Ringkasan Khotbah - 01 Desember 2013 Tidak Mencari Kepentingan Diri Filipi 2:1-11 Pdt. Andi Halim, M.Th. Orang yang hanya mementingkan kepentingan dirinya sendiri pasti tidak mementingkan kepentingan orang lain. Hanya keperluan diri ataupun kepentingan keluarganya yang menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Bagi orang yang seperti ini, masalah orang lain tidak ada arti baginya. Inilah tipe manusia yang berpusat pada dirinya. Karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa maka manusia rusak naturnya, ia hanya mementingkan diri sendiri. Mungkin juga ada orang-orang yang mementingkan orang lain tetapi itu pun hanya karena berhubungan dengan dirinya. Terkadang mereka berkumpul karena memiliki hobi atau kesenangan yang sama. Pada dasarnya semuanya sama-sama mementingkan diri, hanya saja di komunitas yang lebih besar. Sebagai orang Kristen, seringkali Tuhan bukan menjadi hal yang terutama dalam kehidupan kita. Uang dan waktu yang Tuhan berikan justru sering kita prioritaskan untuk kepentingan diri. Penyesalan selalu datang belakangan ketika orang itu dihajar oleh Tuhan akan kesalahannya. Tetapi masih bersyukur jika dihajar oleh Tuhan karena berarti Tuhan ingin orang itu berbalik dari kesalahannya. Seringkali penyesalan muncul ketika kita sedang berbaring di dalam kelemahan tubuh, di rumah sakit, ataupun mengalami musibah. Itulah contoh-contoh penyesalan manusia yang sering kita alami ketika Tuhan menghajar kita. Selain orang-orang yang mementingkan diri ada juga orang-orang yang mementingkan orang lain. Mereka memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Sangat perhatian kepada orang-orang yang menderita, hingga ada orang-orang yang rela meninggalkan hidupnya yang nyaman demi membantu orang-orang yang kekurangan. Hal ini baik, dan mengagumkan. Jika hal ini adalah naluri, memang sesama manusia bisa tergerak dan tersentuh. Tetapi apa kepedulian orang-orang seperti ini terhadap apa yang dikehendaki Allah? Seringkali ketika kita mendengar kata tidak mementingkan diri maka yang muncul dalam benak kita adalah kita pergi ke desa untuk melayani di sana, meninggalkan kehidupan kita, pekerjaan kita dan apapun yang menjadi tanggung jawab kita, kita tinggalkan untuk pergi melayani ke lingkungan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini juga seringkali menjadi pergumulan hamba-hamba Tuhan. Saat akan menjalani panggilan seringkali muncul pernyataan seperti ini, hamba Tuhan yang melayani di desa-desa, di hutan adalah hamba Tuhan yang menyangkali diri. Lalu apakah hamba Tuhan yang di kota tidak menyangkali diri? Tuhan Yesus ketika akan lahir ke dunia semua penginapan tutup dan tidak ada yang menerima Yusuf dan Maria. Memang seakan-akan seperti kebetulan, tetapi sebenarnya bukan kebetulan. Hal ini adalah kedaulatan Tuhan sendiri yang memilih untuk dilahirkan di tempat paling hina, yaitu di kandang binatang. Tuhan Yesus tidak menghiraukan apa yang hina di mata manusia, jadi seharusnya pemikiran tentang sesuatu yang najis atau hina itu tidak ada pada pikiran kita. 1/2 Ringkasan Khotbah - 01 Desember 2013 Apa yang dapat kita pelajari dari Kristus datang ke dunia? Kristus datang ke dunia adalah sebuah bentuk kepedulian Tuhan kepada manusia berdosa. Ia datang ke dunia ke tempat yang paling rendah, yang menggambarkan adanya unsur penolakan akan kehadiran-Nya. Tetapi hal itu tidak membuat Kristus batal datang ke dunia. Sekarang yang perlu kita renungkan, siapkah kita saat Tuhan memanggil kita ke mana pun bahkan ke tempat yang paling rendah sekalipun? Hidup orang yang di dalam Kristus adalah hidup yang sudah diubahkan, hidup yang memiliki relasi dengan Allah. Hidup di dalam Kristus berarti menjadi keluarga Allah. Maka di sini perlu ditekankan bahwa jika kita menjadi keluarga Allah artinya kita tidak sendiri, kita hidup bersama-sama dengan orang lain. Maka inilah kesempatan kita untuk menunjukkan kepedulian terhadap sesama kita. Dalam doa Bapa kami, mengapa bukan ‘Bapaku yang di surga’ melainkan ‘Bapa kami’? ‘Bapa kami’ menunjukkan suatu keadaan bersama-sama dan bukan hanya untuk diri kita sendiri. Saat kita memperhatikan orang lain kita harus memiliki tujuan supaya orang lain itu memiliki rasa kepedulian kepada orang lain lagi juga. Seringkali ketika kita peduli dengan orang lain, hal ini semakin menyuburkan kedagingannya dan hanya membuat dia semakin memperhatikan dirinya sendiri saja. Itulah sebabnya kita perlu mengerti kapan harus peduli kepada orang yang benar-benar membutuhkan dan kapan tidak. Terkadang Tuhan mendidik kita untuk tidak egois dengan seakan-akan membiarkan kita sendiri untuk membuat kita sadar dan berbalik dari kesalahan kita. Tetapi dibalik didikan Tuhan yang keras, kita harus selalu memiliki pengharapan bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Inilah makna tujuan hidup, bahwa manusia hidup bukan untuk mementingkan diri sendiri tetapi mementingkan kepentingan orang lain juga. Kita diajar untuk tidak tinggal di zona nyaman kita, kita diajar untuk tidak menyuburkan manusia lama kita tetapi untuk makin memiliki kepedulian kepada orang lain. Saat lahir ke dunia ini kita tidak tahu tujuan hidup kita untuk apa, tetapi sesungguhnya kita datang ke dunia yang bukan milik kita tetapi ke dunia milik Bapa. Oleh karena itu tujuan hidup kita pasti bukan demi diri sendiri tetapi demi kemuliaan Tuhan boleh dinyatakan. Salah satunya adalah di saat kita belajar untuk mementingkan kepentingan orang lain sehingga orang lain pun boleh memuliakan Tuhan. Anak Allah datang ke dunia bukan untuk bersenang-senang, mengumpulkan harta maupun melakukan hal-hal yang dianggap menyenangkan. Tetapi anak Allah datang untuk berkorban, meninggalkan kesetaraan-Nya dengan Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib untuk menebus manusia dari perbudakan dosa. Biarlah ini menjadi sebuah dorongan bagi kita untuk peduli kepada orang lain untuk memberitakan kebenaran sekaligus mengikis keegoisan diri. (Ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah, KN) 2/2