DARI KOLONIALISME HINGGA RUANG

advertisement
DARI KOLONIALISME HINGGA RUANG DISPLAY
Meninjau Museum Dari Kajian Poskolonial
ASYHADI MUFSI SADZALI
Program Studi Arkeologi
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jambi, Jambi, Indonesia
Telepon: 0741-5917398, Faksimile. 0741-583111
Pos-el: [email protected]
Abstrak
Perkembangan arkeologi di Indonesia dimulai pada awal abad ke-18 atas munculnya
ketertarikan sekelompok masyarakat Eropa terhadap benda dan bangunan kuno yang ada di
Indonesia. Dari kolonialisme kuno berubah jadi penjajahan ekonomi dan idiologi.
Perubahan bentuk kapitalis kuno dengan kapitalis gaya baru yang intinya sama-sama
menghisap dan selalu ada bangsa yang menjajah dan yang dijajah. Dari kolonialisme
bahkan berlanjut hingga ke ruang display sebuah museum, diamana segala hal yang
ditampilkan tidak terlepas dari aroma kolonialisme. Dimana politik adalah muatan utama
yang disisipkan secara kasat mata. Bahkan bayang-bayang kolonialisme masih melekat
dalam sistim birokrasi museum yang dengan sadar atau tidak hal ituterus berlangsung
hingga kini. Seperti ada kecendrungan dan keyakinan dalam kerangka pikir masyarakat
bekas jajahan, bahwa apa yang pernah ditawarkan dan dilakukan kolonial di masa lampau
harus dipertahankan karena dianggap lebih baik dan moderen.
Kata Kunci: Kolonialisme, ruang display, museum, postkolonial
PENDAHULUAN
Perkembangan arkeologi di Indonesia
dimulai pada awal abad ke-18 atas
munculnya
ketertarikan sekelompok
masyarakat Eropa terhadap benda dan
bangunan kuno yang ada di Indonesia.
1
Rumpius disebut-sebut sebagai sejarawan
banyak
pertama yang melakukan pendataan dan
mempertontonkan bangsa jajahan masing-
pencatatan
yang
masing, mulai dari Afrika hingga ke Asia.
D’
Egoismenegara-negara penjajah dan saling
Amboinsche Rariteitkamer“kamar yang berisi
bersaing untuk menempati peringkat terhebat
benda-benda unik dari Ambon”terbit pada
dan
tahun 1705. Selanjutnya pada tahun 1778,
digelarnya
Royal Sociaty (perkumpulan para petinggi
kemudian dimasa sekarang lebih dikenal
kolonial)
dengan sebutan World Expo.
kemudian
benda-benda
dibukukan
dibentuk
arkeologi
dengan
atas
judul
dasar
semangat
mencerahkan bangsa jajahan (politik etis).
Royal Sociaty kemudian mendirikan Museum
Batavia yang kini dikenal dengan sebutan
Museum Nasional (Museum Gajah). Sejarah
perkembangan museum di Indonesia sangat
dipengaruhi dengan situasi politik dunia pada
saat itu. Salah satunya adalah Exposition
universelle, yang merupakan suatupameran
dunia yang dipelopori oleh bangsa-bangsa
kolonial yang digelar pada tahun 1889 di
Paris, Prancis. Penyelenggraan kegiatan itu
selain untuk menampilakan kejayaan masingmasing
Negara
peserta
(Eropa)
juga
memperlihatkan bangsa jajahan yang dimiliki
masing-masing
misalnya
Negara
Belanda
peserta.Seperti
pada
waktu
itu
menampilkan rumah tradisional Jawa lengkap
dengan isi rumah dan orang yang hidup dan
tinggal
didalamnya.
lainExposition
Dengan
universelle
kata
merupakan
pagelaran untuk menampilkan eksotisme
Timur yang pada kenyataannya lebih dekat
pada sesuatu yang dianggap aneh, primitif dan
bodoh. Pada tahun-tahun berikutnya juga
kegiatan
teratas
serupa
merupakan
Exposition
yang
juga
landasan
nyata
universelle
yang
Sanghai menjadi tuan rumah perhelatan
World expopada tahun 2010. Amerika,dan
Negara-negara Eropa maupun Jepang pernah
menjadi tuan rumah kegiatan tersebut, yang
kemudian muncul indikasi bahwa tuan rumah
adalah
bangsa-bangsa
penjajah.
sebuah
tulisan
saya
kolonialisme
yang
dapat
kutip
dilihat
Seperti
”jika
sebagai
pembentukan budaya, maka demikian juga
kebudayaan
merupakan
pembentukan
kolonial” (Dirks, 1992. Hlm. 39). Kalimat
singkat tersebut memberikan penjelasan yang
panjang kepada kita bahwa masyarakat
kolonial serta merta dengan sengaja dan
berusaha untuk menciptkan kesadaran palsu
dalam masyarakat jajahannya. Salah satu
bentuknya telah mereka tampilkan dalam
bentuk museum hidup yang dipamerkan
padaExposition universelle atau world expo
dimasa kini. Ada adu kekuatan dan show up
antar masing-masing Negara kuat yang
mempunyai
tujuan
yang
sama
dengan
exposition universelle masa kolonial yakni
sebuah bentuk pernyataan tidak langsung
manusia baru diduga akan muncul dihadapan
bahwa kami yang terhebat, kami adalah tuan
mata kita secara langsung. Saat ini, saya tidak
dan kalian adalah budak.
suka mengatakan begitu, akan tetapi saya
Dari kolonialisme kuno berubah jadi
penjajahan ekonomi dan idiologi. Perubahan
bentuk kapitalis kuno dengan kapitalis gaya
baru yang intinya sama-sama menghisap dan
selalu ada bangsa yang menjajah dan yang
dijajah. Dari kolonialisme bahkan berlanjut
hingga ke ruang display sebuah museum,
diamana segala hal yang ditampilkan tidak
terlepas dari aroma kolonialisme. Dimana
politik adalah muatan utama yang disisipkan
secara kasat mata. Bahkan bayang-bayang
kolonialisme masih melekat dalam sistim
birokrasi museum yang dengan sadar atau
tidak hal ituterus berlangsung hingga kini.
Seperti ada kecendrungan dan keyakinan
dalam kerangka pikir masyarakat bekas
jajahan, bahwa apa yang pernah ditawarkan
dan dilakukan kolonial di masa lampau harus
dipertahankan karena dianggap lebih baik dan
moderen. Apakah mental-mental budak, dan
mental bangsa terjajah itu belum hilang dari
bangsa ini? Seperti ada rasa kurang percaya
diri dan luka masa lalu yang masih melakat
hingga mengkarat dalam karakter dan pola
pikir masyarakat bekas jajahan. Ternyata
terdapat pengaruh psikologis yang kuat atas
masa lalu yang masih terasa hingga dimasa
kini, “dan pada hari penindasan berhenti,
harus mengatakannya, karena dekolonisasi
telah
menunjukkannya:
ini
bukanlah
persoalan cara terjadinya, kehidupan yang
terjajah untuk waktu yang lama sebelum kita
melihat bahwa benar-benar ada manusia baru”
(Memmi, 1968. Diikutip dari Gandhi,1998.
Hlm. 8). Memmi dalam ungkapanya terlihat
pesimis akan adanya mayarakat baru yang
benar-benar telah merdeka secara pamikiran
dan
memiliki
mentalitas
mandiri
dan
bermartabat. Apakah luka dan pengaruh
kolonialisme begitu dalam dan mendarah
daging? Pertanyaan tersebut akan saya jawab
dari sudut pandang museum dalam kajian
poskolonial.
TEORI POSKOLONIAL
Foucault dalam bukunya The Arcaheology of
Knowladgebanyak memaparkan wacana yang
sudut pandang di pengaruhi oleh pemikiran
Karl Marx, khususnya dalam dialektika
materialnya. Pengaruhnya kemudian banyak
menginspirasi para akademisi yang salah
satunya adalah Edward W Said dengan salah
satu
bukunya
yang
sangat
popular,
Orientalism. “Orientalisme secara umum
dianggap
sebagai
katalisator
dan
titik
referensi bagi poskolonialisme, mewakili
tahap pertama teori poskolonial” (Gandhi,
3
1998. Hlm. 85-86). Said mempublikasikan
mempengaruhi pola pikir dan mentalitas
bukunya
dalam
sehingga semakin tidak percaya diri dan tidak
peluncurannya banyak mendapat sambutan
mempunyai pegangan sejarah yang kuat dan
dari dunia iternasional khususnya Asia-Afrika
mudah
sebagi bangsa bekas koloni. Said dalam
ketergantungan pada sistim-sistim kolonial.
pada
tahun
1978
dan
orientalism mengkaji orientalisme dengan
tujuan untuk melihat hubungan sejarah yang
tidak seimbang anatara dunia Timur dengan
dunia Barat (imperialis Eropa). Kajiannya
banyak
menggunakan
pendekatan
cultur
studies, membahas tentang berbagai konteks
budaya lokal yang menjadi korban langsung
kolonialisme. Said membawa pengaruh yang
luar biasa bagi analisis kolonialisme dan
pemikiran kolonial. Orientalisme dianggap
sebagai tahap pertama teori poskolonial.
diombang-ambingkan
oleh
Paparan di atas mengisaratkan bahwa teori
poskolonial
terlahir
praktek-praktek
untuk
kolonialisme
menggugat
yang
telah
melahirkan kehidupan yang penuh dengan
rasisme, hubungan kekuasaan yang tidak
seimbang, budaya subaltern (orang-orang
yang tertindas), bukan dengan propaganda
perang atau kekerasan fisik namun dengan
dialetkika kesadaran dan pemaksaan gagasan
(pola pikir dan mentalitas). Poskolonial
mencoba membongkar mitos-mitos yang
Studi poskolonial menempatkan dirinya
“mengkerdilkan” mental masyarakat bangsa
sebagai suatu kajian yang tidak ingin terlepas
terjajah dan yang telah menghapus jati diri
dari segala bentuk konteks historis yang
bangsa. Secara historis kajian poskolonial
menaungi bangsa-bangsa yang merasakan
adalah kajian akademis yang berkembang
dampak-dampak
Dampak-
pada era tahun 1980-an Dan dari kajian-kajian
dampak tersebut tidak bisa di bilang ”usai
ini kemudian muncullah gambaran-gmbaran
sudah” atau telah berkhir sejak bangsa ini
yang tidak menyenangkan dari bangsa-bangsa
memproklamasikan kemerdekaannya pada 17
penjajah ataupun pembentukan (pencitraan)
Agustus 1945. Leela Gandhi dalam bukunya
gambaran yang tidak sesuai dari bangsa
“Teori Poskolonial: Dalam Meruntuhkan
terjajah
Hegemoni Barat” berpendapat bahwa bansa-
kelompok masyarakat yang selalu dianggap
bangsa bekas koloni cendrung berusaha lepas
barbar, tidak beradab, bodoh dan aneh. Bagi
dari luka lama dengan cara amnesia sejarah,
kebanyakan orang, kolonialisme hanyalah
dengan kata lain secara sengaja menghapus
persoalan masa lalu, dan kini dunia sudah
sejarah kelam masa penjajahan dari kerangka
berubah
pikir
Tempat yang jauh lebih simpatik terhadap
penjajahan.
bangsa-bangsa
terjajah.
Hal
ini
(bangsa
menjadi
koloni)
tempat
sebagai
yang
suatu
berbeda.
masyarakat pribumi. Apakah benar seperti
Adapun
itu? Kajian poskolonial dalam teori maupun
Sonobudoyo setelah kolonial Belanda jatuh
pemahaman dan pemaparannya teramat luas
maka dikelola dibawah pemerintahan Jepang.
untuk benar-benar dipaparkan dengan lengkap
Setelah kemerdekaan Indonesia kemudian
dan mendalam pada kajian ini. Dan teori
ditangani oleh Dinas Wiyoto Projo yang
poskolonial
berlangsung
yang
saya
gunakan
dalam
sejarah
dari
perkembangan
tahun
Museum
1945-1949
lalu
pembahasan ini hanyalah sebagai alat untuk
kemudian berpindah tangan ke Dinas P dan K
membedah persoalan-persoalan yang akan
Provinsi D.I.Y. Pada 11 Desember 1973
saya angkat, dan teori poskolonial sebagai
berganti tangan ke Dinas Pendidikan dan
pisau bedah yang cocok untuk melihat
Kebudayaan,
museum dari sisi lain.
Museum Provinsi yang berada dibawah Dinas
MUSEUM SONOBUDOYO DALAM
KAJIAN POSKOLONIAL
Museum
Sonobudoyo
dan
dimasa
kini
menjadi
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kolonialisme secara sengaja dibentuk
merupakan
museum terlengkap setelah Museum Nasional
di Jakarta yang terkait dengan seni budaya
dan kepurbakalaan. Museum ini merupakan
museum pertama dan tertua di D.I.Y yang
resmi didirikan pada 6 November 1935.
Keputusan mendirikan museum Sonobudoyo
merupakan hasil dari kongres Java Institut
yang diselenggrakan di Surakarta pada tahun
1931. Perlu diketahui bahwa Java Institut
sendiri merupakan sebuah lembaga yang
berkecimpung dalam dunia kebudayaan yang
beranggotakan mayoritas orang-orang asing.
Pada awal pendiriannya, Ir. Th Karsten
sebagai perancang banguanannya mendesain
bangunan Sonobudoyo sesuai dengan koleksi
yang akan ditampilkan, yakni koleksi Jawa,
Madura, Bali dan sebagian pulau Lombok.
untuk mengubah budaya-budaya tradisonal
melalui idiologi daN politik kolonial yakni
penaklukan dan pemerintahan. Sistim kolonial
serta merta memberikan perubahan yang
signifikan terhadap sistim birokrasi dan
tatanan pemerintahan. Dalam hal ini ternyata
pengaruhnya juga meliputi sistim birokrasi di
dalam museum. Contoh kasus yang akan saya
angkat adalah srtuktur hirarki birokrasi di
museum Sonobudoyo. Secara struktur kepala
museum berada pada bagan bagian paling atas
yang
kemudian
dibawahnya
pemegang
adalah
kepala
kekuasaan
tata
usaha.
Pimpinan bidang koleksi (kepala pengampu)
berada pada posisi ketiga, dan kemudian
membawahi
beberapa
pengampu
koleksi
(mirip kurator), dan begitu seterusnya hingga
level paling bawah. Apabila kepala museum
5
berhalangan dalam tugasnya, maka kekuasaan
berjalan dengan kurang maksimal dan kurang
dan segala keputusan berada pada tangan
sesuai dengan Tupoksi-nya. Sebut saja salah
bagian tata usaha. Hal ini bila ditinjau lebih
satu contohnya dalam hal pembelian koleksi
dalam dan jauh kebelakang merupakan
baru yakni satu set wayang baru Cirebon.
produk tinggalan kolonial yang ternyata
Dalam hal ini yang menentukan pembelian
masih belum hilang dalam sistim birokrasi di
adalah bagian tata usaha, sementara bagian
Indonesia, khusunya didalam museum. Pada
pengampu koleksi wayang sendiri (mirip
masa kolonial, masyarakat perkebunan seperti
kurator)
misalnya di Deli Serdang (Sumatera Utara)
wewenang
berada dibawah seorang administratur, atau
mengemukakan pendapat.
semacam kepala tata usaha.
Sistim
ini
tidak
tahu
dan
untuk
tidak
punya
bersuara.dan
Satu lagi hal aneh yang sering terjadi di
adanya
museum yakni seringnya terjadi sistim roling
kewenangan berlebih dari seorang tata usaha
(pertukaran) pegawai. Berdasarkan Kode etik
yang tidak paham dan mengerti dengan
ICOM untuk museum, museum adalah suatu
permuseuman juga dengan koleksi, baik
lembaga yang membutuhkan profesionalisme
dalam mengatur dan menentukan koleksi
dan sumber daya manusia yang kompeten
masuk, koleksi keluar ataupun dalam hal
dalam bidangnya, bidang-bidang khusus yang
pembelian koleksi baru. Bisa dibayangkan
membutuhkan knowledge dan pengalaman
apa yang terjadi dengan museum dengan hal
tingkat tinggi (ICOM, 2007.Hlm. 10-11), tapi
tersebut. Secara sistim, semua hal harus
aneh justru ada kegemaran dalam museum
berawal dari bagian tata usaha dan dengan
dengan sistim roling(pertukaran) pegawai
sepengetahuannya juga. Kekuasaan yang
yang sepenuhnya diatur oleh bagian tata
terlalu besar ini mengakibatkan kekacauan
usaha.Dalam
dalam museum. Ada adu kekuatan dalam satu
wewenang, apabila kita merujuk pada kode
badan yang kemudian membentuk blok dan
etik
kelompok. Dalam kasus hilangnya 75koleksi
Museum) dalam sub-bab personil tertera pada
emas museum Sonobudoyo membawa saya
poin
1.11
sampai
ikut serta dalam tim evaluasi museum sebagai
disebutkan
bahwa
asisten dari Bapak KRT Thomas dan Daud
bertanggung jawab langsung pada pengampu
Tanudirjo.
koleksi. Dan pengampu koleksi dalam hal
Dalam
mengakibatkan
proses
evaluasi
yang
ICOM
struktur
birokrasi
(International
memiliki
Council
dengan
Direktur
1.14,
dan
of
jelas
museum
hampir berlangsung selama satu bulan, saya
kinerjanya
independensi
dan
dapat melihat bagaiamana sistim administrasi
hubungan profesionalisme secara langsung
dengan Direktur museum, dengan kata lain
kolonialis memandang bangsa ini, sehingga
Direktur
ada anggapan Barat berarti Modern. Dalam
museum
tidak
bisa
menyalahgunakan kekuasaannya karena ada
proses
prosedur hukum yang mengatur dan demikian
menggeneralisasi konsep tantang Barat dari
juga sebaliknya (ICOM, 2007. Hlm, 2).
sebuah entitas goegrafis dan temporal ke
Akan
tetapi
pada
kenyataannya
dilapangan banyak hal-hal yang menyimpang.
Sistim kolonial yang pernah berlangsung
begitu lama di negara ini ternyata dalam era
modern dan pada generasi yang barusistim
itu masih terus berlangsung dan berjalan
dalam
sebuah
pemanfaatan
birokarasi.
atau
Mungkin
mungkin
juga
ada
ada
tersebut
hal
itu
membantu
sebuah kategori psikologis. Dua hal yang
berbeda tapi disamarkan seolah-olah sama
dengan tujuan politis, dan teranyata bangsa
jajahan setuju dengan hal tersebut dan
menelannya bulat-bulat. Persoalan diatas
hanya
sebagaian
kecil
dari
pengaruh
kolonialisme yang ternayata masih ada dan
perlu di perbaharui ke arah yang lebih baik.
kecendrungan untuk mengacu pada sistim
Guru yang baik akan mengajarkan hal
lama atau seperti meniru, yang dalam
yang
bahasanya Homi K Bhaba dia menyebutnya
melahirkan murid-murid yang sesat. Mungkin
dengan istilah mimikri (meniru). Seperti yang
ada yang salah dalam pembinaan dan
dijelaskan dalam tulisan Nicholas B. Dirks
pedoman permuseuman di Indonesia. Itu
“dengan memandang kolonialisme sebagai
salah satu yang menjadi kecurigaan saya.
proyek budaya pengontrol maka menjadi
Dalam
terpusat
anatar
permuseuman di Indonesia adalah Direktorat
kolonialisme dan kebudayaan” (Dirks, 1992.
Permuseuman, hal ini saya simpulkan bukan
Hlm. 40) Dengan asumsi lain, kita telah
tanpa alasan. Dalam Keputusan Menteri
dibentuk oleh pemerintah kolonial, termasuk
Pendidikan
dalam sistim permuseuman. Seperti yang
0222e/0/1980, Bab V, Pasal 81 dan 82 yakni
disebutkan
“orientalisme”
berupa: merumuskan kebijakan teknis di
sebagai sesuatu yang berada di Timur yang
bidang permuseuman, melaksanakan kegiatan
lebih rendah dan dikontrol oleh Barat, dimana
dan
terdapat gagasan di dalamnya bahwa identitas
melaksanakan urusan tata usaha Direktorat.
eropa sebagai identitas yang lebih unggul.
Dari penjelasan singkat tersebut kita sudah
(Said, 1994. Hlm. 9). Seperti itu lah para
dapat menilai dan menyimpulkan bahwa
dan
ketergantungan
Edward
Said
baik.
hal
Pelajaran
ini
dan
pembinaan
yang
yang
sesat
menjadi
Kebudayaan
permuseuman,
akan
guru
Nomor:
dan
7
tegangan arus rendah yang kini terjadi dalam
temukan dalam beberapa museum Pemerintah
dunia
enrgi-nya
di Indonesia, termasuk Sonobudoyo yang
berasal dari Direktorat Permuseuman. Dalam
pada hakeketnya punya koleksi yang sangat
Bungai Rampai (masih jadi tanda tanya dalam
luar biasa.
benak
permuseuman,
saya,
sumber
kenapa
Permuseuman
yang
bunga
rampai?)
dikeluarkan
oleh
Direktorat Permuseuman terdapat beberapa
DARI KOLONIALISME HINGGA
RUANG DISPLAY
hal yang janggal dan kurang tepat, antara lain:
Jika penelitian-penelitian tentang hukum,
terdapat satu sub-bab yang menggunakan
tenaga kerja dan pertanian di panggung-
bahasa
panggung
Inggris
dengan
judul
sub-bab
kolonial
menyingkapkan
arti
CULTURAL
penting utuk pembentukan tatanan-tatanan
POLICIES AND MUSEUM DEVOLOPMENT
baru, maka pameran-pameran kolonial yang
PROGRAMS”
dilakukan
“FUTURE
ORIENTED
Sedikit
banyaknya
ini
pada
Exposition
universelle,
menunjukkan betapa orientasi dan arah kiblat
Colinial exebition dan pameran dalam bentuk
bangsa ini masih menganggap Eropa itu
lain memberikan gambaran bahwa barat
segalanya. Terbukti tidak ada rasa percaya diri
mempertontonkan
dan mental bangsa terjajah masih melekat
anggapan
kuat di dalamnya. Dalam buku tersebut, juga
sebenarnya yang perlu diberi pencerahan dan
dijelaskan
museum
menunjukkan siapa “Tuan dan budak”. Atas
“museum adalah pengawal warisan budaya”
dasar apa Barat dikatakan lebih berbudaya
(Bunga Rampai Permuseuman, 1997. Hlm,
dibandingkan Timur, atau lebih beradab
15). Museum hanya jadi pengawal, dan bukan
dibandingkan Timur? Dalam catatan-catatan
hal yang mengherankan jika benda yang
penjelajah
berada dalam museum adalah sesuatu yang
Rodrigues, Jhon Davis dan lain sebagainya
bisu dan kaku. Apabila museum itu dipahami
jelas-jelas menyebutkan keherananya atas hal-
sebagai seorang guru sekaligus teman yang
hal luar biasa yang mereka saksikan. Seperti
mengasikkan, mungkin akan banyak hal yang
misalnya kebiasaan mandi orang Timur dan
bisa kita peroleh dari museum dan tentunya
hal-hal beradab lainnya.
museum
pemahaman
itu
akan
tentang
sangat
mengasikkan.
Museum is a story teller, sumber kisah itu
adalah
koleksi
dan
orang-orang
yang
berkecimpung di dalamnya haruslah jadi
pencerita yang baik. Dan itu belum saya
Timur,
kolonial
Eropa
Orientalisme
lebih
sebagai
seperti
seperti
kepada
kenyataan
Tome
yang
Pires,
sering
disebutkan Said, oleh agen-agen kulit putih
kerap
melakukan
kesadaran
palsu)
mistifikasi
baik
(penciptaan
dalam
tatanan
pemikiran, asrip atau catatan-catatan kolonial
Timur
maupun sistem yang sengaja dibuat baku
keterasingan yang telah secara layak dijadikan
untuk tujuan tertentu. Museum adalah salah
sebagai cirinya” (Said, 1994. Hlm. 160).
satu produk dari kolonialisme, yang dibentuk
dan dibuat sesuai pemikiran kolonial dan cara
pandangnya. Tentu dalam penciptaannya ada
faktor dan maksud tertentu, terlebih dalam hal
penyajiannya atau display. Bila kita melihat
jauh kebelakang dimana konsep awal dari
museum adalah dianggap seperti candi atau
kuil-kuil yunani yang suci dan hanya untuk
kalangan tertentu, maka tidak heran pada
masa-masa awal munculnya museum hanya
kaum bangsawan yang bisa mengunjungi
museum. Dari bangsawan oleh bangswan
untuk bangsawan. Seperti yang terjadi di
zaman
Romawi
dimana
kaisar
Roma
memerkan benda-benda dari negeri jajahan
sebagai simbol kekuasaan dan legitimasi
kekuatan. Museum di zaman kolonial hadir
sebagai bentuk politik dan pernyataan kepada
kaum terjajah bahwa hanya Barat yang
memiliki ilmu pengetahuan dan Timur patut
dipertontonkan
atas
ketertinggalan
dan
budaya primitifnya. Budaya material bangsa
dari
kesuraman,
aljenasi
dan
Museum Sonobudoyo memilik 43.583
koleksi (termasuk 75 unit item yang hilang)
baik yang dipamerkan maupun yang disimpan
di storage. Ruang pameran dibagi dalam
beberapa bagian yang disusun berdasarkan
story line(alur pengunjung) yang ditatapkan
secara sepihak oleh pihak museum dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Koleksi
ditampilkan dalam bentuk menempatkannya
pada lemari kaca atau filtrin dan pada bagian
bawah koleksi diberi lebel informasi singkat
tentang koleksi yang dipamerkan. Bentuk lain
adalah berupa diorama dan manakin (boneka
tiruan) yang diberi baju dengan wajah dan
warna kulit yang semuanya hampir sama lalu
diberi lebel informasi singkat. Koleksi yang
berukuran
besar
musiktradisional
dan
seperti
alat-alat
artefaktual
batu
dipamerkan dengan meletakkannya, pada alas
tertentu atau terkadang tanpa alas dan dengan
tambahan lebel informasi singakat.
simbol
Apabila kita kembali kemasa kolonial,
penaklukkan dan kontrol Eropa atas segala
maka koleksi di museum geologi, Batavia
hal dalam negeri jajahan. Dan anehnya,
museum (museum nasional sekarang) maupun
bangsa Eropa mengagap tindakan mereka itu
Sonobudoyo di tahun 1935, maka kita akan
adalah tindakan agung yang mulia, “dalam
melihat hal yang sama, dimana koleksi
pandangannya,
adalah
dipamerkan begitu saja dan yang berbeda
seorang pahlawan yang tengah menyelmatkan
hanyalah lebel infomasipada koleksi. Karena
terjajah
di
pamerkan
orientalis
sebagai
modern
9
pada waktu itu cara memberikan informasi
museum, “jelas sekali, organisasi masa lalu
mengenai koleksi seluruhnya digabungkan
yang terdekat dibawah rubrik kolonialisme
dalam sebuah buku pegangan yang akan anda
cendrung mengurangi ke anekaragaman”
bawa
berkeliling
(Gandhi. 2006. Hlm. 221). Museum bukan lah
mengunjugi museum. Koleksi dipamerkan
sebuah lembaga yang netral. Selalu ada
hanya
karena
keberpihakan terhadap suatu pandangan yang
eksotismenya (anggapan kolonial) seperti
subjektif, namun hal ini bukan berarti harus
yang disebutkan Rumpius dalam bukunya D’
mengingkari
Amboinsche Rariteitkamer “kamar yang berisi
kenyataan. Keberadaan suku yang lainnya
benda-benda unik dari Ambon”, jelas hal itu
juga harus ditampilkan. Dalam sebuah jurnal
merujuk pada maksud orientalisme atau
berjudul
sesuatu hal yang aneh, primitif, eksotis, bodoh
traditional curation in women’s weaving
dan rongsokan masa lalu. Museum juga
culture” disebutkan bagaiamana Museum
dibentuk sebagai tempat untuk melihat betapa
Kapuas Raya – Sintang Kalimantan Barat
Barat begitu agung dan beradab sedangkan
menyajikan
Timur adalah sesuatu yang konyol dan pantas
masyarakatnya yang beragam dengan arif dan
untuk dijajah dan diberikan pencerahan. Bagi
bijaksana. Antar etnis ada proporsi yang
mereka museum itu tidak lebih sebagai
sama, dan ditampilkan sesuai dengan cara
tempat
pandang masyarakat tersebut terhadap budaya
kemana-mana
sebagai
untuk
selama
barang
tontonan
membanggakan
diri,
kebenaran
“community
dan
menutupi
base
display dari
berbagai
mereka.
Demikian
politik untuk kepentingan tertentu. Hal ini
kolonial
dalam
bukan tidak berlandasan dan beralasan, tapi
Timur
kenyatannya bisa kita lihat dari sejarah
dipertanyakan sudut pandang dan cara mereka
pemebentukan dan perkembangan museum
melihat dan menjiwai koleksi tersebut dalam
“berawal dari konsep candi” yang suci dan
penyajiannya di ruang display.
untuk kalangan tertentu.
halnya
etnik
mengagungkan rasnya, dan sebagai ajang
dalam
juga
museum:
memamerkan
sebuah
dengan
eksotisme
museum.
Patut
Homi K Bhaba salah seoarang akademisi
NKRI atau Negara Kesatuan Republik
yang
banyak
membicarakan
Indonesia, tercipta oleh akibat kolonialisme,
berkebangsaan
tanpa itu kita mungkin berdiri sebagai
istilah mimikri. Mimikri itu sendiri berarti
Negara-negara
Keaneka
meniru. Dalam kajian poskolonial banyak
ragaman budaya yang begitu mejemuk tidak
juga yang menggunakan kajian sastra, dalam
luput
hal ini berupa novel yang bercerita tentang
dari
yang
praktek
berbeda.
kolonialisme
dalam
India
yang
poskolonial
mencetuskan
pengalaman-pengalaman
bekas
untuk berkunjung serta tidak bisa menikmati
koloni. Terlihat ada kecendrungan mimikri
dan mengambil pelajaran dari apa yang
pada bangsa bekas jajahan. Dimana mereka
ditawarkan dalam museum. Sungguh ironis
banyak meniru dan mengikuti pandangan dan
dan menyedihkan bila pengunjung tidak bisa
pola-pola
parapelajar
menggambil pelajaran dari museum yang
pribumi yang bersekolah di Belanda suka
sejatinya adalah media edukasi dan jendela
meniru
budaya
kolonial.
beberapa
bangsa
Misalnya
lagu
Belanda
dengan
peradaban
bangsa.
mengganti liriknya dalam bentuk bahasa jawa
spekolonialisme,
atau Melayu. Dalam dunia permuseuman hal
penindasan, pembodohan dan politik yang
ini ternayata juga terjadi. Ada kecendrungan
membosankan.
meniru
kenapa museum di Barat begitu edukatif,
dan
melanjutkan
cara-cara
Lalu
muncul
pertanyaan,
dilakukan
dua
ketimpangan di dalamnya, tidak ada penjajah
kemungkinan untuk hal tersebut, kurang
dan yang terjajah, dan itu dibentuk dan
percaya pada kemampuan sendiri atau pola
diciptakan untuk sesama mereka dalam kaca
pikir yang masih mengangap kolonial itu
mata dan sudut pandang yang sama. Dan
selalu lebih pintar, modern dan ahli dalam
dengan tujuan museum yang sebenarnya,
bidang tersebut. Hasilnya dapat kita saksikan
yakni
sendiri pada museum-museum yang ada
Muncul pertanyaan kedua dalam benak saya,
disekitar kita, seperti misalnya Sonobudoyo
apakah
dan lain sebagainya.
Indonesia
Ada
Melihat museum Sonobudoyo dari sudut
pandang
poskolonial
memberikan
pemahaman bahwa sistim dan birokrasi di
museum masih terjebak dalam bayang-bayang
kolonialisme. Aturan dan cara pandangnya
masih berada dibawah temeram lentera merah
putih biru. Tidak mengherankan jikalau nafas
dan aroma kolonialisme begitu kental di
museum-museumsehingga bangsa pribumi
yang pada dasarnya alergi kolonialis enggan
mencerdasakn
sebenarnya
di
masa
Sebab
hanyalah
inovatif
kolonial.
kratif?
isinya
pengelolaan museum seperti yang pernah
bangsa
dan
karena
Museum
tidak
kehidupan
tujuan
kini
ada
bangsa.
museum
adalah
di
untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa? Atau hanya
untuk kepentingan politik saja?
KESIMPULAN
Dalam kesimpulannya, praktek-praktek
kolonial dibangsa ini masih belum tuntas
diberantas oleh Proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pendekatan
poskolonial yang bertitik berat pada kajian
historikal material cukup membuka tirai
praktek-praktek terselubung kolonialisme di
11
dalam museum, yang baik secara sadar atau
Museum sebagai objek tunggal dalam
pun tidak hal itu perlahan berubah jadi sebuah
tulisan ini masih menyimpan warisan kolinial
kebiasaan. Mengutip istilah Homi K Bhaba,
di dalamnya, baik secara birokrasi, konsep,
mimikri atau kecendrungan untuk meniru
dan tata pamer koleksi. Sonobudoyo saya
sangat kental dalam museum-museum di
jadikan objek kasus dikarenakan keterlibatan
Indonesia. Seolah-olah ada hokum dan aturan
dalam evaluasi museum Sonobudoyo. Data
baku yang kaku yang mewajibkan semua
dan informasi yang saya perolah cukup
museum itu harus sama, padahal museum
mampu membukakan mata dan melihat dari
yang ideal adalah museum yang memiliki
luar maupun dari dalam sistim yang berjalan
cirri khas tersendiri dan konsep yang original
di museum Sonobudoyo. Evaluasi bukan
sesui dangan visi dan misi museum yang
untuk menghujat dan menghakimi, tapi untuk
bersangkutan.
bahwa
memperbaiki untuk menjadi lebih baik lagi.
poskolonialisme dikaitkan antara totalitas dan
Dalam hal ini rekomendasi yang saya
struktur poitik di satu sisi, dan fragmen politik
tawarkan adalah perubahan sistim birokrasi
di lain sisi” (Gandhi. 2006. Hlm. 215).
dari museum Provinsi ke museum BLA
Museum yang pada dasarnya adalah lembag
(Badan Layanan Umum) dimana museum
edukasi
langsung
“Dapat
masyarakat
dikatakan
ternyata
juga
tidak
bertanggung
kedua,
jawab
terlepas dari politik. Sektiadi dalam sebuah
Gubernur.yang
jurnal berjudul “Politics in the Museum: the
seminar dan workshop permasalahan museum
Appearances of the Museum Sonobudoyo and
se-Indonesia yang mungkin bisa diadakan
the Museum Yogya Kembali, Yogyakarta”
setahun sekali. Yang terakhir adalah, perlu
mengulas dari sudut pandang politik simbolik
adanya sebuah jurnal ilmiah permuseuman
dimana museum dijadikan sebuah wahana
yang terbit sebulan atau dua bulan sekali,
politik penguasa. Arkeologi sebagai sebuah
karena dengan demikian kita akan dapat
disiplin ilmu tidak bisa terlepas dari politik
melihat bagaiman dinamika perkembangan
maupun dari politisi yang mempolitikinya.
dunia permuseuamn di Indonesia baik swasta
Hal ini jelas disebutkan dalam sebuah buku
maupun
yang ditulis Randall H. McGuire berjudul
memberantas
“Arcaheology as Political Action” arkeologi
melakat pada museum di Indonesia butuh
memang tidak bisa terlepas dari modernisasi
kerja keras dan keterlibatan dari segala pihak.
dan perkembangan budaya global, dimana
Perlu adanya pembaharuan sistim dan tatacara
kapitalis memegang peranan dominan.
juga cara pandang museum itu sendiri. Butuh
pemerintah.
warisan
perlu
Akhir
di
kepada
kata,
kolonialisme
adakan
untuk
yang
waktu dan proses untuk menuju museum ideal
bangsa Indonesia yang sesuai dan mendidik
bangsanya.
DAFTAR PUSTAKA
Bhaba, K. Homi. 2004. The Location of
Culture. Routledge Classics. New
York.
Dirks. B. Nicholas. 1992. Introduction:
Colonialism and Culture. Ann
Arbor: The University of Michigan
Press.
Direktorat Permuseuman. 1997.
Rampai Permuseuman. Jakarta.
Bunga
Gandhi, Leela. 2006. Teori Poskolonial.
Upaya
Untuk
Merentuhkan
Hegemoni
Barat. Yogyakarta:
Penerbit Qalam.
ICOM. 2007. ICOM Code of Ethics for
Museum.
Terjemahan.
ICOM
Indonesia. Jakarta.
McGuire H. Randall. 2008. Arcaheology As
Politcal Action. University of
California Press.
Said. W Edward. 1994. Orientalism. New
York: Random House, Inc.
Sagita, Novia. 2007. Community based
museum: Traditional Curation in
Women’s
Weaving
Culture.
Amsterdam: KIT Publisher.
Tanudirjo, A. Daud. 1995. Theoritical Trends
In Indoneisan Archaeology. Theory
In
Archaeology
A
World
Perspective. Routladge. New York.
13
Download