BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Konversi tanaman adalah kegiatan menggantikan tanaman yang sudah rendah produktivitasnya dan tidak ekonomis lagi dengan tanaman baru yang lebih baik produktivitasnya serta memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. Kegiatan konversi tanaman ini dilakukan pada lahan yang sama setelah tanaman lama yang sudah rendah produkivitasnya dibongkar. Konversi tanaman dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: faktor sosial, pembangunan ekonomi, penggunaan jenis teknologi dan kebijakan pembangunan makro. Konversi tanaman memiliki dampak positif dan negatif terhadap masyarakat dan alam. Dampak positif diantaranya fasilitas sosial yang ada semakin memadai seperti pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreatif olah raga dan sebagainya. Dampak negatif yang ditimbulkan seperti berkurangnya areal tanah pertanian serta berubahnya orientasi masyarakat yang semula bidang pertanian menjadi nonpertanian akibat berkurangnya lahan ataupun faktor pendukung kelangsungan pertanian. Konversi tanaman teh ke kelapa sawit yang dilakukan di PTPN IV Marjandi dilakukan dengan alasan bisnis. PTPN IV mengalami kerugian dari perkebunan teh akibat kenaikan harga teh di pasaran tidak menunjukan peningkatan yang siginifikan. Peningkatan suhu global yang menyebabkan meningkatnya suhu di dataran tinggi juga menjadi salah satu alasan dilakukan konversi tanaman teh ke kelapa sawit. Temperatur udara minimum tahunan 110 111 meningkat menjadi ≥ 18 ºC setelah tahun 1990 pada ketinggian 850 m dpl berimplikasi terhadap prospek pengembangan kelapa sawit di dataran 600 – 850 m dpl. Secara teori masih menyarankan bercocok tanam kelapa sawit di dataran tinggi dengan ketinggian maksimum adalah 500 m dpl. Marjandi dan Bah Birung Ulu (sebagai pilot project) adalah dua Unit Usaha yang mengalami transformasi bisnis dari komoditi teh menjadi kelapa sawit secara menyeluruh dengan tahapantahapan. Konversi tanaman teh ke kelapa sawit di PTPN IV Marjandi berdampak pada tanaman dan kehidupan sosial budaya. Tanaman sawit pada tahun pertama mengalami gangguan seperti buah yang busuk dan abnormal oleh serangan marasmius karena kelembaban yang cukup tinggi. Masa panen buah sawit juga menjadi 6 bulan 3 minggu, yang seharusnya hanya 5 – 6 bulan saja. Dampak sosial budaya yang ditimbulkan konversi ini diakibatkan pada perkebunan kelapa sawit tidak dibutuhkannya banyak tenaga kerja, berbeda dengan perkebunan teh yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Pengurangan tenaga kerja di Kebun Marjandi dilakukan dengan memutasikan karyawannya ke unit usaha lain. Selain itu, dengan dilakukannya konversi, ciri khas panorama keindahan kebun teh yang biasa dikunjungi penduduk sekitar kini sudah hilang. Masyarakat juga beranggapan kebun kelapa sawit menyerap air sangat banyak, yang menyebabkan berkurangnya debit air di sumber-sumber mata air di sekitar kebun. Masyarakat juga beranggapan akibat penanaman kelapa sawit, suhu di perkebunan menjadi semakin panas. 112 Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis baik makhluk hidup ataupun benda mati. Ekosenstrisme berusaha menyeimbangkan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan ekosistem. Ekosentrisme sebenarnya tidak mempertentangkan tanggung jawab manusia terhadap manusia lainnya dalam kepentingan memelihara individu dalam planet bumi demi kepentingan bersama. Hal yang perlu dilakukan adalah mengambil segala kebutuhannya dari alam secara proporsional dengan tidak berlebihan dan tidak menghancurkan alam. Salah satu versi Ekosentrisme yang sedang populer saat ini adalah Deep Ecology. Deep Ecology menuntut adanya etika baru yang berpusat pada seluruh komunitas ekologis dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Deep Ecology disebut sebagai gerakan diantara orang-orang yang mempunyai sikap dan keyakinan yang sama, mendukung sebuah gaya hidup baru yang selaras dengan alam, dan memperjuangkan isu lingkungan dan politik. Deep Ecology memiliki empat tingkatan penting dalam membentuk satu pola perilaku sebagai gerakan moral. Tingkat pertama berupa inspirasi, pemikiran daan intuisi yang diperoleh dari premis tradisi dan agama. Tingkat kedua berupa platform-platform yang menyatukan dan mendorong manusia melakukan aksi bersama. Tingkat ketiga berupa hipotesis umum yang sejalan dengan inspirasi dan platform. Tingkat keempat berupa aksi nyata yang digerakkan oleh tingkatan sebelumnya. Prinsip gerakan lingkungan Deep Ecology digunakan sebagai dasar tingkatan pola perilaku manusia memanfaatkan alam. Prinsip gerakan lingkungan hidup pada Deep Ecology adalah biospheric egalitarianism-in principle, prinsip 113 non-antroposentrisme, prinsip realisasi diri (self-realization), pengakuan dan pengharaan atas keanekaragaman kompleksitas hubungan simbiosis dan perubahan politik menjadi ecopolitics. Perkebunan kelapa sawit kini sudah semakin luas penyebarannya di Indonesia. Pihak pengusaha besar maupun kecil mulai mengalihkan jenis tanamannya ke kelapa sawit demi mengejar keuntungan yang lebih besar. PTPN IV Marjandi yang dulunya memiliki perkebunan teh telah mengkonversi semua tanaman teh menjadi kelapa sawit. Tindakan konversi tanaman ini berdampak langsung pada kehidupan manusia dan organisme lainnya di ekosistem Perkebunan Marjandi. Tindakan konversi ini bagi manusia dalam hal ekonomi tentu saja memberikan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan saat masih berproduksi dari daun teh, sedangkan bagi organisme lain selain manusia, dampak konversi ini tidak jarang berdampak buruk. Tanaman sawit yang dikenal sebagai tanaman yang rakus air pastinya akan menyebabkan makhluk hidup lain di sekitarnya akan kekurangan air. Berkurangnya air dalam tanah maka kehidupan organisme lain juga terganggu yang berakibat terjadinya tidak keseimbangan alam. Teori etika Ekosentrisme dapat diterapkan dalam ranah perkebunan untuk membatasi jumlah konversi tanaman menjadi kelapa sawit agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Teori etika Ekosentrisme memberi pandangan bagi manusia bahwa manusia kini tidak lagi berada pada posisi teratas dibandingkan makhluk lainnya melainkan manusia berada pada posisi yang sama dengan makhluk hidup lainnya sebagai bagian integral dari alam. Etika Ekosentrsime 114 melalui platform-platform oleh Naess dalam menganalisis tindakan konversi ini menemukan beberapa hal: 1. Tindakan konversi tanaman di Kebun Marjandi bertujuan menghindari kerugian yang dialami PTPN IV. Tindakan ini merupakan salah satu cerminan sikap yang antroposentris. Konversi harus dilakukan secara lebih serius dalam memperhatikan nilai-nilai dari setiap organisme yang ada pada ekosistem perkebunan. Manusia dan seluruh organisme pada ekosistem perkebunan berada pada posisi yang setara. Usaha Perkebunan PTPN IV harus mampu selaras dengan alam agar terciptanya hubungan yang harmoni 2. Berkurangnya keanekaragaman organisme pada ekosistem Perkebunan Marjandi karena pada saat proses konversi, lahan perkebunan teh yang sudah ada sejak dulu dibongkar seluruhnya hingga lahan benar-benar bersih dari apapun. Organisme dalam ekosistem Perkebunan Marjandi saat masih ditanami teh sudah mengalami evolusi yang cukup panjang sehingga berkembang menjadi bentuk kehidupan yang beranekaragam dan memiliki nilai-nilai yang terkandung dalam dirinya serta memiliki kontribusi yang besar bagi kehidupan manusia. Konversi ini menyebabkan seolah-olah proses evolusi yang terjadi di ekosistem Perkebunan Marjand harus dimulai dari awal lagi dengan tanaman baru kelapa sawit. 3. Pemenuhan kebutuhan vital yang menguntungkan dan juga tidak merugikan pihak lain diantara PTPN IV dan masyarakat diharapkan 115 mampu menciptakan kesejahteraan bersama, karena setiap manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan kebutuhannya masing-masing. 4. Proses konversi tanaman perkebunan teh ke kelapa sawit tidak lepas dari jumlah populasi manusia yang sangat besar sebagai karyawan perkebunan. Persoalan desakan populasi jumlah penduduk dilakukan dengan mengurangi jumlah karyawan di perkebunan sebagai bentuk strategi untuk menjaga kelestarian alam dari intervensi manusia. Pihak PTPN IV memindahkan secara bertahap sebagian besar karyawannya ke perkebunan lain. Proses pemindahan ini dilakukan dengan cara yang demokratis dan semampu mungkin tidak mengurangi hak-hak yang sudah menjadi milik karyawan. 5. Kualitas kehidupan yang dimiliki berbeda-beda tingkatannya karena manusia terlalu terpaku pada materi-ekonomis. Kebijakan konversi tanaman teh ke kelapa sawit tidak seutuhnya sesuai dengan standar pola pertumbuhan ekonomi ideal yang tetap menjaga kelestarian alam. Bertolak pada prinsip dasar dari setiap bisnis dan usaha adalah keuntungan yang berkesinambungan memang sangat sulit mencapai pola petumbuhan yang ideal tanpa melupakan kelestarian alam. Deep ecology masih memiliki kekurangan karena teori ini masih jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Deep Ecology juga terkesan terlalu radikal dalam memperjuangkan perlindungan dan keanekaragaman alam. Hal yang dapat diunggulkan dari teori Deep Ecology adalah kekayaan konsepnya yang berupa prinsip dan platform. Prinsip dan platform ini sangat berguna untuk 116 menjelaskan dan menemukan permasalahan dari kebijakan konversi tanaman teh ke kelapa sawit di PTPN IV Marjandi. Oleh karena itu, untuk menciptakan kehidupan yang selaras dan berkesinambungan dengan alam, Deep Ecology merupakan salah satu teori yang layak diterapkan. B. Saran Penulis menyadari bahwa tulisan dari penelitian ini belum sempurna. Kajian penelitian Konversi Tanaman Perkebunan Teh ke Kelapa Sawit adalah penelitian yang menarik untuk dibahas. Penulis berharap akan ada penelitian selanjutnya yang menggali nilai-nilai yang terkandung lebih dalam lagi tentang Konversi Tanaman Perkebunan Teh ke Kelapa Sawit. Penulis berharap penelitian degan objek material Konversi Tanaman Perkebunan Teh ke Kelapa Sawit lebih sering dilakukan oleh penelitian yang akan datang oleh berbagai disiplin ilmu lain. Pengkajian dengan berbagai disiplin ilmu lain diharapkan mampu memperkaya pemahaman secara menyeluruh tentang pelestarian lingkungan terutama tentang perkebunan kelapa sawit, sehingga krisi lingkungan hidup dapat dicegah dan ditanggulangi sejak dini.