seleksi dan identifikasi kapang endofit penghasil antimikroba

advertisement
SELEKSI DAN IDENTIFIKASI KAPANG ENDOFIT
PENGHASIL ANTIMIKROBA PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN MIKROBA PATOGEN
LENDRA TANTOWI JAUHARI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
SELEKSI DAN IDENTIFIKASI KAPANG ENDOFIT
PENGHASIL ANTIMIKROBA PENGHAMBAT
PERTUMBUHAN MIKROBA PATOGEN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
LENDRA TANTOWI JAUHARI
105095003133
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M / 1431 H
ABSTRAK
LENDRA TANTOWI JAUHARI. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit
Penghasil Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi.
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.
Kapang endofit adalah kapang yang hidup dalam jaringan tumbuhan dan tidak
membahayakan inangnya. Kapang endofit ini dapat menghasilkan senyawa yang
berpotensi sebagai antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi
antimikroba dari kapang endofit tersebut dan mengidentifikasinya. Metode yang
digunakan untuk uji antimikroba adalah paper disc diffusion assay dan
bioautografi, sedangkan metode yang digunakan untuk identifikasi adalah slide
culture. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak butanol dan etil
asetat kultur isolat kapang endofit TlU (dari tanaman temu lawak) efektif untuk
menghambat mikroba patogen dibanding isolat endofit lainnya. Hasil analisis data
dengan menggunakan one way anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang sangat signifikan antar diameter zona hambat dari ekstrak isolat endofit.
Hasil identifikasi morfologi menunjukkan bahwa kapang endofit (TlU) mengarah
kepada genus Aspergillus.
Kata kunci : aktivitas antimikroba, kapang endofit, bioautografi, identifikasi
kapang.
ABSTRACT
LENDRA TANTOWI JAUHARI. Selection and Mould Identification Endofit
Antimicrobial Producer Microbe growth Resistor Pathogen. A thesis. Biology
Department Program. Faculty of Science and Technology, Islamic State
University Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010.
Mold endophyt is the living one mold in botanical network and non-threatening its
host. This endophyt mold can result compound that potentially as antimicrobial.
This research intent to test antimicrobial’s potency of that endophyt mold and
identification. Method that is utilized for test antimicrobial is paper disc diffusion
assay and bioautography. Meanwhile method that is utilized for identification is
culture's slide. Result of this research points out that butanol extract and cultures
acetic ethyl mould endophyt isolate TlU (temu lawak) effective to constrain
pathogen microbe appealed by another isolate endophyt. Analysis’s result data by
use of one way anova point out a distinctive one so significant among zone
diameter constrains of isolate endophyt's extract. Result showed morphological
identification of the endophyte molds (TlU) aims to the genus Aspergillus.
Keyword:
antimicrobial activities, bioautography,
identification, endophyte mold
mold
morphology
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Januari 2010
Lendra Tantowi Jauhari
105095003133
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya milik Allah SWT Yang Maha Kuasa, atas segala
rahmat dan hidayah-Nya yang dianugrahkan kepada penulis dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat
bantuan dan motivasi dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak
secara langsung, untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih
yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu DR. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud., selaku Ketua Program Studi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi
Fakultas
Sains
dan
Teknologi
Universitas
Islam Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si, selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nuki
Bambang Nugroho, M.Si, selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan dorongan bagi penulis.
i
5. Para dosen dan tata usaha di lingkungan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan informasi kepada penulis.
6. Semua teknisi laboran yang telah memberikan pengetahuan dan informasi
tentang teknis pengerjaan di laboratorium kepada penulis.
7. Para laboran di Laboratorium Mikrobiologi, Kimia Analitik dan
laboratorium Recovery yang telah memberikan pengetahuan dan informasi
kepada penulis.
8. Untuk Ayahanda Oan Anwar dan Ibunda Neneh Maimunah yang tiada
hentinya memberikan bantuan materil dan non materil, atas segala do’a
dan
keikhlasannya
yang
tiada
terhingga
kepada
penulis
untuk
menyelesaikan laporan ini.
9. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan bantuan secara tidak
langsung kepada penulis.
10. Teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi (Uswatun Hasanah, Rani
Afifah, Yudi Istianto, Sugie Zenpai, Iradati Pratiwi, Ria, Maria, Niken)
yang menemani dan mengisi hari-hari waktu penelitian menjadi
menyenangkan.
11. Seluruh rekan mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2005 yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat ditulis satu persatu, penulis akan selalu
mengingat atas kebaikan dan doa-doanya.
ii
Semoga amal baik dan bantuannya mendapat ganjaran dari Allah SWT dan
laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan, demikian
pula dengan penulisan laporan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang dapat membangun dari semua pihak pembaca. Semoga dalam
penulisan laporan ini dapat memberikan sedikit pengetahuan baru bagi pembaca.
Jakarta, Januari 2010
Lendra Tantowi Jauhari
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Penelitian .............................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3. Hipotesis ....................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 6
2.1. Mikroba Endofit............................................................................. 6
2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman ....................... 7
2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba............................. 8
2.2. Antibiotika ..................................................................................... 9
2.2.1. Kelompok Antibiotika ......................................................... 10
2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa
Antimikroba.......................................................................... 11
2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik .......................................... 13
2.3. Identifikasi Kapang........................................................................ 14
2.4. Mikroba Uji.................................................................................... 14
2.4.1. Aspergillus niger.................................................................. 14
2.4.2. Pseudomonas aeroginosa .................................................... 16
2.4.3. Staphylococcus aureus......................................................... 17
2.4.3. Escherichia coli ................................................................... 18
2.4.3. Bacillus subtilis.................................................................... 20
iv
2.4.3. Candida albicans ................................................................. 21
2.5. Tanaman Obat (Inang Kapang Endofit)......................................... 22
2.5.1. Cocor Bebek (Kalanchoe pinata) ........................................ 23
2.5.2. Gambir (Uncaria gambir).................................................... 24
2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza) ................................ 24
2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei) ................................................. 26
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 27
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian........................................................ 27
3.2. Alat dan Bahan............................................................................... 27
3.2.1. Alat...................................................................................... 27
3.2.2. Bahan .................................................................................. 28
3.3. Cara Kerja ...................................................................................... 29
3.3.1. Pembuatan Media ................................................................ 29
3.3.1.1. Pembuatan Media NB ............................................. 29
3.3.1.2. Pembuatan Media PDB ........................................... 29
3.3.1.3. Pembuatan Media PDY ........................................... 29
3.3.1.4. Pembuatan Media NA miring.................................. 30
3.3.1.5. Pembuatan Media PDA miring ............................... 30
3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Pengujian Antimikroba) .... 31
3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Pengujian Antimikroba) .. 31
3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit ............................................. 31
3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit.............................................. 31
3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok ........................................... 31
3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik ............. 32
3.3.3.1. Pemisahan Produk ................................................... 32
3.3.3.2. Pemekatan ............................................................... 32
3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen................ 33
3.3.4.1. Peremajaan Mikroba Patogen.................................. 33
3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen dengan
Spektrofotometer ..................................................... 33
v
3.3.5. Uji Aktivitas (Bioassay) Anti Bakteri.................................. 34
3.3.6. Uji Aktivitas (Bioassay) Anti Khamir ................................. 35
3.3.7. Uji Aktivitas (Bioassay) Anti Fungi .................................... 36
3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen........................... 37
3.3.8.1. Pengenceran dan Metode TPC ................................ 37
3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count ......................... 38
3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture).................... 39
3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ....................................... 40
3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen ...................................... 40
3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen ...................................... 41
3.4.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen......................................... 42
3.4. Analisis Data.................................................................................. 43
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 45
4.1. Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit............................ 45
4.2. Ekstraksi Pelarut ............................................................................ 47
4.3. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen............................................. 49
4.4. Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen......... 51
4.5. Uji Aktivitas Kapang Endofit ........................................................ 52
4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit ........................... 52
4.5.2. Uji Aktivitas Antikhamir Kapang Endofit........................... 62
4.5.3. Uji Aktivitas Antifungi Kapang Endofit.............................. 65
4.6. Identifikasi Morfologi.................................................................... 69
4.7. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Bioautografi ....................... 70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 75
5.1. Kesimpulan .................................................................................... 75
5.2. Saran .............................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 76
LAMPIRAN....................................................................................................... 80
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya...................................... 28
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok ............................... 46
Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit........................ 48
Tabel 4. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis ............. 72
Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus .. 73
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Aspergillus niger ............................................................................... 15
Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa.................................................................. 16
Gambar 3. Staphylococcus aureus ...................................................................... 18
Gambar 4. Escherichia coli................................................................................. 19
Gambar 5. Bacillus subtilis ................................................................................. 20
Gambar 6. Candida albicans............................................................................... 22
Gambar 7. Bagan Penelitian................................................................................ 44
Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen................................................ 49
Gambar 9. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Bacillus subtilis ................................................... 52
Gambar 10. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan
Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap
Bacillus subtilis ................................................................................ 55
Gambar 11. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat
Kapang Endofit Terhadap Staphylococcus aureus .......................... 56
Gambar 12. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan
Pelarut Butanol 20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml
terhadap Staphylococcus aureus ...................................................... 59
Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat
Kapang Endofit Terhadap Escherichia coli ..................................... 60
Gambar 14. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat
Kapang Endofit Terhadap Candida albicans ................................... 63
viii
Gambar 15. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat
Kapang Endofit Terhadap Aspergillus niger.................................... 65
Gambar 16. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU1............................................. 70
Gambar 17. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU2............................................. 70
Gambar 18. Salah satu hasil KLT Ekstrak Kapang Endofit................................ 71
Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis................ 74
Gambar 20. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap S. aureus .................. 74
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Sentrifugasi Kapang Endofit ................................................. 80
Lampiran 2. Hasil Pemekatan Kapang Endofit................................................... 80
Lampiran 3. Gambar Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)............................. 81
Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Butanol Kapang Endofit .. 81
Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Etil Asetat Kapang
Endofit ........................................................................................... 82
Lampiran 6. Perhitungan Mikroba Patogen Untuk Bioassay dan Bioautografi.. 82
Lampiran 7. Gambar Hasil Uji Bioassay Kapang Endofit.................................. 84
Lampiran 8. Pengamatan Makroskopis TlU1 dan TlU2 ..................................... 84
Lampiran 9. Gambar Hasil Bioautografi Kapang Endofit .................................. 86
Lampiran 10. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Bacillus subtilis............... 86
Lampiran 11. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Staphylococcus aureus ... 87
Lampiran 12. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Escherichia coli .............. 88
Lampiran 13. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Pseudomonas
aeruginosa .................................................................................... 89
Lampiran 14. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Candida albicans............ 90
Lampiran 15. Tabel Aktivitas Antimikroba terhadap Aspergillus niger............. 91
Lampiran 16. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis............. 92
Lampiran 17. Analisis Data Kapang Endofit terhadap
Staphylococcus aureus ................................................................ 94
Lampiran 18. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Escherichia coli ............ 96
x
Lampiran 19. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Candida albicans .......... 98
Lampiran 20. Analisis Data Kapang Endofit terhadap Aspergillus niger........... 100
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian
Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi oleh
mikroba patogen tersebut dapat menyebabkan kematian, salah satu contohnya
adalah penyakit tuberkulosis atau TBC (Tim Mikrobiologi, 2003). Dalam upaya
mengobati infeksi tersebut, sejak abad ke-17, telah digunakan berbagai macam
bahan kimia, misalnya untuk mengobati penyakit malaria digunakan ekstrak kulit
pohon kina yang mengandung kinin. Kemudian pada tahun 1929, Alexander
Fleming menemukan penisilin, suatu senyawa antimikroba yang berasal dari
kapang Penicillium notatum. Howard Florey dan Ernst Chain berhasil melakukan
uji klinik pertama dan memperlihatkan bahwa penisilin yang ditemukan oleh
Alexander Fleming mempunyai daya pengobatan yang efektif terhadap penyakit
infeksi pada tahun 1940. Sejak itu, dimulailah era pengobatan dengan
menggunakan antimikroba (Tim Mikrobiologi, 2003).
Antimikroba merupakan suatu zat atau bahan yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba patogen. Akan tetapi, beberapa mikroba patogen memiliki
resistensi
terhadap
antimikroba
tersebut,
contohnya
resistensi
bakteri
Streptococcus pneumoniae terhadap penisilin (Carlile dan Watkinson, 1995). Hal
ini mendorong para ahli untuk terus mencari bahan baku antimikroba.
2
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi antimikroba diantaranya
adalah tanaman obat. Indonesia memiliki keanekaragaman berbagai macam jenis
tanaman obat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Potensi zat
antimikroba pada tanaman-tanaman tersebut berasal dari metabolit sekunder
tanaman atau dari metabolit sekunder mikroba endofit yang tumbuh dalam
jaringan tanaman tersebut (Wahyudi, P. 1997).
Untuk mengambil senyawa antimikroba dari metabolit sekunder tanaman
obat secara langsung, dibutuhkan sangat biomassa yang sangat banyak atau bagian
dari tanaman tersebut. Untuk mengefisienkan cara memperoleh senyawa
antimikroba tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang diisolasi dari bagian
tanaman tersebut. Selain itu, Nugroho dan Sukmadi (1998) menyatakan bahwa
perhatian utama industri farmasi dan pertanian saat ini ialah pencarian mikroba
penghasil senyawa antimikroba baru yang aktif farmakologis. Mikroba ini dipilih
sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif (antimikroba), karena lebih mudah
penanganannya. Salah satu kelompok mikroba yang dapat digunakan sebagai
sumber bahan antimikroba adalah mikroba endofit.
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup pada jaringan tumbuhan dan
tidak membahayakan inangnya. Mikroba endofit ini dapat menghasilkan senyawa
bioaktif yang berpotensi sebagai antimikroba. Hal ini disebabkan aktivitasnya
yang tinggi dalam membunuh mikroba patogen. Disamping mampu menghasilkan
senyawa-senyawa antimikroba, mikroba endofit juga mampu menghasilkan
senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antikanker, antimalaria, anti HIV,
antioksidan dan sebagainya (Prihatiningtias, 2006).
3
Tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit penghasil
antimikroba diantaranya adalah temu lawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tanaman-tanaman tersebut
memiliki potensi untuk menghambat mikroba pathogen (Jauhari, L.T. 2008).
Dengan adanya kenyataan ini, isolat mikroba endofit dari tanaman-tanaman
tersebut memiliki potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antimikroba
baru ataupun jenis obat baru yang lain. Selain itu, penelitian yang dilakukan
terhadap mikroba (kapang) endofit tersebut masih sedikit, sehingga perlu untuk
diteliti lebih lanjut dan dengan penambahan variasi perlakuan terhadap mikroba
(kapang) endofit yang ada dalam tanaman tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Penyakit infeksi oleh mikroba patogen merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan antimikroba yang bisa menghambat
pertumbuhan mikroba patogen. Antimikroba tersebut salah satunya dapat
diperoleh dari metabolit sekunder tanaman obat atau dari metabolit sekunder
mikroba endofit yang tumbuh dalam jaringan tersebut. Untuk mengefisienkan cara
memperoleh metabolit sekunder tersebut, maka digunakan mikroba endofit yang
diisolasi dari bagian tanaman tersebut.
Diantara tanaman obat yang berpotensi menghasilkan mikroba endofit
penghasil antimikroba adalah tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor
bebek. Mikroba atau kapang endofit yang telah diisolasi dari tanaman-tanaman
tersebut diharapkan memiliki senyawa antimikroba yang sama dengan tanaman
4
inangnya, sehingga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji.
Kapang tersebut diisolasi, diekstraksi dengan pelarut organik dan diuji
aktivitasnya. Pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah butanol
dan etil asetat. Diharapkan butanol dan etil asetat bisa menarik molekul zat
antimikroba dari kapang endofit tersebut. Setelah itu dilakukanlah uji aktivitas
antimikroba. Mikroba uji yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida albicans dan
Aspergillus niger. Mikroba tersebut digunakan karena patogen bagi makhluk
hidup terutama manusia.
Berdasarkan permasalahan yang timbul pada latar belakang maka
perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor
bebek, masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba ?
2. Apakah zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman
obat mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus
subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
Candida albicans dan Aspergillus niger) ?
3. Apakah hasil identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas
antimikroba dapat diketahui?
1.3.
Hipotesis
Beberapa hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan cocor bebek,
masing-masing berpotensi menghasilkan antimikroba.
5
2. Zat antimikroba dari kapang endofit yang diisolasi dari tanaman-tanaman obat
mampu menghambat pertumbuhan semua mikroba patogen uji (Bacillus subtillis,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida
albicans dan Aspergillus niger).
3. Hasil Identifikasi morfologi kapang endofit yang menghasilkan aktivitas
antimikroba dapat diketahui.
1.4.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menyeleksi kapang endofit dari tanaman temulawak, gambir, ashitaba dan
cocor bebek yang mampu menghasilkan zat antimikroba.
2. Menguji potensi antimikroba dari ekstrak kapang endofit terhadap mikroba
patogen uji (Bacillus subtillis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, Candida albicans dan Aspergillus niger).
3. Mengidentifikasi secara morfologi kapang endofit yang menghasilkan
aktivitas antimikroba.
1.5.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan informasi isolat-isolat
kapang endofit yang dapat menghasilkan antimikroba sehingga senyawa tersebut
diperoleh untuk bahan baku antibiotika.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Mikroba Endofit
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman
pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat
mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa
biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau
transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba
endofit (Radji, 2005).
Awalnya keberadaan mikroba endofit diduga bersifat netral, maksudnya
tidak memberikan pengaruh baik manfaat maupun kerusakan yang ditimbulkan
terhadap tanaman. Ternyata setelah para peneliti mulai mempelajari lebih
mendalam, ada hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan
tanaman inang terutama peranannya yang sangat penting dalam melindungi
tanaman inang terhadap predator dan patogen (Prasetyoputri dan Atmosukarto,
2006).
Dalam simbiosis antara fungi (mikroba) endofit dengan tanaman obat,
fungi (mikroba) dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan
oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari
serangan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk
7
mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon, 1991 ; Petrini et al., 1992 ; Rao,
1994; Worang, 2003).
Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder
sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang
diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang
tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih
mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Radji, 2005).
2.1.1. Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman
Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian
organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya.
Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada
keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses
masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau
degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis (Bacon dan
Siegel, 1990).
Proses masuknya mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman inang terjadi
secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung ditandai dengan
masuknya endofit ke dalam bagian internal jaringan pembuluh tanaman dan
diturunkan melalui biji, sedangkan secara tidak langsung mikroba endofit hanya
menginfeksi bagian eksternal yaitu pada bagian pembungaan (Bacon, 1985).
Pada organ atau jaringan tanaman tertentu, ternyata dapat ditempati oleh
beberapa jenis mikroorganisme endofitik yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini
8
merupakan adaptasi dari mikroorganisme endofitik terhadap mikroekologi dan
kondisi fisiologi yang spesifik dari masing-masing tanaman (Petrini et al,1992).
2.1.2. Mikroba Endofit Penghasil Antimikroba
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diperoleh beberapa mikroba
endofit yang dapat menghasilkan antimikroba. Fisher (1989) menyatakan bahwa
lebih dari 30 % kapang endofit yang berhasil diisolasinya memiliki aktivitas
terhadap bakteri dan jamur patogen. Banyak kelompok fungi (mikroba) endofit
yang mampu memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri
maupun fungi patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan, terutama dari
genus Coniothirum dan Microsphaeropsis (Petrini, 1992).
Pestalotiopsis micrispora merupakan mikroba endofit yang paling sering
ditemukan di tanaman hutan lindung di seluruh dunia. Endofit ini menghasilkan
metabolit sekunder ambuic acid yang berhasiat sebagai antifungi. Cryptocandin
adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina
yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berkhasiat
sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan
Trichopyton spp. Ecomycin diproduksi oleh Pseudomonas viridiflava juga aktif
terhadap Cryptococcus neoformans dan Candida albicans (Radji, 2005).
Antibiotika berspektrum luas yang disebut munumbicin, dihasilkan oleh
endofit Streptomyces spp. strain NRRL 30562 yang merupakan endofit yang
diisolasi dari tanaman Kennedia nigriscans, dapat menghambat pertumbuhan
Bacillus anthracis dan Mycobacterium tuberculosis yang multiresisten terhadap
berbagai obat anti TBC. Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotika
9
berspaktrum luas adalah mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea
pteridifolia. Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktifitas
antibakterinya sama seperti munumbicin D, dan kakadumycin ini juga berkhasiat
sebagai anti malaria (Radji, 2005).
Banyak kelompok kapang endofit yang mampu memproduksi senyawa
antibiotika yang aktif melawan bakteri maupun fungi patogenik terhadap manusia,
hewan dan tumbuhan, terutama dari genus Coniothirum dan Microsphaeropsis
(Petrini, 1992). Penelitian Dreyfuss et al. (1986) dalam Widyati Prihatiningtias
(2006), menunjukkan aktivitas yang tinggi dari penisilin N, sporiofungin A, B,
serta C yang dihasilkan oleh isolat-isolat endofit Pleurophomopsis sp. dan
Cryptosporiopsis sp. yang diisolasi dari tumbuhan Cardamin heptaphylla.
Kapang endofit yang diisolasi dari tanaman obat sambung nyawa (Gynura
procumbens) dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans dan Bacillus
subtilis (Simarmata dkk, 2007).
2.2.
Antibiotika
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (Tamyis Ali Imron,
2008). Sedangkan menurut Zahner and Maas (1972), antibiotika adalah suatu
senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu, bukan diperlukan untuk
hidup tetapi senyawa ini berperan sebagai mekanisme pertahanan diri, karena
mampu menghambat bahkan membunuh mikroorganisme lain disekitarnya.
10
Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000 antibiotika, namun hanya
sedikit saja yang diproduksi secara komersil. Beberapa antibiotika telah dapat
diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia,
antara lain: golongan penisilin, sefalosporin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin.
Bahkan ada yang telah dibuat secara kimia penuh misalnya kloramfenikol dan
pirolnitrin (Alexander, 1977).
Mikroorganisme
penghasil
antibiotika
meliputi
golongan
bakteri,
aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotika
dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% oleh fungi dan 10% oleh bakteri. Sumber
mikroorganisme penghasil antibiotika antara lain berasal dari tumbuhan, tanah,
air laut, lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan
lain-lain (Alexander, 1977).
2.2.1. Kelompok Antibiotika
Menurut Jawet (1998), dilihat dari daya basminya terhadap mikroba,
antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok yaitu yang berspektrum sempit dan
berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika berspektrum luas, efektifitas
klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan, sebab efektifitas maksimal diperoleh
dengan menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi dan bukan
dengan antibiotika yang spektrumnya paling luas. Berdasarkan mekanisme
kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok (berdasarkan mekanisme
kerjanya), yaitu :
a.
Antibiotika yang menggangu metabolisme sel mikroba, termasuk disini
adalah sulfonamid, trimetoprim, PAS, INH.
11
b.
Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba, termasuk disini
adalah penisilin, sefalosporin, sefamisin, karbapenem,vankomisin.
c.
Antibiotika yang merusak keutuhan membran sel mikroba, termasuk disini
adalah polimiksin B, kolistin, amfoterisin B, nistatin.
d.
Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba, termasuk disini
adalah streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin,
netilmisin, eritromisin, linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin,
spektinomisin.
e.
Antibiotika yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel
mikroba, termasuk disini adalah rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.
2.2.2. Mekanisme Kerja Penghambatan Senyawa Antimikroba
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain mengganggu pembentukan
dinding sel, bereaksi dengan membran sel, menginaktivasi enzim dan
menginaktivasi fungsi material genetik.
a.
Menggangu pembentukan dinding sel
Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang
terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan
komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba
dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekulmolekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak
terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein,
dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri. Beberapa laporan
12
juga menyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa antimikroba lebih efektif
terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri Gram negatif. Hal ini
disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel kedua kelompok bakteri
tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding selnya terdiri atas lapisan
peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat, sedangkan bakteri Gram negatif
komponen dinding selnya mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya
terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan lipoprotein (Ardiansyah, 2007).
b.
Bereaksi dengan membran sel
Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran
sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti
senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan denaturasi
protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel (Ardiansyah, 2007).
c.
Menginaktivasi enzim
Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam
mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan enzim
akan
memerlukan
kelangsungan
energi
dalam
jumlah
aktivitasnya. Akibatknya
besar
energi
untuk
yang
mempertahankan
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat
atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan mikroba
terhenti / inaktif (Ardiansyah, 2007).
13
d.
Menginaktivasi fungsi material genetik
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan
DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya
akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses
pembelahan sel untuk pembiakan (Ardiansyah, 2007).
2.2.3. Metode Uji Aktivitas Antibiotik
Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji aktivitas antibiotik, di
antaranya adalah metode difusi agar. Pada metode ini, zat yang akan ditentukan
aktivitasnya berdifusi pada lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan
mikroba uji. Metode difusi dapat dilakukan dengan beberapa cara, salahsatunya
adalah dengan cara cakram (disc).
Pelczar dan ECS Chan (1986), menjelaskan tentang metode difusi dengan
cara cakram (disc), yakni kertas cakram yang mengandung antimikroba diletakkan
diatas permukaan media agar yang telah diinokulasi dengan mikroba uji.
Kemudian diinkubasi pada suhu yang sesuai. Setelah itu diamati ada atau tidaknya
zona hambatan terhadap pertumbuhan mikroba uji disekeliling cakram.
Metode uji aktivitas antibiotik lainnya adalah dengan penapisan fitokimia.
Penapisan fitokimia ini meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, kuinon, steroid dan triterpenoid ditujukan untuk mendeteksi
keberadaan senyawa tersebut melalui uji terhadap senyawa yang dikandungnya
sendiri ( Harborne, 1987).
14
2.3.
Identifikasi Kapang
Identifikasi kapang dilakukan dengan mengamati beberapa karakter
morfologi baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis. Pengamatan
makroskopis meliputi warna dan permukaan koloni (granular, seperti tepung,
menggunung, licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis-garis radial dan
konsentris (khususnya pada kapang Penicillium), warna balik koloni (reverse
color) dan tetes eksudat (exudates drops) (Ilyas, 2007).
Pengamatan secara mikroskopis meliputi ada tidaknya septa pada hifa,
pigmentasi hifa, hubungan ketam (clamp connection), bentuk dan ornamentasi
spora (vegetative dan generatif) serta bentuk dan ornamentasi tangkai spora
(Gandjar et al, 1999 dalam Ilyas, 2006).
2.4.
Mikroba Uji
Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspergillus niger,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Bacillus
subtilis dan Candida albicans. Berikut ini adalah penjelasannya.
2.4.1. Aspergillus niger
Aspergillus adalah sejenis fungi yang mempunyai bentuk seperti tepung,
permukaan berwarna hitam dengan dasar putih sampai kuning. Secara
mikroskopis mempunyai konidia yang panjang, lembut dan tidak berwarna.
Aspergillus sering ditemukan di alam bebas sebagai saprofit dan bersifat patogen
(Gandahusada et al, 1998).
15
Gambar 1. Aspergillus niger (www.moldbacteria.com, 2010)
Aspergilosis ialah penyakit jamur yang disebabkan oleh berbagai spesies
Aspergillus dan dapat mengenai kulit, kuku dan alat dalam terutama paru-paru dan
otak (Gandahusada et al, 1998). Aspergilosis jarang sekali mengenai individu
yang normal dan sehat. Penyakit ini selalu mengenai orang-orang yang sudah
sakit parah dan lama. Aspergilosis ini dapat di obati dengan vorikonazol, obat ini
merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan menghambat cytochrome P450–mediated 14 alpha-lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam
biosintesis ergosterol jamur (Andra, 2007).
Klasifikasi Aspergillus niger sebagai berikut : kingdom mycetae, divisio
amastigomycota, class ascomycotina, ordo eurotiales, family eurotiaceae, genus
Aspergillus, species Aspergillus niger.
16
2.4.2. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa termasuk ke dalam kelompok bakteri gram
negatif, berbentuk tangkai, berflagel, dapat tumbuh pada suhu antara 35-420C dan
merupakan salah satu species dari genus Pseudomonas yang dapat menimbulkan
penyakit pada manusia. Dinding selnya tersusun dari lipopolisakarida (LPS) yang
terdiri atas 2-keto-3-deoksi-asam oktanat (KDO) dan lipid (Tim Mikrobiologi,
2003).
Infeksi oleh bakteri tersebut terjadi pada seseorang yang mengalami
gangguan pada sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu P. aeruginosa disebut
patogen oportunistik yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan
inang untuk memulai suatu infeksi. Kelainan klinis yang ditimbulkan antara lain :
infeksi pada luka bakar, infeksi saluran kemih, endokarditis, gastroenteritis,
pneumonia dan lain-lain (Tim Mikrobiologi, 2003).
Gambar 2. Pseudomonas aeruginosa (www. microbiologybytes.com, 2010)
17
Umumnya, Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap bermacam-macam
antimikroba, tetapi masih ada beberapa antimikroba yang efektif untuk mengatasi
infeksi oleh bakteri tersebut, antara lain : amikasin, sefotaksim, piperasilin dan
vaksin heptavalen (Tim Mikrobiologi, 2003).
Klasifikasi P. aeruginosa sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum
proteobacteria, class gamma proteobacteria, ordo pseudomonadales, family
pseudomonadaceae, genus Pseudomonas, species Pseudomonas aeruginosa.
2.4.3. Staphylococcus aureus
Staphylococcus adalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil,
dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu
menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable Endonuklease. Sebagian besar bakteri
S. aureus pada dinding selnya mengandung protein A yang berikatan dengan
peptidoglikan secara kovalen dan asam teikoat (Tim Mikrobiologi, 2003).
Bakteri S. aureus dapat menyerang seluruh tubuh. Bentuk klinisnya
tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi. Di antara contohnya adalah
toxic shock syndrom (suatu keadaan yang ditandai dengan panas mendadak, diare
dan syok), keracunan makanan, ensefalitis, endokarditis dan septisemia. Bakteri
ini dapat di obati dengan penisilin, obat-obat yang tahan terhadap penisilinase dan
lain-lainnya. Pada umumnya, semua Staphylococcus sensitif terhadap vankomisin,
termasuk MRSA. (Tim Mikrobiologi, 2003).
18
Gambar 3. Staphylococcus aureus (Di koleksi dari Bakteriologi Medik,
13 Maret 2010, pk. 10:18)
Klasifikasi S. aureus sebagai berikut : kingdom bacteria, phylum
firmicutes, class bacilli, ordo bacillales, family staphylococcaceae, genus
Staphylococcus, species Staphylococcus aureus.
2.4.4. Escherichia coli
Escherichia coli adalah salah satu bakteri patogen yang dapat
menyebabkan gastroenteritis, dengan gejala mulai diare ringan sampai hemolytic
uremic syndrome, gagal ginjal dan kematian. E. coli merupakan mikroflora alami
yang terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Keberadaan flora
normal dalam saluran pencernaan akan memberikan keuntungan, di antaranya
adalah menghambat pertumbuhan bakteri patogen, menghasilkan vitamin B
kompleks dan vitamin K (Tim Mikrobiologi, 2003).
19
Suatu contoh dari kelainan karena gangguan flora normal saluran
pencernaan adalah summer diarrhea. Pada musim panas, anak-anak yang
mengalami infeksi saluran nafas ringan akan mengalami penurunan nafsu makan,
sehingga pemasukan cairan menurun sedangkan jumlah makanan yang harus
dicerna oleh usus halus menjadi lebih besar. Hal itu menyebabkan jumlah E.coli
meningkat dan asam organik yang dibentuk oleh metabolisme basil kolon ini
mengakibatkan iritasi pada usus dan menimbulkan sindroma yang disebut summer
diarrhea (Tim Mikrobiologi, 2003).
Gambar 4. Escherichia coli (www. cellbiology.med.unsw.edu.au, 2010)
Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut : kingdom prokaryota, class
shizomycetes, ordo eubacteriales, family enterobacteriaceae , genus Escherichia,
species Escherichia coli.
20
2.4.5. Bacillus subtilis
Bacillus subtilis adalah bakteri aerobik gram positif, mempunyai ciri-ciri
sel berbentuk batang pendek (rods), sendiri-sendiri, jarang membentuk rantai,
motil dengan flagella peritrich, membentuk endospora berukuran 0,8 x 1,5-1,8
µm; permukaan spora terwarnai pucat. Pada spora yang berkecambah, dinding
spora pecah secara melintang.
Koloni bakteri pada medium agar berbentuk bundar, tepi tidak teratur,
permukaan tidak mengkilap, menjadi tebal dan keruh (opaque); kadang-kadang.
mengkerut dan berwarna krem atau kecoklatan. Bentuk koloni agak bervariasi
pada media yang berbeda. Koloni meluas pesat pada medium yang berpermukaan
lembab.
Gambar 5. Bacillus subtilis (www.microbelibrary.org, 2010)
Biakan bakteri dari medium padat tidak mudah larut dalam air.
Pertumbuhan pada medium cair (broth) keruh, berkerut, dengan pelikel yang
koheren, tidak keruh atau hanya agak keruh. Secara anaerob, dalam medium
21
kompleks yang mengandung glukose, pertumbuhan dan fermentasi berlangsung
lambat atau lemah; tetapi dengan menambahkan O2 tumbuh cepat serta
menghasilkan 2,3- butanediol, asetoin, dan CO2. Bakteri ini mendekomposisi
pektin dan polisakarida dari jaringan tanaman, dan beberapa strain membusukkan
umbi kentang.
Klasifikasi Bacillus subtillis sebagai berikut : kingdom prokaryota, class
shizomycetes, order eubecteriales, family bacillaceae, genus bacillus, species
Bacillus subtilis.
2.4.6. Candida albicans
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya
untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
membentuk hifa semu. Candida adalah mikroorganisme yang termasuk dalam
khamir, sering ditemukan pada manusia dan binatang sebagai saprofit. Bila
terdapat faktor predisposisi (keadaan yang menguntungkan pertumbuhan khamir
tersebut), maka Candida dapat menimbulkan penyakit primer atau sekunder.
Selain itu, Candida juga dapat menimbulkan penyakit yang mendadak atau
menahun (Gandahusada et al, 1998).
Candida juga dapat menginfeksi pada kuku. Kelainan ini dapat timbul
karena kurang menjaga kebersihan pada kuku, terutama di bawah kuku. Kuku
yang terinfeksi Candida dapat merubah warna kuku menjadi seperti susu atau
warna lain dan rapuh. Selain menginfeksi kuku, Candida juga dapat menginfeksi
kulit. Gejala yang ditimbulkan ialah rasa gatal dan timbul rasa sakit bila terjadi
22
infeksi sekunder. Pada wanita, Candida sering menimbulkan vaginitis dengan
gejala utama flour albus (keputihan) yang sering disertai rasa gatal. Kandidiasis
vagina dapat juga tanpa gatal, tetapi keluhan yang dikemukakan berupa
bertambahnya keputihan bila lelah atau sebelum datang haid (Gandahusada et al,
1998).
Gambar 6. Candida albicans (Jauhari, 2009)
Klasifikasi Candida albicans sebagai berikut : kingdom mycetae, divisi
amastigomycota,
class
deuteromycetes,
ordo
cryptococcales,
family
cryptococcaceae, genus Candida, species Candida albicans.
2.5.
Tanaman Obat (Inang Kapang Endofit)
Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat
berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba.
23
Dengan adanya kenyataan ini, isolat fungi endofit dari tanaman obat memiliki
potensi yang besar dalam usaha penemuan jenis antibiotik baru ataupun jenis obat
baru yang lain. Berikut ini adalah beberapa tanaman obat yang menjadi sumber
isolat mikroba endofit yang di uji bioaktivitasnya dalam penelitian ini :
2.5.1. Cocor Bebek (Kalanchoe pinata)
Tanaman ini hidup di daerah tropik, tinggi ± 1 m, herba berdaging,
pangkalnya agak berkayu dan tegak. Daunnya berbatang basah, tebal, pinggir
beringgit, banyak mengandung air, bentuk daunnya lonjong atau bundar panjang,
ujung daun tumpul, pangkal membundar, warna hijau sampai hijau keabu-abuan.
Batangnya segi empat, lunak, beruas dan berwarna hijau. Kandungan kimia yang
ditemukan pada Kalanchoe pinata adalah : arachidic acid, astragalin, behenic
acid, beta amyrin, benzenoids, beta-sitosterol, bryophollenone, bryotoxin C,
bufadienolides,
caffeic
acid,
campesterol,
cardenolides,
cinnamic
acid,
clionasterol, coumaric acid, epigallocatechin, ferulic acid, flavonoids, kaempferol,
oxaloacetate dan steroids ( Redaksi agromedia, 2008).
Beberapa penggunaan tradisional menunjukkan bahwa daun Kalanchoe
memiliki aktivitas antibakterial, antivirus dan antikapang. Ekstrak daun
Kalanchoe mampu mencegah dan mengobati leishmaniasis (penyakit parasit pada
negara tropis yang ditransmisikan oleh gigitan lalat) baik pada manusia maupun
binatang (Dyphae, 2008).
Klasifikasinya adalah sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi
magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo saxifragales, famili crassulaceae, genus
Kalanchoe, spesies Kalanchoe pinata (Gembong, 2005).
24
2.5.2. Gambir (Uncaria gambir)
Tanaman gambir merupakan tanaman perdu yang merambat dengan
panjang 2-10 m, daun muda bagian bawah berbulu, bunga agak besar berbentuk
corong. Kandungan kimia terdapat pada daun yang berupa zat pahit dan zat
samak. Kandungan kimia tersebut terdiri dari katekin, kuersetin, huoresetin,
lender, lemak dan malam (Redaksi agromedia, 2008).
Klasifikasinya sebagai berikut : kerajaan plantae, divisi magnoliophyta,
kelas magnoliopsida, ordo gentianales, famili rubiaceae, genus Uncaria, spesies
Uncaria gambir (Gembong, 2005).
2.5.3. Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)
Temu lawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu
jenis temu-temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Selain itu, temu lawak merupakan sumber bahan pangan, pewarna,
bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman
segar (Dalimartha, 2000).
Temu lawak ini (terna tahunan / perennial) tumbuh merumpun dengan
batang semu yang tumbuh dari rimpangnya. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2
m. Tiap tanaman berdaun 2-9 helai, berbentuk bulat memanjang atau lanset dan
berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk bulir dan bulat panjang. Rimpang
dibedakan atas rimpang induk (empu) dan rimpang cabang. Rimpang binduk
bentuknya jorong atau gelendong, berwarna kuning tua atau cokelat kemerahan,
bagian dalam berwarna jingga cokelat. Rimpang cabang keluar dari rimpang
induk, ukurannya lebih kecil, tumbuhnya kearah samping, bentuknya bermacam-
25
macam dan warnanya lebih muda. Akar-akar di bagian ujung membengkak,
membentuk umbi yang kecil (Dalimartha, 2000).
Rimpang berbau aromatik tajam, rasanya pahit agak pedas. Temulawak
mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum dan diuretik.
Minyak asiri temu lawak, juga berkhasiat fungistatik pada beberapa jenis jamur
dan bakteriostatik pada mikroba Staphylococcus sp. dan Salmonella sp
(Dalimartha, 2000).
Kandungan kimia temu lawak antara lain kurkumin, zat tepung, glikosida,
toluil metal, karbinol, essoil, abu, 1-sikloisopren myrsen, protein, serat dan kalium
oksalat. Rimpang juga mengandung beragam minyak asiri seperti fellandren,
turnerol, kanfer, borneol, xantorizol dan sineal (Hariana, 2009).Di Indonesia satusatunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temu lawak. Diantara manfaat
dari rimpang ini adalah ekstrak eter temulawak secara in vitro dapat menghambat
pertumbuhan jamur Microsporum gypseum, Microsporum canis, dan Trichophytol
violaceum (Oehadian et al, 1985). Minyak atsiri Curcuma xanthorrhiza juga
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans, sementara kurkuminoid
Curcuma xanthorrhiza mempunyai daya hambat yang lemah (Oei, 1986).
Klasifikasi temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai berikut : kerajaan
plantae, divisi spermatophyta, sub divisi angiospermae, kelas monocotyledonae,
ordo zingiberales, famili zingiberaceae, genus Curcuma, spesies Curcuma
xanthorrhiza (Gembong, 2005).
26
2.5.4. Ashitaba (Angelica keiskei)
Ashitaba merupakan sejenis tanaman herbal Asia yang mengandung 11
vitamin, 13 mineral, klorofil, enzim, karoten, germanium, saponin, protein, serat,
glukosida, kumarin dan flavonoid yang disebut khalkon yang merupakan
antioksidan yang sangat potensial. Ashitaba mempunyai kapasitas penyerapan
oksigen radikal (ORAC) yang lebih tinggi dari tanaman herbal lainnya termasuk
teh hijau. Ashitaba juga mempunyai kapasitas kelarutan antioksidan dalam air
yang lebih efektif dari teh hijau. Kandungan berbagai nutrisi dari ashitaba ini
menjadikannya layak untuk dijadikan sebagai makanan kesehatan (Pragosho,
2009).
Ashitaba telah ditanam di Indonesia, salah satunya di Pemangkuan Hutan
(RPH), Pasuruan, Jawa Timur. Sampai saat ini pemanfaatannya masih belum
optimal, karena ashitaba hanya dikonsumsi dalam bentuk segar. Seiring dengan
kebutuhan masyarakat akan makanan kesehatan yang makin meningkat dan
penggunaanya yang praktis maka perlu dikembangkan produk olahan ashitaba
yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan mudah. Salah satu bentuk
pemanfaatan ashitaba sebagai makanan kesehatan adalah pengolahan ashitaba
dalam bentuk tablet (Pragosho, 2009).
Klasifikasi ashitaba (Angelica keiskei) sebagai berikut : kerajaan plantae,
divisi magnoliophyta, kelas magnoliopsida, ordo apiales, famili apiaceae, Genus
Angelica, spesies Angelica keiskei (Tjitrosoepomo, 2004).
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi, laboratorium
kimia analitik dan laboratorium recovery Balai Pengkajian Bioteknologi - BPPT,
Kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PuspiTek) Gedung
630 Serpong, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan,
mulai bulan Februari – Juli 2009.
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Laminar Air Flow Cabinet (ICN Biomedicals 303124SO433), timbangan
analitik (Mettler AJ100), water bath (Heto TBVS-01), shaking incubator (Hitachi
J100), vortex mixer (Heidolph MR 2002), oven (Memmert), konsentrator (Sakuma
EC 5000), autoklaf (Tomy SS-250 / 32103095), inkubator (Sanyo Gallenkamp
MIR 252 / LD 0270), hot plate stirrer (Heidolph), spektrofotometer (Shimadzu),
recipro shaker (Taitec SR-25), sentrifuge (Kubota 7780), rotary evaporator
(Heidolph), UV-Cabinet (Lamag LB 0462), TLC Silica gel 60 F254 (Merck), pH
meter (Beckman 246641), mikroskop, kaca objek, tabung reaksi, tabung
konsentrator, jarum ose, gelas ukur, cawan petri bulat, cawan petri persegi
panjang, labu erlenmeyer, beaker glass, mikropipet, tip pipet, jangka sorong,
28
pinset, plat kaca, paper disc (Advantec), alumunium foil, stirrer, kertas label,
gunting, pensil, masker, pipet volumetric, cawan petri (bulat) dan spatula.
3.2.2. Bahan
Isolat-isolat kapang endofit (lihat Tabel 1), n - butanol (BuOH) teknis, etil
asetat (EtOAc) teknis, metanol (MeOH) teknis, Potato Dextrose Agar / PDA
(Nissui), Potato Dextrose Broth / PDB (Pronadisa), Nutrient Agar / NA (Oxoid),
Nutrient Broth / NB (Oxoid), Yeast Extract / YE (Oxoid), bakteri
Gram
positif
(Bacillus subtillis ATCC 6633 dan Staphylococcus aureus Bio-MCC 00015),
bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Pseudomonas
aeruginosa Bio-MCC 00113), kapang (Aspergillus niger Bio-MCC 00115),
khamir (Candida albicans Bio-MCC 00122), ampisilin (Oxoid, cakram kertas, 10
µg), penisilin (Oxoid, cakram kertas, 10 unit), streptomisin (Oxoid, cakram kertas,
10 µg), amoksisilin (Oxoid, cakram kertas, 25 µg), tetrasiklin (Oxoid, cakram
kertas, 30 µg) dan nystatin (larutan stok 10.000 ppm / 100 mg nystatin (Sigma)
dalam 4 ml dimetil formamide (DMF) dan 6 ml air).
Tabel 1. Isolat Kapang Endofit beserta Kode Isolatnya
Bagian Yang
Kode Isolat
Tanaman
No.
Diambil
Kapang Endofit
TlU1
Temu Lawak (Curcuma
1.
Umbi
xanthorrizha)
TlU2
2.
FE00020
Cocor bebek (Kalanchoe pinata)
Daun
3.
FE00057
Asitaba (Angelica keiskei)
Daun
4.
FE00060
Gambir (Uncaria gambir)
Buah
Keterangan :
Isolat-isolat kapang endofit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
koleksi kultur Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT. Isolat-isolat tersebut diisolasi
dari tanaman obat.
29
3.3.
Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Media
3.3.1.1. Pembuatan Media Nutrient Broth (NB)
Media NB sebanyak 6,5 gram dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam
beaker glass 1000 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media
tersebut dimasukkan ke dalam 5 labu Erlenmeyer 500 ml masing-masing
sebanyak 100 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan
1 atm selama 15 menit.
3.3.1.2. Pembuatan Medium Potato Dextrose Broth (PDB)
Media PDB sebanyak 0,66 gram dilarutkan dengan 20 ml aquadest dalam
labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media
tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15
menit.
3.3.1.3. Pembuatan Media Potato Dextrose Yeast (PDY)
PDB dan YE masing-masing sebanyak 26,5 gram dan 2 gram dilarutkan
dengan 1000 ml aquadest dalam gelas ukur 1500 ml. Media tersebut dicampur
sampai merata dengan cara pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate
and stirrer. Sambil diaduk, campuran media tersebut diukur pH sampai 6 dengan
cara penambahan beberapa tetes larutan NaOH. Campuran media tersebut
dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml dan ke dalam
30
10 Erlenmeyer 500 ml masing-masing 100 ml (duplo). Media tersebut disterilisasi
dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15 menit.
3.3.1.4. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) miring
Media NA sebanyak 2,8 gram dilarutkan dengan 100 ml aquadest dalam
labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave.
Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing
sebanyak 8 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1
atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam
posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar
miring dalam tabung reaksi.
3.3.1.5. Pembuatan Media Potato Dextrose Agar (PDA) miring
PDA sebanyak 1,95 gram dilarutkan dengan 50 ml aquadest dalam labu
Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer dan microwave.
Campuran media tersebut dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi masing-masing
sebanyak 5 ml, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1
atm selama 15 menit. Setelah disterilisasi, tabung reaksi tersebut diletakkan dalam
posisi miring, sehingga saat media menjadi padat akan terbentuk media agar
miring dalam tabung reaksi.
31
3.3.1.6. Pembuatan Media NA (Untuk Pengujian Antimikroba)
Media NA sebanyak 1,96 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam
labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media
tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15
menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat.
3.3.1.7. Pembuatan Media PDA (Untuk Pengujian Antimikroba)
Media PDA sebanyak 2,73 gram dilarutkan dengan 70 ml aquadest dalam
labu Erlenmeyer 250 ml. Media tersebut dicampur sampai merata dengan cara
pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate and stirrer. Campuran media
tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 1 atm selama 15
menit. Media tersebut disimpan dalam oven (suhu 500C) supaya tidak memadat.
3.3.2. Kultur Kocok Kapang Endofit
3.3.2.1. Inokulasi Kultur Bibit
Isolat-isolat kapang endofit masing-masing diinokulasi satu ose ke dalam 5
ml media PDY. Media yang berisi isolat-isolat kapang tersebut diinkubasi dalam
shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 3 hari.
3.3.2.2. Inokulasi Kultur Kocok
Kultur-kultur bibit kapang endofit dikocok dengan vortex mixer sampai
homogen. Kultur-kultur tersebut masing-masing diinokulasikan sebanyak 2 ml
(duplo) ke dalam 100 ml media PDY. Media yang berisi kultur tersebut diinkubasi
dalam shaking incubator (150 rpm, suhu 270C) selama 5 hari.
32
3.3.3. Ekstraksi Kapang Endofit dengan Pelarut Organik
3.3.3.1. Pemisahan Produk
Kultur-kultur kocok kapang endofit dikocok sampai homogen dengan
vortex mixer. Kultur-kultur tesebut masing-masing dibagi ke dalam 2 erlenmeyer
250 ml sebanyak ± 50 ml ke dalam kultur. Setelah itu, pelarut organik (butanol
atau etil asetat) masing-masing sebanyak ± 50 ml ditambahkan ke dalam kultur.
Kultur yang telah ditambahkan pelarut tersebut, masing-masing dibagi ke dalam
tabung centrifuge. Campuran kultur dan pelarut dalam tabung tersebut di kocok
dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit), kemudian ditimbang supaya
seimbang
sebelum
disentrifugasi.
Sesudah
ditimbang,
tabung
tersebut
disentrifugasi dengan centrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama 15 menit) untuk
memisahkan biomassa, fraksi air dan fraksi pelarut.
Fraksi pelarut organik yang terbentuk, diambil menggunakan mikro pipet
dan dimasukkan ke dalam tabung kosong. Fraksi air yang terbentuk, masingmasing ditambahkan butanol atau etil asetat sebanyak volume fraksi air tersebut.
Fraksi tersebut di kocok dengan recipro shaker (150 rpm selama 15 menit),
kemudian ditimbang supaya seimbang sebelum disentrifugasi. Sesudah ditimbang,
tabung tersebut disentrifugasi dengan sentrifuge (3000 rpm, 1430 g, 100C selama
15 menit). Perlakuan pada fraksi air ini diulang sebanyak 3 kali.
3.3.3.2. Pemekatan
Fraksi pelarut organik (butanol atau etil asetat) yang dihasilkan, masingmasing dipindahkan ke dalam tabung konsentrator 10 ml. Sebelum fraksi tersebut
33
dipindahkan, tabung konsentrator ditimbang berat kosongnya terlebih dahulu.
Setelah ditimbang, fraksi pelarut dituang ke tabung konsentrator masing-masing
sebanyak 6 ml. Tabung konsentrator yang telah diisi fraksi pelarut organik
dipekatkan dengan konsentrator selama ± 24 jam untuk butanol dan ± 2 jam untuk
etil asetat pada suhu 450C. Setelah terbentuk ekstrak kering, tabung tersebut
ditimbang kembali berat akhirnya untuk mengetahui berat ekstrak.
3.3.4. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen
3.3.4.1. Peremajaan Bakteri Patogen
Bakteri patogen yang digunakan adalah Bacillus subtillis, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut masingmasing diinokulasikan satu ose ke dalam medium NA miring, kemudian
diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 370C.
3.3.4.2. Perhitungan Bakteri Patogen Dengan Spektrofotometer
Satu ose bakteri patogen yang sudah diremajakan, diinokulasi ke dalam
100 ml media NB. Medium yang berisi bakteri patogen tersebut diinkubasi dalam
shaking incubator (150 rpm, suhu 280C). Setiap 2 jam, 1 ml kultur bakteri
patogen tersebut diambil dan diencerkan dengan 1 ml air steril dalam tabung
reaksi. Pengenceran ini dilakukan secara berseri dari pengenceran 1/2 hingga
pengenceran 1/32 menggunakan 1 ml sampel dan 1 ml air steril sebagai diluent.
Setiap pengenceran diambil 2 ml dan dimasukkan ke dalam kuvet. Tiap
pengenceran ini diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada
34
panjang gelombang 620 nm. Dari hasil pengukuran tersebut dibuat kurva
pertumbuhan bakteri patogen.
3.3.5. Uji Aktivitas (Bioassay) Antibakteri
Bakteri yang digunakan dalam uji bioaktivitas ini adalah Bacillus subtillis,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Langkahlangkah yang dilakukan dalam uji ini adalah :
1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji
Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing
sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150
rpm, suhu 280C) selama 15 jam untuk Bacillus subtillis, 7 jam untuk
Escherichia coli, 9 jam Pseudomonas aeruginosa dan 11 jam untuk
Staphylococcus aureus.
2. Pengujian
Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak
100 µl, Pseudomonas aeruginosa sebanyak 150 µl dan Staphylococcus aureus
sebanyak 200 µl) ditambahkan ke dalam media NA steril (suhu 500C),
sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1 x 106 CFU/ml. Cara
perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang telah
ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian dituang ke
dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing
diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak
35
sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga
kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan
di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media
NA padat berisi bakteri uji. Paper disc kontrol positif (ampisilin, penisilin,
streptomisin, amoksisilin dan tetrasiklin) dan kontrol negatif (metanol dan etil
asetat) masing-masing juga diletakkan pada media NA padat berisi bakteri uji.
Inkubasi dilakukan pada suhu 370C selama 48 jam. Setelah inkubasi, zona
hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan jangka sorong.
3.3.6. Uji Aktivitas (Bioassay) Antikhamir
1. Pembuatan Kultur Candida albicans
Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB sebanyak satu
ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150 rpm, suhu 280C)
selama 3 hari.
2. Pengujian
Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril
(500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1 x 106
CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang
telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing
diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak
sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga
36
kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan
di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media
PDA padat berisi khamir uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol
negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media
PDA padat berisi khamir uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 24-48
jam. Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan
jangka sorong.
3.3.7. Uji Aktivitas (Bioassay) Antifungi
1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger
Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke
dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant.
Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip
pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3
menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.
2. Pengujian
Aspergillus niger sebanyak 800 µl ditambahkan ke dalam media PDA (500C)
sehingga kerapatan Aspergillus niger sesuai dalam media sebanyak ± 1 x 106
CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media yang
telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian dituang ke
dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
37
Larutan ekstrak dengan konsentrasi 10 µg/ml dan 20 µg/ml masing-masing
diteteskan ke permukaan paper disc sebanyak 15 µl (mengandung ekstrak
sampel 150 µg sampai 300 µg). Penetesan tersebut dilakukan sebanyak tiga
kali (masing-masing 5 µl). Paper disc yang telah ditetesi ekstrak, dikeringkan
di atas plat kaca. Setelah kering, paper disc tersebut diletakkan di atas media
PDA padat berisi fungi uji. Paper disc kontrol positif (nystatin) dan kontrol
negatif (metanol dan etil asetat) masing-masing juga diletakkan pada media
PDA padat berisi fungi uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 280C selama 48 jam.
Setelah inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur diameternya dengan
jangka sorong.
3.3.8. Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen
3.3.8.1. Pengenceran dan Metode Total Plate Count (TPC)
Kultur bakteri dan khamir uji masing-masing dikocok dengan vortex
mixer. Kultur yang telah dikocok tersebut, diambil 1 ml dan dituang ke dalam 9
ml air steril. Kultur diencerken secara berseri dari pengenceran 10-1 sampai
pengenceran 10-8. Hasil pengenceran 10-5 sampai 10-8 ditumbuhkan pada media
NA plate untuk bakteri dan PDA plate untuk khamir, dan setiap pengenceran
dilakukan secara duplo. Bakteri dan khamir dituang ke dalam media NA dan PDA
secara pour plate, setelah itu diinkubasi dalam inkubator (pada suhu 370C selama
24 jam untuk bakteri dan 280C selama 24-48 jam untuk khamir) (Fardiaz,
1993). Penghitungan jumlah koloni yang terbentuk hanya pada rentang 25 sampai
250 koloni. Kerapatan koloni dihitung dengan rumus :
38
CFU/ml =
Jumlah koloni
Volume mikroba yang ditumbuhkan x pengenceran
Setelah diketahui kerapatan koloni dalam 1 ml media, maka dilakukan
perhitungan untuk mengetahui jumlah mikroba yang akan ditambahkan ke dalam
media uji. Rumusnya adalah :
CFU/ml media = jumlah mikroba yang diperoleh × faktor pengenceran
volume media
3.3.8.2. Metode Direct Cell Number Count
Jumlah sel Aspergillus niger dihitung dengan metode Direct Cell Number
Count menggunakan haemocytometer. Satu tetes spora A. niger diteteskan pada
haemocytometer kemudian haemocytometer ditutup dengan cover glass.
Haemacytometer tersebut diletakkan di atas mikroskop dan diamati pada
perbesaran 200 kali. Jumlah spora A. niger dihitung secara acak hanya pada 10
kotak dari 25 kotak berukuran sedang yang ada dalam hemacytometer. Hasil
perhitungan dijumlahkan dan dimasukkan dalam rumus :
Spora/Unit = Jumlah spora x faktor koreksi penggunaan kotak sampel x
haemocytometer grid x faktor pengenceran
Spora/Unit = Jumlah spora x 2,5 x 104 x 102
39
Jumlah spora yang dituang ke dalam media uji dihitung menggunakan rumus :
Spora/ml media = jumlah spora/unit x faktor pengenceran
Volume media
3.3.9. Identifikasi Morfologi (Metode Slide Culture)
Identifikasi kapang endofit dilakukan dengan pengamatan secara
makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis dilakukan dengan cara
mengamati warna dan bentuk permukaan koloni kapang yang ditumbuhkan dalam
media agar. Secara mikroskopis identifikasi dilakukan dengan menggunakan
metode Slide Culture ( Atlas et al, 1984).
Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas saring diletakkan pada dasar
cawan petri steril kemudian dibasahi dengan aquadest steril. Kaca objek
dimasukkan ke dalam cawan petri tersebut dan cover glass diletakkan disamping
kaca objek, setelah itu cawan petri tersebut ditutup.
Media PDA sebanyak 10 ml (0,39 gram dalam aquadest 10 ml)
disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Media PDA steril
dituang ke dalam cawan petri kecil, kemudian dibiarkan memadat. Agar tersebut
dilubangi menggunakan sedotan steril satu tusukan. Bulatan agar diambil
menggunakan tusuk gigi steril. Agar tersebut diletakkan di atas kaca objek,
kemudian dibelah menjadi dua bagian. Satu bagian sisi agar dibuang. Pada satu
bagian sisi agar lainnya diinokulasikan kapang endofit (TlU1 atau TlU2). Kaca
penutup objek diletakkan di atas potongan agar, kemudian cawan petri ditutup.
40
Isolat diinkubasi pada suhu 270C selama 48 jam. Hasil inkubasi diamati di bawah
mikroskop pada perbesaran 100 kali, 200 kali dan 400 kali, kemudian difoto.
3.3.10. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Plat KLT dipotong berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10 cm x 1
cm. Potongan plat diberi tanda (nama kode isolat pada bagian atas dan tanda titik
untuk penotolan ekstrak pada bagian bawah). Sampel (ekstrak) dengan
konsentrasi 10 µg/µl dan 20 µg/µl ditotolkan menggunakan tip pipet pada plat
KLT sebanyak 15 µl (3 x 15 µl). Setelah itu sampel dikromatografi dengan eluen
tertentu dalam wadah elusi tertutup.
Eluen yang digunakan adalah etil asetat, metanol dan butanol dengan
variasi perbandingan 100:0, 75:25, 50:50, 25:75 dan 0 :100. Setelah
dikromatografi, plat dikeringkan dan diamati di bawah sinar UV 254 nm dan 366
nm. Bercak yang terbentuk, digambar dengan pensil dan dihitung Rf-nya.
3.3.11. Uji Bioautografi Bakteri Patogen
Bakteri yang digunakan dalam uji bioautografi ini adalah Bacillus subtillis,
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Langkah-langkah yang dilakukan
dalam uji ini adalah :
1. Pembuatan Kultur Bakteri Uji
Bakteri-bakteri uji diinokulasikan ke dalam 60 ml media NB masing-masing
sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150
rpm, suhu 280C) selama 24 jam.
41
2. Pengujian
Setiap bakteri uji (Bacillus subtillis sebanyak 900 µl, Eschericia coli sebanyak
100 µl dan Staphylococcus aureus sebanyak 200 µl) ditambahkan ke dalam
media NA steril (500C), sehingga kerapatan bakteri dalam media sebanyak ± 1
x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media
yang telah ditambahkan bakteri uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya
ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media NA yang berisi
bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 48
jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan diukur
diameternya menggunakan jangka sorong.
3.3.12. Uji Bioautografi Khamir Patogen
1. Pembuatan Kultur Candida albicans
Candida albicans diinokulasikan ke dalam 20 ml media PDB masing-masing
sebanyak satu ose. Media tersebut diinkubasi dengan shaking incubator (150
rpm, suhu 280C) selama 3 hari.
2. Pengujian
Candida albicans sebanyak 400 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril
(suhu 500C), sehingga kerapatan Candida albicans dalam media sebanyak ± 1
x 106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media
42
yang telah ditambahkan khamir uji tersebut dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya
ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang
berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C
selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diukur
diameternya menggunakan jangka sorong.
3.3.13. Uji Bioautografi Fungi Patogen
1. Pengenceran dan Perhitungan Spora Aspergillus niger
Larutan tween sebanyak 3 ml disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm selama 15 menit. Larutan tween steril dipipet sebanyak 1 ml ke
dalam kultur Aspergillus niger yang ditumbuhkan pada media PDA slant.
Spora Aspergillus niger digores sampai terlepas dari agar menggunakan tip
pipet. Spora tersebut diencerkan secara berseri sampai pengenceran 10-3
menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml air steril sebagai diluent.
2. Pengujian
Aspergillus niger sebanyak 800 µl ditambahkan ke dalam media PDA steril
(suhu 500C), sehingga kerapatan Aspergillus niger dalam media sebanyak ± 1 x
106 CFU/ml. Cara perhitungan koloni dapat dilihat pada lampiran 6. Media
yang telah ditambahkan spora A. niger dikocok supaya merata, kemudian
dituang ke dalam petri persegi panjang dan dibiarkan memadat.
43
Plat KLT hasil kromatografi yang sudah ditandai dan dihitung nilai Rf-nya
ditempelkan (ditekan dengan hati-hati) pada permukaan media PDA yang
berisi bakteri uji. Plat tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 270C
selama 48 jam. Selesai inkubasi, zona hambat yang terbentuk diamati dan
diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
3.4.
Analisis Data
Data hasil pengukuran diolah secara statistik dengan menggunakan metode
analisis varians atau Analysis of Variance (Anova) dengan rancangan acak
lengkap pada taraf uji 0,05% dan 0,01 %. Variabel yang dianalisis adalah ekstrak
isolat kapang endofit dan diameter zona hambat sebagai parameter yang diuji.
Pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan nilai F-hitung dan F-tabel, yaitu
jika F-hitung < F-tabel maka H0 diterima, dan jika nilai F-hitung > F-tabel maka
H0 ditolak. Jika hasil berbeda nyata atau sangat nyata pada taraf signifikansi
0,05% dan 0,01%, maka dilakukan analisis lanjut dengan menggunakan uji
Duncan.
44
3X
3X
Gambar 7. Bagan Penelitian
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Kultur Bibit dan Kultur Kocok Kapang Endofit
Kultur bibit dan kultur kocok merupakan tahap pertama dalam seleksi
kapang endofit penghasil antimikroba. Tujuan kultur bibit dan kultur kocok ini
adalah untuk menumbuhkan isolat-isolat kapang endofit dari kultur stok
(tersimpan dalam media lama) ke dalam media yang baru. Hasil yang didapatkan
dari kultur bibit dan kultur kocok tersebut adalah terbentuknya dua macam bentuk
miselium dan terjadinya perubahan warna medium (tabel 2).
Terbentuknya miselium berwarna putih seperti kapas yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatan-bulatan miselium berwarna putih kecoklatan yang
melayang-layang dalam medium diakibatkan oleh proses pertumbuhan kapang.
Proses pertumbuhan kapang dimulai dari spora atau konidia, spora atau konidia
tersebut tumbuh menjadi miselium-miselium. Karena ditumbuhkan dalam
medium cair yang digoyang, maka miselium-miselium tersebut bersentuhan satu
sama lain sehingga membentuk dua macam miselium (lampiran 2).
Warna media PDB dalam erlenmeyer berubah dari awalnya kuning bening
menjadi kuning kecoklatan, seperti yang terjadi pada kultur kocok FE00057,
FE00020 dan FE00060. Sedangkan pada kultur kocok TlU1 dan TlU2, warna
media PDB berubah menjadi kuning pekat. Terjadi perubahan warna pada media
tersebut disebabkan oleh proses metabolisme kapang menggunakan nutrient
46
dalam medium. Kapang tersebut diduga mengeluarkan metabolit primer dan
metabolit sekunder.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Kultur Bibit dan Kultur Kocok
Kode
Gambar
Hasil Pengamatan
No.
Isolat
1. FE00057
Terbentuk
dua
macam
miselium,
yaitu
miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatanbulatan miselium berwarna
putih
kecoklatan
yang
melayang-layang
dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
kecoklatan.
2.
TlU1
Terbentuk
dua
macam
miselium,
yaitu
miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatanbulatan miselium berwarna
putih
kecoklatan
yang
melayang-layang
dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
pekat.
3.
TlU2
Terbentuk
dua
macam
miselium,
yaitu
miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatanbulatan miselium berwarna
putih
kecoklatan
yang
melayang-layang
dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
pekat.
47
4.
FE00020
Terbentuk
dua
macam
miselium,
yaitu
miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatanbulatan miselium berwarna
putih
kecoklatan
yang
melayang-layang
dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
kecoklatan.
5.
FE00060
Terbentuk
dua
macam
miselium,
yaitu
miselium
berwarna putih seperti kapas
kecil yang menempel pada
dinding erlenmeyer dan bulatanbulatan miselium berwarna
putih
kecoklatan
yang
melayang-layang
dalam
medium. Medium menjadi
keruh dan berwarna kuning
kecoklatan.
4.2.
Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi pelarut adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan
perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan yang tidak saling larut. Ekstraksi
pelarut ini bertujuan untuk memisahkan antara fraksi air (biomassa dan
supernatant) dan fraksi pelarut organik. Pelarut yang digunakan adalah butanol
dan etil asetat. Butanol merupakan pelarut polar yang diharapkan dapat
mengambil zat aktif dari hasil kultur kocok kapang endofit. Sedangkan etil asetat
merupakan pelarut semi polar yang diharapkan juga dapat mengambil zat aktif
dari hasil kultur kocok kapang tersebut. Penggunaan dua pelarut ini bertujuan
48
untuk mengetahui pelarut manakah yang lebih efektif untuk mengikat senyawa
yang ada didalam kultur kapang endofit tersebut.
Setelah butanol dan etil asetat masing-masing ditambahkan ke dalam
kultur endofit dan disentrifugasi, maka hasil yang didapatkan adalah terpisahnya
antara fraksi air (biomassa dan supernatan) dan fraksi pelarut organik.
Terpisahnya antara fraksi air dan fraksi pelarut organik terjadi karena zat aktif dari
kultur-kultur endofit tertarik oleh butanol dan etil asetat.
Tabel 3. Berat Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit
No. Kode Isolat Berat Ekstrak Butanol
Berat Ekstrak Etil Asetat
1. FE00057 A
0,0393 gram
0,0241 gram
2. FE00057 B
0,0167 gram
0,0201 gram
3. FE00020 A
0,0285 gram
0,0756 gram
4. FE00020 B
0,0225 gram
0,0538 gram
5. TlU2 A
0,0691 gram
0,0653 gram
6. TlU2 B
0,0828 gram
0,0744 gram
7. TlU1 A
0,0573 gram
0,0831 gram
8. TlU1 B
0,0626 gram
0,2763 gram
9. FE00060 A
0,0057 gram
0,0674 gram
10. FE00060 B
0,0032 gram
0,0489 gram
Setelah terpisah antara biomassa dan supernatan, dilakukan pemekatan.
Hasil pemekatan dapat dilihat pada tabel 3. Pemekatan ini dilakukan untuk
mengetahui berat ekstrak dari masing-masing ekstrak kultur endofit. Dari tabel
tersebut diketahui bahwa berat masing-masing ekstrak berbeda. Perbedaan berat
ekstrak ini dikarenakan biomassa masing-masing kapang berbeda. Berat masingmasing dari ekstrak kultur tersebut nantinya akan ditambahkan sejumlah pelarut
untuk uji bioassay dan bioautografi.
49
4.3.
Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen
Bakteri patogen atau bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bakteri gram positif (Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus) dan
bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa). Tujuan
pembuatan kurva pertumbuhan ini adalah untuk mengetahui fase logaritmik dari
masing-masing bakteri uji. Fase logaritmik ini merupakan fase yang cocok untuk
pengujian antimikroba. Suatu zat antimikroba ketika akan diuji aktivitas
antimikrobanya, maka bakteri uji yang digunakan harus dalam keadaan fase aktif
pembelahan sel dengan laju yang konstan. Hasil dari kurva pertumbuhan bakteribakteri patogen tersebut dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Kurva Pertumbuhan Bakteri Patogen
Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa
bakteri Bacillus subtilis mengalami fase logaritmik dan stasioner. Fase logaritmik
terjadi pada jam ke-5 sampai jam ke-15, sedangkan fase stasioner mulai terjadi
50
pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka bakteri
Bacillus subtilis tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-15 (fase logaritmik).
Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri
Staphylococcus aureus mengalami fase logaritmik mulai pada jam ke-2 sampai
jam ke-11 dan fase stasioner pada jam ke-15. Untuk melakukan uji bioaktivitas
(bioassay), maka bakteri Staphylococcus aureus tersebut ditumbuhkan sampai jam
ke-11 (fase logaritmik).
Berdasarkan pada hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa
bakteri Escherichia coli mengalami fase logartmik pada jam ke-2 sampai jam ke-7
dan fase kematian pada jam ke-9. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay),
maka bakteri Escherichia coli tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-7 (fase
logaritmik).
Dari hasil kurva yang terbentuk, dapat diketahui bahwa bakteri
Pseudomonas aeruginosa mengalami fase logaritmik pada jam ke-0 sampai jam
ke-9 dan fase kematian dimulai pada jam ke-9. Pseudomonas aeruginosa tidak
mengalami fase adaptasi. Untuk melakukan uji bioaktivitas (bioassay), maka
bakteri Pseudomonas aeruginosa tersebut ditumbuhkan sampai jam ke-9 (fase
logaritmik).
B. subtilis ditumbuhkan sampai jam ke-15, S. aureus ditumbuhkan sampai
jam ke-11, E. coli ditumbuhkan sampai jam ke-7 dan P. aeruginosa ditumbuhkan
sampai jam ke-9 (fase logaritmik) karena pada jam tersebut, masing-masing
bakteri patogen sedang aktif melakukan pembelahan sel dengan laju yang konstan,
aktivitas metabolik konstan serta keadaan pertumbuhan seimbang. Kondisi
51
tersebut merupakan kondisi yang tepat ketika bakteri-bakteri patogen tersebut
akan diuji dengan pengujian antimikroba.
4.4.
Pengenceran dan Perhitungan Jumlah Sel Mikroba Patogen
Kultur-kultur mikroba uji, sebelum digunakan dalam pengujian, terlebih
dahulu dihitung jumlah koloni mikroba tersebut. Perhitungan mikroba uji ini ada 2
metode, yaitu Total Plate Count dan Direct Cell Number Count. Perhitungan
koloni bakteri dan khamir uji menggunakan metode Total Plate Count (Lampiran
6), sedangkan perhitungan fungi uji menggunakan metode Direct Cell Number
Count (Lampiran 6).
Dari hasil perhitungan bakteri uji, dapat diketahui bahwa dalam 1 ml
suspensi B. subtilis terdapat 8,1 x 107 CFU (Colony Forming Unit)/ml. Untuk
mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dalam 70 ml media NA
dibutuhkan 900 µl suspensi B. subtilis. Suspensi S. aureus mengandung 3,91 x 108
CFU/ml. Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 106 CFU/ml, dibutuhkan
200 µl suspensi S. aureus. Suspensi E. coli mengandung 23,2 x 108 CFU/ml.
Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dibutuhkan 100
µl suspensi E.coli. Suspensi P. aeruginosa mengandung 5,45 x 108 CFU/ml.
Untuk mendapatkan kerapatan koloni sejumlah 106 CFU/ml, dibutuhkan 150 µl
suspensi P. aeruginosa.
Hasil perhitungan khamir uji, diketahui bahwa dalam 1 ml suspensi C.
albicans mengandung 2,69 x 108 CFU/ml. Untuk mendapatkan kerapatan koloni
sejumlah 1 x 106 CFU/ml, dalam 70 ml media PDA dibutuhkan 400 µl suspensi C.
albicans. Hasil perhitungan fungi uji, diketahui bahwa A. niger sebanyak 800 µl
52
ditambahkan ke dalam 70 ml media PDA steril, sehingga kerapatan spora dalam
media tersebut sejumlah 1 x 106 CFU/ml.
4.5.
Uji Aktivitas Kapang Endofit
Aktivitas antimikroba isolat-isolat kapang endofit dapat diketahui dengan
mengukur diameter zona hambat dari masing-masing ekstrak (butanol dan etil
asetat) yang sudah dilarutkan dengan pelarut organik (metanol dan etil asetat).
Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah Paper disc Agar Diffusion
Assay atau difusi cara cakram.
4.5.1. Uji Aktivitas Antibakteri Kapang Endofit
a. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Bacillus subtilis
Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Bacillus subtilis
ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.
Gambar 9. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang Endofit
Terhadap Bacillus subtilis
53
Berdasarkan gambar diatas, dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat
kapang endofit yang diekstraksi dengan pelarut butanol dan etil asetat, terdapat
lima isolat yang memiliki aktivitas antimikroba. Isolat-isolat tersebut adalah
FE00057A, TlU2A, TlU2B, TlU1A dan TlU1B.
Isolat kapang endofit FE00057A (berasal dari tanaman ashitaba) yang
diekstrak dengan butanol dan etil asetat memiliki aktivitas menghambat
pertumbuhan Bacillus subtillis dengan diameter zona hambat sebesar 8,07 mm
dan 7,22 mm. Isolat tersebut mengandung senyawa metabolit sekunder berupa
antibakteri, walaupun ukuran diameter zona hambatnya tidak besar. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa dalam tanaman ashitaba terdapat senyawa
chalcone sebagai antibakteri (Inamori et al, 1991). Senyawa chalcone ini diduga
dimiliki juga oleh kapang endofit FE00057A yang bersimbiosis dengan ashitaba.
Dari data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa senyawa antimikroba
yang dihasilkan oleh isolat FE00057A bersifat polar. Hal ini dapat diketahui dari
nilai diameter zona hambat yang dihasilkan, yakni zona hambat yang dihasilkan
oleh ekstrak butanol lebih besar dibandingkan dengan zona hambat yang
dihasilkan oleh ekstrak etil asetat. Sedangkan ekstrak butanol dan etil asetat isolat
FE00057B tidak dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Hal ini
dikarenakan setiap isolat kapang memiliki kondisi pertumbuhan yang berbeda.
Selain itu ada faktor lingkungan yang mempengaruhi kondisi pertumbuhan
kapang tersebut.
Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur isolat TlU (berasal dari umbi
tanaman temulawak) diketahui dapat mengeluarkan metabolit sekunder. Adanya
54
metabolit tersebut dapat diketahui dengan terhambatnya pertumbuhan Bacillus
subtillis. Isolat TlU1A yang diekstrak dengan etil asetat dan isolat TlU2A yang
diekstrak dengan butanol (diameter zona hambat masing-masing sebesar 12,14
mm) merupakan zona hambat terbesar dibanding isolat-isolat lainnya. Ekstrak
butanol kultur isolat TlU2B, ekstrak etil asetat kultur isolat TlU2A, ekstrak etil
asetat kultur isolat TlU2B, ekstrak butanol kultur isolat TlU2B dan diameter zona
hambat ekstrak butanol kultur isolat TlU2B diameter zona hambat masing-masing
sebesar 11,81 mm, 11,75 mm, 11,45 mm, 11,81 mm dan 11,81 mm. Hal ini
mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut mengandung senyawa antimikroba
tertentu yang bisa menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis.
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa aktivitas antimikroba yang
dihasilkan oleh ekstrak etil asetat isolat TlU1A lebih besar dibandingkan dengan
aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak butanol isolat TlU1A. Hal ini
mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat TlU1A
bersifat semi polar. Sedangkan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak
butanol isolat TlU2A, TlU2B dan TlU1B lebih besar dibandingkan dengan
aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat isolat-isolat tersebut.
Hal ini menyatakan bahwa senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak TlU2
cenderung bersifat polar. Ekstrak etil asetat kultur isolat TlU1B tidak menghambat
pertumbuhan Bacillus subtilis. Hal ini dimungkinkan ada faktor lain yang
menyebabkan ekstrak tersebut tidak mengeluarkan zat antimikroba. Diantaranya
adalah tidak tertariknya molekul antimikroba oleh pelarut etil asetat.
55
Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur kapang endofit FE00060A dan
FE00060B (berasal dari tanaman gambir) serta FE00020A dan FE00020B (berasal
dari tanaman cocor bebek), masing-masing tidak memiliki aktivitas dalam
menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis. Isolat-isolat tersebut tidak memiliki
aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis (Gambar 10).
Gambar 10. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol
20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Bacillus subtilis. Urutan isolat kapang
endofit yaitu 1= FE00057A, 2= FE00057B, 3= FE00020A, 4= FE00020B, 5= TlU2A, 6=
TlU2B, 7= TlU1A, 8= TlU1B, 9= FE00060A dan 10= FE00060B. Urutan isolat bagian
atas, diekstrak dengan butanol, urutan isolat bagian bawah diekstrak dengan etil asetat.
Bagian tengah dari kanan ke kiri merupakan urutan dua macam kontrol negatif, yaitu
pelarut metanol dan etil asetat dan lima macam kontrol positif (antibiotik) secara
berurutan, yaitu ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksilin dan tetrasiklin).
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way anova, didapatkan
bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan α 0,01.
Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona hambat dari
perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak endofit lainnya.
Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa
diameter zona hambat ekstrak etil asetat isolat TlU1A, esktrak butanol isolat
TlU2A dan isolat TlU2B, ekstrak etil asetat isolat TlU2A dan isolat TlU2B serta
56
ekstrak butanol isolat TlU1B, tidak memiliki perbedaan. Diameter zona hambat
dari isolat-isolat tersebut (kecuali ekstrak butanol isolat TlU1B) berbeda dengan
diameter zona hambat ekstrak butanol isolat TlU1A dan isolat TlU1B. Kedua
esktrak dari isolat tersebut (kecuali ekstrak butanol isolat TlU1A) memiliki
perbedaan dengan diameter zona hambat dari ekstrak butanol isolat TlU1A dan
FE00057A. Keterangan tersebut dapat dilihat pada lampiran 16.
b. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus
Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Staphylococcus
aureus ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.
Gambar 11. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Staphylococcus aureus
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat
kapang endofit yang diuji, hanya lima isolat yang mampu menghambat
57
pertumbuhan Staphylococcus aureus, yaitu isolat FE00057A, TlU2A, TlU2B,
TlU1A dan TlU1B.
Kultur kapang endofit FE00057A yang diekstrak dengan butanol, memiliki
aktivitas menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona
hambat sebesar 6,39 mm. Isolat tersebut mengeluarkan senyawa yang bisa
menghambat pertumbuhan bakteri, walaupun ukuran diameter zona hambatnya
parsial. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa senyawa antimikroba yang
dihasilkan oleh isolat FE00057A bersifat polar. Hal ini dapat diketahui dari
terbentuknya zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak butanol. Sedangkan
ekstrak etil asetat dari kultur isolat tersebut tidak memiliki potensi menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus. Ekstrak butanol dan etil asetat isolat
FE00057B tidak memiliki aktivitas antimikroba.
Isolat kapang endofit TlU1 yang diekstrak dengan butanol dan etil asetat
diketahui mengeluarkan metabolit sekunder. Adanya metabolit tersebut dapat
diketahui dengan terhambatnya pertumbuhan Staphylococcus aureus. Ekstrak
butanol isolat TlU1A dengan diameter zona hambat sebesar 13,39 mm merupakan
zona hambat terbesar dibanding isolat-isolat lainnya. Ekstrak butanol kultur isolat
TlU2A, ekstrak butanol kultur isolat TlU2B, ekstrak etil asetat kultur isolat
TlU2A, ekstrak etil asetat kultur isolat TlU2B, ekstrak etil asetat isolat TlU1A,
ekstrak butanol kultur isolat TlU1B dan ekstrak etil asetat kultur isolat TlU1B
diameter zona hambat masing-masing sebesar 10,77 mm, 10,75 mm, 9,19 mm,
9,17 mm, 9,12 mm, 8,75 mm dan 7,21 mm. Hal ini dikarenakan senyawa aktif
dari masing-masing kultur isolat TlU dapat larut dalam pelarut butanol dan etil
58
asetat sehigga mengeluarkan senyawa yang bisa menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus.
Dari data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa aktivitas antimikroba
yang dihasilkan oleh ekstrak butanol isolat TlU1A lebih besar dibandingkan
dengan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat. Hal ini
mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh isolat TlU1A
bersifat polar. Sedangkan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak
butanol isolat TlU2A, TlU2B, TlU1A dan TlU1B lebih besar dibandingkan
dengan aktivitas antimikroba yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat isolat-isolat
tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa antimikroba yang dihasilkan
oleh isolat-isolat tersebut bersifat polar.
Ekstrak butanol dan etil asetat dari kultur kapang endofit FE00060A dan
FE00060B (berasal dari tanaman gambir) serta FE00020A dan FE00020B (berasal
dari tanaman cocor bebek), masing-masing tidak memiliki aktivitas dalam
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Isolat-isolat tersebut diduga
tidak memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus,
seperti dapat dilihat pada Gambar 12.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way anova, didapatkan
bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan α 0,01.
Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona hambat dari
perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat perbedaan yang
sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak endofit lainnya.
59
Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa
diameter zona hambat ekstrak butanol isolat TlU1A berbeda dengan diameter
zona hambat ekstrak butanol isolat TlU2A dan isolat TlU2B. Diameter zona
hambat ketiga isolat tersebut juga berbeda dengan dengan diameter zona hambat
ekstrak etil asetat isolat TlU2A, isolat TlU2B dan isolat TlU1A serta ekstrak
butanol isolat TlU1B (keempat isolat tersebut diameter zona hambatnya sama).
Ketujuh isolat-isolat tersebut diameter zona hambatnya berbeda dengan ekstrak
etil asetat isolat TlU1B dan ekstrak butanol FE00057A (dapat dilihat pada
lampiran 17).
Gambar 12. Hasil Bioassay Kapang Endofit yang diekstrak dengan Pelarut Butanol
20 mg/ml dan Etil Asetat 10 mg/ml terhadap Staphylococcus aureus. Urutan isolat
kapang endofit yaitu 1= FE00057A, 2= FE00057B, 3= FE00020A, 4= FE00020B, 5=
TlU2A, 6= TlU2B, 7= TlU1A, 8= TlU1B, 9= FE00060A dan 10= FE00060B. Urutan
isolat bagian atas, diekstrak dengan butanol, urutan isolat bagian bawah diekstrak dengan
etil asetat. Bagian tengah dari kanan ke kiri merupakan urutan dua macam kontrol negatif,
yaitu pelarut metanol dan etil asetat dan lima macam kontrol positif (antibiotik) secara
berurutan, yaitu ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksilin dan tetrasiklin).
Dari hasil pengujian ekstrak kapang endofit terhadap bakteri gram positif
(Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus), dapat diketahui bahwa ekstrak dari
isolat TlU1, TlU2 dan FE00057 efektif menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Akan tetapi ekstrak TlU1 dan TlU2 lebih efektif menghambat
60
pertumbuhan bakteri gram positif tersebut, karena zona hambat yang dihasilkan
oleh TlU1 dan TlU2 lebih besar daripada FE00057.
c. Uji Aktivitas Kapang Endofit terhadap Escherichia coli
Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Escheriochia coli
ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.
Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Escherichia coli
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat
kapang endofit yang diuji, hanya 3 isolat yang mampu menghambat pertumbuhan
Escherichia coli, yaitu isolat TlU2A, TlU2B dan TlU1A. Diameter zona hambat
yang terbentuk dari hasil uji tersebut relatif kecil.
Hasil pengujian aktivitas endofit menunjukkan bahwa isolat TlU2B,
TlU1A dan TlU2A yang diekstraksi masing-masing dengan butanol, dapat
menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Penghambatan tersebut masingmasing berdiameter 7,04 mm, 7,02 mm dan 6,84 mm. Hal tersebut dikarenakan
61
senyawa aktif dari isolat TlU2B, TlU1A dan TlU2A dapat terlarut atau tertarik
oleh pelarut butanol sehingga dapat mengeluarkan senyawa yang bisa
menghambat pertumbuhan Escherichia coli, walaupun zona hambatnya kecil.
Isolat TlU2B, TlU1A dan TlU2A yang diekstraksi masing-masing dengan etil
asetat tidak dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Hal ini disebabkan
senyawa yang terdapat pada ketiga isolat tersebut tidak dapat larut oleh pelarut etil
asetat sehingga tidak memiliki aktivitas untuk menghambat Escherichia coli.
Senyawa atau bahan aktif dari ekstrak TlU2B, TlU1A dan TlU2A yang
dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli diduga bersifat polar. Hal ini
dikarenakan adanya zona hambat yang terbentuk, walaupun zona hambat tersebut
relatif kecil.
Isolat FE00057A, FE00057B, FE00020A, FE00020B, FE00060A,
FE00060B dan TlU2B tidak memiliki aktivitas untuk menghambat pertumbuhan
Escherichia coli. Isolat-isolat tersebut diduga tidak mengandung senyawa atau
bahan aktif yang bisa menghambat pertumbuhan Escherichia coli.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way annova, didapatkan
bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan α 0,01
dan α 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona
hambat dari perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak
endofit lainnya. Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan menyatakan bahwa
diameter zona hambat antara ekstrak butanol isolat TlU2B, TlU1A dan TlU2A
memiliki perbedaan (dapat dilihat dilampiran 18).
62
Dari hasil pengujian ekstrak kapang endofit terhadap bakteri gram negatif
(Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa), dapat diketahui bahwa ekstrak
dari isolat TlU1 dan TlU2 dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli saja
dengan ukuran zona hambat yang relatif kecil. Ekstrak isolat FE00057, FE00020,
TlU2, TlU1 dan FE00060 tidak dapat menghambat pertumbuhan Pseudomonas
aeruginosa.
Jadi
isolat-isolat
tersebut
cenderung
kurang
efektif
untuk
menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif.
Kontrol positif yang menjadi pembanding dalam uji aktivitas antibakteri
ini adalah ampisilin, penisilin, streptomisin, amoksilin dan tetrasiklin. Pemilihan
lima jenis antibiotika ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kontrolkontrol positif ini dengan aktivitas antimikroba dari isolat-isolat kapang endofit.
Gambar pada diagram batang sebelumnya hanya menggambarkan aktivitas
streptomisin saja. Hal ini dikarenakan streptomisin paling tinggi nilai zona
hambatnya dibanding kontrol positif yang lain.
Nilai diameter zona hambat yang dihasilkan oleh streptomisin merupakan
diameter terbesar dibanding isolat-isolat endofit lain. Hal ini dikarenakan
streptomisin merupakan antibiotika yang mempunyai spektrum yang luas untuk
menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia
coli dan Pseudomonas aeruginosa. Selain itu, streptomisin juga dapat
menghambat sintesis protein sel mikroba (Jawet, 1998).
4.5.2. Uji Aktivitas Antikhamir Kapang Endofit
Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Candida albicans
ditunjukkan dengan gambar dibawah ini.
63
Gambar 14. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Candida albicans
Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa dari sepuluh isolat
kapang endofit yang diuji, hanya empat isolat yang mampu menghambat
pertumbuhan Candida albicans, yaitu isolat FE00057A, FE00057B, TlU2A dan
TlU1A.
Ekstrak butanol dan etil asetat dari isolat TlU1A dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans. Penghambatan tersebut berdiameter 17,10 mm.
Hal tersebut dikarenakan senyawa aktif dalam isolat tersebut dapat larut oleh
pelarut butanol dan etil asetat sehingga dapat mengeluarkan senyawa aktif yang
bisa menghambat pertumbuhan Candida albicans. Isolat tersebut diduga
mengandung bahan aktif yang dapat menghambat Candida albicans seperti yang
dinyatakan oleh Oei (1986), yaitu minyak atsiri temulawak dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans.
64
Sedangkan diameter zona hambat ekstrak butanol dan etil asetat isolat
FE00057A masing-masing sebesar 6,55 mm dan 6,49 mm, ekstrak etil asetat
isolat FE00057B (6,37 mm) serta ekstrak butanol isolat TlU2A (6,38 mm).
Diameter penghambatan dari isolat-isolat tersebut relatif kecil.
Ekstrak butanol isolat TlU1A dan TlU2B tidak dapat menghambat
pertumbuhan Candida albicans. Hal ini disebabkan senyawa yang terdapat pada
kedua isolat tersebut tidak dapat larut oleh pelarut butanol sehingga tidak
memiliki aktivitas menghambat Candida albicans.
Ekstrak butanol dan etil asetat dari isolat FE00020A, FE00020B,
FE00060A dan FE00060B tidak memiliki aktivitas menghambat Candida
albicans. Hal ini dikarenakan isolat-isolat tersebut tidak diduga tidak memiliki
senyawa yang menghambat Candida albicans.
Berdasarkan hasil analisis data menggunakan one way anova, didapatkan
bahwa nilai F hitung lebih besar daripada F tabel pada tingkat kepercayaan α 0,01
dan α 0,05. Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter zona
hambat dari perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak
endofit lainnya.
Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa
diameter zona hambat ekstrak etil asetat isolat TlU2A dan TlU2B berbeda dengan
diameter zona hambat ekstrak butanol isolat TlU1B, TlU1A dan FE00057A serta
ekstrak etil asetat FE00057A (dapat dilihat dilampiran 19).
65
4.5.3. Uji Aktivitas Antifungi Kapang Endofit
Hasil uji aktivitas antimikroba kapang endofit terhadap Aspergillus niger
ditunjukkan dengan gambar dibawah ini. Berdasarkan grafik tersebut dapat
diketahui bahwa dari sepuluh isolat kapang endofit yang diuji, ada 6 isolat yang
mampu menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, yaitu isolat FE00057A,
FE00057B, FE00020A, FE00020B, FE00060A dan FE00060 B.
Gambar 15. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Butanol dan Etil Asetat Kapang
Endofit Terhadap Aspergillus niger
Ekstrak butanol isolat FE00057A dapat menghambat pertumbuhan
Aspergillus niger. Penghambatan tersebut berdiameter 12,63 mm. Hal tersebut
dikarenakan senyawa aktif dalam isolat tersebut dapat larut oleh pelarut butanol
sehingga dapat mengeluarkan senyawa aktif yang bisa menghambat pertumbuhan
Aspergillus niger. Sedangkan diameter zona hambat ekstrak etil asetat isolat
FE00057A sebesar 10,75 mm, ekstrak etil asetat isolat FE00020B (10,35 mm),
ekstrak etil asetat isolat FE00060A dan FE00060B (9,94 mm dan 8,23 mm),
66
ekstrak butanol isolat FE00060B (8,07 mm), ekstrak etil asetat isolat FE00020A
(8,00 mm), ekstrak etil asetat isolat FE00057B (7,72 mm) dan ekstrak butanol
isolat FE00057A (7,63 mm). Senyawa yang berada dalam isolat-isolat tersebut
bersifat polar, karena zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak butanol lebih
besar dibandingkan dengan zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat
yang bersifat semi polar.
Ekstrak butanol isolat FE00020A, FE00020B dan FE00060A tidak dapat
menghambat pertumbuhan Aspergillus niger. Hal ini disebabkan senyawa yang
terdapat pada ketiga isolat tersebut tidak dapat larut oleh pelarut butanol sehingga
tidak memiliki aktivitas menghambat Aspergillus niger. Berdasarkan hasil analisis
data menggunakan one way anova, didapatkan bahwa nilai F hitung lebih besar
daripada F tabel. Artinya terdapat perbedaan yang sangat nyata pada diameter
zona hambat dari perlakuan ekstrak kapang endofit yang diberikan. Jadi terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara ekstrak endofit yang satu dengan ekstrak
endofit lainnya.
Hasil uji nyata terkecil dan uji jarak berganda Duncan menyatakan bahwa
diameter zona hambat ekstrak butanol FE00057A berbeda dengan diameter zona
hambat ekstrak etil asetat isolat FE00057A, FE00020B dan FE00060B. Keempat
isolat tersebut, diameter zona hambatnya berbeda dengan ekstrak etil asetat isolat
FE00060A, FE00020A dan FE00057B serta ekstrak butanol isolat FE00060B dan
FE00057B (dapat dilihat pada lampiran 20).
Kontrol positif yang menjadi pembanding dalam uji aktivitas antikhamir
dan antifungi ini nystatin. Pemilihan ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan
67
nystatin dengan aktivitas antimikroba dari isolat-isolat kapang endofit. Nystatin
merupakan suatu antibiotika yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei, berbau
khas dan murah terurai dalam air atau plasma (Bahry, B dan R. Setiabudy, 1995).
Nilai diameter zona hambat yang dihasilkan oleh nystatin lebih besar dibanding
diameter zona hambat yang dihasilkan dari isolat-isolat kapang endofit. Hal ini
dikarenakan nystatin merupakan jenis antibiotika yang memiliki senyawa
antifungi (Greenwood et al., 1992). Nystatin berikatan kuat dengan sterol yang
terdapat pada membrane sel fungi. Adanya ikatan tersebut menyebabkan
terjadinya perubahan permeabilitas sel sehingga sel akan kehilangan berbagai
molekul kecil (Bahry, B dan R. Setiabudy, 1995).
Kontrol negatif yang digunakan dalam pengujian antimikroba ini adalah
pelarut organik, yaitu metanol dan etil asetat. Berdasarkan data yang diperoleh,
metanol dan etil asetat tidak dapat menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis,
Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida
albicans dan Aspergillus niger. Hal ini dikarenakan methanol dan etil asetat tidak
memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen tersebut.
Zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis
adalah isolat TlU2A yang diekstrak dengan butanol dan isolat TlU1A yang
diekstrak dengan etil asetat. Zona hambat tersebut berdiameter 12,14 mm. Zona
hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah
isolat TlU1A yang diekstrak dengan butanol dan isolat TlU2A yang diekstrak
dengan etil asetat. Zona hambat tersebut berdiameter 13,39 mm dan 9,19 mm.
Sedangkan zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Escherichia
68
coli adalah isolat TlU2B yang diekstrak dengan butanol. Zona hambat tersebut
berdiameter 7,04 mm. Dengan data tersebut, dapat diketahui bahwa antimikroba
yang dihasilkan oleh isolat-isolat kapang endofit, lebih menghambat bakteri Gram
positif daripada bakteri Gram negatif.
Zona hambat terbesar dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans
adalah isolat TlU1A yang diekstrak dengan butanol dan etil asetat. Zona hambat
tersebut berdiameter 17,10 mm. Zona hambat terbesar dalam menghambat
pertumbuhan Aspergillus niger adalah isolat FE00057A yang diekstrak dengan
butanol dan etil asetat. Zona hambat tersebut masing-masing berdiameter 12,63
mm dan 10,75 mm.
Pseudomonas aeruginosa tidak dapat dihambat oleh ekstrak kapang isolatisolat kapang endofit. Umumnya P. aeruginosa resisten terhadap bermacammacam antimikroba (Tim Mikrobiologi, 2003). Resistensi mikroba patogen dapat
terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan salah satu
cara yang digunakan oleh mikroba supaya dapat tetap bertahan hidup, salah satu
contohnya adalah bakteri Gram negatif dapat menghasilkan enzim yang dapat
merusak antimikroba. Faktor lain yang memicu resistennya mikroba patogen
adalah faktor lingkungan, seperti penggunaan antimikroba yang kurang tepat dan
berulang-ulang (Tim Mikrobiologi, 2003).
Berdasarkan data hasil aktivitas antimikroba diatas, dapat diketahui bahwa
isolat-isolat endofit yang memiliki aktivitas antimikroba dalam bioassay ini
dilakukan pengujian selanjutnya, yaitu kromatografi lapis tipis dan bioautografi.
69
Kromatografi lapis tipis dan bioautografi ini dilakukan untuk mengetahui polaritas
senyawa antimikroba dari isolat-isolat endofit tersebut.
Dari data tersebut dapat diketahui juga bahwa isolat kapang endofit yang
paling besar diameter zona hambatnya (memiliki aktivitas terhadap mikroba
patogen) adalah isolat TlU1 dan TlU2. Kedua isolat tersebut diidentifikasi
morfologinya, baik secara makroskopis maupun secara mikroskopis.
4.6.
Identifikasi Morfologi
Identifikasi secara morfologi kapang endofit ini dilaksanakan setelah uji
bioaktovitas antimikroba. Isolat kapang endofit yang diidentifikasi adalah TlU1
dan TlU2. Identifikasi morfologi ini terdiri dari pengamatan mikroskopis dan
makroskopis.
Dari hasil pengamatan makroskopis, diketahui bahwa isolat TlU1 dan
TlU2 memiliki kemiripan (lampiran 9). Kedua isolat tersebut berkoloni, warna
hijau kehitaman, spora dan konidiospora mengumpul dan menyebar, permukaan
koloni irregular dan tidak mengeluarkan cairan eksudat.
Hasil pengamatan secara mikroskopis, diketahui bahwa isolat TlU1 dan
TlU2 memiliki kemiripan. Kedua isolat tersebut memiliki spora yang bentuknya
seperti globus, kepala konidia berbentuk kolumnar, terdapat konidium yang
menggelembung atau blastik, hifa berseptum dan memiliki satu inti (monositik),
miseliumnya jernih dan permukaan hifa membentuk lengkungan atau clamp
connection.
70
1
2
3
Gambar 16. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU1. Keterangan : 1. Hifa, 2.
Konidium, 3. Miselium ; (Pembesaran 1000 X)
1
2
3
Gambar 17. Pengamatan Mikroskopis Isolat TlU2. Keterangan : 1. Hifa, 2.
Konidium, 3. Miselium ; (Pembesaran 1000 X)
4.7.
Kromatografi Lapis Tipis ( KLT) dan Bioautografi
Tahap pengujian sesudah bioassay adalah bioautografi. Ekstrak butanol
dan etil asetat dari supernatan masing-masing isolat yang memiliki aktivitas
71
antimikroba pada tahap bioassay, dipisahkan komponen-komponen ekstrak
tersebut dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT ini bertujuan
untuk
memisahkan
senyawa
berdasarkan
perbedaan
kepolaran
dengan
menggunakan campuran eluen. Campuran eluen yang dipilih dalam KLT tersebut
adalah n-butanol, metanol dan etil asetat. KLT dengan tiga eluen tersebut
bertujuan untuk mengetahui polaritas dari senyawa antimikroba dari isolat-isolat
kapang endofit tersebut. Salah satu hasil KLT dari masing-masing ekstrak kapang
endofit dapat dilihat pada gambar 18.
Hasil KLT (lampiran 3), dilakukan uji bioaktivitas antimikroba kembali.
Uji bioaktivitas dalam bioautografi ini sama dengan bioassay. Setiap mikroba uji
diinokulasikan ke dalam media secara pour plate. Hasil bioautografi terdapat pada
tabel 4 dan tabel 5.
Kode Isolat dan Perbandingan
Eluen
Etil Asetat : Metanol
100 : 0
TlU2
Titik atau spot hasil KLT
Silica Gel
Penetesan Ekstrak
Gambar 18. Salah satu hasil KLT Ekstrak Kapang Endofit
72
Tabel 4. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Bacillus subtillis
No.
Kode
Isolat
Ekstrak
Perbandingan Eluen
Nilai
RF
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
TlU1
TlU2
TlU2
TlU1
TlU1
TlU1
TlU2
TlU2
FE00057
FE00057
FE00057
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
EtOAC
EtOAC
EtOAC
EtOAC
EtOAC
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 50 : 50
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 75 : 25
EtOAC : BuOH = 50 : 50
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : BuOH = 50 : 50
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 75 : 25
EtOAC : BuOH = 75 : 25
0,6875
0,6556
0,85
0,725
0,6825
0,8375
0,8125
0,875
0,15
Zona
Hambat
(mm)
14,81
16,43
16,48
16,31
15,58
16,05
15,00
15,40
10,91
Dari tabel tersebut diketahui bahwa ekstrak butanol dan etil asetat isolat
TlU1 dan TlU2 yang dijenuhkan oleh ketiga eluen diatas, memiliki bioaktivitas
untuk menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis. Spot-spot yang terbentuk
memiliki nilai Rf antara 0,5625 sampai 0,875. Berdasarkan data tersebut, senyawa
antimikroba dari isolat TlU1 dan TlU2 bersifat semi polar karena nilai Rf-nya
cukup besar. Diameter zona hambat yang terbentuk berkisar antara 15,00 mm
sampai 16,43 mm.
Spot dari ekstrak butanol isolat FE00057 dengan nilai Rf 0,15 aktif
menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis. Nilai Rf yang kecil menunjukkan
bahwa senyawa ini bersifat kurang polar. Untuk melakukan ekstraksi terhadap
senyawa ini akan lebih baik jika menggunakan perbandingan yang lebih besar
antara campuran pelarut etil asetat dengan butanol.
Hasil bioautografi kapang endofit terhadap Staphylococcus aureus terdapat
dalam tabel 7.
73
Tabel 5. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap Staphylococcus aureus
No.
Kode
Isolat
Ekstrak
Perbandingan Eluen
Nilai
RF
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
TlU1
TlU2
TlU2
TlU1
TlU1
TlU1
TlU2
TlU2
FE00057
FE00057
FE00057
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
EtOAC
EtOAC
EtOAC
EtOAC
EtOAC
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
BuOH-MeOH
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 50 : 50
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 75 : 25
EtOAC : BuOH = 50 : 50
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : BuOH = 50 : 50
EtOAC : MeOH = 100 : 0
EtOAC : MeOH = 75 : 25
EtOAC : BuOH = 75 : 25
0,875
0,9125
0,8375
0,775
0,85
0,925
0,825
0,925
0,9375
Zona
Hambat
(mm)
19,88
18,42
18,88
17,99
18,62
18,60
18,49
18,24
12,05
Dari tabel tersebut diketahui bahwa ekstrak butanol dan etil asetat isolat
TlU1 dan TlU2 yang dijenuhkan oleh ketiga eluen diatas, memiliki bioaktivitas
untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Spot-spot yang
terbentuk memiliki nilai Rf antara 0,5875 sampai 0,925. Berdasarkan data
tersebut, senyawa antimikroba dari isolat TlU1 dan TlU2 bersifat semi polar
karena nilai Rf-nya cukup besar. Diameter zona hambat yang terbentuk berkisar
antara 17,99 mm sampai 19,88 mm.
Spot dari ekstrak butanol isolat FE00057 dengan nilai Rf 0,937 aktif
menghambat pertumbuhan Bacillus subtillis. Nilai Rf yang besar menunjukkan
bahwa senyawa ini bersifat semi polar. Berikut ini adalah gambar hasil
bioautografi kapang endofit terhadap Bacillus subtillis dan Staphylococcus
aureus.
74
Gambar 19. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap B. subtillis
Gambar 20. Hasil Bioautografi Kapang Endofit terhadap S. aureus
Pelarut semi polar (etil asetat) dalam hal ini lebih baik digunakan untuk
menjadi pelarut (eluen) dalam KLT. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan hasil
boiautografi ini. Tabel 6 dan tabel 7 menunjukkan bahwa senyawa aktif
antimikroba lebih banyak ditemukan pada hasil kromatografi dengan eluen etil
asetat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Tanaman temu lawak, cocor bebek, ashitaba dan gambir dapat
menghasilkan kapang endofit penghasil antimikroba.
2. Isolat-isolat kapang endofit yang diekstrak dengan butanol dan etil asetat
berpotensi menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
3. Isolat kapang endofit TlU1 dan TlU2 merupakan isolat paling efektif
untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen uji dibanding isolatisolat lainnya.
4. Hasil identifikasi morfologi kapang endofit (TlU1 dan TlU2) mengarah
kepada genus Aspergillus.
5.2
Saran
Perlu dilakukan pemurnian ekstrak yang memiliki aktivitas antimikroba
dan dilakukan pengujian kembali terhadap mikroba patogen lainnya selain dari
mikroba patogen yang telah diujikan.
75
76
DAFTAR PUSTAKA
Alexander M. 1977. Introduction To Soil Microbiology, John Wiley Dan Sons,
Inc., Sidney.
Andra.
2007.
Aspergilosis
:
Medikamentosa.
http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=431. 22 Desember
2008, pk. 20.12 WIB.
Ardiansyah.
2007.
Antimikroba
dari
Tumbuhan.
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-06-09-Antimikrobadari-Tumbuhan-(Bagian-Kedua).shtml. 25 Juni 2008, pk. 16.21 WIB.
Atlas, R.M., A.E. Brown, K.W. Dobra and L. Miller. 1984. Experimentals
Microbiology: Fundamentals and Applications. Collier Macmillan
Publishers. London.
Bacon, C.W.1985. A Chemically Defined Medium for The Growth and Synthetis
of Ergot Alkaloids by the spesies of Balansia. Mycologia, 77: 418-423.
Bacon, C.W. and M.R. Siegel. 1990. Isolation of Biotechnological Organisms
from Nature. Mc Graw-Hill Enviromental Biotechnology Series. US. 259279.
Bahry, B dan R. Setiabudy. 1995. Obat jamur. Farmakologi dan Terapi. Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Carlile, J., and Watkinson SC. 1995. The Fungi. Academic Press Limited,
London.
Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya,
Jakarta.
Dyphae. 2008. Kalanchois Folium. www.orpipu.blogspot.com, 18 Oktober 2009,
pk. 10.21 WIB.
Gandahusada, S. Ilahude dan H. Pribadi, W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Greenwood, D., Slack, RCB and Peutherer JF. 1992. Medical Microbiology.
Funded by The British Government, Nottingham and Edinburg London.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
77
Fisher, P.J., Anson and Petrini. 1989. Antibiotic Activity Of Some Endophytic
Fungi From Ericaceous Plant. Bot. Helv. 40 (94) : 249-253.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB Press, Bandung.
Hariana, A. 2009. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 3. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Ilyas, M. 2006. Isolasi dan Identifikasi Kapang Pada Relung Rizosfer Tanaman di
Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur.
Biodiversitas. 7 (3) : 216-220.
Ilyas, M. 2007. Isolasi dan Identifikasi Mikroflora Kapang pada Sampel Serasah
Daun Tumbuhan di Kawasan Gunung Lawu, Surakarta, Jawa Tengah.
Biodiversitas. 8 (2): 105-110.
Inamori, Y., K. Baba, H., Tsujibo, M., Taniguchi, K. Nakata and M. Kozawa.
1991. Antibacterial Activity of Two Chalcones, Xanthoangelol and 4Hydroxyderricin, Isolated from The Root of Angelica keiskei Koidzumi.
Chem. Pharmaceutical. 39 (6): 1604-1605.
Jawet, E. 1998. Prinsip Kerja Antimikroba. In : Katzung B, eds. Farmakologi
Dasar dan Klinik. Jakarta E: EGC, 699-751.
Jauhari, L.T. 2008. Uji Bioaktivitas Fungi Endofit Tanaman Obat terhadap
Candida albicans dan Escherichia coli. Laporan PKL : Program Studi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta.
Michael, J.Pelczar dan ECS Chan, 1986. Dasar – dasar Mikrobiologi Jilid I.
Jakarta, UI Press.
Nugroho, N.B dan B. Sukmadi. 1998. Isolasi Dan Seleksi Jamur Endofit
Penghasil Antibiotika. Dalam Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhimpunan
Mikrobiologi Indonesia. Hal 1-2.
Oehadian, H., Sjafiudin, Mohamad, Mohamad, Eksan dan Nuraini. 1985. Efek
antijamur dari Curcuma xanthor-rhiza terhadap beberapa jamur golongan
Dermatophyta. Dalam: Simposium Nasional Temulawak. Bandung:
Universitas Padjadjaran. Hal 180-185.
Oei B. 1986. Efek koleretik dan anti kapang komponen Curcuma xanthorrhiza
Roxb. dan Curcuma domestica Val. Laporan Penelitian. PT. Darya Varia
Laboratoria.
78
Petrini, O., T.N. Sieber, L. Toti dan O. Viret. 1992. Ecologi Metabolite
Production, en substrate utilization in endophytic fungi. Wiley Liss Inc,
Swiss natural toxins I : 185 – 196.
Pragosho, John. 2009. Produksi Tablet Berbasis Ashitaba Angelica keiskei
koidzmi Skala Usaha Kecil dan Menengah. www.google.com, 25 Juli
2009, pk. 17.35 WIB.
Prasetyoputri, A dan I. Atmosukarto. 2006. Mikroba Endofit dalam BioTrends
Vol I Nomor 2. Pusat Penelitian Bioteknologi - LIPI,Cibinong.
Prihatiningtias, W. 2006. Mikroba Endofit, Sumber Penghasil Antibiotik yang
Potensial http://dianing.blogspot.com/2006/05/fungi-endofit.html. 28
Juni 2008, pk. 16.00 WIB.
Purwanto, R. 2008. Peranan Mikroorganisme Endofit sebagai Penghasil
Antibiotik.http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=4&dn=200810
22111313. 8 Desember 2008, pk. 19.27 WIB.
Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam
Pengembangan Obat Herbal. Ilmu Kefarmasian. 2(3) : 113-126.
Redaksi Agromedia. 2008. Tanaman Obat. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Simarmata, R., S. Lekatompessy dan H. Sukiman. 2007. Isolasi Mikroba
Endofitik Dari Tanaman Obat Sambung Nyawa (Gynura procumbens)
dan Analisis Potensinya Sebagai Antimikroba. Berkas Penelitian Hayati.
13 : 85-90.
Strobel, G.A., W.M. Hess, E. Ford, R.S. Sidhu, and X. Yang., 1996. Taxol from
Fungal Endophytes and The Issue of Biodiversity. Industrial
Microbiology. 17:417-425.
Susilo, J. Hanani, E. Soemiati, A. Hamzah, L. 1995. Tanaman Obat Indonesia
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=152. 20 oktober
2008, pk. 09.05 WIB.
Tim Mikrobiologi. 2003. Bakteriologi Medik. Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya. Bayumedia Publishing, Malang.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. UGM
Press, Yogyakarta.
Wahyudi, P. 1997. Mikroba Endofitik Sebagai Penghasil Materi yang
Bermanfaat. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
79
Worang, R.L. 2003. Fungi Endofit Sebagai Penghasil Antibiotika.
http://tumoutou.net/702_07134/rantje_worang.htm. 28 Juni 2008, pk.
15.31 WIB.
Zahner, H. and W.K.Maas.1972. Biology of Antibiotics. Springer Verlag. New
York Inc. New York.
80
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Sentrifugasi Kapang Endofit
Lampiran 2. Hasil Pemekatan Kapang Endofit
81
Lampiran 3. Gambar Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Lampiran 4. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Butanol Kapang
Endofit
No. Kode Isolat
Berat Kosong (g)
Berat Akhir (g)
Berat Ekstrak (g)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
3,7456
3,6336
3,7066
3,7003
3,7642
3,7425
3,8465
3,6916
3,7082
3,8788
3,7849
3,6503
3,7351
3,7228
3,8153
3,8253
3,9038
3,7562
3,7139
3,9108
0,0393
0,0167
0,0285
0,0225
0,0691
0,0828
0,0573
0,0626
0,0057
0,032
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B
82
Lampiran 5. Tabel Hasil Perhitungan Berat Ekstrak Etil Asetat Kapang
Endofit
No. Kode Isolat
Berat Kosong (g)
Berat Akhir (g)
Berat Ekstrak (g)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11,3591
11,5739
11,5560
11,5938
11,1806
11,6022
11,5943
11,3744
11,3558
11,3784
11,3832
11,5940
11,6316
11,6476
11,2459
11,6766
11,6774
11,6507
11,4232
11,4273
0,0241
0,0201
0,0756
0,0538
0,0653
0,0744
0,0831
0,2763
0,0674
0,0489
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B
Lampiran 6. Perhitungan Mikroba Patogen dan Jumlah Mikroba Patogen
yang Dituang ke dalam Media Untuk Uji Bioassay dan Bioautografi
1. Escherichia coli
Jumlah koloni (CFU/ml) = 216 + 248 / 2 = 232 = 232 x 107 CFU/ml
10-7
10-6 x 10-1
Jumlah E. coli yang dituang ke dalam media 70 ml :
(CFU/ml media) = 232 x 107 x 0,1 = 3,31 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah E. coli 3,31 x 106 CFU/ml media, diperlukan 0,1
ml atau 100 µl yang dituang ke dalam 70 ml media.
2. Pseudomonas aeruginosa
Jumlah koloni (CFU/ml) = 54 + 55 / 2 = 54,5 = 54,5 x 107 CFU/ml
10-6 x 10-1 10-7
Jumlah P. aeruginosa yang dituang ke dalam media 70 ml :
(CFU/ml media) = 54,5 x 107 x 0,15 = 1,1 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah P. aeruginosa 1,1 x 106 CFU/ml media,
diperlukan 0,15 ml atau 150 µl yang dituang ke dalam 70 ml media.
83
3. Bacillus subtilis
Jumlah koloni (CFU/ml) =
81
= 81 = 8,1 x 107 CFU/ml
10-5 x 10-1 10-6
Jumlah B. subtilis yang dituang ke dalam media 70 ml :
(CFU/ml media) = 8,1 x 107 x 0,9 = 1,04 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah B. subtilis 1,04 x 106 CFU/ml media, diperlukan
0,9 ml atau 900 µl yang dituang ke dalam 70 ml media.
4. Staphylococcus aureus
Jumlah koloni (CFU/ml) = 63 x 107 + 15,2 x 107 = 39,1 x 107 CFU/ml
2
Jumlah S. aureus yang dituang ke dalam media 70 ml :
(CFU/ml media) = 39,1 x 107 x 0,2 = 1,117 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah S. aureus 1,1 x 106 CFU/ml media, diperlukan 0,2
ml atau 200 µl yang dituang ke dalam 70 ml media.
5. Candida albicans
Jumlah koloni (CFU/ml) = 43,5 x 108 + 1,02 x 108 = 26,9 x 107 CFU/ml
2
Jumlah C. albicans yang dituang ke dalam media 70 ml :
(CFU/ml media) = 2,69 x 107 x 0,4 = 1,53 x 106 CFU/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah C. albicans 1,53 x 106 CFU/ml media, diperlukan
0,4 ml atau 400 µl yang dituang ke dalam 70 ml media.
6. Aspergillus niger
Jumlah spora/unit = 35 x 2,5 x 104 x 102 = 8,75 x 107 spora/unit
Jumlah A. niger yang dituang ke dalam media 70 ml :
(spora/ml media) = 8,75 x 107 x 0,8 = 1 x 106 spora/ml media
70
Jadi untuk mendapatkan jumlah A. niger 1 x 106 spora/ml media, diperlukan 0,8
ml atau 800 µl yang dituang ke dalam 70 ml media.
84
Lampiran 7. Gambar Hasil Uji Bioassay Kapang Endofit
Hasil Bioassay Kapang Endofit
terhadap Aspergillus niger
Hasil Bioassay Kapang Endofit
terhadap Candida albicans
Hasil Bioassay Kapang Endofit
terhadap Escherichia coli
Hasil Bioassay Kapang Endofit
terhadap Pseudomonas aeruginosa
Lampiran 8. Pengamatan Makroskopis TlU1 dan TlU2
85
Lampiran 9. Gambar Hasil Bioautografi Kapang Endofit
Hasil Bioautografi Kapang Endofit
terhadap Aspergillus niger
Hasil Bioautografi Kapang Endofit
terhadap Escherichia coli
Hasil Bioautografi Kapang Endofit
terhadap Candida albicans
Lampiran 10. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Bacillus subtilis
No.
Kode Isolat
Bacillus subtilis
BuOH-MeOH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B
Ampisilin
Penisilin
Streptomisin
Amoksilin
Tetrasiklin
Metanol
Etil Asetat
U1
8,86
Hari 1
U2
U3
7,91 7,43
∑
8,07
12,54 12,66 11,23 12,14
12,45 11,77 11,22 11,81
11,04 8,83 8,58 9,48
12,46 9,89 9,04 10,46
U1
8,86
EtOAC
Hari 2
U2
U3
7,91 7,43
∑
8,86
U1
7,82
Hari 1
U2
U3
6,98 6,85
∑
7,22
U1
7,82
Hari 2
U2
U3
6,98 6,85
∑
7,22
12,54 12,66 11,23 12,54 12,32 11,54 11,38 11,75 12,32 11,54 11,38 11,75
12,45 11,77 11,22 12,45 12,40 11,56 10,39 11,45 12,40 11,56 10,39 11,45
11,04 8,83 8,58 11,04 13,72 11,76 10,95 12,14 13,72 11,76 10,95 12,14
12,46 9,89 9,04 12,46
8,64 9,01 7,24 8,30 8,64 9,01 7,24 8,64 8,64 9,01 7,24 8,30 8,64 9,01 7,24 8,30
7,63 8,45 7,22 7,22 7,63 8,45 7,22 7,63 7,63 8,45 7,22 7,77 7,63 8,45 7,22 7,77
23,41 22,04 21,46 22,30 23,41 22,04 21,46 23,41 23,41 22,04 21,46 22,30 23,41 22,04 21,46 22,30
9,92 9,86 8,35 9,38 9,92 9,86 8,35 9,92 9,92 9,86 8,35 9,38 9,92 9,86 8,35 9,38
22,21 21,84 21,79 21,59 22,21 21,84 21,79 22,21 22,21 21,84 21,79 21,95 22,21 21,84 21,79 21,95
Keterangan:
•
•
•
•
Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.
86
Lampiran 11. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Staphylococcus aureus
No.
Kode Isolat
Staphylococcus aureus
BuOH-MeOH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B
Ampisilin
Penisilin
Streptomisin
Amoksilin
Tetrasiklin
Metanol
Etil Asetat
EtOAC
∑
6,39
U1
Hari 1
U2
U3
10,75 10,81 10,76 10,77 10,75 10,81 10,76 10,77
10,75 10,76 10,75 10,75 10,75 10,76 10,75 10,75
13,40 13,37 13,39 13,39 13,40 13,37 13,39 13,39
9,44 7,45 9,37 8,75 9,44 7,45 9,37 8,75
9,20
9,18
9,18
9,16
9,11
9,13
9,08
6,47
U1
6,38
Hari 1
U2
U3
6,38 6,41
∑
6,39
U1
6,38
Hari 2
U2
U3
6,38 6,41
9,25
9,19
9,11
6,00
∑
U1
Hari 2
U2
U3
9,19
9,17
9,12
7,21
9,20
9,18
9,18
9,16
9,11
9,13
9,08
6,47
9,25
9,19
9,11
6,00
∑
9,19
9,17
9,12
7,21
8,67 8,95 8,22 8,61 8,67 8,95 8,22 8,61 8,67 8,95 8,22 8,61 8,67 8,95 8,22 8,61
8,56 7,98 8,53 8,36 8,56 7,98 8,53 8,36 8,56 7,98 8,53 8,36 8,56 7,98 8,53 8,36
18,90 18,76 18,84 18,83 18,90 18,76 18,84 18,83 18,90 18,76 18,84 18,83 18,90 18,76 18,84 18,83
10,95 10,65 10,87 10,82 10,95 10,65 10,87 10,82 10,95 10,65 10,87 10,82 10,95 10,65 10,87 10,82
10,97 10,89 10,98 10,95 10,97 10,89 10,98 10,95 10,97 10,89 10,98 10,95 10,97 10,89 10,98 10,95
Keterangan:
•
•
•
•
Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.
87
Lampiran 12. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Escherichia coli
No.
Kode Isolat
Escherichia coli
BuOH-MeOH
U1
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Hari 1
U2
U3
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
6,83 6,84
TlU2B
7,02 7,05
TlU1A
7,02 7,01
TlU1B
FE00060A
FE00060B
Ampisilin
17,55 17,56
Penisilin
Streptomisin 15,26 15,29
Amoksilin
18,11 18,04
Tetrasiklin
19,25 19,19
Metanol
Etil Asetat
6,84
7,04
7,02
EtOAC
∑
U1
Hari 2
U2
U3
6,84
7,04
7,02
6,83
7,02
7,02
6,84
7,05
7,01
6,84
7,04
7,02
∑
U1
Hari 1
U2
U3
∑
U1
Hari 2
U2
U3
∑
6,84
7,04
7,02
17,47 17,53 17,55 17,56 17,47 17,53 17,55 17,56 17,47 17,53 17,55 17,56 17,47 17,53
15,22 15,26 15,26 15,29 15,22 15,26 15,26 15,29 15,22 15,26 15,26 15,29 15,22 15,26
18,12 18,11 18,11 18,04 18,12 18,11 18,11 18,04 18,12 18,11 18,11 18,04 18,12 18,11
19,21 19,25 19,25 19,19 19,21 19,25 19,25 19,19 19,21 19,25 19,25 19,19 19,21 19,25
Keterangan:
•
•
•
•
Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.
88
Lampiran 13. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Pseudomonas aeruginosa
No. Kode Isolat
Pseudomonas aeruginosa
BuOH-MeOH
Hari 1
U2
U3
EtOAC
Hari 2
U2
U3
Hari 1
U2
U3
Hari 2
U2
U3
U1
∑
U1
∑
U1
∑
U1
∑
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B
Ampisilin
Penisilin
Streptomisin 10,22 10,19 10,21 10,21 10,22 10,19 10,21 10,21 10,22 10,19 10,21 10,21 10,22 10,19 10,21 10,21
Amoksilin
Tetrasiklin
9,11 9,11 9,09 9,10 9,11 9,11 9,09 9,10 9,11 9,11 9,09 9,10 9,11 9,11 9,09 9,10
Metanol
Etil Asetat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Keterangan:
•
•
•
•
Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11-15 adalah kontrol positif, nomor 16 dan 17 kontrol negatif.
89
Lampiran 14. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Candida albicans
No. Kode Isolat
Candida albicans
BuOH-MeOH
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
FE00057A
FE00057B
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B
Nystatin
U1
6,55
Hari 1
U2
U3
6,55 6,54
∑
6,55
6,38
6,38
6,38
6,38
EtOAC
U1
6,55
Hari 2
U2
U3
6,55 6,54
∑
6,55
6,38
6,38
6,38
6,38
U1
6,45
6,32
Hari 1
U2
U3
6,45 6,57
6,46 6,32
∑
6,49
6,37
U1
Hari 2
U2
U3
∑
17,97 15,35 17,98 17,10 17,97 15,35 17,98 17,10 17,97 15,35 17,98 17,10 17,97 15,35 17,98 17,10
20,36 19,25 21,61 20,41 20,36 19,25 21,61 20,41 20,36 19,25 21,61 20,41 20,36 19,25 21,61 20,41
Keterangan:
•
•
•
•
Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11 adalah kontrol positif.
90
Lampiran 15. Tabel Aktivitas Antimikroba (mm) terhadap Aspergillus niger
No. Kode
Isolat
Aspergillus niger
BuOH-MeOH
Hari 1
Hari 2
U1
U2
U3
∑
U1
U2
U3
∑
FE00057A 11,54 11,85 14,51 12,63 8,65 8,87 9,21 8,91
FE00057B 7,66 7,60 7,62 7,63
FE00020A
FE00020B
TlU2A
TlU2B
TlU1A
TlU1B
FE00060A
FE00060B 7,55 7,60 9,07 8,07
Nystatin
19,82 18,90 19,34 19,35 19,82 18,90 19,34 19,35
Metanol
Etil Asetat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
EtOAC
Hari 1
U1
U2
U3
11,44 9,50 11,32
7,67 7,66 7,83
8,67 8,40 6,92
11,17 9,48 10,39
∑
U1
10,75 8,32
7,72
8
10,35
Hari 2
U2
U3
7,55 8,11
∑
7,99
7,95 8,33 8,41 8,23
9,81 9,24 10,78 9,94 6,97 6,77 7,03 6,92
19,82 18,90 19,34 19,35 19,82 18,90 19,34 19,35
Keterangan:
•
•
•
•
Nomor urut kode isolat sama dengan nomor urut pengujian (bioassay) dalam cawan petri persegi panjang.
Kode A dan B setelah penulisan kode isolat adalah ualngan kultur kocok.
Peper disc berukuran 6 mm.
Nomor 11 adalah kontrol positif, nomor 12 dan 13 kontrol negatif.
91
LAMPIRAN 16. Analisis Data Kapang Endofit terhadap B. subtilis
Anova Bioassay Kapang Endofit
Perlakuan
FE57-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-B-BuOH
TlU2-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
FE57-A-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
TlU2-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
Total
1
8,86
11,04
12,48
12,54
12,45
7,82
13,72
12,32
12,4
Ulangan
2
7,91
8,83
9,89
12,66
11,77
6,98
11,76
11,54
11,56
3
7,43
8,58
9,04
11,23
11,22
6,85
10,95
11,38
10,39
Total
24,20
28,45
31,41
36,43
35,44
21,65
36,43
35,24
34,35
283,6000
Tabel Kuadrat
Perlakuan
FE57-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-B-BuOH
TlU2-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
FE57-A-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
TlU2-A-EtOAc
Perhitungan Analisis Ragam
Perlakuan (p) = 9
Ulangan (n) =
3
FK =
JK total =
JK perlakuan =
JK galat perc =
2978,85
102,275
81,95516
20,31987
Derajat bebas (db) perlakuan =
Derajat bebas (db) galat percobaan =
8
18
Kuadrat tengah (KT) perlakuan =
Kuadrat tengah (KT) galat percobaan =
10,2444
1,128881
Tabel Analisis Ragam
Kuadrat Ulangan
1
2
3
78,4996 62,5681 55,2049
121,8816 77,9689 73,6164
155,7504 97,8121 81,7216
157,2516 160,2756 126,1129
155,0025 138,5329 125,8884
61,1524 48,7204 46,9225
188,2384 138,2976 119,9025
151,7824 133,1716 129,5044
Kuadrat
Total
585,64
809,4025
986,5881
1327,1449
1255,9936
468,7225
1327,1449
1241,8576
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat percobaan
Total
db
8
18
26
F Hitung
9,074819
JK
KT
81,95516 10,2444
20,31987 1,128881
102,275
F Tabel
a = 0,05 a = 0,01
2,51
3,71
92
TlU2-B-EtOAc
Total
153,76
133,6336 107,9521
1179,9225
9182,4166
Uji Jarak Duncan
Perlakuan dan nilai
tengahnya
FE57-AEtOAc
7,22
FE57-ABuOH
8,07
0,85
TlU1-ABuOH
9,48
2,27
1,42
Perlakuan dan nilai tengahnya
TlU1-BTlU2-BTlU2-ABuOH
EtOAc
EtOAc
10,47
11,45
11,75
3,25
4,23
4,53
2,40
3,38
3,68
0,99
1,97
2,26
0,98
1,28
0,30
TlU2-BBuOH
11,81
4,60
3,75
2,33
1,34
0,36
0,07
TlU2-ABuOH
12,14
4,93
4,08
2,66
1,67
0,69
0,40
0,33
TlU1-AEtOAc
12,14
4,93
4,08
2,66
1,67
0,69
0,40
0,33
0,00
FE57-A-EtOAc
7,22
FE57-A-BuOH
8,07
TlU1-A-BuOH
9,48
TlU1-B-BuOH
10,47
TlU2-B-EtOAc
11,45
TlU2-A-EtOAc 11,75
TlU2-B-BuOH
11,81
TlU2-A-BuOH
12,14
TlU1-A-EtOAc 12,14
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (α) 0,05.
Jarak (d) = p - 1
1
2
JND (α = 0,05)
2,97
3,12
JNT (α = 0,05)
1,82
1,91
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.
3
3,21
1,97
4
3,27
2,01
5
3,32
2,04
6
3,35
2,05
7
3,37
2,07
8
3,39
2,08
FE57-A-EtOAc FE57-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU1-B-BuOH TlU2-B-EtOAc TlU2-A-EtOAc TlU2-B-BuOH TlU2-A-BuOH TlU1-A-EtOAc
a
a
b
b
c
c
d
d
d
d
d
d
a
ab
bc
cd
d
d
d
d
d
93
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.
94
Lampiran 17. Analisis Data Kapang Endofit terhadap S. aureus
Anova Bioassay Kapang Endofit
Perlakuan
FE57-A-BuOH
TlU2-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-B-BuOH
TlU2-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
TlU1-B-EtOAc
Total
1
6,38
10,75
10,75
13,40
9,44
9,20
9,18
9,18
9,16
Ulangan
2
6,38
10,81
10,76
13,37
7,45
9,11
9,13
9,08
6,47
3
6,41
10,76
10,75
13,39
9,37
9,25
9,19
9,11
6,00
Total
19,17
32,32
32,26
40,16
26,26
27,56
27,50
27,37
21,63
254,2300
Perlakuan (p) =
Ulangan (n) =
FK =
JK total =
JK perlakuan =
JK galat perc =
FE57-A-BuOH
TlU2-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-B-BuOH
TlU2-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
TlU1-B-EtOAc
Total
2393,810848
110,5642519
102,1789852
8,385266667
Derajat bebas (db) perlakuan =
Derajat bebas (db) galat percobaan =
8
18
Kuadrat tengah (KT) perlakuan =
Kuadrat tengah (KT) galat percobaan =
12,77237315
0,465848148
Tabel Kuadrat
Perlakuan
Perhitungan Analisis Ragam
9
3
Tabel Analisis Ragam
Kuadrat Ulangan
1
2
3
40,7044
40,7044
41,0881
115,5625 116,8561 115,7776
115,5625 115,7776 115,5625
179,56 178,7569 179,2921
89,1136
55,5025
87,7969
84,64
82,9921
85,5625
84,2724
83,3569
84,4561
84,2724
82,4464
82,9921
83,9056
41,8609
36
Kuadrat
Total
367,49
1044,5824
1040,7076
1612,8256
689,5876
759,5536
756,25
749,1169
467,8569
7487,9695
Sumber Keragaman
db
JK
KT
Perlakuan
Galat percobaan
Total
8
18
26
102,1789852
8,385266667
110,5642519
12,77237315
0,465848148
F Hitung
27,41746039
F Tabel
a = 0,05
2,51
a = 0,01
3,71
94
Uji Jarak Duncan
Perlakuan dan nilai
tengahnya
FE57-A-BuOH
TlU1-B-EtOAc
TlU1-B-BuOH
TlU1-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
TlU2-A-EtOAc
TlU2-B-BuOH
TlU2-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
FE57-ABuOH
6,39
6,39
7,21
8,75
9,12
9,17
9,19
10,75
10,77
13,39
TlU1-BEtOAc
7,21
0,82
TlU1-BBuOH
8,75
2,36
1,54
Perlakuan dan nilai tengahnya
TlU1-ATlU2-BTlU2-AEtOAc
EtOAc
EtOAc
9,12
9,17
9,19
2,73
2,78
2,80
1,91
1,96
1,98
0,37
0,41
0,43
0,04
0,06
0,02
TlU2-BBuOH
10,75
4,36
3,54
2,00
1,63
1,59
1,57
TlU2-ABuOH
10,77
4,38
3,56
2,02
1,65
1,61
1,59
0,02
TlU1-ABuOH
13,39
7,00
6,18
4,63
4,26
4,22
4,20
2,63
2,61
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (α) 0,05.
Jarak (d) = p - 1
JND (a = 0,05)
JNT (a = 0,05)
1
2,97
1,17
2
3,12
1,23
3
3,21
1,26
4
3,27
1,29
5
3,32
1,31
TlU2-BEtOAc
TlU2-AEtOAc
6
3,35
1,32
7
3,37
1,33
8
3,39
1,34
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.
FE57-ABuOH
a
TlU1-BEtOAc
a
TlU1-BBuOH
b
a
a
b
TlU1-AEtOAc
b
b
b
b
TlU2-BBuOH
TlU2-ABuOH
TlU1-ABuOH
b
b
c
c
c
c
d
d
95
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.
96
Lampiran 18. Analisis Data Kapang Endofit terhadap E. coli
Anova Bioassay Kapang Endofit
Perlakuan
TlU2-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU2-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
Total
1
6,83
7,02
7,02
6,00
6,00
6,00
Ulangan
2
6,84
7,05
7,01
6,00
6,00
6,00
Perhitungan Analisis Ragam
Perlakuan (p) =
6
Ulangan (n) =
3
3
6,84
7,04
7,02
6,00
6,00
6,00
Total
20,51
21,11
21,05
18,00
18,00
18,00
116,6700
Tabel Kuadrat
Perlakuan
TlU2-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU2-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
Total
Kuadrat Ulangan
1
2
3
46,6489 46,7856 46,7856
49,2804 49,7025 49,5616
49,2804 49,1401 49,2804
36
36
36
36
36
36
36
36
36
Kuadrat
Total
420,6601
445,6321
443,1025
324
324
324
2281,3947
FK =
JK total =
JK perlakuan =
JK galat perc =
756,21605
4,24945
4,24885
0,0006
Derajat bebas (db) perlakuan =
Derajat bebas (db) galat percobaan =
5
12
Kuadrat tengah (KT) perlakuan =
Kuadrat tengah (KT) galat percobaan =
0,84977
0,00005
Tabel Analisis Ragam
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat percobaan
Total
db
JK
KT
5
12
17
4,24885
0,0006
4,24945
0,84977
0,00005
F Hitung
16995,4
F Tabel
a = 0,05 a = 0,01
3,11
5,06
96
Uji Jarak Duncan
Perlakuan dan nilai
tengahnya
TlU2-A-EtOAc
TlU1-A-EtOAc
TlU2-B-EtOAc
TlU2-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU2-B-BuOH
TlU2-A-EtOAc
6,00
6,00
6,00
6,00
6,84
7,02
7,04
TlU1-A-EtOAc
6,00
0,00
Perlakuan dan nilai tengahnya
TlU2-B-EtOAc
TlU2-A-BuOH
6,00
6,84
0,00
0,84
0,00
0,84
0,84
TlU1-A-BuOH
7,02
1,02
1,02
1,02
0,18
TlU2-B-BuOH
7,04
1,04
1,04
1,04
0,20
0,02
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (a) 0,05.
Jarak (d) = p - 1
JND (a = 0,05)
JNT (a = 0,05)
1
3,08
0,01
2
3,23
0,01
3
3,33
0,01
4
3,36
0,01
5
3,4
0,01
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.
TlU2-AEtOAc
a
TlU1-AEtOAc
a
TlU2-BBuOH
a
TlU2-ABuOH
TlU1-ABuOH
TlU2-BBuOH
b
c
a
a
a
b
c
d
d
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.
97
Lampiran 19. Analisis Data Kapang Endofit terhadap C. albicans
Anova Bioassay Kapang Endofit
Perlakuan
FE00057-A-BuOH
FE00057-A-EtOAc
FE00057-B-EtOAc
TlU2-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-A-EtOAc
Total
1
6,55
6,45
6,32
6,38
17,97
17,97
Ulangan
2
6,55
6,45
6,46
6,38
15,35
15,35
3
6,54
6,57
6,32
6,38
17,98
17,98
Total
19,64
19,47
19,1
19,14
51,3
51,3
179,9500
Tabel Kuadrat
Perlakuan
FE00057-A-BuOH
FE00057-A-EtOAc
FE00057-B-EtOAc
TlU2-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-A-EtOAc
Total
Kuadrat Ulangan
1
2
3
42,9025 42,9025 42,7716
41,6025 41,6025 43,1649
39,9424 41,7316 39,9424
40,7044 40,7044 40,7044
322,9209 235,6225 323,2804
322,9209 235,6225 323,2804
Perlakuan (p) =
Ulangan (n) =
Perhitungan Analisis Ragam
6
3
FK =
JK total =
JK perlakuan =
JK galat perc =
Derajat bebas (db) perlakuan =
Derajat bebas (db) galat percobaan =
5
12
Kuadrat tengah (KT) perlakuan
=
Kuadrat tengah (KT) galat percobaan =
90,8226456
0,76752778
Kuadrat Total
385,7296
379,0809
364,81
366,3396
2631,69
2631,69
6759,3401
1799,000139
463,3235611
454,1132278
9,210333333
Tabel Analisis Ragam
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat percobaan
Total
db
5
12
17
F Hitung
118,3314118
JK
KT
454,11323 90,8226456
9,2103333 0,76752778
463,32356
F Tabel
a = 0,05
a = 0,01
3,11
5,06
98
Uji Jarak Duncan
Perlakuan dan nilai
tengahnya
FE00057-B-EtOAc
TlU2-A-BuOH
FE00057-A-EtOAc
FE00057-A-BuOH
TlU1-A-BuOH
TlU1-A-EtOAc
FE00057-BEtOAc
6,37
6,37
6,38
6,49
6,55
17,10
17,10
TlU2-ABuOH
6,38
0,01
Perlakuan dan nilai tengahnya
FE00057-AFE00057-AEtOAc
BuOH
6,49
6,55
0,12
0,18
0,11
0,17
0,06
TlU1-ABuOH
17,10
10,73
10,72
10,61
10,55
TlU1-AEtOAc
17,10
10,73
10,72
10,61
10,55
0,00
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (a) 0,05.
Jarak (d) = p - 1
JND (a = 0,05)
JNT (a = 0,05)
1
3,08
1,56
2
3,23
1,63
3
3,33
1,68
4
3,36
1,70
5
3,4
1,72
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.
FE57-A-EtOAc FE57-A-BuOH TlU1-A-BuOH TlU1-B-BuOH TlU2-B-EtOAc TlU2-A-EtOAc
a
a
a
a
b
b
a
a
a
a
b
b
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.
99
Lampiran 20. Analisis Data Kapang Endofit terhadap A. niger
Anova Bioassay Kapang Endofit
Perlakuan
FE00057-A-BuOH
FE00057-B-BuOH
FE00060-B-BuOH
FE00057-A-EtOAc
FE00057-B-EtOAc
FE00020-A-EtOAc
FE00020-B-EtOAc
FE00060-A-EtOAc
FE00060-B-EtOAc
Total
1
11,54
7,66
7,55
11,44
7,67
8,67
11,17
7,95
9,81
Ulangan
2
11,85
7,6
7,6
9,5
7,66
8,4
9,48
8,33
9,24
3
14,51
7,62
9,07
11,32
7,83
6,92
10,39
8,41
10,78
Total
37,9
22,88
24,22
32,26
23,16
23,99
31,04
24,69
29,83
249,97
Perhitungan Analisis Ragam
Perlakuan (p) =
9
Ulangan (n) =
3
FK =
JK total =
JK perlakuan =
JK galat perc =
Derajat bebas (db) perlakuan =
Derajat bebas (db) galat percobaan =
FE00057-A-BuOH
FE00057-B-BuOH
FE00060-B-BuOH
FE00057-A-EtOAc
FE00057-B-EtOAc
FE00020-A-EtOAc
FE00020-B-EtOAc
FE00060-A-EtOAc
FE00060-B-EtOAc
8
18
Kuadrat tengah (KT) perlakuan =
Kuadrat tengah (KT) galat percobaan =
Tabel Kuadrat
Perlakuan
2314,259
86,83001
73,08494
13,74507
9,135618
0,763615
Tabel Analisis Ragam
Kuadrat Ulangan
1
2
3
133,17 140,42 210,54
58,676 57,76 58,064
57,003 57,76 82,265
130,87 90,25 128,14
58,829 58,676 61,309
75,169 70,56 47,886
124,77 89,87 107,95
63,203 69,389 70,728
96,236 85,378 116,21
Kuadrat
Total
1436,41
523,4944
586,6084
1040,7076
536,3856
575,5201
963,4816
609,5961
889,8289
Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat percobaan
Total
db
8
18
26
JK
KT
73,084941 9,135618
13,745067 0,763615
86,830007
F Tabel
α = 0,05
α = 0,01
11,96365
2,51
3,71
F Hitung
100
Total
Uji Jarak Duncan
7162,0327
FE57-BBuOH
7,63
FE57-BEtOAc
7,72
0,09
FE20-AEtOAc
8
0,37
0,28
Perlakuan dan nilai tengahnya
FE60-BFE60-AFE60-BBuOH
EtOAc
EtOAc
8,07
8,23
9,94
0,45
0,6
2,32
0,35
0,51
2,22
0,08
0,23
1,95
0,16
1,87
1,71
FE20-BFE57-AFE57-AEtOAc
EtOAc
BuOH
Perlakuan dan nilai
tengahnya
10,35
10,75
12,63
FE57-B-BuOH
7,63
2,72
3,13
5,01
FE57-B-EtOAc
7,72
2,63
3,03
4,91
FE20-A-EtOAc
8
2,35
2,76
4,64
FE60-B-BuOH
8,07
2,27
2,68
4,56
FE60-A-EtOAc
8,23
2,12
2,52
4,4
FE60-B-EtOAc
9,94
0,4
0,81
2,69
FE20-B-EtOAc 10,35
0,41
2,29
FE57-A-EtOAc 10,75
1,88
FE57-A-BuOH
12,63
Angka tercetak tebal adalah selisih dua nilai tengah perlakuan berurutan yang lebih besar dari Jarak Nyata Terkecil (JNT) pada taraf nyata (α) 0,05.
Jarak (d) = p - 1
1
2
3
JND (a = 0,05)
2,97
3,12
3,21
JNT (a = 0,05)
1,5
1,57
1,62
JND = Jarak Nyata Duncan. JNT = Jarak Nyata Terkecil.
4
3,27
1,65
5
3,32
1,67
6
3,35
1,69
7
3,37
1,7
8
3,39
1,71
FE00057-B-BuOH FE00067-B-EtOAc FE00020-A-EtOAc FE00060-B-BuOH FE00060-A-EtOAc FE00060-B-EtOAc FE00020-B-EtOAc FE00057-A-EtOAc FE00057-A-BuOH
a
a
a
a
a
b
b
b
c
a
a
a
a
a
b
b
b
c
Kesimpulan dari anova, uji nyata terkecil dan uji jarak Duncan adalah ada pengaruh perlakuan yang nyata dan sangat nyata atau ada perbedaan
perlakuan yang nyata dan sangat nyata.
101
102
Download