Document 126088

advertisement
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Berbicara THARIQAT....
bagi orang yang belum mengetahui pasti bertanya-tanya.
Kenapa harus berthariqat...?
Bukankan sudah cukup amalan-amalan yang kita kerjakan sesuai
dengan rukun islam dan rukun iman sebagai pondasi dasar dari agama
islam itu sendiri…?
Sebab sebahagian ulama mengatakan thariqat itu tidak diperbuat
oleh Nabi, sehingga sebahagian ulama dan orang awam berkesimpulan
pastilah setiap yang tidak dibuat oleh nabi adalah bid’ah dan setiap yang
bid’ah pastilah sesat. Bukankah hal itu selalu ada menghantui pikiran kita
serta membuat hati kita berburuk sangka terhadap amalan-amalan thariqat
itu sendiri.
Rasulullah SAW telah bersabda:
“Barang siapa yang menciptakan Bid’ah dhalalah (maksudnya Bid’ah
yang sesat) yang tidak menyenangkan hati bagi Allah dan Rasul-Nya,
maka akan ditimpahkan segala dosa orang yang mengamalkan
bid’ah itu yang tidak dikurangi sedikitpun”
(H.R. Tirmidzi)
Sedangkan para pengamal thariqat hanya selalu memperbanyak
amalan-amalan dzikir dan wirid-wirid yang bersumber dari kitab suci Alqur’an dan Al-hadits, apakah ini yang kita katakan sesat….??? dan
melaksanakan wirid serta membaca surat yassin yang juga diadakan
hampir di seluruh daerah khususnya di Indonesia, juga akan kita katakan
sesat…??? Sampai hatikah kita atau terlalu kejamkah kita ini untuk
mengatakan orang yang membaca ayat-ayat Allah atau firman-firman Allah
kita katakan sesat…??? Ampunkanlah kami ya Allah… kalau selama ini
kami telah banyak berburuk sangka kepada saudara kami sendiri yang
rupa-rupanya mereka mengamalkan amalan – amalan dan wirid-wirid
adalah tujuannya untuk lebih mendekatkan diri kepadamu secara penuh
dengan keikhlasan hatinya untuk mencintai Allah. Sebagaimana Allah SWT
telah berfirman yang bunyi dan artinya:
Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang
Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami
amalan kami, bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami
mengikhlaskan hati, (Q.S Al Baqarah (2) Ayat 139)
1
Sebenarnya tidaklah begitu… berthariqat secara sistematis dalam
beramal ibadah yang telah dilakukan secara turun menurun, dengan
istilahnya disebut silsilah berthariqat. Artinya; para salafus shaleh (orangorang saleh terdahulu)
ataupun wali-wali Allah terdahulu telah
mengamalkan dzikrullah secara benar, pas, tepat dan terarah pada inti
sasaran yang dimaksudkan Allah dan yang dikehendaki Allah serta diridhoi
Allah, terutama pada diri junjungan Nabi Besar kita Muhammad SAW
sebagai kekasih Allah (Habibullah). Berthariqat sendiri didasarkan atas
firman Allah SWT:
Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu
(agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rezeki yang banyak) (Q.S Al Jin (72) Ayat 16)
Sekarang....tidakkah kita juga menginginkan diri kita sebagai
seorang hamba yang benar di dalam pandangan dan penilaian Allah, yang
selalu dapat merasakan ketentraman, ketenangan, kedamaian dan
kelapangan dengan hati selalu berkekalan (istiqamah/berdzikir) hanya
kepada Allah semata.
Seperti di dalam firman Allah SWT :
yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram. (Q.S Ar Rad (13) Ayat 28)
dan firman Allah SWT lagi yang bunyi dan artinya:
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orangorang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping
keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara
langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana, (Q.S Al Fath (48) Ayat 4)
Serta Firman Allah SWT lagi yang bunyi dan artinya:
Maka apakah orang-orang yang dilapangkan Allah hatinya untuk
(menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya
(sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang
besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat
Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Q.S Az Zumar (39) Ayat
22)
2
Jadi, cukup jelas dikatakan Allah bahwa “Sesat yang sesungguhnya itu”
adalah HATI YANG KERAS TIDAK BERDZIKIR KEPADA ALLAH.
Dalam buku yang berjudul “Sekitar Thariqat Naqsyabandiyah” yang
ditulis oleh Drs. H. Imron Abu Amar, halaman 11-12 menuliskan bahwa :
pengertian Thariqat sebagaimana yang telah berkembang di kalangan
Ulama Ahli Tasawuf, yaitu: Jalan atau petunjuk dalam melaksanakan
sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah dan
yang dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para Sahabatnya, Tabi’in,
Tabi’it Tabi’in dan terus turun temurun sampai kepada guru-guru, ulamaulama secara bersambung dan berantai hingga pada masa kita ini.
Suatu contoh dapat diketahui, bahwa di dalam Al Qur’an hanya
dapat dijumpai adanya ketentuan kewajiban “shalat”, tetapi tidak ada satu
ayatpun yang memberikan perincian tentang raka’at shalat tersebut.
Misalnya saja shalat Dzuhur sebanyak 4 raka’at, Ashar 4 raka’at, Maghrib 3
Raka’at, Isya 4 raka’at dan Subuh 2 raka’at. Demikian pula terhadap syarat
dan rukunnya shalat tersebut. Rasulullah sebagai orang yang pertama yang
memberikan contoh-contoh dan cara-cara mengerjakan shalat-shalat
maktubah dengan melalui perbuatan yang ditunjukan dan ditiru oleh para
sahabatnya terus turun menurun sampai kepada kita ini lewat pelajaranpelajaran dan petunjuk yang diberikan oleh para Guru, Syekh dan para
Ulama.
Hal ini bukan berarti, bahwa Al Qur’an sebagai sumber pokok hukum
dalam Islam itu tidak lengkap, Sunnah Rasul dan Ilmu Fiqih yang disusun
oleh para Ulama tidak sempurna, akan tetapi masih banyak penjelasan
yang dibutuhkan umat agar pelaksanaan peraturan dan ketentuan Allah
dan Rasul-Nya dapat dikerjakan secara teratur rapi menurut semestinya.
Bukan menurut penerimaan dan penangkapan akal bagi yang mampu
membaca, menghayati dan memahami yang pada puncaknya orang ini akan
mengerjakan syari’at Islam sesuai dengan kemauan hawa nafsunya sendiri.
Hampir saja diseluruh kalangan para ahli Sufi berpendapat, bahwa
sebenarnya thariqat itu adalah
termasuk kedalam kerangka Ilmu
Mukasyafah yang dapat memancarkan cahaya ke dalam hati para
penganutnya karena mengamalkan dzikrullah. Sehingga dengan cahaya
(nur) itu terbukalah segala sesuatu yang ada di balik rahasia ucapanucapan Nabi dan demikian pula halnya terhadap segala sesuatu yang ada
di balik rahasia cahaya Allah.
Ilmu Mukasyafah tidak begitu saja mudah dipelajari, kecuali bila
3
ditempuh dengan melalui jalan latihan bathin (Riyadho) dan perjuangan
melawan hawa nafsu (Mujahadah). Dengan kesungguhan menempuh jalan
yang demikian itu, maka sedikit demi sedikit akan menjadi terbuka segala
yang ghaib di balik hijab yang mendindingi antara hamba dan Tuhannya.
Sehingga dapatlah bermusyahadah (menyaksikan sendiri) dengan
pengelihatan hati (Musyahadatul Qalbi) bukan dengan pengelihatan mata.
Sebab pengelihatan mata ini hanyalah merupakan alat belaka dari
pengelihatan hati. Buta dalam perkara ini bukanlah buta mata, tetapi buta
hati dalam dada.
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(Q.S Al Hajj (22) Ayat 46)
Dari sinilah maka sesungguhnya syari’at yang dikerjakan dapat
berjalan di atas rel yang lurus, tidak terpeleset jatuh kedalam jurang
kesesatan, sehingga terhalang untuk dapat sampai kepada yang dituju.
Yakni untuk siapa sebenarnya syari’at itu dikerjakan. Jawabnya adalah
“HANYA UNTUK ALLAH” yang dituju. Seperti do’a iftitah yang selalu kita
bacakan ketika melaksanakan shalat setelah mengucap takbir “Inna shalatii
wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil-’aalamiin. Laa
syariikalahu wa bi dzalika umirtu wa ana minal-muslimin. Artinya:
SESUNGGUHNYA SHALATKU, IBADATKU, HIDUPKU DAN MATIKU
SEMATA HANYA UNTUK ALLAH , Tuhan seru sekalian alam. Tidak ada
sekutu bagi-Nya dan dengan itu aku di perintahkan untuk tidak
menyekutukan-Nya, dan aku dari golongan orang muslimin. Walaupun
sunnat hukumnya membaca do’a iftitah, tetapi itulah inti pokok dari tujuan
beramal ibadah itu sendiri. Demikianlah akhirnya manusia ini akan
dapat menemukan hakikat kebenaran hidup yang sejati yaitu untuk
bagaimana menggapi keridho’an Allah SWT.
Sebagaimana ijab Kabul dari seluruh pengamal pengamal thariqat;
ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDHOKA MATLUBI
Artinya :
“ Ya Allah hanya Engkau maksudku tiada yang lain dan ridhoMu jua
dambaanku/harapanku tiada yang lain”
Sehingga benarlah diri kita dalam padangan Allah untuk dapat
mencintai-Nya dan rasul-Nya dengan tidak merasa malas, ria, bangga,
ujub diri terhadap amalan-amalan yang kita kerjakan itu. Justru
4
sebaliknya, kita menyadari akan nyatanya diri kita ini yang hina di dalam
pandangan Allah SWT yang tiadak ada artinya apa-apa karena memang
kita berasal dari setetes air mani yang hina. Allah SWT telah berfirman:
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik. (Q.S Al Mu’minuun (23) Ayat 14)
Setelah kita menyadari akan siapakah diri kita yang sesungguhnya,
maka segala amal ibadah yang kita lakukan tulus dan ikhlas hanya kepada
Allah semata Dzat Yang Maha Mulia itu, dan menjadikan diri kita benar
secara Hablumminannas karena dapat bergaul dengan rasa kerendahan
hati, berbudi, sopan santun dan penuh keramahtamahan dan berakhlakul
karimah secara murni yang jauh dari kesan kemunafikan.
Jadi, sekali lagi kami sampaikan: Allah SWT mengatakan di dalam
firman-Nya yaitu: Orang-orang yang keras hatinya karena tidak berdzikir
kepada Allah-lah yang dikatakan SESAT YANG SESUNGGUHNYA (SESAT
YANG AMAT NYATA) (Q.S Az Zummar (39) Ayat 22), dan karena dirinya
berparasangka bahwa sesat yang amat nyata itu adalah perbuatan yang
bid’ah , sedangkan ketika kita shalat dan mengerjakan amalan-amalan
yang lainnya itu dianggapnya telah cukup, tetapi sesungguhnya mereka
tersesat dijalan yang benar, dengan menganggap bahwa mereka telah benar
atas segala bentuk pekerjaan syari’atnya, namun tersesat dalam pandangan
dan penilaian Allah SWT, karena hatinya (Qalbunya) tidak berdzikir kepada
Allah SWT. sebagaimana firman-Nya:
Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat
(nanti) ia akan lebih buta (pula) dan LEBIH TERSESAT DARI JALAN
(YANG BENAR). (Q.S Al israa’ (17) Ayat 72)
Itulah Qalbu (hati) yang gelap tidak berdzikir kepada Allah Karena
tidak mau melatihnya untuk selalu berdzikir kepada Allah SWT atau
menyebut Asma Allah di dalam hati itu. (Q.S Al A’raaf (7) Ayat 205)
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan
diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu
pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai. (Q.S Al A’raaf (7) Ayat 205)
5
dan thariqat merupakan jalan beramal ibadah secara benar, pas, tepat dan
pada inti sasarannya yaitu HATI menuju kesufian atau tasawuf (hati yang
bening, bersih dan suci) (Q.S Al Jiin (72) Ayat 16).
Dari mulai hari ini dan seterusnya marilah kita sama-sama untuk
menyatakan taubat kepada Allah azza wa jalla Yang Maha Suci itu, atas
buruk sangka dan pikiran yang salah. Mohon maaf lahir dan bathin atas
segala kesalahan dan kekurangan serta kelemahan atas keterangan yang
saya sampaikan.
Billahi taufiq wal hidayah
wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Disampaikan oleh:
Mursyid/Guru Besar/Mujaddid
Syekh. Muhammad Hirfi Nuzlan
Bin H. Muhammad Thahir Bin Muhammad Isa Bin Malan
6
Download