10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian EVA
EVA merupakan suatu pendekatan baru dalam menilai kinerja perusahaan
dengan memperhatikan secara adil harapan-harapan penyandang dana, terutama para
pemegang saham dan kreditur. EVA mampu menghitung laba ekonomi yang
sebenarnya atau true economic profit suatu perusahaan pada tahun tertentu dan sangat
berbeda jika dibandingkan dengan laba akuntansi (Sartono,1997:104). EVA
mencerminkan residual income yang tersisa setelah semua biaya modal, termasuk
biaya modal saham, telah dikurangkan. Sedangkan laba akuntansi dihitung tanpa
mengurangkan biaya modal. EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai
tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Dengan demikian, EVA
merupakan salah satu kriteria yang lebih baik dalam penilaian kebijakan manajerial
dan kompensasi. EVA merupakan keberhasilan manajemen dalam meningkatkan nilai
tambah bagi perusahaan. Asumsinya, jika manajemen baik atau efektif (dilihat dari
besar kecilnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan
harga saham.
Istilah EVA pertama kali dipopulerkan tahun 1991 oleh Stern-Stewart & Co
of New York, yang merupakan perusahaan konsultan dari Amerika Serikat. SternStewart menghitung EVA sebagai laba operasi setelah pajak yang dikurangi dengan
10
total biaya modal, dimana total biaya modal dihitung sebagai berikut : Tingkat biaya
modal x Total modal yang diinvestasikan (Utama, 1997:10).
Stern-Stewart melakukan beberapa penyesuaian terhadap laba operasi setelah
pajak yang disusun menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Penyesuaian yang
dilakukan adalah dengan menambahkan cadangan-cadangan ekuitas ke laba operasi
setelah pajak. Total biaya modal menunjukkan besarnya kompensasi tergantung pada
tingkat resiko perusahan yang bersangkutan. Modal berasal dari dua sumber dana
yaitu hutang dan ekuitas. Kompensasi yang diterima oleh para pemilik ekuitas adalah
dalam bentuk dividen dan capital gain. Besarnya tingkat bunga setelah pajak dan
tingkat biaya modal atas ekuitas sesuai dengan proporsi utang dan ekuitas pada
struktur modal. Beban bunga atas utang tercermin di dalam laporan rugi laba,
sedangkan perhitungan tingkat biaya modal atas ekuitas dapat dilakukan dengan
pendekatan Price Earning.
Menurut Widajanto dalam Suwinci, 2003:14-17, menyebutkan bahwa secara
ringkas EVA dapat dihitung sebagai berikut:
EVA = Laba sebelum pajak – Pajak – Biaya modal ..................................................(1)
Dimana:
EVA > 0, maka telah terjadi penambahan nilai ekonomis perusahaan.
EVA = 0, maka secara ekonomis perusahaan dalam keadaan impas, karena
semua
laba yang tersedia digunakan untuk membiayai kewajiban
kepada penyedia dana.
11
EVA < 0, maka tidak terjadi penambahan nilai tambah pada perusahaan
tersebut, karena laba yang tersedia tidak memenuhi harapan
penyandang dana terutama pemegang saham.
EVA tidak dapat meningkatkan kinerja perusahaan, karena EVA bukanlah
suatu sistem tetapi hanya sebuah indikator. EVA hanya menunjukkan sebuah nilai
tambah murni dari sejumlah dana yang ditanamkan dalam suatu perusahaan
sedangkan kinerja ditentukan oleh sistem dan praktek manajemen dalam perusahaan.
EVA merupakan indikator tentang adanya penciptaan nilai dari suatu investasi, EVA
yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai ini sejalan dengan
tujuan memaksimumkan nilai perusahaan (Utama, 1997:10). EVA sebagai laba
operasi setelah pajak dikurangi biaya modal dari seluruh modal yang dipergunakan
untuk menghasilkan laba tersebut (Rousana, 1997:18)
Menurut Lee dalam Utama (1997:10) yang memfokuskan perhatiannya hanya
pada ekuitas dan bukan pada total modal, perhitungan EVA mencakup laba yang
tersedia untuk pemegang saham dan biaya modal atas ekuitas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
EVA = EAT – Biaya modal atas ekuitas ....................................................................(2)
Dimana:
EVA
: Economic Value Added (Nilai Tambah Ekonomis)
EAT
: Earning After Tax (Laba Bersih Setelah Pajak)
Biaya modal atas ekuitas : jumlah biaya modal sendiri yang harus ditanggung
oleh perusahaan.
12
2.1.2
Manfaat dan Kelemahan EVA
EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan
(Utama, 1997:12), dimana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai.
Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian
manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para manajer
akan berpikir dan juga bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu memilih
investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat
biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
EVA dapat digunakan sebagai alat untuk menilai kinerja perusahaan apabila
perhitungan EVA tidak hanya untuk periode sekarang, tetapi juga mencakup periode
yang akan datang. Hal ini disebabkan karena EVA pada suatu tahun tertentu
menunjukkan besarnya penciptaan nilai pada tahun tersebut, sedangkan nilai
perusahaan menunjukkan nilai sekarang dari total penciptaan nilai selama umur
perusahaan tersebut. Lee (1996) menyebutkan bahwa nilai perusahaan dapat
dinyatakan sebagai penjumlahan dari total modal yang diinvestasikan ditambah nilai
sekarang dari total EVA perusahaan di masa yang akan datang.
EVA tidak memerlukan analisis kecenderungan sehingga dalam satu tahun
anggaran dapat diketahui apakah di dalam perusahaan telah terjadi penciptaan nilai
tambah atau belum.
EVA tidak memerlukan perbandingan antara perusahaan dengan perusahaan
sejenis yang mempunyai tingkat risiko yang hampir sama. Dengan demikian, EVA
dapat digunakan secara mandiri tanpa memerlukan data pembanding seperti standar
13
industri sebagaimana konsep penilaian dengan menggunakan analisis rasio karena
dalam prakteknya data pembanding ini sering tidak tersedia.
EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan yang memberikan
pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya modalnya. Kegiatan atau proyek yang
memberikan nilai sekarang dari total EVA yang positif menunjukkan bahwa proyek
tersebut menciptakan nilai perusahaan dan dengan demikian sebaiknya diambil.
Penggunaan EVA dalam mengevaluasi proyek akan mendorong para manajer untuk
selalu melakukan evaluasi atas tingkat risiko proyek yang bersangkutan. Melalui
EVA, para manajer harus selalu membandingkan tingkat pengembalian proyek
dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan tingkat risiko proyek tersebut.
Penggunaan EVA akan mengubah pandangan bahwa dana ekuitas yang
diperoleh di pasar modal bukanlah dana gratis, melainkan memiliki biaya yang tinggi
dan perlu dikompensasi dengan tingkat pengembalian yang tinggi. Hal ini akan
menyebabkan perusahaan lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan struktur
modalnya.
Di samping manfaat tersebut, EVA juga tidak terlepas dari permasalahan yang
merupakan kelemahan EVA itu sendiri. EVA bukanlah tolak ukur kinerja bisnis yang
baik karena hanya mengukur kinerja keuangan perusahaan, sehingga tidak
komprehensif sebagaimana pengakuran kinerja dengan balanced scorecard yang
mengukur kinerja perusahaan tidak hanya dari sisi keuangan saja, tetapi juga dari sisi
pelanggan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. EVA hanya
14
mengukur hasil akhir (out-come) dan tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentunya
(driver).
EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Nilai
suatu perusahaan merupakan akumulasi EVA selama umur perusahaan. Dengan
demikian dapat terjadi suatu perusahaan mempunyai EVA positif pada tahun yang
berlaku tetapi nilai perusahaan itu rendah karena EVA di masa mendatangnya negatif.
Keadaan ini mungkin terjadi untuk jenis perusahaan yang mempunyai prospek masa
depan yang suram. Sebaliknya, untuk perusahaan dengan kegiatan yang memerlukan
pengembalian yang cukup lama, EVA pada awal tahun operasi adalah negatif
sedangkan pada akhir masa proyek adalah positif (Utama, 1997:13).
Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal dan estimasi
ini untuk perusahaan yang belum go public sulit dilakukan dengan tepat. Biaya modal
atas utang umumnya lebih mudah diperkirakan karena besarnya bisa diperoleh dari
tingkat bunga setelah pajak yang harus dibayar perusahaan, jika perusahaan
melakukan pinjaman. Sebaliknya karena keterbatasan dana, tidak mudah untuk
memperkirakan biaya modal atas ekuitas. Untuk perusahaan yang sudah go public,
tingkat biaya modal atas ekuitas dapat diperkirakan dengan menggunakan pendekatan
Capital Asset Pricing Model (CAPM), pendekatan dividen, dan pendekatan price
earning. Sedangkan untuk perusahaan lain dapat menggunakan pendekatan bond
yield premium. Jadi karena banyaknya cara untuk mengestimasi ini dapat
menyebabkan kesalahan dalam penghitungan biaya modal, yang akhirnya dapat
mengurangi manfaat EVA.
15
EVA kurang valid karena penghitungan EVA sesungguhnya cukup rumit dan
mengandung unsur ketidakpastian, artinya bahwa tinggi rendahnya EVA dapat
dipengaruhi oleh gejolak yang terjadi di pasar modal. Perhitungan EVA masih
mendasarkan pada laporan keuangan yang kemungkinan dapat direkayasa
pembukuannya untuk mendapatkan EVA positif (Resmi, 2003:28)
2.1.3
Pengertian Biaya Modal
Definisi biaya modal menurut Sartono (1997:12) adalah biaya yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan modal baik yang berasal dari utang, saham preferen,
saham biasa, maupun laba ditahan untuk membiayai investasi perusahaan. Ada
beberapa komponen biaya modal, salah satunya adalah biaya modal atas ekuitas (cost
of equity), disini untuk memenuhi kebutuhan dananya perusahaan melakukan
penerbitan saham biasa dan tentu saja perusahaan harus menanggung biaya yang
timbul dalam modal saham biasa ini. Biaya modal atas ekuitas menunjukkan
keuntungan yang diinginkan oleh pemilik modal sendiri sewaktu mereka bersedia
menyerahkan dana tersebut ke perusahaan.
Menurut Suryo (2002) yang dikutip oleh Resmi (2003:27) biaya modal
ekuitas dapat dihitung dengan pendekatan CAPM, dengan tingkat keuntungan saham
yang disyaratkan merupakan biaya modal ekuitas (Ke) bagi perusahaan. Rousana
(1997:19) melihat cost of equity sebagai nilai dari earning per share (laba per saham)
dibagi dengan current stock price (harga saham sekarang). Hal ini apabila
dirumuskan dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut:
16
Ke = EPS x 100%......................................................................................................(3)
P
Dimana:
Ke
= Tingkat biaya modal ekuitas
EPS
= Earning Per Share
P
= Price (harga saham penutupan)
Kemudian biaya modal atas ekuitas dihitung dengan rumus:
Biaya Modal atas Ekuitas = Ke x Jumlah Modal atas Ekuitas ...................................(4)
2.1.4
Hipotesis Kandungan Informasi
Dalam mengambil suatu keputusan ekonomi tentang investasi yang akan
dilakukannya pada suatu perusahaan, seorang investor akan terlebih dahulu
melakukan analisis atas laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan dan
kandungan informasi yang terdapat didalamnya. Ball dan Brown (1968) menyatakan
bahwa harga sekuritas akan menyesuaikan dengan cepat ketika informasi tersebut
tersedia, maka perubahan dalam harga sekuritas akan mencerminkan aliran informasi
ke pasar. Suatu revisi yang diamati dari harga saham berhubungan dengan penerbitan
laporan laba rugi, akan menyediakan bukti bahwa informasi yang tercermin dalam
nilai laba adalah berguna. Informasi yang terkandung dalam angka laba tahunan
berguna sehubungan dengan harga saham. Namun tetap harus diingat bahwa laporan
akuntansi tahunan hanya merupakan satu dari banyak informasi yang tersedia bagi
investor. Tujuan dari penjelasan ini adalah untuk menilai pentingnya informasi yang
terkandung dalam laba bersih, dan pada saat yang sama untuk menyediakan
17
pandangan mengenai ketepatan waktu dari publikasi laporan laba rugi. Hipotesis
pasar yang efisien menyatakan bahwa pasar sekuritas adalah efidien bila harga-harga
sekuritas mencerminkan semua informasi yang tersedia secara penuh dan segera.
Informasi seperti pengumuman laba dan dividen, perkiraan tentang laba perusahaan,
perubahan praktik-praktik akuntansi, merger, dan pemecahan saham adalah contoh
informasi yang akan dengan cepat dicerminkan dalam harga saham.
Beberapa penelitian empiris telah dilakukan untuk mngkaji hubungan antara
harga sekuritas dengan laba. Ball dan Brown (1968) dalam Sukartha (2007)
menemukan hubungan yang bermakna antara perubahan harga sekuritas dan
perubahan laba. Beaver et al. (1979) dalam Sukartha (2007) menemukan bahwa
terdapat suatu korelasi positif antara persentase perubahan laba dengan persentase
perubahan harga sekuritas. Implikasi dari temuan ini minimal menjelaskan secara
tidak langsung bahwa terdapat korelasi antara kejadian-kejadian yang mempengaruhi
perubahan laba akuntansi dengan perubahan harga sekuritas (Sukartha, 2007). Bukti
ini juga konsisten dengan pendapat bahwa perubahan laba akuntansi mengantarkan
informasi yang meyakinkan investor untuk mengubah nilai sekuritas.
2.1.5
Kepemilikan Manajerial
Menurut Gideon (2005) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007:10),
kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari
seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Menurut Jensen (1993) dalam Faizal
(2004:198), hipotesis pemusatan kepentingan menyatakan bahwa kepemilikan
18
manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan
manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin
baik kinerja perusahaan.
Shleifer dan Vishny (1986) dalam Siallagan dan Machfoeds (2006:5)
menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajemen yang besar dari segi nilai
ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor perilaku manajemen. Secara teoritis,
ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan
terjadinya perilaku oprtunis manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen
terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan
kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Oleh karena itu,
konflik keagenan diasumsikan akan berkurang jika seorang manajer juga adalah
pemilik dari suatu perusahaan. Semakin besar kepemilikan manajemen dalam
perusahaan maka manajemen akan cenderung berusaha untuk meningkatkan
kinerjanya.
2.1.6
Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak
seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang pemerintah, dan pihak
manajemen sendiri. Kinerja keuangan mengukur kinerja perusahaan dalam
memperoleh laba dan nilai pasar. Ukuran keuangan biasanya diwujudkan dalam
profitabilitas, pertumbuhan dan nilai pemegang saham.
19
Investor dipasar modal sangat memperhatikan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan, menunjang dan meningkatkan profit. Profitabilitas dapat diukur
dengan beberapa hal yang berbeda, namun dalam dimensi yang saling terkait.
Pertama, terdapat hubungan antara profit dan sales sehingga terjadi residual return
bagi perusahaan per rupiah penjualan. Pengukuran lainnya adalah return on asset
yang berkaitan dengan profit dan aset yang digunakan.
2.1.7
Nilai Perusahaan
Tujuan utama dari manajer adalah bukan memaksimumkan profit melainkan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham atau maximazation wealth of
stockholders melalui maksimalisasi nilai perusahaan. Bagi perusahan yang go public,
nilai perusahaannya tercermin pada harga saham. Nilai perusahaan menurut Husnan
& Pudjiastuti (2002) adalah harga saham yang bersedia dibayarkan oleh calon
pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Harga saham mencerminkan nilai dari
suatu perusahaan, jika harga saham tinggi maka perusahaan dinilai semakin
berkualitas. Bagi perusahaan yang menerbitkan saham di pasar modal, harga saham
yang diperjualbelikan merupakan indikator nilai perusahaan. Dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa jika harga saham yang terbentuk tinggi maka nilai
perusahaan semakin baik (berkualitas), tetapi jika harga saham yang terbentuk rendah
maka nilai perusahaan dianggap kurang berkualitas.
20
2.1.8
Instrumen Pasar Modal
Instrumen pasar modal adalah semua surat-surat berharga (securities) atau
efek yang diperdagangkan di bursa, yang pada umumnya bersifat jangka panjang.
Pengertian efek menurut Kepres 53/1990 yaitu ”efek adalah setiap surat pengakuan
utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang,
setiap rights, warrant, opsi, atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang
ditetapkan sebagai efek” (Sunariyah,2000:30).
Dewasa ini instrumen yang ada di pasar modal terdiri dari saham, obligasi,
dan sertifikat. Sekuritas yang diperdagangkan di bursa efek adalah saham dan
obligasi, sedangkan sertifikat diperdagangkan diluar bursa melalui bank pemerintah.
Pengertian lebih lanjut mengenai saham dan obligasi adalah sebagai berikut :
1) Saham
Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan terbatas. Dengan
memiliki saham suatu perusahaan, maka manfaat yang diperoleh diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Dividen, yaitu bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan
kepada pemilik saham.
b. Capital Gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih jual dengan
harga belinya.
c. Manfaat non-finansial, yaitu timbulnya kebanggaan dan kekuasaan
memperoleh hak suara dalam menentukan jalannya perusahaan.
21
Dari berbagai jenis saham yang dikenal di bursa, yang diperdagangkan yaitu
saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferen stock). Saham biasa
adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa
mempunyai hak untuk memperoleh dividen sepanjang perusahaan memperoleh
keuntungan. Pemilik saham memperoleh hak suara pada Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Pada likuidasi
perseroan, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan setelah
semua kewajiban dilunasi.
Saham preferen adalah saham dengan kelas khusus yang ditetapkan sebagai
preferen (istimewa) karena saham ini memiliki berbagai kelebihan bila dibandingkan
dengan saham biasa (Kieso,2002:325). Saham preferen merupakan saham yang
diberikan atas hak untuk mendapatkan dividen dan/atau bagian kekayaan pada saat
perusahaan dilikuidasi lebih dahulu dari saham biasa, di samping itu mempunyai
preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi atau komisaris. Saham preferen
memiliki ciri-ciri yang merupakan gabungan dari utang dan modal sendiri (debt and
equity).
2) Obligasi
Obligasi adalah surat tanda peminjaman uang yang mempunyai jangka waktu
tertentu, biasanya lebih dari satu tahun. Dengan demikian pada hakikatnya
obligasi merupakan suatu tagihan uang atau beban atau tanggungan pihak yang
menerbitkan atau mengeluarkan obligasi tersebut, pemegang saham atau pembeli
22
obligasi memperoleh keuntungan berupa tingkat bunga tertentu yang dibayarkan
oleh perusahaan yang mengeluarkan obligasi tersebut.
2.1.9
Pengertian Harga Saham
Menurut Hartono (1998:69), nilai pasar adalah harga dari saham di pasar
bursa pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar berbeda
dengan nilai buku. Nilai buku merupakan nilai yang dicatat pada saham dijual oleh
perusahaan, sedangkan nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa
pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar. Menurut Fred dan Copeland
(1995:144), nilai buku perlembar adalah jumlah seluruh modal saham biasa
perusahaan, agio saham, dan akumulasi laba ditahan dibagi dengan jumlah lembar
saham yang beredar. Sedangkan nilai pasar saham, yang benar akan dibayar untuk
selembar saham, bisa lebih atau kurang dari nilai buku saham, karena nilai pasar
tergantung pada laba, sedangkan nilai buku mencerminkan nilai historis maka tidak
mengherankan kalau terjadi perbedaan antara nilai pasar dalam kondisi yang bergerak
dinamis serta tidak pasti.
2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Secara umum dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mepengaruhi harga
saham adalah permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran saham secara
langsung akan berpengaruh signifikan terhadap naik turunnya harga pasar saham.
Bagaimanapun juga teori pasar berlaku dalam hal ini, dimana kekuatan permintaan
yang tinggi akan saham menyebabkan harga saham meningkat, begitu pula
23
sebaliknya apabila permintaan akan saham turun maka akan berakibat pada
menurunnya harga saham tersebut. Di samping faktor permintaan dan penawaran, ada
pula beberapa faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi harga saham.
Pengertian berpengaruh secara tidak langsung disini mengandung arti bahwa faktor
ini merupakan faktor yang mempengaruhi seorang investor maupun investee dalam
menentukan besar kecilnya permintaan dan penawaran akan harga saham. Menurut
Subekti (2002:20), faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Pertumbuhan perusahaan; perusahaan yang pertumbuhannya mandeg atau
merosot, maka harga sahamnya cenderung murah dibandingkan dengan
perusahaan yang sedang tumbuh.
2) Ukuran perusahaan; besar kecilnya perusahaan dapat dilihat dari sisi
penjualan maupun aktivanya. Perusahaan berskala besar pada umumnya
memiliki harga saham yang tinggi sebagai akibat dari tingginya permintaan
akan saham. Begitu pula sebaliknya, perusahaan dengan skala kecil memiliki
harga saham yang relatif murah karena kecilnya permintaan investor akan
sahamnya, hal ini diakibatkan karena pandangan dari seorang investor akan
return yang nantinya akan didapatkan dari perusahaan atau investee.
3) Perkembangan teknologi; perushaan yang memiliki teknologi pemasaran yang
canggih dan mampu bersaing lebih unggul dengan perusahaan lain cenderung
memiliki kinerja yang lebih baik. Perusahaan akan terlihat bonafit dan
bergengsi sehingga investor pun akan semakin tertarik dan permintaan saham
pun akan meningkat yang mengakibatkan harga saham akan meningkat pula.
24
4) Performa perusahaan (manajemen dan kinerja keuangan); baik buruknya
performa perusahaan pada umumnya akan berpengaruh terhadap harga saham.
Perusahaan yang memiliki kinerja finansial maupun manajerial yang baik
akan meningkatkan jumlah permintaan investor akan sahamnya, dan ini
membuat harga saham perusahaan akan naik pula, begitu pula sebaliknya.
Penilaian kinerja manajemen dapat ditentukan dengan analisis balanced
scorecard, sedangkan penilaian terhadap kinerja keuangan perusahaan dapat
dilakukan salah satunya dengan pendekatan EVA yang merupakan pendekatan
terbaru yang mampu menyatukan kepentingan kedua belah pihak yakni
investor dan investee/perusahaan.
5) Politik; kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan sering berubah
menyebabkan turunnya harga saham. Kebijakan yang tidak konsisten ini
secara tidak langsung dapat mengakibatkan kelesuan dalam perekonomian.
6) Tingkat inflasi; tingkat inflasi yang tinggi mengakibatkan naiknya hargaharga barang secara umum, hal ini berdampak pada naiknya harga aktiva tetap
perusahaan sehingga laba yang akan dihasilkan akan menurun. Penurunan
laba perusahaan ini membuat investor enggan untuk membeli saham
perusahaan tersebut, sehingga harga sahamnya pun akan murah.
2.1.11 Hubungan Kinerja Keuangan dengan Harga Saham
Kinerja keuangan sebuah perusahan (investee) memiliki hubungan yang kuat
dengan harga saham. Kinerja keuangan yang baik akan mempengaruhi keputusan
25
investor untuk membeli saham perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
motif dari seorang investor adalah untuk memperoleh dividen maupun agio saham
yang tinggi atas investasinya. Begitu pula sebaliknya, kinerja keuangan
perusahaan/investee yang buruk akan menurunkan minat investor untuk berinvestasi
pada perusahaan yang bersangkutan. Jadi, baik buruknya kinerja keuangan
perusahaan akan berpengaruh pada permintaan dan penawaran seorang investor akan
saham, sehingga secara otomatis akan mempengaruhi tinggi rendahnya harga saham.
Untuk menentukan baik buruknya kinerja keuangan perusahaan, maka
diperlukan suatu metode penilaian kinerja keuangan yang akurat. Ada beberapa
pendekatan yang memungkinkan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan, antara
lain metode ROI, Residual Income (RI), rasio-rasio keuangan dan EVA. Dari
beberapa pendekatan tersebut, pendekatan EVA memiliki keunggulan dan keakuratan
yang lebih baik dalam hubungannya dengan permasalahan permodalan perusahaan
(saham) bila dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Lehn dan Makhija (1996)
berpendapat bahwa dibandingkan dengan pengukuran yang lainnya, EVA mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan tingkat pengembalian saham.
Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan
perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA,
para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham, yaitu
memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan
tingkat biaya modal sehingga dapat memaksimumkan nilai perusahaan.
26
2.1.12 Pengertian Earning Per Share (EPS)
Earning Per Share (EPS) merupakan hasil atau laba yang bisa diberikan
kepada para pemegang saham. Earning Per Share (EPS) atau pendapatan per lembar
saham adalah bagian dari laba setelah pajak suatu perusahaan yang telah dikurangi
dengan dividen saham preferen yang bisa dialokasikan pada setiap saham biasa yang
beredar. Menurut Widoatmodjo (1996:97) secara teori, Earning Per Share (EPS)
yang tinggi akan menyebabkan harga saham tinggi pula. Jika laba yang diperoleh
oleh perusahaan meningkat, maka kemungkinan dividen yang akan dibagikan juga
meningkat. Dengan demikian, permintaan terhadap saham perusahaan akan
meningkat, yang akhirnya akan mengakibatkan harga saham perusahaan tersebut
naik. Adapun cara menghitung Earning Per Share (EPS) adalah dengan
membandingkan laba bersih setelah pajak yang tersedia untuk pemegang saham biasa
dengan jumlah saham biasa yang beredar.
Rumus Earning Per Share (EPS) adalah sebagai berikut:
EPS = EAT yang tersedia untuk pemegang saham biasa...........................................(5)
Jumlah saham biasa yang beredar
Perhitungan Earning Per Share (EPS) ini menggambarkan seberapa besar
satu lembar saham dapat memberikan keuntungan kepada pemegang saham (Husnan,
1998:339). Perhitungan Earning Per Share (EPS) pada suatu perusahaan diartikan
bahwa saham yang baik, menguntungkan, serta punya prospek yang bagus adalah
saham yang mempunyai Earning Per Share (EPS) yang tinggi.
27
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya.
Ada beberapa penelitian yang sebelumnya menggunakan variabel EVA dan
harga saham. Hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan hasil yang konsisten satu
sama lain. Rizal (2007) meneliti pengaruh EVA terhadap harga saham perusahaan
jasa transportasi menyimpulkan bahwa sebagian besar perusahaan jasa transportasi
belum mampu menciptakan nilai tambah ekonomi. Hasil analisis korelasi yang
dilakukan pun menunjukan hubungan antara EVA dan harga saham sangatlah lemah,
tidak searah (negatif), dan tidak signifikan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rizal adalah samasama menggunakan EVA sebagai variabel bebasnya dan harga saham sebagai
variabel terikatnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini menggunakan kepemilkan manajerial sebagai variabel moderasi dimana
penelitian sebelumnya tidak. Obyek penelitian ini adalah semua perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2003-2007, sedangkan penelitian
sebelumnya menggunakan perusahaan jasa transportasi yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta periode 2003-2005. Penelitian ini menggunakan teknik Moderated Regression
Analysis sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan Analisis Regresi Sederhana.
Iqbal (2004) dalam Hidayat (2006) melakukan pengujian atas pengaruh EVA,
ROA, ROE, dan EPS terhadap harga saham untuk 20 emiten di Indonesia pada
periode 2000 hingga 2002 menyimpulkan bahwa EVA tidak lebih menjelaskan harga
saham dibandingkan EPS, ROA, dan ROE.
28
Chen and Dodd (1997) dalam Hidayat (2006) melakukan penelitian terhadap
hubungan antara EVA dengan imbal hasil saham. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa korelasi antara EVA dengan imbal hasil saham tidak lebih dari
20 persen, sedangkan korelasi ROA dengan imbal hasil saham sebesar 25 persen.
Berdasarkan hasil yang didapat, kesimpulan dari penelitian ini adalah pengukuran
EVA memang memberikan informasi yang lebih namun tidak bisa menggantikan
pengukuran tradisional lain seperti EPS, ROI, dan ROA.
Lehn and Makhija (1997) dalam Hidayat (2006) melakukan pengukuran
kinerja dengan menggunakan ROE, ROA, ROS, share return, EVA dan MVA,
menyimpulkan bahwa EVA memiliki korelasi yang lebih baik terhadap imbal hasil
saham dibanding alat ukur lain. Lehn and Makhija juga menyimpulkan bahwa CEO
perusahaan yang memiliki EVA tinggi mempunyai kemungkinan dipecat lebih kecil
dibanding dengan CEO perusahaan yang memiliki EVA lebih rendah.
Bao dan Bao (1998) dalam Hidayat (2006) dalam analisanya terhadap harga
saham dan nilai perusahaan menyimpulkan bahwa laba (earnings) dan abnormal
earnings tidak konsisten terhadap perubahan harga saham, sedangkan value added
signifikan terhadap perubahan harga saham.
Worthington and West (2004) dalam Hidayat (2006) melakukan penelitian
terhadap 110 perusahaan di Australia dari tahun 1992 sampai 1998 menyimpulkan
bahwa EVA lebih menjelaskan variasi atas imbal hasil saham dibandingkan
pengukuran tradisional lain.
29
Secara ringkas pembahasan penelitian-penelitian sebelumnya disajikan pada
Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya
No.
1
2
3
4
5
6
Peneliti dan
Variabel
Teknik
Tahun
Penelitian
Analisis Data
Sefcho Rizal Variabel bebas: Analisis
(2007)
EVA
Regresi
Variabel terikat: Sederhana
harga saham
Iqbal (2004)
Variabel bebas:
EVA, EPS, ROE,
ROA.
Variabel terikat:
harga saham.
Chen
and Variabel bebas:
Dodd (1997)
EVA
Variabel terikat:
Imbal hasil saham
Hubungan antara EVA
dan
harga
saham
sangatlah lemah, tidak
searah (negatif), dan
tidak signifikan.
Analisis
Regresi
EVA
tidak
lebih
menjelaskan harga saham
dibanding EPS, ROE,
dan ROA
Analisis
Regresi
EVA
memang
memberikan
informasi
yang lebih namun tidak
bisa
menggantikan
pengukuran tradisional
lain seperti EPS, ROI,
dan ROA.
EVA memiliki korelasi
yang lebih baik terhadap
imbal
hasil
saham
dibanding alat ukur lain.
Lehn
Makhija
(1997)
and Variabel bebas: Korelasi
EVA,
ROE,
ROA, ROS, share
return, dan MVA
Variabel terikat:
Imbal hasil saham
Bao dan Bao Variabel bebas: Analisis
(1998)
Earnings
dan Regresi
abnormal
earnings.
Variabel terikat:
harga saham
Worthington
and
West
Hasil Penelitian
Analisis
Regresi
30
laba
(earnings)
dan
abnormal earnings tidak
konsisten
terhadap
perubahan harga saham,
sedangkan value added
signifikan
terhadap
perubahan harga saham.
EVA lebih menjelaskan
variasi atas imbal hasil
(2004)
2.3
saham
dibandingkan
pengukuran tradisional
lain.
Rumusan Hipotesis
Kinerja keuangan perusahaan yang baik akan meningkatkan keuntungan yang
diperoleh perusahaan. Modigliani dan Miller dalam Sartono (2001) melihat adanya
kecenderungan dimana peningkatan keuntungan selalu diikuti dengan kenaikkan
harga saham begitu pula sebaliknya. EVA merupakan salat satu alat ukur atas kinerja
keuangan yang cukup baru dan dianggap dapat memberi informasi yang lebih akurat
dari alat ukur tradisional lain karena di dalamnya sudah tidak terdapat unsur biaya
modal. Rizal (2007) menemukan bahwa hubungan antara EVA dan harga saham
sangatlah lemah, tidak searah (negatif), dan tidak signifikan. Iqbal (2004) dalam
Hidayat (2006) menemukan bahwa EVA tidak lebih menjelaskan harga saham
dibanding EPS, ROE, dan ROA. Lehn and Makhija (1997) dan Worthington and
West (2004) dalam Hidayat (2006) menemukan bahwa EVA memiliki korelasi yang
lebih baik terhadap imbal hasil saham dibanding alat ukur lain, EVA lebih
menjelaskan variasi atas imbal hasil saham dibandingkan pengukuran tradisional lain.
Berdasarkan teori dari penelitian tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1:
EVA berpengaruh pada harga saham perusahaan.
Hasil penelitian mengenai pengaruh EVA pada harga saham yang tidak
konsisten menunjukkan adanya faktor lain yang turut menginteraksi hubungan
31
tersebut. Hasil tersebut mendorong peneliti untuk memasukkan kepemilikan
manajerial sebagai variabel pemoderasi. Menurut Jensen (1993) dalam Faizal
(2004:198), hipotesis pemusatan kepentingan menyatakan bahwa kepemilikan
manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan
manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin
baik kinerja perusahaan. Manajer akan bekerja dengan maksimal apabila ia adalah
bagian dari pemilik perusahaan. Ini akan memberikn sinyal positif pada investor atas
kinerja perusahaan sehingga akan meningkatkan permintaan akan saham perusahaan
yang secara otomatis akan meningkatkan harga saham perusahaan. Berdasarkan
uraian tersebut, maka hipotesis alternatif yang diajukan adalah:
H2:
EVA berpengaruh pada harga saham perusahaan terutama bila dimoderasi
oleh kepemilikan manajerial
32
Download