‘Nguwongke Wong’, Relevan untuk Konsep HR Modern Kamis, 18 Agustus 2011 WIB, Oleh: Gusti YOGYAKARTA – Pengembangan organisasi melalui manajemen sumber daya manusia atau lebih dikenal dengan Human Resources (HR) tidak hanya melulu dari konsep teori barat, tetapi dapat juga diilhami dari kearifan lokal budaya Jawa. Sebut saja konsep ‘nguwongke wong’ (memanusiakan manusia) dan ‘sugih tanpo bondo’ (kaya tanpa harta benda), yang menurut Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Prof. Dr. Djamaludin Ancok, sangat cocok dan relevan dalam pengembangan organisasi modern sekarang ini. “Manusia bukan lagi dianggap aset dalam konsep sebuah organisasi, tapi bagian penting dari organisasi. Menciptakan manusia itu semakin bersumber daya dan semakin bermakna,†kata Ancok dalam Diskusi Management Forum, The Future of HR’, yang berlangsung di Faculty Meeting, MM UGM, Selasa (16/8). Menurut Ancok, konsep HR masa depan bukan lagi uang sebagai tolok ukur untuk meningkatkan prestasi kerja, melainkan terbangunnya rasa kebersamaan dan suasana kerja yang kondusif. “Di sinilah konsep 'nguwongke wong' dan 'sugih tanpo bondo' sangat relevan,†katanya. Selain berinovasi, pemimpin HR di sebuah perusahaan juga harus mampu mendorong tumbuhnya kompetensi dan rasa saling berbagi informasi antarkaryawan. “Jangan sampai organisasi membunuh kompetensi. Jika sudah terkotak, birokratis, tidak sharing knowledge, maka cost yang dikeluarkan sangat mahal,†tuturnya. Menurut Ancok, seorang pemimpin HR harus menganggap semua orang yang bekerja di perusahaan sebagai orang penting. Tidak ada orang yang dianggap lebih penting di sebuah perusahaan. “Dulu, orang menganggap pilot paling penting dalam menerbangkan pesawat, tapi kini yang lebih penting adalah sopir mobil yang mengantar pilot datang tepat waktu ke bandara,†kata Ancok mengilustrasikan. Sementara itu, pakar senior ilmu manajemen dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Hani Handoko, Ph.D., mengatakan pemimpin HR perlu membuat strategi baru untuk membangun perubahan leadership, mindset, dan budaya karyawan dalam membantu organisasi mencapai tujuan utamanya. “Karena karyawan tidak hanya dimiliki fisiknya, namun juga jiwanya,†ujarnya. Handoko menambahkan strategi pengelolaan HR harus menempatkan karyawan sesuai dengan keahliannya. Apabila tidak dijalankan, maka yang muncul adalah rasa frustasi. Oleh karena itu, tugas HR adalah meningkatkan kompetensi, komitmen, dan kontribusi karyawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan dengan disertasi imbalan yang setimpal. “Orang yang bertahan bekerja biasanya sedikit 'give', tapi banyak dapat 'get'. Sementara yang memilih keluar dari perusahaan karena banyak 'give', tapi sedikit 'get' yang didapatkan,†tambahnya. Lantas, apa yang menyebabkan seseorang mau datang ke tempat kerja? Menurut Handoko justru bukan uang atau status, tetapi lebih kepada hubungan relasi kerja yang sudah terbangun di tempat kerja. (Humas UGM/Gusti Grehenson) Berita Terkait ● ● ● ● ● Konsep Pendidikan Akhlasul Kharimah Untuk Pembangunan Berkelanjutan Mukthasar Syamsudin: Trisakti dan Revolusi Mental Jokowi Harus Dikawal Ilmu Ekonomi Ciptakan Kesepahaman Masyarakat Modern Demokrasi Soekarno-Hatta Relevan untuk Pengembangan Demokrasi Gedung Pusat UGM, Simbol Bangunan Modern Pertama Buatan Indonesia