Ringkasan Khotbah

advertisement
Ibr 4:12 Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh,
sendi–sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan
Ringkasan Khotbah
Jilid 2
G E R E J A R E F O R M E D I N JI LI I N D O N E S I A
S
SU
UR
RA
AB
BA
AY
YA
A--A
AN
ND
DH
HIIK
KA
A
Ringkasan Khotbah adalah penerbitan dari
Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275
Transkrip ringkasan-ringkasan ini dikerjakan oleh jumahat GRII-Surabaya dan belum diperiksa oleh pengkhotbahnya
Bentuk penerbitan Ringkasan Khotbah diusahakan oleh Pieter Kuiper (the Netherlands)
[email protected]
Copyright transkrip ada di pihak Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika
www.imansejati.net
I
Daftar
Halaman
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
32
36
40
43
46
50
53
56
60
63
67
70
73
77
81
84
87
91
95
98
102
106
110
113
116
120
124
128
132
135
139
142
146
150
154
160
164
Isi
Judul
Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah!
Si jahat musuh benar
Perlengkapan senjata esensial
Baju Zirah keadilan
Injil damai sejaterah
Perisai iman
Ketopong keselamatan
Pedang Roh
Berdoa senantiasa
Doa dan pelayanan
Keharusan persekutuan seorang dengan yang lain
Ringkasan Khotbah
Kitab
Ayat
Kitab
Efesus 6
10-17
Efesus 6
10-17
Efesus 6
14
Efesus 6
14
Efesus 6
15
Efesus 6
16
Efesus 6
17
Yohanes 10
Efesus 6
17
Efesus 6
18-19
Efesus 6
19-20
Efesus 6
21-24
Memuliakan Allah`dan berbahagia di dalam Dia Yeremia 32 40-41 Mazmur 63
Keterbukaan seluruh hati kepada Allah
Matius 6
5-15
Kepastian keselamatan
Ibrani 5
11-14 Ibrani 9
Kristus terang dunia
Yohanes 1
1-12 Yohanes 12
Kristus mengambil rupa seorang hamba
Filipi 2
5-11
Kasih di bukit Golgota
1 Kor. 15
1-11
Sukacita dan kerohanian kristen
Nehemia 8
9-12 Filipi 4
Dosa Nadab dan Abihu
Imamat 9
22
Imamat 10
Pengajaran oleh menara Babel
Kejadian 11
1-9 Kejadian 11
Kristus: Jalan menuju Kerajaan Allah
Yohanes 6
32-40
Menganut Kristus
Lukas 9
57-62
Kekejian bagi Tuhan
Ulangan 18 9-14 Yohanes 8
Berbahagialah orang yang menjadi pelaku Firman Yakobus 1
21-25
Penyesalan sejati
Yoel 1
4-5 Yoel 2
Kuasa Injil
Markus 16
1-8
Kesempurnaan kasih
1 Kor. 13
1-13
Menang atas ketakutan
Matius 10
26-31 Amsal 29
Persembahan dan ibadah
Roma 11
36
Roma 12
Persembahan dan korban
Ibrani 5
1-4
Persembahan dan perpuluhan
Kejadian 14 18-20 Ibrani 7
Pesembahan dan berkat
Mal. 3
10-12
Pelayanan yang mempermuliakan Tuhan
Yohanes 13 31-35
Kasih sejati
Yohanes 13 34-35
Undangan sejahtera Yesus
Matius 11
25-30
Bayangan Golgota dalam peristiwa Natal
Matius 2
11
Matius 2
Jalan hidup yang penuh kemenangan bersama Tuhan
Filipi 4
11-13 Roma 8
Motivasi dosa, dan perlunya pertobatan
Lukas 9
46-48 Yohanes 21
Masa dan harapan
Yohanes 14
1-3
Kehilangan tinjauan rohani
Yohanes 14 4-14
Fokus hidup
Yohanes 14
5-7
Kriteria dasar pengetahuan adalah takut akan Tuhan
Yohanes 14 8-14
Kristus telah meniadakan Diri
Yohanes 14 10-14 Matius 7
Mengasihi Tuhan dan memegang perintah-Nya
Yohanes 14 15, 17, 21
Doktrin Roh Kudus
Yohanes 14 15-17
Immanuel
Yohanes 14 18-20
Roh Kudus dan pengajaran iman
Yohanes 14 25-26
Jilid 2
Ayat
Kitab
Ayat
27-30
1-9
Mazmur 16
11
26-28 1 Yoh.5
35
Mazmur 36
11-13
9
4
5
Imamat 10
16-19
8-11
44
12-14
25
1
Wahyu 21
1-3
Mal. 3
17-18 Lukas 2
37
2 Kor. 2
17-18
21-23 Amsal 22
8
8-12
34-35
14
29
II
Daftar
Halaman
168
171
175
178
181
185
Isi
Judul
Kitab
Perdamaian yang sejati
Aku datang kembali kepadamu
Esensi iman
Kepercayaan sejati
Ketergantungan manusia kepada Allah
Kristus mencapai kemenangan
Yohanes 14
Yohanes 14
Yohanes 14
Yohanes 14
1 Raja-R. 18
Yohanes 20
Matius 16
Mazmur 90
188 Mengikut Yesus tidak dapat tanpa menyangkal diri
192 Kuasa penebusan Allah terhadap kehidupan manusia
197
200
204
207
210
214
218
221
224
228
232
236
240
243
247
251
255
260
265
269
281
284
290
295
299
315
325
329
333
337
343
347
351
355
359
364
368
373
377
Ringkasan Khotbah
Dosa dan keselamatan
Mengikut Yesus
Bapa Kulah pengusahanya
Dipilih untuk berbuah
Carang yang sejati
Hidup yang bebuah
Di luar Kristus kamu tidak dapat bebuat apa-apa
"Mintalah apa saja …."
Kemerdekaan di dalam Kristus
Hal mengeraskan hati
Gereja dan kasih karunia Allah
Pembangunan tubuh Kristus
Panggilan hidup kudus
Kehidupan yang ditopan anugerah Allah
Reformasi, Injil dan Taurat
Reformed Theology, kuasa pemberitaan Injil
Agama sejati adalah karya Allah Tritunggal
Yesus terang dunia
Demensi doa
Mengasihi, mematuhi dan bersukacita
Iman, pengaharapan dan kasih
Yesus, Gembala yang baik
Hidup di tengah masyarakat sekuler
Hamba dan sahabat
Allah memilih umat-Nya
Kasih dan benci
Kebencian tanpa alasan
Perintah untuk bersaksi
Kasih yang dipulihkan
Kerohanian dan vitalitas hidup kristen
Nilai pengorbanan Kristus
Pengharapan Paskah
Daya utama peristiwa Pentakosta
Daya utama pendidikan
Melakukan kehendak Allah
Penyembahan dari lubuk hati
Orang benar akan hidup oleh iman
Perumpamaan penabur
Dua pesan terakhir Yusuf
Ayat
Kitab
27
28-29 Lukas 22
29
29-31
21
Yesaya 29
30-31
24-27 Lukas 14
23-24
Markus 10 17-31
Yohanes 15
1-8
Yohanes 15 9-17
Yohanes 15
1-3
Yohanes 15
4-7
Yohanes 15
5-6
Yohanes 15
7-8
Yohanes 8
30-36
2 Tim. 3
16
Efesus 5
25b-27
Efesus 5
25b-27
1 Petr. 1
13-16
Amos 4
11
Galatia 3
1-14
Yohanes 16
33
Roma 7
13-26
Yesaya 9
1, 6
Matius 6
5-7
Yohanes 15 9-11
Roma 9
11-32
Yohanes 10 1-18
Ester 3
13-15
Yohanes 15 12-15
Yohanes 15 15-17
Yohanes 15 17-19
Yohanes 15 22-25
Yohanes 15 26-27
Yohanes 21
1-3
Bilangan 13-14
Roma 5
6-8
Roma 8
31-39
Kisah 1
8
Kisah 1
4
Yohanes 2
15-17
Yohanes 18
28
Roma 1
17
Matius 13
1-11
Kejadian 50 22-26
Jilid 2
Ayat
Kitab
Ayat
14-20
13
26-27
Roma 3
Matius 7
Matius 7
15-23
15-23
Galatia 5
Kel. 5
Yohanes 1
Efesus 4
1, 13
1 Petrus 2
Kel. 7-14
14, 17 Yer.18
11-13
16
1-6
26
1 Kor. 15
10
Yohanes 14
Roma 8
Yohanes 1
27
1-11
4-5
Yesaya 53
3-6
Yohanes 8
12
Yohanes 10
Ester 4
26-30
1-14
Yohanes 21
10-19
Kisah 2
Kisah 2
Yohanes 4
4
4
34
Kisah 2
Yohanes 6
36-38
38
Yesaya 44
Matius 13
28-30
Keluaran 13
19
Ibrani 11
22
III
Daftar
Halaman
381
385
389
393
397
401
405
409
411
415
419
423
427
431
435
439
443
447
451
455
476
461
485
489
495
499
504
508
522
526
529
533
537
545
549
553
557
571
576
580
585
590
595
600
606
611
616
Isi
Judul
Kota Allah versus kota dunia
Keselamatan: sebuah paradigma baru
Natal dan keselamatan
Natal dan berkat
Natal dan penyembahan
Ringkasan Khotbah
Kitab
Kejadian 4
Yohanes 12
Lukas 1
Lukas 1
Lukas 1
Belajar dari teman-teman Ayub
Ayub 2
Iman dan penderitaan
Yohanes 15
Keharusan mutlak Kedatangan Roh Kudus
Yohanes 16
Insaf akan dosa
Yohanes 16
Insaf akan kebenaran
Yohanes 16
Insaf akan penghakiman
Yohanes 16
Roh kebenaran
Yohanes 16
Sulit dimengerti manusia
Yohanes 16
Sukacita kebangkitan
Yohanes 16
Diperdamaikan dengan Allah
Yohanes 16
Inti kepercayaan
Yohanes 16
Iman dan kehidupan
Yohanes 16
Perdamaian dan kesengsaraan
Yohanes 16
Berlari-lari kepada tujuan
Filipi 3
Silsilah Yesus Kristus
Matius 1
Yesus Kristus dan Adam
Roma 5
Yesus diurapi oleh perempuan berdosa
Lukas 7
Doa yang berkemenangan
Lukas 22
Ishak: Sebuah tipologi Kristus
Roma 5
Hidup sejati dan kebangkitan
Lukas 24
Dia yang duduk di takhta dan Anak Domba Allah Wahyu 4,5
Iman dalam Kristus
Kisah 2
Yohanes Pembabtis
Matius 3
Beda antara iman sejati dan iman palsu dan kesulitannya Matius 3
Babtisan: Respon terhadap anugerah
Matius 3
Yesus taat pada kehendak Bapa
Matius 3
Panggilan untuk pengutusan
Matius 3
Yesus pada awal tugas-Nya
Matius 4
Pekerjaan si pencoba
Matius 4
Kekuasaan Firman
Matius 4
Menyembah Allah
Matius 4
Esensi panggialan penderitaan dan memberitakan Matius 4
Siapakah sesama manusia?
Lukas 10
Kerajaan dan pelayan-pelayannya
Kisah 3
Panggilan dan respon umat pilihan
Matius 22
Kerajan Allah dan kebenaran
Matius 22
Siapakah Mesias itu?
Matius 22
Damai sejahtera bagi kamu
Yohanes 20
Perciakan darah Kristus
Kel. 24
Kesaksian hidup pelayanan Tuhan
Lukas 17
Sukacita sejati
Filipi 1
Cawan-Ku akan kamu minum
Matius 20
Ayat
17-26
31-34
68-71
72-73
74-75
11-13
26-27
5-11
8-9
10
11
12-15
16-20
20-23
23-28
28-33
32-33
33
13-14
1-6
12-21
36-50
39-46
6-8
1-8
Kitab
Jilid 2
Ayat
Ayub 42
Yohanes 16
7
1-4b
Matius 1
1 Kor. 15
6-11
22
1 Kor. 15
25-26
24-28
1-5
7-12
11-12
13-15
16-17
1-11
3
4
10-11
12-17
25-37
6
Kisah 3
1-14
23-33
41-46
19-23
1-8 Ibrani 12
1-4
1-4
20-28
11-19
18-26
Kitab
Matius 1
1 Kor. 15
Ayat
7-17
45-49
1
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
en
na
ak
ka
an
nlla
ah
h sse
ellu
urru
uh
hp
pe
errlle
en
ng
gk
ka
ap
pa
an
n
S
Se
en
njja
atta
aA
Alllla
ah
h !!
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Efesus 6:10-17
10
Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa–Nya.
11
Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan
tipu muslihat Iblis;
12
karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah–
pemerintah, melawan penguasa–penguasa, melawan penghulu–penghulu dunia yang
gelap ini, melawan roh–roh jahat di udara.
13
Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan
perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan
segala sesuatu.
14
Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan,
15
kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;
16
dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan
dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,
17
dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,
Melanjutkan pembahasan pada Minggu lalu mengenai “Be strong in the Lord”, khotbah kali ini akan
menjelaskan tentang cara untuk merealisasikannya. Alkitab mengatakan, “Kenakanlah seluruh
perlengkapan senjata Allah” (Ef 6:11). Yang dimaksud dengan perlengkapan senjata adalah seperti
kelengkapan seorang tentara Romawi yang siap berperang. Pada masa itu, Efesus berada di bawah
kekuasaan Romawi yang terkenal sebagai kekaisaran berkekuatan tentara yang sangat tangguh dan disiplin.
Dengan konteks tersebut, Paulus hendak menyadarkan jemaat Efesus bahwa mereka sedang berada di
suatu medan pertempuran di mana setiap anak Tuhan harus berjuang untuk menyatakan kebenaran
walaupun musuh menghadang dan siap menghancurkannya. Selanjutnya, di dalam Ef 6:14-17 dicatat, “Jadi
berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan
kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman,
sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah
ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.” Dari ilustrasi tersebut, terdapat beberapa hal
yang perlu diketahui dan dipelajari:
Pertama, tidak semua orang sanggup memakai perlengkapan senjata tentara Romawi karena terlalu berat
sehingga memerlukan fisik yang kuat. Demikian pula halnya dengan perlengkapan senjata rohani yang
disebutkan di dalam Efesus 6:14-17. Alkitab mengatakan bahwa tidaklah mudah untuk mengenakan semua
perlengkapan tersebut sehingga diperlukan suatu latihan dengan kedisiplinan rohani untuk memperoleh
kekuatan di dalam Tuhan. Pada kenyataannya, banyak orang Kristen tidak bersedia meluangkan waktu
2
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
untuk melatih kekuatan spiritualitasnya hingga layak dipakai oleh Tuhan. Akibatnya, ia tidak mampu
menggunakan semua kekayaan iman Kristen karena tidak adanya kesiapan hati dan kesediaan untuk
memperlengkapi diri sebagai benteng pertahanan. Jika hal ini terus berlanjut, berarti Kekristenan sedang
berjalan menuju kehancuran dan kebinasaan.
Kedua, ketrampilan iman Kristen memerlukan latihan di dalam hidup setiap anak Tuhan. Ironisnya, orang
Kristen justru sangat lemah dalam hal ini sehingga seringkali mengalami kesulitan ketika harus menghadapi
dunia yang sangat licik, jahat dan menipu. Akhirnya, orang Kristen memilih untuk hidup secara eksklusif
karena takut tercemar oleh filsafat dunia ketika bertemu dengan orang lain. Karena itu, Paulus
mengatakan, “Put on the whole armor of God ” (Ef 6:11). Karl Barth, seorang teolog yang sangat serius
dalam menggumulkan latar belakang kebudayaan, mengatakan bahwa salah satu aspek yang ditonjolkan
dalam ketentaraan Romawi adalah kondisi keanggunan dengan kedisiplinan dan rasa percaya diri yang
tinggi hingga mampu membuat musuh merasa takut sebelum berperang. Kondisi seperti ini disebut sebagai
peperangan psikologis. Namun dalam Kekristenan, rasa percaya diri tidak dapat diandalkan karena manusia
itu lemah dan berdosa. Alkitab mengatakan, “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan
kuasa-Nya” (Ef 6:10) karena Kekristenan sedang berhadapan dengan musuh di dua realm sekaligus:
1.
realm dunia atau fisik yang terlihat oleh mata;
2.
penghulu dan penguasa kerajaan angkasa serta roh jahat di udara yang tidak nampak namun
mampu membinasakannya. Paulus mengatakan bahwa setiap anak Tuhan seharusnya berani menunjukkan
perbedaannya dengan dunia karena ia berjalan sesuai dengan kehendak dan kebenaran Tuhan. Jika orang
Kristen mempunyai dignity tinggi atau memiliki kekuatan kuasa rohani maka orang dunia akan merasa
segan terhadapnya karena integritasnya sebagai anak Tuhan telah dinyatakan di tengah dunia. Untuk itu diperlukan suatu kesungguhan dan keseriusan sebagai anak Tuhan.
Ketiga, melalui Ef 6:11 Paulus hendak menekankan bahwa peperangan yang sedang dihadapi oleh
Kekristenan tidaklah sederhana melainkan sangat kompleks hingga memerlukan berbagai macam sikap. Jika
sedang berhadapan dengan musuh yang sangat mudah dikalahkan maka tidak diperlukan kekuatan
persenjataan yang terlalu lengkap. Jika seluruh kekuatan harus dikerahkan dengan persenjataan lengkap,
berarti kondisi yang dihadapi sangat serius dengan musuh yang sangat tangguh. Karena itu, dituntut suatu
kewaspadaan dan kecermatan tinggi. Saat ini, Kekristenan tidak cukup peka dan waspada dengan kondisi
sekelilingnya karena sangat meremehkan musuh sehingga mudah terjerumus dan jatuh ke dalam dosa dan
kebinasaan. Bahkan ketika disusupi filsafat humanisme materialisme, orang Kristen tidak menyadarinya.
Semua ini dikarenakan mereka tidak cukup belajar dan mendalami iman Kristen sehingga tidak mampu
mengenakan semua perlengkapan senjata Allah untuk bertahan dalam menghadapi filsafat dunia yang
terus berkembang
Keempat, tujuan mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah tercantum di dalam Ef 6:11 dan 13 yaitu
“supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis” dan “supaya kamu dapat mengadakan
perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”
Dengan kata lain, Kekristenan mempunyai dua aspek sekaligus:
1.
2.
defensive atau bertahan dalam menghadapi serangan musuh;
offensive supaya dapat mengadakan perlawanan untuk mengalahkan musuh. Iman Kristen tidak
hanya bersifat defensive tapi juga harus bersifat offensive agar mampu menyadarkan dan meyakinkan
orang dunia bahwa konsep kebenaran Firman Allah itu bernilai tinggi sehingga mereka mau kembali pada
kebenaran sejati.
3
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Sehubungan dengan tindakan defensive dan offensive, teladan terbaik adalah Tuhan Yesus. Ketika Ia mulai
melayani, Ia pergi ke padang gurun dan berpuasa selama 40 hari. Setelah itu, Iblis mulai menyerang dan
menggoda-Nya, “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti” (Mat 4:3).
Tuhan segera menjawab, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang
keluar dari mulut Allah” (Mat 4:4). Jawaban itu masih bersifat defensive. Serangan kedua yaitu “Jika Engkau
Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah (dari bubungan Bait Allah), sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia
akan memerintahkan malaikat-malaikatNya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu” (Mat 4:6). Tuhan menjawab, “Ada pula tertulis: Janganlah
engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Mat 4:7). Jawaban itupun masih tetap bersifat defensive. Akhirnya, Iblis
melanjutkan dengan serangan ketiga, “Semua itu (kerajaan dunia dengan kemegahannya) akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku” (Mat 4:9). Segera Tuhan mengatakan dengan tegas, “Enyahlah,
Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti” (Mat 4:10). Jawaban tersebut tidak lagi bersifat defensive melainkan offensive karena Iblis tidak
putus asa dalam mencobai Dia.
Selain itu, Tuhan Yesus juga pernah dicobai dengan menggunakan seorang perempuan berzinah. Para ahli
Taurat dan orang Farisi menjebak-Nya dengan mengatakan, “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan
kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” (Yoh
8:5). Pada mulanya Yesus bersikap defensive dengan berdiam diri. Namun ketika mereka terus mendesakNya maka Yesus segera memberikan jawaban offensive, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa,
hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yoh 8:7).
Tuhan Yesus pun pernah secara eksplisit bersikap offensive terhadap orang Yahudi yang mencela-Nya,
“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Tetapi karena Aku
mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. Siapakah di antaramu yang
membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak
percaya kepadaKu?” (Yoh 8:44 & 45-46). Ketika Tuhan Yesus menyatakan suatu kebenaran dan keadilan,
justru pada saat itu orang Yahudi tidak bersedia mendengarkan-Nya karena dianggap terlalu tajam.
Seharusnya inilah tugas Kekristenan yaitu mengerti posisinya di medan pertempuran yang harus
dimenangkannya. Jika seorang anak Tuhan sanggup menyatakan kebenaran maka ia berhasil menjadi
garam dan terang dunia. Alkitab mengatakan, “Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?
Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang” (Mat 5:13). Dengan kata lain, jika seseorang bersedia menjadi Kristen, berarti ia mau kembali kepada kehendak Tuhan.
Amin!
4
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
S
Sii jja
ah
ha
att m
mu
us
su
uh
hb
be
en
na
arr
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Efesus 6:10-17
10
Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa–Nya.
11
Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan
tipu muslihat Iblis;
12
karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah–
pemerintah, melawan penguasa–penguasa, melawan penghulu–penghulu dunia yang
gelap ini, melawan roh–roh jahat di udara.
13
Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan
perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan
segala sesuatu.
14
Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan,
15
kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;
16
dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan
dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,
17
dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,
Khotbah kali ini akan melanjutkan pembahasan Minggu lalu dengan memberi penekanan pada Ef 6:12,
“Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan
penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.”
Dengan pernyataan ini Paulus hendak menegaskan bahwa Kekristenan sedang berada di dalam pertempuran serius yang bersifat merusak sehingga setiap anak Tuhan harus selalu waspada. Meskipun jemaat
Efesus telah dibinanya selama 3,5 tahun dan diperlengkapi dengan banyak pengajaran, mereka belum
sepenuhnya hidup dengan kewaspadaan untuk menghadapi musuh yang sangat jahat. Padahal mereka
berada di lingkungan yang bersifat sekuler dan materialistik serta bermoral buruk. Secara filosofis pun mereka mempunyai arus pikir yang sangat duniawi dan mulai bersikap lunak, acuh tak acuh serta terlalu
percaya diri setelah menjadi Kristen dan pada saat itu justru imannya tidak terjaga dengan baik. Persoalan
semacam ini terjadi tidak hanya pada abad pertama tapi terus berlanjut hingga saat ini. Banyak orang
Kristen terlena di dalam kehidupan imannya karena berbagai aspek yang dipikirkannya:
Pertama, orang Kristen merasa dirinya sedang berada dalam kondisi relatif aman. Posisi aman sebenarnya
tidak menguntungkan melainkan membuatnya terlena di dalam kehidupan imannya sehingga mudah
dirusak dan menjadi korban tipu muslihat Iblis. Dengan kata lain, orang Kristen mulai rusak, hancur dan
binasa jika dalam pertimbangannya muncul ungkapan “tidak apa-apa”. Itulah taktik Setan untuk
menghancurkan Kekristenan. Kalau hal ini tidak dimengerti dengan baik maka Kekristenan akan berjalan
menuju kebinasaan.
5
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kedua, orang Kristen seringkali berlindung di belakang doktrin keselamatan yang menyatakan bahwa sekali
selamat tetap selamat, dan doktrin Providensia Allah yang menjamin bahwa Allah menjaga, menopang dan
memelihara jemaat-Nya hingga akhir jaman dengan kekuatan kuasa-Nya, serta tidak membiarkan mereka
jatuh tergeletak. Kedua doktrin ini seringkali disalahgunakan dan dianggap sebagai penyelesaian seluruh
unsur Kekristenan. Padahal pernyataan itu tidak salah melainkan penerapannya saja yang tidak tepat
karena dijadikan sebagai alasan untuk dapat bertindak sekehendak hati. Seharusnya semua itu didasarkan
pada prinsip kesetiaan dan rasa takut akan Allah serta pelayanan bagi kemuliaan Tuhan dengan hidup
dalam kesucian.
Teologi Reformed mengajarkan 5 prinsip dasar keselamatan yang saling terkait sebagai keutuhan iman
Kristen yaitu TULIP: (T) Total depravity (Kerusakan total); (U)Unconditional election (Pemilihan tak bersyarat);
(L)Limited atonement (Penebusan yang terbatas); (I)Irresistable grace (Anugrah tak terhapuskan); (P) Perseverance of
the saint (Ketekunan orang suci). Calvin juga mengatakan bahwa di dalam kehidupan iman Kristen, setiap anak
Tuhan akan menjalani progressive sanctification (penyucian progresif) yang mengharuskannya untuk berjuang
demi pertumbuhan iman sejati dan bertekun dalam hubungan yang baik dengan Tuhan walaupun
mendapat serangan gencar dari Iblis. Inilah ajaran Firman Tuhan yang sangat penting.
Sebaiknya orang Kristen tidak tergantung pada perlindungan atau keamanan institusional yang akhirnya
akan menetralkan kewaspadaannya. Dalam Perjanjian Lama, Israel sebagai satu entity (keutuhan) dipilih,
dijaga dan dipelihara oleh Allah sesuai dengan janji-Nya namun belum tentu secara individu karena di
dalam entity tersebut terdapat dua golongan Israel:
1.
Israel sejati yaitu mereka yang taat dan bersyukur atas pemeliharaan dan anugrah Tuhan;
2.
Israel tak sejati yaitu mereka yang dapat diperalat oleh setan untuk melawan Tuhan. Hanya mereka
yang setia kepada Tuhanlah yang dijaga dan diperkenankan masuk ke tanah perjanjian yaitu Kanaan. Dalam
Perjanjian Baru, Gerejalah Israel baru yang Tuhan peliharakan sebagai tubuh Kristus sehingga saling terikat
dengan Kristus sebagai kepala. Tapi pernyataan ini tidak mengacu pada tiap pribadi. Maka Calvin
membedakan Gereja menjadi dua golongan yaitu Visible dan Invisible Church. Tak semua Gereja yang
kelihatan termasuk dalam golongan Gereja tak kelihatan. Bagaimanapun juga, secara entity kedua umat
pilihan tersebut, Israel maupun Gereja, tidak mungkin dilenyapkan dari muka bumi ini karena Tuhan
memberikan kekuatan khusus untuk bertahan.
Paulus mengatakan bahwa ketika orang Kristen tidak waspada atau tanpa bijaksana dan kecermatan sejati
maka seringkali ia bersikap bukan sebagai anak Tuhan yang menjalankan kehendak-Nya melainkan
sesungguhnya ia sedang mengikuti keinginan Iblis. Satu pergumulan dalam Kekristenan sebenarnya adalah
sejauh mana setiap anak Tuhan dapat keluar dari jebakan Iblis. Itu tergantung pada pengertian akan siapa
sesungguhnya yang menjadi musuh Kekristenan.
Paulus juga mengatakan bahwa setiap anak Tuhan harus selalu waspada karena sedang berhadapan
dengan musuh yang sangat tangguh dan membahayakan hidupnya yaitu pemerintah, penguasa, penghulu
kegelapan dan roh jahat yang ada di udara atau berada dalam nuansa rohani. Empat istilah itu dipakai oleh
Paulus secara paralel untuk menunjuk pada satu oknum yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pada Ef
6:11, “supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” Karena itu, tidak ada alasan bagi
Kekristenan untuk tidak waspada dan tetap bermain-main karena ketika sedang lengah maka musuh telah
siap untuk menghancurkannya. Ada 4 aspek yang harus dipertimbangkan dengan baik:
6
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Pertama, musuh Kekristenan bersifat rohani. Seringkali anak Tuhan mudah terjebak dan dirusak karena
mata yang hanya dapat melihat visible enemy tanpa mempertimbangkan invisible enemy dan memiliki
kecenderungan lebih takut terhadap musuh duniawi. Padahal musuh yang sebenarnya adalah spiritual evil
yang sanggup menghancurkan kerohaniannya.
Menurut Plato, seluruh hidup manusia dimulai dari aspek spiritual menuju ke aspek realita. Dengan kata
lain, semua fenomena merupakan ekstensi atau perluasan dari nomena. Ide merupakan inti dari materi.
Jika ide tidak terwujud maka tidak akan ada materi. Semua aktivitas di dunia riil bersumber dari ide yang
berada di dunia roh yang tak terlihat dan terjamah. Dengan demikian Plato secara mendasar telah memahami bahwa dunia ide mempengaruhi dunia riil. Dunia ide yang buruk akan merusak dunia riil. Inilah prinsip
Plato yang non-Kristen.
Alkitab juga memandang spiritual condition itu sebagai hal yang sangat serius di dalam Kekristenan karena
semua aspek tingkah laku tergantung pada dua unsur yaitu dosa atau kebenaran. Maka setiap anak Tuhan
harus mengalami pembaharuan akal budi untuk dapat merubah seluruh tingkah lakunya. Ironisnya,
seringkali orang Kristen tidak menyadari ketika konsep pemikirannya disusupi dengan jiwa sekularisme dan
materialisme yang sebenarnya adalah musuh rohani yang sangat berbahaya.
Kedua, Kekristenan sedang berhadapan dengan penguasa, pemerintah kerajaan angkasa dan penghulu
kosmis yang perlu ditakuti karena sanggup menyerang dan mencengkeram aspek kerohanian dengan
menggunakan intrik internal. Sebagai karya Roh Kudus, Kekristenan tidak mungkin dapat dihancurkan
dengan serangan eksternal, seperti pembunuhan para martir. Gereja akan mulai rusak jika telah dimapankan sehingga kehilangan dinamika dan tantangan dari luar. Pada saat seperti itu, Setan akan mulai
menyerang dari dalam Gereja itu sendiri dengan berbagai macam intrik yang licik dan memperalat orang
Kristen yang tidak mau memperlengkapi dirinya dengan pengajaran yang ketat. Untuk mencegahnya, setiap
perencanaan dan pelayanan harus berada dalam satu keutuhan dan arah yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ketiga, setan menghancurkan Kekristenan dengan menggunakan otoritas tinggi. Dia adalah pemerintah
dan penguasa yang berada di atas posisi manusia. Karena itu, Alkitab mengatakan bahwa seorang anak
Tuhan harus tulus seperti merpati tapi cerdik seperti ular. Untuk menghadapi Setan, Alkitab menganjurkan
untuk memakai bijaksana dan kekuatan Tuhan melalui Firman-Nya. Maka Ef 6:11 mengatakan, “Kenakanlah
seluruh perlengkapan senjata Allah.”
Keempat, Kekristenan sedang berhadapan dengan musuh yang sangat licik. Pemikiran Tuhan seringkali
tidak dapat dimengerti dan diterima oleh dunia berdosa. Namun seharusnya anak Tuhan mengerti logika
setan sehingga tidak mudah disesatkan karena adanya pertahanan yang cukup untuk menghadapinya.
Sepanjang hidup-Nya, Tuhan Yesus tidak pernah bertindak licik tapi juga tidak mau dibodohi. Berkali-kali Ia
digoda, dicobai dan diatur oleh orang Yahudi yang hendak menjebak-Nya. Namun Ia selalu menjawab
dengan tepat tanpa harus bersikap licik dan menipu. Prinsip yang penting adalah bahwa semua cara yang
licik pasti akan menghancurkan orang lain, diri sendiri dan seluruh umat manusia.
Amin!
7
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
errlle
en
ng
gk
ka
ap
pa
an
ns
se
en
njja
atta
ae
es
se
en
ns
siia
all
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
14
Efesus 6:14
Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan,
Khotbah Minggu ini akan membahas Ef 6:14, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan
berbajuzirahkan keadilan.” Pernyataan Paulus ini menggambarkan kehidupan iman Kristen sebagai suatu
medan pertempuran rohani yang sangat serius di mana setiap anak Tuhan harus berjuang untuk
menghadapi musuh yang terus berusaha untuk menghancurkan dan membinasakan Kekristenan yaitu Iblis.
Karena itu, dalam berbagai aspek, orang Kristen dituntut untuk selalu waspada. Di setiap medan
pertempuran hanya ada dua kemungkinan yaitu lolos dalam keadaan hidup atau binasa. Dalam peperangan
rohani, kematian seseorang bukan sekedar secara jasmani yang bersifat sementara tetapi menyangkut
kematian rohani yang tidak ada jalan keluarnya. Maka Ef 6:13 mengatakan, “Sebab itu ambillah seluruh
perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan
tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.”
Untuk memberi gambaran mengenai perlengkapan senjata Allah, Paulus memakai ilustrasi tentara Romawi
dengan enam perlengkapan perang yang standard. Para penafsir seringkali membaginya menjadi dua
bagian yaitu tiga perlengkapan yang harus diikat di badan yaitu ikat pinggang, baju zirah dan kasut serta
tiga perlengkapan lain yang harus dipakai atau dipegang yaitu ketopong, perisai dan pedang. Dengan
demikian ia memparalelkan antara peperangan duniawi dan rohani.
Perlengkapan rohani yang menjadi kunci pertama adalah “Ikatlah pinggangmu dengan kebenaran.”
Perintah ini pernah dinyatakan oleh Paulus sebelumnya yaitu dalam Ef 4:14-15, “sehingga kita bukan lagi
anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia
dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran.” Dengan
pernyataan ini Paulus hendak menyadarkan bahwa Tuhan menyediakan para nabi, rasul, gembala,
pengajar dan penginjil untuk memperlengkapi orang kudus dengan kebenaran sejati demi pembangunan
tubuh Kristus. Dengan kata lain, Alkitab menuntut setiap orang Kristen untuk belajar dengan baik dan
senantiasa menggumulkan kebenaran.
Alkitab menempatkan prinsip kebenaran pada posisi pertama karena inilah aspek terpenting yang
memampukan orang Kristen untuk berdiri tegak di dalam kehidupan beriman. Berita ini tidak mudah
diterima di sepanjang sejarah hingga saat ini. Ketika berusaha menegakkan kebenaran, seringkali orang
Kristen harus menghadapi banyak musuh yang tidak menyukai kebenaran karena membicarakan kebenaran
berarti berkonfrontasi dengan inti sentral dari sifat dosa atau karakter Iblis. Tuhan Yesus pernah mengalami
hal ini dalam Yoh 18:37-38b, “Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” jawab Yesus:
“Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam
8
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran
mendengarkan suaraKu.” Kata Pilatus kepada-Nya: “Apakah kebenaran itu?” Sesudah mengatakan
demikian, keluarlah Pilatus.” Tindakan Pilatus itu menunjukkan bahwa sesungguhnya ia hanya ingin
mempermainkan kebenaran sejati. Itulah sikap manusia berdosa karena bapanya adalah Iblis yang antikebenaran. Selain itu, peristiwa tersebut mencerminkan filsafat Yunani kuno yang berkembang di jaman itu
yakni semangat pragmatisme dan relativisme. Kedua paham ini menekankan bahwa di dunia ini tidak ada
kebenaran. Ironisnya, paham yang sangat bertentangan dengan Kekristenan ini terus berkembang hingga
saat ini terutama di dunia barat.
Musuh utama Kekristenan di dunia timur adalah konsep skeptisisme yang menyatakan bahwa kebenaran
itu ada tapi terlalu besar untuk dapat dimengerti dan dikomunikasikan. Secara tidak langsung, paham ini
hendak menyatakan bahwa kebenaran hanyalah suatu simbol di tengah dunia. Di abad 20 ini skeptisisme
relativistik mulai mencapai puncaknya dan muncul dengan ide postmodern era yang menekankan satu
filosofi yaitu dekonstruksi yang mencoba mempermainkan dan menghancurkan semua kebenaran. Jadi,
ketika seseorang berusaha menyatakan kebenaran, ia akan dianggap tidak ilmiah. Dengan kata lain, di
jaman postmodern ini tak seorang pun dapat menyatakan kebenaran karena segala sesuatu bersifat relatif.
Relativisme telah mempersulit Kekristenan untuk meyakinkan orang dunia supaya kembali dan berdiri di
dalam kebenaran Firman yang sah dan tegas karena diwahyukan oleh Tuhan sendiri bagi semua orang.
Padahal sesungguhnya manusia dituntut untuk mengikatkan diri dengan kebenaran itu. Tuntutan ini
memang sangat sulit untuk dilaksanakan bahkan kesulitan ini sudah menjadi internal problem di dalam
Kekristenan karena masuknya relativisme ke dalam Gereja. Akibatnya, Ef 6:14 yang menyatakan, “Jadi
berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran” dianggap fiktif belaka di tengah dunia ini.
Bagaimanapun juga, Alkitab mengatakan bahwa kebenaran Firman bersifat sejati hingga dapat dijadikan
sebagai basis mutlak. Ketika seseorang mulai merelatifkan segala sesuatu, berarti ia memutlakkan dirinya
sebagai penentu kebenaran dan pada saat yang sama, ia menjadi rusak dan berdosa. Karena itu, tak
seorang pun dapat menjadi sumber kebenaran.

1.
ikat pinggang lebar seperti rok yang terbuat dari kulit untuk melindungi perut bagian bawah;
2.
ikat pinggang kulit untuk menggantungkan pedang dan terompet;
3.
ikat pinggang khusus sebagai tanda jabatan atau pangkat (Rienecker/Barth). Ilustrasi tersebut
digunakan oleh Paulus untuk menunjukkan bahwa kebenaran menjadi kriteria utama dari dignity dan
otoritas seseorang karena kebenaran itulah inti kehidupan di dunia ini. Orang yang hidup dalam kebenaran
akan mampu berdiri tegak dan menatap semua orang tanpa bergeming sedikitpun, baik di hadapan
penguasa maupun konglomerat, karena harga dirinya tidak dapat dipermainkan.
Dunia tidak mampu memahami perihal kebenaran ini bahkan menolak dan mencoba untuk menggantinya.
Menurut konsep dunia, kekayaan dan kekuasaanlah yang membuat seseorang sangat dihormati. Namun
sejarah membuktikan tidak demikian. Orang kaya bermoral buruk tidak akan dihargai oleh siapapun. Semua
orang bersedia menjalin hubungan dengannya hanya karena menginginkan hartanya atau mendapat
keuntungan darinya. Jika ia tidak dapat memberikan keuntungan lagi maka mereka akan mencacimaki,
mencemooh dan mengejeknya. Seorang anak Tuhan yang hidup dalam kebenaran walaupun tidak kaya, ia
9
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akan tetap dihormati dan disegani. Demikian pula dengan penguasa bermoral buruk yang ditakuti oleh
semua orang namun belum tentu dihormati.
Paulus memerintahkan semua anak Tuhan untuk mengikat pinggang dengan kebenaran karena ia hendak
menunjukkan bahwa kebenaran itu sangat significant dalam peperangan rohani. Adapun signifikansi dari
kebenaran yaitu:
1.
Basis Pengikat yang Kokoh (Kunci Integritas)
Salah satu fungsi dari ikat pinggang adalah mengikat pakaian bagian atas dan bawah sehingga tercapai
kesatuan busana perang yang serasi dan nyaman. Demikian pula fungsi kebenaran Kristen dalam kehidupan
orang percaya yaitu menjadikan setiap anak Tuhan semakin terikat pada semua element yang benar di
hadapan Tuhan. Selain itu kebenaran menjadi kunci kehidupan dalam kesucian atau nilai moral tertinggi,
dignity atau keanggunan hidup, keadilan, kejujuran dan ketulusan. Jadi, kebenaran menjadi pengikat
integritas kehidupan Kekristenan. Tanpa kebenaran, Kekristenan tidak mempunyai dasar pengikat yang
kokoh bagi jemaatnya. Jika setiap anak Tuhan belajar Firman dan hidup dalam integritas yang baik maka ia
akan sulit dirusak oleh dunia yang bersifat pragmatis. Bagaimanapun juga, untuk mencapai integritas iman
Kristen, diperlukan tindakan aktif dan perjuangan dengan keinginan dan keseriusan mendalami kebenaran.
Ironisnya, banyak orang Kristen tidak rela mengikatkan dirinya pada kebenaran.
2.
Kekuatan Pertahanan
Kebenaran mampu menghindarkan setiap anak Tuhan dari serangan Iblis yang sangat menghancurkan.
Dengan kata lain, kebenaran Kristen menjadi dasar kekuatan pertahanan ketika menghadapi musuh.
Mungkin sekali musuh akan sangat membenci orang yang berusaha menegakkan kebenaran namun sangat
sulit baginya untuk menjatuhkan kebenaran itu sendiri. Tuhan Yesus adalah teladan terbaik dalam hal ini.
Semua saksi dusta, ketidakbenaran dan kefasikan tidak dapat menjatuhkan-Nya walaupun tidak ada yang
membela-Nya karena kebenaran tidak memerlukan pembelaan. Kebenaran telah membuat-Nya mampu
bertahan. Kalau setiap anak Tuhan hidup dalam kebenaran maka ia dapat memberikan pengaruh besar ke
tengah dunia ini.
3.
Basis untuk Penyerangan
Ikat pinggang membuat seorang tentara Romawi dapat bergerak dan berperang dengan leluasa karena
ikatannya yang kuat. Karena itu, perlengkapan ini sangat membantu dalam hal penyerangan. Paulus juga
melihat pentingnya kebenaran Kristen dalam aspek ini yaitu bukan sekedar untuk membela diri tapi
sekaligus menjadi basis penyerangan. Kebenaran Kristen bukan sekedar untuk bertahan secara pasif tapi
juga membawa dunia kembali pada kebenaran tersebut. Maka semua anak Tuhan harus menyadari bahwa
seluruh perjalanan pelayanan Kristen adalah untuk menyaksikan kebenaran Kristen di tengah dunia.
Amin!
10
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
B
Ba
ajju
u zziirra
ah
hk
ke
ea
ad
diilla
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
14
Efesus 6:14
Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan,
Efesus 6:14 hendak menegaskan bahwa prinsip keadilan Allah harus dijalankan dalam kehidupan di dunia ini.
Seringkali mereka yang berteriak menuntut supaya keadilan ditegakkan, justru mempermainkan keadilan
dengan bertindak tidak adil karena tidak mengerti apa itu keadilan. Ketika hendak menegakkan keadilan,
mereka justru melanggar konsep keadilan orang lain. Akibatnya, semua orang merasa tidak puas. Inilah
masalah terberat dan paling serius karena terjadi kekacauan dan kehancuran konsep keadilan sejati hingga
istilah ‘adil’ menjadi tidak bermakna lagi. Ketika seseorang merasa telah diperlakukan secara tidak adil,
yang dipikirkannya juga belum tentu adil bagi orang lain. Dengan demikian, tak seorang pun berhasil
bertindak adil karena keadilan ditentukan berdasarkan konsep yang bersifat subyektif dan berbeda-beda
antara satu dengan yang lain di mana semuanya belum tentu benar. Perbedaan tersebut dapat
menimbulkan permusuhan yang tidak ada penyelesaiannya selain dengan menggunakan senjata. Akhirnya,
semua pihak melepaskan diri dari pembahasan mengenai keadilan dan menyerahkannya pada hukum yang
sebenarnya bersifat relatif hingga harus ditegakkan dengan otoritas senjata agar dapat menyelesaikan
masalah. Inilah hukum yang dikenal oleh orang dunia yaitu the cultural law (hukum ditegakkan berdasarkan
kesepakatan atau otoritas sebagian kecil manusia dengan mengatasnamakan seluruh umat manusia). Namun hukum tersebut
telah digeser keluar dari esensinya yang sejati dan terlepas dari aspek kebenaran otoritas mutlak yaitu
kebenaran Firman. Seharusnya hukum berdiri di atas keadilan kebenaran (righteousness) atau kembali
kepada kebenaran Firman Allah sebagai patokannya.
Beberapa orang mempunyai ide bahwa keadilan berarti sama rata. Itulah komunis yang paling tidak adil
karena semua potensi manusia yang berbeda-beda dianggap sama. Akibatnya, mereka yang berpotensi
tinggi diberi tugas dengan tingkat kesulitan rendah. Konsep ini sungguh tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.
Ef 6:14
memberikan ide yang sangat indah, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan
berbajuzirahkan keadilan.” Kalimat yang pendek ini seharusnya menjadi essensi kehidupan orang Kristen di
dunia ini agar mampu berdiri tegap dalam berbagai situasi. Istilah ‘keadilan’ di sini bukan dalam pengertian
justice melainkan righteousness yaitu keadilan yang diproses berkaitan dan menuju pada kebenaran (truth).
Keadilan jika dilepaskan dari kebenaran sejati akan sangat berbahaya. Karena itu keadilan dalam konteks ini
menuntut satu relasi langsung dengan kebenaran sejati yang berasal dari Tuhan sendiri dan bukan karena
kebiasaan. Beberapa orangtua seringkali bersikap adil demi menutupi atau melarikan diri dari kesalahan
yang telah diperbuat di masa lalu. Ketika anaknya masih kecil dan membutuhkan perhatian, mereka justru
tidak memperhatikannya dengan baik. Lalu ketika ia sudah beranjak dewasa dan mandiri, mereka malah
11
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
memberikan segala macam fasilitas dengan alasan demi menebus kealpaan mereka di masa lalu. Padahal
sebenarnya tindakan itu sangat tidak adil bahkan merusak moral anaknya dan tidak sesuai dengan ajaran
Alkitab.
Sesungguhnya Alkitab merupakan basis hukum terbaik dan sah karena diciptakan dari righteousness. Jika
suatu negara yang mempunyai warisan Kekristenan bersedia kembali menegakkan kebenaran Firman
sebagai dasar hukum negara maka hukum yang berlaku di sana akan sangat solid dan kokoh serta
mengutamakan kepentingan seluruh rakyat dengan etika tertinggi. Inilah yang menjadi dasar hukum
kontinental.
Pada jaman sekarang ini, hukum telah berubah menjadi hukum masyarakat yang berdasarkan kesepakatan.
Dengan kata lain, hukum masyarakat adalah hukum yang dikembalikan pada kultur atau kondisi budaya
setempat dan bukan pada kebenaran mutlak. Hal ini disebabkan karena masing-masing golongan ingin
berkuasa sebagai penegak keadilan yang mengatur dan menetapkan hukum serta menentukan keadilan,
kebaikan dan kebenaran. Pada saat itulah, seluruh tatanan masyarakat menjadi rusak.
Ketika manusia mencoba mengambil alih posisi Tuhan sebagai penegak keadilan maka pada saat itu ia
sudah menjadi orang terjahat karena sanggup melakukan judgement (penghakiman) yang tidak didasarkan
pada kebenaran Firman atau keadilan Allah tetapi dengan keadilan subyektif pribadi yang bersifat relatif.
Jadi, ketika orang lain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginannya maka ia akan langsung
menuduh orang tersebut telah berbuat ketidakadilan karena keadilan tergantung pada penilaiannya yang
subyektif. Orang semacam ini sangat berbahaya dan dapat merusak bahkan menghancurkan suatu
masyarakat. Jika tidak segera dikembalikan pada hukum sejati yaitu kebenaran Allah maka hukum seperti
ini akan menjadi justice yang terlepas dari righteousness.
Ironisnya, dunia tidak pernah mengerti bahkan banyak orang Kristen yang berkecimpung di bidang hukum
juga tidak memahaminya. Ketika membangun hukum keadilan, banyak di antara mereka meletakkannya di
bawah kultur padahal seharusnya diletakkan di bawah kebenaran Firman. Kalau orang Kristen sudah
terbiasa menundukkan budaya di bawah Alkitab, berarti hidupnya telah kembali pada Alkitab. Jika tidak
demikian maka tanpa disadari hidupnya akan terus dikontrol oleh budaya hingga menjadi rusak dan hancur
karena telah terpengaruh relativitas masyarakat. Dan sebagai dampaknya, dunia ini akan mengalami
cultural destruction (penghancuran budaya) yang tidak ada penyelesaiannya hingga kedatangan Tuhan kedua
kali. Karena itu, orang Kristen harus berbajuzirahkan keadilan kebenaran (breast-plate of righteousness) yang
merupakan satu perlengkapan perlindungan standard terpenting demi keselamatan diri ketika menghadapi
dan menyerang musuh. Selain itu, breast-plate juga membuat orang yang memakainya lebih bertenaga
(powerful) dan anggun hingga lawannya menjadi ciut hati ketika memandangnya.
Paulus menghubungkan antara baju zirah dengan keadilan kebenaran karena orang Kristen akan
menghadapi upaya pengrusakan budaya di tengah dunia ini. Hingga saat ini masih banyak orang Kristen
mengalami pengrusakan moral hingga kehidupannya menjadi hancur berantakan karena telah
terkontaminasi oleh format budaya yang salah. Maka untuk melawannya diperlukan satu pertahanan yaitu
dengan menggunakan keadilan kebenaran sebagai breast-plate.
12
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketika Kekristenan mulai terlepas dari kebenaran sejati maka cultural law akan menyusup masuk. Karena
itulah, breast-plate kebenaran keadilan merupakan keunggulan Kekristenan di jaman yang semakin rusak
ini. Dengan adanya breast-plate kebenaran keadilan ini, seharusnya dalam berbagai situasi yang nyaman
atau tidak sekalipun orang Kristen mampu bertahan dan tetap memberikan kesaksian mengenai citra
Kristen yang berbeda dengan orang dunia. Seorang anak Tuhan harus mampu menunjukkan gap yang
semakin jauh dengan orang dunia karena perbedaan yang essential. Orang Kristen menjalankan kasih,
kebenaran, keadilan dan hukum demi kepentingan Kerajaan Allah sedangkan orang dunia menjalankan
semua itu demi kepentingan dirinya sendiri. Dengan demikian, tanpa disadari atau merasa dipaksa, orang
dunia akan bercermin pada satu model atau figur Kekristenan yang jauh lebih baik dan tulus daripada yang
dunia dapat lakukan.
Amin!
13
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
IIn
njjiill d
da
am
ma
aii s
se
ejja
ah
htte
erra
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
15
Efesus 6:15
kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;
Sesuai dengan Ef 6:15, “…kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;”
sesungguhnya setiap orang Kristen dipanggil oleh Tuhan untuk memiliki kerelaan menyampaikan Injil Tuhan
sebagai berita damai sejahtera di manapun ia berada. Yang dimaksud dengan ‘kerelaan’ adalah kesiapan
hati untuk pergi menjalankan tugas penginjilan.
Ketika berada dalam pergumulan akan panggilan Tuhan maka salah satu hal yang perlu disadari ialah
bahwa kehidupan Kekristenan tidak berhenti hanya untuk diri sendiri melainkan merupakan panggilan Allah
untuk bertempur guna memenangkan banyak jiwa yang tersesat di tengah dunia namun tanpa disertai
dengan semangat imperialisme, feodalisme, kolonialisme dan berbagai upaya penjajahan untuk
memanipulasi dan merenggut kebebasan orang lain serta mendapatkan keuntungan sebagai ekspresi
egoisme pribadi dan kebencian manusia. Dengan demikian, dalam peperangan Kristen, setiap anak Tuhan
tidak sepantasnya hanya berdiam diri pada posisi sebagai korban yang terus-menerus bertahan dalam
menghadapi serangan musuh yang sedang berusaha menghancurkannya sehingga Kekristenan tidak
mungkin dapat memenangkan peperangan tersebut.
Alkitab justru menginginkan semua orang Kristen menjadi utusan Allah. Dengan kata lain, Gereja Tuhan
dipanggil untuk menjadi satu biji sesawi yang kecil namun setelah ditanam dan bertumbuh, ia berubah
menjadi sebuah pohon yang sangat besar di mana banyak burung bernaung di dalamnya. Artinya, Gereja
Tuhan merupakan bibit Kerajaan Allah yang terus bertumbuh hingga menjadi sangat besar di tengah dunia.
Inti peperangan Kristen sesungguhnya justru diletakkan tepat di bagian tengah dari perikop Ef 6:10-20 yaitu
pada ayat 15 mengenai perlengkapan ketiga, kasut kerelaan untuk memberitakan Injil. Kedua kebenaran
yang disebutkan pada ayat sebelumnya menyangkut kebenaran yang secara essensi berada dalam
kekekalan sekaligus sedang berproses, bertumbuh dan terus diubah menuju pada kebenaran sejati. Karena
itu, kedua kebenaran dasar ini harus dikembalikan dan tidak boleh lepas dari essensi iman Kristen yaitu
Kristus sendiri yang mewahyukan dan menyatakan diri-Nya sebagai kebenaran yang hidup dengan
mengatakan, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.”
Paulus memandang bahwa fondasi tersebut sangat penting dan termasuk dalam golongan perlengkapan
aktif yang pasif. Yang dimaksud dengan perlengkapan aktif yang pasif adalah perlengkapan yang digunakan
untuk memperlengkapi diri sendiri secara aktif demi diri sendiri. Ketika memasang ikat pinggang dan
breast-plate, seseorang harus aktif melakukannya tapi ia masih tetap berdiri pada posisinya dan belum
bergerak menuju medan pertempuran. Tetapi ketika mulai memakai sepatu, berarti ia sedang
14
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mempersiapkan diri untuk pergi. Jika orang Kristen hanya berdiri di tempat sambil memperlengkapi diri,
berarti ia mencari kebebasan bagi dirinya saja dalam kondisi yang seolah-olah aktif namun sebenarnya pasif
dan tidak membawa hasil terhadap dunia maupun Kerajaan Allah. Karena itu, Paulus menghendaki satu
keaktifan sejati yaitu dengan berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil.
Sejak jaman dulu hingga sekarang, sepatu perang harus diikat dengan erat sampai ke lutut sebagai
pelindung. Karena itu, jika seorang tentara telah memakai kasutnya maka itu pertanda bahwa ia hendak
pergi berperang dan tidak akan melepaskan sepatunya lagi. Dengan ilustrasi ini, Paulus hendak menegaskan
bahwa Kekristenan bukan sekedar sibuk memakai breast-plate dan ikat pinggang namun tidak mau pergi
berperang. Artinya, Tuhan menghendaki orang Kristen tidak hanya sibuk memperlengkapi diri hingga
memilki pengetahuan yang cukup karena panggilan Kekristenan yang terpenting adalah pergi
memberitakan Injil.
Pada kenyataanya seringkali dalam Kekristenan muncul dua golongan ekstrim. Golongan pertama adalah
mereka yang belajar, menggumulkan dan memproses kebenaran hingga hidupnya menjadi sangat solid
dalam kebenaran namun tidak pernah pergi memberitakan Injil. Sedangkan golongan kedua bersemangat
untuk menginjili orang lain dengan kerelaan hati namun tidak memiliki fondasi yang tepat dan kuat.
Akibatnya, mereka yang berpengertian benar dan tepat hanya mampu melakukan tindakan defensive dan
berdebat namun pada akhirnya tidak dapat memenangkan jiwa. Sedangkan golongan kedua telah
memberitakan Injil yang salah.
Pdt. Stephen Tong juga melihat kenyataan tersebut terjadi dalam sejarah Gereja dan sepanjang perjalanan
pergumulan pelayanannya. Seringkali orang Reformed digambarkan sebagai orang yang kaku,
berpengetahuan banyak dan suka berdebat. Sebaliknya, orang Injili terkenal ramah dan suka bersekutu
dengan orang lain tapi tidak berpengetahuan yang tepat dan benar.
Memang, sepanjang sejarah tak satupun arus teologi selain Reformed yang bersemangat untuk mengerti
atau mendalami Firman Tuhan dengan setia dan rela menanggalkan diri agar dapat masuk ke dalam
kebenaran. Sebagai hasilnya, ajaran Reformed menjadi sangat solid dan kokoh dengan kebenaran sejati
sebagai fondasinya sehingga orang Kristen tidak mudah disesatkan. Dan Pdt. Stephen Tong juga
mengatakan bahwa Reformed harus dipadukan dengan unsur kedua yaitu Injili dengan semangat kerelaan
untuk memberitakan Injil damai sejahtera (the Gospel of Peace) yang dibutuhkan oleh dunia. Dengan demikian,
semua perlengkapan Kekristenan yaitu pengetahuan akan kebenaran dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Setiap orang Kristen yang memahami the Gospel of Peace akan dipakai oleh Tuhan secara utuh dan luar
biasa antara berdiri tegap pada kebenaran dengan kemauan untuk maju. Kedua unsur itulah yang mengikat
orang Kristen ketika menjalankan panggilan Kerajaan Allah.
Di tengah pembicaraan tentang perang, Paulus justru membicarakan damai sejahtera untuk menunjukkan
bahwa peperangan Kristen memilki unsur filsafat yang berbeda dengan yang dunia mengerti. Biasanya
peperangan di segala bidang tidak pernah membawa damai sejahtera melainkan ketegangan,
kesengsaraan, kebencian dan permusuhan walaupun tujuannya untuk membela diri atau memenangkan
sesuatu dan berakhir dengan kemenangan, karena banyaknya korban. Paulus justru mengatakan
peperangan Kristen tidaklah demikian karena pertempuran ini terjadi di antara tidak hanya dua parties tapi
tiga parties dan musuh yang sesungguhnya bukanlah the second party melainkan the third party yaitu dosa
dan Setan yang tidak kelihatan. Inilah keunikan peperangan Kristen.
15
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Pertempuran rohani memiliki nuansa berbeda. Ketika berada di dalamnya, yang terjadi adalah orang
Kristen bukannya melawan sesama manusia yang memusuhinya tetapi melawan Setan yang telah
menguasai manusia. Dengan demikian, ia dan lawan bicaranya harus tetap dalam keadaan damai sejahtera
tapi Setan merasa tidak tenang. Jadi, peperangan rohani adalah bagaimana seorang anak Tuhan
mentransfer berita damai sejahtera kepada orang dunia sehingga ia mulai mengenal dan menerima Injil
serta akhirnya merasakan damai sejahtera Allah tapi Setan tidak merasa damai sejahtera. Inilah filsafat
penginjilan Kristen. Maka seorang anak Tuhan harus menyadari bahwa dunia bukanlah musuh Kekristenan
melainkan objek damai sejahteranya.
Ketika keluar dari Injil damai sejahtera, manusia akan ditangkap oleh penguasa kejahatan dan berada dalam
kehancuran dan kebinasaan. Karena itu, setelah bertemu dan berbicara dengan orang Kristen, biarlah dunia
mendapatkan ketenangan hati untuk menghadapi situasi pelik walaupun masalah dan kesengsaraannya
belum terselesaikan. Dengan demikian, seluruh perlengkapan kebenaran yang diperoleh, mampu
membekali orang Kristen agar tidak menyesatkan orang lain yang kurang pengetahuan sekaligus
menghindari kompromi dengan dunia.
Seringkali dunia sulit menerima the Gospel of Peace. Karena itulah, nyali orang Kristen mulai menciut
karena ketidakrelaan, ketidaksiapan atau ketakutan untuk menghadapi perlawanan. Seharusnya orang
Kristen mempersiapkan diri dengan baik sehingga mampu menolong dunia yang mengalami kesulitan untuk
merubah konsepnya sendiri. Namun seringkali kesulitan itu diperingan dengan prinsip penginjilan:
1.
memberitakan dosa;
2.
memberitakan keselamatan;
3.
membawa orang bertobat;
4.
hidup dalam jaminan keselamatan. Prinsip tersebut memang tidak salah tapi terlalu naif dan
dangkal untuk jaman sekarang. Ketika seorang intelektual yang terkenal sangat kritis mengajukan berbagai
pertanyaan maka orang Kristen yang kurang persiapan akan mengalami kebingungan dan akhirnya tidak
lagi rela untuk memberitakan Injil. Penginjilan tidaklah sederhana dan diperlukan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah.
Paulus menunjukkan the Gospel of Peace karena manusia sulit mendapatkan damai sejahtera kecuali ia
kembali kepada Alkitab. Hampir sepanjang hidupnya, ia tidak pernah merasakan damai sejati terutama
ketika berada dalam kondisi insecure (tidak aman). Ia akan kembali merasa aman pada saat mendapatkan
pegangan yang kokoh untuk menghadapi berbagai situasi. Karena itu, tugas Kekristenan adalah membawa
orang dunia kepada pengharapan sejati yaitu Kristus karena di dunia ini seluruh kepandaian, kekayaan dan
jabatan tidaklah kekal. Tapi, keselamatan yang dari Tuhan merupakan pengharapan yang bersifat kekal.
Ketika seorang anak Tuhan memiliki jiwa pelayanan dan semangat kerelaan untuk memberitakan Injil agar
dunia mulai mengenal Tuhan Yesus maka ia akan belajar lebih banyak lagi dan imannya akan bertumbuh
dengan cepat. Bagaimanapun juga, ilmu pengetahuan yang tidak digunakan demi perluasan Kerajaan Allah
adalah sia-sia dan tidak berguna.
Amin!
16
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
erriis
sa
aii iim
ma
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
16
Efesus 6:16
dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan
dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,
Paulus dengan peka mengajar dan menyadarkan setiap anak Tuhan bahwa di tengah dunia ini Kekristenan
harus berhadapan dengan musuh tak terlihat yaitu Iblis sebagai penguasa kerajaan angkasa dan sumber roh
kegelapan yang berusaha membinasakan manusia dengan menggunakan cara licik, terselubung, tersamar
serta tersembunyi sehingga sulit untuk segera diantisipasi. Musuh semacam ini lebih berbahaya daripada
musuh yang terlihat. Karena itu, setiap orang Kristen dituntut untuk menggunakan the whole armor of God
agar mampu bertahan dan kemudian dapat dipakai oleh Tuhan untuk melancarkan serangan balik dengan
kekuatan yang lebih besar.
Bagi Paulus, perisai iman merupakan salah satu perlengkapan penting yang dapat memberi kekuatan
karena iman Kristen sejati itu sendiri sangat solid dan kokoh hingga dapat dijadikan sebagai pertahanan
terkuat yang sanggup mematahkan serangan Setan dalam kehidupan beriman. Konsep ini sangat
berlawanan dengan konsep agama dan kepercayaan di tengah dunia termasuk beberapa konsep
Kekristenan yang salah. Dunia sebaliknya merasa ketakutan hingga harus mendirikan benteng religiusitas
dan legalitas untuk menjaga imannya agar tidak goncang dan runtuh. Tindakan ini justru menunjukkan iman
yang tidak solid. Sehingga ketika seseorang mulai mempertanyakan imannya, ia menjadi marah besar
sebagai benteng pertahanan untuk melindungi imannya yang tidak kokoh. Ada beberapa hal yang
membedakan antara iman Kristen sejati dengan iman lain termasuk Kekristenan yang salah:
Pertama, iman Kristen sejati tidak berasal dari diri manusia sendiri tetapi merupakan pemberian Tuhan.
Dengan kata lain, seseorang memiliki iman Kristen bukan sebagai hasil pilihan bijaksana atau
kepercayaannya sendiri tetapi merupakan kemungkinan yang Tuhan berikan untuk dapat mempercayai
kebenaran Firman-Nya. Jadi, iman Kristen tidak disandarkan pada keyakinan, pertimbangan logis dan
keputusan subyektif. Ironisnya, di jaman sekarang banyak orang beragama menganggap bahwa iman
adalah keyakinannya. Maka semakin ia percaya, kemungkinan untuk dapat mewujudkan segala keinginan
pribadinya makin besar. Konsep ini tidak dapat dibenarkan. Jika iman dibangun di atas diri dan keyakinan
pribadi, itulah iman yang tidak sah dan mengambang karena ditegakkan dengan fondasi atau landasan yang
mengapung yaitu diri sendiri. Iman semacam ini merupakan iman palsu yang tidak mampu bertahan di
dalam segala keadaan. Alkitab mengajarkan bahwa manusia berdosa yang seharusnya binasa dan dibuang
dari hadapan Tuhan, telah diselamatkan melalui iman sejati sebagai anugerah kasih karunia dan bukan
sebagai hasil usahanya sendiri (Ef 2:8-10). Jadi, setiap anak Tuhan adalah umat pilihan Allah sendiri.
Reformed Teology memandang hal ini sebagai signifikansi iman Kristen yang melampaui semua konsep
17
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
iman di tengah dunia hingga tidak perlu dipertanyakan dengan berbagai cara karena mempunyai kekuatan
kebenaran yang sangat kokoh. Jika Tuhan tidak bersedia untuk menanamkan iman tersebut di dalam hati
manusia maka tak seorang pun sanggup percaya kepada-Nya. Karena itu, iman Kristen dapat dijadikan
sebagai landasan yang lebih kokoh daripada iman situasional. Jika seseorang menjadi percaya karena
kondisi tertentu maka suatu saat ia dapat berganti kepercayaan karena pertimbangannya telah berubah
dan tidak dapat dimutlakkan.

1.
jika penjagaannya tidak kuat maka pertahanannya akan runtuh;
2.
harus dijaga dengan fanatisme negatif. Inilah caya yang dipakai oleh dunia.
Kedua, iman Kristen sejati akan kembali menghubungkan antara manusia dengan Allah. Iman tersebut
akan membawa seluruh keberadaan essensial integritas Allah ke dalam diri manusia sehingga tidak
tergantung pada logika yang lemah tetapi justru menjadi gambaran pertanggungjawaban kepada Tuhan
dan sesama mengenai seluruh pengertian iman dan pengharapan. Karena itu, iman Kristen sejati harus
dibangun di atas tiga basis terkokoh di seluruh pengertian manusia. Dengan kata lain, iman Kristen sejati
harus berbasiskan epistemologi terbaik. Epistemologi adalah bagaimana seseorang mendapatkan
kebenaran sejati. Tiga basis terkokoh yang saling berkaitan itu, antara lain:
1.
Kebenaran dengan inti tersolid dan sah harus dipertanggungjawabkan dan dikembalikan pada diri
Kristus sebagai sumber kebenaran sejati;
2.
Iman Kristen sejati bukan sekedar teoritis melainkan dapat diaplikasikan dalam seluruh bidang
kehidupan di dunia seperti hukum, ekonomi, teknik atau science, sosial dan ketika konsep tersebut
disodorkan ke tengah dunia maka semua orang harus mengakuinya sebagai yang terbaik walaupun banyak
yang beranggapan bahwa konsep Kekristenan itu terlalu idealis dan tidak dapat dijalankan;
3.
Iman Kristen sejati mencapai dan menghargai moralitas, kebajikan, kesucian dan keagungan
tertinggi. Bahkan kebenaran dan moralitas sejati harus sejajar karena keduanya saling berkaitan. Ketika
kebenaran dan kesucian moralitas sejati berpadanan maka kekuatan iman akan mencapai titik puncak.
Sebagai contoh konkret adalah Ayub yang memiliki relasi sangat erat dan iman sejati kepada Tuhan
walaupun Setan terus menerus berusaha untuk menghancurkannya bahkan dengan memanfaatkan ketiga
temannya yang terlihat ikut prihatin menyaksikan keadaannya. Ketika mereka mencoba menasihati, ia
tetap tidak tergoda untuk mengikutinya karena nasihat tersebut kelihatannya saja baik namun sebenarnya
merupakan usaha untuk memutar, menyesatkan, meruntuhkan dan merusak iman Ayub supaya teologinya
yang sejati bergeser menjadi teologi sukses. Mereka terus berusaha untuk meyakinkannya bahwa seorang
anak Tuhan yang baik tidak mungkin mengalami penderitaan separah itu. Jika ia menderita, berarti telah
melakukan dosa besar. Dalam keadaan kritis seperti itu, Ayub tetap tak bergeming bahkan ia menjadi
marah dengan mengatakan, “Demi Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku, dan Yang
Maha Kuasa, yang memedihkan hatiku, aku sama sekali tidak membenarkan kamu! Sampai binasa aku
tetap mempertahankan bahwa aku tidak bersalah. Kebenaranku kupegang teguh dan tidak kulepaskan;
hatiku tidak mencela seharipun dari pada umurku” (Ayb 27:2, 5-6). Inilah suatu pertahanan iman Kristen
walaupun ia belum mengalami pemulihan bahkan mungkin akan menderita seumur hidupnya. Secara
18
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
singkat dapat disimpulkan bahwa iman Kristen berdiri dalam kebenaran, berintegrasi secara total dan
mencapai kesucian tertinggi. Selain itu, iman Kristen tidak hanya defense totally tapi juga pressing karena
tujuannya adalah membawa orang dunia untuk mengerti pertanggungjawaban iman Kristen.
Ketiga, iman Kristen merupakan kekuatan untuk mengadakan sinkronisasi total antara seluruh pengertian
iman hingga teori, perasaan dan keinginan diri diintegrasikan di dalam iman tersebut. Artinya, ada suatu
integritas hidup dengan hubungan total. Namun banyak orang Kristen menggunakan split condition (kondisi
terpisah).
Di satu pihak, percaya pada Kekristenan dan di lain pihak, hidupnya jauh dari Kekristenan itu
sendiri bahkan lebih cenderung pada hal duniawi. Inilah iman yang tidak integratif karena tidak kembali
pada objektivitas iman sejati sebagai nilai intrinsik tertinggi. Orang Kristen sejati memang tidak murni dan
sempurna tapi memiliki fight (perjuangan hidup) untuk terus memproses integritas hidupnya berdasarkan nilai
iman sejati. Inilah panggilan Kekristenan.
Amin!
19
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
etto
op
po
on
ng
gk
ke
es
se
ella
am
ma
atta
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Efesus 6:17/ Yohanes 10:27-30
Efesus 6
17
dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,
Yohanes 10
27
Domba–domba–Ku mendengarkan suara–Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka
mengikut Aku,
28
dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa
sampai selama–lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan–Ku.
29
Bapa–Ku, yang memberikan mereka kepada–Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan
seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
30
Aku dan Bapa adalah satu."
Bagian kelima dari perlengkapan senjata Allah ialah ketopong keselamatan atau Soteriologi dan pedang roh
yaitu Firman yang secara ekslusif merupakan kekuatan dasar iman Kristen sejati. Namun Kekristenan yang
tidak kembali pada Firman telah membuat jemaatnya terus menerus merasa ketakutan dalam hidup di
tengah dunia ini hingga tidak berdaya lagi untuk melayani Tuhan dan sesama demi kemuliaan-Nya karena
keselamatan yang tak terjamin. Sebaliknya, pemikiran mereka secara keseluruhan dipusatkan pada
kepentingan diri sendiri. Akhirnya, seluruh hidup dihabiskan secara egois yaitu hanya untuk mengejar
keselamatan pribadi. Bahkan setelah matipun orang lain terutama keluarga dan kerabat masih dituntut
untuk mendoakan rohnya agar dapat masuk ke Surga. Alkitab mengatakan bahwa inilah cara Setan untuk
mempengaruhi dan memperalat manusia bagi seluruh proyeksi pekerjaannya. Jadi, kepercayaan itu tidak
datang secara mendadak begitu saja dan juga bukan sebagai hasil daya usaha, perjuangan serta kehebatan
kekuatan manusia melainkan ditanamkan di dalam diri seseorang oleh Iblis yang ingin menipu atau Allah
yang hendak menguatkannya.
Alkitab mengatakan bahwa iman Kristen sejati justru merupakan landasan kokoh untuk berpijak sehingga
seorang anak Tuhan dapat hidup mempermuliakan Sang Pencipta sekaligus menjadi berkat bagi
sesamanya. Dengan kata lain, intensitas kehidupannya tertuju pada Tuhan dan sesama. Cara berpikir
seperti ini terbalik total dengan ajaran dunia. Sudah selayaknyalah jika Tuhan memakai orang Kristen
sebagai pemberita cintakasih-Nya dan pemberi harapan serta kekuatan di tengah dunia. Selain itu, Allah
juga menghendaki semua orang mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, pikiran, akal budi dan kekuatan
serta mengasihi sesama seperti dirinya sendiri.
20
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Bagi Kekristenan, keselamatan bukanlah tujuan terakhir melainkan titik pijak pertama dalam kehidupan
beriman. Karena itu, penginjilan bertujuan untuk menyadarkan dan merubah orang berdosa yang
seharusnya binasa, supaya bertobat lalu kembali berdiri di atas keselamatan serta rela berkorban demi
kemuliaan Tuhan yang telah menebusnya karena ia adalah milik-Nya. Maka orang Kristen sejati justru harus
mengalami banyak masalah yang sebenarnya adalah sarana Tuhan untuk mendidik imannya. Jika ia
sungguh-sungguh beriman kepada Allah maka segala peristiwa dan serangan Iblis tidak akan
mempengaruhi imannya hingga mulai bergeming. Satu hal yang perlu diberi penekanan adalah bahwa
penginjilan itu bersifat sangat serius karena dapat menyesatkan dan menyelewengkan kebenaran Firman
sehingga perlu dikembalikan pada essensi Injil sejati. Bagaimanapun juga, manusia tidak dapat bertobat
dengan kekuatannya kecuali Tuhan bersedia untuk memilih, menggerakkan dan merubah hatinya karena
pemberitaan Injil itu sendiri terlalu sulit diterima secara logika. Inilah yang disebut dengan Soteria.
Dalam Yoh 10:27-30 dikatakan, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan
mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan
binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang
memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut
mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.” Maka tak seorangpun dapat datang kepada Kristus
kalau tidak diutus oleh Bapa. Setelah itu, hidupnya akan diarahkan menjadi hamba-Nya yang taat mutlak
dan berada dalam penjagaan Kristus. Dengan demikian ia telah kembali pada naturnya sebagai manusia
sejati.
Setelah memahami doktrin Soteriologi secara tepat barulah fungsi ketopong keselamatan dapat
dimengerti. Dalam peperangan Romawi, perlengkapan senjata ini sangat berperanan yaitu untuk
melindungi kepala yang merupakan bagian tubuh terpenting. Apalagi mereka berhasil menciptakan struktur
ketopong yang sangat kokoh. Maka Paulus menyatakan bahwa ketopong merupakan keselamatan yang
tidak perlu dilindungi melainkan justru menjadi perlindungan bagi orang Kristen. Dengan kata lain,
keselamatan Kristen dianugerahkan dan dijamin oleh Tuhan sendiri untuk melindungi jemaatnya dari
berbagai macam kesulitan. Karena itu, keselamatan Kristen jadi bersifat non-conditional, baik dalam
sukacita maupun dukacita bahkan tidak tergantung pada perasaan manusia. Orang Kristen yang tidak
beriman kokoh kadang-kadang merasa jauh dari Tuhan dan gejala seperti itu menandakan hilangnya
keselamatan. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena ketika manusia berada dalam anugerah keselamatan
Tuhan maka hidupnya jadi berlimpah sesuai dengan kehendak-Nya. Seharusnya iman Kristen tidak boleh
diinterpretasikan sesuka hati. Paulus sendiri berpendapat bahwa hidupnya hanya bagi Kristus sedangkan
mati adalah keuntungan karena dapat bertemu dengan-Nya. Inilah Soteriologi Kristen yang harus dipahami
engan tepat agar dapat terbebas dari segala macam ketakutan terutama terhadap kuasa kematian.
Memang, Soteriologi Kristen dijamin oleh Tuhan sendiri dengan providensia kuasa Allah. Namun bukan
berarti bahwa orang percaya dapat bertindak sekehendak hati setelah diselamatkan karena beranggapan
tindakan dosa tidak akan mempengaruhi keselamatan yang telah diperolehnya. Ironisnya, banyak orang
Kristen disesatkan oleh ajaran dunia yang sudah tercemar oleh prinsip humanis. Bahkan Alkitab pun mulai
dipaksakan dan dimanipulasi agar mengikuti filsafat dunia yang bersifat merusak konsep pemikiran
manusia. Karena itu, semua orang terutama anak Tuhan harus kembali pada Soteriologi yang benar yaitu
kembali kepada Allah dan hidup bagi kemuliaan-Nya karena segala sesuatu berasal dari Dia, oleh dan bagiNya kemuliaan selamanya. Setelah itu, barulah hidupnya dijamin dengan double protections yaitu
perlindungan Kristus dan Bapa di mana keduanya adalah satu. Dan Kristus menjamin barangsiapa hidup di
21
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dalam Dia takkan terlepas dan binasa. Dengan kata lain, sekali diselamatkan, selamanya terselamatkan
karena dasarnya adalah kuasa kebangkitan Kristus yang menang atas kematian.
Setiap manusia di dunia ini pasti mati suatu hari kelak namun umur seseorang tidak dapat ditentukan dan
tak seorangpun dapat mengetahui dan menolaknya. Dan setelah kematian, hanya ada dua kemungkinan
yang muncul yaitu tetap terbelenggu dalam kematian kekal atau keluar dari jebakan tersebut. Pada
kenyataannya, tak seorang pun mampu keluar dari kuasa maut dengan menggunakan kekuatannya sendiri.
Bahkan Lazarus yang pernah dibangkitkan, tetap harus mati lagi. Maka diperlukan kuasa yang dapat
mengalahkan kematian yaitu Tuhan Yesus yang sanggup menerima kematian di atas kayu salib untuk
menanggung dosa seluruh umat manusia lalu bangkit pada hari ketiga. Karena itu, tidak ada possibility bagi
orang tak percaya untuk dapat lolos dari masalah ini walaupun sudah berjuang dan banyak berkorban.
Pada akhirnya, Soteriologi yang tepat sanggup merubah seluruh kehidupan orang Kristen sejati terutama
arah, tujuan dan motivasi hidupnya. Di tengah dunia ini, manusia memang tidak akan pernah mencapai
kesempurnaan. Namun pertobatan seorang Kristen sejati ditandai dengan perubahan arah hidupnya. Kalau
dulu ia hidup untuk dunia maka setelah bertobat, ia bersedia menjalankan kehendak Tuhan secara total.
Dahulu ia sangat menikmati dosa namun setelah diselamatkan, ia akan merasakan sakit hati yang
mendalam ketika berbuat dosa. Perubahan hidup yang dialami telah menjadikannya memiliki sikap hati
tidak rela untuk kembali pada kehidupan lama karena hidup Kristiani lebih indah dan berbahagia. Semakin
lama mempelajari Kekristenan maka seharusnya ajaran tersebut semakin berakar dalam kehidupannya dan
ia jadi makin bersyukur tanpa penyesalan sedikitpun karena ajaran Kristen sejati jauh lebih tinggi dan
integratif konsepnya serta lebih kokoh fondasinya daripada ajaran dunia yang tidak mempunyai tuntutan
moralitas, kesucian, keanggunan serta keagungan melampaui Alkitab. Ajaran dengan tingkat moralitas
tinggi berarti semakin mendekati kebenaran karena moralitas rusak tidak dapat diintegrasikan dengan
kebenaran sejati. Ketika dampak keselamatan yaitu perubahan rohani terjadi dalam diri manusia maka
seharusnya ia menjadi semakin kokoh di dalam Tuhan.
Amin!
22
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
ed
da
an
ng
gR
Ro
oh
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
17
Efesus 6:17
dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah,
Alat terakhir dalam perlengkapan senjata Allah merupakan satu-satunya senjata yang berfungsi ganda yaitu
sebagai kekuatan untuk defense sekaligus offense. Itulah fungsi sebuah pedang. Di antara keenam
perlengkapan tersebut, kebanyakan berfungsi untuk defense yaitu menjaga supaya Kekristenan mampu
bertahan ketika menghadapi serangan musuh sehingga tidak mudah dicelakakan.
Ketika melihat tentara Romawi membawa pedang, Paulus berpikir bahwa dalam Kekristenan, pedang
melambangkan Firman Allah yang merupakan inti dan tempat berpijak seluruh fondasi iman untuk
dipertanggungjawabkan keluar. Hal ini sangat penting dalam seluruh praanggapan kehidupan karena
kekuatan besar yang dapat dipakai untuk menyerang keluar hanyalah pedang. Dengan demikian, iman tidak
berhenti hanya di dalam diri seseorang. Inilah perbedaan besar antara iman Kristen sejati dengan iman lain
termasuk Kekristenan yang salah. Dalam iman lain, baik filsafat, agama termasuk atheisme dan
kepercayaan tertentu, seringkali hanya berkekuatan defense yaitu tidak mau disinggung dan disentuh. Jika
dilawan dengan pertanggungjawaban Firman yang benar maka reaksi mereka adalah marah atau acuh tak
acuh dan tidak berani menjawab karena takut akan resikonya yaitu keruntuhan iman, sistem dan konsep
yang dimilikinya. Karena itulah mereka takut berurusan dengan gerakan Reformed Theology.
Ketika Firman Tuhan dinyatakan, tindakan itu bukan sekedar fanatisme atau defense mechanism ke dalam
untuk mempertahankan diri supaya aman, tetapi sekaligus dapat dipertanggungjawabkan keluar sehingga
orang lain dapat menyaksikannya. Inilah kekuatan yang kemudian dinyatakan oleh seorang teolog besar di
abad 20 yaitu Cornelius Van Till. Ia mengatakan bahwa kekuatan Kekristenan adalah Firman dan ketika
diberitakan, Firman tidak hanya mempertanggungjawabkan diri tetapi sekaligus offense untuk
mempertanyakan status seseorang setelah mendengarnya. Jika pembicaraan tentang Firman belum
mencapai tingkat itu maka dapat disimpulkan bahwa Firman belum dimengerti dan diberitakan dengan
baik. Dengan kata lain, pedang belum digunakan dengan tepat.
Paulus termasuk orang yang sangat brilliant karena telah mempelajari berbagai macam filsafat, agama dan
iman hingga mengetahui semua intrik, permainan konsep pemikiran, acuan dasar serta motivasi manusia.
Maka ia dengan tepat tidak memberikan celah untuk dapat menyelewengkan bagian terakhir ini. Selain itu,
dengan cermat ia menambahkan satu atribut indah yaitu ‘Roh’ karena istilah ‘pedang Firman’ itu sangat
berbahaya, riskan dan dapat menimbulkan salah pengertian yang menyesatkan di tengah dunia. Memang,
Firman adalah kekuatan besar Kekristenan tapi dapat disalahgunakan dan dipermainkan demi kepentingan
pribadi. Dengan ungkapan lain, pedang yang tajam sanggup menolong sekaligus mencelakakan dan
merusak jika pemakaiannya salah.
23
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Pedang Roh harus bersifat roh sesuai dengan pemiliknya yaitu Roh Kudus. Dan pemakaiannya tidak boleh
menyalahi kebijakan pemiliknya. Sesungguhnya, ada dua alasan Paulus dengan cermat menulis, “Terimalah
pedang Roh, yaitu Firman Allah” (Ef 6:17)
Pertama, kemungkinan besar, pedang ini dapat menimbulkan multi-interpretasi ketika berada di tangan
manusia, sebagai akibat dari pemakaian sesuka hati. Setiap orang cenderung memakai aturan dan caranya
sendiri untuk memanipulasi Alkitab demi kepentingan pribadi. Walaupun postmodernisme belum ada pada
zaman Paulus tapi bidat bernama Gnostik sudah muncul dengan basic presupposisi atau landasan filsafat
non-Kristen yaitu Sophiesme dari Yunani kuno yang berusaha membangun konsep relativisme. Orang
Gnostik selalu berpikir bahwa merekalah empunya gnosis atau pencerahan sehingga berhak untuk
mengatakan apa saja yang dianggap sebagai kebenaran. Karena itu, Gnostisisme dapat disebut sebagai
format kuno postmodern dan new age di mana setiap orang termasuk Kekristenan dapat memutlakkan dan
menganggap dirinya paling benar. Lalu Gnostik Kristen menginterpretasikan Alkitab sekehendak hati.
Padahal Alkitab mengatakan bahwa Firman Allah adalah pedang Roh sehingga harus diinterpretasikan
secara tepat sesuai dengan sumber kebenaran yaitu Roh Kudus. Dengan Roh yang sama, interpretasi semua
orang seharusnya juga sama. Dengan demikian, terjadi keseragaman dan keutuhan dalam iman Kristen
serta tidak memberi peluang terjadinya multi-interpretasi dan permainan konteks. Sebagai contoh, jika
Alkitab mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dan tak seorang pun dapat datang
kepada Bapa kecuali melalui Dia maka tidak ada yang berhak mengatakan banyak jalan menuju ke Surga.
Ironisnya, dalam Kekristenan yang salah terdapat banyak tafsiran dan pengembangan pengertian bahkan
muncul pendapat bahwa untuk masuk ke Surga, Yesus tidak diperlukan lagi karena yang terpenting adalah
menjalankan ritus Kekristenan seperti berbuat baik, pergi ke Gereja serta mengikuti Sakramen Baptis dan
Perjamuan Kudus.
Kedua, Alkitab juga bukan sekedar masalah tafsiran tetapi merupakan masalah interpretasi aplikatif. Hal
ini juga sangat berbahaya karena pedang Roh telah dipakai untuk menghindari kesalahan pertama tetapi
malah masuk ke dalam kesalahan kedua. Banyak orang Kristen memakai ayat Alkitab dengan tafsiran yang
benar tetapi motivasinya salah. Karena itu, Gereja Reformed tidak terlalu menunjang mimbar dengan
khotbah topikal melainkan eksposisional yaitu berdasarkan ayat yang seharusnya sehingga memperkecli
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemakaian pedang Roh. Sebagai contoh konkret, pada Minggu
lalu telah dibahas Ef 6:17a mengenai ketopong keselamatan. Maka kali ini dibahas Ef 6:17b mengenai
pedang Roh.
Seorang pembicara atau pengkhotbah sanggup memakai ayat Alkitab dengan topik tertentu dan tafsiran
yang tepat untuk menyalahkan orang lain. Dengan demikian, pedang Roh telah dimanipulasi untuk
mengaplikasikan kebencian pribadi. Alkitab mengatakan bahwa itu bukan sifat Roh Kudus. Tafsirannya
memang tepat tapi motivasi, sikap dan tindakannya telah keluar dari sifat Roh. Maka Firman Tuhan harus
dipelajari berkaitan dengan inspiratornya sehingga dapat dipakai sesuai pencerahan Roh Kudus karena hati
nurani telah terlepas dari semua interest pribadi.
Orang Kristen yang tidak mau belajar Firman dapat diilustrasikan seperti tentara yang hendak maju perang
dengan memakai semua perlengkapan senjata kecuali pedang. Padahal Tuhan telah memberikan seluruh
perlengkapan. Maka Kekristenan harus kembali pada kehendak Roh agar mampu menggunakan secara
tepat setiap pemberian-Nya. Selain itu, belajar juga mengandung ide yaitu kesungguhan seseorang dalam
mengasah ketrampilannya menggunakan pedang Roh yaitu Firman Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen
24
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
tidak memiliki kesempatan atau bahkan keinginan dan kerinduan untuk mempelajari Firman dengan serius
walaupun sulit serta membutuhkan waktu lama seperti halnya para pesilat dan tentara.
Firman Tuhan itu sangat hebat dan kuat karena merupakan basis kebenaran sejati seluruh alam semesta
yang melampaui ruang, waktu dan person. Jika sesuatu dianggap benar oleh seseorang tetapi menurut
orang lain tidak benar maka konsep itu belum benar karena manusia memang bukan kebenaran sejati. Jika
hari ini, sesuatu dianggap benar tapi besok menjadi salah maka konsep itupun bukan kebenaran sejati
melainkan kebenaran partial atau temporal. Kalau sesuatu dianggap benar di Indonesia tapi di Amerika
berubah menjadi salah maka itulah kebenaran spacial yang dibatasi oleh ruang tertentu. Kesimpulannya,
kebenaran sejati tidak dapat dipersalahkan kapan pun dan di mana pun ia berada. Maka kebenaran science
bukanlah kebenaran sejati karena terkunci oleh waktu. Misalnya, 400 tahun yang lalu, banyak orang
mempercayai bahwa alam semesta berpusat pada bumi (geosentris). Namun setelah itu, konsep tersebut
berubah menjadi heliosentris di mana matahari sebagai pusat alam semesta. Dengan demikian, hanya
Firman Tuhanlah yang memenuhi syarat kebenaran sejati yaitu tidak dibatasi oleh pribadi (multi-person).
Alkitab ditulis oleh 40 orang dari berbagai macam kalangan antara lain theolog, raja, nelayan dan
sebagainya, serta berasal dari multi-culture dengan multi-bahasa seperti budaya Yunani, Yahudi dan lainlain. Namun tulisan mereka menyatu, tidak tergantung pada budaya tertentu dan tidak dapat dipersalahkan
karena ada yang mengatur di belakangnya. Selain itu, Alkitab ditulis mulai dari tahun 1400 SM hingga tahun
100 Masehi tanpa ada yang terbuang karena sudah kadaluwarsa. Bahkan Alkitab sanggup menceritakan
seluruh kejadian semenjak dunia diciptakan, berproses hingga berakhir.
Kebenaran sejati mutlak tidak memerlukan adanya perkecualian. Sebagai contoh, ada Gereja yang
mengatakan bahwa baptisan selam itu lebih sah daripada percik. Jika tidak demikian maka mutlak
keselamatannya terancam kecuali ia sedang sakit atau alergi. Padahal Alkitab tidak pernah memberikan ide
baptisan dengan perkecualian.
Bagaimanapun juga, kekuatan kebenaran Firman Tuhan bukanlah fanatisme kosong maupun produk
manusia melainkan pedang bermata dua. Alkitab bukan sekedar kebenaran rasional yang dapat
diperdebatkan karena tujuan akhirnya adalah untuk menegur, memproses dan merubah seseorang hingga
menjadi orang Kristen sejati sebelum memberitakannya. Setelah itu barulah orang tersebut mampu
merubah kehidupan orang lain menuju pada kebenaran sejati.
Setiap kali diberitakan, Firman Tuhan seharusnya mampu membawa orang lain untuk bertumbuh lebih baik
karena tidak bersifat law system yang menghakimi dan menghancurkan. Jika tidak demikian maka Firman
akan bersifat kejam sekali dan berubah menjadi alat pembunuh. Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen
memang berhak menilai dan menyadarkan orang lain akan dosa tetapi tidak berhak menghakiminya karena
pembalasan bukanlah hak manusia melainkan hak Allah, kecuali Ia memberikan hak dan tugas khusus pada
seseorang untuk melakukan penghakiman berdasarkan institusi Firman. Setelah itu, orang tersebut akan
dituntut untuk bertanggungjawab kepada-Nya. Barangsiapa menghakimi maka ia akan dihakimi berdasarkan standard penghakimannya sendiri. Bagaimanapun juga, Firman Tuhan mengajarkan moralitas
dengan tingkat kesucian tertinggi di seluruh dunia hingga dapat dijadikan sebagai penata moral dan hakim
teradil yang paling objektif serta jujur dalam kehidupan manusia. Selain itu, Firman adalah inspirator
terdalam dalam kehidupan manusia untuk mengerti akan dunia ini.
Amin!
25
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
B
Be
errd
do
oa
as
se
en
na
an
nttiia
as
sa
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
18
Efesus 6:18-19
dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga–
jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus–putusnya untuk segala
orang Kudus,
19
juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan
yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil,
hendak menunjukkan bahwa kehidupan Kristen harus dijaga dan dipelihara karena
berhadapan dengan kuasa jahat di tengah dunia yang sedang mencoba melawan, merongrong dan merusak
iman. Tetapi bagian tersebut tidak termasuk dalam rangkaian perlengkapan senjata Allah. Walaupun
demikian, bagian terakhir ini tetap mempunyai signifikansi.
Efesus 6:18-19
Doa tidak dipakai secara occasional (sewaktu-waktu) melainkan menyangkut seluruh totalitas hidup manusia.
Dengan kata lain, doa merupakan bagian dari hidup manusia yaitu kerohaniannya yang dipersiapkan untuk
menjadi orang Kristen yang kuat dan bertumbuh dalam iman. Itulah alasan mengapa doa permohonan
untuk orang kudus termasuk Paulus, tidak dimasukkan sebagai bagian dari perlengkapan senjata Allah. Doa
adalah nafas kehidupan Kristen. Orang beragama di seluruh dunia sadar akan pentingnya doa karena
dianggap sebagai relasi inti dan sentral yang hakiki antara manusia dengan Allah. Karena itu, setiap agama
pasti mempunyai, membicarakan dan sangat menekankan doa dengan berbagai macam modelnya.
Di antara semua agama, orang Yahudi terkenal paling sering berdoa. Namun ketika mereka meminta Tuhan
Yesus untuk mengajarkan cara berdoa, Ia tidak berespon atau berkomentar negatif bahkan menghina
permintaan tersebut. Ia justru menyatakannya sebagai permintaan yang sangat baik karena sebelumnya
mereka telah berdoa secara salah yaitu dengan menyombongkan, membanggakan dan menonjolkan
kehebatan diri sebagai orang Israel yang secara egois berhak menyebut Abraham dengan sebutan bapa,
hanya untuk membuktikan kesalehan dan ketaatan mereka sebagai umat pilihan Allah yang suci dan bukan
orang kafir. Setiap point doa mereka menunjukkan betapa arogannya orang Yahudi. Demikian pula
sebagian besar orang beragama di tengah dunia ini telah berdoa secara salah, seperti perumpamaan Tuhan
Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Padahal si pemungut cukai sambil memukul dadanya,
memohon pengampunan Tuhan atas segala dosa yang telah diperbuatnya. Maka kemudian Ia mengajarkan
doa yang benar yaitu doa Bapa Kami. Semua Gereja yang masih mengerti dan menyadari pentingnya doa
tersebut, akan mendoakannya setiap Minggu sebagai pattern of prayer (pola doa).
Dalam bagian ini, Paulus mengajarkan kembali tentang doa kepada jemaat Efesus, “Berdoalah setiap waktu
di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk
segala orang Kudus” (Ef 6:18). Jika dilakukan secara salah maka doa tidak akan sampai kepada Allah
26
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
melainkan kuasa lain yaitu Setan yang akan menjawabnya sesuai keperluan si pendoa tetapi bukan dari
sumber sejati. Akhirnya, doa itu malah membuatnya tersesat jauh dari Tuhan, makin brutal, liar serta egois.
Dengan demikian, doa yang sesat sanggup membawa manusia berdosa pada kebinasaan.
Sebelum mengajarkan doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengkritik orang Yahudi secara keras karena berdoa
tidak pada tempat yang seharusnya, “Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumahrumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang” (Mat 6:5). Dengan
demikian, tujuan mereka bukan kepada Allah dan Tuhan Yesus mengatakan, “Sesungguhnya mereka sudah
mendapat upahnya.” Padahal Tuhan menghendaki, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Mat 6:6).
Orang Yahudi sanggup berdoa selama berjam-jam dengan kalimat yang indah tetapi hanya untuk
menunjukkan betapa rohaninya dia. Doa seperti itu hanyalah pameran kepalsuan religiusitas yang tidak
bernilai. Ironisnya, permainan kepalsuan itu seringkali dilakukan oleh orang beragama. Mereka memang
berdoa tapi essensi doanya tidak jelas. Ketika berdoa, jangan ada perasaan takut karena tidak mampu
menggunakan kalimat indah. Itu bukan essensi doa sejati dan Tuhan sendiri tidak menghendaki demikian.
Doa sejati harus kembali pada essensinya yaitu komunikasi dengan Allah.
Tuhan Yesus juga mengkritik mereka yang berdoa dan berpuasa berjam-jam bahkan berhari-hari atau
berbulan-bulan hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi, misalnya doa kesembuhan. Itulah doa kafir di
mana si pendoa datang pada allahnya hanya ketika membutuhkan sesuatu sehingga allah diperalat dan
dimanipulasi untuk kepentingannya sendiri. Tuhan Yesus mengatakan, “Lagipula dalam doamu itu
janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka
bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena
Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Mat 6:7-8). Setelah
membaca ayat ini, banyak orang Kristen berpikir bahwa doa tidak lagi diperlukan karena Tuhan telah
mengetahui permintaannya. Pernyataan ini sangat egois dan duniawi sesuai dengan cara pikir Setan. Kalau
manusia menganggap Tuhan tidak mengetahui kebutuhannya hingga perlu diberi penjelasan, berarti ia
melecehkan Allah semesta alam. Ternyata banyak orang menyetujui konsep ini dan tentu saja allah palsu
mereka berbeda dengan Allah Kristen sejati. Bahkan banyak orang Kristen juga disesatkan dengan prinsip
dan cara kerja Setan yang tampak seolah-olah cara kerja Tuhan. Ini bukan prinsip Alkitab.
Efesus 6

Pertama, “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh.” Dengan kata lain, doa Kristen harus dipimpin, dibimbing
serta dicerahkan oleh Roh Kudus dan bukannya sesuka hati. Orang Kristen seharusnya berdoa demi
kepentingan Roh, sesuai dengan sifat Roh dan menjalankan semua natur pribadi-Nya di dalam diri si
pendoa. Alkitab mengatakan bahwa justru karena Tuhan yang tinggal di dalam diri manusia, telah
mengetahui segala kebutuhannya maka ia harus berdoa sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian,
doa Kristen berbeda secara total dengan semua konsep doa di dunia. Jikalau orang Kristen belum mampu
melihat perbedaan ini, berarti ia belum berdoa secara Kristen.
Ketika anak Tuhan berdoa, seluruh Tritunggal akan terlibat di dalamnya. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa
orang Kristen harus berdoa kepada Allah Bapa di Surga, dalam nama Allah Anak yaitu Yesus Kristus.
Perintah itu menunjukkan struktur Allah Tritunggal yang memposisikan Allah Oknum Kedua sebagai
mediator dalam seluruh doa Kristen. Karena itu, tanpa melalui Kristus, tak ada doa yang sampai kepada
Bapa. Mengenai peranan Roh Kudus, Roma 8:26 mengatakan, “Demikian juga Roh membantu kita dalam
27
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa
untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” Inilah rumusan sah dan lengkap
serta harus dilakukan karena Tuhan sendiri yang menetapkannya. Ketika orang Kristen berdoa, pimpinan
Roh Kudus dalam dirinya mengajar sehingga ia tahu apa yang harus didoakan dan peka terhadap kehendakNya. Pengaplikasian struktur ini harus secara tepat dan tidak boleh diputarbalikkan karena inilah identitas
doa Kristen yang dapat dipertanggungjawabkan.
Kedua, “Berdoalah setiap waktu.” Doa Kristen sejati berbeda dengan kebanyakan agama di dunia ini yang
berdoa secara sequential atau bahkan occasional. Seluruh kehidupan Kristen sejati sesungguhnya
merupakan jaringan hubungan komunikasi dengan Allah. Itulah doa sejati yang menjadi kekuatan
spiritualitas Kekristenan. Namun doa Kristen bukan sekedar ritual agama melainkan hubungan Roh antara
satu pribadi dengan pribadi lain. Banyak orang ingin mengetahui dan mengerti kehendak Tuhan tapi
seringkali tidak bersedia menjalin hubungan erat dengan-Nya. Selain itu, doa Kristen tidak perlu menunggu
hingga tiba saatnya untuk berbakti di Gereja melainkan di mana saja dan kapan saja karena komunikasi
dengan Allah dilakukan secara Roh dan kebenaran.
Ketiga, “Berdoalah tidak putus-putusnya untuk semua orang Kudus.” Yang dimaksud dengan orang Kudus
dalam konteks ini adalah setiap anak Tuhan. Doa seperti ini disebut syafaat, yang merupakan hak istimewa
dan panggilan imamat di mana seorang pendoa syafaat terpanggil menjadi imam di hadapan Allah untuk
mewakili semua orang Kudus. Inilah fungsi imam yang Tuhan berikan pada orang Kristen. Sesungguhnya
manusia tidak berhak untuk mendoakan diri sendiri karena Tuhan sudah mengetahui segala kebutuhannya.
Selain itu, Tuhan tidak akan melupakan janji-Nya dan pasti memenuhinya karena memang itu adalah hakNya. Jikalau tidak bersedia mengabulkannya, itupun adalah hak dan kedaulatan-Nya. Alkitab mengajarkan
bahwa yang terbaik adalah berdoa dan bergumul dengan kesungguhan hati demi kepentingan orang Kudus
antara lain pertumbuhan iman dan penggenapan rencana Allah dalam diri mereka. Dengan kata lain, semua
anak Tuhan sebaiknya saling mendoakan. Akibatnya, akan terjadi saling memperhatikan dan memikirkan
apa yang terbaik bagi sesama hingga membangun cintakasih. Itulah caranya membangun kesatuan tubuh
Kristus. Kalau setiap anak Tuhan hanya mempedulikan diri sendiri maka akhirnya mereka akan menjadi
kepingan pecahan yang tidak berhubungan. Padahal doa sejati merupakan teladan Tuhan Yesus sebagai
juru syafaat di sebelah kanan Bapa yang selalu berdoa bagi setiap jemaat. Ketika banyak konsep agama dan
filsafat dunia mengajarkan doa yang egois, Alkitab justru mengajarkan doa syafaat dan doa bagi penginjilan
di seluruh dunia terutama suku di daerah terpencil.
Keempat, “… juga untuk aku (Paulus), supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan
yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil.” Dalam konteks ini, Paulus tidak
minta didoakan untuk kepentingannya sendiri. Ia memang mengalami banyak kesulitan, penganiayaan dan
penderitaan serta sering keluar masuk penjara. Namun ia memiliki jiwa yang memikirkan kehendak Allah.
Itulah doa sejati di mana si pendoa rindu untuk mewujudkan isi hati Tuhan dalam kehidupannya di tengah
dunia ini hingga terjadi kesamaan visi antara Bapa di Surga dengan dirinya. Paulus mengatakan demikian
karena ia merasa belum sempurna, khususnya kegentarannya selama berada di dalam penjara. Namun doa
sejati sanggup menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia.
Amin!
28
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
Do
oa
ad
da
an
np
pe
ella
ay
ya
an
na
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
19
Efesus 6:19-20
juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan
yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil,
20
yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian
aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara.
Minggu lalu telah dibahas bahwa kebanyakan orang Kristen seringkali berdoa dengan konsep yang sangat
egois yaitu hanya demi kepentingan pribadi dan tidak bersedia mendoakan orang lain. Tindakan ini
menyebabkan mereka dianggap tidak tahu malu. Sebagai orang yang memiliki harkat diri serta nilai hidup
baik dan terhormat, seharusnya mereka sanggup memperjuangkan kepentingan orang lain secara tegas
tanpa mengaitkannya dengan diri sendiri. Tapi kalau untuk kepentingan pribadi, mestinya mereka sungkan
mengatakannya walaupun sedang mengalami kesusahan. Kebanyakan konsep agama dan filsafat dunia
justru mengajarkan sebaliknya karena mendoakan orang lain dianggap menyusahkan diri sendiri. Selama
mengenal Allah dan memiliki konsep ketuhanan, manusia pasti berdoa. Namun doa Kristen mempunyai
keunikan yang telah dibahas pada Minggu lalu. Dalam Ef 6:19 dicatat bahwa Paulus meminta jemaat
berdoa, “juga untuk aku.” Jika berhenti sampai di sini saja maka ide doa Kristen menjadi salah karena
sebenarnya ia tidak minta didoakan. Jikalau pada kenyataannya ia memang minta didoakan maka
muncullah beberapa kemungkinan topik doa:
1.
Karena surat tersebut ditulis ketika berada di penjara maka mungkin ia sedang mengalami
kesusahan saat itu. Jadi, topik doa pertama adalah permohonan kepada Tuhan agar Paulus dibebaskan
sehingga dapat melayani-Nya dengan maksimal.
2.
Di sana, ia mungkin saja dipukuli, mengalami penyiksaan, makanannya dikurangi atau bahkan tidak
diberi makan. Maka topik doa kedua adalah supaya ia diberi kekuatan dan tidak dipukuli, baik oleh sipir
penjara maupun sesama narapidana.
3.
Ia mungkin sedang sakit karena suasana penjara yang pengap dan lembab. Karena itu, topik doa
ketiga ialah agar penyakit yang dideritanya tidak semakin parah.


1.
”supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar” sehingga tidak
menyesatkan siapapun;
29
2.
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
banyak hal di penjara membuatnya gentar dan ia dipenjarakan pun karena Kristus maka minta
didoakan, “agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan yang
dipenjarakan.” Itulah doa Kristen sejati yaitu memohon supaya semakin hari makin mengerti isi hati Tuhan
sehingga tidak menyalahi misi pelayanan-Nya. Dengan kata lain, doa Kristen seharusnya berorientasi pada
jiwa dan hati yang bersedia melayani.

Pertama, doa dalam konteks Kerajaan Allah. Setan justru membujuk orang beragama dan menyelewengkan ide doa hingga pengertiannya menjadi sangat sempit yaitu bagi diri sendiri, keluarga, kerabat,
sahabat karib, teman sepelayanan dan segeraja karena masih berkaitan dengan kepentingan pribadi.
Padahal jika diperhatikan dengan seksama, doa Bapa Kami yang tertulis dalam Mat 6:9-13, sangat
memikirkan pelaksanaan seluruh kepentingan Kerajaan Allah. Bahkan Injil Matius itu sendiri adalah the
Gospel of the Kingdom karena mulai dari pasal 3-28 mengandung kata ‘Kerajaan’. Itulah temanya dan
konsep berpikirnya tertuju hanya kepada the whole Kingdom (ketotalitasan Kerajaan) dengan Allah sebagai
Sang Raja. Maka ide, pikiran, orientasi, misi dan wilayah doa Kristen seharusnya adalah pelayanan bagi
Kerajaan Allah. Sesungguhnya, doa adalah bagaimana seorang anak Tuhan sedang berbincang-bincang
dengan Bapa di Sorga berkenaan dengan rencana-Nya. Bagaikan seorang jendral yang baik, sedang
berdiskusi dengan sang raja untuk memahami pikiran dan rencananya secara keseluruhan lalu berkenan
menjalankannya demi kepentingan kerajaan. Demikian pula Paulus sangat dekat dengan Tuhan dan ketika
bergumul, seluruh orientasi pikirannya ditujukan pada penyebarluasan Kerajaan Allah di muka bumi ini,
seperti biji sesawi yang tumbuh menjadi sebuah pohon besar.
Ironisnya, misi agung tersebut diselewengkan oleh beberapa ajaran Kristen yang salah, dengan mengatakan
bahwa Kerajaan Seribu Tahun akan terjadi nanti ketika Tuhan Yesus datang kedua kalinya. Padahal Kerajaan
itu sedang terjadi sekarang ini. Kesalahan semacam ini disebabkan karena tidak mempelajari Alkitab
dengan baik hingga tidak mampu memahami bentuk apocaliptic literature yang ada di kitab Wahyu.
Akibatnya, mereka membayangkan secara hurufiah dan duniawi bahwa Tuhan Yesus kelak akan duduk di
singgasana Kerajaan serta memiliki banyak jendral, perdana mentri dan prajurit yaitu semua orang Kristen
dari segala jaman, seperti pada masa kerajaan Daud. Tuhan sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Raja dan
Kerajaan-Nya bersifat rohani dan spiritual. Konsep ini sangat penting agar pikiran orang Kristen tidak
mudah tersesat. Pada kenyataannya, dunia ini sangat terbatas hingga sulit untuk dapat hidup saat ini
karena jumlah penduduknya semakin bertambah banyak. Jadi, sangatlah tidak mungkin jika harus ditambah
lagi dengan seluruh orang Kristen dari segala jaman yang akan memerintah bersama Kristus di bumi ini.
Konsep duniawi seperti ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Jika orang Kristen tidak mulai memikirkan the Kingdom maka tanpa disadari, mereka akan terlepas dari
panggilan Kerajaan Allah. Sesungguhnya, sebagai umat Allah, mereka harus berpikir dan bekerja dengan
prinsip Kerajaan-Nya sejak saat ini dalam wilayah di mana Allah bertahta yaitu secara spiritual dalam diri
setiap orang percaya. Dengan konsep ini, mereka langsung mengerti bagaimana harus bertanggungjawab
termasuk ketika berdoa.
Kedua, doa yang aktif. Paulus mengajarkan doa terbaik yang unik sekali yaitu menyangkal diri dan
memohon dengan aktif untuk mempasifkan diri serta membiarkan Tuhan bekerja. Konsep doa ini tidak
30
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akan pernah merugikan. Biasanya, konsep doa yang salah mengajarkan bahwa manusia harus aktif supaya
Tuhan pasif karena tidak diberi kesempatan untuk menyatakan kehendak-Nya. Selain itu, Tuhan juga tidak
mengajarkan doa yang pasif dan cengeng tetapi justru doa minta kekuatan untuk dapat lebih giat lagi
melayani-Nya. Namun pada kenyataannya, banyak orang Kristen mengeluh dalam doanya karena merasa
berbeban berat atau tertimpa banyak kesulitan. Seharusnya mereka berdoa agar mampu menjalankan
pekerjaan Tuhan dengan bijaksana.
Banyak orang menafsirkan doa Bapa Kami secara salah yaitu dengan konsep dualisme.


1.
dikuduskanlah nama-Mu,
2.
datanglah Kerajaan-Mu,
3.
jadilah kehendak-Mu,
4.
berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya;
5.
ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada
kami;


1.
ketiga permintaan pertama untuk kepentingan Tuhan;
2.
ketiga permintaan berikutnya untuk kepentingan orang Kristen sendiri.
Maka terbentuklah prinsip bahwa sebagian doa harus diperuntukkan bagi Tuhan dan sebagian lagi untuk
diri sendiri. Inilah cara berdoa dualisme yang sangat egois. Padahal orang Kristen tidak berhak meminta
bagi diri sendiri walaupun Tuhan memberikan kemungkinan itu. Sesungguhnya, seluruh doa Bapa Kami
berorientasi hanya pada the Kingdom. Jadi, ketiga permintaan terakhir tidak diperuntukkan bagi
kepentingan manusia. Tuhan mengajarkan bahwa orang Kristen justru seharusnya membatasi diri dalam
hal permohonan supaya dengan demikian mampu menyangkal diri. Sebagai contoh, Ia mengajarkan,
“berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Alasannya diungkapkan di Ams 30:8-9,
“Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak
menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan
nama Allahku.” Motivasi kedua ide tersebut bukan untuk kepentingan manusia melainkan supaya nama,
kepentingan dan Kerajaan Tuhan tidak terganggu. Jadi, orientasi doa itu bukan pada makanan walaupun
manusia memang memiliki kebutuhan pangan yang harus dicukupkan. Kalau orang Kristen terus
mengutamakan keinginannya maka tidak akan pernah dapat menjalankan tugas dengan tepat karena selalu
terjadi distorsi atau konflik antara kepentingan Tuhan dan dirinya.
Permintaan kelima juga termasuk sangat penting hingga Tuhan Yesus secara khusus meminta Matius untuk
mengulangnya pada ayat 14-15. Jika anak Tuhan tidak sanggup mengampuni orang lain maka ia tidak akan
diampuni. Memang sulit sekali untuk dapat mengampuni. Namun jika tidak bersedia maka ia tidak akan
mampu memberitakan Kerajaan Allah dan mempertobatkan orang, seperti halnya Yunus yang terus
berusaha melarikan diri dari kehendak Tuhan hingga masuk ke dalam perut ikan. Ayat ini sering pula
31
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
disalahtafsirkan oleh mereka yang berusaha memanipulasi Alkitab demi kepentingan pribadi. Karena itu,
mereka berbuat dosa sesuka hati karena pada hari Minggu tersedia kesempatan untuk meminta ampun
kepada Tuhan.
Ketiga, doa sebagai dedikasi diri supaya Tuhan pakai sepenuhnya walaupun harus menghadapi resiko
besar. Seringkali ketika kesulitan datang, kebanyakan orang pasti bersungut-sungut. Padahal seharusnya
mereka mengevaluasi diri, bergumul, menanyakan rencana Tuhan dan kembali mengarahkan diri pada
kehendak-Nya. Namun Ia tidak pernah memaksa manusia untuk melayani-Nya. Dia justru memberi teladan
dan meminta setiap orang Kristen berinisiatif mengikuti-Nya. Ironisnya, banyak doa justru memperbudak
Tuhan. Setiap kali berdoa, sungguh baik jika dipikirkan apa yang dapat didedikasikan kepada-Nya sehingga
seluruh kehidupan Kristen menjadi milik-Nya.
Amin!
32
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
eh
ha
arru
ussa
an
np
pe
errsse
ek
ku
uttu
ua
an
n sse
eo
orra
an
ng
g
d
de
en
ng
ga
an
n yya
an
ng
g lla
aiin
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
21
Efesus 6:21-24
Supaya kamu juga mengetahui keadaan dan hal ihwalku, maka Tikhikus, saudara kita
yang kekasih dan pelayan yang setia di dalam Tuhan, akan memberitahukan semuanya
kepada kamu.
22
Dengan maksud inilah ia kusuruh kepadamu, yaitu supaya kamu tahu hal ihwal kami dan
supaya ia menghibur hatimu.
23
Damai sejahtera dan kasih dengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus
menyertai sekalian saudara.
24
Kasih karunia menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan
kasih yang tidak binasa.
Khotbah kali ini akan membahas salam akhir Paulus kepada jemaat Efesus. Ia menggunakan format umum
surat Yunani kuno di mana bagian pembukaan harus menceritakan perihal pengirim dan penerima disertai
dengan greeting (salam) yang cukup panjang. Dan di bagian penutup juga terdapat salam sebagai connection
(hubungan)
yang menunjukkan perhatian si pengirim pada penerima. Itulah impact atau kaitan personal yang
membuat surat tersebut diterima atau tidak.
Pada bagian penutup surat Efesus tidak terdapat sejumlah nama yang biasanya dicantumkan oleh Paulus
untuk menunjukkan kedekatannya dengan jemaat. Namun bukan berarti ia tidak mengenal mereka karena
ia pernah tinggal di sana selama tiga tahun. Selain itu, juga bukan berarti bahwa ia marah karena tak ada
nada keras dalam suratnya kali ini. Justru sebaliknya, mulai dari pembukaan hingga penutup, isi surat itu
cenderung encouraging (mendorong dan menguatkan) serta mendukung jemaat. Para penafsir menduga surat
tersebut sebagai edaran yang isinya bersifat general (umum) dan tidak ditujukan secara khusus untuk jemaat
Efesus melainkan banyak jemaat.
Surat Efesus dibawa oleh kurir bernama Tikhikus untuk daerah sekitar Asia Kecil antara lain Laodikia,
Kapadokia, Kolose dan seterusnya termasuk Efesus sebagai tujuan atau titik terakhir tugasnya. Karena itu,
surat Kolose diduga sebagai duplikasi Efesus karena isinya hampir sama namun bagian pembukaannya telah
diganti.
Dengan demikian, tujuan Paulus adalah, “Supaya kamu juga mengetahui keadaan dan hal ihwalku, maka
Tikhikus, saudara kita yang kekasih dan pelayan yang setia di dalam Tuhan, akan memberitahukan
semuanya kepada kamu” (Ef 6:21). Artinya, ia senantiasa keep in touch dengan semua jemaat yang pernah
dikunjungi dan dilayaninya. Inilah konsep komunikasi atau interpersonal relationship yang merupakan
33
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
bagian komunitas tubuh Kristus. Semakin akrab komunikasi akan menghasilkan persekutuan yang juga
semakin indah karena banyak masalah terselesaikan dengan baik. Namun ketika komunikasi terhambat
karena adanya rasa sungkan atau enggan maka semua pelayanan menjadi kacau.
Di tengah dunia global saat ini, sebagian besar orang dengan serius memikirkan hingga teknologi
komunikasi berkembang semakin canggih karena menyadari pentingnya komunikasi yang cepat. Tapi, justru
Kekristenan sangat kurang berkomunikasi. Contohnya, dalam Perjamuan Kasih, kebanyakan orang lebih
suka berbicara dengan mereka yang sudah dikenal. Akibatnya, mereka yang belum kenal tidak akan pernah
dikenal, padahal setiap Minggu bertemu di Gereja.
Ketika pergi melayani dari kota ke kota, Paulus tidak pernah lupa berkomunikasi dengan jemaat yang
pernah dilayaninya. Dengan demikian, ia dapat terus mengontrol pelayanan di kota-kota tersebut,
terutama ketika Korintus bermasalah. Walaupun pada saat itu, sedang berada di Efesus, ia segera menulis
surat dan mengirimkannya sehingga akhirnya kehidupan jemaat dapat diperbaiki hanya dalam waktu
setahun. Karena itu, di 1 Korintus dan 2 Korintus terlihat adanya perubahan drastis dalam nuansa kehidupan
mereka. Demikian pula ketika meninggalkan Efesus, ia tetap care (memperhatikan). Secara keberadaan, ia
memang tidak mungkin terus menetap di Efesus karena harus melayani lebih banyak orang.
Dunia telah mempengaruhi orang Kristen hingga menjadi semakin individual dan tidak peduli terhadap
orang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tembok dan pagar rumah di kota besar seperti Surabaya dan
Jakarta, dibangun semakin tinggi hingga tetangga sebelah rumah pun tidak kenal dan tidak mau dikenal
secara personal. Kalau ada yang mencoba untuk mengenalnya maka timbullah rasa curiga. Para kenalan
dan relasi pun hanya sebatas urusan bisnis serta pekerjaan. Tanpa tembok dan pagar tinggi, sebagian orang
akan merasa uneasy (tidak nyaman). Padahal dengan komunikasi, komunitas akan menjadi lebih akrab.
Gejala sikap individualistik juga masuk ke dalam lingkungan Gereja. Misalnya, banyak jemaat merasa tidak
suka jika dibezoeki karena takut pergumulan pribadi dan urusan rumah tangganya diketahui oleh orang
lain. Kalau mau berbincang-bincang, cukup mengenai fashion (pakaian), film, makanan, mall (plaza) dan
sebagainya. Tapi, jangan membicarakan tentang hubungan pribadi antara engkau dan aku. Tak ada lagi
keinginan untuk sharing antar pribadi. Seandainya sharing pun, momen tersebut digunakan untuk
menyombongkan diri. Ketika sudah terjepit ke dalam kondisi yang sangat parah, barulah ia bersedia untuk
konseling. Padahal dengan hubungan baik, sebelum keadaan memburuk, masalah sudah terdekteksi dan
rekan-rekan pun dapat segera menolong. Karena itu, ketika keadaan masih normal, Paulus mengirim
Tikhikus untuk menyampaikan berita tentang pelayanannya. Kesaksian Tikhikus membuat Paulus lebih
dikenal oleh jemaat Efesus dan relasi mereka dapat berjalan dengan indah.
Dari Kitab Efesus, Kolose dan 2 Timotius dapat diketahui bahwa Tikhikus hanyalah kurir yang bertugas keliling
dari kota ke kota untuk menyampaikan surat Paulus. Namun cara Paulus memperlakukannya sungguh
berbeda dengan majikan pada umumnya. Dalam Ef 6:22 dikatakan, “Dengan maksud inilah ia kusuruh
kepadamu, yaitu supaya kamu tahu hal ihwal kami dan supaya ia menghibur hatimu.” Ketika mengutusnya,
Paulus tidak mempertimbangkannya hanya sekedar kurir atau budak melainkan sebagai saudara kekasih
dan pelayan yang setia dalam Tuhan.
34
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Dalam Kol 4:9 dicatat, “Ia kusuruh bersama-sama dengan Onesimus.” Sebenarnya, Onesimus adalah budak
Filemon yang melarikan diri ke tempat Paulus. Tapi, demi supaya ia dapat diterima kembali dengan baik
oleh Filemon, Paulus bersedia mempertaruhkan status kerasulan dan nama baiknya. Padahal, ia seharusnya
kembali pada majikannya dan menerima hukuman mati. Namun Paulus mengatakan, “Sebab mungkin
karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selamalamanya, bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang
kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan” (Flm 1:1516).
Bahkan ia dipakai oleh Paulus menjadi kurir untuk menguji jiwa pelayanannya. Seharusnya, seperti
inilah anak Tuhan memandang orang lain dengan besar hati.
Dalam Kekristenan tak ada lagi hak dan spirit perbudakan terhadap sesama manusia karena semua orang
Kristen adalah budak Tuhan. Inilah jiwa Kekristenan yang menghargai manusia secara pribadi. Tetapi di lain
pihak, jabatan harus tetap ditegakkan. Tuan harus memperlakukan hambanya dengan baik, sama-sama
sebagai manusia. Demikian pula direktur tidak berhak menginjak-injak bawahannya dan menganggap
mereka bukan manusia. Tapi, posisi tuan dan hamba tidak boleh dibalik. Bagian ini harus dimengerti
dengan tepat.
Sebagai kurir, Onesimus dan Tikhikus menyadari tugas serta tanggung jawab mereka. Sedangkan Paulus
adalah rasul Tuhan. Positioning ini tetap harus jelas. Tidak akan pernah terjadi Onesimus memerintah
Paulus tetapi justru sebaliknya. Namun Paulus tidak pernah bermaksud untuk memperlakukan kedua
kurirnya dengan semena-mena.
Di dalam salam personal Paulus terdapat satu nilai yang diajarkannya kepada jemaat Efesus yaitu
bagaimana menghargai orang lain. Di tengah nuansa modern saat ini, alangkah baik jika jiwa mau
menginjak orang lain semakin dikikis oleh semangat hak azasi manusia. Ironisnya, seringkali justru terjadi
pembalikan posisi. Akibatnya, feodalis muncul kembali untuk menekan dengan otoritarianisme yang sangat
tegas. Diharapkan semua orang Kristen tidak ikut tercemar oleh prinsip dan konsep dunia melainkan
kembali pada Alkitab.
Ketika menutup berkatnya, Paulus memberikan salam yang sangat indah, ”Damai sejahtera dan kasih
dengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara. Kasih karunia
menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa” (Ef 6:23).
Untuk saat ini, salam seperti ini dianggap biasa di kalangan Kristen karena sudah sering mendengarnya
dalam kebaktian setiap Minggu sebagai tradisi Kekristenan yang sangat altruistik yaitu salam yang
diungkapkan dengan ketulusan hati di antara sesama anak Tuhan yang sungguh-sungguh menginginkan
berkat kebaikan bagi penerima salam.
Di Gereja tertentu seringkali terdengar jemaatnya mengucapkan, “Shalom!” tanpa memahami artinya.
Padahal sesungguhnya salam itu tidak mudah diucapkan di kalangan Yahudi karena artinya adalah, “Damai
sejahtera bagi kamu!” Salam ini mengandung pengertian dan tekad sangat mendalam yaitu bahwa di mana
pun berada, orang yang mengucapkan salam itu harus rela berkorban dan hidup sebagai saluran berkat,
anugerah dan kasih karunia Tuhan serta mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Konsep inilah yang
dipegang oleh Paulus dan seharusnya oleh semua orang Kristen masa kini. Maka mereka yang tidak siap
hati untuk itu, tidak berhak mengucapkan shalom.
35
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Namun ketika dituntut untuk mendatangkan shalom tersebut, seringkali orang merasa enggan karena
terlalu egois. Padahal ketika membagikan shalom, itulah waktunya Kekristenan merasakan pimpinan
Tuhan. Justru orang Kristen yang menjadi shalom, akan memiliki hidup yang semakin bertumbuh dengan
indah. Ketika Paulus menyampaikan berita pada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan, dan juga
ketika ia tiba di suatu tempat, salam tersebut selalu menyertai. Dalam Kis 20:17-38 Paulus sharing tentang
shalom, “Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari
pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku. Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa
yang berguna bagi kamu. Semua kubritakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun
dalam perkumpulan di rumah kamu; aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang
Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu
pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan
binasa. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku
dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.” Biarlah the spirit to be a blessing ini menjadi kekuatan bagi
orang Kristen dalam kehidupan pelayanan.
Amin!
36
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
em
mu
ulliia
ak
ka
an
nA
Alllla
ah
hd
da
an
nb
be
errb
ba
ah
ha
ag
giia
a
d
dii d
da
alla
am
mD
Diia
a
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Yeremia 32:40-41/ Mazm.63:1-9/ Maz. 16:11
Yeremia 32
40
Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi
mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut kepada–Ku
ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari pada–Ku.
41
Aku akan bergirang karena mereka untuk berbuat baik kepada mereka dan Aku akan
membuat mereka tumbuh di negeri ini dengan kesetiaan, dengan segenap hati–Ku dan
dengan segenap jiwa–Ku.
Mazmur 63
1
Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. (63–2) Ya Allah, Engkaulah Allahku,
aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada–Mu, tubuhku rindu kepada–Mu, seperti tanah
yang kering dan tandus, tiada berair.
2
(63–3)
Demikianlah aku memandang kepada–Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan–
Mu dan kemuliaan–Mu.
3
4
(63–4)
Sebab kasih setia–Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau.
(63–5)
Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku
demi nama–Mu.
5
(63–6)
Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang
bersorak–sorai mulutku memuji–muji.
6
(63–7)
Apabila aku ingat kepada–Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang
kawal malam, ––
7
(63–8)
sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap–Mu aku
bersorak–sorai.
Jiwaku melekat kepada–Mu, tangan kanan–Mu menopang aku.
8
(63–9)
9
(63–10)
Tetapi orang–orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian–
bagian bumi yang paling bawah.
Mazmur 16
11
Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan–Mu ada sukacita
berlimpah–limpah, di tangan kanan–Mu ada nikmat senantiasa.
Allah menciptakan manusia supaya mereka memuliakan Dia dan menikmati Dia. Karena itu, kebahagiaan
manusia dan kemuliaan Allah harus dimengerti secara paradoks, komprehensif dan seimbang, bukannya
37
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lain. Inilah kesalahan yang terjadi: Sebagian orang
mencari kebahagiaan mereka sambil membelakangi Tuhan dan akhirnya menemui kehancuran mereka
sendiri. Sebaliknya, yang lain karena berpegang pada konsep teologi yang pincang mereka berusaha untuk
memuliakan Tuhan tanpa pernah menikmati sukacita yang disediakan Allah bagi mereka sehingga mereka
menampilkan suatu keagamaan yang penuh beban dan tidak memuliakan Allah. Dalam renungan ini kita
akan melihat bahwa memuliakan Allah dan kehidupan yang berbahagia merupakan dua hal yang terkait
erat dan tak terpisahkan.
Pertama, pada naturnya manusia itu mengasihi dirinya sendiri, sehingga di dalam diri setiap orang terdapat
kecendrungan alamiah yang mendorong dia untuk memperhatikan dan merawat dirinya. Hal ini terlihat
bahkan dalam diri orang yang dalam aspek tertentu kelihatan tidak terlalu memperhatikan dirinya, tetapi
sangat memperhatikan dirinya dalam hal yang lain. Blaise Pascal mengatakan, “Semua orang mencari kebahagiaan. Tidak seorangpun yang terkecuali. Walaupun sarana yang mereka gunakan itu berbeda, mereka
semua tertuju kepada tujuan yang satu ini. Alasan mengapa sebagian orang pergi berperang, yang lain
menghindarinya, keinginan yang sama ada di dalam diri keduanya. Hanya pandangannya saja yang berbeda.” Apakah itu hal yang salah? Tidak! Mengusahakan kebahagiaan dan sukacita kita bukanlah hal yang
salah di dalam Kekristenan, karena itu adalah maksud Allah ketika menciptakan kita. Dialah yang
memberikan kepada kita kemampuan untuk bersukacita dan memberikan dorongan dalam diri untuk
mencari kebahagiaan kita. Ini jugalah tujuan kedatangan Yesus, yaitu supaya kita beroleh hidup dalam
segala kelimpahannya (Yoh 10:10b).
Kedua, apa yang dicela Alkitab bukanlah karena kita mengusahakan kebaikan dan kebahagiaan kita,
melainkan karena kita mencarinya di tempat yang salah dan dengan hal-hal yang salah, yaitu di luar Tuhan.
Kesalahan inilah yang ditegur oleh nabi Yeremia ketika ia mengatakan, “Sebab dua kali umatKu berbuat
jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni
kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.” (Yer 2:13). Seringkali orang menganggap Allah sebagai
penghalang kebahagiaan dan sukacita manusia, dan inilah salah satu alasan mereka menolak Allah, padahal
sebenarnya Allah adalah sumber sukacita dan kebahagiaan kita yang sejati, dan hanya di dalam Dia saja kebahagiaan sejati itu kita dapatkan.
Hal inilah yang diingatkan oleh Pascal: “Sebelumnya, dalam diri manusia terdapat kebahagiaan yang
sekarang hanya tinggal bekasnya, yang sekarang ia dengan sia-sia mencoba untuk mencari dari hal-hal di
sekelilingnya, mencarinya dalam hal-hal yang belum ia miliki karena apapun yang telah ia dapatkan tidak
dapat memuaskan dia, tetapi semuanya itu tidak ada gunanya karena suatu jurang yang tak terbatas itu
hanya dapat diisi oleh obyek yang tidak terbatas dan yang tidak mungkin berubah yaitu Allah sendiri.” Apa
yang dikemukakan Pascal ini merupakan gaung dari pernyataan Augustinus jauh sebelumnya: “Ya Tuhan,
Engkau telah menciptakan kami bagi diri-Mu, dan hati kami tidak akan mendapatkan kepuasan sebelum
mendapatkannya di dalam Engkau.” Sungguh ironis, orang yang meninggalkan Tuhan dengan harapan
dapat menikmati hidup ini dengan sepuas-puasnya adalah orang yang mengakhiri hidup mereka dalam
penyesalan dan kehancuran. Sebaliknya, orang yang dengan penuh iman menyerahkan hidup mereka
kepada Tuhan, menyangkal diri, memikul salib dan rela mati untuk Tuhan adalah orang yang hidupnya
paling limpah dan bahagia. Inilah paradoks yang harus dipelajari oleh setiap orang. Sungguh benar apa yang
dikatakan oleh Jim Elliot, seorang martir pionir misi kepada suku Auca di pedalaman Ekuador, ia mengatakan, “Orang yang melepaskan apa yang tidak dapat dipertahankan untuk menggenggam apa yang tidak
dapat direbut daripadanya bukanlah orang yang bodoh.”
38
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketiga, kebahagiaan yang kita usahakan itu tidak pernah boleh menjadi tujuan tertinggi, yang menggeser
posisi Allah sebagai yang utama di dalam hidup kita. Karena jika ini terjadi, berarti kita telah menjadikan
Allah sebagai sarana pencapaian tujuan kita. Inilah kesalahan dari teologi yang bersifat antroposentris, yang
dari luar kelihatan sangat rohani, tetapi pada kenyataannya sangat menghina Allah karena menempatkan
Allah di bawah manusia dan diperalat bagi tujuan manusia.
Sikap agama demikian tidak akan memberikan kebahagiaan sejati kepada manusia karena dengan
menjadikan Allah hanya sebagai sarana, berarti manusia telah menjadikan dirinya sebagai landasan bagi
kebahagiaannya, dan bukannya menjadikan Allah sebagai Tuhan yang berotoritas untuk memberi landasan
bagi kebahagiaannya. Kehidupan yang tidak mengutamakan Allah ini pasti akan gagal karena manusia
adalah pribadi terbatas yang dapat menopang dirinya sendiri. Hanya Allah satu-satunya yang memiliki
kuasa dan anugerah untuk memberikan kebahagiaan kepada kita. Allah harus menjadi yang utama dalam
hidup kita, benarlah yang dikatakan oleh raja Daud, bahwa “kasih setia-Mu lebih baik daripada hidupku”
(Mz 63:4). Setiap orang yang iman yang sungguh-sungguh akan mengakui kebenaran ini.
Kita belum mencapai taraf kehidupan yang sehat dan benar-benar berbahagia jika kita sudah merasa puas
dengan berkat-berkat Allah dan belum melihat bahwa Allah sendiri itulah yang berkat kita, dan
kebahagiaan kita. Alkitab dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan tentang sukacita melimpah dari orangorang yang menikmati hidup persekutuan yang intim dengan Allah sendiri sebagai sumber sukacita dan
kebahagiaan mereka. Seperti yang diungkapkan dalam Ayub 22:25-26, “dan apabila Yang Mahakuasa menjadi
timbunan emasmu, dan kekayaan perakmu, maka sungguh engkau akan bersenang-senang karena Yang
Mahakuasa, akan menengadah kepada Allah.” Demikian juga dalam Mazmur 73:25-26: “Siapa gerangan ada
padaku di sorga selain Engkau ? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan
hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Tuhan adalah berkat
kita yang sejati, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat dibandingkan dengan Dia. Orang Kristen yang sejati
mengerti bahwa sekalipun daging dan hati kita habis lenyap, dunia bergolak, harta kita lenyap, kekasih
pergi meninggalkan dia, namun asal ada Tuhan maka ia tetap dapat beria-ria. Tuhan memampukan kita
untuk bersukacita dalam segala keadaan.
Keempat, kebahagiaan merupakan buah dari kehidupan yang memuliakan Tuhan. Dengan kata lain, kita
baru dapat menikmati kehidupan yang bahagia ketika kita hidup memuliakan Allah, sebab kehidupan yang
memuliakan Allah merupakan kehidupan yang berbahagia itu sendiri. Inilah paradoksnya, kehidupan yang
memuliakan Tuhan tidak meniadakan kebahagiaan, sebaliknya justru menyempurnakannya.
Ketika C.S. Lewis menggumulkan hal memuliakan Allah yang demikian sering muncul dalam kitab Mazmur,
dia menemukan pemahaman yang sangat indah. Ia menjelaskan: ada hal yang sering dilewatkan oleh
manusia dalam memuji Tuhan atau apa saja. Mengenai pujian seringkali kita hanya berpikir tentang
memberikan pujian itu – sekedar suatu kewajiban belaka – dan mengabaikan kesukaan spontan yang
mengalir dalam pujian itu. Dunia menari bersama kita ketika kita memuji. Ketika seorang kekasih memuji
pasangannya, pembaca terhadap bacaan kesukaannya, palancong terhadap tempat favoritnya. Kita
mengalami kesukaan yang melimpah ketika kita memuji apa yang kita sukai, karena pujian bukan hanya
mengungkapkan sukacita tetapi menyempurnakannya. Pujian adalah penyempurnaan yang ditentukan oleh
Allah.
Ketika kita memuji Tuhan, ketika kita hidup memuliakan Dia, kita akan menemukan sukacita dan
kebahagiaan kita disempurnakan di dalamnya. Dan Allah dimuliakan dalam sukacita yang kita nikmati di
dalam Dia. Jikalau usaha kita untuk memuliakan Allah menjadi beban yang berat, dan tidak ada sukacita
39
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dan kebahagiaan di dalamnya, berarti ada sesuatu yang salah dalam ibadah dan kehidupan kita. Ajaran
bahwa kehidupan yang memuliakan Allah harus meniadakan motivasi dan kesiapan kita untuk menikmati
sukacita di dalam Tuhan bukanlah ajaran Alkitab, tetapi ajaran etika kewajiban dari Immanuel Kant. Kant
mengajarkan bahwa suatu tindakan kebaikan tidak lagi baik jika terdapat motivasi untuk diri kita sendiri.
Alkitab mengajarkan kita untuk menghampiri Tuhan dengan motivasi yang murni dan tidak memperalat
Dia, tetapi sekaligus menjanjikan berkat bagi orang yang mencari Allah dengan sikap yang benar. Alkitab
tidak mengajarkan kita untuk menghampiri Allah dan memuliakan Dia semata-mata karena kewajiban.
Karena sikap demikian, meniadakan sukacita yang merupakan ciri-ciri dari ibadah yang sangat diperkenan
Tuhan.
Perbuatan yang dilakukan karena kewajiban sangat berbeda dengan perbuatan yang didorong oleh kasih.
Segala sesuatu yang dilakukan karena dorongan kasih yang tulus akan ditandai dengan keunggulan/terbaik
dan kesukaan. Kita tidak mungkin memuliakan Allah jika pengabdian kita tidak disertai dengan sukacita dan
kasih yang tulus kepada-Nya. Firman kebenaran seharusnya membuat kita untuk melihat Allah yang mulia,
kudus dan sempurna di dalam karakter, kuasa dan kebaikan-Nya, dan inilah yang menjadi landasan
bagaimana ia berespon kepada Allah, yaitu membuat dia memuliakan Allah dengan penuh sukacita.
Amin!
40
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
ette
errb
bu
uk
ka
aa
an
ns
se
ellu
urru
uh
hh
ha
attii k
ke
ep
pa
ad
da
aA
Alllla
ah
h
Oleh: Pdt. Johanes Lilik
Nats:
5
Matius 6:5-15
"Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah–rumah ibadat dan pada tikungan–
tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
mereka sudah mendapat upahnya.
6
Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah
kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
7
Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele–tele seperti kebiasaan orang yang
tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata–kata doanya
akan dikabulkan.
8
Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu
perlukan, sebelum kamu minta kepada–Nya.
9
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama–Mu,
10
datanglah Kerajaan–Mu, jadilah kehendak–Mu di bumi seperti di sorga.
11
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya
12
dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang
bersalah kepada kami;
13
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada
yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai
selama–lamanya. Amin.)
14
Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga.
15
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni
kesalahanmu."
Khotbah kali ini akan membahas Matius 6:5-15, terutama ayat 5-8 tentang hal berdoa. Dalam perikop
tersebut, penulis menggambarkan bahwa Allah sangat membenci kemunafikan, tapi Dia senang bertemu
dan berbicara dari hati ke hati dengan umat tebusan-Nya, seperti seorang bapa yang sangat mengasihi
anaknya, memanggilnya untuk diajak bicara supaya dapat menikmati Dia. Di dalam buku Katekisasi Westminster ada sebuah pertanyaan demikian, “Apa tujuan yang terbesar dan terutama dalam kehidupan
manusia?” Dan jawabannya yaitu “Untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya.” Namun,
jemaat Gereja Protestan pada umumnya sangat pandai dalam hal memuliakan Allah tapi sangat bodoh
sekali di dalam menikmati hadirat Allah dan persekutuan dengan-Nya, yang sebenarnya merupakan suatu
pengalaman rohani yang penuh berkat, sangat indah dan mendalam. Sebab Dialah Pencipta yang memiliki
kedalaman-kedalaman yang penuh dengan rahasia yang selalu baru, tak terbatas dan tak terselidiki oleh
41
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akal budi manusia dan pemahaman hati yang terdalam sekalipun. Mereka pandai memperjuangkan
kesucian dalam hidup dengan melakukan segala sesuatu sebaik mungkin dan memberikan persembahan
perpuluhan secara teratur, namun mengabaikan Injil. Sebaliknya, malaikat di Surga tidak bosan-bosannya
berseru-seru memuji dan memuliakan Tuhan karena mereka menikmati Allah di dalam persekutuan dan
puji-pujian kepada-Nya.
Dalam Matius 6:5 dikatakan, “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik.” Dari
penampilan luar, seorang munafik kelihatannya dengan sepenuh hati bersyukur dan memuji Tuhan atas
berkat-Nya, namun di dalam hatinya ia memaki-maki Tuhan. Dalam ayat selanjutnya dikatakan, “Mereka
suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan
raya, supaya mereka dilihat orang.” Ini bukanlah suatu komunikasi dan doa kepada Tuhan melainkan
kepada orang lain yang sedang lalu lalang. Sebenarnya, ia lebih berfokus pada dirinya sendiri dan bukan
pada Tuhan yang mendengarkan doanya. Berkenaan dengan ini, Tuhan Yesus berkata, “Sesungguhnya
mereka sudah mendapat upahnya.” Maka barometer yang mengukur kesungguhan dalam berdoa itu bukan
orang lain tetapi Allah. Sesungguhnya, Tuhan menghendaki orang Kristen berdoa dengan satu sikap hati
yang rindu berkomunikasi dengan Tuhan secara terbuka, jujur dan tulus di hadapanNya walaupun Tuhan
telah mengetahui seluruh isi hati setiap orang. Seringkali para hamba Tuhan, pengurus Gereja dan jemaat
mampu berdoa dengan lancar tapi tanpa hati. Ketika seorang anak Tuhan berdoa dengan ketulusan hati,
kejujuran dan keterbukaan kepada Tuhan serta menyerahkan semuanya kepada Tuhan, mengalirlah berkatberkat Tuhan dari Surga turun kepadanya. Yohanes Calvin di dalam bukunya mengatakan, “Prinsip hati yang
pertama dan terutama pada waktu berdoa adalah keterbukaan hati yang total di hadapan Allah.”
Berikutnya, Matius 6:6 mengatakan, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah
pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Ayat ini bermaksud bahwa orang Kristen harus menyediakan
waktu yang sangat istimewa untuk berdoa dan mencari Allah dengan segenap hati di tempat tersendiri
karena doa adalah suatu komunikasi pribadi dan personal yang bersifat mendalam dan merupakan
pencurahan seluruh isi hati kepada Tuhan bahkan dengan tetesan air mata atau gelak tawa. Seringkali,
orang Kristen jarang berdoa dengan air mata demi jiwa yang terhilang. Inilah kecelakaan atau
ketidaknormalan rohani. Setelah ditebus oleh Tuhan dan dibeli dengan harga termahal yaitu dengan
nyawa-Nya yang paling berharga, Allah ingin manusia berkomunikasi dan bersekutu dengan Dia lebih dari
apapun juga. Dia memanggil orang-orang tebusan-Nya, “Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang
mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan,” (Mzm. 50:5) karena Ia mau menyatakan
kasih-Nya.
Orang Yahudi ultra Ortodoks memiliki aturan Taurat yang harus dilakukan untuk bisa masuk ke Surga, yaitu
berdoa kepada Tuhan dan menikmati Taurat Tuhan dalam waktu yang dikhususkan sebanyak tujuh kali
sehari, tepat seperti yang dikatakan dalam Mzm. 119:164, “Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau,
karena hukum-hukumMu yang adil.” Tapi bukan berarti semua orang Kristen harus berdoa dan menikmati
Firman-Nya sebanyak tujuh kali sehari seperti itu. Dalam satu hari sudah selayaknya disediakan waktu yang
khusus untuk berjumpa dengan Tuhan dalam doa, seperti Tuhan Yesus yang sekalipun Dia adalah Anak
Allah dan Dia dapat berbicara kepada Bapa-Nya setiap saat, tetapi Yesus mengambil waktu yang khusus di
malam hari sebelum tidur dan di pagi hari sebelum semua orang mulai bekerja atau mungkin murid-muridNya masih tidur, untuk berdiam diri, berdoa, bersekutu dan menikmati hadirat Allah Bapa-Nya. Firman
Tuhan mengatakan, “Di hadapan-Mu, ya Allah, ada sukacita dan nikmat yang berlimpah-limpah
42
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
senantiasa.” Tuhan mampu memberikan cintakasih yang luar biasa berlimpah dan mampu membangun
kerohanian seseorang.
Selanjutnya dalam Matius 6:7 dikatakan, “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti
kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata
doanya akan dikabulkan.” Tuhan tidak akan pernah bertele-tele jika hendak memberitahukan maksud-Nya.
Maka dalam doa pun, orang Kristen tidak perlu bertele-tele karena Dia telah mengetahui apa yang mau
disampaikan. Janganlah memakai suatu kebiasaan atau formula rohani yang palsu seperti bahasa Roh palsu
yang sekarang sering dipakai, yang sebenarnya tidak bertatabahasa dan juga tidak bermakna.
mengatakan, “Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu
perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” Ayat ini masih berhubungan dengan Yakobus 4:2-3, “Kamu
mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu
tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa,
karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu
salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Jadi,
walaupun manusia berupaya semaksimal mungkin namun tanpa doa, maka dia tidak akan mendapatkan
apa yang diinginkannya karena ada beberapa hal khusus yang akan diberikan hanya melalui doa kepada
Allah. Ada pula beberapa hal lain yang pasti Tuhan berikan dan sediakan tanpa perlu diminta melalui doa,
seperti makanan, kesehatan, keturunan, dan sebagainya.
Matius 6:8
Sebagai contoh, Hana dan Penina berdoa dengan susah payah meminta keturunan namun Tuhan tidak
segera memberikannya. Pada akhirnya, barulah Tuhan memberikan keturunan yang diminta. Anak yang
diberikan Allah sebagai hasil pergumulan doa itu adalah anak yang khusus dan spesial karena doa membuat
segala sesuatu berasal dari tangan Tuhan secara spesial. Karena itu, doa disebut sebagai means of grace
(alat anugrah yang spesial dalam Kristus). Orang yang banyak berdoa akan menerima banyak hal yang khusus dan
spesial dari Tuhan. Sebaliknya, orang yang tidak pernah berdoa, tidak akan menerima hal yang spesial.
Setelah berdoa selama bertahun-tahun, Hana dan Penina dikaruniai seorang anak bernama Samuel yang
akan mengurapi dua raja yaitu Raja Saul dan raja terbesar dari bangsa Israel, Raja Daud. Tuhan Yesus
mengajarkan agar semua orang Kristen berdoa dengan tidak jemu-jemu.
Amin!
43
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
ep
pa
as
sttiia
an
nk
ke
es
se
ella
am
ma
atta
an
n
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan
Nats:
Ibrani 5:11-14; 9:26-28/ 1 Yohanes 5:11-13; 3:9; 1:9
Ibrani 5
11
12
13
14
Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan,
karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.
Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar,
kamu masih perlu lagi diajarkan asas–asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih
memerlukan susu, bukan makanan keras.
Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran,
sebab ia adalah anak kecil.
Tetapi makanan keras adalah untuk orang–orang dewasa, yang karena mempunyai
pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.
Ibrani 9
26
27
28
Sebab jika demikian Ia harus berulang–ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi
sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri–Nya, pada zaman akhir untuk
menghapuskan dosa oleh korban–Nya.
Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu
dihakimi,
demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri–Nya untuk menanggung
dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri–Nya sekali lagi tanpa
menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang
menantikan Dia.
1 Yohanes 5:11-13
11
12
13
Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan
hidup itu ada di dalam Anak–Nya.
Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak
memiliki hidup.
Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak
Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.
1 Yohanes 3
9
Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di
dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.
1 Yohanes 1
9
Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni
segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.
44
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Khotbah kali ini akan membahas tentang hal pertobatan dan keselamatan yang seringkali dipertanyakan
oleh kebanyakan orang Kristen. Penulis Kitab Ibrani juga kerap kali menjumpai orang Kristen di Ibrani yang
sudah cukup lama mengenal Tuhan Yesus, bahkan hidup dalam kebenaran Tuhan dan menampilkan
kesaksian sebagai orang percaya tetapi ternyata kehidupan imannya tidak bertumbuh karena adanya
masalah mendasar dalam pengertian akan iman Kristen yaitu hal pertobatan atau keselamatan,
kepercayaan kepada Allah, pembaptisan dan segala sesuatunya, seperti yang tertulis dalam Ibrani 6.
Walaupun sudah dipergumulkan secara terus menerus namun pengertian yang didapat tidak pernah tuntas
dan mereka masih mempertanyakan perihal keselamatan yang mereka miliki setelah percaya kepada Tuhan
Yesus hingga tidak mampu melihat hal lain yang lebih besar. Sesungguhnya, yang menjadi problem utama
adalah ajaran seorang pendatang yang menyatakan bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yesus saja tidaklah
cukup tapi harus disertai dengan praktek tradisi ibadah hukum Taurat yang merupakan warisan Musa yang
sangat berharga bagi orang Israel. Inilah pengertian dari istilah murtad yang dibahas dalam seluruh bagian
Kitab Ibrani yang sebenarnya tidak berkaitan dengan penebusan Kristus atau perihal keselamatan
melainkan dengan hal pola ibadah. Setelah menerima korban penebusan Tuhan Yesus, orang Ibrani
berpaling dari tujuan hidup ibadah yang sesungguhnya dan kembali pada pola hidup ibadah Perjanjian
Lama yang kerap kali melakukan penyembelihan hewan korban persembahan sebagai tanda pengakuan
dosa. Karena itulah, penulis Kitab Ibrani menjadi sangat marah dan berkata, “Sebab sekalipun kamu,
ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar.”
Berkaitan dengan perihal keselamatan, dosa yang kecil sekalipun sudah cukup untuk membawa seseorang
masuk ke dalam penghukuman Allah. Karena itu, beberapa orang Kristen mengatakan bahwa perihal dosa
telah menempatkan manusia di persimpangan jalan antara Neraka dan Surga, walaupun sudah menerima
Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Sesungguhnya, keselamatan itu bergantung kepada
kesempurnaan karya Kristus di kayu salib. Alkitab di seluruh bagiannya, terutama dalam 1 Yoh 5:11-13
menyatakan suatu prinsip penting yaitu “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang
kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup;
barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya
kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” dan
keselamatan itu terjadi hanya satu kali dan sempurna serta bersifat kekal dan tidak akan pernah berubah
selamanya. Kalau Tuhan Yesus sudah memiliki hidup seseorang maka Alkitab menjanjikan sukacita yang
besar baginya yaitu hidup kekal bersama Tuhan di Surga setelah kehidupan di dunia ini. Setiap orang yang
percaya kepada Tuhan Yesus harus mengetahui hal ini sebagai jaminan kepastian keselamatan. Darah
penebusan tidak tercurah dengan sia-sia melainkan untuk menggenapkan rencana Tuhan Allah dalam hal
keselamatan dan penebusan dosa manusia. Dosa yang telah dilakukan setelah menerima dan percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus tidak akan mempengaruhi hidup keselamatan seseorang sampai kedatangan
Tuhan yang kedua kalinya karena Kristus mati di kayu salib hanya satu kali untuk menggenapi tuntutan
murka Allah bagi pengampunan dosa, tepat seperti yang tertulis dalam Ibrani 9:26-28 yang mengatakan,
“Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya
satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya. Dan
sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula
Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia
akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan
kepada mereka, yang menantikan Dia.”
45
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Setelah mendapatkan kepastian keselamatan, masalah selanjutnya adalah kemungkinan bagi orang Kristen
yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus untuk berbuat dosa dan pengaruhnya terhadap keselamatan.
Dalam 1 Yoh 3:9 dikatakan, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi
tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.” Orang yang sudah
percaya kepada Tuhan Yesus tidak akan terus menerus berada di dalam dosa karena dia berkemampuan
untuk menghindari dosa, tapi bukan berarti dia tidak mungkin berbuat dosa. 1 Yoh 1:8 mengatakan, “Jika
kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka berarti kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada
di dalam kita.” Sebaliknya orang yang belum menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya, tidak
mempunyai kemampuan untuk tidak berbuat dosa. Bagi orang percaya, dosa yang telah dibuatnya tidak
akan berpengaruh pada keselamatan yang diberikan oleh Tuhan karena keselamatan itu bersifat posisi
sehingga ketika Tuhan menyelamatkan seseorang maka menurut Kolose dia sudah berpindah posisi dari
kuasa kegelapan menuju kepada Terang Kerajaan Tuhan yang ajaib. Dengan demikian hubungannya dengan
Tuhan sebagai anak Allah bersifat kekal dan tidak akan pernah berubah namun persekutuannya dengan
Tuhan bisa rusak ketika berbuat dosa. Cara menyelesaikan masalah dan memulihkan persekutuan dengan
Tuhan tertulis dalam 1 Yoh 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Dengan kata lain, ayat ini
mengatakan bahwa jika ada pengakuan maka pengampunan akan diberikan.
Pengakuan dosa bukan berarti Tuhan tidak mengetahui dosa yang telah dilakukan, tapi menunjukkan suatu
kerendahan hati untuk mengatakan dosa adalah dosa dengan tulus, jujur dan terbuka serta tidak mencoba
untuk berdalih dengan Tuhan untuk membela diri. Selain itu, pengakuan dosa tidak melihat jumlah dosa
yang telah dilakukan dan tingkat kesengajaan pelakunya. Dalam pengakuan dosa juga harus disertai dengan
pengucapan syukur atas anugerah dan pengampunan yang telah Tuhan berikan. Jikalau Tuhan berkenan
menegur orang yang berbuat dosa, seharusnya dia bersyukur karena itu berarti bahwa Tuhan masih
menyayanginya dan menghendaki dia segera bertobat.
Ada dua macam pertobatan yaitu pertobatan di awal hidup percaya dan pertobatan yang terjadi di dalam
hidup beriman. Pertobatan di awal hidup percaya dilakukan hanya satu kali dan selamanya serta
menyucikan dan mengubah status seseorang menjadi anak Allah. Sementara pertobatan dalam hidup
beriman terjadi berulang kali untuk menyucikan diri dari dosa yang telah diperbuat hingga semakin
menyerupai teladan Kristus namun tidak akan pernah mengubah statusnya sebagai anak Allah.
Kalau pengertian tentang hal pertobatan dan keselamatan ini sudah dipahami secara tuntas maka setiap
orang Kristen akan mempunyai keberanian untuk terus berjalan menuju kepada pengalaman iman yang
lebih limpah lagi bersama Tuhan. Pengertian tentang kedua hal tersebut sudah memberikan suatu
penghiburan dan kepastian yang kokoh serta menjadi modal awal dan dasar pijak untuk masuk ke dalam
pengalaman yang lebih limpah dengan Tuhan. Oleh karena itu, orang Kristen tidak perlu lagi mencari
keselamatan yang lain, sebaliknya harus mengucap syukur dan mengaplikasikan hidup imannya. Orang
Kristen tidak memerlukan berbagai macam ramalan karena pimpinan Tuhan sudah cukup adanya.
Kepastian akan keselamatan ini mampu membawa seseorang masuk ke dalam kelimpahan pergaulan intim
dengan Tuhan dan memberikan keberanian untuk bertemu dengan Dia.
Amin!
46
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Krriis
sttu
us
s tte
erra
an
ng
gd
du
un
niia
a
Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno
Nats:
Yoh. 1:1-12/ Yoh. 12:35/ Mazmur 36:9
Yohanes 1
1
Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama–sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah.
2
3
Ia pada mulanya bersama–sama dengan Allah.
Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari
segala yang telah dijadikan.
4
Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.
5
Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.
6
Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes;
7
ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia
semua orang menjadi percaya.
8
Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu.
9
Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia.
10
Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh–Nya, tetapi dunia tidak mengenal–
Nya.
11
Ia datang kepada milik kepunyaan–Nya, tetapi orang–orang kepunyaan–Nya itu tidak
menerima–Nya.
12
Tetapi semua orang yang menerima–Nya diberi–Nya kuasa supaya menjadi anak–anak
Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama–Nya;
Yohanes 12
35
Kata Yesus kepada mereka: "Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama
terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai
kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi.
Mazmur 36
9
(36–10)
Sebab pada–Mu ada sumber hayat, di dalam terang–Mu kami melihat terang.
Khotbah kali ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam melihat kondisi kehidupan manusia di dunia yang
gelap dan peranan Kristus di tengah dunia. Sudah selayaknyalah jika semua orang Kristen bersyukur karena
secara manusiawi mereka tidak mungkin berubah dengan kekuatannya sendiri. Barangsiapa berada di
dalam kegelapan, berarti ia telah terperangkap di dalam ketertipuannya. Maka ketika ia masih
diperbolehkan keluar dari jebakan itu, sepantasnya bersukacita dan bersyukur atas anugerah Tuhan yang
besar karena sesungguhnya di dalam dirinya tidak berpotensi untuk itu. Sehingga tak seorang pun
diperbolehkan untuk menyombongkan diri dan menganggapnya sebagai hasil usahanya.
47
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Jikalau diperhatikan baik-baik, banyak berita di berbagai media massa yang mengungkapkan tindakan
kriminal seperti peristiwa pembunuhan massal di Ambon dan Sampit. Itu merupakan satu bukti bahwa
dunia ini sudah terlalu gelap. Besar kemungkinan para pelaku kejahatan itu tidak akan menyadari bahwa
tindakan kriminal itu salah hingga mereka sendiri menjadi korban dan hancur. Yoh 1 ingin menyampaikan
bahwa dunia ini adalah dunia yang celaka dan gelap namun di dalam kegelapan itulah Tuhan Yesus datang
untuk membawa Terang ke dalam dunia yang akan menerangi manusia. Tapi ketika Kristus datang, justru
dunia yang sesungguhnya adalah milik-Nya menolak. Alkitab mengingatkan kembali melalui perkataan
Tuhan Yesus dalam Yoh 12:35, “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada
padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam
kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi.” Kalimat ini sangat tajam dan membukakan suatu realita dunia.
Ketika seseorang hidup dalam kegelapan, ia tidak sadar dan tidak mengerti kalau sedang berada dalam
kegelapan. Lalu pada akhirnya ia dibelenggu dan dibinasakan oleh kegelapan itu. Ketika Tuhan
memperbolehkan ia keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam Terang, maka anugerah itu bersifat kekal,
sangat besar dan bermakna. Alkitab juga mengatakan bahwa manusia memerlukan kuasa untuk dapat
masuk ke dalam Terang.
Sebelum memahami perubahan ini, sebaiknya terlebih dahulu mengerti perihal kegelapan yang dibicarakan
oleh Alkitab dan yang menjadi konsep dunia. Kegelapan itu tidaklah sederhana. Semakin lama kegelapan itu
semakin tidak mudah dipahami. Kegelapan merupakan suatu kondisi keabsenan atau kenihilan terang di
mana terang sebagai suatu kondisi yang seharusnya, sedangkan gelap bukan merupakan suatu keberadaan
tersendiri. Menurut Alkitab, Terang itu memang ada tetapi bukan berarti ada kegelapan. Jika suatu ruangan
itu gelap berarti tidak ada terang. Inilah suatu prinsip Alkitab yang penting dan harus dimengerti. Alkitab
tidak menyetujui konsep dualisme yang menyatakan kegelapan dan terang sebagai dua wilayah yang
bertentangan tapi sama kuat, sejajar dan saling meniadakan hingga pada akhirnya keduanya habis (nihilisme).
Selain itu, kegelapan tidak dapat diukur secara gradasi tetapi terang dapat diukur ketajaman sinarnya.
Sehingga jikalau kita ingin mengurangi terang, maka kita dapat mematikan sebagian lampu dan ruangan
akan menjadi lebih redup.
Ketika seseorang masuk ke dalam kegelapan, menurut Yoh 1 hal ini disebabkan karena keterpisahan dari
sumber keberadaannya. Yoh 1:3 mengatakan bahwa Kristuslah Terang dan sumber keberadaan dasar yang
membuat semua keberadaan menjadi ada, tetapi keterpisahan dari Kristus berarti tidak mungkin ada yang
ada dan tidak ada yang dapat diadakan.
Kegelapan mampu menempatkan seseorang dalam suatu kondisi paradoks yang menakutkan. Ia akan
merasa yakin dalam melangkah namun pada saat yang sama ia juga merasakan suatu ketakutan karena
sesungguhnya ia semakin jauh berada dalam kondisi yang berbahaya. Biasanya seseorang akan sangat
berhati-hati pada saat melangkah untuk pertama kalinya karena masih ada keraguan. Tapi, ketika ia merasa
tidak ada sesuatu yang buruk terjadi maka ia akan melanjutkannya dengan langkah kedua, ketiga dan
seterusnya. Dan pada suatu saat ia pasti menabrak sesuatu yang tidak dilihatnya karena gelap. Itulah jalan
di dalam kegelapan di mana seseorang tidak dapat membedakan yang benar dan salah, bahkan kehilangan
orientasinya karena terjebak dalam suatu kondisi atau posisi relatifisme dan subyektifisme.
48
Ringkasan Khotbah – Jilid 2

Pertama, kegelapan dalam pengertian umum yaitu kegelapan yang sangat jahat dan tidak bermoral sampai
orang dunia pun mengerti bahwa tindakan itu jahat. Ketika seseorang melakukan kejahatan level pertama
ini maka semua orang dunia akan mampu menilai ia jahat dan mengutuki tindakan tersebut. Kalau pelaku
merasa dirinya tidak bersalah maka tekanan sosial akan lebih banyak terjadi. Biasanya hal ini terjadi sejauh
berkaitan dengan interpersonal relationship. Seseorang dianggap jahat jika ia merugikan dan mencelakakan
orang lain namun pelakunya belum tentu menyadari dan menerimanya. Saat ini, jumlah orang yang
berbuat kejahatan di level ini semakin meningkat hingga dunia ini menjadi terlalu berbahaya dan tidak
nyaman. Alkitab mengatakan bahwa jika Tuhan membuka Terang bagi pelaku kejahatan itu maka ada jalan
keluar dari kejahatan yaitu melalui pertobatan. Kalau orang itu pada akhirnya dapat menyesali segala
kejahatannya bahkan sampai menangis di hadapan Tuhan, maka itulah anugerah Terang yang terlalu besar
karena hati dan pikiran sebagian besar orang sudah terlalu keras, beku dan jahat untuk dapat mengakui diri
sebagai orang yang berdosa. Pertobatan ini membutuhkan pengorbanan, kesadaran dan kerelaan tapi yang
terutama adalah anugerah Tuhan turun ke atasnya.
Kedua, kejahatan di dalam tinjauan Kekrtistenan yang lebih sulit daripada level sebelumnya. Dalam Matius
19
dicatat, seorang pemuda merasa dirinya baik karena menurut konsep dunia, barangsiapa tidak pernah
membunuh, berzinah, mencuri, bersaksi dusta, dan mengingini barang orang lain, ia adalah orang yang
baik. Dengan kata lain, hukum Taurat kelima hingga kesepuluh sudah dilaksanakan dengan baik. Namun
Tuhan Yesus justru mengatakan ia bukan orang baik dan pada akhirnya terbukti bahwa pemuda itu
memang bukan orang baik karena hukum Taurat pertama sampai keempat belum dilakukan. Inti hakikat
hidupnya bukanlah sebagai orang baik tapi hanya baik pada permukaannya. Alkitab mengatakan bahwa
perihal dosa dan kegelapan bukan disebabkan oleh perbuatan yang merugikan orang lain karena itu
hanyalah merupakan ekstensi dosa. Kebaikan seseorang tidak diukur dari level relatifisme, subyektifisme
dan humanisme karena kebaikan semacam itu hanyalah pada kriteria filsafat umum manusia. Alkitab
mengatakan bahwa kebaikan adalah sikap seseorang di hadapan Tuhan. Ketika ia melanggar perintah
Tuhan maka ia telah berbuat jahat karena pertimbangan kebaikan dan kejahatan tidak tergantung pada
manusia melainkan kepada Tuhan. Jadi kondisi kebaikan pada level ini mempunyai standard yang lebih
tinggi dari yang dunia bisa mengerti. Bagi dunia yang gelap ini, orang yang berada dalam kegelapan level
kedua ini masih tergolong orang baik. Tapi bagi Kekristenan, itu hanya suatu egois pribadi agar di depan
orang banyak, ia terlihat baik dan hebat tanpa memperhatikan Tuhan. Dalam Matius 19, kebaikan anak muda
itu tidak tepat seperti yang Tuhan inginkan karena uang telah menjadi tuan atas hidupnya. Pada akhirnya,
ia memutuskan untuk memilih Neraka tapi dapat hidup kaya di dunia ini daripada miskin tapi masuk Surga.
Orang semacam ini jauh lebih sulit untuk disadarkan, dibanding dengan orang yang melakukan kejahatan
level pertama. Yang bisa menyadarkannya hanyalah orang Kristen.
Ketiga, kegelapan di level tuntutan Tuhan. Walaupun Hukum Taurat sudah dijalankan dengan baik,
ditambah lagi dengan baptisan dan segala macam pelayanan di rumah Tuhan, tapi bagi Tuhan, itu belum
cukup memadai untuk menerima anugerah Terang keselamatan dan hidup kekal karena tidak memiliki
konsep yang benar. Dari sudut pandang orang dunia, orang semacam ini sudah terlalu baik, dan begitu pula
dari sudut pandang orang Kristen, tapi di hadapan Tuhan, orang itu masih berada di dalam kegelapan
karena jiwa dedikasinya belum muncul. Dalam Roma 10:1-3 Paulus berkata, “Saudara-saudara, keinginan
49
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian
tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar.
Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk
mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.” Seperti ketika
seseorang melayani dan bekerja dengan giat bukan karena pengertian yang tepat di dalam iman Kristen
mengenai siapakah Tuhan itu dan bagaimana respon hidupnya di hadapan Tuhan, tapi demi kepentingannya sendiri. Ketika ia mendapat kritikan atau minta sesuatu pada Tuhan tapi tidak diberi, maka ia
menjadi sangat marah. Di sini ia telah membangun konsep sendiri dan tidak bersedia menerima konsep
Tuhan.
Jika diperhatikan dengan baik, ternyata aspek kegelapan sangat serius mencengkeram hidup seseorang
tetapi seringkali hal ini diremehkan oleh dunia. Selayaknyalah orang Kristen menyadari bahwa Kekristenannya disebabkan karena kuasa Tuhan yang menariknya keluar dari jebakan kegelapan dan
menjadikannya sebagai anak Tuhan yang tidak mempermalukan nama Tuhan melainkan mendedikasikan
seluruh hidupnya kepada Tuhan.
Amin!
50
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Krriis
sttu
us
sm
me
en
ng
ga
am
mb
biill rru
up
pa
as
se
eo
orra
an
ng
gh
ha
am
mb
ba
a
Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno
Nats:
5
Filipi 2:5-11
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat
juga dalam Kristus Yesus,
6
yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan,
7
melainkan telah mengosongkan diri–Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba,
dan menjadi sama dengan manusia.
8
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri–Nya dan taat sampai mati,
bahkan sampai mati di kayu salib.
9
Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada–Nya nama di
atas segala nama,
10
supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi,
11
dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!
Dalam rangka menyongsong Minggu Paskah, khotbah kali ini akan menyoroti secara spesifik satu teladan
Adam sejati yang hidup sesuai dengan kehendak Allah dan sangat luar biasa di dalam semangat
perhambaan, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Karena itulah, Paulus menulis suatu pujian atau puisi dalam Filipi 2
yang terkenal sebagai pujian doksologi kepada Kristus, yang sekaligus merupakan suatu berita yang sangat
serius karena mengandung satu prinsip terpenting di dalam Kekristenan.
Ketika hidup di tengah dunia ini, dengan karunia keselamatan yang telah diterima, hendaknya semua orang
Kristen tidak sekedar mencari suatu egoisme pribadi untuk dapat menikmati kehidupan kekal di surga lalu
berpikir dan bertindak mengikuti nafsu kedagingan hingga menimbulkan jiwa arogan dan keinginan untuk
ditinggikan seperti seorang tuan. Jika hal itu terjadi, berarti manusia telah gagal menjadi citra yang
sesungguhnya. Sebagai seorang anak Tuhan, seharusnya di dalam dirinya terjadi suatu perubahan yang
dahulu tidak mungkin terjadi karena berada di luar Kristus dan di dalam dosa serta dicengkeram oleh kuasa
kegelapan dan di bawah penaklukan iblis yang jahat. Untuk dapat berubah menjadi serupa dengan jiwa
Kristus dan bukan demi keselamatan semata, diperlukan suatu pertobatan yang merupakan sentuhan
Kristus sendiri yang telah menebus dosa manusia.
Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menginginkan suatu model dan sifat tertentu sebagai manifestasi dari
maksud-Nya semenjak awal penciptaan yang boleh terlihat di tengah dunia ini. Karena itu, Filipi 2 dimulai
dengan satu kalimat tegas dan sangat menyentuh yang menyatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam
51
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.”
Dengan demikian, Paulus sungguh-sungguh dipakai oleh Tuhan untuk menuliskan satu konsep penting yaitu
bahwa pikiran dan perasaan orang Kristen seharusnya berubah menjadi serupa dengan Kristus sehingga dia
layak disebut sebagai anak Allah sejati yang sungguh-sungguh beribadah dan mempermuliakan Tuhan.
Konsep ini sangat kontras dengan yang dicitrakan oleh dunia. Pada saat ini, mulai bermunculan satu
tekanan besar di tengah dunia yang mencoba mendesak setiap orang untuk berusaha menjadi seorang
investor melalui multilevel marketing atau direct selling karena dengan posisi hanya sebagai seorang
pegawai, ia merasa belum menjadi orang, bahkan menjadi seorang businessman sekalipun belum cukup
memadai. Seorang businessman harus bekerja keras mengusahakan modal yang dimilikinya agar
memperoleh keuntungan. Berbeda dengan businessman, seorang investor tidak harus bekerja keras
melainkan memotivasi orang lain untuk bekerja keras mengusahakan modal yang dimilikinya agar dia
sendiri memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Konsep ini yang dianggap sebagai cara terbaik
oleh dunia, sebenarnya sangat tidak logis karena jika semua orang menjadi investor maka tidak akan ada
orang yang menjadi pegawai yang harus bekerja keras untuk mengusahakan modal yang ada.
Psikologi humanistik juga mengajarkan untuk mengaktualisasikan diri dan tidak tergantung pada orang lain
sehingga pada akhirnya berhasil menjadi seorang tuan dan seumur hidup tidak akan pernah diperintah dan
diatur oleh orang lain tapi memerintah dan mengatur semua orang. Dalam Filipi 2, Kristus justru
mengajarkan hal yang berlawanan. Cara berpikir dan perasaan Kristus sungguh berbeda dengan ajaran dan
perasaan yang dunia tegakkan, yaitu suatu semangat kerendahan hati dan jiwa seorang hamba atau
servanthood (kepenatalayanan) di dalam kehidupan. Alkitab menegaskan bahwa semua orang Kristen harus
belajar merendahkan diri menjadi seorang hamba dan taat sampai mati.
Selain itu, Paulus juga menekankan kepada jemaat Filipi dan semua orang Kristen supaya belajar untuk
tidak mempertahankan dan memperhitungkan hak dengan sukarela sehingga tidak mengganggu eksistensi.
Ketika orang dunia menekankan hak dan muncul suatu keinginan untuk menjadi seorang tuan, sebenarnya
yang diperjuangkan adalah pengakuan akan eksistensi dirinya sendiri. Tetapi justru perjuangan itulah yang
menyebabkannya kehilangan eksistensi diri dan pada akhirnya jatuh secara perlahanlahan sampai hancur
total karena pikiran dan perasaan hatinya yang semakin tak menentu itu akan merongrong seluruh
hidupnya. Alkitab justru mengajarkan bahwa sepanjang Yesus hidup di dunia, semua tindakan-Nya,
pernyataan dan keberadaa-Nya serta seluruh sejarah-Nya menunjukkan bahwa Dialah Allah dan
eksistensiNya tidak perlu diragukan lagi. Walaupun demikian, Ia tidak pernah menyatakan diri-Nya sebagai
Allah karena prinsip-Nya yaitu jiwa servanthood. Sejak semula Ia sudah menyatakan bahwa kedatanganNya ke dunia ini bukan untuk dilayani tapi untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan
bagi banyak orang. Sekalipun manusia tidak mau menerima-Nya sebagai Tuhan Allah, eksistensi-Nya tetap
tidak terganggu dan tergeser karena kerelaan-Nya untuk merendahkan diri dan mengambil rupa seorang
hamba tanpa perlu direlasikan dengan asumsi orang lain secara langsung. Ini justru membuat Kristus
mempunyai suatu kestabilan dan misi yang sangat tegas dan menjadikan-Nya sebagai teladan terbesar dan
tersempurna. Dengan demikian, orang Kristen seharusnya rela merubah paradigma duniawi dan
kehidupannya yang berdosa menjadi kehidupan sejati berdasarkan konsep ajaran Kristus. Jikalau hal itu
dapat dilakukan berarti Filipi 2 sudah terlaksana dan imannya telah bertumbuh.

Prinsip pertama, kerelaan melepaskan hak dan milik yang harus dipertahankan hingga menimbulkan suatu
kerendahan hati. Alkitab memberikan suatu paradoks yang berlawanan dengan konsep dunia yaitu bahwa
52
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
jika sesuatu itu dipertahankan maka hal itu akan hilang tapi sesuatu yang dilepaskan akan didapat. Ajaran
Alkitab ini sangat tepat. Di dalam kebenaran, setiap hal yang dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan
dan hak yang dengan rela dilepaskan maka saat itulah semuanya akan dapat diperoleh. Tuhan Yesus sendiri
mengajarkan bahwa jika seseorang mempertahankan nyawanya maka ia akan kehilangan nyawanya. Kalau
ia rela melepaskan nyawanya karena Tuhan maka ia akan mendapatkan nyawanya. Kristus pun telah
memberi teladan dengan melepaskan hak kealahan-Nya dengan kemurnian dan ketulusan jiwa pelayanan
karena BapaNya akan meninggikan Dia hingga semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku
bahwa Dialah Tuhan demi kemuliaan Allah Bapa. Tapi ini bukan berarti Kristus melepaskan hak-Nya demi
mendapatkan peningkatan itu. Justru ketika seseorang dengan kerelaan yang murni bersedia merendahkan
dirinya maka pada saat itulah orang lain, yang mengerti akan kebenaran, menghormatinya dan Tuhan
sendiri akan melihat kebaikan hamba-Nya dan menghargainya serta memberikan suatu imbal balik dan
mengembalikannya pada posisi yang seharusnya karena keadilan Tuhan tetap berjalan secara seimbang.
Tidak seharusnya manusia mencari identitas diri tetapi biarlah Tuhan yang memposisikannya pada identitas
yang seharusnya.
Prinsip kedua, kerelaan untuk melayani demi tercurahnya berkat Tuhan atas orang lain dan demi
kemuliaan Tuhan. Ketika Kristus datang ke tengah dunia ini, Ia menyatakan dalam Yoh 5 bahwa kedatanganNya bukan untuk menjalankan pekerjaan dan keinginan-Nya sendiri tapi untuk menyenangkan hati BapaNya dengan menggenapkan perintah Bapa kepadaNya walaupun sesungguhnya Ia tidak menyukai
penderitaan bahkan Ia harus mati untuk menebus dosa orang banyak. Jikalau semua orang Kristen
mempunyai jiwa seperti ini maka kehidupan mereka akan kembali pada citra Tuhan yaitu hidup untuk
melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi pertumbuhan iman banyak orang. Terkadang ada pelayan Tuhan
yang berhenti melayani karena merasa kesal, melelahkan dan terlalu menderita. Ketika muncul tekanan
yang berat maka ia langsung berhenti karena tidak rela berkorban dan berjuang demi pelayanan. Ketika
belajar melayani Tuhan dan bekerja di tengah dunia ini, biarlah jiwa servanthood menjadi suatu spirit kerja,
baik di dalam pekerjaan Tuhan maupun di dalam perusahaan dunia. Bekerja di mana pun, seharusnya orang
Kristen mengerjakan sesuatu yang sangat bermanfaat dan bernilai tinggi hingga dapat menjadi berkat bagi
banyak orang. Tuhan mengajarkan jiwa seorang pelayan karena justru semangat itu akan menjadikan
hidup manusia semakin berbuah limpah. Tapi jika berkat-berkat itu mulai diperhitungkan maka berhentilah
semua berkat.
Prinsip ketiga, untuk dapat melayani Tuhan, diperlukan kesetiaan dan integritas hidup. Alkitab
mengatakan, jika seseorang sedang menjalankan suatu pelayanan maka hendaklah melayani dengan
sebaik-baiknya dan tidak hanya di hadapan pimpinan. Walaupun harus hidup miskin dan mengalami
kesengsaraan demi menebus dosa semua orang, Kristus bersedia merelakan hidup-Nya menjadi seorang
hamba yang tetap setia semenjak kelahiran-Nya hingga saat kematian-Nya tanpa merasa terganggu
eksistensi dan integritas hidup-Nya. Seringkali manusia tidak rela untuk menjalani kehidupan yang sengsara
sepanjang umurnya dengan segala kesulitan, masalah dan tantangan karena ia telah kehilangan
integritasnya dan tidak siap hati lalu pada akhirnya mengganggu kesetiaan dan mulai bermain-main dengan
dosa, nafsu dan keduniawian. Sebenarnya, jiwa seorang hamba harus memiliki kerelaan untuk bertahan
sesuai dengan kehendak Tuhan.
Amin!
53
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ka
as
siih
hd
dii b
bu
uk
kiitt G
Go
ollg
go
otta
a
Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno
Nats:
1
1 Kor. 15:1-11
Dan sekarang, saudara–saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku
beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri.
2
Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah
kuberitakan kepadamu––kecuali kalau kamu telah sia–sia saja menjadi percaya.
3
Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima
sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa–dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci,
4
bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai
dengan Kitab Suci;
5
bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas
murid–Nya.
6
Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus;
kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah
meninggal.
7
Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.
8
Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti
kepada anak yang lahir sebelum waktunya.
9
Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat
Allah.
10
Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih
karunia yang dianugerahkan–Nya kepadaku tidak sia–sia. Sebaliknya, aku telah bekerja
lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah
yang menyertai aku.
11
Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu
menjadi percaya.
Setiap hari Paskah, 1 Kor 15:1-11 ini kembali dibahas karena ayat yang diberitakan oleh Paulus ini merupakan
suatu peringatan bagi dunia. Paulus dengan keras dan serius mengingatkan semua orang Kristen di Korintus
yang seringkali meragukan prinsip iman Kristen yang paling mendasar dan melakukan tindakan yang tidak
mencerminkan Kekristenan yang baik, supaya kembali kepada Injil, memahami kedalamannya, dan teguh
berpegang padanya lalu memberitakannya ke tengah dunia. Sebenarnya, Pauluslah yang merintis,
mengajar dan membina iman mereka dengan tepat. Namun ternyata jemaat ini belum sungguh-sungguh
terbina dan beriman dengan baik. Justru mereka seringkali mempermainkan firman Tuhan dan hidup
mereka sendiri sehingga banyak hal yang harus dikoreksi oleh Paulus dan usaha ini tidaklah mudah karena
jemaat Korintus terkenal pandai dan suka berdebat secara intelektual. Ironisnya, kepandaian dan ilmu yang
mereka miliki bukannya membuat jemaat itu semakin takut, tunduk dan mengerti akan firman Tuhan
melainkan justru dimanfaatkan untuk dapat mempermainkan firman dan doktrin Kekristenan karena telah
54
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
terpengaruh konsep sekuler, lalu pada akhirnya mereka jatuh ke dalam konsep dasar yang salah yaitu
mencurigai kebangkitan Kristus.
Di dalam 1 Korintus, Paulus berulangkali mengkritik Kekristenan di sana dengan cara mengkontraskan
berbagai peristiwa yang terjadi di dalam jemaat dengan pengaruh luar terhadap jemaat. Situasi filosofis
kota Korintus yang terkenal sebagai The Ancient Greek Philosophy (Filsafat Yunani Kuno) dengan Corinthian
School atau arus pikir filsafat Korintus sangat berpengaruh sekali dan mampu membuat jemaat Korintus
menjadi hedonis dan sangat duniawi. Tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk mengenal Tuhan
dengan tepat, yang sesungguhnya merupakan essensi hidup mereka. Yang dipikirkan hanyalah hidup
keseharian saja seperti makanan, ketenaran, penggolongan status sosial, bahasa lidah, talenta,
keistimewaan dan sebagainya. Selain itu, mereka sangat menyombongkan dan mempermainkan karunia
rohani bahkan perjamuan kudus sekalipun. Padahal ketika mereka mempermainkan, tidak mau kembali
dan mengerti essensi kebenaran firman Tuhan sejati, tidak mau mengenal Kristus dengan sungguhsungguh, tidak takut kepada Tuhan bahkan mencoba meninggalkan Tuhan, pada saat yang sama kehidupan
mereka tidak menjadi lebih baik, rohani, bermoral, serta berintegritas dalam pemikiran dan kehidupan.
Integritas hidup mereka justru semakin terpecah belah sehingga ketika mereka memikirkan penyelesaian
problema dunia, mereka sangat kebingungan. Semenjak abad pertama ketika Paulus mengkritik dengan
keras hingga saat ini, 2000 tahun setelah kejadian itu, masalah yang dihadapi umat manusia tetap sama
karena essensi yang paling serius dari dunia ini belum terselesaikan.
Paulus menyatakan suatu berita bahwa Kristus telah mati karena dosa manusia tapi berita itu tidak lagi
disukai di abad ini. Berita Paskah menjadi kurang populer jika dibandingkan dengan Natal. Sejak abad
pertama yaitu jaman Korintus hingga abad 20 ini, dunia terus mencoba untuk menganulir dan melawannya.
Karena itu, Paulus perlu memberikan satu argumentasi yang kokoh, rasional dan historis supaya orang
Kristen tidak terkecoh oleh pemikiran seperti itu. Alkitab mengatakan bahwa Kristus telah mati karena dosa
manusia sesuai dengan Kitab Suci dan Ia telah dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci pula.
Injil inilah yang harus diajarkan kepada semua orang di dunia berdosa ini yang seringkali menolak Tuhan
dan berita kebenaran. Orang dunia mengira bahwa dengan menolak Tuhan maka dia menjadi lebih pandai
dan independent (bebas) untuk berkarya dan mengeluarkan ide. Dengan kata lain, jika ingin menjadi seorang
ilmuwan yang mampu menciptakan berbagai macam ilmu maka dia harus meninggalkan Tuhan. Pikiran
seperti itu sangat bodoh sekali karena pada dasarnya manusia tidak mampu menemukan ilmu sejati dan
pemikiran yang berbobot kecuali ia mau percaya kepada Tuhan. Seorang ilmuwan memang mampu
menemukan fakta tapi setiap fakta akan berubah menjadi kutuk bagi dunia karena dampak negatifnya jauh
lebih besar daripada dampak positifnya kecuali interpretasi dan penggunaannya berdasarkan firman Tuhan.
Tanpa kebenaran ini maka rusaklah seluruh sistem di dunia. Sebagai contoh, manusia berhasil menemukan
nuklir tapi belum dapat memanfaatkannya dengan baik.
Alkitab mengatakan bahwa dosa telah membuat manusia terbelenggu dan penyelesaiannya adalah keluar
dari dosa. Jika ingin memiliki hidup yang teratur di hadapan Tuhan, mampu menanggulangi segala situasi
yang buruk, maka penyelesaiannya hanya satu yaitu keluar dari dosa. Namun tak ada yang dapat dilakukan
oleh manusia dan tak ada satu kekuasaan pun yang mampu mengeluarkan manusia dari dosa. Alkitab
mengatakan bahwa hanya ada satu cara untuk dapat keluar dari dosa yaitu kembali kepada Kristus dan
menerima penebusan Kristus. Kalau anugrah uluran tangan Tuhan ini tidak disambut dengan baik maka
manusia akan semakin tenggelam dalam dosa. Dunia perlu disadarkan bahwa Paskah itu sangat bermakna.
Kristus mati di kayu salib merupakan satu hal yang sangat serius dan bukan sekedar jalan keluar bagi orang
Kristen atau sekedar suatu contoh yang sangat hebat dan patut dibanggakan karena Kristus sudah menang
55
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dari maut dengan bangkit dari kematian, tetapi kebangkitan Kristus itu merupakan satu-satunya
kesempatan atau kemungkinan bagi manusia untuk dapat keluar dari jerat dosa yang mencengkeram
hidupnya.
Problema dosa merupakan masalah bagi setiap manusia tanpa kecuali. Alkitab mengatakan jika seseorang
berani mengklaim dirinya tidak berdosa, dialah orang yang tersombong di dunia dan dia justru sedang
membuktikan bahwa dia berdosa dan sedang mempertaruhkan kebinasaan dirinya sendiri. Karena itu,
berita Paskah harus dinyatakan ke tengah dunia karena mampu menyelesaikan masalah manusia yang
terbesar yaitu problema dosa. Kristus adalah satu-satunya Allah yang menjelma menjadi manusia sejati
yang tidak tersentuh dosa sedikit pun di tengah dunia berdosa ini. Sehingga ketika Ia menang melawan
dosa, kemenangan itu bukan untuk menebus diri-Nya sendiri tapi kemenangan itu dapat membawa
manusia berdosa kembali kepada kemenangan. Padahal Ia sendiri merasa ngeri ketika murka Allah yang
sangat dahsyat atas dosa umat manusia harus ditanggung-Nya. Sungguh manusia tidak akan mungkin
mengerti makna dari Allah yang dipisahkan dari Allah karena dosa yang menyebabkan kematian. Ketika
Allah Bapa dan Allah Anak yang sangat dekat dan merupakan satu kesatuan Tritunggal yang tidak
terpecahkan, tiba-tiba harus direnggut karena dosa manusia. Penderitaan yang berat harus ditanggung oleh
Kristus demi umat kesayangan-Nya dan untuk itu pula Ia rela mati. Ketika maut mencoba merenggut Kristus
lalu dengan kekuatan yang besar Kristus keluar dari maut. Itulah kemenangan tuntas yang tidak mungkin
terulang lagi sepanjang sejarah manusia. 1 Kor 15:55 mengatakan, “Hai maut, di manakah sengatmu?”
Kristus telah diterkam oleh maut namun Ia berhasil mematahkan dan menghancurkan kuasa kematian.
Kemenangan Kristus itulah yang dibutuhkan oleh dunia dan tanpa itu dunia ini tidak berpengharapan lagi.
Berita Paskah merupakan suatu jawaban bagi orang-orang yang sedang putus asa dan kecewa terhadap
dunia yang telah dicengkram oleh dosa. Kebangkitan Kristus akan memberikan kuasa untuk mendobrak
segala kuasa kematian dan dosa lalu pada akhirnya akan berdampak pada kebangkitan manusia. Jikalau
Kristus tidak bangkit maka seluruh Kekristenan menjadi sia-sia. Paulus sendiri menyadari bahwa jika Tuhan
tidak mengeluarkan dia dari jerat dosa maka dia telah mati. Sesungguhnya, tidaklah mudah bagi Paulus
untuk bertobat dan merubah cara berpikirnya. Hanya ada satu kuasa yang mampu merubah dan
menyadarkan Paulus bahwa berita Paskah adalah berita terpenting bagi hidupnya. Setelah bertobat, dia
berjuang keras, tapi tidak lagi dengan kekuatannya sendiri melainkan dengan kasih karunia Tuhan.
Dari sudut pandang Kekristenan, pengertian dari perubahan adalah bangkitnya seseorang dari paradigma
dosa menjadi paradigma kebenaran. Namun paradigma dosa itu tidak dapat berubah tanpa kuasa Kristus
mendobrak dan merubahnya dari akar terdalam hidup manusia. Dengan kata lain, orang yang mengalami
perubahan itu akan bertobat secara total dan bukan hanya di level permukaan saja tapi dari hati yang
terdalam karena adanya keinginan untuk menyenangkan hati Tuhan. Maka hidupnya bukan lagi bagi
kepentingannya sendiri melainkan untuk melayani Tuhan dan mulai menggumulkan kehendak Tuhan. Dunia
ini bermasalah karena setiap orang hanya mengutamakan kepentingannya sendiri. Inilah ide humanis yang
sedang tersebar di tengah dunia. Makin seseorang mementingkan dirinya sendiri maka dia semakin
merugikan orang lain. Setiap orang Kristen seharusnya berjiwa melayani dan mau memikirkan kehendak
Tuhan serta berusaha untuk selalu menjadi berkat bagi orang lain di manapun ia berada. Kalau dunia ini
dipenuhi dengan orang-orang seperti itu maka tidak akan pernah terjadi kasus Sampit, Ambon, dan
sebagainya. Jika seseorang mampu berubah, berarti dia telah terlepas dari konsep humanisme dan
materialisme yang bersifat merusak dan hanya bisa diselesaikan dengan kebangkitan Kristus.
Amin!
56
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
S
Su
uk
ka
ac
ciitta
ad
da
an
nk
ke
erro
oh
ha
an
niia
an
nK
Krriis
stte
en
n
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Nehemia 8:9-12/ Filipi 4:4
Nehemia 8
9
Lalu Nehemia, yakni kepala daerah itu, dan imam Ezra, ahli kitab itu, dan orang–
(8–10)
orang Lewi yang mengajar orang–orang itu, berkata kepada mereka semuanya: "Hari ini
adalah kudus bagi TUHAN Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan menangis!," karena
semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat–kalimat Taurat itu.
10
(8–11)
Lalu berkatalah ia kepada mereka: "Pergilah kamu, makanlah sedap–sedapan dan
minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa–
apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab
sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!"
11
Juga orang–orang Lewi menyuruh semua orang itu supaya diam dengan kata–kata:
(8–12)
"Tenanglah! Hari ini adalah kudus. Jangan kamu bersusah hati!"
12
(8–13)
Maka pergilah semua orang itu untuk makan dan minum, untuk membagi–bagi
makanan dan berpesta ria, karena mereka mengerti segala firman yang diberitahukan
kepada mereka.
Filipi 4
4
Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!
1.
Sukacita adalah ciri-ciri agama sejati dan kerohanian yang tulus ikhlas. Agama sejati tidak
meniadakan sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya. Anggapan bahwa
agama dan kesalehan meniadakan sukacita merupakan tipuan licik Iblis untuk menjauhkan manusia dari
Allah. Dalam fiksi rohaninya, Screwtape Letters, C.S. Lewis secara kreatif menggambarkan bagaimana setan
senior, si Screwtape, memberi nasehat kepada keponakannya, setan yunior, tentang bagaimana menggoda
manusia. Paman Screwtape menulis: “Ketika kita berurusan dengan setiap kesenangan dalam bentuknya
yang sehat, normal dan memuaskan, maka kita, sampai batas tertentu berada di daerah Musuh. Aku tahu
kita sudah memenangkan banyak jiwa lewat kesenangan, tetapi tetap saja itu adalah ciptaan-Nya, bukan
ciptaan kita. Semua riset kita sejauh ini belum memampukan kita untuk menghasilkan hal itu. Kita hanya
dapat mendorong manusia untuk menggunakan kesenangan yang diciptakan Musuh kita itu pada waktuwaktu, dalam cara-cara atau pada tingkat yang Ia larang…. Hasrat yang semakin besar kepada kesenangan
yang dirasa terus berkurang adalah resepnya (Iblis) … untuk mendapatkan jiwa manusia dan tidak
memberikan imbalan apa-apa kepada mereka.
Alkitab menegaskan bahwa sukacita berasal dari Allah, sumber segala kebaikan, tetapi dalam kelicikannya
Iblis menyalahgunakannya untuk mendatangkan kebinasaan manusia.
57
Ringkasan Khotbah – Jilid 2

1.
menyelewengkan konsep tentang sukacita sejati dari Tuhan;
2.
melemahkan hasrat manusia akan sukacita sejati di dalam Allah;
3.
memberikan sukacita palsu yang menjerat dan menghancurkan manusia. Tanpa pengertian yang
benar orang akan selalu memilih yang salah.

Pertama, sukacita memberikan otentisitas dan kredibilitas kepada suatu agama sejati dan kerohanian
sejati. Sukacita merupakan ciri-ciri dari kehidupan berkelimpahan yang dimaksudkan Yesus Kristus bagi kita.
Ia mengatakan, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala
kelimpahan” (Yoh 10:10b). Salah satu dari buah Roh Kudus adalah sukacita.
Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah pribadi yang paling berbahagia di seluruh alam semesta. Di dalam
Kitab Mazmur 16:11, Daud mengatakan: “di hadapanMu ada sukacita berlimpah dan di tangan kanan-Mu
ada nikmat senantiasa.” Memang, Ia juga mengenal kedukaan. Yesus, Sang Juruselamat, salah satunya,
dikenal sebagai “Manusia yang penuh kesengsaraan.” Tetapi dukacita Tuhan, seperti halnya kemarahan
Tuhan adalah respon sementara Tuhan pada dunia yang jatuh dalam dosa. Dukacita itu akan dilenyapkan
selama-lamanya dari hati-Nya pada hari dunia dipulihkan. Sukacita adalah sifat dasar Allah. Sukacita adalah
takdir-Nya yang abadi. Seluruh alam semesta penuh dengan sukacita karena diciptakan dalam sukacita ilahi,
terlebih-lebih manusia sebagai gambar Allah yang diciptakan untuk bersekutu dengan-Nya. Sukacita adalah
maksud Allah bagi kita, anak-anakNya. Salah satu tujuan penebusan Kristus adalah untuk memulihkan
sukacita kita di dalam Dia. Ketika ada seorang saja yang bertobat ada malaikat di sorga yang bersukacita.
Semua umat-Nya yang telah disempurnakan bersukacita bersama Allah di sorga. Satu-satunya yang
menginginkan kita berdukacita, dialah si jahat. “Karena ia sendiri sedih dan murung, dan akan terus
demikian selama keabadian. Dengan begitu, ia ingin semua orang menjadi seperti dirinya.”
Kedua, sukacita memberikan vitalitas rohani dalam kehidupan Kristen. Nehemia mengatakan, “Hari ini
adalah kudus bagi Tuhan kita. Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah
perlindunganmu [kekuatanmu].” Orang Kristen yang melimpah dengan sukacita Tuhan di dalam dirinya ada
kekuatan rohani yang besar untuk menolak berbagai godaan dosa, karena ia tidak ingin mendukakan hati
Tuhan yang telah melimpahkan kebahagiaan yang demikian besar kepadanya. Dallas Willard mengatakan:
“Kegagalan untuk mencapai kehidupan yang amat memuaskan selalu berakibat tindakan dosa tampak
menarik. Di sinilah letaknya kekuatan godaan. Normalnya, keberhasilan akan mengalahkan godaan. Akan
lebih mudah kalau pada dasarnya kita merasa bahagia dalam hidup kita.” Kehidupan Yesus merupakah
teladan terindah mengenai kebenaran ini. Ia memandang rendah semua harta dunia, kekuasaan dan bahkan
penderitaan salib yang penuh kehinaan karena sukacita yang telah tersedia di hadapan-Nya (Ibrani 12:2).
Ketiga, sukacita menjadikan Kekristenan tampak menarik bagi orang lain. Jemaat Kristen mula-mula dikenal
sebagai orang yang dipenuhi dengan sukacita di tengah-tengah berbagai kesulitan dan penganiayaan yang
mereka alami. Kehidupan yang penuh anugerah ini akhirnya mengalahkan semua tantangan, membungkam
musuh dan menarik seluruh dunia untuk memperhatikan mereka, dan akhirnya membuat kekaisaran
58
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Romawi bertekuk lutut kepada Yesus Kristus. Sungguh, Kekristenan yang bersukacita adalah Kekristenan
yang memuliakan Tuhan dan menggoncangkan dunia.
Yesus sendiri pasti merupakan sosok Pribadi yang sangat menarik, sehingga anak kecil dan orang dewasa,
wanita dan sampah masyarakat suka untuk selalu berada di dekat-Nya. Ia tegas dalam kebenaran tanpa
menjadi kaku dan kejam, tetapi pada saat yang sama, Ia penuh dengan kasih karunia dan sukacita. Sangat
disayangkan, kehidupan yang dipenuhi sukacita ini tampaknya telah hilang dari kehidupan Kristen masa
kini. Kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang terasa kecut dan muram, sehingga menjadikan
Kekristenan tidak menarik atau menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk datang kepada Tuhan.
Kehidupan yang kecut demikian merupakan akibat dari kehidupan yang tidak dipimpin oleh Roh Kudus.
2.
Kita dipanggil untuk mengembalikan sukacita sejati dalam kehidupan Kristen kita yang otentik.
Untuk menghindarkan kita dari pencarian sukacita yang palsu, kita perlu memahami apa yang bukan
merupakan sukacita sejati:
a.
sukacita tidak sama dengan mendapatkan kesenangan atau “having fun”. Berbagai kesenangan yang kita
dapatkan melalui permainan, berekreasi, menonton bioskop, menikmati makanan enak dan kenyamanan
lain, semua ini tidak identik dengan sukacita sejati;
b.
sukacita tidak sama dengan temperamen yang periang. Bukan cerita baru bahwa ada orang yang
berpembawaan periang, suka melucu, namun sebenarnya ia orang yang sangat tidak bahagia;
c. sukacita tidak sama dengan kehidupan yang lancar dan tanpa masalah. Walaupun seorang dapat memiliki
hidup yang lancar, tetapi tetap ada masalah lain, bahkan lebih mendasar yang membuat ia tidak bahagia,
jadi jelaslah ia orang yang tidak bahagia dan tidak memiliki sukacita.
3.
Pada akhirnya kita perlu bertanya, apakah sukacita itu dan bagaimana memilikinya? Sukacita
adalah suatu keadaan hati yang bahagia, puas dan tentram karena memiliki nikmat dan kepuasan serta
keamanan yang demikian besar, sehingga ia akan tetap bahagia bahkan ketika mengalami kejadian seburuk
apapun. Ujian bahwa seorang memiliki sukacita sejati ialah ketika menghadapi permasalahan yang
menggoncangkan ia tetap memiliki hati damai, aman, tentram, dan kepuasan. Orang Kristen menegaskan
bahwa sukacita demikian hanya mungkin berasal dari Tuhan. Sukacita seperti inilah yang memungkinkan
Paulus yang walaupun berada di penjara, dapat menasehati jemaat Filipi dengan perkataan:
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah.” Inilah sukacita yang
melampaui akal budi manusia yang tidak dapat diberikan oleh dunia.
Bagaimana kita mendapatkan sukacita sejati ini?
Pertama, sukacita sejati timbul dari kesadaran (atas realitas) bahwa kita dikasihi Allah dengan kasih yang
kekal, bahwa kita berharga di dalam pandangan Allah, diterima menjadi anak-anak-Nya, dipelihara oleh
Allah dengan penuh perhatian. Sukacita sejati ini timbul dari kesadaran bahwa Allah mempunyai rencana
yang indah dalam hidup kita, bahwa Ia secara aktif mengerjakan maksud-Nya dalam hidup kita, dan tidak
sedetikpun Ia mengabaikan kita, sehingga kita tahu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, semua itu
dikendalikan Allah untuk mendatangkan kebaikan kepada kita. Bahkan semua niat jahat orang dan setan
diperalat Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Kasih dan pemeliharaan Tuhan ini memberikan
kepada kita jaminan dan kepastian dalam kehidupan yang tidak pasti ini. Kelimpahan kasih karunia dan
jaminan Tuhan seperti ini memberikan kepada kita sukacita yang melimpah. Roma 8:32 dikatakan, “Ia, yang
59
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah
mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?”
Kedua, sukacita mengalir dari kesadaran bahwa kita memiliki dan melakukan sesuatu yang bernilai kekal.
Kesadaran bahwa kita memiliki harta rohani yang terjamin di sorga, dan tidak dapat direbut dari kita, dan
bahwa kita sedang mengerjakan pekerjaan yang kekal yang diperkenan oleh Allah. Semua ini memberikan
kepada kita sukacita yang besar. Orang yang membagikan kasih dan perhatian kepada sesamanya karena
dorongan kasih kepada Kristus, sehingga mereka yang menerima kebaikan itu dipenuhi oleh sukacita Tuhan
maka ia memiliki sukacita sorgawi. Inilah pengalaman sukacita dari mereka yang melakukan pekerjaan
Tuhan seperti memberitakan Injil, mendukung pekerjaan Tuhan yang dikenan-Nya.
Ketiga, kita meningkatkan sukacita kita dengan melaksanakan perayaan Kristen. Perjanjian Lama mencatat
banyak perayaan hari raya. Perayaan-perayaan itu dimaksudkan sebagai pengalaman transformasi.
Perayaan memberikan kepada kita kesempatan untuk mengingat, menghayati segala kebaikan Allah,
kepekaan kita untuk menghargai anugerah Allah bahkan yang terkecil ditingkatkan, karena itu sukacita kita
dibangkitkan. Nehemia mengatakan, “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman
manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa.” Di dalam perayaan kita melakukan
berbagai aktivitas yang membawa kesenangan seperti berkumpul sambil makan, minum, bernyanyi,
menari, bersalaman, sharing, dan semua bersukacita karena berkat-berkat Tuhan. Manusia yang diciptakan
sebagai makhluk artistik memakai daya kreativitasnya yang artistis, seperti musik, drama, lukisan, pahatan,
dan arsitektur untuk mengungkapkan konsep/nilai-nilai agama (iman Kristen) untuk beribadah dan
memuiliakan Tuhan. Dalam perayaan yang dilakukan dengan benar, maka pujian kepada Allah semakin
melimpah dan sukacita kita pun bertambah, dan semua ini menyukakan hati Tuhan.
Amin!
60
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
Do
os
sa
aN
Na
ad
da
ab
bd
da
an
nA
Ab
biih
hu
u
Oleh: Thomy J. Matakupan
Nats:
Imamat 9:22/ Imamat 10:5, 8-11
Imamat 9
22
Harun mengangkat kedua tangannya atas bangsa itu, lalu memberkati mereka, kemudian
turunlah ia, setelah mempersembahkan korban penghapus dosa, korban bakaran dan
korban keselamatan.
Imamat 10
5
Mereka datang, dan mengangkat mayat keduanya, masih berpakaian kemeja, ke luar
perkemahan, seperti yang dikatakan Musa.
8
9
TUHAN berfirman kepada Harun:
"Janganlah engkau minum anggur atau minuman keras, engkau serta anak–anakmu, bila
kamu masuk ke dalam Kemah Pertemuan, supaya jangan kamu mati. Itulah suatu
ketetapan untuk selamanya bagi kamu turun–temurun.
10
Haruslah kamu dapat membedakan antara yang kudus dengan yang tidak kudus, antara
yang najis dengan yang tidak najis,
11
dan haruslah kamu dapat mengajarkan kepada orang Israel segala ketetapan yang telah
difirmankan TUHAN kepada mereka dengan perantaraan Musa."
Khotbah kali ini akan membahas satu cerita dari Kitab Imamat mengenai dosa Nadab dan Abihu yang
sebenarnya adalah Imam pilihan Allah yang ditahbiskan oleh Musa atas perintah Allah sendiri. Imamat 8
merupakan kisah peralihan dari Musa sebagai Imam Besar yang melayani seluruh bangsa Israel kemudian
dipegang oleh Harun dan kedua anaknya yaitu Nadab dan Abihu yang diberkati dan diurapi minyak oleh
Musa sebagai tanda bahwa mereka berhak menjalankan fungsi dan jabatan sebagai Imam yang mewakili
Allah dan melayani umat. Upacara keagamaan ini bukan sekedar suatu peristiwa yang biasa saja sehingga
dapat dipermainkan, sebab Tuhan hadir dan menyatakan kemuliaan serta berkat-Nya dalam rupa api yang
turun dari langit dan membakar habis seluruh korban persembahan yang diletakkan di atas mezbah sebagai
tanda pentahbisan. Setelah ditahbiskan menjadi Imam Besar pengganti Musa, Harun segera mempersembahkan korban bakaran bagi pengampunan dosanya sendiri lalu meminta jemaat untuk melakukan
hal yang sama bagi pengampunan dosa mereka. Semua orang yang mengikuti upacara itu menantikan
kehadiran api Tuhan dan menerima seluruh korban tersebut. Tetapi segera setelah peristiwa itu, Alkitab
mengatakan bahwa Nadab dan Abihu yang baru saja ditahbiskan, mengambil perbaraan dan menaruh api
asing di atas korban ukupan bagi Tuhan. Tiba-tiba api murka Tuhan turun ke atas Nadab dan Abihu dan
menghanguskan mereka berdua sebagai tanda penolakan dan kutukan Tuhan. Bahkan Musa sendiri
mengatakan kepada Harun, “Janganlah kamu berkabung dan janganlah kamu berdukacita, supaya jangan
kamu mati” (Im 10:6). Kemudian ia memanggil Misael dan Elsafan, kedua anak paman Harun, dan berkata,
“Datang ke mari, angkatlah saudara-saudaramu ini dari depan tempat kudus ke luar perkemahan” (Im
61
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
10:4).
Sebagai seorang ayah, Harun merasa sedih sekali karena kedua anaknya diperlakukan seperti itu.
Semua orang yang hadir di sana melihat bagaimana Tuhan berkenan memberkati pentahbisan Imam
sekaligus bagaimana Tuhan menyatakan murka-Nya yang bernyala-nyala karena Nadab dan Abihu tidak
menghormati dan menghargai kemuliaan-Nya. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah memerintahkan mereka untuk mengambil perbaraan dan memberikan korban ukupan karena sebenarnya itu
adalah tugas Harun sebagai Imam Besar. Bagaimana pun juga, setiap orang yang melanggar kemuliaan dan
kesucian Tuhan akan menerima cambukan murka-Nya sekalipun ia adalah seorang Imam atau orang pilihan
Tuhan. Tapi bukan berarti bahwa Allah Perjanjian Lama itu kejam, berbeda dengan Allah Perjanjian Baru
yang penuh kasih. Sesungguhnya hukuman Allah bertujuan untuk menegakkan sifat kesucianNya yang harus dihormati dan diperhatikan.
Perjanjian Baru merupakan suatu babak yang baru dalam kehidupan sebagai orang percaya. Pada
Perjanjian Lama, tidak semua orang dapat menduduki jabatan sebagai Imam. Namun dalam Perjanjian
Baru, setelah melalui penebusan Kristus, semua orang percaya adalah Imamat yang kudus. Dengan kata
lain, seluruh umat tebusan adalah Imam-Imam Allah. Karena itu, orang Kristen tidak memerlukan perantara
lain untuk dapat berjumpa dengan Allah. Menurut Alkitab, pada saat Kristus wafat di kayu salib, tirai bait
Allah terbelah dari atas ke bawah menjadi dua bagian. Ini menandakan bahwa ruang maha suci yang
biasanya boleh dimasuki hanya oleh Imam Besar setahun sekali, mulai saat itu semua orang tebusan
diperbolehkan masuk dan berjumpa dengan Tuhan setiap saat. Dalam Perjanjian Lama, para Imam
mendapatkan penyucian dengan cara menyembelih domba jantan sebagai tanda pentahbisan. Demikian
pula dalam Perjanjian Baru, setiap Imamat (orang percaya) juga mengalami pengudusan dari dosa melalui darah Kristus yang tercurah di atas kayu salib. Karena itu, tak seorang pun berhak mengatakan dirinya sudah
kudus selain bergantung dan berdasar pada kematian Kristus yang suci dan benar adanya. Di dalam
Perjanjian Lama, tak seorang jemaat pun berhak masuk dan melakukan pekerjaan Tuhan dalam Kemah
Pertemuan. Bahkan melalui Musa, Tuhan mewahyukan perintah yang sangat rinci untuk dilakukan oleh
para Imam di dalam Kemah Pertemuan tersebut. Hal ini juga sama dengan Keimamatan orang percaya
dalam Perjanjian Baru yaitu bahwa Tuhan memberitahukan bagaimana sikap yang layak ketika mendekati,
menyembah, melayani dan menghargai keagungan-Nya. Dengan melihat korban penebusan Kristus yang
menguduskan sebagai teladan yang paling agung, barulah orang Kristen mengetahui cara beribadah kepada
Allah. Paulus berkata kepada Timotius bahwa inilah rahasia agung ibadah orang percaya.
Setelah ditahbiskan menjadi Imam, Nadab dan Abihu sebenarnya tergolong sebagai orang spesial tapi
Tuhan tidak berkenan kepada mereka.

1.
mereka mengambil api lain yang tidak diperkenan Tuhan dan bukan atas perintah Allah sendiri;
2.
mereka berdua datang dan mempersembahkan korban ukupan di hadapan Tuhan secara
bersamaan padahal menurut peraturan, tindakan itu tidak diperbolehkan.
3.
ada kemungkinan mereka berdua telah mabuk oleh anggur sebelum melakukan pekerjaan Tuhan
tanpa memperdulikan dan mempertimbangkan kesucian Tuhan. Singkatnya, mereka telah melakukan
pelanggaran atas perintah Tuhan melalui Musa dan sebagai akibatnya Tuhan menghajar mereka karena Ia
tidak pernah mengijinkan Diri-Nya dipermainkan. Sesungguhnya Tuhan tidak tega menghukum anak-anakNya tetapi karena kasih-Nya yang sangat besar pada manusia maka Ia menegur dan menghajar mereka.
Kasih Tuhan harus diimbangi dengan keadilan Tuhan. Kebaikan hati Tuhan tidak berarti bahwa orang
Kristen akan terluput dari murka Allah karena kebaikan Tuhan itu juga dapat dinyatakan di dalam murka-
62
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Nya yang menyala-nyala. Jika ingin diperkenan Tuhan maka yang harus diperhatikan adalah bagaimana
menghormati Tuhan di dalam hadirat-Nya, menghargai kesucian-Nya dan memperhatikan kesucian diri
sendiri. Dalam seluruh bagian Alkitab, Tuhan sangat menekankan kesucian. Sebagai contoh, dalam Mzm 24:3
dituliskan, “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya
yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan.” Sebaliknya, orang yang tangannya kotor dan hatinya penuh dengan kemunafikan akan bertemu
dengan murka Allah. Dalam Kitab Matius dikatakan bahwa orang yang suci hatinya akan diberkati dan
melihat kemuliaan Allah. Kitab 2 Timotius juga mengatakan bahwa Tuhan sangat menghargai dan berkenan
memakai orang suci untuk maksud yang mulia. Mungkin orang lain tidak akan pernah mengetahui niat yang
tersembunyi dalam diri seseorang tapi Tuhan memperhatikan segalanya termasuk semua kenajisan,
kebusukan dan kebobrokan yang tidak diperkenan Tuhan. Kepada jemaat Galatia, Paulus mengatakan
bahwa ada 9 buah roh yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kebaikan, kemurahan, dan seterusnya hingga
penguasaan diri, tapi kesucian tidak termasuk di dalamnya karena kesucian justru harus ada dan mendasari
setiap buah roh sehingga tak seorang pun berani mengatakan bahwa ia belum mendapat kesucian yang seharusnya menjadi warna dari Kekristenan. Selanjutnya ada beberapa hal yang menghalangi seseorang
untuk hidup suci:
Pertama, egosentris atau menjadikan diri sendiri sebagai pusat segalanya dan penonjolan diri sendiri.
Nadab dan Abihu mempersembahkan korban secara bersamaan padahal itu merupakan tugas Harun
sebagai Imam Besar. Tindakan ini menandakan bahwa mereka saling bersaing untuk menunjukkan fungsi
dan jabatannya sebagai Imam. Selain itu, mereka pun muncul dan memberikan persembahan itu bukan
pada waktu yang ditentukan Allah. Alkitab mengatakan bahwa korban ukupan itu diberikan hanya dua kali
dalam sehari yaitu pada pagi dan petang. Mereka melanggar peraturan Tuhan bukan karena tidak mengerti
melainkan suatu kesengajaan demi penonjolan diri mereka sendiri. Seharusnya mereka mengikuti perintah
Tuhan melalui Musa sehingga Tuhanlah yang dipermuliakan dalam pelayanan mereka.
Kedua, bertindak berdasarkan pertimbangan kebenaran sendiri. Nadab dan Abihu mengambil api yang lain
untuk mempersembahkan korban ukupan bagi Tuhan padahal Tuhan tidak pernah memerintahkan hal itu.
Mereka telah bertindak berdasarkan kebenaran dan pertimbangan mereka sendiri tanpa memperdulikan
pertimbangan dan ketetapan Tuhan.
Ketiga, dosa-dosa yang disenangi. Kemungkinan Nadab dan Abihu telah mabuk oleh anggur sebelum
mempersembahkan korban bagi Tuhan dan kemungkinan juga, sebelum ditahbiskan menjadi Imam, Nadab
dan Abihu adalah pemabuk dan kebiasaan itu terus menerus dilakukan hingga saat mereka sudah menjadi
Imam karena adanya kenikmatan yang dapat dirasakan walau sejenak. Karena itu, Musa melalui Harun menetapkan peraturan bahwa sebelum melayani Tuhan, Imam dilarang minum anggur hingga mabuk. Namun
tidak berarti bahwa minum anggur itu dilarang. Paulus justru menganjurkan kepada Timotius untuk minum
sedikit anggur karena sangat baik bagi pencernaan.
Keempat, motivasi yang tidak murni untuk melayani Tuhan. Di satu pihak, pengorbanan dilakukan demi
kecintaannya pada Tuhan namun di lain pihak, mencari keuntungan yang dapat diperoleh karena kecintaan
pada diri sendiri. Orang Kristen yang bermotivasi salah seperti ini tidak akan mendapatkan berkat Tuhan
dan suatu hari ia pasti keluar dari Kekristenan karena merasa tidak mendapatkan sesuatu bagi dirinya sendiri. Padahal Alkitab mengatakan bahwa hal beribadah kepada Allah adalah hal mempersembahkan sesuatu
bagi Tuhan.
Amin!
63
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
en
ng
ga
ajja
arra
an
no
olle
eh
hm
me
en
na
arra
aB
Ba
ab
be
ell
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan
Nats:
1
2
Kej. 11:1-9; 16-19
Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya.
Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah Sinear,
lalu menetaplah mereka di sana.
3
Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan
membakarnya baik–baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan ter gala–gala
sebagai tanah liat.
4
Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang
puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke
seluruh bumi."
5
Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak–anak
manusia itu,
6
dan Ia berfirman: "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini
barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka
rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.
7
Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak
mengerti lagi bahasa masing–masing."
8
Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, dan mereka berhenti
mendirikan kota itu.
9
Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah
dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN
ke seluruh bumi.
16
Setelah Eber hidup tiga puluh empat tahun, ia memperanakkan Peleg.
17
Eber masih hidup empat ratus tiga puluh tahun, setelah ia memperanakkan Peleg, dan ia
memperanakkan anak–anak lelaki dan perempuan.
18
Setelah Peleg hidup tiga puluh tahun, ia memperanakkan Rehu.
19
Peleg masih hidup dua ratus sembilan tahun, setelah ia memperanakkan Rehu, dan ia
memperanakkan anak–anak lelaki dan perempuan.
Melalui keturunan Nuh dari jalur Sem, Kejadian 11 ini memberikan suatu pengajaran penting yang sangat
berkesinambungan dengan pasal 9, 10 dan 12 sebagai kesatuan rencana Allah yang utuh. Kisah menara Babel
sebenarnya tidak terlepas dari keseluruhan kisah kehidupan Nuh tapi justru menunjukkan suatu signifikansi
penting. Di dalam Kej. 10:21-22, 24-25 dikatakan, “Lahirlah juga anak-anak bagi Sem, bapa semua anak Eber
serta abang Yafet. Keturunan Sem ialah Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud dan Aram. Arpakhsad memperanakkan
Selah, dan Selah memperanakkan Eber. Bagi Eber lahir dua anak laki-laki; nama yang seorang ialah Peleg,
sebab dalam zamannya bumi terbagi, dan nama adiknya ialah Yoktan.” Namun setelah peristiwa menara
64
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Babel, di dalam Kej. 11:10-26 hanya dicatat keturunan Eber secara khusus dari jalur Peleg karena Tuhan
telah memberhentikan dan mencabut satu generasi dari silsilah keturunan Sem yaitu Yoktan dan
keturunannya yang bersepakat untuk memberontak melawan Tuhan dengan mendirikan suatu kota dan
menara yang menjulang tinggi hingga ke langit. Tindakan ini sesuai dengan janji Tuhan kepada Adam dan
Hawa, Nuh dan Abraham yaitu bahwa hanya mereka yang taat dan takluk kepada Tuhanlah yang akan
menerima berkat-Nya. Karena motivasi yang salah, menara Babel menjadi kutukan Tuhan karena kedegilan
dan keberdosaan hati manusia.
Selain itu, pendirian menara Babel juga mengungkapkan penolakan manusia terhadap Tuhan dengan
mendirikan suatu sistem baru di dalam sekularisme dan humanisme serta mulai menegakkan selfdependence (kebebasan dari keterikatan dengan Tuhan). Tindakan penolakan ini dilakukan dengan memanipulasi
sifat keberagamaan supaya tidak terlalu menyolok. Namun bagaimanapun juga, inti dari segala usaha
tersebut adalah pemberontakan terhadap Allah. Akar pemberontakan itu diawali semenjak manusia jatuh
ke dalam dosa pada peristiwa penciptaan (Kej. 3) hingga berakhir pada peristiwa menara Babel.
Di dalam Kejadian 11:4 dicatat, “Juga kata mereka: marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah
menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke
seluruh bumi.” Dari pernyataan “sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit” dapat diketahui bahwa
sebenarnya menara Babel didirikan untuk fungsi keberagamaan karena pada masa itu pengertian langit
adalah tempat Tuhan berada. Karena itu, pendirian menara Babel sesungguhnya merupakan cetusan sifat
keberagamaan yang Tuhan berikan di dalam diri setiap orang namun telah dimanipulasi karena manusia
tidak bersedia dipimpin dan diarahkan oleh Tuhan. Setelah itu, di dalam Kejadian 12:2 dicatat suatu
permulaan perjanjian baru antara Allah dan manusia melalui Abraham, “Aku akan membuat engkau
menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan
menjadi berkat.” Ini merupakan jalur baru bagi mereka yang taat kepada-Nya.
Di dalam peristiwa penciptaan, penetapan dan peraturan Tuhanlah yang diutamakan tetapi di dalam
peristiwa Babel justru sebaliknya, penetapan manusialah yang dijalankan. Alkitab mengatakan, “Mulai dari
sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.” (Kej 11:6)
Karena itu, penghakiman dan penghukuman Tuhan dijalankan pada masa itu. Dengan kata lain, menara
Babel menyimpan sebuah kisah tentang manusia yang hidup di dalam dosa di mana pengertian dosa bukan
sekedar pemberontakan terhadap Allah saja tetapi dosa yang diwujudkan dalam bentuk sikap yang menular
kepada semua orang di dalam suatu society (masyarakat). Di jaman inipun, kalau tidak berhati-hati maka
tanpa disadari, orang Kristen dapat mendirikan menara Babel di dalam hidupnya.
Semenjak peristiwa penciptaan hingga pendirian menara Babel, terdapat dua golongan masyarakat:
sekelompok orang yang taat kepada Allah dan sekelompok lain yang memberontak terhadap Allah. Dua
golongan masyarakat ini akan terus mewarnai dunia hingga kedatangan Tuhan yang kedua kali. Mereka
yang tetap menegakkan kebenaran diri sendiri dan tidak mau taat kepada Tuhan bukan berarti bahwa
mereka bebas melainkan tanpa disadari sedang menghancurkan diri sendiri. Di lain pihak, mereka yang taat
dan tunduk kepada Tuhan akan berakhir di tanah perjanjian.
Agama di Babel sebenarnya tidak bersifat theosentris melainkan anthroposentris (berpusat pada diri manusia).
Walaupun seseorang sudah dibaptis dan mengaku percaya kepada Tuhan tapi masih ada kemungkinan
bahwa keberagamaannya bersifat anthroposentris. Orang yang demikian, mengira dirinya mampu
membangun nilai kerohaniannya sendiri. Ketika beribadah dan menyembah allah ciptaannya, sesungguhnya pada saat yang sama, ia sedang menyembah dirinya sendiri. Dengan demikian ia dapat berbuat
65
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
seenaknya terhadap allah ciptaanya itu. Bila allah itu masih dapat memberikan segala sesuatu yang
diinginkannya maka ia akan tetap memperlakukannya sebagai allah. Jika tidak maka ia dapat membuangnya
dan menciptakan allah lain. Inilah manipulasi sifat keberagamaan! Ada kemungkinan hal ini terjadi di dalam
Kekristenan namun caranya tidak akan sevulgar itu. Sebagai contoh, Tuhan Yesus akan dijadikan sebagai
Tuhan dan Juruselamat tiap pribadi jika Ia mau mendengar dan mengabulkan setiap permohonan. Di satu
pihak, orang Kristen mengaku bahwa ia takut akan Tuhan tapi di lain pihak ia berani melawan kehendak
Tuhan.
Jika diperhatikan dengan cermat, ada beberapa pelajaran yang dapat diperoleh dari peristiwa menara
Babel:
Pertama, semua rencana manusia tidak akan pernah bisa menginterupsi, mengganggu dan menggagalkan
rencana Tuhan. Seluruh keturunan Yoktan mengatakan, “Marilah kita cari nama, supaya kita jangan
terserak ke seluruh bumi.” (Kej. 11:4) Padahal sebelumnya, Allah memerintahkan nabi Nuh,
“Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi.” (Kej.9:1) Ini menunjukkan perlawanan
manusia terhadap rencana Tuhan namun pada akhirnya rencana manusia tidak akan pernah berhasil dan
rencana Tuhanlah yang tetap terlaksana. Salah satu prinsip dalam mengikuti pimpinan Tuhan adalah prinsip
pintu terbuka dan tertutup. Kalau rencana manusia itu berkenan kepada Tuhan maka Ia pasti membuka
jalan. Jika tidak maka Tuhan akan menutup semua pintu. Selain itu, ada beberapa tanda yang dapat dikenali
jika jalan yang ditempuh tidak sesuai dengan perintah Tuhan:
1.
pada saat kehendak Tuhan tidak lagi diperdulikan dan dipertimbangkan di dalam setiap
pergumulan;
2.
pada saat kehendak Tuhan dengan sengaja dilanggar padahal telah diketahui sebelumnya;
3.
pada saat kepentingan pribadi lebih diutamakan. Bagaimanapun juga, dengan melanggar perintah
Tuhan bukan berarti rencana Tuhan dapat digagalkan begitu saja. Rencana Tuhan akan tetap berjalan
sesuai dengan kehendak-Nya dan ia pasti menegur mereka yang melanggar namun Ia tetap memberi
kesempatan untuk bertobat karena kasih-Nya yang amat besar kepada manusia.
Kedua, adanya sifat keberagamaan yang supervisial (telah dimanipulasi oleh manusia), yang pada akhirnya akan
menghasilkan hidup yang sangat tidak berarti. Sifat keberagamaan semacam ini sebenarnya merupakan
kedok untuk menyembunyikan keberdosaan diri sendiri dengan cara aktif membangun sesuatu yang
nampaknya saja bersifat rohani namun tanpa memperhitungkan kehendak Tuhan.
Ketiga, peranan Firman Tuhan sebenarnya sangat menolong dalam mengarahkan setiap orang yang taat
dan memperhatikan janji Tuhan di dalam Firman-Nya sehingga pada akhirnya mendapatkan perteduhan
sejati bagi jiwanya karena di sanalah akan diperoleh iman sejati. Di Babel, semua orang tidak sungguhsungguh memperhatikan Tuhan dan Firman-Nya. Ini ditunjukkan dengan sikap memberontak dan sengaja
mencemooh serta meremehkan janji Tuhan. Orang semacam ini tidak akan pernah memiliki iman yang
teguh sebab iman sejati hanya dapat diperoleh melalui ketaatan pada kebenaran Tuhan. Kesimpulannya,
seseorang itu sungguh-sungguh beriman atau tidak, akan nampak ketika ia menghadapi kesulitan yang
sangat menghimpitnya. Jika ia sungguh-sungguh beriman maka ia akan memiliki kestabilan dan keteguhan
jiwa.
Keempat, pendirian menara Babel pribadi menunjukkan adanya Insecurity (ketidakamanan) di dalam diri.
Akibatnya, Firman Tuhan tidak lagi dipertimbangkan. Mereka tetap beribadah kepada Tuhan tapi bukan
66
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
karena rasa cinta akan Tuhan melainkan karena takut membangkitkan amarah Tuhan. Itulah sikap
insecurtity.
Kelima, Allah tetap konsisten pada prinsip-Nya bahwa Ia akan memberkati semua orang yang taat dan
memakai mereka sebagai alat kemuliaan-Nya. Pada peristiwa Babel, Allah menghentikan jalur Yoktan tapi
memberi peluang pada jalur Peleg. Ia juga akan menunjukkan kutuk dan hukuman bagi semua orang yang
melawan-Nya. Prinsip ini tidak akan pernah lapuk oleh jaman karena Allah tidak akan membiarkan diri-Nya
dipermainkan dan dimanipulasi.
Amin!
67
K
Krriis
sttu
us
s::
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Jalan menuju Kerajaan Allah
Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno
Nats:
32
Yohanes. 6:32-40
Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa
yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa–Ku yang memberikan kamu roti
yang benar dari sorga.
33
Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup
kepada dunia."
34
Maka kata mereka kepada–Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa."
35
Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada–Ku, ia tidak
akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada–Ku, ia tidak akan haus lagi.
36
Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak
percaya.
37
Semua yang diberikan Bapa kepada–Ku akan datang kepada–Ku, dan barangsiapa datang
kepada–Ku, ia tidak akan Kubuang.
38
Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak–Ku, tetapi untuk
melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.
39
Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah
diberikan–Nya kepada–Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir
zaman.
40
Sebab inilah kehendak Bapa–Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang
percaya kepada–Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada
akhir zaman."
Dalam Kebaktian Penginjilan kali ini, perikop yang akan dibahas adalah mengenai kesaksian Tuhan Yesus
sendiri sebagai “Roti hidup”. Ketika Yesus tiba di seberang laut, orang banyak menyambut-Nya, “Rabi,
bilamana Engkau tiba di sini?” (Yoh 6:25). Namun Ia mengetahui maksud dan tujuan mereka. Maka Ia
menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat
tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang” (Yohanes 6:26). Ini
menandakan bahwa konsep religiusitas bangsa itu sedang bermasalah karena “the upside down world
makes the upside down worship” (konsep dunia terbalik akan menciptakan konsep keagamaan yang terbalik juga).
Bangsa Yahudi terkenal rajin beribadah yaitu 7 kali sehari dan akan sangat tersinggung jika dianggap tidak
religius. Namun ketika berdoa, yang dipikirkan hanyalah perihal makanan dan tindakan mereka justru
menunjukkan religiusitas terbalik hingga dalam Yoh 6:32 dicatat, “Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan BapaKu
yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga.” Pernyataan Yesus yang tegas ini disebabkan karena
mereka telah menggeser posisi Tuhan sebagai Pemberi berkat dan menciptakan religiusitas humanistik.
68
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Dalam permainan religiusitas, mereka tetap mengaku percaya kepada Allah namun memiliki anggapan
bahwa manna yang menjadi makanan sehari-hari itu bukanlah anugrah Tuhan melainkan jasa Musa yang
telah berdoa kepada Tuhan di sorga dan meminta makanan bagi bangsa itu. Sebenarnya mereka mengerti
bahwa yang dimakan adalah roti yang turun dari sorga tapi tidak pernah memandang kepada Sumbernya,
bahkan lebih mendekatkan diri kepada Musa. Tindakan itu menandakan bahwa agama bagi mereka adalah
bagaimana manusia kembali pada manusia untuk mewujudkan keinginannya dan posisi Tuhan hanya
sebagai pelengkap kebutuhan manusia. Kemudian yang dianggap berjasa adalah orang yang berhasil
mewujudkan keinginan bangsa itu. Maka Yesus harus bertindak untuk mengembalikan religiusitas pada
posisinya yang benar. Pernyataan Yesus di atas hendak menunjukkan bahwa jikalau Bapa tidak bersedia
maka mereka tidak akan pernah makan roti tersebut walaupun Musa sudah berdoa dan memohon kepadaNya karena ia dipakai Tuhan sebagai saluran berkat. Sehingga yang berperanan penting justru adalah Allah
Bapa dan hanya kepada Dialah jemaat-Nya harus mengarahkan diri.
Demikian pula pandangan mereka terhadap Tuhan Yesus. Mereka menganggap Tuhan Yesus telah berjasa
karena membuat mereka kenyang. Jadi, menurut konsep mereka agama itu berkaitan erat dengan perihal
makanan. Konsep inilah yang dikecam oleh Tuhan Yesus. Kekristenan memang perlu memperhatikan orang
yang kelaparan, tetapi itu bukanlah hal yang utama apalagi dijadikan sebagai inti religiusitas hingga
membentuk social gospel yaitu Injil yang lebih memperdulikan perihal makanan sebagai akibat masuknya
ide humanistik.
Ketika memperoleh roti, ribuan orang Yahudi yang mengikuti Yesus menjadi lupa akan seluruh khotbah
yang telah disampaikanNya. Bahkan pada bagian terakhir dari Yoh 6 dikisahkan bahwa mereka tidak
berterimakasih atas makanan yang diperoleh melainkan berusaha untuk membunuh-Nya dengan alasan
bahwa Ia telah melawan konsep pemikiran mereka. Walaupun mendengarkan khotbah tapi mereka tidak
bersedia menerima konsep kebenaran yang ditawarkan-Nya karena yang dipikirkan hanyalah roti yang
mengenyangkan. Karena itulah mereka hendak menjadikan Yesus sebagai raja. Namun Ia yang telah
mengetahui isi hati mereka, menolak untuk menjadi raja bagi bangsa itu dan penolakan ini mengakibatkan
kemarahan hingga menimbulkan keinginan untuk membunuh-Nya.
Bagi bangsa Israel yang sangat materialistik, prioritas hidup mereka adalah roti yang mengenyangkan.
Dalam Kel 16:4-5 dikisahkan, “Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Musa: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan
dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang
perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak. Dan pada
hari yang keenam, apabila mereka memasak yang dibawa mereka pulang, maka yang dibawa itu akan
terdapat dua kali lipat banyaknya dari apa yang dipungut mereka sehari-hari.” Kemudian dalam Kel 16:20
dikisahkan, “Tetapi ada yang tidak mendengarkan Musa dan meninggalkan daripadanya sampai pagi, lalu
berulat dan berbau busuk. Maka Musa menjadi marah kepada mereka.” Peristiwa ini menunjukkan betapa
serakahnya manusia, sekaligus mencurigai Tuhan akan melupakan kebutuhan mereka.
Manusia memang membutuhkan roti untuk hidup di dunia ini, sesuai dengan perkataan Yesus dalam Yoh
6:33, “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.”
Mendengar perihal makanan, orang-orang Yahudi itu langsung berkata, ”Tuhan, berikanlah kami roti itu
senantiasa.” (Yohanes 6:34) Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memperdulikan siapakah Tuhannya. Yang
dipentingkan hanyalah perihal makanan.
Lalu Yesus mengajarkan, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan
barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35) Mereka tidak dapat mengerti hal ini
69
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
karena tidak sesuai dengan filosofi yang dianut. Lalu Ia melanjutkan pengajaran-Nya dalam Yoh 6:49 dan 51,
“Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Akulah roti hidup yang
telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Dengan
demikian Ia hendak menawarkan satu nilai yang lebih tinggi daripada sekedar makanan jasmani yaitu
pengampunan dosa dan keselamatan kekal. Selain itu Ia juga mengajarkan bahwa aspek penting dari suatu
ibadah dan keagamaan adalah membawa manusia kembali pada berita terpenting yaitu problema dosa
yang berakibat kebinasaan hidup manusia, dan mencari solusinya.
Tuhan Yesus juga menjelaskan dalam Yoh 6:38 dan 40, “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk
melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Sebab inilah
kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan percaya kepada-Nya beroleh hidup
yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” Inilah berita mengenai roti rohani
untuk mencapai nilai tertinggi. Ironisnya, penjelasan ini pun tidak dapat diterima oleh orang Yahudi dan
akhirnya mereka pergi meninggalkan Tuhan Yesus. Semua ini disebabkan karena mereka memiliki konsep
keagamaan terbalik.
Orang Kristen di jaman ini juga seringkali menjalani hidup yang sama seperti orang Farisi dan ahli Taurat
bangsa Yahudi. Mereka tetap percaya dan beribadah kepada Tuhan namun tanpa makna karena
sebenarnya mereka sedang mengejar hal duniawi dan gagal memahami inti Kekristenan. Seringkali pula
orang Kristen gagal mengerti kehendak Tuhan atas hidupnya karena telah tertanam suatu konsep
pemikiran yang tidak bersedia menerima konsep lain. Padahal sesungguhnya mereka mengetahui bahwa
konsep kebenaran Firman bernilai lebih tinggi dari konsep apapun namun dengan sengaja menolaknya dan
terus mengejar hal sekunder. Inilah problem religiusitas yang sudah menjadi masalah bagi setiap manusia
di dunia ini. Hanya Firman, anugrah dan kekuatan Tuhanlah yang sanggup menyadarkan dan merubah pola
berpikir setiap orang Kristen yang gagal memprioritaskan hal yang paling bermutu bagi kehidupannya.
Ketika Tuhan mulai membawa setiap anak-Nya kepada kebenaran sejati tapi dunia justru menyesatkan
mereka menuju ke hal yang tidak benar. Karena itu, Tuhan Yesus berusaha untuk meluruskan konsep
pemikiran mereka. Ketika di padang gurun, bangsa Israel sesungguhnya mengerti bahwa manna yang
dimakan itu berasal dari Tuhan. Namun ketika sejarah ini mulai diceritakan secara turun temurun,
maknanya mulai bergeser. Mereka menganggap bahwa Musalah yang berjasa karena ia adalah bapa orang
Yahudi yang patut dibanggakan. Maka sejak itu kepentingan kebenaran Allah mulai digeser dan
dimanipulasi menjadi kepentingan kebenaran suku. Padahal sumber kebenaran sejati adalah Allah Yahwe.
Namun bagi bangsa Yahudi tidaklah demikian. Mereka merasa bahwa sikap dan tindakan Tuhan Yesus
sangat berbahaya bagi kebudayaan bangsa Israel. Buktinya, dalam Yoh 11:48 dikisahkan bahwa imam
kepala, orang Farisi dan Mahkamah Agama bersepakat, “Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan
percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta
bangsa kita.”
Di dunia ini memang sulit bagi kebenaran untuk mendapat tempat yang selayaknya. Kebenaran sejati yang
seharusnya menjadi titik tolak, justru dilawan supaya banyak orang percaya kepada kebenaran palsu
walaupun sesungguhnya mereka mengerti bahwa manusia tidak dapat menjadi sumber kebenaran.
Amin!
70
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
en
ng
ga
an
nu
utt K
Krriis
sttu
us
s
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
57
Lukas 9:57-62
Ketika Yesus dan murid–murid–Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang
di tengah jalan kepada Yesus: "Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi."
58
Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang,
tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala–Nya."
59
Lalu Ia berkata kepada seorang lain: "Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah
aku pergi dahulu menguburkan bapaku."
60
Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi
engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana–mana."
61
Dan seorang lain lagi berkata: "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku
pamitan dahulu dengan keluargaku."
62
Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke
belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah."
Gereja Tuhan secara reguler telah menjalankan Baptis, Sidi dan Atestasi sebagai moment masuknya
beberapa orang menjadi anggota Gereja yang percaya kepada Kristus. Namun seringkali orang Kristen
menyatakan kesediaannya untuk mengikut Kristus tanpa disertai dengan kedalaman makna yang
sesungguhnya melainkan memegang prinsip ‘pokoknya percaya kepada Tuhan Yesus’. Prinsip semacam ini
sangat berbahaya karena Iblis pun percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dunia dan Oknum
kedua dari Allah Tritunggal. Justru, itulah yang dijadikan sebagai alasan untuk merusak dan menghancurkan
seluruh misi-Nya atas umat manusia. Ironisnya, banyak orang dunia tidak mau percaya kepada-Nya. Dan
jika orang Kristen percaya kepada Tuhan sama seperti Iblis percaya kepada-Nya maka Kekristenan tidak
berbeda dengan Iblis. Masalah ini termasuk sangat serius karena Kekristenan ditempatkan pada posisi yang
salah sehingga pengertian percaya kepada Kristus harus ditegaskan lagi. Ketika mengikut Dia maka anak
Tuhan harus menunjukkan kesungguhannya dalam beriman kepada Yesus sebagai dasar iman Kristen sejati.
Dan dalam Luk 9:57-62 Tuhan Yesus memberikan tiga contoh negatif agar semua pengikut-Nya secara serius
mampu memahami makna mengikut Dia.
Sebelum Yesus mengajarkan hal mengikut Dia, Lukas mencatat bahwa konteks pembahasan perihal ini
memungkinkan timbulnya pergunjingan tentang seseorang yang ingin memahami makna mengikut Yesus
sehingga ia harus berhadapan dengan kondisi rancu dan membingungkan. Konteks pembahasan berita ini
dimulai dengan pemberitahuan kedua tentang penderitaan Yesus (Luk 9:43b-45). Ketika menyampaikan
berita tentang penderitaan-Nya, Tuhan Yesus sedang berbeban berat dan bersusah hati. Namun para
murid-Nya tidak menghiraukan kesusahan dan penderitaan Sang Guru melainkan mulai mempergunjingkan
siapa yang terbesar di antara mereka. Tingkah semacam ini sungguh tidak pantas dilakukan oleh para murid
yang berstatus sebagai pengikut Kristus. Kasus ini berlanjut dengan adanya seseorang yang bukan murid
71
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Yesus tapi mampu mengusir setan seperti yang dilakukan oleh para murid (Luk 9:49-50) sehingga melihat
kenyataan tersebut, mereka menjadi kebingungan dan berkata, “Guru, kami lihat seorang mengusir setan
demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Setelah kasus ini, barulah Lukas
men-ceritakan tiga contoh yang diberikan oleh Tuhan Yesus untuk menunjukkan bahwa kedua kasus di atas
tidak sesuai dengan model pengikut Yesus sejati supaya semua orang Kristen dapat mengevaluasi diri
karena sesungguhnya mengikut Yesus menyangkut keseluruhan integritas.
Pertama, dikisahkan dalam Luk 9:57, “Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka,
berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi.”
Komitmen yang ditunjukkan dengan antusias seperti ini termasuk sangat baik namun Tuhan Yesus yang
telah mengetahui maksud dan tujuannya, memberikan respon negatif dengan mengatakan, “SeriIgala
mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk
meletakkan kepala-Nya” (Luk 9:58) yang berarti bahwa tidak ada yang dapat diharapkan dari-Nya karena Ia
tidak dapat dimanipulasi oleh siapapun.
Contoh pertama ini memperlihatkan adanya problem motivasi dalam mengikut Yesus. Banyak orang telah
menyaksikan berbagai mukjizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dan sebagian besar dari mereka berpikir
bahwa mengikut Dia merupakan suatu keuntungan besar karena Ia sanggup memberikan kenikmatan hidup
di dunia ini. Dengan kata lain, mereka bersedia mengikut Dia karena adanya prospek yang dikejar yaitu
harapan mereka bahwa suatu saat nanti Tuhan Yesus akan menjadi raja atas bangsa Israel dan salah satu di
antara mereka akan diangkat menjadi perdana menteri, sedang murid yang lain akan mendapatkan posisi di
senat. Motivasi semacam ini mutlak salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan sehingga perlu
dimurnikan dari penyelewengan motivasi yang disebabkan oleh keinginan pribadi.
Seperti pembahasan pada Minggu lalu, orang Yahudi berpikir untuk menjadikan Yesus sebagai raja agar
mereka dapat makan kenyang setiap hari. Dengan kata lain, menjadikan Yesus sebagai raja merupakan
pemecahan masalah kesulitan pangan yang seringkali terjadi. Jika Yesus mampu memberi makan sepuluh
ribu orang hanya dengan bermodalkan lima roti dan dua ekor ikan maka tentu Ia sanggup memberi makan
seluruh rakyat di negara tersebut dan kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Selain aspek pangan, orang
Yahudi juga mempertimbangkan aspek kesehatan. Mereka sudah sering memperhatikan mukjizat
penyembuhan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Karena itu, mereka berpikir jika Ia menjadi raja maka
tidak perlu lagi pergi ke dokter dan terbeban dengan biaya pengobatan. Dengan motivasi semacam itu,
mereka telah membuat kesalahan terbesar yang akhirnya memukul dan menyusahkan mereka sendiri
karena seharusnya mereka tidak layak untuk menuntut apapun dari Tuhan Yesus.
Kasus seperti ini terjadi tidak hanya pada jaman dulu tapi hingga saat ini. Banyak orang Kristen mengikut
Yesus dengan motivasi yang salah antara lain untuk mencari kenikmatan hidup dan menghindari
kesusahan, masalah serta penderitaan.
Kedua, dalam Luk 9:59 dicatat bahwa Tuhan Yesuslah yang berinisiatif kali ini dengan berkata, “Ikutlah Aku.”
Tetapi orang yang diajak-Nya memperlihatkan keberatan dengan menjawab, “Izinkanlah aku pergi dahulu
menguburkan bapaku.” Lalu Ia sekali lagi berespon negatif, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati;
tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Luk 9:60). Ungkapan
‘menguburkan bapaku’ bukan berarti ayahnya telah meninggal tapi menunjukkan bahwa seorang anak
dianggap sudah menyelesaikan tanggung jawabnya kepada orangtua setelah mereka meninggal. Jika
mereka masih hidup maka si anak harus taat mutlak kepadanya. Menurut logika manusia, budaya ini
memang wajar namun dalam prinsip kebenaran firman Tuhan, konsep ini sangat tidak wajar dan bersifat
72
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
merusak karena Kekristenan menuntut setiap anak Tuhan untuk mengetahui dan memahami ordo secara
tepat. Sudah selayaknya, seorang anak harus tunduk kepada orangtua tapi ia harus lebih tunduk kepada
Tuhan daripada orangtuanya karena otoritas Tuhan berada di posisi yang lebih tinggi daripada orangtua.
Sedangkan ungkapan ‘orang mati menguburkan orang mati’ secara esensial mempunyai pengertian bahwa
biarlah orang yang binasa karena melawan Tuhan, menguburkan sesamanya. Selanjutnya, Tuhan
memerintahkan, “Pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah” sebagai bukti keselamatan seorang anak
Tuhan.
Pada contoh kedua di atas, Tuhan Yesus menunjukkan otoritas-Nya dengan berinisiatif mengajak manusia
untuk mengikut Dia. Otoritas yang digunakan dalam relasi ini adalah tepat, layak dan pantas karena Dialah
Allah yang berhak memerintah dan menuntut manusia untuk mengikut Dia. Ironisnya, manusia justru
menunjukkan respon keberatan. Ini menandakan bahwa manusia telah gagal dalam pemahaman ordo
secara tepat dan penentuan prioritas dalam hidupnya. Dengan demikian, Tuhan sedang dilecehkan dan
ditempatkan pada posisi yang tidak pantas. Padahal mengikut Yesus menuntut satu konsep tertinggi di
mana Kristus diposisikan sebagai Tuhan dan yang lain berada di bawahnya berdasarkan konsep Ketuhanan
Kristus. Dalam Teologi Reformed, ini dikenal sebagai the Lordship of Christ. Kalau tidak demikian maka akan
muncul tuhan lain yang menuntun manusia pada jalur kebinasaan sehingga seluruh hidupnya tidak akan
cukup memadai untuk memberitakan Injil. Karena itu, Pdt. Stephen Tong seringkali menekankan bahwa ini
adalah Gereja Reformed Injili supaya semangat penginjilannya tidak hilang.
Ketiga, Tuhan Yesus tidak lagi berinisiatif mengajak melainkan manusia kembali menunjukkan inisiatifnya
untuk mengikut Dia namun masih disertai dengan suatu keberatan, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan,
tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk 9:61). Maka respon negatif segera diberikan
oleh Tuhan Yesus, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk
Kerajaan Allah” (Luk 9:61). Kebiasaan minta ijin ini seringkali membahayakan Kekristenan sehingga harus
diwaspadai. Jika mau mengikut Dia, Tuhan Yesus menuntut jemaat-Nya untuk tidak menengok ke kanan
dan kiri lalu minta ijin untuk berhenti sejenak, karena banyaknya godaan di sekeliling yang sanggup
memancing mereka untuk keluar dari jalur Tuhan.
Jadi, pengikut Yesus sejati adalah mereka yang mengikut Dia dengan motivasi murni yaitu menyadari
bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan namun telah menyeleweng dan mengikut Setan sehingga ia harus
kembali pada jalan Tuhan yang benar. Motivasi ini harus disertai dengan keseriusan dan kesediaan untuk
taat mutlak pada Tuhan karena prioritas ordo-Nya berada di posisi pertama dan terutama. Semua ini dapat
dicapai dengan berjalan lurus dan mengikut Dia. Alkitab tidak pernah mengajarkan orang Kristen untuk
berpengalaman negatif. Realita negatif memang ada di dunia ini namun Tuhan menciptakan segala sesuatu
dengan baik dan positif. Dan ketika masuk ke dalam pengalaman negatif, berarti manusia mulai berjalan
menuju pada kebinasaan secara bertahap.
Amin!
73
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
ek
ke
ejjiia
an
nb
ba
ag
gii T
Tu
uh
ha
an
n
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan
Nats:
Ulangan 18:9-14/ Yohanes 8:44
Ulangan 18
9
"Apabila engkau sudah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu,
maka janganlah engkau belajar berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa–
bangsa itu.
10
Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki–laki
atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi
petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir,
11
seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh
peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang–orang mati.
12
Sebab setiap orang yang melakukan hal–hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh
karena kekejian–kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.
13
Haruslah engkau hidup dengan tidak bercela di hadapan TUHAN, Allahmu.
14
Sebab bangsa–bangsa yang daerahnya akan kaududuki ini mendengarkan kepada
peramal atau petenung, tetapi engkau ini tidak diizinkan TUHAN, Allahmu, melakukan
yang demikian.
Yohanes 8
44
Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan–keinginan bapamu.
Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di
dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya
sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.
Konteks Ul. 18 ini merupakan peringatan keras Musa bagi bangsa Israel agar mereka berhati-hati ketika
memasuki Tanah Perjanjian yaitu Kanaan sebagai warisan turun temurun. Sebab bangsa lain yang menetap
di sana telah melakukan kekejian di mata Tuhan yaitu praktek kegelapan (Ul 18:9). Itulah alasan Tuhan Allah
menghalau mereka dari hadapan-Nya. Peringatan ini ditujukan pada mereka yang percaya akan Allah
Yahwe dalam konteks Musa dan juga pada orang Kristen jaman sekarang yang percaya akan Tuhan Yesus
karena adanya kemungkinan mereka telah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar hingga mulai mengalihkan
pengharapan dan bergantung pada kekuatan lain yang justru melawan Tuhan. Padahal Alkitab dengan jelas
melarang Kekristenan melakukan kekejian semacam itu karena hanya Tuhanlah satu-satunya sumber
kekuatan bagi orang percaya. Ironisnya, justru banyak orang Kristen mempercayai dan melakukan praktek
okultisme sebagai tradisi turun temurun, seperti memendam kepala babi di depan rumah sebagai
penangkal angin jahat, tradisi adat Jawa dan sebagainya.
74
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
    
1.
dibalik,
2.
tersembunyi,
3.
misterius,
4.
gelap.
Setan selalu bekerja dibalik hal tertentu secara tersembunyi dan misterius (sulit diterima dan dijelaskan oleh akal
pikiran manusia) untuk mengelabui mereka yang tidak berpengertian secara tepat sehingga mereka terkecoh
dan berpikir bahwa aliran tersebut diperoleh dari Tuhan. Sebagai contoh, orang Jawa memelihara dan
memandikan keris pusaka dengan air bunga tujuh macam; ilmu santet untuk memasukkan benda tajam ke
dalam perut seseorang yang tidak disukai, dan sebagainya. Hal ini menjadi semakin serius saat ini karena
setan mulai muncul dengan berbagai macam kedok sehingga manusia memandangnya sebagai pemenuhan
kebutuhan rohani yang tidak pernah dijumpai seperti halnya New Age Movement, white magic untuk
penyembuhan dan lain-lain. Agar lebih meyakinkan lagi, mereka yang menganut isme tersebut bersedia
melayani orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Padahal aliran itu berasal dari Setan yang muncul
dengan penampilan sangat menarik. Bagi orang beragama, Setan akan tampil secara religius, misalnya
dukun yang membawa Alkitab dan menggunakan doa yang biasanya dipakai oleh Kekristenan. Jika
diperhatikan dengan cermat, dalam Ul. 18 dapat dijumpai banyak kekejian yang masih terjadi hingga saat
ini.
Pertama, Musa memperingatkan dalam Ul. 18:10, “Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang
mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api.” Jakarta pernah
diributkan dengan peristiwa semacam ini. Seorang bayi telah dikorbankan demi penyempurnaan ilmu yang
sedang dipelajari oleh orangtuanya. Peristiwa yang sama juga terjadi dalam sebuah keluarga kaya di mana
anak gadisnya telah dijadikan sebagai korban perjanjian mereka dengan Setan di Gunung Kawi. Akibatnya,
ia berubah menjadi seperti seekor anjing. Sikap dan tingkah lakunya mirip seperti anjing. Memang, Setan
bersedia memberikan kekayaan pada keluarga tersebut namun ia meminta salah satu anak mereka sebagai
imbalannya. Sebuah keluarga lain di Kalimantan juga mengikat perjanjian darah dengan Setan sehingga
mereka tidak diperkenankan memiliki anak lebih dari satu. Sekalipun bukan manusia (seorang anak atau gadis)
yang dikorbankan melainkan binatang sebagai penggantinya namun intinya tetap bagi Setan. Padahal
dalam Yoh 8:44 Yesus telah memperingatkan, “Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta.” Maka Setan
mengerti caranya membohongi orang Kristen maupun orang tak beragama.
Kedua, perihal tenung atau hipnotis yaitu cara mempengaruhi seseorang dengan menggunakan tongkat
dan bandulan agar orang itu kehilangan kesadarannya dan bersedia melakukan segala perintah yang
diberikan. Praktek ini sungguh tidak berkenan kepada Tuhan karena terjadi perampasan kepribadian.
Ketiga, perihal ramalan untuk mengetahui peristiwa yang akan terjadi atau peruntungan seseorang dengan
membaca garis tangan atau horoskop. Setan telah menyusup ke astronomi (ilmu perbintangan) hingga
terciptalah astrologi yang berprinsip bahwa alam makro mempengaruhi alam mikro. Ditinjau dari science,
prinsip tersebut masih mengandung unsur kebenaran yaitu pergerakan bulan mempengaruhi pasang surut
air laut. Tetapi Setan memakainya sebagai batu loncatan untuk membohongi manusia. Karena itu, yang
menjadi latar belakang astrologi adalah pergerakan alam semesta mempengaruhi seluruh alam mikro
termasuk nasib manusia. Maka dalam astrologi terdapat penggolongan manusia berdasarkan filsafat dan
ciri tertentu. Yang menjadi masalah bukanlah hal percaya atau tidak, melainkan karena banyak orang
75
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kristen ikut ambil bagian dan membaca ramalan semacam itu. Bagaimanapun, sesuatu yang dibaca akan
melekat dalam pikiran pembaca. Padahal sesungguhnya hidup manusia berada di dalam tangan Tuhan
sehingga tak perlu lagi mencari tahu masa depan karena pimpinan Tuhan selalu bersamanya. Sebenarnya,
horoskop itu bisa cocok bagi semua orang karena kepandaian si penulis dan tidak ada sangkut pautnya
dengan pribadi tertentu atau bersifat eksklusif subyektif.
Keempat, perihal penelaah untuk mengetahui sesuatu yang sudah terjadi. Sebagai contoh, pengalaman
seseorang yang kehilangan gitar listrik. Untuk menemukannya, ia pergi ke seorang penelaah yang mampu
melihat ke masa lalu dengan menggunakan baskom berisi air dan merica. Banyak orang termasuk orang
Kristen mempercayai hal semacam itu padahal tindakan mereka itu dapat membangkitkan kecemburuan
Tuhan yang terdalam.
Kelima, hal sihir yang mengandung unsur perubahan bentuk. Sebagai contoh, pengalaman seorang murid
KTB. Sebelum bertobat ia pernah merubah sobekan kertas menjadi uang dan menggunakannya untuk
membeli bensin. Tapi setelah ia pergi meninggalkan SPBU tersebut, uang hasil rekayasa sihirnya itu kembali
ke wujud semula. Peristiwa serupa juga terjadi di Ambon. Seseorang belanja di sebuah supermarket dan
membayarnya dengan dedaunan yang sudah diubah menjadi uang. Dan ketika kasir hendak menghitung
pendapatannya, ia menemukan uang tersebut sudah kembali ke wujud asalnya.
Keenam, mantra yaitu kalimat tertentu yang diucapkan sekian kali untuk tujuan tertentu pula, misalnya
untuk penyembuhan, kekebalan, kekuatan dan sebagainya, dengan beberapa syarat yang mutlak harus
ditaati.
Ketujuh, “seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk
kepada orang-orang mati” (Ul. 18:11). Dalam dunia okultisme, istilah yang dipakai yaitu spiritisme. Padahal
Alkitab mengatakan bahwa orang mati tidak dapat berhubungan dengan dunia orang hidup, demikian juga
sebaliknya. Tetapi ada kemungkinan bagi manusia untuk berkomunikasi dengan Setan melalui medium,
misalnya jailangkung. Beberapa aliran tertentu dalam Kekristenan juga menganut praktek semacam ini,
seakan-akan Tuhan Yesus hadir di dalam diri seseorang lalu berkhotbah. Ada pula orang Kristen yang
mengunjungi makam keluarganya dan berbicara dengan orang mati untuk minta berkat. Padahal Tuhanlah
sumber berkat. Bahkan ia juga membawakan makanan bagi orang mati tersebut.

1.
2.
3.
4.
untuk mengatur aliran nafas,
untuk mengatur aliran darah,
untuk memadamkan api atau mencairkan es hanya dengan pandangan mata,
untuk dapat keluar dari tubuh jasmani ke dunia roh. Praktek yoga inipun sudah masuk ke Gereja.
Di jaman ini, Spiritisme mudah dijumpai di mana-mana. Setan digambarkan dengan penampilan yang
sangat lucu seperti casper dan juga sebagai malaikat penolong yang menghalau Setan lain. Dengan
demikian, Setan telah menjadi produk yang menguntungkan. Jika seseorang mengatakan bahwa Setan itu
tidak ada, berarti upaya Setan untuk membuat kehadirannya tidak dimengerti oleh manusia telah berhasil.
Hingga saat ini, masih banyak orang dirasuk Setan dan biasanya ia bersedia keluar dari tubuh orang itu
setelah keinginannya dipenuhi. Namun jika dilakukan maka tanpa disadari manusia telah melayani dan
dilayani oleh Setan. Kalau orang Kristen tidak paham akan hal ini berarti ia tidak mengerti kuasa Allah dan
Alkitab. Praktek kegelapan sebenarnya merupakan suatu konfrontasi karena tidak menggunakan kuasa
76
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
nama Yesus. Padahal Setan akan sangat ketakutan ketika nama Tuhan Yesus disebutkan. Seorang ibu
pernah dirasuk 10 Setan. Dua hari pertama, ia masih berlaku sewajarnya seorang ibu rumah tangga. Tapi
ketika hendak dilayani oleh Pendeta, ia mulai gelisah dan ketika mendengar lagu pujian penyembahan
kepada Allah, ia berteriak dan bermanifestasi dengan hebat.
Dengan berbagai macam cara, Setan berusaha menunjukkan bahwa ia adalah ahli yang ulung bahkan
berani menantang manusia karena merasa berkekuatan lebih besar. Memang manusia lemah tapi Tuhan
Yesus Kristus memiliki kekuatan lebih hebat daripada Setan. Oleh sebab itu semua orang Kristen yang
sudah lahir baru sesungguhnya mempunyai kuasa dalam nama Yesus untuk mengusir Setan.
Amin!
77
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
B
Be
errb
ba
ah
ha
ag
giia
alla
ah
ho
orra
an
ng
g
yya
an
ng
gm
me
en
njja
ad
dii p
pe
ella
ak
ku
uF
Fiirrm
ma
an
n
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
21
Yakobus 1:21-25
Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan
terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa
menyelamatkan jiwamu.
22
Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab
jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri.
23
Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah
seumpama seorang yang sedang mengamat–amati mukanya yang sebenarnya di depan
cermin.
24
Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.
25
Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan
orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya,
tetapi sungguh–sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.
Hanya mereka yang menjadi pelaku Firman saja yang sungguh-sungguh berbahagia. Gereja Protestan,
terlebih-lebih Gereja Reformed demikian memandang penting pengajaran firman. Bahkan Gereja Reformed
Injili selain memberikan pengajaran firman yang teliti juga memberikan berbagai sarana pendidikan teologi
awam dan seminar, tujuannya ialah supaya umat dapat menyatakan ketuhanan Kristus di dalam kehidupan
mereka. Pertanyaannya ialah apakah kebenaran yang dimengerti itu dinyatakan dalam kehidupan Kristen
kita. Kritik terhadap kita bahwa terdapat kesenjangan antara pengajaran dan kehidupan harus mendorong
kita untuk mengevaluasi diri dengan ketat, supaya tidak jatuh dalam kesalahan orang Farisi dan ahli Taurat.
Rasul Paulus memberikan teladan kepada kita, walaupun ia memiliki jaminan iman yang teguh dalam
keselamatan Allah, tetapi ia secara ketat menaklukkan dirinya untuk hidup sesuai dengan keyakinannya itu.
Biarlah melalui konsistensi hidup Kristen dalam kebenaran yang mereka tegaskan, dunia dapat melihat dan
mulai berpikir bahwa kehidupan yang didasarkan pada kebenaran Firman ternyata adalah benar, baik dan
jauh lebih indah.
Friedrich Nietzsche sekali waktu pernah ditanya, apakah yang membuat dia berpikiran demikian negatif
terhadap orang Kristen. Dia menjawab, “saya akan percaya kepada pada jalan keselamatan mereka, apabila
mereka sedikit lebih terlihat seperti orang yang sudah diselamatkan.” Nietzsche sendiri memiliki hidup yang
sangat brengsek, itu urusan dia, tetapi kita akan mendengarkan kritikan dari siapa saja selama itu bisa
menolong kita untuk tidak jatuh ke dalam kesalahan dan kehancuran.
Kenyataan kehidupan banyak orang Kristen yang tidak berbuah dan lebih mirip dengan dunia harus
menyadarkan kita bahwa ada permasalahan serius dalam kehidupan Kristen kita. Menurut pola pikir
perumpamaan tentang penabur (Mt 13), tampaknya ada kesalahan dalam sikap kita dalam meresponi
78
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Firman Tuhan yang kita dengarkan, yaitu banyak orang yang setelah mendengarkan firman, mereka
mengabaikan, atau melakukan sesekali, lalu melupakannya. Dengan kata lain, mereka tidak menjadi pelaku
Firman. Dalam perikop yang kita baca – Yakobus 1:21-27 – ada suatu frase yang harus kita waspadai, yaitu
"menipu diri sendiri’ (Yak 1:22 & 26). Seorang bisa merasa dirinya demikian baik dan berkerohanian dengan
doktrin yang benar serta berkenan kepada Tuhan, tetapi kenyataannya sangat bertolak belakang. Ada
banyak keterkejutan di akhirat nanti, di mana banyak orang yang merasa dirinya melayani Tuhan, di sana
baru sadar bahwa mereka ditolak oleh Tuhan. Kita harus waspada terhadap kebodohan “menipu diri
sendiri” ini. Sikap menipu diri sendiri diungkapkan dalam beberapa gejala yang akan kita bahas di bawah ini.
Kita akan mewaspadainya:
Pertama, sikap menilai Firman Tuhan secara rendah dan salah. Orang mempunyai penilaian yang rendah
terhadap firman akan berakibat mereka mempunyai sikap yang negatif terhadap firman, antara lain
dianggap tidak relevan dan membatasi kehidupan mereka. Mereka lebih menghargai kepandaian, kekayaan
dan sebagainya hingga tidak mampu melihat keindahan Firman Tuhan. Mzm 119, pasal terpanjang dalam
seluruh Alkitab secara khusus memuji keindahan Firman Tuhan dan menunjukkan kecintaan, kerinduan
serta kesukaan akan Taurat Tuhan yang lebih berharga daripada segala macam harta dunia karena Firman
itu berkuasa untuk merubah dan membentuk hidup manusia menjadi lebih beriman walaupun dengan
memakai sarana manusia yang terbatas. Bagaimanapun juga, setiap orang Kristen harus bersikap kritis
ketika mendengarkan khotbah untuk menghindari pengajaran yang salah tapi tetap disertai dengan sikap
hormat dan bersedia menerima pengajaran yang benar dengan rendah hati.
Kedua, sikap masa bodoh terhadap kesejahteraan diri sendiri. Sikap ini sesungguhnya sangat bertentangan
dengan natur manusia yang cenderung untuk merawat dan mengasihi diri; ia cenderung menghindari
bahaya dan mengarahkan dirinya kepada kesuksesan, kebaikan dan kebahagiaannya. Orang yang
mendengarkan Firman Tuhan mendapatkan pencerahan akal budi yang memampukan dia untuk mengenal
dirinya sendiri di hadapan Tuhan secara lebih jelas karena Firman itu dapat mengungkapkan dan
menghakimi secara jujur, jelas dan tegas segala keburukan, kesalahan, kejahatan dan dosa manusia yang
tersembunyi sekalipun. Selain itu, Firman sebagai kasih karunia Tuhan juga dapat menyembuhkan dan
memulihkan sekaligus membangun dan memperbaharui manusia. Namun dalam kehidupan rohani
seringkali manusia tidak bersedia melaksanakan Firman Tuhan untuk merubah dan memperbaiki
keburukannya demi keindahan dan kehormatannya sendiri karena adanya kontradiksi antara Firman itu
dengan dirinya sendiri. Sangat ironis, banyak orang yang sebenarnya tidak mengasihi dirinya sendiri, ia
hanya memanjakan diri, yang akhirnya justru merusak dirinya sendiri.
Ketiga, sikap tidak membiarkan Firman Tuhan merubah totalitas pribadinya. Jonathan Edwards, seorang
tokoh Reformed penting dalam bukunya ‘Religious Affection” mengungkapkan bahwa agama sejati
terutama tidak terletak pada emosi, pikiran atau tindakan, tetapi di dalam afeksi yang kudus. Itulah
totalitas diri manusia yang mencakup di dalamnya pemahaman akan kebenaran (pikiran) dan mengasihi
kebenaran (emosi) sehingga mendorong dia untuk bertindak dan mengasihi dengan benar terutama
mencintai dan melakukan kehendak Tuhan. Pengajaran Firman tidak pernah dimaksudkan hanya untuk
dimengerti (berhenti di otak) melainkan secara aktif, kreatif dan konstrusktif diwujdukan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga dapat menjadi berkat.
Keempat, sikap mempermainkan diri dengan agama ‘aku-isme’. Di jaman sekarang ini banyak orang aktif
beragama hanya karena kebutuhan dari kesadaran bahwa materi dan teknologi tidak dapat memberikan
kepuasan dan kelegaan dalam hidup yang semakin berat. Ia sadar ia memerlukan sesuatu yang lebih besar
untuk menopang hidupnya. Tapi ketika manusia kembali kepada Allah, ia tidak rela untuk tunduk kepada
otoritas Allah, ia tetap berpegang pada sifat dosa lama yaitu menjadikan dirinya sebagai tuhan atas
hidupnya. Inilah suatu bentuk dari agama ‘aku-isme’. Terhadap fenomena dekadensi moralitas yang
79
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
bertolak belakang dengan meningkatnya gairah dan aktivitas agama Charles Colson menjelaskan, “Hal ini
terjadi karena mereka yang mengakui dirinya Kristen, menerima iman Kristen menurut kehendak hati
mereka sendiri, Kekristenan yang tanpa suatu tuntutan apapun dalam tingkah laku hidup mereka. Ketika
diri menjadi otoritas tertinggi maka tidak ada lagi otoritas yang lebih tinggi dari kita yang memberikan
tuntutan kepada kita. Maka kelompok orang beragama hanya menjadi komunitas orang-orang otonom
yang memilih untuk berkumpul bersama karena kepentingan diri sendiri atau kebutuhan emosi masingmasing.” Ini merupakan sikap menipu diri sendiri, karena sebagai makhluk yang lemah manusia
membutuhkan Allah untuk membimbingnya dan memberikan apa yang ia tak mampu dapatkan. Manusia
yang tidak memilki komitmen total atau kemantapan hati dan pikiran untuk mengikut Tuhan akan selalu
merasa bimbang dan ragu serta tidak pernah merasakan ketenangan hidup. Jika ia terus dituntut untuk
berkomitmen kepada Tuhan maka ia akan memberikan pengabdian atau ketaatan dengan substitusi atau
tingkah laku agama yang palsu. Mungkin juga ia akan memakai cara rasionalisasi yaitu dengan menjelaskan
bahwa Firman Tuhan itu sulit bahkan tidak mungkin dapat dilaksanakan. Dengan demikian ia bisa tenang
dan menganggap diri sudah rohani tapi di hadapan Tuhan, ia belum menjadi pelaku Firman dengan segala
konsekuensinya. Seorang anak Tuhan dapat menjadi pelaku Firman jika:
1.
Tunduk dan takluk kepada prinsip kebenaran Firman Tuhan yang berfungsi sebagai hukum
yang sempurna dan memerdekakan (Yak 1:25) serta sebagai jalan hidup.
mengungkapkan, “Tetapi orang-orang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab
tidak dapat tetap tenang, dan arusnya menimbulkan sampah dan lumpur. Tiada damai bagi orang-orang
fasik itu,” firman Allahku.” Artinya, manusia tidak statis atau abstain. Ia harus berpihak kepada Tuhan atau
tidak sama sekali. Tapi di luar kebenaran tidak ada damai sejahtera dan kebahagiaan melainkan kehancuran
(Yes 32:17). Rasul Paulus dalam 2 Kor 13:8 mengungkapkan suatu prinsip yang sangat indah, “Karena kami
tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah untuk kebenaran.”
Biarlah hati nurani setiap orang Kristen diikat oleh kebenaran, seperti Daniel yang telah memenangkan
perjalanan hidupnya walaupun orang lain menyalahgunakan kejujuran dan ketulusannya. Dalam Mzm 119:30
dikatakan, “Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukumMu di hadapanku.”
Biarlah pernyataan pemazmur ini juga menjadi seruan dan keputusan setiap anak Tuhan.
Yes 57:20-21
2.
menemukan kesukaan dalam menjalankan Perintah Tuhan. Mzm 40:9 mengatakan, “Aku
suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.”
Akibatnya, tidak akan ada lagi pertentangan batin. Orang yang berbuat dosa akan menjalani hidupnya
seperti seorang pelarian yang terus berusaha untuk bersembunyi agar kesalahannya tidak terungkap.
Sedangkan orang yang meninggalkan segala dosa, kejahatan dan kenajisan akan mengecap kebahagiaan
dan kesejahteraan tanpa dibayangi oleh rasa takut. Jika setiap orang Kristen dapat menemukan keindahan
dan kebahagiaan dalam Tuhan maka hal melakukan kehendak Tuhan menjadi mudah dan penuh sukacita.
3.
menyimpan Firman Tuhan dalam hati, merenungkannya secara mendalam setiap hari dan
menjalankannya.
mengatakan, “Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu
siang dan malam.” Jika setiap orang Kristen semakin taat pada Firman Tuhan maka ia akan semakin
memahaminya.
Mzm 1:2
80
4.
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
komitmen mutlak untuk melakukan Firman Tuhan.
Dalam buku yang berjudul Screwtape Letters oleh C. S. Lewis dikisahkan, Setan senior sedang memberikan
nasihat kepada Setan junior, “Yang penting adalah mencegah petobat baru Kristen untuk melakukan
sesuatu. Selama ia tidak menunjukkan pertobatannya itu dengan tindakan maka tidak menjadi soal sejauh
mana ia berpikir tentang pertobatan baru ini. Biarlah ia asyik bermain dengan pertobatannya itu. Biarkan
dia jika berminat menulis sebuah buku tentang pertobatan. Seringkali hal itu menjadi suatu cara yang
sangat baik untuk mensterilkan benih-benih yang ditanam oleh Musuh (Tuhan) di dalam jiwa seseorang.
Biarkan ia melakukan sesuatu kecuali mempraktekkan kebenaran yang diketahuinya. Tidak ada kesalehan
di dalam imajinasinya dan afeksinya yang akan membahayakan kita. Jika kita dapat mencegah agar tidak
menyentuh kemauannya seperti yang pernah dikatakan seseorang. Kebiasaan-kebiasaan aktif diperkuat
dengan pengulangan tetapi kebiasaan-kebiasaan pasif justru akan diperlemah. Semakin sering ia
merasakan tanpa bertindak, semakin berkurang kemampuannya untuk bertindak dan pada jangka panjang,
semakin berkurang kemampuannya untuk merasakan.” Maka setiap anak Tuhan harus selalu waspada dan
tetap memberi kesaksian hidup Kristennya di tengah dunia.
Amin!
81
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
en
ny
ye
es
sa
alla
an
ns
se
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yoel 1:4-5/ Yoel 2:12-14
Yoel 1
4
Apa yang ditinggalkan belalang pengerip telah dimakan belalang pindahan, apa yang
ditinggalkan belalang pindahan telah dimakan belalang pelompat, dan apa yang
ditinggalkan belalang pelompat telah dimakan belalang pelahap.
5
Bangunlah, hai pemabuk, dan menangislah! Merataplah, hai semua peminum anggur
karena anggur baru, sebab sudah dirampas dari mulutmu anggur itu!
Yoel 2
12
"Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada–Ku dengan
segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh."
13
Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab
Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal
karena hukuman–Nya.
14
Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan–Nya berkat, menjadi
korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu.
Walaupun pendek, kitab Yoel menggambarkan suatu beban besar dari Tuhan tentang Yehuda dan
Yerusalem yang diungkapkan dengan perasaan sangat berat melalui hamba-Nya bernama Yoel. Namun
para tokoh Alkitab tidak dapat menemukan banyak referensi tentang nabi Yoel. Bagaimanapun juga, berita
sentral dari nabi Yoel adalah ancaman keras dari Tuhan terhadap umat Israel sebagai tuntutan akan
pertobatan sejati mereka. Kalau bangsa Israel tidak mau bertobat maka kesengsaraan dan bencana besar
akan terjadi yaitu sumber pangan mereka akan dihancurkan secara total.
Karena terasa sangat mengerikan, beberapa penafsir teologi liberal menganggap Yl. 1:4-5 bukan sebagai
suatu kenyataan melainkan hanya sekedar lambang yang diperuntukkan bagi bangsa asing yang sering
menyerang Israel, seperti: belalang pengerip melambangkan Media Persia; belalang pindahan
melambangkan orang Asyur; dan belalang pelompat melambangkan Babel. Tapi, beberapa tafsiran Injili
yang sungguhsungguh setia kepada Firman Tuhan mengatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan
kejadian nyata. Kehidupan manusia di jaman Perjanjian Lama sangat tergantung pada hasil pertanian dan
peternakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus sebagai mata pencaharian. Karena itu, mereka
akan sangat ketakutan jika bencana atau wabah menyerang pertanian karena sedikit pun tidak akan tersisa
dan kelaparan terjadi.
Selanjutnya, dalam pasal 2 Tuhan memanggil dan memberikan seruan keras kepada umat Israel, “Tetapi
sekarang juga, berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu” (Yl. 2:12). Seruan pertobatan ini disebabkan
karena banyak orang Kristen telah menyeleweng keluar dari jalan Tuhan.
82
Ringkasan Khotbah – Jilid 2

1.
tarikan kuasa, pikiran dan filsafat dunia,
2.
tarikan kembali kepada Allah. Dan kebanyakan orang Kristen berada dalam pengaruh dunia dengan
jiwa humanisme materialisme yang mencengkeram sangat kuat. Namun Tuhan bersedia dan sanggup
merubahnya. Itulah pertobatan sejati.
Agar setiap orang Kristen memiliki semangat dan keinginan pertobatan yang muncul karena adanya
keharusan mutlak maka dua hal harus dipahami:
1.
kaitan pertobatan,
2.
jaminan pertobatan. Sesungguhnya kebanyakan orang Kristen sudah sering mendengar istilah
pertobatan bahkan diperintahkan dan ditantang untuk bertobat. Kitab Yoel serta seluruh Perjanjian Lama
dan Baru telah menjelaskan kaitan dan tujuan pertobatan secara terus menerus. Dan salah satu hal yang
Tuhan inginkan agar orang Kristen terus memperingatinya adalah perintah untuk menjalankan Perjamuan
Kudus sebagai tanda atau sakramen di mana pertobatan dituntut untuk dilaksanakan karena Kristus telah
datang untuk menebus dosa manusia.
Sesungguhnya, yang hendak digambarkan oleh Yoel melalui pertobatan adalah beberapa tanda yang
seringkali ditempatkan pada dua ekstrim. Pertama, tanda bencana atau kesengsaraan adalah mutlak
sebagai kutukan Allah. Inilah yang seringkali membuat banyak orang Kristen menjadi stres dan tertekan.
Akibatnya, mereka malah memberontak dan jatuh pada ekstrim lain yaitu sikap masa bodoh. Padahal
sebenarnya, setiap kali Tuhan melakukan sesuatu dalam hidup manusia, termasuk bencana, seringkali
terdapat maksud-Nya yang besar dan belum tentu sebagai kutukan. Maka manusia harus mencari tahu
maksud tersebut, terutama mengoreksi kembali hubungan dengan-Nya.
Istilah kutukan memang terlihat sangat religius, ilmiah, agamawi dan dapat diargumentasikan secara
teologis tetapi sebenarnya mengandung motivasi yang tidak tepat karena orientasinya bukan pada inti
berita kesengsaraan. Ketika seseorang berpikir bahwa dengan bencana yang menimpanya, Tuhan telah
mengutuk dan menghukum dirinya karena dosa maka sebenarnya ia tidak sedang memikirkan kehendak
Tuhan dan bersedia berubah secara konseptual serta taat kepada-Nya melainkan mencari cara untuk
meloloskan diri dari bencana tersebut dan kembali pada keadaan semula. Sikap ini menandakan
ketidakpekaan manusia akan kehendak Tuhan. Lambat laun, jika keadaan tidak kembali seperti semula
maka ia mulai menggerutu, mengeluh dan terus menuntut Tuhan untuk mengikuti kemauannya.
The sign of true repentance yang pertama adalah kepekaan terhadap the sign of calamity (bencana). Kadang
kala Tuhan memang membiarkan seseorang dalam penderitaan yang membuatnya tak berdaya secara
manusiawi karena justru dalam keadaan seperti itu ia berefektivitas tertinggi untuk menjadi berkat bagi
orang lain. Kondisi seperti ini memang tidak mudah karena hati manusia sudah terlalu bebal terhadap
berita spiritualitas sejati. Kebanyakan orang Kristen lebih suka membangun spiritualitas new age karena
kerohanian kontemplatif semacam itu nampak hebat dan nyaman. Dalam kesengsaraan seharusnya orang
Kristen mengalami pembaharuan hingga menjadi peka terhadap kehendak Tuhan.
Tanda pertobatan juga digambarkan dengan penghukuman Allah yang keras. Seringkali manusia takut
berhadapan dengan penghakiman Allah sehingga akhirnya Kekristenan dibius dengan konsep ‘Allah itu
maha kasih, penyayang dan berlimpah kasih setia’. Bagaimanapun juga, Yoel perlu menyampaikan berita ini
dalam Yl 2:13, “berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan
83
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.” Inilah kalimat pertobatan karena dalam Yl.
1:4 terdapat berita penting yang harus diketahui oleh orang Israel pada jaman dulu dan orang Kristen masa
kini yaitu mengenai murka Tuhan.
Manusia akan sungguh-sungguh bertobat jika ia menyadari keseriusan Tuhan. Jika tidak demikian maka ia
akan berbuat sekehendak hatinya dan memikirkan kepentingannya saja. Tuhan yang penuh cinta kasih ini
juga tidak sungkan untuk menghancurkan ciptaan-Nya dengan calamity. Ide ini mampu menyadarkan setiap
anak Tuhan akan adanya tanda yang hidup dari punishment (hukuman) dan reward (upah). Selain itu, yang
terpenting adalah kesadaran bahwa orang Kristen tidak menyembah Allah yang mati atau teoritis atau yang
hanya berupa konsep Teologi melainkan Allah yang berpribadi dan hidup serta berurusan dengan jemaatNya walaupun seringkali mereka melupakan Dia. Mzm 139 membuktikan bahwa tak seorang pun dapat
melarikan diri dari hadapan-Nya karena posisi manusia tidak netral melainkan berada di bawah kuasa dosa.
Selain itu, seringkali orang Kristen terjebak dalam suatu religiusitas semu karena kecenderungan untuk
mencari tuhan kreasinya sendiri. Tanda ketiga setelah tanda murka Tuhan adalah tanda cintakasih Tuhan
yaitu kematian Kristus bagi penebusan dosa umat manusia. Urutan kedua hal ini tidak boleh dibalik
ataupun ditiadakan karena saling berkaitan seperti halnya Perjanjian Lama yang menekankan keadilan Allah
kemudian Perjanjian Baru menunjukkan kasih Allah. Kepekaan akan hukuman Allah perlu disertai dengan
kepekaan akan adanya kasih Allah yang memberikan kesempatan untuk diperbaharui melalui khotbah,
seminar dan sebagainya. Ironisnya, seringkali orang Kristen melewatkan kesempatan terindah dan
terpenting itu dan membiarkan mata hatinya dibutakan oleh Setan hingga tidak lagi memiliki kepekaan hati
untuk bertobat.
Tanda terakhir adalah bahwa masih adanya kemungkinan, harapan dan keyakinan bahwa manusia dapat
diperbaharui. Tanpa perubahan, segala pengertian dan kepekaan akan pertobatan tidak berarti lagi karena
sudah terjebak ke dalam satu asumsi yang kontradiksi dengan tindakan sehari-hari. Jika manusia tidak lagi
dapat dirubah maka segala khotbah, seminar, persekutuan dan kegiatan rohani lainnya tidak diperlukan
lagi. Tapi justru pengharapan akan perubahan manusia merupakan bukti bahwa manusia itu bukanlah suatu
benda mati. Dan semua yang hidup dapat berubah secara significant dan essential selama berada di dalam
Tuhan. Perubahan seluruh konsep manusia sesuai dengan kehendak Tuhan dapat terjadi jika kuasa Roh
Kudus masuk ke dalam hatinya karena Tuhan memberi kuasa kepada mereka yang percaya kepada AnakNya untuk menjadi anak Allah. Selain itu, Yoel tidak berhenti menginjili karena bangsa Israel adalah umat
pilihan Allah yang akan dipakai sebagai Terang Tuhan bagi semua bangsa di dunia. Namun Israel seringkali
melanggar perintah Tuhan sehingga Ia menggantinya dengan Gereja Tuhan sebagai umat pilihan-Nya. Dan
Tuhan memanggil Gereja-Nya bukan sekedar untuk menikmati panggilan keselamatan, keindahan,
pertobatan melainkan untuk suatu pembaharuan mendasar. Pada jaman ini seringkali tanda atau
opportunity untuk pembaharuan hidup belum secara jelas digambarkan sehingga banyak orang Kristen
yang merasa tidak dituntut untuk mengadakan pembaharuan hati yang terdalam supaya iman Kristen
memiliki keunikan yang jelas terlihat dalam kehidupan di tengah dunia ini. Jika orang Kristen dapat berbuat
apa saja, sama seperti orang dunia maka tuntutan pertobatan dan pembaharuan tidak diperlukan lagi.
Padahal seharusnya orang Kristen dibentuk oleh Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya sehingga dapat
menjadi Terang dan Garam dunia yang menyatakan kemuliaan-Nya.
Amin!
84
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ku
ua
as
sa
a IIn
njjiill
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
1
Markus 16:1-8
Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli
rempah–rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus.
2
Dan pagi–pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah
3
Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi
mereka ke kubur.
kita dari pintu kubur?"
4
Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu
5
Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai
sudah terguling.
jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut,
6
tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang
Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat
mereka membaringkan Dia.
7
Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid–murid–Nya dan kepada Petrus: Ia
mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah
dikatakan–Nya kepada kamu."
8
Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa
mereka. Mereka tidak mengatakan apa–apa kepada siapapun juga karena takut. Dengan
singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman–temannya.
Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid–murid–Nya memberitakan dari
Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal
itu.
Dalam berita Injil, kuasa kebangkitan Kristus yang menerobos, mengalahkan dan menghancurkan kuasa
kematian dari Setan dinyatakan dengan tegas sebagai berita sentral atau inti iman Kristen yang sanggup
menjawab masalah terserius dalam kehidupan manusia yaitu dosa. Ketika manusia hendak mengevaluasi
diri guna memahami hidup maka basis atau dasar pijak mutlak yang harus dilakukan dengan bijaksana
adalah menjawab tiga pertanyaan essensial:
1.
siapakah aku?
2.
mengapa aku menjadi begini?
3.
hendak ke manakah aku? Jika tidak dapat menjawab ketiga pertanyaan tersebut atau bahkan
mengabaikannya dan bersikap acuh tak acuh, berarti ia sedang mempertaruhkan hidupnya secara
mengerikan. Padahal sepanjang sejarah manusia, ketiga pertanyaan itu telah dipertanyakan oleh para filsuf,
orang bijak, pemimpin agama dan orang saleh di seluruh dunia serta diupayakan untuk dapat menjawabnya
dengan menggunakan kemungkinan signifikansi manusia yaitu terobosan kekekalan yang dimiliki dalam
dirinya selain keberadaannya yang dibatasi dan terikat oleh ruang dan waktu. Akibatnya, manusia memiliki
dua dimensi:
85
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
1.
dimensi di mana ia hidup di dalam sejarah;
2.
dimensi kekekalan yang melampaui sejarah. Dengan kata lain, manusia hidup dengan kemungkinan
sejarah, berimajinasi sekaligus memikirkan masa lampau karena telah diberi kemampuan untuk menerobos
keluar dari keberadaannya yang terikat oleh situasi, ruang dan waktu. Selain itu, Tuhan juga memberi
kemungkinan untuk menerobos ke masa depan hingga pada akhirnya ia akan bertemu dengan kekekalan.
Banyak orang berusaha menjawab ketiga pertanyaan itu secara filosofis, spekulatif, duniawi, logis,
pengalaman perasaan dan sebagainya. Namun jawaban mereka tidak memiliki unsur kebenaran sejati
karena tidak ada buktinya melainkan hanya berupa hipotesa teoritis dengan kebenaran yang ditentukan
secara subyektif tanpa mempertimbangkan orang lain kecuali pendapat yang sesuai dengan dirinya.
Padahal sesungguhnya manusia tidak dapat memahami kebenaran dari dirinya sendiri melainkan dari Sang
Pencipta. Akibatnya, terjadilah penipuan ilmiah kira-kira selama 1,5 abad terakhir ini di mana banyak orang
menjadi korban dari hipotesanya sendiri. Maka Tuhan Yesus membukakan kebenaran sejati yaitu Allah yang
berinkarnasi untuk menebus dosa.
Teori evolusi mengatakan bahwa manusia berasal dari sebuah sel yang mati dan tiba-tiba hidup. Teori ini
sangat mustahil terjadi karena hidup dan mati merupakan dua hal yang terpisah dan tidak dapat dicampur
menjadi satu namun masih ada kemungkinan akan kesamaan material. Sebagai contoh konkrit, tubuh
manusia yang berasal dari tanah lalu diberi nafas kehidupan oleh Tuhan. Ketika mati maka tubuh
jasmaninya akan hancur dan kembali menjadi tanah. Bagaimanapun juga, Tuhan tidak pernah
memperkenankan status kehidupan yang sangat unik disamakan dengan benda mati.
Lalu mahluk hidup itu sendiri terbagi menjadi tiga derajat yaitu tumbuhan, binatang dan manusia. Ketiga
derajat ini mempunyai perbedaan kualitatif secara total dan manusialah satu-satunya mahluk yang
terutama di seluruh kehidupan karena diciptakan secara unik sesuai gambar dan rupa Allah dengan unsur
kekekalan di dalam hatinya sehingga setelah mati ia akan masuk ke dalam kekekalan, antara lain:
1.
hidup kekal, atau
2.
mati kekal. Pada saat itu, ia tidak akan dapat berubah selamanya atau pindah dari Neraka menuju
ke Surga. Inilah kegentaran yang sangat serius dan menakutkan. Karena itu, perjalanan manusia dalam
sejarah sangat menentukan arah hidupnya kelak dalam kekekalan.
Alkitab mengatakan bahwa semua manusia telah jatuh ke dalam dosa dan menjadi rusak. Sebagai
hukuman-Nya adalah harus berhadapan dengan kematian. Tiga pasal pertama dalam Kitab Kejadian telah
mengungkapkan kebenaran ini yang harus diketahui oleh semua orang. Jika tidak maka manusia akan
kehilangan seluruh pengertian yang essensi.
Pengertian dosa bukan sekedar suatu perbuatan membunuh atau mencuri dan sebagainya. Jika dosa
tergolong sebagai masalah yang sangat simple seperti itu maka Tuhan Yesus tidak perlu datang ke dunia.
Kristus yang telah mati sebagai bukti cinta kasih Allah demi menyelamatkan dan mengeluarkan manusia
dari jebakan dosa, ikatan belenggu Iblis serta kuasa kematian, justru merupakan penderitaan yang harus
dimengerti semenjak kelahiran-Nya di tengah dunia ini. Kristus yang adalah Allah telah turun menjadi
manusia. Inilah penurunan kualitas terbesar, dari kualitas Pencipta turun menjadi kualitas ciptaan. Allah
yang tak terbatas oleh apapun harus turun ke dalam keterbatasan yang terhina, sesuai Filipi 2:6-8, “…yang
walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya
sendiri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
86
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Banyak orang dunia yang merasa dirinya sudah baik sehingga tidak perlu kembali kepada Tuhan dan
mengaku dosa. Hal ini disebabkan karena standar dan konsep kejahatannya terlalu dangkal. Namun Alkitab
mengatakan bahwa inti dosa adalah manusia yang berani melawan Sang Pencipta dan kebenaran-Nya.
Inilah yang dinamakan ‘fasik’ dan ‘lalim’. Fasik adalah sikap mengabaikan Allah walaupun telah mengetahui
keberadaan-Nya. Sedangkan lalim adalah sikap mengabaikan kebenaran sejati. Orang yang fasik sudah pasti
ia juga lalim. Demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain, orang yang lebih suka berbuat sekehendak
hatinya karena merasa diri sudah hebat, pasti tidak akan menghormati Tuhan karena di dalam dirinya tidak
ada lagi rasa takut akan Dia. Sedangkan akses dosa adalah perbuatan membunuh, mencuri, berbohong, iri
hati, sombong, terutama ketidaksediaan orang Kristen untuk memberitakan Injil, berbuat baik pada orang
lain, setia beribadah kepada Tuhan dan sebagainya. Maka Alkitab mengajarkan bahwa manusia seharusnya
mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya terlebih dahulu, barulah semuanya akan ditambahkan
kepadanya. Inilah penyelesaian Tuhan bagi seluruh umat manusia.
Allah yang penuh cinta kasih tetap tidak dapat menyangkali keadilan-Nya yang menuntut dan
mengharuskan manusia untuk menjalani hukuman mati. Itulah Allah sejati. Jika manusia tidak bersedia
kembali kepada Allah sejati dan menerima Injil maka ia pasti jatuh pada allah palsu yang sanggup
mempermainkan segalanya dengan sesuka hatinya. Dan jika Allah tidak memiliki keadilan maka semua
orang akan berbuat jahat dengan seenaknya. Namun Allah telah menimpakan murka-Nya atas seluruh
umat manusia kepada Anak-Nya yang tunggal yaitu Tuhan Yesus Kristus. Lalu hanya mereka yang percaya
kepada-Nya sajalah yang memperoleh keselamatan kekal itu.
sanggup memberikan kesimpulan yang kokoh dan tuntas yaitu kebangkitan Kristus. Dalam
manuscript kuno, sebenarnya Mrk 16 berhenti di ayat 8 sebagai ayat penutup atau kesimpulan terakhir.
Namun dalam teks yang baru terdapat penambahan ayat 9-20. Biasanya dalam Alkitab berbahasa Inggris,
sebelum ayat 9-20 terdapat note, “The earliest manuscripts and some other ancient witnesses do not have
Mark 16:9-20.” Bagaimanapun juga, Gereja Injili tetap percaya bahwa ayat 9-20 termasuk sebagai bagian dari
Firman Tuhan.
Mrk 16:1-8
Dalam ayat 8 dikatakan, “Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat
menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun juga karena takut.” Untuk
menghindari kontras atau kesulitan paradoks cara berpikir, ayat tersebut tidak boleh berhenti sampai di
situ saja melainkan dilanjutkan, “Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan
teman-temannya.” Jadi, meskipun ketiga perempuan itu merasa takut dan tidak berani bicara pada
siapapun tapi perintah Malaikat untuk menyampaikan berita kebangkitan Tuhan kepada Petrus dan temantemannya tetap dilaksanakan. Dan yang menjadi kesimpulan terakhir dari seluruh inti Injil adalah, “Sesudah
itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-muridNya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus
dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu.”
Manusia diciptakan oleh Tuhan sendiri maka hidupnya harus mempermuliakan Dia. Sebaliknya, dunia
mengajarkan bahwa manusia berasal dari dunia, hidup untuk dunia dan mengikuti cara dunia sehingga
tanpa disadari telah berproses menuju pada kebinasaan kekal. Label Kristen tidak dapat menjamin
seseorang masuk Surga. Bahkan dalam Kekristenan terdapat banyak kepalsuan karena memang terlalu
mudah untuk dipalsukan. Ini disebabkan karena banyaknya kesulitan untuk menjalankan prinsip
Kekristenan sejati. Tapi justru Allah memanggil manusia agar menjadi anak-Nya yang sejati.
Amin!
87
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
es
se
em
mp
pu
urrn
na
aa
an
nk
ka
as
siih
h
Oleh: Pdt. Johannes Aurelius W
Nats:
1
1 Korintus 13:1-13
Sekalipun aku dapat berkata–kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat,
tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan
canang yang gemerincing.
2
Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia
dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna
untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak
berguna.
3
Dan sekalipun aku membagi–bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan
menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun
tidak ada faedahnya bagiku.
4
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak
sombong.
5
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak
pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
6
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
7
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu,
sabar menanggung segala sesuatu.
8
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan
9
Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
10
Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.
11
Ketika aku kanak–kanak, aku berkata–kata seperti kanak–kanak, aku merasa seperti
akan lenyap.
kanak–kanak, aku berpikir seperti kanak–kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa,
aku meninggalkan sifat kanak–kanak itu.
12
Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar–samar, tetapi
nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak
sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.
13
Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling
besar di antaranya ialah kasih.
Secara khusus, cintakasih Tuhan merupakan dasar seluruh persekutuan hidup orang percaya, terutama
persekutuan kekal di Sorga kelak setelah meninggalkan dunia ini. Dahulu, Yohanes dikenal sebagai rasul
kasih yang secara pribadi berhubungan sangat dekat dengan Sang Guru agung yaitu Tuhan Yesus Kristus
dan telah menyatakan cinta kasih-Nya dalam Yoh 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
88
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Selain itu, ia juga menganjurkan untuk saling mengasihi.
Petrus pun pernah menganjurkan dalam suratnya agar jemaat memahami hidup persaudaraan dengan
cintakasih. Walaupun Paulus memiliki latar belakang buruk yaitu menganiaya, membunuh dan
membinasakan orang Kristen, tetapi setelah dipertobatkan oleh Tuhan, ia juga memberitakan kasih kepada
jemaat Korintus yang mempunyai lebih banyak masalah daripada jemaat lain hingga ia ikut menangis
bersama mereka. Seorang penulis buku sindiran pernah mengatakan bahwa walaupun dunia mempunyai
banyak agama tetapi akhirnya tidak mampu membentuk masyarakat yang saling mengasihi melainkan
saling membenci dengan ekstrim dan fundamen masing-masing. Maka seharusnya Gereja berperan dengan
sebaik mungkin di tengah situasi seperti ini.
Dalam 1 Kor 13 tercatat beberapa prinsip kesempurnaan kasih yang memperkaya. Ayat 1-3 diawali dengan,
“Sekalipun aku…” Artinya, sekalipun mempunyai banyak karunia, hikmat, materi dan berbagai hal yang
layak dipersembahkan bagi pekerjaan Tuhan seperti jemaat Korintus, tetapi tanpa kasih maka semuanya
sia-sia belaka dan tidak berguna karena tak ada lagi yang dapat dibanggakan selain diri sendiri. Sedangkan
egoisme hanya akan menimbulkan kompetisi tak sehat yang sangat berbahaya dan tidak memuliakan
Tuhan.
Paulus mengatakan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa
malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang
yang gemerincing” (1 Kor 13:1). Dalam 1 Kor 12 dan 14, ia membahas betapa banyaknya jemaat yang
berbahasa roh. Namun dalam 1 Kor 14:23 secara khusus ia mengkritik, “Jadi, kalau seluruh Jemaat
berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang
luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?” Pemakaian
bahasa tersebut justru membuat keributan dan bukan keteraturan dalam ibadah. Kadangkala, bahasa roh
juga dimanipulasi dan direkayasa sedemikian rupa. Padahal Paulus telah menegaskan, “Kepada yang
seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia
memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu
dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan
juga karunia untuk menafsirkannya” (1 Kor 12:10-11; 14:13). Ayat inipun seringkali disalahartikan. Akibatnya,
terjadi pemalsuan karena orang yang berbahasa roh sekaligus menterjemahkannya. Kekristenan percaya
bahwa bahasa tersebut ada tetapi tidak mudah mempercayai mereka yang mengaku memilikinya karena
Yohanes pernah mengatakan, “Saudara- saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi
ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah” (1 Yoh 4:1). Paulus juga memberikan pengertian yang
benar tentang bahasa roh karena jemaat Korintus memiliki tendency untuk melebih-lebihkan karunia
tersebut. Selain itu, mereka cenderung menganggap diri lebih rohani daripada orang lain. Maka terjadilah
perpecahan, “Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus.
Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus” (1 Kor 1:12).
Selanjutnya, Paulus mengatakan dalam 1 Kor 13:2, “Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan
aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang
sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak
berguna.” Sebagai contoh, Nabi Yunus yang diutus oleh Tuhan, “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang
besar itu, berserulah terhadap mereka” (Yun. 1:2). Tapi ia malah melarikan diri hingga akhirnya ditelan oleh
ikan besar. Kemudian datanglah firman Tuhan kedua kalinya dan ia segera pergi ke Niniwe untuk
memberitakan nubuat-Nya tentang masa depan yang akan terjadi jikalau mereka tidak bertobat. Setelah
89
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
itu, ia duduk menunggu dan sementara itu, tumbuhlah pohon jarak menaungi kepalanya dari sengatan
matahari sehingga ia merasa senang, tenang serta sejuk. Tetapi keesokkan harinya, ketika fajar
menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat menggerek pohon itu hingga layu dan ia sangat
menyesalinya. Dalam Yun. 4:10-11 dicatat, “Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu,
yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh
dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe,
kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu
membedakan tangan kanan dari tangan kiri?” Paulus pernah menjelaskan kepada Timotius bahwa nubuat
berkaitan dengan pengertian akan Firman dan kemampuan menyampaikan kebenaran-Nya. Namun nubuat
tanpa kasih hanya akan menimbulkan dengki dan kesombongan hingga tega menghina orang lain. Demikian
pula pengalaman iman seringkali dimanipulasi di kalangan Gereja tertentu, misalnya untuk kesembuhan,
kekayaan, keberhasilan dan sebagainya. Jikalau permohonan tidak terkabul maka terjadilah saling
menyalahkan.
Ayat berikutnya, Paulus mengatakan, “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada
padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun
tidak ada faedahnya bagiku” (1 Kor 13:3). Tanpa kasih, pengorbanan demi agama, kesucian dan kebenaran
justru menimbulkan sinisme. Peristiwa ini pernah terjadi dalam sejarah Gereja pada abad 8-9 yaitu perang
salib di Timur Tengah yang sangat memalukan karena berakibat munculnya sinisme di kalangan orang Arab
hingga akhirnya tidak bersedia percaya kepada Kristus. Pada waktu itu, Gereja ikut berpolitik demi
mengembangkan Kerajaan Allah. Dengan demikian, Kerajaan Allah disamakan dengan kerajaan duniawi.
1 Kor 13:4-7 menyatakan bahwa kasih itu bersifat membangun jemaat, sama dengan tujuan talenta karunia
Tuhan pada setiap orang. Bahkan dalam Ef 4:11-14 dikatakan:
“Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun
gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai
dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa
angin pengajaran.

Pertama, kasih membangun kualitas dan kualifikasi orang Kristen secara pribadi hingga memancarkan
kasih Kristus. Kasih yang pertama adalah cintakasih Kristus yang menyentuh hati dan kehidupan manusia.
Paulus menegaskan, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong.” Namun dunia yang semakin materialis, egois dan individual telah menurunkan kadar kasih
Kristen. Paulus pernah mengingatkan tentang keadaan manusia pada akhir jaman dalam 2 Tim 3:2,
“Manusia akan mencintai dirinya sendiri.” Jikalau Gereja tidak memperhatikan dengan baik maka tanpa
disadari telah menggenapinya.
Kedua, kasih membangun kualitas relasi dengan sesama antara lain sikap, interaksi dan komunikasi. Paulus
mengajarkan, “Ia tidak melakukan yang tidak sopan”. Selama bersosialisasi, setiap orang Kristen
seharusnya berusaha agar ucapannya tidak terkesan kasar dan latar belakang karakternya tidak boleh
dijadikan alasan untuk membenarkan diri. Sebaliknya, ia harus mengerti perasaan sesamanya sehingga
komunitas Kristen tidak saling menjatuhkan melainkan mendukung karena, “Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”
90
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketiga, kasih membangun kualitas penyelesaian masalah. Paulus mengajarkan, “Ia menutupi segala
sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Hidup menggereja pasti ada masalah hingga menimbulkan cekcok karena manusia memiliki kelemahan.
Maka pihak yang bertengkar harus dipertemukan untuk mencari solusi. Setelah saling mengakui dan
memaafkan, mereka diharapkan untuk tidak mengungkitnya kembali agar tidak berkembang hingga
menghancurkan Gereja. Memang lidah tak bertulang tapi dapat dikendalikan oleh kasih.
Keempat, kasih itu kekal. Paulus mengatakan, “Nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti;
pengetahuan akan lenyap.” Sedangkan kasih adalah pola kehidupan surgawi. Karena itu, ia melanjutkan,
“Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan
melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan
mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1 Kor 13:12). Dengan kata lain, di hadapan Tuhan
tak ada yang tersembunyi dan semua orang akan saling terbuka.
Seorang penafsir Alkitab, gembala sekaligus pengkhotbah dengan preaching yang mantap bernama Warren
William W. mengatakan:
1.
Tritunggal adalah dasar kehidupan Gereja;
2.
Firman adalah makanan rohani umat Tuhan;
3.
doa adalah nafas hidup Gereja;
4.
cintakasih adalah peredaran darah dalam tubuh Kristus. Dengan kata lain, kasih adalah fellowship
yang menghangatkan suasana Gereja.
Jemaat Efesus pernah dibina oleh para tokoh besar seperti Paulus, Yohanes dan Timotius. Mereka telah
menyelidiki Firman dengan tepat bahkan Tuhan memujinya dalam Why 2:2, “Aku tahu, bahwa engkau tidak
dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya
rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Namun
demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula” (Why 2:4). Maka
diharapkan jemaat Reformed tidak seperti mereka yang telah meninggalkan kasih mula-mula.
Amin!
91
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
en
na
an
ng
ga
atta
ass k
ke
etta
ak
ku
ua
atta
an
n:: U
Un
nttu
uk
kd
da
ap
pa
att
m
me
en
njja
ad
dii p
pe
ella
ak
ku
uk
ke
eh
he
en
nd
da
ak
kA
Alllla
ah
h
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Matius 10:26-31/ Ams.29:25/ Wahyu 21:8
Matius 10
26
Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup
yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan
diketahui.
27
Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang
dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah.
28
Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak
berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan
baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.
29
Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan
jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu.
30
Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya.
31
Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung
pipit.
Amsal 29
25
Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi.
Wahyu 21
8
Tetapi orang–orang penakut, orang–orang yang tidak percaya, orang–orang keji, orang–
orang pembunuh, orang–orang sundal, tukang–tukang sihir, penyembah–penyembah
berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang
menyala–nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua."
Perasaan takut merupakan pengalaman universal setiap orang, walaupun alasan yang menimbulkan rasa
takut itu berbeda antara yang satu dengan lainnya. Perasaan takut adalah reaksi mental yang normal ketika
seseorang merasa dirinya terancam. Reaksi kita dalam menghadapi situasi yang menimbulkan rasa takut itu
dapat berupa:
1.
respon yang bersifat amoral (bukan immoral) artinya tidak berkenaan dengan masalah moralitas,
misalnya takut kepada cecak, tikus, kalajengking, ular, semua ini lebih berkenaan dengan masalah psikologi;
2.
respon yang bermuatan moral, misalnya karena takut kepada ancaman atasan, kita melakukan
kebohongan atau kecurangan atau perbuatan yang merugikan masyarakat demi perusahaan. Inilah
92
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
ketakutan yang membawa kepada kejahatan. Ams 29:25 mengatakan, “Takut kepada orang mendatangkan
jerat. Banyak orang yang berada dalam situasi demikian lalu menyerah kepada kejahatan. Karena takut
kepada rakyat Saul berdosa Allah. Kini kita mengerti mengapa orang penakut tergolong dalam orang-orang
yang binasa (Why 21:8). “Tetapi orang-orang penakut,… akan mendapat bagian mereka di dalam lautan
yang menyala-nyala oleh api dan belerang.”
Ketika menghadapi tekanan situasi yang sulit, kita seakan-akan tidak ada pilihan lain kecuali menyerah
untuk menyelamatkan diri. Tetapi menyerah terhadap kejahatan bukanlah pilihan umat Allah. Tuhan Yesus
menunjukkan bahwa dengan memiliki takut kepada Allah kita dapat mengalahkan rasa takut kepada
manusia yang mendorong kita berdosa: “janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh
tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa
membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Mat 10:28).
Janji pemeliharaan yang demikian khusus kepada kita, “Namun seekor burung pipit pun tidak akan jatuh ke
bumi di luar kehendak Bapamu. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada
banyak burung pipit” (Mat 10:29 dan 31), bukan berarti di dunia ini kita tidak akan mengalami kesulitan,
penyakit, bencana, aniaya, dan kematian. Kondisi perfect ini baru kita miliki di Surga nanti. Apa yang
dijanjikan Tuhan ialah bahkan dalam situasi terburuk sekalipun, pemeliharaan Tuhan tetap menyertai kita
sehingga kita dapat menjalani suatu kehidupan yang penuh kemenaganan seperti halnya Dia sendiri telah
menang atas penderitaan-Nya.
Dalam kisah berikut ini, kita akan melihat kehidupan seorang Kristen yang mengalahkan tekanan dan rasa
takut yang ia hadapi dan melaksanakan kehendak Allah dengan setia. Dia adalah Tom, tokoh utama di
dalam novel Harriet Beecher Stowe, Uncle Tom’s Cabin. Tom adalah seorang budak negro. Sejak kecil ia
sudah menjadi budak di keluarga Shelby yang memperlakukan dia dengan baik dan mendidik dia secara
Kristen, sehingga ia bertumbuh menjadi Kristen yang saleh dan cakap bekerja. Karena kesulitan keuangan,
tuannya terpaksa menjual Tom kepada seorang pedagang budak. Untungnya ia dibeli oleh Mr. St. Claire
yang juga memperlakukan dia dengan baik. Terdorong oleh kesalehan putrinya yang mati muda, Mr.
St.Claire bermaksud membebaskan Tom. Tetapi kematiannya yang mendadak merubah nasib Tom. Istrinya
yang berwatak buruk menjual Tom kepada pemilik ladang kapas yang kejam bernama Simon Legree.
Sejak pertama kali melihat Tom yang berperilaku baik dan seorang Kristen yang saleh, sudah timbul rasa
tidak suka Legree, ia bertekad untuk mengikis habis iman Tom. Bersama budak lain, Tom dipekerjakan di
ladang kapas. Setiap hari mereka ditarget mencapai hasil kerja tertentu. Ketika melihat budak perempuan
yang sakit tidak mampu mencapai targetnya Tom memberikan sebagian hasil kerjanya. Hal ini dilihat oleh
mandor dan dilaporkan kepada tuannya.
Sorenya ketika budak perempuan itu menyerahkan hasil kerjanya, tanpa ditimbang ia langsung dinyatakan
tidak mencapai target. Sedangkan Tom segera ditawari posisi mandor, dan tugasnya yang pertama ialah
mencambuki perempuan itu. Tentu saja Tom tidak mau melakukan perbuatan yang berlawanan dengan
imannya. Penolakan Tom ini memancing kemarahan Legree, yang segera memberikan pukulan bertubi-tubi
kepadanya. “Bukankah Alkitabmu mengatakan kamu harus mentaati tuanmu! Saya telah membelimu. Jadi,
kamu adalah milikku, baik jiwa dan ragamu.” Teriak Legree dengan penuh kemarahan. “Tuan dapat
memperlakukan saya dengan sesuka hati. Tapi, jiwaku adalah milikku dan kau tidak dapat mengambilnya.”
Jawaban Tom ini membuat Legree semakin marah, sehingga ia memerintahkan kedua mandornya untuk
mencambuki Tom.
93
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Setelah didera dengan kejam, Tom dibiarkan tergeletak di luar dengan seluruh tubuh bersimbah darah.
Hanya Miss Cassy, satu-satunya orang di sana yang berani memberi Tom minum, dialah rupa memiliki suatu
rahasia Legree sehingga berani menentang Legree. Ia menasihati Tom supaya menyerah saja karena Legree
akan selalu menang. Tapi Tom tetap tidak mau menyerah kepada kejahatan Legree. Ia berkata, “Saya telah
kehilangan semua yang kumiliki istri, anak, rumah dan tuan yang hendak memberinya kebebasan. Karena
itu, ia tidak mau kehilangan lagi Sorga, satu-satunya yang ia miliki.
Lalu Tom meminta Miss Cassy untuk membacakan baginya kisah penyaliban Yesus yang telah sering
dibacanya itu. Cassy demikian terharu ketika ia sampai pada bagian yang berkata, “Ampunilah mereka,
Bapa, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Tom berkata kepadanya, “Kau lihat, missis,
walaupun mereka melempari Dia dengan batu di jalan, tapi Ia tidak berhenti dan menyerah karena Ia tahu
apa yang dilakukan-Nya adalah benar. Kita harus selalu mempercayai apa yang benar dan berpegang
kepadanya.”
Sejak saat itu, Tom bersahabat baik dengan Miss Cassy. Kehadirannya mengakibatkan perubahan dalam diri
budak-budak di situ. Mereka menjadi kurang kejam dan Tom melihat telah timbul suatu harapan baru
dalam diri mereka. Inilah yang membuat Tom bersukacita, walaupun ia tahu bahwa sangat mungkin ia akan
mati di sana.
Suatu saat, Cassy dan temannya melarikan diri dan bersembunyi di suatu tempat. Ketika Legree tidak
menemukan mereka dan berpikir Tom tahu di mana mereka menyembunyikan diri, ia memaksa Tom untuk
membuka mulut. Namun Tom tidak bersedia memberitahukannya walaupun diancam akan dibunuh. Hal ini
membuat kemarahan Legree mencapai puncaknya, sehingga ia memukul Tom sejadi-jadinya. Tom dipukul,
ditendang, dan tampaknya nyawanya telah tercabut darinya ketika ketika ia jatuh ke lantai. Saat itu, dengan
pelan Tom membuka matanya dengan pelan, dan berkata: “Kau orang yang patut dikasihani. Kini tidak ada
lagi yang dapat kau lakukan kepadaku. Dengan segenap hatiku, aku mengampuni kau.”
Perkataan itu membuat mereka yang menyaksikan penderitaannya, melihat kebaikan hatinya yang telah
mengalahkan kejahatan. Kedua mandor yang sangat kejam, saling berpandangan dan menangis menyesali
perbuatan mereka. Kemudian salah seorang dari mereka mencoba menolongnya sambil meminta maaf.
Lalu Tom menjawab, “Saya memaafkanmu dan Yesus juga mengampunimu jika kamu minta kepadaNya.”
Dua hari kemudian, George Shelby datang dari Kentucky di mana istri dan anak Tom tinggal. Ketika sadar
dan melihat tuan muda itu, Tom berkata sambil tersenyum, “Saya tahu mereka tidak pernah melupakanku.
Terimakasih, Tuhan. Sekarang saya dapat mati bahagia. Tuan yang baru telah membeli jiwaku dan sekarang
juga Dia akan membawaku pergi bersama-Nya. Surga lebih baik daripada Kentucky. Adalah sesuatu yang
indah menjadi orang Kristen.” Setelah itu, Tom meninggal.
Seringkali ketakutan melumpuhkan orang Kristen hingga tidak memungkinan untuk dapat melakukan
kehendak Allah. Bagaimana anak Tuhan dapat menang atas ketakutan hingga akhirnya berhasil menjadi
pelaku kehendak-Nya?
Pertama, memiliki visi bahwa panggilan hidup Kristen ialah melakukan kehendak Allah di manapun kita
ditempatkan. Inilah salah satu alasan mengapa orang Kristen menghadapi kesulitan. Ketika kita mau
melakukan kehendak Allah, konsekuensinya, mungkin kita akan dibenci, dianiaya dan dibunuh karena
menjadi ancaman bagi si jahat. Ketika kita mau melakukan kehendak Tuhan apakah kita siap dengan
kesulitan yang pasti mendatangi kita? Orang yang berani adalah orang melakukan kehendak Allah dan
menanggung segala konsekuensinya dengan tabah. Bonhoeffer berkata, “Jikalau fragmen kehidupan kita
94
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
terintegrasi dan merupakan bagian dari panggilan Tuhan bagi kita maka walaupun ditempatkan di daerah
terpencil, tidak menjadi masalah baginya.” Hal ini senada yang dikatakan oleh Francis Schaffer, No little
people, no little place. Ketika seseorang melakukan kehendak Allah walaupun ia sederhana dan berada di
tempat yang terpencil ia sangat berarti dalam pandangan Tuhan Orang menjalankan panggilan Tuhan atas
diri adalah orang yang besar. Tanpa visi, tidak mungkin ada keberanian untuk mengatasi segala macam
ancaman dan kesulitan.
Kedua, menjadi prajurit Kristus yang setia dalam peperangan rohani yang suci. Peperangan rohani
merupakan realita yang harus selalu berada dalam pemikiran Kristen karena Setan berusaha mengganggu
dan menghancurkan kita. Ketika semua budak lain telah dipengaruhi oleh Simon Legree sehingga
kehilangan pengharapan dan menjadi orang yang kejam dan tidak segan-segan untuk mengorbankan orang
lain demi keselamatan diri sendiri, Tom menaburkan benih kasih dan pengharapan kepada mereka. Ia tidak
dikalahkan oleh kejahatan, sebaliknya mengalahkan kejahatan dengan kasih dan kebenaran. Inilah doa
Santo Fransiscus dari Asisi, “Di mana aku berada, biarlah aku menabur kasih dan pengampunan bukan
kebencian, biarlah menguatkan yang lemah.”.
Ketiga, dalam situasi yang paling menakutkan sekalipun, kita bertanggung jawab penuh atas respon yang
kita berikan. Walaupun Simon Legree memiliki kuasa penuh atas dirinya untuk memperlakukan apa saja
kepadanya, tetapi Tom tidak menyerahkan jiwa, hati dan kepribadiannya kepada kejahatan yang diinginkan
Simon Legree. Memang ini tidak mudah, karena ada harga yang harus dibayar.
Keempat, dalam posisi tertekan bahkan dibunuh, orang Kristen dapat keluar sebagai pemenang. Tanpa
iman kepada Tuhan, tidak mungkin ada kekuatan untuk menjalankan hidup yang penuh kemenangan.
Orang Kristen seharusnya tidak takut mati karena kuasa maut telah dikalahkan dan juga tidak takut akan
kemiskinan karena ia adalah orang kaya di hadapan Tuhan. Selain itu, Allah bekerja dalam segala sesuatu
untuk mendatangkan kebaikan. Festo Kivengere mengatakan, “Bila seseorang telah hidup bagi Allah,
memberitakan Injil tanpa gentar, menentang kekejaman, ketidakadilan dan tindasan dengan berani, serta
menyampaikan kebenaran dengan anggun dan penuh kasih, lalu memeteraikan kesaksiannya dengan
darahnya sendiri, ini bukan tragedi melainkan kemenangan.”
Kelima, takut kepada Allah mengalahkan semua ketakutan lain. Martin Luther mengatakan bahwa Tuhan
lebih menakutkan daripada Setan karena Ia berkuasa membinasakan kita tanpa seorang pun yang dapat
menolong kita. Takut akan Dia adalah sumber kerohanian sejati. Polikarpus mengatakan, “Anda membakar
saya dengan api yang menyala hanya satu jam, tetapi ada api tidak terpadamkan yang akan membakar
Anda jika tidak bertobat kepada Allah.” Menyangkal diri dari keinginan untuk berdosa dapat mendatangkan
kebahagiaan yang lebih besar dan berarti.
Amin!
95
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
errs
se
em
mb
ba
ah
ha
an
nd
da
an
n iib
ba
ad
da
ah
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Roma 11:36/ Roma12:1
Roma 11
36
Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah
kemuliaan sampai selama–lamanya!
Roma 12
1
Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya
kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
Khotbah Minggu ini akan membahas aspek iman Kristen dan persembahan. Sebelum kantong persembahan
dijalankan, seringkali Pdt. Stephen Tong mengatakan, “Silahkan, mari kita memberikan persembahan. Bagi
Anda yang belum Kristen dan juga belum mengerti persembahan, silahkan tidak memberikan
persembahan.” Kalimat ini terkesan aneh dan mengejutkan bagi mereka (termasuk beberapa orang Kristen) yang
belum memahami konsep persembahan Kristen secara tepat. Kebanyakan orang menganggap
persembahan sebagai iuran wajib dengan jumlah yang tidak ditentukan bagi mereka yang mengikuti
Kebaktian. Padahal menurut Alkitab, tak semua orang boleh memberi persembahan.
Di sepanjang Alkitab, konsep persembahan dalam Perjanjian Baru mulai masuk pada intinya, jika
dibandingkan dengan Perjanjian Lama yang tampaknya lebih menekankan pada hukum dan peraturan.
Namun dengan banyak aturan, seringkali Kekristenan melupakan inti persembahan. Sedangkan dalam
Perjanjian Baru tidak terdapat aturan persembahan, bahkan dalam 1 Korintus yang sering membicarakannya. Yang dibahas justru mengenai motivasi atau jiwa (spirit) persembahan. Inilah konsep Alkitab tentang
progressive revelation (penjelasan Firman dimulai dari Perjanjian Lama yang sederhana hingga semakin jelas di Perjanjian
Baru). Dalam 1 Korintus ditulis bahwa tanpa Perjanjian Baru sebagai starting point, essensi Perjanjian Lama
tidak mungkin dapat dipahami.
seringkali dipisahkan dalam pentafsiran dan pengertiannya. Padahal dalam Surat Roma
yang asli ditulis oleh Paulus tidak terdapat pemisahan pasal, ayat dan judul karena semua itu memang
hanyalah tambahan dari LAI. Roma 12:1 dimulai dengan kata sambung “Karena itu, saudara-saudara.” Berarti
ada penyebabnya yaitu pada kalimat sebelumnya. Sedangkan kalimat yang mengikutinya adalah akibatnya.
Roma 11:36-12:1
Dalam Roma 12:1, Paulus menekankan the spirit of worship (prinsip ibadah) yang dimulai dengan jiwa
persembahan, “Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan
tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah
ibadahmu yang sejati.” Maka setiap anak Tuhan seharusnya memiliki jiwa sacrifice sebagai korban yang
hidup bagi Tuhan. Inilah dasar persembahan Kristen.
96
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Pada umumnya, ketika memberi berbagai macam persembahan (kolekte, ucapan syukur, perpuluhan dan
sebagainya), banyak motivasi muncul dalam pikiran tiap orang Kristen. Mungkin, persembahan dilakukan
secara terpaksa karena perasaan sungkan atau takut dianggap sebagai jemaat yang buruk. Padahal Alkitab
mengajarkan bahwa pemberian hendaknya dilakukan dengan sukacita dan kerelaan. Kemungkinan kedua,
persembahan dilakukan untuk buang sial. Kadang, motivasi seperti ini justru dimanfaatkan oleh Gereja
tertentu supaya jemaat merasa takut bila tidak memberikan persembahan. Dengan demikian,
persembahan menjadi ‘amplop’ buat Tuhan agar tidak marah dan selalu bersikap baik. Padahal, Tuhan
tidaklah miskin hingga membutuhkan sumbangan jemaat-Nya. Kemungkinan ketiga, persembahan
dimotivasi oleh sistem pancing. Jikalau Minggu ini memberi persembahan sebesar Rp 1.000,- maka sebagai
balasannya akan diperoleh berkat sebesar Rp10.000,-. Motivasi ini dapat digambarkan dengan ilustrasi
‘Umpan teri dipakai untuk memancing ikan kakap’. Semakin besar umpannya maka hasilnya juga makin
banyak. Alkitab memang mengajarkan bahwa memberi persembahan merupakan suatu kesempatan.
Ironisnya, kesempatan itu seringkali disalahgunakan menjadi format business. Konsep materialisme dunia
semacam ini dapat mempengaruhi Gereja dan agama lainnya hingga mewarnai hampir semua orang dalam
beribadah dan memberi persembahan. Tiga motivasi di atas adalah yang terbanyak dilakukan oleh orang
beragama tapi harus dikoreksi. Sedangkan atheist tidak mengenal persembahan karena tidak mempercayai
adanya Tuhan.
mengatakan, “Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati.” Penyebabnya ialah “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan
kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36). Lalu apa yang menjadi motivasi
persembahan, terutama yang terbesar yaitu seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan
berkenan kepada Allah?
Roma 12:1
Pertama, persembahan diberikan dengan kesadaran bahwa segala sesuatu diperoleh dari, oleh dan kepada
Dia. Motivasi persembahan terpenting yang membedakan semua konsep agama dengan iman Kristen yaitu
kesadaran bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia.
Maka tak seorang pun berhak mengambil walau hanya sebagian kecil dari seluruh hakekat hidup dan
keberadaan dirinya. Sesungguhnya, konsep Roma 11:36 telah dimengerti dan dipegang oleh Ayub yang jauh
lebih tua dari penulis Kitab Kejadian yaitu Musa. Walaupun manusia memiliki keahlian, ilmu, kepandaian,
ketrampilan, tenaga dan kesempatan hingga mampu bekerja, semua itu bukanlah hasil usaha serta
kehebatannya sendiri melainkan anugerah Tuhan.
Konsep mandat budaya Kristen mengajarkan tidak hanya preserve the world seperti konsep New Age
melainkan preserve and develop the world (memelihara dan mengusahakan dunia). Sedangkan dunia mengajarkan
untuk menghancurkan dan mengatur segala sesuatu sesuka hati. Namun mereka tidak mampu
melakukannya karena sejak pertama kali dunia diciptakan, Tuhan telah menatanya dengan sangat indah.
Dengan bijaksana-Nya, Ia tidak berkenan menciptakan manusia pada hari pertama karena keadaan dunia
masih chaos dan kemungkinan belum ada oksigen. Tiga hari pertama, Ia menata seluruh alam semesta
dengan sangat rapi. Setelah itu, Ia menciptakan binatang dan tumbuhan. Lalu yang terakhir barulah
manusia. Konsep perpuluhan Kristen mengajarkan bahwa manusia menerima berkat Tuhan terlebih dahulu
kemudian harus mengembalikan sebagian dari berkat itu kepada-Nya. Tanpa berkat Tuhan sedikitpun, tak
ada yang dapat dipersembahkan. Selain itu, Perjanjian Baru tidak pernah mengatakan berapa persen
persembahan karena yang terpenting adalah jiwa, semangat dan kesadaran akan anugerah Tuhan hingga
rela mempersembahkan seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada-Nya.
97
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kedua, Roma 11:36-12:1 merupakan salah satu aspek yang membedakan antara Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru. Menurut Perjanjian Lama, persembahan diwujudkan dalam bentuk binatang yang
dikorbankan. Namun sebenarnya itu bukanlah persembahan yang asli karena hanya mengacu pada
pengorbanan Kristus. Ketika berada dalam dosa, manusia harus mati dan tidak mampu berbuat sesuatu
karena telah menjadi budak dosa. Setelah korban dosa ditebus oleh Kristus dengan kematian-Nya di kayu
salib maka orang Kristen dapat melakukan persembahan sejati yaitu tubuhnya sendiri yang telah
diperbaharui sebagai persembahan yang hidup dan lambang pengabdian hidup kepada-Nya. Itulah alasan
mengapa Tuhan menghendaki hanya orang-orang ‘hidup’ (secara spiritual) yang memberikan per-sembahan.
Kalau setiap anak Tuhan hidup mengabdi dan melayani dengan baik, jiwanya akan penuh dengan
pengertian persembahan karena sudah belajar menyerahkan hidupnya. Itulah alasan mengapa Pdt.
Stephen Tong tidak menyukai persembahan dari orang tak percaya karena mereka mengira telah
mendukung pekerjaan Tuhan dan tanpa dukungan itu, Gereja tidak akan dapat berkembang. Di desa, setiap
jemaat merasa ikut bertanggung jawab atas rumah Tuhan. Karena itu, mereka bekerja sama
membangunnya dengan pengabdian seluruh hidup. Motivasi, sikap, sifat dan jiwa mereka sangat baik.
Kalau di kota, biasanya jemaat mengumpulkan dana bagi pekerjaan Tuhan. Namun motivasinya harus tetap
dipertahankan dan tidak boleh bergeser dari yang seharusnya. Konsep persembahan Reformed start dari
kedaulatan Allah (Roma 11:36) dan bukan kebutuhan manusia. Maka konsep persembahan telah
diproporsikan secara tepat, baik dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Jiwa ini telah ditunjukkan oleh
Abraham ketika pertama kali memberikan kata ‘perpuluhan’ kepada Melkisedek sebagai figurasi Kristus.
Dengan demikian, Abraham telah memandang ibadah sejati dalam Kristus.
Ketiga, Alkitab mengajarkan bahwa persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan
merupakan ibadah sejati (the true worship). Sedangkan kebaktian adalah salah satu format ibadah dimana
semua orang Kristen datang menyembah dan mendengarkan Firman Tuhan lalu bersekutu, berkomitmen
serta ‘membungkukkan diri’ (ibadah = abodah = to bow down) yang menggambarkan ketaatan hati, penyerahan
dan penaklukkan diri pada kehendak Tuhan secara mutlak dengan kerelaan. Sedangkan ibadah sejati
mencakup seluruh totalitas hidup dan keberadaan manusia. Maka persembahan menjadi tanda
penundukkan diri orang Kristen kepada Tuhan. Dengan demikian, hidupnya akan penuh ketaatan melalui
persembahan.
Kadang, Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa di dunia ini terdapat filsafat ‘Di mana uangmu berada, di
situ hatimu berada’. Hal ini akan terjadi bila manusia mulai mengejar uang. Yang benar justru sebaliknya,
‘Di mana hatimu berada, biarlah uang dan seluruh tubuhmu juga ke sana’. Persembahan Kristen harus
diarahkan dalam visi dan motivasi yang berhubungan dengan Tuhan serta seluruh hidup seharusnya dipakai
untuk mempermuliakan-Nya. Soli Deo Gloria (Roma 11:36). Dengan konsep ini, seluruh sikap dan perjalanan
pelayanan persembahan Kristen akan sampai pada implikasinya dan tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Ia
menginginkan setiap anak-Nya dipakai untuk mengatur dan mengelola setiap hal yang dimiliki. Dengan jiwa
seperti ini, orang Kristen akan mampu bekerja secara teliti, intens dan serius serta mempertanggungjawabkannya dengan baik. Ketika mengerjakan pelayanan bagi Tuhan, diharapkan tidak sekedar bekerja
melainkan sesuai dengan tuntutan kualitas yang sangat tinggi dan motivasi, “I do it for God”. Spirit ini
membuat semua pelayanan Tuhan dikerjakan dengan hasil terbaik. Maka dalam Kol. 2:7 dikatakan,
“Hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” Inilah keinginan untuk mempermuliakan Tuhan dan
memberikan yang terbaik bagi-Nya.
Amin!
98
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
errs
se
em
mb
ba
ah
ha
an
nd
da
an
nk
ko
orrb
ba
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
1
Ibrani 5:1-4
Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia
dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan
korban karena dosa.
2
Ia harus dapat mengerti orang–orang yang jahil dan orang–orang yang sesat, karena ia
sendiri penuh dengan kelemahan,
3
yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi
umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri.
4
Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi
dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun.
Persembahan adalah korban (offering/sacrifice). Sebelum mulai melayani Tuhan, orang Kristen harus
menggumulkan dan menetapkan motivasinya secara tegas. Jika tidak, fondasi pelayanannya pasti sangat
lemah hingga akhirnya berubah menjadi boomerang yang menghancurkan diri sendiri. Selama dasar
pijaknya tidak tepat, ketika mulai melangkah dan belum ada tantangan maka tidak akan terjadi apapun.
Namun ketika tantangan mulai bermunculan secara mendadak, ia pasti langsung collaps (runtuh).
Seharusnya, ia memiliki konsep pemikiran bahwa Tuhan memanggilnya sebagai imamat rajani (1 Ptr 2:9)
sehingga mampu memahami hubungannya dengan Tuhan dan apa yang harus dikerjakan dalam pelayanan.
Kuncinya adalah kaitan antara persembahan dan korban.
Perjanjian Lama sangat keras membicarakan tentang korban, sedangkan Perjanjian Baru tidak pernah
menyinggungnya. Ada dua alasan penting:
1.
Korban Perjanjian Lama mengarah kepada Kristus. Setelah digenapkan-Nya dengan kematian di
kayu salib maka jemaat tidak dituntut untuk melakukannya lagi.
2.
Tetapi, bukan berarti konsep korban dibuang karena terdapat 1 kunci penting yang tetap dijalankan
secara konsisten yaitu bahwa korban merupakan pernyataan perdamaian sebagai anugerah Tuhan bagi
manusia sehingga dapat kembali kepada-Nya. Kedua hal di atas perlu dikaitkan secara serius. Ironisnya, ada
orang Kristen yang menganggap persembahan sebagai sedekah (uang kecil) sama seperti ketika memberi
uang Rp 100,- pada pengamen dan pengemis di jalan. Jadi, ketika kantong kolekte tiba di hadapannya maka
ia langsung mencari uang terkecil dalam dompet.
Perjanjian Lama mengajarkan bahwa ketika datang ke bait Allah, jemaat harus membawa korban. Di
Imamat dicatat lima macam korban:
1.
2.
3.
korban bakaran,
korban sajian,
korban keselamatan,
99
4.
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
korban penghapus dosa dan
5.
korban penebus salah. Korban bakaran adalah simbol pengertian jemaat bahwa mereka seharusnya
binasa, sekaligus pernyataan syukur karena telah diperdamaikan kembali dengan Allah. Caranya, dengan
membawa ternak terbaik dan sebelum disembelih, tangan si pemilik harus diletakkan di atas kepala
binatang itu. Artinya, manusia telah berbuat dosa dan seharusnya mendapat murka Tuhan namun
hukuman itu dipindahkan ke binatang korban. Bagaimanapun juga, lambang asli persembahan korban
adalah Tuhan Yesus yang menanggung dosa manusia. Dan setelah disembelih, binatang tersebut harus
dibakar secara keseluruhan di hadapan Tuhan sebagai persembahan yang harum.


1.
pertanian dan
2.
peternakan. Kemudian sepersepuluh hasil terbaik dipersembahkan demi kemuliaan Tuhan. Tapi,
tak semuanya dibakar di atas mezbah melainkan hanya sebagian saja sebagai tanda ucapan syukur dan juga
melambangkan bahwa hidup manusia adalah anugerah Tuhan.
Korban keselamatan berupa ternak tak bercela yang dibawa ke hadapan Tuhan. Korban ini tidak berurusan
dengan dosa melainkan sebagai bakaran bagi Allah setiap kali datang ke bait-Nya. Sebelum disembelih, si
pemilik juga harus meletakkan tangan di atas kepala binatang korban sebagai lambang keselamatan yang
dianugerahkan Tuhan baginya sehingga tidak binasa dalam dosa. Ia dapat bertahan hidup hingga saat itu
dan mengenal Allah merupakan anugerah Tuhan. Setelah disembelih, segala lemak, isi perut, buah pinggang dan umbai hatinya harus dibakar dan dipersembahkan bagi Tuhan.
Korban penghapus dosa melambangkan kesadaran manusia (termasuk para imam) akan dosa lalu bersedia
mengaku. Korban tersebut berupa lembu jantan muda yang disembelih dan dibakar di atas mezbah namun
hanya lemak, isi perut, buah pinggang serta umbai hatinya sebagai bagian terharum. Sedangkan seluruh
bagian lain harus dibakar di luar perkemahan karena Kemah Pertemuan tidak boleh dicemari. Sebelum
disembelih, si pendosa harus meletakkan tangan di atas kepala lembu itu. Korban ini merupakan
manifestasi nubuat tentang Tuhan Yesus yang disalibkan di luar kota Yerusalem demi menanggung dosa
umat manusia. Selain itu, peristiwa ini menggambarkan betapa Tuhan tidak dapat menerima dosa dan
diperlukan upaya pendamaian yang harus dijalankan manusia dengan kesungguhan hati serta kesetiaan.
Korban penebus salah dilakukan setelah berbuat dosa tanpa sengaja karena kelalaian. Misalnya, secara tak
sengaja melupakan janji dengan seseorang atau menabrak binatang piaraan orang lain hingga mati. Imamat
mengajarkan bahwa si pelaku harus mengganti kerugian lalu mempersembahkan korban di bait Allah.
Seluruh kisah tentang korban persembahan bagi Allah tercatat di Im. 1-6 sebagai inti terpenting hingga
Tuhan menegakkan peraturan ini dengan sangat ketat dan serius terutama jiwa, cara dan sikap manusia di
hadapan-Nya ketika memberikan persembahan agar tidak mudah diselewengkan.

Pertama, Alkitab mengatakan bahwa persembahan merupakan gambaran keseriusan ketergantungan
manusia kepada Tuhan. Ketika memberikan persembahan, orang Kristen seharusnya menyadari bahwa tak
mungkin baginya untuk dapat menyelamatkan diri sendiri yang berdosa dari kebinasaan tanpa Tuhan
membuka jalan keselamatan. Dengan demikian korban, persembahan dan dosa saling terkait erat.
100
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kedua, orang Kristen seharusnya menyadari ketergantungan mutlak kepada Tuhan. Di tengah dunia yang
semakin rusak dan hancur, orang Kristen membutuhkan bijaksana, anugerah, belaskasihan dan berkat
Tuhan. Tak seorang pun dapat bertahan hidup dengan kekuatannya sendiri karena terlalu banyak faktor
kemungkinan yang berada di luar kemampuan, strategi, prediksi dan planning manusia. Seluruhnya dapat
runtuh hanya dalam waktu beberapa menit. Lalu kebanyakan orang dunia berpikir untuk bunuh diri atau
berubah menjadi gila karena kehilangan harapan hidup. Dari sudut pandang Kekristenan, orang dunia
seharusnya segera bertobat karena hidupnya bersandar mutlak kepada Tuhan. Ketika sungguh-sungguh
mengerti akan Tuhan yang beranugerah, itulah alasan pemberian persembahan.
Ketiga, ketika mulai hidup dalam korban, itulah saatnya manusia mengerti bahwa ini bukanlah sekedar
persembahan melainkan sacrifice dengan adanya binatang terbaik yang dibinasakan.

1.
Tuhan tidak menghendaki barang sisa.
Pdt. Stephen Tong seringkali merasa jengkel dan marah jika ada orang yang hendak masuk ke sekolah
Teologi karena tidak diterima di universitas manapun atau jika sebuah keluarga yang memiliki ampat anak
namun yang terbodoh dimasukkan ke sekolah Teologi sedangkan yang terpandai dimanfaatkan untuk
mencari harta kekayaan. Seharusnya, anak terbaik dipersembahkan bagi kemuliaan Tuhan. Namun konsep
ini dapat disalahgunakan seperti pada jaman Tuhan Yesus. Akibatnya, bait Allah dijadikan pasar untuk
menjual binatang korban tak bercacat. Sedangkan binatang yang tidak dibeli di bait Allah dianggap tak
sempurna.
2.
Memberi persembahan merupakan korban yang sangat serius di mana hidup si
pemberi terkait di dalamnya.
Banyak orang hidup dalam dua ekstrim yang kadangkala tidak salah tetapi implikasinya dapat
diselewengkan dan sangat berbahaya. Dalam Korintus diajarkan bahwa persembahan harus diberikan
dengan sukarela. Maka jumlah persembahan menjadi sangat sedikit berdasarkan kerelaan hati. Dengan
kata lain, tidak ada kerelaan untuk memberikan persembahan dalam jumlah besar. Lalu beberapa hamba
Tuhan di Gereja tertentu merasa rugi dan mulai mengeluarkan konsep kedua yaitu persembahan adalah
korban. Karena itu, jikalau persembahan tidak disertai dengan rasa sakit maka itu bukan persembahan
sejati. Namun si penerima persembahan tidak merasa sakit. Padahal, Alkitab mengajarkan bahwa para
imam besar yang juga berdosa justru harus mempersembahkan korban lebih dari persembahan jemaat dan
disertai dengan perasaan sakit. Itulah teladan seorang hamba Tuhan.
Seharusnya, setiap anak Tuhan memiliki jiwa ‘Give the best for others.’ Tanpa itu, Gereja belum melayani
Tuhan dengan baik. Sedangkan persembahan uang hanyalah sebagian kecil dari hidup setiap orang Kristen
karena uang bukanlah segalanya. Maka persembahan mencerminkan pandangan dan sikap si pemberi
terhadap Tuhan. Setiap jemaat diharapkan untuk belajar menyadari positioning dan jiwa pelayanannya
melalui persembahan. Dengan demikian, di antara jemaat akan saling melayani.
3.
Dalam persembahan terdapat kesadaran akan keberdosaan manusia.
Di jaman Perjanjian Lama, setiap kali datang ke bait Allah, jemaat (kaya dan miskin) membawa korban
persembahan. Akibatnya, timbullah jiwa ibadah dan pelayanan serta kesadaran bersama bahwa semua
orang tidak sempurna. Kesadaran itu membuat Gereja dipakai Tuhan secara kompak dalam pekerjaan-Nya.
101
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Di dunia ini, banyak orang ingin dilayani tapi tidak bersedia melayani dengan baik. Banyak pula yang mau
menerima tapi tidak bersedia memberikan yang terbaik karena merasa dirugikan. Padahal, sebelum
memberi, ia telah mengalami kerugian karena konsep pemikirannya sudah rusak.
4.
Semua peraturan tentang korban tidak boleh disalahgunakan.
Dalam Imamat dijelaskan bahwa tak semua korban boleh diambil oleh Imam sekeluarga atau si pemberi.
Hanya korban keselamatan yang sebagian dapat dikembalikan dan dinikmati oleh pemiliknya. Selain itu,
Tuhan tidak hanya menuntut jemaat untuk memikirkan tentang persembahan tapi juga menggumulkan
pengelolaan dan pengembangannya secara bertanggung jawab. Karena itu, jemaat berhak memeriksa dan
mempelajari keuangan Gereja. Maka diharapkan jemaat tidak mencantumkan sekedar NN ketika
memberikan persembahan melainkan cukup dengan kode karena Alkitab memang mengajarkan bahwa
orang lain tidak perlu mengetahuinya. Harus diingat bahwa Gereja adalah institusi yang Tuhan tegakkan
sebagai manifestasi tubuh Kristus di tengah dunia. Jadi, yang berperan adalah setiap jemaat. Segala macam
penyelewengan konsep Gereja perlu ditindak tegas dan keras sehingga nama baik Kekristenan tidak rusak.
Amin!
102
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
errs
se
em
mb
ba
ah
ha
an
nd
da
an
np
pe
errp
pu
ullu
uh
ha
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Kej 14:18-20/ Ibr. 7:1-3/ Mal.3:8-12
Kejadian 14
18
Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang
Mahatinggi.
19
Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang
Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi,
20
dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu."
Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.
Ibrani 7
1
Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi
menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja–raja, dan
memberkati dia.
2
Kepadanyapun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti
namanya Melkisedek adalah pertama–tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja
damai sejahtera.
3
Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak
berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam
sampai selama–lamanya.
Maleakhi 3
8
Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata:
"Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan
persepuluhan dan persembahan khusus!
9
Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa!
10
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya
ada persediaan makanan di rumah–Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap–tingkap langit dan mencurahkan berkat
kepadamu sampai berkelimpahan.
11
Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu
dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN
semesta alam.
12
Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi
negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.
103
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Perpuluhan baru berkembang menjadi topik sentral dan significant yang dipertanyakan dan dibahas dalam
Gereja sejak abad 20. Inilah pentingnya mempelajari sejarah Teologi supaya tidak terkecoh oleh banyak isu
sebagai produk filsafat, budaya dan permainan dunia yang menyusup lalu mengacaukan Kekristenan.
Karena banyaknya pembicaraan tentang perpuluhan, jemaat menjadi bingung hingga beberapa pertanyaan
muncul dalam pemikiran mereka:
1.
Perlukah memberi perpuluhan?
Padahal, di sepanjang Perjanjian Baru tidak terdapat perintah tersebut. Hanya Perjanjian Lama yang
membicarakannya. Sepanjang Perjanjian Baru, istilah ‘perpuluhan’ disinggung hanya di Ibrani namun
sebenarnya Paulus hendak membicarakan tentang Kristologi dalam diri Melkisedek.
2.
Lalu perpuluhan jemaat digunakan untuk apa?
Seringkali perpuluhan masuk ke kantong pendeta hingga semakin kaya. Sedangkan konsepnya
diputarbalikkan untuk memancing jemaat agar memberi perpuluhan dengan setia namun bukan karena
ketulusan hati melainkan jiwa materialistis. Maka kelak si pemberi mungkin akan mengalami banyak
masalah hingga bangkrut.
3.
Betulkah konsep yang mengatakan bahwa dengan memberi perpuluhan, si pemberi akan
mendapat berkat?
Pertama kali istilah ’perpuluhan’ disebutkan di Perjanjian Lama yaitu dalam Kej 14:18-20 oleh Abram
sebelum menjadi Abraham dan diberikan pada Melkisedek yang sangat unik dan misterius. Kej 14:18
mencatat, “Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah yang Mahatinggi.”
Kalau pembaca Perjanjian Lama tidak mengacu pada Perjanjian Baru maka ungkapan ‘membawa roti dan
anggur’ jadi tak bermakna. Padahal dalam konteks Perjanjian Baru, ungkapan tersebut berarti bukan
sekedar makanan melainkan mempunyai makna khusus yang tampak dalam diri Tuhan Yesus.
Selanjutnya, tercatat bahwa Melkisedek memberkati Abram lalu Abraham memberi perpuluhan sebagai
respon. Seringkali Kej 14:18-20 dipakai sebagai dasar pemberian perpuluhan oleh sebelas suku Israel kepada
orang Lewi. Selain itu, ayat tersebut juga dijadikan alasan perpuluhan diberikan pada hamba Tuhan. Jikalau
jemaat hanya membaca Perjanjian Lama maka langsung terjebak ke dalam pemikiran dan interpretasi yang
sesat. Sebenarnya, hakekat perpuluhan telah diungkapkan di Kej 14 namun para pembaca sulit menangkap
artinya, kecuali telah memahami Ibr 7. Dalam Kej 14:18 dinyatakan bahwa Melkisedek memiliki tiga jabatan
sekaligus:
1.
raja Salem atau penguasa dunia sekuler,
2.
imam yang bertugas mewakili jemaat untuk menghadap Tuhan,
3.
nabi atau wakil Tuhan yang membawa berita pada manusia. Jabatan ketiga ini tidak disebutkan
tetapi dilakukan, “Lalu ia memberkati Abram” (Kej 14:19). Karena ia adalah manifestasi Kristus di Perjanjian
Lama maka Abram memberi perpuluhan kepadanya. Artinya, perpuluhan hanya dipersembahkan bagi
Tuhan. Tak seorangpun mampu mencakup ketiga jabatan tersebut sekaligus. Di sepanjang sejarah, hanya
satu pribadi yang berhasil mencakup ketiganya dengan sempurna total yaitu Kristus.
Tanpa membaca Ibr 7:1-3, orang Kristen tidak akan pernah mengerti perihal Melkisedek yang sangat
misterius hingga dikatakan, “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan
104
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah.” Setelah memahami
Melkisedek sebagai gambaran Kristus, barulah dimengerti bahwa roti dan anggur merupakan figurasi tubuh
dan darah Tuhan yang dicurahkan demi penebusan dosa. Maka hingga hari ini, semua orang Kristen
memperingati Perjamuan Kudus dengan roti dan anggur.
Progressive Revelation (Wahyu progresif) tentang perpuluhan mencapai klimaks di Kitab Maleakhi sebagai
bagian terakhir Perjanjian Lama. Dalam Mal 3, Tuhan membicarakan essensi perpuluhan dan Mal 3:8-9
merupakan motivasi mengapa Ia harus menjelaskan konsep tersebut. Mal 3:8 mencatat bagaimana Tuhan
dengan keras mengkritik motivasi orang Kristen sebagai anak-Nya, pekerja dan pelayan-Nya yang tak sesuai
kehendak-Nya, “Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata:
“Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” Mengenai persembahan persepuluhan dan
persembahan khusus!” Kitab Maleakhi ditulis setelah pembuangan Israel di Babel. Jadi, pada saat itu bangsa
Israel sangat takut untuk mempermainkan aturan Tuhan bahkan tidak berani menyembah ilah lain atau
berhala karena Tuhan adalah Allah yang murka. Tetapi, mereka tidak sungguh bertobat melainkan hanya
memiliki konsep duniawi yang sangat materialistis dan bersifat aturan (law system) hukum Taurat. Yang ada
dalam pemikiran mereka ialah Tuhan yang ingin selalu ditaati dan dihormati. Maka mereka sangat setia
menjalankan persembahan korban setiap hari. Ironisnya, hidup mereka sangat liar, mulai dari para imam
yang melayani Tuhan hingga kaum awam. Dengan demikian, para imam telah mencemarkan seluruh
pelayanan dan ibadah yang dijalankan secara rutin di bait Allah hingga tak ada lagi jiwa pelayanan yang
jujur, tulus dan takut akan Tuhan. Sedangkan umat Israel mempermainkan kehidupan iman Kristen dengan
kawin campur dan kawin cerai. Karena itu, Tuhan murka, “Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih
menipu Aku!” (Mal 3:9).
Ada satu ayat yang merupakan cetusan visi hati Tuhan dan jiwa seluruh pengajaran tentang perpuluhan
yaitu Mal 1:6, “Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini
bapa, di manakah hormat yang kepadaKu itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepadaKu itu?
Firman Tuhan semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina namaKu. Tetapi kamu berkata:
“Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?” Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang Yahudi
pada jaman itu tidak takut dan hormat kepada Tuhan. Maka Ia menuntut, “Bawalah seluruh persembahan
persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan” (Mal 3:10). Perpuluhan harus didasarkan pada konsep
Covenant Theology, seperti raja kecil yang telah ditundukkan, memberi upeti terbaik pada raja besar yang
menaklukkannya. Covenant adalah perjanjian antara dua pihak tak sejajar, dari atasan pada bawahan.
Ketika raja besar mengadakan covenant dengan raja kecil maka selama raja kecil taat, perjanjian
dirancangnya untuk menolong serta menjadi berkat kesejahteraan dan perlindungan bagi keberadaan raja
kecil. Sedangkan raja kecil tidak berhak mengatur segalanya bahkan menyatakan setuju atau tidak. Maka
pihak luar yang hendak menyerang raja kecil menjadi musuh raja besar. Ia segera mengirim pasukan untuk
melawan musuh dan tidak akan membiarkan raja kecil dihancurkan. Ketika raja kecil mengalami krisis
ekonomi atau kelaparan, ia akan mengirim makanan dan bantuan ekonomi. Dalam Kekristenan, prinsip
Covenant menjadi sangat sentral dan terus dijalankan dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru sebagai
hubungan antara Allah yang berdaulat dan umat-Nya. Sebagai simbol penundukkan diri mutlak, orang
Kristen mempersembahkan perpuluhan kepada Allah supaya seluruh pekerjaan-Nya dapat dijalankan di
tengah dunia demi kemuliaan-Nya.
Yang dimaksud dengan perpuluhan adalah 10% dari hasil yang diterima atas perkenan-Nya. Maka
perpuluhan merupakan nilai yang Tuhan kehendaki untuk dikembalikan kepada-Nya dengan motivasi
murni. Ironisnya, orang Kristen jaman ini seringkali melakukan tindak penipuan terhadap Tuhan, misalnya
105
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
meminta berkat lebih banyak dengan dalih agar dapat memberi perpuluhan lebih besar lagi. Atau,
menganggap persentase perpuluhan terlalu besar dan berharap dapat diperkecil. Jadi, hasil semakin banyak
tapi persentase makin diperkecil karena tidak rela. Padahal, ketika Tuhan memberi gaji sebesar Rp
1.000.000,- hanya Rp 100.000,- saja yang dikembalikan kepada-Nya, sedangkan Rp 900.000,- boleh dinikmati oleh
si penerima gaji. Akan lebih baik lagi jika persentase perpuluhan dinaikkan. Itulah alasan Perjanjian Baru
tidak membicarakan persentase perpuluhan melainkan jiwa, sikap dan komitmen kepada Tuhan.

Pertama, problem motivasi: hendak memberikan lebih atau kurang dari 10%? Manifestasi ibadah terlihat
dari sikap ketika memberi persembahan. Orang Kristen yang takut dan hormat pada Tuhan, akan memberi
persembahan terbaik dan melayani dengan sungguh karena ia berani berkorban tanpa pamrih serta tidak
merasa dirugikan. Persentase perpuluhan telah diatur oleh Tuhan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu
besar atau kecil bagi seluruh jemaat. Selain perpuluhan, Alkitab mencatat adanya persembahan khusus.
Jadi, perpuluhan bukanlah persembahan maksimum.
Kedua, konsep di Alkitab adalah kontinyuitas dan diskontinyuitas yang berjalan bersamaan serta tidak akan
pernah berubah. Dalam konsep kontinyuitas terdapat praktek diskontinyu (berhenti lalu berubah). Misalnya,
Perjanjian Lama mencatat adanya persembahan korban namun dalam Perjanjian Baru, seluruhnya
dihentikan lalu diganti dengan pengorbanan Kristus di kayu salib sebagai domba Paskah terakhir dan kekal.
Tapi, dalam konsep diskontinyuitas juga terdapat kontinyuitas yaitu prinsip yang dijalankan di Perjanjian
Lama dan Baru, ‘Setiap orang berdosa harus ditebus dengan darah.’ Alkitab menjelaskan, ketika suatu
konsep didiskontinyu maka pasti muncul ayat yang menegaskan bahwa praktek itu dihentikan lalu diganti
dengan model baru. Demikian pula perpuluhan. Meskipun Perjanjian Baru tak memberi penjelasan tapi
juga tidak ada diskontinyuitas perpuluhan. Dengan kata lain, perpuluhan tetap dijalankan sebagai kriteria
minimal tapi harus dengan motivasi yang tepat.
mencatat bahwa perpuluhan di jaman itu tidak diberikan pada orang Lewi melainkan ke rumah
perbendaharaan supaya tidak terjadi penyelewengan penggunaan karena dua belas suku Israel telah bubar,
10 suku menjadi orang Samaria dan dua suku masih setia. Dahulu, suku Lewi sebagai penerima
persembahan ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan saja. Karena itu, mereka ditunjang oleh
sebelas saudaranya di mana dua suku kecil bergabung jadi satu sehingga jumlah keseluruhan menjadi
sepuluh suku yang memberi perpuluhan. Dengan demikian, mereka menerima 100% dikurangi dengan
perpuluhan sehingga pendapatannya menjadi 90%, sama dengan saudara yang lain. Artinya, pelayan Tuhan
tidak akan dirugikan ataupun dilewatkan karena prinsip Tuhan tidak merugikan siapapun. Pendeta akan
mendapat jaminan hidup yang setara dengan rata-rata dari seluruh kondisi ekonomi jemaatnya. Karena
jumlah jemaat tidak stabil maka perpuluhan diberikan ke rumah perbendaharaan supaya ada persediaan
makanan di rumah Tuhan (Mal 3:10) dan sebagian lagi dapat disalurkan pada mereka yang membutuhkan,
seperti sekolah Teologi, hamba Tuhan pedesaan, misi penginjilan di pelosok, pembukaan pos PI dan
sebagainya. Namun pengelolaan uang persembahan dan pemeliharaan keberadaan rumah perbendaharaan
merupakan tanggung jawab seluruh jemaat sehingga tidak terjadi penyelewengan. Jikalau telah diketahui
bahwa uang persembahan akan dimanipulasi oleh pihak tertentu maka sebaiknya tidak diberikan karena
bagaimanapun juga, persembahan adalah uang Tuhan. Kalau si pemberi tidak mau tahu tentang hal itu
maka ia telah berbuat dosa ignorance. Sedangkan pihak Gereja perlu menata sistem supaya
penyelewengan dapat dihindari.
Amin!
Mal 3:10
106
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
errs
se
em
mb
ba
ah
ha
an
nd
da
an
nb
be
errk
ka
att
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Mal.3:10-12
Maleakhi 3
10
Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya
ada persediaan makanan di rumah–Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap–tingkap langit dan mencurahkan berkat
kepadamu sampai berkelimpahan.
11
Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu
dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN
semesta alam.
12
Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi
negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam.
2 Korintus 9:6-8
6
Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menabur banyak, akan menuai banyak juga.
7
Hendaklah masing–masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih
8
Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu
hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam
pelbagai kebajikan.
Khotbah Minggu ini akan membahas aspek terakhir persembahan. Tuhan pasti memberkati setiap umatNya yang setia, taat dan sungguh-sungguh dalam beribadah termasuk memberi persembahan dengan baik.
Tapi, kalau persembahan diberikan dengan motivasi untuk mendapat berkat Tuhan maka si pemberi
berdosa.
Minggu lalu telah dibahas bahwa persembahan diberikan ke rumah perbendaharaan supaya pengelolaan
bait Allah berjalan dengan baik sehingga terpelihara dan tak kekurangan sesuatupun. Setelah itu, Tuhan
berjanji, “Ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap
langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. Aku akan menghardik bagimu belalang
pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak
berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam. Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia,
sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman Tuhan semesta alam” (Mal 3:10-12). Inilah anugerahNya setelah perintah persembahan dijalankan. Sesungguhnya, Allah yang berotoritas tidak perlu
menjanjikan apapun tetapi berhak menuntut orang Kristen untuk memberi persembahan ke rumah-Nya
karena manusia dan seluruh harta dunia adalah ciptaan-Nya. Sedangkan manusia tak berhak melawan-Nya.
107
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Allah yang agung sangat mengasihi manusia. Ironisnya, ketika mendengar janji tersebut, manusia berdosa
cenderung bersikap kurang ajar dengan menganggapnya sebagai kesempatan untuk menguji Tuhan
sekehendak hati. Padahal, seharusnya anak Tuhan bereaksi takut dan gentar. Memang, sangat sedikit orang
Kristen yang mengerti hubungan vertikal ini dengan baik hingga jadi lebih rendah hati dan mawas diri.
Selain itu, janji tersebut juga menunjukkan bahwa Tuhan takkan pernah ingkar karena Ia berdaulat. Janji
Tuhan bukanlah konsep sejajar. Maka tak seorang pun berhak mengklaim-Nya. Tapi, banyak orang Kristen
justru berani menuntut Tuhan. Padahal sikap seperti itu termasuk pelecehan, seolah-olah Ia tidak akan
memenuhi janji-Nya. Kalau Tuhan tidak menepati janji, berarti Ia tak bertanggung jawab. Padahal,
perjanjian diberikan oleh Allah demi memelihara umat-Nya.
Allah tak pernah bermaksud memanipulasi manusia. Motivasi-Nya sangat murni. Bahkan ketika Ia
menuntut setiap orang Kristen untuk menjalankan perintah-Nya, itu demi kebaikan orang tersebut. God is a
Self-Sufficient God (Tuhan adalah Allah yang mencukupkan Diri dalam segala sesuatu). Maka Ia tidak membutuhkan
apapun dari manusia. Justru, kemurnian motivasiNya harus dijadikan pelajaran penting dalam Kekristenan.
Jangan memakai janji-Nya untuk egois materialis melainkan harus diresponi juga dengan kemurnian
motivasi.
Seluruh konsep Alkitab mengatakan bahwa ketika Allah memberi janji, pasti ada perintah yang harus
dijalankan terlebih dahulu. Takkan pernah terjadi, janji dicetuskan tanpa adanya perintah. Dalam Mal 3:10
dicatat, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak
membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.”
Yoh 15:16 mencatat firman Tuhan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan
Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap.” Inilah
perintah yang harus dikerjakan oleh semua anak Tuhan sebelum mendapatkan janji-Nya, “supaya apa yang
kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikan-Nya kepadamu.” Namun kebanyakan orang berdosa
termasuk orang Kristen mengingat hanya ayat b untuk mengklaim janji Tuhan dan melupakan perintah-Nya.
Fakta ini menunjukkan betapa jahat dan egoisnya manusia. Padahal, jikalau perintah-Nya dikerjakan sebaik
mungkin maka tanpa perlu diklaim, Tuhan pasti memenuhi janji. Mat 28:19-20 juga mencatat amanat agung,
“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak
dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
Selanjutnya, kalimat terakhir menyatakan, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai
kepada akhir jaman.” God of Emmanuel. Allah beserta kita selamanya. Ayat ini seringkali dihafalkan untuk
menghadapi kesusahan, ketakutan dan sebagainya. Tapi, perintah-Nya tak diingat apalagi dijalankan. Orang
Kristen sejati seharusnya mengerti bagaimana berurusan dengan janji Tuhan yaitu melalui perintah-Nya.
Jadi, setelah perintah Tuhan dimengerti maka janji-Nya dapat dimengerti pula kemudian hubungan antara
keduanya pun dapat dipahami. Dengan demikian, komposisi pengertian menjadi tepat.
Dalam 2 Kor, Paulus menjelaskan pengertian berkat Tuhan, “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit,
akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor 9:6). Prinsip
ini sangat logis dan wajar. Maka dalam 2 Kor 9:7 ia memerintahkan, “Hendaklah masing-masing
memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan sebab Allah
mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” Setelah perintah ini dijalankan, barulah janji diberikan,
“Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa
berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor 9:8).
Dengan kata lain, Paulus menginginkan semua orang Kristen memahami berkat Tuhan, bukan hanya
sekedar secara aspek material tetapi ia ingin mereka mengerti akan kebaikan-Nya melalui anugerah
berlimpah dalam konsep yang lebih holistik, meluas dan menyatu ke seluruh hidup. Persembahan
108
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sebenarnya dapat membangun hati yang puas dan bersyukur kepada Tuhan. Orang yang tak pernah puas
akan menyengsarakan hidupnya sendiri dan juga orang di sekitarnya di manapun ia berada.
Salah satu hal yang indah dalam persembahan adalah kesadaran bahwa Tuhan telah menganugerahkan
kecukupan hingga manusia mampu memberi persembahan kepada-Nya. Perkataan Paulus yang sangat
mengesankan yaitu, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu
kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan” (Flp 4:11-12). Kecukupan dalam Kristus bukan berarti pasif
dan tak berjuang karena perjuangan dan hasil merupakan dua aspek yang seharusnya dapat memberi
kepuasan. Orang Kristen yang hidup dalam Tuhan akan mengerti bahwa berkat diterima bukan dari
manusia melainkan Tuhan. Orang dunia tak mampu memahami konsep ini. Akibatnya, mereka sering
menggerutu hingga merusak dirinya sendiri. Ketika orang Kristen sangat bersyukur kepada Tuhan, di
manapun ia akan menjadi berkat bagi orang lain.
Kebanyakan orang berpikir bahwa ketika memiliki banyak uang dan harta maka pada saat itu Tuhan
memeliharanya. Padahal banyak orang kaya dipelihara bukan oleh Tuhan melainkan setan. Akibatnya, uang
yang sangat banyak itu digunakan dengan sia-sia dan tanpa tanggung jawab. Tapi, bukan berarti bahwa
Tuhan tidak memperbolehkan orang Kristen menjadi kaya. Justru, ketika seseorang merasakan kekurangan,
barulah ia mulai belajar the God of providence (Allah yang memelihara). Pada saat ia membutuhkan uang,
Tuhan pasti melimpahkan kecukupan dengan perantaraan orang lain. Maka orang Kristen seharusnya tak
perlu mengkuatirkan segala sesuatu selama ia taat kepada-Nya.
Ketika orang Kristen diperbolehkan belajar memberi persembahan dengan baik, Tuhan sedang melatihnya
untuk mengerti penatalayanan uang-Nya. Dan kesadaran akan Tuhan yang mencukupkan merupakan
anugerah besar. Setiap orang Kristen seharusnya menyadari bahwa Tuhan mengetahui apa yang
dilakukannya. Maka memberi persembahan dengan jujur sesuai dengan anugerah yang diterima akan
membuat semua relasi juga lebih jujur. Dengan demikian, jujur di hadapan Tuhan menjadi kunci
persembahan.
Alkitab mengajarkan bahwa orang Kristen boleh menjadi kaya seperti Abraham yang mampu menguasai
seluruh kekayaannya. Banyak orang kaya malah terjebak hingga menjadi budak uang. Akibatnya, ia tetap
merasa kurang puas. Alkitab mencatat, “Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya.
Juga Lot, yang ikut bersama-sama dengan Abram, mempunyai domba dan lembu dan kemah. Tetapi negeri
itu tidak cukup luas bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak,
sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama. Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala
Abram dan para gembala Lot. Maka berkatalah Abram kepada Lot:
“Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para
gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan
dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri. Lalu Lot
melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman
Tuhan. Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu” (Kej 13:2, 5-11).
Walaupun demikian, Abraham tidak marah terhadap kemenakannya yang kurang ajar. Padahal, sebenarnya
ia berhak menggerutu karena kecewa. Namun ia tetap tenang meskipun hartanya diambil sebagian.
Demikian pula Ayub. Ketika seluruh harta kekayaannya habis lenyap, yang kebingungan justru adalah
istrinya. Ayub dengan tenang mengatakan, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan
telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah
nama Tuhan!” (Ayb 1:21). Dengan demikian, ia tidak lagi terikat oleh kekayaannya. Maka Tuhanlah yang
bertindak karena prihatin. Alkitab mencatat, “Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah Tuhan
kepada Abram: “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat,
109
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada
keturunanmu untuk selama-lamanya “ (Kej 13:14). Kalau seseorang sungguh setia dan mampu menjadi
orang kaya yang tak mudah terpengaruh oleh materi maka prinsip Tuhan, “Barangsiapa setia dengan
perkara kecil, ia akan diberi hak untuk perkara lebih besar.” Kalau tidak mampu, Ia akan mengambil kembali
semuanya.
Amin!
110
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
ella
ay
ya
an
na
an
ny
ya
an
ng
gm
me
em
mp
pe
errm
mu
ulliia
ak
ka
an
nT
Tu
uh
ha
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
31
Yohanes 13:31-35
Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: "Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan
Allah dipermuliakan di dalam Dia.
32
Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam
diri–Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.
33
Hai anak–anak–Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari
Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang–orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi,
tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada
kamu.
34
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
35
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid–murid–Ku, yaitu
jikalau kamu saling mengasihi."
seringkali diungkapkan di mimbar sebagai the Exclusive Teaching of Christ dan ditutup
dengan the Exclusive Prayer of Christ (Yoh 17). Khotbah kali ini akan membahas bagian awal pengajaran
tersebut. Yoh 13:31 dimulai dengan “Sesudah Yudas pergi” sebagai turning point (titik balik). Titik putar
semacam itu seharusnya diperhatikan karena terdapat perubahan essensial, khususnya dalam pembahasan
Yohanes dan Paulus yang sangat menekankan aspek Teologis. Peristiwa dalam Yoh 13:21-35 sangat unik
karena tak terbahas oleh Matius, Markus dan Lukas. Padahal peristiwa tersebut bukan sekedar kronologis
sejarah tetapi mengandung aspek Teologis yang sangat mendalam.
Yoh 13:31-16:33
Ketika sedang mengadakan perjamuan, Tuhan Yesus dengan sangat ‘terharu’ menyatakan fakta yang segera
terjadi (Yoh 13:21). Sebenarnya, istilah ‘terharu’ akan lebih tepat jika diganti dengan ‘disturbed’ (terganggu
dalam roh). Artinya, ada sesuatu yang membebani hingga membuat-Nya sangat susah dan tak tenang. Maka
Ia berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Yoh
13:21). Tuhan memiliki dua belas murid terdekat (the closest ring) yang selalu bersama-Nya dan mendengarkan
ajaran-Nya yang mungkin belum dimengerti oleh jemaat pada umumnya. Tapi, justru satu di antaranya,
yaitu Yudas Iskariot, bukan murid sejati melainkan pengkhianat karena tega menjual Gurunya pada orang
Farisi seharga 30 keping perak. Padahal ia adalah orang kepercayaan-Nya hingga kas diserahkan padanya.
Namun ia malah mempermainkan, memanipulasi dan menyalahgunakannya.
Lalu Yoh 13:24 mencatat, “Kepada murid itu (Yohanes) Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: “Tanyalah
siapa yang dimaksudkan-Nya!” Yohanes adalah murid yang sangat dikasihi oleh Tuhan Yesus. Maka ia
bertanya, “Tuhan, siapakah itu?” (Yoh 13:25). Kemudian Yoh 13:26-27 mencatat, “Jawab Yesus: “Dialah itu,
yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia
mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan sesudah
111
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kauperbuat,
perbuatlah dengan segera.” Dengan demikian, Yudas adalah pengkhianat sejati dengan kesombongan hati
dan ego yang membuatnya tak mau bertobat, tunduk dan mengaku dosa di hadapan Tuhan. Maka ia tidak
berhak mendengarkan pengajaran Kristus tertinggi dalam Yoh 13:31 dan seterusnya yang sulit diterima oleh
akal manusia berdosa, kecuali ia bersedia kembali kepada-Nya, berubah total dan mulai memandang segala
sesuatu dalam sudut pandang Allah.
Yudas berbeda dengan Petrus. Yoh 13:36-38 menceritakan bagaimana Petrus berusaha untuk setia kepada
Tuhan, “Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat
Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku.” Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, mengapa aku tidak dapat
mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Jawab Yesus: “Nyawamu akan
kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah
menyangkal Aku tiga kali.” Itulah peringatan-Nya pada Petrus. Dan ketika menjadi kenyataan, Petrus
sungguh menyesal dan langsung bertobat.
Kali ini akan dibahas pengajaran Kristus di mana essensi keberadaan Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh
Kudus diungkapkan. Selain itu, juga termasuk ajaran tentang prinsip hidup Kristen, keselamatan kekal dan
panggilan pelayanan. Yoh 13:31 dan seterusnya berbicara tentang bagaimana Tuhan mengarahkan Diri pada
keselamatan kekal. Kemudian dalam Yoh 14 Ia mulai membicarakan tentang Surga dan ayat yang paling
sering dibahas adalah Yoh 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Selain itu, juga dibahas bagaimana Roh Kudus datang dan berkarya
dalam kehidupan manusia. Selanjutnya, Yoh 15 membahas Union with Christ (dipersatukan dengan Kristus) dan
hubungan antara Allah, Kristus dan manusia. Selain itu, juga tentang bagaimana Ia memanggil umat-Nya
untuk melayani serta menjadi sahabat dan kawan sekerja-Nya. Dan bagian terakhir membicarakan tentang
bagaimana anak Tuhan menghadapi kesulitan, penderitaan serta tantangan sehingga kelak berhasil
mencapai titik kemenangan. Lalu Yoh 16 menjelaskan tugas dan peranan Roh Kudus. Setelah itu, Tuhan
Yesus memberikan ajaran yang sangat solid pada perjamuan malam terakhir. Kemudian Ia berdoa bagi para
murid-Nya sebelum disalibkan. Tuhan Yesus tidak memperkenankan Yudas ikut dalam ring orang yang layak
untuk mendengarkan ajaran-Nya dan didoakan. Dalam Yoh 17 terdapat dua statement yang menyatakan
bahwa Ia tidak berdoa syafaat bagi semua orang melainkan hanya para murid dan umat pilihan-Nya yaitu
orang percaya atau Kristen sejati. Inilah eksklusif.
Sesudah Yudas pergi, dalam dua kalimat pertama Tuhan Yesus terdapat satu kata yang berulangkali
dicantumkan yaitu ‘dipermuliakan’ dan ‘mempermuliakan’ (glorify). Maka Yoh 13:31-32 menjadi centre point
(inti) iman Kristen, “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau
Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan
mempermuliakan Dia dengan segera.” Mendengar pernyataan ini, para murid langsung berpikir bahwa
segera tiba saatnya bagi Tuhan Yesus untuk menjadi raja di Yerusalem dengan kekuasaan besar. Tapi,
pemikiran seperti ini dipatahkan oleh Kristus, “Hai, anak-anakKu, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama
kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat
Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu”
(Yoh 13:33). Akibatnya, terjadilah confusion (kebingungan) dalam pemikiran para murid yang berbeda total
dengan pandangan Kristus.
Sebenarnya, Yoh 13:31-32 berpusat hanya pada salib. Dengan kata lain, Kristus dipermuliakan dengan cara
yang terhina. Inilah konsep the Paradox of the Cross. Padahal menurut dunia, salib adalah penghukuman
112
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
yang paling kejam dan menakutkan. Sedangkan orang yang disalibkan akan memiliki citra terendah. Justru,
penyaliban Kristus merupakan cara yang paling terbuka dan jelas untuk mempermuliakan Allah. Dengan
membuat banyak mukjizat, Ia malah tak dipermuliakan. Itu disebabkan oleh sikap manusia berdosa yang
tak pernah puas serta selalu menuntut dan memanipulasi Kristus demi kepentingan sendiri. Mereka tak
pernah memandang mukjizat sebagai keagungan Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi. Sebaliknya malah
berpikir bahwa Tuhan Yesus sedang mengumpulkan pengikut. Padahal Ia tak pernah bermaksud seperti itu.
Yoh 13:31-32 mengingatkan pada Yoh 3 mengenai percakapan Kristus dengan Nikodemus,
“Dan sama seperti
Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan supaya setiap
orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14). Ketika disalibkan, kalimat pertama
yang diucapkan oleh Tuhan Yesus terkesan sangat agung, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak
tahu apa yang mere ka perbuat” (Luk 23:34). Ungkapan tersebut ditujukan bagi mereka yang telah
meludahi, menyalibkan dan membunuh-Nya. Ini menunjukkan betapa pentingnya menggumulkan
keselamatan orang lain serta betapa serius dan relanya Tuhan mengampuni mereka yang telah
menyengsarakan-Nya. Perkataan manusia akan lebih agung ketika ia berada dalam situasi sulit. Kalau
kalimat tersebut diucapkan dalam situasi biasa maka kuasanya tidaklah besar. Padahal Luk 23:35 mencatat,
“Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri.” Ungkapan tersebut terlalu merendahkan dan menggambarkan betapa
egoisnya manusia. Let Christ be glorified. Biarlah Kristus dipermuliakan. Semua orang ketika membaca Injil
terutama penyaliban Kristus, harus mengakui bahwa Yesus memang terlalu agung dan mulia. Tak ada satu
kalimat pun mampu mematahkan tindakan Kristus tersebut karena telah melampaui cara berpikir manusia.
Kristus dipermuliakan ketika disalibkan di mana Ia menyelesaikan seluruh tugas penebusan yang
dibebankan Allah kepada-Nya dan itulah saat bagi-Nya untuk kembali ke Kerajaan Bapa. Itulah titik final
seluruh penggenapan pekerjaan Bapa. Pdt. Stephen Tong pernah mengungkapkan bahwa jikalau Kristus
pernah melakukan secuil dosa pun di sepanjang hidup-Nya maka tertutuplah kesempatan-Nya untuk
kembali ke Surga. Seluruh nilai penyaliban tak lagi berarti dan hidup-Nya akan berakhir dengan kematian
karena upah dosa adalah maut. Ketika Ia mampu menyelesaikan semua tugas-Nya hingga titik terakhir,
itulah puncak glorification. Sebenarnya, Tuhan mencanangkan peristiwa ini untuk Adam pertama namun ia
telah gagal dalam ujiannya. Maka diperlukan Adam kedua yaitu Kristus yang akhirnya berhasil dalam segala
macam ujian yang diperuntukkan bagiNya dan mengakhirinya dengan mengatakan, “Sudah selesai” (Yoh
19:30). Kalimat pendek tersebut merupakan penggenapan totalitas seluruh karya-Nya dalam kemurnian
pelayanan-Nya.
Ketika Kristus telah mencapai kemuliaan, itulah titik balik kenosis yang disebutkan dalam Flp 2. Kenosis
adalah pengosongan diri. Kristus yang adalah Allah semesta alam harus mengosongkan diri lalu turun ke
dunia membawa beban besar yaitu menggenapkan pekerjaan Bapa. Pencipta dan Pemilik alam semesta
harus menjadi bayi yang tak mampu melakukan apapun karena terbatas ruang dan waktu. Selain itu, Ia juga
harus menjadi hamba yang diperlakukan dengan sangat hina hingga kematian-Nya. Namun Flp 2:9-11
mengatakan, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di
atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi
kemuliaan Allah Bapa!” Kesimpulannya, salib adalah the final point to glorification (titik akhir untuk menuju
kemuliaan terbesar). Dengan kata lain, jalan kemuliaan harus melalui penderitaan, kesulitan dan kesusahan.
Glorification by the suffering servant.
Amin!
113
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ka
as
siih
hs
se
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
34
Yohanes 13:34-35
Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
35
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid–murid–Ku, yaitu
jikalau kamu saling mengasihi."
merupakan perintah pertama Kristus bagi para murid-Nya yang sejati, “Aku memberikan
perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi.” Sesungguhnya, inti iman Kristen adalah
kasih. Orang dunia sebenarnya menyadari bahwa cinta tak boleh hilang dari hidup manusia. Tanpa cinta, ia
pasti mengalami kesusahan dan berubah menjadi orang yang tak sehat secara kepribadian karena tidak
mampu mengasihi dan dikasihi. Padahal Tuhan menciptakan manusia dalam relasi kasih. Namun dunia tak
pernah mengerti essensi dan sumber kasih. Iman Kristen mengatakan bahwa Allah tidak hanya
mengajarkan kasih tetapi Allah adalah kasih. Jadi, orang Kristen yang mengenal Allah, seharusnya juga
mengenal dan hidup dalam kasih.
Yoh 13: 34-35
Kasih yang dimengerti secara umum sebenarnya sudah mengalami distorsi, pencemaran dan pergeseran
arti. Maka Yoh 13:34 mengatakan, “…supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi
kamu.” Inilah kriteria pertama. Kedua, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah
murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35). Dengan kata lain, kasih harus
dimanifestasikan secara unik hingga semua orang mengenalnya sebagai ciri murid Kristus. Kedua kualifikasi
tersebut yang distandarkan kepada Kristus, membedakan kasih yang dijalankan oleh orang Kristen dan nonKristen. Maka setiap anak Tuhan seharusnya menggumulkan arti dan kualitas kasih sejati.
Perintah Yesus tentang kasih justru berada di antara dua berita yang menunjukkan ketiadaan cintakasih
sejati yaitu didahului oleh pengkhianatan Yudas dan disertai dengan penyangkalan Petrus. Padahal sebagai
murid Kristus, mereka seharusnya sangat memahami kasih. Maka presupposisi yang mendasari perintah
tersebut harus dinyatakan dengan tegas, antara lain:
Pertama, orang Kristen belum tentu hidup dan memiliki kasih seperti tuntutan Tuhan. Maka perintah kasih
sangat berarti dan significant karena anak Tuhan belum secara sempurna menjalankan kasih sejati serta
masih perlu berproses dan diubah. Tuhan menuntut setiap anak-Nya untuk mengintrospeksi dan menguji
diri.
114
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kedua, kasih seharusnya menjadi the target of life. Dengan demikian, kasih seharusnya mengisi pemikiran
atau paradigma terdalam orang Kristen. Banyak aspek, bidang dan pertimbangan dalam hidup manusia
namun justru kasih seringkali terlewatkan.
Ketiga, perintah kasih tak boleh dipermainkan karena diberikan dengan keras oleh Tuhan Yesus. Jikalau
orang Kristen tidak memanifestasikan kasih maka Kekristenannya perlu dipertanyakan karena justru melalui
kasihlah kesaksian Kristen dinyatakan.
Kasih Kristus bersifat murni dan keluar dari hati terdalam (the depth of His heart) atau kedalaman essensi diriNya serta tak mengandung maksud lain, semangat yang sangat ambiguous dan sikap tricky. Maka orang
Kristen harus memahami kedalaman essensi kasih karena dunia telah memanipulasinya menjadi kasih yang
hanya tampil di permukaan. Inilah salah satu kesulitan besar karena dunia sangat prejudice (berprasangka
negatif) terhadap orang yang tulus murni dan menganggap ketulusan, kejujuran dan kemurnian adalah
kebodohan. Dengan kata lain, dunia mengajarkan agar semua orang menjadi tricky, mampu menggunakan
tipu muslihat dan berstrategi negatif. Akibatnya, orang dunia terlatih untuk memiliki hati yang tak murni.
Justru Kristus mengajarkan the true love. Alkitab juga mengajarkan, “…hendaklah kamu cerdik seperti ular
dan tulus seperti merpati“ (Mat 10:16).
Kasih tidak bersifat fenomenal. Justru orang Kristen seringkali terjebak karena tak suka format dasar
tersebut masuk ke dalam essensi hidupnya dan mencoba mengkamuflase atau menutupi essensi hidup
yang tak benar dan murni. Sementara hanya permukaannya yang diperbaiki. Banyak Gereja mengajarkan
fenomena saling mengasihi yaitu hanya dengan senyuman, bersalaman, berbuat baik, sabar atau tak
mudah marah dan saling memperhatikan (fellowship) dalam persekutuan antar pribadi (interpersonal
relationship). Tapi, akar inti masalah tak terselesaikan. Sebaliknya, teknik tipu muslihat semakin berkembang.
Dengan demikian, Kekristenan ikut memformat jemaat untuk tidak mau mengerti kasih sejati.
Orang yang mengasihi dengan sungguh masih memungkinkan untuk marah. Contoh konkret, Tuhan Yesus
sangat marah ketika rumah ibadah diperlakukan secara tak wajar. Namun Ia tak bertendency negatif atau
bersikap jahat melainkan membuka essensi sesungguhnya. Ketika Kristus memberitakan kebenaran, ada
yang bertobat, seperti Nikodemus. Ia mulai mengerti dan menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan
dirinya. Maka ia berkesempatan untuk dibongkar dan diubah oleh Tuhan, “Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3).
Tuhan menghendaki setiap orang Kristen memiliki kasih yang murni (the true love). Kasih tersebut dapat
dideteksi, antara lain:
Pertama, dalam kasih sejati terdapat kemurnian di mana setiap hal dikerjakan tanpa pamrih dan dengan
kesungguhan yang tulus. Sedangkan kasih dunia bersifat manipulatif, jahat, sengaja merusak dan
menghancurkan orang lain.
Kedua, kasih Kristus rela menggumulkan demi kebaikan orang lain walaupun terkadang tak diterima oleh
orang yang seharusnya mendapat berkat. Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Yoh 1:11
mengatakan, “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak
menerima-Nya.” Walau demikian, Kristus tak mundur selangkahpun melainkan tetap mengasihi dengan
kasih altruistik.
Sedangkan dunia mengenal dua sikap yang tak berhubungan dengan agama melainkan filsafat, yaitu egois
dan altruis. Egois adalah seluruh tindakan, pikiran dan essensi kehidupan didasarkan pada kepentingan diri.
115
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Maka dunia mengerti bahwa alangkah lebih baik jika semua orang bersikap altruis yaitu mulai memikirkan,
mempertimbangkan dan bertindak demi kepentingan orang lain. Mat 2:8 juga mengajarkan hukum kedua,
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Namun manusia berdosa justru mengasihi dirinya
sejak masih kecil. Bahkan dunia mengajarkan bahwa mengasihi orang lain harus didahului dengan
mengasihi diri sendiri. Dengan demikian, mereka bersedia berbuat baik selama tak dirugikan. Namun orang
egois dapat berubah jikalau bersedia menyangkal diri.
Cinta sejati selalu membutuhkan objek. Kristus datang ke dunia untuk mati demi penebusan dosa seluruh
umat manusia. Namun tak seorangpun berterimakasih kepada-Nya. Sebaliknya, banyak orang mencaci maki
dan mengkritik-Nya, “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam
tiga hari, selamatkanlah diri-Mu, jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!” (Mat 27:40). Tuhan
justru mengatakan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk.
23:34). Terkadang, manusia bisa lelah ketika mendapat respon yang tak sesuai dengan harapan. Tetapi,
Tuhan tidak demikian.
Ketiga, kasih Kristus rela berkorban, menyerahkan nyawa, bersedia menghancurkan diri untuk objek yang
dikasihi. Jikalau kasih sejati dijalankan di antara sesama anak Tuhan sebagai saudara seiman, justru betapa
indahnya. Sebaliknya, seandainya Tuhan Yesus memakai cara dunia dalam mengasihi maka semua orang
harus mati dan dibuang ke Neraka karena tak seorangpun cukup baik di hadapan-Nya. Semua manusia
telah melawan Tuhan dan tak pernah menjalankan kehendak-Nya dengan sungguh. Maka setiap orang
adalah musuh dan pemberontak terhadap Tuhan. Tapi, Tuhan justru mencurahkan darah-Nya supaya orang
percaya boleh mendapatkan penebusan dan pengampunan. Ia justru menjadi perisai bagi murka Allah Bapa
yang seharusnya ditimpakan pada manusia.
Keempat, kasih Kristus bersifat konsisten. Ia melakukan tugas kasih sejak kelahiran-Nya hingga mati di kayu
salib. Seluruh inkarnasi hingga penyaliban merupakan tindakan kasih. Dalam occasion tertentu, tiap orang
Kristen tampak mampu mengasihi. Tapi, sepanjang hidup, ia belum tentu mampu. Padahal seharusnya
kasih menjadi attitude dan paradigma hidup yang muncul dari dalam hati. Memang tidaklah mudah untuk
menjalankan kasih semacam ini karena sebenarnya masih ada sifat satanic yaitu kebencian yang
ditanamkan oleh Setan ke dalam diri manusia berdosa. Jikalau tidak berhati-hati, ketika salah bersikap
maka kebencian itu mendapat kesempatan untuk tumbuh, mempengaruhi dan menghancurkan seluruh
hidup manusia. Karena itu, Tuhan mengingatkan agar setiap anak-Nya mencabut akar kebencian dalam diri.
Ketika Habel memberikan persembahan dengan baik, Kain mulai membencinya. Kej 4:6 mencatat, “Firman
Tuhan kepada Kain, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri,
jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia
sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Sayangnya, Kain tak bertobat hingga
akhirnya kebencian itu berbuah kebinasaan kekal. Padahal, tak seorangpun berhak membenci sesamanya
walaupun dunia menganggapnya wajar. Orang Kristen seharusnya selalu berhati-hati ketika mendengar
pernyataan yang memancing kebencian.
Amin!
116
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
U
Un
nd
da
an
ng
ga
an
n sse
ejja
ah
htte
erra
aY
Ye
essu
uss d
da
an
n
h
ha
am
mb
ba
atta
an
nd
da
arrii d
diirrii yya
an
ng
gh
ha
arru
uss d
diia
atta
assii
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
25
Matius 11:25-30
Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada–Mu, Bapa, Tuhan langit dan
bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai,
tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil.
26
Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada–Mu.
27
Semua telah diserahkan kepada–Ku oleh Bapa–Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak
selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang
kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.
28
Marilah kepada–Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu.
29
Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada–Ku, karena Aku lemah lembut dan
rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.
30
Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban–Kupun ringan."
Musuh terbesar setiap orang adalah dirinya sendiri. Artinya, dalam diri kita ada sesuatu yang buruk, suatu
kuasa destruktif yang berusaha kuat untuk merusak kita. Inilah yang diamati oleh Blaise Pascal, manusia itu
makhluk yang aneh, bahkan cenderung kacau, makhluk yang penuh dengan kontradiksi-diri (self-contradiction)
dan bersifat self-destructive. Manusia begitu mengasihi dirinya dan melakukan segala sesuatu untuk
mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya, tetapi yang ia lakukan justru hal-hal yang melawan dan
menghalangi tujuan dan sasaran yang hendak ia capai itu. Orang ingin bahagia, tetapi yang dilakukan justru
hal-hal yang menjauhkan dia dari kebahagiaan yang ia dambakan. Orang ingin dicintai dan dihormati, tetapi
yang ia lakukan justru hal-hal yang membuat dirinya dihina. Sungguh ironis, dorongan yang positif itu kini
telah berubah menjadi sesuatu yang negatif.
Karena itu usaha yang salah itu gagal memberikan kebahagiaan kepadanya, maka sekarang ia masuk ke
dalam ilusi (dunia fantasi), ia menciptakan dunia semu, di mana ia dapat dengan seketika memperoleh
kebahagiaan yang ia inginkan tanpa membayar apa-apa: tanpa usaha dan tanpa disiplin. Ia tidak menyadari
bahwa kesenangan instan yang ia kejar itu justru harus dibayar lebih mahal, yaitu kehancuran dirinya. Inilah
yang banyak dilakukan orang, ketika dalam kesulitan, mereka tidak berusaha mengatasinya dan
menunaikan tugas hidup mereka dengan penuh tanggung jawab, dan melarikan diri ke dalam obat bius,
aktivitas menyenangkan (umumnya adalah hiburan) yang tidak relevan dan bermanfaat bagi perjuangan makna
hidupnya. Ketika ia sadar kembali akan keadaan dirinya yang masih di dalam masalah, maka ia akan
meningkatkan usaha pelarian diri itu, dan dalam prosesnya maka masalahnya semakin menumpuk. Dan
117
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
karena manusia tidak bisa terus menerus hidup di luar realita, maka kesadaran akan keadaannya yang
bermasalah itu, yang saat-saat tertentu akan muncul dalam kesadarannya, akan membuat dia semakin
merasa susah dan putus asa. Setelah semua kesenangan palsu itu telah dicoba, ia sadar bahwa kebahagiaan
sejati itu bukan saja semakin jauh, tetapi mungkin tidak akan pernah diraihnya.
Akhirnya, ia menjadi kelelahan, lelah bukan karena kerja fisik, tetapi hatinya yang cape, letih lesu, karena
mendapati dirinya di jalan buntu, terperangkap dalam keputusasaan, tidak tahu lagi untuk apa hidupnya.
Banyak orang di masa sekarang yang hidup dalam keadaan demikian. Orang-orang yang oleh Alkitab
dikatakan “letih lesu dan berbeban berat..” Itulah sebabnya orang-orang masa kini demikian membutuhkan
hiburan, untuk menjadi pelarian dari permasalahan eksistensial mereka, sebab walaupun hiburan tidak
memberikan makna dan kebahagiaan kepada mereka, setidaknya menolong mereka untuk sejenak
melupakan penderitaan mereka. Kepada orang-orang demikian, Yesus memberikan undangan: ”Marilah
kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat 11:28). Yesuslah satu-satunya yang dapat
memberi jawaban atas permasalahan kita.
Dalam ayat 27, Yesus menyatakan hubungan exclusive yang dimilik-Nya dengan Allah Bapa, dan yang tidak
mungkin dimiliki siapapun. Orang dapat mengenal Bapa, hanya melalui penyataan Anak kepadanya. Hanya
melalui Yesus, orang berdosa dapat datang kepada Allah dan diselamatkan. Jadi di sini Yesus menegaskan
mengenai identitas, status, otoritas, dan kuasa-Nya. Jadi yang menjanjikan “kelegaan kepadamu” adalah
Juruselamat yang memiliki otoritas dan kuasa ilahi untuk menolong kita.
Yesus mengundang bukan orang yang hidupnya lancar dan puas diri karena orang-orang seperti ini tidak
merasa membutuhkan Tuhan. Ia mengundang justru orang yang sakit, berdosa, yang bersedih, dan
meratap, yang hatinya hancur, putus asa dan tiada pengharapan, yaitu “semua yang letih lesu dan
berbeban berat” (Mat 11:28). Mereka adalah orang-orang yang dalam pencarian mereka telah menyadari
kekosongan dalam uang, seks dan ketenaran ataupun segala prestasi.
Kepada mereka inilah Yesus berkata: “Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Hanya mereka yang
menyadari siapa diri mereka yang sebenarnya, yaitu bahwa dirinya berada dalam keadaan yang sangat
mengasihankan, yang akan menghargai anugerah Allah.
Tetapi ketika Yesus, satu-satunya Pribadi yang dapat memberikan kedamaian itu mengundang kita untuk
menerima anugerah-Nya, apakah setiap orang mau menerimanya? Jawabannya: Belum Tentu! Sebab dosa
telah mengakibatkan kita menjadi bodoh dan menipu diri sendiri, sehingga kita cenderung memilih apa
yang salah dan meninggalkan yang baik; menukarkan kemuliaan dengan kehinaan. Kita menginginkan
anugerah tapi tetap berpegang pada sifat kita yang berdosa. Kita menginginkan damai, tetapi menolak
Sumber damai itu. Dosa yang merusak telah meninggalkan suatu permasalahan yang serius dalam
kehidupan kita.
Agama tidak dapat memperbaiki kekacauan di dalam diri manusia, semua pengajaran agama tidak dapat
membebaskan manusia dari belunggu dosa, itu hanya dapat dikerjakan oleh kuasa darah Yesus. Itulah
sebabnya, Yesus berkata, “jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh
3:3). Itulah alasan mengapa Allah harus datang ke dunia menjadi manusia, untuk mati menebus kita dari
kuasa dosa dan Iblis.
Yesus yang menjanjikan kelegaan kepada kita, melanjutkan dengan berkata, “Pikullah kuk yang Kupasang
dan belajarlah padaKu” (Mat 11:29). Allah tahu kebutuhan kita yang paling mendasar, bahwa sebelum dapat
menerima anugerah-Nya hati kita harus terlebih dahulu diperbaharui. Karena selama hati kita masih liar tak
118
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
terkendali tidak ada suatu berkat Tuhan yang akan membuat kita berbahagia, hanya setelah hati kita
dibentuk oleh Tuhan baru kita akan mengalami berkat sejati.
“Kuk” adalah lambang perbudakan dan pelayanan, dan inilah yang akan Yesus pasang ke atas diri kita. Ini
bukan kuk pilihan kita sendiri, tetapi yang diberikan Tuhan kepada kita. Dalam hal ketaatan maupun
pelayanan orang suka memilih-milih apa yang ia sukai, bukannya apa yang Tuhan kehendaki. Akibatnya,
kehidupan rohani kita hanyalah permainan keinginan kita sendiri. Manusia rohani harus belajar menerima
kuk yang dipasang oleh Tuhan ke atas diri kita. Ketika kita menerima program pendidikan yang ditetapkan
Allah bagi kita, disiplin rohani sejati baru terjadi, walaupun seringkali ini hal yang terpaksa kita terima.
Joni Eareckson Tada mengalami kecelakaan yang melumpuhkan dia dari leher ke bawah sehingga
menjadikan seorang yang tidak berdaya dan tergantung kepada orang lain. Keadaan ini sungguh tak
tertahankan olehnya, sia-sia saja ia memberontak.. Dalam keputusasaannya, akhirnya ia harus belajar
menerima keadaannya dan mulai mencari maksud Tuhan di balik pengalamannya itu, setelah itu, hidupnya
diubahkan secara luar biasa, dan sisa hidupnya menjadi suatu berkat bagi jutaan orang lain. Kehidupannya
menjadi begitu indah dan mulia setelah ia menerima didikan Tuhan. Ia mengatakan, “Aku bersyukur aku
lumpuh. Kalau tidak, saya akan hidup dengan ceria, lancar dan bebas seperti orang lain. Namun saya akan
kehilangan hal terindah yang dapat saya miliki.“
Demikian juga halnya dengan Musa. Sebelum ia dapat menjadi salah seorang pemimpin agama paling
besar yang pernah ada, ia harus mengalami penghancuran ego secara total, dan setelah dibentuk oleh
Tuhan baru ia dapat dipakai secara luar biasa. Inilah pengalaman rohani semua orang yang dipakai Tuhan.
Hanya setelah mereka belajar rendah hati dari Tuhan, baru mereka dapat dipakai secara luar biasa. Tuhan
sendiri yang menentukan pelajaran apa yang terbaik bagi setiap anakNya, memang ketika diberikan kita
sulit menerimanya, namun setelah kita bersedia menerimanya, rela dihancurkan dan dibentuk-Nya, kita
akan dimunculkan dalam kemuliaan. Orang-orang Kristen yang menolak kuk dari Tuhan, dan terus menolak
disiplin Tuhan tidak akan mendapatkan hal terbaik yang disediakan Tuhan bagi mereka.
John Donne adalah orang mengerti kegunaan disiplin Tuhan, seperti yang ia ungkapkan dalam puisinya:
Holy Sonnet, dalam bagian yang diberi judul “Batter My Heart.”, yang terjemahannya kira-kira demikian:
Hancurkanlah hatiku, ya Allah Tritunggal, demi Diri-Mu. Dan bukannya dengan mengetuk pelan, atau
memberi polesan yang halus, atau perbaikan kecil; Supaya aku bisa bangkit dan berdiri tegak,
lemparkanlah aku (ke dalam perapian-Mu), hancurkan dan bakarlah aku dan jadikan aku baru; Aku bagaikan
kota yang terkepung oleh musuh; yang berusaha mengakui Engkau, dan mencintai Engkau, tetapi sia-sia;
ada kebusukan dalam diriku yang akhirnya membuat aku terperangkap, karena ternyata aku sangat lemah
(weak) dan tidak benar (untrue)… Lepaskanlah aku dari tangan musuh-Mu. Bawalah aku ke kepada-Mu,
penjarakanlah aku; karena tanpa Engkau mengekang aku, tak pernah aku bebas merdeka.” Inilah paradoks
yang harus kita mengerti, kemerdekaan sejati diperoleh justru ketika kita terikat sepenuhnya oleh Tuhan;
kedamaian dan kebahagiaan diperoleh ketika kita menyerahkan segala keinginan kita kepada Tuhan, dan
hidup kebangkitan Kristus baru dapat kita miliki jika kita mati bersama Dia.
Yesus meneruskan, “Belajarlah pada-Ku” (Mat 11:29). Transformasi menyeluruh harus terjadi dalam diri kita.
Ada banyak hal yang tidak benar (untrue) dalam diri kita, karena itu, kita tidak bisa tetap seperti semula.
Betapa banyak orang yang hancur karena kesalahan mereka sendiri, dan betapa sering kita, seperti kata
Martin Luther, menjadi pelacur rohani. Sedikit kesenangan, kenikmatan atau ancaman telah membuat kita
mengkhianati Tuhan. Banyak hal dalam diri kita yang harus diperbaiki: pikiran, paradigma, nilai-nilai hidup,
119
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sikap batin, dan kelakuan setiap hari. Kita demikian lemah dan mudah tertipu dan menjual diri kepada Iblis.
Kita perlu mengalami tranformasi setiap hari, yaitu dengan belajar dari Yesus dan mengikuti teladan-Nya.
Orang Kristen adalah umat-Nya yang ditebus dengan harga yang sangat mahal yaitu darah Yesus Kristus,
tujuannya bukan untuk menghasilkan manusia yang remeh dan hina. Tujuan Allah ialah membawa anakanak-Nya kembali ke dalam kemuliaan. 2 Kor 3:18 menegaskan bahwa “from glory to glory, He is changing
me.” Allah terus berkarya dalam diri kita untuk membawa kita ke dalam kemuliaan. Betapa mulianya
manusia. Tapi, justru kita sendirilah yang menghina diri kita sendiri dengan cara pandang dan cara hidup
kita yang hina. Ketika orang lain menghina kita, kita marah, benci, bahkan dapat membunuhnya. Tetapi
sungguh ironis, justru kita sendiri yang paling merusak diri kita sendiri.
Di dalam ayat selanjutnya (29), Tuhan Yesus mengatakan, “Dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Suatu
pengulangan dari ayat 27 (“kelegaan”) sebagai penekanan. Ketenangan terjadi ketika manusia telah rela untuk
diubah oleh Tuhan. Sebelum bejana hati kita dibentuk oleh Tuhan tidak akan ada damai sejahtera. Inilah
ironisnya manusia, ia tega-teganya menjual diri ke dalam kesenangan yang sementara untuk
menghancurkan kebahagiaannya yang kekal. Itulah sebabnya untuk membawa manusia ke dalam kemuliaan, Ia pertama-tama membawanya ke dalam kehinaan yang paling dalam. Dan Yesus sendiri yang
memberikan teladan ini. Filipi 2:5-11 mengatakan bahwa Ia yang setara dengan Bapa datang ke dalam
dunia, dihina dan diperlakukan lebih rendah dari manusia yang paling hina (budak). Tetapi, lihatlah setelah
sengsara-Nya, Anak Manusia ditinggikan lebih dari siapa pun. Suatu teladan telah diberikan untuk kita ikuti.
Amin!
120
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
B
Ba
ay
ya
an
ng
ga
an
nG
Go
ollg
go
otta
ad
da
alla
am
mp
pe
erriis
sttiiw
wa
aN
Na
atta
all
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan
Nats:
Matius 2:11; 17-18/ Lukas 2:34-35
Matius 2
11
Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu–Nya,
lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan
mempersembahkan persembahan kepada–Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur.
17
Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia:
18
"Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak–
anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi."
Lukas 2
34
Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya
Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan
untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan
35
––dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri––, supaya menjadi nyata pikiran hati
banyak orang."
Natal merupakan berita yang unik dan paradoks. Maksudnya, berita Natal berisi sukacita dan damai, tapi
juga membangkitkan berbagai reaksi negatif dan kesulitan hidup. Selain itu, berita tersebut muncul di
dalam situasi kemiskinan dan penolakkan seperti yang harus dialami oleh Kristus. Namun Natal bukan
sekedar berita melainkan pernyataan isi hati Tuhan yang mampu merubah kegelapan hidup manusia,
sekaligus perwujudan kuasa Allah yang memperdamaikan manusia dengan Diri-Nya. Jikalau berita Natal
tidak dipahami secara utuh di dalam semua aspeknya, maka Natal dipandang hanya sebagai tradisi,
sekumpulan aktivitas dan kesenangan yang terus menerus dilakukan setiap tahun.
Alkitab dengan jelas menyatakan adanya beberapa peristiwa yang menyedihkan, menakutkan, air mata dan
kekecutan hati yang tak pernah terpikirkan. Dengan kata lain, ternyata berita Natal mempunyai sisi gelap
(the dark side of Christmas). Sesungguhnya, penderitaan Kristus dimulai sejak hari kelahiran-Nya ke dunia di
dalam tubuh inkarnasi. Semenjak saat itu, bayangan maut terus mengikuti-Nya sepanjang hidup hingga
mencapai puncaknya di kayu salib; Dari kandang binatang yang kemudian menuju kepada bukit Golgota,
dari palungan (tempat makanan ternak) di mana Maria membaringkan bayi Yesus yang kemudian menuju
kepada kayu salib, Bintang yang cukup terang dan terfokus hanya ke kandang di mana Yesus dilahirkan
menuju kepada langit yang makin kelam pada hari Yesus disalibkan, dari paduan suara malaikat Sorga
121
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
menyanyi, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi.” Menuju kepada teriakkan caci maki,
kemarahan, sumpah serapah dari orang-orang berdosa yang ditujukan pada Kristus.
Sesuai perintah Allah, malaikat memberitahu para gembala, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku
memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat,
yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk 2:10). Berita Natal ditanggapi dengan perasaan ketakutan para
gembala. Selain itu, berita tersebut diliputi ketegangan dan kecemasan yang mendalam yaitu ketika Maria
mengetahui bahwa dirinya yang belum bersuami, ternyata telah mengandung oleh Roh Kudus. Menurut
hukum Taurat jika ada seorang perempuan yang mengandung dan ia belum bersuami, maka hukumannya
adalah dirajam sampai mati. Di luar semua itu, hal ini terjadi menunjukkan intervensi Allah menjadikan
sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Yang tidak seharusnya terisi menjadi terisi yaitu kandungan
Maria dan yang seharusnya ada isinya malah dikosongkan oleh Allah yaitu makam Tuhan Yesus sebab Ia
harus bangkit dari kematian.
Bagi Herodes, pada saat mengetahui bahwa seorang Raja telah lahir, ia menjadi ketakutan dan gusar oleh
karena berita itu menjadi ancaman serius. Akibatnya, ada banyak bayi berusia dua tahun ke bawah harus
kehilangan nyawa. Ia menitipkan salam pada ketiga majus dan berjanji akan datang menjenguk bayi Yesus.
Tetapi, ternyata tindakan tersebut mengandung maksud jahat. Paling tidak ada tiga tanda bayangan Kalvari
dalam peristiwa Natal:
Pertama, pedang. Luk 2:34-35 mencatat, “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu
Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di
Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus
jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” Sedangkan Yoh 1:10-11 mencatat, “Ia
telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada
milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.” Perbantahan pertama
telah terjadi pada hari kelahiran-Nya dan disusul berbagai perbantahan lainnya. Luk 4:16-30 mencatat ketika
Yesus mulai menyatakan diri dalam pelayanan-Nya dengan mengutip cerita tentang Mesias dari kitab nabi
Yesaya di sinagoge (rumah ibadat orang Yahudi). “Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali
kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia
mulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.”
Mendengar kalimat tersebut, semua orang menjadi marah. “Mereka bangun, lalu menghalau Yesus keluar
kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu”
(Luk 4:29). Setiap perkataan-Nya membangkitkan banyak perdebatan dan pemisahan yang serius. Mereka
yang kontra, terutama orang Farisi dan ahli Taurat, menganggap-Nya telah menghujat Allah, namun bagi
orang berdosa, perkataan Kristus membangkitkan pengharapan yang tidak pernah mereka miliki
sebelumnya. Misalnya kontroversi yang timbul ketika, Ia mengatakan bahwa Anak Manusia berhak
mengampuni dosa. Mat 13:54-57 mencatat, “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibunya bernama
Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudaraNya
perempuan semuanya ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.” Yoh 8:23 mencatat, “Lalu
Ia berkata kepada mereka: “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari
dunia ini.” Maka para ahli Taurat dan orang Farisi berkoalisi untuk menangkap dan membunuh-Nya dengan
dijatuhi hukuman mati seperti penjahat yang bahkan lebih buruk daripada Barabas. Padahal menurut
sejarah Gereja, Barabas adalah penjahat hebat yang mempengaruhi banyak orang untuk memberontak
terhadap kekaisaran Roma. Namun mereka lebih rela hati membebaskannya.
122
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketika rahimnya dipakai oleh Allah, fakta itu menimbulkan banyak irisan dalam jiwa Maria hingga hari
penyaliban Kristus. Tusukan pertama, Maria harus menerima kandungannya yang telah terisi sebelum
menikah. Tusukan kedua, ketika Kristus sibuk bertukar pikiran dengan para ahli Taurat di sinagoge, Luk.
2:48-49 mencatat, “Dan ketika orangtua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepadaNya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas
mencari Engkau.” Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa
Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?” Tusukan ketiga, ketika Yesus melakukan mukjizat pertama
merubah air menjadi anggur. Yoh 2:3 mencatat, “Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata
kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepada-Nya: “Mau apakah engkau daripada-Ku, ibu?
Saat-Ku belum tiba.” Namun akhirnya Ia menjalankan perintah ibu-Nya. Tusukan keempat, ketika Yesus
sibuk mengajar, Mrk 3:31-33 mencatat, “Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus. Sementara mereka
berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil Dia. Ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, mereka
berkata kepada-Nya: “Lihat, ibu dan saudara-saudaraMu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.”
Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudaraKu?” Tusukan kelima, ketika Yesus
tergantung di kayu salib, Yoh 19:26-27 mencatat, “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya
di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada muridmuridNya: “Inilah ibumu!” Maka ketika seseorang berkomitmen untuk mengikut Kristus, ia belum tentu
terlepas dari berbagai tusukan seperti pengalaman Maria. Ia justru harus siap hati karena Tuhan Yesus
mengatakan bahwa dunia membenci Kekristenan dan telah membenci-Nya terlebih dahulu.
Kedua, kepahitan. Pertama, penolakan para ahli Taurat dan orang Farisi yang mampu menjelaskan secara
terperinci nubuat tentang Mesias. Ketika ditanyai oleh Herodes, mereka mengutip dari Mikha 5:1, “Tetapi
engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit
bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel.” Tapi, mereka menganggap kehadiran-Nya di dunia tak
berarti apapun karena tak sesuai pemikiran. Padahal Natal merupakan titik awal perubahan sejarah
manusia karena Allah sangat mengasihi seluruh isi dunia hingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal
supaya setiap orang percaya beroleh hidup kekal. Yang bersedia pergi ke Betlehem justru adalah para
majus yang tak mengerti Taurat namun menangkap pesan Allah melalui ilmu perbintangan. Seringkali
ketika intervensi Allah dalam hidup seseorang tak sesuai keinginannya maka kemungkinan ia tetap
bertindak berdasarkan pertimbangannya sendiri. Maka kebanyakan orang takut berkomitmen denganNya.
Padahal, Ia takkan berhenti merubah pola hidup tiap orang yang tak berkenan kepada-Nya. Tuhan Yesus
mengatakan bahwa bait Allah yang roboh akan dibangun kembali dalam tiga hari. Kedua, kecurigaan
Herodes yang sebenarnya sakit jiwa karena tega membunuh isteri dan ketiga anaknya. Mungkin, orang
Kristen juga bersikap curiga terhadap pekerjaan Tuhan dalam hidupnya. Manusia memang cenderung lebih
suka hidup dalam dosa karena penuh kesenangan. (Bd: Musa dengan rela hati keluar dari istana Firaun daripada
menikmati kesenangan hidup di dalam dosa - Ibr 11:24-26).
Ketiga, dukacita Rahel. Mat 2:17-18 mencatat, “Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh
nabi Yeremia: “Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anakanaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.” Terdapat lukisan tentang tragedi tersebut.
Prajurit Roma dilukiskan bermata kejam dan sedang memeluk bayi. Lalu seorang ibu berteriak putus asa
karena anaknya telah dirampas. Di bagian lain tampak prajurit Roma dikerumuni oleh para ibu yang
kehilangan anak. Sedangkan beberapa ibu sibuk memukuli prajurit. Di bagian bawah, seorang ibu menangis
sambil bersimpuh di hadapan bayinya yang berlumuran darah. Lukisan itu menunjukkan betapa bengisnya
dosa. Herodes gagal menemukan bayi Yesus karena mereka menyingkir ke Mesir selama tiga bulan. Luk.
123
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mencatat, “…Nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: “Bangunlah
ambillah Anak itu serta Ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepada-Mu,
karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.” Dengan demikian, pengungsian Yesus ke
Mesir bukanlah perjalanan yang menyenangkan, melainkan diikuti oleh kecemasan, kalau-kalau mereka
bertemu prajurit Roma oleh karena ancaman hukuman mati itu justru ditujukan kepada bayi Kristus
sendiri. Orang Kristen harus berani menerima the dark side of Christmas yang menjelaskan sifat
keberdosaan manusia yang biasanya menganggap bahwa kehidupan tanpa Tuhan terasa menyenangkan
karena bebas mengatur dirinya sendiri. Padahal, justru ia sedang membuang dan menjerumuskan dirinya
ke dalam bahaya kekal.
2:13
Amin!
124
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
J
Ja
alla
an
nh
hiid
du
up
p yya
an
ng
gp
pe
en
nu
uh
hk
ke
em
me
en
na
an
ng
ga
an
n
b
be
errssa
am
ma
aT
Tu
uh
ha
an
n
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Filipi 4:11-13/ Roma 8:37/ 2 Kor.2:14
Filipi 4
11
Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri
dalam segala keadaan.
12
Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan
dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal
kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal
kekurangan.
13
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.
Roma 8
37
Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang–orang yang menang, oleh Dia yang
telah mengasihi kita.
2 Korintus 2
14
Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan–
Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana–
mana.
Ada dua macam orang: Pertama, orang yang ketika dalam kesusahan, dan kondisi sulit itu tidak berubah
menurut pemikirannya setelah ia berdoa kepada Tuhan, ia merasa Allah tidak mempedulikan dia, karena itu
ia marah dan meninggalkan Tuhan. Kedua, orang yang ketika hidupnya lancar dipenuhi dengan kesenangan
justru terlena dan mengabaikan Tuhan. Dua macam orang ini saya sebut orang yang dikalahkan oleh
kesulitan dan orang yang dihanyutkan oleh kenikmatan. Ternyata tidak ada jaminan dalam kondisi hidup
fisik yang dapat membuat seseorang tetap setia kepada Tuhan. Karena memang bukan kondisi luar, tetapi
hati (sikap batin) itulah yang menentukan respon seseorang kepada Tuhan. Allah yang adil memberi situasi
yang berbeda kepada setiap orang. Jika seseorang memiliki hati yang benar kepada Allah, walaupun dalam
penderitaan yang berat ia tetap memuliakan Tuhan, dan ketika berada dalam kehidupan yang penuh
berkat, ia lebih mencintai Tuhan daripada segala berkat-berkat Tuhan yang siap untuk diambil daripadanya.
Tanpa sikap hati yang benar, dalam situasi apa pun orang yang akan selalu meresponi Allah secara salah.

“Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku
tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan
rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun
125
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”
(Flp 4:11b-13). Dalam mengalami kesulitan, deraan, ancaman, kengerian ia tidak menjadi kecewa, ketika ia
menerima keadaan yang diberkati, kesukaan, kenyamanan, kelimpahan dan anugerah Tuhan ia tidak
menjadi hanyut.
Kesulitan maupun kelancaran merupakan suatu situasi yang sama-sama beresiko untuk mengikis kesetiaan
kita kepada Tuhan. Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan kepada bagaimana kita dapat menang
atas situasi sulit yang kita hadapi. Saya akan mensharingkan 4 prinsip, yang diharapkan dapat menolong kita
ketika menghadapi situasi hidup yang sulit dengan sikap yang benar. Dengan pemahaman dan perspektif
iman Kristen yang benar, ia akan dimampukan untuk berespon benar supaya boleh mengalami hidup
berkemenangan bersama Tuhan.
Pertama, sadarilah bahwa kita hidup dalam suatu drama kosmik yang sangat menentukan. Kebenaran ini
terungkap dalam kitab Ayub. Seluruh kehidupan Ayub, termasuk kehidupan batinnya terbuka bagi
pengamatan dan penilaian Allah, malaikat dan Iblis. Ia ditempatkan di dalam posisi yang crucial, di mana
seakan-akan kehormatan Allah dipertaruhkan dalam respon Ayub, dan jika dia gagal Iblis mendapat alasan
untuk mencemooh Allah. Namun melalui kehidupan Ayub, Allah mau menunjukkan bahwa ada manusia
yang akan tetap beriman dan mengasihi-Nya walaupun mengalami kesulitan terberat. Jikalau ia gagal maka
iblis berkesempatan melawan serta mencemooh Tuhan. Tapi, yang terjadi justru melalui respon Ayub yang
penuh kesetiaan kepada Allah itu ia mempermalukan Iblis. Inilah kehidupan yang mestinya diwujudkan oleh
orang Kristen yang telah menerima anugerah Perjanjian Baru yang melebihi tokoh-tokoh Perjanjian Lama.
Setiap orang diberi kondisi hidup yang berbeda oleh Tuhan. Namun seperti dalam film, yang menjadi
ukuran bukanlah kenyamanan peran si aktor, tetapi bagaimana ia memerankannya. Jika dalam film yang
menjadi penilaian adalah kemampuan acting, maka dalam hal rohani yang menjadi penilaian ialah
bagaimana menjalankan perannya dilihat dari sudut moral dan rohani: yang menjadi ukuran bukanlah
apakah kita kaya atau miskin, pintar atau bodoh, sehat walfaiat atau didera oleh penyakit yang
berkepanjangan, panjang umur atau hidup yang singkat; yang menjadi ukuran ialah apakah dalam
Ada orang yang sepanjang hidupnya tetap miskin bukan karena malas atau bodoh, sebaliknya ada orang
yang dari kecil hingga tua selalu hidup dalam kelimpahan. Ada yang seumur hidupnya dipenuhi dengan
kesulitan, sebaliknya ada yang jalan hidupnya begitu mulus. Cara berpikir yang duniawi akan menilai orang
yang hidupnya dipenuhi kesusahan itu bernasib buruk dan gagal, dan orang yang hidupnya enak itu
bernasib baik dan sukses. Jika orang Kristen masih terjebak dalam cara pandang yang duniawi ini, maka
perhatiannya hanya tertuju kepada mengusahakan kenyamanan hidup dan kelepasan dari kesulitan, dan
bukannya pada kualitas hidup yang harus ia wujudkan. Karena itu, tidak heran, ketika dilanda kesulitan,
mereka penuh dengan sungut dan keluhan kepada Allah (mengkorfirmasikan tuduhan Iblis, yang tentu saja
salah), dan kehilangan fokus untuk dalam situasi hidup mereka untuk semakin memuliakan Allah. Di
tengah-tengah kesulitan hidup yang memuncak, justru Ayub menyatakan kesaksian hidup yang sulit
dilampaui. Di tengah-tengah kehidupan yang hancur oleh kelumpuhannya, Joni Erickson Tada justru
menyatakan suatu kehidupan yang begitu mulia.
Kedua, bagi anak Allah, keadaan sulit yang kita alami bukanlah keadaan tak diberkati, sebaliknya mungkin
itu adalah saat yang paling indah dalam hidup kita. Ketika berada dalam kondisi yang sulit, terjepit, merasa
lemah, keadaan yang memaksa kita bergantung penuh kepada Allah, seringkali kita menganggapnya
sebagai bad time (waktu yang buruk), kondisi buruk yang tidak diberkati. Inilah alasan ketika berada dalam
kondisi tersebut satu-satunya keinginan kita ialah cepat-cepat keluar dari situasi itu, setelah itu baru kita
126
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
merasa diberkati. Tetapi dalam pengalaman saya, saya belajar bahwa saat berada di dalam kelemahan itu
adalah saat-saat di mana saya paling dekat dengan Tuhan, itulah saat yang indah bersama Tuhan. Dan saat
saya merasa kuat, mantap, dewasa, mandiri, mungkin itu adalah saat saya mulai tidak begitu bergantung
lagi kepada Tuhan dan mulai agak liar atau bahkan sangat liar.
Jangan salah mengerti bahwa saya mengajarkan supaya kita menginginkan kehidupan yang terus dalam
kesuraman dan penderitaan, karena itu bukan maksud Tuhan atas hidup kita. Kekristenan adalah agama
yang positif, yang penuh dengan pujian kemenangan dan sukacita. Karena itu, tidak salah jika dalam
kesulitan, sakit, kesedihan, kita menginginkan Tuhan memberikan kelepasan, kelimpahan dan sukacita
kepada kita. Tetapi apa yang mau saya tegaskan di sini ialah marilah kita belajar untuk melihat masa suram
itu secara positif dari perspektif Kristen, bahwa jika saya berada dalam situasi seperti itu di situ pun Allah
hadir dan kasih rahmat-Nya menopang aku, bahkan lebih penuh kasih mesra.
Ada sesuatu yang unik dalam kehidupan manusia, seringkali masa-masa sulit yang pernah kita alami dulu,
seperti krisis, bahaya, kesulitan hidup, dsb kita ingat kembali dengan perasaan nostalgia. Demikian juga,
dikatakan mengenai hubungan dalam pernikahan: krisis pernikahan yang dilalui dengan penuh ketabahan
bahkan berguna untuk membangun kasih dan kepercayaan yang kokoh antara keduanya, suatu hal yang
tidak pernah akan dimengerti dan dialami oleh mereka yang telah menyerah.
Ketiga, dengan memfokuskan pikiran hanya pada kebahagiaan di masa yang akan datang, kita telah
menyia-nyiakan realitas kehidupan masa kini, yang sebenarnya merupakan sesuatu yang indah dan sangat
berharga. Sayur pare itu pahit, jangan dibuang, sebaliknya belajarlah untuk menikmatinya, karena itu sayur
yang baik/berguna dan enak. Hidup ini sulit, ini adalah fakta tidak dapat kita tolak. Namun jika kita
menyikapinya dengan benar, maka masa-masa sulit itu dapat menjadi pengalaman yang indah bersama
Tuhan. Andaikan kita diberi umur 40 tahun, dan 20 tahun terisi oleh kesulitan, apakah berarti kita hanya
akan memiliki 20 tahun hidup yang bermakna? Bagi saya, asal kita berjalan bersama Tuhan, maka kita tetap
akan memiliki 40 tahun bermakna yang sangat berharga.
Blaise Pascal mengatakan: kita tidak pernah [sungguh-sungguh] hidup hanya untuk masa kini .... Kita
bersikap tidak bijaksana dengan mengembara dari satu masa ke masa lain yang sesungguhnya bukan milik
kita. Kita ... mengabaikan apa yang sungguh-sungguh ada. Kita bersikap demikian karena momen sekarang
biasanya adalah sesuatu yang menyakitkan, itulah sebabnya kita menekannya...
Kita cenderung membebani pikiran kita dengan masa lalu dan masa yang akan datang, dan jarang
memikirkan masa kini.... Kita menjadikan masa masa lalu dan masa kini sebagai sarana, dan hanya
menjadikan masa yang akan datang sebagai tujuan kita. Dengan cara berpikir demikian, kita tidak pernah
sungguh-sunguh hidup, sebab kita hanya hidup dalam pengharapan, mengharapkan sesuatu yang belum
ada, sedangkan yang ada dibuang-buang. Dengan selalu merencenakan bagaimana kita dapat menjadi
bahagia, kita tidak pernah berada dalam kebahagiaan itu. (Pensees).
Keempat, dengan memandang masa “sulit” sekarang sebagai hal yang negatif dan hanya memikirkan
kebahagiaan yang belum tiba maka kita lalai menyambut maksud Tuhan dalam situasi kita itu. Tidak ada
pengalaman kita yang alami yang terjadi di luar kontrol Allah. Dan jika Ia mengizinkan kita mengalami suatu
kesulitan pasti ada maksud baik dari Allah bagi kita. Kita tahu bahwa: “Allah ... bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yagn terpanggil
sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28). Dan jika dalam setiap situasi hidup kita terdapat maksud Allah
yang baik, maka marilah kita menyambut maksud-Nya itu.
127
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Saint John of the Cross (Santo Yohanes dari Salib) mengungkapkan apa yang dinamainya the dark night of the
soul (jiwa yang berada dalam kegelapan malam). Ia mengatakan demikian, “Berada di dalam kegelapan
malam bukanlah sesuatu yang buruk dan destruktif. Sebaliknya ini bagaikan pengalaman orang sakit yang
menyambut ahli bedah yang menjanjikan kesehatan dan kesembuhan kepadanya. Tujuan dari kegelapan ini
tidak dimaksudkan untuk menyakiti atau menghukum kita tetapi untuk menyembuhkan kita. Inilah
kesempatan yang Tuhan pakai untuk menarik kita lebih dekat kepada-Nya.” Inilah pengalaman dan prinsip
rohani yang mendalam untuk menghadapi realita hidup sebagai anak Allah yang mendapat identitas dan
destiny penuh kemuliaan.
Ia melanjutkan, “Dalam saat-saat seperti ini mungkin kita akan merasa kering, depresi bahkan putus asa.
Tetapi ini merupakan keadaan yang baik karena melucuti setiap ketergantungan kita yang berlebihan
kepada perasaan ataupun kondisi-kondisi fisik di luar. Pandangan yang sering kita dengar adalah bahwa
pengalaman kekelaman ini harus kita hindari sebagai syarat untuk mengalami kedamaian, penghiburan
dan sukacita adalah pikiran yang salah. Sebab berada di dalam keadaan yang gelap ini adalah salah satu
cara yang Allah pakai untuk memberikan kepada kita keheningan, ketenangan sehingga Ia dapat
melakukan transformasi batin dari dalam kita. Ketika Allah membawa kita ke dalam keadaan demikian,
bersyukurlah, karena Allah dalam kasih sayang-Nya yang besar sedang menarik kita keluar dari gangguan
supaya kita dapat melihat Dia secara lebih jelas. Dalam keadaan demikian jangan memberontak atau
melawan tapi belajarlah untuk diam dan menantikan Tuhan.”
Allah mempunyai program yang mulia dalam hidup kita, membawa kita ke dalam kemuliaan. Ia ingin
membentuk kita menjadi baru dan yang mulia. Dan kesulitan merupakan keadaan yang sangat kondusif
untuk pekerjaan ini. Saat kita sedang hancur, saat ego kita telah dihancurkan, itulah saat kita bagaikan
tanah liat yang telah dihancurkan untuk siap dibentuk ulang secara baru. Jika dalam saat demikian, kita
salah mengerti dan memberontak, kita telah berlaku bodoh dan merugikan diri kita sendiri. Sebagian tidak
tahan dalam kegelapan yang kelam ini sehingga ia mencari pengalaman rohani palsu yang menimbulkan
gairah dalam hatinya yang kering, tetapi tindakan ini justru mengganggu program Tuhan. Guru-guru palsu
telah menawarkan pengalaman agama palsu untuk mengisi kekeringan yang seharusnya diisi oleh Tuhan,
akibatnya kepekaan rohani mereka menjadi tumpul. Apa yang mestinya kita miliki pada saat-saat seperti ini
ialah berdiam diri di hadapan Allah dan menantikan Tuhan. Manusia tidak selalu menolong, terkadang
mereka justru menjadi pengganggu yang mengalihkan perhatian kita dari suara Tuhan. Nabi Yesaya
berkata: “dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya
terletak kekuatanmu.” Tetapi kamu enggan, kamu berkata, ‘Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat’,
maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula, ‘Kami mau mengendarai kuda tangkas’, maka para
pengejarmu akan lebih tangkas pula.” (Yesaya 30:15-16).
Setiap kali kita mengalami kesulitan, carilah maksud Tuhan dalam situasi yang kita hadapi itu. Jangan kita
dilumpuhkan oleh kesulitan, tetapi temukan ‘mutiara’ (berkat rohani) di balik kondisi sulit itu. Justru saat di
dalam di penjara, Paulus menulis surat-suratnya yang paling penting dan menjadi berkat besar bagi gereja
Kristen sepanjang masa, yaitu surat Efesus, Filipi, Kolose, Filemon dan Roma. Demikian juga saat
dipenjarakan John Bunyan menulis Pilgrim Progress, karya sastra alegoris terindah dan bermutu tinggi di
antara literatur Kristen. Perhatikanlah respon kita dalam masa-masa sulit itu supaya jangan kesulitan itu
dilewati tanpa mendapatkan berkat rohani dari Tuhan itu.
Amin!
128
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Mo
ottiiv
va
as
sii d
do
os
sa
a,, d
da
an
np
pe
errllu
un
ny
ya
ap
pe
errtto
ob
ba
atta
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Lukas 9:46-48/ Yohanes 21:17-18
Lukas 9
46
Maka timbullah pertengkaran di antara murid–murid Yesus tentang siapakah yang
terbesar di antara mereka.
47
Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan
menempatkannya di samping–Nya,
48
dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama–Ku, ia
menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus
Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar."
Yohanes 21
17
Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau
mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya:
"Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada–Nya: "Tuhan, Engkau tahu
segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya:
"Gembalakanlah domba–domba–Ku.
18
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat
pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau
sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat
engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki."
Dalam Luk. 9 terdapat essensi kehidupan manusia. Kegagalan orang Kristen untuk memahami siapa
manusia yang sesungguhnya akan membuatnya terjebak ke dalam format di mana ia menjadi orang palsu
yang sebenarnya tak mengerti arah hidupnya. Problemnya bukan di permukaan dan jalannya juga bukan di
fenomena tapi sungguh masuk ke hakekat terdalam.
Sikap para murid Tuhan Yesus justru seringkali tak sesuai konsep kerohanian. Ketika kelihatan sangat baik,
setia, giat melayani dan saleh beragama, ternyata di belakang-Nya mereka bertengkar mengenai siapa yang
terbesar hingga berhak duduk di sebelah Tuhan. Motivasi mereka sebenarnya adalah mencari keuntungan.
Mereka pikir akan memiliki prospek besar kelak ketika Kristus menjadi Raja. Maka Tuhan memberi kritikan
tajam.
Iman kepercayaan tentu mempengaruhi cara berpikir dan pengambilan keputusan. Lalu pemikiran akan
mempengaruhi tindakan. Inilah pendapat Francis Schaeffer, “I do what I think and I think what I believe”
(Saya melakukan apa yang saya pikirkan dan saya memikirkan apa yang saya percaya) . Jadi, kepercayaan juga
129
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mempengaruhi tindakan. Dan tak ada tindakan yang tak berakibat. Salah bertindak pasti berakibat buruk
yang akan membawanya ke Neraka. Sebaliknya, jika imannya benar maka cara berpikir pun tepat hingga
mampu mengambil keputusan dengan baik, bertindak benar dan membuahkan hasil yang kelak
membawanya pada kehidupan kekal di Surga.
Ternyata selama mengikut Kristus, belum ada komitmen dalam hati para murid untuk merubah iman secara
total. Ketika memberitakan Injil dan mengerjakan segalanya dengan bertanggung jawab, mereka bertindak
bukan dengan jiwa pelayanan yang sungguh kepada-Nya karena tujuan akhir mereka adalah untuk
mencapai prestasi hingga akhirnya meminta Tuhan memberikan posisi tertinggi. Orang semacam itu tak
mungkin beriman melainkan sangat humanis. Ia berusaha mencelakakan Kekristenan dengan meninggikan
diri secara tersembunyi. Mereka telah mempermainkan Tuhan namun tak berhasil karena Ia mengetahui
semuanya termasuk pemikiran, keinginan serta isi hati. Di akhir seluruh pelayanan-Nya sebelum naik ke
Surga, Ia sempat bertemu dengan Petrus terakhir kalinya untuk merubahnya secara essensial.
Kemudian Tuhan Yesus mengambil anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya. Dalam bahasa Yunani,
ada dua istilah anak kecil yaitu teknon (anak pada umumnya) dan paidion (invent). Dalam konteks ini, yang
dimaksudkan adalah anak balita dan bukan a child. Lalu Yesus mengatakan, “Barangsiapa menyambut anak
ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang
mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar” (Luk 9:48). Prinsip ini
bersifat paradoxical dan diungkapkan untuk memutarbalik pikiran mereka yang terlalu egois dan
kehilangan prinsip kebenaran.
Di tengah dunia, orang Kristen dikunci dengan pemahaman bahwa manusia dewasa pasti memiliki banyak
pengetahuan, informasi dan pengalaman. Mereka sebenarnya tak mengerti proses yang dialami. Terkadang
orang dewasa tak menyadari arti proses bagi hidupnya. Maka ia perlu belajar beberapa aspek dari anak
kecil (invent).
Pertama, orang dewasa seringkali kehilangan ketulusan hati. Anak balita masih memiliki pure heart (hati
yang murni). Perkataan dan tindakannya sungguh keluar dari kemurnian. Makin dewasa, pikirannya semakin
tricky hingga mampu menutupi keberdosaannya. Karena dosa yang sangat jahat, hidup manusia berproses
bukannya makin suci dan benar melainkan liar dan rusak. Akhirnya, ia kehilangan hubungan sejati dengan
Tuhan.
Di depan Tuhan, para murid bersikap manis. Di belakang-Nya, mereka memiliki trick untuk mencari
pengganti Tuhan yang kelak akan menjadi Raja atas segala raja dengan kedaulatan lebih besar daripada
Romawi. Manusia boleh menjadi dewasa dengan pengetahuan yang makin banyak tapi jangan kehilangan
kemurnian seperti anak kecil.
Kedua, Tuhan Yesus menghendaki orang dewasa kembali belajar dengan anak kecil yang selalu
mempertahankan integrity yaitu hidup dalam kemurnian, kesungguhan, kebenaran dan kesucian. Ia
menunjukkan bahwa anak kecil memiliki jiwa yang mau belajar dengan melihat, meneladani, menyerap dan
meniru orang tuanya karena sungguh ingin bertumbuh. Kalau orangtua salah mendidik atau kurang
memperhatikannya maka seumur hidup ia akan sulit diubah karena telah menerima ajaran yang salah. Tapi,
orang dewasa merasa tak perlu belajar. Kalaupun belajar, mereka hanya mencari informasi yang
menkonfirmasikan atau sesuai dengan prinsip diri karena tak bersedia dibentuk dan diubah. Maka
Kekristenan mengajak orang dewasa untuk merubah jiwa, karakter dan hidupnya hingga menjadi lebih baik.
Ketika mempelajari Firman, seringkali bukan untuk diri sendiri melainkan orang lain. Padahal seharusnya,
130
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Firman Tuhan sanggup merubah sikap hidup dan jiwa pelayanan orang Kristen hingga makin tunduk di
hadapan-Nya.
Ketika hidup di hadapan Tuhan, orang dewasa seharusnya belajar menerima anak kecil. Di sisi lain, mereka
harus menjadi teladan kesucian hidup, kejujuran, ketulusan, kemurnian, keadilan dan kebenaran. Ironisnya,
kadangkala anak kecil lebih murni, jujur, adil, benar dan berintegritas daripada orangtua. Berarti, ordo
terbalik karena kegagalan orangtua. Maka Tuhan menuntut orang dewasa memiliki konsep kehidupan yang
berintegritas.
Walaupun masih terlalu muda, seorang anak telah memiliki konsep integritas di mana perkataan dan
tindakan harus sinkron. Jika tidak, akan terjadi konflik yang beresiko besar yaitu terkena hukuman. Maka
kalau tak sanggup melakukan, ia takkan berjanji. Sebaliknya, orang dewasa seringkali mengabaikan
integritas hingga akhirnya harus menerima akibat dan menjadi korban effect non-integritas.
Tindakan dan perkataan para murid Tuhan Yesus sangat tak berintegritas. Dalam konsep tubuh Kristus
terdapat prinsip yang berbeda dengan dunia. Sangat mungkin, Tuhan tak pernah menunjuk Yudas untuk
menjadi bendahara melainkan terjadi secara natural karena Alkitab tak mencatat demikian. Dalam
pelayanan, memungkinkan terjadinya permainan motivasi karena salah pengertian.
Dalam pelayanan di Gereja Reformed, Pdt. Stephen Tong memakai cara yang berbeda dengan prinsip
organisasi dunia tapi disesuaikan dengan Alkitab. Seluruh organisasi pasti mempunyai job description
namun Gereja Reformed memiliki burden description (deskripsi beban). Konsep job description sangat
membahayakan pelayanan pekerjaan Tuhan. Alkitab mencatat bahwa Tuhan memanggil seseorang dan
memberinya beban untuk mengerjakan sesuatu. Ia menginginkan tiap orang Kristen berbeban melakukan
pekerjaan-Nya dengan baik dan rela hidup di dalamnya. Jadi, bukan karena diperintah.
Ketika Tuhan Yesus bekerja dan mengajak para murid-Nya, sangat mungkin terjadi secara natural. Ketika
diadakan pengumpulan dana atau pengaturan keuangan, mungkin yang paling concern (peduli) adalah
Yudas. Lama-kelamaan, mereka mempercayakan keuangan padanya. Tapi, ternyata ia peduli bukan sebagai
beban pelayanan melainkan karena mendapat kesempatan untuk mencuri. Dengan kata lain,
kepeduliannya tak terintegritas. Dan setiap tindakan non-integrity pasti berakibat kebinasaan. Itulah hukum
yang ditetapkan oleh Tuhan. Murid Tuhan Yesus pun sanggup berbuat demikian di belakang-Nya karena
berpikir Ia tak mengetahuinya. Yudas sempat berbicara dengan sangat simpatik, “Mengapa minyak
narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yoh 12:5).
Tetapi, motivasinya sangat jahat.
Ketiga, anak kecil memiliki perasaan kebergantungan (dependent) yang sangat besar. Dengan kata lain, anak
kecil sangat helpless (butuh pertolongan, bimbingan, pembinaan, perlindungan dan pemeliharaan). Anak kecil yang
mendapat pemeliharaan dan perlindungan akan merasa bergantung mutlak pada orangtuanya. Ia akan
bertumbuh dengan confidence yang sangat kuat, keberanian dan ketegasan. Banyak pula anak kecil yang
tumbuh dalam kondisi terbuang hingga menjadi anak yang minder, cari perhatian, selalu ketakutan serta
mudah dipengaruhi bahkan dirusak. Sedangkan orang dewasa makin menyombongkan diri hingga merasa
tak membutuhkan Tuhan karena merasa diri mampu. Itulah titik pembentukan fatigue. Dengan kata lain,
titik puncak kemampuan sekaligus merupakan titik kehancuran. Ia telah melupakan bahwa dirinya terbatas
dan kehilangan jiwa kebergantungan. Padahal sebenarnya ia butuh bergantung pada kekuatan yang lebih
besar dan tak terbatas yaitu Tuhan sendiri. Makin modern, dunia merasa semakin independent.
131
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Jiwa independence para murid sangat besar. Hingga setelah Tuhan Yesus mati dan bangkit kembali, Petrus
masih sanggup mengajak murid lain untuk kembali menjadi nelayan (Yoh 21). Dan tak seorang pun protes
atau mengingatkannya. Padahal Tuhan telah membina mereka sebagai penjala manusia. Mereka merasa
hopeless (tak berpengharapan) dan desparate (putus asa). Walaupun telah berusaha semalaman, mereka tetap
tak mendapat seekor ikan pun. Keesokan paginya, Tuhan mendatangi mereka dan bertanya, “Hai anakanak, adakah kamu mempunyai lauk pauk?” (Yoh 21:5). Lalu Ia berkata, “Tebarkanlah jalamu di sebelah
kanan perahu, maka akan kamu peroleh” (Yoh 21:6). Akhirnya, mereka memperoleh 153 ekor ikan. Setelah
itu, Tuhan mengajak mereka makan bersama karena Ia telah menyediakannya. Dengan demikian, Ia hendak
menunjukkan bahwa manusia sebenarnya tak mampu berbuat apapun. Saat makan, tak seorang pun berani
bertanya kepada-Nya.
Sesudah sarapan, Tuhan bertanya pada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”
(Yoh 21). Pertanyaan ini merupakan resolusi kerohanian orang Kristen. Jawab Petrus, “Benar Tuhan, Engkau
tahu, bahwa Aku mengasihi Engkau.” Lalu Tuhan berkata, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Ia
mempertanyakan hal ini sampai tiga kali untuk menyadarkan Petrus akan cintanya kepada Tuhan. Setelah
Ia bertanya untuk ketiga kalinya, Petrus menangis karena baru menyadari bahwa ia kurang mengasihi
Tuhan. Memang Petrus ikut Tuhan dan melakukan banyak hal bagi-Nya tapi ia masih sangat cinta diri.
Setelah ditanya oleh Tuhan, barulah ia mencintai-Nya dengan sungguh. Seseorang yang mencintai Tuhan
tentu akan melakukan yang terbaik bagi-Nya. Kadangkala, manusia membiarkan dirinya dan orang lain
merenggut cinta Tuhan. Ketika Ia bertanya untuk ketiga kalinya, Petrus hanya sanggup menjawab, “Tuhan,
Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau” (Yoh 21:17).
Amin!
132
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Ma
as
sa
ad
da
an
nh
ha
arra
ap
pa
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 14:1-3
1
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada–Ku.
2
Di rumah Bapa–Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya
kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.
3
Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan
datang kembali dan membawa kamu ke tempat–Ku, supaya di tempat di mana Aku berada,
kamupun berada.
Kali ini akan dibahas pernyataan Tuhan Yesus sekaligus janji pengharapan Allah akan kehidupan kekal
setelah menggumulkan Yoh 13:31 hingga Yoh 16 sebagai the exclusive teaching of Christ yang diajarkan-Nya
hanya pada sebelas murid sejati. Sesudah Yudas pergi, barulah Ia memberi pengajaran inti tentang iman
Kristen secara mendalam hingga tak mungkin diterima, dinikmati, dirasakan dan dilakukan oleh murid palsu
yang bertindak seolah-olah seperti anak Tuhan sejati (the true Christian).
Yudas kelihatannya juga termasuk sebagai murid Tuhan Yesus yang senantiasa mengikuti-Nya dan bergaul
cukup dekat dengan-Nya hingga mendapat kuasa mengusir Setan, membawa orang lain kepada Tuhan serta
diutus berdua-dua untuk memberitakan kebenaran Injil. Dari segi karakter, mungkin Yakobus tampak lebih
buruk daripada Yudas yang sangat lembut dan empati. Luk 9:54 mencatat, “Ketika dua murid-Nya, yaitu
Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami
menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Bahkan ia disebut sebagai anak guruh yang
selalu menginginkan murka Tuhan tiba. Sebaliknya, Yoh 12:4-5 mencatat, “Tetapi Yudas Iskariot, seorang
dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak
dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Pernyataan tersebut terkesan
sangat rohani dan pengertian akan kesusahan dan penderitaan orang lain. Tak ada yang menyadari bahwa
ialah penjahat sekaligus pengkhianat paling berbahaya karena di antara para murid, ia tampak memiliki
keunikan hingga dipercaya sebagai bendahara. Yoh 12:6 mencatat, “Hal itu dikatakannya bukan karena ia
memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering
mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.”
Orang Kristen perlu menggumulkan bagaimana membedakan keaslian dan kepalsuan secara tepat di
tengah semua gejala. Terkadang memang sulit untuk menetapkannya dalam sesaat. Ketika segalanya
berjalan lancar dan enak, orang beriman tak dapat dibedakan dengan yang tak beriman. Tetapi, ketika
tantangan, kesulitan, penyakit, masalah dan godaan dunia mulai ada maka timbullah dua macam reaksi
antara anak Tuhan sejati dan palsu. Iman sejati pasti menimbulkan reaksi yang tepat seperti Firman Allah
dalam Alkitab.
Situasi, tantangan, filsafat, cara dan pandangan hidup 100 tahun lalu maupun yang akan datang, berbeda
dengan sekarang. Di jaman ini, semua orang hidup sesuka hati dan takkan ada yang peduli. Sedangkan dulu,
133
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kontrol sosial sangat ketat serta tuntutan kesucian lebih tegas dan nyata hingga setiap orang berusaha
hidup benar. Dunia memang tak pernah menjanjikan kebaikan melainkan ketakutan karena membuat
manusia makin dekat dengan Neraka. Dunia juga menekan orang Kristen untuk terus hidup dalam dosa
hingga addicted (kecanduan). Setelah mendapat kepuasan, ia menuntut porsi lebih besar lagi hingga akhirnya
makin terjerumus ke dalam kerusakan hidup. Maka ketika para murid mengetahui bahwa Tuhan hendak
pergi, mereka berkata, “Tuhan, ke manakah Engkau pergi? Mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau
sekarang?” (Yoh 13:36-37). Tetapi, justru Ia mengajarkan prinsip yang indah lahirkannya. Maka setiap orang
Kristen harus dengan serius menggumulkan kehendak Tuhan walaupun seringkali menjadi victim (korban)
dari seluruh kejahatan dunia karena terkenal penuh cintakasih dan takkan membalas kejahatan. Paulus
mengatakan, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi
berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan
menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Roma 12:19). Orang dunia tak mengerti konsep ini.
Ketika memahami hakekat sejarah sesungguhnya, adalah wajar jikalau manusia merasa gentar. Kalau
sebaliknya, sikap itu merupakan ignorance dan kebebalan. Tapi, ketakutan justru memicu Yudas untuk
berbuat brutal karena berjalan menurut strategi pemikirannya sendiri lalu memakai cara dunia untuk
menyelesaikannya. Ketika tak mampu menghadapi kesulitan terlalu besar maka jalan terakhir ialah bunuh
diri. Lalu bagaimana Kekristenan memandang hal ini?
Pertama, Tuhan Yesus mengajarkan, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga
kepadaKu” (Yoh 14:1). Perjalanan waktu mengharuskan manusia untuk kembali menghubungkan hidupnya
dengan Allah sebagai Oknum yang tepat. Jikalau kepercayaan diarahkan pada dirinya ataupun figur fiktif
maka iman itu hanyalah bayangan kosong. Banyak orang berpikir telah memiliki iman. Tapi, seringkali
mereka mengatur dirinya sendiri dan tak membiarkan Tuhan melakukannya. Dengan kata lain, Tuhan
hanyalah ilusi proyeksi (gambaran dalam pikirannya yang diproyeksikan). Jikalau pimpinan Tuhan menyusahkan
hidupnya maka ia meninggalkan-Nya dan mencari ‘allah’ lain. Dengan demikian, ‘allah’ menjadi tempat
pelarian untuk mencari apa yang cocok dengan keinginannya. Hanya the true faith (iman sejati) yang mampu
membuat manusia hidup secara riil dalam momen.
Dalam perjalanannya, Gereja Reformed Injili Surabaya mengalami banyak kesulitan. Ketika telah mencapai
150 jemaat, Gereja ini pernah tiba-tiba merosot hingga tinggal 20 orang. Sebagian besar orang mungkin
berpendapat bahwa sebaiknya Gereja ini ditutup. Demikian pula dengan Persekutuan dan Pembinaan
Pemuda GRII-Andhika. Mulai dari 5-10 orang berdoa hingga mengembang jadi 80 lebih orang kemudian
terkena fitnah dan merosot tinggal 12 orang. Saat itulah iman sedang diuji. Sejauh orang Kristen percaya
kepada Allah, mereka memulainya bukan dengan ambisi manusia melainkan pimpinan Tuhan yang sejati
dan terbaik. Memang sulit mencari orang yang bersedia melayani. Tapi demi pekerjaan-Nya, Ia pasti
mengirim orang.
Kedua, Yoh 14:2 mengatakan, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku
mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” Perjalanan iman
Kristen tak berhenti pada momen tertentu yang statis melainkan justru satu momen secara dinamis
menuntun ke momen berikut dan seterusnya di mana semua itu mengarah pada the final moment atau
tujuan terakhir seluruh kehidupan. Westminster Shorter Catechism mengatakan bahwa tugas, pelayanan
dan hidup orang Kristen barulah mendapat makna tertinggi ketika ia memuliakan dan menikmati anugerah
Allah seumur hidup. Kata ‘menikmati’ langsung ditangkap oleh orang dunia dengan semangat sekuler
hingga menjadi kedagingan yang merusak. Kenikmatan seperti itu takkan pernah memuaskan. Puncak
134
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kenikmatan sejati ialah diperbolehkannya orang Kristen tinggal bersama dengan Kristus. Orang tak
berpengharapan malah menikmati dunia berdosa sehingga masa depannya makin gelap. Ketika orang lain
memperingatkan dan mencoba membimbing di jalan kebenaran Firman, ia tetap tak mau mendengarnya.
Kalau Tuhan tak beranugerah maka ia pasti binasa.
Kehidupan Paulus sebelum dan sesudah bertobat sangat berbeda. Sebelum bertobat, ia sangat menikmati
kekuasaan dan kejayaan duniawinya. Setelah bertobat, nama ‘Saulus, si besar’ langsung diganti dengan
‘Paulus, si kecil’. Bahkan, ketika dipenjarakan pun, ia masih sanggup bernyanyi. Orang di luar Kristus akan
merasa sangat bingung ketika melihatnya. Inilah the exclusive teaching. Walaupun ada keinginan, orang
yang bukan anak Tuhan takkan mampu menikmatinya, kecuali bertobat dengan sungguh, minta ampun
kepada Tuhan lalu biarkan Ia sebagai Juruselamat masuk ke dalam hati dan mengusahakan perubahan.
Banyak khotbah memperkenalkan Jesus as a Man of Sorrow (Yesus sebagai Manusia yang menggambarkan
penderitaan). Alkitab memang tak pernah mencatat tentang Tuhan Yesus sedang tertawa terbahak-bahak.
Tapi, Ia tak kehilangan sukacita. Yoh 15:10-11 mengatakan, “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan
tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya
itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.“ Manusia
seringkali mengidentifikasikan sukacita dengan tertawa. Padahal yang ditertawakan seringkali justru hal
buruk dan negatif seperti kejelekan dan kebusukan orang lain.
Kenikmatan Kristen tergantung pada jaminan pengharapan Tuhan bahwa perjalanan hidupnya takkan siasia melainkan Kristus pasti membawanya serta ke dalam kemuliaan. Ironisnya, manusia seringkali
mengalami the lost of hope (kehilangan pengharapan di masa depan). Dengan kata lain, ia telah gagal mengaitkan
antara moment dan masa depan. Maka hidupnya hanya di masa kini. Di era postmodern, orang Kristen
justru ditarik ke arah konsep tersebut. Namun Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen memiliki masa kini
dan juga masa depan yang tak dimiliki oleh orang dunia karena mereka takut memikirkannya. Maka cara
terbaik adalah forget about tomorrow. Itulah filsafat Hedonisme.
Ketiga, Yoh 14:3 menyatakan, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu,
Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat Aku berada, kamupun
berada. “ Inilah the final point (titik terakhir) dari seluruh perjalanan pelayanan Kristus. Istilah ‘menyediakan
tempat’ hanyalah figurasi dan bukan berarti kavling karena tubuh kemuliaan tak dapat dibatasi oleh ruang
dan waktu melainkan beyond (melampaui) space and time. Adapula yang berpikir bahwa di Sorga, semuanya
terbuat dari emas murni. Orang semacam ini hanya memikirkan keinginannya di dunia lalu diproyeksikan ke
Surga. Tuhan Yesuspun merasa gentar ketika harus mengalami kematian sejati. Saat itu, Allah Bapa
meninggalkan-Nya. Maka Ia berteriak dari salib, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” (Mat 27:46). Ketika menggumulkannya, semua penafsir mengatakan bahwa inilah penderitaan yang tak seorang pun mampu
mengerti artinya “Allah dipisahkan dari Allah.” Ketika manusia hidup terpisah dari Allah, itulah kecelakaan
terbesar.
Hidup Kristen adalah accomplishing (menggenapkan) proses menuju ke final point. Setiap orang berada dalam
satu segmen waktu, mulai dari titik alfa yaitu kelahiran hingga titik omega yaitu kematian. Setiap orang juga
tak berhak menentukan apapun pada diri orang lain karena Tuhan telah memberikan hak untuk memilih
antara taat dan melawan lalu orang itu harus mempertanggungjawabkan pilihannya dan menanggung
resikonya. Semakin tua seseorang, makin pendek waktunya. Maka Pemazmur mengatakan, “Ajarlah kami
menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mzm 90:12).
Amin!
135
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
eh
hiilla
an
ng
ga
an
n ttiin
njja
au
ua
an
n rro
oh
ha
an
nii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 14:4-14
4
Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ."
5
Kata Tomas kepada–Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana
kami tahu jalan ke situ?"
6
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun
yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
7
Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa–Ku. Sekarang ini kamu
mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia."
8
Kata Filipus kepada–Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup
bagi kami."
9
Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama–sama kamu, Filipus, namun
engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;
bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.
10
Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang
Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri–Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di
dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan–Nya.
11
Percayalah kepada–Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak–
tidaknya, percayalah karena pekerjaan–pekerjaan itu sendiri.
12
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada–Ku, ia akan
melakukan juga pekerjaan–pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan–pekerjaan
yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;
13
dan apa juga yang kamu minta dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa
dipermuliakan di dalam Anak.
14
Jika kamu meminta sesuatu kepada–Ku dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya."
merupakan bagian yang lebih exclusive daripada ayat sebelumnya. Kekristenan saat ini perlu
kembali pada originality (keaslian) dan keunikan yang seharusnya tak boleh tercemar dan dikompromikan.
Maka Yoh 14 mengoreksi, mengintrospeksi dan mendidik jemaat untuk kembali pada essensi iman Kristen.
Ketika Petrus mempergunjingkan nasib para murid setelah kepergian-Nya maka Tuhan Yesus memberi
assurance (keyakinan) yang sangat solid dan kokoh. Ayat jaminan tersebut yang menjadi inti Injil yaitu
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku” (Yoh 14:6). Perspektifnya (sudut pandang) perlu dimengerti bahwa ayat tersebut tak dapat
diterima oleh dan untuk semua orang. Maka konsep universalisme yang mengatakan bahwa Teologi Kristen
mengajarkan semua orang diselamatkan itu sangat nonsense karena Tuhan Yesus mendoakan hanya
mereka yang berhak mendapatkan janji-Nya, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa,
tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu” (Yoh 17:9).
Yoh 14:4-14
136
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Penekanan Yoh 14 adalah the way (jalan). Tuhan Yesus memulai dengan menjawab kesulitan Petrus, “Dan
apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan
membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:3).
Kekristenan sebenarnya berada dalam proses tarikan antara kekinian dan kekekalan atau masa mendatang
yang menjamin pengharapan kehidupan dalam diri Kristus. Selain itu, Ia juga mengatakan, “Dan ke mana
Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ” (Yoh 14:4).
Tapi, kalimat tersebut justru mendapat reaksi aneh. Tomas adalah orang yang sangat terbuka dan sincere.
Ketika tak memahami sesuatu, ia pasti mengatakannya saat itu juga tanpa mempedulikan pendapat orang
lain tentang dirinya karena ia hanya membutuhkan penjelasan tuntas. Ialah orang empiris murni. Untuk
membuatnya percaya, segala sesuatu harus clear (terbukti) melalui proses ujicoba secara inderawi. Setelah
itu, ia tak membutuhkan rasa percaya lagi. Maka ia langsung bertanya, “Tuhan, kami tidak tahu ke mana
Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” (Yoh 14:5). Pertanyaan tersebut logis namun
pandangannya sangat duniawi dan materialistis. Inilah kelemahan empirisme. Sebagai anak Tuhan,
empirisme mutlak harus dihancurkan. Orang empiris sulit mengerti adanya jalan yang bukan seperti rute
Yerusalem-Damaskus ataupun tempat yang bukan tempat serta penglihatan yang tak dapat dilihat.
Bahayanya, mereka yang berpendidikan akademis selalu empiris. Sebenarnya, orang semacam itu takkan
mampu mempercayai karena tak ada yang dipercaya. Maka seumur hidup, ia takkan pernah beriman
melainkan humanis murni yang percaya hanya pada diri sendiri. Padahal ia hidup dalam penipuan yang
sangat mengerikan karena sebenarnya 90 % kepercayaan di dunia tak pernah terbukti. Belajar di sekolah
pun memakai kepercayaan. Buktinya, tanpa pengertian iman yang benar, disesatkan pun ia tak
menyadarinya. Jikalau selalu menuntut bukti, ia takkan pernah belajar karena skeptical (ragu-ragu) terhadap
kemampuan sekolah dan guru. Bahkan mungkin ia meragukan kualitas buku dan hasil research sekalipun.
Akibatnya, ia sulit diajar iman Kristen untuk menerobos jebakan empirisme.
Semua orang bertujuan untuk hidup bahagia di Surga walaupun belum mengerti kondisinya. Mengenai
caranya, setiap agama memberi option (pilihan) yang sangat banyak. Namun tak seorang pun mengerti how
to reach the way (bagaimana mencapai jalan itu). Walaupun memiliki tujuan yang tepat, tapi jikalau cara untuk
mencapainya salah maka manusia takkan pernah sampai ke sana.
Pertanyaan Tomas dalam Yoh 14:4 sangat tepat, tulus dan jujur sesuai dengan pergumulannya. Maka ia layak
mendapat point. Sedangkan murid lain yang juga tak tahu, hanya berdiam diri. Tetapi, kejujuran tersebut
menunjukkan bahwa selama 3,5 tahun mengikut Kristus, mereka belum mengerti essensi iman Kristen
sejati. Padahal itulah saat terakhir sebelum Tuhan Yesus naik ke Golgota. Hingga ketika Kristus bangkit pun,
ia tetap tak mampu beriman bahwa Yesuslah satu-satunya kehidupan di mana ia dapat mempercayakan
dirinya. Yoh 20:25 mencatat, “Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada
tanganNya dan sebelum aku mencucukan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke
dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Berarti, ia hanya mau menikmati ajaran, kuasa
dan berkat Yesus tanpa harus terpengaruh. Ia sebenarnya tak mempercayai kebangkitan Kristus melainkan
hanya dirinya sendiri.
Berdasarkan struktur kalimat dalam bahasa Yunani, Yoh 14:6 diterjemahkan, “I am the way to the Father
through the truth and the life.” Dengan kata lain, jalan yang adalah Yesus, berisi kebenaran dan hidup. Lalu
Yoh 14:7 mengatakan, “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku.” Tomas makin
kebingungan dan demikian pula Filipus. Mereka sungguh tak mengerti caranya pergi kepada Bapa. Maka
Yoh 14:8 mencatat, “Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup
bagi kami.” Tuhan Yesus menjawab, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” Ia berusaha
menjelaskan namun para murid-Nya justru makin bingung karena berpikir secara duniawi.
137
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketika manusia yang berpikiran konvensional duniawi mulai diajak masuk ke dalam essensi pengajaran
Kristen, ia pasti kebingungan dan sulit disadarkan. Demikian juga dengan Nikodemus. Ketika Yesus
mengajarkan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat
melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3), ia malah bertanya, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia
sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” (Yoh 3:4). Contoh
konkret, tradisi Tionghoa yaitu Confusianism, terutama konsep perkabungan. Ketika salah seorang anggota
keluarga meninggal maka yang masih hidup harus membakar uang baginya agar tak jatuh miskin di akhirat.
Lalu dibuatkan rumah dengan bahan kertas kemudian dibakar. Tradisi semacam itu sebenarnya hanya
sekedar cetusan keinginan keluarga yang ditinggalkan. Mereka mencoba memproyeksi kondisi orang yang
meninggal namun gagal menerobos hingga akhirnya menganggap di Surga sama seperti di dunia. Ketika
orang Kristen mencoba menjelaskan, mereka malah marah. Tao, Lao Tze dan Confusius juga sangat serius
menggumulkan serta mengerti pentingnya the way namun gagal menemukan jalan sejati. Lalu ketika
merasa telah mendapatkannya, jalan itu mereka pegang walaupun sebenarnya salah dan menyesatkan.
Akibatnya, mereka tak pernah sanggup menerima yang sejati karena telah terjebak oleh jalan duniawi. Apa
yang Kristus ajarkan tentang jalan?
Pertama, Kristus mengatakan, “You know the way to the Father.” Kalimat ini menghancurkan konsep jalan
yang salah di tengah dunia. Jalan tersebut melampaui satu dimensi dari yang dipercaya oleh dunia karena
bersifat rohani. Ketika manusia memiliki konsep agama maka yang pertama kali perlu ditegaskan yaitu
orientasi religius, antara lain tujuan, jalan dan pengharapan. Ketika orang beragama kehilangan orientasi
tersebut, sebenarnya ia sedang mematikan kerohaniannya. Kristus mengetahui bahwa di tengah kehidupan
Yahudi, jebakan Taurat telah mencengkeram hingga menimbulkan disorientasi religius. Sebagai orang
Yahudi, yang dipentingkan hanyalah memelihara hari Sabat serta mentaati seluruh perintah Taurat yang
terdiri dari 300 lebih ‘jangan’ dan 200 lebih ‘harus’. Tuhan mengatakan bahwa seluruh perintah itu hanya
berlaku di dunia. Maka mereka hanya sekedar pengikut Taurat namun belum rohani karena orientasi
religius seharusnya mengarahkan tujuan, mengetahui jalan yang melampaui semua orientasi duniawi lalu
menerobos ke Surga. Sedangkan mereka yang tak menjalankan peraturan, jelas bukan Kristen meskipun
mungkin memakai label Kristen seperti di Eropa. Tapi, mereka bersedia pergi ke Gereja hanya pada saat
marriage dan meninggal. Dengan demikian, orientasi religius mereka telah mengalami totally destructed.
Tuhan meminta Tomas, Filipus dan sembilan murid lainnya untuk mulai memperhatikan dengan sungguh
pemikiran mereka selama ini. Ironisnya, konsep mereka mudah rusak. Buktinya, setelah Tuhan Yesus pergi,
sebagian orang berhenti memikirkan Kekristenan. Petrus berpikir bahwa segmen hidupnya telah selesai.
Maka ia kembali menjadi nelayan. Dengan kata lain, orientasinya totally kembali pada hal duniawi.
Sebenarnya, mereka belum berubah menjadi religius selama ikut Kristus.
Kedua, Kristus tak mungkin menyatakan Diri-Nya sebagai jalan, kebenaran dan hidup kecuali ada bukti yang
tak dapat dilawan. Jalan yang tepat harus memenuhi dua kriteria:
1.
2.
menyatakan kebenaran,
memberi kehidupan. Di tengah dunia, banyak hal membawa manusia pada kebinasaan, termasuk
yang menjanjikan jalan. Setan pun sanggup mengabulkan segala permintaan manusia. Lalu secara duniawi
mungkin orang akan berpikir bahwa Tuhan lebih jahat dan kikir daripada Setan. Mazmur 73 menggambarkan
bahwa mereka yang mengikut Tuhan akan mengalami banyak kesulitan dan kesengsaraan, sedangkan
pengikut Setan kelihatannya sangat sukses dan enak hingga menyombongkan diri. Setan menawarkan lebih
banyak hal duniawi daripada yang Tuhan mau berikan. Tapi, ketika ia memberikan segalanya maka pada
saat itu manusia telah kehilangan the main and most costly thing (hal yang terutama dan termahal) yaitu
hidupnya karena diambil oleh Setan. Ketika dipancing dengan uang dan segala kenikmatan duniawi, orang
Kristen seharusnya berhati-hati karena semua akan berakhir dengan kebinasaan tanpa ada option lain.
138
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Itulah cara kerja Setan. Luk. 4:1-13 mencatat bahwa Setan menawarkan segala kuasa dan kemuliaan kepada
Tuhan Yesus dengan syarat Ia harus bersedia menyembahnya.
Jalan sejati harus membawa manusia pada truth yang mengandung dua unsur utama yaitu keadilan dan
etika. Kebenaran tak boleh tidak bermoral tinggi karena logically keduanya kontradiksi. Jalan sejati telah
Tuhan buktikan dan jalankan serta bukan sekedar teori. Reformed Teology berupaya keras untuk kembali ke
jalan tersebut karena dunia mudah terjebak dan tertipu, terutama oleh slogan ‘peluang bisnis’ yang sangat
diminati banyak orang termasuk Kekristenan. Namun setiap orang yang hidupnya tak terpaut mutlak
dengan Kristus, ia tak mungkin beriman Kristen dan keagamaannya palsu.
Amin!
139
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
F
Fo
ok
ku
us
sh
hiid
du
up
p
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
5
Yohanes 14:5-7
Kata Tomas kepada–Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana
kami tahu jalan ke situ?"
6
Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun
yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
7
Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa–Ku. Sekarang ini kamu
mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia."
Yesus memulai the exclusive teaching dengan mengatakan, “Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan
tempat bagimu. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ” (Yoh 14:2 & 4). Kalimat ini sangat
membingungkan para murid. Maka Tomas bertanya, “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi
bagaimana kami tahu jalan ke situ?” (Yoh 14:5). Baginya, jalan dan tempat itu real (nyata). Dengan kata lain,
mereka mencoba memahaminya dengan konsep yang sangat dangkal. Mereka tak bersedia menyesuaikan
diri dengan pemikiran Tuhan Yesus tapi justru memaksa-Nya supaya berbicara sesuai konsep mereka. Lalu
Kristus dengan tegas menyatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Filipus langsung berespon, “Tuhan, tunjukkanlah
Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (Yoh 14:8). Jawab Yesus, “Telah sekian lama Aku
bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?” (Yoh 14:9). Betapa sulit bagi manusia
untuk mengerti kebenaran Tuhan karena ia berpikir hanya menurut keinginannya serta memakai cara,
indra dan pengalamannya hingga tak bersedia mengerti kehendak Tuhan.
Manusia seringkali bingung dengan agama dan kepercayaannya. Dulu, masih banyak yang mengerti bahwa
iman keluar dari diri dan kembali pada sesuatu di luar dirinya. Sejak humanisme berkembang dan semangat
empiris yang menghendaki segalanya mesti diinderakan mulai muncul, konsep iman bergeser kembali ke
dalam diri. Orang empiris seperti Tomas takkan pernah percaya kecuali sudah mengalaminya sendiri.
Padahal setelah terbukti, tak ada lagi yang perlu dipercaya. Itu bukan iman. Pada hakekatnya, orang yang
mengatakan ‘saya percaya’ sebenarnya percaya hanya pada diri dan miliknya sendiri. Contohnya, Tomas
mengatakan, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke
dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan
percaya” (Yoh 20:25). Banyak orang menjerumuskan hidupnya dan tak pernah sadar bahwa dirinya berada
dalam kebodohan. Iman sejati justru disingkirkan dan dibuang lalu diganti dengan kepercayaan diri yang
terlalu besar. Maka Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”
(Yoh 20:29). Dengan demikian, untuk mengetahui target dan tujuan terakhir iman, manusia harus melakukan
reorientasi jalan yang ultimate (tertinggi) yaitu kembali kepada Allah Bapa di Surga.
Ketika manusia berpikir menurut caranya maka 100 orang memiliki 100 pikiran dan keinginan berbeda
dimana setiap orang merasa yang paling benar. Padahal, tak mungkin semuanya benar. Maka terjadilah
140
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kerancuan pemikiran yang mengharuskannya untuk mencari kebenaran dan hidup sejati. Inilah yang terjadi
di era globalisasi. Dalam iman, the true way (jalan sejati) adalah kembalinya orientasi hidup manusia hanya
kepada Kristus. Dengan kata lain, jalan sejati terlepas dari manusia yang pasti bukanlah kebenaran mutlak
karena tak pernah hidup secara murni dan sempurna melainkan seringkali berbuat kesalahan meskipun
sebelumnya ia menganggap diri yang paling benar. Fakta ini menunjukkan kerapuhan dan keterbatasan
manusia.
Setelah mengerti the true way and the only target, hal terpenting yang harus digumulkan adalah proses
hidup menuju fokus sehingga seluruh misi kehidupan tak sia-sia. Sebenarnya, manusia seringkali membuat
planning duniawi dengan prinsip pertama yaitu set the goal (tetapkan tujuan). Setelah itu, barulah menata
rencana kerja step by step (langkah demi langkah) dan strateginya dengan menggunakan berbagai sarana dan
metode canggih. Tapi, ketika hendak menetapkan tujuan hidup, ternyata sulit sekali untuk
merencanakannya karena terjepit kondisi relatif yang tak mampu diatasi. Berulangkali, perjuangan
hidupnya mengalami kegagalan meskipun sasaran sudah diganti. Akhirnya, ia berkesimpulan bahwa
hidupnya tak boleh terfokus. Bahkan orang dunia mengajarkan bahwa tujuan hidup tak boleh hanya satu
tapi harus ada cadangannya. Namun banyak pilihan justru membuatnya kebingungan hingga akhirnya tak
ada yang tercapai. Maka mereka yang masuk ke sekolah Teologi seharusnya dengan jelas mengetahui
tujuan panggilan Tuhan agar seluruh misi terfokus di bawah pimpinan-Nya. Setiap orang pasti mendapat
bagian yang harus dikerjakan dengan sungguh sehingga tercapailah keutuhan yang Tuhan kehendaki. Di
tengah orang dunia yang tak pernah mengerti tujuan hidupnya, anak Tuhan dimungkinkan untuk
mengetahuinya dengan jelas. Dan fokus tersebut takkan pernah bergeser karena kehendak Tuhan bersifat
mutlak. Betapa indahnya hidup yang dikendalikan oleh Tuhan dan bukan diri sendiri apalagi orang lain.
Orang Kristen seharusnya hidup untuk menjalankan perintah Bapa sehingga segala pekerjaan tak sia-sia
melainkan jadi sangat bermakna. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa dirinya selalu 25 tahun
lebih lambat daripada orang lain. Tapi, ketika beliau mulai melangkah, pimpinan Tuhan jelas adanya.
Namun Tuhan tak pernah memaksa manusia, baik di dunia Teologi maupun di semua bidang kehidupan.
Yang dibutuhkan adalah komitmen dan kesungguhan untuk kembali kepada kehendak Tuhan.
Ketika mulai mengerti tentang jalan dan arah, momen tersebut tak terjadi secara otomatis. Tuhanlah yang
menarik setiap anak-Nya dan mengarahkannya kembali pada jalan kebenaran. Tetapi, Ia juga menghendaki
orang Kristen secara aktif bergumul dekat dan mempelajari Firman serta mengerjakannya dengan
kesungguhan hati setiap hari. Seringkali manusia dengan serius mengejar hal duniawi tapi meremehkan
pergumulan iman Kristen. Padahal belajar iman Kristen seminggu sekali di kebaktian saja tak cukup.
Mengerti fokus bukan hanya sekedar spekulasi dan tak tergantung pada IQ yang tajam dan hebat melainkan
karena kedekatan dengan Tuhan.
Petrus termasuk tokoh utama dengan posisi sebagai kepala di antara semua murid Tuhan Yesus.
Berulangkali ia menyatakan diri sebagai juru bicara yang sangat significant. Ia selalu berada di posisi
terdekat dengan Kristus (inner circle). Tapi, justru sebagai leader (pemimpin), ketika Kristus sedang diadili, ia
malah menyangkal-Nya. Setelah kebangkitan Tuhan, ia mengeluarkan kalimat yang sangat duniawi.
Setibanya di tepi danau Tiberias, ia mengatakan pada semua murid, “Aku pergi menangkap ikan” (Yoh 21:3).
Mereka yang telah dibina oleh Tuhan Yesus selama 3,5 tahun dan diharapkan dapat dipakai untuk
menjalankan misi-Nya, malah diajak kembali menangkap ikan oleh Petrus. Padahal Ia telah menarik mereka
dari pekerjaan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia. Yoh 21:3 mencatat, “Mereka berangkat lalu
naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.” Ketika hari mulai siang, Tuhan Yesus
141
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
datang dan berkata, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk pauk?” Jawab mereka: “Tidak ada.”
Maka kata Yesus kepada mereka: “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh”
(Yoh 21:5-6). Yoh 21:11 mencatat bahwa mereka berhasil menangkap 153 ekor ikan. Lalu mereka sarapan
bersama. Setelah itu, Tuhan bertanya pada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku
lebih dari pada mereka ini? Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh 21:15).
Iman Kristen sebagai fokus hidup tak dimulai dengan aktivitas dan segala macam kesibukan melainkan
kedekatan serta cinta manusia kepada Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen hidup secara kamuflase
(menipu diri dengan memakai topeng). Kelihatannya setiap Minggu rajin ke Gereja dan bertingkah seolah-olah
saleh tapi hidupnya sangat duniawi serta sulit diajar untuk mengerti kebenaran. Mereka lebih rela
menjalankan sesuatu yang akhirnya membinasakan dan merusak hidup. Padahal ada satu jalan kepada
Bapa di Surga dalam Kristus.
Orang dunia seringkali hesitate (enggan) ketika diajar untuk cinta Tuhan. Mereka malah memilih yang lebih
rendah dan tak berarti. Maka mereka memerlukan perubahan hidup sejati. Setiap orang yang Tuhan beri
anugerah, akan mampu mengerti perjuangan hidup sejati. Berbahagialah orang tersebut. Dengan demikian,
orang Kristen seharusnya sangat bersyukur karena Tuhan menganugerahkan kemungkinan untuk mengerti
dan bergumul dalam kebenaran yang tak diberikan pada semua orang. Banyak orang sungguh
menginginkannya tapi tak pernah mendapat kesempatan. Maka ketika Tuhan memberi kemungkinan
anugerah, janganlah disia-siakan melainkan harus diperjuangkan dengan penuh semangat hingga titik akhir
kehidupan. Orang Kristen seharusnya berjalan menuju fokus yang jelas. Setelah matipun, ia akan tetap
menuju ke fokus yang sama. Sedangkan orang dunia setelah mati akan langsung ke Neraka dan tak punya
pilihan lain. The ultimate point hanya ada dua yaitu kembali kepada Bapa sebagai kebenaran sejati atau
menolak-Nya. Dan setiap kali manusia beroleh anugerah, Tuhan menghendakinya bertanggungjawab.
Amin!
142
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Krriitte
erriia
ad
da
assa
arr p
pe
en
ng
ge
etta
ah
hu
ua
an
na
ad
da
alla
ah
h
tta
ak
ku
utt a
ak
ka
an
nT
Tu
uh
ha
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
8
Yohanes 14:8-14
Kata Filipus kepada–Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup
bagi kami."
9
Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama–sama kamu, Filipus, namun
engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;
bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.
10
Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang
Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri–Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di
dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan–Nya.
11
Percayalah kepada–Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak–
tidaknya, percayalah karena pekerjaan–pekerjaan itu sendiri.
12
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada–Ku, ia akan
melakukan juga pekerjaan–pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan–pekerjaan
yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;
13
dan apa juga yang kamu minta dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa
dipermuliakan di dalam Anak.
14
Jika kamu meminta sesuatu kepada–Ku dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya."
Ketika mengetahui prinsip pelayanan dan management Kristen, orang dunia menilainya sebagai yang
terbaik namun ia tak mampu menjalankan, kecuali bertobat terlebih dahulu. Jikalau orang tak bertobat
menyusup ke dalam pelayanan, ia pasti merusak segalanya. Memang, pelayanan Kristen seharusnya
dijalankan oleh para anak Tuhan sejati yang setia dan taat pada pimpinan Kristus, lalu porsi kerohanian
semestinya menjadi inti seluruh pekerjaan Tuhan di mana setiap jemaat harus dipertumbuhkan. Calvin
dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang berani merusak pelayanan harus dihukum. Jikalau Gereja
melibatkan atau membiarkan orang tak rohani mendapat hak terutama berpendapat dalam pelayanan,
tindakan itu akan menghancurkan Gereja. Yoh 13:31 hingga Yoh 16 merupakan pengajaran Kristus yang
sangat exclusive.
Jikalau murid palsu atau orang non-rohani mempelajari bagian tersebut yang mengajarkan essensi iman
Kristen terdalam maka:
1.
2.
ia tak mungkin mengerti secara tepat;
pasti terjadi ekses negatif dan kekacauan. Ia takkan mampu memahaminya tanpa Tuhan
beranugerah karena pengajaran tersebut mengandung inti yang tinggi, agung, mulia, kudus dan benar
143
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
hingga sangat berlawanan total dengan pemikiran dunia serta sifat manusia berdosa yang materialis, egois
dan humanis. Sebelumnya, tak ada konsep tentang kehidupan kekal.
Tuhan Yesus datang ke dunia dan melayani cukup lama. Para murid dan orang awam mendengar
pengajaran-Nya, antara lain etika, jiwa pelayanan, teladan hidup dan sebagainya. Selain itu, Ia melakukan
banyak mukjizat seperti menyembuhkan orang sakit. Tapi, hanya para murid sejati yang akhirnya
mengetahui bahwa kedatangan-Nya untuk menebus dosa lalu kembali ke rumah Bapa dan menyediakan
tempat, kemudian suatu saat kembali lagi ke dunia dan mengangkat umat pilihan-Nya ke sana. Tak semua
orang berhak menerima keselamatan kekal melainkan hanya bagi mereka yang percaya kepada Kristus
sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup. Ketika mendengarnya, orang berdosa pasti marah dan tak
suka, kecuali Tuhan telah menyentuh hati dan menyadarkannya.
Dalam Yoh 15, Tuhan mengajarkan mistical union (kesatuan mistis) yang sangat indah bersama-Nya. Ketika
mendengarnya, orang non-percaya langsung menggunakan konsep duniawi yaitu pantheisme karena
sebenarnya memang tak dapat bersatu dengan Kristus secara utuh. Ketika bersekutu dengan-Nya, Tuhan
menuntut orang Kristen sejati harus menghasilkan banyak buah rohani bagi orang lain.
mencatat, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan
melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar
daripada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan
melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.” Inilah doktrin providensia (pemeliharaan) Allah.
Ketika dengan taat menjalankan pekerjaan Bapa, orang Kristen tak perlu takut karena adanya jaminan
bahwa semua keperluan pasti Tuhan sediakan. Tetapi oleh orang dunia, pernyataan tersebut malah
dijadikan alat egoisme untuk memanipulasi Tuhan.
Yoh 14:12-13
Ketika mempelajari bagian yang sangat exclusive ini, biarlah Tuhan memakai dan merubah kehidupan orang
Kristen hingga menjadi anak Tuhan sejati. Dunia telah memproses manusia menuju kebinasaan. Sedangkan
anak Tuhan telah dibukakan kebenaran sejati. Dalam Yoh 14:8-14 terdapat perbandingan antara pemikiran
dunia dan Kekristenan. Ketika Kristus hendak membukakan kebenaran yang sangat sulit, diperlukan sikap
rohani. Tapi, para murid justru baru belajar dari konsep dunia masuk ke konsep anak Tuhan. Maka Filipus
yang pragmatis berkata, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (Yoh 14:8).
Tuhan Yesus menjawab, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak
mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa. Tidak percayakah engkau, bahwa
Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu
sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanNya.” (Yoh 14:9-10).
Beberapa commentary membahas pernyataan Filipus yang menunjukkan who a man is (siapa manusia itu
sesungguhnya). Mungkin, pernyataan tersebut juga muncul dalam diri banyak orang. Prinsip, filsafat dan cara
berpikir dunia telah merusak manusia sehingga ketika hendak mengajarkan kebenaran, Kristus mengalami
kesulitan. Filipus yang sangat empiris sebenarnya tak pernah mengerti Bapa sebagai Allah rohani. Demikian
pula Tomas dan mungkin semua murid. Kemungkinan, ia membayangkan Bapa sebagai orangtua berumur
sekitar 80 tahun karena Tuhan Yesus sendiri berusia 33 tahun. Konsep Tuhan dan para murid sangat
berlawanan namun mereka tetap bertahan bahkan mencoba mempengaruhi-Nya. Inilah jiwa keagamaan
palsu yaitu empirical religion (jiwa religiusitas yang bersifat empiris atau menuntut bukti).
Orang empiris tak pernah berpikir untuk kembali kepada Allah sejati karena tak bersedia menghancurkan
pemikirannya dan mulai mendengarkan Firman serta belajar mengerti kehendak-Nya. Maka orang yang
144
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
berperilaku religius belum tentu beragama sejati melainkan masuk ke dalam humanisme. Dengan kata lain,
hanya untuk memenuhi tuntutan keagamaan dalam dirinya. Tiap orang pasti memiliki sense of divinity
(perasaan keagamaan) yang memang Tuhan tanamkan. Tapi, dosa telah mencengkeramnya hingga sulit
dikembalikan pada konsep pengenalan Allah yang sejati. Sebaliknya, ia telah terjebak dalam format duniawi
hingga seluruh orientasinya bukan kepada Tuhan melainkan kembali ke diri sendiri.
Untuk memiliki kerohanian sejati, anak Tuhan selalu mengalami banyak kesulitan karena diperlukan adanya
pendobrakan konsep berpikir. Ini merupakan masalah besar karena adanya pemahaman yang sangat sulit
antara masuk ke nuansa rohani dan terjebaknya manusia dalam realita yang tak dapat ditangkap dengan
pengertian tepat. Ia mengalami kesulitan dalam memahami penafsiran realita dengan tepat. Itulah the
problem of knowledge (problematik pengetahuan).
menggambarkan orang rohani sejati diperbandingkan dengan orang berdosa yang merasa
rohani. Manusia mampu mengerti karena Allah menyatakannya dan bukan dengan pikirannya sendiri.
Namun Filipus dan para murid justru menolak pemikiran dan pengajaran-Nya. Akibatnya, pemikiran
terbuang sia-sia dan hati mereka mulai tertutup dan menjadi gelap. Mereka tak menyadari kebodohan diri.
Sebaliknya, mereka justru merasa penuh hikmat.
Roma 1:18-23
Dunia sebenarnya dipenuhi dengan kebodohan walaupun banyak orang berpendidikan dan bergelar tinggi,
kecuali mereka bersedia kembali kepada Tuhan. Ketika mendengar pernyataan ini, mereka pasti marah dan
tindakan tersebut membuktikan kebodohan. Dulu, kepandaian ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient).
Kemudian, ditentukan oleh EQ (Emotional Quotient). Ternyata, keduanya tak membuktikan apapun maka
diganti dengan SQ (Spiritual Quotient). Orang dunia sungguh tak mengerti bahwa the problem of knowledge
is to understand the reality. Maka Alkitab mengatakan bahwa kriteria dasar pengetahuan adalah takut akan
Tuhan.
Paulus mengatakan bahwa semakin merasa pandai dan bijaksana, manusia malah menunjukkan
kebodohannya. Ketika baru bertobat, ia menyadari kebodohannya dengan menyiksa dan membunuh
banyak orang Kristen. Maka ia menulis, “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya, pikiran mereka menjadi sia-sia
dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi
mereka telah menjadi bodoh” (Roma 1:21-22). Manusia yang mengaku diri pandai malah merusak dunia dan
spiritualitasnya, kecuali para anak Tuhan sejati ikut mengatur dan memimpin. Puncak kebodohan manusia
tertulis dalam Roma 1:23, “Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang
mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatangbinatang yang menjalar.” Dunia iman telah diubah dari essensi realita sejati menjadi realita yang diisi
dengan interpretasi palsu. Problemnya adalah pikiran manusia yang tak ditundukkan dalam kondisi
kerohanian.
Filipus dan Tomas mengalami kesulitan dalam memahami kebenaran karena sebenarnya mereka hanya
menginginkan segala yang bersifat fenomena. Padahal, Mat 16:24 mencatat, “Lalu Yesus berkata kepada
murid-muridNya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya
dan mengikut Aku.” Inilah standar kerohanian sejati yang seharusnya sanggup mempertobatkan manusia.
Pdt. Stephen Tong berulangkali menegaskan bahwa orang Kristen sejati adalah mereka yang telah mati
terhadap pujian dan kritik. Ketika ia merasa diri nothing maka Tuhan menjadi something. Tapi, orang yang
anti pujian adalah paranoid dan mereka yang tak bersedia menerima kritik adalah sombong. Yang mati
145
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sebenarnya adalah sikap dan keberadaannya. Jadi, kepribadiannya tak mudah tersentuh oleh pujian. Orang
yang mati terhadap pujian hanya dapat menerima data atau fakta aktual dan objektif. Setelah itu, ia
mampu mempergunakan kelebihannya sesuai kehendak Tuhan. Demikian pula dengan kritik tak
membuatnya terganggu dan bergeming. Kritik harus dipelajari kebenarannya. Setelah itu, ia harus berusaha
memperbaiki diri. Orang yang merasa diri hebat biasanya mudah tersinggung oleh kritik. Ia akan sulit
belajar menjadi rohani. Jikalau ikut dalam pelayanan, yang dilayaninya bukanlah Tuhan melainkan hanya
diri sendiri.
Orang Kristen tak mungkin dapat mengerti kebenaran sejati kalau masih occupied (sibuk) dengan diri sendiri.
Orang keras kepala juga sulit untuk diberi pengajaran. Dalam banyak hal, manusia seringkali tidak teachable
di hadapan Tuhan. Maka kualitas rohani dimulai dengan penyangkalan diri. Setelah itu, barulah berhak
melayani Tuhan.
Setelah penyangkalan diri, Tuhan menghendaki orang Kristen berani dan rela berkorban menanggung
resiko, kesulitan serta dunia berdosa. Dunia membutuhkan orang yang kembali berpegang pada prinsip
Tuhan dan melayani-Nya dengan sungguh. Orang dunia selalu tak dapat menerima konsep ini. Memang
mudah sekali menjalankan segala yang cocok dengan dunia. Dan agama yang selalu mengabulkan
permintaan jemaatnya pastilah high demanded.
Standard terakhir kerohanian sejati adalah jiwa yang tunduk mutlak mengikut Tuhan secara terus-menerus,
konsistent dan tanpa syarat. Sedangkan arti dari phrase ‘mengikut Aku’ yang pertama adalah sebagai
pilihan bertanggung jawab yang tak dapat diganti.
Amin!
146
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Krriis
sttu
us
s tte
ella
ah
hm
me
en
niia
ad
da
ak
ka
an
nD
Diirrii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 14:10-14/ Matius 7:21-23/ Amsal 22:29
Yohanes 14
10
Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang
Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri–Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di
dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan–Nya.
11
Percayalah kepada–Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak–
12
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada–Ku, ia akan
tidaknya, percayalah karena pekerjaan–pekerjaan itu sendiri.
melakukan juga pekerjaan–pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan–pekerjaan
yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa;
13
dan apa juga yang kamu minta dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa
dipermuliakan di dalam Anak.
14
Jika kamu meminta sesuatu kepada–Ku dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya."
Matius 7
21
Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga.
22
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama–Mu juga?
23
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
Amsal 22
29
Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja–raja ia
akan berdiri, bukan di hadapan orang–orang yang hina.
Kembali kepada Firman merupakan anugerah tak ternilai karena pikiran orang Kristen dibuka hingga
mampu mengerti serta menerima the truth lalu tunduk di bawah kebenaran yang diaplikasikan dalam
hidup. Kalau tidak, ia akan makin rusak karena terjadi manipulasi tiap kali kebenaran diberitakan.
Salah satu bagian yang paling sering dimengerti secara salah adalah Yoh 14:10, “Tidak percayakah engkau,
bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan
dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.”
147
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Contohnya, ada orang Kristen yang beranggapan bahwa dengan iman, segala penyakit termasuk terparah
sekalipun pasti dapat disembuhkan. Adapula yang beranggapan bahwa Tuhan ada dalam dirinya maka tiap
perkataannya merupakan kehendak Tuhan sendiri. Jadi, ia menganggap dirinya sebagai Tuhan. Inilah
kekacauan yang terjadi ketika ayat exclusive ditangkap oleh orang belum bertobat.
Kemudian Tuhan mengatakan, “Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku;
atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku
lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.” (Yoh
14:11-12) Ayat tersebut dapat pula diselewengkan hingga muncul persepsi bahwa manusia lebih hebat
daripada Tuhan.
Maka Tuhan mengatakan dalam Mat 7:21-23, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan!
akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi
nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengatakan banyak mujizat nama-Mu juga?” Dengan
kata lain, mereka mempertanyakan mengapa akhirnya masuk Neraka. Ia melanjutkan, “Pada waktu itulah
Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu. Enyahlah
daripada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan.” Bahayanya, banyak orang Kristen terkecoh ketika melihat
seseorang melakukan pekerjaan ‘besar’. Inilah yang terjadi ketika ayat exclusive tak dimengerti dengan
perspektif tepat. Akibatnya, timbul penyelewengan iman sebagai manifestasi ego manusia.
Dalam Yoh 14:13-14, Tuhan mengatakan, “Dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan
melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam
nama-Ku, Aku akan melakukannya.” Ayat tersebut juga dipegang oleh orang tak bertanggung jawab tapi
perspektif atau sudut pandang yang sesungguhnya telah digeser.
Dalam Yoh 14:10-14, Tuhan mengajak umat-Nya untuk melihat konsep iman secara tepat yang kemudian
dimanifestasikan dalam pekerjaan. Ia telah memberi beberapa pengertian bagi orang Kristen untuk melihat
pekerjaan yang tepat dalam kehidupan. Dalam Yoh 14:10 tampak adanya close relation atau keutuhan
antara Kristus dan Bapa di mana apa yang Tuhan kerjakan merupakan manifestasi murni dari pekerjaan
Bapa. Dengan kata lain, Kristus telah meniadakan Diri.
Manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah maka seharusnya memanifestasikan kehendak Tuhan
dalam natur pribadinya. Alkitab mengungkapkan bahwa Allah bekerja, berkarya, mencipta, memelihara,
menopang, menyelamatkan dan menyempurnakan, yang menunjukkan bahwa Allah aktif. Maka orang
Kristen semestinya tak mengikut konsep dunia di mana Allah bersifat reaktif. Jadi, Ia hanya menjawab saat
diperlukan. Dengan kata lain, manusia acting (bertindak) sedangkan Allah reacting (merespon). Itulah ciri atau
aspek keagamaan paling mayoritas. Banyak orang Kristen juga masih beranggapan demikian.
Akibatnya, konsep keselamatan menjadi terbalik. Manusia harus datang kepada Tuhan, barulah Ia
menyambutnya. Demikian pula dengan konsep berkat. Manusia harus memancing dengan perpuluhan,
barulah Tuhan memberkatinya. Jikalau ia tak minta dengan jelas maka Tuhan takkan memberi karena tak
mengerti. Padahal manusia itu keras kepala dan tegar tengkuk. Maka Tuhan mesti beranugerah untuk
mempertobatkannya sehingga sanggup hidup taat dan tunduk kepada kehendak-Nya. Dengan demikian,
Tuhan memberi dan manusia menjawab. Inilah prinsip Alkitab.
148
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Seluruh aktivititas dunia selalu dimulai dan bersumber kepada Allah. Manusia seharusnya menyadari
bahwa ia tetap tak mampu melawan banyak aspek yang melampaui kekuatan dan kemampuannya
meskipun telah memiliki segala daya upaya. Contohnya, tak seorangpun dapat memilih di mana ia
dilahirkan dan siapa yang melahirkannya. Seringkali manusia baru beriman dan takut akan Tuhan ketika
mengalami kesulitan, keputusasaan dan kekecewaan yang menghancurkan. Tapi, ketika kondisi membaik,
ia langsung melupakannya. Ketika Ia aktif, ada dua kemungkinan. Ketika Tuhan dan manusia aktif maka
akan terjadi benturan kehendak. Hal itu dapat dihindari dengan kondisi di mana Tuhan aktif dan manusia
reaktif.
The true spirituality is the true concept of following Christ. Kerohanian sejati adalah ketaatan mutlak untuk
mengikut (Jawa: ngintil) Tuhan. Artinya, mengikut Dia di belakang-Nya secara terus menerus dan konsisten
tanpa syarat atau mempertanyakan alasannya. Inilah cara terbaik dan aman. Tak peduli Tuhan menuntun
ke kanan atau kiri. Yang penting, tak pernah lepas daripada-Nya. Jikalau Tuhan berjalan ke kanan lalu orang
Kristen juga aktif berjalan ke kiri maka celakalah ia karena akan tertinggal.
hendak mengatakan bahwa Kristus adalah teladan manusia sejati. Selain itu, juga mengajarkan
konsep obedience (ketaatan mutlak). Tapi, tak berarti bahwa ketika Tuhan aktif, manusia menjadi pasif karena
sikap tersebut merupakan perlawanan terhadap gerakan Allah. Contohnya, ketika Tuhan memerintahkan
untuk menjalankan sesuatu, ia malah diam saja. Dengan demikian, orang tak bekerja atau melayani telah
berdosa terhadap-Nya. That’s the sin of ignorance (dosa karena tak bersedia mengerti dan melakukan).
Yoh 14:10
Tuhan mencipta manusia untuk bekerja sebagai manifestasi natur-Nya. Bekerja memang melelahkan
karena ia telah berdosa (Kej 3:17-19). Tapi, antara bekerja dan istirahat harus seimbang agar tak
menghancurkan seluruh hidup. Maka tiap minggu terdiri dari 6 hari kerja dan satu hari libur untuk beribadah kepada Tuhan.
Ketika bekerja, yang harus diperhatikan antara lain porsi, etos dan pelaksanaan kerja. Prinsip kerja Kristen
tercatat dalam Yoh 14:10. Sedangkan etos kerja Kristen bukan untuk mencari uang atau aktualisasi diri
melainkan merupakan tindakan reaktif manusia terhadap perintah Tuhan karena segala potensi dan
kesempatan kerja termasuk pemberian-Nya. Ketika Allah memanggil seseorang untuk bekerja di
perusahaan maka ia harus mengerjakannya. Dengan kata lain, ia telah menerima SPK (Surat Perintah Kerja) dari
Tuhan. Setelah selesai, Tuhan pasti memberi hasilnya berupa makanan, perlengkapan dan kekuatan supaya
ia dapat bekerja tiap hari. Jadi, orang Kristen bekerja bukan untuk memanipulasi dan mencari kepentingan
diri melainkan agar dapat memperoleh berkat Tuhan kemudian mempersembahkannya ke Gereja bagi
pekerjaan-Nya. Dengan demikian, seluruh hidupnya dapat mempermuliakan nama Tuhan. Ironisnya,
manusia seringkali memutarbalikkan fakta tersebut. Akibatnya, seluruh etos kerja rusak. Ketika sukses, ia
menjadi sangat sombong. Sebaliknya ketika gagal, ia sangat kecewa lalu memaki Tuhan. Tindakan tersebut
menunjukkan kejahatan manusia.
Di dunia yang makin hancur, pekerjaan akan jauh lebih sulit. Tiap orang tak memungkinkan untuk mencari
kepentingan sendiri. Seharusnya, ia mencari pimpinan-Nya sehingga Tuhan pelihara seluruh hidup. Saat itu,
ia menjadi alat pekerjaan-Nya yang terus diperkembangkan dan Tuhan pasti provide (menyediakan) semua
keperluan. Dalam perumpamaan talenta (Mat 25) terdapat konsep anugerah berdasarkan tugas dan
ketaatan. Yoh 15:16 mencatat, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku
telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa
yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikanNya kepadamu.” Janji Tuhan tersebut seringkali
dipegang oleh manusia berdosa tapi perintah pada bagian sebelumnya dilupakan.
149
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Maksud Yoh 14:12 adalah bahwa manusia tetap lebih kecil daripada Tuhan tapi pekerjaannya lebih banyak.
Prinsip pekerjaan Tuhan tak pernah statis atau berhenti di posisi tertentu melainkan expanded. Banyak
orang berpikir, jikalau mendapat hanya satu talenta maka tak bersedia bekerja lebih. Padahal ada
kemungkinan Tuhan akan memberinya dua talenta atau lebih. Memang, tiap orang mulai dengan satu
talenta. Tapi ketika ia setia menjalankan pekerjaan kecil dengan baik dan tanggung jawab, Tuhan pasti
mempercayakan yang lebih besar lagi.
mencatat bahwa hamba yang memperoleh hanya satu talenta malah memendamnya di tanah.
Dengan kata lain, ia malas. Maka Tuhan marah dan mengambil satu talenta tersebut lalu memberikannya
pada hamba dengan sepuluh talenta. Pimpinan yang bijaksana pasti memberikan tugas tambahan pada
pekerja yang paling tanggung jawab. Ams. 22:29 mengatakan, “Pernahkah engkau melihat orang yang cakap
dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina.”
Artinya, ia dipakai oleh Tuhan hingga memperoleh nilai dignity hidup.
Mat 25
Jikalau orang Kristen telah bekerja dengan prinsip tepat, seharusnya antara pekerjaan dan pelayanannya
sinkron karena tujuan akhirnya sama yaitu kembali ke tangan Tuhan. Maka, etos kerja Kristen akan
membangun etos pelayanan sejati. Dan pertanggungjawaban kerja merupakan tuntutan Tuhan yang tak
dapat diabaikan. Terkadang, Setan memancing dan berjuang keras untuk merusak orang Kristen hingga tak
pernah mengerti konsep pelayanan yang benar. Akibatnya, muncul banyak pemberotak hingga Gereja
menjadi lumpuh dan jiwa kesaksiannya rusak.
Banyak orang Kristen berpikir, lebih baik menjadi anggota Gereja yang pasif agar tak mengetahui kekacauan
pelayanan. Ketika tak melayani, ia tak mungkin jadi lebih baik. Maka semua cabang GRII harus kembali
mendorong jiwa spiritualitas jemaatnya lalu menuntut disiplin pelayanan. Kerajaan Allah dimulai dari biji
sesawi yang terus tumbuh hingga menjadi pohon besar di mana semua burung dapat bernaung.
Amin!
150
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
en
ng
ga
assiih
hii T
Tu
uh
ha
an
n
d
da
an
nm
me
em
me
eg
ga
an
ng
gp
pe
erriin
ntta
ah
h--N
Nyya
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 14:15, 17, 21
15
"Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah–Ku.
17
yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan
tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam
di dalam kamu.
21
Barangsiapa memegang perintah–Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan
barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa–Ku dan Akupun akan mengasihi
dia dan akan menyatakan diri–Ku kepadanya."
Sesungguhnya, surat Yohanes yang asli tak dipisahkan dengan judul, pasal dan ayat. Sehingga konteks Yoh.
14:14 dan 15 tak terpisahkan dan seharusnya tak boleh dipotong menjadi dua bagian. Tapi demi
mempermudah jemaat dalam mempelajari Firman, Lembaga Alkitab memberi judul, pasal dan ayat. Di lain
pihak, terdapat dampak negatif yaitu ketika jemaat lupa bahwa penafsiran Alkitab seharusnya secara
kontekstual di mana seluruhnya dimengerti secara total dan integrated. Akibatnya, penafsirannya
menyesatkan karena studi yang kurang cermat dan akurat.
merupakan ayat pengunci Yoh 14:12-14 yaitu, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti
segala perintah-Ku.” Dalam Yoh 14:21, ayat tersebut dibalik, “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan
melakukan-Nya, dialah yang mengasihi Aku.” Dengan kata lain, bagaimana orang Kristen mencintai Tuhan
tak terlepas dari bagaimana ia taat melakukan semua perintah-Nya. Maka, orang yang tak melakukannya
dengan alasan apapun berarti tak cinta Tuhan. Jikalau ia melakukan semua perintah-Nya, pasti tak mungkin
meminta hal-hal negatif. Maka hanya orang yang cinta dan percaya Tuhan berhak meminta kepada-Nya.
Dengan demikian, kaitan antara ayat 14 dan 15 tak dapat diselewengkan dan dipermainkan.
Yoh 14:15
Inti iman Kristen justru terdapat dalam Yoh. 14:15 dan 21. Christianity is the religion of love (Kekristenan adalah
agama cintakasih). Inilah statement umum. Bahkan orang non-Kristen pun mengakuinya. Seluruh hukum
Kristen tak dapat dimengerti seperti yang dunia mengerti. Kedua konsep hukum tersebut sangat berbeda.
Orang dunia mengerti hukum sebagai tuntutan, tekanan dan ikatan atau aturan yang mengunci serta
membatasi hingga sangat dibenci. Sedangkan hukum Kristen berkaitan dengan kasih. Law is love (Hukum
adalah kasih). Walaupun sudah membaca seluruh Perjanjian Lama, orang Yahudi tetap tak mampu
memahaminya. Padahal Tuhan telah membukakan konsep bahwa Allah adalah kasih. Dunia memang tak
mampu menangkap essensi tersebut. Akhirnya, orang Yahudi terjerumus ke dalam hukum Taurat dan Farisi
yang menjepit seluruh kehidupan mereka dengan deretan aturan.
151
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Karena merasa sebagai ahli hukum, orang Farisi berusaha menjebak Tuhan dengan pertanyaan, “Guru,
hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” (Mat 22:36) Mereka mengira Ia akan memilih salah
satu dari 10 hukum. Padahal setiap hukum termasuk penting dan tak dapat dilepaskan satu sama lain.
Ternyata, jawaban Tuhan tak seperti pemikiran mereka, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan
yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:3640) Maka orang Kristen harus mengerti bahwa akar Kekristenan adalah kasih. Dengan kata lain, Kekristenan
menegakkan konsepnya di atas kasih.
Namun, di dalam kasih telah terjadi penyelewengan isi karena ternyata manusia tak mampu memahaminya
secara tepat walaupun sebenarnya menyadari bahwa ia sangat membutuhkannya dan tak dapat hidup
tanpa kasih. Berita yang paling disukai oleh orang dunia adalah tentang kasih. Fakta tersebut menunjukkan
betapa mereka haus akan kasih. Abraham Maslow mengatakan bahwa salah satu kebutuhan terpenting di
dunia adalah dikasihi dan mengasihi. Hidup memang tak terlepas dari kasih. Namun kasih yang ada di dunia
telah mengalami distorsi dosa dan tak lagi berasal dari Sumber kasih. Maka orang Kristen perlu kembali
pada definisi kasih sejati yang sanggup merubah seluruh hidup.
Menurut Alkitab, love is to love your God and neighbors (cinta adalah mencintai Allah sekaligus sesama). Kasih
adalah hukum yang dapat memotivasi seluruh hidup. Dengan demikian, kasih bukanlah sekedar luapan
emosi, slogan, lip-service (ucapan manis di bibir saja), nyanyian merdu atau tampilan sesaat.
Dalam buku berjudul ‘Religious Affection’, Jonathan Edwards mengkritik konsep kasih dunia. Menurut
pemikirannya, kasih sejati harus keluar dari hati yang telah diperbaharui oleh Tuhan. Itulah inti kasih
sesungguhnya. Dengan demikian, kasih merupakan keberadaan seluruh hidup.
Kasih yang essensial akan membentuk keutuhan. Kasih tersebut mencakup dua aspek yang harus dijalankan
dan digabungkan secara essensial juga yaitu bagaimana manusia mencintai Allah yang kemudian
dimanifestasikan dengan mengasihi sesama. Seseorang yang mengasihi Allah tak mungkin merugikan dan
memanipulasi orang lain. Demikian pula sebaliknya, orang yang mencintai sesama tak mungkin melawan
prinsip Tuhan, melecehkan dan mempermainkan Firman-Nya. Ketika mengasihi sesama, saat itu merupakan
manifestasi ketaatannya kepada Tuhan. Maka hubungannya harus muncul dari kasih terhadap Allah.
Kasih dunia seringkali memanifestasikan egoisme yang sangat berlawanan dengan konsep Alkitab.
Sebenarnya, ia tak mencintai Tuhan dan sesama melainkan diri sendiri. Kalaupun menyatakan cinta,
tindakan itu hanya untuk memuaskan keinginannya. Dengan demikian, ia telah memanipulasi kata ‘cinta’
hingga menjadi sangat kosong karena tak ada lagi kesungguhan untuk rela berkorban. Yang dipikirkan
hanyalah keuntungan dan kenikmatan diri.
Tuhan Yesus telah memberi teladan bagaimana Ia sangat mencintai orang berdosa hingga rela turun dari
Surga dan menanggalkan segala kemuliaan-Nya. Ia juga tak melakukan apapun dari Diri-Nya sendiri
melainkan tunduk kepada perintah dan kehendak Bapa. Bahkan ia rela mencurahkan darah dan mati di
kayu salib demi menebus manusia yang sangat jahat hingga layak dibenci serta dibinasakan karena telah
menyakiti-Nya. Dengan demikian, Ia bukan sekedar menunjukkan teori kasih melainkan juga
memanifestasikannya dalam kehidupan-Nya di dunia. Ia sangat mengasihi manusia karena cinta-Nya
152
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kepada Bapa. Sesungguhnya, tak ada alasan bagi-Nya untuk mencintai orang berdosa. Namun, cinta dapat
menimbulkan ketaatan untuk melakukan semua kehendak Bapa-Nya di Surga.
Orang dunia tak mungkin melakukan hal tersebut. Maka Tuhan mengatakan, “Aku akan minta kepada
Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selamalamanya yaitu Roh Kebenaran.” (Yoh 14:16-17) Ialah yang membimbing, mengajar dan membentuk hati
setiap orang Kristen. Kemudian Tuhan melanjutkan, “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak
melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam
di dalam kamu.” Pengajaran tentang Roh Kudus tak pernah diberikan oleh Kristus sebelum ayat tersebut
karena sangat berbahaya dan dapat dimanipulasi. Hingga saat ini, doktrin tersebut telah dirusak oleh
banyak orang Kristen karena tak bersedia belajar dan taat kepada Firman.
Kekuatan kasih sejati tak mungkin muncul dari manusia melainkan Roh Kudus. Barulah orang Kristen
mampu mengasihi Allah dengan benar, tepat dan sungguh. Tiap agama boleh mengaku mencintai Tuhan.
Tapi setelah dilihat manifestasinya, dapat disimpulkan bahwa itu bukan cinta Tuhan sejati karena tuntutanNya untuk menyangkal diri lalu mencintai Allah dan sesama tak pernah terjadi. Hanya kuasa Roh Kudus
yang mampu membentuk dari dalam diri dan membuat manusia mengerti cinta Tuhan sangat besar.
Perubahan konsep seperti itu merupakan anugerah Tuhan bagi setiap anak-Nya. Orang yang mampu
mencintai dengan sungguh akan menyadarinya sebagai anugerah terlalu besar. Maka ia akan terus
menerus berlimpah kasih walaupun mungkin dihancurkan dan menjadi korban orang lain.
Contohnya, David Livingstone, misionari yang menerobos masuk ke pedalaman Afrika yang belum pernah
terjamah. Di sana, ia diperlakukan dengan sangat jahat karena dianggap mengganggu keuntungan para
pedagang budak. Ia masuk ke tengah penduduk Afrika untuk mendidik mereka hingga menjadi Kristen dan
mengerti akan harkatnya sehingga perbudakan dapat dihentikan. Akibatnya, ia dimusuhi dan dilawan.
Namun, cintanya kepada Tuhan dan bangsa membuatnya terus berjuang, melayani dan memberitakan Injil
hingga mati walaupun pernah diajak pergi meninggalkan Afrika. Jiwa seperti ini tak mungkin terjadi kecuali
cinta Tuhan membakarnya.
Bagi orang dunia, pengorbanan Kristus demi menebus dosa manusia terkesan sangat tak masuk akal karena
ia memang tak mau dirugikan. Alkitab mengatakan bahwa demi orang baik mungkin masih ada yang
bersedia mati. Tapi demi orang benar, tindakan tersebut sangat sulit dijalankan.
Kasih sejati kepada Tuhan harus dimanifestasikan dengan mutlak mentaati segala perintah-Nya. Maka love
adalah keinginan untuk melakukan yang terbaik bagi orang tercinta. Dengan kata lain, kasih tanpa ketaatan
adalah omong kosong belaka.
Ada sebuah lagu yang sangat indah dan menyentuh sekaligus menggentarkan hati, “Aku mengasihi Engkau,
Yesus, dengan segenap hatiku. Aku mengasihi Engkau, Yesus, dengan segenap jiwaku. Kurenungkan
FirmanMu siang dan malam. Kupegang perintah-Mu dan kulakukan. Engkau tahu ya Tuhan, tujuan hidupku
hanyalah untuk menyenangkan hati-Mu.” Mungkin, suratkabar, majalah, internet, komik dan sebagainya
lebih disukai daripada merenungkan Firman. Seringkali yang dilakukan hanyalah ambisi, keinginan dan
nafsu diri. Sehingga seluruh tindakan dan keputusan tak berkaitan dengan kehendak-Nya. Terkadang, orang
Kristen dapat menaikkan pujian dengan suara yang indah, tapi tanpa makna mendalam karena cinta yang
tak lagi murni kepada Tuhan. Hendaknya lagu tersebut dapat dijadikan sebagai komitmen yang kelak
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Dengan demikian, mencintai Tuhan tidaklah sederhana melainkan
membutuhkan komitmen, ketaatan, belajar mengerti Firman dan peka akan kehendak-Nya lalu
menjalankan tugas dengan tepat.
153
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Mencintai Tuhan adalah cinta sesungguhnya yang keluar dari Diri kasih itu sendiri. Iman Kristen mampu
mengerti essensi kasih lebih jauh daripada semua agama dan filsafat. Mereka hanya mengerti bahwa Allah
memiliki sifat kasih dan mengasihi. Tapi, Alkitab mengatakan bahwa Allah adalah Pribadi kasih dan God
loves merupakan implikasinya. Maka kasih sejati adalah Diri Allah sendiri dan bukan sekedar sifat atau
tindakan. Sehingga kasih sejati tak terlepas dari natur Allah karena merupakan keterikatan dengan-Nya.
Jadi ketika mengasihi, tindakan tersebut adalah manifestasi integritas seluruh sifat dan atribusi Allah antara
lain: benar, suci, kudus, agung, mulia, adil, indah dan anggun. Sekali lagi ditekankan bahwa inti kasih berada
dalam Diri Allah. Dengan demikian, Kekristenan jangan sampai dicemari oleh cinta duniawi karena Tuhan
yang adalah kasih juga menyediakan Neraka bagi mereka yang tak bersedia kembali pada kebenaran
Firman.
Amin!
154
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
Do
ok
kttrriin
nR
Ro
oh
hK
Ku
ud
du
us
s
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
15
16
Yohanes 14:15-17
"Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah–Ku.
Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang
lain, supaya Ia menyertai kamu selama–lamanya,
17
yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan
tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam
di dalam kamu.
Bagian pertama
menunjukkan bahwa kasih memotivasi dan menuntut ketaatan setiap anak Tuhan, “Jikalau kamu
mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Ketaatan yang dimaksud bukan sekedar karena
adanya tekanan (pressure) hukuman atau ancaman terlalu berat tetapi justru karena cintakasih. Memang,
perintah tersebut tidaklah mudah untuk dijalankan.
Yoh 14:15
Banyak orang dunia terpaksa taat karena takut. Jadi, bukan karena keinginan pribadi. Perlakuan seperti itu
melatih ketaatan munafik dan bukan karena the understanding of truth and love (pengertian akan kebenaran dan
cintakasih). Ketaatan semacam itu dapat menjadikan seseorang bersikap jahat hingga masuk ke dalam ikatan
Setan yang akhirnya mencengkeramnya. Maka orang Kristen harus mengerti format di mana keadilan dan
cintakasih dijalankan secara bersama.
Orang beragama termasuk Kristen seringkali giat melayani dengan alasan karena takut kelak masuk Neraka.
Jiwa semacam itu sangat rendah dan bukan berdasarkan prinsip Kristen. Para bidat selalu menjalankan
movement (gerakan) melalui fanatisme atau tekanan ketaatan yang keras hingga membuat jemaatnya sangat
giat, serius dan bersemangat. Contohnya, mereka mengancam jemaat jikalau tak mau taat maka akan
dikutuk oleh Tuhan hingga hidupnya hancur atau dikeluarkan dari Gereja dan segala macam ancaman
mengerikan. Bahkan mengancam akan membunuh anggotanya yang tidak taat.
Tuhan justru menunjukkan sifat-Nya yang anggun dan agung dengan taat melakukan segalanya secara
sungguh berdasarkan motivasi cinta. Konsep tersebut hanya muncul dalam iman Kristen yaitu kembalinya
manusia kepada kasih Allah. Jadi, ketika berlimpah kasih ilahi sejati, muncullah ketaatan pada kehendakNya karena dorongan cinta akan Tuhan hingga takkan mau mengecewakan dan menyakiti hati-Nya. Selain
itu, ia takkan melakukan apapun yang tak berkenan kepada-Nya, apalagi yang mempermalukan-Nya.
Dengan kata lain, ia pasti melakukan yang terbaik bagi-Nya.
155
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Konsep sejati tersebut kemudian diturunkan dalam relasi pernikahan. Alkitab mengajarkan bahwa istri
harus tunduk mutlak pada suaminya karena cinta, seperti jemaat kepada Kristus. Ia selalu ingin
menyenangkan suaminya. Maka keluarga semacam itu pasti sangat indah. Dunia justru berusaha membalik
nuansa tersebut. Akibatnya, ketika hendak menjalankannya, orang Kristen mengalami kesulitan karena ego
dan kejahatan pikiran manusia serta tekanan filsafat dunia yang rusak. Ketika manusia tak bersedia kembali
kepada Tuhan dan mencintai-Nya dengan sungguh, tak mungkin ia mampu mencintai seperti itu di tengah
dunia. Maka orang dunia iri terhadap Kekristenan karena tak mampu walaupun sebenarnya berkeinginan.
Fakta ini menjadi pembeda yang sangat drastis.
Kekristenan mengenal order (urutan) kebenaran yang dimulai dari Diri Allah lalu diturunkan dengan format
headship (kekepalaan). Maka urutan tersebut akan menimbulkan ketaatan karena cinta di mana kualitasnya
makin tinggi hingga kembali kepada keanggunan Tuhan sebagai end point (tujuan akhir). Inilah gambaran
seluruh totalitas hidup yang terarah kepada Tuhan. Sedangkan kualitas orang dunia makin lama semakin
hancur binasa. Kedua format tersebut takkan pernah ketemu karena arahnya berlawanan.
Manusia tak dapat diubah dari luar untuk mampu mencintai lalu taat. Tak ada upaya yang dilakukan oleh
pihak luar seperti bujukan atau rayuan dapat membuat seseorang mencintai dengan sungguh. Sebaliknya,
cintakasih yang tulus muncul dari dalam hati.
Untuk mengimplikasikan the true love (cintakasih sejati), Tuhan mengatakan, “Aku akan minta kepada
Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selamalamanya, yaitu Roh Kebenaran.” (Yoh 14:16-17) Seharusnya, tak dapat digunakan istilah ‘seorang’ karena
Roh Kudus bukan manusia. Tapi, bahasa Indonesia tak punya istilah yang tepat. Ialah the Comforter, Helper
atau Parakletos (Penolong) sekaligus penguat yang memotivasi hidup orang Kristen dan merubah hati dari
dalam. Jadi, tanpa Roh Kudus bekerja di dalam hati, tak mungkin terjadi perubahan yang menjadikan
manusia sebagai anak Tuhan sejati. Setelah itu, barulah ia mampu mencintai dengan sungguh lalu taat
kepada kehendak-Nya bukan dengan keterpaksaan tapi sebagai bagian dari natur dan kerinduannya dalam
hidup.
menunjukkan bagaimana doktrin Roh Kudus pertama kali diajarkan. Tapi, bukan berarti Roh Kudus
baru muncul di Yoh 14 karena Roh Allah sudah bekerja di tengah dunia sejak Kej. 1 hingga Wahyu. Sepanjang
sejarah Firman, Roh Kudus adalah Allah yang kekal melampaui waktu. Tapi sebelum Yoh 14, Tuhan tak
pernah mengajarkannya pada siapapun. Padahal sepanjang kehidupan-Nya di dunia, Roh Kudus ikut
berperan. Alkitab mencatat bahwa ketika Ia dibaptis, Roh Kudus turun ke dalam Diri-Nya dengan rupa
burung merpati. Selain itu, ketika Ia pergi ke padang gurun untuk dicobai, Roh Kuduslah yang memimpinNya. Namun Tuhan mengatakan, “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak
mengenal Dia.” (Yoh 14:17) Jadi, ketika ada orang dunia mengatakan telah melihat Roh Kudus, berarti yang
dilihatnya bukanlah Roh Kudus sejati. Dalam hal ini, terjadilah split kondisi menjadi dua yaitu:
Yoh 14
1.
mereka yang Tuhan berikan anugerah untuk mengerti dan dipimpin oleh Roh Kudus;
2.
mereka yang tak mengerti, melihat apalagi mengenal-Nya.
Dengan demikian, Tuhan telah memilah antara murid asli dan palsu. Yang asli takkan berpikir secara
humanis (dari sudut pandang manusia). Yohanes dan Yakobus dalam Luk, 9:54 kelihatan sangat galak tapi dengan
satu tujuan yaitu tak suka nama Tuhan dicemarkan dan dipermainkan. Akibatnya, mereka dibenci dunia
tapi dicintai oleh Tuhan. Mereka menyadari siapa yang berhak dicintai dan didengarkan. Sebaliknya, Yudas
hanya melihat keinginan dunia. Karena itu, ia dicintai manusia. Tetapi di lain pihak, ia dibuang oleh Tuhan.
Akhirnya, ia mati dalam kehancuran. Demikian pula dengan Saul dan Daud. Sebagai raja, Saul hanya
156
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
memikirkan kepentingan rakyat tanpa mempedulikan kehendak Tuhan. Sedangkan Daud memikirkan
kepentingan Tuhan sehingga dipelihara-Nya walaupun memiliki kesalahan, kelemahan dan kekurangan.
Kejadian yang sama juga dialami oleh Samuel dan anak-anak Imam Eli, Esau dan Yakub, serta Kain dan
Habil.
Dalam Perjanjian Lama, perbedaan sikap seperti itu ditunjukkan hanya sebagai fenomena. Tapi di Perjanjian
Baru, dibukakan dengan jelas bahwa perbedaan tersebut muncul dari dalam hati (Yoh 14:16-17). Maka ketika
manusia memperoleh kesempatan untuk diubah oleh Tuhan secara pribadi, itu merupakan anugerah yang
terlalu besar. Ironisnya, orang Kristen seringkali tak menyadari akan perubahan tersebut.
Roh Kudus merupakan salah satu Pribadi atau bagian dari Allah Tritunggal. Setelah mempelajari Yoh 14:16,
orang Kristen seharusnya langsung memiliki keseimbangan paradoksikal tentang Kristus.
Sepanjang Alkitab, istilah ‘parakletos’ tak pernah dipakai selain untuk Kristus dan Roh Kudus yang adalah
Oknum Allah. Istilah ‘pengantara’ dalam 1 Yoh 2:1 juga menggunakan ‘parakletos’. Sebenarnya, bagian
tersebut bukan membicarakan tentang pengantara (mediator) tetapi seseorang yang mendoakan, menolong
dan support orang lain. Sedangkan istilah ‘adil’ dalam teks aslinya tertulis ‘dikaiosune’ yang berarti
‘righteous’ (benar yang adil). Sungguh, Tuhan memakai istilah yang sangat teliti untuk menyatakan Allah
Tritunggal. Kristus sebagai Penolong meminta Penolong yang lain. Kalimat tersebut menunjukkan
kesejajaran atau kesetaraan. Dengan kata lain, tak ada yang lebih tinggi. Maka Kristus dan Roh Kudus
memiliki kesamaan natur yaitu Pribadi Allah.
Dalam Yoh 14:16, struktur Pribadi Tritunggal baru dijelaskan secara riil dan total, “Aku (Kristus) akan minta
kepada Bapa (the Father), dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain (the other
Comforter).” Dengan demikian, ketiga Pribadi tersebut berbeda satu sama lain tapi memiliki satu essensi yaitu
Allah. Tiga Pribadi dapat menjadi satu entity (keutuhan) karena berada dalam dimensi kekekalan yang
melampaui waktu.
Sabellianisme mengajarkan bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus sebenarnya hanya satu pribadi tapi
penampilan atau status-Nya berganti-ganti. Akibatnya, ketika Allah turun berinkarnasi ke tengah dunia
sebagai Yesus Kristus, Surga menjadi kosong. Jadi, ketika Tuhan kembali ke Surga, Ia hanya berganti model
selama 10 hari lalu turun lagi ke dunia dalam rupa Roh Kudus dan masuk ke hati orang percaya. Ajaran
semacam ini sesat.
Walaupun memiliki natur yang sama, ketiga Pribadi tersebut mempunyai cara kerja dan tugas berbeda.
Saat bekerja, muncullah tingkatan di antara ketiganya yang tak dapat dibalik. Anak minta kepada Bapa
supaya mengirimkan Roh Kudus karena Ia tak dapat melakukannya secara langsung. Lalu Yoh 14:26
mengatakan, “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku.” Jadi, Bapa
tak dapat mengutus Roh Kudus kecuali dalam nama Yesus atau melalui Kristus. Anak tak melakukan apapun
dari Diri-Nya kecuali Bapa memberi perintah. Maka ketaatan Anak kepada Bapa bersifat mutlak. Di lain
pihak, dalam doa di taman Getsemani, Anak menyatakan kehendak-Nya, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya
mungkin, biarlah cawan ini lalu daripadaKu, tetapi janganlah seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti
yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:39) Lalu Yoh 16:13-14 mencatat, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh
Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari
diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan
memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku (Kristus), sebab Ia akan
157
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya daripada-Ku.” Maka Roh Kudus tunduk kepada Kristus
yang tunduk kepada Bapa.
Urutan tersebut menjadikan seluruh garis kebenaran tak dapat teracak. Tiga Pribadi boleh memiliki tiga
pikiran, kehendak dan emosi tapi tak boleh split hingga terjadi inconsistency (ketidakserasian) karena garis
otoritasnya hanya satu. Maka tak mungkin terjadi kontradiksi antara ajaran Roh Kudus dan Kristus.
Demikian pula antara Anak dan Bapa.
John Calvin, pendiri Reformed Theology, dengan tegas mengatakan, “We should understand that the Holy
Spirit is the Magister of truth.” Ialah Pengajar yang sangat kokoh dan menguasai dalam hal kebenaran.
Bagian kedua
Dalam Yoh 14:17, Tuhan menjelaskan, “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan
tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.”
Roh Kudus tak dapat dispekulasikan karena melampaui seluruh indera manusia. Tuhan menggunakan kata
‘akan’ karena Ia belum kembali ke rumah Bapa. Maka Penolong lain belum diperlukan. Setelah Penolong
sejati pergi, umat Allah tak dibiarkan ‘yatim piatu’ atau terlantar di tengah dunia. Kristus mengirimkan Roh
Kebenaran.
mengenai pencobaan di padang gurun mencatat, “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali
dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun.” Dengan kata lain, Roh Kudus memimpin
Tuhan ke sana. Kalimat tersebut memang sulit dimengerti oleh banyak orang pada saat ini yang mengaku
penuh dengan Roh Kudus. Orang semacam itu takkan pernah mengajarkan bahwa Roh Kudus sanggup
memimpin manusia masuk ke dalam penderitaan dan pencobaan berat. Padahal, pengertian tersebut
sebenarnya berasal dari Alkitab.
Luk. 4:1
Khotbah kali ini akan membahas mengenai tugas dan karya Roh Kudus yang dicerminkan melalui atribusi
dalam nama-Nya. Tiap kali orang Kristen mencoba mengerti tentang Allah, Ia pasti menyatakan Diri dengan
menunjukkan sifat, citra dan integritas dalam seluruh atribut-Nya. Jadi, ketika Ia menyatakan Diri sebagai
Yehowah Jireh, itu bukan sekedar nama melainkan terkandung atribusi-Nya yang menunjukkan karya-Nya
di tengah dunia. Sebelum istilah ‘Roh Kebenaran’ muncul di ayat 17, telah disebutkan satu nama dalam ayat
16 yaitu ‘Penolong yang lain’. Sedangkan dalam Yoh. 14:26 dipakai istilah ‘Penghibur’. Dengan demikian,
atribusi Roh Kudus dinyatakan dengan nama-Nya agar orang Kristen dapat mengenal Dia yang
sesungguhnya.
Istilah ‘Penolong’ (parakletos) muncul hanya dua kali yaitu dalam Yoh 14:16 yang mengacu pada Roh Kudus
dan 1 Yoh 2:1 yang menunjuk kepada Kristus. Dalam Yoh 14:16 dipakai istilah ‘Penolong yang lain’ (the other
Comforter), berarti ada Penolong pertama (the Comforter) yang sejati yaitu Tuhan Yesus (1 Yoh 2:1). Dengan kata
lain, melalui Yoh 14:16, Kristus hendak menunjukkan bahwa Ialah the true Comforter.
Sepanjang hidup, Tuhan menjalankan the mission of the Kingdom of God (Misi Kerajaan Allah) yaitu
menghadirkan Kerajaan Allah ke tengah dunia. Jadi, Kristus datang dengan berita utama yaitu bahwa
Kerajaan Allah sudah dekat maka manusia harus segera bertobat. Setelah Kristus, pekerjaan tersebut akan
dilanjutkan oleh Roh Kudus. Dengan demikian, pekerjaan Kristus dan Roh Kudus tak mungkin lepas dari
pekerjaan total yang Bapa kehendaki.
158
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Banyak orang dunia mencoba memandang Kristus tapi terlepas dari misi Kerajaan Allah. Akibatnya, Ia
dimanipulasi untuk menjalankan kerajaan dunia sesuai keinginan manusia berdosa. Dengan kata lain, demi
kenyamanan, kenikmatan, kesejahteraan, kesehatan, kesenangan dan kepentingan manusia. Bahkan ada
orang yang bersedia percaya kepada Kristus jikalau menguntungkan. Inilah kesalahan fatal dalam pelayanan
Kristen. Dalam konsep semacam ini telah terjadi pembalikan struktur di mana Tuhan dijadikan budak
hingga manusia merasa berhak memerintah-Nya.
Semakin mencoba memuaskan nafsu duniawi, akhirnya manusia pasti binasa dalam kenikmatannya dan tak
tertolong lagi. Dengan demikian, maksud dosa jadi makin nyata karena diberi kesempatan. Orang dunia
sebenarnya menyadari hal tersebut hingga selalu bersikap waspada karena takut akan kematian. Tapi, ia
tetap tak mau bertobat. Sebaliknya, ia malah mencari cara untuk melarikan diri dari dosa.
Dunia yang semakin maju ini sedang menuju pada destruksi (kehancuran) total. Khususnya abad 20 (1900-2000)
telah membuktikan bahwa dunia telah runtuh secara drastis jika dibandingkan dengan 5000 tahun
sebelumnya. Sepanjang sejarah mulai dari zaman Mesir kuno hingga 1900, dunia terasa sangat stabil karena
pengrusakannya secara halus. Itulah alasan serius mengapa Tuhan merasa perlu menjaga dan memimpin
umat-Nya. Orang Kristen hidup seharusnya dengan konsep dan cara pandang berbeda total dari dunia.
Perbedaan tersebut membuatnya sangat sulit jikalau mau berada di tengah dunia dengan tepat. Maka
Tuhan mengatakan, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat
28:20) Jadi, mengapa Kristus bersedia menjadi Penolong dan mengirim Roh Kudus juga sebagai Penolong
orang Kristen hingga saat ini?
Pertama, orang Kristen harus menyadari bahwa tiap manusia itu lemah, termasuk dirinya sendiri. Maka
hendaknya tak pernah merasa mampu mengerjakan segala sesuatu sendiri. Saat ini, dunia mencoba
menerpa Kekristenan dengan filsafat palsu yaitu positive thinking. Apapun yang dipikir dan diinginkan pasti
dapat dikerjakan dan dicapai. Memang, manusia selalu ingin jadi superman. Padahal, sebenarnya tak
memiliki daya terlalu besar. Akhirnya, ia kembali pada supernatural power.
Ada dua jenis kekuatan supranatural yaitu dari Tuhan atau hantu. Di antara kedua jenis tersebut, terdapat
perbedaan cara. Kalau ikut hantu, rasanya manusia yang jadi superman tapi harus pay back. Itulah prinsip
kerja hantu yaitu win-win solution dengan bargain (tawar menawar) karena tak mau rugi. Akibatnya, manusia
harus mati dalam dosa. Contohnya, untuk memperoleh kekayaan, sebuah keluarga harus rela
mengorbankan anak. Sebaliknya, jikalau bersedia kembali kepada Tuhan, manusia tetap lemah karena
Tuhan tak pernah menipu tapi justru menunjukkan realita sesungguhnya yaitu bahwa manusia sebenarnya
adalah mahluk relatif dan terbatas dalam segala hal walaupun sudah dilatih.
Karena anak Tuhan seringkali mengalami kesulitan untuk bertahan dalam menghadapi tantangan dunia
yang sangat berat maka Kristus mengatakan, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan
kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh 14:16) Ketika
orang Kristen sadar bahwa masih membutuhkan pertolongan Tuhan maka saat itulah Roh Kudus bekerja.
Manusia termasuk orang Kristen seringkali mengeluh kecewa dan marah terhadap Tuhan. Padahal
seringkali ia mengatur, menganalisa, menentukan pilihan dan keputusan berdasarkan perasaan yang
terlintas dalam hati serta segala macam teori. Sebenarnya, ia tak mampu berjalan sendirian di dunia karena
pikiran dan kapasitas analisanya terlalu terbatas. Maka seharusnya ia berhubungan, bersandar dan tunduk
kepada pimpinan Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen merasa tak butuh pertolongan.
159
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kedua, di tengah dunia, orang Kristen tak mungkin berjalan dengan aman. Dunia berdosa selalu
merongrongnya supaya ikut berdosa. Bahkan di tengah Kekristenan dapat terjadi demoralisasi. Dalam
waktu satu abad (1900-2000), telah terjadi pengrusakan moral yang lebih parah daripada ribuan tahun
sebelumnya disertai dengan perang mengerikan hingga jatuh korban terbanyak. Sungguh, tantangan dunia
terlalu berat untuk dapat hidup kudus dan benar. Maka tiap orang Kristen hendaknya giat berdoa agar Roh
Kudus senantiasa memelihara hidupnya. Ia disebut Roh Kudus karena memimpin manusia pada kekudusan.
Selain itu, Ia juga disebut Roh Kebenaran karena memimpin pada kebenaran.
Ketiga, orang Kristen juga berada dalam dunia yang penuh dengan dampak dosa. Roh Kudus terus
menerus mendorong tiap anak Tuhan untuk maju. Dalam hidup, banyak aspek dialami oleh manusia,
seperti penderitaan, kesusahan, kepedihan, sakit penyakit, kematian, kegagalan dan sebagainya. Jikalau
disebabkan oleh dosa maka semua itu wajar terjadi. Pdt. Stephen Tong selalu mengatakan bahwa jikalau
seseorang menderita karena telah berbuat dosa, itulah upah setimpal yang harus dinikmati. Takkan ada
pahala ataupun pertolongan. Bahkan ada peringatan keras untuk tak menolong orang yang berada dalam
pukulan Tuhan karena pertolongan justru menggagalkan dan melawan kehendak-Nya. Sehingga jikalau
mungkin, ia dapat bertobat di hadarapan Tuhan. Allah yang sangat mencintai manusia juga bersifat adil,
bukan kejam. Maka Ia takkan pernah memukul dan mematikan orang benar. Seringkali ketika dipukul oleh
Tuhan, orang berdosa belum tentu bertobat. Orang semacam itu hopeless. Jikalau tak demikian, tidak akan
ada Neraka.
Di seluruh dunia, sebenarnya manusia sangat mengharapkan keadilan. Tapi, justru orang Kristen seringkali
tak menyukainya karena takut menjadi victim (korban) keadilan Tuhan yang sangat baik dan tepat. Orang
pasti sangat jengkel jikalau hukum tak ditegakkan. Orang yang berbuat dosa malah dibiarkan saja. Tapi,
ketika hukuman jatuh atas diri sendiri sebagai akibat dosa, ia malah bersungut-sungut. Padahal dosa
menuntut adanya penghakiman sedangkan kesalahan menuntut hukuman. Keadilan Allah tak pernah
meniadakan hukuman.
Adapula orang yang setia menjalankan misi Kerajaan Allah tapi malah mengalami penderitaan. Sebenarnya
oknum penyebab penderitaan bukan hanya diri manusia berdosa. Ada oknum luar yang dengan sengaja
menginginkan anak Tuhan menderita supaya jatuh imannya dan meninggalkan bahkan mengutuki Allah.
Ialah Setan. Contoh konkretnya yaitu Ayub. Bahkan isterinya malah berkata, “Masih bertekunkah engkau
dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah.” (Ayb 2:9) Yang terjadi di dunia memang merupakan
permainan Setan yang berusaha merusak iman Kristen dan menghancurkan umat Tuhan saat mencoba
untuk hidup benar. Tapi, Ayub justru Tuhan jaga hingga survive dengan kemenangan. Selain Ayub, Tuhan
Yesus juga mengalami hal yang sama.
Dengan hidup baik, belum menjamin orang Kristen tak tersentuh kejahatan dan intrik dunia karena Setan
terus menyerang. 1 Ptr 5:8 mencatat, “Sadarlah dan berjaga-jagalah. Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling
sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” Maka orang Kristen
perlu meminta pimpinan Tuhan supaya berjalan sesuai kehendak-Nya dan bukan keinginan pribadi. Ia
mengarahkan umat-Nya agar menjadi pekerja-pekerja yang indah dalam misi Kerajaan-Nya.
Amin!
160
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
IIm
mm
ma
an
nu
ue
ell
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
18
19
Yohanes 14:18-20
Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.
Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab
Aku hidup dan kamupun akan hidup.
20
Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa–Ku dan kamu di dalam Aku
dan Aku di dalam kamu.
Ketika Tuhan memberitahukan kepergian-Nya, semua murid merasa ketakutan karena posisi mereka sangat
critical (kritis). Seperti anak yang hendak ditinggal oleh orangtuanya. Dalam kehidupan pelayanan bersamaNya selama 3,5 tahun, keadaan secara fenomena manusia bukan semakin nyaman melainkan tegang
walaupun merupakan wadah rohani terindah. Padahal pertama kali mengikuti-Nya, mereka melihat
sepertinya semua baik dan indah.
Tapi makin Tuhan berbuat kebaikan, mengadakan mukjizat, mengajar, menegur kehidupan dosa serta
mengajak bertobat, orang Farisi dan ahli Taurat semakin benci dan marah. Puncaknya yaitu ketika Ia membangkitkan Lazarus. Mereka langsung menyatakan perang dan Ia harus mati. Semua tercatat di Yoh 1 – 11.
Para murid mulai bertanya-tanya siapa yang akan menang jikalau Tuhan harus berperang melawan ahli
Taurat dan orang Farisi serta pemerintah Romawi. Tapi kenyataan justru terbalik dan mereka harus
berhadapan dengan kekuatan besar.
Di tengah situasi seperti itu, Tuhan hendak memberi comfort (penghiburan) dan kekuatan untuk menyadari
bahwa realita tak sesederhana yang mereka lihat. Terkadang manusia berpikir hanya dalam keterbatasan
otaknya serta yang dunia bicarakan dan ajarkan. Inilah kefatalan dalam iman Kristen dan kegagalan
menerobos beyond (melampaui) realita dunia.
Kekristenan tak diajar untuk terkunci pada segala yang terjadi di sekeliling. Secara manusia memang wajar
tapi kondisi tersebut tak sesuai kehendak Tuhan. Ia ingin umat-Nya menerobos keluar sehingga tak terjebak
fenomena empiris sebatas panca indera dan logika.
Maka dalam Yoh 14:18-20 terdapat beberapa hal dapat dipelajari:
Pertama, Tuhan mengajak umat-Nya kembali mengingat akan Imanuel (Allah menyertai kita). Sesungguhnya,
600 tahun sebelum Ia datang ke dunia, Yesaya telah mendapat nubuat bahwa kelak akan lahir Sang
Juruselamat yaitu Imanuel. Malaikat juga memberitahukannya pada Yusuf (Mat 1:20-24).
161
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Banyak orang Kristen mengerti “Allah menyertai kita” dalam konteks seperti Tuhan beserta para murid tiap
hari muka dengan muka, makan, memberitakan Injil dsb bersama. Meskipun harus pergi, dalam Yoh 14:18 Ia
berjanji, “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.” Dengan demikian, prinsip God of
Immanuel tak berhenti pada indera penglihatan, fenomena dan materi. Ia pasti menjaga umat-Nya
selamanya dalam seluruh keberadaan secara materi maupun spiritual.

1.
”Aku datang kembali kepadamu.” (Yoh 14:18) Kepergian-Nya akan membawa kembali penyertaan
hidup yang takkan pernah dilepas. Itulah pertama kali kebangkitan-Nya diberitakan sebelum Ia sungguh
bangkit. Setelah kebangkitan-Nya, dalam ruang tertutup Ia datang dan berkata, “Damai sejahtera bagi
kamu!” (Yoh 20:19) Dengan demikian, kebangkitan-Nya merupakan bukti penyertaan pertama.
2.
Setelah itu, Ia harus naik ke Surga. Sebelumnya, Ia menyuruh para murid menunggu di Yerusalem
karena Roh Kudus akan turun ke atas mereka dan memberi kuasa untuk bersaksi hingga ke Yudea, Samaria
dan ujung bumi (Kis 1:4-5, 8). Banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud “kuasa” ialah otoritas.
Padahal sesungguhnya yaitu kekuatan penginjilan yang mampu mengalahkan Setan. Dalam berita terakhirNya, Ia memberi amanat agung yang tercatat di Mat 28:19-20.
Di jaman sekarang, orang Kristen juga menghadapi tantangan dan menjalani kehidupan iman yang sama.
Ketika situasi aman dan segala terjamin, kebanyakan orang takkan berpikir tentang yatim piatu. Tapi ketika
encounter moment tiba, orang dunia tak tahu pada siapa ia bersandar paling kokoh. Seperti anak yang
hidup nyaman tanpa tantangan, takkan berpikir membutuhkan orangtua. Tapi ketika ancaman, kesulitan
dan penderitaan terjadi, ia mulai bingung mencari pertolongan mereka. Jikalau tak mendapat jawaban
maka saat itu jadi sangat mencekam dan ia mulai frightened (takut), dan lonely karena merasa tak ada yang
memelihara, melindungi serta memperhatikan. Demikian pula bayi akan trauma jika tak ada orang yang
mendekatinya. Setelah itu, ia jadi acuh tak acuh dan tak takut apapun bahkan siapapun. Selanjutnya, ia
tumbuh jadi pemberontak. Di Eropa, orangtua sangat membanggakan anak yang supermandiri. Padahal
sikap tersebut merupakan bukti ia trauma hingga tak mau berelasi. Itulah orang humanis murni. Ia
beranggapan tak seorang pun dapat diharapkan dan diandalkan. Maka ia berjuang keras sendirian karena
menganggap diri sangat tough. Ketika putus asa, yang dipikirkannya hanya bunuh diri. Tak heran banyak
anak remaja yang suicide.
Kondisi nyaman juga dapat membuat manusia merasa tak butuh Tuhan. Tapi ketika berada dalam kondisi
terjepit dan sangat susah, ia baru memanggil Tuhan. Jikalau tak ada jawaban maka that’s the most terrible
condition (kondisi paling menakutkan) sepanjang hidup. Namun Ia tak seperti itu. Ia tak pernah mengecewakan.
Sebenarnya, kehidupan paling nyaman bukan ketika dapat berbuat dan mengatur apapun sekehendak hati.
Sebaliknya, hidup semacam itu paling susah karena tak tahu rencananya akan berjalan atau tidak. Hidup
nyaman justru ketika tunduk perintah-Nya karena Ia janji akan memimpin sekaligus memberi jaminan
kepastian. Tindakan tersebut bukan sekedar kerelaan hati melainkan atribusi dan status-Nya. Kesulitan,
penderitaan dan pergumulan terkurangi dengan kembali bersandar kepada-Nya.
Kedua, dalam Yoh 14:19 dengan dua perbandingan, Tuhan mengatakan, “Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak
akan melihat Aku lagi.” Hingga saat itu, para murid masih hidup di realita pertama sehingga hanya dapat
melihat di wilayah material. Padahal ada realita kedua, “tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan
kamupun akan hidup.” Ayat tersebut merupakan kekuatan sekaligus evaluasi tiap orang percaya.
162
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Hingga di bagian tertentu, perspektif Kristen dan dunia mungkin sama tapi di bagian lain beda total. Hidup
melampaui materi. Mati berarti unsur hidup berhenti lalu diproses terbalik. Semua yang di alam semesta
pasti berproses. Mahluk hidup mengalami pembaharuan sedangkan benda mati proses pengrusakan pelan
tapi pasti. Berarti, tiap benda mati tak statis melainkan pasif. Tapi mahluk hidup takkan membiarkan diri
rusak melainkan terus berubah dan bertumbuh. Sel rusak akan langsung diganti yang baru. Kalau tak
demikian, berarti sudah dekat kematian.

1.
realita dalam kematian,
2.
realita dalam kehidupan. Keduanya tak dapat diperspektifkan sama. Perspektif realita kematian
berhenti hanya pada aspek materi dan terkunci di wilayah dunia. Padahal dalam hidup, manusia dapat
memikirkan sesuatu yang tak di depan mata tapi riil. Contoh, suami yang berada jauh dari rumah selama
beberapa minggu, dapat merasa kangen pada istri dan anaknya karena hidup mereka berelasi personal.
Relasi tersebut melampaui ruang, waktu dan batasan indera manusia. Kalau tak demikian, berarti orang
tersebut sebenarnya sudah mati walaupun masih hidup.
Alkitab mengajarkan untuk memandang secara iman. Sebenarnya Tuhan sanggup terus menyertai para
murid di dunia karena kematian tak dapat merenggut-Nya. Ia mampu memberitakan Injil dari Yudea,
Samaria hingga ke ujung bumi selama bertahun-tahun sampai saat ini sekalipun. Tapi Ia malah pergi karena
tak mau mereka terikat oleh-Nya dengan batasan inderawi. Suatu saat semua orang percaya akan berelasi
dengan-Nya bukan sebatas materi melainkan relasi yang bersifat hidup.
Orang Kristen yang sadar bahwa dirinya ialah mahluk hidup, takkan mau dikunci oleh dunia materi. Apalagi
dalam Yoh 14:19 dikatakan bahwa tiap orang yang sudah dalam Tuhan secara rohani akan tetap hidup agar
dapat berelasi dengan Kristus secara personal. Itulah jaminan iman Kristen.
Banyak agama merelasikan Allah dan manusia sebatas hukum dan aturan. Kierkegaard menekankan relasi
tersebut dalam ajaran eksistensialisme. Nietzsche juga seorang eksistensial sejati tapi aspek rohaninya
sangat berbeda dengan Kirkegaard yang berpikiran bagaimana ia secara pribadi berhadapan dengan Allah
sendiri sehingga terjadi personal encounter (pertemuan pribadi) antara keduanya yang hidup.
Kehidupan Gereja tak boleh lepas dari unsur hidup. Pelayanannya juga bukan sekedar activity melainkan
hubungan dengan-Nya. Jadi, orang Kristen melayani bukan karena kesediaannya melainkan Tuhan
memintanya sehingga ia harus merelakan diri mengerjakannya dengan sungguh. Keinginannya belum tentu
sama dengan kehendak-Nya. Itulah konflik kepentingan yang perlu selalu digumulkan. Ia hendaknya
mengerti isi hati Allah dan menjalankannya. Inilah hubungan pribadi dan hidup dalam persekutuan denganNya.
Ketiga, “Pada waktu itulah (saat kebangkitan Kristus) kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu
di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.” (Yoh 14:20) Dengan demikian Kristus jadi mediator sehingga
hubungan Allah dan manusia tak lagi jauh. Inilah mistical union yang pertama kali diungkap dalam exclusive
teaching of Christ. Dengan semua orang, Ia berhubungan secara dunia. Tapi hanya dengan umat pilihanNya, Ia bersekutu secara essensial dan sangat dekat. Istilah mistical union (kesatuan mistik) tak boleh
dimengerti secara duniawi. Dalam pengertian Theology, istilah tersebut berarti hubungan supranatural unik
antara Allah kekal dalam rupa Roh dengan manusia yang sementara karena terdiri dari tubuh dan roh.
163
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Dalam konsep agama, yang terjadi malah penyamaan natur. Contohnya, New Age berpendapat bahwa
manusia sebenarnya ialah allah. Tubuh yang terlihat hanyalah semu. Aslinya, tiap orang merupakan bagian
universal power/mind. Dengan kondisi demikian barulah manusia dan Allah dapat bersekutu. Konsep
tersebut logis tapi salah karena terjadi pengrusakan natur dan penyelewengan yang membuat manusia tak
kenal diri sendiri.
Kunci pengertian tersebut tak boleh lepas dari konsep Imago Dei yaitu manusia dicipta menurut gambar
dan rupa Allah (Kej 1:27). Dalam Roma 8:29 baru dijelaskan bahwa manusia dicipta serupa gambaran AnakNya. Maka Kristus jadi pattern (model) manusia meskipun beda kualitas. Lalu kemungkinan persekutuan
Kristus dan umat-Nya dikatakan, “menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
Relasi tersebut berimplikasi bahwa iman Kristen tak mengapung di atas realita dunia. Maka orang Kristen
bersatu dengan Kristus bukan hanya ketika merenung, meditasi, kebaktian atau berada dalam nuansa
rohani di Gereja. Konsep Kristen sejati tak membatasi seperti itu. Total life orang Kristen sesungguhnya
ialah hubungannya dengan Tuhan.
Amin!
164
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
R
Ro
oh
hK
Ku
ud
du
us
sd
da
an
np
pe
en
ng
ga
ajja
arra
an
n iim
ma
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 14:25-26
25
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama–sama dengan kamu;
26
tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama–Ku, Dialah
yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan
semua yang telah Kukatakan kepadamu.
Pentakosta merupakan kekuatan besar dan indah dalam kehidupan orang percaya di tengah jaman yang
semakin gelap. Dalam perjalanan sejarah, dunia makin menjadi postmodern yang relativistik, skeptik dan
agnostik karena pada hakekatnya manusia telah mencapai titik di mana ia mulai kecewa serta putus asa
khususnya ketika hendak mengerti kebenaran, melakukan pertimbangan dengan tepat, mengambil
keputusan dan hidup secara benar. Ketika ia meyakini sesuatu itu benar, suatu saat terbukti anggapannya
salah.
Karl Popper, filsuf science, pernah menekankan bahwa dunia terus berteori dan tiap teori hanya menunggu
kejatuhannya. Tapi manusia tak boleh berhenti berteori karena sangat diperlukan. Akhirnya muncullah
falsification (false = salah) di mana tiap orang hanya melempar teori termasuk science. Contohnya, dulu
selama ribuan tahun, teori geosentris (oleh Ptolemeus) dipercaya benar. Suatu saat Galileo menumbangkannya dengan teori heliosentris yang kemudian didukung oleh Copernicus. Padahal juga belum tentu
benar. Contoh lain, dulu orang juga percaya pada teori Newton. Sekarang, teori tersebut dianggap kuno
dan tak akurat. Sebagai gantinya, muncullah teori relativitas oleh Einstein. Maka terjadilah pergeseran
paradigma. Ilustrasinya, teori falsifikasi diibaratkan seperti segenggam jagung dilempar ke tengah
sekumpulan ayam. Orang yang melemparkannya tinggal menunggu jagung tersebut habis. Setelah itu,
dilemparkan lagi segenggam jagung dan seterusnya. Selain Karl Popper, ada filsuf science lain yang juga
sangat terkenal yaitu Thomas Kuhn. Ia berpendapat bahwa dunia science menjadi sekedar permainan
pergeseran paradigma. Sebenarnya dengan segala macam teori, dunia hanya ingin mencapai kebenaran
asasi.
Di dunia, manusia masuk ke dalam ketegangan di mana sifat skeptisisme dan pragmatisme mulai meracuni
hingga tak seorangpun berhak menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa pegangan hidupnya benar.
Abad 21 sungguh mendapat warisan postmodern system dari abad 20 yang mirip gerakan sophies di jaman
filsafat Yunani kuno. Dalam gerakan tersebut juga tiap hari ada orang berteori baru hingga dibentuk teater
khusus yaitu aeropagus. Paulus pernah mengajar Kekristenan di sana. Bahkan 200 tahun sebelum Tuhan
lahir ke dunia, skeptisisme, agnostik dan relativisme telah merajalela. Harus disadari bahwa masalah
tersebut memang tak dapat diselesaikan selamanya. Sesungguhnya dunia mendapat conviction (keyakinan)
165
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akan kebenaran hanya dari Kristus (Yoh 18:37). Ironis-nya, ketika berhadapan dengan-Nya, Pilatus dengan
sinis langsung jawab, “Apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38a) Sebenarnya ia tak bermaksud bertanya
melainkan justru tak mau tahu tentang kebenaran. Ayat 38b mencatat bahwa setelah itu ia langsung keluar.
Semakin mau belajar, dunia makin jatuh ke dalam skeptisisme karena ketika mencari kebenaran, mereka
malah melupakan, menolak dan tak berusaha menemukan sumbernya terlebih dulu yaitu Allah. Padahal
semakin pandai, seharusnya makin sadar sedang bermain dengan kebenaran palsu. Inilah gejala ironik yang
fatal dalam dunia akademis modern. Itu pula titik pertama mereka membodohi diri sendiri karena
mengabaikan Ams 1:7. Secara signifikan, orang yang bukan anak Tuhan sejati takkan memiliki Roh Kudus
dalam dirinya. Tuhan pernah berdoa, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi
untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu.” (Yoh 17:9)
Pengajaran Kristus sesungguhnya terdiri dari tiga level berdasarkan cara Ia mengajarkannya yang berbeda
dengan kebanyakan guru:
1.
general teaching (pengajaran umum). Seringkali Ia menggunakan cerita dan perumpamaan tanpa
penjelasan lebih jauh apalagi doktrin penting karena didengar oleh banyak orang. Pengajaran tersebut
bersifat sangat dasar.
2.
extensial teaching. Pengajaran tersebut diberikan pada kelompok kecil terdiri dari mereka yang
berkomitmen kepada-Nya. Mereka biasanya bertanya dan minta penjelasan yang tak diperoleh dalam
general teaching. Contohnya tercatat di Mat 13. Dan mereka mampu mengerti karena telah mendapat
anugerah (Mat 13:10-13). Namun Ia tetap tak membuka beberapa bagian.
3.
exclusive teaching. Pengajaran tersebut hanya bagi murid sejati. Jikalau didengar oleh murid palsu,
ia takkan mampu mengerti. Sebaliknya malah memanipulasi dan menyesatkannya.
Banyak orang Kristen berpikir bahwa Roh Kudus akan membuat hal spektakuler. Padahal itu bukan misiNya. Kalau sekedar mukjizat dsb, dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru sebelum Roh Kudus turun,
semua dapat dikerjakan. Banyak juga yang menyalahgunakan dengan menyatakan bahwa Ia menyebabkan
kesurupan. Pengertian tentang Ia tinggal dalam diri anak Tuhan memang sulit dimengerti sebelum terjadi
pertobatan. Cara kerja-Nya tentu beda dengan Setan yang suka menguasai dan merasuk orang hingga tak
sadar sedangkan Ia memimpin. Beberapa Gereja rusak karena mengatasnamakan pekerjaan Setan sebagai
karya-Nya. Contoh, ketawa sambil berguling-guling tiada henti bahkan berhari-hari.
Pekerjaan Roh Kudus membuat orang Kristen berada dalam Tuhan. Inilah the main point. Yoh 14:25-26
menunjukkan bahwa pengertian tentang Dia harus dikoneksikan dengan pusat-Nya yaitu Kristus. Selain itu
juga dijelaskan bahwa Ia memiliki dua tugas di dunia, “Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu
kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah (Kristus) Kukatakan kepadamu.” Ia takkan
pernah mengajar dari Diri-Nya karena Kristuslah Firman yang berinkarnasi (Yoh 16:13-15). Maka jikalau ada
yang mengatakan bahwa Ia memberi ajaran baru yang bertentangan dengan Kristus, itu pasti pekerjaan
Setan. Dengan demikian, signifikansi hari Pentakosta antara lain:
Pertama, peranan Roh Kudus dalam pengajaran iman, kebenaran dan prinsip Firman. Di dunia, Roh Kudus
berposisi sebagai pengganti Kristus setelah kenaikan-Nya. Maka Ia menjadi sumber kebenaran dalam diri
orang percaya. Inilah anugerah pertama terbesar dan terutama. Betapa bahagia anak Tuhan yang dididik
dengan ketajaman pengertian karena sumber kebenaran telah jadi bagian hidupnya. Berbahagialah orang
yang takluk dan tunduk kepada Allah. Realita tersebut tak dapat dimengerti dengan logika apalagi
166
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
perasaan. Tanpa semua itu, orang berani menaikkan diri melampaui segalanya, melakukan dan mengatakan
apapun. Roh Kudus takkan berbagi dengan kegelapan. Prinsip kebenaran timbul dalam hidup orang Kristen
karena Ia mulai mencerahkan pikirannya. Untuk itu, takkan ada gejala aneh. Memang Alkitab mencatat
empat tanda turunnya Roh Kudus yaitu di Yerusalem, Yudea, Samaria dan ujung bumi. Setelah itu, takkan
pernah terjadi lagi. Di Yerusalem, Ia turun dalam rupa lidah api ke atas kepala para rasul agar semua orang
mengetahui penggenapan janji-Nya. Lalu mereka langsung berkhotbah dalam bahasa Yahudi tapi terdengar
dalam 14 bahasa (Kis 2:1-13). Akibatnya, 3000 orang bertobat. Namun intinya bukan pada lidah api melainkan
adanya perubahan internal.
Ketika belum bertobat, Paulus menganggap diri paling pandai dan benar. IQ-nya memang sangat tinggi dan
tahu segala pengetahuan seperti Taurat, filsafat Yunani dan Yahudi. Tapi setelah pertobatan, ia mengaku
bodoh karena tak mengerti bahwa kebenaran sejati justru berada dalam Kristus sehingga tega membunuh
para murid.
Kedua, pekerjaan Roh Kudus memimpin dan mencerahkan pengertian interpretasi orang Kristen tentang
kebenaran. Ketika Tuhan mengajar, tak semuanya dapat segera dimengerti karena tak mudah menangkap
terobosan pemikiran melampaui logika. Contoh, Yoh 14:1-14. Namun suatu hari Roh Kudus pasti membuat
mereka mengerti maksud Tuhan. Orang Kristen cenderung lebih suka iman yang sesuai logika. Padahal
bagian tertinggi Alkitab justru sangat tajam dan teliti hingga melampaui pemikiran. Maka diperlukan
interpretasi realita yang tepat. Dan itu di luar kuasa manusia. Ironisnya, mereka seringkali take it for
granted.
Ketiga, Roh Kudus mengingatkan orang Kristen akan segala perkataan Kristus atau Firman yang sangat
solid. Hanya mereka yang lahir baru dan mendapat pembasuhan darah-Nya boleh menikmati anugerah
tersebut. Ia mencelikkan dan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:7-11). Ia
takkan membiarkan umat Allah bermain dengan dosa. Tanpa-Nya, manusia dengan tenang berbuat dosa
mengikuti bisikan Setan. Ketika diingatkan, ia malah marah dan melawan. Selain mengingatkan, Ia juga
memberitahukan kebenaran yang seharusnya dijalankan. Ia memimpin anak Tuhan masuk ke dalam
righteousness (kebenaran berproses) dan bukan truth (kebenaran azasi). Hanya Kristuslah the Truth sedangkan
manusia masih harus diproses dalam kebenaran.
Kadangkala orang Kristen enggan membaca Alkitab dengan sungguh. Padahal Roh menyatakan Diri melalui
Firman. Semua yang pernah dikatakan sebelumnya pasti digenapi. Alkitab mencatat mulai dari dunia dicipta
hingga kesudahannya, atau dari alpha menuju omega poin. Dengan kata lain, Firman menyatakan totality
sejarah manusia. Orang Kristen seharusnya membaca Alkitab mulai dari bagian awal hingga terakhir
berulang kali namun tak perlu dihafalkan. Dengan demikian, ia dapat mengalami Roh Kudus yang
senantiasa mengingatkan dan menguatkannya. Di tengah kondisi sulit, tiba-tiba Firman muncul kembali
dalam ingatan meskipun ayatnya tak hafal. Ketika mendengar ajaran sesat, Firman langsung
menyadarkannya. Sedangkan ketika tak ada masalah, Firman yang pernah dibaca sepertinya mengendap
dalam pikiran.
Roh Kudus juga mengingatkan adanya keadilan mutlak dari Tuhan. Penghakiman yang tercatat di Yoh 16:11
sangat positif. Orang Kristen seharusnya menyadari bahwa penghakiman pasti datang. Jadi, ketika difitnah
atau diperlakukan secara tak adil, ia sebaiknya tenang dan tak membantah karena Roh Kudus mengetahui
perbuatan dan pikirannya. Karena orang lain tak tahu motivasinya hingga timbul rasa tak percaya maka
penjelasan tak berguna sama sekali. Makin bereaksi menunjukkan Roh Kudus tak ada dalam dirinya hingga
ia merasa ketakutan. Padahal ketika anak Tuhan dipermainkan maka itu menjadi urusan Allah.
167
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Selain itu, penghakiman juga dapat berkonotasi negatif. Ketika berdosa, orang Kristen pasti menerima
hukuman karena Roh penghakiman tinggal dalam dirinya. Ia berusaha menghalanginya berbuat dosa.
Orang lain dapat dikelabui tapi Roh Kudus tidak. Jadi, penghakiman seharusnya membuat orang Kristen
lebih tenang dalam pelayanan. Roh Kudus merupakan kekuatan untuk melangkah dan tetap hidup dalam
terang di tengah dunia yang makin gelap. Di dunia yang skeptik, ia telah memiliki kebenaran pasti. Ketika
dunia bingung dengan segala keputusan hidup, ia dengan tenang dapat minta pimpinan-Nya yang tak
mungkin salah.
Amin!
168
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
errd
da
am
ma
aiia
an
ny
ya
an
ng
gs
se
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
27
Yohanes 14:27
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera–Ku Kuberikan kepadamu, dan apa
yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan
gentar hatimu.
Selain menjanjikan Roh Kudus, Tuhan memberi janji lain yang juga sangat exclusive, “Damai sejahtera- Ku
tinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang
diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh 14:27) Situasi yang sulit dan
kritis memang wajar kalau membuat para murid takut, kuatir dan panik. Sepanjang surat Yohanes sebelum
ayat tersebut, Ia belum pernah membicarakan damai sejahtera yang bermakna sangat mendalam karena
memang diberikan khusus bagi murid-Nya.
Ada perbedaan kualitatif antara peace yang dari Tuhan dan dunia. Damai sejahtera yang dibicarakan oleh
dunia tak berisi. Sedangkan yang daripada-Nya merupakan buah Roh sebagai tanda keunikan para muridNya. Damai tersebut diberikan agar mereka yang telah dihidupkan dalam Roh atau menikmati penebusan
Kristus tetap menjalankan kehendak-Nya dengan sungguh. Lebih jelasnya, qualitative differences tersebut
akan dijabarkan sebagai berikut:
Pertama, damai sejahtera Kristus itu riil/sejati karena tak tergantung pada segala situasi. Yoh 14:27
menunjukkan bahwa realita tak berubah. Damai sejahtera-Nya juga tak meniadakan realita. Para murid
tetap dalam bahaya sedangkan Tuhan akan dianiaya dan disalibkan.
Orang Kristen seringkali menginginkan damai yang dari dunia melalui perubahan situasi. Maka ia takkan
merasa damai dalam keadaan ketakutan dan terancam atau di tengah penganiayaan. Itulah damai versi
sekuler. Damai yang dari luar hanya virtual atau palsu. Damai semacam itu merupakan akibat perubahan di
luar diri. Ketika ancaman tak ada, ia baru merasa damai. Sebenarnya itu hanyalah suatu kebetulan tak ada
ancaman. Kalau ancaman kembali datang, ia merasa tak damai lagi. Jadi, lingkungan membuatnya damai
atau tidak.
Damai sejahtera sejati seharusnya memampukan tiap anak Tuhan untuk keluar dari segala situasi sehingga
tak mudah dipermainkan oleh kondisi yang makin bergolak sekalipun. Damai tersebut sanggup melampaui
semua itu karena tergantung pada Allah sebagai Sumber kekuatan.
Seorang pelukis hendak menggambarkan damai sejahtera sejati. Ia melukis seekor merpati putih yang
dengan tenang hinggap di batu karang besar di tengah laut bergelombang hebat. Burung tersebut merasa
tak perlu takut karena batu karang itu cukup memberi rasa aman.
169
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Damai sejahtera orang Kristen dimungkinkan mempunyai stabilitas karena adanya the real peace.
Kekuatannya bersama pimpinan Allah yang hidup menjadikannya tak mudah diganggu ketika melangkah,
berjuang dan menerobos di tengah dunia. Sedangkan orang dunia pasti terbawa ketika lingkungan
sekitarnya kacau karena damai sejahtera tergantung pada perasaan hati.
Kedua, the inner peace yaitu damai sejahtera yang muncul dari dalam diri sendiri. Tapi beda dengan damai
yang keluar dari hati secara duniawi. Ketika hendak melakukan kehendak-Nya, timbullah damai sejahtera
Allah yang akan menyertai dan memenuhi hati. Ketika harus berhadapan dengan kesulitan dan tantangan
dalam mengerjakan tugas pelayanan-Nya, damai sejahtera sejati segera meluap keluar. Inilah perbedaan
antara anak Tuhan sejati dengan orang dunia yang egois.
Ketika memberitakan Injil, Paulus dipukul, disesah lalu dipenjarakan. Kebanyakan orang menduga ia akan
marah terhadap Tuhan. Tapi ia justru menyanyi, memuji dan bersyukur kepada Allah. Akhirnya, semua
sendi penjara terbuka. Dan kepala penjara langsung bertobat. Damai sejahtera sejati membuatnya memiliki
sikap, cara pandang dan berurusan dengan dunia yang sangat berbeda.
Doa Tuhan di Yoh 17 juga sangat exclusive, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa,
tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milik-Mu.” (ayat 9) Lalu
dikembangkan lagi di ayat 20, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang,
yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka.” Selain itu, Ia juga berdoa, “Aku tidak meminta, supaya
Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka daripada yang jahat.
Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran;
firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku
telah mengutus mereka ke dalam dunia.” (ayat 15-18)
Ketika Tuhan disalibkan bukan karena berdosa melainkan difitnah dan diperlakukan sangat tak adil, orang
banyak malah mengejek, “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri,
jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” (Luk 23:35) Kalimat tersebut menyakitkan. Tapi damai
sejahtera-Nya justru melimpah keluar dengan berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak
tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34)
Damai sejahtera yang melimpah keluar dari hati justru membuat orang percaya berani melangkah dalam
kebenaran Tuhan meskipun mendapat serangan dari luar. Sebaliknya, dunia berusaha memberikan
kondusif atmosfer. Semua diorientasikan pada kepentingan manusia. Maka mereka akan merasa tak damai
jikalau dirugikan. Tapi ketika merugikan atau menjatuhkan orang lain, mereka merasa damai sejahtera
karena mendapat keuntungan.
Ironisnya, banyak orang Kristen juga memakai istilah damai sejahtera dari dunia yaitu ketika keinginannya
tercapai atau kebutuhannya terpenuhi. Mereka baru merasa damai kalau memiliki persekutuan yang indah
atau mendapat dukungan dari banyak teman. Ketika berdosa lalu ditegur, mereka marah karena tak damai
lagi.
Dunia saat ini berada dalam dua tegangan besar. Di satu pihak, sepertinya mengglobal dalam relativitas
relasi. Dulu, seseorang yang perlu bicara dengan orang lain harus pergi menemuinya karena tak ada sarana
komunikasi. Sejak telpon diciptakan, komunikasi jadi lebih mudah tapi tak bisa melihat mimik wajah lawan
bicara. Sekarang, internet membuat relasi makin luas hingga menjangkau seluruh dunia. Tapi relasi tersebut
hanyalah virtual (maya) reality. Sepertinya kenal namun sesungguhnya tidak karena belum pernah bertemu.
Yang diajak bicara sebenarnya ialah layar komputer. Istilah virtual reality bersifat paradoks karena realita
170
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
itu riil bukan semu. Hal tersebut makin tak disadari. Akibatnya, dunia makin individual di mana tiap orang
lebih suka menyendiri di depan komputer dan tak lagi mau peduli pada orang lain. Tanpa komputer, ia
merasa kehilangan relasi. Akhirnya, di tengah tekanan atau depresi berat ia tak tahan lalu lari ke tindakan
ekstasi seperti narkoba. Sesungguhnya, tak perlu menuntut orang lain untuk memberikan damai sejahtera.
Ketiga, the divine peace yaitu damai sejahtera ilahi dari Roh Kudus. Damai sejahtera merupakan atribusi
Allah. Maka tak mungkin terjadi konflik. Damai tersebut menyatu integral dengan semua sifat ilahi lainnya
seperti kebenaran, keadilan, kesalehan, kesucian, keagungan dsb.
Damai dunia terkait dengan ego dan direkayasa oleh manusia. Maka damai yang muncul dari dunia sekuler
itu tak sesuai atribut dan citra ilahi sejati. Di dunia, orang cenderung mencari damai palsu dan immoral
yang merusak serta meracuni pikiran dan saraf. Misalnya, perokok takkan merasa damai tanpa rokok.
Akibatnya, semakin mengejar damai, dunia makin berdosa dan liar. Semakin rusak, mereka juga makin tak
damai. Maka kerusakan yang terjadi semakin parah. Demikian seterusnya hingga mereka mati. Seharusnya
mereka kembali kepada Tuhan agar diberi the divine peace. Ketika memperoleh kesempatan tersebut,
jangan biarkan lolos. Kalau tidak, betapa ruginya karena mereka akan terus hidup dalam kegalauan dan
takkan pernah tenang selamanya.
Tuhan menghendaki tiap anak-Nya memiliki nuansa Surga di tengah dunia. Maka Ia memberi banyak
perlengkapan. Situasi yang dialami oleh orang percaya memang tak beda dengan dunia. Mungkin juga
menikmati damai yang sama. Asalkan bersedia kembali bertobat, tunduk, mengaku dosa, minta dibasuh
dengan darah-Nya, tinggal dalam Dia dan seumur hidup menjalankan kehendak-Nya maka the true peace
akan berada bersama setiap anak-Nya.
Amin!
171
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
A
Ak
ku
ud
da
atta
an
ng
gk
ke
em
mb
ba
allii k
ke
ep
pa
ad
da
am
mu
u
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 14:28-29/ Lukas 22:14-20
Yohanes 14
28
Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang
kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena
Aku pergi kepada Bapa–Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.
29
Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu
percaya, apabila hal itu terjadi.
Lukas 22
14
Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama–sama dengan rasul–rasul–Nya.
15
Kata–Nya kepada mereka: "Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama–sama dengan
kamu, sebelum Aku menderita.
16
Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh
kegenapannya dalam Kerajaan Allah."
17
Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata: "Ambillah ini dan
bagikanlah di antara kamu.
18
Sebab Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil
pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang."
19
Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah–mecahkannya dan memberikannya
kepada mereka, kata–Nya: "Inilah tubuh–Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini
menjadi peringatan akan Aku."
20
Demikian juga dibuat–Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah
perjanjian baru oleh darah–Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.
masih termasuk berita atau pengajaran sangat exclusive dari Kristus tentang jalan hidup
Kristen. Bagian tersebut merupakan penekanan yang sebenarnya telah dibuka-Nya sejak pertama kali
pengajaran exclusive.
Yoh 14:28-29
Tuhan belum pernah membicarakan dengan orang lain mengenai misi utama kehadiran-Nya di dunia. Ia
baru mengatakan hanya pada murid sejati. Memang ketika memberitakan bahwa Diri-Nya harus pergi ke
Yerusalem menanggung banyak penderitaan, keduabelas murid mendengar. Itulah fakta sejarah bahwa
Mesias, Juruselamat manusia atau Anak Allah yang hidup harus mati lalu bangkit pada hari ketiga. Tapi
belum dijelaskan karena hanya dapat diterima oleh umat pilihan yang telah diubahkan atas anugerah-Nya.
Ketika hendak mengerti kebenaran Firman, logika manusia yang telah dikunci oleh dosa dan konsep
sekuler, tak mudah menerimanya. Yang mudah diterima seringkali bukan kebenaran sejati melainkan
172
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
konsep yang ada di dunia berdosa lalu dimodifikasi hingga langsung sesuai hati dan pikiran manusia.
Contoh, orang dunia pasti setuju dengan berita, “Berbahagialah kamu yang kaya dan celakalah kamu yang
miskin” atau “Anak Tuhan yang baik pasti diberkati dan kaya. Kalau tak kaya berarti belum diberkati.” Tapi
ketika naik ke atas bukit, Tuhan berkhotbah, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, … Berbahagialah
kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela
kamu serta menolak namamu … Tapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, … Celakalah kamu, jika semua
orang memuji kamu; …” (Luk 6:20, 22, 24 dan 26) Para murid mulai kesulitan dan merasakan perbedaannya.
Mungkin sebagian orang Kristen juga tak suka membacanya. Bahkan Petrus tak mengerti malah membantah pemberitahuan Kristus tentang penderitaanNya kelak, “Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan
menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa
Engkau.” (Mat 16:22)
Pemberitaan Tuhan mengenai kepergian-Nya (Yoh 13:31 s/d Yoh 14) menimbulkan perdebatan rumit di
antara para murid. Semakin dibahas, konsep mereka makin kacau. Lalu Ia jelaskan sepanjang pasal 14.
Setelah itu, Tuhan kembali ke topik pertama, “Kamu telah mendengar bahwa Aku telah berkata kepadamu:
Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan
bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku …” (Yoh 14:28) Dengan kata lain, Ia menunjukkan bahwa
sebenarnya para murid tak rela melepaskanNya pergi. Prinsip mereka sangat egois. Sejak dulu mereka
mengharapkan-Nya jadi Mesias, lebih tepatnya Pendiri sekaligus Penguasa Kerajaan Daud. Sehingga mereka
mendapat posisi sebagai perdana mentri, mentri, panglima, kepala militer, kepala departemen dsb. Semua
orang harus tunduk pada kekuasaan mereka. Pemikiran semacam itu salah dan terlalu duniawi maka Ia
mengajak untuk melihat pengharapan hidup Kristen yang tak terkunci dalam kesementaraan.
Banyak orang Kristen memiliki target hidup serta cara mengambil keputusan, attitude (sikap) dan tindakan
yang sangat duniawi. Kunci seluruh relasi mereka berhenti di format dunia yang sangat material. Tak harus
berbentuk uang tapi semua aspek berorientasi pada materi karena mereka tak mampu menerobos pada
kekekalan.
Menurut Mzm 90:10, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, …” Kalau
hidup orang Kristen sudah diserahkan untuk melayani dan setia beriman maka ketika tiba saatnya pergi
bertemu Tuhan, ia harus dilepaskan karena dunia bukan tempat enak melainkan menimbulkan stres,
tegang dan susah. Paulus di Flp 1:21-22 mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah
(bertanggungjawab dan jadi berkat bagi orang lain).” Justru ketika semua tugas selesai, itulah saat terindah.
Sebaliknya kalau belum bertobat, sebaiknya tak segera pergi karena ia pasti sengsara dan binasa di Neraka
selamanya. Sedapat mungkin ia dipertahankan dan diinjili agar kembali kepada Tuhan.
Banyak orang mengira kekekalan (eternity) sama seperti dunia yang sementara. Padahal sesuatu yang kekal
takkan berubah. Perubahan membutuhkan proses dan waktu. Sedangkan kematian bersifat selamanya.
Semua sejarah, agama bahkan hati nurani menyadarinya. Fakta tersebut tak dapat ditolak. Sekali masuk ke
Surga atau Neraka, manusia takkan bisa pindah. Pendapat yang mengatakan bahwa di sana dapat terjadi
perpindahan, termasuk kebodohan illogical pemikiran orang yang tak tahu essensi kekekalan.
Kebanyakan orang termasuk yang Kristen hanya memikirkan diri. Mereka mempertahankan orang lain demi
kepentingan sendiri. Melepas kepergian pun mungkin disebabkan karena biaya sudah terlalu banyak. Inilah
jiwa berdosa. Kristus harus turun ke dunia bukan untuk pekerjaan ringan. Ia datang di kandang gelap,
penuh jerami kotor dan bau. Ialah Anak Allah Pencipta sekaligus Pemilik alam semesta yang tak dibatasi
oleh waktu dan ruang tapi harus lahir dalam rupa bayi, bukan sebagai anak raja atau orang kaya melainkan
tukang kayu. Orang yang berkemampuan ketika tiba-tiba lumpuh, ia jadi sangat stres. Apalagi Tuhan yang
173
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
berkemampuan luar biasa, jadi tak bisa makan, jalan dsb layaknya bayi. Ia sangat menderita tapi manusia
tak menghargai-Nya. 600 tahun sebelumnya, Yesaya mengungkapkan, “He is the Man of sorrow.” (Yes 52:13
s/d Yes 53) Sejak kecil Ia kerja keras tiap hari menghidupi keluarga. Hingga dewasa, Ia tak punya kedudukan,
uang, rumah dll. Di Mat 8:20, Ia berkata pada para pengikut-Nya, “Serigala mempunyai liang dan burung
mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Namun
para murid tak memikirkan penderitaanNya. Sesungguhnya Ia tak bersalah tapi seluruh dunia menjepit lalu
menyiksa, melecehkan, menghina dan membunuhNya. Yang melakukan semua itu justru orang beragama
dan politik. Kata-Nya pada para murid di Luk 22:18, “… mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi
hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang.” Padahal Ia telah mengajar dengan hebat,
memberi sangat banyak berkat dan menyembuhkan orang. Ketika mengadakan perjamuan malam terakhir,
Ia berpesan, “… perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:19)
Kesengsaraan dunia sesungguhnya merupakan essensi dosa. Namun orang tak menyadari bahwa dunia
telah rusak, meskipun secara logika seharusnya tahu. Fakta tersebut diputarbalikkan dengan mengatakan
bahwa dunia ini menyenangkan dan manusia pada hakekatnya baik. Dosa hanyalah kelemahan manusia.
Sebenarnya dunia mempromosikan keberdosaan. Semakin orang berpendapat atau bertindak, makin
membuktikan dosa ada. Masalah tersebut tak terselesaikan walaupun dengan segala upaya karena
memang tak dimungkinkan.
Bumi di Denpasar menyatakan bahwa perjuangan selama 10 tahun hopeless karena dunia makin tak
nyaman. Saat ini terjadi krisis energi. Selain itu, pencemaran mencapai tingkat menakutkan. Moral dan
ekonomi juga hancur total karena filsafat utilitarianisme serta permainan saham yang menguasai trading.
Kepentingan kaitan globalisasi sangat mengerikan karena ekonomi, politik, militer dan sosial jadi molding
yang complicated sekali. Mungkin cara penyelamatan ekonomi dunia yang kelak dijalankan yaitu perang
agar business senjata berkembang pesat. Jadi, perang bukan sekedar pertengkaran antar negara. Ada
pengaturan dan perencanaannya karena membutuhkan biaya sangat besar. Manusia seharusnya sadar
kalau berdosa dan mawas diri. Itulah titik awal perubahan.
KTT
Target terakhir perjuangan hidup (the real purpose) ialah kembali kepada Bapa di Surga yang lebih besar
daripada Kristus (Yoh 14:28). Yang dimaksud bukan dalam arti status tapi Ia mengajak para murid
memandang kepada Bapa sebagai Raja di atas segala raja di seluruh alam semesta. Itulah hidup sejati.
Sedangkan mati bukan sekedar nafas berhenti. Kematian sejati yaitu terpisahnya manusia dari Allah. Di Kej
2:17 Tuhan berkata pada Adam, “… tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu,
janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Sejak
melanggar perintah tersebut, hubungannya dengan Allah putus. Ia dan istrinya diusir dari taman Eden. Lalu
Kristus menebus dan menyelamatkan sehingga manusia dapat bersekutu kembali bahkan boleh
memanggil-Nya Bapa. Meskipun memperoleh seluruh dunia tapi akhirnya nyawa binasa, semua tak berarti
lagi. If you do something, you should know exactly the purpose. Sehingga bersemangat ketika
mengerjakannya. Tanpa tujuan jelas, tak perlu dikerjakan karena percuma saja dan buang waktu. Dunia
management mengajarkan organizing, planning, dsb. Tapi mereka tak tahu tujuan akhir hidup. Tuhan
menghendaki sasaran hidup orang Kristen jelas.
Bagian akhir dari Yoh 14:28 tak boleh dimengerti menurut versi saksi Yehova yang menipu seolah-olah lebih
mengerti. Orang Kristen tak boleh menghakimi mereka yang bernubuat tapi di Alkitab ada dua macam nabi
yaitu asli dan palsu. Nubuatan nabi palsu takkan terjadi karena bukan dari Allah, seperti tokoh saksi Yehova
yang lima kali bernubuat bahwa Yesus akan datang. Nabi Tuhan harus dihormati dan ditaati karena
bernubuat atas nama-Nya. Tapi hukuman bagi yang palsu ialah dirajam mati untuk menghargai integrity
Allah. Demikian pula mereka yang berzinah supaya kesucian dan kebenaran-Nya tak dipermainkan.
174
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Banyak orang kerja keras tapi hidup mereka dibuang. Tanpa memikirkan Tuhan, berjuang di dunia jadi
susah. Dengan memikirkan-Nya bukan berarti jadi tak susah. Seluruh perjuangan perlu dievaluasi kembali,
masih terkait dengan Surga atau kelak dibuang sia-sia total. Hingga saat ini, negara maju sekalipun tak
mampu menghindari banjir dan badai besar. Maka manusia harus bersandar kepada-Nya karena hidupnya
rentan dan berdosa. Cara berpikirnya harus diubah, bukan mengikat diri dengan dunia tapi menerobos ke
atas dan melihat kehendak Tuhan.
Amin!
175
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
E
Es
se
en
ns
sii iim
ma
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
29
Yohanes 14:29
Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu
percaya, apabila hal itu terjadi.
termasuk pergumulan kesimpulan dari seluruh pembicaraan (Yoh 13:31 s/d Yoh 14:28). Ada dua
aspek keunikannya. Ayat tersebut termasuk prinsip nubuatan yaitu berita dinyatakan terlebih dahulu lalu
ditunggu waktunya hingga akhirnya digenapi dan menghasilkan iman. Sebelum masuk ke konsep tersebut,
intinya harus diperdalam.
Yoh 14:29
Injil Yohanes ditulis sekitar 40-50 tahun setelah Injil Matius, Markus, Lukas yang mengungkap sejarah
keberadaan Kristus di dunia, beredar. Ketiga Injil tersebut mempunyai tujuan dan sasaran masing-masing
maka kronologinya beda. Maksud penulisan Injil Yohanes merupakan esensi pemberitaan pasal 14 dan juga
menjadi target Tuhan yaitu supaya banyak orang percaya. Itulah prinsip terakhir semua tindakan dan
perkataan-Nya. Sedangkan Yoh 20:30-31 merupakan kesimpulan Injil tersebut. Selain kronologi, ada
penataan topikal yang diharapkan tercapai. Juga diperlukan multidimensi untuk melihat kehadiran-Nya
sehingga tak cukup hanya satu Injil dengan satu segmen sudut pandang karena dimensi pengertian Injil jadi
sangat terbatas. Injil Yohanes justru memberi wawasan sangat beda yang diungkap bukan secara kronologis
melainkan Theologis (prinsip iman sejati).
sepintas seperti sekedar urutan logis. Sebenarnya ayat tersebut merupakan esensi kehidupan
terutama yang Kristen. Dalam hidup, kepercayaan dasar atau iman sangat serius hingga mempengaruhi
tingkah laku, perkataan, pilihan dan keputusan. Tiap orang pasti memilikinya dalam diri dan
memutlakkannya tanpa mempertimbangkan kebenaran. Maka ketika orang lain mulai mengusik isi hatinya
terdalam yang disembunyikan dengan sangat rapi, ia marah. Dalam kondisi terdesak, akhirnya keluar modal
terakhir yaitu ‘pokoknya …’. Setelah itu sebaiknya lawan bicara tak bertanya lagi dan diskusi segera diakhiri
karena akan menimbulkan pertengkaran.
Yoh 14:29
Sosiolog Erich Fromm mengatakan, “Don’t ask whether they have faith or not, but please ask what kind of
faith they have.” Mungkin 80 % manusia di dunia tak menggumulkannya secara serius. Orang Kristen juga
belum tentu sejati imannya. Di jaman sekarang, iman berada dalam kondisi sangat rumit. Dulu selalu timbul
protes dan konflik jikalau ada yang pindah agama. Setelah tahun 60, peristiwa semacam itu tak terjadi.
Apalagi dengan trend postmodernisme relativisme, para anak muda memiliki filosofi sangat beda dengan
orang berusia 50-70 tahun. Mereka dapat beriman Kristen sekaligus atheist, humanist, Buddhist hingga
berani menyatakan percaya semua aliran dan agama yang sebenarnya saling kontradiksi dan takkan
bersatu. Dalam pengertian mereka terjadi dan terbiasa dengan kondisi multilayers of faith (iman berlapis-lapis).
Sebenarnya mereka menutupi iman sejatinya. Kondisi semacam ini paling bahaya.
176
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Pengalaman para murid tak terlalu beda dengan kondisi di atas. Dalam pembicaraan Yoh 14 mereka telah
mengikut Tuhan selama 3½ tahun, menjelang penganiayaan, penyaliban, kematian dan kebangkitan-Nya.
Pembicaraan tersebut telah mencapai kondisi advance dan kalau ditanya, mereka pasti tegas menyatakan
percaya kepada Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup. Itulah statement of faith dari Petrus di Mat 16:16.
Tapi mereka belum sungguh percaya melainkan masih dalam dualisme konsep karena iman tak sederhana.
Ada orang beranggapan, yang penting dan mendasar bagi keselamatan hanyalah percaya kepada Tuhan.
Kalau demikian, sama dengan Setan percaya kepada-Nya. Seharusnya beda. Matius 7:21-23 mengatakan,
mereka yang memanggil-Nya Tuhan tak jadi masuk ke Surga melainkan dibuang ke Neraka. Padahal telah
membuat banyak mukjizat hebat. Kadangkala manusia memudahkan istilah ‘percaya’.
Maka di Yoh 14:29 Kristus mengatakan, “Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu
terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.” Kalau Ia tak memberitahu lebih dahulu, para murid
pasti sulit percaya. Mereka terus mendebat-Nya sepanjang pembicaraan tersebut, merupakan bukti belum
percaya. Kalau sungguh percaya, jawaban mereka seharusnya sangat simple yaitu amin. Iman bukan
kalimat yang boleh sekedar diungkapkan lalu dianggap selesai. Namun iman Kristen sejati belum terjadi
hingga saat ini.
Dalam pergumulan Yoh 14 ada beberapa hal untuk merefleksi dan mengevaluasi iman tiap orang Kristen:
Pertama, kaitan iman dan realita. Fakta dan iman beda. Para murid mengetahui fakta Tuhan mengadakan
mukjizat dan mengajar lalu akhirnya harus pergi ke Yerusalem. Namun semua realita tersebut tak membuat
mereka percaya.
Kadang dalam situasi tertentu orang Kristen harus menerima fakta karena memang tak mampu
menolaknya. Banyak orang dihadapkan dengan fakta dunia jahat, rusak dan hancur, seperti penyakit,
penderitaan, kematian dll karena manusia berdosa. Ada pula dosa tak dianggap kejahatan. Meskipun
terpaksa dan hati berontak, mereka harus mengakui fakta tersebut.
Ketika orang Kristen menyadari berdosa, tindakan tersebut bukan sekedar logis tapi iman yang mengaitkan
realita ke dirinya. Seharusnya penginjilan dan pertobatan mulai dari kondisi seperti itu. Tapi banyak yang
tak melampauinya. Tak ada pertobatan yang sungguh terjadi.
Sesungguhnya manusia hanyalah sampah karena terlalu melawan Tuhan. Ia tak punya kapasitas, kehebatan, keistimewaan dan ketaatan untuk dibanggakan di hadapan Allah berdaulat. Seharusnya realita
tersebut masuk ke dalam hati jadi kepercayaan.
Paulus juga mengatakan demikian. Dulu ia bangga sebagai orang Yahudi asli dengan otak Farisi.
Kemampuan dan semangat kerjanya tak meragukan. Maka ia berhak merasa something. Tapi setelah
mengenal Kristus, semua itu jadi sampah. Ia mengungkapkannya dengan keras. Itulah nuansa iman, bukan
rasionya. Iman timbul setelah ia dihancurkan oleh Tuhan. Maka Saulus berganti nama jadi Paulus untuk
mengekspresikan esensi imannya.
Iman para rasul tak seperti itu. Mrk 9:34 mencatat bahwa mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar.
Bahkan di Yoh 18:10 tercatat, Petrus menghunus pedang dan memutus telinga kanan Iman Besar. Padahal
mereka belum pernah berlatih perang. Pikiran mereka terlalu jauh karena merasa dekat dengan Tuhan.
Ketika Ia harus pergi, mereka jadi merasa nothing meskipun sulit menerima realita tersebut.
177
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Fakta dan iman seringkali senjang dalam hidup manusia. Ketika sadar bahwa dirinya nothing, realita sejati
jadi bagian dari iman. Hanya iman sejati membuatnya bersandar pada objek iman sesungguhnya yaitu
Kristus. Mereka yang merasa something hanya mampu menjalankan keinginan dunia. Justru di tengah
reruntuhan hati yang hancur, Tuhanlah yang akan membentuk dan menata kembali.
Kedua, iman membentuk kacamata hidup. Ketika melihat, memperhatikan dan menanggapi sesuatu,
seseorang tak pernah mengerti secara plain (terbuka) tapi selalu dengan kacamata tertentu. Maka realita
tersebut tak sejati melainkan hasil interpretasi. Kacamata iman sangat menentukan.
Di Yoh 14:29 Tuhan berkata demikian karena menginterpretasi realita tak mudah. Kesuksesan seseorang
mungkin menurut kacamata orang lain jadi kegagalan. Demikian pula sebaliknya. Kadang juga terlalu cepat
mengambil kesimpulan. Contoh, orang kaya belum tentu sukses. Sulit untuk mencapai orang kaya yang
sukses. Mungkin 95% orang kaya termasuk gagal. Lebih baik hidup enak tapi miskin daripada kaya tapi
susah. Kalimat tersebut paradoksikal dan sulit dimengerti karena kacamatanya bermasalah. Tapi itulah
Firman Tuhan. Manusia cenderung melinierkan jadi ‘kaya itu enak’.
Bagi banyak orang, kepergian Tuhan dan Paulus ke Yerusalem termasuk kebodohan karena mereka akan
disiksa dan dibunuh di sana. Tapi itulah jalan kesuksesan mereka karena pimpinan Allah. Kalau Paulus tak
ke sana, ia takkan menembus ke Roma. Tak ada cara lain. Ia berkewarganegaraan Roma maka berkapasitas
menghadap Kaisar. Cara-Nya memakai manusia memang sangat unik.
Orang juga memandang Yusuf bodoh karena sebagai anak kesayangan Yakub, ia malah dibuang oleh
saudaranya. Tapi akhirnya ia memberi kesimpulan sangat tepat yaitu Kej 50:20 yang menunjukkan adanya
dua kacamata:
1.
saudaranya,
2.
Firman Allah. Kalau ia memakai kacamata saudaranya maka mereka harus dihukum karena
mencelakakannya. Tapi ia justru memilih kacamata Tuhan (ayat 21).
Tuhan mempersiapkan para murid (Yoh 14:29) supaya cara pandang mereka beda dengan dunia yang
memandang penyaliban-Nya sebagai kegagalan fatal total. Ia pergi ke Yerusalem justru untuk
memenangkan semua pertentangan dan menghancurkan kuasa Iblis. Namun banyak orang Kristen tetap
memakai kacamata selain yang Kristus berikan.
Ketiga, iman harus untuk tujuan terakhir. Kristus menghendaki umat-Nya percaya bahwa Ialah Mesias,
Juruselamat, Penebus dan Anak Allah yang hidup. Kepercayaan yang salah sebaiknya mulai dibongkar dan
dihancurkan. Sebagai ganti, ia harus kembali kepada Allah. Tindakan tersebut memang sangat sulit tapi
harus dijalankan sebelum terlambat.
Ketika Tuhan akan pergi, para murid ketakutan karena berpikir harus mengatasi hidup mereka sendirian.
Saat ini juga banyak orang ketakutan karena tak bersandar mutlak kepada-Nya. Padahal prinsip dunia
seringkali tak sesuai dan malah merusak iman Kristen. Contoh, konsep positive thinking membuat orang tak
menyandarkan hidup kepada-Nya. Namun planning manusia dapat dibatalkan oleh-Nya. Maka seharusnya
digumulkan dan menunggu pimpinan Allah jelas agar resiko tak terlalu besar. Banyak orang berpikir, hidup
menurut jalan-Nya sangat susah. Seharusnya justru lebih ringan meskipun memang tak mudah
menjalankan pekerjaan-Nya. Tapi hidup yang tak mengandalkan-Nya pasti jauh lebih susah.
Amin!
178
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
ep
pe
errc
ca
ay
ya
aa
an
ns
se
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
29
Yohanes 14: 29-31
Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu
percaya, apabila hal itu terjadi.
30
Tidak banyak lagi Aku berkata–kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan
ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri–Ku.
31
Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala
sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada–Ku, bangunlah, marilah kita pergi dari
sini."
Di Yoh 14:29 Kristus menyampaikan kesimpulan terakhir sekaligus menekankan semua aspek yang telah
dikatakan-Nya dengan sangat serius yaitu bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem untuk mati lalu dipermuliakan
dan naik ke Surga meninggalkan para murid tapi kelak akan kembali menjemput mereka. Semua itu
diungkap bukan demi kepentingan-Nya tapi justru “…supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.” Jadi,
ada hal sangat luar biasa yang hendak dinyatakan-Nya pada mereka yaitu inti kehadiran-Nya di dunia.
Seluruh misi-Nya sulit dipahami karena untuk mengerti impact atau dampaknya terhadap hidup orang
Kristen dibutuhkan pola pikir terbalik dan beda dengan pikiran manusia. Maka terjadi perdebatan sangat
sengit antara Tuhan dan para murid yang selama 3½ tahun bersama-Nya. Tapi Ia tetap harus memberitahu
dan mencoba merubah mereka.
Paradigm shift atau pergeseran paradigma harus terjadi dalam kehidupan iman orang Kristen. Menggeser
iman memang sulit tapi sangat mutlak diperlukan. Namun untuk menggeser implikasi iman mudah. Ketika
jadi orang percaya, yang bergeser seharusnya bukan paradigma umum melainkan paradigma dasar. Maka
kesulitan terbesar terjadi ketika harus mencabut paradigma dasar.
Banyak orang Kristen jaman sekarang sengaja menggeser kata ‘percaya’ dan memasukkan konsep lain yang
salah. Akibatnya, mereka tak masuk ke dalam objek iman tapi kepercayaan hanya sekedar sarana. Mereka
menganggap tak perlu mempersoalkan doktrin, berargumentasi atau memiliki ketajaman pengertian. Yang
penting hanya percaya kepada Yesus agar selamat masuk ke Surga. Mereka sangat mungkin belum
diselamatkan karena Tuhan dijadikan sarana egoisme pribadi dan sasaran terakhir imannya ialah
keinginannya masuk ke Surga. Persis seperti yang tercatat di Mat 19:16, “Ada seorang datang kepada Yesus,
dan berkata: “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk mempeoleh hidup yang kekal?”
Maka diperlukan perombakan seluruh paradigma dasar kepercayaan. Inilah tuntutan Tuhan. Ada tiga hal
sangat menyulitkan:
Pertama, “Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu
percaya, apabila hal itu terjadi.” (Yoh 14:29) Inilah prinsip utama mengenai nubuat dalam Kekristenan.
Perkataan Tuhan mutlak terjadi dan tak dapat digagalkan. Tapi nubuat dijalankan bukan demi kepentingan
manusia melainkan menyatakan who God really is dan menunjukkan kedaulatan serta kemampuan-Nya
yang melampaui ruang dan waktu sehingga sanggup mengungkap sejarah mulai dari titik alfa (dunia dicipta)
179
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
hingga omega (dunia berakhir). Maka nubuat sejati tak mungkin dilaksanakan secara tepat kecuali oleh Allah
Pencipta alam semesta sekaligus Pemilik sejarah namun tak terlibat dosa.
Dunia modern mencoba melangkah di depan sejarah agar sama seperti Tuhan. Salah satu oknum paling
suka mempermainkan sejarah ialah Iblis. Ia berupa roh sehingga dalam aspek tertentu sedikit lebih cepat
daripada manusia. Maka ia dapat membohongi orang seolah-olah lebih hebat. Ia dapat mengetahui lebih
dulu tapi bukan sungguh mengetahuinya. Ia hanya mendapat informasi lebih cepat daripada manusia yang
hidup di era komunikasi.
Manusia selalu ingin tahu dan sangat suka bernubuat atau ikut berbagai aliran yang banyak membicarakan
tentang masa depan. Mereka pergi ke peramal untuk mengetahui peruntungan. Tapi perkataan satu
peramal dan yang lain beda. Dan orang lebih suka berita bagus. Mereka sebenarnya takut peristiwa buruk
terjadi maka mencoba menghindar atau merubahnya. Kalau bisa diubah, berarti ramalannya bohong.
Mereka seharusnya siap hati menerima masa depan meskipun menyakitkan karena Tuhan tak
memperkenankan manusia tahu.
Banyak bidat berulang kali meramalkan kiamat tapi gagal. Seharusnya pemimpin mereka dihukum karena
menipu tapi malah dibiarkan bahkan masih ada pengikutnya. Contohnya, saksi Yehova. Russel, pemimpin
mereka sebenarnya tukang bohong sepanjang hidupnya. Istrinya yang dulu mendukung, akhirnya minta
cerai dan menuntutnya di pengadilan karena manipulasi. Di sidang pun ia dengan tegas mengaku mahir
berbahasa Yunani sekaligus menerjemahkan Alkitab Yunani. Padahal alkitab mereka buatan sendiri. Ketika
diminta membaca satu kutipan dari Alkitab Yunani, terbukti ia tak mampu. Penerjemah alkitab mereka
sebenarnya juga tak mengerti bahasa Yunani dan Ibrani. Buktinya ketika diminta membaca empat ayat
pertama Kitab Kejadian, ia tak mampu. Jadi, ketika orang memiliki satu paradigma meskipun salah, ia
takkan percaya saat diberitahu yang benar. Ia tetap meyakini kepercayaannya benar. Tuhan hendak
menunjukkan, konsep para murid-Nya mengenai Mesias, keselamatan, kerajaan dan masa depan
sesungguhnya salah. Setelah seluruh sejarah terjadi dan Roh Kudus mencerahkan pikiran, di Kis 1 mereka
baru mampu menginterpretasi dan mengerti maksud Kristus dan mulai percaya penuh.
Orang Kristen sering ditipu dan Setan berkesempatan membelenggu pikiran hingga tak mampu melihat
konsep yang jelas salah. Reformed Theology selalu menyinggung masalah tersebut untuk menunjukkan
kesalahan lalu mengajak bergumul, berproses serta belajar kembali kepada Alkitab. Itulah Christian
Epistemology yaitu pengharapan orang Kristen ketika mencari kebenaran sejati. Anak Tuhan seharusnya tak
hanya disuapi. Reformed sendiri selalu siap terbuka terhadap kritik jujur dan objektif. 50 tahun terakhir,
mayoritas orang Kristen berhenti serius belajar. Maka Pdt. Stephen Tong mendobrak dengan mengadakan
SPIK. Kekristenan mulai kembali diajarkan dengan keras.
Kedua, “Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak
berkuasa sedikitpun atas diri-Ku.” (Yoh 14:30) Tanpa cara pikir tepat, kalimat 1 dan 2 tersebut terasa tak berhubungan. Kalau kalimat 2 muncul seharusnya yang 1 tak perlu ada. Masalahnya, secara penampilan luar,
penguasa dunia kelihatan sangat powerful sekaligus arrogant hingga Tuhan dipermainkan, dipukul, diludahi
namun tetap rela, tak melawan dan akhirnya mati disalib karena kelicikan mereka. Tapi tak seorang pun
disalahkan. Iblis merasa menang tapi justru Itulah titik kekalahan terfatal. Para ahli Taurat dan orang Yahudi
juga merasa hanya dengan 30 keping perak mampu membasmi Kekristenan yang dianggap mengganggu.
Menurut logika manusia, penguasa pasti berkuasa. Tapi yang dimaksud oleh-Nya ialah penguasa tak
berkuasa. Yang tampak kalah dan hancur justru berkuasa. Kekristenan memang unik hingga orang dunia tak
mampu mengerti. Maka muncul banyak teori yang mencoba menghindarkan-Nya dari kematian di kayu
salib. Namun Kekristenan makin berkembang sedangkan agama Yahudi semakin menghilang.
Salah satu kesulitan orang untuk percaya kepada Kristus yaitu paradigmanya terkunci dengan logika
Aristotle.
180
Ringkasan Khotbah – Jilid 2

1.
logika,
empiris/panca indera yang terbatas. Maka manusia terkunci logika dasar bersifat sebab-akibat
murni disikapi dengan konsep sangat duniawi.
2.
Ketika Tuhan disalib, para murid mungkin berpikir kalau Ia berkuasa seharusnya sanggup mengalahkan
Herodes, Pilatus sekaligus Kaisar Agustus. Di Mat 27:40 tercatat, “mereka (orang yang lewat di sana) berkata: “…,
selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib Itu!” Di ayat 42 juga tercatat, “Orang
lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!” Kristus hendak menunjukkan agar
mereka tak terjebak oleh fenomena tanpa mengerti esensinya yaitu numena. Ia harus mati agar dapat
bangkit mengalahkan kuasa dosa dan maut sekaligus keselamatan bagi orang percaya diperoleh serta iman
mereka dibangun. Itulah kemenangan terbesar dan paling tuntas yang tak mungkin dialami dunia.
Seandainya saat itu tak dihukum mati, Tuhan mungkin hanya berkeliling sekitar Galilea. Paulus juga
mungkin tak bertobat. Para murid mungkin masih berharap Ia jadi raja. Ia takkan berkuasa karena hanya
sebagai manusia biasa tanpa kuasa politik, agama dll. Dalam Kekristenan, penerobosan terbesar yaitu
ketika anak Tuhan mengaitkan hidupnya dengan kekekalan sehingga kuat karena Allah berintervensi
memeliharanya. Pdt. Stephen Tong perah share, ketika menjalankan pekerjaan Tuhan, kunci pertamanya
ialah taat mutlak kepada-Nya. Maka pekerjaan-Nya akan digenapkan melalui dan di dalam diri orang
percaya. Sungguh anugerah terbesar! Terkadang manusia tak rela dirombak oleh-Nya padahal bukan demi
keburukan melainkan bermaksud menata supaya lebih baik meskipun kadang menyakitkan. Seringkali
jemaat justru ingin ‘aman’ selama pelayanan. Para murid harus mengalami ketakutan karena ditinggal oleh
Tuhan. Mereka sepertinya dibiarkan tanpa pertolongan, back up, dsb. Mereka harus berjalan sendirian.
Akhirnya Petrus, Stefanus, Paulus, Yohanes, Andreas dll muncul karena dipakaiNya untuk memberitakan
Injil.
Ketiga, “Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu
seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku.” (Yoh 14:31) Inilah kunci motivasi dan komitmen hidup-Nya. Ia
datang ke dunia bukan untuk mencapai ambisi pribadi-Nya. Di Mat 20:28 tercatat, “sama seperti Anak
Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya
menjadi tebusan bagi banyak orang.” Semua dilakukan-Nya karena Ia mencintai Bapa.
Sedangkan manusia hanya menunjukkan cintanya pada diri sendiri. Itulah orientasi hidupnya. Padahal ia
takkan pernah puas seumur hidupnya. Sebaliknya, ia hanya merasa lelah karena mengejar fatamorgana.
Ketika merasa puas, ia justru hancur karena kehilangan daya untuk memperkembangkan lagi. Seharusnya ia
meneladani Kristus di mana semua dikerjakan demi cinta-Nya kepada Bapa meskipun terkadang harus
berkorban. Dan saat itu juga, berkat terlalu besar akan diberikan. Allah pasti takkan membiarkannya
terbuang. Di Mat 10:39 Tuhan berkata, “Barangsiapa mempertahankan nyawanya,ia akan kehilangan
nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Inilah logika
paradoks. Ia menghendaki semua anak-Nya hidup dengan nilai tertinggi. Ketika orang percaya hidup bagiNya, itulah kehidupan ternyaman.
Seringkali Reformed sangat menekankan kedaulatan Allah tapi melupakan bagian kedua dari panggilan
hidup Kristen yaitu yang dinyatakan di Westminster Shorter Catechism, “Tujuan terakhir hidup manusia
adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya.” Maka sebaiknya anak Tuhan kembali ke
jalan-Nya yang sanggup memberi kesegaran, hidup penuh dinamika dan kenikmatan dalam Dia tapi tak
dipermainkan oleh dunia.
Amin!
181
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
ette
errg
ga
an
nttu
un
ng
ga
an
nm
ma
an
nu
ussiia
ak
ke
ep
pa
ad
da
aA
Alllla
ah
h
d
da
an
na
arrttii p
pe
errc
ca
ayya
ak
ke
ep
pa
ad
da
aT
Tu
uh
ha
an
n
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
1 Raja-Raja 18:21/ Yes. 29:13
1 Raja-Raja 18
21
Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: "Berapa lama lagi kamu berlaku
timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah
dia." Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun.
Yesaya 29
13
Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya
dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada–Ku, dan
ibadahnya kepada–Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan,
1.
Kita sudah mempelajari bahwa dalam diri setiap orang diberikan oleh Tuhan natur untuk mengasihi
diri dan merawat diri sehingga setiap orang bertanggung jawab mengusahakan apa yang baik bagi dirinya
sendiri. Ini merupakan karunia yang harus kita syukur. Betapa mengerikan jika hal ini tidak kita miliki. Dalam
Rasa Sakit sebagai Karunia (The Gift of Pain), Dr. Paul Brand menceritakan suatu kasus penyakit yang ditemui
pada seorang gadis kecil bernama Tanya – ia berusia empat tahun ketika dibawa menemui Dr. Brand.
Ibunya menceritakan bagaimana saat Tanya berusia tujuhbelas bulan, dengan terkejut dia melihat Tanya
ditinggal di baby box sedang menggambar dengan jarinya yang berdarah. Rupanya ia telah menggigit ujung
jarinya dan bermain-main dengan darahnya sendiri. Masalah pada anak ini ialah ia menderita cacat genetik
di mana ia tidak dapat merasa sakit.” Syaraf-syaraf di tubuhnya (dapat) mengirimkan pesan-pesan mengenai
perubahan tekanan dan suhu – ia merasakan sesuatu ketika ia membakar dirinya sendiri atau menggigitgigit jarinya – namun pesan yang diterimanya tidak mengisyaratkan suatu ketidaknyamanan. Tanya tidak
memiliki kesadaran mental tentang rasa sakit. Akibatnya, dia tidak memiliki insting untuk melindungi
dirinya sendiri.
Ketika ia mulai belajar berjalan, kakinya penuh luka karena ia menginjak paku payung dan tidak mau repotrepot menyingkirkannya. Sering ada saja luka baru yang ditemukan, belum lagi masalah lain muncul di
pergelangan tangan dan kakinya, akibat perilakunya yang mengakibatkan kerusakan pada tubuhnya sendiri.
Ketika berusia sebelas tahun ia telah menjalani kehidupan yang menyedihkan di sebuah panti perawatan. Ia
kehilangan kedua kakinya karena diamputasi, ia hampir saja kehilangan seluruh jari tangannya. Kedua
sikunya berubah letak. Ia menderita karena infeksi kronis yang disebabkan oleh luka-luka pada tangannya
dan bekas amputasi di kakinya. Lidahnya penuh dengan luka dan goresan-goresan karena kebiasaannya
182
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mengunyah lidah. Inilah suatu contoh ekstrim tentang orang yang tidak memiliki kesadaran akan rasa sakit
sehingga kehilangan insting untuk melindungi dirinya dari bahaya.
Orang yang apatis patut dikasihani karena mereka sudah putus asa terhadap hidup dan dengan menjadi
mati rasa terhadap rasa sakit dan senang, mereka tidak peduli lagi terhadap malapetaka yang mengancam
mereka atau kebahagiaan yang disediakan bagi mereka. Mereka tidak takut terhadap ancaman sehingga
tidak merasa perlu menghindari tindakan yang destruktif, mereka juga tidak dapat dibujuk untuk
melakukan hal-hal yang dapat membawa dia untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Orang
yang sudah mati rasa terhadap kengerian penderitaan tidak lagi memiliki rasa takut terhadap murka Allah
maupun neraka, karena itu mereka tidak peduli jika mereka hidup secara berdosa dan melawan Allah dan
menumpuk murka Allah atas diri mereka karena tidak memiliki insting untuk melindungi diri mereka dari
bahaya mereka terus menerus merusak diri mereka dengan hebat.
2.
Kesadaran akan diri dan dorongan untuk mengasihi diri dengan benar adalah suatu karunia Tuhan
yang baik. Tetapi dalam kehidupan banyak orang kita melihat ini telah diselewengkan dalam suatu
kehidupan yang egosentris. Perhatian dan cinta diri telah menjadi begitu berlebihan sehingga menjadi
kecenderungan yang destruktif dalam diri mereka. Mereka begitu memikirkan diri sendiri, mementingkan
diri sendiri, hidup hanya untuk diri sendiri sampai rela mengorbankan orang lain. Akhirnya mereka terjebak
dalam penjara egosentris mereka diri. Mereka tidak mengerti bahwa menjadikan diri sebagai fokus dan
tujuan adalah jalan menuju ketidakbahagiaan dan kehancuran. Manusia telah diciptakan oleh Tuhan untuk
mencapai pemenuhan dan makna hidupnya bukan di dalam dirinya tetapi di luar dirinya, yaitu di dalam
Sesuatu yang lebih besar dari dirinya, yaitu Tuhan.
Jika dalam suatu keluarga setiap orang hanya memikirkan diri sendiri, pasti semuanya akan menderita;
ketika suatu masyarakat setiap orang hanya memikirkan keuntungannya sendiri, walaupun yang kuat untuk
sementara akan lebih nyaman, tetapi pada akhirnya semuanya akan hancur. Inilah gambaran masyarakat
Indonesia. Hidup yang saling mengasihi akan menolong semuanya untuk lebih berbahagia, bahkan di
tengah-tengah penderitaan mereka.
Dalam novel Silas Marner, dikisahkan perubahan yang dialami oleh seorang yang hidup tanpa kasih dan
persekutuan dengan orang lain menjadi salah seorang yang paling berbahagia, ketika ia mulai mengalihkan
perhatiannya dari diri kepada orang lain. Silas Marner pindah ke suatu desa, dengan menyimpan kepahitan
karena pengkhiatan temannya dan fitnahan kecurangan. Karena itu, ia menjauhi pergaulan dengan orang
lain, dan hanya sibuk bekerja mengumpulkan uang. Suatu hari, uangnya ludes dicuri orang. Di tengah
kesedihannya itu, ia menemukan seorang bayi perempuan mungil yang ditinggal mati oleh ibunya saat
dalam perjalanan bersalju di dekat rumahnya. Silas memungut anak tersebut dan merawatnya hingga
dewasa. Bayi itulah yang membuka interaksi Silas dengan penduduk desa itu. Ibu-ibu mengajari dia cara
merawat bayi, memberikan baju bekas untuk si bayi, dan mulai berteman dan pergi ke gereja. Sejak itu, ia
merasa sangat bahagia, walaupun kehilangan seluruh uangnya, tetapi kini ia memiliki sesuatu yang lebih
berharga, yaitu Eppi, anak angkatnya. Setelah dewasa, ayah kandung Eppi yang kaya memperkenalkan diri
dan meminta Eppi untuk tinggal bersamanya, tetapi Eppi memilih untuk tinggal bersama orang tua
angkatnya yang telah menyelamatkan dan mengasihi dengan tulus.
Kehidupan Silas Marner yang suram dan pahit diubah menjadi penuh arti dan kebahagiaan karena ia
mengasihi orang lain. Ketika kita mengasihi dan menolong orang lain, bukan dia saja yang mendapat berkat,
tetapi kita sendiri juga diberkati. Ketika menolong orang lain, tanpa disadari kita sedang menolong diri kita
sendiri. Pengalaman Sadhu Sundar Singh yang ketika menolong orang yang sedang kedinginan di bawah
183
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
hujan salju justru menyelamatkan dirinya sendiri. Kita tidak dapat hidup sendiri, kita memerlukan orang
lain, tetapi di atas semuanya kita memerlukan Tuhan.
3.
Orang yang betul-betul memikirkan kebaikan bagi dirinya dengan benar, pasti akan datang kepada
Tuhan. Karena sebagai mahluk yang begitu kecil di tengah alam semesta yang begitu dahsyat dengan kuasa
destruktifnya, kita membutuhkan Pribadi yang memiliki kuasa tertinggi untuk menopang hidup kita. Adalah
suatu kekacauan dalam diri kita, jika kita yang menginginkan hidup yang bahagia justru menolak Tuhan.
Masyarakat masa kini yang telah melihat dampak-dampak buruk modernisme sadar bahwa mereka
membutuhkan suatu kuasa ilahi di atas diri mereka untuk mengisi hati mereka yang kosong. Dalam
masyarakat postmodern kita melihat kesadaran akan pentingnya spiritualitas, dan maraknya kegiatan
keagamaan.
4.
Tetapi apakah itu berarti orang sudah menemukan Allah sejati? Belum tentu! Karena ketika orang
datang kepada Tuhan ia mungkin mencari Dia dengan sikap yang salah ini:
(i) Ia mencari Allah yang dapat ia manipulasi / peralat. Ia percaya kepada Tuhan karena ada maunya, yaitu
untuk mendapatkan uang, kesehatan, kekasih, kesejahteraan dan lain-lain yang umunya bersifat
kedagingan. Dan Allah tidak pernah dengan sungguh-sungguh diakui sebagai Pribadi tertinggi yang
berdaulat atau berotoritas penuh atas hidupnya. Allah sejati pasti tak mau diperlakukan demikian. Ia
menghendaki kasih yang tulus dari umat-Nya. Inilah rahasia rohani yang besar. Ayub adalah bukti masih
adanya umat Tuhan yang mau mengasihi dan mengabdi kepada Tuhan bukan karena berkat-berkat Tuhan.
Dengan demikian, Iblis telah dipermalukan. Allah sendiri telah memberi kepada kita teladan mengenai
mengasihi tanpa syarat.
Orang mungkin akan bertanya: jika bukan untuk mendapatkan sesuatu dari Allah lalu untuk apa kita
percaya kepada-Nya? Orang yang memperalat Allah untuk mendapatkan sesuatu yang dianggapnya lebih
utama dari Tuhan melakukan penghinaan terhadap Tuhan. Ia tidak sadari bahwa tanpa Tuhan, semua
berkat itu sia-sia dan dapat menjadi kutuk baginya. Sebaliknya, orang yang mengutamakan Tuhan justru
adalah yang paling berbahagia, karena Allah dalam kasihNya memberikan segala berkat-Nya yang terbaik
demi kebaikan kita.
(ii) Ia mencari Allah yang ia sukai, yang sesuai dengan selera dan kepribadiannya, yaitu allah yang dapat ia
atur. Inilah penyesatan dan penipuan diri yang sering kita lakukan. Allah semacam ini pasti tidak akan
membawa kita ke dalam transformasi menuju kemuliaan, seperti yang direncanakan Allah dalam Kristus
bagi kita. Sebaliknya, justru akan membiarkan kita di dalam kebusukan pribadi kita.
Mengapa dua cara mendekati Tuhan ini salah dan bodoh? Karena allah yang dapat kita manipulasi dan atur,
pasti bukan allah sejati yang memiliki kuasa tertinggi untuk menopang hidup kita dan memberi jaminan
bagi hidup kita sekarang dan kehidupan yang akan datang. Orang yang waras dan bijaksana akan mencari
Allah sejati, walaupun itu berarti Tuhan mengatur dia menurut standar-Nya yang sempurna, bukan Tuhan
yang diatur oleh dia. Ia mau menerima otoritas Allah ini karena hanya Allah sejati saja yang sanggup
menopang hidup kita dan memberikan berkat sejati bagi kita untuk selama-lamanya.
Jean Paul Sartre mengungkapkan bahwa manusia harus memilih satu dari dua pilihan ini:
1.
Allah sejati itu ada, dan Ia memberikan aturanNya kepada kita dan berotoritas atas hidup kita,
tetapi dengan tunduk kepada-Nya hidup kita menjadi bermakna dan bahagia; atau
184
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
2.
tidak ada Allah, dan tidak ada yang berhak mengatur semua. Karena itu, setiap orang menjadi allah
bagi dirinya sendiri, dan dapat berbuat sesuka hatinya, tetapi itu berarti kekacauan kehancuran. Nabi Elia
menantang kita: “Kalau Tuhan itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah Dia” (1 Raj 18:21). Kita harus
memilih.
Respon manusia yang paling buruk ialah bersikap indifference (tak acuh), bahkan setelah kebenaran
diungkapkan kepadanya. Orang semacam itu tak mau banyak pikir bersusah payah mencari kebenaran. Ia
membiarkan hidupnya dihanyutkan oleh arus kesesatan. Dan jika ia kebetulan percaya kepada Allah sejati,
ia selalu bercabang hati dan mengkhianati Tuhan.Tidak ada kasih dan ibadah yang tulus. Seperti yang
ditegur oleh Yesaya: “bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya,
padahal hatinya menjauh daripadaKu, dan ibadahnya kepadaKu hanyalah perintah manusia yang
dihafalkan.” (29:13)
Kalau kita sadar bahwa kita membutuhkan Allah lebih dari apa pun, biarlah kita mencari Allah yang sejati,
dan mendekati Dia dengan sikap yang benar.
Dan percaya kepada Allah bagi kita berarti:
a. mengaku bahwa kita adalah milik Tuhan. Dialah yang telah menciptakan kita, menopang hidup kita, dan
yang menyelamatkan kita dengan sempurna. Seluruh keberadaan kita: nyawa, harta, kesehatan, talenta,
orang-orang yang kita kasihi, semua adalah milik Tuhan. Ia yang memiliki hak dan otoritas penuh untuk
mengatur bagaimana semua itu dipakai bagi kemuliaan-Nya. Pada diri kita, dan semua yang dipercayakan
Tuhan itu, seharusnya diberi cap ROFGU (Reserved Only for God’s Use), artinya “dikhususkan hanya untuk
digunakan bagi tujuan Allah”.
b. menerima kedaulatanNya yang mutlak atas hidup kita. Dia adalah Tuhan kita di kantor, di rumah, di
mana saja. Dia berotoritas penuh atas seluruh hidup kita. Terhadap pertanyaan esensial ini: Who is really in
charge of my life – God or me? jawaban kita adalah jelas, yaitu: God. Allah adalah Tuhan dan Pemimpin
yang berotoritas penuh atas hidupku. Hidupku adalah untuk menjalankan perintahNya. Dia yang
menetapkan programNya untuk kita jalani, bukan kita yang mengatur Allah. Apapun juga jalan hidup yang
ditetapkan Allah bagi kita, apakah harus bersabar seperti Abrham, diperlakukan dengan tidak adil seperti
Yusuf, mengalami penderitaan seperti Ayub, kita hanya dapat menerima ketetapan Allah dengan ketaatan.
Always say Yes to God dan say No to sinful self
c. memberikan tempat yang terutama dalam hati kita hanya bagi Allah. Kita tidak membiarkan adanya
suatu berhala, apapun itu dalam hati kita (Kel 20:3) Orang beriman lebih mengutamakan Allah daripada
bapa atau ibunya, anaknya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sekalipun (Mat 10:37). Walaupun
sangat mengasihi Ishak, tetapi Abraham mempersembahkan kepada Tuhan, sesuai perintah Tuhan, karena
ia lebih mengutamakan Tuhan dan mentaati Dia. Karena itu, Ia dan keturunannya diberkati. Orang yang
mengutamakan anaknya, dirinya, hartanya lebih dari Tuhan akan menemukan semua yang dikasihinya itu
akan hancur dan membawa dia kepada kehancuran. Hanya dengan menempatkan Tuhan sebagai yang
utama dan pemimpin hidup kita, seluruh hidup kita akan mendapatkan tatanan yang akan membawa kita
kepada kesejahteraan.
Amin!
185
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Krriis
sttu
us
sm
me
en
nc
ca
ap
pa
aii k
ke
em
me
en
na
an
ng
ga
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
30
Yohanes 20:30-31
Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid–murid–Nya,
yang tidak tercatat dalam kitab ini,
31
tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama–Nya.
Tujuan Firman khususnya Injil Yohanes dicatat bukan sebagai kumpulan mukjizat Tuhan di dunia.
Demikianlah penjelasan tegas John Calvin. Injil hendaknya memimpin manusia pada dua hal:
1.
mengerti dan kembali kepada Kristus;
2.
supaya beroleh hidup kekal dalam nama-Nya.
Salah satu inti terpenting iman Kristen ialah keselamatan. Namun keselamatan telah diputar oleh dunia
hingga menjadi citra keegoisan yang sulit diubah. Itulah konsep agama dunia yang membuat banyak orang
hanya mencari kepentingan pribadi. Setelah itu, ia masih mencarinya di dunia sesudah kematian karena
takut akan kesusahan.
Salah satu terobosan besar dikerjakan oleh Anthony Hoekema dalam buku ‘Saved by Grace’ (Diselamatkan oleh
Anugerah). Ia mengatakan bahwa mempelajari Soteriologi, yang terpenting ialah paradigma atau orientasi
teologisnya untuk masuk ke dalam pengertian iman Kristen sejati. Konsep tersebut sangat benar dan tajam
jika dibandingkan dengan pendapat Louis Berkhof dan John Murray (‘Redemption, Accomplished and Applied’).
Dalam Yoh 20:30-31, Yohanes menegaskan bahwa Injil ditulis bukan untuk menawarkan format yang
menyenangkan keinginan manusia. Tapi, ia hendak memaparkan cara berpikir terbalik supaya orang Kristen
mengenal Yesus sesungguhnya dan kembali berpaut kepada-Nya.
Paskah yang memperingati kemenangan Kristus atas kuasa maut merupakan puncak penerobosan pola
pikir paradoks. Orang Kristen bahkan bangsa Yahudi telah diajar supaya jangan berpikir secara duniawi
melainkan paradoksikal yaitu melihat hidup dari sudut pandang Tuhan meskipun realitanya konkret di
tengah sejarah dunia. Cara berpikir semacam itu memang sulit karena manusia telah berdosa hingga tak
mampu mengerti esensi dan kondisi kenyataan hidupnya.
Alkitab tak pernah mengatakan bahwa orang Kristen boleh hidup secara duniawi dan mengikuti keinginan
daging (carnal). Dengan demikian, orang semacam itu meskipun mengaku Kristen tetap bukan Kristen karena
pertobatan atau perubahan dasar konsep pemikirannya belum terjadi secara total. Orang Kristen sejati
justru harus bertumbuh mengikuti Roh walaupun belum sempurna. Bahkan Roma 12:2 mengatakan,
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu.”
Mzm 73
1.
ayat 1-20,
186
2.
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
adalah kesimpulan plot 1 sedangkan ayat 2-16 ialah fakta flashback (sorot balik)
dan solusinya ada di ayat 17-20. Pemazmur melihat bahwa bukan realita dunia yang berubah. Justru
dirinyalah yang mulai berubah. Ketika ia hampir hancur, Tuhan malah membawanya keluar dari jebakan
realita yang sekedar fenomena. Setelah itu, ia baru dapat melihat perbedaan antara pandangannya dulu
dan saat ini. Namun cara pandang tersebut tak membalik atau bahkan menipu realita.
ayat 21-28. Mzm 73:1
Orang Kristen tak diajar seperti positive thinkers yang selalu menutupi atau memalsukan realita lalu
bermain dengan ilusi dan imajinasi. Ia harus tetap realistik tapi tak lagi memandangnya dari ketenggelaman
manusia di dunia. Ketika Perjanjian Lama menggumulkan dan melihat sepertinya orang fasik akan
dihancurkan serta dibinasakan, tindakan tersebut masih merupakan pandangan iman karena fakta puncak
kemenangan total belum nampak.
Dari sudut pandang manusia, bangsa Yahudi terutama orang Farisi dan ahli Taurat tidaklah bodoh. Maka
strategi mereka pasti sangat accurate (teliti) serta tak mungkin gagal dengan mudah. Secara faktual, semua
tindakan yang mereka set up (atur) sukses total. Cara penangkapan Tuhan sangat halus sehingga tak
menggemparkan seluruh dunia termasuk para pengikut-Nya. Mereka menginginkan dalam waktu satu
malam Ia harus dihukum mati dengan cara disalibkan maka merencanakannya tepat sebelum Paskah. Saat
itu hanya ada dua kemungkinan yaitu Yesus atau mereka yang menang. Itulah pemikiran linier orang
Aristotelian. Sebelumnya, ketika Ia masuk ke Yerusalem, semua orang menghamparkan pakaian di jalan dan
mengelu-elukan-Nya (Mrk 11:8). Inilah titik critical. Jikalau mereka menang, diharapkan semua pengikut-Nya
dapat diredam dan kembali mengikut Taurat.
Secara manusiawi, Yesus memang kalah dalam kesengsaraan. Hingga saat ini, banyak orang bahkan
beberapa tokoh Kristen terutama yang liberal masih beranggapan bahwa Ia sebenarnya adalah pahlawan,
tokoh moral serta pejuang masyarakat kelas bawah yang baik dan penuh kasih, penolong orang miskin,
pemberi makan mereka yang kelaparan, penyembuh mereka yang sakit dan tak sanggup berobat. Tapi,
perjuangan sosial yang sangat murni berakhir dengan kekalahan total dan kehancuran karena fitnah dan
kebencian ahli agama serta musuh kedaulatan. Bagaimanapun juga, jiwa sosial-Nya perlu dilanjutkan.
Sebagian orang liberal juga mengatakan bahwa Ia sebenarnya adalah calon raja yang belum memupuk
kekuatan militer tapi terlalu cepat populer. Akibatnya, seluruh ide politis-Nya kandas.
Sesungguhnya, orang Farisi dan ahli Taurat menang tapi akhirnya kalah. Sedangkan Tuhan kalah tapi
menang. Inilah paradoks. Mereka berharap dengan membunuh Yesus, ajaran-Nya dapat dihentikan
sehingga pengaruh-Nya tak ada lagi. Namun kebangkitan-Nya justru membuat pemikiran banyak orang
serta pengajaran-Nya berkembang pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Sedangkan ajaran Yahudi
walaupun telah dipertahankan, malah menjadi alat politik belaka. Maka tindakan tersebut merupakan
kesalahan fatal.
Seandainya, Tuhan tak mati dan malah dibiarkan saja maka ajaran-Nya mungkin takkan berkembang.
Alkitab takkan memiliki kekuatan. Selain itu, Petrus takkan berkhotbah, “Dan keselamatan tidak ada di
dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12) Dengan demikian, inti
kemenangan Kristen ada pada Soteriologi. Orang Farisi berpikir, dengan menyalibkan Yesus maka semua
orang di dunia akan melihat kejelekan-Nya. Kenyataannya, kepala prajurit yang berada di bawah salib
malah mengatakan, “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Mrk 15:39) Ia justru menunjukkan keanggunan
dan keagungan-Nya. Seluruh kalimat dan pembuktian-Nya tak terabaikan serta kemenangan-Nya tak
terpatahkan. Banyak orang sulit bertobat. Maka, Alkitab mengatakan bahwa keselamatan membutuhkan
anugerah Tuhan karena memerlukan terjadinya kehancuran dan kerendahan hati serta ketaatan yang
sungguh untuk dididik oleh-Nya.
187
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Yesus mulai direncanakan untuk dibunuh sejak Lazarus dibangkitkan-Nya. Saat itulah kematian seolah-olah
terkalahkan. Ketika Ia membuat banyak mukjizat, orang Yahudi hanya mengawasi-Nya. Namun mukjizat
membangkitkan orang mati, bagi mereka merupakan show yang sudah keterlaluan sehingga harus dilawan
karena tak sanggup melakukannya. Mereka berpikir bahwa kebangkitan Lazarus merupakan puncak
kekuatan dan kekuasaan Kristus di tengah dunia. Padahal, suatu hari ia tetap harus mati lagi.
Orang Farisi dan ahli Taurat berpikir bahwa dengan kekuatan kematian, mereka dapat menguasai Kristus
beserta kedaulatan-Nya. Maka Ia dijepit dari segala segi kehidupan, baik sosial, budaya, agama dan politik.
Semua orang dibuat setuju untuk menyalibkan-Nya. Ia juga dianggap sebagai pemberontak. Alkitab
mencatat bahwa ketika Ia diajukan ke pengadilan, di sana telah dipersiapkan banyak saksi dusta. Namun Ia
tak banyak bicara atau memberi reaksi karena bagaimanapun juga pasti tetap kalah. Maka tak ada lagi
perlawanan yang dapat dilakukan. Akhirnya, semua orang yang terlibat dihancurkan secara rohani oleh
Setan. Yudaspun mati bunuh diri.
Dalam Kis 4:19, Petrus, nelayan yang dianggap bodoh, berani berkata, “Silahkan kamu putuskan sendiri
manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau kepada Allah” di hadapan Mahkamah
Agama. Kekuatan kuasa kebangkitan telah menerobos hingga membuatnya memiliki pandangan
paradoksikal. Sesungguhnya, tak ada kekuatan di dunia secara hakekat mampu menjepit anak Tuhan.
Ketika dicurangi, Alkitab mengatakan bahwa jikalau merasa diri benar maka sebaiknya orang Kristen berdoa
dan memberikan hak pembalasan kepada keadilan Allah. Tapi, bukan berarti menjadi anti terhadap dunia.
Dengan cara pikir paradoksikal, orang Kristen sejati akan melihat kelemahan, keterbatasan dan kerusakan
dunia karena hatinya telah dibuka, pikirannya dicerahkan hingga melihat dari sudut pandang Tuhan.
Jikalau orang Kristen berpikir bahwa menjadi anak Tuhan itu menyusahkan, berarti paradigmanya masih
duniawi. Memang, ia takkan pernah lepas dari penderitaan. Namun walaupun secara kasad mata tak
mendapat kelimpahan, sebaliknya malah menderita dan terbuang, ia sesungguhnya mampu menaklukkan
realita dunia dengan ‘kacamata’ berbeda. Kebangkitan Kristus telah membuat para pengikut-Nya tak
berhenti pada sudut pandang orang Yahudi tapi memandang kepada rencana Allah yang digenapkan dalam
diri manusia.
Kebangkitan Kristus menghancurkan kuasa kematian. Berarti, itulah kekuasaan terbesar. Jikalau Ia berhasil
ditaklukkan di bawah kuasa kematian maka selesailah sudah. Ia dibawa ke pengadilan supaya dijatuhi
hukuman mati. Namun Pilatus malah menawarkan, “Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati padaNya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” (Luk 23:22)
Ternyata, kuasa kematian hanyalah kuasa tertinggi kedua. Namun orang Yahudi tak mau mengerti
walaupun secara teologi dapat menerimanya. Orang Farisi percaya akan kebangkitan namun tak pernah
terlintas akan segera terjadi. Maut pun harus mengakui kekalahan fatal. Sebelumnya, kematian memang
tak terkalahkan. Tapi setelah bangkit, Kristus takkan mati lagi. Dengan demikian, kebangkitan tak dapat
dicengkeram oleh kematian. Maka Paulus dapat berkata, “Hai maut, di manakah sengatmu?” (1 Kor 15:55)
Di tengah dunia, manusia mengalami banyak hal hingga kadangkala tampaknya tak terselesaikan. Tapi,
Kekristenan memandang kematian bukan sebagai akhir karena yang sanggup membunuh tubuh tak mampu
membunuh jiwa. Sejarah mengatakan bahwa di mana ada anak Tuhan sejati dibunuh maka di sana akan
tumbuh benih baru iman Kristen. Fakta tersebut menunjukkan bahwa musuh Kristen tak mengerti cara
pandang dan tindakan Tuhan. Kuasa kematian justru membawa anak-Nya pada kekekalan. Dalam Flp 1:21,
Paulus mengatakan, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup
di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.”
Amin!
188
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
en
ng
giik
ku
utt Y
Ye
essu
uss ttiid
da
ak
kd
da
ap
pa
att
tta
an
np
pa
am
me
en
nyya
an
ng
gk
ka
all d
diirrii
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Matius 16:24-27/ Lukas 14:26-27
Matius 16
24
Lalu Yesus berkata kepada murid–murid–Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia
harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
25
Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi
barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
26
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan
apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?
27
Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa–Nya diiringi malaikat–malaikat–
Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.
Lukas 14
26
"Jikalau seorang datang kepada–Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya,
anak–anaknya, saudara–saudaranya laki–laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri,
ia tidak dapat menjadi murid–Ku.
27
Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid–Ku.
Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya dalam Matius 16:24: “Setiap orang yang mau mengikut Aku,
ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Dalam perenungan hari ini, kita akan
memfokuskan pembahasan hanya pada hal menyangkal diri. Yesus mengatakan menyangkal diri adalah
tuntutan-Nya bagi setiap orang yang mau mengikuti Dia. Apa artinya menyangkal diri? Menyangkal berarti
menolak, menanggalkannya, atau menurut Lukas 14:26-27 berarti membenci (“Jikalau seorang datang kepada-Ku
dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya
sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.”)
Benarkah Yesus mengajarkan suatu agama yang membenci diri dan semua orang yang kita kasihi? Tidak!
Apa yang ditekankan Yesus di dalam Lukas 14 itu ialah bahwa kesetiaan kita kepada Allah harus mengatasi
semua keterikatan alami yang lebih rendah dari keterikatan kita kepada Allah, dan hanya dengan
mengutamakan Allah semua hubungan kita baru akan menjadi baik dan sehat. Ini bukan perintah untuk
memperlakukan diri dengan buruk, karena dalam tuntutan ini Yesus bukan memerintahkan kita untuk
meniadakan identitas diri kita, dan menjadi “nobody” (“bukan siapa-siapa”); juga bukan perintah untuk
menghina diri atau memperlakukan diri kita sebagai orang yang tidak berharga; karena Ia sendiri
menunjukkan perhargaan yang demikian besar kepada kita sehingga rela berkorban bagi kita.
189
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Dalam perintah ini terkandung kebenaran paradoks mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap kepada
diri kita sendiri.
1.
Di balik perintah untuk menyangkal diri terkandung maksud Allah yang positif bagi kita yaitu
membawa kita ke dalam kepenuhan kemanusiaan yang telah Ia rencanakan bagi kita. Seperti yang
diungkapkan dalam 2 Kor 3:18, Ia senantiasa membawa kita ke dalam kemuliaan yang semakin besar (band. 2
Kor 11:2).
2.
Namun karena di dalam diri kita, yang walaupun telah ditebus, masih memiliki banyak keinginan
daging atau sifat-sifat dosa yang akan menghalangi maksud Allah bagi kita, bahkan dapat menghancurkan
kita, maka kita harus menghancurkan sifat-sifat buruk ini atau kita yang akan dihancurkannya. Simson
dikalahkan bukan oleh banyaknya tombak dan pedang tentara Filistin, juga bukan tipu muslihat Delilah, ia
terutama dan pertama-tama, dikalahkan oleh nafsu dan kedagingannya sendiri, sehingga ia menyerahkan
rahasia kekuatannya kepada seorang wanita dan dihina dan disiksa oleh orang-orang Filistin.
3.
Musuh terbesar setiap orang adalah diri sendiri, yaitu segala kebodohannya, kedagingannya dan
keinginannya yang jahat. Hanya dengan menyangkal semua sisi buruk dan mengembangkan sisi positif
dalam diri kita, kita akan mencapai kepenuhan maksud Allah yang mulia bagi kita. Karena itu, orang yang
menyangkal diri adalah orang yang mengasihi dirinya sendiri, dan orang yang tidak mau menyangkal diri
justru adalah orang yang membenci dirinya sendiri. Kekristenan tanpa penyangkalan diri bukanlah
Kekristenan versi Yesus. Itu hanya Kekristenan buatan manusia yang akan membiarkan kita di dalam
kemandegan rohani.
Lalu Apa arti menyangkal diri itu? Inti penyangkalan diri bukanlah menolak kesenangan atau menyiksa diri
seperti yang diajarkan dalam asketisme. Perlu kita ingat selalu bahwa Kekristenan bukanlah agama yang
negatif, yang merendahkan, tetapi agama positif, yang justru mengangkat hidup kita dalam kelimpahan dan
berkat sejati dari Allah. Kerohanian sejati juga bukan sekedar menjalankan aktivitas agama seperti berdoa
puasa, berbuat amal, dsb. Semua aktivitas agama ini pada dasarnya adalah hal yang baik, tetapi jika
kehilangan essensinya, semua kegiatan itu menjadi kemunafikan. Inilah kegagalan dari orang-orang Farisi
dan ahli-ahli Taurat. Tanpa penyangkalan diri yang penuh kerelaan kepada Allah sebagai Penguasa mutlak
hidup kita, semua aktivitas agama dan pengalaman rohani kita akan kehilangan maknanya. Inti dari
penyangkalan diri Kristen ialah:
Pertama, menyangkal diri berarti menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Allah.
Manusia tidak pernah dimaksudkan sebagai makhluk otonom, yang menjalankan hidupnya berda sarkan
hikmat dan kekuatannya sendiri. Setiap orang yang mencobanya pasti akan menemui kegagalan. Dalam
kasus Adam dan Hawa kita belajar kebenaran yang berharga ini. Sebelumnya Adam dan Hawa hidup dalam
kebergantungan mutlak kepada Allah, dan mereka berbahagia. Kemudian datanglah cobaan dari Iblis, yang
menawarkan opsi yang berlawanan dengan firman Allah. Jika mereka tetap bergantung mutlak kepada
Allah, mereka akan langsung menolak perkataan Iblis. Namun mereka menerimanya dan mempertimbangkannya opsi/pilihan kedua itu sebagai yang mungkin benar. Untuk berbuat demikian, mereka
pasti harus terlebih dahulu menarik komitmen mereka kepada Allah, dan mengangkat diri sebagai penentu
kebenaran antara Allah dan Iblis. Kesalahan mereka itu harus dibayar mahal, yaitu kematian mereka.
Menyangkal diri berarti mengakui ketergantungan kita kepada Allah, dan karena itu, kita menyerahkan hak
dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Allah. Kita mengakui bahwa hidup yang diserahkan kepada Tuhan,
sebagai pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana hidup kita dijalani bukan saja
sudah seharusnya tetapi juga akan membawa kebaikan bagi kita. Frances Havergal mengungkapkan
penyerahan diri yang total kepada Allah ini dengan indah dalam syair lagunya: Take My Life and Let It Be
190
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Consecrated. Semua yang ia miliki, ia baktikan kepada Tuhan: tangannya untuk melakukan kehendak
Tuhan, kakinya untuk menyebarkan Injil, suaranya untuk memuji Sang Raja selamanya, hartanya semuanya
menjadi milik Tuhan dan waktunya hanya untuk memuliakan Tuhan. Ia memeteraikan lagu tersebut dalam
kesaksian hidupnya. Dalam kehidupan-Nya di bumi, Kristus memberikan teladan yang indah bagi kita.
Seluruh hidup-Nya adalah suatu penyerahan penuh untuk melakukan kehendak Bapa, dan puncaknya ialah
ketika bergumul di taman Getsemani, Ia dengan konsisten menyerahkan diriNya untuk melakukan
kehendak Allah sampai tuntas. Doa ‘Bapa Kami’ yang kita selalu kita ucapkan sebenarnya merupakan
ungkapan kerinduan terbesar dari setiap pengikut Kristus; yaitu nama Allah, kerajaan Allah dan kehendak
Allah sebagai concern terbesar hidup kita, dan bukan ambisi dan kehendak kita.
Dalam buku kecil ‘Hatiku Rumah Kristus,’ Robert Boyd Munger mengungkapkan dengan indah bagaimana
suatu kehidupan yang diserahkan sepenuhnya kepada Kristus sebagai penguasa hidup kita adalah cara
terbaik untuk menjalani kehidupan Kristen. Ibu Teresa pernah mengatakan bahwa dirinya hanyalah pensil
sederhana yang diserahkan ke dalam tangan Tuhan untuk Ia pakai sesuka-Nya untuk maksud Allah.
Kedua, menyangkal diri berarti pertempuran seumur hidup menaklukkan dosa dalam diri kita. Mau tidak
mau, harus kita akui bahwa ada banyak sifat buruk di dalam diri kita. Untuk lepas dari keinginan dosa
(indwelling sin) yang melekat dalam dirinya sampai inilah rasul Paulus bergumul sampai ia mendapatkan
kemenangan rohani dalam diri Allah Tritunggal (Rom 7:13-8:17).
Buku kecil Hati Manusia mengungkapkan bahwa di dalam hati setiap orang ada banyak sifat-sifat dosa yang
mau menguasai kita. Penulis menggunakan berbagai macam binatang untuk melukiskan bermacam-macam
dosa kita: burung merak (kesombongan), kambing (keras kepala), babi (hawa nafsu), kura-kura (kemalasan), harimau
(amarah), ular (kelicikan) dan serigala (pencuri), dengan otaknya si Iblis. Kita harus menaklukkannya atau kita
akan ditaklukkannya.
Dalam novel The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde diceritakan seorang dokter yang begitu baik,
namun membiarkan sisi buruk kehidupannya secara bebas melampiaskan segala kesenangan daging,
sampai akhirnya sisi buruknya itu menelan sisi baiknya, dan akhirnya menghancurkan hidupnya.
Demikianlah, dosa yang dibiarkan bertumbuh dan berkembang di dalam diri kita, akhirnya akan menjadi
kekuatan destruktif yang akan menghancurkan kita. Banyak kebiasaan buruk yang telah kita biarkan berurat
akar di dalam diri kita, begitu sulit untuk kita atasi, sehingga kalau bukan anugerah Allah, hampir mustahil
kita dapat terbebas darinya.
Pentingnya penyangkalan atau penguasaan diri adalah hal yang dimengerti semua orang. Dalam buku
Emotional Inteligence diceritakan eksperimen yang dilakukan pada sekelompok anak-anak sekolah. Dalam
satu kelas, si guru membagikan kue mashmallow kepada setiap anak, tetapi mereka diminta untuk
menunggu sampai guru kembali baru boleh dimakan. Siapa yang menuruti akan diberi kue ekstra. Lalu
selam beberapa menit guru meninggalkan mereka. Dan segala tingkah laku anak-anak itu diawasi dan
dicatat melalui kamera tersembunyi. Ada anak tidak dapat menahan, dan ada juga yang bisa menahannya.
Riwayat anak-anak itu dicatat sampai mereka dewasa. Dan ditemukan penguasaan diri mereka itu
berkorelasi dengan masa depan mereka. Mereka yang belajar menunda kesenangan ternyata lebih berhasil
dalam studi dan karir.
Dalam Gal 5:19-21 Paulus memperingatkan kita bahwa orang yang menuruti keinginan daging tidak layak
mendapat bagian di dalam Kerajaan Allah. Tidak seorangpun dari kita yang bebas dari dosa; karena itu,
jangan ada orang yang menyombongkan diri. Biarlah setiap kita yang jatuh dalam berbagai macam dosa ini,
berusaha untuk bangkit kembali dengan pertolongan Tuhan. Biarlah kita menyalibkan tubuh dosa kita
sehingga dosa kehilangan kuasa-Nya di dalam diri kita. Inilah pengalaman rasul Paulus: “Aku telah
191
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus
yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman
dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.“ (Gal 2:19-20)
Ketiga, menyangkal diri berarti meneguhkan maksud Allah yang mulia dalam diri kita. Penyangkalan diri
bertujuan memulihkan gambar Allah dalam diri kita, supaya maksud Allah yang mulia terwujud di dalam diri
kita. Karena itu, penyangkalan diri harus selalu disertai usaha pengembangan diri seperti yang dikehendaki
Allah, yaitu bertumbuh dalam keserupaan Kristus, memiliki karakter ilahi, atau buah-buah Roh Kudus.
Tanpa disertai sisi positif ini, maka penyangkalan diri akan menjadi sekedar tindakan agama yang negatif
dan membebani, bukannya menimbulkan sukacita. Ingat, kekristenan bukan agama negatif, tetapi positif
dan konstruktif.
Jika telah belajar untuk menyangkal diri kita akan terbebas dari penjara egoisme yang membuat kita
demikian terobsesi oleh diri sendiri (narciscus), inilah sebabnya orang tega-teganya memperalat dan
mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri. Hanya setelah belajar untuk menyangkal diri, kita
mampu melakukan kebaikan sejati kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. Selama belum
menyangkal diri, bahkan ketika berbuat baik sekalipun, semua itu kita lakukan demi dirinya. Kita hanya
berbuat baik kepada yang baik kepada kita, kepada orang yang kita sukai, kepada orang yang akan
memberikan keuntungan kepada kita, atau yang suatu hari dapat menolong kita. Bahkan berbuat amal pun
itu untuk mengumpulkan amal bagi kita, atau melakukan kebajikan yang sangat mulia, karena itu
memberikan kesenangan rohani kita. Demikian juga, hanya setelah belajar untuk menyangkal diri kita baru
dimampukan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
Penyangkalan diri memampukan kita untuk mengakui diri kita hanya penatalayan Tuhan dan segala sesuatu
yang ada pada diri kita: talenta, kepandaian, kekayaan, waktu, kesempatan, kelancaran, kesehatan, dsb
adalah karunia dari Tuhan. Dan semua itu bukan untuk dipakai bagi kepentingan kita sendiri, apalagi untuk
diboroskan atau untuk tujuan yang berdosa, sebaliknya kita akan memakai semua itu dengan rendah hati,
disiplin dan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan maksud dan ketetapan Allah.
Penyangkalan diri juga membuat orang Kristen percaya bahwa berkat sejati berasal dari Tuhan. Karena itu,
ia tidak akan secara tamak memakai cara-cara licik dan mencelakakan orang lain untuk mendapatkan
keuntungan. Kita tidak akan iri karena orang lain mendapatkan keuntungan lebih besar, karena tahu ia tidak
berhak mengatur bagaimana Tuhan memberi anugerah-Nya. Selain itu ia tahu, bahwa tanpa penyertaan
Tuhan, semua keuntungan duniawi dapat menjadi kutuk baginya. Penyangkalan diri akan memampukan
kita untuk bersyukur dan berbahagia dalam segala keadaan. Karena tahu bahwa Tuhan senantiasa
memelihara kita menurut cara-Nya yang Ia pandang terbaik untuk kita, bukan maunya kita. Penyangkalan
diri menjadikan orang tak terikat pada dunia sehingga ketika segalanya diambil kembali oleh Tuhan,
walaupun ia dapat merasa susah, tetapi tidak akan tenggelam dalam keputusasaan.
Musuh setiap orang ialah dirinya sendiri: keegoisannya, hawa nafsu dan keinginan daging di dalam dirinya;
bukanlah situasi luar seperti kurang pintar, kaya, kurang tampan atau kurang cantik, kurang mendapat
kesempatan, dan sebagainya. Anak Tuhan harus berjuang menaklukkan dosa sehingga rencana Tuhan yang
indah dapat terwujud dalam dirinya. Kemenangan pribadi atas diri sendiri inilah rahasia kemenangan
rohani yang memberikan kesuksesan di bidang lain. Sebaliknya kegagalan untuk menaklukkan sifat-sifat
buruk dalam diri kita secara pasti menghambat kemajuan yang diharapkan Tuhan dari kita. Kiranya Tuhan
menolong kita menjadi murid-Nya yang sejati.
Amin!
192
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ku
ua
assa
ap
pe
en
ne
eb
bu
ussa
an
nA
Alllla
ah
h
tte
errh
ha
ad
da
ap
pk
ke
eh
hiid
du
up
pa
an
nm
ma
an
nu
ussiia
a
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Mazmur 90
1
Doa Musa, abdi Allah. Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun–temurun.
2
Sebelum gunung–gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari
selama–lamanya sampai selama–lamanya Engkaulah Allah.
3
Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak–anak
manusia!"
4
Sebab di mata–Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti
suatu giliran jaga di waktu malam.
5
Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh,
6
di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu.
7
Sungguh, kami habis lenyap karena murka–Mu, dan karena kehangatan amarah–Mu kami
terkejut.
8
Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan–Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam
cahaya wajah–Mu.
9
Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas–Mu, kami menghabiskan tahun–tahun
kami seperti keluh.
10
Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan
kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru–buru, dan
kami melayang lenyap.
11
12
Siapakah yang mengenal kekuatan murka–Mu dan takut kepada gemas–Mu?
Ajarlah kami menghitung hari–hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang
bijaksana.
13
Kembalilah, ya TUHAN––berapa lama lagi? ––dan sayangilah hamba–hamba–Mu!
14
Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia–Mu, supaya kami bersorak–sorai
dan bersukacita semasa hari–hari kami.
15
Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari–hari Engkau menindas kami, seimbang
dengan tahun–tahun kami mengalami celaka.
16
Biarlah kelihatan kepada hamba–hamba–Mu perbuatan–Mu, dan semarak–Mu kepada
anak–anak mereka.
17
Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan
kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.
merupakan doa Musa (ay. 1a), yang ditulisnya ketika ia sudah tua dan menyaksikan kefanaan
hidup manusia. Allah telah memakai dia memimpin umat Israel keluar dari perbudakan Mesir dengan
maksud membawa mereka masuk ke tanah Kanaan. Tapi harapan tersebut pupus oleh pemberontakan
Mazmur 90
193
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
yang terus mereka lakukan sehingga mengakibatkan murka Allah atas diri mereka. Sebagai hukumannya
mereka tidak diizinkan masuk ke Kanaan, dan keturunan merekalah yang mewarisi tanah perjanjian itu.
Maka selama empat puluh tahun Musa menyaksikan ratusan ribu orang Israel yang bersamanya keluar dari
Mesir hanya berkeliling di padang gurun, sampai mati semuanya. Sebagai bapa rohani yang begitu
mengasihi bangsanya ini, namun sekarang harus menyaksikan mereka menjalani kehidupan yang
terhukum: di bawah bayang-bayang kesulitan, penderitaan dan kesia-siaan, hal ini sangat menyedihkan
hatinya. Adakah pertolongan dan harapan bagi hidup manusia? Inilah yang mendorong dia menghampiri
Allah dalam doa: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang
bijaksana.” (Mzm 90:12) Seperti apakah memiliki hati bijaksana dalam menjalani kehidupan ini?

I.
Menghadapi realitas kehidupan secara realistis dan bukannya menghindarinya
karena itu sulit
Tuhan mencipta manusia untuk memuliakan Dia, dan bersama itu mereka akan berbahagia. Maka wajar jika
setiap orang memiliki dorongan untuk mendapatkan kebahagiaan. Tapi kenyataannya berapa banyak orang
yang sungguh-sungguh berbahagia? Kehidupan dalam dunia ini, ada begitu banyak masalah (berskala
internasional, nasional atau pribadi): kesukaran, bencana, penyakit, ketidakadilan, kekerasan, kejahatan dan
kematian. Dapatkah kita menutup mata dan berpura-pura bahwa semua masalah ini tidak pernah ada dan
menyetujui bahwa satu-satunya tujuan hidup manusia ialah untuk bersenang-senang? Mungkin orang yang
memiliki hidup yang lancar akan berpikir begitu. Tetapi kita yang sadar bahwa ada begitu banyak orang
yang menghadapi masalah yang menggoncangkan jiwa mereka, seperti: kesehatan yang terancam, anak
yang cacat atau bermasalah, kesulitan ekonomi, hubungan keluarga yang rusak, menghadapi teror orang
jahat, bencana dan kematian, maka kita mau tidak mau harus mengakui bahwa ada yang tidak beres
dengan dunia ini, dan ini harus membawa kita datang kepada Allah untuk mendapatkan jawaban yang
tuntas atas pertanyaan hidup ini.
Dalam fabel Watership Down, dikisahkan suatu koloni kelinci liar yang dicabut dari habitatnya dan
ditempatkan bersama sekelompok kelinci peliharaan yang besar, cantik dan bersih. Bagaimana kamu dapat
hidup demikian enak? Tanya kelinci liar itu, tidakkah kamu mengusahakan makananmu? Kelinci peliharaan
menjelaskan bahwa makan disediakan bagi mereka. Hidup ini nyaman dan indah. Namun setelah beberapa
hari, kelinci liar memperhatikan kelinci-kelinci yang gemuk menghilang satu persatu. O, itu memang
kadang-kadang terjadi, jelas kelinci peliharaan. Tetapi jangan biarkan itu mengganggu hidupmu. Ada
banyak hal menyenangkan untuk dinikmati. Kelinci liar itu menemukan di tempat itu ada banyak bahaya
yang mengancam nyawa mereka. Tetapi kelinci peliharaan demi menikmati hidup yang menyenangkan
telah menutup mata dari kenyataan bahaya kematian yang mengancam mereka. Fabel ini mau
menyampaikan ajaran moral. Seperti kelinci gemuk itu kita mau mempercayai bahwa satu-satunya tujuan
hidup di dunia ini adalah kesenangan dan kenyamanan. Dan banyak orang yang mempercayainya. Tetapi
ada banyaknya penderitaan dan ketidakadilan membuat gaya hidup demikian harus dipertanyakan. Orang
bukannya tak tahu dunia ini abnormal, mereka juga memikirkannya, tetapi karena sulit mendapatkan
makna kehidupan ini, maka mereka pun menyerah, dan mengabaikannya. Hidup ini sudah sulit, masih
ditambah dengan berpikir hal-hal yang sulit, menyusahkan diri saja. Lebih baik lupakan saja dan carilah
hiburan dan nikmatilah hidup selagi masih bisa, karena nanti kita akan mati. Demikianlah orang-orang
zaman sekarang mengabaikan kebenaran hanya mencari kesenangan.
194
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Blaise Pascal berusaha menyadarkan orang-orang dari kebodohan ini. Ia mengatakan bahwa kita semua
tahu suatu hari kita akan mati, kita tidak dapat menghindari ini. Namun kita tidak tahu kemana ia akan
pergi, apakah ia akan lenyap selamanya atau jatuh ke tangan murka Allah yang akan menghukum dosa kita.
Keadaan ini harus membuat kita berusaha menemukan jawaban nasib kekal kita itu. tidak ada hal yang
lebih penting dari ini, tetapi apakah kita lakukan. Kita menghabiskan waktu kita untuk mengerjakan hal-hal
yang remeh, atau bahkan yang penting, tetapi hal yang paling penting bagi keberadaan kekal kita ini, kita
abaikan. Bukankah ini merupakan suatu ketertiduran rohani yang mengerikan sekali. Tuhan mengizinkan
berbagai kesulitan dalam kehidupan ini untuk menyadarkan dunia yang tuli supaya mereka tergugah dan
boleh menengadah hati mereka ke atas dan menemukan Allah, satu-satunya yang dapat menyelamatkan
mereka. Orang Kristen perlu waspada supaya tak jatuh ke dalam sikap hidup hedonisme dan pragmatisme
sehingga kita terobsesi hanya mencari kesenangan untuk memuaskan hati yang kering dan bukannya
mencari kebenaran yang akan memberikan kemerdekaan sejati kepada kita.
II.
Berusaha menemukan jawaban yang sungguh-sungguh dapat mengatasi
permasalahan hidup kita ini walaupun itu sulit dan pahit, dan bukannya
melarikan diri ke dalam khayalan
Kebenaran seringkali menyakitkan. Tetapi jika hanya itu yang dapat menyembuhkan kita maka mau tidak
mau kita harus menerimanya walaupun itu menyakitkan dan harus membayar harga yang mahal. Jika kita
sadar akan nilai keberadaan kita dan keseriusan masalah yang kita hadapi, maka biarlah kita berusaha
menemukan jawaban kita dalam kebenaran dan bukannya dalam dongeng-dongeng yang menyesatkan.
Kita adalah makhluk yang kekal, karena itu kita membutuhkan pertolongan dari Allah sejati yang kekal. Dan
jika kita datang kepada Allah sejati, biarlah kita mengakui otoritas Dia untuk berfirman kepada kita, dan
bukannya mengatur apa yang mau kita dengar. Dan karena harapan pertolongan hanya datang dari Allah,
maka walaupun Ia berbicara dengan keras kepada kita, kita tetap harus mendengarkan Dia. Apalagi kita
mengerti bahwa Allah yang baik tidak bermaksud menghempaskan kita dalam keputusasaan, melainkan
untuk menyembuhkan kita. Bahkan sekalipun Ia menghukum, itu bukan untuk membinasakan, melainkan
untuk menyucikan dan menyelamatkan kita.
Biarlah dengan sikap batin yang benar ini kita mendengarkan apa yang mau dikatakan Allah kepada kita
mengenai kehidupan di planet bumi ini:
1.
kehidupan ini ketika diciptakan oleh Allah, baik adanya; kejahatan adalah diakibatkan oleh dosa dan
bukan kesalahan Allah. Jika kita masih dapat menjalani kehidupan dan menikmati banyak kebaikan di dalam
dunia ini, itu adalah anugerah-Nya kepada kita yang berdosa.
2.
Permasalahan kehidupan yang begitu banyak ini mau mengingatkan bahwa kita sedang hidup di
bawah bayang-bayang murka Allah. Inilah masalah serius yang harus kita selesaikan.
3.
Karena kehidupan abnormal ini adalah akibat kesalahan manusia dan bukan maksud Allah, berarti
kehidupan ini dapat ditebus. Orang Kristen patut bersyukur bahwa Allah telah menjanjikan untuk
melakukan penciptaan kembali dunia ciptaan-Nya ini. Seluruh ciptaan menantikan hari itu.
4.
Kehidupan ini harus kita jalani dengan segala masalahnya. Tidak ada janji Allah bahwa semua masalah
akan disingkirkan, sekali umat-Nya, tidak akan terkecuali. Namun Ia memberikan kuasa penebusan
sehingga kita dapat memiliki hidup yang berkemenangan di tengah-tengah dunia ini.
Dengan pengertian demikian, Musa datang kepada Allah dalam doa, “14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi
dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hidup kami. Buatlah kami
bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami
195
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mengalami celaka.” (90:14-15). Dari Tuhanlah ia mengharapkan kuasa penebusan bukan menurut cara dan
maunya sendiri, tetapi menurut hikmat dan kedaulatan Allah. Orang Kristen sejati takkan memaksa Allah
mengerjakan semua permohonannya melainkan mengakui Allah memiliki hak penuh untuk memperlakukan
dia menurut apa yang baik dalam pandangan-Nya.
III.
Mengalami kuasa penebusan Allah dalam kehidupan kita
Hikmat sejati tidak berhenti di otak hanya sebagai pengetahuan untuk menjadi bahan diskusi, tetapi
berakar di hati. Tujuan mendapatkan pengetahuan iman sejati ialah untuk kita hayati, kita hidupi, kita
integrasikan dalam kehidupan kita sehingga kebenaran itu memerdekakan kita. Ciri-ciri kehidupan Kristen
yang mengalami penebusan Allah akan ditandai dengan kemerdekaan Kristen berikut ini:
1.
Kuasa penebusan Kristus memerdekakan kita dari jerat dosa dan melepaskan kita dari murka Allah.
Inilah kebutuhan kita yang terutama karena tanpa kelepasan dari kutuk, ia takkan pernah memiliki
kebahagiaan dan damai sejahtera sejati. Seseorang non-Kristen pernah mengungkapkan bahwa apa yang iri
dari orang Kristen ialah karena mereka memiliki satu Pribadi yang mengampuni mereka, sedangkan ia tidak
memiliki satu pun yang dapat mengampuni dia. Biarlah kita yang telah mendapatkan kesempatan untuk
mendengarkan injil keselamatan, bahkan yang berbagian dalam pelayanan gerejawi, betul-betul mengalami
kuasa pembaharuan Allah yang menjadikannya kita anak-anak Allah yang sejati.
2.
Kuasa penebusan Allah merubah hidup yang terjerat oleh kefanaan dan kesia-siaan menjadi hidup yang
bermakna dan bernilai kekal. Biarlah kuasa penebusan Allah melepaskan kita dari banyak kebodohan dan
tipu daya dunia yang akan menghanyutkan kita dalam kehidupan yang hanya berbuahkan penyesalan.
Biarlah kemerdekaan Kristen mengarahkan pandangan kita ke Sorga. Tetapi kemerdekaan dari jerat dunia
tidak menjadikan kita bersikap negatif terhadap ciptaan Allah. Kebalikan dari diperbudak oleh dunia ialah
dimampukan untuk menjadi tuan yang bijaksana atas segala karunia Tuhan. Orang yang duniawi berpikir
dengan meninggalkan Tuhan ia dapat menikmati hidup, tetapi sebaliknyalah benar, hanya dengan
mengutamakan Tuhan kita baru betul-betul menikmati setiap karunia dalam dunia ini.
3.
Kuasa penebusan Allah memampukan kita untuk menghadapi setiap situasi hidup kita yang tidak
menentu ini dengan berkemenangan, dan bukannya menjadi korban situasi dan lingkungan yang seringkali
sangat kejam. Dengan bersandar kepada Tuhan yang memberi kekuatan kepada kita, kita dapat
menghadapi apa saja yang menghadang kita (Flp 4:13): tidak dihanyutkan oleh kelimpahan dan tidak
dihempaskan oleh kesulitan; dan dapat bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu, dan tahu bahwa segala
sesuatu yang terjadi hanya akan mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28)
4.
Kuasa penebusan Allah merubah kehidupan kita dari kehidupan yang rusak menjadi kehidupan
yang penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh 1:17). Gabungan kedua hal ini dalam diri kita akan
menghasilkan kehidupan terindah. Inilah teladan Tuhan Yesus. Biarlah orang lain melihat dapat keindahan
Kristus yang hidup dalam diri kita: suatu kehidupan yang menarik sebagai alternatif bagi dunia yang kecut,
membusuk dan kejam.
Dalam kehidupan Gereja, mungkin sekali terjadi bahwa kita saling melukai dan berlaku sangat kejam satu
sama lain. Biarlah kita tidak menjadi orang Kristen yang kaku, keras dan tanpa belas kasihan; juga tidak
menjadi orang Kristen mengabaikan kebenaran dan membolehkan apa saja. Kasih karunia dan kebenaran
adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Kasih karunia tanpa kebenaran bukanlah karunia, melainkan
sentimentil yang menjijikkan; dan kebenaran tanpa kasih karunia bukanlah kebenaran, melainkan farisiisme
yang kejam. Dua macam kegagalan ini selalu terjadi dalam gereja. Biarlah oleh kuasa penebusan Allah, kita
196
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dijadikan orang Kristen yang bertulangkan kebenaran (teguh, tegas, dan tanpa kompromi dalam hal kebenaran),
tetapi sekaligus memiliki hati dan daging yang penuh kasih karunia yang berasal dari kasih Kristus. Tetapi
siapakah yang telah mencapainya? Keseimbangan ini bukan sifat alamiah kita, tetapi kita dipanggil untuk
menuju ke situ. Dan keseimbangan kasih karunia dan kebenaran ini baru kita terbentuk di dalam diri kita,
ketika kuasa penebusan Allah memperbaharui kita.
Amin!
197
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
Do
os
sa
ad
da
an
nk
ke
es
se
ella
am
ma
atta
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Roma 3:23-24
23
Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah,
24
dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam
Kristus Yesus.
Di dunia modern, ketika orang belajar banyak pengetahuan, mendalami realita dan berjuang dengan biaya
research sangat besar, justru masih ada yang terlewat. Alkitab dengan tegas dan jelas membukakan realita
yang exclusive yaitu, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23)
Statement Paulus tersebut seringkali bukan dimengerti sebagai realita yang seharusnya diterima tapi justru
ditolak oleh banyak orang. Padahal pernyataan itu bukan tuduhan yang dibangun dengan fanatisme. Ia
membangun argumentasi dengan sangat teliti mulai dari konsep general (umum) mengenai dosa dalam Roma
1 hingga Roma 3:20 agar manusia akhirnya sadar.
Dalam Roma 1 Paulus menegaskan dua statement terpenting mengenai realita hidup yaitu bahwa dunia
sedang dikuasai oleh kondisi fasik dan lalim. Fasik ialah sikap sengaja melawan Allah bukan karena tak tahu
akan keberadaan-Nya. Ketika diajar tentang Dia, dalam hati manusia selalu timbul sensus divinitas yaitu
perasaan atau kesadaran bahwa ada penguasa lebih besar dari dirinya. Setelah mati atau berbuat
kejahatan, ia harus berhadapan dengan pengadilan-Nya. Ia sangat tergantung kepada-Nya. Kekristenan di
Indonesia menyebut-Nya Allah sedangkan agama atau bangsa lain memakai nama berbeda. Namun yang
terpenting bukan istilah melainkan personifikasi atau konsepnya mengacu pada yang lebih tinggi dari
manusia.
Sensus divinitas bukan semakin dikembangkan tapi justru makin ditekan karena esensi dosa mencengkeram
hingga manusia sengaja memberontak dan tak mau tunduk pada otoritas di atasnya. Ia menyatakan dirinya
tertinggi maka yang lain harus tunduk. Inilah esensi dosa yang pertama yaitu sengaja menolak dan tak
menghormati Allah. Ia makin dewasa semakin keras dan otoritatif hingga ingin selalu jadi pemimpin. Jiwa
semacam itu tak baik karena sebenarnya ia yang relatif dan bisa salah tak berhak memiliki otoritas tertinggi.
Lalim ialah sengaja menentang kebenaran dan dengan segala dalih, cara, alasan mencoba mengalihkan,
membenarkan atau seolah boleh mentolerir. Manusia juga diberi konsep righteousness (kebenaran keadilan)
yang ditanam dalam hati. Maka tak ada pencuri yang tak tahu bahwa tindakannya tak diperbolehkan.
Sejak lahir, bayi langsung mampu menilai. Jangan berpikir ia tak mengerti hingga bisa dibohongi. Ia
mungkin lebih peka daripada orang dewasa. Ia bisa tiba-tiba mempertanyakan soal keadilan. Tapi ketika
memiliki pengertian, ia justru tak menjalankannya. Ia juga sangat egois hingga selalu berusaha menutupi
kesalahan sendiri. Padahal ia tak pernah diajar berbohong. Tiba-tiba ia melakukan kesalahan. Setelah itu, ia
198
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
jadi malu dan ketakutan karena tahu akan menghadapi kesulitan. Tapi ketika ditanya, ia berani menyangkal.
Padahal kebohongan terlihat dari wajah dan tingkah lakunya.
Dalam Roma 2 Paulus mengargumentasikan bahwa tak ada toleransi atau alasan bagi orang Atheis yang tak
percaya akan adanya Allah sehingga ia berhak melawan-Nya lalu tak mau mengaku dosa. Pengetahuan
tentang keberadaan-Nya telah ditanam dalam hati terlebih dulu. Jadi, bukan karena rasa ingin tahu
manusia. Tapi pengetahuan tersebut tak dikembangkan untuk mencari dan mengetahui Allah sejati.
Di Eropa, banyak orang tak mau mengaku diri Atheis karena terlalu negatif. Sebagai gantinya, mereka
menggunakan istilah “free-thinkers” (pemikir bebas). Padahal konsep yang dipikirkan muncul dari diri. Maka
otoritas tertinggi di tangannya sendiri. Mereka menolak keberadaan-Nya supaya bisa jadi allah. Mereka
sebenarnya merasa terancam dengan adanya Oknum di atas yang kelak mengadili. Inilah penyataan
Nietzsche, filsuf abad 20 awal. Ia juga menyatakan telah membunuh Allah (the Death of God Theology). Itulah
thesisnya dalam buku “Ecce Homo” dan “Thus Spake Zarathustra” yang sangat disukai di seluruh dunia
karena mewakili kesenangan mereka.
Paulus mengatakan bahwa ketika manusia tak mau memikirkan Allah, keberadaan-Nya bukan menjadi tak
ada. Ia tetap exists. Sesuatu bersifat faktual atau realita sejati tak mungkin diadakan atau ditiadakan oleh
pikiran orang. Contoh, seseorang dengan susah hati terus memikirkan anaknya yang telah mati. Walaupun
demikian, anak itu takkan hidup kembali. New Age Movement justru mencampurkan virtual (ilusi) dan
reality.
Paulus juga mengatakan bahwa ketika manusia melawan kebenaran Allah, hatinya tetap tak dapat ditipu
dan akan terus membisikkan Dia ada. Konon ada cerita tentang pemimpin komunis yang ketika mendekati
ajal, tiba-tiba dengan gentar mengatakan bahwa ia harus menghadap Tuhan. Padahal seumur hidup ia tak
pernah memikirkan-Nya. Saat itu ia harus berhadapan dengan momen eksistensial. Ia mulai sadar bahwa
realita tak mungkin dipungkiri. Alkitab mengatakan suatu saat semua orang harus bertekuk lutut dan
tundukkan kepala lalu mengaku bahwa Yesus Kristus ialah Tuhan, entah dengan ucapan syukur atau
ketakutan.
Dalam Roma 3 bagian awal, Paulus berargumen tentang mereka yang percaya pada tuhan tapi bukan Tuhan
Yesus. Allah yang dipercaya masih belum jelas. Ia mengatakan bahwa percaya kepada-Nya belum tentu tak
berdosa karena esensi dosa tak tergantung pada kepercayaan. Banyak orang berpikir kepercayaan
menyelesaikan dosa. Orang Reformed juga seringkali beranggapan bahwa yang penting ialah percaya
kepada-Nya sehingga dosa takkan mengganggu jaminan masuk ke Surga. Padahal cara berpikir semacam itu
malah membawanya ke Neraka. Dalam Roma 6:23 Paulus mengatakan upah dosa ialah maut. Maka fakta
dosa harus dimengerti dengan tepat oleh tiap orang termasuk yang beragama. Realita tersebut tak boleh
diabaikan karena memang tak dapat dilepaskan dari hidup di dunia.
Konsep beragama dan iman sejati sangat berbeda. Ada orang dengan sesuka hati memilih agama yang
menguntungkan dan dapat memenuhi keinginan pribadi. Ini teori bisnis. Kalau selama mengikut tuhan yang
dipilih, dirasa tak mendapat banyak berkat atau malah merugikan maka ia segera cari penggantinya.
Sebenarnya yang dicari ialah pembantu supranatural. Seharusnya Tuhanlah yang berdaulat memerintah
dan mengatur manusia. Sebagai ciptaan, ia harus taat dan menjalankan kehendak-Nya. Adapula yang
mempunyai konsep tuhan mudah disogok dan diajak dealing. Misalnya, ketika diberi ayam putih seharga Rp
50.000,-, ia langsung memberi berkat sebesar Rp 100.000,-.
199
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Di dunia, banyak konsep agama tak sejati karena menjadi refleksi atau cerminan keinginan manusia. Inilah
pemikiran Ludwig Feuerbach, filsuf Jerman yang sangat sinis terhadap semua agama termasuk Kekristenan
padahal backgroundnya juga Kristen karena ia anak Pendeta namun akhirnya jadi Atheis. Sebelumnya, ia
berbeban dan dipanggil-Nya untuk menjadi Pendeta. Ia masuk ke sekolah Teologi liberal. Tapi karena salah
sekolah, imannya rusak. Ia berpendapat bahwa Tuhan yang ada di dunia merupakan ciptaan manusia
menurut gambar dan rupanya sendiri. Jadi, bukan manusia diciptakan-Nya oleh Allah menurut gambar dan
rupa-Nya. Maka tak ada guna percaya kepada-Nya. Orang dunia pada hakekatnya seringkali berkonsep
demikian. Ada anak remaja berpendapat Ia kejam karena di Perjanjian Lama dikisahkan sekian banyak
orang, baik pria, wanita dan anak-anak yang melawan-Nya langsung dibunuh. Allah seharusnya penuh cinta
kasih dan tak boleh marah. Selain itu, Ia semestinya tua dan bijaksana, memiliki rambut serta janggut
panjang dan putih.
Di dunia telah muncul keterbalikan konsep agama. Maka Paulus berpendapat bahwa semakin manusia taat
beragama, ia makin berdosa karena menciptakan tuhannya sendiri dan menolak Tuhan sejati.
Kesimpulannya tercatat di Roma 3:23. Ironisnya, di jaman sekarang banyak orang merasa diri baik.
Seharusnya mereka menyadari diri berdosa hingga tak ada jalan keluar selain berhadapan dengan murka
Allah. Tak ada usaha yang dapat dilakukan untuk kembali ke jalur-Nya. Berita tersebut tak disukai karena
membuat tertekan dan tegang. Maka dunia lebih suka narkoba. Dengan demikian, mereka dapat
melupakan kesulitan hidup. Tapi hanya sementara. Kalau overdosis maka langsung pergi ke Neraka.
Iman Kristen mengabarkan bahwa Tuhan membuka jalan, “oleh kasih karunia (anugerah Allah) telah
dibenarkan (memperoleh keselamatan) dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” (Roma 3:24)
Paulus berani menulis kalimat tersebut berdasarkan pengalaman hidupnya. Di Yoh 3:16 dicatat, “Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya
setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Hutang tak
mungkin mendadak lunas kecuali orang lain bersedia menggantinya. Ketika hutang makin besar tapi ia
semakin bangkrut maka tak mungkin mampu melunasinya. Demikian pula dengan dosa. Namun tak
seorangpun rela berkorban menanggung beban orang lain kecuali ia sangat mencintainya. Apalagi hutang
nyawa. Penebusan-Nya sangat tuntas dan merupakan pembayaran termahal bagi jemaat-Nya meskipun
sesungguhnya tak ada tuntutan dan keharusan untuk itu. Seharusnya, Ia menghukum seluruh umat
manusia.
Alkitab menyatakan bahwa Allah menghendaki manusia bertobat dengan sungguh dan Ia dikembalikan
pada posisi yang seharusnya dalam hatinya. Inilah yang menjamin ketika selesai dengan perjalanan sejarah,
umat-Nya takkan dibuang melainkan kembali bersama Dia. Maka kebahagiaan sejati yaitu ketika hidup
dalam pimpinan-Nya. Ia senantiasa memelihara umat-Nya sehingga tak terus menerus terjebak dosa. Itulah
kehidupan terindah. Tapi orang yang hidup menurut keinginan sendiri, setelah selesai pun Ia
melepaskannya karena tak pernah bersekutu dengan-Nya. Tuhan yang mengasihi juga adil. Ia menyediakan
Surga sekaligus Neraka.
Amin!
200
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
en
ng
giik
ku
utt Y
Ye
es
su
us
s
Oleh: Pdt. Rudie Gunawan
Nats:
17
Markus 10 :17-31
Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan–Nya, datanglah seorang
berlari–lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan–Nya ia bertanya: "Guru yang
baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?"
18
Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari
pada Allah saja.
19
Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah,
jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang,
hormatilah ayahmu dan ibumu!"
20
Lalu kata orang itu kepada–Nya: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku."
21
Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya:
"Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu
kepada orang–orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian
datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
22
Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak
hartanya.
23
Lalu Yesus memandang murid–murid–Nya di sekeliling–Nya dan berkata kepada mereka:
"Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah."
24
Murid–murid–Nya tercengang mendengar perkataan–Nya itu. Tetapi Yesus menyambung
lagi: "Anak–anak–Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
25
Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah."
26
Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah
yang dapat diselamatkan?"
27
Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi
bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah."
28
Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan
mengikut Engkau!"
29
Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan
karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki–laki atau saudaranya perempuan,
ibunya atau bapanya, anak–anaknya atau ladangnya,
30
orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah,
saudara laki–laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai
penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.
31
Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan
menjadi yang terdahulu."
201
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tindakan ‘meminta’ jadi biasa, sejak kecil sampai mati, mulai dari minta makan dengan bahasa tangisan
hingga meninggalkan pesan: ‘Kalau mati, dibakar saja supaya tak merepotkan.’ Ada beragam cara dan
bentuk permintaan. Hidup akan jadi kaku dan dingin tanpa relasi tersebut. Sepanjang hidup, ia terlatih
meminta. Kalau cara satu gagal, digunakan yang lain.
Permintaan kepada Tuhan tak sekedar minta seperti pada orangtua, guru, dosen, polisi atau yang
berotoritas lebih kuat di mana sikap, perkataan dan mimik wajah harus diatur sehingga berkenan, disertai
dengan kesediaan hati untuk bayar harga. Tapi manusia seringkali minta karena ada objek lebih tinggi.
Kepada Allah, ia seringkali tak bersikap demikian melainkan malah lebih kurang ajar daripada dengan
orangtua. Ia mungkin minta dengan mengancam. Misalnya, jikalau permintaan tak dikabulkan atau sakit
penyakit tak disembuhkan maka ia tak lagi mau jadi Kristen apalagi mencari-Nya. Sebaliknya, Tuhan
dipermalukan.
Padahal Allah lebih hebat, besar, tinggi, kuat dan agung. Maka seharusnya sebelum masuk ke baitkudusNya, jemaat harus membuka sepatu, seperti yang pernah diajarkan pada Musa.
Banyak orang pindah dari Gereja karena minta kepada-Nya sangat melelahkan dan harus sabar. Cara
berpikir seperti itu tak beda dengan orang kaya yang saleh di Mrk 10:17-27. Mungkin ia cukup berumur,
sekitar 40 tahun, sebab katanya di ayat 20, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku (+ 15-20
tahun).” Pada usia 40 tahun, manusia mulai memikirkan sakit dan kematian. Usaha juga harus mantap karena
setelah masa tersebut takkan ada peluang lebih baik.
Tapi caranya tak beda dengan para murid. Ia berkata, “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk
memperoleh hidup yang kekal?” (Mrk 10:17) Namun Tuhan menjawab, “Mengapa kau katakan Aku baik?
Tak seorang pun yang baik selain daripada Allah saja.” (ayat18) Artinya, Ia menegur sekaligus membangun
supaya orang tersebut tak basa-basi melainkan langsung mengatakan keinginannya. Sebenarnya Ia
mengetahui hatinya yang menganggap diri sendiri baik lalu hendak mengadakan pengesahan. Tapi Ia tetap
appreciate.
Ketika minta kepada Tuhan, seharusnya tak boleh menganggap-Nya sebagai sumber otoritas. Jika tidak,
orang Kristen akan terus bermain drama karena kalau tak sesuai keinginan-Nya maka Ia takkan
mengabulkan. Padahal di Mat 6:8 Kristus mengatakan, “… Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan,
sebelum kamu minta kepada-Nya.” Maka di ayat 6 tercatat, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.”
Selain itu juga tak boleh beranggapan Tuhan memberi tanpa resiko. Ketika minta kendaraan, anak tak
memikirkan resiko. Juga tak terpikir andaikata harus beli dengan biaya sendiri. Orangtua bijaksana akan
menjelaskan bahwa bukan karena sudah lulus SMA ia harus memperoleh SIM. Jikalau dikabulkan, ia harus
menanggung resiko karena biaya pemeliharaan dan perbaikan tak murah. Nilainya jadi tak sekedar harga
beli saja. Yesus mengatakan bahwa manusia boleh minta tapi sebelumnya harus melakukan beberapa
syarat (Mrk 10:19 dan 21).
Banyak Pendeta menggunakan Mrk 10:21 untuk memeras orang kaya dan membuat mereka ketakutan.
Sesungguhnya ayat tersebut bukan untuk mereka melainkan orang yang merasa diri kaya atau mampu.
Tak seorang pun boleh menghina karena semua manusia sebenarnya kaya. Bahkan orang miskin pasti
memiliki nilai kekayaan tersendiri diekspresikan dalam bentuk barang. Dan juga tak ada orang mau dihina
202
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sebab memiliki dignity/self-confidence yang membuatnya survive. Kalau ada kesempatan, ia pasti
membalas orang yang menghinanya. Semakin merasa susah, ia makin menanamkan dalam diri bahwa
masih memiliki kemampuan. Maka banyak cerita mengisahkan tentang orang kaya yang awal mulanya
miskin sehingga harus melalui perjuangan berat. Tapi motivasi hanya Tuhan yang tahu.
Permintaan harus disertai reason (alasan) jelas, bukan untuk sekarang tapi kelak. Seharusnya para murid
langsung pandai setelah mendengar khotbah Yesus. Namun mereka malah berpikir untuk gerakan yang
masih baru, dibutuhkan orang kaya semacam itu karena belum ada di kelompok Tuhan. Orang tersebut
sangat saleh, secara sosial terkenal dan financially kuat.
Isi hati para murid tercatat di Mrk 10:28 dan lebih jelas lagi di Mat 19:27, “Kami ini telah meninggalkan segala
sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Itu merupakan ungkapan
kekecewaan mereka. Sesungguhnya inti permasalahannya ialah perolehan yang mendorong mereka minta.
Biasanya orang tak mempermasalahkan cara, entah mengelabui, merampas dll. Namun perikop tersebut
menekankan tujuan. Misalnya, untuk memperlengkapi diri hingga hidup lebih nyaman atau menambah
sesuatu yang sebenarnya telah ada. Namun yang kedua membuat seseorang diperbudak oleh keinginannya
sendiri. Maka ia tak boleh berhenti hanya untuk sekedar fun karena itu berarti bermain dengan dosa.
Yesus tak menggugurkan keinginan orang tersebut. Ia juga tak mengurungkan niat memberi hidup kekal
pada mereka yang minta. Ia sangat mengasihinya (Mrk 10:21). Tapi ia pergi karena kecewa. Rupanya tak
hanya orang kaya terhormat itu yang mengalami kendala dalam menerima Kristus. Para murid juga
demikian.
Problem Kingdom terjadi sejak awal Injil ditulis untuk menunjukkan bahwa para nabi dan raja terkecoh
tentang Allah karena sifat-Nya tak sesuai pemikiran mereka. Padahal Dialah Sang Penguasa dan Pencipta.
Klimaksnya ketika Nabi Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel diutus untuk mengatakan bahwa mereka harus
menyerahkan diri ke Babel (Yer 25:11). Padahal saat itu mereka berjaya. Maka Yesaya dipasung sedangkan
Yeremia diikat lalu dimasukkan ke sumur karena terjadi konflik dalam pikiran mereka. Berulangkali pula
Yeremia mengalami konflik diri (Yer 20:7-18). Tapi semua itu merupakan proses transforming dimana
perubahan harus terjadi. Predestinasi dan kedaulatan-Nya sulit dimengerti kecuali pernah mengalaminya.
Tuhan sangat mengerti manusia. Maka Ia melayani pertanyaan seperti Mat 19:27. Seharusnya para murid
yang mengikuti-Nya selama 2,5 tahun tak boleh bertanya semacam itu sebab telah menyaksikan keajaiban
dan kehebatan Anak Allah. Semestinya mereka langsung bersembah sujud dan mengucap syukur.
Petrus memang mantan orang besar yaitu bandar ikan dengan tiga perahu. Ikan yang ditangkapnya adalah
kesukaan Kaisar. Ia juga yang tertua di antara para murid. Maka ia representatif ketika bertanya seperti di
Mat 19:27. Kenyataan tersebut merupakan permainan emosi, motivasi dan logika bagi mereka.
Setelah mendengar jawaban Yesus (Mrk 10:29-31), Petrus baru menyadari, bukan karena Tuhan dan Injil ia
meninggalkan semuanya. Kristus telah mengetahui bahwa kalkulasi masih terlalu kuat dan erat mengikat
pikiran mereka. Sehingga berpikir akan mendapat posisi dan keuntungan. Konsep tersebut tak pernah
berhenti hingga diselesaikan oleh tulisan para Rasul.
Seringkali manusia sulit memilih antara harta dan Yesus karena merasa masih hidup di dunia. Penyebab
utama sebenarnya ialah karena Injil membongkar dan membuat hidupnya bertumbuh hingga timbul
kerelaan untuk meninggalkan yang lama. Injil tak menghukum melainkan sangat revolusioner (mengembalikan
203
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sekaligus memberitahukan berita yang sungguh membahagiakan tapi ia malah ketakutan
hingga tak mudah menerimanya. Di Mat 6:24 Ia menegaskan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah
dan kepada Mamon.” Perikop tersebut membicarakan prioritas.
pada yang asli)
Kemudian dilanjutkan, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu,...” (Mat 6:25)
Kalau pengajaran tersebut berhenti hanya di ayat ini, berarti Kristen gagal membangun kembali. Ayat
tersebut sebenarnya mengatakan bahwa hendaklah rasa kuatir diarahkan secara tepat. Maka kebenaran
harus dicari terlebih dulu. Ia tak menghapus perasaan tersebut melainkan membuat perbandingan (ayat 2630) untuk menunjukkan bahwa sebenarnya tak perlu kuatir berlebihan. Kekuatiran itu natural karena
mendorong manusia untuk mencari nafkah.
Para murid sebenarnya juga ragu menerima Tuhan karena lebih miskin daripada Yohanes Pembaptis yang
berkharisma dan masih termasuk keturunan imam besar Zakaria. Kebanyakan pengikut Yohanes ialah
soldiers. Tapi ia mati muda karena dimusuhi banyak orang. Sedangkan Yesus hanyalah keturunan tukang
kayu dari Nazaret. Padahal Dialah Mesias. KehadiranNya secara fisik dan fenomenal sangat meragukan (Yes
53:2-3). Tapi ketika mendekati, mendengar serta memperhatikan Firman dan kebesaran jiwa-Nya, manusia
takkan ragu lagi untuk terus ikut Dia dalam suka duka.
Di Mrk 11:28 tercatat para imam bertanya untuk menjebak-Nya, “Dengan kuasa manakah Engkau
melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan
hal-hal itu?” Sebab tiga partai politik Yahudi (Farisi, ahli Taurat dan Saduki) saling memperebutkan kekuasaan.
Ketika Ia menjawab bahwa kuasa-Nya dari Allah, jawaban tersebut dianggap pelecehan. Padahal Ia berkata
yang sebenarnya.
menegaskan bahwa para pengikut-Nya akan memperoleh semua dengan adil. Akan ada
pembagian, perhatian dan pemeliharaan yang adil.
Mrk 10:31
Amin!
204
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
B
Ba
ap
pa
a--K
Ku
ulla
ah
hp
pe
en
ng
gu
us
sa
ah
ha
an
ny
ya
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 15: 1-8
1
"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa–Kulah pengusahanya.
2
Setiap ranting pada–Ku yang tidak berbuah, dipotong–Nya dan setiap ranting yang
berbuah, dibersihkan–Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
3
Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.
4
Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah
dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak
berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
5
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa–apa.
6
Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi
kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
7
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman–Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa
8
Dalam hal inilah Bapa–Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan
saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
demikian kamu adalah murid–murid–Ku."
Di Yoh 15 Tuhan menggambarkan the exclusive relation between God and His people hanya pada para muridNya yang sejati. Ia juga dengan sangat tegas menjelaskan peranan-Nya dan tugas orang Kristen di dunia. Ia
memulai dengan metafora/ilustrasi/perumpamaan tentang pokok anggur karena relasi tersebut tak bersifat
riil/duniawi melainkan menyangkut spiritualitas atau totalitas hidup orang percaya. Sebelum pasal tersebut,
Ia tak pernah mengajarkannya pada orang lain karena ajaran itu akan banyak dimanipulasi kalau jatuh ke
orang yang tak sungguh dalam Tuhan.
Pdt. Stephen Tong membuat eksposisi perikop tersebut dalam buku ‘Hidup Kristen yang berbuah’. Konsep
tersebut dikenal sebagai union with Christ. Berulang kali Tuhan mengatakan, “Aku di dalam kamu dan kamu
di dalam Aku.” Persatuan tersebut unik, utuh dan menggambarkan ikatan sangat dekat/intim.
Kalau kalimat tersebut tak dimengerti dan dikomposisikan dengan tepat lalu direposisi atau ditafsir secara
humanis, dapat menimbulkan kesalahan logika. Konsep tersebut juga ditunggangi seolah-olah manusia
dapat mengalami elevasi/peningkatan mistik hingga jadi Allah. Ada orang berpendapat, kalau ia berada
dalam Kristus dan Tuhan ada dalam dirinya berarti keduanya jadi satu maka perkataannya boleh dianggap
Tuhan sendiri yang bicara. Secara logika masuk akal tapi kesimpulan tersebut salah. Ada pula yang berpikir,
ketika ia bersatu dengan-Nya, seperti blended jadi campuran hingga tak kelihatan beda antara keduanya.
Alkitab mengatakan, walaupun bersatu, Tuhan adalah Tuhan dan manusia tetap manusia.
205
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Di Yoh 15:1 Tuhan berkata, “Akulah pokok anggur yang benar …” Bagi Calvin istilah tersebut dapat berarti
satu batang atau satu kebon anggur. Ia cenderung memahaminya sebagai keseluruhan kebon anggur yang
berpusat kepada Kristus. Alasannya, anggur tak punya batang pertama yang berdiri kokoh. Ia juga
mengatakan, sebaiknya tak perlu diperdebatkan karena dua pengertian tersebut dapat dipakai.
Lalu dilanjutkan, “dan BapaKulah pengusahanya (the Owner).” Istilah tersebut bukan berarti Ia yang
mengerjakan melainkan Dialah the Landlord berdaulat penuh dan mutlak. Maka Ia tak perlu terus menerus
exist di kebon anggur. Meskipun memakai banyak pekerja, Ia selalu menjaga, consider, mempedulikan dan
sangat menentukan perkembangan. Sedangkan yang dimaksud dengan “ranting” di ayat 2 yaitu orang
Kristen. Para pekerja apalagi “ranting” tak berhak protes terhadap keputusan-Nya.
Sebelum konsekuensi ditegaskan, Tuhan mereposisi tiga oknum yang berperan. Allah berada di posisi
pertama sedangkan yang terutama ialah Kristus. Tapi posisi-Nya harus kembali kepada Bapa di Surga yang
menata dan menyediakan segalanya. Jadi, tiap bibit yang ditanam di kebon anggur tersebut termasuk
pilihan. Gerakan Allah yang purposeful telah menarik orang kepada Tuhan. Hanya sebagian kecil di antara
berjuta orang. Sungguh anugerah besar sekaligus indah. Kebon tersebut juga dikelola dengan sungguh dan
sedang ditunggu hasilnya yang terbaik secara kuantitas dan kualitas. Tujuan terakhirnya, Bapa semakin
dipermuliakan. Konsep tersebut ketika dimengerti secara tepat, akan menimbulkan sikap/respon yang
sangat indah karena hidup jadi meaningful.
Orang beriman sejati mengetahui secara jelas hubungannya dengan objek iman dan berjalan di dalam-Nya.
Kalau objek imannya lepas berarti hubungan tersebut sebenarnya palsu. Ia tak sungguh percaya kepada
Allah. Iman sejati muncul dari hati yang sadar, bukan sekedar emosi atau ambisi rohani melainkan
kesadaran who God is. Hanya kedaulatan-Nya sanggup menyembuhkan orang sakit hampir mati sekalipun.
Sedangkan ambisi manusia seringkali justru kontra dengan kehendak-Nya serta mengacaukan positioning
karena Allah dipermainkan dan dituntut untuk tunduk padanya.
Allah menghendaki orang Kristen/the chosen people beserta seluruh pekerjaannya sungguh kembali ke
dalam persekutuan dengan-Nya dan mencapai maksud-Nya. Yang taat akan diberkati sedangkan yang
melawan akan dihukum mati. Pengajaran tersebut sangat dilawan oleh dunia.
Konsep dekonstruksi modern menginginkan bukan Allah yang menekankan proposisi. Dalam pergerakan
filsafat agama, narative theology telah memasuki Kekristenan. Theologi tersebut mengatakan, Kekristenan
tak berhak menyatakan proposisi pada jemaat. Pernyataan bahwa orang Kristen harus bertobat, tak boleh
diungkap karena terlalu kasar dan kaku. Pernyataan bahwa harus percaya kepada Kristus sebagai
Juruselamat karena kalau tidak, akan masuk ke Neraka, juga tak diperbolehkan. Pernyataan tersebut
dianggap terlalu memastikan.
Dunia modern dalam nuansa global sekaligus relativistik menginginkan allah yang lebih lembut dan open
menerima berbagai konsep. Tiap pribadi dianggap memiliki human right maka tak mau ditentukan oleh
yang lain. Ia tak ingin orang lain lebih berotoritas.
Sekitar 40-50 tahun lalu, manusia modern mengasihani mereka yang percaya kepada Tuhan meskipun belum
pernah melihat-Nya. Kepercayaan tersebut dianggap sangat primitif dan banyak larangan. Di Eropa
sekarang mungkin masih ada orang semacam itu yang sangat marah ketika diajak diskusi mengenai Allah
dan menganggap diri tak membutuhkan-Nya padahal hidupnya makin kering.
206
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Di jaman praRenaisance, Kekristenan sangat kuat. Ketika humanis muncul hingga masa pencerahan
(enlightment), mereka melawan Kekristenan. Tapi hati nurani manusia terus berbisik, Allah ada. Ketika
menjelang ajal, mereka baru mengaku akan menghadap Tuhan. Saat harus menghadapi momen
eksistensial, mereka sadar tak mampu melarikan diri. Maka modernisme yang berjalan sejak abad 17-19
mulai goncang di abad 20, khususnya ketika manusia merasa hebat lalu berperang hingga banyak orang
terbunuh dan dunia jadi rusak.
Di jaman postmodern dan new age ini banyak orang mau percaya tuhan, dewa, ilah dan setan. Manusia pun
mampu jadi allah. Mereka merasa membutuhkan tuhan yang dapat diajak shake hand/dealing. Jadi, format
postmodern god yaitu allah yang sangat familiar, friendly dan tak terlalu mengatur apalagi memaksa karena
sekarang jaman dialog. Ada ajaran mengatakan, tuhan bagaikan teman. Maka kalau tak suka, manusia
berhak memakinya dan mencari win-win solution. Itu bukan Tuhan versi Alkitab. Allah sejati pasti marah
ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Ia akan membuang orang berdosa tanpa tawar-menawar. Ia juga tak
tergantung budaya.
Di Yoh 15:2 Tuhan berkata, “Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting
yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” Ayat tersebut bukan bicara mengenai
keselamatan dapat hilang atau tidak melainkan esensi umat Allah sejati.
Karena dosa, Kristus harus pergi ke Yerusalem lalu dipukuli, diludahi hingga mati disalib di Golgota untuk
menebus umat-Nya. Sesungguhnya Ia tak perlu melakukan semua itu karena memang bukan kesalahanNya. Tapi Ia tetap taat menjalankannya karena cinta-Nya kepada Bapa. Seharusnya Ia berhak mendapat
pujian karena telah mengerjakan yang terbaik hingga jadi berkat bagi banyak orang. Sepanjang hidup, Ia
selalu melakukan yang benar, rela berkorban, meskipun tak pernah kaya atau punya kedudukan/status tapi
sanggup memberi makan ribuan orang. Ia memiliki pengharapan sangat besar bagi orang percaya. Kalau
manusia difitnah dan diperlakukan tak adil pasti sangat marah padahal kemungkinan bersalah.
Orang dunia kerja keras tapi akhirnya sia-sia belaka. Semuanya tak berharga. Maka Tuhan menghendaki
tiap anak-Nya memiliki makna hidup jelas, bukan mengejar hal sekunder melainkan primer. Dialah yang
memberi nilai.
Menurut pandangan manusia, kasus Ayub menyakitkan padahal sebenarnya justru sangat mulia. Ia telah
dipertaruhkan oleh Allah demi kebesaran nama-Nya. Dignity dan harkat hidupnya sangat luar biasa. Di Ayb
1:8 Tuhan berkata pada Iblis, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di
bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Lalu Setan
jawab, “Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan
jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu.” (ayat 9 dan 11) Ia kelihatan
sengsara tapi peranannya sangat kritis dan tanggung jawabnya amat besar.
Di Yoh 15:15 Tuhan menyebut orang percaya sebagai sahabat, bukan lagi hamba. Banyak orang Kristen
bangga sekali dengan ayat tersebut. Sesungguhnya mereka gentar karena Ia mempercayakan sesuatu yang
sangat besar. Kalau sampai mempermalukan-Nya, betapa celakanya karena posisi sudah dinaikkan tapi
tetap tak tahu diri. Maka pola pikir harus direposisi. Dengan demikian hidupnya akan diproses jadi penuh
makna di dalam tangan-Nya.
Amin!
207
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
Diip
piilliih
hu
un
nttu
uk
kb
be
errb
bu
ua
ah
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
9
Yohanes 15:9-17
"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu;
tinggallah di dalam kasih–Ku itu.
10
Jikalau kamu menuruti perintah–Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih–Ku, seperti Aku
menuruti perintah Bapa–Ku dan tinggal di dalam kasih–Nya.
11
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita–Ku ada di dalam kamu dan
sukacitamu menjadi penuh.
12
Inilah perintah–Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi
kamu.
13
Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya
untuk sahabat–sahabatnya.
14
Kamu adalah sahabat–Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
15
Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh
tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada
kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa–Ku.
16
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,
supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama–Ku, diberikan–Nya kepadamu.
17
Inilah perintah–Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
memberi prinsip dan kekuatan panggilan Allah. Ketika boleh diangkat jadi anak-Nya, itu
merupakan anugerah-Nya yang sangat besar. Perikop tersebut dimulai dengan pernyataan-Nya, “Seperti
Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihKu itu.”
(ayat 9). Lalu diakhiri dengan perintah-Nya, “Kasihilah seorang akan yang lain.” (ayat 17) Inilah inti iman
Kristen.
Yoh 15:9-17
Panggilan Kristen merupakan ikatan kasih sangat erat karena Tuhan menganggap orang percaya sebagai
sahabat maka diceritakan-Nya semua. Sebenarnya status orang Kristen hanyalah hamba atau budak karena
telah dibeli lunas maka tak boleh tahu yang dikerjakan oleh tuannya (ayat 15). Selain itu, ia seharusnya
binasa karena berada dalam cengkeraman setan. Lalu Kristus menyerahkan nyawa dan mati baginya.
Padahal ia tak lebih baik, layak, pandai dan talented di tengah seluruh umat manusia hingga sangat
dibutuhkan sedangkan yang lain tak boleh dekat dengan-Nya. Seharusnya ia mengerti dan menyadari
bahwa Tuhan ingin membangun relasi yang sangat intim dengannya hingga boleh memanggil Bapa kepada
Allah.
208
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Maksud perlakuan Tuhan semacam itu jangan dipikirkan memakai konsep dunia yang bisa salah di mana
sahabat harus saling mengerti dan dealing karena keduanya punya hak sama. Sahabat dalam konteks Yoh
15:9-17 bukanlah yang berdialog dengan posisi sejajar tapi justru tak boleh melupakan sejarah yaitu status
hamba. Jadi, ordonya vertikal namun Allah yang berdaulat bukan malah harus mengikuti keinginan manusia
berdosa. Kristus memberi syarat atau patokan penting, “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat
apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (ayat 14) Itulah keselamatan. Maka orang Kristen harus kembali ke
posisi yang benar dan tak boleh bersikap kurang ajar terhadap-Nya. Bagian tersebut menunjukkan nuansa
paradoxical.
Banyak orang Kristen berpikir, Allah memilihnya supaya masuk ke Surga. Pemikiran seperti itu egois. Alkitab
tak pernah mencatat janji semacam itu. Bahkan baptisan pun belum menjamin. Surga hanyalah fasilitas
sekunder yang diberikan setelah ia menjalankan kehendak-Nya sebaik mungkin.
Di ayat 16 Tuhan membicarakan tujuan panggilan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang
memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu
itu tetap (kekal),…” Ayat tersebut sangat keras menekankan prinsip predestinasi dimana inisiatif pertobatan
bukan dari manusia melainkan selalu Allah menyentuh hatinya lalu ia berespon. Tak seorang pun sanggup
memilih Dia. Di Roma 8:29 juga dicatat, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga
ditentukan-Nya dari semula…” Di Ef 2:8-10 Paulus menegaskan lagi, “Sebab karena kasih karunia kamu
diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu:
jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus
untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya.” Seharusnya orang Kristen berterimakasih atas penebusan-Nya.
Ironisnya, kebanyakan lebih ingat bagian terakhir Yoh 15:16, “supaya apa yang kamu minta kepada Bapa
dalam namaKu, diberikan-Nya kepadamu.” Padahal sesungguhnya Allah tak perlu diklaim. Sebelum
manusia sadar, Ia telah mengetahui kebutuhannya karena jauh lebih bijaksana.
Allah tak pernah memberi janji tanpa tuntutan tugas. Contoh, di Mat 28:19-20 dikatakan, “Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh
Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. (Janji-Nya) Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (The God of Immanuel/providensia Allah)
” Tuhan memberikan hak tersebut hanya pada orang Kristen yang dipanggil untuk melayani-Nya dan
memberitakan Injil.
Ketika orang Kristen disebut sebagai sahabat sekaligus anak Tuhan, apa maksudnya?
Pertama, membawa pengertian bahwa hidup penuh makna. Di dunia banyak orang kehilangan arah hidup.
Ada yang kerja keras mencari nafkah tapi hidupnya lama kelamaan jadi kosong. Ada pula yang hidupnya
sangat susah dan makin terjepit. Lalu mereka jadi stres, lelah dan jenuh. Padahal ketika mengerjakan
proyek dan mengejar sasaran, semua itu tak mungkin terjadi. Sebaliknya, mereka akan excited. Setelah
mencapai satu sasaran, muncul yang lain. Maka hidup jadi dinamis. Namun orang dunia tak punya
pegangan atau purpose. Kalaupun ada, itu makna yang mereka berikan sendiri. Lama kelamaan kecewa juga
karena makna tersebut tak sejati.
Pekerjaan di Ef 2:10 bukan hanya pelayanan di Gereja hingga seluruh jemaat jadi pendeta. Tuhan
memanggil orang Kristen di segala bidang. Maka mereka harus bergumul mengenai penempatan, tujuan
dan pertimbangan sesuai kehendak-Nya sehingga makna tertinggi dapat dicapai. Di bawah pimpinan-Nya,
209
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
etos kerja seharusnya berubah. Bahkan pindah kerja pun harus menurut rencana-Nya. Dengan demikian
makna hidup tak terkunci oleh situasi, uang atau segala sesuatu. Hidup semacam itu nyaman sekali. Allah
juga takkan membiarkan jemaat-Nya menganggur. Pengangguran sebenarnya akibat ketidaktaatan manusia
kepada-Nya. Di Kis 20:24 Paulus dengan jelas mengatakan, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh
Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.”
Kedua, hidup jadi dinamis (powerful life). Orang Kristen seharusnya mampu mengajak yang lain supaya giat,
rajin dan semangat menjalankan pekerjaan Allah demi kemuliaan-Nya meskipun sulit. Selama pelayanan,
jangan menggunakan standard yang sama dengan kafir. Walaupun tak secara materi, sesungguhnya para
pelayan-Nya telah dibayar jauh lebih mahal yaitu dengan darah Tuhan yang mati menebus dosa manusia
sehingga terbebas dari ikatan belenggu Iblis. Ironisnya, ada Gereja membayar jemaat supaya lebih giat
pelayanan karena pikiran mereka terlanjur tercemar materialisme.
Ketiga, hidup jadi fruitful. Di Yoh 15 dicatat, Kerajaan Allah seperti kebun anggur dengan Bapa sebagai
pengusaha, Kristus pokok anggur dan semua pengikut ialah carangnya yang harus berbuah.

1.
buah itu mempunyai unsur banyak (kuantitas). Alkitab berulangkali menekankan ‘berbuah banyak’. Di
ayat 2, Tuhan mengatakan, “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting
yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” Kemudian di ayat 6 ditegaskan lagi,
“Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang keluar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian
dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” Allah menghendaki jemaat-Nya tak
sekedar kerja tapi harus strategis. Pohon anggur memang membutuhkan perawatan sangat teliti dan waktu
yang lama.
2.
anggur juga punya kualitas. Anggur asam meskipun dalam jumlah banyak, takkan terpakai. Tuhan
menghendaki anggur manis. Artinya, struktur makanan harus tepat. Vitamin yang dibutuhkan cukup. Nutrisi
ada. Jadi kalau ingin menghasilkan buah yang baik maka harus memperlengkapi diri. Pdt. Stephen Tong
pernah mengatakan, seperti Tuhan mengajarkan supaya berbuah, dua hal yang seringkali dikontraskan atau
didualismekan seharusnya digabungkan. Jadi, kuantitas sekaligus kualitas harus baik. Tak ada yang boleh
dikorbankan. Orang yang berpikir semacam itu mungkin tak banyak. Memang tak mudah mencapainya tapi
harus melalui pelatihan jiwa yang sungguh bersedia dipakai oleh Tuhan. Mitos yang membatasi diri kadang
perlu didobrak.
Theologi Reformed tak berhenti hanya di kota besar tapi telah masuk ke desa. Selama ini pelayanan hamba
Tuhan pedesaan sangat bersemangat namun tak berisi karena belum ada pembinaan kualitatif yang baik.
Maka ketika dilatih, menurut mereka Theologi Reformed belum pernah dipelajari.
Theologi Reformed juga bukan hanya untuk orang pandai. Sebenarnya semua orang dari berbagai kalangan
mampu mengerti, hanya cara mengajarkannya beda. Masalahnya, mau belajar atau tidak. Sesungguhnya,
hidup orang Kristen hendak dijadikan saluran sehingga buah yang dihasilkan manis dan bermutu tinggi.
Maka carang harus mendapat makanan yang cukup dari pokoknya. Kalau Tuhan bersedia memakai, biarlah
kemuliaan senantiasa bagi-Nya.
Amin!
210
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
C
Ca
arra
an
ng
gy
ya
an
ng
gs
se
ejja
attii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 15: 1-3/ Mat. 7:15-23
Yohanes 15
1
"Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa–Kulah pengusahanya.
2
Setiap ranting pada–Ku yang tidak berbuah, dipotong–Nya dan setiap ranting yang
berbuah, dibersihkan–Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.
3
Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.
Matius 7
15
"Waspadalah terhadap nabi–nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti
domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.
16
Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur
dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?
17
Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang
tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.
18
Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon
yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.
19
Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke
dalam api.
20
Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
21
Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga.
22
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama–Mu juga?
23
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
termasuk bagian eksklusif di mana Kristus menyatakan hubungan antara umat Tuhan sejati dan
Allah yang sangat intim/dekat hingga disebut the communion/the mistical union with Christ. Bagian
tersebut akan sangat bahaya jikalau tak dimengerti secara tepat. Mereka yang bukan anak Tuhan sejati
boleh membaca bagian tersebut dan mungkin mampu memperoleh pengertian tepat tapi tak mungkin
sanggup menjalankannya karena pelaksanaannya harus dimulai dari Allah. Selain itu, bagian tersebut
cenderung dimanipulasi. Maka Kristus tak mengajarkan prinsip tersebut pada orang lain sebelum Yudas
diusir.
Yoh 15:1-3
Sesungguhnya, tak seorang pun berhak menentukan nasib orang lain. Ironisnya, ada orang Kristen dengan
logika yang tampak benar berani menggunakan ayat 4, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu”
211
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
untuk menunjukkan dirinya dan Kristus telah bersatu lalu perkataannya boleh dianggap sebagai kehendakNya. Inilah sikap mentuhankan diri.
Di ayat 2 Kristus menggambarkan umat-Nya sebagai ranting/carang/branches yang tumbuh di dalam kebun
anggur. Ranting tersebut kelihatan sama tapi sebenarnya ada dua macam:
1.
yang berbuah,
2.
yang tak berbuah. Carang asli yaitu yang berbuah. Carang tersebut akan selalu dibersihkan sehingga
berbuah banyak bagi Kerajaan-Nya. Inilah cara terbaik meski kadang menyakitkan bahkan menghancurkan.
Sedangkan carang palsu takkan pernah berbuah maka dipotong lalu dibuang, dibiarkan jadi kering dan
akhirnya dibakar. Sebenarnya, kedua positioning tersebut telah terjadi dalam diri 12 murid Tuhan yaitu 11
yang asli dan 1 palsu.
Dalam konsep tersebut Tuhan menunjukkan, yang terjadi di dunia bukan sesuatu yang tampak beda total
melainkan mirip tapi palsu. Untuk membedakan Kristen dan agama lain sangat mudah. Tapi yang sulit
justru ketika harus membedakan dua orang Kristen dengan banyak kesamaan. Ayat tersebut juga seringkali
disalah mengerti dengan mengatakan, orang Kristen suatu saat selamat masuk ke Surga tapi di lain waktu
tak selamat lalu masuk ke Neraka.
Di Mat 7 Tuhan memberi gambaran lebih jelas yang menunjukkan konektivitas/hubungannya dengan Yoh 15.
Selain itu, pengungkapan Mat 7 lebih tegas, tajam dan terbuka untuk mengkritik sekaligus memperingatkan
karena konteksnya yaitu khotbah di bukit dimana banyak orang mendengarkan. Tapi Yoh 15 lebih mendalam.
Di Mat 7:15 Tuhan berkata, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan
menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” Jadi, antara yang asli
dan palsu sulit dibedakan. Lalu Ia menggunakan perumpamaan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal
mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?
Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik
menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak
baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.” (ayat 16-18)
Lalu Tuhan melanjutkan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, … Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah daripada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (ayat 21-23)
Di Mat 13:30 mengenai perumpamaan tentang gandum dan lalang, Tuhan berkata, “Biarlah keduanya
tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai:
Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah
gandum itu ke dalam lumbungku.”
Kalau orang Kristen terkecoh lalu salah menempatkan diri hingga beriman palsu tapi tetap meyakininya
benar, masalah tersebut tergolong sangat besar karena menyangkut nyawa. Hendaknya ia sadar, bertobat
dan mencoba mengerti Kekristenan sejati sebelum terlambat yaitu ketika harus berhadapan dengan Tuhan.
Meskipun ia aktif melayani di Gereja, sering berbuat baik, kelihatan saleh dan khusuk saat berdoa atau
berpuasa, semua itu tak menunjukkan kesejatian imannya. Orang saleh semacam itu tak selalu Kristen.
Baptisan juga belum membuktikan ia beriman Kristen sejati. Banyak orang dibaptis bukan karena ingin jadi
Kristen. Contoh, supaya diterima di sekolah Kristen dengan biaya murah dan tanpa dipersulit. Ada pula
212
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
yang berpikir, baptisan merupakan jaminan untuk masuk ke Surga. Maka setelah itu, ia boleh bertindak
sesuka hati dan menghilang dari Gereja. Konsep tersebut bukan gambaran the true Christian. Ada pula yang
berpendapat, orang Kristen sejati harus mampu berbahasa Roh sebagai manifestasi. Pendapat tersebut
juga tak sesuai Alkitab.
Pohon anggur tak mudah berbuah. Kalau tak disiangi dan dipelihara sebaik mungkin, lama kelamaan jadi
semak belukar. Calvin berpendapat, orang Kristen harus menemukan konsep dasar dari perumpamaan
yang diungkap oleh Tuhan.
Orang Kristen sejati bertumbuh, mulai dengan kesadaran bahwa dirinya kotor, najis, jahat, berdosa dan
binasa hingga butuh pengampunan, penebusan sekaligus pembersihan oleh darah Kristus yang tercurah di
salib untuk membasuh serta menyucikan karena manusia tak sanggup mengupayakannya. Itulah reaksi
semua tokoh Alkitab ketika pertama kali bertemu Tuhan. Maka pengertian iman Kristen sejati dimulai dari
berita penginjilan mengenai manusia berdosa. Inti berita tersebut yaitu bahwa Kristuslah Tuhan atas hidup
jemaat-Nya. Tanpa Roh Kudus berkarya, dunia yang humanistik takkan mau menerima fakta tersebut
karena terlalu sombong untuk mengakui kelemahan. Ketika dosanya ditegur sekaligus dikoreksi, mereka
takkan berterimakasih melainkan marah karena merasa orang lain mengganggu keangkuhannya dan
mencampuri urusan pribadinya.
Ada orang Kristen mengatakan, baptis curah membersihkan hanya bagian kepala. Maka harus baptis selam
untuk membersihkan secara total dan memperoleh keselamatan. Bagaimana dengan jemaat yang sakit
hingga tak mungkin dibaptis selam? Dosa merupakan masalah rohani bukan jasmani. Baptisan hanyalah
kebersihan bersifat simbolik di mana Roh Kudus turun ke dalam diri jemaat. Jadi, bukan air yang
membersihkan. Baptisan juga bukan kategori penyelamatan. Selain itu, kebenaran-Nya tak tergantung
kondisi. Ada pula yang berpendapat, baptisan harus menggunakan minyak. Orang dunia malah percaya
pada praktek mistik seperti perdukunan.
Di 2 Raj 5:10 nabi Elisa menyuruh Naaman, panglima raja Aram, “Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai
Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.” Tapi Naaman tak mau,
“Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku
dapat mandi di sana dan menjadi tahir?” (ayat 12) Para pegawainya berkata, “Bapak, seandainya nabi itu
menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya?” (ayat 13) Lalu di ayat 14
tercatat, “Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, … Lalu pulihlah
tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir.” Jadi, perkataan nabi yang powerful.
Di Yoh 15:3 Tuhan berkata, “Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.”
Pembersihan oleh Firman bukan sebagai bukti supaya diselamatkan. Ia justru menyelamatkan dahulu
barulah pembersihan dilakukan. ‘Sudah dibersihkan’ mengandung unsur paradoksikal yaitu sebagai titik
awal untuk terus menerus dibersihkan sampai mati. Maka pembersihan oleh Firman seharusnya membuat
orang Kristen yakin dan confident untuk terus menikmati sekaligus bersandar kepada-Nya.

1.
2.
rasional/pemikiran,
emosional/perasaan. Jadi, perasaan bukan di hati/lever atau jantung/heart. Ia pasti mengerjakan
dan memperjuangkan hanya yang menurut anggapannya baik dan benar. Kalau otaknya salah, semua yang
dijalankannya juga salah. Otak dapat dibersihkan dan dididik hanya dengan Firman yang adil, suci dan
mulia. Maka Kekristenan terutama Reformed mengajak kembali kepada Alkitab meskipun tak mudah.
213
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketika menanam anggur, pemilik kebun menunggu hasil terbaik. Buah itu akan jadi kriteria kesuksesan the
owner. Ia memotongnya berulang kali per bagian supaya hidupnya berproses hingga akhirnya dapat dipakai
untuk menjalankan pekerjaanNya. Hidupnya terus dimurnikan. Maka hendaknya orang Kristen tak marah
ketika diproses oleh-Nya.
Paulus berprinsip, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus
hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” (Flp 1:21-22) Maka ia selalu jadi berkat.
Amin!
214
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
H
Hiid
du
up
py
ya
an
ng
gb
be
errb
bu
ua
ah
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 15:4-7/ Matius 7:15-23
Yohanes 15
4
Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah
dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak
berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.
5
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa–apa.
6
Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi
7
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman–Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa
kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
Matius 7
15
"Waspadalah terhadap nabi–nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti
domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.
16
Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur
dari semak duri atau buah ara dari rumput duri?
17
Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang
tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.
18
Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon
yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.
19
Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang
ke dalam api.
20
Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
21
Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga.
22
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami
bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama–Mu juga?
23
Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!"
215
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tuhan berulang kali memberi gambaran mengenai prinsip orang Kristen harus terus menerus berbuah.
Salah satu prinsip penting, Kekristenan tak diarahkan jadi iman yang mati secara essensial melainkan hidup.
Materi tak mengalami proses dan tak punya nuansa hidup. Batu tak mungkin beranak melainkan terkikis
oleh erosi. Tapi tumbuhan bahkan sel amoeba hidup. Dan unsur vitalitas termasuk paling penting dalam
hidup. Ada pula unsur mortalitas dan kekuatan prokreasi. Maka pohon tak hanya cari makan tapi juga
bertunas dan berbuah. Kalau tidak, ia akan terancam punah. Jadi, hidup punya qualitative difference.
Kemungkinan hidup terus diperjuangkan oleh dunia medis. Tapi benda mati jadi hidup ialah tipuan palsu
ilmu pengetahuan tak bertanggung jawab karena tak terbukti.
Kalau kerohanian mati, demikian pula Gereja. Kalau hidup, harus berbuah. Kalau tidak, akan dipotong,
dibuang dan dibakar karena sebenarnya ia sudah mati. Bukan berarti Tuhan membunuhnya tapi ia telah
mati terlebih dulu. Kalau berbuah dan kualitasnya bagus, akan dipelihara serta dibersihkan (pruned) supaya
hasil berlimpah (Yoh 15:2) sehingga nama-Nya makin dipermuliakan. Kalau tak lagi mampu mengembang
dan berbuah bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan jadi berkat bagi orang di sekelilingnya, berarti
sudah mencapai tingkat kemandulan yang membahayakan. Saat ini banyak orang Kristen hanya
memikirkan keuntungan yang dapat dinikmatinya sendiri. Ketika melayani Tuhan, mereka tak memikirkan
buah yang dihasilkan. Padahal ketika baru bertobat, mereka punya jiwa penginjilan dan semangat rela
berkorban yang sangat besar untuk melayani. Contoh, pergi ke Gereja untuk mempelajari ilmu seperti
teknik pelayanan, struktur organisasi, administrasi, dll yang improving/memperkaya diri sendiri. Motivasi
tersebut kelihatan baik tapi sebenarnya tak seimbang. Gereja jadi tempat magang. Seharusnya ia mencari
kekurangan Gereja tersebut lalu mau sharing. Hidup Kristen bukan mencari hak melainkan mengejar
kewajiban dan takkan puas sebelum berbuah banyak. Selain itu, ia harus berdoa agar berkenan di hadapanNya.
John F. Kennedy pernah mengatakan, “Don’t ask what the country can do for you, but ask what you can do
for your country.” Tapi Allah telah berbuat banyak untuk jemaat-Nya maka Ia mengharapkan mereka
berbuah. Kristus yang mati disalib telah menjadikan mereka hidup padahal seharusnya binasa. Ia telah
menebus dosa mereka. Yang rusak juga telah diperbaiki-Nya.
Ketika carang berbuah banyak, pemilik kebun anggur datang lalu memotong dan membawa buah yang
terbaik. Bijinya akan ditanam lagi. Sedangkan bibit jelek takkan dipakai.
Di dunia yang hanya memikirkan rights dan meniadakan responsibility, Allah mengajak umat-Nya kembali
mengerti essensi kehidupan Kristen yaitu berbuah karena seseorang berada di kampus, kantor, lingkungan
atau keluarga tertentu bukanlah kebetulan melainkan pimpinan-Nya.

1.
Sebagai terang, ia melakukan iluminasi/memancar/menyinari. Untuk tugas tersebut, Tuhan tak
menuntutnya jadi sempurna seperti malaikat melainkan harus sungguh bertobat hingga terjadi perubahan
hidup yang drastis. Orang yang melihatnya, langsung menyadari bedanya. Dulu gelap, sekarang terang.
2.
Sebagai garam, ia melakukan penetrasi. Untuk merasakan masakan yang pakai dan tanpa garam,
tak perlu keahlian khusus meskipun garamnya tak terlihat. Setelah masuk ke dalam masakan, garam
langsung larut seluruhnya. Masakan yang kelihatan enak, tanpa garam jadi hambar.
216
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ketika orang Kristen masuk ke dalam lingkungan tertentu, mungkin keberadaannya tak disadari oleh yang
lain tapi mereka merasakan pengaruhnya. Suasana jadi berubah. Dulu beku, sekarang enak.
Tuhan menghendaki kehidupan orang Kristen tak berorientasi pada diri sendiri. Di ayat 7 Ia berjanji, “Jikalau
kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki,
dan kamu akan menerimanya.” Kalau ayat tersebut selalu diingat tapi ayat 1-6 tak dimengerti secara tepat
berdasarkan konteks pengertian semula, ia jadi sangat egois. Sesungguhnya ayat tersebut bukan himbauan
melainkan perintah. Lalu buah seperti apa yang Allah inginkan?
Pertama, buah harus sesuai/menentukan jenis pohonnya. Di Mat 7:15 Tuhan memberi perumpamaan sangat
tajam, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba,
tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” Di ayat 21-23 Ia berkata, “Bukan setiap orang yang
berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-Ku yang di Sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak
mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku
tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah daripada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Logika terlalu dangkal beranggapan orang semacam itu pasti bukan hamba setan. Padahal iblis punya taktik
licik luar biasa. Tuhan tak dapat berbohong atau melakukan yang tak benar dan tak bermoral. Iblis sanggup
berdusta, membunuh dll. Tampaknya ikut iblis lebih enak. Ketika menyaksikan orang mengadakan mujizat,
kebanyakan beranggapan dia itu hamba Tuhan. Padahal dukun juga mampu melakukannya.
Di Mat 7:16 Ia melanjutkan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” Di ayat 17 Ia mengatakan,
“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik
menghasilkan buah yang tidak baik.” Maka buah Kekristenan tak dapat lepas dari kepribadian Kristus dan
seluruh misi panggilan-Nya. Tanpa pengetahuan cukup, orang Kristen akan jadi korban kebodohannya
sendiri.
Kedua, Tuhan menuntut kualitas buah baik. Anggur yang bagus, jumlahnya banyak dan rasanya enak.
Kualitas buah harus tetap diperjuangkan agar mempermuliakan Bapa di Surga.
Ada ilustrasi mengenai pelayanan. Seorang kakak yang sudah SMA punya adik berusia 6 tahun. Si kakak
melayani di Gereja sebagai guru sekolah minggu. Ia berencana akan mempersiapkan aktivitas prakarya bagi
para muridnya di kelas kecil. Lalu ia pergi ke perpustakaan sekolah untuk mencari gambar yang bagus dan
mudah digunting. Akhirnya ia menemukannya lalu gambar tersebut difotocopy sebanyak 41 kali karena
muridnya berjumlah 40 anak dan 1 lembar untuk dirinya memberi contoh pada mereka. Pada hari Sabtu
dipersiapkannya semua yang diperlukan untuk mengajar antara lain 41 lembar fotocopy, gunting dan pensil
warna. Semua peralatan tersebut diletakkannya di atas meja di ruang tamu. Setelah itu, mamanya
memanggil dan memintanya pergi belanja ke supermarket. Ia diberi daftar belanjaan dan uang. Lalu ia
berangkat dengan bersepeda. Si adik merasa kasihan pada kakaknya. Lalu ia bermaksud membantu
menyelesaikan pekerjaan kakaknya. Ketika melihat gambar, gunting dan pensil warna, ia langsung
mengerti. Ia mulai menggunting gambar tersebut satu per satu. Setelah selesai menggunting seluruhnya, si
kakak masih belum pulang. Lalu ia mulai mewarnai gambar tersebut. Sesudah mewarnai enam gambar,
kakaknya pulang. Ia segera merapikan ruangan. Bekas guntingan dikumpulkannya dan dibuang ke tong
sampah. Gunting dan pensil warna disusun rapi kembali. Ia mengira akan mendapat pujian dari kakaknya.
Setelah mengembalikan sisa uang ke mamanya, si kakak langsung masuk ke ruang tamu untuk
217
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
menyelesaikan persiapannya. Ia sangat terkejut dan berteriak, “Siapa yang mengerjakan semua ini?” Si adik
dengan innocent muncul dan berkata, “Saya.” Kakaknya langsung putus asa karena rencananya hancur
berantakan. Sedangkan si adik tak merasa bersalah melainkan berjasa.
Kegiatan pelayanan Gereja harus dimulai dari beban yang Tuhan tanamkan dalam hati jemaat. Maka
diperlukan pergumulan dan doa. Kalau ada beban pelayanan yang dirasa perlu dikerjakan, sebaiknya
dishare dengan orang lain terlebih dulu. Kalau setelah itu tak ada yang menanggapi, berarti mungkin hanya
ambisi pribadi. Tapi kalau beban tersebut dari Allah, Ia pasti membakar semangat bukan hanya satu orang
melainkan beberapa orang. Dan semangat mereka makin lama semakin besar. Setelah itu, coba delay untuk
sementara waktu. Tindakan tersebut untuk menguji. Kalau sesudah masa delay, semangat bertambah
besar, beban tersebut boleh dikerjakan karena Tuhan memimpin. Tantangan mungkin sangat berat tapi tak
perlu takut melainkan tetap yakin. Orang boleh coba menghambat atau memadamkan semangat tersebut
tapi rencana-Nya tak dapat digagalkan. Lebih baik support dan menjalankannya, pasti semua tergenapi.
Anak Tuhan harus peka terhadap prinsip-Nya sehingga dapat dipakai-Nya. Allah tentu sangat bersukacita.
Tapi Ia tak pernah memaksa. Menurut Pdt. Stephen Tong, Ia kelihatan diktator tapi sebenarnya demokrat.
Ia memberi kebebasan pada manusia, mau menjalankan atau malah melawan perintah-Nya. Kadang ada
orang yang kurang ajar hingga berani mengatakan Tuhan jahat. Padahal Ia sangat sabar dan mau memberi
kesempatan bertobat. Kalau tetap tak mau bertobat, berarti salah orang itu sendiri.
Amin!
218
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
Dii llu
ua
arr K
Krriis
sttu
us
s,, a
an
nd
da
a ttiid
da
ak
k
d
da
ap
pa
att b
be
errb
bu
ua
att a
ap
pa
a--a
ap
pa
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
5
Yohanes 15:5-6
Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa–apa.
6
Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi
kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.
termasuk salah satu bagian yang mungkin sulit diterima bahkan sangat tak disukai oleh banyak
orang karena dianggap terlalu kuno, melecehkan dan menjengkelkan. Orang humanis berupaya
menonjolkan potensi dan jiwanya yang egois. Dalam sejarah filsafat, sejak Renaissance (abad 14) muncul
humanisme sebagai akibat ditemukan kembali buku dan karya Aristotle yang telah 1000 tahun lebih hilang.
Di abad 12 ajarannya mulai merebak di Eropa. Beberapa filsuf Islam akhirnya melakukan sinkritisme antara
iman mereka dan Aristotelian. Demikian pula di Kekristenan muncul tokoh seperti Thomas Aquinas dsb.
Mereka mencoba mengkombinasikan antara pemikiran Aristotelian dan religius yang berorientasi kepada
Allah. Maka muncul ketegangan.
Yoh 15:5
Salah satu moment terpenting adalah lukisan Monalisa oleh Leonardo da Vinci yang mendobrak sejarah
seni. Sebelumnya, semua seni memandang kepada Tuhan. Lukisan pra-renaissance di Eropa bernuansa
agama dimana selalu ada salib, gereja, orang suci (saint) dengan lingkaran di atas kepala, Maria, Tuhan
Yesus, tangan menghadap ke atas dan mata juga melihat ke atas. Tapi Monalisa digambarkan tersenyum
sinis, mata tak memandang ke atas dan tangan berada di bawah. Latar belakangnya adalah sawah. Artinya,
orang diajak berpikir duniawi. Maka lukisan tersebut dianggap sebagai perubahan.
Pemikiran tersebut terus berkembang hingga August Comte masuk ke dalam konsep positivisme. Di abad 19
ia mempelopori semangat enlightment sebagai lanjutan dari Renaissance. Menurutnya, hanya orang
primitif atau bodoh yang masih percaya kepada Allah. Orang yang lebih pandai atau maju percaya pada
metafisik (sesuatu melampaui dunia fisik tapi masih dalam analisa fisika). Artinya, science jadi citra yang harus
dipelajari. Sedangkan orang positif percaya logika, dunia fisik serta kekinian dan tak perlu Allah. Iman dan
agama harus dibuang karena dulu cara pikir orang seringkali negatif. Contoh, ketika ada petir, berarti Tuhan
marah. Padahal dengan sarana otak manusia, dunia mampu. Tak boleh ada ungkapan ‘tak mampu’
melainkan ‘belum mampu’ karena kelak pasti mampu. Manusia memang sangat sombong.
Di Yoh 15:5 Tuhan berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di
dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”
219
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Meskipun manusia punya gelar doktor, rumah besar atau kedudukan tinggi. Tapi istilah tersebut juga bukan
berarti total. Sebenarnya ada ‘apa-apa’ yaitu ‘apa-apa’ yang tak ada apa-apanya (nihilisme). Jadi, ia
melakukan aktivitas tak bermakna. Setelah itu, ia menyesalinya. Di ayat 6 Ia melanjutkan, “Barangsiapa
tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan
orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” Inilah yang sering tak disadari oleh manusia.
Tujuan anak dibimbing dan dididik hingga bertumbuh dalam studi yaitu agar ia tahu mengerjakan sesuatu
yang bernilai. Kalau tidak, semua yang dilakukan akhirnya terbuang sia-sia. Sejak kecil, anak diajar bergerak
terkontrol oleh otaknya. Itulah latihan motorik. Sehingga tiap gerakannya meaningful dan cocok/sinkron
dengan pikiran serta perkataannya.
Orang Kristen harus dilatih mencakup nilai dalam kekekalan. Di luar Kristus ia lepas dari sumber hidup serta
potensi tindakan dan kelakuan tepat. Di Roma 6:15-23 Paulus menjelaskan, manusia terkunci hanya di dua
posisi perhambaan:
1.
Sebagai hamba dosa, ia dijerat, dicengkeram dan akan terus diperbudak atau tunduk di bawah
kuasa Iblis. Lama kelamaan ia menganggapnya wajar dan terbaik karena telah terbiasa;
2.
Sebagai hamba kebenaran, ia dipimpin oleh Tuhan. Posisinya tak boleh naik di atas kebenaran sejati
yaitu Kristus. Jadi, selamanya ia takkan pernah jadi tuan. Fakta tersebut tak disadari oleh orang humanis.
Di Yoh 14:6 Tuhan berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang
kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Dan Ia membuktikan perkataan-Nya. Hingga saat kematian-Nya, tak
ada yang membuktikan Ia berdosa. Lalu Ia bangkit mengalahkan kuasa maut dan naik ke Surga. Maka
manusia tak berhak mengucapkan ayat tersebut.
Di Yoh 8:31-32 Tuhan berkata pada orang Yahudi, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar
adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Di
ayat 33 mereka menjawab, “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun.”
Lalu di ayat 34 Ia menegaskan, “…, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.” Di
akhir pembicaraan tersebut mereka mengambil batu untuk melempari Dia. Tindakan tersebut
menunjukkan kekakuan dan kebodohan mereka hingga tak mau mengerti.
Di dunia hanya manusia yang diajar mengerti konsep nilai dan makna. Orang dunia menganggap uang
sebagai nilai tertinggi hidup. Manusia secara umum telah ditipu oleh kelicikan Setan. Iblis tak punya hidup
maka menawarkan uang/harta dan sebagai gantinya ia minta hidup manusia. Di Luk 4:6-7 ia berkata kepada
Tuhan, “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah
diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau
menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu.” Kalau manusia ditawari seperti itu, mungkin
langsung berdoa, “Tuhan, roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Akibatnya, ia kelak masuk ke
Neraka. Manusia sangat ceroboh hingga berambisi mengejar sesuatu yang dianggap bernilai tapi akhirnya
ia mati. Di Mat 6:19 Kristus berkata, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan
karat merusakkannya ...“ Jadi, manusia lahir dan mati tanpa membawanya. Bukan berarti ia tak boleh cari
uang. Tapi uang sekedar sarana.
Ada yang bertanya, “Orang Kristen boleh kaya atau tidak?” Ketika ditanya, “Kenapa bertanya seperti itu?”,
ia tak menjawab karena takut motivasinya terbongkar. Lalu ia menjawab, “Di Alkitab, Abraham tergolong
kaya.” Maka kalau ia kaya, seharusnya seperti Abraham. Di Kej 13:1-12 tercatat, antara para gembala
220
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Abraham dan Lot terjadi perkelahian. Untuk menghentikannya, di ayat 9 Abraham berkata pada Lot,
“Baiklah pisahkan dirimu daripadaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka
aku ke kiri.” Lalu Lot memilih Lembah Yordan yang banyak airnya, seperti taman Tuhan. Tindakan tersebut
menunjukkan, Abraham sungguh kaya hingga tak takut kekurangan uang. Ia juga dapat predikat “bapa
orang beriman”.
Ada orang berpendapat, kalau tak pelit, takkan bisa kaya. Di Mrk 12:41-44 tercatat mengenai persembahan
janda miskin. Di ayat 43-44 Tuhan berkata pada para murid-Nya, “…, sesungguhnya janda miskin ini memberi
lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka
semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada
padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”
Ayub juga jadi berkat sangat besar bagi orang lain melalui attitude/sikapnya dalam pergumulan. Sejarah
kemenangannya dibaca dan dipelajari di seluruh dunia, bukan hanya oleh orang Kristen tapi termasuk
sosiolog, psikolog, ahli budaya dll.
Banyak orang berusaha mencapai double happiness. Sebenarnya kebahagiaan berlimpah bukanlah tujuan.
Kebahagiaan seperti fatamorgana yang menghilang ketika dikejar. Happiness seharusnya termasuk daily
life. Menurut Alkitab, point terpenting ialah hidup di dalam Kristus dan berbuah banyak. Itulah the true life.
Sesungguhnya orang Kristen sekarang telah mencapai dan menikmati happiness tapi belum sempurna.
Inilah konsep paradoksikal Alkitab. Seharusnya hidup Kristen sejati itu ringan karena tak tergantung pada
permainan dunia melainkan pengaturan Allah yang mutlak. Di Mat 18:3 Tuhan berkata, “…, sesungguhnya
jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga.” Maka orang Kristen seharusnya hidup sebagai anak yang taat di hadapan-Nya. Pasti aman dan tak
mungkin salah. Biarpun kelihatan gelap tapi ketika melewatinya, Ia buka satu per satu dan semua
tergenapi. Badai akan segera teratasi dan hidupnya kembali bersukacita.
Kebanyakan orang Kristen belum terbiasa hidup bergaul dekat dengan Allah melalui doa dan Firman.
Akibatnya, ia tak mengerti kehendak-Nya. Padahal di Yoh 15:7 Tuhan berjanji, “Jikalau kamu tinggal di
dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan
menerimanya.”
Jemaat GRII hendaknya mencapai dua tujuan yang harus diperjuangkan dan dipergumulkan seumur hidup:
1.
internal goal yaitu Ef 4:13, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan
yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus.”
2.
external goal yaitu amanat agung di Mat 28:19-20, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa
muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan
segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman.” Jadi, bergereja bukan sekedar tiap Minggu datang kebaktian.
Amin!
221
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
““ M
Miin
ntta
alla
ah
ha
ap
pa
as
sa
ajja
a…
…....””
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
7
Yohanes 15:7-8
Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman–Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa
saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.
8
Dalam hal inilah Bapa–Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan
demikian kamu adalah murid–murid–Ku."
tersebut sangat riskan dan sering disalahgunakan serta dimanipulasi hingga tampaknya orang Kristen
berhak minta lalu pasti akan menerima. Inilah jiwa egois yang hanya memuaskan keinginan duniawi dan
sikap kedagingan tak bertanggung jawab. Maka Yoh 15 terbatas hanya untuk murid sejati yang mengerti
dengan tepat.
Ayat 7
Ayat tersebut dibahas dalam kerangka yang menggambarkan mystical union tapi tak seperti versi dunia
melainkan hubungan mutual/personal sangat unik serta dekat antara Tuhan dan umat-Nya. Ayat 4-6
membicarakan dua kondisi:
1.
orang Kristen yang berada dalam Kristus diumpamakan seperti ranting tinggal pada pokok anggur
sebagai sumber hidup;
2.
di luar Kristus ia tak dapat berbuat apa-apa. Di ayat 8 Ia menekankan, yang berhak dapat fasilitas
tersebut di ayat 7 ialah mereka yang berbuah banyak dan termasuk murid sejati. Agar buahnya bagus,
saluran makanan dari akar ke carang harus lancar. Maka buah tersebut akan mempermuliakan-Nya dan
menyatakan pada semua orang bahwa merekalah murid-Nya. Ini seharusnya jadi cara pikir/paradigma dan
format pengambilan keputusan orang Kristen.
Orang Kristen seharusnya menyadari dirinya ialah ranting dan bukan pohon yang independent. Kalau tak
berbuah, ia akan dipotong, dibuang, dikumpulkan lalu dibakar. Hidup di dunia sangat risky dan dipilah jadi
dua:
1.
2.
terpelihara dalam Kristus,
di luar Kristus ia jadi mandul hingga akhirnya dibinasakan. Tuhan yang maha kasih menyayangi
manusia tapi juga menyediakan Neraka. Sebelum mengetahui aksi yang dapat dikerjakan dan porsi
bagiannya, harus terlebih dulu secara jelas ditentukan eksistensi, identity serta posisi diri dalam kaitan
dengan pokok anggur sejati. Maka diperlukan kemampuan memilah. Hidup orang dunia sebenarnya siap
dibuang tapi belum saatnya. Sedangkan citra Kristen ialah hidup dalam Kristus.
222
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Orang Kristen sejati pasti berbuah banyak dan bagus. Maka ia dapat jaminan tersebut di ayat 7. Seringkali
kebanyakan orang mau claim janji Tuhan tapi mengabaikan tugas. Padahal ayat 7a merupakan penyebab
dan 7b sebagai akibat.
Kalau tak ada tugas, ayat 7 juga takkan dinyatakan. Dan Ia tak mungkin bohong maka janji-Nya pasti terjadi.
Sedangkan manusia tak dapat diandalkan karena ada kemungkinan tak menepati janji.
Di Mat 7:16-18 Tuhan berkata, satu pohon sejati pasti menghasilkan buah yang sejenis. Di ayat 16 Ia
mengatakan, dari buahnyalah diketahui jenis pohon. Jadi, buah mencerminkan identifikasi pohon.
Banyak orang mudah menyatakan diri sebagai anak Tuhan karena beranggapan takkan ada
ancaman/resiko. Banyaknya kegiatan sosial Kristen dan janji teologi sukses membuat orang terkecoh hingga
mau jadi Kristen. Tapi akhirnya ia kecewa karena menurut logikanya, “apa saja” di Yoh 15:7 berarti tanpa
perkecualian. Jadi, ia menyatakan kenal dan percaya kepada Kristus karena adanya nats tersebut dan janji
keselamatan masuk ke Surga. Akibatnya, rusaklah Kekristenan.
Di Gal 4:9 Paulus menulis, “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, (kalimat tersebut tak salah tapi kurang
tepat dan berbahaya karena subyektif) atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, …?” dua pendekatan tersebut
beda. Kalau yang pertama, ada kemungkinan Tuhan tak kenal mereka. Nama-Nya memang lebih beneficial
untuk dicatut. Padahal yang menentukan ialah Allah. Yang perlu diperhatikan dari Yoh 15:7:
Pertama, “… firman-Ku tinggal di dalam kamu, …” Artinya, obyektivitas kebenaran harus diutamakan.
Tuhan tak mau umatNya terkunci oleh semangat humanisme. Kalau “firman-Ku” diganti dengan “Aku”,
hubungan manusia dan Kristus jadi mistik versi dunia, seperti hubungan dengan Setan/roh. Contoh, ada
orang meyakini, yang diucapkannya ialah yang Kristus katakan. Keyakinan semacam ini sesat. Banyak orang
Kristen tak mau belajar Firman karena takut tak bisa minta seperti versi humanistik.
Ketika jatuh ke dalam cengkeraman dosa, pikiran manusia akan terbelenggu. Perkataan Tuhan di Yoh 8:3132, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, …, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” malah
membuat orang Yahudi yang percaya kepada-Nya jadi sangat marah hingga terakhir di ayat 59.
Karl Barth, tokoh teologi modern memilah antara Kristus dan Firman. Menurutnya, iman hanya kepada
Tuhan. Sedangkan Alkitab tak boleh dipedulikan karena sekedar kesaksian beberapa orang secara subyektif
mengenai pengenalan mereka akan Yesus. Di Yoh 15:4-7 Tuhan justru langsung memparalelkan Diri-Nya dan
Firman.
Kedua, “…, mintalah apa saja …” Kadang manusia terpilah jadi dua:
1.
Berani minta hingga memaksa. Padahal Tuhan pasti melengkapi kebutuhannya.
2.
Tak berani minta dan hanya menerima nasib. dua ekstrim tersebut jelek.
Permintaan orang Kristen seharusnya sesuai kehendak Tuhan dalam kebenaran Firman dan
mempermuliakan Bapa serta jadi berkat bagi sesama. Dalam menggumulkan rencana-Nya, ia harus berani
maju dan minta di hadapan-Nya dengan motivasi murni. Inilah the true freedom in God. Kekristenan
sesungguhnya tak dibatasi oleh boleh atau tidak, seperti Taurat melainkan justru kebebasan
bergerak/melangkah tapi harus dalam kerangka Firman.
223
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kadang orang Kristen tertipu oleh konsep dunia yang terbalik. Dunia kelihatannya lebih bebas. Sebenarnya
mereka terikat dan terkunci oleh perkataan fiktif serta bohong untuk membius diri. Sedangkan orang bebas
pasti hidup normal, tenang dan santai karena Tuhan menyertainya.
Ketiga, “, dan kamu akan menerimanya.” Garansi tersebut didasarkan pada kedaulatan, ke-mahadahsyatan
dan kemahakuasaan Allah sehingga tak ada yang dapat menghalangi anugerah-Nya. Ia tak dapat dipermainkan.
Sepanjang sejarah penebusan, dari Kej 2 sampai Mat 1 Setan berulang kali berusaha menggagalkan
kedatangan Kristus. Hingga saat ini Kekristenan diupayakan untuk dilenyapkan dari muka bumi tapi tak
berhasil. Sebaliknya ketika belum waktunya Ia naik ke Surga, tak ada yang dapat membunuh-Nya.
Keempat, “… yang kamu kehendaki, …” Inilah the free will. Kehendak selalu jadi produk/ efek, bukan
pemicu. Mungkin produk dari perasaan atau rasio. Akan aneh kalau keinginan muncul tanpa alasan. Itulah
keinginan tak terkontrol.
Kalau perasaan dan pikiran orang Kristen sama dengan Kristus maka kehendaknya pasti tepat sesuai
Firman. Perasaan dan pikirannya telah dikuasai oleh Firman. Justru dari keinginannya diketahui siapa dia
sebenarnya.
Jangan biarkan kehendak dikuasai oleh nafsu karena akan membuatnya jadi liar. Maka diperlukan
introspeksi diri agar bertumbuh sesuai kehendak-Nya. Perbaikilah hubungan dengan Tuhan. Lalu periksalah
apakah hubungan tersebut sudah berbuah. Kalau sudah, periksalah kualitas buahnya. Sudahkah jadi saksi di
rumah tangga/keluarga? Bagaimana dengan kesaksian di lingkungan, tempat kerja, sekolah dan di Gereja?
Kebanyakan orang Kristen mau dilayani tapi tak bersedia melayani. Kalau begitu, bagaimana mereka dapat
berbuah? Inilah beberapa hal yang perlu dievaluasi kembali. Diharapkan apa yang telah dipelajari saat ini
jadi warning keras mengenai bagaimana hidup di tengah dunia yang semakin berdosa.
Amin!
224
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
em
me
errd
de
ek
ka
aa
an
nd
dii d
da
alla
am
mK
Krriis
sttu
us
s
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Yoh. 8: 30-36/ Gal. 5:1; 13/ 1 Petr. 2:16
Yohanes 8
30
Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada–Nya.
31
Maka kata–Nya kepada orang–orang Yahudi yang percaya kepada–Nya: "Jikalau kamu
tetap dalam firman–Ku, kamu benar–benar adalah murid–Ku
32
dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu."
33
Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba
siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?"
34
Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang
berbuat dosa, adalah hamba dosa.
35
Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah.
36
Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar–benar merdeka."
Galatia 5
1
Supaya kita sungguh–sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu
berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan.
13
Saudara–saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu
mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,
melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.
1 Petrus 2
16
Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan
kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan–kejahatan mereka, tetapi hiduplah
sebagai hamba Allah.
Dalam suatu dialog interaktif di radio beberapa hari yang lalu, saya mendengar seorang peserta memberi
komentar yang bernada keluhan; katanya walaupun kita adalah negara merdeka, tetapi pada kenyataannya
kita berada di dalam bentuk kolonialisme baru, kita diatur habis oleh IMF; dalam ekonomi global ini, kita
bukan hanya berada di pinggiran; tetapi bahkan tidak mampu mengatur dan membuat perencanaan untuk
membangun diri kita sendiri.
Setelah meraih kemerdekaan melalui pengorbanan para pahlawan, ternyata selama ini, sebagai bangsa kita
gagal untuk menata diri dan membangun diri sebagai satu bangsa yang merdeka dan sejahtera. Kita gagal
mendayagunakan sumber daya manusia dan alam dengan benar, tetapi justru membodohi / memanipulasi
dan mengeksploitasinya; kita gagal membangun suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang takut akan
225
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tuhan, yang menjunjung kebenaran, berkeadilan dan beradab; kita gagal membangun satu wawasan
berkebangsaan yang mampu mempersatukan kita sebagai bangsa yang bineka tunggal ika, dan
membiarkan pertikaian kelompok berusaha mencabik-cabik negeri ini menjadi negara yang kacau, miskin,
bingung dan lemah. Jangan heran jika akhirnya kita harus mengemis kepada negara-negara kaya lainnya
dan dikendalikan mereka.
Dalam renungan hari ini, saya akan mengajak kita memikirkan beberapa aspek dari kemerdekaan Kristen
sebagaimana yang diajarkan oleh Alkitab.
Pertama. Kemerdekaan memiliki dimensi yang luas. Setelah dosa-dosa kita diampuni saat kita percaya
kepada Yesus Kristus, ada kemungkin kita jatuh ke dalam berbagai perbudakan lain. Jika tidak hati-hati, kita
bisa diperbudak oleh berbagai ajaran tradisi dan filsafat manusia yang menyesatkan. Seperti jemaat Galatia,
mereka berada dalam bahaya untuk dibawa kembali ke dalam perbudakan hukum Taurat, maka rasul
Paulus dengan serius menasehati mereka untuk tidak membiarkan diri mereka kembali diperbudak,
sebaliknya mempertahankan kemerdekaan mereka dalam Kristus (Gal 5:1).
Tanpa pengertian akan Injil anugerah yang utuh, kita dapat hidup di bawah perbudakan dosa, yaitu dengan
menyalahgunakan ajaran kemerdekaan Kristen kita menjadikannya sebagai kesempatan untuk berbuat
dosa. Kita berargumentasi bahwa roh memang penurut, tetapi daging lemah. Kita tidak mungkin dapat
melakukan perintah Allah dengan sempurna, karena itu, kalau kita berdosa Allah sudah menyediakan
pengampunan dalam Kristus. Dengan demikian, kita tidak merasa perlu untuk sungguh-sungguh bertobat
dan cendrung terus berbuat dosa dengan enteng. Alangkah memalukan jika kita yang membanggakan iman
Kristen kita dan menganggap telah mendapat anugerah yang lebih dari orang lain, tetapi didapati
berprilaku lebih buruk daripada orang-orang non-Kristen. Kepada kita, Paulus menasehati supaya kita
jangan mempergunakan kemerdekaan kita itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,
melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Gal 5:13; 1Pet 2:16)
Keselamatan Kristus lebih luas daripada sekedar masuk sorga; itu adalah suatu kuasa yang memerdekakan
kita secara menyeluruh, yang memungkinkan kita untuk hidup berkemenangan dalam semua aspek hidup
di dunia ini (Gal 1:4). Tetapi sayang, dalam kehidupan kita, ada banyak hal buruk yang masih menguasai kita
untuk melakukan kehendaknya yang buruk. Kita melihat orang Kristen yang masih dikuasai oleh dendam
dan tidak mampu mengampuni; saling menghina; saling membenci; melakukan berbagai kecurangan;
menjadi tamak harta dan mengejar kuasa dan keuntungan pribadi; dan menjadi hamba kesenangan.
Bahkan Martin Luther, salah seorang tokoh Kristen yang paling penting setelah rasul Paulus, juga tidak
lepas dari kesalahan ketika ia menunjukkan sikap yang sangat antipati kepada orang Yahudi; Demikian juga
Martin Luther King, Jr. salah satu tokoh Kristen besar pada abad ke-20 memakai tulisan orang lain tanpa
mengakui namanya untuk mendapatkan kebesaran bagi dirinya sendiri.
Banyak orang yang hidup tidak sebagaimana seharusnya yang dikehendaki Allah. Karena kita masih dikuasai
oleh begitu banyak kebodohan, kesalahan, dsb. Dalam hidup kita ada banyak musuh, seperti yang
dikatakan dalam lagu kita, mereka adalah: si aku sendiri; si setan; dan dunia ini. Apakah kita betul-betul
telah dimerdekakan dari sifat-sifat buruk dalam diri kita; Apakah kita masih berada di bawah tipu daya Iblis
dan dunia ini, atau sebaliknya kini kita telah hidup kemerdekaan sejati di dalam kebenaran Kristus (Yoh 8:3132).
Kedua. Adalah suatu kesalahan jika kita mengerti kemerdekaan hanya secara negatif, yaitu kemerdekaan
dari kejahatan yang menjerat kita. Real freedom is not only freedom from, but freeedom for (Kemerdekaan
226
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sejati bukan hanya kemerdekaan dari, tetapi kemerdekaan untuk).
Kita yang telah dimerdekakan oleh Yesus dari dosa,
maut, dan kehidupan yang sia-sia, dimaksudkan untuk mengisi kemerdekaan itu dalam suatu kehidupan
yang benar mulia, dan penuh makna”.
Rabindranath Tagore memberi ilustrasi yang baik untuk menolong ktia mengerti hal ini. Ia mengatakan,
“Saya memiliki seutas senar biola di meja saya. Ia bebas. Saya memelintir ujungnya dan ia meresponi. Ia
bebas. Tetapi ia tidak bebas untuk melakukan apa yang diharapkan darinya sebagai seutas senar biola yaitu
menghasilkan musik. Maka saya mengambilnya, memasangnya pada biola itu, menyetemnya. Dan baru
setelah itu ia bebas untuk berfungsi sebagai senar biola”
Kehidupan seperti apakah yang diharapkan Allah dari kita? Itu adalah kehidupan yang berkelimpahan, yang
menghasilkan buah bagi kemuliaan Allah. Tujuan hidup kita bukanlah untuk menjadi pandai atau menjadi
kaya atau bahkan menjadi bahagia. Tujuan hidup kita adalah untuk menemukan tujuan Allah bagi kita dan
menjadikannya sebagai tujuan kita. Tujuan hidup kita adalah untuk belajar cara-cara mengasihi Allah di atas
segala sesuatu dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri kita sendiri; dan mencari kerajaan Allah di atas
semua yang lain (Mt. 6:33).
Banyak orang yang ingin masuk sorga, tetapi masih membawa serta semua sifat buruk dan keinginan
duniawi mereka. Sorga tidak akan berguna bagi orang-orang demikian, jika kita tidak memiliki kesukaan
untuk berdekat pada Allah, maka sorga tidak akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi kita, dengan
kata lain, kita tidak cocok untuk sorga. Menjadi orang yang akan menikmati kehidupan kekal bersama Allah
di sorga berarti melatih selera kita untuk proyek ini.
Ketiga. Kemerdekaan yang bertujuan positif dan mulia itu hanya bisa kita dapatkan melalui proses disiplin
ilahi yang kita terima dengan hati yang taat. Seperti dalam olah raga, seni musik, karya sastra dan oratori
(ilmu pidato), demikian juga, hanya setelah melalui proses latihan yang penuh disiplin, seseorang baru bisa
mencapai suatu kemampuan yang membanggakan. Hanya setelah melalui disiplin yang tekun seorang
penari balet bisa dengan bebas memperagakan suatu gerakan yang indah mempesona; hanya setelah
melalui latihan yang penuh disiplin diri, seorang pianis atau solois dapat menyanyikan suatu lagu dengan
ekspresi yang begitu hidup, indah dan menyentuh jiwa. Tanpa penggemblengan diri, tidak ada kebebasan
untuk menghasilkan semua prestasi itu.
Banyak orang ingin hidup benar, sabar, murah hati dan berbelas kasihan karena ini merupakan kerinduan
yang ditanamkan Allah ke dalam diri setiap orang, walaupun sebagian besar orang telah menyerah tetapi
ketika kita berbicara, betapa sering perkataan kita justru melukai hati orang lain. Karena itu, adalah tidak
cukup hanya mengetahui dan memiliki keinginan mulia untuk memiliki kata-kata yang penuh anugerah dan
menjadi berkat, kita perlu melalui proses disiplin yang mungkin menyakitkan dan menguras tenaga, namun
justru setelah itulah kata-kata kita bisa menjadi musik yang indah bagi jiwa orang lain dan memuliakan
Allah. Sebagai makhluk yang terbatas dan penuh kelemahan, kita memerlukan anugerah Allah yang bekerja
dalam diri kita, untuk menghasilkan kualitas hidup yang indah; dan itu membawa kita kepada penyerahan
diri yang penuh ketaatan kepada Allah.
Bertolak belakang dengan Fredreich Nietzsche yang menolak kebergantungan manusia kepada Allah, ia
mengajarkan supaya orang memiliki suatu mentalitas tuan yang mandiri, tidak bergantung pada suatu
kuasa lain, yang kuat dan keras. Namun ajaran Nietzsche ini gagal total, karena ia sendiri hidup secara
rusak dan mati sebagai seorang gila. Kekristenan menegaskan bahwa manusia bukanlah makhluk yang selfindependence. Manusia hanya memiliki independence yang relatif, artinya ia adalah pribadi bebas yang
227
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dapat membuat keputusan moral, tetapi kebebasannya adalah kebebasan ciptaan, karena itu ia selalu
bergantung kepada Allah dan anugerah-Nya untuk dapat melakukan apa yang benar dan baik. Kita telah
diciptakan untuk bergantung kepada Allah, jika kita menolak Allah, jangan berpikir kita telah bebas, karena
tanpa sadar kita telah menyerahkan diri kita menjadi budak setan. Orang yang betul-betul merdeka,
bukanlah orang yang bebas tanpa kekangan, itu mungkin merupakan suatu keliaran, dan hanya di dalam
kebenaranlah, orang benar-benar bebas merdeka.
Kebebasan dalam pengertian positif yang dimaksudkan oleh Allah bagi kita hanya diperoleh melalui proses
disiplin ilahi, karena itu hanya ketika kita menerima Ketuhanan Kristus dalam hidup kita, baru akan
dihasilkan buah-buah Roh di dalam hidup kita. Inilah Paradoks yang harus kita mengerti, seperti yang
terungkap dalam puisi George Matheson ini:
Make me a captive, Lord, / And then I shall be free; / Force me to render up my sword, / And I shall
conqueror be./ I sink in life’s alarms, / When by myself I stand; / Imprison me within Thine arms, / And
strong shall be my hand. (Taklukkan aku ya, Tuhan, / Baru aku akan menjadi bebas; / Paksalah aku untuk menyerahkan
pedangku, / Maka aku akan menjadi sang penakluk. / Aku tenggelam dalam kengerian hidup, / Ketika aku mencoba berdiri di
atas kaki sendiri. / Kendalikan aku di balik lengan-MU, / Maka tanganku pun menjadi kuat.)
Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Kemerdekaan dalam Kristus
adalah kemerdekaan yang tidak sekedar melepaskan kita dari tirani dosa dan kebinasaan, tetapi untuk
memulihkan tujuan semula Allah menciptakan kita, yaitu supaya kita hidup dalam kebenaran, kebajikan,
dan mencari kerajaan Allah dan kemuliaan-Nya di atas segala sesuatu. Tetapi kita yang telah dilemahkan
oleh dosa dan cenderung kepada ketidaktaatan dapat menjadi benar-benar menjadi manusia merdeka yang
hidup bagi Allah dalam kebenaran dan kekudusan, diperlukan suatu proses penaklukan diri yang berdosa ini
untuk dapat diubah menjadi manusia baru yang terus diperbaharui dalam keserupaan dengan Sang Khalik.
Kiranya Tuhan menolong kita mencapai kemerdekaan kita yang sejati dalam Kristus.
Amin!
228
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
H
Ha
all m
me
en
ng
ge
erra
as
sk
ka
an
nh
ha
attii
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan
Nats:
2 Tim. 3:16/ Kel. 5/Kel. 7_14
2 Timotius 3
16
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran.
Keluaran 5
1
Kemudian Musa dan Harun pergi menghadap Firaun, lalu berkata kepadanya: "Beginilah
firman TUHAN, Allah Israel: Biarkanlah umat–Ku pergi untuk mengadakan perayaan bagi–
Ku di padang gurun."
2
Tetapi Firaun berkata: "Siapakah TUHAN itu yang harus kudengarkan firman–Nya untuk
membiarkan orang Israel pergi? Tidak kenal aku TUHAN itu dan tidak juga aku akan
membiarkan orang Israel pergi."
3
Lalu kata mereka: "Allah orang Ibrani telah menemui kami; izinkanlah kiranya kami pergi
ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya, untuk mempersembahkan korban kepada
TUHAN, Allah kami, supaya jangan nanti mendatangkan kepada kami penyakit sampar
atau pedang."
4
Tetapi raja Mesir berkata kepada mereka: "Musa dan Harun, mengapakah kamu bawa–
bawa bangsa ini melalaikan pekerjaannya? Pergilah melakukan pekerjaanmu!"
5
Lagi kata Firaun: "Lihat, sekarang telah terlalu banyak bangsamu di negeri ini, masakan
kamu hendak menghentikan mereka dari kerja paksanya!"
6
Pada hari itu juga Firaun memerintahkan kepada pengerah–pengerah bangsa itu dan
kepada mandur–mandur mereka sendiri:
7
"Tidak boleh lagi kamu memberikan jerami kepada bangsa itu untuk membuat batu bata,
seperti sampai sekarang; biarlah mereka sendiri yang pergi mengumpulkan jerami,
8
tetapi jumlah batu bata, yang harus dibuat mereka sampai sekarang, bebankanlah itu juga
kepada mereka dan jangan menguranginya, karena mereka pemalas. Itulah sebabnya
mereka berteriak–teriak: Izinkanlah kami pergi mempersembahkan korban kepada Allah
kami.
9
Pekerjaan orang–orang ini harus diperberat, sehingga mereka terikat kepada
pekerjaannya dan jangan mempedulikan perkataan dusta."
Di 2 Tim 3:16 dijelaskan empat fungsi Firman yaitu “… untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk
memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Di Alkitab terdapat tulisan mengenai
prinsip hidup orang percaya maupun berkenaan dengan orang tak percaya sehingga orang Kristen belajar
menghindari dosa. Bagi Tuhan, hidup semua orang membawa kemuliaan bagi-Nya.
229
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Di Kel 14:15-25 ada kalimat menyatakan, Tuhan mengeraskan hati orang Mesir termasuk Firaun. Allah
menutup semua kemungkinan sehingga ia tak beroleh anugerah. Ia juga menghalangi jalannya ke
pertobatan. Tapi Ia bertindak semacam itu setelah Firaun memutuskan untuk mengeraskan hati di
hadapan-Nya. Berarti, ia tak mau mendengar perkataan-Nya. Tindakan tersebut meremehkan Tuhan. Ia
masuk ke dalam pilihan yang sebenarnya menakutkan dan berpengaruh, baik pada Israel maupun Mesir
termasuk dirinya sendiri. Keputusannya menentukan nasib/masa depan semua orang yang berada di
bawah kekuasaannya.
adalah catatan pertama kali Tuhan mengutus Musa dan Harun ke Mesir untuk memberitahu Firaun
supaya melepas Israel dari perbudakan dan membiarkan mereka pergi beribadah kepada-Nya di padang
gurun. Inilah berita utama yang mewarnai tiap pertemuan mereka. Tujuannya yaitu agar Israel jadi
umatNya dan Tuhan menjadi Allah mereka. Selain itu, supaya Firaun menyaksikan kebesaran dan
kemuliaanNya lalu menghormati-Nya. Di Kel 5:2 tercatat reaksi Firaun, “Siapakah Tuhan itu yang harus
kudengarkan FirmanNya …? Tidak kenal aku Tuhan itu …” Ia sangat marah. Menurut kebiasaan saat itu, raja
dianggap sebagai titisan dewa. Akibatnya, pekerjaan Israel diperberat (ay. 9). Keadaan Israel sangat sulit
hingga mereka teriak minta tolong kepadaNya.
Kel 5
Selanjutnya, Tuhan memerintah Musa dan Harun untuk mengadakan mujizat, “… Harun melemparkan
tongkatnya di depan Firaun dan para pegawainya, maka tongkat itu menjadi ular.” (Kel 7:10) Di ay. 11-12
tercatat, “Kemudian Firaunpun memanggil orang-orang berilmu dan ahli-ahli sihir; dan merekapun, ahliahli Mesir itu, membuat yang demikian juga dengan ilmu mantera mereka. Masing-masing mereka
melemparkan tongkatnya, dan tongkat-tongkat itu menjadi ular; …” Lalu ay. 13 menyatakan, “Tetapi hati
Firaun berkeras, …” Maka Mesir dapat hukuman dari-Nya.
Tulah pertama: air jadi darah (Kel 7:14-25). Di ay. 14 tercatat, “… Firaun berkeras hati, …” Mujizat tak merubah sikap dan keputusannya.
Tulah kedua: katak (Kel 8:1-15). Ketika katak bermunculan meliputi Mesir, Firaun mengajak berunding
dengan-Nya. Di ay. 8 ia berkata pada Musa dan Harun, “Berdoalah kepada Tuhan, supaya dIjauhkan-Nya
katak-katak itu daripadaku …” Tapi permintaan tersebut tak didasari dengan kesediaan membebaskan
Israel. Di ay. 15 tercatat, “Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah terasa kelegaan, ia tetap berkeras hati,
…” Motivasinya juga bukan karena mau bertobat.
Tulah ketiga: nyamuk (Kel 8:16-19). Harun memukulkan tongkatnya ke tanah lalu debu menjadi nyamuk (ay.
16). Para ahli sihir Mesir tak mampu melakukannya (ay. 18). Mereka mengakui, “Inilah tangan Allah.” (ay. 19)
Di ayat tersebut juga tercatat, “Tetapi hati Firaun berkeras, dan ia tidak mau mendengarkan mereka ….”
Tulah keempat: lalat pikat (Kel 8:20-32). Firaun tampak mulai memberi kelonggaran, “Pergilah,
persembahkanlah korban kepada Allahmu di negeri ini.” (ay. 25) Musa berkata, “Tidak mungkin kami
berbuat demikian, sebab korban yang akan kami persembahkan kepada Tuhan, Allah kami, adalah kekejian
bagi orang Mesir. Apabila kami mempersembahkan korban yang menjadi kekejian bagi orang Mesir itu, di
depan mata mereka, tidakkah mereka akan melempari kami dengan batu?” (ay. 26) Di ay. 32 tercatat,
“Tetapi sekali inipun Firaun tetap berkeras hati; …”
Tulah kelima: penyakit sampar pada ternak (Kel 9:1-7). Ay 6 menyatakan, “… segala ternak orang Mesir itu
mati, tetapi dari ternak orang Israel tidak ada seekorpun yang mati.” Di ay. 7 tercatat, “… Tetapi Firaun
tetap berkeras hati …”
Tulah keenam: barah (Kel 9:8-12). Di ay. 12 tercatat, “Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, …”
230
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tulah ketujuh: hujan es (Kel 9:13-35). Firaun tampak menyadari kesalahannya, “Aku telah berdosa sekali ini,
Tuhan itu yang benar, tetapi aku dan rakyatkulah yang bersalah.” (ay. 27) Perkataan tersebut ternyata
bukan pengakuan melainkan manipulasi rohani. Ia mencoba berkelit dan mencari jalan lain untuk
mempertahankan Israel. Di ay. 34-35 tercatat, ia tetap berkeras hati.
Tulah kedelapan: belalang (Kel 10:1-20). Musa berkata, “Kami hendak pergi dengan orang-orang yang muda
dan yang tua; dengan anak-anak lelaki kami dan perempuan, dengan kambing domba kami dan lembu sapi
kami, ...” (ay. 9) Firaun berkompromi, “… kamu boleh pergi, tetapi hanya laki-laki, …” (ay. 11) Di ay.16 ia
tampak rohani sekali, “Aku telah berbuat dosa terhadap Tuhan, Allahmu, dan terhadap kamu.” Di ay. 20
tercatat, “Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, …”
Tulah kesembilan: gelap gulita (Kel 10:21-29). Tawaran Firaun berubah, “Pergilah, beribadahlah kepada
Tuhan, hanya kambing dombamu dan lembu sapimu harus ditinggalkan, juga anak-anakmu boleh turut
beserta kamu.” (ay. 24) Di ay. 27 tercatat, “Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, …” Setelah itu, dijedah
dengan perintah tentang perayaan Paskah (Kel 12:1-28) lalu masuk ke dalam tulah terakhir.
Tulah kesepuluh: anak sulung mati (Kel 12:29-42). Sebelumnya, Tuhan memberitahu melalui Musa, “Pada
waktu tengah malam Aku akan berjalan dari tengah-tengah Mesir. Maka tiap-tiap anak sulung di tanah
Mesir akan mati, …” (Kel 11:4-5) Ia juga memerintah Israel untuk membubuhkan darah domba/kambing
persembahan pada ambang pintu rumah (Kel 12:7 dan 22) sebagai tanda agar tak kena tulah (ay. 13 dan 23).
Di ay. 30 tercatat, “Lalu bangunlah Firaun pada malam itu, bersama semua pegawainya dan semua orang
Mesir; dan kedengaranlah seruan yang hebat di Mesir, sebab tidak ada rumah yang tidak kematian.”
Termasuk anak sulung Firaun (ay. 29). Maka di ay. 31-32 ia berkata pada Musa dan Harun, “Bangunlah,
keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah, … Bawalah juga
kambing dombamu dan lembu sapimu, seperti katamu itu, tetapi pergilah! Dan pohonkanlah juga berkat
bagiku.”
Beberapa waktu kemudian Firaun tersadar dan berkata, “Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita
membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?” (Kel 14:5) Lalu di ay. 7-8 tercatat, “Ia membawa 600
kereta yang terpilih, ya, segala kereta Mesir, masing-masing lengkap dengan perwiranya. Demikianlah
Tuhan mengeraskan hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel. …”
Orang percaya bahkan para murid Tuhan pun pernah mengeraskan hati terhadap perkataan-Nya. Ada enam
karakteristik hati mulai mengeras:
1.
Berlangsung dalam waktu cukup lama. Semua tulah tersebut terjadi selama satu tahun. Tulah
tersebut makin hebat tapi Firaun semakin melawan Tuhan. Ia tak merasa perlu bertobat. Semua tulah
tersebut mengkonfirmasi bahwa Tuhan membuang dia.
Bagi orang percaya, Firman melembutkan, membentuk dan membongkar hati yang rusak. Peringatan-Nya
menunjukkan belas kasihan. Tapi bagi orang tak percaya, peringatan-Nya menunjukkan konfirmasi
penghakiman bahwa ia tak berhak/layak dapat anugerah. Keadilan-Nya harus dinyatakan.
2.
Firaun mengeraskan hati menunjukkan kemarahan sekaligus tantangan kepada Allah Yahwe. Bagi
Firaun, perintah-Nya untuk membebaskan Israel, mengusik kedudukannya. Ia curiga sekaligus takut. Tapi ia
tak mau tunduk kepada-Nya. Sebaliknya, ia menunjukkan kekuasaannya atas Mesir yang saat itu
merupakan kerajaan cukup besar dan kuat sekali.
3.
Tetap memungkinkan orang bertindak rohani. Berulangkali Firaun mencoba negosiasi dengan
Tuhan. Padahal para pegawainya pernah berkata, “Belumkah tuanku insaf, bahwa Mesir pasti akan
231
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
binasa?” (Kel 10:7) Inti strateginya yaitu untuk menaklukkan Allah. Ia mampu menutup diri hingga orang lain
tak tahu pergumulannya.
Ada orang Kristen tak memandang Firman sebagai bagian yang Allah hendak katakan padanya secara
pribadi. Ada pula yang menyimpan dendam karena kecewa terhadap-Nya. Tapi ia tak berani menunjukkannya. Ia tetap datang ke Gereja, memuji Tuhan, memberi persembahan dan berdoa khusuk. Inilah
pola rohani Firaun.
4.
Kekerasan hati Firaun ditunjukkan dengan perlawanan nyata terhadap Allah (Kel 14:1-14).
Sebelumnya ia bertindak perlahan dan secara halus. Sejak awal ia merasa lebih kenal diri sendiri, mengerti
secara jelas kelemahan dan kelebihannya hingga tak mau diatur karena privacynya terganggu.
Ada pemuda dengan sangat jelas menyatakan tak membutuhkan Tuhan. Ia menganggap-Nya sebagai
perampok dalam hidupnya.
5.
Menganggap melakukan kehendak Tuhan merupakan kebodohan. Di Kel 12:31-32 sebenarnya Firaun
telah tunduk menjalankan kehendak Tuhan. Tapi di Kel 14:5 ia menganggapnya sebagai kesalahan bodoh.
Ada orang tak mau ikut kebaktian di Gereja karena takut (sebenarnya tak rela) kalau Firman akan
menggerakkannya untuk berkomitmen. Ia juga tak mau ikut KKR karena takut bertobat. Setelah bertobat,
Tuhan akan menuntut banyak darinya dan merampas kesenangannya.
6.
Mungkin dilakukan oleh orang percaya dan non-percaya. Di Mrk 6:52 dan 8:17 tercatat, para murid
Tuhan ternyata memiliki kedegilan hati. Ada orang Kristen menanggapi Firman secara sinis. Firman
dianggap sebagai ancaman. Ada pula yang mengabaikan-Nya.
Di perjalanan, Israel harus menghadapi laut Teberau. Tuhan berfirman pada Musa, “Dan engkau, angkatlah
tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, …” (Kel 14:16) Malaikat-Nya
memimpin di depan dengan tiang awan dan api (Kel 13:21-22). Lalu, “… orang Israel berjalan dari tengahtengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.” (Kel
14:22) Setelah Firaun dan pasukannya menyusul, “Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, …, lalu berjalan di
belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka.
Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Mesir dan tentara orang Israel; … sehingga yang satu
tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu.” (ay. 19-20) Keesokan pagi setelah orang Mesir
sampai ke tengah laut, Allah berfirman pada Musa, “Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik
meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda.” (ay. 26) Jadi, Tuhanlah yang
berperang melawan Mesir.
Bagi Tuhan, laut merupakan sarana penghukuman bangsa Mesir untuk menunjukkan keadilan sekaligus
kasih setia-Nya. Bagi Israel, laut merupakan sarana untuk memperoleh kebebasan.
Hingga saat ini, yang menjadi tiang penengah bukan awan dan api melainkan salib Kristus karena di sanalah
Allah menunjukkan murka dan penghakiman-Nya bagi orang bebal. Maka salib jadi lambang penghukuman.
Yoh 3:18 mengatakan, “… barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak
percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” Tapi mereka yang menerima-Nya, berada dalam kasih sayang
dan belas kasihan-Nya. Salib juga menentukan kehidupan atau kebinasaan kekal.
Orang Kristen hendaknya peka sehingga teguran Tuhan yang paling lembut dapat membuatnya langsung
bertelut dan mengaku dosa. Jangan menunggu Ia memukul dengan keras karena penundaan akan
membawa pada proses pengerasan hati. Biarkan Allah menjaga hatinya karena ia sendiri memang tak
mampu.
Amin!
232
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
G
Ge
erre
ejja
ad
da
an
nk
ka
as
siih
hk
ka
arru
un
niia
aA
Alllla
ah
h
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Efesus 5:25b-27/Yoh. 1:14,17/ Yer. 18:1-6
Efesus 5
25
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
26
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
menyerahkan diri–Nya baginya
dan firman,
27
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak
bercela.
Yohanes 1
14
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaan–Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada–Nya sebagai Anak Tunggal Bapa,
penuh kasih karunia dan kebenaran.
17
sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh
Yesus Kristus.
Yeremia 18
1
Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya:
2
"Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan
perkataan–perkataan–Ku kepadamu."
3
Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan
pelarikan.
4
Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka
tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik
pada pemandangannya.
5
6
Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya:
"Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum
Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk,
demikianlah kamu di tangan–Ku, hai kaum Israel!
Tema kita ialah Gereja dan kasih karunia Allah. Mengapa kita peduli terhadap Gereja? Apa itu Gereja?
Gereja bukanlah gedung/bangunan melainkan orang, umat tebusan miliki Allah. Gereja tidak sama dengan
club, yaitu perkumpulan orang-orang yang berkumpul atas interes dan kepentingan bersama yang datang
dari inisiatif sendiri. Gereja dihimpun atas inisiatif Allah ke dalam satu ikatan di dalam Tuhan yang tidak
233
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akan terputuskan. Gereja juga berbeda dengan institusi dunia, di mana anggotanya dinilai dan diterima
berdasarkan status dan pencapaian; di mana orang yang gagal, lemah dan tak mampu akan tersingkir; dan
hanya orang yang sukses, kompeten dan berprestasi yang dipandang, disambut, dan diberi tempat
terhormat. Di dalam Gereja setiap orang diterima ke dalamnya berdasarkan anugerah Tuhan. Gereja lebih
mirip keluarga di mana setiap orang menerima hak-hak istimewa bukan karena pencapaian mereka tetapi
karena dilahirbarukan oleh Roh Kudus ke dalam keluarga Allah. Mari kita melihat seperti apakah kehidupan
Gereja dalam hubungannya dengan kasih karunia Allah.
Pertama, Gereja ada karena kasih karunia Allah. Gereja adalah orang-orang yang dikasihi Kristus, yang
menerima penebusan darah-Nya dan diangkat menjadi anak-anak Allah dengan semua hak istimewanya,
mereka dipelihara dan diperlakukan seperti biji mata-Nya, setiap gangguan terhadap gereja merupakan
serangan terhadap Tuhan. Ketika dunia binasa dan seluruh institusi dunia berakhir, Gereja akan tetap ada
dan dibawa ke dalam kekekalan untuk menerima kemuliaan bersama Tuhan. Sungguh suatu gambaran
yang begitu luar biasa.
Jika Gereja mendapat perlakuan yang demikian luar biasa dari Allah, kita dapat menduga bahwa ia pasti
sangat indah dan menarik. Karena itu kita tertarik untuk melihatnya secara lebih teliti untuk mengagumi
keelokannya yang membuat Tuhan begitu mengasihinya. Dan apakah yang kita lihat? Apa kita temukan
bukanlah kekaguman melainkan keterkejutan bahkan shock. Kita mendapati Gereja ternyata terdiri dari
orang-orang berdosa dengan begitu banyak kelemahan dan masalah. Kita heran, bagaimana kasih yang
begitu agung dan mulia dapat sampai diberikan kepada obyek yang tidak layak? (Padahal mengasihi obyek kasih
yang bermasalah akan menimbulkan banyak kesedihan dan kesulitan bagi pihak yang mengasihi.)
Bagaimana kita mengerti realita kontradiksi ini? Gereja bagaikan bejana yang rusak, yang bagi orang lain,
sudah tidak berharga dan layak dibuang, tetapi bagi Allah yang mengasihinya, ia menjadi berharga karena ia
mengasihinya. Kasih adalah pencipta nilai terhadap obyek kasih. Cuplikan dari film ‘The Road Home’ yang
kita saksikan, menolong kita untuk mengerti kebenaran yang sedang kita pelajari. Bagi sang gadis, mangkok
yang hancur itu, yang dulunya selalu digunakan untuk memberi makan guru muda yang dicintainya itu,
tetap ia simpan sebagai sesuatu yang berharga. Sampai suatu hari, ibu gadis itu meminta seorang yang ahli
memperbaiki mangkok antik untuk memperbaikinya kembali, dan orang itu mengerjakannya dengan begitu
rapi, sehingga walaupun ada bekas tambal, tetapi mangkok itu telah menjadi utuh kembali dan dapat
dipakai tanpa ada setetes air pun yang bocor.
Ketika melihat gereja dengan cara pandang kita yang alamiah, maka kita cendrung menjadi kecewa dan
putus asa, dan terdorong untuk mengabaikan dan menjauhi gereja. Tetapi jika kita belajar melihatnya dari
cara pandang Allah, sikap kita akan berubah. Bagi saya ini mempengaruhi kita dalam
1.
cara memandang diri sendiri. Jika Allah demikian mengasihi saya, maka saya tidak boleh menghina
dan mengabaikan dan merusak diri. Ada pria yang telah hancur hidupnya, tetapi ketika mendapat kasih dan
perhatian yang tulus dari seorang wanita Kristen tulus, ia menjadi begitu tersentuh dan mulai melihat
dirinya secara baru, akhirnya ia dapat melihat kasih Tuhan dan harapan baru di dalam Tuhan dan
diperbaharui. Kasih dan penghargaan Allah terhadap kita adalah suatu kekuatan yang mendorong kita
untuk merawat diri dan mempersembahkan diri kita yang terbaik untuk membalas cinta Tuhan;
2.
cara memandang Gereja. Kita tahu Gereja terdiri dari orang-orang dengan segala macam masalah,
banyak hal yang dapat dan telah mengecewakan kita, tetapi karena Allah begitu mengasihi gereja, maka
kita tidak dapat berbuat lain kecuali mengasihi dan merawatnya bagi Tuhan.
234
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kedua, gereja yang lahir dari kasih karunia Allah harus menjadikan kasih karunia sebagai prinsip hidupnya
dan menjadi ciri-ciri dari keberadaannya. Biarlah setiap orang Kristen ditandai dengan kasih karunia dan
gereja menjadi tempat di mana orang bisa mendapatkan kasih karunia Allah. Ketika hal ini dilaksanakan,
kita harus menerapkan prinsip paradoks dalam memperlakukan setiap anggotanya: Di satu sisi, kita harus
menuruti perintah Kitab Suci untuk menghormati orang yang patut dihormati dan menjalankan disiplin
terhadap orang yang bermasalah; menghargai orang-orang yang melayani dengan penuh kesetiaan dan
menjadi teladan bagi jemaat (1Tim 5:17) dan memberikan teguran dan didikan yang penuh wibawa kepada
mereka yang berprilaku buruk, maka kita menjalankan prinsip kebenaran dan keadilan.
Di sisi lain, kita juga harus mewujudkan kasih karunia Allah, yaitu memperlakukan setiap orang sebagai
saudara dalam Tuhan, menyambut dan menerima mereka tanpa pembedaan suku, golongan, pendidikan,
kemampuan, status sosial, kaya/miskin, dll. Kita harus belajar mengatasi kecenderungan untuk membedabedakan orang dengan kepentingan kita sendiri. Di dalam gereja di mana ada orang yang dewasa, dan ada
yang kekanak-kanakan; ada yang membanggakan dan ada yang memalukan; ada yang terhormat dan ada
yang harus diberikan disiplin gereja, namun biarlah semuanya tetap dikasihi. Untuk melaksanakan hal ini
kita membutuhkan hikmat ilahi dan kedewasaan rohani.
Inilah juga yang menjadi pelayanan gereja menjadi sulit, karena kita tidak dapat menyeleksi
keanggotaannya berdasarkan kriteria dan ideal kita. Dalam institusi profesional, melalui seleksi kualitas
kerja dan pemberian imbalan, kita bisa mendapatkan orang-orang pilihan. Tetapi Gereja adalah tempat di
mana pintunya selalu terbuka untuk menyambut siapa saja yang datang, termasuk para perdosa, dari
segala latar belakang agama, profesi dan masalah. Karena itu, kita harus mengerti bahwa Gereja bukanlah
kumpulan orang suci, tetapi adalah tempat di mana orang berdosa, oleh kasih karunia dan kebenaran Allah
akan diubahkan dan dididik menjadi murid-Nya yang semakin disempurnakan. (Memang di dalam penerapannya
ada banyak aspek yang masih harus dibahas dan diluruskan.)
Di dalam kehidupan berjemaat kita harus menghindari dua ekstrim dalam memperlakukan sesama.
Pertama, hanya menerima orang yang baik dan menyenangkan dan menolak yang tidak disukai dan
menyusahkan. Ini adalah pertanda ketidakmampuan kita untuk menerima orang yang memerlukan bantuan
dan menjadi berkat bagi mereka; dan dalam kemiskinan rohani kita, kita hanya mau (mampu) berteman
dengan orang yang baik untuk mendapatkan keuntungan dari mereka.
Kedua, secara kebalikannya kita bisa begitu lembut dan penuh pengertian kepada orang yang lemah dan
tersisih tetapi bersikap sangat antipati kepada mereka di atas, berhasil dan memiliki status sosial yang baik.
Ini merupakan ungkapan problem kejiwaan yang sama bermasalahnya dengan sikap pertama. Hanya ketika
kita bisa bergaul dalam hubungan yang sejajar dan saling ‘take and give’ dengan orang yang di atas, dan
bisa menerima dan meneguhkan orang yang bermasalah tanpa diperalat mereka kita baru menjadi orang
Kristen yang sehat dan memiliki hubungan yang membangun dengan segala macam orang; di mana yang
lemah dapat kita angkat dan yang kuat tidak kita cabik-cabik.
Kita juga harus waspada supaya Gereja kita tidak menjadi tempat di mana kasih karunia telah tidak ada.
Seorang wanita tuna susila suatu hari mengisahkan kesulitan hidupnya kepada seorang Kristen, sampai
suatu saat ia menyewakan putrinya yang berusia dua tahun kepada seorang pria yang tertarik kepada seks
yang tidak wajar untuk membiayai ketergantungannya kepada obat bius. Ketika orang Kristen itu
menanyakan apakah tidak terpikirkan olehnya untuk mencari bantuan Gereja. Ia tidak bisa melupakan
reaksi wanita tersebut yang tiba-tiba menjadi sengit, “Gereja!” teriaknya, “Buat apa aku ke sana? Saya
235
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sudah merasa benci pada diri sendiri. Mereka hanya akan membuat saya tampak lebih buruk.” Ketika
orang berdosa sadar mereka itu bejad dan tak berharapan lagi, siapa yang menjadi harapan terakhir
mereka jika bukan Allah? Dan jika mereka mencari Allah, apakah mereka akan menemukan kasih karunia
Allah, di dalam tubuh-Nya yang kelihatan, yaitu Gereja? Sebagai tubuh-Nya yang kelihatan, sadarkah kita
bahwa Gereja telah dipanggil untuk menjawab seruan orang-orang lemah kepada Allah. Susanna Wesley,
ibu John Wesley berkata, anak mana yang paling saya cintai? Saya mengasihi yang sakit sampai dia sembuh,
orang yang lari dari rumah sampai dia kembali. Siapkah kita untuk menjadi saluran berkat dan kasih karunia
Allah bagi orang yang terluka; atau mereka hanya akan mendapat sorot mata menghakimi yang akan
membuat mereka semakin putus asa.
Ketiga, kasih karunia Allah yang menerima orang berdosa tidak membiarkan mereka tetap dalam
kerusakan, sebaliknya kasih karunia-Nya akan menjadi kuasa kreatif yang akan mentransformasi objek
kasih-Nya ke dalam kesempurnaan sesuai kehendak- Nya.
Ketika Tuhan Yesus menunjukkan sikap yang sepertinya lebih menghargai orang berdosa (lebih menghargai
pemungut cukai daripada orang Farisi; Luk 18:9-14; Mat. 23), itu bukan berarti Allah menyukai hal-hal yang rusak,
tetapi karena Ia berkehendak untuk mengubah mereka menjadi manusia baru yang indah sesuai dengan
rencana-Nya. Dan karena orang berdosalah yang pertama-tama paling sadar akan kerusakan dirinya,
sehingga harus mau rela untuk dibentuk secara baru oleh Tuhan; seperti tanah liat di tangan pejunan,
demikian bejana yang rusak itu akan dibentuk ulang secara baru, bukan perbaikan kecil; (Yer 18:1-6). Inilah
yang dikatakan rasul Paulus dalam Efesus 5:27, “supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di
hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat
kudus dan tidak bercela.”
Kasih bersifat menyempurnakan dan bukannya membiarkan pencemaran dan keburukan. Kasih yang murni
menerima orang yang bahkan memiliki banyak kelemahan, tetapi tidak akan membiarkan kelemahannya itu
merusak dan mencemari orang yang ia kasihi itu, sebaliknya ia akan berusaha dengan membayar harga
untuk menolong obyek kasihnya itu mencapai kesempurnaan yang membuat dia semakin indah dan
semakin layak dikasihi. Allah tidak memperlakukan kita apa adanya, dan membiarkan kita tetap dalam
keburukan. Kasih-Nya yang sempurna menerima kita walaupun kita sangat tidak layak, tetapi kasih-Nya
yang sempurna pada saat yang sama akan mengubah kita sehingga layak bagi-Nya. Inilah kebenaran yang
diungkapkan dalam lagu He’s still Working on Me’: “He’s still working on me to make me what I ought to
be. It took Him just a week to make the moon and stars, the sun and the earth and Jupiter and Mars. How
loving and patient He must be. He’s still working on me. There really ought to be a sign upon my heart.
Don’t judge me yet. There’s an unfinished part. But I’ll be perfect just according to His plan. Fashioned by
the Master’s loving hand.” Allah menerima orang Kristen apa adanya tapi memperlakukan sebagaimana
seharusnya. Tangan kasih-Nya terus berkarya, menenun, membentuk dan memproses jemaat-Nya supaya
tak bercacat cela di hadapan-Nya
Gereja ada karena kasih karunia, biarlah kasih karunia yang ia terima juga menjadi pola hidupnya, kita yang
diampuni biarlah juga mengampuni; kita yang menerima kemurahan biarlah juga menaburkan kemurahan;
kita yang walaupun tidak layak telah diterima dan dibawa ke dalam kemuliaan biarlah juga menjadi alat
kasih karunia-Nya yang mengangkat orang dari kehinaan ke dalam kemuliaan. Dan biarlah kita menunjukkan hidup yang diubahkan karena kasih karunia-Nya bekerja dalam diri kita.
Amin!
236
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pe
em
mb
ba
an
ng
gu
un
na
an
n ttu
ub
bu
uh
hK
Krriissttu
uss
m
me
ella
allu
uii p
pe
ella
ayya
an
na
an
nb
be
errssa
am
ma
a
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Efesus 5:25b-27/Efesus 4:11-16
Efesus 5
25
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah
menyerahkan diri–Nya baginya
26
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air
dan firman,
27
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang
tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak
bercela.
Efesus 4
11
Dan Ialah yang memberikan baik rasul–rasul maupun nabi–nabi, baik pemberita–
pemberita Injil maupun gembala–gembala dan pengajar–pengajar,
12
untuk memperlengkapi orang–orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan
tubuh Kristus,
13
sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang
Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus,
14
sehingga kita bukan lagi anak–anak, yang diombang–ambingkan oleh rupa–rupa angin
pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,
15
tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam
segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.
16
Dari pada–Nyalah seluruh tubuh, ––yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh
pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap–tiap anggota––
menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.
Tuhan menganugerahkan dorongan alamiah dalam diri setiap orangtua untuk mengasihi anak-anak mereka,
itulah sebabnya mereka rela untuk memberikan begitu banyak perhatian dan hal-hal terbaik yang dapat
mereka berikan kepada anak-anak mereka. Tetapi sangat disayangkan, tidak semua kasih sayang orangtua
menjadikan anak-anak mereka baik dan bahagia, bahkan tidak kurang yang menjadi orang yang brengsek
dan hidup dalam kehinaan. Sungguh ironis, kasih sayang yang indah memberi hasil yang begitu buruk. Para
pendidik menunjukkan bahwa tidak semua kasih sayang orangtua diwujudkan dengan cara yang bijaksana,
inilah alasan mereka gagal membangun anak-anaknya dalam kebenaran dan kebaikan.
237
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih Allah kepada kita. Ia mengorbankan diri-Nya untuk
menyelamatkan kita; setelah itu, Ia masih terus bekerja dalam diri kita untuk menghasilkan pertumbuhan
seperti yang telah Ia tetapkan bagi kita. Kasih Allah sedikitpun tidak bersifat merusak, sebaliknya kasih-Nya
yang kudus dan mulia itu memiliki tujuan untuk membawa kita ke dalam kesempurnaan menurut
kepenuhan Kristus. Bagaimana ini diwujudkan? Ini diwujudkan melalui pelayanan semua anggota tubuhNya. Inilah yang akan kita pelajari dalam renungan hari ini.
1.
Allah mengasihi Gereja dengan kasih yang kudus dan bertujuan
menunjukkan bahwa Allah tidak berhenti dengan menebus kita melalui pengorbanan diri
Anak-Nya, walaupun kita sering menyakiti hati-Nya dengan ketidaksetiaan kita, tetapi Dia tidak pernah
menyerah terhadap kita. Ia terus mengerjakan pengudusan dalam diri kita “untuk menempatkan kita di
hadapan diri-Nya dengan cemerlang, tanpa cacat atau kerut yang serupa itu, tetapi supaya kita kudus dan
tidak bercela.” Tujuan pengudusan ini ialah untuk membawa kita sebagai mempelai Kristus yang kudus dan
tidak bercacat,
Efesus 5:25b-27
Allah begitu memperhatikan pertumbuhan gereja-Nya sehingga Ia mengaruniakan hamba-hamba-Nya bagi
gereja untuk melayani mereka. Pelayanan mereka akan dihakimi dan diberi balasan setimpal, “jika
pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah” (1Kor. 3:14). Ia melindungi gereja
yang Ia kasihi, “jika ada yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait
Allah adalah kudus dan bait Allah adalah kamu.” (1Kor. 3:16-17). Peringatan untuk tidak merusak gereja,
tidak hanya tertuju kepada non-Kristen, tetapi juga kepada orang Kristen. Mereka tidak boleh melakukan
perbuatan tidak pantas yang dapat mencemarkan tubuh Kristus. ”Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu
adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan?
Sekali-kali tidak!” (1Kor. 6:15). Demi tujuan Allah bagi gereja-Nya dapat diwujudkan, Paulus rela bersusah
payah dan mengalami banyak penderitaan, inilah yang ia katakan, ”Hai, anak-anakku, karena kamu aku
menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu” (Gal. 4:4:19).
Orang Kristen adalah manusia eskatologis, yang hidup di dalam ketegangan dua realitas. Kita adalah orang
beriman yang hidup berdasarkan pengharapan masa depan yang dijamin kepastiannya oleh kematian,
kebangkitan dan kenaikan Kristus; mata kita tertuju ke atas, ke masa depan yang menantikan kita. Oleh
anugerah-Nya gereja pasti akan ditransformasi ke dalam kemuliaan. Inilah visi gereja yang seharusnya
memotivasi bagaimana kita menjalani hidup kita. Tetapi di pihak lain, kita menghadapi realitas lain, yaitu
fakta bahwa kita yang masih hidup di dunia ini adalah orang-orang yang penuh dengan kelemahan,
kekhilafan, kesalahan dan dosa. Tatanan dunia sekarang yang jahat ini terus berusaha menyeret kita ke
dalam kehinaan, dan menjauhkan kita dari maksud Allah. Selama hidup dalam dunia ini, kita harus berjuang
untuk hidup sesuai dengan visi Allah bagi gereja-Nya. Kasih Tuhan yang dicurahkan kepada kita bukanlah
alasan bagi kita boleh hidup melampiaskan nafsu jahat, sebaliknya itu harus menjadi dorongan untuk
mencapai tujuan Allah bagi kita.
Rasul Paulus rela melayani dengan berjerih lelah, menghadapi banyak kesulitan dan penderitaan, bukan
karena gereja itu sempurna, baik, dan menarik, tetapi supaya ia dapat menempatkan gereja di hadapan
diri-Nya kudus, indah dan cermerlang. Inilah yang Allah kehendaki bagi gereja yang dikasihi-Nya, yaitu
diproses terus menuju kesempurnaan.
238
2.
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kristus mengaruniakan hamba-hamba-Nya (para rohaniwan) untuk memperlengkapi Gereja di dalam membangun tubuh Kristus
Siapakah yang akan dipakai oleh Allah untuk membangun gereja-Nya? Jawabannya ialah semua anggota
tubuh Kristus. Tetapi mereka baru dimungkinkan untuk terlibat dalam pembangunan tubuh Kristus ini kalau
mereka sendiri telah bertumbuh dalam iman, pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan
penuh dan kepenuhan Kristus (Ef. 4:13). Dan meneguhkan mereka dan memperlengkapi mereka bagi
pelayanan pembangunan tubuh Kristus, Tuhan mengaruniakan hamba-hamba-Nya bagi gereja.
Kita harus menyambut panggilan untuk bertumbuh dan diperlengkapi bagi pelayanan pembangunan tubuh
Kristus ini dengan sukacita. Sebab ini adalah kehendak Allah yang baik kita. Kita mengerti bahwa kalau kita
gagal untuk bertumbuh, maka dengan tidak adanya pengetahuan yang benar, iman yang teguh dan
karakter yang kuat, kita akan selalu mengambil keputusan-keputusan yang salah dan merugikan diri kita
sendiri. Kita akan selalu diombang-ambingkan oleh berbagai tipu daya si jahat. Dan akhirnya kita bukan saja
merusak diri kita sendiri dan dijauhkan dari sejahtera yang dimaksudkan Allah bagi kita.
Allah tidak kekurangan berkat bagi kita, tetapi yang menjadi penghalang bagi kita untuk betul-betul
menikmati berkat Allah ialah kesalahan-kesalahan kita sendiri. Allah menerbitkan matahari dan
memberikan hujan kepada orang benar dan orang tidak benar, Ia menganugerahkan berbagai kebaikan
kepada seluruh umat manusia, tetapi kesesatan kita telah mengubah berkat Allah menjadi kutuk bagi kita.
Selama hati kita masih rusak, semua berkat Allah tidak akan memberi manfaat sejati bagi kita. Inilah alasan
mengapa kita harus bertumbuh dalam kebenaran Allah, karena hanya dengan demikian kita dipersiapkan
untuk menyambut berkat Tuhan.
Penolakan untuk bertumbuh dan diperlengkapi bagi pekerjaan pembangunan tubuh Kristus, bukan saja
mengakibatkan kita akan jatuh ke dalam berbagai kesalahan, tetapi juga akan mendukakan hati Tuhan.
Anak yang menolak nasehat yang baik dari orangtuanya, bukan saja ia akan didera oleh kegagaan,
kemiskinan, dan penderitaan, tetapi juga ia akan membuat orangtuanya berdukacita dan dipermalukan.
Sebaliknya anak yang mau menurut nasehat orangtuanya untuk bertumbuh dalam kebenaran dan
kebajikan akan mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaan, serta memberikan kebanggaan dan kemuliaan
kepada orangtuanya.
Gereja Reformed Injili telah menyediakan berbagai sarana bagi setiap jemaat untuk bertumbuh dalam iman
dan pengenalan akan Allah dan untuk diperlengkapi bagi setiap pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah. Kita
mempunyai kelas STRI-S, berbagai seminar, dan Ready Bread, jika kita mengabaikan semua itu sehingga
gagal untuk bertumbuh, maka hidup kita adalah suatu ironi yang menyedihkan.
3.
Allah menetapkan Gereja bertumbuh melalui pelayanan bersama semua
anggotanya.
Gereja bagaikan satu keluarga, di dalamnya ada orang yang lemah, dan ada yang lebih kuat; ada yang
kekanak-kanakan, dan ada yang lebih dewasa. Allah berkehendak untuk memakai anak-anak-Nya yang
sehat untuk merawat yang sakit dan terluka, yang lebih dewasa membimbing yang lemah, sehingga seluruh
bagian tubuh Kristus bertumbuh menjadi dewasa dalam Kristus.
Melalui pelayanan orang-orang yang setia dalam mengerjakan penyiaran radio Kristen, penerbitan literatur,
saya dapat mengenal Yesus dan diselamatkan. Ketika saya masih sebagai orang Kristen baru yang lemah, Ia
memakai hamba-hamba-Nya untuk membangun iman saya melalui pengajaran firman, bimbingan dan
239
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
perhatian mereka. Tetapi Ia juga memakai orang Kristen lain yang lebih dewasa untuk mendukung saya
untuk mengalami pertumbuhan, dengan menyambut saya sebagai saudara seImannya, sahabatnya, dan
rekan pelayanannya. Adanya pertumbuhan dalam diri saya, memungkinkan saya untuk mulai melayani.
Salah satu pelayanan yang saya lakukan ialah membimbing seorang yang belum pernah mengenal Yesus
untuk menjadi orang percaya. Pelayanan yang ia terima melalui saya dan anggota tubuh Kristus yang lain
juga menghasilkan pertumbuhan rohani dalam dirinya, sehingga akhirnya ia juga turut ambil bagian dalam
pelayanan, dan dapat memberi kesaksian yang indah bagi Kristus melalui kehidupan yang mengutamakan
Tuhan dalam usahanya.
Allah tidak hanya memakai para rohaniwan dalam pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus. Walaupun
para rohaniwan memiliki peranan yang khusus, seperti memberikan pengajaran firman dan kepemimpinan
rohani, tetapi rancangan umum Allah bagi gereja-Nya ialah supaya setiap orang percaya dengan peranan
mereka yang unik melayani orang Kristen lain. Inilah alasan kita harus saling melayani.
Melalui pelayanan bersama satu terhadap yang lain, kita membangun tubuh Kristus. Setiap orang di sekitar
kita adalah anggota tubuh Kristus yang harus kita kasihi, karena mereka dikasihi Allah. Segala sesuatu yang
kita lakukan bagi orang Kristen lain adalah pelayanan kita bagi Kristus. Dengan membantu orang lain
bertumbuh, kita membangun tubuh Kristus, sebaliknya setiap perlakuan yang melukai orang Kristen lain
adalah serangan atau dosa terhadap Kristus.
Kita harus melayani sesama kita, karena ketika kita membantu orang lain bertumbuh dalam Kristus kita
sedang memperluas kerajaan Allah dan mengalahkan kejahatan. Orang-orang yang kita menangkan bagi
Tuhan, suatu hari akan dipakai oleh Tuhan menjadi saluran berkat Allah bagi banyak. Sebaliknya orangorang yang gagal kita jangkau mungkin suatu hari akan menjadi bencana bagi kemanusiaan dan gereja.
Kegagalan gereja menjangkau orang-orang seperti Karl Marx, Sigmund Freud, Friedrich Nietzsche, dan
lainnya, mengakibatkan gereja harus menghadapi serangan yang begitu sengit dari mereka. Bagaimana
wajah dunia sekarang dan di masa mendatang, terkait erat dengan bagaimana kita memberi pengaruh
Kristen kita kepada orang-orang di sekitar kita.
Kita harus harus melayani, karena di dalam melayani orang lain untuk bertumbuh, kita pun mengalami
proses pertumbuhan yang signifikan. Untuk dapat melakukan pelayanan yang efektif dan efesien, kita harus
banyak belajar dan bertumbuh, untuk dapat mengatasi begitu banyak kesulitan dalam melayani orang lain,
kita mengalami banyak proses pembentukan, dan melalui semua ini, kita bertumbuh.
Banyak orang tidak mau melayani karena takut dirugikan; mereka tidak sadar bahwa melayani Tuhan tidak
pernah rugi. Semua yang kita lakukan bagi Tuhan bukanlah pengorbanan karena justru di dalamnya kita
benar-benar diberkati. Justru orang yang tidak melayani, dan yang tidak melayani dengan sungguh-sungguh
adalah orang yang merugi. Saya pernah membaca satu ilustrasi yang sangat berkesan mengenai dua bidang
tanah. Tanah yang pertama rela untuk digarap dan ditanami, dan itu berarti gangguan dan kesakitan, tetapi
hasil akhirnya ialah ia lahan yang menghasilkan tanaman yang indah dan berhasil guna, dan itu
membuatnya sangat bahagia. Tetapi tanah kedua tidak mau diganggu, maka ia hanya menghasilkan onak
duri yang tidak berguna. Semakin lama, ia semakin terlantar, sesak dan terlihat jelek. Ketika tanah yang
pertama bersukacita atas keindahan dan manfaat yang dapat ia berikan, tanah kedua hanya dapat
menyesali keadaannya yang buruk.
Amin!
240
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
P
Pa
an
ng
gg
giilla
an
nh
hiid
du
up
pk
ku
ud
du
us
s
Oleh: Pdt. Liem Kok Ham
Nats:
13
1 Petrus 1:13-16
Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu
seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan
Yesus Kristus.
14
Hiduplah sebagai anak–anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai
kamu pada waktu kebodohanmu,
15
tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang
kudus, yang telah memanggil kamu,
16
sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.
Petrus sebagai rasul Tuhan dan gembala menulis surat tersebut untuk menasihati dan membangun orang
Kristen yang tinggal di perantauan atau di tengah orang non Yahudi dan mengalami banyak kesulitan,
tantangan, penderitaan serta aniaya. Di ayat 1 tercatat, “… kepada orang-orang pendatang, yang tersebar
di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia.” Padahal dulu mereka tersebar karena dianiaya oleh
orang Yahudi.
Di ayat 8-9 ia mengatakan, “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu
percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang
mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.”
Dalam perjalanan mengikut Tuhan, iman mereka justru makin kuat dan bertumbuh. Bahkan mereka
mengalami sukacita rohani dan suasana surgawi, tetap setia serta mengasihi Allah bukan secara emosional
melainkan karena telah mencapai kedewasaan rohani penuh. Kalau emosi mudah pudar dan berubah tapi
affection merupakan gairah yang memancar dalam hidup.
Bukan berarti iman mereka sempurna melainkan sedang dalam proses. Tantangan yang harus mereka
hadapi yaitu pengaruh dosa. Pada waktu itu mereka tinggal di tengah budaya non Kristen yang belum kenal
Tuhan serta masih hidup secara amoral dan duniawi. Maka mereka ditantang sekaligus diharapkan serta
dimungkinkan untuk hidup kudus di dunia sekuler/hedonis yang cemar, licik dan rusak.
Kurang lebih 2 juta orang Israel berhasil keluar dari Mesir menuju ke Kanaan. Tapi yang akhirnya diijinkan
oleh Allah untuk masuk ke Kanaan hanya dua orang yaitu Caleb dan Yosua. Sedangkan yang lain mati di
padang gurun. Padahal selama 40 tahun mereka mengalami berkat dan mujizat Tuhan. Tapi rohani mereka
tak pernah dewasa.
Meskipun orang Kristen sungguh giat dan semangat melayani Tuhan serta punya banyak karunia antara lain
pandai berkhotbah tapi kalau hidupnya tak kudus maka semua prestasi pelayanannya jadi sia-sia.
Kekudusan hidup sebenarnya lebih penting daripada karunia dan prestasi. Orang yang memilikinya mungkin
tak terkenal atau berprestasi tapi dipakai oleh Allah.
241
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Di keluarga, lingkungan pekerjaan dan pergaulan, anak Tuhan seharusnya dikenal sebagai orang kudus.
Kehadirannya membuat suasana jadi beda. Pikiran, emosi dan motivasi hidupnya makin dikuduskan serta
menyenangkan Allah setelah sekian lama belajar Firman.
Orang percaya terus dicobai, dirongrong dan diserang oleh godaan agar terjerat lalu jatuh ke dalam dosa.
Tapi setelah beriman kepada Tuhan dan darah-Nya menebus serta menyucikannya, ia disebut orang kudus
secara status serta dipanggil untuk jadi garam dan terang dunia. Secara kondisi, ia masih berdosa. Tapi
dalam pandangan Allah melalui pengorbanan Kristus, ia telah dikuduskan. Meskipun di kalangan jemaat
Korintus sering terjadi perselisihan, selingkuh dll, Alkitab tetap menyebut mereka orang kudus.
Pemahaman serta kesadaran orang Kristen akan statusnya sangat mempengaruhi langkah dan sikap hidup
selanjutnya. Seringkali orang punya double standard atau perspektif kurang luas hingga menganggap orang
kudus yaitu pendeta, penginjil, misionari, rohaniawan dan majelis. Kalau mereka hidup secara tak benar
atau tak berkenan kepada Tuhan, langsung dikritik. Padahal jemaat juga tak boleh hidup semacam itu.
Di ayat 14-15 Petrus berkata, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang
menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh
hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu.”
Ada anak majelis aktif di Gereja tapi juga jadi bandar narkoba. Di Amerika, tiap hari ada 1000 gadis remaja
jadi ibu tanpa menikah, 1106 gadis remaja menjalani abortus, 4219 anak remaja terjangkit penyakit kelamin,
1000 anak remaja belajar minum minuman keras, 135 ribu anak membawa pistol dan senjata tajam ke
sekolah, 3610 anak remaja diserang dan diperkosa serta 6 juta orang (sebagian besar mahasiswa) membuka
situs porno di internet. Di Blitar, jumlah orang yang kawin-cerai paling banyak di antara kota lain di Jatim.
Orang tua Kristen seharusnya mampu dan bersedia investasi waktu, tenaga serta uang untuk melengkapi
dan mendidik anaknya sejak kecil menurut ajaran Tuhan agar tak tercemar serta selalu waspada terhadap
kondisi membahayakan semacam itu. Kalau dulu orang percaya, banyak anak banyak rejeki tapi sekarang
banyak anak banyak kekuatiran.
Sejarah membuktikan, ketika ditekan, Kekristenan justru makin berkembang. Tapi orang Kristen sendiri
malah menghambat pertumbuhan dan membuatnya mundur. Maka Petrus menasihati agar mereka
memprioritaskan dan berupaya mengejar visi kekudusan hidup meskipun harus bayar harga. Fokus hidup
tersebut harus diperjuangkan dalam tubuh Kristus. Karena Tuhan menghendakinya, Ia pasti menolong. Di
Mat 5:48 tercatat standar-Nya mengenai kekudusan, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti
Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Kudus berarti orang Kristen dipisahkan dan dikhususkan untuk
hidup hanya bagi kemuliaan Allah. Maka hidup sesungguhnya bukan miliknya lagi tapi milik Kristus yang
telah mati dan bangkit. Inilah progressive sanctification (proses pengudusan terus menerus seumur hidup hingga makin
serupa Dia sampai tiba saat bertemu dengan-Nya).
Di tengah angkatan yang melawan Tuhan, Alkitab mengkonfirmasikan, nabi Nuh telah hidup saleh di
hadapan-Nya. Keluarganya termasuk minoritas tapi mampu hidup kudus oleh anugerah-Nya. Di Ayb1:1
tercatat, “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah
dan menjauhi kejahatan.” Di antara 11 saudaranya, Yusuf juga tampil beda. Ia punya integritas baik hingga
membuat saudaranya marah dan menjualnya. Di keluarga Potifar, ia mampu mempertahankan kekudusan
dalam pencobaan yaitu ketika digoda oleh istri Potifar. Di Kej 5:22 tercatat, “Dan Henokh hidup bergaul
dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, …” Ia telah menyerahkan hak hidup kepada-Nya.
Gereja sebagai mempelai Kristus harus mampu memberi kesaksian mengenai kekudusan. Dengan kata lain,
memelihara kesucian hidup sampai Tuhan datang kembali. Tindakan tersebut merupakan peperangan
242
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
rohani. Mereka tak hanya melawan pengaruh kebudayaan belaka tapi juga penguasa kerajaan angkasa (Ef
6:10-18) yang mencoba menghancurkan Kekristenan. Di 1 Ptr 5:8 tercatat, “… Lawanmu, si Iblis, berjalan
keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.”
Orang Kristen hendaknya senantiasa kudus dalam segala aspek hidupnya. Seharusnya tak hanya di Gereja ia
kelihatan saleh seperti malaikat dengan tutur kata teratur baik dan mukanya selalu tersenyum. Tapi di
rumah ia jadi seperti setan dengan pikiran yang selalu kotor dan cara hidup/kebiasaan tak sopan.
Manusia telah mengalami total depravity dan akhirnya berada dalam keadaan total inability untuk
menyelesaikan masalah dosa. Kecuali pekerjaan Roh Kudus memampukannya mengalahkan kecenderungan
berbuat dosa.
Ada orang baru jadi Kristen ketika dewasa, contohnya usia 30 tahun. Sejak usia 1-30 tahun, ia punya cara
pikir non Kristen serta emosi, perasaan dan habit diwarnai oleh kedagingan. Setelah jadi Kristen, ia punya
rohani dan iman ‘kue lapis’. Ia mengenakan etika Kristen seperti ramah, rendah hati dsb. Tapi pola pikir
serta karakter lama tetap ada di lapisan bawah dan tak terlihat. Ketika ada masalah, lapisan tersebut
muncul kembali dan mempengaruhi tindakannya. Kadang sudah di bawah kesadarannya. Pergumulan
semacam ini tak hanya dialami oleh orang Kristen baru tapi juga yang lama termasuk hamba Tuhan. Di Roma
7:24 dan 26 Paulus berkata, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut
ini? Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum
dosa.” Di dalam dirinya ada pertentangan.
Orang Kristen perlu memeriksa hidup dan introspeksi diri senantiasa. Jangan mau ditipu oleh pujian
manusia atau prestasi hidupnya sendiri karena pandangan Tuhan lebih menentukan. Ia bisa menipu diri
sendiri maupun orang lain tapi tidak dengan Allah.
Keluarga Jonathan Edwards termasuk sederhana tapi saleh. Si ayah ialah pendeta dan si ibu ialah putri
pendeta. Di antara keturunan mereka, 14 orang jadi rektor universitas di Amerika, 100 lebih orang jadi dosen
dan profesor, 100 lebih orang jadi hakim dan pengacara, 30 orang jadi hakim, 60 orang jadi dokter, 100 orang
jadi pendeta dan utusan Injil serta hampir tiap industri di Amerika, keluarganya punya andil dalam
pendirian. Hidup mereka dapat dijadikan contoh/inspirasi bagi orang di sekitar.
Kekudusan hidup tak dapat dikejar dengan usaha manusia sendiri melainkan merupakan buah
relasi/persekutuan/komitmen yang benar bersama Tuhan. Di Yoh 15:5 Kristus berkata, “Akulah pokok
anggur dan kamulah ranting-rantingnya. …, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Di Yoh
17:17 Ia berdoa, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Di Mzm 119:9-11
tercatat, “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya
sesuai dengan firman-Mu. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, … supaya aku jangan berdosa
terhadap Engkau.”
Orang Kristen harus dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus karena tanpa kuasa-Nya ia takkan mampu
menjalankan Firman. Akibatnya, ia menghasilkan buah Roh antara lain penguasaan diri (Gal 5:22-23). Ketika
pencobaan datang, ia diberi kekuatan untuk menahan diri. Orang Kristen juga harus hidup dalam
penyangkalan diri. Di Mat 16:24 Tuhan berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Kadang terasa tak enak tapi harus disertai kerelaan.
Ketika mengikut Tuhan, Paulus juga mengalami banyak kesulitan. Kadang keinginannya beda dengan Allah.
Lama kelamaan ia mempercayakan hidupnya secara total kepada-Nya. Dan ia menyaksikan Kristus berkarya
menguduskan hidupnya.
Amin!
243
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
eh
hiid
du
up
pa
an
n yya
an
ng
gd
diitto
op
pa
an
no
olle
eh
h
a
an
nu
ug
ge
erra
ah
hA
Alllla
ah
h
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Amos 4:11/ Zakh. 3:2/ Yes.44:26/ 1 Kor. 15:10
Amos 4
11
"Aku telah menjungkirbalikkan kota–kota di antara kamu, seperti Allah
menjungkirbalikkan Sodom dan Gomora, sehingga kamu menjadi seperti puntung yang
ditarik dari kebakaran, namun kamu tidak berbalik kepada–Ku," demikianlah firman
TUHAN.
Zakharia 3
2
Lalu berkatalah Malaikat TUHAN kepada Iblis itu: "TUHAN kiranya menghardik engkau,
hai Iblis! TUHAN, yang memilih Yerusalem, kiranya menghardik engkau! Bukankah dia ini
puntung yang telah ditarik dari api?"
Yesaya 44
26
Akulah yang menguatkan perkataan hamba–hamba–Ku dan melaksanakan keputusan–
keputusan yang diberitakan utusan–utusan–Ku; yang berkata tentang Yerusalem: Baiklah
ia didiami! dan tentang kota–kota Yehuda: Baiklah ia dibangun, Aku mau mendirikan
kembali reruntuhannya!
1 Korintus 15
10
Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih
karunia yang dianugerahkan–Nya kepadaku tidak sia–sia. Sebaliknya, aku telah bekerja
lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah
yang menyertai aku.
dan Zakharia 3:2 memberikan kepada kita gambaran mengenai ‘puntung yang ditarik dari
perapian. Yesaya 44:26 memberikan gambaran “reruntuhan yang akan didirikan kembali". Ini adalah
gambaran mengenai anugerah Allah kepada mereka yang sudah tidak berpengharapan.
Amos 4:11
Dalam pengamatan saya, salah satu hal yang menonjol dalam kehidupan manusia ialah realita kesulitan
yang harus dihadapi semua orang. Inilah presaposisi utama dari Buddhism. Hal yang sama juga dikatakan
oleh Musa, jika kita bertanya kepada Musa, apa yang dapat dibanggakan oleh manusia dalam hidupnya?
Maka ia akan menjawab, “kesukaran dan penderitaan” (Mz 90:10); ini juga yang dikatakan oleh Yakub
kepada Firaun, “tahun-tahun hidupku itu sedikit saja dan buruk adanya.” Musa menyaksikan kehidupan
umat Israel yang tragis sebagai budak di Mesir dan tersia-siakan di padang gurun; Yakub menjalani
244
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kehidupan sebagai pelarian yang jauh dari rasa aman sejahtera, orang yang mengasihan karena h arus
ditipu oleh anak-anaknya sendiri.
Bagaimana dengan kehidupan orang Kristen di masa kini? Jemaat Kristen sendiri tidak lepas dari kesulitan.
Pasangan yang secara terang-terangan dikhianati dan dimusuhi, disaksikan oleh anak-anaknya yang masih
kecil, pastilah bukan hidup yang mudah untuk dijalani. Memiliki pasangan yang berkepribadian tidak
dewasa pasti merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Memiliki keluarga yang tidak harmonis
dan tidak sehati pasti merupakan beban tersendiri. Dan ada begitu banyak orang yang menjalani kehidupan
yang penuh kerikil tajam, selalu berkekurangan, diterpa berbagai penyakit dan kemalangan. Bagaimana
dengan mereka yang bertumbuh tanpa kasih sayang, mereka yang memiliki kepribadian yang rapuh dan
selalu merasa tidak aman dan tertekan. Siapa tahu berapa banyak orang yang kita temui di gereja, saat
menjawab salam kita dengan senyum yang manis sebenarnya menyimpan beban masalah yang begitu
menekan, seperti masalah fisik/penyakit, finansial, masa depan yang tidak jelas, baik yang menimpa dirinya,
anaknya, saudaranya, atau orangtuanya.
Jika orang-orang yang di dalam gereja saja memiliki banyak kesulitan dan beban yang berat, bagaimana
dengan anak-anak jalanan, para pengemis, pelacur, sampah masyarakat yang dilemparkan ke berbagai
lembaga masyarakat. Bagaimana dengan mereka yang tidak beruntung, dan yang menjadi korban
ketidakadilan? Dari mereka yang tinggal di lorong-lorong rumah reot sampai di perumahan mewah berapa
banyak orang yang benar-benar berbahagia?
Semua ini menimbulkan pergumulan eksistensial dalam diri saya. Saya tidak boleh karena telah memiliki
hidup yang bahagia di dalamTuhan, lalu menutup mata terhadap realita kesulitan yang menimpa demikian
banyak orang lain. Mereka pasti bergumul dan bertanya kepada Allah. Adakah makna bagi hidup mereka?
Sebagai hamba Tuhan apa jawaban yang dapat saya berikan kepada mereka? Apakah imanku kepada Allah
itu benar? Apakah Allah yang saya percaya juga dapat mereka percaya? Apakah Allah yang saya percaya
adalah Allah yang sanggup memberi jawaban bagi mereka. Jadi, permasalahan orang lain mau tidak mau
juga menjadi permasalahan saya.
Saya bersyukur telah diperlengkapi dengan wawasan Alkitab yang menolong saya tidak terjerumus ke
dalam jawaban yang salah, seperti sebagian orang yang tidak dapat mempercayai Allah karena melihat
penderitaan dalam dunia ini. Alkitab menjelaskan bahwa dunia yang kita hidupi sekarang ini adalah “dunia
puntung berasap dan reruntuhan”, dunia yang telah dirusak oleh dosa. Tetapi ada anugerah Allah yang
dapat mentransformasi hidup yang rusak ini menjadi bermakna dan bahagia. Dalam renungan ini saya akan
mensharingkan beberapa prinsip penting bagaimana kita dapat hidup dengan benar dalam dunia yang
penuh masalah ini, antara lain:
Pertama, mengakui realita bahwa kita hidup di dalam dunia yang telah dirusak oleh dosa. Ini bukan dunia
ideal seperti yang dirindukan setiap orang, ini adalah “dunia puntung berasap dan reruntuhan”, dunia yang
abnormal. Dengan tangisan dunia ini kita masuki dan dihantar oleh tangisan pula dunia ini akan kita
tinggalkan.
Semua orang tahu dalam dunia ini, kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan sempurna dan keadilan yang
penuh. Namun ketika menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan kita tidak dapat menerimanya dan
mulai menyalahkan Tuhan. Inilah kontradisinya: kita berharap bisa memiliki kehidupan yang ideal di dunia
yang tidak ideal; di satu pihak kita mengaku tidak bisa berharap banyak dalam dunia berdosa ini dan
245
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mengakui kesulitan merupakan bagian dari kehidupan di dunia ini, tetapi dalam prakteknya, kita tidak
berlaku konsisten, ketika susah kita menjadi seperti cacing kepanasan dan memberontak kepada Tuhan.
M. Scott Peck, memulai bukunya The Roadless Traveled dengan perkataan ini: “Hidup itu sulit.... Begitu kita
mengetahui bahwa hidup itu sulit setelah kita memahami dan menerimanya maka hidup menjadi tidak
sulit lagi.” Selama orang belum menerima fakta bahwa kesulitan merupakan bagian yang tidak terhindarkan
dalam hidupnya, ia tidak akan pernah siap menjalani kehidupan ini yang memang banyak kesulitan ini, dan
akan selalu menjadi orang yang rapuh dalam menjalani hidup ini.
C.S. Lewis mengajakan suatu sikap batin yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan ini. Ia mengatakan:
“Bayangkan sekumpulan orang yang tinggal di suatu bangunan yang sama. Sebagian memikirkan itu sebuah
hotel, sebagian yang lain memikirkannya sebagai penjara. Mereka yang berpikir itu sebagai hotel merasa
kondisi yang mereka terima itu sangat tidak patut, sedangkan mereka yang berpikir itu penjara adalah
mungkin akan menganggap keadaan mereka itu sudah cukup nyaman. Jadi apa yang tampaknya sebagai
doktrin yang buruk ternyata akhirnya memberi penghiburan dan kekuatan kepada anda. Orang yang
berusaha berpegang kepada pandangan dunia yang optimistik akan menjadi orang yang pesimis; sebaliknya
orang yang berpegang pada pandangan dunia yang keras justru akan menjadi optimis.”
Kedua, mengakui kebergantungan kita kepada anugerah Allah. Tiap kebaikan yang kita nikmati tidak boleh
dianggap memang harus demikian (take it for granted), sebenarnya kita tidak berhak menerima semua
kebaikan itu, setelah kita berdosa kepada Tuhan, hanya karena kemurahan Allah semata kita masih
diberikan anugerah kesehatan, kemampuan intelek, rezeki, keamanan, perlindungan keluarga. Semua ini
harus kita syukuri. Bahkan ketika mengalami banyak kesulitan, ada begitu banyak kebaikan Tuhan yang
diberikan untuk menopang hidup kita, sehingga selalu ada alasan bagi kita untuk bersyukur, masalahnya
ialah kita suka mengabaikan kebaikan Allah yang penuh kemurahan dan hanya memperhatikan semua
keinginan yang belum kita miliki.
Tuhan tidak pernah kurang baik kepada kita, bahkan setelah kita berdosa kepadaNya, hanya mata kita yang
kurang baik untuk melihat segala kebaikan-Nya yang melimpah dalam hidup kita. Jika kita telah belajar
untuk menghitung setiap berkat Tuhan dalam hidup kita, seperti dikatakan dalam lagu “Hitung Berkat
Tuhan”, niscaya kita akan takjub atas kemurahan Allah yang begitu mengasihi kita. Orang yang menutup
mata terhadap kebaikan Tuhan dan hanya sibuk memikirkan apa yang belum dia miliki, dengan penuh iri
hati kepada orang lain, dia adalah orang yang menjerumuskan dirinya ke dalam kesulitan yang ia ciptakan
bagi dirinya sendiri.
Dengan bersandar kepada anugerah Allah, kita bahkan bermegah dalam kesulitan, karena tahu Allah
bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Orang yang mengalami banyak
hambatan, seperti Fanny Crosby, Joni Erickson dapat mengaku Allah itu baik dan berbahagia, maka tidak
ada alasan bagi yang lain untuk tidak bersyukur dan bahagia.
Ketiga, mengarahkan hidup dan perjuangan kita kepada pengharapan sorgawi yang kekal. Karena dunia ini
adalah “reruntuhan” yang tidak tertolong lagi, sehingga Allah harus melakukan pembaharuan total dengan
menciptakan langit dan bumi yang baru, maka kita tidak akan menaruh harapan kita kepada dunia yang
fana, mengecewakan dan tidak berprospek ini.
Bahkan dari perspektif orang yang bahagia, dunia ini sangat mengecewakan. Mengapa? Kebahagiaan
menginginkan kekekalan, orang yang berbahagia ingin hidup selama-lamanya. Tetapi apa yang ia dapati
ialah perubahan dan kemerosotan. Hambatan, penuaan, penyakit, kematian datang tanpa dapat ia kontrol,
246
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akhirnya merusak dan merenggut kebahagiaannya. Orang yang menginginkan kebahagiaan sejati tidak akan
puas dengan dunia ini; orang yang terlalu berharap pada dunia akan berakhir di dalam kekecewaan.
Dalam 2 Kor 4:16-17 Paulus berkata, “Kami tidak tawar hati,... Sebab penderitaan ringan sekarang ini
mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada
penderitaan kami.” Pengharapan sorgawi yang mulia akan menjadikan segala kesulitan yang kita alami
terlihat ringan. Karena tahu bahwa penderitaan kita dapat mengerjakan dalam diri kita kemuliaan kekal,
maka kita akan termotivasi untuk menanggungnya dengan tabah. Orang Kristen yang menjadi hancur dan
putus asa karena kesulitan dunia ini, mungkin berharap terlalu banyak terhadap dunia ini dan kurang
mengharapkan sorga. Jika sorga adalah harapan yang mulia maka kita tidak akan mudah dikecewakan oleh
di dunia ini. Perspektif kekekalan seharusnya mendorong orang Kristen untuk mengejar perkara yang kekal,
yaitu mengutamakan kerajaan Allah dan kebenarannya di kenyamanan hidup kita (Mt 6:33).
Keempat, dalam realita kehidupan yang penuh masalah, Allah memanggil kita untuk menjadi saluran
berkat-Nya bagi mereka yang bersusah. Kepada setiap orang Tuhan memberikan karunia yang berbeda,
ada yang menerima lebih banyak, ada yang lebih sedikit. Perbedaan ini menjadikan kita tergantung satu
sama lain dan saling membutuhkan. Tujuan pemberian karunia adalah supaya kita saling melayani,
terutama dari yang lebih kepada yang kurang atau lemah. Tidak pernah karunia Allah dimaksudkan untuk
kita pakai secara egoistis, berdosa dan tidak berguna. Semua karunia ini harus kita pertanggungjawabkan.
Ketika orang dalam kesulitan, mereka berseru kepada Allah dan mengharapkan jawaban Tuhan. Sebagai
anggota tubuh Kristus, kitalah yang akan dipakai-Nya untuk menjawab mereka. Kita bersalah kepada Allah
jika mengabaikan tanggung jawab pelayanan kita, dan memakai karunia pemberian Allah hanya untuk
kepentingan sendiri secara jahat dan bukannya menjadi hamba setia yang melayani sesama yang susah (Luk
12:42-46). Dalam hidup yang penuh kesulitan ini, biarlah kita yang telah menerima anugerah Allah, juga
menjadi penyalur anugerah Allah kepada yang memerlukan. Demikianlah kita melawan akibat dosa dalam
kehidupan dunia ini, dan layak disebut sebagai anak-anak Allah.
Kiranya doa Fransiskus dari Asisi juga menjadi doa kita: Lord, make me an instrument of Thy peace/ where
there is hatred, let me sow love/ where there is injury, pardon/ where there is doubt, faith/ where there is
despair, hope/ where there is darkness, light/ and where there is sadness, joy/ O Divine Master/ grant that I
may not so much seek/ to be consoled as to console/ to be understood as to understand/ to be loved as to
love/ for it is in giving that we receive/ it is in pardoning that we are pardoned/ and it is in dying that we are
born to eternal life.
Amin!
247
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
R
Re
effo
orrm
ma
as
sii,, IIn
njjiill d
da
an
nT
Ta
au
urra
att
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
1
Galatia 3:1-14
Hai orang–orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah
Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu?
2
Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh
karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil?
3
Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang
mengakhirinya di dalam daging?
4
Sia–siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia–sia!
5
Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan
berlimpah–limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena
kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil?
6
Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran.
7
Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak–anak Abraham.
8
Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang–orang
bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham:
"Olehmu segala bangsa akan diberkati."
9
Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama–sama dengan
Abraham yang beriman itu.
10
Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk.
Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang
tertulis dalam kitab hukum Taurat."
11
Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum
Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman."
12
Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan
hidup karenanya.
13
Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena
kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!"
14
Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada
bangsa–bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.
I.
Setiap orang mendambakan keselamatan: hidup dalam kesejahteraan dan dijauhkan dari
kesengsaraan. Walaupun ini bukan tujuan hidup yang mulia dan yang tertinggi, bahkan agak egois,
tetapi ini dipakai oleh Tuhan untuk membawa orang untuk datang kepada Tuhan, karena hanya di
dalam Dialah orang mendapatkan kebahagiaan sejati. Dan setelah dididik dalam kebenaran ia baru
dapat memiliki motivasi yang seharusnya: memuliakan Tuhan di atas segala-galanya.
248
Ringkasan Khotbah – Jilid 2

1.
Dia mencarinya di tempat yang salah. Salah memilih bengkel mobil bukan saja mengakibatkan
pemborosan uang yang banyak, tetapi juga membuat mobil menjadi tambah rusak; mencari dokter yang
salah, bukannya tambah sembuh tetapi penyakitnya tambah parah, selain harus membayar biaya yang
besar. Jika percaya kepada Allah yang salah, walaupun yang kita inginkan adalah keselamatan, tetapi yang
akan kita dapatkan justru adalah kebinasaan.
2.
Dia tidak bersungguh hati untuk mendapatkannya. Semua orang ingin sehat dan tidak mau sakit,
tetapi betapa banyak orang yang justru mengabaikan kesehatannya. Kebanyakan orang baru sungguhsungguh memperhatikan kesehatannya ketika penyakit mulai mengganggu atau membahayakan hidupnya.
Orang seperti baru sadar betapa berharganya kesehatan dan mau membayar harga yang mahal untuk
menjadi sehat, hanya setelah tahu apa itu sakit dengan akibatnya yang sangat menyengsarakan.
Ada begitu banyak orang yang menganggap enteng keselamatanya, dan memperlakukannya sebagai hal
yang boleh ada dan boleh tidak ada. Buktinya mereka begitu mudah untuk meninggalkan Tuhan ketika
mendapatkan tawaran lain. Yesus menuntut setiap orang yang mengikuti Dia harus menyangkal diri dan
memikul salib (Mat 16:24), dan ini adalah hal yang sulit; lalu bagaimana orang mau membayar harga untuk
mengikut Yesus jika mereka belum menyadari bahwa dirinya berada dalam kebinasaan dan anugerah
keselamatan Yesus adalah satu-satunya sumber sejahteranya. Hanya ketika orang yang sadar akan
keadaannya yang celaka dan merasakan kengerian akan kebinasaan, dia akan mencari keselamatan dengan
sungguh-sungguh; dan ketika orang mencari keselamatan dengan serius saja yang akan menerimanya
dengan penghargaan dan kesiapan membayar harga. Hanya orang sakit yang menghargai dan mau
menerima perawatan dokter, itulah sebabnya Yesus berkata bahwa Dia datang untuk mencari orang yang
sakit supaya disembuhkan; berdosa supaya diselamatkan.
Tidak ada orang yang begitu bersungguh-sungguh mencari keselamatan seperti Martin Luther. Di bawah
ancaman sambaran petir ia berjanji untuk masuk biara, dan sejak itu ia berusaha sekuat tenaga untuk
memupuk kesalehan supaya dapat berkenan kepada Allah. Kesadaran akan dosa dan keadaannya yang
celaka telah mendorong dia untuk sungguh-sungguh mendapatkan keselamatan. Tetapi semua usaha
kesalehannya itu tidak menolong dia. Baru dalam keadaan yang frustasi itulah ia menemukan Injil anugerah
Yesus Kristus, bahwa dia dapat diselamatkan karena jasa penebusan Kristus yang sempurna. Dengan
menemukan kembali Injil anugerah ini pintu sorga telah terbuka baginya. Hidupnya mendapatkan arah dan
semangat yang baru, penuh iman dan pengharapan. Karena itulah Injil anugerah ini begitu berharga maka
dia rela menghadapi segala ancaman dan kesulitan dari gereja Katolik Roma.
Ketika berada di dalam biara Martin Luther dengan sungguh-sungguh melakukan semua tuntutan
yang diajarkan sebagai jalan untuk mendapatkan keselamatan. Ia banyak membaca Alkitab, berdoa,
berpuasa, menyiksa diri, mengumpulkan barang peninggalan orang suci dan berziarah, untuk mendapatkan
keselamatan dan kedamaian, tetapi semua itu sia-sia. Ketika ia berusaha mengasihi Allah, sebagai
ketaatannya kepada perintah Allah, tetapi ia menyadari betapa kasihnya itu egois dan cacat, karena itu ia
sadar bahwa tidak ada sesuatu yang dapat ia lakukan yang melayak dia untuk diterima oleh Allah. Keadaan
ini membuatnya sangat putus asa.
II.
Kesulitan rohani yang dialami oleh Martin Luther ini terjadi karena pada waktu itu gereja telah
mengabaikan Injil anugerah, dan telah menjadikan kekristenan hanya suatu bentuk agama Taurat. Orangorang beranggapan bahwa dengan melakukan peraturan Gereja, mengejar kekudusan dan berbuat baik
249
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
orang akan diselamatkan. Itulah prinsip Taurat: Lakukanlah, maka kamu akan hidup (Gal. 3:12). Semua
agama manusia pada dasarnya dilandasi oleh prinsip Taurat ini. Dengan standar buatan sendiri yang rendah
sebagian orang merasa telah memenuhi tuntutan untuk dapat diselamatkan. Dalam terang hukum Taurat
yang sempurna, kita menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang sanggup melakukan perintah Allah,
karena itu semua orang berusaha dibenarkan dengan melakukan Taurat pasti berada di bawah kutuk (3:10).
Berada di jalan buntu inilah Martin Luther belajar mengenai kegagalan dari keagamaan yang bersandar
pada usaha kesalehan manusia, dan ini merupakan langkah penting untuk mengerti Injil anugerah. Inilah
fungsi pertama dari Taurat yaitu menghancurkan kecongkakan hati manusia yang merasa dirinya cukup
hebat dan mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Hanya setelah orang menjadi rendah hati dan
menyadari keadaannya yang hancur, nestapa, miskin, buta, dan sangat najis di hadapan Allah, ia mulai
menghargai dan menerima Injil Yesus Kristus dengan rasa syukur. Itulah sebabnya Tuhan berkata,
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”
(Mat 5:3).
Melalui studi Alkitabnya Martin Luther dibukakan bahwa keselamatan bukanlah hasil usaha manusia yang
rapuh, tetapi karunia pembenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dan yang diterima dengan iman. Kini
dia telah mendapatkan kelegaan dan kebahagiaan. Bagi Luther Injil Yesus Kristus adalah harta yang paling
berharga. Hanya melalui Taurat Tuhan yang sempurna orang sadar akan kebutuhan akan Injil anugerah.
Itulah sebabnya kita meragukan orang dapat mengerti Injil dengan benar tanpa Taurat.
Kita yang telah diselamatkan tanpa hukum taurat, tetapi berdasarkan iman tidak dimaksudkan
menjadi pelanggar hukum Taurat, tetapi supaya menjadi pelaku kebenaran Allah. Taurat tidak dibatalkan,
tetapi justru harus dilakukan secara lebih penuh dan murni di dalam semangat dan terang Perjanjian Baru.
Dan ini dimungkinkan karena adanya hidup baru yang dihasilkan oleh Injil.
III.
Dalam Galatia 3:1-5 Paulus mengkontraskan dua macam kehidupan: mereka yang percaya kepada
pemberitaan Injil dan yang bersandar kepada hukum Taurat. Mereka percaya kepada Injil menerima
karunia Roh yang berlimpah-limpah dan mujizat; dan ini tidak diperoleh oleh mereka yang hidup
berdasarkan pada Taurat. Melalui ini, Paulus mau menegaskan bahwa iman dalam Injil Yesus Kristus
menghasilkan suatu pengalaman rohani yang tidak akan kita peroleh dari Taurat.
Melalui percaya kepada Injil, Allah mengaruniakan Roh Kudus ke dalam hati kita; Roh Kudus mengerjakan
kelahiran baru dalam diri kita, menjadikan kita manusia baru, memberi hati yang baru, nilai dan selera yang
baru, dan kekuatan rohani untuk melakukan kehendak Allah. Walaupun kita masih manusia yang memiliki
yang banyak kelemahan, tetapi kuasa-Nya yang bekerja dalam diri kita mengerjakan pembaharuan yang
menjadikan kita menjadi manusia rohani.
Hal ini berbeda dengan agama Taurat yang bersifat lahiriah kedagingan. Karena tidak ada pembaharuan
dari Roh Allah, maka orang melakukan perintah Allah karena kewajiban agama, bukan karena dorongan
kasih karena telah diubah dari dalam diri mereka. Inilah fungsi kedua dari Taurat yaitu mengekang orang
fasik yang tak peduli akan keadilan dan kebenaran sehingga menahan diri dari melakukan kejahatan karena
takut pada ancaman hukuman. Anugerah umum ini diperlukan untuk dimungkinkannya masyarakat umum.
Jika keagamaan kita hanyalah dorongan kewajiban karena takut pada hukuman Allah, maka walaupun
tubuh jasmani kita masih di rumah Tuhan, sebenarnya kita adalah orang-orang yang masih terhilang seperti
si sulung (perumpamaan anak terhilang). Akibatnya kita tidak pernah merasakan kebahagiaan di dalam
mengasihi Tuhan dan menaati Dia. Orang yang telah diubahkan oleh Tuhan akan merasakan sukacita dan
250
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
berkat di dalam melakukan kehendak Tuhan, semua pelayanannya tidak akan dirasakan sebagai
pengorbanan tetapi sebagai ungkapan kasih dalam hubungan kasih yang indah dengan Allah.
Kita belum sempurna, tetapi berdasarkan iman dalam Yesus Kristus kita akan terus bertumbuh dalam
anugerah-Nya. Melalui mempelajari hukum Taurat, kita belajar mengenal kehendak Allah dan didorong
untuk melakukan perintah-Nya. Inilah yang oleh John Calvin dijelaskan sebagai fungsi ketiga dari Taurat
yaitu menuntun dan mengarahkan orang percaya untuk hidup kudus. Taurat sangat berguna bagi kita,
supaya kita mengenal kehendak-Nya dan didorong untuk melakukannya.
Mengenai hubungan Injil dan Taurat kita harus memelihara keseimbangan antara keduanya, dan
menghindari dua ekstrim ini:
1.
antinomian, yaitu hidup yang mengabaikan ketaatan kepada perintah Allah. Orang percaya yang
telah dimerdekakan dalam Kristus dimaksudkan untuk menjadi pelaku kehendak Allah yang dinyatakan di
dalam seluruh Alkitab.
2.
Moralis/Legalis, dengan pengertian akan Injil yang kaku dan salah, orang menerapkan secara paksa
dan akhirnya menjadi beban berat yang tidak membangun kesalehan sejati, kecuali keagamaan yang kecut
dan menjadi musuh Allah dan sesama.
Orang Kristen perlu memiliki keseimbangan Injil anugerah dan Taurat yang kudus, sehingga dengan
pengertian yang benar akan maksud Tuhan, kita dengan kuasa Roh Kudus yang bekerja di dalam kita, kita
memakai kemerdekaan kita untuk melakukan berbagai kebajikan dan memuliakan Allah. Inilah hidup
Kristen yang indah. Gereja-Nya diharapkan dapat mewujudkannya dengan pertolongan-Nya.
Amin!
251
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
R
Re
effo
orrm
me
ed
dT
Th
he
eo
ollo
og
gyy,, k
ku
ua
assa
a
p
pe
em
mb
be
erriitta
aa
an
n IIn
njjiill
Oleh: Pdt. Nico Ong
Nats:
Yoh. 16:33/ Yoh. 14:27/ Yes. 53:3-6
Orang Kristen seharusnya sadar, dirinya dicipta segambar dan serupa Allah tapi hidup dalam ruang dan
Yohanes 16
33
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku.
Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah
mengalahkan dunia."
Yohanes 14
27
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera–Ku Kuberikan kepadamu, dan apa
yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan
gentar hatimu.
Yesaya 53
3
Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa
menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia
dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.
4
Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang
dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah.
5
Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena
kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan
kepadanya, dan oleh bilur–bilurnya kita menjadi sembuh.
6
Kita sekalian sesat seperti domba, masing–masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi
TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.
waktu terbatas. Dunia selalu berubah. Tapi di tengah banyak masalah serta peristiwa ada dua eksistensi
yang takkan berubah yaitu dosa dan penderitaan. Ketika manusia lahir, dalam dirinya sudah ada benih
dosa.
Dalam iman Kristiani sejati Tuhan menggunakan Taurat untuk membuktikan semua orang berdosa. Di Roma
7:18 Paulus berkata, “… di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik.”
Tuhan memberi hati nurani untuk menuntut tiap pribadi ketika berbuat dosa. Manusia penuh kekurangan
dan kecacatan. Tak ada yang sempurna atau lebih baik. Maka sebelum menuntut orang lain, ingat
keberadaan diri sendiri. Sesungguhnya semua orang membutuhkan ketergantungan pada pertolongan-Nya.
252
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tuhan juga memperlihatkan kuasa dosa yang mengikat manusia dan sangat berbahaya. Pendosa mengira
dirinya bebas menikmati hidup sesuka hati hingga sulit ditegur dan diberi nasihat. Sebenarnya ia telah
menjual kebebasannya dalam belenggu dosa. Ia harus merenungkan kembali arti kebebasan dalam
kebenaran Firman.
Dengan Theologi Reformed yang benar, orang Kristen seharusnya berani dan mampu mengkritik filsafat
Cina lalu membawa mereka kepada Firman. Inilah tantangan bagi semua anak Tuhan.
Tuhan menunjukkan upah dosa ialah maut yang menakutkan. Inilah eksistensi dosa yang pasti tak
terhindarkan. Selain itu, tak ada yang mau menderita. Tapi meskipun perkembangan teknologi dan kebudayaan makin pesat, bukan berarti penderitaan berkurang. Orang yang pernah memperkosa, mencuri,
membunuh dll malah jadi lebih buas.
Jihad yang benar ialah peperangan rohani, bukan secara kedagingan. Kalau konsep positif tersebut
diekstrimkan, akan jadi manusia jijik dan jahat. Maka jangan bangga melakukannya.
Di jaman modern maupun postmodern, penderitaan tak lebih ringan. Semua orang tak pernah puas akan
kebutuhan jasmani dan rohani. Mereka terus mendambakan konsep kebenaran tapi tak mampu
menemukannya. Ada empat tipe orang:
1.
Orang yang penuh hikmat bijaksana berjalan melebihi waktu. Ia selalu siap dan waspada bukan
karena kemampuannya melainkan kekuatan Firman. Maka ia berani mempertanggungjawabkan di hadapan
Tuhan dan sesama.
2.
Orang yang biasa saja. Ia hidup dengan waktu dan berjalan sesuai perubahan jaman.
3.
Orang bodoh berjalan di belakang waktu.
4
Orang yang paling bodoh tak tahu waktu.
Anak kecil berpikir, waktu sangat panjang. Tapi orang tua sadar, waktunya sudah di ambang pintu
kematian. Sesungguhnya realita hidup manusia sangat pendek dan sia-sia kecuali punya pengetahuan
pengenalan akan Allah yang telah memberi tujuan sejati. Meskipun hidup terlalu singkat, Tuhan takkan
menghapus penderitaan (Yoh 16:33).
Ketika memanggil 12 rasul-Nya, Tuhan tak menjanjikan kemakmuran, kesuksesan dan kebahagiaan. Di Mat
16:24 Ia berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan
mengikut Aku.” Di Mat 10:16 Ia juga berkata, “…, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah
serigala, …”
Pengakuan iman Westminster bagian satu dimulai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu untuk
memuliakan Tuhan. Tapi orang Cina di Taiwan berkonsep, yang penting adalah tidur sepuasnya seperti bayi,
perut dikenyangkan dengan makanan enak dan tiap hari tak dikacaukan oleh masalah. Konsep semacam itu
salah. Ironisnya, banyak orang Kristen mengambil filsafat lain lalu dimasukkan ke dalam Gereja.
Manusia pasti punya cita-cita. Bahkan ketika sedang makan, ia terus memikirkannya. Tapi ia harus selalu
waspada dengan mulutnya karena tanpa pengertian, akan menyedihkan hati Tuhan yang suci dan kudus.
Bukan mendatangkan berkat melainkan murka-Nya. Maka ketika berdoa atau bernyanyi, hendaknya ia
mengoreksi motivasi diri.
Ada penderitaan bernilai dan tidak. Ada pula penderitaan sebagai akibat dosa atau perang. Dalam sejarah
Cina, untuk mempertahankan komunisme mengakibatkan 50 juta orang mati dibantai. Tapi meskipun
253
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
komunisme telah beredar, moral dan etika orang Cina masih harus diperbaiki. Ini membuktikan paham
tersebut gagal mendidik. Ada juga perang karena mempertahankan kedudukan atau gila hormat. Selain itu,
ada penderitaan karena kematian, bencana alam atau dikucilkan dari keluarga dan masyarakat. Orang yang
tak mencapai keinginannya juga mengalami penderitaan.
Theologi Reformed mengajarkan orang Kristen tak jadi pengecut yang melarikan diri. Theologi tersebut
justru mempersiapkan serta memberi iman yang besar dan agung pada semua orang percaya.
Dalam penderitaan, orang Kristen juga jangan terjebak dengan konsep postmodernism yang mengatakan,
“Buatlah penderitaan tertidur.” Kalau demikian, ia mungkin akan merasa tak perlu lagi peka terhadap
penderitaan orang lain. Penderitaan yang Tuhan ijinkan terjadi punya makna antara lain:
Pertama, agar misi kehidupan berGereja tetap makin berkembang sebagai tanda deeper faith and
holiness. Orang Islam pernah memperlakukan secara tak adil, merusak dan membakar Gereja serta
menganiaya hingga membunuh jemaat Tuhan. Tapi tak berarti mereka menang.
Bertobat yaitu meninggalkan dosa. Beriman ialah berpalingnya seseorang kepada Kristus lalu hidup dalam
Dia dan Tuhan hidup dalam dirinya. Maka ia takkan mempermainkan keberadaan-Nya.
Kedua, menambah pengalaman. Maka pikiran orang Kristen jadi tak sempit. Dietrich Bonhoeffer dalam
perjuangannya, pada bulan April 1945 dihukum mati di kamp konsentrasi. Di penjara ia menulis surat,
“Penderitaan adalah lencana kemuridan yang sejati. Mengikut Kristus berarti harus menderita.”
Banyak Gereja mengadakan misi penginjilan tapi tak merasa terjebak dalam metode untuk menambah
kuantitas tanpa meningkatkan qualitative difference. Maka kehidupan rohani mereka tak bertumbuh
dengan baik.
Ketika bicara mengenai persekutuan Gerejawi, Martin Luther berkata, “… yang disiksa dan mati martir oleh
Injil.” Ia juga berkata, “Pemuridan berarti kesetiaan kepada Kristus yang menderita.” Selain itu, katanya,
“Penderitaan adalah sukacita dan pertanda suatu anugerah di dalam kehidupan.”
Ketiga, Tuhan memakai penderitaan para hamba-Nya atau mereka yang beriman kepada-Nya untuk
membangunkan orang di sekitarnya yang sudah tertidur dari keacuhan mereka. Sehingga mereka kembali
bersemangat melayani secara bertanggung jawab di hadapan-Nya dan menjunjung tinggi kebenaran
Firman.
Keempat, orang Kristen harus sabar menanggung penderitaan, bukan bersungut-sungut melainkan
dengan sukacita. Ada pahlawan di Kenya Selatan bernama Joseph. Ketika berjalan di daerah kotor dan
panas, ia berjumpa misionaris yang mengabarkan Injil. Saat itu juga Tuhan mengetuk hatinya. Terjadilah
konversi dalam panggilan. Artinya, pertobatan dan regenerasi/kelahiran baru. Lalu ia kembali ke desanya
untuk memberitakan Injil. Banyak orang jengkel hingga berencana menangkapnya dengan cara menarik
rambutnya. Di tengah kerumunan massa, seorang perempuan maju di depannya dan bertanya. Ketika ia
berespon, perempuan tersebut langsung memukulnya. Tindakan ini termasuk penjarahan dan
pengeroyokan. Mereka bersifat pengecut. Mereka menghajarnya hingga memar, sakit dan terluka.
Kepalanya berlumuran darah. Lalu ia diseret keluar dan dilempar ke semak belukar di padang pasir. Setelah
agak sembuh, ia tak takut atau jera. Ia kembali ke dusun tersebut. Peristiwa yang serupa terulang lagi. Ia
berpendapat, “Kalau engkau dapat hidup sampai detik hari ini, itu adalah mujizat.” Kali ini ia diseret dari
luar ke dalam lalu dipukuli hingga matanya bengkak. Sejenak ia menoleh ke kanan dan melihat seorang
perempuan jatuh tersungkur, berlutut sambil menangis. Ia ingat perempuan itulah yang pertama kali
254
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
memukulinya. Tapi ia tetap tersenyum. Setelah itu ia tak sadar selama beberapa hari. Ketika bangun, ia
kaget karena berada di rumahnya. Ternyata perempuan itulah yang mengangkat, membasuh dan
mengobati lukanya. Perempuan tersebut mengakui dosanya. Sejak itu ia memenangkan jiwa perempuan itu
yang sama berharga di hadapan-Nya.
Dalam Theology of Suffering musuh utama sesungguhnya bukan orang lain melainkan diri sendiri. Menurut
Martin H., seharusnya manusia mampu mengontrol pribadinya. Bukan sebaliknya. Contoh, hati nurani
berkata, “Tak ada gunanya mengampuni. Engkau sudah disakiti, dipermalukan dan dikhianati. Balas saja
kejahatan dengan kejahatan. Tak usah kasih-mengasihi. Hancurkan dia.” Sifat pribadi yang di dalam
berusaha mengontrol diri. Menurut Plato, orang pintar ialah yang rasionya mengontrol perasaan lalu
perasaan mengontrol kemauan dan kebebasannya. Tapi Theologi Reformed mengajarkan dengan
kebenaran Firman mengontrol rasio lalu rasio mengontrol perasaan dan perasaan mengontrol kemauan.
Itulah yang berkenan kepada-Nya.
Kelima, penderitaan menjalankan perintah penginjilan dengan mendisiplinkan diri. Rela menderita akan
menimbulkan sukacita. Allah pasti mencukupi kebutuhan tiap anak-Nya. Sedangkan orang Kristen harus
selalu mencukupkan diri. Dan panggilan hamba Tuhan bukan karena gaji atau fasilitas.
Keenam, supremasi Kristus harus terlihat dalam penderitaan. Kalau orang Kristen menderita karena
ambisi pribadi atau kemauan sendiri, ia tak layak. Penderitaan sebenarnya mendidik agar ia belajar
bersandar kepada-Nya dengan iman yang benar. Tapi iman tanpa perbuatan tak ada artinya. Maka
diharapkan selain sebagai pendengar, ia juga melaksanakan perintah dan amanat agung-Nya yaitu terus
mengabarkan Injil.
Di Yes 53:7 tercatat, “… seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di
depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” Ia hanya dapat memberi
tanpa membantah. Ia juga taat sampai mati.
Amin!
255
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
A
Ag
ga
am
ma
a sse
ejja
attii a
ad
da
alla
ah
hk
ka
arryya
a
A
Alllla
ah
hT
Trriittu
un
ng
gg
ga
all
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
Roma. 7:13-26/ Roma. 8:1-11
Roma 7
13
Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali–kali tidak! Tetapi
supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk
mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi
keadaannya sebagai dosa.
14
Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di
bawah kuasa dosa.
15
Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang
aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat.
16
Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat
itu baik.
17
Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku.
18
Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada
sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat
apa yang baik.
19
Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa
yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat.
20
Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang
memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku.
21
Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang
jahat itu ada padaku.
22
Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah,
23
tetapi di dalam anggota–anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan
hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam
anggota–anggota tubuhku.
24
Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?
25
Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (7–26) Jadi dengan akal budiku aku
melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.
Roma 8
1
Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus
Yesus.
256
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Roma 8
2
Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan
hukum maut.
3
Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging,
telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak–Nya sendiri dalam daging, yang
serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman
atas dosa di dalam daging,
4
supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging,
5
Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal–hal yang dari daging; mereka
tetapi menurut Roh.
yang hidup menurut Roh, memikirkan hal–hal yang dari Roh.
6
Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai
sejahtera.
7
Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada
hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya.
8
Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.
9
Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam
di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.
10
Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh
adalah kehidupan oleh karena kebenaran.
11
Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam
kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan
menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh–Nya, yang diam di dalam kamu.
Mengamati fenomena agama akhir-akhir ini, membuat saya bertanya-tanya, Apakah Kekristenan hanya
salah satu dari agama besar di dunia ini? Apakah keunikannya yang dapat menjadi harapan bagi umat
manusia?
Setiap agama dalam bentuknya yang tidak ekstrim, yang mengajarkan moralitas dan kesalehan batin akan
menimbulkan penghormatan dalam diri kita, apalagi ketika diajarkan oleh orang yang berwawasan luas dan
berhati lapang. Ajaran dan himbauan moral yang diberikannya akan menimbulkan simpatik kita. Tetapi
apakah ini cukup? Injil mengingatkan saya untuk berhati-hati terhadap agama natural (natural religion), karena
agama yang didasarkan pada kekuatan manusia sendiri ini hanya indah di dalam ide, tetapi tidak pernah
dapat memberikan kebebasan sejati bagi manusia. Orang yang tidak pengalaman akan terjebak dalam
keindahan palsu ini.
Beberapa ratus tahun yang lalu, orang-orang seperti Thomas Jefferson dan Benjamin Franklin telah
membuat orang-orang terkesan dengan ide-ide humanis mereka mengenai agama dan moralitas. Mereka
adalah “Kristen” Deisme, yang tidak lagi percaya pada pewahyuan Alkitab, dosa, dan penebusan Kristus.
Agama natural seperti inilah yang membuka pintu bagi masuknya humanis ateis yang membawa Amerika
Serikat kepada sekularisme dan degradasi moral. Meminjam kategori Francis Schaeffer, “alam telah
menelan anugerah.”
Inilah agama natural yang ditolak habis-habisan oleh Martin Luther (mengikuti rasul Paulus yang memperjuangnya
dalam surat Galatia). Luther melihat dengan jelas kegagalan agama natural untuk membawa manusia
mengenal Allah dan diperkenan oleh Allah, dan inilah yang ia alami. Agama natural yang penuh dengan
257
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
idealisme manusia ini hanya ide-ide kosong yang tidak menolong manusia untuk mengenal sejati dalam
cara yang menyelamatkan, dan akan membiarkan manusia tetap dalam keburukan dosanya, bahkan
menjadi tambah buruk.
Agama yang selama ini dilihat hanya sisi positifnya ternyata juga membawa permasalahan yang serius,
seperti kekerasan dan berbagai kejahatan yang serius. Dalam banyak peristiwa, agamalah yang menjadi
sumber pertikaian yang berkelanjutan di banyak tempat, seperti yang terjadi di Irlandia, di India, dan
Indonesia (di Aceh, di Ambon), bahkan sekarang ia dikaitkan dengan terorisme. Itulah sebabnya sebagian orang
sudah muak terhadap segala sesuatu yang berbau agama. Karena itu, walaupun kita tidak setuju dengan isi
lagu Imaginenya John Lennon, tetapi kita patut ikut merasa prihatin bersamanya. Ada apa dengan agama?
Agama yang mestinya mendatangkan sejahtera bagi manusia, mengapa justru menjadi sumber masalah.
Jika demikian, mampukah agama memberikan kemerdekaan sejati dari dosa dan kejahatan yang dihadapi
manusia. Dalam perspektif Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, tidak ada pun satu agama yang dapat
menyelamatkan manusia dari masalah dosanya ini.
Allah telah memberikan Taurat kepada orang Yahudi, tetapi itu justru mendatangkan kematian? Karena itu,
timbullah pertanyaan, “Apakah Taurat itu dosa?” (Roma 7:7). Tidak! Taurat itu kudus, benar, dan baik (ayat
12). Bukan Taurat, tapi dosa dalam diri manusia itulah yang mematikan manusia. Taurat hanya menyatakan
kondisi manusia yang sebenarnya berdosa. Ketika orang meracuni diri dengan obat bius dan sekarat. Lalu
ternyata dibawa ke rumah sakit dan tak tertolong lagi, apakah benar jika kita mengatakan ia mati karena
kesalahan dokter yang gagal menolongnya, atau bahwa ia mati karena kesalahannya memakai obat bius
sehingga menghancurkan dirinya sendiri.
Dosa telah merusak seluruh keberadaan manusia, termasuk menyebabkan dia mengalami kekacauan
kehendak. Paulus berkata: Aku setuju Taurat itu benar dan baik, dan bahwa aku harus hidup sesuai dengan
kebenaran Taurat. Tetapi yang aku lakukan justru yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat. Ternyata
dalam diriku ada dosa yang membuat aku tidak dapat melakukan apa yang benar (ayat 15-17). Dalam ayat
19-23 hal ini diulangi kembali: Aku menginginkan yang baik, tetapi yang jahat yang aku lakukan (ayat 19), ini
diakibatkan oleh dosa yang bekerja dalam anggota tubuhku (ayat 20). Dalam batinku, aku suka akan hukum
Allah, tetapi dalam anggota tubuhku ada hukum dosa yang membuat aku menjadi tawanannya, itulah
sebabnya, anggota tubuhku tunduk pada kuasa dosa untu melakukan kehendaknya yang jahat (ayat 22-23).
Jika demikian, apakah aku robot yang tidak memiliki kehendak? Tidak! Ia jelas aku memiliki kehendak (ayat
18b). Aku bahkan menghendaki yang baik, tetapi masalahnya ialah apa yang kulakukan justru yang jahat,
karena hukum dosa yang bekerja di dalamku. Tetapi karena itu adalah bagian dari aku, dan aku sendiri
dengan kesadaran penuh yang melakukan dosa itu; maka walaupun sepertinya aku menghendaki yang baik,
sebenarnya ketika menghendaki, itu bukanlah hal berbuat apa yang baik (7:18b).
Semua ini merupakan gambaran dari perbudakan dan kekacauan kehendak manusia; manusia bahkan
sudah kabur antara menghendaki yang baik dan yang jahat. Tetapi faktanya jelas. Kita selalu berbuat dosa!
Sehingga kita yang katanya menghendaki yang baik (itu hanya wishful thinking yang belum dangkal dan menipu),
sebenarnya di dalam batin kita yang terdalam menginginkan bukan hal berbuat apa yang baik (7:18b). Dan
itulah yang kemudian kita nyatakan dalam perbuatan. Paulus yang menyadari realita ironis ini harus
mengaku bahwa di dalam dirinya sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik (7:18a). Karena dia sama
sekali bersifat daging dan terjual di bawah kuasa dosa (7:14). Seorang tokoh rohani mengatakan bahwa
setelah belasan tahun ia baru sadar, bahwa ketika dulu ia berdoa minta Tuhan melepaskan dirinya dari
258
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dosa tertentu, baru belasan tahun kemudian ia menyadari di lubuk hatinya yang terdalam ia berkata tetapi
jangan sekarang. Hati manusia berdosa memang licik dan sering menipu.
Walaupun banyak orang tidak menyukai ajaran mengenai dosa seperti ini yang merupakan ciri khas gereja
Injili yang Reformed, tetapi inilah keadaan manusia yang sebenarnya. Dunia akan terus dipenuhi dengan
dosa dan kejahatan. Agama coba memberikan harapan penyembuhan, tetapi kerusakan dosa terlalu parah
untuk dapat ditangani oleh agama, sehingga Allah Tritunggal harus turun tangan menolong kita.
Seorang misionari yang pernah melayani di Tiongkok membuat ilustrasi ini untuk menjelaskan perbedaan
Kekristenan dengan semua agama lain. Ada orang terjatuh ke dalam perangkap yang dalam ketika berjalan
di hutan. Dalam keadaan terluka dan ketakutan ia berseru minta tolong. Seorang yang lewat di situ dengan
simpati memberi pengajaran kepadanya, lalu melanjutkannya perjalanannya meninggalkan orang itu tetap
di lubang itu. Demikianlah ini terjadi berulang kali. Semua petunjuk itu baik, tetapi tidak menolong dia pada
saat itu. Ia membutuhkan lebih dari ajaran. Lalu datanglah seorang ke situ, mengetahui keadaan orang itu,
ia dengan menggunakan tambang turun ke bawah untuk mengangkat orang yang jatuh itu naik ke atas,
mengobati lukanya, memberi petunjuk hidup kepadanya. Inilah yang dilakukan Kristus bagi kita, Ia tidak
sekedar memberikan ajaran, tapi turun ke bawah untuk membawa kita ke atas.
Dalam Roma 1:16-17 Paulus menyatakan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Kalimat ini
terdengar begitu sederhana, tetapi hanya setelah menyadari kehancuran kita oleh ikatan dosa dan
kegagalan keagamaan kita, kita baru mulai menyadari bahwa Injil bukan sekadar ajaran kosong melainkan
kuasa ilahi yang sanggup untuk menghidupkan kita dari kematian rohani dan menghasilkan kerohanian
sejati yang berkemenangan kepada kita. Kekristenan adalah unik, karena Allah Tritunggal sendiri yang turun
tangan menyelamatkan kita. Bapa mengutus Anak-Nya untuk memenuhi tuntutan Taurat, supaya kita
terlepas dari penghukuman karena gagal untuk memenuhi tuntutan kesucian Allah, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Taurat. Ia mengirim Roh Kudus-Nya ke dalam hati kita supaya melalui pimpinan Roh kita
dimampukan untuk hidup dalam kebenaran dan tidak hidup menurut daging (Roma 8:3-4; 1 Ptr 1:2).
Ada banyak alasan yang meyakinkan kita bahwa pergumulan yang diceritakan Paulus dalam Roma 7 adalah
pengalamannya sesudah menjadi Kristen. Dan ini sesuai dengan pengalaman kita, bahkan setelah menjadi
Kristen, kita masih bisa hidup secara duniawi. Antara hamba Tuhan, majelis dan jemaat yang sama-sama
mengasihi-Nya bisa terjadi perselisihan yang runcing, ini bukti unsur manusiawi atau sifat dosa kita masih
kuat. Dalam diri kita masih ada banyak kedagingan. Bahkan dalam diri hamba Tuhan yang sangat hebat dan
dikagumi, setelah kenal dekat, akan dapat kita lihat sifat manusiawinya yang masih kental. Dalam bukunya,
Philip Yancey menunjukkan ada banyak kemunafikan dan kekerasan dalam kehidupan gereja dan orangorang Kristen. Lalu apa bedanya hidup Kristen dengan non-Kristen?
Di satu pihak, kita harus mengakui kenyataan bahwa kita masih harus terus bergumul melawan kedagingan
kita selama hidup di dunia ini sampai pada saat kita disempurnakan ketika Kristus datang kembali. Selama
masih tinggal dalam tubuh dosa ini, kita masih sering jatuh bangun dan melakukan banyak kesalahan.
Tetapi Allah menyediakan pertolongan bagi kita untuk hidup berkemenangan, yaitu hidup dipimpin oleh
Roh Kudus. Hidup menurut Roh ini akan menghasilkan buah-buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, dll.
Dan ini bukan hasil usaha kita dari suatu keagamaan natural. Bagaimana ini dapat terwujud dalam hidup
kita? Kita akan memperhatikan beberapa prinsip ini:
1.
Pengalaman diremukkan oleh Tuhan. Orang yang belum diremukkan tidak mungkin dapat belajar
untuk bersandar pada anugerah Allah. Inilah keuntungan orang berdosa yang dilihat oleh Yesus. Ia tidak
259
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
memuji keberdosaan mereka, tetapi melihat kesadaran akan dosa mereka yang tidak dapat lagi
disembunyikan itulah keuntungan yang tidak dimiliki para rohaniwan yang terhormat yang selalu tergoda
untuk berlagak sok suci. Orang yang merasa kuat tidak akan meminta pertolongan Tuhan. Hanya orang
yang sadar dirinya berdosa, gagal, dan binasa rela untuk dibentuk oleh Tuhan walaupun itu sangat
menyakitkan, sebab egonya telah dihancurkan. Hanya orang menyadari ketidakmampuan dirinya saja yang
akan bersandar kepada Allah untuk dapat menjalani hidup dengan benar.
2.
Menyatu dengan Kristus di dalam kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Manusia dikuasai oleh
dosa dan tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari kuasa dosa yang mengikat dirinya. Kita tidak dapat
berbuat apa-apa untuk mengatasi dosa. Hanya dengan mati terhadap dosa dalam kesatuan dalam Kristus,
kita terbebas dari kuasa dosa dan beroleh hidup kebangkitan Kristus. Ketika orang berusaha untuk hidup
benar dengan kekuatannya sendiri, dalam kedagingannya ia justru akan melakukan yang jahat. Bagi Paulus,
dengan mati disalib bersama Kristus (dalam iman), dan mempersilahkan Kristus hidup di dalam dirinya, kita
baru bisa memiliki hidup yang diperkenan oleh Tuhan. Inilah rahasia kemenangan rohani dalam kehidupan
banyak hamba Tuhan penting.
3.
Hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Kepada kita diperhadapkan dua prinsip hidup: hidup menurut
daging yang berakibat maut dan hidup menurut Roh yang menghasilkan hidup dan damai sejahtera. Hanya
orang yang telah merasakan kehancuran hidup dalam kedagingan, menyadari kebutuhannya untuk hidup
dengan pertolongan anugerah Allah, yaitu hidup dalam kepenuhan Roh Kudus, karena inilah yang memberi
dia harapan untuk beroleh hidup dan damai sejahtera. Siapa yang menguasai hidup kita? Sudahkah kita
menyadari bahwa tanpa pimpinan-Nya kita tidak mungkin dapat hidup benar? Apakah kita sadar bahwa
kita tidak berhak atas memakai anggota tubuh kita yang telah ditebus Kristus ini untuk melakukan
kejahatan? Apakah kita siap mengakui hak dan otoritas Allah untuk memakai tubuh kita untuk melakukan
kehendak-Nya? Maukah kita hidup berkemenangan dan berkenan kepada-Nya? Itu hanya akan kita peroleh
di dalam hidup yang dipimpin sepenuhnya oleh Roh Allah.
Amin!
260
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Y
Ye
es
su
us
s tte
erra
an
ng
gd
du
un
niia
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yes. 9:1,6/ Yoh. 1:4-5/ Yoh. 8:12
Yesaya 9
1
(8–23)
Tetapi tidak selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terimpit itu. Kalau
dahulu TUHAN merendahkan tanah Zebulon dan tanah Naftali, maka di kemudian hari Ia
akan memuliakan jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, wilayah bangsa–bangsa
lain.
7
(9–6)
Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta
Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan
keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama–lamanya. Kecemburuan TUHAN
semesta alam akan melakukan hal ini.
Yohanes 1
4
Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.
5
Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.
Yohanes 8
12
Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata–Nya: "Akulah terang dunia;
barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan
mempunyai terang hidup."
Sebentar lagi kita akan merayakan Natal, memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Apa makna kelahiran
Yesus bagi dunia ini, bagi kita? Bagi Nabi Yesaya, kelahiran Yesus berarti datangnya terang yang besar bagi
bangsa yang berjalan dalam kegelapan (Yes. 9:1). Tetapi ketika dikatakan bahwa kedatangan Yesus
membawa terang, lalu apa artinya terang itu? Berkat dan anugerah apa yang dibawa masuk ke dalam
kehiudpan kita melaui kedatangan-Nya? Apa artinya ketika Yesus berkata, “Akulah terang dunia” (Yoh. 8:12)
Dalam renungan ini kita akan melihat beberapa pengertian pernyataan bahwa Yesus adalah terang dunia.
Terang adalah konsep yang umum yang dipakai oleh banyak agama, namun mempunyai pengertian yang
cukup rumit. Kita akan menghindari segala macam spekulasi filosofis maupun teologis, dan menggali arti
kata ini sepenuhnya dari pemakaiannya di dalam Alkitab.
1.
Dalam Yesus terang dunia, kita mendapatkan hidup kekal (hidup dalam segala keberkatan
dari Allah), kelepasan dari penghukuman, pengampunan dosa, keselamatan serta shalom.
Bagi nabi Yesaya, Israel yang berada di dalam kehancuran di bawah penaklukan Asyur akibat dosa mereka
tidak akan terus berada dalam keadaan yang terhimpit, sebab anugerah Tuhan akan dicurahkan kepada
261
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mereka. Mereka yang “berdiam di negeri kekelaman” atau “in the land of the shadow of death” (NKJV;NIV)
atasnya terang telah bersinar (Yes 9:1). Jadi terang adalah kebalikan dari hukuman dan maut, yaitu hidup
kekal, pengampunan dosa, keselamatan, dan shalom. Imam Zakharia yang mengutip nubuat ini
menegaskan kembali pengertian ini ketika ia menubuatkan pelayanan anaknya, Yohanes Pembaptis. Ia
memahami bahwa berkat yang dibawa Mesias kepada umat manusia ialah “keselamatan yang berdasarkan
pengampunan dosa” (Luk. 1:77), bahwa terbitnya “Surya pagi dari tempat yang tinggi,” yaitu terang itu
adalah “untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut, untuk
mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera atau shalom” (Luk 1:78c-79). Terang adalah
keselamatan sempurna dari Allah yang dibawa masuk oleh Yesus Kristus.
Seluruh umat manusia telah berdosa. Kita semua berada di bawah kuasa dosa yang memperbudak kita dan
membawa kita pada kematian. Keselamatan dari kuasa dosa dan maut adalah kebutuhan eksistensial setiap
orang. Inilah yang menjadi alasan munculnya agama-agama. Tetapi siapakah yang dapat memberikan
keselamatan sejati kepada kita? Hanya Allah sendiri yang dapat memberikan keselamatan sejati kepada
kita. Di dalam diri Yesus Allah telah melakukan tindakan penyelamatan yang konkrit dalam sejarah manusia.
Allah bukan ide yang jauh di sana, tanpa relevansi nyata dengan kenyataan hidup kita yang celaka. Dalam
diri Yesus, Allah telah mendatangi kita sebagai terang yang mengusir kegelapan kita (perbudakan dosa,
penghukuman, kehidupan yang hancur, dan kematian). Mesias yang menyelamatkan kita itu adalah Mesias ilahi,
yaitu Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan kita (Yes 9:5).
Penegasan diri Yesus, “Aku adalah terang dunia” (Yoh. 8:12) adalah satu dari tujuh pernyataan “Aku adalah”
(ego eimi) di dalam Injil Yohanes. Enam pernyataan lain ialah: “Akulah roti hidup” (6:35); “Akulah pintu”
(10:7,9); “Akulah gembala yang baik” (10:11,14); “Akulah kebangkitan dan hidup” (11:25); “Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup” (14:6); dan “Akulah pokok anggur yang benar” (15:1,5). Penyelidikan Alkitab
menunjukkan bahwa penegasan yang unik “Aku adalah” yang ditegaskan Yesus dalam Injil Yohanes
mempunyai kesejajaran arti dengan penegasan “Aku adalah Aku” dari Allah ketika ia menyatakan diri-Nya
sebagai Tuhan perjanjian (YHWH) kepada Musa dalam Keluaran 3:14. Jadi melalui penegasan “Akulah terang
dunia,” Yesus sedang menegaskan identitas dan otoritas dan hak keilahian-Nya, sekaligus penyataan
karakter diri dan tindakan penyelamatan-Nya bagi umat manusia. Ia yang adalah Tuhan Allah, adalah
pemberi terang keselamatan kepada manusia berdosa. Penyataan diri Yesus ini juga harus kita lihat dalam
latar belakang ungkapan orang saleh Perjanjian Lama yang menyebutkan bahwa “Tuhan adalah terangku
dan keselamatanku” (Mzm. 27:1). Sekarang, terang itu, yaitu Tuhan sendiri, datang dalam diri Yesus, untuk
membawa keselamatan kepada umat manusia. Inilah berita Injil yang dinubuatkan oleh Yesaya, yang
direalisasikan pada malam natal di Betlehem.
Identitas diri dan pekerjaan Yesus sebagai terang dunia juga ditegaskan di dalam Yohanes 1:1-5. Dalam
Yohanes 1:1-3, rasul Yohanes menegaskan bahwa Sang Firman, yaitu Yesus Kristus adalah Pribadi kedua dari
Allah Tritunggal, yang telah ada bersama-sama dengan Allah Bapa sejak kekekalan, Dia sendiri bukanlah
ciptaan, sebaliknya melalui Dialah segala sesuatu diciptakan, dan sebelum Dia menciptakan, belum ada
suatu apa pun yang telah diciptakan. Dalam ayat 4 dikatakan bahwa “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu
adalah terang manusia.” Di sini Yesus ditegaskan sebagai sumber hidup, yang daripada-Nya seluruh alam
semesta dan manusia memperoleh hidupnya.
Tetapi “hidup” di sini, bukan sekadar hidup biologis, melainkan hidup dalam berkat dan perkenanan Allah.
Dalam bahasa Yunani, ada dua kata yang dipakai untuk kata ‘hidup’, yaitu ’bios’ dan ’zoe’. Bios ialah hidup
biologis; sedangkan zoe ialah hidup ilahi, hidup dalam segala berkat ilahi. Orang bisa memiliki bios, hidup
262
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
fisik, tanpa memiliki hidup ilahi, zoe. Dalam contoh kehidupan sehari-hari, banyak orang yang memiliki
hidup, tetapi dalam penderitaan yang begitu berat, sehingga mereka berpikir lebih baik tidak pernah
dilahirkan. Dalam arti rohani, bios tanpa zoe, kehidupan atau keberadaan tanpa berkat dan perkenanan
Allah, inilah keadaan mereka yang dijauhkan dari hadirat Allah, mereka yang berada dalam penghukuman
dan kebinasaan kekal.
Siapakah yang dapat memberikan zoe itu kepada kita? Yesus Kristus, sumber hidup manusia itulah satusatunya yang sanggup memberikan zoe, hidup kekal, keselamatan sempurna kepada kita. Penebusan Yesus
memungkinkan kita untuk hidup dalam segala berkat dan perkenanan Allah. Di zaman sekarang agama
telah saling belajar. Walaupun kita memiliki agama yang sejati, tetapi mungkin umat telah gagal memahami
dan menampilkan keunikan kekristenan. Sehingga orang mulai berpikir kekristenan sama dengan semua
agama lain. Orang Kristen seharusnya punya zoe, hidup dengan kuasa ilahi yang memerdekakannya dari
cengkeraman dosa, bukan sekadar datang beribadah dan melayani secara formal di Gereja tetapi tidak
mengalami kuasa hidup yang memerdekakan.
2.
Dalam Diri-Nya, orang Kristen menemukan pernyataan pengajaran/wahyu kebenaran
Allah.
Inilah arti Terang yang dijelaskan di Mzm 119:105, Yes 2:5b dan Yes 51:4c-d. Berarti, itulah tuntunan atau jalan
untuk menjalankan hidup. Firman, perintah, pengajaran dan wahyu Tuhan ialah Terang lalu puncaknya
hanya dalam Kristus. Di zaman dulu, Allah telah memakai para nabi-Nya untuk menyatakan Diri. Manusia
perlu dituntun. Melalui pernyataan Yesus, orang mengenal Allah sejati (Yoh 14:9 dan Mat 11:27). Tanpa Kristus
sebagai puncak kesaksian para nabi, ia hanya menemukan allah hasil imajinasi dan filosofi sesat. Bagi
Martin Luther, itulah teologi kemuliaan yang justru tak membawa manusia kepada Tuhan. Terang yang
dibawa oleh Yesus untuk menuntun langkah hidup umat-Nya.
Manusia berada dalam kegelapan/kesesatan/ignorance, bukan sekedar tak tahu. Kebodohan sering
berakibat kesalahan dan juga terkait dengan kebebalan serta kejahatan/immoralitas. Orang yang berjalan
dalam kegelapan tak dapat melihat secara jelas. Ia akan tersandung dan jatuh. Ia tak tahu arti dan tujuan
hidupnya (Yoh 12:35). Orang Kristen seharusnya tak seperti yang ditulis oleh Paulus di Ef 2:12 dan Roma 1:21.
Orang mungkin menyembah tuhan/dewa tapi tersesat tanpa Allah.
Manusia merasa sangat pandai tapi sebenarnya hati dan pikirannya jadi gelap, bebal serta bodoh bukan
karena IQ rendah. Banyak orang terkenal dan punya IQ tinggi tapi tak memiliki Terang Firman, seperti
Nietzsche yang cerdas luar biasa tapi hidupnya rusak. Ia merasa bijaksana. Tulisannya sangat sombong dan
keras tapi melawan Tuhan. Ia berani menyatakan diri anti-Kristus lalu merusak orang lain. Ia menumpuk
murka Allah. Pengetahuan Bertrand Russell sangat luas dan kepandaiannya luar biasa. Ia ahli Matematika,
Filsafat dsb tapi tak percaya kepada-Nya. Ia berpendapat Kekristenan pasti jatuh. Ia lebih bodoh daripada
orang sederhana dengan kebijaksanaan. Seperti di Mzm 119:97-100, orang yang mentaati Firman akan lebih
bijaksana daripada pengajar.
Banyak agama menawarkan jalan, ajaran, moralitas dsb tapi tak selalu membawa pencerahan pengertian
kebenaran sejati. Di agama manusia ada banyak kepalsuan, kefasikan dan penyesatan. Dalam dialog antara
Kristus dan pemuda kaya yang hebat di masyarakat, moralnya baik dan kebajikannya luar biasa (Mat 19:16-26)
diketahui ternyata agama, kerohanian dan kesalehan manusia kosong belaka. Yesus menyatakan manusia
itu hancur binasa, keji dan penuh kesesatan maka membutuhkan anugerah hidup baru yang hanya diberi
oleh-Nya. Mereka tak sungguh menjalankan kesalehan, kebajikan dan Firman. Ketika ditantang, mereka tak
263
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
lebih mengasihi Allah dan sesama daripada uang. Pemuda tersebut mengatakan telah melakukan semua
Firman. Tapi ketika Tuhan memintanya menjual dan memberikan hartanya pada orang miskin lalu
mengikuti-Nya, ia dengan sedih meninggalkan-Nya serta mengabaikan sesama. Orang Farisi yang paling
ketat berusaha melakukan Firman hanya punya keagamaan lahiriah. Tapi Kristus menunjukkan esensi
agama dalam hati/motivasi terdalam. Ketika melakukan kebajikan, kesalehan, ibadah, puasa dan
pengorbanan diri, orang beragama merasa sudah hebat sekali. Padahal hanya melalui Kristus, ia
menemukan arti dan kuasa kesalehan sejati. Bukan dengan kekuatan sendiri. Ia tak mampu mengerti dan
melakukannya. Hanya dengan anugerah yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri, ia baru dapat berjalan
dalam Terang-Nya serta tahu kebenaran yang mendatangkan kesejahteraan dan berkenan kepada-Nya.
Orang Kristen seharusnya tahu tujuan dan arah hidup yang berkenan kepada-Nya sehingga beda dengan
dunia karena tak lagi dikuasai oleh kegelapan.
3.
Yesus datang bukan hanya mengajarkan tapi mewujudkan kehidupan yang paling
berkenan kepada Allah.
Semua orang berdosa. Tak ada yang hidup berkenan kepada-Nya. Di Mzm 8 ada ungkapan yang sangat indah
mengenai manusia. Betapa luar biasa ia diciptakan-Nya. Ia juga ditempatkan hampir sama dengan-Nya. Ia
diberi mahkota dan kemuliaan. Tapi ia penuh kehinaan dan kehancuran. Hatinya sempit dan lebih
mementingkan diri sendiri. Ia mudah terpikat oleh dosa. Tak ada yang memenuhi gambaran manusia di Mzm
8. Bahkan ia bisa jadi lebih buruk daripada binatang. Hanya Kristus yang menggenapi jadi manusia sejati
(Mat 3:17). Ia datang tak hanya sebagai anak Allah tapi juga anak manusia untuk mewujudkan kehidupan
sempurna agar Ia layak jadi korban penebusan Juruselamat yang tak bercacat cela. Orang mungkin tahu
hidup yang benar tapi hanya Yesus yang melaksanakannya. Mereka yang mengalami kuasa penebusan dan
menerima inspirasi dari-Nya akan mewujudkan hidup yang berkenan kepada-Nya.
Yesus ialah Terang di dunia yang gelap, jahat dan beda dengan-Nya meskipun sangat berat. Ketika
menyatakan kesaksian hidup dalam Firman, orang Kristen merasa akan dilawan, ditindas, dimusuhi dan
dihancurkan. Inilah yang dialami oleh Kristus ketika menyatakan hidup yang saleh luar biasa. Ia menghadapi
segala resiko. Maka Ia dianggap idiot oleh dunia karena terlalu jujur, tulus, murni, sopan, baik dan
pengampun. Akhirnya Ia harus mati.
sangat luar biasa. Di dunia gelap dan bengkok, terang Kekristenan seharusnya bersinar. Kalau tidak,
kegelapan mengalahkan dan menguasainya. Politik itu kotor. Bisnis harus berbohong agar dapat
keuntungan dan jadi kaya. Kebanyakan orang berpendapat kalau tidak seperti itu, tak bisa hidup. Orang
dapat keuntungan sebenarnya bukan karena berbohong melainkan berkat Tuhan. Kondisi jemaat Kristen
pertama lebih sulit daripada sekarang. Mereka dihina tapi percaya kepada Mesias yang disalib dan harus
menyaksikan iman tersebut serta menghadapi Romawi dan bangsa kafir meskipun mengalami kesulitan,
desakan, siksaan dsb. Saat ini banyak orang pandai dan kaya jadi Kristen. Cukup membanggakan tapi
mungkin kadang juga sangat memalukan. Orang Kristen seharusnya punya hati serta keberanian untuk
bersaksi dan membayar harga, bukan jadi pengecut yang menjual Tuhan. Kalau tidak, takkan ada yang
mengabarkan Injil. Kalau tak ada yang mengorbankan jiwa dan nyawa, takkan ada orang percaya. Mereka
patut dikagumi dan harus diteladani.
Yoh 1:5
Kalau Kristus tak memulai, takkan ada orang melakukan kebajikan dan pengorbanan diri untuk jadi terang
bagi yang lain. Ia seperti lilin. Diri-Nyalah yang hancur. Seluruh hidup-Nya diserahkan dan dikorbankan bagi
umat-Nya agar Terang itu bercahaya. Pelayanan membutuhkan pengorbanan. Ini terinspirasi dari Yesus.
Tapi dalam beribadah dan memuji Tuhan kadang orang Kristen tak bersemangat. Di pelayanan mungkin
264
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
juga mengadakan perhitungan. Pemberian orangtua pada anak yang dikasihinya merupakan hasil keringat
dan darahnya.
Martin Luther King Jr. mengajarkan ketika mengalami berkat dan kondisi lancar, ingatlah orang yang telah
berjuang serta berkorban memungkinkan semua itu dapat dinikmati. Manusia berada dalam waktu dan tak
lepas dari orangtua serta generasi sebelumnya. Orang jadi Kristen karena ada yang mengabarkan Injil
padanya. Ada yang melalui siaran radio meskipun tak jadi kaya karena ia sangat mengasihi jiwa. Tongkat
estafet ini dimulai dari Kristus lalu diteruskan oleh Paulus dst.
Tiap kali melayani, Paulus menghadapi tantangan, penindasan dan kesulitan. Padahal ia juga menginginkan
kesenangan dan kenyamanan. Tapi baginya sebagai hamba Tuhan, ia mempersembahkan seluruh hidupnya
untuk mencari jiwa. Ia hidup untuk berkorban bagi orang lain.
Orang Kristen mungkin tak mencapai taraf luar biasa tapi harus meneruskan estafet dari Terang. Ia
seharusnya membawa Terang ke sekitarnya dengan mengabarkan Injil serta menyaksikan kebaikan,
kebajikan dan kejujuran meskipun sulit.
Amin!
265
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
D
De
em
me
en
ns
sii D
Do
oa
a
Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan
Nats:
5
Matius 6:5-7
"Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah–rumah ibadat dan pada tikungan–
tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
mereka sudah mendapat upahnya.
6
Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah
kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang
tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
7
Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele–tele seperti kebiasaan orang yang
tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata–kata doanya
akan dikabulkan.
PENDAHULUAN
“Berdoalah” … itulah yang kerap dikatakan sebagai nasehat ketika berbicara tentang salah satu aspek dari
kehidupan Kristen. Di satu pihak kita mendengar bagaimana orang-orang memiliki pengalaman di dalam
doa-doa mereka … mereka memiliki pengalaman merasakan kehangatan, kasih dan pertolongan Allah pada
saat mereka berdoa. Jamahan tangan Allah yang lembut mereka rasakan di dalam kehidupan mereka
sehingga kehidupan doa menjadi sesuatu yang sangat indah. Tapi di lain pihak kita melihat adanya orangorang yang sudah berdoa juga, tapi tidak mengalami hal yang sama. Kehidupan doa menjadi sesuatu yang
kering dan menjemukan. Apa sebenarnya yang terjadi?
Pada suatu kali murid-murid melihat Yesus sedang berdoa dan kemudian memperbandingkan Guru mereka
dengan Yohanes Pembaptis dan bertanya, mengapa Yohanes mengajar mereka berdoa sedangkan Yesus
tidak? Pertanyaan ini mempunyai arti yang dalam sekali karena menunjukkan esensi dari keberadaan
manusia yang mencari dan membutuhkan persekutuan dengan Allah. Kita akan melihat apa yang Yesus
sendiri ajarkan tentang berdoa tersebut.
1.
Berdoa : LUAR DAN DALAM SAMA
Yesus pertama-tama mengajarkan kalau berdoa jangan seperti orang munafik yang berdoa di tikungan jalan
supaya dapat dilihat oleh orang lain kalau mereka sedang menjalankan sebuah kegiatan agama. Ini bukan
berdoa, melainkan sedang memamerkan kebiasaan di dalam sebuah pola beribadah. Ketika Yesus
mengatakan bahwa tindakan ini munafik, maka kita dapat mengerti bahwa sesungguhnya orang yang
266
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
sepertinya berdoa itu sebenarnya sedang tidak berdoa. Allah tidak menghendaki orang-orang yang
sedemikian. Ia mencari orang yang luar dan dalam sama ketika menghampiri tahta Allah … yang tidak
munafik. Dia mencari orang-orang yang sungguh mencari Dia.
2.
MENCARI ALLAH DI DALAM KEHENINGAN
Sebagai kontras yang Yesus ajarkan ketika seorang berdoa adalah, masuk ke dalam kamar, tutup pintu dan
berbicara dengan Allah. Alkitab mengatakan selanjutnya bahwa Bapa ada di dalam tempat yang
tersembunyi … dan Bapa itu melihat yang tersembunyi yaitu orang yang berdoa di dalam kamar tersebut
dan akan membalasnya bukan memberi upah. Tentu ayat ini tidak berarti kalau setiap kali kita mau berdoa
harus masuk kamar, bukan itu maksudnya. Tapi Alkitab di sini dengan tegas pula mengatakan adanya suatu
tempat tertentu, tempat yang sunyi … yang tidak ada kebisingan dan gangguan di mana seorang dapat
datang dan berdoa kepada Allah.
Terkadang kita memang memerlukan tempat seperti itu untuk berdoa. Sebuah lagu dengan lirik yang indah
mengungkapkan kebenaran ini, “Indahlah saat yang teduh menghadap tahta Bapaku …” memberikan kesan
ketenangan ini. Jiwa kita memerlukan keteduhan itu di mana kita dapat bersekutu dengan Bapa. Kita tidak
dapat melihat Allah tidak dapat dilihat di dalam kebisingan, ketergesa-gesaan. Kita perlu saat di mana kita
dapat berdua saja dengan-Nya … di dalam keheningan.
Seorang rekan di dalam pelayanan mempunyai kebiasaan yang unik ketika berdoa pada saat kami berada di
dalam Seminari. Waktu doa pribadinya adalah pada saat lampu kamar di dalam asrama sudah harus
dimatikan dan kami semua sudah harus tidur. Apa yang dia lakukan? Di dalam kegelapan itu, dia mengambil
sebuah lilin, membakar dan menaruhnya di meja belajar dan mulai dia bercakap-cakap dengan Bapa di
dalam doanya. Sendiri di dalam keheningan.
Hadirat Allah adalah tempat yang tepat bagi perteduhan jiwa yang letih dan merindukannya. “Datanglah
padaku … dan kamu akan beroleh kelegaan” (Bd: Mat 11:28). Di dalam keheningan, berdua saja dengan Allah
… di sana ada perhentian dan perteduhan yang sejati bagi jiwa.
3.
BERDOA DAN KEBUTUHAN
Hal yang ketiga yang diajarkan Yesus adalah berkaitan dengan kebutuhan di dalam doa dan banyaknya
kata-kata yang diucapkan. Allah tidak menyukai doa yang bertele-tele, yaitu doa dengan kata-kata yang
banyak dengan harapan Allah menjawab doa tersebut. Ini adalah konsep berusaha mempengaruhi Allah
untuk menjawab doa dengan kata-kata. Alkitab menyatakan bahwa kebiasaan seperti ini adalah kebiasaan
kafir, yaitu kebiasaan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka dapat menyogok Allah
dengan kata-kata.
Allah sama sekali tidak menghendaki cara seperti ini. Allah tahu semua yang kita perlukan. Perhatikan sekali
lagi bahwa Allah tahu apa yang kita perlukan. Mungkin sekali kita sendiri tidak tahu apa yang kita perlukan.
Di sini perlu dibedakan dengan apa yang kita inginkan. Tidak selalu apa yang kita inginkan adalah apa yang
kita perlukan. Kita melihat gambaran yang indah sekali antara doa dan pemeliharaan Allah. Kita berdoa dan
mengatakan kepada-Nya akan apa yang kita perlukan dan Allah mengetahui dengan jelas isi doa itu. Kita
perlu belajar memikirkan apa yang kita sungguh-sungguh perlukan ketika berdoa.
Di dalam hal pengabulan doa, Alkitab mencatat hal yang jelas sekali bahwa penilaian akan keperluan kita itu
berasal dari Bapa. Bapa yang menilai itu benar menjadi keperluan kita dan Bapa melihat mana yang baik.
267
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Hal inilah yang akan diberikan kepada kita. Jadi bukan kita yang menganggap itu baik dan bahwa Bapa
harus memberikannya, melainkan kita menerima apa yang Bapa anggap itu baik bagi kita. Inilah yang harus
kita terima.
Alkitab mengajarkan prinsip-prinsip penting tentang doa itu. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah,
bagaimana kenyataan tentang doa dan hidup doa di dalam hidup orang percaya setiap harinya. Ternyata
kehidupan doa ini banyak sekali dimensinya, dalam arti segala hal yang dimengerti tentang doa terkadang
menjadi hal yang sulit untuk dipahami dan diterima di dalam kenyataan hidup. Timbulnya penolakanpenolakan bahkan mungkin, marah kepada Tuhan karena Dia tidak datang dan menolong pada saat
dibutuhkan menjadi gambaran nyata dan dialami banyak orang percaya.
4.
Kehidupan Doa : Sebuah “Petualangan”
Suatu saat saya membaca sebuah majalah yang di dalamnya ada sebuah kalimat yang ditulis oleh seorang
yang bernama Harold L. Myra. Dia menuliskan sebuah artikel yang berjudul, “Hidup dengan mujizat-mujizat
Allah”. Di bagian awal tulisannya itu, dia mengatakan demikian, “Kehidupan doa adalah suatu petualangan
…”
Doa adalah sebuah petualangan? Apa maksudnya? Memikirkan kata-kata ini, kita masuk kepada sebuah
pemahaman yang lebih lagi tentang apa itu doa. Di dalam tulisannya ini, Myra mencoba memaparkan
beberapa pengalamannya tentang doa yang justru ia pelajari pada saat ia pergi menyendiri di sebuah
tempat di tepi hutan. Dia menceritakan situasi dan keadaan yang menyelimutinya, keadaan di mana di
dalamnya dia memikirkan dan merenungkan pengalaman berdoa di dalam kehidupannya. Membaca bagian
demi bagian cerita itu, ada beberapa kebenaran penting tentang doa dan pengalaman berdoa; bahwa ada
banyak hal yang Allah lakukan dan nyatakan di dalam hidupnya yang tidak terpikirkan sebelumnya.
5.
Allah, Tragedi Hidup dan Karya-Nya yang Menakjubkan
Kita harus jujur terhadap diri bahwa ada banyak hal yang tidak kita inginkan yang justru terjadi di dalam
kehidupan kita ini. Ada banyak kesakitan serta kesedihan-kesedihan yang mendalam terukir. Di mana Allah
pada saat seperti ini datang? Kenapa Dia tidak melepaskan dari kesulitan semacam ini? Apakah Dia diam
dan tidak melakukan apa-apa? Kalau dapat dikatakan, sebenarnya ada banyak hal yang kita mungkin tidak
akan pahami seumur hidup kita bahkan sampai kita kembali kepada-Nya.
Apakah memang Bapa tidak peduli sama sekali? Tentu tidak! Alkitab mengatakan bahwa Dia sungguh
peduli. Tetapi kenapa kita tidak dapat menangkap kepedulian-Nya ini. Justru inilah pokok persoalannya.
Kita memikirkan apa yang kita anggap baik dan bukan apa yang Bapa anggap baik. Di dalam doa nampaknya
kita kerap bersikap “Ini yang aku mau” dengan mengatakan “Tuhan, inilah yang saya pikir baik dan biarlah
Tuhan menjawabnya berdasarkan hal ini”. Akibatnya kita tidak siap hati ketika melihat cara lain, jalan lain
yang Tuhan tempuh berdasarkan apa yang Dia anggap baik untuk menjawab doa kita itu. Bapa membawa
kita dengan kasih-Nya masuk ke dalam rencana-Nya yang kekal. Jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa
Allah tidak peduli. Sesungguhnya Dia sangat peduli dan mengetahui apa yang kita perlukan.
Di dalam ceritanya ini Harold L. Myra menceritakan tentang anak angkatnya yang terlibat di dalam
pemakaian obat bius. Dia kemudian melarikan diri dan bersembunyi di suatu tempat. Namun kemudian ada
seorang ibu yang mengetahui lalu memberitahukan kepada polisi. Tentu saja dia menjadi kalut dan sangat
tidak senang kepada ibu ini. Ia kemudian menghadang dan menembak ibu tersebut dengan sebuah
268
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
senapan. Akibatnya dia dipenjara seumur hidup. Harold kemudian bertanya di dalam diri, “Mengapa doadoa kita terdahulu yang kita panjatkan untuknya tidak dapat mencegah penderitaannya yang mendalam?”
Ini adalah sebuah tragedi hidup. Kita sulit memahami kenapa Allah tidak menjaganya sedemikian rupa
sehingga ia tidak melakukan kesalahan fatal itu. Apakah ini yang terbaik bagi anak tersebut dari sudut
pandang Allah? Mungkin sekali. Sekali lagi ada banyak hal yang mungkin kita tidak pahami saat ini.
Di mana karya-Nya yang menakjubkan itu? Adakah Allah di dalam situasi seperti ini? “Ya”, Dia tetap ada
bahkan di dalam situasi yang sangat tidak menentu. Daud mengatakan, “Di dalam bayang-bayang maut …
Allah ada bersamanya” (Mzm 23).
6.
Suatu “Kebetulan” yang berasal dari Allah
Apakah maksud “kebetulan” di sini? Menarik sekali, cara Allah menjawab doa itu terkadang membawa kita
kepada situasi kita merasa itu hanya “kebetulan” saja. Seperti sebuah pandangan sekilas dan akibatnya, kita
tidak merasakan sebagai suatu yang khusus. Ada banyak jawaban doa yang diberikan Allah di dalam
konteks “kebetulan”. “Akh … memang kebetulan saja koq … “ Hal seperti ini yang biasa terdengar atau
muncul di dalam hati kita mengomentari peristiwa yang sedang terjadi. Di sini seperti ada bias antara
pengertian bahwa Allah sungguh memelihara dan memperhatikan setiap umat-Nya dengan konsep
“kebetulan”. Setiap “kebetulan” sebenarnya adalah mujizat yang Allah beri di dalam hidup kita dan
kebetulan ini memang merupakan bagian dari rencana-Nya. Kita berdoa dan meminta sesuatu kepada-Nya
dan Dia menjawab doa tersebut dan kita menganggap ini kebetulan saja?
Kita dapat saja diperdaya oleh konsep ini sehingga akibatnya kita tidak melihat dan memahami bagaimana
Allah bertindak. Maksudnya, di dalam hal yang terlihat sebagai alamiahpun merupakan bagian dari rencana
Allah mengajar kita. Di dalam kitab Amsal kita memahami bagaimana hikmat berseru-seru di jalan-jalan
untuk memberikan pengertian kepada kita.
7.
Allah dan Kejutan-kejutan-Nya
Allah bertindak penuh dengan kejutan. Di dalam Alkitab kita melihat beberapa catatan tentang hal ini.
Misalnya ketika Allah memberi perintah kepada Nuh untuk membangun bahtera di tengah-tengah daratan.
Siapa yang menyangka akan mendapat perintah seperti ini. Demikian juga cerita tentang seorang pemilik
ladang yang mencari pekerja yang dapat bekerja di ladangnya. Antara pekerja yang bekerja lebih awal dan
yang terakhir, upahnya sama. Selain itu cerita tentang perumpamaan kedatangan-Nya kali kedua. Semua
penuh dengan kejutan.
Adakalanya Allah menjawab doa-doa kita dengan kejutan-kejutan. Dengan cara yang kita tidak pernah
antisipasi dan pantau sebelumnya. Mungkinkah Allah menjawab doa melalui cara kepedihan? Mungkin
sekali. Akibatnya ada orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki “humor” yang tinggi.
Banyak orang merasa tersiksa dan kebingungan karena melihat dunia ini seperti sebuah teka-teki. Ada
banyak kejutan yang terjadi di dalamnya. Seorang pernah berkata bahwa ketika berhubungan dengan Allah,
maka saat inilah yang memberi ketidakpastian. Apa maksudnya? Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan
Allah selanjutnya. Yang pasti adalah Allah membalut hidup kita. Sehingga di sini muncul konsep paradoks,
“Ketidakpastian yang menyenangkan”. Tidak pasti karena tidak tahu apa yang akan Allah lakukan, tetapi
menyenangkan karena tahu bahwa hidup kita tidak pernah terlepas dari pengamatan-Nya.
Amin!
269
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
M
Me
en
ng
ga
as
siih
hii,, m
me
em
ma
attu
uh
hii d
da
an
nb
be
errs
su
uk
ka
ac
ciitta
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
9
Yohanes 15:9-11
"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu;
tinggallah di dalam kasih–Ku itu.
10
Jikalau kamu menuruti perintah–Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih–Ku, seperti Aku
menuruti perintah Bapa–Ku dan tinggal di dalam kasih–Nya.
11
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita–Ku ada di dalam kamu dan
sukacitamu menjadi penuh.
Bagian pertama
merupakan dorongan Tuhan setelah membahas ayat 8. Bagian tersebut diberi judul baru
“Perintah supaya saling mengasihi”. Sedangkan perikop sebelumnya berjudul “Pokok anggur yang benar”.
Sebenarnya topik dasar Yoh 15:1-27 yaitu relasi/persekutuan antara Allah dan umat-Nya dengan Kristus
sebagai mediator.
Yoh 15:9-11
Mengenai relasi tersebut, Tuhan memberi ilustrasi/figurasi di mana Bapa di Surga sebagai The Owner,
Kristus jadi pokok anggur dan umat-Nya adalah carang. Lalu prinsip dasarnya diungkap di ayat 8. Sehingga
mereka akan berbuah banyak. Kalau tidak, ranting itu akan dipotong, dibuang hingga jadi kering dan
dibakar. Di ayat 9 Tuhan mulai membahas hakikat inti relasi tersebut. Di ayat 9-11 ada tiga aspek mengenai
status orang Kristen dalam relasi itu. Dan secara spesifik ada tiga kata dinyatakan yaitu kasih (ayat 9),
ketaatan (ayat 10) dan sukacita (ayat 11).
Pernyataan Tuhan di ayat 15 bisa jadi berbahaya serta dapat dimanipulasi kalau tak dimengerti secara tepat
karena kadang manusia sangat egois dan sombong. Setelah itu, Ia juga memberitahukan tugas dan resiko.
Tiap relasi pasti mengandung konsekuensi. Yoh 13:31-16:33 termasuk the exclusive teaching of Christ yang
diberikan dan dapat dinikmati hanya oleh 11 murid sejati setelah Yudas diusir. Mereka yang bukan
murid/anak Tuhan takkan mampu menjalankannya. Sebaliknya hanya akan menimbulkan ekses negatif.
Kecuali kalau mereka bertobat. Tuhan menuntut pengikut-Nya mengerti konsep relasi secara tepat dan
total agar hidup mereka mempermuliakan-Nya. Sehingga mereka jadi manusia bermakna. Kalau tidak,
mereka akan kehilangan nilai dan semua yang dikerjakan jadi sia-sia.
Manusia punya empat macam relasi tak terhindarkan:
1.
dengan Tuhan,
2.
dengan diri sendiri,
3.
dengan sesama dan
270
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
4.
dengan alam. Relasi pertama termasuk paling essensial tapi sangat sulit karena tak dimungkinkan
lagi atau sudah putus/rusak sejak kejatuhannya ke dalam dosa (Kej 3) yaitu melawan/memberontak
terhadap Allah. Itulah kematian.
Maka semua relasinya juga tak dapat dipulihkan. Ia jadi marah, tak dapat berdamai dan menerima diri. Ia
mengalami konflik internal karena sadar akan kecacatan, kejelekan, kekurangan dan kejahatannya. Ini
bukan sekedar kesadaran psikologis melainkan essensial. Maka Psikologi gagal menyelesaikan problem
tersebut yang terlalu rumit karena essensi dasar tak terselesaikan. Ia mulai berhadapan dengan idealisme
dan kebobrokannya akibat dosa. Ia ingin tampil baik tapi juga harus mengakui dirinya berdosa, hancur,
memalukan, menjijikkan, layak dibenci dan tak sempurna/murni/suci lagi. Tiap orang pernah mengalaminya
tapi tingkat kesadarannya beda. Akibatnya, ia sebenarnya jadi takut pada diri sendiri.
Freud berpendapat semua manusia mengandung kegilaan kecuali dirinya sendiri. Lalu ia berusaha
menyembuhkan mereka. Maka Carl Jung menyarankan, teori psiko-analisa perlu diterapkan pada diri Freud
sendiri karena mungkin ia harus dirawat. Freud jadi marah. Padahal kalau benar, ia seharusnya tak perlu
marah.
Manusia juga berseteru, mempersalahkan dan memfitnah sesamanya. Sejak Kej 3:11-12 hubungan mereka
jadi paranoid, bermusuhan dan tak indah lagi. Orang di sekeliling jadi ancaman. Hidup jadi gentar, celaka
dan tak aman lagi. Tak ada lagi tempat yang enak.
Orang berdosa jadi makin fundamentalis. Kondisi semacam ini sangat menakutkan/ mengerikan karena
orang lain boleh dibunuh/dibom/dihancurkan dan tindakan tersebut dinggap sah. Kebencian sudah
merasuk ke dalam diri manusia. Akhirnya homo homini lupus (manusia jadi serigala terhadap sesamanya)
jadi kenyataan. Padahal dunia makin maju, modern dan berteknologi tapi tiap orang semakin memproteksi
diri.
Hubungan manusia dengan alam juga rusak. Alam semesta ikut terkutuk hingga jadi disharmonis dan saling
memakan. Lalu manusia memanipulasi dan mengeksploitasinya hingga hancur. Sebaliknya alam juga
menghancurkan manusia. Di Alkitab tercatat beberapa aspek dan yang pertama kali, tumbuh onak duri.
Alam yang sebelumnya murni, bersahabat dan tak bermasalah jadi menyakitkan hingga manusia harus
waspada. Mawar memang indah tapi berduri tajam.
Keadaan saat ini cukup menakutkan. Dunia makin susah dan panas. Dalam tempo 10 tahun, hutan tropis
akan habis. Di Indonesia tinggal satu hutan tropis di Sumatra yang juga sedang mengalami kehancuran
karena ditebangi. Yang di Kalimantan, Sulawesi dan Samosir sudah hancur. KTT Bumi tak berhasil.
Pengrusakan hutan dan lapisan ozon yang berlubang berakibat temperatur bumi terus naik, tiap tahun 1/3
derajat.
Di tahun 2050 energi dan cadangan minyak drop tapi tak ditemukan alternatif lain. Di Skandinavia dicoba
mencari energi arus bawah laut dengan menggunakan turbin yang sangat besar, kipasnya sekitar 50 meter.
Maka kedalaman air harus lebih dari 200-300 meter. Tapi investasinya sangat mahal.
Penyelesaian krisis energi hanya satu yaitu nuklir. Tapi tak ada reaktor nuklir yang tak bocor. Termasuk
yang di Batam dan Serpong. Sekitar 20-80 tahun lagi, efeknya baru terasa. Sungguh sangat menakutkan. Saat
ini limbah nuklir tak terselesaikan tapi malah ditanam di bawah laut dalam di dekat Kutub Selatan. Padahal
kapasitasnya bertahan hanya selama 75 tahun. Dan yang sudah tertanam berusia 25-50 tahun. Diharapkan
271
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
akan ditemukan cara menetralisirnya. Sedangkan Greenpeace berusaha menghentikan penggunaannya
sebelum laut tercemar radioaktif.
Dunia jadi menakutkan dan mengancam kehidupan hingga orang tak tahu lagi relasi yang sesungguhnya.
Dan kunci penyelesaiannya impossible kecuali terjadi dalam diri anak Tuhan. Relasi manusia dengan-Nya
harus terselesaikan, barulah semua relasi yang lain dapat diselesaikan.
Kunci relasi terpenting dinyatakan di Yoh 15:9. Hubungan harus berada dalam kasih. Tapi kasih tak dapat
dijalankan kecuali manusia connect lagi dengan Sumber dan Diri kasih yang sesungguhnya yaitu Allah. God
is love. Maka kalau orang Kristen ingin punya kasih sejati, harus kembali kepada-Nya. Ini memang sulit tapi
tanpa tindakan tersebut ia takkan mampu mengasihi. Dan ia tak mungkin kembali kepada Allah kecuali
Kristus mengasihinya. John Calvin berpendapat, manusia harus menyadari Kristus sebagai pusat. Bapa tak
langsung mengasihinya melainkan melalui Kristus. Ketika mengaplikasikan kasih, ia harus kembali kepada
Kristus, barulah mengerti akan kasih Allah. Inilah kuncinya. Tanpa pengertian Kristologi yang benar, ia
takkan mengerti kasih sejati.
Ironisnya, manusia malah masuk ke dalam konflik antara kasih sejati dan palsu. Dunia sebenarnya tahu
kalau ingin berelasi baik, harus mengasihi. Tapi mereka tak mampu mengerti kasih meskipun ada banyak
istilahnya. Mereka mengasihi dengan kasih yang bukan dari Allah. Ada empat format kasih di dunia:
1.
Kasih bersifat beneficial/kasih utilitarianistik. Inilah yang terbanyak kuantitasnya dan paling rusak.
Kasih tersebut berbasis pada konsep utility dan berdasarkan filosofi utilitarianisme yang membentuk
budaya modern. Prinsipnya ialah asas manfaat. Di dunia, kasih yang terbanyak dijalankan yaitu mencintai
orang lain yang menguntungkan diri sendiri. Kalau tidak, ia tak lagi cinta. Ketika dunia mencintai, yang
terbesar ialah cinta bisnis, mulai dari orang berpendidikan hingga sederhana. Inilah nuansa mayoritas
konsep cinta di dunia yaitu kasih kondisional.
2.
Kasih karena ketakutan/keharusan/respect pada otoritas yang lebih tinggi. Contoh, dengan
pimpinan karena takut dipecat. Ini mendekati konsep benefit tapi masih ada personal.
3.
Kasih karena tanggung jawab. Ada keterpaksaan karena kalau tidak, namanya akan jelek dan
dianggap tak berhati nurani. Mengasihi memang seharusnya karena hidup bersosial tak boleh membenci.
Jadi, untuk menyatakan pertanggungjawaban hidup, ia harus mengasihi semua orang. Forat tersebut
terbanyak dipakai oleh orang Tionghoa dan Kristen.
4.
Kasih karena kesamaan tertentu. Contoh, perantau di negara lain ketika bertemu orang berkebangsaan sama, biasanya bisa lebih dekat dan perhatian. Inilah kasih persaudaraan menurut Alkitab. Atau
kesamaan marga, kampung halaman, hobby, alma mater dll. Tapi itu bukan kasih yang benar karena yang
dikasihi ialah kesamaannya. Misalnya, si A senang main boling dan begitu pula si B. Maka si A dan B jadi
saling tertarik sekaligus mengasihi karena mereka senang main boling. Inilah yang dunia lakukan. Mereka
sebenarnya tak mengenal cinta sejati melainkan yang humanis. Itu bukan cinta Tuhan. Tapi mereka merasa
sudah mencintai.
Allah menghendaki kasih yang diberikan dari Kristus (Yoh 15:9). Calvin sangat keras menekankan signifikansi
posisi Kristus sebagai mediator. Kalau orang Kristen merasa mendapat cinta kasih dari Allah, sebelum
memandang kepada Kristus, itu belum sah dan mungkin ia jatuh ke dalam cinta palsu. Sedangkan cinta
Kristus adalah yang sesungguhnya dan diteladankan pada pengikut-Nya.
272
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ada orang merasa tak diberkati maka berdoa dan minta tv 44 inch karena tetangga sebelah baru beli yang
flat 29 inch. Ia bermaksud mengalahkan tetangga padahal belum mampu membelinya. Sebenarnya ia punya
tv ukuran kecil. Keesokan pagi, ada yang mengantar tv 44 inch. Reaksinya, ia bersyukur dan mengucap
terima kasih dalam doa karena Tuhan sangat menyayanginya. Sesungguhnya, itu terjadi bukan karena Allah
mencintainya melainkan Setan. Itu bukan jawaban-Nya tapi Iblis karena doa tersebut muncul dari ego
pribadi dan iri hati yang tak cocok dengan sifat-Nya. Maka Tuhan tak mungkin berkooperasi dengannya. Itu
bukan format/cara/citra cinta kasih sejati dalam Kristus yang dinyatakan di Alkitab dan diberikan pada
umat-Nya.
Ketika mencintai, Tuhan rela berkorban. Inilah yang terjadi. Cinta-sejati-Nya tak memikirkan keinginan Diri
melainkan objek kasih-Nya. Maka tiap anak-Nya diminta mengasihi demi orang lain bertobat, termasuk
musuh. Cinta yang Kristus tunjukkan tak dapat dimengerti oleh orang berdosa karena cara berpikirnya
terbalik.
Kristus yang ialah Pencipta sekaligus Pemilik alam semesta turun ke dunia jadi bayi yang terbatas, harus
dipelihara, diberi susu dan makanan. Bukan hanya turun jadi manusia tapi juga jadi budak. Itu merupakan
penurunan kualitatif yang sangat menakutkan. Padahal Ia berhak menolaknya karena memang tak harus
terjadi. Tak ada keharusan bagi-Nya untuk datang ke dunia. Kalau manusia pasti tak mau mengalaminya.
Di Yoh 1:11 tertulis, “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak
menerima-Nya.” Itulah yang terjadi. Sungguh sakit hati-Nya. Seharusnya Ia mampu menghancurkan mereka
karena memusuhi-Nya. Tapi Ia tak melakukannya. Sebaliknya Ia rela dicerca dan dihina. Ia tetap mencintai
mereka terus hingga mati di kayu salib. Ia mati dengan cara yang sangat hina dan paling celaka seperti
penjahat. Bukan karena kesalahan-Nya. Ia tak berdosa tapi difitnah dan diperlakukan secara tak adil justru
karena cinta-Nya. Ia juga tak membantah. Bahkan dalam keadaan paling menyakitkan dan menderita yaitu
ketika dipaku, Ia masih sanggup mengampuni mereka (Luk 23:34). Semua peristiwa tersebut menggenapkan
Yoh 3:16.
Cinta Kristus ialah contoh yang harus dipelajari oleh orang Kristen. Relasinya dengan Allah akan pulih ketika
Kristus mencintai dan memulihkannya. Tak seorang pun mengerti dan mampu menjalankan cinta kasih
sejati kecuali Tuhan mengasihinya terlebih dahulu. Ia datang pada manusia, musuh yang seharusnya mati
malah dicintai-Nya. Ia mati karena dosa manusia. Alasannya hanya satu yaitu kasih. That’s the true love
yang tak mungkin ada dan dilakukan oleh orang dunia karena sifatnya exclusive. Itulah kasih Allah yang
ditanamkan dalam Diri Kristus. Ia sanggup menjalankannya lalu memberikannya pada umat-Nya (Yoh 15:9).
Dunia takkan mengerti essensi kasih sejati yang tak memikirkan kepentingan diri melainkan orang lain
sebagai objek cintanya. Ironisnya, beberapa konsep Kekristenan tercemar oleh kasih dunia. Bahkan
kelihatan sekali dalam pelayanan
Seharusnya orang Kristen melayani dengan konsep cinta Tuhan. Semua dilakukan demi kepentingan-Nya.
Kalau perlu, berkorban pun rela. Konsep tersebut harus terus mewarnai Gereja selamanya. Cinta tersebut
akan meluap keluar kalau memang ada dalam dirinya dan ia juga berada dalam kasih. Cinta Kristus memang
sudah diberikan. Maka Tuhan tak memintanya untuk mencari kasih-Nya.
Kalau suami mengasihi istrinya dengan sungguh, seharusnya memikirkan yang terbaik untuknya. Demikian
pula orangtua yang mencintai anaknya. Bukan menjadikan orang yang dikasihi sebagai alat untuk
dimanipulasi. Apalagi dalam pekerjaan-Nya. Kalau cinta memenuhi diri pekerja-Nya, akan membuat mereka
273
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
termotivasi to do the best sesuai kehendak-Nya. Maka kesucian, keindahan, keanggunan, kebenaran dan
keadilan akan muncul bersama.
Ada orang tak mau melayani bukan karena tak mampu. Atau kalau sudah melayani lalu dikritik, langsung
protes/marah karena tak dibayar. Ia merasa sangat dirugikan. Tapi kalau dilakukan dengan cinta kasih
sejati, akan memotivasi untuk melayani dengan baik. Pengorbanan dan segala yang dikerjakan akan jadi
sangat indah bersama-Nya. Ironisnya, justru orang Kristen seringkali kekeringan cinta kasih.
Cinta-Nya seharusnya mengisi orang percaya sehingga mau membawa berita Surga pada sekelilingnya.
Ketika cinta agape/ilahi dijalankan, dunia akan tahu bedanya (qualitative difference) tapi tak mampu
menjalankannya. Cinta tersebut telah menunjukkan kualitas tertentu. Sungguh cinta yang murni dan
menginginkan yang terbaik, benar, adil dan suci karena itulah sifat-Nya.
Kasih bukan teori dengan segala aturan melainkan justru praktis/riil dalam Kristus sebagai teladan. Calvin
berpendapat, relasi Allah dan manusia tak dapat dilepaskan dari Kristus. Maka ketika mengasihi, orang
Kristen harus memandang dan meneladani-Nya. Dan kasih yang dipakai ialah pemberian-Nya yang akan
merubah hidupnya.
Tuhan menghendaki anak-Nya jadi reflektor kasih. Dunia sudah sangat gersang dan mengerikan karena tak
pernah menyaksikan kasih sejati secara riil. Orang Kristen seharusnya mampu menampilkan dan kembali
membangkitkannya karena Allah menghendakinya.
Kasih dan ketaatan akan membawa pada sukacita sejati (Yoh 15:11). Itu akan terjadi kalau orang Kristen
berada dalam cinta kasih sejati. Cinta palsu takkan memberi sukacita sejati melainkan sekedar ilusi.
Akan sangat menyenangkan berada di sekitar orang bermuka ceria/penuh senyum. Memang ada orang
yang Tuhan beri karunia tersebut. Ketika bertemu dengannya, orang akan ikut happy. Bahkan orang nonKristen akan bertobat hanya karena melihat keceriaan jemaat setelah pulang dari kebaktian. Tapi
penginjilan tak hanya melalui kesaksian tingkah laku melainkan tetap harus mendengar Injil. Dunia sangat
menantikan sukacita. Biarlah Tuhan memakai tiap anak-Nya untuk berbagi kasih dan sukacita dengan orang
lain sehingga dunia jadi lebih cerah sekaligus indah.
Bagian kedua
Yoh 15:9-11 membicarakan tiga topik yang berkaitan antara satu dengan yang lain:
1.
Kasih, yaitu membicarakan bagaimana kasih Allah turun pada Kristus, kasih Kristus turun pada
umat, umat kepada Kristus dan kasih Kristus pada Bapa. Kasih yang terikat ini menjadi dasar untuk
membentuk bagian lain, yaitu
2.
Ketaatan, to keep the commandments, memegang dan melakukan perintah Tuhan. Barangsiapa
menuruti perintahKu, Dia akan tinggal dalam kasih-Ku sama seperti Kristus taat pada Bapa dan hidup dalam
kasih Bapa. Ketaatan menuruti perintah dikaitkan dengan cinta kasih menghasilkan
3.
Sukacita. Kalau sudah ada kasih dalam diri kita dan ketaatan membentuk kita kemudian menjadi
satu di dalamnya maka akan keluar hasil, yaitu sukacita penuh dari Kristus.
Di dunia, tiga bagian ini, secara tema, arti dari kata-kata tersebut dimengerti dengan jelas. Tetapi yang
dunia pikir tahu, ternyata mereka tidak tahu. Kenapa? Karena dunia belum menyentuh esensi dari kata
tersebut. Mereka memakai kata kasih, mempraktekkan kasih tapi yang dipraktekkan bukan kasih, cuma
274
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
manipulasi istilah kasih. Begitu juga dengan arti kata taat dan sukacita. Mereka menjalankan tiga unsur ini
tapi tidak berhubungan antara satu dengan yang lain. Mereka pikir sedang bersukacita, itu bukan sukacita
sejati tetapi hanya rasa sukacita.
Dunia menggunakan terminology sama, tapi mempunyai content yang berbeda. Dunia postmodern suka
bermain-main dengan bahasa, language game, mereka tidak tahu esensi dari arti dan istilah bahasa
tersebut. Latarbelakang munculnya gerakan ini karena ketidakpuasan terhadap keadaan yang hopeless.
Beberapa waktu lalu telah dibahas mengenai kasih yang sejati. Alangkah indahnya jika dunia mengerti arti
kasih sejati tapi sayang, dunia tidak mengerti. Jadi ketika ada orang berkata,”I love you”. Maka jadi
pertanyaan besar buat kita, What’s that? What do you mean by love? Apa artinya cinta? Dunia mengerti,
Iove sama dengan like, cinta sama dengan suka. Padahal, cinta bukan suka dan suka bukan cinta, kalau
keduanya digandeng maka akan terjadi kesalahan besar. Karena cinta akan jadi manipulatif, saya mencintai
bukan karena saya mencintai tetapi karena ingin memakai, memanipulasi, mendapatkan seseorang
maka digunakan istilah I love you. Cinta sejati bukan berorientasi pada keinginan diri, nafsu diri, ekspresi,
emosi diri, semua yang dari diri, dan dilampiaskan pada orang lain. Orang lain menjadi obyek manipulasi
dari orang yang mengatakan I love you. Kasih yang sejati seharusnya muncul dari sumber kasih, yaitu Tuhan
Allah dan kasih sejati bukan sekedar bernuansa emosi, tetapi suatu person, pribadi maka di dalam iman
kristen tidak pernah dikatakan Allah bersifat kasih tetapi dikatakan Allah adalah Kasih. Kasih bukan sekedar
sifat atau emosi tertentu dari Allah, tetapi justru kasih itu adalah eksistensi diri Allah yang dinyatakan
secara totalitas dan itu dinyatakan dengan pengorbanan Kristus di atas kayu salib, mati untuk kita.
Dunia di abad 21 memasuki kondisi yang sangat menakutkan, dunia semakin modern semakin canggih tapi
orang yang semakin canggih justru semakin jahat. Sehingga ketika orang berupaya untuk ‘memakan’
sesamanya, digunakan teknik-teknik yang sangat canggih untuk menghancurkan orang lain maka di jaman
sekarang ini terlalu banyak istilah yang bagus, yang indah namun dipakai untuk menghancurkan orang lain.
Ketika anda mempercayakan diri pada obyek iman yang salah, maka bersiaplah engkau akan dihancurkan
oleh dunia! Jangan menangis! Jangan kecewa! Salah satu aspek adalah karena kesalahan kita sendiri karena
tidak bisa memilah kepada siapa kita mau mempercayakan diri!
Cinta kasih sejati, true love, hanya ada pada Yesus Kristus. Hanya kepada Dia kita berhak memberikan cinta
kita. Hal ini sudah dibahas dan dapat dilihat pada bagian pertama. Bagaimana supaya kita dapat hidup
dalam kasih sekaligus taat pada Bapa?
1.
Menuruti perintah Bapa.
Kasih harus dikaitkan dengan ketaatan. Hal ini sangat penting tapi sangat sulit dimengerti dan dijalankan
oleh dunia. Dalam setiap aspek hidup kita, kita banyak dididik, dilatih dan ditekankan dengan istilah
ketaatan, misal: di sekolah, di rumah, di kantor, dan sebagainya. Tapi ketaatan yang dunia mengerti dan
yang Alkitab ajarkan sangat jauh berbeda.
Dunia mengerti ketaatan, tapi ketaatan yang dunia mengerti bukan ketaatan yang sesungguhnya tapi
‘keterpaksaan’. Hal ini disebabkan karena:
a. Ketaatan muncul karena adanya penguasaan, ketakutan. Kalau tidak taat, maka akan dihukum, dibunuh,
ditangkap, dipenjarakan, mengalami kesusahan dsb. Apakah itu taat yang sesungguhnya? Itu bukan
ketaatan, kita taat karena terpaksa, itu penindasan. Dalam mendidik anak, jangan memakai cara seperti itu,
anak diajar taat pada orang tua karena ada hukuman yang menanti jika mereka tidak taat. Anak akan
275
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
menumpuk kebencian pada orang tua. Maka tidaklah heran, ada kasus anak yang membunuh orang tua
kandung akibat kebencian yang telah dipendam begitu lama. Akhirnya, ketaatan sinonim dengan kejahatan,
hukuman, penindasan, kebencian dan pemberontakan. Satu hal yang dunia tidak tahu, yaitu ketaatan
dihubungkan dengan cinta kasih.
b. Ketaatan muncul karena sudah dibeli. Kenapa saya taat? Karena sudah dibayar, karena sudah mendapat
upah yang diinginkan, karena sudah dibeli oleh penguasa yang menuntut ketaatan. Lalu itukah yang
dinamakan taat? Bukan! Jualan! Saya sedang jual ketaatan untuk dapat sesuatu yang saya perlu, yaitu
upah, imbalan. Ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang sangat kondisional, terbatas, ketaatan humanis,
materialis karena ada iming-iming. Kita sedang jual diri kita untuk jadi budak orang yang membeli kita, tidak
beda dengan seorang pelacur yang menjual dirinya untuk sesuatu yang orang lain suka. Ini bukan ketaatan
tapi suatu bisnis, tawar menawar.
Manusia ketika mengalami tekanan, mereka menggunakan istilah taat. Ketaatan yang diajarkan dunia,
suatu saat akan hilang, sirna, dan bersifat kondisional. Sejarah membuktikan, ketaatan akibat tekanan akan
meledak menjadi perlawanan yang luar biasa! Michael Foucault, ‘orang gila’, homoseksual, tapi jadi dekan
psikologi dan menjadi pimpinan tertinggi di universitas, Amerika. Dia ke Amerika bukan karena ada tawaran
rektor tapi karena di Amerika ada perkumpulan gay paling besar di dunia. Akhirnya dia mati mengenaskan,
AIDS. Buku-buku karangannya diterjemahkan ke berbagai bahasa dan banyak diminati oleh orang-orang
dunia. Ironis, orang yang gila menulis buku tapi banyak orang mengagumi dan membeli bukunya. Apa yang
terjadi? Pasti ada kesamaan antara penulis dengan pembaca. Michael Foucault mengajarkan, dunia penuh
dengan kekuasaan dan semua kekuasaan adalah kejahatan, jadi mari kita lawan semua kekuasaan, mari kita
menjadi orang yang anti otoritas karena semua otoritas adalah kejahatan! All power, all authority is evil.
Semua orang setuju dengan pernyataan tersebut. Dengan kata lain, dia mau berkata,”Mari kita jadi
penguasa.” Orang yang anti kekuasaan, tapi dia mau jadi penguasa dan tidak mau dikuasai. Dia tidak sadar,
waktu teriak anti kekuasaan, dia sedang berkuasa dan waktu sedang berkuasa, dia jahat tetapi dia selalu
menuduh orang lain yang berkuasa itu jahat. Dia tidak pernah melihat diri sendiri di mana kalau dia
berkuasa, dia juga jahat.
Ketaatan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kebencian, pemberontakan. Hal itu sudah melekat di kepala
kita, maka ketika mendengar kata taat, langsung dihubungkan dengan penguasa, dan melihat penguasa,
langsung dihubungkan dengan kejahatan, ketidakpuasan, pemberontakan.
Orang yang taat karena dibeli, dibayar, maka suatu saat jika ada orang yang membayar lebih mahal maka
dia akan pindah pada orang lain. Apa bedanya dengan dunia bisnis? Harga diri manusia menjadi rendah
karena bukannya menjalankan ketaatan yang sejati tetapi menjadi jual beli diri. Moral, nilai hidup, harkat
diri manusia turun sampai ke titik yang terendah, tidak beda dengan binatang. DI dunia yang semakin
modern, manusia semakin kehilangan dirinya, kehilangan dignity-nya. Kenapa? Karena sudah terbiasa jual
beli diri.
Sekarang banyak gereja yang rusak, tidak bisa menjalankan visi karena hamba Tuhannya sudah dibeli. Pada
prinsipnya, jemaat tidak ikut membayar gaji hamba Tuhan, jemaat hanya bertanggung jawab memberikan
persembahan sesuai dengan apa yang Tuhan sudah berikan dan jemaat harus memberikan persembahan
buat Tuhan. Jemaat bertanggung jawab pada Tuhan bukan pada hamba Tuhan. Kemudian gereja
mempunyai suatu tim di mana tim ini berpikir bagaimana menghargai seorang hamba Tuhan, hamba Tuhan
dihargai bukan dari pribadinya. Orang yang diberi berkat besar maka dia pantas memberi banyak, berlebih.
Orang yang diberi berkat sedikit maka dia pantas memberi kecil. Orang miskin yang memasukkan uang 2
276
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
peser ke dalam kotak, secara persentasi dia memberi lebih besar dibanding dengan orang kaya yang
memasukkan 10% dari penghasilannya karena 2 peser yang masuk sama dengan 100%, sedangkan orang kaya
memberi dalam jumlah besar tapi cuma 10% dari seluruh penghasilannya. Jadi, mana dan siapa yang
memberi lebih banyak? Tentu, yang memberi 100% dari seluruh penghasilannya, yaitu si orang miskin.
Komitmen anda di hadapan Tuhanlah yang dinilai. Tapi dunia tidak mau mengerti arti ketaatan sejati dan
celakanya istilah ketaatan yang dimengerti oleh dunia, diimport, dimasukkan ke dalam gereja. Akibatnya,
gereja tidak bisa lagi menyatakan ketaatan yang sesungguhnya. Biarlah saat kita boleh mengerti tentang
arti dan makna ketaatan yang sejati, hal itu boleh membawa kita masuk ke dalam hubungan yang paling
konsisten dan akan menghasilkan suatu sukacita besar, yang tidak bisa didapatkan oleh orang lain. Alkitab
mengatakan, ”Kamu mau mendapatkan kasih? Jawabnya cuma satu, yaitu turuti perintah-Ku.”
2.
Ketaatan membuat kita hidup dan tinggal dalam kasih-Nya.
Bahasa asli memegang, keep my commandments, yaitu memegang bukan cuma sekedar memegang tapi
memegang erat dan ditaruh dalam hati dan itu menjadi bagian hidup kita. Jadi perintah Tuhan bukan hanya
sekedar teori, yang kita mengerti, hafal, seperti ahli taurat, orang Parisi. LAI menerjemahkan dengan lebih
implikatif, yaitu memakai istilah menuruti perintah-Ku. Menuruti perintah Tuhan sebagai suatu sikap,
memegang erat lalu menjalankannya. Di sinilah unsur ketaatan muncul. Bagaimana dengan ketaatan sejati?
Tuhan menggambarkan ketaatan sejati :
a. dimulai dengan cinta Allah pada dunia ini, cinta Kristus terhadap kita yang membuat kita mempunyai
unsur ketaatan. Tuhan tidak menuntut kita taat dahulu, bahkan Kristus mencintai kita, mati untuk kita
ketika kita masih berdosa (Rom 5:8). Dunia kebalikannya, menuntut kita taat terlebih dulu baru kemudian
ada imbalan. Serahkanlah dirimu, taat kepada Dia yang telah mencintaimu, yang telah berkorban begitu
besar dengan mati untuk kita! Dia tidak akan mencelakakan kita! Kalau toh memang Dia mau mencelakakan
kita, dibiarkan diam saja kita pasti akan mati sendiri. Relasi yang sangat wajar, kalau ada seseorang yang
mencintai kita, dia menasihati kita demi untuk kebaikan kita lalu kita menurutinya. Bagaimana kalau ada
orang yang licik, yang ingin menghancurkan kita, lalu memberi nasihat pada kita? Kira-kira kita mau
menurut atau tidak? Anehnya, kita mau mengikuti, taat pada segala sesuatu yang mau menghancurkan
kita, kepada dia kita mau taat. Tapi justru kepada orang yang mencintai kita, mengasihi kita yaitu Tuhan
yang telah menyayangi kita, kita tidak mau taat. Aneh, kan? tapi nyata! Ketaatan sejati harus muncul dari
cinta yang sejati, yaitu cinta Tuhan pada kita. Dia mencintai kita maka Dia berhak memberikan perintah
pada kita.
b. dengan cinta-Nya yang begitu besar, membuat kita mendapat jaminan, kepastian, bahwa Dia akan turut
serta pada apa yang dikatakan-Nya. Ini sangat penting dalam hidup kita. Kalau Dia sudah rela mati untuk
kita, maka kalau Dia berkata,”Jalan! Aku akan beserta kamu!” Maka Dia pasti akan beserta dan kalau saya
menjalankan perintah Tuhan maka Tuhan akan turut serta di dalamnya. Jikalau kita tidak pernah jalan, taat
akan perintah Tuhan maka jangan salahkan Tuhan kalau anda hancur! Waktu kita taat maka engkau ada di
dalam kasih-Ku. Kepada siapa kita mau taat? Dunia menawarkan hal yang menakutkan, salah satunya
filsafat utilitarianisme, dicetuskan oleh John Stuart Mill. Salah satu tesisnya berisi :
- hidup di dunia cuma ada dua pilihan, yaitu pleasure or pain, gain or lost, senang atau menderita, mendapat
atau hilang. Tidak ada pilihan lain. Maka kalau begitu, kita harus ambil untung, hidup harus senang, tidak
boleh rugi, tidak boleh susah atau kehilangan, maka:
277
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
- etika harus sejajar dengan pleasure dan untuk itu kita harus gain. Maka kita harus kejar pleasure, kalau
gagal, maka:
- pain is your risk! Penderitaan, kerugian atau kehilangan, jangan salahkan siapa-siapa, itu resikomu!
Contoh: MLM (Multi Level Marketing), Alkitab mengkritik itu adalah prinsip dasar humanis, materialis, yang akan
menghancurkan semua aspek hidup kita. Hari ini banyak orang mempermainkan perintah Tuhan, bukan
kembali kepada Firman Tuhan tapi justru masuk dalam subjective interpretation terhadap perintah Tuhan.
Bertobatlah! Jangan pernah percaya, jangan pernah berharap kepada dia yang tidak sungguh-sungguh
mencintai, tidak pernah berkorban untuk kita. Bahkan, jangan mudah percaya dengan orang kristen
sekalipun. Maaf, karena jaman sekarang, istilah kristen banyak dimanipulasi. Oleh karena itu orang Kristen
harus membuktikan diri, yaitu dengan hidup dipenuhi oleh kasih sejati di mana kasih sejati itu membuat
kita taat dan ketaatan yang sejati membuat kita beroleh sukacita yang sejati, yang berbeda dengan yang
dunia tawarkan. Itulah kehidupan kristen yang indah.
Bagian ketiga
Exclusive teaching of Christ (Yoh. 13:32-17) ditujukan hanya untuk murid Kristus yang sejati. Yesus mengajar
setelah Yudas pergi (Yoh.13:31). Karena pada bagian ini mengandung banyak rahasia, kekayaan dan
kelimpahan yang dunia sukar untuk mengerti; hanya anugerah kalau kita dapat mengerti. Salah satunya
adalah pengertian dunia tentang love, obey and joy sangat berbeda dengan yang Tuhan ajarkan. Dunia tahu
perlunya cinta kasih tetapi pada hakekatnya dunia tidak tahu dan mengerti arti kasih yang sejati. Sekarang,
manusia telah kehilangan cinta kasih tapi manusia sangat membutuhkan kasih dan jika kebutuhan akan
kasih ini tidak terpenuhi maka manusia bisa gila. Konsep atheistic ini dicetuskan dan sangat dimengerti
oleh Abraham Maslow. Akibatnya, dunia mempraktekkan kasih menurut konsep dan pengertian mereka
sendiri; kasih yang dipraktekkan hanya sebagai pelampiasan nafsu belaka, hanya ekspresi dari semangat
humanistik, keegoisan manusia; itulah sifat manusia berdosa. Kasih seringkali di-redefinisi, dimanipulasi,
diidentifikasi dengan pengertian berbeda; sesuai dengan konsep mereka sendiri yang dilepaskan dari
sumber kasih, yaitu Tuhan Allah. Kasih yang sejati adalah seperti kasih Kristus kepada umat-Nya, hanya
umat-Nya bukan kepada setiap manusia dan itu merupakan manifestasi dari Bapa, di mana Dia adalah
kasih, yaitu sumber dan diri-Nya kasih. Lalu, bagaimana kita dapat menikmati dan mendapatkan kasih
sejati? Yaitu dengan menuruti perintah Bapa maka kita akan tinggal dalam kasih-Nya (ay.10). Kita harus
masuk dalam kasih Kristus dan mempunyai relasi dengan Kristus terlebih dahulu maka kita dapat
menikmati kasih sejati itu. Karena di luar Kristus, berarti kita lepas dari sumber kasih maka kita tidak akan
dapat menikmati kasih.
Kalimat menuruti perintah-Ku (ay.10) menjadi kalimat yang sangat dibenci oleh manusia; kebalikan dari
kalimat cinta kasih yang sangat ‘diagungkan’ manusia. Hal ini disebabkan karena obedience yang dimengerti
manusia bukan ketaatan yang sejati tapi ketaatan menurut konsep dunia, yaitu ketaatan yang bersifat
penindasan. Sehingga Michael Foucoult mencetuskan, orang yang punya kekuasaan pasti jahat, oleh
karena itu kekuasaan harus ditiadakan; berarti tidak boleh ada otoritas, tidak boleh ada kebenaran. Dunia
menanggapi positif konsep tersebut, yaitu dengan melawan segala bentuk otoritas, mereka tidak mau
percaya adanya otoritas, kebenaran. Betulkah dia seorang yang anti otoritas? Mereka sebenarnya bukan
anti otoritas, tapi anti di-otoritas, anti dikuasai. Mereka tidak mau dikuasai, mereka hanya mau menguasai.
Menguasai apa dan siapa? Menguasai seluruh bidang; sosial, politik termasuk manusia. Seperti halnya
seorang pimpinan, selalu menuntut bawahannya untuk tunduk menuruti semua perintah tapi di pihak lain
278
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dia tidak akan mau tunduk pada apapun dan siapapun. Kalaupun mau tunduk itu karena terpaksa, diancam,
atau karena di beli. Itu bukan ketaatan sejati. Ketaatan sejati justru bukan karena keterpaksaan tetapi
karena suatu kerinduan untuk menjalankan perintah Bapa (ay.10b). Hal ini dapat kita lihat pada keTritunggal-an Allah di mana Anak tunduk mutlak pada perintah Bapa yang adalah sumber kebenaran, Anak
tidak berbuat apa-apa dari diri-Nya sendiri; dan Roh Kudus tunduk mutlak pada perintah Anak. Hubungan
ketiga oknum Tritunggal ini adalah hubungan yang vertikal, dengan urutan ordo tertinggi berada di tangan
Bapa. Kebenaran antara Bapa, Anak dan Roh Kudus tidak akan pernah bertentangan. Mungkin terjadi
kehendak yang berbeda antara Bapa dan Anak, seperti ketika di taman Getsemani, Yesus berdoa, ”Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku…”(Mat 26:39). Anak punya kemauan yang
berbeda dengan Bapa tetapi pada saat seperti itu ketaatan tetap menjadi prinsip utama. “…janganlah
seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.”
Ini kunci ketaatan sejati yang membuat seluruhnya menjadi sinkron, yaitu kembali kepada kebenaran yang
sejati. Hubungan relasi antara Bapa, Anak dan Roh Kudus sering disalahtafsirkan oleh dunia bahkan dunia
mencoba untuk mengerti tapi dengan pengertian yang salah kaprah; hanya anugerah kalau kita dapat
mengerti ketaatan yang seperti Allah Tritunggal tunjukkan. Ketaatan yang dilakukan bukan karena
pemaksaan, pembelian; tapi kita taat karena kita tahu pada siapa kita taat, yaitu kepada Kristus, sumber
ketaatan. Jadi, sama seperti Anak taat menuruti perintah Bapa, Kristus juga ingin agar kita taat pada
perintah-Nya sehingga kita akan tinggal dalam kasih-Nya. Sukacita yang dimaksud bukan sukacita semu
seperti yang dunia tawarkan tapi sukacita sejati karena Tuhan tidak ingin kita hidup tersiksa dan akhirnya
hancur dalam dunia ini. Dunia sangat mengerti dan memahami kebutuhan manusia yang ingin hidup
bahagia, hidup penuh sukacita. Ironisnya, manusia tidak mengerti bagaimana cara mendapatkan sukacita
itu. Manusia mau sukacita, mau senang, mau bahagia tapi manusia tidak mengerti apa arti bahagia yang
sesungguhnya. Bahkan filsafat Cina mengidentikkan bahagia, sukacita tersebut dengan uang.
Untuk hidup maka manusia perlu uang bahkan mau mati pun perlu uang, jadi marilah kita mencari uang
sebanyak-banyaknya agar bahagia! Tapi betulkah dengan mempunyai emas, uang, materi, harta hidup kita
akan bahagia? Tidak! Nisbitt sangat mengerti akan hal ini, justru manusia jika mengejar harta, dia akan
terjepit dengan situasi ketegangan yang luar biasa, sehingga untuk keluar dari ketegangan tersebut maka
solusinya adalah dengan melakukan hubungan seks bebas. Ketika dunia menyadari bahwa kekayaan
bukanlah segala-galanya, dunia tidak dapat memberikan solusi yang terbaik; malah justru jatuh dari lubang
yang satu ke lubang yang lainnya. Dunia mengidentikan kekayaan dengan kebahagiaan tapi Alkitab justru
mengatakan, ”Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3) dan “Lebih muda seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya
masuk dalam kerajaan Allah.” (Mrk. 10:25) Karena makin kaya seseorang, maka:
1.
dia harus berani membayar harga dan harga yang dibayar sangat mahal. Ayub, orang kaya dan taat
pada Tuhan; karena Ayub kaya maka iblis ingin mencobai dia. Berbeda jikalau seandainya Ayub orang yang
miskin tapi taat pada Tuhan, iblis akan berpikir dua kali untuk mau menggodanya bahkan dapat dipastikan
iblis tidak akan mau mencobainya. Ayub sadar akan hal ini dan Ayub berani membayar harga, dia siap untuk
miskin; Ayub tahu harta yang dimilikinya berasal dari Tuhan. Ingat, kalau kita tidak menyadari akan hal ini
maka hal itu akan menjadi bumerang! Orang kaya akan sulit menerima kenyataan kalau dia menjadi miskin.
Akibatnya, dia bisa menjadi gila, jiwanya terganggu, dan lain-lain.
2.
ada resiko yang harus ditanggung karena kekayaannya. Sebagian besar orang kaya (yang tidak punya
pengertian yang benar tentang arti kaya yang sejati) tidak dapat hidup dengan tenang, selalu khawatir, was-was.
Karena itu menyangkut dengan keselamatan dirinya, keluarga dan kesejahteraan hidup orang banyak.
279
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Jikalau salah mengambil keputusan maka nasib seluruh karyawan dan keluarganya akan terancam. Orang
kaya seringkali juga ‘dimanfaatkan’ oleh pejabat, yaitu dengan meminta upeti.
Kalau begitu omong kosong kalau kita berpikir bahwa sukacita bisa didapat dengan kekayaan, sukacita bisa
didapat kalau kita punya emas segunung, sukacita bisa didapat kalau kita punya deposito di bank. Karena
justru itu semua membuat kita celaka! Hati-hati dengan tipu muslihat dunia yang mengiming-iming karena
satu kali kita terjebak maka kita pasti akan sulit untuk keluar!
Seperti halnya jika seseorang sudah masuk dalam pengalaman yang tidak menyenangkan, lalu dia
menyadari kesalahannya dan dia bisa lepas maka itu sangat bagus; tetapi kebanyakan orang setelah
mengalami peristiwa yang menyedihkan, mengecewakan tidak dapat menerima kenyataan; orang lebih
suka berandai-andai, berangan-angan dengan kembali ke masa lalu, berharap bisa mengulang masa lalu.
Hati-hati, dengan cara iblis yang mengikat kita sedemikian rupa dengan kekayaan, uang, materi; kita jadi
terikat, tergantung dengan harta! Sebagai perbandingan dapat kita lihat pada seseorang yang sudah
terbiasa hidup dengan gaji 1 juta rupiah per bulan kemudian naik menjadi 10 juta rupiah; dengan seseorang
yang telah terbiasa hidup dengan gaji 100 juta per bulan dan tiba-tiba turun menjadi 10 juta rupiah, mana
yang merasa lebih susah, stres? Pasti orang yang kedua, bukan? Jikalau kita mengidentikkan sukacita
dengan harta maka itu sama dengan mimpi, mengejar halusinasi yang tidak nyata. Manusia akan terus dan
terus mengejar harta tanpa henti dengan harapan suatu saat nanti akan datang kebahagiaan.
Padahal sukacita yang Tuhan berikan itu telah dinyatakan sekarang bukan suatu saat nanti! Untuk
memperoleh sukacita, dunia memberikan solusi yang berbeda dengan yang Alkitab berikan. Dunia hanya
menawarkan sukacita yang semu! Hal ini dapat kita jumpai pada dunia entertainment, di mana hiburanhiburan yang ditawarkan sangat menarik sehingga membuat kita merasa terhibur, ada sukacita, tapi
benarkah demikian? Apakah sukacita tersebut bersifat kekal? Tidak! Itu semua sukacita semu dan sifatnya
sementara; dalam hati yang terdalam masih terdapat kekosongan, yang tidak dapat diisi oleh hiburanhiburan yang dunia entertainment tawarkan.
Manusia terus mencari dan mencari hal-hal yang dapat membuat hidup penuh sukacita bahkan untuk
memperoleh sukacita tersebut rela mempertaruhkan nyawa! Dunia mengerti akan hal ini, di mana manusia
berani menanggung resiko sehingga dibuatlah permainan-permainan yang sifatnya menghibur sekaligus
menegangkan. Permainan yang semakin menegangkan dan beresiko, semakin disukai. Gejala apakah
gerangan? Pasti ada sesuatu yang salah dengan kejiwaan manusia. Hidup manusia seolah-olah
dipertaruhkan untuk hal-hal yang tidak berguna.
Pandangan Alkitab sangat berbeda jauh dengan yang dunia ajarkan. Dunia menggambarkan sukacita
diperoleh karena adanya pengaruh stimulan-stimulan dari luar tapi firman Tuhan mengajarkan sukacita
sejati seharusnya muncul dari dalam diri, yaitu hasil dari ketaatan kita pada Tuhan di mana ketaatan itu
muncul karena kasih kita kepada Kristus. Kita akan bersukacita, merasakan sukacita sejati apabila:
1.
Doing the right thing, Saat kita melakukan kehendak Tuhan, itulah saat di mana kita masuk dalam cinta
kasih Tuhan, dan pada saat itu kita boleh bersukacita karena kita boleh turut ambil bagian dalam pekerjaan
dan rencana Tuhan. Kita dapat melakukan hal baik dan benar yang Tuhan inginkan. Adalah sukacita besar
jika kita dapat melakukan kehendak Tuhan dan Tuhan memuji dan berkenan atas perbuatan dan pekerjaan
yang telah kita lakukan. Sukacita yang bagaimana yang dapat kita peroleh dari dunia yang penuh dosa dan
terbatas ini? Dunia hanya menawarkan sukacita yang sementara, sukacita semu. Sekali lagi saya tekankan,
sukacita sejati akan kita peroleh ketika kita taat melakukan semua pekerjaan baik yang telah dipersiapkan
280
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tuhan (Ef. 2:10) dan Tuhan berkenan atas perbuatan kita. Paulus menyadari akan hal ini sehingga ketika ia
diikat dan dimasukkan ke dalam penjara yang gelap, Paulus tidak berkeluh kesah tetapi Paulus justru
memuji Tuhan. Orang dunia jika menghadapi keadaan demikian pasti akan marah, mengamuk, tetapi
Paulus justru mengatakan, ”Bersukacitalah kamu di dalam Tuhan.” (Fil. 3:1) Bagi Paulus, memberitakan injil
adalah suatu sukacita besar karena dia melakukan hal baik dan benar meski untuk itu dia dipenjarakan.
Inilah sukacita sejati. Dunia tidak akan dapat mengerti dan menerima konsep ini karena konsep yang dunia
ajarkan berbeda dengan yang Alkitab ajarkan.
2.
Doing the precious thing, Saat kita melakukan sesuatu yang bernilai, yang mulia maka saat itulah kita
akan bersukacita. Kalau kita dapat dipakai untuk melakukan suatu pekerjaan yang mulia, yang bernilai
tinggi maka itu adalah suatu sukacita besar karena kita boleh turut ambil bagian di dalamnya. Saat kita
melakukan pekerjaan mulia pasti tidak mudah; kita akan mengalami berbagai kesulitan, tapi kesulitan
tersebut tidaklah identik dengan kepedihan, dan dengan kepedihan tersebut bukan berarti tidak ada
sukacita sejati. Kalau orang dipenjara karena melakukan suatu perbuatan jahat maka sangatlah wajar kalau
dia merasa malu dan hina. Berbeda dengan Paulus yang dipenjara bukan karena membunuh, mencuri,
berzinah tapi karena Paulus melakukan pekerjaan Tuhan yang mulia, yaitu memberitakan injil, kabar
keselamatan, kabar bahagia. Kita tidak akan merasakan sukacita yang sejati apabila kita mengerjakan
sesuatu yang hanya sekedar pelampiasan nafsu egoisme kita belaka.
3. Doing the work of God, Saat kita accomplishing, menggenapkan rencana Allah itu adalah saat yang paling
membahagiakan. Ingat, tantangan dan kesulitan yang menimpa kita jangan membuat kita undur, tetapi
justru melalui tantangan dan kesulitan tersebut membuat kita semakin yakin bahwa Tuhan mau bekerja di
dalam kita dan Tuhan mau pakai kita. Paulus giat memberitakan injil, kabar keselamatan; Paulus tahu pasti
bahwa itu semua adalah pekerjaan baik yang sudah Tuhan persiapkan dan rencanakan bagi dirinya
sehingga ketika menghadapi tantangan berat, Paulus tidak takut. Paulus semakin jelas akan pimpinan
Tuhan, ketika Paulus ingin memberitakan injil di Asia kecil; Roh Kudus tidak memperbolehkannya tapi justru
Roh Kudus memimpin Paulus untuk masuk ke Makedonia. Begitu masuk Filipi, kota pertama yang diinjak
Paulus, dia langsung di penjara. Orang dunia ketika mengalami hal seperti itu pasti kecewa dan putus asa;
bayangkan baru mau mulai kerja saat itu juga langsung masuk penjara! Ingat, Tuhan pasti tidak akan tinggal
diam saat anak-Nya menghadapi kesulitan, justru Tuhan ingin agar kita dapat merasakan pimpinan,
penyertaan Tuhan yang luar biasa. Adalah suatu sukacita besar kalau kita dapat merasakan pimpinan Tuhan
yang luar biasa ketika kita menghadapi kesulitan dan kita berhasil keluar dari kesulitan tersebut; karena kita
tahu Tuhan punya rencana yang indah dibalik semua itu, yaitu menggenapkan rencana-Nya. Sehingga
dapatkah kita berkata seperti Paulus berkata, ”Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal
saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskankan oleh Tuhan Yesus
kepadaku untuk memberi kesaksian tentang injil kasih karunia Allah.” (Kis. 20:24)
Sukacita sejati itu waktunya sekarang bukan nanti! Di luar Tuhan tidak ada sukacita sejati! Ketika kita
berada bersama-sama dengan Allah maka kita telah berada dalam naungan kasih-Nya. Hidup akan menjadi
sangat indah, penuh sukacita kalau kita berada dalam naungan kasih-Nya. Ketaatan sejati, kasih sejati dan
sukacita yang sejati sangat berkaitan erat dan merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan.
Sangat berbeda dengan yang dunia tawarkan; dunia hanya menawarkan sukacita semu! Di manakah
sekarang kita mau hidup? Di luar Tuhan atau di dalam Tuhan? Di manakah posisi kita? Pilihan berada di
tangan kita dan tidak ada keterpaksaan.
Amin!
281
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
IIm
ma
an
n,, p
pe
en
ng
gh
ha
arra
ap
pa
an
nd
da
an
nk
ka
as
siih
h
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
31
Roma 8:31-32
Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita,
siapakah yang akan melawan kita?
32
Ia, yang tidak menyayangkan Anak–Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan–Nya bagi kita
semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita
bersama–sama dengan Dia?
Memasuki tahun 2003 banyak komentator, media massa, meramalkan 2003 adalah tahun yang paling
menakutkan khususnya bagi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya beban yang ditanggungkan
pada rakyat, akibat korupsi yang merajalela, kenaikan BBM, listrik diikuti dengan naiknya harga kebutuhan
pokok yang semakin menambah beban rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah. Keadaan
demikian jika tidak terkendali akan sangat berbahaya, manusia akan bertindak skeptis, ‘nothing to lose’,
yaitu suatu kondisi di mana orang akan berpikir, demi untuk mempertahankan hidup, melakukan perbuatan
baik atau jahat sama-sama beresiko jadi lebih baik melakukan yang jahat. Manusia akan bertindak masa
bodoh, cuek, pasif dalam menghadapi realita yang ada. Selama diri merasa aman, tidak terganggu, maka dia
tidak peduli dengan penderitaan orang lain di sekitarnya. Bagaimana iman Kristen menanggapi hal ini?
Kekristenan mengajarkan dan memberi kekuatan pada kita bagaimana menghadapi realita yang ada, bukan
menghindarinya.
Dalam kitab Roma pasal 8 terdapat konklusi sekaligus solusi bagi mereka yang sudah diselamatkan. Roma 1-11
membicarakan tentang manusia berdosa, tidak berpengharapan, manusia yang seharusnya dimurkai
Tuhan, tapi diselamatkan semata-mata hanya karena anugerah, bukan atas dasar jasa manusia,sola gracia,
dan manusia hidup berdasarkan firman dan iman, sola scriptura, sola fide. Apa yang dimaksud dengan
anugerah? Anugerah adalah sesuatu yang kita terima yang semestinya tidak layak kita terima. Ketika
anugerah diberikan, dibutuhkan dan harus ada suatu motivasi yang besar, yaitu cinta kasih. Tanpa cinta
kasih maka anugerah yang diberikan sifatnya hanya pura-pura saja. Ketika seseorang mengalami sesuatu
perlakuan yang sangat buruk lalu ditolong dengan sepenuh hati, tanpa mengharap imbalan, berarti ia
mendapatkan anugerah besar maka orang tersebut dapat menjadi jaminan, menjadi sandaran yang dapat
kita percaya. Dalam dunia ini, siapa orang yang layak kita percaya, yang dapat kita jadikan sebagai sandaran
hidup? Tuhan membukakan melalui Paulus dalam Roma 8, yaitu :
1.
Konsep anugerah yang benar. Konsep agama di dunia mengajarkan konsep bargain, mau hidup
bargain, mau selamat bargain, Tuhan hanya sebagai simbol belaka. Bagaimana caranya supaya saya dapat
diselamatkan? Bagaimana caranya supaya hidup bisa dibereskan? Maka caranya adalah dengan tawar
menawar, kalau saya berbuat sesuatu, apa yang saya dapatkan? Alkitab mengajarkan bahwa kita hidup
bukan berdasarkan upah atau hadiah belaka tapi semata-mata berdasarkan anugerah, karena di dalam
anugerah ada suatu konsep yang mengikat tiga bagian yang sangat penting, yaitu iman kepercayaan kita,
282
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
pengharapan akan kepastian dan kasih yang mengikat semuanya dan yang paling besar di antara ketiganya
adalah kasih. Paulus mengatakan, start with the grace of God, mulailah dengan konsep anugerah. Reformed
menekankan dua hal yang mendasar, yaitu anugerah Allah dan kedaulatan Allah di mana semua itu
dipastikan dan diikat dengan tanggung jawab oleh Tuhan Allah.
2.
Anugerah yang sejati di dalamnya harus mengandung kasih yang sejati. Anugerah yang sejati
kalau tidak ada kasih yang sejati bukanlah anugerah, hal ini dapat dibuktikan dengan dapatkah kita
mengasihi musuh yang telah mencelakai, menghancurkan hidup kita? Kalau kita bisa mengasihi musuh,
maka apapun akan menjadi gampang, karena hal mengasihi musuh adalah yang paling susah, berat dan
tidak mungkin dapat dilakukan, tapi kita dapat melampauinya.
Roma pasal 6 dan 7 membuktikan bagaimana Allah beranugerah kepada kita, hingga Roma 8 Paulus menyatakan dalam hidup di dunia ini kita punya pilihan. Mau menjadi budak siapa? Mau bersandar pada
siapa? Mau berharap pada siapa? Siapa yang layak kita percaya? Diri sendiri? Memang seberapa pantas dan
hebatkah kita? Orang lain? Memang siapa dia? Kondisi? Memang kondisi tidak akan berubah? Dunia
sekarang, mengalami gejala yang menakutkan yaitu gejala anxiety. Ini bukan keadaan takut biasa tapi suatu
keadaan di mana kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran sudah begitu mencengkeram dan mengakar
dengan kuat dan manusia tidak bisa berbuat apa-apa sehingga dalam menghadapi keadaan, situasi apapun
manusia selalu dibayangi dengan kecemasan, kekhawatiran yang berlebihan. Manusia merasa lebih aman
jika mempunyai uang milyaran di bank tapi ketika uang itu mulai menyusut, maka mulai timbul rasa cemas,
gelisah dan khawatir. Uang tidak bisa menghindarkan kita akan realita kesusahan dan penderitaan yang kita
hadapi. Maka tidaklah heran banyak orang menderita penyakit akibat kecemasan yang mencengkeram
bahkan bisa menimbulkan kematian.
Manusia dicipta Tuhan berbeda dengan binatang. Dengan akal budi menjadikan manusia selalu mempunyai
rencana akan masa depannya, akan tetapi masa depan yang bagaimana? Suram! Tidak ada seorangpun
yang tahu, sehingga hal itu membuat hidup semakin berat. Tetapi syukur kepada Allah, yang memberi
kekuatan kepada kita, dengan anugerah-Nya yang besar, Dia memberikan jaminan iman kepada kita,
sehingga kita tidak merasa takut akan hari esok. Percayalah dan bersandarlah pada-Nya! Hanya Dia satusatunya yang layak kita percaya, Dia tidak akan mengkhianati, bahkan memanipulasi kita. Di dunia ini tidak
ada apapun yang dapat kita percaya, kondisi, uang, orang tua, suami, istri, anak, teman bahkan diri sendiri
sekalipun karena suatu saat semua itu dapat berubah. Lalu siapa yang dapat kita percaya di dunia ini?
Hanya kepada seseorang yang mencintai Tuhan terlebih dahulu dan mencintai kita dengan sungguhsungguhlah, kita bisa letakkan rasa percaya kita. Kita akan menanggung resiko yang sangat besar jika kita
meletakkan rasa percaya kita kepada seseorang yang tidak mencintai kita karena dengan demikian kita
akan dimanipulasi. Lalu sampai seberapa jauhkah kita dapat mempercayai seseorang? Yaitu ketika suatu
saat dia kita sakiti tapi dia masih tetap mencintai kita. Di dunia, hal ini mungkin hanya kita dapati hanya
pada suami atau istri kita, true love, cinta agape, mencintai tanpa melihat kondisi dan tanpa mengharapkan
balas. Dia mencintai bukan untuk kepentingan diri tapi demi kepentingan kita.
Firman Tuhan mengatakan hanya satu yang layak kita percaya yaitu, Dia yang tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya, mati, untuk kita, manusia berdosa yang seharusnya
dibinasakan. Tuhan tahu betapa jahat dan kejamnya manusia tapi Dia masih mengasihi kita, orang yang
seharusnya dibinasakan. Di tengah dunia ini kita masih mau percaya kepada siapa? Bahkan diri sendiri pun
tidak bisa kita percaya. Psikolog mengatakan, “ the most, the greatest enemy for ourself is ourself”. Dunia
makin modern makin bertambah susah, banyak orang tidak bisa berdamai dengan orang lain bahkan
kepada diri sendiri sekalipun jadi serahkanlah diri dan berdamailah dengan Allah, iman harus diserahkan
kepada kasih yang terbesar. Iman yang terlepas dari kasih merupakan suatu kecelakaan besar. Celakalah,
283
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
iman yang didasarkan pada kebencian! Memasuki abad 21 ini biarlah kita kembali kepada esensi iman yang
benar. Jangan percaya pada siapapun kecuali kepada dia yang mengasihi kamu dengan sungguh-sungguh,
don’t trust anybody except those who love you more. Di tengah dunia ini makin banyak manipulator, makin
banyak orang licik, makin banyak orang kejam, kecuali dia betul-betul mencintai kita kepada dia kita boleh
memberikan kepercayaan,’iman’, kepada dia. Jangan tergiur oleh apapun yang sepertinya secara fenomena
mengiming-iming kita, jangan tergiur dengan tawaran-tawaran menarik yang sepertinya memberikan janji
surga! Perhatikan, siapakah yang lebih mengasihi kita?
1.
Kasih Tuhan yang besar. Tuhan lebih mencintai kita lebih daripada kita mencintai Tuhan. Jika kita
mencintai seseorang lebih besar daripada kita mencintai Tuhan, maka fatallah hidup kita. Dia mengasihi
dengan begitu besar maka Dia berhak mendapat ‘iman’ yang terbesar dari kita. Dan itu dipakai sebagai
grading, standar bagi kita jika kita mau menyerahkan ‘iman percaya’ kita pada seseorang. Apakah dia
mengasihi kita lebih besar dari kasih yang diberikan Bapa, yang telah menyerahkan anak-Nya mati bagi
kita? Seorang ayah sejati akan merasa berat, tertekan, menderita jika melihat anak yang dikasihi, mati,
dibunuh di depan matanya. Seorang ayah sejati lebih rela jika dirinya sendiri yang mati menggantikan
anaknya daripada melihat anaknya mati dibunuh di depan mata. Karena baginya hal itu sama dengan
membunuh dua orang sekaligus, yaitu anak yang dikasihi sekaligus dirinya sendiri dengan melihat kematian
anak yang sangat dikasihi. Demikian halnya dengan Bapa di sorga kalau Dia telah memberikan yang terbaik,
yaitu anak-Nya, mati untuk kita, Dia pasti akan memberikan yang terbaik dan terindah demi untuk kebaikan
kita.
2.
Iman membawa kita taat melangkah pada pimpinan-Nya. Bapa sudah membuktikan kasih-Nya
yang besar, Dia sudah berkorban, yaitu dengan memberikan anak-Nya sendiri mati, untuk kita. Kematian
seorang anak, bagi seorang ayah sejati lebih berat dibanding dengan kematiannya sendiri. Maka Dia layak
menjadi sandaran iman, percaya kita. Dia sudah tidak menyayangkan anak-Nya, memberikannya untuk kita,
maka Dia pasti akan memberikan yang terbaik dan terindah untuk kebaikan kita.
3.
Dalam Tuhan ada pengharapan sejati sehingga membuat manusia berpengharapan. Siapa yang
dapat menolong kita dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan, saat kita dalam kesusahan? Jikalau ada
orang, yang dengan tulus, tanpa mengharap imbalan mau menolong maka orang tersebut dapat kita
jadikan ‘pengharapan’ kita. Saat kita mengalami kesusahan, datang meminta pertolongan pada orang yang
bukan mencintai kita, maka kita akan ‘dimakan’ oleh dia. Dunia selalu mengambil keuntungan atas
kesusahan, penderitaan yang dialami orang lain. Lalu kepada siapakah kita dapat berharap? Manusia tidak
pantas, tidak layak untuk menjadi sandaran iman dan pengharapan karena sifat manusia berdosa, selalu
mengharapkan imbalan, selalu berubah. Kalau ada orang yang mau menolong kita, tanpa pamrih, demi
supaya kita dapat menjadi baik, maka orang tersebut layak untuk kita jadikan sebagai sandaran hidup,
harapan kita. Makin dia mencintai dengan sungguh-sungguh maka di situlah kita dapat meletakkan
pengharapan kita. Di tengah dunia ini siapa yang dapat memberi pengharapan pada kita? Pengharapan
sejati hanya ada dalam Tuhan kita, Yesus Kristus, yang sudah membuktikan kasih-Nya, dengan
menyerahkan nyawa-Nya, mati untuk kita.
Di tengah-tengah ketidakpastian jaman, kita punya satu kepastian, jaminan dan pengharapan di dalam
Tuhan dan sejarah sudah membuktikan hal itu. Sudahkah kita menikmati anugrah Tuhan yang mengasihi
kita, dengan memberikan anak-Nya, mati untuk kita, sehingga kita boleh mempunyai iman pengharapan
pada-Nya?
Amin!
284
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Y
Ye
es
su
us
s,, G
Ge
em
mb
ba
alla
ay
ya
an
ng
gb
ba
aiik
k
Oleh: Pdt. Solomon Yo
Nats:
1
Yohanes 10:1-18;26-30
"Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba
dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri
dan seorang perampok;
2
tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba.
3
Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba–domba mendengarkan suaranya dan ia
memanggil domba–dombanya masing–masing menurut namanya dan menuntunnya ke
luar.
4
Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba–
domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya.
5
Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena
suara orang–orang asing tidak mereka kenal."
6
Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak
mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka.
7
Maka kata Yesus sekali lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke
domba–domba itu.
8
Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba–
domba itu tidak mendengarkan mereka.
9
Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan
keluar dan menemukan padang rumput.
10
Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang,
supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.
11
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba–
dombanya;
12
sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba–domba
itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba–domba itu lalu lari,
sehingga serigala itu menerkam dan mencerai–beraikan domba–domba itu.
13
14
Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba–domba itu.
Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba–domba–Ku dan domba–domba–Ku
mengenal Aku
15
sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa–
Ku bagi domba–domba–Ku.
16
Ada lagi pada–Ku domba–domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba–domba itu
harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara–Ku dan mereka akan menjadi
satu kawanan dengan satu gembala.
17
Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa–Ku untuk menerimanya
kembali.
285
18
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tidak seorangpun mengambilnya dari pada–Ku, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendak–Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa–Ku."
26
tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba–domba–Ku.
27
Domba–domba–Ku mendengarkan suara–Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka
mengikut Aku,
28
dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa
sampai selama–lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan–Ku.
29
Bapa–Ku, yang memberikan mereka kepada–Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan
seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa.
30
Aku dan Bapa adalah satu."
Alkitab menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan secara unik, manusia sebagai domba dan Tuhan
sebagai Sang Gembala.”Kami ini umat-Mu dan kawanan domba gembalaan-Mu (Mzm. 79:13); “Ketahuilah
Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba
gembalaan-Nya” (Mzm. 100:3); “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23:1). Tuhan Yesus
berkata, ”Akulah gembala yang baik. Gembala yang memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh.
10:11).
I.
Mengapa kita digambarkan sebagai domba?
Mengapa manusia digambarkan sebagai domba, dan bukannya binatang lain, seperti harimau, singa, atau
burung elang yang lebih kuat dan perkasa daripada domba? Apa ciri-ciri dari domba? Lemah, bodoh, dan
agak keras kepala. Tampaknya gambaran mengenai domba yang bodoh itu tidak sesuai bagi manusia.
Bukankah manusia makhluk yang paling cerdas? Manusia telah berhasil mendarat di bulan, dan mencapai
berbagai kemajuan dalam bidang sains, teknologi, sosial, dan sebagainya. Mengapa kita digambarkan
sebagai domba?
Saya bukanlah orang yang terlalu pintar, saya melakukan kebodohan-kebodohan. Lalu saya melihat orang
lain yang lebih cerdas dari saya, mereka juga mempunyai kebodohan atau kepicikannya sendiri. Saya
melihat orang-orang yang memiliki karunia yang luar biasa (jenius), seperti Oscar Wilde (Sastra), Nietzsche
(filsuf), mereka mengalami kehancuran karena kebodohan mereka. Belum lagi, ada begitu banyak orang
yang kurang cerdas dijerumuskan oleh pemimpin yang tidak baik. Sungguh ironis, manusia yang dicipta
menurut gambar dan rupa Allah, mahkota ciptaan Allah yang melebihi semua ciptaan lain, oleh nabi
Yesaya, dikatakan lebih bodoh dari lembu dan keledai: “Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak;
keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya.” (Yes 1:3)
Gambaran domba yang dipakai dalam Alkitab adalah wahyu Allah, karena itu pasti ada kebenaran penting
yang ingin Ia ungkapkan kepada kita. Apakah itu? Pertama, menegaskan mengenai kelemahan, kebodohan,
kerentanan, dan ketidakberdayaan manusia. Manusia adalah makhluk yang mudah terjerumus dalam
penipuan diri; ia seperti kabut yang sebentar saja sudah menguap dan lenyap; Kedua, menegaskan
ketergantungan manusia kepada Tuhan, Gembala Ilahi manusia, satu-satunya yang dapat menuntun kita di
jalan yang benar. Sebelum kita mengenal keberadaan diri kita yang miskin, hina dan celaka; dan pada saat
yang sama mengenal Allah yang di dalam kasih dan kekudusan-Nya memperhatikan kita, maka tidak ada
agama atau kerohanian yang sejati. Ketika berada dalam lingkungan di mana kita lebih menonjol dari rata-
286
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
rata, kita merasa kita lebih pandai dari orang lain, padahal kita memiliki kebodohan kita sendiri dan ada
banyak orang lain yang lebih hebat dari kita. Saat kita bertumbuh lebih rohani dari orang lain, kita menjadi
sombong dan menjadi lebih berdosa dari orang lain. Inilah kita, manusia yang rentan dan tidak benar di
hadapan Allah, dan mudah tersesat. Tepat sekali, jikalau kita digambarkan sebagai domba, yang bodoh,
lemah, rentan, mudah tersesat, dan selalu dalam bahaya, sehingga kita memerlukan gembala yang baik
untuk menuntun hidup kita. Inilah yang ditegaskan oleh Alkitab; hidup kita adalah berdasarkan anugerah
Allah. Hanya oleh anugerah Allah, kita dapat hidup, diselamatkan, melakukan pekerjaan Allah.
II. Apa arti gambaran Tuhan sebagai Gembala kita yang baik?
Kita sudah melihat gambaran manusia sebagai domba, lalu apa artinya Tuhan adalah gembala kita yang
baik? Ketika Yesus menyebut diri-Nya sebagai gembala yang baik; Ia mengkontraskan dengan
1.
pencuri dan perampok (10:1,8,10);
2.
gembala upahan (10:12-13). Keduanya mempunyai ciri yang sama, yaitu hanya memikirkan
keuntungan diri sendiri, tidak memperhatikan kesejahteraan domba-dombanya. Gambaran gembala
tersebut ditujukan untuk para pemimpin yang ditetapkan Allah untuk menuntun umat-Nya, misalnya raja,
imam, nabi, para tua-tua masyarakat baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Tetapi mereka tidak
memperhatikan umat Tuhan, mereka justru memanfaatkan dan membiarkan domba-domba Allah tersesat
(Yer. 23:1-2; Yeh. 34:1-6). Karena tidak menemukan ada gembala yang setia pada kawanan dombanya, maka
Tuhan marah dan akan menghukum mereka; tetapi Tuhan akan memberikan memberikan gembala lain
yang lebih baik, yaitu Ia sendiri yang akan menjadi gembala kita (Yer 23:3-4; Yeh 34:11-16) akan menghukum
mereka; tetapi Tuhan akan memberikan memberikan gembala lain yang lebih baik, yaitu Ia sendiri yang
akan menjadi gembala kita (Yer 23:3-4; Yeh 34:11-16).
Sekarang kita hidup dalam jaman dalam situasi dan kondisi ekonomi, politik, sosial yang sulit. Kita
membutuhkan pemimpin yang baik; dalam bidang pemerintahan, rohani maupun bidang-bidang lain.
Tetapi ternyata para pemimpin kita lebih memperhatikan kesejahteraan mereka sendiri, dan mengabaikan
kesulitan yang dihadapi oleh rakyat banyak. Demikian juga kita menyaksikan adanya hamba Tuhan yang
tidak melayani dengan tulus, lebih memperhatikan keuntungan pribadi, apakah materi, nama dan
kedudukan, daripada memperhatikan domba-domba Tuhan yang dipercayakan Gembala baik sangat
dibutuhkan oleh domba-domba. Kita sangat membutuhkan pemimpin bangsa yang mengasihi rakyat dan
betul-betul berjuang bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Kita membutuhkan rohaniwan-rohaniwan yaitu
pemimpin pemimpin rohani yang betul-betul menggembalakan jiwa kita. Seorang pemimpin yang baik,
ketika umat / rakyatnya dalam kesulitan, dia akan berusaha sekuat tenaga menolong mereka, membantu
mereka mencari jalan keluar dari kesulitan mereka. Pemimpin demikian sangat langka.
Kalau kita diberi karunia lebih dari orang lain, itu tidak dimaksudkan untuk menghina orang lain? Semakin
banyak karunia yang diberikan Tuhan, semakin besar tanggung jawab kita untuk menjadi berkat bagi orang
lain, dan bukan kesempatan untuk memanipulasi orang lain. Karunia diberikan supaya kita dapat menjadi
wakil Tuhan untuk memberkati domba-domba Tuhan. Apakah kita berada dalam pemerintahan, politik,
ekonomi-bisnis, sosial-budaya, pendidikan, dan sebagainya. Inilah panggilan mandat budaya bagi setiap kita
untuk mengelola kehidupan menjadi lebih baik sehingga mendatangkan sejahtera bagi banyak orang.
Sudahkah kita melakukan hal ini? Ingat, saat kita mengerjakan apapun, lakukanlah semuanya itu seperti
untuk Tuhan dan bukan untuk manusia! Tuhan akan menghukum lebih berat para gembala, yaitu para
287
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
pemimpin yang tidak setia. “AKU akan menghukum mereka, Aku akan menghentikan mereka, Aku akan
mengirim binatang buas untuk menghancurkan mereka.”
Yesus berkata, ”Akulah gembala yang baik” (I am the good shepherd). Kata I am yang unik ini muncul sebanyak
tujuh kali dalam Injil Yohanes. Arti kata ini memiliki latar belakangnya di dalam Keluaran 3:14, di mana Tuhan
menyatakan diri-Nya sebagai “Aku adalah Aku (YHWH). Jadi dalam penegasan “Akulah gembala yang baik,”
Yesus sedang menyatakan bahwa diri-Nya adalah Pribadi Ilahi. Dia adalah gembala ilahi yang dijanjikan itu
(Yeh. 34:15-16). Pada masa di mana umat Allah hidup dalam kekacauan dan tanpa pengharapan, Yesus
datang sebagai gembala yang baik. Kata ’baik’ yang dipakai bukan agathos yang mempunyai pengertian
baik secara moral, tetapi kalos, yang mempunyai arti baik secara kualitasnya. Misalnya, kita tidak cukup
hanya memiliki seorang dokter yang baik, karena siap untuk menolong kita, termasuk pengobatan secara
cuma-cuma bagi yang tidak mampu, tapi juga seorang dokter yang baik, dalam arti berkualitas dalam
bidangnya. Yesus adalah gembala yang baik, dalam arti Ia memiliki selain kasih kemurahan juga kualitas
gembala yang baik untuk memimpin kita kepada kesejahteraan.

1.
kasih dan perhatian, merawat dengan penuh kelembutan dan kesabaran. Inilah arti yang sudah
kita kenal.
2.
otoritas/kedaulatan. Inilah sebabnya gambaran gembala dipakai bagi para raja, pemimpin; mereka
memiliki otoritas atau kedaulatan atas umat. Tuhan adalah gembala pemilik, bukan gembala upahan. Dia
memiliki kedaulatan penuh atas kita karena Dialah yang memiliki kita, dan kata “memiliki” ini juga berarti
kasih sayang. Seperti dalam setiap rasa memiliki yang positif. Misalnya rasa memiliki suatu
perusahaan/persekutuan, berarti menyayanginya; hak orang rasa memiliki orangtua terhadap anak, berarti
mengasihi dan memberikan perhatian. Demikian besar kasih-Nya kepada kita milik-Nya, sampai-sampai Ia
memberikan nyawa-Nya bagi keselamatan kita. Gembala upahan ketika mengalami kesulitan, dia akan lari
karena orientasi mereka adalah demi keuntungan mereka sendiri tetapi sebaliknya Yesus berkata,”Aku
datang, supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam kelimpahan” (Yoh10:10b). Yesus
memiliki kita dan mengasihi kita dengan kasih ilahi.
III.
Tindakan kasih seperti apa yang dilakukan oleh Gembala kita yang baik itu?
1.
Ia memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya.
”Akulah gembala yang baik,…dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku”(Yoh 10:14-15).
Seandainya sebagai gembala, suatu saat kita dihadapkan pada pilihan: melindungi domba tapi kita mati
atau membiarkan domba mati. Mana yang lebih dipilih? Tentu manusia tidak layak mati bagi domba.
Terutama jika gembala itu adalah anak kita, kita pasti berpesan,”Nak, kalau ada binatang buas, dan kamu
sudah tidak sanggup menyelamatkan domba-domba; biarkanlah, karena yang penting kamu selamat.” Dan
tidak akan berkata “Nak, kalau ada segerombolan serigala yang memangsa domba-domba kamu harus
menjaga domba-domba bila perlu kamu mati” Karena nyawa domba tidak sebanding dengan nyawa
manusia. Begitu juga dengan harta benda yang kita miliki tidak sebanding dengan nyawa kita. Tapi kalau
demi nyawa anak, kita pasti rela mati berkorban nyawa. Hal ini sangat lazim.
Terkadang ada juga gembala yang mati bagi domba, itu accident karena bukan tujuan gembala untuk mati
bagi domba, tetapi Yesus datang dengan tujuan mati bagi domba. Kalau manusia saja, tidak layak mati bagi
domba maka sangat tidak layak kalau Tuhan mau mati bagi manusia. Tapi Tuhan sudah melakukan hal yang
288
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
tidak lazim, yaitu mau mati bagi domba. Hal ini justru untuk menyatakan anugrah yang tidak dapat kita
mengerti. Kita yang tidak layak, berdosa, jahat tapi Dia rela datang, mati untuk kita. Dia sangat mengasihi,
menghargai kita manusia. Adalah sifat manusia, yaitu mengasihi karena ada sesuatu yang diharapkan,
karena dia berharga, tapi Tuhan justru mengasihi yang jelek, yang jahat untuk Dia ubah menjadi baik dan
indah. Gembala mana yang dapat mengasihi kita dengan kasih yang begitu mulia? Hal ini tidak akan kita
peroleh dari gembala upahan apalagi pencuri dan perampok. Manusia adalah “takers” (suka memanfaatkan
orang lain demi keuntungannya sendiri), demikian kata Anthony Hopkins dalam film Instinct, sehingga ia lebih suka
tinggal di tengah-tengah gorilla di tengah hutan. Hanya Tuhan pencipta yang mengasihi kita yang rela
mengasihi kita dengan tulus.
2.
Ia mencari dan menyelamatkan yang hilang.
Yeremia 23:3-4,“…dan
tidak hilang seekor pun.” Yehezkiel 34:16,“Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan
Kubawa pulang,…” Dalam injil Lukas 15:1-7, melalui perumpamaan Yesus mengajarkan bahwa Dialah Allah
yang datang untuk mencari domba yang hilang, walaupun hanya seekor saja, padahal ia masih punya
sembilan puluh sembilan yang lain. Hal ini sangat mengherankan, apalah artinya seekor dibanding dengan
sembilan puluh sembilan ekor? Demikianlah Tuhan melakukan hal yang tidak lazim. Satu domba yang
tersesat, adalah gambaran dari manusia yang paling bandel, menyusahkan, dan tidak tahu diri. Ketika orang
lain sudah mengabaikan, melupakan kita bahkan mengharapkan kematian kita, tetapi Bapa kita yang di
Sorga tetap mengasihi, mencari dan menyelamatkan kita, manusia tidak berguna yang tidak layak dicari,
yang seharusnya dibuang, bahkan dengan membayar harga yang mahal. Sama halnya dengan orang tua, dia
akan tetap mengasihi anaknya meski jahat sekalipun. Kasih Tuhan lebih besar daripada kasih orang tua
pada anaknya; Dia mencari kita yang tidak layak untuk dicari, yang seharusnya dibuang; Dia rela datang, Dia
rela menderita dan mati di kayu salib. Dia tidak menyerah terhadap kita, walaupun hati kita sekeras intan,
Dia dengan kasih-Nya besar terus mencari kita dan akan mengubah kita dengan kasih-Nya. Inilah
kebodohan salib, tetapi justru menyatakan kebesaran kasih dan anugerah Tuhan.
3.
Ia memberikan pemeliharaan yang sempurna dan sejahtera melimpah.
Siapa yang dapat menjamin hidup kita? Layakkah manusia dijadikan sandaran dan jaminan hidup kita?
Tidak, karena manusia selalu berubah, makhluk yang rentan, yang dalam ketakutan mereka begitu mudah
untuk mengorbankan orang lain; manusia bukanlah gembala yang baik bagi kita. Hanya Tuhan satu-satunya
yang dapat memberikan jaminan kepada kita; Dia mengasihi kita, dan berkuasa mewujudkan kasih-Nya.
Gembala yang baik menuntun, domba-dombanya masuk ke kandang dan membawa keluar ke padang
rumput; hal ini melambangkan keamanan, kestabilan, kemakmuran, damai sejahtera dan hidup yang
berkecukupan. Gembala membawa domba, mencari padang rumput, jauh dari rumah dan ia menjaganya
dengan setia, dengan tongkat dan gadanya. Demikianlah Tuhan selalu menjaga kita, mata-Nya tidak pernah
tertidur. Seperti ayah dan ibu yang selalu menjaga anak ketika demam tinggi, matanya selalu mengawasi,
berjaga-jaga; kuatir karena demam yang tinggi akan mengancam nyawa si anak. Tuhan adalah gembala
yang baik, Dia menjaga kita, menuntun kita, mengasihi jiwa kita,
4.
Ia memberikan suatu hubungan kasih yang paling intim dan bahagia.
Dia mengenal kita dan kita mengenal Dia (10:14). Arti mengenal disini mempunyai arti mengenal dalam
suatu hubungan yang intim. Misalnya, Dalam Kejadian 4:1, dikatakan Adam know Eve, mengenal dalam arti
hubungan kasih yang intim, dan konteks di sini ialah hubungan kasih suami istri. Dalam Roma 8:29. kata
dipilih adalah foreknowledge, mengenal di sini ialah mengenal dengan kasih dan itu menjadi dasar
289
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
pemilihan kita untuk menjadi anak-anak yang Ia selamatkan. Tuhan mengenal domba dan menyebut
mereka dengan nama (Yoh 10:3). Hal ini menunjukkan suatu hubungan yang intim, yang penuh cinta kasih.
Dia bukan sekedar mengenal tapi Dia tahu secara pribadi. Pemberian nama dalam Alkitab bukan sekadar
yang membedakan dari yang lain, tetapi berkenaan ciri-ciri orang tersebut. Tuhan mengenal pribadi kita,
Dia tahu segala penderitaanmu, kekuatiranmu, ketakutanmu, rencana-rencana yang kamu pikirkan. Dia
tahu seluruh hidupmu lebih daripada engkau mengenal dirimu sendiri. Hubungan kita dengan Tuhan bukan
seperti hubungan bisnis; asal percaya Tuhan maka kita telah dapat tiket ke surga. Hubungan kita dengan
Tuhan seperti hubungan orang tua dan anak, di mana orang tua mengenal pribadi anak sejak dari kecil, ada
ikatan kasih. Tetapi, hubungan antara orangtua-anak atau hubungan kekasih yang paling indah sekalipun
tidak dapat disetarakan dengan hubungan antara Tuhan dengan manusia. Itu adalah hubungan yang paling
indah di antara semua hubungan yang pernah kita temui bahkan antara hubungan suami dan istri
sekalipun. Inilah yang akan membuat surga menjadi tempat penuh kebahagiaan karena hubungan indah
dengan Tuhan. Surga bukan tempat seperti di dunia, yang penuh dengan kedagingan, ada bidadari, ada
pesta, dan sebagainya. Dia mengenal kita dan kita mengenal suara gembala yang sejati.
Dunia dan manusia bisa berubah, tetapi Yesus tidak akan pernah berubah. Dia adalah gembala kita yang
sejati, yang mengenal kita, yang tahu segala penderitaan kita, yang membimbing menuju ke air yang
tenang, yang membaringkan kita di padang rumput yang hijau, yang memberi hidup sejahtera. Tuhan
adalah gembalaku, cukup! Sudahkah anda memiliki Yesus gembala yang baik itu?
Amin!
290
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
H
Hiid
du
up
pd
dii tte
en
ng
ga
ah
hm
ma
as
sy
ya
arra
ak
ka
att s
se
ek
ku
ulle
err
Oleh: Pdt. Budi setiawan
Nats:
Ester 3:13-15/ Ester 4 1-14
Ester 3
13
Surat–surat itu dikirimkan dengan perantaraan pesuruh–pesuruh cepat ke segala daerah
kerajaan, supaya dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari pada yang
muda sampai kepada yang tua, bahkan anak–anak dan perempuan–perempuan, pada satu hari
juga, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas––yakni bulan Adar––, dan supaya dirampas
harta milik mereka.
14
Salinan surat itu harus diundangkan di dalam tiap–tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala
bangsa, supaya mereka bersiap–siap untuk hari itu.
15
Maka dengan tergesa–gesa berangkatlah pesuruh–pesuruh cepat itu, atas titah raja, dan
undang–undang itu dikeluarkan di dalam benteng Susan. Sementara itu raja serta Haman duduk
minum–minum, tetapi kota Susan menjadi gempar.
Ester 4
1
Setelah Mordekhai mengetahui segala yang terjadi itu, ia mengoyakkan pakaiannya, lalu
memakai kain kabung dan abu, kemudian keluar berjalan di tengah–tengah kota, sambil
melolong–lolong dengan nyaring dan pedih.
2
Dengan demikian datanglah ia sampai ke depan pintu gerbang istana raja, karena seorangpun
tidak boleh masuk pintu gerbang istana raja dengan berpakaian kain kabung.
3
Di tiap–tiap daerah, ke mana titah dan undang–undang raja telah sampai, ada perkabungan yang
besar di antara orang Yahudi disertai puasa dan ratap tangis; oleh banyak orang dibentangkan
kain kabung dengan abu sebagai lapik tidurnya.
4
Ketika dayang–dayang dan sida–sida Ester memberitahukan hal itu kepadanya, maka sangatlah
risau hati sang ratu, lalu dikirimkannyalah pakaian, supaya dipakaikan kepada Mordekhai dan
supaya ditanggalkan kain kabungnya dari padanya, tetapi tidak diterimanya.
5
Maka Ester memanggil Hatah, salah seorang sida–sida raja yang ditetapkan baginda melayani
dia, lalu memberi perintah kepadanya menanyakan Mordekhai untuk mengetahui apa artinya dan
apa sebabnya hal itu.
6
Lalu keluarlah Hatah mendapatkan Mordekhai di lapangan kota yang di depan pintu gerbang
istana raja,
7
dan Mordekhai menceritakan kepadanya segala yang dialaminya, serta berapa banyaknya perak
yang dijanjikan oleh Haman akan ditimbang untuk perbendaharaan raja sebagai harga
pembinasaan orang Yahudi.
291
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ester 4
8
Juga salinan surat undang–undang, yang dikeluarkan di Susan untuk memunahkan mereka
itu, diserahkannya kepada Hatah, supaya diperlihatkan dan diberitahukan kepada Ester.
Lagipula Hatah disuruh menyampaikan pesan kepada Ester, supaya pergi menghadap raja
untuk memohon karunianya dan untuk membela bangsanya di hadapan baginda.
9
Lalu masuklah Hatah dan menyampaikan perkataan Mordekhai kepada Ester.
10
Akan tetapi Ester menyuruh Hatah memberitahukan kepada Mordekhai:
11
"Semua pegawai raja serta penduduk daerah–daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap
laki–laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil,
hanya berlaku satu undang–undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja
mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup. Dan aku selama tiga puluh hari ini tidak
dipanggil menghadap raja."
12
Ketika disampaikan orang perkataan Ester itu kepada Mordekhai,
13
maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: "Jangan kira, karena
engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi.
14
Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga
pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa.
Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai
ratu."
Kitab Ester merupakan kitab yang unik. Para teolog beranggapan kitab Ester adalah kitab sekuler yang
seharusnya tidak masuk dalam kanonisasi Alkitab. Hal ini disebabkan karena dalam kitab Ester, nama Allah
(YHWH) tidak pernah diucapkan dan ditulis secara eksplisit, tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan Ilahi.
Tapi di sisi lain, kitab Ester ditulis dengan bahasa dan literatur sangat indah, ada pengajaran penting yang
diwahyukan Tuhan. Kitab Ester ini menyatakan pemeliharaan dan pimpinan Tuhan yang ajaib dan luar biasa
ketika bangsa Israel menghadapi tantangan, kesulitan dan pergumulan. Latar belakang kitab Ester, yaitu
ditulis pada jaman pemerintahan raja Ahasyweros. Raja Ahasyweros adalah seorang raja yang hanya
mempedulikan kekuasaan dan kehebatan dirinya, disamping itu ada Haman, pembesar tertinggi dan
kepercayaan raja, yang karena dendam pribadi terhadap seorang Yahudi, membuat rencana untuk
membinasakan semua orang Yahudi, umat pilihan Allah di mana bangsa Yahudi hanya sebagai second class
citizen, minoritas.
Situasi dan kondisi di atas, kita jumpai dan alami masa sekarang ini. Pemerintah hanya peduli dengan
kesejahteraan mereka sendiri dan mengabaikan kesulitan yang dihadapi oleh rakyat apalagi rakyat
minoritas (salah satunya umat kristen). Dari kisah Ester ini, Tuhan mau mengajarkan bagaimana kita sebagai
umat Tuhan yang minoritas, menjadi saksi Tuhan di tengah-tengah situasi sulit saat ini. Umat Kristen
hendaklah tetap bersinar justru di tengah-tengah situasi sulit, menjadi saksi Kristus.
Kisah kepahlawanan iman Ester dan Mordekhai yang menjadi saksi di tengah-tengah bangsa yang tidak
mengenal Tuhan sangat melegakan bagi umat Kristen sekarang. Ketika Haman mengeluarkan surat perintah
untuk membinasakan bangsa Yahudi, bangsa yang mewakili umat Allah, apa yang terjadi dengan umat
Tuhan dalam situasi menegangkan, menakutkan demikian? Apa yang dilakukan Mordekhai dan Ester untuk
menyelamatkan bangsanya? Ester, anak dari saudara ayah Mordekhai dan yatim piatu sehingga diangkat
sebagai anak oleh Mordekhai ( Est. 2:7). Bukan kebetulan, Tuhan turut bekerja; jikalau Ester berhasil masuk
ke dalam istana Ahasyweros, raja kafir, raja yang tidak mengenal Allah dan Ester berhasil menjadi orang
292
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kedua dalam istana, menjadi ratu. Posisi Mordekhai di luar lingkungan istana sedangkan Ester di dalam
lingkungan istana. Hingga muncul surat perintah untuk membinasakan orang Yahudi, maka Mordekhai
berharap Ester dengan kedudukannya dapat menolong bangsa Yahudi. Mordekhai meminta agar Ester
menghadap Raja Ahasyweros padahal pada jaman itu, menghadap Raja dengan inisiatif sendiri; tanpa ada
perintah adalah hal yang sangat menakutkan karena itu berarti sama dengan menghantar nyawa. Ester
mulai takut, kuatir akan keselamatan dirinya; Ester mulai lupa siapa dirinya yang sesungguhnya; Ester mulai
lupa kalau dia bisa menjadi ratu, pasti Tuhan mempunyai maksud dan tujuan; Tuhan mempunyai rencana
dan untuk menggenapkan rencana-Nya, Tuhan memakai Ester. Ia mulai menikmati kedudukannya sebagai
ratu, enjoy the goodness of life. Segala hal yang terbaik telah ia terima; makanan, pakaian, tempat tinggal
dan sebagainya tetapi sesungguhnya dia lupa akan tugas dan panggilannya. Kerajaan Ahasyweros
merupakan gambaran dunia saat ini dimana dunia dengan segala kekuatannya, kelicikannya mau mencoba
membinasakan umat Allah yang minoritas. Ahasyweros dan Haman merupakan gambaran penguasa yang
tidak peduli dengan nasib rakyat kecil. Tapi biarlah kita, umat Tuhan yang minoritas boleh bersaksi, menjadi
garam dan terang dunia di jaman yang rusak dan kacau ini.
Dari kisah Ester di atas, di mana Ester dengan kedudukannya menikmati segala fasilitas sehingga membuat
kita bepikir, kalau begitu orang Kristen tidak boleh menikmati hidup. Bukan! Justru Tuhan menciptakan
manusia dengan tujuan to glorify God and enjoy Him forever. Bahkan saya percaya, orang kristen adalah
orang yang paling menikmati hidup dalam dunia ini tetapi bukan kenikmatan seperti yang dialami Ester
mengingat kedudukannya sebagai ratu. Ada tiga kelompok orang kristen yang dapat kita jumpai saat ini,
yaitu:
1.
Kelompok orang kristen yang tetap rutin ke gereja, tetapi sudah kehilangan arti iman yang sejati.
Mereka mempunyai pandangan yang sempit, yaitu gereja dan hari Minggu adalah suatu tempat, suatu
waktu untuk membaca firman Tuhan dan beribadah. Di luar gereja dan hari Minggu maka tidak terkait
antara iman kepercayaanku dan pekerjaanku, aktivitasku, dan lain sebagainya. Tidak ada perbedaan antara
orang kristen dan orang yang non-kristen. Kalau hidup kita terpisah, antara iman percaya dengan hidup kita
sehari-hari di dalam dunia ini, maka ini sangat berbahaya.
2.
Kelompok orang kristen yang ikut arus dunia, kenikmatan dunia, enjoy the goodness of life.
Ketika sukses dalam karir, pekerjaan, bisnis mulai melupakan Tuhan, meninggalkan Tuhan. Lupa bahwa
kesuksesan yang didapat asalnya dari Tuhan.
3.
Kelompok orang kristen yang bergumul.
Bagaimana hidup yang bersaksi, berintegritas, memuliakan Tuhan di manapun dia ditempatkan; baik dalam
lingkungan pekerjaan, lingkungan sekolah, maupun dalam lingkungan keluarga dan lain sebagainya.
Pergumulan untuk menjadi serupa Kristus ini adalah suatu proses yang tidak pernah berhenti. Tuhan mau
membentuk kita ketika kita berjalan, bergumul bersama dengan Tuhan.
Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan to glorify Him and enjoy Him forever, memuliakan Tuhan dan
menikmati persekutuan dengan Tuhan selamanya. Dua hal ini tidak dapat dipisahkan; ketika kita
memuliakan Tuhan maka pada saat yang sama kita menikmati hidup yang indah bersama Tuhan. Yesus
berkata, “Aku akan menyertai engkau sampai pada akhir jaman.” (Mat 29:20b) Itulah hidup sukacita yang
sesungguhnya. Kita boleh menikmati hidup bersama Kristus; berjalan bersama Kristus; merasakan
pimpinan, penyertaan Tuhan adalah suatu anugrah besar. Ketika kita dalam kekelaman, lembah bahaya,
Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Yesus adalah gembala yang baik; gembala Ilahi. Tetapi di sisi lain
Tuhan berkata,”Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Luk 10:3) Seperti kita
293
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
ketahui, seekor domba tidak akan datang mencari serigala, tapi serigala yang akan mengejar-ngejar domba;
apalagi domba yang ditaruh di tengah-tengah serigala, sehingga ada kesulitan dan pergumulan berat yang
harus dihadapi. Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24)
Inilah dua sisi yang harus kita mengerti, Tuhan sudah mengerjakan karya-Nya didalam hidup kita tetapi di
sisi yang lain, kita masih berproses agar makin serupa dengan Kristus. Paulus berkata, ”…dan telah
mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbarui …” (Kol 3:10) Konsep already and not yet, Tuhan
sudah menyucikan dan sekaligus Tuhan masih membentuk, memproses makin hari makin indah, makin
memuliakan Tuhan. Konsep ini tidak boleh disalah mengerti karena jikalau kita menekankan hanya pada
satu sisi maka hidup kita akan timpang.
Perkataan Mordekhai pada Ester membuatnya tergugah (Est. 4:13-14). Perkataan Mordekhai ini mirip
dengan perkataan Kristus, ”Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya…” (Mat 16:25a) Pada Est. 4:14, menurut penafsiran kata “pihak lain” yang dimaksud adalah Allah
(YHWH), pertolongan Ilahi; tidak ditulis secara eksplisit karena ada maksud dan tujuan tertentu ketika kitab
ini ditulis. Pengajaran ini sangat penting dalam hidup kita; yang mempengaruhi konsep pelayanan kita,
bagaimana kita mengikut Tuhan, bagaimana kita menjadi saksi di tengah-tengah dunia sekuler yang
melawan Tuhan. Mordekhai beriman, meskipun tanpa bantuan Ester pasti ada “pihak lain” (Allah, YHWH)
yang menolong; Tuhan pasti tidak akan diam, melihat umat-Nya hancur. Hal ini karena Mordekhai melihat
di sepanjang sejarah bangsa Israel; Tuhan memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan, menuntun
ketika dalam kesulitan. Mordekhai beriman pada masa yang lalu, jadi Tuhan pasti juga akan memimpin
pada masa sekarang.
Ketika kita melayani, apakah muncul pikiran, kita melayani karena Tuhan membutuhkan kita? Salah! Justru
ketika kita melayani kita akan merasa sukacita sejati di dalam Kristus; kita yang membutuhkan-Nya. Kalau
kita tidak melayani, kita tidak turut ambil bagian dalam pelayanan, dalam doa, persembahan; apakah itu
berarti pekerjaan Tuhan akan digagalkan? Allah adalah Allah yang berdaulat, Allah adalah Allah yang
berkuasa atas seluruh kehidupan manusia maka Tuhan pasti tidak akan tinggal diam. Pekerjaan Tuhan tidak
pernah bergantung pada harta kita, kepandaian kita, kehidupan kita karena Dia yang menciptakan seluruh
isi dunia, pemilik alam semesta, bahkan berkuasa atas kematian maka Dia kaya dari harta yang kita punya,
lebih pandai. Jadi, kita sebenarnya tidak layak kalau mengatakan, ”Aku melayani karena Tuhan butuh.”
Memang siapa kita? Orang berdosa yang seharusnya dibinasakan. Kalaupun tidak ada orang yang mau
melayani, Tuhan bisa memakai batu-batu untuk memuji Tuhan, memuliakan Tuhan. Kita yang rugi bukan
Tuhan yang rugi kalau kita tidak melayani.
Tuhan tidak pernah tertidur, Dia selalu menjaga, Dia selalu membimbing, ketika kita dalam kesulitan,
tantangan, kekuatiran; Tuhan membentuk kita menjadi orang yang sungguh berkenan kepada-Nya. Sama
halnya dengan indian boy; untuk mencapai kedewasaan maka dia harus menjalani tes, yaitu dia harus
tinggal selama sehari penuh dalam hutan gelap, tidak ada bintang dan bulan bersinar. Apakah dia bisa
bertahan dalam keadaan demikian? Malam mulai larut, kegelapan semakin mencekam, mulai timbul rasa
takut; dia bertahan, tidak berteriak demi supaya dia lulus ujian. Ketika hari semakin terang, dia melihat
ayahnya menjagai, bersiaga penuh, tidak pernah tertidur; ternyata dia tidak sendiri. Hal ini rupanya tidak
disadari oleh si indian kecil ini. Apakah kita juga seperti indian kecil ini; tidak menyadari kehadiran-Nya di
saat kita dalam kesulitan? That history is not my story but His story, Allah yang memegang sejarah,
mengendalikan sejarah, yang memimpin kehidupan kita. Berbeda dengan kaum eksistansialis yang hanya
294
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mementingkan kehidupan saat ini, tidak peduli masa lalu maupun masa yang akan datang. Pernyataan
kaum eksistensialis ini dapat kita lihat pada kata-kata kuncinya; passion, moment, happiness, feeling. Suatu
semangat yang mementingkan kekinian; tidak peduli masa lalu maupun masa yang akan datang; yang
penting hari ini aku sukacita, bahagia. It’s feel good do it. Berbeda dengan kaum eksistensialis, maka kaum
Yudaisme hanya mempedulikan masa lalu, sedang kaum futuris, hanya mempedulikan masa akan datang;
hari ini bekerja keras, berinvestasi dengan harapan suatu saat nanti akan datang pengharapan, masa depan
lebih baik.
Pada waktu Kristus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya
kepada mereka, kata-Nya, ”Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan
akan Aku.” (Luk. 22:16) Sebab setiap kali kamu makan roti ini…kamu memberitakan kematian Tuhan sampai
Ia datang (1 Kor. 11:26). Kristus sudah mati di atas kayu salib, karya Kristus sudah dinyatakan dalam hidup
kita pada masa lampau (past); dan sekarang kita masih terus berproses menuju kesempurnaan (present);
tetapi kita juga harus memberitakan tentang kematian Tuhan, bersaksi terus sampai Ia datang (future).
Tuhan yang memegang sejarah; past, present, future; hal ini seharusnya membuat kita semakin beriman.
Allah selalu hadir, memimpin, memberkati seluruh hidup kita terutama disaat kita dalam masa krisis,
kesulitan. Dengan caranya yang unik, ajaib, yang tidak dapat kita duga; Tuhan hadir tepat pada waktunya.
Dalam Est. 4:14, “…justru saat yang seperti ini…” memakai kata kairos (bhs. Yunani). Adalah anugrah jikalau
kita boleh berespon akan panggilan Tuhan, mengerti apa yang Tuhan ingin kerjakan dalam hidup kita,
membentuk hidup kita. Edith Schaeffer berkata, “We (American) produce thousand of schollar every year but
not even one hero for the kingdom of God.” Kita menghasilkan ribuan sarjana, doktor (orang jenius) tapi
tidak ada satupun seorang pahlawan bagi kerajaan Allah. Jaman sekarang gerejaTuhan bukan hanya berada
pada tangan pendeta, penginjil tetapi juga pelayan-pelayan awam; yang mempunyai iman seperti
Mordekhai. Karena iman Mordekhai, Ester menjadi diingatkan akan tugas dan panggilannya sebagai umat
Allah. Pada jaman sekarang, biarlah kita boleh meneladani iman dari Mordekhai ini. Mungkin kita akan
menjadi minoritas, tetapi hal itu tidak menyurutkan kita untuk dapat menjadi saksi-Nya. Apa yang kita
lakukan, mungkin tidak berkenan di hadapan raja, penguasa tetapi ingat apapun yang kita lakukan biarlah
itu semua kita kerjakan demi untuk kemuliaan Tuhan.
Amin!
295
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
H
Ha
am
mb
ba
ad
da
an
ns
sa
ah
ha
ab
ba
att
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
Yohanes 15 12-15
12
Inilah perintah–Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.
13
Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya
untuk sahabat–sahabatnya.
14
Kamu adalah sahabat–Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.
15
Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh
tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada
kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa–Ku.
Dalam injil Yohanes 15:9-11 telah kita pahami hubungan antara kasih, ketaatan dan sukacita yang sejati di
mana ketiga hal ini saling berkaitan erat. Sama seperti kasih Bapa kepada Kristus demikianlah Kristus
mengasihi umat-Nya; kasih Kristus yang kita rasakan tersebut membuat kita taat melakukan perintah-Nya;
dan ketaatan kepada Kristus itu mendatangkan sukacita dalam diri kita. Sukacita timbul dari dalam hati dan
memancar keluar, sukacita bukan dipicu dari luar. Sebelum Tuhan Yesus pergi meninggalkan dunia, Yesus
membangun konsep murid-murid-Nya terlebih dahulu supaya mereka mempunyai dasar yang kuat dalam
menghadapi kehidupan di dunia yang penuh dengan tipu daya. Ironisnya, ayat 12-15 sering disalah mengerti
sehingga saat mau menjalankan firman selalu terbentur dengan konsep dunia. Kebenaran Firman ketika
diberitakan itu adalah momen kairos yang menuntut komitmen kita untuk memililih antara taat pada
Firman atau tidak taat. Pilihan ini akan menentukan langkah hidup kita selanjutnya. Suatu anugrah kalau
murid-murid sejati ini mendapat berita tentang relasi dari ketiga hal ini.
membawa kita pada situasi yang riil di mana dunia ingin mencoba mencari rahasia kehidupan,
tapi dengan konsep yang salah. Dunia melihatnya dengan cara induktif, yaitu munculnya suatu teori dan
kesimpulan yang diambil dari hasil pengamatan diri sendiri, close system. Dunia yang sudah berdosa dipakai
menjadi cerminan, standar kehidupan manusia. Lalu siapa yang berhak memberikan standar dan menjadi
standar kehidupan? Manusia yang sudah jatuh dalam dosakah? Bukan! Bahkan para filsuf pun mempunyai
pendapat yang berbeda tentang siapakah diri manusia yang sesungguhnya. Konsep filsuf yang mana yang
harus diikuti? Akhirnya, yang menurut diri sendiri benar maka itu yang dijadikan patokan; diri yang berdosa,
total depravity dipakai sebagai standar, cermin bagi dunia. Manusia mulai menyadari bahwa diri sendiri dan
manusia lain tidak dapat dipakai sebagai patokan; manusia mau kembali pada rencana dan tujuan awal
penciptaan maka Firman Tuhan mengajarkan manusia harus kembali pada Kristus, satu-satunya kebenaran.
Kembali kepada Kristus berarti taat melakukan perintah-Nya maka kita akan tinggal dalam kasih-Nya dan
kita akan beroleh sukacita sejati ketiga hal ini digabung muncul perintah kasihilah sesamamu manusia. Jadi,
hanya Firman Tuhan yang dapat menjadi standar, kebenaran mutlak.
Ayat 12-15
296
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Hanya anugerah kalau manusia dapat menyadari dan mengakui dosa-dosanya. Kesusahan hidup yang
dihadapi, baik internal maupun eksternal seringkali membelenggu hidup manusia, dan akhirnya membuat
manusia sulit berhubungan dengan orang lain; tidak ada cinta kasih yang sejati. Selalu was-was, curiga
dengan kebaikan orang lain. Tanpa cinta Tuhan, kita tidak akan dapat mengasihi orang lain yang ada hanya
memanipulasi orang. Cinta kasih Tuhan yang telah kita rasakan hendaklah membuat kita mempunyai emosi
yang benar, yang tidak lepas dari akal budi yaitu emosi, perasaan kita sejalan dengan emosi Tuhan; peka
kehendak Tuhan pada kita, mengerti apa yang menjadi kesedihan Tuhan, mengerti apa yang menjadi
kesusahan Tuhan. God is love dan karena Tuhan telah mengasihi kita terlebih dahulu maka Tuhan
memberikan perintah, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu (ay.12). Lalu
bagaimana kita dapat mengasihi sesama dengan kasih yang sejati; tanpa timbul rasa curiga?
Dunia menawarkan konsep either or, dimana manusia dilatih untuk berpikir secara logika, otak dilatih
secara linier;manusia dihadapkan pada pilihan ini atau itu. Hal inilah yang membuat manusia sulit
berhubungan dengan sesama; manusia selalu memperhitungkan untung dan rugi. Kekristenan justru
mengajarkan konsep paradoks, yaitu konsep already and not yet, sudah dan belum. Konsep paradoks ini
juga kita jumpai pada injil Yohanes, di mana Tuhan menyebut kita sahabat dan hamba. Kata sahabat pada
Yoh. 15:14 dimaksudkan untukmemberikan pada kita suatu gambaran kondisi dan status kata yang asli. ”Aku
tidak menyebut kamu lagi hamba…” (ay.15a) berarti apa status kita sebenarnya? Hamba atau sahabat?
Jawabnya adalah hamba! Jadi, kalau Tuhan menyebut kita hamba maka itu adalah hal yang wajar; suatu
anugerah besar kalau Tuhan tidak menyebut kita hamba tapi sahabat. Sehingga kita mempunyai relasi yang
indah dan dekat dengan Tuhan. Ini adalah bagian yang paling penting karena menyangkut hubungan relasi
seseorang dengan sesama termasuk relasi kita dengan Allah sebagai relasi standar. Kalau kita mengasihi
Tuhan maka kita mau menuruti perintah-Nya, yaitu mengasihi sesama manusia dengan kasih yang seperti
Tuhan telah buktikan; memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabatNya (ay.13). Seringkali ketika kita
berelasi dengan sesama timbul pikiran apakah kita akan jadi korban? Sehingga sebelum kita yang jadi
korban maka lebih baik mengorbankan orang lain. Pikiran ini membuat kita ketika berelasi, tidak ingin ada
hubungan dengan ikatan yang lebih intim, yaitu sebagai seorang sahabat; tapi hanya sebatas teman biasa.
Lalu teman itu apa? Teman yang seperti apa?
Sudah menjadi sifat manusia berdosa, di mana manusia seringkali memutarbalikkan dan menggunakan
suatu istilah hanya menurut konsep dan pengertian mereka sendiri. Seperti halnya istilah teman; kalau kita
disakiti, kalau kita dirugikan apakah kita masih bisa menganggap orang yang telah menyakiti dan merugikan
kita tersebut sebagai seorang teman? Masih maukah kita berteman dengan dia? Pasti tidak, bukan? Jadi,
kalau begitu apa pengertian teman? Maka teman menurutku adalah orang yang baik terhadap aku, yang
tidak menyakiti aku dan yang menguntungkan aku. Sehingga kalau dia itu memerintah kita agar menuruti
perintahnya maka timbul pikiran bargain, tawar menawar, yaitu kita mau menuruti kalau kita merasa
untung. Alkitab menggambarkan suatu relasi yang unik, yaitu ketika kita berelasi dalam cinta kasih maka
slave and friend, budak dan sahabat harus berjalan seiring. Jika hubungan kita dengan Tuhan beres maka
hubungan kita dengan sesama pasti akan beres. Kasih sebagai dasar hubungan antara manusia dengan
Tuhan maka hubungan manusia dengan sesama pun harus didasarkan atas kasih juga. Tapi manusia
menyelewengkan pengertian kasih sejati. Kasih sejati menjadikan kita mau melayani sesama seperti kita
melayani Tuhan, tapi dunia memutarbalikkan, yaitu mau melayani sesama kalau itu menguntungkan,
membandingkan antara orang yang satu dengan orang lain sehingga hal ini akan merusak relasi
interpersonal. Iblis dengan liciknya merusak hubungan antar manusia sehingga membuat manusia
kehilangan rasa saling percaya dan akhirnya membuat manusia semakin jauh dari Tuhan.
297
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kasih Kristus pada Bapa membuat Kristus taat menjalankan perintah Bapa-Nya dan kasih Kristus ini
diturunkan kepada murid-murid-Nya, yaitu perintah untuk saling mengasihi sesama. Bagaimana kasih
dimengerti sebagai konsep hamba dan sahabat sekaligus? Untuk memahami hal tersebut, maka kita harus
memahami pengertian budak dan sahabat terlebih dahulu.
Apa dan siapa yang dimaksud dengan budak?
1.
Seorang budak ketika menjalankan tugasnya, itu karena diperintah; tidak ada kerelaan sejati, no
willingness. Kalau kita merelasikan konsep ini sebagai hubungan antara kita dengan Tuhan maka kita pasti
akan tertekan. Kita akan merasakan Tuhan sebagai seorang diktator yang siap menghukum kalau kita tidak
menjalankan perintah.
2.
Seorang budak ketika menjalankan tugasnya, hanya melihat sebatas tugas belaka dan hanya terkait
dengan dirinya sendiri; tidak punya pengertian yang benar, no understanding. Sehingga hal ini pun akan
membuat dia tertekan. Ketika bekerja, kita seharusnya melihat pekerjaan kita tersebut bukan dalam
lingkup sempit; yang terkait dengan diri sendiri melainkan kita harus melihat pekerjaan kita sebagai
ketotalitasan yang berhubungan dengan seluruh aspek hidup orang lain. Seorang budak, cuma tahu tugas
tetapi Tuhan tidak menyebut kita budak tetapi sahabat agar kita dapat melihat pekerjaan Tuhan sebagai
ketotalitasan.
3.
Seorang budak ketika menjalankan tugasnya tidak ada perasaan cinta kasih, no love. Menjalankan
perintah tanpa ada perasaan. Kalau begitu, apa bedanya manusia dengan robot? Hati-hati jika perasaan
kita sudah mati, itu berarti ada masalah dengan kejiwaan kita!
Kita sangat senang ketika Tuhan menyebut kita sebagai seorang sahabat (ay.15) tetapi di lain pihak kita tidak
mau menuruti perintah Kristus (ay.14). Kalau Yesus menyebut kita sebagai sahabat, itu suatu anugerah
tetapi manusia justru ‘besar kepala’ dan cenderung kurang ajar.
Kita harus mempunyai sikap yang benar jikalau Tuhan mau menyebut kita sebagai sahabat, yaitu:
1. Kesadaran kalau kita bisa disebut sebagai sahabat, itu adalah suatu anugerah
Besar.
Kita tidak layak kalau kita yang berdosa ini disebut sahabat karena sebenarnya kita adalah seorang hamba,
budak. Konsep anugerah ini kalau tidak kita sadari maka kita akan selalu menuntut hak; hak sebagai
sahabat Tuhan. Ingat, dalam melayani pekerjaan Tuhan, kita jangan selalu menuntut hak! Justru, anugerah
kalau kita bisa berbagian dalam pekerjaan Tuhan. Kita adalah budak, maka mati pun kita layak. Kalau mau
riil, hak kita sebenarnya adalah mati karena kita sudah berdosa. Kesadaran ini seharusnya menjadikan kita
lebih mengasihi Kristus lebih dari apapun. Bukan hak yang kita tuntut tetapi komitmen. Kalau kita hanya
mengerti dalam konsep teman, maka kita akan ekstrim dan selalu menuntut hak.
2. Kesadaran kalau kita bisa disebut sebagai sahabat, berarti ada visi Tuhan yang
harus kita kerjakan.
Ketika kita mempunyai seorang sahabat maka itu berarti posisi kita adalah sejajar. Paulus juga menyebut
Kristus adalah sahabat tetapi Paulus menyadari posisinya di hadapan Tuhan sehingga hal itu tidak
menjadikan Paulus kurang ajar dan sombong. Justru, Paulus merasakan sebagai suatu anugerah. Teman
298
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
tidak selalu sejajar. Perhatikan ayat 14 kalau mau menjadi sahabat Kristus maka kita harus menuruti
perintah-Nya terlebih dahulu. Kalau kita sudah berpikir bahwa sahabat sebagai suatu kesejajaran maka kita
akan kehilangan visi. Kita akan bargain dengan Tuhan; keinginan Tuhan disesuaikan dengan keinginan kita.
Kalau sesuai dengan kehendak kita maka kita mau menjalankannya tetapi sebaliknya kalau tidak pas
dengan kehendak kita maka kita tidak akan mau menjalankannya. Visi dan misi Tuhan, kehendak Tuhan dan
kehendakku adalah dua hal yang dijalankan bersama-sama di mana kehendak Tuhan menjadi yang utama.
Akibatnya, kita tidak pernah tahu apa menjadi yang kehendak Tuhan justru kehendak kita menjadi lebih
dominan. Biarlah ini menjadi pergumulan kita ketika kita melangkah dalam hidup ini, biarlah kita boleh
mengerti kehendak Tuhan atas hidup kita. Adalah anugerah kalau Tuhan menyebut kita sahabat dan
melibatkan kita dalam visi dan misi Tuhan. Ikut Tuhan menjadi suatu kunci bagaimana kita taat. Ingat, kita
sedang melayani Tuhan, bukan pribadi, bukan gereja! Kita sedang menggenapkan visi Tuhan dalam dunia.
3. Kesadaran kalau kita bisa disebut sebagai sahabat, maka kita harus mempunyai
jiwa dan semangat berjuang demi untuk pekerjaan Tuhan.
Kalau kita hanya menganggap sebagai sekedar teman, maka kita akan kehilangan konsep tentang jiwa dan
semangat perjuangan yang sejati. Saat kita menggenapkan pekerjaan Tuhan; saat itu kesulitan dan
tantangan datang, maka tantangan dan kesulitan tersebut tidak membuat kita menjadi undur justru
sebaliknya kita akan bergumul, berjuang demi pekerjaan Tuhan tapi begitu kita dapat melewati segala
kesulitan dan kondisi mulai stabil maka kita akan lupa, kita akan cenderung tidak ada semangat berjuang.
Ketika kita mulai enjoy, dinamika spirit kita hilang. Banyak hal kita tidak mampu kerjakan sendiri, tapi
biarlah kita rendah hati di hadapan Tuhan; karena tanpa pertolongan Tuhan kita tidak mampu berjalan
sendiri.
Jangan menyebut nama Yesus dengan sembarangan, tanpa pengertian benar! Ingat, posisi kita sebenarnya
adalah budak. Ketika kita menyebut Yesus dengan sebutan Bapa dan Tuhan, hal itu bukan berarti Dia jauh
dari kita tapi hendaklah itu membuat kita sadar akan anugerah Tuhan; yang menyebut kita sebagai sahabat.
Relasi ini muncul karena ada kasih sejati yang indah. Kristus mengasihi Bapa-Nya sehingga Dia taat
menjalankan perintah Bapa-Nya dan kasih Kristus kepada manusia yang mendorong Dia rela untuk mati di
salib, menyelamatkan kita manusia berdosa; menyebut kita sahabat. Kita sudah merasakan kasih Kristus
yang besar maka kita juga harus taat melakukan perintah-Nya, yaitu kasihilah sesamamu manusia. Di dunia
yang berdosa ini, biarlah kita mengasihi dengan kasih sejati seperti kasih Kristus kepada umat-Nya sehingga
dunia akan melihat Kristus melalui diri kita. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan
segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat. 22:37) menjadi dasar untuk mengasihi sesama.
Mengasihi sesama merupakan tugas dan panggilan kita sebagai anak Tuhan yang mengasihi Tuhan dengan
sungguh-sungguh. Dengan demikian dunia akan melihat kita sebagai anak Tuhan yang sejati.
Amin!
299
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
A
Alllla
ah
hm
me
em
miilliih
hu
um
ma
att--N
Ny
ya
a
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
15
Yohanes 15 15-17
Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh
tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada
kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa–Ku.
16
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,
supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama–Ku, diberikan–Nya kepadamu.
17
Inilah perintah–Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
Bagian pertama
Beberapa minggu yang lalu kita telah memahami bagaimana keseimbangan antara hamba sekaligus
sahabat, bagaimana hubungan kita dengan Kristus setelah Tuhan memperbaharui kita; di mana Tuhan telah
mengangkat kita dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran, dan menjadikan kita sebagai sahabat-Nya
sehingga kita boleh mengerti apa yang menjadi visi dan misi kerajaan Allah yang ingin digenapkan di tengah
dunia dan kita boleh mempunyai kepekaan terhadap isi hati Tuhan. Syukur pada Tuhan, kalau Tuhan telah
memilih (predestine) kita untuk menjadi sahabat-Nya.
Predestinasi berasal dari kata pre yang berarti sebelum dan destine yang berarti ditetapkan, jadi predestine
berarti yang telah ditetapkan sebelumnya. Doktrin predestinasi sering di salahmengerti bahkan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan perdebatan yang sengit dan rumit. Hal ini karena dunia
mencoba memasukkan konsep predestinasi menurut logika dan cara pikir manusia yang telah berdosa ke
dalam Firman Tuhan. Tapi justru reformed theology menekankan pentingnya Kedaulatan Allah, yaitu
pimpinan Tuhan yang berdaulat mutlak atas diri manusia, alam semesta dan umat Allah pada khususnya.
Pengertian kedaulatan ini perlu dimengerti secara tepat karena kedaulatan Allah berbeda dengan
dictatorship di mana Tuhan menjadi penentu, menetapkan takdir setiap manusia sehingga kita tidak
mempunyai kebebasan, kita seperti robot yang terprogram dan berjalan secara mekanis kemudian mati.
Salah! Itu bukan konsep kedaulatan Allah. Justru ketika Tuhan mencipta manusia, Tuhan ingin manusia
hidup bahagia, yaitu hidup berjalan sesuai dengan jalan Tuhan. Tuhan memberikan anugerah kebebasan
untuk memilih kepada manusia tapi manusia menyeleweng dari jalan Tuhan dan berdosa. Berarti ada halhal tertentu yang harus dipredestinasikan dan hal ini di luar kapasitas manusia.
Sebelum masuk pada inti doktrin predestinasi maka kita harus membereskan kekacauan dalam pikiran
manusia yang telah dirusak oleh filasafat dunia yang humanis, yang lebih menekankan pada kemanusiaan
300
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
daripada kedaulatan Allah karena itu kita harus kembali pada konteks yang tepat. Konteks injil Yohanes 15 ini
merupakan exclusive teaching of Christ sehingga ketika Tuhan berkata,”…Aku yang memilih kamu (I have
predestine)” (ay.16) tidak di salah mengerti. Ironisnya, dunia mau mencoba mengerti tapi dengan filsafat
dunia yang rusak sehingga menimbulkan kekacauan yang sering dituduhkan oleh manusia sekarang, yaitu :
1.
Kalau Allah sudah menetapkan, Allah sudah memilih manusia yang akan diselamatkan maka kita
tidak perlu mengabarkan injil dan tidak perlu diberitakan injil karena kalau kita diam pun, tidak berbuat
apa-apa pasti akan selamat juga.Ini konsep yang salah.
Ketika para murid mendengar ajaran predestinasi dari Yesus yang berkata,“Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan
buah…” (ay.16), para murid tidak berkomentar ataupun timbul protes di mana mereka merasa tidak perlu
untuk memberitakan injil lagi tapi justru para murid semakin giat memberitakan injil.
Sikap dunia pada jaman ini ketika mendengar ajaran predestinasi sangat bertolak belakang dengan para
murid pada jaman itu. Itulah sebabnya Tuhan Yesus tidak membuka konsep ini kepada sembarang orang.
Konsep ini hanya dibukakan dan diajarkan kepada murid-murid yang setia pada kebenaran, yang mengerti
hubungan antara dirinya dengan Yesus, yaitu seorang hamba yang telah diangkat menjadi seorang sahabat
Tuhan sehingga dapat mengerti isi hati Tuhan dan mau taat menjalankan perintah Tuhan. Kalau kita tidak
menyadari konsep ini dengan tepat pasti akan timbul masalah yang sangat rumit.
2.
Kalau kita percaya doktrin predestinasi, di mana Tuhan sudah menetapkan seseorang untuk
diselamatkan maka kalau kita berbuat dosa apapun hal itu tidak akan mempengaruhi keselamatan,
keselamatan tidak dapat hilang.
Dengan demikian doktrin predestinasi mendukung orang kristen untuk berbuat dosa lebih banyak karena
dalam pemikiran mereka keselamatan tidak dapat hilang. Benarkah demikian? Ini konsep yang salah.
Konsep ini timbul dari pemikiran manusia berdosa yang seringkali menafsirkan ayat dengan salah bahkan
ayat tersebut seringkali dipakai untuk mendukung perbuatannya yang berdosa. Para murid ketika
menerima pengajaran ini tidak ada satupun yang berpikir dengan konsep humanistik tetapi mereka justru
menyadari siapa diri mereka di hadapan Allah; mereka langsung mengerti apa yang menjadi isi hati Tuhan.
Konteks kita sebagai hamba sekaligus sahabat Tuhan harus dipahami terlebih dahulu, menjadi pre condition
karena jika tidak demikian sifat dosa akan memanipulasi konsep predestinasi tersebut dan dipakai untuk
kepentingan egoisme manusia. Oleh karena itu ajaran predestinasi ini hanya diajarkan untuk murid yang
sejati; dimana Yudas sudah diusir pergi. Sebelum kita mengerti konsep predestinasi lebih jauh maka kita
harus melihat latarbelakang yang mendorong predestinasi, yaitu:
1. Manusia sudah jatuh dalam dosa sehingga kalau Tuhan sudah memilih (predestine)
untuk menyelamatkan kita itu semata-mata hanya karena anugerah.
Adalah suatu anugerah kalau kita boleh mengerti konsep predestinasi. Itu bukan karena kepandaian kita
tapi semata-mata karena Tuhan yang menjadikan kita sebagai sahabat-Nya yang memampukan kita untuk
boleh mengerti konsep predestinasi. Demikian halnya jika karena suatu anugerah seseorang mendapatkan
posisi jabatan yang lebih tinggi maka resiko ia akan jatuh dalam kesombongan sangat besar. Sehingga untuk
menjaga agar ia tidak jatuh dalam dosa kesombongan maka dia harus punya kesadaran bahwa posisi yang
didapat tersebut semata-mata hanya karena anugerah.
301
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Jadi, tanpa Roh Kudus yang mencerahkan pikiran kita maka kita tidak mungkin dapat mengerti kedalaman
Firman Tuhan. Pada injil Matius 13:10-13, ketika Tuhan Yesus mengajar dengan menggunakan perumpamaan
tidak semua murid mengerti dan Tuhan Yesus mengajar dengan perumpamaan bukan agar mudah untuk
dimengerti, tetapi jawab Yesus, ”Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui Kerajaan Sorga…karena
sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak
mengerti” (ajaran paradoks). Itulah sebabnya banyak orang yang sesat karena mereka mencoba mengerti
Firman Tuhan dengan pengertian mereka sendiri. Kalau bukan Tuhan yang berinisiatif terlebih dahulu
untuk mengungkapkan isi hati-Nya maka kita tidak mungkin mengerti. Untuk mengerti isi hati orang lain
dengan tepat saja sangatlah sulit apalagi kita, manusia yang terbatas mau mencoba mengerti isi hati Tuhan
dengan pikiran yang sudah tercemar dosa. Hal itu sangatlah tidak mungkin!
Kalau kita boleh mengerti doktrin predestinasi maka itu bukan karena kepandaian dan kehebatan kita
tetapi sekali lagi saya tekankan itu hanya karena anugerah Tuhan yang sudah mencerahkan pikiran kita.
Lalu seberapa jauhkah anugerah Tuhan tersebut sudah nyata dalam hidup kita? Dunia tidak suka dengan
konsep anugerah karena dunia merasa diri hebat sehingga Firman Kebenaran ditafsirkan dengan
pengertian mereka sendiri. Maka tidaklah heran banyak orang kristen yang tersesat! Seharusnya, pemilihan
Allah atas kita menjadikan kita lebih bersyukur, takut, dan gentar karena kasih-Nya yang besar sehingga Dia
masih mempedulikan kita, manusia berdosa yang seharusnya dibinasakan tapi Tuhan sudah memilih kita
untuk diselamatkan.
2. Predestinasi ada karena cinta kasih Tuhan. Kalau Tuhan tidak mencintai kita
maka kita pasti binasa karena upah dosa adalah maut.
Ketika Tuhan menaruh satu pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat di tengah-tengah taman, di
antara ribuan pohon dalam taman; Tuhan juga memberi peringatan, ”…janganlah kaumakan buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau matii” (Kej. 2:17). Manusia tidak taat, manusia
berani melawan perintah Tuhan bahkan ingin menjadi seperti Allah sehingga manusia jatuh dalam dosa.
Pohon pengetahuan tersebut ditaruh di tengah-tengah taman justru merupakan suatu keharusan mutlak
yang membuat manusia menjadi manusia sejati bukan robot. Manusia tidak bisa lagi mencerminkan
gambar dan rupa Allah karena di dalam dirinya ada suatu kondisi yang hilang maka harus ada suatu
kebebasan pilihan sehingga manusia dapat menggunakan akal budinya; manusia dicipta berbeda dengan
binatang. Manusia tahu dengan pasti bahwa kalau melawan Tuhan pasti mati tapi manusia justru dengan
sengaja melawan perintah Tuhan. Jadi, pemilihan keselamatan mutlak harus berdasar pada anugerah cinta
kasih Tuhan. Karena Tuhan mencintai manusia maka Tuhan mau menyelamatkan manusia berdosa.
Seberapa jauhkah anda sadar akan cinta kasih Tuhan yang begitu besar sehingga Dia mau menyelamatkan
kita?
Pernahkah kita berpikir, apa yang menjadi tujuan dan nilai hidup kita? Tujuan dan nilai hidup mungkin
hanya terlintas pada pikiran manusia yang belum mengenal Kristus. Hal ini dapat sering kita jumpai pada di
jalan-jalan di mana anak-anak muda remaja menghabiskan waktu dengan percuma tanpa melakukan halhal yang berguna, seperti minum minuman keras, narkoba, kebut-kebutan dan sebagainya. Puji Tuhan,
karena anugerah-Nya kita boleh mengenal Kristus sehingga kita dapat berjalan sesuai rencana-Nya, kita
tahu apa yang menjadi tujuan dan nilai hidupkita, yaitu untuk memuliakan-Nya.
Lalu apa yang menjadi bukti cinta kasih? Ketika kita mengasihi seseorang dan sebagai tanda kasih, kita
memberikan suatu gift, hal itu wajar. Tapi berbeda dengan konsep dunia, dunia akan berpikir ketika
memberi atau diberi maka kita harus membalas atau dibalas, konsep take and give seperti halnya konsep
302
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
bisnis dalam suatu relasi bisnis. Padahal konsep kasih seharusnya ketika memberi kita tidak boleh
mengharapkan imbalan berupa apapun dan ketika diberi kita juga tidak berkewajiban membalasnya bahkan
kalaupun kita dibalas dengan kejahatan, jangan menggerutu. Hal ini telah dibuktikan oleh Tuhan Yesus,
yaitu Dia rela memberikan nyawa-Nya meskipun banyak orang yang mengejek, menghina dan
menyengsarakan Dia. Jika kita menyadari konsep cinta kasih ini, relasi kita dengan Tuhan beres maka relasi
kita dengan sesama akan beres juga. Siapakah manusia sehingga Kristus rela datang ke dunia untuk
menyelamatkan kita? Kalau bukan kasih, Kristus tidak akan datang ke dunia. Kasih Kristus adalah kasih yang
tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan. Predestinasi seharusnya membuat kita sadar, kalau Tuhan
memilih kita di antara berjuta-juta orang, itu anugerah besar. Di antara berjuta-juta orang, banyak orang
yang lebih pandai, lebih bertalenta tapi kenapa justru Tuhan memilih aku? Apa sih yang menjadi
kelebihanku?
3. Predestinasi menuntut adanya suatu pengorbanan yang besar, yaitu
pengorbanan Kristus di kayu salib.
Kasih tidak bernilai tinggi jika di dalamnya tidak ada unsur pengorbanan. Tidak ada kasih yang lebih besar
dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (ay.15) Inilah bukti cinta
kasih Tuhan. Kasih Tuhan yang besar yang membuat Dia rela mati demi untuk memilih kita. Tuhan mati
bukan untuk semua orang, tapi Dia mati hanya untuk umat pilihan, orang berdosa yang akan diselamatkan.
Hukuman kematian yang menimpa kita tidak dihilangkan tapi justru melalui hukuman, keadilan dinyatakan.
Keadilan Tuhan tidak bisa dipermainkan. Kita yang harusnya mati tapi Kristus sacrifice, berkorban demi
untuk menggantikan kita.
Hendaklah cinta kasih dan pengorbanan Kristus ini mendorong kita untuk pergi memberitakan injil,
mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang. Dan kalau sampai akhirnya mereka bertobat, ingat, itu bukan karena
kemampuan dan kehebatan kita tapi semata-mata karena Tuhan yang telah memilih dari sejak kekekalan.
Doktrin predestinasi hendaknya membuat kita sadar; kita tidak dapat membalas dan membayar harga
pengorbanan Tuhan yang besar karena harganya terlalu mahal.
Biarlah kita selalu mengingat, sebelumnya status kita adalah hamba dosa tapi Tuhan tarik menjadi hamba
kebenaran kemudian diangkat menjadi sahabat sehingga kita boleh mengerti kebenaran. Jangan lupa
seorang hamba harus taat; kalau Tuhan telah memilih kita itu bukan hak tapi anugerah cinta kasih Tuhan
yang besar dan untuk itu Tuhan telah berkorban nyawa. Doktrin predestinasi hendaklah membuat kita
semakin memuliakan Tuhan, taat dan setia dalam pekerjaan Tuhan; semakin mengasihi jiwa-jiwa yang
terhilang.
Bagian kedua
Predestinasi seringkali menjadi konflik dan wacana perdebatan dari berbagai macam arus teologi yang tidak
pernah berhenti bahkan tidak terselesaikan mulai sejak jaman Agustinus sampai hari ini. Predestinasi
berarti sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu sejak dari kekekalan dan digenapkan di dalam diri seseorang,
khususnya menyangkut keselamatan. Di dalam teologi kekristenan muncul dua arus yang bertentangan;
ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan prinsip Allah yang memilih dan memanggil. Perdebatan
predestinasi seringkali bukan terletak pada esensi doktrin predestinasi itu sendiri, tapi pada presuposisi dan
pendekatannya. Jika pendekatan kita salah maka kemungkinan besar seluruh pemikiran dan cara kita
memandang pun bisa salah.
303
Ringkasan Khotbah – Jilid 2

1.
Allah tidak adil karena hanya sebagian orang yang dipilih
2.
manusia dapat berbuat dosa semaunya karena hal itu tidak akan mempengaruhi keselamatan.
Menurut B. B. Warfield, predestinasi tidak lepas dari kedaulatan Allah dan manusia harus menyadari dan
menempatkan diri pada posisi yang benar, yaitu sebagai hamba dan Tuhan sebagai tuan, pemilik alam
semesta sehingga segala sesuatunya tidak dilihat dari kacamata manusia tapi dari kacamata Tuhan; Tuhan
yang berinisiatif untuk memilih dan Tuhan berhak memilih. Problemnya, manusia tidak rela kalau dia
ditetapkan, tunduk di bawah kedaulatan Allah, manusia ingin turut ambil bagian dalam menetapkan dan
mengambil keputusan dalam segala aspek kehidupan. Padahal kalau kita perhatikan, banyak hal di dalam
hidup kita bukan kita yang menetapkan karena itu semua di luar kemampuan kita, dapatkah kita memilih
keluarga, tempat dan kondisi ketika kita mau dilahirkan? Hal ini semakin membuktikan bahwa manusia
memang sangat terbatas.
Kalau Tuhan sudah memilih kita, janganlah kita menjadi sombong. Itu bukan hasil usaha kita tapi karena
kasih karunia (Ef. 2:8). God has a plan, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu
tetap (Yoh.15:16) dan melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef. 2:10).
Doctrine of Predestination, Lorainne Boettner, menegaskan untuk memahami predestinasi, we should start
God has a plan dimana didalamnya menunjukkan kedaulatan Allah. Paham liberal, tidak percaya Allah yang
berencana dan mengatur semua aspek hidup kita karena yang punya rencana dan aturan adalah manusia.
Kenapa muncul pandangan seperti itu? Hal ini disebabkan karena
1.
Kedaulatan Allah sulit diterima manusia karena manusia mau diri yang berdaulat, yang
menentukan; manusia tidak mau taat. Kalau Allah yang menentukan maka posisi manusia menjadi sub
ordinat, lebih rendah dari Allah.
2.
Konsep purpose, konsep tentang maksud itu sendiri mengandung konflik karena tanpa sadar
manusia punya tujuan dan manusia tidak suka kalau Tuhan yang punya tujuan karena tujuan manusia dan
tujuan Tuhan kemungkinan besar berbeda dan berbenturan.
Tuhan telah memilih dan mengangkat kita dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran kemudian Tuhan
angkat lagi menjadi sahabat-Nya sehingga kita dapat mengerti apa yang menjadi tujuan dan rencana Tuhan
di dunia dan menjadikan kita punya semangat dan dengan segenap hati mengerjakan pekerjaan-Nya (lihat
Yoh. 15:16; Ef. 2:8-10).
Rencana Tuhan membuat kita mengerti dan memahami hal-hal berikut ini, yaitu:
1. Rencana Allah menggambarkan sifat Allah yang teratur.
Adalah wajar jikalau manusia ketika mengerjakan sesuatu, hasilnya berantakan. Tuhan kita bukan Tuhan
yang sembarangan, Tuhan kita adalah Tuhan yang tertib dan teratur sehingga Ia ingin segala sesuatunya
juga berjalan tertib dan teratur sehingga dalam hal beribadah dan melayani pun harus tertib dan teratur.
Keteraturan menunjukkan segala sesuatunya tidak dikerjakan dengan sembarangan melainkan dengan
suatu keseriusan dan kesungguhan hati.
304
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
2. Rencana Allah membuat kita mengerti bahwa dalam setiap pekerjaan Allah pasti
ada titik akhir yang ingin dicapai.
Allah kita adalah Allah yang berencana dan setiap rencana-Nya dikerjakan dengan sangat tepat menuju
kepada kejelasan tujuan dan maksud Tuhan. Tuhan mencipta manusia ada tujuan dan maksud yang ingin
digenapi, yaitu untuk memuliakan Dia.
3. Rencana Allah menggambarkan sifat Allah yang efisien dan efektif.
Tuhan mencipta seluruh alam semesta beserta isinya dikerjakan dengan sangat efisien dan efektif, di mana
setiap bagian dikerjakan dengan tepat. Berbeda dengan manusia yang seringkali ketika mengerjakan
sesuatu selalu ditunda-tunda karena memegang prinsip toh masih ada hari esok. Coba bayangkan, kalau
Tuhan mencipta manusia pada hari pertama, maka manusia pasti mati; karena situasi dunia masih kacau
balau, tidak ada waktu, tidak ada makanan. Puji Tuhan, Allah kita Allah yang tertib dan teratur dan juga
punya kejelasan maksud dan tujuan penciptaan sehingga Tuhan sediakan taman Eden. Hal ini
menunjukkan, Tuhan telah memilih kita di dalam kekekalan dan Tuhan sudah persiapkan pekerjaan baik
untuk kita garap.
4. Rencana Allah menggambarkan sifat Allah yang konsisten dan berintegritas.
Tuhan tidak pernah berubah dan tidak pernah memutarbalikkan fakta dalam setiap perkataan-Nya. Coba
bayangkan, kalau Allah kita tidak konsisten; hari ini Allah berkata, ”Percaya Yesus maka engkau akan
selamat” tapi besok Allah berkata,”Percaya Yesus maka engkau tidak akan selamat.” Bagaimana nasib kita?
Masih dapatkah kita percaya? Puji Tuhan, Allah kita, Allah yang konsisten bahkan sejak dari Kejadian
sampai Wahyu Tuhan menepati janji-Nya.
Salah satu aspek yang menyulitkan dalam doktrin predestinasi, yaitu kita salah dalam mengerti rencana
Allah atau rencana saya. Manusia beranggapan, doktrin predestinasi adalah Tuhan memilih, supaya saya
diselamatkan. Idenya hanya soal selamat atau tidak selamat (human purpose). Manusia tidak mengerti tujuan
kenapa Tuhan memilih? Kalau Tuhan memilih supaya selamat maka hal ini akan menimbulkan rasa iri
karena kalau saya dipilih lalu kenapa saudara dan kerabat saya tidak dipilih? Padahal, tujuan dan maksud
pemilihan adalah supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (Yoh. 15:16) dan untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup didalamnya (Ef. 2:10)
Predestinasi berbicara tentang God has a plan not man has a plan. John Calvin, mempertegas kerangka
doktrin predestinasi harus diletakkan pada bagaimana kita seharusnya mengerti bahwa kita sebenarnya
adalah seorang hamba sehingga kita punya kerinduan untuk mau mengerti apa rencana Tuhan di dalam
hidup kita. Marilah kita lepaskan semangat egoisme kita di mana kita hanya sekedar mencari keselamatan
untuk diri kita sendiri. Biarlah mulai hari ini, kita selalu bergumul, mengerti apa yang menjadi tujuan dan
maksud Tuhan memilih kita.
Kalau kita mengerti tujuan dan maksud Tuhan memilih kita maka seharusnya :
1. Hati yang penuh dengan ucapan syukur atas kasih karunia Tuhan.
Tuhan sudah memilih kita di antara berjuta-juta manusia. Siapakah kita sehingga Tuhan pakai kita untuk
turut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan yang begitu agung? Banyak orang lain yang lebih hebat dari kita
tapi kenapa Tuhan mau pakai kita? Biarlah hal itu menyadarkan kita bahwa itu semua bukan karena
305
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
kehebatan kita tapi karena anugerah. Cara Tuhan bekerja dengan cara manusia bekerja sangat berlawanan.
Kalau kita kerja di dunia, kita melakukan jasa terlebih dahulu, setelah itu kita mendapat upah. Berbeda
dengan Tuhan; Tuhan membayar kita terlebih dahulu, yaitu dengan darah-Nya setelah itu kita disuruh
bekerja melakukan pekerjaan baik yang Tuhan sudah persiapkan.
Apa yang akan kita lakukan jika kita diberi upah Rp. 1milyar/bulan lalu kita disuruh bekerja ngepel ruangan 10 x
10 m. Kalau kita masih punya hati nurani maka kita pasti akan bingung memikirkan cara yang terbaik untuk
mengepel ruangan tersebut yang equal dengan Rp. 1 milyar, bukan? dan kita pasti akan mengerjakannya
dengan kesungguhan hati. Tuhan membayar kita bukan dengan emas dan perak tapi dengan harga yang
sangat mahal, yaitu dengan nyawa-Nya. Sudahkah kita melakukan pekerjaan Tuhan dengan penuh ucapan
syukur dan kesungguhan hati?
2. Membuat hidup kita mempunyai arah dan tujuan yang jelas.
Setiap saat dalam hidup kita hendaklah kita selalu bergumul, mencari dan mengerti apa yang menjadi
rencana Tuhan di dunia dan Tuhan mau pakai kita untuk menggenapkan rencana-Nya. Dunia semakin hari
semakin tidak menentu tapi biarlah kita sebagai anak Tuhan tidak ikut arus dunia. Tuhan sudah berinisiatif
memilih kita dan Tuhan pasti punya rencana yang sudah dipersiapkan-Nya sejak dari kekekalan untuk umat
pilihan-Nya.
Jika kita berjalan dalam rencana-Nya, maka itu yang terbaik bagi kita; membuat hidup kita lebih dinamis
karena kita berada dalam pimpinan-Nya. Jika kita berjalan keluar dari rencana Allah dapat dipastikan hidup
kita akan hancur. Mana lebih bahagia, hidup dengan tahu jelas pimpinan Tuhan atau hidup di luar rencanaNya?
3. Membuat kita mempunyai konsep nilai yang tertinggi dalam hidup kita.
Kita akan bersemangat dan bermotivasi kalau sesuatu yang kita kerjakan bernilai tinggi, bukan? Jangan
malu jika engkau menjadi pekerja Tuhan di tengah dunia! Justru, pekerjaan Tuhan adalah suatu pekerjaan
agung yang bernilai tinggi dibandingkan dengan pekerjaan dunia yang tidak berarti apa-apa. Kita menjadi
bernilai karena Tuhan yang telah memilih.
Tuhan pilih kita bukan karena kehebatan kita; di dunia banyak orang yang lebih hebat dari kita tapi satu hal
Tuhan tidak pilih mereka, justru Tuhan pilih engkau dan saya. Kenapa? Tuhan punya rencana, maksud dan
tujuan dan Dia mau pakai kita untuk menggarap pekerjaan Tuhan. Ingat, jangan meletakkan nilai kita pada
hal-hal yang tidak perlu. Jangan gantungkan nilai hidupmu pada opini orang lain.
Predestinasi harusnya membuat kita lebih bersyukur, karena Tuhan telah pilih kita manusia yang tidak
bernilai untuk melakukan pekerjaan Tuhan yang bernilai. Tuhan memakai kita yang jelek, yang lemah, dan
yang bodoh ini sehingga di tangan-Nya, sang Master kita menjadi luar biasa.
Predestinasi seharusnya tidak menjadi ajang perdebatan tapi predestinasi adalah pengajaran yang
mengharuskan kita untuk lebih setia, lebih bersyukur, tunduk menjalankan kehendak-Nya. Di tengahtengah dunia yang kacau ini, kalau Tuhan telah memilih kita, berarti Tuhan punya rencana agung yang ingin
digenapkan dalam diri setiap kita. Hal ini seharusnya membuat kita bertanya apa yang harus kuperbuat
bagi-Mu, Tuhan?
306
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Bagian ketiga
Tuhan telah memilih (to elect) dan menetapkan (to predestine) sehingga kita bisa menjadi anak-Nya itu bukan
karena kemampuan atau kekuatan kita tapi semata-mata hanya karena anugerah, pemberian Allah (Ef. 2:810). Puji Tuhan, Dia telah memberikan pencerahan sehingga kita dapat mengerti natur, dignity sebagai
manusia yang dicipta sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Kalau bukan Tuhan yang bekerja, manusia tidak
akan dapat mengerti. Karena selama ini hati kita telah mati, dibelenggu dan dirasuk setan, sehingga segala
pikiran, keberadaan dan emosi kita dikuasai oleh iblis. Kembalinya manusia pada natur yang sesungguhnya
adalah implikasi dari predestinasi.

1.
Predestinasi seolah-olah membolehkan kita untuk berbuat dosa dengan seenaknya. Karena Tuhan
sudah menetapkan maka kita pasti masuk surga, keselamatan kita tidak dapat hilang. Konsep ini muncul
karena sifat manusia yang egois, pelampiasan nafsu duniaiwi belaka, dan menunjukkan jiwa manusia yang
berdosa.
2.
Predestinasi membuat manusia berpikir bahwa Tuhan tidak adil. Tuhan telah pilih saya kenapa
orang lain tidak? Konsep adil hanya sesuai dengan konsep dia sendiri. Orang Kristen kalau mengerti
predestinasi hanya dikaitkan dengan keselamatan, jiwa mau mendapat keenakan surga maka itu akan
menjadikan orang Kristen menjadi malas, tidak mau mengerjakan tugas sebagai sahabat Tuhan, yaitu
supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu tetap (ay. 16b).
3.
Manusia berpikir jika kita telah dipilih maka sebagai umat pilihan, kita tidak akan menderita, tidak
akan celaka, dan lain-lain. Justru tokoh-tokoh Alkitab membuktikan orang yang setia mengalami
penderitaan, seperti Stefanus, Paulus, bahkan Tuhan Yesus, pemilik alam semesta pun menderita.
Seharusnya kita tidak berhak tahu apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan karena status kita hanya
budak tapi Tuhan telah mengangkat kita menjadi sahabat-Nya sehingga kita dapat mengerti mengapa dan
untuk apa Tuhan memilih aku? Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (ay. 16a).
Manusia sulit mengakui Dia sebagai Tuhan, Lord of lords, Tuan segala tuan. Mengakui Tuhan sebagai Lord
berarti:
1.
Kita mengakui diri kita adalah hamba dan hal ini sangat bertentangan dengan keinginan manusia
yang ingin menjadi Tuan dan berotoritas. Manusia tidak mau mengakui oknum lain sebagai tuan karena itu
berarti dia harus tunduk di bawah otoritas orang lain. Adalah suatu anugerah kalau manusia dapat
menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan dan bergantung pada Tuhan, Lord of lords.
2.
Menunjukkan sifat manusia yang berdosa. Sebenarnya manusia sangat menyadari kalau dirinya
berdosa apalagi jika dihubungkan dengan relasinya bersama Tuhan. Tetapi manusia seringkali menutup
mata terhadap realita negatif yang ada; tidak peduli dengan keadaan sekitar, acuh tak acuh. Hal ini akan
membuat kita terjerumus; kita akan kehilangan kepekaan. Manusia pasti mati, itulah kenyataan
menunjukkan dunia berdosa.
Manusia lebih suka dibohongi; demi memuaskan egoisme diri, manusia lebih suka dipuji meskipun sifatnya
bohong belaka daripada dikritik meskipun itu kebenaran dan bersifat membangun.
307
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Doktrin predestinasi penting, karena Tuhan ingin menyatakan kembali bagaimana seharusnya kita hidup
sebagai manusia sejati, yang sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Manusia telah kehilangan natur aslinya,
tidak sesuai dengan apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan karena manusia sudah jatuh dan
dicengkeram dosa.
Alkitab ingin mengembalikan kita untuk kembali melihat kepada true reality. Karena dengan begitu kita
dapat kembali pada kondisi proprosional sehingga kita tahu apa yang menjadi kepositifan dan kenegatifan
kita lalu bagaimana kita menganulir kenegatifan dan belajar bagaimana kita mengurangi aspek negatif kita
dan mengembangkan kepositifan yang ada pada diri kita.
Predestinasi bukan meniadakan konsep dosa tapi predestinasi justru membuka realita bahwa kita adalah
manusia berdosa dan kita tidak punya kekuatan untuk memilih Tuhan. Setiap tindakan Allah pasti punya
tujuan, purposefull, berbeda dengan manusia yang seringkali absent minded, tindakan yang dilakukan di
bawah kesadaran.
Kalau bukan Tuhan sendiri yang menyatakan diri-Nya, manusia tidak mungkin mengerti apa yang menjadi
isi hati Tuhan karena sifat manusia sangat terbatas. Untuk mengerti isi hati orang lain saja kita mengalami
kesulitan apalagi mau mengerti isi hati Tuhan, pencipta alam semesta.
Aku tidak menyebut kamu lagi kita hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya (ay.
15a) tapi Tuhan telah mengangkat kita menjadi sahabat-Nya sehingga kita dapat mengerti segala sesuatu
yang telah Kudengar dari Bapa-Ku (ay. 15b). Hal ini seharusnya membuat kita bersyukur karena di antara
berjuta-juta umat siapakah saya sehingga Tuhan telah memilih dan menetapkan kita?
1. Tuhan mempunyai tujuan atas kita, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan
buah dan buahmu itu tetap (ay. 16b).
Manusia ketika mau menciptakan sesuatu (misal: pena) pasti punya tujuan dan hasil akhirnya digunakan
untuk pencipta. Maka Tuhan mempunyai tujuan ketika mencipta manusia, yaitu to glorify Him and enjoyed
Him. Sangatlah disayangkan, manusia yang telah dicipta menurut gambar dan rupa Allah; yang berarti
punya potensi turunan, derivative potential, melawan penciptanya. Ironis sekaligus menakutkan!
Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh
kaumakan…tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya,
sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej. 2:16-17)
Tuhan memberikan kepada manusia suatu kehendak bebas dan tidak menjadikan manusia seperti robot.
Akan tetapi, manusia dengan akal budi, mind-nya berani melawan Tuhan dan tidak taat perintah.
2. Tuhan memberikan nilai/makna pada ciptaanNya dan Tuhan menguji hasil
kerja ciptaan-Nya.
Ketika Tuhan mencipta manusia, Dia ingin kita hidup tidak hanya sekedar menjalankan hidup; karena jika
demikian manusia tidak beda dengan binatang; tapi Tuhan ingin hidup kita penuh dengan makna. Siapa
yang berhak menentukan makna hidup kita? Manusiakah? Kalau kita menyerahkan nilai hidup kita pada
manusia maka celakalah kita. Manusia akan menentukan tujuan dan nilai hidup kita terlalu tinggi atau
terlalu rendah. Sebagai contoh, banyak anak-anak usia sekolah mengalami depresi karena orang tua terlalu
memaksakan keinginannya hanya demi menjaga harga diri orang tua. Kalau kemampuan kita tinggi tapi kita
308
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
diberi kapasitas kecil maka kita akan menjadi malas. Harusnya kita menempatkan diri pada posisi yang
tepat.
Seorang manusia sejati jika tidak mempunyai makna hidup maka hidupnya akan menjadi tidak berarti dan
sia-sia; lalu apa bedanya manusia dengan binatang? Hidup kita akan menjadi lebih bermakna jika kita tahu
apa yang menjadi rencana dan tujuan-Nya; dan menggenapkan rencana-Nya. Siapa yang berhak
menentukan nilai/makna hidup kita? Allah atau manusia?
Kalau diri sendiri yang menetapkan makna hidup lalu diri sendiri yang menjalankannya, apakah itu berarti
hidup kita jadi lebih bermakna? Tidak! Karena siapa yang akan memberi penghargaan pada kita? Kita akan
merasa puas dan memperoleh penghargaan dengan nilai tertinggi ketika Tuhan berkata: “Baik sekali
perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan
memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan
tuanmu.” (Mat. 25:21)
Apakah melakukan pekerjaan baik yang dimaksud dalam Ef. 2:10 hanya dalam hal rohani saja? Tidak! Tapi
dalam berbagai bidang dan dalam berbagai profesi, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan
buahmu itu tetap (ay. 16b). Buah yang bersifat kekal.
Predestinasi jangan dipakai untuk mempermainkan Tuhan atau untuk memperdebatkan teologi Kristen.
Predestinasi justru mengingatkan kita kembali akan apa arti dan makna hidupku. Hidup kita seharusnya
menjadi lebih bermakna dibandingkan dengan orang-orang dunia yang tidak mengenal Tuhan. Kalau kita
sama dengan orang dunia lalu apa implikasinya terhadap predestinasi, pemilihan Tuhan?
Mulai sekarang, hendaknya kita mulai menggumulkan apa yang menjadi makna hidup yang telah
ditetapkan Tuhan bagiku. Jangan sia-siakan hidupmu karena manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali
saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibr. 9:27).
Jangan pernah berpikir untuk bereinkarnasi. Moralitas dunia semakin hari semakin merosot sehingga
menurut teori reinkarnasi pertumbuhan manusia seharusnya semakin berkurang tapi justru sebaliknya
pertumbuhan manusia di dunia semakin bertambah banyak. Atau adakah binatang yang bermoral sehingga
dapat dilahirkan kembali menjadi manusia? Siapa yang berhak menilai suatu oknum bisa naik atau turun?
Berpikirlah seolah-olah hari ini anda hidup untuk yang terakhir kali; seolah-olah tidak ada kereta yang akan
lewat esok hari! Ingat, kalau Tuhan sudah memilih (to elect) dan menetapkan (to predestine) kita sehingga kita
dapat menjadi sahabat-Nya berarti ada pekerjaan baik yang telah ditetapkan Tuhan untuk kita kerjakan.
Siapakah saya? Mengapa saya? Dan mau ke mana saya? Pertanyaan yang harus kita gumulkan sepanjang
kita hidup mengikut Tuhan.
Bagian keempat
Dalam injil Yohanes 15 terdapat pengajaran doktrin yang sangat penting, yaitu doktrin predestinasi dan
ironisnya manusia tidak menyukai doktrin ini. Karena doktrin predestinasi menuntut manusia untuk tunduk
di bawah kedaulatan Tuhan, taat perintah-Nya dan menjalankan kehendak-Nya.
Tuhan telah memilih dan menetapkan kita supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu
tetap… (ay.16). Kalimat ini diucapkan oleh Kristus sendiri dan hal ini seharusnya membuat kita bersyukur
atas anugerah Tuhan.
309
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta Tuhan dengan akal budi sehingga manusia dapat
berpikir, berencana, dan merancang masa depannya. Seorang manusia barulah dikatakan sebagai manusia
sejati saat dia menjalankan hidupnya dengan penuh makna. Apabila manusia menjalankan hidupnya tanpa
ada makna maka hidup akan menjadi tidak berarti lagi dan akhirnya manusia akan binasa. Hal ini sangat
disadari oleh setiap manusia. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah seluruh makna hidup manusia tersebut
dikaitkan ke mana? Dan pada siapa?
Manusia seringkali tidak mengerti akan arti esensi hidup dan ketika mereka disadarkan akan arti esensi
hidup yang sesungguhnya, yakni hidup yang bermakna hanya ada dalam Tuhan; justru mereka menganggap
hal ini sebagai suatu kebodohan. Hal ini banyak kita jumpai pada masyarakat Jepang. The Japanese People
have lost everything and they shift to another religion because the true religion for them is money (artikel di
majalah Times). Semua usaha, pemikiran, dan seluruh perjuangan hidup mereka hanya diabdikan pada uang
semata sehingga seiring dengan hilangnya uang maka hidup mereka pun ikut berakhir pula. Mereka
menganggap dengan bekerja keras akan membuat hidup menjadi sukses. Mereka telah gagal mengerti
esensi hidup yang sesungguhnya.
Istilah agama yang dimaksud di atas adalah semua hal yang menjadi kepercayaan. Lalu apakah orang
Kristen itu beragama Kristen, beriman Kristen? Apakah Kristus yang menjadi inti iman kita? Ingat, ketika
iman Kristen sudah menjadi inti kepercayaan kita maka kita harus berkomitmen dan Kristus akan
memimpin kita masuk dalam rencana-Nya; di sanalah kita akan mengerti arti makna hidup sesungguhnya.
Kalau sekarang kita dapat mengenal dan mengikut Kristus; kita menjadi umat yang dipilih Tuhan, itu bukan
karena jasa kita tapi itu semua semata-mata hanya karena anugerah. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi
Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah
dan buahmu itu tetap… (Yoh. 15:16a).
Tanpa anugerah Tuhan, kita tidak dapat mengerti inti iman yang sejati karena untuk mengerti hal itu
diperlukan suatu pendobrakan paradigma yang besar; di tengah-tengah dunia yang berdosa, di mana
manusia sudah menjadi humanis materialis, untuk mengubah paradigma seseorang tidaklah mudah.
Dosa telah mencengkeram dunia dan sulit untuk melepaskannya sehingga manusia menjadi terikat dengan
kuasa dosa. Sebagai contoh, seorang penjudi sangat mengerti dan tahu kalau perbuatan judi itu dosa tetapi
mereka telah terikat dan sulit untuk melepaskannya. Mereka tidak mengerti esensi hidup sehingga mereka
membuang setiap detik waktu yang dianugerahkan Tuhan dengan percuma. Bagaimana dengan hidup kita?
Apakah yang kita kerjakan bernilai tinggi? Siapa yang menjadi penentu nilaimu? Ingat, kita tidak berhak
menentukan nilai! Manusia berdosa tidak bisa dan tidak berhak untuk memilih karena manusia tidak
mempunyai mempunyai kemampuan dan kapasitas memilih.
Untuk dapat mengerti doktrin predestinasi, kita harus mulai dengan asumsi imposibility; karena manusia
yang terbatas, kita tidak akan dapat mengerti doktrin predestinasi. Manusia adalah makhluk berdosa dan
telah dibelenggu dosa maka dia pasti melakukan perbuatan dosa sehingga dia tidak akan dapat melihat
kebenaran. Oleh sebab itu, mustahil apabila manusia dapat memilih Tuhan; semua hanya karena anugerah
kalau kita dapat menjadi umat-Nya.
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu…
(ay.16a). Kalimat auris tense ini, menunjukkan suatu penetapan yang bersifat kekal. Supaya kamu pergi dan
menghasilkan buah dan buahmu itu tetap… kalimat ini menyadarkan kita, yaitu ada suatu kehidupan yang
310
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
baru dimulai. Sebab hidup kita sebelumnya telah dicengkeram maut dan Tuhan menyadarkan kita bahwa
Tuhan telah memilih kita di antara berjuta-juta manusia untuk pergi menghasilkan buah yang tetap.
Dalam Alkitab, kata “buah”, fruit berasal dari kata καρπως, karphos, merupakan gambaran yang
menunjukkan kondisi kita yang sebenarnya, yaitu kondisi positif dan negatif. Pertama, pohon yang mati
berarti pohon tersebut tidak dapat bertumbuh dan menghasilkan buah. Setiap ranting pada-Ku yang tidak
berbuah, dipotong-Nya… ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan
orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar (Yoh. 15:2,6). Kedua, pohon yang baik pasti menghasilkan
buah yang baik pula; dari buahnya kita dapat melihat pohonnya. Kita berada pada kondisi yang mana?
Apakah selama ini kita mengerjakan sesuatu yang bernilai tinggi? Jangan sampai kita mengerjakan sesuatu
yang kita anggap bernilai tapi akhirnya dibuang lalu dibakar.
Bukankah hidup menjadi bermakna bila seluruh yang kita kerjakan ada hasilnya? Bayangkan, bila segala
sesuatu yang kita kerjakan dengan perjuangan yang keras tapi tidak menghasilkan apa-apa maka pasti
hidup yang kita jalani menjadi tidak bersemangat. Hati-hati dengan positif thinkers yang mengajarkan pada
kita untuk selalu berpikir positif, yaitu segala sesuatu yang kita kerjakan sekarang pasti akan ada hasil di
kemudian hari padahal itu semua hanya bohong belaka; keadaan yang sesungguhnya tidak ada hasil sama
sekali.
Semua yang kita kerjakan di dunia apabila belum diberikan meaning dengan tepat maka semua yang kita
kerjakan bernilai nol. Seperti kata Pengkotbah, “Segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia
berusaha dengan jerih payah di bawah matahari? (Pkh.1:2,3). Manusia seringkali terlambat menyadarinya,
saat menghadapi kematian mereka baru menyadari, yaitu manusia mati tidak dapat membawa apa-apa.
Hidup yang bermakna hanya ada dalam Tuhan, yaitu ketika Tuhan telah memilih dan menetapkan kita
untuk pergi dan menghasilkan buah. Tuhan sudah memberikan potensi dengan possibility pada kita
sehingga makna hidup menjadi real. Makna hidup yang real adalah ketika kita memikirkan kembali apa
yang menjadi rencana Tuhan dan apa yang Tuhan ingin saya lakukan untuk menggenapkan rencana-Nya?
Buah apa dan buah yang bagaimanakah yang harus saya hasilkan? Ingat, buah tersebut haruslah bersifat
kekal dan tetap.
Kehidupan orang-orang Kristen haruslah hidup yang penuh dengan buah, fruitfull. Alkitab menggambarkan
pohon anggur supaya menghasilkan buah yang banyak maka setiap rantingnya harus dibersihkan (Yoh. 15:2).
Jadi, sebatang pohon dikatakan berhasil apabila menghasilkan buah yang banyak baik secara kuantitas
maupun kualitas dan kedua hal ini tidak boleh dipisahkan.
Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya dan kita, umat pilihan-Nya sebagai
penghasil buah. Apakah hidup anda sudah menghasilkan buah yang sama dengan pohonnya? Ingat, waktu
kita tidak banyak lagi; jadi, jangan buang waktumu dengan percuma karena Tuhan ingin setiap waktu yang
kita lalui penuh dengan makna dan menghasilkan buah. Buah yang sesuai dengan standar Tuhan. Manusia
kadang berpikir segala sesuatu yang dikerjakan sudah terbaik dan menghasilkan buah tapi manusia lupa
bahwa standar ukuran yang menentukan baik atau tidaknya bukan diri kita sendiri melainkan Tuhan.
Manusia berdosa tidak berhak memberi nilai. Memang siapakah manusia sehingga layak menilai
baik/buruknya pekerjaan kita? Hanya Tuhan yang berhak dan layak memberi dan yang menentukan nilai.
Kalau kita telah dipilih menjadi sahabat Allah, biarlah hal itu menjadikan kita berbeda dari dunia. Ketika kita
mengerjakan pekerjaan Tuhan kita mengerjakannya dengan serius bahkan dua kali lebih baik atau lebih dari
yang dunia kerjakan.
311
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Siapakah kita sehingga Tuhan mau mati buat kita? Tuhan ingin supaya kita yang telah memperoleh
anugerah keselamatan dapat menyatakan maksud dan tujuan Tuhan ketika Tuhan mencipta manusia
pertama kali, yaitu how to be human being? Bagaimana menjadi manusia sejati?

1. Buah merupakan bukti hidup.
Sebatang pohon yang mati pasti tidak berbuah begitu juga kalau kita berada di luar Kristus berarti kita
belum memperoleh hidup kekal maka pastilah kita tidak bisa berbuah. Ketika buah itu keluar, hal itu
membuktikan ada tanda kehidupan.
Jadi kalau Tuhan berkata, ”Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak..”
(Yoh. 15:5), hal itu merupakan syarat awal agar kita dapat berbuah maka Tuhan harus menyelamatkan kita
terlebih dahulu. Tapi ingat, keselamatan bukanlah tujuan utama, keselamatan hanyalah sarana untuk kita
dihidupkan kembali dan menghasilkan buah. Lalu bagaimana dengan anda? Apakah anda berada pada
kondisi yang mati atau hidup? Ingat, anugerah Tuhan datang secara pribadi pada setiap kita. Orang lain
tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita dari hukuman kekal. Puji Tuhan, kalau kita dapat
mendengar injil keselamatan dan anugerah keselamatan datang pada kita. Buah, membuktikan kita hidup;
sudahkah anda menghasilkan buah-buah itu?
2. Buah menggambarkan kesamaan natur.
Pohon mangga pasti keluar buah mangga tidak mungkin keluar buah dengan varian yang lain sehingga dari
buahnyalah kita tahu pohonnya. Alkitab menggunakan istilah buah bukan produk karena produk bukan
hasil dan bukan natur; produk bisa dihasilkan tanpa harus menyamakan natur. Contoh, mesin yang
memproduksi sebuah sepatu, apakah itu berarti mesin harus sebuah sepatu? Tidak, bukan? Hasil produksi
dengan pemroduksi bukanlah natur yang sama tapi kalau buah yang keluar harus dari natur yang sama,
harus sama dengan pohonnya.
Gambaran ini mau menunjukkan bahwa dalam dunia pelayanan, yang menjadi point bukanlah hasil
produksi pelayanan tapi buahnya. Banyak orang mencampuradukkan antara hasil buah dengan produksi
pelayanan. Ingat, hasil produksi pelayanan tidak sama dengan buah. Seperti ketika saya memproduksi
sebuah buku maka buku tersebut bukanlah buah. Akan tetapi kalau buku tersebut dibaca oleh orang dan
menjadi berkat serta orang yang membacanya dapat bertumbuh dalam iman, yaitu menghasilkan buah
maka itulah arti buah yang sesungguhnya.
Jangan biarkan hidup anda menghasilkan hal yang mati lalu anda puas dan menganggap itu sebagai buah.
Tidak! Itu produk bukan buah yang sesuai natur, yaitu sesuai natur Kristus. Tuhan ingin kita menghasilkan
buah yang berkualitas, sesuai dengan standar Tuhan. Jadi, di manapun dan apapun profesi kita marilah kita
menghasilkan buah yang dapat dilihat dan menjadi berkat bagi orang lain dan mereka dapat mengenal
Kristus.
3. Buah merupakan potensi untuk ber-reproduksi.
Buah harus bisa menghidupkan dan menghasilkan buah lagi. Sebagai contoh, buah mangga ditanam maka
akan menghasilkan pohon mangga dan seterusnya. Kalau kita mengerti hal ini maka sikap, perilaku kita dan
cara berpikir kita akan berbeda dengan dunia. Produksi merupakan hasil dari sistem sedangkan buah bukan
312
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
hasil dari sistem tapi buah adalah limpahan hidup. Di manakah kita dapat menghasilkan buah? Dunia
pendidikan merupakan sarana di mana kita dapat menanamkan iman Kristen sedini mungkin.
Di tengah situasi sulit, orang Kristen harus berani menyatakan identitasnya dan berani tampil beda. Hidup
di dunia sangat singkat dan sementara oleh sebab itu jangan sia-siakan hidupmu; tapi isilah hidup ini
dengan sesuatu yang bermakna.
Bagian kelima
Injil Yoh. 15:16 seringkali di salah mengerti dan hanya digunakan demi untuk memuaskan egoisme dan
dengan ayat ini pula manusia berdosa memposisikan diri lebih tinggi dari Tuhan. Mereka mempunyai
konsep kalau ayat ini merupakan janji Tuhan dan kita berhak menuntut janji tersebut padahal terjemahan
asli (Yunani) berbunyi, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buah itu menempel dengan tetap dan
setia sehingga apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, Bapa boleh berkenan memberikannya
kepadamu.”
Kata “supaya” berasal dari bahasa Yunani “hina” yang similar dengan kata “sehingga”. Meskipun demikian
masih bisa terjadi kesalahan dalam penafsiran. Sehingga apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu mempunyai pengertian Allah tidak hanya sekedar memberi tetapi kalimat itu mau menegaskan Dia
berkenan memberi; jadi hanya yang sesuai dengan perkenanan Bapa di surga.
  
1.
kalimat yang berada di belakang “supaya” merujuk pada tujuan Tuhan kenapa memilih kita, yaitu
membuat kita menghasilkan buah supaya apapun yang kita minta pada Bapa maka Bapa pasti akan
memberikannya. Pemikiran ini muncul karena sikap egoisme manusia yang berdosa; yang hanya bisa
meminta dan meminta demi untuk memuaskan diri. Padahal ay. 16 berorientasi dan berpusat pada Allah
tapi manusia berdosa melihat dan mengorientasikan ayat tersebut ke diri sendiri; semua dari manusia,
untuk manusia dan oleh manusia. Tuhan berbuat apapun adalah demi untuk kepentingan manusia semata
dan hasil akhirnya untuk manusia; Tuhan hanya sebagai alat dan semua tindakan Allah hanya sebagai
sarana. Konsep inilah yang mendasari teologi sukses di mana tujuan predestinasi telah diselewengkan.
Ayat 16 penekanannya terletak pada perkenanan hati Tuhan; hanya permintaan yang berkenan di hati
Tuhan yang akan dikabulkan. Lalu permintaan seperti apakah yang berkenan di hati Tuhan? Kalau hati dan
pikiran kita menyatu pada Kristus maka permintaan kita akan terkontrol, selektif dan tepat; kita semakin
peka akan apa yang menjadi kehendak Tuhan dan Bapa semakin berkenan terhadap permintaan kita.
Pengertian meminta dan perkenanan sangat berkaitan erat. Kalau kita meminta mesti diberi maka itu
bukan meminta tapi menuntut; lalu posisi akan terbalik saya, pihak yang meminta menjadi lebih berotoritas
dibanding Tuhan sebagai pihak pemberi.
2.
supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku dianggap sebagai suatu konklusi, hak
bagi setiap orang yang sudah menjalankan perintah Tuhan. Kalimat ini bukan hukum sebab akibat di mana
posisi kita berada lebih tinggi dari Tuhan, yaitu kalau saya sudah melayani Tuhan maka Tuhan harus
menuruti semua permintaanku. Bukankah hal ini sering kita temui pada mereka yang sudah aktif melayani
Tuhan selama bertahun-tahun, merasa diri sudah menghasilkan buah sehingga merasa diri punya hak untuk
menuntut. Namun benarkah buah yang dihasilkan adalah buah yang sejati? Siapa yang berhak memberi
penilaian tersebut?
313
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Ingat, aktif melayani tidak sama dengan menghasilkan buah. Kalau Tuhan mengabulkan permintaan kita
maka itu hanya efek yang bisa terjadi tapi juga tidak terjadi. Pada prinsipnya, efek tersebut harus membuat
kita makin serupa Kristus. Di sinilah pentingnya teologi Reformed menekankan pentingnya Kedaulatan Allah
di mana manusia yang harus mencocokkan diri masuk dalam kehendak Allah dan perkenanan Tuhan.
 
   
1. Membuktikan kalau kebutuhan kita tak pernah tercukupkan.
Manusia seharusnya memiliki kesadaran bahwa manusia tidak mampu mencukupkan diri sendiri, orang
yang berada pada keadaan “melarat” dalam arti insufficient. Manusia tidak dapat mencukupkan
kebutuhannya sendiri, self sufficient maka dibutuhkan pihak ketiga yang dapat memenuhi segala
kebutuhan kita, yaitu Bapa di dalam Tuhan Yesus.
Adalah anugerah kalau kita dapat menyadari akan keadaan kita yang insufficient. Tuhan ingin agar apa yang
kau minta dalam nama-Ku, yaitu harus sesuai dengan perkenanan dan kehendak Tuhan dan pada saat yang
sama kita berada dalam proses pembentukan Tuhan di mana kita dapat merasakan kuasa Tuhan yang
bekerja, cara Tuhan yang ajaib ketika Dia membentuk kita untuk semakin serupa dengan Dia.
Ingat, kalau kita dapat melakukan pekerjaan Tuhan dengan baik, itu bukan karena kepandaian atau
kekuatan kita tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Hati-hati dengan pengajaran New Age
Movement yang mengatakan manusia dapat melakukan apa saja dengan kekuatannya yang unlimited.
Manusia tidak menyadari ada kuasa yang lebih besar yang memegang kendali hidup manusia, sampai
Tuhan “mempermainkan” manusia dengan barang yang kecil (virus SARS). Hal ini membuktikan siapa lebih
hebat Tuhan atau manusia?
Biarlah kita semakin disadarkan bahwa setiap manusia membutuhkan Tuhan, semakin membuktikan bahwa
manusia adalah makhluk yang lemah dan manusia butuh kekuatan dari Tuhan. Kita harus mempunyai sikap
yang rendah hati; kalau kita dapat melewati hidup hari demi hari itu adalah karena anugerah. Dan
hendaklah kita boleh menghasilkan buah yang tetap dan ingat, Tuhan yang memberikan kepada kita
kekuatan untuk dapat menghasilkan buah karena Allah adalah Allah yang cukup dalam diri-Nya sendiri
sedangkan manusia adalah makhluk yang papah, yang selalu bergantung pada Tuhan.
2. Menggambarkan adanya suatu relasi yang intim antara si peminta dan si pemberi.
Minta kepada kepada Bapa dalam nama Yesus, menyadarkan bahwa kita berada dalam keadaan yang
insufficient dan kita harus mempunyai relasi kepada yang sufficient. Kita tahu dalam diri manusia terdapat
sense of divinity, yaitu ada suatu perasaan, kekosongan dalam hati yang membutuhkan Tuhan, butuh
sesuatu untuk dapat dijadikan sandaran hidup. Hal ini dicetuskan oleh Augustinus, bapak gereja dan
ditegaskan pula oleh John Calvin dalam teologi Reformed.
Manusia butuh Tuhan sehingga kalau kita tidak kembali pada pengertian yang benar maka celakalah kita.
Kita akan mudah diombang-ambingkan dengan rupa-rupa pengajaran sesat, seperti pertanyaan ini yang
seringkali kita jumpai, yaitu apakah Allah-nya orang Kristen sama dengan Allah di agama lain? Jawabannya
tidak sama, karena Allah orang Kristen menyatakan diri-Nya secara tepat dan ini yang membuat Allah kita
berbeda dengan Allah agama lain. Apakah setiap orang yang menyebut nama Allah selalu menunjuk pada
314
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
oknum tunggal tertentu? Lalu apakah setiap orang yang bernama Sutjipto selalu menunjuk pada orang yang
sama? Tidak, bukan?
Setiap permintaan harus ditujukan kepada Bapa dalam nama Yesus karena Bapa sebagai sumber lalu
prosedur memintanya dalam nama Yesus. Kenapa? Alkitab menegaskan, urutan ordo yang benar adalah
Bapa, Anak, Roh Kudus dan otoritas tertinggi berada di tangan Bapa. Yesus tidak pernah melakukan apapun
dari diri-Nya sendiri hanya yang Bapa perintah dan hanya yang menjadi kehendak Bapa itulah yang Yesus
lakukan (Luk. 22:42).
Relasi kita dengan Allah Tritunggal adalah gambaran relatif, di mana ketika kita minta sesuatu kita tahu
pada Allah yang mana? Yaitu Allah dalam nama Yesus Kristus sebab Kristus sendiri yang mengajarkan kita
dapat mengenal Bapa melalui Kristus yang telah berinkarnasi (Yoh. 8:19b). Saat kita berada jauh dari Kristus
maka kita akan berada jauh dari Allah; kita tidak peka pada apa yang menjadi kehendak Allah. Maka setiap
kita harus membangun relasi yang benar di dalam Tuhan, berakar kuat, bertumbuh dan berbuah. Jikalau
relasi kita dengan Tuhan beres maka kita dapat melayani dengan penuh sukacita dan menghasilkan buah.
3. Menunjukkan adanya suatu kerelaan (willingness) si pemberi.
Kita punya suatu kesadaran, meminta bukan berarti menuntut tapi berdasarkan kerelaan si pemberi.
Kalaupun tidak diberi maka kita tidak boleh menuntut apalagi marah; andai diberi maka kita wajib
berterima kasih. Justru keadaan yang sering kita jumpai terbalik; ketika kita diberi kesehatan, makanan
cukup kita lupa untuk berterima kasih dan menganggap hal itu sebagai suatu kewajaran tapi ketika kita
sedang mengalami kesulitan maka kita langsung marah dan menuduh Tuhan jahat.
Terjemahan injil Yoh. 15 dapat membuat kita salah pengertian. “… supaya apa yang kamu minta kepada
Bapa” seharusnya ditulis “sehingga” atau “agar kiranya Bapa boleh berkenan memberikannya kepadamu”
berasal dari bahasa Yunani dŌ humin, dŌ menyatakan bentuk penyerta yang mempunyai keterkaitan
penyertaan sedangkan humin menunjuk pada orang yang menjadi inti pelaku. Hal ini seharusnya
menyadarkan kita, kalau Bapa berkenan memberi, itu adalah suatu anugerah karena kita sebenarnya tidak
layak. Kalau Tuhan rela memberi maka seharusnya membuat kita bersyukur.
Melalui pengertian ini biarlah kita sadar, hal ini merupakan perkenanan Tuhan dan hak memberi ada dalam
tangan Tuhan dan manusia hanya bisa minta. Kalau Tuhan beri maka kita wajib berterima kasih tapi andai
Dia tidak memberi pun maka itu sudah menjadi hak Tuhan.
Kesadaran inilah yang membuat umat Tuhan mempunyai semangat pelayanan dan selalu bersyukur atas
anugerah-Nya, kita dapat merasakan Tuhan yang hidup, kita dapat merasakan pengalaman yang indah
bersama Tuhan. Orang Kristen bukan tidak boleh meminta tapi cara minta harus berubah, mintalah supaya
Allah berkenan memberikan bagaimana kita boleh dipakai menghasilkan buah yang tepat.
Doktrin predestinasi bukanlah ajang untuk berdeba tapi doktrin predestinasi membuat kita bersyukur,
Tuhan telah memilih kita di antara berjuta manusia di dunia untuk pergi dan menghasilkan buah dan kita
semakin peka akan isi hati Tuhan, belajar berkenan pada-Nya dan ketika kita meminta pada Bapa berkenan
memberi pada kita. Ini menjadi kaitan yang begitu indah. Predestinasi juga menyadarkan kita hidup dalam
kedaulatan dan pemeliharaan Allah, berjalan bersama dengan Allah yang hidup.
Amin!
315
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ka
as
siih
hd
da
an
nb
be
en
nc
cii
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
17
18
Yohanes 15:17-19
Inilah perintah–Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."
"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari
pada kamu.
19
Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena
kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia
membenci kamu.
K
Ka
assiih
hK
Krriissttu
uss
Relasi konsep tentang cinta dan benci dapat kita lihat pada ayat 17 yang berkaitan erat dengan ayat 18 di
mana ayat 16 merupakan basis munculnya ayat 17. Adanya judul dalam Alkitab sangat memudahkan kita tapi
di lain pihak menyulitkan kita untuk kita dapat mengerti ayat demi ayat secara kontekstualitas bahkan
seringkali timbul kesalahpahaman dalam mengkontekskan ayat Alkitab. Beberapa minggu ini kita akan
membicarakan kenapa Tuhan memberi perintah kasihilah seorang akan yang lain, love one another.
Sebelum kita merenungkan keterkaitan antara cinta dan benci, kita harus mempunyai kesadaran bahwa
kalau Tuhan telah memilih dan menetapkan kita sehingga kita bukan lagi milik dunia tapi milik Kristus, itu
bukan karena inisiatif dan kekuatan kita melainkan karena anugerah saja.
Perintah Tuhan agar kita pergi dan menghasilkan buah yang tetap (ay. 16) merupakan esensi, ciri dan prinsip
yang membedakan umat Allah dari dunia. Tapi realita berbicara lain, justru dunia tidak melihat perbedaan
antara orang Kristen dan orang dunia. Kekristenan hanya memberikan corak warna tersendiri tanpa ada ciri
khusus yang membedakannya dengan dunia. Kalau orang dunia dapat mengerjakan atau bersikap seperti
orang Kristen maka itu bukan beda. Umat pilihan Allah harus lebih berkualitas dibandingkan dengan dunia.
Lalu kalau mau berbeda di mana letak perbedaannya?
Perbedaannya terletak pada perintah Tuhan, yaitu agar kita mengasihi seorang akan yang lain, love one
another dimana cinta yang diajarkan Kristus berbeda dengan cinta menurut konsep dunia. Bagaimanakah
kita dapat mengasihi orang lain bahkan mereka yang kita anggap sebagai musuh? Di manakah letak titik
pembedanya?
Pada saat kita menyadari bahwa kita adalah manusia berdosa yang seharusnya dimurkai Allah tapi oleh
kasih karunia Tuhan telah mengangkat kita keluar dari jerat dosa maka di sinilah letak titik pembeda yang
memberi kekuatan pada kita sehingga kita dapat menjalankan perintah-Nya, yaitu mengasihi seorang akan
yang lain bahkan kasih pada mereka yang kita anggap sebagai musuh. Kesadaran akan murka Allah ini
316
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
membuat kita bersyukur atas kasih-Nya dalam Kristus sehingga kekristenan tidak dijalankan sebagai suatu
tradisi bagi mereka yang sudah menjadi Kristen sejak turun temurun.
Pernyataan cinta Tuhan yang kita rasakan secara pribadi menjadi dasar untuk kita dapat mengasihi orang
lain seperti Tuhan mengasihi kita sebab Allah telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus
telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (Roma. 5:8). Pengertian inilah yang membuat anak Tuhan
sejati, orang yang telah dipilih dan ditetapkan Tuhan dapat menjalankan dan memahami Yoh 13:31–16:32
sebagai ajaran yang bersifat ekslusive, exclusive teaching of Christ dan mempunyai corak pemikiran tentang
kasih yang berbeda dengan dunia.
Manusia seringkali meremehkan bahwa keselamatan hanya ada dalam Kristus Yesus saja; manusia merasa
diri “baik” sehingga beranggapan keselamatan dapat diperoleh melalui perbuatan baik. Padahal semakin
baik seseorang maka dia makin berdosa; berbuat baik untuk mendapat surga bukanlah perbuatan baik
karena ada maksud terselubung dan dengan sengaja melawan perintah Tuhan.
Sebagai gambaran ilustrasi, apabila orang tua memberi perintah pada anaknya untuk melakukan sesuatu,
misal menaruh pena di atas meja tapi si anak dengan sengaja melawan perintah tersebut, yaitu membuang
pena dengan kasar di meja maka bagaimana perasaan orang tua tersebut? Apa yang harus dilakukan orang
tua untuk mengajar anaknya? Orang tua yang baik harus memberikan hajaran pada anak yang kurang ajar
tersebut sebagai akibat melawan otoritas orang tuanya. Secara ordo, orang tua lebih berotoritas dibanding
anak dan anak harus tunduk pada orang tua. Allah Maha Kasih sekaligus Allah Maha Adil sehingga Dia
mengasihi dan menyelamatkan orang berdosa sekaligus menghukum orang jahat yang sengaja melawan
Dia. Allah yang adil tidak dapat mengasihi ketidakadilan sehingga Dia tidak akan membiarkan kejahatan
semakin merajalela di muka bumi ini. Tuhan tidak berkenan dengan kefasikan dan kelaliman tapi dunia
justru suka dengan perbuatan dosa ini karena otoritas Tuhan selalu berlawanan dengan otoritas iblis.
Sekarang kita melihat iblis seakan-akan dapat berbuat apapun dengan seenaknya tapi ingat, sampai suatu
waktu tertentu Tuhan pasti akan jatuhkan murka-Nya karena posisi kejahatan selalu berada di bawah
kebenaran maka kalau kebenaran sekarang belum bertindak dengan tuntas terhadap kejahatan, hal itu
karena Sang Kebenaran masih ingin menyatakan cinta kasihnya supaya kejahatan dapat bertobat dan jika
tetap tidak mau bertobat maka murka itu pasti akan tiba dan menghanguskan.
Mengapa Tuhan seakan-akan diam dengan membiarkan kejahatan merajalela di muka bumi ini? Para
koruptor makin merajalela, pembunuhan, perampokan dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena Tuhan ingin
memberikan perbedaan ekstensi, yaitu God is Love. Ketika Allah adalah Kasih bukan berarti Allah
kehilangan sifat adil tapi Allah adalah Kasih yang menyatakan kasih-Nya di dalam keadilan dan di dalam
keadilan ada kasih.
Bagaimana menjalankan keadilan dan kasih secara bersama-sama? Bagaimana kasih yang diajarkan Kristus
dan kasih yang diajarkan dunia? Umat Allah ketika mengasihi maka dia harus mengasihi seperti yang Kristus
ajarkan dan mencontoh teladan Kristus tanpa meniadakan keadilan. Bagaimana dengan cara dunia
mengasihi?
1.
Dunia hanya mengasihi kamu sebagai milik kepunyaannya saja (Yoh. 15:19a); yakni hanya secara
material karena ada unsur di balik itu, seperti kecantikannya, kekayaannya, kepandaiannya, dll bukan
person-nya. Bagaimana dengan saudara, apakah kita hanya mengasihi sesuatu yang menjadi milik kita dan
kita hanya serius dengan pekerjaan milik kita saja? Bukankah ketika kita mengerjakan pekerjaan apapun di
dunia yang bukan milik kepunyaan kita, kita tidak akan melakukan seserius seperti ketika kita sedang
317
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
mengerjakan pekerjaan yang menjadi milik kepunyaan kita? Celaka, apabila kita melayani bekerja buat
Tuhan menggunakan konsep ini, yaitu kita dapat melakukan pekerjaan Tuhan tersebut secara sembarangan
toh itu bukan milik kepunyaan kita melainkan milik kepunyaan Tuhan. Lalu apa bedanya kita dengan dunia?
Cinta kasih yang dunia ajarkan adalah cinta kasih yang bersifat egois; dunia hanya mencintai yang menjadi
kepunyaannya saja sedangkan yang bukan milik kepunyaannya akan menjadi obyek kebencian, menjadi
musuh dan perlu dibinasakan.
2.
Dunia hanya mengasihi orang-orang yang berada dalam lingkungannya saja. Jangan kaget, apabila
orang Kristen dicabut keluar dari dunia maka dia akan menjadi obyek kemarahan dunia dan menjadi obyek
musuh dunia. Apakah kita mengalami hal ini, dibenci oleh dunia? Kalau kita tidak mengalaminya maka hal
ini justru menjadi pertanyaan bagi kita, benarkah kita seorang Kristen yang sejati?
Cinta menjadi obyek egoisme diri yang mengembangkan nafsu yang posesif, yakni keinginan untuk
memiliki, meraih sesuatu demi untuk diri sendiri. Lalu bagaimana dengan kekristenan? Apakah cara orang
kristen sama dengan cara dunia mencintai?
3.
Kasih dunia selalu berorientasi pada dunia. Kasih dunia sifatnya terbatas, yakni dunia hanya
mengasihi sesuatu yang sifatnya menguntungkan dan yang berada dalam lingkungannya saja. Padahal
dalam cinta tidak boleh ada kebencian, cinta seharusnya membuat dunia menjadi damai karena cinta dan
benci adalah dua sifat yang berlawanan.
Abraham Maslow menyadari bahwa secara natur manusia butuh untuk mengasihi dan dikasihi karena
tanpa kasih maka hidup manusia menjadi hampa.
Lalu bagaimana dengan kekristenan? Apakah cara orang Kristen mengasihi sama dengan cara dunia
mengasihi? Kristus telah mengajarkan bahkan memberikan teladan bagi kita bagaimana seharusnya kita
mengasihi dan Tuhan menunjukkan kualitas kasih yang berbeda dengan dunia, yaitu:
1.
Tuhan mencintai orang yang tidak layak dicintai, yakni manusia
berdosa yang seharusnya sudah menjadi musuh Allah.
Kristus mengasihi dengan kasih yang murni, kasih yang tak menuntut balas, kasih agape. Kristus mencintai
bukan karena obyeknya layak untuk dicintai melainkan Dia mencintai manusia yang sebelumnya adalah
musuh Allah; Dia mengasihi kita ketika kita masih berdosa (Roma. 5:8). Hal inilah yang membuat kasih
Kristus berkualitas tinggi dan dunia tidak dapat menyamainya.
Kasih Kristus akan manusia berdosa seharusnya mendorong kita untuk memberitakan injil pada mereka
yang berdosa, yang bukan anak Tuhan, orang yang menyakiti hati Tuhan dengan memasang bom di rumah
Tuhan dan mereka yang membakar Alkitab karena mereka adalah obyek kasih kita yang sesungguhnya.
Bukankah Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita, manusia berdosa yang tidak layak?
2.
Tuhan mengasihi seluruh manusia di dunia tanpa terkecuali meski
mereka tidak berada dalam ruang lingkup.
Inilah bukti yang ditunjukkan oleh Kristus sendiri, yaitu perintah untuk kita pergi memberitakan kabar baik,
berita keselamatan kepada seluruh bangsa di dunia bahkan sampai ke ujung bumi (Mat. 28:19; Kis. 1:8).
318
3.
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Tuhan mengasihi kita walaupun… (tanpa syarat)
Kalau dunia mengasihi dengan kasih filia maka Kristus mengasihi dengan kasih agape walaupun obyek yang
dikasihi-Nya membenci, menghina bahkan menyakiti-Nya, Dia tetap mencintai dengan tulus. Mudahkah
mencintai seperti Kristus mencintai? Dapatkah kita mengasihi seperti yang Kristus ajarkan dan teladankan?
Jawabnya hanya dengan kekuatan dari Kristus, kita bisa mencintai dengan benar, mengasihi jiwa-jiwa yang
tersesat. Marilah kita sama-sama berproses dan bertumbuh; kita mau dibentuk untuk mencapai kualitas
kasih seperti Kristus sehingga dunia dapat melihat Kristus dalam diri kita, dunia dapat melihat perbedaan
yang mencolok antara umat Allah dengan umat iblis. Mereka juga dapat merasakan kasih Allah yang ajaib
saat mengangkat mereka dari jerat dosa.
Kasih Allah yang melampaui rasio tidak dapat dimengerti dunia; benarkah ada Allah yang mau mati untuk
manusia? Tuhan sudah memilih dan menetapkan kita maka dunia pasti akan membenci kamu tapi justru
saat dunia membenci itulah Tuhan memberi perintah sekaligus teladan untuk mengasihi seorang akan yang
lain, to love one another (ay.17).
Ketika kita mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap
akal budi maka kita dapat mengasihi sesama manusia. Karena pada kedua hukum inilah tergantung seluruh
hukum Taurat dan kitab para nabi (Mat. 22:37-39). Dan ini merupakan prinsip dari kerajaan Allah yang
membedakan dari dunia.
Maukah kita bertekad di hadapan Tuhan? Sudahkah kita mengasihi orang-orang di sekitar kita dengan kasih
seperti Kristus? Atau mereka menjadi obyek kebencian kita?
Pada saat dunia membenci kita hendaklah kita makin mencintai mereka yang tersesat, kita mau
menjalankan perintah Tuhan untuk pergi dan menghasilkan buah yang sejati, yaitu to love one another dan
kita dipakai menjadi saksi Kristus yang hidup. Kita mengasihi dengan cinta yang berbeda dengan dunia
ajarkan. Maukah kita bertekad di hadapan Tuhan untuk mengasihi orang-orang di sekitar kita dengan kasih
seperti Kristus dan tidak menjadikan mereka sebagai obyek kebencian.
Kebesaran kasih Kristus
Kebutuhan manusia akan kasih, yakni kebutuhan untuk mengasihi dan dikasihi telah Tuhan tanam sejak
awal manusia dicipta. Akan tetapi kasih yang sejati tersebut telah mengalami kerusakan sehingga dunia
tidak mampu menjalankan kasih yang sejati tetapi malah memanipulasi pengertian kasih, pengertian kasih
telah terdistorsi dan telah diselewengkan hingga mempunyai arah dan tujuan yang berbeda.
Puji Tuhan, karena kasih-Nya dalam Kristus, kita yang telah terpisah dari Allah telah didamaikan denganNya, sehingga ada suatu kekuatan baru yang memampukan kita untuk dapat mengasihi seperti teladan
Kristus. Allah adalah Kasih dan kita sebagai anak-Nya harus merefleksikannya, yaitu kita menjadi cermin
yang memancarkan kasih Ilahi. Untuk dapat menjadi reflektor kasih Ilahi tersebut tidaklah mudah karena
untuk mengubah paradigma dari format kasih dunia menuju format kasih Ilahi dibutuhkan keberanian dan
suatu keyakinan bahwa hidup dalam cinta kasih Kristus jauh lebih baik dibandingkan apabila kita hidup
dengan kasih yang dunia tawarkan. Bahkan ada pendapat yang mengatakan kalau kita tidak menjalankan
cinta kasih dengan format dunia berarti kita belum menikmati surganya dunia. Benarkah demikian?
319
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Hati-hati dengan sesuatu yang kelihatan manis seperti tetesan madu padahal ia pahit seperti empedu dan
tajam seperti pedang bermata dua (Ams. 5:3-4). Itulah kasih dunia yang berakhir pada kematian yang kekal
bahkan dunia menganggap mengasihi seperti Kristus sebagai suatu kerugian karena kasih-Nya pada
manusia Dia berkorban nyawa tapi hanya berakhir pada kematian. Dunia tidak mengerti esensi yang
sesungguhnya, justru dengan kematian-Nya, kita tidak akan mengalami kematian, kita akan dihidupkan dan
melalui kematian-Nya Ia telah mengalahkan Iblis yang berkuasa atas maut (Ibr. 2:14-15).
Seperti telah kita ketahui, dunia hanya mencintai yang menjadi milik kepunyaannya, yang berada dalam
lingkungannya serta cintanya hanya memikirkan untung dan rugi saja (Yoh. 15:19). Sedangkan kasih Kristus
adalah kasih yang tanpa syarat, Ia mengasihi seluruh manusia berdosa yang telah menjadi musuh Allah.
Kasih seperti inilah yang membedakan dan mempunyai keanggunan dan keagungan yang tidak dimiliki oleh
dunia yang berdosa.
Karena dunia sudah jatuh dalam dosa maka dunia selalu berpikiran buruk, selalu mencurigai Tuhan dan
semua perintah-Nya. Dunia menganggap semua perintah-Nya hanya membuat hidup manusia sulit dan
Tuhan yang diuntungkan. Dunia harus segera bertobat! Dari sejak pertama, Adam dan Hawa hidup dalam
cinta kasih Tuhan, hidup dalam terang Tuhan, hidup di bawah pimpinan Tuhan hingga datang Iblis
mencobai Hawa, Iblis telah mengindoktrinasi Hawa dengan menanamkan konsep bahwa Tuhan itu jahat.
Benarkah Tuhan itu jahat?
Tuhan telah memberikan semua pohon dalam taman untuk dimakan buahnya dengan bebas kecuali satu
pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat yang tidak boleh dimakan. Bukankah ini perintah yang
masuk akal dan menunjukkan kebaikan Tuhan? Tuhan tidak memerintahkan sebaliknya, yaitu hanya satu
pohon yang boleh dimakan sedang pohon yang lain tidak boleh dimakan. Tapi sudah menjadi sifat manusia
berdosa yang serakah hingga ia menginginkan satu pohon tersebut untuk dimakan dan bisa menjadi seperti
Allah. Hati-hati dengan siasat Iblis yang selalu memutarbalikkan firman Tuhan! Jangan sampai kita terjebak
masuk ke dalam perangkapnya.
Tuhan telah melimpahkan berkat-Nya pada kita tapi seringkali kita tidak mau menyadarinya dan tidak
bersyukur; kita seringkali meremehkan berkat Tuhan tersebut. Ketika Tuhan ingin mendidik kita justru kita
menerima hal tersebut sebagai pukulan dan ketika Dia sedang memahat kita justru aniaya yang kita rasa
padahal perintah Tuhan agar kita mengasihi seorang akan yang lain adalah demi untuk kebaikan kita.
Kebaikan yang seperti apa? Hal ini akan kita temui kalau kita mengerti the greatest of Christ’s love.
Allah adalah Kasih dan Tuhan ingin agar sifat yang menjadi natur Allah tersebut dimanifestasikan dalam
kehidupan orang Kristen, yaitu dengan mengasihi seorang akan yang lain dengan kasih yang murni jadi
meski dunia membenci, kita harus tetap mengasihi mereka. Lalu kenapa kita mengalami kesulitan saat mau
mengasihi seorang akan yang lain?
1.
Orang Kristen dikaburkan antara konsep kasih sejati yang Kristus ajarkan dengan kasih yang dunia
ajarkan. Sehingga muncul pemikiran kalau kita sudah mengasihi dengan kasih dunia, kita sudah merasa
cukup mengasihi padahal itu bukan kasih Tuhan sejati. Ironisnya, setelah kita mengasihi dengan kasih dunia
dan kita mengalami dampak yang merugikan, kita marah pada Tuhan. Ingat, kasih yang dari dunia hanya
menuju pada kehancuran dan kebinasaan kekal. Hati-hati konsep kasih dunia sekarang pun telah masuk
dalam gereja dan hal ini kurang disadari oleh anak-anak Tuhan. Marilah kita belajar untuk mengasihi seperti
320
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
teladan Kristus dan kemudian mengimplikasikannya pada orang lain sehingga semua orang akan tahu,
bahwa kita adalah murid-Nya.
2.
Kasih sejati merupakan manifestasi dari natur Allah dan hal inilah yang membedakan iman Kristen
dengan agama maupun filsafat lain di dunia. Agama dan filsafat yang lain hanya mengerti bahwa Allah
mempunyai sifat kasih padahal kasih merupakan natur Allah yang tidak dapat dilepaskan begitu saja. Hanya
anak Tuhan yang sejati yang dapat mengerti akan hal ini sehingga ia dapat mengasihi dengan kualitas Ilahi
yang Dia berikan. Dan hanya anak Tuhan yang sejati saja yang dapat menjalankan perintah baru yang Tuhan
berikan, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu
harus saling mengasihi (Yoh. 13:34-35).
Kasih Sejati akan memberikan pada kita kekuatan baru untuk kita dapat mengasihi orang lain karena:
1.
Cinta kasih sejati membuat kita mempunyai semangat untuk hidup
dan berkarya di tengah dunia yang kacau.
Setiap kali berbicara tentang kasih dunia maka kita harus lebih berhati-hati karena kasih tersebut hanya
membawa manusia pada kehancuran dan kebinasaan kekal. Seperti ungkapan dari DR. Stephen Tong
apabila ada seseorang berkata, “I love crab” maka celakalah yang namanya crab atau kepiting tersebut
karena itu berarti kematian bagi si kepiting dan kepuasan bagi mereka yang menikmati dengan lahapnya.
Itulah cinta menurut versi dunia, cinta yang bersifat egois, yang hanya cinta pada sesuatu yang menjadi
milik kepunyaannya dan berujung pada kehancuran obyek yang dicintainya. Bagaimana dengan cinta kasih
Ilahi? Cinta Ilahi berlawanan seratus delapan puluh derajat dengan cinta dunia. Cinta menurut versi dunia
hanya membawa pada kematian maka cinta Ilahi membawa kehidupan dalam diri seseorang.
Seperti kisah kesaksian yang diceritakan kembali di mana kasih yang tulus seorang kakak pada adiknya, bisa
membuat adiknya yang masih bayi yang berada dalam keadaan koma dan tidak mempunyai pengharapan
untuk hidup lagi ternyata membuat si adik mempunyai perjuangan untuk hidup kembali. Puji Tuhan, sampai
kini si adik semakin bertumbuh dan sehat. Itulah the power of love, kuasa kasih sejati yang memberikan
semangat juang untuk hidup kembali.
Bahkan kuasa kasih sejati tersebut mendorong seorang gadis kecil di Jepang mempunyai semangat untuk
memberitakan Injil dengan membagikan traktat di pinggir jalan. Dan ketika seseorang merobek traktat
tersebut dengan kasarnya, dia langsung menangis. Karena merobek traktat berarti dia telah kehilangan
kesempatan mendengarkan kabar baik, yakni kabar keselamatan yang berarti pula akan berakhir pada
kebinasaan kekal.
Hendaklah kuasa kasih Kristus ini termanifestasi dalam hidup kita sehari-hari dan kita juga mau belajar
mencintai mereka dengan cinta kasih Ilahi dengan demikian kita dapat menjadi saksi-Nya dan kita dapat
memberikan semangat hidup bagi dunia yang kacau ini.
Sudahkah kita memancarkan kasih Ilahi itu? Dan apakah kasih Ilahi tersebut mendorong kita untuk
mengasihi jiwa yang tersesat?
2.
Cinta kasih sejati menjadi benih untuk kita melakukan kebajikan
dan perbuatan baik.
Sehingga dengan demikian dunia dapat melihat dan merasakan buah dari cinta kasih yang murni. Kita dapat
berbuah banyak bila kita berada dalam Kristus dan Kristus ada di dalam kita (Yoh. 15:5) dan Tuhan telah
321
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
memilih dan menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah yang tetap (Yoh. 15:16). Kita dapat
menghasilkan buah bila kita memiliki kasih sejati itu. Sudahkah kita menghasilkan buah yang merupakan
bukti dan tanda kehidupan?
Jika hati dan pikiran kita dipenuhi oleh kasih sejati Kristus maka pasti segala tindakan yang akan kita
lakukan di tengah-tengah dunia akan mencerminkan kasih yang bersifat kebenaran dan kebajikan. Di
tengah dunia yang haus akan cinta kasih yang murni ini biarlah kita dipakai Tuhan sebagai benih yang
memancarkan kasih Kristus, yaitu kasih akan kebenaran dan kasih akan kebajikan; kasih dengan standar
moral tertinggi yang tidak dapat dibandingkan di agama maupun filsafat manapun.
Dunia tidak dapat menjalankan kasih tanpa menurunkan standar moral. Dunia hanya mengasihi tanpa
peduli dengan akibat yang terjadi pada moral bangsa. Salah satu contohnya adalah ketika pemerintah
mengijinkan para gepeng (gelandangan dan pengemis) masuk kota-kota besar; di tengah pro dan kontra antara
kasih dan moral justru karena kasih pada mereka yang tertindas malah membuka benih kerusakan moral;
menciptakan generasi pemalas dan hanya sebelah pihak yang diuntungkan, yaitu si penadah gepeng. Di
sinilah kekristenan harus memegang peranan dan bersuara keras, kita harus mengasihi dengan benar
bukan mengasihani dengan kasih yang sembarangan; kita harus mengasihi dengan tanpa meniadakan
kebajikan dan tanpa menurunkan standar moral.
Kasih sejati harus berdampak kebajikan, kasih sejati tidak akan berdampak pada kejahatan, kerusakan, atau
kebinasaan dan kasih sejati tidak menurunkan standar moral tetapi kasih sejati justru harus berada di posisi
atas dan menjadi standar moral tertinggi.
3.
Cinta kasih sejati membuat kita mempunyai tujuan hidup yang jelas
sehingga kita dapat merasakan kebahagiaan.
Tuhan mencipta manusia dengan tujuan to glorify Him and enjoyed Him. Lalu bagaimana kita dapat
memuliakan Tuhan? Yaitu dengan menjadi reflektor kasih Allah sehingga sifat Allah yang adalah kasih dapat
tercermin di tengah dunia yang haus akan kasih ini. Kalau kita telah merasakan kasih Allah, yaitu Ia telah
memilih dan menetapkan kita untuk menjadi anak-Nya maka kita pun harus merefleksikan kasih tersebut
sehingga dunia juga turut mengalami jamahan kasih Allah. Dan saat kita menjadi reflektor Allah tersebut,
kita akan merasakan kebahagiaan yang dunia tidak dapat berikan.
adi, kebahagiaan dapat kita rasakan sekarang bukan nanti. Celaka apabila kebahagiaan menjadi tujuan akhir
hidup kita karena itu berarti kita akan terus dan terus berharap kelak di kemudian hari nanti kita akan
memperoleh kebahagiaan dan kita tidak menyadari kalau kebahagiaan sudah ada di depan mata.
Kebahagiaan adalah hasil dari kita merefleksikan cinta kasih Tuhan, yaitu saat kita menjalankan cinta kasih
sejati. Maka tidaklah heran, meski Paulus di penjara dia menasihatkan pada kita untuk bersukacita
senantiasa dalam Tuhan (Flp. 4:4).
Ingatlah saudara, jangan biarkan kebencian menerkam hidup anda tapi kejarlah kasih untuk memuliakan
Tuhan Allahmu yang adalah kasih dan kita pasti akan memperoleh kebahagiaan dan merasa sukacita. Dan
juga jangan mencurigai setiap perintah Tuhan karena kalau Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi, itu
adalah demi untuk kebaikan kita, yaitu agar kita hidup bahagia. Sudahkah dan maukah kita berkomitmen
untuk menjadi reflektor kasih Tuhan, mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat, menyadarkan manusia akan dosa,
dan membawa berita kebenaran?
322
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Siapakah mengasihi kamu?
Hari ini kita akan merenungkan dan melihat bagaimana Tuhan mengasihi seluruh umat manusia dengan
bagaimana dunia mengasihi yang hanya milik kepunyaannya saja dan membenci yang bukan milknya. Kita
telah ditarik dari dunia dan dipilih Tuhan menjadi milik Tuhan maka dunia akan sangat marah dan
membenci kita.
Dua sumber yang dapat mengasihi kita, yaitu:
pertama, Tuhan yang telah memilih, mencintai dan menyelamatkan kita,
kedua, dunia yang juga bisa mencintai asalkan kita mau menjadi miliknya. Lalu siapa yang mencintai kita,
who loves you? Siapakah subyek yang mencintai kita?
I.
Dunia hanya mengasihi milik kepunyaannya saja.
Manusia merupakan makhluk hidup yang dicipta bernatur cinta dan dunia sangat menyadari hal ini.
Abraham Maslow dengan teori psikologi humanistiknya mengemukakan manusia butuh untuk mencintai
dan dicintai dan kalau manusia tidak dapat mengaplikasikan hal tersebut akibatnya manusia akan
terganggu jiwanya, manusia bisa gila. Dan ada lima kebutuhan dasar hidup manusia yang harus dipenuhi
yang dibagi berdasarkan tingkat yang paling rendah di mana salah satu kebutuhan tersebut tidak boleh
dihilangkan, yaitu:
1.
kebutuhan akan makanan dan minuman, kebutuhan fisik
2.
kebutuhan akan rasa aman dan nyaman,
3.
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan cinta kasih,
4.
kebutuhan akan sesuatu yang indah, estetika,
5.
kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Psikologi humanistik hanya memikirkan kejiwaan manusia dan berpusat pada diri manusia, yaitu manusia
adalah makhluk bernatur cinta sehingga manusia butuh untuk mencintai dan dicintai; kalau manusia bisa
mencintai dan dia juga dicintai maka dia akan mempunyai jiwa yang sehat tetapi kalau manusia bisa
mencintai tetapi tidak dicintai oleh seseorang maka jiwanya akan terganggu begitu juga bila manusia bisa
mencintai tapi tidak diberi kesempatan untuk mencintai maka dalam jiwanya akan mengalami gangguan.
Manusia mulai belajar dan mencoba untuk mencintai tapi sayang, cinta yang dijalankan sudah terdistorsi,
telah terjadi pergeseran nilai, arah dan tujuan. Banyak orang yang mendambakan cinta, yaitu manusia ingin
mencintai dan dicintai tapi mereka justru hancur karena cinta bahkan demi cinta mereka saling bunuh dan
tidak hanya sampai di situ mereka rela bunuh diri demi cinta. Istilah cinta yang begitu indah ternyata telah
terdestruksi telah mengalami penghancuran dan pembinasaan yang drastis. Itulah akibatnya bila kita tidak
mengerti arti cinta yang sejati, kita akan menjadi korban cinta.
Mana yang ada dan menjadi pemikiran kita, siapa yang mencintai kita dan siapa yang kita cintai? Bukankah
kita lebih banyak memikirkan dan memprioritaskan siapa yang kita cintai? Tidak pernah terbersit sedikitpun
dalam pikiran kita tentang siapa yang menjadi sumber yang mencintai kita bahkan kita tidak peduli akan hal
ini.
Alkitab mengatakan, sebelum Tuhan memilih kita dari dunia ini maka dunia akan sangat mencintai kita
tetapi setelah Tuhan memilih maka dunia akan berbalik membenci kita. Lalu siapakah yang dimaksud
323
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
dengan dunia? Kalau saya berada di dunia, saya milik dunia dan saya dicintai oleh dunia maka kitalah yang
dimaksud dengan dunia itu. Jadi, dunia adalah manusia berdosa yang telah diikat oleh penguasa dunia dan
hidup menurut versi dunia dan hidup secara duniawi sehingga setiap orang yang bersikap, berpikir dan
mempunyai cara yang sama dengan dunia maka dialah dunia itu. Maka tidaklah heran cara kita mengasihi
pun sama seperti cara dan konsep kasih dunia.
Apa yang menjadi citra dari cinta dunia? Dunia hanya mencintai miliknya sehingga yang bukan dan yang
tidak bisa menjadi miliknya akan dibenci oleh dunia. Itulah cinta dunia yang bersifat egois dan manipulatif,
yaitu cinta yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Cinta membuat seseorang bersemangat untuk
mendapatkan obyek yang dicintainya bahkan dia rela menghadapi tantangan berat demi untuk
mendapatkan obyek yang dicintai demi untuk kepentingan diri. Hubungan cinta yang demikian
digambarkan dengan sangat indah dalam kisah cinta Sampek-Engtay; seiring dengan cinta yang indah bila
cinta gagal maka hidup pun akan berakhir. Dengan demikian celakalah yang menjadi obyek cinta kita
karena akan berakhir dengan kehancuran. Hati-hati bila dunia mengatakan ”I love You” apakah akan
mengalami nasib yang sama seperti ungkapan DR. Stephen Tong, “I love crab?”, yaitu kepiting tersebut
akan berakhir dengan kebinasaan.
Bila seseorang mengalami kegagalan dalam percintaan, maka ada dua kemungkinan yang timbul; pertama,
destruktif, yaitu penghancuran diri sendiri, misal: bunuh diri, kedua, menghancurkan obyek yang dicintai
dengan demikian orang lain tidak turut memiliki seperti nasibnya juga. Inilah cinta dunia, apakah orang
Kristen akan mencintai seperti cara dunia? Apakah ini yang dinamakan cinta? Bukan! Itu adalah cinta yang
egois, semua untuk diri sendiri. Alangkah indahnya bila cinta bersifat altruist (bersifat mengutamakan kepentingan
orang lain), yaitu cinta yang selalu memikirkan yang terbaik bagi obyek yang dicintainya.
Cinta dijadikan ajang bisnis, yaitu saling mencintai harus saling menguntungkan; lebih banyak mana antara
untung atau rugi kalau saya mencintai kamu; bila banyak merugi maka cinta harus segera berakhir. Cinta
dunia selalu ada unsur menuntut, manipulasi dan bersifat egois. Dunia semakin lama semakin mengerikan,
tidak hanya memanipulasi istilah cinta tapi juga memanipulasi setiap kata yang indah, seperti kata damai
(syaloom) dipakai bila kita mau bertransaksi tapi tidak mau menghadapi kesulitan, misal: menyuap.
Marilah kita belajar mencintai seperti teladan Kristus yang telah rela menjadi korban tebusan manusia
berdosa. Hanya Tuhan yang dapat memampukan kita untuk dapat mengasihi seorang akan yang lain
dengan cinta sejati, cinta yang tidak pernah mengharapkan imbalan. Sebaliknya cinta dunia selalu
mengharapkan imbalan, cinta dunia tidak pernah gratis, nothing for free.
Kalau kita tidak mempunyai dasar pengertian yang kokoh dan kuat maka perintah untuk saling mengasihi
seorang akan yang lain seolah-olah sudah tidak berarti lagi. Karena manusia sudah merasa mencintai tapi
perintah ini muncul justru untuk menyadarkan manusia akan kekeliruan yang telah dibuat; manusia telah
salah mencintai, manusia bukan mencintai dengan cinta sejati tapi dengan cinta dunia. Berarti, ada dua
sumber cinta dengan sifat, natur serta dampak yang berlawanan. Siapakah yang menjadi subyek yang
mencintai kita? Who loves you?
II.
Allah adalah Kasih menjadi sumber kasih dan telah mencintai manusia
dengan rela menjadi korban tebusan bagi manusia berdosa.
Seperti telah dibicarakan, kasih dunia penuh tipu muslihat iblis seperti serigala berbulu domba yang siap
menerkam dan bersifat imoral tapi anehnya hal ini tidak disadari oleh si pelaku maupun si penerima cinta.
Cinta mempunyai arti, nilai dan tujuan berbeda, di dalamnya tidak berisi cinta yang murni tetapi penuh
dengan kebencian dan sesuatu yang bersifat agung, seperti menjaga kesucian sampai hari pernikahan
dilihat sebagai suatu keanehan sebaliknya hal yang tabu malah dianggap sebagai hal yang wajar.
324
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kita sebagai anak Tuhan melihat keadaan dunia yang kacau ini seharusnya makin mendorong kita untuk
lebih berani menegakkan kebenaran dan siap hati untuk dibenci dunia karena kita bukan milik dunia dan
bukan dari dunia. Dunia sudah berada di ambang kehancuran sehingga hal-hal yang agung dan hal yang
bersifat kebenaran pun juga makin pudar bahkan sedikit demi sedikit mulai dihilangkan.
Cinta yang sejati harus bersifat altruist (bersifat mengutamakan kepentingan orang lain) , yaitu memikirkan yang
terbaik bagi obyek yang dicintainya; cinta sejati membawa obyek cintanya menuju kebaikan dan kebenaran
serta menjaga kesucian obyek yang dicintainya. Kalau dunia mencintai, dunia akan menjerumuskan obyek
cintanya menuju jurang kebinasaan. Akan tetapi, seseorang yang pernah merasakan cinta Tuhan
seharusnya membuat anak Tuhan dapat mencintai seperti Kristus yang mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat..
Melihat dunia yang kacau sekarang, terkadang timbul rasa pesimis akankah ada cinta yang sejati? Apakah
masih ada anak-anak Tuhan yang menjaga kesucian hidup? Ada, meski dunia makin rusak Tuhan akan
menjaga umat-Nya untuk hidup suci di tengah jaman yang bobrok ini. Tuhan kita Tuhan yang hidup, Ia
mempunyai kuasa untuk menjaga umat-Nya dari kuasa Iblis yang terus berusaha ingin menjatuhkan
manusia. Kita sebagai anak Tuhan, jangan pernah sekali pun berkompromi dengan dosa dan jangan merasa
telah cukup “rohani” sehingga kita menganggap remeh kuasa Iblis dengan mencoba bermain-main
dengannya. Iblis dengan akal liciknya akan membuat kita terjerat dalam kuasanya dan akhirnya kita tidak
dapat keluar dari jeratnya. Dengan liciknya, iblis akan menuruti semua permintaan kita tapi hati-hati saat
itu juga kita telah masuk dalam jeratnya; iblis tidak pernah memberi dengan cuma-cuma, ia selalu
mengharap imbalan berupa apapun bahkan nyawa kita. Bagaimana dengan kasih Kristus?
Manusia berada di bawah kutuk sampai kesalahan kita ditebus melalui pengorbanan Kristus. Kita terpisah
dari Allah sampai didamaikan melalui darah salib Kristus. Namun kasih-Nya telah menyingkirkan semua
penyebab permusuhan dan mendamaikan kita dengan diri-Nya, Ia menghapuskan semua kejahatan kita
melalui penyucian yang dikerjakan-Nya dalam kematian Kristus; sehingga kita yang sebelumnya najis, dapat
datang ke hadapan-Nya sebagai orang yang telah dibenarkan dan disucikan. Tuhan tidak pernah
mengharapkan imbalan atas semua pengorbanan yang telah dikerjakan-Nya.
Secara logika manusia, kita tidak akan mengerti cinta Tuhan yang besar, Dia mati, dianiaya, dihina dengan
mati di salib demi untuk manusia berdosa yang harusnya dibinasakan. Biarlah cinta Tuhan ini boleh
merubah hidup kita untuk makin mencintai jiwa-jiwa yang tersesat sehingga kita dapat menjadi alat-Nya di
dunia ini. Dan juga hendaklah kita juga mencintai yang menjadi obyek cinta kita dengan memikirkan yang
terbaik, yang suci, yang benar dan yang mulia baginya dan juga biarlah cinta kita dapat menghidupkan,
memberi semangat hidup menghadapi segala tantangan dan biarlah cinta membawa obyek cinta kita pada
hidup yang kekal.
Ketika kita mencintai seseorang apakah kita telah memikirkan sesuatu yang terbaik baginya? Ataukah kita
hanya memikirkan apa yang terbaik dari sudut pandang kita? Lalu itukah yang dimaksud dengan cinta
sejati? Bukan, cinta sejati adalah cinta seperti teladan Kristus yakni hanya memikirkan yang terbaik dari
sudut pandang obyek cinta-Nya. Marilah kita belajar mencintai seorang akan yang lain dengan cinta yang
altruist, yang hanya memikirkan yang terbaik baginya sehingga dunia yang haus cinta sejati dapat
merasakan cinta sejati dan dengan demikian mereka akan tahu bahwa kita adalah murid-murid-Nya, yaitu
jikalau kita saling mengasihi.
Amin!
325
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
K
Ke
eb
be
en
nc
ciia
an
n tta
an
np
pa
aa
alla
as
sa
an
n
Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno
Nats:
22
Yohanes 15:22-25
Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata–kata kepada mereka, mereka tentu tidak
berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka!
23
Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga Bapa–Ku.
24
Sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah–tengah mereka seperti yang tidak
pernah dilakukan orang lain, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang walaupun mereka
telah melihat semuanya itu, namun mereka membenci baik Aku maupun Bapa–Ku.
25
Tetapi firman yang ada tertulis dalam kitab Taurat mereka harus digenapi: Mereka
membenci Aku tanpa alasan.
Perenungan kita sampai pada bagian akhir dari konflik Love and Hate. Tuhan Yesus telah meneladankan
kualitas kasih yang berbeda dengan kasih dunia; sebagai bukti kasih-Nya, Kristus memberikan nyawa-Nya
menjadi tebusan bagi manusia dan Kristus memberikan perintah baru ini agar para murid juga saling
mengasihi sama seperti Kristus telah mengasihi (Yoh. 13:34). Apakah mengasihi termasuk perintah baru?
Bukankah di sepanjang sejarah mereka telah memahami ajaran tentang kasih? Perintah mengasihi ini
merupakan perintah baru karena kasih yang dimaksud Kristus bukanlah kasih yang seperti dunia ajarkan
tapi kasih sejati seperti teladan Kristus.
Dunia membenci Kristus dan semua anak-Nya yang hidup dalam kasih sebaliknya dunia akan mencintai
semua milik kepunyaannya (Yoh 15:18-19). Anak Tuhan haruslah mengasihi dengan kasih sejati karena Allah
adalah kasih sehingga hanya murid Kristus yang sejati saja yang dapat memahami dan memancarkan kasih
dari Allah. Hati-hati di akhir jaman ini akan banyak orang yang mengaku sebagai murid Kristus bahkan
mereka tampak mirip dengan anak Tuhan sejati. Alkitab mencatat, ada satu orang yang bukan murid Kristus
yang sejati di antara kedua belas murid lainnya. Tuhan Yesus menegur Yudas secara terbuka pada
perjamuan terakhir; inilah waktu bagi Yudas untuk bertanggung jawab. Teguran Yesus yang keras dan untuk
kedua kalinya seharusnya membuat Yudas sadar dan meminta ampun pada Tuhan tapi Yudas malah
berpura-pura tidak tahu dan bersikap sama seperti murid lainnya yang saling bertanya-tanya padahal Yesus
dengan gamblang menunjukkan bahwa Yudaslah si pengkhianat itu (Yoh. 13:26).
Sikap Yudas merupakan sikap kita sebagai manusia berdosa yang selalu melawan dan mengelak saat Tuhan
membukakan mata rohani kita akan dosa. Dosa telah mencengkeram hidup manusia dengan kuatnya
sehingga dalam diri Yudas muncul kebencian yang meluap-luap. Manusia saat berhadapan dengan
kebenaran seharusnya menyadarkan manusia akan kenajisan dirinya tapi ironisnya justru muncul reaksi
yang sangat tidak masuk akal, yakni dia malah membenci kebenaran. Maka tidaklah mengherankan, tanpa
alasan yang jelas mereka membenci Kristus (Yoh. 15:25).
326
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
Kita akan melihat dan memahami signifikansi dan keunikan eksklusifitas Yoh. 15: 22-25. Bersifat eksklusif
karena hanya diajarkan dan dipahami oleh murid Kristus yang sejati dan Puji Tuhan dengan demikian
Kristus telah mempersiapkan para murid untuk menghadapi tantangan berat dan juga supaya mereka tidak
menjadi kecewa dan akhirnya menolak Kristus (Yoh. 16:1). Dosa selalu bersifat merusak dan
menghancurkan; iblis tidak akan tinggal diam bila ada manusia yang bertobat. Iblis jugalah yang telah
membutakan mata rohani Yudas sehingga ia tidak dapat melihat kebenaran meski ia telah hidup bersama
Yesus sekitar 3,5 tahun lamanya, ia telah melihat mujizat-mujizat yang dilakukan Kristus bahkan ia telah
mengalami kejadian-kejadian yang menakjubkan bersama Kristus.
Injil Yoh. 15:22 seringkali disalah mengerti karena tidak dimengerti secara keseluruhan di dalam konteks
pengajaran Kristus yang mengajarkan anak Tuhan agar mempunyai kualitas kasih yang berbeda dengan
dunia dan Kristus juga menunjukkan bagaimana reaksi manusia terhadap dosa dan sikap manusia terhadap
kebenaran. Manusia berdosa hanya menafsirkan ayat tersebut demi untuk kepentingan diri, yaitu:
Pertama, setiap orang yang hidup di jaman Perjanjian Lama, yaitu jaman sebelum Tuhan Yesus lahir maka
dia tidak berdosa karena ada tertulis, ”Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata-kata kepada mereka,
mereka tentu tidak berdosa” (Yoh. 15:22a). Berarti seseorang akan terbebas dari semua tuntutan kebenaran
atau dengan kata lain mereka boleh berbuat apapun selama dia tidak bertemu dan tidak tahu dengan
Tuhan Yesus sang kebenaran. Jadi mereka yang telah bertemu dan hidup di jaman Kristuslah yang harus
bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukan. Ayat 22 seolah-olah memberi kesempatan pada
kita boleh berbuat dosa apapun selama kita tidak tahu.
Kedua, selama Tuhan Yesus belum berkata-kata atau berfirman maka kita belum dapat dikatakan bersalah.
Maka kita tidak perlu belajar dan memahami Firman Tuhan terlalu mendalam sehingga kita tidak perlu
mempertanggungjawabkan perbuatan dosa yang telah kita perbuat tersebut pada-Nya. Bukankah lebih
enak menjadi orang Kristen “biasa” yang hanya mengerti Firman sebatas permukaan saja. Itulah sifat
manusia berdosa yang hanya mau surga tapi tidak mau salib-Nya; yang hanya mau berkat-Nya tapi menolak
Dia.
Ketiga, ayat 24 yang berbunyi sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah-tengah mereka,…mereka
tentu tidak berdosa seolah-olah menyatakan bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia itulah yang
menjadikan manusia berdosa. Jadi, kesalahannya terletak pada kedatangan Yesus. Inilah pikiran manusia
berdosa yang kotor dan jahat; Yesus datang justru untuk menyelamatkan manusia berdosa tapi malah
dituduh sebagai si pembuat dosa. Ketiga konsep di atas salah! Konsep ini muncul dari pikiran manusia
berdosa yang menafsirkan Firman hanya demi untuk keuntungan diri sendiri.
Yoh. 15:22 ditujukan pada mereka yang telah bertobat dan mengenal Kristus, yaitu bagaimana seharusnya
sikap seseorang jika ia telah bertobat dan sikapnya saat ia berhadapan dengan kebenaran.
I. Esensi dosa adalah perlawanan terhadap Firman Allah dan kehendak-Nya.
Manusia telah berhadapan dengan esensi dosa pada mula pertama ia mengenal Kristus. Paulus
membukakan hal ini, yaitu pemahaman manusia akan esensi dosa yang sesungguhnya melalui suratnya
pada jemaat Roma sebanyak tiga pasal. Kekristenan melihat esensi dosa yang sesungguhnya adalah saat
manusia berhadapan dengan kebenaran dan ia melawan kebenaran itu sedangkan perbuatan membunuh,
mencuri, berzinah dsb bukanlah esensi dosa tapi efek dari dosa. Sebab Firman Tuhan mengatakan murka
Allah nyata atas manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman (Roma 1:18) perhatikan kalimat di
327
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
atas murka Allah bukan pada pencuri, pembunuh atau penzinah. Bahkan Paulus menegaskan secara
berulang di ayat 24, 26 dan 28, yang mengatakan, “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada…” artinya
jika manusia berbuat dosa maka Allah akan membuang mereka ke tempat cemar dan kepada rupa-rupa
hawa nafsu, seperti mencuri, membunuh, berzinah dsb.
Manusia fasik adalah manusia yang dengan sengaja menentang Allah dan tidak menghormati keberadaan
Allah padahal dia tahu dan menyadari akan keberadaan Allah, ungodliness, asebeia (bhs Yunani) sedangkan
manusia lalim adalah manusia yang tahu tentang adanya kebenaran tetapi justru menindas dan melawan
kebenaran, unrighteousness, adekia (bhs Yunani). Berarti dosa sengaja melawan Firman Allah. Seseorang
dikatakan baik bukan karena ia tidak mencuri, tidak membunuh, tidak berzinah dsb sebab ia seperti orang
munafik yang tampak baik sebelah luarnya saja, hati-hati justru saat kita merasa diri baik kita telah berdosa.
Ingat, semua perbuatan baik dan aktivitas rohani yang kita lakukan tidak menjamin keselamatan kita. Tanpa
anugerah dan kekuatan dari Tuhan maka semua akan sia-sia.
Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat lolos dari kebenaran, cepat atau lambat kita pasti akan
berhadapan dan mempertanggungjawabkan pada Kristus Sang Kebenaran itu. Esensi dosa adalah melawan
Firman Allah dan kehendak Allah, tidak taat akan segala perintah-Nya. Bila manusia memahami Firman
Tuhan yang mengatakan,”Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya akan
ditambahkannya kepadamu (Mat. 6:33), maka pastilah pikirannya tidak akan menjadi sesat. Tapi sayang,
manusia selalu melawan kebenaran, tidak mau tunduk pada kedaulatan Allah. Manusia ketika ditegur
dosanya ia tidak berterima kasih dan bersyukur dan kemudian bertobat tapi yang timbul justru kebencian.
Bagaimana sikap anda saat berhadapan dengan kebenaran, melawan, memberontak atau berterima kasih
dan bersyukur? Kebenaran itu seharusnya makin membentuk dan memroses hidup kita untuk makin serupa
Dia.
II. Manusia mau merebut Kedaulatan Allah.
Tuhan Yesus mempertajam lagi di ayat 24, bahwa Kristus sudah membuktikan dan menunjukkan kuasa
sebagai anak Allah yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Kristus telah menunjukkan kualitas yang
berbeda dan seharusnya mereka tunduk tapi faktanya mereka justru membenci Kristus dan Bapa. Kenapa
hal ini terjadi? Pergerakan manusia berdosa ini mulai disoroti oleh VanTil sebagai sifat pemberontakan;
manusia ingin seperti Tuhan maka saat kita melihat Tuhan Yesus melakukan sesuatu yang berkualitas tidak
membuat manusia tunduk tapi malah melawan. Manusia harusnya taat saat melihat kuasa Allah tapi reaksi
mereka justru membenci Kristus. Hal ini juga terjadi saat Musa ingin melepaskan bangsa Israel keluar dari
tanah Mesir, Firaun mengeraskan hati. Alkitab mencatat dari tulah pertama sampai tulah keempat Firaun
yang mengeraskan hati, tapi pada tulah kelima Tuhan mengeraskan hati Firaun sedangkan pada tulah
keenam Firaun kembali mengeraskan hati dan tulah berikutnya Tuhan mengeraskan hati Firaun. Tuhan
telah memberikan kesempatan pada manusia untuk bertobat tapi manusia berdosa tidak suka melihat
kekuatan kuasa Tuhan.
Kuasa Tuhan Yesus yang dapat membangkitkan Lazarus dari kuburnya pada hari keempat tidak
mempertobatkan orang Parisi, orang Yahudi dan para ahli Taurat. Mereka justru bersekongkol ingin
membunuh Yesus (Yoh. 11). Manusia tidak suka melihat kuasa Tuhan dinyatakan, mereka sangat membenci
Kristus. Dunia membenci Kristus bukan karena Kristus berbuat jahat tapi justru karena Dia telah berbuat
baik, Dia melakukan mujizat dan hidup kudus. Dunia modern berpendapat religiusitas akan mempersempit
328
Ringkasan Khotbah – Jilid 2
ruang gerak kita sehingga Foucoult menyarankan untuk menyingkirkan semua bentuk religiusitas bahkan
Nietzsche menganggap dia telah berhasil membunuh Tuhan.
Setiap orang menganggap diri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi bahkan muncul gerakan New Age
yang menganggap diri sendiri sebagai Allah. Jangan kaget bila ajaran ini juga muncul di tengah-tengah
orang Kristen, Tuhan Yesus tel
Download