BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Pinggang Mekanik

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Nyeri Pinggang Mekanik
2.1.1 Definisi Nyeri Pinggang Mekanik
Nyeri pinggang mekanik (Mechanical low back pain) adalah nyeri
pinggang bawah pada struktur anatomik normal yang digunakan secara berlebihan
(muscle strain), atau nyeri yang sekunder terhadap trauma stress yang abnormal
(Bradley. 2004)
2.1.2 Anatomi Fungsional Kolumna Lumbal
2.1.2.1 Columna vertebralis
Spine atau columna vertebralis membentuk struktur dasar batang tubuh
dimana jumlah spine atau columna vertebralis terdiri dari 33-34 vertebra dan
discus intervertebralis. Vertebra di bagi menjadi 7 vertebra cervikalis, 12
vertebra thorakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 verterbra sacralis, dan 5 vertertebra
coccygea. Spine merupakan persendian dengan banyak segmen. Spine merupakan
satu kesatuan fungsional, letaknya satu di atas yang lain dengan keseimbangan
terdapat discus, menjaga tubuh tetap tegak dan menjaga keseimbangan gravitasi.
Antara ruas-ruas tulang belakang dihubungkan oleh discus intervertebralis. Tiap
discus intervetebralis ini menerima beban yang berlainan, beban pada lumbal
spine paling besar, secara anatomi kinesiologi mempunyai cirorsion arti spesifik,
dan berkaitan dengan hip complek dan lower complex dimana sikap atau posisi
torsion ataupun disequal mempengaruhi gerak dan fungsi pinggang secara
8
9
keseluruhan dan akan menimbulkan patologi tertentu. Segmentasi regional dan
lumbal spine terdiri dari thorakal spine: merupakan perbatasan fungsi antar
lumbal dan thoracal spine dimana 12 arah superior facet pada bidang frontalis dan
diperkuat oleh costae bones sehingga gerak yang dominan adalah rotasi, sedang
arah inferior facet pada bidang gerak sagital gerakan utamanya fleksi spine,
lumbosakral (Adam, M.A. 2006). Pada masing-masing columna vertebralis dari
spine mempunyai :
1.
Postur
Postur kolumna vertebralis terbentuk sejak anak mulai berdiri membentuk
lengkungan dalam bidang sagital berupa lordosis pada servikal dan lumbal, kifosis
pada thorakalis dan sacrum, dalam bidang frontal lurus. Lengkung kolumna
vertebralis dipertahankan oleh kerja otot trunk otot stabilisator global (global
muscle) dan otot inti (core muscle).
Peran otot stabilisator global (global muscle) dan otot inti (core muscle)
mempertahankan postur tersebut melalui kontraksi isometric secara efisien,
membentuk posisi tegak normal. Pada posisi tersebut gaya (force) yang bekerja
pada tiap bagian tubuh tidak menimbulkan cidera pada jaringan kolumna
vertebralis (Nadhifah. 2012).
2.
Stabilitas kolumna vertebralis
Stabilitas trunk terbentuk oleh otot-otot global (superficial) dan otot-otot inti
(core) fungsi utamanya untuk mempertahankan postur. Otot-otot global terdiri
dari :m. rectus abdominis, m. oblique external dan internal, m. quadratus
lumborum, m. erector spine, m. illiopsoas. Sedangkan otot-otot inti terdiri dari
10
:transverses abdominis, lumbar multifidus, diagpragma dan pelvic floor (Hall,
2003).
3.
Gerakan
Gerak yang dibentuk oleh anggota atas maupun anggota bawah terjadi
dengan terkontrol bila stabilitas trunk baik antara otot global dan otot inti (core).
Untuk menganalisis gerakan kolumna vertebralis dengan malakukan analisis
terhadap segmen gerak (movement segment) yang terdiri atas koordinasi gerakan
antara lumbal spine dan pelvis terjadi selama fleksi trunk sampai jari-jari tangan
mencapai tanah lubopelvic rhythm. Pada saat kepala dan upper trunk ( punggung
atas) mulai fleksi, maka pelvis akan bergeser ke posterior (backward tilt) untuk
mempertahankan pusat gravitasi seimbang diatas tumpuan dasar tumpuan, ketika
trunk berlanjut fleksi maka dikontrol oleh otot ektensor spine sampai sekitar 45
derajat, kemudian ligament-ligamen bagian posterior akan tegang dan orintasi
facet dalam bidang frontal sehingga memberikan stabilitas pada vertebra dan otot
relaks.
Pada saat trunk ke posisi tegak diawali gerakan otot ekstensor hip
merotasikan pelvis kearah posterior (backward tilt) kemudian otot ektensor spine
memanjangkan spine (ekstensi trunk) pada posisi fleksi. Di bawah ini bisa dilihat
gambar columna vertebralis dilihat dari posisi depan, belakang dan samping
(Kulkarni,2006).
11
Gambar 2.1 Kolumna Vertebralis tampak depan, belakang,
samping (Putz & Pabst, 2001)
2.1.2.2 Lumbal Spine
Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis dengan
puncak L3 sebesar 2–4 cm, menerima beban sangat besar dalam bentuk kompresi
maupun gerakan. Stabilitas dan gerakannya ditentukan oleh facet, diskus, ligament
dan otot disamping corpus itu sendiri. Berdasarkan arah permukaan facet joint
maka facet joint cenderung dalam posisi bidang sagital sehingga pada regio
lumbal menghasilkan dominan gerak yang luas yaitu fleksi-ekstensi lumbal.
2.1.2.3 Discus Intervebralis Lumbal
Diantara dua corpus vertebra dihubungkan oleh diskus vertebralis,
merupakan fibrocartilago compleks yang membentuk articulasio antara corpus
vertebra, dikenal sebagai symphisis joint.Diskus intervertebralis pada orang
12
dewasa memberikan kontribusi sekitar ¼ dari tinggi spine.Diskus juga dapat
memungkinkan gerak yang luas pada vertebra (Kurnia. 2006). Setiap diskus
terdiri atas 2 komponen yaitu :
1.
Nukleus pulposus
Merupakan
substansia
gelatinosa
yang
berbentuk
jelly transparan,
mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan proteoglycans yang
merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau menarik air. Nukleus
pulposus tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus
mempunyai kandungan cairan yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban
kompresi serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus dan
sebagai shock absorber (Raj, 2008).
2.
Annulus fibrosus
Tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen, serabutnya
saling menyilang secara vertikal sekitar 30o satu sama lainnya maka struktur ini
lebih sensitif pada strain rotasi daripada beban kompresi, tension, dan shear.
Secara mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai coiled spring (gulungan pegas)
terhadap beban tension dengan mempertahankan corpus vertebra secara
bersamaan melawan tahanan dari nukleus pulposus yang bekerja seperti bola.
Discus intervetebralis akan mengalami pembebanan pada setiap perubahan postur
tubuh. Tekanan yang timbul pada pembebanan discus intervertebralis disebut
tekanan intradiskal. Tekanan intradiskal berhubungan erat dengan perubahan
postur tubuh. Tekanan intradiskal pada lumbal yaitu pada L3-L4 karena L3-L4
menerima beban intradiskal yang terbesar pada regio lumbal. Dari penelitian
13
Nachemson menunjukan bahwa tekanan intradiskal saat berbaring antara 15 –
25kp dan tidur miring menjadi 2 kali lebih besar dari berbaring. Pada saat berdiri
tekanan intradiskal sekitar 100kp dan tekanan tersebut menjadi lebih besar saat
duduk tegak yaitu 150kp. Peningkatan tekanan terjadi saat berdiri membungkuk
dari 100kp menjadi 140kp, begitu pula saat duduk membungkuk tekanan
intradiskal meningkat menjadi 160kp. Peningkatan tekanan dapat mencapai 200kp
lebih jika mengangkat barang dalam posisi berdiri membungkuk dan duduk
membungkuk (Kisner, 2012).
2.1.2.4 Facet Joint
Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari vertebra
bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra atas. Sendi facet
termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet mempunyai
cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang terjadi pada
sendi facet adalah gliding yang cukup kecil. Sendi facet dan diskus memberikan
sekitar 80% kemampuan spine untuk menahan gaya rotasi torsion dan shear,
dimana ½ nya diberikan oleh sendi facet. Sendi facet juga menopang sekitar 30%
beban kompresi pada spine, terutama pada saat spine hiperekstensi. Gaya kontak
yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-S1. Apabila discus intervertebralis
dalam keadaan baik, maka facet joint akan menyangga beban axial sekitar 20 %
sampai dengan 25%, tetapi ini dapat mencapai 70% apabila discus intervertebralis
mengalami degenerasi. Facet joints juga menahan gerakan torsi sampai 40%.
(Kisner, 2012).
14
Gambar 2.2 Anatomi Lumbal (Sobotta, 2007)
Persendian antara facet joints tulang lumbal ke lima dengan tulang sakral
pertama merupakan persendian antara segmen yang bergerak dari lumbal kelima
dan segmen pertama dari tulang sakral yang tidak bergerak. Pada beberapa kasus
segmen S1 dapat bergerak (mobile) dan ini disebut dengan lumbarisasi
(lumbarization) dari S1 sehingga sering dikatakan tulang lumbal menjadi enam
segmen yang bergerak. Pada kasus lain dapat juga tulang lumbal segmen kelima
bersatu dengan tulang sacrum atau illium dan ini disebut dengan sakralisasi
(sacralization) sehingga hanya ada empat segmen tulang lumbal yang bergerak.
Keadaan abnormal diatas kadang-kadang disebut dengan transisional vertebra
(transitional vertebra) (Benzel. 2001). Bisa dilihat pada gambar 2.3 tempat
keluarnya akar saraf dari foramina intervertebralis dan discus intervertebralis.
15
Gambar 2.3 Diskus Intervertebral dan Foramina Intervertebralis Tempat
Keluarnya Akar Saraf (kisner,2012)
2.1.2.5 Sistem Ligamen Pada Columna Vertebralis
Ligament utama dari tulang lumbal (lumbar spine) sama seperti yang ada
pada servikal bawah dan tulang torakal, yaitu ligamen longitudinale anterior
merupakan ligamen yang tebal dan kuat, dan berperan sebagai stabilisator pasif
saat gerakan ektensi lumbal, ligamentum longitudinal posterior, ligamen ini sangat
sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferent nyeri (A delta dan tipe
C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak. Ligamen ini berperan sebagai
stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal, ligamentum flavum ligamen ini
mengandung lebih banyak serabut elastin daripada serabut kolagen dibandingkan
dengan ligamen-ligamen lainnya pada vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan
fleksi lumbal, ligamentum supraspinosus dan interspinosus ligamen ini berperan
sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal, serta ligamentum
intertransversum ini mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral.
16
2.1.2.6 Sistem Muskulatur Trunk
a. Anatomi dan Fisiologi Otot-otot Trunk (Core)
Otot- otot lapisan paling dalam yang berperan sebagai stabilisator
gerak tubuh yakni otot tranversus abdominus, otot multifidus, otot diafragma
dan diafragma pelvis. Sedangkan otot lapisan luar adalah otot rektus
abdominus, otot obliqus abdominus eksternus dan internus, dan otot quadratus
lumborum.
Gambar 2.4 Otot-otot trunk/core (Sobotta, 2007)
b. Otot Tranversus Abdominus (Sobotta, 2007)
Otot tranversus abdominus berasal dari permukaan dalam kosta
keenam sebelah kaudal, fasia thorakolumbal, prosesus tranversus vertebra
lumbalis, krista iliaka, sepertiga lateral ligamentum inguinal. Otot tersebut
melekat di linea arkuata melalui sarung rektus ke bawah bergabung dengan
tendon di tulang pubis. Mendapatkan persarafan dari saraf interkostalis bagian
kaudal dan cabang dari pleksus lumbalis, saraf iliohipogastrik, saraf
17
ilioinguinal, dan saraf genitofemoralis. Fungsi otot ini bila berkontraksi akan
menarik dan menegangkan di dinding perut maruk ke arah dalam (ke arah
spinal) dan kranial.
Gambar 2.5 Otot tranversus abdominus (Sobotta, 2007)
c. Otot Multifidus
Otot multifidus berorigo di sakrum, ligamentum sakroiliaka, prosesus
mamilaris lumbal, prosesus tranversus thorakalis, prosesus tranversus
cervikalis. Insersio pada vertebrospinalis yang berdekatan di atasnya,
mendapat persarafan dari ramus dorsalis nervus spinalis. Fungsi otot ini bila
berkontraksi adalah gerak ekstensi dan rotasi kolumna vertebralis.
18
Gambar 2.6 Otot multifidus (Sobotta, 2007)
d. Otot Rektus Abdominus
Otot ini berasal dari permukaan luar kartilago kostae 5-6-7, prosesus
xipoideus, dan ligamentum sipoidea. Insersio pada sisi kranial tulang pubis
antara tuberkulum pubikum dengan simphisis pubis. Persarafan dari saraf
interkostalis. Sedangkan fungsi otot ini adalah menarik thorak ke arah pelvis,
mengangkat pelvis ke depan dan menekan perut.
e. Otot Obliqus Abdominus Eksternus
Berasal dari permulaan kostae 5-6 sampai 12 dan berinsersio di krista
iliaka. Persarafannya dari saraf interkostalis bagian kaudal, iliohipogastrikus
dan saraf ilioinguinal. Otot ini berfungsi menekan perut, menarik rangka tubuh
condong ke depan, menarik pelvis ke atas, dan pasa kontraksi sepihak
membantu totasi thorak ke sisi yang berlawanan.
f. Otot Oblikus Abdominus Internus (sobotta, 2007)
Berasal dari krista iliaka, fasia thorakolumbalis, dan pada dua pertiga
ligamen inguinal. Dan berinsersio pada ke-3 atau ke-4 kartilago kostalis dan
linea alba. Persarafannya dari saraf interkostalis bagian kaudal, ilio
19
hipogastrikus, dan saraf ilio inguinal. Fungsi otot tersebut adalah rotasi ke sisi
yang sama, membantu otot oblikus abdominus eksternus pada sisi yang
berlawanan untuk menekuk / fleksi dan rotasi kolumna vertebralis ke samping.
g. Otot Diafragma Thorak
Diafragma dalam bahasa Yunani berarti “pembatas”. Merupakan
struktur muskulo tendinous, bagian perifer berotot dan bagian tengah berupa
aponeurosis yang disebut sentrum tendineum. Diafragma thorak berbentuk
kubah di kanan dan kiri memisahkan rongga abdomen dengan rongga dada.
Alas diafragma berbentuk cembung dan atapnya cekung (Kisner, 2012).
Serabut otot diafragma bertaut secara radial ke sentrum tendineum dan terdiri
dari 3 bagian sesuai dengan tempat letaknya yaitu:
a. Bagian sternalis diafragma: dibentuk oleh dua jurai otot yang melekat pada
permukaan dorsal prosesus siphoideus thorak.
b. Bagian diafragma kostalis: berupa jurai otot yang lebar berasal dari
permukaan dalam keenam kosta paling kaudal, berikut kartilago
kostalisnya.
c. Bagian diafragma lumbal: berasal dari vertebra lumbal satu (L1) sampai
dengan lumbal tiga (L3) dengan perantaraan dua kaki dari ligamentum
akruatum.
Sentrum tendineum merupakan urat dimana semua serabut otot
diafragma melebar pada permukaan kaudal jaringan ikat perikardium, tidak
memiliki perlekatan pada tulang.
20
Persarafan otot diafragma berasal dari saraf frenikus C3-5, persarafan
sensoris dari sentral saraf frenikus C3-5, sedangkan saraf perifer oleh saraf
interkostalis T5-11, dan saraf subkostalis T12.
Otot-otot yang memperkuat gerakan lumbal adalah:
a. Otot errector Spine
Merupakan grup otot yang luas dan terletak dalam pada facia
lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca
dan procesus spinosus thoraco lumbal. Otot terdiri atas: m.tranverso spinalis,
m.longissimus, m.iliocostalis, m.spinalis, m.paravertebral. Group otot ini
merupakan penggerak utama pada gerakan extensi lumbal dan sebagai
stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.
b. Otot abdominal
Merupakan grup otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat
dinding abdominal.Pada group otot ini ada 4 otot abdominal yang penting
dalam fungsi spine, yaitu m.rectus abdominis, m.obliqus external, m.obliqus
internal dan m.transversalis abdominis. Grup otot ini merupakan fleksor trunk
yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal.Di samping
itu m.obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk.
c. Deep lateral muscle
Merupakan grup otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri
dari m.quadratus Lumborum, m.Psoas. Grup otot ini berperan pada gerakan
lateral fleksi dan rotasi lumbal. Secara umum, segmen L5-S1 merupakan
segmen yang banyak mengalami masalah dikarenakan segmen ini merupakan
21
segmen yang paling bawah dan menerima beban paling besar.Pusat gravitasi
jatuh tepat melewati segmen ini, yang mana ini bermanfaat dapat mengurangi
tegangan-geser (shearing stress) segmen ini.Ada suatu transisi dari segmen
yang mobil yaitu L5 ke segmen yang stabil atau terfiksir yaitu S1 yang mana
dapat menambah tekanan pada area ini. Oleh karena sudut L5 dan S1 ini lebih
besar dibandingkan sendi vertebra lainnya, sendi ini mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan tekanan. Faktor lain yang menambah tekanan
pada segmen ini ialah gerakan pada segmen ini relatif lebih besar
dibandingkan dengan segmen lain dari lumbal.
2.1.2.7 Sistem Persarafan
Komponen-komponen segmen gerak vertebra dipersarafi oleh 2 saraf
utama yaitu rami posterior primer saraf spinal dan saraf sinus vertebralis.Saraf
spinal yang keluar dari foramen intervetebralis membagi 2 menjadi rami anterior
primer dan rami posterior primer. Ramus posterior berperan penting dalam back
pain karena ramus tersebut mempersarafi komponen-komponen segmen bagian
posterior yaitu kapsul sendi facet, ligament interspinale dan supraspinatus,
ligament intertranversus, ligament flavum serta fascia dan otot-otot pungung.
Ramus posterior primer berjalan keluar sekitar 6 mm sebelum membagi menjadi
cabang medial dan lateral. Cabang medial adalah penting karena cabangcabangnya mempersarafi facet joint diatas dan di bawahnya.Saraf sinusvertebralis
terbentuk dari cabang-cabang akar saraf spinal dan trunk simpatetic. Kemudian
saraf ini berjalan masuk kembali ke dalam canalis spinalis melalui foramen
intervetebralis dan membagi kedalam jaringan filament. Jaringan saraf ini
22
mempersarafi ligament longitudinal posterior durameter dan jaringan epidural,
pembuluh darah, periosteum, corpus vertebra dan serabut-serabut superficial dari
annulus fibrosus (Kambodji, 2002).
2.1.3
Epidemologi Nyeri Pinggang Mekanik
Prevalensi Low Back Pain di Amerika Serikat cukup besar yaitu 75-93%
manusia dewasa sudah pernah mengalami low back painatau nyeri pinggang
semasa hidupnya, dan paling banyak usia 45-64 tahun 90% dan di atas 84 tahun
93%. Berdasarkan jenis kelamin perempuan lebih banyak (70,3%) dibandingkan
laki-laki
(57,4%).
Sedangkan
berdasarkan
etnis
lain
belum
diketahui
prosentasenya karena jumlah populasinya belum jelas.
Dalam sebuah survey yang lain di beberapa negara, orang yang menderita
low back pain pada saat itu adalah 17-30% dalam sebulan mencapai 19-43% dan
yang pernah menderita low back painsemasa hidupnya mencapai 80% (Kambodji
et al., 2002).
Kebanyakan pasien dengan low back pain (LBP) tidak mengakibatkan
kecacatan dari 50% penderita LBP membaik dalam satu minggu , sementara lebih
dari 90% merasa lebih baik dalam 8 minggu. Sisanya sekitar 7%-10% mengalami
keluhan yang berlanjut sampai lebih dari 6 bulan.
Menurut Kambodji (2002) di Amerika Serikat, sepertiga pekerja
mengalami sakit pinggang.Sekitar 150 juta hari kerja hilang setiap tahunnya yang
melibatkan 17% dari seluruh pekerja di Amerika. Angka kejadian LBP pada
pekerja sangat bervariasi, tergantung pada tipe pekerjaannya. Pekerja yang
mempunyai resiko paling tinggi untuk penderita sakit pinggang adalah yang
23
sering mengangkat beban berat, membungkuk, dan mendorong seperti pekerja
kontruksi, pekerja pertambangan, dan petani. Sedangkan yang mempunyai resiko
minimal untuk terkena sakit pinggang adalah yang tidak banyak melakukan
aktivitas fisik, seperti: pekerja ansuransi, pekerja administrasi, akuntan.
Low back pain (LBP) adalah keluhan yang berasal dari berbagai macam
jaringan dalam struktur vertebra.Sekitar 45% kasus LBP, nyeri berasal dari
discusnya. Sedangkan 13% nyeri berasal dari gangguan di sacroilliaca joint, dan
antara 15% sampai 40% nyeri berasal dari facet joint (Kalleward, 2010).
2.1.4 Etiologi Nyeri Pinggang Mekanik
Faktor mekanik sebagai penyebab nyeri pinggang bawah mekanik adalah
sebagai berikut:
a. Sikap tubuh atau postur yang jelek
Yang dimaksud dengan sikap tubuh yang jelek adalah adalah sikap berdiri
membungkuk ke depan, tidak tegak, kepala menunduk, dada datar, dinding perut
menonjol dan punggung bawah sangat lordotik. Keadaan ini akan membuat titik
berat badan akan jatuh ke depan. Sebagai kompensasi punggung harus ditarik
kebelakang dan akan menimbulkan hiperlirdosis lumbal. Hal ini bila berlangsung
lama akan menimbulkan kelelahan otot dan rangsangan pada ligamen-ligamen
yang akan dapat menimbulkan rasa nyeri.
b. Fleksibilitas yang jelek
Kurangnya olah raga membuat fleksibilitas sendi-sendi dan ekstensibilitas
jaringan ikat menjadi kurang baik, sehingga mudah sekali mengalami penarikan
dan peregangan pada pergerakan yang sebenarnya kurang berarti.
24
c.
Otot-otot penyusun vertebra yang lemah
Otot perut, otot punggung, gluteus maksimus dan iliopsoas adalah otot yang
sangat penting didalam mempertahankan sudut lumbosakral pada posisi yang
optimal 30°. Kelemahan otot-otot tadi akan menimbulkan pembesaran sudut
lumbosakral. Hal ini juga dikenal sebagai punggung yang tidak baik (unstable
back).
d.
Exercise technique dan lifting technique yang kurang
Latihan
yang
salah
atau
teknik
mengangkat
yang
salah
dapat
meningkatkan tekanan ekstra pada punggung bawah dan berpotensi menimbulkan
keluhan nyeri punggung bawah.lokasi nyeri pinggang mekanik terutama daerah
pinggang bawah dan nyeri dapat menjalar ke lutut, paha dan pantat.
2.1.5 Gejala Nyeri Pinggang Mekanik
McKenzie mengemukakan tiga gejala utama (sindroma McKenzie) yang
termasuk dalam kelompok Mechanical back pain:
a. Sindroma Postural biasanya dijumpai pada usia dibawah 30 tahun
terutama mereka yang pekerjaannya memerlukan posisi duduk dan kurang
berolah raga, nyerinya bersifat intermiten dan timbul akibat deformasi
jaringan lunak, ketika jaringan lunak sekitar segmen lumbalis dalam posisi
teregang dalam waktu yang lama. Terlihat dalam posisi duduk yang salah
termasuk adanya forward head ounded shoulders dan fleksi berlebihan
dari pinggang bawah.
b. Sindroma Disfungsi biasanya dijumpai pada usia diatas 30 tahun, kecuali
jika disebabkan oleh trauma sering dijumpai adanya postur yang buruk
25
dalam jangka waktu lama (lebih dari 10 tahun) dan berupa hasil akibat
spondylosis , trauma, atau derangement. Sindroma disfungsi adalah gejala
kedua di mana terjadinya adaptive shorthening dan hilangnya mobilitas
yang menyebabkan nyeri sebelum dapat mencapai gerakan akhir secara
penuh. Pada dasarnya, kondisi ini timbul karena gerakan yang dihasilkan
tidak cukup dilakukan pada saat pemendekan jaringan lunak berlangsung.
Disfungsi ini dinamai berdasarkan gerakan yang hilang atau dibatasi.
Misalnya, disfungsi fleksi akan membatasi kemampuan seorang individu
untuk membungkuk ke depan di daerah tulang belakang.
c. Sindroma Derangement biasanya dijumpai pada usia antara 20-55 tahun,
pasien mempunyai sikap duduk yang salah. Sindroma derangement adalah
situasi di mana posisi istirahat yang normal dari dua permukaan artikular
vertebra yang berdekatan terganggu sebagai akibat dari perubahan posisi
cairan nuklues. Perubahan posisi nukleus juga dapat mengganggu materi
annular. Perubahan dalam sendi akan mempengaruhi kemampuan
permukaan sendi untuk bergerak dalam jalur normal.Kondisi ini menjadi
menyakitkan ketika terjadi intrudes nuklues pada jaringan lunak yang
sensitif terhadap nyeri. Gejala cenderung tersentralisasi dan akhirnya
berkurang sebagai hasil dari relokasi diskus dan deformitas jaringan
sekitarnya berkurang (McKenzie. 2008).
Menurut McKenzi, nyeri pinggang mekanik ditandai dengan gejala sebagai
berikut :
a. Nyeri terjadi secara intermiten atau terputus-putus.
26
b. Sifat nyeri tajam atau mendadak, dipengaruhi oleh sikap atau gerakan yang
bisa meringankan ataupun memperberat keluhan.
c. Membaik setelah istirahat dalam waktu yang cukup dan memburuk setelah
digunakan untuk beraktivitas.
d. Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerah-merahan
ataupun pembengkakan.
e. Terkadang nyeri menjalar ke pantat atau paha
f. Terkadang ada morning stiffness atau nyeri.
g. Nyeri terkadang bertambah hebat bila bergerak ekstensi, side fleksi, rotasi,
berdiri, berjalan atau duduk.
h. Nyeri berkurang bila berbaring terutama tengkurap.
2.1.6
Proses Patologi Nyeri Pinggang Mekanik
Banyak penyebab nyeri pinggang mekanik bawah. Penyebab paling umum
adalah degeneratif discus dan facet, proses yang berkaitan dengan usia dan otot,
atau cedera pada ligamen. Patologi ini terbatas pada penyebab muskuloskeletal,
yang dapat dibagi menjadi sindrom nerve root, sindroma nyeri muskuloskeletal,
dan degenerasi tulang.
Sindrom nerve root klasik ditandai dengan nyeri radikuler yang timbul dari
akar saraf pada diskus intervetbralis. Sebuah sindrom serupa juga dapat diproduksi
oleh peradangan dan iritasi.
Nyeri Impingement cenderung lokal, dan dapat dikaitkan dengan
paresthesia. Penyebab sindrom impingement ini paling sering terjadi di herniated
27
discus, stenosis tulang belakang, degenerasi tulang belakang. Hernia nucleus
pulposus diakibatkan oleh discus intervertebralis yang mengalami degenerasi.
Spinal stenosis terjadi ketika cairan pada discus intervertebralis berkurang
hal ini biasanya disebabkan oleh faktor usia. Trauma ringan juga dapat
mengakibatkan terjadinya spinal stenosis biasanya mengakibatkan rasa nyeri pada
bilateral pinggang
Degenerasi tulang belakang disebabkan oleh perubahan nucleus pulposus
yang menyebabkan terjadinya disfungsi dengan keluhan nyeri, gangguan stabilisasi
dengan ditandai morning sickness.
2.1.7Analisa Problematika Fisioterapi menurut ICF
Worid Health Organisation (WHO) menyediakan kerangka kerja yang
efektif bagi fisioterapi untuk lebih memahami keadaan dan disabilitas pasien dan
membantu dalam memprioritaskan pilihan pengobatan dengan International
Classification of Functioning Disability and Health (ICF). WHO-ICF model
terintregrasi dengan baik rehabilitasi, dan Edward serta model ICD. Penelitian di
masa harus memeriksa hasil terkait dengan mpenggunaan model WHO_ICF yang
dirancang secara memadai uji klinis.
Menurut Badley et al (2001), ICF dikelompokakan menjadi 2 bagian:
1. Bagian I adalah Functional and disability, mempunyai komponen-komponen :
(1) Body structure adalah bagian anatomi tubuh seperti organ, anggota badan
dan komponennya, (2) Body Function adalah fungsi fisiologi dari sistim tubuh
termasuk fungsi psikologis, (3) Activity limitation adalah keterbatasan atau
kesulitan individu dalam pelaksanaan tugas atau tindakan, (4) Paticipation
28
restriction adalah keterbatasan atau kesulitan individu dalam kehidupan
sosialnya.
2. Bagian II adalah Contextual Factors, mempunyai komponen: (5) Environment
factor adalah faktor-faktor lingkungan dan sosial yang mempengaruhi
kesehatan individu, (6) Personal factor adalah faktor-faktor dari dalam
individu yang mempengaruhi kesehatan.
Berdasarkan ICF, problematika nyeri pinggang bawah mekanik (NPBM)
dapat dikategorikan sebagai berikut:
Bagian I: Functional and disabilitty
a. Body structur impairment, meliputi: degenerasi discus intervertebralis
(s7608), strain dan sprain lumbal (s7602), kiposis thoracal lower (s 76002),
spasme otot-otot trunk (s7601), gliding/distraksi facet joint (s 6008), joint
disfunction (s7608).
b. Body function impairment meliputi: nyeri punggung bawah (b28013).
c. Activity limitation, meliputi: keterbatasan perawatan diri (mandi, berpakaian )
(d510), aktivitas duduk ( 4103), berdiri (d 4104), berjalan (d415), aktivitas
mengangkat (d430), tidur (d4100-d4150), aktifitas sexual (d7702).
d. Participation restriction, meliputi: keterbatasan dalam kehidupan sosial
(d9205), bepergian melakukan perjalanan (d920), berolah raga (d9201).
Bagian II, contektual factor
a.
Environment factors, meliputi: lingkungan yang tidak ergonomis ( e115e120-e135), jenis pekerjaan, kebiasaan yang tidak ergonomis
29
b.
Personal factor, meliputi : kegemukan, usia, genetic, perokok, peminum,
status sosial.
2.1.8 Red Flag
Red flag adalah suatu tanda-tanda atau gejala yang sering dikaitkan dengan
low back pain (LBP) spesifik.Tanda gejala bisa dilihat pada tabel 2.1 (Kisner,
2007).
Usia
Sejarah
Gejala
Temuan
< 20 tahun
Trauma
Keterbatasan
gerak fleksi
> 55 tahun
Riwayat kanker
Konstan
Progresif
Nyeri non spesifik
Gejala neurologis
Steroid sistim
sistemik
Deformitas
Tanda neurologis
Structural
Penyalahgunaan
obat
HIV
Berat badan turun
Nyeri thoracic
Gambar 2.7 Tabel Red Flag
Sumber : (Kisner, 2007)
2.2 Oswestry Disability Index (ODI)
2.2.1 Definisi
Organisasi kesehatan dunia WHO menggambarkan disability atau
ketidakmampuan dalam beraktivitas sebagai kendala dari kurangnya kemampuan
30
akibat dari adanya impairment untuk melakukan sebuah aktivitas dengan cara dan
dalam lingkup yang normal sebagai seorang manusia.
Menurut WCPT disability diartikan sebagai sebuah definisi paling dimana
didalamnya terdapat impairment, limitation functional, participation restriction.
Impairment adalah gangguan pada tingkat jaringan atau body function dan body
struktur, activity limitation adalah suatu bentuk kesulitan individu dalam
menyesuaikan suatu gerakan atau aktivitas, sedangkan participation restriction
adalah masalah yang terjadi pada individu dalam menghadapi suatu kehidupan
(WHO, 2011).
Disabilitas bukan hanya masalah kesehatan, disabilitas adalah fenomena
komplek yang merefleksikan interaksi antara tubuh seseorang dengan linkungan
sossial kehidupannya (WHO, 2011).
Pada Low Back pain ,sering di interprestasikan sebagai nyeri yang
berkaitan dengan aktivitas seperti berpakaian, duduk, berdiri, jalan, mengangkat
barang, kehidupan sex, rekreasi bahkan tidur. Pasien dapat memberikan informasi
dengan cara kita memberikan pertanyaan tentang disabilitasnya secara komplit
dan jelas. Pertanyaan lebih reliable dan konsisnten dibandingkan dengan
kuisioner.
Menurut Ostelo dan Vet, para ahli internasional merekomendasikan
penggunaan satu alat ukur diantara dua yang sudah dipercaya untuk mengukur
outcome disabilitas yang diakibatkan oleh low back pain (LBP), yaitu Oswestry
Disability Index (ODI) dan Roland-Morris Disability Questionnaire (RDQ).
Penting untuk memperhatikan bahwa perbedaan di antara kedua instrument
31
pengukuran ini adalah sangat kecil dan keduanya mempunyai isi yang hamper
sama. Kedua alat ukur ini sudah seringkali diuji dan sangat cocok untuk low back
pain (LBP).
Oswestry Disability Index (ODI) mempunyai 10 item pertanyaan tentang
aktivitas sehari-hari yang mungkin akan mengalami gangguan atau hambatan
pada pasien yang mengalami low back pain (LBP). Kesepuh pertanyaan tersebut
adalah:(1) intensitas nyeri, (2) perawatan diri (mandi, berpakaian, (3) aktivitas
mengangkat, (4) berjalan, (5) duduk, (6) berdiri, (7) tidur, (8) aktivitas seksual. (9)
kehidupan sosial, (10) bepergian/melakukan perjalanan (Savie,2011).
2.2.2 Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas alat ukur ODI pada 30 pasien low back pain
(LBP) di daerah Tamil dengan menggunakan ODI yang diterjemahkan dalam
bahasa Tamil dan hasilnya adalah ODI dengan alfa Cronbach 0,92% dan memiliki
reliabilitas test-retest yang sangat tinggi dengan ICC0,92.
2.2.3 Pengukuran Disabilias
Pengukuran
disabilitas
pada
nyeri
punggang
bawah
mekanik
menggunakan kuisioner Oswestry Disability Index (ODI).
Oswestry disability Index (juga dikenal sebagai Oswestry Low Back Pain
Cacat Angket) adalah alat yang sangat penting bahwa peneliti dan evaluator cacat
digunakan untuk mengukur cacat fungsional permanen pasien. Tes ini dianggap
sebagai' standar emas' rendah alat hasil fungsional kembali.
Setiap pertanyaan mempunyai enam respon alternative mulai dari yang
“no problem” sampai dengan “not possible”. Skor Oswestry Disability Index
32
(ODI) kemudian dihitung dengan cara dijumlahkan setiap itemnya 0-5 jadi total
nilai maksimal adalah 50, kemudian dikalikan 100. Jika ada salah satu item
yangtidak di jawab, maka yang dihitung hanya yang di jawab saja. Jadi rentang
nilai akhir ODI adalah 0 sampai 100 (Fairbank dan pynsent, 2000).
Contoh: Intensitas Nyeri
a. Saat ini saya tidak merasa nyeri
(nilai 0)
b. Saat ini nyeri terasa sangat ringan
(nilai 1)
c. Saat inimterasa terasa dingin
(nilai 2)
d. Saat ini nyeri terasa sangat
( nilai 3)
e. Saat ini nyeri terasa sanat besar
(nilai 4)
f. Saat ini nyeri terasa amat sangat berat ( nilai 5)
Jika total skor 20 dan semua item dijawab
Skor = 20 x 100% = 40%
50
Jika total skor 20 dan satu item tidak dijawab
Skor= 20 x 100% = 44,4%
45
Interprestasi score pada quisener oswestry disability index sebagai berikut:
1. 0 %-20 % (minimal disability).
Pasien dapat menjalankan hamper semua aktifitas sehari-harinya. Biasanya
pasien tidak memerlukan tindakan pengobatan, hanya anjuran bagaimana cara
mengangkat, posisi duduk, latihan dan diet.
33
2. 21%-40% (moderate disability)
Pasien merasa sakit dan kesulitan dengan duduk, mengangkat dan berdiri.
Travelling dan kehidupan sosial akan sulit dan mereka mungkin tidak kerja.
Perawatan pribadi, aktivitas seksual dan tidur yang tidak terlalu berpengaruh
dan biasanya dapat dikelola denagn konservatif.
3. 41%-60% (severe disability).
Pasien pada kelompok ini nyeri menjadi keluhan utama pada setiap akfitas
sehari-hari. Pasien memerlukan pemeriksaan lebih lanjut
4. 61%-80% (crippled)
Sakit punggung ini membebani pada semua aspek kehidupan pasien baik di
rumah .maupun ditempat kerja .Pasien ini memerlukan intervensi positif
5. 81%-100%
Pasien ini baik tidur-terikat atau melebih-lebihkan gejala mereka.Pasien
memerlukan perawatan dan pengawasan khusus selama pengobatan.
2.3 Latihan Metode McKenzie
2.3.1 Definisi Latihan Metrode Mc.Kenzie
Terapi latihan metode McKenzie merupakan suatu tehnik latihan dengan
menggunakan gerakan badan terutama kebelakang/ekstensi, biasanya digunakan
untuk penguatan dan peregangan otot-otot ekstensor dan fleksor sendi
lumbosacralis dan dapat mengurangi nyeri. Latihan ini diciptakan oleh Robin Mc
Kenzie Exercise. Prinsip latihan McKenzie adalah memperbaiki postur untuk
mengurangi hiperlordosis lumbal. Sedangkan secara operasional pemberian
34
latihan untuk penguatan otot punggung bawah ditujukan untuk otot-otot fleksor
dan untuk peregangan ditujukan untuk otot-otot ektensor punggung (McKenzie,
2008).
Gerakan optimal yang penting untuk menimbulkan efek penguluran pada
struktur jaringan yang mengalami pemendekan, yaitu antara 5-15 kali setiap satu
prosedur gerakan dan diulang antara 5-15 kali dalam satu seri pengobatan sesaui
dengan kondisi pasien sedangkan untuk home program dapat dilakukan dirumah 2
kali sehari, terutama sebelum bangun tidur harus terlebih dahulu latihan. Adapun
pemilihan jenis dan model gerakan harus disesuaikan dengan patologi dan hasil
pemeriksaan yang didapat serta arahan yang sudah diajarkan oleh fisioterapi.
2.3.2 Analisis latihan Metode McKenzie
Metode McKenzie adalah sistem klasifikasi dan pengobatan berbasis
klasifikasi untuk pasien dengan nyeri punggung bawah metode McKenzie adalah
diagnosis mekanik dan terapi (MTD). Metode McKenzie dikembangkan pada
tahun 1981 oleh Robin McKenzie ahli Fisioterapi dari Selandia Baru.
Metode McKenzie ada dari 3 langkah: evaluasi, pengobatan dan
pencegahan. Evaluasi diterima menggunakan gerakan berulang-ulang dan posisi
berkelanjutan. Dengan tujuan untuk memperoleh pola respon nyeri, yang disebut
sentralisasi, gejala anggota tubuh bagian bawah dan punggung bawah
diklasifikasikan menjadi 3 subkelompok: sindrom postural, sindrom disfungsi dan
sindrom derangement. Pilihan latihan dalam metode McKenzie didasarkan pada
arah (fleksi, ekstensi atau pergeseran lateral tulang belakang).
35
Tujuan terapi ini adalah mengurangi rasa sakit, sentralisasi gejala (gejala
bermigrasi ke garis tengah tubuh) dan pemulihan lengkap nyeri. Langkah
pencegahan terdiri dari mendidik dan mendorong pasien untuk berolahraga secara
teratur dan perawatan diri. Semua latihan untuk tulang belakang lumbal yang
berulang beberapa kali untuk mengakhiri jarak pada gejala tulang belakang dalam
satu arah. Ketika Anda melakukan hanya 1 pengulangan, ini akan menimbulkan
rasa sakit. Bila Anda mengulanginya beberapa kali rasa sakit akan berkurang.Juga
setelah penghentian gerakan perubahan intensitas nyeri dapat bertahan, yang
mengarah ke modalitas pengobatan. Sebuah arah tunggal gerakan berulang atau
postur berkelanjutan mengarah pada penghapusan berurutan dan abadi dari semua
gejala disebut distal dan penghapusan berikutnya rasa sakit tulang belakang yang
tersisa (Thomas, 2007).
2.3.3 Manfaat latihan McKenzie
Membebaskan kekakuan sendi oleh kapsulo ligamentar tightness,
menurunkan nyeri dan spasme otot melalui efek rileksasi, dapat memanjangkan
otot dengan adanya hda, perbaikan/koreksi tehadap posture yang buruk dengan
memberikan kebiasaan posture baru dengan aligment yang senormal mungkin.
Dengan ekstensi spine secara intermiten akan mereposisi nucleus ke posisi
anterior sebagai akibat dai penekanan pada discus bagian dorsal dan peregangan
discus bagian anterior.
2.3.4 Prosedur latihan Metode McKenzie
Berbagai macam bentuk metode latihan yang bisa diberikan untuk
penderita nyeri pinggung mekanik antara lain bisa dilihat dalam tabel dibawah ini
36
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam latihan McKenzie:
a. Penyusunan latihan dimulai dari gerakan-gerakan yang termudah bagi pasien,
kemudian ditingkatkan sesuai kemampuan pasien.
b. Saat melakukan latihan sedapat mungkin gerakan lurus bungkuk dilakukan
secara hati-hati, berirama, dan terkontrol.
c. Setiap jenis gerakan dikerjakan paling sedikit lima kali dan gerakan dilakukan
sebanyak 15 kali
d. Latihan dengan posisi tengkurap sebaiknya dilakukan di lantai dengan
menggunkan matras yang agak keras. Dilakukan semampu pasien
e. Harus memberitahukan kepada yang bersangkutan apabila latihan yang
dilakukan menambah rasa sakit, bahkan jika perlu latihan yang harus
dihentikan.
37
No Gambar
1.
Bentuk Latihan
Analisis
. Lying facedown
Rileksasi otot-otot
a. a. Posisi tengkurap, kedua back ekstensor
tangan lurus disamping
badan
b. b.Kepala menoleh ke
satusisi,pertahankan
posisiini,tarik
nafas
dalam, rileks selama 2 –
3 menit
2
Lying
facedown
in
extension/ Prone Lying on
Ekbow
a. Letakkan kedua siku
sejajar bahu
b. Angkat badan dengan
tumpuan pada siku dan
lengan bawah
c. Tarik nafas dalam, rileks
selama 2 – 3 menit
Mengembalikan
posisi nucleus
pulposus terdorong
kembali ke anterior
sehingga annulus
fibrosus yang
menekan ligament
longitudinal
posterior akan
berkurang sehingga
inflamasi dan nyeri
akan berkurang
3
Prone press-up
a. Letakkan kedua siku
sejajar bahu
b. Angkat badan dengan
tumpuan pada tangan
dan lengan bawah
c. Tarik nafas dalam, rileks
selama 2 – 3 menit
Terjadi peregangan
jaringa lunak bagian
anterior yaitu
ligament anterior.
38
Extension in standing
a. Berdiri tegak, kedua
kaki dibuka seajar bahu
b. Letakkan kedua tangan
di pinggang
c. Lengkungkan badan ke
belakang sejauh
mungkin
d. Pertahankan kedua lutut
lurus
4
Memulihkan
mobilitas, fungsi
lumbal dan
memperbaiki
postur.
Gambar 2.8 Tabel Bentuk latihan Mc.Kenzie Exercise
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015
2.3.5
Mekanisme Penurunan Disabilitas Pada Latihan Metode McKenzie
Aplikasi terapi latihan metode McKenzie dapat menurunksn disabilitas pada
kasus
nyeri
punggung mekanik
dikarenakan
pada
posisi
ekstensiyang
dipertahahnkan dalam 6 detik akan diperoleh peregangan pada jaringan lunak
bagian anterior yaitu ligamen anterior sehingga akan mengembalikan posisi spine
pada posisi ekstensi. Hal ini merupakan suatu counter posisi yang menimbulkan
dorongan discus ke posterior. Pada otot yang spasme akan terjadi pelemasan
(rileksasi) oleh peregangan yang intermiten dan kontinyu terhadap otot antagonis
pelemasan ini terjadi karena adanya peregangan yang akan merangsang golgi
tendon sehingga terjadi reflek rileksasi otot yang bersanngkutan dan peregangan
intermiten akan memperbaiki mikrosirkulasi oleh pumping action sehingga
mengurangi iritasi pada saraf afferent yang oleh menimbulkan reflek peningkatan
39
tonus otot. selanjutnya akan terjadi penekanan discus ke sisi posterior shingga
akan didapat gaya tangensial yang mendorong nucleus ke ventral. Akibatnya
adanya gerak dinamis ekstensi yang dilakukan berulang dapat meningkatkan
cairan discus dan corpus yang kemudian akan menurunkan viscositas nucleus
pulposus ke posisi anteriordan dapat mengurangi iritasi terhadap jaringan
sekitarnya (McKenzie, 2012). Dengan keadaan seperti ini aktivitas fungsioanl
dapat lebih ditingkatkan.
2.4 Core Stability
Core sta1ility exercise merupakan suatu pelatihan yang menggunakan
kemampuan dari lumbal spine dan pelvis dengan bantuan sendiri sesuai dengan
garis alignment tubuh yang simetri (Rubenstein, 2005).
2.4.1 Definisi Core Stability
Core stability secara definisi adalah kemampuan untuk mengontrol posisi
dan gerak dari trunk atau batang badan melalui panggul atau pelvis sampai kaki
yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal, perpindahan, kontrol
tekanan dan gerakan ke segmen terminal dalam aktifitas rantai kinetik terintegrasi.
Core stability juga merupakan aktivasi sinergis dari otot-otot bagian dalam trunk
yakni otot tranversus abdominus, otot multifidus, otot diafragma, dan otot dasar
panggul (Kibler, 2006).
Core stability dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk mengontrol
posisi dan gerakan pada bagian pusat tubuh. Target utama dari jenis latihan ini
adalah otot yang letaknya paling dalam dari otot perut yang terkoneksi dengan
tulang belakang (spine), panggul (pelvic) dan bahu (shoulder).
40
Irfan (2010), mengatakan core stability adalah kemampuan untuk
mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai pelvis yang digunakan untuk
melakukan gerakan secara optimal dalam proses perpindahan, kontrol tekanan dan
gerakan saat aktifitas. Core stability merupakan salah satu komponen penting
dalam memberikan kekuatan lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan
aktifitas gerak secara efisien.
Markwell dan Sapsford (1999), menjelaskan bahwa dua grup otot yakni
otot dasar panggul dan otot tranversus abdominus telah diketahui merupakan
bagian dari sistem otot lokal bagi stabilisasi lumbopelvis, untuk mengontrol posisi
dan gerak dari trunk sampai pelvis. Meningkatnya aktifitas otot tranversus
abdominus adalah sinergis dengan meningkatnya aktifitas otot dasar panggul.
Core stability berhubungan dengan bagian tubuh yang dibatasi oleh
dinding perut,
pelvis, punggung bagian bawah dan diafragma sertakan
kemampuannya untuk menstabilkan tubuh selama gerakan. Otot-otot utama yang
terlibat meliputi transverses abdominis, obliques internal dan eksternal, quadratus
lumborum dan diafragma. Diafragma adalah motor
utama untuk menghirup
napas pada manusia dan lain sebagainya, sangat penting dalam memberikan
kekuatan core stability saat bergerak dan mengangkat beban (Ludmilla et al.
2003).
Voight (2007), mengatakan core merupakan “centre of power” yang
terletak di trunk. Fungsi core yang utama adalah untuk memelihara stabilisasi
posisi dan gerakan tubuh bahkan saat istirahat sekalipun otot core tetap bekerja.
Karena otot core merupakan satu kesatuan maka ketika melakukan kontraksi otot
41
dasar panggul ketiga otot yang lain secara bersamaan ikut berkontraksi. Oleh
karena itu, dalam pelatihan untuk meningkatkan kekuatan otot dasar panggul akan
selektif bila disertai kontraksi dari otot kelompoknya yakni otot tranversus
abdominus, otot multifidus, dan otot diafragma sehingga hasil yang dicapai lebih
optimal.
Pelatihan core stability exercise akan membantu memelihara postur yang
baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada
lengan dan tungkai. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas
postur (aktivasi otot core stability) yang optimal, maka mobilitas pada ektremitas
dapat dilakukan dengan efisien (Kibler, 2006). Salah satu sumber dari otot-otot
core adalah diafragma, kontraksinya terjadi secara simultan dari diafragma. Otototot pelvic floor dan abdominal diperlukan untuk meningkatkan Intra Abdominal
Pressure (IAP) dan memberikan rigiditas cylinder runtuk menopang trunk,
menurunkan
beban pada otot-otot spine
dan meningkatkan stabilitas trunk.
Kontribusi diafragma pada IAP penting sebelum menginervasi gerakan-gerakan
dari ekstremitas atau anggota gerak, sehingga trunk menjadi stabil. Pada akhir
komponen yang terpenting pada trunk terhadap otot core adalah otot pelvic floor
karena kesulitan untuk menilai otot ini secara langsung sehingga sering
diabaikan..
Secara klinis dapat dilihat bahwa dengan hanya sebuah peningkatan kecil
dalam mengaktifkan otot multifidus dan abdominus membuat segmen spinal
menjadi stiffness (maksimal kontraksi volunteer pada aktivitas keseharian sekitar
5% dan 10% sebagai maksimal kontraksi volunteer untuk aktivitas tertentu). Pola
42
aktivasi sinergis yang meliputi otot-otot abdominus, diafragma dan pelvic floor
memberikan base of support pada seluruh trunk dan otot spinalis.
Pada pelatihan core stability exercise dikenal ada yang disebut dengan
kinetik chain yang bekerja pada saat:
a. Kontrolsecara optimal
b. Mendistribusikan tekanan yang merata
c. Mengefisienkan semua gerakan secara optimal
d. Tanpa latihan yang berlebihan
e. Tanpa melakukan gerakan yang berlebihan/penekanan
f. Sendi dalam keadaan stabil
g. Kontrol neuromuskular
Setiap melakukan gerakan selalu melibatkan bidang gerak artinya apabila
melakukan gerak kesalah satu bidang gerak tubuh maka otot yang bekerja tidak
hanya pembentukan gerakan tersebut tapi dibantu oleh otot yang berada disekitar
bidang gerak tersebut. dan bukan itu saja dalam core stability exercise ini pada
prinsipnya menghasilkan penguatan dan penguluran,misalnya fleksi trunk otototot agonisnya akan mengalami penguatan sedangkan antagonis mengalami
penguluran begitu juga sebaliknya pada saat ekstensi trunk otot antagonisnya
mengalami penguatan sedang agonisnya mengalami penguluran. Pelatihan core
stability exercise harus menempatkan tulang punggung dalam posisi netral untuk
memastikan kemampuan semua otot yang terlibat. Pelatihan mulai dengan latihan
statik untuk daya tahan otot, latihan dilakukan secara bertahap dan berulangulang, latihan meningkat kesulitannya dengan sendi dan otot lainnya yang terlibat
43
sampai pada level pelatihan core stability exercise yang dinamis. Dalam
memberikan latihan yang terpenting adalah cara memberikan instruksi dengan
petunjuk yangbenar atau komunikasi dengan baik dan benar.
2.4.2 Metode latihan
Metode latihan pada core stabilization diberikan dalam bentuk : prone plank,
side support plank, bridging dan crunk.
44
o
Bentuk latihan
Analisis
1.
Prone Plank
Melibatkan semua otot core
seperti m. rectus abdominis,
m. internal dan eksternal
oblique, m. tranvers
abdominis, flexor hip, m.
erector spine, m. multifidus
dan untuk stabilisasi tulang
belakang.
2.
Side Suppot Plank
Melibatkan otot-otot
stabilisator lateral dari ankle
sampai bahu. Latihan sangat
efektif untuk membantu
kekautan otot panggul sisi
lateral, stabilitas serta
menjaga kekuatan otot
oblique dan tranvers
abdominis
3.
Bridging
Penguatan m. gluteus
maksimus,m. hamstring, m.
erector spine, m. multifidus
dan untuk stabilisasi tulang
belakang
4.
Crunk
Penguatan m. diafragma, m.
rectus abdominis, m.
tranvers abdominis.
Gambar 2.9 Bentuk latihan Core Stabilitation
Sumber : Akuthota, 2008
45
2.4.3 Mekanisme Core Stabilization Exercise Terhadap penurunan disabilitas
Nyeri Pinggang Bawah Mekanik
Core stabilisasi dimaksudkan untuk memelihara hubungan pemanjangan
normal dari fungsi otot agonis dan antagonis yang mana akan meningkatkan
hubungan dari kedua kekuatan pada daerah lumbo-pelvic-hip komplek (Kibler,
2006).
Pada saat latihan terjadi kerja pada otot dimana intra abdominal pressure
(IAP) memepersempit ruang yang terbentuk antara m. Tranversus abdominis, m.
Obliques internus, m. diafragma dan otot pelvic floor. Efek dari latihan core
stabilisai akan mengembangkan kerja otot dynamic muscular corset dengan
kontraksi yang terkoordinasi dan bersamaan (ko-kontraksi) dari otot tersebut akan
memberikan rigiditas calenders untuk menopang trunk, akan mengurangi beban
kerja dari otot lumbal,ketegangan otot yang abnormal akan berkurang, dan otototot core mengalami penguatan sehingga jaringan tidak mudah cidera.
Pada kondisi nyeri punggung bawah mekanik akibatnya adanya spasme
otot, kelemahan otot abdominal dan otot mutifidus mengalami kelemahan dengan
pemberian latihan core stability mengakibatkan terjadiya peningkatan level
tension pada otot kontraksi otot tersebut disertaipula dengan adanya peningkatan
motor rekrutmen yang selanjutnya akan menghasilkan output tenaga yang berasal
dari kontraksi otot yang meningkat. Peningkatan rekrutmen motor unit
terdepolarisasi selama latihan. Hal ini akan merupakan mechanism selama 2-6
minggu, minggu pertama disertai peningkatan rekrutmen dan motor unit
excitability, dengan banyaknya jumlah motor unit yang terdepolarisasi akan
46
menghasilkan kekuatan otot yang besar dan modulasi yang pada gilirannya
menghasilkan suatu perasaan yang subyektif yang dikenal dengan persepsi nyeri.
2.5 Traksi manipulasi
2.5.1 Mobilisasi PACVP
Mobilisasi PACVP adalah merupakan suatu tehnik manipulasi apophyseal
joint yang mempunyai efek gapping bilateral sendi intervetebra. PACPV ditujukan
untuk mengulur system ligament intervetebra, menurunkan spasme otot, gapping
test, memobilisasi nucleus pulposus keposisi normal, meningkatkan sirkulasi darah
didaerah sekitar nyeri dan koreksi postur sehingga dapat meningkatkan lingkup
gerak sendi pada segment lumbal (Krause, 2012)
PACVP merupakan suatu tehnik manipulasi untuk membuka facet
(gapping) posterior-anterior pada upper-lower lumbal dengan mengandalkan
tekanan atau dorongan dari dada/sternum fisioterapis.diberikan pada upper lumbal
dan beberapa lower lumbal yang diberikan dengan gerakan ekstensi lumbal
ditambah dengan postero-anterior trust dengan gerak kejut dan menggunakan
penekanan langsung pada segment vertebral yang mempunyai efek gapping
bilateral. Dorongan ke depan pada manipulasi akan menimbulkan penguluran
berupa traction intervertebralis, gerak luncur pada intervetebral, peregangan pada
sistim capsul ligamneter, mobilisasi nucleus dan rileksasi otot.
2.5.2 Traksi Manual lumbal
Traksi manual lumbal yaitu, traksi yang diberikan oleh terapis,
menggunakan lengan dan/atau kaki pasien, suspensi terbalik yaitu, traksi yang
diberikan oleh gaya gravitasi, melalui berat badan pasien dengan.Ia telah
47
mengemukakan bahwa perpanjangan tulang belakang, melalui penurunan lordosis
dan meningkatkan ruang intervertebralis, menghambat nyeri (nociceptive) impuls,
meningkatkan mobilitas, mengurangi stres mekanik, mengurangi kejang otot atau
kompresi akar nyeri zygapophyseal, dan melepaskan perlengketan di sekitar sendi
zygapophyseal dan anulus fibrosus (Krause, 2000).
2.5.3 Efek Manipulasi
Saat dilakukan traksi lumbal, bunyi clicking sering dijumpai mengikuti
menipulasi tersebut. Bunyi click yang muncul saat manipulasi traksi lumbal dapat
berupa lepasnya structural adhesion. kembalinya posisi sendi ke posisi semula
dan kemungkinan pergeseran dari tendon atau ligamentum.
1. Efek Fisiologi Traksi Manipulasi
Rileksasi otot
Pada saat traksi lumbal akan disertai terjadinya penguluran pada otot-otot
paralumbal. Hal ini akan merangsang golgi tendon organ sehingga spasme
otot akan berkurang dan efek rileksasi dapat tercapai. Selain itu, akibat
terjadinya rileksasi otot maka proses viscous circle pada otot akan terputus
sehingga nyeri akan berkurang.
2. Efek terapeutik traksi manipulasi
a. Mengurangi Nyeri
Pemberian traksi lumbal dimana terdapat gerak kejut atau thrust akan
meningkatkan
cairan
intraartikular
dalam
sendi.
Akibatnya
akan
meningkatkan sirkulasi jaringan sehingga iritasi jaringan berkurang dan nyeri
akan berkurang.
48
b. Melebarkan foramen intervertebralis
Pelebaran foramen intervertebralis diperoleh dari pembukaan facet
melalui posisi ektensi saat pelaksanaan traksi lumbal.
c. Facet gapping
Traksi lumbal yang diberikan akan mengakibatkan regangan pada
permukaan facet sehingga menyebabkan jarak permukaan sendi menjauh atau
regang. Selain itu, adanya thrust atau gerak kejut pada saat dilakukan traksi
dapat pelekatan intraartikular sehingga iritasi pada facet berkurang bahkan
hilang. Maka akan didapatkan penurunan rasa nyeri.
3. Efek fisik
Dapat merangsang aktivitas biologis didalam sendi melalui gerakan cairan
sinovial. Gerakan cairan sinovial dapat meningkatkan proses pertukaran
nutrisi kepermukaan kartilago sendi dan fibrokartilago, sehingga cairan
sinovial meningkat.
4. Efek neurologis
Traksi dapat merangsang receptor sendi yaitu mekanoseptor yang dapat
menginhibisi pengiriman stimulus nociceptif pada medulla spinalis melalui
modulasi level spinal.
5.
Efek stretching
Traksi dapat meregang atau mengulur kapsul ligament melalui pelepasan
abnormal cross link antara serabut-serabut kolagen sehingga terjadi perbaikan
lingkup gerak sendi sampai mencapai tahap fungsional dari sendi dan dapat
49
memelihara ekstensibilitas dan kekuatan tegangan dari sendi dan jaringan
periartikular.
6.
Efek mekanik
Distraksi dengan amplitude kecil pada sendi akan menyebabkan terjadinya
pergerakan cairan sinovium yang akan membawa nutrisi pada bagian yang
bersifat avaskular dari kartilago sendi dan fibrokartilago, menurunkan nyeri dan
efek degenerasi statis saat nyeri dan tidak dapat melakukan gerakan dalam
lingkup gerak sendi tertentu.
2.5.4. Dosis Traksi Manipulasi
Dosis dan derajat traksi manipulasi adalah sebagai berikut:
a. Derajat I : Osilasi (di getarkan pada waktu penarikan) pada MLPP,
untuk mengurangi nyeri. Selalu digunakan pada saat melakuakan glide
mobilisasi.
b. Derajat II: Staccato (ditarik berhenti, kembalikan, tarik lagi) pada mid
range, untuk mengurangi nyeri.
c. Derajat III: Staccato mencapai pembatasan LGS, untuk menambah
mobilisasi sendi (traksi mobilisasi) dan untuk tes joint play movement
(traction test).
d. Derajat IV : Osilasi pada pembatasan LGS, yang berfungsi untuk
menambah LGS dan joint play movement merasakan end feel.
Dosis dan Kegunaan Traksi:
50
a. Derajat I atau II
1) Sendi yang terasa nyeri pertama-tama harus diterapi dengan
traksi. Biasanya digunakan derajat I atau II dengan interval 10
detik.
2) Traksi dilakukan pelan-pelan kemudian secara perlahan traksi
dilepaskan sehingga sendi kembali keposisi awal. Setelah sendi
istirahat
beberapa
detik,
prosedur
diatas
diulangi
kembali.Amplitudo, durasi dan frekuensi gerakan sendi sangat
bervariasi tergantung pada respon pasien terhadap terapi
tersebut.
3) Derajat I dan II berfungsi untuk menginhibisi nyeri dan
mengatasi keterbatasan gerak.
b. Derajat III dan IV
1) Traksi-mobilisasi derajat III efektif untuk memperbaiki
mobilitas sendi karena dapat meregangkan jaringan lunak
sekitar
persendian
yang
memendek.
Traksi
mobilisasi
dipertahankan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan
maksimal sesauai dengan toleransi pasien.
2) Pada saat sendi istirahat traksi tidak perlu dilepaskan total ke
posisi awal tetapi cukup diturunkan ke derajat II kemudian
lakukan traksi derajat III lagi. Prosedur tersebut dilakukan
berulang-ulang.
51
3) Derajat III berfungsi untuk meningkatkan LGS dan relaksasi
otot jika dilakukan dengan osilasi dan kecepatan rendah.
c. Derajat IV lebih efektif untuk menambah lingkup gerak sendi.
2.5.5 Prinsip Tehnik Penerapan Traksi Manual
1. Posisi tangan
Tangan yang akan melakukan mobilisasi hendaknya ditempatkan sedekat
mungkin dengan permukaan sendi. Tangan yang berfungsi sebagi stabilisator
menahan gerakan tangan yang memobilisasi dengan arah berlawanan atau melalui
pencegahn gerakan yang terjadi disekitar sendi.
2. Arah gerakan
Arah gerakan harus bebas dari adanya nyeri sampai batas tahanan
kapsular.Tahanan yang dimaksud mengarah kepada keterbatasan kapsul
sendi.Gerakan sampai arah keterbatasan adalah suatu upaya untuk melakukan
sesatu perubahan mekanik dalam kapsul sendi dan jaringan yang ada
disekitarnya.Perubahan mekanik yang dimaksud berupa pelepasan jaringan yang
mengalami perlengketan.
Arah gerakan yang diberikan tidak boleh melampaui batas normal gerak
sendi.Saat mengaplikasikan teknik gerak traksi, fisioterapis harus megetahui
gerakan- gerakan sendi serta bentuk sendi yang bersangkutan.
3. Proper Body Mechanic
52
Terapis harus menggunakan prinsip-prinsip ergonomic dan berdiri atau
memposisikan diri sedekat mungkin dengan pasien, tangan dan lengan terpis
bertindak sebagai fulcrum dan levers serta posisi terapis harus mengikuti gerakan
tersebut secara efisien.
2.5.6 Bentuk latihan Traksi Manipulasi
No Bentuk Latihan
Analisa
.1.
Mobilsasi ini diberikan pada
Mobilisasi PACVP
TH12-L5 bertujuan untuk
mengulur ligament intervertebra,
menurunkan spasme otot, gapping
facet, memobilisasi nucleus
pulposus ke posisi normal,
meningkatkan sirkulasi darah
didaerah sekitar nyeri.
2.
Traksi manual dengan oscilasi
Penguluran berupa traction
intervertebra, aphophysial glide,
peregangan pada sistim capsul
ligament, mobilisasi nucleus dan
releksasi otot optimal.
Gambar 2.10 Bentuk latihan Traksi Manipulasi
Sumber: Foto Pribadi
53
2.4.3 Mekanisme Traksi Manipulasi terhadap Penurunan Disabilitas Nyeri
Pinggang Bawah
Aplikasi traksi manipulasi dapat meningkatkan fungsional dikarenakan
pada otot yang spasme akan terjadi pelemasan (rileksasi) oleh peregangan yang
intermitten terhadap otot antagonis pelemasan ini terjadi karena adanya
peregangan yang akan merangsang golgi tendon sehingga terjadi reflek rileksasi
otot
yang bersangkutan dan peregangan intermiten akan memperbaiki
mikrosirkulasi oleh pumping action sehingga mengurangi iritasi pada saraf
Afferent yang menimbulkan reflek peningkatan tonus otot. selanjutnya akan terjadi
penekanan diskus ke sisi posterior sehingga akan didapat gaya tangesial yang
mendorong nucleus ke ventral. akibat adanya gerak dinamis ekstensi yang
dilakukan berulang sehinnga dapat meningkatkan cairan dan corpus yang
kemudian akan menurunkan viscositas nucleus pulposus yang dapat mobilisasi
atau mreposisi nucleus ke posisi anterior dan dapat mengurangi iritasi terhadap
jaringan sekitarnya. Traksi manipulasi juga dapat memperbaiki posture tubuh
yang jelek akibat adanya tightness dan kontraktur dari otot yang spasme. Bila
spasme otot menurun aktivitas fungsional seperti duduk, berdiri dan berjalan
dapat ditingkatkan (Krause, 2012).
Download