Representasi Ideologi dalam Teks Lagu `Andai Aku

advertisement
Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi Gayus”:
Sebuah Analisa Wacana Tentang Ketidakberdayaan
Masyarakat Kecil terhadap Hukum
Agustinus Supriyono dan Sari Handayani
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
Jl. Letjen S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521
Tel 0271- 593156, fax 0271-591065
Abstrak
Musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam situasi apapun
musik selalu mengisi kehidupan manusia. Sebagai bahasa universal musik menjembatani berbagai
ungkapan perasaan dan situasi yang melatarbelakanginya. Sebagai sebuah karya seni, musik tidak
hanya bersifat menghibur namun juga berfungsi sebagai media komunikasi yang tercermin dari teks
lagu yang ditulis oleh penciptanya. Musik dan teks lagu dapat dipahami sebagai simbol
komunikasi. Secara umum musik dan komunikasi mempunyai kemampuan untuk menciptakan
kembali atau menentang struktur sosial yang dominan karena komunikasi terbentuk di masyarakat.
Teks lagu, sebagai cerminan praktek wacana, sarat dengan kode-kode yang tidak nampak secara
nyata yang terungkap melalui bahasa yang digunakan. Melalui lirik lagu, si penyanyi
mengungkapkan berbagai macam tema-tema yang ada di masyarakat, dan dengan demikian lirik
lagu menjadi bagian dari proses komunikasi sosial. Untuk berkomunikasi, pengguna bahasa
menciptakan teks yang bisa dipahami, berterima dan bertatabahasa, karena tanpa pemahaman maka
tidak tercipta komunikasi. Teks tidak berdiri sendiri, melainkan dilingkupi oleh konteks yang lebih
luas seperti konteks situasi, konteks sosial budaya dan ideologi. Dalam hal ini ideologi dipandang
sebagai sebuah cara pandang terhadap realita sosial.
Kata Kunci : Ideologi, wacana, teks lagu
Pendahuluan
Tanggal 19 Januari 2011, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita Gayus,
seorang terdakwa korupsi miliaran rupiah divonis 7 tahun dan denda 300 juta rupiah oleh
majelis hakim yang dipimpin oleh Albertina Ho. Hal ini dipandang sebagai vonis yang
terlalu ringan oleh jaksa penuntut dan sekali lagi rasa keadilan masyarakat
diciderai.(Kompas, 20 Januari 2011)
Persoalan ini sebenarnya merupakan antiklimaks dari sebuah proses panjang yang
ada di Indonesia dengan berbagai macam masalah mafia hukum dan pajak. Gayus, yang
sudah berada di penjara bisa berkeliaran sampai ke Bali, Makau dan Kuala Lumpur. Ini
membuktikan betapa lemahnya sistem hukum di Indonesia.
Berbeda halnya dengan Bona Paputungan, seorang narapidana karena kasus
kekerasan dalam rumah tangga yang dihukum kurang lebih 7 bulan. Ia merasakan
ketidakberdayaannya didepan hukum. Seolah-olah hukum hanya tajam untuk orang yang
seperti Bona, dan tumpul dihadapan para koruptor seperti Gayus. Dan sebagai bentuk
perlawanan terhadap ketidakadilan ini, Bona mengungkapkan melalui musik dan lagunya
yang berjudul ”Andai Aku Jadi Gayus.
Musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam
situasi apapun musik selalu mengisi kehidupan manusia. Sebagai bahasa universal musik
menjembatani berbagai ungkapan perasaan dan situasi yang melatarbelakanginya. Alunan
musik yang indah mampu membuat si pendengar menghentakan kaki untuk mengikuti
114
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
irama. Sebagai sebuah sistem, musik mampu mewakili perasaan, suasana bahkan bahasa
dalam menyampaikan pesan secara universal.
Sebagai sebuah karya seni, musik tidak hanya bersifat menghibur namun juga
berfungsi sebagai media komunikasi yang tercermin dari teks lagu yang ditulis oleh
penciptanya. Musik dan teks lagu dapat dipahami sebagai simbol komunikasi. Secara
umum musik dan komunikasi mempunyai kemampuan untuk menciptakan kembali atau
menentang struktur sosial yang dominan karena komunikasi terbentuk di masyarakat.
Teks lagu, sebagai cerminan praktek wacana, sarat dengan kode-kode yang tidak
nampak secara nyata yang terungkap melalui bahasa yang digunakan. Melalui lirik lagu, si
penyanyi mengungkapkan berbagai macam tema-tema yang ada di masyarakat, dan
dengan demikian lirik lagu menjadi bagian dari proses komunikasi sosial.
Model Bahasa
Menurut pandangan ini, ketika seseorang berpikir tentang bahasa, minimal ada tiga
aspek penting yang harus diperhitungkan, yakni konteks, teks, dan sistem bahasa.
Hubungan konteks, teks dapat digambarkan sebagai berikut:
IDEOLOGY
CULTURE
Genre
(Purpose)
SITUATION
Who is involved?
(Tenor)
Subject
Channel
Matter
(Field)
(Mode)
REGISTER
TEXT
Gambar 1: Hubungan konteks dan teks
Konteks
Bahasa terjadi dan hidup dalam konteks yang dapat berupa apa saja yang
mempengaruhi, menentukan dan terkait dengan pilihan-pilihan bahasa yang dibuat
seseorang ketika menciptakan dan menafsirkan teks. Dalam konteks apapun, orang
menggunakan bahasa untuk melakukan tiga fungsi utama yaitu (1) Fungsi gagasan
115
WIDYATAMA
Agustinus Supriyono dan Sari Handayani. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi ..
(ideational function), yakni fungsi bahasa untuk mengemukakan atau mengkonstruksi
gagasan atau informasi; (2) Fungsi interpersonal (interpersonal function), yakni fungsi
bahasa untuk berinteraksi dengan sesama manusia yang mengungkapkan tindak tutur yang
dilakukan, sikap, perasaan dsb.; (3) Fungsi tekstual (textual function), yakni fungsi yang
mengatur bagaimana teks atau bahasa yang diciptakan ditata sehingga tercapai kohesi dan
koherensinya, sehingga mudah difahami orang yang mendengar atau membacanya.
Dalam model ini terdapat dua macam konteks: konteks budaya (context of culture)
dan konteks situasi (context of situation). Sebuah konteks budaya ‘melahirkan’ banyak
macam teks yang dikenal dan diterima oleh anggota masyarakatnya sebab susunan dan
bahasa yang digunakan menunjang tujuan komunikatif teks tersebut. Misalnya, orang
mengenal dan menggunakan teks ‘resep masakan’ sebagaimana yang ditemukan di bukubuku resep. Maka ketika orang mendengar kata ‘resep’ ia akan membayangkan susunan
teks dan bahasa yang lazim digunakan dalam budayanya. Begitu juga jika ia mendengar
kata ‘cerita pendek’ yang berbeda dari resep. Jenis teks ini disebut genre. Singkatnya,
sebuah konteks budaya melahirkan banyak genre. Terdapat tiga faktor konteks situasi yang
mempengaruhi pilihan bahasa seseorang: topik yang dibicarakan (field), hubungan
interpersonal antara pengguna bahasa (tenor) dan jalur komunikasi (lisan atau tertulis)
yang digunakan (mode). Ketiga faktor ini menentukan apakah seseorang memilih
berbahasa formal / informal, akrab / tidak akrab dan sebagainya.
Teks
Halliday (1985) memaknai teks sebagai satu kesatuan makna baik lesan maupun
tertulis. Norman Fairclough mengaitkan antara teks dan praktek sosial yang terhubung
melalui praktek wacana: di satu sisi proses produksi teks dan interpretasinya terbentuk
oleh praktek sosial dan sebaliknya proses produksi mempertajam teks dan proses
intepretasi dipengaruhi oleh penanda yang terdapat di dalam teks. Dalam contoh lirik lagu
”Andai aku jadi Gayus”, teks itu muncul sebagai hasil praktek sosial, dimana keadilan
dirasa lebih berpihak pada pihak yang mempunyai pengaruh besar. Gambar 2
menggambarkan hubungan antara teks, praktek wacana dan praktek sosial, sebagaimana
diusulkan oleh Norman Fairclough (Fairclough,1993:136)
Text
Discursive Practice
Social Practice
Gambar 2. hubungan antara teks, praktek
wacana dan praktek sosial
Sistem transistivity
WIDYATAMA
116
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
Untuk membedah ideologi, peneliti menggunakan pisau bedah sistem transitivity
sebagaimana diusulkan oleh Halliday (1985).Butt(2000:39) menyatakan bahwa bahasa
mempunyai fungsi representasi- kita menggunakan bahasa untuk menandai pengalaman
kita terhadap dunia sekitar kita; jadi bahasa mengandung gambaran kenyataan yang
memungkinkan kita menandai makna pengalaman yang diwujudkan dalam isi wacana.
Secara umum sebuah klausa terdiri dari Subyek dan predikat, dimana sebuah predikat
dapat berbentuk kata kerja atau selain kata kerja.
Ideologi
Ideologi dalam penelitian ini mengacu pada sebuah sistem keyakinan dari sebuah
kelas sosial(Eriyanto 2001:87-88) Marx, sebagaimana dikutip dalam Fiske (1990:173175), menyatakan bahwa ideologi merupakan sebuah konsep yang relatif terus terang.
Ideologi merupakan sebuah alat yang mana gagasan-gagasan dari kelas penguasa menjadi
diterima di seluruh masyarakat dan dipandang sebagai sesuatu yang lumrah dan alami.
Semua pengetahuan didasarkan atas kelas: dicetuskan di dalam kelas asal dan bekerja
untuk melindungi kepentingan kelas tersebut.
Metode
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif untuk menemukan
representasi ideologi dimana peneliti bertujuan untuk membuktikan teori dan asumsi yang
ada berdasarkan makna gagasan (ideational) sebagaimana di sarankan oleh Halliday
(1985) dan Eggins (1994). Model analisis ini secara mendasar menyarankan bahwa
representasi ideologi dapat dibedah menggunakan analisa transitivity.
Data diperoleh dari teks lagu ”Andai Aku Jadi Gayus” yang diciptakan dan
dinyayikan oleh Bona Paputungan. Prosedur penelitian dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: Teks lagu dipecah menjadi klausa. Klausa dianalisa berdasar jenis proses
kata kerja seperti proses tindakan, mental, ucapan, dan relational. Tiap-tiap klausa
dianalisa menggunakan perangkat lunak Systemic Coder 463 yang dapt diunduh dari
h t t p : / / w w w . w a g s o f t . c o m / C o d e r / . Setelah diketahui hasil perhitungannya, data
tersebut disajikan secara deskriptif dan komparatif. Langkah terakhir adalah memberikan
komentar kritis berdasarkan teori yang melingkupi.
Hasil dan Pembahasan
Representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan.
Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas. Kebudayaan menyangkut pengalaman
berbagi. Seseorang akan dikatakan berasal darikebudayaan yang sama jika manusiamanusia dapat membagi pengalaman yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang
sama. Representasi dipahami “the social proces of representing representation are product
of the social proces of representing“ Representasi dalam konteks ini dipahami produksi
makna dari konsep-konsep yang terdapat dalam pikiran manusia melalui bahasa.
Representasi dapat dijelaskan pula “menghubungkan antara konsep dan bahasa yang
membuat manusia mampu untuk merujuk dunia obyek orang-orang.
Representasi dapat diartikan to depict, to be a picture of, atau to act or speak for (in
the place of, in the name of) somebody. Berdasarkan kedua makna tersebut to represent
dapat didefinisikan to stand for. Ia menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu atau
seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang direpresentasikan tapi
117
WIDYATAMA
Agustinus Supriyono dan Sari Handayani. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi ..
dihubungkan dengan apa yang mendasarkan diri pada realitas tersebut. Jadi representasi
mendasarkan pada realitas yang menjadi referensinya. Istilah representasi sebenarnya
memiliki dua definisi, sehingga harus dibedakan antara keduanya. Pertama, representasi
sebuah proses sosial dari representating dan yang kedua, representasi produk dari proses
sosialrepresentating (Noviani, 2002: 61).
Proses representasi melibatkan tiga elemen : pertama, obyek yakni sesuatu yang
direpresentasikan. Kedua, tanda yakni representasi itu sendiri. Ketiga,coding yakni
seperangkat aturan yang menentukan hubungan tanda dengan pokok persoalan. Coding
membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interpretasi tanda. Tanda
dapat menghubungkan obyek untuk bisa di identifikasi, sehingga satu tanda mengacu pada
satu obyek, atau satu tanda mengacu pada kelompok obyek yang telah ditentukan secara
jelas (Noviani, 2002:64).
Dalam proses representasi, terdapat beberapa masalah yang harus dipahami antara
lain, (1) Representasi adalah hasil suatu proses seleksi yang mengakibatkan bahwa ada
sejumlah aspek dari realitas yang ditonjolkan serta ada sejumlah aspek lain yang
dimarginalisasi. Hal ini menyebabkan hasil representasi bersifat sempit dan tidak lengkap.
(2) Apa yang dikatakan dunia nyata itu tidak perlu untuk dipermasalahkan. Bahwa tidak
ada satupun representasi dari realitas yang secara keseluruhan pastilah benar dan nyata. (3)
Pemikiran yang menyatakan bahwa media tidaklah harus merefleksikan realitas
Permasalahan diatas diperlukan untuk dipahami dalam melihat proses representasi
termasuk representasi dalam lirik lagu. Pihak yang melakukan representasi memiliki
pengalaman sosial dan budaya yang mungkin berbeda dengan keberadaan sifat perbedaan
kelas. Faktor ini mengakibatkan proses representasi tidak pasti dan benar secara
keseluruhan berdasarkan makna sebenarnya. Keberadaan media dalam melakukan
representasi tidak selalu merefleksikan realitas yang ada dalam masyarakat. Media dalam
melakukan representasi mampu untuk memunculkan realitas baru yang sering disebut
realitas media. Media dalam membentuk realitas tidak lepas dari ideologi dan budaya
media dimana simbol tersebut direpresentasikan.
Manipulasi tanda dan bahasa dalam sebuah lirik lagu, mengkontruksikan suatu
ideologi dominan yang kuat yang membantu menopang kepentingan material dan kultural
para penciptanya. Ideologi sdidefinisikan sebagai ’himpunan ide-ide yang muncul dari
seperangkat kepentingan material tertentu, atau secara lebih luas, dari sebuah kelas atau
kelompok tertentu’. Sementara lanjutannya, media massa terutama televisi, mempunyai
kemampuan yang tiada tandingannya untuk memperlihatkan, mendramatisir, dan
mempopulerkan potongan-potongan kecil dan fragmen kultural informasi. Media massa
melakukan hal itu ketika menyampaikan program hiburan dll.
Dalam hal ini, ideologi menghasilkan dua sintesis yaitu sebagai pemahaman dan
komitmen sosial, sekaligus sebagai pemikiran dan tindakan dalam sintesis pertama,
ideologi pada akhirnya melahirkan peta pemikiran individu dan kelompok
tentang
bagaimana seharusnya suatu masyarakat
mengkondisikan dirinya dalam lingkungan
sosial tertentu. Oleh karena itu,ideologi memiliki karakter efektif sebagai alat untuk
mengekpresikan harapan dan kecemasan,simpati dan kebencian, serta sekaligus sebagai
alat untuk mengartikulasi kepercayaan (belief)dan pemahaman (understanding).
Sintesis yang kedua yaitu ideologi sebagai pemikiran dan tindakan memandang
ideologi pada dasarnya hampir serupa dengan pemikiran dan motif politik. Dalam tahap
implementasi, ideologi mengacu pada berbagai gerakan dalam usaha mencapai tujuan dan
memobilisasi massa. Ideologi menjadi formulasi panduan tingkah laku sekaligus patokan
untuk menilai tingkah laku
tersebut. Secara tidak langsung, dalam hal ini ideologi
WIDYATAMA
118
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
menyertakan ’sense of self justification’ bagi individu maupun kelompok dalam bertindak
.
Mengawali bahasannya dalam kajian ideologi, seorang pemikir Marxis bernama
Louis Althusser memperkenalkan istilah Ideological State Aparatus (ISA), dimana
menurutnya ISA merupakan alat bagi negara atau kelas dominan untuk mempertahankan
kekuasaannya selain melalui aparat negara yang sifatnya represif (tentara, polisi, penjara
dll). ISA meliputi agama, pendidikan, keluarga, media massa (pers, radio, televisi.dll.), dan
hukum (Althusser, 1971: 20 & 34).
Berbeda dengan aparat negara represif yang menjalankan fungsinya dengan cara
kekerasan (violence), ISA menjalankan fungsinya dengan secara ideologi (secara
halus/tanpa paksaan), karena itu ISA dapat bergerak hingga kewilayah privat. Hal ini tidak
dapat dilakukan oleh aparat negara represif, yang arah geraknya sebatas pada wilayah
publik. Untuk menghasilkan sebuah konsep tentang ideologi, Althusser mengajukan dua
tesis, yaitu: pertama ideologi adalah mempresentasikan relasi individu yang imajiner pada
kondisi-kondisi nyata dari eksistensinya dan kedua ideologi menurutnya memiliki
eksistensi material (Althusser, 1971)
Menurut tesis Althusser tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ideologi adalah:
pertama, ”merupakan sebuah ilusi dalam dunia nyata yang sifatnya tidak disadari.
Ideologi menjadikan seorang individu menganggap sesuatu yang semu seolah-olah nyata
dan yang fana tampak seperti abadi. Hal tersebut yang kemudian oleh Marx disebut
dengan alienasi, atau keserasian manusia dari realitasnya. Kedua, ideologi tidak hanya
sebatas ide belaka, melainkan ada praktiknya dalam realitas kehidupan nyata serta ada
aparat yang menjalankannya” (Althusser, 1971)
Pada perkembangannya, pengertian ideologi berkembang menjadi suatu hal yang
negatif, yakni ideas of false conciousnes (ide kesadaran palsu). Kondisi ini dibangun
berdasarkan kerangka pemikiran Marx dalam perspektif ekonomi, yang beranggapan
bahwa ”kelas yang berkuasa mempropagandakan ideologi yang membenarkan statusnya
dan membuat sulit bagi orang untuk mengenali mengetahui bahwa mereka sedang
dieksploitasi dan di korbankan .
Dalam konteks penelitian ini dapat dikatakan bahwa ideology digunakan oleh kelas
dominan yang dalam hal ini the untouchable, yang diwakili oleh Gayus untuk meneruskan
dominasinya atas kelas yang tersubordinat yakni orang kecil dan tersingkir,yang diwakili
oleh pelantun lagu di mana melalui institusi media massa (Lirik Lagu Andai Aku jadi
Gayus) para kaum berduit (koruptor), berusaha menyakinkan khalayak bahwa para
koruptor adalah kelompok yang tidak tersentuh oleh hukum. Dengan kata lain (Lirik Lagu
Andai Aku Jadi Gayus), menggambarkan tentang bagaimana cara suatu kelompok (para
koruptor) memandang sebuah fenomena sosial (bebas hukum) berdasarkan sistem
representasi ideologi kelas penguasa dikontruksikan melalui kode-kode dan konvensikonvensi sehingga menghasilkan sebuah wacana yang memberikan pembenaran bahwa
para koruptor adalah kaum yang kebal hukum dan bisa melakukan banyak hal, karena
mereka mempunyai kekuasaan yang berupa uang. merupakan sesuatu yang sifatnya
normal, alami, ideal dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
119
WIDYATAMA
Agustinus Supriyono dan Sari Handayani. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi ..
Tabel berikut ini merupakan hasil analisa dari penelitian yang dilakukan.
System
Process
Total
Feature
Material
Mental
Verbal
Behavioral
Relational
Count
14
0
0
1
17
32
Mean
43,8%
0%
0%
3,1%
53,1%
100%
Dari tabel di atas, kita dapat mengetahui bahwa relational proses mendominasi
teks, ini dapat dimaknai sebagai hubungan identifikasi dan persamaan serta deskripsinya.
Berikut ini contoh-contoh klausa yang menggunakan relational process.
 badanku kurus( I am thin)
 Kita orang yang lemah tdk punya daya apa apa (We are weak people who
are powerless)
 tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor
 Andai ku Gayus Tambunan (If I were Gayus Tambunan)
Sedangkan material process menunjukkan bahwa teks tersebut lebih cenderung
menggunakan tindakan (doing)dibandingkan ucapan atau pemikiran, misalnya:
 11 maret, diriku masuk penjara( …I was put into jail)
 awalku menjalani proses masa tahanan
 tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor
 Andai ku Gayus Tambunan yang bisa pergi ke Bali
 Lucunya di negri ini hukuman bisa dibeli
 7 Oktober kubebas dari penjara menghirup udara segar lepaskan
penderitaan
Jenis proses kata kerja lainnya yang terdapat dalam teks ini adalah behavioral process
(menghirup).
Secara keseluruhan, teks lagu ini mengandung pesan yang mau disampaikan yaitu
ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Kondisi sosial yang terjadi ditingkat
kemasyarakatan dan institusi hukum, menciptakan wacana bahwa struktur sosial ikut
melanggengkan kekuasaan. Cara susunan wacana terstruktur dan ideologi-ideologi yang
melingkupinya ditentukan oleh relasi kuasa dalam institusi sosial dan di dalam masyarakat
secara keseluruhan. Hubungan antara kelas sosial bermula dari produksi barang dan jasa
yang dikendalikan oleh kaum kapitalis( pemilik modal), namun dalam perkembangannya
hubungan ini menyebar ke segala bidang kehidupan, termasuk bidang hukum.
Kekuasaan kaum kapitalis bergantung pada kemampuannya untuk mengendalikan
negara. Negara seharusnya berdiri diatas semua golongan dan bersifat netral. Kekuasaan
senantiasa bergandengan dengan ideologi, sehingga jika pemegang kekuasaan lebih
dipegang oleh pengendali pasar, maka ideologi yang menyertai adalah ideologi kapitalis.
Dalam teks lagu “Andai Aku Jadi Gayus”, si pelantun lagu memposisikan dirinya
sebagai kaum yang tertindas dan tidak punya modal, sehingga ia tidak punya daya.
Berbeda dengan Gayus, ia dicitrakan sebagai pihak yang mempunyai banyak modal,
sehingga hukum pun dibeli. ( Andai ku Gayus Tambunan yang bisa pergi ke Bali semua
keinginannya pasti bisa terpenuhi Lucunya di negri ini hukuman bisa dibeli). Pilihan kata
WIDYATAMA
120
No.2 / Volume 22 / 2013
WIDYATAMA
ganti “Kita” yang digunakan oleh si pelantun lagu (Kita orang yang lemah tidak punya
daya apa- apa tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor) berfungsi untuk menunjukkan
klaim kekuasaan yang implisit dan menunjukkan identifikasinya dengan kaum tertindas.
Di bagian terakhir, si pelantun lagu menceritakan berakhirnya masa tahanannya
dan berusaha menasehati teman dan saudara-saudaranya untuk melakukan yang terbaik. Ini
bisa dipandang sebagai strategi pelantun lagu untuk memposisikan dirinya sebagai orang
yang memahami dan mengalami kehidupan di penjara. Halliday menyebut hal ini sebagai
anti language. Anti language dipakai sebagai pilihan yang disadari terhadap wacana kelas
berkuasa.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teks merupakan bentuk
komunikasi yang dapat dipahami, dan di dalam teks tersebut terkandung ideologi. Dalam
hal ini, teks”Andai Aku Jadi Gayus” dapat dimaknai sebagai protes atas ketidakadilan
yang terjadi. Gayus dicitrakan sebagai wakil kelas penguasa atau pemilik uang yang dapat
melakukan segala macam hal, termasuk membeli hukum, sedangkan si pelantun lagu
mencitrakan dirinya sebagai kelompok orang yang tertindas. Untuk membuktikan secara
linguistik, digunakan teori Systemic Functional Linguistics, terutama mengenai makna
ideasional. Dalam tataran tata bahasa digunakan system transitivity.
Daftar Rujukan
Butt, D.et.al (2000), Using Functional Grammar, Sidney Macquire University.
Egggins, S. (1994) An Introduction to Systematic Functional Linguistics, London: Primer
Publisher.
Eriyanto (2001), Analisa Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta LkiS
Yogyakarta.
Fiske, J (1990), Introduction to Communication Studies, London & New York Routledge.
Fairclough, N.1989. Language and Power, London, Longman.
Firth, J.R 1957. Papers in Linguistic 1934-1951, Oxford, Oxford University Press.
Halliday, M.A.K. 1978. Language As a social Semiotic: The Social Interpretation of
Language and Meaning, london, edward Arnold.
Halliday, M.A.K. & Hasan, R. 1985. Language, Context and Text: Aspects of Language in
a Socio- Semiotic Perspective, Geelong, Deakin University Press.
Halliday, M.A.K. and Hasan, R. Cohesion in English, London, Longman.
121
WIDYATAMA
Download