Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 Teknik Menormalisasi Persamaan Relasi Dispersi Pandu Gelombang Slab Berbasis Bahan Optik Linier Ali Yunus Rohedi, Suryadi, Agus Rubiyanto Jurusan Fisika FMIPA – ITS, Surabaya Email:[email protected] ABSTRAK Pada makalah ini dilaporkan teknik sederhana dalam menormalisasi bentuk Persamaan Relasi Dispersi Pandu Gelombang Slab untuk cahaya yang dirambatkan pada Modus Transverse Magnetic. Langkah normalisasi dilakukan dengan cara menormalisasi semua komponen transversal tetapan propagasi cahaya terhadap faktor reduksi amplitudo medan magnet cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat. Hasil perumusan sesuai dengan formulaai yang didapatkan dengan teknik lain menggunakan pendekatan sinar optik. Teknik normalisasi ini juga efektif digunakan untuk mendapatkan formulasi medan magnet cahaya terpandu dalam bentuk ternormalisasi. Kata Kunci : Transverse Magnetic,Tetapan Propagasi Cahaya, Faktor Reduksi Amplitudo Medan 1. Pendahuluan Di awal tahun enam puluhan tepatnya setelah laser berhasil dibangkitkan untuk pertama kalinya, para pakar komunikasi mulai berfikir untuk memanfaatkan laser sebagai gelombang pembawa informasi. Secara teori, kapasitas informasi yang dapat dikirim suatu sistem komunikasi adalah sebanding dengan frekuensi gelombang pembawanya. Dapat dibayangkan betapa besarnya kapasitas informasi tersebut mengingat frekuensi laser adalah di atas Tera 1014 Hz. Hal inilah yang menjadikan penggunaan laser jauh lebih menjanjikan dibandingkan dengan gelombang pembawa lainnya, seperti gelombang mikro apalagi sistem komunikasi konvensional yang menggunakan sinyal listrik. Gagasan untuk memanfaatkan laser sebagai pembawa informasi tersebut baru terealisasi dipertengahan tahun tujuh puluhan, yaitu dengan berkembangnya SKO (Sistem Komunikasi Optik) suatu sistem komunikasi dengan serat (fiber) optik sebagai media transmisinya. Saat ini SKO telah berkembang demikian pesat, selain pengiriman beragam informasi menggunakan panjang gelombang yang berbeda dapat dilakukan secara cepat dan serentak, daya jangkau layanannyapun meluas hingga lintas benua. Hal ini karena SKO disamping telah menggunakan sistem fiber amplifier yang mampu memperkuat sinyal sendiri, juga dilengkapi dengan sistem pembangkit pulsa soliton yang memungkinkan bentuk pulsa tidak berubah di sepanjang jarak transmisinya [Agrawal,1992], [Gowar,1993]. Kinerja dan performansi SKO nyapun kian handal karena piranti-piranti pendukungnya telah dapat dibuat secara terintegrasi dalam bentuk chip optik. Piranti pendukung dalam sistem komunikasi optik berupa piranti-piranti yang dikelompokkan sebagai piranti penggandeng berkas cahaya, baik dari sumber laser menuju ujung masukan serat optik maupun dari ujung keluaran serat optik menuju detektor penerima. Piranti-piranti yang lazim disebut piranti coupler ini dibedakan atas piranti yang beroperasi secara pasif dan aktif. Piranti coupler pasif yang dalam operasionalnya tidak membutuhkan pengaruh luar antara lain berupa piranti WDM yang berfungsi sebagai ( ) 71 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 penggabung sekaligus pemisah beberapa berkas laser pada panjang gelombang berbeda, Modulator sebagai piranti pemodulasi pulsa informasi, Polarisator sebagai piranti pemisah tingkat polarisasi yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja detektor, Filter panjang gelombang, dan lain-lain [Rohedi, 1997], [Rubiyanto,1999], [Rubiyanto,2000], . Sebaliknya piranti coupler aktif yang operasionalnya tergantung pada pengaruh luar (seperti intensitas berkas laser) berupa piranti-piranti gerbang logika optik (NOT, AND, OR, NAND) yang digunakan pada pensaklaran SKO secara optik seluruhnya (All optical Switching). Semua piranti coupler tersebut saat ini telah dapat dibuat secara terintegrasi dalam satu substrat membentuk Chip Optik, baik dengan substrat yang terbuat dari bahan optik linier maupun optik tak linier, [Rohedi,2000], [Harsoyono, 2001]. Sebagaimana pada chip elektronik, chip optik juga tersusun atas jalur atau kanalkanal yang dalam hal ini dibuat membentuk struktur pandu gelombang kanal (channelwaveguide). Karena itu dalam mendisain beberapa piranti optik ke dalam satu chip optik pengetahuan akan karakteristik perambatan cahaya di dalam pandu gelombang kanal sangat diperlukan. Walaupun struktur geometri pandu gelombang kanal adalah sederhana, tetapi parameter fabrikasinya cukup kompleks. Namun demikian kompleksitas ini dapat diatasi, karena menurut metode indeks efektif yang dikembangkan oleh Hocker dkk (1977), pandu gelombang kanal yang memiliki penampang masukan berbentuk persegi tersebut merupakan kombinasi dari dua pandu gelombang slab dalam arah kedalaman dan lateral. Karenanya struktur pandu gelombang slab dikenal sebagai struktur dasar dari setiap rangkaian optik terintegrasi. Hal penting yang harus diketahui selanjutnya adalah seberapa lebar lapisan pemandu agar pandu gelombang slab dapat menyalurkan energi cahaya dalam satu moda energi untuk setiap panjang gelombang optik yang akan disalurkan. Lebar lapisan pemandu tersebut lazim ditentukan melalui penyelesaian persamaan relasi dispersi, yaitu persamaan yang mengandung hubungan antara parameter-parameter pandu gelombang seperti lebar lapisan pemandu dan nilai indeks bias lapisan-lapisan penyusun, panjang gelombang optik pembawa, dan orde perambatan moda energi. Pada makalah ini diperkenalkan teknik sederhana dalam menormalisasi persamaan relasi dispersi pandu gelombang slab yang terbuat dari bahan optik linier khususnya untuk cahaya yang dirambatkan pada modus transverse magnetic. Normalisasi untuk mendapatkan bentuk persamaan relasi dispersi yang hanya mengandung parameter-parameter tak berdimensi dilakukan dengan memanfaatkan hasil bagi nilai komponen transversal tetapan propagasi cahaya pada daerah film terhadap faktor reduksi intensitas cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat. Dengan bentuk tak berdimensi ini, maka persamaan relasi dispersi pandu gelombang slab modus TM dapat diselesaikan tanpa harus mengetahui parameter-parameter pandu gelombang sebagaimana telah disebutkan di atas. Normalisasi terhadap persamaan relasi dispersi pandu gelombang slab ini pertama kali dikembangkan oleh Kogelnik dkk (1974) dengan menmanfaatkan definisi parameter frekuensi ternormalisasi (V), indeks bias efektif ternormalisasi (b), dan faktor ketaksimetrian indeks bias substrat-kover (a) yang dikembangkannya untuk menjelaskan karakteristik perambatan gelombang optik dengan teknik sinar optik. 2. Persamaan Relasi Dispersi Pandu Gelombang Slab Telah dijelaskan bahwa struktur pandu gelombang slab merupakan struktur dasar dari rangkaian optik terintegrasi. Struktur geometrinya ditunjukkan pada Gambar 1. 72 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 x h/2 -h/2 cover film substrat z y Gambar 1. Struktur geometri pandu gelombang slab Sebagaimana tampak pada Gambar 1, bangun pandu gelombang slab terlihat seperti tumpukan tiga (3) lapisan tipis. Pandu gelombang slab ini secara umum dibuat dengan cara menumbuhkan lapisan tipis (film) berindeks bias nf (sebagai lapisan pemandu cahaya) di atas substrat tertentu berindeks bias ns . Kover lapisan pemandu dapat berupa udara, namun untuk keefektifan pemanduan cahaya, kover umumnya dibuat dari bahan tertentu dengan indeks bias nc yang lebih kecil dari ns dan nf . Hal ini karena menurut hukum pemantulan Snell pamanduan cahaya yang berlangsung karena pemantulan internal total cahaya pada setiap antar muka (bidang batas) bahan penyusun pandu gelombang tersebut hanya terlaksana bila nf > ns > nc . Modus penyaluran energi cahaya melalui pandu gelombang slab dapat dibedakan atas ketegaklurusan arah getar komponen medan listrik atau magnet cahaya terhadap bidang datang cahaya. Modus TE diistilahkan untuk perambatan cahaya yang komponen medan listriknya tegak lurus terhadap bidang datang, sebaliknya istilah modus TM diberikan untuk perambatan cahaya yang komponen medan magnetnya tegak lurus bidang datang. Bidang datang tersebut ditetapkan sebagai bidang yang terletak normal terhadap bidang batas dalam arah perambatan cahaya. Karena itu untuk struktur dalam Gambar 1, bila penyaluran cahaya dilakukan dalam arah sumbu z maka bidang datang cahaya terletak pada bidang x-z karena itu pada modus TM komponen medan magnetnya hanya mengarah sumbu y sehingga H x = H z = 0 . Oleh karena di sepanjang perambatan cahaya komponen medan listrik dan komponen magnetnya adalah saling tegak lurus, maka komponen medan listrik untuk modus TM adalah E x dan E z (dalam hal ini E y = 0 ). Dengan demikian perambatan cahaya untuk modus TM direpresentasikan oleh komponen medan listrik-magnet (H y ,E x ,E z ) . Ketiga komponen medan ini mematuhi persamaan Maxwell, yang menjadi dasar dalam merumuskan persamaan perambatan gelombang elektromagnetik, Persamaan Kedua Maxwell (Tamir,1985) r r j E = − ∇ ×H , (1) εω yaitu β 1 dH y Hy , E x = H , E = − j (2) y z ε 0 n2 ω ε 0 n2 ω dx 73 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 Pada kedua persamaan di atas, ε dan µ masing-masing adalah tetapan Permitivitas dan Permiabilitas bahan (indeks 0 berlaku untuk ruang vakum), n adalah Indeks Bias bahan, ω adalah Frekuensi Cahaya, dan β adalah Tetapan Propagasi Cahaya. Dalam mendapatkan ∂ hubungan dalam Pers.(2) dari Pers.(1) disamping memasukkan = 0 juga menggunakan ∂y asumsi bahwa faktor perambatan medan cahaya mematuhi exp j (ωt − β z ) . Prinsip penting dalam proses penyaluran cahaya dalam bentuk moda-moda energi melalui suatu pandu gelombang adalah tidak adanya energi cahaya yang hilang menuju daerah substat dan kover. Gelombang cahaya yang masuk menuju kedua lapisan di sebelah lapisan pemandu tersebut hanyalah ter-evanescent sehingga terpantul kembali ke daerah lapisan pemandu. Ini berarti dalam arah transversal penampang masukan cahaya medan magnet cahaya modus TM membentuk pola gelombang stasioner. Medan magnet stasioner pada masing-masing lapisan pandu gelombang slab adalah dalam bentuk (Tamir,1985), (Rohedi dkk,2002) H yc ( x ) = H c exp(− γ c [x − h / 2]) cos(k f [x − h / 2] + φc ) H yf ( x ) = H f ⋅ (− 1)m cos(k ( x + h / 2) − φ ) f s H ys ( x ) = H s exp(γ s ( x + h / 2 ) (3) dengan H f adalah amplitudo medan magnet pada lapisan pemandu, H s dan Hc masing-masing adalah medan magnet pada antar muka film-substat dan antar muka film-kover. Tetapan k f , γ s , dan γ c adalah komponen-komponen transversal dari Tetapan Propagasi Cahaya pada masing-masing lapisan, yang terdefinisi sebagai k f = k 0 n2f − N2 (4a) , γ s = k 0 N2 − n2s (4b) , γ c = k 0 N2 − n2c (4c) dengan N = β / k 0 adalah indeks bias efektif lapisan pemandu. Adapun φ s dan φ c masingmasing bersesuaian dengan nilai Pergeseran Fasa Pantulan pada kedua antar muka, dan m adalah orde moda medan cahaya yang dapat terpandu atau tersalurkan,.. Pada proses pemanduan energi cahaya di dalam pandu gelombang slab, medan-medan tangensial (yaitu medan yang sejajar bidang batas) haruslah kontinu pada setiap antar mukanya. Untuk medan modus TM medan tangensial tersebut adalah Hy dan E z . Kontinuitas Hy di x = − h / 2 dan di x = h / 2 memberikan hubungan Hs Hc = (5) cos(φs ) cos(φc ) Sedangkan kontinuitas medan E z sesuai dengan definisinya dalam Pers.(2) menghasilkan definisi atau nilai φs dan φc yang masing-masing adalah Hf = nf 2 γ s φ s = tan 2 k n s f −1 (6a) dan 74 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 n2 γ (6b) φc = tan−1 f 2 c nc k f Kesamaan dua ekspresi medan magnet pada lapisam pemandu menghasilkan Persamaan Relasi Dispersi untuk modus TM (Tamir,1985), (Rohedi dkk, 1998) k f (2h) − 2φs − 2φc = 2mπ (7) dengan m = 0,1,2,3... berutu-turut adalah orde moda gelombang dasar, orde 1 dan seterusnya. Secara fisis persamaan relasi dispersi ini menunjukkan bahwa jumlahan pergeseran fasa lintasan optik dan pergeseran fasa pantulan ketika gelombang optik menumbuk antar muka film-substrat dan film-kover adalah sama dengan kelipatan 2π radian [Rubiyanto dkk,2003]. Selanjutnya dengan menggunakan definisi φ s dalam Pers.(6a), maka hubungan H f dan H s dalam Pers.(5) dapat dituliskan sebagai Hf k f = nf n2 n2 Hs 2f γ 2s + 2s k 2f ns ns nf dan dengan memasukkan k f dan γ s dalam Pers.(4) maka H f n2f − N2 = Hs nf ns (n 2 f ) − n2s q s (8) dengan qs = N2 + N2 −1 (9) 2 2 nf ns Dari Pers.(8) dan Pers.(9) ini maka hasil bagi medan magnet pada antar muka film-substrat terhadap amplitudo medan magnet pada lapisan film didapatkan sebesar 2 2 nf − N Hs = Hf (10) nf 2 2 n f − n s q s ns ( ( ) ) nf n2f − n2s q s dalam hal ini diistilahkan sebagai Faktor Reduksi Amplitudo medan ns magnet cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat. Faktor 3. Normalisasi Persamaan Relasi Dispersi Modus TM Langkah untuk menormalisasi atau menyatakan Persamaan Relasi Dispersi dalam parameter tak berdimensi pada Pers.(7) adalah dengan cara menormalisasi parameter k f h , φ s , dan φc , masing-masing terhadap Faktor Reduksi Amplitude medan magnet cahaya yang ter-evanescent ke daerah substrat. 3a. Normalisasi parameter k f h Upaya untuk menormalisasi k f h dilakukan dengan mengalikan kedua ruas Pers.(4a) dengan h, yaitu k f h = k 0h n2f − N2 75 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 Normalisasi n2f − N2 terhadap suku nf ns ISSN:1829-6513 (n 2 f ) − n2s q s menjadikannya harus ditulis dalam bentuk k f h = k 0h n2f − n2s q s nf ns x (11a) dengan 1 ns n2f − N2 x= q s n f 2 n2f − n2s 2 (11b) Setelah membagi pembilang (11b) dengan 2 menggantikan 1− n2f maka langkah selanjutnya adalah 2 N N dengan − q s sesuai dengan Pers.(9), sehingga 2 2 nf ns N2 − n2s q x = 2s 2 (11c) n f − ns Untuk menjamin suku x ini adalah tak berdimensi maka x harus memiliki angka satuan, hal ini dapat diperoleh dengan cara menambahkan suku n2f − n2f ke bagian pembilang (11c), hasilnya adalah 1 n2fqs − N2 x = 1− (11d) qs n2f − n2s ( ) Oleh karena menurut definisi q s suku n2f q s − N2 sama dengan ( ) n2f 2 2 N − ns , maka dari n2s Pers.(11d) didapatkan hubungan 2 1 ns n2f − N2 x= = 1− b (11e) q s n f 2 n2f − n2s dengan 1 n2f N2 − n2s b= (11f) q s n2s n f 2 − n2s Dengan demikian normalisasi k f h yang dimaksudkan adalah dalam bentuk k f h = V qs nf 1− b ns (11g) dengan V = k 0 h n2f − n2s dikenal sebagai parameter Frekuensi Ternormalisasi. 76 (11h) Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 3b. Normalisasi parameter φ s Langkah normalisasi besaran dengan memasukkan definisi γ s menjadi φ s = tan−1 ISSN:1829-6513 pergeseran fasa pantulan antarmuka film-substrat diawali dan k f dalam Pers(4), ke dalam Pers.(6a), sehingga φ s nf N2 − n2s 4 2 2 ns n f − N 4 (12a) Setelah menormalisasi suku penyebut di bawah tanda akar terhadap nf ns (n 2 f ) − n2s q s , maka Pers.(12a) menjadi φ s = tan −1 n2f N2 − n2s n2s n2f − n2s n2s n2f − N2 n2f n2f − n2s 1 qs 1 qs atau φ s == tan −1 b (1 − b ) (12b) 3c. Normalisasi parameter φ c Pada normalisasi φc setelah memasukkan definisi γ c dan k f ke dalam Pers.(6b) maka φc menjadi n 4 N2 − n2 c φc = tan−1 f 4 2 nc n f − N 2 (13a) Normalisasi suku penyebut di bawah tanda akar terhadap 2 φc = tan −1 2 nf ns 4 nc 1 qs 1 N2 − n2c q s n2f − n2s n2s n2f − N2 n2f n2f − n2s nf ns (n 2 f ) − n2s q s , maka (13b) Dengan menggunakan Pers.(11e), maka Pers.(13b) dapat dituliskan sebagai φc = tan −1 y 1− b dengan 2 2 n f ns 1 N2 − n2c 2 2 (13c) y= 4 nc q s n f − n s Agar pada y terlingkup faktor ketaksimetrian indeks bias substrat-kover yang lazim direpresentasikan dengan suku n2s − n2c , maka ke dalam pembilang Pers.(13c) harus ditambahkan − n2s + n2s , hasilnya 77 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 n4s 1 n2s y =b 4 + a (13d) nc q s n2f dengan faktor ketaksimetrian a terdefinisi sebagai 4 2 2 nf ns − nc (13e) a= 4 2 2 nc nf − ns Selanjutnya dengan menggunakan hubungan (1/ qs )n2s / n2f = (1 − b ) + bn4s / n4f (*) (hubungan (*) ini didapatkan dari Pers.(11e) dan Pers.(11f)), maka Pers.(13d) menjadi n 4s n4s y = a − ab + ab 4 + b 4 (13f) nf nc Bentuk perumusan menjadi lebih sederhana setelah menambahkan suku b − b pada ruas kanan y, yaitu n 4 1 n4 (13g) y = b + a − ab 1 − s4 − s4 n f a nc ns 2 1 n4s dan setelah menyatakan dalam 1 − 2 sesuai dengan definisi parameter a dalam a nc4 nf Pers.(13e) yaitu 2 2 2 1 n4s n s nc n s = + 1 − a nc4 nf 2 nf 2 nf 2 maka y dalam Pers.(13g) dapat dituliskan sebagai y = b + a(1 − bd) , (13h) dengan n 2 n 2 (13i) d = 1 − s 2 1 − c 2 n n f f Dari langkah normalisasi ini maka Pers.(13a) menjadi b + a(1 − bd ) (13j) φ c = tan −1 1 − b 2 Adapun parameter nc pada ruas kanan Pers.(13i) dapat diperoleh dari Pers.(13e) yaitu 2 nf n /n = 2 c 2 f ns / nf 1 − n2s / nf − 1 / 2 2 ( ) (13k) 2 a 1 − n2s / nf Dengan memasukkan k f h dalam Pers.(11g), φ s dalam Pers.(12b), dan φ c dalam Pers.(13j ) ke dalam Pers.(7), maka normalisasi persamaan relasi dispersi untuk modus TM didapatkan dalam bentuk b b + a(1 − bd ) n − tan −1 = mπ (14) V q s f 1 − b − tan −1 1− b n s 1− b Bentuk Persamaan Relasi Dispersi ternormalisasi yang diperoleh sesuai (tepat sama) seperti yang didapatkan oleh Kogelnik dkk (1974). Sebagai perbandingan, bentuk Persamaan Relasi Dispersi untuk modus TE (Tamir,1985) adalah 78 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 b b+a − tan −1 (15a) V 1 − b − tan −1 1 − b = mπ 1− b tetapi dalam hal ini parameter b dan a terdefinisi sebagai N 2 − n2 b = 2 s2 (15b) n f − ns dan 2 2 n −n a = s2 c2 (15c) n f − ns sedangkan definisi parameter Frekuensi Ternormalisasi V sama seperti pada modus TE. Visualisasi dari hubungan dispersi antara nilai V terhadap nilai b untuk kedua modus perambatan TM-TE tersebut ditunjukkan dalam Gambar 4.2. 1 0.9 0.8 a=0 m=0 m=1 0.7 m=2 b 0.6 0.5 0.4 a=1000 a=0 ___ : TM 0.3 .-.-.- : TE 0.2 a=0 0 a=1000 a=1000 0.1 0 2 4 6 8 V 10 12 14 16 Gambar 2. Kurva relasi dispersi pandu gelombang slab modus TM-TE Lebih lanjut dengan menggunakan hasil normalisasi di atas, rumusan komponen transversal dari Tetapan Propagasi Cahaya dalam daerah film, substrat, dan kover dalam bentuk ternormalisasi adalah dalam bentuk : nf V kf = qs 1− b (16a) h ns n V γs = qs s b (16b) h nf γc = n n V qs c c h ns n f b + a(1 − bd ) 79 (16c) Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 Sebagai tambahan, dengan memanfaatkan definisi parameter φs dalam Pers.(12b) dan parameter φc dalam Pers.(13j), maka amplitudo medan magnet yang ter-evanescent ke daerah substrat H s dan ke daerah kover H c dalam Pers.(5) berturut-turut adalah Hs = 1− b (17a) dan 1− b (17b) 1 + a (1 − bd ) Adapun amplitudo medan listrik yang ter-evanescent ke daerah substrat Es dan ke daerah H c = (−1) m kover Ec berturut-turut adalah (Rohedi dkk, 2002) Es = 1 − b (18a) dan Ec = (− 1) m 1− b 1+ a (18b) 4. Kesimpulan Teknik menormalisasi Persamaan Relasi Dispersi Pandu Gelombang Slab modus Transverse Magnetic (modus TM) yang dikembangkan dengan menyatakan persamaan relasi dispersi tersebut dalam pembagian komponen transversal Tetapan Propagasi Cahaya terhadap Faktor Reduksi Amplitudo medan magnet yang ter-evanescent ke daerah substrat, memberikan bentuk yang sesuai (tepat sama) dengan yang didapatkan menggunakan Konsep Sinar Optik. Teknik ini juga sangat ampuh untuk mendapatkan formulasi medan magnet cahaya yang terpandu dalam Pandu Gelombang Slab dalam bentuk ternormalisasi. Daftar Pustaka Gowar (1993), ”Optical Communication System”, Prentice Hall Inc. Govindo P. Agrawal (1992),” Fiber-optic Communication System”, Wiley Son Series in Microwave and Optical Engineering Kogelnik H. dan Ramasvamy (1974), ‘Scalling rules for thin film optical waveguides’, Applied Optic, Vol.13, No.48, pages. 1015-1017. Harsoyono, RE Siregar, and M.O Tjia (2001), “A Studi of Nonlinear Coupling Between Two Identical Planar Waveguide”, Journal Nonlinear Optical Physics and Material. Engineering. Hocker G.H, Burn,WK (1977),”Modes Dispersion in Diffused Channel Waveguides by The Effective Index Method”, Applied Optics 16, pages 113-118. Rubiyanto A. (2001), “Intetgriet Akustooptisches Heterdyne Interferometer”, Dissertation, Univeristaet Paderborn., Paderborn. Rubiyanto A., Rohedi A.Y. (2003), “Buku Ajar Optika Terpadu”, Proyek Due-like Jurusan Fisika FMIPA-ITS. Rohedi,AY, Ketut Rustawan, Mat Nafik (2000), Fauzi Irdiyanto,”Analisis Propagasi Gelombang Optik dalam Pandu Gelombang Slab Taklinier Modus TE/TM”, Laporan Penelitian dengan Dana Duel-like, Jurusan Fisika, FMIPA-ITS. Rohedi AY, G. Yudoyono, Mat Nafik (2002), “ Teknik Penyelesaian Persamaan Helmholtz Pandu Gelombang Slab Step Indeks menggunakan Metode Matrik Karakteristik Lapis Jamak”, Prosiding Simposium Fisika dan Aplikasinya, Jurusan Fisika, FMIPA-ITS. . 80 Prosiding Seminar Nasional Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Graha ITS Surabaya, 16 Juni 2004 ISSN:1829-6513 Rohedi AY (1997), “Perancangan Directional-coupler untuk Aplikasi WDM Stuktur 4x4”, Thesis Magister pada Prodi OEAL UI, Jakarta. Rohedi AY, Arifin Z (1998), ”Penguraian koefisien disperse intra-modal pada pandu gelombang kanal buried dan embedded-strip”, Laporan Penelitian, Lemlit-ITS T,Tamir (1985), “Topic in Applied physics”, chapter 1 , Springer Verlag. 81