evaluasi pemberian antibiotik pada pasien anak diare spesifik di

advertisement
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474
EVALUASI PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIARE
SPESIFIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
Andriana Sari*, dan Evi Rahmawati
Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia
*Corresponding author email: [email protected]
Abstrak
Latar belakang: Diare merupakan termasuk 3 besar penyakit yang menyebabkan rawat inap dalam kurun waktu 5
tahun terakhir (2011-2014) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan total jumlah 2663 kasus. Peresepan obat
yang sesuai dapat memberikan hasil pengobatan yang maksimal. Ketidaktepatan peresepan menyebabkan pengobatan
tidak maksimal, efek samping bahkan kematian.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pemberian obat antibiotika pada pasien anak diare
spesifik di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berdasarkan penatalaksanaan menurut standar
WHO 2005.
Metode: Penelitian dilakukan secara non eksperimental, data diperoleh secara retrospektif berdasarkan rekam
medis pasien anak rawat inap dengan diagnosa diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011-2015.
Data dianalisis secara deskritif, berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien.
Hasil penelitian: Hasil pemilihan diperoleh 38 pasien yang menerima terapi sesuai standar WHO 2005 adalah tepat
indikasi 100%, tepat obat 76,31%, tepat pasien 76,31% dan tepat dosis 71,05%.
Kata kunci: Evaluasi Pemilihan obat dan dosis, Diare Spesifik, Antibiotika
1. PENDAHULUAN
Secara nasional angka kematian dari Diare
oleh penyebab infeksi tertentu pada tahun 2014
sebesar 1,14% (Kemenkes, 2014). Tahun 2013
diare menempati urutan ketiga dengan jumlah 524
kasus, terjadi peningkatan dari tahun 2012,
sedangkan tahun 2014 tidak jauh berbeda dari
tahun 2013 namun terjadi penurunan menjadi 510
kasus (Dinkes, 2013). Di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta diare termasuk 3 besar penyakit yang
menyebabkan rawat inap dalam kurun waktu 5
tahun terakhir, dengan total jumlah 2663 kasus.
Penyebab utama kematian akibat diare
adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah
maupun di sarana kesehatan sehingga masih
ditemukannya kasus kematian pada anak-anak yang
disebabkan oleh diare. Meskipun mortalitas dari
diare dapat diturunkan dengan program
rehidrasi/terapi cairan namun angka kesakitannya
masih
tetap
tinggi
(Kemenkes,
2012).
Penatalaksanaan diare pada balita menurut
rekomendasi
WHO
meliputi:
rehidrasi
menggunakan oralit, zink selama 10 hari berturutturut, meneruskan pemberian ASI dan makanan,
antibiotika, memberikan nasihat pada orang tua
atau pengasuh serta terapi tambahan dengan
probiotik (Depkes, 2011).
Pada penelitian kesesuaian obat dan dosis
pada pasien anak rawat inap di RSUD Budhi Asih
Jakarta bahwa 3,20% yang tidak sesuai dengan obat
yang ada pada terapi pengobatan (Rusdi et al.,
2009).
Sementara
rasionalitas
penggunaan
antibiotika pada kasus diare di Bangsal Anak
RSUD Tugurejo Semarang Periode 2014 bahwa 62
pasien yang menggunakan antibiotik yang rasional
adalah 2 pasien (2,32%) (Anggara Junita, 2014).
Maka diperlukan penanganan yang komprehensif
dan rasional agar memberikan hasil yang maksimal.
Terapi yang rasional meliputi tepat indikasi, tepat
obat, tepat dosis, tepat penderita, dan waspada efek
samping obat. Secara umum penanganan diare
untuk mencegah dehidrasi, mengobati penyakit
diare spesifik, menanggulangi gangguan gizi dan
penyakit penyerta (Subijanto et al., 2006).
Penggunaan obat dan dosis yang tidak sesuai
merupakan masalah serius dalam pelayanan
kesehatan oleh karena kemungkinan dampak
negatif yang terjadi (Tanjung, 2009).
Rumah sakit merupakan salah satu tempat
dilakukan pelayanan kesehatan, sehingga evaluasi
127
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474
kesesuaian pemilihan obat dan dosis sangat penting
dilakukan untuk menentukan langkah dan
kebijakan
dalam menekan
ketidaksesuaian
penggunaan obat. Oleh karena itu, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui peresesepan obat yang
digunakan pada diare spesifik pada anak tersebut di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan
disesuaikan berdasarkan standar WHO 2005.
2. METODE
2.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang
bersifat deskriptif dengan pendekatan retrospektif
yaitu mengambil data dari rekam medis pada pasien
anak rawat inap dengan diare spesifik di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta pada periode 20112015
2.2. Prosedur Penelitian
Pengambilan data secara retrospektif pada
April-Mei 2015 melalui pengambilan data sekunder
yaitu rekam medis pada pasien anak dianalisis
dengan kriteria 4T dengan standar WHO 2005.
sampel yang digunakan yaitu pasien anak rawat
inap dengan diare pesifik yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi : (1) Rekam
medis dan resep anak-anak dengan usia 0 lahir - 18
tahun pada periode 2011- 2015, (2) Pasien anak
usia 0 lahir - 18 tahun yang menjalani pengobatan
diare spesifik. Kriteria eksklusi : (1). Rekam medis
pada pasien yang tidak lengkap, (2). Tulisan pada
resep tidak terbaca, (3). Pasien anak gizi buruk, (4).
Pasien dengan penyakit autoimun. Data dianalisis
dengan cara deskriptif untuk mengetahui peresepan
obat meliputi tepat indikasi, tepat dosis, tepat obat
dan tepat pasien dengan menggunakan standar
WHO 2005.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data pasien anak dengan diare spesifik di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang
diperoleh selama tahun 2011-2015 sebesar 59
pasien yang memenuhi inklusi. Dari 59 pasien
dilakukan ekslusi sehingga menjadi 38 pasien yang
diikutsertakan penelitian.
3.1. Karateristik Subjek Penelitian
3.1.1. Karakteristik
Berdasarkan
Jenis
Kelamin Pasien
Hasil penelitian dari 38 pasien anak diare
spesifik, dimana jumlah pasien dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu 55,26% (21 orang) dan
perempuan sebesar 44,74% (17 orang). Pada
umumnya penyakit diare tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin, akan tetapi penyakit ini
lebih oleh sistem kekebalan tubuh, pola makan dan
status gizi, serta higienitas dan sanitasi lingkungan
(Noerasid et al., 1998). Resiko kesakitan diare
dalam golongan perempuan lebih rendah dari lakilaki dipengaruhi aktivitas (Astaqauliyah, 2010).
3.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia
The British Pediatric Association (BPA)
menggolongkan masa anak-anak menjadi neonatus
usia awal kelahiran sampai usia 1 bulan, bayi usia 1
bulan sampai 2 tahun, anak usia 2-12 tahun dan
remaja usia 12-18 tahun (Aslam et al., 2003). Hasil
diperoleh 38 pasien anak diare spesifik dimana
pada usia > 2-12 tahun yang memiliki persentase
terbesar (36,84%) dan diikuti usia 1-2 tahun
(39,48%) dan usia > 12-18 tahun (23,68%).
Menurut Rohim dan Soebijanto (2002), anak-anak
merupakan kelompok yang rentan seperti sistem
kekebalan tubuh sehingga kemungkinan besar lebih
besar menderita suatu penyakit termasuk penyakit
diare dan bila tidak diatasi dengan baik akan
menyebabkan dehidrasi yang berakibat pada
kematian.
3.1.3. Karakteristik Pasien Diare Dengan
Gejala Klinis Yang Menyertai
Gejala-gejala yang timbul pada pasien
anak diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan
bahwa yang menderita diare spesifik mengalami
gejala paling besar berupa demam, mual dan
muntah (57,89%)
Tabel 1. Gejala Klinis Yang Tampak Pada Pasien Diare Spesifik
Gejala
Demam, mual dan muntah
Demam
Demam, mual, muntah dan nyeri perut
Demam, nyeri perut
Mual, muntah dan nyeri perut
Mual dan muntah
Jumlah
Jumlah (kasus)
22
5
5
4
1
1
38
Persentase
57,89%
13,16%
13,16%
10,53%
2,63%
2,63%
100%
128
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474
Pada umumnya pasien yang menderita
diare memiliki gejala-gejala anak menjadi
cengeng, gelisah, suhu badan dapat meningkat,
nafsu makan dan minum berkurang atau tidak,
kemudian timbul diare. Tinja makin cair,
kemungkinan mengandung darah dan atau lendir,
warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur empedu anus (Tjay dan
Rahardja, 2007). Demam biasanya terjadi akibat
tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus,
bakteri, parasit). Munculnya gejala demam dapat
dipengaruhi oleh kekebalan tubuh pasien
terhadap infeksi. Gejala yang disebabkan karena
bakteri adalah demam tinggi, nyeri kepala,
kejang-kejang, disamping diare berlendir dan
berdarah (Tjay dan Rahardja, 2007).
3.2. Evaluasi Kesesuaian Obat dan Dosis Obat
Diare Spesifik
3.2.1. Tepat Indikasi
Diketahui bahwa pasien yang pasien
mendapatkan antibiotik dan didukung hasil
laboratorium secara mikroskopik atau uji feses
menunjukkan pasien tersebut positif terkena
infeksi bakteri. Berdasarkan hasil data pasien
bahwa jumlah pasien 38 dan semua pasien
mendapatkan antibiotika (tepat indikasi 100%).
Terdapat 15 pasien yang dberikan antibiotik
tunggal yang meliputi cefotaxim, metronidazol
dan levofloxacin. Pergantian antibiotik terdapat
20 pasien yang mendapatkan pergantian obat
dimana hal itu terjadi karena hasil lab feses
belum diketahui. Setelah diketahui maka terjadi
pergantian antibiotik sesuai dengan jenis bakteri
yang menginfeksi. Pada kombinasi antibiotik
terdapat 3 pasien yang mendapatkan 2 jenis
antibiotik, dimana pemberian kombinasi tidak
disarankan. Hasil lab pasien tersebut telah positif
amuba dan cukup menggunakan metronidazol
tanpa perlu adanya kombinasi pemberian
antibiotik. Menurut WHO 2005 pada pergantian
antibiotik dapat diberikan sesuai terapi empirik
diare infeksi akut pada anak dimana cefotaxim,
cotrimoksazol, ceftriakson dan ampisilin
diberikan sebelum diketahui hasil data lab feses
maka selanjutnya diberikan terapi defenitif
sesuai dengan penginfeksinya seperti amuba atau
salmonella (Diniz-Santos et al., 2006).
Penggunaan
antibiotik
kombinasi
diperbolehkan apabila: (1) kombinasi efek
sinergis sehingga dapat meningkatkan aktivitas
antibiotik
pada
infeksi
spesifik,
(2)
Memperlambat
dan
mengurangi
resiko
timbulnya bakteri resistensi (3) Infeksi
disebabkan oleh satu bakteri (Anonim, 2011).
Standar
WHO
2005,
direkomendasi
metronidazole pada diare karena bakteri amuba.
Jika penyebabnya salmonella, terapi pilihan
pertama adalah ciprofloxacin. Pada kasus
salmonella dimana terapi yang diberikan
diberikan levofloxacin yang masih dalam satu
gologan antibiotik yang sama yaitu golongan
kuinolon. Pemberian golongan kuinolon tidak
direkomendasikan pada anak < 18 tahun tetapi
pada kasus ini dapat digunakan karena pasien
tergolong anak-anak remaja dan berumur 18
tahun (Soo-Han et al., 2013). Pada kasus diare
spesifik, bakteri yang paling banyak menginfeksi
adalah amuba dimana demam, dehidrasi sedang,
convulsi merupakan karakteristik yang signifikan
yang terjadi pada diare yang disebabkan amuba
(Al-Khubaisy et al, 2013). Terapi penggunaan
yang sesuai mengatasi patogen entamoeba
tersebut dengan pemberian metronidazol
(Guerrant, 2001).
Tabel 2. Distribusi obat antibiotik tunggal, penggantian antibiotik dan kombinasi di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta
Kategori
Antibiotika
Tunggal
Pergantian
Antibiotika
Kombinasi
Jumlah
Nama Antibiotika
Cefotaxim inj
Metronidazol inj
Levofloxacin inj
Cefotaxim
Metronidazol
Cotrimoksazol
Cefotaxime
Cotrimoksazol
Metronidazol
Ceftriaxone
Metronidazol
Ampisilin
Metronidazol
Cefotaxim + metronidazol
Jumlah Pasien
5
9
1
15
1
1
2
1
3
38
Persentasi
13,16%
23,68%
2,64%
39,47%
2,64%
2,64%
5,26%
2,64%
7,89%
100%
129
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474
Tabel 3. Tepat Obat Diare Spesifik berdasarkan Standar WHO 2005
Standar WHO 2005
Metronidazol
Levofloxasin
Cefotaxim+metronidazol
Rata-rata
Tepat Obat
28
1
0
29
%
73,68%
2,63%
0,00%
76,31%
Tepat Obat
Ketepatan obat diberikan berdasarkan
sesuai atau tidaknya pemberian obat berdasarkan
jenis diare dan bakteri yang menginfeksinya.
Pemberian
antibiotik
yang
dievaluasi
berdasarkan standar WHO 2005. Distribusi
ketepatan pemberian obat kepada pasien anak
diare spesifik di RS PKU Muhammdiyah
Yogyakarta tersaji pada tabel 3. Penggunaan
antibiotik diberikan pada 38 pasien dimana pada
penelitian ini merupakan kasus diare spesifik
dimana wajib mendapatkan antibiotik karena
pasien positif terkena infeksi yaitu angka
leukosit positif atau terdapat infeksi amuba atau
salmonella. Pemberian levofloxacin untuk terapi
salmonella dapat diberikan sesuai standar WHO
2005. Sedangkan pada infeksi amuba
metronidazol diberikan tanpa perlu dikombinasi
dengan antibiotik lain. Pada kriteria tepat obat
menurut standar WHO (2005) yang memenuhi
kriteria tepat obat sebanyak 76,31%. Pada tepat
obat dianalisis adalah metronidazol tunggal
dimana positif terinfeksi amuba dan pergantian
antibiotik dimana setelah diketahui hasil lab
feses, pasien terinfeksi amuba dan akhirnya
pergantian antibiotik menjadi metronidazol serta
pemberian antibiotik yang dikombinasi dengan
metronidazol dimana pasien terinfeksi amuba.
3.2.3.
3.2.2.
Tidak tepat Obat
3
0
3
6
%
7,89%
0,00%
100%
15,78%
Tepat Pasien
Data rekam medis pasien tidak semua
tercatat adanya keluhan reaksi hipersensitif
(alergi) terhadap antibiotik tertentu, maka rekam
medik yang tidak menuliskan adanya keluhan
reaksi hipersensitif (alergi) dianggap tidak
memiliki riwayat hipersensitif terhadap obat
yang digunakan. Apabila pasien memiliki alergi
terhadap obat tertentu tetapi tetap diresepkan
maka dinyatakan tidak tepat pasien. Maka dari
disimpulkan pasien rata-rata tepat pasien
menurut standar WHO (2005) adalah 76,31%.
3.2.4. Tepat Dosis.
Hasil penelitian tepat dosis yang meliputi tepat
1x pemberian, frekuensi dan lama pemberian
antibiotik terdapat antibiotik yang pemberiannya
kombinasi dimana efek terapi yang diberikan
tidak tepat karena pada standar WHO 2005.
Pada analisis tepat dosis meliputi 1x
pemberian, frekuensi dan lama pemberian
antibiotik. Jika, tidak memenuhi salah satu maka
antibiotik tersebut dikatakan tidak tepat dosis
dan semua antibiotik yang diresepkan pada
pasien baik secara empirik ataupun secara
defenitif dengan menggunakan standar WHO
2005, secara umum dilakukan analisis untuk
mengetahui ketepatan dosis yang telah
diresepkan.
Tabel 4. Tepat Pasien berdasarkan Standar WHO 2005
Standar WHO 2005
Metronidazol
Levofloxasin
Cefotaxim+metronidazol
Rata-rata
Tepat Obat
28
1
0
29
%
73,68%
2,63%
0,00%
76,31%
Tidak tepat Obat
3
0
3
6
%
7,89%
0,00%
100%
15,78%
130
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474
Tabel 5. Ketepatan dosis pemberian antibiotik menurut standar WHO 2005
Standar WHO 2005
Metronidazol
Levofloksasin
Cefotaxim
Cotrimoksazol
Ceftriaxone
Ampisilin
Rata-rata
Tepat Dosis
14
1
10
0
2
0
27
Tidak semua obat yang diberikan
memenuhi kriteria lama pemberian obat.
Antibiotik yang diberikan jika tidak diberikan
sesuai dengan standar lamanya pemberian obat
dapat menyebabkan perkembangan bakteri yang
resistensi. Setiap orang yang menggunakan
terapi antibiotika, maka bakteri akan terbunuh
tetapi bakteri yang resistensi akan tetap hidup,
tumbuh dan bereproduksi. Oleh karena itu, untuk
mengontrol
perkembangan
bakteri
yang
resistensi yaitu dengan penggunaan antibiotik
yang tepat yang meliputi dosis, frekuensi dan
lama pemberian. Dari tepat dosis menurut WHO
2005 pemberian antibiotik adalah 71,05%.
4. KESIMPULAN
Hasil pemilihan diperoleh 38 pasien
yang menerima terapi sesuai standar WHO 2005
adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 76,31%,
tepat pasien 76,31% dan tepat dosis 71,05%.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Kubaisy, W., Al-Naggar, R.W., AlBadre, A., and Osman, M.T, 2013, Clinical
Presentations and Pathogenic Agents of
Bloody Diarrhea among Iraqi Children,
Indian Journal of Applied Research volume :
3, diakses 14 Juni 2016.
2. Anggara, J., 2014, Evaluasi Rasionalitas
Penggunaan Antibiotika pada Kasus Diare di
Bangsal Anak RSUD Tugurejo Semarang
Periode 2014,Skripsi, Fakultas Farmasi
UAD, Yogyakarta.
3. Anonim, 2011, Pedoman Pelayanan
Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
4. Astaqauliyah, 2010, Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
1216/Menkes/SK/XI/2001,
Tentang
Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare,
Edisi kelima, Dinkes Kab. Bantul,
Yogyakarta.
%
36,84%
2,63%
26,32%
0,00%
5,26%
0,00%
71,05%
Tidak tepat dosis
8
0
4
2
1
1
%
21,05%
0,00%
10,52%
0,00%
2,63%
2,63%
42,10%
5. Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayitno, A.,
2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy),
Menuju
Pengobatan
Rasional
dan
Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
6. Depkes, 2011, Buku Saku Lintas Diare, 1125, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
7. Diniz-Santos, D.R., Silva, L.R., and Silva,
N., 2006, Antibiotics for the Empirical
Treatment of Acute Infectious Diarrhea in
Children, The Brazilian Journal of Infectious
Disease 2006;10(3):217-227, diakses 26
Mei 2016.
8. Dinkes, 2013, Profil Kesehatan Provinsi
Daerah Istimewa Yoygyakarta Tahun 2012,
Dines
Kesehatan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.
9. Guerrant, R.L., Gilder, T.V., 2001, Practise
Guidlines for the Management of Infectious
Diarrhea, IDSA Guidlines CID 2001:32,
diakses 11 agustus 2016
10. Kemenkes, 2012, Profil Data Kesehatan
Indonesia, 90-91, KementerianKesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
11. Kemenkes, 2014, Profil Data Kesehatan
Indonesia, 147-148, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
12. Noerasid, H., Suraatmadja, S., dan Asinil,
P.O., 1998, Gastroenterology Anak Praktis,
cetakan keempat, 51-76, Balai Penertbit
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
13. Rohim, A., dan Soebijanto., 2002, Probiotik
dan Flora Normal Usus dalam Ilmu
Penyakit Anak, Salemba Medika, Jakarta.
14. Rusdi,N.K., Gultom, B., dan Wulandari, A.,
2009,Evaluasi Penggunaan Obat Diare dan
Dosis Pada Pasien Anak Rawat Inap di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi
Asih
Jakarta,Numlil
farmasains.uhamka.ac_.id-volume-1-no5.pdf, diakses tanggal 27 Mei 2015.
15. Soo, H.C., Eun, Y.K., and Yae, J.K., 2013,
Sysytemic use of flouroquinolone in
131
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan
Ikatan Apoteker Indonesia 2016
e-ISSN : 2541-0474
16.
17.
18.
19.
children,
Korean
J
Pediatric
2013;56(5):196-201, diakses 2 Juni 2016
Subijanto., Ranuh, R.., Djupri, L., dan
Soeoarto, P., 2006, Management Diare pada
Bayi dan Anak, Old.pediatrik.com, diakses
09 November 2015.
Tanjung, D.S., Kusuma, A.M., dan Hapsari
Indri., 2009, Evaluasi Penggunaan Obat
Diare pada Anak di Instalasi RSUD
Banyumas Tahun 2009, Pharmacy, vol.06
no. 01 agustus 2011, diakses 12 september
2015.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, ObatObat Penting Edisi V, 270-272, PT Elex
Media Kumputindo, kelompok Gramedia,
Jakarta.
WHO, 2005, The treatment of diarrhoea: A
manual for physicians and othersenior
health workers, 4-14, WHO Press, Geneva.
132
Download