I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan flora sebagai bahan baku obat herbal di sebagian wilayah Indonesia hingga saat ini masih banyak bergantung dari hutan alam meskipun sebagian lagi sudah dapat dipenuhi dari hasil budidaya. Dari sekian banyak jenis tumbuhan yang telah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat, pemanfaatan jenis tersebut didominasi oleh famili Fabaceae sebanyak 110 spesies, Euphorbiaceae 94 spesies dan Lauraceae 77 spesies. Spesies dari famili Sterculiaceae juga dikenal memiliki banyak manfaat, di mana yang telah dilaporkan mencapai sebanyak 21 species, dan jika dilihat dari bagian yang digunakan, pemanfaatan tumbuhan terbesar adalah dari daun 33,50%, diikuti akar 14,89% dan kulit batang 10,47% (Zuhud, 2008). Menurut Muharso (2000), kegiatan eksploitasi tumbuhan liar yang melebihi kemampuan regenerasinya bila tidak disertai usaha budidaya akan mengganggu kelestarian tanaman tersebut. Sebagai salah satu Provinsi penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), sebagian besar wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan daerah semi arid, dengan potensi alam dan sebaran tumbuhan yang memiliki peran besar bagi masyarakat di daerah ini. Laporan Dinas Kehutanan Provinsi NTT (2007) menunjukkan bahwa di Pulau Timor terdapat tidak kurang 544 jenis vegetasi perdu dan pohon dan terdapat 29 jenis produk HHBK yang mencakup hasil buah, biji, getah, minyak atsiri, kayu aromatik, madu, produk lak, bahan pewarna alami hingga tumbuhan obat. 1 Salah satu jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di NTT adalah faloak (Sterculia quadrifida, R.Br.). Faloak secara turun-temurun dipercaya dapat digunakan untuk pengobatan berbagai gangguan kesehatan dan dimanfaatkan dalam pengobatan liver, hepatitis, ginjal, reumatik, sakit pinggang, anemia, pembersih darah setelah melahirkan dan memulihkan stamina. Manfaat faloak bagi masyarkat NTT cukup besar, akan tetapi penelitian tentang karakteristik tumbuhan ini masih masih sangat terbatas. Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat tidak hanya mengambil kulit batang dari pohon dengan kelas diameter yang besar saja, tetapi pengambilan juga dilakukan pada pohon faloak yang masih berukuran kecil. Distribusi faloak dapat ditemukan mulai dari pantai sampai dengan ketinggian ± <1.000 mdpl, akan tetapi persebarannya lebih banyak ditemukan pada dataran yang lebih rendah (<450 mdpl). Semakin besar ketinggian tempat tumbuh/elevasi (altitude) yang diiringi dengan berkurangnya distribusi faloak, penggunaan tumbuhan ini oleh masyarakat semakin berkurang. Sampai sejauh ini belum terdapat penjelasan yang kuat mengenai fenomena berikut: apakah hal ini terjadi karena kultur masyarakat atau karena alasan lain, sehingga masyarakat lebih banyak mengupas kulit batang faloak yang tumbuh pada dataran yang lebih rendah. Di Pulau Timor belum ada pengelolaan faloak dalam sekala industri/usaha kecil menengah, dan belum ada masyarakat yang melakukan budidaya faloak. Melihat pemanfaatan faloak yang cukup besar saat ini, tidak tertutup kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan akan ada industri yang melirik untuk mengembangkan faloak dalam bentuk sediaan obat dalam skala besar. Oleh 2 karena itu penelitian ini dirasa sangat perlu dilakukan untuk memberikan informasi sejauh mana ketinggian tempat tumbuh dan kelas diameter pohon memberikan pengaruh terhadap kuantitas produk senyawa aktif (rendemen ekstrak) dan senyawa flavonoid yang terkandung di dalam kulit batang faloak. Rendemen eksrak adalah sediaan yang berisi senyawa aktif ataupun tidak aktif yang dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan baku obat/dipakai untuk pengobatan. Sedangkan senyawa flavonoid dipilih untuk diteliti lebih lanjut karena senyawa inilah yang diduga memiliki efek lansung terhadap penyembuhan berbagai macam gangguan kesehatan. 1.2. Rumusan Masalah NTT merupakan daerah semi arid yaitu suatu wilayah yang memiliki curah hujan tahunan yang rendah dan suhu udara yang relatif tinggi. Jenis tumbuhan yang tersebar di wilayah yang ekstrim seperti ini bila digali lebih lanjut biasanya memiliki kandungan senyawa tertentu yang dapat dimanfaatkan bagi kesehatan manusia. Pemanfaatan berbagai tumbuhan oleh masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan turun-temurun yang lebih sering kita kenal dengan kearifan lokal. Salah satu jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di NTT adalah Faloak (Sterculia quadrifida R.Br.) yang ditandai dari adanya fenomena banyaknya pohon ini ditemukan dalam kondisi cacat/luka akibat pengupasan kulit oleh masyarakat. Faloak merupakan jenis dari golongan famili Sterculiaceae. Bagian yang dimanfaatkan oleh masyarakat dari faloak ini adalah bagian kulit batang (pepagan). Fenomena yang ditemukan menunjukkan bahwa pengambilan kulit 3 batang kayu yang melebihi daya dukung pohon dapat menyebabkan kematian pohon. Hal ini tentunya akan sangat menghambat kelestarian tumbuhan ini disamping belum adanya budidaya baik vegetatif ataupun generatif yang dilakukan oleh masyarakat. Ada beberapa cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam pengupasan kulit (bark harvesting) di antaranya adalah pengupasan total, pengupasan bentuk serpihan dan pengupasan berbentuk lembaran. Bila dilihat dari aspek umur tumbuhan faloak yang dikupas kulitnya (diinterpetasikan dari kelas diameter), tergambar bahwa masyarakat tidak hanya mengambil kulit batang dari pohon dengan kelas diameter yang besar saja, melainkankan dari pohon faloak yang masih kecil dengan diameter <10 cm. Jika dilihat dari distribusi faloak yang dimanfaatkan, masyarakat lebih banyak memanfaatkan kulit batang dari pohon yang berada pada ketinggian <450 mdpl. Belum ada alasan ilmiah yang kuat untuk menjawab berbagai fenomena yang ada, sehingga terdapat pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah kelas diameter pohon faloak yang berbeda mengandung rendemen ekstrak dan flavonoid total dalam kulit batang yang juga berbeda? 2. Apakah kelas ketinggian tempat tumbuh (altitude) faloak yang berbeda menyebabkan perbedaan rendemen ekstrak dan flavonoid total yang terkandung dalam kulit batang faloak? 3. Apakah terdapat interaksi antara kelas diameter batang faloak dan ketinggian tempat tumbuh (altitude) faloak terhadap rendemen ekstrak dan flavonoid pada kulit batangnya? 4 4. Apakah terdapat korelasi antara rendemen ekstrak dengan flavonoid total dalam simplisia faloak? 1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian Hutan alam memiliki peran yang besar terhadap kehidupan manusia baik secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung manusia telah memanfaatkan berbagai flora dan fauna yang sering kita kenal hasil hutan kayu dan HHBK. Di antara manfaat langsung yang diperoleh masyarakat dari hutan adalah pemanfaatan tumbuhan faloak dalam pengobatan berbagai penyakit seperti pengobatan berbagai gangguan kesehatan dan dimanfaatkan dalam pengobatan liver, hepatitis, ginjal, reumatik, sakit pinggang, anemia, pembersih darah setelah melahirkan dan memulihkan stamina. Pembentukan senyawa aktif pada faloak tidak terlepas dari adanya proses metabolisme sekunder. Metabolit sekunder sangat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti jenis tumbuhan, iklim, tapak, ketinggian dan umur tumbuhan. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang banyak berpengaruh terhadap pemulihan (recovery) sel yang rusak/mati dan memperbaiki fungsi hati. Sehingga dimungkinkan bahwa senyawa inilah yang berperan besar dalam berbagai pengobatan gangguan fungsi hati yang telah diterapkan oleh masyarakat selama ini. Berikut Gambar 1.1 adalah kerangka pemikiran penelitian yang dirumuskan. 5 Hasil Hutan Bukan Kayu Jenis Tumbuhan Manusia Faloak (S. quadrifida R. Br.) Iklim Altitude Metabolit Skunder Umur Tumbuhan/diameter Tapak Rendemen Ekstrak Flavonoid Keterangan : Bagian atas mempengaruhi bagian bawah Saling mempengaruhi Bagian bawah mempengaruhi yang atas Bagian kiri mempengaruhi yang kanan Bagian kanan mempengaruhi yang kiri Data yang di ambil Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian Eksploitasi alam yang melebihi daya dukungnya dapat mengancam kelestarian faloak di alam. Dengan adanya penelitian ini diharapkan tersedia informasi mengenai ketinggian tempat tumbuh dan kelas diameter terbaik yang dapat menghasilkan senyawa aktif yang optimal, sehingga nantinya dapat menjadi pertimbangan baik bagi masyarakat yang memanfaatkan faloak ataupun pihakpihak yang akan mengembangkannya. Pendekatan kelas diameter adalah sebagai pendekatan untuk umur pohon, karena belum ditemukan faloak yang di budidayakan sehingga umurnyapun sulit diperkirakan. 6 1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Mengetahui rendemen ekstrak dan flavonoid total dalam kulit batang pohon faloak pada beberapa kelas diameter. 1.4.2. Mengetahui rendemen ekstrak dan flavonoid total dalam kulit batang pohon faloak dari beberapa kelas ketinggian tempat tumbuh (altitude). 1.4.3. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara kelas diameter batang faloak dan ketinggian tempat tumbuh (altitude) dalam menghasilkan rendemen ekstrak dan flavonoid. 1.4.4. Mengetahui adanya korelasi antara rendemen ekstrak dengan flavonoid total dalam simplisia faloak 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Memberikan informasi kelas diameter batang pohon faloak yang mengandung rendemen ekstrak dan flavonoid total aktif optimal. 1.5.2. Memberikan informasi ketinggian tempat tumbuh (altitude) terbaik untuk proses pembentukan rendemen ekstrak dan flavonoid pada kulit batang pohon faloak. 5.2.3. Memberikan informasi ada tidaknya interaksi antara kelas diameter batang dan strata ketinggian tempat tumbuh (altitude) terhadap rendemen ekstrak dan flavonoid kulit batang pohon faloak. 5.2.4. Memberikan informasi ada tidaknya korelasi antara rendemen ekstrak dengan flavonoid total dalam simplisia faloak 7