peraturan pemerintah republik indonesia nomor 35 tahun

advertisement
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2005
TENTANG
PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pungutan Ekspor atas Barang Ekspor Tertentu;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3612);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran
Penerimaan Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3694), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3760);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berlaku di Lingkungan Departemen Keuangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4313);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4500).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG
EKSPOR TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pungutan Ekspor adalah pungutan yang dikenakan atas barang ekspor tertentu.
2. Barang Ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah Pabean.
3. Daerah Pabean adalah Wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landasan Kontinen.
4. Pemberitahuan Ekspor Barang, yang selanjutnya disingkat PEB, adalah dokumen
pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat
berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik.
5. Eksportir adalah perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekspor.
Pasal 2
(1) Barang ekspor tertentu dapat dikenakan Pungutan Ekspor .
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
(2) Barang ekspor tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
tujuan untuk:
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
b. melindungi kelestarian sumber daya alam;
c. mengantisipasi pengaruh kenaikan harga yang cukup drastic dari barang ekspor
tertentu di pasar internasional ; atau
d. menjaga stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri.
(3) Penetapan Barang Ekspor tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dan/atau usul menteri yang
tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan dan/atau menteri teknis terkait
lainnya.
Pasal 3
(1) Tarif Pungutan Ekspor dapat ditetapkan secara advalorum atau secara spesifik.
(2) Dalam hal tarif Pungutan Ekspor ditetapkan secara advalorum, penentuan jumlah
Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) dihitung berdasarkan rumus
: Tarif Pungutan Ekspor x Jumlah Satuan Barang x Harga Patokan Ekspor (HPE) x
Nilai Kurs.
(3) Dalam hal tarif Pungutan ekspor ditetapkan secara spesifik , penentuan jumlah
Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dihitung berdasarkan
rumus : Tarif Pungutan Ekspor dalam satuan mata uang tertentu x Jumlah Satuan
Barang x Nilai Kurs.
(4) Tarif atas Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling
tinggi 60 % (enam puluh persen).
(5) Besarnya Tarif Pungutan Ekspor yang berlaku ditetapkan oleh Menteri Keuangan
setelah mendapat pertimbangan dan/atau usul menteri yang tugas dan
tanggungjawabnya di bidang perdagangan dan/atau menteri teknis terkait lainnya.
(6) Harga Patokan Ekspor (HPE) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan setiap
bulan oleh menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perdagangan setelah
mendapat pertimbangan dan/atau usul Menteri Keuangan dan/atau menteri teknis
terkait lainnya.
(7) Nilai kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan secara berkala oleh
Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Pungutan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terutang pada saat
dokumen PEB didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan
kewajiban pabean.
(2) Dalam hal ekspor dibatalkan, eksportir mengajukan permohonan pengembalian
Pungutan Ekspor secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan
dokumen secara lengkap.
(3) Pengembalian Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan
biaya administrasi sebesar 2% (dua persen) dari jumlah Pungutan Ekspor yang
dibayarkan.
(4) Eksportir dapat dibebaskan dari pengenaan biaya administrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan
apabila :
a. eksportir dapat membuktikan secara tertulis adanya pembatalan sepihak oleh
pihak pembeli;
b. tidak adanya kapal pengangkut yang dibuktikan dengan surat keterangan dari
instansi yang berwenang ; atau
c. ada force majeur
Pasal 5
(1) Pembayaran Pungutan Ekspor dilakukan paling lambat pada saat PEB didaftarkan
pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean.
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
(2) Dalam hal pembayaran Pungutan Ekspor melampaui batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), eksportir dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua
persen) sebulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian
dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Pasal 6
(1) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor yang disebabkan oleh
kesalahan pengenaan tarif Pungutan Ekspor, jumlah satuan barang, HPE, kurs,
penghitungan atau kesalahan administrasi, eksportir wajib untuk segera melunasinya.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Pungutan Ekspor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eksportir dikenakan denda administrasi sebesar
2% (dua persen)sebulan dari jumlah kekurangan Pungutan Ekspor untuk waktu paling
lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung sebagai satu bulan
penuh.
Pasal 7
Menteri Keuangan atas permohonan eksportir setelah memenuhi persyaratan yang
ditentukan, dapat memberikan persetujuan tertulis kepada eksportir untuk mengangsur
atau menunda pembayaran Pungutan Ekspor yang terutang, dengan dikenakan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan.
Pasal 8
(1) Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor yang disebabkan oleh
kesalahan pengenaan tarif Pungutan Ekspor, jumlah satuan barang, HPE,kurs,
penghitungan, atau kesalahan administrasi, eksportir dapat mengajukan permohonan
pengembalian atas kelebihan pembayaran tersebut kepada Menteri Keuangan.
(2) Kelebihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperhitungkan sebagai
pembayaran di muka atas jumlah pungutan ekspor yang terutang dari eksportir yang
bersangkutan pada periode berikutnya.
(3) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eksportir dan terdapat kelebihan
pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka jumlah
kelebihan tersebut dapat dikembalikan secara tunai kepada eksportir.
Pasal 9
Menteri Keuangan dapat meminta instansi yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap eksportir sesuai ketentuan yang berlaku, berdasarkan :
a. Hasil pemantauan Departemen Keuangan terhadap eksportir yang bersangkutan ;
b. Laporan dari pihak ketiga; atau
c. Permintaan eksportir atas kelebihan pembayaran Pungutan ekspor yang terutang.
Pasal 10
(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
terdapat kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor, Menteri Keuangan menerbitkan
penetapan atas kekurangan tersebut.
(2) Atas kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
eksportir wajib melunasi kekurangan tersebut ditambah denda administrasi sebesar
2% (dua persen) sebulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empay) bulan
terhitung sejak Pungutan Ekspor terutang.
Pasal 11
(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan berdasarkan pemeriksaan sebagaimana di
maksud dalam pasal 9 terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor, Menteri
Keuangan menerbitkan penetapan atas kelebihan tersebut.
(2) Kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Pungutan Ekspor yang
terutang dari eksportir yang bersangkutan pada periode berikutnya.
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
(3) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eksportir, jumlah kelebihan
pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikembalikan
secara tunai kepada eksportir paling lambat (1) bulan sejak dikeluarkannya
penetapan.
(4) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan
kepada eksportir dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% ( dua persen) sebulan
untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Pasal 12
Pemeriksaan Pungutan Ekspor didasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai
Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 13
(1) Jumlah Pungutan Ekspor, denda administrasi, bunga dan/atau kekurangan Pungutan
Ekspor yang terutang, wajib dibayar oleh eksportir yang bersangkutan secara tunai
dan disetor ke Kas Negara.
(2) Pembayaran Pungutan Ekspor, denda administrasi,bunga dan/atau kekurangan
Pungutan Ekspor yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
melalui Bank Devisa Persepsi, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
(3) Atas Pembayaran Pungutan Ekspor, denda administrasi, bunga dan/atau kekurangan
Pungutan Ekspor yang terutang sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
eksportir menerima surat tanda bukti pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku dan
divalidasi oleh Bank Devisa Persepsi yang menerima pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Pasal 14
(1) Dalam hal eksportir keberatan atas penetapan jumlah Pungutan ekspor terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), eksportir dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan
terhitung sejak tanggal dikeluarkannya penetapan.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menunda kewajiban
membayar Pungutan Ekspor yang terutang.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah
ini diatur oleh Menteri Keuangan.
Pasal 16
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan yang
mengatur mengenai Pajak Ekspor, yang dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Pungutan
Ekspor, disesuaikan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya , memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 September 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 September 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 82
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2005
TENTANG
PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU
I.
UMUM
Peranan sumber daya alam dan hasil pertanian dalam perekonomian Indonesia sangat
signifikan dan strategis, karena selain diminati di pasar Internasional juga dibutuhkan
di dalam negeri. Hal ini menempatkan masalah pelestarian sumber daya alam dan
pengendalian ekspor atas barang tertentu untuk kebutuhan dalam negeri menjadi
tugas Pemerintah yang amat penting.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pelestarian sumber daya alam, menjamin
terpenuhinya kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri serta menciptakan
stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri maka diperlukan kepastian hukum
dalam pelaksanaan dan pengelolaan Pungutan Ekspor. Sebagai upaya mewujudkan
kepastian hukum tersebut perlu dilakukan penyempurnaan peraturan perundangundangan dibidang Pungutan Ekspor. Sehubungan dengan hal ini dan untuk
melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pungutan Ekspor
Atas Barang Ekspor Tertentu.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sebelum suatu barang ekspor ditetapkan menjadi barang ekspor tertentu, instansi
terkait perlu memperhatikan saran atau usul dari pemangku kepentingan (steak
holder) yang terkait.
Pasal 3
Ayat (1)
Tarif yang ditetapkan secara advaloroem adalah tarif yang ditetapkan dengan
prosentase.
Tarif yang ditetapkan secara spesifik adalah tarif yang ditetapkan dengan nilai
nominal uang.
Ayat (2)
Contoh perhitungan menurut ayat ini sebagai berikut :
Ekspor komoditi ″ X ″ bulan Februari 2003 sejumlah 1.000 MT dengan tarif
Pungutan Ekspor sebesar 3 % , HPE sebesar US$ 160,00 / MT dan Kurs 1 US$ = Rp.
8.800,00 maka jumlah Pungutan Ekspor terutang adalah :
3 % x 1.000 MT x US$ 160,00 x Rp 8.800,00 = Rp 42.240.000,00
Ayat (3)
Contoh penghitungan menurut ayat ini sebagai berikut :
Ekspor Komoditi “ Y “ bulan Mei 2003 sejumlah 1.000 M3 dengan tarif Pungutan
Ekspor sebesar US$ 5,00/M3, dan kurs 1 US$ = Rp 8.600,00 maka jumlah Pungutan
Ekspor terutang adalah :
US$ 5,00 x 1.000 MT x Rp. 8.600,00 = Rp 43.000.000,00
Tarif spesifik digunakan dalam hal tidak terdapat harga suatu komoditi di pasar
internasional atau belum ditetapkannya Harga Patokan Ekspor (HPE).
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Penetapan HPE pada ayat ini berpedoman pada harga rata-rata internasional sebagai
berikut :
a Untuk komoditi CPO dan produk turunannya digunakan harga rata-rata di bursa
Rotterdam dan Kuala Lumpir dalam satu bulan sebelum penetapan HPE.
b Untuk komoditi kayu digunakan harga rata-rata di bursa International Tropical
Timber Organization (ITTO) dalam satu bulan sebelum penetapan HPE.
c Untuk barang ekspor lainnya (selain komoditi CPO dan Produk Turunannya dan
komoditi kayu ) digunakan harga rata-rata di bursa internasional yang
memperdagangkan barang ekspor tersebut dalam satu bulan sebelum penetapan
HPE.
d Untuk barang ekspor yang tidak ada harga rata-ratanya di bursa internasional
digunakan harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia dalam satu
bulan sebelum penetapan HPE.
Ayat (7)
Nilai kurs yang digunakan dalam penghitungan Pungutan Ekspor terutang adalah nilai
kurs yang berlaku saat pembayaran Pungutan Ekspor oleh eksportir.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dibatalkan” pada ayat ini adalah ekspor yang tidak jadi
dilakukan dan dibuktikan dengan persetujuan pembatalan dari Kepala Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai tempat PEB didaftarkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “force majeur” pada ayat ini meliputi bencana alam, wabah
penyakit, huru-hara, kebakaran yang dapat dibuktikan oleh eksportir dengan surat
keterangan dari pihak yang berwenang.
Pasal 5
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pungutan Ekspor dibayar tunai selambat-lambatnya pada saat PEB
didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, sehingga pembayaran Pungutan
Ekspor dapat pula dilakukan sebelum PEB didaftarkan. Dalam hal ini terdapat
perbedaan nilai kurs pada saar pembayaran dengan nilai kurs pada saat pendaftaran
PEB, maka perbedaan nilai kurs tersebut tidak diperhitungkan sebagai kekurangan
atau kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kesalahan administrasi pada ayat ini antara lain akibat
kesalahan pengetikan.
Ayat (2)
Eksportir dikenakan denda administrasi apabila pembayaran kekurangan Pungutan
Ekspor dilakukan melebihi tanggal pendaftaran PEB pada Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai.
Pasal 7
Persyaratan yang ditentukan sebelum memberikan persetujuan untuk mengangsur
atau menunda pembayaran Pungutan Ekspor adalah dokumen – dokumen terkait yang
diperlukan untuk diverifikasi.
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud pengakhiran kegiatan usaha adalah :
a Eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor barang yang terkena Pungutan Ekspor
dalam waktu sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan berturut-turut dan dinyatakan
dengan surat pernyataan diatas kertas bermaterai;
b Pailit yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Instansi yang berwenang;
c Pemerintah menetapkan tarif Pungutan Ekspor sebesar 0 % (nol persen) dan
eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor barang yang terkena Pungutan Ekspor ;
atau
d Pemerintah menetapkan larangan ekspor atas komoditi yang bersangkutan dan
eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor barang yang terkena Pungutan Ekspor.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Denda administrasi dihitung 2 % ( dua persen ) sebulan dari jumlah kekurangan
Pungutan Ekspor untuk waktu paling lama 24 ( dua puluh empat ) bulan terhitung sejak
tanggal pendaftaran PEB yang bersangkutan.
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengertian pengakhiran kegiatan usaha dalam ketentuan ini adalah sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 8 ayat (3)
Ayat (4)
Penghitungan bunga adalah sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kelebihan
terhitung sejak tanggal diterbitkannya penetapan untuk waktu paling lama 24 (dua
puluh empat ) bulan.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Kas Negara” pada ayat ini adalah Rekening Bendahara Umum
Negara No : 502.000.000 pada Bank Indonesia
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Bank Devisa Persepsi dalam ayat ini adalah bank devisa
persepsi sesuai peraturan perundang-undangan.
Menteri keuangan dapat menetapkan tempat Pembayaran Pungutan Ekspor selain Bank
Devisa Persepsi misalnya Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Pengertian keberatan dalam ketentuan ini adalah keberatan eksportir atas perbedaan
jumlah Pungutan Ekspor yang terutang antara yang dihitung oleh eksportir dengan
penetapan Menteri Keuangan berdasarkan hasil verifikasi dan/atau audit.
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
Ayat (2)
Apabila pada saat pengajuan keberatan, eksportir masih mempunyai kewajiban
membayar Pungutan Ekspor, eksportir wajib segera memenuhi kewajibannya tanpa
harus menunggu penetapan atas keberatan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut yang akan diatur oleh Menteri Keuangan antara lain mengenai
tata cara pembayaran, penyetoran, penagihan, pengembalian, keberatan, angsuran atau
penundaan pembayaran Pungutan Ekspor.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4531
Bagian Peraturan Perundang-undangan
Biro Hukum & Humas BPKP
Download