BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Penawaran

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Penawaran Agregat
Penawaran Agregat atau Aggregat Supply adalah jumlah total dari barang dan
jasa yang ditawarkan dalam suatu perekonomian pada tingkat harga. Model
penawaran agregat secara klasik dibentuk dari fungsi faktor produksi. Secara umum
fungsi dari faktor produksi adalah fungsi dari modal (capital) dan tenaga kerja
(labor), karena jumlah output yang diproduksi tergantung pada jumlah modal dan
tenaga kerja maka model penawaran klasik terbentuk:
Y 
f ( K .L )
( 2 .1)
Di mana Y adalah total output, K adalah capital (modal) dan L adalah labor (tenaga
kerja)
Dalam jangka panjang perusahaan biasanya menawarkan barang dan jasa
dengan harga yang fleksibel dan dalam jangka pendek tingkat harga umumnya
bersifat kaku, sehingga penawaran agregat sangat bergantung pada horison waktu.
Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara penawaran agregat jangka panjang (longrun aggregate supply) dan penawaran agregat jangka pendek (short-run aggregate
supply).
Universitas Sumatera Utara
Penawaran agregat dalam jangka panjang bersifat vertikal, karena dalam
jangka panjang tingkat harga adalah fleksibel dan pergeseran dalam permintaan
agregat akan mempengaruhi tingkat harga tetapi output perekonomian tetap pada
tingkat alamiah. Pada jangka pendek, tingkat harga bersifat kaku dan penawaran
agregat bersifat horizontal, dan pergeseran permintaan agregat akan menyebabkan
fluktuasi pada output.
Untuk menjelaskan implikasi dari penawaran agregat jangka pendek terdapat
tiga model pendekatan, yaitu model harga kaku (sticky price model), model upah
kaku (sticky wage model) dan model informasi tidak sempurna (imperfect information
model). Melalui ketiga model tersebut kita akan melihat implikasi dari penawaran
agregat jangka pendek.
Implikasi tersebut adalah membuktikan terjadinya trade-off antara tingkat
inflasi dan pengangguran. Trade-off atau pertukaran ini disebut dengan kurva phillips
yang menyatakan bahwa untuk menurunkan tingkat inflasi para pembuat kebijakan
secara sementara harus memperbesar tingkat pengangguran dan untuk mengurangi
pengangguran maka harus menerima inflasi yang lebih tinggi.
2.1.1.1. Model penawaran agregat
Model penawaran agregat jangka pendek bersifat horizontal dan pergeseran
dalam permintaan agregat menyebabkan tingkat output menyimpang dari tingkat
alamiah, kondisi ini menunjukkan kondisi booming dan penurunan dari siklus bisnis.
Meskipun berbeda secara teoritis, namun akhir dari ketiga model penawaran
agregat jangka pendek memenuhi persamaan:
Universitas Sumatera Utara

Y  Y   (P  P e)
  0
( 2 .2 )

Di mana Y adalah output, Y tingkat output alami, P adalah tingkat harga, P e adalah
tingkat harga yang diharapkan. Persamaan ini menunjukkan bahwa output
menyimpang dari tingkat alami bila tingkat harga menyimpang dari tingkat harga
yang diperkirakan. Parameter á menunjukkan berapa banyak output merespon
terhadap perubahan yang tidak diharapkan pada dalam tingkat harga, 1/á adalah
kemiringan dari kurva penawaran agregat.
2.1.1.2. Model harga yang kaku
Tingkat harga yang lebih tinggi menunjukkan bahwa biaya perusahaan lebih
tinggi, sehingga semakin tinggi tingkat harga keseluruhan maka semakin besar harga
yang akan dibebankan kepada konsumen, selanjutnya tingkat pendapatan yang lebih
tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan dan biaya
marginal akan naik pada tingkat model harga kaku (sticky price model) menekankan
bahwa perusahaan tidak secara instan menyesuaikan tingkat harga yang mereka
tetapkan sebagai respon terhadap perubahan permintaan karena tingkat harga
biasanya ditetapkan oleh kontrak jangka panjang. Tingkat harga tergantung pada dua
variabel makro yaitu tingkat harga keseluruhan P dan tingkat pendapatan agregat Y.
Produksi yang lebih tinggi sehingga semakin besar permintaan maka semakin
tinggi harga yang akan ditetatapkan produsen. Sehingga persamaannya dapat
dituliskan:
p  P  a (Y  Y )
( 2 .3 )
Universitas Sumatera Utara
Persamaan di atas meyatakan bahwa harga yang diinginkan p tergantung tingkat
harga keseluruhan P dan pada tingkat output agregat relatif terhadap tingkat
alamiah (Y  Y ) . a > 0 mengukur besar harga yang diinginkan perusahaan untuk
tingkat output agregat.
Dengan mengasumsikan dua produsen dengan harga yang fleksibel dan harga
yang kaku, maka perusahaan dengan harga kaku menetapkan harga yang mengacu
pada:
p  P
 a (Y
e
e
 Y
e
)
( 2 .4 )
Di mana e menunjukkan nilai yang diharapkan dari sebuah variabel, dengan asumsi
bahwa produsen mengharapkan output berada dalam tingkat alamiah, sehingga
a(Y e  Y e ) adalah nol. Maka perusahaan menetapkan harga:
p  P
e
( 2 .5 )
atau dapat diartikan bahwa produsen menetapkan harga berdasarkan prediksi
produsen lain menetapkan harga yang sama.
Dengan menggunakan kaidah penetapan harga dari dua produsen maka dapat
diderivasi persamaan penawaran agregat, dengan tingkat harga keseluruhan dari
perekonomian yang merupakan rata-rata tertimbang dari harga yang ditetapkan dari
dua produsen di atas. Jika s adalah fraksi dengan harga kaku dan (1-s) adalah fraksi
dengan harga fleksibel maka tingkat harga keseluruhan adalah:
P  sP
e
 ( 1  s )[ P  a ( Y
 Y
)
( 2 .6 )
Kurangi (1  s) P dari kedua sisi persamaan, maka didapat:
Universitas Sumatera Utara
sP  sP
e
 (1  s )[ a ( Y
 Y
)
( 2 .7 )
bagi kedua sisi dengan s untuk tingkat harga keseluruhan, maka:
P  P
e
 [( 1  s ) a / s ]( Y
 Y
)
( 2 .8 )
dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa bila mengharapkan harga yang tinggi
maka produsen harus menetapkan biaya produksi yang lebih tinggi, tingkat harga
yang tinggi ini akan menyebabkan produsen lain menetapkan tingkat harga yang
tinggi pula. Sehingga tingkat harga yang diharapkan tinggi maka akan menyebabkan
tingkat harga aktual menjadi tinggi. Selanjutnya ketika tingkat output tinggi maka
permintaan akan barang juga akan naik dan produsen dengan harga fleksibel akan
menetakan harga yang tinggi yang menyebabkan tingkat harga secara umum menjadi
naik.
Dapat disimpulkan bahwa tingkat harga keseluruhan tergantung pada tingkat
harga yang diharapkan dan pada tingkat output. Sehingga persamaan penetapan harga
agregat menjadi:

Y  Y   (P  P e)
Di
mana
( 2 .2 )
  s /( 1  s ) a ] . Model harga kaku menyatakan bahwa
penyimpangan output dari tingkat alamiah secara positif berkaitan dengan
penyimpangan tingkat harga dari tingkat harga yang diharapkan.
2.1.1.3. Model upah kaku
Model upah kaku (sticky wage model) menunjukkan implikasi dari upah
nominal yang kaku pada penawaran agregat. Tingkat upah cenderung kaku
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan tingkat upah biasanya ditetapkan dalam kontrak jangka panjang,
sehingga tingkat upah tidak dengan cepat disesuaikan ketika kondisi ekonomi
berubah. Untuk mengkajinya model ini perlu diperhatikan apa yang terjadi pada
jumlah output yang diproduksi ketika tingkat harga naik.
Ketika upah nominal tidak berubah, kenaikan tingkat harga akan menurunkan
upah rill, yang akan membuat tenaga kerja menjadi murah. Selanjutnya upah rill yang
lebih rendah akan mendorong perusahaan mengunakan lebih banyak tenaga kerja dan
tenaga kerja tambahan ini akan memproduksi lebih banyak output. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tingkat harga dan jumlah output berhubungan positif, kenaikan
kenaikan tingkat harga akan menaikkan jumlah output selama upah nominal tidak
disesuaikan.
Para pekerja dan perusahaan menetapkan upah nominal W berdasarkan upah
rill target  dan tingkat harga yang mereka harapkan P e , maka upah nominal
adalah:
W   xP
e
( 2.9)
setelah upah nominal ditetapkan sebelum tenaga kerja ditarik, perusahaan
mempelajari tingkat harga aktual P, maka upah rill menjadi:
W / P   x(P
e
/ P)
(2.10)
asumsi akhir dari model upah kaku adalah bahwa kesempatan kerja ditentukan oleh
jumlah tenaga kerja yang diminta perusahaan. Maka fungsi permintaan tenaga kerja:
Universitas Sumatera Utara
L  L d (W / P )
( 2.11)
yang menyatakan semakin rendah upah rill maka semakin banyak tenaga kerja yang
digunakan perusahan, sehingga dapat disimpulkan karena upah bersifat kaku,
perubahan pada tingkat harga akan menjauhkan upah rill dari upah rill target, dan
perubahan upah rill akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang digunakan serta
output yang diproduksi, sehingga kurva penawaran agregat dapat ditulis:

Y  Y   (P  P e)
( 2 .2 )
2.1.1.4. Model informasi tidak sempurna
Model informasi tak sempurna (imperfect information model) mengasumsikan
bahwa dalam pasar semua upah dan harga akan bebas menyesuaikan diri untuk
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Model ini juga mengasumsikan bahwa
setiap
produsen
dalam
perekonomian
memproduksi
barang
tunggal
dan
mengkonsumsi banyak barang. Karena jumlah barang begitu banyak para produsen
tidak dapat mengamati seluruh harga baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek. Mereka memantau dengan ketat harga barang yang mereka produksi, tetapi
kurang memantau harga seluruh barang yang mereka konsumsi.
Ringkasnya, model informasi tak sempurna menyatakan bahwa bila harga
aktul naik melebihi harga yang diharapkan, maka para produsen akan meningkatkan
output mereka, sehingga persamaan penawaran agregat dapat ditulis:

Y  Y   (P  P e)
( 2 .2 )
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.
Inflasi, Pengangguran dan Kurva Philips
Indikator kebijakan makro ekonomi adalah tingkat inflasi yang rendah dan
pengangguran yang rendah. Namun seringkali dua tujuan ini bertentangan atau
terjadinya trade off antara tingkat inflasi dan pengangguran. Seperti yang telah
dijelaskan Trade-off atau pertukaran ini disebut dengan kurva Philips yang
merupakan refleksi dari penawaran agregat jangka pendek dan ketika pembuat
kebijakan menggerakkan penawaran jangka pendek, maka pengangguran dan inflasi
akan bergerak pada arah yang berlawanan.
Inflasi
ðe+v
un
Pengangguran
Gambar 2.1. Kurva Philips
Dalam sudut pandang kurva Philips tingkat inflasi tergantung pada inflasi
yang diharapkan, pengangguran siklis (deviasi pengangguran dari tingkat alami) dan
guncangan penawaran. Ketiga hal tersebut ditunjukkan dalam persamaan:
  
e
  (u  u
n
)v
( 2 . 12 )
Universitas Sumatera Utara
Di mana  adalah tingkat inflasi,  e adalah tingkat inflasi yang diharapkan,
  (u  u n ) pengangguran siklis dan v guncangan penawaran. Tanda negatif pada
pengangguran siklis, dengan asumsi variabel yang lain tetap maka pengangguran
yang tinggi cenderung mengurangi inflasi.
Kurva Philips berasal dari derivasi dari persamaan untuk penawaran agregat
yaitu:
P  P
e
 ( 1 /  )( Y  Y )
( 2 . 13 )
dengan satu penambahan, satu pengurangan dan satu subtitusi, kita bisa
memanipulasi untuk mendapatkan hubungan antara inflasi dan pengangguran.
Pertama ditambahkan sisi kanan dengan guncangan penawaran v untuk
menunjukkan peristiwa eksogen seperti fluktuasi harga minyak dunia, yang
mengubah tingkat harga dan menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek.
P  P
e
 ( 1 /  )( Y  Y )  v
( 2 . 14 )
kedua, untuk mengubah tingkat harga menjadi tingkat inflasi kurangi tingkat harga
tahun lalu P-1 dari kedua sisi persamaan
P  P1  P
e
 P  1  ( 1 /  )( Y  Y )  v
( 2 . 15 )
P  P1 adalah perbedaan tingkat harga sekarang dan tingkat harga tahun lalu, yang
merupakan tingkat inflasi ( ) , sementara P e  P1 adalah perbedaan antara tingkat
harga yang diharapkan dan tingkat harga tahun lalu atau merupakan tingkat inflasi
yang diharapkan ( ) e sehingga persamaan akan berbentuk:
Universitas Sumatera Utara
  
e
 ( 1 /  )( Y  Y )  v
( 2 . 16 )
Kxetiga, untuk beralih dari output ke pengangguran dengan menggunakan
Hukum Okun, yang menyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah
berbanding terbalik dengan penyimpangan pengangguran dari tingkat alamiah. Bila
output lebih tinggi dari tingkat output alamiah, maka pengangguran lebih rendah dari
tingkat pengangguran alamiah, dan bentuk persamaannya:
( 1 /  )( Y  Y )    ( u  u
n
)
( 2 . 17 )
Kita subtitusi   (u  u n ) kepada (1 /  )(Y  Y ) pada persamaan sebelumnya, maka
didapat persamaan:
  
e
  (u  u
n
)v
( 2 . 12 )
Dari derivasi kurva Philips dapat disimpulkan, bahwa persamaan kurva
Philips dan persamaan agregat jangka pendek menunjukkan gagasan makro ekonomi
yang sama atau menunjukkan hubungan antara variabel rill dan nominal atau
dikotomi klasik tidak berlaku dalam jangka pendek.
Menurut persamaan agregat jangka pendek, output terkait dengan pergerakan
yang tidak diharapkan dalam tingkat harga. Namun menurut persamaan kurva Philips
pengangguran terkait dengan pergerakan yang tidak diharapkan dalam tingkat inflasi.
Model penawaran agregat lebih tepat menjelaskan output dan tingkat harga dan kurva
Philips menjelaskan pengangguran dan inflasi.
2.1.3.
Harga Minyak Dunia
Universitas Sumatera Utara
Secara umum fungsi penawaran agregat adalah fungsi dari faktor produksi,
dan dalam penelitian ini penulis menambahkan variabel harga minyak sebagai salah
satu variabel faktor produksi. Hal ini disebabkan karena sangat berfluktuasinya
pergerakan harga minyak di pasaran dunia sehingga kenaikan harga minyak akan
serta merta menaikkan biya produksi, dan kenaikan produksi ini akan meningkatkan
harga.
Tidak hanya meningkatkan tingkat harga secara umum, kenaikan harga
minyak dunia juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat karena sangat
strategisnya kondisi pergerakan harga minyak dan berdampak pada kondisi makro
ekonomi, sehingga penetapan harga minyak dalam negeri juga menjadi pertimbangan
makro ekonomi yang sangat sulit dan penetapan kenaikan maupun penurunan harga
minyak selalu menuai pro dan kontra.
Masuknya harga minyak sebagai salah satu variabel makro ekonomi yang
merupakan salah satu bentuk guncangan penawaran (v) akan mengubah tingkat harga
dan menggeser penawaran agregat, harga minya dunia ditambahkan sebagai variabel
yang mempengaruhi pergerakan inflasi di Indonesia. Maka bentuk persamaannya:
P  P
e
 ( 1 /  )( Y  Y )  v
( 2 . 14 )
Di mana P adalah tingkat harga, P e tingkat harga yang diharapkan, v adalah
guncangan penawaran yang berasal dari fluktuasi harga minyak dunia. Y adalah
tingkat output, Y adalah tingkat output alami dan (1 /  ) adalah kemiringan dari
kurva penawaran agregat.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Permintaan Agregat
Permintaan agregat atau aggregat demand adalah jumlah total dari barangbarang yang diminta dalam suatu perekonomian. Permintaan agregat menjelaskan
hubungan antara jumlah output yang diminta pada tingkat harga agregat, sehingga
permintaan agregat menunjukkan jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli orang
pada setiap tingkat harga.
Model permintaan agregat dimulai dari model IS-LM yang merupakan
keseimbangan antara sektor rill dan pasar keuangan. Model IS-LM adalah
interprestasi terkemuka dari teori Keynes yang bertujuan untuk menunjukkan apa
yang menentukan pendapatan nasional pada tingkat harga tertentu. Model IS-LM juga
menunjukkan apa yang menyebabkan pendapatan berubah dalam jangka pendek
ketika tingkat harga adalah tetap.
Model IS diawali dari perpotongan keynesia (keynesian cros) dan model LM
diawali dari preferensi likuiditas. Model IS menyatakan tingkat investasi dan
tabungan yang terjadi pada pasar barang dan jasa, atau menggambarkan hubungan
antara tingkat bunga serta tingkat pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa.
Model LM menyatakan hubungan tingkat bunga serta tingkat pendapatan yang
muncul di pasar uang.
2.1.4.1. Model IS
Dalam The General Teory, Keynes menyatakan bahwa pendapatan total
perekonomian dalam jangka pendek sangat ditentukan oleh keinginan rumah tangga,
perusahaan dan pemerintah dalam membelanjakan pendapatannya. Semakin banyak
Universitas Sumatera Utara
orang mengeluarkan pendapatannya maka semakin banyak barang dan jasa yang bisa
dijual perusahaan.
Keynesian cross diderivasi dari pengeluaran yang direncanakan, dengan
menggambarkan perbedaan antara pengeluaran aktual dan pengeluaran yang
direncanakan. Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah uang yang
dikeluarkan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah atas barang dan jasa yang
merupakan Produk Domestik Bruto (PDB). Pengeluaran yang direncanakan (planned
expenditure) adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan rumah tangga, perusahaan
dan pemerintah atas barang dan jasa.
Dalam perekonomian terbuka, maka pengeluaran yang direncanakan E,
sebagai jumlah konsumsi C, investasi yang direncanakan I, belanja pemerintah G dan
NX adalah net-eksport. Sehingga fungsi persamaannya:
Y  C  I  G  NX
( 2 . 18 )
Y  E
( 2 . 19 )
E  C  I  G  NX
( 2 . 20 )
C 
( 2 . 21 )
I 
f (Y  T )
f (r ,Y )
( 2 . 22 )
G  G
NX

( 2 . 23 )
f (e)
( 2 . 24 )
maka pengeluaran yang direncanakan:
E  C ( Y  T )  I ( r , Y )  G  NX
(e)
( 2 . 25 )
Universitas Sumatera Utara
E  f (T , G , r , e )
Di
mana,
Y
C konsumsi, I
NX
pengeluaran
( 2 . 26 )
aktual,
E pengeluaran
yang
direncanakan,
investasi, G pemerintah, T pajak, r tingkat bunga, net-eksport
dan nilai tukar e
Keynesian cross adalah keseimbangan dari pendapatan yang yang berasal dari
pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Keynesian cross
menunjukkan bagaimana rencana pengeluaran rumah tangga, perusahaan dan
pemerintah dalam menentukan pendapatan perekonomian. Keynesian cross juga
menyederhanakan bahwa tingkat investasi yang direncanakan adalah tetap dan
investasi yang direncanakan tergantung pada tingkat bunga r , dan hubungan tingkat
bunga juga investasi ditunjukkan pada persamaan
I  I (r )
( 2 . 27 )
Tingkat bunga adalah biaya pinjaman untuk mendanai biaya investasi, maka
kenaikan tingkat bunga akan mengurangi investasi yang direncanakan, hal ini
menggambarkan hubungan tingkat investasi dan tingkat bunga adalah negatif.
Pendapatan akan berubah ketika tingkat bunga berubah. Dengan mengkombinasikan
fungsi investasi dan Keynesian croos kita dapat melihat bagaimana pendapatan
berubah ketika tingkat bunga berubah.
Investasi memiliki hubungan terbalik dengan tingkat bunga, sehingga
kenaikan tingkat bunga akan mengurangi jumlah investasi yang direncanakan dan
akan
merubah
pengeluaran
yang
direncana.
Perubahan
pengeluaran
yang
Universitas Sumatera Utara
direncanakan akan menurunkan tingkat pendapatan sehingga kenaikan tingkat bunga
akan menurunkan tingkat pendapatan.
Investasi dan interaksi antara I dan Y yang ditunjukkan oleh Keynesian
croos. Setiap titik pada model IS menggambarkan keseimbangan di pasar barang dan
model IS mengilustrasikan bagaimana keseimbangan pendapatan bergantung pada
tingkat suku bunga. Karena naiknya tingkat bunga menyebabkan investasi yang
direncanakan turun sehingga model IS bergerak ke bawah.
2.1.4.2. Kebijakan fiskal menggeser IS
Model IS menjelaskan untuk tingkat bunga berapapun, tingkat pendapatan
akan mondorong pasar barang menuju ekuilibrium. Pada perpotongan keynesian,
tingkat pendapatan juga tergantung pada belanja Pemerintah G dan pajak T .
Ketika kita membangun model IS kita mempertahankan G
dan T
tetap, namun
ketika kebijakan fiskal berubah maka model IS juga akan bergeser.
Peningkatan belanja pemerintah G akan menggeser model IS ke kanan atas.
Keynesian cross menunjukkan bahwa perubahan kebijakan fiskal akan meningkatkan
pengeluaran yang direncanakan dan meningkatkan pendapatan keseimbangan. Kita
juga dapat menggunakan Keynesian cross pada perubahan dalam kebijakan fiskal
yang juga dapat menggeser model IS. Kebijakan fiskal tersebut adalah penurunan
pajak yang juga akan akan memperbesar pengeluaran dan pendapatan atau menggeser
model IS ke kanan. Selanjutnya penurunan belanja pemerintah dan peningkatan pajak
Universitas Sumatera Utara
akan mengurangi pendapatan dan karena perubahan dalam kebijakan fiskal akan
menggeser model IS kekiri.
Menurut (Mankiw, 2007) model IS menunjukkan kombinasi dari tingkat
bunga dan tingkat pendapatan terhadap keseimbangan pada pasar barang dan jasa.
Model IS digunakan untuk kebijakan fiskal tertentu dan perubahan pada kebijakan
fiskal yang meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser
model IS ke kanan, sementara perubahan kebijakan fiskal yang mengurangi
permintaan terhadap barang dan jasa akan menggeser model IS ke kiri.
2.1.4.3. Model LM
Model LM menjelaskan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat
pendapatan yang muncul di pasar uang, dan untuk memulai pemahaman tentang
model LM kita akan mulai dari teori tingkat bunga atau teori preferensi likuiditas
(theory of liquidity preference).
Dalam
buku
klasiknya
The
General
Theory,
Keynes
menjabarkan
pandangannya tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek,
atau biasa disebut teori preferensi likuiditas. Teori ini menyatakan bahwa tingkat
bunga disesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan untuk asset
perekonomian yang paling likuid yaitu uang.
Jika M menyatakan jumlah uang beredar, P menyatakan tingkat harga
maka
M / P adalah penawaran keseimbangan uang rill dan menurut teori
preferensi memiliki asumsi bahwa penawaran keseimbangan uang rill adalah tetap,
Universitas Sumatera Utara
( M / P ) s  ( M / P ) . Karena penawaran keseimbangan uang rill adalah tetap
atau tidak tergantung pada tingkat suku bunga, maka model penawarannya berbentuk
vertikal.
Permintaan terhadap keseimbangan uang rill yang ditegaskan oleh teori
preferensi menegaskan bahwa tingkat bunga adalah salah satu determinan dari berapa
banyak uang yang ingin dipegang, karena tingkat bunga merupakan opportunity cost
dari memegang uang. Ketika tingkat bunga naik, orang hanya ingin memegang lebih
sedikit uang. Sehingga dapat ditulis bahwa fungsi dari jumlah uang yang diminta
adalah tingkat bunga.
( M / P ) d  L(r)
( 2 . 28 )
Penawaran dan permintaan akan keseimbangan uang rill menentukan tingkat
bunga yang muncul di perekonomian, yaitu tingkat bunga disesuaikan untuk
menyeimbangkan pasar. Pada tingkat bunga keseimbangan jumlah uang rill yang
diminta sama dengan jumlah penawarannya.
Jika tingkat bunga berada di atas tingkat keseimbangan, maka jumlah uang rill
yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta sehingga orang-orang yang
memegang kelebihan jumlah uang beredar berusaha mengubah uang cash menjadi
bentuk yang menghasilkan bunga. Maka dapat disimpulkan teori preferensi likuiditas
menggambarkan hubungan terbalik dari jumlah uang beredar dengan tingkat suku
bunga, saat terjadi penurunan jumlah uang beredar maka akan menaikkan tingkat
suku bunga dan kenaikan jumlah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga.
Universitas Sumatera Utara
Model LM menunjukkan kombinasi tingkat bunga dan tingkat yang konsisten dengan
ekuilibrium dalam pasar keseimbangan uang rill. Penurunan dalam penawaran
keseimbangan uang rill menggeser model LM ke atas dan kenaikan dalam penawaran
keseimbangan uang rill akan menggeser model LM ke bawah.
2.1.4.4. Permintaan agregat
Model permintaan agregat atau aggregat demand diturunkan dari model ISLM, dari persamaan
( 2 . 18 ) dan persamaan
( 2 . 28 ) . Berdasarkan pada
persamaan tersebut, model IS memberikan kombinasi antara r dan Y yang memenuhi
persamaan pada pasar barang dan model LM memberikan kombinasi antara r dan Y
yang memenuhi persamaan pada pasar uang. Keseimbangan perekonomian adalah
titik di mana model IS dan LM saling berpotongan, titik ini menunjukkan tingkat
bunga r dan tingkat pendapatan Y yang memenuhi kondisi untuk keseimbangan baik
dipasar barang maupun pasar uang. Pada perpotongan ini juga menjelaskan bahwa
pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan dan permintaan
terhadap uang rill sama dengan penawarannya.
Permintaan agregat menggambarkan hubungan antara tingkat harga dan
tingkat pendapatan nasional, hubungan tersebut diderivasi dari teori kuantitas uang
yang menjelaskan bahwa pada jumlah uang beredar tertentu, tingkat harga yang lebih
tinggi akan menunjukkan tingkat pendapatan yang lebih rendah.
MV
 PY
( 2 . 29 )
Universitas Sumatera Utara
Di mana M adalah jumlah uang beredar, V adalah perputaran uang, P adalah tingkat
harga dan Y adalah jumlah output. Kenaikan jumlah uang beredar akan menggeser
kurva permintaan agregat ke kiri. Namun untuk memahami determinan permintaan
agregat secara lengkap kita menggunakan model IS-LM. Pada model IS-LM akan
terlihat pendapatan nasional turun ketika tingkat harga naik, dan permintaan agregat
miring ke bawah dan apa yang menyebabkan permintaan agregat bergeser.
Permintaan agregat miring ke bawah ketika tingkat harga berubah pada model
IS-LM, untuk setiap jumlah uang beredar M, tingkat harga P yang lebih tinggi akan
mengurangi penawaran keseimbangan uang rill M/P. Penawaran keseimbangan uang
rill yang lebih rendah akan menggeser model LM keatas dan akan mendongkrak
tingkat bunga keseimbangan, selanjutnya meningkatan harga dan akan menurunkan
pendapatan. Permintaan agregat menunjukkan hubungan negatif antara pendapatan
nasional dan tingkat harga. Dengan kata lain permintaan agregat menunjukkan
ekuilibrium yang muncul dalam model IS-LM ketika kita mengubah tingkat harga
dan melihat apa yang akan terjadi dengan pendapatan.
Semua hal yang merubah pendapatan pada model IS-LM selain perubahan
pada tingkat harga menyebabkan pergeseran pada permintaan agregat. Faktor yang
menyebabkan pergeseran permintaan agregat bukan hanya kebijakan moneter dan
fiskal, tetapi juga guncangan pada pasar barang (IS) dan guncangan pada pasar uang
(LM).
Universitas Sumatera Utara
Model permintaan agregat (aggregat demand) diderivasi dari model IS-LM,
dengan mensubtitusi persamaan ( 2 . 18 ) dan persamaan ( 2 . 28 ) .
M / P  L [ r , C ( Y  T )  I ( r , Y )  G  NX
M
( e ) ( 2 . 30 )
 P . L [ r , C ( Y  T )  I ( r , Y )  G  NX ( e )
( 2 . 31 )
maka:
P 
M
L [ r , C ( Y  T )  ( r , Y )  G  NX ( e )
( 2 . 31 )
P  f (M , r ,G ,T , e )
( 2 . 32 )
Sehingga kenaikan tingkat harga sangat dipengaruhi oleh jumlah uang
beredar, tingkat suku bunga, pengeluaran pemerintah dan pajak serta nilai tukar.
2.1.5. Keseimbangan Penawaran Agregat dan Permintaan Agregat
Model IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka
pendek ketika tingkat harga adalah tetap dan melihat bagaimana perubahan tingkat
harga mempengaruhi keseimbangan dalam model IS-LM juga menggunakan model
IS-LM untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga
disesuaikan untuk menjamin bahwa perekonomian berproduksi pada tingkat alamiah.
Sementara penawaran agregat diderivasi dari model harga kaku (sticky price
model), model upah kaku (sticky wage model) dan model informasi tidak sempurna
(imperfect information model), model inflasi dan pengangguran (kurva Philips) dan
penawaran agregat dengan guncangan (shock) harga minyak.
Universitas Sumatera Utara
Keseimbangan penawaran agregat dan permintaan agregat diturunkan dari
derivasi penawaran agregat dan permintaan agregat. Penawaran agregat diturunkan
dari persamaan (2.41) dan permintaan agregat diturunkan dari dari persamaan (2.31)
Maka keseimbangan agregat adalah:
AS
 AD
Subtitusi persamaan ( 2 . 14 ) kedalam persamaan ( 2 . 31 )
P 
M
L [ r , C ( Y  T )  ( r , Y )  G  NX ( e )
P e  (1 /  )( Y  Y )  v 
M
L [ r , C (Y  T )  ( r , Y )  G  NX ( e )
( 2 . 33 )
M  { P e  (1 /  )( Y  Y )  v }{ L [ r , C (Y  T )  ( r , Y )  G  NX ( e )} ( 2 . 34 )
M  P e  (1 /  )( Y  Y )  v  L [ r , C ( Y  T )  ( r , Y )  G  NX ( e ) ( 2 . 35 )
P e  M  (1 /  )( Y  Y )  v  L [ r , C ( Y  T )  ( r , Y )  G  NX ( e ) ( 2 . 36 )
Maka fungsi tingkat harga pada interaksi penawaran dan permintaan agregat adalah:
P  f (M ,u ,Y , v,G ,T , r, e)
( 2 . 37 )
Di mana P = tingkat harga
u = pengangguran
Y
= produk domestik bruto
v
= harga minyak dunia
M = jumlah uang beredar
Universitas Sumatera Utara
r
= tingkat suku bunga
G  T
e
= net government
= nilai tukar
2.1.6. Inflasi
Inflasi adalah fenomena moneter yang diakibatkan pertumbuhan moneter
yang berlebihan dan tidak stabil. Hal ini dapat dilihat dari efek fisher yang
menyatakan bahwa inflasi merupakan pengurangan dari tingkat bunga nominal (r)
dengan tingkat bunga rill (i)
r  i  
atau
ð=r-i
( 2 . 38 )
(efek fisher)
efek fisher menunjukkan tingkat bunga bisa berubah karena tingkat bunga rill
berubah atau tingkat inflasi berubah.
Keynes dalam Atmadja (1999) mengatakan bahwa inflasi terjadi karena
masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga
menyebabkan permintaan agregat melebihi penawaran agregat
yang akan
menyebabkan terjadinya inflationary gap.
Menurut A.P Lehner inflasi adalah keadaan di mana terjadinya kelebihan
permintaan (Axcess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara
keseluruhan (Anton H. Gunawan, 1991). Menurut Budiono (1995) inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila
Universitas Sumatera Utara
kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari
barang-barang lain.
Sehingga dapat didefinisikan inflasi adalah fenomena moneter yang
menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan terjadi secara terus menerus.
Ada tiga kriteria yang perlu diamati untuk melihat sudah terjadinya inflasi yaitu
kenaikan harga, bersifat umum dan terjadi secara terus menerus
Laju inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum dari setiap jenis
produk pada periode waktu tertentu. Indikator untuk menghitung laju inflasi adalah
indeks harga konsumen (consumer price index), indeks harga produsen dan indeks
harga implisit (GNP deflator).
Inflasi dapat dibedakan berdasarkan tingkat laju inflasi yaitu:
1. Moderat Inflation adalah laju inflasi antara 7-10% merupakan yang ditandai
dengan kenaikan harga-harga secara lambat.
2. Galloping Inflation adalah inflasi ganas dengan tingkat laju inflasi antara 20100%
yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap
perekonomian.
3. Hyper Inflation adalah inflasi dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi di atas
100%. Inflasi ini dapat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat.
Inflasi juga dapat dibedakan dasarkan sumber dan penyebab inflasi, dari
sebab-musababnya inflasi dapat timbul karena adanya peningkatan permintaan
masyarakat (demand pull inflation), karena desakan naiknya biaya produksi (cost
push inflation), serta karena keduanya (mixed inflation).
Universitas Sumatera Utara
2.1.6.1 Demand pull inflation
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perkonomian yang sedang berkembang
pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan dan selanjutnya
menaikan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli akan mendorong permintaan
melebihi supply produk yang tersedia. Sehingga permintaan agregat meningkat lebih
cepat dibandingkan dengan supply produk sehingga harga akan naik dan terjadi
inflasi akses dari peningkatan demand masyarakat.
Pendapatan
Permintaan Agregat
Harga
maka yang terjadi inflasi.
Seperti telah sering dijelaskan karena JUB (jumlah uang beredar) meningkat,
permintaan masyarakat untuk berkonsumsi akan cenderung meningkat, dan
peningkatan ini akan menggeser permintaan ke kanan, sehingga meskipun produksi
dan permintaan naik, namun harga akan naik, sehingga bila ini terjadi pada semua
barang akan menimbulkan inflasi.
2.1.6.2 Cost push inflation
Inflasi ini terjadi akibat dari dorongan kenaikan biaya produksi secara terus
menerus. Kenaikan biaya produksi bisa berawal dari kenaikan harga faktor produksi
seperti upah tenaga kerja, harga energi (minyak, batubara dan gas), harga bahan baku,
kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan BBM dan lain-lain. Kenaikan ini akan
mendorong kenaikan biaya produksi dan akhirnya mendorong kenaikan harga barangbarang secara umum.
Universitas Sumatera Utara
Harga Energi
biaya produksi
harga
maka terjadi inflasi.
Kenaikan harga terjadi akibat meningkatnya biaya produksi, yang mendorong
produsen untuk mengurangi jumlah produksinya, akibatnya jumlah produksi
berkurang dan harga naik.
Bila diperhatikan, dampak dari kenaikan harga lebih buruk dari proses yang
terjadi karena dorongan demand pull, karena selain kenaikan harga, jumlah produksi
juga berkurang, sehingga selain harus menanggung kenaikan harga, masyarakat juga
mengalami kesulitan dalam mendapatkan produk. Dengan pendapat yang sedikit
berbeda, Nopirin (1997) berpendapat bahwa karena inflasi merupakan proses
kenaikan harga-harga umum, di mana harga umum ditentukan oleh permintaan dan
penawaran agregat, maka inflasi dapat disebabkan oleh perubahan permintaan dan
atau penawaran agregat. Oleh karena itu, pengendalian inflasi dapat dilakukan
melalui dua variabel tersebut.
2.2.
Peneliti Terdahulu
1. Jannita Devi (2006) Analisis inflasi di Indonesia, dengan variable independent
produk domestik bruto, nilai tukar dan jumlah uang beredar penelitian
menggunakan model ekonometrik sederhana dengan data sekunder time series
yang bersifat kuantitatif tahun 2000-2005. Data dianalisis dengan metode OLS
(Ordinary Least Square) dengan program Eviews 4.1. Hasil penelitian
menunjukkan secara serentak PDB, nilai tukar dan jumlah uang beredar
berpengaruh secara sifnifikan terhadap inflasi di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2. Linggar Ikhsan Nugroho (2004), Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju
inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter di Indonesia setelah masa krisis
1997 dengan variable independent jumlah uang beredar (JUB), nilai tukar
(KURS) dan tingkat suku bunga Bank Indonesia (SBI) dengan analisis regresi
linear berganda dengan model dinamis koreksi kesalahan Engle-Granger, untuk
ketepatan analisis dilakukan uji stasionaritas data, uji asumsi klasik dan uji
statistik. Hasil analisis menyebutkan bahwa jumlah uang beredar dalam jangka
pendek mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan sedangkan dalam jangka
panjang tidak berpengaruh terhadap laju inflasi di Indonesia. Nilai tukar rupiah
dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang negatif signifikan sedangkan
jangka panjang berpengaruh secara positif signifikan, sedangkan tingkat suku
bunga dalam jangka pendek berpengaruh secara positif dan signifikan sedangkan
dalam jangka panjang tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju
inflasi di Indonesia.
3. Ferry Andrianus dan Amelia Niko: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
inflasi di Indonesia periode 1997: 3-2005: 2 dengan variable independent jumlah
uang beredar (JUB), produk domestik bruto, nilai tukar dan suku bunga deposito,
dengan analisis regresi linear berganda (OLS) dan metode Partial Adjusment
Model. Hasil analisis menyatakan bahwa pengaruh tingkat suku bunga sangat
dominan terhadap inflasi di Indonesia periode 1997: 3-2005: 2 dibandingkan
dengan nilai tukar.
Universitas Sumatera Utara
4. Endri: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia periode
1997-2005 dengan variable independent yaitu variable domestic meliputi SBI,
Out put Gap dan GDP dengan variable eksternal yaitu nilai tukar dan CPI
Amerika. Analisis menggunakan model analisis kointegrasi dan model koreksi
kesalahan (ECM). Hasil analisis menemukan selama periode nilai tukar
mengambang dalam jangka panjang instrumen kebijakan moneter (SBI rate), out
put gap dan nilai tukar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi. Dalam
jangka pendek kecepatan penyesuaian nilai tukar cukup besar untuk kembali ke
keseimbangan jangka panjang. Dengan menggunakan impulse response dan
varian decomposition menunjukkan bahwa suku bunga SBI, nilai tukar dan out
put gap mempunyai kontribusi yang cukup signifikan dalam mempengaruhi
inflasi di Indonesia.
5. Mariyani Dewi: analisis pengaruh harga minyak dunia terhadap variabel makro
ekonomi Indonesia periode 1993: I-2005: IV dengan variabel independen yaitu
nilai tukar, inflasi, output dan jumlah uang beredar sebagai variabel makro
ekonomi. Dengan menggunakan metode VAR diperoleh pengaruh shock harga
minyak dunia yang direspon jangka pendek oleh variabel makro ekonomi sekitar
dua kuartal. Sedang berdasarkan hasil analisis variance decomposition
menunjukkan, ketika ketika sebagai negara pengekspor variabel nilai tukar
merespon sangat besar shock harga minyak dunia, sementara pada posisi net
importir kontribusi variabel inflasi memberikan respon yang paling kuat.
Universitas Sumatera Utara
6. Jamilah Lestyowati: Analisis pengaruh belanja pegawai pemerintah, investasi dan
jumlah uang beredar terhadap inflasi di Indonesia dengan variabel independen
yaitu belanja pagawai pemerintah, investasi dan jumlah uang beredar dan variable
dependent adalah tingkat inflasi. Dengan menggunakan metode Ordinary least
Square
(OLS)
berusaha
mengidentifikasi
faktor-faktor penyebab
inflasi
di Indonesia dengan menggunakan data sekunder tahun 1985-2007. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama belanja pegawai pemerintah,
investasi dan jumlah ung beredar berpengaruh secara signifikan terhadap inflasi
di Indonesia. Sedangkan secara parsial, belanja pegawai pemerintah dan investasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi sedangkan jumlah uang
beredar
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap
inflasi.
Dengan
membandingkan koefisien asing-masing variabel bebas terlihat bahwa jumlah
uang beredar merupakan variabel utama yang memberikan kontribusi paling besar
dalam hubungannya dengan inflasi di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Kerangka Konsep
Penawaran Agregat
1. Pengangguran
2. Harga Minyak Dunia
Tingkat Inflasi
Permintaan Agregat
1. Produk Domestik bruto
2. Jumlah Uang Beredar
3. Net-Government
4. Tingkat Bunga
5. Nilai Tukar
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Analisis Inflasi dan Variabel Ekonomi Makro
di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2.4.
1.
Hipotesis
Inflasi berkontribusi terhadap pengangguran, harga minyak dunia, produk
domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga dan nilai
tukar di Indonesia.
2.
Pengangguran berkontribusi terhadap inflasi, harga minyak dunia, produk
domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga dan nilai
tukar di Indonesia.
3.
Harga minyak dunia berkontribusi terhadap inflasi, produk domestik bruto
jumlah uang beredar, net-government, tingkat bunga, nilai tukar dan
pengangguran di Indonesia.
4.
Produk domestik bruto berkontribusi terdap inflasi, jumlah uang beredar, netgovernment, tingkat bunga, nilai tukar, pengangguran dan harga minyak dunia
di Indonesia.
5.
Jumlah uang beredar berkontribusi terhadap inflasi, net-government, tingkat
bunga, nilai tukar, pengangguran dan harga minyak dunia dan produk domestik
bruto di Indonesia.
6.
Net-government berkontribusi terhadap inflasi tingkat bunga, nilai tukar,
pengangguran, harga minyak dunia, produk domestik bruto dan jumlah uang
beredar di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
7.
Tingkat bunga berkontribusi terhadap inflasi nilai tukar, pengangguran, harga
minyak dunia, Produk domestik bruto, jumlah uang beredar dan net-government
di Indonesia.
8.
Nilai tukar berkontribusi terhadap inflasi, pengangguran, harga minyak dunia,
Produk domestik bruto, jumlah uang beredar, net-government dan tingkat bunga
di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Download