BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian holding period saham
Holding period adalah lamanya waktu yang diperlukan seorang investor dalam
berinvestasi dengan sejumlah uang yang bersedia dikeluarkan. Menurut Jones (2004)
serta Atkins dan Dyl (1997) holding period merupakan rata-rata panjangnya waktu
investor menahan saham suatu perusahaan selama periode tertentu. Lamanya holding
period bervariasi bisa dalam hitungan hari, bulan, minggu hingga tahun, tergantung
dari return saham yang dianggap investor paling menguntungkan.
Untuk menentukan holding period saham seorang investor harus memperhatikan
transaction cost yang terjadi. Saham yang memiliki transaction cost lebih tinggi akan
ditahan kepemilikannya oleh investor dalam waktu yang lebih lama (Amihud dan
Mendelson, 1986). Holding period akan semakin panjang atau lama apabila saham
memiliki transaction cost yang tinggi karena akan menurunkan tingkat spekulasi dari
investor dan menurunnya volume transaksi yang terjadi di pasar saham. Investor akan
menahan saham yang dimilikinya lebih lama apabila biaya transaksi atau transaction
cost dari saham tersebut makin besar, transaction cost yang tinggi akan tercermin dari
tingginya bid-ask spread dari saham tersebut.
Keputusan investor dalam membeli atau menjual saham umumnya ditentukan oleh
perbandingan antara perkiraan nilai intrinsik dengan harga pasarnya (Halim,2005),
dengan kriteria sebagai berikut:
a) Jika harga pasar saham lebih rendah dari nilai intrinsiknya, maka saham
tersebut sebaiknya dibeli dan ditahan sementara dengan tujuan untuk
memperoleh capital gain jika kemudian harganya naik.
b) Jika harga pasar saham sama dengan nilai intrinsiknya, maka jangan
melakukan transaksi. Karena saham berada dalam keadaan keseimbangan,
sehingga tidak akan ada keuntungan yang diperoleh dari transaksi pembelian
atau penjualan saham.
c) Jika harga pasar saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya, maka saham
sebaiknya dijual untuk menghindari kerugian. Karena harganya kemudian
akan turun menyesuaikan dengan nilai intrinsiknya.
Perhitungan holding period merupakan perkiraan secara kasar dari jangka waktu
kepemilikan saham karena setiap investor memiliki waktu yang berbeda-beda dalam
menahan kepemilikan suatu saham. Menurut Atkins dan Dyl (1997) holding period
dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah saham perusahaan i per akhir tahun t
yang beredar dengan volume transaksi saham i pada tahun t. Holding period dapat
dihitung dengan rumus:
Holding period =
Jumlah Saham Beredar
Volume Transaksi
..........................................................(1)
Angka yang ditunjukan dari perhitungan holding period tidak menjelaskan seorang
investor menahan kepemilikan sahamnya selama itu secara pasti, namun angka yang
dihasilkan menunjukan bahwa semakin besar nominalnya maka semakin lama jangka
waktu seorang investor dalam menahan sahamnya.
2.1.2 Spread
Spread merupakan selisih harga jual dan harga beli saham suatu perusahaan di
pasar modal. Spread yang terjadi di pasar modal disebabkan oleh faktor
ketidakseimbangan informasi yang terjadi di pasar modal dan persaingan antar pelaku
pasar. Semakin tidak seimbang informasi yang terjadi di pasar modal menyebabkan
spread semakin besar atau semakin kuat persaingan yang terjadi di pasar modal,
persaingan yang kuat ini menyebabkan harga jual makin rendah dan harga beli makin
tinggi yang sehingga spread mengecil. Spread memiliki dua model yaitu:
a) Dealer spread merupakan selisih antara bid price (harga beli) dengan ask
price (harga jual) yang menyebabkan dealer ingin memperdagangkan
sekuritas dengan aktiva sendiri.
b) Market spread merupakan selisih antara highest bid atau harga tertinggi yang
bersedia dibayar oleh pembeli dengan lowest ask atau harga terendah yang
bersedia dilepas oleh penjual yang terjadi pada saat tertentu.
Dalam melakukan suatu investasi investor harus mempertimbangkan dengan hatihati transaction cost yang terjadi agar memperoleh return maksimal. Atkins dan Dyl
(1997) menyatakan bahwa bid-ask spread merupakan cerminan ukuran biaya
transaksi yang timbul akibat adanya transaksi saham. Fabozzi dalam Santoso (2008)
menyatakan bahwa biaya transaksi terdiri dari biaya transaksi tetap dan biaya
transaksi variabel.
Biaya transaksi tetap merupakan komponen biaya transaksi yang mudah diukur,
terdiri dari komisi untuk pialang atau broker, pajak transaksi dan ongkos.
a) Komisi adalah jumlah uang yang dibayarkan kepada pialang yang
melaksanakan pesanan. Di bursa efek biaya transaksi paling tinggi adalah 1%
dari nilai tansaksi baik jual maupun beli.
b) Pajak untuk transaksi saham baik pembelian maupun penjulan merupakan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari nilai tansaksi serta Pajak
Penghasilan untuk penjualan sebesar 0,1% dari nilai transaksi.
c) Ongkos meliputi ongkos pemeliharaan yang dibayarkan kepada institusi yang
memegang sekuritas milik investor, dan ongkos transfer yaitu ongkos yang
dibayarkan untuk memindahkan kepemilikan saham.
Biaya transaksi variabel berupa biaya pelaksanaan dan biaya peluang yang tidak
mudah diukur.
a) Biaya pelaksanaan (execution cost) merupakan biaya yang menggambarkan
perbedaan antara harga pelaksanaan suatu sekuritas dan harga yang akan
muncul jika tidak ada perdagangan.
b) Biaya peluang (oppourtunity cost) merupakan biaya yang digambarkan bila
tidak melakukan transaksi. Biaya peluang akan muncul apabila suatu
perdagangan gagal untuk dilaksanakan.
Menurut Hamilton (1991) bid-ask spread merupakan biaya transaksi dealer
kepada investor, yang ditunjukan dengan total uang yang dikorbankan investor secara
bersama-sama untuk membeli atau menjual suatu sekuritas pada bid atau ask price
tertentu. Bid-ask spread adalah selisih harga beli tertinggi yang ditawarkan oleh pihak
yang akan membeli saham dengan harga jual terendah dari pihak yang menjual
saham. Bid-ask spread dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
 N ask it  bid it 
Spread it  
/ N
 t 1 ask it  bid it  / 2 
................................................................(2)
Spreadit adalah rata-rata bid-ask spread saham perusahaan i pada tahun t, askit
adalah harga jual terendah yang menyebabkan investor setuju untuk menjual saham
perusahaan i pada bulan ke t, bidit merupakan harga beli tertinggi yang menyebabkan
investor setuju untuk membeli saham perusahaan i pada bulan ke t, dan N adalah
jumlah bulan transaksi saham i selama tahun t.
Bid-ask spread yang besar akan mengakibatkan semakin lama investor menahan
kepemilikan sahamnya (holding period) (Santoso, 2008). Investor yang melakukan
perdagangan pada bid-ask price akan berusahah tidak menjual sahamnya pada tingkat
harga tertentu (ask price) dan menunggu terjadi harga yang dapat menutupi biaya
transaksi yang terjadi untuk membeli saham tersebut (bid price).
2.1.3 Market Value
Nilai pasar saham (market value) merupakan harga saham yang terjadi di pasar
bursa pada saat tertentu sebagai akibat dari aktivitas transaksi yang terjadi di pasar
modal. Market value menunjukkan ukuran suatu perusahaan atau merupakan nilai
sebenarnya dari aktiva perusahaan yang direfleksikan di pasar. Nilai pasar ini juga
merupakan cerminan dari besarnya ukuran dari suatu perusahaan yang diukur dengan
mengalikan jumlah saham yang beredar dengan harga pasar saham perusahaann.
Market value dapat diukur dengan mengalikan jumlah saham yang beredar dengan
harga saham penutupan pada periode ke-t. Berdasarkan besarnya jumlah saham yang
beredar dan harga saham, dapat dilihat ukuran suatu perusahaan. Semakin banyak
saham yang beredar dan semakin tinggi harga saham menunjukkan semakin besar
ukuran perusahan. Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu
perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total aktiva
atau dapat disimpulan ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang
dimiliki perusahaan.
Menurut Arma (2013) faktor utama yang menyebabkan harga pasar saham
berubah adalah persepsi yang berbeda-beda dari tiap investor, sesuai dengan
informasi yang dimiliki. Persepsi ini dapat dicerminkan oleh Rate of Return (ROR).
Jika investor menganggap ROR saham sudah tidak menguntungkan maka investor
akan mengambil keputusan untuk menjual sahamnya. Apabila hal tersebut cenderung
terjadi maka harga saham akan menurun dan akan berdampak pada market value.
Saat melakukan analisis investasi investor cenderung melakukan investasi pada
perusahaan yang memiliki market value yang besar. Umumnya perusahaan yang
memiliki market value yang besar memiliki akses ke pasar modal dengan lebih
mudah dan memiliki kondisi keuangan yang lebih stabil serta risiko yang lebih
rendah. Dibanding perusahaan berukuran kecil atau memiliki market value yang
rendah.
Menurut Atkins dan Dyl (1997) market value merupakan harga dari suatu saham
yang terjadi pada pasar bursa pada waktu tertentu. Maka dapat disimpulkan makin
besar market value saham suatu perusahaan, semakin besar pula ukuran perusahaan
tersebut. Perusahaan yang memiliki market value yang besar juga akan berpengaruh
pada semakin lamanya holding period perusahaan tersebut. Market value dapat
diukur dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:
MVit = ∑𝑁
𝑡=1 ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚𝑖𝑇 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟𝑖𝑇 ..........................(3)
Keterangan:
MVit
= rata-rata market value dari saham perusahaan i pada tahun t
N
= jumlah hari transaksi dari saham perusahaan i pada tahun t
Harga sahamit
= harga penutupan dari saham perusahaan i pada hari t
Saham beredarit = jumlah dari saham perusahaan i yang beredar selama tahun t
2.1.4 Variance return
Analisis investasi yang baik, akan memperhatikan analisis mengenai return dan
risiko yang merupakan bahan pertimbangan penting bagi seorang investor. Hubungan
return dan risiko merupakan hubungan yang searah atau linier, dimana saham yang
memiliki risiko yang besar memiliki return harapan yang tinggi pula. Terdapat
beberapa risiko dalam melakukan investasi, yaitu:
a) Risiko finansial merupakan risiko yang diterima oleh investor akibat dari
ketidakmampuan emiten memenuhi kewajibannya dalam membayar dividen
atau bunga serta pokok investasi.
b) Risiko suku bunga merupakan risiko yang bisa mempengaruhi variabilitas
return suatu investasi. Perubahan dari suku bunga akan mempengaruhi harga
saham secara terbalik, pada keadaan cateris paribus. Artinya, jika suku bunga
meningkat, maka harga saham akan turun, dan sebaliknya jika suku bunga
turun, maka harga saham akan naik, pada keadaan cateris paribus (Tandelilin,
2010:103).
c) Risiko pasar merupakan risiko yang ditanggung oleh investor akibat
menurunnya harga pasar subtansial baik keseluruhan saham maupun pada
saham tertentu akibat tingkat inflasi, keuangan negara, kebijakan pemerintah
maupun perubahan manajemen perusahaan.
d) Risiko inflasi merupakan risiko yang akan mengurangi kekuatan daya beli
rupiah yang telah diinvestasikan.
e) Risiko psikologis merupakan risiko bagi investor yang bertindak secara
emosional dalam menghadapi perubahan harga saham berdasarkan optimisme
atau pesimisme yang dapat mengakibatkan kenaikan atau penurunan harga
saham.
Risiko dari suatu investasi dapat diukur dengan beberapa ukuran, antara lain: beta
saham, koefisien variasi, dan varian. Pada penelitian ini ukuran yang dugunakan
adalah varian yang merupakan cermin dari tingkat risiko yang diakibatkan oleh
fluktuasi harga saham perusahaan.
Variance return merupakan cermin dari tingkat risiko yang disebabkan oleh harga
saham yang berfluktuasi. Risiko disini dapat diartikan sebagai besarnya
penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return)
dengan tingkat pengembalian sebenarnya (actual return). Menurut Maulina (2012)
variance return digunakan oleh investor sebagai dasar pengambilan keputusan jual
atau beli bukan keputusan untuk menahan suatu saham. Variance return
menunjukkan variabilitas return saham yang disebabkan oleh volatilitas atau
fluktuasi harga saham. Menurut Atkins dan Dyl (1997) volalitas perusahaan yang
tinggi mengindikasikan adanya asimetri informasi yang besar dan menyebabkan
volume perdagangan menjadi lebih tinggi dan holding period yang lebih pendek.
Untuk mengukur risiko perusahaan yang dicerminkan oleh variance return maka
terlebih dahulu menghitung rata-rata return periode tertentu dari sekuritas
menggunakan rumus sebagai berikut:
Rit =
𝑃𝑡 −𝑃𝑡−1
𝑃𝑡−1
......................................................................................................(4)
Keterangan:
Rit
= Rata-rata return saham i selama tahun t
Pt
= Harga saham penutupan periode ke t
Pt-1
= Harga saham penutupan periode ke t-1
Setelah mengetahui rata-rata return bulanan dari sekuritas, maka dapat dihitung
variance return menggunakan rumus sebagai berikut:
2
∑𝑁
𝑖=1(𝑥𝑖 −𝑥̅ )
σit = √
𝑛−1
..............................................................................................(5)
Keterangan:
σit
= tingkat risiko dari return saham perusahaan i selama periode t
n
= jumlah data return saham
Xi
= return saham perusahaan i
𝑥̅
= rata-rata return saham
2.1.5 Dividend payout ratio
Kebijakan dividen merupakan keputusan yang diambil perusahaan dan mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap harga saham di pasar modal. Kebijakan dividen akan
menentukan pembagian laba yang dicapai perusahaan baik itu dibayarkan kepada
pemegang saham atau diinvestasikan kembali ke perusahaan. Rasio pembayaran
dividen mencerminkan jumlah laba ditahan yang nantinya digunakan kembali sebagai
sumber pendanaan. Semakin besar jumlah laba ditahan maka semakin sedikit jumlah
laba yang digunakan untuk membayar dividen. Alokasi laba perusahaan yang
digunakan sebagai laba ditahan dan pembayaran dividen merupakan perhatian utama
dalam kebijakan dividen.
Dividend payout ratio merupakan kebijakan mengenai cara pembagian dividen
dan bentuk dividen saat dibagikan pada investor. Terdapat beberapa cara pembayaran
dividen sebagai alternatif dividend payout ratio, antara lain:
a) Stable and Occasionally Increasing Dividend per-share
Merupakan kebijakan yang menetapkan pembayaran dividen per saham yang
stabil, selama tidak terjadi peningkatan yang permanen dalam earning power
dan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
b) Stable Dividend per-share
Merupakan kebijakan yang menetapkan pembayaran dividen per saham adalah
tetap (stable amount) dari tahun ke tahun. Karena manajemen perusahaan
menilai pembayaran dividen yang tetap akan lebih menarik investor daripada
pembayaran dividen yang berfluktuasi.
c) Stable Payout Ratio
Merupakan kebijakan yang menetapkan jumlah dividen yang dibayarkan
dihitung berdasarkan suatu persentase tetap (constant) dari laba yang diperoleh
perusahaan.
d) Regular Dividend plus Extras
Merupakan kebijakan dividen dimana jumlah dividen yang dibayarkan
ditetapkan dalam jumlah tertentu yang diyakini oleh manajemen perusahaan
mampu dipertahankan tanpa menghiraukan adanya fluktuasi laba dan
kebutuhan investasi modal. Investor juga mungkin mendapatkan dividen ekstra
atau dividen bonus apabila terdapat tambahan kas.
e) Fluctuating Dividends and Payout Ratio
Merupakan kebijakan dividen yang besar pembayaran dividen yang
berfluktuasi sesuai dengan perubahan laba dan kebutuhan investasi modal
perusahaan.
Dividen merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang didistribusikan
kepada para pemegang saham dan dilakukan secara berkala berdasarkan atas jumlah
saham yang dimiliki. Besarnya dividen yang dibagikan ditentukan dalam rapat umum
pemegang saham. Menurut Miller dan Rock (1985) dividen mempunyai informasi
tentang ekspektasi-ekspektasi manajer dan sinyal positif dari manajemen tentang
prediksi membaiknya kinerja perusahaan dimasa mendatang. Pembayaran dividen
merupakan alat komunikasi secara langsung dan penting kepada pasar mengenai
kesehatan ekonomi perusahaan.
Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2012:159) dan Jogiyanto dividend payout ratio
merupakan persentase dari perbandingan dividen per lembar saham yang telah
dibayar pada tahun tersebut dengan laba per lembar saham pada akhir tahun.
Dividend payout ratio dapat dihitung dengan rumus:
Dividend payout ratio =
𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
𝑒𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑟 𝑠ℎ𝑎𝑟𝑒
x 100% ..........................................(6)
Keterangan:
Dividend per share = Dividend per share selama periode t
Earning per share = Earning per share selama periode t
2.2 Hipotesis Penelitian
Teori dan penelitian yang terkait dengan variabel-variabel dalam penelitian ini
sudah pernah dilakukan sebelumnya. Ditinjau dari teori dan penelitian-penelitian
terdahulu dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
2.2.1 Pengaruh spread terhadap holding period saham
Spread merupakan proksi dari transaction cost atau biaya yang timbul akibat dari
transaksi saham. Spread juga merupakan akibat dari asimetri informasi yang terjadi di
pasar modal akibat dari persaingan yang tinggi antar emiten. Saham yang memiliki
spread yang tinggi akan dipertahankan lebih lama oleh investor, hal ini terjadi karena
investor memgharapkan keuntungan yang lebih tinggi dan mengurangi risiko.
Fenomena ini menyebabkan spread memiliki pengaruh yang searah dengan holding
period.
Penelitian sebelumnya oleh Demsetz dalam Maulina (2009) yang menguji
mengenai pentingnya bid-ask spread terhadap keputusan investasi dengan
menghubungkan spread dengan transaction cost mengatakan bahwa aset yang
memiliki spread yang besar akan menghasilkan expected return yang tinggi pula.
Sehingga investor akan mengharapkan memperoleh net return yang lebih besar
dengan menahan saham yang memiliki spread yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Atkins dan Dyl (1997) mengenai bid-ask spread
menemukan bahwa bid-ask spread memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
holding period. Analisis yang dilakukan oleh Chung dan Wei (2005) menyimpulkan
bahwa bid-ask spread yang merupakan fungsi dari transaction cost merupakan
variabel dominan yang mempengaruhi holding period saham. Berdasarkan penelitian
tersebut dapat disimpulkan seorang investor yang membeli sahamnya dengan harga
tinggi cenderung akan menahan sahamnya dalam waktu yang lebih lama, dengan
harapan harga jual sahamnya akan lebih tinggi dimasa mendatang.
Dalam penelitian lainnya disampaikan oleh Maulina (2009), Hadi (2008),
Wisayang (2010) dan Santoso (2008) yang menyatakan pengaruh bid-ask spread
adalah positif dan signifikan terhadap holding period. Transaction cost yang terjadi
akibat perdagangan saham memiliki pengaruh yang searah terhadap holding period
saham. Sehingga saham yang memiliki transaction cost yang tinggi akan ditahan
kepemilikannya lebih lama oleh investor.
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
H1 : Spread berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham
sektor industri dasar dan kimia di BEI.
2.2.2 Pengaruh market value terhadap holding period saham
Investor menggunakan market value sebagai ukuran dari suatu perusahaan,
dimana perusahaan yang besar memiliki market value yang besar pula.
Saham
perusahaan yang memiliki market value yang besar lebih menarik bagi investor
karena perusahaan dianggap memiliki kondisi keuangan yang lebih stabil dan
memiliki akses yang mudah di pasar modal. Estimasi tersebut menyebabkan saham
perusahaan yang memiliki market value yang besar cenderung memiliki holding
period yang lebih lama.
Fama (1993) menyatakan bahwa market value atau ukuran perusahaan berkaitan
dengan profitabilitas perusahaan. Perusahaan besar dianggap memiliki profitabilitas
yang tinggi sehingga investor lebih tertarik berinvestasi pada perusahaan tersebut. Hal
serupa juga disampaikan Atkins dan Dyl (1997) dimana perusahaan besar lebih
dipertimbangkan untuk berinvestasi daripada perusahaan kecil. Berdasarkan
penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa semakin besar market value suatu
perusahaan maka semakin lama pula investor menahan sahamnya karena asumsi
perusahaan besar memiliki profitabilitas yang tinggi dan stabil.
Penelitian mengenai hubungan market value dengan holding period yang
dilakukan oleh Margareta (2015) menyatakan bahwa market value memiliki
hubungan yang positif dan signifikan terhadap holding period. Koefisien dari market
value merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap holding period.
Pernyataan ini didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu oleh Ratnasari (2014),
Arma (2013), dan Wisayang (2009) yang menyatakan bahwa market value memiliki
hubungan searah atau positif dan signifikan terhadap holding period.
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
H2 : Market value berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding period
saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.
2.2.3 Pengaruh variance return terhadap holding period saham
Hubungan return dengan risiko adalah hubungan yang searah atau linier, artinya
semakin tinggi risiko yang ditanggung semakin tinggi pula return yang diharapkan.
Perkembangan variance return saham yang tinggi akan menyebabkan holding period
menjadi lebih pendek karena investor telah mendapatkan keuntungan sesuai dengan
yang diharapkan.
Arma (2013) menyimpulkan bahwa variance return memiliki pengaruh negatif
yang signifikan terhadap holding period. Hal ini berkaitan dengan analisis investor
terhadap risiko yang mungkin dihadapinya karena variance return merupakan proksi
dari risiko perusahaan. Seorang yang memperhatikan risiko dalam berinvestasi akan
memperhatikan variance return suatu perusahaan, jika variance return meningkat
maka holding period akan menurun.
Penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin (2013) menyimpulkan bahwa
variabel variance return merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap
holding period saham sektor pertambangan periode 2009 hingga 2011. Hal ini
menunjukkan bahwa investor akan menahan sahamnya lebih pendek pada perusahaan
yang memiliki variance return yang tinggi. Menurut Santoso (2008) variance return
memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap holding period.
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian adalah
sebagai berikut:
H3 : Variance return berpengaruh negatif dan signifikan terhadap holding period
saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.
2.2.4 Pengaruh dividend payout ratio terhadap holding period saham
Perusahaan yang membagikan dividen umumnya lebih menarik bagi seorang
investor daripada peusahaan yang tidak membagikan dividen. Hal ini menyebabkan
investor diharapkan mau memegang atau menahan kepemilikan sahamnya dalam
waktu yang lebih lama. Perusahaan akan berusaha membayar dividen kepada
pemegang saham dengan tepat waktu dan tidak mengurangi jumlahnya. Pengurangan
jumlah dividen yang dibagikan dapat ditangkap sebagai sinyal negatif oleh pemegang
saham karena perusahaan dianggap mengalami kesulitan likuiditas (Hartono,
2013:164).
Bagi perusahaan pembayaran dividen merupakan alat komunikasi langsung kepada
pasar mengenai ekonomi perusahaan. Sehingga saham perusahaan yang membagikan
dividen akan lebih diminati oleh investor dan kepemilikan atas sahamnya akan
ditahan lebih lama. Maulina (2009) menyatakan faktor motif pembelian saham
merupakan hal utama yang dipertimbangkan investor, dimana investor mengharapkan
memperoleh pendapatan dari dividen. Maka keputusan perusahaan untuk
membagikan dividen merupakan kebijakan yang memiliki pengaruh yang besar
terhadap harga saham perusahaan di pasar modal.
Menurut Nurwani (2012) dividend payout ratio memiliki hubungan yang positif
dan signifikan terhadap holding period. Seorang investor yang memiliki orientasi
jangka panjang tentunya mengharapkan memperoleh return atas investasi yang
dilakukan yang berupa capital gain dan dividend. Penelitian yang dilakukan oleh
Kusumayanti (2015) dan Murniati (2015) menyimpulkan bahwa dividend payout
ratio memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap holding period saham.
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H4 : Dividend payout ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap holding
period saham sektor industri dasar dan kimia di BEI.
Download