FORMALISME ARNOWITT-DESER-MISNER (ADM

advertisement
FORMALISME ARNOWITT-DESER-MISNER (ADM)
DALAM RELATIVITAS UMUM
Tugas Akhir
Oleh:
BENZ EDY KUSUMA
NIM 10201041
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA SAINS
pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2005
FORMALISME ARNOWITT-DESER-MISNER (ADM)
DALAM RELATIVITAS UMUM
Tugas Akhir
Oleh:
BENZ EDY KUSUMA
NIM 10201041
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
SARJANA SAINS
pada Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Disetujui Oleh:
Pembimbing
__________________________
Dr. rer. nat. Bobby Eka Gunara
Dedicated to my beloved parents and sister.
“I was sitting in a chair at the patent office in Bern, when all of a sudden a thought occurred to me.
If a person falls freely, he will not feel his own weight. I was startled. This simple thought made a
deep impression on me. It implied me toward a theory of gravitation”
Albert Einstein
ABSTRACT
ARNOWITT-DESER-MISNER (ADM) FORMALISM
FOR GENERAL RELATIVITY
By: Benz Edy Kusuma
Advisor: Dr. rer. nat. Bobby Eka Gunara
(January 2006)
Hamiltonian formulation have shown a success when one quantize using
canonical quantization method for field theory (for particle with spin under 2) e.g.,
Quantum Electrodynamics and Quantum Chromodynamics. With analogous of that
thing, Hamiltonian formulation can be developed for Einstein field theory, which
have been done by Arnowitt, Deser, and Misner (ADM) in 1962. If one use
Hamiltonian formulation, then one can get a new view point. In this stage, it can be
associated with initial value formulation for general relativity. When general
relativity can be cast in Hamiltonian form, one can attempt to apply the canonical
quantization rules to general relativity. However, a serious difficulty arises because of
the presence of the constraint. Attempts to solve this constraint or to impose this
constraint as an additional condition on state vector have not been successful.
Key words: Hamiltonian formulation, initial value formulation, canonical
quantization, general relativity, constraint.
iv
ABSTRAK
FORMALISME ARNOWITT-DESER-MISNER (ADM)
DALAM RELATIVITAS UMUM
Oleh: Benz Edy Kusuma
Pembimbing: Dr. rer. nat. Bobby Eka Gunara
(Januari 2006)
Formalisme Hamiltonian telah menunjukkan keberhasilan ketika kuantisasi
dilakukan untuk teori medan dengan metode kuantisasi kanonik (untuk partikel
dengan spin dibawah 2) misalnya, Quantum Electrodynamics dan Quantum
Chromodynamics. Dengan mengambil analogi terhadap hal di atas, formalisme
Hamiltonian juga bisa dikembangkan untuk teori medan Einstein, yang telah
dilakukan oleh Arnowitt, Deser, dan Misner (ADM) pada tahun 1962. Dengan
menggunakan formalisme Hamiltonian, bisa diperoleh suatu sudut pandang yang
baru. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan formalisme nilai awal dari relativitas
umum. Ketika relativitas umum dapat dibuat ke dalam bentuk Hamiltonian,
percobaan menggunakan aturan kuantisasi kanonik dapat dilakukan untuk relativitas
umum. Namun, sebuah kesulitan yang serius muncul karena kehadiran dari kendala.
Usaha untuk menyelesaikan kendala ini atau memaksakan kendala ini sebagai syarat
tambahan untuk vektor keadaan belum berhasil.
Kata kunci: formalisme Hamiltonian, formalisme nilai awal, kuantisasi kanonik,
relativitas umum, kendala.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis akhirnya dapat menyelesaikan laporan tugas akhir sarjana ini. Laporan tugas
akhir sarjana ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Sains Fisika di
Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Teknologi Bandung.
Seperti halnya tugas akhir pada umumnya, tugas akhir ini mencoba untuk
mengaplikasikan beberapa ilmu yang telah diperoleh penulis selama berkuliah dan
berada dalam Kelompok Keahlian Fisika Teori di Departemen Fisika ITB.
Tugas akhir ini mencoba untuk menjelaskan teori relativitas umum
berdasarkan
formalisme
Hamiltonian.
Dengan
menggunakan
formalisme
Hamiltonian, ada sudut pandang yang berbeda dari teori bisa diperoleh. Hal
terpentingnya adalah ketika dilakukan kuantisasi untuk gravitasi dengan pendekatan
kanonik. Namun, penulis membatasi hanya memberikan gambaran mengenai usaha
pengkuantisasian gravitasi mengingat hadirnya kendala-kendala yang cukup rumit
dan harus diperlakukan berbeda dibandingkan misalnya, elektromagnetik Maxwell.
Penulis menyadari bahwa pada laporan tugas akhir sarjana ini masih banyak
terdapat kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis terbuka untuk ide dan saran yang
membangun.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan tugas akhir sarjana ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bandung, Januari 2006
Penulis
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Ada beberapa pihak yang terlibat dalam penulisan tugas akhir sarjana ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sewajarnya. Berikut adalah daftar yang dapat penulis ingat
terhadap pihak-pihak yang berkontribusi.
Yang utama, penulis ingin mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena begitu banyak limpahan kasih yang dicurahkan walaupun seringkali
penulis lupa akan kehadirannya.
Pertama, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua penulis atas doa yang tidak pernah surut tiap hari. Dalam kesempatan
ini, penulis ingin meminta maaf karena telat satu tahun untuk lulus dalam program
sarjana di ITB karena lain satu hal.
Selanjutnya, terima kasih untuk kakak penulis, Nila, atas semua perhatian dan
dukungan selama ini, yang mengingatkan penulis untuk tetap semangat
menyelesaikan tugas akhir ini. Begitu juga, terima kasih untuk abang penulis, Benz E
Simson, dan temen dekat penulis, Herawaty, yang selalu mendukung penulis.
Tak kalah pentingnya, terima kasih untuk pembimbing penulis, Dr. rer. nat.
Bobby E. Gunara, yang bersedia membimbing penulis menyelesaikan tugas akhir
sarjana ini dan memberikan masukan-masukan yang begitu berharga, terlebih di
detik-detik terakhir menjelang sidang. Kemudian, terima kasih juga untuk dosendosen penguji dalam sidang yaitu Dr. Triyanta dan Dr. Enjang J. Mustopa yang
memberikan saran-saran perbaikan untuk tugas akhir ini.
Selanjutnya, terima kasih untuk almarhum Dr. Hans J. Wospakrik yang
pernah menjadi pembimbing penulis, namun telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa
setahun sebelumnya. Penulis sangat kehilangan beliau, karena dua tahun yang lalu
penulis tertarik dengan fisika teori setelah membaca buku karya beliau.
vii
viii
Terima kasih juga untuk staf-staf Perpustakaan dan Tata Usaha di Departemen
Fisika: Bu Silvi, Pak Lomo, Pak Yeye, Pak Nandang, Pak Dede dan pegawai TU
lainnya yang seringkali disusahkan oleh penulis dalam beberapa hal peminjaman
buku, pengurusan nilai dan permasalahan akademik lainnya.
Tentu saja, terima kasih untuk rekan-rekan dari Lab. Fisika Teoretik: Anto
Teori (sebenarnya nama panggilannya Anto, namun kadang suka ditambahkan “teori”
di akhir panggilannya) yang selalu sedia setiap saat untuk memperlancar penulisan
tugas akhir ini dengan komputernya. Kemudian, terima kasih untuk Supri, Reinard,
Teguh, Andi, Pak Ari, dan rekan-rekan lain yang tak dapat disebutkan satu persatu,
yang merupakan rekan diskusi untuk beberapa hal dalam fisika teori.
Selanjutnya terima kasih untuk Bapak dan Ibu Edy Wardoyo, yang
memberikan kontrakan untuk penulis dan kehangatan dalam tempat tinggal penulis.
Kemudian, Hanif, Ary, Doni, yang merupakan temen-temen kos penulis yang telah
lulus duluan, namun kehangatan bersama dalam satu atap rumah akan tetap
merupakan kenangan yang indah, dan semua pihak yang telah membuat penulis
merasa nyaman tinggal di Bandung.
Last but not least, terima kasih untuk temen-temen seperjuangan angkatan
fisika ’01: Omar Gigi, Ucok, yang merupakan rekan refreshing dengan bermain
Winning Eleven, khusus buat Omar yang merupakan rekan seperjuangan sejak penulis
menjadi mahasiswa dari TPB hingga lulus bersama, jangan cabut lagi tidak ikut ujian
untuk bermain PS., Dhanan, Yudi, Dipo, dan rekan-rekan angkatan ’01 lainnya.
Begitu juga, terima kasih untuk rekan-rekan di unit KMB, SEF, dan PERCAMA.
Terima kasih untuk semua pengalaman dan kehidupan kampus yang menyenangkan.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada
semua pihak di atas dan semua pihak yang tentunya tidak dapat disebutkan satupersatu. God bless you all!
DAFTAR ISI
ABSTRACT
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
vii
DAFTAR ISI
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
......................................................................
1
1.2
Tujuan Tugas Akhir ...............................................................
2
1.3
Batasan Masalah
3
1.4
Metodologi Penelitian
..........................................................
3
1.5
Sistematika Penulisan
...........................................................
3
BAB II
...................................................................
FORMALISME NILAI AWAL
4
2.1
Formalisme Nilai Awal untuk Partikel dan Medan
..............
4
2.2
Formalisme Nilai Awal untuk Relativitas Umum
................
15
BAB III
FORMALISME LAGRANGIAN DAN HAMILTONIAN
UNTUK RELATIVITAS UMUM
29
3.1
Formalisme Lagrangian
........................................................
29
3.2
Formalisme Hamiltonian
......................................................
37
ix
x
BAB IV
IDE DAN MASALAH KUANTISASI KANONIK
47
4.1
Kuantisasi Kanonik untuk Partikel
47
4.2
Ide Kuantisasi Kanonik untuk Relativitas Umum
..................
49
4.3
Masalah dalam Kuantisasi Kanonik untuk Relativitas Umum ...
54
KESIMPULAN
57
BAB V
.........................................
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN A
59
STRUKTUR KAUSAL
A.1
Latar Belakang
.....................................................................
59
A.2
Futures and Pasts: Definisi-definisi dan Hasil-hasil Dasar ....
60
A.3
Domain Ketergantungan
63
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
......................................................
FORMALISME HAMILTONIAN UNTUK MEDAN
MAXWELL
65
NOTASI DAN KONVENSI
69
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan fisika teoretik sudah sangat pesat dan cukup baik dalam
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang terjadi di alam ataupun memprediksikan
fenomena apa yang akan terjadi di masa depan. Salah satu teori yang sedang
dikembangkan oleh para ilmuwan adalah teori yang menggabungkan relativitas
umum dengan teori kuantum.
1.1
Latar Belakang Masalah
Pada awal abad 20, ilmuwan-ilmuwan telah memberikan dua teori yang
fundamental dalam fisika, yaitu teori relativitas umum dan teori kuantum. Teori
relativitas umum telah memberikan suatu sudut pandang baru yang revolusioner
untuk struktur ruang waktu dan gravitasi. Teori ini sangat bagus menjelaskan sistem
fisika dalam skala makroskopik seperti, galaksi, bintang, dan objek makroskopik
lainnya. Di lain pihak, teori kuantum juga ditemukan untuk menjelaskan sistem fisika
dalam skala mikroskopik seperti, elektron, proton, dan objek mikroskopik lainnya.
Pada dasarnya, medan fisis harus dijelaskan pada sebuah level yang
fundamental dengan prinsip-prinsip dari teori kuantum. Dalam pengertian ini, teori
relativitas umum yang menjelaskan medan gravitasi, dianggap tidak cukup
revolusioner. Dalam teori kuantum, keadaan dari sistem direpresentasikan dengan
vektor-vektor dalam ruang Hilbert, dan kuantitas observabel direpresentasikan
dengan pemetaan linear self-adjoint yang bekerja pada ruang Hilbert. Kalau keadaan
dari sistem terjadi dalam eigenstate dari observabel, observabel tidak akan memiliki
nilai yang pasti dan hanya diprediksi sebagai probabilitas dari hasil pengukuran.
Meskipun, relativitas umum adalah teori klasik murni, karena dalam kerangka kerja
relativitas umum, kuantitas observabel-dalam hal khusus, metrik ruang waktu-selalu
1
2
memiliki nilai yang pasti. Lalu, jika prinsip dari teori kuantum diterapkan ke medan
gravitasi, maka relativitas umum hanya merupakan sebuah aproksimasi terbaik
terhadap teori gravitasi fundamental yang benar. Hal ini bisa dibandingkan dengan
cara yang sama, seperti teori elektromagnetik Maxwell yang hanya merupakan
sebuah aproksimasi terhadap quantum electrodynamics.
Bagaimana caranya kuantisasi bisa dilakukan untuk relativitas umum? Dari
penjelasan di atas, tentunya ungkapan deterministik dari teori klasik harus diubah
menjadi probabilistik ketika berada dalam level kuantum. Tentunya, hal ini
memunculkan masalah karena yang akan dikuantisasi adalah ruang-waktu. Meskipun
demikian, salah satu usaha untuk mengkuantisasi medan gravitasi ada, yaitu
menggunakan formalisme Hamiltonian untuk relativitas umum. Seperti yang
diketahui, bahwa dalam teori kuantum terdapat kuantisasi kanonik yang ada
hubungannya dengan formalisme Hamiltonian klasik. Formalisme Hamiltonian dalam
relativitas umum disebut sebagai ADM Formalism yang ditemukan oleh Arnowitt
Deser dan Misner (1962). Ketika akan dilakukan kuantisasi dengan pendekatan
kanonik ini, muncul masalah-masalah yang belum bisa dipecahkan dengan kehadiran
kendala, seperti inner product problem, problem of time, dan renormalizable
problem. Sehingga, sampai saat ini teori gravitasi kuantum yang diinginkan belum
bisa diperoleh.
1.2
Tujuan Tugas Akhir
Tujuan dari tugas akhir ini adalah membahas relativitas umum dengan
formalisme Hamiltonian secara klasik dengan nilai awal yang tepat dan menjelaskan
masalah-masalah yang dihadapi ketika dilakukan usaha untuk mengkuantisasi
kanonik pada gravitasi.
3
1.3
Batasan Masalah
Untuk menyederhanakan penelitian, dilakukan pembatasan-pembatasan
masalah sebagai berikut:
•
Struktur geometri hanya untuk geometri paracompact.
•
Tidak adanya eksperimen yang berkaitan, mengingat tugas akhir ini hanya
me-review sebuah teori.
1.4
Metodologi Penelitian
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, metodologi penelitian yang dilakukan
adalah studi literatur dari buku-buku dan papers dari internet.
1.5
Sistematika Penulisan
Dalam laporan tugas akhir ini, sistematika penulisan yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
•
Bab I Pendahuluan, mengemukakan dasar-dasar dari laporan tugas akhir ini
meliputi latar belakang dan identifikasi masalah, pembatasan masalah, tujuan
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan
•
Bab II Formalisme Nilai Awal, menjelaskan nilai awal yang dibutuhkan
oleh teori dalam fisika. Untuk nilai awal relativitas umum, hal ini erat
kaitannya dengan formalisme Hamiltonian.
•
Bab III Formalisme Lagrangian dan Hamiltonian untuk Relativitas
umum, menjelaskan konsep dan teori dari formalisme Lagrangian dan
Hamiltonian untuk teori medan, khususnya untuk teori relativitas umum.
•
Bab IV Ide dan Masalah Kuantisasi Kanonik, menjelaskan ide-ide dari
formalisme Hamiltonian yang dikembangkan untuk kuantisasi kanonik, dan
menjelaskan secara singkat masalah-masalah yang dihadapi ketika kuantisasi
kanonik digunakan untuk relativitas umum.
•
Bab V Kesimpulan, berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.
BAB II
FORMALISME NILAI AWAL
Sebuah teori yang dapat dirumuskan dengan pemilihan “data awal yang tepat”
akan menentukan evolusi dinamika dari sistem yang ditentukan secara unik. Secara
fisis, formalisme ini harus memiliki sifat-sifat berikut. Pertama, “perubahan kecil”
pada data awal akan menghasilkan “perubahan kecil” pada solusi di dalam bagian
compact tetap dari ruang-waktu. Kedua, perubahan data awal pada bagian, S, dari
permukaan nilai awal tidak akan menghasilkan perubahan dalam solusi di luar causal
future, J+(S)
1
dari bagian ini. Jika teori yang memiliki formalisme nilai awal ini
memenuhi syarat yang di atas, maka formalisme ini dikatakan well posed. Bab ini
akan menjelaskan nilai awal yang dibutuhkan dalam relativitas umum, dengan
pendahuluan pengertian nilai awal yang dibutuhkan untuk partikel dan medan.
2.1
Formalisme Nilai Awal untuk Partikel dan Medan
G
G
Dari hukum kedua Newton F = ma untuk kasus biasa, non-relativistik,
G
mekanika partikel berkaitan dengan turunan kedua terhadap waktu yaitu, a
G
(percepatan) dari posisi spasial partikel q terhadap gaya F , yang merupakan fungsi
dari posisi dan kecepatan secara umum. Untuk sistem N partikel yang berinteraksi,
hukum mekanika bisa dituliskan dalam bentuk sebagai berikut.
d 2 qi
dq ⎞
dq
⎛
= Fi ⎜ q1 ,..., qn ; 1 ,..., n , t ⎟
2
dt
dt
dt ⎠
⎝
… (2.1.1)
dengan i = 1,..., n dan bilangan n = 3N untuk posisi sembarang disebut sebagai
‘derajat kebebasan’ dari sistem. Persamaan (2.1.1) merupakan sistem n persamaan
diferensial biasa orde kedua. Jika nilai awal diberikan untuk posisi dan kecepatan
1
Definisi struktur kausal tentang causal future dan lainnya, bisa dilihat pada lampiran A.
4
5
dari partikel yaitu q10 ,..., qn 0 dan (dq1 / dt )0 ,..., (dqn / dt )0 pada t = 0 , maka selalu ada
sebuah solusi yang unik dari persamaan (2.1.1) untuk interval waktu berhingga
sekitar t0 dengan nilai awal yang diberikan. Selanjutnya, pada waktu yang tetap t,
posisi q1 (t ),..., qn (t ) adalah fungsi kontinu posisi dan kecepatan awal dari partikelpartikel. Karena perambatan kausal dari perubahan pada data awal bukan merupakan
masalah dalam kasus nonrelativistik, maka bisa disimpulkan bahwa formalisme nilai
awal untuk mekanika partikel nonrelativistik adalah well posed.
Untuk kasus pada teori medan, bisa ditinjau medan Klein-Gordon bermassa,
φ , yang menjalar dalam ruang-waktu Minkowski yang memenuhi persamaan
∂ a ∂ aφ − m 2φ = 0
… (2.1.2)
Dengan memilih koordinat awal global t, x, y, z , persamaan (2.1.2) bisa dituliskan
dalam bentuk
∂ 2φ ∂ 2φ ∂ 2φ ∂ 2φ
= 2 + 2 + 2 − m2φ
2
∂t
∂x ∂y
∂z
… (2.1.3)
Pada dasarnya, struktur matematika dari persamaan (2.1.3) berbeda dengan
persamaan (2.1.1): persamaan (2.1.1) adalah sistem persamaan diferensial biasa
sedangkan persamaan (2.1.3) merupakan persamaan diferensial parsial tunggal.
Namun, essensi dari persamaan-persamaan ini hampir mirip, yaitu menyelesaikan
turunan waktu kedua dari kuantitas sembarang pada waktu sesaat, dengan diberikan
nilai dan nilai awal turunan pertama pada waktu tersebut. Persamaan (2.1.3) dapat
dipandang sebagai sebuah sistem N (limit N → ∞ ) partikel-partikel yang terkopel
dengan interaksi osilasi harmonik antar partikel sekitarnya. Dalam batasan ini, indeks
G
diskrit i diganti dengan label kontinu x dan set berhingga dari variabel qi (t ) yang
G
memenuhi persamaan (2.1.2) menjadi variabel medan φ ( x , t ) yang memenuhi
persamaan (2.1.3).
Analogi secara fisis dan matematis antara persamaan (2.1.1) dan (2.1.3)
mengusulkan bahwa teori Klein-Gordon seharusnya memiliki formalisme nilai awal
6
seperti berikut ini. Tentukan secara sembarang nilai untuk φ dan ∂φ / ∂t pada spatial
hypersurface Σ 0 dengan waktu awal konstan, t = t0 . Maka hal ini seharusnya ada
sebuah solusi yang unik dari persamaan (2.1.3) dengan data awal tersebut.
Pada dasarnya, teori Klein-Gordon mengakui formalisme ini untuk
keberlakuan data awal analitik, mis., φ dan ∂φ / ∂t merupakan fungsi analitik pada
Σ 0 . Untuk data awal ini, dapat dihitung semua turunan spasial dari φ dan ∂φ / ∂t
pada t = t0 . Dengan menghitung semua turunan parsial tersebut, maka suku ∂ 2φ / ∂t 2
pada persamaan (2.1.3) dapat dievaluasi dengan tepat pada t = t0 dengan syarat
menggunakan
kuantitas
yang
telah
dihitung
sebelumnya.
Kemudian
bisa
didiferensiasikan persamaan (2.1.3) terhadap t, dan dihitung ∂ 3φ / ∂t 3 dan semua
turunan spasial pada t = t0 . Dengan melanjutkan cara yang sama, bisa diperoleh
seluruh turunan dari φ pada t = t0 . Secara formal, solusi ini bisa dituliskan dalam
deret Taylor. Seperti yang dibuktikan oleh Cauchy dan digeneralisasi oleh
Kowalewski, untuk persamaan difrensial parsial. Yang dirumuskan dalam teorema
sebagai berikut. (bukti dari teorema ini dapat dilihat pada Courant and Hilbert 1962
[11])
Teorema 2.1.1 (Cauchy-Kowalewski): Ambil t , x1 ,..., x m −1 adalah koordinat dari \ m .
Tinjau sebuah sistem n persamaan diferensial parsial dari n fungsi yang tidak
diketahui φi ,..., φn dalam \ m , yang memiliki bentuk
∂ 2φi
= Fi (t , xα , φ j ; ∂φ j / ∂t ; ∂φ j / ∂xα ; ∂ 2φ j / ∂t∂xα ; ∂ 2φ j / ∂xα ∂x β )
2
∂t
… (2.1.4)
Dengan tiap Fi adalah sebuah fungsi analitik dari variabelnya. Ambil f i ( xα )
dan g i ( xα ) adalah fungsi analitik. Maka ada sebuah lingkungan terbuka (open
neighborhood) O dari hypersurface t = t0 sehingga dalam O ada sebuah solusi
7
analitik yang unik dari persamaan (2.1.4) yang berupa φi (t0 , xα ) = f i ( xα ) dan
∂φi
(t0 , xα ) = g i ( xα ) .
∂t
Teorema Cauchy-Kowalewski menunjukkan bahwa teori Klein-Gordon
memiliki formalisme nilai awal, setidaknya untuk data awal analitik. Dalam analogi
dengan mekanika partikel, data awal dari φ dan turunan waktunya dapat ditentukan
secara sembarang, dan nilai awal ini menentukan evolusi selanjutnya. Dengan cara
demikian, hal ini juga menunjukkan bahwa ada sebuah kelas yang besar dari solusi
terhadap persamaan Klein-Gordon, karena ada banyak solusi analitik dari persamaan
(2.1.3), yang berupa pasangan dari fungsi analitik sembarang dari variabel spasial xα .
Bagaimanapun,
analisis
Cauchy-Kowalewski
tidak
cukup
untuk
menunjukkan bahwa formalisme nilai awal dari teori Klein-Gordon adalah well
posed. Pertama, analisis tidak menentukan ketergantungan kontinu dari solusi pada
data awal dalam pengertian yang sesuai. Lebih tepatnya, sebuah topologi dapat
didefinisikan dari ruang data awal yang membuat dua fungsi “tertutup” jika hal itu
dan bilangan berhingga dari turunan-turunannya adalah tertutup. Sebagai contoh,
“jarak” dari dua fungsi f1 dan f 2 dapat didefinisikan pada t = t0 permukaan data
awal Σ 0 , dengan menjumlahkan least upper bounds (l.u.b.) dari besarnya ( f1 - f 2 )
dan semua turunan terhadap orde k,
f1 − f 2 = l.u.b. f1 ( x) − f 2 ( x) +
x∈Σ0
∂ k1 + k2 + k3 ( f1 − f 2 )
∑ l.u.b. ∂x k1 ∂y k2 ∂z k3
k1 , k2 , k3 x∈Σ0
… (2.1.5)
dengan k1 + k2 + k3 ≤ k . Dari hal ini, bola terbuka (open balls) dapat diambil dalam
norm ini sebagai basis dari topologi. Dalam bagian compact dari ruang-waktu,
topologi yang serupa dapat didefinisikan terhadap solusi. Teorema CauchyKowalewski tidak memberikan jaminan bahwa untuk pilihan topologi yang sesuai
8
pada ruang dengan data awal dan ruang solusi, pemetaan data awal analitik ke solusi
analitik adalah kontinu.
Selanjutnya, analisis Cauchy-Kowalewski tidak dapat menjelaskan masalah
causal propagation (perambatan kausal) dari medan. Sebuah fungsi analitik
ditentukan secara unik oleh nilainya dan turunannya pada suatu titik, dan dalam hal
khusus ditentukan secara unik oleh nilainya dalam lingkungan terbuka kecil secara
sembarang dari suatu titik. Hal ini mengimplikasikan bahwa dalam kasus analitik jika
data awal diubah dalam bagian terbuka sembarang U dari permukaan awal Σ 0 , maka
kenyataannya data awal harus diubah untuk seluruh hypersurface Σ 0 . Oleh karena
itu, untuk menganalisis masalah causal propagation harus ditinjau data non-analitik.
Sebagaimana demikian, analisis Cauchy-Kowalewski tidak membuktikan ada sebuah
solusi untuk data awal C ∞ , non-analitik.
Untuk menunjukkan formalisme nilai awal pada teori Klein-Gordon adalah
well posed, dibutuhkan metode lain selain analisis Cauchy-Kowalewski. Tinjau
medan Klein-Gordon bermassa dalam ruang-waktu Minkowski, akan dibuktikan
bahwa formalisme nilai awal untuk hal ini adalah well posed. Selanjutnya,
pendekatan ini akan digunakan untuk memperoleh hasil yang lebih umum.
Ambil φ sebuah solusi smooth persamaan (2.1.2). Maka tensor 2 momentumenergi-stress dari φ ,adalah
1
Tab = ∂ aφ ∂ bφ − η ab (∂ cφ ∂ cφ + m 2φ 2 )
2
… (2.1.6)
yang konservatif, memenuhi
∂ aTab = 0
2
Untuk penggunaan notasi indeks, bisa dilihat pada lampiran C.
… (2.1.7)
9
Secara konsekuen, ambil ξ a = (∂ / ∂t ) a yang menyatakan medan Killing
3
translasi
waktu yang ortogonal terhadap t = t0 hypersurface Σ 0 , maka akan diperoleh
∂ a (Tabξ b ) = 0
… (2.1.8)
[Pada kenyataan, untuk tiap medan Killing ξ a dan konservatif, Tab yang simetrik
dalam ruang-waktu lengkung akan memenuhi ∇ a (Tabξ b ) = Tab∇ aξ b = 0 ] Ambil S 0
adalah 3-D bola tertutup pada hypersurface awal Σ 0 . Ambil Σ1 yang menyatakan
hypersurface
t = t1
(dengan
t1 > t0 ),
dan
ambil
K = D + ( S0 ) ∩ J − (Σ1 )
dan
S1 = D + ( S 0 ) ∩ Σ1 . Akhirnya, ambil S 2 yang menyatakan “null portion” dari batas K
(lihat gambar 2.1.1). Integralkan persamaan (2.1.8) terhadap K dan gunakan hukum
Gauss, maka diperoleh
∫T
ab
S1
ξ aξ b + ∫ Tabl aξ b = ∫ Tabξ aξ b
Gambar 2.1
S2
… (2.1.9)
S0
Sebuah ruang-waktu yang menunjukkan bagian K yang berasal dari
persamaan (2.1.8) yang diintegrasikan untuk memperoleh persamaan (2.1.9).
3
Medan Killing adalah medan yang memenuhi persamaan ∇ µξν + ∇ν ξ µ = 0 yang
menyatakan pemetaan isometris yaitu, pemetaan ruang-waktu ke dalam dirinya sendiri.
10
dengan l a adalah future directed yang normal terhadap S 2 . Meskipun, ini tidak sulit
untuk membuktikan dari persamaan (2.1.6) bahwa Tab memenuhi kondisi energi
dominant, mis., jika v a adalah vektor timelike future directed, maka −T a b v b adalah
sebuah vektor null atau timelike future directed. Akibatnya, Tab l aξ b ≥ 0 diperoleh.
Sebab itu, suku kedua dari bagian kiri persamaan (2.1.9) adalah non-negatif, maka
persamaan (2.1.9) bisa dituliskan dalam bentuk
⎡⎛ ∂φ ⎞ 2 G 2
⎤
⎡⎛ ∂φ ⎞ 2 G 2
⎤
2 2
2 2
+
∇
+
≤
+
∇
+
φ
m
φ
φ
m
φ
⎢
⎥
⎢
⎥ … (2.1.10)
∫S ⎢⎜⎝ ∂t ⎟⎠
∫S ⎢⎜⎝ ∂t ⎟⎠
⎥
⎥⎦
⎦ 0⎣
1 ⎣
Persamaan (2.1.10) merupakan persamaan kunci untuk membuktikan adanya
formalisme nilai awal yang well posed. Pertama, persamaan ini menunjukkan ada
minimal satu solusi dalam D + ( S 0 ) dengan data awal yang diberikan (φ , ∂φ / ∂t )
dalam S 0 . Yaitu, jika φ1 dan φ2 keduanya adalah fungsi C2 yang memenuhi
persamaan (2.1.2) dengan data awal smooth yang sama (tidak perlu analitik), maka
perbedaannya, ψ = φ2 − φ1 juga adalah solusi C2 dari persamaan (2.1.2) dengan data
awal yang meluruh. Sebab itu, untuk ψ , bagian kanan persamaan (2.1.10) meluruh,
yang mengimplikasikan bahwa ψ = 0 (asumsikan m ≠ 0 ) pada S1 dan (karena Σ1
G
sembarang) ψ = 0 pada D + ( S 0 ) . [jika m = 0 , maka ∇φ = 0 dan ∂ψ / ∂t = 0 pada
D + ( S 0 ) dan ψ = 0 pada S 0 , yang juga mengimplikasikan bahwa ψ = 0 melalui
D + ( S 0 ) . Dengan cara yang sama, ψ juga meluruh melalui D − ( S 0 ) ]. Hasil ini
menunjukkan bahwa persyaratan kedua dari formalisme nilai awal well posed telah
terpenuhi: sebuah variasi data awal diluar S 0 tidak mempengaruhi solusi dalam
D( S0 ) .
Persamaan (2.1.10) juga menunjukkan bahwa solusi-solusi bergantung secara
kontinu pada data awal. Langkah-langkah yang dipakai untuk membuktikan
ketergantungan kontinu ini adalah sebagai berikut. Untuk kesederhanaan, pembatasan
11
hanya ditinjau terlebih dahulu pada kasus bermassa m ≠ 0 . Pertama, dengan
mendiferensiasikan persamaan (2.1.3) terhadap koordinat x µ , dapat dilihat bahwa
turunan parsial dari φ juga memenuhi persamaan Klein-Gordon. Sehingga, dari hal
ini bisa diperoleh ketaksamaan (inequalities) dari bentuk (2.1.10) yang terbatas pada
integral kuadrat dari ruang dan waktu dengan turunan yang lebih tinggi pada S1 ,
berkaitan dengan integral kuadrat pada S 0 . Ketaksamaan tersebut dapat ditulis dalam
bentuk
φ
S1 , k
≤ C1, k φ
dengan norm φ
φ
φ
2
S1 , k
S1 , k
S0 , k
+ C2,k ∂φ / ∂t
dan φ
S0 , k
… (2.1.11)
S0 , k −1
didefinisikan sebagai
2⎫
⎧ 2
= ∫ ⎨ φ + ..... + ∑ ∂ ki φ ⎬
i
⎭
S1 ⎩
2
S0 , k
… (2.1.12)
2⎫
⎧ 2
= ∫ ⎨ φ + ..... + ∑ D ki φ ⎬
i
⎭
S0 ⎩
… (2.1.13)
dengan ∂ ki menyatakan sebuah turunan parsial orde-k terhadap koordinat ruang dan
waktu dan D ki menyatakan sebuah turunan parsial orde-k hanya terhadap koordinat
ruang. (norm dari (2.1.12) dan (2.1.13) disebut sebagai norm Sobolev). Dengan
mengintegrasikan persamaan (2.1.11) terhadap t1 dari t0 ke nilai maksimum dengan
D + ( S 0 ) ∩ Σ t ≠ 0 , bisa memperoleh
φ
D + ( S ), k
≤ C '1,k φ
S0 , k
+ C '2,k ∂φ / ∂t
… (2.1.14)
S0 , k −1
Untuk memperoleh hasil utama, langkah selanjutnya adalah sebagai berikut.
Ambil A adalah subset dari \ n yang memenuhi syarat kerucut interior uniform, yang
didefinisikan sebagai: ada sebuah kerucut dari tinggi tetap h dan sudut vertex tetap θ
sehingga untuk tiap p ∈ A kerucut ini dapat dipetakan secara isometris dalam A
dengan vertex pada p. Maka, untuk k > n / 2 , norm
A, k
dari fungsi smooth
12
(persamaan [2.1.12] dengan integrasi bagian diambil pada A) membatasi nilai
numerik dalam A, mis., ada sebuah konstanta C seperti
l.u.b. f ( x) ≤ C f
x∈ A
… (2.1.15)
A, k
Lalu, dengan mengambil A = D + ( S 0 ) dan k = 3, dan menggunakan persamaan
(2.1.14) dan (2.1.15), bisa memperoleh
l.u.b. φ ≤ C ''1 φ
x∈D + ( S0 )
S0 ,3
+ C ''2 ∂φ / ∂t
… (2.1.16)
S0 ,2
Dengan cara yang sama, nilai numerik dari turunan parsial orde-m dari φ adalah
terbatas dalam suku-suku data awal dengan
l.u+.b. ∂ mφ ≤ C ''1,m φ
x∈D ( S0 )
S0 ,3+ m
+ C ''2,m ∂φ / ∂t
S0 ,2 + m
… (2.1.17)
Tipe terbatas yang sama juga berlaku bagi x ∈ D − ( S 0 ) .
Persamaan (2.1.16) dan (2.1.17) menyatakan ketergantungan kontinu dari φ
dan turunannya pada data awal dalam bentuk yang strong sense. Lebih tepatnya, jika
sebuah topologi didefinisikan pada solusi-solusi dalam D( S0 ) lewat sebuah norm
dari bentuk persamaan (2.1.5) dengan k = m + 3 , maka persamaan (2.1.17)
menyatakan pemetaan linear dari data awal ke solusi adalah terbatas dan kontinu.
Secara umum, pemetaan dari data awal pada Σ 0 ke solusi-solusi dalam bagian
compact tetap dari ruang-waktu adalah kontinu dalam topologi ini.
Akhirnya, kekontinuan di atas digunakan untuk membuktikan kehadiran dari
sebuah solusi smooth φ untuk data awal smooth sembarang (φ , ∂φ / ∂t ) pada Σ 0 . Hal
ini diperoleh dengan pemilihan sebuah rangkaian (sequence) dari {(φim , ∂φim / ∂t )} , i
= 1,2,…, dari data awal analitik pada Σ 0 sehingga fungsi dari rangkaian ini dan
turunan spasial menjadi orde (3 + m) konvergen secara uniform pada (φ , ∂φ / ∂t )
dalam S 0 . Dan teorema 2.1.1 menunjukkan bahwa ada sebuah solusi φim dengan data
awal {(φim , ∂φim / ∂t )} pada Σ 0 . Meskipun, sesuai dengan persamaan (2.1.17), { φim }
13
dan turunan-m pertama harus konvergen secara uniform dalam D( S0 ) ke sebuah
fungsi φ m dan turunan-m pertamanya. Dengan memilih m ≥ 2 , pembuktian dapat
dilakukan dengan mudah bahwa limit fungsi φ m harus memenuhi persamaan (2.1.3).
Maka, untuk semua m ≥ 2 , sebuah solusi Cm bisa diperoleh dalam D( S0 ) . Karena φ
adalah Cm untuk m ≥ 2 , maka ada sebuah solusi C ∞ yang melalui D( S0 ) . Karena S0
adalah sembarang, maka solusi-solusi berlaku untuk semua \ 4 . Maka, formalisme
nilai awal yang well posed telah dibangun untuk medan Klein-Gordon bermassa
dalam ruang-waktu Minkowski.
Hasil di atas untuk medan Klein-gordon dapat digeneralisasi secara signifikan.
Persamaan Klein-Gordon (2.1.2) dalam \ 4 dapat digantikan dengan persamaan pada
sebuah manifold M dalam bentuk
g ab∇ a ∇ bφ + Aa ∇ aφ + Bφ + C = 0
… (2.1.18)
dengan ∇a merupakan operator turunan, dan Aa adalah sebuah medan vektor smooth
sembarang, B dan C adalah fungsi smooth sembarang, dan gab adalah metrik Lorentz
smooth sembarang sehingga ruang-waktu (M, gab) adalah hiperbolik secara global.
(sebuah persamaan diferensial parsial linear orde kedua dikatakan hiperbolik jika dan
hanya jika memenuhi persamaan [2.1.18]) Persamaan ini akan memiliki sebuah
formalisme nilai awal yang well posed untuk data awal
(φ , n ∇ φ )
a
a
pada tiap
permukaan Cauchy spacelike Σ yang smooth, dengan n a adalah unit normal pada Σ .
Hasil ini bisa digeneralisasi untuk semua sistem persamaan, yang menghasilkan
teorema sebagai berikut. (Pembuktian dapat dilihat pada Hawking and Ellis 1973 [8])
Teorema 2.1.2. Ambil (M, gab) adalah ruang-waktu hiperbolik secara global (atau
sebuah bagian hiperbolik secara global dari ruang-waktu sembarang) dan ambil
∇a adalah operator turunan. Ambil Σ adalah smooth, permukaan Cauchy
14
spacelike. Tinjau sistem n persamaan linear untuk n fungsi tak-diketahui
φ1 ,....., φn dalam bentuk
g ab ∇ a ∇ bφi + ∑ ( Aij ) a ∇ aφ j + ∑ Bijφ j + Ci = 0
j
… (2.1.19)
j
Persamaan ini dianggap sebagai sebuah sistem hiperbolik orde kedua linear,
diagonal. Maka persamaan (2.1.19) adalah sebuah formalisme nilai awal yang
well posed pada Σ . Lebih tepatnya, jika data awal smooth sembarang,
(φ , n ∇ φ )
a
i
a i
diberikan untuk i = 1,…..,n pada Σ maka ada sebuah solusi yang
unik dari persamaan (2.1.19) yang melalui M. Solusi-solusi dari hal di atas
bergantung secara kontinu pada data awal seperti yang diterangkan di atas untuk
persamaan Klein-gordon dalam ruang-waktu flat. Kemudian, variasi dari data
awal yang diluar sebuah subset tertutup, S, dari Σ tidak mempengaruhi solusi
dalam D(S).
Akhirnya, generalisasi dari teorema 2.1.2 dapat dibahas untuk bentuk sistem
persamaan nonlinear. Untuk sebuah sistem n persamaan diferensial parsial ordekedua untuk fungsi tak-diketahui φ1 ,....., φn pada manifold M merupakan sebuah
sistem hiperbolik orde kedua quasilinear, diagonal, jika ini dapat dituliskan dalam
bentuk sebagai berikut:
g ab ( x;φ j ; ∇cφ j )∇ a∇bφi = Fi ( x;φ j ; ∇ cφ j )
… (2.1.20)
dengan ∇a merupakan operator turunan, gab adalah metrik Lorentz smooth, dan tiap
Fi adalah fungsi smooth dari variabelnya itu sendiri. (persamaan [2.1.20] berbeda dari
persamaan [2.1.19], karena gab diperbolehkan untuk bergantung pada variabel takdiketahui dan turunan pertamanya, dan Fi boleh memiliki hubungan nonlinear dari
variabel-variabel tersebut) Untuk persamaan dengan tipe ini, maka ada teorema
berikut ini yang berlaku [oleh Leray (1952)]:
15
Teorema 2.1.3. Ambil (φ0 )1 ,....., (φ0 ) n adalah solusi dari sistem hiperbolik quasilinear
(2.1.20) pada sebuah manifold M dan ambil ( g0 ) ab = g ab ( x;(φ ) j ; ∇ c (φ ) j ) .
Anggap (M, ( g0 ) ab ) adalah hiperbolik secara global. Ambil Σ adalah sebuah
permukaan Cauchy spacelike yang smooth untuk (M, ( g0 ) ab ). Maka, formalisme
nilai awal dari persamaan (2.1.20) adalah well posed pada Σ dengan langkah
berikut: untuk data awal pada Σ dengan cukup tertutup pada data awal untuk
(φ0 )1 ,....., (φ0 ) n , maka ada sebuah lingkungan terbuka O dari Σ sehingga
persamaan (2.1,20) mempunyai sebuah solusi φ1 ,....., φn
dalam O dan
(O, g ab ( x; φ j ; ∇ cφ j )) adalah hiperbolik secara global. Solusi adalah unik dalam O
dan menjalar secara kausal dalam pengertian bahwa jika data awal φ '1 ,....., φ 'n
tergantung dengan φ1 ,....., φn pada sebuah subset, S, dari Σ , maka solusi –solusi
tergantung pada O ∩ D + ( S ) . Yang akhirnya, solusi-solusi bergantung secara
kontinu pada data awal dalam pengertian seperti yang dijelaskan oleh medan
Klein-Gordon.
(Bukti dari konvergensi teorema 2.1.3 dan sifat-sifat lainnya dapat ditemukan dalam
garis besar di Hawking and Ellis 1973 [8])
2.2
Formalisme Nilai Awal untuk Relativitas Umum
Dalam bagian ini, formalisme nilai awal untuk relativitas umum akan
dibuktikan bahwa formalismenya adalah well posed. Pembuktian ini dilakukan
dengan mengubah persamaan Einstein dalam bentuk (2.1.20) selama teorema 2.1.3
bisa digunakan. Pada dasarnya, analisis dari persamaan Einstein berbeda dengan
medan Klein-Gordon karena ada kendala nilai awal dimana diperlukan pemilihan
koordinat (pemilihan gauge), sehingga persamaan Einstein berupa bentuk yang
16
diinginkan. Dari pemilihan koordinat ini, formalisme nilai awal untuk relativitas
umum memiliki analogi dengan formalisme nilai awal untuk persamaan Maxwell.
Analogi bisa dilihat dari tinjauan berikut ini. Tinjau persamaan Maxwell
vakum untuk vektor potensial Aa dalam ruang-waktu Minkowski dalam bentuk
∂ a ( ∂ a Ab − ∂ b Aa ) = 0
… (2.2.1)
Jika persamaan (2.2.1) dibandingkan dengan persamaan (2.1.19), maka suatu masalah
serius akan ditemukan karena persamaan (2.2.1) tidak hadir dalam bentuk formalisme
nilai awal yang well posed. Tentunya, pemilihan sebuah permukaan Σ 0 dari waktu
awal konstan t = t0 , sebagai hypersurface awal, akan mengakibatkan persamaan
(2.2.1) tidak berisi lagi turunan waktu kedua. Dalam notasi vektor, persamaan ini bisa
dituliskan
G
G
∇ 2 A0 − ∇ ⋅ ∂A / ∂t = 0
(
)
…
(2.2.2)
atau
G G
∇⋅E = 0
G
dengan medan listrik E , didefinisikan sebagai
G
G G
E = ∇A0 − ∂A / ∂t
… (2.2.3)
… (2.2.4)
dalam notasi indeks,
Ea = ( ∂ a Ab − ∂ b Aa ) nb = Fab nb
… (2.2.5)
dengan na adalah unit normal terhadap Σ 0 . Maka, persamaan (2.2.2) (atau ekuivalen
dengan persamaan [2.2.3]) memberikan kendala nilai awal pada data awal
( A , ∂A
µ
µ
/ ∂t ) . Data awal yang gagal memenuhi (2.2.2) tidak akan mungkin
menghasilkan solusi dari persamaan Maxwell.
Sisa dari tiga komponen persamaan Maxwell berisi turunan waktu kedua dari
komponen spasial Aa, sehingga solusi untuk ∂ 2 Aµ / ∂t 2 untuk µ = 1, 2, 3 diperoleh
17
dengan
cara
menggunanakan
teorema
Cauchy-Kowalewski
2.1.1.
Dengan
mendiferensiasikan kendala nilai awal (2.2.2), maka suku ∂ 2 A0 / ∂t 2 akan diperoleh
yang sesuai dengan formalisme nilai awal, setidaknya dalam pengertian sesuai
teorema 2.1.1. Untuk hal tersebut, dapat ditinjau identitas
∂ b ∂ a ( ∂ a Ab − ∂ b Aa ) = 0
… (2.2.6)
yang menunjukkan turunan waktu persamaan (2.2.2) meluruh secara identitas jika
komponen spasial persamaan Maxwell dipenuhi. Sehingga, persamaan Maxwell yang
lengkap ekuivalen dengan komponen spasial dari persamaan Maxwell bersamaan
dengan kendala nilai awal (2.2.2). Kemudian, persamaan (2.2.1) adalah sistem tak
dapat ditentukan untuk Aa. Meskipun sesuai dengan teorema 2.1.1, pada kasus
analitik penentuan A0 secara sembarang untuk ruang-waktu akan tetap diperoleh
solusinya.
Untuk membahas karakter fisisnya, dapat dilakukan pemilihan gauge. Dua
vektor potensial yang berbeda dalam gradiennya,
∂a χ
dari fungsi
χ,
merepresentasikan medan elektromagentik yang fisisnya sama. Pembuktian dari nilai
awal Aµ dan ∂Aµ / ∂t menentukan solusi sesuai gauge secara unik, dan secara fisis
persamaan Maxwell mengakui formalisme nilai awal yang well posed.
Cara langsung untuk pembuktikannya adalah dengan pemilihan gauge yang
cocok untuk Aa dan membuktikan persamaan Maxwell untuk Aa dalam gauge ini
berbentuk (2.1.19), sehingga menghasilkan formalisme nilai awal yang well posed.
Gauge Lorentz dipilih, yaitu
∂ a Aa = 0
… (2.2.7)
Persamaan Maxwell dalam gauge ini adalah
∂ a ∂ a Ab = 0
… (2.2.8)
Jika persamaan (2.2.7) dan (2.2.8) ditinjau terhadap (2.2.1), maka hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa secara fisis persamaan tersebut ekuivalen. Meskipun,
18
solusi (2.2.1) bisa berbeda dengan (2.2.7) dan (2.2.8) karena adanya transformasi
gauge.
Dengan pemberian data awal
( A , ∂A
µ
µ
/ ∂t ) , transformasi gauge dilakukan
sehingga ∂ a Aa = 0 pada Σ 0 . Maka, persamaan (2.2.8) mengimplikasikan
∂ a ∂ a ( ∂ b Ab ) = ∂ b ( ∂ a ∂ a Ab ) = 0
… (2.2.9)
dan kemudian, dengan menggunakan teorema 2.1.2, jika persamaan (2.2.8) dapat
dipenuhi dimanapun, maka syarat gauge (2.2.7) juga akan dipenuhi dimanapun jika
dan hanya jika ∂ b Ab = ∂ ( ∂ b Ab ) / ∂t = 0 pada Σ 0 . Dengan ∂ a Aa = 0 pada Σ 0 , dan
penggunaan persamaan (2.2.8), dapat dilihat bahwa syarat awal ∂ ( ∂ b Ab ) / ∂t = 0
adalah ekuivalen dengan kendala nilai awal, persamaan (2.2.2). Kemudian, jika
G G
∇ ⋅ E = 0 pada Σ 0 , maka untuk data awal yang ditransformasi gauge, persamaan
(2.2.7) akan memenuhi untuk ruang-waktu jika persamaan (2.2.8) berlaku. Kemudian,
penyelesaian solusi hanya dilakukan pada persamaan (2.2.8). Penyelesaiaan ini bisa
dilakukan karena (2.2.8) memiliki bentuk (2.1.19) yang merupakan persamaan untuk
formalisme nilai awal yang well posed yang telah dibangun. Dengan menggunakan
teorema 2.1.2, maka selalu ada sebuah solusi yang unik dari persamaan (2.2.8)
dengan diberikan nilai (baru) data awal. Selanjutnya, solusi ini bergantung secara
kontinu pada data awal dan memiliki sifat domain ketergantungan yang diinginkan.
Untuk memperoleh formalisme yang lebih fisis, dapat dirumuskan kembali
G G
dengan cara sebagai berikut. Ambil E , B yang ditentukan sebagai medan vektor
smooth secara sembarang pada Σ 0 . Maka, selalu ada solusi yang unik, Fab dari
persamaan Maxwell dengan data awal. Selanjutnya, Fab bergantung secara kontinu
G G
pada data awal E , B , dan Fab pada p ∈ J + (Σ 0 ) bergantung hanya pada data awal
J − ( p ) ∩ Σ 0 . Hasil ini dapat dibuktikan dengan memperkenalkan sebuah vektor
potensial, Aa, dengan data awal pada Σ 0 yang memenuhi ∂ a Aa = 0 dan mereproduksi
19
G G
nilai yang diberikan dari E , B pada Σ 0 . (Pada pemilihan sederhana secara khusus
G
G
G G G
G
adalah mengambil A0 = 0, ∂A / ∂t = − E , pemilihan A untuk solusi ∇ × A = B , dan
G G
ambil ∂A0 / ∂t = ∇ ⋅ A ) Akhirnya, uniqueness dapat dibuktikan dengan memeriksa dua
G G
solusi yang berbeda, Aa dan Aa’ dari persamaan Maxwell yang mereproduksi E , B
yang diberikan, dengan membawa sebuah transformasi gauge ke dalam solusi
persamaan (2.2.8) dengan data awal yang sama. Kemudian, persamaan Maxwell
dalam ruang-waktu Minkowski secara fisis memiliki formalisme nilai awal yang well
posed. (Hasil ini dapat digeneralisasi untuk ruang-waktu lengkung)
Untuk relativitas umum, tinjau persamaan Einstein dalam vakum Gab = 0.
Masalah pertama dalam formalisme nilai awal pada teori ini adalah penentuan evolusi
kuantitas yang bergantung waktu dalam ruang-waktu. Meskipun, relativitas umum
sendiri memecahkan persoalan ruang-waktu itu sendiri. Apa yang seharusnya menjadi
kuantitas untuk penentuan formalisme secara awal dalam relativitas umum supaya
struktur ruang-waktu ditentukan?
Agar jawaban pertanyaan di atas dapat ditentukan, dapat ditinjau beberapa hal
sebagai berikut. Ambil ( M , g ab ) adalah ruang-waktu hiperbolik secara global. Sesuai
dengan teorema globally hyperbolic spacetime, ( M , g ab ) dapat di-foliate dengan
permukaan Cauchy, Σ t , diparameterisasi dengan fungsi waktu global, t. Ambil na
adalah medan vektor unit normal terhadap hypersurface, Σ t . Maka metrik ruangwaktu gab (dengan signature metrik adalah -, +, +, +) menginduksikan metrik spasial
hab pada tiap Σ t dengan rumus
hab = g ab + na nb
... (2.2.10a)
atau dalam bentuk matriks bisa dituliskan seperti
⎛ − N 2 + Nγ N γ
( g µν ) = ⎜
⎜
Nα
⎝
Nβ ⎞
⎟
hαβ ⎟⎠
... (2.2.11b)
20
⎛ − N −2
( g µν ) = ⎜ −2 α
⎝N N
hαβ
⎞
N −2 N β
⎟
− N −2 N α N β ⎠
... (2.2.11c)
dengan indeks pada ruang tiga dimensi adalah α , β , γ = 1, 2, 3 dan mendefinisikan
fungsi lapse N, dan vektor shift Na seperti berikut ini. Ambil ta adalah medan vektor
M yang memenuhi t a ∇ a t = 1 . Dengan demikian, ta dapat didekomposisi menjadi
bagian normal dan tangensial pada Σ t dengan mendefenisikan fungsi lapse N, dan
vektor shift Na, terhadap ta oleh
N = −t a na = ( n a ∇ a t )
−1
N a = hab t b
… (2.2.11)
… (2.2.12)
yang dapat digambarkan seperti gambar 2.2.
Gambar 2.2
Diagram Ruang-waktu mengillustrasikan definisi fungsi lapse, N, dan
a
vektor shift N .
Interpretasi terhadap ta adalah sebagai “aliran waktu” yang melalui ruangwaktu, seperti kita “bergerak maju terhadap waktu” dengan waktu parameter t mulai
dari t = 0 permukaan Σ 0 , bergerak ke permukaan Σ t . Efek “bergerak maju terhadap
waktu”, bisa dianggap sebagai perubahan metrik spasial pada manifold 3-D abstrak
21
dari hab(0) ke hab(t). Maka, hal ini dapat dipandang bahwa ruang-waktu hiperbolik
secara global ( M , g ab ) sebagai representasi pengembangan waktu dari metrik
Riemannian pada manifold 3-D tetap. Dengan kata lain, metrik spasial pada
hypersurface 3-D merupakan variabel dinamik dalam relativitas umum.
Keperluan sekarang adalah data awal yang cocok berisi metrik Riemannian
hab dan “turunan waktu” pada manifold 3-D Σ . Untuk meninjau data awal untuk
relativitas umum ini, dapat dilihat bahwa ada kurvatur ekstrinsik yang berada pada
permukaan Σ tertanam dalam ruang-waktu. Kurvatur ekstrinsik Kab ini adalah sebuah
gagasan well-defined untuk turunan waktu dari metrik spasial, yang bisa dituliskan
sebagai
K ab ≡ ∇ aξb = ha c ∇ cξ b = ha c ∇ c nb
… (2.2.13)
dengan ξ a adalah tangen unit terhadap kesesuaian ortogonal geodesik timelike
terhadap Σ . Kemudian, na adalah medan vektor timelike unit yang normal terhadap
Σ , maka turunan sepanjang arah tangensial terhadap Σ harus sesuai dengan ξ a .
Gambar 2.3 mengillustrasikan interpretasi Kab dengan syarat-syarat “bending” dari Σ
dalam ruang-waktu.
Gambar 2.3
Diagram ruang-waktu mengillustrasikan gagasan kurvatur ekstrinsik dari
hypersurface Σ . Garis merah pada titik P merepresentasi pemindahan parallel (parallel
transport) dari vektor normal na, pada Q sepanjang sebuah geodesik yang menghubungi Q ke
P. Kegagalan vektor ini bertepatan dengan na pada P berkaitan dengan “bending” Σ dalam
22
ruang-waktu yang tertanam. Rumus K ab = ha ∇ c nb mengukur kegagalan dari kedua vektor
c
pada P untuk bertepatan pada Q dekat P.
Peninjauan di atas memperkirakan bahwa dalam relativitas umum, data awal
yang cukup harus berisi data tentang ( Σ, hab , K ab ) . Ini menunjukkan bahwa dengan
diberikan data awal-untuk menentukan kendala nilai awal-ada ruang-waktu
hiperbolik secara global ( M , g ab ) yang memenuhi persamaan Einstein yang memiliki
sebuah permukaan Cauchy difeomorfis terhadap Σ yang berisi metrik induksi dan
kurvatur ekstrinsik induksi. Selanjutnya, solusi ini bergantung secara kontinu pada
data awal, yang memenuhi sifat domain ketergantungan, dan unik dalam pengertian
di bawah ini.
Pertama, hubungan antara metrik ruang-waktu, operator turunan dan kurvatur,
yang merupakan kuantitas-kuantitas berkaitan yang menginduksikan sebuah spacelike
hypersurface Σ tertanam digunakan dalam M. Seperti pada persamaan (2.2.10),
metrik gab menginduksikan metrik Riemannian hab pada Σ . Analisis bisa dilakukan
dengan menggunakan teorema metrik gab yang menyatakan bahwa
Teorema 2.2.1. Ambil gab adalah metrik. Maka ada sebuah operator turunan unik ∇a
yang memenuhi ∇ a g ab = 0 .
Maka hab secara unik ditentukan oleh operator turunan (3-D) pada Σ , yang
dinotasikan sebagai Da. Selanjutnya, operator turunan Da pada Σ memberikan tensor
kurvatur
(3)
Rabc d pada Σ . Sehingga rumus Da dan
(3)
Rabc d memiliki hubungan dengan
kuantitas dalam 4-D.
Ambil v a adalah vektor pada titik p ∈ Σ . Vektor v a bisa didekomposisi
secara unik terhadap komponen-komponen tangen dan tegak lurus terhadap Σ
dengan
23
v a = v⊥ n a + v||a
… (2.2.14)
dengan na adalah normal unit terhadap Σ dan v|| na = 0 . Jika v⊥ = 0 maka v a = v||a ,
a
sehingga bisa dianggap v a adalah vektor yang terletak dalam ruang tangen terhadap
Σ pada p. Kondisi v⊥ = 0 adalah ekuivalen terhadap
v a = ha b vb
… (2.2.15)
dengan hab diberikan oleh persamaan (2.2.10) dan indeks pertama dari hab dinaikkan
oleh gab. Secara umum, untuk tensor ruang-waktu T a1 ...ak b1 ...bl bisa dituliskan
T a1 ...ak b1 ...bl = h a1 c1 ...h ak ck hb1 d1 ...hbl dl T c1 ...ck d1 ...dl
… (2.2.16)
Hal di atas menyatakan bahwa hab memiliki peranan sebagai operator proyeksi dari
ruang tangen terhadap M pada p ke ruang tangen terhadap Σ pada p.
Ambil T a1 ...ak b1 ...bl adalah medan tensor dalam manifold Σ . Jika T a1 ...ak b1 ...bl
dipandang sebagai tensor ruang-waktu yang memenuhi persamaan (2.2.16),
pendefinisian ∇ cT a1 ...ak b1 ...bl tetap tidak dapat dilakukan karena diperlukan informasi
berubahnya T a1 ...ak b1 ...bl ketika bergerak keluar dari Σ . Meskipun, hd c∇cT a1 ...ak b1 ...bl
adalah well defined karena untuk kuantitas ini, tidak ada turunan yang diambil
berarah keluar dari Σ . Dengan kata lain, proyeksi dilakukan oleh hd c untuk
memperoleh medan tensor dalam Σ . Kemudian, hasil berikutnya adalah
Lemma 2.2.2. Ambil
( M , gab )
adalah ruang-waktu dan ambil
Σ
adalah
hypersurface spacelike smooth dalam M. Ambil hab menyatakan metrik induksi
pada Σ , persamaan (2.2.10) dan ambil Da menyatakan operator turunan yang
berkaitan dengan hab. Maka Da diberikan oleh rumus
DcT a1 ...ak b1 ...bl = ha1 d1 ...h ak dk hb1 e1 ...hbl el hc f ∇ f T d1 ...dk e1 ...el
Dengan ∇a adalah operator turunan yang berkaitan dengan gab.
… (2.2.17)
24
Dari lemma 2.2.2, Da memenuhi definisi dari operator turunan yang bisa
dituliskan dalam bentuk
Da hbc = ha d hb e hc f ∇ d ( g ef + ne n f ) = 0
… (2.2.18)
karena ∇ d g ef = 0 dan hab nb = 0 . Maka Da adalah operator turunan hab yang unik.
Dengan menggunakan persamaan (2.2.17), penurunan dapat dilakukan untuk
hubungan antara kurvatur
(3)
Rabc d dari Σ dengan kurvatur ruang-waktu Rabc d . Jika
ωa adalah vektor dual pada Σ , bisa dituliskan
→ [ Da , Db ] ωc =(3) Rabc d ωd
[∇a , ∇b ]ωc = Rabc d ωd ⎯⎯⎯⎯
4 − D →3− D
Da Dbωc − Db Daωc = (3) Rabc d ωd
… (2.2.19)
dan
Da Dbωc = Da (hb d hc e∇ d ωe )
= ha f hb g hc k ∇ f (hg d hk e∇ d ωe )
Da Dbωc = ha f hb d hc e∇ f ∇ d ωe + hc e K ab n d ∇ d ωe
+ hb d K ac n e∇ d ωe
… (2.2.20)
Untuk menyederhanakan persamaan di atas dapat digunakan persamaan (2.2.13)
ha b hc d ∇ b hd e = ha b hc d ∇ b ( g d e + nd n e ) = K ac n e
… (2.2.21)
Jika dilihat pada suku kedua dari persamaan (2.2.20), yaitu suku hc e K ab n d ∇ d ωe , yang
menyatakan bahwa antisimetrik terjadi untuk a dan b, maka suku ini akan menghilang
(sama dengan nol) ketika dikurangi Da Dbωc dengan Db Daωc karena K ab = K ba .
Sedangkan suku ketiga dari persamaan (2.2.20), yaitu suku hb d n c ∇ d ωe , bisa
dievaluasi dalam bentuk kurvatur ekstrinsik sebagai berikut.
hb d n e∇ d ωe = hb d ∇ d ( n eωe ) − hb d ωe∇ d n e
karena vektor dual hanya berada dalam ruang tangen, maka suku pertama dari
persamaan di atas sama dengan nol. Sehingga persamaan ini bisa dituliskan
hb d n e∇ d ωe = − hb d ωe∇ d n e = − K b eωe
… (2.2.22)
25
Dari hasil di atas, maka persamaan (2.2.20) bisa dituliskan dalam bentuk
Da Dbωc = ha f hb d hc e∇ f ∇ d ωe − K ac Kb eωe
… (2.2.23)
Dengan cara yang sama, Db Daωc juga bisa diperoleh. Masukkan hasil Da Dbωc dan
Db Daωc ke dalam persamaan (2.2.19), dan gunakan hubungan kurvatur ruang-waktu
yang berbentuk
[∇a , ∇b ]ωc = Rabc d ωd .
Maka, hubungan antara kurvatur
(3)
Rabc d
dengan kurvatur ruang-waktu Rabc d akan diperoleh, yaitu
(3)
Rabc d = ha f hb g hc k h d j R fgk j − K ac Kb d + Kbc K a d
… (2.2.24)
Setelah perolehan persamaan (2.2.24), maka yang diperlukan sekarang adalah
hubungan antara kurvatur ekstrinsik yang berada pada Σ dengan kurvatur ruangwaktu pada M. Kalkulasi yang dilakukan serupa dengan menggunakan operator
turunan Da persamaan (2.2.17) terhadap
K a b = ha c∇b nc
dan Db terhadap
K a a = h a c ∇ a n c , sehingga bisa memperoleh
Da K a b − Db K a a = Rcd n d h c b
… (2.2.25)
Persamaan (2.2.24) dan (2.2.25) diketahui sebagai relasi Gauss-Codacci.
Sekarang, berpaling dari hal di atas, analisis dilakukan untuk persamaan
Einstein vakum. Pemberian data awal ( hab , K ab ) pada manifold 3-D Σ dan percobaan
untuk membangun ruang-waktu hiperbolik secara global
( M , gab )
sehingga Σ
adalah permukaan Cauchy, diperlukan sehingga data awal diinduksi. Strateginya
adalah menulis persamaan Einstein untuk komponen metrik, g µν , dalam sistem
koordinat lokal { y µ } dengan koordinat waktu, t, pemilihan permukaan t = 0 yang
bersesuaian dengan Σ (atau setidaknya bagian dari Σ melingkupi sistem koordinat).
Dengan pemilihan persamaan dalam bentuk (2.1.20), dan penggunaan teorema 2.1.3
dapat dibuktikan kehadiran lokal untuk solusi dengan sifat yang diinginkan. Dari
hasil lokal yang diperoleh, sebuah kesimpulan dapat digaris-besarkan secara global,
yang dinyatakan dalam teorema 2.2.3 di bawah.
26
Komponen dari tensor Einstein Gµν dapat diungkapkan dalam turunanturunan koordinat dari komponen tensor metrik g µν dengan metode komponen
koordinat. Persamaan Einstein vakum Gab = 0 menghasilkan sebuah sistem dengan
10 persamaan diferensial parsial orde kedua untuk sepuluh komponen metrik yang tak
diketahui. Selanjutnya, persamaaan-persamaan ini memiliki bentuk kuasilinear; mis.,
linear dalam turunan kedua dari metrik tersebut. Secara eksplisit, dengan simbol
Christoffel
∂g
∂g ⎞
⎛ ∂g
1
− µν
g ρσ ⎜ νσµ + µσ
∑
⎟
ν
2 σ
∂x
∂xσ ⎠
⎝ ∂x
dan tensor Ricci
Γ ρ µν =
Rµρ = ∑ Rµνρν
ν
=∑
ν
∂ ν
∂
Γ µρ − µ
ν
∂x
∂x
Γν νρ + ∑ Γα µρ Γν αν − Γανρ Γν αµ
∑
ν
αν
,
atau 4
Rµν = −
1
g αβ ( −2∂ β ∂ (ν g µ )α + ∂α ∂ β g µν + ∂ µ ∂ν gαβ )
∑
2 α ,β
… (2.2.26)
maka Gµν adalah
1
Gµν = Rµν − g µν R
2
1
= − ∑ g αβ ( −2∂ β ∂ (ν g µ )α + ∂α ∂ β g µν + ∂ µ ∂ν gαβ )
2 α ,β
+
… (2.2.27)
1
∑ g µν g αβ g ρσ {−∂ β ∂ ρ gσα + ∂α ∂ β g ρσ }
2 α , β , ρ ,σ
Dari persamaan (2.2.27) bisa diperoleh bahwa
Gµν nν = 0
∑
ν
4
… (2.2.28)
Notasi untuk bagian tensor yang simetrik dan antisimetrik secara total dengan contoh, untuk
tensor dengan tipe (0,2) dapat ditulis T( ab ) = 1/ 2(Tab + Tba ) dan T[ ab ] = 1/ 2(Tab − Tba )
27
(dengan na adalah normal unit terhadap t = permukaan konstan) tidak berisi turunan
orde kedua dari komponen metrik; mis. komponen dari Gab = 0 pada t = 0 hanya
bergantung pada data awal. Maka, persamaan ini menyediakan kendala nilai awal,
dalam analogi dengan persamaan (2.2.2) pada kasus elektromagnetik. Persamaan ini
dapat diungkapkan dalam bentuk invarian koordinat dengan menggunakan persamaan
Gauss-Codacci (2.2.24) dan (2.2.25). Dari persamaan (2.2.25), kendala nilai awal
diperoleh, yaitu
0 = hb a Gbc n c = hb a Rbc n c = Da K a b − Db K a a
… (2.2.29)
Dalam penjumlahan, hubungan tensor Gab diperoleh, yaitu
Rabcd h ac hbd = Rabcd ( g ac + n a nc )( g bd + nb n d )
= R + 2 Rac n a nc
… (2.2.30)
= 2Gac n a nc
Lalu, dengan menggunakan persamaan (2.2.24), bisa dikontraksikan persamaan
tersebut untuk b dan d, dan kalikan dengan hac, maka skalar kurvatur
(3)
R dari metrik
induksi akan diperoleh, yaitu
(3)
R = R + 2 Rab n a nb − ( K a a ) 2 + K ab K ab
… (2.2.31)
Sehingga kendala tambahan diperoleh dalam bentuk
1
0 = Gab n a nb = {(3) R + ( K a a ) 2 − K ab K ab }
2
… (2.2.32)
Persamaan (2.2.29) dan (2.2.32) adalah persamaan kendala nilai awal untuk
relativitas umum yang diungkapkan analog dengan persamaan (2.2.3).
Ada sifat yang analogi dengan kasus elektromagnetik, yang bisa diperoleh
dari persamaan-persamaan di atas, hal ini bisa ditinjau identitas Bianchi. Sebagai
konsekuensi dari identitas Bianchi,
∇ a Gab = 0
… (2.2.33)
jika kendala (2.2.29) dan (2.2.32) dipenuhi secara awal dan komponen spasial dari
persamaan Einstein dipenuhi dimanapun, maka kendala-kendala juga dipenuhi.
28
Secara global, formalisme nilai awal untuk relativitas umum bisa dituliskan
dalam teorema berikut.
Teorema 2.2.3 Ambil Σ adalah sebuah 3-D C ∞ manifold, ambil hab adalah sebuah
metrik Riemannian yang smooth pada Σ dan ambil Kab adalah sebuah medan
tensor simetrik yang smooth pada Σ . Anggap hab dan Kab memenuhi persamaan
kendala (2.2.29) dan (2.2.32). Maka ada sebuah ruang-waktu C ∞ unik, (M,gab)
yang disebut sebagai pengembangan Cauchy maksimal dari ( Σ, hab , K ab ) yang
memenuhi empat sifat sebagai berikut: (i) (M,gab) adalah solusi dari persamaan
Einstein. (ii) (M,gab) adalah hiperbolik secara global dengan permukaan Cauchy
Σ . (iii) Metrik induksi dan kurvatur ekstrinsik dari Σ adalah hab dan Kab. (iv)
Untuk ruang-waktu lainnya yang memenuhi (i)-(iii) dapat dipetakan secara
isometris dalam subset dari (M,gab). Selanjutnya, (M,gab) memenuhi sifat domain
ketergantungan yang diinginkan dalam pengertian berikut ini. Anggap
( Σ, hab , K ab )
dan
( Σ ', h 'ab , K 'ab )
adalah
kumpulan
data
awal
dengan
pengembangan maksimal (M,gab) dan (M’,g’ab). Anggap ada difeomorfisme
antara S ⊂ Σ dan S ' ⊂ Σ ' yang membawa ( hab , K ab ) di S ke ( hab' , K ab' ) di S’.
Maka D(S) dalam ruang-waktu (M,gab) adalah isometris terhadap D(S’) dalam
ruang-waktu (M’,g’ab). Akhirnya, solusi gab pada M bergantung secara kontinu
pada data awal ( hab , K ab ) pada Σ .
(Definisi yang tepat untuk topologi pada data awal yang membuat pemetaan ini
kontinu dapat dilihat pada Hawking and Ellis 1973 [8])
BAB III
FORMALISME LAGRANGIAN DAN HAMILTONIAN UNTUK
RELATIVITAS UMUM
Pada dasarnya, persamaan medan Einstein, Gab = 8π Tab menjelaskan seluruh
dinamika yang ada dalam relativitas umum. Meskipun, seperti dalam fisika klasik
(non-kuantum), dinamika dari sistem bisa diungkapkan dalam formalisme Lagrangian
dan Hamiltonian, maka relativitas umum juga bisa diungkapkan dalam formalisme
ini. Tujuan dari formalisme ini, bisa ditinjau dari penganalisaan kuantum ketika
integral lintasan memerlukan Lagrangian untuk prinsip aksi, dan kuantisasi kanonik
berawal dari bentuk Hamiltonian (seperti dalam teori klasik). Oleh karena itu,
formalisme Lagrangian dan Hamiltonian memegang peranan penting ketika
dilakukan usaha untuk mengkuantisasi gravitasi.
3.1
Formalisme Lagrangian
Dari formalisme Lagrangian untuk teori medan, penjabaran dilakukan secara
lebih umum dalam bentuk tensor untuk relativitas umum. Tinjau medan tensor yang
berada dalam manifold M. Medan tersebut dinotasikan dengan ψ . Ambil S [ψ ]
adalah sebuah fungsional ψ , mis., S adalah sebuah pemetaan dari konfigurasi medan
pada M ke dalam bilangan. Ambil ψ λ adalah sebuah keluarga parameter satu yang
smooth dari konfigurasi medan yang dimulai dari ψ 0 yang memenuhi syarat batas,
dψ λ / d λ |λ =0 = δψ . Anggap dS / d λ pada λ = 0 ada seluruh keluarga parameter satu
yang dimulai dari ψ 0 . Selanjutnya, ada sebuah medan tensor yang smooth χ [yang
dual terhadap ψ , mis., jika ψ adalah medan tensor dengan tipe (k,l) maka χ akan
menjadi tipe (l,k)] sehingga untuk keluarga parameter tersebut memenuhi
29
30
dS
= χ δψ
d λ M∫
… (3.1.1)
dengan S adalah diferensiabel fungsional pada ψ 0 , dan χ adalah turunan fungsional
dari S dan dinyatakan dengan
χ=
δS
|
δψ ψ
0
… (3.1.2)
Tinjau sebuah fungsional S dalam bentuk
S[ψ ] = ∫ L[ψ ]
… (3.1.3)
M
dengan L adalah fungsi lokal dari ψ dan bilangan berhingga dari turunannya, mis.,
L |x = L (ψ ( x ), ∇ψ ( x ),..., ∇ kψ ( x ))
… (3.1.4)
Anggap S adalah diferensiabel fungsional dan konfigurasi medan ψ
yang
mengekstrimisasi S,
δS
| =0
δψ ψ
… (3.1.5)
adalah tepat sebuah solusi dari persamaan medan untuk ψ . Maka S adalah sebuah
aksi, dan L adalah rapat Lagrangian.
Untuk relativitas umum, variabel medan adalah metrik ruang-waktu, gab, yang
didefinisikan pada manifold empat dimensi, M. Dalam kasus ini, ada sedikit hasil
kejanggalan dari elemen volume alami yang digunakan dalam integral (3.1.1) dan
(3.1.3) yaitu elemen volume ε abcd yang ditentukan dari gab lewat persamaan
ε a ...a ε a ...a = (−1) s n !
1
n
1
n
… (3.1.6)
dengan s = 0 untuk metrik Riemannian dan s = 1 untuk metrik Lorentz. Akibatnya,
elemen volume itu sendiri bergantung pada variabel medan, dan sebab itu variasinya
harus diambil dalam perhitungan turunan fungsional. Cara untuk mengatasi hal ini
adalah dengan mengambil L adalah tensor empat-indeks antisimetrik daripada skalar
mis., untuk kesesuaian elemen volume dalam L . Pada dasarnya, peninjauan dapat
31
dilakukan dengan memperkenalkan suatu volume tetap yaitu eabcd pada M dan
mendefinisikan seluruh integral pada M terhadap eabcd dibanding ε abcd . Karena dua
elemen volume pada tiap titik hanya berbeda dari faktor skala, atau
ε abcd = f eabcd
… (3.1.7)
Dalam tiap basis, komponen yang tidak-menghilang dari eabcd memiliki nilai ±1 ,
kalkulasi dengan menggunakan persamaan
ε12...n = {(−1) s det( g µν )} =
g
… (3.1.8)
untuk koordinat basis dan ini berassosiasi dengan elemen volume yaitu
f = −g
… (3.1.9)
dengan g menyatakan determinan dari matriks komponen, g µν . Dengan diberikan
elemen volume eabcd pada M, dapat didefinisikan rapat tensor T a...b c...d yang menjadi
tensor yang diungkapakan dalam bentuk
T a...b c...d = − gT a...b c...d
… (3.1.10)
dengan T a...b c...d adalah tensor dengan nilai tidak bergantung pada pemilihan eabcd .
Dengan kata lain, aksi S untuk relativitas umum bebas dari eabcd . Dalam hal ini rapat
Lagrangian L adalah rapat skalar. Dengan cara yang sama, dS/dλ bebas dari eabcd ,
turunan fungsional dari S harus merupakan rapat tensor.
Rapat Lagrangian untuk persamaan Einstein vakum adalah
L = −g R
… (3.1.11)
dan aksi yang bersangkutan
S [ g ab ] = ∫ Le
… (3.1.12)
yang disebut aksi Hilbert, dengan e adalah notasi bentuk diferensial untuk elemen
volume. Untuk variasi satu-parameter δ g ab didefinisikan sebagai dg ab / d λ . Karena
g ac g cb = g a b , maka δ g ab = − g ac g bd δ g cd . Dengan catatan, karena g ab dan
δ g ab
32
harus simetrik, maka penambahan tensor antisimetrik ke dalam turunan fungsional
terhadap g ab tidak mempengaruhi persamaan (3.1.1). Pengeleminasian kebebasan ini
memerlukan bahwa turunan fungsional adalah simetrik.
Untuk keluarga satu-parameter yang dimulai dari g ab , diperoleh
dLG
= − g (δ Rab ) g ab + − g Rabδ g ab + Rδ ( − g )
dλ
… (3.1.13)
Dari persamaan Einstein linearisasi, diperoleh
g abδ Rab = ∇ a va
… (3.1.14)
va = ∇ b (δ g ab ) − g cd ∇ a (δ g cd )
… (3.1.15)
dengan
Dengan menggunakan rumus trace untuk matriks A non-singular
1 d
⎡ dA −1 ⎤
(det A)
tr ⎢
A ⎥=
⎣ dτ
⎦ det A dτ
… (3.1.16)
maka
δ
(
)
−g =
1
1
− g g abδ g ab = −
− g g abδ g ab
2
2
… (3.1.17)
sehingga
dSG
dL
1
⎛
⎞
= ∫ G = ∫ ∇ a va − g e + ∫ ⎜ Rab − Rg ab ⎟δ g ab − g e
2
dλ
dλ
⎝
⎠
… (3.1.18)
Suku pertama dari persamaan (3.1.18) adalah integral dari divergensi, ∇ a va , terhadap
elemen volume alami ε = − ge . Sebab ini, dengan teorema Stokes integral ini hanya
berkontribusi pada syarat batas. Pada kenyataannya, suku ini tidak menghilang untuk
variasi umum dengan g ab yang berlaku tetap pada batas, meskipun ini menghilang
untuk variasi dimana turunan pertama g ab juga berlaku tetap. Bagaimanapun, untuk
menyederhanakan persoalan, pengabaikan dapat dilakukan untuk kontribusi pada hal
ini. Dengan mengabaikan suku batas, maka diperoleh
33
δ SG
1
⎛
⎞
= − g ⎜ Rab − Rg ab ⎟
ab
2
δg
⎝
⎠
… (3.1.19)
Dan persamaan (3.1.5) adalah ekuivalen dengan persamaan Einstein dalam vakum.
Lalu, dari sudut pandang Lagrangian, persamaan Einstein muncul dalam bentuk rapat
Lagrangian dari persamaan (3.1.11) dimana rapat skalar dapat dikonstruksi dari
metrik ruang-waktu.
Pada dasarnya, variabel medan dalam relativitas umum adalah metrik itu
sendiri. Metrik ini sendiri terhadap operator turunan ∇a bisa dipandang sebagai
variabel-variabel yang saling bebas. Dengan kata lain, persamaan (3.1.11) yang
merupakan rapat Lagrangian dapat dipandang sebagai fungsi dari metrik dan operator
turunan. Aksi yang bersangkutan disebut sebagai aksi Palatini
SG [ g ab , ∇ a ] = ∫ − g Rab g ab e
… (3.1.20)
yang merupakan fungsi dari gab dan ∇a , bersamaan dengan persamaan Einstein pada
(3.1.19) yang memiliki syarat kompatibilitas metrik yaitu ∇ c g ab = 0 . Pembuktian
dapat dilakukan untuk ∇a yang diungkapkan dalam operator turunan tetap yang
dan medan tensor Ccab, yang memiliki hubungan
sembarang ∇
a
g − Cd g − Cd g
0 = ∇ a g bc = ∇
a bc
ab dc
ac bd
atau
g
Ccab + Cbac = ∇
a bc
dengan
g +∇
g −∇
g }
C c ab = 1/ 2 g cd {∇
a bd
b ad
d ab
Sehingga variasi dari ∇a adalah ekuivalen terhadap variasi dari Ccab. Dalam
peninjauan variasi satu parameter dari gab dan ∇a , akan lebih cocok untuk memilih
sebagai operator turunan yang kompatibel terhadap gab pada λ = 0 . Kemudian,
∇
a
pengkalkulasian dilakukan pada λ = 0 seperti pada persamaan (3.1.13), yang
menghasilkan
34
dLG
1
⎛
⎞
= −2 ∫ g ab∇[ aδ C c c ]b − ge + ∫ ⎜ Rab − Rg ab ⎟ δ g ab − ge
dλ
2
⎝
⎠
ab c
= −2 ∫ g ∇[ aδ C c ]b − ge
+ ∫ g ab [C d abδ C c cd + C c cd δ C d ab − 2C d cbδ C c ad ] − ge
… (3.1.21)
1
⎛
⎞
+ ∫ ⎜ Rab − g ab R ⎟δ g ab − ge
2
⎝
⎠
Pada baris kedua dari persamaan (3.1.21), suku pertama menghilang dengan
adalah operator turunan kompatibel metrik.
menggunakan teorema Stokes karena ∇
a
Lebih tepatnya, dalam kasus ini tidak ada suku batas karena yang diperlukan adalah
bahwa δ C c ab menghilang pada batas. Sehingga persamaan (3.1.21) menjadi
dLG
= ∫ ⎡⎣C bd d δ a c + C d dc g ab − 2C b c a ⎤⎦δ C c ab − ge
dλ
1
⎛
⎞
+ ∫ ⎜ Rab − g ab R ⎟δ g ab − ge
2
⎝
⎠
… (3.1.22)
Suku pertama δ LG / δ C c ab bisa dihilangkan dengan simetrisasi terhadap a dan b,
dengan sedikit aljabar yang mengimplikasikan C c ab = 0 , mis., ∇ a = ∇ a . Kemudian
penghilangan dari δ LG / δ g ab menghasilkan persamaan Einstein dalam vakum seperti
sebelumnya.
Persamaan Einstein non-vakum dengan medan materi seperti medan skalar
Klein-Gordon atau medan Maxwell dapat diperoleh juga dari formalisme Lagrangian
dengan cara yang sederhana dan alami. Pertama, rapat Lagrangian LM yang cocok
harus ditemukan dalam ruang-waktu lengkung. Dalam hal khusus, untuk medan
Klein-Gordon dapat diverifikasi diferensiabel fungsional yang bersangkutan terhadap
φ dari aksi SKG , yang diperoleh dari rapat Lagrangian
LKG = −
1
− g ( g ab ∇ aφ∇ bφ + m 2φ 2 )
2
… (3.1.23)
yang menghasilkan persamaan Klein-Gordon dalam ruang-waktu lengkung, yaitu
35
∇ a ∇ aφ − m 2φ = 0
… (3.1.24)
Dengan cara yang sama, untuk medan Maxwell, rapat Lagrangian yang bersangkutan
adalah
LEM = −
1
− g g ac g bd Fab Fcd = − − g g ac g bd ∇[ a Ab ]∇[ c Ad ]
4
… (3.1.25)
yang menghasilkan persamaan Maxwell dalam ruang-waktu lengkung, yaitu
∇ a Fab = −4π jb
… (3.1.26)
Untuk memperoleh persamaan medan Einstein-materi terkopel, dapat dijumlahkan
secara total rapat Lagrangian, L dengan penjumlahan rapat Lagrangian Einstein LG
dengan rapat Lagrangian materi LM dengan sebuah konstanta, yang menghasilkan
L = LG + α M LM
… (3.1.27)
dengan α M adalah sebuah konstanta. Karena LG tidak bergantung pada medan
materi, maka variasi dari aksi total, S, terhadap dia akan menghasilkan persamaan
yang sama sebagai variasi dari SM itu sendiri. Variasi dari S terhadap gab akan
menghasilkan persamaan
Gab = Rab −
1
g ab R = 8π Tab
2
… (3.1.28)
dengan tensor Tab adalah
Tab = −
αM
8π
1 δ SM
ab
−g δ g
… (3.1.29)
Untuk rapat Lagrangian (3.1.23), nilai α M dari (3.1.29) dapat dibuktikan bahwa yang
cocok dengan (3.1.23) adalah α KG = 16π sehingga LM = LKG yang menghasilkan
persamaan Einstein-Klein-Gordon. Sedangkan untuk rapat Lagrangian (3.1.25), nilai
α M yang bersangkutan adalah α EM = 4 dan LM = LEM yang menghasilkan persamaan
Einstein-Maxwell. Secara umum, rapat Lagrangian LM yang didefinisikan untuk
teori medan materi memiliki tensor stress-energy yang didefinisikan oleh persamaan
36
(3.1.29). Jika rapat Lagrangian untuk medan materi tidak bergantung pada pemilihan
operator turunan ∇a , maka persamaan Einstein-materi bisa juga diturunkan dari
variasi dari penjumlahan aksi Palatini dan aksi materi.
Pada dasarnya, aksi materi S M harus invarian terhadap difeomorfisme, mis.,
jika
fλ : M → M '
adalah
keluarga
difeomorfisme
satu-parameter,
maka
S M [ g ab ,ψ ] = S M [ f λ * g ab , f λ *ψ ] . Sebab itu, untuk variasi, bisa diperoleh
0=
dS M
δS
δS
= ∫ Mab δ g ab + ∫ M δψ
δg
δψ
dλ
… (3.1.30)
Dari hubungan variasi δ g ab , memiliki bentuk yang umum A w g ab = 2∇ ( a wb ) ( A
adalah turunan Lie didefinisikan pada bab 3.2), dengan wa adalah medan vektor
sembarang. Anggap ψ memenuhi persamaan medan materi. Maka δ S M / δψ |ψ = 0
dan suku kedua dalam persamaan (3.1.30) tidak membuat kontribusi. Dengan
menggunakan persamaan (3.1.29), untuk ψ yang memenuhi persamaan medan
materi dan untuk semua smooth wa dari dukungan compact, bisa diperoleh
0 = ∫ − gTab ∇ ( a wb ) e
= ∫ Tab ∇ a wbε
= − ∫ (∇ aTab ) wbε
yang mengimplikasikan
∇ aTab = 0
… (3.1.31)
Maka, untuk aksi invarian difeomorfisme, Tab selalu kekal untuk sifat dari persamaan
medan materi. Hal ini menyebabkan interpretasi dari Tab sebagai representasi tensor
momentum-energi-regangan dari medan materi. Dengan menggunakan argumentasi
di atas untuk SG, maka diperoleh (bebas dari persamaan medan materi apapun)
∇ a Gab = 0
… (3.1.32)
37
Oleh karena itu, formalisme Lagrangian dalam relativitas umum memiliki identitas
Bianchi kontraksi, yang dapat dipandang sebagai konsekuensi dari invarian aksi
Hilbert terhadap difeomorfisme.
3.2
Formalisme Hamiltonian
Dari uraian sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa formalisme Lagrangian
untuk teori medan adalah kovarian ruang-waktu. Penentuan fungsional aksi untuk
medan ψ yang ekstrimisasi akan menghasilkan persamaan medan. Di lain pihak,
formalisme Hamiltonian memerlukan pemecahan ruang-waktu menjadi ruang dan
waktu, dengan alasan yang sama sewaktu memperoleh formalisme nilai awal untuk
relativitas umum. Langkah pertama untuk formalisme ini adalah dengan memilih
fungsi waktu t dan medan vektor ta pada ruang-waktu sehingga permukaan, Σ t , dari t
konstan adalah permukaan Cauchy spacelike dan t a ∇ a t = 1 . Medan vektor ta
diinterpretasi sebagai “aliran waktu” dalam ruang-waktu dan digunakan untuk
mengidentifikasi tiap Σ t dengan permukaan awal Σ 0 . Untuk pengintegralan dalam
formalisme ini terhadap M, digunakan elemen volume ε abcd yang berkaitan dengan
metrik ruang-waktu. Sedangkan untuk Σ t , dapat digunakan elemen volume
(3)
ε abc = ε dabc n d , dimana nd adalah normal unit terhadap Σ t . Pada dasarnya, secara
umum, elemen volume ini bergantung pada waktu atau A t ε abcd ≠ 0 dan A t (3)ε abc ≠ 0 .
Dengan menggunakan elemen volume yang bergantung pada waktu, terjadi
ketidaksesuaian ketika dilakukan pengidentifikasian Σ t dengan Σ 0 agar memandang
evolusi dinamika sebagai perubahan medan pada manifold tetap Σ 0 . Oleh karena itu,
perkenalkan elemen volume tetap eabcd pada M yang memenuhi A t eabcd = 0 . Pada tiap
Σ t , dapat didefinisikan
(3)
eabc = edabc t d . Agar hasil yang diperoleh bebas dari
pemilihan eabcd, maka rapat Lagrangian harus merupakan rapat skalar pada M dan
38
momentum π (untuk formalisme Hamiltonian) harus merupakan rapat tensor pada
Σt .
Langkah berikutnya adalah mendefinisikan ruang konfigurasi untuk medan
dengan menentukan medan tensor q pada Σ t . Ruang momenta yang mungkin dari
medan pada konfigurasi q yang diberikan diambil menjadi “ruang kotangen” Vq*, dari
ruang konfigurasi pada q. Karena himpunan dari konfigurasi yang mungkin dari
medan adalah dimensi-tak-berhingga, maka definisi yang tepat untuk Vq* tidak
dilakukan. Meskipun, untuk kasus ini variasi tak-berhingga yang diperbolehkan (mis.,
vektor tangen) δ q pada q direpresentasikan dengan medan tensor pada Σ t dengan
tipe (k,l), maka ruang momenta berisi medan tensor, π dengan tipe (l,k) pada Σ t .
Sehingga π memetakan δ q ke \ lewat δ q → ∫ π δ q , dengan kontraksi indeks
Σt
seperti biasa yang dilakukan. Langkah terakhir adalah penentuan fungsional H [q, π ]
pada Σ t , yang dinamakan Hamiltonian, dalam bentuk
H =∫H
… (3.2.1)
Σt
dengan H adalah rapat Hamiltonian berupa fungsi lokal dari q, π dan turunan
spasialnya pada orde berhingga, sehingga pasangan persamaannya adalah
q = A t q =
δH
δπ
π ≡ A tπ = −
δH
δq
… (3.2.2)
… (3.2.3)
yang ekuivalen terhadap persamaan medan yang dipenuhi oleh ψ .
Formalisme Lagrangian dari teori medan, memiliki fungsional L (dengan
asumsi bahwa L tidak bergantung pada turunan waktu yang lebih dari orde pertama)
yang bergantung pada medan ψ dan turunan pertamanya terhadap waktu ψ ,
sedangkan untuk formalisme Hamiltonian memiliki fungsional H yang bergantung
39
pada ψ (dengan q diambil untuk medan ψ yang dievaluasi pada Σ t ) dan momentum
konjugat π . Pada dasarnya, kedua formalisme ini bisa dikaitkan dengan transformasi
Legendre (seperti dalam mekanika partikel). Sehingga momentum π , yang berkaitan
dengan ψ pada Σ t , adalah
π=
∂L
∂q
… (3.2.4)
Dan hubungan antara H dan L adalah
H = π q − L
… (3.2.5)
Untuk memperoleh formalisme Hamiltonian dalam persamaan Einstein,
dengan uraian di atas maka dapat dilakukan pemilihan fungsi waktu t dan medan
vektor “aliran waktu” ta pada M yang memenuhi t a ∇ a t = 1 . Diberikan metrik gab, ini
tidak menyusahkan untuk dekomposisi ta dalam bagian normal dan tangensial
terhadap permukaan Σ t , dengan t konstan. Seperti pada Bab II, pendefinisian
dilakukan untuk fungsi lapse, N, dengan
N = − g abt a nb = ( n a ∇ a t )
−1
… (3.2.6)
dan vektor shift, Na, dengan
N a = h a bt b
… (3.2.7)
dengan na adalah normal unit terhadap Σ t dan hab = g ab + na nb adalah metrik spasial
induksi pada Σ t . Maka, N mengukur rata-rata aliran waktu proper, τ , terhadap
waktu koordinat, t, ketika bergerak secara normal ke Σ t . Sedangkan Na mengukur
jumlah dari “shift” tangensial ke Σ t yang berisi medan vektor aliran waktu ta (lihat
gambar 2.2 dari Bab II). Sehingga normal unit na dinyatakan dalam bentuk
na =
1 a
(t − N a )
N
… (3.2.8)
yang berisi suku N, Na dan ta. Maka, metrik invers dapat ditulis dalam bentuk
40
g ab = h ab − n a nb = h ab −
1 a
(t − N a )(t b − N b )
2
N
… (3.2.9)
Dari persamaan (3.2.9), sebenarnya bisa digunakan variabel medan dalam bentuk
kovarian yaitu hab, N, Na dibanding menggunakan metrik invers gab. Sehingga,
informasi yang ada dalam (hab , N , N a ) adalah ekuivalen dengan yang ada dalam gab.
Untuk elemen volume pada Σ t , digunakan elemen volume tetap eabcd pada
ruang-waktu yang memenuhi A t eabcd = 0 , sehingga pada Σ t digunakan elemen
volume
(3)
eabc = edabc t d . Dengan analogi persamaan (3.1.7), dimiliki
(3)
(3)
ε abc = h eabc ,
dengan h adalah determinan dari matriks komponen, hµν , dari hab dalam basis dimana
komponen yang ada dari
(3)
eabc memiliki nilai ±1 , sehingga diperoleh
−g = N h
… (3.2.10)
Langkah pertama untuk memperoleh fungsional Hamiltonian untuk relativitas
umum adalah dengan mengungkapkan aksi gravitasi dalam suku (hab , N , N a ) dan
turunan waktu dan ruangnya. Dalam hal ini, aksi Hilbert dari persamaan (3.1.12)
digunakan dibanding menggunakan (3.1.20). Kemudian, kurvatur skalar diungkapkan
seperti persamaan (2.2.30) yaitu
R = 2(Gab n a nb − Rab n a nb )
… (3.2.11)
Dan Gab n a nb memiliki hubungan dengan kurvatur ekstrinsik Kab pada Σ t (dari
kendala nilai awal yaitu persamaan [2.2.32]), yaitu
1
Gab n a nb = [(3) R + ( K a a ) 2 − K ab K ab ]
2
… (3.2.12)
Dari pendefinisian tensor Riemann yaitu [∇ a , ∇b ]ωc = Rabc d ωd , maka suku kedua dari
persamaan (3.2.11) yang merupakan Ricci tensor yaitu dengan kontraksi indeks b
dengan d, bisa dituliskan dalam
Rab n a nb = Racb c n a nb = − n a (∇ a ∇ c − ∇ c∇ a )n c
Kemudian, dengan menggunakan hubungan
… (3.2.13)
41
∇ a ( n a ∇ c n c ) = (∇ a n a )(∇ c n c ) − n a (∇ a ∇ c n c ) dan K ac = ha b ∇ b nc maka
Rab n a nb = (∇ a n a )(∇ c n c ) − (∇ c n a )(∇ a n c )
− ∇ a (n a∇ c nc ) + ∇ c (n a ∇ a nc )
… (3.2.14)
= K − K ac K − ∇ a (n ∇ c n ) + ∇ c (n ∇ a n )
2
ac
a
c
a
c
dengan K = Kaa. Untuk dua suku terakhir dari bagian kanan persamaan (3.2.14), ini
adalah bentuk divergensi yang dapat diabaikan (hal yang sama dilakukan pada
pengabaikan suku divergensi pada persamaan [3.1.18]). Dengan menggunakan
persamaan (3.2.12) dan (3.2.14), maka persamaan (3.2.11) menjadi
R = (3) R + K ab K ab − K 2
… (3.2.15)
Sehingga, rapat Lagrangian dari persamaan (3.1.11), bisa dituliskan sebagai
LG = hN [(3) R + K ab K ab − K 2 ]
… (3.2.16)
Untuk mengungkapkan persamaan (3.2.16) dalam suku (hab , N , N a ) , maka kurvatur
ekstrinsik tersebut perlu ditinjau lebih lanjut. Dengan menggunakan definisi dari
turunan Lie 1 yang dituliskan dalam bentuk berikut
k
A vT a1 ...ak b1 ...bl = v c ∇ cT a1 ...ak b1 ...bl − ∑ T a1 ...c...ak b1 ...bl ∇ c v ai
i =1
l
+ ∑T
a1 ...ak
j =1
b1 ...c ...bl
∇b j v
… (3.2.17)
c
maka bisa diungkapkan hubungan antara kurvatur ekstrinsik dengan turunan Lie dari
normal unit n terhadap metrik spasial. Dari hubungan hab = g ab + na nb dengan
n a na = −1 , jika diambil turunan Lie untuk hab, A n hab , yang memenuhi aturan Leibniz
yaitu
A n hab = A n g ab + A n na nb
1
… (3.2.18)
Turunan Lie merupakan turunan dari sebuah grup satu-parameter difeomorfisme, yang
dibangun oleh sebuah medan vektor v, dan memetakan secara linear medan tensor yang smooth dengan
tipe (k,l) ke medan tensor yang smooth dengan tipe (l,k).
42
Pertama, evaluasi nilai
A n na nb
dengan menggunakan persamaan geodesik
T a ∇ aT b = 0 yang berlaku untuk sembarang medan vektor tangen Ta. Dalam hal ini Ta
= na , kemudian gunakan aturan Leibnitz , sehingga A n na nb sama dengan nol. Kedua,
untuk A n g ab yang memiliki operator turunan yang berkaitan dengan gab, bisa
memperoleh
A n g ab = n c ∇ c g ab + g cb∇ a nc + g ac∇ b n c
= ∇ a nb + ∇b na
… (3.2.19)
dan
A n hab = A n g ab = 2ha c ∇ c nb
… (3.2.20)
Kemudian, kurvatur ekstrinsik bisa dituliskan dalam bentuk turunan Lie yaitu
K ab = ha c∇ c nb =
1
A n hab
2
… (3.2.21)
Dari persamaan (3.2.17) dan (3.2.8), persamaan (3.2.21) bisa dituliskan dalam bentuk
yang diinginkan yaitu sebagai berikut.
1
K ab = (n c∇ c hab + hac∇b nc + hcb∇ a nc )
2
1
= N −1 ⎡⎣ Nnc ∇ c hab + hac∇b ( Nnc ) + hcb∇ a ( Nnc ) ⎤⎦
2
1
= N −1 ⎡ N N −1 ( t c − N c ) ∇ c hab + hac∇b (t c − N c ) + hcb∇ a ( t c − N c ) ⎤
⎣
⎦
2
(
K ab =
=
)
1 −1 c
N [t ∇ c hab + hac∇bt c + hcb∇ a t c
2
− ( N c∇ c hab + hac∇b N c + hcb∇ a N c )]
… (3.2.22)
1 −1
N ( A t hab − A N hab )
2
Dengan A t hab = hab dan A N hab yang memiliki operator turunan pada Σ t yang
berkaitan dengan hab (lihat lemma 2.2.2), yaitu Da, persamaan (3.2.22) menjadi
K ab =
1 −1 N [hab − Da N b − Db N a ]
2
… (3.2.23)
43
Substitusikan persamaan (3.2.23) ke persamaan (3.2.16), akan diperoleh aksi gravitasi
dalam suku-suku (hab , N , N a ) seperti yang diinginkan, yang tidak lain merupakan
formalisme ADM.
Selanjutnya, untuk menentukan rapat Hamiltonian yang bersangkutan
diperlukan momentum konjugat terhadap N , N a , hab yang dinotasikan dengan
π , π a , π ab , secara berurutan. Momentum-momentum ini memiliki bentuk-bentuk
eksplisit sebagai berikut.
π=
∂LG
=0
∂N
∂L
π a = G = 0
∂N a
∂L
π ab = G = h ( K ab − h ab K )
∂h
… (3.2.24)
… (3.2.25)
… (3.2.26)
ab
Persamaan (3.2.24) dan (3.2.25) diketahui sebagai kendala utama. Kendala utama
adalah pernyataan murni yang formal, yang mengungkapkan Lagrangian (3.2.16)
tidak bergantung pada “kecepatan” (turunan waktu) N dan N a . Kecepatan ini adalah
sembarang dan tidak dapat diungkapkan dalam bentuk momenta. Sehingga,
interpretasi bisa dilakukan bahwa N dan Na tidak dipandang sebagai variabel
dinamik2. Karena N dan Na tidak dapat dikeluarkan dari Hamiltonian, maka ruang
konfigurasi perlu didefinisikan ulang untuk berisi metrik Riemannian, hab pada Σ t .
Dengan menggunakan persamaan (3.2.23) yaitu
hab = 2 NK ab + Da Nb + Db N a
... (3.2.27)
dan hubungan kurvatur ekstrinsik dengan momentum konjugat (3.2.26) yaitu
K ab = (1/ h )π ab + Kh ab , rapat Hamiltonian menjadi
2
Interpretasi yang analog terhadap kasus elektromagnetik bisa diambil bahwa munculnya
variabel non-dinamik dalam Hamiltonian, potensial skalar V, yang dinyatakan dalam kendala
Hamiltonian. (lihat lampiran B)
44
H G = π ab hab − LG
… (3.2.28)
1 ⎤
⎡
= − hN (3) R + N (1/ h ) ⎢π abπ ab − π 2 ⎥ + 2π ab Da N b
2 ⎦
⎣
1
H G = h1/ 2 {N [− (3) R + h −1π abπ ab − h −1π 2 ]
2
−1/ 2 ab
− 2 Nb [ Da (h π )] + 2 Da (h −1/ 2 N bπ ab )}
… (3.2.29)
dengan π = π a a . Suku terakhir dari persamaan (3.2.29) hanya berkontribusi pada
batas dari H G = ∫ H G (3) e dan akan dikeluarkan. Variasi dari H G terhadap N dan Na
akan menghasilkan persamaan-persamaan berikut3.
δ HG
1
= − (3) R + h −1π abπ ab − h −1π 2 = 0
δN
2
… (3.2.30)
δ HG
= Da (h −1/ 2π ab ) = 0
δ Na
… (3.2.31)
Dengan substitusi nilai π ab dari persamaan (3.2.26), persamaan (3.2.30) dan (3.2.31)
akan menjadi
1 (3)
{ R + ( K a a ) 2 − K ab K ab } = 0
2
… (3.2.32)
Da K a b − Db K a a = 0
… (3.2.33)
yang tidak lain merupakan persamaan kendala nilai awal (2.2.32) dan (2.2.29) yang
ditemukan pada bab II. Sedangkan persamaan dinamika (3.2.2) dan (3.2.3) yang
diperoleh dari HG adalah
1
⎡
⎤
hab = δ H G / δπ ab = 2h −1/ 2 N ⎢π ab − habπ ⎥ + Da N b + Db N a
2
⎣
⎦
3
… (3.2.34)
Dalam analogi dengan formalisme Hamiltonian untuk persamaan Maxwell, ditemukan bahwa
variasi dari HEM terhadap V,
δ H EM / δ V = 0
G G
merupakan persamaan kendala ∇ ⋅ E = 0 , dan tidak
lain merupakan persamaan Maxwell dalam vakum.
45
π ab = −δ H G / δ hab
1
2
(3)
1
Rh ab ] + (1/ 2) Nh −1/ 2 h ab [π cd π cd − π 2 ]
2
1
− 2 Nh −1/ 2 [π acπ c b − ππ ab ] + h1/ 2 ( D a D b N − h ab D c Dc N )
2
c ab
1/ 2
−1/ 2
+ h Dc (h N π ) − π ca Dc N b − π cb Dc N a
= − Nh1/ 2 [(3) R ab −
… (3.2.35)
Sekali lagi, dengan suku-suku batas diabaikan dan persamaan (3.2.31) digunakan.
Persamaan (3.2.30), (3.2.31), (3.2.34), dan (3.2.35) adalah ekuivalen dengan
persamaan Einstein vakum Gab = 0 . Lalu, formalisme Hamiltonian kendala telah
diberikan untuk persamaan Einstein.
Pada dasarnya, kehadiran dari kendala dalam formalisme Hamiltonian dari
persamaan Maxwell dan persamaan Einstein mengindikasikan bahwa ketidak-bisaan
untuk mengisolasi “true dynamical degrees of freedom” dalam pemilihan ruang
konfigurasi. Meskipun, telah dieleminasi V dan N dan Na sebagai variabel dinamik,
kendala-kendala tersebut memberitahukan bahwa ruang fasa masih “terlalu besar”.
Hal ini berkaitan langsung dengan kehadiran kebebasan gauge dalam ruang
G
konfigurasi A dan hab .
Dalam kasus persamaan Einstein, ada kebebasan gauge yang dapat diambil
dalam pemilihan medan konfigurasi hab. Jika ψ adalah difeomorfisme dari Σ t , maka
hab dan ψ * hab merepresentasi konfigurasi fisis yang sama. Anggapan ini
menyatakan bahwa dengan mengambil ruang konfigurasi relativitas umum menjadi
himpunan kelas yang ekuivalen, hab , dari metrik Riemannian pada Σ t , dimana dua
metrik dianggap ekuivalen jika mereka dapat dihubungkan satu sama lain dengan
sebuah difeomorfisme. Ruang konfigurasi ini disebut sebagai superspace Met (Σ)
(Wheeler 1968). Penggunaan superspace sebagai ruang konfigurasi, akan ditemukan
bahwa untuk medan vektor sembarang wa pada Σ t momenta konjugat π ab sekarang
harus memenuhi
46
∫π
ab
(δ hab + D( a wb ) ) = ∫ π abδ hab
… (3.2.36)
yang mengimplikasikan bahwa π ab secara otomatis memenuhi
Da ( h −1/ 2π ab ) = 0
… (3.2.37)
Lalu, kendala (3.2.31) dieleminasi dengan pemilihan dari superspace sebagai ruang
konfigurasi.
Meskipun, kendala (3.2.30) masih ada. Kendala ini dapat dipandang sebagai
hasil dari kebebasan gauge yang terlibat dalam pemilihan bagaimana slice ruangwaktu menjadi ruang dan waktu. Hal ini memiliki analog yang dekat dengan kendala
yang muncul ketika sebuah teori tanpa kendala diparameterisasi dalam ruang-waktu
tetap, latar belakang, mis., ketika Lagrangian sebuah fungsi waktu dikenalkan-yang
mendefinisikan pemilihan dari hypersurface, Σ t , terhadap permukaan referensi Σ dan menggunakan fungsi waktu sebagai variabel dinamik (Kuchar 1973, 1981).
Dalam kasus ini untuk teori parameterisasi, kendala yang analog dengan (3.2.30)
adalah
linear
dalam
momentum
konjugat
terhadap
fungsi
waktu.
Lalu,
“deparameterisasi” teori dapat dilakukan dengan menyelesaikan kendala untuk
momentum ini. Bagaimanapun, dalam kasus persamaan Einstein, kendala (3.2.30)
adalah kuadratik dalam momentum, dan sebuah deparameterisasi yang sama mungkin
tidak bisa muncul. Kemudian, hal ini tidak memungkinkan untuk memilih ruang
konfigurasi relativitas umum sehingga hanya “true dynamical degrees of freedom”
akan hadir dalam ruang fasa. Kehadiran dari kendala (3.2.30) muncul menjadi sifat
yang tak dapat diabaikan dari formalisme Hamiltonian untuk relativitas umum.
BAB IV
IDE DAN MASALAH KUANTISASI KANONIK
Dalam bab ini, penjelasan yang singkat diberikan untuk ide dari kuantisasi
kanonik untuk mekanika kuantum dari partikel dalam \ n , dan mensketsakan usaha
untuk mengkuantisasi kanonik terhadap gravitasi. Pendekatan kanonik ini berkaitan
dengan formalisme ADM yang dibahas bab III.
4.1
Kuantisasi Kanonik untuk Partikel
Tinjau partikel klasik dalam \ n sebagai ruang konfigurasi, yang memiliki
lintasan yang memenuhi persamaan Euler-Lagrange dengan Lagrangian L(q, q )
sebagai fungsi dari posisi dan kecepatan. Dari sebuah Lagrangian ini, bisa diperoleh
H ( p, q ) yang merupakan fungsi dari
suatu formalisme untuk Hamiltonian
momentum dan posisi (ruang fasa). Hamiltonian ini juga memiliki persamaan
dinamika yang disebut dengan persamaan Hamilton. Dengan suata cara yang lebih
elegan, persamaan Hamilton ini bisa dituliskan dalam bentuk Poisson Bracket1 yaitu
q i = {H , q i }
… (4.1.1)
p i = {H , pi }
… (4.1.2)
yang berlaku untuk jumlah partikel ke-N, dengan i = 1,..., n dan n = 3N . Dengan
catatan, perubahan dari perumusan Lagrangian ke Hamiltonian ini, mengubah n
persamaan diferensial orde kedua ke 2n persamaan diferensial orde pertama. Dan
untuk sembarang besaran observabel f ( p, q ) akan memenuhi
1
Definisi Poisson Bracket adalah { f , g} =
∂f ∂g ∂g ∂f
−
∂pi ∂q i ∂pi ∂q i
47
48
d
f ( p , q ) = {H , f }
dt
… (4.1.3)
yang menyatakan bahwa perubahan dari observabel ditentukan oleh Poisson Bracket
dengan
Hamiltonian.
Untuk
hal
ini,
bisa
dikatakan
bahwa
Hamiltonian
membangkitkan evolusi waktu.
Untuk mengkuantisasi partikel dalam mekanika kuantum dengan pendekatan
Hamiltonian, idenya adalah mengubah observabel sebagai fungsi ruang fasa menjadi
observabel sebagai operator self-adjoint dalam ruang Hilbert. Dengan cara ini,
Poisson Bracket berubah menjadi Komutator. Sebagai contoh, jika f dan g merupakan
fungsi pada ruang fasa yang memenuhi
{ f , g} = k
… (4.1.4)
maka untuk level kuantum akan berubah menjadi
[ fˆ , gˆ ] = −i=kˆ
… (4.1.5)
dengan faktor i diperlukan untuk operator k̂ untuk menjadi self-adjoint, dan juga
faktor satuan = pada bagian kanan persamaan (4.1.5) yang merupakan konstanta
Planck. Pada dasarnya, ada masalah yang cukup serius untuk hal di atas, yaitu
operator untuk semua observabel dapat memenuhi hubungan tersebut. Maka dari itu,
suatu ide yang baru perlu diadakan dengan cara menunjuk operator tersebut terhadap
observabel yang berisi Hamiltonian sehingga evolusi waktu dari observabel dapat
diatur menjadi
ˆ
ˆ
fˆt = eitH fˆ e − itH
… (4.1.6)
dan dengan analogi dengan mekanika klasik bisa diperoleh
d ˆ
ft = i ⎡ Hˆ , fˆ ⎤
⎣
⎦
dt
… (4.1.7)
yang menyatakan bahwa evolusi waktu dibangkitkan oleh Hamiltonian.
Sebuah contoh yang sederhana adalah partikel bebas, yaitu partikel yang
berada dalam potensial V = 0 . Dalam hal ini, observabel yang fundamental adalah
momentum, posisi, dan Poisson Bracket dari hal ini adalah
49
{ p j , q k } = δ jk
… (4.1.8)
{ p j , pk } = {q j , qk } = 0
… (4.1.9)
Untuk operator yang berada dalam ruang Hilbert yang didefinisi sebagai berikut
(qˆ jψ )( x) = x jψ ( x)
( pˆ jψ )( x) = −i∂ jψ ( x )
akan memiliki hubungan komutasi kanonik
[ pˆ j , qˆ k ] = −iδ jk
… (4.1.10)
[ pˆ j , pˆ k ] = [qˆ j , qˆ k ] = 0
… (4.1.11)
Dengan Hamlitonian untuk partikel bebas adalah Hˆ = p 2 / 2m , observabel dari posisi
dan momentum akan memenuhi seperti pada persamaan (4.1.7).
4.2
Ide Kuantisasi Kanonik untuk Relativitas Umum
Dari bab III yang telah dibahas sebelumnya, hasil-hasil yang diperoleh bisa
digunakan untuk mengemukakan ide-ide dalam usaha untuk kuantisasi kanonik
terhadap gravitasi. Dari persamaan (3.2.29) yang dituliskan kembali dengan
mengabaikan suku divergensi yaitu
1
H G = h1/ 2 {N [− (3) R + h −1π abπ ab − h −1π 2 ] − 2 N b [ D a (h −1/ 2π ab )]}
2
… (4.1.12)
H G = h1/ 2 ( NC + N a Ca )
… (4.1.13)
1
C = − (3) R + h −1π abπ ab − h −1π 2
2
… (4.1.14)
Ca = −2 D b ( h −1/ 2π ab )
… (4.1.15)
atau
dengan
Pada kenyataannya, Hamiltonian berisi suku-suku yang proporsional terhadap lapse
dan shift, oleh karena Hamiltonian membangkitkan evolusi waktu, maka relativitas
50
umum perlu menentukan lapse dan shift untuk mengetahui arti dari evolusi waktu.
Hal ini bisa dilihat kembali dari pembahasan pada Bab sebelumnya, yang dituliskan
dalam persamaan (2.2.29) dan (2.2.32). Maka, kuantitas C dan Ca bisa ditulis dalam
bentuk kurvatur ekstrinsik yaitu
C = −2Gab n a n b
… (4.1.16)
Ca = −2Gab nb
… (4.1.17)
Hal ini mengimplikasikan bahwa rapat Hamiltonian untuk relativitas umum harus
vanish oleh persamaan Einstein vakum. Dengan kata lain, persamaan Einstein
mengimplikasikan
HG = 0
… (4.1.18)
Kenyataan ini kelihatan agak membingungkan karena sebuah teori dengan
Hamiltonian sama dengan nol hanya sebuah solusi yang trivial, dan perlu dijelaskan
dinamika dari relativitas umum tersebut.
Pada dasarnya, dari pembahasan formalisme nilai awal untuk relativitas
umum, kuncinya adalah pada persamaan
C = Ca = 0
… (4.1.19)
yang merupakan empat persamaan Einstein yang berupa kendala pada data awal.
Konfigurasi ruang yang bersangkutan untuk relativitas umum ini adalah ruang fasa
yang berada dalam hypersurface Σ , meskipun tidak semua titik dalam ruang fasa ini
merepresentasikan
keadaan
yang
diperbolehkan.
Persamaan
Einstein
yang
kendalanya harus dipenuhi, hanya dibatasi pada subruang dari ruang fasa yang
disebut dengan ruang fasa fisis yaitu X = {C = Ca = 0} , dengan Hamiltonian sama
dengan nol pada subruang ini. Meskipun, seperti yang telah diperoleh dari bab III,
persamaan Hamilton tetap memberikan dinamika yang non-trivial.
Persamaan Hamilton pada dasarnya bisa diperoleh dengan Poisson Bracket
untuk dua fungsi pada ruang fasa yang didefinisikan sebagai
51
⎧ ∂f ∂g
∂g ∂f ⎫ 1/ 2 3
{ f , g} = ∫ ⎨ ab
− ab
⎬q d x
Σ ∂p
q
p
q
∂
∂
∂
ab
ab ⎭
⎩
… (4.2.20)
Tentu saja, dengan perumusan dari Poisson Bracket tersebut dapat dihitung bracket
dari π ab dan h ab (untuk relativitas umum notasi yang digunakan sesuai dengan babbab sebelumnya) yang memiliki analogi dengan partikel dalam \ n , seperti pada
persamaan (4.1.8) dan (4.1.9). Kemudian, untuk bagian evolusi dari persamaan
Einstein bisa diperoleh dari
h ab = {H , h ab }
π ab = {H , π ab }
yang memberikan hasil yang sama seperti persamaan (3.2.34) dan (3.2.35). Informasi
yang penting dari persamaan Hamiltonian ini adalah bahwa meskipun pada ruang fasa
fisis X dengan H = 0, tetapi evolusi waktu yang diberikan oleh persamaan
Hamiltonian adalah nontrivial.
Kembali ke bahasan sebelumnya bahwa lapse N dan shift Na mengukur
seberapa besar evolusi waktu yang bergerak dari Σ dalam arah normal dan arah
tangensial. Dalam hal khusus, jika diset shift sama dengan nol, maka Hamiltonian
untuk relativitas umum adalah sama dengan
C ( N ) = ∫ NC h1/ 2 d 3 x
Σ
… (4.2.21)
dan membangkitkan evolusi waktu dengan cara menggerakkan Σ dalam arah normal.
Di lain pihak, jika diset lapse sama dengan nol, maka Hamiltonian menjadi
G
C ( N ) = ∫ N a Ca h1/ 2 d 3 x
… (4.2.22)
Σ
yang membangkitkan evolusi waktu dengan menggerakkan Σ dalam arah tangensial.
Lebih tepatnya, kuantitas yang membangkitkan transformasi X yang berkaitan dengan
G
aliran pada Σ dibangkitkan oleh C ( N ) . Aliran ini adalah keluarga 1-parameter dari
G
difeomorfisme Σ . Untuk alasan ini, maka C ( N ) dan Ca disebut sebagai kendala
difeomorfisme, kemudian C ( N ) dan C disebut sebagai kendala Hamiltonian. (Kedua
52
kendala ini adalah secondary constraint dari formalisme Hamiltonian) Ini bukan
suatu kebetulan bahwa C dan Ca memegang dua peranan penting sebagai kendala dan
suku-suku dalam Hamiltonian. Pada kenyataannya, ini merupakan suatu ciri-ciri
khusus yang krusial dari teori dengan struktur latar belakang yang tidak tetap.
Ada hal yang menarik yang dapat diperoleh dari Poisson Bracket kendala
Hamiltonian dan difeomorfisme. Dengan menggunakan versi integral dari C ( N ) dan
G
C ( N ) , bisa diperoleh
G
G
G G
… (4.2.23)
{C ( N ), C ( N ')} = C ([ N , N ' ])
G
G
{C ( N ), C ( N )} = C ( N N ')
… (4.2.24)
… (4.2.25)
{C ( N ), C ( N ')} = C (( N ∂ a N '− N ' ∂ a N )∂ a )
G
G
dengan N N ' merupakan turunan dari fungsi N’ dalam arah N , dan
( N ∂ a N '− N ' ∂ a N )∂ a adalah hasil dari konversi 1-form NdN '− N ' dN ke medan
vektor dengan menaikkan indeks. Hasil di atas diketahui sebagai aljabar Dirac.
Dengan catatan, kendala-kendala tersebut yang digunakan dalam Poisson Bracket,
Bracket dari dua kendala adalah kendala juga. [Penjelasan yang lebih detail mengenai
secondary constraint dan aljabar Dirac dapat dilihat pada Henneaux and Teitelboim
1992 [4])
Dengan pendekatan Hamiltonian, kuantisasi untuk gravitasi bisa disketsakan
dengan cara-cara sebagai berikut. Pertama, pendefinisian ruang Hilbert dipilih pada
L2 (concrete Hilbert space) 2 untuk teori ini. Superspace Met (Σ) yang dibahas pada
bab III bisa digunakan, meskipun ruang ini adalah dimensi-tak berhingga, yang
mengakibatkan fungsi square-integrable dalam ruang ini sulit untuk didefinisikan.
Salah satu alternatifnya adalah ruang Hilbert yang berisi superspace yaitu
L2 ( Met (Σ)) . Kedua, pendefinisian operator yang bersangkutan yaitu metrik hab dan
2
Concrete Hilbert space L ( X , µ ) adalah ruang dari fungsi square-integrable pada
2
konfigurasi ruang X dengan measurable
measurable.
µ.
Contoh: jika X = \
3
maka
µ
adalah Lebesgue
53
momentum konjugatnya. Dengan analogi terhadap kasus partikel dalam \ n , operator
metrik tersebut adalah
(hˆab ( x)ψ )(q) = hab ( x)ψ (q)
… (4.2.26)
dengan h ∈ Met (Σ ) adalah metrik 3-dimensi dan x adalah titik pada Σ . Dengan cara
yang sama, pendefinisian untuk operator momentum sebagai turunan fungsional yaitu
(πˆ ab ( x)ψ )(q ) = −i
∂
ψ (q)
∂hab
… (4.2.27)
Operator-operator ini memenuhi hubungan komutasi kanonik
[πˆ ab ( x), hˆcd ( y )] = −i (δ caδ kb + δ kaδ cb )δ (3) ( x, y)
… (4.2.28)
[πˆ ab ( x), πˆ cd ( x)] = [hˆab ( x), hˆcd ( x)] = 0
… (4.2.29)
Untuk mengkuantisasi Hamiltonian, perumusan digunakan dari kendala
Hamiltonian dan difeomorfisme, dengan menggantikan hab dan π ab yang muncul
dengan operator hˆab dan πˆ ab , untuk memperoleh versi kuantum Ĉ dan Cˆ a dari
kendala sebagai operator pada L2 ( Met (Σ)) . Untuk melakukan hal ini, ada masalah
yang harus dihadapi yaitu operator ordering problem, karena hˆab dan πˆ ab tidak
komut, maka cara yang berbeda dalam penulisan formalisme klasik untuk kendala
menghasilkan operator yang berbeda. Sebuah operator ordering yang baik akan
membuat kendala kuantum memenuhi relasi yang analog dengan klasik, yaitu
G
G
G G
… (4.2.30)
{Cˆ ( N ), Cˆ ( N ')} = −iCˆ ([ N , N ' ])
G
G
… (4.2.31)
{Cˆ ( N ), Cˆ ( N )} = −iCˆ ( N N ')
{Cˆ ( N ), Cˆ ( N ')} = −iCˆ (( N ∂ a N '− N ' ∂ a N )∂ a )
… (4.2.32)
Pada kenyataannya, hubungan di atas sukar untuk diperoleh karena kendala tersebut
memiliki suku h1/ 2 , akar kuadrat dari determinan metrik. Operator ordering problem
adalah sebuah trik untuk menyelesaikan ordering operator-operator yang tidak
memiliki polinomial dalam operator dasar posisi dan momentum tersebut.
54
4.3
Masalah dalam Kuantisasi Kanonik untuk Relativitas Umum
Tinjau anggapan bahwa telah diperoleh operator Ĉ dan Cˆ a yang sesuai,
sehingga Hamiltonian untuk teori kuantum bisa dituliskan sebagai
Hˆ G = ∫ h1/ 2 ( NCˆ + N aCˆ a )d 3 x
Σ
Secara klasik, Hamiltonian menghilang pada ruang fasa fisis X
… (4.2.33)
karena empat
persamaan Einstein yang berlaku sebagai kendala. Bagaimana peran kendala ini
terhadap teori kuantum? Persoalan kendala dalam teori kuantum sebenarnya amat
sangat sulit untuk dijelaskan, tetapi terdapat suatu pendekatan oleh Dirac seperti
berikut. Vektor ψ ∈ L2 ( Met (Σ)) dikatakan keadaan fisis jika memenuhi kendalakendala dalam bentuk kuantum yaitu
G
Cˆ ( N )ψ = Cˆ ( N )ψ = 0
G
untuk semua N , N . Alternatif yang lain adalah bahwa
Hˆ Gψ = 0
… (4.2.34)
… (4.2.35)
berlaku untuk semua pemilihan pada lapse dan shift. Persamaan (4.2.35) ini disebut
dengan persamaan Wheeler-De Witt (WDW). (hal yang lebih mendetail bisa dilihat
pada referensi [7])
Sampai dengan pembahasan ini, program untuk kuantisasi kanonik untuk
gravitasi menghadapi beberapa masalah-masalah yang tidak bisa dihindari lagi.
Pertama, tidak ada yang pernah menemukan solusi-solusi dari persaman WDW,
meskipun ungkapan yang berbeda dapat dituliskan dari persamaan tersebut namun
kesulitan dihadapi ketika untuk menafsirnya secara fisis.
Kedua, untuk menemukan keadaan fisis, yang ditinjau adalah membentangkan
ruang vektor yang bersangkutan, ruang fasa fisis. Yang ternyata tidak terdapat inner
product yang relevan dalam ruang fasa fisis dengan inner product dalam L2 ( Met (Σ)) .
Masalah ini disebut dengan inner product problem. Hal ini muncul untuk penentuan
55
inner product yang benar dengan memerlukan observabel yang merupakan operator
self-adjoint. Sayang sekali, hal ini memunculkan masalah yang ketiga. Hamiltonian
menghilang pada ruang fasa fisis, sehingga untuk operator A yang berada dalam
ruang fasa fisis, secara otomatis akan komut terhadap Hamiltonian. Hal ini
mengakibatkan operator yang bersangkutan dengan observabel tidak berubah
terhadap waktu, yaitu
d
At = i ⎡⎣ Hˆ , At ⎤⎦ = 0
dt
… (4.2.36)
Persamaan (4.2.36) ini sangat membingungkan karena tidak diketahui dinamika dari
teori. Hal ini memberikan pendapat bahwa keadaan dalam ruang fasa fisis tidak
menjelaskan keadaan kuantum dari gravitasi pada waktu yang khusus seperti
pasangan (hab , K ) dalam gravitasi klasik, melainkan menjelaskan keadaan untuk
seluruh waktu atau lebih tepatnya informasi tentang keadaan yang invarian terhadap
difeomorfisme ruang-waktu. Ini adalah problem of time yang terkenal dari teori
kuantum untuk gravitasi.
Masalah-masalah ini telah menghalangi perkembangan dari pendekatan
kuantisasi kanonik untuk gravitasi dalam beberapa tahun belakangan ini. Walaupun,
inner product problem dan problem of time merupakan suatu masalah yang sangat
sulit terpecahkan dan membuat frustrasi. Tetapi, belakangan ini harapan telah muncul
untuk menyelesaikan solusi dari persamaan WDW dengan ditemukannya suku-suku
dalam ‘variabel baru’ untuk relativitas umum, dan juga dalam bentuk ‘representasi
loop’. Awal tahun 1980, Abhay Ashtekar dan yang lainnya mengembangkan
‘variabel baru’ untuk menjelaskan relativitas umum, dalam bentuk untuk
menyederhanakan kendalanya. Dan aksi yang digunakan adalah aksi Palatini,
dibanding menggunakan aksi Hilbert. Variabel baru ini juga membawa ke bentuk
struktur matematika relativitas umum yang mirip dengan teori Yang-Mills. Sebagai
hasil, teknik dari teori gauge dapat digunakan dalam hal pengkuantisasian. Dalam hal
khusus, dapat digunakan teori Chern-Simons (untuk dimensi 2+1) untuk memperoleh
56
solusi dari persamaan WDW, untuk kasus dimana gravitasi dengan konstanta
kosmologi tidak-nol. Dan selanjutnya, dengan menggunakan variabel baru penemuan
diperoleh untuk ‘representasi loop’ untuk gravitasi kuantum yang observabel
kuncinya adalah Wilson loop, yang dilakukan oleh Lee Smolin dan Carlo Rovelli di
sekitar tahun 1980-an.
BAB V
KESIMPULAN
Dari tugas akhir ini, ada kesimpulan yang bisa diambil yaitu sebagai berikut.
Pertama, kendala-kendala yang diperoleh dari formalisme Hamiltonian untuk
relativitas umum sesuai dengan formalisme nilai awal. Kendala-kendala tersebut
muncul secara alami karena ruang fasa kita terlalu besar. Kendala untuk relativitas
umum disebut sebagai kendala Hamiltonian dan kendala difeomorfisme. Kedua, ada
kebebasan gauge untuk memilih ruang konfigurasi sehingga kendala otomatis
terpenuhi, namun masih tetap ada satu kendala (3.2.30) yang tersisa yang
memberikan masalah serius. Ketiga, formalisme ADM dapat dipandang sebagai
sebuah teori dasar untuk memperoleh teori gravitasi kuantum kanonik yang
diinginkan.
57
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Wald, R. M., General Relativity, The University of Chicago Press, Chicago,
1984.
[2]
Baez, J., and Muniain, J. P., Gauge Fields, Knots and Gravity, World
Scientific, Singapore, 1994.
[3]
Arnowitt, R., Deser, S., and Misner, C. W., The Dynamics of General
Relativity, in Gravitation: an Introduction to Current Research, ed. Louis
Witten, Wiley, New York, 1962, pp. 227-265, or arXiv: gr-qc/0405109.
[4]
Henneaux, M., and Teitelboim, C., Quantization of Gauge Systems, Princeton
University Press, New Jersey, 1992.
[5]
Isham, C. J., Penrose, R., and Sciama, D. W., Quantum Gravity 2 - A second
Oxford Symposium, Oxford University Press, Oxford, 1981.
[6]
Felsager, B., Geometry, Particles, and Fields, Springer, New York, 1998.
[7]
DeWitt, B. S., Quantum Theory of Gravity I, Phys. Rev. 160, 1967, pp. 11131148.
[8]
Hawking, S. W., and Ellis, G. F. R., Large Scale Structure of Space-Time,
Cambridge University Press, Cambridge, 1973.
[9]
Weinberg, S., Gravitation and Cosmology, John Wiley & Sons, Inc., New
York, 1972.
[10]
Arfken, G. B., and Weber, H. J., Mathematical Methods for Physicists,
Harcourt Academic Press, New York, 2001.
[11]
Courant, R., and Hilbert, D., Methods of Mathematical Physics, vol. 2: Partial
Differential Equations, Interscience, New York, 1962.
[12]
Thiemann, T., Introduction to Modern Canonical Quantum General
Relativity, arXiv: gr-qc/0110034.
58
LAMPIRAN A
STRUKTUR KAUSAL
A.1
Latar Belakang
Dalam struktur kausal relativitas khusus, tiap kejadian, p, dalam ruang-waktu
adalah light cone seperti diilustrasikan dalam gambar A.1. Label “future” digunakan
untuk setengah kerucut ke atas dan label “past” untuk setengah bagian lainnya.
Kejadian-kejadian
yang
terletak
dalam
interior
dari
future
light
cone
merepresentasikan kejadian yang dapat dicapai oleh material dimulai dari p; ini terdiri
dari “choronological future” dari p. Choronological future dari p bersamaan dengan
kejadian yang terletak dalam kerucut itu sendiri yang terdiri dari “causal future” dari
p, secara fisis merepresentasikan kejadian oleh sinyal yang dipancarkan dari p.
Dalam relativitas umum, struktur kausal dari ruang-waktu secara lokal sama
dengan kualitatif dalam ruang-waktu flat dalam relativitas khusus. Meskipun,
perbedaan signifikan dapat terjadi karena secara global dalam relativitas umum,
terdapat topologi nontrivial, kesingularan ruang-waktu, atau “twisting” arah dari
kerucut cahaya.
Gambar A.1.
Diagram struktur kausal ruang-waktu dalam relativitas khusus.
59
60
Lampiran ini akan membahas definisi dan hasil dasar untuk struktur kausal dalam
relativitas umum. Dalam hal ini, ruang-waktu ( M , g ab ) diambil sembarang yang
berarti bahwa tidak diusahakan untuk menentukan persamaan Einsterin pada g ab .
A.2
Futures and Pasts: Definisi-definisi dan Hasil-hasil Dasar
Ambil ( M , g ab ) adalah ruang-waktu. Pada tiap kejadian p ∈ M , ruang
tangen, V p , adalah isomorfik dengan ruang-waktu Minkowski. Kerucut cahaya p
(kerucut cahaya yang melewati titik asal V p ) adalah subset dari V p , bukan M .
Seperti dalam relativitas khusus, tiap kejadian p ∈ M dapat digunakan penandaan
setengah kerucut ke atas adalah future dan setengahnya lagi past. Sebagai contoh
untuk sebuah ruang-waktu dengan penandaan tidak kontinu, dapat dilihat pada
gambar A.2. Jika suatu pemilihan penandaan kontinu dapat dipilih, maka ( M , g ab )
dikatakan orientasi waktu. Sedangkan, ruang-waktu non-orientasi waktu mempunyai
sifat keganjilan secara fisis bahwa ini tidak dapat membedakan perkiraan “forward in
time” yang berlawanan dengan “backward in time”. Untuk selanjutnya, bahasan ini
hanya menyangkut ruang-waktu orientasi waktu dan terdapat penandaan kontinu
untuk “future” dan “past” pada tiap titik dalam kerucut cahaya. Sebuah timelike atau
null vector yang terletak dalam “future half” dari kerucut cahaya dikatakan future
directed.
Gambar A.2
Sebuah ruang-waktu non-orientasi waktu
61
Sifat penting yang harus dipenuhi oleh tiap ruang-waktu orientasi waktu dapat
diungkapkan dalam lemma berikut. (Bukti dari lemma ini dapat dilihat pada Wald
1984 [1])
Lemma A.2.1. Ambil ( M , g ab ) adalah orientasi waktu. Maka terdapat sebuah medan
vektor nonvanishing yang smooth t a pada M .
Kebalikannya, jika sebuah kekontinuan, medan vektor timelike dapat dipilih,
maka ( M , g ab ) adalah orientasi waktu.
Ambil
( M , g ab )
adalah ruang-waktu orientasi waktu. sebuah kurva
difrensiabel λ (t ) dikatakan kurva timelike future directed jika pada tiap p ∈ λ ,
tangen t a adalah vektor timelike future directed. Dengan cara yang sama, λ
dikatakan kurva kausal future directed jika pada tiap p ∈ λ , tangen t a adalah sebuah
vektor timelike atau null future directed. Pada kurva kausal, t a akan meluruh.
Definisi yang analog bisa digunakan untuk kurva timelike dan kausal past directed.
Chronological future dari p ∈ M , I + ( p ) didefinisikan sebagai set dari
kejadian-kejadian yang dapat dicapai oleh kurva timelike future directed yang
dimulai dari p,
terdapat sebuah kurva timelike future directed ⎤
⎡
I + ( p) = ⎢ q ∈ M
⎥
λ (t ) dengan λ (0) = p dan λ (1) = q
⎣
⎦
… (A.2.1)
I + ( p ) adalah sebuah subset terbuka dari M . Secara umum, p ∉ I + ( p) , tetapi p akan
ada di I + ( p) jika terdapat kurva timelike tertutup yang mulai dan berakhir di p .
Untuk sembarang subset S ⊂ M , dapat didefinisikan I + ( S ) dengan
I + ( S ) = ∪ I + ( p)
p∈S
… (A.2.2)
62
Maka untuk sembarang gabungan set terbuka adalah terbuka, yang menunjukkan
bahwa I + ( S ) adalah set terbuka. Definisi dan analogi bisa digunakan untuk
chronological past I − ( S ) dan I − ( p) .
Untuk causal future dari p ∈ M , J + ( p) didefinisikan sebagai
terdapat sebuah kurva kausal future directed ⎤
⎡
J + ( p) = ⎢q ∈ M
⎥
λ (t ) dengan λ (0) = p dan λ (1) = q
⎣
⎦
… (A.2.3)
Dalam ruang-waktu flat, J + ( p ) adalah set tertutup. Dalam ruang-waktu secara
umum, J + ( p ) bisa tidak tertutup seperti yang diperlihatkan pada gambar A.3. Pada
dasarnya, J + ( p) harus tertutup dalam ruang-waktu hiperbolik secara global (globally
hyperbolic)[definisi
globally
hyperbolic
pada
A.3
di
bawah].
Kemudian,
didefinisikan lagi
J + (S ) =
∪J
+
( p)
... (A.2.4)
p ∈S
dan untuk definisi bagian pasts J − ( p ) dan J − ( S ) , bisa diambil analoginya.
q
p
Gambar A.3
Ruang-waktu Minkowski dengan sebuah titik pada future light cone dari p
dipindahkan. Dalam ruang-waktu ini, tidak ada kurva kausal yang menghubungkan p dan q
+
+
sehingga q ∉ J ( p ) . Maka J ( p ) adalah bukan tertutup.
63
Selanjutnya, tinjauan dilakukan untuk subset dari M. Jika diambil sebuah
subset S ⊂ M dimana tidak terdapat p, q ∈ S sehingga q ∈ I + ( p ) , mis., jika
I + ( S ) ∩ S = ∅ dengan ∅ adalah set kosong, maka subset S tersebut dikatakan
sebagai achronal. Teorema berikut ini menegaskan bahwa batas dari chronological
future dari sebuah set selalu membentuk sebuah permukaan achronal tiga dimensi
yang well behaved. (Bukti dari teorema ini dapat ditemukan pada Wald 1984 [1])
Teorema A.2.2. Ambil ( M , g ab ) adalah ruang-waktu orientasi waktu, dan ambil
S ⊂ M . Kemudian I + ( S ) (jika tidak kosong) adalah sebuah achronal, tiga
dimensi, tertanam, C 0 -submanifold dari M.
A.3
DOMAIN KETERGANTUNGAN
Salah satu sifat penting dari struktur kausal adalah pembahasan mengenai
domain ketergantungan (domains of dependence). Untuk S tertutup dan achronal,
dapat didefinisikan edge dari S sebagai set dari titik-titik p ∈ S sehingga tiap
lingkungan terbuka O dari p berisi sebuah titik q ∈ I + ( p ) , sebuah titik r ∈ I − ( p ) dan
sebuah kurva timelike λ dari r ke q yang tidak beririsan dengan S (lihat gambar A.4).
Hal menarik dapat dilihat untuk set S yang tertutup, achronal dan tanpa edge, yang
Gambar A.4
Diagram ruang-waktu yang mengillustrasikan definisi edge dari set S yang
tertutup dan achronal.
64
kemudian pendefinisian bisa dilakukan untuk future domain of dependence yang
dinotasikan dengan D + ( S ) oleh
tiap kurva kausal past inextendible ⎤
⎡
D+ (S ) = ⎢ p ∈ M
⎥
yang melalui p beririsan dengan S ⎦
⎣
... (A.3.1)
dengan kurva kausal past inextendible didefinisikan sebagai sebuah kurva yang tidak
mempunyai titik akhir pada past, dan kebalikkannya kurva kausal future inextendible
yang tidak mempunyai titik akhir pada future. Kemudian, bisa didefinisikan lagi
untuk past domain of dependence D − ( S ) dengan mengganti label “past” dengan
“future” pada (A.3.1). Selanjutnya, gabungan dari D + ( S ) dan D − ( S ) disebut sebagai
(full) domain of dependence, yang dinotasikan dengan D( S ) oleh
D( S ) = D + ( S ) ∪ D − ( S )
... (A.3.2)
maka D(S) merepresentasikan set kejadian yang lengkap untuk semua kondisi yang
ditentukan dengan mengetahui syarat pada S.
Sebuah set achronal yang tertutup Σ dengan D(Σ) = M disebut sebagai
permukaan
Cauchy.
Maka
untuk
tiap
permukaan
Cauchy
mengakibatkan
edge(Σ) = ∅ . Dengan kata lain, tiap permukaan Cauchy adalah submanifold C 0
yang tertanam pada M. Sebuah ruang-waktu yang memiliki sebuah permukaan
Cauchy Σ dikatakan globally hyperbolic. (Pembuktian dan penjelasan untuk domain
ketergantungan yang lebih detail bisa dilihat pada Wald [1])
LAMPIRAN B
FORMALISME HAMILTONIAN UNTUK PERSAMAAN
MAXWELL
Untuk kasus medan elektromagnetik dalam ruang-waktu Minkowski yang
G
G
memiliki variabel dinamik E dan B , prosedur yang dilakukan untuk mendapatkan
formalisme Hamiltonian adalah sebagai berikut. Ambil koordinat umum q adalah
G
potensial vektor Aa [dengan komponennya ( −V , A) ] yang dievaluasi pada Σ t dan
dekomposisi dalam bagian normal dan tangensial, yaitu
V = − Aa n a
(3)
... (B.1)
Aa = ha b Ab
... (B.2)
dengan n a adalah normal unit terhadap Σ t dan hab = ηab + na nb adalah metrik ruang
induksi pada Σ t . Selanjutnya, dengan notasi vektor tiga dimensi biasa, rapat
Lagrangiannya (tanpa sumber) adalah
G G
1 G G
1 G G G G
( A + ∇V ) ⋅ ( A + ∇V ) − (∇ × A) ⋅ (∇ × A)
2
2
G
dengan momentum konjugat terhadap A , yaitu
G
G G G
π = A + ∇V ≡ − E
LEM =
... (B.3)
... (B.4)
Karena V tidak muncul dalam LEM , maka momentum π V konjugat terhadap V
menghilang sama sekali atau
πV = 0
... (B.5)
Lalu, langkah selanjutnya adalah mengambil hubungan inversi antara π dan q
sehingga rapat Hamiltonian yang didefinisikan H = π q − L bisa diperoleh. Namun,
dari persamaan (B.5) hubungan inversi ini tidak diperoleh. Oleh karena itu, sudut
65
66
pandang terhadap variabel dinamik yang berlaku dalam formalisme Hamiltonian
perlu diubah. Kesulitan ini sebenarnya berkaitan langsung dengan kenyataan bahwa
terdapatnya kebebasan gauge dalam Aa.
Kesulitan ini dapat diselesaikan dengan pertimbangan berikut ini. Kenyataan
bahwa π V sama dengan nol memperkirakan bahwa V tidak seharusnya dipandang
sebagai variabel dinamik. Dengan perkiraan ini, maka medan konfigurasi q
G
seharusnya diambil hanya untuk A . Dengan demikian, maka rapat Hamiltonian untuk
medan elektromagnetik H EM didefinisikan oleh
G G
H EM = π ⋅ A − LEM
1G G 1 G G G G
= π ⋅ π + B ⋅ B − π ⋅∇V
... (B.6)
2
2
G G G
1G G 1 G G
G
= π ⋅ π + B ⋅ B + V ∇ ⋅ π − ∇ ⋅ (V π )
2
2
G G G
dengan B ≡ ∇ × A . Suku terakhir dari persamaan (B.6) merupakan suku divergensi
total yang hanya berkontribusi pada syarat batas terhadap H EM = ∫ H EM sehingga
Σt
bisa diabaikan. H EM
G
G
dapat dipandang sebagai fungsional dari A dan π , dengan V
secara efektif memiliki peranan pengali Lagrange, misalnya, dengan menambahkan
persamaan
δ H EM
=0
δV
... (B.7)
G
G
terhadap persamaan Hamilton q = δ H / δπ dan π = −δ H / δ q untuk A dan π .
Selanjutnya, dengan Hamiltonian Elektromagnetik yang bersangkutan, persamaan
(B.7) menghasilkan
G G
∇⋅E = 0
... (B.8)
dan persamaan Hamiltonnya adalah
G δ H EM G G
G G
A=
G = π − ∇V = − E − ∇V
δπ
... (B.9)
67
G
G
π = − E = −
G G G
δ H EM
G = −∇ × (∇ × A)
δA
... (B.10)
Kemudian, dapat dilihat bahwa sistem persamaan (B.8)-(B.10) adalah ekuivalen
terhadap persamaan Maxwell. Dari perumusan di atas, ada hal penting yang diperoleh
yaitu, sebuah pemisahan alami terhadap persamaan Maxwell dalam bentuk kendala
(B.8) dan persamaan evolusi (B.9) dan (B.10). Dengan catatan tambahan, nilai
numerik dari H EM untuk solusi dari persamaan Maxwell adalah sebanding dengan
energi total dari medan elektromagnetik.
Perumusan Hamiltonian untuk persamaan Maxwell dalam ruang-waktu
Minkowski memiliki suatu ciri tersendiri yaitu, variabel non-dinamik muncul dalam
H EM dan memegang peranan pengali Lagrange yang menghadirkan kendala (B.7).
Tipe dari Hamiltonian ini disebut sebagai constrained Hamiltonian formulation.
Kehadiran kendala dari hal di atas mengindikasikan bahwa “true dynamical
degrees of freedom” belum dibatasi dalam pemilihan ruang konfigurasi. Namun,
dengan adanya kehadiran kebebasan gauge dalam kasus Maxwell, variabel
konfigurasi yang baru bisa dipilih. Karena dua potensial vektor yang berbeda pada
G
gradien, ∇χ , sebuah fungsi χ , tetap merepresentasikan medan elektromagnetik yang
G G G
sama, maka bisa diambil variabel A = A − ∇χ dalam ruang konfigurasi. Sehingga,
G
momenta yang direpresentasikan dengan medan vektor π harus memilik sifat
G G
G
G G
... (B.11)
∫ π ⋅ ⎡⎣δ A − ∇ (δχ )⎤⎦ = ∫ π ⋅ δ A
Sifat di atas berlaku jika dan hanya jika
G G
∇ ⋅π = 0
... (B.12)
Dengan kata lain, kendala (B.8) secara otomatis telah terpenuhi. Untuk rapat
Hamiltoniannya bisa dituliskan sebagai
1 G G G G
H EM = (π ⋅ π + B ⋅ B)
2
dan persamaan Hamiltonnya adalah
... (B.13)
68
G δ H EM G
A=
G =π
δπ
G
π = −
δ H EM
G G
G = −∇ × B
δA
... (B.14)
... (B.15)
yang juga merupakan persamaan Maxwell dalam bentuk kelas yang ekuivalen dengan
(B.9),(B.10). Maka, dengan pengeleminasian derajat kebebasan gauge dalam ruang
G
G
konfigurasi yang bekerja dengan A , dibanding A , telah memberikan formalisme
Hamiltonian yang bebas kendala untuk persamaan Maxwell.
LAMPIRAN C
NOTASI DAN KONVENSI
Untuk penggunaan indeks pada tensor dalam tugas akhir ini, notasi indeks
abstrak digunakan yaitu, indeks latin pada tensor tidak menyatakan komponen tetapi
hanya sebagai bagian dari notasi untuk tensor itu sendiri. Sedangkan indeks yunani
menyatakan komponen seperti konvensi biasa. Hal ini digunakan untuk membedakan
antara persamaan untuk komponen dan persamaan tensor dalam notasi indeks.
Contohnya, T α µν menyatakan komponen basis dari tensor T a bc .
Signature metrik yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah - + + +.
Operator turunan ∇a , yang berhubungan dengan metrik tidak dipengaruhi oleh
perubahan tanda pada metrik. Begitu juga dengan tensor Riemann Rabcd tidak
dipengaruhi, karena tensor ini didefinisikan dalam bentuk ∇a . Dan tensor stressenergy Tab dan tensor medan Maxwell Fab tidak dipengaruhi oleh perubahan dari
signature metrik.
Dalam tugas akhir ini juga digunakan “geometrized units”, dengan konstanta
gravitasi, G, dan kecepatan cahaya, c diambil menjadi satu.
Ada beberapa simbol matematika yang digunakan dalam tugas akhir ini,
diantaranya adalah sebagai berikut.
Cn
set dari fungsi diffrensiabel secara kontinu n-times
C∞
set dari fungsi diffrensiabel secara kontinu yang tak berhingga
mis., fungsi smooth.
\
set dari bilangan real
\n
set dari bilangan real n-tuples
^
set dari bilangan kompleks
69
70
^n
set dari bilangan kompleks n-tuples
∅
set kosong
{|}
{ p ∈ A | Q} menyatakan set berisi elemem p dari set A yang memenuhi
syarat Q
Ada juga simbol-simbol yang didefinisikan dalam tugas akhir ini, yang sering
digunakan yaitu sebagai berikut.
Vp
ruang tangen pada titik p dari sebuah manifold
Vp*
ruang kotangen pada titik p dari sebuah manifold
Σ
hypersurface dengan ( n − 1) dimensi dari n dimensi ruang-waktu
contoh: Untuk ruang-waktu 4 dimensi, dimensi hypersurface adalah
tiga.
Kab
kurvatur ekstrinsik (Bab II)
Av
turunan Lie terhadap medan vektor va (Bab III)
I + ( S ) chronological future dari set S (lampiran A)
J + ( S ) causal future dari set S (lampiran A)
D + ( S ) future domain of dependence dari set S tertutup dan achronal
(lampiran A)
dan untuk simbol I − ( S ) , J − ( S ) , dan D − ( S ) didefinisikan sebagai “past” dengan
menggantikan “future”.
Download