BAB 2 LANDASAN TEORI Sejak tiga abad yang lalu, pakar-pakar matematika telah menghabiskan banyak waktu untuk mengeksplorasi dunia bilangan prima. Banyak sifat unik dari bilangan prima yang menakjubkan. Pada bab ini, akan dibahas teori bilangan prima serta sifatsifatnya dan teori uji primalitas. 2.1 Bilangan Prima Bilangan bulat positif 1 hanya mempunyai satu pembagi positif. Setiap bilangan bulat positif lainnya mempunyai minimal dua pembagi positif karena pasti dapat dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri. Definisi 2.1.1. Bilangan prima adalah bilangan bulat positif yang lebih besar dari 1 dan hanya dapat dibagi oleh 1 dan bilangan itu sendiri. Contoh : bilangan bulat positif 2, 3, 5, 89, dan 101 adalah bilangan-bilangan prima. 2.2 Greatest Common Divisor (Pembagi Persekutuan Terbesar) 7 Definisi 2.2.1 Suatu bilangan bulat b dikatakan dapat habis dibagi oleh bilangan bulat a ≠ 0, ditulis dengan notasi a | b, jika terdapat bilangan bulat c sedemikian sehingga b = ac. Kita tuliskan a ∤ b untuk menunjukkan bahwa b tidak habis dibagi a. Definisi 2.2.2 Kita ambil bilangan – bilangan bulat positif a dan b, dengan setidaknya salah satu dari keduanya tidak sama dengan 0. Greatest Common Divisor dari a dan b, ditandakan dengan gcd(a,b) adalah bilangan bulat positif d yang memenuhi syarat-syarat: i. d | a dan d | b. ii. Jika c | a dan c | b, maka c ≤ d. Definisi 2.2.3 Dua bilangan – bilangan bulat a dan b, di mana salah satu dari keduanya tidak sama dengan 0, dikatakan relatif prima jika gcd(a, b) = 1 . Teorema 2.2.1 Algoritma pembagian Diberikan bilangan – bilangan bulat a dan b, di mana b > 0. Maka terdapatlah bilangan bulat yang tunggal q dan r yang memenuhi: a = qb + r, 0 ≤ r < b. Bilangan – bilangan q dan r berturut – turut disebut sebagai hasil bagi dan sisa dalam pembagian a oleh b. 8 Teorema di atas berlaku sebagai fondasi utama teorema – teorema dan algoritma – algoritma yang akan dikembangkan berikutnya. Di bawah ini diberikan beberapa sifat tentang divisibilitas dari bilangan – bilangan bulat. Teorema 2.2.2 Sifat bilangan Untuk bilangan – bilangan bulat sembarang a, b, c berlaku: (i) a | 0, 1 | a, a | a. (ii) a | 1 jika dan hanya jika a = ±1. (iii) Jika a | b dan c | d, maka ac | bd. (iv) Jika a | b dan b | c, maka a | c. (v) a | b dan b | a jika dan hanya jika a = ±b. (vi) Jika a | b dan b ≠ 0, maka | a | ≤ | b |. (vii) Jika a | b dan a | c, maka a | (bx + cy) untuk semua bilangan bulat x, y. Teorema berikut ini menyatakan bahwa gcd(a, b) dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari a dan b. Kombinasi linear dari a dan b adalah ekspresi dari ax + by, di mana x dan y adalah bilangan – bilangan bulat sembarang. Teorema 2.2.3 9 Kita misalkan a dan b adalah bilangan – bilangan bulat, di mana keduanya tidak bersama – sama 0. Maka terdapatlah bilangan – bilangan bulat x dan y sedemikian sehingga: gcd(a, b) = ax + by . Teorema berikut ini mengkarakterisasikan dua bilangan bulat yang relatif prima dengan kombinasi liniernya. Teorema 2.2.4 Misalkan a dan b adalah bilangan - bilangan bulat, di mana keduanya tidak bersama - sama 0. Maka a dan b relatif prima jika dan hanya jika terdapat bilangan – bilangan bulat x dan y yang memenuhi persamaan 1 = ax + by. Bukti: Jika a dan b adalah relatif prima maka gcd(a, b) = 1 . Dengan Teorema 2.2.3 terdapatlah bilangan bulat x dan y yang memenuhi 1 = ax + by. Dan untuk konversnya, kita misalkan bahwa 1 = ax + by untuk bilangan bulat x dan y, dan d = gcd(a, b) . Karena d | a dan d | b, dengan Teorema 2.2.2 (bagian vii) menghasilkan d | (ax + by), atau d | 1. Oleh karena d adalah bilangan bulat positif, kondisi terakhir ini mengharuskan d sama dengan 1, sehingga a dan b relatif prima. 2.3 Modulo 10 Definisi 2.3.1. Diberikan suatu bilangan bulat positif m. Untuk bilangan bulat a dan b, maka a dikatakan kongruen terhadap b mod m jika m | (a-b). Jika a kongruen terhadap b mod m, maka kita nyatakan dengan a ≡ b (mod m) (Atau, a – b habis dibagi oleh m). Jika m ∤ (a-b), kita nyatakan dengan a ≢ b ( mod m), dibaca a tidak kongruen dengan b mod m. Bilangan bulat positif m disebut modulus. Bentuk jamak dari modulus adalah moduli. Teorema 2.3.1. Untuk bilangan bulat a dan b, maka a ≡ b ( mod m) jika dan hanya jika terdapat bilangan bulat k yang memenuhi a = b + km. Bukti: Jika a ≡ b ( mod m), maka m | (a-b). Dapat dikatakan bahwa terdapat bilangan bulat k yang memenuhi km = a – b sehingga a = b + km. Untuk konversnya, jika terdapat bilangan bulat k yang memenuhi a = b + km, jelas bahwa km = a – b, maka m | (a-b) sehingga a ≡ b ( mod m). Contoh : 23 ≡ 3 (mod 5) sehingga 23 = 3 + 4 ⋅ 5 Teorema 2.3.2. Sifat-sifat modulo Untuk sembarang bilangan bulat m, di mana m lebih besar dari 1 dan bilangan-bilangan bulat sembarang a, b, c, dan d berlaku : i. a ≡ a (mod m ) 11 ii. Jika a ≡ b(mod m) , maka b ≡ a (mod m ) iii. Jika a ≡ b(mod m) dan b ≡ c(mod m ) , maka a ≡ c(mod m) iv. Jika a ≡ b(mod m) dan c ≡ d (mod m) ,maka a + c ≡ b + d (mod m ) v. Jika a ≡ b(mod m) dan c ≡ d (mod m) ,maka a − c ≡ b − d (mod m) vi. Jika a ≡ b(mod m) dan c ≡ d (mod m) , maka ac ≡ bc (mod m) Bukti: i. Karena m | (a − a ) = 0 , kita dapatkan a ≡ a (mod m ) . ii. Jika a ≡ b(mod m) , maka m | (a − b ) . Untuk itu, ada sebuah bilangan bulat k demikian sehingga menunjukkan bahwa (− k )m km = a − b . Hal ini = b − a , sehingga m | (a − b ) . Akibatnya, b ≡ a(mod m ) . iii. Jika a ≡ b(mod m) dan b ≡ c(mod m ) , maka m | (a − b ) dan m | (b − c ) . Untuk itu, terdapat bilangan-bilangan bulat k dan l sedemikian sehingga km = a − b dan lm = b − c . Oleh karena itu, a − c = (a − b ) + (b − c ) = km + lm = (k + l )m , sehingga m | (a − c ) dan a ≡ c(mod m) . iv. Karena a ≡ b(mod m) dan c ≡ d (mod m) , kita dapat mengetahui bahwa m | (a − b ) dan m | (c − d ) . Untuk itu, kita dapat bilangan-bilangan bulat k dan l dengan km = a − b dan 12 lm = c − d . Bukti ini juga dapat digunakan untuk membuktikan sifat (v) dan (vi). Karena (a + c ) − (b + d ) sehingga m | v. = (a − b ) + (c − d ) = km + lm = (k + l )m [(a + c ) − (b + d )]. Maka, a + c ≡ b + d (mod m ) . Karena (a − c ) − (b − d ) = (a − b ) − (c − d ) = km − lm = (k − l )m , didapat m | [(a − c ) − (b − d )] , sehingga a − c ≡ b − d (mod m ) . vi. Karena ac − bd = ac − bc + bc − bd = c(a − b ) + b(c − d ) = ckm + blm = m(ck + bl ) Didapat m | (ac − bd ) , sehingga ac ≡ bd (mod m ) . Definisi 2.3.2. Order dari bilangan bulat modulo n Ambil n bilangan bulat dengan n lebih besar dari 1 dan gcd (a, n) = 1. Order dari a mod n adalah bilangan bulat positif terkecil k sedemikian sehingga ak ≡ 1 ( mod n). Teorema 2.3.3. 13 Misalkan bilangan bulat a mempunyai order k mod n, maka ah ≡ 1 ( mod n) jika dan hanya jika k | h. 2.4 Teorema Fundamental Aritmetika Teorema 2.4.1 Setiap bilangan bulat positif p yang lebih besar dari 1 adalah bilangan prima atau hasil kali dari bilangan – bilangan prima dengan penyajian atau penulisan yang tunggal, terlepas dari urutan faktor – faktornya. 2.5 Teorema Euclid Terdapat beberapa versi pembuktian dari pernyataan bahwa terdapatlah tak berhingga banyak bilangan – bilangan prima. Euclid secara elegan membuktikan peryataan tersebut yang ditampilkan pada bukti dari teorema ini. Teorema 2.5.1 Terdapat tak berhingga banyak bilangan – bilangan prima. Bukti: Kita urutkan bilangan – bilangan prima dari yang terkecil ke yang lebih besar dan ditulis sebagai: p1 = 2, p 2 = 3, p3 = 5, p 4 = 7, ⋯. Andaikan terdapat berhingga banyak bilangan – bilangan prima yang banyaknya adalah n dan bilangan prima yang terbesar adalah pn. Dibentuklah bilangan bulat positif : 14 P = p1 p 2 ... p n + 1 . Karena P lebih besar dari 1, dengan Teorema Fundamental Aritmetika maka P habis dibagi oleh suatu bilangan prima misalnya p yang merupakan salah satu dari n bilangan prima di atas. Mengingat 1 = P − p1 p 2 ... p n dengan p membagi sekaligus P dan hasil kali p1 p 2 ... p n maka dapat disimpulkan bahwa p juga membagi 1 yang jelas menimbulkan kontradiksi. 2.6 Metode Eratosthenes Uji primalitas adalah suatu masalah yang sangat penting dalam konsep bilangan. Metode klasik yang cukup dikenal untuk uji primalitas adalah dari Eratosthenes yang dikenal dengan nama Sieve of Eratosthenes yang digunakan untuk mencari semua bilangan prima yang lebih kecil dari bilangan bulat positif n. Metode tersebut berdasarkan pada proposisi berikut. Proposisi 2.6.1 Bila bilangan bulat a > 1 tidak mempunyai pembagi prima p ≤ a , maka a adalah prima. Bukti Andaikan a bukan bilangan prima. Maka a dapat ditulis sebagai a = bc di mana 1 < b < a dan 1 < c < a. Misalkan b ≤ c kita peroleh b2 ≤ bc = a sehingga 15 b ≤ a . Karena b > 1, berdasar pada Teorema Fundamental Aritmetika b mempunyai paling sedikit satu pembagi prima p. Sehingga diperoleh p ≤ b ≤ a . Selanjutnya mengingat p | b dan b | a maka p | a yang menimbulkan suatu kontradiksi. Jadi yang benar bahwa a adalah prima. Untuk mencari semua bilangan prima dari 2 sampai dengan n metode Eratosthenes dapat dijelaskan sebagai berikut : • Urutkan semua bilangan bulat positif dari 2 sampai dengan n dari yang paling kecil ke yang paling besar. • Eliminir semua bilangan komposit yang berbentuk 2p,3p,4p,5p,… di mana p adalah bilangan prima yang memenuhi p ≤ n . • Yang tersisa adalah semua bilangan prima dari 2 sampai dengan n. Untuk n = 100, metode Eratosthenes secara sistematis mengeleminir bilangan - bilangan komposit yang merupakan kelipatan 2, kelipatan 3, kelipatan 5, atau kelipatan 7 dari semua bilangan bulat positif dari 2 sampai dengan 100. 2.7 Fungsi Euler Phi Definisi 2.7.1 Untuk bilangan bulat n ≥ 1, φ (n) menyatakan banyaknya semua bilangan bulat positif yang lebih kecil atau sama dengan n, dan relatif prima terhadap n. Bila n merupakan bilangan prima maka φ (n) = n – 1. Teorema 2.7.1 16 Fungsi φ merupakan fungsi multiplikatif. Teorema ini menunjukkan bahwa φ (mn) = φ (m)φ (n) untuk semua bilangan – bilangan bulat m ≥ 1 dan n ≥ 1. Contoh: Sebagai contoh kita ambil m = 5, n = 6 , dan φ (mn) = φ (30) = 8 . Dari seluruh bilangan bulat yang tidak lebih dari 30 hanya terdapat 8 bilangan yang merupakan relatif prima terhadap 30, yaitu 1, 7, 11, 13, 17, 19, 23, 29. Sedangkan 30 = 5 · 6. Maka kita dapatkan pula φ (5) = 4 yaitu 1, 2, 3, 4 dan φ (6) = 2 yaitu 1 dan 5. Sehingga φ (30) = φ (5 ⋅ 6) = φ (5)φ (6) = 4 ⋅ 2 = 8 . Lemma 2.7.1 Misalkan a dan n adalah bilangan bulat yang lebih besar dari 1 dan gcd(a, n) = 1 . Jika a1 , a1 ,..., aφ ( n ) merupakan bilangan – bilangan bulat positif yang lebih kecil dari n dan relatif prima terhadap n, maka aa1 , aa 2 ,..., aaφ ( n ) kongruen modulo n terhadap a1 , a 2 ,..., aφ ( n ) dalam suatu urutan tertentu. Teorema 2.7.2 Teorema Euler Jika n bilangan bulat dengan n ≥ 1 dan gcd(a, n) = 1 , maka a φ ( n ) ≡ 1(mod n) . Bukti Misalkan n bilangan bulat dengan n > 1, dan a1 , a 2 ,..., aφ ( n ) adalah bilangan – bilangan bulat positif yang lebih kecil daripada n dan relatif prima terhadap n. 17 Oleh karena gcd(a, n) = 1 , dengan Lemma 2.7.1 maka aa1 , aa 2 ,..., aaφ ( n ) kongruen modulo n terhadap a1 , a 2 ,..., aφ ( n ) dalam suatu urutan tertentu. Sehingga dapat ditulis aa1 ≡ a1′ (mod n) aa 2 ≡ a ′2 (mod n) ⋮ ⋮ aaφ ( n ) ≡ aφ′ ( n ) (mod n) di mana a1′ , a 2′ ,..., aφ′ ( n ) adalah bilangan – bilangan bulat a1 , a 2 ,..., aφ ( n ) dalam suatu urutan tertentu. Hasil yang kita dapatkan dari kekongruensian φ (n) adalah (aa1 )(aa 2 )...(aaφ ( n ) ) ≡ a1′a 2′ ...aφ′ ( n ) (mod n) ≡ a1 a 2 ...aφ ( n ) (mod n) . Sehingga a φ ( n ) (a1 a 2 ...aφ ( n ) ) ≡ a1 a 2 ...aφ ( n ) (mod n) . Oleh karena gcd(ai , n) = 1 untuk setiap i, berdasarkan Lemma 2.7.1 gcd(a1 a 2 ...aφ ( n ) , n) = 1 . Sehingga kita dapat membagi kedua ruas dari kongruensi sebelumnya dengan faktor persekutuan a1a2 ...aφ ( n ) , dan kita dapatkan a φ ( n ) ≡ 1(mod n) . 2.8 Teorema Fermat Teorema 2.8.1. Fermat Little Theorem 18 Jika p adalah prima dan a adalah bilangan bulat positif yang tidak habis dibagi dengan p, maka ap-1 ≡ 1 ( mod p). Bukti : Misalkan p-1 adalah bilangan bulat yang pertama sebagai kelipatan dari a sehingga bilangan bulat tersebut adalah sebagai berikut a, 2a, 3a, …, (p-1)a Tidak satupun dari bilangan bulat tersebut yang kongruen terhadap mod p atau kongruen terhadap nol. Jika persyaratan tersebut dipenuhi, maka ra ≡ sa ( mod p) , di mana 1 ≤ r ≤ s ≤ p − 1 . Kemudian diperoleh r ≡ s ( mod p), di mana hal ini sangatlah tidak mungkin. Oleh karena itu, bilangan-bilangan bulat yang sebelumnya haruslah kongruen mod a, 2a, 3a, …, (p-1)a terhadap p dalam suatu urutan tertentu. Dengan mengalikan semua kongruensian tersebut bersamasama, kita dapatkan bahwa a ⋅ 2a ⋅ 3a ⋅ ... ⋅ ( p − 1) ≡ 1 ⋅ 2 ⋅ 3 ⋅ ... ⋅ ( p − 1) mod p di mana a p − 1 ( p − 1)! ≡ ( p − 1)! (mod p ) Setelah (p-1)! dihilangkan dari kedua sisi persamaan kekongruensianan di atas ( hal ini dapat terjadi karena p relatif prima terhadap (p-1)! sehingga p ∤ (p1)! ), maka hasil terakhir dari persamaan tersebut adalah a p − 1 ≡ 1 ( mod p) sehingga Teorema Fermat terbukti. Teorema 2.8.2 Teorema Akibat 19 Jika p adalah bilangan prima, maka a p ≡ a (mod p ) untuk suatu bilangan bulat a. Bukti : Jika p | a, maka ap ≡ 0 ≡ a (mod p). Jika p ∤ a, maka menurut Teorema Fermat, kita dapatkan a p −1 ≡ 1(mod p) . Ketika kekongruensian ini kita kalikan dengan a, akan kita dapatkan a p ≡ a (mod p) . 2.9 Bilangan Mersenne Suatu bilangan bulat berbentuk 2m – 1 telah dipelajari secara mendalam oleh banyak matematikawan terdahulu. Pada tahun 1536, Hudalricus Regius menunjukkan bahwa 211 – 1 bukan bilangan prima karena dapat difaktorkan menjadi 23 ⋅ 89 . Marin Mersenne pada tahun 1644 menyatakan bahwa 2m – 1 adalah bilangan prima untuk m = 2, 3, 5, 7, 13, 17, 19, 31, 67, 127, dan 257 dan merupakan bilangan komposit untuk m lainnya, dan hingga saat ini jika 2m – 1 merupakan bilangan prima dikatakan sebagai bilangan prima Mersenne. Definisi 2.9.1. Jika m adalah bilangan bulat positif, maka Mm = 2m – 1 disebut bilangan Mersenne ke-m; jika p adalah bilangan prima dan Mp = 2p – 1 adalah prima, maka Mp disebut sebagai bilangan prima Mersenne. 20 Teorema 2.9.1. Jika p adalah bilangan prima ganjil, maka setiap pembagi dari bilangan Mersenne Mp = 2p - 1 berbentuk 2kp + 1, di mana k adalah bilangan bulat positif. Bukti : Ambil q sebagai bilangan prima yang membagi Mp = 2p – 1. Dengan menggunakan teorema Fermat, kita tahu bahwa q | (2q-1 – 1). Karena q merupakan faktor pembagi dari 2p – 1 dan 2q-1 -1, kita tahu bahwa (2p – 1, 2q-1 -1) > 1. Dari yang telah dibuktikan pada teorema 2.3.1 di atas, kita dapatkan p | (q – 1) sehingga ada sebuah bilangan bulat positif m sedemikian sehingga q – 1 = mp. Karena q adalah bilangan ganjil, maka m haruslah bilangan genap, m = 2k, di mana k adalah suatu bilangan bulat positif. Kita dapatkan q = mp + 1 = 2kp + 1. Karena setiap pembagi dari Mp adalah sebuah produk dari pembagi prima dari Mp, setiap pembagi prima dari Mp berbentuk 2kp + 1, dan hasil dari bilangan yang berbentuk seperti ini akan memiliki bentuk yang sama, yaitu bilangan ganjil.