15 ISLAM DAN PENDIDIKAN YANG MENCERAHKAN

advertisement
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
ISLAM DAN PENDIDIKAN YANG MENCERAHKAN
(Telaah Surat Al-‘Alaq dan Sejarah Pra Nubuah)
Ahmad Lahmi
Staf Pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
Email: [email protected]
Abstract: This paper will discuss about the Islam as a big religion and brighten education.
Then, this study based on surah al-‘Alaq and History of Muhammad before tobe a Messenger
of God. As for the result of the study signed to Muslim that the surah al-‘Alaq taken the
basics of Islamic education. The Signal is detectable from the key wordsin this surah, for
example; iqra’, rabb, khalaqa, akram, ‘allama and insan. Afterwards, in history of
Muhammad lifetime pre a messenger given us the evidence about the implementation of
education for Muhammad by Allah SWT as the teachers, that it is the meaning of rabb word
realized to sharp Muhammad's soul to be a teacher for his accompanion and ummah
thereupon that we known as the Mecca and Madinah phases.
Keywords: brighten education; Islamic education;
Pendahuluan
Islam dan pencerahan adalah dua hal yang saling berkaitan satu dengan yang lain.
Islam secara bahasa berarti selamat, damai, menentramkan. Sedangkan pencerahan adalah
konten dakwah Islam yang membebaskan manusia dari kungkungan dogma-dogma jahiliyah
yang menyandera akal sehat dan menutup fitrah manusia untuk mendapatkan kebebasan
dalam mengenal arti penting keberadaan dirinya di dunia ini. Oleh sebab itu, antara Islam
dan pencerahan ibarat matahari dan cahayanya. Islam sebagai agama yang memancarkan
cahaya yang mampu mencerahkan umat manusia dengan melepaskan mereka dari selubung
kebodohan sebab dibelokan oleh hawa nafsu yang memperbudak mereka dari fungsi-fungsi
kemanusiaan yang tinggi.
Pencerahan secara semantik berarti proses, cara, atau perbuatan yang mencerahkan.
Pencerahan dimulai dari penyadaran, penyinaran, penerangan dan pembudayaan.1 Pencerahan
disebut juga dengan akal budi yang ditandai oleh penggugatan atas tradisi, penguatan
empirisme dan penalaran ilmiah. Kemudian pencerahan terdorong semangat pembebasan akal
manusia dari penindasan dogma-dogma. Setidaknya, pencerahan merupakan istilah umum
yang luas, terdiri dari empat gugus gagasan utama yang membentuk pencerahan, yaitu akal,
alam, kemajuan dan religiusitas.2
Berdasarkan uraian di atas, ada empat poin gugus yang membentuk pencerahan, yaitu
akal, alam, kemajuan dan religiusitas. Kalau dibagi keempat poin tersebut mewakili unsur
jasmani dan rohani manusia. Artinya, akal merupakan potensi yang dimiliki manusia yang
tidak diberikan kepada makhluk lain, yang mana dapat berkembang kepada tahap paling
tinggi dalam wilayah-wilayah empirik, pun kepada wilayah abstrak bila dibantu oleh agama.
Jadi akal dan agama saling bersinggungan untuk berjalan bersama menuju kebenaran, dengan
15
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
pengecualian agama pemandu tersebut masih murni tanpa dirusak oleh manusia. Alam dan
empirik adalah wilayah akal sekaligus agama di mana alam sebagai medium manusia untuk
mencari kebenaran dengan mengamati dunia empiris yang saling punya keterhubungan atau
kausalitas satu dimensi dengan dimensi lain,baik jasmaniah dengan ruhaniah atau sudut alam
empirik satu dengan sisi empirik yang lain. Hukum kausalitas nama keterhubungan tersebut
dengan bantuan agama akan memacu pencerahan kepada manusia melalui pendidikan.
Surat al-‘Alaq merupakan wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada
Muhammad SAW sebagai penanda kenabian dan kerasulannya. Sebagian besar ulama
sepakat bahwa surat al-Alaq 1-5 adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada
Muhammad SAW saat usia 40 tahun ketika sedang berada di gua Hira, tepatnya pada hari
senin, tanggal 17 Ramadhan dalam hitungan Hijrah.3 Dalam wahyu pertama ayat 1-5 ini
terkandung informasi yang sangat penting dan mendasar bagi umat manusia. Informasi
tersebut berkenaan tentang membaca, meneliti, Rabb (Tuhan), penciptaan manusia (khalaqa),
pendidikan dan pengajaran, insan, ‘alam atau ‘ilmu dan kemuliaan.4
Hakikat pendidikan adalah mengembangkan fungsi-fungsi psikis melalui latihan,
sehingga mencapai kesempurnaan sedikit demi sedikit5 dalam hal kedewasaan dan
kemandirian6. Sebagai pencipta, Allah SWT adalah guru pertama makhluk hidup termasuk
malaikat, manusia, dan jin diajari setahap-setahap menuju kesempurnaan. Khusus kepada
manusia, pendidikan akan menjadikannya dewasa dan mandiri dalam menghadapi
pergumulan kehidupan di dunia. Penulis melalui makalah ini berusaha ingin menjelaskan
bagaimana konsep pendidikan yang mencerahkan telaah atas surat al-Alaq.
Islam dan Pendidikan yang Mencerahkan, Telaah Surat Al-Alaq
Al-‘Alaq merupakan nama surat ke-96, merupakan wahyu pertama yang di turunkan
di Makkah al-Mukarramah di tahun pertama kenabian. Surat al-‘Alaq terdiri 19 ayat secara
keseluruhan. Sedangkan yang pertama turun adalah ayat 1 sampai 5. Adapun telaahan Surat
al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai berikut:
Artinya: 1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2) Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah, 4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, 5) Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat satu; Dalam perintah pertama Allah mengunakan kata fi’il amar (kalimat
perintah), "bacalah!", adalah kalimat perintah yang ditujukan Malaikat Jibril As kepada
Muhammad SAW sewaktu di gua Hira’. Hamka dalam Tafsirnya menjelaskan,
''bacalah!",dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta." Dalam suku pertama saja, yaitu
"bacalah", telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya.
Nabi s.a.w. disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah,
Tuhan yang telah mencipta7. Shihab8 menjelaskan mengapa iqra, merupakan perintah
16
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
pertama yang ditujukan kepada Nabi, padahal beliau seorang ummi (yang tidak pandai
membaca dan menulis)? Mengapa demikian?. Iqra'terambil dari akar kata yang berarti
"menghimpun,"sehingga tidak selalu harus diartikan "membaca teks tertulis dengan aksara
tertentu." Dari "menghimpun"lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti mengetahui ciri sesuatu dan membaca, baik teks tertulis maupun tidak.
Iqra'(Bacalah)! Tetapi apa yang harus dibaca? "Ma aqra'?" tanya Nabi -dalam suatu
riwayat- setelah beliau kepayahan dirangkul dan diperintah membaca oleh malaikat Jibril
A.S.9 Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah menghendaki agar beliau dan umatnya
membaca apa saja, selama bacaan tersebut Bismi Rabbik; dalam arti bermanfaat untuk
kemanusiaan10.
Proses membaca dengan ragam levelnya pertama adalah berguna untuk membuka
cakrawala manusia untuk mengimani Allah sebagai pencipta. Penting mengawali
penjelajahan intelektual dengan niat untuk mencari kebenaran, sehingga dapat memperteguh
keimanan kepada Allah SWT. Kedua, Proses pengembaraan intelektual dalam Islam berarti
selalu melibatkan aspek transcendent sebagai pengarah, dan pembimbing untuk menuntun
kepada hal-hal yang bermanfaat baik dunia maupun akhirat. Kontekstualisasi pendidikan
Islam mengarahkan tujuan pendidikan untuk mencapai falah baik dunia maupun akhirat.
Jika Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk membaca, meneliti, dan
mendalami dengan sungguh-sungguh, muncul pertanyaan; apa yang harus dibaca, diteliti dan
di dalami dengan sungguh-sungguh?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut mesti konsultasi
dengan al-Qur’an dengan merunut ayat-ayat yang menggunakan lafadz iqra’, agar terhindar
dari kerancuan (Anis, 2010: 29).11 Dalam al-Qur’an,lafadziqra’ (dalam bentuk amar)
disebutkan 6 kali, yakni perintah membaca al-Qur’an disebutkan 2 kali dalam Q.S.73:20.
Perintah membaca catatan amal diri sendiri disebutkan dua kali yaitu dalam Q.S.17: 14dan
Q.S. 69:19. Dalam beberapa surat tersebut, Allah menegaskan tentang catatan amal perbuatan
nanti di akhirat dan khusus pada surat yang terakhir di atas tercantum kata ’kitabiyah’
bermakna catatan amal perbuatan di dunia. Perintah membaca yang tidak disertai objek,
disebutkan dua kali yaitu Q.S. 96: 1 dan 3.12
Allah SWT menyuruh hambanya untuk iqra’ dalam berbagai variasinya, yang
bermakna bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah
tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yang tertulis dan tidak tertulis. Proses iqra’
dilakukan dengan sungguh-sungguh kepada membaca al-Qur’an, amal perbuatan,
sebagaimana ungkapan yang terkenal dari ‘Umar bin Khatab; hitung-hitunglah dirimu
sebelum masa penghitungan (tiba hari kiamat) dan membaca ayat kauniyah dalam alam
makro dan mikro.
Selanjutnya kata rabb yang mengiringi kata iqra perlu dilihat sebagai upaya sistematis
dari Allah SWT untuk mengajari manusia mengenai dirinya bahwa pada tingkat awal
manusia hanya dapat mengenali fenomena yang ada dengan memberikan label padanya.
17
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
Fenomena yang ada dibaca oleh manusia secara mendalam menggunakan pisau akal dan
agama kemudian manusia dapat melangkah pada tingkat selanjutnya yaitu mengenali
nomena. Nomena itu sendiri tidak lain pencipta fenomena yang ada yang disebut sebagai
Pencipta.
Ayat dua; Hamka13 menafsirkan, yaitu menciptakan manusia dari segumpal darah.
Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani
si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma
jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui
40 hari, menjadi segumpal daging (mudhghah). Nabi bukanlah seorang yang pandai
membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan
tidak pula pandai membaca yang tertulis. Meskipun demikian, Jibril mendesaknya juga
sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat
itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya
di luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang
menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak
membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-wahyu itu telah
turun kelak, dia akan diberi nama al-Qur’an.
Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: "Bacalah, atas
qudrat-Ku dan iradat-Ku." Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juz Ammanya
menerangkan; `Yaitu Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani,
menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula
menimbulkan kesanggupan membaca pada seorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai
membaca dan menulis. Jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi
disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai
membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa
sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah aI-Insan
al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang
penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain
ialah dengan nama Allah jua.14
Ayat tiga; "Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia." Setelah di ayat yang
pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal
darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedangkan nama Tuhan
yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha
Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada makhluk-Nya.15 Dalam hal ini dapat dimaknai
bahwa Allah SWT memberi sinyal kepada manusia agar sadar bahwa potensi membaca dan
meneliti yang dimilikinya adalah karunia Yang Maha Pemurah. Oleh sebab itu, dalam
menggeluti disiplin apapun, harus memiliki karakter religius.
18
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
Ilmu yang didapat dari membaca, meneliti dan mendalami ayat-ayat Allah SWT
dengan sungguh-sungguh harus diaktualisasikan dalam koridor memberikan manfaat dan
menjunjung tinggi kemuliaan dan kehormatan umat manusia sebagai makhluk yang paling
unggul.16 Setiap muslim harus berkeyakinan bahwa inteligensi yang dimiliki manusia adalah
karunia Allah SWT, kecerdasan manusia adalah pancaran Ilahi pada pikiran manusia, segala
kekuatan alamiah manusia adalah refleksi kekuatan Ilahi pada tataran kekuatan manusia.17
Ayat empat: "Dia yang mengajarkan dengan qalam." Itulah keistimewaan Tuhan itu
lagi. Itulah kemuliaanNya yang tertinggi. Yaitu diajarkanNya kepada manusia berbagai ilmu,
dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan
Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena,di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun
mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan
kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat
difahamkan oleh manusia.18
Selain itu, pada ayat ini Allah SWT menggunakan lafazd ‘allama yang berarti
mengajar. Lafazd ‘allama disebutkan di dalam al-Qur’an berulang kali misalnya; Allah SWT
mengajar kepada Adam, seluruh nama-nama benda dengan segala sifat-sifatnya (Q.S.2:31),
Allah SWT mengajar ilmu pengetahuan (Q.S. 12:68, Q.S.18:65), Allah SWT mengajarkan alQur’an (Q.S.55:2), Rasulullah SAW mengajar kitab dan hikmah (Q.S.5:110), Alah Swt
mengajar manusia apa yang tidak atau belum diketahui (Q.S.2:239), Q.S.4.113, Q.S.96:5),
Allah SWT dengan kalam (Q.S.96:4, Q.S.68:2), Allah mengajar pandai berbicara
(Q.S.55:4).19
Ayat lima "Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu." Lebih dahulu Allah
Ta'ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam
itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula
dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam tangannya;
"llmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat
buruan itu. Oleh sebab itu ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh."
Dalam susunan kelima ayat tersebut, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak
dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia yang
semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dan segumpal mani. Dan
segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan manusia yang diambil dari bumi.
Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai zat yang lain, yang semua diambil dari bumi
yang semuanya ada dalam sayuran, buah-buahan makanan pokok dan daging. Kemudian itu
manusia bertambah besar dan dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya
dengan manusia yang sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai
sambungan dari apa yang terasa dalam hatinya.20
Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan pulalah kepandaian
menulis. Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada
19
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya:
"Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat
ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala
cabang dan bahagiannya. Dengan itu pula dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang
hari.21
Islam dan Pendidikan dalam Bingkai Sejarah
Sebelum nubuah tentunya proses pendidikan telah berlangsung kepada Muhammad
SAW sebagai seorang utusan juga sebagai Guru umatnya kelak, yang menjadi gurunya ialah
Allah SWT. Melihat konsep pendidikan sebelum nubuah ini dapat ditinjau dari makna kata
rabb, di mana kata tersebut merupakan kosa kata awal pendekatan dan pengenalan yang
digunakan Allah SWT kepada Muhammad SAW dalam wahyu pertama. Kata Rabb yang
digunakan Allah dalam mengenalkan diri-Nya kepada makhluk-Nya pada permulaan ayat
seakar dengan kata rabb-yarubb atau yarbu yang mengandung arti memelihara, mendidik,
menumbuhkan dan memiliki.22
Dengan memperhatikan suratini dapat dilihat bahwa pada dasarnya setiap manusia
telah dididik oleh Allah SWT termasuk Muhammad SAW sebagai seorang nabi di zamannya,
seperti yang diistilahkan oleh Ali23, sebagai masa kebobrokan dan menjijikan. Allah SWT
menjaga kesucian jiwa Muhammad SAW dengan tidak diberikan ketertarikan kepada model
tradisi masyarakat Arab yang jahiliyah. Allah SWT mendidiknya untuk menjadi manusia
yang berperangai lemah lembut, tegas dan peduli kepada orang papa (mustad’afin).
Menuntun beliau untuk dapat menyelisihi kebiasaan buruk masyarakat, di samping
senantiasa melakukan perjalanan pengasingan ketempat sunyi di luar kota Makkah tepat di
gua Hira’.
Kalau dilihat melalui pendekatan pedagogik modern bahwa lika-liku kehidupan mulai
lahir yatim, piatu, menggembala kambing, berdagang, berperang, anggota aliansi kabilah,
hidup dalam asuhan kerabatnya baik ibu susuan, kakek yang bijaksana atau paman yang
bersahaja dan sebagainya adalah proses pendidikan yang sedang dijalankannya. Dalam ilmu
pendagogik menyatakan kurikulum tersebut merupakan semua upaya yang dilakukan
(menggunakan sarana, prasarana, proses dan sebagainya) yang mengantarkan kepada tujuan
pendidikan.24
Pengalaman merupakan apa yang diberikan oleh guru (Allah SWT) kepada muridnya
(Muhammad SAW) merupakan bagian proses pendidikan dan pembelajaran dalam dimensi
pendidikan mental (afektif).25 Dalam konteks ini kegiatan pendidikan disebut sebagai role
playing atau bermain peran, di mana Muhammad SAW bermain peran dalam drama
kehidupan yang dirancang langsung oleh Allah SWT sebagai persiapan untuk menjadi guru
dikemudian hari (saat periode nubuah datang). Dalam kata lain apa yang dialami oleh
Muhammad SAW mulai lahir dengan kondisi-kondisi yang menyertainya sebelum nubuah
20
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
adalah kegiatan pendidikan. Namun pendidikan itu dititik beratkan pada penguatan aspek
afektif yaitu rasa, moral, nilai dan sebagainya dari kehidupan yang dijalaninya26
Kalau disimak periode pendidikan yang diberikan oleh Allah SWT kepada
Muhammad SAW, untuk mendidik aspek afektif ini berlangsung selama empat puluh tahun,
yaitu 12 Rabiul Awwal tahun Gajah hingga usia empat puluh tahun sebelum menjadi rasul
pada malam Senin 17 Ramadhan tahun 13 sebelum Hijriah, bertepatan dengan 6 Agustus 610
Masehi diwaktu sedang berkhalwat di gua Hira’ berarti lebih lama ketika pendidikan pasca
nubuah selama 23 tahun saja.27 Menurut hemat penulis dalam kategori pedagogik modern
rentang ba’danubuah sudah memasuki fase pendidikan aspek kognitif yaitu dengan
diturunkannya wahyu pertama yang menyuruh membaca, atau iqra’. Dalam pendidikan
modern membaca merupakan bagian kerja kognitif dalam proses pendidikan atau
pembelajaran dilembaga-lembaga pendidikan (sekolah).
Jadi, bila berkaca melalui sirah at-tarbiyatu al nabawiyah bahwa, pendidikan afektif
memang mendapatkan porsi yang lebih besar dibanding kognitif. Itu menunjukkan jauh
sebelum lahirnya Miskawih (932 M/320 H-1030 M/412 H) dengan konsep pendidikan
akhlaknya pada masa Abbasiyah dalam kendali Persia di Bagdad.28 Dengan memperhatikan
konsep Pendidikan Karakter (Educating for Character) Thomas Lickona, sebenarnya, jauh
sebelum umat Islam telah diisyaratkan Allah SWT melalui bentangan sejarah hidup
Rasulullah SAW sebagai model bangunan pendidikan Islam. Hal tersebut dapat dibaca
disimak pada karya kedua ahli di atas, yang menegaskan, bahwa pendidikan merupakan
proses pembentukan akhlak atau moral peserta didik.
Kenyataan tersebut tentunya sangat jauh berbeda dengan kebanyakan model
pendidikan modern yang justeru lebih diarahkan pada pendidikan aspek kognitif. Menurut
hemat penulis apa yang berlaku, boleh jadi disebabkan pemahaman praktisi pendidikan
terhadap kurikulum yang lebih memaknai sebagai mata pelajaran di satu sisi. Di samping
karena kepribadian guru-guru yang ada belum begitu baik, atau juga dapat diakibatkan karena
profesi guru masih sebagai tempat pelarian pekerjaan.
Pendidikan pasca nubuah mengisaratkan bahwa perintah iqra' merupakan kerja
kognitif dan afektif (penggabungan) mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya, di
mana akan menghimpun berbagai aspek yang ada dalam diri manusia, meliputi: indra,
fikiran, perasaan, memori, kreatifitas, dan kemauan. Kegiatan membaca yang dikehendaki
wahyu pertama ini bukan sekedar mengucapkan atau melafazkan, namun membaca dan
meneliti ayat-ayat Allah, yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan mendalam serta
melibatkan berbagai aspek yang komplit dalam diri manusia. Ini berarti merupakan proses
kegiatan mental yang tinggi.29 Demikian terpadu dalam perintah ini segala macam cara yang
dapat ditempuh manusia untuk meningkatkan
Tipikal pendidikan sesuai dalam wahyu pertama ini menurut hemat penulis berkaitan
dengan pendidikan kognitif dan afektif di mana telah ada dalam rentang proses pendidikan di
21
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
lembaga Islam klasik hingga pertengahan. Di mana kegitan iqra’ dalam ragam pengertiannya
ditujukan untuk mengeksplorasi alam, dengan tujuan untuk mencari rahasia-rahasia alam
demi kemaslahatan umat manusia, di samping aspek tertinggi dari tujuan itu adalah
meningkatkan keimanan kepada Allah SWT. Itulah pesan yang ditancapkan oleh Allah SWT
pada ayat ketiga, di mana Allah SWT mengulang iqra’ dengan nama Allah yang Maha Mulia
(ikram).
Kenyataan bahwa pendidikan adalah untuk menjadikan manusia mulia di sisiNya
yaitu sesuai dengan posisi yang diberikan Allah SWT bahwa manusia telah dimuliakan dalam
penciptaan pertamanya. Oleh sebab itu dengan ilmu pengetahuan hendaknya manusia
menjadi lebih shaleh bukan menjadi durhaka, karena dengan kemampuan yang diberikan oleh
Allah SWT berupa akal, indra dan potensi iman dapat menyingkap rahasia-rahasia ilahi
dalam jagad raya ini sehingga lebih dekat dengan-Nya melalui pelaksanaan semua perintah
dan menjauhi larangannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa Islam dan pendidikan tidak
dapat dipisahkan, karena memang pendidikan menjadi salah satu instrumen utama yang
digunakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, pun yang digunakan Nabi
Muhammad SAW dalam mengembangkan Islam mulai saat di Makkah hingga di Kota
Madinah al-Munawarah.30 Kemudian, setelah beliau wafat aktivitas pendidikan dilanjutkan
oleh para sahabat-sahabat beliau yang mulia.
Bahwa proses pendidikan bermula dengan pendidikan calon guru yang akan menjadi
ujung tombak pendidikan. Kualitas pendidikan sebagian besarnya ditentukan oleh kualitas
gurunya. Dalam konteks ini, calon guru yang akan mendidik umat manusia ialah Nabi
Muhammad SAW, di mana langsung ditarbiyah oleh Allah SWT. Tentu saja, kualitasnya
sangat luar biasa, yang mampu menembus relung-relung zaman. Kemudian Rasulullah
menjadi seorang pendidik kepada para sahabat-sahabatnya31 di mana kualitasnya juga tentu
saja tidak dapat ditandingi oleh orang yang datang sesudah beliau.
Pendidikan yang Mencerahkan
Pencerahan secara semantik berarti proses, cara, atau perbuatan yang mencerahkan.
Pencerahan dimulai dari penyadaran, penyinaran, penerangan dan pembudayaan.32
Pencerahan disebut juga dengan akal budi yang ditandai oleh penggugatan atas tradisi,
penguatan empirisme dan penalaran ilmiah.33
Kemudian pencerahan terdorong semangat pembebasan akal manusia dari penindasan
dogma-dogma. Setidaknya, pencerahan merupakan istilah umum yang luas, terdiri dari empat
gugus gagasan utama yang membentuk pencerahan, yaitu akal, alam, kemajuan dan
religiusitas.34 Locke (1690) dalam essay Concerning Human Under Standing, menyediakan
pondasi filsafat dan psikologis tupian philosophies, yaitu propagandis, penyebar gagasan
filsafat. Maksudnya untuk membangun iman terhadap akal.35
22
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
Akal merupakan jalinan daya pikir dan rasa.36 Daya pikir berarti kerja otak dengan
sumber informasinya terdiri dari panca indera, sedangkan rasa sumber informasinya adalah
qalbu atau hati. Maka, ketika keduanya sejalan, kemudian akal melahirkan kecerahan kepada
diri seseorang. Melalui daya pikirnya, ia mampu melihat alam makro dan mikro sebagai
sebuah wadah yang perlu dicari rahasia-rahasianya untuk memudahkan kehidupan. Kemudian
dengan ‘rasa’ ia mampu merasakan kehadiran kekuatan yang Maha Besar dalam apa yang
ada disekelilinganya termasuk pada dirinya sendiri. Di dalam proses pendidikan, pencerahan
bararti tercapainya standar mutu dari pelayanan yang menyamai atau melebihi kebutuhan dan
harapan dari yang membutuhkan.
Rekonstruksi pendidikan yang mencerahkan berdasarkan beberapa kata kunci yang
telah diuraikan di atas, pertama berangkat pada kenyataan akan kemampuan manusia dalam
mengenal sesuatu berdasarkan fenomena yang ada di semesta ini. Konsekwensi logis dari
pengenalan pertama Allah SWT kepada manusia menggunakan kata rabb. Kata Rabb
memiliki ragam makna yang semuanya hampir mempunyai pengertian mengenalan atas
dirinya dengan proses fenomena alam untuk selanjutnya bisa mengenali Allah SWT lebih
dekat sebagai nomena. Jadi pendidikan Islam diarahkan untuk membantu anak didik atau
manusia mengenali penomena, dengan cara membaca atau iqra’ dengan beragam
tingkatannya sehingga pada tahap terakhir meningkat kepada pencapaian kecerahan karena
‘bertemu’ dengan nomena. Kedua khalaqa, yang bermakna manusian kreatif yang mampu
melampui keterbatasan dengan terus mengembangkan potensi akal dengan mempelajari
segala sesuatu baik diri sendiri atau alam di luarnya.
Kemampuan keluar dari keterbatasan ini menunjukan manusia disebut juga sebagai
makhluk budaya, atau berbudaya yang selalu mengembangkan tatatanan sosial agar dapat
memudahkan jalan hidupnya. Ketiga, ‘alam atau ilmu, memberikan sinyal bahwa manusia
dengan potensinya yang unik adalah mampu mengenali tanda, membuat tanda dan
mengeksplorasi tanda atau ilmu pengetahuan, dengan kata lain, manusia dimamis untuk
memproduksi pengetahuan sampai batas yang tinggi. Jadi,pendidikan Islam diarahkan untuk
memanfaatkan potensi dasar yang ada pada manusia dengan selalu memberikan stimulus
kepada anak didik agar potensi tersebut terus berkembang. Kemudian, Insan yang berarti
manusia secara menyeluruh, punya perangkat keras yaitu jasmaniah dan lunak yakni jiwa.
Manusia sebagai makhluk duo dimensional adalah mempunyai kemampuan melihat tandatanda alam sebagai ilmu baik abstrak maupun konkrit dengan menggunakan mata hati dan
mata batin, selain itu, tipikal insan ini menunjukan bahwa manusia sebagai makhuk moral
dan etik serta mampu menambah pengetahuannya dengan kemampuan melihat tanda-tanda
alam baik secara mata telanjang maupun mata batin.
Selanjutnya, implikasi iqra’ pada wahyu pertama ini dalam kehidupan masyarakat
Arab, tentu sudah di atas kebutuhan yang mereka tidak fikirkan karena terkungkung oleh
dogma-dogma. Ini kemudian dapat dilihat obor pencerahan terus-menerus terpancar beberapa
23
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
abad dari tanah Jazirah, baik ilmu pengetahuan maupun teologis. Dengan adanya letupan
pecerahan dari negeri Arablah Barat mendapatkan manfaat besar hingga hari ini.
Tafsir ayat ini, menyatakan bahwa perintah iqra’ sebuah lonceng permulaan revolusi
kemajuan umat manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.37 Hal ini beralasan
sebab perintah iqra’ turun di tengah zaman di mana orang Arab menganggap orang yang
pandai menulis adalah orang yang lemah dan rendah mutunya, karena dianggap lemah
intelektual (hafalan) justru orang hebat ialah mereka yang tidak memerlukan tulisan akan
tetapi cukup dengan menghafal di luar kepala. Kemampuan menghafal merupakan sebuah
kebanggaan Arab kala itu.38 Sudah sangat mahfum sekali para cendikia Arab kala itu mampu
menghafal ribuan syair-syair klasik dan silsilah keturunan bangsa Arab di luar kepala. Di
antara para sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai kemampuan ini adalah Abu
Bakar as-Siddiq radiallau ‘anhu.
Memang sama halnya dengan Islam itu sendiri yang dianggap aneh dikala
kedatangannya, maka pesan iqra’ dalam wahyu pertama ini juga dianggap aneh dan sangat
bertentangan dengan tradisi keilmuan waktu ia turun. Padahal pesan iqra’ tersebut
merupakan pondasi pencerahan di masa depan. Melalui iqra’ ini Allah SWT mengajarkan
kepada manusia pentingnya mendokumentasikan (menuliskan) setiap ilmu pengetahuan yang
telah diperoleh untuk dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Kemampuan literasi
hanya ada diajarkan langsung oleh Allah SWT kepada Nabi sebagai sebuah perintah dan ini
tidak didapatkan kepada kitab-kitab lainnya. Iqra’ merupakan instrumen peradaban modern
yang melembaga.
Melalui perintah ini, Islam dan peradabannya mampu bertahan ribuan tahun sebagai
pemimpin dunia. Pendidikan yang dibangun Rasulullah SAW mengemban konsep
pencerahan. Pencerahan jiwa manusia, membersihkan fitrah manusia dari belenggu dunia
yang senantiasa menutup jalan untuk menerima kebenaran. Ini dapat dilihat dari tujuan
pendidikan Islam yaitu pengabdian kepada Allah SWT. Pengabdian hanya dapat terlaksana
jika jiwa manusia bersih dari dosa-dosa akibat kelalainnya mengejar dunia yang berlebihan.
Tujuan pendidikan Islam bukan hendak mencapai ilmu hanya untuk ilmu yang
kemudian dikekalkan dalam otak, akan tetapi adalah bertujuan ingin mendekati kebenaran.
Oleh karena itu, ilmu apapun itu, mesti berbasis religiusitas. Oleh karena itu, dapat dikatakan
pendidikan Islam bermaksud mengembalikan dan mempertahankan fitrah manusia yang
selalu mencari kebenaran, baik melalui proses ritualistik keagamaan maupun dengan cara
mengeksplorasi alam dengan kemampuan iqra’ yang dimiliki manusia. Pendek kata,
pendidikan Islam ialah pengupayaan keseimbangan antara kebutuhan jiwa dan raga serta
dunia dan akhirat. Dengan jalan demikianlah kosep pendidikan yang mencerahkan.
24
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
Penutup
Islam pada surat al-Alaq memiliki konsep pendidikan mencerahkan kehidupan
manusia dengan cara memberantas sekat-sekat kejahilan manusia karena ditutupi oleh
dogma-dogma yang menyelubungi akal dan fitrah manusia. Pendidikan yang mencerakan
adalah membebaskan manusia dari potensi buruk hawa nafsu dengan mengembangkan
kemampuan membaca fenomena alam sebagai tanda adanya fenomena yang sejati yaitu Allah
SWT. Pendidikan yang mencerahkan adalah pendidikan yang memperkenalkan kepada
fenomena yang memiliki kehendak mengizinkan atau menolak. Pendidikan yang mencerakan
adalah pendidikan yang melestasikan nilai moral dan etika yang menyelamatkan diri dan
lingkungan yang menyesatkan. Pendidikan yang mecerahkan pada surat Al-Alaq perlu
kontekstualisasikan pada segala jenis pendidikan baik formal, informal maupun nonformal
dan segala jenjang pendidikan mulai dari pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi.
Catatan Akhir
1
Tersedia Online dalam http://m.arti-361446-Pencerahan.html. diakses 23-12-2015
Tersedia Online dalam http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-abad-pencerahan atau abad
akal budi/. diakses 23-12-2015
3
Syaikh Syafiyyur Rahman Mubarakfuri, Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah, Terj. Abdullah
Haidar, (Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang al-Sulay, 2005), h.19
4
M. Anis, “Tafsir Ayat Pendidikan, Wahyu Pertama Sebagai Lonceng Kemajuan Peradaban Ummat
Manusia” dalam Ontologi Kependidikan Islam Kajian Pemikiran Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), h.
25
5
Jamil Shaliba, al-Mu’jam al-Falsafi, Jilid I, (Al-Lubnani: Dar al-Kitab, 1978), h.266
6
Kartini Kartono, Pengantar Mendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan? (Bandung:
CV. Mandar Maju, 1992), h.22
7
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz X, Cet. I, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982), h. 89
8
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir; Maudhu’I atas Belbagai Persoalan Ummat, Cet. 13,
(Jakarta: Mizan, 1996), h.5
9
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30, Terj., (Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004), hh. 503-504, lihat
juga Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, Terj., Margono dan Kamilah, (Yogyakarta: Penerbit Navila, 2008),
h.21
10
M. Quraish Shihab, OpCit
11
M. Anis, OpCit, h.29
12
Ibid, h.30
13
Hamka, OpCit, h.99
14
Ibid, h.100
15
Ibid
16
M. Anis, OpCit, hh.44-45
17
Sayyed Hoesein Nasr, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Tp, 2005), h.125
18
Hamka, OpCit, h.100
19
M. Anis, OpCit, h.47, liat juga Ahmad Tafsir, Ilmu Penddidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 1992), h.36
20
Hamka, OpCit, h.100
21
Ibid
22
Luis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lughah, (Beirut: Dar al Masyrik, 1977), h.247
23
M.Ali, OpCit, h.14
2
25
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
24
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.478, lihat juga Ahmad Tafsir, Ilmu Penddidikan dalam Perspektif Islam,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), h.53
25
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam;Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global,
(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2014), hh.203-204, lihat juga Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan
Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hh.10-11
26
Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan Agama¸ Cet. Ke-3, (Jakarta: Bulan
Bintang 1992)
27
Siti Maryam, Dkk, Sejarah Peradaban Islam Masa Klasik hingga Modern, Cet. III, (Yogyakarta:
LESFI, 2009), h.24
28
Boer, T.J de, Tarikh al-Falsafah fi al-Islam, Terj. Muh. al-Hadi Abu Ridah, (Kairo: Maktabah al
Nahdlah al-Mishriyyah. Tt), h.73
29
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985), h.34
30
Iskandar Engku dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), hh.6-7
31
Muhammad Zaairul Haq, Muhammad SAW Sebagai Guru, (Bantul: Kreasi Wacana, 2010), hh.213239
32
Tersedia Online dalam http://m.arti-361446-Pencerahan.html. diakses 23-21-2015
33
Tersedia Online dalam http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-abad-pencerahan atau abad
akal budi/, diakses 23-21-2015
34
Tersedia Online dalam http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-abad-pencerahan atau abad
akal budi/, diakses 23-12-2015
35
Tersedia Online dalam http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-abad-pencerahan atau abad
akal budi/, diakses 23-21-2015
36
Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan Agama¸ Cet. Ke-3, (Jakarta: Bulan
Bintang 1992), h.6
37
M. Anis, Opcit, h.52
38
Karen Amstrong, Muhammad Sang Nabi, Cet. 7 (Surabaya: Risalah Gusti, 2012)
Daftar Pustaka
al-Attas, Naquib, Aims and Objectives of Islamic Education, Jeddah: Hodder and Stoughton,
1977
Ali, Syed Ameer, The Spirit of Islam, Terj., Margono & Kamilah, Yogyakarta: Penerbit
Navila, 2008
al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan
Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Logos Wacana ILmu, 1999
Amstrong, Karen, Muhammad Sang Nabi, Surabaya: Risalah Gusti, 2012, cet. 7
Anis,M., “Tafsir Ayat Pendidikan, Wahyu Pertama Sebagai Lonceng Kemajuan Peradaban
Ummat Manusia” dalam Ontologi Kependidikan Islam Kajian Pemikiran Pendidikan
Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, Yogyakarta: Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
Boer, T.J de, Tarikh al-Falsafah fi al-Islam, Terj. Muh. al-Hadi Abu Ridah, Kairo Maktabah
al Nahdlah al-Mishriyyah. Tt.
Dahar, Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2011
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Engku, Iskandar dan Siti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014
26
STUDIA DIDAKTIKA
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Vol.10 No.1 Tahun 2016 ISSN 1978-8169
Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz X, Cet. Pertama, Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1982
Haq, Muhammad Zaairul, Muhammad SAW Sebagai Guru, Bantul: Kreasi Wacana, 2010
Ilyasin, Mukhamad, Seni Mendidik Dalam Pendidikan; Improvisasi Memanusiakan Manusia
via Pendidikan, Yogyakarta: Obsolute Media, 2011
Kartono, Kartini, PengantarMendidik Teoritis: Apakah Pendidikan Masih Diperlukan?,
Bandung: CV, Mandar Maju, 1992
Katsir, Ibnu, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 30, Terj., Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004
Langgulung, Hasan, Pendidikan dan Peradaban Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985
Ma’luf, Luis, al-Munjid fi al-Lughah, Beirut: Dar al Masyrik, 1977
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam;Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus
Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2014
Maryam, Siti Dkk, Sejarah Peradaban Islam Masa klasik hingga Modern, Yogyakarta:
LESFI, 2009), Cet, III
Mubarakfuri, Syaikh Syafiyyur Rahman, Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah, Terj.
Abdullah Haidar, Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi Pendatang al-Sulay,
2005
Nasr, Sayyed Hoesein, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Tp, 2005
Shaliba, Jamil, al-Mu’jam al-Falsafi, Al-Lubnani: Dar al-Kitab, 1978, jilid I,
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an Tafsir; Maudhu’I atas Belbagai Persoalan Ummat,
Cet. 13, Jakarta: Mizan, 1996
_______, Tafsir al-Misbah, vol. 17, Jakarta: Lantera Hati, 2006
Sidigizalba, Ilmu, Filsafat, dan Islam tentang manusia dan Agama¸ Jakarta: Bulan Bintang
1992, cet, 3
Suyudi, H.M., Rancang Bangunan Pendidikan Islam; Dalam perbincangan Normatif,
Filosofis, dan Historis, Yogyakarta: Penerbit Belukar, 2014
Tafsir, Ahmad, Ilmu Penddidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1992
Website:
http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-arti-abad-pencerahan atau abad akal budi/.
diakses 23-12-2015
http://m.arti-361446-Pencerahan.html. diakses 23-12-2015
https://jodenmot.wordpress.com/2012/12/26/konsep-mutu-pendidikan/, diakses, 23-12-2015
27
Download