengkilat pada ke dua permukaan, permukaan atas berwarna hijau dengan garis-garis memanjang berwarna putih sampai kuning muda. Gambar 5. Habitus daun longitudinal yang rapi, dan letaknya berseling dengan sel-sel yang lebih pendek dari sel epidermis , dan berdinding tebal (gambar 6). Gambar 6. Stomata pada epidermis bawah (pembesaran 20X) Kegunaan Tanaman ini warna daunnya indah, maka tumbuhan ini umumnya dipakai sebagai tanaman hias di halaman rumah, atau ditanam di kebun kota. Rahayu SE dan S Handayani C. Pandanus bidur Jungh Pandan besar, tinggi 8-12 m, diameter batang 25-30 cm, akar tunjang 188-200 cm, lebar 17-18 cm, bentuk 36 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 memita, tebal , menjangat, Cephalium tersusun atas phalanges, panjang phalange 6=13 cm, diameter 3,4-5,6 cm, tebal 2,2- Gambar 7. Pandanus bidur Jungh Epidermis daun Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi kosta dan interkosta. Stomata pada tumbuhan ini memiliki 3,8 mm, bentuk menggada, stigma melekat/duduk, bentuk seperti bibir. Gambar 8. Phalanges barisan papilla yang berjumlah 4-5 pada sel-sel pendukung bagian lateral dan papilla pada sel-sel epidermis berwarna bening (gambar 9). Gambar 9. Stomata pada epidermis bawah (pembesaran 20X) Kegunaan Daun berkhasiat sebagai obat sakit gigi. Untuk obat sakit gigi dipakai ± 16 gram daun segar P. bidur dicuci dan direbus dengan 2 gelas air sampai airnya tinggal setengah, dinginkan dan disaring. Hasil saringan dipakai untuk kumur. Daun dan akarnya mengandung saponin dan polifenol. Rahayu SE dan S Handayani D. Pandanus kurzii Merr. Pandanus kecil , menjalar, tinggi 1-1,5 m, diameter batang 1.7-1.9 cm; batang tidak terlihat. Daun panjang 92-154,5 cm, lebar 2.54.0 cm, memita, chartaceous, Cephalium selalu tersusun ayas kumpulan buah tunggal atau drupa, bentuknya agak bulat, 5,5-8 cm x 3.54.3 cm, me andung 168-308 drupe, bagian atas drupa terdapat sisik-sisisk panjang ,berwarna coklat. 37 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Gambar 10. Pandanus kurzii Merr, Epidermis Daun Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi kosta dan Gambar 11. Cephalium matang interkosta. Stomata pada tumbuhan ini memiliki papilla yang berjumlah 4-6 pada sel pendukung lateralnya, sel-sel epidermis memiliki 6-8 papilla (gambar 12) Gambar 12. Stomata pada epidermis bawah (pembesaran 20X) E. Pandanus furcatus Roxb. Pandanus sedang hingga besar, tinggi 3-5 m, batang jelas terlihat, diameter batang 8-9,19 cm, akar tunjang(proproots) panjangnya 47-119 cm. Daun panjangnya 216-441 cm, lebar 7.2-9 cm, memita, menjangat dengan urat daun ke tiga yang jelas terlihat. Cephalium tersusun atas kelompok buah tunggal atau drupa, bentuk agak bulat sampai melonjong, 24-32 cm, diameter 8,7-10.5 cm, dengan sekitar 475745 drupes, tangkai putik panjang, meruncing tajam, bercabang dua, Rahayu SE dan S Handayani kemudian satu. di bagian terminal bercabang Epidermis Daun Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah tidak berdiferensiasi menjadi kosta dan interkosta, sehingga stomata tersebar merata. Stomata memiliki papilla pada sel=sel pendukung lateral dan pilarny (gambar 15). Kegunaan : daunnya dapat dianyam untuk membuat tikar, tas dan topi 38 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Gambar 13. Habitus Gambar 14. Cephalium matang Gambar 15. Stomata pada epidermis bawah (pembesaran 20X) F. Pandanus nitidus Kurz. Pandan sedang hingga besar, tegak, tinggi 3-7 m, dengan percabangan yang menyebar luas; akar tunjang panjang=panjang, 134-206 cm, diameter 17-29 cm, namun tingginya tidak sampai ½ tinggi batang. Daun 107=147 cm x 14-21 mm, memita, bagian pangkal ibu tulang daun pada permukaan bawah membengkak dan mengeras. Perbuahan tegak, dengan cephalia tunggal, bentuk cephalia menjorong – melonjong, dengan 105=190 drupes, bentuk membaji sampai membulat telur sungsang. Rahayu SE dan S Handayani Epidermis Daun Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi kosta dan interkosta. Stomata tersusun dalam barisan longitudinal, dan letaknya berseling dengan sel=sel yang lebih pendek dari sel epidermis, dan berdinding tebal (gambar 18) Kegunaan Tanaman ini mempunyai bentuk percabangan yang indah, sehingga umumnya digunakan sebagai tanaman hias 39 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Gambar 16. Habitus P.nitidus Kurz Gambar 17. Cephalium matang Gambar 18. Stomata pada epidermis bawah (pembesaran 20X) G. Pandanus amaryllifolius Roxb. Pandan menjalar, tinggi 0,5 – 1 m, batang bulat dengan diameter 3-4 mm, akar tunjang kecil, dan beberapa keluiar di sekitar pangkal batang dan cabang, panjang 4.5-9 cm, Gambar 19. Tumbuhan muda Rahayu SE dan S Handayani diameter 1-2 mm. Daun 19-34 cm x 1,2-1,5 cm, memedang atau memata pedang, chartaceous (melontar), permukaan atas mengkilat, tepi daun yang berduri kecil hanya pada ujung daun pada permukaan atas dan bawah , dan ujung daun. Gambar 20. Duri kecil pada ujung daun 40 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Epidermis bawah Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi kosta dan interkosta. Stomata memiliki papilla pada sel pendukung lateral dan polarnya, sel epidermis berpapill (gambar 21). Gambar 21. Stomata pada epidermis bawah (Pembesaran 20X) Kegunaan Pandan wangi selain sebagai rempah-rempah, juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan minyak wangi. Daunnya harum kalau diremas atau diiris-iris, sering digunakan sebagai bahan penyedap, pewangi, dan pemberi warna hijau pada makanan. H. Pandanus utilis Bory Gambar 22. Habitus P.utilia Bory Rahayu SE dan S Handayani Pandan tegak, tinggi 4-5 mm, diameter batang 13,5- 14 cm, akar tunjang keluar di sekitar pangkal batang, panjang 9.4-12.4 cm, diameter 2.8-3.4 cm. Daun 85,8-89.2 cm x 5.6-5.9 cm, memata pedang, menjangat, seluruh tepi daun berduri merah; bekas duduk daun gagang pada tangkai buah berbentuk V; cephalium tersusun atas kumpulan buah majemuk (phalanges), bentuk agak bulat, 34,5-39 cm x 32 cm, dengan sekitar 134-247 phalanges, bentuknya agak rata, dengan bagian bawah berwarna agak kuning. Gambar 23. Cephalium matang 41 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Epidermis Daun Hasil pengamatan epidermis bawah menunjukkan bahwa epidermis bawah berdiferensiasi menjadi kosta dan interkosta. Stomata memiliki papilla pada sel pendukung lateral, pendukung polar, dan pada sel penjaganya (gambar 24). Kegunaan Tumbuhan ini sangat indah ketika berbunga dan berbuah, maka tanaman ini sangat sering digunakan sebagai tanaman hias di halaman rumah dan halaman kantor. Gambar 24. Stomata pada epidermis bawah (pembesaran 20X) KUNCI IDENTIFIKASI PANDAN DI JAWA BARAT 1. Pandan menjalar, daun hampir tidak berduri ..... ...............P. amaryllifolius Pandan tegak, daun berduri ................................................... 2 2. Duri pada daun berwarna merah ........................................... P. utilis Duri pada daun putih kehijauan ............................................3 3. Daun hijau dengan garis putih memanjang ......................... P. tectorius var.variegatus Duri berwarna hijau seluruhnya .............................................4 4. Batang tidak terlihat, daun chartaceous .............................. P.kurzii Batang terlihat, daun menjangat .......................................... 5 5. Cephalium tersusun atas kumpulan buah tunggal ............. 6 Cephalium tersusun atas kumpulan buah majemuk ............ 7 6. Perbuahan tegak, drupa bentuk membaji dengan tangkai putik yang melekuk ........ ..................................................... P.nitidus Perbuahan menggantung, drupa bentuk melanset sungsang Dengan tangkai putik tajam, bercabang dua ....................... P. furcatus \ 7. Phalanges bentuk menggada, stigma duduk, berbentuk bibir ..................................................................................... P.bidur Phalanges agak bulat, stigma menyerong, bentuk menjorong ......................................................................... . P. tectorius Rahayu SE dan S Handayani 42 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 and Boyd, Edinburg and London. 558 p. 1963. KESIMPULAN 1. Ditemukan 8 jenis Pandanus di Jawa Barat , yaitu Pandanus tectorius Sol., P. tectorius var. variegatus Back., P. bidur Jungh, P. kurzii Merr., P. furcatus Roxb., P. nitidus Kurz., P. amaryllifolius Roxb., dan P. utilis Bory 2. Kegunaan dari masing-masing jenis adalah : P. furcatus Roxb, dan P. tectorius Soland. sering digunakan sebagai bahan anyaman untuk membuat tikar, topi dan tas. Pandanus bidur Jungh digunakan sebagai obat sakit gigi. P. amaryllifolius Roxb.digunakan sebagai rempah-rempah, selain digunakan sebagai bahan baku pembuat minyak wangi. P. nitidus Kurz dan P. tectorius var. variegatus digunakan sebagai tanaman hias. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. A Field Guide to Pandanus in New Guinea, The Bismarck Archipelago, and the Solomon Islands. Publication No. 16 of the Christensen Research Institute, Madang, Papua New Guinea. 1991. Backer dan Bakhuizen van den Brink Flora pof Java. Vol. III. Wolters – Noordhoff, Groningen, The Netherland. Hal. 199 – 226. 1968. Carlquist S. Comparative plant anatomy : A guide to taxonomic and evolutionary applications of anatomical data in angiosperm. Holt, Renehart & Winston, New York. 1961. Davis PH dan VH Heywood. Principles of Angiosperm Taxonomy. Oliver Rahayu SE dan S Handayani De Vogel EF. Guidelines for the preparations of revisions. In de Vogel (ed.). Pp. Manual of Herbarium Taxonomy Theory and Practoce. UNESCO, Jakarta. 1987. Dickison WC. The bases of angiosperm phylogeny : vegetative anatomy. Ann. Missouri. Bot. Gard. 62: 590620. 1975. Heyne K. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta. Hal. 115 -129. 1987. Judd WS, Campbell CS, Kellog EA, Stevens PF and Donoghue MJ. Plant Systematics : a Phylogenetic Approach. Sinauer Associates. Inc, Massachusetts, USA. 2002. Kam YK. Comparative systematic foliar anatomy of Malaya Pandanus. Bot. J. Linn. Soc. 64: 315-351. 1971. Rifai MA Sendi-Sendi Botani Sistematika. Lembaga Biologi Nasional LIPI, Bogor. 1976. Stace CA. Plant Taxonomy and Biosystematics. Edward Arnold, London. 1981. Stone BC. A review of Javanese Pandanaceae which notes of plants cultivated in hortus bogoriensis. Reinwardtia 8 : 309-318 . 1972. Stone BC. The Morphology and Systematics of Pandanus Today (Pandanaceae). Gardens ‘Bulletin29: 137-142. 1976. 43 VIS VITALIS, Vol. 01 No. 2, tahun 2008 Stone BC. A guide to collecting Pandanaceae (Pandanus, Freycinetia dan Sararanga). Ann.Missouri. Bot. Gard. 70: 137-145. 1983a. Stone BC. The genus Pandanus in Sumatra. Studies in Malesiana Pandanaceae. Federation Museum Journal 28: 1-122. 1983b. Swofford DL. PAUP*. Phylogenetic Analysis Using Parsimony (*and Other Methods).Version 4. Sinauer Associates,Sunderland,Massachusetts 1998. Van Steenis CGGJ. Specific and infraspecific delimination. Flora Malesiana seri I, Vol 5 : 167-234. 1956. Stuessy TF. Plant taxonomy, Columbia University Press, New York. 1990. Rahayu SE dan S Handayani 44