socrates dan pemikirannya

advertisement
SOCRATES DAN PEMIKIRANNYA
Oleh: Dewi Dianawati
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan
konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu
sikap seseorang yang sadar dan berfikir dewasa dalam segala sesuatu secara mendalam dan
ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Pekembangan
filsafat dimulai dari jaman filsafat kuno sampai dengan filsafat moderen. Berbagai pemikiranpemikiran baru bermunculan dan bersama-sama mencari kebenaran untuk mencapai suatu
kebenaran yang sejati.
Dengan adanya filsafat lahirlah tokoh-tokoh yang membuat perubahan dengan
berbagai pemikiran-pemikirannya. Pemikiran-pemikiran itu menjadikan orang menggunakan
akalnya untuk berfikir lebih dalam dan menggali ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat
hingga kini. Berbagai penemuan baru telah diperoleh sehingga menjadikan seseorang lebih
bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan yang ada.
Pada makalah ini, penulis akan membahas tokoh filsuf Athena yang banyak
berpengaruh dalam sejarah filsafat Yunani Kuno. Dia adalah Socrates, di dalam makalah ini
penulis akan mencoba menguraikan berbagai pemikiran-pemikiran Socrates yang sangat
kontroversial di jamannya serta melirik tentang perjalanan hidup seorang Socrates yang
terkenal dengan pribadinya yang baik dan sederhana.
A. BIOGRAFI SOCRATES
Socrates (470 SM – 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan
salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena,
tanggal 4 Juni 470 SM, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar di
Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Plato dan Aristoteles merupakan murid
Socrates. Ayah Socrates berprofesi sebagai pemahat patung dari batu (stone mason)
bernama Sophroniscos. Ibunya adalah seorang bidan yang bernama Phainarete, dari sinilah
Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan. Socrates beristri
seorang perempuan bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Ramprocles,
Sophroniscos dan Menexene. Socrates adalah sosok tokoh filosuf yang penuh teka-teki
dalam sejarah perkembangan filsafat. Ia tidak pernah menulis sebaris kalimatpun dalam
sebuah tulisan.
Masa hidup Socrates sezaman dengan kaum sofis. Ia terkenal sebagai orang yang
berbudi baik, jujur, dan adil. Cara menyampaikan pemikirannya kepada para pemuda ia
menggunakan metode tanya jawab. Sebab itu ia memperoleh banyak simpati dari para
pemuda di negerinya. Namun ia juga kurang disenangi oleh orang banyak dengan
menuduhnya sebagai orang yang merusak moral para pemuda negerinya. Selain itu ia juga
dituduh menolak dewa-dewa atau tuhan-tuhan yang telah diakui negara.
Kelanjutan dari tuduhan terhadap dirinya menjadikan ia diadili oleh pengadilan
Athena. Dalam proses pengadilan ia mengatakan pembelaanya yang kemudian ditulis oleh
Plato dalam naskahnya yang berjudul Apologi. Plato mngisahkan adanya tuduhan itu.
Tuduhan mengatakan bahwa Sokrates tidak hanya menentang agama yang diakui oleh
Negara, akan tetapi juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri. Salah seorang yang
mendakwanya yaitu Melithus, mengatakan bahwa dia adalah seorang tak-berTuhan dan
menambahkan: Socrates berkata matahari adalah batu dan bulan adalah tanah. Socrates
1
tentu saja mengatakan bahwa tuduhan baru yang mengatakan dia atheis ini bertentangan
dengan dakwaan sebelumnya, dan selanjutnya ia memaparkan berbagai pendangan yang
lebih luas.
Buku Apologi memberi gambaran jelas tentang sosok manusia tertentu: seorang
manusia yang sangat percaya diri, berjiwa besar, tak peduli pada kesukaan duniawi, yakni
bahwa ia dibimbing oleh suara illahi, dan yakin bahwa penalaran yang jernih adalah syarat
terpenting untuk hidup secara benar. Dalam Apologi, Socrates membela dirinya bukanlah
demi kepentingannya sendiri, melainkan demi kepentingan para hakim. Menurutnya, para
hakim adalah nyamuk masyarakat, dikirim dewa ke negeri itu, dan tak mudah menemukan
orang lain semacam dia (Socrates). Sokrates menjawab (menyangkal) tuduhan itu, dan
menanyakan kepadanya , siapakah orang yang memperbaiki pemuda. Melithus menjawab
mula-mula para hakim, kemudian terdesak sedikit mengatakan bahwa semua orang Athena
kecuali Sokrates memperbaiki pemuda. Sokrates mengucapkan selamat bahwa Athena
memiliki nasib baik untuk memiliki begitu banyak orang yang berusaha memperbaiki
pemuda, dan orang-orang baik tentu lebih pantas untuk dipergauli dari pada orang jelek,
maka dari itu ia tidak akan dapat menjadi begitu bodoh untuk dapat merusak mereka
dengan sengaja. Setelah keputusan dibacakan, ia ditolak hukuman alternatif sebesar tiga
puluh minae (yang untuk ini Socrates menyebut nama Plato sebagai salah seorang yang
sanggup membayarnya, dan hadir dalam sidang itu), dan Sokrates menyampaikan pidato
terakhiranya tentang kematian. Ia mengatakan bahwa kematian bukanlah akhir dari
segalanya, kematian merupakan terpisahnya jasad dari ruh untuk melanjutkan ke dunia
selanjutnya. Dalam proses pengadilan Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 280
melawan 220 (Bertens, 1975:82). Ia dituntut hukuman mati. Sokrates dihukum mati
dengan meminum racun, ada yang menyebutkan racun dari tumbuhan cemara, yang jelas
racun itu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Cara matinya juga memberikan contoh, betapa seorang filosof setia kepada
ajarannya dan tetap menggenggam teguh keyakinanya meskipun nyawa menjadi
taruhannya. Sokrates telah meninggal dunia, tetapi nama dan pemikiran-pemikirannya
tetap hidup untuk selama-lamanya. Socrates merupakan orang yang biasa-biasa saja,
semua orang sepakat bahwa raut muka Socrates amat buruk, hidungnya papak dan
perutnya begitu gendut; ia “lebih jelek ketimbang para Silenus dalam drama Satiris”
(Xenopon, Symposium). Ia selalu mengenakan pakaian kumal dan tua, kemanapun ia pergi
selalu bertelanjang kaki. Sikapnya yang tak peduli pada panas dan dingin, lapar dan haus
mengherankan semua orang. Dalam Symposium, Alkibiades yang mengisahkan Socrates
ketika menjalani tugas militer bahwa dia lebih tanggung dibandingkan teman-teman
lainnya. Ketika dalam keadaan terputus dalam perbekalan dan terpaksa berangkat tanpa
makanan, dia tetap perkasa dibandingkan yang lain. Pada saat itu cuaca sedang beku,
tanpa menghiraukan rasa dingin dia tetap melangkah dengan pasti diatas tumpukan es
yang membatu dengan berpakaian seperti biasanya, kumal dan bertelanjang kaki.
Kemampuan mengendalikan semua nafsu jasmani terus-menerus ditonjolkan. Dia jarang
minum anggur, namun selagi dia mau, dia lebih kuat minum dibanding semua orang.
B. PEMIKIRAN SOCRATES
Kaum sofis hidup sejaman dengan Socrates, dan memang ada kesamaan pendapat
diantara keduanya itu. Menurut Cicero, Socrates memindahkan filsafat dari langit ke bumi,
artinya sasaran yang diselidiki bukan lagi jagat raya, melainkan manusia. Akan tetapi
2
bukan hanya Socrates yang membuat demikian, kaum sofis juga. Mereka juga menjadikan
manusia sasaran pemikiran mereka. Itulah sebabnya Aristophanes menyebut Socrates
seorang sofis. Sekalipun demikian ada perbedaan yang besar antara Socrates dan kaum
sofis. Filsafat Socrates adalah suatu reaksi dan suatu kritik terhadap kaum sofis. Sebutan
“sofis” mengalami perkembangan sendiri. Sebelum abad ke-5 istilah itu berarti: sarjana,
cendekiawan. Pada abad ke-4 para sarjana atau cendekiawan bukan lagi disebut “sofis”,
tetapi “filosofis”, filsuf, sedang sebutan “sofis” dikenakan untuk para guru yang
berkeliling dari kota ke kota untuk mengajar. Akhirnya sebutan “sofis” tidak harum lagi,
karena seorang sofis adalah orang yang menipu orang lain dengan memakai alasan-alasan
yang tidak sah. Para guru berkeliling itu dituduh sebagai orang-orang yang minta uang
bagi ajaran mereka.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyangkan teori-teori sains
yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan
kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates bangkit. Ia harus meyakinkan orang
Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat
dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif, tetapi tidak semuanya.
Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan. Kaum sofis beranggapan bahwa semua
pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum.
Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada kaum sofis bahwa pengetahuan
yang umum itu ada, yaitu definisi itu sendiri. Jadi, kaum sofis tidak seluruhnya benar,
yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang
khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif. Seperti contoh berikut: apakah kursi
itu? Orang bisa periksa seluruh kursi, kalau bisa seluruh kursi yang ada dunia ini.
Misalnya kursi hakim terdiri dari tempat duduk dan sandaran, berkaki empat, dari bahan
kayu jati. Kedua, kursi malas, terdiri dari tempat duduk, sandara dan berkaki empat,
terbuat dari besi anti karat begitulah seterusnya. Jadi dapat diambil kesimpulah bahwa
setiap kursi itu selalu ada tempat duduk dan sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada semua
kursi. Sedangkan ciri yang lain tidak dimiliki semua kursi. Maka, semua orang akan
sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran. Contoh tersebut merupakan
kebenaran obyektif – umum, tidak subyektif – relatif. Tentang jumlah kaki, bahan, ukuran,
dsb. Merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan umum, itulah
definisi.
Ajarannya dapat diperolah dari tulisan murid-muridnya, terutama Plato. Bartens
menjelaskan ajaran Socrates itu ditujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia
ingin menegakkan sains dan agama. Cara sokrates memberikan ajarannya adalah ia
mendatangi orang dengan bermacam-macam latar belakang mereka, seperti: ahli politik,
pejabat, tukang dan lain-lain. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui
percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai
pendapat mengenai salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut, dsb.
Socrates selalu menanggapi jawaban pertama sebagai hipotesis dan dengan jawabanjawaban lebih lanjut dan menarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat disimpulkan dari
jawaban-jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan,
karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan
hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitu
seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia (kebingunan). Akan
tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode
3
yang biasa digunakan Socrates biasanya disebut dialektika. Menurut Plato, dialektika
dalam pengertian sebagai metode untuk menggali pengetahuan dengan cara tanya jawab,
bukan ditemukan oleh Socrates. Agaknya metode ini pertama kali dipraktikkan secara
sistematis oleh Zeno, murid Parmenindes; dalam dialog Plato berjudul Parmenindes, Zeno
mengungguli Socrates lewat cara yang sama dengan yang terjadi dalam dialog-dialog
Plato lainnya di mana Socrates mengungguli orang-orang lain. Namun ada cukup alasan
untuk menduga bahwa Socrates mempraktikkan sekaligus mengembangkan merode ini.
Metode Socrates dinamakan dialektika karena dialog mempunyai peranan penting
didalamnya. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni kebidanan, karena cara ini Socrates
bertindak seperti seorang bidan yang menolong kelahiran bayi “pengertian yang benar”.
Dengan cara bekerja yang demikian itu Socrates menemukan suatu cara berfikir
yang disebut induksi, yaitu: menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dengan
berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus. Misalnya: banyak orang yang
menganggap keahliannya (tukang besi, tukang sepatu, pemahat, dll) sebagai
keutamaannya. Seorang tukang besi berpendapat, bahwa keutamaannya adalah jikalau ia
membuat alat-alat dari besi yang baik. Seorang tukang sepatu menganggap sebagai
keutamaanya, jikalau ia membuat sepatu yang baik. Demikian seterusnya. Untuk
mengetahui apakah “keutamaan” pada umumnya, semua sifat khusus keutamaankeutamaan yang bermacam-macam itu harus disingkirkan. Tinggallah keutamaan yang
sifatnya umum. Demikianlah dengan induksi itu sekaligus ditemukan apa yang disebut
definisi umum. Definisi umum ini pada waktu itu belum dikenal. Socrateslah yang
menemukannya, yang ternyata penting sekali bagi ilmu pengetahuan. Bagi Socrates
definisi umum bukan pertama-tama diperlukan bagi keperluan ilmu pengetahuan,
melainkan bagi etika. Yang diperlukan adalah pengertian-pengertian etis, seperti
umpamanya: keadilan, kebenaran, persahabatan dan lain-lainya.
Socrates juga mengatakan bahwa jiwa manusia bukanlah nafasnya semata-mata,
tetapi asas hidup manusia dalam arti yang lebih mendalam. Jiwa itu adalah intisari
manusia, hakekat manusia sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Oleh karena jiwa
adalah intisari manusia, maka manusia wajib mengutamakan lebahagiaan jiwanya
(eudaimonia = memiliki daimon atau jiwa yang baik), lebih dari pada kebahagiaan
tubuhnya atau kebahagiaan yang lahiriah, seperti umpamanya: kesehatan dan kekayaan.
Manusia harus membuat jiwanya menjadi jiwa yang sebaik mungkin. Jikalau hanya hidup
saja, hal tersebut belum ada artinya. Pendirian Socrates yang terkenal adalah “Keutamaan
adalah Pengetahuan”. Keutamaan di bidang hidup baik tentu menjadikan orang dapat
hidup baik. Hidup baik berarti mempraktekkan pengetahuannya tentang hidup baik itu.
Jadi baik dan jahat dikaitkan dengan soal pengetahuan, bukan dengan kemauan manusia.
Pada bagian kisah terakhir dalam hidup Socrates, dimana ia menyampaikan
pandangan tentang apa yang terjadi sesudah mati, ia benar-benar yakin pada imortalitas.
Seperti dalam cuplikan pidato penutup Socrates setelah dia dijatuhi hukuman mati:
“Dan sekarang wahai orang-orang yang telah menghukumku, ingin kuramalkan
nasib kalian; sebab sebentar lagi aku mati, dan saat-saat menjelang kematian manusia
dianugerahi kemampuan meramalkan. Dan kuramalkan kalian, para pembunuhku,
bahwa tak lama sesudah kepergianku maka hukuman yang jauh lebih berat daripada
yang kalian timpakan kepadaku pasti akan menantimu... jika kalian menyangka bahwa
dengan membunuh seseorang kalian dapat menjegal orang itu sehingga tak mengecam
hidup kalian yang tercela, kalian salah duga; itu bukan jalan keluar terhormat dan
4
membebaskan; jalan paling mudah dan bermartabat bukanlah dengan memberangus
orang lain, namun dengan memperbaiki diri kalian sendiri. Kematian mungkin sama
dengan tidur tanpa mimpi –yang jelas baik- atau mungkin pula berpindahnya jiwa ke
dunia lain. Dan adakah yang memberatkan manusia jika ia diberi kesempatan untuk
berbincang dengan Orpheus, Musaeus, Hesiodus, dab Homerus? Maka, sekiranya hal
ini benar, biarlah aku mati berulang kali. Di dunia lain itu mereka tak akan
menghukum mati seseorang hanya karena suka bertanya: tentu tidak. Sebab kecuali
sudah lebih berbahagia daripada kita saat ini, mereka yang di dunia lain itu abadi,
sekiranya apa yang sering dikisahkan itu benar... “
Dari uraian pidato penutup diatas, Socrates telah percaya bahwa ada kehidupan
setelah mati, dan mati merupakan perpindahan jiwa manusia ke dunia selanjutnya. Orang
mati hanya meninggalkan jasad. Socrates berpendapat bahwa ruh itu telah ada sebelum
manusia, dalam keadaan yang tidak kita ketahui. Kendatipun ruh itu telah bertali dengan
tubuh manussia, tetapi diwaktu manusia itu mati, ruh itu kembali kepada asalnya semua.
Diwaktu orang berkata kepada Socrates, bahwa raja bermaksud akan membunuhnya. Dia
menjawab: “Socrates adalah di dalam kendi, raja hanya bisa memecahkan kendi. Kendi
pecah, tetapi air akan kembali ke dalam laut”. Maksudnya, yang hancur luluh adalah
tubuh, sedangkan jiwa adalah kekal (abadi).
PENUTUP
Socrates merupakan seorang filsuf Yunani kuno yang lahir di Athena pada tahun 470
SM yang merupakan tokoh paling penting dalam filosofis negara barat. Dia adalah orang yang
sederhana, yang selalu berpakaian tua dan kumal serta tidak pernah memakai alas kaki. Dia
adalah orang yang baik, jujur dan adil. Ayah Socrates adalah soorang pemahat patung dan ibu
Socrates adalah seorang bidan yang kemudian dengan pekerjaan ibunya itu dia mendapat
inspirasi tentang pemikiran yang dilakukan oleh seorang bidan. Filsafat Pra Sokrates hanya
membahas tentang Obyek alam, sedangkan Sokrates disamping membahas alam juga
membahas manusia, jiwa, dan yang lainya.
Dari hal tersebut timbullah pemikiran-pemikiran yang sangat bermanfaat sampai
sekarang ini. Adapun pemikiran-pemikirannya adalah sebagai berikut:
a. Pemikiran tentang adanya kebenaran umum, karena Socrates berfikir bahwa tidak semua
kebenaran itu bersifat relatif atau disebut juga cara berfikir induksi, yaitu menyimpulkan
pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal
yang bersifat khusus.
b. Metode dialektika, yang sebenarnya telah diterapkan oleh seorang filsuf bernama Zeno
yang merupakan murid dari Parmenindes. Meskipun demikian, Socrateslah yang
mengembangkan metode ini. Cara kerjanya adalah seperti nama metodenya yaitu dengan
cara bertanya-jawab atau berdialog. Metode ini juga disebut dengan maieutika atau seni
kebidanan.
c. Pemikiran tentang “keutamaan adalah pengetahuan” jadi semua hal dikaitkan dengan
pengetahuan yang telah ada. Bahkan Socrates telah menjelaskan bahwa baik dan jahat
dalam kehidupan manusia dikaitkan dengan pengetahuan, bukan dengan kemauan
manusia.
5
d. Pemikiran tentang adanya manusia yang abadi atau imortalitas. Socrates berpendapat
bahwa orang yang mati hanya meninggalkan jasad, dan ruhnya akan menuju ke alam
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijono, Dr. Harun,Sari Sejarah Islam,kanisius,Yogyakarta,1980.
Russell,Bertrand,Sejarah Filsafat Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno
hingga Sekarang,Yogyakarta,2002.
Tafsir, Prof.Dr. Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai
Carpa,Bandung,2009.
*)
Penyusun
Nama
Mata Kuliah
Dosen
Prodi
: Dewi Dianawati
: Filsafat Ilmu
: Afid Burhanuddin, M.Pd.
: Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP PGRI Pacitan.
6
Download