Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi Gayus”: Sebuah Analisa Wacana Tentang Ketidakberdayaan Masyarakat Kecil terhadap Hukum Agustinus Supriyono dan Sari Handayani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen S. Humardani No. 1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Tel 0271- 593156, fax 0271-591065 Abstrak Musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam situasi apapun musik selalu mengisi kehidupan manusia. Sebagai bahasa universal musik menjembatani berbagai ungkapan perasaan dan situasi yang melatarbelakanginya. Sebagai sebuah karya seni, musik tidak hanya bersifat menghibur namun juga berfungsi sebagai media komunikasi yang tercermin dari teks lagu yang ditulis oleh penciptanya. Musik dan teks lagu dapat dipahami sebagai simbol komunikasi. Secara umum musik dan komunikasi mempunyai kemampuan untuk menciptakan kembali atau menentang struktur sosial yang dominan karena komunikasi terbentuk di masyarakat. Teks lagu, sebagai cerminan praktek wacana, sarat dengan kode-kode yang tidak nampak secara nyata yang terungkap melalui bahasa yang digunakan. Melalui lirik lagu, si penyanyi mengungkapkan berbagai macam tema-tema yang ada di masyarakat, dan dengan demikian lirik lagu menjadi bagian dari proses komunikasi sosial. Untuk berkomunikasi, pengguna bahasa menciptakan teks yang bisa dipahami, berterima dan bertatabahasa, karena tanpa pemahaman maka tidak tercipta komunikasi. Teks tidak berdiri sendiri, melainkan dilingkupi oleh konteks yang lebih luas seperti konteks situasi, konteks sosial budaya dan ideologi. Dalam hal ini ideologi dipandang sebagai sebuah cara pandang terhadap realita sosial. Kata Kunci : Ideologi, wacana, teks lagu Pendahuluan Tanggal 19 Januari 2011, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita Gayus, seorang terdakwa korupsi miliaran rupiah divonis 7 tahun dan denda 300 juta rupiah oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Albertina Ho. Hal ini dipandang sebagai vonis yang terlalu ringan oleh jaksa penuntut dan sekali lagi rasa keadilan masyarakat diciderai.(Kompas, 20 Januari 2011) Persoalan ini sebenarnya merupakan antiklimaks dari sebuah proses panjang yang ada di Indonesia dengan berbagai macam masalah mafia hukum dan pajak. Gayus, yang sudah berada di penjara bisa berkeliaran sampai ke Bali, Makau dan Kuala Lumpur. Ini membuktikan betapa lemahnya sistem hukum di Indonesia. Berbeda halnya dengan Bona Paputungan, seorang narapidana karena kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dihukum kurang lebih 7 bulan. Ia merasakan ketidakberdayaannya didepan hukum. Seolah-olah hukum hanya tajam untuk orang yang seperti Bona, dan tumpul dihadapan para koruptor seperti Gayus. Dan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan ini, Bona mengungkapkan melalui musik dan lagunya yang berjudul ”Andai Aku Jadi Gayus. Musik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam situasi apapun musik selalu mengisi kehidupan manusia. Sebagai bahasa universal musik menjembatani berbagai ungkapan perasaan dan situasi yang melatarbelakanginya. Alunan musik yang indah mampu membuat si pendengar menghentakan kaki untuk mengikuti 114 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA irama. Sebagai sebuah sistem, musik mampu mewakili perasaan, suasana bahkan bahasa dalam menyampaikan pesan secara universal. Sebagai sebuah karya seni, musik tidak hanya bersifat menghibur namun juga berfungsi sebagai media komunikasi yang tercermin dari teks lagu yang ditulis oleh penciptanya. Musik dan teks lagu dapat dipahami sebagai simbol komunikasi. Secara umum musik dan komunikasi mempunyai kemampuan untuk menciptakan kembali atau menentang struktur sosial yang dominan karena komunikasi terbentuk di masyarakat. Teks lagu, sebagai cerminan praktek wacana, sarat dengan kode-kode yang tidak nampak secara nyata yang terungkap melalui bahasa yang digunakan. Melalui lirik lagu, si penyanyi mengungkapkan berbagai macam tema-tema yang ada di masyarakat, dan dengan demikian lirik lagu menjadi bagian dari proses komunikasi sosial. Model Bahasa Menurut pandangan ini, ketika seseorang berpikir tentang bahasa, minimal ada tiga aspek penting yang harus diperhitungkan, yakni konteks, teks, dan sistem bahasa. Hubungan konteks, teks dapat digambarkan sebagai berikut: IDEOLOGY CULTURE Genre (Purpose) SITUATION Who is involved? (Tenor) Subject Channel Matter (Field) (Mode) REGISTER TEXT Gambar 1: Hubungan konteks dan teks Konteks Bahasa terjadi dan hidup dalam konteks yang dapat berupa apa saja yang mempengaruhi, menentukan dan terkait dengan pilihan-pilihan bahasa yang dibuat seseorang ketika menciptakan dan menafsirkan teks. Dalam konteks apapun, orang menggunakan bahasa untuk melakukan tiga fungsi utama yaitu (1) Fungsi gagasan 115 WIDYATAMA Agustinus Supriyono dan Sari Handayani. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi .. (ideational function), yakni fungsi bahasa untuk mengemukakan atau mengkonstruksi gagasan atau informasi; (2) Fungsi interpersonal (interpersonal function), yakni fungsi bahasa untuk berinteraksi dengan sesama manusia yang mengungkapkan tindak tutur yang dilakukan, sikap, perasaan dsb.; (3) Fungsi tekstual (textual function), yakni fungsi yang mengatur bagaimana teks atau bahasa yang diciptakan ditata sehingga tercapai kohesi dan koherensinya, sehingga mudah difahami orang yang mendengar atau membacanya. Dalam model ini terdapat dua macam konteks: konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (context of situation). Sebuah konteks budaya ‘melahirkan’ banyak macam teks yang dikenal dan diterima oleh anggota masyarakatnya sebab susunan dan bahasa yang digunakan menunjang tujuan komunikatif teks tersebut. Misalnya, orang mengenal dan menggunakan teks ‘resep masakan’ sebagaimana yang ditemukan di bukubuku resep. Maka ketika orang mendengar kata ‘resep’ ia akan membayangkan susunan teks dan bahasa yang lazim digunakan dalam budayanya. Begitu juga jika ia mendengar kata ‘cerita pendek’ yang berbeda dari resep. Jenis teks ini disebut genre. Singkatnya, sebuah konteks budaya melahirkan banyak genre. Terdapat tiga faktor konteks situasi yang mempengaruhi pilihan bahasa seseorang: topik yang dibicarakan (field), hubungan interpersonal antara pengguna bahasa (tenor) dan jalur komunikasi (lisan atau tertulis) yang digunakan (mode). Ketiga faktor ini menentukan apakah seseorang memilih berbahasa formal / informal, akrab / tidak akrab dan sebagainya. Teks Halliday (1985) memaknai teks sebagai satu kesatuan makna baik lesan maupun tertulis. Norman Fairclough mengaitkan antara teks dan praktek sosial yang terhubung melalui praktek wacana: di satu sisi proses produksi teks dan interpretasinya terbentuk oleh praktek sosial dan sebaliknya proses produksi mempertajam teks dan proses intepretasi dipengaruhi oleh penanda yang terdapat di dalam teks. Dalam contoh lirik lagu ”Andai aku jadi Gayus”, teks itu muncul sebagai hasil praktek sosial, dimana keadilan dirasa lebih berpihak pada pihak yang mempunyai pengaruh besar. Gambar 2 menggambarkan hubungan antara teks, praktek wacana dan praktek sosial, sebagaimana diusulkan oleh Norman Fairclough (Fairclough,1993:136) Text Discursive Practice Social Practice Gambar 2. hubungan antara teks, praktek wacana dan praktek sosial Sistem transistivity WIDYATAMA 116 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA Untuk membedah ideologi, peneliti menggunakan pisau bedah sistem transitivity sebagaimana diusulkan oleh Halliday (1985).Butt(2000:39) menyatakan bahwa bahasa mempunyai fungsi representasi- kita menggunakan bahasa untuk menandai pengalaman kita terhadap dunia sekitar kita; jadi bahasa mengandung gambaran kenyataan yang memungkinkan kita menandai makna pengalaman yang diwujudkan dalam isi wacana. Secara umum sebuah klausa terdiri dari Subyek dan predikat, dimana sebuah predikat dapat berbentuk kata kerja atau selain kata kerja. Ideologi Ideologi dalam penelitian ini mengacu pada sebuah sistem keyakinan dari sebuah kelas sosial(Eriyanto 2001:87-88) Marx, sebagaimana dikutip dalam Fiske (1990:173175), menyatakan bahwa ideologi merupakan sebuah konsep yang relatif terus terang. Ideologi merupakan sebuah alat yang mana gagasan-gagasan dari kelas penguasa menjadi diterima di seluruh masyarakat dan dipandang sebagai sesuatu yang lumrah dan alami. Semua pengetahuan didasarkan atas kelas: dicetuskan di dalam kelas asal dan bekerja untuk melindungi kepentingan kelas tersebut. Metode Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif untuk menemukan representasi ideologi dimana peneliti bertujuan untuk membuktikan teori dan asumsi yang ada berdasarkan makna gagasan (ideational) sebagaimana di sarankan oleh Halliday (1985) dan Eggins (1994). Model analisis ini secara mendasar menyarankan bahwa representasi ideologi dapat dibedah menggunakan analisa transitivity. Data diperoleh dari teks lagu ”Andai Aku Jadi Gayus” yang diciptakan dan dinyayikan oleh Bona Paputungan. Prosedur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Teks lagu dipecah menjadi klausa. Klausa dianalisa berdasar jenis proses kata kerja seperti proses tindakan, mental, ucapan, dan relational. Tiap-tiap klausa dianalisa menggunakan perangkat lunak Systemic Coder 463 yang dapt diunduh dari h t t p : / / w w w . w a g s o f t . c o m / C o d e r / . Setelah diketahui hasil perhitungannya, data tersebut disajikan secara deskriptif dan komparatif. Langkah terakhir adalah memberikan komentar kritis berdasarkan teori yang melingkupi. Hasil dan Pembahasan Representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas. Kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi. Seseorang akan dikatakan berasal darikebudayaan yang sama jika manusiamanusia dapat membagi pengalaman yang sama dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Representasi dipahami “the social proces of representing representation are product of the social proces of representing“ Representasi dalam konteks ini dipahami produksi makna dari konsep-konsep yang terdapat dalam pikiran manusia melalui bahasa. Representasi dapat dijelaskan pula “menghubungkan antara konsep dan bahasa yang membuat manusia mampu untuk merujuk dunia obyek orang-orang. Representasi dapat diartikan to depict, to be a picture of, atau to act or speak for (in the place of, in the name of) somebody. Berdasarkan kedua makna tersebut to represent dapat didefinisikan to stand for. Ia menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu atau seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang direpresentasikan tapi 117 WIDYATAMA Agustinus Supriyono dan Sari Handayani. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi .. dihubungkan dengan apa yang mendasarkan diri pada realitas tersebut. Jadi representasi mendasarkan pada realitas yang menjadi referensinya. Istilah representasi sebenarnya memiliki dua definisi, sehingga harus dibedakan antara keduanya. Pertama, representasi sebuah proses sosial dari representating dan yang kedua, representasi produk dari proses sosialrepresentating (Noviani, 2002: 61). Proses representasi melibatkan tiga elemen : pertama, obyek yakni sesuatu yang direpresentasikan. Kedua, tanda yakni representasi itu sendiri. Ketiga,coding yakni seperangkat aturan yang menentukan hubungan tanda dengan pokok persoalan. Coding membatasi makna-makna yang mungkin muncul dalam proses interpretasi tanda. Tanda dapat menghubungkan obyek untuk bisa di identifikasi, sehingga satu tanda mengacu pada satu obyek, atau satu tanda mengacu pada kelompok obyek yang telah ditentukan secara jelas (Noviani, 2002:64). Dalam proses representasi, terdapat beberapa masalah yang harus dipahami antara lain, (1) Representasi adalah hasil suatu proses seleksi yang mengakibatkan bahwa ada sejumlah aspek dari realitas yang ditonjolkan serta ada sejumlah aspek lain yang dimarginalisasi. Hal ini menyebabkan hasil representasi bersifat sempit dan tidak lengkap. (2) Apa yang dikatakan dunia nyata itu tidak perlu untuk dipermasalahkan. Bahwa tidak ada satupun representasi dari realitas yang secara keseluruhan pastilah benar dan nyata. (3) Pemikiran yang menyatakan bahwa media tidaklah harus merefleksikan realitas Permasalahan diatas diperlukan untuk dipahami dalam melihat proses representasi termasuk representasi dalam lirik lagu. Pihak yang melakukan representasi memiliki pengalaman sosial dan budaya yang mungkin berbeda dengan keberadaan sifat perbedaan kelas. Faktor ini mengakibatkan proses representasi tidak pasti dan benar secara keseluruhan berdasarkan makna sebenarnya. Keberadaan media dalam melakukan representasi tidak selalu merefleksikan realitas yang ada dalam masyarakat. Media dalam melakukan representasi mampu untuk memunculkan realitas baru yang sering disebut realitas media. Media dalam membentuk realitas tidak lepas dari ideologi dan budaya media dimana simbol tersebut direpresentasikan. Manipulasi tanda dan bahasa dalam sebuah lirik lagu, mengkontruksikan suatu ideologi dominan yang kuat yang membantu menopang kepentingan material dan kultural para penciptanya. Ideologi sdidefinisikan sebagai ’himpunan ide-ide yang muncul dari seperangkat kepentingan material tertentu, atau secara lebih luas, dari sebuah kelas atau kelompok tertentu’. Sementara lanjutannya, media massa terutama televisi, mempunyai kemampuan yang tiada tandingannya untuk memperlihatkan, mendramatisir, dan mempopulerkan potongan-potongan kecil dan fragmen kultural informasi. Media massa melakukan hal itu ketika menyampaikan program hiburan dll. Dalam hal ini, ideologi menghasilkan dua sintesis yaitu sebagai pemahaman dan komitmen sosial, sekaligus sebagai pemikiran dan tindakan dalam sintesis pertama, ideologi pada akhirnya melahirkan peta pemikiran individu dan kelompok tentang bagaimana seharusnya suatu masyarakat mengkondisikan dirinya dalam lingkungan sosial tertentu. Oleh karena itu,ideologi memiliki karakter efektif sebagai alat untuk mengekpresikan harapan dan kecemasan,simpati dan kebencian, serta sekaligus sebagai alat untuk mengartikulasi kepercayaan (belief)dan pemahaman (understanding). Sintesis yang kedua yaitu ideologi sebagai pemikiran dan tindakan memandang ideologi pada dasarnya hampir serupa dengan pemikiran dan motif politik. Dalam tahap implementasi, ideologi mengacu pada berbagai gerakan dalam usaha mencapai tujuan dan memobilisasi massa. Ideologi menjadi formulasi panduan tingkah laku sekaligus patokan untuk menilai tingkah laku tersebut. Secara tidak langsung, dalam hal ini ideologi WIDYATAMA 118 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA menyertakan ’sense of self justification’ bagi individu maupun kelompok dalam bertindak . Mengawali bahasannya dalam kajian ideologi, seorang pemikir Marxis bernama Louis Althusser memperkenalkan istilah Ideological State Aparatus (ISA), dimana menurutnya ISA merupakan alat bagi negara atau kelas dominan untuk mempertahankan kekuasaannya selain melalui aparat negara yang sifatnya represif (tentara, polisi, penjara dll). ISA meliputi agama, pendidikan, keluarga, media massa (pers, radio, televisi.dll.), dan hukum (Althusser, 1971: 20 & 34). Berbeda dengan aparat negara represif yang menjalankan fungsinya dengan cara kekerasan (violence), ISA menjalankan fungsinya dengan secara ideologi (secara halus/tanpa paksaan), karena itu ISA dapat bergerak hingga kewilayah privat. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh aparat negara represif, yang arah geraknya sebatas pada wilayah publik. Untuk menghasilkan sebuah konsep tentang ideologi, Althusser mengajukan dua tesis, yaitu: pertama ideologi adalah mempresentasikan relasi individu yang imajiner pada kondisi-kondisi nyata dari eksistensinya dan kedua ideologi menurutnya memiliki eksistensi material (Althusser, 1971) Menurut tesis Althusser tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ideologi adalah: pertama, ”merupakan sebuah ilusi dalam dunia nyata yang sifatnya tidak disadari. Ideologi menjadikan seorang individu menganggap sesuatu yang semu seolah-olah nyata dan yang fana tampak seperti abadi. Hal tersebut yang kemudian oleh Marx disebut dengan alienasi, atau keserasian manusia dari realitasnya. Kedua, ideologi tidak hanya sebatas ide belaka, melainkan ada praktiknya dalam realitas kehidupan nyata serta ada aparat yang menjalankannya” (Althusser, 1971) Pada perkembangannya, pengertian ideologi berkembang menjadi suatu hal yang negatif, yakni ideas of false conciousnes (ide kesadaran palsu). Kondisi ini dibangun berdasarkan kerangka pemikiran Marx dalam perspektif ekonomi, yang beranggapan bahwa ”kelas yang berkuasa mempropagandakan ideologi yang membenarkan statusnya dan membuat sulit bagi orang untuk mengenali mengetahui bahwa mereka sedang dieksploitasi dan di korbankan . Dalam konteks penelitian ini dapat dikatakan bahwa ideology digunakan oleh kelas dominan yang dalam hal ini the untouchable, yang diwakili oleh Gayus untuk meneruskan dominasinya atas kelas yang tersubordinat yakni orang kecil dan tersingkir,yang diwakili oleh pelantun lagu di mana melalui institusi media massa (Lirik Lagu Andai Aku jadi Gayus) para kaum berduit (koruptor), berusaha menyakinkan khalayak bahwa para koruptor adalah kelompok yang tidak tersentuh oleh hukum. Dengan kata lain (Lirik Lagu Andai Aku Jadi Gayus), menggambarkan tentang bagaimana cara suatu kelompok (para koruptor) memandang sebuah fenomena sosial (bebas hukum) berdasarkan sistem representasi ideologi kelas penguasa dikontruksikan melalui kode-kode dan konvensikonvensi sehingga menghasilkan sebuah wacana yang memberikan pembenaran bahwa para koruptor adalah kaum yang kebal hukum dan bisa melakukan banyak hal, karena mereka mempunyai kekuasaan yang berupa uang. merupakan sesuatu yang sifatnya normal, alami, ideal dan tidak perlu dipertanyakan lagi. 119 WIDYATAMA Agustinus Supriyono dan Sari Handayani. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu ‘Andai Aku Jadi .. Tabel berikut ini merupakan hasil analisa dari penelitian yang dilakukan. System Process Total Feature Material Mental Verbal Behavioral Relational Count 14 0 0 1 17 32 Mean 43,8% 0% 0% 3,1% 53,1% 100% Dari tabel di atas, kita dapat mengetahui bahwa relational proses mendominasi teks, ini dapat dimaknai sebagai hubungan identifikasi dan persamaan serta deskripsinya. Berikut ini contoh-contoh klausa yang menggunakan relational process. badanku kurus( I am thin) Kita orang yang lemah tdk punya daya apa apa (We are weak people who are powerless) tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor Andai ku Gayus Tambunan (If I were Gayus Tambunan) Sedangkan material process menunjukkan bahwa teks tersebut lebih cenderung menggunakan tindakan (doing)dibandingkan ucapan atau pemikiran, misalnya: 11 maret, diriku masuk penjara( …I was put into jail) awalku menjalani proses masa tahanan tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor Andai ku Gayus Tambunan yang bisa pergi ke Bali Lucunya di negri ini hukuman bisa dibeli 7 Oktober kubebas dari penjara menghirup udara segar lepaskan penderitaan Jenis proses kata kerja lainnya yang terdapat dalam teks ini adalah behavioral process (menghirup). Secara keseluruhan, teks lagu ini mengandung pesan yang mau disampaikan yaitu ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Kondisi sosial yang terjadi ditingkat kemasyarakatan dan institusi hukum, menciptakan wacana bahwa struktur sosial ikut melanggengkan kekuasaan. Cara susunan wacana terstruktur dan ideologi-ideologi yang melingkupinya ditentukan oleh relasi kuasa dalam institusi sosial dan di dalam masyarakat secara keseluruhan. Hubungan antara kelas sosial bermula dari produksi barang dan jasa yang dikendalikan oleh kaum kapitalis( pemilik modal), namun dalam perkembangannya hubungan ini menyebar ke segala bidang kehidupan, termasuk bidang hukum. Kekuasaan kaum kapitalis bergantung pada kemampuannya untuk mengendalikan negara. Negara seharusnya berdiri diatas semua golongan dan bersifat netral. Kekuasaan senantiasa bergandengan dengan ideologi, sehingga jika pemegang kekuasaan lebih dipegang oleh pengendali pasar, maka ideologi yang menyertai adalah ideologi kapitalis. Dalam teks lagu “Andai Aku Jadi Gayus”, si pelantun lagu memposisikan dirinya sebagai kaum yang tertindas dan tidak punya modal, sehingga ia tidak punya daya. Berbeda dengan Gayus, ia dicitrakan sebagai pihak yang mempunyai banyak modal, sehingga hukum pun dibeli. ( Andai ku Gayus Tambunan yang bisa pergi ke Bali semua keinginannya pasti bisa terpenuhi Lucunya di negri ini hukuman bisa dibeli). Pilihan kata WIDYATAMA 120 No.2 / Volume 22 / 2013 WIDYATAMA ganti “Kita” yang digunakan oleh si pelantun lagu (Kita orang yang lemah tidak punya daya apa- apa tak bisa berbuat banyak seperti para koruptor) berfungsi untuk menunjukkan klaim kekuasaan yang implisit dan menunjukkan identifikasinya dengan kaum tertindas. Di bagian terakhir, si pelantun lagu menceritakan berakhirnya masa tahanannya dan berusaha menasehati teman dan saudara-saudaranya untuk melakukan yang terbaik. Ini bisa dipandang sebagai strategi pelantun lagu untuk memposisikan dirinya sebagai orang yang memahami dan mengalami kehidupan di penjara. Halliday menyebut hal ini sebagai anti language. Anti language dipakai sebagai pilihan yang disadari terhadap wacana kelas berkuasa. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teks merupakan bentuk komunikasi yang dapat dipahami, dan di dalam teks tersebut terkandung ideologi. Dalam hal ini, teks”Andai Aku Jadi Gayus” dapat dimaknai sebagai protes atas ketidakadilan yang terjadi. Gayus dicitrakan sebagai wakil kelas penguasa atau pemilik uang yang dapat melakukan segala macam hal, termasuk membeli hukum, sedangkan si pelantun lagu mencitrakan dirinya sebagai kelompok orang yang tertindas. Untuk membuktikan secara linguistik, digunakan teori Systemic Functional Linguistics, terutama mengenai makna ideasional. Dalam tataran tata bahasa digunakan system transitivity. Daftar Rujukan Butt, D.et.al (2000), Using Functional Grammar, Sidney Macquire University. Egggins, S. (1994) An Introduction to Systematic Functional Linguistics, London: Primer Publisher. Eriyanto (2001), Analisa Wacana Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta LkiS Yogyakarta. Fiske, J (1990), Introduction to Communication Studies, London & New York Routledge. Fairclough, N.1989. Language and Power, London, Longman. Firth, J.R 1957. Papers in Linguistic 1934-1951, Oxford, Oxford University Press. Halliday, M.A.K. 1978. Language As a social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning, london, edward Arnold. Halliday, M.A.K. & Hasan, R. 1985. Language, Context and Text: Aspects of Language in a Socio- Semiotic Perspective, Geelong, Deakin University Press. Halliday, M.A.K. and Hasan, R. Cohesion in English, London, Longman. 121 WIDYATAMA