Inflasi 2017 Diprediksi Bisa Mencapai 5%

advertisement
Senin, 9 Januari 2017
7
Inflasi 2017 Diprediksi Bisa Mencapai 5%
[JAKARTA] Inflasi tahun
ini berpotensi melampaui
4%, bahkan bisa mencapai
5%. Tekanan inflasi akan datang dari kenaikan harga bahan pangan, tarif tenaga listrik (TTL), harga elpiji 3 kg,
dan harga bahan bakar minyak (BBM). Tekanan lainnya berasal dari kenaikan harga barang impor (imported
inflation). Gejolak inflasi harus diredam agar tidak menggerus daya beli masyarakat
dan pertumbuhan ekonomi.
Untuk menjinakkan inflasi, pemerintah harus membenahi jalur distribusi dan tata
niaga. Pemerintah juga harus
mempercepat pembangunan
infrastruktur, merealisasikan
paket-paket kebijakan ekonomi, dan menggenjot belanja
modal. Kecuali itu, pemerintah harus lebih sensitif terhadap faktor administered price
(barang yang harganya diatur
pemerintah). Dengan demikian, dalam kondisi inflasi bergejolak, pemerintah bisa meninjau kembali atau membatalkan rencana penaikan
harga.
Hal itu terungkap dalam
wawancara dengan Gubernur
Bank Indonesia (BI), Agus
Martowardojo, Deputi Gu­
ber­nur BI Perry Warjiyo, ekonom Institute for Develop­
ment of Economics and Fi­
nance (Indef) Eko Listiyanto,
ekonom Bank Permata Josua
Pardede, Chief Economist
Mandiri Sekuritas Leo Putra
Rinaldy, dan analis RHB
Securities Indonesia Rizki
Fajar. Mereka dihubungi
Investor Daily secara terpisah
di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dalam APBN 2017,
asumsi inflasi dipatok 4%.
Sedangkan tahun lalu, inflasi
tahun kalender (JanuariDesember) 2016 dan inflasi
tahunan (year on year/yoy)
atau Desember 2016 terhadap
Desember 2015 masing-masing mencapai 3,02%, lebih
rendah dari asumsi APBN-P
2016 sebesar 4%.
Gubernur BI Agus
ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Buruh memilah cabai rawit merah di lapak pedagang agen cabai, Pasar Induk Cibitung, Kabupaten
Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (7/1). Buruh mengaku tingginya harga cabai rawit merah hingga
Rp 95.000 per kilogram membuat pendapatan mereka sebagai buruh pemetik cabai menurun dari
biasanya, dari 30 kilogram cabai per hari menjadi 15 kilogram cabai per hari dengan upah Rp 2.000
per kilogram cabai.
Martowardojo mengungkapkan, tahun ini terdapat sejumlah tantangan dalam mengendalikan inflasi. Tantangan itu
terutama berkaitan dengan
kebijakan pemerintah mencabut sebagian subsidi listrik
900 VA, penaikan harga elpiji
3 kg, dan penaikan harga
BBM nonsubsidi.
“Tadinya saya khawatir
harga surat tanda nomor kendaraan (STNK) akan mendorong inflasi, tapi ternyata sudah diklarifikasi bukan pajak
STNK yang naik, tapi tarifnya sehingga ini tidak mengkhawatirkan,” papar dia.
Menurut Agus Marto,
penaikan TTL diperkirakan
berkontribusi 0,8-1,1% terhadap laju inflasi. Untuk
menjaga inflasi tetap rendah,
inflasi inti maupun non-inti,
khususnya harga pangan
yang mudah bergejolak (volatile foods), perlu dikendalikan. “Dari sisi moneter, kami
akan jaga inflasi pada kisaran
3-5%,” tandas dia.
Pemerintah mencabut
subsidi sebagian pelanggan
rumah tangga 900 VA.
Alasannya, mereka tak layak
mendapatkan subsidi. Penye­
suaian TTL tahap pertama dilakukan terhadap 18,9 juta
pelanggan 900 VA. Kenaikan
dilakukan dalam tiga fase tiap
dua bulan. Pada tiap fase,
TTL akan naik 31% dari tarif
saat ini Rp 605 per kWh menjadi Rp 1.352 per kWh pada
akhir fase tiga.
Dia mengakui, pada
Januari ini tekanan inflasi juga bertambah akibat kebijakan Pertamina menaikkan harga BBM kelompok umum,
yakni Pertamax, Pertamax
Turbo, Pertamax Series,
Pertalite, dan Dexlite rata-rata Rp 300 per liter. Akibatnya,
inflasi Januari 2017 diperkirakan mencapai 0,6-0,7%.
Deputi Gubernur BI
Perry Warjiyo menambahkan, hingga awal Januari
ini masih terdapat sedikit ruang pelonggaran BI 7-Day
Reverse Repo Rate yang tertahan pada level 4,75%.
BI, kata Perry, terus
mengkaji potensi penurunan
suku bunga acuan. Soalnya,
tekanan inflasi sedang meningkat. Apalagi pasar masih
mengkhawatirkan kebijakan
Donald Trump dan rencana
kenaikan Fed funds rate
(FFR) oleh Bank Sentral AS
(The Fed).
“Tapi language-nya tidak
se-hawkish sebelumnya.
Semula kan kenaikan FFR
diperkirakan terjadi tiga kali
tahun ini, tapi kemungkinan
hanya terealisasi dua kali. Itu
memberi nuansa yang lebih
kondusif. Kurs akhir-akhir ini
stabil dan cenderung menguat,” ujar dia.
Dia mengungkapkan,
meski ada ruang pelonggaran
suku bunga acuan, dalam 12
bulan ke depan BI akan lebih
menggunakan instrumen suku bunga untuk menstabilkan
ekonomi ketimbang mendorong pertumbuhan ekonomi.
“BI akan menerapkan kebijakan moneter seimbang.
Instrumen suku bunga, nilai
tukar, dan pengawasan itu lebih diterapkan untuk menjaga
stabilitas,” kata dia.
Langkah Strategis
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi 2017,
menurut Perry, bank sentral
bakal mengoptimalkan bauran kebijakan guna melonggarkan likuiditas, menerapkan kebijakan makroprudensial, dan memberikan dorongan pada sistem pembayaran, misalnya elektronifikasi bantuan sosial. Dia mengemukakan,
kondisi ekonomi domestik
sejauh ini masih kondusif.
Namun, otoritas moneter
akan memperkuat koordinasi
kebijakan dengan pemerintah
untuk mengantisipasi kenaikan tekanan inflasi dari sisi administered price.
Ekonom Indef Eko
Listiyanto memprediksi inflasi naik menjadi 4,5% tahun
ini dari 3,02% pada 2016.
Faktor pendongkraknya antara lain kenaikan TTL dan harga BBM nonsubsidi, serta
potensi gejolak harga pangan.
“Tapi rentang inflasi masih
sesuai target BI, yakni 4%
plus-minus 1%,” ujar dia.
Tekanan inflasi, kata Eko,
bakal terasa mulai Januari
2017 dan mencapai puncaknya saat masuk Bulan Puasa
dan menjelang Lebaran.
Untuk meredam inflasi, pemerintah perlu menempuh
beberapa langkah strategis.
Pertama, memperkuat koordinasi antarinstansi. Jangan
sampai kasus kenaikan tarif
STNK terulang. Dalam kasus
itu, sejumlah instansi pemerintah terkesan lepas tangan.
Kedua, menjaga lonjakan
harga pangan.
Eko menambahkan, gejolak harga pangan dipicu tiga
faktor utama, yakni tata niaga
yang tidak efisien, buruknya
infrastruktur, dan praktik kartel. Pemerintah mulai membenahi dua faktor pertama,
namun masih kurang tegas
membasmi kartel. “Padahal,
kalau kartel berhasil diatasi,
dampaknya ke masyarakat
akan besar sekali,” tutur dia.
Dia mengakui, kenaikan
inflasi membuat ruang penurunan suku bunga acuan kian
sempit. Apalagi The Fed berencana menaikkan FFR sebanyak 2-3 kali tahun ini.
“Saya kira suku bunga tidak akan turun, malah naik,”
ucap dia.
Eko Listiyanto memprediksi pertumbuhan ekonomi
nasional 2017 mencapai 5%.
Selain inflasi, banyak tantangan yang akan dihadapi tahun
ini, mulai penurunan daya
beli masyarakat, hingga lemahnya daya ungkit APBN terhadap pertumbuhan ekonomi.
Dia mengemukakan, pemerintah perlu mempercepat
penyerapan anggaran untuk
mendongkrak ekonomi. Ca­
ranya, mekanisme pencairan
anggaran mesti disederha­
nakan. Pemerintah juga perlu
mendorong pemda segera
mencairkan dana transfer
daerah yang selama ini banyak mengendap di bank.
“Ekspor pun perlu digenjot,”
tegas dia.
Ekonom Bank Permata
Josua Pardede memperkirakan tekanan inflasi 2017
meningkat. Faktor utamanya
administered price, seperti
kenaikan TTL, khususnya
pelanggan 900 VA. Dampak
kenaikan TTL pada tiap fase
diperkirakan sekitar 0,25%,
sehingga totalnya 0,8-1%. Kecuali itu, kata dia,
harga premium dan solar berpotensi naik jika mengasumsikan kenaikan harga minyak
global setelah Organisasi
Negara-negara Pengekspor
Minyak (OPEC) menyepakati pemangkasan produksi. Dengan asumsi harga minyak US$ 55 per barel, harga keekonomian premium
diperkirakan Rp 6.800-7.000
per liter, sedangkan solar Rp
6.200-6.500. Alhasil, tambahan inflasi dari kenaikan
harga BBM mencapai 0,40,5%. Adapun kenaikan tarif
cukai rokok, BPKB, dan
STNK diperkirakan relatif
kecil, kurang dari 0,1%.
Maka secara keseluruhan,
dampak kenaikan harga diatur pemerintah terhadap inflasi berkisar 1,2-1,5%, sehingga inflasi pada akhir 2017
diperkirakan 4-4,2% (yoy).
“Inflasi mulai naik pada
Februari mengingat fase pertama kenaikan TTL berlangsung Januari. Tapi dampak
kenaikan TTL fase II (Maret)
dan fase III (Mei) cenderung
menurun,” papar dia.
Josua Pardede mengakui,
jika tidak terjadi kenaikan
harga minyak yang signifikan
di pasar global, kenaikan
harga BBM di dalam negeri
akan cenderung terbatas, sehingga dampaknya terhadap
inflasi bakal minim. Puncak
inflasi diperkirakan terjadi
pada kuartal III.
Dia memperkirakan BI-7
Day Repo Rate cenderung
flat tahun ini, karena BI
mempertimbangkan risiko
inflasi dan risiko global yang
dapat memengaruhi stabilitas
rupiah.
“Meski ruang pelonggaran kebijakan moneter terbatas, masih ada peluang lanjutan transmisi kebijakan dari
tahun lalu,” ujar dia.
Josua menjelaskan, ke­
naikan TTL diperkirakan tidak memengaruhi konsumsi
keseluruhan, karena berlaku
hanya bagi sekelompok masyarakat. Dengan demikian,
konsumsi masyarakat masih
menjadi kontributor utama
pertumbuhan ekonomi tahun
ini. Investasi juga diperkirakan membaik, mengingat
iklim investasi indonesia semakin solid. [ID/E-8]
Download