faktor-faktor experiential marketing dan emotional

advertisement
FAKTOR-FAKTOR EXPERIENTIAL MARKETING
DAN EMOTIONAL BRANDING (EXEM) YANG
DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBENTUKAN
LOYALITAS KONSUMEN KAFE KOPI X
Oleh :
KRISHNA PADJA KURNIAWAN
A 14104103
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
RINGKASAN
KRISHNA PADJA KURNIAWAN. Faktor-Faktor Experiential Marketing dan
Emotional Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan dalam Pembentukan
Loyalitas Konsumen Kafe Kopi X. (Di bawah bimbingan JAJAH K.
WAGIONO).
Kopi merupakan salah satu komoditas yang penting bagi perekonomian
dunia. Hal ini terlihat dari jumlah konsumsi kopi per gelasnya yang mencapai 500
milyar gelas per tahun dengan total produksi kopi dunia adalah sebesar 7.80 juta
ton pada tahun 2006. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia (gram/kapita/hari)
komoditas kopi selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Hal ini
merupakan sebuah peluang pasar yang sangat baik, terutama bagi para pengusaha
agribisnis untuk mengembangkan komoditas kopi menjadi suatu produk yang
memiliki nilai tambah. Di seluruh dunia jumlah penjual kopi termasuk kafe-kafe,
kios dan pabrik pengeringan kopi berjumlah sekitar 17.400 unit dengan total
penjualan 8.96 milyar dolar di tahun 2003. Di Indonesia sendiri, tiap tahun jumlah
restoran pun mengalami peningkatan sehingga menyebabkan restoran-restoran
kopi tersebut harus bersaing untuk mendapatkan konsumen dan mempertahankan
loyalitas konsumen yang sudah ada. Dengan demikian, restoran-restoran ini harus
menerapkan berbagai strategi pemasaran dan strategi merek dalam mendapatkan,
memuaskan dan mempertahankan konsumen agar loyal terhadap mereknya
masing-masing.
Salah satu restoran kopi yang unik dan merupakan restoran kopi yang
murni dimiliki dan dikelola oleh orang Indonesia adalah Kafe kopi X. Seiring
perkembangan gerai-gerai Kafe kopi X yang ada, beberapa gerai Kafe kopi X juga
mengalami penutupan. Padahal jumlah restoran atau Kafe kopi saat ini sedang
mengalami peningkatan, artinya tingkat persaingan pun semakin meningkat pula.
Ha ini mengharuskan Kafe kopi X untuk mampu bersaing dengan pesaing-pesaing
sejenis baik yang berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri. Demi
mendekatkan, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, maka
produsen melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman yang unik, positif
dan mengesankan kepada konsumen dan juga membuat merek mereka selalu
berada dalam benak konsumen, yang kesemuanya itu tercakup ke dalam bagian
Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor
Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) menjadi komponen
utama dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X dan menganalisis
faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) utama
yang paling dominan dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen
Kafe kopi X.
Penelitian dilaksanakan di Kafe kopi X cabang Mal Kelapa Gading 2,
Jakarta. Data primer diperoleh dari kuisioner yang disebarkan kepada para
konsumen yang ada di restoran pada saat penelitian dan hasil wawancara dengan
pihak manajemen PT. XYZ. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi
literatur beberapa skripsi, internet dan buku yang berkaitan dengan materi
penelitian. Jumlah contoh yang diambil adalah 100 orang dengan tingkat
kesalahan pengambilan contoh sebesar 10 persen. Metode skala pengukuran
dengan menggunakan skala likert.
Data diolah dengan menggunakan analisis faktor dengan metode analisis
komponen utama untuk mereduksi faktor-faktor Experiential Marketing dan
Emotional Branding yang dipertimbangkan oleh konsumen Kafe kopi X. Hasil
analisis berupa skor faktor dari masing-masing komponen utama yang terbentuk.
Hasil tersebut digunakan sebagai variabel independen pada analisis diskriminan.
Analisis diskriminan digunakan untuk dapat mengelompokkan faktor-faktor
Experiential Marketing dan Emotional Branding yang dominan dipertimbangkan
dalam pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X. Sebagai variabel dependen
dari analisis ini adalah bentuk perilaku pasca pembelian.
Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding yang
dipertimbangkan oleh konsumen Kafe kopi X yang terdiri dari 22 faktor dapar
direduksi menjadi 4 faktor komponen utama. Komponen utama yang dihasilkan
yaitu komponen utama satu yaitu sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4),
kualitas ke preferensi (X16), relate (X5), produk ke pengalaman (X14), kejujuran ke
kepercayaan (X15). Komponen utama dua yaitu komunikasi ke dialog (X21),
website (X11), fungsi ke perasaan (X19), kemasyuran ke aspirasi (X17), pelayanan
ke hubungan (X22), konsumen ke manusia (X13), ubikuitas ke kehadiran (X20).
Komponen Utama tiga yaitu identitas (X7), komunikasi (X6), orang (X12), dan
produk (X8). Komponen utama empat yaitu co-branding (X9), lingkungan (X10),
dan identitas ke kepribadian (X18).
Faktor yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca
pembelian repeat costumer adalah faktor komponen utama dua. Untuk faktor
komponen utama yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca
pembelian clients dan advocates adalah faktor komponen utama empat.
Saran yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Faktor co-branding
yang dilakukan oleh Kafe kopi X perlu ditingkatkan. Pelaksanaan co-branding
Kafe kopi X dengan salah satu bank nasional terkemuka sebagai bentuk promo
harga dapat terus ditingkatkan. Hal ini karena terbukti bahwa faktor co-branding
merupakan faktor utama yang dominan dipertimbangkan dalam bentuk loyalitas
konsumen yang tetap tidak terpengaruh terhadap produk pesaing (clients) dan
membentuk konsumen yang dapat merekomendasikan Kafe kopi X kepada orang
lain (advocates). Penelitian selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan
meneliti co-branding yang dilakukan antara Kafe kopi X dan bank tersebut, atau
bentuk-bentuk co-branding yang lainnya.
FAKTOR-FAKTOR EXPERIENTIAL MARKETING
DAN EMOTIONAL BRANDING (EXEM) YANG
DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBENTUKAN
LOYALITAS KONSUMEN KAFE KOPI X
Oleh :
KRISHNA PADJA KURNIAWAN
A 14104103
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Skripsi : Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) yang Dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas
Konsumen Kafe Kopi X
Nama
: Krishna Padja Kurniawan
NRP
: A 14104103
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Jajah K. Wagiono, M.Ec
NIP. 130 350 044
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG
BERJUDUL FAKTOR-FAKTOR EXPERIENTIAL MARKETING DAN
EMOTIONAL
BRANDING
(EXEM)
YANG
DIPERTIMBANGKAN
DALAM PEMBENTUKAN LOYALITAS KONSUMEN KAFE KOPI X,
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN
BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Mei 2008
KRISHNA PADJA KURNIAWAN
NRP. A 14104103
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Juni 1986 dari Ayah H.
Bambang Edi Purnomo dan Ibu Suhaemi. Penulis merupakan anak kedua dari dua
bersaudara.
Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU N 68 Jakarta Pusat dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif dalam beberapa
organisasi dan kepanitiaan. Diantaranya adalah menjadi anggota departemen PR
(public relation) MISETA tahun 2005, kepanitian masa perkenalan fakultas
pertanian, masa perkenalan kampus dan yang terakhir adalah sebagai wakil ketua
dalam field trip mahasiswa manajemen agribisnis angkatan 41 ke Jawa dan Bali
(AA’ Rodjali). Selain itu penulis juga pernah menjadi crew dan penyiar di radio
komunitas IPB Agri FM pada tahun 2005-2006. Berkat pengalaman tersebut,
penulis juga sering diminta untuk menjadi master of ceremony (MC) pada
beberapa acara yang dilakukan oleh mahasiswa maupun program studi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Agribisnis,
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan kakak
penulis yang telah memberikan dukungan yang tak pernah putus selama penulsi
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bimbingan
dari Ir. Jajah K. Wagiono, M.Ec yang telah bersedia memberikan arahan dan
masukan-masukan agar penelitian ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun
demikian penulis berharap semoga hasil peneltian ini dapat memberikan manfaat
yang berarti.
Bogor, Mei 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan,
dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Mama dan Papa, atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan yang tak pernah
henti. Semoga Allah selalu memberikan karunia-Nya kepada kita sekeluarga,
Amien.
2. Mba Luki dan Mas Galuh, yang telah memberikan dukungan dan masukanmasukan kepada penulis serta kasih sayang yang juga tak pernah putus.
3. Ir. Jajah K. Wagiono, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan
waktu, mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan-masukan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji utama yang telah bersedia
menjadi penguji dan memberikan saran serta kritik dalam menyempurnakan
skripsi ini.
5. Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen penguji wakil departemen yang telah
memberikan masukan-masukan dalam perbaikan penulisan skripsi ini.
6. Ibu Tessa dari PT. XYZ yang telah membantu penulis dalam proses perizinan
dalam turun lapang di Kafe kopi X. Pak Ali, Pak Ikhsan, Pak Emil dan seluruh
karyawan Kafe Kopi X cabang MKG2 yang telah membantu penulis dalam
proses turun lapang untuk mendapatkan responden.
7. Staff dosen pengajar PS Agb, makasih bwt ilmunya dan kesabarannya..
8. Sahabat-sahabat ku, Mita (for all of the things we’ve done), Fadhel (for all
supports and suggest), Randi (for all the help and cheerfulness,hehe..), Deris.
(for making me ur best friend). Terima kasih atas persahabatan selama ini,
semua yang pernah kita lalui tidak akan ku lupakan. Semoga persahabatan kita
dapat terus berlanjut di kemudian hari.
9. Fanny , Widy, Sastrow, Suci, Rani, Nunk, Intan, Tere, Agnes, Pretty, (orangorang ini, klo udah ngumpul,,deuh rame banget..!!)
10. Utari & yudhi (yg udah bersedia direpotin gara2 seminar ku), tedjo (diskusi
tentang kehidupan secara mendalam yang cuma kita aja yang ngerti,,hehe..)
11. Yoga (kerjasama di AA’ Rodjali, Top Banget... thx juga buat motor lu yg siap
gw pinjam kapan aja..hehehe), Mamieq & Ragil (semoga langgeng,,amien..),
Dinna (temen seperjuangan dari SMA), Anggoy (yang ngehibur banget waktu
gw lagi puyeng,,hehehe), Gery, Duta, Aliy (gerombolan bahbengket yang
kompak bgt..)
12. Nunik, Kiki, Erik (Temen-temen seperjuangan... tetap semangat ya,,,), Wahid
(yang sabar diskusi skripsi sm gw, makasih laptopnya ya bwt seminar n
sidang)
13. AA’ Rodjali 2K8 ’s Crew,, bersama kalian gw tau gimana rasanya berjuang
sama-sama bwt dapatin tujuan qt, mulai dari ngamen, jualan baju, bazar,
sampe ngliat kalian muter2 jakarta. Pengalaman di perjalanan juga ga bisa gw
lupain, seru bgt, sweet bgt..!! thx guys..!! thx gals..!! Refresh Ur Heart, Mind
and Soul..
14. Teman-teman Agb yang lain Nurani, Arisman, Dini, Kasep, Cumi, Cimaey,
Bekem, Menik, Lia, Taufik, Tifa, Widya, Dita, Mega, Icank, Mela, Chika,
Wahyu, Ine, Testi, Acuy, Endang, Mimi, Agus, Remmy, Wanti, Neneng,
Dani, Luqman, Bapuq, Pakde, Rangga, Nanien, Dika, Bibib, Rini, Cahyo,
Jadul, Fandy, Ipung, Harritz, Icha, Yessica, Vernov, Tika, Yuz, Efendy,
Triyadi, Nunu, Evan, saut, Sevia, Tutik, Rizal. (dan semua temen2 yang
namanya lupa kesebut..maaf yaa..)
15. AA Crew (Uda Roni, Fandra, Ucup, Doni, Uda Novit, Edo, Agung, Bang
Harun, Adit, pokoknya semuanya), makasih bwt dukungan selama kita seatap,
hehehe...
16. Teman-teman KKP Begawat, Abi, Eka, Novi, Mega, Tri, Lenny. Makasih
udah mempercayakan kordes ke gw, semoga gw ga mengecewakan kalian.
17. Mba Dian, Mba Dewi, Teh Ida, Pak Ucup yang udah bantu dalam proses
administrasi biar segala urusan lancar...
18. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala
doa, dukungan dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis.
DAFTAR ISI
.
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xv
I PENDAHULUAN..................................................................................
1.1. Latar Belakang............................................................................
1.2. Perumusan masalah.....................................................................
1.3. Tujuan Penelitian........................................................................
1.4. Kegunaan Penelitian...................................................................
II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................
2.1. Kopi.............................................................................................
2.1.1. Sejarah Kopi...................................................................
2.1.2. Aspek Budidaya Tanaman Kopi...................................
2.1.3. Proses Pengolahan Kopi................................................
2.1.4. Kopi dari Sudut Kesehatan............................................
2.2. Pengertian Experiential Marketing.............................................
2.3. Pengertian Emotional Branding..................................................
2.4. Loyalitas Konsumen...................................................................
2.5. Penelitian Terdahulu...................................................................
III KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................
3.1. Kerangka pemikiran teoritis.......................................................
3.1.1. Teori Permintaan Individu.............................................
3.1.2. Perilaku Konsumen .......................................................
3.1.3. Pemasaran......................................................................
3.1.4. Experiential Marketing dan Emotional Branding…….
3.1.5. Branding dengan Emotional Branding..........................
3.1.6. Hubungan EXEM terhadap Loyalitas Konsumen..........
3.1.7. Variabel Penelitian.........................................................
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional...............................................
IV METODE PENELITIAN.......................................................................
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................
4.2. Jenis dan Sumber Data...............................................................
4.3. Teknik Penentuan Jumlah Sampel..............................................
4.4. Metode Skala Pengukuran..........................................................
4.5. Pengolahan dan Analisis Data....................................................
4.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas.........................................
4.5.2. Analisis Deskriptif.........................................................
4.5.3. Analisis Faktor...............................................................
4.5.4. Analisis Diskriminan.....................................................
4.6. Definisi Konstitutif dan Operasional..........................................
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN...............................................
VI HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................
6.1
Profil Responden….. ………………………………………….
1
1
5
9
10
11
11
11
12
14
15
17
20
21
25
29
29
29
34
42
45
50
52
54
58
61
61
61
62
63
63
64
65
66
68
69
71
75
75
6.1.1. Jenis Kelamin dan Usia Responden….……………..…
6.1.2. Tingkat Pendidikan Responden……………………..…
6.1.3. Pekerjaan Responden…………………………….……
6.1.4. Rata-Rata Penghasilan Responden tiap Bulan...............
6.2. Uji Validitas dan Reliabilitas.....................................................
6.3. Identifikasi Faktor-Faktor EXEM yang Dipertimbangkan
Konsumen di Kafe kopi X..........................................................
6.4. Komponen Utama Faktor-Faktor EXEM yang
Dipertimbangkan Konsumen Kafe Kopi X................................
6.4.1. Komponen Utama satu...................................................
6.4.2. Komponen Utama dua....................................................
6.4.3. Komponen Utama tiga....................................................
6.4.4. Komponen Utama Empat...............................................
6.4.5. Penentuan Skor Faktor...................................................
6.5. Faktor-Faktor EXEM yang Dipertimbangkan dalam
Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe kopi X.......................
6.5.1 Analisis Diskriminan .....................................................
6.5.2 Uji Kelayakan Variabel..................................................
6.5.3 Faktor-Faktor EXEM yang Dominan Dipertimbangkan
dalam pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe kopi X.
VII KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
7.1. Kesimpulan …………………………………………………..
7.2. Saran............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
LAMPIRAN......................................................................................................
75
76
77
77
78
79
80
81
86
90
92
93
94
95
96
98
101
101
102
103
106
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Negara-negara 10 besar produsen kopi di dunia..................................
1
2 Karakteristik ekonomi dari komoditas kopi di Indonesia.....................
3
3 Luas area produksi tanaman kopi (ha) di indonesia tahun 2000-2007.
3
4 Pertumbuhan jumlah restoran di Indonesia tahun 1997-2005..............
4
5 Keuntungan dan kerugian mengkonsumsi kopi dari sudut kesehatan.. 16
6 Operasionalisasi variabel...................................................................... 56
7 Operasionalisasi variabel dalam pertanyaan........................................ 57
8 Jenis dan sumber data………………………………………………..
61
9 Urutan nilai communality masing-masing variabel.............................. 80
10 Variabel penciri dan nilai loading komponen utama........................... 81
11 Classification function coefficients....................................................... 99
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Halaman
Roda Loyalitas………………………………………………………..
23
Kurva Indiferens...................................................................................
30
Kendala Anggaran................................................................................
31
Maksimisasi Utilitas.............................................................................
32
Peta Kurva Indiverens Individu (A) dan Kurva Permintaan (B).........
33
Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen..........................
35
Tahapan Proses Keputusan Pembelian................................................
40
Konsep Pemasaran...............................................................................
42
Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Rakyat..........................................
44
Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Besar............................................
45
Kerangka Pemikiran Operasional........................................................
60
Diagram Jenis Kelamin Responden.....................................................
75
Diagram Usia Responden....................................................................
76
Diagram Tingkat Pendidikan Responden............................................
76
Diagram Jenis Pekerjaan Responden..................................................
77
Diagram Penghasilan Rata-Rata Per Bulan.........................................
78
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Kuisioner Penelitian............................................................................... 107
2 Ringkasan Penelitian Terdahulu............................................................ 110
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas....................................................... 114
4 Hasil Output Principal Component Analysis…………………………….. 116
5 Hasil Output Analisis Diskriminan…………………………………… 119
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi merupakan salah satu komoditas yang penting bagi perekonomian
dunia. Hal ini terlihat dari jumlah konsumsi kopi per gelasnya yang mencapai 500
milyar gelas per tahun. Selain itu juga tercatat ada 25 juta produsen kecil di
seluruh dunia yang meggantungkan hidup pada komoditas kopi (Wikipedia,
2007). United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dalam wikipedia
(2007) mencatat total produksi kopi dunia adalah sebesar 7.80 juta ton pada tahun
2006 dengan persebaran produksi kopi terbesar dunia diklasifikasikan kepada
negara sepuluh besar produsen kopi dunia. Brazil merupakan negara terbesar
pertama yang memproduksi kopi di dunia diikuti oleh Vietnam, Kolombia,
Indonesia, Meksiko, India, Ethiopia, Guatemala, Honduras dan Peru (Wikipedia,
2007). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan untuk
konsumsi kopi, sepertiga dari konsumsi dunia terjadi di Amerika utara dan Eropa.
Tabel 1 Negara-Negara 10 Besar Produsen Kopi di Dunia
No.
Negara
Produksi (juta ton)
1. Brazil
2.59
2. Vietnam
0.85
3. Kolombia
0.70
4. Indonesia
0.65
5. Meksiko
0.29
6. India
0.27
7. Ethiopia
0.26
8. Guatemala
0.26
9. Honduras
0.19
10. Peru
0.17
11. Lain-lain
1.57
Total produksi dunia
7.80
Sumber : FAO 2006
Indonesia sebagai negara yang menempati peringkat ke-empat produsen
kopi terbesar di dunia memiliki berbagai karakteristik ekonomi dari komoditas ini.
Dari Tabel 2 dapat kita lihat bahwa produksi mengalami kenaikan sampai tahun
2002 menjadi 682019.00 (1000 ton) dan mulai menurun untuk tahun-tahun
selanjutnya hingga tahun 2005. Produksi kopi kemudian meningkat kembali di
tahun 2006 sebesar 1.9 persen menjadi 652668.00 (1000 ton). Indonesia juga
mengekspor komoditas kopinya ke berbagai negara dan tercatat mengalami
kenaikan tiap tahunnya hingga tahun 2005 yaitu menjadi 498372.00 (1000 dollar).
Pada tahun 2001 terjadi penurunan yang sangat signifikan dari nilai ekpor tahun
2000 yaitu sebesar 40.8 persen menjadi 184627.68 (1000 dollar). Selain
mengekspor, Indonesia juga melakukan impor kopi, namun nilai impor ini jauh
lebih kecil daripada nilai ekpor itu sendiri. Nilai impor hanya mengalami kenaikan
pada tahun 2003 sebesar 1.5 persen namun mengalami penurunan yang sangat
signifikan pada tahun 2005 sebesar 56.25 persen. Nilai impor yang cenderung
menurun mungkin saja terjadi karena komoditas kopi yang biasa dikonsumsi di
dalam negeri sebelumnya masih berasal dari negara lain tapi kali ini telah dapat
dipenuhi oleh produsen-produsen dalam negeri.
Tingkat konsumsi masyarakat (gram/kapita/hari) komoditas kopi selalu
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Tabel 2). Hal ini merupakan sebuah
peluang pasar yang sangat baik, terutama bagi para pengusaha agribisnis untuk
mengembangkan komoditas kopi menjadi suatu produk yang memiliki nilai
tambah. Sedangkan untuk harga kopi yang diterapkan oleh produsen di Indonesia
mengalami fluktuasi yang beragam dari tahun ke tahun. Besarnya fluktuasi
tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Ekonomi dari Komoditas Kopi di Indonesia
Produksi
Nilai Ekpor
Nilai
Tingkat
Harga
(1000 ton) (1000 dollar)
Impor
konsumsi
produsen
(1000
(gr/kapita/ hari)
(dollar/ton)
dollar)
2000 554574.00
312220.00
10664.00
2.73
917.48
2001 569234.00
184627.68
4650.00
3.19
762.80
2002 682019.00
218907.00
3700.00
3.65
580.90
2003 663571.00
251252.00
3758.00
4.07
660.80
2004 647385.00
283327.00
4698.00
4.45
646.75
2005 640365.00
498372.00
2055.00
4.82
658.74
2006 652668.00
Sumber : Food and Agricultural Organization (2007)
Luas area produksi tanaman kopi di Indonesia pernah mengalami
penurunan di tahun 2003 dan 2005, namun kemudian mengalami kenaikan di
tahun berikutnya yaitu di tahun 2004 dan 2006 (Tabel 3). Kendati adanya
fluktuasi terhadap luas area budidaya tanaman kopi, namun dapat dikatakan
bahwa rakyat Indonesia masih mempercayakan komoditas kopi sebagai komoditas
yang memiliki peluang baik untuk dibudidayakan. Hal ini dapat dilihat dari luas
area budidaya tanaman kopi yang diperkirakan meningkat cukup baik sebesar 1.27
persen pada tahun 2007 dan tentu saja kenaikan luas area di tahun berikutnya
setelah terjadi penurunan luas area.
Tabel 3. Luas Area Produksi Tanaman Kopi di Indonesia Tahun 2000-2007
Luas Area (Ha)
Tahun
Perkebunan
Perkebunan Besar
Perkebunan Besar
Total
Rakyat
Nasional
Swasta
2000
1.192.322
40.645
27.720 1.260.687
2001
1.258.628
26.954
27.801 1.313.383
2002
1.318.020
26.954
27.210 1.372.184
2003
1.240.222
26.597
25.091 1.291.910
2004
1.251.326
26.597
26.020 1.303.943
2005
1.202.392
26.641
26.239 1.255.272
2006*
1.210.445
26.776
26.405 1.263.203
2007**
1.225.793
27.116
26.385 1.279.220
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2007)
*) Angka sementara
**) Estimasi dengan Model Double Exponential Smoothing
Agribisnis kopi di Indonesia dapat dikatakan memiliki peluang untuk
diusahakan, hal ini terlihat dari kenaikan konsumsi yang senantiasa meningkat
tiap tahunnya (Tabel 2). Keadaan demikian tentu saja mempengaruhi banyaknya
produsen kopi dalam bentuk bubuk ataupun dalam bentuk restoran kopi. Di tahun
2005 tercatat ada 145 perusahaan perkebunan yang mengusahakan komoditas kopi
(BPS, 2006). Banyaknya produsen ini menyebabkan tingkat persaingan semakin
ketat dan mengharuskan produsen untuk melakukan berbagai usaha untuk
menjadikan mereknya sebagai merek yang tetap berada pada pilihan konsumen.
Tabel 4. Pertumbuhan Restoran di Indonesia
Tahun
Jumlah Restoran
1997
9.520
1998
9.798
1999
9.926
2000
10.135
2001
10.386
2002
10.674
2003
10.927
2004
10.953
2005
11.016
Sumber : Badan Pusat Statistik (2005)
Pertumbuhan (persen)
2,92
1,31
2,11
2,48
2,77
2,37
0,24
0,58
Salah satu subsistem dalam sistem agribisnis kopi adalah restoran kopi
yang berada pada subsistem agribisnis hilir. Di seluruh dunia jumlah penjual kopi
termasuk kafe-kafe, kios dan pabrik pengeringan kopi berjumlah sekitar 17.400
unit dengan total penjualan 8.96 milyar dolar di tahun 2003 (Wikipedia, 2007).
Restoran-restoran dan pabrik-pabrik kopi ini telah menguasai pasar dan memiliki
tempat sendiri di mata konsumen mereka. Di Indoesia sendiri, tiap tahun jumlah
restoran pun mengalami peningkatan (Tabel 4). Seiring dengan meningkatnya
jumlah restoran-restoran yang ada, persaingan pun akan senantiasa meningkat
sehingga menyebabkan restoran-restoran kopi tersebut harus bersaing untuk
mendapatkan konsumen dan mempertahankan loyalitas konsumen yang sudah
ada. Demi mendekati, mendapatkan dan mempertahankan konsumen loyal, maka
produsen melalui produknya perlu menghadirkan pengalaman yang unik, positif
dan mengesankan kepada konsumen (Sutisna, 2005). Selain itu, saat ini dunia
pemasaran berkembang menuju pola pemusatan kepada konsumen, bukan lagi
pada produk yang mereka jual semata untuk memuaskan konsumen mereka
hingga membuat konsumen loyal terhadap merek mereka (Gobé, 2005).
1.2. Perumusan masalah
Restoran kopi atau Kafe kopi di Indonesia saat ini terdiri atas Kafe kopi
yang diusahakan oleh pengusaha luar negeri dan oleh pengusaha dalam negeri.
Kafe kopi luar negeri antara lain Starbucks Coffee, Coffee Bean and Tea Leaf,
Famous Amos, Wiens Caffee, Gloria Jeans, Cup & Cino, Ya Kun, Caswell’s fine,
Dakken Coffee and Steak, William Caffe, dan Scoops Gourmet Coffee Shops.
Sedangkan pengusaha dalam negeri yang juga patut diperhatikan adalah Kafe
Excelso atau ada juga Bakoel Koffie (Raharjo, 2004). Banyaknya restoran kopi
sejenis
menyebabkan
terjadinya
persaingan
yang
semakin
ketat
dan
mengharuskan restoran-restoran ini untuk menerapkan berbagai strategi
pemasaran
dan
strategi
merek
dalam
mendapatkan,
memuaskan
dan
mempertahankan konsumen agar loyal terhadap mereknya masing-masing.
Salah satu restoran kopi yang unik dan merupakan restoran kopi yang
murni dimiliki dan dikelola oleh orang Indonesia adalah Kafe kopi X. Jumlah
gerai Kafe kopi X saat ini telah mencapai lebih dari 50 buah gerai yang tersebar
lebih dari 15 kota di Indonesia dan saat ini sedang mengekspansi pasar luar
negeri. Kafe kopi X menjadi berkembang karena membidik sasaran pasar yang
jelas dengan mengembangkan konsep pelayanan yang disesuaikan dengan potensi
lokasi yang ada serta daya beli masyarakat sekitarnya. Hal ini terbukti dengan
membuat tiga jenis gerai kopi dengan target pasar dan positioning berbeda, yaitu
Kafe kopi X, X Express dan de’ X.
Namun seiring perkembangan gerai-gerai Kafe kopi X yang ada, beberapa
gerai Kafe kopi X juga mengalami penutupan. Hal ini terjadi beberapa tahun
belakangan. Padahal jumlah restoran atau Kafe kopi saat ini sedang mengalami
peningkatan, artinya tingkat persaingan pun semakin meningkat pula. Kondisi
persaingan dari restoran kopi sejenis yang bermunculan dengan beragam strategi
pemasaran yang juga tak kalah hebatnya, membuat Kafe kopi X harus mampu
bersaing dengan pesaing-pesaing sejenis baik yang berasal dari dalam negeri
ataupun dari luar negeri. Dalam usaha meningkatkan dan mempertahankan pangsa
pasar, Kafe kopi X hendaknya mengetahui secara mendalam mengenai perilaku
konsumen
sasaran
tersebut.
Demi
mendekatkan,
mendapatkan
dan
mempertahankan konsumen loyal, maka produsen melalui produknya perlu
menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen
dan juga membuat merek mereka selalu berada dalam benak konsumen, yang
kesemuanya itu tercakup ke dalam bagian Experiential Marketing dan Emotional
Branding (EXEM).
Restoran kopi atau Kafe kopi dapat dikatakan memiliki keunikan karena
berawal dari kopi yang dalam pelaksanaan bentuk penawarannya dapat memasuki
berbagai industri. Kopi dapat bertindak sebagai commodities jika masih dalam
bentuk kopi mentah atau green coffee. Jika sudah diolah, diberi aroma, dikemas
dan diberi merek maka kopi menjadi goods, tak lagi komoditi. Jika kopi itu
dihidangkan di hotel, maka kopi menjadi services, karena konsumen tidak peduli
apakah kopi itu merek A atau B, yang konsumen tahu adalah kopi tersebut
merupakan kopinya hotel X atau hotel Y. Namun ketika kopi dihidangkan di Kafe
Kopi, maka kopi itu naik derajat lagi menjadi experience, karena disana kopi tidak
hanya dihidangkan dengan layanan yang bagus, tapi juga dirancang untuk
menciptakan memorable experience (Kartajaya,2003).
Seperti dikutip dalam Experiential Marketing Forum atau EMF (2007),
Experiential marketing digunakan untuk menceritakan hal-hal yang sulit untuk
dikomunikasikan dalam periklanan secara tradisional. Beragam acara dan aktivitas
direncanakan untuk mendapatkan interaksi antara calon konsumen dengan
pemasar, kegiatan ini didisain untuk menciptakan pengalaman yang akan menjadi
sebuah cerita.
Penelitian yang ditulis oleh Bigham (2005) terhadap 2.574 orang
konsumen dapat diketahui bahwa lebih dari dua pertiga dari seluruh konsumen
menyatakan
bahwa
experiential
marketing
akan
sangat
mempengaruhi
keseluruhan opini tentang suatu merek atau produk. Bahkan, 70 persen dari
mereka menyatakan bahwa keikutsertaan mereka dalam acara-acara yang
mengemukakan tentang pemasaran berdasarkan pengalaman dapat meningkatkan
pertimbangan mereka dalam melakukan pembelian, dan 57 persen menyatakan
bahwa akan lebih cepat melakukan pembelian. Pemasaran seperti ini juga
memperlihatkan cara untuk meningkatkan ROI (Return on Investment), dimana 75
persen dari konsumen mengatakan bahwa pemasaran dengan cara ini akan
membuat mereka lebih menerima produk atau promosi produk tersebut. Selain itu
75 persen dari konsumen juga mengatakan bahwa mereka akan menyampaikannya
kepada orang lain, walaupun hanya lewat mulut saja. Kendati 73 persen dari
seluruh responden belum pernah ikut serta dalam acara yang membahas tentang
pemasaran berdasarkan pengalaman ini, data ini tentu saja mengindikasikan
adanya kesempatan bagi para pemasar untuk melakukannya di kemudian hari.
Gobé (2005) menyatakan bahwa Emotional branding telah membuka jalan
kepada semua bentuk pemikiran baru, yaitu meneliti bagaimana merek dapat
berhubungan dengan orang dengan cara yang lebih sensitif dan humanis serta
menyentuh tingkat perasaan dan emosi seseorang secara mendalam. Salah satu
penemuan yang luar biasa dari emotional branding yang membuat kekuatan
konsumen adalah merek itu sendiri. Emotional branding menjadikan merek untuk
memiliki strategi yang unik dan mendorong, menerapkan visual, taktik dan katakata verbal yang menciptakan kepribadian yang dapat menjadikan merek dapat
berdiri kuat dari kompetisi dan memenangkan hati orang lain atau konsumen.
Experiential marketing dan emotional branding (EXEM) selanjutnya
menjadi jalan bagi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan loyalitas
konsumen perusahaan tersebut. Menurut Hlavinka (2007) jika kita memperhatikan
inovasi terhadap pemasaran untuk mendapatkan loyalitas untuk masa yang akan
datang, maka akan ada tiga tren yang muncul. Tren-tren tersebut dapat dikatakan
sesuai dengan konsep EXEM itu sendiri. Pertama adalah the power of network
(kekuatan jaringan). Pemasar harus membangun jaringan dengan membuat suatu
hubungan dengan konsumen. Semakin mampu untuk melakukan hubungan antara
perusahaan dengan konsumen dan membuat hubugan yang baik diantara
konsumen itu sendiri, maka semakin kuat pula merek perusahaan itu nantinya.
Kedua adalah the power of data (kekuatan data). Data tentang loyalitas konsumen
merupakan hal yang sangat penting untuk dimengerti. Pemasar tidak dapat
mengatur hubungan atau mempertinggi pengalaman yang dialami konsumen di
toko tanpa mengetahui siapa konsumen mereka. Ketiga adalah the power of
convergence (kekuatan pemusatan). Adanya kesatuan atau koalisi memungkinkan
perusahaan memenangkan pemikiran konsumen untuk megkonsumsi produk dari
perusahaan yang terkoalisi sementara konsumen yang lain masih mengkonsumsi
produk-produk yang terkenal.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian yang akan dianalisis
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) apa
saja yang dapat dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen
Kafe kopi X?
2. Faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) utama
apa paling dominan dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas konsumen
Kafe kopi X?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional
Branding (EXEM) menjadi komponen utama dalam pembentukan loyalitas
konsumen Kafe kopi X.
2. Menganalisis faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) utama yang paling dominan dipertimbangkan dalam pembentukan
loyalitas konsumen Kafe kopi X.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi :
1.
Penulis yaitu sebagai sarana belajar terutama dalam mengaplikasikan ilmu
yang telah dipelajari di perkuliahan.
2.
PT. XYZ sebagai perusahaan yang mengelola Kafe kopi X untuk
mendapatkan
masukan-masukan
dalam
mengetahui
kondisi
perilaku
konsumennya. Dengan mengetahui kondisi tersebut, PT. XYZ dapat
mempertimbangkan masukan tersebut dalam menyusun serangkaian strategi
untuk menguatkan daya saing Kafe kopi X diantara gerai-gerai kopi sejenis
dan mempertahankan konsumen yang telah ada serta mendapatkan konsumen
potensial yang baru.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kopi
2.1.1. Sejarah Kopi
Kopi adalah sejenis minuman, biasanya dihidangkan panas, dan
dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang dipanggang (Wikipedia, 2007). Kopi
pada awalnya ditemukan sekitar abad ke-9 di dataran tinggi Ethiopia dan
kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman. Setelah itu pada abad limabelas
menjangkau lebih luas ke Persia, Mesir, Turki dan Afrika utara. Dari dunia
Muslim, kopi menyebar ke Eropa dan menjadi populer selama abad ke-17.
Wikipedia (2007) juga mencatat bahwasanya ketika kopi mencapai kawasan
koloni Amerika, pada awalnya tidak sesukses di Eropa, karena dianggap kurang
bisa menggantikan alkohol. Akan tetapi, selama Perang Revolusi, permintaan
terhadap kopi meningkat cukup tinggi sehingga para penyalur harus membuka
persediaan cadangan dan menaikkan harganya secara dramatis. Minat orang
Amerika terhadap kopi bertumbuh pada awal abad ke-19, menyusul terjadinya
perang pada tahun 1812, di mana akses impor teh terputus sementara, dan juga
karena meningkatnya teknologi pembuatan minuman, maka posisi kopi sebagai
komoditas sehari-hari di Amerika menguat.
Kopi diperkenalkan di Indonesia lewat Sri Lanka (Ceylon). Pada awalnya
kopi di Indonesia berada di bawah pemerintah Belanda dan ditanam di daerah
sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi dan Bogor. Kopi juga ditanam di Jawa Timur,
Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatra dan Sulawesi. Pada permulaan abad ke-20
perkebunan kopi di Indonesia terserang hama yang hampir memusnahkan seluruh
tanaman kopi kecuali jenis kopi Arabika. Pemerintah Belanda kemudian
menanam kopi Liberika untuk menanggulangi hama tersebut. Varietas ini tidak
begitu lama populer dan juga terserang hama. Kopi Liberika masih dapat ditemui
di pulau Jawa, walau jarang ditanam sebagai bahan produksi komersial
(Wikipedia, 2007).
2.1.2. Aspek Budidaya Tanaman Kopi
Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk
ke dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak,
bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 meter. Daunnya
bulat telur dengan ujung yang agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada
batang, cabang dan ranting-rantingnya (Najiyati, 1998).
Kopi adalah tanaman tropis yang tumbuh pada daerah antara 25° lintang
utara dan 25° lintang selatan tetapi juga membutuhkan kondisi lingkungan yang
spesifik untuk penanaman secara komersial. Suhu udara rata-rata yang ideal
adalah diantara 15° - 24° C untuk kopi arabika, 24° - 30° C untuk kopi robusta.
Kondisi ini dapat ditoleransi untuk suhu yang lebih panas namun tidak dapat
ditoleransi dengan suhu dibawah 15° C. Secara umum, kopi membutuhkan curah
hujan tahunan sebesar 1500 – 3000 mm. Pola periode hujan dan kering merupakan
hal yang penting untuk pertumbuhan batang, pucuk dan pembungaan (ICO, 2008).
Kopi pada umumnya disebarkan oleh benih. Metoda penanaman kopi yang
tradisional dilakukan dengan meletakkan 20 benih pada setiap lubang pada awal
musim hujan namun separuhnya akan hilang secara alami. Kopi sering ditanam
bersama dengan tanaman pangan, seperti jagung, kacang, atau beras, untuk
penanaman di awal tahun. Dahulu, pertanian kopi dilakukan di bawah keteduhan
pohon, namun saat ini, petani menggunakan penanaman terbuka, di mana kopi
tumbuh berderet di bawah sinar matahari penuh dengan sedikit atau tidak tertuupi
oleh pepohonan. Keadaan ini menyebabkan biji kopi menjadi lebih cepat masak
dan untuk menghasilkan produksi yang lebih tinggi hanya memerlukan
pembukaan hutan dan meningkatkan penggunaan pupuk dan pestisida. Sementara
itu, penanaman terbuka juga memiliki permasalahan lingkungan seperti
penebangan hutan, polusi pestisida, pembinasaan habitat, dan penurunan kualitas
air dan lahan adalah efek samping dari penanaman dengan cara ini (Wikipedia,
2007).
Dua jenis kopi utama yang ditanam adalah Coffea canephora dan Coffea
arabica. Kopi arabika (dari coffea arabica) dianggap sebagai kopi yang pantas
untuk bermabukan dibanding kopi robusta (dari coffea canephora). Karena alasan
ini, sekitar tiga perempat bagian di seluruh dunia menanami kopi arabica. Coffea
Canephora lebih sedikit peka ke penyakit dibanding coffea arabica dan dapat
ditanami di lingkungan di mana coffea arabica tidak akan tumbuh dengan subur.
Kopi robusta juga berisi sekitar 40–50 persen lebih kafein dibanding arabica.
Karena alasan ini, kopi robusta digunakan sebagai pengganti murah untuk arabica
di dalam banyak campuran kopi komersil. Robusta yang berkualitas digunakan
dalam beberapa campuran espresso untuk menyediakan suatu busa lebih baik dan
untuk menurunkan biaya produksi ramuan itu. Jenis kopi lain yang biasa ditanami
meliputi coffea liberica dan coffea esliaca, masing-masing berasal dari Liberia
dan selatan Sudan (Wikipedia, 2007).
2.1.3. Proses Pengolahan Kopi
Biji kopi adalah benih dari buah kopi yang berwarna merah ketika matang.
Biji kopi harus dikeluarkan dari buah dan dikringkan sebelum biji tersebut dapat
dipanggang. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yang dikenal dengan metode
kering dan metode basah. Ketika proses tersebut selesai, kopi yang belum
dipanggang tersebut dikenal sebagai kopi hijau atau green coffee (ICO,2008).
Metode kering atau yang sering disebut sebagai metode alami adalah
merupakan metode yang paling tua, paling mudah dan hanya membutuhkan mesin
kecil. Metode ini mengeringkan semua buah kopi. Ada beberapa variasi dalam
bagaimana keluaran dalam proses ini, bergantung kepada ukuran penanaman,
fasilitas yang tersedia dan kualitas hasil akhir yang diiinginkan. Langkah-langkah
dasar dari metode ini adalah pembersihan, pengeringan, dan pengelupasan kulit
(ICO, 2008).
Metode Basah membutuhkan peralatan khusus dan air dalam jumlah yang
banyak. Jika metode ini dilakukan dengan baik, dapat dijamin bahwa kualitas
intrinsik dari biji kopi dapat dipertahankan dengan lebih baik, produksi kopi hijau
yang homogen dan kerusakan yang terjadi karena proses hanya sedikit. Oleh
karena itu, kopi yang diproduksi dengan metode ini biasanya dianggap sebagai
kopi yang mempunyai kualitas yang lebih baik dan menunjukkan harga yang lebih
tinggi (ICO, 2008).
Sebelum kopi dapat dinikmati, terlebih dahulu melalui beberapa proses
tahapan dalam pengolahan setelah menjadi kopi hijau. Tahap-tahap tersebut juga
menentukan bagaimana kenikmatan minuman kopi selanjutnya. Tahapan-tahapan
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pemanggangan,
yaitu
dengan
memanggang
biji
kopi
hijau
yang
mempengaruhi rasa dan mengubah serbuk kopi secara fisik dan secara
kimiawi. Dalam proses ini terjadi penurunan berat tetapi terjadi peningkatan
volume, yang menyebabkan biji kopi menjadi lebih sedikit tebal atau padat.
Kepadatan dari biji kopi kering juga mempengaruhi kekuatan dan kebutuhan
dalam pembungkusan kopi.
b. Penyimpanan, dimana setelah memanggang, serbuk biji kopi harus disimpan
dengan baik untuk memelihara rasa segarnya. Proses penyimpanan yang
paling penting adalah kondisi dingin dan kedap udara. Udara, embun, cahaya
dan panas adalah faktor lingkungan yang penting memelihara kesegaran
serbuk kopi.
c. Persiapan, yaitu kopi sebelum dinikmati terlebih dahulu digiling dan dimasak.
Kopi dapat dimasak bir dengan beberapa cara : direbus, direndam, atau dengan
menggunakan tekanan udara.
d. Penghidangan, yaitu setelah kopi dimasak, kopi dapat dihidangkan dengan
berbagai cara : langsung disajikan, disaring ataupun dicampur dengan gula,
susu atau krim. Hidangan kopi dapat berbeda-beda tergantung dari campuran
yang menyertainya atau bentuk penyajiannya (panas atau dingin).
2.1.4. Kopi dari Sudut Kesehatan
Kopi berisi beberapa campuran yang dapat mempengaruhi tubuh secara
kimiawi. Serbuk kopi sendiri berisi bahan-kimia psikotropika yang dapat
memuaskan manusia untuk mekanisme pertahanan diri mereka. Bahan-Kimia ini
adalah beracun dalam dosis besar, atau bahkan di jumlah yang normal manakala
dikonsumsi oleh orang yang menggunakan biji kopi yang masih liar. Studi ilmiah
sudah menguji hubungan antara mengkonsumsi kopi dengan kondisi-kondisi
medis seseorang. Kebanyakan studi menyebutkan kondisi berlawanan seperti pada
kopi yang dikatakan mempunyai manfaat kesehatan spesifik, dan hasilnya juga
menyebutkan banyak hal negatif efek konsumsi kopi (Wikipedia, 2007).
Keuntungan dan kerugian mengkonsumsi kopi dari sudut kesehatan dapat dilihat
pada Tabel 5.
Kopi memiliki kandungan kafein, yang bertindak sebagai suatu stimulan.
Karena alasan inilah kopi sering dikonsumsi pagi-pagi dan selama bekerja. Riset
terbaru telah membongkar efek kopi yang ternyata memberikan rangsangan
tambahan yang tidak dihubungkan dengan isi kafeinnya. Kopi berisi suatu bahan
kimia agen yang tak dikenal yang dapat merangsang produksi kelenjar hormon
dan adrenalin, yang keduanya merupakan hormon merangsang (Wikipedia, 2007).
Tabel 5. Keuntungan dan Kerugian Mengkonsumsi Kopi dari Sudut
Kesehatan
Keuntungan
Kerugian
1. Menyebabkan gelisah dan
1. Mengurangi resiko penyakit
perubahan waktu tidur
alzeimer
2. Menyebabkan sembelit
2. Mengurangi resiko penyakit
3. Menyebabkan gigi kuning
gallstone
4. Meningkatkan kolesterol
3. Mengurangi resiko penyakit
5. Mempengaruhi tekanan darah
parkinson
4. Meningkatkan kemampuan kognitif 6. Memberikan efek dari kehamilan
dan menopause
5. Meningkatkan pengurang rasa sakit
7. Menyebabkan penyakit arteri
6. Anti diabetes
koroner
7. Anti kanker
8. Melindungi jantung
9. Diuretik
10. Anti oksidan
11. Mencegah kerusakan gigi
12. Mencegah encok
2.2. Pengertian Experiential Marketing
Experiential Marketing adalah sebuah metodologi atau konsep yang
bergerak dari cara pemasaran yang sebelumnya tradisional baik dalam hal ciri-ciri
ataupun keuntungannya. Experiential Marketing menghubungkan konsumen
dengan merek dengan cara personal dan yang mengesankan. Experiential
Marketing dapat dikatakan sebagai pemasaran berdasarkan pengalaman konsumen
karena cara untuk mengkomunikasikan inti dari merek adalah melalui pengalaman
personal individu. Experiential Marketing telah menjadi alternatif metodologi
pemasaran dan telah bertambah populer menjadi metodologi yang diadaptasi lebih
luas oleh para pemasar (Wikipedia, 2007).
Bigham (2005) menjelaskan bahwa pemasaran berdasarkan pengalaman
adalah ketika konsumen berinteraksi dengan produk, merek atau duta merek
secara tatap muka dan merupakan cara yang lebih efektif diantara cara pemasaran
yang lainnya untuk mempengaruhi keinginan konsumen. Dunia pemasaran saat ini
hendaknya lebih berkembang dan lebih memiliki variasi metode untuk
mempertahankan konsumen. Seperti halnya yang dikatakan oleh Mc Call dalam
Bigham (2005), metode pemasaran harus lebih inovatif dan intensif untuk
mempertahankan pelanggan yang ada dengan realita baru dari pesaing-pesaing.
Mc Call juga menjelaskan bahwa Experiential Marketing menawarkan strategi
merek yang diperlukan untuk menjangkau target mereka. Penelitian yang
dilakukan oleh Jack Morton Worldwide memperlihatkan bahwa Experiential
Marketing sangat efektif untuk mempengaruhi persepsi merek dan keputusan
pembelian, dan tentu saja masih berguna dalam mendapatkan konsumen (Bigham,
2005)
Konsumen saat ini adalah konsumen yang memiliki kesibukan yang
sangat tinggi dan kurang dapat meluangkan waktu untuk melakukan pilihanpilihan pembelian sesuai dengan yang mereka butuhkan. Tentu saja dalam
menentukan keputusan-keputusan tersebut, konsumen membutuhkan tanggapan,
pengakuan dan komunikasi yang wajar, dan keadaan tersebut mengindikasikan
bahwa cara yang terbaik untuk mereka adalah melaui pengalaman yang
didapatkan secara personal, dapat diingat, pengertian, emosional dan bermakna.
Sedangkan kebanyakan iklan yang dilakukan oleh pemasar masih tergantung pada
peningkatan obsesi terhadap merek melalui media massa yang tentu saja masih
merujuk pada kondisi economies of scale. Hauser (2007) menjelaskan bahwa
sekarang yang dibutuhkan oleh pemasar untuk menanggapi hal tersebut adalah
cara untuk menjangkau konsumen yang potensial yang dapat membangkitkan
emosi dan pesonalitas mereka dan menghubungkan mereka dengan merek untuk
kehidupan mereka sehari-hari. Hal inilah yang merupakan definisi kesuksesan dari
kampanye atau promosi menggunakan Experiential Marketing.
Schmitt (1999) menjelaskan bahwa pengalaman adalah peristiwa khusus
yang terjadi pada orang sebagai tanggapan atas beberapa jenis rangsangan.
Pengalaman merupakan hasil pengamatan atau keterlibatan dalam peristiwaperistiwa yang nyata atau rekayasa. Pengalaman-pengalaman seperti itu
melibatkan bagian dalam diri yaitu indera, perasaan, pikiran, dan badan.
Pengalaman melibatkan rasional dan emosional pada diri manusia. Jadi
Experiential
Marketing
adalah
kemampuan
produk
dalam
pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan konsumen.
menawarkan
Experiential Marketing forum (2007) menjelaskan bahwa secara umum
Experiential
Marketing
mewakili
kesempatan
untuk
memetakan
atau
menghubungkan kembali konsumen dan potensial konsumen dengan cara
mengesankan dan bermakna. Sebagai alat, Experiential Marketing digunakan
untuk menceritakan hal-hal yang sulit untuk dikomunikasikan dalam periklanan
secara tradisional. Beragam acara dan aktivitas direncanakan untuk mendapatkan
interaksi antara calon konsumen dengan pemasar, dan acara atau aktivitas ini
didisain untuk menciptakan pengalaman yang akan menjadi sebuah cerita.
Sebagai strategi, Experiential Marketing untuk membuat wawasan dan pola pikir
konsumen untuk memastikan bahwa perusahaan membuat pengalaman yang tepat
untuk orang yang tepat.
Experiential Marketing memberikan konsumen pengalaman dengan
produk dalam rangka untuk memberikan konsumen cukup informasi untuk
menentukan keputusan pembelian. Experiential Marketing yang kreatif ketika
dilaksanakan dengan benar akan menjadikan pengaruh yang besar bagi konsumen,
meningkatkan efektivitas bagi periklanan dan bahkan menghemat biaya
dibandingkan menggunakan iklan-iklan biasanya atau teknik marketing lainnya
(Fou, 2003).
Lenderman (2006) mengatakan bahwa experiential marketing adalah
metodologi pemasaran yang dapat menjembatani antara permintaan konsumen
yang meningkat dengan ajakan pemasar dan mereknya sesuai dengan produknya,
dan untuk mengatasi lambatnya langkah pemasar tradisional untuk segera
meninggalkan pemasaran melalui media massa yang dengan hanya satu arah,
memerintah dan mengendalikan jalan untuk membangun merek yang telah biasa
mereka lakukan selama beberapa dekade.
2.3. Pengertian Emotional Branding
Emotional branding menurut Gobé (2005) adalah saluran di mana orang
secara tidak sadar berhubungan dengan perusahaan dan dengan produk dari
perusahaan tersebut dalam suatu metode yang mengagumkan secara emosional.
Kata emosional yang dimaksud adalah bagaimana suatu merek menggugah
perasaan dan emosi konsumen, bagaimana suatu merek dapat menjadi hidup bagi
masyarakat, dan bagaimana membentuk hubungan yang mendalam dan tahan
lama.
Emotional
branding
menyediakan
alat
serta
metodologi
untuk
menghubungkan produk ke konsumen secara emosional dengan cara yang
mengagumkan. Emotional branding memfokuskan pada aspek yang paling
mendesak dari karakter manusia, keinginan untuk memperoleh kepuasan material,
dan mengalami pemenuhan emosional. Suatu merek berada pada posisi yang unik
untuk memperoleh aspek-aspek ini karena merek dapat memanfaatkan dorongandorongan aspirasional yang mendasari motivasi manusia (Gobé, 2005).
2.3.1. Empat Pilar Emotional Branding
Gobé (2005) menjelaskan bahwa konsep dasar dari proses emotional
branding didasarkan pada empat pilar penting yang menyediakan cetak biru dari
strategi emotional branding yang sukses ini. Empat pilar tersebut adalah :
a. Hubungan
Hubungan adalah tentang menumbuhkembangkan hubungan yang mendalam
dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen yang sebenarnya serta
memberikan mereka pengalaman emosional yang benar-benar mereka
inginkan.
b. Pengalaman pancaindera
Menyediakan konsumen suatu pancaindera dari suatu merek adalah kunci
untuk mencapai hubungan emosional dengan merek yang menimbulkan
kenangan manis serta akan menciptakan preferensi merek dan menciptakan
loyalitas.
c. Imajinasi
Imajinasi dalam penetapan desain merek adalah upaya yang membuat proses
emotional branding menjadi nyata.
d. Visi
Visi merupakan faktor utama kesuksesan merek dalam jangka panjang.
Perangkat perusahaan dengan visi yang kuat membantu dalam pengaturan
perusahaan agar berada dalam satu arah merek yang kohesif dan berfokus
pada resonansi emosional bagi konsumen saat ini.
2.4. Loyalitas Konsumen
Loyalitas menurut Lovelock (2004) dalam konteks bisnis adalah
menggambarkan keinginan konsumen untuk melanjutkan berlangganan pada suatu
perusahaan dalam jangka panjang, melakukan pembelian dan menggunakan
barang dan jasanya dengan berulang-ulang dan memilih atas dasar ekslusifitas,
dan merekomendasikan produk perusahaan tersebut kepada teman dan kolega.
Sedangkan menurut Griffin (1995) adalah suatu komitmen yang kuat dari
konsumen sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau
jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa pengaruh oleh
situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat
mereka beralih untuk membeli produk lain tersebut.
Loyalitas berkaitan erat dengan pembelian yang tentu saja mempengaruhi
penerimaan dan keuntungan perusahaan. Karena itu, loyaltitas konsumen juga
dapat berarti adanya sumberdaya penerimaan perusahaan yang konsisten selama
periode tertentu dalam waktu bertahun-tahun. Hal ini juga menjelaskan bahwa
nantinya loyalitas sangat berhubungan dengan keuntungan yang didapatkan
perusahaan. Hubungan tersebut dapat dijelaskan oleh beberapa faktor-faktor,
pertama yaitu keuntungan diperoleh dari peningkatan pembelian konsumen, kedua
yaitu kuntungan dari penurunan biaya operasi, ketiga yaitu keuntungan dari
penyerahan konsumen yang lain, dan keempat adalah keuntungan dari harga
premium (Lovelock, 2004).
Loyalitas konsumen merupakan suatu hal yang datang dengan proses dan
merupakan hal yang harus dibangun sejak awal oleh perusahaan. Bagaimanapun
loyalitas tidak dapat dipastikan akan selalu ada. Loyalitas hanya akan berlanjut
selama konsumen merasa bahwa dia mendapatkan nilai yang lebih daripada yang
dapat diberikan jika mengganti produk lain. Lovelock (2004) menjelaskan ada tiga
tahapan untuk membangun loyalitas konsumen, ketiga hal tersebut diibaratkan
sebagai sebuah roda loyalitas yang saling berhubungan. Tahapan-tahapan tersebut
adalah :
a. Bangun pondasi untuk loyalitas
Melakukan segmentasi pasar untuk mencocokkan keinginan konsumen dengan
kemampuan perusahaan, selektif dengan hanya menerima konsumen yang
sesuai dengan proposi nilai inti perusahaan, mengatur dasar konsumen melalui
pelayanan bertingkat yang efektif dan memberikan pelayanan yang
berkualitas.
b. Membuat ikatan loyalitas
Perdalam hubungan dengan konsumen, memberikan ganjaran atas loyalitas,
dan membangun ikatan yang lebih tinggi.
c. Mengurangi perputaran pada poros
Memimpin perputaran dan mengawasi penurunan konsumen, memetakan
kunci dari perputaran tersebut, menangani keluhan secara efektif dan
melakukan pelayanan perbaikan saat itu juga, serta meningkatkan biaya
bertukar.
Gambar 1. Roda loyalitas (Lovelock, 2004)
Perusahaan
yang
kuat
mengetahui
titik
penting
dari
loyalitas
konsumennya dan akan membangun sistem untuk membuat konsumen tetap
berada padanya dan atau mengembalikan konsumen yang telah pergi. Hal ini
sama saja dengan membuat pagar yang kembali mengantarkan konsumen untuk
balik ke perilaku awalnya. Beberapa dari konsumen mungkin saja masih berada di
sekitar pagar tersebut, namun ada juga yang pergi, tetapi pengaruh yang tepat
dapat membuat konsumen tetap berada pada perusahaan dan juga dapat
mengembalikan yang telah pergi (Greenberg, 2007).
Dengan memenuhi
kebutuhan dalam setiap tahap tersebut, maka perusahaan memiliki peluang yang
lebih besar untuk membentuk calon pembelinya menjadi konsumen yang loyal
dan klien perusahaan (Griffin, 1995).
Tingkatan konsumen yang loyal menurut Griffin (1995) adalah :
1. Suspects (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli
barang/jasa perusahaan. Kita menyebutnya sebagai suspects karena yakin
bahwa mereka akan membeli tetapi belum mengetahui apapun mengenai
perusahaan dan barang/jasa yang ditawarkan.
2. Prospects (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan
akan barang/jasa tertentu, dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. Para
prospects ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah
mengetahui keberadaan barang dan jasa yang ditawarkan, karena seseorang
telah merekomendasika barang/jasa tersebut kepadanya.
3. Disqualified Prospects (yang tidak berkemampuan), yaitu prospects yang
telah mengetahui keberadaan barang/jasa tertentu tetapi tidak mempunyai
kemampuan untuk membeli barang/jasa tersebut.
4. First Time Consumers (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk
pertama kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru.
5. Repeat Costumers (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah
melakukan pembelian suatu poduk sebanyak dua kali atau lebih.
6. Clients (pelanggan tetap), yaitu pembeli semua barang/jasa yang mereka
butuhkan dan ditawarkan perusahaan, mereka membeli secara teratur.
Hubungan dengan jenis konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama yang
membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk perusahaan
pesaing.
7. Advocates (pelanggan pendukung), yaitu seperti clients akan tetapi juga
mengajak teman-teman mereka yang lain agar membeli barang/jasa dari
perusahaan yang bersangkutan.
2.5. Penelitian Terdahulu
Tinjauan penelitian terdahulu disajikan sebagai perbandingan dengan
penelitian-penelitian yang pernah ada terkait dengan topik dan komoditas yang
penulis teliti. Penelitian terdahulu yang akan dibandingkan adalah penelitian
terdahulu mengenai Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM),
mengenai Branding atau merek, mengenai loyalitas dan mengenai komoditas
kopi. Ringkasan penelitian dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Lampiran 2.
Penelitian tentang Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) pernah dilakukan sebelumnya. Masing-masing penelitian dilakukan
untuk menguji hubungan EXEM dengan loyalitas konsumen pada produk yang
berbeda. Selain itu juga sudah ada beberapa penelitian terkait dengan merek dan
loyalitas. Penelitian yang dilakukan oleh Tim Markplus & Co hanya meneliti
produk-produk mana saja yang telah melakukan EXEM, namun tidak meneliti
hubungan terhadap loyalitas produknya. Selain itu diantara ke-21 produk tersebut,
belum diteliti produk yang akan penulis teliti yaitu Kafe kopi X. Penelitian
Novindra (2003) dan Sutisna (2005) merupakan penelitian yang hampir sama
masing-masingnya. Mereka menghubungkan atau melihat pengaruh antara EXEM
terhadap loyalitas. Produk yang digunakan oleh Novindra (2003) adalah Susu
Kental Manis Indomilk, sedangkan Sutisna (2005) adalah Teh Botol Sosro. Alat
yang mereka gunakan pun berbeda, Novindra (2003) menggunakan alat Spearman
dan Kendall sedangkan Sutisna (2005) menggunakan analisis faktor dan
diskriminan.
Penelitian yang penulis lakukan memiliki perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan berkaitan dengan objek penelitian, hubungan antara judul, alat
analisis ataupun kerangka pemikiran. Objek penelitian yang digunakan oleh
Novindra (2003) dan Sutisna (2005) kurang dapat menjelaskan keunikan yang
seharusnya dimiliki oleh objek tersebut. Hal ini karena dalam melakukan analisis
menggunakan konsep EXEM objek yang akan dianalisis harusnya produk yang
unik agar dapat menghadirkan pengalaman di benak konsumen. Jika dimasukkan
dalam bentuk penawaran produk (Kartajaya, 2003) objek yang dianalisis oleh
Novindra (2003) dan Sutisna (2005) masih dalam tahap goods, sedangkan kafe
sebagai objek penelitian penulis telah masuk dalam tahap experience, sehingga
lebih tepat dalam melakukan analisis dengan konsep EXEM.
Penelitian mengenai merek pernah beberapa diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Indriasari (2007), Rahman (2007), Pamungkas
(2006), dan Hadi (2005). Penelitian mereka mengkaji tentang Brand (merek) dan
hubungannya dengan topik lain. Masing-masing dari penelitian tersebut
menganalisis tentang ekuitas merek (brand equity), citra merek (brand image),
posisi merek (brand positioning), dan pertukaran merek (brand switching).
Masing-masing dari analisis terhadap brand ini biasanya dihubungkan dengan
keputusan konsumen ataupun pengaruh dari promosi terhadap variabel merek
tersebut. Alat analisis yang digunakan bervariasi tergantung dari variabel apa yang
diteliti dan akan dihubungkan dengan variabel apa penelitian tersebut. Alat
analisis yang umumnya digunakan adalah analisis deskriptif, rata-rata dan
standard deviasi, Brand Switching Pattern Matrix, Multi Dimention Scaling, uji
Cohran, Buying Decision Process, Factor Analysis, Perceptual Mapping, analisis
biplot, dan regresi. Penulis melakukan penelitian yang cukup berbeda dengan
penelitian sebelumnya tentang branding. Penelitian yang dilakukan penulis adalah
meneliti hubungan Experiential Marketing terhadap Emotional Branding dan
bagaimana hubungannya dengan loyalitas. Emotional Branding merupakan muara
dari suatu konsep semua variabel brand, karena itu suatu merek yang memiliki
emotional branding, maka dapat mengatasi permasalahan-permasalahan dari yang
biasanya terjadi pada merek. Selain itu produk dan alat analisis yang digunakan
oleh penulis berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut.
Penelitian mengenai loyalitas pernah dilakukan oleh Sitompul (2007),
Setianingrum (2007), Pratiwi (2006) dan Budi (2006) dengan menghubungkan
loyalitas dengan kepuasan pelanggan, sensitivitas harga dan nilai pelanggan.
Sedangkan alat yang digunakan oleh masing-masing penulis diatas adalah analisis
deskriptif, Important Performance Analysis, Costumer Satisfaction Index, metode
Huisnan, piramida loyalitas, SEM dan Fisbein serta tabulasi sederhana. Penelitian
penulis merupakan penelitian yang lebih mendalam dibandingkan penelitianpenelitian tersebut diatas. Hal ini karena penulis menggunakan dua hal yang dapat
dikatakan memberikan pertimbangan mendalam bagi keputusan konsumen untuk
membentuk loyalitas. Untuk objek atau produk dan alat analisis pun memiliki
perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
Penelitian mengenai kopi pernah dilakukan oleh Indriasari (2007), Jati
(2006), Saragih (2007) dan Muchlis (2006). Penelitian yang dilakukan oleh
Indriasari (2007) dan Muchlis (2006) mengenai ekuitas merek. Penelitian yang
dilakukan oleh Jati (2006) mengenai analisis nilai tambah dan strategi pemasaran
kopi bubuk arabika. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Saragih (2006)
mengenai pendapatan usahatani dan pemasaran kopi.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan penulis
adalah pada konsep analisis yang dilakukan. Konsep emotional branding yang
diteliti oleh penulis lebih mendalam daripada konsep merek yang dianalisis oleh
Indriasari (2007) dan Muchlis (2006). Sedangkan perbedaan penelitian yang
dilakukan penulis dengan yang dilakukan oleh Jati (2006) yaitu nilai tambah dan
strategi pemasaran Saragih (2007) adalah pada konsep penelitian mengenai
usahatani dikaitkan dengan pemasaran kopi. Konsep tersebut diatas berbeda
dengan yang dilakukan penulis, karena penulis menggunakan konsep EXEM dan
loyalitas konsumen yang merupakan bagian dari konsep pemasaran dan perilaku
konsumen.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Dasar teoritis dalam penelitian ini adalah teori permintaan individu, teori
perilaku konsumen, teori pemasaran dan konsep Experiential Marketing dan
Emotional Branding (EXEM). Hal ini karena sebuah strategi pemasaran saat ini
berawal dari fokus pada konsumen. Sehingga dalam mempelajari hal tersebut
maka sebuah tindakan konsumen akan berawal dari permintaan individu
konsumen. Permintaan tersebut selanjutnya dijelaskan oleh perilaku konsumen
untuk mempelajari bermacam hal mengenai proses pengambilan keputusan
konsumen. Setelah mengetahui hal tersebut, maka pemasar yang berorientasi
kepada konsumen akan menerapkan beragam strategi untuk mendapatkan
konsumen. Salah satu strategi tersebut dapat dijelaskan melalui konsep
Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM).
3.1.1. Teori Permintaan Individu
Permintaan adalah hubungan antara kuantitas komoditi tertentu yang akan
dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi itu
(Lipsey,
1996).
Sedangkan
menurut
Nicholson
(2002)
permintaan
menggambarkan hubungan antara barang tertentu dengan jumlah yang diminta
konsumen.
Dalam proses terjadinya pemasaran senantiasa berawal dari proses
pertukaran yang dimulai dari adanya hubungan antara kebutuhan, keinginan,
permintaan, produk pertukaran dan transaksi. Dengan adanya kebutuhan dan
keinginan tersebut, maka seseorang akan senantiasa memiliki berbagai pilihan
dalam hidupnya. Pilihan tersebut dapat dijelaskan oleh teori pilihan (Nicholson,
2002) yaitu hubungan timbal balik antar preferensi (pilihan) dan berbagai kendala
yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-pilihannya.
Para
ekonom
merumuskan
model
preferensi
individu
dengan
menggunakan konsep utilitas/kepuasan (utility), yang didefinisikan sebagai
kesenangan, kepuasan atau pemenuhan kebutuhan yang diperoleh seseorang dari
aktivitas ekonominya (Nicholson, 2002). Untuk mempelajari mengenai kepuasan
konsumen ini, dapat melalui kurva indiferens. Kurva indiferens adalah kurva yang
menunjukkan seluruh kombinasi barang dan jasa yang memberikan tingkat
kepuasan yang sama (Nicholson, 2002). Kurva indiferens memiliki slope negatif
(artinya, kurva berupa garis yang digambarkan dari bagian kiri atas ke bagian
kanan bawah) bermakna bahwa jika individu dipaksa untuk menyerahkan barang
Y-nya, maka ia harus menerima tambahan barang X agar kesejahteraannya tidak
berubah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Indiferens
Pada Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa konsumen memiliki kombinasi
kepuasan seperti pada kurva U1. Kopi instan dan kopi di Kafe kopi X merupakan
barang yang dapat bersubstitusi. Sehingga kombinasi dari kedua barang tersebut
pada kurva indiferens memiliki kesejahteraan atau kepuasan yang sama.
Kombinasi tersebut dapat dilihat pada titik A, B , C, dan D
Selain tingkat kepuasan yang diinginkan, tiap orang juga memiliki
keterbatasan atas setiap barang yang dapat dibeli. Para ekonom menyebut
keterbatasan tersebut dengan kendala anggaran (budget constrains). Kendala
anggaran (Nicholson, 2002) adalah batas yang diletakkan oleh pendapatan pada
kombinasi barang-barang dan atau jasa-jasa yang dapat dibeli individu. Garis yang
menghubungkan antara Xmaks dengan Ymaks menunjukkan kombinasi berbagai
kelompok barang X dan Y yang dapat dibeli dengan menggunakan semua dana
yang tersedia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Kendala Anggaran
Pada Gambar 3, sepanjang garis anggaran adalah kombinasi kopi instan
dengan kopi di Kafe kopi X yang mampu diperoleh oleh seorang konsumen.
Dengan kendala anggaran demikian, jika konsumen menggunakan kombinasi
pada tingkat yang lebih besar dari Xmaks dan Ymaks, maka konsumen tidak akan
dapat memperolehnya.
Jika para individu berusaha memperoleh utilitas yang paling maksimum
dari keterbatasan pendapatnya, mereka seharusnya membelanjakan semua
pendapatannya yang tersedia dan seharusnya memilih sekelompok barang dimana
MRS (marginal rate of subtitusion – tingkat dimana seorang individu bersedia
untuk mengurangi konsumsi dari dua jenis barang jika ia mendapatkan tambahan
satu unit barang lain, merupakan slope negatif dari kurva indiferens) adalah sama
dengan rasio harga dari kedua barang itu. Maksimisasi utilitas ditunjukkan dalam
bentuk grafik sebagai persinggungan antara kendala anggaran individu dengan
kurva indiferens tertinggi, yang dapat dibeli dengan pendapatannya (Nicholson,
2002). Grafik maksimisasi utilitas dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Maksimisasi Utilitas
Dari penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kuantitas barang X dan Y
yang dipilih seorang individu tergantung pada preferensi individu tersebut dan
pada bentuk kendala anggarannya. Semua itu dapat direpresentasikan sebagai
sebuah fungsi permintaan yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta
tergantung pada harga, pendapatan, dan preferensi (Nicholson, 2002). Untuk dapat
menurunkan fungsi permintaan menjadi sebuah kurva permintaan maka dilakukan
pengujian terhadap bagaimana perubahan faktor-faktor tersebut mempengaruhi
keputusan individu untuk membeli barang X. Kurva permintaan individu adalah
representasi grafis antara harga suatu barang dengan kuantuitas barang yang
dimininta oleh seseorang, dengan mengasumsikan bahwa seluruh faktor lain tidak
berubah (Nicholson, 2002). Pembentukan kurva permintaan individu dapat dilihat
pada Gambar 5.
Gambar 5. Peta Kurva Indiverens Individu (A) dan Kurva Permintaan (B)
Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa permintaan individu
terhadap kopi di Kafe kopi X dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga
barang lain (substitusi dan komplemen), pendapatan dan selera. Semakin tinggi
harga barang tersebut, maka semakin sedikit barang yang akan dibelinya. Semakin
tinggi harga barang lain maka akan semakin banyak kuantitas barang yang
dibelinya. Semakin banyak pendapatan, maka kuantitas kopi Kafe kopi X dapat
diperoleh dengan jumlah yang lebih banyak.
Selain penjelasan di atas, Spillane (1990) menjelaskan bahwa penelitian
Economist Intelligence Unit mengatakan bahwa secara keseluruhan permintaan
kopi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk, harga yang
berlaku selama tahun yang diselidiki, laju pertumbuhan pendapatan fluktuasi
dalam kurs valuta, faktor kecenderungan yang menunjukkan persaingan dari jenis
minuman lain dan pertumbuhan dalam pengeluaran untuk periklanan.
3.1.2. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merurut Engel et al (1994) adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk
dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.
Menurut Engel et al (1994), model perilaku konsumen dapat terbentuk
akibat tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu pengaruh lingkungan, perbedaan
individu dan proses psikologis. Model ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Pengaruh Lingkungan
Budaya
Kelas Sosial
Pengaruh pribadi
Keluarga
Perbedaan Individu
Sumberdaya Konsumen
Motivasi dan Keterlibatan
Pengetahuan
Sikap
Kepribadian, Gaya hidup,
dan Demografi
Proses Keputusan
Proses Psikologis
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Pembelian
Hasil
Pengolahan Informasi
Pembelajaran
Perubahan Sikap dan
Perilaku
Gambar 6. Model Perilaku Pengambilan Keputusan Konsumen (Engel, 1994).
3.1.2.1. Pengaruh Lingkungan
Manusia merupakan makhluk sosial yang tak lepas dari hubungannya
dengan faktor-faktor diluar dirinya. Hubungan tersebut seringkali dapat
mempengaruhi bagaimana seseorang dalam mengambil keputusan-keputusan
dalam hidupnya. Faktor lingkungan yang mempengaruhi seseorang dijelaskan
oleh Engel et al (1994) dalam beberapa hal, yaitu : budaya, kelas dan status sosial,
pengaruh pribadi, keluarga dan situasi.
Budaya dalam studi perilaku konsumen mengacu pada nilai, gagasan,
artefak, dan simbol-simbol bermakna lainnya yang membantu individu
berkomunikasi, membuat tafsiran, dan melakukan evaluasi sebagai anggota
masyarakat. Budaya tidak mencakupi naluri, dan tidak pula mencakupi perilaku
idiosinkratik yang tidak terjadi sebagai pemecahan masalah sekali saja untuk
masalah yang unik.
Kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam
perilaku mereka berdasarkan posisi ekonomi mereka di dalam pasar. Kelompok
status mencerminkan suatu harapan komunitas akan gaya hidup di kalangan
masing-masing kelas dan juga estimasi sosial yang positif atau negatif mengenai
kehormatan yang diberikan kepada masing-masing kelas.
Pengaruh pribadi kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan
keputusan konsumen, khususnya bila ada tingkat keterlibatan yang tinggi dan
risiko yang dirasakan dan produk atau jasa memiliki visibilitas publik. Keadaan
ini diekspresikan melalui kelompok acuan maupun melalui komunikasi lisan.
Keluarga adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang
dihubungkan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan yang tinggal bersama.
Keluarga sangat penting dalam studi perilaku konsumen karena dua alasan, yaitu
yang pertama adalah karena keluarga merupakan unit pemakaian dan pembelian
untuk banyak produk konsumen. Kedua adalah keluarga merupakan pengaruh
utama pada sikap dan perilaku individu.
Situasi pembelian dapat memiliki pengaruh yang kuat pada perilaku
konsumen. Konsumen dapat sering mengubah pola pembelian mereka bergantung
kepada situasi pemakaian. Perubahan pada situasi dan hubungannya terhadap
perilaku konsumen dapat menjadi manfaat bagi pemasar dalam menentukan
strategi pemasarannya.
3.1.2.2. Perbedaan Individu
Masing-masing individu diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda dan unik.
Dengan adanya perbedaan tersebut, tentu saja akan mempengaruhi bagaiman
individu membuat keputusan. Hal ini juga sejalan dengan keputusan pembelian
yang dipengaruhi oleh perbedaan individu sebagai faktornya. Ada lima hal yang
membuat masing-masing individu konsumen berbeda satu sama lainnya, yaitu
sumber daya konsumen, keterlibatan dan motivasi, pengetahuan, sikap,
kepribadian, gaya hidup dan demografi.
Sumber daya yang sebenarnya dimiliki oleh konsumen terdiri atas tiga hal
dan melalui ketiga hal inilah pemasar melakukan proses pertukaran barang dan
jasa. Sumber daya tersebut adalah ekonomi, temporal dan kognitif. Secara praktis,
ini berarti pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian
konsumen.
Keterlibatan mengacu pada tingkat relevansi yang disadari dalam tindakan
pembelian dan konsumsi. Bila keterlibatan tinggi, ada motivasi untuk memperoleh
dan mengolah informasi dan kemungkinan yang jauh lebih besar dari pemecahan
masalah yang diperluas. Terdapat dua jenis keterlibatan yaitu langgeng dimana
keterlibatan ada sepanjang waktu karena peningkatan konsep diri. Kedua adalah
keterlibatan situasional yaitu keterlibatan sementara yang distimulasikan oleh
risiko yang disadari, tekanan konformitas, atau pertimbangan lain.
Pengetahuan konsumen merupakan informasi yang disimpan di dalam
ingatan. Pemasar harus mengetahui pengetahuan konsumen karena informasi yang
ada pada konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian
mereka.
Sikap merupakan sebuah evaluasi menyeluruh. Intensitas, dukungan dan
kepercayaan adalah sifat penting dari sikap. Sifat-sifat ini bergantung pada
kualitas pengalaman konsumen sebelumnya dengan objek sikap. Dengan
demikian
sikap
pun
dapat
berubah
yaitu
saat
dimana
konsumen
mengakumulasikan pengalaman baru.
Kepribadian dapat diartikan sebagai respons yang konsisten terhadap
stimulus lingkungan. Gaya hidup adalah pola dimana orang hidup dan
menghabiskan waktu serta uang. Gaya hidup juga merupakan hasil dari jajaran
total ekonomi budaya, dan kekuatan kehidupan sosial yang menyokong kualitas
manusia seseorang. Demografi adalah karakteristik yang dimiliki oleh
masyarakat, dapat berupa umur, jenis kelamin, pekerjaan dan pendapatan.
3.1.2.3. Proses Psikologis
Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek
motivasi dan perilaku konsumen. Proses psikologis juga merupakan hal penting
dalam mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan. Menurut Engel et al
(1994) ada tiga proses psikologis yang utama yaitu pemrosesan informasi,
pembelajaran, dan perubahan sikap atau perilaku.
Pemrosesan informasi adalah suatu proses yang mengacu pada bagaimana
stimulus diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan dan kemudian diambil
kembali. Pemrosesan informasi terdiri atas lima tahap yaitu pemaparan, perhatian,
penerimaan, dan pemerolehan kembali.
Proses psikologis juga menjelaskan bagaimana seharusnya pemasar
memahami konsumen belajar. Dalam hal ini ada empat jenis pembelajaran yaitu
pembelajaran kognitif berkenaan dengan proses mental yang menentukan retensi
informasi. Pengkondisian klasik yang berfokus pada pembelajaran melalui
asosiasi.
Pengkondisian
operant
mempertimbangkan
bagaiman
perilaku
dimodifikasikan oleh pengukuh dan penghukum. Pembelajaran vicarious
menyangkut pembelajaran melalui observasi.
Perubahan sikap dan perilaku merupakan suatu hal yang dapat dipengaruhi
dan salah satu yang paling mendasar tetapi menantang yang dihadapi oleh
perusahaan. Banyak perusahaan yang mengeluarkan dana besar dalam usaha
memodifikasi atau mengukuhkan cara konsumen berpikir, merasa dan bertindak
di dalam pasar.
3.1.2.4. Proses Keputusan
Engel et al (1994) menjelaskan bahwa setiap orang memiliki model
perilaku konsumen sendiri, yaitu suatu konsepsi mengenai bagaimana perilaku ini
terjadi dan dibentuk. Jika model ini akurat maka mungkin untuk merancang
strategi yang efektif untuk mempengaruhi perilaku tersebut dan sebaliknya. Lebih
lanjut pula dijelaskan beberapa hal yang dijadikan sebagai bahan diagnosis pada
proses pengambilan keputusan konsumen, yaitu motivasi dan pegenalan
kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan
hasil atau perilaku pasca pembelian. Urutan proses tersebut dapat dilihat pada
Gambar 7.
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku Pasca Pembelian
Gambar 7. Tahapan Proses Keputusan Pembelian (Engel et al, 1994).
Pengetahuan kebutuhan pada hakikatnya bergantung pada berapa banyak
ketidaksesuaian yang ada di antara keadaan aktual (situasi konsumen sekarang)
dengan keadaan yang diinginkan. Ketika ketidaksesuaian ini melebihi tingkat atau
ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Pengenalan kebutuhan tidak secara
otomatis mengaktifkan suatu tindakan. Hal ini bergantung pada beberapa faktor.
Pertama, kebutuhan yang dikenali harus cukup penting. Kedua, konsumen percaya
bahwa solusi bagi keputusan tersebut ada dalam batas kemampuannya.
Pencarian informasi didefinisikan sebagai aktifitas termotivasi dari
pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan atau pemerolehan informasi yang
diiinginkan. Pencarian informasi dapat bersifat internal dan eksternal. Pencarian
internal melibatkan pemerolehan kembali pengetahuan dari ingatan. Pencarian
eksternal terdiri atas pengumpulan informasi dari pasar. Proses pencarian
informasi ini lebih dahulu menggunakan pencarian internal lalu jika masih belum
berhasil dapat menggunakan pencarian eksternal. Motivasi utama dibalik
pencarian pra pembelian adalah keinginan untuk membuat pilihan konsumsi yang
lebih baik.
Evaluasi alternatif merupakan tahap setelah konsumen mendapatkan
informasi yaitu konsumen mengevaluasi berbagai alternatif pilihan dan memilih
alternatif untuk memenuhi kebutuhan. Pada tahap ini, konsumen menggunakan
kriteria evaluasi sebagai atribut yang digunakan dalam menilai alternatif-alternatif
pilihan, sehingga dapat memberikan manfaat yang dicari dan memuaskan
kebutuhan tersebut. Kriteria evaluasi dapat berbeda-beda bergantung pada
karakteristik produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Ketika pengambilan
keputusan bersifat kebiasaan, evaluasi alternatif hanya akan melibatkan konsumen
yang membentuk niat untuk membeli kembali produk yang sama seperti
sebelumnya.
Pembelian, jika menggunakan model perilaku konsumen, ditunjukkan
sebagai fungsi dari dua faktor yaitu niat pembelian dan pengaruh lingkungan dan
atau perbedaan individual. Hal ini dapat diartikan bahwa seringkali pembelian
direncanakan sepenuhnya atau ada niat untuk membeli baik produk maupun
merek. Pada kali lain, niat hanya mencakup produk, dengan pilihan merek
dicadangkan untuk pertimbangan yang lebih mendalam di tempat penjualan.
Perilaku pasca pembelian dapat terlihat dari adanya tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan yang dialami konsumen setelah pembelian terhadap suatu produk
dilakukan. Kepuasan berfungsi mengukuhkan loyalitas pembeli, sementara
ketidakpuasan dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang negatif, dan
upaya untuk menuntut ganti rugi melalui sarana hukum.
3.1.3. Pemasaran
Kotler (2005) mendefinisikan pemasaran sebagai proses sosial yang
dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka
butuhkan
dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Definisi
manajerial pemasaran sering digambarkan sebagai seni menjual produk.
Kotler (2005) juga menjelaskan bahwa konsep pemasaran menegaskan
bahwa kunci untuk mencapai sasaran organisasi adalah perusahaan harus menjadi
lebih efektif dibandingkan para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan kepada pasar sasaran yang terpilih. Konsep
pemasaran berdiri di atas empat pilar : pasar sasaran, kebutuhan pelanggan,
pemasaran terintegrasi, dan kemampuan menghasilkan laba. Konsep pemasaran
mempunyai perspektif dari luar ke dalam. Konsep itu dimulai dari pasar yang
didefinisikan
dengan
baik,
berfokus
pada
kebutuhan
pelanggan,
mengkoordinasikan semua aktivitas yang mempengaruhi pelanggan dan
menghasilkan laba dengan memuaskan pelanggan.
Pasar Kebutuhan
Sasaran pelanggan
Pemasaran
terintegrasi
Laba
kepuasan
pelanggan
Gambar 8. Konsep pemasaran (Kotler , 2005)
3.1.3.1. Bauran Pemasaran
Kotler (2005) menjelaskan bahwa strategi pemasaran dapat dirumuskan
dengan menganalisis bauran pemasarannya. Formulasi strategi pada bauran
pemasaran nantinya dapat digunakan sebagai program pemasaran bagi
perusahaan. Menurut Kotler (2005), terdapat empat bauran pemasaran yang
disebut sebagai empat P, yaitu :
a. Produk (Product)
Kotler (2005) menjelaskan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Produk
mencakup kualitas, rancangan, bentuk, merek dan kemasan produk. Strategi
produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu
perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya.
b. Harga (Price)
Menurut Kotler (2005), harga adalah jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu
produk atau jasa. Harga juga diartikan sebagai jumlah nilai yang dipertukarkan
konsumen untuk memiliki atau menggunakan jasa atau produk. Strategi
bauran harga meliputi keputusan-keputusan yang berkaitan dengan penetapan
harga dasar, potongan harga dan syarat-syarat pembayaran serta tingkat
kompetensi pasar.
c. Tempat (Place)
Tempat berkaitan dengan saluran pemasaran distribusi. Kotler (2005)
menjelaskan bahwa saluran pemasaran adalah organisasi yang saling
tergantung untuk menjadikan suatu produk atau jasa untuk digunakan atau
dikonsumsi.
d. Promosi (Promotion)
Kotler (2005) mendefinisikan promosi sebagai kumpulan dari kiat intesif
yang beragam, kebanyakan berjangka pendek, dirancang untuk mendorong
pembelian suatu produk atau jasa lebih cepat dan lebih besar oleh konsumen
dan pedagang. Keberhasilan dari strategi promosi dinilai dari preferensi
masyarakat terhadap produk yang ditawarkan.
3.1.3.2. Pemasaran Kopi
Kopi di Indonesia sebagian besar dihasilkan dari perkebunan rakyat.
Pemasaran kopi yang dilakukan di dalam negeri dimulai melalui jalur petani
sampai kepada eksportir melalui berbagai saluran distribusi, seperti pedagang
perantara yang meliputi tengkulak-tengkulak yang bergerak di desa dan
kecamatan maupun pedagang pengumpul yang biasanya bergerak di kota-kota,
perusahaan penyortir dan pengolah. Spillane (1990) menjelaskan bahwa pola
struktur tataniaga kopi rakyat jauh daripada ideal, karena memang sejak awal
pengelolaannya yang secara tradisional, tidak dapat menyamai keterampilan
manajemen perusahaan-perusahaan perkebunan kopi yang bermodal besar dan
modern. Kopi rakyat sangat tertinggal dibandingkan dengan kopi perkebunan
besar baik pengelolaan maupun permodalan.
Petani
Tengkulak
Pedagang Pengumpul
Perusahaan Penyortir
Eksportir
Gambar 9. Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Rakyat.
Spillane (1990) mengatakan bahwa distribusi kopi rakyat merupakan satu
jalur distribusi. Jalur tersebut dimulai dari petani ke tengkulak, lalu tengkulak
menjual ke pedagang pengumpul, kemudian pedangang pengumpul menjual ke
perusahaan penyortir, setelah itu perusahaan penyortir menjual kopinya ke
eksportir.
Sedangkan pada perusahaan perkebunan besar, jalur distribusi tidak
melalui jalur yang panjang. Hal ini karena perusahaan besar mempunyai sistem
pengolahan yang lebih baik, mulai dari pemeliharaan kebun, penyortiran,
upgrading, pengolahan, dan pemasaran. Pola struktur tataniaganya lebih efisien,
karena mata rantai pemasarannya lebih singkat. Baik untuk pemasaran dalam
negeri maupun luar negeri, pola tataniaga perkebunan besar bermata rantai singkat
berbentuk produsen ke konsumen.
Perkebunan Besar / Eksportir
Importir
Gambar 10. Jalur Distribusi Perdagangan Kopi Besar.
3.1.4. Experiential Marketing dan Emotional Branding
3.1.4.1. Alat-Alat dalam Experiential Marketing
Menurut Schmitt (1999), Experiential Marketing dapat dianalisis melalui
dua hal, yaitu pendekatan terhadap pengalaman-pengalaman dalam proses
Experiential Marketing dan penciptaan pengalaman-pengalaman dalam proses
Experiential Marketing. Bentuk-bentuk dalam pendekatan pengalaman dapat
ditunjukkan dengan SEMs (Strategy Experiential Modules). Unsur-unsur SEMs
tersebut adalah :
a. Sense (indera)
Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi konsumen dengan
mencipakan pengalaman sensori melalui penglihatan, pengecapan, suara,
sentuhan, peraba, dan penciuman.
b. Feel (perasaan)
Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi perasaan dan emosi
terdalam pelanggan sehingga tercipta pengalaman afektif, yaitu adanya
perasaan positif terhadap merek yang dapat memperkuat emosi kesenangan
dan kebanggan si pelanggan.
c. Think (pikiran)
Strategi pemasaran ini bertujuan untuk meningkatkan kognitif dan
pengalaman pemecahan masalah konsumen secara kreatif. Strategi ini juga
mempengaruhi pelanggan melalui kejutan, intrik dan provokasi.
d. Act (aksi)
Strategi pemasaran ini bertujuan untuk mempengaruhi pengalamanpengalaman secara lahiriyah, gaya hidup, dan berbagai interaksi pelanggan.
e. Relate (hubungan)
Strategi pemasaran ini meliputi aspek sense, feel, think, dan act. Strategi ini
merupakan perluasan dari kehidupan individu, perasaan pribadi sehingga
menambah pengalaman-pengalaman individu dan menghubungkan individu
pada idealis dirinya, orang lain, atau budaya.
Sedangkan alat-alat penting yang diperlukan dalam penciptaan
pelaksanaan Experiential Marketing menurut Schmitt (1999) adalah :
a. Komunikasi, yaitu mencakup periklanan, komunikasi internal dan eksternal
perusahaan sebaik kampanye public relation terhadap merek.
b. Identitas visual/verbal, yaitu nama,logo, dan lambang.
c. Kehadiran produk, yaitu mencakup desain produk, pembungkusan dan
penampakan produk dan karakter merek yang digunakan sebahai bagian dari
pembungkusan dan poin dari material penjualan.
d. Co-branding (kerjasama merek), yaitu adanya event marketing dan
sponsorship, aliansi dan partnership, perizinan, penempatan produk dalam
tim, kerja sama kampanye dan tipe lain dari pengaturan kerjasama.
e. Lingkungan, yaitu bangunan, kantor, jarak pabrik, retail, jarak publik, dan
perdagangan.
f. Website dan media elektronik
g. Orang, yaitu mencakup salespeople, perwakilan perusahaan, penyedia jasa,
penyedia pelayanan pelanggan, dan siapa saja yang terlibat dengan perusahaan
atau merek.
Selain alat-alat diatas, Experiential Marketing Forum melalui para ahlinya
juga menjelaskan ada lima belas hal yang dapat menjelaskan Experiential
Marketing. Hal tersebut adalah sensory experience (pengalaman yang berhub
dengan panca indera), interaction (interaksi), relationship (hubungan), memories
(ingatan), information (informasi), presence (kehadiran), immediate (segera),
respons (tanggapan), context (suasana), trust (kepercayaan), reward (ganjaran),
community (masyarakat), long-term (jangka panjang), consumed (dikonsumsi) dan
referral (penyerahan).
3.1.4.2. Sepuluh Perintah Emotional Branding
Menurut Gobé (2005), untuk mengilustrasikan perbedaan antara konsep
kepedulian merek yang tradisional yaitu brand awareness dengan konsep
kepedulian merek yang baru yaitu emotional branding, diperlukan sepuluh
perintah emotional branding untuk mengekspresikan merek tersebut agar menjadi
disukai. Sepuluh perintah tersebut adalah :
a. Dari Konsumen menuju Manusia
Jika konsumen hanya membeli sedangkan manusia hidup, maka pola pikir
perusahaan yang sebelumnya adalah bagaimana mendapatkan pembelian
konsumen sebanyaknya menjadi bagaimana membangun kemitraan kepada
sesama manusia dengan pendekatan saling menguntungkan yang didasarkan
pada hubungan yang saling menghormati.
b. Dari Produk menuju Pengalaman
Produk memenuhi kebutuhan, sedangkan pengalaman memenuhi hasrat.
Sebuah pengalaman produk atau pengalaman berbelanja mempunyai nilai
tambah dan akan bertahan dalam memori emosional konsumen sebagai suatu
keterkaitan yang dibuat pada tingkatan yang bukan sekedar memenuhi
kebutuhan.
c. Dari Kejujuran menuju Kepercayaan
Kejujuran diharapkan, sedangkan kepercayaan bersifat melekat dan intim.
Strategi ini menimbulkan rasa nyaman dan rasa nyaman bagi konsumen serta
memberikan prioritas utama dalam pilihan mereka. Dengan demikian untuk
memperolehnya harus diperjuangkan.
d. Dari Kualitas menuju Preferensi
Kualitas dengan harga yang tepat merupakan suatu hal yang sudah biasa saat
ini. Preferensi menciptakan penjualan. Kualitas merupakan suatu penawaran
yang penting bagi bisnis, namun adanya preferensi terhadap produk yang
berkualitas membuat merek memiliki hubungan yang riil dengan kesuksesan.
e. Dari Kemasyuran menuju Aspirasi
Menjadi terkenal bukan berarti merek tersebut dicintai. Jika suatu merek yang
sudah termahsyur ingin didambakan oleh konsumennya, maka merek tersebut
harus mendengarkan aspirasi konsumennya.
f. Dari Identitas menuju Kepribadian
Identitas adalah pengakuan, sedangkan kepribadian adalah mengenai karakter
dan karisma. Identitas merek adalah unik dan menunjukkan sebuah titik
perbedaan untuk berhadapan dengan lingkungan persaingan. Namun
kepribadian merek yang spesial dapat menjadikan suatu karakter yang
karismatik yang mendoromg suatu respons emosional.
g. Dari Fungsi menuju Perasaan
Fungsionalitas dari suatu produk adalah hanya mengenai kegunaan atau
kualitas yang dangkal, sedangkan desain penginderaan adalah mengenai
pengalaman. Menciptakan identifikasi produk dengan menekankan pada
keuntungan produk hanya relevan jika inovasi produk dapat diingat dan
menarik bagi konsumen.
h. Dari Ubikuitas menuju Kehadiran
Ubikuitas (keberadaan yang sangat umum) dapat dilihat, sedangkan kehadiran
emosional dapat dirasakan. Kehadiran merek dapat berdampak terhadap
konsumen. Merek dapat membentuk hubungan yang kuat dan permanen
dengan manusia, terutama jika merek tersebut disiasatkan sebagai suatu
program gaya hidup.
i. Dari Komunikasi menuju Dialog
Komunikasi adalah memberi tahu, sedangkan dialog adalah berbagi.
Pemasaran yang hanya menyampaikan informasi kepada konsumen dengan
satu arah seperti melalui iklan sekarang harusnya mengubah cara
pemasarannya
dengan
melakukan
dialog
dengan
konsumen
untuk
mendapatkan suatu tempat dalam konsumen karena kebutuhan konsumen akan
sebuah kemitraan merupakan hal yang sangat berarti.
j. Dari Pelayanan menuju Hubungan
Pelayanan adalah menjual, sedangkan hubungan adalah penghargaan.
Pelayanan yang terbaik dan perhatian khusus bagi konsumen akan
membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen.
3.1.5. Branding dengan Emotional Branding
Kotler (2005) menjelaskan bahwa branding atau merek sebagai nama,
istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan
untuk mengidentifikasi barang atau jasa seorang atau sekelompok penjual dan
untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Branding dalam bisnis
eceran adalah mengenai penceritaan kisah dan keterlibatan dalam sebuah dialog
yang menghubungkan merek Anda dengan hati para konsumen (Gobé, 2005).
Masa depan branding adalah mendengarkan konsumen secara seksama agar bisa
menjalin hubungan yang kuat dengan mereka dengan membawa solusi yang
menyenangkan dan dapat meningkatkan daya hidup ke dalam dunia mereka.
Joёl Desgrippes dalam Gobé (2005) mengatakan bahwa branding
(penciptaan merek) bukan hanya mengenai ubikuitas (berada di mana-mana),
visibilitas, dan fungsi, namun mengenai penciptaan ikatan emosional dengan
masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hanya jika sebuah produk atau
jasa dapat memicu sebuah dialog emosional dengan para konsumen, barulah
produk atau jasa ini memiliki kualifikasi sebagai merek.
Emotional branding menurut Gobé (2005) adalah saluran di mana orang
secara tidak sadar berhubungan dengan perusahaan dan dengan produk dari
perusahaan tersebut dalam suatu metode yang mengagumkan secara emosional.
Selain itu, dapat juga dikatakan bahwa emotional branding adalah sebuah alat
untuk menciptakan dialog pribadi dengan konsumen. Konsumen saat ini berharap
merek yang mereka pilih dapat memahami mereka secara mendalam dan
individual dengan pemahaman yang solid mengenai kebutuhan dan orientasi
budaya mereka.
Hal yang lebih penting menurut Gobé (2005) adalah perlu diluruskannya
kesalahan konsep terbesar dalam strategi branding, yaitu keyakinan bahwa
branding berkaitan dengan pangsa pasar, padahal branding sesungguhnya
berkaitan dengan ”pangsa pikiran dan emosi”. Hal tersebut juga diperkuat oleh
Kotler (2005) dengan Ikatan merek (brand bonding) yaitu terjadi apabila
pelanggan mengalami bahwa perusahaan tersebut menepati manfaat yang
dijanjikannya. Faktanya adalah bahwa merek tidak dibangun oleh iklan,
melainkan oleh pengalaman merek. Sehingga dengan adanya pegalaman merek
yang dialami oleh konsumen, membuat pangsa pikiran dan emosi konsumen
terpenuhi dan konsumen dapat menjadi loyal karenanya.
3.1.6. Hubungan antara Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) dengan Loyalitas Konsumen
Pemasaran yang dilakukan terhadap suatu produk sesungguhnya akan
menentukan kesuksesan produk tersebut dapat diterima atau tidak oleh konsumen.
Penggunaan yang berulang terhadap produk tersebut menyiratkan bahwa telah
terjadi hubungan antara konsumen dengan produsen dalam bentuk sebuah
loyalitas terhadap penggunaan produk tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Haeckel (2003) yaitu seluruh pengalaman konsumen yang dipengaruhi oleh aspek
sensori dan petunjuk-petunjuk emosional, dapat menjadikan sebuah nilai atau
persepsi konsumen yang nantinya dapat menentukan preferensi terhadap merek
tertentu. Melalui prinsip-prinsip pengalaman yang diatur dengan baik, perusahaan
dapat mendisain berbagai elemen yang
dapat mempengaruhi konsumen dan
konsumen akan memberikan loyalitasnya.
Haeckel (2003) juga menjelaskan bahwa konsumen secara sadar atau tidak
akan menyaring berbagai petunjuk pengalaman bagi dirinya kemudian
mengaturnya menjadi sebuah kesan baik secara rasional ataupun emosional.
Petunjuk pengalaman adalah apapun yang disadari atau dirasakan seseorang.
Petunjuk yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen secara emosional terdiri
atas dua tipe yaitu mekanis (diperlihatkan melalui benda) dan humanis
(diperlihatkan melalui manusia). Petunjuk mekanis, humanis ataupun fungsional
(sebatas pelayanan saja) haruslah lebih bersinergi satu sama lainnya daripada
hanya sebagai nilai tambah bagi suatu produk.
Manajemen pengalaman konsumen bagi perusahaan memfokuskan pada
bagian yang berbeda dari tujuan umum perusahaan seperi biasanya. Haeckel
(2003) telah mengidentifikasi tiga prinsip fundamental yang membantu
perusahaan untuk meciptakan nilai di mata konsumen melalui pengalaman.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
a. Menggabungkan luasan dan kedalaman pengalaman
Luasan pengalaman menunjuk kepada serangkaian pengalaman konsumen
yang telah dilakukan dengan perusahaan, dimulai dari luar hingga ke dalam
perusahaan pada hal-hal yang dapat diidentifikasi langsung. Kedalaman
pengalaman merujuk kepada jumlah dan perbedaan petunjuk pada masingmasing level perusahaan, semakin banyak hal-hal yang mempengaruhi
sensoritas konsumen semakin baik perusahaan tersebut mempengaruhi
persepsi konsumen.
b. Menggunakan
petunjuk
humanis
dan
mekanis
untuk
meningkatkan
fungsionalitas perusahaan
Dalam beberapa kasus, petunjuk humanis dan mekanis dapat diperkenalkan
untuk meningkatkan fungsionalitas barang atau jasa perusahaan tersebut.
Konsumen memproses perbedaan petunjuk ini secara keseluruhan, sehingga
perusahaan haruslah mengatur masing-masing petunjuk dengan baik.
Stimulan yang melapisi barang dan jasa yang diproduksi dapat mempengaruhi
persepsi konsumen terhadap kualitas barang dan jasa yang dihasilkan tersebut.
Petunjuk mekanis dan humanis harus tercampur dengan baik dengan petunjuk
fungsional yang ditawarkan untuk nantinya mendukung petunjuk pengalaman
secara keseluruhan.
c. Menghubungkan secara emosional
Perusahaan dengan sistem manajemen pengalaman yang efektif mengerti dan
memberikan tanggapan terhadap kebutuhan emosional konsumen. Perusahaan
menciptakan serangkaian petunjuk yang digunakan untuk mempengaruhi
reaksi emosional positif dari konsumen seperti kegembiraan, kekaguman,
keingintahuan, kesayangan, dan kepercayaan. Menghubungkan dengan
konsumen secara sensorial merupakan hal penting dalam hal mendapatkan
elemen emosional yang positif dari sebuah pengalaman.
Dari beberapa penjelasan di atas terlihat bahwa experiential marketing
merupakan jalan untuk terjadinya emotional branding dan lebih jauh lagi dapat
mempengaruhi loyalitas konsumen tersebut. Novindra (2003) juga berpendapat
yang serupa yaitu bahwa EXEM sangat bermanfaat untuk mendapatkan loyalitas
konsumen jangka panjang, selain itu kinerja secara umum dan ekuitasnya juga
meningkat. Hal ini disebabkan, pada intinya EXEM memang untuk membangun
hubungan yang langgeng dengan pelanggan dan pada akhirnya akan diperoleh
ekuitas pelanggan sehingga daur hidup nilai produknya juga meningkat walaupun
membutuhkan waktu yang sangat lama.
3.1.7. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini diturunkan berdasarkan konsep Experiential
Marketing menurut Schmitt (1999) dan Emotional Branding menurut Gobé
(2005). Variabel tersebut terdiri atas variabel independen dan variabel dependen
Variabel independen adalah Experiential Marketing dan Emotional Branding pada
Kafe kopi X. Experiential marketing terdiri dari dua belas faktor, yaitu
Experiential Module (sense, feel, think, act dan relate) dan Experiential Provider
(komunikasi, identitas, produk, co-branding, lingkungan, website dan orang).
Sedangkan Emotional Branding terdiri atas sepuluh faktor yaitu : dari konsumen
menuju manusia, dari produk menuju pengalaman, dari kejujuran menuju
kepercayaan, dari kualitas menuju preferensi, dari kemasyuran menuju aspirasi,
dari identitas menuju kepribadian, dari fungsi menuju perasaan, dari ubikuitas
menuju kehadiran, dari komunikasi menuju dialog, dan dari pelayanan menuju
hubungan. Sedangkan variabel dependennya adalah loyalitas konsumen Kafe kopi
X yang diwakili oleh faktor pembelian ulang, tidak terpengaruh oleh pesaing dan
merekomendasikan kepada orang lain untuk datang ke Kafe kopi X.
Operasionalisasi variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Sedangkan operasionalisasi variabel dalam pertanyaan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6. Operasionalisasi Variabel
Variabel
Faktor
Sense (indera)
Feel (perasaan)
Think (pikiran)
Act (aksi)
Relate (hubungan)
Experiential
Komunikasi
Marketing (Xa)
Identitas
Produk
co-branding
Lingkungan
Website
Orang
konsumen ke manusia
produk ke pengalaman
kejujuran ke kepercayaan
kualitas ke preferensi
kemasyuran ke aspirasi
Emotional
Branding (Xb)
identitas ke kepribadian
fungsi ke perasaan
ubikuitas ke kehadiran
komunikasi ke dialog
pelayanan ke hubungan
Loyalitas
Konsumen (Y)
Simbol Skala
Ukuran
X1
Nilai yang
diberikan
X2
konsumen
X3
terhadap
X4
penerapan
X5
prinsipX6
Ordinal prinsip
X7
Experiential
X8
Marketing
X9
X10
X11
X12
X13
Nilai yang
diberikan
X14
konsumen
X15
terhadap
X16
penerapan
X17
Ordinal prinsipX18
prinsip
X19
Emotional
X20
Branding
X21
X22
Tingkat
Pembelian Ulang
Ordinal
pembelian
ulang
Tingkat
kekuatan
Pengaruh oleh daya tarik pesaing Ordinal
konsumen
atas produk
Tingkat
Penciptaan prospek
Ordinal
penciptaan
prospek
Tabel 7. Operasionalisasi Variabel dalam Pertanyaan
No. Variabel
Pertanyaan
Kopi X memiliki rasa manis dan pahit yang sesuai
1. Sense (X1)
jika dibandingkan dengan minuman kopi yang
biasa saya minum
Menikmati kopi di Kafe kopi X dapat memberikan
2. Feel (X2)
saya suasana yang lebih nyaman dibandingkan
yang ditawarkan oleh restoran kopi lainnya
Ketika saya menginginkan minuman kopi dengan
rasa yang enak dan mendapatkan pelayanan yang
3. Think (X3)
baik, maka Kafe kopi X merupakan kafe yang
menjadi salah satu pilihan saya diantara kafe
lainnya
Minuman kopi yang disajikan, enak dinikmati pada
saat santai, sedang bekerja, dan beristirahat serta
4. Act (X4)
dapat menjadi lebih senang dan puas setelah
meminumnya
Saya mendapatkan suasana yang saya butuhkan
5. Relate (X5)
saat kumpul keluarga, dengan rekanan, ataupun
dengan relasi bisnis dengan berada di Kafe kopi X
Menurut saya bentuk-bentuk promosi yang
6. Komunikasi (X6)
dilakukan Kafe kopi X (promo menu, potongan
harga, iklan, dll) dapat menarik minat konsumen
Nama merek Kafe kopi X mudah diingat dan
7. Identitas (X7)
diucapkan
Produk-produk yang ditawarkan Kafe kopi X
8. Produk (X8)
bervariasi dalam rasa dan ukuran serta sesuai
dengan harga yang diberikan
Kafe kopi X sering menjadi sponsor dalam
9. Co-Branding (X9)
berbagai acara ataupun membantu kegiatankegiatan lain
Kafe kopi X dapat ditemukan dibanyak tempat
10. Lingkungan (X10)
dengan mudah seperti halnya kafe-kafe lain
Pengenalan Kafe kopi X dari media internet, media
11. Website (X11)
elektronik atau media massa lainnya memudahkan
konsumen dalam mengenal Kafe kopi X
Tenaga penjual atau pelayan sangat membantu dan
12. Orang (X12)
memudahkan saya dalam pelayanan yang saya
butuhkan ketika saya berada di Kafe kopi X
Quiz dan undian berhadiah oleh Kafe kopi X
dari konsumen ke
13.
mendekatkan Kafe kopi X dengan konsumennya
manusia (X13)
Produk dan pelayanan yang ditawarkan di Kafe
kopi X memberikan nilai tambah bagi saya untuk
dari produk ke
14.
memilih Kafe kopi X sebagai restoran kopi yang
pengalaman (X14)
saya pilih dikemudian hari
Saya yakin Kafe kopi X telah dapat memberikan
dari kejujuran ke
15.
produk dan pelayanan yang terbaik untuk
kepercayaan (X15)
konsumennya
16.
dari kualitas ke
preferensi (X16)
17.
dari kemasyuran ke
aspirasi (X17)
18.
dari identitas ke
kepribadian (X18)
19.
dari fungsi ke
perasaan (X19)
20.
dari ubikuitas ke
kehadiran (X20)
21.
dari komunikasi ke
dialog (X21)
22.
dari pelayanan ke
hubungan (X22)
Kafe kopi X mempunyai mutu yang baik sesuai
dengan minuman kopi yang biasa saya minum
Kafe kopi X merupakan salah satu merek kafe
terkenal diantara merek kafe lainnya dengan
kualitas dan inovasi produknya yang terjaga baik
Kafe kopi X merupakan restoran kopi pertama
yang dimiliki dan dikembangkan oleh murni
pribumi di Indonesia
Saya minum kopi di Kafe kopi X bukan sekedar
minum kopi, melainkan untuk menikmati suasana
Keberadaan Logo Kafe kopi X dalam bentuk nama
merek yang terpampang ataupun tercetak dalam
produk promosi (mug, gelas, botol, dll) membekas
di benak konsumen
Keberadaan komunikasi melalui alamat email
alamat kantor dan faximile memungkinkan
Konsumen dapat mengirimkan saran dan kritik
untuk Kafe kopi X
Keberadaan Kafe kopi X memenuhi kebutuhan
konsumen akan restoran kopi yang berkualitas
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Kafe kopi X merupakan sebuah nama restoran penyaji kopi yang telah
berpengalaman bertahun-tahun. Sejak pertama didirikan hingga saat ini telah
tersebar puluhan cabang di seluruh Indonesia dan sedang berekspansi ke beberapa
negara tetangga. Namun beberapa tahun belakangan ini, beberapa gerai Kafe kopi
X mengalami penutupan. Padahal saat ini, Kafe kopi X bukanlah satu-satunya
pemain dalam bisnis restoran kopi. Adanya persaingan dengan restoran-restoran
sejenis tentu saja merupakan hal yang patut untuk diperhitungkan. Karena itu
Kafe kopi X dengan segala kelebihannya dan keunikannya, diharapkan mampu
mengatasi persaingan tersebut.
Konsumen saat ini menginginkan adanya pelayanan dan produk yang
memuaskan baginya. Karena itu, konsumen mengharapkan agar senantiasa
mendapatkan sebuah pengalaman dalam proses pembelian ataupun mendapatkan
hasil pembelian yang menciptakan suatu retensi atau pembelian ulang.
Pengalaman positif yang dihadirkan oleh perusahaan kepada pelanggan
merupakan sebuah metode pemasaran yang dikenal dengan nama experiential
marketing.
Sebuah merek yang senantiasa memberikan pengalaman positif bagi
konsumen akan menjadikan merek tersebut yang selalu diingat di benak
konsumen. Merek tersebut kemudian secara emosional atau tanpa disadari
menjadi merek pilihan konsumen ketika dihadapkan pada pilihan akan
menggunakan sesuatu produk. Konsep inilah yang nantinya disebut sebagai
emotional branding.
Experiential marketing dan emotional branding (EXEM) merupakan
kombinasi strategi pemasaran yang dapat mengena kepada konsumen secara
langsung, dan diharapkan dari adanya strategi ini adalah adanya bentuk loyalitas
terhadap merek tersebut. Kombinasi dari ketiga konsep ini tebukti dapat
meningkatkan hubungan baik antara konsumen dengan perusahaan.
Penelitian ini akan menguji bagaimana faktor-faktor Experiential
Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang dipertimbangkan dalam
pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X. Pengujian ini menggunakan
analisis faktor dengan menggunakan analisis komponen utama untuk mereduksi
sejumlah faktor agar dapat diperoleh sejumlah faktor-faktor komponen utama dari
EXEM. Untuk melihat pembentukannya terhadap loyalitas konsumen, maka
dilakukan analisis lanjutan terhadap skor faktor analisis komponen utama dengan
menggunakan analisis diskriminan untuk mengklasifikasikan grup pasca
pembelian yang merupakan bentuk dari loyalitas konsumen.
Perkembangan Konsumsi Kopi di Indonesia
Tingkat Persaingan Pasar Kafe yang Semakin
Meningkat
Beberapa Kafe Kopi X Mengalami Penutupan
Kafe kopi X Menerapkan Prinsip-Prinsip Experiential
Marketing dan Emotional Branding (EXEM)
Konsumen Kafe kopi X
Perilaku pasca
pembelian
1. Repeat Customer
2. Clients
3. Advocates
Faktor-Faktor EXEM yang dipertimbangkan
oleh konsumen (22 faktor):
sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4), relate (X5),
komunikasi (X6), identitas (X7), produk (X8), cobranding (X9), lingkungan (X10), website (X11), orang
(X12), konsumen ke manusia (X13), produk ke
pengalaman (X14), kejujuran ke kepercayaan (X15),
kualitas ke preferensi (X16), kemasyuran ke aspirasi
(X17), identitas ke kepribadian (X18), fungsi ke perasaan
(X19), ubikuitas ke kehadiran (X20), komunikasi ke
dialog (X21), dan pelayanan ke hubungan (X22)
Analisis
faktor
Analisis
Diskriminan
Faktor Komponen Utama
Faktor-Faktor EXEM dominan
Gambar 11. Kerangka Pemikiran Operasional.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kafe kopi X yang terletak di Jakarta yaitu
cabang Mal Kelapa Gading 2. Kafe kopi X sebagai objek penelitian dipilih secara
sengaja (puposive) dengan pertimbangan bahwa Kafe kopi X telah memasukkan
elemen-elemen Experiential Marketing dan Emotional Branding ke dalam gerai.
Lokasi penelitian pada Kafe kopi X di wilayah Jakarta diperoleh secara sengaja
(puposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah awal
mula Kafe kopi X berdiri. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2008.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis data yaitu
data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner yang disebarkan
kepada para konsumen yang ada di restoran pada saat penelitian dan hasil
wawancara dengan pihak manajemen PT. XYZ. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari studi literatur beberapa skripsi, internet dan buku yang berkaitan
dengan materi penelitian.
Tabel 8. Jenis dan Sumber Data
No.
Jenis Data
Sumber
1.
Data Primer
Kuisioner yang disebarkan kepada responden
Konsumen Kafe kopi X
2.
Data Sekunder
Data perusahaan (gambaran umum perusahaan) PT. XYZ
Landasan teori
Buku-buku literatur,
internet, skripsi,
penelitian terdahulu
Data kopi
BPS, FAO, ICO(internet)
Kuisioner yang disebarkan kepada responden berisikan pertanyaan tertutup
yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, dimana alternatif jawaban telah
disediakan sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang
menurutnya paling sesuai. Paket kuisioner yang dibagikan terdiri dari dua bagian.
Bagian pertama berupa screening yang merupakan syarat bagi responden untuk
dapat mengisi bagian kedua dari kuisioner. Sedangkan bagian kedua berkaitan
dengan identitas responden dan memuat pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan tanggapan responden atas pelaksanaan EXEM di Kafe kopi X. Kuisioner
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.3. Teknik Penentuan Jumlah Sampel
Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah orang yang
sedang melakukan pembelian di Kafe kopi X. Untuk memilih konsumen yang
selanjutnya akan dijadikan sebagai responden dilakukan dengan secara
convinience sampling. Populasi dalam penelitian ini berdasarkan jumlah pembeli
pada bulan februari 2008 yang berjumlah 3928 orang. Penentuan jumlah contoh
minimal berdasarkan populasi yang telah diketahui jumlahnya, maka dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
n=
dengan :
N
1 + N • e2
n : jumlah contoh minimal
N : jumlah populasi
e : tingkat kesalahan (10%)
Berdasarkan rumus slovin, maka jumlah contoh yang diambil dalam
penelitian ini sebanyak 97.5 orang dan untuk memudahkan dalam perhitungan
jumlah contoh dibulatkan menjadi 100 orang dengan tingkat kesalahan
pengambilan contoh sebesar 10 persen.
4.4. Metode Skala Pengukuran
Responden dalam penelitian ini ditanya penilaiannya terhadap elemenelemen Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) dan bentuk
loyalitas yang dilakukannya. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai
setiap jawaban responden adalah Skala Likert dengan bobot tertentu pada setiap
jawaban pertanyaan. Pengukuran Skala Likert hanya memuat rangking saja, tanpa
diketahui berapa kali penilaian seorang responden lebih baik atau lebih buruk dari
responden lainnya di dalam skala (Nazir, 1998).
Pengukuran penelitian ini dengan cara meminta responden untuk
memberikan penilainnya terhadap setiap pertanyaan dalam kuesioner. Penilaian
yang diberikan berupa tingkat kesetujuan responden terhadap setiap pertanyaan
yang diajukan. Skala pengukuran dan bobot yang digunakan untuk menilai tingkat
kesetujuan responden adalah Sangat Setuju (5), Setuju (4), Ragu-Ragu (3), Tidak
Setuju (2) dan Sangat Tidak Setuju (1). Definisi operasional dari masing-masing
skala dapat dilihat pada sub bab 4.6.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian adalah
kuesioner yang berisi daftar pertanyaan tertutup, yang mengharuskan responden
untuk memilih salah satu jawaban yang telah tersedia. Pengolahan data dilakukan
dengan memberikan kode terhadap jawaban tersebut berdasarkan skala likert yang
digunakan. Selanjutnya data tersebut diolah menggunakan Microsoft Excel 2003
dan SPSS 13.0 for Windows dengan analisa data menggunakan analisa faktor
metode analisis komponen utama dan analisa diskriminan.
4.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas kuisioner merupakan pengujian kuisioner
sebelum dilakukan penyebaran kuisioner kepada konsumen. Uji ini dilakukan
terhadap beberapa responden dan hasilnya dapat digunakan untuk penyempurnaan
kuisioner baik dalam pengurangan dan atau penambahan pertannyaan atau pun
penyempurnaan bahasa atau kalimat yang digunakan.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen (Simamora, 2002). Uji validitas dilakukan untuk
menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur.
Tahapan pengujian validitas alat ukur adalah sebagai berikut (Simbolon, 2007) :
1.
Mengidentifikasi secara operasional konsep yang akan diukur
2.
Melakukan uji coba skala pengukuran pada sejumlah responden
3.
Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban dan menghitung korelasi antara
masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus teknik
korelasi korelasi rank spearman. Nilai pengukur yang valid adalah jika
lebih besar dari 0.3. Rumus korelasi rank spearman :
⎡ n 2 ⎤
⎢ 6∑ d i ⎥
⎥
r = 1 − ⎢ i =21
⎢ n(n − 1) ⎥
⎢⎣
⎥⎦
Keterangan : d = perbedaan rank x dan y pada objek ke-i
n = jumlah sampel
Reliabilitas menyangkut ketepatan alat ukur atau tingkat presisi suatu
ukuran atau alat pengukur (Nazir, 1998). Simamora (2002) menjelaskan bahwa
reliabilitas adalah tingkat keterandalan kuisioner. Kuisioner yang reliabel adalah
kuisioner yang apabila dicobakan secara berulang-ulang kepada kelompok yang
sama akan menghasilkan data yang sama.
Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha atau metode
Cronbach Alpha. Metode alpha digunakan untuk menganalisis reliabilitas
kuisioner yang skalanya bukan 0 dan 1 (Simamora, 2002). Alat ukur (kuisioner)
dapat dikatakan reliabel jika hasil perhitungan menggunakan rumus bernilai lebih
dari 0.7. Rumus metode Cronbach Alpha :
k
⎡
⎤
s i2 ⎥
∑
⎢
k
⎢1 − i =1 2 ⎥
α =
k −1 ⎢
s tot ⎥
⎢⎣
⎥⎦
Dimana :
K = jumlah pertanyaan
Si2 = Ragam antar responden untuk skor pertanyaan ke-I
Stot2 = Ragam antar responden untuk skor total
4.5.2. Analisis Deskriptif
Penggunaan analisis deskriptif yaitu dalam bentuk pentabulasian dan
pengelompokkan jawaban yang sama kemudian dipersentasekan berdasarkan
jumlah responden. Persentase jumlah responden terbesar merupakan faktor yang
dominan dari masing-masing variabel yang diteliti. Hasil dari tabulasi deskriptif
digunakan sebagai data input dalam SPSS. Hasil analisis deskriptif memberikan
gambaran awal terhadap hasil pengolahan dengan SPSS.
4.5.3. Analisis Faktor
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis faktor dengan
metode analisis komponen utama atau principal component analysis. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk mentransformasi sejumlah besar variabel yang saling
berkorelasi, menjadi variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel
asal, merupakan variabel yang saling bebas, lebih sedikit namun kandungan
informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah (representatif bagi data asal),
dan terurut dari ragam terbesar hingga terkecil. Manfaat variabel baru PCA
biasanya untuk analisis lanjutan atau untuk membuat indeks komposit
(Sulianto,2005).
Secara sederhana, proses dalam analisis komponen utama adalah sebagai
berikut :
•
Misalkan ada p variabel asal yaitu X1, X2, ..., XP
•
Ditransformasikan dengan PCA sehingga menjadi variabel baru (sebut saja
PC) yang merupakan kombinasi linier variabel asal, yaitu :
PC1 = a11 X1 + a12 X2 + ... + a1P XP
PC2 = a21 X1 + a22 X2 + ... + a2P XP
...
PCP = aP1 X1 + aP2 X2 + ... + aPP XP
Dimana :
•
PC1 – PCP
: Skor faktor ke 1 sampai ke P
aP
: Koefisien skor faktor untuk faktor ke P
X1 – XP
: Variabel awal ke-P
Ingin dicari pembobot PC (ai) sedemikian rupa sehingga
1. Antar variabel baru (PC) tadi saling bebas;
2. Lebih sedikit dari variabel lama namun kandungan informasinya relatif
tidak berubah; dan
3. Terurut dari ragam terbesar hingga terkecil.
Dalam melakukan interpretasi komponen utama tersebut harus dilihat
muatan
(loading)
variabel
amatan
terhadap
komponen
utama,
dengan
memperhatikan variabel muatan mana yang memiliki korelasi tinggi dengan
komponen utama atau yang memiliki pembebanan lebih besar pada pembentukan
komponen utama yang bersangkutan. Kemudian selanjutnya melakukan
interpretasi komponen-komponen utama tersebut.
Untuk dapat mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan
Emotional Branding (EXEM) apa saja yang mempengaruhi loyalitas konsumen
Kafe kopi X, ditunjukkan oleh Rotated Component Matrix melalui hasil
pengolahan data dengan menggunakan SPSS versi 13.
Proses pengolahan data dalam analisis faktor dapat dijelaskan sebagai
berikut (Sulianto, 2005):
1. Menentukan variabel apa saja yang akan dianalisis
2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan dengan menggunakan
Bartlett’s Test of Sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling
Adequacy)
3. Melakukan proses factoring atau menurunkan satu atau lebih faktor dari
variabel-variabel yang lolos dari uji variabel sebelumnya
4. Melakukan proses rotasi faktor dengan tujuan untuk memperjelas variabel
yang masuk dalam faktor tersebut
5. Menginterpretasikan faktor-faktor yang terbentuk, khususnya memberi
nama atas faktor yang terbentuk tersebut yang dianggap mewakili
variabel-variabel anggota tersebut
4.5.4. Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan adalah termasuk analisis dependence statistical
method yang digunakan untuk permasalahan yang menyangkut satu variabel
dependen berupa kategorik, dipengaruhi oleh lebih dari dua variabel independen
(prediktor atau diskriminator) berupa metrik. Namun jika ada variabel prediktor
yang nonmetrik maka jadikan variabel dummy.
Tujuan analisis diskriminan menurut Sulianto (2005) adalah untuk
membentuk fungsi diskriminan, menguji perbedaan antar kelompok, menentukan
kontribusi dari variabel yang paling besar, dan mengevaluasi ketepatan model
yang terbentuk. Manfaat analisis diskriminan adalah untuk mengetahui faktorfaktor (variabel independen) yang berpengaruh nyata pada variabel dependen
(peranannya nyata sebagai pembeda antar grup tersebut). Selain itu, analisis ini
juga dapat digunakan sebagai peramalan variabel dependen yaitu dengan fungsi
diskriminan yang didapat, objek baru dapat diprediksi akan masuk pada grup yang
mana.
Model fungsi diskriminan yang merupakan kombinasi linier peubah
dependen adalah sebagai berikut (Sulianto, 2005) :
D = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn
Dimana, D
b0
:
Skor Diskriminan
:
Konstanta persamaan diskriminan
b1-n :
Penduga parameter (koefisien)
X1-n : Variabel bebas
Hasil model diskriminan akan diperoleh dengan baik apabila telah
memenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut:
1. Multivariate normality, yaitu variabel bebas berdistribusi normal. Asumsi
ini akan diuji dengan metode Shapiro-Wilks. Variabel akan valid apabila
signifikansi lebih kecil dari 0.05.
2. Matriks kovarian dari semua variabel dalam populasi harus sama. Nilai
signifikansi dan probabilitas F Box’s M kurang dari 0.05 digunakan untuk
menguji asumsi ini valid.
3. Tidak ada korelasi antar variabel bebas. Hasil dari analisis faktor dapat
memberikan faktor-faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain.
4.6. Definisi Konstitutif dan Operasional
Experiential Marketing : Pemasaran berdasarkan pengalaman konsumen dengan
cara untuk mengkomunikasikan inti dari merek adalah
melalui pengalaman personal individu (Schmitt, 1999)
Emotional Branding :
Menjadikan merek emosional ke konsumen dengan
cara yang mengagumkan (Gobe, 2005)
Loyalitas
:
Keinginan konsumen untuk melanjutkan berlangganan
pada
suatu
perusahaan
dalam
jangka
panjang,
melakukan pembelian dan menggunakan barang dan
jasanya dengan berulang-ulang dan memilih atas dasar
ekslusifitas, dan merekomendasikan produk perusahaan
tersebut kepada teman dan kolega (Griffin, 1995)
EXEM dan loyalitas akan diukur menggunakan skala Likert dengan
pengukuran sebagai berikut :
Sangat Setuju
:
Faktor EXEM tersebut merupakan faktor utama yang
ada di Kafe kopi X karena paling berpengaruh terhadap
pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X
Setuju
:
Keberadaan faktor EXEM tersebut merupakan salah
satu faktor yang harus ada di Kafe kopi X, karena
memberikan peranan dalam pembentukan loyalitas
konsumen di Kafe kopi X
Ragu-ragu
:
Faktor EXEM tersebut mungkin ada atau tidak, karena
tidak terlalu memberikan pengaruh pada pembentukan
loyalitas konsumen di Kafe kopi X
Tidak Setuju
:
Faktor EXEM tersebut merupakan faktor utama yang
ada di Kafe kopi X tetapi tidak berpengaruh banyak
terhadap pembentukan loyalitas konsumen Kafe kopi X
Sangat Tidak Setuju :
Faktor EXEM tersebut bukan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas konsumen
Kafe kopi X
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN1
Kafe kopi X adalah sebuah nama kafe yang bernaung pada nama besar
sebuah grup perusahan produksi kopi yang sudah terkenal di Indonesia. Kafe kopi
X pertama dibuka pada bulan September 1991 di Plaza Indonesia, Jakarta, untuk
mendukung merk kopi yang baru diciptakan oleh salah satu anak perusahaan grup
tersebut pada waktu itu, yaitu kopi X. Kopi X dibuat dan dipasarkan tetap dalam
bentuk kopi biji dengan alasan memenuhi kebutuhan kopi kelas menengah ke atas,
menghapus image kopi campuran (kopi dicampur dengan jagung), kopi dengan
kualitas terbaik adalah masih berbentuk biji dan baru digiling apabila akan
diseduh, sehingga benar-benar terjaga cita rasanya.
Kafe kopi X didirikan untuk mendukung pemasaran dan image yang
hendak diciptakan untuk kopi X. Di Kafe kopi X, maka masyarakat dapat
menikmati kopi yang diseduh secara langsung begitu dipesan (digiling dan
langsung diseduh didalam mesin), dengan kualitas kopi terbaik yang hanya
terdapat di Kafe kopi X.
Demi mewujudkan komitmen grup perusahaan kopi tersebut dalam
menyediakan sebuah pelayanan kepada masyarakat dalam menikmati kopi secara
langsung tersebut, maka didirikanlah sebuah anak perusahaan bernama PT. XYZ
pada tahun 1990. Anak perusahaan ini bergerak dibidang industri kafe (coffee
shop) dengan merk ‘X’, serta pemasaran kopi biji ke hotel, restoran dan kafe.
Sejak didirikan sampai dengan saat ini, Kafe kopi X terus berkembang
dalam jumlah gerai, konsep pelayanan, desain serta jenis kopi, makanan &
1
www.coffee-X.com [diakses tanggal 11 Februari 2008]
minuman yang disajikan. Hal ini seiring dengan tuntutan masyarakat yang telah
menjadikan kopi sebagai bagian dari gaya hidup. Jumlah gerai X saat ini telah
mencapai lebih dari 50 buah gerai yang tersebar dilebih dari 15 kota di Indonesia,
yaitu : Jakarta, Solo, Manado, Palembang, Bogor, Surabaya, Balikpapan,
Bandung, Malang, Medan, Jogjakarta, Bali, Pekanbaru, Semarang, Makassar dan
Batam.
Konsep pelayanan yang dikembangkan oleh Kafe kopi X disesuaikan
dengan potensi lokasi serta daya beli masyarakat sekitarnya. Hal ini dilakukan
Kafe kopi X untuk menangkap pasar yang lebih besar lagi. Bentuk konsep
pelayanan tersebut terbagi tiga : de’X yaitu konsep kafe resto dengan desain yang
lebih mewah dan berbeda disetiap gerainya, pelayanan yang lebih personal,
penyajian yang lebih baik serta pilihan makanan dan minuman yang lebih banyak,
kedua Kafe kopi X yang saat ini telah menjadi trendsetter bagi para penikmat
gaya hidup minum kopi di Indonesia dari hanya sebuah kafe sederhana yang
didirikan untuk memperkenalkan merk kopi X, ketiga X express yaitu kafe
dengan layanan cepat saji dan luas gerai yang kecil serta tampilan desain kreatif
minimalis. Bentuk seperti ini cocok untuk konsumen yang ingin menikmati kopi
secara cepat.
Kafe kopi X memiliki beragam menu yang berkualitas. Apapun konsep
pelayanan yang dijalankan, menu kopi merupakan menu utama yang ditawarkan.
Ada beberapa menu yang menjadi favorit konsumen dan tercatat sebagai menu
yang paling banyak dibeli di Kafe kopi X. Menu tersebut adalah Kopi &
Minuman Campuran Kopi (Blossom Freeze, C & C Frappio, Cappuccino
(hot/ice), Kopi Kalosi Toraja, Kopi Sumatra Mandheling dan Avocado Coffee.
Sedangkan untuk makanan adalah Chef's Salad, X Sampler, Holland Bitterballen,
Holland Croquette, dan X Club Sandwich.
Selain itu, dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi para
pelanggan, Kafe kopi X juga menawarkan X Card. Kartu ini digunakan untuk
menjadi Member X dan mendapatkan berbagai keuntungan seperti :
•
Potongan harga sebesar 15% untuk setiap pembelian produk makanan dan
minuman diseluruh gerai X
•
Potongan harga sebesar 10% untuk setiap pembelian kopi biji dan
cinderamata di seluruh gerai X
•
Voucher senilai Rp. 25.000,- yang akan diterima bersama dengan kartu
yang didaftarkan
•
Voucher diskon 25% yang akan dikirimkan pada saat pelanggan berulang
tahun
Dalam menjaga inovasi produk, Kafe kopi X juga menawarkan produk
baru secara rutin melalui promo menu. Promo pada bulan Febuari 2008 hingga
saat ini adalah menawarkan produk baru, serta memberikan potongan harga pada
bulan Februari 2008. Promo pun dilanjutkan dengan bonus minuman gratis untuk
setiap pembelian dengan jumlah tertentu. Untuk mendapatkan pelanggan, X juga
melakukan promo harga melalui diskon pembelian sebesar 50 %, jika pelanggan
membayar dengan menggunakan kartu kredit salah satu Bank nasional terkemuka.
Promo ini berlaku mulai bulan maret hingga agustus 2008.
Mutu dan kualitas dari produk-produk di Kafe kopi X dapat diakui. Hal ini
karena kebijakan mutu PT. XYZ yaitu “ Menjadi kafe nomor satu di Indonesia
dalam hal pemenuhan kepuasan pelanggan” yang dicapai melalui peningkatan
mutu produk dan pelayanan, pengembangan sumber daya manusia dan perbaikan
terus menerus. Dalam hal ini dua gerai Kafe kopi X yaitu Kafe kopi X – Kelapa
Gading Mal 2 dan Kafe kopi X – Mega Mal Pluit telah berhasil mendapatkan
sertifikasi ISO 9001:2000 untuk standarisasi produk dan pelayanan. Sertifikasi ini
secara bertahap akan dilanjutkan ke gerai-gerai lainnya. Atas keberhasilan
tersebut, MURI (Museum Rekor Indonesia) memberikan penghargaannya sebagai
“Kafe Pertama di Indonesia yang mendapatkan ISO 9001:2000”
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Profil Responden
Responden dalam penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan rata-rata pendapatan konsumen
tiap bulan. Hal ini dilakukan untuk melihat karakteristik konsumen dari segi
demografi untuk mendapatkan gambaran konsumen secara menyeluruh. Profil
responden ini dapat digunakan bagi manajemen Kafe kopi X agar dapat
mengetahui gambaran umum mengenai konsumennya dan merumuskan strategi
pemasaran selanjutnya.
6.1.1. Jenis Kelamin dan Usia Responden
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah responden
untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan hanya terpaut 6 persen saja.
Responden berjenis kelamin pria memiliki persentase sebesar 53 persen dan
responden berjenis kelamin wanita memiliki persentase sebesar 47 persen.
JENIS KELAMIN
47%
53%
Laki-Laki
Perempuan
Gambar 12. Diagram Jenis Kelamin Responden
Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa sebanyak 36 persen
responden berusia 20 hingga 27 tahun. Responden terbanyak adalah dalam selang
usia antara 28 hingga 35 tahun yaitu sebesar 35 persen. Responden dengan usia 36
hingga 43 tahun menempati urutan ketiga dengan persentase sebesar 19 persen.
Sedangkan untuk responden dengan usia 44 hingga 51 tahun dan usia 52 hingga
59 tahun masing-masing memiliki persentase sebesar 8 persen dan 2 persen.
Gambar 13. Diagram Usia Responden.
6.1.2. Tingkat Pendidikan Responden
Responden Kafe kopi X didominasi oleh tingkat pendidikan terakhir
Sarjana strata satu (S1) sebesar 58 persen. Tingkat pendidikan SMA memiliki
persentase sebesar 15 persen. Untuk responden dengan tingkat pendidikan
Diploma memliki persentase sebesar 15 persen diikuti oleh tingkat pendidikan S2
yaitu dengan persentase 12 persen.
TINGKAT PENDIDIKAN
12%
15%
SMA
15%
DIPLOMA
S1
S2
58%
Gambar 14. Diagram Tingkat Pendidikan Responden
6.1.3. Pekerjaan Responden
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan adanya bermacam-macam latar
belakang pekerjaan responden. Sebanyak 50 persen responden memiliki pekerjaan
sebagai pegawai swasta. Selain itu terdapat 15 persen responden yang memiliki
pekerjaan sebagai wiraswasta. Responden dengan pekerjaan sebagai pegawai
negeri sipil memiliki persentase sebesar 3 persen, profesional (guru, dokter,
pengacara, dll) sebesar 9 persen dan TNI/POLRI sebesar 1 persen. Responden
yang bekerja sebagai ibu rumah tangga juga memiliki persentase yang cukup
besar yaitu sebesar 13 persen. Responden dengan pekerjaan saat ini sebagai
pelajar atau mahasiswa dan pekerjaan lainnya masing-masing memiliki persentase
sebesar 7 persen dan 2 persen.
PEKERJAAN
13%
2% 7%
3%
1%
9%
15%
50%
PELAJAR/MAHASISWA
PNS
PEGAWAI SWASTA
WIRASWASTA
PROFESIONAL
TNI/POLRI
IBU RUMAH TANGGA
LAIN-LAIN
Gambar 15. Diagram Jenis Pekerjaan Responden.
6.1.4. Rata-rata Penghasilan Responden tiap Bulan
Responden Kafe Kopi X memliki penghasilan yang beragam. Persentase
ratarata penghasilan terbesar adalah pada tingkat rata-rata penghasilan diatas Rp.
8.000.000 yaitu sebesar 30 persen. Sedangkan untuk responden dengan
penghasilan rata-rata kurang dari Rp. 2.000.000 adalah sebesar 20 persen.
Sebanyak 17 persen responden memiliki rata-rata penghasilan antara Rp.
6.000.000 hingga Rp. 8.000.000. untuk rata-rata penghasilan dengan jumlah
diantara Rp. 2.000.000 hingga Rp. 4.000.000 dan diantara Rp. 4.000.000 hingga
Rp. 6.000.000 masing-masing memiliki persentase sebesar 18 persen dan 15
persen.
RATA-RATA PENGHASILAN PER BULAN
20%
30%
< Rp 2 000 000
2 000 000 - < 4 000 000
4 000 000 - < 6 000 000
18%
6 000 000 - < 8 000 000
> 8 000 000
17%
15%
Gambar 16. Diagram Penghasilan Rata-Rata Per Bulan.
6.2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner
Uji validitas dan reliabilitas kuisioner dilakukan kepada 30 orang
responden awal. Uji validitas dilakukan untuk menunjukkan sejauh mana alat
pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Suatu pertanyaan dikatakan valid
secara statistik apabila memiliki nilai korelasi yang lebih besar dari 0.3. Hasil
yang didapat dari uji validitas kuisioner penelitian ini adalah semua pertanyaan
dapat dikatakan valid, karena semua pertanyaan tersebut memiliki nilai korelasi
yang lebih besar dari 0.3.
Reliabilitas suatu kuisioner adalah apabila dicobakan secara berulangulang kepada kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama. Secara
statistik adalah jika nilai alpha lebih besar dari 0.7. Hasil dari uji reliabilitas pada
penelitian ini adalah kuisioner dapat dikatakan reliabel karena nilai alpha untuk
seluruh pertanyaan bernilai lebih dari 0.7. Untuk melihat hasil uji validitas dan
reliabilitas yang lebih lengkap, dapat dilihat pada Lampiran 3.
6.3. Identifikasi Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional
Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan Konsumen di Kafe Kopi X
Variabel Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM) yang
terdiri dari 22 variabel diuji dengan Bartlett’s Test of Spericity dan pengukuran
MSA (Measure of Sample Adequacy). Bartlett’s Test of Spericity menguji apakah
matriks korelasi merupakan suatu matriks identitas atau bukan. Jika matriks
tersebut merupakan matriks korelasi, maka model faktor tidak sesuai. Nilai
signifikansi Bartlett’s Test of Spericity yang kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa
matriks korelasi bukan matriks identitas, oleh karena itu model faktor sesuai dan
dapat digunakan. MSA adalah menguji apakah 22 faktor-faktor tersebut dapat
diprediksi atau diproses lebih lanjut. Nilai MSA lebih dari 0.5 artinya bahwa
variabel-variabel tersebut dapat diprediksi atau diproses lebih lanjut.
Nilai communality menunjukkan besarnya ragam dari tiap variabel yang
dapat dijelaskan oleh faktor yang nantinya terbentuk. Pada output SPSS, nilai
communality dilihat pada Extraction communalities yang merupakan penduga
ragam yang dijelaskan oleh faktor yang diekstrak. Semakin besar nilai
communality sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor
yang terbentuk. Pada penelitian ini seluruh communality nilainya tinggi yang
mengindikasikan bahwa faktor yang terbentuk mampu menjelaskan setiap
variabel asal dengan baik. Jika ada communality yang nilainya kecil, maka
diperlukan tambahan faktor. Urutan nilai communality pada penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Urutan Nilai Communality Masing-Masing Variabel
No.
Faktor
Communality
1 Pelayanan ke hubungan (X22)
0.786
2 Komunikasi ke dialog (X21)
0.702
3 Co-Branding (X9)
0.701
4 Lingkungan (X10)
0.674
5 Kualitas ke preferensi (X16)
0.673
6 Website (X11)
0.667
7 Kejujuran ke kepercayaan (X15)
0.653
8 Identitas (X7)
0.645
9 Kemasyuran ke aspirasi (X17)
0.643
10 Think (X3)
0.641
11 Relate (X5)
0.638
12 Komunikasi (X6)
0.637
13 Orang (X12)
0.626
14 Act (X4)
0.614
15 Fungsi ke perasaan (X19)
0.607
16 Produk (X8)
0.571
17 Konsumen ke manusia (X13)
0.554
18 Produk ke pengalaman (X14)
0.542
19 Sense (X1)
0.521
20 Identitas ke kepribadian (X18)
0.498
21 Feel (X2)
0.497
22 Ubikuitas ke kehadiran (X20)
0.459
6.4. Komponen Utama Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional
Branding (EXEM) yang Dipertimbangkan Konsumen Kafe kopi X
Variabel-variabel yang diolah sebanyak 22 variabel dengan menggunakan
analisis
faktor
dengan
metode
Principal
Component
Analysis
(PCA)
menghasilkan empat komponen utama dengan total percentage of variance
sebesar 61.58 persen. Hal ini berarti bahwa keempat komponen utama mampu
menjelaskan 61.58 persen keragaman dari 22 variabel asal sehingga dapat
dipertimbangkan untuk mengurangi kompleksitas data yang ada dengan
kehilangan 38.42 persen informasi (Lampiran 4).
Pengelompokkan variabel asal ke dalam komponen utama didasarkan pada
angka mutlak terbesar dari nilai korelasi (nilai loading) yang diberikan setiap
variabel terhadap masing-masing komponen utama. Pengelompokkan variabel
menjadi komponen-komponen utama dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Variabel Penciri dan Nilai Loading Komponen Utama
Komponen
Eigenvalue
Variabel Penciri
Utama
Sense (X1)
Feel (X2)
Think (X3)
Act (X4)
1
39.50 %
Kualitas ke preferensi (X16)
Relate (X5)
Produk ke pengalaman (X14)
Kejujuran ke kepercayaan (X15)
Komunikasi ke dialog (X21)
Website (X11)
Fungsi ke perasaan (X19)
Kemasyuran ke aspirasi (X17)
2
8.32 %
Pelayanan ke hubungan (X22)
Konsumen ke manusia (X13)
Ubikuitas ke kehadiran (X20)
Identitas (X7)
Komunikasi (X6)
3
7.77 %
Orang (X12)
Produk (X8)
Co-Branding (X9)
4
6%
Lingkungan (X10)
Identitas ke kepribadian (X18)
Nilai
Loading
0.673
0.670
0.668
0.635
0.627
0.576
0.542
0.527
0.822
0.676
0.618
0.608
0.604
0.545
0.535
0.768
0.719
0.706
0.605
0.794
0.737
0.450
6.4.1. Komponen Utama Satu
Variabel-variabel
yang
menyusun
komponen
utama
satu
(PC1)
berdasarkan nilai loading seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 11 adalah Sense
(X1), Feel (X2), Think (X3), Act (X4), Kualitas ke preferensi (X16), Relate (X5),
Produk ke pengalaman (X14), Kejujuran ke kepercayaan (X15). Variabel-variabel
tersebut mampu menerangkan keragaman data komponen utama satu sebesar
39.50 %.
Variabel sense atau indera yang mempunyai nilai communality sebesar
0.521 merupakan penyusun komponen utama satu yang pertama. Artinya bahwa
komponen utama yang terbentuk dapat menjelaskan variabel indera sebesar 52.1
persen. Dari hasil penelitian diperoleh data tentang tanggapan responden terhadap
pelaksanaan unsur strategi experiential marketing yaitu indera. Strategi pemasaran
ini bertujuan untuk mempengaruhi konsumen dengan mencipakan pengalaman
sensori melalui penglihatan, suara, sentuhan, peraba, dan penciuman. Strategi ini
diwakili oleh tanggapan responden terhadap pertanyaan “Kopi Kafe Kopi X
memiliki rasa manis dan pahit yang sesuai jika dibandingkan dengan minuman
kopi yang biasa saya minum”. Dari 100 orang responden, 20 persen sangat setuju,
66 persen setuju, 8 persen ragu-ragu dan 6 persen tidak setuju. Dengan hasil yang
berarti bahwa sebagian besar responden mengatakan bahwa rasa kopi Kafe Kopi
X lebih pas bagi mereka, maka strategi indera dapat dikatakan telah memberikan
pengalaman yang baik bagi konsumen.
Variabel feel atau perasaan merupakan strategi pemasaran yang bertujuan
untuk mempengaruhi perasaan dan emosi terdalam pelanggan sehingga tercipta
pengalaman afektif, yaitu adanya perasaan positif terhadap merek yang dapat
memperkuat emosi kesenangan dan kebanggan si pelanggan. Strategi ini diwakili
oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Menikmati kopi di Kafe Kopi X
dapat memberikan saya suasana yang lebih nyaman dibandingkan yang
ditawarkan oleh restoran kopi lainnya.” Hal ini berarti bahwa ketika kenyamanan
yang dihadirkan oleh Kafe kopi X dapat memberikan pengaruh terhadap perasaan
konsumen, maka akan tercipta sebuah pengalaman yang berarti bagi konsumen
yang tentu saja mempengaruhi mereka untuk melakukan pembelian berikutnya di
Kafe kopi X. Hasil yang diperoleh adalah sebanyak 18 persen konsumen sangat
setuju, 53 persen konsumen setuju, 17 persen konsumen ragu-ragu dan hanya 12
persen yang tidak setuju. Nilai communality sebesar 0.497 mengartikan bahwa
komponen utama yang terbentuk dapat menjelaskan variabel perasaan sebesar
49.7 persen.
Variabel ketiga yang menyusun komponen utama satu adalah think atau
variabel pikiran. Strategi pemasaran ini bertujuan untuk meningkatkan kognitif
dan pengalaman pemecahan masalah konsumen secara kreatif, strategi ini juga
mempengaruhi pelanggan melalui kejutan, intrik dan provokasi. Strategi ini
diwakili
oleh
tanggapan
konsumen
terhadap
pertanyaan
“Ketika
saya
menginginkan minuman kopi dengan rasa yang enak dan mendapatkan pelayanan
yang baik, maka Kafe Kopi X merupakan kafe yang menjadi salah satu pilihan
saya diantara kafe lainnya.” Hal ini berarti ketika konsumen menghadapi
keinginan terhadap adanya kafe berkualitas, mereka akan mendapatkan
jawabannya dengan menjadikan Kafe kopi X sebagai pilihan yang ada dalam
pikiran mereka. Sebanyak 24 persen responden sangat setuju, 55 persen
mengatakan setuju, masing-masing 10 persen ragu-ragu dan tidak setuju
sedangkan hanya 1 persen yang sangat tidak setuju terhadap hal ini. Nilai
communality sebesar 0.461 mengisyaratkan bahwa sebesar 46.1 persen variabel
pikiran dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk.
Aksi (act) adalah variabel selanjutnya yang menyusun komponen utama
satu dengan nilai communality sebesar 0.614. Strategi pemasaran ini bertujuan
untuk mempengaruhi pengalaman-pengalaman secara lahiriyah, gaya hidup, dan
berbagai interaksi pelanggan. Pertanyaan yang mewakili variabel ini adalah
“Minuman kopi yang disajikan, enak dinikmati pada saat santai, sedang bekerja,
dan beristirahat serta dapat menjadi lebih senang dan puas setelah meminumnya.”
Hal ini berarti bahwa Kafe kopi X telah dapat memperkaya kehidupan pelanggan
melalui peningkatan pengalaman-pengalaman fisik dengan menunjukkan caracara alternatif dalam melakukan berbagal hal, haya hidup dan berbagai interaksi.
Harapan dari pelaksanaan strategi ini adalah konsumen mendapatkan motivasi,
inspirasi dan spontanitas dari pengaruh strategi ini. Konsumen yang menjawab
sangat setuju sebayak 24 persen, setuju sebanyak 55 persen, ragu-ragu sebanyak
11 persen dan tidak setuju sebanyak 4 persen.
Variabel selanjutnya adalah variabel kualitas ke preferensi, yaitu kualitas
yang baik menyebabkan konsumen melakukan pilihan terhadap Kafe kopi X. Hal
ini dapat dilihat melalui penilaian mutu oleh konsumen terhadap Kafe kopi X
dianggap lebih baik dari yang Kafe yang lain sehingga konsumen memiliki
preferensi terhadap Kafe kopi X ini. Hasil yang didapat adalah sebanyak 20
persen sangat setuju, 65 persen setuju, 13 persen ragu-ragu dan 2 persen tidak
setuju. Nilai communality variabel ini adalah sebesar 0.673 atau sebesar 67.3
persen dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk.
Variabel hubungan memiliki nilai communality sebesar 0.638 atau sebesar
63.8 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk.
Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Saya mendapatkan suasana yang saya
butuhkan saat kumpul keluarga, dengan rekanan, ataupun dengan relasi bisnis
dengan berada di Kafe kopi X.” Strategi ini merupakan perluasan dari kehidupan
individu, perasaan pribadi sehingga menambah pengalaman-pengalaman individu
dan menghubungkan individu pada idealis dirinya, orang lain, atau budaya. Hasil
yang didapat adalah sebanyak 24 persen sangat setuju, 51 persen setuju, 22 persen
ragu-ragu dan hanya 3 persen yang tidak setuju.
Variabel produk ke pengalaman adalah sebuah pengalaman produk atau
pengalaman berbelanja yang mempunyai nilai tambah dan akan bertahan dalam
memori emosional konsumen sebagai suatu keterkaitan yang dibuat pada
tingkatan yang bukan sekedar memenuhi kebutuhan. Variabel ini diwakili oleh
pertanyaan “Produk dan pelayanan yang ditawarkan di Kafe Kopi X memberikan
nilai tambah bagi saya untuk memilih Kafe Kopi X sebagai restoran kopi yang
saya pilih dikemudian hari.” Konsumen yang puas akan produk dan pelayanan di
Kafe kopi X akan memiliki nilai tambah sebagai pertimbangan mereka untuk
kembali ke Kafe kopi X ketika akan melakukan pembelian selanjutnya. Hasil
yang diperoleh adalah konsumen dengan respon sangat setuju sebanyak 14 persen,
setuju sebanyak 67 persen, ragu-ragu sebanyak 15 persen, dan tidak setuju
sebanyak 4 persen. Nilai communality variabel ini adalah sebesar 0.542 yang
berarti bahwa variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk
sebesar 54.2 persen.
Variabel terakhir yang menyusun komponen utama satu adalah variabel
kejujuran ke kepercayaan dengan nilai communality sebesar 0.653. Strategi ini
menimbulkan rasa nyaman dan rasa nyaman bagi konsumen serta memberikan
prioritas utama dalam pilihan mereka. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Saya
yakin Kafe Kopi X telah dapat memberikan produk dan pelayanan yang terbaik
untuk konsumennya.” Hal ini berarti bahwa konsumen percaya bahwa produk dan
pelayanan yang diberikan di Kafe kopi X adalah sebuah bentuk produk dan
pelayanan yang terbaik sehingga konsumen pun memberikan prioritas terhadap
pilihan mereka. Sebanyak 18 persen konsumen menyatakan sangat setuju, 66
persen konsumen menyatakan setuju, 12 persen ragu-ragu, 3 persen tidak setuju
dan 1 persen sangat tidak setuju.
6.4.2. Komponen Utama Dua
Komponen utama dua dapat menjelaskan keragaman data sebesar 8.32
persen. Variabel yang menyusun komponen utama dua adalah Komunikasi ke
dialog (X21), Website (X11), Fungsi ke perasaan (X19), Kemasyuran ke aspirasi
(X17), Pelayanan ke hubungan (X22), Konsumen ke manusia (X13), Ubikuitas ke
kehadiran (X20).
Variabel komunikasi ke dialog diwakili oleh tanggapan konsumen
terhadap pertanyaan “Keberadaan komunikasi melalui alamat e-mail alamat
kantor dan faximile memungkinkan Konsumen dapat mengirimkan saran dan
kritik untuk Kafe Kopi X.” Hal ini berarti bahwa melakukan dialog dengan
konsumen akan mendapatkan suatu tempat dalam benak konsumen karena
kebutuhan konsumen akan sebuah kemitraan merupakan hal yang sangat berarti.
Adanya alamat e-mail, alamat kantor dan faximile memungkinkan adanya dialog
yang terjalin dengan konsumen. Nilai communality variabel ini sebesar 0.702 atau
sebesar 70.2 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama yang
terbentuk. Tanggapan konsumen yang menyatakan sangat setuju adalah sebanyak
25 persen, setuju sebanyak 36 persen, ragu-ragu sebanyak 23 persen, tidak setuju
sebanyak 5 persen dan sangat tidak setuju sebanyak 1 persen.
Variabel kedua pada komponen utama dua adalah website. Variabel ini
memiliki nilai communality sebesar 0.667 atau sebesar 66.7 persen variabel ini
dapat dijelaskan oleh komponen utama yang terbentuk. Variabel ini diwakili oleh
tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Pengenalan Kafe Kopi X dari media
internet, media elektronik atau media massa lainnya memudahkan konsumen
dalam mengenal Kafe Kopi X.” Pengenalan Kafe Kopi X telah dilakukan oleh PT.
XYZ dengan tujuan agar konsumen dapat mengenal Kafe kopi X lebih dalam.
Hasil dari tanggapan konsumen adalah sebanyak 17 persen mengatakan sangat
setuju, 45 persen setuju, 30 persen ragu-ragu, 7 persen tidak setuju dan hanya 1
persen mengatakan sangat tidak setuju.
Variabel fungsi ke perasaan memiliki communality sebesar 0.607. Variabel
ini diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan “Saya minum kopi di
Kafe Kopi X bukan sekedar minum kopi, melainkan untuk menikmati suasana.”
Hal ini berarti bahwa berada di Kafe kopi X bukan hanya untuk mendapatkan
fungsi utama yaitu minum kopi namun lebih dari itu adalah segala hal yang
dihadirkan baik produk dan pelayanan ketika berada di Kafe kopi X membuat
sebuah pengalaman yang mendalam bagi konsumen. Terdapat 30 persen
konsumen yang sangat setuju, 41 persen konsumen yang setuju, 16 persen
konsumen ragu-ragu, 12 persen konsumen tidak setuju dan 1 persen konsumen
setuju.
Variabel yang menyusun komponen dua selanjutnya adalah kemasyuran
ke aspirasi. Variabel ini menjelaskan bahwa menjadi terkenal bukan berarti merek
tersebut dicintai, karena jika suatu merek yang sudah termahsyur ingin
didambakan oleh konsumennya, maka merek tersebut harus mendengarkan
aspirasi konsumennya. Untuk itu tanggapan konsumen terhadap variabel ini
diwakili oleh pertanyaan “Kafe Kopi X merupakan salah satu merek kafe terkenal
diantara merek kafe lainnya dengan kualitas dan inovasi produknya yang terjaga
baik.” Hal ini berarti bahwa kemahsyuran Kafe kopi X merupakan hal yang sudah
diketahui
oleh
konsumen
dan
sebagai
bentuk
aspirasinya,
konsumen
menginginkan sebuah inovasi produk yang senantiasa terjaga baik. Tanggapan
konsumen yang menyatakan sangat setuju adalah sebanyak 12 persen, setuju
sebanyak 69 persen, ragu-ragu sebanyak 14 persen, tidak setuju sebanyak 4 persen
dan sangat tidak setuju sebanyak 1 persen. Nilai communality variabel ini adalah
sebesar 0.643 atau 64.3 persen variabel ini dapat dijelaskan oleh komponen utama
yang terbentuk.
Variabel selanjutnya adalah variabel pelayanan ke hubungan dengan nilai
communality sebesar 0.786. Pelayanan yang terbaik dan perhatian khusus bagi
konsumen akan membangun hubungan yang langgeng dengan konsumen.
Variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Keberadaan Kafe Kopi X memenuhi
kebutuhan konsumen akan restoran kopi yang berkualitas.” Hal ini berarti bahwa
produk dan pelayanan yang diberikan di Kafe kopi X menjawab kebutuhan
konsumen akan adanya kafe berkualitas yang terbukti dengan adanya hubungan
baik dengan konsumen. Sebanyak 19 persen konsumen sangat setuju, 67 persen
setuju, 10 persen ragu-ragu, dan 4 persen tidak setuju terhadap hal ini.
Variabel konsumen ke manusia adalah pola pikir yang berubah dari
bagaimana mendapatkan pembelian konsumen sebanyaknya menjadi bagaimana
membangun kemitraan kepada sesama manusia dengan pendekatan saling
menguntungkan yang didasarkan pada hubungan yang saling menghormati.
Tanggapan konsumen terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan “Kuis dan
undian berhadiah oleh Kafe Kopi X mendekatkan Kafe Kopi X dengan
konsumennya.” Kuis dan undian berhadiah membuat hubungan yang saling
menguntungkan antara Kafe kopi X dengan konsumennya. Hal ini karena
konsumen mendapatkan keuntungan dari hadiah yang didapatkan sedangkan Kafe
kopi X
mendapatkan keuntungan dari pembelian yang dilakukan ketika
konsumen berada di Kafe Kopi X. Hanya 15 persen konsumen menjawab sangat
setuju dan 38 persen menjawab setuju. Sedangkan 39 persen konsumen masih
ragu-ragu dan 8 persen mengatakan tidak setuju. Nilai communality variabel ini
adalah sebesar 0.554.
Variabel terakhir yang menyusun komponen utama dua adalah variabel
ubikuitas (keberadaan yang sangat umum) ke kehadiran dengan nilai communality
sebesar 0.459. Ubikuitas dapat dilihat, sedangkan kehadiran emosional dapat
dirasakan. Tanggapan konsumen terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan
“Keberadaan Logo Kafe Kopi X dalam bentuk nama merek yang terpampang
ataupun tercetak dalam produk promosi (mug, gelas, botol, dll) membekas di
benak konsumen.” Hal ini berarti bahwa keberadaan yang sangat umum dari Kafe
kopi X dalam hal ini logo tercetak dapat membawa kehadiran emosional melalui
keadaan yang membekas di benak konsumen. Hasilnya adalah sebanyak 14 persen
konsumen sangat setuju, 55 persen konsumen setuju, 25 persen konsumen raguragu dan 6 persen tidak setuju.
6.4.3. Komponen Utama Tiga
Variabel-variabel yang menyusun komponen utama tiga adalah Identitas
(X7), Komunikasi (X6), Orang (X12), dan Produk (X8). Komponen utama tiga
menjelaskan keragaman data sebesar 7.77 persen dan keempat variabel
penyusunnya mempunyai korelasi positif terhadap faktor ini. Keempat variabel
penyusun komponen utama tiga memiliki nilai communality masing-masing
sebesar 0.645, 0.637, 0.626, dan 0.571. Hal ini berarti bahwa sebesar 64.5 persen
variabel identitas, 63.7 persen variabel komunikasi, 62.6 persen variabel orang
dan 57.1 persen variabel produk dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
Variabel identitas diwakili oleh tanggapan konsumen terhadap pertanyaan
”Nama merek Kafe Kopi X mudah diingat dan diucapkan.” Hal ini berarti bahwa
identitas Kafe kopi X memberikan bekas pada konsumen sehingga konsumen
mudah mengingat dan mengucapkan nama merek tersebut. Sebanyak 28 persen
konsumen memberikan tanggapan sangat setuju, 59 persen setuju, 8 persen raguragu dan 5 persen tidak setuju.
Variabel komunikasi yaitu mencakup periklanan, komunikasi internal dan
eksternal perusahaan sebaik kampanye public relation terhadap merek. Variabel
ini diwakili oleh pertanyaan ”Menurut saya bentuk-bentuk promosi yang
dilakukan Kafe Kopi X (promo menu, potongan harga, iklan, dll) dapat menarik
minat konsumen.” Bentuk-bentuk promo yang dilakukan dapat dikatakan menarik
minat konsumen untuk melakukan pembelian di Kafe kopi X. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian sebanyak 38 persen konsumen mengatakan sangat setuju, 37
persen konsumen setuju, 20 persen konsumen ragu-ragu dan 5 persen konsumen
tidak setuju.
Variabel orang yang mencakup salespeople, perwakilan perusahaan,
penyedia jasa, penyedia pelayanan pelanggan, dan siapa saja yang terlibat dengan
perusahaan atau merek juga merupakan variabel yang menyusun komponen utama
tiga. Variabel ini diwakili oleh pertanyaan ”Tenaga penjual atau pelayan sangat
membantu dan memudahkan saya dalam pelayanan yang saya butuhkan ketika
saya berada di Kafe Kopi X.” Hal ini merupakan hal yang sangat penting di Kafe
kopi X, karena proses mendapatkan pesanan ialah melalui pemesanan oleh
pelayan, bukan melalui pembelian langsung seperti halnya di restoran fast food.
Responden pun menjawab sangat setuju dengan presentase sebanyak 21 persen,
dan menjawab setuju sebesar 71 persen. Sedangkan yang menjawab ragu-ragu dan
tidak setuju adalah sebanyak 6 persen dan 2 persen.
Variabel produk merupakan variabel terakhir yang menyusun komponen
utama tiga. Variabel ini mencakup desain produk, pembungkusan dan
penampakan produk dan karakter merek yang digunakan sebagai bagian dari
pembungkusan dan poin dari material penjualan. Untuk itu, tanggapan responden
atas variabel ini diwakili oleh pertanyaan ”Produk-produk yang ditawarkan Kafe
Kopi X bervariasi dalam rasa dan ukuran serta sesuai dengan harga yang
diberikan.” Hal ini berarti bahwa Kafe kopi X memiliki desain produk, inovasi,
variasi, dan sesuai dengan harga yang ditawarkan kepada konsumen. Responden
dengan jawaban sangat setuju sebanyak 15 persen, setuju sebanyak 60 persen,
ragu-ragu sebanyak 16 persen dan tidak setuju sebanyak 9 persen.
6.4.4. Komponen Utama Empat
Variabel-variabel yang menyusun komponen utama empat adalah CoBranding (X9), Lingkungan (X10), dan Identitas ke kepribadian (X18). Komponen
utama empat menjelaskan keragaman data sebesar 6 persen dan ketiga variabel
penyusunnya mempunyai korelasi positif terhadap faktor ini. Keempat variabel
penyusun komponen utama tiga memiliki nilai communality masing-masing
sebesar 0.701, 0.674, dan 0.498. Hal ini berarti bahwa sebesar 70.1 persen
variabel co-Branding, 67.4 persen variabel lingkungan, dan 49.8 persen variabel
identitas ke kepribadian dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.
Variabel co-branding yaitu adanya event marketin, sponsorship, aliansi,
partnership, perizinan, penempatan produk dalam tim, kerja sama kampanye dan
tipe lain dari pengaturan kerjasama. Untuk itu, maka tanggapan konsumen
terhadap variabel ini diwakili oleh pertanyaan ” Kafe Kopi X sering menjadi
sponsor dalam berbagai acara ataupun membantu kegiatan-kegiatan lain.”
Konsumen saat ini yang sangat peka terhadap aspek-aspek sosial akan memiliki
pertimbangan lain dalam memilih kafe-kafe yang akan dikunjunginya selain dari
sekedar mutu yang ditawarkan oleh kafe tersebut misalnya dalam hal CSR
(Corporate Social Responsibility). Namun hasil yang didapatkan dalam penelitian
ini adalah tidak banyak konsumen yang tahu bentuk sponsorship apa yang telah
dilakukan oleh Kafe kopi X. Hanya 6 persen konsumen yang menjawab sangat
setuju dan 25 persen menjawab setuju. Sedangkan 56 persen konsumen menjawab
ragu-ragu, 10 persen menjawab tidak setuju dan 3 persen menjawab sangat tidak
setuju.
Variabel yang kedua adalah lingkungan yaitu dalam hal ini adalah
kemudahan konsumen dalam mengakses Kafe kopi X. Tanggapan konsumen
diwakili oleh pertanyaan ”Kafe kopi X dapat ditemukan dibanyak tempat dengan
mudah seperti halnya kafe-kafe lain.” Kafe kopi X tersebar di banyak tempat
sehingga konsumen dapat menjangkau Kafe kopi X dan mudah untuk mencarinya.
Hasil yang didapat adalah sebanyak 16 persen konsumen sangat setuju, 47 persen
konsumen setuju, 19 persen konsumen ragu-ragu, 14 persen konsumen tidak
setuju dan 4 persen konsumen sangat tidak setuju.
Variable terakhir adalah identitas ke kepribadian. Tanggapan konsumen
diwakili oleh pertanyaan “Kafe kopi X merupakan restoran kopi pertama yang
dimiliki dan dikembangkan oleh murni pribumi di Indonesia.” Hal ini dapat
melihat identitas Kafe kopi X sebagai restoran kopi Indonesia menjadi
kepribadian yang membedakannya dari kafe kopi yang lain. Konsumen yang
menyatakan sangat setuju sebanyak 9 orang, setuju sebanyak 40 orang, ragu-ragu
sebanyak 46 orang, tidak setuju sebanyak 4 orang dan sangat tidak setuju
sebanyak 1 orang.
6.4.5. Penentuan Skor Faktor
Setelah didapat komponen utama tersebut diatas, maka dihasilkan
persamaan konponen utama sebanyak empat persamaan yang menunjukkan nilai
skor faktor. Persamaan-persamaan komponen utama tersebut adalah :
•
PC1 = 0.673 X1 + 0.670 X2 + 0.668 X3 + 0.635 X4 + 0.576 X5 + 0.542 X14 +
0.527 X15 + 0.627 X16
•
PC2 = 0.676 X11 + 0.545 X13 + 0.608 X17 + 0.618 X19 + 0.535 X20 + 0.822
X21 + 0.604 X22
•
PC3 = 0.719 X6 + 0.768 X7 + 0.605 X8 + 0.706 X12
•
PC4 = 0.794 X9 + 0.737 X10 + 0.450 X18
Skor faktor pada dasarnya adalah upaya untuk membuat satu atau
beberapa variabel yang lebih sedikit dan berfungsi untuk menggantikan variabel
yang sudah ada. Penentuan skor faktor akan berguna apabila akan dilakukan
analisis lanjutan, dalam penelitian ini akan dilanjutkan dengan menggunakan
analisis diskriminan. Untuk itu, faktor skor dihitung terlebih dahulu bagi tiap
responden untuk data yang telah terstandardisasi atau menyebar normal lalu
kemudian dapat dilakukan analisis diskriminan. Perhitungan skor faktor dilakukan
menggunakan Microsoft Excel 2003.
6.5. Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding (EXEM)
yang dipertimbangkan dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen Kafe
kopi X
Untuk mengetahui faktor-faktor Experiential Marketing dan Emotional
Branding (EXEM) yang dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas
konsumen Kafe kopi X, maka pada sub bab ini akan dilakukan analisis
diskriminan. Penggunaan analisis diskriminan bertujuan untuk mendapatkan
komponen utama (faktor) yang dominan dalam pembentukan loyalitas konsumen
Kafe kopi X.
6.5.1. Analisis Diskriminan
Tahap awal analisis diskriminan yaitu memilih variabel-variabel untuk
dianalisis lebih lanjut. Tahap ini dilakukan dengan menguji variabel-variabel
untuk memenuhi asumsi-asumsi analisis diskriminan.
Pada pengolahan dengan analisis komponen utama dihasilkan empat
komponen utama yang kemudian dilanjutkan dengan analisis dskriminan. Untuk
itu dihasilkan model fungsi diskriminan sebagai berikut :
D = b0 + b1PC1 + b2PC2 + b3PC3 + b4PC4
Dimana, D
:
Perilaku pasca pembelian, terdiri dari tiga grup, yaitu Repeat
customer, Clients dan Advocates
b0
:
b1-n :
Konstanta persamaan diskriminan
Penduga parameter (koefisien)
PC1-n : Faktor komponen utama 1 (PC1), faktor komponen utama 2
(PC2), faktor komponen utama 3 (PC3) dan faktor komponen
utama 4 (PC4) yang merupakan hasil pengolahan dengan PCA
Untuk menentukan kategori pada perilaku pasca pembelian, maka penulis
melakukan penjumlahan skor tabulasi pada pertanyaan mengenai loyalitas
konsumen. Untuk mengklasifikasikannya digunakan rumus selang seperti
menentukan selang pada tabel distribusi frekuensi. Nilai terendah dari jawaban
responden adalah 3 dan nilai tertinggi dari jawaban adalah 15. Untuk menentukan
lebar selang maka dihitung selisih nilai skor terbesar (15) dikurang nilai skor
terkecil (3) lalu dibagi jumlah selang yang diinginkan (3). Hasilnya digunakan
untuk lebar selang dengan dimulai pada skor terkecil (3). Sehingga didapatkan
selang skor 3 sampai 6 adalah konsumen yang merupakan repeat customer, selang
skor 7 sampai 11 adalah konsumen yang merupakan clients, dan selang 12 sampai
15 adalah advocates.
6.5.2. Uji Kelayakan Variabel
Konsumen Kafe kopi X yang puas dalam pembelian yang mereka lakukan
di Kafe kopi X akan mengalami kecenderungan membeli ulang (Repeat
customers), pelanggan yang tetap melakukan pembelian di Kafe kopi X secara
teratur (Clients) atau pelanggan tetap dan pendukung yang juga mengajak orang
lain agar melakukan pembelian di Kafe kopi X (Advocates).
Untuk melihat pengaruh nyata masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen maka dilakukan uji signifikansi terhadap variabelvariabel tersebut. Uji signifikansinya adalah sebagai berikut :
•
Hipotesa :
H0 : PC1 tidak berpengaruh nyata terhadap D
H1 : PC1 berpengaruh nyata terhadap D
•
Statistik uji
Wilks lambda : Λ =
SSWG
SSTotal
Stat Λ kemudian dikonversi menjadi stat :
F
hit
1− Λ
= G −1
Λ
n−G
F > Λ, maka tolak H0
Λ1 = 0.734
Fhit1 = 17.558
•
Tolak H0
Sebaran Fhit menyebar F dengan df1 = 2 dan df2 = 97
•
Kriteria uji
Bila Fhit > Fα (df1, df2) Æ tolak H0 pada α
Pada output SPSS (TEST OF EQUALITY OF GROUP MEANS) :
Sig = Peluang (F (df1, df2) > Fhit)
Bila sig < α Æ tolak H0
Uji signifikansi variabel tersebut dilakukan juga pada PC2, PC3 dan PC4.
Berdasarkan output SPSS pada tabel “TEST OF EQUALITY OF GROUP
MEANS”, maka dapat dikatakan semua faktor komponen utama (PC1, PC2, PC3,
PC4) atau variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
Untuk melihat apakah matriks kovarians dari semua variabel dalam
populasi sama. Nilai signifikansi dari probabilitas F Box’s M digunakan untuk
menguji hal ini. Asumsi ini dapat dipenuhi apabila nilai signifikan pada
probabilitas kurang dari 0.05. Hasil output SPSS pada “Test Result” menunjukkan
nilai signifikansi 0.00 atau kurang dari 0.05. Hal ini berarti bahwa jumlah varian
dari variabel terikat (grup repeat, clients, dan advocates) adalah sama demikian
juga jumlah varian dari variabel independen (PC1, PC2, PC3, PC4) adalah sama.
Untuk melihat masalah multikolinieritas atau tidak terjadi korelasi antara
variabel bebas secara signifikan, maka hal ini sudah dapat ditentukan. Hasil faktor
dari metode analisis komponen utama telah menghasilkan variabel-variabel yang
saling bebas atau tidak terjadi multikolinieritas.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini dapat
dipenuhi. Proses selanjutnya untuk melakukan analisis diskriminan dapat
dilanjutkan.
6.5.3. Faktor-Faktor Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) yang Dominan Dipertimbangkan dalam Pembentukan
Loyalitas Konsumen Kafe kopi X
Untuk mengetahui apakah fungsi diskriminan yang dihasilkan nyata atau
tidak, maka dilakukan uji signifikansi fungsi diskriminan ke-1 hingga ke-2. Uji
signifikansinya adalah sebagai berikut :
•
Hipotesa :
H0 : Fungsi diskriminan ke-1 hingga ke-2 tidak nyata
H1 : Kedua fungsi diskriminan nyata
•
Statistik Uji
Chi Square
hit
P+G⎤ 2
⎡
= ⎢( n − 1) −
∑ ln (1 + Xi )
2 ⎥⎦ i =1
⎣
= 49.242
•
Statistik Chi Square hitung dibawah H0 menyebar Chi Square dengan df = 8
•
Kriteria uji
Bila Chi Square hit > X2df=8 (5%) Æ tolak H0 pada α
Pada output SPSS (WILK’S LAMBDA)
Sig = peluang (X2df=8 > X2 hit)
Bila sig < α Æ tolak H0 pada taraf nyata α
Hasil yang diperoleh pada pengujian tersebut diatas dilihat pada tabel
WILK’S LAMBDA. Nilai signifikansinya sebesar 0 dan ternyata lebih kecil dari
0.05. Karena itu, kedua fungsi dikriminan itu nyata.
Berdasarkan klasifikasi tersebut dan mengacu pada hasil faktor dan fungsi
yang semuanya layak dipercaya, maka untuk dapat menyimpulkan bahwa
komponen utama yang mana yang merupakan faktor yang paling dominan
dipertimbangkan dalam pembentukan loyalitas repeat customer, clients dan
advocates dapat dilihat pada Classification Function Coefficients (Tabel 11).
Tabel 11. Classification Function Coefficients
Grup Perilaku Pasca Pembelian (D)
Repeat Customer
Clients
Advocates
-0.280
-0.033
0.147
PC1
0.061
-0.039
PC2
-0.414
0.029
-0.096
0.215
PC3
-0.168
PC4
-0.146
0.381
-2.885
-1.149
-1.614
(Constant)
Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa faktor komponen utama dua
(Komunikasi ke dialog (X21), Website (X11), Fungsi ke perasaan (X19),
Kemasyuran ke aspirasi (X17), Pelayanan ke hubungan (X22), Konsumen ke
manusia (X13), Ubikuitas ke kehadiran (X20)) merupakan faktor komponen
dominan dipertimbangkan dalam membentuk perilaku repeat customer. Hal ini
dapat dilihat pada nilai yang diarsir karena memiliki nilai bobot mutlak yang
paling besar pada grup repeat customer diantara komponen yang lain. Sedangkan
faktor komponen utama yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan
perilaku pasca pembelian clients dan advocates adalah komponen utama empat
(Co-Branding (X9), Lingkungan (X10), dan Identitas ke kepribadian (X18)). Pada
tabel untuk daerah yang diarsir pada perilaku pasca pembelian clients dan
advocates, nilai bobot mutlak lebih besar daripada nilai bobot komponen utama
lain.
Bila diurutkan tingkat dominansi faktor yang dipertimbangkan dalam
pembentukan grup pasca pembelian repeat customer, maka berurutan faktor
komponen utama yang dominan membentuk loyalitas setelah komponen utama
dua adalah komponen utama satu, komponen utama empat dan komponen utama
tiga. Untuk grup clients, urutan faktor komponen utama yang dominan
membentuk loyalitas setelah komponen utama empat adalah komponen utama
tiga, komponen utama dua dan komponen utama satu. Sedangkan untuk melihat
dominansi pada grup advocates, urutan faktor yang dominan membentuk loyalitas
setelah komponen utama empat adalah komponen utama tiga, komponen utama
satu dan komponen utama dua.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian di awal penelitian, maka dapat dihasilkan
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Penelitian ini menggunakan 22 faktor
dari variabel Experiential
Marketing dan Emotional Branding (EXEM) kemudian ke-22 faktor ini
direduksi dengan menggunakan analisis faktor metode analisis komponen
utama menjadi empat komponen utama. Komponen utama yang dihasilkan
yaitu komponen utama satu yaitu sense (X1), feel (X2), think (X3), act (X4),
kualitas ke preferensi (X16), relate (X5), produk ke pengalaman (X14),
kejujuran ke kepercayaan (X15). Komponen utama dua yaitu komunikasi
ke dialog (X21), website (X11), fungsi ke perasaan (X19), kemasyuran ke
aspirasi (X17), pelayanan ke hubungan (X22), konsumen ke manusia (X13),
ubikuitas ke kehadiran (X20). Komponen Utama tiga yaitu identitas (X7),
komunikasi (X6), orang (X12), dan produk (X8). Komponen utama empat
yaitu co-branding (X9), lingkungan (X10), dan identitas ke kepribadian
(X18).
2.
Berdasarkan hasil analisis diskriminan terhadap faktor-faktor komponen
utama maka dapat dikatakan bahwa faktor komponen utama dua
merupakan faktor yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan
grup pasca pembelian repeat costumer. Sedangkan faktor komponen
utama yang dominan dipertimbangkan dalam pembentukan grup pasca
pembelian clients dan advocates adalah faktor komponen utama empat.
7.2. Saran
1.
Faktor co-branding yang dilakukan oleh Kafe kopi X perlu ditingkatkan.
Pelaksanaan co-branding Kafe kopi X dengan salah satu bank nasional
terkemuka sebagai bentuk promo harga dapat terus ditingkatkan. Hal ini
karena terbukti bahwa faktor co-branding merupakan salah satu faktor
utama yang dominan dipertimbangkan dalam bentuk loyalitas konsumen
yang tetap tidak terpengaruh terhadap produk pesaing (clients) dan
membentuk konsumen yang dapat merekomendasikan Kafe kopi X kepada
orang lain (advocates).
2.
Penelitian selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan meneliti
co-branding yang dilakukan antara Kafe kopi X dan bank tersebut, atau
bentuk-bentuk co-branding yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bigham, Liz. 2005. Expetiential Marketing, New Consumer Research.
www.360.jackmorton.com [diakses tanggal 4 Desember 2007].
BPS. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Budi, Muser Hijrah Fery. 2006. Analisis loyalitas konsumen terhadap rokok
kretek di kecamatan Bogor Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Statistik Perkebunan Indonesia 2000-2007.
Jakarta: Ditjen Perkebunan.
Experiential Marketing Forum. 2007. Experiential Marketing, Changing The Way
You Relate To Brand. www.emf.org [diakses tanggal 16 November 2007].
Engel, James F et al. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1-2. Jakarta : Biarupa
Aksara.
FAOSTAT. 2007. www.fao.org [diakses tanggal 20 November 2007].
Fou, Augustine. 2003. Experiential Marketing Defined. www.1000ventures.com
[diakses tanggal 4 Desember 2007].
Gobé, Marc. 2005. Emotional Branding. www.emotionalbranding.com [diakses
tanggal 16 November 2007].
_________. 2005. Emotional Branding, Paradigma Baru Untuk Membangun
Hubungan Merek dengan Pelanggan. Jakarta : Erlangga.
Greenberg, Michael. 2007. Build a Fence Around Your Loyal Costumers.
www.chiefmarketer.com [diakses tanggal 15 November 2007].
Griffin. 1995. Customer Loyalty : How to Earn It, How to Keep It. New York :
Mac Grow Hill.
Hadi, Dian Agustina Puspitasari Sri. 2005. Analisis pengaruh promosi terhadap
brand switching (SK di rest KFC cbg Pajajaran Bogor). Skripsi.
Departemen Manajemen. FEM IPB. Bogor.
Hausser, Eric. 2007. Experiential Marketing. www.emf.org [diakses tanggal 16
November 2007].
Haeckel. 2003. How to Lead The Customer Experience. Prentice Hall.
Hlavinka, Kelly. 2007. Three Trends That Will Transform Your Loyalty.
www.chiefmarketer.com [diakses tanggal 15 November 2007].
ICO. 2008. About Coffee. www.ico.org [diakses tanggal 1 April 2008].
Indriasari, Rina. 2007. Analisis ekuitas merek (brand equity) pada produk kopi
instan cappucino (Studi Kasus di 2 universitas di Bogor). Skripsi.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Jati, Yodhy Purwoko. 2006. Analisis Nilai Tambah dan Stratehi Pemasaran Kopi
Bubuk Arabika Kelompok Tani Manunggal VI Kecamatan Jambu,
Semarang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Faperta IPB. Bogor.
Kartajaya, Hermawan, dkk. 2006. Marketing in Venus. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
Lenderman, Max. 2006. Are You Experiential?. www.marketingmags.com
[diakses tanggal 4 Desember 2007].
Lovelock. Christopher and Jochen Wirtz. 2004. Services Marketing : People,
Technology, Strategy. Prentice Hall.
Muchlis. 2006. Analisis Ekuitas Merek Pada Merek Kopi Bubuk Dan Merek Kopi
Instan Di Wilayah Jakarta Timur. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Novindra. 2003. Hubungan Experiential Marketing dan Emotional Branding
(EXEM) dengan Loyalitas Konsumen Susu Kental Manis Indomilk pada
PT. Indomilk (Studi Kasus di Kotamadya Bogor). Skripsi. Departemen
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Pamungkas, Sukiatno Catur. 2006. Analisis pengambilan keputusan konsumen
dan brand positioning teh di wilayah perkotaan dan pedesan (kasus : ds.
Kalikotes, kec. Kalikotes, kan. Klaten, Jateng dan kodya Yogya, DIY.
Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB.
Bogor.
Pratiwi, Noor Annisya Haniyatti. 2006. Analisis nilai dan loyalitas pelanggan
Macaroni Panggang, Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Raharjo, Sigit. 2004. Bila Ngopi Bukan Sekedar Minum Kopi. www.kontanonline.com [diakses tanggal 20 November 2007].
Rahman, Ingga. 2007. Analisis citra merek (brand image) dalam pengambilan
keputusan pembelian fruit tea di kota Sukabumi. Skripsi. Departemen
Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Saragih, Ika Kartika. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Kopi
Arabika Dan Robusta. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Schmitt, Bernd H. 1999. Experiential Marketing : How to Get Customers to
Sense, Feel, Think, Act, Relate to Your Company and Brands. New York.
The Free Press.
Setianingrum, Desi. 2007. Analisis sensitivitas harga dan loyalitas konsumen teh
hijau selup di kota bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sitompul, Juristama Partogi. 2007. Analisis kepuasan dan loyalitas konsumen
terhadap fruit tea (SK mahasiswa SI IPB). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Spillane, James J. 1990. Komoditi Kopi, Peranannya dalam Perekonomian
Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Sufehmi, Harry. 2007. Isnet, Starbucks, dan Kekuatan
www.harry.sufehmi.com [diakses tanggal 20 November 2007].
Brand.
Sulianto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Jakarta : Ghalia
Indonesia
Sutisna, Adi Destriadi. 2005. Pengaruh Faktor-Faktor dari Experiential Marketing
dan Emotional Branding (EXEM) terhadap Loyalitas Konsumen Teh
Botol Sosro (Studi Kasus di Kota Bogor). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Faperta IPB. Bogor.
Wikipedia. 2006. Economics of Coffee. www.wikipedia.org [diakses tanggal 16
November 2007].
. 2006. Coffee. www.wikipedia.org [diakses tanggal 16 November
2007].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian
Saya Krishna Padja Kurniawan, mahasiswa Program Studi
Manajemen Agribinis Institut Pertanian Bogor yang sedang
mengadakan penelitian tentang Hubungan Experiential
Marketing dan Emotional Branding terhadap Loyalitas
konsumen pada Kafe Kopi X. Penelitian ini merupakan bagian
dari skripsi yang sedang saya selesaikan. Demi tercapainya hasil
penelitian yang diinginkan, mohon kesediaan Anda untuk
berpartisipasi dengan mengisi kuisioner ini secara lengkap dan
benar. Semua informasi yang diterima sebagai hasil dari
kuisioner ini bersifat rahasia dan dipergunakan hanya untuk
kepentingan akademis. Tidak ada jawaban yang salah dalam
SCREENING
PETUNJUK : berilah tanda silang (X) pada nomor yang tersedia sesuai
dengan jawaban yang Anda pilih. Plilih salah satu jawaban saja untuk
masing-masing pertanyaan.
1.
Apakah Anda atau salah satu anggota keluarga Anda atau teman dekat Anda
ada yang bekerja di Kafe Kopi X?
1. Ya Æ STOP, terima kasih atas partisipasi Anda
2. Tidak Æ (lanjutkan ke pertanyaan 2)
2. Kapan terakhir Anda pernah mengkonsumsi minuman dan atau makanan di
Kafe Kopi X?
1. Dalam enam bulan terakhir
3. Lebih dari satu tahun terakhir
2. Dalam satu tahun terakhir
3. Sudah Berapa Kali Anda mengkonsumsi minuman dan atau makanan di Kafe
Kopi X?
1. satu kali
2. ≥ dua kali
INFORMASI DATA KONSUMEN
PETUNJUK : Mohon dilengkapi titik-titik dibawah ini dan berilah tanda
silang (X) pada pilihan yang paling sesuai bagi Anda.
Nama lengkap
Jenis Kelamin
Usia
Alamat
Pendidikan
Terakhir
Pekerjaan
: ...................................................................................................
:L/P
: ...................tahun
:......................................................................................................
....................................................................................................
Telepon / HP :...........
(1) SD/ Sederajat
(5) S1
(2) SMP/Sederajat
(6) S2
(3) SMA/Sederajat
(7) S3
(4) Diploma
(8) Lainnya (sebutkan)................
(a) Pelajar/mahasiswa
(b) PNS
(f) TNI/POLRI
(g) Ibu Rumah Tangga
(h) Tidak bekerja
(c) Swasta
(d) Wiraswasta
(i) Lainnya
(e) Profesional
(sebutkan).....................
(guru,dokter,pengacara
, dll)
Penghasilan
1. < Rp 2 000.000
2. Rp 2 000 000 - < Rp 4 000 000
per bulan
3. Rp 4 000 000 - < Rp 6 000 000
4. Rp 6 000 000 - < Rp 8 000 000
5. > Rp 8 000 000
INFORMASI UMUM
PETUNJUK : Mohon dilengkapi titik-titik dibawah ini
1.
No.
1.
2.
Jenis atau menu kopi apa yang Anda Minum di Kafe Kopi X? Alasan
memilih
menu
kopi
ini?......................................................................................................................
............................................................................................................................
......................
2. Pada pembelian sebelumnya jenis yang Anda minum sama atau tidak? Jika
tidak,
maka
jenis
apa
yang
sebelumnya
Anda
minum?...........................................................
…………………………………………………………………………………
……...
3. Apakah
Anda
pernah
mengkonsumsi
kopi
di
kafe
lain?.............................................
Jika pernah sebutkan restoran atau kafe tersebut?
......................................................
............................................................................................................................
...........
4. Tolong Anda urutkan Kafe Kopi X & restoran kopi tersebut diatas
berdasarkan seringnya Anda melakukan pembelian disana.
1. …………………….
3. ……………………...
5.
……………………………
2. ……………………. 4. ……………………... dst
PENTUNJUK : Berilah tanda X pada kolom angka menurut pendapat Anda
dengan pilihan Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju
(TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
A. Tanggapan konsumen atas pelaksanaan prinsip-prinsip Experiential
Marketing (pemasaran yang memberikan pengalaman) dan Emotional
Branding (menjadikan merek yang emosional) pada Kafe Kopi X.
Alternatif Jawaban
Pertanyaan
SS
S
RR
TS STS
Kopi Kafe Kopi X memiliki rasa manis dan
pahit yang sesuai jika dibandingkan dengan
minuman kopi yang biasa saya minum
Menikmati kopi di Kafe Kopi X dapat
memberikan saya suasana yang lebih nyaman
dibandingkan yang ditawarkan oleh restoran
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
kopi lainnya
Ketika saya menginginkan minuman kopi
dengan rasa yang enak dan mendapatkan
pelayanan yang baik, maka Kafe Kopi X
merupakan kafe yang menjadi salah satu pilihan
saya diantara kafe lainnya
Minuman kopi yang disajikan, enak dinikmati
pada saat santai, sedang bekerja, dan
beristirahat serta dapat menjadi lebih senang
dan puas setelah meminumnya
Saya mendapatkan suasana yang saya butuhkan
saat kumpul keluarga, dengan rekanan, ataupun
dengan relasi bisnis dengan berada di kafe Kafe
Kopi X
Menurut saya bentuk-bentuk promosi yang
dilakukan Kafe Kopi X (promo menu, potongan
harga, iklan, dll) dapat menarik minat
konsumen
Nama merek Kafe Kopi X mudah diingat dan
diucapkan
Produk-produk yang ditawarkan Kafe Kopi X
bervariasi dalam rasa dan ukuran serta sesuai
dengan harga yang diberikan
Kafe Kopi X sering menjadi sponsor dalam
berbagai acara ataupun membantu kegiatankegiatan lain
Kafe Kafe Kopi X dapat ditemukan dibanyak
tempat dengan mudah seperti halnya kafe-kafe
lain
Pengenalan Kafe Kopi X dari media internet,
media elektronik atau media massa lainnya
memudahkan konsumen dalam mengenal Kafe
Kopi X
Tenaga penjual atau pelayan sangat membantu
dan memudahkan saya dalam pelayanan yang
saya butuhkan ketika saya berada di Kafe Kopi
X
Quiz dan undian berhadiah oleh Kafe Kopi X
mendekatkan
Kafe
Kopi
X
dengan
konsumennya
Produk dan pelayanan yang ditawarkan di Kafe
Kopi X memberikan nilai tambah bagi saya
untuk memilih Kafe Kopi X sebagai restoran
kopi yang saya pilih dikemudian hari
Saya yakin Kafe Kopi X telah dapat
memberikan produk dan pelayanan yang terbaik
untuk konsumennya
Kafe Kopi X mempunyai mutu yang baik sesuai
17.
18.
19.
20.
21.
22.
dengan minuman kopi yang biasa saya minum
Kafe Kopi X merupakan salah satu merek kafe
terkenal diantara merek kafe lainnya dengan
kualitas dan inovasi produknya yang terjaga
baik
Kafe Kopi X merupakan restoran kopi pertama
yang dimiliki dan dikembangkan oleh murni
pribumi di Indonesia
Saya minum kopi di Kafe Kopi X bukan
sekedar minum kopi, melainkan untuk
menikmati suasana
Keberadaan Logo Kafe Kopi X dalam bentuk
nama merek yang terpampang ataupun tercetak
dalam produk promosi (mug, gelas, botol, dll)
membekas di benak konsumen
Keberadaan komunikasi melalui alamat email
alamat kantor dan faximile memungkinkan
Konsumen dapat mengirimkan saran dan kritik
untuk Kafe Kopi X
Keberadaan Kafe Kopi X memenuhi kebutuhan
konsumen akan restoran kopi yang berkualitas
B. Tanggapan responden atas loyalitas konsumen terhadap pelaksanaan
prinsip-prinsip Experiential Marketing (pemasaran yang memberikan
pengalaman) dan Emotional Branding (menjadikan merek yang
emosional) pada Kafe Kopi X.
No.
Pertanyaan
1.
2.
Saya sering membeli produk di Kafe Kopi X
Saya tidak terpengaruh untuk membeli produkproduk lain selain Kafe Kopi X
Saya merekomendasikan kepada orang lain
untuk membeli produk di Kafe Kopi X
3.
SS
Alternatif Jawaban
S
RR
TS
STS
Saran-saran
Anda
kepada
Kafe
Kopi
X.........................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
................................................
TERIMA KASIH
Alat Analisis
Diskriminan
Hubungan Experiential Marketing dan
Emotional Branding (EXEM) dengan
Loyalitas Konsumen Susu Kental Manis
Indomilk pada PT. Indomilk (Studi
Kasus di Kotamadya Bogor)
Novindra (2003)
Pengaruh Faktor-Faktor dari
Experiential Marketing dan Emotional
Branding (EXEM) terhadap Loyalitas
Konsumen Teh Botol Sosro (Studi
Kasus di Kota Bogor)
Adi Destriadi Sutisna (2005)
Analisis ekuitas merek (brand equity)
pada produk kopi instan cappucino
(Studi Kasus di 2 universitas di Bogor)
Rina Indriasari (2007)
Hubungan EM terhadap loyalitas,
hubungan EB terhadap loyalitas,
hubungan EXEM terhadap loyalitas
- Uji Spearman
- Uji Kendall
Hubungan EM terhadap loyalitas,
hubungan EB terhadap loyalitas,
pengaruh EXEM terhadap loyalitas
- PCA
- Diskriminan
Adanya pengaruh faktor-faktor
EXEM terhadap loyalitas
Menganalisis tingkat kesadaran
merek, tingkat asosiasi merek,
persepsi konsumen, tingkat loyalitas,
dan membandingkan hasil elemenelemen ekuitas.
Menganalisis kekuatan brand image
relatif terhadap pesaing, faktorfaktor yang menjadikan dasar
- Analisis Deskriptif
- Rata-rata std
deviasi
- Brand switching
pattern matrix
- Multi dimension
scaling
- Uji Cohran
Merek tekuat adalah Nescafe
Analisis citra merek (brand image)
dalam pengambilan keputusan
pembelian fruit tea di kota Sukabumi
Keterangan/Hasil
Ada 3 urutan dan kombinasi :
1. Extra Joss, Aqua dan tahapan
BCA
2. Nokia, Pepsodent dan Aqua
3. Mc Donald’s, indofood dan
Tahapan BCA
Adanya hubungan antara EM
terhadap loyalitas, hubungan EB
terhadap loyalitas, hubungan
EXEM terhadap loyalitas
Keseluruhan brand image fruit
tea mampu mempengaruhi
keputusan pembelian produk fruit
Lampiran 2. Ringkasan Penelitian Terdahulu
Judul & Penulis
Tujuan
Tim Mark Plus & Co dan Majalah SWA Untuk memilih jago-jago di bidang
EXEM
Ingga Rahman (2007)
Analisis pengambilan keputusan
konsumen dan brand positioning teh di
wilayah perkotaan dan pedesan (kasus :
ds. Kalikotes, kec. Kalikotes, kan.
Klaten, Jateng dan kodya Yogya, DIY.
Sukiatno Catur Pamungkas (2006)
Analisis pengaruh promosi terhadap
brand switching (SK di rest KFC cbg
Pajajaran Bogor)
Dian Agutina Puspitasari Sri Hadi
(2005)
Analisis kepuasan dan loyalitas
konsumen terhadap fruit tea (SK
mahasiswa SI IPB)
Juristama Partogi Sitompul (2007)
Analisis sensitivitas harga dan loyalitas
konsumen teh hijau selup di kota bogor
Desi Setianingrum (2007)
Analisis nilai dan loyalitas pelanggan
Macaroni Panggang, Bogor.
Noor Annisya Haniyatti Pratiwi (2006)
pembelian, hubungan antara brand
image dengan keputusan pembelian
Mengidentifikasi proses keputusan
pembelian, faktor-faktor yang
mempengaruhi, market positioning,
memetakan persepsi konsumen
terhadap teh.
- Buying Decision
Process
- Analisis Deskriptif
- Analisis faktor
- Analisis biplot
tea
Mengidentifikasi aktivitas promosi,
persepsi konsumen dan menganalisis
implikasi dari kegiatan promosi
terhadap brand switching
- Uji Cohran
- Regresi
- Brand switching
pattern matrix
Tingkat beralih KFC lebih rendah
darpada restoran lain
Mengidentifikasi karakteristik
konsumen, tingkat kepuasan dan
loyalitas, merumuskan strategi
pemasaran
Menganalisis sensitivitas konsumen,
mengidentifikasi tingkat loyalitas
dan mnganalisa hubungan
sensitivitas harga dengan loyalitas
pelanggan
Mengidentifikasi karekteristik
konsumen, faktor-faktor yang
menentukan nilai pelanggan dan
yang mempengaruhi loyalitas
konsumen.
- Analisis deskriptif
- IPA
- CSI
Atribut yang harus diprioritaskan
kinerjanya adalah atribut pelepas
dahaga, penghilang dehidrasi dan
ukuran volume produk
Menggunakan 3 produk, yaitu
sariwangi, sosro, dan 2 tang.
- Sensitivitas harga
(metode Huisman)
- Piramida loyalitas
- SEM
4 faktor utama :
1. Nilai jual produk
2. Penampilan produk
3. Kualitas produk
4. Pengalaman konsumen
Faktor yang mempengaruhi nilai
bagi pelanggan adalah pelayanan,
karyawan dan citra. Loyalitas
pelanggan dipengaruhi oleh
kinerja pesaing dan pengalaman
pelanggan
Analisis loyalitas konsumen terhadap
rokok kretek di kecamatan Bogor Barat
Muser Hijrah Fery Budi (2006)
Analisis nilali tambah dan strategi
pemasaran kopi bubuk arabika
kelompok tani manunggal VI
Kecamatan Jambu, Semarang.
Yodhy Purwoko Jati (2006)
Analisis pendapatan usahatani dan
pemasaran kopi arabika dan robusta
Ika Kartika Saragih (2007)
Analisis ekuitas merek pada merek kopi
bubuk dan merek kopi instan di wilayah
Jakarta Timur
Muchlis (2006)
Menganalisis penilaian konsumen
terhadap atribut rokok kretek, atribut
apa saja yang mempengaruhi, tingkat
loyalitas konsumen terhadap rokok
kretek
Mengukur besarnya nilai tambah
yang diciptakan usaha pengolahan
kopi kelompok tani, menganalisis
faktor-faktor lingkungan internal dan
eksternal usaha pengolahan kopi
kelompok tani yang berpengaruh
terhadap perkembangan kelompok
tani, mengidentifikasi SWOT,
merumuskan strategi pemasaran kopi
bubuk arabika
- Fishbein dan
tabulasi sederhana
- IPA
Diperoleh 9 atribut memuaskan
dan 2 atribut tidak memuaskan
- IFE, EFE
- SWOT
- QSPM
Menganalisis pendapatan usahatani
kopi robusta dan arabika berdasarkan
penerimaan petani dan total biaya
yang dikeluarkan petani dalam
mengusahakan kedua jenis kopi
tersebut, menganalisis lembaga
pemasaran yang terlibat dalam
saluran pemasaran kopi
Menganalisis ekuitas merek pada
merek kopi instan dan kpoi bubuk
Mengidentifikasi segmen pasar
prioritas merek kopi bubuk dan
- Analisis efisiensi
pemasaran
- R/C ratio
- Analisis margin
pemasaran
Merupakan usaha yang padat
modal
Hasil pemetaan menuntukkan
bahwa strategi pemasaran yang
tepat adalah strategi penetrasi
pasar dan strategi pengembangan
produk
Hasil QSPM menunjukkan
strategi prioritas adalah membuka
peluang investasi kepada pihak
lain.
R/C atas biaya tunai (arabika
4.93, robusta 3.06) R/C atas biaya
total (arabika 1.94, robusta 1.22)
Berdasarkan analisis efisiensi
maka saluran pemasaran efisien.
- Analisis deskriptif
- Uji Cohran
- Model Fishbein
- Model Markov
Ekuitas merek terbesar pada kopi
instan adalah nescafe, pada kopi
bubuk adalah kapal api.
Segmen prioritas untuk nescafe
instan berdasarkan rata-rata
pengeluaran konsumen yang loyal
terhadap merek yang dikonsumsi
dan indocafe adalah segmen
menengah ke atas, segmen
prioritas untuk torabika dan ABC
adalah menengah ke bawah
Lampiran 3. Validitas dan Reliabilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.870
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
.885
Item-Total Statistics
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
P24
P25
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.870
.865
.868
.868
.867
.860
.868
.865
.862
.863
.867
.865
.861
.864
.861
.864
.866
.858
.865
.860
.865
.865
.877
.877
.870
N of Items
25
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
total x
Correlation Coefficient
0.348
0.538
0.409
0.497
0.535
0.671
0.391
0.520
0.533
0.516
0.531
0.488
0.662
0.549
0.707
0.595
0.517
0.738
0.706
0.744
0.627
0.616
1
P23
P24
P25
total y
Correlations Coefficient
0.663
0.832
0.489
1
Lampiran 4. Hasil Output Principal Component Analysis.
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy.
Bartlett's Test of
Sphericity
Approx. Chi-Square
df
Sig.
.881
1134.592
231
.000
Communalities
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
Initial
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Extraction
.521
.497
.641
.614
.638
.637
.645
.571
.701
.674
.667
.626
.554
.542
.653
.673
.643
.498
.607
.459
.702
.786
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Total
8.689
1.829
1.709
1.321
.931
.887
.751
.708
.627
.603
.531
.501
.442
.426
.364
.353
.285
.275
.238
.208
.191
.133
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Component
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Initial Eigenvalues
% of Variance Cumulative %
39.497
39.497
8.314
47.811
7.766
55.577
6.003
61.580
4.233
65.813
4.030
69.843
3.415
73.259
3.217
76.476
2.851
79.327
2.743
82.069
2.412
84.481
2.275
86.756
2.007
88.763
1.935
90.698
1.654
92.353
1.602
93.955
1.293
95.248
1.252
96.500
1.083
97.583
.944
98.528
.868
99.395
.605
100.000
Extraction Sums of Squared Loadings
Total
% of Variance Cumulative %
8.689
39.497
39.497
1.829
8.314
47.811
1.709
7.766
55.577
1.321
6.003
61.580
Total Variance Explained
Rotation Sums of Squared Loadings
Total
% of Variance Cumulative %
4.250
19.317
19.317
3.908
17.765
37.082
2.987
13.576
50.658
2.403
10.922
61.580
Component Matrixa
1
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
.466
.553
.648
.621
.757
.566
.504
.598
.480
.536
.557
.625
Component
2
3
-.490
-.419
4
-.428
.523
.505
.456
.433
.456
.524
.594
.439
.525
.672
.744
.783
.749
.626
.679
.642
.561
.848
-.412
Extraction Method: Principal Component Analysis.
a. 4 components extracted.
Rotated Component Matrixa
Component
1
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
2
.673
.670
.668
.635
.576
3
4
.494
.719
.768
.605
.794
.737
.432
.676
.706
.545
.542
.527
.627
.403
.574
.443
.429
.608
.402
.618
.535
.822
.604
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 8 iterations.
.431
.450
Lampiran 5. Hasil Output Analisis Diskriminan
Test Results
Box's M
F
Approx.
df1
df2
Sig.
58.762
2.441
20
1023.644
.000
Tests null hypothesis of equal population covariance matrices.
Tests of Equality of Group Means
pca1
pca2
pca3
pca4
Wilks'
Lambda
.734
.770
.795
.775
F
17.558
14.457
12.484
14.088
df1
df2
2
2
2
2
Sig.
.000
.000
.000
.000
97
97
97
97
Wilks' Lambda
Test of Function(s)
1 through 2
2
Wilks'
Lambda
.597
.909
Chi-square
49.242
9.119
Canonical Discriminant Function Coefficients
pca1
pca2
pca3
pca4
(Constant)
Function
1
2
.155
-.022
.056
-.369
.140
.305
.292
.372
.000
.000
Unstandardized coefficients
Classification Function Coefficients
pca1
pca2
pca3
pca4
(Constant)
.00
-.280
-.414
.029
-.168
-2.885
D
1.00
-.033
.061
-.096
-.146
-1.149
Fisher's linear discriminant functions
2.00
.147
-.039
.215
.381
-1.614
df
8
3
Sig.
.000
.028
Download