1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan luasan lahan produktif di suatu wilayah administrasi mengalami penurunan. Penggunaan lahan (land use) merupakan setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual (Arsyad, 1989). Penggunaan lahan tersebut akan sangat mempengaruhi kondisi lahan permukaan tanah dimana setiap penggunaan lahan tertentu akan menyebabkan terjadinya proses degradasi maupun agradasi lahan. Tidak hanya itu, jenis penggunaan lahan juga menjadi karakteristik utama dalam suatu lahan, karena setiap lahan akan mendukung perkembangan maupun pertumbuhan suatu penggunaan lahan tertentu yang disebabkan oleh jenis tanaman (khususnya dalam bidang pertanian) akan memiliki daya dukung yang berbeda-beda. Sehingga semakin berkembangnya penggunaan lahan dalam bidang industri dan permukiman dianggap sebagai peningkatan temperatur yang berdampak pada perubahan siklus air, siklus karbon, serta perubahan ekosistem. Suhu permukaan atau temperatur permukaan lahan yang semakin mengalami peningkatan menjadi masalah yang terjadi akibat tidak seimbangnya lingkungan hidup dengan perkembangan penggunaan lahan yang tidak terkontrol di Kabupaten Bantul. Perkembangan pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk akan mempengaruhi perubahan luasan lahan permukiman, lahan bervegetasi, serta lahan terbuka lainnya. Berkurangnya luasan lahan bervegetasi dan lahan terbuka lainnya sangat mempengaruhi tingkat suhu permukaan yang tinggi. Oleh karena itu, dalam hal perencanaan pembangunan dan penataan ruang di suatu wilayah 1 diperlukan pemahaman mengenai persebaran suhu permukaan, khususnya di Kabupaten Bantul. Dewasa ini, pemanfaatan teknologi penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan dalam perencanaan pembangunan dan tataruang wilayah dengan sifatnya yang opensource, sehingga dapat diperoleh secara bebas dan gratis dengan media online. Salah satu data penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk pembuatan peta suhu permukaan lahan adalah citra satelit Landsat 8. Citra Landsat merupakan data penginderaan jauh hasil perekaman satelit Landsat yang dikembangkan oleh Amerika Serikat melalui dua instansi yaitu NASA (The National Aeronautics and Space Administration atau Departemen Penerbangan dan Antariksa milik Amerika Serikat) dan USGS (United States Geological Survey atau Departemen Geologi dan Survey milik Amerika Serikat). Citra Landsat 8 yang digunakan dalam penelitian ini, diluncurkan pada tanggal 13 Februari 2013 dengan kemampuan merekam citra dengan resolusi spasial dan resolusi spektral yang beragam. Resolusi citra Landsat 8 ini untuk resolusi spektral terdiri dari 11 saluran dengan resolusi spasialnya mulai dari 15 meter sampai 100 meter. Landsat 8 memiliki dua sensor diantaranya adalah saluran thermal (TIRS atau Thermal Infrared Sensor) yang jarang diberdayakan oleh penggunanya terutama di Indonesia dengan kelebihan sensor tersebut dapat digunakan untuk melakukan pemantauan suhu permukaan. Citra Landsat 8 merupakan citra yang mutakhir untuk mengukur suhu permukaan. Data suhu permukaan juga dapat diperoleh dari stasiun pengamatan cuaca di beberapa tempat atau dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) setempat. Namun, tidak semua tempat memiliki alat yang mendukung untuk pengukuran suhu permukaan (Prasasti, et al, 2007). Sehingga dengan adanya data penginderaan jauh dapat digunakan sebagai sumber untuk memperoleh informasi secara keruangan (spasial), dimana informasi mengenai persebaran suhu permukaan di suatu wilayah dapat diperoleh secara lebih luas dan efisien. Suhu Permukaan Lahan (LST) merupakan salah satu parameter keseimbangan energi pada permukaan dan merupakan variabel klimatologis yang 2 utama. LST tersebut dapat diestimasi dari citra satelit Landsat 8. LST merupakan suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam cakupan suatu piksel dengan berbagai tipe permukaan yang berbeda (Faridah & Krisbiantoro, 2014). Kelembaban tanah (soil moisture) diartikan sebagai jumlah air dalam tanah pada daerah perakaran dan secara biologis menentukan pertumbuhan tanaman serta mempengaruhi siklus nutrien (Katzberg, 2005). Estimasi kelembapan tanah menunjukan gambaran umum dalam siklus hidrologi karena berperan dalam penentuan tingkat evaporasi yang mempengaruhi proses transpirasi serta merupakan salah satu variabel yang penting yang mengontrol proses pertukaran energi dan massa melalui permukaan bumi (Saha, S.K, 1995). Proses ini akan mempengaruhi area yang sangat luas. Penelitian mengenai kelembapan tanah di Indonesia pada saat ini masih bersifat lokal dan hanya terbatas pada areal pertanian saja. Padahal informasi kelembapan tanah secara regional mempunyai manfaat yang besar, diantaranya mempresiksi pola cuaca, mengelola daerah aliran sungai, maupun sebagai peringatan dini terhadap kebencanaan seperti kekeringan ataupun banjir. LST tersebut berhubungan dengan Kelembaban Tanah dimana setiap kelembaban tanah yang berbeda dengan analisis TVDI dari kondisi kekeringan vegetasi akan mempengaruhi tinggi rendahnya kelembaban tanahnya Proses ekstraksi kelembapan tanah dari citra Landsat 8 menggunakan hubungan antara metode TVDI (Temperatur Vegetation Dryness Indeks) dimana mengacu pada hubungan tingkat kerapatan vegetasi (Normallized Difference Vegetation Index atau Indeks Kerapatan Vegetasi) dan ekstraksi suhu permukaan tanah dimaksudkan karena dengan semakin basahnya kondisi vegetasi akan menunjukkan bahwa semakin lembabnya tanah yang diakibatkan oleh tercukupinya cadangan air yang menyebabkan kenampakan kondisi vegetasinya semakin gelap karena terdapat kandungan air yang cukup yang ditunjukan pula dengan semakin rapatnya vegetasi pada suatu wilayah, dan sebaliknya. Sehingga 3 dengan ekstraksi TVDI tersebut dapat digunakan untuk menguji tingkat kelembaban dari tanah yang terdapat pada wilayah kajian. Penelitian mengenai kelembaban tanah tersebut juga menjadi dasar dari berbagai proses hidrologi. Kelembaban tanah dapat berkaitan erat dengan cuaca, iklim, banjir, kemiringan lereng, manajemen sumberdaya air, kualitas air, kekeringan, irigasi, dan perkiraan masa panen. Berdasarkan pada latar belakang permasalahan di atas maka peneliti terinspirasi untuk melakukan penelitian dengan judul, “Pemanfaatan Citra Landsat 8 dalam Pemetaan Suhu Permukaan Tanah untuk Estimasi Kelembaban Tanah Kabupaten Bantul Tahun 2015.” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka penelitian ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Mengapa persebaran dan perubahan suhu permukaan di Kabupaten Bantul berbeda pada setiap perekaman citra satelit Landsat 8 yang memiliki periode perekaman berbeda terhadap kondisi penggunaan lahan dan suhu permukaan lahannya? 2. Bagaimana perbandingan dua data penginderaan jauh citra satelit Landsat 8 pada periode perekaman berbeda dalam merepresentasikan estimasi kelembaban tanah menggunakan metode Temperature Vegetation Drynes Index? 4 1.3 Tujuan Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1. Pemetaan persebaran estimasi suhu permukaan lahan di Kabupaten Bantul Tahun 2015. 2. Pemetaan persebaran estimasi kelembaban tanah di Kabupaten Bantul Tahun 2015. 3. Mengintegrasikan hasil pengolahan citra Landsat 8 untuk mengetahui pengaruh kelembaban tanah terhadap suhu permukaan lahan dalam kurun waktu yang berbeda. 1.4 Manfaat Adapula manfaat yang ingin dituju dalam penelitian ini yaitu: 1. Memanfaatkan citra Landsat 8 sebagai sumber daya untuk memperoleh informasi mengenai distribusi suhu permukaan lahan untuk estimasi kelembaban tanah tahun 2015 berdasarkan kondisi kekeringan vegetasi di Kabupaten Bantul dengan pengolahan citra digital. 2. Memberikan referensi terkait pemanfaatan citra satelit Landsat 8 dalam aplikasinya yang dapat berfungsi untuk membuat suhu permukaan lahan dan faktor pengaruhnya. 3. Membantu untuk memberikan informasi mengenai persebaran suhu permukaan dan estimasi kelembaban tanah selama kurun waktu satu tahun terakhir guna pengambilan kebijakan dalam perencanaan dan pembangunan wilayah di Kabupaten Bantul. 5