TINJAUAN PUSTAKA Echinochloa crus-galli (L.) P. Beauv. E. crus-galli merupakan suatu jenis rumput liar yang termasuk gulma tahunan. E. crus-galli termasuk dalam kelas Poales, famili Poaceae (Galinato et al., 1999). E. crus-galli berasal dari Eropa, juga ditemukan di Kanada selatan dari Columbia timur, Britania ke Novia Scotia (Hitchchok, 1951). Galinato et al. (1999) menyatakan bahwa rumput E. crus-galli tersebar pada daerah tropis dan sub tropis di seluruh negara Asia Tenggara, Asia Selatan dan Australia. Rumput E. crus-galli memperbanyak diri secara generatif melalui biji. Tipe penyerbukan adalah penyerbukan silang. Biji E. crus-galli seringkali tercampur dengan benih padi serta bisa disebarkan oleh air irigasi, hewan, dan alat-alat pertanian (Itoh, 1991). Sung et al. (1987) menyatakan bahwa E. crus-galli meliputi 2 varietas yaitu E. crus-galli var. crus-galli dan E. crus-galli var. oryzicola. Namun Kim (1994), mengemukakan bahwa spesies E. crus-galli terdiri atas tiga subspesies, yaitu E. crus-galli var. crus-galli, E. crus-galli var. praticola dan E. crus-galli var. formosensis. Gulma rumput ini tergolong tumbuhan C4, sedangkan padi C3, meskipun keduanya termasuk famili Poaceae/Gramineae. Tumbuhan C4 lebih efisien dalam menggunakan air maupun berfotosintesis sehingga daya saing tumbuhan C4 lebih tinggi dari tumbuhan C3. E. crus-galli merupakan anggota paling penting dari genus Echinochloa dan memiliki kemampuan berkembang yang pesat. Hal ini karena pertumbuhannya yang sangat cepat, kemampuan memproduksi benih yang tinggi, dormansi benih dan daya adaptasi yang tinggi pada kondisi lahan pertanian yang berbeda (Bahrendt dan Hanf, 1979). Morfologi Echinochloa crus-galli E. crus-galli merupakan tumbuhan tahunan yang tumbuh tegak dengan batang kuat lurus dan berbentuk silindris dengan pith seperti spons putih di bagian dalamnya (Galinato et al., 1999). Tinggi gulma ini dapat mencapai 80-150 cm atau 80 inci (Sung et al., 1987). Batang bercabang pada bagian dasarnya. Akarnya tebal dan berserat (Galinato et al., 1999). Daun gulma ini memiliki ukuran panjang sampai 40 cm dan lebar 5-15 mm, flat (kempes). Setiap daun memiliki pelepah daun memiliki panjang 9-13 cm dan helaian daun dengan ukuran 5-65 cm x 6-22 mm, bersatu dengan pelepah, bentuk linear dengan dasar yang lebar dan melingkar, bagian ujungnya meruncing, berambut halus pada bagian dasarnya, dan permukaannya berwarna hijau (Fishel, 2000). Perbungaan E. crus-galli terletak di ujung dan merunduk. Malainya memiliki panjang 5-21 cm dan terdiri dari 5-40 tandan. Perbungaan berbentuk piramid, berwarna hijau atau ungu tua. Stamen berjumlah 3 dengan anther yang berwarna kuning. Terdapat 2 putik dengan stigma berbulu, berwarna ungu, menonjol keluar di bawah ujung spikelet. Panjang spikelet 3-4 mm (Galinato et al., 1999). Buah pada gulma ini disebut caryopsis dengan bentuk lonjong dengan panjang 1.5-2 mm (Galinato et al., 1999). Bijinya berwarna coklat hingga kehitaman. Satu tanaman dapat menghasilkan biji sebanyak 40000 (AmpongNyarko dan De Datta, 1991). Syarat Tumbuh Echinochloa crus-galli Distribusi geografi E. crus-galli yaitu pada 50oLU - 40oLS (Azmi dan Baki, 1995). Gulma ini beradaptasi pada daerah yang berair dengan kelembaban tanah yang cukup tinggi 80% dari kapasitas tanah menahan air (Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Pada tanah yang lebih kering pun E. crus-galli masih dapat tumbuh, namun pertumbuhannya lebih kecil dengan jumlah anakan yang lebih sedikit. Pertumbuhan E. crus-galli sangat baik pada tanah berpasir dan berlempung, terutama tanah memiliki kandungan nitrogen yang tinggi. Pertumbuhannya tidak dibatasi oleh pH tanah (Galinato et al., 1999). Gulma E. crus-galli dapat tumbuh baik dengan temperatur tahunannya 14o 16 C (Sung et al., 1987). Temperatur optimum untuk perkecambahan biji E. crus-galli adalah 32-37oC dan akan menurun tajam di bawah suhu 10 oC dan di atas 40oC (Galinato et al., 1999). Untuk melengkapi siklus hidupnya, E. crus-galli membutuhkan waktu 4264 hari. Fotoperiodisme mempengaruhi jumlah benih yang dorman dan intensitas dormansi tersebut. Benih akan langsung tumbuh setelah ditanam, akan tetapi sebagian lagi mengalami dormansi selama 4-48 bulan. Fotoperiodisme juga mengontrol pembungaan E. crus-galli. Pembungaan yang lebih cepat terjadi pada hari pendek dengan jumlah malai dan anakan yang juga lebih besar (Galinato et al., 1999). Tingkat kompetisi padi dengan E. crus-galli tergantung pada curah hujan, varietas padi, faktor tanah, populasi gulma E. crus-galli, lamanya pertumbuhan padi dan E.crus-galli, serta umur tanaman ketika mulai bersaing dengan E. crusgalli (Ampong-Nyarko dan De Datta, 1991). Menurut Fishel (2000), E. crus-galli merupakan jenis gulma pada pertanaman padi yang paling ganas di dunia. Lubigan dan Vega dalam Suardi dan Pane (1983) menyatakan bahwa penurunan produksi padi akibat E .crus-galli dapat mencapai 72%. Kompetisi Padi dengan Echinochloa crus-galli Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), kompetisi adalah salah satu corak hubungan antara spesies tumbuhan yang terjadi pada dua atau lebih individu tanaman. Kedua belah pihak tumbuhan akan dipengaruhi secara negatif karena hubungan tersebut. Sedangkan menurut Jolliffe dan Weigelt (2003), kompetisi didefinisikan sebagai permintaan sumberdaya yang sama oleh dua organisme atau lebih untuk memenuhi kebutuhannya, sementara lingkungannya tidak dapat menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang mencukupi dan berpengaruh terhadap kemampuan bertahan hidup, tumbuh dan berkembang biak. Kompetisi dapat dibagi menjadi dua yaitu kompetisi interspesifik dan kompetisi intraspesifik. Kompetisi interspesifik adalah kompetisi antara tanaman dari spesies yang berbeda, sedangkan kompetisi intraspesifik adalah kompetisi antara tanaman dari spesies yang sama (Sastroutomo, 1990). Kompetisi yang berlangsung pada awal pertumbuhan dapat menurunkan kuantitas hasil, sedangkan kompetisi yang terjadi saat menjelang panen akan menyebabkan penurunan kualitas hasil (Rice, 1974). E.crus-galli melakukan kompetisi dengan tanaman padi dengan berbagai macam cara. Yamamoto et al. (1999) menyatakan bahwa selama perkecambahan dan awal pertumbuhan, E.crus-galli menekan pertumbuhan beberapa tanaman pertanian termasuk padi dan E.crus-galli itu sendiri. Persaingan antara dua tumbuhan terjadi apabila salah satu dari tumbuhan tersebut telah mempengaruhi keadaan lingkungan sedemikian rupa sehingga menyebabkan salah satu faktor penting bagi kehidupan (unsur hara, air, cahaya, ruang tumbuh) salah satu atau kedua tumbuhan itu berada dalam keadaan kurang. Sebagai tumbuhan, E.crus-galli juga memerlukan persyaratan tumbuh seperti halnya pada tanaman padi. E.crus-galli membutuhkan cahaya, nutrisi dan hara, ruang tumbuh, air, serta karbondioksida. Kompetisi akan unsur hara lebih hebat jika dibandingkan kompetisi untuk air, tetapi pada pertanaman padi jika kekurangan air akan mempengaruhi pertumbuhan padi secara keseluruhan. Kompetisi akan air antara tanaman padi dan gulma jika terjadi pada fase vegetatif akan mengakibatkan pembentukan anakan terhambat, sedangkan jika terjadi pada fase generatif maka akan mengakibatkan tingginya persentase biji hampa (Zimdahl, 1980 dan Sastroutomo, 1990). E.crus-galli akan lebih kompetitif jika dibandingkan dengan tanaman padi apabila dilihat dari segi penggunaan cahaya, karena berdasarkan jalur fotosintesisnya E.crus-galli termasuk tanaman C4 yang mempunyai aktivitas tinggi pada temperatur dan intensitas cahaya yang tinggi. Noda (1973) menyatakan bahwa karena E.crus-galli produksi bijinya yang sangat banyak dan pertumbuhannya yang menyerupai padi menyebabkan gulma ini menjadi masalah yang serius karena sulit dalam mengendalikannya. Penetapan Kompetisi Lawson (1982) menyatakan bahwa studi kompetisi antara tumbuhan dengan tumbuhan lain merupakan salah satu cara untuk melihat interaksi antara keduanya. Peubah-peubah kompetisi dapat menunjukkan kejadian kompetisi dan tumbuhan yang lebih kompetitif dalam kompetisi. Total Hasil Relatif (THR) Nilai total hasil relatif diperoleh dari gabungan hasil relatif kedua tanaman (De Wit, 1960; Spitters dan Van Den Bergh, 1982; Dekker, 1983). Rumus perhitungan total hasil relatif adalah sebagai berikut: THR Yc1 Yc2 Yt1 Yt2 Yc1 = bobot kering tanaman 1 pada pertanaman campuran Yt1 = bobot kering tanaman 1 pada pertanaman tunggal Yc2 = bobot kering tanaman 2 pada pertanaman campuran Yt2 = bobot kering tanaman 2 pada pertanaman tunggal Kelebihan dari pendekatan ini adalah dapat diketahui apakah terjadi kompetisi atau tidak, yang diketahui dari nilai THR yang diperoleh. Secara teoritis kemungkinan-kemungkinan interaksi dapat dikemukakan dalam diagram seri penggantian yang disajikan pada Gambar 1. Nilai THR lebih dari satu menunjukkan tambahan sumberdaya yang tidak terukur, kebutuhan sarana tumbuh yang berbeda, kejadian simbiosis atau interaksi positif di antara kedua tanaman. Artinya tidak terjadi kompetisi antar tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 1(a) dan 1(b). Nilai THR kurang dari satu menunjukkan pengaruh negatif atau saling merugikan antara kedua tanaman karena sarana tumbuh atau sumberdaya yang terbatas. Hal ini disajikan pada Gambar 1(c). Nilai THR sama dengan 1 menunjukkan salah satu tanaman lebih dominan menguasai sarana tumbuh atau sumberdaya yang ada sehingga kompetisi terjadi. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 1(d) dan 1(e). Sedangkan pada Gambar 1(f) menunjukkan tidak terjadi kompetisi antar tanaman, dimana masing-masing tanaman masih tumbuh sendiri tanpa saling mengganggu atau mendominasi (De Wit, 1960; Spitters dan Van Den Bergh, 1982). THR THR 1 1 1 THR T H R 0 1 (a) THR > 1 tanaman I tanaman II 1 0 (b)THR > 1 THR (c) THR < 1 THR 1 THR 1 (d) THR = 1 1 (e) THR = 1 (f) THR = 1 Keterangan: Sumbu absis menunjukkan tingkat populasi tanaman I atau II dari populasi 0 sampai dengan populasi tertinggi. Sumbu ordinat menunjukkan kurva hasil relatif tanaman I atau II dan kurva THR (De Wit, 1960; Spitters dan Van Den Bergh, 1982). Gambar 1. Diagram Seri Penggantian Koefisien Pendesakan Koefisien pendesakan merupakan perbandingan rasio bobot kering pada pertanaman campuran dengan monokultur dari suatu spesies terhadap spesies lain. Koefisien pendesakan dapat menunjukkan kemampuan kompetisi suatu tanaman terhadap tanaman lain (De Wit, 1960). Koefisien pendesakan ditulis dalam persamaan sebagai berikut: KPI .II BK I C BK II C BK I T BK II T KPI.II = koefisien pendesakan tanaman 1 terhadap tanaman 2 BKIC = bobot kering tanaman 1 dari pertanaman campuran BKIIC = bobot kering tanaman 2 dari pertanaman campuran BKIT = bobot kering tanaman 1 dari pertanaman tunggal BKIIT = bobot kering tanaman 2 dari pertanaman tunggal Persamaan di atas berlaku pula sebaliknya, yaitu koefisien pendesakan tanaman 2 terhadap tanaman 1. Perbandingan koefisien pendesakan antara kedua tanaman dapat menunjukkan koefisien pendesakan tanaman yang lebih tinggi menunjukkan tanaman yang lebih kompetitif. Nilai koefisien pendesakan lebih tinggi menunjukkan derajat kompetisi lebih besar.