BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Verbal Abuse 1. Definisi verbal abuse Verbal abuse atau biasa disebut emotional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan (Wong, 1996). Verbal abuse terjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode (Jallaludin, 2006). 2. Bentuk verbal abuse Bentuk dari verbal abuse adalah sebagai berikut (Martha, 2008) : a. Tidak sayang dan dingin Tindakan tidak sayang dan dingin ini berupa misalnya : menunjukan sedikit atau tidak sama sekali rasa sayang kepada anak (seperti pelukan), kata-kata sayang. b. Intimidasi Tindakan intimidasi bisa berupa : berteriak, menjerit, mengancam anak, dan mengertak anak. 7 c. Mengecilkan atau mempermalukan anak Tindakan mengecilkan atau mempermalukan anak dapat berupa seperti : merendahkan anak, mencela nama, membuat perbedaan negatif antar anak, menyatakan bahwa anak tidak baik, tidak berharga, jelek atau sesuatu yang didapat dari kesalahan. d. Kebiasaan mencela anak Tindakan mencela anak bisa dicontohkan seperti : mengatakan bahwa semua yabg terjadi adalah kesalahan anak. e. Tidak mengindahkan atau menolak anak Tindakan tidak mengindahkan atau menolak anak bisa berupa : tidak memperhatikan anak, memberi respon dingin, tidak peduli dengan anak. f. Hukuman ekstrim Tindakan hukuman ekstrim bisa berupa : mengurung anak dalam kamar mandi, mengurung dalam kamar gelap. Mengikat anak di kursi untuk waktu lama dan meneror. 3. Akibat verbal abuse Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun psikologis (Soetjiningsih, 1995). Namun , verbal abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak, tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan. Verbal abuse yang dilakukan orang tua menimbulkan luka lebih dalam pada kehidupan dan perasaan anak melibihi perkosaan (Elli, 2006). Berikut dampak-dampak psikologis akibat kekerasan verbal pada anak (Ria, 2008; Widyastuti, 2006) : 8 a. Anak menjadi tidak peka dengan perasaan orang lain Anak yang mendapatkan perlakuan kekerasan emosional secara terus menerus akan tumbuh menjadi anak yang tidak peka terhadap perasaan orang lain. Sehingga kata-katanya cenderung kasar (walaupun maksudnya bercanda). b. Menganggu perkembangan Anak yang mendapat perlakuan kekerasan verbal terus menerus akan memiliki citra diri yang negatif. Hal ini yang mengakibatkan anak tidak mampu tumbuh sebagai individu yang penih percaya diri. c. Anak menjadi agresif Komunikasi yang negatif mempengaruhi perkembangan otak anak. Anak akan selalu dalam keadaan terancam dan menjadi sulit berpikir panjang. Anak menjadi kesulitan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Ini berkaitan dengan bagian otak yang bernama koteks, pusat logika. Bagian ini hanya bisa dijalankan kalau emosi anak dalam keadaan tenang. Bila anak tertekan, maka input hanya sampai ke batang otak. Sehingga sikap yang timbul hanya berdasarkan insting tanpa dipertimbangkan lebih dulu. Akibatnya anak berperilaku agresif. d. Gangguan emosi Pada anak yang sering mendapatkan perlakuan yang negatif dari orang tuanya akan berakibat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif, dalam mengatasi sifat agresif. Perkembangan 9 hubungan sosial dengan orang lain. Selain itu juga, beberapa anak menjadi lebih agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa. e. Hubungan sosial terganggu Pada anak-anak ini menjadi susah bergaul dengan temantemannya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai teman sedikit, dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan kriminal lainnya. f. Kepribadian sociopath atau antisocial personality disosde Penyebab terjadinya kepribadian ini adalah verbal abuse. Kalau ini dibiarkan anak akan menjadi orang yang eksentrik, sering membolos, mencuri, bohong, bergaul dengan anak-anak nakal, kejam pada binatang, dan prestasi yang buruk di sekolah. g. Menciptakan lingkaran setan dalam keluarga Anak akan mendidik anaknya lagi dengan satu-satunya cara yang dia ketahui yaitu verbal abuse. Karena anak merupakan peniru yang ulung. Akibatnya lingkaran setan ini akan terus berlanjut dan kekerasan ini menjadi budaya di masyarakat. h. Bunuh diri Anak yang mendapatkan perkataan yang bernada negatif secara terus menerus maka akan mengakibatkan anak menjadi lemah mentalnya, karena merasa tidak ada orang di dunia ini yang sanggup mencintainya apa adanya. Dan hal ini berakibat fatal, anak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri. 10 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Orang Tua Melakukan verbal abuse Ada beberapa faktor yang mempengaruhi orang tua melakukan verbal abuse, diantaranya (Soetjiningsih, 1995) : 1. Faktor Intern a. Faktor pengetahuan orang tua Kebanyakan orang tua tidak begitu mengetahui atau mengenal informasi mengenai kebutuhan perkembangan anak, misalnya anak belum memungkinkan untuk melakukan sesuatu tetapi karena sempitnya pengetahuan orang tua anak dipaksa melakukan dan ketika memang belum bisa dilakukan orang tua menjadi marah, membentak dan mencaci anak. Orang tua yang mempunyai harapan-harapan yang tidak realistik terhadap perilaku anak berperan memperbesar tindakan kekerasan pada anak. Serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pendidikan anak dan minimnya pengetahuan agama orang tua melatarbelakangi kekerasan pada anak. Pandangan yang keliru tentang posisi anak dalam keluarga. Orang tua menganggap bahwa anak adalah seseorang yang tidak tahu apa-apa. Dengan demikian pola asuh apapun berhak dilakukan oleh orang tua (Fitri, 2008). b. Faktor pengalaman orang tua Orang tua yang sewaktu kecilnya mendapat perlakuan salah merupakan situasi pencetus terjadinya kekerasan pada anak. Semua tindakan kepada anak akan direkam dalam alam bawah sadar mereka 11 dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa. Anak yang mendapat perilaku kejam dari orang tuanya akan menjadi agresif dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam pada anaknya. Orang tua yang agresif akan melahirkan anak-anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang agresif pula. Gangguan mental (mental disorder) ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil (Rahmat, 2006). 2. Faktor Ekstern a. Faktor ekonomi Sebagian besar kekerasan rumah tangga dipicu faktor kemiskinan, dan tekanan hidup atau ekonomi. Pengangguran, PHK, dan beban hidup lain kian memperparah kondisi itu. Faktor kemiskinan dan tekanan hidup yang selalu meningkat, disertai dengan kemarahan atau kekecewaan pada pasangan karena ketidakberdayaan dalam mengatasi masalah ekonomi menyebabkan orang tua mudah sekali melimpahkan emosi kepada orang sekitarnya. Anak sebagai makhluk lemah, rentan, dan dianggap sepenuhnya milik orang tua, sehingga menjadikan anak paling mudah menjadi sasaran dalam meluapkan kemarahannya. Kemiskinan sangat berhubungan dengan penyebab kekerasan pada anak karena bertambahnya jumlah krisis dalam hidupnya dan disebabkan mereka mempunyai jalan yang terbatas dalam mencari sumber ekonomi. Kemiskinan sangat berhubungan dengan penyebab kekerasan pada anak karena bertambahnya jumlah krisis dalam hidupnya dan 12 disebabkan mereka mempunyai jalan yang terbatas dalam mencari sumber ekonomi. Karena tekanan ekonomi orang tua mengalami stress yang berkepanjangan, menjadi sensitive, mudah marah. Kelelahan fisik tidak memberinya kesempatan untuk bercanda dengan anak-anak, terjadilah verbal abuse (Dita, 2007). b. Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga mempengaruhi tindakan kekerasan pada anak. Lingkungan hidup dapat meningkatkan beban perawatan pada anak. Dan juga munculnya masalah lingkungan yang mendadak juga turut berperan untuk timbulnya kekerasan verbal. Telivisi sebagai suatu media yang paling efektif dalam menyampaikan berbagai pesanpesan pada masyarakat luas yang merupakan berpotensial paling tinggi untuk mempengaruhi perilaku kekerasan orang tua pada anak. Orang tua menjadi memeiliki masalah berat dalam hubungannya dengan anak-anak mereka. Orang tua menjadi memiliki konsep-konsep yang kuat dan kaku mengenai apa yang benar dan apa yang salah bagi anak-anak mereka. Semakin yakin orang tua atas kebenaran dan nilai-nilai keyakinannya, semakin cenderung orang tua memaksakan kepada anaknya (Stuart dan Sundeen, 1991). 13 B. Orang Tua 1. Definisi Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga (Habibi, 2008). Ayah dan Ibu ditambah dengan anak akan membentuk sebuah unit terkecil dalam masyarakat yang disebut dengan keluarga (Soetjiningsih, 1995). 2. Peran orang tua Peran orang tua dalam keluarga yang ideal maka ada 2 individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan ibu, secara umum peran kedua individu tersebut adalah : a. Peran ibu adalah : 1) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik. 2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, penuh kasih sayang dan konsisten. 3) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak. 4) Menjadi contoh yang teladan bagi anak. b. Peran ayah adalah : 1) Ayah sebagai pencari nafkah. 2) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan pemberi rasa aman. 3) Ayah berpartisipasi dalam pendidikan anak. 4) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana dan mengasihi. 14 C. Anak Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, dimana dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004). Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangna yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Masa prasekolah yaitu antara usia 3 - 6 tahun, dimana pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata 2kg pertahunnya dan tinggi badan bertambah sekitar 6,75 - 7,5 cm tiap tahunnya (Supartini, 2004).. Anak prasekolah menyempurnakan penguasaan terhadap tubuh mereka dan merasa cemas menunggu awal pendidikan formal. Banyak orang menyadari hal ini merupakan masa yang paling menarik untuk orang tua karena anak-anak menjadi kurang negatif, dapat lebih secara akurat membagi pemikiran mereka, dan dapat leih secara efektif berinteraksi dan berkomunikasi. Perkembangan fisik terus berlangsung menjadi lambat dimana perkembangan kognitif dan psikososial terjadi cepat (Perry & Potter, 2005). Tahap perkembangan anak usia prasekolah dapat dilihat dari berbagai aspek teori. Wong (2000) dalam bukunya wong’s essential of pediatric nursing memaparkan teori-teori perkembangan usia prasekolah sebagai berikut : 15 1. Teori psikoseksual Teori psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud (1939), yang merupakan proses dalam perkembangan anak dengan pertambahan pematangan fungsi struktur serta kejiwaan yang dapat menimbulkan dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara umum untuk menjadikan diri anak menjadi orang dewasa. Perkembangan psikoseksual yang terjadi pada usia prasekolah adalah tahap oedipal atau phalik. Pada tahap ini kepuasan pada anak terletak pada rangsangan autoerotic yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, serta suka pada lawan jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya dari pada ayahnya demikian juga sebaliknya, anak perempuan suka pada ayahnya. 2. Teori psikososial Perkembangan ini dikemukakan oleh Erikson (1963) bahwa anak dalam perkembangannya selalu dipengaruhi oleh lingkungan social. Pada usia prasekolah perkembangan yang terjadi adalah tahap inisiatif dan rasa bersalah. Pada tahap ini anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktivitasnya, dan apabila tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan tambah perasaan bersalah pada diri anak. 3. Teori perkembangan kognitif Perkembangan kognitif pada anak menurut Pieget (1952) membagi dengan empat tahap, diantaranya tahap sensori motor, tahap praoperasional, tahap konkret dan tahap formal operasional. Anak usia 16 prasekolah menurut teori ini berada pada tahap praoperasional. Anak belum mampu mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam pikiran anak, perkembangan anak masih bersifat transduktif menganggap semuanya sama, seperti seorang pria di keluarga adalah ayah maka semua pria adalah ayah. Pikiran yang kedua adalah pikiran animisme selalu mempertahankan adanya benda mati,, seperti apabila anak terbentur benda mati maka anak akan memukul kearah benda tersebut. 4. Teori perkembangan psikomoral Perkembangan psikomoral ini dikemukakan oleh Kohlberg (1968) dalam memandang tumbuh kembang anak yang ditinjau dari segi moralitas anak dalam menghadapi kehidupan. Pada usia prasekolah anak berada pada tahap premoral. Tahap ini memiliki cirri-ciri terdapat sedikit kewaspadan mengenai apa yang dimaksud dengan perilaku moral yang bias diterima secara social. Control didapatkan dari luar dirinya. Anak menyerah kepada kekuatan dan kepemilikanh, hidup dinilai untuk jumlah dan kekuatan dari kepemilikan. D. Perilaku 1. Definisi Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku terdiri dari (perception), respon terpimpin (guided respon), mekanisme (mechanisme), adopsi (adoption) (Notoatmojo, 2003). 17 2. Bentuk perilaku Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmojo, 2003) : a. Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respona terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. 3. Faktor-faktor yang mempengaruihi perilaku Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Yang dikutip oleh Notoatmojo (2000) Lawrence Green mengatakan bahwa perilaku dipengaruhi tiga faktor : a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut 18 masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Faktor ini pada hakekatnya mendukung akan memungkinkan terwujud perilaku kesehatan. c. Faktor-faktor penguat (reenforcing factors) Faktor-faktor penguat ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas kesehatan. E. Kerangka Teori Faktor Intern 1. Pengetahuan 2. Pengalaman Perilaku Verbal abuse Faktor Ekstern Akibat pada anak : 1. Anak menjadi tidak peka 2. Menganggu perkembangan 3. Agresif 4. Gangguan emosi 5. Hubungan sosial terganggu 6. Kepribadian sociopath 7. Menciptakan lingkaran setan 8. Bunuh diri 1. Ekonomi 2. Lingkungan F. Kerangka konsep Variabel Bebas Pengetahuan Pengalaman Ekonomi Lingkungan Variabel Terikat Perilaku verbal abuse 19 G. Hipotesa 1. Terdapat pengaruh pengetahuan dengan perilaku orang tua melakukan verbal abuse pada anaknya. 2. Terdapat pengaruh pengalaman dengan perilaku orang tua melakukan verbal abuse pada anaknya. 3. Terdapat pengaruh ekonomi dengan perilaku orang tua melakukan verbal abuse pada anaknya. 4. Terdapat pengaruh lingkungan dengan perilaku orang tua melakukan verbal abuse pada anaknya. 11aa 20