FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS HIV KLIEN

advertisement
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS HIV KLIEN VCT
(VOLUNTARY COUNSELING AND TESTING HIV) DI RSUD MANDAU
KABUPATEN BENGKALIS TAHUN 2012
Jilia Roza dan Ella Nurlaela Hadi
Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
[email protected]
Abstrak
HIV merupakan penyebab penyakit infeksi yang akan diderita seumur hidup. Tidak semua orang yang terinfeksi
HIV memiliki jangka waktu yang sama dalam menunjukkan gejala klinisnya, sehingga transmisi masih dapat
terjadi selama penderita dalam periode asimptomatik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan status HIV klien VCT (Voluntary Counselling and Testing) di RSUD Mandau Kabupaten
Bengkalis Tahun 2012. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data rekam medis klinik VCT HIV pada 897
orang klien VCT HIV di RSUD Mandau. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi form VCT
menggunakan lembar daftar tilik. Hasil penelitian ini mendapatkan 4,2% klien VCT yang terinfeksi HIV dan
pekerjaan berhubungan dengan status HIV, dimana klien yang pekerjaannya terkait dengan faktor risiko hampir
16 kali untuk terinfeksi HIV dibandingkan klien yang pekerjaannya tidak terkait dengan faktor risiko. Perlunya
perhatian, pencegahan serta penanggulangan dari seluruh pihak baik pemerintahan, tenaga kesehatan maupun
masyarakat.
Abstract
HIV is a cause of disease infection that will be suffered a lifetime. Not all people with HIV have the the same
timeframe in the showing symptoms clinicayl, so that the transmission may still occur during the patients in the
period of asymptomatic. This research was aimed to determine the factors associated with HIV status VCT
clients (Voluntary Counseling and Testing) at RSUD Mandau Bengkalis In 2012. This study is a further analysis
of the medical records of HIV VCT clinic at 897 people with HIV VCT clients in RSUD Mandau. The data was
collected through observation VCT form using the checklist sheet. Results of this study get 4.2% of VCT clients
infected with HIV and work related with HIV status, where clients who work associated with risk factors nearly
16 times for HIV infection than clients who work not associated with risk factors. Need more concern,
prevention and suppression of all parties, including government, health workers, and society.
Keywords : client VCT; HIV status
1.
Pendahuluan
Infeksi HIV dan AIDS hingga kini, telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan
masyarakat dunia dan masih menjadi masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia.
Disamping belum ditemukannya obat dan vaksin untuk pencegahan, HIV/AIDS juga
1 Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
2 memiliki “window period” dan fase asimptomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam
perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena
gunung es (iceberg phenomena).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat
meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Tidak ada negara yang tidak terkena
dampak penyakit ini. Saat ini, UNAIDS melaporkan bahwa setiap hari sekitar 7000 orang
yang baru menjadi terinfeksi HIV, atau 5 laki-laki, perempuan dan anak-anak per menit. Di
seluruh dunia, perempuan mewakili sekitar 55% dari seluruh orang dewasa terinfeksi HIV
dan sekitar 50% dari kematian akibat AIDS. Perempuan kini juga mewakili 50% dari semua
orang di atas usia 15 tahun yang hidup dengan infeksi HIV. Di Sub Sahara Afrika, 59% dari
yang terinfeksi HIV adalah perempuan. Sebelas persen dari orang yang baru terinfeksi berusia
di bawah 15 tahun. Lebih dari 50% dari infeksi baru sekarang terjadi pada orang antara usia
15 dan 24 tahun, terutama karena transmisi seksual (Stine, 2011).
Pada akhir tahun 1998, UNAIDS melaporkan bahwa AIDS telah menjadi penyakit
menular paling mematikan di dunia. Mencapai tingkat kehancuran manusia hanya dalam
waktu 18 tahun. Dari semua penyebab kematian di seluruh dunia, AIDS telah naik ke posisi
enam (Stine, 2011).
Laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) membentuk dunia yang tidak
terlihat dari kasus HIV/AIDS di pandemi ini (Stine, 2011). Setidaknya 85 negara memiliki
undang-undang yang melarang laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki. Sekitar 54% dari
infeksi baru HIV terjadi pada populasi kulit hitam dan sekitar 17% dari infeksi baru HIV
terjadi pada populasi Latino (Stine, 2011).
Sub Sahara masih menjadi wilayah dengan prevalensi HIV yang tertinggi.
Diperkirakan 7,5% diantara orang dewasa di wilayah tersebut mengidap HIV. Prevalensi HIV
diantara wanita hamil usia 15-24 tahun juga tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa HIV sudah
menyebar ke populasi umum bukan hanya terkonsentrasi pada kelompok yang berisiko tinggi
saja. Afrika Sub-Sahara dihuni oleh hanya 10% populasi dunia, tetapi dua per tiga kasus
HIV/AIDS terjadi di wilayah ini, yaitu sekitar 24,7 juta (21,8-27,7 juta). Pada tahun 2006
terjadi infeksi baru sejumlah 2,8 juta (2,4-3,2 juta), dan 2,1 juta (1,8-2,4 juta) meninggal
disebabkan AIDS (Depkes, 2007).
HIV menimpa kehidupan anak-anak dan keluarga di seluruh dunia. Lebih dari dua juta
anak di bawah usia 15 tahun hidup dengan HIV (terinfeksi HIV). Berjuta-juta yang terpapar
HIV, yaitu yang tidak terinfeksi tetapi tinggal dalam keluarga yang anggota-anggota
keluarganya terinfeksi. Diperkirakan 17,5 juta anak kehilangan orang tua karena AIDS, lebih
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
3 dari 14 juta anak-anak tersebut tinggal di Sub Sahara Afrika (Kemenkes, 2007). Diperkirakan
saat ini di seluruh dunia setiap harinya ada sekitar 2000 anak yang berusia 15 tahun kebawah
meninggal akibat AIDS. Sementara sekitar 6000 orang yang berusia produktif (15-24 tahun)
terinfeksi HIV (UNICEF Indonesia, 2010).
Di Indonesia jumlah kasus HIV dan AIDS sebesar 21.591 kasus (tahun 2010), sebesar
21.031 kasus (tahun 2011) dan sebesar 9.883 kasus (Januari-Juni tahun 2012). Persentase
kasus AIDS Januari-Juni 2012 tertinggi pada kelompok usia 30-39 tahun (36.0%) dimana
persentase tertinggi berjenis kelamin laki-laki sebesar 61.8%. Bila berdasarkan jenis
pekerjaan, jumlah kasus AIDS tertinggi ditempati oleh Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu
sebesar 276 kasus (Januari-Juni 2012), sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS dari tahun
1987-Juni 2012 tertinggi pada jenis pekerjaan wiraswasta/usaha sendiri yaitu sebesar 3733
kasus (Kemenkes, 2012). Persentase kasus AIDS menurut faktor risiko periode 2006-2010 di
Indonesia adalah tertinggi pada heteroseksual sekitar 55% (10.337 kasus), kemudian diikuti
oleh IDU sebanyak 34% (6.381kasus), LSL sebanyak 4% (760 kasus) dan selebihnya lain-lain
dan tidak diketahui (Kemenkes, 2012).
Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia secara umum memang masih rendah, tetapi di
Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentarsi
(concentred level epidemic) yaitu adanya prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi tertentu
misalnya penjaja seks dan NAPZA. Tingkat epidemi ini menunjukkan tingkat perilaku
berisiko yang cukup berarti menularkan penyakit di dalam suatu subpopulasi tertentu.
Selanjutnya perjalanan epidemi akan ditentukan oleh jumlah dan sifat hubungan antara
kelompok berisiko tinggi dengan populasi umum. Ditjen PP & PL Depkes RI mengadakan
kegiatan estimasi populasi rawan tertular HIV pada tahun 2009 dengan hasil sebagai berikut,
berturut-berturut dari yang tertinggi sampai dengan terendah adalah pelanggan WPS sebanyak
3.169.928 kasus, pasangan pelanggan 1.938.650 kasus,
laki-laki suka laki-laki (LSL)
sebanyak 695.026 kasus, WPS 214.054 kasus, WBP 140.559 kasus, penyalahguna NAPZA
suntik (IDU) sebanyak 105.784 kasus, pelanggan waria 71.316 kasus, waria 32.065 kasus,
pasangan penasun 28.085 kasus (Kemenkes, 2012).
Berdasarkan laporan terkait HIV dan AIDS, Provinsi Riau termasuk ke dalam 10 besar
provinsi yang jumlah kumulatif kasus AIDSnya tertinggi dari seluruh provinsi di Indonesia
dimana dari tahun 1987-Juni 2012 yaitu sebesar 731 kasus AIDS. Provinsi Riau menempati
urutan tertinggi pertama untuk pulau Sumatra, diurutan ke dua ditempati oleh Sumatra Utara
yaitu sebesar 515 kasus dan di urutan ke tiga ditempati oleh Sumatra Barat sebesar 461 kasus.
Estimasi populasi rawan tertular HIV di Provinsi Riau Tahun 2009 adalah penasun 840 kasus,
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
4 pasangan penasun 232 kasus, WPS 6.182 kasus, waria 1.085 kasus, LSL 7.714 kasus,
pelanggan WPS 115.785 kasus, pelanggan waria 2.193 kasus, pasangan pelanggan 62.897
kasus, WBP 5.147 kasus. Estimasi populasi rawan tertular (berisiko) HIV di provinsi Riau
pada tahun 2009 tertinggi yaitu pada pelanggan WPS sebesar 115.785 kasus (Kemenkes,
2012).
Voluntary and Counseling Testing atau yang biasa disebut VCT adalah proses
konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat
confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. VCT juga
merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV (KPAD Provinsi
Sumatra Utara, 2007). Proses ini sepenuhnya merupakan keputusan seseorang tanpa paksaan
sama sekali, dan ia dapat memastikan bahwa proses ini akan dirahasiakan hasilnya dari
masyarakat umum (UNAIDS, 2000). Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang
HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing dan perencanaan atas status
HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti dan
menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan (KPAD Provinsi Sumatra
Utara, 2007). Ada dua keuntungan penting bila klien VCT mengetahui status HIV. Pertama,
bila klien terinfeksi HIV, klien dapat mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu
sebelum gejala muncul, yang secara potensial dapat memperpanjang hidup klien selama
beberapa tahun. Kedua, bila klien tahu bahwa klien terinfeksi, klien dapat mengambil segala
kewaspadaan yang dipandang perlu untuk mencegah penyebaran HIV kepada orang lain.
VCT merupakan pintu masuk (entry point) keseluruh layanan HIV/ AIDS (akses ke
berbagai pelayanan). Dukungan, baik yang hasil test nya positif/negatif, dengan berfokus pada
dukungan atas kebutuhan klien: perubahan perilaku, dukungan mental, pemahaman faktual
dan terkini atas HIV/ AIDS, dukungan terapi ARV & perawatan (Care, Support and
Treatment/CST). Tujuan VCT adalah upaya pencegahan dan diagnosis dini HIV/AIDS, upaya
mempromosikan perubahan perilaku sehingga risiko infeksi dan penyebaran infeksi HIV
dapat diturunkan, agar orang yang telah terinfeksi mengetahui bahwa dirinya terinfeksi HIV
(< 2,5% orang yang mengetahui bahwa dirinya telah terinfeksi HIV) dan diagnosis dini HIV
(Budi, 2011).
Rumah Sakit Umum Daerah Mandau (RSUD Mandau) merupakan satu-satunya rumah
sakit yang melayani kasus HIV/AIDS di Kecamatan Mandau. Setiap 3 bulan sekali, UPTD
Kesehatan Kecamatan bersama dengan RSUD Mandau melakukan pemeriksaan darah dan
lotus (IMS/STI) ke tempat panti pijat dan lokalisasi. Para pekerja seks wanita/Female Seks
Worker (FSW) di panti pijat dan lokalisasi sebagian besar berasal dari luar kota dan luar pulau
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
5 dengan umur yang sangat bervariasi, mulai dari usia belia (± 18 tahun) hingga usia lebih dari
35 tahun. Di Kecamatan Mandau juga belum diketahuinya ketersediaan klinik bagi pengguna
Narkoba khususnya IDU yang merupakan salah satu kelompok perilaku berisiko tinggi (selain
dari FSW) terkena virus HIV melalui berganti-ganti jarum suntik yang telah tercemar.
Menurut data Kemenkes dari Januari sampai Juni 2012 diketahui bahwa, jumlah yang
berkunjung ke layanan konseling dan tes HIV di RSUD Mandau tahun 2012 adalah sebanyak
646 orang, dimana seluruhnya mengikuti konseling sebelum tes, melakukan tes HIV dan
mengikuti konseling setelah tes. Dari jumlah tersebut sebanyak 20 orang atau sekitar 3,1%
positif HIV (Kemenkes, 2012). Sementara itu yang berkunjung ke RSUD Mandau selain
partisipan VCT adalah pasien poli umum sebanyak 4851 orang, poli anak 3016 orang, poli
bedah 1919 orang, poli gigi 1043 orang, poli obgyn 2011 orang, poli internis 3950 orang, poli
THT 1438 dan poli mata 1597.
Di Kabupaten Bengkalis hanya memiliki 2 (dua) RSUD yaitu RSUD Mandau dan
RSUD Bengkalis. Berdasarkan laporan Kemenkes triwulan ke II tahun 2012, jumlah
partisipasi VCT di RSUD Mandau dari Januari hingga Juni 2012 yaitu 646 orang, angka ini
dapat digolongkan cukup besar bila dibandingkan RSUD Bengkalis yang jumlah partisipasi
VCT-nya hanya berjumlah 414 orang dan padahal Mandau hanyalah sebuah kecamatan.
Partisipan VCT yang berjumlah 646 orang bila dibandingkan dengan jumlah pasien poliklinik
di RSUD Mandau juga tergolong cukup besar, yang mungkin adalah orang-orang yang
berisiko tinggi tertular HIV dan dapat menularkannya kembali kepada orang yang tidak
terinfeksi HIV. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai faktor apa saja yang berhubungan dengan status HIV klien VCT di RSUD Mandau
Kabupaten Bengkalis.
2.
Tinjauan Teoritis
Pengertian HIV/AIDS menurut Depkes (2006) adalah kumpulan gejala penyakit yang
timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh. Berkurangnya kekebalan tubuh itu sendiri
disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada dasarnya HIV adalah jenis
parasit obligate yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Virus ini
”senang” hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia. HIV akan ada pada cairan
tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, air mani atau cairan
sperma, cairan sumsum tulang, cairan vagina, air susu ibu dan cairan otak. HIV menyerang
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
6 salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut”sel T – 4” atau disebut pula ”sel CD-4”.
HIV yang terdapat dalam darah, semen, dan cairan tubuh lainnya (misalnya ASI dan
saliva). Setelah terpajan cairan yang terinfeksi, maka risiko infeksi yang bertambah berat
bergantung pada viral load (muatan virus), integritas lokasi pajanan dan tipe serta volume
cairan tubuh. HIV ditularkan melalui 3 jalur, yaitu: (a) penularan juga dapat terjadi melalui
hubungan seksual, seperti heteroseksual (lelaki-wanita), hubungan homoseksual (lelaki-lelaki)
atau biseksual yatiu lelaki yang kadang-kadang berhubungan seksual dengan lelaki dan
kadang-kadang berhubungan seksual dengan wanita, (b) parenteral (penerima produk darah
atau transfusi darah yang terkontaminasi HIV, penyalahguna obat suntik atau suntikan jarum
yang terkontaminasi dan trauma akibat pekerjaan), dan (c) vertikal (ibu hamil ke bayi yang
dikandungnya) (Mandal, 2008).
Sementara cara penularan menurut Widoyono (2008) tidak jauh berbeda dengan
Mandal (2008), HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genitalia dan ASI.
Virus terdapat juga dalam saliva, air mata dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan
terdapat dalam air mata dan keringat. Pria yang sudah disunat memiliki risiko HIV yang lebih
kecil dibandingkan dengan pria yang tidak disunat.
Risiko transmisi HIV dengan unit darah tunggal saat ini adalah 1/1000³ dan mewakili
donor darah pada fase serokonversi infeksi. Terdapat kira-kira 100 kasus pasti dan 200 kasus
yang mungkin pada HIV yang didapat dari pekerjaan pada tenaga kesehatan. Risiko pada
trauma jarum suntik adalah 0,32% dan pada pajanan membran mukosa adalah 0,03%.
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS
meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV
yang tetap sehat secara klinis dan imunologis (Widoyono, 2008).
Secara ringkas, tahapan perubahan dari HIV ke AIDS (Nasronudin, 2007 dalam
Widiyanto, 2008) yaitu:
1.
Fase 1
Pada fase ini individu sudah terpapar dan terinfeksi, tetapi ciri-ciri infeksi belum terlihat
meskipun dilakukan tes darah, namun bisa juga mengalami gejala ringan, seperti flu (biasanya
2-3 hari dan sembuh sendiri). Umur infeksi 3 – 6 bulan.
2.
Fase 2
Umur infeksi 3 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase ini individu sudah positif
HIV, tapi belum menampakkan gejala sakit (atau bisa saja menampakkan gejala ringan,
misalnya flu 2 – 3 hari dan sembuh sendiri) dan sudah dapat menularkan kepada orang lain.
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
7 3.
Fase 3
Gejala-gejala penyakit mulai muncul, antara lain keringat yang berlebihan di malam hari,
diare terus-menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh,
nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang, dan
sistem kekebalan tubuh mulai berkurang. Pada fase ini belum disebut sebagai gejala AIDS.
4.
Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS, dan timbul infeksi-infeksi oportunistik. Ada gejala utama
dan gejala minor. Jika seseorang memiliki minimal dua dari tiga gejala utama dan satu dari
lima gejala minor, maka dapat disimpulkan menderita AIDS. Gejala utama yaitu demam
berkepanjangan lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan (berulang maupun
terus-menerus), penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan. Gejala minor yaitu
batuk kronis lebih dari satu bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh
Candida Albicans, pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh,
munculnya Herpes Zoster yang berulang, adanya bercak-bercak gatal di seluruh tubuh.
WHO kini merekomendasikan pemeriksaan dengan rapid test (dipstick) sehingga
hasilnya bisa segera diketahui. Badan kesehatan dunia (WHO) juga telah mengembangkan
diagnosis AIDS pada orang dewasa dan anak-anak. AIDS pada orang dewasa didefinisikan
sebagai adanya minimal dua gejala mayor seperti penurunan berat badan yang drastis > 10%,
diare kronis > 1 bulan, demam berkepanjangan > 1 bulan dan satu gejala minor seperti
kandidiasis orofaring, batuk menetap > 1 bulan, dermatitis pruritis (gatal), herpes zoster
berulang, herpes simpleks yang meluas dan berat, limfadenopati yang meluas. Pada anak-anak
minimal dua gejala mayor dan dua gejala minor harus ada. Tes HIV positif bukan merupakan
syarat mutlak (Aggleton, 1994).
Diagnosis (dalam Widoyono, 2008).
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:
a.
ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi yaitu sekitar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif
2-3 bulan setelah infeksi.
b. Western Blot
Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan
membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
c.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
8 - Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita HIV akan
membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekebalan itulah yang
diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan,
seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut.
- Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi
- Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
- Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV2
Pengobatan dan Pencegahan
Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kesehatan imunologis (hitung CD4 >200
sel/mm³), menurunkan VL hingga kadar yang tidak terdeteksi, memperbaiki kuantitas dan
kualitas hidup tanpa efek samping yang tidak dapat diterima, dan menurunkan penularan
(misalnya dari ibu ke anak). Dimulainya terapi bergantung pada status gejala pasien dan
hitung CD4-nya. VL memberikan informasi mengenai kecepatan progresi sebelum
pengobatan, namun nilai utamanya adalah untuk menilai keefektifan regimen obat yang
digunakan oleh pasien (Mandal, 2008).
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi: a) pengobatan supportif, b)
panggulangan penyakit oportunistik, c) pemberian obat antivirus dan d) penanggulangan
dampak psikososial. Sementara pencegahan penyakit HIV/AIDS antara lain: a) menghindari
hubungan seksual dengan penderita AIDS atau tersangka penderita AIDS, b) mencegah
hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan orang yang mempunyai
banyak pasangan, c) menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika obat suntik, d)
melarang orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi untuk melakukan
donor darah, e) memberikan transfusi darah hanya untuk pasien yang benar-benar
memerlukan dan f) memastikan sterilitas alat suntik (Widoyono, 2008).
Definisi Layanan VCT
Layanan VCT adalah program pencegahan sekaligus jembatan untuk mengakses
layanan manajemen kasus serta perawatan, dukungan dan pengobatan bagi ODHA (CSTCare, Support and Treatment). Program layanan VCT dimaksudkan membantu masyarakat
terutama populasi berisiko dan anggota keluarganya untuk mengetahui status kesehatan yang
berkaitan dengan HIV dimana hasilnya dapat digunakan sebagai bahan motivasi upaya
pencegahan penularan dan mempercepat mendapatkan pertolongan kesehatan sesuai
kebutuhan. Layanan VCT harus mencakup pre-test konseling, testing HIV dan post-test
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
9 konseling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip kerahasiaan.
Pelaksanaan VCT meliputi promosi layanan VCT, memberikan layanan konseling, pre-tes,
post-tes oleh konselor yang terlatih serta memberikan penjelasan dan penawaran tentang
kesediaan klien menjalani test HIV (Widiyanto, 2008).
VCT menurut Depkes-Global Fund (2005) adalah program yang penekanannya pada
kerelaan seseorang untuk melakukan tes HIV disertai dengan pemberian konseling dari para
konselor. Sementara itu konseling merupakan salah satu proses yang harus dilakukan sebelum
seseorang memutuskan untuk melakukan tes HIV. Konseling ini dilakukan dua kali, yaitu
sebelum dan sesudah tes. Kegiatan konseling menyediakan dukungan psikologis, informasi
dan pengetahuan HIV/AIDS, pencegahan penularan HIV, perubahan perilaku bertanggung
jawab, pengobatan ARV dan memastikan pencegahan berbagai masalah terkait dengan
HIV/AIDS.
Hasil tes HIV digolongkan menjadi 3 hasil (Family Health International, 2004), yaitu:
a.
Non-Reaktif
Hasil tes non-reaktif menunjukkan bahwa tidak terdeteksi antibodi HIV di dalam darah.
Hasil ini dapat mempunyai beberapa arti, orang tersebut tidak terinfeksi HIV, atau orang
tersebut mungkin terinfeksi HIV tetapi tubuhnya belum memproduksi antibodi HIV.
Dalam kondisi ini orang tersebut sedang berada dalam periode jendela (window period).
b.
Reaktif
Hasil tes reaktif menunjukkan bahwa antibodi HIV terdeteksi dalam darah orang tersebut.
Hasil ini menunjukkan bahwa orang tersebut telah terinfeksi HIV, tetapi bukan berarti
orang tersebut mengidap AIDS.
c.
Indeterminate
Suatu hasil tes indeterminate dapat diartikan sebagai berikut: orang tersebut mungkin
terinfeksi HIV dan sedang dalam proses membentuk antibodi (acute sero-conversion);
atau orang tersebut mempunyai antibodi dalam darah yang hampir sama dengan antibodi
HIV. Antibodi ini yang bereaksi dengan tes HIV.
Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT):
a.
Sukarela dalam melaksanakan testing HIV
b.
Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas
c.
Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif
d.
Testing merupakan salah satu komponen dari VCT
(Pedoman Pelayanan VCT-Depkes, 2006)
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
10 Model layanan VCT terdiri dari:
a. Mobile VCT (Penjangkauan dan keliling)
Layanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela model penjangkauan dan keliling
(mobile VCT) dapat dilaksanakan oleh LSM atau layanan kesehatan yang langsung
mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko
tertular HIV/AIDS di wilayah tertentu. Layanan ini diawali dengan survey atau penelitian
atas kelompok masyarakat di wilayah tersebut dan survey tentang layanan kesehatan dan
layanan dukungan lainnya di daerah setempat.
b. Statis VCT (Klinik VCT tetap)
Pusat Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela terintegrasi dalam sarana kesehatan
dan sarana kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan
kesehatan yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus memiliki
kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan Konseling dan Testing HIV/AIDS,
layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/AIDS.
3.
Metodologi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien VCT HIV dari Januari – Desember
2012 di RSUD Mandau di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau.
Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data rekam medis klinik VCT HIV RSUD
Mandau. Klien VCT yang termasuk ke dalam penelitian adalah yang memenuhi kriteria
inklusi terdiri dari, klien yang melakukan konseling pre test hingga yang melakukan
pemeriksaan darah dan diketahui hasilnya di RSUD Mandau dari Januari – Desember 2012
dan klien yang memiliki form VCT serta register monitoring HIV/AIDS dan terisi lengkap,
yaitu berjumlah 897 Klien VCT. Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi faktor
sosiodemografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan),
faktor lingkungan (sumber informasi mengenai testing HIV), dan faktor perilaku (kelompok
risiko tinggi dan tingkat risiko/cara penularan) dengan variabel dependen status HIV.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari form VCT HIV/AIDS dan
register monitoring HIV/AIDS di RSUD Mandau. Instrumen penelitian menggunakan lembar
check list sesuai dengan variabel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengobservasi rekam medis klien klinik VCT HIV yang melakukan konseling pre test hingga
yang melakukan pemeriksaan darah di RSUD Mandau.. Analisis data dalam penelitian ini
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
11 terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Penelitian ini menggunakan analisis
kuantitatif dengan menggunakan perangkat komputer SPSS
4.
Hasil dan Pembahasan
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mandau didirikan pada tahun 2008, dan baru
diresmikan pada tanggal 7 Februari tahun 2012. Dimulainya pelayanan Voluntary Counseling
and Testing (VCT) atau test HIV di RSUD Mandau pada tahun 2009 yang lalu. Dibentuknya
klinik VCT ini untuk menjaring HIV dan AIDS sebanyak mungkin dan sedini mungkin dalam
upaya penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS dan juga dibentuknya pelayanan
pemeriksaan infeksi menular seksual (IMS).
Distribusi Frekuensi Klien VCT Menurut Status HIV
Status HIV
Frekuensi
(%)
Non Reaktif (-)
Reaktif (+)
Total
859
38
897
95,8
4,2
100
Diketahui bahwa dari 897 klien VCT HIV terdapat 38 orang (4,2%) klien VCT yang
terinfeksi HIV sedangkan yang tidak terinfeksi HIV berjumlah 859 orang (95,8%).
Gambaran Klien VCT HIV dengan Proporsi Tertinggi Di RSUD Mandau Tahun 2012
Ket: umur: nilai median = 28, nilai mean = 29,46 (28,94-29,97)
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
12 Distribusi Frekuensi Klien VCT HIV Menurut Jenis Pekerjaan Di RSUD Mandau
Tahun 2012
Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan:
Pegawai swasta
Wiraswasta
PNS
Honorer
Dosen
Polisi
Security
Salon
Supir
CS (Customer Service)
Bar/Kafe
Sales
Kasir
Tidak Bekerja
Frekuensi
Persentase (%)
n = 897
219
1
6
1
1
14
2
2
2
9
3
1
1
635
24,4
0,1
0,7
0,1
0,1
1,6
0,2
0,2
0,2
1,0
0,3
0,1
0,1
70,8
Distribusi frekuensi umur klien VCT, diketahui bahwa rata-rata umur klien VCT HIV
adalah 29,46 tahun. Hampir seluruh klien VCT yang berjumlah 888 orang (99%) berada pada
kelompok usia produktif (15-64 tahun). Sedangkan ada sebanyak 9 orang (1%) berada pada
kelompok usia belum/tidak produktif (0-14 tahun dan ≥ 65 tahun).
Pada variabel jenis kelamin, jumlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan klien VCT
HIV cukup jauh berbeda, jenis kelamin perempuan sebesar 536 orang (59,8%) dan jumlah
jenis kelamin laki-laki sebesar 361 (40,2%).
Distribusi frekuensi klien VCT menurut status perkawinan diketahui bahwa hampir
dari setengah jumlah klien VCT HIV yaitu 427 orang (47,6%) berstatus menikah, yang belum
menikah berjumlah 258 orang (28,8%) dan yang berstatus cerai hidup/mati berjumlah 212
orang (23,6%).
Pada distribusi frekuensi tingkat pendidikan klien VCT terlihat bahwa jumlah
pendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan rendah yang berjumlah 485 orang (54,1%),
sementara yang berpendidikan tinggi berjumlah 412 orang (45,9%). Pendidikan terendah
klien VCT adalah tidak sekolah yaitu sebanyak 55 orang (6,1%) dan pendidikan tertinggi
adalah S2 sebanyak 1 orang (0,1%). Tingkat pendidikan terbanyak dari seluruh tingkat
pendidikan yaitu SMA sebanyak 357 orang (39,8%).
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
13 Berikutnya, pada distribusi frekuensi pekerjaan klien VCT dikelompokkan menjadi 2
kategori yaitu pekerjaan yang tidak berkaitan dengan faktor risiko dan pekerjaan yang
berkaitan dengan faktor risiko. Terlihat bahwa tingginya jumlah klien VCT yang mengikuti
testing HIV dimana proporsi jenis pekerjaan yang tidak berkaitan dengan faktor risiko, yaitu
sebanyak 892 orang (99,4%) sedangkan klien VCT yang jenis pekerjaannya berkaitan dengan
faktor risiko hanya sebanyak 5 orang (0,6%). Dimana yang termasuk ke dalam kriteria jenis
pekerjaan yang berkaitan dengan faktor risiko adalah supir dan pekerja di bar/kafe.
Kemudian diketahui bahwa dari 897 klien VCT HIV hampir seluruh klien VCT
mengetahui adanya testing HIV dari orang (teman dan dokter/petugas outreach/lay konselor)
yang berjumlah 891 orang (99,3%), sedangkan yang mengetahui dari media (media cetak dan
media elektronik) ada sebanyak 6 orang (0,7%).
Terlihat juga bahwa distribusi klien VCT dengan jumlah tertinggi ada pada kelompok
risiko tinggi PS (Penjaja Seks) yaitu sebesar 445 orang (49,6%) kemudian jumlah tertinggi
berikutnya berada pada pelanggan PS yang berjumlah 237 orang (26,4%), pasangan risti
dengan jumlah yaitu sebanyak 60 orang (6,7%), waria sebanyak 19 orang (2,1%), gay
sebanyak 6 orang (0,7%), penasun sebanyak 5 orang (0,6%) dan WBP (Warga Binaan
Pemasyarakatan) sebanyak 1 orang (0,1%).
Pada tingkat risiko (cara penularan) terlihat bahwa jumlah tertinggi berada pada klien
VCT yang melakukan hubungan seks vaginal, yaitu berjumlah 784 orang (87,4%), jumlah
tertinggi kedua berada pada tingkat risiko hubungan seks anal yang berjumlah 20 orang
(2,2%), jumlah tertinggi ketiga sebanyak 6 orang (0,7%) yaitu klien VCT yang melakukan
bergantian peralatan suntik, kemudian ada sebanyak 4 orang (0,4%) pada tingkat risiko
transfusi darah dan terakhir tingkat risiko transmisi ibu ke anak sebanyak 2 orang (0,2%).
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
14 Hubungan Faktor Sosiodemografi dengan Status HIV Klien VCT Di RSDU Mandau
Tahun 2012
Hasil Tes HIV
Faktor
Sosiodemografi
Total
Non
Reaktif
(-)
%
Reaktif
(+)
%
N
%
Umur
• Belum/tidak produktif
• Produktif
7
852
77,8
95,9
2
36
22,2
4,1
9
888
100
100
Jenis Kelamin
• Perempuan
• Laki-laki
515
344
96,1
95,3
21
17
3,9
4,7
536
361
100
100
0,683
Status Perkawinan
• Menikah
• Belum menikah
• Cerai hidup/mati
408
246
205
95,6
95,3
96,7
19
12
7
4,4
4,7
3,3
427
258
212
100
100
100
1,0
0,491
0,462
399
460
96,8
94,8
13
25
3,2
5,2
412
485
100
100
0,188
856
96
36
4
892
100
Tingkat Pendidikan
• Tinggi
• Rendah
Pekerjaan
• Pekerjaan yang tidak
berkaitan dengan faktor
risiko
• Pekerjaan yang
berkaitan dengan faktor
risiko
Nilai p
OR (95% CI)
0,052
0,148
(0,030-0,737)
0,016
3
60
2
40
5
100
1,212
(0,630-2,330)
1,364
(0,564-3,297)
1,429
(0,552-3,695)
1,668
(0,842-3,304)
15,852
(2,568-97,836)
Sebagian besar klien VCT yang terinfeksi HIV berada pada usia produktif dan tidak
berhubungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Jayanti (2007). Meskipun
faktor umur tidak berpengaruh, tingginya infeksi HIV pada kelompok usia produktif sangat
berpengaruh besar terhadap angkatan kerja dan akan meningkatkan terjadinya kemiskinan dan
ketidakseimbangan ekonomi yang diakibatkan oleh dampaknya pada individu dan ekonomi.
Pada jenis kelamin, proporsi tertinggi berada pada laki-laki dan tidak ada hubungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2009).
Layanan tes HIV bisa saja banyak dimanfaatkan oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Dari
kelompok berisiko yang ada, sebagian besarnya adalah laki-laki, seperti penasun, gay, waria
dan pelanggan PS. Dan kemungkinan banyaknya perempuan yang tertular HIV yaitu dari
pasangan kasual mereka yang merupakan pelanggan PS atau dari suami mereka yang
merupakan pasangan berisiko tinggi.
Tidak adanya hubungan antara status perkawinan dengan status HIV mungkin
disebabkan oleh status sudah menikah atau tidaknya seseorang tidak berbanding lurus dengan
jumlah pasangan seksualnya. Umur muda yang telah terinfeksi HIV tidak dibarengi dengan
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
15 perilaku seks yang seharusnya dilakukan. Kontak seksual dini membawa risiko tinggi infeksi
HIV. Seseorang mulai aktif secara seksual sejak memasuki usia remaja, kemudian berangsurangsur aktivitas seksualnya meningkat sampai usia 30 tahun kemudian menurun setelah usia
30 tahun (Patriani & Jaya, 1989, Blowfield, 1992 dalam Jayanti, 2008)
Proporsi tertinggi terinfeksi HIV berada pada tingkat pendidikan rendah, dan tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan status HIV.
Kemungkinan disebabkan oleh
masih kurangnya pengetahuan mengenai HIV/AIDS pada kelompok orang yang
berpendidikan tinggi seperti cara penularan, pencegahan (pemakaian kondom) dan perilaku
berisiko. Bila penerimaan pendidikan kesehatan pada mereka yang berpendidikan tinggi
terutama mengenai HIV/AIDS tidak dibarengi dengan perubahan perilaku dari berisiko
menjadi tidak berisiko maka jumlah orang yang terinfeksi HIV pada kelompok berpendidikan
tinggi kemungkinan akan tetap tinggi, tidak jauh berbeda dengan jumlah orang yang terinfeksi
HIV pada kelompok berpendidikan rendah.
Seluruh klien yang memiliki pekerjaan yang berkaitan dg faktor risiko bekerja sebagai
supir truk & sudah menikah. Pengemudi truk biasanya memiliki pola persinggahan,
pemberhentian, menginap, dan lain-lain, yang memberi kesempatan pemanfaatan jasa rumah
bordil, terkena dan menyebarkan penyakit HIV/AIDS. Tahun 2000 ada 44% responden lakilaki (pelaut, pengemudi truk dan bus antar kota) di Bali, 85% di Kupang, dan 38% di
Makassar melaporkan bahwa mereka memakai jasa pekerja seks dengan angka penggunaan
kondom secara konsisten di bawah 9% (Ruddick, 2001).
Hubungan Faktor Lingkungan dengan Status HIV Klien VCT Di RSUD Mandau Tahun
2012
Faktor
Lingkungan
Sumber
Informasi
• Media
• Orang
Hasil Tes HIV
Non
Reaktif
Reaktif
(+)
(-)
N
%
N
%
6
853
100
95,7
0
38
0
4,3
Total
N
%
6
891
100
100
Nilai p
OR
(95%CI)
1,000
-
Tidak adanya hubungan antara sumber informasi dengan status HIV kemungkinan
disebabkan oleh seluruh klien VCT yang terinfeksi HIV yang mengetahui HIV dari orang
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
16 (dokter/petugas outreach/lay konselor) menunjukkan bahwa klien mengetahui mengenai HIV
baik cara penularan maupun perilaku berisiko serta status HIV nya setelah melakukan
konseling dan testing HIV sukarela, dimana kemungkinan klien sebelumnya telah melakukan
perilaku berisiko atau bahkan memiliki gejala/infeksi oportunistik.
Hubungan Faktor Perilaku dengan Status HIV Klien VCT Di RSUD Mandau Tahun
2012
Hasil Tes HIV
Faktor Perilaku
Kelompok Risiko Tinggi
• Kelompok tidak
berisiko tinggi
• Kelompok berisiko
tinggi
Tingkat Risiko
• Tidak termasuk ke
dalam jenis tingkat
risiko
• Termasuk ke dalam
jenis tingkat risiko
Non Reaktif
(-)
Total
Reaktif
(+)
N
%
N
%
N
%
124
96,9
4
3,1
128
100
735
95,6
34
4,4
769
100
1
1,1
91
100
90
769
98,9
95,4
37
4,6
806
100
Nilai
p
OR (95% CI)
0,662
1,434
(0,500-4,112)
0,167
4,330
(0,587-31,941)
Hasil penelitian Jayanti (2008) juga diperoleh bahwa kelompok berisiko yang terdiri
dari PS, waria, penasun, pelanggan PS dan pasangan risti memiliki hubungan yang bermakna
terhadap kejadian HIV/AIDS. Proporsi jenis kelompok risiko yang terinfeksi HIV dimulai
dari yang tertinggi yang terinfeksi adalah penasun (IDU) (60%), gay (16,7%), pasangan risti
(13,3%), waria (10,5%), pelanggan PS (3,8%) dan yang terakhir PS (2,9%). Susilowati (2009)
mengatakan bahwa ada pengaruh antara penasun terhadap kejadian HIV dan AIDS, jadi
secara epidemiologi status penggunaan narkoba suntik mempunyai risiko 3,192 kali lebih
besar terhadap kejadian HIV dan AIDS. Kelompok risiko pasangan risti ada pengaruh
pola/kebiasaaan seks dalam aktifitas seks yang lebih dari satu pasangan terhadap kejadian
HIV/AIDS, mempunyai risiko 2,886 kali lebih besar
Proporsi tingkat risiko atau cara penularan yang tertinggi yang terinfeksi HIV berada
pada bergantian peralatan suntik (33,3%) kemudian hubungan seks anal (10%) dan hubungan
seks vaginal (4,1%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jayanti (2008), diperoleh
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
17 bahwa adanya hubungan antara jenis tingkat risiko bergantian peralatan suntik, hubungan seks
vaginal dan transmisi ibu ke anak dengan kejadian HIV, sedangkan pada jenis tingkat risiko
hubungan seks anal dan transfusi darah tidak ditemukannya hubungan yang bermakna dengan
kejadian HIV. Dalam The British Medical Association (1993), HIV menular melalui
hubungan seks tanpa pelindung, pemakaian jarum suntik dan alat lain secara bergantian
diantara pecandu narkotika, serta ibu yang menularkan virus HIV pada bayinya sebelum atau
selama persalinan dan melalui ASI. Menurut Depkes (2007) penularan terbanyak terjadi
melalui penggunaan jarum suntik bersama yang tercemar virus HIV pada penyalahguna
NAPZA suntik (Intravena Drug User), hubungan heteroseksual, hubungan homoseksual,
transfusi darah, dan perinatal (transmisi ibu ke anak). Risiko penularan setelah satu pajanan
tunggal (transfusi darah) sebanyak lebih dari 90% untuk darah dan produk darah, 14% untuk
vertikal (transmisi ibu ke anak), 0,5-1% untuk penyalahgunaan obat suntik, 0,2-0,5% untuk
membran mukosa genital (vaginal dan anal) dan kurang dari 0,1% untuk membran mukosa
non-genital (Mandal, 2008). Penularan ibu ke anak lebih tinggi (hingga 40%) di negara
berkembang. Sementara itu, penularan melalui transfusi darah memiliki risiko penularan
sebesar 90%, angka ini sangatlah tinggi dengan prevalensi sebesar 3% hingga 5% (Widoyono,
2008).
5.
Kesimpulan
Orang yang terinfeksi virus HIV belum tentu AIDS. Perlu waktu 3-10 tahun untuk
menjadi AIDS. HIV positif belum tentu AIDS, tetapi akhirnya akan menjadi AIDS, dan status
HIV positif tidak pernah berubah menjadi HIV negatif.
Status klien VCT dengan HIV positif di RSUD Mandau ada sebanyak 38 orang (4,2%)
pada tahun 2012.
Gambaran faktor sosiodemografi klien VCT di RSUD Mandau tahun 2012 diperoleh
bahwa proporsi tertinggi berada pada kelompok usia produktif (15-64 tahun) (99%), berjenis
kelamin perempuan (59,8%), berstatus menikah (47,6%),, berpendidikan rendah (54,1%) dan
memiliki jenis pekerjaan yang tidak berkaitan dengan faktor risiko (99,4%).
Gambaran faktor lingkungan klien VCT di RSUD Mandau tahun 2012 diperoleh
bahwa proporsi tertinggi sumber informasi mengenai testing HIV berasal dari orang (99,3%).
Gambaran faktor perilaku klien VCT di RSUD Mandau tahun 2012 diperoleh bahwa
dari proporsi tertinggi berada pada kelompok risiko tinggi PS (49,6%), pelanggan PS,
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
18 pasangan risti, waria sebesar, gay, penasun dan WBP. Kemudian klien VCT yang melakukan
jenis tingkat risiko (cara penularan) dari propori tertinggi adalah melalui hubungan seks
vaginal (87,4%), hubungan seks anal, bergantian peralatan suntik, transfusi darah dan
transmisi ibu ke bayi
Variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan status HIV adalah
variabel pekerjaan dimana klien VCT yang memiliki pekerjaan yang berkaitan dengan faktor
risiko berisiko hampir 16 kali untuk terinfeksi HIV dibandingkan klien VCT yang memiliki
pekerjaan yang tidak berkaitan dengan faktor risiko.
6.
Saran
a) Menerapkan strategi pencegahan yang dilakukan melalui kegiatan pendidikan
kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang benar mengenai patofisiologi HIV dan
cara penularannya terutama mengenai fakta penyebaran penyakit pada kelompok
risiko rendah dan perilaku yang dapat membantu mencegah penyebaran virus
penyebab AIDS tanpa mengalihkan perhatian dari AIDS yaitu tahap akhir dari infeksi
HIV serta mengaktifkan Program Kerja AIDS ditingkat provinsi dan kabupaten.
b) Bekerjasama dengan Dinas Pendidikan untuk membuat mata ajaran mengenai
penyakit HIV/AIDS di sekolah-sekolah seperti tingkat SMP atau SMA beserta
pembinaan kepada orang tua murid
c) Memberikan penyuluhan untuk peningkatan pengetahuan dan pemakaian kondom
terutama kepada masyarakat yang memiliki pekerjaan yang berkaitan dengan faktor
risiko serta para ibu rumah tangga sebagai orang yang berisiko tertular HIV dari
pasangan risti atau pelanggan PS (Penjaja Seks).
d) Membentuk kader setelah sebelumnya dilakukan pembinaan secara rutin dengan lebih
meningkatkan pengetahuan dari segi cara penularan, pencegahan dan perilaku berisiko
yang dapat menyebabkan infeksi HIV/AIDS dan kemudian petugas kesehatan bersama
kader bekerjasama membangun kemitraan dengan kelompok risiko penyebab
terjadinya penularan HIV agar mereka mau untuk melakukan pencegahan penularan
virus seperti peningkatan penggunaan kondom serta melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin (IMS, tes darah, dll).
e) Petugas kesehatan melakukan kemitraan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama serta
kader untuk melakukan penyuluhan mengenai pengucilan yang dilakukan beberapa
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
19 kelompok masyarakat kepada orang-orang dengan HIV/AIDS agar secara perlahan
stigma-stigma yang telah lama terbentuk di masyarakat dapat menghilang. Serta
memperluas penjangkauan kesehatan kepada masyarakat yang bertempat tinggal jauh
dari sarana dan prasarana kesehatan dalam mensosialisasikan mengenai HIV/AIDS
f) Perlu meningkatkan dukungan keluarga dengan penyebarluasan informasi mengenai
penyakit HIV/AIDS serta keberadaan klinik VCT melalui kegiatan yang ada seperti
pengajian, arisan, penyuluhan dan lain-lain.
7.
Daftar Referensi
Departemen Kesehatan RI, Komisi Penanggulangan AIDS, USAID, et al. 2006. Surveilans
Terpadu – Biologis Perilaku pada Kelompok Berisiko Tinggi; Rangkuman Surveilans
Pria Berisiko Tinggi. Depkes RI: Jakarta
Departemen Kesehatan RI, Komisi Penanggulangan AIDS, USAID, et al. 2007. Surveilans
Terpadu – Biologis Perilaku pada Kelompok Berisiko Tinggi; Rangkuman Surveilans
Wanita Pekerja Seks. Depkes RI: Jakarta
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. 2012. Laporan
Kemenkes Terkait HIV/AIDS, Triwulan II, Tahun 2012. Jakarta: KemenKes R.I
Ditjen PP & PL. 2013. Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan IV Tahun 2012. Menkes
RI: Jakarta
Jayanti, Evi. 2008. Deskripsi dan Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Status HIV Pada
Pengguna Klinik-Klinik Layanan Tes HIV di DKI Jakarta dan Bali Tahun 2007
(Analisis Data Sekunder Uji Coba Surveilans Pasif HIV tahun 2006-2007, Departmen
Kesehatan Republik Indonesia). FKM UI: Jakarta
Jurban, Zubairi. 1999. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta:
Yayasan Galang
Komisi Penanggulangan AIDS. 2009. Situasi HIV & AIDS di Indonesia. Komisi
Penanggulangan AIDS: Jakarta
Mandal, dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Erlangga: Jakarta
Ruddick, Abby, dkk. 2006. Ringkasan Hasil Penelitian Sosial Tentang HIV/AIDS dan PMS
Di Bali, Sulawesi Selatan &Nusa Tenggara Timur Volume II. Republika Indonesia:
Jakarta
Stine, Gerald J.. 2011. AIDS Update 2011. New York: Departmenr of Biology University of
North Florida, Jacksonville
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
20 Susilowati, Tuti. 2009. Faktor-faktor Risiko yang Bepengaruh Terhadap Kejadian HIV/AIDS
Di Semarang dan sekitarnya. e-Journal.Akbid-Purworejo: Purworejo
UNAIDS. 2008. Fast Facst About HIV Preventions. UNAIDS
UNAIDS Switzerland. 2009. HIV transmission in intimate partner relationships in Asia.
United Nations Programme on HIV/AIDS: Geneva
UNICEF Indonesia. 2010. Penuntun Hidup Sehat. UNICEF: Jakarta
Widiyanto, S. Gunawan. 2008. Faktor–Faktor Yang Berhubungan Deangan Praktik Wanita
Pekerja Seks (WPS) Dalam VCT Ulang Di Lokalisasi Sunan Kuning, Semarang.
UNDIP: Semarang
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi,
Pemberantasannya. Erlangga: Jakarta
Penularan,
Pencegahan
&
Yayasan Kerti Praja. 2003. Buku Pegangan Konselor HIV/AIDS. Macfarlane Burnet Institute
for Medical Research and Public Health Limited
Universitas Indonesia Faktor yang berhubungan...Jilia Roza, FKM UI, 2013.
Download