BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia sehingga memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menopang perekonomian Indonesia. Permintaan akan kebutuhan bahan pangan termasuk perikanan menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya perdagangan Internasional. Perdagangan internasional tersebut harus terus diupayakan untuk dapat meraih berbagai peluang dan kesempatan yang ada karena produk perikanan merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia (Tumekol et al, 2015). Seiring dengan peningkatan kebutuhan pangan, standar mutu untuk produk pangan menjadi penting. Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, maka produk pangan yang diperdagangkan harus memenuhi persyaratan yang berlaku di negara tujuan ekspor, antara lain syarat mutu, keamanan, lingkungan, kesehatan dan lain-lain (Kementerian Perdagangan, 2013). Tantangan terbesar bagi produk perikanan di Indonesia yang paling utama adalah keamanan pangan. Indonesia sebagai eksportir utama produk perikanan seringkali dihadapkan pada penolakan akibat kualitas produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan negara pengimpor. Selain itu tidak harmonisnya standar dan sistem yang digunakan pada negara tujuan ekspor juga menghambat perdagangan internasional (Ababouch,2006). 1 Pasar ekspor menghendaki jaminan kualitas dan keamanan pangan yang tinggi. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pasar ekspor Indonesia khususnya pada produk perikanan adalah kasus penolakan produk hasil perikanan Indonesia di Amerika Serikat yang masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat, dalam Import Refusal Report kurun waktu 2013 - 2015 menunjukkan kasus penolakan produk hasil perikanan Indonesia yaitu sebanyak 102 kasus. Kasus penolakan terbesar didominasi oleh produk olahan dari ikan tuna yaitu sebesar 49%, udang dan kepiting sebesar 16% dan ikan kakap sebesar 10% (FDA, 2015). Tuna 4% 6% 5% Snapper Shrimp 10% 49% Octopus Marlin 16% Crab 10% Lain-lain Gambar 1.1 Grafik Penolakan Ekspor (2013-2015) Berdasarkan Komoditas Sumber: Import Refusal Report US FDA (2015) Melihat permasalahan diatas, Chindarwani (2007) mengatakan bahwa tuntutan persyaratan keamanan pangan terus berkembang sesuai permintaan konsumen yang juga makin meningkat. Para pelaku bisnis yang bergerak dalam 2 industri pangan mulai menyadari bahwa untuk menghasilkan produk yang aman hanya dapat diperoleh jika bahan baku yang digunakan bermutu melalui penanganan dan proses pengolahan yang sesuai, serta transportasi maupun distribusi yang memadai. Dengan hal tersebut maka pengendalian keamanan konvensional yang hanya mengandalkan pengawasan produk akhir tidak lagi memenuhi kebutuhan keamanan yang ada. Sistem keamanan pangan modern menuntut industri untuk merencanakan sistem pengawasan mutu sejak tahap penerimaan bahan baku hingga produk pangan didistribusikan ke konsumen. Jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan usaha nyata yang harus terusmenerus dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatan mutu produk untuk memberikan kepuasan dan mendapatkan kepercayaan konsumen. Standar dan peraturan keamanan pangan sangat diperlukan untuk menjamin produk yang dihasilkan oleh suatu industri memiliki kualitas yang baik dan daya saing. Di era perdagangan bebas seperti saat ini, fungsi standar dan peraturan keamanan pangan menjadi sangat penting sebagai alat untuk mempermudah transaksi perdagangan antar negara dan menciptakan perdagangan yang adil. Selain itu, standar dan peraturan keamanan pangan juga diperlukan untuk menjamin keamanan produk dan melindungi kesehatan publik (Sumarto et al, 2014). Salah satu upaya penting yang dilakukan oleh pelaku usaha agar produk yang dihasilkan mampu bersaing baik di pasar lokal maupun internasional, salah satunya dengan menerapkan sistem manajemen mutu diperusahaannya sehingga produk-produk yang dihasilkan dapat dijamin konsistensi mutunya dan mampu bersaing dengan produk-produk lain baik di pasar nasional maupun Internasional (Suminto, 2006). 3 The International Organization for Standardization atau ISO adalah organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat digunakan di seluruh dunia dengan salah satu tujuannya membantu negara berkembang mempelajari dan mengembangkan berbagai teknologi yang sudah diterapkan oleh negara maju, sehingga industri dapat bersaing dalam perdagangan global. Pada tahun 2005 The International Organization for Standardization (ISO) telah menerbitkan standar pangan terbaru, yaitu ISO 22000. Standar ISO dapat diterapkan secara sukarela oleh setiap organisasi yang terkaitan dengan pangan di seluruh dunia. ISO 22000 adalah panduan bagi industri atau organisasi untuk mengelola sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang pro aktif dan fleksibel. Sulaeman (2016) menambahkan bahwa dengan menerapkan ISO 22000 maka memungkinkan perusahaan secara konsisten untuk mengendalikan bahayabahaya keamanan pangan sepanjang rantai pangan dalam upaya untuk memastikan bahwa pangan adalah aman pada saat dikonsumsi. PT. Inti Luhur Fuja Abadi (ILUFA) yang berlokasi di Beji, Pasuruan. PT Inti Luhur Fuja Abadi merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan hasil perikanan yaitu dengan produk ikan beku dan fillet ikan beku yang di ekspor ke beberapa negara, seperti Amerika, Australia, Korea, China dan Uni Eropa. Perusahaan ini mempunyai misi untuk secara konsisten menyediakan produk-produk berkualitas dan layanan terbaik bagi pelanggannya (Culturianingtyas et al, 2013). PT. ILUFA dipilih sebagai objek penelitian karena telah mendapatkan sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk produk Frozen 4 Small Pelagic Fish, Frozen Demersal Fish dan Frozen Cephalopod. Selain itu, PT.ILUFA juga telah mendapat sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) serta HACCP memperoleh nilai A (Excelent) dari Director General of Fish Quarantine And Inspection Agency (FQIA) dari Kementrian Kelautan dan Perikanan. Nilai A yang didapatkan PT.ILUFA sangat penting untuk pabrik pengolahan makanan dan minuman yang setiap prosesnya dikontrol agar produk yang dihasilkan memiliki mutu yang baik. HACCP dapat diterapkan di industri pangan yang telah menjalankan proses pengolahan dengan cara produksi manakan yang baik Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP). Hal ini diperkuat oleh Chindarwani (2007) bahwa HACCP dan PreRequisite Program merupakan salah satu elemen kunci dalam penerapan ISO 22000 selain kombinasi dari komunikasi interaktif dan sistem manajemen. Dengan kata lain, PT. ILUFA sudah setengah langkah dalam memenuhi ISO 22000 Perusahaan banyak yang berpendapat bahwa penerapan HACCP saja sudah cukup sebagai prasyarat ekspor akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Psomas dan Kafetzopoulos (2015) membandingkan efektivitas penerapan HACCP dengan perusahaan susu yang bersertifikat ISO 22000 dengan yang tidak bersertifikat ISO 22000. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pendekatan HACCP adalah elemen dasar dari ISO 22000, dengan kata lain HACCP merupakan bagian intrinsik yang tidak bisa dipisahkan dari ISO 22000. Menerapkan HACCP melalui ISO 22000 berarti mengadopsi sistem manajemen yang lebih terpadu dan efektif dari sekedar menerapkan prinsip-prinsip HACCP. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ISO 5 22000 perusahaan susu bersertifikat mencapai tingkat signifikan lebih tinggi dari segi efektivitas HACCP daripada yang tidak bersertifikat ISO 22000. Sulaeman (2016) menambahkan terdapat beberapa alasan mengapa penerapan ISO 22000 dianggap perlu untuk daya saing dalam perdagangan internasional karena 1) Bertambahnya regulasi dan kontrol nasional dan international terkait keamanan pangan; 2) Produser pangan harus memenuhi dengan persyaratan berbeda tergantung negeri dan pelanggan; 3) Beberapa yang mensertifikasi dan menginspeksi produser pangan dan harus menerapkan sejumlah kriteria khusus seperti BRC, IFS, dan sebagainya; 4) ISO 22000 menyederhanakan proses dan 5) Persyaratan ISO 22000 bersifat generik dan dimaksudkan agar bisa diterapkan pada semua organisasi pada rantai pangan tak peduli besaran dan kompleksitasnya. Manajemen risiko berbasis ISO 31000 dapat dikombinasikan dengan ISO 22000 dikarenakan standar internasional ISO 31000 ini tidak dimaksudkan untuk proses sertifikasi. Dengan kata lain, dalam proses implementasinya dapat disesuaikan dan menjadi pelengkap penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 yang dibutuhkan oleh industri. Sesuai dengan prinsip manajemen risiko nomor tujuh yaitu manajemen risiko bersifat tailored (khas untuk penggunanya) yang berarti prosesnya dapat disesuaikan dengan sasaran organisasi dan profil risiko yang dihadapi organisasi yang bersangkutan (ISO 31000, 2009) Setiap proses bisnis memiliki berbagai macam risiko-risiko yang dapat menghambat tercapainya sasaran bisnis secara maksimal. Sehingga perlu dilakukan pengendalian yang tepat agar risiko-risiko tersebut dapat ditiadakan atau dikurangi. 6 Para pelaku bisnis pangan telah melakukan pengelolaan risiko pada tingkatan tertentu terhadap bahaya keamanan pangan. Susilo dan Kaho, (2011) menambahkan sebetulnya, manajemen mutu dapat dikatakan sebagai penerapan manajemen risiko untuk mencegah tidak tercapainya sasaran mutu di sektor produksi. ISO 31000 ini menetapkan sejumlah prinsip yang perlu dipenuhi untuk membuat pengelolaan risiko menjadi efektif. Pengelolaan risiko dapat diterapkan ke seluruh organisasi, pada tingkat keseluruhan area kegiatan dan pada setiap tingkatan, setiap saat, baik pada suatu fungsi khusus, misal proyek, produk, proses maupun suatu kegiatan. Faergemand dan Jespersen (2004) menjelaskan manfaat yang akan didapatkan oleh organisasi dari penerapan ISO 22000 adalah sebagai berikut: (1) Terjalinnya komunikasi yang terarah dan terorganisasi antar mitra bisnis; (2) Pengoptimasi sumberdaya baik internal dan eksternal maupun sepanjang rantai pangan; (3) Sistem pendokumentasian menjadi lebih baik dan (4) pengendalian yang dinamis dan efisien terhadap bahaya keamanan pangan. Sedangkan Susilo dan Kaho (2011) menjelaskan apabila manajemne risiko diterapkan akan memungkinkan suatu organisasi untuk dapat: (1) Meningkatkan kemungkinan tercapainya sasaran organisasi; (2) Meningkatkan kepercayaan dan keyakinan para pemangku kepentingan; (3) Memperbaiki pengendalian dan (4) Menetapkan suatu landasan yang kokoh dalam pengambilan keputusan dan perencanaan. Kombinasi dari kedua sistem manajemen ISO 22000 dan ISO 31000 dapat menghasilkan sistem yang terintegrasi atas keduanya yang memungkinkan untuk diaplikasikan oleh industri pangan secara bersamaan. Untuk dapat mengetahui 7 kemungkingan penggabungan kedua sistem manajemen ISO maka perbandingan masing-masing elemen dari standar merupakan langkah yang paling penting. Gambaran umum masing-masing standar manajemen diuraikan diikuti dengan penjabaran tiap elemen dari standard. Identifikasi tiap elemen dilakukan untuk memperoleh keterkaitan kedua standard yang akan memudahkan persiapan dan penerapannya (Amy, 2016). Salah satu keuntungan sistem manajemen integrasi ini adalah penurunan biaya. Penurunan biaya karena perusahaan yang memiliki sistem manajemen terpadu akan diaudit oleh Badan Sertifikasi sekali untuk keseluruhan sistem. Perusahaan dapat menghemat dari segi waktu, usaha dan biaya untuk menerapkan sistem manajemen yang terintegrasi. Selain itu proses sertifikasi kedua sistem manajemen dapat dilakukan bersamaan. Hal ini akan menghemat semua sumber daya yang terdapat di industri yang pada akhirnya akan meningkatkan unjuk kerja dan daya saing industri (Mahandari, 2005). Salah satu produk unggulan PT. ILUFA adalah fillet ikan beku. Ikan yang digunakan untuk proses fillet sebagian besar adalah ikan kakap, ikan anggoli dan ikan kerapu. Fillet ikan beku disebut sebagai produk unggulan dikarenakan pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2013 – 2014 produk fillet ikan beku merupakan produk dengan permintaan ekspor yang tertinggi dibandingkan dengan produk lain yang dihasilkan oleh PT. ILUFA. Agustini dan Swastawati (2003) menyebutkan bahwa penganekaragaman atau diversifikasi pangan merupakan salah satu usaha dalam meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. Selain itu diversifikasi pangan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya serap pasar, atau suatu upaya 8 untuk meningkatkan permintaan serta menciptakan alternatif bagi para pengolah hasil perikanan untuk mengembangkan usahanya. Terdapat dua metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengumpulan data dengan teknik audit berdasarkan ISO 19011 dan metode analisis data dengan analisis gap yang menggunakan dua metode yang mengacu pada penelitian Rizaputra (2012) yaitu desk assessment yang berupa peninjauan dokumen yang menghasilkan data sekunder dan field assessment yang berupa peninjauan pelaksanaan dilapangan yang menghasilkan data primer. Menurut Elidawati (2016), suatu industri yang akan melakukan proses auditing untuk sertifikasi ISO 22000 harus melakukan tahapan pra-audit terlebih dahulu dengan analisis gap. Analisis gap dilakukan untuk membandingkan apa yang sudah dilakukan oleh industri dengan apa yang ingin dicapai yaitu sertifikasi ISO 22000. Boudreaux (2010) menambahkan alasan utama mengapa analisis gap dilakukan pada awal tahap pra-audit atau pengembangan adalah karena organisasi ingin tahu di mana posisi organisasi saat ini dalam hal memenuhi standar, dan organisasi ingin tahu secara pasti apa yang harus dilakukan untuk menutup gap tersebut kemudian menjadi lebih dekat untuk sepenuhnya memenuhi persyaratan. Analisis gap yang akan dilakukan pada penelitian ini menggabungkan hasil desk dan field assessment dalam tersusun dalam checklist yang menjadi dokumen kerja yang berisi poin-point yang akan dikembangkan dalam wawancara. Dari hasil desk dan field assessment tersebut kemudian dilanjutkan dengan membuat presentase keseluruhan pencapaian realisasi atas keduanya, maka akan didapatkan nilai presentase pemenuhan di setiap klausul yang kemudian menghasilkan daftar 9 gap yang dimiliki oleh perusahan. Daftar gap tersebut dapat menjadi acuan untuk memberikan rekomendasi yang sesuai untuk memenuhi penerapan ISO 22000 dan ISO 31000. Selain itu, dari hasil pengamatan desk dan field assessment maka dapat terlihat klausul-klausul yang berkaitan satu sama lain dari dua sistem ISO yang berbeda sehingga mengetahui kemungkinan pengintegrasian di antara keduanya. 1.2. Perumusan Masalah PT. ILUFA merupakan salah satu agroindustri yang bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan. Dalam pemenuhan kebutuhan pasar dan persaingan global, PT. ILUFA telah mendapatkan sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan sertifikat Kelayakan Pengolahan dengan nilai A dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dimana pre-requisite programe dan HACCP merupakan elemen kunci dalam penerapan ISO 22000 yang bertujuan meningkatkan kredibilitas perusahaan serta kepercayaan pelanggan. ISO 22000 merupakan standar Internasional yang merancang sistem manajemen yang memungkinkan organisasi untuk mengendalikan bahaya-bahaya keamanan pangan sepanjang rantai pangan dalam upaya untuk menjamin pangan aman pada saat dikonsumsi. Isu keamanan pangan menjadi hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan oleh para pelaku industri khususnya yang memproduksi produk perikanan. Produk perikanan merupakan produk pangan yang bersifat perishable food sehingga diperlukan penanganan dan proses pengolahan yang sesuai agar kualitas dan mutunya dapat terjaga dengan baik. Standar dan peraturan keamanan pangan sangat diperlukan untuk menjamin produk yang dihasilkan oleh 10 suatu industri memiliki kualitas yang baik dan tetap dapat mempertahankan daya saing. ISO 22000 dapat diintegrasikan dengan ISO 31000 yang berperan sebagai pelengkap pada beberapa klausul yang terdapat pada ISO 22000 terutama pada tahapan pengelolaan risiko. Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa PT. ILUFA belum memiliki ISO 22000 akan tetapi telah memenuhi beberapa persyaratan kunci ISO 22000 sehingga perlu dilihat lebih lanjut dengan pra-audit seberapa jauh pemenuhan ISO 22000 dan ISO 31000 dalam proses produksi fillet ikan beku di PT. ILUFA. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi gap antara sistem manajemen mutu keamanan pangan di PT. ILUFA dengan ISO 22000 serta ISO 31000 di PT. ILUFA. 2. Menghasilkan rekomendasi yang sesuai untuk memenuhi penerapan ISO 22000 dan ISO 31000. 3. Merumuskan integrasi dari ISO 22000 dan 31000 untuk PT. ILUFA. 1.4. Batasan Penelitian Batasan dari Penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Agroindustri yang digunakan sebagai objek Penelitian adalah PT. ILUFA di Pasuruan – Beji dan proses yang diamati adalah Fillet Ikan Beku 11 2. Penelitian ini hanya sampai pada tahapan memberikan kebutuhan penanganan berdasarkan daftar gap, tidak sampai pada tahapan pengimplementasian rekomendasi. 3. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik audit berdasarkan ISO 19011:2011 dan metode analisis data dengan gap analysis. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah memberikan rekomendasi yang sesuai untuk PT. ILUFA dalam memenuhi penerapan ISO 22000 dan ISO 31000 sehingga rekomendasi ini sangat bermanfaat apabila PT. ILUFA akan melakukan pembaruan standar perusahaan dalam memenuhi permintaan pasar ekspor. Bagi pelaku usaha, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dalam perbaikan sistem manajemen dalam industri agar lebih kompetitif. Bagi pemerintah daerah maupun provinsi serta lembaga sertifikasi, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan peninjauan terhadap sistem manajemen pada industri, khususnya industri pangan. 12