I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang dikenal mempunyai fungsi ganda serta berpengaruh besar terhadap lingkungan disekitarnya. Hutan mangrove adalah salah satu sumber daya alam yang tercakup dalam program konservasi. Masih sedikitnya masyarakat yang sadar akan arti pentingnya hutan mangrove, sehingga timbul kerusakan dan kerugian bagi ekosistem mangrove. Kerusakan hutan mangrove dapat memberi dampak yang sangat luas dan dapat menurunkan daya gunanya. Hutan mangrove merupakan vegetasi hutan yang dapat tumbuh dan berkembang biak di daerah tropis. Kelompok fauna yang terdapat di hutan mangrove adalah berbagai jenis udang, kerang, ikan dan berbagai jenis invertebrata lainnya (Aksornkoae, 1993: Odum, 1973). Hutan mangrove mempunyai fungsi fisik, biologi dan ekonomi. Fungsi fisik hutan mangrove adalah menjaga kestabilan garis pantai, melindungi pantai dan tebing sungai dari abrasi, mencegah intrusi air laut, melindungi pemukiman dari bahaya angin laut, menjaga kemasaman tanah, menangkap sedimen dan mengolah bahan limbah. Karena produktivitasnya yang tinggi, struktur fisik dan adanya keteduhan, hutan mangrove secara biologis merupakan habitat beragam jenis organisme. Hutan mangrove berperan dalam pembenihan ikan, udang dan kerang serta menjadi tempat bersarang berbagai jenis burung. Secara ekonomi hutan mangrove dapat menghasilkan bahan baku untuk industri kontruksi dan industri kecil, serta menyediakan bahan-bahan obat-obatan dan bahan bakar (Seager et al., 1983). 2 Kawasan mangrove di Cilacap merupakan suatu kawasan bakau yang cukup luas. Masyarakat setempat biasanya memanfaatkan kayu mangrove sebagai kayu bakar dan arang. Lahan yang ada juga dimanfaatkan untuk pembuatan tambak udang. Berbagai kegiatan tersebut dapat merusak kawasan mangrove dan mengganggu ekosistem yang ada di dalamnya apabila penggunaannya yang melampaui batas. Sunaryo (1982), melaporkan bahwa hutan bakau Cilacap mempunyai total area kurang lebih 24.000 ha, 21.185 ha berlokasi di Kampung Laut di sekililing Segara Anakan. Menurut data Perhutani separuh hutan bakau di Kampung Laut telah rusak. Hal ini disebabkan karena penebangan liar dan perubahan hutan bakau menjadi area perkampungan dan pertanian berupa sawah dan tambak. Menurut analis foto udara pada tahun 1985 sawah dan tambak di Segara Anakan seluas + 1039 ha (Anonim, 1992). Gastropoda merupakan anggota filum yang jumlahnya sangat besar dan terbanyak jenisnya diantara mollusca lainnya. Selain itu gastropoda juga dapat hidup pada semua habitat baik air tawar, darat dan air laut. Gastropoda merupakan hewan yang paling berhasil dalam proses adaptasi. Gastropoda, kepiting dan ikan liang memiliki fungsi yang sangat penting dalam daur unsur hara pada hutan bakau yaitu sebagai detrivor atau pemakan detritus. Menurut Odum (1971), gastropoda berperan sebagai food chain detritus feeder dalam daur hara. Selain itu gastropoda juga dapat dijadikan bahan makanan bagi masyarakat setempat. Penelitian mengenai fauna lantai hutan bakau di Segara Anakan terutama gastropoda masih sedikit dilakukan. Sejauh ini penelitian dilakukan oleh Djohan tahun 1982 di Segara Anakan dan sungai Donan. Kemudian oleh Djohan dan 3 Herdiyanto tahun 1997 di Alas Kitiran, Selok Jero dan kali Kembang Kuning. Dengan adanya tingkat sedimentasi yang tinggi dan adanya penebangan liar di Segara Anakan menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem hutan bakau. Spesiesspesies pohon yang bernilai ekonomis misalnya pohon Bruguiera sp dan Rhizophora sp sudah langka. Yang masih ada hanyalah spesies yang bernilai ekologis misalnya Avecennia sp dan Sonneratia sp. Perubahan fisik ekosistem Segara Anakan itu akan direspon oleh perubahan kolonisasi fauna hutan bakau. Perairan sungai Donan merupakan badan air yang menampung limbah buangan dari daratan baik dari kegiatan industri disekitarnya seperti pabrik semen Nusantara, kilang minyak Pertamina, pupuk pestisida maupun yang berasal dari aktivitas penduduk disekitarnya. Berdasarkan Pagoray (2001), kandungan logam berat seperti merkuri (Hg) dan kadmium (Cd) dalam daging gastropoda dan bivalvia di kali Donan menunjukan positif terdeteksi adanya logam berat, tetapi masih berada di bawah ambang batas untuk ikan dan olahannya menurut Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/89. Tingginya aktivitas lalu lintas laut dan adanya industri di sekitar kawasan mangrove diduga akan menyebabkan tingginya kandungan Plumbum (Pb) dalam air. Penelitian ini akan mempelajari keanekaragaman gastropoda di kawasan mangrove Cilacap, disamping itu juga mengkaji pengaruh suhu, pH, salinitas dan kandungan Pb terhadap keberadaan gastropoda di kawasan mangrove Cilacap. 4 B. Rumusan Permasalahan 1. Bagaimana keanekaragaman jenis gastropoda di kawasan mangrove Cilacap? 2. Apakah ada perbedaan keanekaragaman jenis gastropoda antar lokasi penelitian? 3. Bagaimana pengaruh faktor lingkungan terhadap keanekaragaman jenis gastropoda? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis gastropoda di kawasan mangrove Cilacap? 2. Untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jenis gastropoda antar lokasi penelitian? 3. Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap keanekaragaman jenis gastropoda? D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang jenis-jenis gastropoda yang terdapat pada kawasan mangrove Cilacap dan sebagai dasar penelitian observatif fauna gastropoda di hutan mangrove Cilacap.