BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Penelitian pada

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Paradigma Kajian
Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan
suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran. Usaha untuk
mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi
melalui model-model tertentu. Model-model tertentu biasanya disebut dengan
paradigma (Moleong, 2010).
Paradigma bukanlah teori-teori, namun lebih merupakan cara pandang atau
pola-pola untuk penelitian yang diperluas dan dapat menuju pembentukan suatu
teori. Setiap penelitian memerlukan paradigma teori dan model teori sebagai dasar
dalam menyusun kerangka penelitian. Menurut Sandjaya (2007:5) “Paradigma
adalah pandangan dalam kepercayaan yang telah diterima dan disepakati bersama
oleh masyarakat ilmuwan berkaitan dengan suatu keilmuan”.
Dalam penelitian kualitatif “teori” lebih ditempatkan pada garis yang
digunakan di bidang sosiologi dan antropologi dan mirip dengan istilah paradigma
(Ritzer, dalam Bogdan & Biklen, 1982). Paradigma adalah kumpulan tentang
asumsi, konsep, atau proposisi yang secara logis dipakai peneliti (Alsa, 2010).
Harmon (1970) dalam Moleong (2010), mendefinisikan paradigma sebagai
cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang
berkaitan dengan sesuatu yang secara khusus tentang visi realitas. Baker (1992)
dalam Moleong (2010), mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan
yang melakukan dua hal yaitu: hal itu membangun atau mendefinisikan batasbatas dan hal itu menceritakan kepada kita bagaimana seharusnya melakukan
sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
interpretatif (pandangan/ pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Dalam paradigma interpretatif, realitas sosial pada
hakekatnya tidak pasti namun nisbi atau relatif. Karena kerelatifannya, maka
pemaknaan setiap orang tergantung bagaimana ia terlibat dalam peristiwa sosial
tertentu. Seseorang hanya dapat mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas
sosial. Dalam konteks ini ilmu sosial bersifat subyektif. Pendekatan ini menolak
Universitas Sumatera Utara
kedudukan sebagai “pengamat” sebagaimana dikenal pada pendekatan positivis.
Seseorang hanya bisa mengerti apabila menggunakan kerangka berpikir orang
yang terlibat langsung. Dengan kata lain, ia berupaya mengerti dari sisi dalam
realitas sosial (Neuman, 2000).
Paradigma interpretatif digunakan dalam penelitian ini karena paradigma
ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau
makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya seharihari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, dalam penelitian ini peneliti dapat
memahami bagaimana komunikasi persuasif agen asuransi berperan dalam
merekrut calon agen asuransi di PT Asuransi Life Allianz Indonesia cabang kota
Medan.
2.2
Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi
seperti buku, journal paper, artikel, disertai, tesis, skripsi, hand outs, laboratory
manual, dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal.
Semua referensi yang tertulis dalam kajian pustaka harus dirujuk di dalam skripsi.
Dengan adanya kajian teori, peneliti akan memiliki landasan dalam menentukan
tujuan arah penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam
penelitian ini adalah: Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Komunikasi
Persuasif, AIDA, Teori Kemungkinan Elaborasi, Motivasi, Disonansi Kognitif,
Rekrutmen, Agen Asuransi.
2.2.1
Komunikasi
2.2.1.1 Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari
bahasa Latin “communis” yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
communis adalah istilah yang paling sering dipakai sebagai asal-usul kata
komunikasi. Komunikasi terjadi ketika suatu pikiran, suatu makna, atau suatu
pesan dianut secara sama (Mulyana, 2007:4). Sama di sini maksudnya adalah
sama makna mengenai suatu hal. Jadi, komunikasi berlangsung apabila antara
Universitas Sumatera Utara
orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang
dikomunikasikan.
Menurut Goyer komunikasi adalah berbagai pengalaman yang dapat
diamati sebagai penelitian di mana respon penggerak dan penerima berhubungan
secara sistematis untuk referensi stimulus (dalam Ardiyanto, 2007:19). Dalam
pengertian ini komunikasi memberikan individu-individu untuk memahami dan
merespon apa yang disampaikan, jika penyampaian dipahami dan dimengerti,
maka komunikasi berjalan dengan baik dan sehat.
Selain itu juga terdapat sebuah definisi lain yang dibuat oleh kelompok
sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar
manusia (human communication) bahwa: “Komunikasi adalah suatu transaksi,
proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan
(1) membangun hubungan antar sesama manusia; (2) melalui pertukaran
informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4)
berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Cangara, 2009: 20). Everret M.
Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi
perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi
membuat definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan
dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka”.
Definisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama
D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan
bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang
pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2009:
20). Rogers mencoba menspesifikasikan hakekat suatu hubungan dengan adanya
suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan
sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian
dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.
Definisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan definisi
lain, seperti definisi komunikasi menurut Shannon dan Weaver (Cangara, 2009:
20) yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai bentuk
Universitas Sumatera Utara
interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, dengan
sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada komunikasi verbal saja, tetapi juga
dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena itu, jika kita
berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan
orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang
digunakan dalam berkomunikasi.
2.2.1.2 Prinsip-Prinsip Komunikasi
Menurut Devito (2011), ada delapan prinsip komunikasi yaitu antara lain:
1. Komunikasi adalah paket isyarat
Perilaku komunikasi, verbal, non verbal, atau campuran dari keduanya,
biasanya terjadi dalam waktu bersamaan. Biasanya, perilaku verbal dan non
verbal saling memperkuat dan mendukung. Semua bagian dari sistem pesan
biasanya bekerja bersama-sama untuk mengkomunikasikan makna tertentu.
Seluruh tubuh, baik verbal maupun non verbal, bekerja bersama-sama untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan kita.
2. Komunikasi adalah proses penyesuaian
Komunikasi hanya dapat terjadi apabila komunikator dan komunikan
menggunakan sistem isyarat yang sama. Kita tidak akan bisa berkomunikasi
dengan orang lain jika sistem bahasa kita berbeda dengannya. Tetapi, prinsip ini
menjadi sangat relevan bila kita menyadari bahwa tidak ada dua orang yang
menggunakan sistem isyarat yang persis sama. Budaya atau subbudaya yang
berbeda, meskipun menggunakan bahasa yang sama, sering kali memiliki sistem
komunikasi nonverbal yang sangat berbeda. Bila sistem ini berbeda, komunikasi
yang bermakna dan efektif tidak akan terjadi.
3. Komunikasi mencakup dimensi isi dan hubungan
Komunikasi, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, berkaitan dengan
dunia nyata atau sesuatu yang berada di luar pembicara dan pendengar. Tetapi
sekaligus, komunikasi juga menyangkut hubungan di antara kedua pihak. Dalam
setiap situasi komunikasi, dimensi isi mungkin tetap sama, tetapi aspek
hubungannya dapat berbeda, atau aspek hubungan tetap sama sedangkan isinya
berbeda.
Universitas Sumatera Utara
4. Komunikasi melibatkan transaksi simetris dan komplementer
Hubungan dapat berbentuk simetris atau komplementer. Dalam hubungan
simetris dua orang saling bercermin pada perilaku lainnya. Hubungan ini bersifat
setara atau sebanding, dengan penekanan pada meminimalkan perbedaan di antara
kedua orang yang bersangkutan. Hubungan simetris bersifat kompetitif di mana
masing-masing pihak berusaha mempertahankan kesetaraan atau keunggulannya
dari yang lain. Dalam hubungan komplementer kedua pihak mempunyai perilaku
yang berbeda. Perilaku salah seorang berfungsi sebagai stimulus perilaku
komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di
antara kedua pihak dimaksimumkan.
5. Rangkaian komunikasi dipungtuasi
Peristiwa komunikasi merupakan transaksi yang terjadi secara terus
menerus. Tidak ada awal dan akhir yang jelas. Paul Watzlawick, Janet Beavin,
dan Don Jackson, dalam buku mereka yang berpengaruh Pragmatics of Human
Communication, memberi istilah bagi kecenderungan untuk membagi berbagai
transaksi komunikasi ini dalam rangkaian stimulus dan tanggapan sebagai
pungtuasi. Jika kita menghendaki komunikasi yang efektif, ingin memahami
maksud orang lain, maka kita harus melihat rangkaian kejadian seperti yang
dipungtuasi orang lain. Selanjutnya, kita harus menyadari bahwa pungtuasi kita
tidaklah mencerminkan apa yang ada dalam kenyataan, melainkan merupakan
persepsi kita sendiri yang unik dan bisa keliru.
6. Komunikasi adalah proses transaksional
Komunikasi adalah transaksi, maksudnya adalah komunikasi merupakan
proses, bahwa komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa para
komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan.
7. Komunikasi tak terhindarkan
Kita mungkin menganggap bahwa komunikasi berlangsung secara sengaja,
bertujuan, dan termotivasi secara sadar. Tetapi, sering kali pula komunikasi terjadi
meskipun seseorang tidak merasa berkomunikasi atau tidak ingin berkomunikasi.
Dalam interaksi, kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Selanjutnya, bila kita dalam
situasi interaksi, kita tidak bisa tidak menanggapi pesan dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Seandainya pun kita tidak bereaksi secara aktif atau secara terbuka, ketiadaan
reaksi ini sendiri pun merupakan reaksi, dan itu berkomunikasi.
8. Komunikasi bersifat tak reversibel
Kita dapat membalikkan arah proses beberapa sistem tertentu. Proses
seperti itu dinamakan proses reversible. Tetapi ada sistem lain yang bersifat tak
reversible (irreversibel). Prosesnya hanya bisa berjalan dalam satu arah, tidak bisa
berbalik. Komunikasi termasuk dalam proses seperti ini, proses tak reversibel.
Sekali kita mengkomunikasikan sesuatu, kita tidak bisa menarik apa yang telah
kita komunikasikan. Kita mungkin bisa mengurangi dampak dari pesan yang
sudah terlanjur kita sampaikan, tetapi pesan itu sendiri, sekali telah dikirimkan
dan diterima, tidak bisa dibalikkan.
2.2.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi
Menurut Effendy (2006) dari berbagai pengertian komunikasi yang telah
ada, tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang
merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan;
2. Pesan
: Pernyataan yang didukung oleh lambang;
3. Komunikan
: Orang yang menerima pesan;
4. Media
: Sasaran atau saluran yang mendukung pesan bila
komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya;
5. Efek
: Dampak sebagai pengaruh pesan.
2.2.1.4 Tujuan Komunikasi
Ada empat tujuan atau motif komunikasi menurut Devito (2011) yaitu :
1. Menemukan
Penemuan diri (personal discovery) merupakan salah satu tujuan utama
dari komunikasi. Melalui komunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya belajar
mengenai diri kita sendiri melainkan juga tentang orang lain. Persepsi-persepsi
yang kita punya sebagian besar dihasilkan dari apa yang telah kita pelajari tentang
diri sendiri dari orang lain selama komunikasi, khususnya dalam komunikasi
interpersonal. Selain itu penemuan diri dapat dilakukan melalui proses
perbandingan sosial, melalui pembandingan kemampuan, prestasi, sikap,
Universitas Sumatera Utara
pendapat, nilai, dan kegagalan kita dengan orang lain. Artinya, evaluasi diri
sendiri dapat dilakukan dengan membandingkan diri kita dengan orang lain.
Komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar, dunia yang
dipenuhi objek, peristiwa, dan manusia lain.
2. Untuk berhubungan
Salah satu alasan kita yang paling kuat untuk melakukan komunikasi
adalah berhubungan dengan orang lain, membina dan memelihara hubungan
dengan orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan disukai oleh orang lain, dan kita
juga ingin mencintai dan menyukai orang lain.
3. Untuk meyakinkan
Media massa ada sebagian besar utnuk meyakinkan kita agar mengubah
sikap dan perilaku kita. Tetapi, selain itu kita juga sering melakukan persuasi
interpersonal, baik sebagai sumber maupun sebagai penerima. Dalam komunikasi
interpersonal sehari-hari kita berusaha mengubah sikap dan perilaku orang lain.
4. Untuk bermain
Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan
menghibur diri. Kita mendengarkan pelawak, pembicaraan, musik, dan film
sebagian besar untuk hiburan. Demikian pula, banyak dari perilaku komunikasi
kita dirancang untuk menghibur orang lain. Adakalanya hiburan ini merupakan
tujuan akhir, tetapi adakalanya ini merupakan cara untuk mengikat perhatian
orang lain sehingga kita dapat mencapai tujuan-tujuan lain.
2.2.1.5 Ruang Lingkup Komunikasi
1. Bidang Komunikasi
Berdasarkan bidangnya (Purba, 2006:38), komunikasi meliputi jenis-jenis
sebagai berikut:
a. Komunikasi sosial (social communication)
b. Komunikasi organisasi / manajemen (organization / management
communication)
c. Komunikasi bisnis (business communication)
d. Komunikasi politik (political communication)
e. Komunikasi internasional (international communication)
f. Komunikasi antar budaya (intercultural communication)
Universitas Sumatera Utara
g. Komunikasi pembangunan (development communication)
h. Komunikasi tradisional (traditional communication)
i. Komunikasi lingkungan (environmental communication)
2. Sifat Komunikasi
Ditinjau dari sifatnya (Purba, 2006:36), komunikasi diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Komunikan verbal (verbal communication)
- Komunikasi lisan (oval communication)
- Komunikasi tulisan (written communication)
b. Komunikasi non verbal (non verbal communication)
- Komunikasi kial (gestural/body communication)
- Komunikasi gambar (pictorial communication)
c. Komunikasi tatap muka (face to face communication)
d. Komunikasi bermedia (mediated communication)
3. Bentuk/ Tatanan Komunikasi
Berdasarkan jumlah komunikan, (Purba, 2006:36) maka dikasifikasikan
menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut :
a. Komunikasi Pribadi (personal communication)
- Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
- Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication)
b. Komunikasi Kelompok (group communication)
- Komunikasi kelompok kecil (small group communication)
- Komunikasi kelompok besar (large group communication)
c. Komunikasi Organisasi (organization communication)
c. Komunikasi Massa (mass communication)
- Komunikasi media massa cetak (printed mass media communication)
- Komunikasi
media
massa
elektronik
(electronic
mass
communication)
d. Komunikasi media (media communication)
4. Metode Komunikasi
Metode komunikasi, (Purba, 2006:36) diklasifikasikan menjadi :
a. Komunikasi informatif (informative communication)
Universitas Sumatera Utara
b. Komunikasi persuasif (persuasive communication)
c. Komunikasi pervasif (pervasive communication)
d. Komunikasi koersif (coersive communication)
e. Komunikasi instruktif (instructive communication)
f. Hubungan manusiawi (human relation)
2.2.2
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar orang-orang secara
tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. Keberhasilan komunikasi
menjadi tanggung jawab peserta komunikasi. Kedekatan hubungan pihak-pihak
yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon nonverbal
mereka, seperti sentuhan, tatapan mata yang ekspresif, dan jarak fisik yang sangat
dekat. Meskipun setiap orang dalam komunikasi interpersonal bebas mengubah
topik pembicarannya, kenyataannya komunikasi interpersonal bisa didominasi
oleh suatu pihak kapanpun. Komunikasi interpersonal berperan penting hingga
kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya, komunikasi
tatap muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya
(Mulyana, 2007:81).
Komunikasi interpersonal didefinisikan berdasarkan komponen oleh
Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”
(Devito, 1989:4) sebagai: “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara
dua orang, atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek
dan beberapa umpan balik seketika.”
Dibandingkan
dengan
bentuk
komunikasi
lainnya,
komunikasi
interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini,
dan
perilaku
komunikan.
Alasannya
adalah
karena
komunikasi
interpersonal umumnya berlangsung secara tatap muka, sehingga terjadi kontak
pribadi. Ketika pesan disampaikan, umpan balik berlangsung seketika. Artinya,
komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan terhadap pesan yang
dilontarkan pada saat itu juga, misalnya melalui ekspresi wajah (Effendy,
2003:60-63).
Universitas Sumatera Utara
Judy C. Pearson (dalam Riswandi, 2013:66) mengemukakan enam
karateristik komunikasi interpersonal, sebagai berikut:
1. Komunikasi interpersonal dimulai dalam diri pribadi/ self
Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pengamatan dan
pemahaman berangkat dari dalam diri kita, artinya dibatasi oleh siapa diri kita dan
bagaimana pengalaman kita.
2. Komunikasi interpersonal bersifat transaksional
Anggapan ini mengacu pada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi
secara serempak menyampaikan dan menerima pesan.
3. Komunikasi interpersonal mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan
antarpribadi. Maksudnya komunikasi interpersonal tidak hanya berkenaan dengan
ini pesan yang dipertukarkan, tetapi juga melibatkan siapa partner komunikasi
kita dan bagaimana hubungan kita dengan partner kita.
4. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara
pihak-pihak berkomunikasi.
5. Komunikasi interpersonal melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung
satu dengan yang lainnya (interpenden) dalam proses komunikasi.
6. Komunikasi
interpersonal
tidak
dapat
diubah
maupun
diulang
(irreversible).
Jika kita salah mengucapkan sesuatu kepada partner komunikasi kita, kita
mungkin dapat minta maaf, tetapi itu tidak berarti menghapus apa yang pernah
kita ucapkan (to forgive, but not to forget).
Menurut Devito (2011) bahwa faktor-faktor efektivitas komunikasi
interpersonal yang berdasarkan pendekatan humanistis dimulai dengan lima
kualitas umum yaitu :
1. Keterbukaan (Openness)
Dalam kualitas keterbukaan terdapat setidaknya tiga aspek dari
komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus
terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Aspek keterbukaan yang kedua
mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan” perasaan dan
pikiran.
Universitas Sumatera Utara
2. Empati (Empathy)
Empati didefinisikan sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’
apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang
orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah
merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah
merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di situasi yang sama
dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik
mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap
mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat
mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara
nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan (1)
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang
sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh
perhatian, dan kedekatan fisik; serta (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3. Sikap Mendukung (Supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat
sikap mendukung (supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat
berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita memperlihatkan sikap
mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan
strategik, dan (3) provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap Positif (Positiveness)
Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif
mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu
pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat
penting untuk interaksi yang efektif. Sikap positif dapat dijelaskan lebih jauh
dengan istilah stroking (dorongan). Dorongan positif mendukung citra pribadi kita
dan membuat kita lebih baik. Sebaliknya, dorongan negatif, bersifat menghukum
dan menimbulkan kebencian.
Universitas Sumatera Utara
5. Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Tidak pernah ada
dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan
ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya,
harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai
dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting
untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh
kesetaraan, ketidaksependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk
memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk
menjatuhkan pihak lain. Kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan
menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain.
Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl Rogers,
kesetaraan meminta kita untuk memberikan “penghargaan positif tak bersyarat”
kepada orang lain.
2.2.3 Komunikasi Persuasif
"Istilah persuasi (persuasion) bersumber pada perkataan latin persuasio.
Kata kerjanya adalah persuadere, yang berarti membujuk, mengajak, atau merayu.
Agar komunikasi persuasif itu mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu
dilakukan perencanaan yang matang” (Effendi, 2006: 21-22). Menurut Jalaluddin
Rakhmat “komunikasi persuasif adalah proses mempengaruhi sikap, kepercayaan,
dan perilaku orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang
tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri” (Rakhmat, 1998: 102).
Menurut Devito, yang dimaksud dengan sikap adalah sebagai suatu
kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu. Sebagai contoh, jika kita
mempunyai sikap menyukai terhadap asuransi, mungkin kita akan membuka polis
asuransi, membaca artikel mengenai asuransi, dan bekerja sebagai agen asuransi.
Sebaliknya, jika kita tidak menyukai asurnasi, kita cenderung menghindar dari
agen asuransi, tidak mempunyai asuransi, dan seterusnya. Sedangkan kepercayaan
adalah rasa yakin akan adanya sesuatu atau akan kebenaran sesuatu. Jadi, kita
mungkin mempunyai kepercayaan bahwa asuransi sangat berguna buat kita,
bahwa asuransi dibutuhkan setiap manusia. Perilaku dalam persuasi mengacu
pada tindakan yang jelas dan dapat diamati. Membeli polis asuransi untuk diri
Universitas Sumatera Utara
sendiri, bekerja sebagai agen asuransi, dan membacakan sebuah artikel untuk
seseorang adalah contoh-contoh perilaku karena semuanya merupakan tindakan
yang dapat diamati atau dilihat.
Persuasi bisa dilakukan secara rasional dan secara emosional. Dengan cara
rasional, komponen kognitif pada diri seseorang dapat dipengaruhi. Aspek yang
dipengaruhi berupa ide ataupun konsep. Persuasi yang dilakukan secara
emosional, biasanya menyentuh aspek afeksi, yaitu hal yang berkaitan dengan
kehidupan emosional seseorang. Melalui cara emosional, aspek simpati dan
empati seseorang dapat digugah (Herdiyan dan Gumgum, 2013:7).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi persuasif yang
tujuannya adalah merubah sikap yaitu:
1. Karateristik sumber (komunikator)
Ada
tiga
karateristik
sumber
komunikasi
(komunikator)
yang
mempengaruhi yaitu kredibilitas, daya tarik, dan kekuasaan. Kredibilitas atau
dipercaya (believability) dari komunikator tergantung terutama pada dua faktor
yaitu keahlian (expertise) dan keterandalan (trustworthiness). Keahlian adalah
luasnya pengetahuan yang kelihatan/ nampak dimiliki komunikator, sedangkan
keterandalan merujuk pada niat komunikator yang nampaknya tulus dan tidak
memiliki keinginan untuk memperoleh sesuatu untuk kepentingan pribadinya
yanga berasal dari perubahan sikap audiens yang mungkin terjadi.
Daya tarik komunikator berdasarkan pada beberapa faktor yaitu
penampilan fisik, menyenangkan, disukai dan kesamaan dengan komunikan.
Masing-masing aspek ini berkaitan erat satu sama lain, karena tiap-tiap aspek dari
daya tarik mempengaruhi persepsi tentang aspek lainnya. Komunikator yang tidak
disukai pada umumnya tidak efektif dalam merubah sikap orang. Bahkan dapat
menimbulkan efek negatif yakni komunikan merubah sikapnya dalam arah yang
berlawanan dengan komunikator yang tidak disukai. Sebaliknya komunikator
yang disukai menghasilkan perubahan sikap.
Faktor lain yang berkaitan dengan efektivitas komunikator adalah
kekuasaan. Jika komunikator memiliki kekuasaan untuk memberi ganjaran/
imbalan atau menghukum kepada komunikan, maka komunikan akan menyetujui
dan dapat dipengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
2. Karateristik pesan
Pesan yang disampaikan jika itu sesuai dengan pandangan atau nilai-nilai
dari audiens akan cenderung lebih diterima. Namun adanya kesenjangan antara isi
pesan yang disampaikan dengan pendapat komunikan dapat pula menimbulkan
perubahan sikap. Hal ini sesuai dengan teori disonansi kognitif, bahwa semakin
besar kesenjangan, semakin besar tekanan potensial untuk berubah. Meskipun
demikian, tekanan yang semakin kuat dengan semakin besarnya kesenjangan,
tidak selalu menghasilkan lebih banyak perubahan.
3. Karateristik audiens (komunikan)
Harga diri dan intelegensi berhubungan dengan perubahan sikap. Orang
dengan harga diri tinggi pada umumnya sulit untuk dipersuasi, karena mereka
memiliki keyakinan dengan pendapat mereka. Evaluasi diri mereka yang tinggi
membuat komunikator yang kredibel dipersepsi menjadi kurang kredibel dalam
perbandingannya. Sedangkan subyek dengan harga diri rendah pada opininya
sehingga tidak menghargai opininya sendiri, agak segan mempertahankannya dan
kemungkinan besar akan mengubahnya bila dipersuasi.
Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh usia terhadap
perubahan sikap setelah mendengar suatu pesan dari komunikator. Pada umumnya
perubahan tertinggi pada subyek remaja atau dewasa dini, dan semakin tua akan
semakin sulit untuk berubah (Tri Dayaksini dan Hudaniah, 2009: 106).
Keberhasilan kita dalam mengukuhkan atau mengubah sikap atau
kepercayaan dan dalam mengajak komunikan kita untuk berbuat sesuatu
tergantung pada pemanfaatan prinsip-prinsip persuasi. Menurut Devito (2011),
prinsip-prinsip dalam komunikasi persuasif adalah sebagai berikut:
1. Prinsip pemaparan selektif
Para khalayak mengikuti “hukum pemaparan selektif”. Hukum ini
setidaknya memiliki dua bagian: (1) pendengar akan secara aktif mencari
informasi yang mendukung opini, kepercayaan, nilai, keputusan, dan perilaku
mereka. (2) pendengar akan secara aktif menghindari informasi yang bertentangan
dengan opini, kepercayaan, sikap, nilai, dan perilaku mereka yang sekarang.
Prinsip pemaparan selektif ini mempunyai implikasi penting terhadap pembicaran
persuasif kita. Jika kita ingin meyakinkan khalayak yang menganut sikap yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda dengan sikap kita sendiri, sadarilah bahwa pemaparan selektif akan
terjadi, dan berlangsung secara induktif.
2. Prinsip partisipasi khalayak
Persuasi akan paling berhasil bila khalayak berpartisipasi secara aktif
dalam pembicaraan kita misalnya dalam mengulang atau menyimpulkan apa yang
disampaikan. Persuasi adalah proses transaksional. Proses ini melibatkan baik
pembicara maupun pendengar. Kita akan lebih berhasil jika kita dapat mengajak
khalayak berpartisipasi aktif dalam proses ini.
3. Prinsip inokulasi
Jika kita berbicara di depan “khalayak yang telah terinokulasi”, khalayak
yang telah mengetahui posisi kita dan telah menyiapkan senjata berupa argumenargumen yang menentang kita, siaplah untuk maju sedikit demi sedikit. Jangan
coba-coba membalikkan secara total kepercayaan atau keyakinan khalayak yang
telah terinokulasi. Tugas membujuk khalayak yang belum terinokulasi sering kali
jauh lebih mudah, karena kita tidak perlu menembus tameng penolakan mereka.
4. Prinsip besaran perubahan
Makin besar dan makin penting perubahan yang ingin kita hasilkan atas
diri khalayak, makin sukar tugas kita. Kita biasanya menuntut sejumlah besar
alasan dan bukti sebelum mengambil keputusan penting seperti perubahan karir,
pindah ke daerah lain, atau menginventasikan uang pesangon dalam bentuk saham
tertentu. Sebaliknya, kita akan lebih mudah diyakinkan dalam hal-hal yang tidak
begitu penting. Persuasi, karenanya, paling efektif bila diarahkan untuk
melakukan perubahan kecil dan dilakukan untuk periode waktu yang cukup lama.
Dalam komunikasi persuasif terdapat komponen atau elemen sehingga
dapat disebut sebagai komunikasi persuasif. Komponen tersebut antaranya:
1. Claim, yaitu pernyataan tujuan persuasif baik yang tersurat (eksplisit)
maupun tersirat (implisit).
2. Warrant, yaitu perintah yang dibungkus dengan ajakan atau bujukan
sehingga terkesan tidak memaksa.
3. Data, yaitu data-data atau fakta-fakta yang digunakan untuk memperkuat
argumentasi keunggulan pesan dari komunikator (Herdiyan dan Gumgum,
2013:8).
Universitas Sumatera Utara
Robert Cialdini menyebutkan bahwa ada beberapa aspek dalam proses
persuasi yaitu:
1. Reciprocity
Prinsip ini mengedepankan asumsi bahwa setiap individu akan selalu
berpikir dengan azas timbal balik, bahwa ketika individu mendapatkan bantuan
atau sesuatu dari orang lain, maka akan timbul kemungkinan untuk individu
tersebut membalas bantuan atau pemberian tersebut ke orang lain.
2. Commitment dan Consistency
Komitmen dan konsistensi akan membantu sekali dalam memastikan
pesan berupa ide, keyakinan, dan perilaku yang kita kirim melalui persuasi
menancap dengan kuat pada objek penerima persuasi.
3. Social Proof
Lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang memiliki dampak kuat
terhadap proses komunikasi. Berdasarkan prinsip ini, individu akan melakukan
sesuatu bila orang lain juga melakukan hal tersebut.
4. Authority
Otoritas adalah kunci persuasi dapat berjalan efektif. Individu akan
cenderung mematuhi figure otoritas, bahkan ketika mereka melakukan hal yang
memberatkan buat mereka.
5. Liking
Individu akan lebih mudah menerima persuasi dengan orang lain ketika
mereka menyukai orang yang memberi persuasi tersebut.
6. Scarcity
Dipahami sebagai kelangkaan, persuasi diharapkan akan lebih berhasil
ketika persuasi dilakukan dalam kondisi kelangkaan (Herdiyan dan Gumgum,
2013:16).
Menurut Devito (2011) dalam pembicaraan persuasif, kita akan berusaha
mencapai salah satu dari dua tujuan. Adapun dua tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pembicaraan untuk memperkuat atau mengubah sikap atau kepercayaan.
Banyak pembicaraan yang ditujukan untuk memperkuat sikap atau
kepercayaan yang sudah ada. Sebagai contoh, orang yang mendengarkan ceramah
Universitas Sumatera Utara
agama ,ceramah seperti ini ditujukan untuk memperkuat sikap dan kepercayaan
yang sudah dianut khalayak pendengar. Di sini, khalayak cenderung mendukung
sasaran pembicara dan bersedia mendengarkan. Pembicaraan yang dirancang
untuk mengubah sikap atau kepercayaan lebih sukar. Kebanyakan orang menolak
perubahan. Pembicaraan yang dirancang untuk memeperkuat atau mengubah
sikap atau kepercayaan ada banyak bentuknya. Semua bergantung pada posisi
awal dari khalayak.
Bila kita berusaha memperkuat atau mengubah sikap atau kepercayaan,
ada beberapa strategi untuk melakukannya yaitu antara lain :
a. Perkirakanlah dengan cermat tingkat sikap atau kepercayaan
pendengar saat ini. Jika pada dasarnya pendengar sependapat dengan
kita, maka kita dapat mengemukakan tesis kita sedini mungkin.
Namun jika kedua belah pihak belum sependapat dan kita ingin
mengubah sikap mereka, maka simpanlah tesis kita sampai kita selesai
mengemukakan bukti dan argumen.
b. Upayakanlah perubahan sedikit demi sedikit. Bila berbicara di depan
khalayak yang bertentangan dengan posisi kita, batasilah sasaran kita
hanya pada perubahan-perubahan kecil.
c. Berikan
alasan
yang
meyakinkan
untuk
membuat
khalayak
mempercayai apa yang kita inginkan mereka percayai. Kemukakan
bukti dan argument yang meyakinkan dan nyata.
2. Pembicaraan untuk merangsang tindakan
Pembicaraan yang persuasif yang dirancang untuk memotivasi suatu
perilaku spesifik dapat dipusatkan pada hampir semua perilaku yang dapat kita
bayangkan. Bila merancang suatu pembicaraan untuk mengajak pendengar
melakukan sesuatu, ada beberapa strategi untuk melakukannya yaitu antara lain :
a. Bersikaplah realistis tentang apa yang kita inginkan untuk dilakukan
khalayak kita. Kita hanya bisa meminta mereka melakukan perilaku
yang mudah dan sederhana saja.
b. Tunjukkan kesediaan kita sendiri untuk melakukan hal yang sama.
Sebagai pedoman umum, jangan pernah meminta khalayak untuk
melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak melakukannya. Selain kita
Universitas Sumatera Utara
melakukannya, perlihatkan kepada mereka bahwa kita senang
melakukannya.
c. Tekankan manfaat spesifik dari perilaku ini bagi khalayak kita. Jangan
meminta khalayak untuk menjalankan suatu perilaku hanya karena
alasan-alasan yang tidak jelas. Berikan mereka contoh konkret dan
spesifik mengenai bagaimana mereka akan mendapatkan manfaat dari
tindakan yang kita ingin mereka lakukan.
2.2.4 AIDA
AIDA dikenal sebagaimana seorang pemasar merancang pesan yang
disampaikan dengan kata yang tepat sehingga terjadinya pengambilan keputusan
akan pembelian produk. Tetapi tidak semua pemasar dapat menyampaikan
pesannya dengan baik sehingga terjadinya keraguan pembeli dalam memilih
kebutuhan dan keinginannya.
Rancangan pesan tersebut dijelaskan oleh beberapa para ahli dalam
mengklarifikasikan teori AIDA, sebagai berikut :
Menurut Kotler menjelaskan “Teori AIDA (Attention, Interest, Desire, dan
Action) merupakan suatu pesan yang harus mendapatkan perhatian, menjadi
ketertarikan, menjadi minat, dan mengambil tindakan. Teori ini menyampaikan
akan kualitas dari pesan yang baik”.
Sedangkan menurut Tjetjep Djatnika (2007) menjelaskan “Teori AIDA
merupakan pengambilan keputusan pembelian adalah suatu proses psikologis
yang dilalui oleh konsumen atau pembeli, prosesnya yang di awali dengan tahap
menaruh perhatian (Attention) terhadap barang atau jasa yang kemudian jika
berkesan dia akan melangkah ke tahap ketertarikan (Interest) untuk mengetahui
lebih jauh tentang keistimewaan produk atau jasa tersebut yang jika intensitas
ketertarikannya. Jika sudah dia tertarik dengan produk atau jasa dan merasa sesuai
dengan seleranya, maka akan timbul hasrat (Desire) untuk melakukan tindakan
(Action) yakni dengan membeli produk atau jasa tersebut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa AIDA merupakan alat
penyampaian suatu pesan yang ideal kepada konsumen melalui suatu tahapan
yang terdiri dari perhatian (attention/awareness), ketertarikan (interest), minat
Universitas Sumatera Utara
(desire), dan mengambil tindakan (action). Seorang pemasar harus menyadari
bahwa pesan yang disajikan terdapat tentang AIDA, yaitu :
1. Perhatian (Attention)
Menimbulkan perhatian pelanggan berarti sebuah pesan harus dapat
menimbulkan perhatian baik dalam bentuk dan media yang disampaikan.
Perhatian itu bertujuan secara umum atau khusus kepada calon konsumen atau
konsumen yang akan dijadikan target sasaran. Hal tersebut dapat dikemukan lewat
tulisan dan gambar yang menonjol dan jelas, perkataan yang menarik atau mudah
diingat, dan mempunyai karakteristik tersendiri. Pesan yang menarik perhatian
merupakan suatu langkah awal bagi perusahaan di mana pesan tersebut akan
dikenal, diketahui, dan diingat oleh konsumen. Proses tersebut bisa dikatakan
sebagai proses awareness / kesadaran akan adanya produk yang disampaikan ke
konsumen.
2. Ketertarikan (Interest)
Tertarik berarti pesan yang disampaikan menimbulkan perasaan ingin
tahu, ingin mengamati, dan ingin mendengar serta melihat lebih seksama. Hal
tersebut terjadi karena adanya minat yang menarik perhatian konsumen akan
pesan yang ditunjukkan.
3. Keinginan (Desire)
Pemikiran terjadi dari adanya keinginan. Hal ini berkaitan dengan motif
dan motivasi konsumen dalam membeli suatu produk. Motif pembelian dibedakan
menjadi dua, yaitu motif rasional dan emosional. Di mana motif rasional
mempertimbangkan konsumen akan keuntungan dan kerugian yang didapatkan.
Sedangkan motif emosional terjadi akibat emosi akan pembelian produk.
4. Tindakan (Action)
Tindakan terjadi dengan adanya keinginan kuat konsumen sehingga terjadi
pengambilan keputusan dalam melakukan pembeli produk yang ditawarkan.
2.2.5
Teori Kemungkinan Elaborasi
Teori kemungkinan elaborasi yang termasuk dalam model perubahan sikap
yang terjadi dalam diri seseorang ini dikembangkan oleh ahli psikologi sosial
Richard Petty dan Jhon Cacioppo yang telah menjadi teori persuasif paling
populer dewasa ini. Elaborasi (elaboration) berkenaan dengan aktivitas mental
Universitas Sumatera Utara
dari respon atas sebuah pesan. Manusia mengelaborasi sebuah pesan ketika
mereka berpikir apa yang dikatakan oleh pesan tersebut, mereka mengevaluasi
argumen dalam pesan tersebut, dan mungkin bereaksi emosional terhadap klaim
dari pesan tersebut.
Pada tahap awal kedua ahli tersebut hanya ingin melakukan riset atau
pengujian tentang persuasi dengan konsep pesan yang memiliki argumentasi yang
lengkap
atau
berdasarkan
kredibilitas
sumber
pengirim
pesan.
Selain
membandingkan mereka juga menemukan pola kognisi penerimaan pesan dalam
proses terpersuasi atau kemungkinan elaborasi tergantung pada cara seseorang
memproses pesan. Ada dua rute untuk pengolahan pesan yaitu rute sentral dan
rute periferal. Elaborasi atau berpikir secara kritis terjadi pada rute sentral,
sementara ketiadaan berpikir secara kritis terjadi pada rute periferal (Littlejohn
2009:108).
JALUR
Pemrosesan
Respon Emosional dan
UTAMA
Argumen Pesan
Kognitif terhadap Argumen
Pemrosesan
EL=Tingg
Pembentukan
Eksposure
Perubahan
Sikap Tetap
Sikap
terhadap
Pesan:
Motivasi, Kemampuan
 Argumen
Pesan
 Sinyal
Periferal
dan Peluang Penerima
PESAN
EL=
untuk Memproses
EL=
Pemrosesan
Perubahan
Pembentukan
Sikap
Sikap
Sementara
JALUR
Pemrosesan
Respon Emosional
PERIFERAL
Sinyal Periferal
dan Kognitif
terhadap Argumen
Sumber : Terence A. Shimp
Dalam rute sentral, seseorang dalam mengelola pesan akan distimulus
suatu informasi akan mendiskursuskan terlebih dahulu dalam aktivitas mentalnya,
memilih, melakukan imajiner degnan mempertimbangkan keuntungan dan
Universitas Sumatera Utara
kerugian dari informasi tersebut. Sehingga elaborasi atau pemikiran kritis terjadi
pada rute sentral, di mana seseorang secara aktif memikirkan dan memboboti
informasi sesuai dengan pengetahuannya. Selanjutnya rute periferal (peripheral
route) kecendrungan kognitif di mana penerimaan atau penolakan suatu pesan
lebih ditekankan pada kredibilitas pengirim informasi, reaksi lingkungan, atau
terpengaruh oleh faktor-faktor lain di luar argumentasi (atribusi eksternal).
Sehingga non elaborasi atau kurangnya pemikiran kritis terjadi pada rute periferal.
Keterlibatan seseorang dalam elaborasi serta sejauh apa individu terlibat
tergantung kepada motivasi diri, kemampuan, serta peluang untuk memproses
sebuah pesan. Secara kolektif, ketiga faktor ini (motivation, opportunity, dan
ability yang disingkat menjadi MOA) menentukan kemungkinan elaborasi setiap
individu atas sebuah pesan. Kemungkinan elaborasi (elaboration likelihood) yang
rendah dimungkinkan ketika faktor MOA juga rendah dan juga sebaliknya
(Terence A. Shimp 2003: 23).
2.2.6 Motivasi
Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yang berarti “bergerak”.
Motivasi merujuk pada suatu proses dalam diri manusia atau hewan yang
menyebabkan organisme tersebut bergerak menuju suatu tujuan, atau bergerak
menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan. Selama beberapa dekade,
penelitian-penelitian mengenai motivasi didominasi oleh penelitian-penelitian
yang
mempelajari
dorongan
biologis,
seperti
dorongan-dorongan
untuk
mendapatkan makanan dan minuman, untuk menjadi unik, dan untuk menghindari
situasi yang tidak menyenangkan atau rasa sakit. Beberapa psikolog masih
menganggap bahwa orang-orang termotivasi oleh dorongan-dorongan tertentu,
terutama dorongan seksual dan dorongan yang diakibatkan oleh rasa lapar.
Namun teori tersebut tidak dapat menjelaskan kompleksitas motivasi pada
manusia secara penuh, karena manusia merupakan mahluk yang dapat berpikir
dan merencanakan masa depannya, menentukan tujuan bagi dirinya, dan
merancang strategi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Kita bisa tergerak
untuk mencapai suatu tujuan karena motivasi intrinsik, yakni suatu keinginan
untuk melakukan suatu aktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata
demi kesenangan atau kepuasan yang didapat dari melakukan aktivitas tersebut,
Universitas Sumatera Utara
atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan
yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal.
Pendekatan yang umum digunakan dalam memahami motivasi berprestasi
memiliki penekanan pada tujuan (goals) alih-alih pada dorongan internal. Tujuan
yang telah kita tetapkan dan alasan yang kita miliki untuk mengejar tujuan
tersebut akan menentukan pencapaian (prestasi) yang kita dapatkan, meskipun
tidak semua tujuan akan menuntun kita pada prestasi yang nyata. Tujuan dapat
meningkatkan motivasi dan kinerja apabila ketiga kondisi berikut ini terpenuhi:
1. Tujuan bersifat spesifik.
Tujuan yang tidak jelas, seperti “melakukan yang terbaik”, bukanlah
tujuan yang efektif, tinjauan ini bahkan tidak berbeda dengan tidak memiliki
tujuan sama sekali. Kita perlu lebih spesifik menentukan tujuan, termasuk
menentukan waktu pengerjaan: “Pada hari, saya akan merekrut calon agen
asuransi, minimal dua orang.”
2. Tujuan harus menantang, namun dapat dicapai.
Kita cenderung bekerja keras untuk mencapai tujuan yang sulit namun
realistis. Semakin tinggi dan semakin sulit suatu tujuan maka semakin tinggi juga
tingkat motivasi dan kinerja kita, kecuali kalau kita memilih suatu tujuan yang
mustahil kita capai.
3. Tujuan kita dibatasi pada mendapatkan apa yang kita inginkan, bukannya
menghindari apa yang tidak kita inginkan.
Tujuan mendekati (approach goal) merupakan pengalaman positif yang
kita harapkan secara langsung, seperti mendapatkan kenaikan posisi atau
mencapai target bulanan. Sedangakan tujuan menghindari (avoidance goal)
melibatkan usaha menghindari pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti
menghindari penolakan, atau tidak mempermalukan diri sendiri pada suatu acara.
Tujuan mendekati memungkinkan kita berfokus pada tindakan yang dapat
kita lakukan secara aktif untuk mencapai tujuan tersebut dan memungkinkan kita
berfokus pada kepuasan intrinsik dari suatu aktivitas. Sebaliknya, tujuan
menghindari akan membuat kita berfokus pada hal-hal yang harus kita korbankan.
Mendefinisikan tujuan yang kita miliki akan semakin mendekatkan kita
dengan keberhasilan, namun ketika mencapai tujuan, kita menemukan rintangan
Universitas Sumatera Utara
mungkin beberapa orang akan menyerah saat menghadapi kesulitan atau
menghadapi kemunduran, sedangkan beberapa yang orang lainnya justru
termotivasi saat menghadapi tantangan. Carol Dweck dan rekan-rekannya
mengajukan asumsi bahwa faktor penting yang memprediksikan kekuatan
motivasi seseorang adalah jenis sasaran yang diusahakan orang tersebut.
Para
peneliti
awalnya
menentukan
definisi
operasioanl
dengan
membedakan tujuan kinerja (performance goal) dengan tujuan penguasaan
(mastery goal). Orang-orang yang termotivasi oleh tujuan kerja lebih
mengutamakan penilaian positif yang diberikan orang lain terhadap dirinya, dan
menghindari kritik dari orang lain. Orang-orang yang termotivasi oleh tujuan
penguasaan akan lebih mengutamakan peningkatan kompetensi dan keterampilan,
serta lebih mengutamakan kepuasan intrinsik dalam proses pencapaian sasaran.
Dweck menyatakan bahwa saat seseorang yang termotivasi oleh tujuan
kinerja mengalami kegagalan, mereka cenderung menyalahkan diri sendiri dan
kehilangan semangat untuk memperbaiki prestasinya. Keinginan mereka untuk
dapat mendemonstrasikan kemampuan yang mereka miliki menyebabkan mereka
merasa tertekan saat mengalami kegagalan, yang lazim terjadi saat kita sedang
mempelajari sesuatu yang baru. Sebaliknya, orang-orang yang termotivasi untuk
menguasai suatu kemampuan yang baru akan menerima kegagalan sebagai suatu
sumber informasi yang penting yang akan membantu mereka memperbaiki diri
mereka. Kegagalan dan kritik dari orang lain tidak akan membuat mereka
menyerah, karena mereka memahami bahwa proses belajar membutuhkan waktu
(Carole, 2009).
2.2.7
Disonansi Kognitif
West dan Turner (2011) menyatakan bahwa sikap orang tidak dapat
diamati secara langsung, tetapi terdapat kepercayaan bahwa sikap merupakan alat
prediksi mengenai perilaku manusia yang baik. Begitu pentingnya sikap sehingga
banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan mengenai pembentukan sikap,
perubahan, dan keterhubungan antara kognisi, sikap, emosi, dan kecendrungan
perilaku. Banyak psikolog, seperti Fiske dan Taylor menyatakan bahwa
pendekatan mengenai sikap yang paling berpengaruh diturunkan dari teori
konsistensi kognitif.
Universitas Sumatera Utara
Pendekatan konsistensi kognitif menegaskan bahwa seseorang selalu
berusaha mendapatkan koherensi dan makna dalam kognisinya. Jika kognisi
mereka sudah konsisten dan mereka berhadapan dengan kognisi baru yang
mungkin menimbulkan inkonsistensi, maka mereka akan berjuang untuk
meminimalkan inkonsistensi itu.
Teori konsistensi mengemukakan bahwa pikiran beroperasi seperti sebuah
penengah antara stimulus (ransangan) dan respon. Teori ini menyatakan jika
seseorang menerima rangsangan, maka pikiran akan memprosesnya menjadi
sebuah pola dengan rangsangan lainnya yang sudah diterima atau sudah ada
sebelumnya. Jikalau rangsangan baru tersebut tidak sesuai dengan pola yang ada
atau tidak konsistensi, maka orang tersebut akan mengalami ketidaknyamanan.
Ketidaknyamanan tersebut timbul ketika seseorang menemukan diri mereka
sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka
pegang (inkonsisten), hal inilah yang dikatakan sebagai disonansi kognitif.
Konsistensi merupakan prinsip penting dan teratur yang ada dalam proses kognitif
manusia, dan perubahan respon terjadi sebagai akibat adanya informasi yang
menganggu keteraturan tersebut.
Menurut Festinger (1957) dalam Morissan (2013), manusia membawa
berbagai unsur (elemen) dalam kognitifnya. Elemen tersebut adalah sikap,
persepsi, pengetahuan, dan tingkah laku. Elemen-elemen tersebut berada dalam
suatu sistem yang tidak terpisah dan saling mempengaruhi. Ada tiga jenis
hubungan yang mungkin terjadi antar elemen-elemen tersebut. Pertama, hubungan
yang tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap elemen-elemen yang ada,
disebut sebagai hubungan nihil atau tidak relevan (irrelevant). Kedua, hubungan
konsistensi atau hubungan konsonan, yaitu hubungan antar elemen yang saling
menguatkan. Ketiga adalah hubungan yang menimbulkan ketidaksesuaian
(inkonsisten) atau disonansi.
Terdapat dua ide penting yang menjadi dasar teori disonansi kognitif ini
yaitu: pertama, adanya disonansi akan menimbulkan ketegangan dan stress yang
membuat seseorang tertekan dan mencari jalan untuk berubah. Kedua, kondisi
disonansi membuat seseorang tidak hanya berupaya untuk menguranginya tetapi
juga menghindarinya.
Universitas Sumatera Utara
Festinger (1957) dalam Morissan (2013) mengemukakan sejumlah metode
yang digunakan manusia untuk mengatasi ketidaksesuaian kognitif.
1. Mengubah satu atau lebih elemen kognitf yang ada. Misal elemen tingkah
laku (tindakan) dan atau elemen sikap.
2. Menambahkan elemen baru dalam hubungan yang inkonsisten guna
menetralkan disonansi.
3. Mempertimbangkan kembali disonansi yang terjadi. Melalui pertimbangan
tersebut seseorang memahami disonansi yang terjadi bukanlah hal yang
terpenting jika dibandingkan dengan hal yang lain.
4. Mencari informasi yang dapat mendukung suatu tindakan agar seseorang
punya penguatan atas tindakannya yang dilakukannya.
5. Mengurangi disonansi yang terjadi dengan mendistorsi atau menyalah
artikan informasi yang ada sehingga terbentuk pemahaman yang dapat
diterima oleh kognisinya.
Banyak teori dan riset mengenai teori disonansi kognitif yang
mengemukakan berbagai situasi atau keadaan yang memungkinkan disonansi
dapat terjadi. Situasi atau keadaan yang dapat mendorong timbulnya disonansi
adalah sebagai berikut: saat membuat keputusan (decision making), kepatuhan
yang dipaksakan (forced compliance), memasuki kelompok baru (initiation),
dukungan sosial (social support), dan usaha atau daya upaya (effort) (Morissan,
2013).
Menurut Leon Festinger (1957) dalam West dan Turner (2011) perasaan
ketidakseimbangan kognisi yang timbul atas ketidaksesuaian rangsangan dengan
pola rangsangan yang sudah ada sebelumnya disebut sebagai disonansi kognitif. Ia
juga berpendapat inti dari teori disonansi kognitif adalah adanya sebuah perasaan
tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi
ketidaknyamanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Proses disonansi kognitif
Sikap, pemikiran, dan perilaku
yang tidak konsisten
Berakibat pada
Mulainya disonansi
Berakibat pada
Dikurangi dengan
Rangsangan yang tidak menyenangkan
Perubahan yang menghilangkan inkonsistensi
Sumber : Festinger, 1957
Festinger menyatakan bahwa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh
disonansi akan mendorong terjadinya perubahan, pernyataan ini sangat penting
bagi para peneliti komunikasi. Dengan bersandar dari pernyataan tersebut dapat
dipahami bahwa disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat
orang melakukan persuasi kepada orang lainnya dan saat orang berjuang untuk
mengurangi disonansi kognitifnya. Dengan kata lain, ketika seseorang menemui
orang lain dalam rangka mengurangi disonansi maka hal tersebut merupakan cara
dan usahanya untuk mempengaruhi dirinya sendiri demi mengalami perubahan
dalam dirinya (West & Turner, 2011).
2.2.8
Rekrutmen
Adapun beberapa pedoman dalam melakukan perekrutan menurut Joe
Rubino dalam bukunya yang berjudul “7 Langkah Mencapai Keberhasilan
Finansial” yaitu antara lain:
1. Buanglah rasa untuk memaksa siapa pun melakukan apa pun hanya karena
kita ingin dia melakukannya. Menekan, memohon, dan memaksa orang membeli
barang kita adalah perbuatan yang hina dalam bisnis ini. Kita bisa saja memaksa
orang bergabung dengan berkata jika mereka ikut, kita tidak akan mengganggu
mereka lagi. Namun, jika ingin membangun bisnis jangka panjang, mereka harus
Universitas Sumatera Utara
memiliki motivasi yang berasal dari diri sendiri., bukan paksaan. Distributor yang
memohon-mohon juga tidak mencirikan jati diri yang menarik sebagai mitra
bisnis. Jadi, kita harus selalu menjaga sikap yang menyampaikan pesan bahwa
“saya sangat senang jika Anda mau bergabung dengan tim kami, tapi saya tidak
akan memaksa Anda bergabung.”
2. Sedialah
memberikan
nilai
pada
kehidupan
prospek.
Setelah
mendengarkan presentasi kita, apakah prosepk tahu bahwa kita baru-baru ini atau
sebentar lagi akan sukses dalam bisnis serta bahwa jika bergabung dengan kita
mereka pun akan sukses? Jika kita melakukan pekerjaan dengan benar, prospek
akan berpikir, “Ini pasti hari keberuntungan saya!” Lagi pula, yang kita bagi
kepada prospek adalah berkah sejati dan akan menjadi kehormatan bagi prospek
mana pun untuk memiliki orang segigih kita sebagai mitra bisnis serta sponsor
mereka (Joe Rubino, 2013:149).
Lebih lanjut Joe Rubino menyarankan beberapa tujuan percakapan dalam
melakukan perekrutan yakni:
1. Ciptakan nilai manfaat sejati.
Suksesnya perekrutan bergantung pada penciptaan nilai yang sangat besar
bagi prospek. Apakah niat kita adalah membuat prospek menyadari bahwa kita
menawari mereka peluang-peluang yang sangat menyenangkan untuk dijelajahi?
Mungkin pertama-tama kita ingin mengecek tingkat keyakinan kita. Apakah
keyakinan kita pada konsep pemasaran jaringan adalah keyakinan yang sangat
kokoh dan tak tergoyahkan? Apakah kita bangga pada pekerjaan kita atau
mungkin kita merasa malu pada taraf tertentu karena berafiliasi dengan teknik
pemasaran yang banyak disalahpahami orang sebagai skema piramida? Apakah
kita secara percaya diri melihat perusahaan kita sebagai sarana mencapai
kemakmuran jangka panjang dan kebebasan ekonomi untuk setidaknya lima puluh
tahun ke depan? Apakah kita sepenuhnya yakin pada nilai produk kita? Apakah
kita sepenuhnya yakin bahwa kita akan sukses dan bahwa kita benar-benar tahu
cara mendukung orang lain agar sukses? Jika ada jawaban dari salah satu
pertanyaan itu yang tidak pasti, prospek mungkin bisa merasakan bahwa ada hal
yang juga kurang dalam diri kita. Kata-kata kita mungkin benar, tapi aura yang
kita pancarkan bisa jadi mengungkapkan ketidakyakinan kita.
Universitas Sumatera Utara
2. Cari tahu seperti apa dunia prospek kita.
Terapkan FLOP. Tanyakan pada mereka keluarga (family), pekerjaan
(occupation), dan hasrat atau hobi (passion or hobby). Tunjukkan kepedulian
tulus mengenai siapa prospek kita dan apa yang membuatnya spesial. Tawarkan
pujian tulus jika pantas. Jalin hubungan pertemanan. Bila kita menyisihkan waktu
untuk menjalin hubungan pertemanan sebelum memberikan informasi tentang
pemasaran jaringan, prospek cenderung lebih mau mendengarkan apa yang kita
sampaikan.
3. Kenali hal-hal yang penting bagi prospek atau hal-hal yang belum ada
dalam kehidupannya.
Untuk memahami hal-hal yang menarik bagi prospek kita, kita harus
menyisihkan waktu untuk mencari tahu apa saja yang penting bagi mereka,
kesulitan hidup yang mereka dapat, hal apa yang mereka belum dapat baik dari
hal uang, jaminan, kesenangan, pemenuhan kebutuhan, atau kebebasan. Cara yang
baik untuk mendapatkan pengetahuan tentang hal apa yang paling berarti bagi
prospek adalah dengan bertanya beberapa pertanyaan mengenai kehidupan
prosepek kita.
4. Jalin hubungan yang didasarkan pada rasa saling bergantung dan
berusahalah berkontribusi pada hidup mereka.
Orang senang bekerja dan bergabung dengan mereka yang memiliki
kesamaan dengan dirinya. Semakin banyak ketertarikan yang sama antara kita
dan prospek, semakin mungkin dia menyukai, mempercayai, serta ingin bersama
kita. Jika kita juga bisa mengenali sejumlah cara yang membuat peluang yang kita
tawarkan dapat berkontribusi padanya atau produk kita dapat memenuhi
kebutuhannya, kita akan menjadi semakin dekat dalam membangun kesamaan lain
yang kita berdua miliki yaitu bisnis (Joe Rubino, 2013:149).
2.2.9
Agen Asuransi
Agen adalah pihak yang melakukan tugas mewakili prinsipalnya kepada
atau dalam berhubungan dengan pihak ketiga. Agen dikelompokkan dalam dua
jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Agen Umum
Pihak yang melakukan tugas mewakili prinsipalnya kepada atau dalam
berhubungan dengan pihak ketiga. Dengan demikian agen umum adalah
seseorang yang diberi kuasa atau wewenang untuk mewakili dan melaksanakan
segala urusannya, dalam hubungan hukumnya dengan pihak ketiga.
2. Agen Asuransi (menurut Ps. 1 ayat 10 UU.No.2 Thn. 1992)
Seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa dalam
memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama Penanggung.
Ketentuan-ketentuan agen asuransi (Pasal 27 PP No. 73 tahun 1992):
a. Setiap agen asuransi hanya dapat menjadi agen dari satu perusahaan
asuransi.
b. Agen asuransi wajib memiliki perjanjian keagenan dengan perusahaan
asuransi yang diageni.
c. Semua tindakan agen asuransi yang berkaitan dengan transaksi
asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi yang diageni.
d. Agen asuransi dalam menjalankan kegiatannya harus memberikan
keterangan yang benar dan jelas kepada calon tertanggung tentang
program asuransi yang dipasarkan dan ketentuan isi polis, termasuk
hak dan kewajiban calon tertanggung.
Untuk menjadi seorang agen, seseorang harus melalui tiga proses dasar
sebagai berikut:
1. Rekrutmen dan seleksi
Pertama harus mengikuti rekrutmen dan seleksi oleh perusahaan asuransi.
Rekrutmen adalah proses mengumpulkan kandidat yang berminat menjadi agen
asuransi. Seleksi adalah proses menilai kesesuaian kandidat dengan kriteria
seorang agen.
2. Pelatihan dan pendaftaran
Setelah lulus proses seleksi, akan mengikuti pelatihan, yang antara lain
mencakup pengetahuan dasar asuransi, pengetahuan produk dan karir keagenan di
perusahaan yang bersangkutan. Bila telah lulus pelatihan, selanjutnya akan
diangkat menjadi agen perusahaan tersebut dengan menandatangani kontrak/
Universitas Sumatera Utara
perjanjian keagenan. Hubungan Anda dengan perusahaan asuransi bukanlah
hubungan majikan-karyawan, tetapi hubungan kemitraan.
3. Lisensi keagenan
Ada dua jenis lisensi atau sertifikat yang diberikan kepada agen, yaitu
lisensi untuk menjual produk asuransi tradisional dan untuk produk unit-link.
Lisensi yang kedua hanya dapat diperoleh bila Anda sudah lulus yang pertama.
2.3
Model Teoretik
Objek Penelitian
Komunikasi
agen
persuasif
asuransi
Allianz
cabang
Kota
Medan
dalam
merekrut
calon
Tujuan penelitian
- Strategi
komunikasi
persuasif
yang digunakan agen asuransi
dalam melakukan perekrutan
- Tahapan-tahapan
komunikasi
persuasif agen asuransi dalam
melakukan perekrutan.
- Perubahan perilaku yang terjadi
pada calon agen asuransi sebagai
akibat
persuasif.
adanya
komunikasi
Teori :
-
Komunikasi Persuasif
AIDA
Teori Kemungkinan
Elaborasi
Motivasi
Disonansi Kognitif
Universitas Sumatera Utara
Download