BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan problem kesehatan di negara tropis termasuk di Indonesia (Lardo, 2013). Di Yogyakarta, meskipun jumlah kasus dan kematian akibat DBD telah menunjukkan penurunan, namun jumlah tersebut masih dalam kategori tinggi. Pada tahun 2011 dilaporkan jumlah kasus DBD sebanyak 985 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak lima kasus. Tahun 2012 dilaporkan sebanyak 971 kasus dengan jumlah kematian sebanyak dua kasus. Tingginya kasus DBD di Yogyakarta tersebut tidak terlepas dari masih tingginya faktor risiko penularan, seperti angka bebas jentik yang masih di bawah 95% (Anonim, 2013). Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ditularkan oleh Ae. aegypti betina yang mengandung virus Dengue dalam tubuhnya. Virus Dengue dibedakan menjadi empat serotipa, yakni DEN-1, DEN2, DEN-3, dan DEN-4. Empat serotipa virus tersebut berbeda, perbedaaan tersebut menyebabkan individu dapat terinfeksi beberapa kali (infeksi pertama disebut primer dan selanjutnya sekunder) (Rey, 2007). Spesies lain yang juga menjadi vektor penyakit DBD adalah Aedes albopictus, namun jenis ini memiliki kecenderungan lebih sering di luar rumah, sehingga disebut vektor sekunder dalam penyebaran penyakit DBD (Boesri, 2011). Upaya pengendalian Ae. aegypti telah banyak dilakukan, antara lain dengan cara kimia, fisik, dan pengendalian hayati. Kontrol kimia telah menjadi 1 upaya pengendalian yang paling banyak dilakukan sejak tahun 1940 (Walker, 2002). Namun penggunaan insektisida kimia yang diberikan secara terus menerus dan intensif dapat menyebabkan resistensi nyamuk Ae. aegypti. Penelitian Ocampo et al. (2011) menunjukkan bahwa nyamuk Ae. aegypti yang terdapat di sepuluh lokasi di Colombia resisten terhadap insektisida organofosfat malathion. Selain itu, insektisida kimia yang tersebar di lingkungan tidak mudah terdegradasi sehingga residunya dapat mencemari air, tanah, dan udara serta menurunkan kualitas lingkungan (Felsot and Racke, 2007). Untuk mengurangi pemakaian insektisida kimia, telah banyak penelitian dalam pengendalian nyamuk yang lebih aman dan berwawasan lingkungan. Salah satu insektisida alternatif yang berpotensi sebagai pengendali serangga adalah insektisida nabati. Insektisida nabati merupakan insektisida yang memiliki bahan bioaktif dari tanaman dan toksik terhadap serangga target (Mann and Kaufman, 2012). Tanaman diketahui berperan sebagai insektisida nabati karena mensintesis senyawa kimia penting yang dikenal sebagai metabolit sekunder. Elumalai et al. (2012) menunjukkan bahwa saponin yang diisolasi dari daun Gymnema sylvestre R. BR. berpotensi sebagai insektisida nabati terhadap Culex tritaeniorhynchus dengan nilai LC50 sebesar 28,577 ppm. Salah satu jenis tanaman yang mempunyai aktivitas insektisida adalah Swietenia mahagoni (L.) Jacq., dikenal dengan nama mahoni. Senyawa yang diketahui berperan aktif sebagai insektisida dalam ekstrak daun S. mahagoni adalah saponin, alkaloid, tannin, flavonoid (Adhikari and Chandra, 2014), dan limonoid (Abdelgaleil et al., 2013). Penelitian Adhikari and Chandra (2014) 2 menunjukkan bahwa ekstrak daun S. mahagoni menyebabkan 97% kematian larva instar ketiga Anopheles stephensi pada konsentrasi 80 ppm setelah 72 jam pemaparan. Insektisida nabati dengan bahan dasar daun S. mahagoni merupakan insektisida yang aman bagi lingkungan dan organisme non target. Penelitian Adhikari et al. (2012) menunjukkan bahwa ekstrak petrolium eter daun S. mahagoni menyebabkan 100% kematian terhadap larva Culex quinquefasciatus Say., pada konsentrasi 50 ppm dan tidak menyebabkan kematian pada organisme nontarget yakni Gambusia affinis, larva kodok, dan larva Chironomus sp. Selain itu, S. mahagoni juga merupakan tanaman obat, sehingga diharapkan memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia dan mudah didegradasi. Selain jenis tanaman, pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi juga menentukan efektivitas insektisida nabati. Etanol merupakan salah satu pelarut yang banyak digunakan untuk mengekstrak senyawa aktif tumbuhan. Namun masyarakat pada umumnya menggunakan air sebagai pelarut. Hasil penelitian Nagappan (2012) menunjukkan 100% kematian larva Culex quinquefasciatus pada konsentrasi 100 mg/L ekstrak etanol Cassia didymobotrya, sedangkan ekstrak air membutuhkan konsentrasi 1.000 mg/L. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol lebih efektif dari ekstrak air. Selain itu, kematian nyamuk juga dipengaruhi oleh metode aplikasi ekstrak terhadap serangga uji. Metode aplikasi yang berbeda akan menyebabkan konsentrasi efektif untuk kematian nyamuk juga berbeda. Hasil penelitian Rahmah (2013) menunjukkan bahwa konsentrasi 1500 ppm menyebabkan kematian 100% larva instar keempat dengan metode memasukkan larva ke dalam larutan ekstrak selama 3 24 jam, sedangkan konsentrasi 7000 ppm menyebabkan kematian 100% imago Ae. aegypti dengan metode semprot, lama pemaparan 20 menit . Efektivitas ekstrak daun S. mahagoni sebagai insektisida nabati belum pernah diaplikasikan terhadap nyamuk vektor penyakit Demam Berdarah Dengue, Ae. aegypti, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang efektivitas ekstrak daun S. mahagoni terhadap larva instar kedua dan ketiga serta imago Ae. aegypti. Dengan demikian diharapkan ekstrak daun S. mahagoni dapat secara optimal diaplikasikan sebagai insektisida nabati pengendali larva dan imago nyamuk vektor penyakit demam berdarah Ae. Aegypti. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang seperti yang diuraikan di atas, maka permasalahan penelitian ini adalah : 1. Apakah ekstrak etanol dan ekstrak air daun S. mahagoni efektif terhadap larva instar kedua dan ketiga Ae. aegypti? 2. Manakah yang lebih efektif terhadap kematian larva instar kedua dan ketiga Ae. aegypti, ekstrak etanol atau ekstrak air daun S. mahagoni? 3. Apakah ekstrak etanol daun S. mahagoni efektif terhadap imago Ae. aegypti? 4. Kandungan metabolit sekunder apakah yang terkandung dalam ekstrak etanol dan ekstrak air daun S. mahagoni? 4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas ekstrak etanol dan ekstrak air daun S. mahagoni terhadap larva instar kedua dan ketiga Ae. aegypti. Selain itu, untuk mengetahui jenis pelarut yang lebih efektif untuk mengekstrak daun S. mahagoni yang berpotensi sebagai insektisida nabati. Mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun S. mahagoni terhadap imago Ae. aegypti. Mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak etanol dan ekstrak air daun S. mahagoni. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari hasil penelitian ini adalah menambah informasi mengenai efektivitas ekstrak daun S. mahagoni terhadap larva instar kedua dan ketiga serta imago Ae. aegypti, sehingga menambah informasi insektisida nabati dari tanaman lokal daerah. Bagi pemerintah lokal daerah dan instansi terkait, informasi ini sebagai acuan untuk pengembangan lebih lanjut tanaman S. mahagoni dan tanaman lain yang berfungsi sebagai insektisida nabati. Selain itu, informasi kandungan senyawa ekstrak daun S. mahagoni dapat digunakan sebagai antijamur, antivirus, maupun dalam bidang kesehatan sebagai tanaman obat. 5