1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ada sisi

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Ada sisi negatif yang tidak diharapkan dari perkembangan konsep-konsep
manajemen sejak awal abad dua puluhan. Konsep pengelolaan korporasi yang
seharusnya membuat dunia usaha dijalankan secara profesional justru menjadi
pemicu kehancuran dunia usaha dan merugikan publik. Konsep yang seharusnya
membuat permasalahan pengelolaan usaha dieliminasi seminimal mungkin justru
diselewengkan hingga muncul permasalahan baru yang merugikan kepentingan
bebagai pihak. Permasalahan ini tentu bukan hanya disebabkan adanya kelemahan
yang melekat dalam konsep-konsep manajemen itu namun juga didorong oleh
moral hazard orang-orang yang menggunakannya. Adanya kecenderungan
seseorang untuk selalu mencari celah dari suatu aturan atau pedoman tertentu
yang
dapat
dinamakan
manajerial
yang
sebenarnya
bertujuan
positif
diselewengkan, seolah-olah menjadi suatu yang negatif dan merugikan publik.
Hubungan sisi positif dan negatif konsep manajerial ini salah satunya terjadi
dalam hubungan antara agensi teori (agency theory) dana manajemen laba.
Manajemen laba memang merupakan sisi lain dari teori agensi yang menekankan
pentingnya penyerahan operasionalitas perusahaan dari pemilik (principals)
kepada pihak lain yang mempunyai kemampuan untuk mengelola perusahaan
dengan lebih baik (agents). Konsep manajerial yang mengatur hubungan antara
pemilik dan pengelola ini menyatakan bahwa setiap pihak mempunyai hak dan
1
2
tanggung jawab dalam pengelolaan sebuah perusahaan. Setiap pihak harus
mempunyai komitmen untuk menghargai dan menghormati hak dan wewenang
pihak lain. Oleh sebab itu, setiap pihak tidak diperbolehkan untuk mengintervensi
hak dan wewenang pihak lain. Apalagi jika intervensi itu dilakukan demi
kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain.
Sebagai pihak yang menyerahkan wewenang pengelolaan perusahaan
pemilik mempunyai hak dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan,
pengendalian, dan meminta laporan pertanggungjawaban atas apa yang telah
dilakukan dan dialami pengelola perusahaan. Pemilik juga mempunyai hak untuk
menerima hasil (return) yang layak dari modalnya sehingga kesejahteraannya
meningkat. Seandainya pemilik merasa bahwa pengelola tidak menjalankan
kewajiban maka pemilik berhak mengganti pengelola dengan orang lain yang
dianggap lebih mampu.
Hubungan agensi antara pemilik dan pengelola permasalahan ini seharusnya
menghasilkan hubungan simbiosis mutualisma yang menguntungkan semua
pihak, khususnya apabila setiap pihak menjalankan hak dan kewajibannya secara
bertanggung jawab. Namun yang terjadi justru sebaliknya, yaitu munculnya
permasalahan agensi (agency problem) antara pemilik dan pengelola perusahaan.
Permasalahan ini muncul karena ada pihak yang lebih mengutamakan kepentingan
pribadi meskipun merugikan pihak lain. Bahkan dalam perkembangannya
permalahan agensi juga menjadi permasalahan antara pengelola dengan pihak lain
yang mempunyai hubungan dengan perusahaan, yaitu calon investor, kreditur,
supplier, regulator, dan stakeholder lainnya. Permasalahan yang muncul dari
3
keinginan manajer untuk mengoptimalkan kesejahteraan pribadi dengan
mengelabui pemilik dan stakeholder lain yang tidak mempunyai akses dan sumber
informasi yang memadai.
Pasar modal merupakan salah satu sarana bagi para pemilik dana atau
investor untuk melakukan investasi pada perusahaan yang membutuhkan dana.
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Para investor
dapat membeli saham, obligasi dan surat berharga lainnya untuk investasi mereka
di pasar modal. Tempat terjadinya pedagang sekuritas tersebut adalah Bursa Efek,
di Indonesia bernama Bursa Efek Indonesia (BEI). Tujuan dari para investor
menanamkan dananya di pasar modal tidak hanya bertujuan untuk memperoleh
return dalam jangka pendek tetapi juga dalam jangka panjang (Halim, 2008)
Ekspektasi dari para investor terhadap investasinya adalah memperoleh
tingkat return sebesar-besarnya dengan resiko tertentu. Return dapat berupa
capital gain ataupun deviden untuk investasi pada saham dan pendapatan bunga
untuk investasi pada surat hutang. Return yang menjadi indikator untuk
meningkatkan kemakmuran para investor, termasuk di dalamnya para pemegang
saham. Deviden merupakan salah satu bentuk peningkatan kemakmuran para
pemegang saham. Investor akan sangat senang apabila mendapatkan return
investasi yang semakin tinggi dari waktu ke waktu. Oleh karena itu investor
memiliki kepentingan untuk mampu memprediksi berapa besar tingkat
pengembalian return investasi mereka. Informasi yang dibutuhkan oleh investor
salah satunya adalah laporan keuangan. Laporan keuangan menyajikan antara lain,
4
laporan laba rugi komprehensif atau laporan kinerja, dan arus kas beserta
komponennya. Laba merupakan parameter yang paling sering digunakan untuk
mengukur peningkatan atau penurunan kinerja perusahaan. Apabila laba
meningkat dari periode sebelumnya mengindikasikan kinerja perusahaan adalah
baik. Sebaliknya apabila laba menurun dari periode sebelumnya mengidikasikan
kinerja perusahaan kurang baik. Selain laba, arus kas yang dijabarkan dalam
komponen arus kas disebut arus kas dari aktivitas operasi, arus kas dari aktivitas
investasi, dan arus kas dari aktivitas pendanaan menyajikan aliran kas masuk dan
kas keluar dari masing-masing aktivitas arus kas menyajikan informasi
penerimaan dan pengeluaran kas dan setara kas selama satu periode, juga
mempunyai kandungan informasi yang berguna bagi pelaku pasar atau investor.
Informasi yang diperoleh investor dari perusahaan belum dapat dijamin
bahwa informasi tersebut mencerminkan kondisi keuangan yang sebenarnya. Hal
ini
disebabkan
oleh
adanya
keinginan
manajer
mempermainkan
atau
memodifikasi laporan keuangan yang disusun untuk menghasilkan laba yang
diinginkan, Hal ini disebut juga manajemen laba. Manajemen suatu perusahaan
menyiapkan laporan keuangan dengan menggunakan cara yang berbeda sesuai
dengan tujuan perusahaan masing-masing.
Laporan keuangan harus mengikuti standar akuntansi keuangan bila
diterbitkan untuk orang lain dan masyarakat luas, sehingga memberikan
keleluasaan manajer untuk memilih metode akuntansi dalam menyusun laporan
keuangan. Dalam menangani kasus manajemen laba terbukti telah mengakibatkan
perbedaan pandangan dan pemahaman terhadap aktivitas rekayasa manajerial ini.
5
Sampai saat ini masih ada kontroversi dalam memandang dan memahami
manajemen laba. Secara umum kontroversi ini terjadi antara praktisi dan
akademisi yang pada dasarnya mempertanyakan apakah manajemen laba dapat
dikategorikan sebagai kecurangan (fraud) atau tidak. Para praktisi menilai
manajemen laba sebagai kecurangan, sementara akademisi menilai manajemen
laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan.
Ada argumen yang cukup kuat yang diungkapkan oleh setiap pihak untuk
mempertahankan pendapatnya ini. Tetapi meski setiap pihak berusaha
mengungkapkan alasan logis, sebenarnya ada satu benang merah yang dalam
antara kedua pendapat ini, yaitu kedua belah pihak menyepakati bahwa
manajemen laba adalah upaya untuk mengubah, menyembunyikan, dan menunda
informasi keuangan. Secara umum para praktisi, yaitu pelaku ekonomi,
pemerintah, asosiasi profesi dan regulator lainnya, beragumen bahwa pada
dasarnya manajemen laba merupakan perilaku oportunis seorang manajer untuk
mempermainkan angka-angka dalam laporan keuangan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapainya.
Perbuatan ini dilakukan manajer dengan memanfaatkan kelemahan pihak
lain yang tidak mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh
informasi mengenai perusahaan. Selain itu perbuatan ini sebenarnya juga
merupakan upaya manajer untuk memaksimalkan kesejahteraan dan kepentingan
pribadi. Akibatnya, stakeholder kehilangan kesempatan untuk memperoleh return
dari hubungan ekonomi yang dijalinnya dengan perusahaan bersangkutan.
Sementara para akademis, termasuk peneliti, beragumen bahwa pada dasarnya
6
manajemen laba merupakan dampak dari kebebasan seorang manajer untuk
memilih dan menggunakan metode akuntansi tertentu ketika mencatat dan
menyusun informasi dalam laporan keuangan. Hal ini disebabkan ada beragam
metode dan prosedur akuntansi yang diakui dan diterima dalam prinsip akuntansi
berterima umum.
Perbedaan ini yang menyebabkan setiap pihak yang perhatian pada masalah
aktivitas rekayasa manajerial ini mencoba untuk mendefinisikannya, baik dari
pemahaman positif maupun negatif. Akibatnya, ada banyak batasan dan definisi
manajemen laba. Ada pihak yang mendefinisikan manajemen laba sebagai
kecurangan yang dilakukan seorang manajer untuk mengelabui orang lain,
sedangkan pihak lain mendefinisikannya sebagai aktivitas yang lumrah dilakukan
manajer dalam menyusun laporan keuangan. Manajemen laba tidak bisa
dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa yang dilakukannya masih dalam
ruang lingkup prinsip akuntansi. Inilah yang membuat gambaran manajemen laba
menjadi sedemikian luas.
Pendapat lain mengenai definisi manajemen laba merupakan suatu
fenomena yang tidak mudah untuk dihindari karena merupakan dampak dari
penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan (Trisnawati, dkk,
2012). Untuk mendapatkan laba yang optimal, pengelola perusahaan cenderung
menggunakan atau memilih kebijakan akuntansi yang dapat menguntungkan bagi
mereka. Earnings management dapat menimbulkan masalah keagenan (agency
cost) yang dipicu dari adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara
pemegang saham (principal) dengan pengelola atau manajemen perusahaan.
7
Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki informasi tentang
perusahaan lebih banyak dan lebih dahulu daripada pemegang saham sehingga
terjadi asimetri informasi yang memungkinkan manajemen melakukan praktek
akuntansi dengan orientasi pada laba untuk mencapai suatu kinerja tertentu. Teori
agensi memberikan pandangan bahwa masalah earnings management dapat
diminimumkan dengan pengawasan sendiri melalui perbaikan lingkungan.
Pengelola perusahaan juga sering kali menunda aktivitas riil atau rencana
perusahaan yang penting guna mengurangi biaya yang bertujuan untuk
meningkatkan laba perusahaan. Informasi arus kas berguna bagi investor dan
kreditor untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas
bersih masa depan dan membandingkannya dengan kewajiban-kewajiban jangka
pendek maupun jangka panjang, termasuk kemungkinan pembayaran dividen
masa depan.
Laporan arus kas juga berguna bagi manajer untuk menilai aktivitas operasi
di masa lalu dan merencanakan aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan di
masa depan. Informasi tentang arus kas sebuah perusahaan bermanfaat bagi para
pemakai laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan kas dan setara kas serta menilai kebutuhan perusahaan untuk
menggunakan arus kas tersebut. Untuk dapat mengeliminasi pandangan negatif
pada manajemen laba, maka entitas berkewajiban melakukan langkah membangun
kepercayaan
publik
melalui
perbaikan
lingkungan
Corporate
Social
Responsibility. Melalui penerapan Corporate Social Responsibility, perusahaan
akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya
8
dalam jangka panjang (Kiroyan 2006). Meningkatnya kekuatan keuangan artinya
profitabilitas akan menjadi semakin tinggi. Semakin tingginya profitabilitas yang
disebabkan oleh legitimasi yang diperoleh perusahaan akan berimbas pada
naiknya return saham perusahaan. Hal tersebut dapat terlaksana hanya jika setiap
penerapan Corporate Social Responsibility diungkapkan oleh perusahaan
sehingga stakeholder mengetahui bahwa perusahaan telah menerapkan Corporate
Social Responsibility. Pengungkapan Corporate Social Responsibility secara luas
akan menyebabkan perusahaan mempunyai citra yang baik di dalam pandangan
stakeholder, sehingga meningkatnya permintaan saham perusahaan akan
mendorong meningkatnya minat investor untuk berinvestasi.
Corporate Social
Responsibility
merupakan sebuah
gagasan
yang
menjadikan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak
pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines yaitu juga memperhatikan
masalah sosial dan lingkungan (Daniri, 2008). Perusahaan bukan lagi sebagai
entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja, melainkan sebuah entitas
usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.
Utama (2007) menjelaskan bahwa perkembangan Corporate Social Responsibility
terkait dengan semakin parahnya kerusakan lingkungan yang terjadi di Indonesia
maupun dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga
perubahan iklim.
9
Perseroan Terbatas memiliki kewajiban untuk menjalankan Corporate
Social Responsibility sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. Corporate Social
Responsibility didefinisikan sebagai komitmen berkesinambungan dari kalangan
bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi,
untuk meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya. Fenomena
perkembangan Corporate Social Responsibility di Indonesia ditempatkan sebagai
kewajiban dalam kerangka hukum positif. Terdapat dua undang-undang yang
mengatur secara jelas kewajiban perusahaan melaksanakan Corporate Social
Responsibility yakni; Undang-undang No. 25 Tahun 2007 pasal 15 huruf b tentang
penanaman
modal
yang berisi
setiap
penanaman
modal
berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dan Undang-undang No. 40
Tahun 2007 pasal 1 angka 3 tentang perseroan terbatas berisi tanggung jawab
sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat
maupun masyarakat pada umumnya.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh manajemen
laba dan aktivitas riil terhadap return saham, namun hasilnya masih beragam.
Penelitian yang dilakukan oleh Solechan (2007) menyatakan bahwa manajemen
laba tidak berpengaruh terhadap return saham. Penelitian Aini (2009) menemukan
bahwa arus kas dari aktivitas operasi tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap return saham. Penelitian Khusnuriyati (2010) menemukan bahwa
10
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap return saham adalah perubahan
arus kas operasi. Penelitian Yocelyn dan Yulius (2011) menunjukkan bahwa
adanya pengaruh manajemen laba dan arus kas terhadap return saham. Penelitian
Rusmana,dkk (2011) menemukan bahwa manajemen laba berpengaruh pada
return saham. Hasil penelitian yang tidak konsisten ini mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara manajemen laba dan
aktivitas riil pada return saham. Peneliti menambahkan Corporate Social
Responsibility sebagai variabel pemoderasi. Pemilihan variabel ini didasarkan
pada pertimbangan karena Corporate Social Responsibility merupakan sebagai
salah satu cara untuk menarik investor menanamkan dananya dalam bentuk
pembelian
saham
perusahaan.
Melalui
pertimbangan
Corporate
Social
Responsibility investor yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan akan lebih
tertarik untuk menginvestasikan modalnya, karena mereka berpandangan
perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility mempunyai nilai
lebih dibandingkan perusahaan lain karena peduli terhadap dampak ekonomi
lingkungan dan sosial. Melalui penelitian ini akan diuji return saham perusahaan
yang melaksanakan Corporate Social Responsibility, melakukan perataan laba
serta mengobservasi aktivitas riilnya.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah
yang diangkat adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana pengaruh manajemen laba pada return saham?
11
2) Bagaimana pengaruh aktivitas riil pada return saham?
3) Bagaimana moderasi Corporate Social Responsibility terhadap pengaruh
manajemen laba pada return saham?
4) Bagaimana moderasi Corporate Social Responsibility terhadap pengaruh
aktivitas riil pada return saham?
1.3
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1) Mendapatkan bukti empiris pengaruh manajemen laba pada return saham.
2) Mendapatkan bukti empiris pengaruh aktivitas riil pada return saham.
3) Mendapatkan bukti empiris moderasi Corporate Social Responsibility
terhadap pengaruh manajemen laba pada return saham.
4) Mendapatkan bukti empiris moderasi Corporate Social Responsibility
terhadap pengaruh aktivitas riil pada return saham.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Manfaat teoritis
Penelitian ini memberikan dukungan pada signalling theory (teori sinyal),
agency theory (teori keagenan) dan stakehoders theory serta dapat
bermanfaat bagi pembaca, dalam arti hasil penelitian ini dapat menambah
12
dan memperkaya bahan pustaka yang sudah ada, baik sebagai pelengkap
maupun sebagai bahan perbandingan sehingga memberikan wawasan
mengenai moderasi Corporate Social Responsibility terhadap pengaruh
manajemen laba dan aktivitas riil pada return saham perusahaan maufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2) Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
perusahaan yang terdaftar di bursa efek ataupun yang akan mendaftar
mengenai pentingnya Corporate Social Responsibility dan hal-hal apa saja
yang berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility sehingga
perusahaan tersebut dapat menggunakan strategi yang tepat dalam
mendapatkan return yang diinginkan. Selain itu penelitian ini juga
diharapkan memberikan pertimbangan bagi investor dalam melakukan
keputusan investasi dengan tidak hanya melihat dari aspek keuangan dan
finansial dari suatu perusahaan saja tetapi juga dari aspek tanggung jawab
sosial dan lingkungan.
Download