DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................5 Creativity Killed The Digital .................................................................7 Riset Minggu Ini: The Rain Song yang Seharusnya Tidak Banyak Berubah................................................................................................26 Catatan Petualangan Idealis Taufiq Rahman Mencari Rock n Roll ...............................................................................................................36 Pain Per Hate: Dialektika Kebencian ..............................................48 2+2=5 Adalah Devil’s Way ................................................................56 Lima Album Indonesia Terbaik Tahun 2012 ..................................67 Seperti Seharusnya: Viva La Vida-nya Ariel CS? ..........................75 Sekilas Tentang Another Brick In The Wall Secara Amatir ...........80 OK COMPUTER: Era Labil Menuju Perombakan Rock .............96 Homicide, Suara Mahasiswa, dan Kolom Opini Tentang Fasis ..104 Tentang Penulis ................................................................................119 Sekilas Tentang Buku “Tangga Menuju Surga” ..........................120 Kata Pengantar Hidup dalam Musik, Musik dalam Hidup Bagi siapapun yang pernah mengalami di kala tumbuh dewasa, duduk berjam-jam di depan boombox murah, membuka lipatan-lipatan sampul penuh warna, mengeja berulang-ulang potonganpotongan huruf dan kata, serta termangu di depan siraman audio bahkan dengan kualitasnya yang paling terbatas, dan menemukan bahwa pengalaman ini lebih transendental daripada keharusan duduk di langgar dan surau mengeja huruf-huruf bahasa asing, jalan hidup mereka sudah jelas. Musik akan menjadi bagian terbesar hidup mereka dan tidak ada hal lain yang bisa menggantikan fungsi musik dalam memberi arti dan definisi bagi hidup mereka. Bisa dipastikan musik telah dan akan menjadi juru selamat mereka. Ini nampak terdengar bombastis, namun bagi mereka yang menemukan bahwa hidup tidak sesederhana dan semudah yang dibayangkan oleh anak usia 12 tahun, bahwa hidup kemudian ternyata penuh dengan kekecewaan, patah hati, kemuraman namun juga tentu saja kebahagiaan, musik kemudian menjadi bagian terpenting dari semua perjalanan itu. Anda mungkin sudah lupa tentang hari pertama anda di sekolah menengah atau kapan misalnya anda tertarik dengan perempuan di lapangan sekolah, tapi anda pasti akan selalu ingat di mana pertama kali mendengarkan “Electrolite” dari R.E.M, “The Man Who Sold The World” versi Nirvana atau “Black Hole Sun,” dari Soundgarden. Anda tidak hanya masih ingat, anda pasti masih ingat warna matahari sore itu, bau rerumputan atau bau serangga yang mulai menyerang malam. Demikian kuatnya musik, sehingga buat anda yang kemudian tidak diberkati dengan cukup bakat dan kemampuan untuk memainkan dan menciptakan musik, yang anda hanya bisa lakukan adalah menulis, menulis dan menulis tentangnya. Dan buat mereka yang menganggap bahwa menulis fiksi atau menulis tentang diri sendiri adalah merupakan bentuk narsisisme yang paling menjijikkan, menulis tentang musik bisa menjadi semacam pelarian. Dan jika anda tidak peduli lagi tentang apapun di dunia di luar musik, menulis tentang musik adalah bentuk final dan paripurna dari penghormatan anda terhadap musik. Saya tidak terlalu banyak bercerita banyak tentang hidup saya di buku Lokasi Tidak Ditemukan: Mencari Rock and Roll Sampai 15.000 Kilometer. Hidup saya tidak lebih menarik dari hidup anda dan hidup semua orang di dunia. Dan satusatunya cara yang membuat saya mau menulis sebagian dari perjalanan hidup saya adalah karena musik yang telah menjadi soundtrack dan lebih dari itu juga telah memberinya arti. Saya tidak tahu apakah Dani sedang melakukan itu, tapi butuh keberanian untuk menulis tentang hidup melalui musik. Taufiq Rahman Tangerang, 06-01-2013 Founder Jakartabeat.Net Redaktur Politik Harian berbahasa Inggris dan Penulis Kolom Musik di The Jakarta Post Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Creativity Killed The Digital Senjakala Musik Modern Industri musik memang suatu arena tersendiri dalam jagad hiburan dunia. Perkembangannya begitu pesat di dunia ini lantaran bertambahnya peminat hiburan jenis ini. Memang, suatu karya seni itu tidak dapat dipisahkan dengan karya seni yang lain. Mereka semua saling berintegrasi sehingga saling memengaruhi nilai dalam satuan seni. Sejarah perkembangan musik merupakan cerita yang sudah kuno, dari zaman prasejarah pun sudah tumbuh subur. Musik menjadi suatu kebutuhan ketika manusia mengalami kekosongan dalam hidupnya. Maka dari itu untuk menghindari kejenuhan dan kebosanan, manusia menciptakan seni agar hidupnya selalu terisi. Musik bukan suuatu seni modern, akan tetapi instrumen serta fungsinya akan semakin kompleks menuju hal yang mutakhir. Padahal pada awalnya musik berkembang di dunia ini adalah dari sebuah perbudakan. Suatu hal yang lazim pada waktu itu lantaran para budak mengemban amanat sebagai penghibur para bangsawan atau orang kaya. Kehidupan para budak diliputi dengan kesengsaraan, dan mereka hanya dituntut agar terus menghibur majikannya melalui seni. Musik yang menjadi makanan sehari-hari seorang budak tersebut. Hanya dengan musik mereka berbicara, mengekspresikan sesuatu serta sebagai teman hidup. Akibat suatu penindasan yang bertubi-tubi, musik menjadi sebuah karya seni yang bernilai tinggi bagi para pemainnya. Hal ini diungkapkan sendiri oleh budak karena, hanya dengan musik mereka hidup. Mereka memandang sebuah karya sudah sereligius tersebut. Sampai saat itu, musik menjadi sebuah hiburan yang cara penyajiannya hanya dipentaskan dalam pertunjukan. Hal ini adalah awal perkembangan musik modern yang menjadi acuan apresiasi karya seni dalam bentuk suara. Apresiasi Musik: Segmentasi Awal Kebutuhan Industri Sejak sebuah pertunjukan musik kuno, manusia selalu terbersit keinginan untuk terus menikmati seni tersebut. Suatu pertunjukan tidak setiap waktu ada ketika manusia membutuhkan. Keinginan ini menjadi awal perkembangan sebuah ‘pengabadian’ seni tersebut agar dapat selalu dinikmati oleh para penikmatnya. Proses pengabadian bentuk karya seni ini adalah pengarsipan. Suatu metode untuk menyimpan hasil karya manusia ke dalam media yang dapat disusun. Pengarsipan musik pertama kali dilakukan di Amerika pada abad ke-18an, yaitu dengan menggunakan perekam pita hitam. Cara ini hanya biasa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, dan hanya musik tertentu juga yang direkam, seperti lagu kebangsaan. Pada waktu itu, hanya negara yang bisa melakukan rekaman musik lantaran alat-alat seperti itu sangat langka. Perkembangan selanjutnya adalah ditemukannya alat untuk memproduksi piringan hitam atau cakram hitam secara masal. Komersialisasi ini didorong oleh perkembangan industri yang memiliki alat-alat yang lebih canggih, serta dapat dijual ke semua orang. Persebaran informasi ini mengundang minat orang untuk mengabadikan karyanya agar selalu dapat dinikmati setiap saat. Maka dari itu, sebagai pionir yang menjadi musisi adalah orang kaya yang dapat membeli alat musik serta studio tempat rekaman. Mereka menggunakan musik bukan sebagai sarana komersialisasi, melainkan sebagai penghibur diri dan media untuk mengungkapkan isi hati. Pada saat itu, musik berubah status menjadi karya seni yang dimainkan secara universal, oleh siapapun. Suatu perkembangan sosial yang nantinya akan menghapus perbudakan secara konkrit karena adanya kerjasama antara orang kaya dengan budak. Wujud Fisik Musik : Pengarsipan Musik Modern Pengarsipan secara komersial sangat marak ketika abad ke-19 di Inggris dan Amerika. Bermula dari hobi, banyak seniman musik yang membuat lagu-lagu untuk diperdagangkan.”it’s about money dan business” adalah pepatah yang membuat industri musik menjadi terkenal cepat. Pada Tahun 1940an, proses rekaman bukan lagi menjadi hal yang istimewa. Pada akhirnya, persaingan antar musisi untuk mendapatkan profit adalah kompetisi tersendiri di industri musik. Proses pengarsipan secara massal menggunakan alat lebih canggih dengan pita perekam menjadi cara yang paling mutakhir pada tahun 1950an. Banyak musisi dari semua genre saling merekam karyanya masing-masing sesuai dengan selera pasar, atau bahkan hanya sekedar keisengan