BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Laba Laporan keuangan adalah cerminan dari kondisi perusahaan karena memuat informasi mengenai laporan kinerja manajemen, laporan arus kas dan laporan perubahan posisi keuangan perusahaan. Laporan keuangan juga menunjukkan sejauh mana kinerja manajemen dan merupakan sumber dalam mengevaluasi kinerja manjemen. Dalam laporan keuangan biasanya yang dijadikan parameter utama adalah besarnya laba perusahaan. Dengan adanya penilaian kinerja manajemen tersebut dapat mendorong timbulnya perilaku menyimpang dari pihak manajemen perusahaan yang salah satu bentuknya adalah manjemen laba (earnings management). Manajemen laba merupakan tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu untuk mempengaruhi laba yang akan terjadi menjadi seperti yang mereka inginkan melalui “pengelolaan” faktor internal yang dimiliki atau digunakan perusahaan. Scott, (2000) mendefinisikan earnings management sebagai “earnings management is the choice by a manager of accounting policies so aslo achieve some specific objective”.Yang artinya earnings management adalah pilihan yang dilakukan oleh manajemen dalam menentukan kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Menurut Sugiri (1998), defenisi earnings management dibagi dalam duadefenisi, yaitu : a. Defenisi Sempit Bahwa earnings management hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Selain itu juga diartikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain ”dengan komponen discretionary accrual dalam menetukan earnings. b. Defenisi Luas Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan atau mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa mengakibatkan peningkatan atau penurunan profitabilitas ekonomi jangka panjang tersebut. Pola earnings management yang biasa dilakukan menurut Scott (2000) yaitu : 1. Taking a Bath Yaitu manajemen mencoba mengalihkan expected future cost ke masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa yang akandatang. Biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi ataureorganisasi. 2. Income Minimization Yaitu manajemen mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa mendatang. 3. Income Maximization Yaitu manajemen mencoba meningkatkan laba masa kini dengan memindahkan beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan manajer dalamrangka memperoleh bonus tahunan. 4. Income Smoothing Yaitu tindakan dimana manajemen memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah. Menurut Gumanti (2000) ada tiga faktor penyebab terjadinya earnings management, yaitu : 1. Manajemen akrual Earnings management biasanya dikaitkan dengan semua aktivitas yang dapat dipengaruhi aliran kas dan keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. 2. Penerapan suatu kebijakan akuntansi yang wajib Earnings management berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan, yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut. 3. Perubahan akuntansi secara sukarela Earnings management berkaitan dengan upaya manajer untuk mengantiatau mengubah suatu metode akuntansi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada. 2.1.2 Insentif Pajak Menurut T. Hani Handoko (2002), insentif adalah perangsang yang ditawarkan kepada para karyawan untuk melaksanakan kerja sesuai atau lebih tinggi dari standar-standar yang telah ditetapkan. Sedangkan insentif pajak sendiri berarti bahwa suatu perangsang yang ditawarkan kepada wajib pajak, dengan harapan wajib pajak termotivasi untuk patuh terhadap ketentuan pajak.Macam insentif pajak diantaranya adalah pembebasan pajak (tax holiday) dan pemotongan pajak (tax allowance). Namun dalam penelitian Yin dan Cheng (2004) proksi yang digunakan untuk mengukur insentif pajak adalah perencanaan pajak.Yin dan Cheng (2004) berpendapat bahwa upaya meminimalkan pembayaran pajak perusahaan dibatasi oleh perencanaan pajaknya (Subagyo dan Oktavia, 2010). 2.1.3 Insentif Non Pajak Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh insentif pajak namun juga dipengaruhi oleh insentif non pajak.Insentif non pajak, adalah insentif yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri gunameningkatkan produktifitas karyawan dan mempertahankan karyawan yang berprestasi agar tetap berada dalam perusahaan. Insentif nonpajak dapat berupa fasilitas yang diberikan selain dari pajak. Misalnya yang dikemukakan oleh Yin dan Cheng (2004) dan Guenther (1994) meliputi: 1. Earnings pressure Earnings pressure didefinisikan sebagai tindakan untuk melakukan penurunan akrual yang bersifat menurunkan laba sehingga pajak yang akan dibayarkan menjadi kecil (Yin dan Cheng, 2004). Untuk perusahaan yang labanya telah mencapai target (minimal dengan laba tahun lalu), laba perusahaan dapat dikurangi dengan earnings pressure guna melakukan income smoothing. 2. Tingkat utang Tingkat utang adalah besar kecilnya kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi pada waktu lalu dan harus dibayar dengan kas, barang dan jasa di waktu yang akan datang. Dalam hal ini utang berbanding terbalik dengan laba sehingga jika utang semakin besar maka laba akan semakin kecil dengan penambahan beban bunga. Terkait dengan pajak, semakin besar laba yang diperoleh maka akan semakin besar pula kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, manajer akan melakukan berbagai cara untuk mengurangi pajak yang harus dibayarkan salah satunya adalah dengan menurunkan laba atau memanipulasi laba. Manipulasi laba ini dapat dilakukan dengan menaikkan utang. 3. Ukuran perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu skala pengklasifikasikan besarkecilnya perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan biasanya laba yang dihasilkan juga akan semakin besar. Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan maka pajak yang harus dibayarkan juga akansemakin besar. Oleh karena itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan cenderung menggeser labanya ke tahun setelah diefektifkannya tarif pajak 2008 supaya pembayaran pajaknya menjadi lebih kecil. 4. Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Kepemilikan manajerial akanmempengaruhi kinerja perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan manajerial maka manajer akan semakin merasa memiliki perusahaan sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan perusahaan termasuk manajemen laba. Karena manajemen laba menyebabkan laporan keuangan menjaditidak dapat dipercaya sehingga investor akan mengurungkan niatnya untukberinvestasi karena mereka tidak percaya dengan laporan keuangan yang dibuat. Oleh karena itu, kepemilikan manajerial akan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. 2.1.4 Manajemen Laba dan Perubahan Tarif Pajak Penghasilan Badan Dengan diberlakukannya tarif PPh Badan 2008, yaitu: (1) 28% mulai berlaku pada tahun fiskal 2009 dan 25% mulai berlaku pada tahun fiskal tahun 2010; dan (2) bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh sedikitnya 300 pemegang saham, perusahaan khususnya yang telah go public akan sangat diuntungkan karena tarif pajak efektif perusahaan akan menjadi lebih kecil. Secara umum, perubahan tarif PPh Badan ini menguntungkan bagi perusahaanperusahaan besar yang biasanya kena tarif lapisan tertinggi 30%. Jika manajer berupaya untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan beban pajak, maka perubahan tarif ini akan memberikan insentif bagi manajer untuk menurunkan laba perusahaan pada tahun sebelum diefektifkannya perubahan tarif pajak tersebut (Subagyo dan Oktavia, 2010). 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dilakukan untuk mendeteksi perilaku manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka merespon 20 perubahan tarif pajak antara lain penelitian yang dilakukan Guenther (1994) di Amerika Serikat, mengenai perilaku yang memanfaatkan perubahan peraturan perpajakan kaitannya dengan minimalisasi pajak, atau lebih dikenal dengan istilahTax Reform Act (TRA). TRA dipublikasikan pada bulan September 1986 danefektif pada 1 Juli 1987, dimana terjadi penurunan tarif pajak penghasilan dari 46% menjadi 34%. Dan ini menjadi salah satu peluang untuk menunda pelaporan laba.Dalam penelitian Guenther (1994), menemukan bukti empiris bahwa discretionary current accruals negatif pada tahun sebelum diberlakukannya pengurangan tarif. Hal ini mengindikasikan adanya manajemen laba yang dilakukan perusahaan dengan menunda earnings pada periode sebelum diefektifkannya pengurangan tarif. Kelemahan dari penelitian Guenther (1994) ini adalah hanya menggunakan insentif non pajak saja dalam mendeteksi perilaku manajemen laba perusahaan. Pada penelitian sebelumnya Subagyo dan Oktavia (2010) melakukan penelitian tentang manajemen laba yang digunakan sebagai respon atas perubahan tarif pajak penghasilan badan pada perusahaan manufaktur periode 2008-2009.Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang melakukan manajemen laba dalam rangka merespon perubahan tarif pajak badan di Indonesia adalah perusahaan yang memperoleh laba, sedangkan perusahaan yang mengalamai kerugian tidak melakukan manajemen laba dalam rangka merespon perubahan tarif pajak badan. Selain itu diketahui pula bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang memperoleh laba dipengaruhi oleh insentif pajak dan non pajak, sedangkan manajemen laba yang dilakukan perusahaan yang mengalami kerugian hanya dipengaruhi oleh insentif non pajak. Ringkasan hasil penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat dalam tabel2.2 sebagai berikuti ini: Tabel 2.2 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No. Peneliti Guenther (1994) Judul Earnings Management In Response To Corporate Tax Rate Changes : Evidence From The 1986 Tax Reform Act. Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Menguji apakah perusahaan yang tidak mengalami net operating loss melakukan penurunan akrual untuk Memaksimumkan penghematan pajak. Tidak berhasil membuktikan bahwa satuperiode sebelum TRA 1986 perusahaan melakukan penurunan akrual untuk memaksimumkan penghematan pajak. 2. Yin dan Cheng (2004) Earnings Management of Profit Firms and Loss Firms in Response to Tax Rate Reductions Menguji perilaku manajemen laba yang dipengaruhi oleh insentif pajak dan noninsentif pajak yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka merespon perubahan tarif pajak di Amerika Serikat. Dengan menggunakan pendekatan discretionary current accrual dalam mendeteksi manajemen laba dan menemukan buktiempiris, yaitu: (1)Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan laba (profit firm) berhubungan signifikan dengan insentif pajak dan insentif nonpajak; dan (2) Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan rugi(loss firm) hanya berhubungan signifikan dengan insentif non-pajak saja. Sambungan Tabel 2.2 No. 3. Peneliti Yamashita danOtogawa (2007) Judul Do Japanese Firms Manage Earnings In Response To Tax Rate Reduction In Tujuan Penelitian Menginvestigasi Pengaruh publikasi Perubahan UU tarif pajak Penghasilan badan terhadap perusahaan Jepang. Hasil Penelitian Terdapat signifikansi negatif discretionary Accrual untuk tahun The Late 1990s? 4. Setiawati (2001) 5. Hidayatidan Zulaikha (2003) 6. Subagyo dan Oktavia (2010) Sebelum penurunan tarif pajak Rekayasa Menguji apakah Tidak terbukti Akrual untuk ada perilaku adanya perilaku Meminimalkan earningmanagement perusahaan Pajak di perusahaan yang berusaha manufaktur yang untuk terdaftar di Bursa menurunkan Efek Jakarta laba pada tahun dalam merespon 1994 perubahan Undang- dengan tujuan Undang pajak untuk penghasilan1994 mendapatkan yang mulai berlaku penghematan tahun 1995. pajak tahun yang bersangkutan. AnalisisPerilaku Menguji apakah Perubahan Earning dengan adanya UndangManagement : perubahan UU Undang Motivasi Pajak Penghasilan Perpajakan Minimalisasi tahun 2000 khususnya Income Tax direspon oleh Pajak wajibpajak untuk Penghasilan melakukan tahun 2000 earning tidak direspon management guna oleh Wajib meminimalkan Pajak beban pajak Badan untuk penghasilan melalui melakukan rekayasa earning discretionary management accrual, serta melalui menguji apakah rekayasa ada perbedaan discretionary discretionary accrual dengan accrual sebelum motivasi untuk dan sesudah meminimumkan diberlakukannya beban pajak UU PPh tahun penghasilan 2000. perusahaan. Manajemen Menguji apakah Perusahaan Laba Sebagai perusahaan akan manufaktur Respon Atas melakukan yang melakukan PerubahanTarif manajemen laba manajemen laba Pajak Penghasilan sebagai respon dalam rangka Badan atas merespon DiIndonesia. perubahan tarif perubahan tarif pajak badan di pajak Badan di Indonesia, serta menguji apakah manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dimotivasi oleh insentif pajak atau non pajak. Indonesia adalah profit firm, sedangkan loss firm tidak akan merespon perubahan tarif pajak Badan dengan melakukan manajemen laba. Ditemukan pula bukti bahwa manajemen laba yang dilakukan oleh profit firm dipengaruhi oleh insentif pajak dan non pajak,sedangkan loss firm hanya dipengaruhi oleh insentif non pajak saja. Sumber : Diringkas dari berbagai jurnal 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan telaah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian iniakan menganalisis indikasi manajemen laba sebagai respon atas perubahan tarif PPh Badan tahun 2008 pada perusahaan yang terdaftar di BEI kecuali sektor perbankan dan keuangan. Model penelitian yang diajukan dalam gambar berikut ini merupakan kerangka konseptual dan sebagai alur pemikiran dalam menguji hipotesis. Gambar 2.3 Kerangka pemikiran 1. Insentif Pajak H1 2. Earning pressure H2 H3 Manajemen Laba 3. Tingkat utang H4 4. Ukuran Perusahaan H5 5. Kepemilikan Manajerial 6. Insentif Pajak, Earning Perssure, Tingkat Utang, 2.4 Hipotesis Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial H6 2.3.1 Hubungan Intensif Pajak denganManajemen Laba Penelitian yang dilakukan oleh Yin dan Cheng (2004) menggunakan proksi perencanaan pajak sebagai ukuran dari insentif pajak. Meskipun banyak penelitian di luar negeri yang meneliti mengenai perilaku manajemen laba dikaitkan dengan perubahan tarif pajak (Scholes et al, 1992; Guenther, 1994; Maydew, 1997), tetapi hanya penelitian Yin dan Cheng (2004) saja yang memasukkan unsur insentif pajak dalam penelitiannya. Yin dan Cheng (2004) berpendapat bahwa upaya meminimalkan pembayaran pajak perusahaan dibatasi oleh perencanaan pajaknya.Insentif pajak yang dimaksud adalah dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan yang dikenai tarif 28 % mulai berlaku pada tahun fiskal 2009 danakan menjadi 25 % mulai berlaku pada tahun fiskal 2010. Dengan adanya penurunan tarif pajak maka akan berkurang juga pajak yang harus dibayarkan. Kewajiban pajak yang turun akan menaikkan laba. Oleh karena itu manajer berusaha memanfaatkan insentif pajak untuk memperoleh laba yang lebih tinggi dengan cara memanipulasi laba atau mengecilkan laba sehingga pajaknya akan semakin lebih rendah. Dengan demikian dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H1: Insentif pajak berpengaruh terhadap manajemen laba. 2.3.2 Hubungan Intensif non Pajak dengan Manajemen Laba Manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan juga dipengaruhi oleh insentif non pajak.Guenther (1994) menemukan bukti empiris bahwa insentif non pajak (ukuran perusahaan dan kepemilikan manajerial) berpengaruh signifikan terhadap discretionary current accrual. Menurut Yin dan Cheng (2004), perbedaan dalam insentif non pajak di antara perusahaan yang memperoleh laba dengan perusahaan yang mengalami kerugian menentukan bahwa manajemen laba sebagai respon atas perubahan tarif pajak, berbeda di antara keduajenis perusahaan tersebut. Insentif non pajak dalam penelitian Yin dan Cheng (2004) meliputi: earnings pressure, tingkat utang, ukuran perusahaan, dan kepemilikan manajerial. Berdasarkan ukuran dari insentif non pajak yang digunakan oleh Yin dan Cheng (2004) maupun Guenther (1994), maka insentif non pajak pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Earnings pressure Insentif pajak mengimplikasikan bahwa perusahaan akan memilih untuk menurunkan laba sebagai respon atas penurunan tarif pajak. Untuk perusahaanyang labanya tidak mencapai target, penurunan laba yang dilakukan untuk tujuan pajak dapat dikurangi oleh earnings pressure guna meningkatkan laba akuntansi. 2. Tingkat utang Dalam konteks penurunan tarif pajak, keputusan untuk melakukan manajemen laba sangat erat kaitannya dengan tingkat utang perusahaan. 3. Ukuran perusahaan Scholes et al. (1992) menemukan bahwa perusahaan besar cenderung menggeser laba kotornya.Sedangkan Guenther (1994) menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi discretionary accrual. 4. Kepemilikan manajerial Perusahaan dengan tingkat kepemilikan manajerial yang tinggi diharapkan memiliki discretionary accrual yang negatif untuk memperoleh keuntungan pajak.Berdasarkan uraian di atas, maka untuk sampel perusahaan yang memperoleh laba (profit firm) maupun sampel perusahaan yang memperoleh kerugian (loss firm) dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Earnings pressure Yin dan Cheng (2004) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang labanya telah mencapai target, penurunan laba yang dilakukan dapat dikurangi dengan earnings pressure. Jika laba tahun berjalan telah melebihi target yang ditetapkan manajer (misalnya minimal sama dengan laba tahun lalu) maka perusahaan akan tertarik untuk melakukan penurunan akrual yang bersifat menurunkan laba sehingga pajak yang akan dibayarkan menjadi kecil. Atas dasar alasan tersebut maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut: H2: Earnings pressure berpengaruh terhadap manajemen laba. 2. Tingkat utang Utang berbanding terbalik dengan laba sehingga jika utang semakin besar maka laba akan semakin kecil dengan penambahan beban bunga. Terkait dengan pajak, semakin besar laba yang diperoleh maka akan semakin besar pula kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, manajer akan melakukan berbagai cara untuk mengurangi pajak yang harus dibayarkan salah satunya adalah dengan menurunkan laba atau memanipulasi laba. Manipulasi laba ini dapat dilakukan dengan menaikkan utang. Dalam Guenther (1994), Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa perusahaan mendapatkan keuntungan dalam bentuk pengurangan pajak yang berhubungan dengan pembayaran bunga atas utang. Perusahaan akanmenyesuaikan tingkat utangnya kepada tingkat rata-rata utangnya dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh pajak, yaitu sebagai faktor yang mendorong perusahaan untuk meningkatkan utangnya.Perusahaan meningkatkan utangnya karena bunga pinjaman merupakan biaya yang dapat mengurangi pajak perusahaan. Dalam hal ini utang bertindak sebagai tax shields karena dapat mengurangi pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan dalam bentuk pembayaran bunga kepada pihak yang memberikan utang. Atas dasar alasan tersebut maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut: H3: Tingkat utang berpengaruh terhadap manajemen laba 3. Ukuran perusahaan Semakin besar ukuran perusahaan biasanya laba yang dihasilkan juga akansemakin besar. Semakin besar laba yang diperoleh perusahaan maka pajak yang harus dibayarkan juga akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan cenderung menggeser labanya ke tahun setelah diefektifkannya tarif pajak 2008 supaya pembayaran pajaknya menjadi lebih kecil.Atas dasar alasan tersebut maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut: H4: Ukuran Perusahaanberpengaruh terhadap manajemen laba. 4. Kepemilikan manajerial Kepemilikan manajerial akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Semakin tinggi kepemilikan manajerial maka manajer akan semakin merasa memiliki perusahaan sehingga tidak akan melakukan hal-hal yang merugikan perusahaan termasuk manajemen laba. Karena manajemen laba menyebabkan laporan keuangan menjadi tidak dapat dipercaya sehingga investor akan mengurungkan niatnya untuk berinvestasi karena mereka tidak percaya dengan laporan keuangan yang dibuat. Oleh karena itu, kepemilikan manajerial akan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Atas dasar alasan tersebut maka dibuatlah hipotesis sebagai berikut: H5: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap manajemen laba. 2.3.3 Tarif pajak penghasilan untuk perusahaan go public dan minimal 40% saham disetornya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, terdapat perbedaan tarif pajak penghasilan Badan, yaitu (1) 28% (efektif pada tahun 2009) dan 25% (efektif pada tahun 2010) untuk perusahaan yang belum go public maupun perusahaan yang telah go public tetapi saham disetor yang diperdagangkan di BEI kurang dari 40%; dan (2) 5% lebih rendah daripada tarif pada huruf (1) untuk perusahaan go public yang minimal 40% sahamnya diperdagangkan di BEI. Dengan adanya peraturan tersebut, maka perusahaan yang memiliki minimal 40% saham yang diperdagangkan di BEI akan memperoleh keuntungan berupa penurunan tarif 5% lebih rendah. Hal ini akan membuat pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil karena memperoleh penurunan tarif. Pajak yang semakin rendah akan membuat laba semakin tinggi. Manajer diduga akan memanfaatkan penurunan tarif tersebut untuk melakukan manajemen laba agar pajak yang dibayarkan menjadi semakin rendah. Oleh karena itu, maka dikembangkan hipotesis sebagai berikut: H6: Insentif Pajak, Earning Perssure, Tingkat Utang, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba.