iv. hasil dan pembahasan

advertisement
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN FERMENTASI
Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada saat
dilarutkan dalam air, pati akan terpisah menjadi dua fraksi. Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang. (Winarno, 1997). Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin. Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi. Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates, 1999). Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan.
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi. Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo, 1986). Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak.
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida), disakarida, dan sedikit
gula sederhana (monosakarida). Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol.
Setelah proses hidrolisis, dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya. Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan. Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula, yaitu 18 %, 24 %, 30 % dan 36 % (b/v).
18
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras. Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat, yaitu 20-30 jam. Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff, 1978).
B. PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA
SUBSTRAT TERBAIK
Penelitian utama, fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan
perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan. Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18%, 24%,
30%, dan 36%. Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble). Menurut Johnson (2008), aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi.
Saccharomycess sp. bersifat fakultatif aerobik, dimana pada kondisi aerobik,
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya. Menurut Meyer (1978), pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi :
C6H12O6 à CO2 + H2O + Biomassa sel
Dengan
pemberian
aerasi
diharapkan
terjadi
perbanyakan
sel
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus secara maksimal. Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs, energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri.
1. Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi. Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan
19
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu. Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis,
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein, dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell, 1999 di dalam Priest dan Campbell, 1999). Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
1.5
ln [Biomassa]
1
18%
0.5
24%
30%
0
0
6
12
18
24
36%
-0.5
-1
Waktu (Jam)
Gambar 5. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm
1.5
ln [Biomassa]
1
18%
0.5
24%
30%
0
0
6
12
18
24
36%
-0.5
-1
Waktu (Jam)
Gambar 6. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm
20
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup, untuk
kemudian menghasilkan etanol. Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel. Pada konsentrasi
substrat 18%-30% laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan. Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30% laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus menurun. Menurut
Wang et. al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan. Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa, maltosa, sukrosa, dan
rafinosa. Pertumbuhan khamir dalam disakarida, oligosakarida, dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya. Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin, 1981).
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya, sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus itu sendiri. Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media. Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan, sehingga mengalami
lisis dan mati.
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6, maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30% sebagai perlakuan terbaik.
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30% digunakan
pada penelitian utama, karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik.
21
2. pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5. Menurut Harrison dan Graham
(1970), pH optimum untuk fermentasi yaitu 4,5-5,0. pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3% pada media. Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
6
5
pH
4
18%
3
24%
2
30%
1
36%
0
0
6
12
18
24
Waktu (Jam)
Gambar 7. Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm
6
5
pH
4
18%
3
24%
2
30%
1
36%
0
0
6
12
18
24
Waktu (Jam)
Gambar 8. Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm
Selama fermentasi terjadi penurunan pH. Pada 6 jam pertama
fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis. Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus.
22
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+, sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3. Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz, 1988).
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat, asam sitrat, dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway.
3. Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
Total Gula (g/l)
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung.
400
350
300
250
200
150
100
50
0
18%
24%
30%
36%
-6B
0
6
12
18
24
Waktu (Jam)
Gambar 9. Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1
vvm
Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus. Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada,
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat. Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi. Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999),
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi.
Semakin
rendah
konsentrasi
total
gula
maka
kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga
23
semakin rendah. Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit. Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya. Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi, maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama, serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan. Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel). Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir.
Disakarida, sukrosa, dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey, 1954). Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir. Menurut Wang et al. (1979), jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral, maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa, kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara. Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
Efisiensi pemanfaatan substrat (%)
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
18
24
30
36
Kadar Gula Total (%b/v)
Gambar 10. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm
24
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11). Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus masih rendah. Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung.
4. Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida. Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11.
25
Etanol (g/l)
20
15
1 vvm
10
2 vvm
5
0
18%
24%
30%
36%
Total Gula (%b/v)
Gambar 11. Histogram kadar etanol penelitian pertama
Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan
kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan. Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan. Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi
25
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi, sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol. Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob, namun belum
maksimal. Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol.
5. Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch
(tertutup).
Kinetika
fermentasi
pada
sistem
batch
dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir.
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa, rendemen substrat menjadi biomassa (Yx/s), rendemen substrat
menjadi produk (Yp/s), dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Yp/x).
Tabel 2. Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi
dengan laju aerasi 1vvm
Konsentrasi Total Gula
18%
24%
30%
36%
μmaks (jam-1)
0,18
0,21
0,29
0,23
Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30% dan
telah dicapai pada jam ke-6. Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa, yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial. Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu, pH, dan ketersediaan
oksigen. Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz, 1988). Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat
26
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus berada pada fase
logaritmik, yaitu pada jam ke-6.
Tabel 3. Rendemen (b/b) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm
18%
24%
30%
36%
Yp/s
0,49
0,49
0,33
0,38
Yx/s
0,11
0,08
0,07
0,06
Yp/x
4,29
6,00
4,64
6,55
Δ s/s
0,12
0,17
0,18
0,14
Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yp/s) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi, sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yx/s)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat.
C. REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var. ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30%. Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai). Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam. Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa, total
gula sisa, dan pH. Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi.
1. Biomassa
Menurut Wang et al. (2006), mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya. Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan. Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai, misalnya suhu, pH serta ketersediaan nutrisi dan
27
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba. Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12.
ln [Biomassa]
1.5
1
Aerasi penuh
0.5
Aerasi dihentikan
0
0
6
12
18
24
Waktu (Jam)
Gambar 12. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus
pada penelitian lanjutan
Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada
perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6. Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan. Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang,
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob. Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat.
Menurut Neway (1989), Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol. Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal,
28
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk.
2. pH
Seperti pada penelitian pertama, nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5. Menurut Harrison dan Graham (1970), pH optimum untuk
fermentasi yaitu 4,5-5,5. pH diatur dengan penambahan HCl 3% pada media.
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13.
6
5
pH
4
3
Aerasi penuh
2
Aerasi dihentikan
1
0
0
6
12
18
24
Waktu (Jam)
Gambar 13. Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan
pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda. Namun nilai
pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan. Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak. pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asamasam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway. Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol, asam asetat, asam ester, senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya.
29
3. Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14.
350
Total Gula (g/l)
300
250
200
150
Aerasi penuh
100
Aerasi dihentikan
50
0
B-6
0
6
12
18
24
Waktu (Jam)
Gambar 14. Kurva total gula pada penelitian lanjutan
Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama
fermentasi terjadi secara merata. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit. Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh. Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar.
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16). Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan.
30
Efisiensi pemanfaatan substrat (%)
30
25
20
15
10
5
0
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
Gambar 15. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian
lanjutan
Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen
gula yang belum dikonsumsi oleh khamir. Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida, sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana. Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi, semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir.
4. Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia. Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida. Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16.
Dari Gambar 16, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob. Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol.
31
30
Kadar etanol (g/l)
25
20
15
10
5
0
Aerasi penuh
Aerasi dihentikan
Gambar 16. Histogram kadar etanol penelitian lanjutan
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan. Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 21,25±0,55 (g/l), sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 24,94±0,16
(g/l).
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol,
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida.
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis.
C6H12O6 → 2 CH3COCOO− + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air. Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida.
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya, yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+.
CH3COCOO− + H+ → CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH → C2H5OH + NAD+
32
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen. Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya. Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat. Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol, aldehid, asam organik, dan fussel oil.
(Lehninger, 1982)
5. Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker, 1972).
Yield atau rendemen biomassa (Yx/s), rendemen produk per substrat (Yp/s)
dan rendemen produk per biomassa (Yp/x), merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk. Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp, 1985)
Yx/s = Xt-Xo
Yp/s = Pt-Po
Yp/x = Pt-Po
So-St
So-St
Xt-Xo
Xt= massa sel saat t
Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t
So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t
Po= massa produk awal
Tabel 4. Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan
Yp/s
Yx/s
Yp/x
Aerasi penuh
0.443±0.009
0.046±0.004
9.704±0.681
Aerasi dihentikan
0.429±0.003
0.027±0.001
15.678±0.308
33
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yx/s pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Penurunan Yx/s pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel. Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi. Nilai Yp/x pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Yp/x pada aerasi penuh. Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan, konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya. Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel. Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991), dalam kondisi
anaerobik, yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah. Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yx/s) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0,027, sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yx/s) mencapai nilai maksimum sebesar
0,046.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yp/s) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6, sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yx/s) dan
rendemen produk per substrat (Yp/x) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6. Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10.
34
Download