Teknik Menormalisasi Persamaan Relasi Dispersi Pandu

advertisement
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
Teknik Menormalisasi Persamaan Relasi Dispersi
Pandu Gelombang Slab Berbasis Bahan Optik Linier
Ali Yunus Rohedi, Suryadi, Agus Rubiyanto
Jurusan Fisika FMIPA – ITS, Surabaya
Email:[email protected]
ABSTRAK
Pada makalah ini dilaporkan teknik sederhana dalam menormalisasi bentuk Persamaan Relasi Dispersi
Pandu Gelombang Slab untuk cahaya yang dirambatkan pada Modus Transverse Magnetic. Langkah
normalisasi dilakukan dengan cara menormalisasi semua komponen transversal tetapan propagasi cahaya
terhadap faktor reduksi amplitudo medan magnet cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat. Hasil
perumusan sesuai dengan formulaai yang didapatkan dengan teknik lain menggunakan pendekatan sinar
optik. Teknik normalisasi ini juga efektif digunakan untuk mendapatkan formulasi medan magnet cahaya
terpandu dalam bentuk ternormalisasi.
Kata Kunci : Transverse Magnetic,Tetapan Propagasi Cahaya, Faktor Reduksi Amplitudo Medan
1. Pendahuluan
Di awal tahun enam puluhan tepatnya setelah laser berhasil dibangkitkan untuk
pertama kalinya, para pakar komunikasi mulai berfikir untuk memanfaatkan laser sebagai
gelombang pembawa informasi. Secara teori, kapasitas informasi yang dapat dikirim suatu
sistem komunikasi adalah sebanding dengan frekuensi gelombang pembawanya. Dapat
dibayangkan betapa besarnya kapasitas informasi tersebut mengingat frekuensi laser adalah
di atas Tera 1014 Hz. Hal inilah yang menjadikan penggunaan laser jauh lebih menjanjikan
dibandingkan dengan gelombang pembawa lainnya, seperti gelombang mikro apalagi sistem
komunikasi konvensional yang menggunakan sinyal listrik. Gagasan untuk memanfaatkan
laser sebagai pembawa informasi tersebut baru terealisasi dipertengahan tahun tujuh
puluhan, yaitu dengan berkembangnya SKO (Sistem Komunikasi Optik) suatu sistem
komunikasi dengan serat (fiber) optik sebagai media transmisinya. Saat ini SKO telah
berkembang demikian pesat, selain pengiriman beragam informasi menggunakan panjang
gelombang yang berbeda dapat dilakukan secara cepat dan serentak, daya jangkau
layanannyapun meluas hingga lintas benua. Hal ini karena SKO disamping telah
menggunakan sistem fiber amplifier yang mampu memperkuat sinyal sendiri, juga
dilengkapi dengan sistem pembangkit pulsa soliton yang memungkinkan bentuk pulsa tidak
berubah di sepanjang jarak transmisinya [Agrawal,1992], [Gowar,1993]. Kinerja dan
performansi SKO nyapun kian handal karena piranti-piranti pendukungnya telah dapat
dibuat secara terintegrasi dalam bentuk chip optik.
Piranti pendukung dalam sistem komunikasi optik berupa piranti-piranti yang
dikelompokkan sebagai piranti penggandeng berkas cahaya, baik dari sumber laser menuju
ujung masukan serat optik maupun dari ujung keluaran serat optik menuju detektor
penerima. Piranti-piranti yang lazim disebut piranti coupler ini dibedakan atas piranti yang
beroperasi secara pasif dan aktif. Piranti coupler pasif yang dalam operasionalnya tidak
membutuhkan pengaruh luar antara lain berupa piranti WDM yang berfungsi sebagai
( )
71
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
penggabung sekaligus pemisah beberapa berkas laser pada panjang gelombang berbeda,
Modulator sebagai piranti pemodulasi pulsa informasi, Polarisator sebagai piranti pemisah
tingkat polarisasi yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja detektor, Filter panjang
gelombang, dan lain-lain [Rohedi, 1997], [Rubiyanto,1999], [Rubiyanto,2000], . Sebaliknya
piranti coupler aktif yang operasionalnya tergantung pada pengaruh luar (seperti intensitas
berkas laser) berupa piranti-piranti gerbang logika optik (NOT, AND, OR, NAND) yang
digunakan pada pensaklaran SKO secara optik seluruhnya (All optical Switching). Semua
piranti coupler tersebut saat ini telah dapat dibuat secara terintegrasi dalam satu substrat
membentuk Chip Optik, baik dengan substrat yang terbuat dari bahan optik linier maupun
optik tak linier, [Rohedi,2000], [Harsoyono, 2001].
Sebagaimana pada chip elektronik, chip optik juga tersusun atas jalur atau kanalkanal yang dalam hal ini dibuat membentuk struktur pandu gelombang kanal (channelwaveguide). Karena itu dalam mendisain beberapa piranti optik ke dalam satu chip optik
pengetahuan akan karakteristik perambatan cahaya di dalam pandu gelombang kanal sangat
diperlukan. Walaupun struktur geometri pandu gelombang kanal adalah sederhana, tetapi
parameter fabrikasinya cukup kompleks. Namun demikian kompleksitas ini dapat diatasi,
karena menurut metode indeks efektif yang dikembangkan oleh Hocker dkk (1977), pandu
gelombang kanal yang memiliki penampang masukan berbentuk persegi tersebut merupakan
kombinasi dari dua pandu gelombang slab dalam arah kedalaman dan lateral. Karenanya
struktur pandu gelombang slab dikenal sebagai struktur dasar dari setiap rangkaian optik
terintegrasi. Hal penting yang harus diketahui selanjutnya adalah seberapa lebar lapisan
pemandu agar pandu gelombang slab dapat menyalurkan energi cahaya dalam satu moda
energi untuk setiap panjang gelombang optik yang akan disalurkan. Lebar lapisan pemandu
tersebut lazim ditentukan melalui penyelesaian persamaan relasi dispersi, yaitu persamaan
yang mengandung hubungan antara parameter-parameter pandu gelombang seperti lebar
lapisan pemandu dan nilai indeks bias lapisan-lapisan penyusun, panjang gelombang optik
pembawa, dan orde perambatan moda energi. Pada makalah ini diperkenalkan teknik
sederhana dalam menormalisasi persamaan relasi dispersi pandu gelombang slab yang
terbuat dari bahan optik linier khususnya untuk cahaya yang dirambatkan pada modus
transverse magnetic. Normalisasi untuk mendapatkan bentuk persamaan relasi dispersi yang
hanya mengandung parameter-parameter tak berdimensi dilakukan dengan memanfaatkan
hasil bagi nilai komponen transversal tetapan propagasi cahaya pada daerah film terhadap
faktor reduksi intensitas cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat. Dengan bentuk tak
berdimensi ini, maka persamaan relasi dispersi pandu gelombang slab modus TM dapat
diselesaikan tanpa harus mengetahui parameter-parameter pandu gelombang sebagaimana
telah disebutkan di atas. Normalisasi terhadap persamaan relasi dispersi pandu gelombang
slab ini pertama kali dikembangkan oleh Kogelnik dkk (1974) dengan menmanfaatkan
definisi parameter frekuensi ternormalisasi (V), indeks bias efektif ternormalisasi (b), dan
faktor ketaksimetrian indeks bias substrat-kover (a) yang dikembangkannya untuk
menjelaskan karakteristik perambatan gelombang optik dengan teknik sinar optik.
2. Persamaan Relasi Dispersi Pandu Gelombang Slab
Telah dijelaskan bahwa struktur pandu gelombang slab merupakan struktur dasar
dari rangkaian optik terintegrasi. Struktur geometrinya ditunjukkan pada Gambar 1.
72
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
x
h/2
-h/2
cover
film
substrat
z
y
Gambar 1. Struktur geometri pandu gelombang slab
Sebagaimana tampak pada Gambar 1, bangun pandu gelombang slab terlihat seperti
tumpukan tiga (3) lapisan tipis. Pandu gelombang slab ini secara umum dibuat dengan cara
menumbuhkan lapisan tipis (film) berindeks bias nf (sebagai lapisan pemandu cahaya) di
atas substrat tertentu berindeks bias ns . Kover lapisan pemandu dapat berupa udara, namun
untuk keefektifan pemanduan cahaya, kover umumnya dibuat dari bahan tertentu dengan
indeks bias nc yang lebih kecil dari ns dan nf . Hal ini karena menurut hukum pemantulan
Snell pamanduan cahaya yang berlangsung karena pemantulan internal total cahaya pada
setiap antar muka (bidang batas) bahan penyusun pandu gelombang tersebut hanya
terlaksana bila nf > ns > nc .
Modus penyaluran energi cahaya melalui pandu gelombang slab dapat dibedakan
atas ketegaklurusan arah getar komponen medan listrik atau magnet cahaya terhadap bidang
datang cahaya. Modus TE diistilahkan untuk perambatan cahaya yang komponen medan
listriknya tegak lurus terhadap bidang datang, sebaliknya istilah modus TM diberikan untuk
perambatan cahaya yang komponen medan magnetnya tegak lurus bidang datang. Bidang
datang tersebut ditetapkan sebagai bidang yang terletak normal terhadap bidang batas dalam
arah perambatan cahaya. Karena itu untuk struktur dalam Gambar 1, bila penyaluran cahaya
dilakukan dalam arah sumbu z maka bidang datang cahaya terletak pada bidang x-z karena
itu pada modus TM komponen medan magnetnya hanya mengarah sumbu y sehingga
H x = H z = 0 . Oleh karena di sepanjang perambatan cahaya komponen medan listrik dan
komponen magnetnya adalah saling tegak lurus, maka komponen medan listrik untuk modus
TM adalah E x dan E z (dalam hal ini E y = 0 ). Dengan demikian perambatan cahaya untuk
modus TM direpresentasikan oleh komponen medan listrik-magnet (H y ,E x ,E z ) . Ketiga
komponen medan ini mematuhi persamaan Maxwell, yang menjadi dasar dalam
merumuskan persamaan perambatan gelombang elektromagnetik, Persamaan Kedua
Maxwell (Tamir,1985)
r
r
j
E = − ∇ ×H ,
(1)
εω
yaitu
β
1 dH y
Hy , E x =
H
,
E
=
−
j
(2)
y
z
ε 0 n2 ω
ε 0 n2 ω dx
73
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
Pada kedua persamaan di atas, ε dan µ masing-masing adalah tetapan Permitivitas dan
Permiabilitas bahan (indeks 0 berlaku untuk ruang vakum), n adalah Indeks Bias bahan, ω
adalah Frekuensi Cahaya, dan β adalah Tetapan Propagasi Cahaya. Dalam mendapatkan
∂
hubungan dalam Pers.(2) dari Pers.(1) disamping memasukkan
= 0 juga menggunakan
∂y
asumsi bahwa faktor perambatan medan cahaya mematuhi exp j (ωt − β z ) .
Prinsip penting dalam proses penyaluran cahaya dalam bentuk moda-moda energi
melalui suatu pandu gelombang adalah tidak adanya energi cahaya yang hilang menuju
daerah substat dan kover. Gelombang cahaya yang masuk menuju kedua lapisan di sebelah
lapisan pemandu tersebut hanyalah ter-evanescent sehingga terpantul kembali ke daerah
lapisan pemandu. Ini berarti dalam arah transversal penampang masukan cahaya medan
magnet cahaya modus TM membentuk pola gelombang stasioner. Medan magnet stasioner
pada masing-masing lapisan pandu gelombang slab adalah dalam bentuk (Tamir,1985),
(Rohedi dkk,2002)
H yc ( x ) = H c exp(− γ c [x − h / 2])
 cos(k f [x − h / 2] + φc )

H yf ( x ) = H f ⋅ 
(− 1)m cos(k ( x + h / 2) − φ )
f
s

H ys ( x ) = H s exp(γ s ( x + h / 2 )
(3)
dengan H f adalah amplitudo medan magnet pada lapisan pemandu, H s dan Hc masing-masing
adalah medan magnet pada antar muka film-substat dan antar muka film-kover. Tetapan k f ,
γ s , dan γ c adalah komponen-komponen transversal dari Tetapan Propagasi Cahaya pada
masing-masing lapisan, yang terdefinisi sebagai
k f = k 0 n2f − N2 (4a) , γ s = k 0 N2 − n2s (4b) , γ c = k 0 N2 − n2c (4c)
dengan N = β / k 0 adalah indeks bias efektif lapisan pemandu. Adapun φ s dan φ c masingmasing bersesuaian dengan nilai Pergeseran Fasa Pantulan pada kedua antar muka, dan m
adalah orde moda medan cahaya yang dapat terpandu atau tersalurkan,..
Pada proses pemanduan energi cahaya di dalam pandu gelombang slab, medan-medan
tangensial (yaitu medan yang sejajar bidang batas) haruslah kontinu pada setiap antar
mukanya. Untuk medan modus TM medan tangensial tersebut adalah Hy dan E z . Kontinuitas
Hy di x = − h / 2 dan di x = h / 2 memberikan hubungan
Hs
Hc
=
(5)
cos(φs ) cos(φc )
Sedangkan kontinuitas medan E z sesuai dengan definisinya dalam Pers.(2) menghasilkan
definisi atau nilai φs dan φc yang masing-masing adalah
Hf =
 nf 2 γ s 

φ s = tan  2

k
n
 s f 
−1
(6a)
dan
74
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
n2 γ 
(6b)
φc = tan−1 f 2 c 
 nc k f 
Kesamaan dua ekspresi medan magnet pada lapisam pemandu menghasilkan Persamaan
Relasi Dispersi untuk modus TM (Tamir,1985), (Rohedi dkk, 1998)
k f (2h) − 2φs − 2φc = 2mπ
(7)
dengan m = 0,1,2,3... berutu-turut adalah orde moda gelombang dasar, orde 1 dan seterusnya.
Secara fisis persamaan relasi dispersi ini menunjukkan bahwa jumlahan pergeseran fasa
lintasan optik dan pergeseran fasa pantulan ketika gelombang optik menumbuk antar muka
film-substrat dan film-kover adalah sama dengan kelipatan 2π radian [Rubiyanto dkk,2003].
Selanjutnya dengan menggunakan definisi φ s dalam Pers.(6a), maka hubungan H f
dan H s dalam Pers.(5) dapat dituliskan sebagai
Hf k f =
nf
n2
n2
Hs 2f γ 2s + 2s k 2f
ns
ns
nf
dan dengan memasukkan k f dan γ s dalam Pers.(4) maka
H f n2f − N2 = Hs
nf
ns
(n
2
f
)
− n2s q s
(8)
dengan
qs =
N2
+
N2
−1
(9)
2
2
nf
ns
Dari Pers.(8) dan Pers.(9) ini maka hasil bagi medan magnet pada antar muka film-substrat
terhadap amplitudo medan magnet pada lapisan film didapatkan sebesar




2
2
nf − N


Hs = Hf 
(10)

nf
2
2
n f − n s q s 

 ns

(
(
)
)
nf
n2f − n2s q s dalam hal ini diistilahkan sebagai Faktor Reduksi Amplitudo medan
ns
magnet cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat.
Faktor
3. Normalisasi Persamaan Relasi Dispersi Modus TM
Langkah untuk menormalisasi atau menyatakan Persamaan Relasi Dispersi dalam
parameter tak berdimensi pada Pers.(7) adalah dengan cara menormalisasi parameter k f h ,
φ s , dan φc , masing-masing terhadap Faktor Reduksi Amplitude medan magnet cahaya yang
ter-evanescent ke daerah substrat.
3a. Normalisasi parameter k f h
Upaya untuk menormalisasi k f h dilakukan dengan mengalikan kedua ruas Pers.(4a)
dengan h, yaitu
k f h = k 0h n2f − N2
75
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
Normalisasi
n2f − N2 terhadap suku
nf
ns
ISSN:1829-6513
(n
2
f
)
− n2s q s menjadikannya harus ditulis dalam
bentuk
k f h = k 0h n2f − n2s q s
nf
ns
x
(11a)
dengan
1 ns n2f − N2
x=
q s n f 2 n2f − n2s
2
(11b)
Setelah membagi pembilang (11b) dengan
2
menggantikan 1−
n2f
maka langkah selanjutnya adalah
2
N
N
dengan
− q s sesuai dengan Pers.(9), sehingga
2
2
nf
ns
 N2

 − n2s 
q
x =  2s 2 
(11c)
n f − ns
Untuk menjamin suku x ini adalah tak berdimensi maka x harus memiliki angka satuan, hal
ini dapat diperoleh dengan cara menambahkan suku n2f − n2f ke bagian pembilang (11c),
hasilnya adalah
1 n2fqs − N2
x = 1−
(11d)
qs n2f − n2s
(
)
Oleh karena menurut definisi q s suku
n2f q s − N2 sama dengan
(
)
n2f 2 2
N − ns , maka dari
n2s
Pers.(11d) didapatkan hubungan
2
1 ns n2f − N2
x=
= 1− b
(11e)
q s n f 2 n2f − n2s
dengan
1 n2f N2 − n2s
b=
(11f)
q s n2s n f 2 − n2s
Dengan demikian normalisasi k f h yang dimaksudkan adalah dalam bentuk
k f h = V qs
nf
1− b
ns
(11g)
dengan
V = k 0 h n2f − n2s
dikenal sebagai parameter Frekuensi Ternormalisasi.
76
(11h)
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
3b. Normalisasi parameter φ s
Langkah normalisasi besaran
dengan memasukkan definisi γ s
menjadi

φ s = tan−1 


ISSN:1829-6513
pergeseran fasa pantulan antarmuka film-substrat diawali
dan k f dalam Pers(4), ke dalam Pers.(6a), sehingga φ s
nf N2 − n2s
4 2
2
ns n f − N
4




(12a)
Setelah menormalisasi suku penyebut di bawah tanda akar terhadap
nf
ns
(n
2
f
)
− n2s q s , maka
Pers.(12a) menjadi



φ s = tan −1 



n2f N2 − n2s  

n2s n2f − n2s  

n2s n2f − N2  

n2f n2f − n2s  

 1

 qs
 1

 qs
atau

φ s == tan −1 

b 

(1 − b ) 
(12b)
3c. Normalisasi parameter φ c
Pada normalisasi φc setelah memasukkan definisi γ c dan k f ke dalam Pers.(6b) maka
φc menjadi
 n 4 N2 − n2
c
φc = tan−1  f 4 2
 nc n f − N 2





(13a)
Normalisasi suku penyebut di bawah tanda akar terhadap
2
φc = tan −1
2
nf ns
4
nc
1
qs
1  N2 − n2c 


q s  n2f − n2s 
n2s n2f − N2
n2f n2f − n2s
nf
ns
(n
2
f
)
− n2s q s , maka
(13b)
Dengan menggunakan Pers.(11e), maka Pers.(13b) dapat dituliskan sebagai φc = tan −1
y
1− b
dengan
2 2
n f ns 1  N2 − n2c 
 2 2
(13c)
y=
4
nc q s  n f − n s 
Agar pada y terlingkup faktor ketaksimetrian indeks bias substrat-kover yang lazim
direpresentasikan dengan suku n2s − n2c , maka ke dalam pembilang Pers.(13c) harus
ditambahkan − n2s + n2s , hasilnya
77
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
n4s 1 n2s
y =b 4 +
a
(13d)
nc q s n2f
dengan faktor ketaksimetrian a terdefinisi sebagai
4
2
2
nf  ns − nc 


(13e)
a= 4 2
2
nc  nf − ns 
Selanjutnya dengan menggunakan hubungan
(1/ qs )n2s / n2f = (1 − b ) + bn4s / n4f
(*)
(hubungan (*) ini didapatkan dari Pers.(11e) dan Pers.(11f)), maka Pers.(13d) menjadi
n 4s
n4s
y = a − ab + ab 4 + b 4
(13f)
nf
nc
Bentuk perumusan menjadi lebih sederhana setelah menambahkan suku b − b pada ruas kanan
y, yaitu
 n 4 1 n4 
(13g)
y = b + a − ab 1 − s4 − s4 
 n f a nc 
 ns 2 
1 n4s
dan setelah menyatakan
dalam 1 − 2  sesuai dengan definisi parameter a dalam
a nc4
 nf 
Pers.(13e) yaitu
2
2
2
1 n4s  n s nc   n s 
=
+
1
−



a nc4  nf 2 nf 2   nf 2 
maka y dalam Pers.(13g) dapat dituliskan sebagai
y = b + a(1 − bd) ,
(13h)
dengan
 n 2  n 2 
(13i)
d =  1 − s 2  1 − c 2 
n
n
f
f



Dari langkah normalisasi ini maka Pers.(13a) menjadi
 b + a(1 − bd ) 

(13j)
φ c = tan −1 

1
−
b


2
Adapun parameter
nc
pada ruas kanan Pers.(13i) dapat diperoleh dari Pers.(13e) yaitu
2
nf
n /n =
2
c
2
f
ns / nf
1 − n2s / nf − 1 / 2
2
(
)
(13k)
2
a 1 − n2s / nf
Dengan memasukkan k f h dalam Pers.(11g), φ s dalam Pers.(12b), dan φ c dalam Pers.(13j ) ke
dalam Pers.(7), maka normalisasi persamaan relasi dispersi untuk modus TM didapatkan
dalam bentuk

 b 
 b + a(1 − bd ) 
 n 
 − tan −1 
 = mπ
(14)
V  q s  f  1 − b − tan −1 



1− b
 n s 
 1− b 



Bentuk Persamaan Relasi Dispersi ternormalisasi yang diperoleh sesuai (tepat sama) seperti
yang didapatkan oleh Kogelnik dkk (1974). Sebagai perbandingan, bentuk Persamaan Relasi
Dispersi untuk modus TE (Tamir,1985) adalah
78
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
 b 
 b+a
 − tan −1 

(15a)
V 1 − b − tan −1 

 1 − b  = mπ
 1− b 


tetapi dalam hal ini parameter b dan a terdefinisi sebagai
N 2 − n2
b = 2 s2
(15b)
n f − ns
dan
2
2
n −n
a = s2 c2
(15c)
n f − ns
sedangkan definisi parameter Frekuensi Ternormalisasi V sama seperti pada modus TE.
Visualisasi dari hubungan dispersi antara nilai V terhadap nilai b untuk kedua modus
perambatan TM-TE tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
1
0.9
0.8
a=0
m=0
m=1
0.7
m=2
b
0.6
0.5
0.4
a=1000
a=0
___ : TM
0.3
.-.-.- : TE
0.2
a=0
0
a=1000
a=1000
0.1
0
2
4
6
8
V
10
12
14
16
Gambar 2. Kurva relasi dispersi pandu gelombang slab modus TM-TE
Lebih lanjut dengan menggunakan hasil normalisasi di atas, rumusan komponen
transversal dari Tetapan Propagasi Cahaya dalam daerah film, substrat, dan kover dalam
bentuk ternormalisasi adalah dalam bentuk :
nf
V
kf =
qs
1− b
(16a)
h
ns
n
V
γs =
qs s b
(16b)
h
nf
γc =
n n
V
qs c c
h
ns n f
b + a(1 − bd )
79
(16c)
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
Sebagai tambahan, dengan memanfaatkan definisi parameter φs dalam Pers.(12b) dan
parameter φc dalam Pers.(13j), maka amplitudo medan magnet yang ter-evanescent ke
daerah substrat H s dan ke daerah kover H c dalam Pers.(5) berturut-turut adalah
Hs = 1− b
(17a)
dan
1− b
(17b)
1 + a (1 − bd )
Adapun amplitudo medan listrik yang ter-evanescent ke daerah substrat Es dan ke daerah
H c = (−1) m
kover Ec berturut-turut adalah (Rohedi dkk, 2002)
Es = 1 − b
(18a)
dan
Ec = (− 1)
m
1− b
1+ a
(18b)
4. Kesimpulan
Teknik menormalisasi Persamaan Relasi Dispersi Pandu Gelombang Slab modus
Transverse Magnetic (modus TM) yang dikembangkan dengan menyatakan persamaan relasi
dispersi tersebut dalam pembagian komponen transversal Tetapan Propagasi Cahaya terhadap
Faktor Reduksi Amplitudo medan magnet yang ter-evanescent ke daerah substrat,
memberikan bentuk yang sesuai (tepat sama) dengan yang didapatkan menggunakan Konsep
Sinar Optik. Teknik ini juga sangat ampuh untuk mendapatkan formulasi medan magnet
cahaya yang terpandu dalam Pandu Gelombang Slab dalam bentuk ternormalisasi.
Daftar Pustaka
Gowar (1993), ”Optical Communication System”, Prentice Hall Inc.
Govindo P. Agrawal (1992),” Fiber-optic Communication System”, Wiley Son Series in
Microwave and Optical Engineering
Kogelnik H. dan Ramasvamy (1974), ‘Scalling rules for thin film optical waveguides’,
Applied Optic, Vol.13, No.48, pages. 1015-1017.
Harsoyono, RE Siregar, and M.O Tjia (2001), “A Studi of Nonlinear Coupling Between Two
Identical Planar Waveguide”, Journal Nonlinear Optical Physics and Material.
Engineering.
Hocker G.H, Burn,WK (1977),”Modes Dispersion in Diffused Channel Waveguides by The
Effective Index Method”, Applied Optics 16, pages 113-118.
Rubiyanto A. (2001), “Intetgriet Akustooptisches Heterdyne Interferometer”, Dissertation,
Univeristaet Paderborn., Paderborn.
Rubiyanto A., Rohedi A.Y. (2003), “Buku Ajar Optika Terpadu”, Proyek Due-like Jurusan
Fisika FMIPA-ITS.
Rohedi,AY, Ketut Rustawan, Mat Nafik (2000), Fauzi Irdiyanto,”Analisis Propagasi
Gelombang Optik dalam Pandu Gelombang Slab Taklinier Modus TE/TM”, Laporan
Penelitian dengan Dana Duel-like, Jurusan Fisika, FMIPA-ITS.
Rohedi AY, G. Yudoyono, Mat Nafik (2002), “ Teknik Penyelesaian Persamaan Helmholtz
Pandu Gelombang Slab Step Indeks menggunakan Metode Matrik Karakteristik Lapis
Jamak”, Prosiding Simposium Fisika dan Aplikasinya, Jurusan Fisika, FMIPA-ITS.
.
80
Prosiding
Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama
Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004
ISSN:1829-6513
Rohedi AY (1997), “Perancangan Directional-coupler untuk Aplikasi WDM Stuktur 4x4”,
Thesis Magister pada Prodi OEAL UI, Jakarta.
Rohedi AY, Arifin Z (1998), ”Penguraian koefisien disperse intra-modal pada pandu
gelombang kanal buried dan embedded-strip”, Laporan Penelitian, Lemlit-ITS
T,Tamir (1985), “Topic in Applied physics”, chapter 1 , Springer Verlag.
81
Download