BAB 1 PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul 1

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
1. Orisinalitas
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan
terhadap Komunitas Postcrossing Indonesia (KPI) selama kurun waktu
Agustus 2013 hingga Februari 2014.
Hingga laporan ini dituliskan, sampai sejauh ini belum pernah ada
penelitian yang menuliskan tentang pembentukan jaringan sosial melalui
kartu pos. Ide penelitian ini didasarkan pada kebangkitan kartu pos di
tengah berkembangnya era kemajuan teknologi di Indonesia. Ketika
masyarakat mulai dimanjakan dengan kemudahan berkirim pesan singkat,
munculah
sekelompok
orang
yang
tergabung
dalam
Komunitas
Postcrossing Indonesia yang mencintai kartu pos dan menjadikan kartu pos
sebagai sebuah hobi, bukan lagi sebagai sarana berkomunikasi.
Berangkat dari hal tersebut muncul sebuah pola yang bisa diamati
bahwa kartu pos yang muncul sebagai sarana baru ini memberikan
kontribusi yang positif berupa jaringan sosial dan sumber – sumber sosial
bagi penggemarnya.
2. Aktualitas
Isu ini merupakan isu yang sangat aktual yang terjadi di masyarakat.
Kemunculan kartu pos kembali, namun sebagai sebuah hobi yang benar –
benar ditekuni oleh beberapa golongan masyarakat memunculkan suatu
1 jaringan sosial yang sekiranya bermanfaat bagi individu dan komunitas
yang terlibat di dalamnya. Jaringan sosial merupakan salah satu komponen
penting yang sangat bermanfaat baik bagi individu maupun komunitas
yang memilikinya.
3. Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
(PSdK)
Pada intinya Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan memiliki
tiga konsentrasi yaitu Pemberdayaan Masyarakat, Kebijakan Sosial, dan
Coorporate Social Responsibility (CSR). Selain terkonsentrasi pada 3 hal
tersebut, PSdK merupakan sebuah ilmu interdisipliner dan sebuah ilmu
terapan yang bersifat multi paradigma. Oleh karena itu ilmu yang
dikembangkan dalam PSdK diharapkan mampu memahami fenomena –
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dan menjelaskannya secara
akademis.
Dalam hal ini perkembangan kartu pos yang sangat pesat hingga
mampu membuat jaringan sosial di antara penggemarnya merupakan
sebuah fenomena sosial yang sangat menarik untuk diteliti. Apalagi
fenomena sosial ini merupakan salah satu kajian yang akan dibedah dan
dijelaskan dalam keilmuan PSdK.
2 B. LATAR BELAKANG
Tidak dapat dipungkiri lagi, aspek modernitas telah mempengaruhi kehidupan
masyarakat sehari-hari. Ciri-ciri modernitas tersebut telah ditampilkan di sendisendi kehidupan, dan banyak ciri mendasar yang bisa diamati dari aktivitas umat
manusia di muka bumi. Salah satu aspek modernitas yang muncul adalah
kemajuan di bidang teknologi. Komunikasi yang merupakan salah satu hasil
perkembangan dari aspek modernitas di era ini sangatlah mudah. Telepon
genggam maupun komputer mendekatkan satu manusia dengan manusia lain
yang berada di ruang dan waktu yang berbeda. Kemajuan teknologi juga telah
menyebar ke seluruh aspek kehidupan sosial. Dengan kata lain, teknologi tersebut
mendekatkan yang jauh.
Dimanjakan dengan segala hal yang bersifat instan, manusia di era modern
sangat mudah berkirim pesan singkat. Mereka tidak memerlukan waktu yang lama
untuk mendapatkan pesan balasan dari orang yang dituju. Short message service
(SMS) atau electronic mail (e-mail) telah berkembang dengan sangat baik. Akhirakhir ini layanan tersebut semakin dimudahkan dengan cara menggunakan
internet melalui layanan Blackberry Messenger (BBM), LINE, WeChat,
KakaoTalk, Whatsapp (WA) dan berbagai jenis layanan sejenis. Serta kemudahan
berkomunikasi dengan telepon genggam, dan dengan biaya yang sangat murah.
Hingga pada akhirnya, segelintir masyarakat yang mulai sadar dengan perubahan
teknologi tersebut merasakan suatu dampak keterasingan. Hal tersebut semakin
dalam dirasakan disaat kemudahan berkomunikasi atas kemajuan sebuah
teknologi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
3 Di tengah dampak keterasingan akibat teknologi yang semakin berkembang,
masyarakat disuguhkan dengan kemunculan lagi budaya berkirim kartu pos.
Dahulu kartu pos merupakan benda perantara komunikasi untuk menyampaikan
pesan dan sarana berkirim kabar bagi mereka yang tinggal berjauhan. Benda
tersebut sekarang dipandang bukan lagi sebuah sarana berkirim kabar tetapi
menjadi sebuah hobi baru. Penggemarnya diharuskan untuk menulis di balik kartu
pos tersebut dan menempelnya dengan prangko, kemudian mengirimkan di kantor
pos. Sekarang kartu pos menawarkan sebuah kehangatan yang tercipta karena baik
si pengirim maupun si penerima benar-benar merasakan emosi dari tulisan tangan
si pengirim. Keterlibatan emosi di antara penggunanya, itulah yang disebut
sebagai kehangatan.
Sebenarnya bermain kartu pos ini bukan merupakan barang baru di kancah
internasional. Web atau situs yang mewadahi kegiatan ini juga dibuat oleh orang
luar negeri. Sejauh penulis ketahui, ada 2 situs yang cukup familiar di antara
penggemar kartu pos, yaitu Postcrossing dan Swap-Bot. tetapi dalam hal
penelitian ini, penulis akan menggunakan Postcrossing sebagai dasar pijakan
untuk memuat sejumlah data tentang pengguna. Dikarenakan Postcrossing
menyediakan statistik anggota di seluruh negara yang dirangkum dari tahun ke
tahun. Dari data statistik yang ditunjukkan oleh Postcrossing, dapat dilihat bahwa
individu yang mendaftar situs ini semakin meningkat sejak situs ini dibuat pada
tanggal 14 Juli 2005.
Semarak kartu pos di Indonesia baru terjadi 3 tahun belakangan ini.
Sebelumnya ada juga beberapa individu yang telah berkirim kartu pos secara rutin
mengingat bahwa berkirim kartu pos merupakan aktivitas sejenis filateli.
4 Indonesia sendiri memiliki web yang mewadahi kegiatan berkirim kartu pos, yang
bernama Card-To-Post. Hanya saja Card-To-Post mewadahi pengiriman di dalam
Indonesia, berbeda dengan Postcrossing dimana Postcrossing memungkinkan
pengirim mengirim ke berbagai negara di belahan dunia lain. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bagi anggota Card-To-Post untuk mengirim kepada
anggota yang lain yang sedang berdomisili di luar negeri. Anggota kartu pos juga
semakin meningkat dilihat dari pertama kali web ini dibuat pada tahun 2012.
Konsep yang ditawarkan Postcrossing dan Card-To-Post ini juga sedikit
berbeda. Hal yang membuat kedua konsep tersebut berbeda adalah dalam hal
kartu pos yang hendak dikirimkan. Card-To-Post menyarankan anggotanya untuk
membuat kartu posnya sendiri dengan sekreatif mungkin. Sementara Postcrossing
cenderung kepada kartu pos yang bergambar tempat wisata, makanan khas suatu
negara, atau kriteria lain yang dikehendaki oleh calon penerima.
Dalam aktivitas berkirim kartu pos, dikenal juga istilah Swap. Menurut Oxford
Dictionary, Swap bermakna to exchange one thing for another (menukarkan
sesuatu untuk sesuatu yang lain). Secara garis besar artian tersebut kurang lebih
sama, yakni sesama penggemar kartu pos melakukan tukar menukar kartu pos
baik yang bertuliskan dan ditempeli prangko, ataupun sejumlah kartu pos kosong
yang dikirmkan dengan sebuah amplop.
Indonesia di mata dunia dianggap sebagai negara yang patut diperhitungkan
dalam kegiatan berkirim kartu pos ini. Dalam web Postcrossing, Indonesia
menempati peringkat 39 dari 223 negara di dunia, dengan jumlah anggota 3.596.
jumlah tersebut dapat dikatakan sebagai bilangan yang cukup banyak. Persebaran
anggota Postcrossing di Indonesia sendiri bisa dibilang merata.
5 Tabel 1. Persebaran Anggota Postcrossing di Indonesia
Provinsi
Jumlah
Provinsi
Jumlah Provinsi
Jumlah
Aceh
39
Jawa Timur
432
Papua
6
Bali
39
Kalimantan
16
Riau Kepulauan 11
20
Sulawesi
Barat
Bangka
7
Belitung
Banten
Kalimantan
Selatan
195
Kalimantan
Selatan
7
Tengah
Bengkulu
4
Kalimantan
42
Sulawesi
2
Tengah
33
Timur
Sulawesi
5
Tenggara
Gorontalo
1
Lampung
5
Sulawesi Utara
4
Jakarta
893
Maluku
0
Sumatera Barat
1
Jambi
6
Maluku Utara
0
Sumatera Utara
72
Jawa Barat
940
NTB
6
Sumatera
45
Selatan
Jawa Tengah
295
NTT
1
Riau
19
Yogyakarta
446
Sumber data : Situs Postcrossing (hasil olahan sendiri)
Apabila dilihat dari data persebaran tersebut, pengguna kartu pos di Indonesia
tersebar dari Aceh hingga Papua, meskipun jumlahnya tidak merata. Hanya kotakota besar di Jawa yang memiliki jumlah pengguna hingga ratusan. Beberapa di
antaranya puluhan, sementara sisanya berjumlah satuan, hingga ada 2 provinsi
yang tidak memiliki pengguna kartu pos sama sekali.
6 Data yang disuguhkan di atas tidak hanya bermakna angka saja, tetapi ada
makna dibalik itu semua. Masyarakat di era sekarang yang mana kecanggihan
teknologi merupakan santapan sehari-hari, mulai melihat bahwa kartu pos disini
tidak hanya hadir sebagai selembar kertas yang bertuliskan alamat, bertuliskan
kabar, dan ditempeli prangko, tetapi kartu pos disini menyuguhkan dan
menghadirkan sebuah makna. Yaitu untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari
cara berkomunikasi. Perasaan senang dan nyaman itu bertemu dengan perasaan
nyaman lain yang dimiliki oleh penggemar yang lain. Sehingga di luar dari
kegiatan berkirim kartu pos melalui Postcrossing, Mereka membentuk suatu
komunitas yang bernama Komunitas Postcrossing Indonesia (KPI).
Komunitas Postcrossing Indonesia ini berbentuk sebuah Group Page di
Facebook. Disanalah pecinta kartu pos berkumpul dari banyak provinsi di
Indonesia berkumpul. Beberapa dari mereka tidak menjadi pengguna aktif di
Postcrossing, tetapi mereka lebih memilih sistem Swap. Terhitung hingga tanggal
30 Januari 2013, 1.166 member (anggota) telah bergabung dengan komunitas
tersebut. Di grup (komunitas) tersebut itulah makna lain dari selembar kertas
bernama kartu pos ditemui. Kartu pos yang sebelumnya menjadi sebuah alat
komunikasi menjadi sebuah benda perekat jaringan pertemanan. Ia mendekatkan
seorang teman yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara, dengan seorang teman
lain yang berdomisili di Sleman, Yogyakarta. Itu hanya secuil contoh. Adapun
contoh lainnya adalah, kartu pos mendekatkan jarak bagi seorang teman yang kini
berdomisili di Brussel, Belgia dengan seorang teman lamanya di Indonesia yang
berdomisili di Bekasi, Jawa Barat
7 Jaringan persahabatan serta pertemanan tersebut terbentuk melalui intensitas
berkirim kartu pos serta intensitas mereka dalam bertukar kabar, bertukar
informasi, dan intensitas mereka untuk bertemu. Seseorang yang berdomisili di
Kulon Progo, Yogyakarta, pun bisa membuat jaringan pertemanan dengan teman
lain yang berdomisili di Jakarta. Ataupun sesama mahasiswa sebuah perguruan
tinggi di Yogyakarta, tetapi berbeda fakultas, bisa bertukar informasi terkait event
ataupun seminar. Contoh manfaat yang lebih jauh yang bisa didapat dari jaringan
pertemanan ini adalah fasilitas wisata atau berkeliling kota apabila berkunjung ke
kota lain, misal Yogyakarta, oleh seseorang dari Bekasi, Jawa Barat.
Pertukaran informasi dalam hal kartu pos atau hal lain di luar kegiatan
berikirim kartu pos merupakan sebuah bentuk lain dari konsep transfer
pengetahuan atau sebuah konsep dari transfer knowledge. Syarat mutlak
terjadinya sebuah transfer pengetahuan adalah adanya suatu hal yang bisa
dibagikan dan adanya dua pihak yang saling bertukar informasi atau pengetahuan.
Dalam hal ini ada pihak yang disebut sebagai pemberi informasi dan penerima
informasi. Namun kedudukan ini bisa berubah – rubah tergantung dari siapa
informasi tersebut diberikan. Informasi atau pengetahuan yang diberikan tersebut
tidak terlepas dari pengetahuan yang dimiliki oleh pihak pemberi pengetahuan.
Sungguh tidak mungkin bagi pemberi pengetahuan untuk memberikan suatu
informasi di luar batas pengetahuan yang dimiliki.
Pertukaran informasi di antara penggemar kartu pos ini bersifat langsung
maupun tidak langsung. Pembedaan ini didasarkan bahwa penggemar kartu pos
tidak selalu bisa bertatap muka melalui dunia nyata, tetapi interaksi mereka lebih
sering dilakukan di dunia maya. Singkatnya, internet menjadi wadah bagi mereka
8 untuk berinteraksi setiap hari. Mereka juga lebih sering memanfaatkan situs
jejaring sosial untuk bertukar informasi seperti Facebook, Twitter, Path,
Instagram, dan jejaring sosial lainnya. Di jejaring sosial pula mereka pertama kali
dipertemukan. Ditambah lagi, mereka tergabung di Komunitas Postcrossing
Indonesia melalui group di Facebook. Sebagaimana yang telah diketahui bersama
bahwa informasi yang tersebar di dunia maya begitu cepat. Selain itu, di zaman
modern ini orang – orang menggunakan Facebook ataupun bermain Facebook
sangat lazim dilakukan.
Konsep pertemanan yang ditawarkan oleh Facebook juga memudahkan setiap
orang untuk menemukan kembali teman lama ataupun berkenalan dengan teman
baru. Beberapa pihak juga memanfaatkan Facebook ataupun jejaring sosial
sebagai sarana untuk menyebarluaskan suatu informasi kepada teman yang
mereka miliki di dunia nyata. Begitu pula dengan penggemar kartu pos yang
terkumpul dan dipertemukan di dunia nyata. Meskipun berbeda latar belakang,
umur, pekerjaan, dan berbagai faktor lainnya, mereka dengan mudah berbagi
informasi, walau mereka belum pernah bertatap muka.
Penguatan jaringan sosial tersebut semakin erat mana kala, para penggemar
kartu pos bertemu di dunia nyata. Pertemuan tersebut lazim disebut dengan meet
up. Di Yogyakarta sendiri sudah melaksanakan setidaknya 6 (enam) kali
pertemuan penggemar kartu pos. pelaksanaan acara tersebut dilaksanakan
setidaknya satu tahun sekali. Di tahun 2013 sendiri ada 2 pertemuan yang berhasil
dilaksanakan. Di awal tahun 2014 ini sudah berhasil dilaksanakan 2 kali
pertemuan yaitu tanggal 22 Februari 2014 dan di tanggal 14 Maret 2014.
Penggemar kartu pos tersebut di acara pertemuan – pertemuan sebelumnya hanya
9 bertemu biasa di suatu kafe, tetapi untuk 2 kali pertemuan yang diselenggarakan
di tahun 2014 ini, penggemar kartu pos baik yang diwadahi oleh Postcrossing atau
Cardtopost bekerja sama dengan pihak Perkumpulan Filatelis Indonesia regional
Yogyakarta dan Pos Indonesia. Banyaknya meet up yang telah dilakukan di
Yogyakarta itulah yang menjadi dasar acuan Yogyakarta dipilih sebagai lokasi
penelitian ini. Dibandingkan dengan Jawa Barat yang mempunyai anggota
terbanyak, Yogyakarta menempati urutan kedua dan poin lainnya adalah
Yogyakarta merupakan kota yang sering mengadakan meet up.
Banyak kegiatan yang dilakukan oleh penggemar kartu pos ketika
mengadakan suatu pertemuan. Satu hal yang pasti dilakukan adalah saling berbagi
cerita dan pengalaman selama berkirim kartu pos, berbagi informasi tentang dunia
pos, dan perkenalan diri sendiri. Mengingat bahwa penggemar kartu pos tidak
terkotakkan oleh usia, pekerjaan, dan jenis kelamin, maka pertemuan tersebut juga
dihadiri oleh berbagai kalangan, baik laki – laki, perempuan, pegawai swasta,
mahasiswa, ataupun pelajar. Semakin banyak pertemuan yang dihadiri oleh setiap
penggemar kartu pos akan semakin menguatkan jaringan yang dimiliki, ditambah
lagi dengan faktor penunjang lain, yaitu intensitas interaksi yang dilakukan di
dunia maya.
Pola interaksi yang dilakukan terus menerus dan dilakukan dengan intensif
semakin memperkuat jaringan yang terbentuk di antara penggemar kartu pos,
sementara di lain sisi pertukaran pengetahuan mereka juga akan lebih sering
dilakukan. Pertukaran pengetahuan itu memiliki kontribusi yang sangat penting
bagi keberlangsungan komunitas yang menjadi wadah bertemunya mereka.
10 Jika dilihat dari intensitas berinteraksi baik melalui dunia maya (online)
maupun dunia nyata (offline), keduanya memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap terbentuknya suatu jaringan di antara penggemarnya. Tetapi, tidak bisa
ditentukan secara pasti interaksi mana yang paling kuat mempengaruhi. Belum
bisa dipetakan secara jelas apakah salah satu dari jenis interaksi tersebut lebih
dominan maupun tidak. Pun, jika dilihat dari sisi pertukaran informasi, seperti
yang telah dijabarkan di paragraf di atas, belum bisa dipetakan secara jelas apakah
jaringan dan proses pertukaran informasi berlangsung searah ataukah bersifat dua
arah. Karena melihat dari realitas di lapangan, terkadang penggemar kartu pos
tersebut berteman dan memasukkan seseorang ke dalam jaringannya dimana
orang tersebut telah mmepunyai informasi dan pengalaman yang banyak. Namun
terkadang juga, seseorang mengenal dari nol kemudian mengetahui bahwa orang
tersebut kaya akan informasi.
Model jaringan sosial yang terbentuk melalui sebuah kartu pos itu menarik
untuk diteliti terkait bahwa jaringan sosial merupakan salah satu komponen dari
konsep modal sosial, serta konsep transfer pengetahuan yang terjadi ketika model
jaringan
yang
telah
terbentuk
juga
menarik
untuk
diteliti.
Bordieau
menggambarkan modal sosial sebagai sesuatu yang mengandung nilai tertentu,
terutama bagi mereka yang memiliki modal sosial tersebut dalam jumlah yang
cukup banyak.
11 C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dinamika pembentukan jaringan sosial di antara penggemar
kartu pos?
2. Bagaimana proses transfer pengetahuan antara penggemar kartu pos dari
jaringan sosial yang telah terbentuk?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
a. Mengetahui dinamika pembentukan jaringan sosial di antara
penggemar kartu pos
b. Mengetahui proses transfer pengetahuan antara penggemar kartu pos
dari jaringan sosial yang telah terbentuk
c. Memberikan pengetahuan tambahan kepada pembaca bahwa kartu pos
tidak lagi menjadi sebuah sarana komunikasi, tetapi sebagai sebuah
hobi.
2. Manfaat penelitian
a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bagaimana dinamika
pembentukan jaringan sosial dan proses transfer pengetahuan di antara
penggemar kartu pos
b. Sebagai bahan masukan kepada berbagai akademisi dan pemerintah
bahwa kartu pos yang mulai ditinggalkan ternyata dapat memberikan
manfaat yang luar biasa kepada masyarakat.
E. Kerangka Teori dan Konsep
Topik utama dalam penelitian ini adalah meneliti tentang jaringan sosial
yang terdapat dalam KPI serta transfer pengetahuan sebagai suatu hasil akhir
12 dari jaringan tersebut. Oleh karena itu dipilih satu kerangka teori yaitu Teori
Jaringan oleh Barry Wellman, dan dua kerangka konseptual, masing – masing
adalah konsep jaringan sosial dan konsep transfer pengetahuan.
Pemilihan teori dan konsep tersebut dikarenakan bisa menjadi pisau
analisa yang cukup kuat untuk menerangkan realitas yang terjadi di lapangan.
Berikut akan dijabarkan masing – masing dari konsep dan teori tersebut.
1. Kerangka Teori
a. Teori Jaringan
Komunitas Postcrossing Indonesia (KPI) merupakan suatu komunitas yang
di dalamnya terdapat individu sebagai anggota. Keakraban antar mereka yang
dibuat karena adanya komunikasi dan interaksi baik di dunia maya maupun dunia
nyata menghasilkan suatu jaringan di antara mereka.
Tidak semua anggota di dalam grup memiliki jaringan yang sama antara
satu dengan yang lainnya. Namun, pada dasarnya jaringan disini tidak terikat
secara kuat mengingat bahwa komunitas ini terbentuk di sebuah media sosial yaitu
Facebook. Untuk memperkuat penemuan di lapangan, maka enelitian ini
menggunakan kerangka teori jaringan oleh Barry Wellman (Ritzer, 2010:382).
Teori ini mempelajari tentang sebuah struktur sosial yang di dalamnya terdapat
jaringan – jaringan yang saling menghubungkan aktor. Teori jaringan ini
mempelajari dan menganalisis pola ikatan antar aktor. Salah satu ciri yang
terdapat pada teori jaringan ini adalah analisa yang diterapkan bersifat makro dan
mikro.
Sebelumnya dijelaskan bahwa jaringan sosial merupakan produk dari
sebuah hubungan sosial yang tercipta di antara aktor. Kaitannya dengan hal ini,
13 aktor tersebut merupakan individu, kelompok, maupun sebuah perusahaan.
Terbentuknya jaringan sosial ini karena adanya sebuah proses interaksi yang terus
menerus, serta adanya sebuah tuntutan untuk mengadakan sebuah jaringan. Hal ini
terjadi pada sebuah komunitas atau kelompok maupun pada sebuah perusahaan.
Selain dikarenakan ada faktor interaksi yang terus menerus dan adanya sebuah
tuntutan untuk membentuk sebuah jaringan, faktor lain adalah di antara satu aktor
dengan aktor yang lain saling membutuhkan sesuatu untuk menutupi kekurangan
yang ada dalam dirinya.
Satu aspek penting analisis jaringan adalah bahwa analisis ini menjauhkan
sosiolog dari studi tentang kelompok dan kategori sosial dan mengarahkannya
untuk mempelajari ikatan antar aktor yang “tak terikat secara kuat dan tak
sepenuhnya memenuhi persyaratan kelompok.” (Wellman dalam Ritzer,
2010:383).
Teori jaringan mempunyai beberapa prinsip yang berkaitan dan secara
logis akan menjelaskan garis besar dari isi teori tersebut. Pertama, ikatan antar
aktor bersifat simetris. Aktor yang terlibat di dalamnya saling memberikan dan
menerima sesuatu yang berbeda, dengang syarat intensitas yang semakin besar
ataupun semakin kecil. Kedua, ikatan antar individu harus dianalisis dalam
konteks struktur jaringan yang lebih luas. Ketiga, ikatan sosial yang tercipta
menimbulkan jaringan yang tidak teratur. Keempat, dari jaringan tersebut tecipta
hubungan silang. Kelima, terbentuk ikatan yang asimetris dikarenakan terciptanya
jaringan nonacak.
Komunitas Postcrossing Indonesia (KPI) memiliki aktor sebagaimana
yang disebutkan dalam teori jaringan tersebut. Anggota di dalam komunitas itulah
14 yang disebut sebagai aktor yang terhubung pada jaringan – jaringan. Masing –
masing dari mereka memiliki jaringan sendiri yang didasarkan pada intensitas
yang mereka lakukan setiap hari, baik dalam tataran online maupun offline.
2. Kerangka konseptual
Kerangka konseptual ini juga akan menjadi pisau analisa yang kuat
terhadap realitas yang ada di lapangan. Pemilihan konsep jaringan sosial diawali
dengan sedikit penjelasan tentang modal sosial. Dikarenakan modal sosial
merupakan sebuah konsep besar dari jaringan sosial itu sendiri. Dimana jaringan
sosial merupakan sebuah kerangka penyusun dari modal sosial itu sendiri.
Bordieau merupakan salah satu pemikir terkait dengan modal sosial yang
berkembang dewasa ini. Pada awalnya Bordieau mengembangkan pemikiran
tentang ‘Habitus’, kemudian ia mengembangkan sebuah kelompok mampu
menggunakan simbol budaya (Cultural Symbol) sebagai tanda pembela, yang
menandai dan membangun posisi mereka dalam struktur sosial. (Field, 2011:21).
Konsep yang dikembangkannya tersebut diperkuat menjadi sebuah metafora yang
disebut sebagai modal budaya (Cultural Capital).
Salah satu modal budaya yang dimaksudkan Bordieau adalah modal
sosial. Dalam buku John Field tentang modal sosial, Bordieau banyak
mendefinisikan konsep tentang modal sosial. Pertama, modal sosial adalah jumlah
sumber daya, nyata atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau
kelompok karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik
perkenalan dan pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan. Kedua,
modal sosial dipandang sebagai sebuah modal hubungan sosial yang jika
diperlukan akan memberikan ‘dukungan – dukungan’ yang bermanfaat: modal
15 harga diri dan kehormatan yang seringkali diperlukan jika orang ingin menarik
para klien ke dalam posisi – posisi yang penting secara sosial, dan yang bisa
menjadi alat tukar, misalnya dalam karier politik (Bordieau dalam Field,
2011:23). Brem & Rahn dalam Buku Bulaksumur Menggagas Kesejahteraan
Sosial berpendapat bahwa modal sosial adalah jaringan kerja sama di antara
warga masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi atas permasalahan yang
mereka hadapi (2013:335).
Banyak pakar telah mendeskripsikan modal sosial itu sendiri, seperti
Coleman dan Putnam. Dalam skripsi ini deksripsi tersebut menjadi daya dukung
yang memperkuat deskripsi modal sosial yang utama yaitu modal sosial yang
dideskripsikan oleh Bordieau. Modal sosial menurut Coleman, merepresentasikan
sumber daya karena hal ini melibatkan harapan akan resiprositas, dan melampaui
individu mana pun sehingga melibatkan jaringan yang lebih luas yang hubungan –
hubungannya diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan nilai – nilai bersama
(Field, 2011:32). Definisi Putnam tentang modal sosial adalah bagian dari
kehidupan sosial, yaitu jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong
partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan – tujuan
bersama. Lebih lanjut Putnam memberikan argument lain tentang jaringan sosial
yaitu jaringan yang memiliki nilai yaitu kontak sosial yang memengaruhi
produktivitas individu dan kelompok. Rujukan yang lain adalah hubungan antar
individu atau jaringan sosial dan norma resiprositas (timbal balik) dan
keterpercayaan yang tumbuh dari hubungan – hubungan tersebut (Field. 2011:51).
16 a. Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan inti dari teori jaringan yang dikeluarkan oleh Barry
Wellman. Meskipun teori jaringan ini merupakan sebuah teori baru, Mark
Granovetter dalam jurnalnya yang berjudul The Strenght of the Weak Ties
memperkuat konsep jaringan yang ada di dalamnya. Pemikiran tentang hubungan
di tingkat mikro juga diperjelas sebagai sebuah tindakan yang “melekat” dalam
hubungan pribadi konkret dan di dalam struktur (jaringan) hubungan itu (Ritzer,
2010:383). Landasan dari hubungan ini merupakan sebuah gagasan bahwa aktor
yang terlibat dalam jaringan tersebut mempunyai akses yang berbeda – beda
terhadap sumber daya yang mereka miliki di masing – masing pihak, seperti
modal, kekuasaan, dan informasi.
Di dalam suatu jaringan muncul 2 macam jaringan yang tidak bisa dihindarkan
yaitu jaringan yang bersifat lemah dan jaringan yang bersifat kuat. Di dalam
jurnalnya Granovetter menjelaskan bahwa ikatan yang lemah sama pentingnya
dengan ikatan yang kuat. Terbentuknya ikatan yang lemah justru akan membantu
aktor yang terlibat di dalamnya tidak terisolasi dari ikatan kuat yang dimilikinya
dengan aktor lain.
“..seorang individu tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya
terisolasi dalam sebuah kelompok yang ikatannya sangat kuat
dan akan kekurangan informasi tentang apa yang terjadi di
kelompok lain maupun dalam masyarakat yang lebih luas.”
(Ritzer, 2010:384)
Konsep pendukung lain tentang jaringan sosial dikeluarkan oleh Powell dan
Smith-Doerr dalam Damsar (1997:43) mereka mendefinisikan jaringan sosial
17 sebagai bagaimana individu terkait antara satu dengan yang lainnya dan
bagaimana ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelicin untuk memperoleh
sesuatu yang dikerjakan maupun sebagai perekat yang memberikan tantanan dan
makna pada kehidupan sosial.
b. Transfer Pengetahuan
Skripsi ini mengandung konsep pemikiran tentang transfer pengetahuan yang
dihasilkan oleh jaringan sosial yang terbentuk di antara individu. Banyak
deskripsi tentang transfer pengetahuan yang dikeluarkan oleh ahli. Namun akan
dipilih satu yang dianggap mampu dalam mendeskripsikan konsep transfer
pengetahuan secara tepat.
“knowledge sharing is defined as the exchange of knowledge between and
among individuals, and within and among teams, organizational units, and
organizations. This exchange may be focused or unfocused, but it usually doesn’t
have a clear a priori objective” (Paulin dan Suneson, 2012)
( transfer pengetahuan didefinisikan sebagai pertukaran pengetahuan di antara
individu, di dalam tim, unit organisasi, dan di suatu organisasi. Pertukaran ini
mungkin bisa fokus atau tidak fokus, tapi biasanya tidak memiliki pengetahuan
utama yang jelas).
Transfer pengetahuan juga bisa berarti sebagai berikut,
An exchange of knowledge between two individuals : one who communicates
knowledge and one who assimilates.” (Paulin dan Suneson, 2012).
( pertukaran dari pengetahuan diantara dua individu : satu pihak yang
mengkomunikasikan pengetahuan dan satu pihak lainnya yang menerima)
Transfer pengetahuan ini merupakan hasil dari jaringan sosial yang terbentuk
di antara aktor yang mempunyai ikatan (ties). Proses dalam transfer pengetahuan
ini tidak terpaku pada ikatan yang bersifat lemah maupun kuat saja, karena baik
dalam ikatan yang kuat maupun lemah proses transfer pengetahuan bisa terus
18 berlangsung. Hanya saja kuat lemahnya suatu ikatan akan berpengaruh pada
banyak sedikitnya pengetahuan yang akan dibagikan.
Gambar 1. Analogi Tranfer Pengetahuan
D
F
C G
A B
I
E H
Keterangan :
Ikatan kuat
Ikatan lemah
Sumber : Olahan sendiri
Gambar di atas merupakan analogi dasar bagaimana transfer pengetahuan yang
dihasilkan oleh sebuah jaringan sosial berkembang. Digambarkan bahwa
walaupun A dan B mempunyai ikatan yang kuat, tetapi baik A maupun B sama –
sama mempunyai ikatan yang bersifat lemah dengan aktor lainnya. Kelebihan dari
ikatan lemah tersebut adalah semakin banyak transfer pengetahuan yang terjadi.
Pengetahuan disini dapat dimaknai sebagai sebuah capital atau sebuah modal
yang dimiliki oleh seseorang. Umumnya individu dengan kepemilikian capital
yang banyak akan mendapatkan self confidence atau kepercayaan diri yang baik.
Gambar 2. Diagram alur berpikir
OFFLINE WEAK TIES
KNOWLEDGE
ONLINE STRENGTH TIES
Sumber : Olahan sendiri
19 Gambar tersebut merupakan sebuah diagram yang medeskripsikan tentang alur
berpikir dari penelitian ini. Dinamika berasal dari kata Dynamics yang berasal
dari bahasa Yunani yang bermakna sebagai force atau kekuatan. Dynamics is facts
or concepts which refer to conditions of change, especially to force. Dinamis
merupakan kata asli dari dinamika yang berarti keadaan yang tidak tetap atau
keadaan yang berubah – rubah. Penjelasan yang lain menyeburkan bahwa dinamis
atau dinamika merupakan sesuatu yang mempunyai kekuatan untuk selalu
bergerak, berkembang, dan dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang
dihadapi. Kondisi on line dan off line yang membentuk jaringan sosial di antara
penggemar kartu pos merupakan sebuah dinamika. Dikatakan begitu karena dua
dunia tersebut merupakan dua komponen utama yang membuat suatu jaringan
sosial dapat terbentuk dengan baik. Tetapi bukan berarti salah satu konsep off line
maupun on line menjadi lebih unggul di antara keduanya. Kedua hal tersebut
bersama – sama membentuk tergantung dari proporsi waktu yang dihabiskan oleh
penggemar kartu pos. Terkadang proporsi on line lebih banyak daripada off line
dan atau sebaliknya. Tidak ada posisi yang konstan yang terus menerus.
Sementara weak ties dan strength ties merupakan dua jenis ikatan yang tercipta
dari jaringan tersebut. Muara dari jaringan tersebut adalah proses transfer
knowledge di antara penggemar kartu pos.
Jaringan sosial yang akan terbentuk merupakan proses dari dinamika
interaksi di antara penggemar kartu pos. Proses transfer pengetahuan akan terjadi
juga dipengaruhi dari dinamika tersebut. Penggolongan terhadap individu tersebut
dibagi menjadi 3. Pertama individu yang lebih banyak berinteraksi di dunia maya
namun lebih sedikit berinteraksi di dunia nyata, kedua individu yang lebih banyak
20 berinteraksi di dunia nyata namun lebih sedikit berinteraksi di dunia nyata, dan
ketiga individu yang mempunyai proporsi seimbang antara interaksi di dunia
nyata maupun di dunia maya penting dilakukan. Alasan yang mendasari atas hal
tersebut adalah karena adanya perbedaan terkait proses transfer pengetahuan.
Secara tidak kasat mata perbedaan tersebut memang tidak terlihat. Tetapi
ketika individu tersebut diukur seberapa banyak cultural capital yang dimiliki
maka hal tersebut akan terlihat dengan jelas. Jika sebelumnya telah dituliskan
bagaimana perbedaan tersebut berpengaruh, berikut akan diuraikan kerangka
berpikir atau analogi dari pengaruh tersebut. Pertama adalah individu dengan
proporsi waktu on line dan off line yang tidak seimbang. Penggemar kartu pos
yang lebih banyak berinteraksi di dunia maya memiliki kelebihan yaitu mereka
mempunyai ikatan yang kuat dengan beberapa teman sesama penggemar dan
mereka juga mempunyai ikatan yang lemah hasil dari interaksi yang sekadarnya
dengan penggemar lain. Hal itu sangat mungkin terjadi karena dunia maya
memungkinkan pengguna untuk ‘menambahkan teman’ ke dalam akun yang
dimiliki sebanyak – banyaknya. Di lain sisi, penggemar kartu pos yang proporsi
waktu on line tidak banyak, hanya akan mempunyai beberapa ikatan yang kuat.
Sementara ikatan yang lemah tidak banyak dimiliki. Ketentuannya adalah karena
penggemar kartu pos diwadahi dalam sebuah situs di dunia maya yang ikatan
tersebut bisa tercipta dikarenakan adanya sebuah proses interaksi antar
penggemar.
Sebuah cultural capital akan terbentuk dengan baik apabila ada proporsi
yang seimbang antara interaksi di dunia maya (on line) dan dunia nyata (off line).
Hal tersebut didasarkan bahwa sesama penggemar kartu pos di dunia maya akan
21 berinteraksi dalam komunitas di dunia maya tersebut dan ikatan hasil interaksi
tersebut akan diperkuat dengan agenda rutin di antara penggemar kartu pos yang
bernama meet up. Sementara ikatan yang lemah juga akan tercipta karena adanya
keleluasaan seorang penggemar untuk menambahkan teman sebanyak –
banyaknya ke dalam akun dunia maya mereka.
Mark Granovetter dalam jurnalnya The strength of Weak Ties
mengungkapkkan bahwa
Most intuitive notions of the “strength” of an interpersonal tie should
be satisified by the following definition: the strength of a tie is a
(probably linear) combination of the amount time, the emotional
intensity, the intimacy (mutual confiding), and the reciprocal services
which characterize the tie (Mark Granovetter, 1973)
(kekuatan dari sebuah ikatan personal yang kuat diikuti oleh definisi sebagai
berikut yaitu kombinasi dari banyaknya waktu, intensitas emosional, kerekatan
interaksi, dan pelayanan timbal balik). Penjelasan Granovetter tersebut dapat
dijadikan sebuah indikator yang dapat dijadikan patokan tentang bagaimana ikatan
kuat dan lemah tersebut.
Tabel 2. Indikator Ikatan Lemah dan Ikatan Kuat
No
Jenis Ikatan
Indikator
1.
Ikatan lemah (weak ties)
a. tidak memiliki ikatan emosional yang kuat
b. tidak banyak menghabiskan waktu untuk
berinteraksi baik di dunia nyata maupun maya
c. perkenalan hanya bersifat umum
d. tidak mengenal individu yang berkaitan dengan
baik
2.
Ikatan
kuat
(strength
a. sering melakukan kegiatan yang bersifat timbal
22 ties)
balik
b. memiliki intensitas interaksi yang tinggi
c. mengenal individu yang berkaitan dengan baik
d. memiliki ikatan emosional yang kuat
Sumber : Granovetter. Journal Strength of Weak Ties
Tabel di atas merupakan tabel yang menerangkan tentang pembagian
indikator dari ikatan kuat dan ikatan lemah. Pada keduanya terdapat poin yang
menjelaskan tentang intensitas interaksi. Apabila berbicara tentang intensitas,
maka ada cakupan waktu tertentu yang menerangkan tentang intensitas tersebut.
Granovetter pada jurnalnya juga sudah menggolongkan tentang intensitas tersebut.
“I have used the following categories for frequency of contact: often = at
least twice a week; Occasionally = more than once a year but less than twice a
week; rarely = once a year.” (Granovetter, 1983)
Pernyataan yang dituliskan oleh Granovetter tersebut mengandung
pengertian sebagai berikut, saya telah menggunakan beberapa kategori berikut
untuk menggolongkan frekuensi interaksi. Sering = setidaknya dua kali seminggu;
terkadang = lebih dari satu kali satu tahun tetapi kurang dari dua kali satu minggu;
jarang = satu kali dalam satu tahun.
Setiap informan dalam penelitian ini menggolongkan pertemanan yang
mereka miliki ke dalam ikatan lemah atau ikatan kuat berdasarkan standar waktu
tersebut. Penggemar kartu pos yang memiliki beberapa ikatan yang kuat tetapi di
lain sisi juga mempunyai ikatan yang lemah akan menempatkan dirinya sebagai
individu yang memiliki banyak pengetahuan dari jaringan yang telah dibangun.
Meskipun jenis pengetahuan yang dibagikan tidak bersifat sejenis sesuai dengan
pengetahuan tentang kartu pos dan dunianya, tetapi konsep transfer pengetahuan
23 tersebut tetap berada dalam posisi yang menguntungkan. Keberagaman latar
belakang anggota komunitas juga menjadi salah satu faktor dari keberagaman
jenis pengetahuan. Terkadang akumulasi pengetahuan yang dimiliki oleh
seseorang juga menjadi sebuah basis kuat atau lemahnya ikatan yang dimiliki
individu satu dengan individu yang lainnya. Hal tersebut sangat mungkin terjadi
berkaitan dengan motivasi seseorang untuk mendapatkan pengetahuan yang baru
atau pengetahuan yang cukup banyak. Misalnya seorang penggemar kartu pos
mengetahui ada salah satu pejabat Kantor Pos Bandung yang juga menjadi
anggota grup kounitas. Perlahan – lahan, Ia membentuk jaringan karena
mengetahui akan ada banyak pengetahuan baru yang bisa dimiliki apabila
berteman dengan orang tersebut. Itulah analogi mudah yang bisa dituliskan terkait
dengan bagaimana akumulasi pengetahuan berpengaruh terhadap suatu ikatan.
Setelah dijabarkan secara panjang lebar terkait teori dan kerangka
konseptual maka bisa didapat bahwa weak ties dan strong ties mempunyai
implikasi yang sangat besar terhadap knowledge. Relasi yang muncul sangatlah
kuat seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Suatu ikatan tersebut, baik ikatan
lemah maupun kuat, sangat berhubungan dengan banyak sedikitnya pengetahuan
yang akan didapatkan atau dibagikan.
Pemikiran yang bisa dirangkai dalam penelitian ini berawal dari sebuah teori
jaringan yang berprinsip tentang jaringan antar aktor yang saling memberikan dan
menerima sesuatu yang berbeda. Hal tersebut bisa dinamakan sebagai suatu
jaringan sosial. Terkait hal tersebut, jaringan sosial dalam penelitian ini diperoleh
dari kuat atau lemahnya ikatan yang dihasilkan dari dinamika dalam interaksi on
24 line maupun off line. Pada akhirnya jaringan yang tercipta tersebut akan
menghasilkan sebuah proses transfer pengetahuan.
25 
Download