Ibr 4:12 Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi–sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan Ringkasan Khotbah Jilid 2 G E R E J A R E F O R M E D I N JI LI I N D O N E S I A S SU UR RA AB BA AY YA A--A AN ND DH HIIK KA A Ringkasan Khotbah adalah penerbitan dari Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275 Transkrip ringkasan-ringkasan ini dikerjakan oleh jumahat GRII-Surabaya dan belum diperiksa oleh pengkhotbahnya Bentuk penerbitan Ringkasan Khotbah diusahakan oleh Pieter Kuiper (the Netherlands) [email protected] Copyright transkrip ada di pihak Gereja Reformed Injili Indonesia Surabaya-Andhika www.imansejati.net I Daftar Halaman 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 32 36 40 43 46 50 53 56 60 63 67 70 73 77 81 84 87 91 95 98 102 106 110 113 116 120 124 128 132 135 139 142 146 150 154 160 164 Isi Judul Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah! Si jahat musuh benar Perlengkapan senjata esensial Baju Zirah keadilan Injil damai sejaterah Perisai iman Ketopong keselamatan Pedang Roh Berdoa senantiasa Doa dan pelayanan Keharusan persekutuan seorang dengan yang lain Ringkasan Khotbah Kitab Ayat Kitab Efesus 6 10-17 Efesus 6 10-17 Efesus 6 14 Efesus 6 14 Efesus 6 15 Efesus 6 16 Efesus 6 17 Yohanes 10 Efesus 6 17 Efesus 6 18-19 Efesus 6 19-20 Efesus 6 21-24 Memuliakan Allah`dan berbahagia di dalam Dia Yeremia 32 40-41 Mazmur 63 Keterbukaan seluruh hati kepada Allah Matius 6 5-15 Kepastian keselamatan Ibrani 5 11-14 Ibrani 9 Kristus terang dunia Yohanes 1 1-12 Yohanes 12 Kristus mengambil rupa seorang hamba Filipi 2 5-11 Kasih di bukit Golgota 1 Kor. 15 1-11 Sukacita dan kerohanian kristen Nehemia 8 9-12 Filipi 4 Dosa Nadab dan Abihu Imamat 9 22 Imamat 10 Pengajaran oleh menara Babel Kejadian 11 1-9 Kejadian 11 Kristus: Jalan menuju Kerajaan Allah Yohanes 6 32-40 Menganut Kristus Lukas 9 57-62 Kekejian bagi Tuhan Ulangan 18 9-14 Yohanes 8 Berbahagialah orang yang menjadi pelaku Firman Yakobus 1 21-25 Penyesalan sejati Yoel 1 4-5 Yoel 2 Kuasa Injil Markus 16 1-8 Kesempurnaan kasih 1 Kor. 13 1-13 Menang atas ketakutan Matius 10 26-31 Amsal 29 Persembahan dan ibadah Roma 11 36 Roma 12 Persembahan dan korban Ibrani 5 1-4 Persembahan dan perpuluhan Kejadian 14 18-20 Ibrani 7 Pesembahan dan berkat Mal. 3 10-12 Pelayanan yang mempermuliakan Tuhan Yohanes 13 31-35 Kasih sejati Yohanes 13 34-35 Undangan sejahtera Yesus Matius 11 25-30 Bayangan Golgota dalam peristiwa Natal Matius 2 11 Matius 2 Jalan hidup yang penuh kemenangan bersama Tuhan Filipi 4 11-13 Roma 8 Motivasi dosa, dan perlunya pertobatan Lukas 9 46-48 Yohanes 21 Masa dan harapan Yohanes 14 1-3 Kehilangan tinjauan rohani Yohanes 14 4-14 Fokus hidup Yohanes 14 5-7 Kriteria dasar pengetahuan adalah takut akan Tuhan Yohanes 14 8-14 Kristus telah meniadakan Diri Yohanes 14 10-14 Matius 7 Mengasihi Tuhan dan memegang perintah-Nya Yohanes 14 15, 17, 21 Doktrin Roh Kudus Yohanes 14 15-17 Immanuel Yohanes 14 18-20 Roh Kudus dan pengajaran iman Yohanes 14 25-26 Jilid 2 Ayat Kitab Ayat 27-30 1-9 Mazmur 16 11 26-28 1 Yoh.5 35 Mazmur 36 11-13 9 4 5 Imamat 10 16-19 8-11 44 12-14 25 1 Wahyu 21 1-3 Mal. 3 17-18 Lukas 2 37 2 Kor. 2 17-18 21-23 Amsal 22 8 8-12 34-35 14 29 II Daftar Halaman 168 171 175 178 181 185 Isi Judul Kitab Perdamaian yang sejati Aku datang kembali kepadamu Esensi iman Kepercayaan sejati Ketergantungan manusia kepada Allah Kristus mencapai kemenangan Yohanes 14 Yohanes 14 Yohanes 14 Yohanes 14 1 Raja-R. 18 Yohanes 20 Matius 16 Mazmur 90 188 Mengikut Yesus tidak dapat tanpa menyangkal diri 192 Kuasa penebusan Allah terhadap kehidupan manusia 197 200 204 207 210 214 218 221 224 228 232 236 240 243 247 251 255 260 265 269 281 284 290 295 299 315 325 329 333 337 343 347 351 355 359 364 368 373 377 Ringkasan Khotbah Dosa dan keselamatan Mengikut Yesus Bapa Kulah pengusahanya Dipilih untuk berbuah Carang yang sejati Hidup yang bebuah Di luar Kristus kamu tidak dapat bebuat apa-apa "Mintalah apa saja …." Kemerdekaan di dalam Kristus Hal mengeraskan hati Gereja dan kasih karunia Allah Pembangunan tubuh Kristus Panggilan hidup kudus Kehidupan yang ditopan anugerah Allah Reformasi, Injil dan Taurat Reformed Theology, kuasa pemberitaan Injil Agama sejati adalah karya Allah Tritunggal Yesus terang dunia Demensi doa Mengasihi, mematuhi dan bersukacita Iman, pengaharapan dan kasih Yesus, Gembala yang baik Hidup di tengah masyarakat sekuler Hamba dan sahabat Allah memilih umat-Nya Kasih dan benci Kebencian tanpa alasan Perintah untuk bersaksi Kasih yang dipulihkan Kerohanian dan vitalitas hidup kristen Nilai pengorbanan Kristus Pengharapan Paskah Daya utama peristiwa Pentakosta Daya utama pendidikan Melakukan kehendak Allah Penyembahan dari lubuk hati Orang benar akan hidup oleh iman Perumpamaan penabur Dua pesan terakhir Yusuf Ayat Kitab 27 28-29 Lukas 22 29 29-31 21 Yesaya 29 30-31 24-27 Lukas 14 23-24 Markus 10 17-31 Yohanes 15 1-8 Yohanes 15 9-17 Yohanes 15 1-3 Yohanes 15 4-7 Yohanes 15 5-6 Yohanes 15 7-8 Yohanes 8 30-36 2 Tim. 3 16 Efesus 5 25b-27 Efesus 5 25b-27 1 Petr. 1 13-16 Amos 4 11 Galatia 3 1-14 Yohanes 16 33 Roma 7 13-26 Yesaya 9 1, 6 Matius 6 5-7 Yohanes 15 9-11 Roma 9 11-32 Yohanes 10 1-18 Ester 3 13-15 Yohanes 15 12-15 Yohanes 15 15-17 Yohanes 15 17-19 Yohanes 15 22-25 Yohanes 15 26-27 Yohanes 21 1-3 Bilangan 13-14 Roma 5 6-8 Roma 8 31-39 Kisah 1 8 Kisah 1 4 Yohanes 2 15-17 Yohanes 18 28 Roma 1 17 Matius 13 1-11 Kejadian 50 22-26 Jilid 2 Ayat Kitab Ayat 14-20 13 26-27 Roma 3 Matius 7 Matius 7 15-23 15-23 Galatia 5 Kel. 5 Yohanes 1 Efesus 4 1, 13 1 Petrus 2 Kel. 7-14 14, 17 Yer.18 11-13 16 1-6 26 1 Kor. 15 10 Yohanes 14 Roma 8 Yohanes 1 27 1-11 4-5 Yesaya 53 3-6 Yohanes 8 12 Yohanes 10 Ester 4 26-30 1-14 Yohanes 21 10-19 Kisah 2 Kisah 2 Yohanes 4 4 4 34 Kisah 2 Yohanes 6 36-38 38 Yesaya 44 Matius 13 28-30 Keluaran 13 19 Ibrani 11 22 III Daftar Halaman 381 385 389 393 397 401 405 409 411 415 419 423 427 431 435 439 443 447 451 455 476 461 485 489 495 499 504 508 522 526 529 533 537 545 549 553 557 571 576 580 585 590 595 600 606 611 616 Isi Judul Kota Allah versus kota dunia Keselamatan: sebuah paradigma baru Natal dan keselamatan Natal dan berkat Natal dan penyembahan Ringkasan Khotbah Kitab Kejadian 4 Yohanes 12 Lukas 1 Lukas 1 Lukas 1 Belajar dari teman-teman Ayub Ayub 2 Iman dan penderitaan Yohanes 15 Keharusan mutlak Kedatangan Roh Kudus Yohanes 16 Insaf akan dosa Yohanes 16 Insaf akan kebenaran Yohanes 16 Insaf akan penghakiman Yohanes 16 Roh kebenaran Yohanes 16 Sulit dimengerti manusia Yohanes 16 Sukacita kebangkitan Yohanes 16 Diperdamaikan dengan Allah Yohanes 16 Inti kepercayaan Yohanes 16 Iman dan kehidupan Yohanes 16 Perdamaian dan kesengsaraan Yohanes 16 Berlari-lari kepada tujuan Filipi 3 Silsilah Yesus Kristus Matius 1 Yesus Kristus dan Adam Roma 5 Yesus diurapi oleh perempuan berdosa Lukas 7 Doa yang berkemenangan Lukas 22 Ishak: Sebuah tipologi Kristus Roma 5 Hidup sejati dan kebangkitan Lukas 24 Dia yang duduk di takhta dan Anak Domba Allah Wahyu 4,5 Iman dalam Kristus Kisah 2 Yohanes Pembabtis Matius 3 Beda antara iman sejati dan iman palsu dan kesulitannya Matius 3 Babtisan: Respon terhadap anugerah Matius 3 Yesus taat pada kehendak Bapa Matius 3 Panggilan untuk pengutusan Matius 3 Yesus pada awal tugas-Nya Matius 4 Pekerjaan si pencoba Matius 4 Kekuasaan Firman Matius 4 Menyembah Allah Matius 4 Esensi panggialan penderitaan dan memberitakan Matius 4 Siapakah sesama manusia? Lukas 10 Kerajaan dan pelayan-pelayannya Kisah 3 Panggilan dan respon umat pilihan Matius 22 Kerajan Allah dan kebenaran Matius 22 Siapakah Mesias itu? Matius 22 Damai sejahtera bagi kamu Yohanes 20 Perciakan darah Kristus Kel. 24 Kesaksian hidup pelayanan Tuhan Lukas 17 Sukacita sejati Filipi 1 Cawan-Ku akan kamu minum Matius 20 Ayat 17-26 31-34 68-71 72-73 74-75 11-13 26-27 5-11 8-9 10 11 12-15 16-20 20-23 23-28 28-33 32-33 33 13-14 1-6 12-21 36-50 39-46 6-8 1-8 Kitab Jilid 2 Ayat Ayub 42 Yohanes 16 7 1-4b Matius 1 1 Kor. 15 6-11 22 1 Kor. 15 25-26 24-28 1-5 7-12 11-12 13-15 16-17 1-11 3 4 10-11 12-17 25-37 6 Kisah 3 1-14 23-33 41-46 19-23 1-8 Ibrani 12 1-4 1-4 20-28 11-19 18-26 Kitab Matius 1 1 Kor. 15 Ayat 7-17 45-49 1 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke en na ak ka an nlla ah h sse ellu urru uh hp pe errlle en ng gk ka ap pa an n S Se en njja atta aA Alllla ah h !! Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Efesus 6:10-17 10 Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa–Nya. 11 Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; 12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah– pemerintah, melawan penguasa–penguasa, melawan penghulu–penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh–roh jahat di udara. 13 Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. 14 Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, 15 kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; 16 dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, 17 dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, Melanjutkan pembahasan pada Minggu lalu mengenai “Be strong in the Lord”, khotbah kali ini akan menjelaskan tentang cara untuk merealisasikannya. Alkitab mengatakan, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah” (Ef 6:11). Yang dimaksud dengan perlengkapan senjata adalah seperti kelengkapan seorang tentara Romawi yang siap berperang. Pada masa itu, Efesus berada di bawah kekuasaan Romawi yang terkenal sebagai kekaisaran berkekuatan tentara yang sangat tangguh dan disiplin. Dengan konteks tersebut, Paulus hendak menyadarkan jemaat Efesus bahwa mereka sedang berada di suatu medan pertempuran di mana setiap anak Tuhan harus berjuang untuk menyatakan kebenaran walaupun musuh menghadang dan siap menghancurkannya. Selanjutnya, di dalam Ef 6:14-17 dicatat, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.” Dari ilustrasi tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui dan dipelajari: Pertama, tidak semua orang sanggup memakai perlengkapan senjata tentara Romawi karena terlalu berat sehingga memerlukan fisik yang kuat. Demikian pula halnya dengan perlengkapan senjata rohani yang disebutkan di dalam Efesus 6:14-17. Alkitab mengatakan bahwa tidaklah mudah untuk mengenakan semua perlengkapan tersebut sehingga diperlukan suatu latihan dengan kedisiplinan rohani untuk memperoleh kekuatan di dalam Tuhan. Pada kenyataannya, banyak orang Kristen tidak bersedia meluangkan waktu 2 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 untuk melatih kekuatan spiritualitasnya hingga layak dipakai oleh Tuhan. Akibatnya, ia tidak mampu menggunakan semua kekayaan iman Kristen karena tidak adanya kesiapan hati dan kesediaan untuk memperlengkapi diri sebagai benteng pertahanan. Jika hal ini terus berlanjut, berarti Kekristenan sedang berjalan menuju kehancuran dan kebinasaan. Kedua, ketrampilan iman Kristen memerlukan latihan di dalam hidup setiap anak Tuhan. Ironisnya, orang Kristen justru sangat lemah dalam hal ini sehingga seringkali mengalami kesulitan ketika harus menghadapi dunia yang sangat licik, jahat dan menipu. Akhirnya, orang Kristen memilih untuk hidup secara eksklusif karena takut tercemar oleh filsafat dunia ketika bertemu dengan orang lain. Karena itu, Paulus mengatakan, “Put on the whole armor of God ” (Ef 6:11). Karl Barth, seorang teolog yang sangat serius dalam menggumulkan latar belakang kebudayaan, mengatakan bahwa salah satu aspek yang ditonjolkan dalam ketentaraan Romawi adalah kondisi keanggunan dengan kedisiplinan dan rasa percaya diri yang tinggi hingga mampu membuat musuh merasa takut sebelum berperang. Kondisi seperti ini disebut sebagai peperangan psikologis. Namun dalam Kekristenan, rasa percaya diri tidak dapat diandalkan karena manusia itu lemah dan berdosa. Alkitab mengatakan, “Hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya” (Ef 6:10) karena Kekristenan sedang berhadapan dengan musuh di dua realm sekaligus: 1. realm dunia atau fisik yang terlihat oleh mata; 2. penghulu dan penguasa kerajaan angkasa serta roh jahat di udara yang tidak nampak namun mampu membinasakannya. Paulus mengatakan bahwa setiap anak Tuhan seharusnya berani menunjukkan perbedaannya dengan dunia karena ia berjalan sesuai dengan kehendak dan kebenaran Tuhan. Jika orang Kristen mempunyai dignity tinggi atau memiliki kekuatan kuasa rohani maka orang dunia akan merasa segan terhadapnya karena integritasnya sebagai anak Tuhan telah dinyatakan di tengah dunia. Untuk itu diperlukan suatu kesungguhan dan keseriusan sebagai anak Tuhan. Ketiga, melalui Ef 6:11 Paulus hendak menekankan bahwa peperangan yang sedang dihadapi oleh Kekristenan tidaklah sederhana melainkan sangat kompleks hingga memerlukan berbagai macam sikap. Jika sedang berhadapan dengan musuh yang sangat mudah dikalahkan maka tidak diperlukan kekuatan persenjataan yang terlalu lengkap. Jika seluruh kekuatan harus dikerahkan dengan persenjataan lengkap, berarti kondisi yang dihadapi sangat serius dengan musuh yang sangat tangguh. Karena itu, dituntut suatu kewaspadaan dan kecermatan tinggi. Saat ini, Kekristenan tidak cukup peka dan waspada dengan kondisi sekelilingnya karena sangat meremehkan musuh sehingga mudah terjerumus dan jatuh ke dalam dosa dan kebinasaan. Bahkan ketika disusupi filsafat humanisme materialisme, orang Kristen tidak menyadarinya. Semua ini dikarenakan mereka tidak cukup belajar dan mendalami iman Kristen sehingga tidak mampu mengenakan semua perlengkapan senjata Allah untuk bertahan dalam menghadapi filsafat dunia yang terus berkembang Keempat, tujuan mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah tercantum di dalam Ef 6:11 dan 13 yaitu “supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat iblis” dan “supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.” Dengan kata lain, Kekristenan mempunyai dua aspek sekaligus: 1. 2. defensive atau bertahan dalam menghadapi serangan musuh; offensive supaya dapat mengadakan perlawanan untuk mengalahkan musuh. Iman Kristen tidak hanya bersifat defensive tapi juga harus bersifat offensive agar mampu menyadarkan dan meyakinkan orang dunia bahwa konsep kebenaran Firman Allah itu bernilai tinggi sehingga mereka mau kembali pada kebenaran sejati. 3 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Sehubungan dengan tindakan defensive dan offensive, teladan terbaik adalah Tuhan Yesus. Ketika Ia mulai melayani, Ia pergi ke padang gurun dan berpuasa selama 40 hari. Setelah itu, Iblis mulai menyerang dan menggoda-Nya, “Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti” (Mat 4:3). Tuhan segera menjawab, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat 4:4). Jawaban itu masih bersifat defensive. Serangan kedua yaitu “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah (dari bubungan Bait Allah), sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikatNya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu” (Mat 4:6). Tuhan menjawab, “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (Mat 4:7). Jawaban itupun masih tetap bersifat defensive. Akhirnya, Iblis melanjutkan dengan serangan ketiga, “Semua itu (kerajaan dunia dengan kemegahannya) akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku” (Mat 4:9). Segera Tuhan mengatakan dengan tegas, “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti” (Mat 4:10). Jawaban tersebut tidak lagi bersifat defensive melainkan offensive karena Iblis tidak putus asa dalam mencobai Dia. Selain itu, Tuhan Yesus juga pernah dicobai dengan menggunakan seorang perempuan berzinah. Para ahli Taurat dan orang Farisi menjebak-Nya dengan mengatakan, “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?” (Yoh 8:5). Pada mulanya Yesus bersikap defensive dengan berdiam diri. Namun ketika mereka terus mendesakNya maka Yesus segera memberikan jawaban offensive, “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu” (Yoh 8:7). Tuhan Yesus pun pernah secara eksplisit bersikap offensive terhadap orang Yahudi yang mencela-Nya, “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Tetapi karena Aku mengatakan kebenaran kepadamu, kamu tidak percaya kepada-Ku. Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? Apabila Aku mengatakan kebenaran, mengapakah kamu tidak percaya kepadaKu?” (Yoh 8:44 & 45-46). Ketika Tuhan Yesus menyatakan suatu kebenaran dan keadilan, justru pada saat itu orang Yahudi tidak bersedia mendengarkan-Nya karena dianggap terlalu tajam. Seharusnya inilah tugas Kekristenan yaitu mengerti posisinya di medan pertempuran yang harus dimenangkannya. Jika seorang anak Tuhan sanggup menyatakan kebenaran maka ia berhasil menjadi garam dan terang dunia. Alkitab mengatakan, “Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang” (Mat 5:13). Dengan kata lain, jika seseorang bersedia menjadi Kristen, berarti ia mau kembali kepada kehendak Tuhan. Amin! 4 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 S Sii jja ah ha att m mu us su uh hb be en na arr Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Efesus 6:10-17 10 Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa–Nya. 11 Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; 12 karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah– pemerintah, melawan penguasa–penguasa, melawan penghulu–penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh–roh jahat di udara. 13 Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. 14 Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, 15 kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; 16 dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, 17 dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, Khotbah kali ini akan melanjutkan pembahasan Minggu lalu dengan memberi penekanan pada Ef 6:12, “Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” Dengan pernyataan ini Paulus hendak menegaskan bahwa Kekristenan sedang berada di dalam pertempuran serius yang bersifat merusak sehingga setiap anak Tuhan harus selalu waspada. Meskipun jemaat Efesus telah dibinanya selama 3,5 tahun dan diperlengkapi dengan banyak pengajaran, mereka belum sepenuhnya hidup dengan kewaspadaan untuk menghadapi musuh yang sangat jahat. Padahal mereka berada di lingkungan yang bersifat sekuler dan materialistik serta bermoral buruk. Secara filosofis pun mereka mempunyai arus pikir yang sangat duniawi dan mulai bersikap lunak, acuh tak acuh serta terlalu percaya diri setelah menjadi Kristen dan pada saat itu justru imannya tidak terjaga dengan baik. Persoalan semacam ini terjadi tidak hanya pada abad pertama tapi terus berlanjut hingga saat ini. Banyak orang Kristen terlena di dalam kehidupan imannya karena berbagai aspek yang dipikirkannya: Pertama, orang Kristen merasa dirinya sedang berada dalam kondisi relatif aman. Posisi aman sebenarnya tidak menguntungkan melainkan membuatnya terlena di dalam kehidupan imannya sehingga mudah dirusak dan menjadi korban tipu muslihat Iblis. Dengan kata lain, orang Kristen mulai rusak, hancur dan binasa jika dalam pertimbangannya muncul ungkapan “tidak apa-apa”. Itulah taktik Setan untuk menghancurkan Kekristenan. Kalau hal ini tidak dimengerti dengan baik maka Kekristenan akan berjalan menuju kebinasaan. 5 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kedua, orang Kristen seringkali berlindung di belakang doktrin keselamatan yang menyatakan bahwa sekali selamat tetap selamat, dan doktrin Providensia Allah yang menjamin bahwa Allah menjaga, menopang dan memelihara jemaat-Nya hingga akhir jaman dengan kekuatan kuasa-Nya, serta tidak membiarkan mereka jatuh tergeletak. Kedua doktrin ini seringkali disalahgunakan dan dianggap sebagai penyelesaian seluruh unsur Kekristenan. Padahal pernyataan itu tidak salah melainkan penerapannya saja yang tidak tepat karena dijadikan sebagai alasan untuk dapat bertindak sekehendak hati. Seharusnya semua itu didasarkan pada prinsip kesetiaan dan rasa takut akan Allah serta pelayanan bagi kemuliaan Tuhan dengan hidup dalam kesucian. Teologi Reformed mengajarkan 5 prinsip dasar keselamatan yang saling terkait sebagai keutuhan iman Kristen yaitu TULIP: (T) Total depravity (Kerusakan total); (U)Unconditional election (Pemilihan tak bersyarat); (L)Limited atonement (Penebusan yang terbatas); (I)Irresistable grace (Anugrah tak terhapuskan); (P) Perseverance of the saint (Ketekunan orang suci). Calvin juga mengatakan bahwa di dalam kehidupan iman Kristen, setiap anak Tuhan akan menjalani progressive sanctification (penyucian progresif) yang mengharuskannya untuk berjuang demi pertumbuhan iman sejati dan bertekun dalam hubungan yang baik dengan Tuhan walaupun mendapat serangan gencar dari Iblis. Inilah ajaran Firman Tuhan yang sangat penting. Sebaiknya orang Kristen tidak tergantung pada perlindungan atau keamanan institusional yang akhirnya akan menetralkan kewaspadaannya. Dalam Perjanjian Lama, Israel sebagai satu entity (keutuhan) dipilih, dijaga dan dipelihara oleh Allah sesuai dengan janji-Nya namun belum tentu secara individu karena di dalam entity tersebut terdapat dua golongan Israel: 1. Israel sejati yaitu mereka yang taat dan bersyukur atas pemeliharaan dan anugrah Tuhan; 2. Israel tak sejati yaitu mereka yang dapat diperalat oleh setan untuk melawan Tuhan. Hanya mereka yang setia kepada Tuhanlah yang dijaga dan diperkenankan masuk ke tanah perjanjian yaitu Kanaan. Dalam Perjanjian Baru, Gerejalah Israel baru yang Tuhan peliharakan sebagai tubuh Kristus sehingga saling terikat dengan Kristus sebagai kepala. Tapi pernyataan ini tidak mengacu pada tiap pribadi. Maka Calvin membedakan Gereja menjadi dua golongan yaitu Visible dan Invisible Church. Tak semua Gereja yang kelihatan termasuk dalam golongan Gereja tak kelihatan. Bagaimanapun juga, secara entity kedua umat pilihan tersebut, Israel maupun Gereja, tidak mungkin dilenyapkan dari muka bumi ini karena Tuhan memberikan kekuatan khusus untuk bertahan. Paulus mengatakan bahwa ketika orang Kristen tidak waspada atau tanpa bijaksana dan kecermatan sejati maka seringkali ia bersikap bukan sebagai anak Tuhan yang menjalankan kehendak-Nya melainkan sesungguhnya ia sedang mengikuti keinginan Iblis. Satu pergumulan dalam Kekristenan sebenarnya adalah sejauh mana setiap anak Tuhan dapat keluar dari jebakan Iblis. Itu tergantung pada pengertian akan siapa sesungguhnya yang menjadi musuh Kekristenan. Paulus juga mengatakan bahwa setiap anak Tuhan harus selalu waspada karena sedang berhadapan dengan musuh yang sangat tangguh dan membahayakan hidupnya yaitu pemerintah, penguasa, penghulu kegelapan dan roh jahat yang ada di udara atau berada dalam nuansa rohani. Empat istilah itu dipakai oleh Paulus secara paralel untuk menunjuk pada satu oknum yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pada Ef 6:11, “supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis.” Karena itu, tidak ada alasan bagi Kekristenan untuk tidak waspada dan tetap bermain-main karena ketika sedang lengah maka musuh telah siap untuk menghancurkannya. Ada 4 aspek yang harus dipertimbangkan dengan baik: 6 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Pertama, musuh Kekristenan bersifat rohani. Seringkali anak Tuhan mudah terjebak dan dirusak karena mata yang hanya dapat melihat visible enemy tanpa mempertimbangkan invisible enemy dan memiliki kecenderungan lebih takut terhadap musuh duniawi. Padahal musuh yang sebenarnya adalah spiritual evil yang sanggup menghancurkan kerohaniannya. Menurut Plato, seluruh hidup manusia dimulai dari aspek spiritual menuju ke aspek realita. Dengan kata lain, semua fenomena merupakan ekstensi atau perluasan dari nomena. Ide merupakan inti dari materi. Jika ide tidak terwujud maka tidak akan ada materi. Semua aktivitas di dunia riil bersumber dari ide yang berada di dunia roh yang tak terlihat dan terjamah. Dengan demikian Plato secara mendasar telah memahami bahwa dunia ide mempengaruhi dunia riil. Dunia ide yang buruk akan merusak dunia riil. Inilah prinsip Plato yang non-Kristen. Alkitab juga memandang spiritual condition itu sebagai hal yang sangat serius di dalam Kekristenan karena semua aspek tingkah laku tergantung pada dua unsur yaitu dosa atau kebenaran. Maka setiap anak Tuhan harus mengalami pembaharuan akal budi untuk dapat merubah seluruh tingkah lakunya. Ironisnya, seringkali orang Kristen tidak menyadari ketika konsep pemikirannya disusupi dengan jiwa sekularisme dan materialisme yang sebenarnya adalah musuh rohani yang sangat berbahaya. Kedua, Kekristenan sedang berhadapan dengan penguasa, pemerintah kerajaan angkasa dan penghulu kosmis yang perlu ditakuti karena sanggup menyerang dan mencengkeram aspek kerohanian dengan menggunakan intrik internal. Sebagai karya Roh Kudus, Kekristenan tidak mungkin dapat dihancurkan dengan serangan eksternal, seperti pembunuhan para martir. Gereja akan mulai rusak jika telah dimapankan sehingga kehilangan dinamika dan tantangan dari luar. Pada saat seperti itu, Setan akan mulai menyerang dari dalam Gereja itu sendiri dengan berbagai macam intrik yang licik dan memperalat orang Kristen yang tidak mau memperlengkapi dirinya dengan pengajaran yang ketat. Untuk mencegahnya, setiap perencanaan dan pelayanan harus berada dalam satu keutuhan dan arah yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, setan menghancurkan Kekristenan dengan menggunakan otoritas tinggi. Dia adalah pemerintah dan penguasa yang berada di atas posisi manusia. Karena itu, Alkitab mengatakan bahwa seorang anak Tuhan harus tulus seperti merpati tapi cerdik seperti ular. Untuk menghadapi Setan, Alkitab menganjurkan untuk memakai bijaksana dan kekuatan Tuhan melalui Firman-Nya. Maka Ef 6:11 mengatakan, “Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah.” Keempat, Kekristenan sedang berhadapan dengan musuh yang sangat licik. Pemikiran Tuhan seringkali tidak dapat dimengerti dan diterima oleh dunia berdosa. Namun seharusnya anak Tuhan mengerti logika setan sehingga tidak mudah disesatkan karena adanya pertahanan yang cukup untuk menghadapinya. Sepanjang hidup-Nya, Tuhan Yesus tidak pernah bertindak licik tapi juga tidak mau dibodohi. Berkali-kali Ia digoda, dicobai dan diatur oleh orang Yahudi yang hendak menjebak-Nya. Namun Ia selalu menjawab dengan tepat tanpa harus bersikap licik dan menipu. Prinsip yang penting adalah bahwa semua cara yang licik pasti akan menghancurkan orang lain, diri sendiri dan seluruh umat manusia. Amin! 7 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe errlle en ng gk ka ap pa an ns se en njja atta ae es se en ns siia all Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 14 Efesus 6:14 Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, Khotbah Minggu ini akan membahas Ef 6:14, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan.” Pernyataan Paulus ini menggambarkan kehidupan iman Kristen sebagai suatu medan pertempuran rohani yang sangat serius di mana setiap anak Tuhan harus berjuang untuk menghadapi musuh yang terus berusaha untuk menghancurkan dan membinasakan Kekristenan yaitu Iblis. Karena itu, dalam berbagai aspek, orang Kristen dituntut untuk selalu waspada. Di setiap medan pertempuran hanya ada dua kemungkinan yaitu lolos dalam keadaan hidup atau binasa. Dalam peperangan rohani, kematian seseorang bukan sekedar secara jasmani yang bersifat sementara tetapi menyangkut kematian rohani yang tidak ada jalan keluarnya. Maka Ef 6:13 mengatakan, “Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu.” Untuk memberi gambaran mengenai perlengkapan senjata Allah, Paulus memakai ilustrasi tentara Romawi dengan enam perlengkapan perang yang standard. Para penafsir seringkali membaginya menjadi dua bagian yaitu tiga perlengkapan yang harus diikat di badan yaitu ikat pinggang, baju zirah dan kasut serta tiga perlengkapan lain yang harus dipakai atau dipegang yaitu ketopong, perisai dan pedang. Dengan demikian ia memparalelkan antara peperangan duniawi dan rohani. Perlengkapan rohani yang menjadi kunci pertama adalah “Ikatlah pinggangmu dengan kebenaran.” Perintah ini pernah dinyatakan oleh Paulus sebelumnya yaitu dalam Ef 4:14-15, “sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran.” Dengan pernyataan ini Paulus hendak menyadarkan bahwa Tuhan menyediakan para nabi, rasul, gembala, pengajar dan penginjil untuk memperlengkapi orang kudus dengan kebenaran sejati demi pembangunan tubuh Kristus. Dengan kata lain, Alkitab menuntut setiap orang Kristen untuk belajar dengan baik dan senantiasa menggumulkan kebenaran. Alkitab menempatkan prinsip kebenaran pada posisi pertama karena inilah aspek terpenting yang memampukan orang Kristen untuk berdiri tegak di dalam kehidupan beriman. Berita ini tidak mudah diterima di sepanjang sejarah hingga saat ini. Ketika berusaha menegakkan kebenaran, seringkali orang Kristen harus menghadapi banyak musuh yang tidak menyukai kebenaran karena membicarakan kebenaran berarti berkonfrontasi dengan inti sentral dari sifat dosa atau karakter Iblis. Tuhan Yesus pernah mengalami hal ini dalam Yoh 18:37-38b, “Maka kata Pilatus kepada-Nya: “Jadi Engkau adalah raja?” jawab Yesus: “Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam 8 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suaraKu.” Kata Pilatus kepada-Nya: “Apakah kebenaran itu?” Sesudah mengatakan demikian, keluarlah Pilatus.” Tindakan Pilatus itu menunjukkan bahwa sesungguhnya ia hanya ingin mempermainkan kebenaran sejati. Itulah sikap manusia berdosa karena bapanya adalah Iblis yang antikebenaran. Selain itu, peristiwa tersebut mencerminkan filsafat Yunani kuno yang berkembang di jaman itu yakni semangat pragmatisme dan relativisme. Kedua paham ini menekankan bahwa di dunia ini tidak ada kebenaran. Ironisnya, paham yang sangat bertentangan dengan Kekristenan ini terus berkembang hingga saat ini terutama di dunia barat. Musuh utama Kekristenan di dunia timur adalah konsep skeptisisme yang menyatakan bahwa kebenaran itu ada tapi terlalu besar untuk dapat dimengerti dan dikomunikasikan. Secara tidak langsung, paham ini hendak menyatakan bahwa kebenaran hanyalah suatu simbol di tengah dunia. Di abad 20 ini skeptisisme relativistik mulai mencapai puncaknya dan muncul dengan ide postmodern era yang menekankan satu filosofi yaitu dekonstruksi yang mencoba mempermainkan dan menghancurkan semua kebenaran. Jadi, ketika seseorang berusaha menyatakan kebenaran, ia akan dianggap tidak ilmiah. Dengan kata lain, di jaman postmodern ini tak seorang pun dapat menyatakan kebenaran karena segala sesuatu bersifat relatif. Relativisme telah mempersulit Kekristenan untuk meyakinkan orang dunia supaya kembali dan berdiri di dalam kebenaran Firman yang sah dan tegas karena diwahyukan oleh Tuhan sendiri bagi semua orang. Padahal sesungguhnya manusia dituntut untuk mengikatkan diri dengan kebenaran itu. Tuntutan ini memang sangat sulit untuk dilaksanakan bahkan kesulitan ini sudah menjadi internal problem di dalam Kekristenan karena masuknya relativisme ke dalam Gereja. Akibatnya, Ef 6:14 yang menyatakan, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran” dianggap fiktif belaka di tengah dunia ini. Bagaimanapun juga, Alkitab mengatakan bahwa kebenaran Firman bersifat sejati hingga dapat dijadikan sebagai basis mutlak. Ketika seseorang mulai merelatifkan segala sesuatu, berarti ia memutlakkan dirinya sebagai penentu kebenaran dan pada saat yang sama, ia menjadi rusak dan berdosa. Karena itu, tak seorang pun dapat menjadi sumber kebenaran. 1. ikat pinggang lebar seperti rok yang terbuat dari kulit untuk melindungi perut bagian bawah; 2. ikat pinggang kulit untuk menggantungkan pedang dan terompet; 3. ikat pinggang khusus sebagai tanda jabatan atau pangkat (Rienecker/Barth). Ilustrasi tersebut digunakan oleh Paulus untuk menunjukkan bahwa kebenaran menjadi kriteria utama dari dignity dan otoritas seseorang karena kebenaran itulah inti kehidupan di dunia ini. Orang yang hidup dalam kebenaran akan mampu berdiri tegak dan menatap semua orang tanpa bergeming sedikitpun, baik di hadapan penguasa maupun konglomerat, karena harga dirinya tidak dapat dipermainkan. Dunia tidak mampu memahami perihal kebenaran ini bahkan menolak dan mencoba untuk menggantinya. Menurut konsep dunia, kekayaan dan kekuasaanlah yang membuat seseorang sangat dihormati. Namun sejarah membuktikan tidak demikian. Orang kaya bermoral buruk tidak akan dihargai oleh siapapun. Semua orang bersedia menjalin hubungan dengannya hanya karena menginginkan hartanya atau mendapat keuntungan darinya. Jika ia tidak dapat memberikan keuntungan lagi maka mereka akan mencacimaki, mencemooh dan mengejeknya. Seorang anak Tuhan yang hidup dalam kebenaran walaupun tidak kaya, ia 9 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akan tetap dihormati dan disegani. Demikian pula dengan penguasa bermoral buruk yang ditakuti oleh semua orang namun belum tentu dihormati. Paulus memerintahkan semua anak Tuhan untuk mengikat pinggang dengan kebenaran karena ia hendak menunjukkan bahwa kebenaran itu sangat significant dalam peperangan rohani. Adapun signifikansi dari kebenaran yaitu: 1. Basis Pengikat yang Kokoh (Kunci Integritas) Salah satu fungsi dari ikat pinggang adalah mengikat pakaian bagian atas dan bawah sehingga tercapai kesatuan busana perang yang serasi dan nyaman. Demikian pula fungsi kebenaran Kristen dalam kehidupan orang percaya yaitu menjadikan setiap anak Tuhan semakin terikat pada semua element yang benar di hadapan Tuhan. Selain itu kebenaran menjadi kunci kehidupan dalam kesucian atau nilai moral tertinggi, dignity atau keanggunan hidup, keadilan, kejujuran dan ketulusan. Jadi, kebenaran menjadi pengikat integritas kehidupan Kekristenan. Tanpa kebenaran, Kekristenan tidak mempunyai dasar pengikat yang kokoh bagi jemaatnya. Jika setiap anak Tuhan belajar Firman dan hidup dalam integritas yang baik maka ia akan sulit dirusak oleh dunia yang bersifat pragmatis. Bagaimanapun juga, untuk mencapai integritas iman Kristen, diperlukan tindakan aktif dan perjuangan dengan keinginan dan keseriusan mendalami kebenaran. Ironisnya, banyak orang Kristen tidak rela mengikatkan dirinya pada kebenaran. 2. Kekuatan Pertahanan Kebenaran mampu menghindarkan setiap anak Tuhan dari serangan Iblis yang sangat menghancurkan. Dengan kata lain, kebenaran Kristen menjadi dasar kekuatan pertahanan ketika menghadapi musuh. Mungkin sekali musuh akan sangat membenci orang yang berusaha menegakkan kebenaran namun sangat sulit baginya untuk menjatuhkan kebenaran itu sendiri. Tuhan Yesus adalah teladan terbaik dalam hal ini. Semua saksi dusta, ketidakbenaran dan kefasikan tidak dapat menjatuhkan-Nya walaupun tidak ada yang membela-Nya karena kebenaran tidak memerlukan pembelaan. Kebenaran telah membuat-Nya mampu bertahan. Kalau setiap anak Tuhan hidup dalam kebenaran maka ia dapat memberikan pengaruh besar ke tengah dunia ini. 3. Basis untuk Penyerangan Ikat pinggang membuat seorang tentara Romawi dapat bergerak dan berperang dengan leluasa karena ikatannya yang kuat. Karena itu, perlengkapan ini sangat membantu dalam hal penyerangan. Paulus juga melihat pentingnya kebenaran Kristen dalam aspek ini yaitu bukan sekedar untuk membela diri tapi sekaligus menjadi basis penyerangan. Kebenaran Kristen bukan sekedar untuk bertahan secara pasif tapi juga membawa dunia kembali pada kebenaran tersebut. Maka semua anak Tuhan harus menyadari bahwa seluruh perjalanan pelayanan Kristen adalah untuk menyaksikan kebenaran Kristen di tengah dunia. Amin! 10 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 B Ba ajju u zziirra ah hk ke ea ad diilla an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 14 Efesus 6:14 Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, Efesus 6:14 hendak menegaskan bahwa prinsip keadilan Allah harus dijalankan dalam kehidupan di dunia ini. Seringkali mereka yang berteriak menuntut supaya keadilan ditegakkan, justru mempermainkan keadilan dengan bertindak tidak adil karena tidak mengerti apa itu keadilan. Ketika hendak menegakkan keadilan, mereka justru melanggar konsep keadilan orang lain. Akibatnya, semua orang merasa tidak puas. Inilah masalah terberat dan paling serius karena terjadi kekacauan dan kehancuran konsep keadilan sejati hingga istilah ‘adil’ menjadi tidak bermakna lagi. Ketika seseorang merasa telah diperlakukan secara tidak adil, yang dipikirkannya juga belum tentu adil bagi orang lain. Dengan demikian, tak seorang pun berhasil bertindak adil karena keadilan ditentukan berdasarkan konsep yang bersifat subyektif dan berbeda-beda antara satu dengan yang lain di mana semuanya belum tentu benar. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan permusuhan yang tidak ada penyelesaiannya selain dengan menggunakan senjata. Akhirnya, semua pihak melepaskan diri dari pembahasan mengenai keadilan dan menyerahkannya pada hukum yang sebenarnya bersifat relatif hingga harus ditegakkan dengan otoritas senjata agar dapat menyelesaikan masalah. Inilah hukum yang dikenal oleh orang dunia yaitu the cultural law (hukum ditegakkan berdasarkan kesepakatan atau otoritas sebagian kecil manusia dengan mengatasnamakan seluruh umat manusia). Namun hukum tersebut telah digeser keluar dari esensinya yang sejati dan terlepas dari aspek kebenaran otoritas mutlak yaitu kebenaran Firman. Seharusnya hukum berdiri di atas keadilan kebenaran (righteousness) atau kembali kepada kebenaran Firman Allah sebagai patokannya. Beberapa orang mempunyai ide bahwa keadilan berarti sama rata. Itulah komunis yang paling tidak adil karena semua potensi manusia yang berbeda-beda dianggap sama. Akibatnya, mereka yang berpotensi tinggi diberi tugas dengan tingkat kesulitan rendah. Konsep ini sungguh tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Ef 6:14 memberikan ide yang sangat indah, “Jadi berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan.” Kalimat yang pendek ini seharusnya menjadi essensi kehidupan orang Kristen di dunia ini agar mampu berdiri tegap dalam berbagai situasi. Istilah ‘keadilan’ di sini bukan dalam pengertian justice melainkan righteousness yaitu keadilan yang diproses berkaitan dan menuju pada kebenaran (truth). Keadilan jika dilepaskan dari kebenaran sejati akan sangat berbahaya. Karena itu keadilan dalam konteks ini menuntut satu relasi langsung dengan kebenaran sejati yang berasal dari Tuhan sendiri dan bukan karena kebiasaan. Beberapa orangtua seringkali bersikap adil demi menutupi atau melarikan diri dari kesalahan yang telah diperbuat di masa lalu. Ketika anaknya masih kecil dan membutuhkan perhatian, mereka justru tidak memperhatikannya dengan baik. Lalu ketika ia sudah beranjak dewasa dan mandiri, mereka malah 11 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 memberikan segala macam fasilitas dengan alasan demi menebus kealpaan mereka di masa lalu. Padahal sebenarnya tindakan itu sangat tidak adil bahkan merusak moral anaknya dan tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Sesungguhnya Alkitab merupakan basis hukum terbaik dan sah karena diciptakan dari righteousness. Jika suatu negara yang mempunyai warisan Kekristenan bersedia kembali menegakkan kebenaran Firman sebagai dasar hukum negara maka hukum yang berlaku di sana akan sangat solid dan kokoh serta mengutamakan kepentingan seluruh rakyat dengan etika tertinggi. Inilah yang menjadi dasar hukum kontinental. Pada jaman sekarang ini, hukum telah berubah menjadi hukum masyarakat yang berdasarkan kesepakatan. Dengan kata lain, hukum masyarakat adalah hukum yang dikembalikan pada kultur atau kondisi budaya setempat dan bukan pada kebenaran mutlak. Hal ini disebabkan karena masing-masing golongan ingin berkuasa sebagai penegak keadilan yang mengatur dan menetapkan hukum serta menentukan keadilan, kebaikan dan kebenaran. Pada saat itulah, seluruh tatanan masyarakat menjadi rusak. Ketika manusia mencoba mengambil alih posisi Tuhan sebagai penegak keadilan maka pada saat itu ia sudah menjadi orang terjahat karena sanggup melakukan judgement (penghakiman) yang tidak didasarkan pada kebenaran Firman atau keadilan Allah tetapi dengan keadilan subyektif pribadi yang bersifat relatif. Jadi, ketika orang lain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginannya maka ia akan langsung menuduh orang tersebut telah berbuat ketidakadilan karena keadilan tergantung pada penilaiannya yang subyektif. Orang semacam ini sangat berbahaya dan dapat merusak bahkan menghancurkan suatu masyarakat. Jika tidak segera dikembalikan pada hukum sejati yaitu kebenaran Allah maka hukum seperti ini akan menjadi justice yang terlepas dari righteousness. Ironisnya, dunia tidak pernah mengerti bahkan banyak orang Kristen yang berkecimpung di bidang hukum juga tidak memahaminya. Ketika membangun hukum keadilan, banyak di antara mereka meletakkannya di bawah kultur padahal seharusnya diletakkan di bawah kebenaran Firman. Kalau orang Kristen sudah terbiasa menundukkan budaya di bawah Alkitab, berarti hidupnya telah kembali pada Alkitab. Jika tidak demikian maka tanpa disadari hidupnya akan terus dikontrol oleh budaya hingga menjadi rusak dan hancur karena telah terpengaruh relativitas masyarakat. Dan sebagai dampaknya, dunia ini akan mengalami cultural destruction (penghancuran budaya) yang tidak ada penyelesaiannya hingga kedatangan Tuhan kedua kali. Karena itu, orang Kristen harus berbajuzirahkan keadilan kebenaran (breast-plate of righteousness) yang merupakan satu perlengkapan perlindungan standard terpenting demi keselamatan diri ketika menghadapi dan menyerang musuh. Selain itu, breast-plate juga membuat orang yang memakainya lebih bertenaga (powerful) dan anggun hingga lawannya menjadi ciut hati ketika memandangnya. Paulus menghubungkan antara baju zirah dengan keadilan kebenaran karena orang Kristen akan menghadapi upaya pengrusakan budaya di tengah dunia ini. Hingga saat ini masih banyak orang Kristen mengalami pengrusakan moral hingga kehidupannya menjadi hancur berantakan karena telah terkontaminasi oleh format budaya yang salah. Maka untuk melawannya diperlukan satu pertahanan yaitu dengan menggunakan keadilan kebenaran sebagai breast-plate. 12 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketika Kekristenan mulai terlepas dari kebenaran sejati maka cultural law akan menyusup masuk. Karena itulah, breast-plate kebenaran keadilan merupakan keunggulan Kekristenan di jaman yang semakin rusak ini. Dengan adanya breast-plate kebenaran keadilan ini, seharusnya dalam berbagai situasi yang nyaman atau tidak sekalipun orang Kristen mampu bertahan dan tetap memberikan kesaksian mengenai citra Kristen yang berbeda dengan orang dunia. Seorang anak Tuhan harus mampu menunjukkan gap yang semakin jauh dengan orang dunia karena perbedaan yang essential. Orang Kristen menjalankan kasih, kebenaran, keadilan dan hukum demi kepentingan Kerajaan Allah sedangkan orang dunia menjalankan semua itu demi kepentingan dirinya sendiri. Dengan demikian, tanpa disadari atau merasa dipaksa, orang dunia akan bercermin pada satu model atau figur Kekristenan yang jauh lebih baik dan tulus daripada yang dunia dapat lakukan. Amin! 13 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 IIn njjiill d da am ma aii s se ejja ah htte erra a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 15 Efesus 6:15 kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; Sesuai dengan Ef 6:15, “…kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;” sesungguhnya setiap orang Kristen dipanggil oleh Tuhan untuk memiliki kerelaan menyampaikan Injil Tuhan sebagai berita damai sejahtera di manapun ia berada. Yang dimaksud dengan ‘kerelaan’ adalah kesiapan hati untuk pergi menjalankan tugas penginjilan. Ketika berada dalam pergumulan akan panggilan Tuhan maka salah satu hal yang perlu disadari ialah bahwa kehidupan Kekristenan tidak berhenti hanya untuk diri sendiri melainkan merupakan panggilan Allah untuk bertempur guna memenangkan banyak jiwa yang tersesat di tengah dunia namun tanpa disertai dengan semangat imperialisme, feodalisme, kolonialisme dan berbagai upaya penjajahan untuk memanipulasi dan merenggut kebebasan orang lain serta mendapatkan keuntungan sebagai ekspresi egoisme pribadi dan kebencian manusia. Dengan demikian, dalam peperangan Kristen, setiap anak Tuhan tidak sepantasnya hanya berdiam diri pada posisi sebagai korban yang terus-menerus bertahan dalam menghadapi serangan musuh yang sedang berusaha menghancurkannya sehingga Kekristenan tidak mungkin dapat memenangkan peperangan tersebut. Alkitab justru menginginkan semua orang Kristen menjadi utusan Allah. Dengan kata lain, Gereja Tuhan dipanggil untuk menjadi satu biji sesawi yang kecil namun setelah ditanam dan bertumbuh, ia berubah menjadi sebuah pohon yang sangat besar di mana banyak burung bernaung di dalamnya. Artinya, Gereja Tuhan merupakan bibit Kerajaan Allah yang terus bertumbuh hingga menjadi sangat besar di tengah dunia. Inti peperangan Kristen sesungguhnya justru diletakkan tepat di bagian tengah dari perikop Ef 6:10-20 yaitu pada ayat 15 mengenai perlengkapan ketiga, kasut kerelaan untuk memberitakan Injil. Kedua kebenaran yang disebutkan pada ayat sebelumnya menyangkut kebenaran yang secara essensi berada dalam kekekalan sekaligus sedang berproses, bertumbuh dan terus diubah menuju pada kebenaran sejati. Karena itu, kedua kebenaran dasar ini harus dikembalikan dan tidak boleh lepas dari essensi iman Kristen yaitu Kristus sendiri yang mewahyukan dan menyatakan diri-Nya sebagai kebenaran yang hidup dengan mengatakan, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.” Paulus memandang bahwa fondasi tersebut sangat penting dan termasuk dalam golongan perlengkapan aktif yang pasif. Yang dimaksud dengan perlengkapan aktif yang pasif adalah perlengkapan yang digunakan untuk memperlengkapi diri sendiri secara aktif demi diri sendiri. Ketika memasang ikat pinggang dan breast-plate, seseorang harus aktif melakukannya tapi ia masih tetap berdiri pada posisinya dan belum bergerak menuju medan pertempuran. Tetapi ketika mulai memakai sepatu, berarti ia sedang 14 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mempersiapkan diri untuk pergi. Jika orang Kristen hanya berdiri di tempat sambil memperlengkapi diri, berarti ia mencari kebebasan bagi dirinya saja dalam kondisi yang seolah-olah aktif namun sebenarnya pasif dan tidak membawa hasil terhadap dunia maupun Kerajaan Allah. Karena itu, Paulus menghendaki satu keaktifan sejati yaitu dengan berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil. Sejak jaman dulu hingga sekarang, sepatu perang harus diikat dengan erat sampai ke lutut sebagai pelindung. Karena itu, jika seorang tentara telah memakai kasutnya maka itu pertanda bahwa ia hendak pergi berperang dan tidak akan melepaskan sepatunya lagi. Dengan ilustrasi ini, Paulus hendak menegaskan bahwa Kekristenan bukan sekedar sibuk memakai breast-plate dan ikat pinggang namun tidak mau pergi berperang. Artinya, Tuhan menghendaki orang Kristen tidak hanya sibuk memperlengkapi diri hingga memilki pengetahuan yang cukup karena panggilan Kekristenan yang terpenting adalah pergi memberitakan Injil. Pada kenyataanya seringkali dalam Kekristenan muncul dua golongan ekstrim. Golongan pertama adalah mereka yang belajar, menggumulkan dan memproses kebenaran hingga hidupnya menjadi sangat solid dalam kebenaran namun tidak pernah pergi memberitakan Injil. Sedangkan golongan kedua bersemangat untuk menginjili orang lain dengan kerelaan hati namun tidak memiliki fondasi yang tepat dan kuat. Akibatnya, mereka yang berpengertian benar dan tepat hanya mampu melakukan tindakan defensive dan berdebat namun pada akhirnya tidak dapat memenangkan jiwa. Sedangkan golongan kedua telah memberitakan Injil yang salah. Pdt. Stephen Tong juga melihat kenyataan tersebut terjadi dalam sejarah Gereja dan sepanjang perjalanan pergumulan pelayanannya. Seringkali orang Reformed digambarkan sebagai orang yang kaku, berpengetahuan banyak dan suka berdebat. Sebaliknya, orang Injili terkenal ramah dan suka bersekutu dengan orang lain tapi tidak berpengetahuan yang tepat dan benar. Memang, sepanjang sejarah tak satupun arus teologi selain Reformed yang bersemangat untuk mengerti atau mendalami Firman Tuhan dengan setia dan rela menanggalkan diri agar dapat masuk ke dalam kebenaran. Sebagai hasilnya, ajaran Reformed menjadi sangat solid dan kokoh dengan kebenaran sejati sebagai fondasinya sehingga orang Kristen tidak mudah disesatkan. Dan Pdt. Stephen Tong juga mengatakan bahwa Reformed harus dipadukan dengan unsur kedua yaitu Injili dengan semangat kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera (the Gospel of Peace) yang dibutuhkan oleh dunia. Dengan demikian, semua perlengkapan Kekristenan yaitu pengetahuan akan kebenaran dapat menjadi berkat bagi orang lain. Setiap orang Kristen yang memahami the Gospel of Peace akan dipakai oleh Tuhan secara utuh dan luar biasa antara berdiri tegap pada kebenaran dengan kemauan untuk maju. Kedua unsur itulah yang mengikat orang Kristen ketika menjalankan panggilan Kerajaan Allah. Di tengah pembicaraan tentang perang, Paulus justru membicarakan damai sejahtera untuk menunjukkan bahwa peperangan Kristen memilki unsur filsafat yang berbeda dengan yang dunia mengerti. Biasanya peperangan di segala bidang tidak pernah membawa damai sejahtera melainkan ketegangan, kesengsaraan, kebencian dan permusuhan walaupun tujuannya untuk membela diri atau memenangkan sesuatu dan berakhir dengan kemenangan, karena banyaknya korban. Paulus justru mengatakan peperangan Kristen tidaklah demikian karena pertempuran ini terjadi di antara tidak hanya dua parties tapi tiga parties dan musuh yang sesungguhnya bukanlah the second party melainkan the third party yaitu dosa dan Setan yang tidak kelihatan. Inilah keunikan peperangan Kristen. 15 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Pertempuran rohani memiliki nuansa berbeda. Ketika berada di dalamnya, yang terjadi adalah orang Kristen bukannya melawan sesama manusia yang memusuhinya tetapi melawan Setan yang telah menguasai manusia. Dengan demikian, ia dan lawan bicaranya harus tetap dalam keadaan damai sejahtera tapi Setan merasa tidak tenang. Jadi, peperangan rohani adalah bagaimana seorang anak Tuhan mentransfer berita damai sejahtera kepada orang dunia sehingga ia mulai mengenal dan menerima Injil serta akhirnya merasakan damai sejahtera Allah tapi Setan tidak merasa damai sejahtera. Inilah filsafat penginjilan Kristen. Maka seorang anak Tuhan harus menyadari bahwa dunia bukanlah musuh Kekristenan melainkan objek damai sejahteranya. Ketika keluar dari Injil damai sejahtera, manusia akan ditangkap oleh penguasa kejahatan dan berada dalam kehancuran dan kebinasaan. Karena itu, setelah bertemu dan berbicara dengan orang Kristen, biarlah dunia mendapatkan ketenangan hati untuk menghadapi situasi pelik walaupun masalah dan kesengsaraannya belum terselesaikan. Dengan demikian, seluruh perlengkapan kebenaran yang diperoleh, mampu membekali orang Kristen agar tidak menyesatkan orang lain yang kurang pengetahuan sekaligus menghindari kompromi dengan dunia. Seringkali dunia sulit menerima the Gospel of Peace. Karena itulah, nyali orang Kristen mulai menciut karena ketidakrelaan, ketidaksiapan atau ketakutan untuk menghadapi perlawanan. Seharusnya orang Kristen mempersiapkan diri dengan baik sehingga mampu menolong dunia yang mengalami kesulitan untuk merubah konsepnya sendiri. Namun seringkali kesulitan itu diperingan dengan prinsip penginjilan: 1. memberitakan dosa; 2. memberitakan keselamatan; 3. membawa orang bertobat; 4. hidup dalam jaminan keselamatan. Prinsip tersebut memang tidak salah tapi terlalu naif dan dangkal untuk jaman sekarang. Ketika seorang intelektual yang terkenal sangat kritis mengajukan berbagai pertanyaan maka orang Kristen yang kurang persiapan akan mengalami kebingungan dan akhirnya tidak lagi rela untuk memberitakan Injil. Penginjilan tidaklah sederhana dan diperlukan kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Paulus menunjukkan the Gospel of Peace karena manusia sulit mendapatkan damai sejahtera kecuali ia kembali kepada Alkitab. Hampir sepanjang hidupnya, ia tidak pernah merasakan damai sejati terutama ketika berada dalam kondisi insecure (tidak aman). Ia akan kembali merasa aman pada saat mendapatkan pegangan yang kokoh untuk menghadapi berbagai situasi. Karena itu, tugas Kekristenan adalah membawa orang dunia kepada pengharapan sejati yaitu Kristus karena di dunia ini seluruh kepandaian, kekayaan dan jabatan tidaklah kekal. Tapi, keselamatan yang dari Tuhan merupakan pengharapan yang bersifat kekal. Ketika seorang anak Tuhan memiliki jiwa pelayanan dan semangat kerelaan untuk memberitakan Injil agar dunia mulai mengenal Tuhan Yesus maka ia akan belajar lebih banyak lagi dan imannya akan bertumbuh dengan cepat. Bagaimanapun juga, ilmu pengetahuan yang tidak digunakan demi perluasan Kerajaan Allah adalah sia-sia dan tidak berguna. Amin! 16 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe erriis sa aii iim ma an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 16 Efesus 6:16 dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, Paulus dengan peka mengajar dan menyadarkan setiap anak Tuhan bahwa di tengah dunia ini Kekristenan harus berhadapan dengan musuh tak terlihat yaitu Iblis sebagai penguasa kerajaan angkasa dan sumber roh kegelapan yang berusaha membinasakan manusia dengan menggunakan cara licik, terselubung, tersamar serta tersembunyi sehingga sulit untuk segera diantisipasi. Musuh semacam ini lebih berbahaya daripada musuh yang terlihat. Karena itu, setiap orang Kristen dituntut untuk menggunakan the whole armor of God agar mampu bertahan dan kemudian dapat dipakai oleh Tuhan untuk melancarkan serangan balik dengan kekuatan yang lebih besar. Bagi Paulus, perisai iman merupakan salah satu perlengkapan penting yang dapat memberi kekuatan karena iman Kristen sejati itu sendiri sangat solid dan kokoh hingga dapat dijadikan sebagai pertahanan terkuat yang sanggup mematahkan serangan Setan dalam kehidupan beriman. Konsep ini sangat berlawanan dengan konsep agama dan kepercayaan di tengah dunia termasuk beberapa konsep Kekristenan yang salah. Dunia sebaliknya merasa ketakutan hingga harus mendirikan benteng religiusitas dan legalitas untuk menjaga imannya agar tidak goncang dan runtuh. Tindakan ini justru menunjukkan iman yang tidak solid. Sehingga ketika seseorang mulai mempertanyakan imannya, ia menjadi marah besar sebagai benteng pertahanan untuk melindungi imannya yang tidak kokoh. Ada beberapa hal yang membedakan antara iman Kristen sejati dengan iman lain termasuk Kekristenan yang salah: Pertama, iman Kristen sejati tidak berasal dari diri manusia sendiri tetapi merupakan pemberian Tuhan. Dengan kata lain, seseorang memiliki iman Kristen bukan sebagai hasil pilihan bijaksana atau kepercayaannya sendiri tetapi merupakan kemungkinan yang Tuhan berikan untuk dapat mempercayai kebenaran Firman-Nya. Jadi, iman Kristen tidak disandarkan pada keyakinan, pertimbangan logis dan keputusan subyektif. Ironisnya, di jaman sekarang banyak orang beragama menganggap bahwa iman adalah keyakinannya. Maka semakin ia percaya, kemungkinan untuk dapat mewujudkan segala keinginan pribadinya makin besar. Konsep ini tidak dapat dibenarkan. Jika iman dibangun di atas diri dan keyakinan pribadi, itulah iman yang tidak sah dan mengambang karena ditegakkan dengan fondasi atau landasan yang mengapung yaitu diri sendiri. Iman semacam ini merupakan iman palsu yang tidak mampu bertahan di dalam segala keadaan. Alkitab mengajarkan bahwa manusia berdosa yang seharusnya binasa dan dibuang dari hadapan Tuhan, telah diselamatkan melalui iman sejati sebagai anugerah kasih karunia dan bukan sebagai hasil usahanya sendiri (Ef 2:8-10). Jadi, setiap anak Tuhan adalah umat pilihan Allah sendiri. Reformed Teology memandang hal ini sebagai signifikansi iman Kristen yang melampaui semua konsep 17 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 iman di tengah dunia hingga tidak perlu dipertanyakan dengan berbagai cara karena mempunyai kekuatan kebenaran yang sangat kokoh. Jika Tuhan tidak bersedia untuk menanamkan iman tersebut di dalam hati manusia maka tak seorang pun sanggup percaya kepada-Nya. Karena itu, iman Kristen dapat dijadikan sebagai landasan yang lebih kokoh daripada iman situasional. Jika seseorang menjadi percaya karena kondisi tertentu maka suatu saat ia dapat berganti kepercayaan karena pertimbangannya telah berubah dan tidak dapat dimutlakkan. 1. jika penjagaannya tidak kuat maka pertahanannya akan runtuh; 2. harus dijaga dengan fanatisme negatif. Inilah caya yang dipakai oleh dunia. Kedua, iman Kristen sejati akan kembali menghubungkan antara manusia dengan Allah. Iman tersebut akan membawa seluruh keberadaan essensial integritas Allah ke dalam diri manusia sehingga tidak tergantung pada logika yang lemah tetapi justru menjadi gambaran pertanggungjawaban kepada Tuhan dan sesama mengenai seluruh pengertian iman dan pengharapan. Karena itu, iman Kristen sejati harus dibangun di atas tiga basis terkokoh di seluruh pengertian manusia. Dengan kata lain, iman Kristen sejati harus berbasiskan epistemologi terbaik. Epistemologi adalah bagaimana seseorang mendapatkan kebenaran sejati. Tiga basis terkokoh yang saling berkaitan itu, antara lain: 1. Kebenaran dengan inti tersolid dan sah harus dipertanggungjawabkan dan dikembalikan pada diri Kristus sebagai sumber kebenaran sejati; 2. Iman Kristen sejati bukan sekedar teoritis melainkan dapat diaplikasikan dalam seluruh bidang kehidupan di dunia seperti hukum, ekonomi, teknik atau science, sosial dan ketika konsep tersebut disodorkan ke tengah dunia maka semua orang harus mengakuinya sebagai yang terbaik walaupun banyak yang beranggapan bahwa konsep Kekristenan itu terlalu idealis dan tidak dapat dijalankan; 3. Iman Kristen sejati mencapai dan menghargai moralitas, kebajikan, kesucian dan keagungan tertinggi. Bahkan kebenaran dan moralitas sejati harus sejajar karena keduanya saling berkaitan. Ketika kebenaran dan kesucian moralitas sejati berpadanan maka kekuatan iman akan mencapai titik puncak. Sebagai contoh konkret adalah Ayub yang memiliki relasi sangat erat dan iman sejati kepada Tuhan walaupun Setan terus menerus berusaha untuk menghancurkannya bahkan dengan memanfaatkan ketiga temannya yang terlihat ikut prihatin menyaksikan keadaannya. Ketika mereka mencoba menasihati, ia tetap tidak tergoda untuk mengikutinya karena nasihat tersebut kelihatannya saja baik namun sebenarnya merupakan usaha untuk memutar, menyesatkan, meruntuhkan dan merusak iman Ayub supaya teologinya yang sejati bergeser menjadi teologi sukses. Mereka terus berusaha untuk meyakinkannya bahwa seorang anak Tuhan yang baik tidak mungkin mengalami penderitaan separah itu. Jika ia menderita, berarti telah melakukan dosa besar. Dalam keadaan kritis seperti itu, Ayub tetap tak bergeming bahkan ia menjadi marah dengan mengatakan, “Demi Allah yang hidup, yang tidak memberi keadilan kepadaku, dan Yang Maha Kuasa, yang memedihkan hatiku, aku sama sekali tidak membenarkan kamu! Sampai binasa aku tetap mempertahankan bahwa aku tidak bersalah. Kebenaranku kupegang teguh dan tidak kulepaskan; hatiku tidak mencela seharipun dari pada umurku” (Ayb 27:2, 5-6). Inilah suatu pertahanan iman Kristen walaupun ia belum mengalami pemulihan bahkan mungkin akan menderita seumur hidupnya. Secara 18 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 singkat dapat disimpulkan bahwa iman Kristen berdiri dalam kebenaran, berintegrasi secara total dan mencapai kesucian tertinggi. Selain itu, iman Kristen tidak hanya defense totally tapi juga pressing karena tujuannya adalah membawa orang dunia untuk mengerti pertanggungjawaban iman Kristen. Ketiga, iman Kristen merupakan kekuatan untuk mengadakan sinkronisasi total antara seluruh pengertian iman hingga teori, perasaan dan keinginan diri diintegrasikan di dalam iman tersebut. Artinya, ada suatu integritas hidup dengan hubungan total. Namun banyak orang Kristen menggunakan split condition (kondisi terpisah). Di satu pihak, percaya pada Kekristenan dan di lain pihak, hidupnya jauh dari Kekristenan itu sendiri bahkan lebih cenderung pada hal duniawi. Inilah iman yang tidak integratif karena tidak kembali pada objektivitas iman sejati sebagai nilai intrinsik tertinggi. Orang Kristen sejati memang tidak murni dan sempurna tapi memiliki fight (perjuangan hidup) untuk terus memproses integritas hidupnya berdasarkan nilai iman sejati. Inilah panggilan Kekristenan. Amin! 19 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke etto op po on ng gk ke es se ella am ma atta an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Efesus 6:17/ Yohanes 10:27-30 Efesus 6 17 dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, Yohanes 10 27 Domba–domba–Ku mendengarkan suara–Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama–lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan–Ku. 29 Bapa–Ku, yang memberikan mereka kepada–Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 30 Aku dan Bapa adalah satu." Bagian kelima dari perlengkapan senjata Allah ialah ketopong keselamatan atau Soteriologi dan pedang roh yaitu Firman yang secara ekslusif merupakan kekuatan dasar iman Kristen sejati. Namun Kekristenan yang tidak kembali pada Firman telah membuat jemaatnya terus menerus merasa ketakutan dalam hidup di tengah dunia ini hingga tidak berdaya lagi untuk melayani Tuhan dan sesama demi kemuliaan-Nya karena keselamatan yang tak terjamin. Sebaliknya, pemikiran mereka secara keseluruhan dipusatkan pada kepentingan diri sendiri. Akhirnya, seluruh hidup dihabiskan secara egois yaitu hanya untuk mengejar keselamatan pribadi. Bahkan setelah matipun orang lain terutama keluarga dan kerabat masih dituntut untuk mendoakan rohnya agar dapat masuk ke Surga. Alkitab mengatakan bahwa inilah cara Setan untuk mempengaruhi dan memperalat manusia bagi seluruh proyeksi pekerjaannya. Jadi, kepercayaan itu tidak datang secara mendadak begitu saja dan juga bukan sebagai hasil daya usaha, perjuangan serta kehebatan kekuatan manusia melainkan ditanamkan di dalam diri seseorang oleh Iblis yang ingin menipu atau Allah yang hendak menguatkannya. Alkitab mengatakan bahwa iman Kristen sejati justru merupakan landasan kokoh untuk berpijak sehingga seorang anak Tuhan dapat hidup mempermuliakan Sang Pencipta sekaligus menjadi berkat bagi sesamanya. Dengan kata lain, intensitas kehidupannya tertuju pada Tuhan dan sesama. Cara berpikir seperti ini terbalik total dengan ajaran dunia. Sudah selayaknyalah jika Tuhan memakai orang Kristen sebagai pemberita cintakasih-Nya dan pemberi harapan serta kekuatan di tengah dunia. Selain itu, Allah juga menghendaki semua orang mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, pikiran, akal budi dan kekuatan serta mengasihi sesama seperti dirinya sendiri. 20 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Bagi Kekristenan, keselamatan bukanlah tujuan terakhir melainkan titik pijak pertama dalam kehidupan beriman. Karena itu, penginjilan bertujuan untuk menyadarkan dan merubah orang berdosa yang seharusnya binasa, supaya bertobat lalu kembali berdiri di atas keselamatan serta rela berkorban demi kemuliaan Tuhan yang telah menebusnya karena ia adalah milik-Nya. Maka orang Kristen sejati justru harus mengalami banyak masalah yang sebenarnya adalah sarana Tuhan untuk mendidik imannya. Jika ia sungguh-sungguh beriman kepada Allah maka segala peristiwa dan serangan Iblis tidak akan mempengaruhi imannya hingga mulai bergeming. Satu hal yang perlu diberi penekanan adalah bahwa penginjilan itu bersifat sangat serius karena dapat menyesatkan dan menyelewengkan kebenaran Firman sehingga perlu dikembalikan pada essensi Injil sejati. Bagaimanapun juga, manusia tidak dapat bertobat dengan kekuatannya kecuali Tuhan bersedia untuk memilih, menggerakkan dan merubah hatinya karena pemberitaan Injil itu sendiri terlalu sulit diterima secara logika. Inilah yang disebut dengan Soteria. Dalam Yoh 10:27-30 dikatakan, “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu.” Maka tak seorangpun dapat datang kepada Kristus kalau tidak diutus oleh Bapa. Setelah itu, hidupnya akan diarahkan menjadi hamba-Nya yang taat mutlak dan berada dalam penjagaan Kristus. Dengan demikian ia telah kembali pada naturnya sebagai manusia sejati. Setelah memahami doktrin Soteriologi secara tepat barulah fungsi ketopong keselamatan dapat dimengerti. Dalam peperangan Romawi, perlengkapan senjata ini sangat berperanan yaitu untuk melindungi kepala yang merupakan bagian tubuh terpenting. Apalagi mereka berhasil menciptakan struktur ketopong yang sangat kokoh. Maka Paulus menyatakan bahwa ketopong merupakan keselamatan yang tidak perlu dilindungi melainkan justru menjadi perlindungan bagi orang Kristen. Dengan kata lain, keselamatan Kristen dianugerahkan dan dijamin oleh Tuhan sendiri untuk melindungi jemaatnya dari berbagai macam kesulitan. Karena itu, keselamatan Kristen jadi bersifat non-conditional, baik dalam sukacita maupun dukacita bahkan tidak tergantung pada perasaan manusia. Orang Kristen yang tidak beriman kokoh kadang-kadang merasa jauh dari Tuhan dan gejala seperti itu menandakan hilangnya keselamatan. Hal ini tidak dapat dibenarkan karena ketika manusia berada dalam anugerah keselamatan Tuhan maka hidupnya jadi berlimpah sesuai dengan kehendak-Nya. Seharusnya iman Kristen tidak boleh diinterpretasikan sesuka hati. Paulus sendiri berpendapat bahwa hidupnya hanya bagi Kristus sedangkan mati adalah keuntungan karena dapat bertemu dengan-Nya. Inilah Soteriologi Kristen yang harus dipahami engan tepat agar dapat terbebas dari segala macam ketakutan terutama terhadap kuasa kematian. Memang, Soteriologi Kristen dijamin oleh Tuhan sendiri dengan providensia kuasa Allah. Namun bukan berarti bahwa orang percaya dapat bertindak sekehendak hati setelah diselamatkan karena beranggapan tindakan dosa tidak akan mempengaruhi keselamatan yang telah diperolehnya. Ironisnya, banyak orang Kristen disesatkan oleh ajaran dunia yang sudah tercemar oleh prinsip humanis. Bahkan Alkitab pun mulai dipaksakan dan dimanipulasi agar mengikuti filsafat dunia yang bersifat merusak konsep pemikiran manusia. Karena itu, semua orang terutama anak Tuhan harus kembali pada Soteriologi yang benar yaitu kembali kepada Allah dan hidup bagi kemuliaan-Nya karena segala sesuatu berasal dari Dia, oleh dan bagiNya kemuliaan selamanya. Setelah itu, barulah hidupnya dijamin dengan double protections yaitu perlindungan Kristus dan Bapa di mana keduanya adalah satu. Dan Kristus menjamin barangsiapa hidup di 21 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dalam Dia takkan terlepas dan binasa. Dengan kata lain, sekali diselamatkan, selamanya terselamatkan karena dasarnya adalah kuasa kebangkitan Kristus yang menang atas kematian. Setiap manusia di dunia ini pasti mati suatu hari kelak namun umur seseorang tidak dapat ditentukan dan tak seorangpun dapat mengetahui dan menolaknya. Dan setelah kematian, hanya ada dua kemungkinan yang muncul yaitu tetap terbelenggu dalam kematian kekal atau keluar dari jebakan tersebut. Pada kenyataannya, tak seorang pun mampu keluar dari kuasa maut dengan menggunakan kekuatannya sendiri. Bahkan Lazarus yang pernah dibangkitkan, tetap harus mati lagi. Maka diperlukan kuasa yang dapat mengalahkan kematian yaitu Tuhan Yesus yang sanggup menerima kematian di atas kayu salib untuk menanggung dosa seluruh umat manusia lalu bangkit pada hari ketiga. Karena itu, tidak ada possibility bagi orang tak percaya untuk dapat lolos dari masalah ini walaupun sudah berjuang dan banyak berkorban. Pada akhirnya, Soteriologi yang tepat sanggup merubah seluruh kehidupan orang Kristen sejati terutama arah, tujuan dan motivasi hidupnya. Di tengah dunia ini, manusia memang tidak akan pernah mencapai kesempurnaan. Namun pertobatan seorang Kristen sejati ditandai dengan perubahan arah hidupnya. Kalau dulu ia hidup untuk dunia maka setelah bertobat, ia bersedia menjalankan kehendak Tuhan secara total. Dahulu ia sangat menikmati dosa namun setelah diselamatkan, ia akan merasakan sakit hati yang mendalam ketika berbuat dosa. Perubahan hidup yang dialami telah menjadikannya memiliki sikap hati tidak rela untuk kembali pada kehidupan lama karena hidup Kristiani lebih indah dan berbahagia. Semakin lama mempelajari Kekristenan maka seharusnya ajaran tersebut semakin berakar dalam kehidupannya dan ia jadi makin bersyukur tanpa penyesalan sedikitpun karena ajaran Kristen sejati jauh lebih tinggi dan integratif konsepnya serta lebih kokoh fondasinya daripada ajaran dunia yang tidak mempunyai tuntutan moralitas, kesucian, keanggunan serta keagungan melampaui Alkitab. Ajaran dengan tingkat moralitas tinggi berarti semakin mendekati kebenaran karena moralitas rusak tidak dapat diintegrasikan dengan kebenaran sejati. Ketika dampak keselamatan yaitu perubahan rohani terjadi dalam diri manusia maka seharusnya ia menjadi semakin kokoh di dalam Tuhan. Amin! 22 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe ed da an ng gR Ro oh h Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 17 Efesus 6:17 dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, Alat terakhir dalam perlengkapan senjata Allah merupakan satu-satunya senjata yang berfungsi ganda yaitu sebagai kekuatan untuk defense sekaligus offense. Itulah fungsi sebuah pedang. Di antara keenam perlengkapan tersebut, kebanyakan berfungsi untuk defense yaitu menjaga supaya Kekristenan mampu bertahan ketika menghadapi serangan musuh sehingga tidak mudah dicelakakan. Ketika melihat tentara Romawi membawa pedang, Paulus berpikir bahwa dalam Kekristenan, pedang melambangkan Firman Allah yang merupakan inti dan tempat berpijak seluruh fondasi iman untuk dipertanggungjawabkan keluar. Hal ini sangat penting dalam seluruh praanggapan kehidupan karena kekuatan besar yang dapat dipakai untuk menyerang keluar hanyalah pedang. Dengan demikian, iman tidak berhenti hanya di dalam diri seseorang. Inilah perbedaan besar antara iman Kristen sejati dengan iman lain termasuk Kekristenan yang salah. Dalam iman lain, baik filsafat, agama termasuk atheisme dan kepercayaan tertentu, seringkali hanya berkekuatan defense yaitu tidak mau disinggung dan disentuh. Jika dilawan dengan pertanggungjawaban Firman yang benar maka reaksi mereka adalah marah atau acuh tak acuh dan tidak berani menjawab karena takut akan resikonya yaitu keruntuhan iman, sistem dan konsep yang dimilikinya. Karena itulah mereka takut berurusan dengan gerakan Reformed Theology. Ketika Firman Tuhan dinyatakan, tindakan itu bukan sekedar fanatisme atau defense mechanism ke dalam untuk mempertahankan diri supaya aman, tetapi sekaligus dapat dipertanggungjawabkan keluar sehingga orang lain dapat menyaksikannya. Inilah kekuatan yang kemudian dinyatakan oleh seorang teolog besar di abad 20 yaitu Cornelius Van Till. Ia mengatakan bahwa kekuatan Kekristenan adalah Firman dan ketika diberitakan, Firman tidak hanya mempertanggungjawabkan diri tetapi sekaligus offense untuk mempertanyakan status seseorang setelah mendengarnya. Jika pembicaraan tentang Firman belum mencapai tingkat itu maka dapat disimpulkan bahwa Firman belum dimengerti dan diberitakan dengan baik. Dengan kata lain, pedang belum digunakan dengan tepat. Paulus termasuk orang yang sangat brilliant karena telah mempelajari berbagai macam filsafat, agama dan iman hingga mengetahui semua intrik, permainan konsep pemikiran, acuan dasar serta motivasi manusia. Maka ia dengan tepat tidak memberikan celah untuk dapat menyelewengkan bagian terakhir ini. Selain itu, dengan cermat ia menambahkan satu atribut indah yaitu ‘Roh’ karena istilah ‘pedang Firman’ itu sangat berbahaya, riskan dan dapat menimbulkan salah pengertian yang menyesatkan di tengah dunia. Memang, Firman adalah kekuatan besar Kekristenan tapi dapat disalahgunakan dan dipermainkan demi kepentingan pribadi. Dengan ungkapan lain, pedang yang tajam sanggup menolong sekaligus mencelakakan dan merusak jika pemakaiannya salah. 23 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Pedang Roh harus bersifat roh sesuai dengan pemiliknya yaitu Roh Kudus. Dan pemakaiannya tidak boleh menyalahi kebijakan pemiliknya. Sesungguhnya, ada dua alasan Paulus dengan cermat menulis, “Terimalah pedang Roh, yaitu Firman Allah” (Ef 6:17) Pertama, kemungkinan besar, pedang ini dapat menimbulkan multi-interpretasi ketika berada di tangan manusia, sebagai akibat dari pemakaian sesuka hati. Setiap orang cenderung memakai aturan dan caranya sendiri untuk memanipulasi Alkitab demi kepentingan pribadi. Walaupun postmodernisme belum ada pada zaman Paulus tapi bidat bernama Gnostik sudah muncul dengan basic presupposisi atau landasan filsafat non-Kristen yaitu Sophiesme dari Yunani kuno yang berusaha membangun konsep relativisme. Orang Gnostik selalu berpikir bahwa merekalah empunya gnosis atau pencerahan sehingga berhak untuk mengatakan apa saja yang dianggap sebagai kebenaran. Karena itu, Gnostisisme dapat disebut sebagai format kuno postmodern dan new age di mana setiap orang termasuk Kekristenan dapat memutlakkan dan menganggap dirinya paling benar. Lalu Gnostik Kristen menginterpretasikan Alkitab sekehendak hati. Padahal Alkitab mengatakan bahwa Firman Allah adalah pedang Roh sehingga harus diinterpretasikan secara tepat sesuai dengan sumber kebenaran yaitu Roh Kudus. Dengan Roh yang sama, interpretasi semua orang seharusnya juga sama. Dengan demikian, terjadi keseragaman dan keutuhan dalam iman Kristen serta tidak memberi peluang terjadinya multi-interpretasi dan permainan konteks. Sebagai contoh, jika Alkitab mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dan tak seorang pun dapat datang kepada Bapa kecuali melalui Dia maka tidak ada yang berhak mengatakan banyak jalan menuju ke Surga. Ironisnya, dalam Kekristenan yang salah terdapat banyak tafsiran dan pengembangan pengertian bahkan muncul pendapat bahwa untuk masuk ke Surga, Yesus tidak diperlukan lagi karena yang terpenting adalah menjalankan ritus Kekristenan seperti berbuat baik, pergi ke Gereja serta mengikuti Sakramen Baptis dan Perjamuan Kudus. Kedua, Alkitab juga bukan sekedar masalah tafsiran tetapi merupakan masalah interpretasi aplikatif. Hal ini juga sangat berbahaya karena pedang Roh telah dipakai untuk menghindari kesalahan pertama tetapi malah masuk ke dalam kesalahan kedua. Banyak orang Kristen memakai ayat Alkitab dengan tafsiran yang benar tetapi motivasinya salah. Karena itu, Gereja Reformed tidak terlalu menunjang mimbar dengan khotbah topikal melainkan eksposisional yaitu berdasarkan ayat yang seharusnya sehingga memperkecli kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pemakaian pedang Roh. Sebagai contoh konkret, pada Minggu lalu telah dibahas Ef 6:17a mengenai ketopong keselamatan. Maka kali ini dibahas Ef 6:17b mengenai pedang Roh. Seorang pembicara atau pengkhotbah sanggup memakai ayat Alkitab dengan topik tertentu dan tafsiran yang tepat untuk menyalahkan orang lain. Dengan demikian, pedang Roh telah dimanipulasi untuk mengaplikasikan kebencian pribadi. Alkitab mengatakan bahwa itu bukan sifat Roh Kudus. Tafsirannya memang tepat tapi motivasi, sikap dan tindakannya telah keluar dari sifat Roh. Maka Firman Tuhan harus dipelajari berkaitan dengan inspiratornya sehingga dapat dipakai sesuai pencerahan Roh Kudus karena hati nurani telah terlepas dari semua interest pribadi. Orang Kristen yang tidak mau belajar Firman dapat diilustrasikan seperti tentara yang hendak maju perang dengan memakai semua perlengkapan senjata kecuali pedang. Padahal Tuhan telah memberikan seluruh perlengkapan. Maka Kekristenan harus kembali pada kehendak Roh agar mampu menggunakan secara tepat setiap pemberian-Nya. Selain itu, belajar juga mengandung ide yaitu kesungguhan seseorang dalam mengasah ketrampilannya menggunakan pedang Roh yaitu Firman Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen 24 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 tidak memiliki kesempatan atau bahkan keinginan dan kerinduan untuk mempelajari Firman dengan serius walaupun sulit serta membutuhkan waktu lama seperti halnya para pesilat dan tentara. Firman Tuhan itu sangat hebat dan kuat karena merupakan basis kebenaran sejati seluruh alam semesta yang melampaui ruang, waktu dan person. Jika sesuatu dianggap benar oleh seseorang tetapi menurut orang lain tidak benar maka konsep itu belum benar karena manusia memang bukan kebenaran sejati. Jika hari ini, sesuatu dianggap benar tapi besok menjadi salah maka konsep itupun bukan kebenaran sejati melainkan kebenaran partial atau temporal. Kalau sesuatu dianggap benar di Indonesia tapi di Amerika berubah menjadi salah maka itulah kebenaran spacial yang dibatasi oleh ruang tertentu. Kesimpulannya, kebenaran sejati tidak dapat dipersalahkan kapan pun dan di mana pun ia berada. Maka kebenaran science bukanlah kebenaran sejati karena terkunci oleh waktu. Misalnya, 400 tahun yang lalu, banyak orang mempercayai bahwa alam semesta berpusat pada bumi (geosentris). Namun setelah itu, konsep tersebut berubah menjadi heliosentris di mana matahari sebagai pusat alam semesta. Dengan demikian, hanya Firman Tuhanlah yang memenuhi syarat kebenaran sejati yaitu tidak dibatasi oleh pribadi (multi-person). Alkitab ditulis oleh 40 orang dari berbagai macam kalangan antara lain theolog, raja, nelayan dan sebagainya, serta berasal dari multi-culture dengan multi-bahasa seperti budaya Yunani, Yahudi dan lainlain. Namun tulisan mereka menyatu, tidak tergantung pada budaya tertentu dan tidak dapat dipersalahkan karena ada yang mengatur di belakangnya. Selain itu, Alkitab ditulis mulai dari tahun 1400 SM hingga tahun 100 Masehi tanpa ada yang terbuang karena sudah kadaluwarsa. Bahkan Alkitab sanggup menceritakan seluruh kejadian semenjak dunia diciptakan, berproses hingga berakhir. Kebenaran sejati mutlak tidak memerlukan adanya perkecualian. Sebagai contoh, ada Gereja yang mengatakan bahwa baptisan selam itu lebih sah daripada percik. Jika tidak demikian maka mutlak keselamatannya terancam kecuali ia sedang sakit atau alergi. Padahal Alkitab tidak pernah memberikan ide baptisan dengan perkecualian. Bagaimanapun juga, kekuatan kebenaran Firman Tuhan bukanlah fanatisme kosong maupun produk manusia melainkan pedang bermata dua. Alkitab bukan sekedar kebenaran rasional yang dapat diperdebatkan karena tujuan akhirnya adalah untuk menegur, memproses dan merubah seseorang hingga menjadi orang Kristen sejati sebelum memberitakannya. Setelah itu barulah orang tersebut mampu merubah kehidupan orang lain menuju pada kebenaran sejati. Setiap kali diberitakan, Firman Tuhan seharusnya mampu membawa orang lain untuk bertumbuh lebih baik karena tidak bersifat law system yang menghakimi dan menghancurkan. Jika tidak demikian maka Firman akan bersifat kejam sekali dan berubah menjadi alat pembunuh. Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen memang berhak menilai dan menyadarkan orang lain akan dosa tetapi tidak berhak menghakiminya karena pembalasan bukanlah hak manusia melainkan hak Allah, kecuali Ia memberikan hak dan tugas khusus pada seseorang untuk melakukan penghakiman berdasarkan institusi Firman. Setelah itu, orang tersebut akan dituntut untuk bertanggungjawab kepada-Nya. Barangsiapa menghakimi maka ia akan dihakimi berdasarkan standard penghakimannya sendiri. Bagaimanapun juga, Firman Tuhan mengajarkan moralitas dengan tingkat kesucian tertinggi di seluruh dunia hingga dapat dijadikan sebagai penata moral dan hakim teradil yang paling objektif serta jujur dalam kehidupan manusia. Selain itu, Firman adalah inspirator terdalam dalam kehidupan manusia untuk mengerti akan dunia ini. Amin! 25 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 B Be errd do oa as se en na an nttiia as sa a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 18 Efesus 6:18-19 dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga– jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus–putusnya untuk segala orang Kudus, 19 juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, hendak menunjukkan bahwa kehidupan Kristen harus dijaga dan dipelihara karena berhadapan dengan kuasa jahat di tengah dunia yang sedang mencoba melawan, merongrong dan merusak iman. Tetapi bagian tersebut tidak termasuk dalam rangkaian perlengkapan senjata Allah. Walaupun demikian, bagian terakhir ini tetap mempunyai signifikansi. Efesus 6:18-19 Doa tidak dipakai secara occasional (sewaktu-waktu) melainkan menyangkut seluruh totalitas hidup manusia. Dengan kata lain, doa merupakan bagian dari hidup manusia yaitu kerohaniannya yang dipersiapkan untuk menjadi orang Kristen yang kuat dan bertumbuh dalam iman. Itulah alasan mengapa doa permohonan untuk orang kudus termasuk Paulus, tidak dimasukkan sebagai bagian dari perlengkapan senjata Allah. Doa adalah nafas kehidupan Kristen. Orang beragama di seluruh dunia sadar akan pentingnya doa karena dianggap sebagai relasi inti dan sentral yang hakiki antara manusia dengan Allah. Karena itu, setiap agama pasti mempunyai, membicarakan dan sangat menekankan doa dengan berbagai macam modelnya. Di antara semua agama, orang Yahudi terkenal paling sering berdoa. Namun ketika mereka meminta Tuhan Yesus untuk mengajarkan cara berdoa, Ia tidak berespon atau berkomentar negatif bahkan menghina permintaan tersebut. Ia justru menyatakannya sebagai permintaan yang sangat baik karena sebelumnya mereka telah berdoa secara salah yaitu dengan menyombongkan, membanggakan dan menonjolkan kehebatan diri sebagai orang Israel yang secara egois berhak menyebut Abraham dengan sebutan bapa, hanya untuk membuktikan kesalehan dan ketaatan mereka sebagai umat pilihan Allah yang suci dan bukan orang kafir. Setiap point doa mereka menunjukkan betapa arogannya orang Yahudi. Demikian pula sebagian besar orang beragama di tengah dunia ini telah berdoa secara salah, seperti perumpamaan Tuhan Yesus tentang orang Farisi dan pemungut cukai. Padahal si pemungut cukai sambil memukul dadanya, memohon pengampunan Tuhan atas segala dosa yang telah diperbuatnya. Maka kemudian Ia mengajarkan doa yang benar yaitu doa Bapa Kami. Semua Gereja yang masih mengerti dan menyadari pentingnya doa tersebut, akan mendoakannya setiap Minggu sebagai pattern of prayer (pola doa). Dalam bagian ini, Paulus mengajarkan kembali tentang doa kepada jemaat Efesus, “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus” (Ef 6:18). Jika dilakukan secara salah maka doa tidak akan sampai kepada Allah 26 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 melainkan kuasa lain yaitu Setan yang akan menjawabnya sesuai keperluan si pendoa tetapi bukan dari sumber sejati. Akhirnya, doa itu malah membuatnya tersesat jauh dari Tuhan, makin brutal, liar serta egois. Dengan demikian, doa yang sesat sanggup membawa manusia berdosa pada kebinasaan. Sebelum mengajarkan doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengkritik orang Yahudi secara keras karena berdoa tidak pada tempat yang seharusnya, “Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumahrumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang” (Mat 6:5). Dengan demikian, tujuan mereka bukan kepada Allah dan Tuhan Yesus mengatakan, “Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” Padahal Tuhan menghendaki, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi” (Mat 6:6). Orang Yahudi sanggup berdoa selama berjam-jam dengan kalimat yang indah tetapi hanya untuk menunjukkan betapa rohaninya dia. Doa seperti itu hanyalah pameran kepalsuan religiusitas yang tidak bernilai. Ironisnya, permainan kepalsuan itu seringkali dilakukan oleh orang beragama. Mereka memang berdoa tapi essensi doanya tidak jelas. Ketika berdoa, jangan ada perasaan takut karena tidak mampu menggunakan kalimat indah. Itu bukan essensi doa sejati dan Tuhan sendiri tidak menghendaki demikian. Doa sejati harus kembali pada essensinya yaitu komunikasi dengan Allah. Tuhan Yesus juga mengkritik mereka yang berdoa dan berpuasa berjam-jam bahkan berhari-hari atau berbulan-bulan hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi, misalnya doa kesembuhan. Itulah doa kafir di mana si pendoa datang pada allahnya hanya ketika membutuhkan sesuatu sehingga allah diperalat dan dimanipulasi untuk kepentingannya sendiri. Tuhan Yesus mengatakan, “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya” (Mat 6:7-8). Setelah membaca ayat ini, banyak orang Kristen berpikir bahwa doa tidak lagi diperlukan karena Tuhan telah mengetahui permintaannya. Pernyataan ini sangat egois dan duniawi sesuai dengan cara pikir Setan. Kalau manusia menganggap Tuhan tidak mengetahui kebutuhannya hingga perlu diberi penjelasan, berarti ia melecehkan Allah semesta alam. Ternyata banyak orang menyetujui konsep ini dan tentu saja allah palsu mereka berbeda dengan Allah Kristen sejati. Bahkan banyak orang Kristen juga disesatkan dengan prinsip dan cara kerja Setan yang tampak seolah-olah cara kerja Tuhan. Ini bukan prinsip Alkitab. Efesus 6 Pertama, “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh.” Dengan kata lain, doa Kristen harus dipimpin, dibimbing serta dicerahkan oleh Roh Kudus dan bukannya sesuka hati. Orang Kristen seharusnya berdoa demi kepentingan Roh, sesuai dengan sifat Roh dan menjalankan semua natur pribadi-Nya di dalam diri si pendoa. Alkitab mengatakan bahwa justru karena Tuhan yang tinggal di dalam diri manusia, telah mengetahui segala kebutuhannya maka ia harus berdoa sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, doa Kristen berbeda secara total dengan semua konsep doa di dunia. Jikalau orang Kristen belum mampu melihat perbedaan ini, berarti ia belum berdoa secara Kristen. Ketika anak Tuhan berdoa, seluruh Tritunggal akan terlibat di dalamnya. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa orang Kristen harus berdoa kepada Allah Bapa di Surga, dalam nama Allah Anak yaitu Yesus Kristus. Perintah itu menunjukkan struktur Allah Tritunggal yang memposisikan Allah Oknum Kedua sebagai mediator dalam seluruh doa Kristen. Karena itu, tanpa melalui Kristus, tak ada doa yang sampai kepada Bapa. Mengenai peranan Roh Kudus, Roma 8:26 mengatakan, “Demikian juga Roh membantu kita dalam 27 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” Inilah rumusan sah dan lengkap serta harus dilakukan karena Tuhan sendiri yang menetapkannya. Ketika orang Kristen berdoa, pimpinan Roh Kudus dalam dirinya mengajar sehingga ia tahu apa yang harus didoakan dan peka terhadap kehendakNya. Pengaplikasian struktur ini harus secara tepat dan tidak boleh diputarbalikkan karena inilah identitas doa Kristen yang dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, “Berdoalah setiap waktu.” Doa Kristen sejati berbeda dengan kebanyakan agama di dunia ini yang berdoa secara sequential atau bahkan occasional. Seluruh kehidupan Kristen sejati sesungguhnya merupakan jaringan hubungan komunikasi dengan Allah. Itulah doa sejati yang menjadi kekuatan spiritualitas Kekristenan. Namun doa Kristen bukan sekedar ritual agama melainkan hubungan Roh antara satu pribadi dengan pribadi lain. Banyak orang ingin mengetahui dan mengerti kehendak Tuhan tapi seringkali tidak bersedia menjalin hubungan erat dengan-Nya. Selain itu, doa Kristen tidak perlu menunggu hingga tiba saatnya untuk berbakti di Gereja melainkan di mana saja dan kapan saja karena komunikasi dengan Allah dilakukan secara Roh dan kebenaran. Ketiga, “Berdoalah tidak putus-putusnya untuk semua orang Kudus.” Yang dimaksud dengan orang Kudus dalam konteks ini adalah setiap anak Tuhan. Doa seperti ini disebut syafaat, yang merupakan hak istimewa dan panggilan imamat di mana seorang pendoa syafaat terpanggil menjadi imam di hadapan Allah untuk mewakili semua orang Kudus. Inilah fungsi imam yang Tuhan berikan pada orang Kristen. Sesungguhnya manusia tidak berhak untuk mendoakan diri sendiri karena Tuhan sudah mengetahui segala kebutuhannya. Selain itu, Tuhan tidak akan melupakan janji-Nya dan pasti memenuhinya karena memang itu adalah hakNya. Jikalau tidak bersedia mengabulkannya, itupun adalah hak dan kedaulatan-Nya. Alkitab mengajarkan bahwa yang terbaik adalah berdoa dan bergumul dengan kesungguhan hati demi kepentingan orang Kudus antara lain pertumbuhan iman dan penggenapan rencana Allah dalam diri mereka. Dengan kata lain, semua anak Tuhan sebaiknya saling mendoakan. Akibatnya, akan terjadi saling memperhatikan dan memikirkan apa yang terbaik bagi sesama hingga membangun cintakasih. Itulah caranya membangun kesatuan tubuh Kristus. Kalau setiap anak Tuhan hanya mempedulikan diri sendiri maka akhirnya mereka akan menjadi kepingan pecahan yang tidak berhubungan. Padahal doa sejati merupakan teladan Tuhan Yesus sebagai juru syafaat di sebelah kanan Bapa yang selalu berdoa bagi setiap jemaat. Ketika banyak konsep agama dan filsafat dunia mengajarkan doa yang egois, Alkitab justru mengajarkan doa syafaat dan doa bagi penginjilan di seluruh dunia terutama suku di daerah terpencil. Keempat, “… juga untuk aku (Paulus), supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil.” Dalam konteks ini, Paulus tidak minta didoakan untuk kepentingannya sendiri. Ia memang mengalami banyak kesulitan, penganiayaan dan penderitaan serta sering keluar masuk penjara. Namun ia memiliki jiwa yang memikirkan kehendak Allah. Itulah doa sejati di mana si pendoa rindu untuk mewujudkan isi hati Tuhan dalam kehidupannya di tengah dunia ini hingga terjadi kesamaan visi antara Bapa di Surga dengan dirinya. Paulus mengatakan demikian karena ia merasa belum sempurna, khususnya kegentarannya selama berada di dalam penjara. Namun doa sejati sanggup menghadirkan Kerajaan Allah di tengah dunia. Amin! 28 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D Do oa ad da an np pe ella ay ya an na an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 19 Efesus 6:19-20 juga untuk aku, supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar, agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, 20 yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan. Berdoalah supaya dengan keberanian aku menyatakannya, sebagaimana seharusnya aku berbicara. Minggu lalu telah dibahas bahwa kebanyakan orang Kristen seringkali berdoa dengan konsep yang sangat egois yaitu hanya demi kepentingan pribadi dan tidak bersedia mendoakan orang lain. Tindakan ini menyebabkan mereka dianggap tidak tahu malu. Sebagai orang yang memiliki harkat diri serta nilai hidup baik dan terhormat, seharusnya mereka sanggup memperjuangkan kepentingan orang lain secara tegas tanpa mengaitkannya dengan diri sendiri. Tapi kalau untuk kepentingan pribadi, mestinya mereka sungkan mengatakannya walaupun sedang mengalami kesusahan. Kebanyakan konsep agama dan filsafat dunia justru mengajarkan sebaliknya karena mendoakan orang lain dianggap menyusahkan diri sendiri. Selama mengenal Allah dan memiliki konsep ketuhanan, manusia pasti berdoa. Namun doa Kristen mempunyai keunikan yang telah dibahas pada Minggu lalu. Dalam Ef 6:19 dicatat bahwa Paulus meminta jemaat berdoa, “juga untuk aku.” Jika berhenti sampai di sini saja maka ide doa Kristen menjadi salah karena sebenarnya ia tidak minta didoakan. Jikalau pada kenyataannya ia memang minta didoakan maka muncullah beberapa kemungkinan topik doa: 1. Karena surat tersebut ditulis ketika berada di penjara maka mungkin ia sedang mengalami kesusahan saat itu. Jadi, topik doa pertama adalah permohonan kepada Tuhan agar Paulus dibebaskan sehingga dapat melayani-Nya dengan maksimal. 2. Di sana, ia mungkin saja dipukuli, mengalami penyiksaan, makanannya dikurangi atau bahkan tidak diberi makan. Maka topik doa kedua adalah supaya ia diberi kekuatan dan tidak dipukuli, baik oleh sipir penjara maupun sesama narapidana. 3. Ia mungkin sedang sakit karena suasana penjara yang pengap dan lembab. Karena itu, topik doa ketiga ialah agar penyakit yang dideritanya tidak semakin parah. 1. ”supaya kepadaku, jika aku membuka mulutku, dikaruniakan perkataan yang benar” sehingga tidak menyesatkan siapapun; 29 2. Ringkasan Khotbah – Jilid 2 banyak hal di penjara membuatnya gentar dan ia dipenjarakan pun karena Kristus maka minta didoakan, “agar dengan keberanian aku memberitakan rahasia Injil, yang kulayani sebagai utusan yang dipenjarakan.” Itulah doa Kristen sejati yaitu memohon supaya semakin hari makin mengerti isi hati Tuhan sehingga tidak menyalahi misi pelayanan-Nya. Dengan kata lain, doa Kristen seharusnya berorientasi pada jiwa dan hati yang bersedia melayani. Pertama, doa dalam konteks Kerajaan Allah. Setan justru membujuk orang beragama dan menyelewengkan ide doa hingga pengertiannya menjadi sangat sempit yaitu bagi diri sendiri, keluarga, kerabat, sahabat karib, teman sepelayanan dan segeraja karena masih berkaitan dengan kepentingan pribadi. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, doa Bapa Kami yang tertulis dalam Mat 6:9-13, sangat memikirkan pelaksanaan seluruh kepentingan Kerajaan Allah. Bahkan Injil Matius itu sendiri adalah the Gospel of the Kingdom karena mulai dari pasal 3-28 mengandung kata ‘Kerajaan’. Itulah temanya dan konsep berpikirnya tertuju hanya kepada the whole Kingdom (ketotalitasan Kerajaan) dengan Allah sebagai Sang Raja. Maka ide, pikiran, orientasi, misi dan wilayah doa Kristen seharusnya adalah pelayanan bagi Kerajaan Allah. Sesungguhnya, doa adalah bagaimana seorang anak Tuhan sedang berbincang-bincang dengan Bapa di Sorga berkenaan dengan rencana-Nya. Bagaikan seorang jendral yang baik, sedang berdiskusi dengan sang raja untuk memahami pikiran dan rencananya secara keseluruhan lalu berkenan menjalankannya demi kepentingan kerajaan. Demikian pula Paulus sangat dekat dengan Tuhan dan ketika bergumul, seluruh orientasi pikirannya ditujukan pada penyebarluasan Kerajaan Allah di muka bumi ini, seperti biji sesawi yang tumbuh menjadi sebuah pohon besar. Ironisnya, misi agung tersebut diselewengkan oleh beberapa ajaran Kristen yang salah, dengan mengatakan bahwa Kerajaan Seribu Tahun akan terjadi nanti ketika Tuhan Yesus datang kedua kalinya. Padahal Kerajaan itu sedang terjadi sekarang ini. Kesalahan semacam ini disebabkan karena tidak mempelajari Alkitab dengan baik hingga tidak mampu memahami bentuk apocaliptic literature yang ada di kitab Wahyu. Akibatnya, mereka membayangkan secara hurufiah dan duniawi bahwa Tuhan Yesus kelak akan duduk di singgasana Kerajaan serta memiliki banyak jendral, perdana mentri dan prajurit yaitu semua orang Kristen dari segala jaman, seperti pada masa kerajaan Daud. Tuhan sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Raja dan Kerajaan-Nya bersifat rohani dan spiritual. Konsep ini sangat penting agar pikiran orang Kristen tidak mudah tersesat. Pada kenyataannya, dunia ini sangat terbatas hingga sulit untuk dapat hidup saat ini karena jumlah penduduknya semakin bertambah banyak. Jadi, sangatlah tidak mungkin jika harus ditambah lagi dengan seluruh orang Kristen dari segala jaman yang akan memerintah bersama Kristus di bumi ini. Konsep duniawi seperti ini tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Jika orang Kristen tidak mulai memikirkan the Kingdom maka tanpa disadari, mereka akan terlepas dari panggilan Kerajaan Allah. Sesungguhnya, sebagai umat Allah, mereka harus berpikir dan bekerja dengan prinsip Kerajaan-Nya sejak saat ini dalam wilayah di mana Allah bertahta yaitu secara spiritual dalam diri setiap orang percaya. Dengan konsep ini, mereka langsung mengerti bagaimana harus bertanggungjawab termasuk ketika berdoa. Kedua, doa yang aktif. Paulus mengajarkan doa terbaik yang unik sekali yaitu menyangkal diri dan memohon dengan aktif untuk mempasifkan diri serta membiarkan Tuhan bekerja. Konsep doa ini tidak 30 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akan pernah merugikan. Biasanya, konsep doa yang salah mengajarkan bahwa manusia harus aktif supaya Tuhan pasif karena tidak diberi kesempatan untuk menyatakan kehendak-Nya. Selain itu, Tuhan juga tidak mengajarkan doa yang pasif dan cengeng tetapi justru doa minta kekuatan untuk dapat lebih giat lagi melayani-Nya. Namun pada kenyataannya, banyak orang Kristen mengeluh dalam doanya karena merasa berbeban berat atau tertimpa banyak kesulitan. Seharusnya mereka berdoa agar mampu menjalankan pekerjaan Tuhan dengan bijaksana. Banyak orang menafsirkan doa Bapa Kami secara salah yaitu dengan konsep dualisme. 1. dikuduskanlah nama-Mu, 2. datanglah Kerajaan-Mu, 3. jadilah kehendak-Mu, 4. berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya; 5. ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; 1. ketiga permintaan pertama untuk kepentingan Tuhan; 2. ketiga permintaan berikutnya untuk kepentingan orang Kristen sendiri. Maka terbentuklah prinsip bahwa sebagian doa harus diperuntukkan bagi Tuhan dan sebagian lagi untuk diri sendiri. Inilah cara berdoa dualisme yang sangat egois. Padahal orang Kristen tidak berhak meminta bagi diri sendiri walaupun Tuhan memberikan kemungkinan itu. Sesungguhnya, seluruh doa Bapa Kami berorientasi hanya pada the Kingdom. Jadi, ketiga permintaan terakhir tidak diperuntukkan bagi kepentingan manusia. Tuhan mengajarkan bahwa orang Kristen justru seharusnya membatasi diri dalam hal permohonan supaya dengan demikian mampu menyangkal diri. Sebagai contoh, Ia mengajarkan, “berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Alasannya diungkapkan di Ams 30:8-9, “Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku.” Motivasi kedua ide tersebut bukan untuk kepentingan manusia melainkan supaya nama, kepentingan dan Kerajaan Tuhan tidak terganggu. Jadi, orientasi doa itu bukan pada makanan walaupun manusia memang memiliki kebutuhan pangan yang harus dicukupkan. Kalau orang Kristen terus mengutamakan keinginannya maka tidak akan pernah dapat menjalankan tugas dengan tepat karena selalu terjadi distorsi atau konflik antara kepentingan Tuhan dan dirinya. Permintaan kelima juga termasuk sangat penting hingga Tuhan Yesus secara khusus meminta Matius untuk mengulangnya pada ayat 14-15. Jika anak Tuhan tidak sanggup mengampuni orang lain maka ia tidak akan diampuni. Memang sulit sekali untuk dapat mengampuni. Namun jika tidak bersedia maka ia tidak akan mampu memberitakan Kerajaan Allah dan mempertobatkan orang, seperti halnya Yunus yang terus berusaha melarikan diri dari kehendak Tuhan hingga masuk ke dalam perut ikan. Ayat ini sering pula 31 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 disalahtafsirkan oleh mereka yang berusaha memanipulasi Alkitab demi kepentingan pribadi. Karena itu, mereka berbuat dosa sesuka hati karena pada hari Minggu tersedia kesempatan untuk meminta ampun kepada Tuhan. Ketiga, doa sebagai dedikasi diri supaya Tuhan pakai sepenuhnya walaupun harus menghadapi resiko besar. Seringkali ketika kesulitan datang, kebanyakan orang pasti bersungut-sungut. Padahal seharusnya mereka mengevaluasi diri, bergumul, menanyakan rencana Tuhan dan kembali mengarahkan diri pada kehendak-Nya. Namun Ia tidak pernah memaksa manusia untuk melayani-Nya. Dia justru memberi teladan dan meminta setiap orang Kristen berinisiatif mengikuti-Nya. Ironisnya, banyak doa justru memperbudak Tuhan. Setiap kali berdoa, sungguh baik jika dipikirkan apa yang dapat didedikasikan kepada-Nya sehingga seluruh kehidupan Kristen menjadi milik-Nya. Amin! 32 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke eh ha arru ussa an np pe errsse ek ku uttu ua an n sse eo orra an ng g d de en ng ga an n yya an ng g lla aiin n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 21 Efesus 6:21-24 Supaya kamu juga mengetahui keadaan dan hal ihwalku, maka Tikhikus, saudara kita yang kekasih dan pelayan yang setia di dalam Tuhan, akan memberitahukan semuanya kepada kamu. 22 Dengan maksud inilah ia kusuruh kepadamu, yaitu supaya kamu tahu hal ihwal kami dan supaya ia menghibur hatimu. 23 Damai sejahtera dan kasih dengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara. 24 Kasih karunia menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa. Khotbah kali ini akan membahas salam akhir Paulus kepada jemaat Efesus. Ia menggunakan format umum surat Yunani kuno di mana bagian pembukaan harus menceritakan perihal pengirim dan penerima disertai dengan greeting (salam) yang cukup panjang. Dan di bagian penutup juga terdapat salam sebagai connection (hubungan) yang menunjukkan perhatian si pengirim pada penerima. Itulah impact atau kaitan personal yang membuat surat tersebut diterima atau tidak. Pada bagian penutup surat Efesus tidak terdapat sejumlah nama yang biasanya dicantumkan oleh Paulus untuk menunjukkan kedekatannya dengan jemaat. Namun bukan berarti ia tidak mengenal mereka karena ia pernah tinggal di sana selama tiga tahun. Selain itu, juga bukan berarti bahwa ia marah karena tak ada nada keras dalam suratnya kali ini. Justru sebaliknya, mulai dari pembukaan hingga penutup, isi surat itu cenderung encouraging (mendorong dan menguatkan) serta mendukung jemaat. Para penafsir menduga surat tersebut sebagai edaran yang isinya bersifat general (umum) dan tidak ditujukan secara khusus untuk jemaat Efesus melainkan banyak jemaat. Surat Efesus dibawa oleh kurir bernama Tikhikus untuk daerah sekitar Asia Kecil antara lain Laodikia, Kapadokia, Kolose dan seterusnya termasuk Efesus sebagai tujuan atau titik terakhir tugasnya. Karena itu, surat Kolose diduga sebagai duplikasi Efesus karena isinya hampir sama namun bagian pembukaannya telah diganti. Dengan demikian, tujuan Paulus adalah, “Supaya kamu juga mengetahui keadaan dan hal ihwalku, maka Tikhikus, saudara kita yang kekasih dan pelayan yang setia di dalam Tuhan, akan memberitahukan semuanya kepada kamu” (Ef 6:21). Artinya, ia senantiasa keep in touch dengan semua jemaat yang pernah dikunjungi dan dilayaninya. Inilah konsep komunikasi atau interpersonal relationship yang merupakan 33 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 bagian komunitas tubuh Kristus. Semakin akrab komunikasi akan menghasilkan persekutuan yang juga semakin indah karena banyak masalah terselesaikan dengan baik. Namun ketika komunikasi terhambat karena adanya rasa sungkan atau enggan maka semua pelayanan menjadi kacau. Di tengah dunia global saat ini, sebagian besar orang dengan serius memikirkan hingga teknologi komunikasi berkembang semakin canggih karena menyadari pentingnya komunikasi yang cepat. Tapi, justru Kekristenan sangat kurang berkomunikasi. Contohnya, dalam Perjamuan Kasih, kebanyakan orang lebih suka berbicara dengan mereka yang sudah dikenal. Akibatnya, mereka yang belum kenal tidak akan pernah dikenal, padahal setiap Minggu bertemu di Gereja. Ketika pergi melayani dari kota ke kota, Paulus tidak pernah lupa berkomunikasi dengan jemaat yang pernah dilayaninya. Dengan demikian, ia dapat terus mengontrol pelayanan di kota-kota tersebut, terutama ketika Korintus bermasalah. Walaupun pada saat itu, sedang berada di Efesus, ia segera menulis surat dan mengirimkannya sehingga akhirnya kehidupan jemaat dapat diperbaiki hanya dalam waktu setahun. Karena itu, di 1 Korintus dan 2 Korintus terlihat adanya perubahan drastis dalam nuansa kehidupan mereka. Demikian pula ketika meninggalkan Efesus, ia tetap care (memperhatikan). Secara keberadaan, ia memang tidak mungkin terus menetap di Efesus karena harus melayani lebih banyak orang. Dunia telah mempengaruhi orang Kristen hingga menjadi semakin individual dan tidak peduli terhadap orang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tembok dan pagar rumah di kota besar seperti Surabaya dan Jakarta, dibangun semakin tinggi hingga tetangga sebelah rumah pun tidak kenal dan tidak mau dikenal secara personal. Kalau ada yang mencoba untuk mengenalnya maka timbullah rasa curiga. Para kenalan dan relasi pun hanya sebatas urusan bisnis serta pekerjaan. Tanpa tembok dan pagar tinggi, sebagian orang akan merasa uneasy (tidak nyaman). Padahal dengan komunikasi, komunitas akan menjadi lebih akrab. Gejala sikap individualistik juga masuk ke dalam lingkungan Gereja. Misalnya, banyak jemaat merasa tidak suka jika dibezoeki karena takut pergumulan pribadi dan urusan rumah tangganya diketahui oleh orang lain. Kalau mau berbincang-bincang, cukup mengenai fashion (pakaian), film, makanan, mall (plaza) dan sebagainya. Tapi, jangan membicarakan tentang hubungan pribadi antara engkau dan aku. Tak ada lagi keinginan untuk sharing antar pribadi. Seandainya sharing pun, momen tersebut digunakan untuk menyombongkan diri. Ketika sudah terjepit ke dalam kondisi yang sangat parah, barulah ia bersedia untuk konseling. Padahal dengan hubungan baik, sebelum keadaan memburuk, masalah sudah terdekteksi dan rekan-rekan pun dapat segera menolong. Karena itu, ketika keadaan masih normal, Paulus mengirim Tikhikus untuk menyampaikan berita tentang pelayanannya. Kesaksian Tikhikus membuat Paulus lebih dikenal oleh jemaat Efesus dan relasi mereka dapat berjalan dengan indah. Dari Kitab Efesus, Kolose dan 2 Timotius dapat diketahui bahwa Tikhikus hanyalah kurir yang bertugas keliling dari kota ke kota untuk menyampaikan surat Paulus. Namun cara Paulus memperlakukannya sungguh berbeda dengan majikan pada umumnya. Dalam Ef 6:22 dikatakan, “Dengan maksud inilah ia kusuruh kepadamu, yaitu supaya kamu tahu hal ihwal kami dan supaya ia menghibur hatimu.” Ketika mengutusnya, Paulus tidak mempertimbangkannya hanya sekedar kurir atau budak melainkan sebagai saudara kekasih dan pelayan yang setia dalam Tuhan. 34 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Dalam Kol 4:9 dicatat, “Ia kusuruh bersama-sama dengan Onesimus.” Sebenarnya, Onesimus adalah budak Filemon yang melarikan diri ke tempat Paulus. Tapi, demi supaya ia dapat diterima kembali dengan baik oleh Filemon, Paulus bersedia mempertaruhkan status kerasulan dan nama baiknya. Padahal, ia seharusnya kembali pada majikannya dan menerima hukuman mati. Namun Paulus mengatakan, “Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padamu, supaya engkau dapat menerimanya untuk selamalamanya, bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan” (Flm 1:1516). Bahkan ia dipakai oleh Paulus menjadi kurir untuk menguji jiwa pelayanannya. Seharusnya, seperti inilah anak Tuhan memandang orang lain dengan besar hati. Dalam Kekristenan tak ada lagi hak dan spirit perbudakan terhadap sesama manusia karena semua orang Kristen adalah budak Tuhan. Inilah jiwa Kekristenan yang menghargai manusia secara pribadi. Tetapi di lain pihak, jabatan harus tetap ditegakkan. Tuan harus memperlakukan hambanya dengan baik, sama-sama sebagai manusia. Demikian pula direktur tidak berhak menginjak-injak bawahannya dan menganggap mereka bukan manusia. Tapi, posisi tuan dan hamba tidak boleh dibalik. Bagian ini harus dimengerti dengan tepat. Sebagai kurir, Onesimus dan Tikhikus menyadari tugas serta tanggung jawab mereka. Sedangkan Paulus adalah rasul Tuhan. Positioning ini tetap harus jelas. Tidak akan pernah terjadi Onesimus memerintah Paulus tetapi justru sebaliknya. Namun Paulus tidak pernah bermaksud untuk memperlakukan kedua kurirnya dengan semena-mena. Di dalam salam personal Paulus terdapat satu nilai yang diajarkannya kepada jemaat Efesus yaitu bagaimana menghargai orang lain. Di tengah nuansa modern saat ini, alangkah baik jika jiwa mau menginjak orang lain semakin dikikis oleh semangat hak azasi manusia. Ironisnya, seringkali justru terjadi pembalikan posisi. Akibatnya, feodalis muncul kembali untuk menekan dengan otoritarianisme yang sangat tegas. Diharapkan semua orang Kristen tidak ikut tercemar oleh prinsip dan konsep dunia melainkan kembali pada Alkitab. Ketika menutup berkatnya, Paulus memberikan salam yang sangat indah, ”Damai sejahtera dan kasih dengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara. Kasih karunia menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa” (Ef 6:23). Untuk saat ini, salam seperti ini dianggap biasa di kalangan Kristen karena sudah sering mendengarnya dalam kebaktian setiap Minggu sebagai tradisi Kekristenan yang sangat altruistik yaitu salam yang diungkapkan dengan ketulusan hati di antara sesama anak Tuhan yang sungguh-sungguh menginginkan berkat kebaikan bagi penerima salam. Di Gereja tertentu seringkali terdengar jemaatnya mengucapkan, “Shalom!” tanpa memahami artinya. Padahal sesungguhnya salam itu tidak mudah diucapkan di kalangan Yahudi karena artinya adalah, “Damai sejahtera bagi kamu!” Salam ini mengandung pengertian dan tekad sangat mendalam yaitu bahwa di mana pun berada, orang yang mengucapkan salam itu harus rela berkorban dan hidup sebagai saluran berkat, anugerah dan kasih karunia Tuhan serta mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Konsep inilah yang dipegang oleh Paulus dan seharusnya oleh semua orang Kristen masa kini. Maka mereka yang tidak siap hati untuk itu, tidak berhak mengucapkan shalom. 35 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Namun ketika dituntut untuk mendatangkan shalom tersebut, seringkali orang merasa enggan karena terlalu egois. Padahal ketika membagikan shalom, itulah waktunya Kekristenan merasakan pimpinan Tuhan. Justru orang Kristen yang menjadi shalom, akan memiliki hidup yang semakin bertumbuh dengan indah. Ketika Paulus menyampaikan berita pada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan, dan juga ketika ia tiba di suatu tempat, salam tersebut selalu menyertai. Dalam Kis 20:17-38 Paulus sharing tentang shalom, “Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku. Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apa yang berguna bagi kamu. Semua kubritakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupun dalam perkumpulan di rumah kamu; aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itu pada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akan binasa. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku.” Biarlah the spirit to be a blessing ini menjadi kekuatan bagi orang Kristen dalam kehidupan pelayanan. Amin! 36 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me em mu ulliia ak ka an nA Alllla ah hd da an nb be errb ba ah ha ag giia a d dii d da alla am mD Diia a Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Yeremia 32:40-41/ Mazm.63:1-9/ Maz. 16:11 Yeremia 32 40 Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut kepada–Ku ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari pada–Ku. 41 Aku akan bergirang karena mereka untuk berbuat baik kepada mereka dan Aku akan membuat mereka tumbuh di negeri ini dengan kesetiaan, dengan segenap hati–Ku dan dengan segenap jiwa–Ku. Mazmur 63 1 Mazmur Daud, ketika ia ada di padang gurun Yehuda. (63–2) Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada–Mu, tubuhku rindu kepada–Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. 2 (63–3) Demikianlah aku memandang kepada–Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan– Mu dan kemuliaan–Mu. 3 4 (63–4) Sebab kasih setia–Mu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. (63–5) Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan menaikkan tanganku demi nama–Mu. 5 (63–6) Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak–sorai mulutku memuji–muji. 6 (63–7) Apabila aku ingat kepada–Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, –– 7 (63–8) sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap–Mu aku bersorak–sorai. Jiwaku melekat kepada–Mu, tangan kanan–Mu menopang aku. 8 (63–9) 9 (63–10) Tetapi orang–orang yang berikhtiar mencabut nyawaku, akan masuk ke bagian– bagian bumi yang paling bawah. Mazmur 16 11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan–Mu ada sukacita berlimpah–limpah, di tangan kanan–Mu ada nikmat senantiasa. Allah menciptakan manusia supaya mereka memuliakan Dia dan menikmati Dia. Karena itu, kebahagiaan manusia dan kemuliaan Allah harus dimengerti secara paradoks, komprehensif dan seimbang, bukannya 37 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mengutamakan yang satu dan mengabaikan yang lain. Inilah kesalahan yang terjadi: Sebagian orang mencari kebahagiaan mereka sambil membelakangi Tuhan dan akhirnya menemui kehancuran mereka sendiri. Sebaliknya, yang lain karena berpegang pada konsep teologi yang pincang mereka berusaha untuk memuliakan Tuhan tanpa pernah menikmati sukacita yang disediakan Allah bagi mereka sehingga mereka menampilkan suatu keagamaan yang penuh beban dan tidak memuliakan Allah. Dalam renungan ini kita akan melihat bahwa memuliakan Allah dan kehidupan yang berbahagia merupakan dua hal yang terkait erat dan tak terpisahkan. Pertama, pada naturnya manusia itu mengasihi dirinya sendiri, sehingga di dalam diri setiap orang terdapat kecendrungan alamiah yang mendorong dia untuk memperhatikan dan merawat dirinya. Hal ini terlihat bahkan dalam diri orang yang dalam aspek tertentu kelihatan tidak terlalu memperhatikan dirinya, tetapi sangat memperhatikan dirinya dalam hal yang lain. Blaise Pascal mengatakan, “Semua orang mencari kebahagiaan. Tidak seorangpun yang terkecuali. Walaupun sarana yang mereka gunakan itu berbeda, mereka semua tertuju kepada tujuan yang satu ini. Alasan mengapa sebagian orang pergi berperang, yang lain menghindarinya, keinginan yang sama ada di dalam diri keduanya. Hanya pandangannya saja yang berbeda.” Apakah itu hal yang salah? Tidak! Mengusahakan kebahagiaan dan sukacita kita bukanlah hal yang salah di dalam Kekristenan, karena itu adalah maksud Allah ketika menciptakan kita. Dialah yang memberikan kepada kita kemampuan untuk bersukacita dan memberikan dorongan dalam diri untuk mencari kebahagiaan kita. Ini jugalah tujuan kedatangan Yesus, yaitu supaya kita beroleh hidup dalam segala kelimpahannya (Yoh 10:10b). Kedua, apa yang dicela Alkitab bukanlah karena kita mengusahakan kebaikan dan kebahagiaan kita, melainkan karena kita mencarinya di tempat yang salah dan dengan hal-hal yang salah, yaitu di luar Tuhan. Kesalahan inilah yang ditegur oleh nabi Yeremia ketika ia mengatakan, “Sebab dua kali umatKu berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.” (Yer 2:13). Seringkali orang menganggap Allah sebagai penghalang kebahagiaan dan sukacita manusia, dan inilah salah satu alasan mereka menolak Allah, padahal sebenarnya Allah adalah sumber sukacita dan kebahagiaan kita yang sejati, dan hanya di dalam Dia saja kebahagiaan sejati itu kita dapatkan. Hal inilah yang diingatkan oleh Pascal: “Sebelumnya, dalam diri manusia terdapat kebahagiaan yang sekarang hanya tinggal bekasnya, yang sekarang ia dengan sia-sia mencoba untuk mencari dari hal-hal di sekelilingnya, mencarinya dalam hal-hal yang belum ia miliki karena apapun yang telah ia dapatkan tidak dapat memuaskan dia, tetapi semuanya itu tidak ada gunanya karena suatu jurang yang tak terbatas itu hanya dapat diisi oleh obyek yang tidak terbatas dan yang tidak mungkin berubah yaitu Allah sendiri.” Apa yang dikemukakan Pascal ini merupakan gaung dari pernyataan Augustinus jauh sebelumnya: “Ya Tuhan, Engkau telah menciptakan kami bagi diri-Mu, dan hati kami tidak akan mendapatkan kepuasan sebelum mendapatkannya di dalam Engkau.” Sungguh ironis, orang yang meninggalkan Tuhan dengan harapan dapat menikmati hidup ini dengan sepuas-puasnya adalah orang yang mengakhiri hidup mereka dalam penyesalan dan kehancuran. Sebaliknya, orang yang dengan penuh iman menyerahkan hidup mereka kepada Tuhan, menyangkal diri, memikul salib dan rela mati untuk Tuhan adalah orang yang hidupnya paling limpah dan bahagia. Inilah paradoks yang harus dipelajari oleh setiap orang. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Jim Elliot, seorang martir pionir misi kepada suku Auca di pedalaman Ekuador, ia mengatakan, “Orang yang melepaskan apa yang tidak dapat dipertahankan untuk menggenggam apa yang tidak dapat direbut daripadanya bukanlah orang yang bodoh.” 38 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketiga, kebahagiaan yang kita usahakan itu tidak pernah boleh menjadi tujuan tertinggi, yang menggeser posisi Allah sebagai yang utama di dalam hidup kita. Karena jika ini terjadi, berarti kita telah menjadikan Allah sebagai sarana pencapaian tujuan kita. Inilah kesalahan dari teologi yang bersifat antroposentris, yang dari luar kelihatan sangat rohani, tetapi pada kenyataannya sangat menghina Allah karena menempatkan Allah di bawah manusia dan diperalat bagi tujuan manusia. Sikap agama demikian tidak akan memberikan kebahagiaan sejati kepada manusia karena dengan menjadikan Allah hanya sebagai sarana, berarti manusia telah menjadikan dirinya sebagai landasan bagi kebahagiaannya, dan bukannya menjadikan Allah sebagai Tuhan yang berotoritas untuk memberi landasan bagi kebahagiaannya. Kehidupan yang tidak mengutamakan Allah ini pasti akan gagal karena manusia adalah pribadi terbatas yang dapat menopang dirinya sendiri. Hanya Allah satu-satunya yang memiliki kuasa dan anugerah untuk memberikan kebahagiaan kepada kita. Allah harus menjadi yang utama dalam hidup kita, benarlah yang dikatakan oleh raja Daud, bahwa “kasih setia-Mu lebih baik daripada hidupku” (Mz 63:4). Setiap orang yang iman yang sungguh-sungguh akan mengakui kebenaran ini. Kita belum mencapai taraf kehidupan yang sehat dan benar-benar berbahagia jika kita sudah merasa puas dengan berkat-berkat Allah dan belum melihat bahwa Allah sendiri itulah yang berkat kita, dan kebahagiaan kita. Alkitab dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan tentang sukacita melimpah dari orangorang yang menikmati hidup persekutuan yang intim dengan Allah sendiri sebagai sumber sukacita dan kebahagiaan mereka. Seperti yang diungkapkan dalam Ayub 22:25-26, “dan apabila Yang Mahakuasa menjadi timbunan emasmu, dan kekayaan perakmu, maka sungguh engkau akan bersenang-senang karena Yang Mahakuasa, akan menengadah kepada Allah.” Demikian juga dalam Mazmur 73:25-26: “Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau ? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Tuhan adalah berkat kita yang sejati, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat dibandingkan dengan Dia. Orang Kristen yang sejati mengerti bahwa sekalipun daging dan hati kita habis lenyap, dunia bergolak, harta kita lenyap, kekasih pergi meninggalkan dia, namun asal ada Tuhan maka ia tetap dapat beria-ria. Tuhan memampukan kita untuk bersukacita dalam segala keadaan. Keempat, kebahagiaan merupakan buah dari kehidupan yang memuliakan Tuhan. Dengan kata lain, kita baru dapat menikmati kehidupan yang bahagia ketika kita hidup memuliakan Allah, sebab kehidupan yang memuliakan Allah merupakan kehidupan yang berbahagia itu sendiri. Inilah paradoksnya, kehidupan yang memuliakan Tuhan tidak meniadakan kebahagiaan, sebaliknya justru menyempurnakannya. Ketika C.S. Lewis menggumulkan hal memuliakan Allah yang demikian sering muncul dalam kitab Mazmur, dia menemukan pemahaman yang sangat indah. Ia menjelaskan: ada hal yang sering dilewatkan oleh manusia dalam memuji Tuhan atau apa saja. Mengenai pujian seringkali kita hanya berpikir tentang memberikan pujian itu – sekedar suatu kewajiban belaka – dan mengabaikan kesukaan spontan yang mengalir dalam pujian itu. Dunia menari bersama kita ketika kita memuji. Ketika seorang kekasih memuji pasangannya, pembaca terhadap bacaan kesukaannya, palancong terhadap tempat favoritnya. Kita mengalami kesukaan yang melimpah ketika kita memuji apa yang kita sukai, karena pujian bukan hanya mengungkapkan sukacita tetapi menyempurnakannya. Pujian adalah penyempurnaan yang ditentukan oleh Allah. Ketika kita memuji Tuhan, ketika kita hidup memuliakan Dia, kita akan menemukan sukacita dan kebahagiaan kita disempurnakan di dalamnya. Dan Allah dimuliakan dalam sukacita yang kita nikmati di dalam Dia. Jikalau usaha kita untuk memuliakan Allah menjadi beban yang berat, dan tidak ada sukacita 39 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dan kebahagiaan di dalamnya, berarti ada sesuatu yang salah dalam ibadah dan kehidupan kita. Ajaran bahwa kehidupan yang memuliakan Allah harus meniadakan motivasi dan kesiapan kita untuk menikmati sukacita di dalam Tuhan bukanlah ajaran Alkitab, tetapi ajaran etika kewajiban dari Immanuel Kant. Kant mengajarkan bahwa suatu tindakan kebaikan tidak lagi baik jika terdapat motivasi untuk diri kita sendiri. Alkitab mengajarkan kita untuk menghampiri Tuhan dengan motivasi yang murni dan tidak memperalat Dia, tetapi sekaligus menjanjikan berkat bagi orang yang mencari Allah dengan sikap yang benar. Alkitab tidak mengajarkan kita untuk menghampiri Allah dan memuliakan Dia semata-mata karena kewajiban. Karena sikap demikian, meniadakan sukacita yang merupakan ciri-ciri dari ibadah yang sangat diperkenan Tuhan. Perbuatan yang dilakukan karena kewajiban sangat berbeda dengan perbuatan yang didorong oleh kasih. Segala sesuatu yang dilakukan karena dorongan kasih yang tulus akan ditandai dengan keunggulan/terbaik dan kesukaan. Kita tidak mungkin memuliakan Allah jika pengabdian kita tidak disertai dengan sukacita dan kasih yang tulus kepada-Nya. Firman kebenaran seharusnya membuat kita untuk melihat Allah yang mulia, kudus dan sempurna di dalam karakter, kuasa dan kebaikan-Nya, dan inilah yang menjadi landasan bagaimana ia berespon kepada Allah, yaitu membuat dia memuliakan Allah dengan penuh sukacita. Amin! 40 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke ette errb bu uk ka aa an ns se ellu urru uh hh ha attii k ke ep pa ad da aA Alllla ah h Oleh: Pdt. Johanes Lilik Nats: 5 Matius 6:5-15 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah–rumah ibadat dan pada tikungan– tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. 6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. 7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele–tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata–kata doanya akan dikabulkan. 8 Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada–Nya. 9 Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama–Mu, 10 datanglah Kerajaan–Mu, jadilah kehendak–Mu di bumi seperti di sorga. 11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya 12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; 13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama–lamanya. Amin.) 14 Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. 15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Khotbah kali ini akan membahas Matius 6:5-15, terutama ayat 5-8 tentang hal berdoa. Dalam perikop tersebut, penulis menggambarkan bahwa Allah sangat membenci kemunafikan, tapi Dia senang bertemu dan berbicara dari hati ke hati dengan umat tebusan-Nya, seperti seorang bapa yang sangat mengasihi anaknya, memanggilnya untuk diajak bicara supaya dapat menikmati Dia. Di dalam buku Katekisasi Westminster ada sebuah pertanyaan demikian, “Apa tujuan yang terbesar dan terutama dalam kehidupan manusia?” Dan jawabannya yaitu “Untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selama-lamanya.” Namun, jemaat Gereja Protestan pada umumnya sangat pandai dalam hal memuliakan Allah tapi sangat bodoh sekali di dalam menikmati hadirat Allah dan persekutuan dengan-Nya, yang sebenarnya merupakan suatu pengalaman rohani yang penuh berkat, sangat indah dan mendalam. Sebab Dialah Pencipta yang memiliki kedalaman-kedalaman yang penuh dengan rahasia yang selalu baru, tak terbatas dan tak terselidiki oleh 41 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akal budi manusia dan pemahaman hati yang terdalam sekalipun. Mereka pandai memperjuangkan kesucian dalam hidup dengan melakukan segala sesuatu sebaik mungkin dan memberikan persembahan perpuluhan secara teratur, namun mengabaikan Injil. Sebaliknya, malaikat di Surga tidak bosan-bosannya berseru-seru memuji dan memuliakan Tuhan karena mereka menikmati Allah di dalam persekutuan dan puji-pujian kepada-Nya. Dalam Matius 6:5 dikatakan, “Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik.” Dari penampilan luar, seorang munafik kelihatannya dengan sepenuh hati bersyukur dan memuji Tuhan atas berkat-Nya, namun di dalam hatinya ia memaki-maki Tuhan. Dalam ayat selanjutnya dikatakan, “Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.” Ini bukanlah suatu komunikasi dan doa kepada Tuhan melainkan kepada orang lain yang sedang lalu lalang. Sebenarnya, ia lebih berfokus pada dirinya sendiri dan bukan pada Tuhan yang mendengarkan doanya. Berkenaan dengan ini, Tuhan Yesus berkata, “Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” Maka barometer yang mengukur kesungguhan dalam berdoa itu bukan orang lain tetapi Allah. Sesungguhnya, Tuhan menghendaki orang Kristen berdoa dengan satu sikap hati yang rindu berkomunikasi dengan Tuhan secara terbuka, jujur dan tulus di hadapanNya walaupun Tuhan telah mengetahui seluruh isi hati setiap orang. Seringkali para hamba Tuhan, pengurus Gereja dan jemaat mampu berdoa dengan lancar tapi tanpa hati. Ketika seorang anak Tuhan berdoa dengan ketulusan hati, kejujuran dan keterbukaan kepada Tuhan serta menyerahkan semuanya kepada Tuhan, mengalirlah berkatberkat Tuhan dari Surga turun kepadanya. Yohanes Calvin di dalam bukunya mengatakan, “Prinsip hati yang pertama dan terutama pada waktu berdoa adalah keterbukaan hati yang total di hadapan Allah.” Berikutnya, Matius 6:6 mengatakan, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” Ayat ini bermaksud bahwa orang Kristen harus menyediakan waktu yang sangat istimewa untuk berdoa dan mencari Allah dengan segenap hati di tempat tersendiri karena doa adalah suatu komunikasi pribadi dan personal yang bersifat mendalam dan merupakan pencurahan seluruh isi hati kepada Tuhan bahkan dengan tetesan air mata atau gelak tawa. Seringkali, orang Kristen jarang berdoa dengan air mata demi jiwa yang terhilang. Inilah kecelakaan atau ketidaknormalan rohani. Setelah ditebus oleh Tuhan dan dibeli dengan harga termahal yaitu dengan nyawa-Nya yang paling berharga, Allah ingin manusia berkomunikasi dan bersekutu dengan Dia lebih dari apapun juga. Dia memanggil orang-orang tebusan-Nya, “Bawalah kemari orang-orang yang Kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku berdasarkan korban sembelihan,” (Mzm. 50:5) karena Ia mau menyatakan kasih-Nya. Orang Yahudi ultra Ortodoks memiliki aturan Taurat yang harus dilakukan untuk bisa masuk ke Surga, yaitu berdoa kepada Tuhan dan menikmati Taurat Tuhan dalam waktu yang dikhususkan sebanyak tujuh kali sehari, tepat seperti yang dikatakan dalam Mzm. 119:164, “Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukumMu yang adil.” Tapi bukan berarti semua orang Kristen harus berdoa dan menikmati Firman-Nya sebanyak tujuh kali sehari seperti itu. Dalam satu hari sudah selayaknya disediakan waktu yang khusus untuk berjumpa dengan Tuhan dalam doa, seperti Tuhan Yesus yang sekalipun Dia adalah Anak Allah dan Dia dapat berbicara kepada Bapa-Nya setiap saat, tetapi Yesus mengambil waktu yang khusus di malam hari sebelum tidur dan di pagi hari sebelum semua orang mulai bekerja atau mungkin murid-muridNya masih tidur, untuk berdiam diri, berdoa, bersekutu dan menikmati hadirat Allah Bapa-Nya. Firman Tuhan mengatakan, “Di hadapan-Mu, ya Allah, ada sukacita dan nikmat yang berlimpah-limpah 42 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 senantiasa.” Tuhan mampu memberikan cintakasih yang luar biasa berlimpah dan mampu membangun kerohanian seseorang. Selanjutnya dalam Matius 6:7 dikatakan, “Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.” Tuhan tidak akan pernah bertele-tele jika hendak memberitahukan maksud-Nya. Maka dalam doa pun, orang Kristen tidak perlu bertele-tele karena Dia telah mengetahui apa yang mau disampaikan. Janganlah memakai suatu kebiasaan atau formula rohani yang palsu seperti bahasa Roh palsu yang sekarang sering dipakai, yang sebenarnya tidak bertatabahasa dan juga tidak bermakna. mengatakan, “Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” Ayat ini masih berhubungan dengan Yakobus 4:2-3, “Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Jadi, walaupun manusia berupaya semaksimal mungkin namun tanpa doa, maka dia tidak akan mendapatkan apa yang diinginkannya karena ada beberapa hal khusus yang akan diberikan hanya melalui doa kepada Allah. Ada pula beberapa hal lain yang pasti Tuhan berikan dan sediakan tanpa perlu diminta melalui doa, seperti makanan, kesehatan, keturunan, dan sebagainya. Matius 6:8 Sebagai contoh, Hana dan Penina berdoa dengan susah payah meminta keturunan namun Tuhan tidak segera memberikannya. Pada akhirnya, barulah Tuhan memberikan keturunan yang diminta. Anak yang diberikan Allah sebagai hasil pergumulan doa itu adalah anak yang khusus dan spesial karena doa membuat segala sesuatu berasal dari tangan Tuhan secara spesial. Karena itu, doa disebut sebagai means of grace (alat anugrah yang spesial dalam Kristus). Orang yang banyak berdoa akan menerima banyak hal yang khusus dan spesial dari Tuhan. Sebaliknya, orang yang tidak pernah berdoa, tidak akan menerima hal yang spesial. Setelah berdoa selama bertahun-tahun, Hana dan Penina dikaruniai seorang anak bernama Samuel yang akan mengurapi dua raja yaitu Raja Saul dan raja terbesar dari bangsa Israel, Raja Daud. Tuhan Yesus mengajarkan agar semua orang Kristen berdoa dengan tidak jemu-jemu. Amin! 43 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke ep pa as sttiia an nk ke es se ella am ma atta an n Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan Nats: Ibrani 5:11-14; 9:26-28/ 1 Yohanes 5:11-13; 3:9; 1:9 Ibrani 5 11 12 13 14 Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan. Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas–asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras. Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang–orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat. Ibrani 9 26 27 28 Sebab jika demikian Ia harus berulang–ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri–Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban–Nya. Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri–Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri–Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia. 1 Yohanes 5:11-13 11 12 13 Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak–Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal. 1 Yohanes 3 9 Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. 1 Yohanes 1 9 Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan. 44 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Khotbah kali ini akan membahas tentang hal pertobatan dan keselamatan yang seringkali dipertanyakan oleh kebanyakan orang Kristen. Penulis Kitab Ibrani juga kerap kali menjumpai orang Kristen di Ibrani yang sudah cukup lama mengenal Tuhan Yesus, bahkan hidup dalam kebenaran Tuhan dan menampilkan kesaksian sebagai orang percaya tetapi ternyata kehidupan imannya tidak bertumbuh karena adanya masalah mendasar dalam pengertian akan iman Kristen yaitu hal pertobatan atau keselamatan, kepercayaan kepada Allah, pembaptisan dan segala sesuatunya, seperti yang tertulis dalam Ibrani 6. Walaupun sudah dipergumulkan secara terus menerus namun pengertian yang didapat tidak pernah tuntas dan mereka masih mempertanyakan perihal keselamatan yang mereka miliki setelah percaya kepada Tuhan Yesus hingga tidak mampu melihat hal lain yang lebih besar. Sesungguhnya, yang menjadi problem utama adalah ajaran seorang pendatang yang menyatakan bahwa kepercayaan kepada Tuhan Yesus saja tidaklah cukup tapi harus disertai dengan praktek tradisi ibadah hukum Taurat yang merupakan warisan Musa yang sangat berharga bagi orang Israel. Inilah pengertian dari istilah murtad yang dibahas dalam seluruh bagian Kitab Ibrani yang sebenarnya tidak berkaitan dengan penebusan Kristus atau perihal keselamatan melainkan dengan hal pola ibadah. Setelah menerima korban penebusan Tuhan Yesus, orang Ibrani berpaling dari tujuan hidup ibadah yang sesungguhnya dan kembali pada pola hidup ibadah Perjanjian Lama yang kerap kali melakukan penyembelihan hewan korban persembahan sebagai tanda pengakuan dosa. Karena itulah, penulis Kitab Ibrani menjadi sangat marah dan berkata, “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar.” Berkaitan dengan perihal keselamatan, dosa yang kecil sekalipun sudah cukup untuk membawa seseorang masuk ke dalam penghukuman Allah. Karena itu, beberapa orang Kristen mengatakan bahwa perihal dosa telah menempatkan manusia di persimpangan jalan antara Neraka dan Surga, walaupun sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya. Sesungguhnya, keselamatan itu bergantung kepada kesempurnaan karya Kristus di kayu salib. Alkitab di seluruh bagiannya, terutama dalam 1 Yoh 5:11-13 menyatakan suatu prinsip penting yaitu “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” dan keselamatan itu terjadi hanya satu kali dan sempurna serta bersifat kekal dan tidak akan pernah berubah selamanya. Kalau Tuhan Yesus sudah memiliki hidup seseorang maka Alkitab menjanjikan sukacita yang besar baginya yaitu hidup kekal bersama Tuhan di Surga setelah kehidupan di dunia ini. Setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus harus mengetahui hal ini sebagai jaminan kepastian keselamatan. Darah penebusan tidak tercurah dengan sia-sia melainkan untuk menggenapkan rencana Tuhan Allah dalam hal keselamatan dan penebusan dosa manusia. Dosa yang telah dilakukan setelah menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus Kristus tidak akan mempengaruhi hidup keselamatan seseorang sampai kedatangan Tuhan yang kedua kalinya karena Kristus mati di kayu salib hanya satu kali untuk menggenapi tuntutan murka Allah bagi pengampunan dosa, tepat seperti yang tertulis dalam Ibrani 9:26-28 yang mengatakan, “Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya. Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi, demikian pula Kristus hanya satu kali saja mengorbankan diri-Nya untuk menanggung dosa banyak orang. Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia.” 45 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Setelah mendapatkan kepastian keselamatan, masalah selanjutnya adalah kemungkinan bagi orang Kristen yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus untuk berbuat dosa dan pengaruhnya terhadap keselamatan. Dalam 1 Yoh 3:9 dikatakan, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.” Orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus tidak akan terus menerus berada di dalam dosa karena dia berkemampuan untuk menghindari dosa, tapi bukan berarti dia tidak mungkin berbuat dosa. 1 Yoh 1:8 mengatakan, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka berarti kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” Sebaliknya orang yang belum menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadinya, tidak mempunyai kemampuan untuk tidak berbuat dosa. Bagi orang percaya, dosa yang telah dibuatnya tidak akan berpengaruh pada keselamatan yang diberikan oleh Tuhan karena keselamatan itu bersifat posisi sehingga ketika Tuhan menyelamatkan seseorang maka menurut Kolose dia sudah berpindah posisi dari kuasa kegelapan menuju kepada Terang Kerajaan Tuhan yang ajaib. Dengan demikian hubungannya dengan Tuhan sebagai anak Allah bersifat kekal dan tidak akan pernah berubah namun persekutuannya dengan Tuhan bisa rusak ketika berbuat dosa. Cara menyelesaikan masalah dan memulihkan persekutuan dengan Tuhan tertulis dalam 1 Yoh 1:9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Dengan kata lain, ayat ini mengatakan bahwa jika ada pengakuan maka pengampunan akan diberikan. Pengakuan dosa bukan berarti Tuhan tidak mengetahui dosa yang telah dilakukan, tapi menunjukkan suatu kerendahan hati untuk mengatakan dosa adalah dosa dengan tulus, jujur dan terbuka serta tidak mencoba untuk berdalih dengan Tuhan untuk membela diri. Selain itu, pengakuan dosa tidak melihat jumlah dosa yang telah dilakukan dan tingkat kesengajaan pelakunya. Dalam pengakuan dosa juga harus disertai dengan pengucapan syukur atas anugerah dan pengampunan yang telah Tuhan berikan. Jikalau Tuhan berkenan menegur orang yang berbuat dosa, seharusnya dia bersyukur karena itu berarti bahwa Tuhan masih menyayanginya dan menghendaki dia segera bertobat. Ada dua macam pertobatan yaitu pertobatan di awal hidup percaya dan pertobatan yang terjadi di dalam hidup beriman. Pertobatan di awal hidup percaya dilakukan hanya satu kali dan selamanya serta menyucikan dan mengubah status seseorang menjadi anak Allah. Sementara pertobatan dalam hidup beriman terjadi berulang kali untuk menyucikan diri dari dosa yang telah diperbuat hingga semakin menyerupai teladan Kristus namun tidak akan pernah mengubah statusnya sebagai anak Allah. Kalau pengertian tentang hal pertobatan dan keselamatan ini sudah dipahami secara tuntas maka setiap orang Kristen akan mempunyai keberanian untuk terus berjalan menuju kepada pengalaman iman yang lebih limpah lagi bersama Tuhan. Pengertian tentang kedua hal tersebut sudah memberikan suatu penghiburan dan kepastian yang kokoh serta menjadi modal awal dan dasar pijak untuk masuk ke dalam pengalaman yang lebih limpah dengan Tuhan. Oleh karena itu, orang Kristen tidak perlu lagi mencari keselamatan yang lain, sebaliknya harus mengucap syukur dan mengaplikasikan hidup imannya. Orang Kristen tidak memerlukan berbagai macam ramalan karena pimpinan Tuhan sudah cukup adanya. Kepastian akan keselamatan ini mampu membawa seseorang masuk ke dalam kelimpahan pergaulan intim dengan Tuhan dan memberikan keberanian untuk bertemu dengan Dia. Amin! 46 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Krriis sttu us s tte erra an ng gd du un niia a Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno Nats: Yoh. 1:1-12/ Yoh. 12:35/ Mazmur 36:9 Yohanes 1 1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama–sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. 2 3 Ia pada mulanya bersama–sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. 4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. 5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. 6 Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; 7 ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. 8 Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. 9 Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. 10 Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh–Nya, tetapi dunia tidak mengenal– Nya. 11 Ia datang kepada milik kepunyaan–Nya, tetapi orang–orang kepunyaan–Nya itu tidak menerima–Nya. 12 Tetapi semua orang yang menerima–Nya diberi–Nya kuasa supaya menjadi anak–anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama–Nya; Yohanes 12 35 Kata Yesus kepada mereka: "Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. Mazmur 36 9 (36–10) Sebab pada–Mu ada sumber hayat, di dalam terang–Mu kami melihat terang. Khotbah kali ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam melihat kondisi kehidupan manusia di dunia yang gelap dan peranan Kristus di tengah dunia. Sudah selayaknyalah jika semua orang Kristen bersyukur karena secara manusiawi mereka tidak mungkin berubah dengan kekuatannya sendiri. Barangsiapa berada di dalam kegelapan, berarti ia telah terperangkap di dalam ketertipuannya. Maka ketika ia masih diperbolehkan keluar dari jebakan itu, sepantasnya bersukacita dan bersyukur atas anugerah Tuhan yang besar karena sesungguhnya di dalam dirinya tidak berpotensi untuk itu. Sehingga tak seorang pun diperbolehkan untuk menyombongkan diri dan menganggapnya sebagai hasil usahanya. 47 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Jikalau diperhatikan baik-baik, banyak berita di berbagai media massa yang mengungkapkan tindakan kriminal seperti peristiwa pembunuhan massal di Ambon dan Sampit. Itu merupakan satu bukti bahwa dunia ini sudah terlalu gelap. Besar kemungkinan para pelaku kejahatan itu tidak akan menyadari bahwa tindakan kriminal itu salah hingga mereka sendiri menjadi korban dan hancur. Yoh 1 ingin menyampaikan bahwa dunia ini adalah dunia yang celaka dan gelap namun di dalam kegelapan itulah Tuhan Yesus datang untuk membawa Terang ke dalam dunia yang akan menerangi manusia. Tapi ketika Kristus datang, justru dunia yang sesungguhnya adalah milik-Nya menolak. Alkitab mengingatkan kembali melalui perkataan Tuhan Yesus dalam Yoh 12:35, “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi.” Kalimat ini sangat tajam dan membukakan suatu realita dunia. Ketika seseorang hidup dalam kegelapan, ia tidak sadar dan tidak mengerti kalau sedang berada dalam kegelapan. Lalu pada akhirnya ia dibelenggu dan dibinasakan oleh kegelapan itu. Ketika Tuhan memperbolehkan ia keluar dari kegelapan dan masuk ke dalam Terang, maka anugerah itu bersifat kekal, sangat besar dan bermakna. Alkitab juga mengatakan bahwa manusia memerlukan kuasa untuk dapat masuk ke dalam Terang. Sebelum memahami perubahan ini, sebaiknya terlebih dahulu mengerti perihal kegelapan yang dibicarakan oleh Alkitab dan yang menjadi konsep dunia. Kegelapan itu tidaklah sederhana. Semakin lama kegelapan itu semakin tidak mudah dipahami. Kegelapan merupakan suatu kondisi keabsenan atau kenihilan terang di mana terang sebagai suatu kondisi yang seharusnya, sedangkan gelap bukan merupakan suatu keberadaan tersendiri. Menurut Alkitab, Terang itu memang ada tetapi bukan berarti ada kegelapan. Jika suatu ruangan itu gelap berarti tidak ada terang. Inilah suatu prinsip Alkitab yang penting dan harus dimengerti. Alkitab tidak menyetujui konsep dualisme yang menyatakan kegelapan dan terang sebagai dua wilayah yang bertentangan tapi sama kuat, sejajar dan saling meniadakan hingga pada akhirnya keduanya habis (nihilisme). Selain itu, kegelapan tidak dapat diukur secara gradasi tetapi terang dapat diukur ketajaman sinarnya. Sehingga jikalau kita ingin mengurangi terang, maka kita dapat mematikan sebagian lampu dan ruangan akan menjadi lebih redup. Ketika seseorang masuk ke dalam kegelapan, menurut Yoh 1 hal ini disebabkan karena keterpisahan dari sumber keberadaannya. Yoh 1:3 mengatakan bahwa Kristuslah Terang dan sumber keberadaan dasar yang membuat semua keberadaan menjadi ada, tetapi keterpisahan dari Kristus berarti tidak mungkin ada yang ada dan tidak ada yang dapat diadakan. Kegelapan mampu menempatkan seseorang dalam suatu kondisi paradoks yang menakutkan. Ia akan merasa yakin dalam melangkah namun pada saat yang sama ia juga merasakan suatu ketakutan karena sesungguhnya ia semakin jauh berada dalam kondisi yang berbahaya. Biasanya seseorang akan sangat berhati-hati pada saat melangkah untuk pertama kalinya karena masih ada keraguan. Tapi, ketika ia merasa tidak ada sesuatu yang buruk terjadi maka ia akan melanjutkannya dengan langkah kedua, ketiga dan seterusnya. Dan pada suatu saat ia pasti menabrak sesuatu yang tidak dilihatnya karena gelap. Itulah jalan di dalam kegelapan di mana seseorang tidak dapat membedakan yang benar dan salah, bahkan kehilangan orientasinya karena terjebak dalam suatu kondisi atau posisi relatifisme dan subyektifisme. 48 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Pertama, kegelapan dalam pengertian umum yaitu kegelapan yang sangat jahat dan tidak bermoral sampai orang dunia pun mengerti bahwa tindakan itu jahat. Ketika seseorang melakukan kejahatan level pertama ini maka semua orang dunia akan mampu menilai ia jahat dan mengutuki tindakan tersebut. Kalau pelaku merasa dirinya tidak bersalah maka tekanan sosial akan lebih banyak terjadi. Biasanya hal ini terjadi sejauh berkaitan dengan interpersonal relationship. Seseorang dianggap jahat jika ia merugikan dan mencelakakan orang lain namun pelakunya belum tentu menyadari dan menerimanya. Saat ini, jumlah orang yang berbuat kejahatan di level ini semakin meningkat hingga dunia ini menjadi terlalu berbahaya dan tidak nyaman. Alkitab mengatakan bahwa jika Tuhan membuka Terang bagi pelaku kejahatan itu maka ada jalan keluar dari kejahatan yaitu melalui pertobatan. Kalau orang itu pada akhirnya dapat menyesali segala kejahatannya bahkan sampai menangis di hadapan Tuhan, maka itulah anugerah Terang yang terlalu besar karena hati dan pikiran sebagian besar orang sudah terlalu keras, beku dan jahat untuk dapat mengakui diri sebagai orang yang berdosa. Pertobatan ini membutuhkan pengorbanan, kesadaran dan kerelaan tapi yang terutama adalah anugerah Tuhan turun ke atasnya. Kedua, kejahatan di dalam tinjauan Kekrtistenan yang lebih sulit daripada level sebelumnya. Dalam Matius 19 dicatat, seorang pemuda merasa dirinya baik karena menurut konsep dunia, barangsiapa tidak pernah membunuh, berzinah, mencuri, bersaksi dusta, dan mengingini barang orang lain, ia adalah orang yang baik. Dengan kata lain, hukum Taurat kelima hingga kesepuluh sudah dilaksanakan dengan baik. Namun Tuhan Yesus justru mengatakan ia bukan orang baik dan pada akhirnya terbukti bahwa pemuda itu memang bukan orang baik karena hukum Taurat pertama sampai keempat belum dilakukan. Inti hakikat hidupnya bukanlah sebagai orang baik tapi hanya baik pada permukaannya. Alkitab mengatakan bahwa perihal dosa dan kegelapan bukan disebabkan oleh perbuatan yang merugikan orang lain karena itu hanyalah merupakan ekstensi dosa. Kebaikan seseorang tidak diukur dari level relatifisme, subyektifisme dan humanisme karena kebaikan semacam itu hanyalah pada kriteria filsafat umum manusia. Alkitab mengatakan bahwa kebaikan adalah sikap seseorang di hadapan Tuhan. Ketika ia melanggar perintah Tuhan maka ia telah berbuat jahat karena pertimbangan kebaikan dan kejahatan tidak tergantung pada manusia melainkan kepada Tuhan. Jadi kondisi kebaikan pada level ini mempunyai standard yang lebih tinggi dari yang dunia bisa mengerti. Bagi dunia yang gelap ini, orang yang berada dalam kegelapan level kedua ini masih tergolong orang baik. Tapi bagi Kekristenan, itu hanya suatu egois pribadi agar di depan orang banyak, ia terlihat baik dan hebat tanpa memperhatikan Tuhan. Dalam Matius 19, kebaikan anak muda itu tidak tepat seperti yang Tuhan inginkan karena uang telah menjadi tuan atas hidupnya. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk memilih Neraka tapi dapat hidup kaya di dunia ini daripada miskin tapi masuk Surga. Orang semacam ini jauh lebih sulit untuk disadarkan, dibanding dengan orang yang melakukan kejahatan level pertama. Yang bisa menyadarkannya hanyalah orang Kristen. Ketiga, kegelapan di level tuntutan Tuhan. Walaupun Hukum Taurat sudah dijalankan dengan baik, ditambah lagi dengan baptisan dan segala macam pelayanan di rumah Tuhan, tapi bagi Tuhan, itu belum cukup memadai untuk menerima anugerah Terang keselamatan dan hidup kekal karena tidak memiliki konsep yang benar. Dari sudut pandang orang dunia, orang semacam ini sudah terlalu baik, dan begitu pula dari sudut pandang orang Kristen, tapi di hadapan Tuhan, orang itu masih berada di dalam kegelapan karena jiwa dedikasinya belum muncul. Dalam Roma 10:1-3 Paulus berkata, “Saudara-saudara, keinginan 49 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah.” Seperti ketika seseorang melayani dan bekerja dengan giat bukan karena pengertian yang tepat di dalam iman Kristen mengenai siapakah Tuhan itu dan bagaimana respon hidupnya di hadapan Tuhan, tapi demi kepentingannya sendiri. Ketika ia mendapat kritikan atau minta sesuatu pada Tuhan tapi tidak diberi, maka ia menjadi sangat marah. Di sini ia telah membangun konsep sendiri dan tidak bersedia menerima konsep Tuhan. Jika diperhatikan dengan baik, ternyata aspek kegelapan sangat serius mencengkeram hidup seseorang tetapi seringkali hal ini diremehkan oleh dunia. Selayaknyalah orang Kristen menyadari bahwa Kekristenannya disebabkan karena kuasa Tuhan yang menariknya keluar dari jebakan kegelapan dan menjadikannya sebagai anak Tuhan yang tidak mempermalukan nama Tuhan melainkan mendedikasikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Amin! 50 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Krriis sttu us sm me en ng ga am mb biill rru up pa as se eo orra an ng gh ha am mb ba a Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno Nats: 5 Filipi 2:5-11 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri–Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri–Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada–Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! Dalam rangka menyongsong Minggu Paskah, khotbah kali ini akan menyoroti secara spesifik satu teladan Adam sejati yang hidup sesuai dengan kehendak Allah dan sangat luar biasa di dalam semangat perhambaan, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Karena itulah, Paulus menulis suatu pujian atau puisi dalam Filipi 2 yang terkenal sebagai pujian doksologi kepada Kristus, yang sekaligus merupakan suatu berita yang sangat serius karena mengandung satu prinsip terpenting di dalam Kekristenan. Ketika hidup di tengah dunia ini, dengan karunia keselamatan yang telah diterima, hendaknya semua orang Kristen tidak sekedar mencari suatu egoisme pribadi untuk dapat menikmati kehidupan kekal di surga lalu berpikir dan bertindak mengikuti nafsu kedagingan hingga menimbulkan jiwa arogan dan keinginan untuk ditinggikan seperti seorang tuan. Jika hal itu terjadi, berarti manusia telah gagal menjadi citra yang sesungguhnya. Sebagai seorang anak Tuhan, seharusnya di dalam dirinya terjadi suatu perubahan yang dahulu tidak mungkin terjadi karena berada di luar Kristus dan di dalam dosa serta dicengkeram oleh kuasa kegelapan dan di bawah penaklukan iblis yang jahat. Untuk dapat berubah menjadi serupa dengan jiwa Kristus dan bukan demi keselamatan semata, diperlukan suatu pertobatan yang merupakan sentuhan Kristus sendiri yang telah menebus dosa manusia. Ketika Allah menciptakan manusia, Ia menginginkan suatu model dan sifat tertentu sebagai manifestasi dari maksud-Nya semenjak awal penciptaan yang boleh terlihat di tengah dunia ini. Karena itu, Filipi 2 dimulai dengan satu kalimat tegas dan sangat menyentuh yang menyatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam 51 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan.” Dengan demikian, Paulus sungguh-sungguh dipakai oleh Tuhan untuk menuliskan satu konsep penting yaitu bahwa pikiran dan perasaan orang Kristen seharusnya berubah menjadi serupa dengan Kristus sehingga dia layak disebut sebagai anak Allah sejati yang sungguh-sungguh beribadah dan mempermuliakan Tuhan. Konsep ini sangat kontras dengan yang dicitrakan oleh dunia. Pada saat ini, mulai bermunculan satu tekanan besar di tengah dunia yang mencoba mendesak setiap orang untuk berusaha menjadi seorang investor melalui multilevel marketing atau direct selling karena dengan posisi hanya sebagai seorang pegawai, ia merasa belum menjadi orang, bahkan menjadi seorang businessman sekalipun belum cukup memadai. Seorang businessman harus bekerja keras mengusahakan modal yang dimilikinya agar memperoleh keuntungan. Berbeda dengan businessman, seorang investor tidak harus bekerja keras melainkan memotivasi orang lain untuk bekerja keras mengusahakan modal yang dimilikinya agar dia sendiri memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Konsep ini yang dianggap sebagai cara terbaik oleh dunia, sebenarnya sangat tidak logis karena jika semua orang menjadi investor maka tidak akan ada orang yang menjadi pegawai yang harus bekerja keras untuk mengusahakan modal yang ada. Psikologi humanistik juga mengajarkan untuk mengaktualisasikan diri dan tidak tergantung pada orang lain sehingga pada akhirnya berhasil menjadi seorang tuan dan seumur hidup tidak akan pernah diperintah dan diatur oleh orang lain tapi memerintah dan mengatur semua orang. Dalam Filipi 2, Kristus justru mengajarkan hal yang berlawanan. Cara berpikir dan perasaan Kristus sungguh berbeda dengan ajaran dan perasaan yang dunia tegakkan, yaitu suatu semangat kerendahan hati dan jiwa seorang hamba atau servanthood (kepenatalayanan) di dalam kehidupan. Alkitab menegaskan bahwa semua orang Kristen harus belajar merendahkan diri menjadi seorang hamba dan taat sampai mati. Selain itu, Paulus juga menekankan kepada jemaat Filipi dan semua orang Kristen supaya belajar untuk tidak mempertahankan dan memperhitungkan hak dengan sukarela sehingga tidak mengganggu eksistensi. Ketika orang dunia menekankan hak dan muncul suatu keinginan untuk menjadi seorang tuan, sebenarnya yang diperjuangkan adalah pengakuan akan eksistensi dirinya sendiri. Tetapi justru perjuangan itulah yang menyebabkannya kehilangan eksistensi diri dan pada akhirnya jatuh secara perlahanlahan sampai hancur total karena pikiran dan perasaan hatinya yang semakin tak menentu itu akan merongrong seluruh hidupnya. Alkitab justru mengajarkan bahwa sepanjang Yesus hidup di dunia, semua tindakan-Nya, pernyataan dan keberadaa-Nya serta seluruh sejarah-Nya menunjukkan bahwa Dialah Allah dan eksistensiNya tidak perlu diragukan lagi. Walaupun demikian, Ia tidak pernah menyatakan diri-Nya sebagai Allah karena prinsip-Nya yaitu jiwa servanthood. Sejak semula Ia sudah menyatakan bahwa kedatanganNya ke dunia ini bukan untuk dilayani tapi untuk melayani dan menyerahkan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. Sekalipun manusia tidak mau menerima-Nya sebagai Tuhan Allah, eksistensi-Nya tetap tidak terganggu dan tergeser karena kerelaan-Nya untuk merendahkan diri dan mengambil rupa seorang hamba tanpa perlu direlasikan dengan asumsi orang lain secara langsung. Ini justru membuat Kristus mempunyai suatu kestabilan dan misi yang sangat tegas dan menjadikan-Nya sebagai teladan terbesar dan tersempurna. Dengan demikian, orang Kristen seharusnya rela merubah paradigma duniawi dan kehidupannya yang berdosa menjadi kehidupan sejati berdasarkan konsep ajaran Kristus. Jikalau hal itu dapat dilakukan berarti Filipi 2 sudah terlaksana dan imannya telah bertumbuh. Prinsip pertama, kerelaan melepaskan hak dan milik yang harus dipertahankan hingga menimbulkan suatu kerendahan hati. Alkitab memberikan suatu paradoks yang berlawanan dengan konsep dunia yaitu bahwa 52 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 jika sesuatu itu dipertahankan maka hal itu akan hilang tapi sesuatu yang dilepaskan akan didapat. Ajaran Alkitab ini sangat tepat. Di dalam kebenaran, setiap hal yang dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan hak yang dengan rela dilepaskan maka saat itulah semuanya akan dapat diperoleh. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan bahwa jika seseorang mempertahankan nyawanya maka ia akan kehilangan nyawanya. Kalau ia rela melepaskan nyawanya karena Tuhan maka ia akan mendapatkan nyawanya. Kristus pun telah memberi teladan dengan melepaskan hak kealahan-Nya dengan kemurnian dan ketulusan jiwa pelayanan karena BapaNya akan meninggikan Dia hingga semua lutut akan bertelut dan semua lidah akan mengaku bahwa Dialah Tuhan demi kemuliaan Allah Bapa. Tapi ini bukan berarti Kristus melepaskan hak-Nya demi mendapatkan peningkatan itu. Justru ketika seseorang dengan kerelaan yang murni bersedia merendahkan dirinya maka pada saat itulah orang lain, yang mengerti akan kebenaran, menghormatinya dan Tuhan sendiri akan melihat kebaikan hamba-Nya dan menghargainya serta memberikan suatu imbal balik dan mengembalikannya pada posisi yang seharusnya karena keadilan Tuhan tetap berjalan secara seimbang. Tidak seharusnya manusia mencari identitas diri tetapi biarlah Tuhan yang memposisikannya pada identitas yang seharusnya. Prinsip kedua, kerelaan untuk melayani demi tercurahnya berkat Tuhan atas orang lain dan demi kemuliaan Tuhan. Ketika Kristus datang ke tengah dunia ini, Ia menyatakan dalam Yoh 5 bahwa kedatanganNya bukan untuk menjalankan pekerjaan dan keinginan-Nya sendiri tapi untuk menyenangkan hati BapaNya dengan menggenapkan perintah Bapa kepadaNya walaupun sesungguhnya Ia tidak menyukai penderitaan bahkan Ia harus mati untuk menebus dosa orang banyak. Jikalau semua orang Kristen mempunyai jiwa seperti ini maka kehidupan mereka akan kembali pada citra Tuhan yaitu hidup untuk melayani Tuhan dan menjadi berkat bagi pertumbuhan iman banyak orang. Terkadang ada pelayan Tuhan yang berhenti melayani karena merasa kesal, melelahkan dan terlalu menderita. Ketika muncul tekanan yang berat maka ia langsung berhenti karena tidak rela berkorban dan berjuang demi pelayanan. Ketika belajar melayani Tuhan dan bekerja di tengah dunia ini, biarlah jiwa servanthood menjadi suatu spirit kerja, baik di dalam pekerjaan Tuhan maupun di dalam perusahaan dunia. Bekerja di mana pun, seharusnya orang Kristen mengerjakan sesuatu yang sangat bermanfaat dan bernilai tinggi hingga dapat menjadi berkat bagi banyak orang. Tuhan mengajarkan jiwa seorang pelayan karena justru semangat itu akan menjadikan hidup manusia semakin berbuah limpah. Tapi jika berkat-berkat itu mulai diperhitungkan maka berhentilah semua berkat. Prinsip ketiga, untuk dapat melayani Tuhan, diperlukan kesetiaan dan integritas hidup. Alkitab mengatakan, jika seseorang sedang menjalankan suatu pelayanan maka hendaklah melayani dengan sebaik-baiknya dan tidak hanya di hadapan pimpinan. Walaupun harus hidup miskin dan mengalami kesengsaraan demi menebus dosa semua orang, Kristus bersedia merelakan hidup-Nya menjadi seorang hamba yang tetap setia semenjak kelahiran-Nya hingga saat kematian-Nya tanpa merasa terganggu eksistensi dan integritas hidup-Nya. Seringkali manusia tidak rela untuk menjalani kehidupan yang sengsara sepanjang umurnya dengan segala kesulitan, masalah dan tantangan karena ia telah kehilangan integritasnya dan tidak siap hati lalu pada akhirnya mengganggu kesetiaan dan mulai bermain-main dengan dosa, nafsu dan keduniawian. Sebenarnya, jiwa seorang hamba harus memiliki kerelaan untuk bertahan sesuai dengan kehendak Tuhan. Amin! 53 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ka as siih hd dii b bu uk kiitt G Go ollg go otta a Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno Nats: 1 1 Kor. 15:1-11 Dan sekarang, saudara–saudara, aku mau mengingatkan kamu kepada Injil yang aku beritakan kepadamu dan yang kamu terima, dan yang di dalamnya kamu teguh berdiri. 2 Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu––kecuali kalau kamu telah sia–sia saja menjadi percaya. 3 Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa–dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, 4 bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; 5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid–Nya. 6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal. 7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul. 8 Dan yang paling akhir dari semuanya Ia menampakkan diri juga kepadaku, sama seperti kepada anak yang lahir sebelum waktunya. 9 Karena aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya Jemaat Allah. 10 Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan–Nya kepadaku tidak sia–sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku. 11 Sebab itu, baik aku, maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya. Setiap hari Paskah, 1 Kor 15:1-11 ini kembali dibahas karena ayat yang diberitakan oleh Paulus ini merupakan suatu peringatan bagi dunia. Paulus dengan keras dan serius mengingatkan semua orang Kristen di Korintus yang seringkali meragukan prinsip iman Kristen yang paling mendasar dan melakukan tindakan yang tidak mencerminkan Kekristenan yang baik, supaya kembali kepada Injil, memahami kedalamannya, dan teguh berpegang padanya lalu memberitakannya ke tengah dunia. Sebenarnya, Pauluslah yang merintis, mengajar dan membina iman mereka dengan tepat. Namun ternyata jemaat ini belum sungguh-sungguh terbina dan beriman dengan baik. Justru mereka seringkali mempermainkan firman Tuhan dan hidup mereka sendiri sehingga banyak hal yang harus dikoreksi oleh Paulus dan usaha ini tidaklah mudah karena jemaat Korintus terkenal pandai dan suka berdebat secara intelektual. Ironisnya, kepandaian dan ilmu yang mereka miliki bukannya membuat jemaat itu semakin takut, tunduk dan mengerti akan firman Tuhan melainkan justru dimanfaatkan untuk dapat mempermainkan firman dan doktrin Kekristenan karena telah 54 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 terpengaruh konsep sekuler, lalu pada akhirnya mereka jatuh ke dalam konsep dasar yang salah yaitu mencurigai kebangkitan Kristus. Di dalam 1 Korintus, Paulus berulangkali mengkritik Kekristenan di sana dengan cara mengkontraskan berbagai peristiwa yang terjadi di dalam jemaat dengan pengaruh luar terhadap jemaat. Situasi filosofis kota Korintus yang terkenal sebagai The Ancient Greek Philosophy (Filsafat Yunani Kuno) dengan Corinthian School atau arus pikir filsafat Korintus sangat berpengaruh sekali dan mampu membuat jemaat Korintus menjadi hedonis dan sangat duniawi. Tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka untuk mengenal Tuhan dengan tepat, yang sesungguhnya merupakan essensi hidup mereka. Yang dipikirkan hanyalah hidup keseharian saja seperti makanan, ketenaran, penggolongan status sosial, bahasa lidah, talenta, keistimewaan dan sebagainya. Selain itu, mereka sangat menyombongkan dan mempermainkan karunia rohani bahkan perjamuan kudus sekalipun. Padahal ketika mereka mempermainkan, tidak mau kembali dan mengerti essensi kebenaran firman Tuhan sejati, tidak mau mengenal Kristus dengan sungguhsungguh, tidak takut kepada Tuhan bahkan mencoba meninggalkan Tuhan, pada saat yang sama kehidupan mereka tidak menjadi lebih baik, rohani, bermoral, serta berintegritas dalam pemikiran dan kehidupan. Integritas hidup mereka justru semakin terpecah belah sehingga ketika mereka memikirkan penyelesaian problema dunia, mereka sangat kebingungan. Semenjak abad pertama ketika Paulus mengkritik dengan keras hingga saat ini, 2000 tahun setelah kejadian itu, masalah yang dihadapi umat manusia tetap sama karena essensi yang paling serius dari dunia ini belum terselesaikan. Paulus menyatakan suatu berita bahwa Kristus telah mati karena dosa manusia tapi berita itu tidak lagi disukai di abad ini. Berita Paskah menjadi kurang populer jika dibandingkan dengan Natal. Sejak abad pertama yaitu jaman Korintus hingga abad 20 ini, dunia terus mencoba untuk menganulir dan melawannya. Karena itu, Paulus perlu memberikan satu argumentasi yang kokoh, rasional dan historis supaya orang Kristen tidak terkecoh oleh pemikiran seperti itu. Alkitab mengatakan bahwa Kristus telah mati karena dosa manusia sesuai dengan Kitab Suci dan Ia telah dibangkitkan pada hari ketiga sesuai dengan Kitab Suci pula. Injil inilah yang harus diajarkan kepada semua orang di dunia berdosa ini yang seringkali menolak Tuhan dan berita kebenaran. Orang dunia mengira bahwa dengan menolak Tuhan maka dia menjadi lebih pandai dan independent (bebas) untuk berkarya dan mengeluarkan ide. Dengan kata lain, jika ingin menjadi seorang ilmuwan yang mampu menciptakan berbagai macam ilmu maka dia harus meninggalkan Tuhan. Pikiran seperti itu sangat bodoh sekali karena pada dasarnya manusia tidak mampu menemukan ilmu sejati dan pemikiran yang berbobot kecuali ia mau percaya kepada Tuhan. Seorang ilmuwan memang mampu menemukan fakta tapi setiap fakta akan berubah menjadi kutuk bagi dunia karena dampak negatifnya jauh lebih besar daripada dampak positifnya kecuali interpretasi dan penggunaannya berdasarkan firman Tuhan. Tanpa kebenaran ini maka rusaklah seluruh sistem di dunia. Sebagai contoh, manusia berhasil menemukan nuklir tapi belum dapat memanfaatkannya dengan baik. Alkitab mengatakan bahwa dosa telah membuat manusia terbelenggu dan penyelesaiannya adalah keluar dari dosa. Jika ingin memiliki hidup yang teratur di hadapan Tuhan, mampu menanggulangi segala situasi yang buruk, maka penyelesaiannya hanya satu yaitu keluar dari dosa. Namun tak ada yang dapat dilakukan oleh manusia dan tak ada satu kekuasaan pun yang mampu mengeluarkan manusia dari dosa. Alkitab mengatakan bahwa hanya ada satu cara untuk dapat keluar dari dosa yaitu kembali kepada Kristus dan menerima penebusan Kristus. Kalau anugrah uluran tangan Tuhan ini tidak disambut dengan baik maka manusia akan semakin tenggelam dalam dosa. Dunia perlu disadarkan bahwa Paskah itu sangat bermakna. Kristus mati di kayu salib merupakan satu hal yang sangat serius dan bukan sekedar jalan keluar bagi orang Kristen atau sekedar suatu contoh yang sangat hebat dan patut dibanggakan karena Kristus sudah menang 55 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dari maut dengan bangkit dari kematian, tetapi kebangkitan Kristus itu merupakan satu-satunya kesempatan atau kemungkinan bagi manusia untuk dapat keluar dari jerat dosa yang mencengkeram hidupnya. Problema dosa merupakan masalah bagi setiap manusia tanpa kecuali. Alkitab mengatakan jika seseorang berani mengklaim dirinya tidak berdosa, dialah orang yang tersombong di dunia dan dia justru sedang membuktikan bahwa dia berdosa dan sedang mempertaruhkan kebinasaan dirinya sendiri. Karena itu, berita Paskah harus dinyatakan ke tengah dunia karena mampu menyelesaikan masalah manusia yang terbesar yaitu problema dosa. Kristus adalah satu-satunya Allah yang menjelma menjadi manusia sejati yang tidak tersentuh dosa sedikit pun di tengah dunia berdosa ini. Sehingga ketika Ia menang melawan dosa, kemenangan itu bukan untuk menebus diri-Nya sendiri tapi kemenangan itu dapat membawa manusia berdosa kembali kepada kemenangan. Padahal Ia sendiri merasa ngeri ketika murka Allah yang sangat dahsyat atas dosa umat manusia harus ditanggung-Nya. Sungguh manusia tidak akan mungkin mengerti makna dari Allah yang dipisahkan dari Allah karena dosa yang menyebabkan kematian. Ketika Allah Bapa dan Allah Anak yang sangat dekat dan merupakan satu kesatuan Tritunggal yang tidak terpecahkan, tiba-tiba harus direnggut karena dosa manusia. Penderitaan yang berat harus ditanggung oleh Kristus demi umat kesayangan-Nya dan untuk itu pula Ia rela mati. Ketika maut mencoba merenggut Kristus lalu dengan kekuatan yang besar Kristus keluar dari maut. Itulah kemenangan tuntas yang tidak mungkin terulang lagi sepanjang sejarah manusia. 1 Kor 15:55 mengatakan, “Hai maut, di manakah sengatmu?” Kristus telah diterkam oleh maut namun Ia berhasil mematahkan dan menghancurkan kuasa kematian. Kemenangan Kristus itulah yang dibutuhkan oleh dunia dan tanpa itu dunia ini tidak berpengharapan lagi. Berita Paskah merupakan suatu jawaban bagi orang-orang yang sedang putus asa dan kecewa terhadap dunia yang telah dicengkram oleh dosa. Kebangkitan Kristus akan memberikan kuasa untuk mendobrak segala kuasa kematian dan dosa lalu pada akhirnya akan berdampak pada kebangkitan manusia. Jikalau Kristus tidak bangkit maka seluruh Kekristenan menjadi sia-sia. Paulus sendiri menyadari bahwa jika Tuhan tidak mengeluarkan dia dari jerat dosa maka dia telah mati. Sesungguhnya, tidaklah mudah bagi Paulus untuk bertobat dan merubah cara berpikirnya. Hanya ada satu kuasa yang mampu merubah dan menyadarkan Paulus bahwa berita Paskah adalah berita terpenting bagi hidupnya. Setelah bertobat, dia berjuang keras, tapi tidak lagi dengan kekuatannya sendiri melainkan dengan kasih karunia Tuhan. Dari sudut pandang Kekristenan, pengertian dari perubahan adalah bangkitnya seseorang dari paradigma dosa menjadi paradigma kebenaran. Namun paradigma dosa itu tidak dapat berubah tanpa kuasa Kristus mendobrak dan merubahnya dari akar terdalam hidup manusia. Dengan kata lain, orang yang mengalami perubahan itu akan bertobat secara total dan bukan hanya di level permukaan saja tapi dari hati yang terdalam karena adanya keinginan untuk menyenangkan hati Tuhan. Maka hidupnya bukan lagi bagi kepentingannya sendiri melainkan untuk melayani Tuhan dan mulai menggumulkan kehendak Tuhan. Dunia ini bermasalah karena setiap orang hanya mengutamakan kepentingannya sendiri. Inilah ide humanis yang sedang tersebar di tengah dunia. Makin seseorang mementingkan dirinya sendiri maka dia semakin merugikan orang lain. Setiap orang Kristen seharusnya berjiwa melayani dan mau memikirkan kehendak Tuhan serta berusaha untuk selalu menjadi berkat bagi orang lain di manapun ia berada. Kalau dunia ini dipenuhi dengan orang-orang seperti itu maka tidak akan pernah terjadi kasus Sampit, Ambon, dan sebagainya. Jika seseorang mampu berubah, berarti dia telah terlepas dari konsep humanisme dan materialisme yang bersifat merusak dan hanya bisa diselesaikan dengan kebangkitan Kristus. Amin! 56 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 S Su uk ka ac ciitta ad da an nk ke erro oh ha an niia an nK Krriis stte en n Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Nehemia 8:9-12/ Filipi 4:4 Nehemia 8 9 Lalu Nehemia, yakni kepala daerah itu, dan imam Ezra, ahli kitab itu, dan orang– (8–10) orang Lewi yang mengajar orang–orang itu, berkata kepada mereka semuanya: "Hari ini adalah kudus bagi TUHAN Allahmu. Jangan kamu berdukacita dan menangis!," karena semua orang itu menangis ketika mendengar kalimat–kalimat Taurat itu. 10 (8–11) Lalu berkatalah ia kepada mereka: "Pergilah kamu, makanlah sedap–sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa– apa, karena hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita! Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena TUHAN itulah perlindunganmu!" 11 Juga orang–orang Lewi menyuruh semua orang itu supaya diam dengan kata–kata: (8–12) "Tenanglah! Hari ini adalah kudus. Jangan kamu bersusah hati!" 12 (8–13) Maka pergilah semua orang itu untuk makan dan minum, untuk membagi–bagi makanan dan berpesta ria, karena mereka mengerti segala firman yang diberitahukan kepada mereka. Filipi 4 4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! 1. Sukacita adalah ciri-ciri agama sejati dan kerohanian yang tulus ikhlas. Agama sejati tidak meniadakan sukacita, sebaliknya justru meningkatkannya dan menyempurnakannya. Anggapan bahwa agama dan kesalehan meniadakan sukacita merupakan tipuan licik Iblis untuk menjauhkan manusia dari Allah. Dalam fiksi rohaninya, Screwtape Letters, C.S. Lewis secara kreatif menggambarkan bagaimana setan senior, si Screwtape, memberi nasehat kepada keponakannya, setan yunior, tentang bagaimana menggoda manusia. Paman Screwtape menulis: “Ketika kita berurusan dengan setiap kesenangan dalam bentuknya yang sehat, normal dan memuaskan, maka kita, sampai batas tertentu berada di daerah Musuh. Aku tahu kita sudah memenangkan banyak jiwa lewat kesenangan, tetapi tetap saja itu adalah ciptaan-Nya, bukan ciptaan kita. Semua riset kita sejauh ini belum memampukan kita untuk menghasilkan hal itu. Kita hanya dapat mendorong manusia untuk menggunakan kesenangan yang diciptakan Musuh kita itu pada waktuwaktu, dalam cara-cara atau pada tingkat yang Ia larang…. Hasrat yang semakin besar kepada kesenangan yang dirasa terus berkurang adalah resepnya (Iblis) … untuk mendapatkan jiwa manusia dan tidak memberikan imbalan apa-apa kepada mereka. Alkitab menegaskan bahwa sukacita berasal dari Allah, sumber segala kebaikan, tetapi dalam kelicikannya Iblis menyalahgunakannya untuk mendatangkan kebinasaan manusia. 57 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. menyelewengkan konsep tentang sukacita sejati dari Tuhan; 2. melemahkan hasrat manusia akan sukacita sejati di dalam Allah; 3. memberikan sukacita palsu yang menjerat dan menghancurkan manusia. Tanpa pengertian yang benar orang akan selalu memilih yang salah. Pertama, sukacita memberikan otentisitas dan kredibilitas kepada suatu agama sejati dan kerohanian sejati. Sukacita merupakan ciri-ciri dari kehidupan berkelimpahan yang dimaksudkan Yesus Kristus bagi kita. Ia mengatakan, “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10:10b). Salah satu dari buah Roh Kudus adalah sukacita. Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah pribadi yang paling berbahagia di seluruh alam semesta. Di dalam Kitab Mazmur 16:11, Daud mengatakan: “di hadapanMu ada sukacita berlimpah dan di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” Memang, Ia juga mengenal kedukaan. Yesus, Sang Juruselamat, salah satunya, dikenal sebagai “Manusia yang penuh kesengsaraan.” Tetapi dukacita Tuhan, seperti halnya kemarahan Tuhan adalah respon sementara Tuhan pada dunia yang jatuh dalam dosa. Dukacita itu akan dilenyapkan selama-lamanya dari hati-Nya pada hari dunia dipulihkan. Sukacita adalah sifat dasar Allah. Sukacita adalah takdir-Nya yang abadi. Seluruh alam semesta penuh dengan sukacita karena diciptakan dalam sukacita ilahi, terlebih-lebih manusia sebagai gambar Allah yang diciptakan untuk bersekutu dengan-Nya. Sukacita adalah maksud Allah bagi kita, anak-anakNya. Salah satu tujuan penebusan Kristus adalah untuk memulihkan sukacita kita di dalam Dia. Ketika ada seorang saja yang bertobat ada malaikat di sorga yang bersukacita. Semua umat-Nya yang telah disempurnakan bersukacita bersama Allah di sorga. Satu-satunya yang menginginkan kita berdukacita, dialah si jahat. “Karena ia sendiri sedih dan murung, dan akan terus demikian selama keabadian. Dengan begitu, ia ingin semua orang menjadi seperti dirinya.” Kedua, sukacita memberikan vitalitas rohani dalam kehidupan Kristen. Nehemia mengatakan, “Hari ini adalah kudus bagi Tuhan kita. Jangan kamu bersusah hati, sebab sukacita karena Tuhan itulah perlindunganmu [kekuatanmu].” Orang Kristen yang melimpah dengan sukacita Tuhan di dalam dirinya ada kekuatan rohani yang besar untuk menolak berbagai godaan dosa, karena ia tidak ingin mendukakan hati Tuhan yang telah melimpahkan kebahagiaan yang demikian besar kepadanya. Dallas Willard mengatakan: “Kegagalan untuk mencapai kehidupan yang amat memuaskan selalu berakibat tindakan dosa tampak menarik. Di sinilah letaknya kekuatan godaan. Normalnya, keberhasilan akan mengalahkan godaan. Akan lebih mudah kalau pada dasarnya kita merasa bahagia dalam hidup kita.” Kehidupan Yesus merupakah teladan terindah mengenai kebenaran ini. Ia memandang rendah semua harta dunia, kekuasaan dan bahkan penderitaan salib yang penuh kehinaan karena sukacita yang telah tersedia di hadapan-Nya (Ibrani 12:2). Ketiga, sukacita menjadikan Kekristenan tampak menarik bagi orang lain. Jemaat Kristen mula-mula dikenal sebagai orang yang dipenuhi dengan sukacita di tengah-tengah berbagai kesulitan dan penganiayaan yang mereka alami. Kehidupan yang penuh anugerah ini akhirnya mengalahkan semua tantangan, membungkam musuh dan menarik seluruh dunia untuk memperhatikan mereka, dan akhirnya membuat kekaisaran 58 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Romawi bertekuk lutut kepada Yesus Kristus. Sungguh, Kekristenan yang bersukacita adalah Kekristenan yang memuliakan Tuhan dan menggoncangkan dunia. Yesus sendiri pasti merupakan sosok Pribadi yang sangat menarik, sehingga anak kecil dan orang dewasa, wanita dan sampah masyarakat suka untuk selalu berada di dekat-Nya. Ia tegas dalam kebenaran tanpa menjadi kaku dan kejam, tetapi pada saat yang sama, Ia penuh dengan kasih karunia dan sukacita. Sangat disayangkan, kehidupan yang dipenuhi sukacita ini tampaknya telah hilang dari kehidupan Kristen masa kini. Kehidupan kebanyakan orang Kristen sekarang terasa kecut dan muram, sehingga menjadikan Kekristenan tidak menarik atau menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk datang kepada Tuhan. Kehidupan yang kecut demikian merupakan akibat dari kehidupan yang tidak dipimpin oleh Roh Kudus. 2. Kita dipanggil untuk mengembalikan sukacita sejati dalam kehidupan Kristen kita yang otentik. Untuk menghindarkan kita dari pencarian sukacita yang palsu, kita perlu memahami apa yang bukan merupakan sukacita sejati: a. sukacita tidak sama dengan mendapatkan kesenangan atau “having fun”. Berbagai kesenangan yang kita dapatkan melalui permainan, berekreasi, menonton bioskop, menikmati makanan enak dan kenyamanan lain, semua ini tidak identik dengan sukacita sejati; b. sukacita tidak sama dengan temperamen yang periang. Bukan cerita baru bahwa ada orang yang berpembawaan periang, suka melucu, namun sebenarnya ia orang yang sangat tidak bahagia; c. sukacita tidak sama dengan kehidupan yang lancar dan tanpa masalah. Walaupun seorang dapat memiliki hidup yang lancar, tetapi tetap ada masalah lain, bahkan lebih mendasar yang membuat ia tidak bahagia, jadi jelaslah ia orang yang tidak bahagia dan tidak memiliki sukacita. 3. Pada akhirnya kita perlu bertanya, apakah sukacita itu dan bagaimana memilikinya? Sukacita adalah suatu keadaan hati yang bahagia, puas dan tentram karena memiliki nikmat dan kepuasan serta keamanan yang demikian besar, sehingga ia akan tetap bahagia bahkan ketika mengalami kejadian seburuk apapun. Ujian bahwa seorang memiliki sukacita sejati ialah ketika menghadapi permasalahan yang menggoncangkan ia tetap memiliki hati damai, aman, tentram, dan kepuasan. Orang Kristen menegaskan bahwa sukacita demikian hanya mungkin berasal dari Tuhan. Sukacita seperti inilah yang memungkinkan Paulus yang walaupun berada di penjara, dapat menasehati jemaat Filipi dengan perkataan: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah.” Inilah sukacita yang melampaui akal budi manusia yang tidak dapat diberikan oleh dunia. Bagaimana kita mendapatkan sukacita sejati ini? Pertama, sukacita sejati timbul dari kesadaran (atas realitas) bahwa kita dikasihi Allah dengan kasih yang kekal, bahwa kita berharga di dalam pandangan Allah, diterima menjadi anak-anak-Nya, dipelihara oleh Allah dengan penuh perhatian. Sukacita sejati ini timbul dari kesadaran bahwa Allah mempunyai rencana yang indah dalam hidup kita, bahwa Ia secara aktif mengerjakan maksud-Nya dalam hidup kita, dan tidak sedetikpun Ia mengabaikan kita, sehingga kita tahu bahwa apapun yang terjadi dalam hidup kita, semua itu dikendalikan Allah untuk mendatangkan kebaikan kepada kita. Bahkan semua niat jahat orang dan setan diperalat Allah untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Kasih dan pemeliharaan Tuhan ini memberikan kepada kita jaminan dan kepastian dalam kehidupan yang tidak pasti ini. Kelimpahan kasih karunia dan jaminan Tuhan seperti ini memberikan kepada kita sukacita yang melimpah. Roma 8:32 dikatakan, “Ia, yang 59 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” Kedua, sukacita mengalir dari kesadaran bahwa kita memiliki dan melakukan sesuatu yang bernilai kekal. Kesadaran bahwa kita memiliki harta rohani yang terjamin di sorga, dan tidak dapat direbut dari kita, dan bahwa kita sedang mengerjakan pekerjaan yang kekal yang diperkenan oleh Allah. Semua ini memberikan kepada kita sukacita yang besar. Orang yang membagikan kasih dan perhatian kepada sesamanya karena dorongan kasih kepada Kristus, sehingga mereka yang menerima kebaikan itu dipenuhi oleh sukacita Tuhan maka ia memiliki sukacita sorgawi. Inilah pengalaman sukacita dari mereka yang melakukan pekerjaan Tuhan seperti memberitakan Injil, mendukung pekerjaan Tuhan yang dikenan-Nya. Ketiga, kita meningkatkan sukacita kita dengan melaksanakan perayaan Kristen. Perjanjian Lama mencatat banyak perayaan hari raya. Perayaan-perayaan itu dimaksudkan sebagai pengalaman transformasi. Perayaan memberikan kepada kita kesempatan untuk mengingat, menghayati segala kebaikan Allah, kepekaan kita untuk menghargai anugerah Allah bahkan yang terkecil ditingkatkan, karena itu sukacita kita dibangkitkan. Nehemia mengatakan, “Pergilah kamu, makanlah sedap-sedapan dan minumlah minuman manis dan kirimlah sebagian kepada mereka yang tidak sedia apa-apa.” Di dalam perayaan kita melakukan berbagai aktivitas yang membawa kesenangan seperti berkumpul sambil makan, minum, bernyanyi, menari, bersalaman, sharing, dan semua bersukacita karena berkat-berkat Tuhan. Manusia yang diciptakan sebagai makhluk artistik memakai daya kreativitasnya yang artistis, seperti musik, drama, lukisan, pahatan, dan arsitektur untuk mengungkapkan konsep/nilai-nilai agama (iman Kristen) untuk beribadah dan memuiliakan Tuhan. Dalam perayaan yang dilakukan dengan benar, maka pujian kepada Allah semakin melimpah dan sukacita kita pun bertambah, dan semua ini menyukakan hati Tuhan. Amin! 60 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D Do os sa aN Na ad da ab bd da an nA Ab biih hu u Oleh: Thomy J. Matakupan Nats: Imamat 9:22/ Imamat 10:5, 8-11 Imamat 9 22 Harun mengangkat kedua tangannya atas bangsa itu, lalu memberkati mereka, kemudian turunlah ia, setelah mempersembahkan korban penghapus dosa, korban bakaran dan korban keselamatan. Imamat 10 5 Mereka datang, dan mengangkat mayat keduanya, masih berpakaian kemeja, ke luar perkemahan, seperti yang dikatakan Musa. 8 9 TUHAN berfirman kepada Harun: "Janganlah engkau minum anggur atau minuman keras, engkau serta anak–anakmu, bila kamu masuk ke dalam Kemah Pertemuan, supaya jangan kamu mati. Itulah suatu ketetapan untuk selamanya bagi kamu turun–temurun. 10 Haruslah kamu dapat membedakan antara yang kudus dengan yang tidak kudus, antara yang najis dengan yang tidak najis, 11 dan haruslah kamu dapat mengajarkan kepada orang Israel segala ketetapan yang telah difirmankan TUHAN kepada mereka dengan perantaraan Musa." Khotbah kali ini akan membahas satu cerita dari Kitab Imamat mengenai dosa Nadab dan Abihu yang sebenarnya adalah Imam pilihan Allah yang ditahbiskan oleh Musa atas perintah Allah sendiri. Imamat 8 merupakan kisah peralihan dari Musa sebagai Imam Besar yang melayani seluruh bangsa Israel kemudian dipegang oleh Harun dan kedua anaknya yaitu Nadab dan Abihu yang diberkati dan diurapi minyak oleh Musa sebagai tanda bahwa mereka berhak menjalankan fungsi dan jabatan sebagai Imam yang mewakili Allah dan melayani umat. Upacara keagamaan ini bukan sekedar suatu peristiwa yang biasa saja sehingga dapat dipermainkan, sebab Tuhan hadir dan menyatakan kemuliaan serta berkat-Nya dalam rupa api yang turun dari langit dan membakar habis seluruh korban persembahan yang diletakkan di atas mezbah sebagai tanda pentahbisan. Setelah ditahbiskan menjadi Imam Besar pengganti Musa, Harun segera mempersembahkan korban bakaran bagi pengampunan dosanya sendiri lalu meminta jemaat untuk melakukan hal yang sama bagi pengampunan dosa mereka. Semua orang yang mengikuti upacara itu menantikan kehadiran api Tuhan dan menerima seluruh korban tersebut. Tetapi segera setelah peristiwa itu, Alkitab mengatakan bahwa Nadab dan Abihu yang baru saja ditahbiskan, mengambil perbaraan dan menaruh api asing di atas korban ukupan bagi Tuhan. Tiba-tiba api murka Tuhan turun ke atas Nadab dan Abihu dan menghanguskan mereka berdua sebagai tanda penolakan dan kutukan Tuhan. Bahkan Musa sendiri mengatakan kepada Harun, “Janganlah kamu berkabung dan janganlah kamu berdukacita, supaya jangan kamu mati” (Im 10:6). Kemudian ia memanggil Misael dan Elsafan, kedua anak paman Harun, dan berkata, “Datang ke mari, angkatlah saudara-saudaramu ini dari depan tempat kudus ke luar perkemahan” (Im 61 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 10:4). Sebagai seorang ayah, Harun merasa sedih sekali karena kedua anaknya diperlakukan seperti itu. Semua orang yang hadir di sana melihat bagaimana Tuhan berkenan memberkati pentahbisan Imam sekaligus bagaimana Tuhan menyatakan murka-Nya yang bernyala-nyala karena Nadab dan Abihu tidak menghormati dan menghargai kemuliaan-Nya. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan tidak pernah memerintahkan mereka untuk mengambil perbaraan dan memberikan korban ukupan karena sebenarnya itu adalah tugas Harun sebagai Imam Besar. Bagaimana pun juga, setiap orang yang melanggar kemuliaan dan kesucian Tuhan akan menerima cambukan murka-Nya sekalipun ia adalah seorang Imam atau orang pilihan Tuhan. Tapi bukan berarti bahwa Allah Perjanjian Lama itu kejam, berbeda dengan Allah Perjanjian Baru yang penuh kasih. Sesungguhnya hukuman Allah bertujuan untuk menegakkan sifat kesucianNya yang harus dihormati dan diperhatikan. Perjanjian Baru merupakan suatu babak yang baru dalam kehidupan sebagai orang percaya. Pada Perjanjian Lama, tidak semua orang dapat menduduki jabatan sebagai Imam. Namun dalam Perjanjian Baru, setelah melalui penebusan Kristus, semua orang percaya adalah Imamat yang kudus. Dengan kata lain, seluruh umat tebusan adalah Imam-Imam Allah. Karena itu, orang Kristen tidak memerlukan perantara lain untuk dapat berjumpa dengan Allah. Menurut Alkitab, pada saat Kristus wafat di kayu salib, tirai bait Allah terbelah dari atas ke bawah menjadi dua bagian. Ini menandakan bahwa ruang maha suci yang biasanya boleh dimasuki hanya oleh Imam Besar setahun sekali, mulai saat itu semua orang tebusan diperbolehkan masuk dan berjumpa dengan Tuhan setiap saat. Dalam Perjanjian Lama, para Imam mendapatkan penyucian dengan cara menyembelih domba jantan sebagai tanda pentahbisan. Demikian pula dalam Perjanjian Baru, setiap Imamat (orang percaya) juga mengalami pengudusan dari dosa melalui darah Kristus yang tercurah di atas kayu salib. Karena itu, tak seorang pun berhak mengatakan dirinya sudah kudus selain bergantung dan berdasar pada kematian Kristus yang suci dan benar adanya. Di dalam Perjanjian Lama, tak seorang jemaat pun berhak masuk dan melakukan pekerjaan Tuhan dalam Kemah Pertemuan. Bahkan melalui Musa, Tuhan mewahyukan perintah yang sangat rinci untuk dilakukan oleh para Imam di dalam Kemah Pertemuan tersebut. Hal ini juga sama dengan Keimamatan orang percaya dalam Perjanjian Baru yaitu bahwa Tuhan memberitahukan bagaimana sikap yang layak ketika mendekati, menyembah, melayani dan menghargai keagungan-Nya. Dengan melihat korban penebusan Kristus yang menguduskan sebagai teladan yang paling agung, barulah orang Kristen mengetahui cara beribadah kepada Allah. Paulus berkata kepada Timotius bahwa inilah rahasia agung ibadah orang percaya. Setelah ditahbiskan menjadi Imam, Nadab dan Abihu sebenarnya tergolong sebagai orang spesial tapi Tuhan tidak berkenan kepada mereka. 1. mereka mengambil api lain yang tidak diperkenan Tuhan dan bukan atas perintah Allah sendiri; 2. mereka berdua datang dan mempersembahkan korban ukupan di hadapan Tuhan secara bersamaan padahal menurut peraturan, tindakan itu tidak diperbolehkan. 3. ada kemungkinan mereka berdua telah mabuk oleh anggur sebelum melakukan pekerjaan Tuhan tanpa memperdulikan dan mempertimbangkan kesucian Tuhan. Singkatnya, mereka telah melakukan pelanggaran atas perintah Tuhan melalui Musa dan sebagai akibatnya Tuhan menghajar mereka karena Ia tidak pernah mengijinkan Diri-Nya dipermainkan. Sesungguhnya Tuhan tidak tega menghukum anak-anakNya tetapi karena kasih-Nya yang sangat besar pada manusia maka Ia menegur dan menghajar mereka. Kasih Tuhan harus diimbangi dengan keadilan Tuhan. Kebaikan hati Tuhan tidak berarti bahwa orang Kristen akan terluput dari murka Allah karena kebaikan Tuhan itu juga dapat dinyatakan di dalam murka- 62 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Nya yang menyala-nyala. Jika ingin diperkenan Tuhan maka yang harus diperhatikan adalah bagaimana menghormati Tuhan di dalam hadirat-Nya, menghargai kesucian-Nya dan memperhatikan kesucian diri sendiri. Dalam seluruh bagian Alkitab, Tuhan sangat menekankan kesucian. Sebagai contoh, dalam Mzm 24:3 dituliskan, “Siapakah yang boleh naik ke atas gunung Tuhan? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan.” Sebaliknya, orang yang tangannya kotor dan hatinya penuh dengan kemunafikan akan bertemu dengan murka Allah. Dalam Kitab Matius dikatakan bahwa orang yang suci hatinya akan diberkati dan melihat kemuliaan Allah. Kitab 2 Timotius juga mengatakan bahwa Tuhan sangat menghargai dan berkenan memakai orang suci untuk maksud yang mulia. Mungkin orang lain tidak akan pernah mengetahui niat yang tersembunyi dalam diri seseorang tapi Tuhan memperhatikan segalanya termasuk semua kenajisan, kebusukan dan kebobrokan yang tidak diperkenan Tuhan. Kepada jemaat Galatia, Paulus mengatakan bahwa ada 9 buah roh yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kebaikan, kemurahan, dan seterusnya hingga penguasaan diri, tapi kesucian tidak termasuk di dalamnya karena kesucian justru harus ada dan mendasari setiap buah roh sehingga tak seorang pun berani mengatakan bahwa ia belum mendapat kesucian yang seharusnya menjadi warna dari Kekristenan. Selanjutnya ada beberapa hal yang menghalangi seseorang untuk hidup suci: Pertama, egosentris atau menjadikan diri sendiri sebagai pusat segalanya dan penonjolan diri sendiri. Nadab dan Abihu mempersembahkan korban secara bersamaan padahal itu merupakan tugas Harun sebagai Imam Besar. Tindakan ini menandakan bahwa mereka saling bersaing untuk menunjukkan fungsi dan jabatannya sebagai Imam. Selain itu, mereka pun muncul dan memberikan persembahan itu bukan pada waktu yang ditentukan Allah. Alkitab mengatakan bahwa korban ukupan itu diberikan hanya dua kali dalam sehari yaitu pada pagi dan petang. Mereka melanggar peraturan Tuhan bukan karena tidak mengerti melainkan suatu kesengajaan demi penonjolan diri mereka sendiri. Seharusnya mereka mengikuti perintah Tuhan melalui Musa sehingga Tuhanlah yang dipermuliakan dalam pelayanan mereka. Kedua, bertindak berdasarkan pertimbangan kebenaran sendiri. Nadab dan Abihu mengambil api yang lain untuk mempersembahkan korban ukupan bagi Tuhan padahal Tuhan tidak pernah memerintahkan hal itu. Mereka telah bertindak berdasarkan kebenaran dan pertimbangan mereka sendiri tanpa memperdulikan pertimbangan dan ketetapan Tuhan. Ketiga, dosa-dosa yang disenangi. Kemungkinan Nadab dan Abihu telah mabuk oleh anggur sebelum mempersembahkan korban bagi Tuhan dan kemungkinan juga, sebelum ditahbiskan menjadi Imam, Nadab dan Abihu adalah pemabuk dan kebiasaan itu terus menerus dilakukan hingga saat mereka sudah menjadi Imam karena adanya kenikmatan yang dapat dirasakan walau sejenak. Karena itu, Musa melalui Harun menetapkan peraturan bahwa sebelum melayani Tuhan, Imam dilarang minum anggur hingga mabuk. Namun tidak berarti bahwa minum anggur itu dilarang. Paulus justru menganjurkan kepada Timotius untuk minum sedikit anggur karena sangat baik bagi pencernaan. Keempat, motivasi yang tidak murni untuk melayani Tuhan. Di satu pihak, pengorbanan dilakukan demi kecintaannya pada Tuhan namun di lain pihak, mencari keuntungan yang dapat diperoleh karena kecintaan pada diri sendiri. Orang Kristen yang bermotivasi salah seperti ini tidak akan mendapatkan berkat Tuhan dan suatu hari ia pasti keluar dari Kekristenan karena merasa tidak mendapatkan sesuatu bagi dirinya sendiri. Padahal Alkitab mengatakan bahwa hal beribadah kepada Allah adalah hal mempersembahkan sesuatu bagi Tuhan. Amin! 63 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe en ng ga ajja arra an no olle eh hm me en na arra aB Ba ab be ell Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan Nats: 1 2 Kej. 11:1-9; 16-19 Adapun seluruh bumi, satu bahasanya dan satu logatnya. Maka berangkatlah mereka ke sebelah timur dan menjumpai tanah datar di tanah Sinear, lalu menetaplah mereka di sana. 3 Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik–baik." Lalu bata itulah dipakai mereka sebagai batu dan ter gala–gala sebagai tanah liat. 4 Juga kata mereka: "Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." 5 Lalu turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh anak–anak manusia itu, 6 dan Ia berfirman: "Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa untuk semuanya. Ini barulah permulaan usaha mereka; mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana. 7 Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing–masing." 8 Demikianlah mereka diserakkan TUHAN dari situ ke seluruh bumi, dan mereka berhenti mendirikan kota itu. 9 Itulah sebabnya sampai sekarang nama kota itu disebut Babel, karena di situlah dikacaubalaukan TUHAN bahasa seluruh bumi dan dari situlah mereka diserakkan TUHAN ke seluruh bumi. 16 Setelah Eber hidup tiga puluh empat tahun, ia memperanakkan Peleg. 17 Eber masih hidup empat ratus tiga puluh tahun, setelah ia memperanakkan Peleg, dan ia memperanakkan anak–anak lelaki dan perempuan. 18 Setelah Peleg hidup tiga puluh tahun, ia memperanakkan Rehu. 19 Peleg masih hidup dua ratus sembilan tahun, setelah ia memperanakkan Rehu, dan ia memperanakkan anak–anak lelaki dan perempuan. Melalui keturunan Nuh dari jalur Sem, Kejadian 11 ini memberikan suatu pengajaran penting yang sangat berkesinambungan dengan pasal 9, 10 dan 12 sebagai kesatuan rencana Allah yang utuh. Kisah menara Babel sebenarnya tidak terlepas dari keseluruhan kisah kehidupan Nuh tapi justru menunjukkan suatu signifikansi penting. Di dalam Kej. 10:21-22, 24-25 dikatakan, “Lahirlah juga anak-anak bagi Sem, bapa semua anak Eber serta abang Yafet. Keturunan Sem ialah Elam, Asyur, Arpakhsad, Lud dan Aram. Arpakhsad memperanakkan Selah, dan Selah memperanakkan Eber. Bagi Eber lahir dua anak laki-laki; nama yang seorang ialah Peleg, sebab dalam zamannya bumi terbagi, dan nama adiknya ialah Yoktan.” Namun setelah peristiwa menara 64 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Babel, di dalam Kej. 11:10-26 hanya dicatat keturunan Eber secara khusus dari jalur Peleg karena Tuhan telah memberhentikan dan mencabut satu generasi dari silsilah keturunan Sem yaitu Yoktan dan keturunannya yang bersepakat untuk memberontak melawan Tuhan dengan mendirikan suatu kota dan menara yang menjulang tinggi hingga ke langit. Tindakan ini sesuai dengan janji Tuhan kepada Adam dan Hawa, Nuh dan Abraham yaitu bahwa hanya mereka yang taat dan takluk kepada Tuhanlah yang akan menerima berkat-Nya. Karena motivasi yang salah, menara Babel menjadi kutukan Tuhan karena kedegilan dan keberdosaan hati manusia. Selain itu, pendirian menara Babel juga mengungkapkan penolakan manusia terhadap Tuhan dengan mendirikan suatu sistem baru di dalam sekularisme dan humanisme serta mulai menegakkan selfdependence (kebebasan dari keterikatan dengan Tuhan). Tindakan penolakan ini dilakukan dengan memanipulasi sifat keberagamaan supaya tidak terlalu menyolok. Namun bagaimanapun juga, inti dari segala usaha tersebut adalah pemberontakan terhadap Allah. Akar pemberontakan itu diawali semenjak manusia jatuh ke dalam dosa pada peristiwa penciptaan (Kej. 3) hingga berakhir pada peristiwa menara Babel. Di dalam Kejadian 11:4 dicatat, “Juga kata mereka: marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi.” Dari pernyataan “sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit” dapat diketahui bahwa sebenarnya menara Babel didirikan untuk fungsi keberagamaan karena pada masa itu pengertian langit adalah tempat Tuhan berada. Karena itu, pendirian menara Babel sesungguhnya merupakan cetusan sifat keberagamaan yang Tuhan berikan di dalam diri setiap orang namun telah dimanipulasi karena manusia tidak bersedia dipimpin dan diarahkan oleh Tuhan. Setelah itu, di dalam Kejadian 12:2 dicatat suatu permulaan perjanjian baru antara Allah dan manusia melalui Abraham, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.” Ini merupakan jalur baru bagi mereka yang taat kepada-Nya. Di dalam peristiwa penciptaan, penetapan dan peraturan Tuhanlah yang diutamakan tetapi di dalam peristiwa Babel justru sebaliknya, penetapan manusialah yang dijalankan. Alkitab mengatakan, “Mulai dari sekarang apapun juga yang mereka rencanakan, tidak ada yang tidak akan dapat terlaksana.” (Kej 11:6) Karena itu, penghakiman dan penghukuman Tuhan dijalankan pada masa itu. Dengan kata lain, menara Babel menyimpan sebuah kisah tentang manusia yang hidup di dalam dosa di mana pengertian dosa bukan sekedar pemberontakan terhadap Allah saja tetapi dosa yang diwujudkan dalam bentuk sikap yang menular kepada semua orang di dalam suatu society (masyarakat). Di jaman inipun, kalau tidak berhati-hati maka tanpa disadari, orang Kristen dapat mendirikan menara Babel di dalam hidupnya. Semenjak peristiwa penciptaan hingga pendirian menara Babel, terdapat dua golongan masyarakat: sekelompok orang yang taat kepada Allah dan sekelompok lain yang memberontak terhadap Allah. Dua golongan masyarakat ini akan terus mewarnai dunia hingga kedatangan Tuhan yang kedua kali. Mereka yang tetap menegakkan kebenaran diri sendiri dan tidak mau taat kepada Tuhan bukan berarti bahwa mereka bebas melainkan tanpa disadari sedang menghancurkan diri sendiri. Di lain pihak, mereka yang taat dan tunduk kepada Tuhan akan berakhir di tanah perjanjian. Agama di Babel sebenarnya tidak bersifat theosentris melainkan anthroposentris (berpusat pada diri manusia). Walaupun seseorang sudah dibaptis dan mengaku percaya kepada Tuhan tapi masih ada kemungkinan bahwa keberagamaannya bersifat anthroposentris. Orang yang demikian, mengira dirinya mampu membangun nilai kerohaniannya sendiri. Ketika beribadah dan menyembah allah ciptaannya, sesungguhnya pada saat yang sama, ia sedang menyembah dirinya sendiri. Dengan demikian ia dapat berbuat 65 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 seenaknya terhadap allah ciptaanya itu. Bila allah itu masih dapat memberikan segala sesuatu yang diinginkannya maka ia akan tetap memperlakukannya sebagai allah. Jika tidak maka ia dapat membuangnya dan menciptakan allah lain. Inilah manipulasi sifat keberagamaan! Ada kemungkinan hal ini terjadi di dalam Kekristenan namun caranya tidak akan sevulgar itu. Sebagai contoh, Tuhan Yesus akan dijadikan sebagai Tuhan dan Juruselamat tiap pribadi jika Ia mau mendengar dan mengabulkan setiap permohonan. Di satu pihak, orang Kristen mengaku bahwa ia takut akan Tuhan tapi di lain pihak ia berani melawan kehendak Tuhan. Jika diperhatikan dengan cermat, ada beberapa pelajaran yang dapat diperoleh dari peristiwa menara Babel: Pertama, semua rencana manusia tidak akan pernah bisa menginterupsi, mengganggu dan menggagalkan rencana Tuhan. Seluruh keturunan Yoktan mengatakan, “Marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi.” (Kej. 11:4) Padahal sebelumnya, Allah memerintahkan nabi Nuh, “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi.” (Kej.9:1) Ini menunjukkan perlawanan manusia terhadap rencana Tuhan namun pada akhirnya rencana manusia tidak akan pernah berhasil dan rencana Tuhanlah yang tetap terlaksana. Salah satu prinsip dalam mengikuti pimpinan Tuhan adalah prinsip pintu terbuka dan tertutup. Kalau rencana manusia itu berkenan kepada Tuhan maka Ia pasti membuka jalan. Jika tidak maka Tuhan akan menutup semua pintu. Selain itu, ada beberapa tanda yang dapat dikenali jika jalan yang ditempuh tidak sesuai dengan perintah Tuhan: 1. pada saat kehendak Tuhan tidak lagi diperdulikan dan dipertimbangkan di dalam setiap pergumulan; 2. pada saat kehendak Tuhan dengan sengaja dilanggar padahal telah diketahui sebelumnya; 3. pada saat kepentingan pribadi lebih diutamakan. Bagaimanapun juga, dengan melanggar perintah Tuhan bukan berarti rencana Tuhan dapat digagalkan begitu saja. Rencana Tuhan akan tetap berjalan sesuai dengan kehendak-Nya dan ia pasti menegur mereka yang melanggar namun Ia tetap memberi kesempatan untuk bertobat karena kasih-Nya yang amat besar kepada manusia. Kedua, adanya sifat keberagamaan yang supervisial (telah dimanipulasi oleh manusia), yang pada akhirnya akan menghasilkan hidup yang sangat tidak berarti. Sifat keberagamaan semacam ini sebenarnya merupakan kedok untuk menyembunyikan keberdosaan diri sendiri dengan cara aktif membangun sesuatu yang nampaknya saja bersifat rohani namun tanpa memperhitungkan kehendak Tuhan. Ketiga, peranan Firman Tuhan sebenarnya sangat menolong dalam mengarahkan setiap orang yang taat dan memperhatikan janji Tuhan di dalam Firman-Nya sehingga pada akhirnya mendapatkan perteduhan sejati bagi jiwanya karena di sanalah akan diperoleh iman sejati. Di Babel, semua orang tidak sungguhsungguh memperhatikan Tuhan dan Firman-Nya. Ini ditunjukkan dengan sikap memberontak dan sengaja mencemooh serta meremehkan janji Tuhan. Orang semacam ini tidak akan pernah memiliki iman yang teguh sebab iman sejati hanya dapat diperoleh melalui ketaatan pada kebenaran Tuhan. Kesimpulannya, seseorang itu sungguh-sungguh beriman atau tidak, akan nampak ketika ia menghadapi kesulitan yang sangat menghimpitnya. Jika ia sungguh-sungguh beriman maka ia akan memiliki kestabilan dan keteguhan jiwa. Keempat, pendirian menara Babel pribadi menunjukkan adanya Insecurity (ketidakamanan) di dalam diri. Akibatnya, Firman Tuhan tidak lagi dipertimbangkan. Mereka tetap beribadah kepada Tuhan tapi bukan 66 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 karena rasa cinta akan Tuhan melainkan karena takut membangkitkan amarah Tuhan. Itulah sikap insecurtity. Kelima, Allah tetap konsisten pada prinsip-Nya bahwa Ia akan memberkati semua orang yang taat dan memakai mereka sebagai alat kemuliaan-Nya. Pada peristiwa Babel, Allah menghentikan jalur Yoktan tapi memberi peluang pada jalur Peleg. Ia juga akan menunjukkan kutuk dan hukuman bagi semua orang yang melawan-Nya. Prinsip ini tidak akan pernah lapuk oleh jaman karena Allah tidak akan membiarkan diri-Nya dipermainkan dan dimanipulasi. Amin! 67 K Krriis sttu us s:: Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Jalan menuju Kerajaan Allah Oleh: Pdt. Sutjpto Subeno Nats: 32 Yohanes. 6:32-40 Maka kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan Bapa–Ku yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga. 33 Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia." 34 Maka kata mereka kepada–Nya: "Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa." 35 Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada–Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada–Ku, ia tidak akan haus lagi. 36 Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya. 37 Semua yang diberikan Bapa kepada–Ku akan datang kepada–Ku, dan barangsiapa datang kepada–Ku, ia tidak akan Kubuang. 38 Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak–Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. 39 Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan–Nya kepada–Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. 40 Sebab inilah kehendak Bapa–Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada–Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." Dalam Kebaktian Penginjilan kali ini, perikop yang akan dibahas adalah mengenai kesaksian Tuhan Yesus sendiri sebagai “Roti hidup”. Ketika Yesus tiba di seberang laut, orang banyak menyambut-Nya, “Rabi, bilamana Engkau tiba di sini?” (Yoh 6:25). Namun Ia mengetahui maksud dan tujuan mereka. Maka Ia menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang” (Yohanes 6:26). Ini menandakan bahwa konsep religiusitas bangsa itu sedang bermasalah karena “the upside down world makes the upside down worship” (konsep dunia terbalik akan menciptakan konsep keagamaan yang terbalik juga). Bangsa Yahudi terkenal rajin beribadah yaitu 7 kali sehari dan akan sangat tersinggung jika dianggap tidak religius. Namun ketika berdoa, yang dipikirkan hanyalah perihal makanan dan tindakan mereka justru menunjukkan religiusitas terbalik hingga dalam Yoh 6:32 dicatat, “Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya bukan Musa yang memberikan kamu roti dari sorga, melainkan BapaKu yang memberikan kamu roti yang benar dari sorga.” Pernyataan Yesus yang tegas ini disebabkan karena mereka telah menggeser posisi Tuhan sebagai Pemberi berkat dan menciptakan religiusitas humanistik. 68 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Dalam permainan religiusitas, mereka tetap mengaku percaya kepada Allah namun memiliki anggapan bahwa manna yang menjadi makanan sehari-hari itu bukanlah anugrah Tuhan melainkan jasa Musa yang telah berdoa kepada Tuhan di sorga dan meminta makanan bagi bangsa itu. Sebenarnya mereka mengerti bahwa yang dimakan adalah roti yang turun dari sorga tapi tidak pernah memandang kepada Sumbernya, bahkan lebih mendekatkan diri kepada Musa. Tindakan itu menandakan bahwa agama bagi mereka adalah bagaimana manusia kembali pada manusia untuk mewujudkan keinginannya dan posisi Tuhan hanya sebagai pelengkap kebutuhan manusia. Kemudian yang dianggap berjasa adalah orang yang berhasil mewujudkan keinginan bangsa itu. Maka Yesus harus bertindak untuk mengembalikan religiusitas pada posisinya yang benar. Pernyataan Yesus di atas hendak menunjukkan bahwa jikalau Bapa tidak bersedia maka mereka tidak akan pernah makan roti tersebut walaupun Musa sudah berdoa dan memohon kepadaNya karena ia dipakai Tuhan sebagai saluran berkat. Sehingga yang berperanan penting justru adalah Allah Bapa dan hanya kepada Dialah jemaat-Nya harus mengarahkan diri. Demikian pula pandangan mereka terhadap Tuhan Yesus. Mereka menganggap Tuhan Yesus telah berjasa karena membuat mereka kenyang. Jadi, menurut konsep mereka agama itu berkaitan erat dengan perihal makanan. Konsep inilah yang dikecam oleh Tuhan Yesus. Kekristenan memang perlu memperhatikan orang yang kelaparan, tetapi itu bukanlah hal yang utama apalagi dijadikan sebagai inti religiusitas hingga membentuk social gospel yaitu Injil yang lebih memperdulikan perihal makanan sebagai akibat masuknya ide humanistik. Ketika memperoleh roti, ribuan orang Yahudi yang mengikuti Yesus menjadi lupa akan seluruh khotbah yang telah disampaikanNya. Bahkan pada bagian terakhir dari Yoh 6 dikisahkan bahwa mereka tidak berterimakasih atas makanan yang diperoleh melainkan berusaha untuk membunuh-Nya dengan alasan bahwa Ia telah melawan konsep pemikiran mereka. Walaupun mendengarkan khotbah tapi mereka tidak bersedia menerima konsep kebenaran yang ditawarkan-Nya karena yang dipikirkan hanyalah roti yang mengenyangkan. Karena itulah mereka hendak menjadikan Yesus sebagai raja. Namun Ia yang telah mengetahui isi hati mereka, menolak untuk menjadi raja bagi bangsa itu dan penolakan ini mengakibatkan kemarahan hingga menimbulkan keinginan untuk membunuh-Nya. Bagi bangsa Israel yang sangat materialistik, prioritas hidup mereka adalah roti yang mengenyangkan. Dalam Kel 16:4-5 dikisahkan, “Lalu berfirmanlah Tuhan kepada Musa: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak. Dan pada hari yang keenam, apabila mereka memasak yang dibawa mereka pulang, maka yang dibawa itu akan terdapat dua kali lipat banyaknya dari apa yang dipungut mereka sehari-hari.” Kemudian dalam Kel 16:20 dikisahkan, “Tetapi ada yang tidak mendengarkan Musa dan meninggalkan daripadanya sampai pagi, lalu berulat dan berbau busuk. Maka Musa menjadi marah kepada mereka.” Peristiwa ini menunjukkan betapa serakahnya manusia, sekaligus mencurigai Tuhan akan melupakan kebutuhan mereka. Manusia memang membutuhkan roti untuk hidup di dunia ini, sesuai dengan perkataan Yesus dalam Yoh 6:33, “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari sorga dan yang memberi hidup kepada dunia.” Mendengar perihal makanan, orang-orang Yahudi itu langsung berkata, ”Tuhan, berikanlah kami roti itu senantiasa.” (Yohanes 6:34) Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memperdulikan siapakah Tuhannya. Yang dipentingkan hanyalah perihal makanan. Lalu Yesus mengajarkan, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35) Mereka tidak dapat mengerti hal ini 69 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 karena tidak sesuai dengan filosofi yang dianut. Lalu Ia melanjutkan pengajaran-Nya dalam Yoh 6:49 dan 51, “Nenek moyangmu telah makan manna di padang gurun dan mereka telah mati. Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” Dengan demikian Ia hendak menawarkan satu nilai yang lebih tinggi daripada sekedar makanan jasmani yaitu pengampunan dosa dan keselamatan kekal. Selain itu Ia juga mengajarkan bahwa aspek penting dari suatu ibadah dan keagamaan adalah membawa manusia kembali pada berita terpenting yaitu problema dosa yang berakibat kebinasaan hidup manusia, dan mencari solusinya. Tuhan Yesus juga menjelaskan dalam Yoh 6:38 dan 40, “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.” Inilah berita mengenai roti rohani untuk mencapai nilai tertinggi. Ironisnya, penjelasan ini pun tidak dapat diterima oleh orang Yahudi dan akhirnya mereka pergi meninggalkan Tuhan Yesus. Semua ini disebabkan karena mereka memiliki konsep keagamaan terbalik. Orang Kristen di jaman ini juga seringkali menjalani hidup yang sama seperti orang Farisi dan ahli Taurat bangsa Yahudi. Mereka tetap percaya dan beribadah kepada Tuhan namun tanpa makna karena sebenarnya mereka sedang mengejar hal duniawi dan gagal memahami inti Kekristenan. Seringkali pula orang Kristen gagal mengerti kehendak Tuhan atas hidupnya karena telah tertanam suatu konsep pemikiran yang tidak bersedia menerima konsep lain. Padahal sesungguhnya mereka mengetahui bahwa konsep kebenaran Firman bernilai lebih tinggi dari konsep apapun namun dengan sengaja menolaknya dan terus mengejar hal sekunder. Inilah problem religiusitas yang sudah menjadi masalah bagi setiap manusia di dunia ini. Hanya Firman, anugrah dan kekuatan Tuhanlah yang sanggup menyadarkan dan merubah pola berpikir setiap orang Kristen yang gagal memprioritaskan hal yang paling bermutu bagi kehidupannya. Ketika Tuhan mulai membawa setiap anak-Nya kepada kebenaran sejati tapi dunia justru menyesatkan mereka menuju ke hal yang tidak benar. Karena itu, Tuhan Yesus berusaha untuk meluruskan konsep pemikiran mereka. Ketika di padang gurun, bangsa Israel sesungguhnya mengerti bahwa manna yang dimakan itu berasal dari Tuhan. Namun ketika sejarah ini mulai diceritakan secara turun temurun, maknanya mulai bergeser. Mereka menganggap bahwa Musalah yang berjasa karena ia adalah bapa orang Yahudi yang patut dibanggakan. Maka sejak itu kepentingan kebenaran Allah mulai digeser dan dimanipulasi menjadi kepentingan kebenaran suku. Padahal sumber kebenaran sejati adalah Allah Yahwe. Namun bagi bangsa Yahudi tidaklah demikian. Mereka merasa bahwa sikap dan tindakan Tuhan Yesus sangat berbahaya bagi kebudayaan bangsa Israel. Buktinya, dalam Yoh 11:48 dikisahkan bahwa imam kepala, orang Farisi dan Mahkamah Agama bersepakat, “Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita.” Di dunia ini memang sulit bagi kebenaran untuk mendapat tempat yang selayaknya. Kebenaran sejati yang seharusnya menjadi titik tolak, justru dilawan supaya banyak orang percaya kepada kebenaran palsu walaupun sesungguhnya mereka mengerti bahwa manusia tidak dapat menjadi sumber kebenaran. Amin! 70 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me en ng ga an nu utt K Krriis sttu us s Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 57 Lukas 9:57-62 Ketika Yesus dan murid–murid–Nya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: "Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi." 58 Yesus berkata kepadanya: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala–Nya." 59 Lalu Ia berkata kepada seorang lain: "Ikutlah Aku!" Tetapi orang itu berkata: "Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku." 60 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana–mana." 61 Dan seorang lain lagi berkata: "Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku." 62 Tetapi Yesus berkata: "Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." Gereja Tuhan secara reguler telah menjalankan Baptis, Sidi dan Atestasi sebagai moment masuknya beberapa orang menjadi anggota Gereja yang percaya kepada Kristus. Namun seringkali orang Kristen menyatakan kesediaannya untuk mengikut Kristus tanpa disertai dengan kedalaman makna yang sesungguhnya melainkan memegang prinsip ‘pokoknya percaya kepada Tuhan Yesus’. Prinsip semacam ini sangat berbahaya karena Iblis pun percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dunia dan Oknum kedua dari Allah Tritunggal. Justru, itulah yang dijadikan sebagai alasan untuk merusak dan menghancurkan seluruh misi-Nya atas umat manusia. Ironisnya, banyak orang dunia tidak mau percaya kepada-Nya. Dan jika orang Kristen percaya kepada Tuhan sama seperti Iblis percaya kepada-Nya maka Kekristenan tidak berbeda dengan Iblis. Masalah ini termasuk sangat serius karena Kekristenan ditempatkan pada posisi yang salah sehingga pengertian percaya kepada Kristus harus ditegaskan lagi. Ketika mengikut Dia maka anak Tuhan harus menunjukkan kesungguhannya dalam beriman kepada Yesus sebagai dasar iman Kristen sejati. Dan dalam Luk 9:57-62 Tuhan Yesus memberikan tiga contoh negatif agar semua pengikut-Nya secara serius mampu memahami makna mengikut Dia. Sebelum Yesus mengajarkan hal mengikut Dia, Lukas mencatat bahwa konteks pembahasan perihal ini memungkinkan timbulnya pergunjingan tentang seseorang yang ingin memahami makna mengikut Yesus sehingga ia harus berhadapan dengan kondisi rancu dan membingungkan. Konteks pembahasan berita ini dimulai dengan pemberitahuan kedua tentang penderitaan Yesus (Luk 9:43b-45). Ketika menyampaikan berita tentang penderitaan-Nya, Tuhan Yesus sedang berbeban berat dan bersusah hati. Namun para murid-Nya tidak menghiraukan kesusahan dan penderitaan Sang Guru melainkan mulai mempergunjingkan siapa yang terbesar di antara mereka. Tingkah semacam ini sungguh tidak pantas dilakukan oleh para murid yang berstatus sebagai pengikut Kristus. Kasus ini berlanjut dengan adanya seseorang yang bukan murid 71 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Yesus tapi mampu mengusir setan seperti yang dilakukan oleh para murid (Luk 9:49-50) sehingga melihat kenyataan tersebut, mereka menjadi kebingungan dan berkata, “Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita.” Setelah kasus ini, barulah Lukas men-ceritakan tiga contoh yang diberikan oleh Tuhan Yesus untuk menunjukkan bahwa kedua kasus di atas tidak sesuai dengan model pengikut Yesus sejati supaya semua orang Kristen dapat mengevaluasi diri karena sesungguhnya mengikut Yesus menyangkut keseluruhan integritas. Pertama, dikisahkan dalam Luk 9:57, “Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, kemana saja Engkau pergi.” Komitmen yang ditunjukkan dengan antusias seperti ini termasuk sangat baik namun Tuhan Yesus yang telah mengetahui maksud dan tujuannya, memberikan respon negatif dengan mengatakan, “SeriIgala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk 9:58) yang berarti bahwa tidak ada yang dapat diharapkan dari-Nya karena Ia tidak dapat dimanipulasi oleh siapapun. Contoh pertama ini memperlihatkan adanya problem motivasi dalam mengikut Yesus. Banyak orang telah menyaksikan berbagai mukjizat yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dan sebagian besar dari mereka berpikir bahwa mengikut Dia merupakan suatu keuntungan besar karena Ia sanggup memberikan kenikmatan hidup di dunia ini. Dengan kata lain, mereka bersedia mengikut Dia karena adanya prospek yang dikejar yaitu harapan mereka bahwa suatu saat nanti Tuhan Yesus akan menjadi raja atas bangsa Israel dan salah satu di antara mereka akan diangkat menjadi perdana menteri, sedang murid yang lain akan mendapatkan posisi di senat. Motivasi semacam ini mutlak salah dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan sehingga perlu dimurnikan dari penyelewengan motivasi yang disebabkan oleh keinginan pribadi. Seperti pembahasan pada Minggu lalu, orang Yahudi berpikir untuk menjadikan Yesus sebagai raja agar mereka dapat makan kenyang setiap hari. Dengan kata lain, menjadikan Yesus sebagai raja merupakan pemecahan masalah kesulitan pangan yang seringkali terjadi. Jika Yesus mampu memberi makan sepuluh ribu orang hanya dengan bermodalkan lima roti dan dua ekor ikan maka tentu Ia sanggup memberi makan seluruh rakyat di negara tersebut dan kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Selain aspek pangan, orang Yahudi juga mempertimbangkan aspek kesehatan. Mereka sudah sering memperhatikan mukjizat penyembuhan yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Karena itu, mereka berpikir jika Ia menjadi raja maka tidak perlu lagi pergi ke dokter dan terbeban dengan biaya pengobatan. Dengan motivasi semacam itu, mereka telah membuat kesalahan terbesar yang akhirnya memukul dan menyusahkan mereka sendiri karena seharusnya mereka tidak layak untuk menuntut apapun dari Tuhan Yesus. Kasus seperti ini terjadi tidak hanya pada jaman dulu tapi hingga saat ini. Banyak orang Kristen mengikut Yesus dengan motivasi yang salah antara lain untuk mencari kenikmatan hidup dan menghindari kesusahan, masalah serta penderitaan. Kedua, dalam Luk 9:59 dicatat bahwa Tuhan Yesuslah yang berinisiatif kali ini dengan berkata, “Ikutlah Aku.” Tetapi orang yang diajak-Nya memperlihatkan keberatan dengan menjawab, “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.” Lalu Ia sekali lagi berespon negatif, “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Luk 9:60). Ungkapan ‘menguburkan bapaku’ bukan berarti ayahnya telah meninggal tapi menunjukkan bahwa seorang anak dianggap sudah menyelesaikan tanggung jawabnya kepada orangtua setelah mereka meninggal. Jika mereka masih hidup maka si anak harus taat mutlak kepadanya. Menurut logika manusia, budaya ini memang wajar namun dalam prinsip kebenaran firman Tuhan, konsep ini sangat tidak wajar dan bersifat 72 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 merusak karena Kekristenan menuntut setiap anak Tuhan untuk mengetahui dan memahami ordo secara tepat. Sudah selayaknya, seorang anak harus tunduk kepada orangtua tapi ia harus lebih tunduk kepada Tuhan daripada orangtuanya karena otoritas Tuhan berada di posisi yang lebih tinggi daripada orangtua. Sedangkan ungkapan ‘orang mati menguburkan orang mati’ secara esensial mempunyai pengertian bahwa biarlah orang yang binasa karena melawan Tuhan, menguburkan sesamanya. Selanjutnya, Tuhan memerintahkan, “Pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah” sebagai bukti keselamatan seorang anak Tuhan. Pada contoh kedua di atas, Tuhan Yesus menunjukkan otoritas-Nya dengan berinisiatif mengajak manusia untuk mengikut Dia. Otoritas yang digunakan dalam relasi ini adalah tepat, layak dan pantas karena Dialah Allah yang berhak memerintah dan menuntut manusia untuk mengikut Dia. Ironisnya, manusia justru menunjukkan respon keberatan. Ini menandakan bahwa manusia telah gagal dalam pemahaman ordo secara tepat dan penentuan prioritas dalam hidupnya. Dengan demikian, Tuhan sedang dilecehkan dan ditempatkan pada posisi yang tidak pantas. Padahal mengikut Yesus menuntut satu konsep tertinggi di mana Kristus diposisikan sebagai Tuhan dan yang lain berada di bawahnya berdasarkan konsep Ketuhanan Kristus. Dalam Teologi Reformed, ini dikenal sebagai the Lordship of Christ. Kalau tidak demikian maka akan muncul tuhan lain yang menuntun manusia pada jalur kebinasaan sehingga seluruh hidupnya tidak akan cukup memadai untuk memberitakan Injil. Karena itu, Pdt. Stephen Tong seringkali menekankan bahwa ini adalah Gereja Reformed Injili supaya semangat penginjilannya tidak hilang. Ketiga, Tuhan Yesus tidak lagi berinisiatif mengajak melainkan manusia kembali menunjukkan inisiatifnya untuk mengikut Dia namun masih disertai dengan suatu keberatan, “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk 9:61). Maka respon negatif segera diberikan oleh Tuhan Yesus, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Luk 9:61). Kebiasaan minta ijin ini seringkali membahayakan Kekristenan sehingga harus diwaspadai. Jika mau mengikut Dia, Tuhan Yesus menuntut jemaat-Nya untuk tidak menengok ke kanan dan kiri lalu minta ijin untuk berhenti sejenak, karena banyaknya godaan di sekeliling yang sanggup memancing mereka untuk keluar dari jalur Tuhan. Jadi, pengikut Yesus sejati adalah mereka yang mengikut Dia dengan motivasi murni yaitu menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan namun telah menyeleweng dan mengikut Setan sehingga ia harus kembali pada jalan Tuhan yang benar. Motivasi ini harus disertai dengan keseriusan dan kesediaan untuk taat mutlak pada Tuhan karena prioritas ordo-Nya berada di posisi pertama dan terutama. Semua ini dapat dicapai dengan berjalan lurus dan mengikut Dia. Alkitab tidak pernah mengajarkan orang Kristen untuk berpengalaman negatif. Realita negatif memang ada di dunia ini namun Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan baik dan positif. Dan ketika masuk ke dalam pengalaman negatif, berarti manusia mulai berjalan menuju pada kebinasaan secara bertahap. Amin! 73 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke ek ke ejjiia an nb ba ag gii T Tu uh ha an n Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan Nats: Ulangan 18:9-14/ Yohanes 8:44 Ulangan 18 9 "Apabila engkau sudah masuk ke negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, maka janganlah engkau belajar berlaku sesuai dengan kekejian yang dilakukan bangsa– bangsa itu. 10 Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki–laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, 11 seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang–orang mati. 12 Sebab setiap orang yang melakukan hal–hal ini adalah kekejian bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian–kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu. 13 Haruslah engkau hidup dengan tidak bercela di hadapan TUHAN, Allahmu. 14 Sebab bangsa–bangsa yang daerahnya akan kaududuki ini mendengarkan kepada peramal atau petenung, tetapi engkau ini tidak diizinkan TUHAN, Allahmu, melakukan yang demikian. Yohanes 8 44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan–keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta. Konteks Ul. 18 ini merupakan peringatan keras Musa bagi bangsa Israel agar mereka berhati-hati ketika memasuki Tanah Perjanjian yaitu Kanaan sebagai warisan turun temurun. Sebab bangsa lain yang menetap di sana telah melakukan kekejian di mata Tuhan yaitu praktek kegelapan (Ul 18:9). Itulah alasan Tuhan Allah menghalau mereka dari hadapan-Nya. Peringatan ini ditujukan pada mereka yang percaya akan Allah Yahwe dalam konteks Musa dan juga pada orang Kristen jaman sekarang yang percaya akan Tuhan Yesus karena adanya kemungkinan mereka telah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar hingga mulai mengalihkan pengharapan dan bergantung pada kekuatan lain yang justru melawan Tuhan. Padahal Alkitab dengan jelas melarang Kekristenan melakukan kekejian semacam itu karena hanya Tuhanlah satu-satunya sumber kekuatan bagi orang percaya. Ironisnya, justru banyak orang Kristen mempercayai dan melakukan praktek okultisme sebagai tradisi turun temurun, seperti memendam kepala babi di depan rumah sebagai penangkal angin jahat, tradisi adat Jawa dan sebagainya. 74 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. dibalik, 2. tersembunyi, 3. misterius, 4. gelap. Setan selalu bekerja dibalik hal tertentu secara tersembunyi dan misterius (sulit diterima dan dijelaskan oleh akal pikiran manusia) untuk mengelabui mereka yang tidak berpengertian secara tepat sehingga mereka terkecoh dan berpikir bahwa aliran tersebut diperoleh dari Tuhan. Sebagai contoh, orang Jawa memelihara dan memandikan keris pusaka dengan air bunga tujuh macam; ilmu santet untuk memasukkan benda tajam ke dalam perut seseorang yang tidak disukai, dan sebagainya. Hal ini menjadi semakin serius saat ini karena setan mulai muncul dengan berbagai macam kedok sehingga manusia memandangnya sebagai pemenuhan kebutuhan rohani yang tidak pernah dijumpai seperti halnya New Age Movement, white magic untuk penyembuhan dan lain-lain. Agar lebih meyakinkan lagi, mereka yang menganut isme tersebut bersedia melayani orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Padahal aliran itu berasal dari Setan yang muncul dengan penampilan sangat menarik. Bagi orang beragama, Setan akan tampil secara religius, misalnya dukun yang membawa Alkitab dan menggunakan doa yang biasanya dipakai oleh Kekristenan. Jika diperhatikan dengan cermat, dalam Ul. 18 dapat dijumpai banyak kekejian yang masih terjadi hingga saat ini. Pertama, Musa memperingatkan dalam Ul. 18:10, “Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api.” Jakarta pernah diributkan dengan peristiwa semacam ini. Seorang bayi telah dikorbankan demi penyempurnaan ilmu yang sedang dipelajari oleh orangtuanya. Peristiwa yang sama juga terjadi dalam sebuah keluarga kaya di mana anak gadisnya telah dijadikan sebagai korban perjanjian mereka dengan Setan di Gunung Kawi. Akibatnya, ia berubah menjadi seperti seekor anjing. Sikap dan tingkah lakunya mirip seperti anjing. Memang, Setan bersedia memberikan kekayaan pada keluarga tersebut namun ia meminta salah satu anak mereka sebagai imbalannya. Sebuah keluarga lain di Kalimantan juga mengikat perjanjian darah dengan Setan sehingga mereka tidak diperkenankan memiliki anak lebih dari satu. Sekalipun bukan manusia (seorang anak atau gadis) yang dikorbankan melainkan binatang sebagai penggantinya namun intinya tetap bagi Setan. Padahal dalam Yoh 8:44 Yesus telah memperingatkan, “Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta.” Maka Setan mengerti caranya membohongi orang Kristen maupun orang tak beragama. Kedua, perihal tenung atau hipnotis yaitu cara mempengaruhi seseorang dengan menggunakan tongkat dan bandulan agar orang itu kehilangan kesadarannya dan bersedia melakukan segala perintah yang diberikan. Praktek ini sungguh tidak berkenan kepada Tuhan karena terjadi perampasan kepribadian. Ketiga, perihal ramalan untuk mengetahui peristiwa yang akan terjadi atau peruntungan seseorang dengan membaca garis tangan atau horoskop. Setan telah menyusup ke astronomi (ilmu perbintangan) hingga terciptalah astrologi yang berprinsip bahwa alam makro mempengaruhi alam mikro. Ditinjau dari science, prinsip tersebut masih mengandung unsur kebenaran yaitu pergerakan bulan mempengaruhi pasang surut air laut. Tetapi Setan memakainya sebagai batu loncatan untuk membohongi manusia. Karena itu, yang menjadi latar belakang astrologi adalah pergerakan alam semesta mempengaruhi seluruh alam mikro termasuk nasib manusia. Maka dalam astrologi terdapat penggolongan manusia berdasarkan filsafat dan ciri tertentu. Yang menjadi masalah bukanlah hal percaya atau tidak, melainkan karena banyak orang 75 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kristen ikut ambil bagian dan membaca ramalan semacam itu. Bagaimanapun, sesuatu yang dibaca akan melekat dalam pikiran pembaca. Padahal sesungguhnya hidup manusia berada di dalam tangan Tuhan sehingga tak perlu lagi mencari tahu masa depan karena pimpinan Tuhan selalu bersamanya. Sebenarnya, horoskop itu bisa cocok bagi semua orang karena kepandaian si penulis dan tidak ada sangkut pautnya dengan pribadi tertentu atau bersifat eksklusif subyektif. Keempat, perihal penelaah untuk mengetahui sesuatu yang sudah terjadi. Sebagai contoh, pengalaman seseorang yang kehilangan gitar listrik. Untuk menemukannya, ia pergi ke seorang penelaah yang mampu melihat ke masa lalu dengan menggunakan baskom berisi air dan merica. Banyak orang termasuk orang Kristen mempercayai hal semacam itu padahal tindakan mereka itu dapat membangkitkan kecemburuan Tuhan yang terdalam. Kelima, hal sihir yang mengandung unsur perubahan bentuk. Sebagai contoh, pengalaman seorang murid KTB. Sebelum bertobat ia pernah merubah sobekan kertas menjadi uang dan menggunakannya untuk membeli bensin. Tapi setelah ia pergi meninggalkan SPBU tersebut, uang hasil rekayasa sihirnya itu kembali ke wujud semula. Peristiwa serupa juga terjadi di Ambon. Seseorang belanja di sebuah supermarket dan membayarnya dengan dedaunan yang sudah diubah menjadi uang. Dan ketika kasir hendak menghitung pendapatannya, ia menemukan uang tersebut sudah kembali ke wujud asalnya. Keenam, mantra yaitu kalimat tertentu yang diucapkan sekian kali untuk tujuan tertentu pula, misalnya untuk penyembuhan, kekebalan, kekuatan dan sebagainya, dengan beberapa syarat yang mutlak harus ditaati. Ketujuh, “seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati” (Ul. 18:11). Dalam dunia okultisme, istilah yang dipakai yaitu spiritisme. Padahal Alkitab mengatakan bahwa orang mati tidak dapat berhubungan dengan dunia orang hidup, demikian juga sebaliknya. Tetapi ada kemungkinan bagi manusia untuk berkomunikasi dengan Setan melalui medium, misalnya jailangkung. Beberapa aliran tertentu dalam Kekristenan juga menganut praktek semacam ini, seakan-akan Tuhan Yesus hadir di dalam diri seseorang lalu berkhotbah. Ada pula orang Kristen yang mengunjungi makam keluarganya dan berbicara dengan orang mati untuk minta berkat. Padahal Tuhanlah sumber berkat. Bahkan ia juga membawakan makanan bagi orang mati tersebut. 1. 2. 3. 4. untuk mengatur aliran nafas, untuk mengatur aliran darah, untuk memadamkan api atau mencairkan es hanya dengan pandangan mata, untuk dapat keluar dari tubuh jasmani ke dunia roh. Praktek yoga inipun sudah masuk ke Gereja. Di jaman ini, Spiritisme mudah dijumpai di mana-mana. Setan digambarkan dengan penampilan yang sangat lucu seperti casper dan juga sebagai malaikat penolong yang menghalau Setan lain. Dengan demikian, Setan telah menjadi produk yang menguntungkan. Jika seseorang mengatakan bahwa Setan itu tidak ada, berarti upaya Setan untuk membuat kehadirannya tidak dimengerti oleh manusia telah berhasil. Hingga saat ini, masih banyak orang dirasuk Setan dan biasanya ia bersedia keluar dari tubuh orang itu setelah keinginannya dipenuhi. Namun jika dilakukan maka tanpa disadari manusia telah melayani dan dilayani oleh Setan. Kalau orang Kristen tidak paham akan hal ini berarti ia tidak mengerti kuasa Allah dan Alkitab. Praktek kegelapan sebenarnya merupakan suatu konfrontasi karena tidak menggunakan kuasa 76 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 nama Yesus. Padahal Setan akan sangat ketakutan ketika nama Tuhan Yesus disebutkan. Seorang ibu pernah dirasuk 10 Setan. Dua hari pertama, ia masih berlaku sewajarnya seorang ibu rumah tangga. Tapi ketika hendak dilayani oleh Pendeta, ia mulai gelisah dan ketika mendengar lagu pujian penyembahan kepada Allah, ia berteriak dan bermanifestasi dengan hebat. Dengan berbagai macam cara, Setan berusaha menunjukkan bahwa ia adalah ahli yang ulung bahkan berani menantang manusia karena merasa berkekuatan lebih besar. Memang manusia lemah tapi Tuhan Yesus Kristus memiliki kekuatan lebih hebat daripada Setan. Oleh sebab itu semua orang Kristen yang sudah lahir baru sesungguhnya mempunyai kuasa dalam nama Yesus untuk mengusir Setan. Amin! 77 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 B Be errb ba ah ha ag giia alla ah ho orra an ng g yya an ng gm me en njja ad dii p pe ella ak ku uF Fiirrm ma an n Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: 21 Yakobus 1:21-25 Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. 22 Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. 23 Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat–amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. 24 Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. 25 Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh–sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya. Hanya mereka yang menjadi pelaku Firman saja yang sungguh-sungguh berbahagia. Gereja Protestan, terlebih-lebih Gereja Reformed demikian memandang penting pengajaran firman. Bahkan Gereja Reformed Injili selain memberikan pengajaran firman yang teliti juga memberikan berbagai sarana pendidikan teologi awam dan seminar, tujuannya ialah supaya umat dapat menyatakan ketuhanan Kristus di dalam kehidupan mereka. Pertanyaannya ialah apakah kebenaran yang dimengerti itu dinyatakan dalam kehidupan Kristen kita. Kritik terhadap kita bahwa terdapat kesenjangan antara pengajaran dan kehidupan harus mendorong kita untuk mengevaluasi diri dengan ketat, supaya tidak jatuh dalam kesalahan orang Farisi dan ahli Taurat. Rasul Paulus memberikan teladan kepada kita, walaupun ia memiliki jaminan iman yang teguh dalam keselamatan Allah, tetapi ia secara ketat menaklukkan dirinya untuk hidup sesuai dengan keyakinannya itu. Biarlah melalui konsistensi hidup Kristen dalam kebenaran yang mereka tegaskan, dunia dapat melihat dan mulai berpikir bahwa kehidupan yang didasarkan pada kebenaran Firman ternyata adalah benar, baik dan jauh lebih indah. Friedrich Nietzsche sekali waktu pernah ditanya, apakah yang membuat dia berpikiran demikian negatif terhadap orang Kristen. Dia menjawab, “saya akan percaya kepada pada jalan keselamatan mereka, apabila mereka sedikit lebih terlihat seperti orang yang sudah diselamatkan.” Nietzsche sendiri memiliki hidup yang sangat brengsek, itu urusan dia, tetapi kita akan mendengarkan kritikan dari siapa saja selama itu bisa menolong kita untuk tidak jatuh ke dalam kesalahan dan kehancuran. Kenyataan kehidupan banyak orang Kristen yang tidak berbuah dan lebih mirip dengan dunia harus menyadarkan kita bahwa ada permasalahan serius dalam kehidupan Kristen kita. Menurut pola pikir perumpamaan tentang penabur (Mt 13), tampaknya ada kesalahan dalam sikap kita dalam meresponi 78 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Firman Tuhan yang kita dengarkan, yaitu banyak orang yang setelah mendengarkan firman, mereka mengabaikan, atau melakukan sesekali, lalu melupakannya. Dengan kata lain, mereka tidak menjadi pelaku Firman. Dalam perikop yang kita baca – Yakobus 1:21-27 – ada suatu frase yang harus kita waspadai, yaitu "menipu diri sendiri’ (Yak 1:22 & 26). Seorang bisa merasa dirinya demikian baik dan berkerohanian dengan doktrin yang benar serta berkenan kepada Tuhan, tetapi kenyataannya sangat bertolak belakang. Ada banyak keterkejutan di akhirat nanti, di mana banyak orang yang merasa dirinya melayani Tuhan, di sana baru sadar bahwa mereka ditolak oleh Tuhan. Kita harus waspada terhadap kebodohan “menipu diri sendiri” ini. Sikap menipu diri sendiri diungkapkan dalam beberapa gejala yang akan kita bahas di bawah ini. Kita akan mewaspadainya: Pertama, sikap menilai Firman Tuhan secara rendah dan salah. Orang mempunyai penilaian yang rendah terhadap firman akan berakibat mereka mempunyai sikap yang negatif terhadap firman, antara lain dianggap tidak relevan dan membatasi kehidupan mereka. Mereka lebih menghargai kepandaian, kekayaan dan sebagainya hingga tidak mampu melihat keindahan Firman Tuhan. Mzm 119, pasal terpanjang dalam seluruh Alkitab secara khusus memuji keindahan Firman Tuhan dan menunjukkan kecintaan, kerinduan serta kesukaan akan Taurat Tuhan yang lebih berharga daripada segala macam harta dunia karena Firman itu berkuasa untuk merubah dan membentuk hidup manusia menjadi lebih beriman walaupun dengan memakai sarana manusia yang terbatas. Bagaimanapun juga, setiap orang Kristen harus bersikap kritis ketika mendengarkan khotbah untuk menghindari pengajaran yang salah tapi tetap disertai dengan sikap hormat dan bersedia menerima pengajaran yang benar dengan rendah hati. Kedua, sikap masa bodoh terhadap kesejahteraan diri sendiri. Sikap ini sesungguhnya sangat bertentangan dengan natur manusia yang cenderung untuk merawat dan mengasihi diri; ia cenderung menghindari bahaya dan mengarahkan dirinya kepada kesuksesan, kebaikan dan kebahagiaannya. Orang yang mendengarkan Firman Tuhan mendapatkan pencerahan akal budi yang memampukan dia untuk mengenal dirinya sendiri di hadapan Tuhan secara lebih jelas karena Firman itu dapat mengungkapkan dan menghakimi secara jujur, jelas dan tegas segala keburukan, kesalahan, kejahatan dan dosa manusia yang tersembunyi sekalipun. Selain itu, Firman sebagai kasih karunia Tuhan juga dapat menyembuhkan dan memulihkan sekaligus membangun dan memperbaharui manusia. Namun dalam kehidupan rohani seringkali manusia tidak bersedia melaksanakan Firman Tuhan untuk merubah dan memperbaiki keburukannya demi keindahan dan kehormatannya sendiri karena adanya kontradiksi antara Firman itu dengan dirinya sendiri. Sangat ironis, banyak orang yang sebenarnya tidak mengasihi dirinya sendiri, ia hanya memanjakan diri, yang akhirnya justru merusak dirinya sendiri. Ketiga, sikap tidak membiarkan Firman Tuhan merubah totalitas pribadinya. Jonathan Edwards, seorang tokoh Reformed penting dalam bukunya ‘Religious Affection” mengungkapkan bahwa agama sejati terutama tidak terletak pada emosi, pikiran atau tindakan, tetapi di dalam afeksi yang kudus. Itulah totalitas diri manusia yang mencakup di dalamnya pemahaman akan kebenaran (pikiran) dan mengasihi kebenaran (emosi) sehingga mendorong dia untuk bertindak dan mengasihi dengan benar terutama mencintai dan melakukan kehendak Tuhan. Pengajaran Firman tidak pernah dimaksudkan hanya untuk dimengerti (berhenti di otak) melainkan secara aktif, kreatif dan konstrusktif diwujdukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat menjadi berkat. Keempat, sikap mempermainkan diri dengan agama ‘aku-isme’. Di jaman sekarang ini banyak orang aktif beragama hanya karena kebutuhan dari kesadaran bahwa materi dan teknologi tidak dapat memberikan kepuasan dan kelegaan dalam hidup yang semakin berat. Ia sadar ia memerlukan sesuatu yang lebih besar untuk menopang hidupnya. Tapi ketika manusia kembali kepada Allah, ia tidak rela untuk tunduk kepada otoritas Allah, ia tetap berpegang pada sifat dosa lama yaitu menjadikan dirinya sebagai tuhan atas hidupnya. Inilah suatu bentuk dari agama ‘aku-isme’. Terhadap fenomena dekadensi moralitas yang 79 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 bertolak belakang dengan meningkatnya gairah dan aktivitas agama Charles Colson menjelaskan, “Hal ini terjadi karena mereka yang mengakui dirinya Kristen, menerima iman Kristen menurut kehendak hati mereka sendiri, Kekristenan yang tanpa suatu tuntutan apapun dalam tingkah laku hidup mereka. Ketika diri menjadi otoritas tertinggi maka tidak ada lagi otoritas yang lebih tinggi dari kita yang memberikan tuntutan kepada kita. Maka kelompok orang beragama hanya menjadi komunitas orang-orang otonom yang memilih untuk berkumpul bersama karena kepentingan diri sendiri atau kebutuhan emosi masingmasing.” Ini merupakan sikap menipu diri sendiri, karena sebagai makhluk yang lemah manusia membutuhkan Allah untuk membimbingnya dan memberikan apa yang ia tak mampu dapatkan. Manusia yang tidak memilki komitmen total atau kemantapan hati dan pikiran untuk mengikut Tuhan akan selalu merasa bimbang dan ragu serta tidak pernah merasakan ketenangan hidup. Jika ia terus dituntut untuk berkomitmen kepada Tuhan maka ia akan memberikan pengabdian atau ketaatan dengan substitusi atau tingkah laku agama yang palsu. Mungkin juga ia akan memakai cara rasionalisasi yaitu dengan menjelaskan bahwa Firman Tuhan itu sulit bahkan tidak mungkin dapat dilaksanakan. Dengan demikian ia bisa tenang dan menganggap diri sudah rohani tapi di hadapan Tuhan, ia belum menjadi pelaku Firman dengan segala konsekuensinya. Seorang anak Tuhan dapat menjadi pelaku Firman jika: 1. Tunduk dan takluk kepada prinsip kebenaran Firman Tuhan yang berfungsi sebagai hukum yang sempurna dan memerdekakan (Yak 1:25) serta sebagai jalan hidup. mengungkapkan, “Tetapi orang-orang fasik adalah seperti laut yang berombak-ombak sebab tidak dapat tetap tenang, dan arusnya menimbulkan sampah dan lumpur. Tiada damai bagi orang-orang fasik itu,” firman Allahku.” Artinya, manusia tidak statis atau abstain. Ia harus berpihak kepada Tuhan atau tidak sama sekali. Tapi di luar kebenaran tidak ada damai sejahtera dan kebahagiaan melainkan kehancuran (Yes 32:17). Rasul Paulus dalam 2 Kor 13:8 mengungkapkan suatu prinsip yang sangat indah, “Karena kami tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah untuk kebenaran.” Biarlah hati nurani setiap orang Kristen diikat oleh kebenaran, seperti Daniel yang telah memenangkan perjalanan hidupnya walaupun orang lain menyalahgunakan kejujuran dan ketulusannya. Dalam Mzm 119:30 dikatakan, “Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukumMu di hadapanku.” Biarlah pernyataan pemazmur ini juga menjadi seruan dan keputusan setiap anak Tuhan. Yes 57:20-21 2. menemukan kesukaan dalam menjalankan Perintah Tuhan. Mzm 40:9 mengatakan, “Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” Akibatnya, tidak akan ada lagi pertentangan batin. Orang yang berbuat dosa akan menjalani hidupnya seperti seorang pelarian yang terus berusaha untuk bersembunyi agar kesalahannya tidak terungkap. Sedangkan orang yang meninggalkan segala dosa, kejahatan dan kenajisan akan mengecap kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa dibayangi oleh rasa takut. Jika setiap orang Kristen dapat menemukan keindahan dan kebahagiaan dalam Tuhan maka hal melakukan kehendak Tuhan menjadi mudah dan penuh sukacita. 3. menyimpan Firman Tuhan dalam hati, merenungkannya secara mendalam setiap hari dan menjalankannya. mengatakan, “Tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Jika setiap orang Kristen semakin taat pada Firman Tuhan maka ia akan semakin memahaminya. Mzm 1:2 80 4. Ringkasan Khotbah – Jilid 2 komitmen mutlak untuk melakukan Firman Tuhan. Dalam buku yang berjudul Screwtape Letters oleh C. S. Lewis dikisahkan, Setan senior sedang memberikan nasihat kepada Setan junior, “Yang penting adalah mencegah petobat baru Kristen untuk melakukan sesuatu. Selama ia tidak menunjukkan pertobatannya itu dengan tindakan maka tidak menjadi soal sejauh mana ia berpikir tentang pertobatan baru ini. Biarlah ia asyik bermain dengan pertobatannya itu. Biarkan dia jika berminat menulis sebuah buku tentang pertobatan. Seringkali hal itu menjadi suatu cara yang sangat baik untuk mensterilkan benih-benih yang ditanam oleh Musuh (Tuhan) di dalam jiwa seseorang. Biarkan ia melakukan sesuatu kecuali mempraktekkan kebenaran yang diketahuinya. Tidak ada kesalehan di dalam imajinasinya dan afeksinya yang akan membahayakan kita. Jika kita dapat mencegah agar tidak menyentuh kemauannya seperti yang pernah dikatakan seseorang. Kebiasaan-kebiasaan aktif diperkuat dengan pengulangan tetapi kebiasaan-kebiasaan pasif justru akan diperlemah. Semakin sering ia merasakan tanpa bertindak, semakin berkurang kemampuannya untuk bertindak dan pada jangka panjang, semakin berkurang kemampuannya untuk merasakan.” Maka setiap anak Tuhan harus selalu waspada dan tetap memberi kesaksian hidup Kristennya di tengah dunia. Amin! 81 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe en ny ye es sa alla an ns se ejja attii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yoel 1:4-5/ Yoel 2:12-14 Yoel 1 4 Apa yang ditinggalkan belalang pengerip telah dimakan belalang pindahan, apa yang ditinggalkan belalang pindahan telah dimakan belalang pelompat, dan apa yang ditinggalkan belalang pelompat telah dimakan belalang pelahap. 5 Bangunlah, hai pemabuk, dan menangislah! Merataplah, hai semua peminum anggur karena anggur baru, sebab sudah dirampas dari mulutmu anggur itu! Yoel 2 12 "Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada–Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh." 13 Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman–Nya. 14 Siapa tahu, mungkin Ia mau berbalik dan menyesal, dan ditinggalkan–Nya berkat, menjadi korban sajian dan korban curahan bagi TUHAN, Allahmu. Walaupun pendek, kitab Yoel menggambarkan suatu beban besar dari Tuhan tentang Yehuda dan Yerusalem yang diungkapkan dengan perasaan sangat berat melalui hamba-Nya bernama Yoel. Namun para tokoh Alkitab tidak dapat menemukan banyak referensi tentang nabi Yoel. Bagaimanapun juga, berita sentral dari nabi Yoel adalah ancaman keras dari Tuhan terhadap umat Israel sebagai tuntutan akan pertobatan sejati mereka. Kalau bangsa Israel tidak mau bertobat maka kesengsaraan dan bencana besar akan terjadi yaitu sumber pangan mereka akan dihancurkan secara total. Karena terasa sangat mengerikan, beberapa penafsir teologi liberal menganggap Yl. 1:4-5 bukan sebagai suatu kenyataan melainkan hanya sekedar lambang yang diperuntukkan bagi bangsa asing yang sering menyerang Israel, seperti: belalang pengerip melambangkan Media Persia; belalang pindahan melambangkan orang Asyur; dan belalang pelompat melambangkan Babel. Tapi, beberapa tafsiran Injili yang sungguhsungguh setia kepada Firman Tuhan mengatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan kejadian nyata. Kehidupan manusia di jaman Perjanjian Lama sangat tergantung pada hasil pertanian dan peternakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sekaligus sebagai mata pencaharian. Karena itu, mereka akan sangat ketakutan jika bencana atau wabah menyerang pertanian karena sedikit pun tidak akan tersisa dan kelaparan terjadi. Selanjutnya, dalam pasal 2 Tuhan memanggil dan memberikan seruan keras kepada umat Israel, “Tetapi sekarang juga, berbaliklah kepadaKu dengan segenap hatimu” (Yl. 2:12). Seruan pertobatan ini disebabkan karena banyak orang Kristen telah menyeleweng keluar dari jalan Tuhan. 82 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. tarikan kuasa, pikiran dan filsafat dunia, 2. tarikan kembali kepada Allah. Dan kebanyakan orang Kristen berada dalam pengaruh dunia dengan jiwa humanisme materialisme yang mencengkeram sangat kuat. Namun Tuhan bersedia dan sanggup merubahnya. Itulah pertobatan sejati. Agar setiap orang Kristen memiliki semangat dan keinginan pertobatan yang muncul karena adanya keharusan mutlak maka dua hal harus dipahami: 1. kaitan pertobatan, 2. jaminan pertobatan. Sesungguhnya kebanyakan orang Kristen sudah sering mendengar istilah pertobatan bahkan diperintahkan dan ditantang untuk bertobat. Kitab Yoel serta seluruh Perjanjian Lama dan Baru telah menjelaskan kaitan dan tujuan pertobatan secara terus menerus. Dan salah satu hal yang Tuhan inginkan agar orang Kristen terus memperingatinya adalah perintah untuk menjalankan Perjamuan Kudus sebagai tanda atau sakramen di mana pertobatan dituntut untuk dilaksanakan karena Kristus telah datang untuk menebus dosa manusia. Sesungguhnya, yang hendak digambarkan oleh Yoel melalui pertobatan adalah beberapa tanda yang seringkali ditempatkan pada dua ekstrim. Pertama, tanda bencana atau kesengsaraan adalah mutlak sebagai kutukan Allah. Inilah yang seringkali membuat banyak orang Kristen menjadi stres dan tertekan. Akibatnya, mereka malah memberontak dan jatuh pada ekstrim lain yaitu sikap masa bodoh. Padahal sebenarnya, setiap kali Tuhan melakukan sesuatu dalam hidup manusia, termasuk bencana, seringkali terdapat maksud-Nya yang besar dan belum tentu sebagai kutukan. Maka manusia harus mencari tahu maksud tersebut, terutama mengoreksi kembali hubungan dengan-Nya. Istilah kutukan memang terlihat sangat religius, ilmiah, agamawi dan dapat diargumentasikan secara teologis tetapi sebenarnya mengandung motivasi yang tidak tepat karena orientasinya bukan pada inti berita kesengsaraan. Ketika seseorang berpikir bahwa dengan bencana yang menimpanya, Tuhan telah mengutuk dan menghukum dirinya karena dosa maka sebenarnya ia tidak sedang memikirkan kehendak Tuhan dan bersedia berubah secara konseptual serta taat kepada-Nya melainkan mencari cara untuk meloloskan diri dari bencana tersebut dan kembali pada keadaan semula. Sikap ini menandakan ketidakpekaan manusia akan kehendak Tuhan. Lambat laun, jika keadaan tidak kembali seperti semula maka ia mulai menggerutu, mengeluh dan terus menuntut Tuhan untuk mengikuti kemauannya. The sign of true repentance yang pertama adalah kepekaan terhadap the sign of calamity (bencana). Kadang kala Tuhan memang membiarkan seseorang dalam penderitaan yang membuatnya tak berdaya secara manusiawi karena justru dalam keadaan seperti itu ia berefektivitas tertinggi untuk menjadi berkat bagi orang lain. Kondisi seperti ini memang tidak mudah karena hati manusia sudah terlalu bebal terhadap berita spiritualitas sejati. Kebanyakan orang Kristen lebih suka membangun spiritualitas new age karena kerohanian kontemplatif semacam itu nampak hebat dan nyaman. Dalam kesengsaraan seharusnya orang Kristen mengalami pembaharuan hingga menjadi peka terhadap kehendak Tuhan. Tanda pertobatan juga digambarkan dengan penghukuman Allah yang keras. Seringkali manusia takut berhadapan dengan penghakiman Allah sehingga akhirnya Kekristenan dibius dengan konsep ‘Allah itu maha kasih, penyayang dan berlimpah kasih setia’. Bagaimanapun juga, Yoel perlu menyampaikan berita ini dalam Yl 2:13, “berbaliklah kepada Tuhan, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan 83 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena hukuman-Nya.” Inilah kalimat pertobatan karena dalam Yl. 1:4 terdapat berita penting yang harus diketahui oleh orang Israel pada jaman dulu dan orang Kristen masa kini yaitu mengenai murka Tuhan. Manusia akan sungguh-sungguh bertobat jika ia menyadari keseriusan Tuhan. Jika tidak demikian maka ia akan berbuat sekehendak hatinya dan memikirkan kepentingannya saja. Tuhan yang penuh cinta kasih ini juga tidak sungkan untuk menghancurkan ciptaan-Nya dengan calamity. Ide ini mampu menyadarkan setiap anak Tuhan akan adanya tanda yang hidup dari punishment (hukuman) dan reward (upah). Selain itu, yang terpenting adalah kesadaran bahwa orang Kristen tidak menyembah Allah yang mati atau teoritis atau yang hanya berupa konsep Teologi melainkan Allah yang berpribadi dan hidup serta berurusan dengan jemaatNya walaupun seringkali mereka melupakan Dia. Mzm 139 membuktikan bahwa tak seorang pun dapat melarikan diri dari hadapan-Nya karena posisi manusia tidak netral melainkan berada di bawah kuasa dosa. Selain itu, seringkali orang Kristen terjebak dalam suatu religiusitas semu karena kecenderungan untuk mencari tuhan kreasinya sendiri. Tanda ketiga setelah tanda murka Tuhan adalah tanda cintakasih Tuhan yaitu kematian Kristus bagi penebusan dosa umat manusia. Urutan kedua hal ini tidak boleh dibalik ataupun ditiadakan karena saling berkaitan seperti halnya Perjanjian Lama yang menekankan keadilan Allah kemudian Perjanjian Baru menunjukkan kasih Allah. Kepekaan akan hukuman Allah perlu disertai dengan kepekaan akan adanya kasih Allah yang memberikan kesempatan untuk diperbaharui melalui khotbah, seminar dan sebagainya. Ironisnya, seringkali orang Kristen melewatkan kesempatan terindah dan terpenting itu dan membiarkan mata hatinya dibutakan oleh Setan hingga tidak lagi memiliki kepekaan hati untuk bertobat. Tanda terakhir adalah bahwa masih adanya kemungkinan, harapan dan keyakinan bahwa manusia dapat diperbaharui. Tanpa perubahan, segala pengertian dan kepekaan akan pertobatan tidak berarti lagi karena sudah terjebak ke dalam satu asumsi yang kontradiksi dengan tindakan sehari-hari. Jika manusia tidak lagi dapat dirubah maka segala khotbah, seminar, persekutuan dan kegiatan rohani lainnya tidak diperlukan lagi. Tapi justru pengharapan akan perubahan manusia merupakan bukti bahwa manusia itu bukanlah suatu benda mati. Dan semua yang hidup dapat berubah secara significant dan essential selama berada di dalam Tuhan. Perubahan seluruh konsep manusia sesuai dengan kehendak Tuhan dapat terjadi jika kuasa Roh Kudus masuk ke dalam hatinya karena Tuhan memberi kuasa kepada mereka yang percaya kepada AnakNya untuk menjadi anak Allah. Selain itu, Yoel tidak berhenti menginjili karena bangsa Israel adalah umat pilihan Allah yang akan dipakai sebagai Terang Tuhan bagi semua bangsa di dunia. Namun Israel seringkali melanggar perintah Tuhan sehingga Ia menggantinya dengan Gereja Tuhan sebagai umat pilihan-Nya. Dan Tuhan memanggil Gereja-Nya bukan sekedar untuk menikmati panggilan keselamatan, keindahan, pertobatan melainkan untuk suatu pembaharuan mendasar. Pada jaman ini seringkali tanda atau opportunity untuk pembaharuan hidup belum secara jelas digambarkan sehingga banyak orang Kristen yang merasa tidak dituntut untuk mengadakan pembaharuan hati yang terdalam supaya iman Kristen memiliki keunikan yang jelas terlihat dalam kehidupan di tengah dunia ini. Jika orang Kristen dapat berbuat apa saja, sama seperti orang dunia maka tuntutan pertobatan dan pembaharuan tidak diperlukan lagi. Padahal seharusnya orang Kristen dibentuk oleh Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya sehingga dapat menjadi Terang dan Garam dunia yang menyatakan kemuliaan-Nya. Amin! 84 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ku ua as sa a IIn njjiill Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 1 Markus 16:1-8 Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah–rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus. 2 Dan pagi–pagi benar pada hari pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah 3 Mereka berkata seorang kepada yang lain: "Siapa yang akan menggulingkan batu itu bagi mereka ke kubur. kita dari pintu kubur?" 4 Tetapi ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah, batu yang memang sangat besar itu 5 Lalu mereka masuk ke dalam kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai sudah terguling. jubah putih duduk di sebelah kanan. Merekapun sangat terkejut, 6 tetapi orang muda itu berkata kepada mereka: "Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. 7 Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid–murid–Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan–Nya kepada kamu." 8 Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa–apa kepada siapapun juga karena takut. Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman–temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid–murid–Nya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu. Dalam berita Injil, kuasa kebangkitan Kristus yang menerobos, mengalahkan dan menghancurkan kuasa kematian dari Setan dinyatakan dengan tegas sebagai berita sentral atau inti iman Kristen yang sanggup menjawab masalah terserius dalam kehidupan manusia yaitu dosa. Ketika manusia hendak mengevaluasi diri guna memahami hidup maka basis atau dasar pijak mutlak yang harus dilakukan dengan bijaksana adalah menjawab tiga pertanyaan essensial: 1. siapakah aku? 2. mengapa aku menjadi begini? 3. hendak ke manakah aku? Jika tidak dapat menjawab ketiga pertanyaan tersebut atau bahkan mengabaikannya dan bersikap acuh tak acuh, berarti ia sedang mempertaruhkan hidupnya secara mengerikan. Padahal sepanjang sejarah manusia, ketiga pertanyaan itu telah dipertanyakan oleh para filsuf, orang bijak, pemimpin agama dan orang saleh di seluruh dunia serta diupayakan untuk dapat menjawabnya dengan menggunakan kemungkinan signifikansi manusia yaitu terobosan kekekalan yang dimiliki dalam dirinya selain keberadaannya yang dibatasi dan terikat oleh ruang dan waktu. Akibatnya, manusia memiliki dua dimensi: 85 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. dimensi di mana ia hidup di dalam sejarah; 2. dimensi kekekalan yang melampaui sejarah. Dengan kata lain, manusia hidup dengan kemungkinan sejarah, berimajinasi sekaligus memikirkan masa lampau karena telah diberi kemampuan untuk menerobos keluar dari keberadaannya yang terikat oleh situasi, ruang dan waktu. Selain itu, Tuhan juga memberi kemungkinan untuk menerobos ke masa depan hingga pada akhirnya ia akan bertemu dengan kekekalan. Banyak orang berusaha menjawab ketiga pertanyaan itu secara filosofis, spekulatif, duniawi, logis, pengalaman perasaan dan sebagainya. Namun jawaban mereka tidak memiliki unsur kebenaran sejati karena tidak ada buktinya melainkan hanya berupa hipotesa teoritis dengan kebenaran yang ditentukan secara subyektif tanpa mempertimbangkan orang lain kecuali pendapat yang sesuai dengan dirinya. Padahal sesungguhnya manusia tidak dapat memahami kebenaran dari dirinya sendiri melainkan dari Sang Pencipta. Akibatnya, terjadilah penipuan ilmiah kira-kira selama 1,5 abad terakhir ini di mana banyak orang menjadi korban dari hipotesanya sendiri. Maka Tuhan Yesus membukakan kebenaran sejati yaitu Allah yang berinkarnasi untuk menebus dosa. Teori evolusi mengatakan bahwa manusia berasal dari sebuah sel yang mati dan tiba-tiba hidup. Teori ini sangat mustahil terjadi karena hidup dan mati merupakan dua hal yang terpisah dan tidak dapat dicampur menjadi satu namun masih ada kemungkinan akan kesamaan material. Sebagai contoh konkrit, tubuh manusia yang berasal dari tanah lalu diberi nafas kehidupan oleh Tuhan. Ketika mati maka tubuh jasmaninya akan hancur dan kembali menjadi tanah. Bagaimanapun juga, Tuhan tidak pernah memperkenankan status kehidupan yang sangat unik disamakan dengan benda mati. Lalu mahluk hidup itu sendiri terbagi menjadi tiga derajat yaitu tumbuhan, binatang dan manusia. Ketiga derajat ini mempunyai perbedaan kualitatif secara total dan manusialah satu-satunya mahluk yang terutama di seluruh kehidupan karena diciptakan secara unik sesuai gambar dan rupa Allah dengan unsur kekekalan di dalam hatinya sehingga setelah mati ia akan masuk ke dalam kekekalan, antara lain: 1. hidup kekal, atau 2. mati kekal. Pada saat itu, ia tidak akan dapat berubah selamanya atau pindah dari Neraka menuju ke Surga. Inilah kegentaran yang sangat serius dan menakutkan. Karena itu, perjalanan manusia dalam sejarah sangat menentukan arah hidupnya kelak dalam kekekalan. Alkitab mengatakan bahwa semua manusia telah jatuh ke dalam dosa dan menjadi rusak. Sebagai hukuman-Nya adalah harus berhadapan dengan kematian. Tiga pasal pertama dalam Kitab Kejadian telah mengungkapkan kebenaran ini yang harus diketahui oleh semua orang. Jika tidak maka manusia akan kehilangan seluruh pengertian yang essensi. Pengertian dosa bukan sekedar suatu perbuatan membunuh atau mencuri dan sebagainya. Jika dosa tergolong sebagai masalah yang sangat simple seperti itu maka Tuhan Yesus tidak perlu datang ke dunia. Kristus yang telah mati sebagai bukti cinta kasih Allah demi menyelamatkan dan mengeluarkan manusia dari jebakan dosa, ikatan belenggu Iblis serta kuasa kematian, justru merupakan penderitaan yang harus dimengerti semenjak kelahiran-Nya di tengah dunia ini. Kristus yang adalah Allah telah turun menjadi manusia. Inilah penurunan kualitas terbesar, dari kualitas Pencipta turun menjadi kualitas ciptaan. Allah yang tak terbatas oleh apapun harus turun ke dalam keterbatasan yang terhina, sesuai Filipi 2:6-8, “…yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya sendiri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” 86 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Banyak orang dunia yang merasa dirinya sudah baik sehingga tidak perlu kembali kepada Tuhan dan mengaku dosa. Hal ini disebabkan karena standar dan konsep kejahatannya terlalu dangkal. Namun Alkitab mengatakan bahwa inti dosa adalah manusia yang berani melawan Sang Pencipta dan kebenaran-Nya. Inilah yang dinamakan ‘fasik’ dan ‘lalim’. Fasik adalah sikap mengabaikan Allah walaupun telah mengetahui keberadaan-Nya. Sedangkan lalim adalah sikap mengabaikan kebenaran sejati. Orang yang fasik sudah pasti ia juga lalim. Demikian pula sebaliknya. Dengan kata lain, orang yang lebih suka berbuat sekehendak hatinya karena merasa diri sudah hebat, pasti tidak akan menghormati Tuhan karena di dalam dirinya tidak ada lagi rasa takut akan Dia. Sedangkan akses dosa adalah perbuatan membunuh, mencuri, berbohong, iri hati, sombong, terutama ketidaksediaan orang Kristen untuk memberitakan Injil, berbuat baik pada orang lain, setia beribadah kepada Tuhan dan sebagainya. Maka Alkitab mengajarkan bahwa manusia seharusnya mencari Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya terlebih dahulu, barulah semuanya akan ditambahkan kepadanya. Inilah penyelesaian Tuhan bagi seluruh umat manusia. Allah yang penuh cinta kasih tetap tidak dapat menyangkali keadilan-Nya yang menuntut dan mengharuskan manusia untuk menjalani hukuman mati. Itulah Allah sejati. Jika manusia tidak bersedia kembali kepada Allah sejati dan menerima Injil maka ia pasti jatuh pada allah palsu yang sanggup mempermainkan segalanya dengan sesuka hatinya. Dan jika Allah tidak memiliki keadilan maka semua orang akan berbuat jahat dengan seenaknya. Namun Allah telah menimpakan murka-Nya atas seluruh umat manusia kepada Anak-Nya yang tunggal yaitu Tuhan Yesus Kristus. Lalu hanya mereka yang percaya kepada-Nya sajalah yang memperoleh keselamatan kekal itu. sanggup memberikan kesimpulan yang kokoh dan tuntas yaitu kebangkitan Kristus. Dalam manuscript kuno, sebenarnya Mrk 16 berhenti di ayat 8 sebagai ayat penutup atau kesimpulan terakhir. Namun dalam teks yang baru terdapat penambahan ayat 9-20. Biasanya dalam Alkitab berbahasa Inggris, sebelum ayat 9-20 terdapat note, “The earliest manuscripts and some other ancient witnesses do not have Mark 16:9-20.” Bagaimanapun juga, Gereja Injili tetap percaya bahwa ayat 9-20 termasuk sebagai bagian dari Firman Tuhan. Mrk 16:1-8 Dalam ayat 8 dikatakan, “Lalu mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepada siapapun juga karena takut.” Untuk menghindari kontras atau kesulitan paradoks cara berpikir, ayat tersebut tidak boleh berhenti sampai di situ saja melainkan dilanjutkan, “Dengan singkat mereka sampaikan semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya.” Jadi, meskipun ketiga perempuan itu merasa takut dan tidak berani bicara pada siapapun tapi perintah Malaikat untuk menyampaikan berita kebangkitan Tuhan kepada Petrus dan temantemannya tetap dilaksanakan. Dan yang menjadi kesimpulan terakhir dari seluruh inti Injil adalah, “Sesudah itu Yesus sendiri dengan perantaraan murid-muridNya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu.” Manusia diciptakan oleh Tuhan sendiri maka hidupnya harus mempermuliakan Dia. Sebaliknya, dunia mengajarkan bahwa manusia berasal dari dunia, hidup untuk dunia dan mengikuti cara dunia sehingga tanpa disadari telah berproses menuju pada kebinasaan kekal. Label Kristen tidak dapat menjamin seseorang masuk Surga. Bahkan dalam Kekristenan terdapat banyak kepalsuan karena memang terlalu mudah untuk dipalsukan. Ini disebabkan karena banyaknya kesulitan untuk menjalankan prinsip Kekristenan sejati. Tapi justru Allah memanggil manusia agar menjadi anak-Nya yang sejati. Amin! 87 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke es se em mp pu urrn na aa an nk ka as siih h Oleh: Pdt. Johannes Aurelius W Nats: 1 1 Korintus 13:1-13 Sekalipun aku dapat berkata–kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. 2 Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. 3 Dan sekalipun aku membagi–bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku. 4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. 5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. 6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. 7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. 8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan 9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. 10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap. 11 Ketika aku kanak–kanak, aku berkata–kata seperti kanak–kanak, aku merasa seperti akan lenyap. kanak–kanak, aku berpikir seperti kanak–kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak–kanak itu. 12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar–samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal. 13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. Secara khusus, cintakasih Tuhan merupakan dasar seluruh persekutuan hidup orang percaya, terutama persekutuan kekal di Sorga kelak setelah meninggalkan dunia ini. Dahulu, Yohanes dikenal sebagai rasul kasih yang secara pribadi berhubungan sangat dekat dengan Sang Guru agung yaitu Tuhan Yesus Kristus dan telah menyatakan cinta kasih-Nya dalam Yoh 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya 88 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Selain itu, ia juga menganjurkan untuk saling mengasihi. Petrus pun pernah menganjurkan dalam suratnya agar jemaat memahami hidup persaudaraan dengan cintakasih. Walaupun Paulus memiliki latar belakang buruk yaitu menganiaya, membunuh dan membinasakan orang Kristen, tetapi setelah dipertobatkan oleh Tuhan, ia juga memberitakan kasih kepada jemaat Korintus yang mempunyai lebih banyak masalah daripada jemaat lain hingga ia ikut menangis bersama mereka. Seorang penulis buku sindiran pernah mengatakan bahwa walaupun dunia mempunyai banyak agama tetapi akhirnya tidak mampu membentuk masyarakat yang saling mengasihi melainkan saling membenci dengan ekstrim dan fundamen masing-masing. Maka seharusnya Gereja berperan dengan sebaik mungkin di tengah situasi seperti ini. Dalam 1 Kor 13 tercatat beberapa prinsip kesempurnaan kasih yang memperkaya. Ayat 1-3 diawali dengan, “Sekalipun aku…” Artinya, sekalipun mempunyai banyak karunia, hikmat, materi dan berbagai hal yang layak dipersembahkan bagi pekerjaan Tuhan seperti jemaat Korintus, tetapi tanpa kasih maka semuanya sia-sia belaka dan tidak berguna karena tak ada lagi yang dapat dibanggakan selain diri sendiri. Sedangkan egoisme hanya akan menimbulkan kompetisi tak sehat yang sangat berbahaya dan tidak memuliakan Tuhan. Paulus mengatakan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing” (1 Kor 13:1). Dalam 1 Kor 12 dan 14, ia membahas betapa banyaknya jemaat yang berbahasa roh. Namun dalam 1 Kor 14:23 secara khusus ia mengkritik, “Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?” Pemakaian bahasa tersebut justru membuat keributan dan bukan keteraturan dalam ibadah. Kadangkala, bahasa roh juga dimanipulasi dan direkayasa sedemikian rupa. Padahal Paulus telah menegaskan, “Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. Karena itu siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia harus berdoa, supaya kepadanya diberikan juga karunia untuk menafsirkannya” (1 Kor 12:10-11; 14:13). Ayat inipun seringkali disalahartikan. Akibatnya, terjadi pemalsuan karena orang yang berbahasa roh sekaligus menterjemahkannya. Kekristenan percaya bahwa bahasa tersebut ada tetapi tidak mudah mempercayai mereka yang mengaku memilikinya karena Yohanes pernah mengatakan, “Saudara- saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah” (1 Yoh 4:1). Paulus juga memberikan pengertian yang benar tentang bahasa roh karena jemaat Korintus memiliki tendency untuk melebih-lebihkan karunia tersebut. Selain itu, mereka cenderung menganggap diri lebih rohani daripada orang lain. Maka terjadilah perpecahan, “Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus” (1 Kor 1:12). Selanjutnya, Paulus mengatakan dalam 1 Kor 13:2, “Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.” Sebagai contoh, Nabi Yunus yang diutus oleh Tuhan, “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka” (Yun. 1:2). Tapi ia malah melarikan diri hingga akhirnya ditelan oleh ikan besar. Kemudian datanglah firman Tuhan kedua kalinya dan ia segera pergi ke Niniwe untuk memberitakan nubuat-Nya tentang masa depan yang akan terjadi jikalau mereka tidak bertobat. Setelah 89 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 itu, ia duduk menunggu dan sementara itu, tumbuhlah pohon jarak menaungi kepalanya dari sengatan matahari sehingga ia merasa senang, tenang serta sejuk. Tetapi keesokkan harinya, ketika fajar menyingsing, atas penentuan Allah datanglah seekor ulat menggerek pohon itu hingga layu dan ia sangat menyesalinya. Dalam Yun. 4:10-11 dicatat, “Lalu Allah berfirman: “Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Bagaimana tidak Aku akan sayang kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari seratus dua puluh ribu orang, yang semuanya tak tahu membedakan tangan kanan dari tangan kiri?” Paulus pernah menjelaskan kepada Timotius bahwa nubuat berkaitan dengan pengertian akan Firman dan kemampuan menyampaikan kebenaran-Nya. Namun nubuat tanpa kasih hanya akan menimbulkan dengki dan kesombongan hingga tega menghina orang lain. Demikian pula pengalaman iman seringkali dimanipulasi di kalangan Gereja tertentu, misalnya untuk kesembuhan, kekayaan, keberhasilan dan sebagainya. Jikalau permohonan tidak terkabul maka terjadilah saling menyalahkan. Ayat berikutnya, Paulus mengatakan, “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku” (1 Kor 13:3). Tanpa kasih, pengorbanan demi agama, kesucian dan kebenaran justru menimbulkan sinisme. Peristiwa ini pernah terjadi dalam sejarah Gereja pada abad 8-9 yaitu perang salib di Timur Tengah yang sangat memalukan karena berakibat munculnya sinisme di kalangan orang Arab hingga akhirnya tidak bersedia percaya kepada Kristus. Pada waktu itu, Gereja ikut berpolitik demi mengembangkan Kerajaan Allah. Dengan demikian, Kerajaan Allah disamakan dengan kerajaan duniawi. 1 Kor 13:4-7 menyatakan bahwa kasih itu bersifat membangun jemaat, sama dengan tujuan talenta karunia Tuhan pada setiap orang. Bahkan dalam Ef 4:11-14 dikatakan: “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran. Pertama, kasih membangun kualitas dan kualifikasi orang Kristen secara pribadi hingga memancarkan kasih Kristus. Kasih yang pertama adalah cintakasih Kristus yang menyentuh hati dan kehidupan manusia. Paulus menegaskan, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.” Namun dunia yang semakin materialis, egois dan individual telah menurunkan kadar kasih Kristen. Paulus pernah mengingatkan tentang keadaan manusia pada akhir jaman dalam 2 Tim 3:2, “Manusia akan mencintai dirinya sendiri.” Jikalau Gereja tidak memperhatikan dengan baik maka tanpa disadari telah menggenapinya. Kedua, kasih membangun kualitas relasi dengan sesama antara lain sikap, interaksi dan komunikasi. Paulus mengajarkan, “Ia tidak melakukan yang tidak sopan”. Selama bersosialisasi, setiap orang Kristen seharusnya berusaha agar ucapannya tidak terkesan kasar dan latar belakang karakternya tidak boleh dijadikan alasan untuk membenarkan diri. Sebaliknya, ia harus mengerti perasaan sesamanya sehingga komunitas Kristen tidak saling menjatuhkan melainkan mendukung karena, “Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.” 90 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketiga, kasih membangun kualitas penyelesaian masalah. Paulus mengajarkan, “Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” Hidup menggereja pasti ada masalah hingga menimbulkan cekcok karena manusia memiliki kelemahan. Maka pihak yang bertengkar harus dipertemukan untuk mencari solusi. Setelah saling mengakui dan memaafkan, mereka diharapkan untuk tidak mengungkitnya kembali agar tidak berkembang hingga menghancurkan Gereja. Memang lidah tak bertulang tapi dapat dikendalikan oleh kasih. Keempat, kasih itu kekal. Paulus mengatakan, “Nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.” Sedangkan kasih adalah pola kehidupan surgawi. Karena itu, ia melanjutkan, “Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal” (1 Kor 13:12). Dengan kata lain, di hadapan Tuhan tak ada yang tersembunyi dan semua orang akan saling terbuka. Seorang penafsir Alkitab, gembala sekaligus pengkhotbah dengan preaching yang mantap bernama Warren William W. mengatakan: 1. Tritunggal adalah dasar kehidupan Gereja; 2. Firman adalah makanan rohani umat Tuhan; 3. doa adalah nafas hidup Gereja; 4. cintakasih adalah peredaran darah dalam tubuh Kristus. Dengan kata lain, kasih adalah fellowship yang menghangatkan suasana Gereja. Jemaat Efesus pernah dibina oleh para tokoh besar seperti Paulus, Yohanes dan Timotius. Mereka telah menyelidiki Firman dengan tepat bahkan Tuhan memujinya dalam Why 2:2, “Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula” (Why 2:4). Maka diharapkan jemaat Reformed tidak seperti mereka yang telah meninggalkan kasih mula-mula. Amin! 91 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me en na an ng ga atta ass k ke etta ak ku ua atta an n:: U Un nttu uk kd da ap pa att m me en njja ad dii p pe ella ak ku uk ke eh he en nd da ak kA Alllla ah h Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Matius 10:26-31/ Ams.29:25/ Wahyu 21:8 Matius 10 26 Jadi janganlah kamu takut terhadap mereka, karena tidak ada sesuatupun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. 27 Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap, katakanlah itu dalam terang; dan apa yang dibisikkan ke telingamu, beritakanlah itu dari atas atap rumah. 28 Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. 29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. 30 Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. 31 Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. Amsal 29 25 Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi. Wahyu 21 8 Tetapi orang–orang penakut, orang–orang yang tidak percaya, orang–orang keji, orang– orang pembunuh, orang–orang sundal, tukang–tukang sihir, penyembah–penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala–nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua." Perasaan takut merupakan pengalaman universal setiap orang, walaupun alasan yang menimbulkan rasa takut itu berbeda antara yang satu dengan lainnya. Perasaan takut adalah reaksi mental yang normal ketika seseorang merasa dirinya terancam. Reaksi kita dalam menghadapi situasi yang menimbulkan rasa takut itu dapat berupa: 1. respon yang bersifat amoral (bukan immoral) artinya tidak berkenaan dengan masalah moralitas, misalnya takut kepada cecak, tikus, kalajengking, ular, semua ini lebih berkenaan dengan masalah psikologi; 2. respon yang bermuatan moral, misalnya karena takut kepada ancaman atasan, kita melakukan kebohongan atau kecurangan atau perbuatan yang merugikan masyarakat demi perusahaan. Inilah 92 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 ketakutan yang membawa kepada kejahatan. Ams 29:25 mengatakan, “Takut kepada orang mendatangkan jerat. Banyak orang yang berada dalam situasi demikian lalu menyerah kepada kejahatan. Karena takut kepada rakyat Saul berdosa Allah. Kini kita mengerti mengapa orang penakut tergolong dalam orang-orang yang binasa (Why 21:8). “Tetapi orang-orang penakut,… akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang.” Ketika menghadapi tekanan situasi yang sulit, kita seakan-akan tidak ada pilihan lain kecuali menyerah untuk menyelamatkan diri. Tetapi menyerah terhadap kejahatan bukanlah pilihan umat Allah. Tuhan Yesus menunjukkan bahwa dengan memiliki takut kepada Allah kita dapat mengalahkan rasa takut kepada manusia yang mendorong kita berdosa: “janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Mat 10:28). Janji pemeliharaan yang demikian khusus kepada kita, “Namun seekor burung pipit pun tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit” (Mat 10:29 dan 31), bukan berarti di dunia ini kita tidak akan mengalami kesulitan, penyakit, bencana, aniaya, dan kematian. Kondisi perfect ini baru kita miliki di Surga nanti. Apa yang dijanjikan Tuhan ialah bahkan dalam situasi terburuk sekalipun, pemeliharaan Tuhan tetap menyertai kita sehingga kita dapat menjalani suatu kehidupan yang penuh kemenaganan seperti halnya Dia sendiri telah menang atas penderitaan-Nya. Dalam kisah berikut ini, kita akan melihat kehidupan seorang Kristen yang mengalahkan tekanan dan rasa takut yang ia hadapi dan melaksanakan kehendak Allah dengan setia. Dia adalah Tom, tokoh utama di dalam novel Harriet Beecher Stowe, Uncle Tom’s Cabin. Tom adalah seorang budak negro. Sejak kecil ia sudah menjadi budak di keluarga Shelby yang memperlakukan dia dengan baik dan mendidik dia secara Kristen, sehingga ia bertumbuh menjadi Kristen yang saleh dan cakap bekerja. Karena kesulitan keuangan, tuannya terpaksa menjual Tom kepada seorang pedagang budak. Untungnya ia dibeli oleh Mr. St. Claire yang juga memperlakukan dia dengan baik. Terdorong oleh kesalehan putrinya yang mati muda, Mr. St.Claire bermaksud membebaskan Tom. Tetapi kematiannya yang mendadak merubah nasib Tom. Istrinya yang berwatak buruk menjual Tom kepada pemilik ladang kapas yang kejam bernama Simon Legree. Sejak pertama kali melihat Tom yang berperilaku baik dan seorang Kristen yang saleh, sudah timbul rasa tidak suka Legree, ia bertekad untuk mengikis habis iman Tom. Bersama budak lain, Tom dipekerjakan di ladang kapas. Setiap hari mereka ditarget mencapai hasil kerja tertentu. Ketika melihat budak perempuan yang sakit tidak mampu mencapai targetnya Tom memberikan sebagian hasil kerjanya. Hal ini dilihat oleh mandor dan dilaporkan kepada tuannya. Sorenya ketika budak perempuan itu menyerahkan hasil kerjanya, tanpa ditimbang ia langsung dinyatakan tidak mencapai target. Sedangkan Tom segera ditawari posisi mandor, dan tugasnya yang pertama ialah mencambuki perempuan itu. Tentu saja Tom tidak mau melakukan perbuatan yang berlawanan dengan imannya. Penolakan Tom ini memancing kemarahan Legree, yang segera memberikan pukulan bertubi-tubi kepadanya. “Bukankah Alkitabmu mengatakan kamu harus mentaati tuanmu! Saya telah membelimu. Jadi, kamu adalah milikku, baik jiwa dan ragamu.” Teriak Legree dengan penuh kemarahan. “Tuan dapat memperlakukan saya dengan sesuka hati. Tapi, jiwaku adalah milikku dan kau tidak dapat mengambilnya.” Jawaban Tom ini membuat Legree semakin marah, sehingga ia memerintahkan kedua mandornya untuk mencambuki Tom. 93 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Setelah didera dengan kejam, Tom dibiarkan tergeletak di luar dengan seluruh tubuh bersimbah darah. Hanya Miss Cassy, satu-satunya orang di sana yang berani memberi Tom minum, dialah rupa memiliki suatu rahasia Legree sehingga berani menentang Legree. Ia menasihati Tom supaya menyerah saja karena Legree akan selalu menang. Tapi Tom tetap tidak mau menyerah kepada kejahatan Legree. Ia berkata, “Saya telah kehilangan semua yang kumiliki istri, anak, rumah dan tuan yang hendak memberinya kebebasan. Karena itu, ia tidak mau kehilangan lagi Sorga, satu-satunya yang ia miliki. Lalu Tom meminta Miss Cassy untuk membacakan baginya kisah penyaliban Yesus yang telah sering dibacanya itu. Cassy demikian terharu ketika ia sampai pada bagian yang berkata, “Ampunilah mereka, Bapa, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Tom berkata kepadanya, “Kau lihat, missis, walaupun mereka melempari Dia dengan batu di jalan, tapi Ia tidak berhenti dan menyerah karena Ia tahu apa yang dilakukan-Nya adalah benar. Kita harus selalu mempercayai apa yang benar dan berpegang kepadanya.” Sejak saat itu, Tom bersahabat baik dengan Miss Cassy. Kehadirannya mengakibatkan perubahan dalam diri budak-budak di situ. Mereka menjadi kurang kejam dan Tom melihat telah timbul suatu harapan baru dalam diri mereka. Inilah yang membuat Tom bersukacita, walaupun ia tahu bahwa sangat mungkin ia akan mati di sana. Suatu saat, Cassy dan temannya melarikan diri dan bersembunyi di suatu tempat. Ketika Legree tidak menemukan mereka dan berpikir Tom tahu di mana mereka menyembunyikan diri, ia memaksa Tom untuk membuka mulut. Namun Tom tidak bersedia memberitahukannya walaupun diancam akan dibunuh. Hal ini membuat kemarahan Legree mencapai puncaknya, sehingga ia memukul Tom sejadi-jadinya. Tom dipukul, ditendang, dan tampaknya nyawanya telah tercabut darinya ketika ketika ia jatuh ke lantai. Saat itu, dengan pelan Tom membuka matanya dengan pelan, dan berkata: “Kau orang yang patut dikasihani. Kini tidak ada lagi yang dapat kau lakukan kepadaku. Dengan segenap hatiku, aku mengampuni kau.” Perkataan itu membuat mereka yang menyaksikan penderitaannya, melihat kebaikan hatinya yang telah mengalahkan kejahatan. Kedua mandor yang sangat kejam, saling berpandangan dan menangis menyesali perbuatan mereka. Kemudian salah seorang dari mereka mencoba menolongnya sambil meminta maaf. Lalu Tom menjawab, “Saya memaafkanmu dan Yesus juga mengampunimu jika kamu minta kepadaNya.” Dua hari kemudian, George Shelby datang dari Kentucky di mana istri dan anak Tom tinggal. Ketika sadar dan melihat tuan muda itu, Tom berkata sambil tersenyum, “Saya tahu mereka tidak pernah melupakanku. Terimakasih, Tuhan. Sekarang saya dapat mati bahagia. Tuan yang baru telah membeli jiwaku dan sekarang juga Dia akan membawaku pergi bersama-Nya. Surga lebih baik daripada Kentucky. Adalah sesuatu yang indah menjadi orang Kristen.” Setelah itu, Tom meninggal. Seringkali ketakutan melumpuhkan orang Kristen hingga tidak memungkinan untuk dapat melakukan kehendak Allah. Bagaimana anak Tuhan dapat menang atas ketakutan hingga akhirnya berhasil menjadi pelaku kehendak-Nya? Pertama, memiliki visi bahwa panggilan hidup Kristen ialah melakukan kehendak Allah di manapun kita ditempatkan. Inilah salah satu alasan mengapa orang Kristen menghadapi kesulitan. Ketika kita mau melakukan kehendak Allah, konsekuensinya, mungkin kita akan dibenci, dianiaya dan dibunuh karena menjadi ancaman bagi si jahat. Ketika kita mau melakukan kehendak Tuhan apakah kita siap dengan kesulitan yang pasti mendatangi kita? Orang yang berani adalah orang melakukan kehendak Allah dan menanggung segala konsekuensinya dengan tabah. Bonhoeffer berkata, “Jikalau fragmen kehidupan kita 94 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 terintegrasi dan merupakan bagian dari panggilan Tuhan bagi kita maka walaupun ditempatkan di daerah terpencil, tidak menjadi masalah baginya.” Hal ini senada yang dikatakan oleh Francis Schaffer, No little people, no little place. Ketika seseorang melakukan kehendak Allah walaupun ia sederhana dan berada di tempat yang terpencil ia sangat berarti dalam pandangan Tuhan Orang menjalankan panggilan Tuhan atas diri adalah orang yang besar. Tanpa visi, tidak mungkin ada keberanian untuk mengatasi segala macam ancaman dan kesulitan. Kedua, menjadi prajurit Kristus yang setia dalam peperangan rohani yang suci. Peperangan rohani merupakan realita yang harus selalu berada dalam pemikiran Kristen karena Setan berusaha mengganggu dan menghancurkan kita. Ketika semua budak lain telah dipengaruhi oleh Simon Legree sehingga kehilangan pengharapan dan menjadi orang yang kejam dan tidak segan-segan untuk mengorbankan orang lain demi keselamatan diri sendiri, Tom menaburkan benih kasih dan pengharapan kepada mereka. Ia tidak dikalahkan oleh kejahatan, sebaliknya mengalahkan kejahatan dengan kasih dan kebenaran. Inilah doa Santo Fransiscus dari Asisi, “Di mana aku berada, biarlah aku menabur kasih dan pengampunan bukan kebencian, biarlah menguatkan yang lemah.”. Ketiga, dalam situasi yang paling menakutkan sekalipun, kita bertanggung jawab penuh atas respon yang kita berikan. Walaupun Simon Legree memiliki kuasa penuh atas dirinya untuk memperlakukan apa saja kepadanya, tetapi Tom tidak menyerahkan jiwa, hati dan kepribadiannya kepada kejahatan yang diinginkan Simon Legree. Memang ini tidak mudah, karena ada harga yang harus dibayar. Keempat, dalam posisi tertekan bahkan dibunuh, orang Kristen dapat keluar sebagai pemenang. Tanpa iman kepada Tuhan, tidak mungkin ada kekuatan untuk menjalankan hidup yang penuh kemenangan. Orang Kristen seharusnya tidak takut mati karena kuasa maut telah dikalahkan dan juga tidak takut akan kemiskinan karena ia adalah orang kaya di hadapan Tuhan. Selain itu, Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Festo Kivengere mengatakan, “Bila seseorang telah hidup bagi Allah, memberitakan Injil tanpa gentar, menentang kekejaman, ketidakadilan dan tindasan dengan berani, serta menyampaikan kebenaran dengan anggun dan penuh kasih, lalu memeteraikan kesaksiannya dengan darahnya sendiri, ini bukan tragedi melainkan kemenangan.” Kelima, takut kepada Allah mengalahkan semua ketakutan lain. Martin Luther mengatakan bahwa Tuhan lebih menakutkan daripada Setan karena Ia berkuasa membinasakan kita tanpa seorang pun yang dapat menolong kita. Takut akan Dia adalah sumber kerohanian sejati. Polikarpus mengatakan, “Anda membakar saya dengan api yang menyala hanya satu jam, tetapi ada api tidak terpadamkan yang akan membakar Anda jika tidak bertobat kepada Allah.” Menyangkal diri dari keinginan untuk berdosa dapat mendatangkan kebahagiaan yang lebih besar dan berarti. Amin! 95 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe errs se em mb ba ah ha an nd da an n iib ba ad da ah h Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Roma 11:36/ Roma12:1 Roma 11 36 Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama–lamanya! Roma 12 1 Karena itu, saudara–saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Khotbah Minggu ini akan membahas aspek iman Kristen dan persembahan. Sebelum kantong persembahan dijalankan, seringkali Pdt. Stephen Tong mengatakan, “Silahkan, mari kita memberikan persembahan. Bagi Anda yang belum Kristen dan juga belum mengerti persembahan, silahkan tidak memberikan persembahan.” Kalimat ini terkesan aneh dan mengejutkan bagi mereka (termasuk beberapa orang Kristen) yang belum memahami konsep persembahan Kristen secara tepat. Kebanyakan orang menganggap persembahan sebagai iuran wajib dengan jumlah yang tidak ditentukan bagi mereka yang mengikuti Kebaktian. Padahal menurut Alkitab, tak semua orang boleh memberi persembahan. Di sepanjang Alkitab, konsep persembahan dalam Perjanjian Baru mulai masuk pada intinya, jika dibandingkan dengan Perjanjian Lama yang tampaknya lebih menekankan pada hukum dan peraturan. Namun dengan banyak aturan, seringkali Kekristenan melupakan inti persembahan. Sedangkan dalam Perjanjian Baru tidak terdapat aturan persembahan, bahkan dalam 1 Korintus yang sering membicarakannya. Yang dibahas justru mengenai motivasi atau jiwa (spirit) persembahan. Inilah konsep Alkitab tentang progressive revelation (penjelasan Firman dimulai dari Perjanjian Lama yang sederhana hingga semakin jelas di Perjanjian Baru). Dalam 1 Korintus ditulis bahwa tanpa Perjanjian Baru sebagai starting point, essensi Perjanjian Lama tidak mungkin dapat dipahami. seringkali dipisahkan dalam pentafsiran dan pengertiannya. Padahal dalam Surat Roma yang asli ditulis oleh Paulus tidak terdapat pemisahan pasal, ayat dan judul karena semua itu memang hanyalah tambahan dari LAI. Roma 12:1 dimulai dengan kata sambung “Karena itu, saudara-saudara.” Berarti ada penyebabnya yaitu pada kalimat sebelumnya. Sedangkan kalimat yang mengikutinya adalah akibatnya. Roma 11:36-12:1 Dalam Roma 12:1, Paulus menekankan the spirit of worship (prinsip ibadah) yang dimulai dengan jiwa persembahan, “Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Maka setiap anak Tuhan seharusnya memiliki jiwa sacrifice sebagai korban yang hidup bagi Tuhan. Inilah dasar persembahan Kristen. 96 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Pada umumnya, ketika memberi berbagai macam persembahan (kolekte, ucapan syukur, perpuluhan dan sebagainya), banyak motivasi muncul dalam pikiran tiap orang Kristen. Mungkin, persembahan dilakukan secara terpaksa karena perasaan sungkan atau takut dianggap sebagai jemaat yang buruk. Padahal Alkitab mengajarkan bahwa pemberian hendaknya dilakukan dengan sukacita dan kerelaan. Kemungkinan kedua, persembahan dilakukan untuk buang sial. Kadang, motivasi seperti ini justru dimanfaatkan oleh Gereja tertentu supaya jemaat merasa takut bila tidak memberikan persembahan. Dengan demikian, persembahan menjadi ‘amplop’ buat Tuhan agar tidak marah dan selalu bersikap baik. Padahal, Tuhan tidaklah miskin hingga membutuhkan sumbangan jemaat-Nya. Kemungkinan ketiga, persembahan dimotivasi oleh sistem pancing. Jikalau Minggu ini memberi persembahan sebesar Rp 1.000,- maka sebagai balasannya akan diperoleh berkat sebesar Rp10.000,-. Motivasi ini dapat digambarkan dengan ilustrasi ‘Umpan teri dipakai untuk memancing ikan kakap’. Semakin besar umpannya maka hasilnya juga makin banyak. Alkitab memang mengajarkan bahwa memberi persembahan merupakan suatu kesempatan. Ironisnya, kesempatan itu seringkali disalahgunakan menjadi format business. Konsep materialisme dunia semacam ini dapat mempengaruhi Gereja dan agama lainnya hingga mewarnai hampir semua orang dalam beribadah dan memberi persembahan. Tiga motivasi di atas adalah yang terbanyak dilakukan oleh orang beragama tapi harus dikoreksi. Sedangkan atheist tidak mengenal persembahan karena tidak mempercayai adanya Tuhan. mengatakan, “Demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” Penyebabnya ialah “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36). Lalu apa yang menjadi motivasi persembahan, terutama yang terbesar yaitu seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah? Roma 12:1 Pertama, persembahan diberikan dengan kesadaran bahwa segala sesuatu diperoleh dari, oleh dan kepada Dia. Motivasi persembahan terpenting yang membedakan semua konsep agama dengan iman Kristen yaitu kesadaran bahwa semua yang ada di dunia ini adalah milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia. Maka tak seorang pun berhak mengambil walau hanya sebagian kecil dari seluruh hakekat hidup dan keberadaan dirinya. Sesungguhnya, konsep Roma 11:36 telah dimengerti dan dipegang oleh Ayub yang jauh lebih tua dari penulis Kitab Kejadian yaitu Musa. Walaupun manusia memiliki keahlian, ilmu, kepandaian, ketrampilan, tenaga dan kesempatan hingga mampu bekerja, semua itu bukanlah hasil usaha serta kehebatannya sendiri melainkan anugerah Tuhan. Konsep mandat budaya Kristen mengajarkan tidak hanya preserve the world seperti konsep New Age melainkan preserve and develop the world (memelihara dan mengusahakan dunia). Sedangkan dunia mengajarkan untuk menghancurkan dan mengatur segala sesuatu sesuka hati. Namun mereka tidak mampu melakukannya karena sejak pertama kali dunia diciptakan, Tuhan telah menatanya dengan sangat indah. Dengan bijaksana-Nya, Ia tidak berkenan menciptakan manusia pada hari pertama karena keadaan dunia masih chaos dan kemungkinan belum ada oksigen. Tiga hari pertama, Ia menata seluruh alam semesta dengan sangat rapi. Setelah itu, Ia menciptakan binatang dan tumbuhan. Lalu yang terakhir barulah manusia. Konsep perpuluhan Kristen mengajarkan bahwa manusia menerima berkat Tuhan terlebih dahulu kemudian harus mengembalikan sebagian dari berkat itu kepada-Nya. Tanpa berkat Tuhan sedikitpun, tak ada yang dapat dipersembahkan. Selain itu, Perjanjian Baru tidak pernah mengatakan berapa persen persembahan karena yang terpenting adalah jiwa, semangat dan kesadaran akan anugerah Tuhan hingga rela mempersembahkan seluruh tubuh sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada-Nya. 97 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kedua, Roma 11:36-12:1 merupakan salah satu aspek yang membedakan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Menurut Perjanjian Lama, persembahan diwujudkan dalam bentuk binatang yang dikorbankan. Namun sebenarnya itu bukanlah persembahan yang asli karena hanya mengacu pada pengorbanan Kristus. Ketika berada dalam dosa, manusia harus mati dan tidak mampu berbuat sesuatu karena telah menjadi budak dosa. Setelah korban dosa ditebus oleh Kristus dengan kematian-Nya di kayu salib maka orang Kristen dapat melakukan persembahan sejati yaitu tubuhnya sendiri yang telah diperbaharui sebagai persembahan yang hidup dan lambang pengabdian hidup kepada-Nya. Itulah alasan mengapa Tuhan menghendaki hanya orang-orang ‘hidup’ (secara spiritual) yang memberikan per-sembahan. Kalau setiap anak Tuhan hidup mengabdi dan melayani dengan baik, jiwanya akan penuh dengan pengertian persembahan karena sudah belajar menyerahkan hidupnya. Itulah alasan mengapa Pdt. Stephen Tong tidak menyukai persembahan dari orang tak percaya karena mereka mengira telah mendukung pekerjaan Tuhan dan tanpa dukungan itu, Gereja tidak akan dapat berkembang. Di desa, setiap jemaat merasa ikut bertanggung jawab atas rumah Tuhan. Karena itu, mereka bekerja sama membangunnya dengan pengabdian seluruh hidup. Motivasi, sikap, sifat dan jiwa mereka sangat baik. Kalau di kota, biasanya jemaat mengumpulkan dana bagi pekerjaan Tuhan. Namun motivasinya harus tetap dipertahankan dan tidak boleh bergeser dari yang seharusnya. Konsep persembahan Reformed start dari kedaulatan Allah (Roma 11:36) dan bukan kebutuhan manusia. Maka konsep persembahan telah diproporsikan secara tepat, baik dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Jiwa ini telah ditunjukkan oleh Abraham ketika pertama kali memberikan kata ‘perpuluhan’ kepada Melkisedek sebagai figurasi Kristus. Dengan demikian, Abraham telah memandang ibadah sejati dalam Kristus. Ketiga, Alkitab mengajarkan bahwa persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Tuhan merupakan ibadah sejati (the true worship). Sedangkan kebaktian adalah salah satu format ibadah dimana semua orang Kristen datang menyembah dan mendengarkan Firman Tuhan lalu bersekutu, berkomitmen serta ‘membungkukkan diri’ (ibadah = abodah = to bow down) yang menggambarkan ketaatan hati, penyerahan dan penaklukkan diri pada kehendak Tuhan secara mutlak dengan kerelaan. Sedangkan ibadah sejati mencakup seluruh totalitas hidup dan keberadaan manusia. Maka persembahan menjadi tanda penundukkan diri orang Kristen kepada Tuhan. Dengan demikian, hidupnya akan penuh ketaatan melalui persembahan. Kadang, Pdt. Stephen Tong mengatakan bahwa di dunia ini terdapat filsafat ‘Di mana uangmu berada, di situ hatimu berada’. Hal ini akan terjadi bila manusia mulai mengejar uang. Yang benar justru sebaliknya, ‘Di mana hatimu berada, biarlah uang dan seluruh tubuhmu juga ke sana’. Persembahan Kristen harus diarahkan dalam visi dan motivasi yang berhubungan dengan Tuhan serta seluruh hidup seharusnya dipakai untuk mempermuliakan-Nya. Soli Deo Gloria (Roma 11:36). Dengan konsep ini, seluruh sikap dan perjalanan pelayanan persembahan Kristen akan sampai pada implikasinya dan tepat seperti yang Tuhan kehendaki. Ia menginginkan setiap anak-Nya dipakai untuk mengatur dan mengelola setiap hal yang dimiliki. Dengan jiwa seperti ini, orang Kristen akan mampu bekerja secara teliti, intens dan serius serta mempertanggungjawabkannya dengan baik. Ketika mengerjakan pelayanan bagi Tuhan, diharapkan tidak sekedar bekerja melainkan sesuai dengan tuntutan kualitas yang sangat tinggi dan motivasi, “I do it for God”. Spirit ini membuat semua pelayanan Tuhan dikerjakan dengan hasil terbaik. Maka dalam Kol. 2:7 dikatakan, “Hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” Inilah keinginan untuk mempermuliakan Tuhan dan memberikan yang terbaik bagi-Nya. Amin! 98 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe errs se em mb ba ah ha an nd da an nk ko orrb ba an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 1 Ibrani 5:1-4 Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa. 2 Ia harus dapat mengerti orang–orang yang jahil dan orang–orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan, 3 yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri. 4 Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun. Persembahan adalah korban (offering/sacrifice). Sebelum mulai melayani Tuhan, orang Kristen harus menggumulkan dan menetapkan motivasinya secara tegas. Jika tidak, fondasi pelayanannya pasti sangat lemah hingga akhirnya berubah menjadi boomerang yang menghancurkan diri sendiri. Selama dasar pijaknya tidak tepat, ketika mulai melangkah dan belum ada tantangan maka tidak akan terjadi apapun. Namun ketika tantangan mulai bermunculan secara mendadak, ia pasti langsung collaps (runtuh). Seharusnya, ia memiliki konsep pemikiran bahwa Tuhan memanggilnya sebagai imamat rajani (1 Ptr 2:9) sehingga mampu memahami hubungannya dengan Tuhan dan apa yang harus dikerjakan dalam pelayanan. Kuncinya adalah kaitan antara persembahan dan korban. Perjanjian Lama sangat keras membicarakan tentang korban, sedangkan Perjanjian Baru tidak pernah menyinggungnya. Ada dua alasan penting: 1. Korban Perjanjian Lama mengarah kepada Kristus. Setelah digenapkan-Nya dengan kematian di kayu salib maka jemaat tidak dituntut untuk melakukannya lagi. 2. Tetapi, bukan berarti konsep korban dibuang karena terdapat 1 kunci penting yang tetap dijalankan secara konsisten yaitu bahwa korban merupakan pernyataan perdamaian sebagai anugerah Tuhan bagi manusia sehingga dapat kembali kepada-Nya. Kedua hal di atas perlu dikaitkan secara serius. Ironisnya, ada orang Kristen yang menganggap persembahan sebagai sedekah (uang kecil) sama seperti ketika memberi uang Rp 100,- pada pengamen dan pengemis di jalan. Jadi, ketika kantong kolekte tiba di hadapannya maka ia langsung mencari uang terkecil dalam dompet. Perjanjian Lama mengajarkan bahwa ketika datang ke bait Allah, jemaat harus membawa korban. Di Imamat dicatat lima macam korban: 1. 2. 3. korban bakaran, korban sajian, korban keselamatan, 99 4. Ringkasan Khotbah – Jilid 2 korban penghapus dosa dan 5. korban penebus salah. Korban bakaran adalah simbol pengertian jemaat bahwa mereka seharusnya binasa, sekaligus pernyataan syukur karena telah diperdamaikan kembali dengan Allah. Caranya, dengan membawa ternak terbaik dan sebelum disembelih, tangan si pemilik harus diletakkan di atas kepala binatang itu. Artinya, manusia telah berbuat dosa dan seharusnya mendapat murka Tuhan namun hukuman itu dipindahkan ke binatang korban. Bagaimanapun juga, lambang asli persembahan korban adalah Tuhan Yesus yang menanggung dosa manusia. Dan setelah disembelih, binatang tersebut harus dibakar secara keseluruhan di hadapan Tuhan sebagai persembahan yang harum. 1. pertanian dan 2. peternakan. Kemudian sepersepuluh hasil terbaik dipersembahkan demi kemuliaan Tuhan. Tapi, tak semuanya dibakar di atas mezbah melainkan hanya sebagian saja sebagai tanda ucapan syukur dan juga melambangkan bahwa hidup manusia adalah anugerah Tuhan. Korban keselamatan berupa ternak tak bercela yang dibawa ke hadapan Tuhan. Korban ini tidak berurusan dengan dosa melainkan sebagai bakaran bagi Allah setiap kali datang ke bait-Nya. Sebelum disembelih, si pemilik juga harus meletakkan tangan di atas kepala binatang korban sebagai lambang keselamatan yang dianugerahkan Tuhan baginya sehingga tidak binasa dalam dosa. Ia dapat bertahan hidup hingga saat itu dan mengenal Allah merupakan anugerah Tuhan. Setelah disembelih, segala lemak, isi perut, buah pinggang dan umbai hatinya harus dibakar dan dipersembahkan bagi Tuhan. Korban penghapus dosa melambangkan kesadaran manusia (termasuk para imam) akan dosa lalu bersedia mengaku. Korban tersebut berupa lembu jantan muda yang disembelih dan dibakar di atas mezbah namun hanya lemak, isi perut, buah pinggang serta umbai hatinya sebagai bagian terharum. Sedangkan seluruh bagian lain harus dibakar di luar perkemahan karena Kemah Pertemuan tidak boleh dicemari. Sebelum disembelih, si pendosa harus meletakkan tangan di atas kepala lembu itu. Korban ini merupakan manifestasi nubuat tentang Tuhan Yesus yang disalibkan di luar kota Yerusalem demi menanggung dosa umat manusia. Selain itu, peristiwa ini menggambarkan betapa Tuhan tidak dapat menerima dosa dan diperlukan upaya pendamaian yang harus dijalankan manusia dengan kesungguhan hati serta kesetiaan. Korban penebus salah dilakukan setelah berbuat dosa tanpa sengaja karena kelalaian. Misalnya, secara tak sengaja melupakan janji dengan seseorang atau menabrak binatang piaraan orang lain hingga mati. Imamat mengajarkan bahwa si pelaku harus mengganti kerugian lalu mempersembahkan korban di bait Allah. Seluruh kisah tentang korban persembahan bagi Allah tercatat di Im. 1-6 sebagai inti terpenting hingga Tuhan menegakkan peraturan ini dengan sangat ketat dan serius terutama jiwa, cara dan sikap manusia di hadapan-Nya ketika memberikan persembahan agar tidak mudah diselewengkan. Pertama, Alkitab mengatakan bahwa persembahan merupakan gambaran keseriusan ketergantungan manusia kepada Tuhan. Ketika memberikan persembahan, orang Kristen seharusnya menyadari bahwa tak mungkin baginya untuk dapat menyelamatkan diri sendiri yang berdosa dari kebinasaan tanpa Tuhan membuka jalan keselamatan. Dengan demikian korban, persembahan dan dosa saling terkait erat. 100 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kedua, orang Kristen seharusnya menyadari ketergantungan mutlak kepada Tuhan. Di tengah dunia yang semakin rusak dan hancur, orang Kristen membutuhkan bijaksana, anugerah, belaskasihan dan berkat Tuhan. Tak seorang pun dapat bertahan hidup dengan kekuatannya sendiri karena terlalu banyak faktor kemungkinan yang berada di luar kemampuan, strategi, prediksi dan planning manusia. Seluruhnya dapat runtuh hanya dalam waktu beberapa menit. Lalu kebanyakan orang dunia berpikir untuk bunuh diri atau berubah menjadi gila karena kehilangan harapan hidup. Dari sudut pandang Kekristenan, orang dunia seharusnya segera bertobat karena hidupnya bersandar mutlak kepada Tuhan. Ketika sungguh-sungguh mengerti akan Tuhan yang beranugerah, itulah alasan pemberian persembahan. Ketiga, ketika mulai hidup dalam korban, itulah saatnya manusia mengerti bahwa ini bukanlah sekedar persembahan melainkan sacrifice dengan adanya binatang terbaik yang dibinasakan. 1. Tuhan tidak menghendaki barang sisa. Pdt. Stephen Tong seringkali merasa jengkel dan marah jika ada orang yang hendak masuk ke sekolah Teologi karena tidak diterima di universitas manapun atau jika sebuah keluarga yang memiliki ampat anak namun yang terbodoh dimasukkan ke sekolah Teologi sedangkan yang terpandai dimanfaatkan untuk mencari harta kekayaan. Seharusnya, anak terbaik dipersembahkan bagi kemuliaan Tuhan. Namun konsep ini dapat disalahgunakan seperti pada jaman Tuhan Yesus. Akibatnya, bait Allah dijadikan pasar untuk menjual binatang korban tak bercacat. Sedangkan binatang yang tidak dibeli di bait Allah dianggap tak sempurna. 2. Memberi persembahan merupakan korban yang sangat serius di mana hidup si pemberi terkait di dalamnya. Banyak orang hidup dalam dua ekstrim yang kadangkala tidak salah tetapi implikasinya dapat diselewengkan dan sangat berbahaya. Dalam Korintus diajarkan bahwa persembahan harus diberikan dengan sukarela. Maka jumlah persembahan menjadi sangat sedikit berdasarkan kerelaan hati. Dengan kata lain, tidak ada kerelaan untuk memberikan persembahan dalam jumlah besar. Lalu beberapa hamba Tuhan di Gereja tertentu merasa rugi dan mulai mengeluarkan konsep kedua yaitu persembahan adalah korban. Karena itu, jikalau persembahan tidak disertai dengan rasa sakit maka itu bukan persembahan sejati. Namun si penerima persembahan tidak merasa sakit. Padahal, Alkitab mengajarkan bahwa para imam besar yang juga berdosa justru harus mempersembahkan korban lebih dari persembahan jemaat dan disertai dengan perasaan sakit. Itulah teladan seorang hamba Tuhan. Seharusnya, setiap anak Tuhan memiliki jiwa ‘Give the best for others.’ Tanpa itu, Gereja belum melayani Tuhan dengan baik. Sedangkan persembahan uang hanyalah sebagian kecil dari hidup setiap orang Kristen karena uang bukanlah segalanya. Maka persembahan mencerminkan pandangan dan sikap si pemberi terhadap Tuhan. Setiap jemaat diharapkan untuk belajar menyadari positioning dan jiwa pelayanannya melalui persembahan. Dengan demikian, di antara jemaat akan saling melayani. 3. Dalam persembahan terdapat kesadaran akan keberdosaan manusia. Di jaman Perjanjian Lama, setiap kali datang ke bait Allah, jemaat (kaya dan miskin) membawa korban persembahan. Akibatnya, timbullah jiwa ibadah dan pelayanan serta kesadaran bersama bahwa semua orang tidak sempurna. Kesadaran itu membuat Gereja dipakai Tuhan secara kompak dalam pekerjaan-Nya. 101 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Di dunia ini, banyak orang ingin dilayani tapi tidak bersedia melayani dengan baik. Banyak pula yang mau menerima tapi tidak bersedia memberikan yang terbaik karena merasa dirugikan. Padahal, sebelum memberi, ia telah mengalami kerugian karena konsep pemikirannya sudah rusak. 4. Semua peraturan tentang korban tidak boleh disalahgunakan. Dalam Imamat dijelaskan bahwa tak semua korban boleh diambil oleh Imam sekeluarga atau si pemberi. Hanya korban keselamatan yang sebagian dapat dikembalikan dan dinikmati oleh pemiliknya. Selain itu, Tuhan tidak hanya menuntut jemaat untuk memikirkan tentang persembahan tapi juga menggumulkan pengelolaan dan pengembangannya secara bertanggung jawab. Karena itu, jemaat berhak memeriksa dan mempelajari keuangan Gereja. Maka diharapkan jemaat tidak mencantumkan sekedar NN ketika memberikan persembahan melainkan cukup dengan kode karena Alkitab memang mengajarkan bahwa orang lain tidak perlu mengetahuinya. Harus diingat bahwa Gereja adalah institusi yang Tuhan tegakkan sebagai manifestasi tubuh Kristus di tengah dunia. Jadi, yang berperan adalah setiap jemaat. Segala macam penyelewengan konsep Gereja perlu ditindak tegas dan keras sehingga nama baik Kekristenan tidak rusak. Amin! 102 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe errs se em mb ba ah ha an nd da an np pe errp pu ullu uh ha an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Kej 14:18-20/ Ibr. 7:1-3/ Mal.3:8-12 Kejadian 14 18 Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. 19 Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, 20 dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu." Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya. Ibrani 7 1 Sebab Melkisedek adalah raja Salem dan imam Allah Yang Mahatinggi; ia pergi menyongsong Abraham ketika Abraham kembali dari mengalahkan raja–raja, dan memberkati dia. 2 Kepadanyapun Abraham memberikan sepersepuluh dari semuanya. Menurut arti namanya Melkisedek adalah pertama–tama raja kebenaran, dan juga raja Salem, yaitu raja damai sejahtera. 3 Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah, ia tetap menjadi imam sampai selama–lamanya. Maleakhi 3 8 Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: "Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?" Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus! 9 Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku, ya kamu seluruh bangsa! 10 Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah–Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap–tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. 11 Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam. 12 Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam. 103 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Perpuluhan baru berkembang menjadi topik sentral dan significant yang dipertanyakan dan dibahas dalam Gereja sejak abad 20. Inilah pentingnya mempelajari sejarah Teologi supaya tidak terkecoh oleh banyak isu sebagai produk filsafat, budaya dan permainan dunia yang menyusup lalu mengacaukan Kekristenan. Karena banyaknya pembicaraan tentang perpuluhan, jemaat menjadi bingung hingga beberapa pertanyaan muncul dalam pemikiran mereka: 1. Perlukah memberi perpuluhan? Padahal, di sepanjang Perjanjian Baru tidak terdapat perintah tersebut. Hanya Perjanjian Lama yang membicarakannya. Sepanjang Perjanjian Baru, istilah ‘perpuluhan’ disinggung hanya di Ibrani namun sebenarnya Paulus hendak membicarakan tentang Kristologi dalam diri Melkisedek. 2. Lalu perpuluhan jemaat digunakan untuk apa? Seringkali perpuluhan masuk ke kantong pendeta hingga semakin kaya. Sedangkan konsepnya diputarbalikkan untuk memancing jemaat agar memberi perpuluhan dengan setia namun bukan karena ketulusan hati melainkan jiwa materialistis. Maka kelak si pemberi mungkin akan mengalami banyak masalah hingga bangkrut. 3. Betulkah konsep yang mengatakan bahwa dengan memberi perpuluhan, si pemberi akan mendapat berkat? Pertama kali istilah ’perpuluhan’ disebutkan di Perjanjian Lama yaitu dalam Kej 14:18-20 oleh Abram sebelum menjadi Abraham dan diberikan pada Melkisedek yang sangat unik dan misterius. Kej 14:18 mencatat, “Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah yang Mahatinggi.” Kalau pembaca Perjanjian Lama tidak mengacu pada Perjanjian Baru maka ungkapan ‘membawa roti dan anggur’ jadi tak bermakna. Padahal dalam konteks Perjanjian Baru, ungkapan tersebut berarti bukan sekedar makanan melainkan mempunyai makna khusus yang tampak dalam diri Tuhan Yesus. Selanjutnya, tercatat bahwa Melkisedek memberkati Abram lalu Abraham memberi perpuluhan sebagai respon. Seringkali Kej 14:18-20 dipakai sebagai dasar pemberian perpuluhan oleh sebelas suku Israel kepada orang Lewi. Selain itu, ayat tersebut juga dijadikan alasan perpuluhan diberikan pada hamba Tuhan. Jikalau jemaat hanya membaca Perjanjian Lama maka langsung terjebak ke dalam pemikiran dan interpretasi yang sesat. Sebenarnya, hakekat perpuluhan telah diungkapkan di Kej 14 namun para pembaca sulit menangkap artinya, kecuali telah memahami Ibr 7. Dalam Kej 14:18 dinyatakan bahwa Melkisedek memiliki tiga jabatan sekaligus: 1. raja Salem atau penguasa dunia sekuler, 2. imam yang bertugas mewakili jemaat untuk menghadap Tuhan, 3. nabi atau wakil Tuhan yang membawa berita pada manusia. Jabatan ketiga ini tidak disebutkan tetapi dilakukan, “Lalu ia memberkati Abram” (Kej 14:19). Karena ia adalah manifestasi Kristus di Perjanjian Lama maka Abram memberi perpuluhan kepadanya. Artinya, perpuluhan hanya dipersembahkan bagi Tuhan. Tak seorangpun mampu mencakup ketiga jabatan tersebut sekaligus. Di sepanjang sejarah, hanya satu pribadi yang berhasil mencakup ketiganya dengan sempurna total yaitu Kristus. Tanpa membaca Ibr 7:1-3, orang Kristen tidak akan pernah mengerti perihal Melkisedek yang sangat misterius hingga dikatakan, “Ia tidak berbapa, tidak beribu, tidak bersilsilah, harinya tidak berawal dan 104 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 hidupnya tidak berkesudahan, dan karena ia dijadikan sama dengan Anak Allah.” Setelah memahami Melkisedek sebagai gambaran Kristus, barulah dimengerti bahwa roti dan anggur merupakan figurasi tubuh dan darah Tuhan yang dicurahkan demi penebusan dosa. Maka hingga hari ini, semua orang Kristen memperingati Perjamuan Kudus dengan roti dan anggur. Progressive Revelation (Wahyu progresif) tentang perpuluhan mencapai klimaks di Kitab Maleakhi sebagai bagian terakhir Perjanjian Lama. Dalam Mal 3, Tuhan membicarakan essensi perpuluhan dan Mal 3:8-9 merupakan motivasi mengapa Ia harus menjelaskan konsep tersebut. Mal 3:8 mencatat bagaimana Tuhan dengan keras mengkritik motivasi orang Kristen sebagai anak-Nya, pekerja dan pelayan-Nya yang tak sesuai kehendak-Nya, “Bolehkah manusia menipu Allah? Namun kamu menipu Aku. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menipu Engkau?” Mengenai persembahan persepuluhan dan persembahan khusus!” Kitab Maleakhi ditulis setelah pembuangan Israel di Babel. Jadi, pada saat itu bangsa Israel sangat takut untuk mempermainkan aturan Tuhan bahkan tidak berani menyembah ilah lain atau berhala karena Tuhan adalah Allah yang murka. Tetapi, mereka tidak sungguh bertobat melainkan hanya memiliki konsep duniawi yang sangat materialistis dan bersifat aturan (law system) hukum Taurat. Yang ada dalam pemikiran mereka ialah Tuhan yang ingin selalu ditaati dan dihormati. Maka mereka sangat setia menjalankan persembahan korban setiap hari. Ironisnya, hidup mereka sangat liar, mulai dari para imam yang melayani Tuhan hingga kaum awam. Dengan demikian, para imam telah mencemarkan seluruh pelayanan dan ibadah yang dijalankan secara rutin di bait Allah hingga tak ada lagi jiwa pelayanan yang jujur, tulus dan takut akan Tuhan. Sedangkan umat Israel mempermainkan kehidupan iman Kristen dengan kawin campur dan kawin cerai. Karena itu, Tuhan murka, “Kamu telah kena kutuk, tetapi kamu masih menipu Aku!” (Mal 3:9). Ada satu ayat yang merupakan cetusan visi hati Tuhan dan jiwa seluruh pengajaran tentang perpuluhan yaitu Mal 1:6, “Seorang anak menghormati bapanya dan seorang hamba menghormati tuannya. Jika Aku ini bapa, di manakah hormat yang kepadaKu itu? Jika Aku ini tuan, di manakah takut yang kepadaKu itu? Firman Tuhan semesta alam kepada kamu, hai para imam yang menghina namaKu. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah kami menghina nama-Mu?” Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang Yahudi pada jaman itu tidak takut dan hormat kepada Tuhan. Maka Ia menuntut, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan” (Mal 3:10). Perpuluhan harus didasarkan pada konsep Covenant Theology, seperti raja kecil yang telah ditundukkan, memberi upeti terbaik pada raja besar yang menaklukkannya. Covenant adalah perjanjian antara dua pihak tak sejajar, dari atasan pada bawahan. Ketika raja besar mengadakan covenant dengan raja kecil maka selama raja kecil taat, perjanjian dirancangnya untuk menolong serta menjadi berkat kesejahteraan dan perlindungan bagi keberadaan raja kecil. Sedangkan raja kecil tidak berhak mengatur segalanya bahkan menyatakan setuju atau tidak. Maka pihak luar yang hendak menyerang raja kecil menjadi musuh raja besar. Ia segera mengirim pasukan untuk melawan musuh dan tidak akan membiarkan raja kecil dihancurkan. Ketika raja kecil mengalami krisis ekonomi atau kelaparan, ia akan mengirim makanan dan bantuan ekonomi. Dalam Kekristenan, prinsip Covenant menjadi sangat sentral dan terus dijalankan dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru sebagai hubungan antara Allah yang berdaulat dan umat-Nya. Sebagai simbol penundukkan diri mutlak, orang Kristen mempersembahkan perpuluhan kepada Allah supaya seluruh pekerjaan-Nya dapat dijalankan di tengah dunia demi kemuliaan-Nya. Yang dimaksud dengan perpuluhan adalah 10% dari hasil yang diterima atas perkenan-Nya. Maka perpuluhan merupakan nilai yang Tuhan kehendaki untuk dikembalikan kepada-Nya dengan motivasi murni. Ironisnya, orang Kristen jaman ini seringkali melakukan tindak penipuan terhadap Tuhan, misalnya 105 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 meminta berkat lebih banyak dengan dalih agar dapat memberi perpuluhan lebih besar lagi. Atau, menganggap persentase perpuluhan terlalu besar dan berharap dapat diperkecil. Jadi, hasil semakin banyak tapi persentase makin diperkecil karena tidak rela. Padahal, ketika Tuhan memberi gaji sebesar Rp 1.000.000,- hanya Rp 100.000,- saja yang dikembalikan kepada-Nya, sedangkan Rp 900.000,- boleh dinikmati oleh si penerima gaji. Akan lebih baik lagi jika persentase perpuluhan dinaikkan. Itulah alasan Perjanjian Baru tidak membicarakan persentase perpuluhan melainkan jiwa, sikap dan komitmen kepada Tuhan. Pertama, problem motivasi: hendak memberikan lebih atau kurang dari 10%? Manifestasi ibadah terlihat dari sikap ketika memberi persembahan. Orang Kristen yang takut dan hormat pada Tuhan, akan memberi persembahan terbaik dan melayani dengan sungguh karena ia berani berkorban tanpa pamrih serta tidak merasa dirugikan. Persentase perpuluhan telah diatur oleh Tuhan sedemikian rupa sehingga tidak terlalu besar atau kecil bagi seluruh jemaat. Selain perpuluhan, Alkitab mencatat adanya persembahan khusus. Jadi, perpuluhan bukanlah persembahan maksimum. Kedua, konsep di Alkitab adalah kontinyuitas dan diskontinyuitas yang berjalan bersamaan serta tidak akan pernah berubah. Dalam konsep kontinyuitas terdapat praktek diskontinyu (berhenti lalu berubah). Misalnya, Perjanjian Lama mencatat adanya persembahan korban namun dalam Perjanjian Baru, seluruhnya dihentikan lalu diganti dengan pengorbanan Kristus di kayu salib sebagai domba Paskah terakhir dan kekal. Tapi, dalam konsep diskontinyuitas juga terdapat kontinyuitas yaitu prinsip yang dijalankan di Perjanjian Lama dan Baru, ‘Setiap orang berdosa harus ditebus dengan darah.’ Alkitab menjelaskan, ketika suatu konsep didiskontinyu maka pasti muncul ayat yang menegaskan bahwa praktek itu dihentikan lalu diganti dengan model baru. Demikian pula perpuluhan. Meskipun Perjanjian Baru tak memberi penjelasan tapi juga tidak ada diskontinyuitas perpuluhan. Dengan kata lain, perpuluhan tetap dijalankan sebagai kriteria minimal tapi harus dengan motivasi yang tepat. mencatat bahwa perpuluhan di jaman itu tidak diberikan pada orang Lewi melainkan ke rumah perbendaharaan supaya tidak terjadi penyelewengan penggunaan karena dua belas suku Israel telah bubar, 10 suku menjadi orang Samaria dan dua suku masih setia. Dahulu, suku Lewi sebagai penerima persembahan ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan saja. Karena itu, mereka ditunjang oleh sebelas saudaranya di mana dua suku kecil bergabung jadi satu sehingga jumlah keseluruhan menjadi sepuluh suku yang memberi perpuluhan. Dengan demikian, mereka menerima 100% dikurangi dengan perpuluhan sehingga pendapatannya menjadi 90%, sama dengan saudara yang lain. Artinya, pelayan Tuhan tidak akan dirugikan ataupun dilewatkan karena prinsip Tuhan tidak merugikan siapapun. Pendeta akan mendapat jaminan hidup yang setara dengan rata-rata dari seluruh kondisi ekonomi jemaatnya. Karena jumlah jemaat tidak stabil maka perpuluhan diberikan ke rumah perbendaharaan supaya ada persediaan makanan di rumah Tuhan (Mal 3:10) dan sebagian lagi dapat disalurkan pada mereka yang membutuhkan, seperti sekolah Teologi, hamba Tuhan pedesaan, misi penginjilan di pelosok, pembukaan pos PI dan sebagainya. Namun pengelolaan uang persembahan dan pemeliharaan keberadaan rumah perbendaharaan merupakan tanggung jawab seluruh jemaat sehingga tidak terjadi penyelewengan. Jikalau telah diketahui bahwa uang persembahan akan dimanipulasi oleh pihak tertentu maka sebaiknya tidak diberikan karena bagaimanapun juga, persembahan adalah uang Tuhan. Kalau si pemberi tidak mau tahu tentang hal itu maka ia telah berbuat dosa ignorance. Sedangkan pihak Gereja perlu menata sistem supaya penyelewengan dapat dihindari. Amin! Mal 3:10 106 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe errs se em mb ba ah ha an nd da an nb be errk ka att Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Mal.3:10-12 Maleakhi 3 10 Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah–Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap–tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. 11 Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman TUHAN semesta alam. 12 Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman TUHAN semesta alam. 2 Korintus 9:6-8 6 Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. 7 Hendaklah masing–masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih 8 Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. Khotbah Minggu ini akan membahas aspek terakhir persembahan. Tuhan pasti memberkati setiap umatNya yang setia, taat dan sungguh-sungguh dalam beribadah termasuk memberi persembahan dengan baik. Tapi, kalau persembahan diberikan dengan motivasi untuk mendapat berkat Tuhan maka si pemberi berdosa. Minggu lalu telah dibahas bahwa persembahan diberikan ke rumah perbendaharaan supaya pengelolaan bait Allah berjalan dengan baik sehingga terpelihara dan tak kekurangan sesuatupun. Setelah itu, Tuhan berjanji, “Ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. Aku akan menghardik bagimu belalang pelahap, supaya jangan dihabisinya hasil tanahmu dan supaya jangan pohon anggur di padang tidak berbuah bagimu, firman Tuhan semesta alam. Maka segala bangsa akan menyebut kamu berbahagia, sebab kamu ini akan menjadi negeri kesukaan, firman Tuhan semesta alam” (Mal 3:10-12). Inilah anugerahNya setelah perintah persembahan dijalankan. Sesungguhnya, Allah yang berotoritas tidak perlu menjanjikan apapun tetapi berhak menuntut orang Kristen untuk memberi persembahan ke rumah-Nya karena manusia dan seluruh harta dunia adalah ciptaan-Nya. Sedangkan manusia tak berhak melawan-Nya. 107 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Allah yang agung sangat mengasihi manusia. Ironisnya, ketika mendengar janji tersebut, manusia berdosa cenderung bersikap kurang ajar dengan menganggapnya sebagai kesempatan untuk menguji Tuhan sekehendak hati. Padahal, seharusnya anak Tuhan bereaksi takut dan gentar. Memang, sangat sedikit orang Kristen yang mengerti hubungan vertikal ini dengan baik hingga jadi lebih rendah hati dan mawas diri. Selain itu, janji tersebut juga menunjukkan bahwa Tuhan takkan pernah ingkar karena Ia berdaulat. Janji Tuhan bukanlah konsep sejajar. Maka tak seorang pun berhak mengklaim-Nya. Tapi, banyak orang Kristen justru berani menuntut Tuhan. Padahal sikap seperti itu termasuk pelecehan, seolah-olah Ia tidak akan memenuhi janji-Nya. Kalau Tuhan tidak menepati janji, berarti Ia tak bertanggung jawab. Padahal, perjanjian diberikan oleh Allah demi memelihara umat-Nya. Allah tak pernah bermaksud memanipulasi manusia. Motivasi-Nya sangat murni. Bahkan ketika Ia menuntut setiap orang Kristen untuk menjalankan perintah-Nya, itu demi kebaikan orang tersebut. God is a Self-Sufficient God (Tuhan adalah Allah yang mencukupkan Diri dalam segala sesuatu). Maka Ia tidak membutuhkan apapun dari manusia. Justru, kemurnian motivasiNya harus dijadikan pelajaran penting dalam Kekristenan. Jangan memakai janji-Nya untuk egois materialis melainkan harus diresponi juga dengan kemurnian motivasi. Seluruh konsep Alkitab mengatakan bahwa ketika Allah memberi janji, pasti ada perintah yang harus dijalankan terlebih dahulu. Takkan pernah terjadi, janji dicetuskan tanpa adanya perintah. Dalam Mal 3:10 dicatat, “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.” Yoh 15:16 mencatat firman Tuhan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap.” Inilah perintah yang harus dikerjakan oleh semua anak Tuhan sebelum mendapatkan janji-Nya, “supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikan-Nya kepadamu.” Namun kebanyakan orang berdosa termasuk orang Kristen mengingat hanya ayat b untuk mengklaim janji Tuhan dan melupakan perintah-Nya. Fakta ini menunjukkan betapa jahat dan egoisnya manusia. Padahal, jikalau perintah-Nya dikerjakan sebaik mungkin maka tanpa perlu diklaim, Tuhan pasti memenuhi janji. Mat 28:19-20 juga mencatat amanat agung, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Selanjutnya, kalimat terakhir menyatakan, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir jaman.” God of Emmanuel. Allah beserta kita selamanya. Ayat ini seringkali dihafalkan untuk menghadapi kesusahan, ketakutan dan sebagainya. Tapi, perintah-Nya tak diingat apalagi dijalankan. Orang Kristen sejati seharusnya mengerti bagaimana berurusan dengan janji Tuhan yaitu melalui perintah-Nya. Jadi, setelah perintah Tuhan dimengerti maka janji-Nya dapat dimengerti pula kemudian hubungan antara keduanya pun dapat dipahami. Dengan demikian, komposisi pengertian menjadi tepat. Dalam 2 Kor, Paulus menjelaskan pengertian berkat Tuhan, “Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga” (2 Kor 9:6). Prinsip ini sangat logis dan wajar. Maka dalam 2 Kor 9:7 ia memerintahkan, “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” Setelah perintah ini dijalankan, barulah janji diberikan, “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor 9:8). Dengan kata lain, Paulus menginginkan semua orang Kristen memahami berkat Tuhan, bukan hanya sekedar secara aspek material tetapi ia ingin mereka mengerti akan kebaikan-Nya melalui anugerah berlimpah dalam konsep yang lebih holistik, meluas dan menyatu ke seluruh hidup. Persembahan 108 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sebenarnya dapat membangun hati yang puas dan bersyukur kepada Tuhan. Orang yang tak pernah puas akan menyengsarakan hidupnya sendiri dan juga orang di sekitarnya di manapun ia berada. Salah satu hal yang indah dalam persembahan adalah kesadaran bahwa Tuhan telah menganugerahkan kecukupan hingga manusia mampu memberi persembahan kepada-Nya. Perkataan Paulus yang sangat mengesankan yaitu, “Aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan” (Flp 4:11-12). Kecukupan dalam Kristus bukan berarti pasif dan tak berjuang karena perjuangan dan hasil merupakan dua aspek yang seharusnya dapat memberi kepuasan. Orang Kristen yang hidup dalam Tuhan akan mengerti bahwa berkat diterima bukan dari manusia melainkan Tuhan. Orang dunia tak mampu memahami konsep ini. Akibatnya, mereka sering menggerutu hingga merusak dirinya sendiri. Ketika orang Kristen sangat bersyukur kepada Tuhan, di manapun ia akan menjadi berkat bagi orang lain. Kebanyakan orang berpikir bahwa ketika memiliki banyak uang dan harta maka pada saat itu Tuhan memeliharanya. Padahal banyak orang kaya dipelihara bukan oleh Tuhan melainkan setan. Akibatnya, uang yang sangat banyak itu digunakan dengan sia-sia dan tanpa tanggung jawab. Tapi, bukan berarti bahwa Tuhan tidak memperbolehkan orang Kristen menjadi kaya. Justru, ketika seseorang merasakan kekurangan, barulah ia mulai belajar the God of providence (Allah yang memelihara). Pada saat ia membutuhkan uang, Tuhan pasti melimpahkan kecukupan dengan perantaraan orang lain. Maka orang Kristen seharusnya tak perlu mengkuatirkan segala sesuatu selama ia taat kepada-Nya. Ketika orang Kristen diperbolehkan belajar memberi persembahan dengan baik, Tuhan sedang melatihnya untuk mengerti penatalayanan uang-Nya. Dan kesadaran akan Tuhan yang mencukupkan merupakan anugerah besar. Setiap orang Kristen seharusnya menyadari bahwa Tuhan mengetahui apa yang dilakukannya. Maka memberi persembahan dengan jujur sesuai dengan anugerah yang diterima akan membuat semua relasi juga lebih jujur. Dengan demikian, jujur di hadapan Tuhan menjadi kunci persembahan. Alkitab mengajarkan bahwa orang Kristen boleh menjadi kaya seperti Abraham yang mampu menguasai seluruh kekayaannya. Banyak orang kaya malah terjebak hingga menjadi budak uang. Akibatnya, ia tetap merasa kurang puas. Alkitab mencatat, “Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya. Juga Lot, yang ikut bersama-sama dengan Abram, mempunyai domba dan lembu dan kemah. Tetapi negeri itu tidak cukup luas bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak, sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama. Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para gembala Lot. Maka berkatalah Abram kepada Lot: “Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri. Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman Tuhan. Sebab itu Lot memilih baginya seluruh Lembah Yordan itu” (Kej 13:2, 5-11). Walaupun demikian, Abraham tidak marah terhadap kemenakannya yang kurang ajar. Padahal, sebenarnya ia berhak menggerutu karena kecewa. Namun ia tetap tenang meskipun hartanya diambil sebagian. Demikian pula Ayub. Ketika seluruh harta kekayaannya habis lenyap, yang kebingungan justru adalah istrinya. Ayub dengan tenang mengatakan, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!” (Ayb 1:21). Dengan demikian, ia tidak lagi terikat oleh kekayaannya. Maka Tuhanlah yang bertindak karena prihatin. Alkitab mencatat, “Setelah Lot berpisah dari pada Abram, berfirmanlah Tuhan kepada Abram: “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, 109 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya “ (Kej 13:14). Kalau seseorang sungguh setia dan mampu menjadi orang kaya yang tak mudah terpengaruh oleh materi maka prinsip Tuhan, “Barangsiapa setia dengan perkara kecil, ia akan diberi hak untuk perkara lebih besar.” Kalau tidak mampu, Ia akan mengambil kembali semuanya. Amin! 110 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe ella ay ya an na an ny ya an ng gm me em mp pe errm mu ulliia ak ka an nT Tu uh ha an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 31 Yohanes 13:31-35 Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus: "Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. 32 Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri–Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera. 33 Hai anak–anak–Ku, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang–orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu. 34 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. 35 Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid–murid–Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." seringkali diungkapkan di mimbar sebagai the Exclusive Teaching of Christ dan ditutup dengan the Exclusive Prayer of Christ (Yoh 17). Khotbah kali ini akan membahas bagian awal pengajaran tersebut. Yoh 13:31 dimulai dengan “Sesudah Yudas pergi” sebagai turning point (titik balik). Titik putar semacam itu seharusnya diperhatikan karena terdapat perubahan essensial, khususnya dalam pembahasan Yohanes dan Paulus yang sangat menekankan aspek Teologis. Peristiwa dalam Yoh 13:21-35 sangat unik karena tak terbahas oleh Matius, Markus dan Lukas. Padahal peristiwa tersebut bukan sekedar kronologis sejarah tetapi mengandung aspek Teologis yang sangat mendalam. Yoh 13:31-16:33 Ketika sedang mengadakan perjamuan, Tuhan Yesus dengan sangat ‘terharu’ menyatakan fakta yang segera terjadi (Yoh 13:21). Sebenarnya, istilah ‘terharu’ akan lebih tepat jika diganti dengan ‘disturbed’ (terganggu dalam roh). Artinya, ada sesuatu yang membebani hingga membuat-Nya sangat susah dan tak tenang. Maka Ia berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Yoh 13:21). Tuhan memiliki dua belas murid terdekat (the closest ring) yang selalu bersama-Nya dan mendengarkan ajaran-Nya yang mungkin belum dimengerti oleh jemaat pada umumnya. Tapi, justru satu di antaranya, yaitu Yudas Iskariot, bukan murid sejati melainkan pengkhianat karena tega menjual Gurunya pada orang Farisi seharga 30 keping perak. Padahal ia adalah orang kepercayaan-Nya hingga kas diserahkan padanya. Namun ia malah mempermainkan, memanipulasi dan menyalahgunakannya. Lalu Yoh 13:24 mencatat, “Kepada murid itu (Yohanes) Simon Petrus memberi isyarat dan berkata: “Tanyalah siapa yang dimaksudkan-Nya!” Yohanes adalah murid yang sangat dikasihi oleh Tuhan Yesus. Maka ia bertanya, “Tuhan, siapakah itu?” (Yoh 13:25). Kemudian Yoh 13:26-27 mencatat, “Jawab Yesus: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkannya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. Dan sesudah 111 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera.” Dengan demikian, Yudas adalah pengkhianat sejati dengan kesombongan hati dan ego yang membuatnya tak mau bertobat, tunduk dan mengaku dosa di hadapan Tuhan. Maka ia tidak berhak mendengarkan pengajaran Kristus tertinggi dalam Yoh 13:31 dan seterusnya yang sulit diterima oleh akal manusia berdosa, kecuali ia bersedia kembali kepada-Nya, berubah total dan mulai memandang segala sesuatu dalam sudut pandang Allah. Yudas berbeda dengan Petrus. Yoh 13:36-38 menceritakan bagaimana Petrus berusaha untuk setia kepada Tuhan, “Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku.” Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Jawab Yesus: “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” Itulah peringatan-Nya pada Petrus. Dan ketika menjadi kenyataan, Petrus sungguh menyesal dan langsung bertobat. Kali ini akan dibahas pengajaran Kristus di mana essensi keberadaan Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus diungkapkan. Selain itu, juga termasuk ajaran tentang prinsip hidup Kristen, keselamatan kekal dan panggilan pelayanan. Yoh 13:31 dan seterusnya berbicara tentang bagaimana Tuhan mengarahkan Diri pada keselamatan kekal. Kemudian dalam Yoh 14 Ia mulai membicarakan tentang Surga dan ayat yang paling sering dibahas adalah Yoh 14:6, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Selain itu, juga dibahas bagaimana Roh Kudus datang dan berkarya dalam kehidupan manusia. Selanjutnya, Yoh 15 membahas Union with Christ (dipersatukan dengan Kristus) dan hubungan antara Allah, Kristus dan manusia. Selain itu, juga tentang bagaimana Ia memanggil umat-Nya untuk melayani serta menjadi sahabat dan kawan sekerja-Nya. Dan bagian terakhir membicarakan tentang bagaimana anak Tuhan menghadapi kesulitan, penderitaan serta tantangan sehingga kelak berhasil mencapai titik kemenangan. Lalu Yoh 16 menjelaskan tugas dan peranan Roh Kudus. Setelah itu, Tuhan Yesus memberikan ajaran yang sangat solid pada perjamuan malam terakhir. Kemudian Ia berdoa bagi para murid-Nya sebelum disalibkan. Tuhan Yesus tidak memperkenankan Yudas ikut dalam ring orang yang layak untuk mendengarkan ajaran-Nya dan didoakan. Dalam Yoh 17 terdapat dua statement yang menyatakan bahwa Ia tidak berdoa syafaat bagi semua orang melainkan hanya para murid dan umat pilihan-Nya yaitu orang percaya atau Kristen sejati. Inilah eksklusif. Sesudah Yudas pergi, dalam dua kalimat pertama Tuhan Yesus terdapat satu kata yang berulangkali dicantumkan yaitu ‘dipermuliakan’ dan ‘mempermuliakan’ (glorify). Maka Yoh 13:31-32 menjadi centre point (inti) iman Kristen, “Sekarang Anak Manusia dipermuliakan dan Allah dipermuliakan di dalam Dia. Jikalau Allah dipermuliakan di dalam Dia, Allah akan mempermuliakan Dia juga di dalam diri-Nya, dan akan mempermuliakan Dia dengan segera.” Mendengar pernyataan ini, para murid langsung berpikir bahwa segera tiba saatnya bagi Tuhan Yesus untuk menjadi raja di Yerusalem dengan kekuasaan besar. Tapi, pemikiran seperti ini dipatahkan oleh Kristus, “Hai, anak-anakKu, hanya seketika saja lagi Aku ada bersama kamu. Kamu akan mencari Aku, dan seperti yang telah Kukatakan kepada orang-orang Yahudi: Ke tempat Aku pergi, tidak mungkin kamu datang, demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu” (Yoh 13:33). Akibatnya, terjadilah confusion (kebingungan) dalam pemikiran para murid yang berbeda total dengan pandangan Kristus. Sebenarnya, Yoh 13:31-32 berpusat hanya pada salib. Dengan kata lain, Kristus dipermuliakan dengan cara yang terhina. Inilah konsep the Paradox of the Cross. Padahal menurut dunia, salib adalah penghukuman 112 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 yang paling kejam dan menakutkan. Sedangkan orang yang disalibkan akan memiliki citra terendah. Justru, penyaliban Kristus merupakan cara yang paling terbuka dan jelas untuk mempermuliakan Allah. Dengan membuat banyak mukjizat, Ia malah tak dipermuliakan. Itu disebabkan oleh sikap manusia berdosa yang tak pernah puas serta selalu menuntut dan memanipulasi Kristus demi kepentingan sendiri. Mereka tak pernah memandang mukjizat sebagai keagungan Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi. Sebaliknya malah berpikir bahwa Tuhan Yesus sedang mengumpulkan pengikut. Padahal Ia tak pernah bermaksud seperti itu. Yoh 13:31-32 mengingatkan pada Yoh 3 mengenai percakapan Kristus dengan Nikodemus, “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:14). Ketika disalibkan, kalimat pertama yang diucapkan oleh Tuhan Yesus terkesan sangat agung, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mere ka perbuat” (Luk 23:34). Ungkapan tersebut ditujukan bagi mereka yang telah meludahi, menyalibkan dan membunuh-Nya. Ini menunjukkan betapa pentingnya menggumulkan keselamatan orang lain serta betapa serius dan relanya Tuhan mengampuni mereka yang telah menyengsarakan-Nya. Perkataan manusia akan lebih agung ketika ia berada dalam situasi sulit. Kalau kalimat tersebut diucapkan dalam situasi biasa maka kuasanya tidaklah besar. Padahal Luk 23:35 mencatat, “Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri.” Ungkapan tersebut terlalu merendahkan dan menggambarkan betapa egoisnya manusia. Let Christ be glorified. Biarlah Kristus dipermuliakan. Semua orang ketika membaca Injil terutama penyaliban Kristus, harus mengakui bahwa Yesus memang terlalu agung dan mulia. Tak ada satu kalimat pun mampu mematahkan tindakan Kristus tersebut karena telah melampaui cara berpikir manusia. Kristus dipermuliakan ketika disalibkan di mana Ia menyelesaikan seluruh tugas penebusan yang dibebankan Allah kepada-Nya dan itulah saat bagi-Nya untuk kembali ke Kerajaan Bapa. Itulah titik final seluruh penggenapan pekerjaan Bapa. Pdt. Stephen Tong pernah mengungkapkan bahwa jikalau Kristus pernah melakukan secuil dosa pun di sepanjang hidup-Nya maka tertutuplah kesempatan-Nya untuk kembali ke Surga. Seluruh nilai penyaliban tak lagi berarti dan hidup-Nya akan berakhir dengan kematian karena upah dosa adalah maut. Ketika Ia mampu menyelesaikan semua tugas-Nya hingga titik terakhir, itulah puncak glorification. Sebenarnya, Tuhan mencanangkan peristiwa ini untuk Adam pertama namun ia telah gagal dalam ujiannya. Maka diperlukan Adam kedua yaitu Kristus yang akhirnya berhasil dalam segala macam ujian yang diperuntukkan bagiNya dan mengakhirinya dengan mengatakan, “Sudah selesai” (Yoh 19:30). Kalimat pendek tersebut merupakan penggenapan totalitas seluruh karya-Nya dalam kemurnian pelayanan-Nya. Ketika Kristus telah mencapai kemuliaan, itulah titik balik kenosis yang disebutkan dalam Flp 2. Kenosis adalah pengosongan diri. Kristus yang adalah Allah semesta alam harus mengosongkan diri lalu turun ke dunia membawa beban besar yaitu menggenapkan pekerjaan Bapa. Pencipta dan Pemilik alam semesta harus menjadi bayi yang tak mampu melakukan apapun karena terbatas ruang dan waktu. Selain itu, Ia juga harus menjadi hamba yang diperlakukan dengan sangat hina hingga kematian-Nya. Namun Flp 2:9-11 mengatakan, “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah Bapa!” Kesimpulannya, salib adalah the final point to glorification (titik akhir untuk menuju kemuliaan terbesar). Dengan kata lain, jalan kemuliaan harus melalui penderitaan, kesulitan dan kesusahan. Glorification by the suffering servant. Amin! 113 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ka as siih hs se ejja attii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 34 Yohanes 13:34-35 Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. 35 Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid–murid–Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." merupakan perintah pertama Kristus bagi para murid-Nya yang sejati, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi.” Sesungguhnya, inti iman Kristen adalah kasih. Orang dunia sebenarnya menyadari bahwa cinta tak boleh hilang dari hidup manusia. Tanpa cinta, ia pasti mengalami kesusahan dan berubah menjadi orang yang tak sehat secara kepribadian karena tidak mampu mengasihi dan dikasihi. Padahal Tuhan menciptakan manusia dalam relasi kasih. Namun dunia tak pernah mengerti essensi dan sumber kasih. Iman Kristen mengatakan bahwa Allah tidak hanya mengajarkan kasih tetapi Allah adalah kasih. Jadi, orang Kristen yang mengenal Allah, seharusnya juga mengenal dan hidup dalam kasih. Yoh 13: 34-35 Kasih yang dimengerti secara umum sebenarnya sudah mengalami distorsi, pencemaran dan pergeseran arti. Maka Yoh 13:34 mengatakan, “…supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu.” Inilah kriteria pertama. Kedua, “Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35). Dengan kata lain, kasih harus dimanifestasikan secara unik hingga semua orang mengenalnya sebagai ciri murid Kristus. Kedua kualifikasi tersebut yang distandarkan kepada Kristus, membedakan kasih yang dijalankan oleh orang Kristen dan nonKristen. Maka setiap anak Tuhan seharusnya menggumulkan arti dan kualitas kasih sejati. Perintah Yesus tentang kasih justru berada di antara dua berita yang menunjukkan ketiadaan cintakasih sejati yaitu didahului oleh pengkhianatan Yudas dan disertai dengan penyangkalan Petrus. Padahal sebagai murid Kristus, mereka seharusnya sangat memahami kasih. Maka presupposisi yang mendasari perintah tersebut harus dinyatakan dengan tegas, antara lain: Pertama, orang Kristen belum tentu hidup dan memiliki kasih seperti tuntutan Tuhan. Maka perintah kasih sangat berarti dan significant karena anak Tuhan belum secara sempurna menjalankan kasih sejati serta masih perlu berproses dan diubah. Tuhan menuntut setiap anak-Nya untuk mengintrospeksi dan menguji diri. 114 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kedua, kasih seharusnya menjadi the target of life. Dengan demikian, kasih seharusnya mengisi pemikiran atau paradigma terdalam orang Kristen. Banyak aspek, bidang dan pertimbangan dalam hidup manusia namun justru kasih seringkali terlewatkan. Ketiga, perintah kasih tak boleh dipermainkan karena diberikan dengan keras oleh Tuhan Yesus. Jikalau orang Kristen tidak memanifestasikan kasih maka Kekristenannya perlu dipertanyakan karena justru melalui kasihlah kesaksian Kristen dinyatakan. Kasih Kristus bersifat murni dan keluar dari hati terdalam (the depth of His heart) atau kedalaman essensi diriNya serta tak mengandung maksud lain, semangat yang sangat ambiguous dan sikap tricky. Maka orang Kristen harus memahami kedalaman essensi kasih karena dunia telah memanipulasinya menjadi kasih yang hanya tampil di permukaan. Inilah salah satu kesulitan besar karena dunia sangat prejudice (berprasangka negatif) terhadap orang yang tulus murni dan menganggap ketulusan, kejujuran dan kemurnian adalah kebodohan. Dengan kata lain, dunia mengajarkan agar semua orang menjadi tricky, mampu menggunakan tipu muslihat dan berstrategi negatif. Akibatnya, orang dunia terlatih untuk memiliki hati yang tak murni. Justru Kristus mengajarkan the true love. Alkitab juga mengajarkan, “…hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati“ (Mat 10:16). Kasih tidak bersifat fenomenal. Justru orang Kristen seringkali terjebak karena tak suka format dasar tersebut masuk ke dalam essensi hidupnya dan mencoba mengkamuflase atau menutupi essensi hidup yang tak benar dan murni. Sementara hanya permukaannya yang diperbaiki. Banyak Gereja mengajarkan fenomena saling mengasihi yaitu hanya dengan senyuman, bersalaman, berbuat baik, sabar atau tak mudah marah dan saling memperhatikan (fellowship) dalam persekutuan antar pribadi (interpersonal relationship). Tapi, akar inti masalah tak terselesaikan. Sebaliknya, teknik tipu muslihat semakin berkembang. Dengan demikian, Kekristenan ikut memformat jemaat untuk tidak mau mengerti kasih sejati. Orang yang mengasihi dengan sungguh masih memungkinkan untuk marah. Contoh konkret, Tuhan Yesus sangat marah ketika rumah ibadah diperlakukan secara tak wajar. Namun Ia tak bertendency negatif atau bersikap jahat melainkan membuka essensi sesungguhnya. Ketika Kristus memberitakan kebenaran, ada yang bertobat, seperti Nikodemus. Ia mulai mengerti dan menyadari bahwa ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Maka ia berkesempatan untuk dibongkar dan diubah oleh Tuhan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3). Tuhan menghendaki setiap orang Kristen memiliki kasih yang murni (the true love). Kasih tersebut dapat dideteksi, antara lain: Pertama, dalam kasih sejati terdapat kemurnian di mana setiap hal dikerjakan tanpa pamrih dan dengan kesungguhan yang tulus. Sedangkan kasih dunia bersifat manipulatif, jahat, sengaja merusak dan menghancurkan orang lain. Kedua, kasih Kristus rela menggumulkan demi kebaikan orang lain walaupun terkadang tak diterima oleh orang yang seharusnya mendapat berkat. Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Yoh 1:11 mengatakan, “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.” Walau demikian, Kristus tak mundur selangkahpun melainkan tetap mengasihi dengan kasih altruistik. Sedangkan dunia mengenal dua sikap yang tak berhubungan dengan agama melainkan filsafat, yaitu egois dan altruis. Egois adalah seluruh tindakan, pikiran dan essensi kehidupan didasarkan pada kepentingan diri. 115 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Maka dunia mengerti bahwa alangkah lebih baik jika semua orang bersikap altruis yaitu mulai memikirkan, mempertimbangkan dan bertindak demi kepentingan orang lain. Mat 2:8 juga mengajarkan hukum kedua, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Namun manusia berdosa justru mengasihi dirinya sejak masih kecil. Bahkan dunia mengajarkan bahwa mengasihi orang lain harus didahului dengan mengasihi diri sendiri. Dengan demikian, mereka bersedia berbuat baik selama tak dirugikan. Namun orang egois dapat berubah jikalau bersedia menyangkal diri. Cinta sejati selalu membutuhkan objek. Kristus datang ke dunia untuk mati demi penebusan dosa seluruh umat manusia. Namun tak seorangpun berterimakasih kepada-Nya. Sebaliknya, banyak orang mencaci maki dan mengkritik-Nya, “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, selamatkanlah diri-Mu, jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu!” (Mat 27:40). Tuhan justru mengatakan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Terkadang, manusia bisa lelah ketika mendapat respon yang tak sesuai dengan harapan. Tetapi, Tuhan tidak demikian. Ketiga, kasih Kristus rela berkorban, menyerahkan nyawa, bersedia menghancurkan diri untuk objek yang dikasihi. Jikalau kasih sejati dijalankan di antara sesama anak Tuhan sebagai saudara seiman, justru betapa indahnya. Sebaliknya, seandainya Tuhan Yesus memakai cara dunia dalam mengasihi maka semua orang harus mati dan dibuang ke Neraka karena tak seorangpun cukup baik di hadapan-Nya. Semua manusia telah melawan Tuhan dan tak pernah menjalankan kehendak-Nya dengan sungguh. Maka setiap orang adalah musuh dan pemberontak terhadap Tuhan. Tapi, Tuhan justru mencurahkan darah-Nya supaya orang percaya boleh mendapatkan penebusan dan pengampunan. Ia justru menjadi perisai bagi murka Allah Bapa yang seharusnya ditimpakan pada manusia. Keempat, kasih Kristus bersifat konsisten. Ia melakukan tugas kasih sejak kelahiran-Nya hingga mati di kayu salib. Seluruh inkarnasi hingga penyaliban merupakan tindakan kasih. Dalam occasion tertentu, tiap orang Kristen tampak mampu mengasihi. Tapi, sepanjang hidup, ia belum tentu mampu. Padahal seharusnya kasih menjadi attitude dan paradigma hidup yang muncul dari dalam hati. Memang tidaklah mudah untuk menjalankan kasih semacam ini karena sebenarnya masih ada sifat satanic yaitu kebencian yang ditanamkan oleh Setan ke dalam diri manusia berdosa. Jikalau tidak berhati-hati, ketika salah bersikap maka kebencian itu mendapat kesempatan untuk tumbuh, mempengaruhi dan menghancurkan seluruh hidup manusia. Karena itu, Tuhan mengingatkan agar setiap anak-Nya mencabut akar kebencian dalam diri. Ketika Habel memberikan persembahan dengan baik, Kain mulai membencinya. Kej 4:6 mencatat, “Firman Tuhan kepada Kain, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.” Sayangnya, Kain tak bertobat hingga akhirnya kebencian itu berbuah kebinasaan kekal. Padahal, tak seorangpun berhak membenci sesamanya walaupun dunia menganggapnya wajar. Orang Kristen seharusnya selalu berhati-hati ketika mendengar pernyataan yang memancing kebencian. Amin! 116 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 U Un nd da an ng ga an n sse ejja ah htte erra aY Ye essu uss d da an n h ha am mb ba atta an nd da arrii d diirrii yya an ng gh ha arru uss d diia atta assii Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: 25 Matius 11:25-30 Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada–Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. 26 Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada–Mu. 27 Semua telah diserahkan kepada–Ku oleh Bapa–Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya. 28 Marilah kepada–Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada–Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban–Kupun ringan." Musuh terbesar setiap orang adalah dirinya sendiri. Artinya, dalam diri kita ada sesuatu yang buruk, suatu kuasa destruktif yang berusaha kuat untuk merusak kita. Inilah yang diamati oleh Blaise Pascal, manusia itu makhluk yang aneh, bahkan cenderung kacau, makhluk yang penuh dengan kontradiksi-diri (self-contradiction) dan bersifat self-destructive. Manusia begitu mengasihi dirinya dan melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya, tetapi yang ia lakukan justru hal-hal yang melawan dan menghalangi tujuan dan sasaran yang hendak ia capai itu. Orang ingin bahagia, tetapi yang dilakukan justru hal-hal yang menjauhkan dia dari kebahagiaan yang ia dambakan. Orang ingin dicintai dan dihormati, tetapi yang ia lakukan justru hal-hal yang membuat dirinya dihina. Sungguh ironis, dorongan yang positif itu kini telah berubah menjadi sesuatu yang negatif. Karena itu usaha yang salah itu gagal memberikan kebahagiaan kepadanya, maka sekarang ia masuk ke dalam ilusi (dunia fantasi), ia menciptakan dunia semu, di mana ia dapat dengan seketika memperoleh kebahagiaan yang ia inginkan tanpa membayar apa-apa: tanpa usaha dan tanpa disiplin. Ia tidak menyadari bahwa kesenangan instan yang ia kejar itu justru harus dibayar lebih mahal, yaitu kehancuran dirinya. Inilah yang banyak dilakukan orang, ketika dalam kesulitan, mereka tidak berusaha mengatasinya dan menunaikan tugas hidup mereka dengan penuh tanggung jawab, dan melarikan diri ke dalam obat bius, aktivitas menyenangkan (umumnya adalah hiburan) yang tidak relevan dan bermanfaat bagi perjuangan makna hidupnya. Ketika ia sadar kembali akan keadaan dirinya yang masih di dalam masalah, maka ia akan meningkatkan usaha pelarian diri itu, dan dalam prosesnya maka masalahnya semakin menumpuk. Dan 117 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 karena manusia tidak bisa terus menerus hidup di luar realita, maka kesadaran akan keadaannya yang bermasalah itu, yang saat-saat tertentu akan muncul dalam kesadarannya, akan membuat dia semakin merasa susah dan putus asa. Setelah semua kesenangan palsu itu telah dicoba, ia sadar bahwa kebahagiaan sejati itu bukan saja semakin jauh, tetapi mungkin tidak akan pernah diraihnya. Akhirnya, ia menjadi kelelahan, lelah bukan karena kerja fisik, tetapi hatinya yang cape, letih lesu, karena mendapati dirinya di jalan buntu, terperangkap dalam keputusasaan, tidak tahu lagi untuk apa hidupnya. Banyak orang di masa sekarang yang hidup dalam keadaan demikian. Orang-orang yang oleh Alkitab dikatakan “letih lesu dan berbeban berat..” Itulah sebabnya orang-orang masa kini demikian membutuhkan hiburan, untuk menjadi pelarian dari permasalahan eksistensial mereka, sebab walaupun hiburan tidak memberikan makna dan kebahagiaan kepada mereka, setidaknya menolong mereka untuk sejenak melupakan penderitaan mereka. Kepada orang-orang demikian, Yesus memberikan undangan: ”Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat 11:28). Yesuslah satu-satunya yang dapat memberi jawaban atas permasalahan kita. Dalam ayat 27, Yesus menyatakan hubungan exclusive yang dimilik-Nya dengan Allah Bapa, dan yang tidak mungkin dimiliki siapapun. Orang dapat mengenal Bapa, hanya melalui penyataan Anak kepadanya. Hanya melalui Yesus, orang berdosa dapat datang kepada Allah dan diselamatkan. Jadi di sini Yesus menegaskan mengenai identitas, status, otoritas, dan kuasa-Nya. Jadi yang menjanjikan “kelegaan kepadamu” adalah Juruselamat yang memiliki otoritas dan kuasa ilahi untuk menolong kita. Yesus mengundang bukan orang yang hidupnya lancar dan puas diri karena orang-orang seperti ini tidak merasa membutuhkan Tuhan. Ia mengundang justru orang yang sakit, berdosa, yang bersedih, dan meratap, yang hatinya hancur, putus asa dan tiada pengharapan, yaitu “semua yang letih lesu dan berbeban berat” (Mat 11:28). Mereka adalah orang-orang yang dalam pencarian mereka telah menyadari kekosongan dalam uang, seks dan ketenaran ataupun segala prestasi. Kepada mereka inilah Yesus berkata: “Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Hanya mereka yang menyadari siapa diri mereka yang sebenarnya, yaitu bahwa dirinya berada dalam keadaan yang sangat mengasihankan, yang akan menghargai anugerah Allah. Tetapi ketika Yesus, satu-satunya Pribadi yang dapat memberikan kedamaian itu mengundang kita untuk menerima anugerah-Nya, apakah setiap orang mau menerimanya? Jawabannya: Belum Tentu! Sebab dosa telah mengakibatkan kita menjadi bodoh dan menipu diri sendiri, sehingga kita cenderung memilih apa yang salah dan meninggalkan yang baik; menukarkan kemuliaan dengan kehinaan. Kita menginginkan anugerah tapi tetap berpegang pada sifat kita yang berdosa. Kita menginginkan damai, tetapi menolak Sumber damai itu. Dosa yang merusak telah meninggalkan suatu permasalahan yang serius dalam kehidupan kita. Agama tidak dapat memperbaiki kekacauan di dalam diri manusia, semua pengajaran agama tidak dapat membebaskan manusia dari belunggu dosa, itu hanya dapat dikerjakan oleh kuasa darah Yesus. Itulah sebabnya, Yesus berkata, “jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3). Itulah alasan mengapa Allah harus datang ke dunia menjadi manusia, untuk mati menebus kita dari kuasa dosa dan Iblis. Yesus yang menjanjikan kelegaan kepada kita, melanjutkan dengan berkata, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu” (Mat 11:29). Allah tahu kebutuhan kita yang paling mendasar, bahwa sebelum dapat menerima anugerah-Nya hati kita harus terlebih dahulu diperbaharui. Karena selama hati kita masih liar tak 118 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 terkendali tidak ada suatu berkat Tuhan yang akan membuat kita berbahagia, hanya setelah hati kita dibentuk oleh Tuhan baru kita akan mengalami berkat sejati. “Kuk” adalah lambang perbudakan dan pelayanan, dan inilah yang akan Yesus pasang ke atas diri kita. Ini bukan kuk pilihan kita sendiri, tetapi yang diberikan Tuhan kepada kita. Dalam hal ketaatan maupun pelayanan orang suka memilih-milih apa yang ia sukai, bukannya apa yang Tuhan kehendaki. Akibatnya, kehidupan rohani kita hanyalah permainan keinginan kita sendiri. Manusia rohani harus belajar menerima kuk yang dipasang oleh Tuhan ke atas diri kita. Ketika kita menerima program pendidikan yang ditetapkan Allah bagi kita, disiplin rohani sejati baru terjadi, walaupun seringkali ini hal yang terpaksa kita terima. Joni Eareckson Tada mengalami kecelakaan yang melumpuhkan dia dari leher ke bawah sehingga menjadikan seorang yang tidak berdaya dan tergantung kepada orang lain. Keadaan ini sungguh tak tertahankan olehnya, sia-sia saja ia memberontak.. Dalam keputusasaannya, akhirnya ia harus belajar menerima keadaannya dan mulai mencari maksud Tuhan di balik pengalamannya itu, setelah itu, hidupnya diubahkan secara luar biasa, dan sisa hidupnya menjadi suatu berkat bagi jutaan orang lain. Kehidupannya menjadi begitu indah dan mulia setelah ia menerima didikan Tuhan. Ia mengatakan, “Aku bersyukur aku lumpuh. Kalau tidak, saya akan hidup dengan ceria, lancar dan bebas seperti orang lain. Namun saya akan kehilangan hal terindah yang dapat saya miliki.“ Demikian juga halnya dengan Musa. Sebelum ia dapat menjadi salah seorang pemimpin agama paling besar yang pernah ada, ia harus mengalami penghancuran ego secara total, dan setelah dibentuk oleh Tuhan baru ia dapat dipakai secara luar biasa. Inilah pengalaman rohani semua orang yang dipakai Tuhan. Hanya setelah mereka belajar rendah hati dari Tuhan, baru mereka dapat dipakai secara luar biasa. Tuhan sendiri yang menentukan pelajaran apa yang terbaik bagi setiap anakNya, memang ketika diberikan kita sulit menerimanya, namun setelah kita bersedia menerimanya, rela dihancurkan dan dibentuk-Nya, kita akan dimunculkan dalam kemuliaan. Orang-orang Kristen yang menolak kuk dari Tuhan, dan terus menolak disiplin Tuhan tidak akan mendapatkan hal terbaik yang disediakan Tuhan bagi mereka. John Donne adalah orang mengerti kegunaan disiplin Tuhan, seperti yang ia ungkapkan dalam puisinya: Holy Sonnet, dalam bagian yang diberi judul “Batter My Heart.”, yang terjemahannya kira-kira demikian: Hancurkanlah hatiku, ya Allah Tritunggal, demi Diri-Mu. Dan bukannya dengan mengetuk pelan, atau memberi polesan yang halus, atau perbaikan kecil; Supaya aku bisa bangkit dan berdiri tegak, lemparkanlah aku (ke dalam perapian-Mu), hancurkan dan bakarlah aku dan jadikan aku baru; Aku bagaikan kota yang terkepung oleh musuh; yang berusaha mengakui Engkau, dan mencintai Engkau, tetapi sia-sia; ada kebusukan dalam diriku yang akhirnya membuat aku terperangkap, karena ternyata aku sangat lemah (weak) dan tidak benar (untrue)… Lepaskanlah aku dari tangan musuh-Mu. Bawalah aku ke kepada-Mu, penjarakanlah aku; karena tanpa Engkau mengekang aku, tak pernah aku bebas merdeka.” Inilah paradoks yang harus kita mengerti, kemerdekaan sejati diperoleh justru ketika kita terikat sepenuhnya oleh Tuhan; kedamaian dan kebahagiaan diperoleh ketika kita menyerahkan segala keinginan kita kepada Tuhan, dan hidup kebangkitan Kristus baru dapat kita miliki jika kita mati bersama Dia. Yesus meneruskan, “Belajarlah pada-Ku” (Mat 11:29). Transformasi menyeluruh harus terjadi dalam diri kita. Ada banyak hal yang tidak benar (untrue) dalam diri kita, karena itu, kita tidak bisa tetap seperti semula. Betapa banyak orang yang hancur karena kesalahan mereka sendiri, dan betapa sering kita, seperti kata Martin Luther, menjadi pelacur rohani. Sedikit kesenangan, kenikmatan atau ancaman telah membuat kita mengkhianati Tuhan. Banyak hal dalam diri kita yang harus diperbaiki: pikiran, paradigma, nilai-nilai hidup, 119 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sikap batin, dan kelakuan setiap hari. Kita demikian lemah dan mudah tertipu dan menjual diri kepada Iblis. Kita perlu mengalami tranformasi setiap hari, yaitu dengan belajar dari Yesus dan mengikuti teladan-Nya. Orang Kristen adalah umat-Nya yang ditebus dengan harga yang sangat mahal yaitu darah Yesus Kristus, tujuannya bukan untuk menghasilkan manusia yang remeh dan hina. Tujuan Allah ialah membawa anakanak-Nya kembali ke dalam kemuliaan. 2 Kor 3:18 menegaskan bahwa “from glory to glory, He is changing me.” Allah terus berkarya dalam diri kita untuk membawa kita ke dalam kemuliaan. Betapa mulianya manusia. Tapi, justru kita sendirilah yang menghina diri kita sendiri dengan cara pandang dan cara hidup kita yang hina. Ketika orang lain menghina kita, kita marah, benci, bahkan dapat membunuhnya. Tetapi sungguh ironis, justru kita sendiri yang paling merusak diri kita sendiri. Di dalam ayat selanjutnya (29), Tuhan Yesus mengatakan, “Dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Suatu pengulangan dari ayat 27 (“kelegaan”) sebagai penekanan. Ketenangan terjadi ketika manusia telah rela untuk diubah oleh Tuhan. Sebelum bejana hati kita dibentuk oleh Tuhan tidak akan ada damai sejahtera. Inilah ironisnya manusia, ia tega-teganya menjual diri ke dalam kesenangan yang sementara untuk menghancurkan kebahagiaannya yang kekal. Itulah sebabnya untuk membawa manusia ke dalam kemuliaan, Ia pertama-tama membawanya ke dalam kehinaan yang paling dalam. Dan Yesus sendiri yang memberikan teladan ini. Filipi 2:5-11 mengatakan bahwa Ia yang setara dengan Bapa datang ke dalam dunia, dihina dan diperlakukan lebih rendah dari manusia yang paling hina (budak). Tetapi, lihatlah setelah sengsara-Nya, Anak Manusia ditinggikan lebih dari siapa pun. Suatu teladan telah diberikan untuk kita ikuti. Amin! 120 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 B Ba ay ya an ng ga an nG Go ollg go otta ad da alla am mp pe erriis sttiiw wa aN Na atta all Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan Nats: Matius 2:11; 17-18/ Lukas 2:34-35 Matius 2 11 Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak itu bersama Maria, ibu–Nya, lalu sujud menyembah Dia. Merekapun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada–Nya, yaitu emas, kemenyan dan mur. 17 Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: 18 "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak– anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi." Lukas 2 34 Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan 35 ––dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri––, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." Natal merupakan berita yang unik dan paradoks. Maksudnya, berita Natal berisi sukacita dan damai, tapi juga membangkitkan berbagai reaksi negatif dan kesulitan hidup. Selain itu, berita tersebut muncul di dalam situasi kemiskinan dan penolakkan seperti yang harus dialami oleh Kristus. Namun Natal bukan sekedar berita melainkan pernyataan isi hati Tuhan yang mampu merubah kegelapan hidup manusia, sekaligus perwujudan kuasa Allah yang memperdamaikan manusia dengan Diri-Nya. Jikalau berita Natal tidak dipahami secara utuh di dalam semua aspeknya, maka Natal dipandang hanya sebagai tradisi, sekumpulan aktivitas dan kesenangan yang terus menerus dilakukan setiap tahun. Alkitab dengan jelas menyatakan adanya beberapa peristiwa yang menyedihkan, menakutkan, air mata dan kekecutan hati yang tak pernah terpikirkan. Dengan kata lain, ternyata berita Natal mempunyai sisi gelap (the dark side of Christmas). Sesungguhnya, penderitaan Kristus dimulai sejak hari kelahiran-Nya ke dunia di dalam tubuh inkarnasi. Semenjak saat itu, bayangan maut terus mengikuti-Nya sepanjang hidup hingga mencapai puncaknya di kayu salib; Dari kandang binatang yang kemudian menuju kepada bukit Golgota, dari palungan (tempat makanan ternak) di mana Maria membaringkan bayi Yesus yang kemudian menuju kepada kayu salib, Bintang yang cukup terang dan terfokus hanya ke kandang di mana Yesus dilahirkan menuju kepada langit yang makin kelam pada hari Yesus disalibkan, dari paduan suara malaikat Sorga 121 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 menyanyi, “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi.” Menuju kepada teriakkan caci maki, kemarahan, sumpah serapah dari orang-orang berdosa yang ditujukan pada Kristus. Sesuai perintah Allah, malaikat memberitahu para gembala, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (Luk 2:10). Berita Natal ditanggapi dengan perasaan ketakutan para gembala. Selain itu, berita tersebut diliputi ketegangan dan kecemasan yang mendalam yaitu ketika Maria mengetahui bahwa dirinya yang belum bersuami, ternyata telah mengandung oleh Roh Kudus. Menurut hukum Taurat jika ada seorang perempuan yang mengandung dan ia belum bersuami, maka hukumannya adalah dirajam sampai mati. Di luar semua itu, hal ini terjadi menunjukkan intervensi Allah menjadikan sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Yang tidak seharusnya terisi menjadi terisi yaitu kandungan Maria dan yang seharusnya ada isinya malah dikosongkan oleh Allah yaitu makam Tuhan Yesus sebab Ia harus bangkit dari kematian. Bagi Herodes, pada saat mengetahui bahwa seorang Raja telah lahir, ia menjadi ketakutan dan gusar oleh karena berita itu menjadi ancaman serius. Akibatnya, ada banyak bayi berusia dua tahun ke bawah harus kehilangan nyawa. Ia menitipkan salam pada ketiga majus dan berjanji akan datang menjenguk bayi Yesus. Tetapi, ternyata tindakan tersebut mengandung maksud jahat. Paling tidak ada tiga tanda bayangan Kalvari dalam peristiwa Natal: Pertama, pedang. Luk 2:34-35 mencatat, “Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” Sedangkan Yoh 1:10-11 mencatat, “Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.” Perbantahan pertama telah terjadi pada hari kelahiran-Nya dan disusul berbagai perbantahan lainnya. Luk 4:16-30 mencatat ketika Yesus mulai menyatakan diri dalam pelayanan-Nya dengan mengutip cerita tentang Mesias dari kitab nabi Yesaya di sinagoge (rumah ibadat orang Yahudi). “Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. Lalu Ia mulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” Mendengar kalimat tersebut, semua orang menjadi marah. “Mereka bangun, lalu menghalau Yesus keluar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu” (Luk 4:29). Setiap perkataan-Nya membangkitkan banyak perdebatan dan pemisahan yang serius. Mereka yang kontra, terutama orang Farisi dan ahli Taurat, menganggap-Nya telah menghujat Allah, namun bagi orang berdosa, perkataan Kristus membangkitkan pengharapan yang tidak pernah mereka miliki sebelumnya. Misalnya kontroversi yang timbul ketika, Ia mengatakan bahwa Anak Manusia berhak mengampuni dosa. Mat 13:54-57 mencatat, “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibunya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudaraNya perempuan semuanya ada bersama kita?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.” Yoh 8:23 mencatat, “Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini.” Maka para ahli Taurat dan orang Farisi berkoalisi untuk menangkap dan membunuh-Nya dengan dijatuhi hukuman mati seperti penjahat yang bahkan lebih buruk daripada Barabas. Padahal menurut sejarah Gereja, Barabas adalah penjahat hebat yang mempengaruhi banyak orang untuk memberontak terhadap kekaisaran Roma. Namun mereka lebih rela hati membebaskannya. 122 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketika rahimnya dipakai oleh Allah, fakta itu menimbulkan banyak irisan dalam jiwa Maria hingga hari penyaliban Kristus. Tusukan pertama, Maria harus menerima kandungannya yang telah terisi sebelum menikah. Tusukan kedua, ketika Kristus sibuk bertukar pikiran dengan para ahli Taurat di sinagoge, Luk. 2:48-49 mencatat, “Dan ketika orangtua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepadaNya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah BapaKu?” Tusukan ketiga, ketika Yesus melakukan mukjizat pertama merubah air menjadi anggur. Yoh 2:3 mencatat, “Ketika mereka kekurangan anggur, ibu Yesus berkata kepada-Nya: “Mereka kehabisan anggur.” Kata Yesus kepada-Nya: “Mau apakah engkau daripada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba.” Namun akhirnya Ia menjalankan perintah ibu-Nya. Tusukan keempat, ketika Yesus sibuk mengajar, Mrk 3:31-33 mencatat, “Lalu datanglah ibu dan saudara-saudara Yesus. Sementara mereka berdiri di luar, mereka menyuruh orang memanggil Dia. Ada orang banyak duduk mengelilingi Dia, mereka berkata kepada-Nya: “Lihat, ibu dan saudara-saudaraMu ada di luar, dan berusaha menemui Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudaraKu?” Tusukan kelima, ketika Yesus tergantung di kayu salib, Yoh 19:26-27 mencatat, “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada muridmuridNya: “Inilah ibumu!” Maka ketika seseorang berkomitmen untuk mengikut Kristus, ia belum tentu terlepas dari berbagai tusukan seperti pengalaman Maria. Ia justru harus siap hati karena Tuhan Yesus mengatakan bahwa dunia membenci Kekristenan dan telah membenci-Nya terlebih dahulu. Kedua, kepahitan. Pertama, penolakan para ahli Taurat dan orang Farisi yang mampu menjelaskan secara terperinci nubuat tentang Mesias. Ketika ditanyai oleh Herodes, mereka mengutip dari Mikha 5:1, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel.” Tapi, mereka menganggap kehadiran-Nya di dunia tak berarti apapun karena tak sesuai pemikiran. Padahal Natal merupakan titik awal perubahan sejarah manusia karena Allah sangat mengasihi seluruh isi dunia hingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang percaya beroleh hidup kekal. Yang bersedia pergi ke Betlehem justru adalah para majus yang tak mengerti Taurat namun menangkap pesan Allah melalui ilmu perbintangan. Seringkali ketika intervensi Allah dalam hidup seseorang tak sesuai keinginannya maka kemungkinan ia tetap bertindak berdasarkan pertimbangannya sendiri. Maka kebanyakan orang takut berkomitmen denganNya. Padahal, Ia takkan berhenti merubah pola hidup tiap orang yang tak berkenan kepada-Nya. Tuhan Yesus mengatakan bahwa bait Allah yang roboh akan dibangun kembali dalam tiga hari. Kedua, kecurigaan Herodes yang sebenarnya sakit jiwa karena tega membunuh isteri dan ketiga anaknya. Mungkin, orang Kristen juga bersikap curiga terhadap pekerjaan Tuhan dalam hidupnya. Manusia memang cenderung lebih suka hidup dalam dosa karena penuh kesenangan. (Bd: Musa dengan rela hati keluar dari istana Firaun daripada menikmati kesenangan hidup di dalam dosa - Ibr 11:24-26). Ketiga, dukacita Rahel. Mat 2:17-18 mencatat, “Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: “Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anakanaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.” Terdapat lukisan tentang tragedi tersebut. Prajurit Roma dilukiskan bermata kejam dan sedang memeluk bayi. Lalu seorang ibu berteriak putus asa karena anaknya telah dirampas. Di bagian lain tampak prajurit Roma dikerumuni oleh para ibu yang kehilangan anak. Sedangkan beberapa ibu sibuk memukuli prajurit. Di bagian bawah, seorang ibu menangis sambil bersimpuh di hadapan bayinya yang berlumuran darah. Lukisan itu menunjukkan betapa bengisnya dosa. Herodes gagal menemukan bayi Yesus karena mereka menyingkir ke Mesir selama tiga bulan. Luk. 123 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mencatat, “…Nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: “Bangunlah ambillah Anak itu serta Ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepada-Mu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.” Dengan demikian, pengungsian Yesus ke Mesir bukanlah perjalanan yang menyenangkan, melainkan diikuti oleh kecemasan, kalau-kalau mereka bertemu prajurit Roma oleh karena ancaman hukuman mati itu justru ditujukan kepada bayi Kristus sendiri. Orang Kristen harus berani menerima the dark side of Christmas yang menjelaskan sifat keberdosaan manusia yang biasanya menganggap bahwa kehidupan tanpa Tuhan terasa menyenangkan karena bebas mengatur dirinya sendiri. Padahal, justru ia sedang membuang dan menjerumuskan dirinya ke dalam bahaya kekal. 2:13 Amin! 124 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 J Ja alla an nh hiid du up p yya an ng gp pe en nu uh hk ke em me en na an ng ga an n b be errssa am ma aT Tu uh ha an n Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Filipi 4:11-13/ Roma 8:37/ 2 Kor.2:14 Filipi 4 11 Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. 12 Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. 13 Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Roma 8 37 Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang–orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. 2 Korintus 2 14 Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan– Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana– mana. Ada dua macam orang: Pertama, orang yang ketika dalam kesusahan, dan kondisi sulit itu tidak berubah menurut pemikirannya setelah ia berdoa kepada Tuhan, ia merasa Allah tidak mempedulikan dia, karena itu ia marah dan meninggalkan Tuhan. Kedua, orang yang ketika hidupnya lancar dipenuhi dengan kesenangan justru terlena dan mengabaikan Tuhan. Dua macam orang ini saya sebut orang yang dikalahkan oleh kesulitan dan orang yang dihanyutkan oleh kenikmatan. Ternyata tidak ada jaminan dalam kondisi hidup fisik yang dapat membuat seseorang tetap setia kepada Tuhan. Karena memang bukan kondisi luar, tetapi hati (sikap batin) itulah yang menentukan respon seseorang kepada Tuhan. Allah yang adil memberi situasi yang berbeda kepada setiap orang. Jika seseorang memiliki hati yang benar kepada Allah, walaupun dalam penderitaan yang berat ia tetap memuliakan Tuhan, dan ketika berada dalam kehidupan yang penuh berkat, ia lebih mencintai Tuhan daripada segala berkat-berkat Tuhan yang siap untuk diambil daripadanya. Tanpa sikap hati yang benar, dalam situasi apa pun orang yang akan selalu meresponi Allah secara salah. “Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun 125 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:11b-13). Dalam mengalami kesulitan, deraan, ancaman, kengerian ia tidak menjadi kecewa, ketika ia menerima keadaan yang diberkati, kesukaan, kenyamanan, kelimpahan dan anugerah Tuhan ia tidak menjadi hanyut. Kesulitan maupun kelancaran merupakan suatu situasi yang sama-sama beresiko untuk mengikis kesetiaan kita kepada Tuhan. Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan kepada bagaimana kita dapat menang atas situasi sulit yang kita hadapi. Saya akan mensharingkan 4 prinsip, yang diharapkan dapat menolong kita ketika menghadapi situasi hidup yang sulit dengan sikap yang benar. Dengan pemahaman dan perspektif iman Kristen yang benar, ia akan dimampukan untuk berespon benar supaya boleh mengalami hidup berkemenangan bersama Tuhan. Pertama, sadarilah bahwa kita hidup dalam suatu drama kosmik yang sangat menentukan. Kebenaran ini terungkap dalam kitab Ayub. Seluruh kehidupan Ayub, termasuk kehidupan batinnya terbuka bagi pengamatan dan penilaian Allah, malaikat dan Iblis. Ia ditempatkan di dalam posisi yang crucial, di mana seakan-akan kehormatan Allah dipertaruhkan dalam respon Ayub, dan jika dia gagal Iblis mendapat alasan untuk mencemooh Allah. Namun melalui kehidupan Ayub, Allah mau menunjukkan bahwa ada manusia yang akan tetap beriman dan mengasihi-Nya walaupun mengalami kesulitan terberat. Jikalau ia gagal maka iblis berkesempatan melawan serta mencemooh Tuhan. Tapi, yang terjadi justru melalui respon Ayub yang penuh kesetiaan kepada Allah itu ia mempermalukan Iblis. Inilah kehidupan yang mestinya diwujudkan oleh orang Kristen yang telah menerima anugerah Perjanjian Baru yang melebihi tokoh-tokoh Perjanjian Lama. Setiap orang diberi kondisi hidup yang berbeda oleh Tuhan. Namun seperti dalam film, yang menjadi ukuran bukanlah kenyamanan peran si aktor, tetapi bagaimana ia memerankannya. Jika dalam film yang menjadi penilaian adalah kemampuan acting, maka dalam hal rohani yang menjadi penilaian ialah bagaimana menjalankan perannya dilihat dari sudut moral dan rohani: yang menjadi ukuran bukanlah apakah kita kaya atau miskin, pintar atau bodoh, sehat walfaiat atau didera oleh penyakit yang berkepanjangan, panjang umur atau hidup yang singkat; yang menjadi ukuran ialah apakah dalam Ada orang yang sepanjang hidupnya tetap miskin bukan karena malas atau bodoh, sebaliknya ada orang yang dari kecil hingga tua selalu hidup dalam kelimpahan. Ada yang seumur hidupnya dipenuhi dengan kesulitan, sebaliknya ada yang jalan hidupnya begitu mulus. Cara berpikir yang duniawi akan menilai orang yang hidupnya dipenuhi kesusahan itu bernasib buruk dan gagal, dan orang yang hidupnya enak itu bernasib baik dan sukses. Jika orang Kristen masih terjebak dalam cara pandang yang duniawi ini, maka perhatiannya hanya tertuju kepada mengusahakan kenyamanan hidup dan kelepasan dari kesulitan, dan bukannya pada kualitas hidup yang harus ia wujudkan. Karena itu, tidak heran, ketika dilanda kesulitan, mereka penuh dengan sungut dan keluhan kepada Allah (mengkorfirmasikan tuduhan Iblis, yang tentu saja salah), dan kehilangan fokus untuk dalam situasi hidup mereka untuk semakin memuliakan Allah. Di tengah-tengah kesulitan hidup yang memuncak, justru Ayub menyatakan kesaksian hidup yang sulit dilampaui. Di tengah-tengah kehidupan yang hancur oleh kelumpuhannya, Joni Erickson Tada justru menyatakan suatu kehidupan yang begitu mulia. Kedua, bagi anak Allah, keadaan sulit yang kita alami bukanlah keadaan tak diberkati, sebaliknya mungkin itu adalah saat yang paling indah dalam hidup kita. Ketika berada dalam kondisi yang sulit, terjepit, merasa lemah, keadaan yang memaksa kita bergantung penuh kepada Allah, seringkali kita menganggapnya sebagai bad time (waktu yang buruk), kondisi buruk yang tidak diberkati. Inilah alasan ketika berada dalam kondisi tersebut satu-satunya keinginan kita ialah cepat-cepat keluar dari situasi itu, setelah itu baru kita 126 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 merasa diberkati. Tetapi dalam pengalaman saya, saya belajar bahwa saat berada di dalam kelemahan itu adalah saat-saat di mana saya paling dekat dengan Tuhan, itulah saat yang indah bersama Tuhan. Dan saat saya merasa kuat, mantap, dewasa, mandiri, mungkin itu adalah saat saya mulai tidak begitu bergantung lagi kepada Tuhan dan mulai agak liar atau bahkan sangat liar. Jangan salah mengerti bahwa saya mengajarkan supaya kita menginginkan kehidupan yang terus dalam kesuraman dan penderitaan, karena itu bukan maksud Tuhan atas hidup kita. Kekristenan adalah agama yang positif, yang penuh dengan pujian kemenangan dan sukacita. Karena itu, tidak salah jika dalam kesulitan, sakit, kesedihan, kita menginginkan Tuhan memberikan kelepasan, kelimpahan dan sukacita kepada kita. Tetapi apa yang mau saya tegaskan di sini ialah marilah kita belajar untuk melihat masa suram itu secara positif dari perspektif Kristen, bahwa jika saya berada dalam situasi seperti itu di situ pun Allah hadir dan kasih rahmat-Nya menopang aku, bahkan lebih penuh kasih mesra. Ada sesuatu yang unik dalam kehidupan manusia, seringkali masa-masa sulit yang pernah kita alami dulu, seperti krisis, bahaya, kesulitan hidup, dsb kita ingat kembali dengan perasaan nostalgia. Demikian juga, dikatakan mengenai hubungan dalam pernikahan: krisis pernikahan yang dilalui dengan penuh ketabahan bahkan berguna untuk membangun kasih dan kepercayaan yang kokoh antara keduanya, suatu hal yang tidak pernah akan dimengerti dan dialami oleh mereka yang telah menyerah. Ketiga, dengan memfokuskan pikiran hanya pada kebahagiaan di masa yang akan datang, kita telah menyia-nyiakan realitas kehidupan masa kini, yang sebenarnya merupakan sesuatu yang indah dan sangat berharga. Sayur pare itu pahit, jangan dibuang, sebaliknya belajarlah untuk menikmatinya, karena itu sayur yang baik/berguna dan enak. Hidup ini sulit, ini adalah fakta tidak dapat kita tolak. Namun jika kita menyikapinya dengan benar, maka masa-masa sulit itu dapat menjadi pengalaman yang indah bersama Tuhan. Andaikan kita diberi umur 40 tahun, dan 20 tahun terisi oleh kesulitan, apakah berarti kita hanya akan memiliki 20 tahun hidup yang bermakna? Bagi saya, asal kita berjalan bersama Tuhan, maka kita tetap akan memiliki 40 tahun bermakna yang sangat berharga. Blaise Pascal mengatakan: kita tidak pernah [sungguh-sungguh] hidup hanya untuk masa kini .... Kita bersikap tidak bijaksana dengan mengembara dari satu masa ke masa lain yang sesungguhnya bukan milik kita. Kita ... mengabaikan apa yang sungguh-sungguh ada. Kita bersikap demikian karena momen sekarang biasanya adalah sesuatu yang menyakitkan, itulah sebabnya kita menekannya... Kita cenderung membebani pikiran kita dengan masa lalu dan masa yang akan datang, dan jarang memikirkan masa kini.... Kita menjadikan masa masa lalu dan masa kini sebagai sarana, dan hanya menjadikan masa yang akan datang sebagai tujuan kita. Dengan cara berpikir demikian, kita tidak pernah sungguh-sunguh hidup, sebab kita hanya hidup dalam pengharapan, mengharapkan sesuatu yang belum ada, sedangkan yang ada dibuang-buang. Dengan selalu merencenakan bagaimana kita dapat menjadi bahagia, kita tidak pernah berada dalam kebahagiaan itu. (Pensees). Keempat, dengan memandang masa “sulit” sekarang sebagai hal yang negatif dan hanya memikirkan kebahagiaan yang belum tiba maka kita lalai menyambut maksud Tuhan dalam situasi kita itu. Tidak ada pengalaman kita yang alami yang terjadi di luar kontrol Allah. Dan jika Ia mengizinkan kita mengalami suatu kesulitan pasti ada maksud baik dari Allah bagi kita. Kita tahu bahwa: “Allah ... bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yagn terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28). Dan jika dalam setiap situasi hidup kita terdapat maksud Allah yang baik, maka marilah kita menyambut maksud-Nya itu. 127 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Saint John of the Cross (Santo Yohanes dari Salib) mengungkapkan apa yang dinamainya the dark night of the soul (jiwa yang berada dalam kegelapan malam). Ia mengatakan demikian, “Berada di dalam kegelapan malam bukanlah sesuatu yang buruk dan destruktif. Sebaliknya ini bagaikan pengalaman orang sakit yang menyambut ahli bedah yang menjanjikan kesehatan dan kesembuhan kepadanya. Tujuan dari kegelapan ini tidak dimaksudkan untuk menyakiti atau menghukum kita tetapi untuk menyembuhkan kita. Inilah kesempatan yang Tuhan pakai untuk menarik kita lebih dekat kepada-Nya.” Inilah pengalaman dan prinsip rohani yang mendalam untuk menghadapi realita hidup sebagai anak Allah yang mendapat identitas dan destiny penuh kemuliaan. Ia melanjutkan, “Dalam saat-saat seperti ini mungkin kita akan merasa kering, depresi bahkan putus asa. Tetapi ini merupakan keadaan yang baik karena melucuti setiap ketergantungan kita yang berlebihan kepada perasaan ataupun kondisi-kondisi fisik di luar. Pandangan yang sering kita dengar adalah bahwa pengalaman kekelaman ini harus kita hindari sebagai syarat untuk mengalami kedamaian, penghiburan dan sukacita adalah pikiran yang salah. Sebab berada di dalam keadaan yang gelap ini adalah salah satu cara yang Allah pakai untuk memberikan kepada kita keheningan, ketenangan sehingga Ia dapat melakukan transformasi batin dari dalam kita. Ketika Allah membawa kita ke dalam keadaan demikian, bersyukurlah, karena Allah dalam kasih sayang-Nya yang besar sedang menarik kita keluar dari gangguan supaya kita dapat melihat Dia secara lebih jelas. Dalam keadaan demikian jangan memberontak atau melawan tapi belajarlah untuk diam dan menantikan Tuhan.” Allah mempunyai program yang mulia dalam hidup kita, membawa kita ke dalam kemuliaan. Ia ingin membentuk kita menjadi baru dan yang mulia. Dan kesulitan merupakan keadaan yang sangat kondusif untuk pekerjaan ini. Saat kita sedang hancur, saat ego kita telah dihancurkan, itulah saat kita bagaikan tanah liat yang telah dihancurkan untuk siap dibentuk ulang secara baru. Jika dalam saat demikian, kita salah mengerti dan memberontak, kita telah berlaku bodoh dan merugikan diri kita sendiri. Sebagian tidak tahan dalam kegelapan yang kelam ini sehingga ia mencari pengalaman rohani palsu yang menimbulkan gairah dalam hatinya yang kering, tetapi tindakan ini justru mengganggu program Tuhan. Guru-guru palsu telah menawarkan pengalaman agama palsu untuk mengisi kekeringan yang seharusnya diisi oleh Tuhan, akibatnya kepekaan rohani mereka menjadi tumpul. Apa yang mestinya kita miliki pada saat-saat seperti ini ialah berdiam diri di hadapan Allah dan menantikan Tuhan. Manusia tidak selalu menolong, terkadang mereka justru menjadi pengganggu yang mengalihkan perhatian kita dari suara Tuhan. Nabi Yesaya berkata: “dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tetapi kamu enggan, kamu berkata, ‘Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat’, maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula, ‘Kami mau mengendarai kuda tangkas’, maka para pengejarmu akan lebih tangkas pula.” (Yesaya 30:15-16). Setiap kali kita mengalami kesulitan, carilah maksud Tuhan dalam situasi yang kita hadapi itu. Jangan kita dilumpuhkan oleh kesulitan, tetapi temukan ‘mutiara’ (berkat rohani) di balik kondisi sulit itu. Justru saat di dalam di penjara, Paulus menulis surat-suratnya yang paling penting dan menjadi berkat besar bagi gereja Kristen sepanjang masa, yaitu surat Efesus, Filipi, Kolose, Filemon dan Roma. Demikian juga saat dipenjarakan John Bunyan menulis Pilgrim Progress, karya sastra alegoris terindah dan bermutu tinggi di antara literatur Kristen. Perhatikanlah respon kita dalam masa-masa sulit itu supaya jangan kesulitan itu dilewati tanpa mendapatkan berkat rohani dari Tuhan itu. Amin! 128 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Mo ottiiv va as sii d do os sa a,, d da an np pe errllu un ny ya ap pe errtto ob ba atta an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Lukas 9:46-48/ Yohanes 21:17-18 Lukas 9 46 Maka timbullah pertengkaran di antara murid–murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. 47 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping–Nya, 48 dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama–Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." Yohanes 21 17 Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada–Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba–domba–Ku. 18 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." Dalam Luk. 9 terdapat essensi kehidupan manusia. Kegagalan orang Kristen untuk memahami siapa manusia yang sesungguhnya akan membuatnya terjebak ke dalam format di mana ia menjadi orang palsu yang sebenarnya tak mengerti arah hidupnya. Problemnya bukan di permukaan dan jalannya juga bukan di fenomena tapi sungguh masuk ke hakekat terdalam. Sikap para murid Tuhan Yesus justru seringkali tak sesuai konsep kerohanian. Ketika kelihatan sangat baik, setia, giat melayani dan saleh beragama, ternyata di belakang-Nya mereka bertengkar mengenai siapa yang terbesar hingga berhak duduk di sebelah Tuhan. Motivasi mereka sebenarnya adalah mencari keuntungan. Mereka pikir akan memiliki prospek besar kelak ketika Kristus menjadi Raja. Maka Tuhan memberi kritikan tajam. Iman kepercayaan tentu mempengaruhi cara berpikir dan pengambilan keputusan. Lalu pemikiran akan mempengaruhi tindakan. Inilah pendapat Francis Schaeffer, “I do what I think and I think what I believe” (Saya melakukan apa yang saya pikirkan dan saya memikirkan apa yang saya percaya) . Jadi, kepercayaan juga 129 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mempengaruhi tindakan. Dan tak ada tindakan yang tak berakibat. Salah bertindak pasti berakibat buruk yang akan membawanya ke Neraka. Sebaliknya, jika imannya benar maka cara berpikir pun tepat hingga mampu mengambil keputusan dengan baik, bertindak benar dan membuahkan hasil yang kelak membawanya pada kehidupan kekal di Surga. Ternyata selama mengikut Kristus, belum ada komitmen dalam hati para murid untuk merubah iman secara total. Ketika memberitakan Injil dan mengerjakan segalanya dengan bertanggung jawab, mereka bertindak bukan dengan jiwa pelayanan yang sungguh kepada-Nya karena tujuan akhir mereka adalah untuk mencapai prestasi hingga akhirnya meminta Tuhan memberikan posisi tertinggi. Orang semacam itu tak mungkin beriman melainkan sangat humanis. Ia berusaha mencelakakan Kekristenan dengan meninggikan diri secara tersembunyi. Mereka telah mempermainkan Tuhan namun tak berhasil karena Ia mengetahui semuanya termasuk pemikiran, keinginan serta isi hati. Di akhir seluruh pelayanan-Nya sebelum naik ke Surga, Ia sempat bertemu dengan Petrus terakhir kalinya untuk merubahnya secara essensial. Kemudian Tuhan Yesus mengambil anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya. Dalam bahasa Yunani, ada dua istilah anak kecil yaitu teknon (anak pada umumnya) dan paidion (invent). Dalam konteks ini, yang dimaksudkan adalah anak balita dan bukan a child. Lalu Yesus mengatakan, “Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar” (Luk 9:48). Prinsip ini bersifat paradoxical dan diungkapkan untuk memutarbalik pikiran mereka yang terlalu egois dan kehilangan prinsip kebenaran. Di tengah dunia, orang Kristen dikunci dengan pemahaman bahwa manusia dewasa pasti memiliki banyak pengetahuan, informasi dan pengalaman. Mereka sebenarnya tak mengerti proses yang dialami. Terkadang orang dewasa tak menyadari arti proses bagi hidupnya. Maka ia perlu belajar beberapa aspek dari anak kecil (invent). Pertama, orang dewasa seringkali kehilangan ketulusan hati. Anak balita masih memiliki pure heart (hati yang murni). Perkataan dan tindakannya sungguh keluar dari kemurnian. Makin dewasa, pikirannya semakin tricky hingga mampu menutupi keberdosaannya. Karena dosa yang sangat jahat, hidup manusia berproses bukannya makin suci dan benar melainkan liar dan rusak. Akhirnya, ia kehilangan hubungan sejati dengan Tuhan. Di depan Tuhan, para murid bersikap manis. Di belakang-Nya, mereka memiliki trick untuk mencari pengganti Tuhan yang kelak akan menjadi Raja atas segala raja dengan kedaulatan lebih besar daripada Romawi. Manusia boleh menjadi dewasa dengan pengetahuan yang makin banyak tapi jangan kehilangan kemurnian seperti anak kecil. Kedua, Tuhan Yesus menghendaki orang dewasa kembali belajar dengan anak kecil yang selalu mempertahankan integrity yaitu hidup dalam kemurnian, kesungguhan, kebenaran dan kesucian. Ia menunjukkan bahwa anak kecil memiliki jiwa yang mau belajar dengan melihat, meneladani, menyerap dan meniru orang tuanya karena sungguh ingin bertumbuh. Kalau orangtua salah mendidik atau kurang memperhatikannya maka seumur hidup ia akan sulit diubah karena telah menerima ajaran yang salah. Tapi, orang dewasa merasa tak perlu belajar. Kalaupun belajar, mereka hanya mencari informasi yang menkonfirmasikan atau sesuai dengan prinsip diri karena tak bersedia dibentuk dan diubah. Maka Kekristenan mengajak orang dewasa untuk merubah jiwa, karakter dan hidupnya hingga menjadi lebih baik. Ketika mempelajari Firman, seringkali bukan untuk diri sendiri melainkan orang lain. Padahal seharusnya, 130 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Firman Tuhan sanggup merubah sikap hidup dan jiwa pelayanan orang Kristen hingga makin tunduk di hadapan-Nya. Ketika hidup di hadapan Tuhan, orang dewasa seharusnya belajar menerima anak kecil. Di sisi lain, mereka harus menjadi teladan kesucian hidup, kejujuran, ketulusan, kemurnian, keadilan dan kebenaran. Ironisnya, kadangkala anak kecil lebih murni, jujur, adil, benar dan berintegritas daripada orangtua. Berarti, ordo terbalik karena kegagalan orangtua. Maka Tuhan menuntut orang dewasa memiliki konsep kehidupan yang berintegritas. Walaupun masih terlalu muda, seorang anak telah memiliki konsep integritas di mana perkataan dan tindakan harus sinkron. Jika tidak, akan terjadi konflik yang beresiko besar yaitu terkena hukuman. Maka kalau tak sanggup melakukan, ia takkan berjanji. Sebaliknya, orang dewasa seringkali mengabaikan integritas hingga akhirnya harus menerima akibat dan menjadi korban effect non-integritas. Tindakan dan perkataan para murid Tuhan Yesus sangat tak berintegritas. Dalam konsep tubuh Kristus terdapat prinsip yang berbeda dengan dunia. Sangat mungkin, Tuhan tak pernah menunjuk Yudas untuk menjadi bendahara melainkan terjadi secara natural karena Alkitab tak mencatat demikian. Dalam pelayanan, memungkinkan terjadinya permainan motivasi karena salah pengertian. Dalam pelayanan di Gereja Reformed, Pdt. Stephen Tong memakai cara yang berbeda dengan prinsip organisasi dunia tapi disesuaikan dengan Alkitab. Seluruh organisasi pasti mempunyai job description namun Gereja Reformed memiliki burden description (deskripsi beban). Konsep job description sangat membahayakan pelayanan pekerjaan Tuhan. Alkitab mencatat bahwa Tuhan memanggil seseorang dan memberinya beban untuk mengerjakan sesuatu. Ia menginginkan tiap orang Kristen berbeban melakukan pekerjaan-Nya dengan baik dan rela hidup di dalamnya. Jadi, bukan karena diperintah. Ketika Tuhan Yesus bekerja dan mengajak para murid-Nya, sangat mungkin terjadi secara natural. Ketika diadakan pengumpulan dana atau pengaturan keuangan, mungkin yang paling concern (peduli) adalah Yudas. Lama-kelamaan, mereka mempercayakan keuangan padanya. Tapi, ternyata ia peduli bukan sebagai beban pelayanan melainkan karena mendapat kesempatan untuk mencuri. Dengan kata lain, kepeduliannya tak terintegritas. Dan setiap tindakan non-integrity pasti berakibat kebinasaan. Itulah hukum yang ditetapkan oleh Tuhan. Murid Tuhan Yesus pun sanggup berbuat demikian di belakang-Nya karena berpikir Ia tak mengetahuinya. Yudas sempat berbicara dengan sangat simpatik, “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” (Yoh 12:5). Tetapi, motivasinya sangat jahat. Ketiga, anak kecil memiliki perasaan kebergantungan (dependent) yang sangat besar. Dengan kata lain, anak kecil sangat helpless (butuh pertolongan, bimbingan, pembinaan, perlindungan dan pemeliharaan). Anak kecil yang mendapat pemeliharaan dan perlindungan akan merasa bergantung mutlak pada orangtuanya. Ia akan bertumbuh dengan confidence yang sangat kuat, keberanian dan ketegasan. Banyak pula anak kecil yang tumbuh dalam kondisi terbuang hingga menjadi anak yang minder, cari perhatian, selalu ketakutan serta mudah dipengaruhi bahkan dirusak. Sedangkan orang dewasa makin menyombongkan diri hingga merasa tak membutuhkan Tuhan karena merasa diri mampu. Itulah titik pembentukan fatigue. Dengan kata lain, titik puncak kemampuan sekaligus merupakan titik kehancuran. Ia telah melupakan bahwa dirinya terbatas dan kehilangan jiwa kebergantungan. Padahal sebenarnya ia butuh bergantung pada kekuatan yang lebih besar dan tak terbatas yaitu Tuhan sendiri. Makin modern, dunia merasa semakin independent. 131 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Jiwa independence para murid sangat besar. Hingga setelah Tuhan Yesus mati dan bangkit kembali, Petrus masih sanggup mengajak murid lain untuk kembali menjadi nelayan (Yoh 21). Dan tak seorang pun protes atau mengingatkannya. Padahal Tuhan telah membina mereka sebagai penjala manusia. Mereka merasa hopeless (tak berpengharapan) dan desparate (putus asa). Walaupun telah berusaha semalaman, mereka tetap tak mendapat seekor ikan pun. Keesokan paginya, Tuhan mendatangi mereka dan bertanya, “Hai anakanak, adakah kamu mempunyai lauk pauk?” (Yoh 21:5). Lalu Ia berkata, “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh” (Yoh 21:6). Akhirnya, mereka memperoleh 153 ekor ikan. Setelah itu, Tuhan mengajak mereka makan bersama karena Ia telah menyediakannya. Dengan demikian, Ia hendak menunjukkan bahwa manusia sebenarnya tak mampu berbuat apapun. Saat makan, tak seorang pun berani bertanya kepada-Nya. Sesudah sarapan, Tuhan bertanya pada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” (Yoh 21). Pertanyaan ini merupakan resolusi kerohanian orang Kristen. Jawab Petrus, “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa Aku mengasihi Engkau.” Lalu Tuhan berkata, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Ia mempertanyakan hal ini sampai tiga kali untuk menyadarkan Petrus akan cintanya kepada Tuhan. Setelah Ia bertanya untuk ketiga kalinya, Petrus menangis karena baru menyadari bahwa ia kurang mengasihi Tuhan. Memang Petrus ikut Tuhan dan melakukan banyak hal bagi-Nya tapi ia masih sangat cinta diri. Setelah ditanya oleh Tuhan, barulah ia mencintai-Nya dengan sungguh. Seseorang yang mencintai Tuhan tentu akan melakukan yang terbaik bagi-Nya. Kadangkala, manusia membiarkan dirinya dan orang lain merenggut cinta Tuhan. Ketika Ia bertanya untuk ketiga kalinya, Petrus hanya sanggup menjawab, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau” (Yoh 21:17). Amin! 132 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Ma as sa ad da an nh ha arra ap pa an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 14:1-3 1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada–Ku. 2 Di rumah Bapa–Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. 3 Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat–Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Kali ini akan dibahas pernyataan Tuhan Yesus sekaligus janji pengharapan Allah akan kehidupan kekal setelah menggumulkan Yoh 13:31 hingga Yoh 16 sebagai the exclusive teaching of Christ yang diajarkan-Nya hanya pada sebelas murid sejati. Sesudah Yudas pergi, barulah Ia memberi pengajaran inti tentang iman Kristen secara mendalam hingga tak mungkin diterima, dinikmati, dirasakan dan dilakukan oleh murid palsu yang bertindak seolah-olah seperti anak Tuhan sejati (the true Christian). Yudas kelihatannya juga termasuk sebagai murid Tuhan Yesus yang senantiasa mengikuti-Nya dan bergaul cukup dekat dengan-Nya hingga mendapat kuasa mengusir Setan, membawa orang lain kepada Tuhan serta diutus berdua-dua untuk memberitakan kebenaran Injil. Dari segi karakter, mungkin Yakobus tampak lebih buruk daripada Yudas yang sangat lembut dan empati. Luk 9:54 mencatat, “Ketika dua murid-Nya, yaitu Yakobus dan Yohanes, melihat hal itu, mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” Bahkan ia disebut sebagai anak guruh yang selalu menginginkan murka Tuhan tiba. Sebaliknya, Yoh 12:4-5 mencatat, “Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Pernyataan tersebut terkesan sangat rohani dan pengertian akan kesusahan dan penderitaan orang lain. Tak ada yang menyadari bahwa ialah penjahat sekaligus pengkhianat paling berbahaya karena di antara para murid, ia tampak memiliki keunikan hingga dipercaya sebagai bendahara. Yoh 12:6 mencatat, “Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.” Orang Kristen perlu menggumulkan bagaimana membedakan keaslian dan kepalsuan secara tepat di tengah semua gejala. Terkadang memang sulit untuk menetapkannya dalam sesaat. Ketika segalanya berjalan lancar dan enak, orang beriman tak dapat dibedakan dengan yang tak beriman. Tetapi, ketika tantangan, kesulitan, penyakit, masalah dan godaan dunia mulai ada maka timbullah dua macam reaksi antara anak Tuhan sejati dan palsu. Iman sejati pasti menimbulkan reaksi yang tepat seperti Firman Allah dalam Alkitab. Situasi, tantangan, filsafat, cara dan pandangan hidup 100 tahun lalu maupun yang akan datang, berbeda dengan sekarang. Di jaman ini, semua orang hidup sesuka hati dan takkan ada yang peduli. Sedangkan dulu, 133 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kontrol sosial sangat ketat serta tuntutan kesucian lebih tegas dan nyata hingga setiap orang berusaha hidup benar. Dunia memang tak pernah menjanjikan kebaikan melainkan ketakutan karena membuat manusia makin dekat dengan Neraka. Dunia juga menekan orang Kristen untuk terus hidup dalam dosa hingga addicted (kecanduan). Setelah mendapat kepuasan, ia menuntut porsi lebih besar lagi hingga akhirnya makin terjerumus ke dalam kerusakan hidup. Maka ketika para murid mengetahui bahwa Tuhan hendak pergi, mereka berkata, “Tuhan, ke manakah Engkau pergi? Mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang?” (Yoh 13:36-37). Tetapi, justru Ia mengajarkan prinsip yang indah lahirkannya. Maka setiap orang Kristen harus dengan serius menggumulkan kehendak Tuhan walaupun seringkali menjadi victim (korban) dari seluruh kejahatan dunia karena terkenal penuh cintakasih dan takkan membalas kejahatan. Paulus mengatakan, “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan” (Roma 12:19). Orang dunia tak mengerti konsep ini. Ketika memahami hakekat sejarah sesungguhnya, adalah wajar jikalau manusia merasa gentar. Kalau sebaliknya, sikap itu merupakan ignorance dan kebebalan. Tapi, ketakutan justru memicu Yudas untuk berbuat brutal karena berjalan menurut strategi pemikirannya sendiri lalu memakai cara dunia untuk menyelesaikannya. Ketika tak mampu menghadapi kesulitan terlalu besar maka jalan terakhir ialah bunuh diri. Lalu bagaimana Kekristenan memandang hal ini? Pertama, Tuhan Yesus mengajarkan, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu” (Yoh 14:1). Perjalanan waktu mengharuskan manusia untuk kembali menghubungkan hidupnya dengan Allah sebagai Oknum yang tepat. Jikalau kepercayaan diarahkan pada dirinya ataupun figur fiktif maka iman itu hanyalah bayangan kosong. Banyak orang berpikir telah memiliki iman. Tapi, seringkali mereka mengatur dirinya sendiri dan tak membiarkan Tuhan melakukannya. Dengan kata lain, Tuhan hanyalah ilusi proyeksi (gambaran dalam pikirannya yang diproyeksikan). Jikalau pimpinan Tuhan menyusahkan hidupnya maka ia meninggalkan-Nya dan mencari ‘allah’ lain. Dengan demikian, ‘allah’ menjadi tempat pelarian untuk mencari apa yang cocok dengan keinginannya. Hanya the true faith (iman sejati) yang mampu membuat manusia hidup secara riil dalam momen. Dalam perjalanannya, Gereja Reformed Injili Surabaya mengalami banyak kesulitan. Ketika telah mencapai 150 jemaat, Gereja ini pernah tiba-tiba merosot hingga tinggal 20 orang. Sebagian besar orang mungkin berpendapat bahwa sebaiknya Gereja ini ditutup. Demikian pula dengan Persekutuan dan Pembinaan Pemuda GRII-Andhika. Mulai dari 5-10 orang berdoa hingga mengembang jadi 80 lebih orang kemudian terkena fitnah dan merosot tinggal 12 orang. Saat itulah iman sedang diuji. Sejauh orang Kristen percaya kepada Allah, mereka memulainya bukan dengan ambisi manusia melainkan pimpinan Tuhan yang sejati dan terbaik. Memang sulit mencari orang yang bersedia melayani. Tapi demi pekerjaan-Nya, Ia pasti mengirim orang. Kedua, Yoh 14:2 mengatakan, “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.” Perjalanan iman Kristen tak berhenti pada momen tertentu yang statis melainkan justru satu momen secara dinamis menuntun ke momen berikut dan seterusnya di mana semua itu mengarah pada the final moment atau tujuan terakhir seluruh kehidupan. Westminster Shorter Catechism mengatakan bahwa tugas, pelayanan dan hidup orang Kristen barulah mendapat makna tertinggi ketika ia memuliakan dan menikmati anugerah Allah seumur hidup. Kata ‘menikmati’ langsung ditangkap oleh orang dunia dengan semangat sekuler hingga menjadi kedagingan yang merusak. Kenikmatan seperti itu takkan pernah memuaskan. Puncak 134 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kenikmatan sejati ialah diperbolehkannya orang Kristen tinggal bersama dengan Kristus. Orang tak berpengharapan malah menikmati dunia berdosa sehingga masa depannya makin gelap. Ketika orang lain memperingatkan dan mencoba membimbing di jalan kebenaran Firman, ia tetap tak mau mendengarnya. Kalau Tuhan tak beranugerah maka ia pasti binasa. Kehidupan Paulus sebelum dan sesudah bertobat sangat berbeda. Sebelum bertobat, ia sangat menikmati kekuasaan dan kejayaan duniawinya. Setelah bertobat, nama ‘Saulus, si besar’ langsung diganti dengan ‘Paulus, si kecil’. Bahkan, ketika dipenjarakan pun, ia masih sanggup bernyanyi. Orang di luar Kristus akan merasa sangat bingung ketika melihatnya. Inilah the exclusive teaching. Walaupun ada keinginan, orang yang bukan anak Tuhan takkan mampu menikmatinya, kecuali bertobat dengan sungguh, minta ampun kepada Tuhan lalu biarkan Ia sebagai Juruselamat masuk ke dalam hati dan mengusahakan perubahan. Banyak khotbah memperkenalkan Jesus as a Man of Sorrow (Yesus sebagai Manusia yang menggambarkan penderitaan). Alkitab memang tak pernah mencatat tentang Tuhan Yesus sedang tertawa terbahak-bahak. Tapi, Ia tak kehilangan sukacita. Yoh 15:10-11 mengatakan, “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah BapaKu dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.“ Manusia seringkali mengidentifikasikan sukacita dengan tertawa. Padahal yang ditertawakan seringkali justru hal buruk dan negatif seperti kejelekan dan kebusukan orang lain. Kenikmatan Kristen tergantung pada jaminan pengharapan Tuhan bahwa perjalanan hidupnya takkan siasia melainkan Kristus pasti membawanya serta ke dalam kemuliaan. Ironisnya, manusia seringkali mengalami the lost of hope (kehilangan pengharapan di masa depan). Dengan kata lain, ia telah gagal mengaitkan antara moment dan masa depan. Maka hidupnya hanya di masa kini. Di era postmodern, orang Kristen justru ditarik ke arah konsep tersebut. Namun Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen memiliki masa kini dan juga masa depan yang tak dimiliki oleh orang dunia karena mereka takut memikirkannya. Maka cara terbaik adalah forget about tomorrow. Itulah filsafat Hedonisme. Ketiga, Yoh 14:3 menyatakan, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat Aku berada, kamupun berada. “ Inilah the final point (titik terakhir) dari seluruh perjalanan pelayanan Kristus. Istilah ‘menyediakan tempat’ hanyalah figurasi dan bukan berarti kavling karena tubuh kemuliaan tak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu melainkan beyond (melampaui) space and time. Adapula yang berpikir bahwa di Sorga, semuanya terbuat dari emas murni. Orang semacam ini hanya memikirkan keinginannya di dunia lalu diproyeksikan ke Surga. Tuhan Yesuspun merasa gentar ketika harus mengalami kematian sejati. Saat itu, Allah Bapa meninggalkan-Nya. Maka Ia berteriak dari salib, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” (Mat 27:46). Ketika menggumulkannya, semua penafsir mengatakan bahwa inilah penderitaan yang tak seorang pun mampu mengerti artinya “Allah dipisahkan dari Allah.” Ketika manusia hidup terpisah dari Allah, itulah kecelakaan terbesar. Hidup Kristen adalah accomplishing (menggenapkan) proses menuju ke final point. Setiap orang berada dalam satu segmen waktu, mulai dari titik alfa yaitu kelahiran hingga titik omega yaitu kematian. Setiap orang juga tak berhak menentukan apapun pada diri orang lain karena Tuhan telah memberikan hak untuk memilih antara taat dan melawan lalu orang itu harus mempertanggungjawabkan pilihannya dan menanggung resikonya. Semakin tua seseorang, makin pendek waktunya. Maka Pemazmur mengatakan, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mzm 90:12). Amin! 135 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke eh hiilla an ng ga an n ttiin njja au ua an n rro oh ha an nii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 14:4-14 4 Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ." 5 Kata Tomas kepada–Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" 6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. 7 Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa–Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." 8 Kata Filipus kepada–Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." 9 Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama–sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. 10 Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri–Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan–Nya. 11 Percayalah kepada–Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak– tidaknya, percayalah karena pekerjaan–pekerjaan itu sendiri. 12 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada–Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan–pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan–pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; 13 dan apa juga yang kamu minta dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. 14 Jika kamu meminta sesuatu kepada–Ku dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya." merupakan bagian yang lebih exclusive daripada ayat sebelumnya. Kekristenan saat ini perlu kembali pada originality (keaslian) dan keunikan yang seharusnya tak boleh tercemar dan dikompromikan. Maka Yoh 14 mengoreksi, mengintrospeksi dan mendidik jemaat untuk kembali pada essensi iman Kristen. Ketika Petrus mempergunjingkan nasib para murid setelah kepergian-Nya maka Tuhan Yesus memberi assurance (keyakinan) yang sangat solid dan kokoh. Ayat jaminan tersebut yang menjadi inti Injil yaitu “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Perspektifnya (sudut pandang) perlu dimengerti bahwa ayat tersebut tak dapat diterima oleh dan untuk semua orang. Maka konsep universalisme yang mengatakan bahwa Teologi Kristen mengajarkan semua orang diselamatkan itu sangat nonsense karena Tuhan Yesus mendoakan hanya mereka yang berhak mendapatkan janji-Nya, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu” (Yoh 17:9). Yoh 14:4-14 136 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Penekanan Yoh 14 adalah the way (jalan). Tuhan Yesus memulai dengan menjawab kesulitan Petrus, “Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada” (Yoh 14:3). Kekristenan sebenarnya berada dalam proses tarikan antara kekinian dan kekekalan atau masa mendatang yang menjamin pengharapan kehidupan dalam diri Kristus. Selain itu, Ia juga mengatakan, “Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ” (Yoh 14:4). Tapi, kalimat tersebut justru mendapat reaksi aneh. Tomas adalah orang yang sangat terbuka dan sincere. Ketika tak memahami sesuatu, ia pasti mengatakannya saat itu juga tanpa mempedulikan pendapat orang lain tentang dirinya karena ia hanya membutuhkan penjelasan tuntas. Ialah orang empiris murni. Untuk membuatnya percaya, segala sesuatu harus clear (terbukti) melalui proses ujicoba secara inderawi. Setelah itu, ia tak membutuhkan rasa percaya lagi. Maka ia langsung bertanya, “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” (Yoh 14:5). Pertanyaan tersebut logis namun pandangannya sangat duniawi dan materialistis. Inilah kelemahan empirisme. Sebagai anak Tuhan, empirisme mutlak harus dihancurkan. Orang empiris sulit mengerti adanya jalan yang bukan seperti rute Yerusalem-Damaskus ataupun tempat yang bukan tempat serta penglihatan yang tak dapat dilihat. Bahayanya, mereka yang berpendidikan akademis selalu empiris. Sebenarnya, orang semacam itu takkan mampu mempercayai karena tak ada yang dipercaya. Maka seumur hidup, ia takkan pernah beriman melainkan humanis murni yang percaya hanya pada diri sendiri. Padahal ia hidup dalam penipuan yang sangat mengerikan karena sebenarnya 90 % kepercayaan di dunia tak pernah terbukti. Belajar di sekolah pun memakai kepercayaan. Buktinya, tanpa pengertian iman yang benar, disesatkan pun ia tak menyadarinya. Jikalau selalu menuntut bukti, ia takkan pernah belajar karena skeptical (ragu-ragu) terhadap kemampuan sekolah dan guru. Bahkan mungkin ia meragukan kualitas buku dan hasil research sekalipun. Akibatnya, ia sulit diajar iman Kristen untuk menerobos jebakan empirisme. Semua orang bertujuan untuk hidup bahagia di Surga walaupun belum mengerti kondisinya. Mengenai caranya, setiap agama memberi option (pilihan) yang sangat banyak. Namun tak seorang pun mengerti how to reach the way (bagaimana mencapai jalan itu). Walaupun memiliki tujuan yang tepat, tapi jikalau cara untuk mencapainya salah maka manusia takkan pernah sampai ke sana. Pertanyaan Tomas dalam Yoh 14:4 sangat tepat, tulus dan jujur sesuai dengan pergumulannya. Maka ia layak mendapat point. Sedangkan murid lain yang juga tak tahu, hanya berdiam diri. Tetapi, kejujuran tersebut menunjukkan bahwa selama 3,5 tahun mengikut Kristus, mereka belum mengerti essensi iman Kristen sejati. Padahal itulah saat terakhir sebelum Tuhan Yesus naik ke Golgota. Hingga ketika Kristus bangkit pun, ia tetap tak mampu beriman bahwa Yesuslah satu-satunya kehidupan di mana ia dapat mempercayakan dirinya. Yoh 20:25 mencatat, “Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Berarti, ia hanya mau menikmati ajaran, kuasa dan berkat Yesus tanpa harus terpengaruh. Ia sebenarnya tak mempercayai kebangkitan Kristus melainkan hanya dirinya sendiri. Berdasarkan struktur kalimat dalam bahasa Yunani, Yoh 14:6 diterjemahkan, “I am the way to the Father through the truth and the life.” Dengan kata lain, jalan yang adalah Yesus, berisi kebenaran dan hidup. Lalu Yoh 14:7 mengatakan, “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku.” Tomas makin kebingungan dan demikian pula Filipus. Mereka sungguh tak mengerti caranya pergi kepada Bapa. Maka Yoh 14:8 mencatat, “Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.” Tuhan Yesus menjawab, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.” Ia berusaha menjelaskan namun para murid-Nya justru makin bingung karena berpikir secara duniawi. 137 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketika manusia yang berpikiran konvensional duniawi mulai diajak masuk ke dalam essensi pengajaran Kristen, ia pasti kebingungan dan sulit disadarkan. Demikian juga dengan Nikodemus. Ketika Yesus mengajarkan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah” (Yoh 3:3), ia malah bertanya, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” (Yoh 3:4). Contoh konkret, tradisi Tionghoa yaitu Confusianism, terutama konsep perkabungan. Ketika salah seorang anggota keluarga meninggal maka yang masih hidup harus membakar uang baginya agar tak jatuh miskin di akhirat. Lalu dibuatkan rumah dengan bahan kertas kemudian dibakar. Tradisi semacam itu sebenarnya hanya sekedar cetusan keinginan keluarga yang ditinggalkan. Mereka mencoba memproyeksi kondisi orang yang meninggal namun gagal menerobos hingga akhirnya menganggap di Surga sama seperti di dunia. Ketika orang Kristen mencoba menjelaskan, mereka malah marah. Tao, Lao Tze dan Confusius juga sangat serius menggumulkan serta mengerti pentingnya the way namun gagal menemukan jalan sejati. Lalu ketika merasa telah mendapatkannya, jalan itu mereka pegang walaupun sebenarnya salah dan menyesatkan. Akibatnya, mereka tak pernah sanggup menerima yang sejati karena telah terjebak oleh jalan duniawi. Apa yang Kristus ajarkan tentang jalan? Pertama, Kristus mengatakan, “You know the way to the Father.” Kalimat ini menghancurkan konsep jalan yang salah di tengah dunia. Jalan tersebut melampaui satu dimensi dari yang dipercaya oleh dunia karena bersifat rohani. Ketika manusia memiliki konsep agama maka yang pertama kali perlu ditegaskan yaitu orientasi religius, antara lain tujuan, jalan dan pengharapan. Ketika orang beragama kehilangan orientasi tersebut, sebenarnya ia sedang mematikan kerohaniannya. Kristus mengetahui bahwa di tengah kehidupan Yahudi, jebakan Taurat telah mencengkeram hingga menimbulkan disorientasi religius. Sebagai orang Yahudi, yang dipentingkan hanyalah memelihara hari Sabat serta mentaati seluruh perintah Taurat yang terdiri dari 300 lebih ‘jangan’ dan 200 lebih ‘harus’. Tuhan mengatakan bahwa seluruh perintah itu hanya berlaku di dunia. Maka mereka hanya sekedar pengikut Taurat namun belum rohani karena orientasi religius seharusnya mengarahkan tujuan, mengetahui jalan yang melampaui semua orientasi duniawi lalu menerobos ke Surga. Sedangkan mereka yang tak menjalankan peraturan, jelas bukan Kristen meskipun mungkin memakai label Kristen seperti di Eropa. Tapi, mereka bersedia pergi ke Gereja hanya pada saat marriage dan meninggal. Dengan demikian, orientasi religius mereka telah mengalami totally destructed. Tuhan meminta Tomas, Filipus dan sembilan murid lainnya untuk mulai memperhatikan dengan sungguh pemikiran mereka selama ini. Ironisnya, konsep mereka mudah rusak. Buktinya, setelah Tuhan Yesus pergi, sebagian orang berhenti memikirkan Kekristenan. Petrus berpikir bahwa segmen hidupnya telah selesai. Maka ia kembali menjadi nelayan. Dengan kata lain, orientasinya totally kembali pada hal duniawi. Sebenarnya, mereka belum berubah menjadi religius selama ikut Kristus. Kedua, Kristus tak mungkin menyatakan Diri-Nya sebagai jalan, kebenaran dan hidup kecuali ada bukti yang tak dapat dilawan. Jalan yang tepat harus memenuhi dua kriteria: 1. 2. menyatakan kebenaran, memberi kehidupan. Di tengah dunia, banyak hal membawa manusia pada kebinasaan, termasuk yang menjanjikan jalan. Setan pun sanggup mengabulkan segala permintaan manusia. Lalu secara duniawi mungkin orang akan berpikir bahwa Tuhan lebih jahat dan kikir daripada Setan. Mazmur 73 menggambarkan bahwa mereka yang mengikut Tuhan akan mengalami banyak kesulitan dan kesengsaraan, sedangkan pengikut Setan kelihatannya sangat sukses dan enak hingga menyombongkan diri. Setan menawarkan lebih banyak hal duniawi daripada yang Tuhan mau berikan. Tapi, ketika ia memberikan segalanya maka pada saat itu manusia telah kehilangan the main and most costly thing (hal yang terutama dan termahal) yaitu hidupnya karena diambil oleh Setan. Ketika dipancing dengan uang dan segala kenikmatan duniawi, orang Kristen seharusnya berhati-hati karena semua akan berakhir dengan kebinasaan tanpa ada option lain. 138 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Itulah cara kerja Setan. Luk. 4:1-13 mencatat bahwa Setan menawarkan segala kuasa dan kemuliaan kepada Tuhan Yesus dengan syarat Ia harus bersedia menyembahnya. Jalan sejati harus membawa manusia pada truth yang mengandung dua unsur utama yaitu keadilan dan etika. Kebenaran tak boleh tidak bermoral tinggi karena logically keduanya kontradiksi. Jalan sejati telah Tuhan buktikan dan jalankan serta bukan sekedar teori. Reformed Teology berupaya keras untuk kembali ke jalan tersebut karena dunia mudah terjebak dan tertipu, terutama oleh slogan ‘peluang bisnis’ yang sangat diminati banyak orang termasuk Kekristenan. Namun setiap orang yang hidupnya tak terpaut mutlak dengan Kristus, ia tak mungkin beriman Kristen dan keagamaannya palsu. Amin! 139 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 F Fo ok ku us sh hiid du up p Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 5 Yohanes 14:5-7 Kata Tomas kepada–Nya: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" 6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. 7 Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa–Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Yesus memulai the exclusive teaching dengan mengatakan, “Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ” (Yoh 14:2 & 4). Kalimat ini sangat membingungkan para murid. Maka Tomas bertanya, “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” (Yoh 14:5). Baginya, jalan dan tempat itu real (nyata). Dengan kata lain, mereka mencoba memahaminya dengan konsep yang sangat dangkal. Mereka tak bersedia menyesuaikan diri dengan pemikiran Tuhan Yesus tapi justru memaksa-Nya supaya berbicara sesuai konsep mereka. Lalu Kristus dengan tegas menyatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6). Filipus langsung berespon, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (Yoh 14:8). Jawab Yesus, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?” (Yoh 14:9). Betapa sulit bagi manusia untuk mengerti kebenaran Tuhan karena ia berpikir hanya menurut keinginannya serta memakai cara, indra dan pengalamannya hingga tak bersedia mengerti kehendak Tuhan. Manusia seringkali bingung dengan agama dan kepercayaannya. Dulu, masih banyak yang mengerti bahwa iman keluar dari diri dan kembali pada sesuatu di luar dirinya. Sejak humanisme berkembang dan semangat empiris yang menghendaki segalanya mesti diinderakan mulai muncul, konsep iman bergeser kembali ke dalam diri. Orang empiris seperti Tomas takkan pernah percaya kecuali sudah mengalaminya sendiri. Padahal setelah terbukti, tak ada lagi yang perlu dipercaya. Itu bukan iman. Pada hakekatnya, orang yang mengatakan ‘saya percaya’ sebenarnya percaya hanya pada diri dan miliknya sendiri. Contohnya, Tomas mengatakan, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya” (Yoh 20:25). Banyak orang menjerumuskan hidupnya dan tak pernah sadar bahwa dirinya berada dalam kebodohan. Iman sejati justru disingkirkan dan dibuang lalu diganti dengan kepercayaan diri yang terlalu besar. Maka Tuhan Yesus mengatakan, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya” (Yoh 20:29). Dengan demikian, untuk mengetahui target dan tujuan terakhir iman, manusia harus melakukan reorientasi jalan yang ultimate (tertinggi) yaitu kembali kepada Allah Bapa di Surga. Ketika manusia berpikir menurut caranya maka 100 orang memiliki 100 pikiran dan keinginan berbeda dimana setiap orang merasa yang paling benar. Padahal, tak mungkin semuanya benar. Maka terjadilah 140 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kerancuan pemikiran yang mengharuskannya untuk mencari kebenaran dan hidup sejati. Inilah yang terjadi di era globalisasi. Dalam iman, the true way (jalan sejati) adalah kembalinya orientasi hidup manusia hanya kepada Kristus. Dengan kata lain, jalan sejati terlepas dari manusia yang pasti bukanlah kebenaran mutlak karena tak pernah hidup secara murni dan sempurna melainkan seringkali berbuat kesalahan meskipun sebelumnya ia menganggap diri yang paling benar. Fakta ini menunjukkan kerapuhan dan keterbatasan manusia. Setelah mengerti the true way and the only target, hal terpenting yang harus digumulkan adalah proses hidup menuju fokus sehingga seluruh misi kehidupan tak sia-sia. Sebenarnya, manusia seringkali membuat planning duniawi dengan prinsip pertama yaitu set the goal (tetapkan tujuan). Setelah itu, barulah menata rencana kerja step by step (langkah demi langkah) dan strateginya dengan menggunakan berbagai sarana dan metode canggih. Tapi, ketika hendak menetapkan tujuan hidup, ternyata sulit sekali untuk merencanakannya karena terjepit kondisi relatif yang tak mampu diatasi. Berulangkali, perjuangan hidupnya mengalami kegagalan meskipun sasaran sudah diganti. Akhirnya, ia berkesimpulan bahwa hidupnya tak boleh terfokus. Bahkan orang dunia mengajarkan bahwa tujuan hidup tak boleh hanya satu tapi harus ada cadangannya. Namun banyak pilihan justru membuatnya kebingungan hingga akhirnya tak ada yang tercapai. Maka mereka yang masuk ke sekolah Teologi seharusnya dengan jelas mengetahui tujuan panggilan Tuhan agar seluruh misi terfokus di bawah pimpinan-Nya. Setiap orang pasti mendapat bagian yang harus dikerjakan dengan sungguh sehingga tercapailah keutuhan yang Tuhan kehendaki. Di tengah orang dunia yang tak pernah mengerti tujuan hidupnya, anak Tuhan dimungkinkan untuk mengetahuinya dengan jelas. Dan fokus tersebut takkan pernah bergeser karena kehendak Tuhan bersifat mutlak. Betapa indahnya hidup yang dikendalikan oleh Tuhan dan bukan diri sendiri apalagi orang lain. Orang Kristen seharusnya hidup untuk menjalankan perintah Bapa sehingga segala pekerjaan tak sia-sia melainkan jadi sangat bermakna. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan bahwa dirinya selalu 25 tahun lebih lambat daripada orang lain. Tapi, ketika beliau mulai melangkah, pimpinan Tuhan jelas adanya. Namun Tuhan tak pernah memaksa manusia, baik di dunia Teologi maupun di semua bidang kehidupan. Yang dibutuhkan adalah komitmen dan kesungguhan untuk kembali kepada kehendak Tuhan. Ketika mulai mengerti tentang jalan dan arah, momen tersebut tak terjadi secara otomatis. Tuhanlah yang menarik setiap anak-Nya dan mengarahkannya kembali pada jalan kebenaran. Tetapi, Ia juga menghendaki orang Kristen secara aktif bergumul dekat dan mempelajari Firman serta mengerjakannya dengan kesungguhan hati setiap hari. Seringkali manusia dengan serius mengejar hal duniawi tapi meremehkan pergumulan iman Kristen. Padahal belajar iman Kristen seminggu sekali di kebaktian saja tak cukup. Mengerti fokus bukan hanya sekedar spekulasi dan tak tergantung pada IQ yang tajam dan hebat melainkan karena kedekatan dengan Tuhan. Petrus termasuk tokoh utama dengan posisi sebagai kepala di antara semua murid Tuhan Yesus. Berulangkali ia menyatakan diri sebagai juru bicara yang sangat significant. Ia selalu berada di posisi terdekat dengan Kristus (inner circle). Tapi, justru sebagai leader (pemimpin), ketika Kristus sedang diadili, ia malah menyangkal-Nya. Setelah kebangkitan Tuhan, ia mengeluarkan kalimat yang sangat duniawi. Setibanya di tepi danau Tiberias, ia mengatakan pada semua murid, “Aku pergi menangkap ikan” (Yoh 21:3). Mereka yang telah dibina oleh Tuhan Yesus selama 3,5 tahun dan diharapkan dapat dipakai untuk menjalankan misi-Nya, malah diajak kembali menangkap ikan oleh Petrus. Padahal Ia telah menarik mereka dari pekerjaan sebagai penjala ikan menjadi penjala manusia. Yoh 21:3 mencatat, “Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa.” Ketika hari mulai siang, Tuhan Yesus 141 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 datang dan berkata, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk pauk?” Jawab mereka: “Tidak ada.” Maka kata Yesus kepada mereka: “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh” (Yoh 21:5-6). Yoh 21:11 mencatat bahwa mereka berhasil menangkap 153 ekor ikan. Lalu mereka sarapan bersama. Setelah itu, Tuhan bertanya pada Petrus, “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini? Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh 21:15). Iman Kristen sebagai fokus hidup tak dimulai dengan aktivitas dan segala macam kesibukan melainkan kedekatan serta cinta manusia kepada Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen hidup secara kamuflase (menipu diri dengan memakai topeng). Kelihatannya setiap Minggu rajin ke Gereja dan bertingkah seolah-olah saleh tapi hidupnya sangat duniawi serta sulit diajar untuk mengerti kebenaran. Mereka lebih rela menjalankan sesuatu yang akhirnya membinasakan dan merusak hidup. Padahal ada satu jalan kepada Bapa di Surga dalam Kristus. Orang dunia seringkali hesitate (enggan) ketika diajar untuk cinta Tuhan. Mereka malah memilih yang lebih rendah dan tak berarti. Maka mereka memerlukan perubahan hidup sejati. Setiap orang yang Tuhan beri anugerah, akan mampu mengerti perjuangan hidup sejati. Berbahagialah orang tersebut. Dengan demikian, orang Kristen seharusnya sangat bersyukur karena Tuhan menganugerahkan kemungkinan untuk mengerti dan bergumul dalam kebenaran yang tak diberikan pada semua orang. Banyak orang sungguh menginginkannya tapi tak pernah mendapat kesempatan. Maka ketika Tuhan memberi kemungkinan anugerah, janganlah disia-siakan melainkan harus diperjuangkan dengan penuh semangat hingga titik akhir kehidupan. Orang Kristen seharusnya berjalan menuju fokus yang jelas. Setelah matipun, ia akan tetap menuju ke fokus yang sama. Sedangkan orang dunia setelah mati akan langsung ke Neraka dan tak punya pilihan lain. The ultimate point hanya ada dua yaitu kembali kepada Bapa sebagai kebenaran sejati atau menolak-Nya. Dan setiap kali manusia beroleh anugerah, Tuhan menghendakinya bertanggungjawab. Amin! 142 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Krriitte erriia ad da assa arr p pe en ng ge etta ah hu ua an na ad da alla ah h tta ak ku utt a ak ka an nT Tu uh ha an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 8 Yohanes 14:8-14 Kata Filipus kepada–Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." 9 Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama–sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. 10 Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri–Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan–Nya. 11 Percayalah kepada–Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak– tidaknya, percayalah karena pekerjaan–pekerjaan itu sendiri. 12 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada–Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan–pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan–pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; 13 dan apa juga yang kamu minta dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. 14 Jika kamu meminta sesuatu kepada–Ku dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya." Ketika mengetahui prinsip pelayanan dan management Kristen, orang dunia menilainya sebagai yang terbaik namun ia tak mampu menjalankan, kecuali bertobat terlebih dahulu. Jikalau orang tak bertobat menyusup ke dalam pelayanan, ia pasti merusak segalanya. Memang, pelayanan Kristen seharusnya dijalankan oleh para anak Tuhan sejati yang setia dan taat pada pimpinan Kristus, lalu porsi kerohanian semestinya menjadi inti seluruh pekerjaan Tuhan di mana setiap jemaat harus dipertumbuhkan. Calvin dengan tegas menyatakan bahwa mereka yang berani merusak pelayanan harus dihukum. Jikalau Gereja melibatkan atau membiarkan orang tak rohani mendapat hak terutama berpendapat dalam pelayanan, tindakan itu akan menghancurkan Gereja. Yoh 13:31 hingga Yoh 16 merupakan pengajaran Kristus yang sangat exclusive. Jikalau murid palsu atau orang non-rohani mempelajari bagian tersebut yang mengajarkan essensi iman Kristen terdalam maka: 1. 2. ia tak mungkin mengerti secara tepat; pasti terjadi ekses negatif dan kekacauan. Ia takkan mampu memahaminya tanpa Tuhan beranugerah karena pengajaran tersebut mengandung inti yang tinggi, agung, mulia, kudus dan benar 143 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 hingga sangat berlawanan total dengan pemikiran dunia serta sifat manusia berdosa yang materialis, egois dan humanis. Sebelumnya, tak ada konsep tentang kehidupan kekal. Tuhan Yesus datang ke dunia dan melayani cukup lama. Para murid dan orang awam mendengar pengajaran-Nya, antara lain etika, jiwa pelayanan, teladan hidup dan sebagainya. Selain itu, Ia melakukan banyak mukjizat seperti menyembuhkan orang sakit. Tapi, hanya para murid sejati yang akhirnya mengetahui bahwa kedatangan-Nya untuk menebus dosa lalu kembali ke rumah Bapa dan menyediakan tempat, kemudian suatu saat kembali lagi ke dunia dan mengangkat umat pilihan-Nya ke sana. Tak semua orang berhak menerima keselamatan kekal melainkan hanya bagi mereka yang percaya kepada Kristus sebagai satu-satunya jalan, kebenaran dan hidup. Ketika mendengarnya, orang berdosa pasti marah dan tak suka, kecuali Tuhan telah menyentuh hati dan menyadarkannya. Dalam Yoh 15, Tuhan mengajarkan mistical union (kesatuan mistis) yang sangat indah bersama-Nya. Ketika mendengarnya, orang non-percaya langsung menggunakan konsep duniawi yaitu pantheisme karena sebenarnya memang tak dapat bersatu dengan Kristus secara utuh. Ketika bersekutu dengan-Nya, Tuhan menuntut orang Kristen sejati harus menghasilkan banyak buah rohani bagi orang lain. mencatat, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar daripada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.” Inilah doktrin providensia (pemeliharaan) Allah. Ketika dengan taat menjalankan pekerjaan Bapa, orang Kristen tak perlu takut karena adanya jaminan bahwa semua keperluan pasti Tuhan sediakan. Tetapi oleh orang dunia, pernyataan tersebut malah dijadikan alat egoisme untuk memanipulasi Tuhan. Yoh 14:12-13 Ketika mempelajari bagian yang sangat exclusive ini, biarlah Tuhan memakai dan merubah kehidupan orang Kristen hingga menjadi anak Tuhan sejati. Dunia telah memproses manusia menuju kebinasaan. Sedangkan anak Tuhan telah dibukakan kebenaran sejati. Dalam Yoh 14:8-14 terdapat perbandingan antara pemikiran dunia dan Kekristenan. Ketika Kristus hendak membukakan kebenaran yang sangat sulit, diperlukan sikap rohani. Tapi, para murid justru baru belajar dari konsep dunia masuk ke konsep anak Tuhan. Maka Filipus yang pragmatis berkata, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami” (Yoh 14:8). Tuhan Yesus menjawab, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaanNya.” (Yoh 14:9-10). Beberapa commentary membahas pernyataan Filipus yang menunjukkan who a man is (siapa manusia itu sesungguhnya). Mungkin, pernyataan tersebut juga muncul dalam diri banyak orang. Prinsip, filsafat dan cara berpikir dunia telah merusak manusia sehingga ketika hendak mengajarkan kebenaran, Kristus mengalami kesulitan. Filipus yang sangat empiris sebenarnya tak pernah mengerti Bapa sebagai Allah rohani. Demikian pula Tomas dan mungkin semua murid. Kemungkinan, ia membayangkan Bapa sebagai orangtua berumur sekitar 80 tahun karena Tuhan Yesus sendiri berusia 33 tahun. Konsep Tuhan dan para murid sangat berlawanan namun mereka tetap bertahan bahkan mencoba mempengaruhi-Nya. Inilah jiwa keagamaan palsu yaitu empirical religion (jiwa religiusitas yang bersifat empiris atau menuntut bukti). Orang empiris tak pernah berpikir untuk kembali kepada Allah sejati karena tak bersedia menghancurkan pemikirannya dan mulai mendengarkan Firman serta belajar mengerti kehendak-Nya. Maka orang yang 144 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 berperilaku religius belum tentu beragama sejati melainkan masuk ke dalam humanisme. Dengan kata lain, hanya untuk memenuhi tuntutan keagamaan dalam dirinya. Tiap orang pasti memiliki sense of divinity (perasaan keagamaan) yang memang Tuhan tanamkan. Tapi, dosa telah mencengkeramnya hingga sulit dikembalikan pada konsep pengenalan Allah yang sejati. Sebaliknya, ia telah terjebak dalam format duniawi hingga seluruh orientasinya bukan kepada Tuhan melainkan kembali ke diri sendiri. Untuk memiliki kerohanian sejati, anak Tuhan selalu mengalami banyak kesulitan karena diperlukan adanya pendobrakan konsep berpikir. Ini merupakan masalah besar karena adanya pemahaman yang sangat sulit antara masuk ke nuansa rohani dan terjebaknya manusia dalam realita yang tak dapat ditangkap dengan pengertian tepat. Ia mengalami kesulitan dalam memahami penafsiran realita dengan tepat. Itulah the problem of knowledge (problematik pengetahuan). menggambarkan orang rohani sejati diperbandingkan dengan orang berdosa yang merasa rohani. Manusia mampu mengerti karena Allah menyatakannya dan bukan dengan pikirannya sendiri. Namun Filipus dan para murid justru menolak pemikiran dan pengajaran-Nya. Akibatnya, pemikiran terbuang sia-sia dan hati mereka mulai tertutup dan menjadi gelap. Mereka tak menyadari kebodohan diri. Sebaliknya, mereka justru merasa penuh hikmat. Roma 1:18-23 Dunia sebenarnya dipenuhi dengan kebodohan walaupun banyak orang berpendidikan dan bergelar tinggi, kecuali mereka bersedia kembali kepada Tuhan. Ketika mendengar pernyataan ini, mereka pasti marah dan tindakan tersebut membuktikan kebodohan. Dulu, kepandaian ditentukan oleh IQ (Intelligence Quotient). Kemudian, ditentukan oleh EQ (Emotional Quotient). Ternyata, keduanya tak membuktikan apapun maka diganti dengan SQ (Spiritual Quotient). Orang dunia sungguh tak mengerti bahwa the problem of knowledge is to understand the reality. Maka Alkitab mengatakan bahwa kriteria dasar pengetahuan adalah takut akan Tuhan. Paulus mengatakan bahwa semakin merasa pandai dan bijaksana, manusia malah menunjukkan kebodohannya. Ketika baru bertobat, ia menyadari kebodohannya dengan menyiksa dan membunuh banyak orang Kristen. Maka ia menulis, “Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya, pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh” (Roma 1:21-22). Manusia yang mengaku diri pandai malah merusak dunia dan spiritualitasnya, kecuali para anak Tuhan sejati ikut mengatur dan memimpin. Puncak kebodohan manusia tertulis dalam Roma 1:23, “Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatangbinatang yang menjalar.” Dunia iman telah diubah dari essensi realita sejati menjadi realita yang diisi dengan interpretasi palsu. Problemnya adalah pikiran manusia yang tak ditundukkan dalam kondisi kerohanian. Filipus dan Tomas mengalami kesulitan dalam memahami kebenaran karena sebenarnya mereka hanya menginginkan segala yang bersifat fenomena. Padahal, Mat 16:24 mencatat, “Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Inilah standar kerohanian sejati yang seharusnya sanggup mempertobatkan manusia. Pdt. Stephen Tong berulangkali menegaskan bahwa orang Kristen sejati adalah mereka yang telah mati terhadap pujian dan kritik. Ketika ia merasa diri nothing maka Tuhan menjadi something. Tapi, orang yang anti pujian adalah paranoid dan mereka yang tak bersedia menerima kritik adalah sombong. Yang mati 145 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sebenarnya adalah sikap dan keberadaannya. Jadi, kepribadiannya tak mudah tersentuh oleh pujian. Orang yang mati terhadap pujian hanya dapat menerima data atau fakta aktual dan objektif. Setelah itu, ia mampu mempergunakan kelebihannya sesuai kehendak Tuhan. Demikian pula dengan kritik tak membuatnya terganggu dan bergeming. Kritik harus dipelajari kebenarannya. Setelah itu, ia harus berusaha memperbaiki diri. Orang yang merasa diri hebat biasanya mudah tersinggung oleh kritik. Ia akan sulit belajar menjadi rohani. Jikalau ikut dalam pelayanan, yang dilayaninya bukanlah Tuhan melainkan hanya diri sendiri. Orang Kristen tak mungkin dapat mengerti kebenaran sejati kalau masih occupied (sibuk) dengan diri sendiri. Orang keras kepala juga sulit untuk diberi pengajaran. Dalam banyak hal, manusia seringkali tidak teachable di hadapan Tuhan. Maka kualitas rohani dimulai dengan penyangkalan diri. Setelah itu, barulah berhak melayani Tuhan. Setelah penyangkalan diri, Tuhan menghendaki orang Kristen berani dan rela berkorban menanggung resiko, kesulitan serta dunia berdosa. Dunia membutuhkan orang yang kembali berpegang pada prinsip Tuhan dan melayani-Nya dengan sungguh. Orang dunia selalu tak dapat menerima konsep ini. Memang mudah sekali menjalankan segala yang cocok dengan dunia. Dan agama yang selalu mengabulkan permintaan jemaatnya pastilah high demanded. Standard terakhir kerohanian sejati adalah jiwa yang tunduk mutlak mengikut Tuhan secara terus-menerus, konsistent dan tanpa syarat. Sedangkan arti dari phrase ‘mengikut Aku’ yang pertama adalah sebagai pilihan bertanggung jawab yang tak dapat diganti. Amin! 146 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Krriis sttu us s tte ella ah hm me en niia ad da ak ka an nD Diirrii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 14:10-14/ Matius 7:21-23/ Amsal 22:29 Yohanes 14 10 Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri–Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan–Nya. 11 Percayalah kepada–Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak– 12 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada–Ku, ia akan tidaknya, percayalah karena pekerjaan–pekerjaan itu sendiri. melakukan juga pekerjaan–pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan–pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; 13 dan apa juga yang kamu minta dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. 14 Jika kamu meminta sesuatu kepada–Ku dalam nama–Ku, Aku akan melakukannya." Matius 7 21 Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga. 22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama–Mu juga? 23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" Amsal 22 29 Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja–raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang–orang yang hina. Kembali kepada Firman merupakan anugerah tak ternilai karena pikiran orang Kristen dibuka hingga mampu mengerti serta menerima the truth lalu tunduk di bawah kebenaran yang diaplikasikan dalam hidup. Kalau tidak, ia akan makin rusak karena terjadi manipulasi tiap kali kebenaran diberitakan. Salah satu bagian yang paling sering dimengerti secara salah adalah Yoh 14:10, “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.” 147 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Contohnya, ada orang Kristen yang beranggapan bahwa dengan iman, segala penyakit termasuk terparah sekalipun pasti dapat disembuhkan. Adapula yang beranggapan bahwa Tuhan ada dalam dirinya maka tiap perkataannya merupakan kehendak Tuhan sendiri. Jadi, ia menganggap dirinya sebagai Tuhan. Inilah kekacauan yang terjadi ketika ayat exclusive ditangkap oleh orang belum bertobat. Kemudian Tuhan mengatakan, “Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.” (Yoh 14:11-12) Ayat tersebut dapat pula diselewengkan hingga muncul persepsi bahwa manusia lebih hebat daripada Tuhan. Maka Tuhan mengatakan dalam Mat 7:21-23, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengatakan banyak mujizat nama-Mu juga?” Dengan kata lain, mereka mempertanyakan mengapa akhirnya masuk Neraka. Ia melanjutkan, “Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu. Enyahlah daripada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan.” Bahayanya, banyak orang Kristen terkecoh ketika melihat seseorang melakukan pekerjaan ‘besar’. Inilah yang terjadi ketika ayat exclusive tak dimengerti dengan perspektif tepat. Akibatnya, timbul penyelewengan iman sebagai manifestasi ego manusia. Dalam Yoh 14:13-14, Tuhan mengatakan, “Dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak. Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” Ayat tersebut juga dipegang oleh orang tak bertanggung jawab tapi perspektif atau sudut pandang yang sesungguhnya telah digeser. Dalam Yoh 14:10-14, Tuhan mengajak umat-Nya untuk melihat konsep iman secara tepat yang kemudian dimanifestasikan dalam pekerjaan. Ia telah memberi beberapa pengertian bagi orang Kristen untuk melihat pekerjaan yang tepat dalam kehidupan. Dalam Yoh 14:10 tampak adanya close relation atau keutuhan antara Kristus dan Bapa di mana apa yang Tuhan kerjakan merupakan manifestasi murni dari pekerjaan Bapa. Dengan kata lain, Kristus telah meniadakan Diri. Manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah maka seharusnya memanifestasikan kehendak Tuhan dalam natur pribadinya. Alkitab mengungkapkan bahwa Allah bekerja, berkarya, mencipta, memelihara, menopang, menyelamatkan dan menyempurnakan, yang menunjukkan bahwa Allah aktif. Maka orang Kristen semestinya tak mengikut konsep dunia di mana Allah bersifat reaktif. Jadi, Ia hanya menjawab saat diperlukan. Dengan kata lain, manusia acting (bertindak) sedangkan Allah reacting (merespon). Itulah ciri atau aspek keagamaan paling mayoritas. Banyak orang Kristen juga masih beranggapan demikian. Akibatnya, konsep keselamatan menjadi terbalik. Manusia harus datang kepada Tuhan, barulah Ia menyambutnya. Demikian pula dengan konsep berkat. Manusia harus memancing dengan perpuluhan, barulah Tuhan memberkatinya. Jikalau ia tak minta dengan jelas maka Tuhan takkan memberi karena tak mengerti. Padahal manusia itu keras kepala dan tegar tengkuk. Maka Tuhan mesti beranugerah untuk mempertobatkannya sehingga sanggup hidup taat dan tunduk kepada kehendak-Nya. Dengan demikian, Tuhan memberi dan manusia menjawab. Inilah prinsip Alkitab. 148 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Seluruh aktivititas dunia selalu dimulai dan bersumber kepada Allah. Manusia seharusnya menyadari bahwa ia tetap tak mampu melawan banyak aspek yang melampaui kekuatan dan kemampuannya meskipun telah memiliki segala daya upaya. Contohnya, tak seorangpun dapat memilih di mana ia dilahirkan dan siapa yang melahirkannya. Seringkali manusia baru beriman dan takut akan Tuhan ketika mengalami kesulitan, keputusasaan dan kekecewaan yang menghancurkan. Tapi, ketika kondisi membaik, ia langsung melupakannya. Ketika Ia aktif, ada dua kemungkinan. Ketika Tuhan dan manusia aktif maka akan terjadi benturan kehendak. Hal itu dapat dihindari dengan kondisi di mana Tuhan aktif dan manusia reaktif. The true spirituality is the true concept of following Christ. Kerohanian sejati adalah ketaatan mutlak untuk mengikut (Jawa: ngintil) Tuhan. Artinya, mengikut Dia di belakang-Nya secara terus menerus dan konsisten tanpa syarat atau mempertanyakan alasannya. Inilah cara terbaik dan aman. Tak peduli Tuhan menuntun ke kanan atau kiri. Yang penting, tak pernah lepas daripada-Nya. Jikalau Tuhan berjalan ke kanan lalu orang Kristen juga aktif berjalan ke kiri maka celakalah ia karena akan tertinggal. hendak mengatakan bahwa Kristus adalah teladan manusia sejati. Selain itu, juga mengajarkan konsep obedience (ketaatan mutlak). Tapi, tak berarti bahwa ketika Tuhan aktif, manusia menjadi pasif karena sikap tersebut merupakan perlawanan terhadap gerakan Allah. Contohnya, ketika Tuhan memerintahkan untuk menjalankan sesuatu, ia malah diam saja. Dengan demikian, orang tak bekerja atau melayani telah berdosa terhadap-Nya. That’s the sin of ignorance (dosa karena tak bersedia mengerti dan melakukan). Yoh 14:10 Tuhan mencipta manusia untuk bekerja sebagai manifestasi natur-Nya. Bekerja memang melelahkan karena ia telah berdosa (Kej 3:17-19). Tapi, antara bekerja dan istirahat harus seimbang agar tak menghancurkan seluruh hidup. Maka tiap minggu terdiri dari 6 hari kerja dan satu hari libur untuk beribadah kepada Tuhan. Ketika bekerja, yang harus diperhatikan antara lain porsi, etos dan pelaksanaan kerja. Prinsip kerja Kristen tercatat dalam Yoh 14:10. Sedangkan etos kerja Kristen bukan untuk mencari uang atau aktualisasi diri melainkan merupakan tindakan reaktif manusia terhadap perintah Tuhan karena segala potensi dan kesempatan kerja termasuk pemberian-Nya. Ketika Allah memanggil seseorang untuk bekerja di perusahaan maka ia harus mengerjakannya. Dengan kata lain, ia telah menerima SPK (Surat Perintah Kerja) dari Tuhan. Setelah selesai, Tuhan pasti memberi hasilnya berupa makanan, perlengkapan dan kekuatan supaya ia dapat bekerja tiap hari. Jadi, orang Kristen bekerja bukan untuk memanipulasi dan mencari kepentingan diri melainkan agar dapat memperoleh berkat Tuhan kemudian mempersembahkannya ke Gereja bagi pekerjaan-Nya. Dengan demikian, seluruh hidupnya dapat mempermuliakan nama Tuhan. Ironisnya, manusia seringkali memutarbalikkan fakta tersebut. Akibatnya, seluruh etos kerja rusak. Ketika sukses, ia menjadi sangat sombong. Sebaliknya ketika gagal, ia sangat kecewa lalu memaki Tuhan. Tindakan tersebut menunjukkan kejahatan manusia. Di dunia yang makin hancur, pekerjaan akan jauh lebih sulit. Tiap orang tak memungkinkan untuk mencari kepentingan sendiri. Seharusnya, ia mencari pimpinan-Nya sehingga Tuhan pelihara seluruh hidup. Saat itu, ia menjadi alat pekerjaan-Nya yang terus diperkembangkan dan Tuhan pasti provide (menyediakan) semua keperluan. Dalam perumpamaan talenta (Mat 25) terdapat konsep anugerah berdasarkan tugas dan ketaatan. Yoh 15:16 mencatat, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikanNya kepadamu.” Janji Tuhan tersebut seringkali dipegang oleh manusia berdosa tapi perintah pada bagian sebelumnya dilupakan. 149 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Maksud Yoh 14:12 adalah bahwa manusia tetap lebih kecil daripada Tuhan tapi pekerjaannya lebih banyak. Prinsip pekerjaan Tuhan tak pernah statis atau berhenti di posisi tertentu melainkan expanded. Banyak orang berpikir, jikalau mendapat hanya satu talenta maka tak bersedia bekerja lebih. Padahal ada kemungkinan Tuhan akan memberinya dua talenta atau lebih. Memang, tiap orang mulai dengan satu talenta. Tapi ketika ia setia menjalankan pekerjaan kecil dengan baik dan tanggung jawab, Tuhan pasti mempercayakan yang lebih besar lagi. mencatat bahwa hamba yang memperoleh hanya satu talenta malah memendamnya di tanah. Dengan kata lain, ia malas. Maka Tuhan marah dan mengambil satu talenta tersebut lalu memberikannya pada hamba dengan sepuluh talenta. Pimpinan yang bijaksana pasti memberikan tugas tambahan pada pekerja yang paling tanggung jawab. Ams. 22:29 mengatakan, “Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina.” Artinya, ia dipakai oleh Tuhan hingga memperoleh nilai dignity hidup. Mat 25 Jikalau orang Kristen telah bekerja dengan prinsip tepat, seharusnya antara pekerjaan dan pelayanannya sinkron karena tujuan akhirnya sama yaitu kembali ke tangan Tuhan. Maka, etos kerja Kristen akan membangun etos pelayanan sejati. Dan pertanggungjawaban kerja merupakan tuntutan Tuhan yang tak dapat diabaikan. Terkadang, Setan memancing dan berjuang keras untuk merusak orang Kristen hingga tak pernah mengerti konsep pelayanan yang benar. Akibatnya, muncul banyak pemberotak hingga Gereja menjadi lumpuh dan jiwa kesaksiannya rusak. Banyak orang Kristen berpikir, lebih baik menjadi anggota Gereja yang pasif agar tak mengetahui kekacauan pelayanan. Ketika tak melayani, ia tak mungkin jadi lebih baik. Maka semua cabang GRII harus kembali mendorong jiwa spiritualitas jemaatnya lalu menuntut disiplin pelayanan. Kerajaan Allah dimulai dari biji sesawi yang terus tumbuh hingga menjadi pohon besar di mana semua burung dapat bernaung. Amin! 150 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me en ng ga assiih hii T Tu uh ha an n d da an nm me em me eg ga an ng gp pe erriin ntta ah h--N Nyya a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 14:15, 17, 21 15 "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah–Ku. 17 yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. 21 Barangsiapa memegang perintah–Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa–Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri–Ku kepadanya." Sesungguhnya, surat Yohanes yang asli tak dipisahkan dengan judul, pasal dan ayat. Sehingga konteks Yoh. 14:14 dan 15 tak terpisahkan dan seharusnya tak boleh dipotong menjadi dua bagian. Tapi demi mempermudah jemaat dalam mempelajari Firman, Lembaga Alkitab memberi judul, pasal dan ayat. Di lain pihak, terdapat dampak negatif yaitu ketika jemaat lupa bahwa penafsiran Alkitab seharusnya secara kontekstual di mana seluruhnya dimengerti secara total dan integrated. Akibatnya, penafsirannya menyesatkan karena studi yang kurang cermat dan akurat. merupakan ayat pengunci Yoh 14:12-14 yaitu, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Dalam Yoh 14:21, ayat tersebut dibalik, “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukan-Nya, dialah yang mengasihi Aku.” Dengan kata lain, bagaimana orang Kristen mencintai Tuhan tak terlepas dari bagaimana ia taat melakukan semua perintah-Nya. Maka, orang yang tak melakukannya dengan alasan apapun berarti tak cinta Tuhan. Jikalau ia melakukan semua perintah-Nya, pasti tak mungkin meminta hal-hal negatif. Maka hanya orang yang cinta dan percaya Tuhan berhak meminta kepada-Nya. Dengan demikian, kaitan antara ayat 14 dan 15 tak dapat diselewengkan dan dipermainkan. Yoh 14:15 Inti iman Kristen justru terdapat dalam Yoh. 14:15 dan 21. Christianity is the religion of love (Kekristenan adalah agama cintakasih). Inilah statement umum. Bahkan orang non-Kristen pun mengakuinya. Seluruh hukum Kristen tak dapat dimengerti seperti yang dunia mengerti. Kedua konsep hukum tersebut sangat berbeda. Orang dunia mengerti hukum sebagai tuntutan, tekanan dan ikatan atau aturan yang mengunci serta membatasi hingga sangat dibenci. Sedangkan hukum Kristen berkaitan dengan kasih. Law is love (Hukum adalah kasih). Walaupun sudah membaca seluruh Perjanjian Lama, orang Yahudi tetap tak mampu memahaminya. Padahal Tuhan telah membukakan konsep bahwa Allah adalah kasih. Dunia memang tak mampu menangkap essensi tersebut. Akhirnya, orang Yahudi terjerumus ke dalam hukum Taurat dan Farisi yang menjepit seluruh kehidupan mereka dengan deretan aturan. 151 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Karena merasa sebagai ahli hukum, orang Farisi berusaha menjebak Tuhan dengan pertanyaan, “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” (Mat 22:36) Mereka mengira Ia akan memilih salah satu dari 10 hukum. Padahal setiap hukum termasuk penting dan tak dapat dilepaskan satu sama lain. Ternyata, jawaban Tuhan tak seperti pemikiran mereka, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 22:3640) Maka orang Kristen harus mengerti bahwa akar Kekristenan adalah kasih. Dengan kata lain, Kekristenan menegakkan konsepnya di atas kasih. Namun, di dalam kasih telah terjadi penyelewengan isi karena ternyata manusia tak mampu memahaminya secara tepat walaupun sebenarnya menyadari bahwa ia sangat membutuhkannya dan tak dapat hidup tanpa kasih. Berita yang paling disukai oleh orang dunia adalah tentang kasih. Fakta tersebut menunjukkan betapa mereka haus akan kasih. Abraham Maslow mengatakan bahwa salah satu kebutuhan terpenting di dunia adalah dikasihi dan mengasihi. Hidup memang tak terlepas dari kasih. Namun kasih yang ada di dunia telah mengalami distorsi dosa dan tak lagi berasal dari Sumber kasih. Maka orang Kristen perlu kembali pada definisi kasih sejati yang sanggup merubah seluruh hidup. Menurut Alkitab, love is to love your God and neighbors (cinta adalah mencintai Allah sekaligus sesama). Kasih adalah hukum yang dapat memotivasi seluruh hidup. Dengan demikian, kasih bukanlah sekedar luapan emosi, slogan, lip-service (ucapan manis di bibir saja), nyanyian merdu atau tampilan sesaat. Dalam buku berjudul ‘Religious Affection’, Jonathan Edwards mengkritik konsep kasih dunia. Menurut pemikirannya, kasih sejati harus keluar dari hati yang telah diperbaharui oleh Tuhan. Itulah inti kasih sesungguhnya. Dengan demikian, kasih merupakan keberadaan seluruh hidup. Kasih yang essensial akan membentuk keutuhan. Kasih tersebut mencakup dua aspek yang harus dijalankan dan digabungkan secara essensial juga yaitu bagaimana manusia mencintai Allah yang kemudian dimanifestasikan dengan mengasihi sesama. Seseorang yang mengasihi Allah tak mungkin merugikan dan memanipulasi orang lain. Demikian pula sebaliknya, orang yang mencintai sesama tak mungkin melawan prinsip Tuhan, melecehkan dan mempermainkan Firman-Nya. Ketika mengasihi sesama, saat itu merupakan manifestasi ketaatannya kepada Tuhan. Maka hubungannya harus muncul dari kasih terhadap Allah. Kasih dunia seringkali memanifestasikan egoisme yang sangat berlawanan dengan konsep Alkitab. Sebenarnya, ia tak mencintai Tuhan dan sesama melainkan diri sendiri. Kalaupun menyatakan cinta, tindakan itu hanya untuk memuaskan keinginannya. Dengan demikian, ia telah memanipulasi kata ‘cinta’ hingga menjadi sangat kosong karena tak ada lagi kesungguhan untuk rela berkorban. Yang dipikirkan hanyalah keuntungan dan kenikmatan diri. Tuhan Yesus telah memberi teladan bagaimana Ia sangat mencintai orang berdosa hingga rela turun dari Surga dan menanggalkan segala kemuliaan-Nya. Ia juga tak melakukan apapun dari Diri-Nya sendiri melainkan tunduk kepada perintah dan kehendak Bapa. Bahkan ia rela mencurahkan darah dan mati di kayu salib demi menebus manusia yang sangat jahat hingga layak dibenci serta dibinasakan karena telah menyakiti-Nya. Dengan demikian, Ia bukan sekedar menunjukkan teori kasih melainkan juga memanifestasikannya dalam kehidupan-Nya di dunia. Ia sangat mengasihi manusia karena cinta-Nya 152 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kepada Bapa. Sesungguhnya, tak ada alasan bagi-Nya untuk mencintai orang berdosa. Namun, cinta dapat menimbulkan ketaatan untuk melakukan semua kehendak Bapa-Nya di Surga. Orang dunia tak mungkin melakukan hal tersebut. Maka Tuhan mengatakan, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selamalamanya yaitu Roh Kebenaran.” (Yoh 14:16-17) Ialah yang membimbing, mengajar dan membentuk hati setiap orang Kristen. Kemudian Tuhan melanjutkan, “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” Pengajaran tentang Roh Kudus tak pernah diberikan oleh Kristus sebelum ayat tersebut karena sangat berbahaya dan dapat dimanipulasi. Hingga saat ini, doktrin tersebut telah dirusak oleh banyak orang Kristen karena tak bersedia belajar dan taat kepada Firman. Kekuatan kasih sejati tak mungkin muncul dari manusia melainkan Roh Kudus. Barulah orang Kristen mampu mengasihi Allah dengan benar, tepat dan sungguh. Tiap agama boleh mengaku mencintai Tuhan. Tapi setelah dilihat manifestasinya, dapat disimpulkan bahwa itu bukan cinta Tuhan sejati karena tuntutanNya untuk menyangkal diri lalu mencintai Allah dan sesama tak pernah terjadi. Hanya kuasa Roh Kudus yang mampu membentuk dari dalam diri dan membuat manusia mengerti cinta Tuhan sangat besar. Perubahan konsep seperti itu merupakan anugerah Tuhan bagi setiap anak-Nya. Orang yang mampu mencintai dengan sungguh akan menyadarinya sebagai anugerah terlalu besar. Maka ia akan terus menerus berlimpah kasih walaupun mungkin dihancurkan dan menjadi korban orang lain. Contohnya, David Livingstone, misionari yang menerobos masuk ke pedalaman Afrika yang belum pernah terjamah. Di sana, ia diperlakukan dengan sangat jahat karena dianggap mengganggu keuntungan para pedagang budak. Ia masuk ke tengah penduduk Afrika untuk mendidik mereka hingga menjadi Kristen dan mengerti akan harkatnya sehingga perbudakan dapat dihentikan. Akibatnya, ia dimusuhi dan dilawan. Namun, cintanya kepada Tuhan dan bangsa membuatnya terus berjuang, melayani dan memberitakan Injil hingga mati walaupun pernah diajak pergi meninggalkan Afrika. Jiwa seperti ini tak mungkin terjadi kecuali cinta Tuhan membakarnya. Bagi orang dunia, pengorbanan Kristus demi menebus dosa manusia terkesan sangat tak masuk akal karena ia memang tak mau dirugikan. Alkitab mengatakan bahwa demi orang baik mungkin masih ada yang bersedia mati. Tapi demi orang benar, tindakan tersebut sangat sulit dijalankan. Kasih sejati kepada Tuhan harus dimanifestasikan dengan mutlak mentaati segala perintah-Nya. Maka love adalah keinginan untuk melakukan yang terbaik bagi orang tercinta. Dengan kata lain, kasih tanpa ketaatan adalah omong kosong belaka. Ada sebuah lagu yang sangat indah dan menyentuh sekaligus menggentarkan hati, “Aku mengasihi Engkau, Yesus, dengan segenap hatiku. Aku mengasihi Engkau, Yesus, dengan segenap jiwaku. Kurenungkan FirmanMu siang dan malam. Kupegang perintah-Mu dan kulakukan. Engkau tahu ya Tuhan, tujuan hidupku hanyalah untuk menyenangkan hati-Mu.” Mungkin, suratkabar, majalah, internet, komik dan sebagainya lebih disukai daripada merenungkan Firman. Seringkali yang dilakukan hanyalah ambisi, keinginan dan nafsu diri. Sehingga seluruh tindakan dan keputusan tak berkaitan dengan kehendak-Nya. Terkadang, orang Kristen dapat menaikkan pujian dengan suara yang indah, tapi tanpa makna mendalam karena cinta yang tak lagi murni kepada Tuhan. Hendaknya lagu tersebut dapat dijadikan sebagai komitmen yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Dengan demikian, mencintai Tuhan tidaklah sederhana melainkan membutuhkan komitmen, ketaatan, belajar mengerti Firman dan peka akan kehendak-Nya lalu menjalankan tugas dengan tepat. 153 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Mencintai Tuhan adalah cinta sesungguhnya yang keluar dari Diri kasih itu sendiri. Iman Kristen mampu mengerti essensi kasih lebih jauh daripada semua agama dan filsafat. Mereka hanya mengerti bahwa Allah memiliki sifat kasih dan mengasihi. Tapi, Alkitab mengatakan bahwa Allah adalah Pribadi kasih dan God loves merupakan implikasinya. Maka kasih sejati adalah Diri Allah sendiri dan bukan sekedar sifat atau tindakan. Sehingga kasih sejati tak terlepas dari natur Allah karena merupakan keterikatan dengan-Nya. Jadi ketika mengasihi, tindakan tersebut adalah manifestasi integritas seluruh sifat dan atribusi Allah antara lain: benar, suci, kudus, agung, mulia, adil, indah dan anggun. Sekali lagi ditekankan bahwa inti kasih berada dalam Diri Allah. Dengan demikian, Kekristenan jangan sampai dicemari oleh cinta duniawi karena Tuhan yang adalah kasih juga menyediakan Neraka bagi mereka yang tak bersedia kembali pada kebenaran Firman. Amin! 154 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D Do ok kttrriin nR Ro oh hK Ku ud du us s Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 15 16 Yohanes 14:15-17 "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah–Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama–lamanya, 17 yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. Bagian pertama menunjukkan bahwa kasih memotivasi dan menuntut ketaatan setiap anak Tuhan, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Ketaatan yang dimaksud bukan sekedar karena adanya tekanan (pressure) hukuman atau ancaman terlalu berat tetapi justru karena cintakasih. Memang, perintah tersebut tidaklah mudah untuk dijalankan. Yoh 14:15 Banyak orang dunia terpaksa taat karena takut. Jadi, bukan karena keinginan pribadi. Perlakuan seperti itu melatih ketaatan munafik dan bukan karena the understanding of truth and love (pengertian akan kebenaran dan cintakasih). Ketaatan semacam itu dapat menjadikan seseorang bersikap jahat hingga masuk ke dalam ikatan Setan yang akhirnya mencengkeramnya. Maka orang Kristen harus mengerti format di mana keadilan dan cintakasih dijalankan secara bersama. Orang beragama termasuk Kristen seringkali giat melayani dengan alasan karena takut kelak masuk Neraka. Jiwa semacam itu sangat rendah dan bukan berdasarkan prinsip Kristen. Para bidat selalu menjalankan movement (gerakan) melalui fanatisme atau tekanan ketaatan yang keras hingga membuat jemaatnya sangat giat, serius dan bersemangat. Contohnya, mereka mengancam jemaat jikalau tak mau taat maka akan dikutuk oleh Tuhan hingga hidupnya hancur atau dikeluarkan dari Gereja dan segala macam ancaman mengerikan. Bahkan mengancam akan membunuh anggotanya yang tidak taat. Tuhan justru menunjukkan sifat-Nya yang anggun dan agung dengan taat melakukan segalanya secara sungguh berdasarkan motivasi cinta. Konsep tersebut hanya muncul dalam iman Kristen yaitu kembalinya manusia kepada kasih Allah. Jadi, ketika berlimpah kasih ilahi sejati, muncullah ketaatan pada kehendakNya karena dorongan cinta akan Tuhan hingga takkan mau mengecewakan dan menyakiti hati-Nya. Selain itu, ia takkan melakukan apapun yang tak berkenan kepada-Nya, apalagi yang mempermalukan-Nya. Dengan kata lain, ia pasti melakukan yang terbaik bagi-Nya. 155 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Konsep sejati tersebut kemudian diturunkan dalam relasi pernikahan. Alkitab mengajarkan bahwa istri harus tunduk mutlak pada suaminya karena cinta, seperti jemaat kepada Kristus. Ia selalu ingin menyenangkan suaminya. Maka keluarga semacam itu pasti sangat indah. Dunia justru berusaha membalik nuansa tersebut. Akibatnya, ketika hendak menjalankannya, orang Kristen mengalami kesulitan karena ego dan kejahatan pikiran manusia serta tekanan filsafat dunia yang rusak. Ketika manusia tak bersedia kembali kepada Tuhan dan mencintai-Nya dengan sungguh, tak mungkin ia mampu mencintai seperti itu di tengah dunia. Maka orang dunia iri terhadap Kekristenan karena tak mampu walaupun sebenarnya berkeinginan. Fakta ini menjadi pembeda yang sangat drastis. Kekristenan mengenal order (urutan) kebenaran yang dimulai dari Diri Allah lalu diturunkan dengan format headship (kekepalaan). Maka urutan tersebut akan menimbulkan ketaatan karena cinta di mana kualitasnya makin tinggi hingga kembali kepada keanggunan Tuhan sebagai end point (tujuan akhir). Inilah gambaran seluruh totalitas hidup yang terarah kepada Tuhan. Sedangkan kualitas orang dunia makin lama semakin hancur binasa. Kedua format tersebut takkan pernah ketemu karena arahnya berlawanan. Manusia tak dapat diubah dari luar untuk mampu mencintai lalu taat. Tak ada upaya yang dilakukan oleh pihak luar seperti bujukan atau rayuan dapat membuat seseorang mencintai dengan sungguh. Sebaliknya, cintakasih yang tulus muncul dari dalam hati. Untuk mengimplikasikan the true love (cintakasih sejati), Tuhan mengatakan, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selamalamanya, yaitu Roh Kebenaran.” (Yoh 14:16-17) Seharusnya, tak dapat digunakan istilah ‘seorang’ karena Roh Kudus bukan manusia. Tapi, bahasa Indonesia tak punya istilah yang tepat. Ialah the Comforter, Helper atau Parakletos (Penolong) sekaligus penguat yang memotivasi hidup orang Kristen dan merubah hati dari dalam. Jadi, tanpa Roh Kudus bekerja di dalam hati, tak mungkin terjadi perubahan yang menjadikan manusia sebagai anak Tuhan sejati. Setelah itu, barulah ia mampu mencintai dengan sungguh lalu taat kepada kehendak-Nya bukan dengan keterpaksaan tapi sebagai bagian dari natur dan kerinduannya dalam hidup. menunjukkan bagaimana doktrin Roh Kudus pertama kali diajarkan. Tapi, bukan berarti Roh Kudus baru muncul di Yoh 14 karena Roh Allah sudah bekerja di tengah dunia sejak Kej. 1 hingga Wahyu. Sepanjang sejarah Firman, Roh Kudus adalah Allah yang kekal melampaui waktu. Tapi sebelum Yoh 14, Tuhan tak pernah mengajarkannya pada siapapun. Padahal sepanjang kehidupan-Nya di dunia, Roh Kudus ikut berperan. Alkitab mencatat bahwa ketika Ia dibaptis, Roh Kudus turun ke dalam Diri-Nya dengan rupa burung merpati. Selain itu, ketika Ia pergi ke padang gurun untuk dicobai, Roh Kuduslah yang memimpinNya. Namun Tuhan mengatakan, “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia.” (Yoh 14:17) Jadi, ketika ada orang dunia mengatakan telah melihat Roh Kudus, berarti yang dilihatnya bukanlah Roh Kudus sejati. Dalam hal ini, terjadilah split kondisi menjadi dua yaitu: Yoh 14 1. mereka yang Tuhan berikan anugerah untuk mengerti dan dipimpin oleh Roh Kudus; 2. mereka yang tak mengerti, melihat apalagi mengenal-Nya. Dengan demikian, Tuhan telah memilah antara murid asli dan palsu. Yang asli takkan berpikir secara humanis (dari sudut pandang manusia). Yohanes dan Yakobus dalam Luk, 9:54 kelihatan sangat galak tapi dengan satu tujuan yaitu tak suka nama Tuhan dicemarkan dan dipermainkan. Akibatnya, mereka dibenci dunia tapi dicintai oleh Tuhan. Mereka menyadari siapa yang berhak dicintai dan didengarkan. Sebaliknya, Yudas hanya melihat keinginan dunia. Karena itu, ia dicintai manusia. Tetapi di lain pihak, ia dibuang oleh Tuhan. Akhirnya, ia mati dalam kehancuran. Demikian pula dengan Saul dan Daud. Sebagai raja, Saul hanya 156 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 memikirkan kepentingan rakyat tanpa mempedulikan kehendak Tuhan. Sedangkan Daud memikirkan kepentingan Tuhan sehingga dipelihara-Nya walaupun memiliki kesalahan, kelemahan dan kekurangan. Kejadian yang sama juga dialami oleh Samuel dan anak-anak Imam Eli, Esau dan Yakub, serta Kain dan Habil. Dalam Perjanjian Lama, perbedaan sikap seperti itu ditunjukkan hanya sebagai fenomena. Tapi di Perjanjian Baru, dibukakan dengan jelas bahwa perbedaan tersebut muncul dari dalam hati (Yoh 14:16-17). Maka ketika manusia memperoleh kesempatan untuk diubah oleh Tuhan secara pribadi, itu merupakan anugerah yang terlalu besar. Ironisnya, orang Kristen seringkali tak menyadari akan perubahan tersebut. Roh Kudus merupakan salah satu Pribadi atau bagian dari Allah Tritunggal. Setelah mempelajari Yoh 14:16, orang Kristen seharusnya langsung memiliki keseimbangan paradoksikal tentang Kristus. Sepanjang Alkitab, istilah ‘parakletos’ tak pernah dipakai selain untuk Kristus dan Roh Kudus yang adalah Oknum Allah. Istilah ‘pengantara’ dalam 1 Yoh 2:1 juga menggunakan ‘parakletos’. Sebenarnya, bagian tersebut bukan membicarakan tentang pengantara (mediator) tetapi seseorang yang mendoakan, menolong dan support orang lain. Sedangkan istilah ‘adil’ dalam teks aslinya tertulis ‘dikaiosune’ yang berarti ‘righteous’ (benar yang adil). Sungguh, Tuhan memakai istilah yang sangat teliti untuk menyatakan Allah Tritunggal. Kristus sebagai Penolong meminta Penolong yang lain. Kalimat tersebut menunjukkan kesejajaran atau kesetaraan. Dengan kata lain, tak ada yang lebih tinggi. Maka Kristus dan Roh Kudus memiliki kesamaan natur yaitu Pribadi Allah. Dalam Yoh 14:16, struktur Pribadi Tritunggal baru dijelaskan secara riil dan total, “Aku (Kristus) akan minta kepada Bapa (the Father), dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain (the other Comforter).” Dengan demikian, ketiga Pribadi tersebut berbeda satu sama lain tapi memiliki satu essensi yaitu Allah. Tiga Pribadi dapat menjadi satu entity (keutuhan) karena berada dalam dimensi kekekalan yang melampaui waktu. Sabellianisme mengajarkan bahwa Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus sebenarnya hanya satu pribadi tapi penampilan atau status-Nya berganti-ganti. Akibatnya, ketika Allah turun berinkarnasi ke tengah dunia sebagai Yesus Kristus, Surga menjadi kosong. Jadi, ketika Tuhan kembali ke Surga, Ia hanya berganti model selama 10 hari lalu turun lagi ke dunia dalam rupa Roh Kudus dan masuk ke hati orang percaya. Ajaran semacam ini sesat. Walaupun memiliki natur yang sama, ketiga Pribadi tersebut mempunyai cara kerja dan tugas berbeda. Saat bekerja, muncullah tingkatan di antara ketiganya yang tak dapat dibalik. Anak minta kepada Bapa supaya mengirimkan Roh Kudus karena Ia tak dapat melakukannya secara langsung. Lalu Yoh 14:26 mengatakan, “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku.” Jadi, Bapa tak dapat mengutus Roh Kudus kecuali dalam nama Yesus atau melalui Kristus. Anak tak melakukan apapun dari Diri-Nya kecuali Bapa memberi perintah. Maka ketaatan Anak kepada Bapa bersifat mutlak. Di lain pihak, dalam doa di taman Getsemani, Anak menyatakan kehendak-Nya, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu daripadaKu, tetapi janganlah seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:39) Lalu Yoh 16:13-14 mencatat, “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang. Ia akan memuliakan Aku (Kristus), sebab Ia akan 157 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya daripada-Ku.” Maka Roh Kudus tunduk kepada Kristus yang tunduk kepada Bapa. Urutan tersebut menjadikan seluruh garis kebenaran tak dapat teracak. Tiga Pribadi boleh memiliki tiga pikiran, kehendak dan emosi tapi tak boleh split hingga terjadi inconsistency (ketidakserasian) karena garis otoritasnya hanya satu. Maka tak mungkin terjadi kontradiksi antara ajaran Roh Kudus dan Kristus. Demikian pula antara Anak dan Bapa. John Calvin, pendiri Reformed Theology, dengan tegas mengatakan, “We should understand that the Holy Spirit is the Magister of truth.” Ialah Pengajar yang sangat kokoh dan menguasai dalam hal kebenaran. Bagian kedua Dalam Yoh 14:17, Tuhan menjelaskan, “Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” Roh Kudus tak dapat dispekulasikan karena melampaui seluruh indera manusia. Tuhan menggunakan kata ‘akan’ karena Ia belum kembali ke rumah Bapa. Maka Penolong lain belum diperlukan. Setelah Penolong sejati pergi, umat Allah tak dibiarkan ‘yatim piatu’ atau terlantar di tengah dunia. Kristus mengirimkan Roh Kebenaran. mengenai pencobaan di padang gurun mencatat, “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun.” Dengan kata lain, Roh Kudus memimpin Tuhan ke sana. Kalimat tersebut memang sulit dimengerti oleh banyak orang pada saat ini yang mengaku penuh dengan Roh Kudus. Orang semacam itu takkan pernah mengajarkan bahwa Roh Kudus sanggup memimpin manusia masuk ke dalam penderitaan dan pencobaan berat. Padahal, pengertian tersebut sebenarnya berasal dari Alkitab. Luk. 4:1 Khotbah kali ini akan membahas mengenai tugas dan karya Roh Kudus yang dicerminkan melalui atribusi dalam nama-Nya. Tiap kali orang Kristen mencoba mengerti tentang Allah, Ia pasti menyatakan Diri dengan menunjukkan sifat, citra dan integritas dalam seluruh atribut-Nya. Jadi, ketika Ia menyatakan Diri sebagai Yehowah Jireh, itu bukan sekedar nama melainkan terkandung atribusi-Nya yang menunjukkan karya-Nya di tengah dunia. Sebelum istilah ‘Roh Kebenaran’ muncul di ayat 17, telah disebutkan satu nama dalam ayat 16 yaitu ‘Penolong yang lain’. Sedangkan dalam Yoh. 14:26 dipakai istilah ‘Penghibur’. Dengan demikian, atribusi Roh Kudus dinyatakan dengan nama-Nya agar orang Kristen dapat mengenal Dia yang sesungguhnya. Istilah ‘Penolong’ (parakletos) muncul hanya dua kali yaitu dalam Yoh 14:16 yang mengacu pada Roh Kudus dan 1 Yoh 2:1 yang menunjuk kepada Kristus. Dalam Yoh 14:16 dipakai istilah ‘Penolong yang lain’ (the other Comforter), berarti ada Penolong pertama (the Comforter) yang sejati yaitu Tuhan Yesus (1 Yoh 2:1). Dengan kata lain, melalui Yoh 14:16, Kristus hendak menunjukkan bahwa Ialah the true Comforter. Sepanjang hidup, Tuhan menjalankan the mission of the Kingdom of God (Misi Kerajaan Allah) yaitu menghadirkan Kerajaan Allah ke tengah dunia. Jadi, Kristus datang dengan berita utama yaitu bahwa Kerajaan Allah sudah dekat maka manusia harus segera bertobat. Setelah Kristus, pekerjaan tersebut akan dilanjutkan oleh Roh Kudus. Dengan demikian, pekerjaan Kristus dan Roh Kudus tak mungkin lepas dari pekerjaan total yang Bapa kehendaki. 158 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Banyak orang dunia mencoba memandang Kristus tapi terlepas dari misi Kerajaan Allah. Akibatnya, Ia dimanipulasi untuk menjalankan kerajaan dunia sesuai keinginan manusia berdosa. Dengan kata lain, demi kenyamanan, kenikmatan, kesejahteraan, kesehatan, kesenangan dan kepentingan manusia. Bahkan ada orang yang bersedia percaya kepada Kristus jikalau menguntungkan. Inilah kesalahan fatal dalam pelayanan Kristen. Dalam konsep semacam ini telah terjadi pembalikan struktur di mana Tuhan dijadikan budak hingga manusia merasa berhak memerintah-Nya. Semakin mencoba memuaskan nafsu duniawi, akhirnya manusia pasti binasa dalam kenikmatannya dan tak tertolong lagi. Dengan demikian, maksud dosa jadi makin nyata karena diberi kesempatan. Orang dunia sebenarnya menyadari hal tersebut hingga selalu bersikap waspada karena takut akan kematian. Tapi, ia tetap tak mau bertobat. Sebaliknya, ia malah mencari cara untuk melarikan diri dari dosa. Dunia yang semakin maju ini sedang menuju pada destruksi (kehancuran) total. Khususnya abad 20 (1900-2000) telah membuktikan bahwa dunia telah runtuh secara drastis jika dibandingkan dengan 5000 tahun sebelumnya. Sepanjang sejarah mulai dari zaman Mesir kuno hingga 1900, dunia terasa sangat stabil karena pengrusakannya secara halus. Itulah alasan serius mengapa Tuhan merasa perlu menjaga dan memimpin umat-Nya. Orang Kristen hidup seharusnya dengan konsep dan cara pandang berbeda total dari dunia. Perbedaan tersebut membuatnya sangat sulit jikalau mau berada di tengah dunia dengan tepat. Maka Tuhan mengatakan, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20) Jadi, mengapa Kristus bersedia menjadi Penolong dan mengirim Roh Kudus juga sebagai Penolong orang Kristen hingga saat ini? Pertama, orang Kristen harus menyadari bahwa tiap manusia itu lemah, termasuk dirinya sendiri. Maka hendaknya tak pernah merasa mampu mengerjakan segala sesuatu sendiri. Saat ini, dunia mencoba menerpa Kekristenan dengan filsafat palsu yaitu positive thinking. Apapun yang dipikir dan diinginkan pasti dapat dikerjakan dan dicapai. Memang, manusia selalu ingin jadi superman. Padahal, sebenarnya tak memiliki daya terlalu besar. Akhirnya, ia kembali pada supernatural power. Ada dua jenis kekuatan supranatural yaitu dari Tuhan atau hantu. Di antara kedua jenis tersebut, terdapat perbedaan cara. Kalau ikut hantu, rasanya manusia yang jadi superman tapi harus pay back. Itulah prinsip kerja hantu yaitu win-win solution dengan bargain (tawar menawar) karena tak mau rugi. Akibatnya, manusia harus mati dalam dosa. Contohnya, untuk memperoleh kekayaan, sebuah keluarga harus rela mengorbankan anak. Sebaliknya, jikalau bersedia kembali kepada Tuhan, manusia tetap lemah karena Tuhan tak pernah menipu tapi justru menunjukkan realita sesungguhnya yaitu bahwa manusia sebenarnya adalah mahluk relatif dan terbatas dalam segala hal walaupun sudah dilatih. Karena anak Tuhan seringkali mengalami kesulitan untuk bertahan dalam menghadapi tantangan dunia yang sangat berat maka Kristus mengatakan, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh 14:16) Ketika orang Kristen sadar bahwa masih membutuhkan pertolongan Tuhan maka saat itulah Roh Kudus bekerja. Manusia termasuk orang Kristen seringkali mengeluh kecewa dan marah terhadap Tuhan. Padahal seringkali ia mengatur, menganalisa, menentukan pilihan dan keputusan berdasarkan perasaan yang terlintas dalam hati serta segala macam teori. Sebenarnya, ia tak mampu berjalan sendirian di dunia karena pikiran dan kapasitas analisanya terlalu terbatas. Maka seharusnya ia berhubungan, bersandar dan tunduk kepada pimpinan Tuhan. Ironisnya, banyak orang Kristen merasa tak butuh pertolongan. 159 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kedua, di tengah dunia, orang Kristen tak mungkin berjalan dengan aman. Dunia berdosa selalu merongrongnya supaya ikut berdosa. Bahkan di tengah Kekristenan dapat terjadi demoralisasi. Dalam waktu satu abad (1900-2000), telah terjadi pengrusakan moral yang lebih parah daripada ribuan tahun sebelumnya disertai dengan perang mengerikan hingga jatuh korban terbanyak. Sungguh, tantangan dunia terlalu berat untuk dapat hidup kudus dan benar. Maka tiap orang Kristen hendaknya giat berdoa agar Roh Kudus senantiasa memelihara hidupnya. Ia disebut Roh Kudus karena memimpin manusia pada kekudusan. Selain itu, Ia juga disebut Roh Kebenaran karena memimpin pada kebenaran. Ketiga, orang Kristen juga berada dalam dunia yang penuh dengan dampak dosa. Roh Kudus terus menerus mendorong tiap anak Tuhan untuk maju. Dalam hidup, banyak aspek dialami oleh manusia, seperti penderitaan, kesusahan, kepedihan, sakit penyakit, kematian, kegagalan dan sebagainya. Jikalau disebabkan oleh dosa maka semua itu wajar terjadi. Pdt. Stephen Tong selalu mengatakan bahwa jikalau seseorang menderita karena telah berbuat dosa, itulah upah setimpal yang harus dinikmati. Takkan ada pahala ataupun pertolongan. Bahkan ada peringatan keras untuk tak menolong orang yang berada dalam pukulan Tuhan karena pertolongan justru menggagalkan dan melawan kehendak-Nya. Sehingga jikalau mungkin, ia dapat bertobat di hadarapan Tuhan. Allah yang sangat mencintai manusia juga bersifat adil, bukan kejam. Maka Ia takkan pernah memukul dan mematikan orang benar. Seringkali ketika dipukul oleh Tuhan, orang berdosa belum tentu bertobat. Orang semacam itu hopeless. Jikalau tak demikian, tidak akan ada Neraka. Di seluruh dunia, sebenarnya manusia sangat mengharapkan keadilan. Tapi, justru orang Kristen seringkali tak menyukainya karena takut menjadi victim (korban) keadilan Tuhan yang sangat baik dan tepat. Orang pasti sangat jengkel jikalau hukum tak ditegakkan. Orang yang berbuat dosa malah dibiarkan saja. Tapi, ketika hukuman jatuh atas diri sendiri sebagai akibat dosa, ia malah bersungut-sungut. Padahal dosa menuntut adanya penghakiman sedangkan kesalahan menuntut hukuman. Keadilan Allah tak pernah meniadakan hukuman. Adapula orang yang setia menjalankan misi Kerajaan Allah tapi malah mengalami penderitaan. Sebenarnya oknum penyebab penderitaan bukan hanya diri manusia berdosa. Ada oknum luar yang dengan sengaja menginginkan anak Tuhan menderita supaya jatuh imannya dan meninggalkan bahkan mengutuki Allah. Ialah Setan. Contoh konkretnya yaitu Ayub. Bahkan isterinya malah berkata, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah.” (Ayb 2:9) Yang terjadi di dunia memang merupakan permainan Setan yang berusaha merusak iman Kristen dan menghancurkan umat Tuhan saat mencoba untuk hidup benar. Tapi, Ayub justru Tuhan jaga hingga survive dengan kemenangan. Selain Ayub, Tuhan Yesus juga mengalami hal yang sama. Dengan hidup baik, belum menjamin orang Kristen tak tersentuh kejahatan dan intrik dunia karena Setan terus menyerang. 1 Ptr 5:8 mencatat, “Sadarlah dan berjaga-jagalah. Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” Maka orang Kristen perlu meminta pimpinan Tuhan supaya berjalan sesuai kehendak-Nya dan bukan keinginan pribadi. Ia mengarahkan umat-Nya agar menjadi pekerja-pekerja yang indah dalam misi Kerajaan-Nya. Amin! 160 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 IIm mm ma an nu ue ell Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 18 19 Yohanes 14:18-20 Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu. Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup. 20 Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa–Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Ketika Tuhan memberitahukan kepergian-Nya, semua murid merasa ketakutan karena posisi mereka sangat critical (kritis). Seperti anak yang hendak ditinggal oleh orangtuanya. Dalam kehidupan pelayanan bersamaNya selama 3,5 tahun, keadaan secara fenomena manusia bukan semakin nyaman melainkan tegang walaupun merupakan wadah rohani terindah. Padahal pertama kali mengikuti-Nya, mereka melihat sepertinya semua baik dan indah. Tapi makin Tuhan berbuat kebaikan, mengadakan mukjizat, mengajar, menegur kehidupan dosa serta mengajak bertobat, orang Farisi dan ahli Taurat semakin benci dan marah. Puncaknya yaitu ketika Ia membangkitkan Lazarus. Mereka langsung menyatakan perang dan Ia harus mati. Semua tercatat di Yoh 1 – 11. Para murid mulai bertanya-tanya siapa yang akan menang jikalau Tuhan harus berperang melawan ahli Taurat dan orang Farisi serta pemerintah Romawi. Tapi kenyataan justru terbalik dan mereka harus berhadapan dengan kekuatan besar. Di tengah situasi seperti itu, Tuhan hendak memberi comfort (penghiburan) dan kekuatan untuk menyadari bahwa realita tak sesederhana yang mereka lihat. Terkadang manusia berpikir hanya dalam keterbatasan otaknya serta yang dunia bicarakan dan ajarkan. Inilah kefatalan dalam iman Kristen dan kegagalan menerobos beyond (melampaui) realita dunia. Kekristenan tak diajar untuk terkunci pada segala yang terjadi di sekeliling. Secara manusia memang wajar tapi kondisi tersebut tak sesuai kehendak Tuhan. Ia ingin umat-Nya menerobos keluar sehingga tak terjebak fenomena empiris sebatas panca indera dan logika. Maka dalam Yoh 14:18-20 terdapat beberapa hal dapat dipelajari: Pertama, Tuhan mengajak umat-Nya kembali mengingat akan Imanuel (Allah menyertai kita). Sesungguhnya, 600 tahun sebelum Ia datang ke dunia, Yesaya telah mendapat nubuat bahwa kelak akan lahir Sang Juruselamat yaitu Imanuel. Malaikat juga memberitahukannya pada Yusuf (Mat 1:20-24). 161 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Banyak orang Kristen mengerti “Allah menyertai kita” dalam konteks seperti Tuhan beserta para murid tiap hari muka dengan muka, makan, memberitakan Injil dsb bersama. Meskipun harus pergi, dalam Yoh 14:18 Ia berjanji, “Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu.” Dengan demikian, prinsip God of Immanuel tak berhenti pada indera penglihatan, fenomena dan materi. Ia pasti menjaga umat-Nya selamanya dalam seluruh keberadaan secara materi maupun spiritual. 1. ”Aku datang kembali kepadamu.” (Yoh 14:18) Kepergian-Nya akan membawa kembali penyertaan hidup yang takkan pernah dilepas. Itulah pertama kali kebangkitan-Nya diberitakan sebelum Ia sungguh bangkit. Setelah kebangkitan-Nya, dalam ruang tertutup Ia datang dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” (Yoh 20:19) Dengan demikian, kebangkitan-Nya merupakan bukti penyertaan pertama. 2. Setelah itu, Ia harus naik ke Surga. Sebelumnya, Ia menyuruh para murid menunggu di Yerusalem karena Roh Kudus akan turun ke atas mereka dan memberi kuasa untuk bersaksi hingga ke Yudea, Samaria dan ujung bumi (Kis 1:4-5, 8). Banyak orang beranggapan bahwa yang dimaksud “kuasa” ialah otoritas. Padahal sesungguhnya yaitu kekuatan penginjilan yang mampu mengalahkan Setan. Dalam berita terakhirNya, Ia memberi amanat agung yang tercatat di Mat 28:19-20. Di jaman sekarang, orang Kristen juga menghadapi tantangan dan menjalani kehidupan iman yang sama. Ketika situasi aman dan segala terjamin, kebanyakan orang takkan berpikir tentang yatim piatu. Tapi ketika encounter moment tiba, orang dunia tak tahu pada siapa ia bersandar paling kokoh. Seperti anak yang hidup nyaman tanpa tantangan, takkan berpikir membutuhkan orangtua. Tapi ketika ancaman, kesulitan dan penderitaan terjadi, ia mulai bingung mencari pertolongan mereka. Jikalau tak mendapat jawaban maka saat itu jadi sangat mencekam dan ia mulai frightened (takut), dan lonely karena merasa tak ada yang memelihara, melindungi serta memperhatikan. Demikian pula bayi akan trauma jika tak ada orang yang mendekatinya. Setelah itu, ia jadi acuh tak acuh dan tak takut apapun bahkan siapapun. Selanjutnya, ia tumbuh jadi pemberontak. Di Eropa, orangtua sangat membanggakan anak yang supermandiri. Padahal sikap tersebut merupakan bukti ia trauma hingga tak mau berelasi. Itulah orang humanis murni. Ia beranggapan tak seorang pun dapat diharapkan dan diandalkan. Maka ia berjuang keras sendirian karena menganggap diri sangat tough. Ketika putus asa, yang dipikirkannya hanya bunuh diri. Tak heran banyak anak remaja yang suicide. Kondisi nyaman juga dapat membuat manusia merasa tak butuh Tuhan. Tapi ketika berada dalam kondisi terjepit dan sangat susah, ia baru memanggil Tuhan. Jikalau tak ada jawaban maka that’s the most terrible condition (kondisi paling menakutkan) sepanjang hidup. Namun Ia tak seperti itu. Ia tak pernah mengecewakan. Sebenarnya, kehidupan paling nyaman bukan ketika dapat berbuat dan mengatur apapun sekehendak hati. Sebaliknya, hidup semacam itu paling susah karena tak tahu rencananya akan berjalan atau tidak. Hidup nyaman justru ketika tunduk perintah-Nya karena Ia janji akan memimpin sekaligus memberi jaminan kepastian. Tindakan tersebut bukan sekedar kerelaan hati melainkan atribusi dan status-Nya. Kesulitan, penderitaan dan pergumulan terkurangi dengan kembali bersandar kepada-Nya. Kedua, dalam Yoh 14:19 dengan dua perbandingan, Tuhan mengatakan, “Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi.” Hingga saat itu, para murid masih hidup di realita pertama sehingga hanya dapat melihat di wilayah material. Padahal ada realita kedua, “tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup.” Ayat tersebut merupakan kekuatan sekaligus evaluasi tiap orang percaya. 162 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Hingga di bagian tertentu, perspektif Kristen dan dunia mungkin sama tapi di bagian lain beda total. Hidup melampaui materi. Mati berarti unsur hidup berhenti lalu diproses terbalik. Semua yang di alam semesta pasti berproses. Mahluk hidup mengalami pembaharuan sedangkan benda mati proses pengrusakan pelan tapi pasti. Berarti, tiap benda mati tak statis melainkan pasif. Tapi mahluk hidup takkan membiarkan diri rusak melainkan terus berubah dan bertumbuh. Sel rusak akan langsung diganti yang baru. Kalau tak demikian, berarti sudah dekat kematian. 1. realita dalam kematian, 2. realita dalam kehidupan. Keduanya tak dapat diperspektifkan sama. Perspektif realita kematian berhenti hanya pada aspek materi dan terkunci di wilayah dunia. Padahal dalam hidup, manusia dapat memikirkan sesuatu yang tak di depan mata tapi riil. Contoh, suami yang berada jauh dari rumah selama beberapa minggu, dapat merasa kangen pada istri dan anaknya karena hidup mereka berelasi personal. Relasi tersebut melampaui ruang, waktu dan batasan indera manusia. Kalau tak demikian, berarti orang tersebut sebenarnya sudah mati walaupun masih hidup. Alkitab mengajarkan untuk memandang secara iman. Sebenarnya Tuhan sanggup terus menyertai para murid di dunia karena kematian tak dapat merenggut-Nya. Ia mampu memberitakan Injil dari Yudea, Samaria hingga ke ujung bumi selama bertahun-tahun sampai saat ini sekalipun. Tapi Ia malah pergi karena tak mau mereka terikat oleh-Nya dengan batasan inderawi. Suatu saat semua orang percaya akan berelasi dengan-Nya bukan sebatas materi melainkan relasi yang bersifat hidup. Orang Kristen yang sadar bahwa dirinya ialah mahluk hidup, takkan mau dikunci oleh dunia materi. Apalagi dalam Yoh 14:19 dikatakan bahwa tiap orang yang sudah dalam Tuhan secara rohani akan tetap hidup agar dapat berelasi dengan Kristus secara personal. Itulah jaminan iman Kristen. Banyak agama merelasikan Allah dan manusia sebatas hukum dan aturan. Kierkegaard menekankan relasi tersebut dalam ajaran eksistensialisme. Nietzsche juga seorang eksistensial sejati tapi aspek rohaninya sangat berbeda dengan Kirkegaard yang berpikiran bagaimana ia secara pribadi berhadapan dengan Allah sendiri sehingga terjadi personal encounter (pertemuan pribadi) antara keduanya yang hidup. Kehidupan Gereja tak boleh lepas dari unsur hidup. Pelayanannya juga bukan sekedar activity melainkan hubungan dengan-Nya. Jadi, orang Kristen melayani bukan karena kesediaannya melainkan Tuhan memintanya sehingga ia harus merelakan diri mengerjakannya dengan sungguh. Keinginannya belum tentu sama dengan kehendak-Nya. Itulah konflik kepentingan yang perlu selalu digumulkan. Ia hendaknya mengerti isi hati Allah dan menjalankannya. Inilah hubungan pribadi dan hidup dalam persekutuan denganNya. Ketiga, “Pada waktu itulah (saat kebangkitan Kristus) kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.” (Yoh 14:20) Dengan demikian Kristus jadi mediator sehingga hubungan Allah dan manusia tak lagi jauh. Inilah mistical union yang pertama kali diungkap dalam exclusive teaching of Christ. Dengan semua orang, Ia berhubungan secara dunia. Tapi hanya dengan umat pilihanNya, Ia bersekutu secara essensial dan sangat dekat. Istilah mistical union (kesatuan mistik) tak boleh dimengerti secara duniawi. Dalam pengertian Theology, istilah tersebut berarti hubungan supranatural unik antara Allah kekal dalam rupa Roh dengan manusia yang sementara karena terdiri dari tubuh dan roh. 163 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Dalam konsep agama, yang terjadi malah penyamaan natur. Contohnya, New Age berpendapat bahwa manusia sebenarnya ialah allah. Tubuh yang terlihat hanyalah semu. Aslinya, tiap orang merupakan bagian universal power/mind. Dengan kondisi demikian barulah manusia dan Allah dapat bersekutu. Konsep tersebut logis tapi salah karena terjadi pengrusakan natur dan penyelewengan yang membuat manusia tak kenal diri sendiri. Kunci pengertian tersebut tak boleh lepas dari konsep Imago Dei yaitu manusia dicipta menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:27). Dalam Roma 8:29 baru dijelaskan bahwa manusia dicipta serupa gambaran AnakNya. Maka Kristus jadi pattern (model) manusia meskipun beda kualitas. Lalu kemungkinan persekutuan Kristus dan umat-Nya dikatakan, “menjadi yang sulung di antara banyak saudara.” Relasi tersebut berimplikasi bahwa iman Kristen tak mengapung di atas realita dunia. Maka orang Kristen bersatu dengan Kristus bukan hanya ketika merenung, meditasi, kebaktian atau berada dalam nuansa rohani di Gereja. Konsep Kristen sejati tak membatasi seperti itu. Total life orang Kristen sesungguhnya ialah hubungannya dengan Tuhan. Amin! 164 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 R Ro oh hK Ku ud du us sd da an np pe en ng ga ajja arra an n iim ma an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 14:25-26 25 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama–sama dengan kamu; 26 tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama–Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu. Pentakosta merupakan kekuatan besar dan indah dalam kehidupan orang percaya di tengah jaman yang semakin gelap. Dalam perjalanan sejarah, dunia makin menjadi postmodern yang relativistik, skeptik dan agnostik karena pada hakekatnya manusia telah mencapai titik di mana ia mulai kecewa serta putus asa khususnya ketika hendak mengerti kebenaran, melakukan pertimbangan dengan tepat, mengambil keputusan dan hidup secara benar. Ketika ia meyakini sesuatu itu benar, suatu saat terbukti anggapannya salah. Karl Popper, filsuf science, pernah menekankan bahwa dunia terus berteori dan tiap teori hanya menunggu kejatuhannya. Tapi manusia tak boleh berhenti berteori karena sangat diperlukan. Akhirnya muncullah falsification (false = salah) di mana tiap orang hanya melempar teori termasuk science. Contohnya, dulu selama ribuan tahun, teori geosentris (oleh Ptolemeus) dipercaya benar. Suatu saat Galileo menumbangkannya dengan teori heliosentris yang kemudian didukung oleh Copernicus. Padahal juga belum tentu benar. Contoh lain, dulu orang juga percaya pada teori Newton. Sekarang, teori tersebut dianggap kuno dan tak akurat. Sebagai gantinya, muncullah teori relativitas oleh Einstein. Maka terjadilah pergeseran paradigma. Ilustrasinya, teori falsifikasi diibaratkan seperti segenggam jagung dilempar ke tengah sekumpulan ayam. Orang yang melemparkannya tinggal menunggu jagung tersebut habis. Setelah itu, dilemparkan lagi segenggam jagung dan seterusnya. Selain Karl Popper, ada filsuf science lain yang juga sangat terkenal yaitu Thomas Kuhn. Ia berpendapat bahwa dunia science menjadi sekedar permainan pergeseran paradigma. Sebenarnya dengan segala macam teori, dunia hanya ingin mencapai kebenaran asasi. Di dunia, manusia masuk ke dalam ketegangan di mana sifat skeptisisme dan pragmatisme mulai meracuni hingga tak seorangpun berhak menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa pegangan hidupnya benar. Abad 21 sungguh mendapat warisan postmodern system dari abad 20 yang mirip gerakan sophies di jaman filsafat Yunani kuno. Dalam gerakan tersebut juga tiap hari ada orang berteori baru hingga dibentuk teater khusus yaitu aeropagus. Paulus pernah mengajar Kekristenan di sana. Bahkan 200 tahun sebelum Tuhan lahir ke dunia, skeptisisme, agnostik dan relativisme telah merajalela. Harus disadari bahwa masalah tersebut memang tak dapat diselesaikan selamanya. Sesungguhnya dunia mendapat conviction (keyakinan) 165 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akan kebenaran hanya dari Kristus (Yoh 18:37). Ironis-nya, ketika berhadapan dengan-Nya, Pilatus dengan sinis langsung jawab, “Apakah kebenaran itu?” (Yoh 18:38a) Sebenarnya ia tak bermaksud bertanya melainkan justru tak mau tahu tentang kebenaran. Ayat 38b mencatat bahwa setelah itu ia langsung keluar. Semakin mau belajar, dunia makin jatuh ke dalam skeptisisme karena ketika mencari kebenaran, mereka malah melupakan, menolak dan tak berusaha menemukan sumbernya terlebih dulu yaitu Allah. Padahal semakin pandai, seharusnya makin sadar sedang bermain dengan kebenaran palsu. Inilah gejala ironik yang fatal dalam dunia akademis modern. Itu pula titik pertama mereka membodohi diri sendiri karena mengabaikan Ams 1:7. Secara signifikan, orang yang bukan anak Tuhan sejati takkan memiliki Roh Kudus dalam dirinya. Tuhan pernah berdoa, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu.” (Yoh 17:9) Pengajaran Kristus sesungguhnya terdiri dari tiga level berdasarkan cara Ia mengajarkannya yang berbeda dengan kebanyakan guru: 1. general teaching (pengajaran umum). Seringkali Ia menggunakan cerita dan perumpamaan tanpa penjelasan lebih jauh apalagi doktrin penting karena didengar oleh banyak orang. Pengajaran tersebut bersifat sangat dasar. 2. extensial teaching. Pengajaran tersebut diberikan pada kelompok kecil terdiri dari mereka yang berkomitmen kepada-Nya. Mereka biasanya bertanya dan minta penjelasan yang tak diperoleh dalam general teaching. Contohnya tercatat di Mat 13. Dan mereka mampu mengerti karena telah mendapat anugerah (Mat 13:10-13). Namun Ia tetap tak membuka beberapa bagian. 3. exclusive teaching. Pengajaran tersebut hanya bagi murid sejati. Jikalau didengar oleh murid palsu, ia takkan mampu mengerti. Sebaliknya malah memanipulasi dan menyesatkannya. Banyak orang Kristen berpikir bahwa Roh Kudus akan membuat hal spektakuler. Padahal itu bukan misiNya. Kalau sekedar mukjizat dsb, dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru sebelum Roh Kudus turun, semua dapat dikerjakan. Banyak juga yang menyalahgunakan dengan menyatakan bahwa Ia menyebabkan kesurupan. Pengertian tentang Ia tinggal dalam diri anak Tuhan memang sulit dimengerti sebelum terjadi pertobatan. Cara kerja-Nya tentu beda dengan Setan yang suka menguasai dan merasuk orang hingga tak sadar sedangkan Ia memimpin. Beberapa Gereja rusak karena mengatasnamakan pekerjaan Setan sebagai karya-Nya. Contoh, ketawa sambil berguling-guling tiada henti bahkan berhari-hari. Pekerjaan Roh Kudus membuat orang Kristen berada dalam Tuhan. Inilah the main point. Yoh 14:25-26 menunjukkan bahwa pengertian tentang Dia harus dikoneksikan dengan pusat-Nya yaitu Kristus. Selain itu juga dijelaskan bahwa Ia memiliki dua tugas di dunia, “Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah (Kristus) Kukatakan kepadamu.” Ia takkan pernah mengajar dari Diri-Nya karena Kristuslah Firman yang berinkarnasi (Yoh 16:13-15). Maka jikalau ada yang mengatakan bahwa Ia memberi ajaran baru yang bertentangan dengan Kristus, itu pasti pekerjaan Setan. Dengan demikian, signifikansi hari Pentakosta antara lain: Pertama, peranan Roh Kudus dalam pengajaran iman, kebenaran dan prinsip Firman. Di dunia, Roh Kudus berposisi sebagai pengganti Kristus setelah kenaikan-Nya. Maka Ia menjadi sumber kebenaran dalam diri orang percaya. Inilah anugerah pertama terbesar dan terutama. Betapa bahagia anak Tuhan yang dididik dengan ketajaman pengertian karena sumber kebenaran telah jadi bagian hidupnya. Berbahagialah orang yang takluk dan tunduk kepada Allah. Realita tersebut tak dapat dimengerti dengan logika apalagi 166 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 perasaan. Tanpa semua itu, orang berani menaikkan diri melampaui segalanya, melakukan dan mengatakan apapun. Roh Kudus takkan berbagi dengan kegelapan. Prinsip kebenaran timbul dalam hidup orang Kristen karena Ia mulai mencerahkan pikirannya. Untuk itu, takkan ada gejala aneh. Memang Alkitab mencatat empat tanda turunnya Roh Kudus yaitu di Yerusalem, Yudea, Samaria dan ujung bumi. Setelah itu, takkan pernah terjadi lagi. Di Yerusalem, Ia turun dalam rupa lidah api ke atas kepala para rasul agar semua orang mengetahui penggenapan janji-Nya. Lalu mereka langsung berkhotbah dalam bahasa Yahudi tapi terdengar dalam 14 bahasa (Kis 2:1-13). Akibatnya, 3000 orang bertobat. Namun intinya bukan pada lidah api melainkan adanya perubahan internal. Ketika belum bertobat, Paulus menganggap diri paling pandai dan benar. IQ-nya memang sangat tinggi dan tahu segala pengetahuan seperti Taurat, filsafat Yunani dan Yahudi. Tapi setelah pertobatan, ia mengaku bodoh karena tak mengerti bahwa kebenaran sejati justru berada dalam Kristus sehingga tega membunuh para murid. Kedua, pekerjaan Roh Kudus memimpin dan mencerahkan pengertian interpretasi orang Kristen tentang kebenaran. Ketika Tuhan mengajar, tak semuanya dapat segera dimengerti karena tak mudah menangkap terobosan pemikiran melampaui logika. Contoh, Yoh 14:1-14. Namun suatu hari Roh Kudus pasti membuat mereka mengerti maksud Tuhan. Orang Kristen cenderung lebih suka iman yang sesuai logika. Padahal bagian tertinggi Alkitab justru sangat tajam dan teliti hingga melampaui pemikiran. Maka diperlukan interpretasi realita yang tepat. Dan itu di luar kuasa manusia. Ironisnya, mereka seringkali take it for granted. Ketiga, Roh Kudus mengingatkan orang Kristen akan segala perkataan Kristus atau Firman yang sangat solid. Hanya mereka yang lahir baru dan mendapat pembasuhan darah-Nya boleh menikmati anugerah tersebut. Ia mencelikkan dan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh 16:7-11). Ia takkan membiarkan umat Allah bermain dengan dosa. Tanpa-Nya, manusia dengan tenang berbuat dosa mengikuti bisikan Setan. Ketika diingatkan, ia malah marah dan melawan. Selain mengingatkan, Ia juga memberitahukan kebenaran yang seharusnya dijalankan. Ia memimpin anak Tuhan masuk ke dalam righteousness (kebenaran berproses) dan bukan truth (kebenaran azasi). Hanya Kristuslah the Truth sedangkan manusia masih harus diproses dalam kebenaran. Kadangkala orang Kristen enggan membaca Alkitab dengan sungguh. Padahal Roh menyatakan Diri melalui Firman. Semua yang pernah dikatakan sebelumnya pasti digenapi. Alkitab mencatat mulai dari dunia dicipta hingga kesudahannya, atau dari alpha menuju omega poin. Dengan kata lain, Firman menyatakan totality sejarah manusia. Orang Kristen seharusnya membaca Alkitab mulai dari bagian awal hingga terakhir berulang kali namun tak perlu dihafalkan. Dengan demikian, ia dapat mengalami Roh Kudus yang senantiasa mengingatkan dan menguatkannya. Di tengah kondisi sulit, tiba-tiba Firman muncul kembali dalam ingatan meskipun ayatnya tak hafal. Ketika mendengar ajaran sesat, Firman langsung menyadarkannya. Sedangkan ketika tak ada masalah, Firman yang pernah dibaca sepertinya mengendap dalam pikiran. Roh Kudus juga mengingatkan adanya keadilan mutlak dari Tuhan. Penghakiman yang tercatat di Yoh 16:11 sangat positif. Orang Kristen seharusnya menyadari bahwa penghakiman pasti datang. Jadi, ketika difitnah atau diperlakukan secara tak adil, ia sebaiknya tenang dan tak membantah karena Roh Kudus mengetahui perbuatan dan pikirannya. Karena orang lain tak tahu motivasinya hingga timbul rasa tak percaya maka penjelasan tak berguna sama sekali. Makin bereaksi menunjukkan Roh Kudus tak ada dalam dirinya hingga ia merasa ketakutan. Padahal ketika anak Tuhan dipermainkan maka itu menjadi urusan Allah. 167 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Selain itu, penghakiman juga dapat berkonotasi negatif. Ketika berdosa, orang Kristen pasti menerima hukuman karena Roh penghakiman tinggal dalam dirinya. Ia berusaha menghalanginya berbuat dosa. Orang lain dapat dikelabui tapi Roh Kudus tidak. Jadi, penghakiman seharusnya membuat orang Kristen lebih tenang dalam pelayanan. Roh Kudus merupakan kekuatan untuk melangkah dan tetap hidup dalam terang di tengah dunia yang makin gelap. Di dunia yang skeptik, ia telah memiliki kebenaran pasti. Ketika dunia bingung dengan segala keputusan hidup, ia dengan tenang dapat minta pimpinan-Nya yang tak mungkin salah. Amin! 168 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe errd da am ma aiia an ny ya an ng gs se ejja attii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 27 Yohanes 14:27 Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera–Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Selain menjanjikan Roh Kudus, Tuhan memberi janji lain yang juga sangat exclusive, “Damai sejahtera- Ku tinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” (Yoh 14:27) Situasi yang sulit dan kritis memang wajar kalau membuat para murid takut, kuatir dan panik. Sepanjang surat Yohanes sebelum ayat tersebut, Ia belum pernah membicarakan damai sejahtera yang bermakna sangat mendalam karena memang diberikan khusus bagi murid-Nya. Ada perbedaan kualitatif antara peace yang dari Tuhan dan dunia. Damai sejahtera yang dibicarakan oleh dunia tak berisi. Sedangkan yang daripada-Nya merupakan buah Roh sebagai tanda keunikan para muridNya. Damai tersebut diberikan agar mereka yang telah dihidupkan dalam Roh atau menikmati penebusan Kristus tetap menjalankan kehendak-Nya dengan sungguh. Lebih jelasnya, qualitative differences tersebut akan dijabarkan sebagai berikut: Pertama, damai sejahtera Kristus itu riil/sejati karena tak tergantung pada segala situasi. Yoh 14:27 menunjukkan bahwa realita tak berubah. Damai sejahtera-Nya juga tak meniadakan realita. Para murid tetap dalam bahaya sedangkan Tuhan akan dianiaya dan disalibkan. Orang Kristen seringkali menginginkan damai yang dari dunia melalui perubahan situasi. Maka ia takkan merasa damai dalam keadaan ketakutan dan terancam atau di tengah penganiayaan. Itulah damai versi sekuler. Damai yang dari luar hanya virtual atau palsu. Damai semacam itu merupakan akibat perubahan di luar diri. Ketika ancaman tak ada, ia baru merasa damai. Sebenarnya itu hanyalah suatu kebetulan tak ada ancaman. Kalau ancaman kembali datang, ia merasa tak damai lagi. Jadi, lingkungan membuatnya damai atau tidak. Damai sejahtera sejati seharusnya memampukan tiap anak Tuhan untuk keluar dari segala situasi sehingga tak mudah dipermainkan oleh kondisi yang makin bergolak sekalipun. Damai tersebut sanggup melampaui semua itu karena tergantung pada Allah sebagai Sumber kekuatan. Seorang pelukis hendak menggambarkan damai sejahtera sejati. Ia melukis seekor merpati putih yang dengan tenang hinggap di batu karang besar di tengah laut bergelombang hebat. Burung tersebut merasa tak perlu takut karena batu karang itu cukup memberi rasa aman. 169 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Damai sejahtera orang Kristen dimungkinkan mempunyai stabilitas karena adanya the real peace. Kekuatannya bersama pimpinan Allah yang hidup menjadikannya tak mudah diganggu ketika melangkah, berjuang dan menerobos di tengah dunia. Sedangkan orang dunia pasti terbawa ketika lingkungan sekitarnya kacau karena damai sejahtera tergantung pada perasaan hati. Kedua, the inner peace yaitu damai sejahtera yang muncul dari dalam diri sendiri. Tapi beda dengan damai yang keluar dari hati secara duniawi. Ketika hendak melakukan kehendak-Nya, timbullah damai sejahtera Allah yang akan menyertai dan memenuhi hati. Ketika harus berhadapan dengan kesulitan dan tantangan dalam mengerjakan tugas pelayanan-Nya, damai sejahtera sejati segera meluap keluar. Inilah perbedaan antara anak Tuhan sejati dengan orang dunia yang egois. Ketika memberitakan Injil, Paulus dipukul, disesah lalu dipenjarakan. Kebanyakan orang menduga ia akan marah terhadap Tuhan. Tapi ia justru menyanyi, memuji dan bersyukur kepada Allah. Akhirnya, semua sendi penjara terbuka. Dan kepala penjara langsung bertobat. Damai sejahtera sejati membuatnya memiliki sikap, cara pandang dan berurusan dengan dunia yang sangat berbeda. Doa Tuhan di Yoh 17 juga sangat exclusive, “Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab mereka adalah milik-Mu.” (ayat 9) Lalu dikembangkan lagi di ayat 20, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka.” Selain itu, Ia juga berdoa, “Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka daripada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” (ayat 15-18) Ketika Tuhan disalibkan bukan karena berdosa melainkan difitnah dan diperlakukan sangat tak adil, orang banyak malah mengejek, “Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah.” (Luk 23:35) Kalimat tersebut menyakitkan. Tapi damai sejahtera-Nya justru melimpah keluar dengan berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34) Damai sejahtera yang melimpah keluar dari hati justru membuat orang percaya berani melangkah dalam kebenaran Tuhan meskipun mendapat serangan dari luar. Sebaliknya, dunia berusaha memberikan kondusif atmosfer. Semua diorientasikan pada kepentingan manusia. Maka mereka akan merasa tak damai jikalau dirugikan. Tapi ketika merugikan atau menjatuhkan orang lain, mereka merasa damai sejahtera karena mendapat keuntungan. Ironisnya, banyak orang Kristen juga memakai istilah damai sejahtera dari dunia yaitu ketika keinginannya tercapai atau kebutuhannya terpenuhi. Mereka baru merasa damai kalau memiliki persekutuan yang indah atau mendapat dukungan dari banyak teman. Ketika berdosa lalu ditegur, mereka marah karena tak damai lagi. Dunia saat ini berada dalam dua tegangan besar. Di satu pihak, sepertinya mengglobal dalam relativitas relasi. Dulu, seseorang yang perlu bicara dengan orang lain harus pergi menemuinya karena tak ada sarana komunikasi. Sejak telpon diciptakan, komunikasi jadi lebih mudah tapi tak bisa melihat mimik wajah lawan bicara. Sekarang, internet membuat relasi makin luas hingga menjangkau seluruh dunia. Tapi relasi tersebut hanyalah virtual (maya) reality. Sepertinya kenal namun sesungguhnya tidak karena belum pernah bertemu. Yang diajak bicara sebenarnya ialah layar komputer. Istilah virtual reality bersifat paradoks karena realita 170 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 itu riil bukan semu. Hal tersebut makin tak disadari. Akibatnya, dunia makin individual di mana tiap orang lebih suka menyendiri di depan komputer dan tak lagi mau peduli pada orang lain. Tanpa komputer, ia merasa kehilangan relasi. Akhirnya, di tengah tekanan atau depresi berat ia tak tahan lalu lari ke tindakan ekstasi seperti narkoba. Sesungguhnya, tak perlu menuntut orang lain untuk memberikan damai sejahtera. Ketiga, the divine peace yaitu damai sejahtera ilahi dari Roh Kudus. Damai sejahtera merupakan atribusi Allah. Maka tak mungkin terjadi konflik. Damai tersebut menyatu integral dengan semua sifat ilahi lainnya seperti kebenaran, keadilan, kesalehan, kesucian, keagungan dsb. Damai dunia terkait dengan ego dan direkayasa oleh manusia. Maka damai yang muncul dari dunia sekuler itu tak sesuai atribut dan citra ilahi sejati. Di dunia, orang cenderung mencari damai palsu dan immoral yang merusak serta meracuni pikiran dan saraf. Misalnya, perokok takkan merasa damai tanpa rokok. Akibatnya, semakin mengejar damai, dunia makin berdosa dan liar. Semakin rusak, mereka juga makin tak damai. Maka kerusakan yang terjadi semakin parah. Demikian seterusnya hingga mereka mati. Seharusnya mereka kembali kepada Tuhan agar diberi the divine peace. Ketika memperoleh kesempatan tersebut, jangan biarkan lolos. Kalau tidak, betapa ruginya karena mereka akan terus hidup dalam kegalauan dan takkan pernah tenang selamanya. Tuhan menghendaki tiap anak-Nya memiliki nuansa Surga di tengah dunia. Maka Ia memberi banyak perlengkapan. Situasi yang dialami oleh orang percaya memang tak beda dengan dunia. Mungkin juga menikmati damai yang sama. Asalkan bersedia kembali bertobat, tunduk, mengaku dosa, minta dibasuh dengan darah-Nya, tinggal dalam Dia dan seumur hidup menjalankan kehendak-Nya maka the true peace akan berada bersama setiap anak-Nya. Amin! 171 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 A Ak ku ud da atta an ng gk ke em mb ba allii k ke ep pa ad da am mu u Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 14:28-29/ Lukas 22:14-20 Yohanes 14 28 Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa–Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku. 29 Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. Lukas 22 14 Ketika tiba saatnya, Yesus duduk makan bersama–sama dengan rasul–rasul–Nya. 15 Kata–Nya kepada mereka: "Aku sangat rindu makan Paskah ini bersama–sama dengan kamu, sebelum Aku menderita. 16 Sebab Aku berkata kepadamu: Aku tidak akan memakannya lagi sampai ia beroleh kegenapannya dalam Kerajaan Allah." 17 Kemudian Ia mengambil sebuah cawan, mengucap syukur, lalu berkata: "Ambillah ini dan bagikanlah di antara kamu. 18 Sebab Aku berkata kepada kamu: mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang." 19 Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah–mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata–Nya: "Inilah tubuh–Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku." 20 Demikian juga dibuat–Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah–Ku, yang ditumpahkan bagi kamu. masih termasuk berita atau pengajaran sangat exclusive dari Kristus tentang jalan hidup Kristen. Bagian tersebut merupakan penekanan yang sebenarnya telah dibuka-Nya sejak pertama kali pengajaran exclusive. Yoh 14:28-29 Tuhan belum pernah membicarakan dengan orang lain mengenai misi utama kehadiran-Nya di dunia. Ia baru mengatakan hanya pada murid sejati. Memang ketika memberitakan bahwa Diri-Nya harus pergi ke Yerusalem menanggung banyak penderitaan, keduabelas murid mendengar. Itulah fakta sejarah bahwa Mesias, Juruselamat manusia atau Anak Allah yang hidup harus mati lalu bangkit pada hari ketiga. Tapi belum dijelaskan karena hanya dapat diterima oleh umat pilihan yang telah diubahkan atas anugerah-Nya. Ketika hendak mengerti kebenaran Firman, logika manusia yang telah dikunci oleh dosa dan konsep sekuler, tak mudah menerimanya. Yang mudah diterima seringkali bukan kebenaran sejati melainkan 172 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 konsep yang ada di dunia berdosa lalu dimodifikasi hingga langsung sesuai hati dan pikiran manusia. Contoh, orang dunia pasti setuju dengan berita, “Berbahagialah kamu yang kaya dan celakalah kamu yang miskin” atau “Anak Tuhan yang baik pasti diberkati dan kaya. Kalau tak kaya berarti belum diberkati.” Tapi ketika naik ke atas bukit, Tuhan berkhotbah, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, … Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu … Tapi celakalah kamu, hai kamu yang kaya, … Celakalah kamu, jika semua orang memuji kamu; …” (Luk 6:20, 22, 24 dan 26) Para murid mulai kesulitan dan merasakan perbedaannya. Mungkin sebagian orang Kristen juga tak suka membacanya. Bahkan Petrus tak mengerti malah membantah pemberitahuan Kristus tentang penderitaanNya kelak, “Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” (Mat 16:22) Pemberitaan Tuhan mengenai kepergian-Nya (Yoh 13:31 s/d Yoh 14) menimbulkan perdebatan rumit di antara para murid. Semakin dibahas, konsep mereka makin kacau. Lalu Ia jelaskan sepanjang pasal 14. Setelah itu, Tuhan kembali ke topik pertama, “Kamu telah mendengar bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku …” (Yoh 14:28) Dengan kata lain, Ia menunjukkan bahwa sebenarnya para murid tak rela melepaskanNya pergi. Prinsip mereka sangat egois. Sejak dulu mereka mengharapkan-Nya jadi Mesias, lebih tepatnya Pendiri sekaligus Penguasa Kerajaan Daud. Sehingga mereka mendapat posisi sebagai perdana mentri, mentri, panglima, kepala militer, kepala departemen dsb. Semua orang harus tunduk pada kekuasaan mereka. Pemikiran semacam itu salah dan terlalu duniawi maka Ia mengajak untuk melihat pengharapan hidup Kristen yang tak terkunci dalam kesementaraan. Banyak orang Kristen memiliki target hidup serta cara mengambil keputusan, attitude (sikap) dan tindakan yang sangat duniawi. Kunci seluruh relasi mereka berhenti di format dunia yang sangat material. Tak harus berbentuk uang tapi semua aspek berorientasi pada materi karena mereka tak mampu menerobos pada kekekalan. Menurut Mzm 90:10, “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, …” Kalau hidup orang Kristen sudah diserahkan untuk melayani dan setia beriman maka ketika tiba saatnya pergi bertemu Tuhan, ia harus dilepaskan karena dunia bukan tempat enak melainkan menimbulkan stres, tegang dan susah. Paulus di Flp 1:21-22 mengatakan, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah (bertanggungjawab dan jadi berkat bagi orang lain).” Justru ketika semua tugas selesai, itulah saat terindah. Sebaliknya kalau belum bertobat, sebaiknya tak segera pergi karena ia pasti sengsara dan binasa di Neraka selamanya. Sedapat mungkin ia dipertahankan dan diinjili agar kembali kepada Tuhan. Banyak orang mengira kekekalan (eternity) sama seperti dunia yang sementara. Padahal sesuatu yang kekal takkan berubah. Perubahan membutuhkan proses dan waktu. Sedangkan kematian bersifat selamanya. Semua sejarah, agama bahkan hati nurani menyadarinya. Fakta tersebut tak dapat ditolak. Sekali masuk ke Surga atau Neraka, manusia takkan bisa pindah. Pendapat yang mengatakan bahwa di sana dapat terjadi perpindahan, termasuk kebodohan illogical pemikiran orang yang tak tahu essensi kekekalan. Kebanyakan orang termasuk yang Kristen hanya memikirkan diri. Mereka mempertahankan orang lain demi kepentingan sendiri. Melepas kepergian pun mungkin disebabkan karena biaya sudah terlalu banyak. Inilah jiwa berdosa. Kristus harus turun ke dunia bukan untuk pekerjaan ringan. Ia datang di kandang gelap, penuh jerami kotor dan bau. Ialah Anak Allah Pencipta sekaligus Pemilik alam semesta yang tak dibatasi oleh waktu dan ruang tapi harus lahir dalam rupa bayi, bukan sebagai anak raja atau orang kaya melainkan tukang kayu. Orang yang berkemampuan ketika tiba-tiba lumpuh, ia jadi sangat stres. Apalagi Tuhan yang 173 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 berkemampuan luar biasa, jadi tak bisa makan, jalan dsb layaknya bayi. Ia sangat menderita tapi manusia tak menghargai-Nya. 600 tahun sebelumnya, Yesaya mengungkapkan, “He is the Man of sorrow.” (Yes 52:13 s/d Yes 53) Sejak kecil Ia kerja keras tiap hari menghidupi keluarga. Hingga dewasa, Ia tak punya kedudukan, uang, rumah dll. Di Mat 8:20, Ia berkata pada para pengikut-Nya, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Namun para murid tak memikirkan penderitaanNya. Sesungguhnya Ia tak bersalah tapi seluruh dunia menjepit lalu menyiksa, melecehkan, menghina dan membunuhNya. Yang melakukan semua itu justru orang beragama dan politik. Kata-Nya pada para murid di Luk 22:18, “… mulai dari sekarang ini Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur sampai Kerajaan Allah telah datang.” Padahal Ia telah mengajar dengan hebat, memberi sangat banyak berkat dan menyembuhkan orang. Ketika mengadakan perjamuan malam terakhir, Ia berpesan, “… perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk 22:19) Kesengsaraan dunia sesungguhnya merupakan essensi dosa. Namun orang tak menyadari bahwa dunia telah rusak, meskipun secara logika seharusnya tahu. Fakta tersebut diputarbalikkan dengan mengatakan bahwa dunia ini menyenangkan dan manusia pada hakekatnya baik. Dosa hanyalah kelemahan manusia. Sebenarnya dunia mempromosikan keberdosaan. Semakin orang berpendapat atau bertindak, makin membuktikan dosa ada. Masalah tersebut tak terselesaikan walaupun dengan segala upaya karena memang tak dimungkinkan. Bumi di Denpasar menyatakan bahwa perjuangan selama 10 tahun hopeless karena dunia makin tak nyaman. Saat ini terjadi krisis energi. Selain itu, pencemaran mencapai tingkat menakutkan. Moral dan ekonomi juga hancur total karena filsafat utilitarianisme serta permainan saham yang menguasai trading. Kepentingan kaitan globalisasi sangat mengerikan karena ekonomi, politik, militer dan sosial jadi molding yang complicated sekali. Mungkin cara penyelamatan ekonomi dunia yang kelak dijalankan yaitu perang agar business senjata berkembang pesat. Jadi, perang bukan sekedar pertengkaran antar negara. Ada pengaturan dan perencanaannya karena membutuhkan biaya sangat besar. Manusia seharusnya sadar kalau berdosa dan mawas diri. Itulah titik awal perubahan. KTT Target terakhir perjuangan hidup (the real purpose) ialah kembali kepada Bapa di Surga yang lebih besar daripada Kristus (Yoh 14:28). Yang dimaksud bukan dalam arti status tapi Ia mengajak para murid memandang kepada Bapa sebagai Raja di atas segala raja di seluruh alam semesta. Itulah hidup sejati. Sedangkan mati bukan sekedar nafas berhenti. Kematian sejati yaitu terpisahnya manusia dari Allah. Di Kej 2:17 Tuhan berkata pada Adam, “… tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” Sejak melanggar perintah tersebut, hubungannya dengan Allah putus. Ia dan istrinya diusir dari taman Eden. Lalu Kristus menebus dan menyelamatkan sehingga manusia dapat bersekutu kembali bahkan boleh memanggil-Nya Bapa. Meskipun memperoleh seluruh dunia tapi akhirnya nyawa binasa, semua tak berarti lagi. If you do something, you should know exactly the purpose. Sehingga bersemangat ketika mengerjakannya. Tanpa tujuan jelas, tak perlu dikerjakan karena percuma saja dan buang waktu. Dunia management mengajarkan organizing, planning, dsb. Tapi mereka tak tahu tujuan akhir hidup. Tuhan menghendaki sasaran hidup orang Kristen jelas. Bagian akhir dari Yoh 14:28 tak boleh dimengerti menurut versi saksi Yehova yang menipu seolah-olah lebih mengerti. Orang Kristen tak boleh menghakimi mereka yang bernubuat tapi di Alkitab ada dua macam nabi yaitu asli dan palsu. Nubuatan nabi palsu takkan terjadi karena bukan dari Allah, seperti tokoh saksi Yehova yang lima kali bernubuat bahwa Yesus akan datang. Nabi Tuhan harus dihormati dan ditaati karena bernubuat atas nama-Nya. Tapi hukuman bagi yang palsu ialah dirajam mati untuk menghargai integrity Allah. Demikian pula mereka yang berzinah supaya kesucian dan kebenaran-Nya tak dipermainkan. 174 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Banyak orang kerja keras tapi hidup mereka dibuang. Tanpa memikirkan Tuhan, berjuang di dunia jadi susah. Dengan memikirkan-Nya bukan berarti jadi tak susah. Seluruh perjuangan perlu dievaluasi kembali, masih terkait dengan Surga atau kelak dibuang sia-sia total. Hingga saat ini, negara maju sekalipun tak mampu menghindari banjir dan badai besar. Maka manusia harus bersandar kepada-Nya karena hidupnya rentan dan berdosa. Cara berpikirnya harus diubah, bukan mengikat diri dengan dunia tapi menerobos ke atas dan melihat kehendak Tuhan. Amin! 175 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 E Es se en ns sii iim ma an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 29 Yohanes 14:29 Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. termasuk pergumulan kesimpulan dari seluruh pembicaraan (Yoh 13:31 s/d Yoh 14:28). Ada dua aspek keunikannya. Ayat tersebut termasuk prinsip nubuatan yaitu berita dinyatakan terlebih dahulu lalu ditunggu waktunya hingga akhirnya digenapi dan menghasilkan iman. Sebelum masuk ke konsep tersebut, intinya harus diperdalam. Yoh 14:29 Injil Yohanes ditulis sekitar 40-50 tahun setelah Injil Matius, Markus, Lukas yang mengungkap sejarah keberadaan Kristus di dunia, beredar. Ketiga Injil tersebut mempunyai tujuan dan sasaran masing-masing maka kronologinya beda. Maksud penulisan Injil Yohanes merupakan esensi pemberitaan pasal 14 dan juga menjadi target Tuhan yaitu supaya banyak orang percaya. Itulah prinsip terakhir semua tindakan dan perkataan-Nya. Sedangkan Yoh 20:30-31 merupakan kesimpulan Injil tersebut. Selain kronologi, ada penataan topikal yang diharapkan tercapai. Juga diperlukan multidimensi untuk melihat kehadiran-Nya sehingga tak cukup hanya satu Injil dengan satu segmen sudut pandang karena dimensi pengertian Injil jadi sangat terbatas. Injil Yohanes justru memberi wawasan sangat beda yang diungkap bukan secara kronologis melainkan Theologis (prinsip iman sejati). sepintas seperti sekedar urutan logis. Sebenarnya ayat tersebut merupakan esensi kehidupan terutama yang Kristen. Dalam hidup, kepercayaan dasar atau iman sangat serius hingga mempengaruhi tingkah laku, perkataan, pilihan dan keputusan. Tiap orang pasti memilikinya dalam diri dan memutlakkannya tanpa mempertimbangkan kebenaran. Maka ketika orang lain mulai mengusik isi hatinya terdalam yang disembunyikan dengan sangat rapi, ia marah. Dalam kondisi terdesak, akhirnya keluar modal terakhir yaitu ‘pokoknya …’. Setelah itu sebaiknya lawan bicara tak bertanya lagi dan diskusi segera diakhiri karena akan menimbulkan pertengkaran. Yoh 14:29 Sosiolog Erich Fromm mengatakan, “Don’t ask whether they have faith or not, but please ask what kind of faith they have.” Mungkin 80 % manusia di dunia tak menggumulkannya secara serius. Orang Kristen juga belum tentu sejati imannya. Di jaman sekarang, iman berada dalam kondisi sangat rumit. Dulu selalu timbul protes dan konflik jikalau ada yang pindah agama. Setelah tahun 60, peristiwa semacam itu tak terjadi. Apalagi dengan trend postmodernisme relativisme, para anak muda memiliki filosofi sangat beda dengan orang berusia 50-70 tahun. Mereka dapat beriman Kristen sekaligus atheist, humanist, Buddhist hingga berani menyatakan percaya semua aliran dan agama yang sebenarnya saling kontradiksi dan takkan bersatu. Dalam pengertian mereka terjadi dan terbiasa dengan kondisi multilayers of faith (iman berlapis-lapis). Sebenarnya mereka menutupi iman sejatinya. Kondisi semacam ini paling bahaya. 176 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Pengalaman para murid tak terlalu beda dengan kondisi di atas. Dalam pembicaraan Yoh 14 mereka telah mengikut Tuhan selama 3½ tahun, menjelang penganiayaan, penyaliban, kematian dan kebangkitan-Nya. Pembicaraan tersebut telah mencapai kondisi advance dan kalau ditanya, mereka pasti tegas menyatakan percaya kepada Yesus, Sang Mesias, Anak Allah yang hidup. Itulah statement of faith dari Petrus di Mat 16:16. Tapi mereka belum sungguh percaya melainkan masih dalam dualisme konsep karena iman tak sederhana. Ada orang beranggapan, yang penting dan mendasar bagi keselamatan hanyalah percaya kepada Tuhan. Kalau demikian, sama dengan Setan percaya kepada-Nya. Seharusnya beda. Matius 7:21-23 mengatakan, mereka yang memanggil-Nya Tuhan tak jadi masuk ke Surga melainkan dibuang ke Neraka. Padahal telah membuat banyak mukjizat hebat. Kadangkala manusia memudahkan istilah ‘percaya’. Maka di Yoh 14:29 Kristus mengatakan, “Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.” Kalau Ia tak memberitahu lebih dahulu, para murid pasti sulit percaya. Mereka terus mendebat-Nya sepanjang pembicaraan tersebut, merupakan bukti belum percaya. Kalau sungguh percaya, jawaban mereka seharusnya sangat simple yaitu amin. Iman bukan kalimat yang boleh sekedar diungkapkan lalu dianggap selesai. Namun iman Kristen sejati belum terjadi hingga saat ini. Dalam pergumulan Yoh 14 ada beberapa hal untuk merefleksi dan mengevaluasi iman tiap orang Kristen: Pertama, kaitan iman dan realita. Fakta dan iman beda. Para murid mengetahui fakta Tuhan mengadakan mukjizat dan mengajar lalu akhirnya harus pergi ke Yerusalem. Namun semua realita tersebut tak membuat mereka percaya. Kadang dalam situasi tertentu orang Kristen harus menerima fakta karena memang tak mampu menolaknya. Banyak orang dihadapkan dengan fakta dunia jahat, rusak dan hancur, seperti penyakit, penderitaan, kematian dll karena manusia berdosa. Ada pula dosa tak dianggap kejahatan. Meskipun terpaksa dan hati berontak, mereka harus mengakui fakta tersebut. Ketika orang Kristen menyadari berdosa, tindakan tersebut bukan sekedar logis tapi iman yang mengaitkan realita ke dirinya. Seharusnya penginjilan dan pertobatan mulai dari kondisi seperti itu. Tapi banyak yang tak melampauinya. Tak ada pertobatan yang sungguh terjadi. Sesungguhnya manusia hanyalah sampah karena terlalu melawan Tuhan. Ia tak punya kapasitas, kehebatan, keistimewaan dan ketaatan untuk dibanggakan di hadapan Allah berdaulat. Seharusnya realita tersebut masuk ke dalam hati jadi kepercayaan. Paulus juga mengatakan demikian. Dulu ia bangga sebagai orang Yahudi asli dengan otak Farisi. Kemampuan dan semangat kerjanya tak meragukan. Maka ia berhak merasa something. Tapi setelah mengenal Kristus, semua itu jadi sampah. Ia mengungkapkannya dengan keras. Itulah nuansa iman, bukan rasionya. Iman timbul setelah ia dihancurkan oleh Tuhan. Maka Saulus berganti nama jadi Paulus untuk mengekspresikan esensi imannya. Iman para rasul tak seperti itu. Mrk 9:34 mencatat bahwa mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar. Bahkan di Yoh 18:10 tercatat, Petrus menghunus pedang dan memutus telinga kanan Iman Besar. Padahal mereka belum pernah berlatih perang. Pikiran mereka terlalu jauh karena merasa dekat dengan Tuhan. Ketika Ia harus pergi, mereka jadi merasa nothing meskipun sulit menerima realita tersebut. 177 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Fakta dan iman seringkali senjang dalam hidup manusia. Ketika sadar bahwa dirinya nothing, realita sejati jadi bagian dari iman. Hanya iman sejati membuatnya bersandar pada objek iman sesungguhnya yaitu Kristus. Mereka yang merasa something hanya mampu menjalankan keinginan dunia. Justru di tengah reruntuhan hati yang hancur, Tuhanlah yang akan membentuk dan menata kembali. Kedua, iman membentuk kacamata hidup. Ketika melihat, memperhatikan dan menanggapi sesuatu, seseorang tak pernah mengerti secara plain (terbuka) tapi selalu dengan kacamata tertentu. Maka realita tersebut tak sejati melainkan hasil interpretasi. Kacamata iman sangat menentukan. Di Yoh 14:29 Tuhan berkata demikian karena menginterpretasi realita tak mudah. Kesuksesan seseorang mungkin menurut kacamata orang lain jadi kegagalan. Demikian pula sebaliknya. Kadang juga terlalu cepat mengambil kesimpulan. Contoh, orang kaya belum tentu sukses. Sulit untuk mencapai orang kaya yang sukses. Mungkin 95% orang kaya termasuk gagal. Lebih baik hidup enak tapi miskin daripada kaya tapi susah. Kalimat tersebut paradoksikal dan sulit dimengerti karena kacamatanya bermasalah. Tapi itulah Firman Tuhan. Manusia cenderung melinierkan jadi ‘kaya itu enak’. Bagi banyak orang, kepergian Tuhan dan Paulus ke Yerusalem termasuk kebodohan karena mereka akan disiksa dan dibunuh di sana. Tapi itulah jalan kesuksesan mereka karena pimpinan Allah. Kalau Paulus tak ke sana, ia takkan menembus ke Roma. Tak ada cara lain. Ia berkewarganegaraan Roma maka berkapasitas menghadap Kaisar. Cara-Nya memakai manusia memang sangat unik. Orang juga memandang Yusuf bodoh karena sebagai anak kesayangan Yakub, ia malah dibuang oleh saudaranya. Tapi akhirnya ia memberi kesimpulan sangat tepat yaitu Kej 50:20 yang menunjukkan adanya dua kacamata: 1. saudaranya, 2. Firman Allah. Kalau ia memakai kacamata saudaranya maka mereka harus dihukum karena mencelakakannya. Tapi ia justru memilih kacamata Tuhan (ayat 21). Tuhan mempersiapkan para murid (Yoh 14:29) supaya cara pandang mereka beda dengan dunia yang memandang penyaliban-Nya sebagai kegagalan fatal total. Ia pergi ke Yerusalem justru untuk memenangkan semua pertentangan dan menghancurkan kuasa Iblis. Namun banyak orang Kristen tetap memakai kacamata selain yang Kristus berikan. Ketiga, iman harus untuk tujuan terakhir. Kristus menghendaki umat-Nya percaya bahwa Ialah Mesias, Juruselamat, Penebus dan Anak Allah yang hidup. Kepercayaan yang salah sebaiknya mulai dibongkar dan dihancurkan. Sebagai ganti, ia harus kembali kepada Allah. Tindakan tersebut memang sangat sulit tapi harus dijalankan sebelum terlambat. Ketika Tuhan akan pergi, para murid ketakutan karena berpikir harus mengatasi hidup mereka sendirian. Saat ini juga banyak orang ketakutan karena tak bersandar mutlak kepada-Nya. Padahal prinsip dunia seringkali tak sesuai dan malah merusak iman Kristen. Contoh, konsep positive thinking membuat orang tak menyandarkan hidup kepada-Nya. Namun planning manusia dapat dibatalkan oleh-Nya. Maka seharusnya digumulkan dan menunggu pimpinan Allah jelas agar resiko tak terlalu besar. Banyak orang berpikir, hidup menurut jalan-Nya sangat susah. Seharusnya justru lebih ringan meskipun memang tak mudah menjalankan pekerjaan-Nya. Tapi hidup yang tak mengandalkan-Nya pasti jauh lebih susah. Amin! 178 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke ep pe errc ca ay ya aa an ns se ejja attii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 29 Yohanes 14: 29-31 Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. 30 Tidak banyak lagi Aku berkata–kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri–Ku. 31 Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada–Ku, bangunlah, marilah kita pergi dari sini." Di Yoh 14:29 Kristus menyampaikan kesimpulan terakhir sekaligus menekankan semua aspek yang telah dikatakan-Nya dengan sangat serius yaitu bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem untuk mati lalu dipermuliakan dan naik ke Surga meninggalkan para murid tapi kelak akan kembali menjemput mereka. Semua itu diungkap bukan demi kepentingan-Nya tapi justru “…supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.” Jadi, ada hal sangat luar biasa yang hendak dinyatakan-Nya pada mereka yaitu inti kehadiran-Nya di dunia. Seluruh misi-Nya sulit dipahami karena untuk mengerti impact atau dampaknya terhadap hidup orang Kristen dibutuhkan pola pikir terbalik dan beda dengan pikiran manusia. Maka terjadi perdebatan sangat sengit antara Tuhan dan para murid yang selama 3½ tahun bersama-Nya. Tapi Ia tetap harus memberitahu dan mencoba merubah mereka. Paradigm shift atau pergeseran paradigma harus terjadi dalam kehidupan iman orang Kristen. Menggeser iman memang sulit tapi sangat mutlak diperlukan. Namun untuk menggeser implikasi iman mudah. Ketika jadi orang percaya, yang bergeser seharusnya bukan paradigma umum melainkan paradigma dasar. Maka kesulitan terbesar terjadi ketika harus mencabut paradigma dasar. Banyak orang Kristen jaman sekarang sengaja menggeser kata ‘percaya’ dan memasukkan konsep lain yang salah. Akibatnya, mereka tak masuk ke dalam objek iman tapi kepercayaan hanya sekedar sarana. Mereka menganggap tak perlu mempersoalkan doktrin, berargumentasi atau memiliki ketajaman pengertian. Yang penting hanya percaya kepada Yesus agar selamat masuk ke Surga. Mereka sangat mungkin belum diselamatkan karena Tuhan dijadikan sarana egoisme pribadi dan sasaran terakhir imannya ialah keinginannya masuk ke Surga. Persis seperti yang tercatat di Mat 19:16, “Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: “Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk mempeoleh hidup yang kekal?” Maka diperlukan perombakan seluruh paradigma dasar kepercayaan. Inilah tuntutan Tuhan. Ada tiga hal sangat menyulitkan: Pertama, “Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.” (Yoh 14:29) Inilah prinsip utama mengenai nubuat dalam Kekristenan. Perkataan Tuhan mutlak terjadi dan tak dapat digagalkan. Tapi nubuat dijalankan bukan demi kepentingan manusia melainkan menyatakan who God really is dan menunjukkan kedaulatan serta kemampuan-Nya yang melampaui ruang dan waktu sehingga sanggup mengungkap sejarah mulai dari titik alfa (dunia dicipta) 179 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 hingga omega (dunia berakhir). Maka nubuat sejati tak mungkin dilaksanakan secara tepat kecuali oleh Allah Pencipta alam semesta sekaligus Pemilik sejarah namun tak terlibat dosa. Dunia modern mencoba melangkah di depan sejarah agar sama seperti Tuhan. Salah satu oknum paling suka mempermainkan sejarah ialah Iblis. Ia berupa roh sehingga dalam aspek tertentu sedikit lebih cepat daripada manusia. Maka ia dapat membohongi orang seolah-olah lebih hebat. Ia dapat mengetahui lebih dulu tapi bukan sungguh mengetahuinya. Ia hanya mendapat informasi lebih cepat daripada manusia yang hidup di era komunikasi. Manusia selalu ingin tahu dan sangat suka bernubuat atau ikut berbagai aliran yang banyak membicarakan tentang masa depan. Mereka pergi ke peramal untuk mengetahui peruntungan. Tapi perkataan satu peramal dan yang lain beda. Dan orang lebih suka berita bagus. Mereka sebenarnya takut peristiwa buruk terjadi maka mencoba menghindar atau merubahnya. Kalau bisa diubah, berarti ramalannya bohong. Mereka seharusnya siap hati menerima masa depan meskipun menyakitkan karena Tuhan tak memperkenankan manusia tahu. Banyak bidat berulang kali meramalkan kiamat tapi gagal. Seharusnya pemimpin mereka dihukum karena menipu tapi malah dibiarkan bahkan masih ada pengikutnya. Contohnya, saksi Yehova. Russel, pemimpin mereka sebenarnya tukang bohong sepanjang hidupnya. Istrinya yang dulu mendukung, akhirnya minta cerai dan menuntutnya di pengadilan karena manipulasi. Di sidang pun ia dengan tegas mengaku mahir berbahasa Yunani sekaligus menerjemahkan Alkitab Yunani. Padahal alkitab mereka buatan sendiri. Ketika diminta membaca satu kutipan dari Alkitab Yunani, terbukti ia tak mampu. Penerjemah alkitab mereka sebenarnya juga tak mengerti bahasa Yunani dan Ibrani. Buktinya ketika diminta membaca empat ayat pertama Kitab Kejadian, ia tak mampu. Jadi, ketika orang memiliki satu paradigma meskipun salah, ia takkan percaya saat diberitahu yang benar. Ia tetap meyakini kepercayaannya benar. Tuhan hendak menunjukkan, konsep para murid-Nya mengenai Mesias, keselamatan, kerajaan dan masa depan sesungguhnya salah. Setelah seluruh sejarah terjadi dan Roh Kudus mencerahkan pikiran, di Kis 1 mereka baru mampu menginterpretasi dan mengerti maksud Kristus dan mulai percaya penuh. Orang Kristen sering ditipu dan Setan berkesempatan membelenggu pikiran hingga tak mampu melihat konsep yang jelas salah. Reformed Theology selalu menyinggung masalah tersebut untuk menunjukkan kesalahan lalu mengajak bergumul, berproses serta belajar kembali kepada Alkitab. Itulah Christian Epistemology yaitu pengharapan orang Kristen ketika mencari kebenaran sejati. Anak Tuhan seharusnya tak hanya disuapi. Reformed sendiri selalu siap terbuka terhadap kritik jujur dan objektif. 50 tahun terakhir, mayoritas orang Kristen berhenti serius belajar. Maka Pdt. Stephen Tong mendobrak dengan mengadakan SPIK. Kekristenan mulai kembali diajarkan dengan keras. Kedua, “Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikitpun atas diri-Ku.” (Yoh 14:30) Tanpa cara pikir tepat, kalimat 1 dan 2 tersebut terasa tak berhubungan. Kalau kalimat 2 muncul seharusnya yang 1 tak perlu ada. Masalahnya, secara penampilan luar, penguasa dunia kelihatan sangat powerful sekaligus arrogant hingga Tuhan dipermainkan, dipukul, diludahi namun tetap rela, tak melawan dan akhirnya mati disalib karena kelicikan mereka. Tapi tak seorang pun disalahkan. Iblis merasa menang tapi justru Itulah titik kekalahan terfatal. Para ahli Taurat dan orang Yahudi juga merasa hanya dengan 30 keping perak mampu membasmi Kekristenan yang dianggap mengganggu. Menurut logika manusia, penguasa pasti berkuasa. Tapi yang dimaksud oleh-Nya ialah penguasa tak berkuasa. Yang tampak kalah dan hancur justru berkuasa. Kekristenan memang unik hingga orang dunia tak mampu mengerti. Maka muncul banyak teori yang mencoba menghindarkan-Nya dari kematian di kayu salib. Namun Kekristenan makin berkembang sedangkan agama Yahudi semakin menghilang. Salah satu kesulitan orang untuk percaya kepada Kristus yaitu paradigmanya terkunci dengan logika Aristotle. 180 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. logika, empiris/panca indera yang terbatas. Maka manusia terkunci logika dasar bersifat sebab-akibat murni disikapi dengan konsep sangat duniawi. 2. Ketika Tuhan disalib, para murid mungkin berpikir kalau Ia berkuasa seharusnya sanggup mengalahkan Herodes, Pilatus sekaligus Kaisar Agustus. Di Mat 27:40 tercatat, “mereka (orang yang lewat di sana) berkata: “…, selamatkanlah diri-Mu jikalau Engkau Anak Allah, turunlah dari salib Itu!” Di ayat 42 juga tercatat, “Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan!” Kristus hendak menunjukkan agar mereka tak terjebak oleh fenomena tanpa mengerti esensinya yaitu numena. Ia harus mati agar dapat bangkit mengalahkan kuasa dosa dan maut sekaligus keselamatan bagi orang percaya diperoleh serta iman mereka dibangun. Itulah kemenangan terbesar dan paling tuntas yang tak mungkin dialami dunia. Seandainya saat itu tak dihukum mati, Tuhan mungkin hanya berkeliling sekitar Galilea. Paulus juga mungkin tak bertobat. Para murid mungkin masih berharap Ia jadi raja. Ia takkan berkuasa karena hanya sebagai manusia biasa tanpa kuasa politik, agama dll. Dalam Kekristenan, penerobosan terbesar yaitu ketika anak Tuhan mengaitkan hidupnya dengan kekekalan sehingga kuat karena Allah berintervensi memeliharanya. Pdt. Stephen Tong perah share, ketika menjalankan pekerjaan Tuhan, kunci pertamanya ialah taat mutlak kepada-Nya. Maka pekerjaan-Nya akan digenapkan melalui dan di dalam diri orang percaya. Sungguh anugerah terbesar! Terkadang manusia tak rela dirombak oleh-Nya padahal bukan demi keburukan melainkan bermaksud menata supaya lebih baik meskipun kadang menyakitkan. Seringkali jemaat justru ingin ‘aman’ selama pelayanan. Para murid harus mengalami ketakutan karena ditinggal oleh Tuhan. Mereka sepertinya dibiarkan tanpa pertolongan, back up, dsb. Mereka harus berjalan sendirian. Akhirnya Petrus, Stefanus, Paulus, Yohanes, Andreas dll muncul karena dipakaiNya untuk memberitakan Injil. Ketiga, “Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku.” (Yoh 14:31) Inilah kunci motivasi dan komitmen hidup-Nya. Ia datang ke dunia bukan untuk mencapai ambisi pribadi-Nya. Di Mat 20:28 tercatat, “sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Semua dilakukan-Nya karena Ia mencintai Bapa. Sedangkan manusia hanya menunjukkan cintanya pada diri sendiri. Itulah orientasi hidupnya. Padahal ia takkan pernah puas seumur hidupnya. Sebaliknya, ia hanya merasa lelah karena mengejar fatamorgana. Ketika merasa puas, ia justru hancur karena kehilangan daya untuk memperkembangkan lagi. Seharusnya ia meneladani Kristus di mana semua dikerjakan demi cinta-Nya kepada Bapa meskipun terkadang harus berkorban. Dan saat itu juga, berkat terlalu besar akan diberikan. Allah pasti takkan membiarkannya terbuang. Di Mat 10:39 Tuhan berkata, “Barangsiapa mempertahankan nyawanya,ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Inilah logika paradoks. Ia menghendaki semua anak-Nya hidup dengan nilai tertinggi. Ketika orang percaya hidup bagiNya, itulah kehidupan ternyaman. Seringkali Reformed sangat menekankan kedaulatan Allah tapi melupakan bagian kedua dari panggilan hidup Kristen yaitu yang dinyatakan di Westminster Shorter Catechism, “Tujuan terakhir hidup manusia adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya.” Maka sebaiknya anak Tuhan kembali ke jalan-Nya yang sanggup memberi kesegaran, hidup penuh dinamika dan kenikmatan dalam Dia tapi tak dipermainkan oleh dunia. Amin! 181 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke ette errg ga an nttu un ng ga an nm ma an nu ussiia ak ke ep pa ad da aA Alllla ah h d da an na arrttii p pe errc ca ayya ak ke ep pa ad da aT Tu uh ha an n Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: 1 Raja-Raja 18:21/ Yes. 29:13 1 Raja-Raja 18 21 Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: "Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia." Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun. Yesaya 29 13 Dan Tuhan telah berfirman: "Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada–Ku, dan ibadahnya kepada–Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan, 1. Kita sudah mempelajari bahwa dalam diri setiap orang diberikan oleh Tuhan natur untuk mengasihi diri dan merawat diri sehingga setiap orang bertanggung jawab mengusahakan apa yang baik bagi dirinya sendiri. Ini merupakan karunia yang harus kita syukur. Betapa mengerikan jika hal ini tidak kita miliki. Dalam Rasa Sakit sebagai Karunia (The Gift of Pain), Dr. Paul Brand menceritakan suatu kasus penyakit yang ditemui pada seorang gadis kecil bernama Tanya – ia berusia empat tahun ketika dibawa menemui Dr. Brand. Ibunya menceritakan bagaimana saat Tanya berusia tujuhbelas bulan, dengan terkejut dia melihat Tanya ditinggal di baby box sedang menggambar dengan jarinya yang berdarah. Rupanya ia telah menggigit ujung jarinya dan bermain-main dengan darahnya sendiri. Masalah pada anak ini ialah ia menderita cacat genetik di mana ia tidak dapat merasa sakit.” Syaraf-syaraf di tubuhnya (dapat) mengirimkan pesan-pesan mengenai perubahan tekanan dan suhu – ia merasakan sesuatu ketika ia membakar dirinya sendiri atau menggigitgigit jarinya – namun pesan yang diterimanya tidak mengisyaratkan suatu ketidaknyamanan. Tanya tidak memiliki kesadaran mental tentang rasa sakit. Akibatnya, dia tidak memiliki insting untuk melindungi dirinya sendiri. Ketika ia mulai belajar berjalan, kakinya penuh luka karena ia menginjak paku payung dan tidak mau repotrepot menyingkirkannya. Sering ada saja luka baru yang ditemukan, belum lagi masalah lain muncul di pergelangan tangan dan kakinya, akibat perilakunya yang mengakibatkan kerusakan pada tubuhnya sendiri. Ketika berusia sebelas tahun ia telah menjalani kehidupan yang menyedihkan di sebuah panti perawatan. Ia kehilangan kedua kakinya karena diamputasi, ia hampir saja kehilangan seluruh jari tangannya. Kedua sikunya berubah letak. Ia menderita karena infeksi kronis yang disebabkan oleh luka-luka pada tangannya dan bekas amputasi di kakinya. Lidahnya penuh dengan luka dan goresan-goresan karena kebiasaannya 182 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mengunyah lidah. Inilah suatu contoh ekstrim tentang orang yang tidak memiliki kesadaran akan rasa sakit sehingga kehilangan insting untuk melindungi dirinya dari bahaya. Orang yang apatis patut dikasihani karena mereka sudah putus asa terhadap hidup dan dengan menjadi mati rasa terhadap rasa sakit dan senang, mereka tidak peduli lagi terhadap malapetaka yang mengancam mereka atau kebahagiaan yang disediakan bagi mereka. Mereka tidak takut terhadap ancaman sehingga tidak merasa perlu menghindari tindakan yang destruktif, mereka juga tidak dapat dibujuk untuk melakukan hal-hal yang dapat membawa dia untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan bahagia. Orang yang sudah mati rasa terhadap kengerian penderitaan tidak lagi memiliki rasa takut terhadap murka Allah maupun neraka, karena itu mereka tidak peduli jika mereka hidup secara berdosa dan melawan Allah dan menumpuk murka Allah atas diri mereka karena tidak memiliki insting untuk melindungi diri mereka dari bahaya mereka terus menerus merusak diri mereka dengan hebat. 2. Kesadaran akan diri dan dorongan untuk mengasihi diri dengan benar adalah suatu karunia Tuhan yang baik. Tetapi dalam kehidupan banyak orang kita melihat ini telah diselewengkan dalam suatu kehidupan yang egosentris. Perhatian dan cinta diri telah menjadi begitu berlebihan sehingga menjadi kecenderungan yang destruktif dalam diri mereka. Mereka begitu memikirkan diri sendiri, mementingkan diri sendiri, hidup hanya untuk diri sendiri sampai rela mengorbankan orang lain. Akhirnya mereka terjebak dalam penjara egosentris mereka diri. Mereka tidak mengerti bahwa menjadikan diri sebagai fokus dan tujuan adalah jalan menuju ketidakbahagiaan dan kehancuran. Manusia telah diciptakan oleh Tuhan untuk mencapai pemenuhan dan makna hidupnya bukan di dalam dirinya tetapi di luar dirinya, yaitu di dalam Sesuatu yang lebih besar dari dirinya, yaitu Tuhan. Jika dalam suatu keluarga setiap orang hanya memikirkan diri sendiri, pasti semuanya akan menderita; ketika suatu masyarakat setiap orang hanya memikirkan keuntungannya sendiri, walaupun yang kuat untuk sementara akan lebih nyaman, tetapi pada akhirnya semuanya akan hancur. Inilah gambaran masyarakat Indonesia. Hidup yang saling mengasihi akan menolong semuanya untuk lebih berbahagia, bahkan di tengah-tengah penderitaan mereka. Dalam novel Silas Marner, dikisahkan perubahan yang dialami oleh seorang yang hidup tanpa kasih dan persekutuan dengan orang lain menjadi salah seorang yang paling berbahagia, ketika ia mulai mengalihkan perhatiannya dari diri kepada orang lain. Silas Marner pindah ke suatu desa, dengan menyimpan kepahitan karena pengkhiatan temannya dan fitnahan kecurangan. Karena itu, ia menjauhi pergaulan dengan orang lain, dan hanya sibuk bekerja mengumpulkan uang. Suatu hari, uangnya ludes dicuri orang. Di tengah kesedihannya itu, ia menemukan seorang bayi perempuan mungil yang ditinggal mati oleh ibunya saat dalam perjalanan bersalju di dekat rumahnya. Silas memungut anak tersebut dan merawatnya hingga dewasa. Bayi itulah yang membuka interaksi Silas dengan penduduk desa itu. Ibu-ibu mengajari dia cara merawat bayi, memberikan baju bekas untuk si bayi, dan mulai berteman dan pergi ke gereja. Sejak itu, ia merasa sangat bahagia, walaupun kehilangan seluruh uangnya, tetapi kini ia memiliki sesuatu yang lebih berharga, yaitu Eppi, anak angkatnya. Setelah dewasa, ayah kandung Eppi yang kaya memperkenalkan diri dan meminta Eppi untuk tinggal bersamanya, tetapi Eppi memilih untuk tinggal bersama orang tua angkatnya yang telah menyelamatkan dan mengasihi dengan tulus. Kehidupan Silas Marner yang suram dan pahit diubah menjadi penuh arti dan kebahagiaan karena ia mengasihi orang lain. Ketika kita mengasihi dan menolong orang lain, bukan dia saja yang mendapat berkat, tetapi kita sendiri juga diberkati. Ketika menolong orang lain, tanpa disadari kita sedang menolong diri kita sendiri. Pengalaman Sadhu Sundar Singh yang ketika menolong orang yang sedang kedinginan di bawah 183 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 hujan salju justru menyelamatkan dirinya sendiri. Kita tidak dapat hidup sendiri, kita memerlukan orang lain, tetapi di atas semuanya kita memerlukan Tuhan. 3. Orang yang betul-betul memikirkan kebaikan bagi dirinya dengan benar, pasti akan datang kepada Tuhan. Karena sebagai mahluk yang begitu kecil di tengah alam semesta yang begitu dahsyat dengan kuasa destruktifnya, kita membutuhkan Pribadi yang memiliki kuasa tertinggi untuk menopang hidup kita. Adalah suatu kekacauan dalam diri kita, jika kita yang menginginkan hidup yang bahagia justru menolak Tuhan. Masyarakat masa kini yang telah melihat dampak-dampak buruk modernisme sadar bahwa mereka membutuhkan suatu kuasa ilahi di atas diri mereka untuk mengisi hati mereka yang kosong. Dalam masyarakat postmodern kita melihat kesadaran akan pentingnya spiritualitas, dan maraknya kegiatan keagamaan. 4. Tetapi apakah itu berarti orang sudah menemukan Allah sejati? Belum tentu! Karena ketika orang datang kepada Tuhan ia mungkin mencari Dia dengan sikap yang salah ini: (i) Ia mencari Allah yang dapat ia manipulasi / peralat. Ia percaya kepada Tuhan karena ada maunya, yaitu untuk mendapatkan uang, kesehatan, kekasih, kesejahteraan dan lain-lain yang umunya bersifat kedagingan. Dan Allah tidak pernah dengan sungguh-sungguh diakui sebagai Pribadi tertinggi yang berdaulat atau berotoritas penuh atas hidupnya. Allah sejati pasti tak mau diperlakukan demikian. Ia menghendaki kasih yang tulus dari umat-Nya. Inilah rahasia rohani yang besar. Ayub adalah bukti masih adanya umat Tuhan yang mau mengasihi dan mengabdi kepada Tuhan bukan karena berkat-berkat Tuhan. Dengan demikian, Iblis telah dipermalukan. Allah sendiri telah memberi kepada kita teladan mengenai mengasihi tanpa syarat. Orang mungkin akan bertanya: jika bukan untuk mendapatkan sesuatu dari Allah lalu untuk apa kita percaya kepada-Nya? Orang yang memperalat Allah untuk mendapatkan sesuatu yang dianggapnya lebih utama dari Tuhan melakukan penghinaan terhadap Tuhan. Ia tidak sadari bahwa tanpa Tuhan, semua berkat itu sia-sia dan dapat menjadi kutuk baginya. Sebaliknya, orang yang mengutamakan Tuhan justru adalah yang paling berbahagia, karena Allah dalam kasihNya memberikan segala berkat-Nya yang terbaik demi kebaikan kita. (ii) Ia mencari Allah yang ia sukai, yang sesuai dengan selera dan kepribadiannya, yaitu allah yang dapat ia atur. Inilah penyesatan dan penipuan diri yang sering kita lakukan. Allah semacam ini pasti tidak akan membawa kita ke dalam transformasi menuju kemuliaan, seperti yang direncanakan Allah dalam Kristus bagi kita. Sebaliknya, justru akan membiarkan kita di dalam kebusukan pribadi kita. Mengapa dua cara mendekati Tuhan ini salah dan bodoh? Karena allah yang dapat kita manipulasi dan atur, pasti bukan allah sejati yang memiliki kuasa tertinggi untuk menopang hidup kita dan memberi jaminan bagi hidup kita sekarang dan kehidupan yang akan datang. Orang yang waras dan bijaksana akan mencari Allah sejati, walaupun itu berarti Tuhan mengatur dia menurut standar-Nya yang sempurna, bukan Tuhan yang diatur oleh dia. Ia mau menerima otoritas Allah ini karena hanya Allah sejati saja yang sanggup menopang hidup kita dan memberikan berkat sejati bagi kita untuk selama-lamanya. Jean Paul Sartre mengungkapkan bahwa manusia harus memilih satu dari dua pilihan ini: 1. Allah sejati itu ada, dan Ia memberikan aturanNya kepada kita dan berotoritas atas hidup kita, tetapi dengan tunduk kepada-Nya hidup kita menjadi bermakna dan bahagia; atau 184 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 2. tidak ada Allah, dan tidak ada yang berhak mengatur semua. Karena itu, setiap orang menjadi allah bagi dirinya sendiri, dan dapat berbuat sesuka hatinya, tetapi itu berarti kekacauan kehancuran. Nabi Elia menantang kita: “Kalau Tuhan itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah Dia” (1 Raj 18:21). Kita harus memilih. Respon manusia yang paling buruk ialah bersikap indifference (tak acuh), bahkan setelah kebenaran diungkapkan kepadanya. Orang semacam itu tak mau banyak pikir bersusah payah mencari kebenaran. Ia membiarkan hidupnya dihanyutkan oleh arus kesesatan. Dan jika ia kebetulan percaya kepada Allah sejati, ia selalu bercabang hati dan mengkhianati Tuhan.Tidak ada kasih dan ibadah yang tulus. Seperti yang ditegur oleh Yesaya: “bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh daripadaKu, dan ibadahnya kepadaKu hanyalah perintah manusia yang dihafalkan.” (29:13) Kalau kita sadar bahwa kita membutuhkan Allah lebih dari apa pun, biarlah kita mencari Allah yang sejati, dan mendekati Dia dengan sikap yang benar. Dan percaya kepada Allah bagi kita berarti: a. mengaku bahwa kita adalah milik Tuhan. Dialah yang telah menciptakan kita, menopang hidup kita, dan yang menyelamatkan kita dengan sempurna. Seluruh keberadaan kita: nyawa, harta, kesehatan, talenta, orang-orang yang kita kasihi, semua adalah milik Tuhan. Ia yang memiliki hak dan otoritas penuh untuk mengatur bagaimana semua itu dipakai bagi kemuliaan-Nya. Pada diri kita, dan semua yang dipercayakan Tuhan itu, seharusnya diberi cap ROFGU (Reserved Only for God’s Use), artinya “dikhususkan hanya untuk digunakan bagi tujuan Allah”. b. menerima kedaulatanNya yang mutlak atas hidup kita. Dia adalah Tuhan kita di kantor, di rumah, di mana saja. Dia berotoritas penuh atas seluruh hidup kita. Terhadap pertanyaan esensial ini: Who is really in charge of my life – God or me? jawaban kita adalah jelas, yaitu: God. Allah adalah Tuhan dan Pemimpin yang berotoritas penuh atas hidupku. Hidupku adalah untuk menjalankan perintahNya. Dia yang menetapkan programNya untuk kita jalani, bukan kita yang mengatur Allah. Apapun juga jalan hidup yang ditetapkan Allah bagi kita, apakah harus bersabar seperti Abrham, diperlakukan dengan tidak adil seperti Yusuf, mengalami penderitaan seperti Ayub, kita hanya dapat menerima ketetapan Allah dengan ketaatan. Always say Yes to God dan say No to sinful self c. memberikan tempat yang terutama dalam hati kita hanya bagi Allah. Kita tidak membiarkan adanya suatu berhala, apapun itu dalam hati kita (Kel 20:3) Orang beriman lebih mengutamakan Allah daripada bapa atau ibunya, anaknya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sekalipun (Mat 10:37). Walaupun sangat mengasihi Ishak, tetapi Abraham mempersembahkan kepada Tuhan, sesuai perintah Tuhan, karena ia lebih mengutamakan Tuhan dan mentaati Dia. Karena itu, Ia dan keturunannya diberkati. Orang yang mengutamakan anaknya, dirinya, hartanya lebih dari Tuhan akan menemukan semua yang dikasihinya itu akan hancur dan membawa dia kepada kehancuran. Hanya dengan menempatkan Tuhan sebagai yang utama dan pemimpin hidup kita, seluruh hidup kita akan mendapatkan tatanan yang akan membawa kita kepada kesejahteraan. Amin! 185 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Krriis sttu us sm me en nc ca ap pa aii k ke em me en na an ng ga an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 30 Yohanes 20:30-31 Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid–murid–Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, 31 tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama–Nya. Tujuan Firman khususnya Injil Yohanes dicatat bukan sebagai kumpulan mukjizat Tuhan di dunia. Demikianlah penjelasan tegas John Calvin. Injil hendaknya memimpin manusia pada dua hal: 1. mengerti dan kembali kepada Kristus; 2. supaya beroleh hidup kekal dalam nama-Nya. Salah satu inti terpenting iman Kristen ialah keselamatan. Namun keselamatan telah diputar oleh dunia hingga menjadi citra keegoisan yang sulit diubah. Itulah konsep agama dunia yang membuat banyak orang hanya mencari kepentingan pribadi. Setelah itu, ia masih mencarinya di dunia sesudah kematian karena takut akan kesusahan. Salah satu terobosan besar dikerjakan oleh Anthony Hoekema dalam buku ‘Saved by Grace’ (Diselamatkan oleh Anugerah). Ia mengatakan bahwa mempelajari Soteriologi, yang terpenting ialah paradigma atau orientasi teologisnya untuk masuk ke dalam pengertian iman Kristen sejati. Konsep tersebut sangat benar dan tajam jika dibandingkan dengan pendapat Louis Berkhof dan John Murray (‘Redemption, Accomplished and Applied’). Dalam Yoh 20:30-31, Yohanes menegaskan bahwa Injil ditulis bukan untuk menawarkan format yang menyenangkan keinginan manusia. Tapi, ia hendak memaparkan cara berpikir terbalik supaya orang Kristen mengenal Yesus sesungguhnya dan kembali berpaut kepada-Nya. Paskah yang memperingati kemenangan Kristus atas kuasa maut merupakan puncak penerobosan pola pikir paradoks. Orang Kristen bahkan bangsa Yahudi telah diajar supaya jangan berpikir secara duniawi melainkan paradoksikal yaitu melihat hidup dari sudut pandang Tuhan meskipun realitanya konkret di tengah sejarah dunia. Cara berpikir semacam itu memang sulit karena manusia telah berdosa hingga tak mampu mengerti esensi dan kondisi kenyataan hidupnya. Alkitab tak pernah mengatakan bahwa orang Kristen boleh hidup secara duniawi dan mengikuti keinginan daging (carnal). Dengan demikian, orang semacam itu meskipun mengaku Kristen tetap bukan Kristen karena pertobatan atau perubahan dasar konsep pemikirannya belum terjadi secara total. Orang Kristen sejati justru harus bertumbuh mengikuti Roh walaupun belum sempurna. Bahkan Roma 12:2 mengatakan, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu.” Mzm 73 1. ayat 1-20, 186 2. Ringkasan Khotbah – Jilid 2 adalah kesimpulan plot 1 sedangkan ayat 2-16 ialah fakta flashback (sorot balik) dan solusinya ada di ayat 17-20. Pemazmur melihat bahwa bukan realita dunia yang berubah. Justru dirinyalah yang mulai berubah. Ketika ia hampir hancur, Tuhan malah membawanya keluar dari jebakan realita yang sekedar fenomena. Setelah itu, ia baru dapat melihat perbedaan antara pandangannya dulu dan saat ini. Namun cara pandang tersebut tak membalik atau bahkan menipu realita. ayat 21-28. Mzm 73:1 Orang Kristen tak diajar seperti positive thinkers yang selalu menutupi atau memalsukan realita lalu bermain dengan ilusi dan imajinasi. Ia harus tetap realistik tapi tak lagi memandangnya dari ketenggelaman manusia di dunia. Ketika Perjanjian Lama menggumulkan dan melihat sepertinya orang fasik akan dihancurkan serta dibinasakan, tindakan tersebut masih merupakan pandangan iman karena fakta puncak kemenangan total belum nampak. Dari sudut pandang manusia, bangsa Yahudi terutama orang Farisi dan ahli Taurat tidaklah bodoh. Maka strategi mereka pasti sangat accurate (teliti) serta tak mungkin gagal dengan mudah. Secara faktual, semua tindakan yang mereka set up (atur) sukses total. Cara penangkapan Tuhan sangat halus sehingga tak menggemparkan seluruh dunia termasuk para pengikut-Nya. Mereka menginginkan dalam waktu satu malam Ia harus dihukum mati dengan cara disalibkan maka merencanakannya tepat sebelum Paskah. Saat itu hanya ada dua kemungkinan yaitu Yesus atau mereka yang menang. Itulah pemikiran linier orang Aristotelian. Sebelumnya, ketika Ia masuk ke Yerusalem, semua orang menghamparkan pakaian di jalan dan mengelu-elukan-Nya (Mrk 11:8). Inilah titik critical. Jikalau mereka menang, diharapkan semua pengikut-Nya dapat diredam dan kembali mengikut Taurat. Secara manusiawi, Yesus memang kalah dalam kesengsaraan. Hingga saat ini, banyak orang bahkan beberapa tokoh Kristen terutama yang liberal masih beranggapan bahwa Ia sebenarnya adalah pahlawan, tokoh moral serta pejuang masyarakat kelas bawah yang baik dan penuh kasih, penolong orang miskin, pemberi makan mereka yang kelaparan, penyembuh mereka yang sakit dan tak sanggup berobat. Tapi, perjuangan sosial yang sangat murni berakhir dengan kekalahan total dan kehancuran karena fitnah dan kebencian ahli agama serta musuh kedaulatan. Bagaimanapun juga, jiwa sosial-Nya perlu dilanjutkan. Sebagian orang liberal juga mengatakan bahwa Ia sebenarnya adalah calon raja yang belum memupuk kekuatan militer tapi terlalu cepat populer. Akibatnya, seluruh ide politis-Nya kandas. Sesungguhnya, orang Farisi dan ahli Taurat menang tapi akhirnya kalah. Sedangkan Tuhan kalah tapi menang. Inilah paradoks. Mereka berharap dengan membunuh Yesus, ajaran-Nya dapat dihentikan sehingga pengaruh-Nya tak ada lagi. Namun kebangkitan-Nya justru membuat pemikiran banyak orang serta pengajaran-Nya berkembang pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Sedangkan ajaran Yahudi walaupun telah dipertahankan, malah menjadi alat politik belaka. Maka tindakan tersebut merupakan kesalahan fatal. Seandainya, Tuhan tak mati dan malah dibiarkan saja maka ajaran-Nya mungkin takkan berkembang. Alkitab takkan memiliki kekuatan. Selain itu, Petrus takkan berkhotbah, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” (Kis 4:12) Dengan demikian, inti kemenangan Kristen ada pada Soteriologi. Orang Farisi berpikir, dengan menyalibkan Yesus maka semua orang di dunia akan melihat kejelekan-Nya. Kenyataannya, kepala prajurit yang berada di bawah salib malah mengatakan, “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Mrk 15:39) Ia justru menunjukkan keanggunan dan keagungan-Nya. Seluruh kalimat dan pembuktian-Nya tak terabaikan serta kemenangan-Nya tak terpatahkan. Banyak orang sulit bertobat. Maka, Alkitab mengatakan bahwa keselamatan membutuhkan anugerah Tuhan karena memerlukan terjadinya kehancuran dan kerendahan hati serta ketaatan yang sungguh untuk dididik oleh-Nya. 187 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Yesus mulai direncanakan untuk dibunuh sejak Lazarus dibangkitkan-Nya. Saat itulah kematian seolah-olah terkalahkan. Ketika Ia membuat banyak mukjizat, orang Yahudi hanya mengawasi-Nya. Namun mukjizat membangkitkan orang mati, bagi mereka merupakan show yang sudah keterlaluan sehingga harus dilawan karena tak sanggup melakukannya. Mereka berpikir bahwa kebangkitan Lazarus merupakan puncak kekuatan dan kekuasaan Kristus di tengah dunia. Padahal, suatu hari ia tetap harus mati lagi. Orang Farisi dan ahli Taurat berpikir bahwa dengan kekuatan kematian, mereka dapat menguasai Kristus beserta kedaulatan-Nya. Maka Ia dijepit dari segala segi kehidupan, baik sosial, budaya, agama dan politik. Semua orang dibuat setuju untuk menyalibkan-Nya. Ia juga dianggap sebagai pemberontak. Alkitab mencatat bahwa ketika Ia diajukan ke pengadilan, di sana telah dipersiapkan banyak saksi dusta. Namun Ia tak banyak bicara atau memberi reaksi karena bagaimanapun juga pasti tetap kalah. Maka tak ada lagi perlawanan yang dapat dilakukan. Akhirnya, semua orang yang terlibat dihancurkan secara rohani oleh Setan. Yudaspun mati bunuh diri. Dalam Kis 4:19, Petrus, nelayan yang dianggap bodoh, berani berkata, “Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau kepada Allah” di hadapan Mahkamah Agama. Kekuatan kuasa kebangkitan telah menerobos hingga membuatnya memiliki pandangan paradoksikal. Sesungguhnya, tak ada kekuatan di dunia secara hakekat mampu menjepit anak Tuhan. Ketika dicurangi, Alkitab mengatakan bahwa jikalau merasa diri benar maka sebaiknya orang Kristen berdoa dan memberikan hak pembalasan kepada keadilan Allah. Tapi, bukan berarti menjadi anti terhadap dunia. Dengan cara pikir paradoksikal, orang Kristen sejati akan melihat kelemahan, keterbatasan dan kerusakan dunia karena hatinya telah dibuka, pikirannya dicerahkan hingga melihat dari sudut pandang Tuhan. Jikalau orang Kristen berpikir bahwa menjadi anak Tuhan itu menyusahkan, berarti paradigmanya masih duniawi. Memang, ia takkan pernah lepas dari penderitaan. Namun walaupun secara kasad mata tak mendapat kelimpahan, sebaliknya malah menderita dan terbuang, ia sesungguhnya mampu menaklukkan realita dunia dengan ‘kacamata’ berbeda. Kebangkitan Kristus telah membuat para pengikut-Nya tak berhenti pada sudut pandang orang Yahudi tapi memandang kepada rencana Allah yang digenapkan dalam diri manusia. Kebangkitan Kristus menghancurkan kuasa kematian. Berarti, itulah kekuasaan terbesar. Jikalau Ia berhasil ditaklukkan di bawah kuasa kematian maka selesailah sudah. Ia dibawa ke pengadilan supaya dijatuhi hukuman mati. Namun Pilatus malah menawarkan, “Tidak ada suatu kesalahanpun yang kudapati padaNya, yang setimpal dengan hukuman mati. Jadi aku akan menghajar Dia, lalu melepaskan-Nya.” (Luk 23:22) Ternyata, kuasa kematian hanyalah kuasa tertinggi kedua. Namun orang Yahudi tak mau mengerti walaupun secara teologi dapat menerimanya. Orang Farisi percaya akan kebangkitan namun tak pernah terlintas akan segera terjadi. Maut pun harus mengakui kekalahan fatal. Sebelumnya, kematian memang tak terkalahkan. Tapi setelah bangkit, Kristus takkan mati lagi. Dengan demikian, kebangkitan tak dapat dicengkeram oleh kematian. Maka Paulus dapat berkata, “Hai maut, di manakah sengatmu?” (1 Kor 15:55) Di tengah dunia, manusia mengalami banyak hal hingga kadangkala tampaknya tak terselesaikan. Tapi, Kekristenan memandang kematian bukan sebagai akhir karena yang sanggup membunuh tubuh tak mampu membunuh jiwa. Sejarah mengatakan bahwa di mana ada anak Tuhan sejati dibunuh maka di sana akan tumbuh benih baru iman Kristen. Fakta tersebut menunjukkan bahwa musuh Kristen tak mengerti cara pandang dan tindakan Tuhan. Kuasa kematian justru membawa anak-Nya pada kekekalan. Dalam Flp 1:21, Paulus mengatakan, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.” Amin! 188 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me en ng giik ku utt Y Ye essu uss ttiid da ak kd da ap pa att tta an np pa am me en nyya an ng gk ka all d diirrii Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Matius 16:24-27/ Lukas 14:26-27 Matius 16 24 Lalu Yesus berkata kepada murid–murid–Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. 25 Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. 26 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? 27 Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa–Nya diiringi malaikat–malaikat– Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya. Lukas 14 26 "Jikalau seorang datang kepada–Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak–anaknya, saudara–saudaranya laki–laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid–Ku. 27 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid–Ku. Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya dalam Matius 16:24: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Dalam perenungan hari ini, kita akan memfokuskan pembahasan hanya pada hal menyangkal diri. Yesus mengatakan menyangkal diri adalah tuntutan-Nya bagi setiap orang yang mau mengikuti Dia. Apa artinya menyangkal diri? Menyangkal berarti menolak, menanggalkannya, atau menurut Lukas 14:26-27 berarti membenci (“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.”) Benarkah Yesus mengajarkan suatu agama yang membenci diri dan semua orang yang kita kasihi? Tidak! Apa yang ditekankan Yesus di dalam Lukas 14 itu ialah bahwa kesetiaan kita kepada Allah harus mengatasi semua keterikatan alami yang lebih rendah dari keterikatan kita kepada Allah, dan hanya dengan mengutamakan Allah semua hubungan kita baru akan menjadi baik dan sehat. Ini bukan perintah untuk memperlakukan diri dengan buruk, karena dalam tuntutan ini Yesus bukan memerintahkan kita untuk meniadakan identitas diri kita, dan menjadi “nobody” (“bukan siapa-siapa”); juga bukan perintah untuk menghina diri atau memperlakukan diri kita sebagai orang yang tidak berharga; karena Ia sendiri menunjukkan perhargaan yang demikian besar kepada kita sehingga rela berkorban bagi kita. 189 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Dalam perintah ini terkandung kebenaran paradoks mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap kepada diri kita sendiri. 1. Di balik perintah untuk menyangkal diri terkandung maksud Allah yang positif bagi kita yaitu membawa kita ke dalam kepenuhan kemanusiaan yang telah Ia rencanakan bagi kita. Seperti yang diungkapkan dalam 2 Kor 3:18, Ia senantiasa membawa kita ke dalam kemuliaan yang semakin besar (band. 2 Kor 11:2). 2. Namun karena di dalam diri kita, yang walaupun telah ditebus, masih memiliki banyak keinginan daging atau sifat-sifat dosa yang akan menghalangi maksud Allah bagi kita, bahkan dapat menghancurkan kita, maka kita harus menghancurkan sifat-sifat buruk ini atau kita yang akan dihancurkannya. Simson dikalahkan bukan oleh banyaknya tombak dan pedang tentara Filistin, juga bukan tipu muslihat Delilah, ia terutama dan pertama-tama, dikalahkan oleh nafsu dan kedagingannya sendiri, sehingga ia menyerahkan rahasia kekuatannya kepada seorang wanita dan dihina dan disiksa oleh orang-orang Filistin. 3. Musuh terbesar setiap orang adalah diri sendiri, yaitu segala kebodohannya, kedagingannya dan keinginannya yang jahat. Hanya dengan menyangkal semua sisi buruk dan mengembangkan sisi positif dalam diri kita, kita akan mencapai kepenuhan maksud Allah yang mulia bagi kita. Karena itu, orang yang menyangkal diri adalah orang yang mengasihi dirinya sendiri, dan orang yang tidak mau menyangkal diri justru adalah orang yang membenci dirinya sendiri. Kekristenan tanpa penyangkalan diri bukanlah Kekristenan versi Yesus. Itu hanya Kekristenan buatan manusia yang akan membiarkan kita di dalam kemandegan rohani. Lalu Apa arti menyangkal diri itu? Inti penyangkalan diri bukanlah menolak kesenangan atau menyiksa diri seperti yang diajarkan dalam asketisme. Perlu kita ingat selalu bahwa Kekristenan bukanlah agama yang negatif, yang merendahkan, tetapi agama positif, yang justru mengangkat hidup kita dalam kelimpahan dan berkat sejati dari Allah. Kerohanian sejati juga bukan sekedar menjalankan aktivitas agama seperti berdoa puasa, berbuat amal, dsb. Semua aktivitas agama ini pada dasarnya adalah hal yang baik, tetapi jika kehilangan essensinya, semua kegiatan itu menjadi kemunafikan. Inilah kegagalan dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Tanpa penyangkalan diri yang penuh kerelaan kepada Allah sebagai Penguasa mutlak hidup kita, semua aktivitas agama dan pengalaman rohani kita akan kehilangan maknanya. Inti dari penyangkalan diri Kristen ialah: Pertama, menyangkal diri berarti menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Allah. Manusia tidak pernah dimaksudkan sebagai makhluk otonom, yang menjalankan hidupnya berda sarkan hikmat dan kekuatannya sendiri. Setiap orang yang mencobanya pasti akan menemui kegagalan. Dalam kasus Adam dan Hawa kita belajar kebenaran yang berharga ini. Sebelumnya Adam dan Hawa hidup dalam kebergantungan mutlak kepada Allah, dan mereka berbahagia. Kemudian datanglah cobaan dari Iblis, yang menawarkan opsi yang berlawanan dengan firman Allah. Jika mereka tetap bergantung mutlak kepada Allah, mereka akan langsung menolak perkataan Iblis. Namun mereka menerimanya dan mempertimbangkannya opsi/pilihan kedua itu sebagai yang mungkin benar. Untuk berbuat demikian, mereka pasti harus terlebih dahulu menarik komitmen mereka kepada Allah, dan mengangkat diri sebagai penentu kebenaran antara Allah dan Iblis. Kesalahan mereka itu harus dibayar mahal, yaitu kematian mereka. Menyangkal diri berarti mengakui ketergantungan kita kepada Allah, dan karena itu, kita menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Allah. Kita mengakui bahwa hidup yang diserahkan kepada Tuhan, sebagai pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana hidup kita dijalani bukan saja sudah seharusnya tetapi juga akan membawa kebaikan bagi kita. Frances Havergal mengungkapkan penyerahan diri yang total kepada Allah ini dengan indah dalam syair lagunya: Take My Life and Let It Be 190 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Consecrated. Semua yang ia miliki, ia baktikan kepada Tuhan: tangannya untuk melakukan kehendak Tuhan, kakinya untuk menyebarkan Injil, suaranya untuk memuji Sang Raja selamanya, hartanya semuanya menjadi milik Tuhan dan waktunya hanya untuk memuliakan Tuhan. Ia memeteraikan lagu tersebut dalam kesaksian hidupnya. Dalam kehidupan-Nya di bumi, Kristus memberikan teladan yang indah bagi kita. Seluruh hidup-Nya adalah suatu penyerahan penuh untuk melakukan kehendak Bapa, dan puncaknya ialah ketika bergumul di taman Getsemani, Ia dengan konsisten menyerahkan diriNya untuk melakukan kehendak Allah sampai tuntas. Doa ‘Bapa Kami’ yang kita selalu kita ucapkan sebenarnya merupakan ungkapan kerinduan terbesar dari setiap pengikut Kristus; yaitu nama Allah, kerajaan Allah dan kehendak Allah sebagai concern terbesar hidup kita, dan bukan ambisi dan kehendak kita. Dalam buku kecil ‘Hatiku Rumah Kristus,’ Robert Boyd Munger mengungkapkan dengan indah bagaimana suatu kehidupan yang diserahkan sepenuhnya kepada Kristus sebagai penguasa hidup kita adalah cara terbaik untuk menjalani kehidupan Kristen. Ibu Teresa pernah mengatakan bahwa dirinya hanyalah pensil sederhana yang diserahkan ke dalam tangan Tuhan untuk Ia pakai sesuka-Nya untuk maksud Allah. Kedua, menyangkal diri berarti pertempuran seumur hidup menaklukkan dosa dalam diri kita. Mau tidak mau, harus kita akui bahwa ada banyak sifat buruk di dalam diri kita. Untuk lepas dari keinginan dosa (indwelling sin) yang melekat dalam dirinya sampai inilah rasul Paulus bergumul sampai ia mendapatkan kemenangan rohani dalam diri Allah Tritunggal (Rom 7:13-8:17). Buku kecil Hati Manusia mengungkapkan bahwa di dalam hati setiap orang ada banyak sifat-sifat dosa yang mau menguasai kita. Penulis menggunakan berbagai macam binatang untuk melukiskan bermacam-macam dosa kita: burung merak (kesombongan), kambing (keras kepala), babi (hawa nafsu), kura-kura (kemalasan), harimau (amarah), ular (kelicikan) dan serigala (pencuri), dengan otaknya si Iblis. Kita harus menaklukkannya atau kita akan ditaklukkannya. Dalam novel The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde diceritakan seorang dokter yang begitu baik, namun membiarkan sisi buruk kehidupannya secara bebas melampiaskan segala kesenangan daging, sampai akhirnya sisi buruknya itu menelan sisi baiknya, dan akhirnya menghancurkan hidupnya. Demikianlah, dosa yang dibiarkan bertumbuh dan berkembang di dalam diri kita, akhirnya akan menjadi kekuatan destruktif yang akan menghancurkan kita. Banyak kebiasaan buruk yang telah kita biarkan berurat akar di dalam diri kita, begitu sulit untuk kita atasi, sehingga kalau bukan anugerah Allah, hampir mustahil kita dapat terbebas darinya. Pentingnya penyangkalan atau penguasaan diri adalah hal yang dimengerti semua orang. Dalam buku Emotional Inteligence diceritakan eksperimen yang dilakukan pada sekelompok anak-anak sekolah. Dalam satu kelas, si guru membagikan kue mashmallow kepada setiap anak, tetapi mereka diminta untuk menunggu sampai guru kembali baru boleh dimakan. Siapa yang menuruti akan diberi kue ekstra. Lalu selam beberapa menit guru meninggalkan mereka. Dan segala tingkah laku anak-anak itu diawasi dan dicatat melalui kamera tersembunyi. Ada anak tidak dapat menahan, dan ada juga yang bisa menahannya. Riwayat anak-anak itu dicatat sampai mereka dewasa. Dan ditemukan penguasaan diri mereka itu berkorelasi dengan masa depan mereka. Mereka yang belajar menunda kesenangan ternyata lebih berhasil dalam studi dan karir. Dalam Gal 5:19-21 Paulus memperingatkan kita bahwa orang yang menuruti keinginan daging tidak layak mendapat bagian di dalam Kerajaan Allah. Tidak seorangpun dari kita yang bebas dari dosa; karena itu, jangan ada orang yang menyombongkan diri. Biarlah setiap kita yang jatuh dalam berbagai macam dosa ini, berusaha untuk bangkit kembali dengan pertolongan Tuhan. Biarlah kita menyalibkan tubuh dosa kita sehingga dosa kehilangan kuasa-Nya di dalam diri kita. Inilah pengalaman rasul Paulus: “Aku telah 191 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.“ (Gal 2:19-20) Ketiga, menyangkal diri berarti meneguhkan maksud Allah yang mulia dalam diri kita. Penyangkalan diri bertujuan memulihkan gambar Allah dalam diri kita, supaya maksud Allah yang mulia terwujud di dalam diri kita. Karena itu, penyangkalan diri harus selalu disertai usaha pengembangan diri seperti yang dikehendaki Allah, yaitu bertumbuh dalam keserupaan Kristus, memiliki karakter ilahi, atau buah-buah Roh Kudus. Tanpa disertai sisi positif ini, maka penyangkalan diri akan menjadi sekedar tindakan agama yang negatif dan membebani, bukannya menimbulkan sukacita. Ingat, kekristenan bukan agama negatif, tetapi positif dan konstruktif. Jika telah belajar untuk menyangkal diri kita akan terbebas dari penjara egoisme yang membuat kita demikian terobsesi oleh diri sendiri (narciscus), inilah sebabnya orang tega-teganya memperalat dan mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri. Hanya setelah belajar untuk menyangkal diri, kita mampu melakukan kebaikan sejati kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. Selama belum menyangkal diri, bahkan ketika berbuat baik sekalipun, semua itu kita lakukan demi dirinya. Kita hanya berbuat baik kepada yang baik kepada kita, kepada orang yang kita sukai, kepada orang yang akan memberikan keuntungan kepada kita, atau yang suatu hari dapat menolong kita. Bahkan berbuat amal pun itu untuk mengumpulkan amal bagi kita, atau melakukan kebajikan yang sangat mulia, karena itu memberikan kesenangan rohani kita. Demikian juga, hanya setelah belajar untuk menyangkal diri kita baru dimampukan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Penyangkalan diri memampukan kita untuk mengakui diri kita hanya penatalayan Tuhan dan segala sesuatu yang ada pada diri kita: talenta, kepandaian, kekayaan, waktu, kesempatan, kelancaran, kesehatan, dsb adalah karunia dari Tuhan. Dan semua itu bukan untuk dipakai bagi kepentingan kita sendiri, apalagi untuk diboroskan atau untuk tujuan yang berdosa, sebaliknya kita akan memakai semua itu dengan rendah hati, disiplin dan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan maksud dan ketetapan Allah. Penyangkalan diri juga membuat orang Kristen percaya bahwa berkat sejati berasal dari Tuhan. Karena itu, ia tidak akan secara tamak memakai cara-cara licik dan mencelakakan orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Kita tidak akan iri karena orang lain mendapatkan keuntungan lebih besar, karena tahu ia tidak berhak mengatur bagaimana Tuhan memberi anugerah-Nya. Selain itu ia tahu, bahwa tanpa penyertaan Tuhan, semua keuntungan duniawi dapat menjadi kutuk baginya. Penyangkalan diri akan memampukan kita untuk bersyukur dan berbahagia dalam segala keadaan. Karena tahu bahwa Tuhan senantiasa memelihara kita menurut cara-Nya yang Ia pandang terbaik untuk kita, bukan maunya kita. Penyangkalan diri menjadikan orang tak terikat pada dunia sehingga ketika segalanya diambil kembali oleh Tuhan, walaupun ia dapat merasa susah, tetapi tidak akan tenggelam dalam keputusasaan. Musuh setiap orang ialah dirinya sendiri: keegoisannya, hawa nafsu dan keinginan daging di dalam dirinya; bukanlah situasi luar seperti kurang pintar, kaya, kurang tampan atau kurang cantik, kurang mendapat kesempatan, dan sebagainya. Anak Tuhan harus berjuang menaklukkan dosa sehingga rencana Tuhan yang indah dapat terwujud dalam dirinya. Kemenangan pribadi atas diri sendiri inilah rahasia kemenangan rohani yang memberikan kesuksesan di bidang lain. Sebaliknya kegagalan untuk menaklukkan sifat-sifat buruk dalam diri kita secara pasti menghambat kemajuan yang diharapkan Tuhan dari kita. Kiranya Tuhan menolong kita menjadi murid-Nya yang sejati. Amin! 192 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ku ua assa ap pe en ne eb bu ussa an nA Alllla ah h tte errh ha ad da ap pk ke eh hiid du up pa an nm ma an nu ussiia a Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Mazmur 90 1 Doa Musa, abdi Allah. Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun–temurun. 2 Sebelum gunung–gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia diperanakkan, bahkan dari selama–lamanya sampai selama–lamanya Engkaulah Allah. 3 Engkau mengembalikan manusia kepada debu, dan berkata: "Kembalilah, hai anak–anak manusia!" 4 Sebab di mata–Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu giliran jaga di waktu malam. 5 Engkau menghanyutkan manusia; mereka seperti mimpi, seperti rumput yang bertumbuh, 6 di waktu pagi berkembang dan bertumbuh, di waktu petang lisut dan layu. 7 Sungguh, kami habis lenyap karena murka–Mu, dan karena kehangatan amarah–Mu kami terkejut. 8 Engkau menaruh kesalahan kami di hadapan–Mu, dan dosa kami yang tersembunyi dalam cahaya wajah–Mu. 9 Sungguh, segala hari kami berlalu karena gemas–Mu, kami menghabiskan tahun–tahun kami seperti keluh. 10 Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru–buru, dan kami melayang lenyap. 11 12 Siapakah yang mengenal kekuatan murka–Mu dan takut kepada gemas–Mu? Ajarlah kami menghitung hari–hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. 13 Kembalilah, ya TUHAN––berapa lama lagi? ––dan sayangilah hamba–hamba–Mu! 14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia–Mu, supaya kami bersorak–sorai dan bersukacita semasa hari–hari kami. 15 Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari–hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun–tahun kami mengalami celaka. 16 Biarlah kelihatan kepada hamba–hamba–Mu perbuatan–Mu, dan semarak–Mu kepada anak–anak mereka. 17 Kiranya kemurahan Tuhan, Allah kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu. merupakan doa Musa (ay. 1a), yang ditulisnya ketika ia sudah tua dan menyaksikan kefanaan hidup manusia. Allah telah memakai dia memimpin umat Israel keluar dari perbudakan Mesir dengan maksud membawa mereka masuk ke tanah Kanaan. Tapi harapan tersebut pupus oleh pemberontakan Mazmur 90 193 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 yang terus mereka lakukan sehingga mengakibatkan murka Allah atas diri mereka. Sebagai hukumannya mereka tidak diizinkan masuk ke Kanaan, dan keturunan merekalah yang mewarisi tanah perjanjian itu. Maka selama empat puluh tahun Musa menyaksikan ratusan ribu orang Israel yang bersamanya keluar dari Mesir hanya berkeliling di padang gurun, sampai mati semuanya. Sebagai bapa rohani yang begitu mengasihi bangsanya ini, namun sekarang harus menyaksikan mereka menjalani kehidupan yang terhukum: di bawah bayang-bayang kesulitan, penderitaan dan kesia-siaan, hal ini sangat menyedihkan hatinya. Adakah pertolongan dan harapan bagi hidup manusia? Inilah yang mendorong dia menghampiri Allah dalam doa: “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” (Mzm 90:12) Seperti apakah memiliki hati bijaksana dalam menjalani kehidupan ini? I. Menghadapi realitas kehidupan secara realistis dan bukannya menghindarinya karena itu sulit Tuhan mencipta manusia untuk memuliakan Dia, dan bersama itu mereka akan berbahagia. Maka wajar jika setiap orang memiliki dorongan untuk mendapatkan kebahagiaan. Tapi kenyataannya berapa banyak orang yang sungguh-sungguh berbahagia? Kehidupan dalam dunia ini, ada begitu banyak masalah (berskala internasional, nasional atau pribadi): kesukaran, bencana, penyakit, ketidakadilan, kekerasan, kejahatan dan kematian. Dapatkah kita menutup mata dan berpura-pura bahwa semua masalah ini tidak pernah ada dan menyetujui bahwa satu-satunya tujuan hidup manusia ialah untuk bersenang-senang? Mungkin orang yang memiliki hidup yang lancar akan berpikir begitu. Tetapi kita yang sadar bahwa ada begitu banyak orang yang menghadapi masalah yang menggoncangkan jiwa mereka, seperti: kesehatan yang terancam, anak yang cacat atau bermasalah, kesulitan ekonomi, hubungan keluarga yang rusak, menghadapi teror orang jahat, bencana dan kematian, maka kita mau tidak mau harus mengakui bahwa ada yang tidak beres dengan dunia ini, dan ini harus membawa kita datang kepada Allah untuk mendapatkan jawaban yang tuntas atas pertanyaan hidup ini. Dalam fabel Watership Down, dikisahkan suatu koloni kelinci liar yang dicabut dari habitatnya dan ditempatkan bersama sekelompok kelinci peliharaan yang besar, cantik dan bersih. Bagaimana kamu dapat hidup demikian enak? Tanya kelinci liar itu, tidakkah kamu mengusahakan makananmu? Kelinci peliharaan menjelaskan bahwa makan disediakan bagi mereka. Hidup ini nyaman dan indah. Namun setelah beberapa hari, kelinci liar memperhatikan kelinci-kelinci yang gemuk menghilang satu persatu. O, itu memang kadang-kadang terjadi, jelas kelinci peliharaan. Tetapi jangan biarkan itu mengganggu hidupmu. Ada banyak hal menyenangkan untuk dinikmati. Kelinci liar itu menemukan di tempat itu ada banyak bahaya yang mengancam nyawa mereka. Tetapi kelinci peliharaan demi menikmati hidup yang menyenangkan telah menutup mata dari kenyataan bahaya kematian yang mengancam mereka. Fabel ini mau menyampaikan ajaran moral. Seperti kelinci gemuk itu kita mau mempercayai bahwa satu-satunya tujuan hidup di dunia ini adalah kesenangan dan kenyamanan. Dan banyak orang yang mempercayainya. Tetapi ada banyaknya penderitaan dan ketidakadilan membuat gaya hidup demikian harus dipertanyakan. Orang bukannya tak tahu dunia ini abnormal, mereka juga memikirkannya, tetapi karena sulit mendapatkan makna kehidupan ini, maka mereka pun menyerah, dan mengabaikannya. Hidup ini sudah sulit, masih ditambah dengan berpikir hal-hal yang sulit, menyusahkan diri saja. Lebih baik lupakan saja dan carilah hiburan dan nikmatilah hidup selagi masih bisa, karena nanti kita akan mati. Demikianlah orang-orang zaman sekarang mengabaikan kebenaran hanya mencari kesenangan. 194 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Blaise Pascal berusaha menyadarkan orang-orang dari kebodohan ini. Ia mengatakan bahwa kita semua tahu suatu hari kita akan mati, kita tidak dapat menghindari ini. Namun kita tidak tahu kemana ia akan pergi, apakah ia akan lenyap selamanya atau jatuh ke tangan murka Allah yang akan menghukum dosa kita. Keadaan ini harus membuat kita berusaha menemukan jawaban nasib kekal kita itu. tidak ada hal yang lebih penting dari ini, tetapi apakah kita lakukan. Kita menghabiskan waktu kita untuk mengerjakan hal-hal yang remeh, atau bahkan yang penting, tetapi hal yang paling penting bagi keberadaan kekal kita ini, kita abaikan. Bukankah ini merupakan suatu ketertiduran rohani yang mengerikan sekali. Tuhan mengizinkan berbagai kesulitan dalam kehidupan ini untuk menyadarkan dunia yang tuli supaya mereka tergugah dan boleh menengadah hati mereka ke atas dan menemukan Allah, satu-satunya yang dapat menyelamatkan mereka. Orang Kristen perlu waspada supaya tak jatuh ke dalam sikap hidup hedonisme dan pragmatisme sehingga kita terobsesi hanya mencari kesenangan untuk memuaskan hati yang kering dan bukannya mencari kebenaran yang akan memberikan kemerdekaan sejati kepada kita. II. Berusaha menemukan jawaban yang sungguh-sungguh dapat mengatasi permasalahan hidup kita ini walaupun itu sulit dan pahit, dan bukannya melarikan diri ke dalam khayalan Kebenaran seringkali menyakitkan. Tetapi jika hanya itu yang dapat menyembuhkan kita maka mau tidak mau kita harus menerimanya walaupun itu menyakitkan dan harus membayar harga yang mahal. Jika kita sadar akan nilai keberadaan kita dan keseriusan masalah yang kita hadapi, maka biarlah kita berusaha menemukan jawaban kita dalam kebenaran dan bukannya dalam dongeng-dongeng yang menyesatkan. Kita adalah makhluk yang kekal, karena itu kita membutuhkan pertolongan dari Allah sejati yang kekal. Dan jika kita datang kepada Allah sejati, biarlah kita mengakui otoritas Dia untuk berfirman kepada kita, dan bukannya mengatur apa yang mau kita dengar. Dan karena harapan pertolongan hanya datang dari Allah, maka walaupun Ia berbicara dengan keras kepada kita, kita tetap harus mendengarkan Dia. Apalagi kita mengerti bahwa Allah yang baik tidak bermaksud menghempaskan kita dalam keputusasaan, melainkan untuk menyembuhkan kita. Bahkan sekalipun Ia menghukum, itu bukan untuk membinasakan, melainkan untuk menyucikan dan menyelamatkan kita. Biarlah dengan sikap batin yang benar ini kita mendengarkan apa yang mau dikatakan Allah kepada kita mengenai kehidupan di planet bumi ini: 1. kehidupan ini ketika diciptakan oleh Allah, baik adanya; kejahatan adalah diakibatkan oleh dosa dan bukan kesalahan Allah. Jika kita masih dapat menjalani kehidupan dan menikmati banyak kebaikan di dalam dunia ini, itu adalah anugerah-Nya kepada kita yang berdosa. 2. Permasalahan kehidupan yang begitu banyak ini mau mengingatkan bahwa kita sedang hidup di bawah bayang-bayang murka Allah. Inilah masalah serius yang harus kita selesaikan. 3. Karena kehidupan abnormal ini adalah akibat kesalahan manusia dan bukan maksud Allah, berarti kehidupan ini dapat ditebus. Orang Kristen patut bersyukur bahwa Allah telah menjanjikan untuk melakukan penciptaan kembali dunia ciptaan-Nya ini. Seluruh ciptaan menantikan hari itu. 4. Kehidupan ini harus kita jalani dengan segala masalahnya. Tidak ada janji Allah bahwa semua masalah akan disingkirkan, sekali umat-Nya, tidak akan terkecuali. Namun Ia memberikan kuasa penebusan sehingga kita dapat memiliki hidup yang berkemenangan di tengah-tengah dunia ini. Dengan pengertian demikian, Musa datang kepada Allah dalam doa, “14 Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hidup kami. Buatlah kami bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami, seimbang dengan tahun-tahun kami 195 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mengalami celaka.” (90:14-15). Dari Tuhanlah ia mengharapkan kuasa penebusan bukan menurut cara dan maunya sendiri, tetapi menurut hikmat dan kedaulatan Allah. Orang Kristen sejati takkan memaksa Allah mengerjakan semua permohonannya melainkan mengakui Allah memiliki hak penuh untuk memperlakukan dia menurut apa yang baik dalam pandangan-Nya. III. Mengalami kuasa penebusan Allah dalam kehidupan kita Hikmat sejati tidak berhenti di otak hanya sebagai pengetahuan untuk menjadi bahan diskusi, tetapi berakar di hati. Tujuan mendapatkan pengetahuan iman sejati ialah untuk kita hayati, kita hidupi, kita integrasikan dalam kehidupan kita sehingga kebenaran itu memerdekakan kita. Ciri-ciri kehidupan Kristen yang mengalami penebusan Allah akan ditandai dengan kemerdekaan Kristen berikut ini: 1. Kuasa penebusan Kristus memerdekakan kita dari jerat dosa dan melepaskan kita dari murka Allah. Inilah kebutuhan kita yang terutama karena tanpa kelepasan dari kutuk, ia takkan pernah memiliki kebahagiaan dan damai sejahtera sejati. Seseorang non-Kristen pernah mengungkapkan bahwa apa yang iri dari orang Kristen ialah karena mereka memiliki satu Pribadi yang mengampuni mereka, sedangkan ia tidak memiliki satu pun yang dapat mengampuni dia. Biarlah kita yang telah mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan injil keselamatan, bahkan yang berbagian dalam pelayanan gerejawi, betul-betul mengalami kuasa pembaharuan Allah yang menjadikannya kita anak-anak Allah yang sejati. 2. Kuasa penebusan Allah merubah hidup yang terjerat oleh kefanaan dan kesia-siaan menjadi hidup yang bermakna dan bernilai kekal. Biarlah kuasa penebusan Allah melepaskan kita dari banyak kebodohan dan tipu daya dunia yang akan menghanyutkan kita dalam kehidupan yang hanya berbuahkan penyesalan. Biarlah kemerdekaan Kristen mengarahkan pandangan kita ke Sorga. Tetapi kemerdekaan dari jerat dunia tidak menjadikan kita bersikap negatif terhadap ciptaan Allah. Kebalikan dari diperbudak oleh dunia ialah dimampukan untuk menjadi tuan yang bijaksana atas segala karunia Tuhan. Orang yang duniawi berpikir dengan meninggalkan Tuhan ia dapat menikmati hidup, tetapi sebaliknyalah benar, hanya dengan mengutamakan Tuhan kita baru betul-betul menikmati setiap karunia dalam dunia ini. 3. Kuasa penebusan Allah memampukan kita untuk menghadapi setiap situasi hidup kita yang tidak menentu ini dengan berkemenangan, dan bukannya menjadi korban situasi dan lingkungan yang seringkali sangat kejam. Dengan bersandar kepada Tuhan yang memberi kekuatan kepada kita, kita dapat menghadapi apa saja yang menghadang kita (Flp 4:13): tidak dihanyutkan oleh kelimpahan dan tidak dihempaskan oleh kesulitan; dan dapat bersyukur kepada Allah atas segala sesuatu, dan tahu bahwa segala sesuatu yang terjadi hanya akan mendatangkan kebaikan bagi kita (Roma 8:28) 4. Kuasa penebusan Allah merubah kehidupan kita dari kehidupan yang rusak menjadi kehidupan yang penuh kasih karunia dan kebenaran (Yoh 1:17). Gabungan kedua hal ini dalam diri kita akan menghasilkan kehidupan terindah. Inilah teladan Tuhan Yesus. Biarlah orang lain melihat dapat keindahan Kristus yang hidup dalam diri kita: suatu kehidupan yang menarik sebagai alternatif bagi dunia yang kecut, membusuk dan kejam. Dalam kehidupan Gereja, mungkin sekali terjadi bahwa kita saling melukai dan berlaku sangat kejam satu sama lain. Biarlah kita tidak menjadi orang Kristen yang kaku, keras dan tanpa belas kasihan; juga tidak menjadi orang Kristen mengabaikan kebenaran dan membolehkan apa saja. Kasih karunia dan kebenaran adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Kasih karunia tanpa kebenaran bukanlah karunia, melainkan sentimentil yang menjijikkan; dan kebenaran tanpa kasih karunia bukanlah kebenaran, melainkan farisiisme yang kejam. Dua macam kegagalan ini selalu terjadi dalam gereja. Biarlah oleh kuasa penebusan Allah, kita 196 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dijadikan orang Kristen yang bertulangkan kebenaran (teguh, tegas, dan tanpa kompromi dalam hal kebenaran), tetapi sekaligus memiliki hati dan daging yang penuh kasih karunia yang berasal dari kasih Kristus. Tetapi siapakah yang telah mencapainya? Keseimbangan ini bukan sifat alamiah kita, tetapi kita dipanggil untuk menuju ke situ. Dan keseimbangan kasih karunia dan kebenaran ini baru kita terbentuk di dalam diri kita, ketika kuasa penebusan Allah memperbaharui kita. Amin! 197 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D Do os sa ad da an nk ke es se ella am ma atta an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Roma 3:23-24 23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, 24 dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma–cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. Di dunia modern, ketika orang belajar banyak pengetahuan, mendalami realita dan berjuang dengan biaya research sangat besar, justru masih ada yang terlewat. Alkitab dengan tegas dan jelas membukakan realita yang exclusive yaitu, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23) Statement Paulus tersebut seringkali bukan dimengerti sebagai realita yang seharusnya diterima tapi justru ditolak oleh banyak orang. Padahal pernyataan itu bukan tuduhan yang dibangun dengan fanatisme. Ia membangun argumentasi dengan sangat teliti mulai dari konsep general (umum) mengenai dosa dalam Roma 1 hingga Roma 3:20 agar manusia akhirnya sadar. Dalam Roma 1 Paulus menegaskan dua statement terpenting mengenai realita hidup yaitu bahwa dunia sedang dikuasai oleh kondisi fasik dan lalim. Fasik ialah sikap sengaja melawan Allah bukan karena tak tahu akan keberadaan-Nya. Ketika diajar tentang Dia, dalam hati manusia selalu timbul sensus divinitas yaitu perasaan atau kesadaran bahwa ada penguasa lebih besar dari dirinya. Setelah mati atau berbuat kejahatan, ia harus berhadapan dengan pengadilan-Nya. Ia sangat tergantung kepada-Nya. Kekristenan di Indonesia menyebut-Nya Allah sedangkan agama atau bangsa lain memakai nama berbeda. Namun yang terpenting bukan istilah melainkan personifikasi atau konsepnya mengacu pada yang lebih tinggi dari manusia. Sensus divinitas bukan semakin dikembangkan tapi justru makin ditekan karena esensi dosa mencengkeram hingga manusia sengaja memberontak dan tak mau tunduk pada otoritas di atasnya. Ia menyatakan dirinya tertinggi maka yang lain harus tunduk. Inilah esensi dosa yang pertama yaitu sengaja menolak dan tak menghormati Allah. Ia makin dewasa semakin keras dan otoritatif hingga ingin selalu jadi pemimpin. Jiwa semacam itu tak baik karena sebenarnya ia yang relatif dan bisa salah tak berhak memiliki otoritas tertinggi. Lalim ialah sengaja menentang kebenaran dan dengan segala dalih, cara, alasan mencoba mengalihkan, membenarkan atau seolah boleh mentolerir. Manusia juga diberi konsep righteousness (kebenaran keadilan) yang ditanam dalam hati. Maka tak ada pencuri yang tak tahu bahwa tindakannya tak diperbolehkan. Sejak lahir, bayi langsung mampu menilai. Jangan berpikir ia tak mengerti hingga bisa dibohongi. Ia mungkin lebih peka daripada orang dewasa. Ia bisa tiba-tiba mempertanyakan soal keadilan. Tapi ketika memiliki pengertian, ia justru tak menjalankannya. Ia juga sangat egois hingga selalu berusaha menutupi kesalahan sendiri. Padahal ia tak pernah diajar berbohong. Tiba-tiba ia melakukan kesalahan. Setelah itu, ia 198 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 jadi malu dan ketakutan karena tahu akan menghadapi kesulitan. Tapi ketika ditanya, ia berani menyangkal. Padahal kebohongan terlihat dari wajah dan tingkah lakunya. Dalam Roma 2 Paulus mengargumentasikan bahwa tak ada toleransi atau alasan bagi orang Atheis yang tak percaya akan adanya Allah sehingga ia berhak melawan-Nya lalu tak mau mengaku dosa. Pengetahuan tentang keberadaan-Nya telah ditanam dalam hati terlebih dulu. Jadi, bukan karena rasa ingin tahu manusia. Tapi pengetahuan tersebut tak dikembangkan untuk mencari dan mengetahui Allah sejati. Di Eropa, banyak orang tak mau mengaku diri Atheis karena terlalu negatif. Sebagai gantinya, mereka menggunakan istilah “free-thinkers” (pemikir bebas). Padahal konsep yang dipikirkan muncul dari diri. Maka otoritas tertinggi di tangannya sendiri. Mereka menolak keberadaan-Nya supaya bisa jadi allah. Mereka sebenarnya merasa terancam dengan adanya Oknum di atas yang kelak mengadili. Inilah penyataan Nietzsche, filsuf abad 20 awal. Ia juga menyatakan telah membunuh Allah (the Death of God Theology). Itulah thesisnya dalam buku “Ecce Homo” dan “Thus Spake Zarathustra” yang sangat disukai di seluruh dunia karena mewakili kesenangan mereka. Paulus mengatakan bahwa ketika manusia tak mau memikirkan Allah, keberadaan-Nya bukan menjadi tak ada. Ia tetap exists. Sesuatu bersifat faktual atau realita sejati tak mungkin diadakan atau ditiadakan oleh pikiran orang. Contoh, seseorang dengan susah hati terus memikirkan anaknya yang telah mati. Walaupun demikian, anak itu takkan hidup kembali. New Age Movement justru mencampurkan virtual (ilusi) dan reality. Paulus juga mengatakan bahwa ketika manusia melawan kebenaran Allah, hatinya tetap tak dapat ditipu dan akan terus membisikkan Dia ada. Konon ada cerita tentang pemimpin komunis yang ketika mendekati ajal, tiba-tiba dengan gentar mengatakan bahwa ia harus menghadap Tuhan. Padahal seumur hidup ia tak pernah memikirkan-Nya. Saat itu ia harus berhadapan dengan momen eksistensial. Ia mulai sadar bahwa realita tak mungkin dipungkiri. Alkitab mengatakan suatu saat semua orang harus bertekuk lutut dan tundukkan kepala lalu mengaku bahwa Yesus Kristus ialah Tuhan, entah dengan ucapan syukur atau ketakutan. Dalam Roma 3 bagian awal, Paulus berargumen tentang mereka yang percaya pada tuhan tapi bukan Tuhan Yesus. Allah yang dipercaya masih belum jelas. Ia mengatakan bahwa percaya kepada-Nya belum tentu tak berdosa karena esensi dosa tak tergantung pada kepercayaan. Banyak orang berpikir kepercayaan menyelesaikan dosa. Orang Reformed juga seringkali beranggapan bahwa yang penting ialah percaya kepada-Nya sehingga dosa takkan mengganggu jaminan masuk ke Surga. Padahal cara berpikir semacam itu malah membawanya ke Neraka. Dalam Roma 6:23 Paulus mengatakan upah dosa ialah maut. Maka fakta dosa harus dimengerti dengan tepat oleh tiap orang termasuk yang beragama. Realita tersebut tak boleh diabaikan karena memang tak dapat dilepaskan dari hidup di dunia. Konsep beragama dan iman sejati sangat berbeda. Ada orang dengan sesuka hati memilih agama yang menguntungkan dan dapat memenuhi keinginan pribadi. Ini teori bisnis. Kalau selama mengikut tuhan yang dipilih, dirasa tak mendapat banyak berkat atau malah merugikan maka ia segera cari penggantinya. Sebenarnya yang dicari ialah pembantu supranatural. Seharusnya Tuhanlah yang berdaulat memerintah dan mengatur manusia. Sebagai ciptaan, ia harus taat dan menjalankan kehendak-Nya. Adapula yang mempunyai konsep tuhan mudah disogok dan diajak dealing. Misalnya, ketika diberi ayam putih seharga Rp 50.000,-, ia langsung memberi berkat sebesar Rp 100.000,-. 199 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Di dunia, banyak konsep agama tak sejati karena menjadi refleksi atau cerminan keinginan manusia. Inilah pemikiran Ludwig Feuerbach, filsuf Jerman yang sangat sinis terhadap semua agama termasuk Kekristenan padahal backgroundnya juga Kristen karena ia anak Pendeta namun akhirnya jadi Atheis. Sebelumnya, ia berbeban dan dipanggil-Nya untuk menjadi Pendeta. Ia masuk ke sekolah Teologi liberal. Tapi karena salah sekolah, imannya rusak. Ia berpendapat bahwa Tuhan yang ada di dunia merupakan ciptaan manusia menurut gambar dan rupanya sendiri. Jadi, bukan manusia diciptakan-Nya oleh Allah menurut gambar dan rupa-Nya. Maka tak ada guna percaya kepada-Nya. Orang dunia pada hakekatnya seringkali berkonsep demikian. Ada anak remaja berpendapat Ia kejam karena di Perjanjian Lama dikisahkan sekian banyak orang, baik pria, wanita dan anak-anak yang melawan-Nya langsung dibunuh. Allah seharusnya penuh cinta kasih dan tak boleh marah. Selain itu, Ia semestinya tua dan bijaksana, memiliki rambut serta janggut panjang dan putih. Di dunia telah muncul keterbalikan konsep agama. Maka Paulus berpendapat bahwa semakin manusia taat beragama, ia makin berdosa karena menciptakan tuhannya sendiri dan menolak Tuhan sejati. Kesimpulannya tercatat di Roma 3:23. Ironisnya, di jaman sekarang banyak orang merasa diri baik. Seharusnya mereka menyadari diri berdosa hingga tak ada jalan keluar selain berhadapan dengan murka Allah. Tak ada usaha yang dapat dilakukan untuk kembali ke jalur-Nya. Berita tersebut tak disukai karena membuat tertekan dan tegang. Maka dunia lebih suka narkoba. Dengan demikian, mereka dapat melupakan kesulitan hidup. Tapi hanya sementara. Kalau overdosis maka langsung pergi ke Neraka. Iman Kristen mengabarkan bahwa Tuhan membuka jalan, “oleh kasih karunia (anugerah Allah) telah dibenarkan (memperoleh keselamatan) dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” (Roma 3:24) Paulus berani menulis kalimat tersebut berdasarkan pengalaman hidupnya. Di Yoh 3:16 dicatat, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Hutang tak mungkin mendadak lunas kecuali orang lain bersedia menggantinya. Ketika hutang makin besar tapi ia semakin bangkrut maka tak mungkin mampu melunasinya. Demikian pula dengan dosa. Namun tak seorangpun rela berkorban menanggung beban orang lain kecuali ia sangat mencintainya. Apalagi hutang nyawa. Penebusan-Nya sangat tuntas dan merupakan pembayaran termahal bagi jemaat-Nya meskipun sesungguhnya tak ada tuntutan dan keharusan untuk itu. Seharusnya, Ia menghukum seluruh umat manusia. Alkitab menyatakan bahwa Allah menghendaki manusia bertobat dengan sungguh dan Ia dikembalikan pada posisi yang seharusnya dalam hatinya. Inilah yang menjamin ketika selesai dengan perjalanan sejarah, umat-Nya takkan dibuang melainkan kembali bersama Dia. Maka kebahagiaan sejati yaitu ketika hidup dalam pimpinan-Nya. Ia senantiasa memelihara umat-Nya sehingga tak terus menerus terjebak dosa. Itulah kehidupan terindah. Tapi orang yang hidup menurut keinginan sendiri, setelah selesai pun Ia melepaskannya karena tak pernah bersekutu dengan-Nya. Tuhan yang mengasihi juga adil. Ia menyediakan Surga sekaligus Neraka. Amin! 200 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me en ng giik ku utt Y Ye es su us s Oleh: Pdt. Rudie Gunawan Nats: 17 Markus 10 :17-31 Pada waktu Yesus berangkat untuk meneruskan perjalanan–Nya, datanglah seorang berlari–lari mendapatkan Dia dan sambil bertelut di hadapan–Nya ia bertanya: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" 18 Jawab Yesus: "Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja. 19 Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!" 20 Lalu kata orang itu kepada–Nya: "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." 21 Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang–orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." 22 Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. 23 Lalu Yesus memandang murid–murid–Nya di sekeliling–Nya dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." 24 Murid–murid–Nya tercengang mendengar perkataan–Nya itu. Tetapi Yesus menyambung lagi: "Anak–anak–Ku, alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. 25 Lebih mudah seekor unta melewati lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." 26 Mereka makin gempar dan berkata seorang kepada yang lain: "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" 27 Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal itu tidak mungkin, tetapi bukan demikian bagi Allah. Sebab segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah." 28 Berkatalah Petrus kepada Yesus: "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" 29 Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki–laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak–anaknya atau ladangnya, 30 orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki–laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal. 31 Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu." 201 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tindakan ‘meminta’ jadi biasa, sejak kecil sampai mati, mulai dari minta makan dengan bahasa tangisan hingga meninggalkan pesan: ‘Kalau mati, dibakar saja supaya tak merepotkan.’ Ada beragam cara dan bentuk permintaan. Hidup akan jadi kaku dan dingin tanpa relasi tersebut. Sepanjang hidup, ia terlatih meminta. Kalau cara satu gagal, digunakan yang lain. Permintaan kepada Tuhan tak sekedar minta seperti pada orangtua, guru, dosen, polisi atau yang berotoritas lebih kuat di mana sikap, perkataan dan mimik wajah harus diatur sehingga berkenan, disertai dengan kesediaan hati untuk bayar harga. Tapi manusia seringkali minta karena ada objek lebih tinggi. Kepada Allah, ia seringkali tak bersikap demikian melainkan malah lebih kurang ajar daripada dengan orangtua. Ia mungkin minta dengan mengancam. Misalnya, jikalau permintaan tak dikabulkan atau sakit penyakit tak disembuhkan maka ia tak lagi mau jadi Kristen apalagi mencari-Nya. Sebaliknya, Tuhan dipermalukan. Padahal Allah lebih hebat, besar, tinggi, kuat dan agung. Maka seharusnya sebelum masuk ke baitkudusNya, jemaat harus membuka sepatu, seperti yang pernah diajarkan pada Musa. Banyak orang pindah dari Gereja karena minta kepada-Nya sangat melelahkan dan harus sabar. Cara berpikir seperti itu tak beda dengan orang kaya yang saleh di Mrk 10:17-27. Mungkin ia cukup berumur, sekitar 40 tahun, sebab katanya di ayat 20, “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku (+ 15-20 tahun).” Pada usia 40 tahun, manusia mulai memikirkan sakit dan kematian. Usaha juga harus mantap karena setelah masa tersebut takkan ada peluang lebih baik. Tapi caranya tak beda dengan para murid. Ia berkata, “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Mrk 10:17) Namun Tuhan menjawab, “Mengapa kau katakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain daripada Allah saja.” (ayat18) Artinya, Ia menegur sekaligus membangun supaya orang tersebut tak basa-basi melainkan langsung mengatakan keinginannya. Sebenarnya Ia mengetahui hatinya yang menganggap diri sendiri baik lalu hendak mengadakan pengesahan. Tapi Ia tetap appreciate. Ketika minta kepada Tuhan, seharusnya tak boleh menganggap-Nya sebagai sumber otoritas. Jika tidak, orang Kristen akan terus bermain drama karena kalau tak sesuai keinginan-Nya maka Ia takkan mengabulkan. Padahal di Mat 6:8 Kristus mengatakan, “… Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.” Maka di ayat 6 tercatat, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.” Selain itu juga tak boleh beranggapan Tuhan memberi tanpa resiko. Ketika minta kendaraan, anak tak memikirkan resiko. Juga tak terpikir andaikata harus beli dengan biaya sendiri. Orangtua bijaksana akan menjelaskan bahwa bukan karena sudah lulus SMA ia harus memperoleh SIM. Jikalau dikabulkan, ia harus menanggung resiko karena biaya pemeliharaan dan perbaikan tak murah. Nilainya jadi tak sekedar harga beli saja. Yesus mengatakan bahwa manusia boleh minta tapi sebelumnya harus melakukan beberapa syarat (Mrk 10:19 dan 21). Banyak Pendeta menggunakan Mrk 10:21 untuk memeras orang kaya dan membuat mereka ketakutan. Sesungguhnya ayat tersebut bukan untuk mereka melainkan orang yang merasa diri kaya atau mampu. Tak seorang pun boleh menghina karena semua manusia sebenarnya kaya. Bahkan orang miskin pasti memiliki nilai kekayaan tersendiri diekspresikan dalam bentuk barang. Dan juga tak ada orang mau dihina 202 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sebab memiliki dignity/self-confidence yang membuatnya survive. Kalau ada kesempatan, ia pasti membalas orang yang menghinanya. Semakin merasa susah, ia makin menanamkan dalam diri bahwa masih memiliki kemampuan. Maka banyak cerita mengisahkan tentang orang kaya yang awal mulanya miskin sehingga harus melalui perjuangan berat. Tapi motivasi hanya Tuhan yang tahu. Permintaan harus disertai reason (alasan) jelas, bukan untuk sekarang tapi kelak. Seharusnya para murid langsung pandai setelah mendengar khotbah Yesus. Namun mereka malah berpikir untuk gerakan yang masih baru, dibutuhkan orang kaya semacam itu karena belum ada di kelompok Tuhan. Orang tersebut sangat saleh, secara sosial terkenal dan financially kuat. Isi hati para murid tercatat di Mrk 10:28 dan lebih jelas lagi di Mat 19:27, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” Itu merupakan ungkapan kekecewaan mereka. Sesungguhnya inti permasalahannya ialah perolehan yang mendorong mereka minta. Biasanya orang tak mempermasalahkan cara, entah mengelabui, merampas dll. Namun perikop tersebut menekankan tujuan. Misalnya, untuk memperlengkapi diri hingga hidup lebih nyaman atau menambah sesuatu yang sebenarnya telah ada. Namun yang kedua membuat seseorang diperbudak oleh keinginannya sendiri. Maka ia tak boleh berhenti hanya untuk sekedar fun karena itu berarti bermain dengan dosa. Yesus tak menggugurkan keinginan orang tersebut. Ia juga tak mengurungkan niat memberi hidup kekal pada mereka yang minta. Ia sangat mengasihinya (Mrk 10:21). Tapi ia pergi karena kecewa. Rupanya tak hanya orang kaya terhormat itu yang mengalami kendala dalam menerima Kristus. Para murid juga demikian. Problem Kingdom terjadi sejak awal Injil ditulis untuk menunjukkan bahwa para nabi dan raja terkecoh tentang Allah karena sifat-Nya tak sesuai pemikiran mereka. Padahal Dialah Sang Penguasa dan Pencipta. Klimaksnya ketika Nabi Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel diutus untuk mengatakan bahwa mereka harus menyerahkan diri ke Babel (Yer 25:11). Padahal saat itu mereka berjaya. Maka Yesaya dipasung sedangkan Yeremia diikat lalu dimasukkan ke sumur karena terjadi konflik dalam pikiran mereka. Berulangkali pula Yeremia mengalami konflik diri (Yer 20:7-18). Tapi semua itu merupakan proses transforming dimana perubahan harus terjadi. Predestinasi dan kedaulatan-Nya sulit dimengerti kecuali pernah mengalaminya. Tuhan sangat mengerti manusia. Maka Ia melayani pertanyaan seperti Mat 19:27. Seharusnya para murid yang mengikuti-Nya selama 2,5 tahun tak boleh bertanya semacam itu sebab telah menyaksikan keajaiban dan kehebatan Anak Allah. Semestinya mereka langsung bersembah sujud dan mengucap syukur. Petrus memang mantan orang besar yaitu bandar ikan dengan tiga perahu. Ikan yang ditangkapnya adalah kesukaan Kaisar. Ia juga yang tertua di antara para murid. Maka ia representatif ketika bertanya seperti di Mat 19:27. Kenyataan tersebut merupakan permainan emosi, motivasi dan logika bagi mereka. Setelah mendengar jawaban Yesus (Mrk 10:29-31), Petrus baru menyadari, bukan karena Tuhan dan Injil ia meninggalkan semuanya. Kristus telah mengetahui bahwa kalkulasi masih terlalu kuat dan erat mengikat pikiran mereka. Sehingga berpikir akan mendapat posisi dan keuntungan. Konsep tersebut tak pernah berhenti hingga diselesaikan oleh tulisan para Rasul. Seringkali manusia sulit memilih antara harta dan Yesus karena merasa masih hidup di dunia. Penyebab utama sebenarnya ialah karena Injil membongkar dan membuat hidupnya bertumbuh hingga timbul kerelaan untuk meninggalkan yang lama. Injil tak menghukum melainkan sangat revolusioner (mengembalikan 203 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sekaligus memberitahukan berita yang sungguh membahagiakan tapi ia malah ketakutan hingga tak mudah menerimanya. Di Mat 6:24 Ia menegaskan, “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Perikop tersebut membicarakan prioritas. pada yang asli) Kemudian dilanjutkan, “Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu,...” (Mat 6:25) Kalau pengajaran tersebut berhenti hanya di ayat ini, berarti Kristen gagal membangun kembali. Ayat tersebut sebenarnya mengatakan bahwa hendaklah rasa kuatir diarahkan secara tepat. Maka kebenaran harus dicari terlebih dulu. Ia tak menghapus perasaan tersebut melainkan membuat perbandingan (ayat 2630) untuk menunjukkan bahwa sebenarnya tak perlu kuatir berlebihan. Kekuatiran itu natural karena mendorong manusia untuk mencari nafkah. Para murid sebenarnya juga ragu menerima Tuhan karena lebih miskin daripada Yohanes Pembaptis yang berkharisma dan masih termasuk keturunan imam besar Zakaria. Kebanyakan pengikut Yohanes ialah soldiers. Tapi ia mati muda karena dimusuhi banyak orang. Sedangkan Yesus hanyalah keturunan tukang kayu dari Nazaret. Padahal Dialah Mesias. KehadiranNya secara fisik dan fenomenal sangat meragukan (Yes 53:2-3). Tapi ketika mendekati, mendengar serta memperhatikan Firman dan kebesaran jiwa-Nya, manusia takkan ragu lagi untuk terus ikut Dia dalam suka duka. Di Mrk 11:28 tercatat para imam bertanya untuk menjebak-Nya, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?” Sebab tiga partai politik Yahudi (Farisi, ahli Taurat dan Saduki) saling memperebutkan kekuasaan. Ketika Ia menjawab bahwa kuasa-Nya dari Allah, jawaban tersebut dianggap pelecehan. Padahal Ia berkata yang sebenarnya. menegaskan bahwa para pengikut-Nya akan memperoleh semua dengan adil. Akan ada pembagian, perhatian dan pemeliharaan yang adil. Mrk 10:31 Amin! 204 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 B Ba ap pa a--K Ku ulla ah hp pe en ng gu us sa ah ha an ny ya a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 15: 1-8 1 "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa–Kulah pengusahanya. 2 Setiap ranting pada–Ku yang tidak berbuah, dipotong–Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan–Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. 3 Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. 4 Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. 5 Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa–apa. 6 Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. 7 Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman–Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa 8 Dalam hal inilah Bapa–Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. demikian kamu adalah murid–murid–Ku." Di Yoh 15 Tuhan menggambarkan the exclusive relation between God and His people hanya pada para muridNya yang sejati. Ia juga dengan sangat tegas menjelaskan peranan-Nya dan tugas orang Kristen di dunia. Ia memulai dengan metafora/ilustrasi/perumpamaan tentang pokok anggur karena relasi tersebut tak bersifat riil/duniawi melainkan menyangkut spiritualitas atau totalitas hidup orang percaya. Sebelum pasal tersebut, Ia tak pernah mengajarkannya pada orang lain karena ajaran itu akan banyak dimanipulasi kalau jatuh ke orang yang tak sungguh dalam Tuhan. Pdt. Stephen Tong membuat eksposisi perikop tersebut dalam buku ‘Hidup Kristen yang berbuah’. Konsep tersebut dikenal sebagai union with Christ. Berulang kali Tuhan mengatakan, “Aku di dalam kamu dan kamu di dalam Aku.” Persatuan tersebut unik, utuh dan menggambarkan ikatan sangat dekat/intim. Kalau kalimat tersebut tak dimengerti dan dikomposisikan dengan tepat lalu direposisi atau ditafsir secara humanis, dapat menimbulkan kesalahan logika. Konsep tersebut juga ditunggangi seolah-olah manusia dapat mengalami elevasi/peningkatan mistik hingga jadi Allah. Ada orang berpendapat, kalau ia berada dalam Kristus dan Tuhan ada dalam dirinya berarti keduanya jadi satu maka perkataannya boleh dianggap Tuhan sendiri yang bicara. Secara logika masuk akal tapi kesimpulan tersebut salah. Ada pula yang berpikir, ketika ia bersatu dengan-Nya, seperti blended jadi campuran hingga tak kelihatan beda antara keduanya. Alkitab mengatakan, walaupun bersatu, Tuhan adalah Tuhan dan manusia tetap manusia. 205 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Di Yoh 15:1 Tuhan berkata, “Akulah pokok anggur yang benar …” Bagi Calvin istilah tersebut dapat berarti satu batang atau satu kebon anggur. Ia cenderung memahaminya sebagai keseluruhan kebon anggur yang berpusat kepada Kristus. Alasannya, anggur tak punya batang pertama yang berdiri kokoh. Ia juga mengatakan, sebaiknya tak perlu diperdebatkan karena dua pengertian tersebut dapat dipakai. Lalu dilanjutkan, “dan BapaKulah pengusahanya (the Owner).” Istilah tersebut bukan berarti Ia yang mengerjakan melainkan Dialah the Landlord berdaulat penuh dan mutlak. Maka Ia tak perlu terus menerus exist di kebon anggur. Meskipun memakai banyak pekerja, Ia selalu menjaga, consider, mempedulikan dan sangat menentukan perkembangan. Sedangkan yang dimaksud dengan “ranting” di ayat 2 yaitu orang Kristen. Para pekerja apalagi “ranting” tak berhak protes terhadap keputusan-Nya. Sebelum konsekuensi ditegaskan, Tuhan mereposisi tiga oknum yang berperan. Allah berada di posisi pertama sedangkan yang terutama ialah Kristus. Tapi posisi-Nya harus kembali kepada Bapa di Surga yang menata dan menyediakan segalanya. Jadi, tiap bibit yang ditanam di kebon anggur tersebut termasuk pilihan. Gerakan Allah yang purposeful telah menarik orang kepada Tuhan. Hanya sebagian kecil di antara berjuta orang. Sungguh anugerah besar sekaligus indah. Kebon tersebut juga dikelola dengan sungguh dan sedang ditunggu hasilnya yang terbaik secara kuantitas dan kualitas. Tujuan terakhirnya, Bapa semakin dipermuliakan. Konsep tersebut ketika dimengerti secara tepat, akan menimbulkan sikap/respon yang sangat indah karena hidup jadi meaningful. Orang beriman sejati mengetahui secara jelas hubungannya dengan objek iman dan berjalan di dalam-Nya. Kalau objek imannya lepas berarti hubungan tersebut sebenarnya palsu. Ia tak sungguh percaya kepada Allah. Iman sejati muncul dari hati yang sadar, bukan sekedar emosi atau ambisi rohani melainkan kesadaran who God is. Hanya kedaulatan-Nya sanggup menyembuhkan orang sakit hampir mati sekalipun. Sedangkan ambisi manusia seringkali justru kontra dengan kehendak-Nya serta mengacaukan positioning karena Allah dipermainkan dan dituntut untuk tunduk padanya. Allah menghendaki orang Kristen/the chosen people beserta seluruh pekerjaannya sungguh kembali ke dalam persekutuan dengan-Nya dan mencapai maksud-Nya. Yang taat akan diberkati sedangkan yang melawan akan dihukum mati. Pengajaran tersebut sangat dilawan oleh dunia. Konsep dekonstruksi modern menginginkan bukan Allah yang menekankan proposisi. Dalam pergerakan filsafat agama, narative theology telah memasuki Kekristenan. Theologi tersebut mengatakan, Kekristenan tak berhak menyatakan proposisi pada jemaat. Pernyataan bahwa orang Kristen harus bertobat, tak boleh diungkap karena terlalu kasar dan kaku. Pernyataan bahwa harus percaya kepada Kristus sebagai Juruselamat karena kalau tidak, akan masuk ke Neraka, juga tak diperbolehkan. Pernyataan tersebut dianggap terlalu memastikan. Dunia modern dalam nuansa global sekaligus relativistik menginginkan allah yang lebih lembut dan open menerima berbagai konsep. Tiap pribadi dianggap memiliki human right maka tak mau ditentukan oleh yang lain. Ia tak ingin orang lain lebih berotoritas. Sekitar 40-50 tahun lalu, manusia modern mengasihani mereka yang percaya kepada Tuhan meskipun belum pernah melihat-Nya. Kepercayaan tersebut dianggap sangat primitif dan banyak larangan. Di Eropa sekarang mungkin masih ada orang semacam itu yang sangat marah ketika diajak diskusi mengenai Allah dan menganggap diri tak membutuhkan-Nya padahal hidupnya makin kering. 206 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Di jaman praRenaisance, Kekristenan sangat kuat. Ketika humanis muncul hingga masa pencerahan (enlightment), mereka melawan Kekristenan. Tapi hati nurani manusia terus berbisik, Allah ada. Ketika menjelang ajal, mereka baru mengaku akan menghadap Tuhan. Saat harus menghadapi momen eksistensial, mereka sadar tak mampu melarikan diri. Maka modernisme yang berjalan sejak abad 17-19 mulai goncang di abad 20, khususnya ketika manusia merasa hebat lalu berperang hingga banyak orang terbunuh dan dunia jadi rusak. Di jaman postmodern dan new age ini banyak orang mau percaya tuhan, dewa, ilah dan setan. Manusia pun mampu jadi allah. Mereka merasa membutuhkan tuhan yang dapat diajak shake hand/dealing. Jadi, format postmodern god yaitu allah yang sangat familiar, friendly dan tak terlalu mengatur apalagi memaksa karena sekarang jaman dialog. Ada ajaran mengatakan, tuhan bagaikan teman. Maka kalau tak suka, manusia berhak memakinya dan mencari win-win solution. Itu bukan Tuhan versi Alkitab. Allah sejati pasti marah ketika manusia jatuh ke dalam dosa. Ia akan membuang orang berdosa tanpa tawar-menawar. Ia juga tak tergantung budaya. Di Yoh 15:2 Tuhan berkata, “Setiap ranting padaKu yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” Ayat tersebut bukan bicara mengenai keselamatan dapat hilang atau tidak melainkan esensi umat Allah sejati. Karena dosa, Kristus harus pergi ke Yerusalem lalu dipukuli, diludahi hingga mati disalib di Golgota untuk menebus umat-Nya. Sesungguhnya Ia tak perlu melakukan semua itu karena memang bukan kesalahanNya. Tapi Ia tetap taat menjalankannya karena cinta-Nya kepada Bapa. Seharusnya Ia berhak mendapat pujian karena telah mengerjakan yang terbaik hingga jadi berkat bagi banyak orang. Sepanjang hidup, Ia selalu melakukan yang benar, rela berkorban, meskipun tak pernah kaya atau punya kedudukan/status tapi sanggup memberi makan ribuan orang. Ia memiliki pengharapan sangat besar bagi orang percaya. Kalau manusia difitnah dan diperlakukan tak adil pasti sangat marah padahal kemungkinan bersalah. Orang dunia kerja keras tapi akhirnya sia-sia belaka. Semuanya tak berharga. Maka Tuhan menghendaki tiap anak-Nya memiliki makna hidup jelas, bukan mengejar hal sekunder melainkan primer. Dialah yang memberi nilai. Menurut pandangan manusia, kasus Ayub menyakitkan padahal sebenarnya justru sangat mulia. Ia telah dipertaruhkan oleh Allah demi kebesaran nama-Nya. Dignity dan harkat hidupnya sangat luar biasa. Di Ayb 1:8 Tuhan berkata pada Iblis, “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Lalu Setan jawab, “Apakah dengan tidak mendapat apa-apa Ayub takut akan Allah? Tetapi ulurkanlah tangan-Mu dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau di hadapan-Mu.” (ayat 9 dan 11) Ia kelihatan sengsara tapi peranannya sangat kritis dan tanggung jawabnya amat besar. Di Yoh 15:15 Tuhan menyebut orang percaya sebagai sahabat, bukan lagi hamba. Banyak orang Kristen bangga sekali dengan ayat tersebut. Sesungguhnya mereka gentar karena Ia mempercayakan sesuatu yang sangat besar. Kalau sampai mempermalukan-Nya, betapa celakanya karena posisi sudah dinaikkan tapi tetap tak tahu diri. Maka pola pikir harus direposisi. Dengan demikian hidupnya akan diproses jadi penuh makna di dalam tangan-Nya. Amin! 207 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D Diip piilliih hu un nttu uk kb be errb bu ua ah h Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 9 Yohanes 15:9-17 "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih–Ku itu. 10 Jikalau kamu menuruti perintah–Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih–Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa–Ku dan tinggal di dalam kasih–Nya. 11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita–Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. 12 Inilah perintah–Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat–sahabatnya. 14 Kamu adalah sahabat–Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa–Ku. 16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama–Ku, diberikan–Nya kepadamu. 17 Inilah perintah–Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." memberi prinsip dan kekuatan panggilan Allah. Ketika boleh diangkat jadi anak-Nya, itu merupakan anugerah-Nya yang sangat besar. Perikop tersebut dimulai dengan pernyataan-Nya, “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihKu itu.” (ayat 9). Lalu diakhiri dengan perintah-Nya, “Kasihilah seorang akan yang lain.” (ayat 17) Inilah inti iman Kristen. Yoh 15:9-17 Panggilan Kristen merupakan ikatan kasih sangat erat karena Tuhan menganggap orang percaya sebagai sahabat maka diceritakan-Nya semua. Sebenarnya status orang Kristen hanyalah hamba atau budak karena telah dibeli lunas maka tak boleh tahu yang dikerjakan oleh tuannya (ayat 15). Selain itu, ia seharusnya binasa karena berada dalam cengkeraman setan. Lalu Kristus menyerahkan nyawa dan mati baginya. Padahal ia tak lebih baik, layak, pandai dan talented di tengah seluruh umat manusia hingga sangat dibutuhkan sedangkan yang lain tak boleh dekat dengan-Nya. Seharusnya ia mengerti dan menyadari bahwa Tuhan ingin membangun relasi yang sangat intim dengannya hingga boleh memanggil Bapa kepada Allah. 208 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Maksud perlakuan Tuhan semacam itu jangan dipikirkan memakai konsep dunia yang bisa salah di mana sahabat harus saling mengerti dan dealing karena keduanya punya hak sama. Sahabat dalam konteks Yoh 15:9-17 bukanlah yang berdialog dengan posisi sejajar tapi justru tak boleh melupakan sejarah yaitu status hamba. Jadi, ordonya vertikal namun Allah yang berdaulat bukan malah harus mengikuti keinginan manusia berdosa. Kristus memberi syarat atau patokan penting, “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (ayat 14) Itulah keselamatan. Maka orang Kristen harus kembali ke posisi yang benar dan tak boleh bersikap kurang ajar terhadap-Nya. Bagian tersebut menunjukkan nuansa paradoxical. Banyak orang Kristen berpikir, Allah memilihnya supaya masuk ke Surga. Pemikiran seperti itu egois. Alkitab tak pernah mencatat janji semacam itu. Bahkan baptisan pun belum menjamin. Surga hanyalah fasilitas sekunder yang diberikan setelah ia menjalankan kehendak-Nya sebaik mungkin. Di ayat 16 Tuhan membicarakan tujuan panggilan, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (kekal),…” Ayat tersebut sangat keras menekankan prinsip predestinasi dimana inisiatif pertobatan bukan dari manusia melainkan selalu Allah menyentuh hatinya lalu ia berespon. Tak seorang pun sanggup memilih Dia. Di Roma 8:29 juga dicatat, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula…” Di Ef 2:8-10 Paulus menegaskan lagi, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Seharusnya orang Kristen berterimakasih atas penebusan-Nya. Ironisnya, kebanyakan lebih ingat bagian terakhir Yoh 15:16, “supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikan-Nya kepadamu.” Padahal sesungguhnya Allah tak perlu diklaim. Sebelum manusia sadar, Ia telah mengetahui kebutuhannya karena jauh lebih bijaksana. Allah tak pernah memberi janji tanpa tuntutan tugas. Contoh, di Mat 28:19-20 dikatakan, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. (Janji-Nya) Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (The God of Immanuel/providensia Allah) ” Tuhan memberikan hak tersebut hanya pada orang Kristen yang dipanggil untuk melayani-Nya dan memberitakan Injil. Ketika orang Kristen disebut sebagai sahabat sekaligus anak Tuhan, apa maksudnya? Pertama, membawa pengertian bahwa hidup penuh makna. Di dunia banyak orang kehilangan arah hidup. Ada yang kerja keras mencari nafkah tapi hidupnya lama kelamaan jadi kosong. Ada pula yang hidupnya sangat susah dan makin terjepit. Lalu mereka jadi stres, lelah dan jenuh. Padahal ketika mengerjakan proyek dan mengejar sasaran, semua itu tak mungkin terjadi. Sebaliknya, mereka akan excited. Setelah mencapai satu sasaran, muncul yang lain. Maka hidup jadi dinamis. Namun orang dunia tak punya pegangan atau purpose. Kalaupun ada, itu makna yang mereka berikan sendiri. Lama kelamaan kecewa juga karena makna tersebut tak sejati. Pekerjaan di Ef 2:10 bukan hanya pelayanan di Gereja hingga seluruh jemaat jadi pendeta. Tuhan memanggil orang Kristen di segala bidang. Maka mereka harus bergumul mengenai penempatan, tujuan dan pertimbangan sesuai kehendak-Nya sehingga makna tertinggi dapat dicapai. Di bawah pimpinan-Nya, 209 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 etos kerja seharusnya berubah. Bahkan pindah kerja pun harus menurut rencana-Nya. Dengan demikian makna hidup tak terkunci oleh situasi, uang atau segala sesuatu. Hidup semacam itu nyaman sekali. Allah juga takkan membiarkan jemaat-Nya menganggur. Pengangguran sebenarnya akibat ketidaktaatan manusia kepada-Nya. Di Kis 20:24 Paulus dengan jelas mengatakan, “Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah.” Kedua, hidup jadi dinamis (powerful life). Orang Kristen seharusnya mampu mengajak yang lain supaya giat, rajin dan semangat menjalankan pekerjaan Allah demi kemuliaan-Nya meskipun sulit. Selama pelayanan, jangan menggunakan standard yang sama dengan kafir. Walaupun tak secara materi, sesungguhnya para pelayan-Nya telah dibayar jauh lebih mahal yaitu dengan darah Tuhan yang mati menebus dosa manusia sehingga terbebas dari ikatan belenggu Iblis. Ironisnya, ada Gereja membayar jemaat supaya lebih giat pelayanan karena pikiran mereka terlanjur tercemar materialisme. Ketiga, hidup jadi fruitful. Di Yoh 15 dicatat, Kerajaan Allah seperti kebun anggur dengan Bapa sebagai pengusaha, Kristus pokok anggur dan semua pengikut ialah carangnya yang harus berbuah. 1. buah itu mempunyai unsur banyak (kuantitas). Alkitab berulangkali menekankan ‘berbuah banyak’. Di ayat 2, Tuhan mengatakan, “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” Kemudian di ayat 6 ditegaskan lagi, “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang keluar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” Allah menghendaki jemaat-Nya tak sekedar kerja tapi harus strategis. Pohon anggur memang membutuhkan perawatan sangat teliti dan waktu yang lama. 2. anggur juga punya kualitas. Anggur asam meskipun dalam jumlah banyak, takkan terpakai. Tuhan menghendaki anggur manis. Artinya, struktur makanan harus tepat. Vitamin yang dibutuhkan cukup. Nutrisi ada. Jadi kalau ingin menghasilkan buah yang baik maka harus memperlengkapi diri. Pdt. Stephen Tong pernah mengatakan, seperti Tuhan mengajarkan supaya berbuah, dua hal yang seringkali dikontraskan atau didualismekan seharusnya digabungkan. Jadi, kuantitas sekaligus kualitas harus baik. Tak ada yang boleh dikorbankan. Orang yang berpikir semacam itu mungkin tak banyak. Memang tak mudah mencapainya tapi harus melalui pelatihan jiwa yang sungguh bersedia dipakai oleh Tuhan. Mitos yang membatasi diri kadang perlu didobrak. Theologi Reformed tak berhenti hanya di kota besar tapi telah masuk ke desa. Selama ini pelayanan hamba Tuhan pedesaan sangat bersemangat namun tak berisi karena belum ada pembinaan kualitatif yang baik. Maka ketika dilatih, menurut mereka Theologi Reformed belum pernah dipelajari. Theologi Reformed juga bukan hanya untuk orang pandai. Sebenarnya semua orang dari berbagai kalangan mampu mengerti, hanya cara mengajarkannya beda. Masalahnya, mau belajar atau tidak. Sesungguhnya, hidup orang Kristen hendak dijadikan saluran sehingga buah yang dihasilkan manis dan bermutu tinggi. Maka carang harus mendapat makanan yang cukup dari pokoknya. Kalau Tuhan bersedia memakai, biarlah kemuliaan senantiasa bagi-Nya. Amin! 210 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 C Ca arra an ng gy ya an ng gs se ejja attii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 15: 1-3/ Mat. 7:15-23 Yohanes 15 1 "Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa–Kulah pengusahanya. 2 Setiap ranting pada–Ku yang tidak berbuah, dipotong–Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan–Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. 3 Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Matius 7 15 "Waspadalah terhadap nabi–nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. 16 Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? 17 Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. 18 Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. 19 Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. 20 Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. 21 Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga. 22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama–Mu juga? 23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" termasuk bagian eksklusif di mana Kristus menyatakan hubungan antara umat Tuhan sejati dan Allah yang sangat intim/dekat hingga disebut the communion/the mistical union with Christ. Bagian tersebut akan sangat bahaya jikalau tak dimengerti secara tepat. Mereka yang bukan anak Tuhan sejati boleh membaca bagian tersebut dan mungkin mampu memperoleh pengertian tepat tapi tak mungkin sanggup menjalankannya karena pelaksanaannya harus dimulai dari Allah. Selain itu, bagian tersebut cenderung dimanipulasi. Maka Kristus tak mengajarkan prinsip tersebut pada orang lain sebelum Yudas diusir. Yoh 15:1-3 Sesungguhnya, tak seorang pun berhak menentukan nasib orang lain. Ironisnya, ada orang Kristen dengan logika yang tampak benar berani menggunakan ayat 4, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu” 211 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 untuk menunjukkan dirinya dan Kristus telah bersatu lalu perkataannya boleh dianggap sebagai kehendakNya. Inilah sikap mentuhankan diri. Di ayat 2 Kristus menggambarkan umat-Nya sebagai ranting/carang/branches yang tumbuh di dalam kebun anggur. Ranting tersebut kelihatan sama tapi sebenarnya ada dua macam: 1. yang berbuah, 2. yang tak berbuah. Carang asli yaitu yang berbuah. Carang tersebut akan selalu dibersihkan sehingga berbuah banyak bagi Kerajaan-Nya. Inilah cara terbaik meski kadang menyakitkan bahkan menghancurkan. Sedangkan carang palsu takkan pernah berbuah maka dipotong lalu dibuang, dibiarkan jadi kering dan akhirnya dibakar. Sebenarnya, kedua positioning tersebut telah terjadi dalam diri 12 murid Tuhan yaitu 11 yang asli dan 1 palsu. Dalam konsep tersebut Tuhan menunjukkan, yang terjadi di dunia bukan sesuatu yang tampak beda total melainkan mirip tapi palsu. Untuk membedakan Kristen dan agama lain sangat mudah. Tapi yang sulit justru ketika harus membedakan dua orang Kristen dengan banyak kesamaan. Ayat tersebut juga seringkali disalah mengerti dengan mengatakan, orang Kristen suatu saat selamat masuk ke Surga tapi di lain waktu tak selamat lalu masuk ke Neraka. Di Mat 7 Tuhan memberi gambaran lebih jelas yang menunjukkan konektivitas/hubungannya dengan Yoh 15. Selain itu, pengungkapan Mat 7 lebih tegas, tajam dan terbuka untuk mengkritik sekaligus memperingatkan karena konteksnya yaitu khotbah di bukit dimana banyak orang mendengarkan. Tapi Yoh 15 lebih mendalam. Di Mat 7:15 Tuhan berkata, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” Jadi, antara yang asli dan palsu sulit dibedakan. Lalu Ia menggunakan perumpamaan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.” (ayat 16-18) Lalu Tuhan melanjutkan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, … Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah daripada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (ayat 21-23) Di Mat 13:30 mengenai perumpamaan tentang gandum dan lalang, Tuhan berkata, “Biarlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.” Kalau orang Kristen terkecoh lalu salah menempatkan diri hingga beriman palsu tapi tetap meyakininya benar, masalah tersebut tergolong sangat besar karena menyangkut nyawa. Hendaknya ia sadar, bertobat dan mencoba mengerti Kekristenan sejati sebelum terlambat yaitu ketika harus berhadapan dengan Tuhan. Meskipun ia aktif melayani di Gereja, sering berbuat baik, kelihatan saleh dan khusuk saat berdoa atau berpuasa, semua itu tak menunjukkan kesejatian imannya. Orang saleh semacam itu tak selalu Kristen. Baptisan juga belum membuktikan ia beriman Kristen sejati. Banyak orang dibaptis bukan karena ingin jadi Kristen. Contoh, supaya diterima di sekolah Kristen dengan biaya murah dan tanpa dipersulit. Ada pula 212 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 yang berpikir, baptisan merupakan jaminan untuk masuk ke Surga. Maka setelah itu, ia boleh bertindak sesuka hati dan menghilang dari Gereja. Konsep tersebut bukan gambaran the true Christian. Ada pula yang berpendapat, orang Kristen sejati harus mampu berbahasa Roh sebagai manifestasi. Pendapat tersebut juga tak sesuai Alkitab. Pohon anggur tak mudah berbuah. Kalau tak disiangi dan dipelihara sebaik mungkin, lama kelamaan jadi semak belukar. Calvin berpendapat, orang Kristen harus menemukan konsep dasar dari perumpamaan yang diungkap oleh Tuhan. Orang Kristen sejati bertumbuh, mulai dengan kesadaran bahwa dirinya kotor, najis, jahat, berdosa dan binasa hingga butuh pengampunan, penebusan sekaligus pembersihan oleh darah Kristus yang tercurah di salib untuk membasuh serta menyucikan karena manusia tak sanggup mengupayakannya. Itulah reaksi semua tokoh Alkitab ketika pertama kali bertemu Tuhan. Maka pengertian iman Kristen sejati dimulai dari berita penginjilan mengenai manusia berdosa. Inti berita tersebut yaitu bahwa Kristuslah Tuhan atas hidup jemaat-Nya. Tanpa Roh Kudus berkarya, dunia yang humanistik takkan mau menerima fakta tersebut karena terlalu sombong untuk mengakui kelemahan. Ketika dosanya ditegur sekaligus dikoreksi, mereka takkan berterimakasih melainkan marah karena merasa orang lain mengganggu keangkuhannya dan mencampuri urusan pribadinya. Ada orang Kristen mengatakan, baptis curah membersihkan hanya bagian kepala. Maka harus baptis selam untuk membersihkan secara total dan memperoleh keselamatan. Bagaimana dengan jemaat yang sakit hingga tak mungkin dibaptis selam? Dosa merupakan masalah rohani bukan jasmani. Baptisan hanyalah kebersihan bersifat simbolik di mana Roh Kudus turun ke dalam diri jemaat. Jadi, bukan air yang membersihkan. Baptisan juga bukan kategori penyelamatan. Selain itu, kebenaran-Nya tak tergantung kondisi. Ada pula yang berpendapat, baptisan harus menggunakan minyak. Orang dunia malah percaya pada praktek mistik seperti perdukunan. Di 2 Raj 5:10 nabi Elisa menyuruh Naaman, panglima raja Aram, “Pergilah mandi tujuh kali dalam sungai Yordan, maka tubuhmu akan pulih kembali, sehingga engkau menjadi tahir.” Tapi Naaman tak mau, “Bukankah Abana dan Parpar, sungai-sungai Damsyik, lebih baik dari segala sungai di Israel? Bukankah aku dapat mandi di sana dan menjadi tahir?” (ayat 12) Para pegawainya berkata, “Bapak, seandainya nabi itu menyuruh perkara yang sukar kepadamu, bukankah bapak akan melakukannya?” (ayat 13) Lalu di ayat 14 tercatat, “Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan, … Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia menjadi tahir.” Jadi, perkataan nabi yang powerful. Di Yoh 15:3 Tuhan berkata, “Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.” Pembersihan oleh Firman bukan sebagai bukti supaya diselamatkan. Ia justru menyelamatkan dahulu barulah pembersihan dilakukan. ‘Sudah dibersihkan’ mengandung unsur paradoksikal yaitu sebagai titik awal untuk terus menerus dibersihkan sampai mati. Maka pembersihan oleh Firman seharusnya membuat orang Kristen yakin dan confident untuk terus menikmati sekaligus bersandar kepada-Nya. 1. 2. rasional/pemikiran, emosional/perasaan. Jadi, perasaan bukan di hati/lever atau jantung/heart. Ia pasti mengerjakan dan memperjuangkan hanya yang menurut anggapannya baik dan benar. Kalau otaknya salah, semua yang dijalankannya juga salah. Otak dapat dibersihkan dan dididik hanya dengan Firman yang adil, suci dan mulia. Maka Kekristenan terutama Reformed mengajak kembali kepada Alkitab meskipun tak mudah. 213 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketika menanam anggur, pemilik kebun menunggu hasil terbaik. Buah itu akan jadi kriteria kesuksesan the owner. Ia memotongnya berulang kali per bagian supaya hidupnya berproses hingga akhirnya dapat dipakai untuk menjalankan pekerjaanNya. Hidupnya terus dimurnikan. Maka hendaknya orang Kristen tak marah ketika diproses oleh-Nya. Paulus berprinsip, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah.” (Flp 1:21-22) Maka ia selalu jadi berkat. Amin! 214 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 H Hiid du up py ya an ng gb be errb bu ua ah h Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 15:4-7/ Matius 7:15-23 Yohanes 15 4 Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. 5 Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa–apa. 6 Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi 7 Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman–Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. Matius 7 15 "Waspadalah terhadap nabi–nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. 16 Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? 17 Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. 18 Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. 19 Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. 20 Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. 21 Bukan setiap orang yang berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa–Ku yang di sorga. 22 Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada–Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama–Mu, dan mengusir setan demi nama–Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama–Mu juga? 23 Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada–Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" 215 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tuhan berulang kali memberi gambaran mengenai prinsip orang Kristen harus terus menerus berbuah. Salah satu prinsip penting, Kekristenan tak diarahkan jadi iman yang mati secara essensial melainkan hidup. Materi tak mengalami proses dan tak punya nuansa hidup. Batu tak mungkin beranak melainkan terkikis oleh erosi. Tapi tumbuhan bahkan sel amoeba hidup. Dan unsur vitalitas termasuk paling penting dalam hidup. Ada pula unsur mortalitas dan kekuatan prokreasi. Maka pohon tak hanya cari makan tapi juga bertunas dan berbuah. Kalau tidak, ia akan terancam punah. Jadi, hidup punya qualitative difference. Kemungkinan hidup terus diperjuangkan oleh dunia medis. Tapi benda mati jadi hidup ialah tipuan palsu ilmu pengetahuan tak bertanggung jawab karena tak terbukti. Kalau kerohanian mati, demikian pula Gereja. Kalau hidup, harus berbuah. Kalau tidak, akan dipotong, dibuang dan dibakar karena sebenarnya ia sudah mati. Bukan berarti Tuhan membunuhnya tapi ia telah mati terlebih dulu. Kalau berbuah dan kualitasnya bagus, akan dipelihara serta dibersihkan (pruned) supaya hasil berlimpah (Yoh 15:2) sehingga nama-Nya makin dipermuliakan. Kalau tak lagi mampu mengembang dan berbuah bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan jadi berkat bagi orang di sekelilingnya, berarti sudah mencapai tingkat kemandulan yang membahayakan. Saat ini banyak orang Kristen hanya memikirkan keuntungan yang dapat dinikmatinya sendiri. Ketika melayani Tuhan, mereka tak memikirkan buah yang dihasilkan. Padahal ketika baru bertobat, mereka punya jiwa penginjilan dan semangat rela berkorban yang sangat besar untuk melayani. Contoh, pergi ke Gereja untuk mempelajari ilmu seperti teknik pelayanan, struktur organisasi, administrasi, dll yang improving/memperkaya diri sendiri. Motivasi tersebut kelihatan baik tapi sebenarnya tak seimbang. Gereja jadi tempat magang. Seharusnya ia mencari kekurangan Gereja tersebut lalu mau sharing. Hidup Kristen bukan mencari hak melainkan mengejar kewajiban dan takkan puas sebelum berbuah banyak. Selain itu, ia harus berdoa agar berkenan di hadapanNya. John F. Kennedy pernah mengatakan, “Don’t ask what the country can do for you, but ask what you can do for your country.” Tapi Allah telah berbuat banyak untuk jemaat-Nya maka Ia mengharapkan mereka berbuah. Kristus yang mati disalib telah menjadikan mereka hidup padahal seharusnya binasa. Ia telah menebus dosa mereka. Yang rusak juga telah diperbaiki-Nya. Ketika carang berbuah banyak, pemilik kebun anggur datang lalu memotong dan membawa buah yang terbaik. Bijinya akan ditanam lagi. Sedangkan bibit jelek takkan dipakai. Di dunia yang hanya memikirkan rights dan meniadakan responsibility, Allah mengajak umat-Nya kembali mengerti essensi kehidupan Kristen yaitu berbuah karena seseorang berada di kampus, kantor, lingkungan atau keluarga tertentu bukanlah kebetulan melainkan pimpinan-Nya. 1. Sebagai terang, ia melakukan iluminasi/memancar/menyinari. Untuk tugas tersebut, Tuhan tak menuntutnya jadi sempurna seperti malaikat melainkan harus sungguh bertobat hingga terjadi perubahan hidup yang drastis. Orang yang melihatnya, langsung menyadari bedanya. Dulu gelap, sekarang terang. 2. Sebagai garam, ia melakukan penetrasi. Untuk merasakan masakan yang pakai dan tanpa garam, tak perlu keahlian khusus meskipun garamnya tak terlihat. Setelah masuk ke dalam masakan, garam langsung larut seluruhnya. Masakan yang kelihatan enak, tanpa garam jadi hambar. 216 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ketika orang Kristen masuk ke dalam lingkungan tertentu, mungkin keberadaannya tak disadari oleh yang lain tapi mereka merasakan pengaruhnya. Suasana jadi berubah. Dulu beku, sekarang enak. Tuhan menghendaki kehidupan orang Kristen tak berorientasi pada diri sendiri. Di ayat 7 Ia berjanji, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Kalau ayat tersebut selalu diingat tapi ayat 1-6 tak dimengerti secara tepat berdasarkan konteks pengertian semula, ia jadi sangat egois. Sesungguhnya ayat tersebut bukan himbauan melainkan perintah. Lalu buah seperti apa yang Allah inginkan? Pertama, buah harus sesuai/menentukan jenis pohonnya. Di Mat 7:15 Tuhan memberi perumpamaan sangat tajam, “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” Di ayat 21-23 Ia berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah daripada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Logika terlalu dangkal beranggapan orang semacam itu pasti bukan hamba setan. Padahal iblis punya taktik licik luar biasa. Tuhan tak dapat berbohong atau melakukan yang tak benar dan tak bermoral. Iblis sanggup berdusta, membunuh dll. Tampaknya ikut iblis lebih enak. Ketika menyaksikan orang mengadakan mujizat, kebanyakan beranggapan dia itu hamba Tuhan. Padahal dukun juga mampu melakukannya. Di Mat 7:16 Ia melanjutkan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” Di ayat 17 Ia mengatakan, “Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik.” Maka buah Kekristenan tak dapat lepas dari kepribadian Kristus dan seluruh misi panggilan-Nya. Tanpa pengetahuan cukup, orang Kristen akan jadi korban kebodohannya sendiri. Kedua, Tuhan menuntut kualitas buah baik. Anggur yang bagus, jumlahnya banyak dan rasanya enak. Kualitas buah harus tetap diperjuangkan agar mempermuliakan Bapa di Surga. Ada ilustrasi mengenai pelayanan. Seorang kakak yang sudah SMA punya adik berusia 6 tahun. Si kakak melayani di Gereja sebagai guru sekolah minggu. Ia berencana akan mempersiapkan aktivitas prakarya bagi para muridnya di kelas kecil. Lalu ia pergi ke perpustakaan sekolah untuk mencari gambar yang bagus dan mudah digunting. Akhirnya ia menemukannya lalu gambar tersebut difotocopy sebanyak 41 kali karena muridnya berjumlah 40 anak dan 1 lembar untuk dirinya memberi contoh pada mereka. Pada hari Sabtu dipersiapkannya semua yang diperlukan untuk mengajar antara lain 41 lembar fotocopy, gunting dan pensil warna. Semua peralatan tersebut diletakkannya di atas meja di ruang tamu. Setelah itu, mamanya memanggil dan memintanya pergi belanja ke supermarket. Ia diberi daftar belanjaan dan uang. Lalu ia berangkat dengan bersepeda. Si adik merasa kasihan pada kakaknya. Lalu ia bermaksud membantu menyelesaikan pekerjaan kakaknya. Ketika melihat gambar, gunting dan pensil warna, ia langsung mengerti. Ia mulai menggunting gambar tersebut satu per satu. Setelah selesai menggunting seluruhnya, si kakak masih belum pulang. Lalu ia mulai mewarnai gambar tersebut. Sesudah mewarnai enam gambar, kakaknya pulang. Ia segera merapikan ruangan. Bekas guntingan dikumpulkannya dan dibuang ke tong sampah. Gunting dan pensil warna disusun rapi kembali. Ia mengira akan mendapat pujian dari kakaknya. Setelah mengembalikan sisa uang ke mamanya, si kakak langsung masuk ke ruang tamu untuk 217 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 menyelesaikan persiapannya. Ia sangat terkejut dan berteriak, “Siapa yang mengerjakan semua ini?” Si adik dengan innocent muncul dan berkata, “Saya.” Kakaknya langsung putus asa karena rencananya hancur berantakan. Sedangkan si adik tak merasa bersalah melainkan berjasa. Kegiatan pelayanan Gereja harus dimulai dari beban yang Tuhan tanamkan dalam hati jemaat. Maka diperlukan pergumulan dan doa. Kalau ada beban pelayanan yang dirasa perlu dikerjakan, sebaiknya dishare dengan orang lain terlebih dulu. Kalau setelah itu tak ada yang menanggapi, berarti mungkin hanya ambisi pribadi. Tapi kalau beban tersebut dari Allah, Ia pasti membakar semangat bukan hanya satu orang melainkan beberapa orang. Dan semangat mereka makin lama semakin besar. Setelah itu, coba delay untuk sementara waktu. Tindakan tersebut untuk menguji. Kalau sesudah masa delay, semangat bertambah besar, beban tersebut boleh dikerjakan karena Tuhan memimpin. Tantangan mungkin sangat berat tapi tak perlu takut melainkan tetap yakin. Orang boleh coba menghambat atau memadamkan semangat tersebut tapi rencana-Nya tak dapat digagalkan. Lebih baik support dan menjalankannya, pasti semua tergenapi. Anak Tuhan harus peka terhadap prinsip-Nya sehingga dapat dipakai-Nya. Allah tentu sangat bersukacita. Tapi Ia tak pernah memaksa. Menurut Pdt. Stephen Tong, Ia kelihatan diktator tapi sebenarnya demokrat. Ia memberi kebebasan pada manusia, mau menjalankan atau malah melawan perintah-Nya. Kadang ada orang yang kurang ajar hingga berani mengatakan Tuhan jahat. Padahal Ia sangat sabar dan mau memberi kesempatan bertobat. Kalau tetap tak mau bertobat, berarti salah orang itu sendiri. Amin! 218 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D Dii llu ua arr K Krriis sttu us s,, a an nd da a ttiid da ak k d da ap pa att b be errb bu ua att a ap pa a--a ap pa a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 5 Yohanes 15:5-6 Akulah pokok anggur dan kamulah ranting–rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa–apa. 6 Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar. termasuk salah satu bagian yang mungkin sulit diterima bahkan sangat tak disukai oleh banyak orang karena dianggap terlalu kuno, melecehkan dan menjengkelkan. Orang humanis berupaya menonjolkan potensi dan jiwanya yang egois. Dalam sejarah filsafat, sejak Renaissance (abad 14) muncul humanisme sebagai akibat ditemukan kembali buku dan karya Aristotle yang telah 1000 tahun lebih hilang. Di abad 12 ajarannya mulai merebak di Eropa. Beberapa filsuf Islam akhirnya melakukan sinkritisme antara iman mereka dan Aristotelian. Demikian pula di Kekristenan muncul tokoh seperti Thomas Aquinas dsb. Mereka mencoba mengkombinasikan antara pemikiran Aristotelian dan religius yang berorientasi kepada Allah. Maka muncul ketegangan. Yoh 15:5 Salah satu moment terpenting adalah lukisan Monalisa oleh Leonardo da Vinci yang mendobrak sejarah seni. Sebelumnya, semua seni memandang kepada Tuhan. Lukisan pra-renaissance di Eropa bernuansa agama dimana selalu ada salib, gereja, orang suci (saint) dengan lingkaran di atas kepala, Maria, Tuhan Yesus, tangan menghadap ke atas dan mata juga melihat ke atas. Tapi Monalisa digambarkan tersenyum sinis, mata tak memandang ke atas dan tangan berada di bawah. Latar belakangnya adalah sawah. Artinya, orang diajak berpikir duniawi. Maka lukisan tersebut dianggap sebagai perubahan. Pemikiran tersebut terus berkembang hingga August Comte masuk ke dalam konsep positivisme. Di abad 19 ia mempelopori semangat enlightment sebagai lanjutan dari Renaissance. Menurutnya, hanya orang primitif atau bodoh yang masih percaya kepada Allah. Orang yang lebih pandai atau maju percaya pada metafisik (sesuatu melampaui dunia fisik tapi masih dalam analisa fisika). Artinya, science jadi citra yang harus dipelajari. Sedangkan orang positif percaya logika, dunia fisik serta kekinian dan tak perlu Allah. Iman dan agama harus dibuang karena dulu cara pikir orang seringkali negatif. Contoh, ketika ada petir, berarti Tuhan marah. Padahal dengan sarana otak manusia, dunia mampu. Tak boleh ada ungkapan ‘tak mampu’ melainkan ‘belum mampu’ karena kelak pasti mampu. Manusia memang sangat sombong. Di Yoh 15:5 Tuhan berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” 219 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Meskipun manusia punya gelar doktor, rumah besar atau kedudukan tinggi. Tapi istilah tersebut juga bukan berarti total. Sebenarnya ada ‘apa-apa’ yaitu ‘apa-apa’ yang tak ada apa-apanya (nihilisme). Jadi, ia melakukan aktivitas tak bermakna. Setelah itu, ia menyesalinya. Di ayat 6 Ia melanjutkan, “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” Inilah yang sering tak disadari oleh manusia. Tujuan anak dibimbing dan dididik hingga bertumbuh dalam studi yaitu agar ia tahu mengerjakan sesuatu yang bernilai. Kalau tidak, semua yang dilakukan akhirnya terbuang sia-sia. Sejak kecil, anak diajar bergerak terkontrol oleh otaknya. Itulah latihan motorik. Sehingga tiap gerakannya meaningful dan cocok/sinkron dengan pikiran serta perkataannya. Orang Kristen harus dilatih mencakup nilai dalam kekekalan. Di luar Kristus ia lepas dari sumber hidup serta potensi tindakan dan kelakuan tepat. Di Roma 6:15-23 Paulus menjelaskan, manusia terkunci hanya di dua posisi perhambaan: 1. Sebagai hamba dosa, ia dijerat, dicengkeram dan akan terus diperbudak atau tunduk di bawah kuasa Iblis. Lama kelamaan ia menganggapnya wajar dan terbaik karena telah terbiasa; 2. Sebagai hamba kebenaran, ia dipimpin oleh Tuhan. Posisinya tak boleh naik di atas kebenaran sejati yaitu Kristus. Jadi, selamanya ia takkan pernah jadi tuan. Fakta tersebut tak disadari oleh orang humanis. Di Yoh 14:6 Tuhan berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Dan Ia membuktikan perkataan-Nya. Hingga saat kematian-Nya, tak ada yang membuktikan Ia berdosa. Lalu Ia bangkit mengalahkan kuasa maut dan naik ke Surga. Maka manusia tak berhak mengucapkan ayat tersebut. Di Yoh 8:31-32 Tuhan berkata pada orang Yahudi, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” Di ayat 33 mereka menjawab, “Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun.” Lalu di ayat 34 Ia menegaskan, “…, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.” Di akhir pembicaraan tersebut mereka mengambil batu untuk melempari Dia. Tindakan tersebut menunjukkan kekakuan dan kebodohan mereka hingga tak mau mengerti. Di dunia hanya manusia yang diajar mengerti konsep nilai dan makna. Orang dunia menganggap uang sebagai nilai tertinggi hidup. Manusia secara umum telah ditipu oleh kelicikan Setan. Iblis tak punya hidup maka menawarkan uang/harta dan sebagai gantinya ia minta hidup manusia. Di Luk 4:6-7 ia berkata kepada Tuhan, “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, sebab semuanya itu telah diserahkan kepadaku dan aku memberikannya kepada siapa saja yang kukehendaki. Jadi jikalau Engkau menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu.” Kalau manusia ditawari seperti itu, mungkin langsung berdoa, “Tuhan, roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Akibatnya, ia kelak masuk ke Neraka. Manusia sangat ceroboh hingga berambisi mengejar sesuatu yang dianggap bernilai tapi akhirnya ia mati. Di Mat 6:19 Kristus berkata, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya ...“ Jadi, manusia lahir dan mati tanpa membawanya. Bukan berarti ia tak boleh cari uang. Tapi uang sekedar sarana. Ada yang bertanya, “Orang Kristen boleh kaya atau tidak?” Ketika ditanya, “Kenapa bertanya seperti itu?”, ia tak menjawab karena takut motivasinya terbongkar. Lalu ia menjawab, “Di Alkitab, Abraham tergolong kaya.” Maka kalau ia kaya, seharusnya seperti Abraham. Di Kej 13:1-12 tercatat, antara para gembala 220 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Abraham dan Lot terjadi perkelahian. Untuk menghentikannya, di ayat 9 Abraham berkata pada Lot, “Baiklah pisahkan dirimu daripadaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri.” Lalu Lot memilih Lembah Yordan yang banyak airnya, seperti taman Tuhan. Tindakan tersebut menunjukkan, Abraham sungguh kaya hingga tak takut kekurangan uang. Ia juga dapat predikat “bapa orang beriman”. Ada orang berpendapat, kalau tak pelit, takkan bisa kaya. Di Mrk 12:41-44 tercatat mengenai persembahan janda miskin. Di ayat 43-44 Tuhan berkata pada para murid-Nya, “…, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” Ayub juga jadi berkat sangat besar bagi orang lain melalui attitude/sikapnya dalam pergumulan. Sejarah kemenangannya dibaca dan dipelajari di seluruh dunia, bukan hanya oleh orang Kristen tapi termasuk sosiolog, psikolog, ahli budaya dll. Banyak orang berusaha mencapai double happiness. Sebenarnya kebahagiaan berlimpah bukanlah tujuan. Kebahagiaan seperti fatamorgana yang menghilang ketika dikejar. Happiness seharusnya termasuk daily life. Menurut Alkitab, point terpenting ialah hidup di dalam Kristus dan berbuah banyak. Itulah the true life. Sesungguhnya orang Kristen sekarang telah mencapai dan menikmati happiness tapi belum sempurna. Inilah konsep paradoksikal Alkitab. Seharusnya hidup Kristen sejati itu ringan karena tak tergantung pada permainan dunia melainkan pengaturan Allah yang mutlak. Di Mat 18:3 Tuhan berkata, “…, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” Maka orang Kristen seharusnya hidup sebagai anak yang taat di hadapan-Nya. Pasti aman dan tak mungkin salah. Biarpun kelihatan gelap tapi ketika melewatinya, Ia buka satu per satu dan semua tergenapi. Badai akan segera teratasi dan hidupnya kembali bersukacita. Kebanyakan orang Kristen belum terbiasa hidup bergaul dekat dengan Allah melalui doa dan Firman. Akibatnya, ia tak mengerti kehendak-Nya. Padahal di Yoh 15:7 Tuhan berjanji, “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.” Jemaat GRII hendaknya mencapai dua tujuan yang harus diperjuangkan dan dipergumulkan seumur hidup: 1. internal goal yaitu Ef 4:13, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” 2. external goal yaitu amanat agung di Mat 28:19-20, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Jadi, bergereja bukan sekedar tiap Minggu datang kebaktian. Amin! 221 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 ““ M Miin ntta alla ah ha ap pa as sa ajja a… …....”” Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 7 Yohanes 15:7-8 Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman–Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya. 8 Dalam hal inilah Bapa–Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid–murid–Ku." tersebut sangat riskan dan sering disalahgunakan serta dimanipulasi hingga tampaknya orang Kristen berhak minta lalu pasti akan menerima. Inilah jiwa egois yang hanya memuaskan keinginan duniawi dan sikap kedagingan tak bertanggung jawab. Maka Yoh 15 terbatas hanya untuk murid sejati yang mengerti dengan tepat. Ayat 7 Ayat tersebut dibahas dalam kerangka yang menggambarkan mystical union tapi tak seperti versi dunia melainkan hubungan mutual/personal sangat unik serta dekat antara Tuhan dan umat-Nya. Ayat 4-6 membicarakan dua kondisi: 1. orang Kristen yang berada dalam Kristus diumpamakan seperti ranting tinggal pada pokok anggur sebagai sumber hidup; 2. di luar Kristus ia tak dapat berbuat apa-apa. Di ayat 8 Ia menekankan, yang berhak dapat fasilitas tersebut di ayat 7 ialah mereka yang berbuah banyak dan termasuk murid sejati. Agar buahnya bagus, saluran makanan dari akar ke carang harus lancar. Maka buah tersebut akan mempermuliakan-Nya dan menyatakan pada semua orang bahwa merekalah murid-Nya. Ini seharusnya jadi cara pikir/paradigma dan format pengambilan keputusan orang Kristen. Orang Kristen seharusnya menyadari dirinya ialah ranting dan bukan pohon yang independent. Kalau tak berbuah, ia akan dipotong, dibuang, dikumpulkan lalu dibakar. Hidup di dunia sangat risky dan dipilah jadi dua: 1. 2. terpelihara dalam Kristus, di luar Kristus ia jadi mandul hingga akhirnya dibinasakan. Tuhan yang maha kasih menyayangi manusia tapi juga menyediakan Neraka. Sebelum mengetahui aksi yang dapat dikerjakan dan porsi bagiannya, harus terlebih dulu secara jelas ditentukan eksistensi, identity serta posisi diri dalam kaitan dengan pokok anggur sejati. Maka diperlukan kemampuan memilah. Hidup orang dunia sebenarnya siap dibuang tapi belum saatnya. Sedangkan citra Kristen ialah hidup dalam Kristus. 222 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Orang Kristen sejati pasti berbuah banyak dan bagus. Maka ia dapat jaminan tersebut di ayat 7. Seringkali kebanyakan orang mau claim janji Tuhan tapi mengabaikan tugas. Padahal ayat 7a merupakan penyebab dan 7b sebagai akibat. Kalau tak ada tugas, ayat 7 juga takkan dinyatakan. Dan Ia tak mungkin bohong maka janji-Nya pasti terjadi. Sedangkan manusia tak dapat diandalkan karena ada kemungkinan tak menepati janji. Di Mat 7:16-18 Tuhan berkata, satu pohon sejati pasti menghasilkan buah yang sejenis. Di ayat 16 Ia mengatakan, dari buahnyalah diketahui jenis pohon. Jadi, buah mencerminkan identifikasi pohon. Banyak orang mudah menyatakan diri sebagai anak Tuhan karena beranggapan takkan ada ancaman/resiko. Banyaknya kegiatan sosial Kristen dan janji teologi sukses membuat orang terkecoh hingga mau jadi Kristen. Tapi akhirnya ia kecewa karena menurut logikanya, “apa saja” di Yoh 15:7 berarti tanpa perkecualian. Jadi, ia menyatakan kenal dan percaya kepada Kristus karena adanya nats tersebut dan janji keselamatan masuk ke Surga. Akibatnya, rusaklah Kekristenan. Di Gal 4:9 Paulus menulis, “Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, (kalimat tersebut tak salah tapi kurang tepat dan berbahaya karena subyektif) atau lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah, …?” dua pendekatan tersebut beda. Kalau yang pertama, ada kemungkinan Tuhan tak kenal mereka. Nama-Nya memang lebih beneficial untuk dicatut. Padahal yang menentukan ialah Allah. Yang perlu diperhatikan dari Yoh 15:7: Pertama, “… firman-Ku tinggal di dalam kamu, …” Artinya, obyektivitas kebenaran harus diutamakan. Tuhan tak mau umatNya terkunci oleh semangat humanisme. Kalau “firman-Ku” diganti dengan “Aku”, hubungan manusia dan Kristus jadi mistik versi dunia, seperti hubungan dengan Setan/roh. Contoh, ada orang meyakini, yang diucapkannya ialah yang Kristus katakan. Keyakinan semacam ini sesat. Banyak orang Kristen tak mau belajar Firman karena takut tak bisa minta seperti versi humanistik. Ketika jatuh ke dalam cengkeraman dosa, pikiran manusia akan terbelenggu. Perkataan Tuhan di Yoh 8:3132, “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, …, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” malah membuat orang Yahudi yang percaya kepada-Nya jadi sangat marah hingga terakhir di ayat 59. Karl Barth, tokoh teologi modern memilah antara Kristus dan Firman. Menurutnya, iman hanya kepada Tuhan. Sedangkan Alkitab tak boleh dipedulikan karena sekedar kesaksian beberapa orang secara subyektif mengenai pengenalan mereka akan Yesus. Di Yoh 15:4-7 Tuhan justru langsung memparalelkan Diri-Nya dan Firman. Kedua, “…, mintalah apa saja …” Kadang manusia terpilah jadi dua: 1. Berani minta hingga memaksa. Padahal Tuhan pasti melengkapi kebutuhannya. 2. Tak berani minta dan hanya menerima nasib. dua ekstrim tersebut jelek. Permintaan orang Kristen seharusnya sesuai kehendak Tuhan dalam kebenaran Firman dan mempermuliakan Bapa serta jadi berkat bagi sesama. Dalam menggumulkan rencana-Nya, ia harus berani maju dan minta di hadapan-Nya dengan motivasi murni. Inilah the true freedom in God. Kekristenan sesungguhnya tak dibatasi oleh boleh atau tidak, seperti Taurat melainkan justru kebebasan bergerak/melangkah tapi harus dalam kerangka Firman. 223 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kadang orang Kristen tertipu oleh konsep dunia yang terbalik. Dunia kelihatannya lebih bebas. Sebenarnya mereka terikat dan terkunci oleh perkataan fiktif serta bohong untuk membius diri. Sedangkan orang bebas pasti hidup normal, tenang dan santai karena Tuhan menyertainya. Ketiga, “, dan kamu akan menerimanya.” Garansi tersebut didasarkan pada kedaulatan, ke-mahadahsyatan dan kemahakuasaan Allah sehingga tak ada yang dapat menghalangi anugerah-Nya. Ia tak dapat dipermainkan. Sepanjang sejarah penebusan, dari Kej 2 sampai Mat 1 Setan berulang kali berusaha menggagalkan kedatangan Kristus. Hingga saat ini Kekristenan diupayakan untuk dilenyapkan dari muka bumi tapi tak berhasil. Sebaliknya ketika belum waktunya Ia naik ke Surga, tak ada yang dapat membunuh-Nya. Keempat, “… yang kamu kehendaki, …” Inilah the free will. Kehendak selalu jadi produk/ efek, bukan pemicu. Mungkin produk dari perasaan atau rasio. Akan aneh kalau keinginan muncul tanpa alasan. Itulah keinginan tak terkontrol. Kalau perasaan dan pikiran orang Kristen sama dengan Kristus maka kehendaknya pasti tepat sesuai Firman. Perasaan dan pikirannya telah dikuasai oleh Firman. Justru dari keinginannya diketahui siapa dia sebenarnya. Jangan biarkan kehendak dikuasai oleh nafsu karena akan membuatnya jadi liar. Maka diperlukan introspeksi diri agar bertumbuh sesuai kehendak-Nya. Perbaikilah hubungan dengan Tuhan. Lalu periksalah apakah hubungan tersebut sudah berbuah. Kalau sudah, periksalah kualitas buahnya. Sudahkah jadi saksi di rumah tangga/keluarga? Bagaimana dengan kesaksian di lingkungan, tempat kerja, sekolah dan di Gereja? Kebanyakan orang Kristen mau dilayani tapi tak bersedia melayani. Kalau begitu, bagaimana mereka dapat berbuah? Inilah beberapa hal yang perlu dievaluasi kembali. Diharapkan apa yang telah dipelajari saat ini jadi warning keras mengenai bagaimana hidup di tengah dunia yang semakin berdosa. Amin! 224 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke em me errd de ek ka aa an nd dii d da alla am mK Krriis sttu us s Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Yoh. 8: 30-36/ Gal. 5:1; 13/ 1 Petr. 2:16 Yohanes 8 30 Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada–Nya. 31 Maka kata–Nya kepada orang–orang Yahudi yang percaya kepada–Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman–Ku, kamu benar–benar adalah murid–Ku 32 dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." 33 Jawab mereka: "Kami adalah keturunan Abraham dan tidak pernah menjadi hamba siapapun. Bagaimana Engkau dapat berkata: Kamu akan merdeka?" 34 Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. 35 Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. 36 Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar–benar merdeka." Galatia 5 1 Supaya kita sungguh–sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. 13 Saudara–saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. 1 Petrus 2 16 Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan–kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah. Dalam suatu dialog interaktif di radio beberapa hari yang lalu, saya mendengar seorang peserta memberi komentar yang bernada keluhan; katanya walaupun kita adalah negara merdeka, tetapi pada kenyataannya kita berada di dalam bentuk kolonialisme baru, kita diatur habis oleh IMF; dalam ekonomi global ini, kita bukan hanya berada di pinggiran; tetapi bahkan tidak mampu mengatur dan membuat perencanaan untuk membangun diri kita sendiri. Setelah meraih kemerdekaan melalui pengorbanan para pahlawan, ternyata selama ini, sebagai bangsa kita gagal untuk menata diri dan membangun diri sebagai satu bangsa yang merdeka dan sejahtera. Kita gagal mendayagunakan sumber daya manusia dan alam dengan benar, tetapi justru membodohi / memanipulasi dan mengeksploitasinya; kita gagal membangun suatu kehidupan berbangsa dan bernegara yang takut akan 225 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tuhan, yang menjunjung kebenaran, berkeadilan dan beradab; kita gagal membangun satu wawasan berkebangsaan yang mampu mempersatukan kita sebagai bangsa yang bineka tunggal ika, dan membiarkan pertikaian kelompok berusaha mencabik-cabik negeri ini menjadi negara yang kacau, miskin, bingung dan lemah. Jangan heran jika akhirnya kita harus mengemis kepada negara-negara kaya lainnya dan dikendalikan mereka. Dalam renungan hari ini, saya akan mengajak kita memikirkan beberapa aspek dari kemerdekaan Kristen sebagaimana yang diajarkan oleh Alkitab. Pertama. Kemerdekaan memiliki dimensi yang luas. Setelah dosa-dosa kita diampuni saat kita percaya kepada Yesus Kristus, ada kemungkin kita jatuh ke dalam berbagai perbudakan lain. Jika tidak hati-hati, kita bisa diperbudak oleh berbagai ajaran tradisi dan filsafat manusia yang menyesatkan. Seperti jemaat Galatia, mereka berada dalam bahaya untuk dibawa kembali ke dalam perbudakan hukum Taurat, maka rasul Paulus dengan serius menasehati mereka untuk tidak membiarkan diri mereka kembali diperbudak, sebaliknya mempertahankan kemerdekaan mereka dalam Kristus (Gal 5:1). Tanpa pengertian akan Injil anugerah yang utuh, kita dapat hidup di bawah perbudakan dosa, yaitu dengan menyalahgunakan ajaran kemerdekaan Kristen kita menjadikannya sebagai kesempatan untuk berbuat dosa. Kita berargumentasi bahwa roh memang penurut, tetapi daging lemah. Kita tidak mungkin dapat melakukan perintah Allah dengan sempurna, karena itu, kalau kita berdosa Allah sudah menyediakan pengampunan dalam Kristus. Dengan demikian, kita tidak merasa perlu untuk sungguh-sungguh bertobat dan cendrung terus berbuat dosa dengan enteng. Alangkah memalukan jika kita yang membanggakan iman Kristen kita dan menganggap telah mendapat anugerah yang lebih dari orang lain, tetapi didapati berprilaku lebih buruk daripada orang-orang non-Kristen. Kepada kita, Paulus menasehati supaya kita jangan mempergunakan kemerdekaan kita itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih (Gal 5:13; 1Pet 2:16) Keselamatan Kristus lebih luas daripada sekedar masuk sorga; itu adalah suatu kuasa yang memerdekakan kita secara menyeluruh, yang memungkinkan kita untuk hidup berkemenangan dalam semua aspek hidup di dunia ini (Gal 1:4). Tetapi sayang, dalam kehidupan kita, ada banyak hal buruk yang masih menguasai kita untuk melakukan kehendaknya yang buruk. Kita melihat orang Kristen yang masih dikuasai oleh dendam dan tidak mampu mengampuni; saling menghina; saling membenci; melakukan berbagai kecurangan; menjadi tamak harta dan mengejar kuasa dan keuntungan pribadi; dan menjadi hamba kesenangan. Bahkan Martin Luther, salah seorang tokoh Kristen yang paling penting setelah rasul Paulus, juga tidak lepas dari kesalahan ketika ia menunjukkan sikap yang sangat antipati kepada orang Yahudi; Demikian juga Martin Luther King, Jr. salah satu tokoh Kristen besar pada abad ke-20 memakai tulisan orang lain tanpa mengakui namanya untuk mendapatkan kebesaran bagi dirinya sendiri. Banyak orang yang hidup tidak sebagaimana seharusnya yang dikehendaki Allah. Karena kita masih dikuasai oleh begitu banyak kebodohan, kesalahan, dsb. Dalam hidup kita ada banyak musuh, seperti yang dikatakan dalam lagu kita, mereka adalah: si aku sendiri; si setan; dan dunia ini. Apakah kita betul-betul telah dimerdekakan dari sifat-sifat buruk dalam diri kita; Apakah kita masih berada di bawah tipu daya Iblis dan dunia ini, atau sebaliknya kini kita telah hidup kemerdekaan sejati di dalam kebenaran Kristus (Yoh 8:3132). Kedua. Adalah suatu kesalahan jika kita mengerti kemerdekaan hanya secara negatif, yaitu kemerdekaan dari kejahatan yang menjerat kita. Real freedom is not only freedom from, but freeedom for (Kemerdekaan 226 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sejati bukan hanya kemerdekaan dari, tetapi kemerdekaan untuk). Kita yang telah dimerdekakan oleh Yesus dari dosa, maut, dan kehidupan yang sia-sia, dimaksudkan untuk mengisi kemerdekaan itu dalam suatu kehidupan yang benar mulia, dan penuh makna”. Rabindranath Tagore memberi ilustrasi yang baik untuk menolong ktia mengerti hal ini. Ia mengatakan, “Saya memiliki seutas senar biola di meja saya. Ia bebas. Saya memelintir ujungnya dan ia meresponi. Ia bebas. Tetapi ia tidak bebas untuk melakukan apa yang diharapkan darinya sebagai seutas senar biola yaitu menghasilkan musik. Maka saya mengambilnya, memasangnya pada biola itu, menyetemnya. Dan baru setelah itu ia bebas untuk berfungsi sebagai senar biola” Kehidupan seperti apakah yang diharapkan Allah dari kita? Itu adalah kehidupan yang berkelimpahan, yang menghasilkan buah bagi kemuliaan Allah. Tujuan hidup kita bukanlah untuk menjadi pandai atau menjadi kaya atau bahkan menjadi bahagia. Tujuan hidup kita adalah untuk menemukan tujuan Allah bagi kita dan menjadikannya sebagai tujuan kita. Tujuan hidup kita adalah untuk belajar cara-cara mengasihi Allah di atas segala sesuatu dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri kita sendiri; dan mencari kerajaan Allah di atas semua yang lain (Mt. 6:33). Banyak orang yang ingin masuk sorga, tetapi masih membawa serta semua sifat buruk dan keinginan duniawi mereka. Sorga tidak akan berguna bagi orang-orang demikian, jika kita tidak memiliki kesukaan untuk berdekat pada Allah, maka sorga tidak akan menjadi tempat yang menyenangkan bagi kita, dengan kata lain, kita tidak cocok untuk sorga. Menjadi orang yang akan menikmati kehidupan kekal bersama Allah di sorga berarti melatih selera kita untuk proyek ini. Ketiga. Kemerdekaan yang bertujuan positif dan mulia itu hanya bisa kita dapatkan melalui proses disiplin ilahi yang kita terima dengan hati yang taat. Seperti dalam olah raga, seni musik, karya sastra dan oratori (ilmu pidato), demikian juga, hanya setelah melalui proses latihan yang penuh disiplin, seseorang baru bisa mencapai suatu kemampuan yang membanggakan. Hanya setelah melalui disiplin yang tekun seorang penari balet bisa dengan bebas memperagakan suatu gerakan yang indah mempesona; hanya setelah melalui latihan yang penuh disiplin diri, seorang pianis atau solois dapat menyanyikan suatu lagu dengan ekspresi yang begitu hidup, indah dan menyentuh jiwa. Tanpa penggemblengan diri, tidak ada kebebasan untuk menghasilkan semua prestasi itu. Banyak orang ingin hidup benar, sabar, murah hati dan berbelas kasihan karena ini merupakan kerinduan yang ditanamkan Allah ke dalam diri setiap orang, walaupun sebagian besar orang telah menyerah tetapi ketika kita berbicara, betapa sering perkataan kita justru melukai hati orang lain. Karena itu, adalah tidak cukup hanya mengetahui dan memiliki keinginan mulia untuk memiliki kata-kata yang penuh anugerah dan menjadi berkat, kita perlu melalui proses disiplin yang mungkin menyakitkan dan menguras tenaga, namun justru setelah itulah kata-kata kita bisa menjadi musik yang indah bagi jiwa orang lain dan memuliakan Allah. Sebagai makhluk yang terbatas dan penuh kelemahan, kita memerlukan anugerah Allah yang bekerja dalam diri kita, untuk menghasilkan kualitas hidup yang indah; dan itu membawa kita kepada penyerahan diri yang penuh ketaatan kepada Allah. Bertolak belakang dengan Fredreich Nietzsche yang menolak kebergantungan manusia kepada Allah, ia mengajarkan supaya orang memiliki suatu mentalitas tuan yang mandiri, tidak bergantung pada suatu kuasa lain, yang kuat dan keras. Namun ajaran Nietzsche ini gagal total, karena ia sendiri hidup secara rusak dan mati sebagai seorang gila. Kekristenan menegaskan bahwa manusia bukanlah makhluk yang selfindependence. Manusia hanya memiliki independence yang relatif, artinya ia adalah pribadi bebas yang 227 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dapat membuat keputusan moral, tetapi kebebasannya adalah kebebasan ciptaan, karena itu ia selalu bergantung kepada Allah dan anugerah-Nya untuk dapat melakukan apa yang benar dan baik. Kita telah diciptakan untuk bergantung kepada Allah, jika kita menolak Allah, jangan berpikir kita telah bebas, karena tanpa sadar kita telah menyerahkan diri kita menjadi budak setan. Orang yang betul-betul merdeka, bukanlah orang yang bebas tanpa kekangan, itu mungkin merupakan suatu keliaran, dan hanya di dalam kebenaranlah, orang benar-benar bebas merdeka. Kebebasan dalam pengertian positif yang dimaksudkan oleh Allah bagi kita hanya diperoleh melalui proses disiplin ilahi, karena itu hanya ketika kita menerima Ketuhanan Kristus dalam hidup kita, baru akan dihasilkan buah-buah Roh di dalam hidup kita. Inilah Paradoks yang harus kita mengerti, seperti yang terungkap dalam puisi George Matheson ini: Make me a captive, Lord, / And then I shall be free; / Force me to render up my sword, / And I shall conqueror be./ I sink in life’s alarms, / When by myself I stand; / Imprison me within Thine arms, / And strong shall be my hand. (Taklukkan aku ya, Tuhan, / Baru aku akan menjadi bebas; / Paksalah aku untuk menyerahkan pedangku, / Maka aku akan menjadi sang penakluk. / Aku tenggelam dalam kengerian hidup, / Ketika aku mencoba berdiri di atas kaki sendiri. / Kendalikan aku di balik lengan-MU, / Maka tanganku pun menjadi kuat.) Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Kemerdekaan dalam Kristus adalah kemerdekaan yang tidak sekedar melepaskan kita dari tirani dosa dan kebinasaan, tetapi untuk memulihkan tujuan semula Allah menciptakan kita, yaitu supaya kita hidup dalam kebenaran, kebajikan, dan mencari kerajaan Allah dan kemuliaan-Nya di atas segala sesuatu. Tetapi kita yang telah dilemahkan oleh dosa dan cenderung kepada ketidaktaatan dapat menjadi benar-benar menjadi manusia merdeka yang hidup bagi Allah dalam kebenaran dan kekudusan, diperlukan suatu proses penaklukan diri yang berdosa ini untuk dapat diubah menjadi manusia baru yang terus diperbaharui dalam keserupaan dengan Sang Khalik. Kiranya Tuhan menolong kita mencapai kemerdekaan kita yang sejati dalam Kristus. Amin! 228 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 H Ha all m me en ng ge erra as sk ka an nh ha attii Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan Nats: 2 Tim. 3:16/ Kel. 5/Kel. 7_14 2 Timotius 3 16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Keluaran 5 1 Kemudian Musa dan Harun pergi menghadap Firaun, lalu berkata kepadanya: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Biarkanlah umat–Ku pergi untuk mengadakan perayaan bagi– Ku di padang gurun." 2 Tetapi Firaun berkata: "Siapakah TUHAN itu yang harus kudengarkan firman–Nya untuk membiarkan orang Israel pergi? Tidak kenal aku TUHAN itu dan tidak juga aku akan membiarkan orang Israel pergi." 3 Lalu kata mereka: "Allah orang Ibrani telah menemui kami; izinkanlah kiranya kami pergi ke padang gurun tiga hari perjalanan jauhnya, untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allah kami, supaya jangan nanti mendatangkan kepada kami penyakit sampar atau pedang." 4 Tetapi raja Mesir berkata kepada mereka: "Musa dan Harun, mengapakah kamu bawa– bawa bangsa ini melalaikan pekerjaannya? Pergilah melakukan pekerjaanmu!" 5 Lagi kata Firaun: "Lihat, sekarang telah terlalu banyak bangsamu di negeri ini, masakan kamu hendak menghentikan mereka dari kerja paksanya!" 6 Pada hari itu juga Firaun memerintahkan kepada pengerah–pengerah bangsa itu dan kepada mandur–mandur mereka sendiri: 7 "Tidak boleh lagi kamu memberikan jerami kepada bangsa itu untuk membuat batu bata, seperti sampai sekarang; biarlah mereka sendiri yang pergi mengumpulkan jerami, 8 tetapi jumlah batu bata, yang harus dibuat mereka sampai sekarang, bebankanlah itu juga kepada mereka dan jangan menguranginya, karena mereka pemalas. Itulah sebabnya mereka berteriak–teriak: Izinkanlah kami pergi mempersembahkan korban kepada Allah kami. 9 Pekerjaan orang–orang ini harus diperberat, sehingga mereka terikat kepada pekerjaannya dan jangan mempedulikan perkataan dusta." Di 2 Tim 3:16 dijelaskan empat fungsi Firman yaitu “… untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Di Alkitab terdapat tulisan mengenai prinsip hidup orang percaya maupun berkenaan dengan orang tak percaya sehingga orang Kristen belajar menghindari dosa. Bagi Tuhan, hidup semua orang membawa kemuliaan bagi-Nya. 229 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Di Kel 14:15-25 ada kalimat menyatakan, Tuhan mengeraskan hati orang Mesir termasuk Firaun. Allah menutup semua kemungkinan sehingga ia tak beroleh anugerah. Ia juga menghalangi jalannya ke pertobatan. Tapi Ia bertindak semacam itu setelah Firaun memutuskan untuk mengeraskan hati di hadapan-Nya. Berarti, ia tak mau mendengar perkataan-Nya. Tindakan tersebut meremehkan Tuhan. Ia masuk ke dalam pilihan yang sebenarnya menakutkan dan berpengaruh, baik pada Israel maupun Mesir termasuk dirinya sendiri. Keputusannya menentukan nasib/masa depan semua orang yang berada di bawah kekuasaannya. adalah catatan pertama kali Tuhan mengutus Musa dan Harun ke Mesir untuk memberitahu Firaun supaya melepas Israel dari perbudakan dan membiarkan mereka pergi beribadah kepada-Nya di padang gurun. Inilah berita utama yang mewarnai tiap pertemuan mereka. Tujuannya yaitu agar Israel jadi umatNya dan Tuhan menjadi Allah mereka. Selain itu, supaya Firaun menyaksikan kebesaran dan kemuliaanNya lalu menghormati-Nya. Di Kel 5:2 tercatat reaksi Firaun, “Siapakah Tuhan itu yang harus kudengarkan FirmanNya …? Tidak kenal aku Tuhan itu …” Ia sangat marah. Menurut kebiasaan saat itu, raja dianggap sebagai titisan dewa. Akibatnya, pekerjaan Israel diperberat (ay. 9). Keadaan Israel sangat sulit hingga mereka teriak minta tolong kepadaNya. Kel 5 Selanjutnya, Tuhan memerintah Musa dan Harun untuk mengadakan mujizat, “… Harun melemparkan tongkatnya di depan Firaun dan para pegawainya, maka tongkat itu menjadi ular.” (Kel 7:10) Di ay. 11-12 tercatat, “Kemudian Firaunpun memanggil orang-orang berilmu dan ahli-ahli sihir; dan merekapun, ahliahli Mesir itu, membuat yang demikian juga dengan ilmu mantera mereka. Masing-masing mereka melemparkan tongkatnya, dan tongkat-tongkat itu menjadi ular; …” Lalu ay. 13 menyatakan, “Tetapi hati Firaun berkeras, …” Maka Mesir dapat hukuman dari-Nya. Tulah pertama: air jadi darah (Kel 7:14-25). Di ay. 14 tercatat, “… Firaun berkeras hati, …” Mujizat tak merubah sikap dan keputusannya. Tulah kedua: katak (Kel 8:1-15). Ketika katak bermunculan meliputi Mesir, Firaun mengajak berunding dengan-Nya. Di ay. 8 ia berkata pada Musa dan Harun, “Berdoalah kepada Tuhan, supaya dIjauhkan-Nya katak-katak itu daripadaku …” Tapi permintaan tersebut tak didasari dengan kesediaan membebaskan Israel. Di ay. 15 tercatat, “Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah terasa kelegaan, ia tetap berkeras hati, …” Motivasinya juga bukan karena mau bertobat. Tulah ketiga: nyamuk (Kel 8:16-19). Harun memukulkan tongkatnya ke tanah lalu debu menjadi nyamuk (ay. 16). Para ahli sihir Mesir tak mampu melakukannya (ay. 18). Mereka mengakui, “Inilah tangan Allah.” (ay. 19) Di ayat tersebut juga tercatat, “Tetapi hati Firaun berkeras, dan ia tidak mau mendengarkan mereka ….” Tulah keempat: lalat pikat (Kel 8:20-32). Firaun tampak mulai memberi kelonggaran, “Pergilah, persembahkanlah korban kepada Allahmu di negeri ini.” (ay. 25) Musa berkata, “Tidak mungkin kami berbuat demikian, sebab korban yang akan kami persembahkan kepada Tuhan, Allah kami, adalah kekejian bagi orang Mesir. Apabila kami mempersembahkan korban yang menjadi kekejian bagi orang Mesir itu, di depan mata mereka, tidakkah mereka akan melempari kami dengan batu?” (ay. 26) Di ay. 32 tercatat, “Tetapi sekali inipun Firaun tetap berkeras hati; …” Tulah kelima: penyakit sampar pada ternak (Kel 9:1-7). Ay 6 menyatakan, “… segala ternak orang Mesir itu mati, tetapi dari ternak orang Israel tidak ada seekorpun yang mati.” Di ay. 7 tercatat, “… Tetapi Firaun tetap berkeras hati …” Tulah keenam: barah (Kel 9:8-12). Di ay. 12 tercatat, “Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, …” 230 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tulah ketujuh: hujan es (Kel 9:13-35). Firaun tampak menyadari kesalahannya, “Aku telah berdosa sekali ini, Tuhan itu yang benar, tetapi aku dan rakyatkulah yang bersalah.” (ay. 27) Perkataan tersebut ternyata bukan pengakuan melainkan manipulasi rohani. Ia mencoba berkelit dan mencari jalan lain untuk mempertahankan Israel. Di ay. 34-35 tercatat, ia tetap berkeras hati. Tulah kedelapan: belalang (Kel 10:1-20). Musa berkata, “Kami hendak pergi dengan orang-orang yang muda dan yang tua; dengan anak-anak lelaki kami dan perempuan, dengan kambing domba kami dan lembu sapi kami, ...” (ay. 9) Firaun berkompromi, “… kamu boleh pergi, tetapi hanya laki-laki, …” (ay. 11) Di ay.16 ia tampak rohani sekali, “Aku telah berbuat dosa terhadap Tuhan, Allahmu, dan terhadap kamu.” Di ay. 20 tercatat, “Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, …” Tulah kesembilan: gelap gulita (Kel 10:21-29). Tawaran Firaun berubah, “Pergilah, beribadahlah kepada Tuhan, hanya kambing dombamu dan lembu sapimu harus ditinggalkan, juga anak-anakmu boleh turut beserta kamu.” (ay. 24) Di ay. 27 tercatat, “Tetapi Tuhan mengeraskan hati Firaun, …” Setelah itu, dijedah dengan perintah tentang perayaan Paskah (Kel 12:1-28) lalu masuk ke dalam tulah terakhir. Tulah kesepuluh: anak sulung mati (Kel 12:29-42). Sebelumnya, Tuhan memberitahu melalui Musa, “Pada waktu tengah malam Aku akan berjalan dari tengah-tengah Mesir. Maka tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir akan mati, …” (Kel 11:4-5) Ia juga memerintah Israel untuk membubuhkan darah domba/kambing persembahan pada ambang pintu rumah (Kel 12:7 dan 22) sebagai tanda agar tak kena tulah (ay. 13 dan 23). Di ay. 30 tercatat, “Lalu bangunlah Firaun pada malam itu, bersama semua pegawainya dan semua orang Mesir; dan kedengaranlah seruan yang hebat di Mesir, sebab tidak ada rumah yang tidak kematian.” Termasuk anak sulung Firaun (ay. 29). Maka di ay. 31-32 ia berkata pada Musa dan Harun, “Bangunlah, keluarlah dari tengah-tengah bangsaku, baik kamu maupun orang Israel; pergilah, … Bawalah juga kambing dombamu dan lembu sapimu, seperti katamu itu, tetapi pergilah! Dan pohonkanlah juga berkat bagiku.” Beberapa waktu kemudian Firaun tersadar dan berkata, “Apakah yang telah kita perbuat ini, bahwa kita membiarkan orang Israel pergi dari perbudakan kita?” (Kel 14:5) Lalu di ay. 7-8 tercatat, “Ia membawa 600 kereta yang terpilih, ya, segala kereta Mesir, masing-masing lengkap dengan perwiranya. Demikianlah Tuhan mengeraskan hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel. …” Orang percaya bahkan para murid Tuhan pun pernah mengeraskan hati terhadap perkataan-Nya. Ada enam karakteristik hati mulai mengeras: 1. Berlangsung dalam waktu cukup lama. Semua tulah tersebut terjadi selama satu tahun. Tulah tersebut makin hebat tapi Firaun semakin melawan Tuhan. Ia tak merasa perlu bertobat. Semua tulah tersebut mengkonfirmasi bahwa Tuhan membuang dia. Bagi orang percaya, Firman melembutkan, membentuk dan membongkar hati yang rusak. Peringatan-Nya menunjukkan belas kasihan. Tapi bagi orang tak percaya, peringatan-Nya menunjukkan konfirmasi penghakiman bahwa ia tak berhak/layak dapat anugerah. Keadilan-Nya harus dinyatakan. 2. Firaun mengeraskan hati menunjukkan kemarahan sekaligus tantangan kepada Allah Yahwe. Bagi Firaun, perintah-Nya untuk membebaskan Israel, mengusik kedudukannya. Ia curiga sekaligus takut. Tapi ia tak mau tunduk kepada-Nya. Sebaliknya, ia menunjukkan kekuasaannya atas Mesir yang saat itu merupakan kerajaan cukup besar dan kuat sekali. 3. Tetap memungkinkan orang bertindak rohani. Berulangkali Firaun mencoba negosiasi dengan Tuhan. Padahal para pegawainya pernah berkata, “Belumkah tuanku insaf, bahwa Mesir pasti akan 231 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 binasa?” (Kel 10:7) Inti strateginya yaitu untuk menaklukkan Allah. Ia mampu menutup diri hingga orang lain tak tahu pergumulannya. Ada orang Kristen tak memandang Firman sebagai bagian yang Allah hendak katakan padanya secara pribadi. Ada pula yang menyimpan dendam karena kecewa terhadap-Nya. Tapi ia tak berani menunjukkannya. Ia tetap datang ke Gereja, memuji Tuhan, memberi persembahan dan berdoa khusuk. Inilah pola rohani Firaun. 4. Kekerasan hati Firaun ditunjukkan dengan perlawanan nyata terhadap Allah (Kel 14:1-14). Sebelumnya ia bertindak perlahan dan secara halus. Sejak awal ia merasa lebih kenal diri sendiri, mengerti secara jelas kelemahan dan kelebihannya hingga tak mau diatur karena privacynya terganggu. Ada pemuda dengan sangat jelas menyatakan tak membutuhkan Tuhan. Ia menganggap-Nya sebagai perampok dalam hidupnya. 5. Menganggap melakukan kehendak Tuhan merupakan kebodohan. Di Kel 12:31-32 sebenarnya Firaun telah tunduk menjalankan kehendak Tuhan. Tapi di Kel 14:5 ia menganggapnya sebagai kesalahan bodoh. Ada orang tak mau ikut kebaktian di Gereja karena takut (sebenarnya tak rela) kalau Firman akan menggerakkannya untuk berkomitmen. Ia juga tak mau ikut KKR karena takut bertobat. Setelah bertobat, Tuhan akan menuntut banyak darinya dan merampas kesenangannya. 6. Mungkin dilakukan oleh orang percaya dan non-percaya. Di Mrk 6:52 dan 8:17 tercatat, para murid Tuhan ternyata memiliki kedegilan hati. Ada orang Kristen menanggapi Firman secara sinis. Firman dianggap sebagai ancaman. Ada pula yang mengabaikan-Nya. Di perjalanan, Israel harus menghadapi laut Teberau. Tuhan berfirman pada Musa, “Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya, …” (Kel 14:16) Malaikat-Nya memimpin di depan dengan tiang awan dan api (Kel 13:21-22). Lalu, “… orang Israel berjalan dari tengahtengah laut di tempat kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi mereka.” (Kel 14:22) Setelah Firaun dan pasukannya menyusul, “Kemudian bergeraklah Malaikat Allah, …, lalu berjalan di belakang mereka; dan tiang awan itu bergerak dari depan mereka, lalu berdiri di belakang mereka. Demikianlah tiang itu berdiri di antara tentara orang Mesir dan tentara orang Israel; … sehingga yang satu tidak dapat mendekati yang lain, semalam-malaman itu.” (ay. 19-20) Keesokan pagi setelah orang Mesir sampai ke tengah laut, Allah berfirman pada Musa, “Ulurkanlah tanganmu ke atas laut, supaya air berbalik meliputi orang Mesir, meliputi kereta mereka dan orang mereka yang berkuda.” (ay. 26) Jadi, Tuhanlah yang berperang melawan Mesir. Bagi Tuhan, laut merupakan sarana penghukuman bangsa Mesir untuk menunjukkan keadilan sekaligus kasih setia-Nya. Bagi Israel, laut merupakan sarana untuk memperoleh kebebasan. Hingga saat ini, yang menjadi tiang penengah bukan awan dan api melainkan salib Kristus karena di sanalah Allah menunjukkan murka dan penghakiman-Nya bagi orang bebal. Maka salib jadi lambang penghukuman. Yoh 3:18 mengatakan, “… barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.” Tapi mereka yang menerima-Nya, berada dalam kasih sayang dan belas kasihan-Nya. Salib juga menentukan kehidupan atau kebinasaan kekal. Orang Kristen hendaknya peka sehingga teguran Tuhan yang paling lembut dapat membuatnya langsung bertelut dan mengaku dosa. Jangan menunggu Ia memukul dengan keras karena penundaan akan membawa pada proses pengerasan hati. Biarkan Allah menjaga hatinya karena ia sendiri memang tak mampu. Amin! 232 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 G Ge erre ejja ad da an nk ka as siih hk ka arru un niia aA Alllla ah h Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Efesus 5:25b-27/Yoh. 1:14,17/ Yer. 18:1-6 Efesus 5 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah 26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air menyerahkan diri–Nya baginya dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Yohanes 1 14 Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan–Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada–Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. 17 sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus. Yeremia 18 1 Firman yang datang dari TUHAN kepada Yeremia, bunyinya: 2 "Pergilah dengan segera ke rumah tukang periuk! Di sana Aku akan memperdengarkan perkataan–perkataan–Ku kepadamu." 3 Lalu pergilah aku ke rumah tukang periuk, dan kebetulan ia sedang bekerja dengan pelarikan. 4 Apabila bejana, yang sedang dibuatnya dari tanah liat di tangannya itu, rusak, maka tukang periuk itu mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya. 5 6 Kemudian datanglah firman TUHAN kepadaku, bunyinya: "Masakan Aku tidak dapat bertindak kepada kamu seperti tukang periuk ini, hai kaum Israel!, demikianlah firman TUHAN. Sungguh, seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tangan–Ku, hai kaum Israel! Tema kita ialah Gereja dan kasih karunia Allah. Mengapa kita peduli terhadap Gereja? Apa itu Gereja? Gereja bukanlah gedung/bangunan melainkan orang, umat tebusan miliki Allah. Gereja tidak sama dengan club, yaitu perkumpulan orang-orang yang berkumpul atas interes dan kepentingan bersama yang datang dari inisiatif sendiri. Gereja dihimpun atas inisiatif Allah ke dalam satu ikatan di dalam Tuhan yang tidak 233 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akan terputuskan. Gereja juga berbeda dengan institusi dunia, di mana anggotanya dinilai dan diterima berdasarkan status dan pencapaian; di mana orang yang gagal, lemah dan tak mampu akan tersingkir; dan hanya orang yang sukses, kompeten dan berprestasi yang dipandang, disambut, dan diberi tempat terhormat. Di dalam Gereja setiap orang diterima ke dalamnya berdasarkan anugerah Tuhan. Gereja lebih mirip keluarga di mana setiap orang menerima hak-hak istimewa bukan karena pencapaian mereka tetapi karena dilahirbarukan oleh Roh Kudus ke dalam keluarga Allah. Mari kita melihat seperti apakah kehidupan Gereja dalam hubungannya dengan kasih karunia Allah. Pertama, Gereja ada karena kasih karunia Allah. Gereja adalah orang-orang yang dikasihi Kristus, yang menerima penebusan darah-Nya dan diangkat menjadi anak-anak Allah dengan semua hak istimewanya, mereka dipelihara dan diperlakukan seperti biji mata-Nya, setiap gangguan terhadap gereja merupakan serangan terhadap Tuhan. Ketika dunia binasa dan seluruh institusi dunia berakhir, Gereja akan tetap ada dan dibawa ke dalam kekekalan untuk menerima kemuliaan bersama Tuhan. Sungguh suatu gambaran yang begitu luar biasa. Jika Gereja mendapat perlakuan yang demikian luar biasa dari Allah, kita dapat menduga bahwa ia pasti sangat indah dan menarik. Karena itu kita tertarik untuk melihatnya secara lebih teliti untuk mengagumi keelokannya yang membuat Tuhan begitu mengasihinya. Dan apakah yang kita lihat? Apa kita temukan bukanlah kekaguman melainkan keterkejutan bahkan shock. Kita mendapati Gereja ternyata terdiri dari orang-orang berdosa dengan begitu banyak kelemahan dan masalah. Kita heran, bagaimana kasih yang begitu agung dan mulia dapat sampai diberikan kepada obyek yang tidak layak? (Padahal mengasihi obyek kasih yang bermasalah akan menimbulkan banyak kesedihan dan kesulitan bagi pihak yang mengasihi.) Bagaimana kita mengerti realita kontradiksi ini? Gereja bagaikan bejana yang rusak, yang bagi orang lain, sudah tidak berharga dan layak dibuang, tetapi bagi Allah yang mengasihinya, ia menjadi berharga karena ia mengasihinya. Kasih adalah pencipta nilai terhadap obyek kasih. Cuplikan dari film ‘The Road Home’ yang kita saksikan, menolong kita untuk mengerti kebenaran yang sedang kita pelajari. Bagi sang gadis, mangkok yang hancur itu, yang dulunya selalu digunakan untuk memberi makan guru muda yang dicintainya itu, tetap ia simpan sebagai sesuatu yang berharga. Sampai suatu hari, ibu gadis itu meminta seorang yang ahli memperbaiki mangkok antik untuk memperbaikinya kembali, dan orang itu mengerjakannya dengan begitu rapi, sehingga walaupun ada bekas tambal, tetapi mangkok itu telah menjadi utuh kembali dan dapat dipakai tanpa ada setetes air pun yang bocor. Ketika melihat gereja dengan cara pandang kita yang alamiah, maka kita cendrung menjadi kecewa dan putus asa, dan terdorong untuk mengabaikan dan menjauhi gereja. Tetapi jika kita belajar melihatnya dari cara pandang Allah, sikap kita akan berubah. Bagi saya ini mempengaruhi kita dalam 1. cara memandang diri sendiri. Jika Allah demikian mengasihi saya, maka saya tidak boleh menghina dan mengabaikan dan merusak diri. Ada pria yang telah hancur hidupnya, tetapi ketika mendapat kasih dan perhatian yang tulus dari seorang wanita Kristen tulus, ia menjadi begitu tersentuh dan mulai melihat dirinya secara baru, akhirnya ia dapat melihat kasih Tuhan dan harapan baru di dalam Tuhan dan diperbaharui. Kasih dan penghargaan Allah terhadap kita adalah suatu kekuatan yang mendorong kita untuk merawat diri dan mempersembahkan diri kita yang terbaik untuk membalas cinta Tuhan; 2. cara memandang Gereja. Kita tahu Gereja terdiri dari orang-orang dengan segala macam masalah, banyak hal yang dapat dan telah mengecewakan kita, tetapi karena Allah begitu mengasihi gereja, maka kita tidak dapat berbuat lain kecuali mengasihi dan merawatnya bagi Tuhan. 234 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kedua, gereja yang lahir dari kasih karunia Allah harus menjadikan kasih karunia sebagai prinsip hidupnya dan menjadi ciri-ciri dari keberadaannya. Biarlah setiap orang Kristen ditandai dengan kasih karunia dan gereja menjadi tempat di mana orang bisa mendapatkan kasih karunia Allah. Ketika hal ini dilaksanakan, kita harus menerapkan prinsip paradoks dalam memperlakukan setiap anggotanya: Di satu sisi, kita harus menuruti perintah Kitab Suci untuk menghormati orang yang patut dihormati dan menjalankan disiplin terhadap orang yang bermasalah; menghargai orang-orang yang melayani dengan penuh kesetiaan dan menjadi teladan bagi jemaat (1Tim 5:17) dan memberikan teguran dan didikan yang penuh wibawa kepada mereka yang berprilaku buruk, maka kita menjalankan prinsip kebenaran dan keadilan. Di sisi lain, kita juga harus mewujudkan kasih karunia Allah, yaitu memperlakukan setiap orang sebagai saudara dalam Tuhan, menyambut dan menerima mereka tanpa pembedaan suku, golongan, pendidikan, kemampuan, status sosial, kaya/miskin, dll. Kita harus belajar mengatasi kecenderungan untuk membedabedakan orang dengan kepentingan kita sendiri. Di dalam gereja di mana ada orang yang dewasa, dan ada yang kekanak-kanakan; ada yang membanggakan dan ada yang memalukan; ada yang terhormat dan ada yang harus diberikan disiplin gereja, namun biarlah semuanya tetap dikasihi. Untuk melaksanakan hal ini kita membutuhkan hikmat ilahi dan kedewasaan rohani. Inilah juga yang menjadi pelayanan gereja menjadi sulit, karena kita tidak dapat menyeleksi keanggotaannya berdasarkan kriteria dan ideal kita. Dalam institusi profesional, melalui seleksi kualitas kerja dan pemberian imbalan, kita bisa mendapatkan orang-orang pilihan. Tetapi Gereja adalah tempat di mana pintunya selalu terbuka untuk menyambut siapa saja yang datang, termasuk para perdosa, dari segala latar belakang agama, profesi dan masalah. Karena itu, kita harus mengerti bahwa Gereja bukanlah kumpulan orang suci, tetapi adalah tempat di mana orang berdosa, oleh kasih karunia dan kebenaran Allah akan diubahkan dan dididik menjadi murid-Nya yang semakin disempurnakan. (Memang di dalam penerapannya ada banyak aspek yang masih harus dibahas dan diluruskan.) Di dalam kehidupan berjemaat kita harus menghindari dua ekstrim dalam memperlakukan sesama. Pertama, hanya menerima orang yang baik dan menyenangkan dan menolak yang tidak disukai dan menyusahkan. Ini adalah pertanda ketidakmampuan kita untuk menerima orang yang memerlukan bantuan dan menjadi berkat bagi mereka; dan dalam kemiskinan rohani kita, kita hanya mau (mampu) berteman dengan orang yang baik untuk mendapatkan keuntungan dari mereka. Kedua, secara kebalikannya kita bisa begitu lembut dan penuh pengertian kepada orang yang lemah dan tersisih tetapi bersikap sangat antipati kepada mereka di atas, berhasil dan memiliki status sosial yang baik. Ini merupakan ungkapan problem kejiwaan yang sama bermasalahnya dengan sikap pertama. Hanya ketika kita bisa bergaul dalam hubungan yang sejajar dan saling ‘take and give’ dengan orang yang di atas, dan bisa menerima dan meneguhkan orang yang bermasalah tanpa diperalat mereka kita baru menjadi orang Kristen yang sehat dan memiliki hubungan yang membangun dengan segala macam orang; di mana yang lemah dapat kita angkat dan yang kuat tidak kita cabik-cabik. Kita juga harus waspada supaya Gereja kita tidak menjadi tempat di mana kasih karunia telah tidak ada. Seorang wanita tuna susila suatu hari mengisahkan kesulitan hidupnya kepada seorang Kristen, sampai suatu saat ia menyewakan putrinya yang berusia dua tahun kepada seorang pria yang tertarik kepada seks yang tidak wajar untuk membiayai ketergantungannya kepada obat bius. Ketika orang Kristen itu menanyakan apakah tidak terpikirkan olehnya untuk mencari bantuan Gereja. Ia tidak bisa melupakan reaksi wanita tersebut yang tiba-tiba menjadi sengit, “Gereja!” teriaknya, “Buat apa aku ke sana? Saya 235 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sudah merasa benci pada diri sendiri. Mereka hanya akan membuat saya tampak lebih buruk.” Ketika orang berdosa sadar mereka itu bejad dan tak berharapan lagi, siapa yang menjadi harapan terakhir mereka jika bukan Allah? Dan jika mereka mencari Allah, apakah mereka akan menemukan kasih karunia Allah, di dalam tubuh-Nya yang kelihatan, yaitu Gereja? Sebagai tubuh-Nya yang kelihatan, sadarkah kita bahwa Gereja telah dipanggil untuk menjawab seruan orang-orang lemah kepada Allah. Susanna Wesley, ibu John Wesley berkata, anak mana yang paling saya cintai? Saya mengasihi yang sakit sampai dia sembuh, orang yang lari dari rumah sampai dia kembali. Siapkah kita untuk menjadi saluran berkat dan kasih karunia Allah bagi orang yang terluka; atau mereka hanya akan mendapat sorot mata menghakimi yang akan membuat mereka semakin putus asa. Ketiga, kasih karunia Allah yang menerima orang berdosa tidak membiarkan mereka tetap dalam kerusakan, sebaliknya kasih karunia-Nya akan menjadi kuasa kreatif yang akan mentransformasi objek kasih-Nya ke dalam kesempurnaan sesuai kehendak- Nya. Ketika Tuhan Yesus menunjukkan sikap yang sepertinya lebih menghargai orang berdosa (lebih menghargai pemungut cukai daripada orang Farisi; Luk 18:9-14; Mat. 23), itu bukan berarti Allah menyukai hal-hal yang rusak, tetapi karena Ia berkehendak untuk mengubah mereka menjadi manusia baru yang indah sesuai dengan rencana-Nya. Dan karena orang berdosalah yang pertama-tama paling sadar akan kerusakan dirinya, sehingga harus mau rela untuk dibentuk secara baru oleh Tuhan; seperti tanah liat di tangan pejunan, demikian bejana yang rusak itu akan dibentuk ulang secara baru, bukan perbaikan kecil; (Yer 18:1-6). Inilah yang dikatakan rasul Paulus dalam Efesus 5:27, “supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela.” Kasih bersifat menyempurnakan dan bukannya membiarkan pencemaran dan keburukan. Kasih yang murni menerima orang yang bahkan memiliki banyak kelemahan, tetapi tidak akan membiarkan kelemahannya itu merusak dan mencemari orang yang ia kasihi itu, sebaliknya ia akan berusaha dengan membayar harga untuk menolong obyek kasihnya itu mencapai kesempurnaan yang membuat dia semakin indah dan semakin layak dikasihi. Allah tidak memperlakukan kita apa adanya, dan membiarkan kita tetap dalam keburukan. Kasih-Nya yang sempurna menerima kita walaupun kita sangat tidak layak, tetapi kasih-Nya yang sempurna pada saat yang sama akan mengubah kita sehingga layak bagi-Nya. Inilah kebenaran yang diungkapkan dalam lagu He’s still Working on Me’: “He’s still working on me to make me what I ought to be. It took Him just a week to make the moon and stars, the sun and the earth and Jupiter and Mars. How loving and patient He must be. He’s still working on me. There really ought to be a sign upon my heart. Don’t judge me yet. There’s an unfinished part. But I’ll be perfect just according to His plan. Fashioned by the Master’s loving hand.” Allah menerima orang Kristen apa adanya tapi memperlakukan sebagaimana seharusnya. Tangan kasih-Nya terus berkarya, menenun, membentuk dan memproses jemaat-Nya supaya tak bercacat cela di hadapan-Nya Gereja ada karena kasih karunia, biarlah kasih karunia yang ia terima juga menjadi pola hidupnya, kita yang diampuni biarlah juga mengampuni; kita yang menerima kemurahan biarlah juga menaburkan kemurahan; kita yang walaupun tidak layak telah diterima dan dibawa ke dalam kemuliaan biarlah juga menjadi alat kasih karunia-Nya yang mengangkat orang dari kehinaan ke dalam kemuliaan. Dan biarlah kita menunjukkan hidup yang diubahkan karena kasih karunia-Nya bekerja dalam diri kita. Amin! 236 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pe em mb ba an ng gu un na an n ttu ub bu uh hK Krriissttu uss m me ella allu uii p pe ella ayya an na an nb be errssa am ma a Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Efesus 5:25b-27/Efesus 4:11-16 Efesus 5 25 Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri–Nya baginya 26 untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, 27 supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri–Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Efesus 4 11 Dan Ialah yang memberikan baik rasul–rasul maupun nabi–nabi, baik pemberita– pemberita Injil maupun gembala–gembala dan pengajar–pengajar, 12 untuk memperlengkapi orang–orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, 13 sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, 14 sehingga kita bukan lagi anak–anak, yang diombang–ambingkan oleh rupa–rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, 15 tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. 16 Dari pada–Nyalah seluruh tubuh, ––yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap–tiap anggota–– menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih. Tuhan menganugerahkan dorongan alamiah dalam diri setiap orangtua untuk mengasihi anak-anak mereka, itulah sebabnya mereka rela untuk memberikan begitu banyak perhatian dan hal-hal terbaik yang dapat mereka berikan kepada anak-anak mereka. Tetapi sangat disayangkan, tidak semua kasih sayang orangtua menjadikan anak-anak mereka baik dan bahagia, bahkan tidak kurang yang menjadi orang yang brengsek dan hidup dalam kehinaan. Sungguh ironis, kasih sayang yang indah memberi hasil yang begitu buruk. Para pendidik menunjukkan bahwa tidak semua kasih sayang orangtua diwujudkan dengan cara yang bijaksana, inilah alasan mereka gagal membangun anak-anaknya dalam kebenaran dan kebaikan. 237 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih Allah kepada kita. Ia mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan kita; setelah itu, Ia masih terus bekerja dalam diri kita untuk menghasilkan pertumbuhan seperti yang telah Ia tetapkan bagi kita. Kasih Allah sedikitpun tidak bersifat merusak, sebaliknya kasih-Nya yang kudus dan mulia itu memiliki tujuan untuk membawa kita ke dalam kesempurnaan menurut kepenuhan Kristus. Bagaimana ini diwujudkan? Ini diwujudkan melalui pelayanan semua anggota tubuhNya. Inilah yang akan kita pelajari dalam renungan hari ini. 1. Allah mengasihi Gereja dengan kasih yang kudus dan bertujuan menunjukkan bahwa Allah tidak berhenti dengan menebus kita melalui pengorbanan diri Anak-Nya, walaupun kita sering menyakiti hati-Nya dengan ketidaksetiaan kita, tetapi Dia tidak pernah menyerah terhadap kita. Ia terus mengerjakan pengudusan dalam diri kita “untuk menempatkan kita di hadapan diri-Nya dengan cemerlang, tanpa cacat atau kerut yang serupa itu, tetapi supaya kita kudus dan tidak bercela.” Tujuan pengudusan ini ialah untuk membawa kita sebagai mempelai Kristus yang kudus dan tidak bercacat, Efesus 5:25b-27 Allah begitu memperhatikan pertumbuhan gereja-Nya sehingga Ia mengaruniakan hamba-hamba-Nya bagi gereja untuk melayani mereka. Pelayanan mereka akan dihakimi dan diberi balasan setimpal, “jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah” (1Kor. 3:14). Ia melindungi gereja yang Ia kasihi, “jika ada yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah adalah kamu.” (1Kor. 3:16-17). Peringatan untuk tidak merusak gereja, tidak hanya tertuju kepada non-Kristen, tetapi juga kepada orang Kristen. Mereka tidak boleh melakukan perbuatan tidak pantas yang dapat mencemarkan tubuh Kristus. ”Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus? Akan kuambilkah anggota Kristus untuk menyerahkannya kepada percabulan? Sekali-kali tidak!” (1Kor. 6:15). Demi tujuan Allah bagi gereja-Nya dapat diwujudkan, Paulus rela bersusah payah dan mengalami banyak penderitaan, inilah yang ia katakan, ”Hai, anak-anakku, karena kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu” (Gal. 4:4:19). Orang Kristen adalah manusia eskatologis, yang hidup di dalam ketegangan dua realitas. Kita adalah orang beriman yang hidup berdasarkan pengharapan masa depan yang dijamin kepastiannya oleh kematian, kebangkitan dan kenaikan Kristus; mata kita tertuju ke atas, ke masa depan yang menantikan kita. Oleh anugerah-Nya gereja pasti akan ditransformasi ke dalam kemuliaan. Inilah visi gereja yang seharusnya memotivasi bagaimana kita menjalani hidup kita. Tetapi di pihak lain, kita menghadapi realitas lain, yaitu fakta bahwa kita yang masih hidup di dunia ini adalah orang-orang yang penuh dengan kelemahan, kekhilafan, kesalahan dan dosa. Tatanan dunia sekarang yang jahat ini terus berusaha menyeret kita ke dalam kehinaan, dan menjauhkan kita dari maksud Allah. Selama hidup dalam dunia ini, kita harus berjuang untuk hidup sesuai dengan visi Allah bagi gereja-Nya. Kasih Tuhan yang dicurahkan kepada kita bukanlah alasan bagi kita boleh hidup melampiaskan nafsu jahat, sebaliknya itu harus menjadi dorongan untuk mencapai tujuan Allah bagi kita. Rasul Paulus rela melayani dengan berjerih lelah, menghadapi banyak kesulitan dan penderitaan, bukan karena gereja itu sempurna, baik, dan menarik, tetapi supaya ia dapat menempatkan gereja di hadapan diri-Nya kudus, indah dan cermerlang. Inilah yang Allah kehendaki bagi gereja yang dikasihi-Nya, yaitu diproses terus menuju kesempurnaan. 238 2. Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kristus mengaruniakan hamba-hamba-Nya (para rohaniwan) untuk memperlengkapi Gereja di dalam membangun tubuh Kristus Siapakah yang akan dipakai oleh Allah untuk membangun gereja-Nya? Jawabannya ialah semua anggota tubuh Kristus. Tetapi mereka baru dimungkinkan untuk terlibat dalam pembangunan tubuh Kristus ini kalau mereka sendiri telah bertumbuh dalam iman, pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan kepenuhan Kristus (Ef. 4:13). Dan meneguhkan mereka dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan pembangunan tubuh Kristus, Tuhan mengaruniakan hamba-hamba-Nya bagi gereja. Kita harus menyambut panggilan untuk bertumbuh dan diperlengkapi bagi pelayanan pembangunan tubuh Kristus ini dengan sukacita. Sebab ini adalah kehendak Allah yang baik kita. Kita mengerti bahwa kalau kita gagal untuk bertumbuh, maka dengan tidak adanya pengetahuan yang benar, iman yang teguh dan karakter yang kuat, kita akan selalu mengambil keputusan-keputusan yang salah dan merugikan diri kita sendiri. Kita akan selalu diombang-ambingkan oleh berbagai tipu daya si jahat. Dan akhirnya kita bukan saja merusak diri kita sendiri dan dijauhkan dari sejahtera yang dimaksudkan Allah bagi kita. Allah tidak kekurangan berkat bagi kita, tetapi yang menjadi penghalang bagi kita untuk betul-betul menikmati berkat Allah ialah kesalahan-kesalahan kita sendiri. Allah menerbitkan matahari dan memberikan hujan kepada orang benar dan orang tidak benar, Ia menganugerahkan berbagai kebaikan kepada seluruh umat manusia, tetapi kesesatan kita telah mengubah berkat Allah menjadi kutuk bagi kita. Selama hati kita masih rusak, semua berkat Allah tidak akan memberi manfaat sejati bagi kita. Inilah alasan mengapa kita harus bertumbuh dalam kebenaran Allah, karena hanya dengan demikian kita dipersiapkan untuk menyambut berkat Tuhan. Penolakan untuk bertumbuh dan diperlengkapi bagi pekerjaan pembangunan tubuh Kristus, bukan saja mengakibatkan kita akan jatuh ke dalam berbagai kesalahan, tetapi juga akan mendukakan hati Tuhan. Anak yang menolak nasehat yang baik dari orangtuanya, bukan saja ia akan didera oleh kegagaan, kemiskinan, dan penderitaan, tetapi juga ia akan membuat orangtuanya berdukacita dan dipermalukan. Sebaliknya anak yang mau menurut nasehat orangtuanya untuk bertumbuh dalam kebenaran dan kebajikan akan mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaan, serta memberikan kebanggaan dan kemuliaan kepada orangtuanya. Gereja Reformed Injili telah menyediakan berbagai sarana bagi setiap jemaat untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Allah dan untuk diperlengkapi bagi setiap pekerjaan baik yang dipersiapkan Allah. Kita mempunyai kelas STRI-S, berbagai seminar, dan Ready Bread, jika kita mengabaikan semua itu sehingga gagal untuk bertumbuh, maka hidup kita adalah suatu ironi yang menyedihkan. 3. Allah menetapkan Gereja bertumbuh melalui pelayanan bersama semua anggotanya. Gereja bagaikan satu keluarga, di dalamnya ada orang yang lemah, dan ada yang lebih kuat; ada yang kekanak-kanakan, dan ada yang lebih dewasa. Allah berkehendak untuk memakai anak-anak-Nya yang sehat untuk merawat yang sakit dan terluka, yang lebih dewasa membimbing yang lemah, sehingga seluruh bagian tubuh Kristus bertumbuh menjadi dewasa dalam Kristus. Melalui pelayanan orang-orang yang setia dalam mengerjakan penyiaran radio Kristen, penerbitan literatur, saya dapat mengenal Yesus dan diselamatkan. Ketika saya masih sebagai orang Kristen baru yang lemah, Ia memakai hamba-hamba-Nya untuk membangun iman saya melalui pengajaran firman, bimbingan dan 239 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 perhatian mereka. Tetapi Ia juga memakai orang Kristen lain yang lebih dewasa untuk mendukung saya untuk mengalami pertumbuhan, dengan menyambut saya sebagai saudara seImannya, sahabatnya, dan rekan pelayanannya. Adanya pertumbuhan dalam diri saya, memungkinkan saya untuk mulai melayani. Salah satu pelayanan yang saya lakukan ialah membimbing seorang yang belum pernah mengenal Yesus untuk menjadi orang percaya. Pelayanan yang ia terima melalui saya dan anggota tubuh Kristus yang lain juga menghasilkan pertumbuhan rohani dalam dirinya, sehingga akhirnya ia juga turut ambil bagian dalam pelayanan, dan dapat memberi kesaksian yang indah bagi Kristus melalui kehidupan yang mengutamakan Tuhan dalam usahanya. Allah tidak hanya memakai para rohaniwan dalam pelayanan bagi pembangunan tubuh Kristus. Walaupun para rohaniwan memiliki peranan yang khusus, seperti memberikan pengajaran firman dan kepemimpinan rohani, tetapi rancangan umum Allah bagi gereja-Nya ialah supaya setiap orang percaya dengan peranan mereka yang unik melayani orang Kristen lain. Inilah alasan kita harus saling melayani. Melalui pelayanan bersama satu terhadap yang lain, kita membangun tubuh Kristus. Setiap orang di sekitar kita adalah anggota tubuh Kristus yang harus kita kasihi, karena mereka dikasihi Allah. Segala sesuatu yang kita lakukan bagi orang Kristen lain adalah pelayanan kita bagi Kristus. Dengan membantu orang lain bertumbuh, kita membangun tubuh Kristus, sebaliknya setiap perlakuan yang melukai orang Kristen lain adalah serangan atau dosa terhadap Kristus. Kita harus melayani sesama kita, karena ketika kita membantu orang lain bertumbuh dalam Kristus kita sedang memperluas kerajaan Allah dan mengalahkan kejahatan. Orang-orang yang kita menangkan bagi Tuhan, suatu hari akan dipakai oleh Tuhan menjadi saluran berkat Allah bagi banyak. Sebaliknya orangorang yang gagal kita jangkau mungkin suatu hari akan menjadi bencana bagi kemanusiaan dan gereja. Kegagalan gereja menjangkau orang-orang seperti Karl Marx, Sigmund Freud, Friedrich Nietzsche, dan lainnya, mengakibatkan gereja harus menghadapi serangan yang begitu sengit dari mereka. Bagaimana wajah dunia sekarang dan di masa mendatang, terkait erat dengan bagaimana kita memberi pengaruh Kristen kita kepada orang-orang di sekitar kita. Kita harus harus melayani, karena di dalam melayani orang lain untuk bertumbuh, kita pun mengalami proses pertumbuhan yang signifikan. Untuk dapat melakukan pelayanan yang efektif dan efesien, kita harus banyak belajar dan bertumbuh, untuk dapat mengatasi begitu banyak kesulitan dalam melayani orang lain, kita mengalami banyak proses pembentukan, dan melalui semua ini, kita bertumbuh. Banyak orang tidak mau melayani karena takut dirugikan; mereka tidak sadar bahwa melayani Tuhan tidak pernah rugi. Semua yang kita lakukan bagi Tuhan bukanlah pengorbanan karena justru di dalamnya kita benar-benar diberkati. Justru orang yang tidak melayani, dan yang tidak melayani dengan sungguh-sungguh adalah orang yang merugi. Saya pernah membaca satu ilustrasi yang sangat berkesan mengenai dua bidang tanah. Tanah yang pertama rela untuk digarap dan ditanami, dan itu berarti gangguan dan kesakitan, tetapi hasil akhirnya ialah ia lahan yang menghasilkan tanaman yang indah dan berhasil guna, dan itu membuatnya sangat bahagia. Tetapi tanah kedua tidak mau diganggu, maka ia hanya menghasilkan onak duri yang tidak berguna. Semakin lama, ia semakin terlantar, sesak dan terlihat jelek. Ketika tanah yang pertama bersukacita atas keindahan dan manfaat yang dapat ia berikan, tanah kedua hanya dapat menyesali keadaannya yang buruk. Amin! 240 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 P Pa an ng gg giilla an nh hiid du up pk ku ud du us s Oleh: Pdt. Liem Kok Ham Nats: 13 1 Petrus 1:13-16 Sebab itu siapkanlah akal budimu, waspadalah dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus. 14 Hiduplah sebagai anak–anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, 15 tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, 16 sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Petrus sebagai rasul Tuhan dan gembala menulis surat tersebut untuk menasihati dan membangun orang Kristen yang tinggal di perantauan atau di tengah orang non Yahudi dan mengalami banyak kesulitan, tantangan, penderitaan serta aniaya. Di ayat 1 tercatat, “… kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia.” Padahal dulu mereka tersebar karena dianiaya oleh orang Yahudi. Di ayat 8-9 ia mengatakan, “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan, karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” Dalam perjalanan mengikut Tuhan, iman mereka justru makin kuat dan bertumbuh. Bahkan mereka mengalami sukacita rohani dan suasana surgawi, tetap setia serta mengasihi Allah bukan secara emosional melainkan karena telah mencapai kedewasaan rohani penuh. Kalau emosi mudah pudar dan berubah tapi affection merupakan gairah yang memancar dalam hidup. Bukan berarti iman mereka sempurna melainkan sedang dalam proses. Tantangan yang harus mereka hadapi yaitu pengaruh dosa. Pada waktu itu mereka tinggal di tengah budaya non Kristen yang belum kenal Tuhan serta masih hidup secara amoral dan duniawi. Maka mereka ditantang sekaligus diharapkan serta dimungkinkan untuk hidup kudus di dunia sekuler/hedonis yang cemar, licik dan rusak. Kurang lebih 2 juta orang Israel berhasil keluar dari Mesir menuju ke Kanaan. Tapi yang akhirnya diijinkan oleh Allah untuk masuk ke Kanaan hanya dua orang yaitu Caleb dan Yosua. Sedangkan yang lain mati di padang gurun. Padahal selama 40 tahun mereka mengalami berkat dan mujizat Tuhan. Tapi rohani mereka tak pernah dewasa. Meskipun orang Kristen sungguh giat dan semangat melayani Tuhan serta punya banyak karunia antara lain pandai berkhotbah tapi kalau hidupnya tak kudus maka semua prestasi pelayanannya jadi sia-sia. Kekudusan hidup sebenarnya lebih penting daripada karunia dan prestasi. Orang yang memilikinya mungkin tak terkenal atau berprestasi tapi dipakai oleh Allah. 241 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Di keluarga, lingkungan pekerjaan dan pergaulan, anak Tuhan seharusnya dikenal sebagai orang kudus. Kehadirannya membuat suasana jadi beda. Pikiran, emosi dan motivasi hidupnya makin dikuduskan serta menyenangkan Allah setelah sekian lama belajar Firman. Orang percaya terus dicobai, dirongrong dan diserang oleh godaan agar terjerat lalu jatuh ke dalam dosa. Tapi setelah beriman kepada Tuhan dan darah-Nya menebus serta menyucikannya, ia disebut orang kudus secara status serta dipanggil untuk jadi garam dan terang dunia. Secara kondisi, ia masih berdosa. Tapi dalam pandangan Allah melalui pengorbanan Kristus, ia telah dikuduskan. Meskipun di kalangan jemaat Korintus sering terjadi perselisihan, selingkuh dll, Alkitab tetap menyebut mereka orang kudus. Pemahaman serta kesadaran orang Kristen akan statusnya sangat mempengaruhi langkah dan sikap hidup selanjutnya. Seringkali orang punya double standard atau perspektif kurang luas hingga menganggap orang kudus yaitu pendeta, penginjil, misionari, rohaniawan dan majelis. Kalau mereka hidup secara tak benar atau tak berkenan kepada Tuhan, langsung dikritik. Padahal jemaat juga tak boleh hidup semacam itu. Di ayat 14-15 Petrus berkata, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu.” Ada anak majelis aktif di Gereja tapi juga jadi bandar narkoba. Di Amerika, tiap hari ada 1000 gadis remaja jadi ibu tanpa menikah, 1106 gadis remaja menjalani abortus, 4219 anak remaja terjangkit penyakit kelamin, 1000 anak remaja belajar minum minuman keras, 135 ribu anak membawa pistol dan senjata tajam ke sekolah, 3610 anak remaja diserang dan diperkosa serta 6 juta orang (sebagian besar mahasiswa) membuka situs porno di internet. Di Blitar, jumlah orang yang kawin-cerai paling banyak di antara kota lain di Jatim. Orang tua Kristen seharusnya mampu dan bersedia investasi waktu, tenaga serta uang untuk melengkapi dan mendidik anaknya sejak kecil menurut ajaran Tuhan agar tak tercemar serta selalu waspada terhadap kondisi membahayakan semacam itu. Kalau dulu orang percaya, banyak anak banyak rejeki tapi sekarang banyak anak banyak kekuatiran. Sejarah membuktikan, ketika ditekan, Kekristenan justru makin berkembang. Tapi orang Kristen sendiri malah menghambat pertumbuhan dan membuatnya mundur. Maka Petrus menasihati agar mereka memprioritaskan dan berupaya mengejar visi kekudusan hidup meskipun harus bayar harga. Fokus hidup tersebut harus diperjuangkan dalam tubuh Kristus. Karena Tuhan menghendakinya, Ia pasti menolong. Di Mat 5:48 tercatat standar-Nya mengenai kekudusan, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” Kudus berarti orang Kristen dipisahkan dan dikhususkan untuk hidup hanya bagi kemuliaan Allah. Maka hidup sesungguhnya bukan miliknya lagi tapi milik Kristus yang telah mati dan bangkit. Inilah progressive sanctification (proses pengudusan terus menerus seumur hidup hingga makin serupa Dia sampai tiba saat bertemu dengan-Nya). Di tengah angkatan yang melawan Tuhan, Alkitab mengkonfirmasikan, nabi Nuh telah hidup saleh di hadapan-Nya. Keluarganya termasuk minoritas tapi mampu hidup kudus oleh anugerah-Nya. Di Ayb1:1 tercatat, “Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” Di antara 11 saudaranya, Yusuf juga tampil beda. Ia punya integritas baik hingga membuat saudaranya marah dan menjualnya. Di keluarga Potifar, ia mampu mempertahankan kekudusan dalam pencobaan yaitu ketika digoda oleh istri Potifar. Di Kej 5:22 tercatat, “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, …” Ia telah menyerahkan hak hidup kepada-Nya. Gereja sebagai mempelai Kristus harus mampu memberi kesaksian mengenai kekudusan. Dengan kata lain, memelihara kesucian hidup sampai Tuhan datang kembali. Tindakan tersebut merupakan peperangan 242 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 rohani. Mereka tak hanya melawan pengaruh kebudayaan belaka tapi juga penguasa kerajaan angkasa (Ef 6:10-18) yang mencoba menghancurkan Kekristenan. Di 1 Ptr 5:8 tercatat, “… Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” Orang Kristen hendaknya senantiasa kudus dalam segala aspek hidupnya. Seharusnya tak hanya di Gereja ia kelihatan saleh seperti malaikat dengan tutur kata teratur baik dan mukanya selalu tersenyum. Tapi di rumah ia jadi seperti setan dengan pikiran yang selalu kotor dan cara hidup/kebiasaan tak sopan. Manusia telah mengalami total depravity dan akhirnya berada dalam keadaan total inability untuk menyelesaikan masalah dosa. Kecuali pekerjaan Roh Kudus memampukannya mengalahkan kecenderungan berbuat dosa. Ada orang baru jadi Kristen ketika dewasa, contohnya usia 30 tahun. Sejak usia 1-30 tahun, ia punya cara pikir non Kristen serta emosi, perasaan dan habit diwarnai oleh kedagingan. Setelah jadi Kristen, ia punya rohani dan iman ‘kue lapis’. Ia mengenakan etika Kristen seperti ramah, rendah hati dsb. Tapi pola pikir serta karakter lama tetap ada di lapisan bawah dan tak terlihat. Ketika ada masalah, lapisan tersebut muncul kembali dan mempengaruhi tindakannya. Kadang sudah di bawah kesadarannya. Pergumulan semacam ini tak hanya dialami oleh orang Kristen baru tapi juga yang lama termasuk hamba Tuhan. Di Roma 7:24 dan 26 Paulus berkata, “Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa.” Di dalam dirinya ada pertentangan. Orang Kristen perlu memeriksa hidup dan introspeksi diri senantiasa. Jangan mau ditipu oleh pujian manusia atau prestasi hidupnya sendiri karena pandangan Tuhan lebih menentukan. Ia bisa menipu diri sendiri maupun orang lain tapi tidak dengan Allah. Keluarga Jonathan Edwards termasuk sederhana tapi saleh. Si ayah ialah pendeta dan si ibu ialah putri pendeta. Di antara keturunan mereka, 14 orang jadi rektor universitas di Amerika, 100 lebih orang jadi dosen dan profesor, 100 lebih orang jadi hakim dan pengacara, 30 orang jadi hakim, 60 orang jadi dokter, 100 orang jadi pendeta dan utusan Injil serta hampir tiap industri di Amerika, keluarganya punya andil dalam pendirian. Hidup mereka dapat dijadikan contoh/inspirasi bagi orang di sekitar. Kekudusan hidup tak dapat dikejar dengan usaha manusia sendiri melainkan merupakan buah relasi/persekutuan/komitmen yang benar bersama Tuhan. Di Yoh 15:5 Kristus berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. …, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” Di Yoh 17:17 Ia berdoa, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” Di Mzm 119:9-11 tercatat, “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, … supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.” Orang Kristen harus dipenuhi dan dipimpin oleh Roh Kudus karena tanpa kuasa-Nya ia takkan mampu menjalankan Firman. Akibatnya, ia menghasilkan buah Roh antara lain penguasaan diri (Gal 5:22-23). Ketika pencobaan datang, ia diberi kekuatan untuk menahan diri. Orang Kristen juga harus hidup dalam penyangkalan diri. Di Mat 16:24 Tuhan berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Kadang terasa tak enak tapi harus disertai kerelaan. Ketika mengikut Tuhan, Paulus juga mengalami banyak kesulitan. Kadang keinginannya beda dengan Allah. Lama kelamaan ia mempercayakan hidupnya secara total kepada-Nya. Dan ia menyaksikan Kristus berkarya menguduskan hidupnya. Amin! 243 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke eh hiid du up pa an n yya an ng gd diitto op pa an no olle eh h a an nu ug ge erra ah hA Alllla ah h Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Amos 4:11/ Zakh. 3:2/ Yes.44:26/ 1 Kor. 15:10 Amos 4 11 "Aku telah menjungkirbalikkan kota–kota di antara kamu, seperti Allah menjungkirbalikkan Sodom dan Gomora, sehingga kamu menjadi seperti puntung yang ditarik dari kebakaran, namun kamu tidak berbalik kepada–Ku," demikianlah firman TUHAN. Zakharia 3 2 Lalu berkatalah Malaikat TUHAN kepada Iblis itu: "TUHAN kiranya menghardik engkau, hai Iblis! TUHAN, yang memilih Yerusalem, kiranya menghardik engkau! Bukankah dia ini puntung yang telah ditarik dari api?" Yesaya 44 26 Akulah yang menguatkan perkataan hamba–hamba–Ku dan melaksanakan keputusan– keputusan yang diberitakan utusan–utusan–Ku; yang berkata tentang Yerusalem: Baiklah ia didiami! dan tentang kota–kota Yehuda: Baiklah ia dibangun, Aku mau mendirikan kembali reruntuhannya! 1 Korintus 15 10 Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan–Nya kepadaku tidak sia–sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku. dan Zakharia 3:2 memberikan kepada kita gambaran mengenai ‘puntung yang ditarik dari perapian. Yesaya 44:26 memberikan gambaran “reruntuhan yang akan didirikan kembali". Ini adalah gambaran mengenai anugerah Allah kepada mereka yang sudah tidak berpengharapan. Amos 4:11 Dalam pengamatan saya, salah satu hal yang menonjol dalam kehidupan manusia ialah realita kesulitan yang harus dihadapi semua orang. Inilah presaposisi utama dari Buddhism. Hal yang sama juga dikatakan oleh Musa, jika kita bertanya kepada Musa, apa yang dapat dibanggakan oleh manusia dalam hidupnya? Maka ia akan menjawab, “kesukaran dan penderitaan” (Mz 90:10); ini juga yang dikatakan oleh Yakub kepada Firaun, “tahun-tahun hidupku itu sedikit saja dan buruk adanya.” Musa menyaksikan kehidupan umat Israel yang tragis sebagai budak di Mesir dan tersia-siakan di padang gurun; Yakub menjalani 244 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kehidupan sebagai pelarian yang jauh dari rasa aman sejahtera, orang yang mengasihan karena h arus ditipu oleh anak-anaknya sendiri. Bagaimana dengan kehidupan orang Kristen di masa kini? Jemaat Kristen sendiri tidak lepas dari kesulitan. Pasangan yang secara terang-terangan dikhianati dan dimusuhi, disaksikan oleh anak-anaknya yang masih kecil, pastilah bukan hidup yang mudah untuk dijalani. Memiliki pasangan yang berkepribadian tidak dewasa pasti merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan. Memiliki keluarga yang tidak harmonis dan tidak sehati pasti merupakan beban tersendiri. Dan ada begitu banyak orang yang menjalani kehidupan yang penuh kerikil tajam, selalu berkekurangan, diterpa berbagai penyakit dan kemalangan. Bagaimana dengan mereka yang bertumbuh tanpa kasih sayang, mereka yang memiliki kepribadian yang rapuh dan selalu merasa tidak aman dan tertekan. Siapa tahu berapa banyak orang yang kita temui di gereja, saat menjawab salam kita dengan senyum yang manis sebenarnya menyimpan beban masalah yang begitu menekan, seperti masalah fisik/penyakit, finansial, masa depan yang tidak jelas, baik yang menimpa dirinya, anaknya, saudaranya, atau orangtuanya. Jika orang-orang yang di dalam gereja saja memiliki banyak kesulitan dan beban yang berat, bagaimana dengan anak-anak jalanan, para pengemis, pelacur, sampah masyarakat yang dilemparkan ke berbagai lembaga masyarakat. Bagaimana dengan mereka yang tidak beruntung, dan yang menjadi korban ketidakadilan? Dari mereka yang tinggal di lorong-lorong rumah reot sampai di perumahan mewah berapa banyak orang yang benar-benar berbahagia? Semua ini menimbulkan pergumulan eksistensial dalam diri saya. Saya tidak boleh karena telah memiliki hidup yang bahagia di dalamTuhan, lalu menutup mata terhadap realita kesulitan yang menimpa demikian banyak orang lain. Mereka pasti bergumul dan bertanya kepada Allah. Adakah makna bagi hidup mereka? Sebagai hamba Tuhan apa jawaban yang dapat saya berikan kepada mereka? Apakah imanku kepada Allah itu benar? Apakah Allah yang saya percaya juga dapat mereka percaya? Apakah Allah yang saya percaya adalah Allah yang sanggup memberi jawaban bagi mereka. Jadi, permasalahan orang lain mau tidak mau juga menjadi permasalahan saya. Saya bersyukur telah diperlengkapi dengan wawasan Alkitab yang menolong saya tidak terjerumus ke dalam jawaban yang salah, seperti sebagian orang yang tidak dapat mempercayai Allah karena melihat penderitaan dalam dunia ini. Alkitab menjelaskan bahwa dunia yang kita hidupi sekarang ini adalah “dunia puntung berasap dan reruntuhan”, dunia yang telah dirusak oleh dosa. Tetapi ada anugerah Allah yang dapat mentransformasi hidup yang rusak ini menjadi bermakna dan bahagia. Dalam renungan ini saya akan mensharingkan beberapa prinsip penting bagaimana kita dapat hidup dengan benar dalam dunia yang penuh masalah ini, antara lain: Pertama, mengakui realita bahwa kita hidup di dalam dunia yang telah dirusak oleh dosa. Ini bukan dunia ideal seperti yang dirindukan setiap orang, ini adalah “dunia puntung berasap dan reruntuhan”, dunia yang abnormal. Dengan tangisan dunia ini kita masuki dan dihantar oleh tangisan pula dunia ini akan kita tinggalkan. Semua orang tahu dalam dunia ini, kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan sempurna dan keadilan yang penuh. Namun ketika menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan kita tidak dapat menerimanya dan mulai menyalahkan Tuhan. Inilah kontradisinya: kita berharap bisa memiliki kehidupan yang ideal di dunia yang tidak ideal; di satu pihak kita mengaku tidak bisa berharap banyak dalam dunia berdosa ini dan 245 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mengakui kesulitan merupakan bagian dari kehidupan di dunia ini, tetapi dalam prakteknya, kita tidak berlaku konsisten, ketika susah kita menjadi seperti cacing kepanasan dan memberontak kepada Tuhan. M. Scott Peck, memulai bukunya The Roadless Traveled dengan perkataan ini: “Hidup itu sulit.... Begitu kita mengetahui bahwa hidup itu sulit setelah kita memahami dan menerimanya maka hidup menjadi tidak sulit lagi.” Selama orang belum menerima fakta bahwa kesulitan merupakan bagian yang tidak terhindarkan dalam hidupnya, ia tidak akan pernah siap menjalani kehidupan ini yang memang banyak kesulitan ini, dan akan selalu menjadi orang yang rapuh dalam menjalani hidup ini. C.S. Lewis mengajakan suatu sikap batin yang bijaksana dalam menyikapi kehidupan ini. Ia mengatakan: “Bayangkan sekumpulan orang yang tinggal di suatu bangunan yang sama. Sebagian memikirkan itu sebuah hotel, sebagian yang lain memikirkannya sebagai penjara. Mereka yang berpikir itu sebagai hotel merasa kondisi yang mereka terima itu sangat tidak patut, sedangkan mereka yang berpikir itu penjara adalah mungkin akan menganggap keadaan mereka itu sudah cukup nyaman. Jadi apa yang tampaknya sebagai doktrin yang buruk ternyata akhirnya memberi penghiburan dan kekuatan kepada anda. Orang yang berusaha berpegang kepada pandangan dunia yang optimistik akan menjadi orang yang pesimis; sebaliknya orang yang berpegang pada pandangan dunia yang keras justru akan menjadi optimis.” Kedua, mengakui kebergantungan kita kepada anugerah Allah. Tiap kebaikan yang kita nikmati tidak boleh dianggap memang harus demikian (take it for granted), sebenarnya kita tidak berhak menerima semua kebaikan itu, setelah kita berdosa kepada Tuhan, hanya karena kemurahan Allah semata kita masih diberikan anugerah kesehatan, kemampuan intelek, rezeki, keamanan, perlindungan keluarga. Semua ini harus kita syukuri. Bahkan ketika mengalami banyak kesulitan, ada begitu banyak kebaikan Tuhan yang diberikan untuk menopang hidup kita, sehingga selalu ada alasan bagi kita untuk bersyukur, masalahnya ialah kita suka mengabaikan kebaikan Allah yang penuh kemurahan dan hanya memperhatikan semua keinginan yang belum kita miliki. Tuhan tidak pernah kurang baik kepada kita, bahkan setelah kita berdosa kepadaNya, hanya mata kita yang kurang baik untuk melihat segala kebaikan-Nya yang melimpah dalam hidup kita. Jika kita telah belajar untuk menghitung setiap berkat Tuhan dalam hidup kita, seperti dikatakan dalam lagu “Hitung Berkat Tuhan”, niscaya kita akan takjub atas kemurahan Allah yang begitu mengasihi kita. Orang yang menutup mata terhadap kebaikan Tuhan dan hanya sibuk memikirkan apa yang belum dia miliki, dengan penuh iri hati kepada orang lain, dia adalah orang yang menjerumuskan dirinya ke dalam kesulitan yang ia ciptakan bagi dirinya sendiri. Dengan bersandar kepada anugerah Allah, kita bahkan bermegah dalam kesulitan, karena tahu Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Orang yang mengalami banyak hambatan, seperti Fanny Crosby, Joni Erickson dapat mengaku Allah itu baik dan berbahagia, maka tidak ada alasan bagi yang lain untuk tidak bersyukur dan bahagia. Ketiga, mengarahkan hidup dan perjuangan kita kepada pengharapan sorgawi yang kekal. Karena dunia ini adalah “reruntuhan” yang tidak tertolong lagi, sehingga Allah harus melakukan pembaharuan total dengan menciptakan langit dan bumi yang baru, maka kita tidak akan menaruh harapan kita kepada dunia yang fana, mengecewakan dan tidak berprospek ini. Bahkan dari perspektif orang yang bahagia, dunia ini sangat mengecewakan. Mengapa? Kebahagiaan menginginkan kekekalan, orang yang berbahagia ingin hidup selama-lamanya. Tetapi apa yang ia dapati ialah perubahan dan kemerosotan. Hambatan, penuaan, penyakit, kematian datang tanpa dapat ia kontrol, 246 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akhirnya merusak dan merenggut kebahagiaannya. Orang yang menginginkan kebahagiaan sejati tidak akan puas dengan dunia ini; orang yang terlalu berharap pada dunia akan berakhir di dalam kekecewaan. Dalam 2 Kor 4:16-17 Paulus berkata, “Kami tidak tawar hati,... Sebab penderitaan ringan sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan kami.” Pengharapan sorgawi yang mulia akan menjadikan segala kesulitan yang kita alami terlihat ringan. Karena tahu bahwa penderitaan kita dapat mengerjakan dalam diri kita kemuliaan kekal, maka kita akan termotivasi untuk menanggungnya dengan tabah. Orang Kristen yang menjadi hancur dan putus asa karena kesulitan dunia ini, mungkin berharap terlalu banyak terhadap dunia ini dan kurang mengharapkan sorga. Jika sorga adalah harapan yang mulia maka kita tidak akan mudah dikecewakan oleh di dunia ini. Perspektif kekekalan seharusnya mendorong orang Kristen untuk mengejar perkara yang kekal, yaitu mengutamakan kerajaan Allah dan kebenarannya di kenyamanan hidup kita (Mt 6:33). Keempat, dalam realita kehidupan yang penuh masalah, Allah memanggil kita untuk menjadi saluran berkat-Nya bagi mereka yang bersusah. Kepada setiap orang Tuhan memberikan karunia yang berbeda, ada yang menerima lebih banyak, ada yang lebih sedikit. Perbedaan ini menjadikan kita tergantung satu sama lain dan saling membutuhkan. Tujuan pemberian karunia adalah supaya kita saling melayani, terutama dari yang lebih kepada yang kurang atau lemah. Tidak pernah karunia Allah dimaksudkan untuk kita pakai secara egoistis, berdosa dan tidak berguna. Semua karunia ini harus kita pertanggungjawabkan. Ketika orang dalam kesulitan, mereka berseru kepada Allah dan mengharapkan jawaban Tuhan. Sebagai anggota tubuh Kristus, kitalah yang akan dipakai-Nya untuk menjawab mereka. Kita bersalah kepada Allah jika mengabaikan tanggung jawab pelayanan kita, dan memakai karunia pemberian Allah hanya untuk kepentingan sendiri secara jahat dan bukannya menjadi hamba setia yang melayani sesama yang susah (Luk 12:42-46). Dalam hidup yang penuh kesulitan ini, biarlah kita yang telah menerima anugerah Allah, juga menjadi penyalur anugerah Allah kepada yang memerlukan. Demikianlah kita melawan akibat dosa dalam kehidupan dunia ini, dan layak disebut sebagai anak-anak Allah. Kiranya doa Fransiskus dari Asisi juga menjadi doa kita: Lord, make me an instrument of Thy peace/ where there is hatred, let me sow love/ where there is injury, pardon/ where there is doubt, faith/ where there is despair, hope/ where there is darkness, light/ and where there is sadness, joy/ O Divine Master/ grant that I may not so much seek/ to be consoled as to console/ to be understood as to understand/ to be loved as to love/ for it is in giving that we receive/ it is in pardoning that we are pardoned/ and it is in dying that we are born to eternal life. Amin! 247 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 R Re effo orrm ma as sii,, IIn njjiill d da an nT Ta au urra att Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: 1 Galatia 3:1-14 Hai orang–orang Galatia yang bodoh, siapakah yang telah mempesona kamu? Bukankah Yesus Kristus yang disalibkan itu telah dilukiskan dengan terang di depanmu? 2 Hanya ini yang hendak kuketahui dari pada kamu: Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum Taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? 3 Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah kamu sekarang mengakhirinya di dalam daging? 4 Sia–siakah semua yang telah kamu alami sebanyak itu? Masakan sia–sia! 5 Jadi bagaimana sekarang, apakah Ia yang menganugerahkan Roh kepada kamu dengan berlimpah–limpah dan yang melakukan mujizat di antara kamu, berbuat demikian karena kamu melakukan hukum Taurat atau karena kamu percaya kepada pemberitaan Injil? 6 Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. 7 Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak–anak Abraham. 8 Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang–orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: "Olehmu segala bangsa akan diberkati." 9 Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama–sama dengan Abraham yang beriman itu. 10 Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat." 11 Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman." 12 Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya. 13 Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" 14 Yesus Kristus telah membuat ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa–bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu. I. Setiap orang mendambakan keselamatan: hidup dalam kesejahteraan dan dijauhkan dari kesengsaraan. Walaupun ini bukan tujuan hidup yang mulia dan yang tertinggi, bahkan agak egois, tetapi ini dipakai oleh Tuhan untuk membawa orang untuk datang kepada Tuhan, karena hanya di dalam Dialah orang mendapatkan kebahagiaan sejati. Dan setelah dididik dalam kebenaran ia baru dapat memiliki motivasi yang seharusnya: memuliakan Tuhan di atas segala-galanya. 248 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. Dia mencarinya di tempat yang salah. Salah memilih bengkel mobil bukan saja mengakibatkan pemborosan uang yang banyak, tetapi juga membuat mobil menjadi tambah rusak; mencari dokter yang salah, bukannya tambah sembuh tetapi penyakitnya tambah parah, selain harus membayar biaya yang besar. Jika percaya kepada Allah yang salah, walaupun yang kita inginkan adalah keselamatan, tetapi yang akan kita dapatkan justru adalah kebinasaan. 2. Dia tidak bersungguh hati untuk mendapatkannya. Semua orang ingin sehat dan tidak mau sakit, tetapi betapa banyak orang yang justru mengabaikan kesehatannya. Kebanyakan orang baru sungguhsungguh memperhatikan kesehatannya ketika penyakit mulai mengganggu atau membahayakan hidupnya. Orang seperti baru sadar betapa berharganya kesehatan dan mau membayar harga yang mahal untuk menjadi sehat, hanya setelah tahu apa itu sakit dengan akibatnya yang sangat menyengsarakan. Ada begitu banyak orang yang menganggap enteng keselamatanya, dan memperlakukannya sebagai hal yang boleh ada dan boleh tidak ada. Buktinya mereka begitu mudah untuk meninggalkan Tuhan ketika mendapatkan tawaran lain. Yesus menuntut setiap orang yang mengikuti Dia harus menyangkal diri dan memikul salib (Mat 16:24), dan ini adalah hal yang sulit; lalu bagaimana orang mau membayar harga untuk mengikut Yesus jika mereka belum menyadari bahwa dirinya berada dalam kebinasaan dan anugerah keselamatan Yesus adalah satu-satunya sumber sejahteranya. Hanya ketika orang yang sadar akan keadaannya yang celaka dan merasakan kengerian akan kebinasaan, dia akan mencari keselamatan dengan sungguh-sungguh; dan ketika orang mencari keselamatan dengan serius saja yang akan menerimanya dengan penghargaan dan kesiapan membayar harga. Hanya orang sakit yang menghargai dan mau menerima perawatan dokter, itulah sebabnya Yesus berkata bahwa Dia datang untuk mencari orang yang sakit supaya disembuhkan; berdosa supaya diselamatkan. Tidak ada orang yang begitu bersungguh-sungguh mencari keselamatan seperti Martin Luther. Di bawah ancaman sambaran petir ia berjanji untuk masuk biara, dan sejak itu ia berusaha sekuat tenaga untuk memupuk kesalehan supaya dapat berkenan kepada Allah. Kesadaran akan dosa dan keadaannya yang celaka telah mendorong dia untuk sungguh-sungguh mendapatkan keselamatan. Tetapi semua usaha kesalehannya itu tidak menolong dia. Baru dalam keadaan yang frustasi itulah ia menemukan Injil anugerah Yesus Kristus, bahwa dia dapat diselamatkan karena jasa penebusan Kristus yang sempurna. Dengan menemukan kembali Injil anugerah ini pintu sorga telah terbuka baginya. Hidupnya mendapatkan arah dan semangat yang baru, penuh iman dan pengharapan. Karena itulah Injil anugerah ini begitu berharga maka dia rela menghadapi segala ancaman dan kesulitan dari gereja Katolik Roma. Ketika berada di dalam biara Martin Luther dengan sungguh-sungguh melakukan semua tuntutan yang diajarkan sebagai jalan untuk mendapatkan keselamatan. Ia banyak membaca Alkitab, berdoa, berpuasa, menyiksa diri, mengumpulkan barang peninggalan orang suci dan berziarah, untuk mendapatkan keselamatan dan kedamaian, tetapi semua itu sia-sia. Ketika ia berusaha mengasihi Allah, sebagai ketaatannya kepada perintah Allah, tetapi ia menyadari betapa kasihnya itu egois dan cacat, karena itu ia sadar bahwa tidak ada sesuatu yang dapat ia lakukan yang melayak dia untuk diterima oleh Allah. Keadaan ini membuatnya sangat putus asa. II. Kesulitan rohani yang dialami oleh Martin Luther ini terjadi karena pada waktu itu gereja telah mengabaikan Injil anugerah, dan telah menjadikan kekristenan hanya suatu bentuk agama Taurat. Orangorang beranggapan bahwa dengan melakukan peraturan Gereja, mengejar kekudusan dan berbuat baik 249 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 orang akan diselamatkan. Itulah prinsip Taurat: Lakukanlah, maka kamu akan hidup (Gal. 3:12). Semua agama manusia pada dasarnya dilandasi oleh prinsip Taurat ini. Dengan standar buatan sendiri yang rendah sebagian orang merasa telah memenuhi tuntutan untuk dapat diselamatkan. Dalam terang hukum Taurat yang sempurna, kita menegaskan bahwa tidak ada seorang pun yang sanggup melakukan perintah Allah, karena itu semua orang berusaha dibenarkan dengan melakukan Taurat pasti berada di bawah kutuk (3:10). Berada di jalan buntu inilah Martin Luther belajar mengenai kegagalan dari keagamaan yang bersandar pada usaha kesalehan manusia, dan ini merupakan langkah penting untuk mengerti Injil anugerah. Inilah fungsi pertama dari Taurat yaitu menghancurkan kecongkakan hati manusia yang merasa dirinya cukup hebat dan mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Hanya setelah orang menjadi rendah hati dan menyadari keadaannya yang hancur, nestapa, miskin, buta, dan sangat najis di hadapan Allah, ia mulai menghargai dan menerima Injil Yesus Kristus dengan rasa syukur. Itulah sebabnya Tuhan berkata, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Melalui studi Alkitabnya Martin Luther dibukakan bahwa keselamatan bukanlah hasil usaha manusia yang rapuh, tetapi karunia pembenaran yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dan yang diterima dengan iman. Kini dia telah mendapatkan kelegaan dan kebahagiaan. Bagi Luther Injil Yesus Kristus adalah harta yang paling berharga. Hanya melalui Taurat Tuhan yang sempurna orang sadar akan kebutuhan akan Injil anugerah. Itulah sebabnya kita meragukan orang dapat mengerti Injil dengan benar tanpa Taurat. Kita yang telah diselamatkan tanpa hukum taurat, tetapi berdasarkan iman tidak dimaksudkan menjadi pelanggar hukum Taurat, tetapi supaya menjadi pelaku kebenaran Allah. Taurat tidak dibatalkan, tetapi justru harus dilakukan secara lebih penuh dan murni di dalam semangat dan terang Perjanjian Baru. Dan ini dimungkinkan karena adanya hidup baru yang dihasilkan oleh Injil. III. Dalam Galatia 3:1-5 Paulus mengkontraskan dua macam kehidupan: mereka yang percaya kepada pemberitaan Injil dan yang bersandar kepada hukum Taurat. Mereka percaya kepada Injil menerima karunia Roh yang berlimpah-limpah dan mujizat; dan ini tidak diperoleh oleh mereka yang hidup berdasarkan pada Taurat. Melalui ini, Paulus mau menegaskan bahwa iman dalam Injil Yesus Kristus menghasilkan suatu pengalaman rohani yang tidak akan kita peroleh dari Taurat. Melalui percaya kepada Injil, Allah mengaruniakan Roh Kudus ke dalam hati kita; Roh Kudus mengerjakan kelahiran baru dalam diri kita, menjadikan kita manusia baru, memberi hati yang baru, nilai dan selera yang baru, dan kekuatan rohani untuk melakukan kehendak Allah. Walaupun kita masih manusia yang memiliki yang banyak kelemahan, tetapi kuasa-Nya yang bekerja dalam diri kita mengerjakan pembaharuan yang menjadikan kita menjadi manusia rohani. Hal ini berbeda dengan agama Taurat yang bersifat lahiriah kedagingan. Karena tidak ada pembaharuan dari Roh Allah, maka orang melakukan perintah Allah karena kewajiban agama, bukan karena dorongan kasih karena telah diubah dari dalam diri mereka. Inilah fungsi kedua dari Taurat yaitu mengekang orang fasik yang tak peduli akan keadilan dan kebenaran sehingga menahan diri dari melakukan kejahatan karena takut pada ancaman hukuman. Anugerah umum ini diperlukan untuk dimungkinkannya masyarakat umum. Jika keagamaan kita hanyalah dorongan kewajiban karena takut pada hukuman Allah, maka walaupun tubuh jasmani kita masih di rumah Tuhan, sebenarnya kita adalah orang-orang yang masih terhilang seperti si sulung (perumpamaan anak terhilang). Akibatnya kita tidak pernah merasakan kebahagiaan di dalam mengasihi Tuhan dan menaati Dia. Orang yang telah diubahkan oleh Tuhan akan merasakan sukacita dan 250 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 berkat di dalam melakukan kehendak Tuhan, semua pelayanannya tidak akan dirasakan sebagai pengorbanan tetapi sebagai ungkapan kasih dalam hubungan kasih yang indah dengan Allah. Kita belum sempurna, tetapi berdasarkan iman dalam Yesus Kristus kita akan terus bertumbuh dalam anugerah-Nya. Melalui mempelajari hukum Taurat, kita belajar mengenal kehendak Allah dan didorong untuk melakukan perintah-Nya. Inilah yang oleh John Calvin dijelaskan sebagai fungsi ketiga dari Taurat yaitu menuntun dan mengarahkan orang percaya untuk hidup kudus. Taurat sangat berguna bagi kita, supaya kita mengenal kehendak-Nya dan didorong untuk melakukannya. Mengenai hubungan Injil dan Taurat kita harus memelihara keseimbangan antara keduanya, dan menghindari dua ekstrim ini: 1. antinomian, yaitu hidup yang mengabaikan ketaatan kepada perintah Allah. Orang percaya yang telah dimerdekakan dalam Kristus dimaksudkan untuk menjadi pelaku kehendak Allah yang dinyatakan di dalam seluruh Alkitab. 2. Moralis/Legalis, dengan pengertian akan Injil yang kaku dan salah, orang menerapkan secara paksa dan akhirnya menjadi beban berat yang tidak membangun kesalehan sejati, kecuali keagamaan yang kecut dan menjadi musuh Allah dan sesama. Orang Kristen perlu memiliki keseimbangan Injil anugerah dan Taurat yang kudus, sehingga dengan pengertian yang benar akan maksud Tuhan, kita dengan kuasa Roh Kudus yang bekerja di dalam kita, kita memakai kemerdekaan kita untuk melakukan berbagai kebajikan dan memuliakan Allah. Inilah hidup Kristen yang indah. Gereja-Nya diharapkan dapat mewujudkannya dengan pertolongan-Nya. Amin! 251 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 R Re effo orrm me ed dT Th he eo ollo og gyy,, k ku ua assa a p pe em mb be erriitta aa an n IIn njjiill Oleh: Pdt. Nico Ong Nats: Yoh. 16:33/ Yoh. 14:27/ Yes. 53:3-6 Orang Kristen seharusnya sadar, dirinya dicipta segambar dan serupa Allah tapi hidup dalam ruang dan Yohanes 16 33 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia." Yohanes 14 27 Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera–Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Yesaya 53 3 Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. 4 Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. 5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur–bilurnya kita menjadi sembuh. 6 Kita sekalian sesat seperti domba, masing–masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. waktu terbatas. Dunia selalu berubah. Tapi di tengah banyak masalah serta peristiwa ada dua eksistensi yang takkan berubah yaitu dosa dan penderitaan. Ketika manusia lahir, dalam dirinya sudah ada benih dosa. Dalam iman Kristiani sejati Tuhan menggunakan Taurat untuk membuktikan semua orang berdosa. Di Roma 7:18 Paulus berkata, “… di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik.” Tuhan memberi hati nurani untuk menuntut tiap pribadi ketika berbuat dosa. Manusia penuh kekurangan dan kecacatan. Tak ada yang sempurna atau lebih baik. Maka sebelum menuntut orang lain, ingat keberadaan diri sendiri. Sesungguhnya semua orang membutuhkan ketergantungan pada pertolongan-Nya. 252 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tuhan juga memperlihatkan kuasa dosa yang mengikat manusia dan sangat berbahaya. Pendosa mengira dirinya bebas menikmati hidup sesuka hati hingga sulit ditegur dan diberi nasihat. Sebenarnya ia telah menjual kebebasannya dalam belenggu dosa. Ia harus merenungkan kembali arti kebebasan dalam kebenaran Firman. Dengan Theologi Reformed yang benar, orang Kristen seharusnya berani dan mampu mengkritik filsafat Cina lalu membawa mereka kepada Firman. Inilah tantangan bagi semua anak Tuhan. Tuhan menunjukkan upah dosa ialah maut yang menakutkan. Inilah eksistensi dosa yang pasti tak terhindarkan. Selain itu, tak ada yang mau menderita. Tapi meskipun perkembangan teknologi dan kebudayaan makin pesat, bukan berarti penderitaan berkurang. Orang yang pernah memperkosa, mencuri, membunuh dll malah jadi lebih buas. Jihad yang benar ialah peperangan rohani, bukan secara kedagingan. Kalau konsep positif tersebut diekstrimkan, akan jadi manusia jijik dan jahat. Maka jangan bangga melakukannya. Di jaman modern maupun postmodern, penderitaan tak lebih ringan. Semua orang tak pernah puas akan kebutuhan jasmani dan rohani. Mereka terus mendambakan konsep kebenaran tapi tak mampu menemukannya. Ada empat tipe orang: 1. Orang yang penuh hikmat bijaksana berjalan melebihi waktu. Ia selalu siap dan waspada bukan karena kemampuannya melainkan kekuatan Firman. Maka ia berani mempertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan sesama. 2. Orang yang biasa saja. Ia hidup dengan waktu dan berjalan sesuai perubahan jaman. 3. Orang bodoh berjalan di belakang waktu. 4 Orang yang paling bodoh tak tahu waktu. Anak kecil berpikir, waktu sangat panjang. Tapi orang tua sadar, waktunya sudah di ambang pintu kematian. Sesungguhnya realita hidup manusia sangat pendek dan sia-sia kecuali punya pengetahuan pengenalan akan Allah yang telah memberi tujuan sejati. Meskipun hidup terlalu singkat, Tuhan takkan menghapus penderitaan (Yoh 16:33). Ketika memanggil 12 rasul-Nya, Tuhan tak menjanjikan kemakmuran, kesuksesan dan kebahagiaan. Di Mat 16:24 Ia berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Di Mat 10:16 Ia juga berkata, “…, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, …” Pengakuan iman Westminster bagian satu dimulai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu untuk memuliakan Tuhan. Tapi orang Cina di Taiwan berkonsep, yang penting adalah tidur sepuasnya seperti bayi, perut dikenyangkan dengan makanan enak dan tiap hari tak dikacaukan oleh masalah. Konsep semacam itu salah. Ironisnya, banyak orang Kristen mengambil filsafat lain lalu dimasukkan ke dalam Gereja. Manusia pasti punya cita-cita. Bahkan ketika sedang makan, ia terus memikirkannya. Tapi ia harus selalu waspada dengan mulutnya karena tanpa pengertian, akan menyedihkan hati Tuhan yang suci dan kudus. Bukan mendatangkan berkat melainkan murka-Nya. Maka ketika berdoa atau bernyanyi, hendaknya ia mengoreksi motivasi diri. Ada penderitaan bernilai dan tidak. Ada pula penderitaan sebagai akibat dosa atau perang. Dalam sejarah Cina, untuk mempertahankan komunisme mengakibatkan 50 juta orang mati dibantai. Tapi meskipun 253 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 komunisme telah beredar, moral dan etika orang Cina masih harus diperbaiki. Ini membuktikan paham tersebut gagal mendidik. Ada juga perang karena mempertahankan kedudukan atau gila hormat. Selain itu, ada penderitaan karena kematian, bencana alam atau dikucilkan dari keluarga dan masyarakat. Orang yang tak mencapai keinginannya juga mengalami penderitaan. Theologi Reformed mengajarkan orang Kristen tak jadi pengecut yang melarikan diri. Theologi tersebut justru mempersiapkan serta memberi iman yang besar dan agung pada semua orang percaya. Dalam penderitaan, orang Kristen juga jangan terjebak dengan konsep postmodernism yang mengatakan, “Buatlah penderitaan tertidur.” Kalau demikian, ia mungkin akan merasa tak perlu lagi peka terhadap penderitaan orang lain. Penderitaan yang Tuhan ijinkan terjadi punya makna antara lain: Pertama, agar misi kehidupan berGereja tetap makin berkembang sebagai tanda deeper faith and holiness. Orang Islam pernah memperlakukan secara tak adil, merusak dan membakar Gereja serta menganiaya hingga membunuh jemaat Tuhan. Tapi tak berarti mereka menang. Bertobat yaitu meninggalkan dosa. Beriman ialah berpalingnya seseorang kepada Kristus lalu hidup dalam Dia dan Tuhan hidup dalam dirinya. Maka ia takkan mempermainkan keberadaan-Nya. Kedua, menambah pengalaman. Maka pikiran orang Kristen jadi tak sempit. Dietrich Bonhoeffer dalam perjuangannya, pada bulan April 1945 dihukum mati di kamp konsentrasi. Di penjara ia menulis surat, “Penderitaan adalah lencana kemuridan yang sejati. Mengikut Kristus berarti harus menderita.” Banyak Gereja mengadakan misi penginjilan tapi tak merasa terjebak dalam metode untuk menambah kuantitas tanpa meningkatkan qualitative difference. Maka kehidupan rohani mereka tak bertumbuh dengan baik. Ketika bicara mengenai persekutuan Gerejawi, Martin Luther berkata, “… yang disiksa dan mati martir oleh Injil.” Ia juga berkata, “Pemuridan berarti kesetiaan kepada Kristus yang menderita.” Selain itu, katanya, “Penderitaan adalah sukacita dan pertanda suatu anugerah di dalam kehidupan.” Ketiga, Tuhan memakai penderitaan para hamba-Nya atau mereka yang beriman kepada-Nya untuk membangunkan orang di sekitarnya yang sudah tertidur dari keacuhan mereka. Sehingga mereka kembali bersemangat melayani secara bertanggung jawab di hadapan-Nya dan menjunjung tinggi kebenaran Firman. Keempat, orang Kristen harus sabar menanggung penderitaan, bukan bersungut-sungut melainkan dengan sukacita. Ada pahlawan di Kenya Selatan bernama Joseph. Ketika berjalan di daerah kotor dan panas, ia berjumpa misionaris yang mengabarkan Injil. Saat itu juga Tuhan mengetuk hatinya. Terjadilah konversi dalam panggilan. Artinya, pertobatan dan regenerasi/kelahiran baru. Lalu ia kembali ke desanya untuk memberitakan Injil. Banyak orang jengkel hingga berencana menangkapnya dengan cara menarik rambutnya. Di tengah kerumunan massa, seorang perempuan maju di depannya dan bertanya. Ketika ia berespon, perempuan tersebut langsung memukulnya. Tindakan ini termasuk penjarahan dan pengeroyokan. Mereka bersifat pengecut. Mereka menghajarnya hingga memar, sakit dan terluka. Kepalanya berlumuran darah. Lalu ia diseret keluar dan dilempar ke semak belukar di padang pasir. Setelah agak sembuh, ia tak takut atau jera. Ia kembali ke dusun tersebut. Peristiwa yang serupa terulang lagi. Ia berpendapat, “Kalau engkau dapat hidup sampai detik hari ini, itu adalah mujizat.” Kali ini ia diseret dari luar ke dalam lalu dipukuli hingga matanya bengkak. Sejenak ia menoleh ke kanan dan melihat seorang perempuan jatuh tersungkur, berlutut sambil menangis. Ia ingat perempuan itulah yang pertama kali 254 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 memukulinya. Tapi ia tetap tersenyum. Setelah itu ia tak sadar selama beberapa hari. Ketika bangun, ia kaget karena berada di rumahnya. Ternyata perempuan itulah yang mengangkat, membasuh dan mengobati lukanya. Perempuan tersebut mengakui dosanya. Sejak itu ia memenangkan jiwa perempuan itu yang sama berharga di hadapan-Nya. Dalam Theology of Suffering musuh utama sesungguhnya bukan orang lain melainkan diri sendiri. Menurut Martin H., seharusnya manusia mampu mengontrol pribadinya. Bukan sebaliknya. Contoh, hati nurani berkata, “Tak ada gunanya mengampuni. Engkau sudah disakiti, dipermalukan dan dikhianati. Balas saja kejahatan dengan kejahatan. Tak usah kasih-mengasihi. Hancurkan dia.” Sifat pribadi yang di dalam berusaha mengontrol diri. Menurut Plato, orang pintar ialah yang rasionya mengontrol perasaan lalu perasaan mengontrol kemauan dan kebebasannya. Tapi Theologi Reformed mengajarkan dengan kebenaran Firman mengontrol rasio lalu rasio mengontrol perasaan dan perasaan mengontrol kemauan. Itulah yang berkenan kepada-Nya. Kelima, penderitaan menjalankan perintah penginjilan dengan mendisiplinkan diri. Rela menderita akan menimbulkan sukacita. Allah pasti mencukupi kebutuhan tiap anak-Nya. Sedangkan orang Kristen harus selalu mencukupkan diri. Dan panggilan hamba Tuhan bukan karena gaji atau fasilitas. Keenam, supremasi Kristus harus terlihat dalam penderitaan. Kalau orang Kristen menderita karena ambisi pribadi atau kemauan sendiri, ia tak layak. Penderitaan sebenarnya mendidik agar ia belajar bersandar kepada-Nya dengan iman yang benar. Tapi iman tanpa perbuatan tak ada artinya. Maka diharapkan selain sebagai pendengar, ia juga melaksanakan perintah dan amanat agung-Nya yaitu terus mengabarkan Injil. Di Yes 53:7 tercatat, “… seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” Ia hanya dapat memberi tanpa membantah. Ia juga taat sampai mati. Amin! 255 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 A Ag ga am ma a sse ejja attii a ad da alla ah hk ka arryya a A Alllla ah hT Trriittu un ng gg ga all Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: Roma. 7:13-26/ Roma. 8:1-11 Roma 7 13 Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali–kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa. 14 Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. 15 Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. 16 Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. 17 Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. 18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. 19 Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. 20 Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. 21 Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. 22 Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, 23 tetapi di dalam anggota–anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota–anggota tubuhku. 24 Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? 25 Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (7–26) Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Roma 8 1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. 256 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Roma 8 2 Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. 3 Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak–Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging, 4 supaya tuntutan hukum Taurat digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, 5 Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal–hal yang dari daging; mereka tetapi menurut Roh. yang hidup menurut Roh, memikirkan hal–hal yang dari Roh. 6 Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. 7 Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. 8 Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah. 9 Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus. 10 Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran. 11 Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh–Nya, yang diam di dalam kamu. Mengamati fenomena agama akhir-akhir ini, membuat saya bertanya-tanya, Apakah Kekristenan hanya salah satu dari agama besar di dunia ini? Apakah keunikannya yang dapat menjadi harapan bagi umat manusia? Setiap agama dalam bentuknya yang tidak ekstrim, yang mengajarkan moralitas dan kesalehan batin akan menimbulkan penghormatan dalam diri kita, apalagi ketika diajarkan oleh orang yang berwawasan luas dan berhati lapang. Ajaran dan himbauan moral yang diberikannya akan menimbulkan simpatik kita. Tetapi apakah ini cukup? Injil mengingatkan saya untuk berhati-hati terhadap agama natural (natural religion), karena agama yang didasarkan pada kekuatan manusia sendiri ini hanya indah di dalam ide, tetapi tidak pernah dapat memberikan kebebasan sejati bagi manusia. Orang yang tidak pengalaman akan terjebak dalam keindahan palsu ini. Beberapa ratus tahun yang lalu, orang-orang seperti Thomas Jefferson dan Benjamin Franklin telah membuat orang-orang terkesan dengan ide-ide humanis mereka mengenai agama dan moralitas. Mereka adalah “Kristen” Deisme, yang tidak lagi percaya pada pewahyuan Alkitab, dosa, dan penebusan Kristus. Agama natural seperti inilah yang membuka pintu bagi masuknya humanis ateis yang membawa Amerika Serikat kepada sekularisme dan degradasi moral. Meminjam kategori Francis Schaeffer, “alam telah menelan anugerah.” Inilah agama natural yang ditolak habis-habisan oleh Martin Luther (mengikuti rasul Paulus yang memperjuangnya dalam surat Galatia). Luther melihat dengan jelas kegagalan agama natural untuk membawa manusia mengenal Allah dan diperkenan oleh Allah, dan inilah yang ia alami. Agama natural yang penuh dengan 257 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 idealisme manusia ini hanya ide-ide kosong yang tidak menolong manusia untuk mengenal sejati dalam cara yang menyelamatkan, dan akan membiarkan manusia tetap dalam keburukan dosanya, bahkan menjadi tambah buruk. Agama yang selama ini dilihat hanya sisi positifnya ternyata juga membawa permasalahan yang serius, seperti kekerasan dan berbagai kejahatan yang serius. Dalam banyak peristiwa, agamalah yang menjadi sumber pertikaian yang berkelanjutan di banyak tempat, seperti yang terjadi di Irlandia, di India, dan Indonesia (di Aceh, di Ambon), bahkan sekarang ia dikaitkan dengan terorisme. Itulah sebabnya sebagian orang sudah muak terhadap segala sesuatu yang berbau agama. Karena itu, walaupun kita tidak setuju dengan isi lagu Imaginenya John Lennon, tetapi kita patut ikut merasa prihatin bersamanya. Ada apa dengan agama? Agama yang mestinya mendatangkan sejahtera bagi manusia, mengapa justru menjadi sumber masalah. Jika demikian, mampukah agama memberikan kemerdekaan sejati dari dosa dan kejahatan yang dihadapi manusia. Dalam perspektif Alkitab, khususnya Perjanjian Baru, tidak ada pun satu agama yang dapat menyelamatkan manusia dari masalah dosanya ini. Allah telah memberikan Taurat kepada orang Yahudi, tetapi itu justru mendatangkan kematian? Karena itu, timbullah pertanyaan, “Apakah Taurat itu dosa?” (Roma 7:7). Tidak! Taurat itu kudus, benar, dan baik (ayat 12). Bukan Taurat, tapi dosa dalam diri manusia itulah yang mematikan manusia. Taurat hanya menyatakan kondisi manusia yang sebenarnya berdosa. Ketika orang meracuni diri dengan obat bius dan sekarat. Lalu ternyata dibawa ke rumah sakit dan tak tertolong lagi, apakah benar jika kita mengatakan ia mati karena kesalahan dokter yang gagal menolongnya, atau bahwa ia mati karena kesalahannya memakai obat bius sehingga menghancurkan dirinya sendiri. Dosa telah merusak seluruh keberadaan manusia, termasuk menyebabkan dia mengalami kekacauan kehendak. Paulus berkata: Aku setuju Taurat itu benar dan baik, dan bahwa aku harus hidup sesuai dengan kebenaran Taurat. Tetapi yang aku lakukan justru yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat. Ternyata dalam diriku ada dosa yang membuat aku tidak dapat melakukan apa yang benar (ayat 15-17). Dalam ayat 19-23 hal ini diulangi kembali: Aku menginginkan yang baik, tetapi yang jahat yang aku lakukan (ayat 19), ini diakibatkan oleh dosa yang bekerja dalam anggota tubuhku (ayat 20). Dalam batinku, aku suka akan hukum Allah, tetapi dalam anggota tubuhku ada hukum dosa yang membuat aku menjadi tawanannya, itulah sebabnya, anggota tubuhku tunduk pada kuasa dosa untu melakukan kehendaknya yang jahat (ayat 22-23). Jika demikian, apakah aku robot yang tidak memiliki kehendak? Tidak! Ia jelas aku memiliki kehendak (ayat 18b). Aku bahkan menghendaki yang baik, tetapi masalahnya ialah apa yang kulakukan justru yang jahat, karena hukum dosa yang bekerja di dalamku. Tetapi karena itu adalah bagian dari aku, dan aku sendiri dengan kesadaran penuh yang melakukan dosa itu; maka walaupun sepertinya aku menghendaki yang baik, sebenarnya ketika menghendaki, itu bukanlah hal berbuat apa yang baik (7:18b). Semua ini merupakan gambaran dari perbudakan dan kekacauan kehendak manusia; manusia bahkan sudah kabur antara menghendaki yang baik dan yang jahat. Tetapi faktanya jelas. Kita selalu berbuat dosa! Sehingga kita yang katanya menghendaki yang baik (itu hanya wishful thinking yang belum dangkal dan menipu), sebenarnya di dalam batin kita yang terdalam menginginkan bukan hal berbuat apa yang baik (7:18b). Dan itulah yang kemudian kita nyatakan dalam perbuatan. Paulus yang menyadari realita ironis ini harus mengaku bahwa di dalam dirinya sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik (7:18a). Karena dia sama sekali bersifat daging dan terjual di bawah kuasa dosa (7:14). Seorang tokoh rohani mengatakan bahwa setelah belasan tahun ia baru sadar, bahwa ketika dulu ia berdoa minta Tuhan melepaskan dirinya dari 258 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dosa tertentu, baru belasan tahun kemudian ia menyadari di lubuk hatinya yang terdalam ia berkata tetapi jangan sekarang. Hati manusia berdosa memang licik dan sering menipu. Walaupun banyak orang tidak menyukai ajaran mengenai dosa seperti ini yang merupakan ciri khas gereja Injili yang Reformed, tetapi inilah keadaan manusia yang sebenarnya. Dunia akan terus dipenuhi dengan dosa dan kejahatan. Agama coba memberikan harapan penyembuhan, tetapi kerusakan dosa terlalu parah untuk dapat ditangani oleh agama, sehingga Allah Tritunggal harus turun tangan menolong kita. Seorang misionari yang pernah melayani di Tiongkok membuat ilustrasi ini untuk menjelaskan perbedaan Kekristenan dengan semua agama lain. Ada orang terjatuh ke dalam perangkap yang dalam ketika berjalan di hutan. Dalam keadaan terluka dan ketakutan ia berseru minta tolong. Seorang yang lewat di situ dengan simpati memberi pengajaran kepadanya, lalu melanjutkannya perjalanannya meninggalkan orang itu tetap di lubang itu. Demikianlah ini terjadi berulang kali. Semua petunjuk itu baik, tetapi tidak menolong dia pada saat itu. Ia membutuhkan lebih dari ajaran. Lalu datanglah seorang ke situ, mengetahui keadaan orang itu, ia dengan menggunakan tambang turun ke bawah untuk mengangkat orang yang jatuh itu naik ke atas, mengobati lukanya, memberi petunjuk hidup kepadanya. Inilah yang dilakukan Kristus bagi kita, Ia tidak sekedar memberikan ajaran, tapi turun ke bawah untuk membawa kita ke atas. Dalam Roma 1:16-17 Paulus menyatakan Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan. Kalimat ini terdengar begitu sederhana, tetapi hanya setelah menyadari kehancuran kita oleh ikatan dosa dan kegagalan keagamaan kita, kita baru mulai menyadari bahwa Injil bukan sekadar ajaran kosong melainkan kuasa ilahi yang sanggup untuk menghidupkan kita dari kematian rohani dan menghasilkan kerohanian sejati yang berkemenangan kepada kita. Kekristenan adalah unik, karena Allah Tritunggal sendiri yang turun tangan menyelamatkan kita. Bapa mengutus Anak-Nya untuk memenuhi tuntutan Taurat, supaya kita terlepas dari penghukuman karena gagal untuk memenuhi tuntutan kesucian Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam Taurat. Ia mengirim Roh Kudus-Nya ke dalam hati kita supaya melalui pimpinan Roh kita dimampukan untuk hidup dalam kebenaran dan tidak hidup menurut daging (Roma 8:3-4; 1 Ptr 1:2). Ada banyak alasan yang meyakinkan kita bahwa pergumulan yang diceritakan Paulus dalam Roma 7 adalah pengalamannya sesudah menjadi Kristen. Dan ini sesuai dengan pengalaman kita, bahkan setelah menjadi Kristen, kita masih bisa hidup secara duniawi. Antara hamba Tuhan, majelis dan jemaat yang sama-sama mengasihi-Nya bisa terjadi perselisihan yang runcing, ini bukti unsur manusiawi atau sifat dosa kita masih kuat. Dalam diri kita masih ada banyak kedagingan. Bahkan dalam diri hamba Tuhan yang sangat hebat dan dikagumi, setelah kenal dekat, akan dapat kita lihat sifat manusiawinya yang masih kental. Dalam bukunya, Philip Yancey menunjukkan ada banyak kemunafikan dan kekerasan dalam kehidupan gereja dan orangorang Kristen. Lalu apa bedanya hidup Kristen dengan non-Kristen? Di satu pihak, kita harus mengakui kenyataan bahwa kita masih harus terus bergumul melawan kedagingan kita selama hidup di dunia ini sampai pada saat kita disempurnakan ketika Kristus datang kembali. Selama masih tinggal dalam tubuh dosa ini, kita masih sering jatuh bangun dan melakukan banyak kesalahan. Tetapi Allah menyediakan pertolongan bagi kita untuk hidup berkemenangan, yaitu hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Hidup menurut Roh ini akan menghasilkan buah-buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, dll. Dan ini bukan hasil usaha kita dari suatu keagamaan natural. Bagaimana ini dapat terwujud dalam hidup kita? Kita akan memperhatikan beberapa prinsip ini: 1. Pengalaman diremukkan oleh Tuhan. Orang yang belum diremukkan tidak mungkin dapat belajar untuk bersandar pada anugerah Allah. Inilah keuntungan orang berdosa yang dilihat oleh Yesus. Ia tidak 259 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 memuji keberdosaan mereka, tetapi melihat kesadaran akan dosa mereka yang tidak dapat lagi disembunyikan itulah keuntungan yang tidak dimiliki para rohaniwan yang terhormat yang selalu tergoda untuk berlagak sok suci. Orang yang merasa kuat tidak akan meminta pertolongan Tuhan. Hanya orang yang sadar dirinya berdosa, gagal, dan binasa rela untuk dibentuk oleh Tuhan walaupun itu sangat menyakitkan, sebab egonya telah dihancurkan. Hanya orang menyadari ketidakmampuan dirinya saja yang akan bersandar kepada Allah untuk dapat menjalani hidup dengan benar. 2. Menyatu dengan Kristus di dalam kematian-Nya dan kebangkitan-Nya. Manusia dikuasai oleh dosa dan tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari kuasa dosa yang mengikat dirinya. Kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk mengatasi dosa. Hanya dengan mati terhadap dosa dalam kesatuan dalam Kristus, kita terbebas dari kuasa dosa dan beroleh hidup kebangkitan Kristus. Ketika orang berusaha untuk hidup benar dengan kekuatannya sendiri, dalam kedagingannya ia justru akan melakukan yang jahat. Bagi Paulus, dengan mati disalib bersama Kristus (dalam iman), dan mempersilahkan Kristus hidup di dalam dirinya, kita baru bisa memiliki hidup yang diperkenan oleh Tuhan. Inilah rahasia kemenangan rohani dalam kehidupan banyak hamba Tuhan penting. 3. Hidup dipimpin oleh Roh Kudus. Kepada kita diperhadapkan dua prinsip hidup: hidup menurut daging yang berakibat maut dan hidup menurut Roh yang menghasilkan hidup dan damai sejahtera. Hanya orang yang telah merasakan kehancuran hidup dalam kedagingan, menyadari kebutuhannya untuk hidup dengan pertolongan anugerah Allah, yaitu hidup dalam kepenuhan Roh Kudus, karena inilah yang memberi dia harapan untuk beroleh hidup dan damai sejahtera. Siapa yang menguasai hidup kita? Sudahkah kita menyadari bahwa tanpa pimpinan-Nya kita tidak mungkin dapat hidup benar? Apakah kita sadar bahwa kita tidak berhak atas memakai anggota tubuh kita yang telah ditebus Kristus ini untuk melakukan kejahatan? Apakah kita siap mengakui hak dan otoritas Allah untuk memakai tubuh kita untuk melakukan kehendak-Nya? Maukah kita hidup berkemenangan dan berkenan kepada-Nya? Itu hanya akan kita peroleh di dalam hidup yang dipimpin sepenuhnya oleh Roh Allah. Amin! 260 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Y Ye es su us s tte erra an ng gd du un niia a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yes. 9:1,6/ Yoh. 1:4-5/ Yoh. 8:12 Yesaya 9 1 (8–23) Tetapi tidak selamanya akan ada kesuraman untuk negeri yang terimpit itu. Kalau dahulu TUHAN merendahkan tanah Zebulon dan tanah Naftali, maka di kemudian hari Ia akan memuliakan jalan ke laut, daerah seberang sungai Yordan, wilayah bangsa–bangsa lain. 7 (9–6) Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama–lamanya. Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini. Yohanes 1 4 Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. 5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. Yohanes 8 12 Maka Yesus berkata pula kepada orang banyak, kata–Nya: "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup." Sebentar lagi kita akan merayakan Natal, memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Apa makna kelahiran Yesus bagi dunia ini, bagi kita? Bagi Nabi Yesaya, kelahiran Yesus berarti datangnya terang yang besar bagi bangsa yang berjalan dalam kegelapan (Yes. 9:1). Tetapi ketika dikatakan bahwa kedatangan Yesus membawa terang, lalu apa artinya terang itu? Berkat dan anugerah apa yang dibawa masuk ke dalam kehiudpan kita melaui kedatangan-Nya? Apa artinya ketika Yesus berkata, “Akulah terang dunia” (Yoh. 8:12) Dalam renungan ini kita akan melihat beberapa pengertian pernyataan bahwa Yesus adalah terang dunia. Terang adalah konsep yang umum yang dipakai oleh banyak agama, namun mempunyai pengertian yang cukup rumit. Kita akan menghindari segala macam spekulasi filosofis maupun teologis, dan menggali arti kata ini sepenuhnya dari pemakaiannya di dalam Alkitab. 1. Dalam Yesus terang dunia, kita mendapatkan hidup kekal (hidup dalam segala keberkatan dari Allah), kelepasan dari penghukuman, pengampunan dosa, keselamatan serta shalom. Bagi nabi Yesaya, Israel yang berada di dalam kehancuran di bawah penaklukan Asyur akibat dosa mereka tidak akan terus berada dalam keadaan yang terhimpit, sebab anugerah Tuhan akan dicurahkan kepada 261 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mereka. Mereka yang “berdiam di negeri kekelaman” atau “in the land of the shadow of death” (NKJV;NIV) atasnya terang telah bersinar (Yes 9:1). Jadi terang adalah kebalikan dari hukuman dan maut, yaitu hidup kekal, pengampunan dosa, keselamatan, dan shalom. Imam Zakharia yang mengutip nubuat ini menegaskan kembali pengertian ini ketika ia menubuatkan pelayanan anaknya, Yohanes Pembaptis. Ia memahami bahwa berkat yang dibawa Mesias kepada umat manusia ialah “keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa” (Luk. 1:77), bahwa terbitnya “Surya pagi dari tempat yang tinggi,” yaitu terang itu adalah “untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut, untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera atau shalom” (Luk 1:78c-79). Terang adalah keselamatan sempurna dari Allah yang dibawa masuk oleh Yesus Kristus. Seluruh umat manusia telah berdosa. Kita semua berada di bawah kuasa dosa yang memperbudak kita dan membawa kita pada kematian. Keselamatan dari kuasa dosa dan maut adalah kebutuhan eksistensial setiap orang. Inilah yang menjadi alasan munculnya agama-agama. Tetapi siapakah yang dapat memberikan keselamatan sejati kepada kita? Hanya Allah sendiri yang dapat memberikan keselamatan sejati kepada kita. Di dalam diri Yesus Allah telah melakukan tindakan penyelamatan yang konkrit dalam sejarah manusia. Allah bukan ide yang jauh di sana, tanpa relevansi nyata dengan kenyataan hidup kita yang celaka. Dalam diri Yesus, Allah telah mendatangi kita sebagai terang yang mengusir kegelapan kita (perbudakan dosa, penghukuman, kehidupan yang hancur, dan kematian). Mesias yang menyelamatkan kita itu adalah Mesias ilahi, yaitu Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan kita (Yes 9:5). Penegasan diri Yesus, “Aku adalah terang dunia” (Yoh. 8:12) adalah satu dari tujuh pernyataan “Aku adalah” (ego eimi) di dalam Injil Yohanes. Enam pernyataan lain ialah: “Akulah roti hidup” (6:35); “Akulah pintu” (10:7,9); “Akulah gembala yang baik” (10:11,14); “Akulah kebangkitan dan hidup” (11:25); “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (14:6); dan “Akulah pokok anggur yang benar” (15:1,5). Penyelidikan Alkitab menunjukkan bahwa penegasan yang unik “Aku adalah” yang ditegaskan Yesus dalam Injil Yohanes mempunyai kesejajaran arti dengan penegasan “Aku adalah Aku” dari Allah ketika ia menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan perjanjian (YHWH) kepada Musa dalam Keluaran 3:14. Jadi melalui penegasan “Akulah terang dunia,” Yesus sedang menegaskan identitas dan otoritas dan hak keilahian-Nya, sekaligus penyataan karakter diri dan tindakan penyelamatan-Nya bagi umat manusia. Ia yang adalah Tuhan Allah, adalah pemberi terang keselamatan kepada manusia berdosa. Penyataan diri Yesus ini juga harus kita lihat dalam latar belakang ungkapan orang saleh Perjanjian Lama yang menyebutkan bahwa “Tuhan adalah terangku dan keselamatanku” (Mzm. 27:1). Sekarang, terang itu, yaitu Tuhan sendiri, datang dalam diri Yesus, untuk membawa keselamatan kepada umat manusia. Inilah berita Injil yang dinubuatkan oleh Yesaya, yang direalisasikan pada malam natal di Betlehem. Identitas diri dan pekerjaan Yesus sebagai terang dunia juga ditegaskan di dalam Yohanes 1:1-5. Dalam Yohanes 1:1-3, rasul Yohanes menegaskan bahwa Sang Firman, yaitu Yesus Kristus adalah Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, yang telah ada bersama-sama dengan Allah Bapa sejak kekekalan, Dia sendiri bukanlah ciptaan, sebaliknya melalui Dialah segala sesuatu diciptakan, dan sebelum Dia menciptakan, belum ada suatu apa pun yang telah diciptakan. Dalam ayat 4 dikatakan bahwa “Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia.” Di sini Yesus ditegaskan sebagai sumber hidup, yang daripada-Nya seluruh alam semesta dan manusia memperoleh hidupnya. Tetapi “hidup” di sini, bukan sekadar hidup biologis, melainkan hidup dalam berkat dan perkenanan Allah. Dalam bahasa Yunani, ada dua kata yang dipakai untuk kata ‘hidup’, yaitu ’bios’ dan ’zoe’. Bios ialah hidup biologis; sedangkan zoe ialah hidup ilahi, hidup dalam segala berkat ilahi. Orang bisa memiliki bios, hidup 262 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 fisik, tanpa memiliki hidup ilahi, zoe. Dalam contoh kehidupan sehari-hari, banyak orang yang memiliki hidup, tetapi dalam penderitaan yang begitu berat, sehingga mereka berpikir lebih baik tidak pernah dilahirkan. Dalam arti rohani, bios tanpa zoe, kehidupan atau keberadaan tanpa berkat dan perkenanan Allah, inilah keadaan mereka yang dijauhkan dari hadirat Allah, mereka yang berada dalam penghukuman dan kebinasaan kekal. Siapakah yang dapat memberikan zoe itu kepada kita? Yesus Kristus, sumber hidup manusia itulah satusatunya yang sanggup memberikan zoe, hidup kekal, keselamatan sempurna kepada kita. Penebusan Yesus memungkinkan kita untuk hidup dalam segala berkat dan perkenanan Allah. Di zaman sekarang agama telah saling belajar. Walaupun kita memiliki agama yang sejati, tetapi mungkin umat telah gagal memahami dan menampilkan keunikan kekristenan. Sehingga orang mulai berpikir kekristenan sama dengan semua agama lain. Orang Kristen seharusnya punya zoe, hidup dengan kuasa ilahi yang memerdekakannya dari cengkeraman dosa, bukan sekadar datang beribadah dan melayani secara formal di Gereja tetapi tidak mengalami kuasa hidup yang memerdekakan. 2. Dalam Diri-Nya, orang Kristen menemukan pernyataan pengajaran/wahyu kebenaran Allah. Inilah arti Terang yang dijelaskan di Mzm 119:105, Yes 2:5b dan Yes 51:4c-d. Berarti, itulah tuntunan atau jalan untuk menjalankan hidup. Firman, perintah, pengajaran dan wahyu Tuhan ialah Terang lalu puncaknya hanya dalam Kristus. Di zaman dulu, Allah telah memakai para nabi-Nya untuk menyatakan Diri. Manusia perlu dituntun. Melalui pernyataan Yesus, orang mengenal Allah sejati (Yoh 14:9 dan Mat 11:27). Tanpa Kristus sebagai puncak kesaksian para nabi, ia hanya menemukan allah hasil imajinasi dan filosofi sesat. Bagi Martin Luther, itulah teologi kemuliaan yang justru tak membawa manusia kepada Tuhan. Terang yang dibawa oleh Yesus untuk menuntun langkah hidup umat-Nya. Manusia berada dalam kegelapan/kesesatan/ignorance, bukan sekedar tak tahu. Kebodohan sering berakibat kesalahan dan juga terkait dengan kebebalan serta kejahatan/immoralitas. Orang yang berjalan dalam kegelapan tak dapat melihat secara jelas. Ia akan tersandung dan jatuh. Ia tak tahu arti dan tujuan hidupnya (Yoh 12:35). Orang Kristen seharusnya tak seperti yang ditulis oleh Paulus di Ef 2:12 dan Roma 1:21. Orang mungkin menyembah tuhan/dewa tapi tersesat tanpa Allah. Manusia merasa sangat pandai tapi sebenarnya hati dan pikirannya jadi gelap, bebal serta bodoh bukan karena IQ rendah. Banyak orang terkenal dan punya IQ tinggi tapi tak memiliki Terang Firman, seperti Nietzsche yang cerdas luar biasa tapi hidupnya rusak. Ia merasa bijaksana. Tulisannya sangat sombong dan keras tapi melawan Tuhan. Ia berani menyatakan diri anti-Kristus lalu merusak orang lain. Ia menumpuk murka Allah. Pengetahuan Bertrand Russell sangat luas dan kepandaiannya luar biasa. Ia ahli Matematika, Filsafat dsb tapi tak percaya kepada-Nya. Ia berpendapat Kekristenan pasti jatuh. Ia lebih bodoh daripada orang sederhana dengan kebijaksanaan. Seperti di Mzm 119:97-100, orang yang mentaati Firman akan lebih bijaksana daripada pengajar. Banyak agama menawarkan jalan, ajaran, moralitas dsb tapi tak selalu membawa pencerahan pengertian kebenaran sejati. Di agama manusia ada banyak kepalsuan, kefasikan dan penyesatan. Dalam dialog antara Kristus dan pemuda kaya yang hebat di masyarakat, moralnya baik dan kebajikannya luar biasa (Mat 19:16-26) diketahui ternyata agama, kerohanian dan kesalehan manusia kosong belaka. Yesus menyatakan manusia itu hancur binasa, keji dan penuh kesesatan maka membutuhkan anugerah hidup baru yang hanya diberi oleh-Nya. Mereka tak sungguh menjalankan kesalehan, kebajikan dan Firman. Ketika ditantang, mereka tak 263 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 lebih mengasihi Allah dan sesama daripada uang. Pemuda tersebut mengatakan telah melakukan semua Firman. Tapi ketika Tuhan memintanya menjual dan memberikan hartanya pada orang miskin lalu mengikuti-Nya, ia dengan sedih meninggalkan-Nya serta mengabaikan sesama. Orang Farisi yang paling ketat berusaha melakukan Firman hanya punya keagamaan lahiriah. Tapi Kristus menunjukkan esensi agama dalam hati/motivasi terdalam. Ketika melakukan kebajikan, kesalehan, ibadah, puasa dan pengorbanan diri, orang beragama merasa sudah hebat sekali. Padahal hanya melalui Kristus, ia menemukan arti dan kuasa kesalehan sejati. Bukan dengan kekuatan sendiri. Ia tak mampu mengerti dan melakukannya. Hanya dengan anugerah yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam diri, ia baru dapat berjalan dalam Terang-Nya serta tahu kebenaran yang mendatangkan kesejahteraan dan berkenan kepada-Nya. Orang Kristen seharusnya tahu tujuan dan arah hidup yang berkenan kepada-Nya sehingga beda dengan dunia karena tak lagi dikuasai oleh kegelapan. 3. Yesus datang bukan hanya mengajarkan tapi mewujudkan kehidupan yang paling berkenan kepada Allah. Semua orang berdosa. Tak ada yang hidup berkenan kepada-Nya. Di Mzm 8 ada ungkapan yang sangat indah mengenai manusia. Betapa luar biasa ia diciptakan-Nya. Ia juga ditempatkan hampir sama dengan-Nya. Ia diberi mahkota dan kemuliaan. Tapi ia penuh kehinaan dan kehancuran. Hatinya sempit dan lebih mementingkan diri sendiri. Ia mudah terpikat oleh dosa. Tak ada yang memenuhi gambaran manusia di Mzm 8. Bahkan ia bisa jadi lebih buruk daripada binatang. Hanya Kristus yang menggenapi jadi manusia sejati (Mat 3:17). Ia datang tak hanya sebagai anak Allah tapi juga anak manusia untuk mewujudkan kehidupan sempurna agar Ia layak jadi korban penebusan Juruselamat yang tak bercacat cela. Orang mungkin tahu hidup yang benar tapi hanya Yesus yang melaksanakannya. Mereka yang mengalami kuasa penebusan dan menerima inspirasi dari-Nya akan mewujudkan hidup yang berkenan kepada-Nya. Yesus ialah Terang di dunia yang gelap, jahat dan beda dengan-Nya meskipun sangat berat. Ketika menyatakan kesaksian hidup dalam Firman, orang Kristen merasa akan dilawan, ditindas, dimusuhi dan dihancurkan. Inilah yang dialami oleh Kristus ketika menyatakan hidup yang saleh luar biasa. Ia menghadapi segala resiko. Maka Ia dianggap idiot oleh dunia karena terlalu jujur, tulus, murni, sopan, baik dan pengampun. Akhirnya Ia harus mati. sangat luar biasa. Di dunia gelap dan bengkok, terang Kekristenan seharusnya bersinar. Kalau tidak, kegelapan mengalahkan dan menguasainya. Politik itu kotor. Bisnis harus berbohong agar dapat keuntungan dan jadi kaya. Kebanyakan orang berpendapat kalau tidak seperti itu, tak bisa hidup. Orang dapat keuntungan sebenarnya bukan karena berbohong melainkan berkat Tuhan. Kondisi jemaat Kristen pertama lebih sulit daripada sekarang. Mereka dihina tapi percaya kepada Mesias yang disalib dan harus menyaksikan iman tersebut serta menghadapi Romawi dan bangsa kafir meskipun mengalami kesulitan, desakan, siksaan dsb. Saat ini banyak orang pandai dan kaya jadi Kristen. Cukup membanggakan tapi mungkin kadang juga sangat memalukan. Orang Kristen seharusnya punya hati serta keberanian untuk bersaksi dan membayar harga, bukan jadi pengecut yang menjual Tuhan. Kalau tidak, takkan ada yang mengabarkan Injil. Kalau tak ada yang mengorbankan jiwa dan nyawa, takkan ada orang percaya. Mereka patut dikagumi dan harus diteladani. Yoh 1:5 Kalau Kristus tak memulai, takkan ada orang melakukan kebajikan dan pengorbanan diri untuk jadi terang bagi yang lain. Ia seperti lilin. Diri-Nyalah yang hancur. Seluruh hidup-Nya diserahkan dan dikorbankan bagi umat-Nya agar Terang itu bercahaya. Pelayanan membutuhkan pengorbanan. Ini terinspirasi dari Yesus. Tapi dalam beribadah dan memuji Tuhan kadang orang Kristen tak bersemangat. Di pelayanan mungkin 264 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 juga mengadakan perhitungan. Pemberian orangtua pada anak yang dikasihinya merupakan hasil keringat dan darahnya. Martin Luther King Jr. mengajarkan ketika mengalami berkat dan kondisi lancar, ingatlah orang yang telah berjuang serta berkorban memungkinkan semua itu dapat dinikmati. Manusia berada dalam waktu dan tak lepas dari orangtua serta generasi sebelumnya. Orang jadi Kristen karena ada yang mengabarkan Injil padanya. Ada yang melalui siaran radio meskipun tak jadi kaya karena ia sangat mengasihi jiwa. Tongkat estafet ini dimulai dari Kristus lalu diteruskan oleh Paulus dst. Tiap kali melayani, Paulus menghadapi tantangan, penindasan dan kesulitan. Padahal ia juga menginginkan kesenangan dan kenyamanan. Tapi baginya sebagai hamba Tuhan, ia mempersembahkan seluruh hidupnya untuk mencari jiwa. Ia hidup untuk berkorban bagi orang lain. Orang Kristen mungkin tak mencapai taraf luar biasa tapi harus meneruskan estafet dari Terang. Ia seharusnya membawa Terang ke sekitarnya dengan mengabarkan Injil serta menyaksikan kebaikan, kebajikan dan kejujuran meskipun sulit. Amin! 265 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 D De em me en ns sii D Do oa a Oleh: Pdt. Thomy J. Matakupan Nats: 5 Matius 6:5-7 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah–rumah ibadat dan pada tikungan– tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. 6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. 7 Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele–tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata–kata doanya akan dikabulkan. PENDAHULUAN “Berdoalah” … itulah yang kerap dikatakan sebagai nasehat ketika berbicara tentang salah satu aspek dari kehidupan Kristen. Di satu pihak kita mendengar bagaimana orang-orang memiliki pengalaman di dalam doa-doa mereka … mereka memiliki pengalaman merasakan kehangatan, kasih dan pertolongan Allah pada saat mereka berdoa. Jamahan tangan Allah yang lembut mereka rasakan di dalam kehidupan mereka sehingga kehidupan doa menjadi sesuatu yang sangat indah. Tapi di lain pihak kita melihat adanya orangorang yang sudah berdoa juga, tapi tidak mengalami hal yang sama. Kehidupan doa menjadi sesuatu yang kering dan menjemukan. Apa sebenarnya yang terjadi? Pada suatu kali murid-murid melihat Yesus sedang berdoa dan kemudian memperbandingkan Guru mereka dengan Yohanes Pembaptis dan bertanya, mengapa Yohanes mengajar mereka berdoa sedangkan Yesus tidak? Pertanyaan ini mempunyai arti yang dalam sekali karena menunjukkan esensi dari keberadaan manusia yang mencari dan membutuhkan persekutuan dengan Allah. Kita akan melihat apa yang Yesus sendiri ajarkan tentang berdoa tersebut. 1. Berdoa : LUAR DAN DALAM SAMA Yesus pertama-tama mengajarkan kalau berdoa jangan seperti orang munafik yang berdoa di tikungan jalan supaya dapat dilihat oleh orang lain kalau mereka sedang menjalankan sebuah kegiatan agama. Ini bukan berdoa, melainkan sedang memamerkan kebiasaan di dalam sebuah pola beribadah. Ketika Yesus mengatakan bahwa tindakan ini munafik, maka kita dapat mengerti bahwa sesungguhnya orang yang 266 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 sepertinya berdoa itu sebenarnya sedang tidak berdoa. Allah tidak menghendaki orang-orang yang sedemikian. Ia mencari orang yang luar dan dalam sama ketika menghampiri tahta Allah … yang tidak munafik. Dia mencari orang-orang yang sungguh mencari Dia. 2. MENCARI ALLAH DI DALAM KEHENINGAN Sebagai kontras yang Yesus ajarkan ketika seorang berdoa adalah, masuk ke dalam kamar, tutup pintu dan berbicara dengan Allah. Alkitab mengatakan selanjutnya bahwa Bapa ada di dalam tempat yang tersembunyi … dan Bapa itu melihat yang tersembunyi yaitu orang yang berdoa di dalam kamar tersebut dan akan membalasnya bukan memberi upah. Tentu ayat ini tidak berarti kalau setiap kali kita mau berdoa harus masuk kamar, bukan itu maksudnya. Tapi Alkitab di sini dengan tegas pula mengatakan adanya suatu tempat tertentu, tempat yang sunyi … yang tidak ada kebisingan dan gangguan di mana seorang dapat datang dan berdoa kepada Allah. Terkadang kita memang memerlukan tempat seperti itu untuk berdoa. Sebuah lagu dengan lirik yang indah mengungkapkan kebenaran ini, “Indahlah saat yang teduh menghadap tahta Bapaku …” memberikan kesan ketenangan ini. Jiwa kita memerlukan keteduhan itu di mana kita dapat bersekutu dengan Bapa. Kita tidak dapat melihat Allah tidak dapat dilihat di dalam kebisingan, ketergesa-gesaan. Kita perlu saat di mana kita dapat berdua saja dengan-Nya … di dalam keheningan. Seorang rekan di dalam pelayanan mempunyai kebiasaan yang unik ketika berdoa pada saat kami berada di dalam Seminari. Waktu doa pribadinya adalah pada saat lampu kamar di dalam asrama sudah harus dimatikan dan kami semua sudah harus tidur. Apa yang dia lakukan? Di dalam kegelapan itu, dia mengambil sebuah lilin, membakar dan menaruhnya di meja belajar dan mulai dia bercakap-cakap dengan Bapa di dalam doanya. Sendiri di dalam keheningan. Hadirat Allah adalah tempat yang tepat bagi perteduhan jiwa yang letih dan merindukannya. “Datanglah padaku … dan kamu akan beroleh kelegaan” (Bd: Mat 11:28). Di dalam keheningan, berdua saja dengan Allah … di sana ada perhentian dan perteduhan yang sejati bagi jiwa. 3. BERDOA DAN KEBUTUHAN Hal yang ketiga yang diajarkan Yesus adalah berkaitan dengan kebutuhan di dalam doa dan banyaknya kata-kata yang diucapkan. Allah tidak menyukai doa yang bertele-tele, yaitu doa dengan kata-kata yang banyak dengan harapan Allah menjawab doa tersebut. Ini adalah konsep berusaha mempengaruhi Allah untuk menjawab doa dengan kata-kata. Alkitab menyatakan bahwa kebiasaan seperti ini adalah kebiasaan kafir, yaitu kebiasaan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka dapat menyogok Allah dengan kata-kata. Allah sama sekali tidak menghendaki cara seperti ini. Allah tahu semua yang kita perlukan. Perhatikan sekali lagi bahwa Allah tahu apa yang kita perlukan. Mungkin sekali kita sendiri tidak tahu apa yang kita perlukan. Di sini perlu dibedakan dengan apa yang kita inginkan. Tidak selalu apa yang kita inginkan adalah apa yang kita perlukan. Kita melihat gambaran yang indah sekali antara doa dan pemeliharaan Allah. Kita berdoa dan mengatakan kepada-Nya akan apa yang kita perlukan dan Allah mengetahui dengan jelas isi doa itu. Kita perlu belajar memikirkan apa yang kita sungguh-sungguh perlukan ketika berdoa. Di dalam hal pengabulan doa, Alkitab mencatat hal yang jelas sekali bahwa penilaian akan keperluan kita itu berasal dari Bapa. Bapa yang menilai itu benar menjadi keperluan kita dan Bapa melihat mana yang baik. 267 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Hal inilah yang akan diberikan kepada kita. Jadi bukan kita yang menganggap itu baik dan bahwa Bapa harus memberikannya, melainkan kita menerima apa yang Bapa anggap itu baik bagi kita. Inilah yang harus kita terima. Alkitab mengajarkan prinsip-prinsip penting tentang doa itu. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana kenyataan tentang doa dan hidup doa di dalam hidup orang percaya setiap harinya. Ternyata kehidupan doa ini banyak sekali dimensinya, dalam arti segala hal yang dimengerti tentang doa terkadang menjadi hal yang sulit untuk dipahami dan diterima di dalam kenyataan hidup. Timbulnya penolakanpenolakan bahkan mungkin, marah kepada Tuhan karena Dia tidak datang dan menolong pada saat dibutuhkan menjadi gambaran nyata dan dialami banyak orang percaya. 4. Kehidupan Doa : Sebuah “Petualangan” Suatu saat saya membaca sebuah majalah yang di dalamnya ada sebuah kalimat yang ditulis oleh seorang yang bernama Harold L. Myra. Dia menuliskan sebuah artikel yang berjudul, “Hidup dengan mujizat-mujizat Allah”. Di bagian awal tulisannya itu, dia mengatakan demikian, “Kehidupan doa adalah suatu petualangan …” Doa adalah sebuah petualangan? Apa maksudnya? Memikirkan kata-kata ini, kita masuk kepada sebuah pemahaman yang lebih lagi tentang apa itu doa. Di dalam tulisannya ini, Myra mencoba memaparkan beberapa pengalamannya tentang doa yang justru ia pelajari pada saat ia pergi menyendiri di sebuah tempat di tepi hutan. Dia menceritakan situasi dan keadaan yang menyelimutinya, keadaan di mana di dalamnya dia memikirkan dan merenungkan pengalaman berdoa di dalam kehidupannya. Membaca bagian demi bagian cerita itu, ada beberapa kebenaran penting tentang doa dan pengalaman berdoa; bahwa ada banyak hal yang Allah lakukan dan nyatakan di dalam hidupnya yang tidak terpikirkan sebelumnya. 5. Allah, Tragedi Hidup dan Karya-Nya yang Menakjubkan Kita harus jujur terhadap diri bahwa ada banyak hal yang tidak kita inginkan yang justru terjadi di dalam kehidupan kita ini. Ada banyak kesakitan serta kesedihan-kesedihan yang mendalam terukir. Di mana Allah pada saat seperti ini datang? Kenapa Dia tidak melepaskan dari kesulitan semacam ini? Apakah Dia diam dan tidak melakukan apa-apa? Kalau dapat dikatakan, sebenarnya ada banyak hal yang kita mungkin tidak akan pahami seumur hidup kita bahkan sampai kita kembali kepada-Nya. Apakah memang Bapa tidak peduli sama sekali? Tentu tidak! Alkitab mengatakan bahwa Dia sungguh peduli. Tetapi kenapa kita tidak dapat menangkap kepedulian-Nya ini. Justru inilah pokok persoalannya. Kita memikirkan apa yang kita anggap baik dan bukan apa yang Bapa anggap baik. Di dalam doa nampaknya kita kerap bersikap “Ini yang aku mau” dengan mengatakan “Tuhan, inilah yang saya pikir baik dan biarlah Tuhan menjawabnya berdasarkan hal ini”. Akibatnya kita tidak siap hati ketika melihat cara lain, jalan lain yang Tuhan tempuh berdasarkan apa yang Dia anggap baik untuk menjawab doa kita itu. Bapa membawa kita dengan kasih-Nya masuk ke dalam rencana-Nya yang kekal. Jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa Allah tidak peduli. Sesungguhnya Dia sangat peduli dan mengetahui apa yang kita perlukan. Di dalam ceritanya ini Harold L. Myra menceritakan tentang anak angkatnya yang terlibat di dalam pemakaian obat bius. Dia kemudian melarikan diri dan bersembunyi di suatu tempat. Namun kemudian ada seorang ibu yang mengetahui lalu memberitahukan kepada polisi. Tentu saja dia menjadi kalut dan sangat tidak senang kepada ibu ini. Ia kemudian menghadang dan menembak ibu tersebut dengan sebuah 268 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 senapan. Akibatnya dia dipenjara seumur hidup. Harold kemudian bertanya di dalam diri, “Mengapa doadoa kita terdahulu yang kita panjatkan untuknya tidak dapat mencegah penderitaannya yang mendalam?” Ini adalah sebuah tragedi hidup. Kita sulit memahami kenapa Allah tidak menjaganya sedemikian rupa sehingga ia tidak melakukan kesalahan fatal itu. Apakah ini yang terbaik bagi anak tersebut dari sudut pandang Allah? Mungkin sekali. Sekali lagi ada banyak hal yang mungkin kita tidak pahami saat ini. Di mana karya-Nya yang menakjubkan itu? Adakah Allah di dalam situasi seperti ini? “Ya”, Dia tetap ada bahkan di dalam situasi yang sangat tidak menentu. Daud mengatakan, “Di dalam bayang-bayang maut … Allah ada bersamanya” (Mzm 23). 6. Suatu “Kebetulan” yang berasal dari Allah Apakah maksud “kebetulan” di sini? Menarik sekali, cara Allah menjawab doa itu terkadang membawa kita kepada situasi kita merasa itu hanya “kebetulan” saja. Seperti sebuah pandangan sekilas dan akibatnya, kita tidak merasakan sebagai suatu yang khusus. Ada banyak jawaban doa yang diberikan Allah di dalam konteks “kebetulan”. “Akh … memang kebetulan saja koq … “ Hal seperti ini yang biasa terdengar atau muncul di dalam hati kita mengomentari peristiwa yang sedang terjadi. Di sini seperti ada bias antara pengertian bahwa Allah sungguh memelihara dan memperhatikan setiap umat-Nya dengan konsep “kebetulan”. Setiap “kebetulan” sebenarnya adalah mujizat yang Allah beri di dalam hidup kita dan kebetulan ini memang merupakan bagian dari rencana-Nya. Kita berdoa dan meminta sesuatu kepada-Nya dan Dia menjawab doa tersebut dan kita menganggap ini kebetulan saja? Kita dapat saja diperdaya oleh konsep ini sehingga akibatnya kita tidak melihat dan memahami bagaimana Allah bertindak. Maksudnya, di dalam hal yang terlihat sebagai alamiahpun merupakan bagian dari rencana Allah mengajar kita. Di dalam kitab Amsal kita memahami bagaimana hikmat berseru-seru di jalan-jalan untuk memberikan pengertian kepada kita. 7. Allah dan Kejutan-kejutan-Nya Allah bertindak penuh dengan kejutan. Di dalam Alkitab kita melihat beberapa catatan tentang hal ini. Misalnya ketika Allah memberi perintah kepada Nuh untuk membangun bahtera di tengah-tengah daratan. Siapa yang menyangka akan mendapat perintah seperti ini. Demikian juga cerita tentang seorang pemilik ladang yang mencari pekerja yang dapat bekerja di ladangnya. Antara pekerja yang bekerja lebih awal dan yang terakhir, upahnya sama. Selain itu cerita tentang perumpamaan kedatangan-Nya kali kedua. Semua penuh dengan kejutan. Adakalanya Allah menjawab doa-doa kita dengan kejutan-kejutan. Dengan cara yang kita tidak pernah antisipasi dan pantau sebelumnya. Mungkinkah Allah menjawab doa melalui cara kepedihan? Mungkin sekali. Akibatnya ada orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki “humor” yang tinggi. Banyak orang merasa tersiksa dan kebingungan karena melihat dunia ini seperti sebuah teka-teki. Ada banyak kejutan yang terjadi di dalamnya. Seorang pernah berkata bahwa ketika berhubungan dengan Allah, maka saat inilah yang memberi ketidakpastian. Apa maksudnya? Kita tidak tahu apa yang akan dilakukan Allah selanjutnya. Yang pasti adalah Allah membalut hidup kita. Sehingga di sini muncul konsep paradoks, “Ketidakpastian yang menyenangkan”. Tidak pasti karena tidak tahu apa yang akan Allah lakukan, tetapi menyenangkan karena tahu bahwa hidup kita tidak pernah terlepas dari pengamatan-Nya. Amin! 269 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 M Me en ng ga as siih hii,, m me em ma attu uh hii d da an nb be errs su uk ka ac ciitta a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 9 Yohanes 15:9-11 "Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih–Ku itu. 10 Jikalau kamu menuruti perintah–Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih–Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa–Ku dan tinggal di dalam kasih–Nya. 11 Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita–Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Bagian pertama merupakan dorongan Tuhan setelah membahas ayat 8. Bagian tersebut diberi judul baru “Perintah supaya saling mengasihi”. Sedangkan perikop sebelumnya berjudul “Pokok anggur yang benar”. Sebenarnya topik dasar Yoh 15:1-27 yaitu relasi/persekutuan antara Allah dan umat-Nya dengan Kristus sebagai mediator. Yoh 15:9-11 Mengenai relasi tersebut, Tuhan memberi ilustrasi/figurasi di mana Bapa di Surga sebagai The Owner, Kristus jadi pokok anggur dan umat-Nya adalah carang. Lalu prinsip dasarnya diungkap di ayat 8. Sehingga mereka akan berbuah banyak. Kalau tidak, ranting itu akan dipotong, dibuang hingga jadi kering dan dibakar. Di ayat 9 Tuhan mulai membahas hakikat inti relasi tersebut. Di ayat 9-11 ada tiga aspek mengenai status orang Kristen dalam relasi itu. Dan secara spesifik ada tiga kata dinyatakan yaitu kasih (ayat 9), ketaatan (ayat 10) dan sukacita (ayat 11). Pernyataan Tuhan di ayat 15 bisa jadi berbahaya serta dapat dimanipulasi kalau tak dimengerti secara tepat karena kadang manusia sangat egois dan sombong. Setelah itu, Ia juga memberitahukan tugas dan resiko. Tiap relasi pasti mengandung konsekuensi. Yoh 13:31-16:33 termasuk the exclusive teaching of Christ yang diberikan dan dapat dinikmati hanya oleh 11 murid sejati setelah Yudas diusir. Mereka yang bukan murid/anak Tuhan takkan mampu menjalankannya. Sebaliknya hanya akan menimbulkan ekses negatif. Kecuali kalau mereka bertobat. Tuhan menuntut pengikut-Nya mengerti konsep relasi secara tepat dan total agar hidup mereka mempermuliakan-Nya. Sehingga mereka jadi manusia bermakna. Kalau tidak, mereka akan kehilangan nilai dan semua yang dikerjakan jadi sia-sia. Manusia punya empat macam relasi tak terhindarkan: 1. dengan Tuhan, 2. dengan diri sendiri, 3. dengan sesama dan 270 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 4. dengan alam. Relasi pertama termasuk paling essensial tapi sangat sulit karena tak dimungkinkan lagi atau sudah putus/rusak sejak kejatuhannya ke dalam dosa (Kej 3) yaitu melawan/memberontak terhadap Allah. Itulah kematian. Maka semua relasinya juga tak dapat dipulihkan. Ia jadi marah, tak dapat berdamai dan menerima diri. Ia mengalami konflik internal karena sadar akan kecacatan, kejelekan, kekurangan dan kejahatannya. Ini bukan sekedar kesadaran psikologis melainkan essensial. Maka Psikologi gagal menyelesaikan problem tersebut yang terlalu rumit karena essensi dasar tak terselesaikan. Ia mulai berhadapan dengan idealisme dan kebobrokannya akibat dosa. Ia ingin tampil baik tapi juga harus mengakui dirinya berdosa, hancur, memalukan, menjijikkan, layak dibenci dan tak sempurna/murni/suci lagi. Tiap orang pernah mengalaminya tapi tingkat kesadarannya beda. Akibatnya, ia sebenarnya jadi takut pada diri sendiri. Freud berpendapat semua manusia mengandung kegilaan kecuali dirinya sendiri. Lalu ia berusaha menyembuhkan mereka. Maka Carl Jung menyarankan, teori psiko-analisa perlu diterapkan pada diri Freud sendiri karena mungkin ia harus dirawat. Freud jadi marah. Padahal kalau benar, ia seharusnya tak perlu marah. Manusia juga berseteru, mempersalahkan dan memfitnah sesamanya. Sejak Kej 3:11-12 hubungan mereka jadi paranoid, bermusuhan dan tak indah lagi. Orang di sekeliling jadi ancaman. Hidup jadi gentar, celaka dan tak aman lagi. Tak ada lagi tempat yang enak. Orang berdosa jadi makin fundamentalis. Kondisi semacam ini sangat menakutkan/ mengerikan karena orang lain boleh dibunuh/dibom/dihancurkan dan tindakan tersebut dinggap sah. Kebencian sudah merasuk ke dalam diri manusia. Akhirnya homo homini lupus (manusia jadi serigala terhadap sesamanya) jadi kenyataan. Padahal dunia makin maju, modern dan berteknologi tapi tiap orang semakin memproteksi diri. Hubungan manusia dengan alam juga rusak. Alam semesta ikut terkutuk hingga jadi disharmonis dan saling memakan. Lalu manusia memanipulasi dan mengeksploitasinya hingga hancur. Sebaliknya alam juga menghancurkan manusia. Di Alkitab tercatat beberapa aspek dan yang pertama kali, tumbuh onak duri. Alam yang sebelumnya murni, bersahabat dan tak bermasalah jadi menyakitkan hingga manusia harus waspada. Mawar memang indah tapi berduri tajam. Keadaan saat ini cukup menakutkan. Dunia makin susah dan panas. Dalam tempo 10 tahun, hutan tropis akan habis. Di Indonesia tinggal satu hutan tropis di Sumatra yang juga sedang mengalami kehancuran karena ditebangi. Yang di Kalimantan, Sulawesi dan Samosir sudah hancur. KTT Bumi tak berhasil. Pengrusakan hutan dan lapisan ozon yang berlubang berakibat temperatur bumi terus naik, tiap tahun 1/3 derajat. Di tahun 2050 energi dan cadangan minyak drop tapi tak ditemukan alternatif lain. Di Skandinavia dicoba mencari energi arus bawah laut dengan menggunakan turbin yang sangat besar, kipasnya sekitar 50 meter. Maka kedalaman air harus lebih dari 200-300 meter. Tapi investasinya sangat mahal. Penyelesaian krisis energi hanya satu yaitu nuklir. Tapi tak ada reaktor nuklir yang tak bocor. Termasuk yang di Batam dan Serpong. Sekitar 20-80 tahun lagi, efeknya baru terasa. Sungguh sangat menakutkan. Saat ini limbah nuklir tak terselesaikan tapi malah ditanam di bawah laut dalam di dekat Kutub Selatan. Padahal kapasitasnya bertahan hanya selama 75 tahun. Dan yang sudah tertanam berusia 25-50 tahun. Diharapkan 271 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 akan ditemukan cara menetralisirnya. Sedangkan Greenpeace berusaha menghentikan penggunaannya sebelum laut tercemar radioaktif. Dunia jadi menakutkan dan mengancam kehidupan hingga orang tak tahu lagi relasi yang sesungguhnya. Dan kunci penyelesaiannya impossible kecuali terjadi dalam diri anak Tuhan. Relasi manusia dengan-Nya harus terselesaikan, barulah semua relasi yang lain dapat diselesaikan. Kunci relasi terpenting dinyatakan di Yoh 15:9. Hubungan harus berada dalam kasih. Tapi kasih tak dapat dijalankan kecuali manusia connect lagi dengan Sumber dan Diri kasih yang sesungguhnya yaitu Allah. God is love. Maka kalau orang Kristen ingin punya kasih sejati, harus kembali kepada-Nya. Ini memang sulit tapi tanpa tindakan tersebut ia takkan mampu mengasihi. Dan ia tak mungkin kembali kepada Allah kecuali Kristus mengasihinya. John Calvin berpendapat, manusia harus menyadari Kristus sebagai pusat. Bapa tak langsung mengasihinya melainkan melalui Kristus. Ketika mengaplikasikan kasih, ia harus kembali kepada Kristus, barulah mengerti akan kasih Allah. Inilah kuncinya. Tanpa pengertian Kristologi yang benar, ia takkan mengerti kasih sejati. Ironisnya, manusia malah masuk ke dalam konflik antara kasih sejati dan palsu. Dunia sebenarnya tahu kalau ingin berelasi baik, harus mengasihi. Tapi mereka tak mampu mengerti kasih meskipun ada banyak istilahnya. Mereka mengasihi dengan kasih yang bukan dari Allah. Ada empat format kasih di dunia: 1. Kasih bersifat beneficial/kasih utilitarianistik. Inilah yang terbanyak kuantitasnya dan paling rusak. Kasih tersebut berbasis pada konsep utility dan berdasarkan filosofi utilitarianisme yang membentuk budaya modern. Prinsipnya ialah asas manfaat. Di dunia, kasih yang terbanyak dijalankan yaitu mencintai orang lain yang menguntungkan diri sendiri. Kalau tidak, ia tak lagi cinta. Ketika dunia mencintai, yang terbesar ialah cinta bisnis, mulai dari orang berpendidikan hingga sederhana. Inilah nuansa mayoritas konsep cinta di dunia yaitu kasih kondisional. 2. Kasih karena ketakutan/keharusan/respect pada otoritas yang lebih tinggi. Contoh, dengan pimpinan karena takut dipecat. Ini mendekati konsep benefit tapi masih ada personal. 3. Kasih karena tanggung jawab. Ada keterpaksaan karena kalau tidak, namanya akan jelek dan dianggap tak berhati nurani. Mengasihi memang seharusnya karena hidup bersosial tak boleh membenci. Jadi, untuk menyatakan pertanggungjawaban hidup, ia harus mengasihi semua orang. Forat tersebut terbanyak dipakai oleh orang Tionghoa dan Kristen. 4. Kasih karena kesamaan tertentu. Contoh, perantau di negara lain ketika bertemu orang berkebangsaan sama, biasanya bisa lebih dekat dan perhatian. Inilah kasih persaudaraan menurut Alkitab. Atau kesamaan marga, kampung halaman, hobby, alma mater dll. Tapi itu bukan kasih yang benar karena yang dikasihi ialah kesamaannya. Misalnya, si A senang main boling dan begitu pula si B. Maka si A dan B jadi saling tertarik sekaligus mengasihi karena mereka senang main boling. Inilah yang dunia lakukan. Mereka sebenarnya tak mengenal cinta sejati melainkan yang humanis. Itu bukan cinta Tuhan. Tapi mereka merasa sudah mencintai. Allah menghendaki kasih yang diberikan dari Kristus (Yoh 15:9). Calvin sangat keras menekankan signifikansi posisi Kristus sebagai mediator. Kalau orang Kristen merasa mendapat cinta kasih dari Allah, sebelum memandang kepada Kristus, itu belum sah dan mungkin ia jatuh ke dalam cinta palsu. Sedangkan cinta Kristus adalah yang sesungguhnya dan diteladankan pada pengikut-Nya. 272 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ada orang merasa tak diberkati maka berdoa dan minta tv 44 inch karena tetangga sebelah baru beli yang flat 29 inch. Ia bermaksud mengalahkan tetangga padahal belum mampu membelinya. Sebenarnya ia punya tv ukuran kecil. Keesokan pagi, ada yang mengantar tv 44 inch. Reaksinya, ia bersyukur dan mengucap terima kasih dalam doa karena Tuhan sangat menyayanginya. Sesungguhnya, itu terjadi bukan karena Allah mencintainya melainkan Setan. Itu bukan jawaban-Nya tapi Iblis karena doa tersebut muncul dari ego pribadi dan iri hati yang tak cocok dengan sifat-Nya. Maka Tuhan tak mungkin berkooperasi dengannya. Itu bukan format/cara/citra cinta kasih sejati dalam Kristus yang dinyatakan di Alkitab dan diberikan pada umat-Nya. Ketika mencintai, Tuhan rela berkorban. Inilah yang terjadi. Cinta-sejati-Nya tak memikirkan keinginan Diri melainkan objek kasih-Nya. Maka tiap anak-Nya diminta mengasihi demi orang lain bertobat, termasuk musuh. Cinta yang Kristus tunjukkan tak dapat dimengerti oleh orang berdosa karena cara berpikirnya terbalik. Kristus yang ialah Pencipta sekaligus Pemilik alam semesta turun ke dunia jadi bayi yang terbatas, harus dipelihara, diberi susu dan makanan. Bukan hanya turun jadi manusia tapi juga jadi budak. Itu merupakan penurunan kualitatif yang sangat menakutkan. Padahal Ia berhak menolaknya karena memang tak harus terjadi. Tak ada keharusan bagi-Nya untuk datang ke dunia. Kalau manusia pasti tak mau mengalaminya. Di Yoh 1:11 tertulis, “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya.” Itulah yang terjadi. Sungguh sakit hati-Nya. Seharusnya Ia mampu menghancurkan mereka karena memusuhi-Nya. Tapi Ia tak melakukannya. Sebaliknya Ia rela dicerca dan dihina. Ia tetap mencintai mereka terus hingga mati di kayu salib. Ia mati dengan cara yang sangat hina dan paling celaka seperti penjahat. Bukan karena kesalahan-Nya. Ia tak berdosa tapi difitnah dan diperlakukan secara tak adil justru karena cinta-Nya. Ia juga tak membantah. Bahkan dalam keadaan paling menyakitkan dan menderita yaitu ketika dipaku, Ia masih sanggup mengampuni mereka (Luk 23:34). Semua peristiwa tersebut menggenapkan Yoh 3:16. Cinta Kristus ialah contoh yang harus dipelajari oleh orang Kristen. Relasinya dengan Allah akan pulih ketika Kristus mencintai dan memulihkannya. Tak seorang pun mengerti dan mampu menjalankan cinta kasih sejati kecuali Tuhan mengasihinya terlebih dahulu. Ia datang pada manusia, musuh yang seharusnya mati malah dicintai-Nya. Ia mati karena dosa manusia. Alasannya hanya satu yaitu kasih. That’s the true love yang tak mungkin ada dan dilakukan oleh orang dunia karena sifatnya exclusive. Itulah kasih Allah yang ditanamkan dalam Diri Kristus. Ia sanggup menjalankannya lalu memberikannya pada umat-Nya (Yoh 15:9). Dunia takkan mengerti essensi kasih sejati yang tak memikirkan kepentingan diri melainkan orang lain sebagai objek cintanya. Ironisnya, beberapa konsep Kekristenan tercemar oleh kasih dunia. Bahkan kelihatan sekali dalam pelayanan Seharusnya orang Kristen melayani dengan konsep cinta Tuhan. Semua dilakukan demi kepentingan-Nya. Kalau perlu, berkorban pun rela. Konsep tersebut harus terus mewarnai Gereja selamanya. Cinta tersebut akan meluap keluar kalau memang ada dalam dirinya dan ia juga berada dalam kasih. Cinta Kristus memang sudah diberikan. Maka Tuhan tak memintanya untuk mencari kasih-Nya. Kalau suami mengasihi istrinya dengan sungguh, seharusnya memikirkan yang terbaik untuknya. Demikian pula orangtua yang mencintai anaknya. Bukan menjadikan orang yang dikasihi sebagai alat untuk dimanipulasi. Apalagi dalam pekerjaan-Nya. Kalau cinta memenuhi diri pekerja-Nya, akan membuat mereka 273 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 termotivasi to do the best sesuai kehendak-Nya. Maka kesucian, keindahan, keanggunan, kebenaran dan keadilan akan muncul bersama. Ada orang tak mau melayani bukan karena tak mampu. Atau kalau sudah melayani lalu dikritik, langsung protes/marah karena tak dibayar. Ia merasa sangat dirugikan. Tapi kalau dilakukan dengan cinta kasih sejati, akan memotivasi untuk melayani dengan baik. Pengorbanan dan segala yang dikerjakan akan jadi sangat indah bersama-Nya. Ironisnya, justru orang Kristen seringkali kekeringan cinta kasih. Cinta-Nya seharusnya mengisi orang percaya sehingga mau membawa berita Surga pada sekelilingnya. Ketika cinta agape/ilahi dijalankan, dunia akan tahu bedanya (qualitative difference) tapi tak mampu menjalankannya. Cinta tersebut telah menunjukkan kualitas tertentu. Sungguh cinta yang murni dan menginginkan yang terbaik, benar, adil dan suci karena itulah sifat-Nya. Kasih bukan teori dengan segala aturan melainkan justru praktis/riil dalam Kristus sebagai teladan. Calvin berpendapat, relasi Allah dan manusia tak dapat dilepaskan dari Kristus. Maka ketika mengasihi, orang Kristen harus memandang dan meneladani-Nya. Dan kasih yang dipakai ialah pemberian-Nya yang akan merubah hidupnya. Tuhan menghendaki anak-Nya jadi reflektor kasih. Dunia sudah sangat gersang dan mengerikan karena tak pernah menyaksikan kasih sejati secara riil. Orang Kristen seharusnya mampu menampilkan dan kembali membangkitkannya karena Allah menghendakinya. Kasih dan ketaatan akan membawa pada sukacita sejati (Yoh 15:11). Itu akan terjadi kalau orang Kristen berada dalam cinta kasih sejati. Cinta palsu takkan memberi sukacita sejati melainkan sekedar ilusi. Akan sangat menyenangkan berada di sekitar orang bermuka ceria/penuh senyum. Memang ada orang yang Tuhan beri karunia tersebut. Ketika bertemu dengannya, orang akan ikut happy. Bahkan orang nonKristen akan bertobat hanya karena melihat keceriaan jemaat setelah pulang dari kebaktian. Tapi penginjilan tak hanya melalui kesaksian tingkah laku melainkan tetap harus mendengar Injil. Dunia sangat menantikan sukacita. Biarlah Tuhan memakai tiap anak-Nya untuk berbagi kasih dan sukacita dengan orang lain sehingga dunia jadi lebih cerah sekaligus indah. Bagian kedua Yoh 15:9-11 membicarakan tiga topik yang berkaitan antara satu dengan yang lain: 1. Kasih, yaitu membicarakan bagaimana kasih Allah turun pada Kristus, kasih Kristus turun pada umat, umat kepada Kristus dan kasih Kristus pada Bapa. Kasih yang terikat ini menjadi dasar untuk membentuk bagian lain, yaitu 2. Ketaatan, to keep the commandments, memegang dan melakukan perintah Tuhan. Barangsiapa menuruti perintahKu, Dia akan tinggal dalam kasih-Ku sama seperti Kristus taat pada Bapa dan hidup dalam kasih Bapa. Ketaatan menuruti perintah dikaitkan dengan cinta kasih menghasilkan 3. Sukacita. Kalau sudah ada kasih dalam diri kita dan ketaatan membentuk kita kemudian menjadi satu di dalamnya maka akan keluar hasil, yaitu sukacita penuh dari Kristus. Di dunia, tiga bagian ini, secara tema, arti dari kata-kata tersebut dimengerti dengan jelas. Tetapi yang dunia pikir tahu, ternyata mereka tidak tahu. Kenapa? Karena dunia belum menyentuh esensi dari kata tersebut. Mereka memakai kata kasih, mempraktekkan kasih tapi yang dipraktekkan bukan kasih, cuma 274 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 manipulasi istilah kasih. Begitu juga dengan arti kata taat dan sukacita. Mereka menjalankan tiga unsur ini tapi tidak berhubungan antara satu dengan yang lain. Mereka pikir sedang bersukacita, itu bukan sukacita sejati tetapi hanya rasa sukacita. Dunia menggunakan terminology sama, tapi mempunyai content yang berbeda. Dunia postmodern suka bermain-main dengan bahasa, language game, mereka tidak tahu esensi dari arti dan istilah bahasa tersebut. Latarbelakang munculnya gerakan ini karena ketidakpuasan terhadap keadaan yang hopeless. Beberapa waktu lalu telah dibahas mengenai kasih yang sejati. Alangkah indahnya jika dunia mengerti arti kasih sejati tapi sayang, dunia tidak mengerti. Jadi ketika ada orang berkata,”I love you”. Maka jadi pertanyaan besar buat kita, What’s that? What do you mean by love? Apa artinya cinta? Dunia mengerti, Iove sama dengan like, cinta sama dengan suka. Padahal, cinta bukan suka dan suka bukan cinta, kalau keduanya digandeng maka akan terjadi kesalahan besar. Karena cinta akan jadi manipulatif, saya mencintai bukan karena saya mencintai tetapi karena ingin memakai, memanipulasi, mendapatkan seseorang maka digunakan istilah I love you. Cinta sejati bukan berorientasi pada keinginan diri, nafsu diri, ekspresi, emosi diri, semua yang dari diri, dan dilampiaskan pada orang lain. Orang lain menjadi obyek manipulasi dari orang yang mengatakan I love you. Kasih yang sejati seharusnya muncul dari sumber kasih, yaitu Tuhan Allah dan kasih sejati bukan sekedar bernuansa emosi, tetapi suatu person, pribadi maka di dalam iman kristen tidak pernah dikatakan Allah bersifat kasih tetapi dikatakan Allah adalah Kasih. Kasih bukan sekedar sifat atau emosi tertentu dari Allah, tetapi justru kasih itu adalah eksistensi diri Allah yang dinyatakan secara totalitas dan itu dinyatakan dengan pengorbanan Kristus di atas kayu salib, mati untuk kita. Dunia di abad 21 memasuki kondisi yang sangat menakutkan, dunia semakin modern semakin canggih tapi orang yang semakin canggih justru semakin jahat. Sehingga ketika orang berupaya untuk ‘memakan’ sesamanya, digunakan teknik-teknik yang sangat canggih untuk menghancurkan orang lain maka di jaman sekarang ini terlalu banyak istilah yang bagus, yang indah namun dipakai untuk menghancurkan orang lain. Ketika anda mempercayakan diri pada obyek iman yang salah, maka bersiaplah engkau akan dihancurkan oleh dunia! Jangan menangis! Jangan kecewa! Salah satu aspek adalah karena kesalahan kita sendiri karena tidak bisa memilah kepada siapa kita mau mempercayakan diri! Cinta kasih sejati, true love, hanya ada pada Yesus Kristus. Hanya kepada Dia kita berhak memberikan cinta kita. Hal ini sudah dibahas dan dapat dilihat pada bagian pertama. Bagaimana supaya kita dapat hidup dalam kasih sekaligus taat pada Bapa? 1. Menuruti perintah Bapa. Kasih harus dikaitkan dengan ketaatan. Hal ini sangat penting tapi sangat sulit dimengerti dan dijalankan oleh dunia. Dalam setiap aspek hidup kita, kita banyak dididik, dilatih dan ditekankan dengan istilah ketaatan, misal: di sekolah, di rumah, di kantor, dan sebagainya. Tapi ketaatan yang dunia mengerti dan yang Alkitab ajarkan sangat jauh berbeda. Dunia mengerti ketaatan, tapi ketaatan yang dunia mengerti bukan ketaatan yang sesungguhnya tapi ‘keterpaksaan’. Hal ini disebabkan karena: a. Ketaatan muncul karena adanya penguasaan, ketakutan. Kalau tidak taat, maka akan dihukum, dibunuh, ditangkap, dipenjarakan, mengalami kesusahan dsb. Apakah itu taat yang sesungguhnya? Itu bukan ketaatan, kita taat karena terpaksa, itu penindasan. Dalam mendidik anak, jangan memakai cara seperti itu, anak diajar taat pada orang tua karena ada hukuman yang menanti jika mereka tidak taat. Anak akan 275 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 menumpuk kebencian pada orang tua. Maka tidaklah heran, ada kasus anak yang membunuh orang tua kandung akibat kebencian yang telah dipendam begitu lama. Akhirnya, ketaatan sinonim dengan kejahatan, hukuman, penindasan, kebencian dan pemberontakan. Satu hal yang dunia tidak tahu, yaitu ketaatan dihubungkan dengan cinta kasih. b. Ketaatan muncul karena sudah dibeli. Kenapa saya taat? Karena sudah dibayar, karena sudah mendapat upah yang diinginkan, karena sudah dibeli oleh penguasa yang menuntut ketaatan. Lalu itukah yang dinamakan taat? Bukan! Jualan! Saya sedang jual ketaatan untuk dapat sesuatu yang saya perlu, yaitu upah, imbalan. Ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang sangat kondisional, terbatas, ketaatan humanis, materialis karena ada iming-iming. Kita sedang jual diri kita untuk jadi budak orang yang membeli kita, tidak beda dengan seorang pelacur yang menjual dirinya untuk sesuatu yang orang lain suka. Ini bukan ketaatan tapi suatu bisnis, tawar menawar. Manusia ketika mengalami tekanan, mereka menggunakan istilah taat. Ketaatan yang diajarkan dunia, suatu saat akan hilang, sirna, dan bersifat kondisional. Sejarah membuktikan, ketaatan akibat tekanan akan meledak menjadi perlawanan yang luar biasa! Michael Foucault, ‘orang gila’, homoseksual, tapi jadi dekan psikologi dan menjadi pimpinan tertinggi di universitas, Amerika. Dia ke Amerika bukan karena ada tawaran rektor tapi karena di Amerika ada perkumpulan gay paling besar di dunia. Akhirnya dia mati mengenaskan, AIDS. Buku-buku karangannya diterjemahkan ke berbagai bahasa dan banyak diminati oleh orang-orang dunia. Ironis, orang yang gila menulis buku tapi banyak orang mengagumi dan membeli bukunya. Apa yang terjadi? Pasti ada kesamaan antara penulis dengan pembaca. Michael Foucault mengajarkan, dunia penuh dengan kekuasaan dan semua kekuasaan adalah kejahatan, jadi mari kita lawan semua kekuasaan, mari kita menjadi orang yang anti otoritas karena semua otoritas adalah kejahatan! All power, all authority is evil. Semua orang setuju dengan pernyataan tersebut. Dengan kata lain, dia mau berkata,”Mari kita jadi penguasa.” Orang yang anti kekuasaan, tapi dia mau jadi penguasa dan tidak mau dikuasai. Dia tidak sadar, waktu teriak anti kekuasaan, dia sedang berkuasa dan waktu sedang berkuasa, dia jahat tetapi dia selalu menuduh orang lain yang berkuasa itu jahat. Dia tidak pernah melihat diri sendiri di mana kalau dia berkuasa, dia juga jahat. Ketaatan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kebencian, pemberontakan. Hal itu sudah melekat di kepala kita, maka ketika mendengar kata taat, langsung dihubungkan dengan penguasa, dan melihat penguasa, langsung dihubungkan dengan kejahatan, ketidakpuasan, pemberontakan. Orang yang taat karena dibeli, dibayar, maka suatu saat jika ada orang yang membayar lebih mahal maka dia akan pindah pada orang lain. Apa bedanya dengan dunia bisnis? Harga diri manusia menjadi rendah karena bukannya menjalankan ketaatan yang sejati tetapi menjadi jual beli diri. Moral, nilai hidup, harkat diri manusia turun sampai ke titik yang terendah, tidak beda dengan binatang. DI dunia yang semakin modern, manusia semakin kehilangan dirinya, kehilangan dignity-nya. Kenapa? Karena sudah terbiasa jual beli diri. Sekarang banyak gereja yang rusak, tidak bisa menjalankan visi karena hamba Tuhannya sudah dibeli. Pada prinsipnya, jemaat tidak ikut membayar gaji hamba Tuhan, jemaat hanya bertanggung jawab memberikan persembahan sesuai dengan apa yang Tuhan sudah berikan dan jemaat harus memberikan persembahan buat Tuhan. Jemaat bertanggung jawab pada Tuhan bukan pada hamba Tuhan. Kemudian gereja mempunyai suatu tim di mana tim ini berpikir bagaimana menghargai seorang hamba Tuhan, hamba Tuhan dihargai bukan dari pribadinya. Orang yang diberi berkat besar maka dia pantas memberi banyak, berlebih. Orang yang diberi berkat sedikit maka dia pantas memberi kecil. Orang miskin yang memasukkan uang 2 276 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 peser ke dalam kotak, secara persentasi dia memberi lebih besar dibanding dengan orang kaya yang memasukkan 10% dari penghasilannya karena 2 peser yang masuk sama dengan 100%, sedangkan orang kaya memberi dalam jumlah besar tapi cuma 10% dari seluruh penghasilannya. Jadi, mana dan siapa yang memberi lebih banyak? Tentu, yang memberi 100% dari seluruh penghasilannya, yaitu si orang miskin. Komitmen anda di hadapan Tuhanlah yang dinilai. Tapi dunia tidak mau mengerti arti ketaatan sejati dan celakanya istilah ketaatan yang dimengerti oleh dunia, diimport, dimasukkan ke dalam gereja. Akibatnya, gereja tidak bisa lagi menyatakan ketaatan yang sesungguhnya. Biarlah saat kita boleh mengerti tentang arti dan makna ketaatan yang sejati, hal itu boleh membawa kita masuk ke dalam hubungan yang paling konsisten dan akan menghasilkan suatu sukacita besar, yang tidak bisa didapatkan oleh orang lain. Alkitab mengatakan, ”Kamu mau mendapatkan kasih? Jawabnya cuma satu, yaitu turuti perintah-Ku.” 2. Ketaatan membuat kita hidup dan tinggal dalam kasih-Nya. Bahasa asli memegang, keep my commandments, yaitu memegang bukan cuma sekedar memegang tapi memegang erat dan ditaruh dalam hati dan itu menjadi bagian hidup kita. Jadi perintah Tuhan bukan hanya sekedar teori, yang kita mengerti, hafal, seperti ahli taurat, orang Parisi. LAI menerjemahkan dengan lebih implikatif, yaitu memakai istilah menuruti perintah-Ku. Menuruti perintah Tuhan sebagai suatu sikap, memegang erat lalu menjalankannya. Di sinilah unsur ketaatan muncul. Bagaimana dengan ketaatan sejati? Tuhan menggambarkan ketaatan sejati : a. dimulai dengan cinta Allah pada dunia ini, cinta Kristus terhadap kita yang membuat kita mempunyai unsur ketaatan. Tuhan tidak menuntut kita taat dahulu, bahkan Kristus mencintai kita, mati untuk kita ketika kita masih berdosa (Rom 5:8). Dunia kebalikannya, menuntut kita taat terlebih dulu baru kemudian ada imbalan. Serahkanlah dirimu, taat kepada Dia yang telah mencintaimu, yang telah berkorban begitu besar dengan mati untuk kita! Dia tidak akan mencelakakan kita! Kalau toh memang Dia mau mencelakakan kita, dibiarkan diam saja kita pasti akan mati sendiri. Relasi yang sangat wajar, kalau ada seseorang yang mencintai kita, dia menasihati kita demi untuk kebaikan kita lalu kita menurutinya. Bagaimana kalau ada orang yang licik, yang ingin menghancurkan kita, lalu memberi nasihat pada kita? Kira-kira kita mau menurut atau tidak? Anehnya, kita mau mengikuti, taat pada segala sesuatu yang mau menghancurkan kita, kepada dia kita mau taat. Tapi justru kepada orang yang mencintai kita, mengasihi kita yaitu Tuhan yang telah menyayangi kita, kita tidak mau taat. Aneh, kan? tapi nyata! Ketaatan sejati harus muncul dari cinta yang sejati, yaitu cinta Tuhan pada kita. Dia mencintai kita maka Dia berhak memberikan perintah pada kita. b. dengan cinta-Nya yang begitu besar, membuat kita mendapat jaminan, kepastian, bahwa Dia akan turut serta pada apa yang dikatakan-Nya. Ini sangat penting dalam hidup kita. Kalau Dia sudah rela mati untuk kita, maka kalau Dia berkata,”Jalan! Aku akan beserta kamu!” Maka Dia pasti akan beserta dan kalau saya menjalankan perintah Tuhan maka Tuhan akan turut serta di dalamnya. Jikalau kita tidak pernah jalan, taat akan perintah Tuhan maka jangan salahkan Tuhan kalau anda hancur! Waktu kita taat maka engkau ada di dalam kasih-Ku. Kepada siapa kita mau taat? Dunia menawarkan hal yang menakutkan, salah satunya filsafat utilitarianisme, dicetuskan oleh John Stuart Mill. Salah satu tesisnya berisi : - hidup di dunia cuma ada dua pilihan, yaitu pleasure or pain, gain or lost, senang atau menderita, mendapat atau hilang. Tidak ada pilihan lain. Maka kalau begitu, kita harus ambil untung, hidup harus senang, tidak boleh rugi, tidak boleh susah atau kehilangan, maka: 277 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 - etika harus sejajar dengan pleasure dan untuk itu kita harus gain. Maka kita harus kejar pleasure, kalau gagal, maka: - pain is your risk! Penderitaan, kerugian atau kehilangan, jangan salahkan siapa-siapa, itu resikomu! Contoh: MLM (Multi Level Marketing), Alkitab mengkritik itu adalah prinsip dasar humanis, materialis, yang akan menghancurkan semua aspek hidup kita. Hari ini banyak orang mempermainkan perintah Tuhan, bukan kembali kepada Firman Tuhan tapi justru masuk dalam subjective interpretation terhadap perintah Tuhan. Bertobatlah! Jangan pernah percaya, jangan pernah berharap kepada dia yang tidak sungguh-sungguh mencintai, tidak pernah berkorban untuk kita. Bahkan, jangan mudah percaya dengan orang kristen sekalipun. Maaf, karena jaman sekarang, istilah kristen banyak dimanipulasi. Oleh karena itu orang Kristen harus membuktikan diri, yaitu dengan hidup dipenuhi oleh kasih sejati di mana kasih sejati itu membuat kita taat dan ketaatan yang sejati membuat kita beroleh sukacita yang sejati, yang berbeda dengan yang dunia tawarkan. Itulah kehidupan kristen yang indah. Bagian ketiga Exclusive teaching of Christ (Yoh. 13:32-17) ditujukan hanya untuk murid Kristus yang sejati. Yesus mengajar setelah Yudas pergi (Yoh.13:31). Karena pada bagian ini mengandung banyak rahasia, kekayaan dan kelimpahan yang dunia sukar untuk mengerti; hanya anugerah kalau kita dapat mengerti. Salah satunya adalah pengertian dunia tentang love, obey and joy sangat berbeda dengan yang Tuhan ajarkan. Dunia tahu perlunya cinta kasih tetapi pada hakekatnya dunia tidak tahu dan mengerti arti kasih yang sejati. Sekarang, manusia telah kehilangan cinta kasih tapi manusia sangat membutuhkan kasih dan jika kebutuhan akan kasih ini tidak terpenuhi maka manusia bisa gila. Konsep atheistic ini dicetuskan dan sangat dimengerti oleh Abraham Maslow. Akibatnya, dunia mempraktekkan kasih menurut konsep dan pengertian mereka sendiri; kasih yang dipraktekkan hanya sebagai pelampiasan nafsu belaka, hanya ekspresi dari semangat humanistik, keegoisan manusia; itulah sifat manusia berdosa. Kasih seringkali di-redefinisi, dimanipulasi, diidentifikasi dengan pengertian berbeda; sesuai dengan konsep mereka sendiri yang dilepaskan dari sumber kasih, yaitu Tuhan Allah. Kasih yang sejati adalah seperti kasih Kristus kepada umat-Nya, hanya umat-Nya bukan kepada setiap manusia dan itu merupakan manifestasi dari Bapa, di mana Dia adalah kasih, yaitu sumber dan diri-Nya kasih. Lalu, bagaimana kita dapat menikmati dan mendapatkan kasih sejati? Yaitu dengan menuruti perintah Bapa maka kita akan tinggal dalam kasih-Nya (ay.10). Kita harus masuk dalam kasih Kristus dan mempunyai relasi dengan Kristus terlebih dahulu maka kita dapat menikmati kasih sejati itu. Karena di luar Kristus, berarti kita lepas dari sumber kasih maka kita tidak akan dapat menikmati kasih. Kalimat menuruti perintah-Ku (ay.10) menjadi kalimat yang sangat dibenci oleh manusia; kebalikan dari kalimat cinta kasih yang sangat ‘diagungkan’ manusia. Hal ini disebabkan karena obedience yang dimengerti manusia bukan ketaatan yang sejati tapi ketaatan menurut konsep dunia, yaitu ketaatan yang bersifat penindasan. Sehingga Michael Foucoult mencetuskan, orang yang punya kekuasaan pasti jahat, oleh karena itu kekuasaan harus ditiadakan; berarti tidak boleh ada otoritas, tidak boleh ada kebenaran. Dunia menanggapi positif konsep tersebut, yaitu dengan melawan segala bentuk otoritas, mereka tidak mau percaya adanya otoritas, kebenaran. Betulkah dia seorang yang anti otoritas? Mereka sebenarnya bukan anti otoritas, tapi anti di-otoritas, anti dikuasai. Mereka tidak mau dikuasai, mereka hanya mau menguasai. Menguasai apa dan siapa? Menguasai seluruh bidang; sosial, politik termasuk manusia. Seperti halnya seorang pimpinan, selalu menuntut bawahannya untuk tunduk menuruti semua perintah tapi di pihak lain 278 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dia tidak akan mau tunduk pada apapun dan siapapun. Kalaupun mau tunduk itu karena terpaksa, diancam, atau karena di beli. Itu bukan ketaatan sejati. Ketaatan sejati justru bukan karena keterpaksaan tetapi karena suatu kerinduan untuk menjalankan perintah Bapa (ay.10b). Hal ini dapat kita lihat pada keTritunggal-an Allah di mana Anak tunduk mutlak pada perintah Bapa yang adalah sumber kebenaran, Anak tidak berbuat apa-apa dari diri-Nya sendiri; dan Roh Kudus tunduk mutlak pada perintah Anak. Hubungan ketiga oknum Tritunggal ini adalah hubungan yang vertikal, dengan urutan ordo tertinggi berada di tangan Bapa. Kebenaran antara Bapa, Anak dan Roh Kudus tidak akan pernah bertentangan. Mungkin terjadi kehendak yang berbeda antara Bapa dan Anak, seperti ketika di taman Getsemani, Yesus berdoa, ”Ya BapaKu, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku…”(Mat 26:39). Anak punya kemauan yang berbeda dengan Bapa tetapi pada saat seperti itu ketaatan tetap menjadi prinsip utama. “…janganlah seperti yang Ku-kehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” Ini kunci ketaatan sejati yang membuat seluruhnya menjadi sinkron, yaitu kembali kepada kebenaran yang sejati. Hubungan relasi antara Bapa, Anak dan Roh Kudus sering disalahtafsirkan oleh dunia bahkan dunia mencoba untuk mengerti tapi dengan pengertian yang salah kaprah; hanya anugerah kalau kita dapat mengerti ketaatan yang seperti Allah Tritunggal tunjukkan. Ketaatan yang dilakukan bukan karena pemaksaan, pembelian; tapi kita taat karena kita tahu pada siapa kita taat, yaitu kepada Kristus, sumber ketaatan. Jadi, sama seperti Anak taat menuruti perintah Bapa, Kristus juga ingin agar kita taat pada perintah-Nya sehingga kita akan tinggal dalam kasih-Nya. Sukacita yang dimaksud bukan sukacita semu seperti yang dunia tawarkan tapi sukacita sejati karena Tuhan tidak ingin kita hidup tersiksa dan akhirnya hancur dalam dunia ini. Dunia sangat mengerti dan memahami kebutuhan manusia yang ingin hidup bahagia, hidup penuh sukacita. Ironisnya, manusia tidak mengerti bagaimana cara mendapatkan sukacita itu. Manusia mau sukacita, mau senang, mau bahagia tapi manusia tidak mengerti apa arti bahagia yang sesungguhnya. Bahkan filsafat Cina mengidentikkan bahagia, sukacita tersebut dengan uang. Untuk hidup maka manusia perlu uang bahkan mau mati pun perlu uang, jadi marilah kita mencari uang sebanyak-banyaknya agar bahagia! Tapi betulkah dengan mempunyai emas, uang, materi, harta hidup kita akan bahagia? Tidak! Nisbitt sangat mengerti akan hal ini, justru manusia jika mengejar harta, dia akan terjepit dengan situasi ketegangan yang luar biasa, sehingga untuk keluar dari ketegangan tersebut maka solusinya adalah dengan melakukan hubungan seks bebas. Ketika dunia menyadari bahwa kekayaan bukanlah segala-galanya, dunia tidak dapat memberikan solusi yang terbaik; malah justru jatuh dari lubang yang satu ke lubang yang lainnya. Dunia mengidentikan kekayaan dengan kebahagiaan tapi Alkitab justru mengatakan, ”Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3) dan “Lebih muda seekor unta melewati lubang jarum daripada seorang kaya masuk dalam kerajaan Allah.” (Mrk. 10:25) Karena makin kaya seseorang, maka: 1. dia harus berani membayar harga dan harga yang dibayar sangat mahal. Ayub, orang kaya dan taat pada Tuhan; karena Ayub kaya maka iblis ingin mencobai dia. Berbeda jikalau seandainya Ayub orang yang miskin tapi taat pada Tuhan, iblis akan berpikir dua kali untuk mau menggodanya bahkan dapat dipastikan iblis tidak akan mau mencobainya. Ayub sadar akan hal ini dan Ayub berani membayar harga, dia siap untuk miskin; Ayub tahu harta yang dimilikinya berasal dari Tuhan. Ingat, kalau kita tidak menyadari akan hal ini maka hal itu akan menjadi bumerang! Orang kaya akan sulit menerima kenyataan kalau dia menjadi miskin. Akibatnya, dia bisa menjadi gila, jiwanya terganggu, dan lain-lain. 2. ada resiko yang harus ditanggung karena kekayaannya. Sebagian besar orang kaya (yang tidak punya pengertian yang benar tentang arti kaya yang sejati) tidak dapat hidup dengan tenang, selalu khawatir, was-was. Karena itu menyangkut dengan keselamatan dirinya, keluarga dan kesejahteraan hidup orang banyak. 279 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Jikalau salah mengambil keputusan maka nasib seluruh karyawan dan keluarganya akan terancam. Orang kaya seringkali juga ‘dimanfaatkan’ oleh pejabat, yaitu dengan meminta upeti. Kalau begitu omong kosong kalau kita berpikir bahwa sukacita bisa didapat dengan kekayaan, sukacita bisa didapat kalau kita punya emas segunung, sukacita bisa didapat kalau kita punya deposito di bank. Karena justru itu semua membuat kita celaka! Hati-hati dengan tipu muslihat dunia yang mengiming-iming karena satu kali kita terjebak maka kita pasti akan sulit untuk keluar! Seperti halnya jika seseorang sudah masuk dalam pengalaman yang tidak menyenangkan, lalu dia menyadari kesalahannya dan dia bisa lepas maka itu sangat bagus; tetapi kebanyakan orang setelah mengalami peristiwa yang menyedihkan, mengecewakan tidak dapat menerima kenyataan; orang lebih suka berandai-andai, berangan-angan dengan kembali ke masa lalu, berharap bisa mengulang masa lalu. Hati-hati, dengan cara iblis yang mengikat kita sedemikian rupa dengan kekayaan, uang, materi; kita jadi terikat, tergantung dengan harta! Sebagai perbandingan dapat kita lihat pada seseorang yang sudah terbiasa hidup dengan gaji 1 juta rupiah per bulan kemudian naik menjadi 10 juta rupiah; dengan seseorang yang telah terbiasa hidup dengan gaji 100 juta per bulan dan tiba-tiba turun menjadi 10 juta rupiah, mana yang merasa lebih susah, stres? Pasti orang yang kedua, bukan? Jikalau kita mengidentikkan sukacita dengan harta maka itu sama dengan mimpi, mengejar halusinasi yang tidak nyata. Manusia akan terus dan terus mengejar harta tanpa henti dengan harapan suatu saat nanti akan datang kebahagiaan. Padahal sukacita yang Tuhan berikan itu telah dinyatakan sekarang bukan suatu saat nanti! Untuk memperoleh sukacita, dunia memberikan solusi yang berbeda dengan yang Alkitab berikan. Dunia hanya menawarkan sukacita yang semu! Hal ini dapat kita jumpai pada dunia entertainment, di mana hiburanhiburan yang ditawarkan sangat menarik sehingga membuat kita merasa terhibur, ada sukacita, tapi benarkah demikian? Apakah sukacita tersebut bersifat kekal? Tidak! Itu semua sukacita semu dan sifatnya sementara; dalam hati yang terdalam masih terdapat kekosongan, yang tidak dapat diisi oleh hiburanhiburan yang dunia entertainment tawarkan. Manusia terus mencari dan mencari hal-hal yang dapat membuat hidup penuh sukacita bahkan untuk memperoleh sukacita tersebut rela mempertaruhkan nyawa! Dunia mengerti akan hal ini, di mana manusia berani menanggung resiko sehingga dibuatlah permainan-permainan yang sifatnya menghibur sekaligus menegangkan. Permainan yang semakin menegangkan dan beresiko, semakin disukai. Gejala apakah gerangan? Pasti ada sesuatu yang salah dengan kejiwaan manusia. Hidup manusia seolah-olah dipertaruhkan untuk hal-hal yang tidak berguna. Pandangan Alkitab sangat berbeda jauh dengan yang dunia ajarkan. Dunia menggambarkan sukacita diperoleh karena adanya pengaruh stimulan-stimulan dari luar tapi firman Tuhan mengajarkan sukacita sejati seharusnya muncul dari dalam diri, yaitu hasil dari ketaatan kita pada Tuhan di mana ketaatan itu muncul karena kasih kita kepada Kristus. Kita akan bersukacita, merasakan sukacita sejati apabila: 1. Doing the right thing, Saat kita melakukan kehendak Tuhan, itulah saat di mana kita masuk dalam cinta kasih Tuhan, dan pada saat itu kita boleh bersukacita karena kita boleh turut ambil bagian dalam pekerjaan dan rencana Tuhan. Kita dapat melakukan hal baik dan benar yang Tuhan inginkan. Adalah sukacita besar jika kita dapat melakukan kehendak Tuhan dan Tuhan memuji dan berkenan atas perbuatan dan pekerjaan yang telah kita lakukan. Sukacita yang bagaimana yang dapat kita peroleh dari dunia yang penuh dosa dan terbatas ini? Dunia hanya menawarkan sukacita yang sementara, sukacita semu. Sekali lagi saya tekankan, sukacita sejati akan kita peroleh ketika kita taat melakukan semua pekerjaan baik yang telah dipersiapkan 280 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tuhan (Ef. 2:10) dan Tuhan berkenan atas perbuatan kita. Paulus menyadari akan hal ini sehingga ketika ia diikat dan dimasukkan ke dalam penjara yang gelap, Paulus tidak berkeluh kesah tetapi Paulus justru memuji Tuhan. Orang dunia jika menghadapi keadaan demikian pasti akan marah, mengamuk, tetapi Paulus justru mengatakan, ”Bersukacitalah kamu di dalam Tuhan.” (Fil. 3:1) Bagi Paulus, memberitakan injil adalah suatu sukacita besar karena dia melakukan hal baik dan benar meski untuk itu dia dipenjarakan. Inilah sukacita sejati. Dunia tidak akan dapat mengerti dan menerima konsep ini karena konsep yang dunia ajarkan berbeda dengan yang Alkitab ajarkan. 2. Doing the precious thing, Saat kita melakukan sesuatu yang bernilai, yang mulia maka saat itulah kita akan bersukacita. Kalau kita dapat dipakai untuk melakukan suatu pekerjaan yang mulia, yang bernilai tinggi maka itu adalah suatu sukacita besar karena kita boleh turut ambil bagian di dalamnya. Saat kita melakukan pekerjaan mulia pasti tidak mudah; kita akan mengalami berbagai kesulitan, tapi kesulitan tersebut tidaklah identik dengan kepedihan, dan dengan kepedihan tersebut bukan berarti tidak ada sukacita sejati. Kalau orang dipenjara karena melakukan suatu perbuatan jahat maka sangatlah wajar kalau dia merasa malu dan hina. Berbeda dengan Paulus yang dipenjara bukan karena membunuh, mencuri, berzinah tapi karena Paulus melakukan pekerjaan Tuhan yang mulia, yaitu memberitakan injil, kabar keselamatan, kabar bahagia. Kita tidak akan merasakan sukacita yang sejati apabila kita mengerjakan sesuatu yang hanya sekedar pelampiasan nafsu egoisme kita belaka. 3. Doing the work of God, Saat kita accomplishing, menggenapkan rencana Allah itu adalah saat yang paling membahagiakan. Ingat, tantangan dan kesulitan yang menimpa kita jangan membuat kita undur, tetapi justru melalui tantangan dan kesulitan tersebut membuat kita semakin yakin bahwa Tuhan mau bekerja di dalam kita dan Tuhan mau pakai kita. Paulus giat memberitakan injil, kabar keselamatan; Paulus tahu pasti bahwa itu semua adalah pekerjaan baik yang sudah Tuhan persiapkan dan rencanakan bagi dirinya sehingga ketika menghadapi tantangan berat, Paulus tidak takut. Paulus semakin jelas akan pimpinan Tuhan, ketika Paulus ingin memberitakan injil di Asia kecil; Roh Kudus tidak memperbolehkannya tapi justru Roh Kudus memimpin Paulus untuk masuk ke Makedonia. Begitu masuk Filipi, kota pertama yang diinjak Paulus, dia langsung di penjara. Orang dunia ketika mengalami hal seperti itu pasti kecewa dan putus asa; bayangkan baru mau mulai kerja saat itu juga langsung masuk penjara! Ingat, Tuhan pasti tidak akan tinggal diam saat anak-Nya menghadapi kesulitan, justru Tuhan ingin agar kita dapat merasakan pimpinan, penyertaan Tuhan yang luar biasa. Adalah suatu sukacita besar kalau kita dapat merasakan pimpinan Tuhan yang luar biasa ketika kita menghadapi kesulitan dan kita berhasil keluar dari kesulitan tersebut; karena kita tahu Tuhan punya rencana yang indah dibalik semua itu, yaitu menggenapkan rencana-Nya. Sehingga dapatkah kita berkata seperti Paulus berkata, ”Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskankan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang injil kasih karunia Allah.” (Kis. 20:24) Sukacita sejati itu waktunya sekarang bukan nanti! Di luar Tuhan tidak ada sukacita sejati! Ketika kita berada bersama-sama dengan Allah maka kita telah berada dalam naungan kasih-Nya. Hidup akan menjadi sangat indah, penuh sukacita kalau kita berada dalam naungan kasih-Nya. Ketaatan sejati, kasih sejati dan sukacita yang sejati sangat berkaitan erat dan merupakan satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Sangat berbeda dengan yang dunia tawarkan; dunia hanya menawarkan sukacita semu! Di manakah sekarang kita mau hidup? Di luar Tuhan atau di dalam Tuhan? Di manakah posisi kita? Pilihan berada di tangan kita dan tidak ada keterpaksaan. Amin! 281 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 IIm ma an n,, p pe en ng gh ha arra ap pa an nd da an nk ka as siih h Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 31 Roma 8:31-32 Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? 32 Ia, yang tidak menyayangkan Anak–Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan–Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama–sama dengan Dia? Memasuki tahun 2003 banyak komentator, media massa, meramalkan 2003 adalah tahun yang paling menakutkan khususnya bagi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya beban yang ditanggungkan pada rakyat, akibat korupsi yang merajalela, kenaikan BBM, listrik diikuti dengan naiknya harga kebutuhan pokok yang semakin menambah beban rakyat, khususnya golongan menengah ke bawah. Keadaan demikian jika tidak terkendali akan sangat berbahaya, manusia akan bertindak skeptis, ‘nothing to lose’, yaitu suatu kondisi di mana orang akan berpikir, demi untuk mempertahankan hidup, melakukan perbuatan baik atau jahat sama-sama beresiko jadi lebih baik melakukan yang jahat. Manusia akan bertindak masa bodoh, cuek, pasif dalam menghadapi realita yang ada. Selama diri merasa aman, tidak terganggu, maka dia tidak peduli dengan penderitaan orang lain di sekitarnya. Bagaimana iman Kristen menanggapi hal ini? Kekristenan mengajarkan dan memberi kekuatan pada kita bagaimana menghadapi realita yang ada, bukan menghindarinya. Dalam kitab Roma pasal 8 terdapat konklusi sekaligus solusi bagi mereka yang sudah diselamatkan. Roma 1-11 membicarakan tentang manusia berdosa, tidak berpengharapan, manusia yang seharusnya dimurkai Tuhan, tapi diselamatkan semata-mata hanya karena anugerah, bukan atas dasar jasa manusia,sola gracia, dan manusia hidup berdasarkan firman dan iman, sola scriptura, sola fide. Apa yang dimaksud dengan anugerah? Anugerah adalah sesuatu yang kita terima yang semestinya tidak layak kita terima. Ketika anugerah diberikan, dibutuhkan dan harus ada suatu motivasi yang besar, yaitu cinta kasih. Tanpa cinta kasih maka anugerah yang diberikan sifatnya hanya pura-pura saja. Ketika seseorang mengalami sesuatu perlakuan yang sangat buruk lalu ditolong dengan sepenuh hati, tanpa mengharap imbalan, berarti ia mendapatkan anugerah besar maka orang tersebut dapat menjadi jaminan, menjadi sandaran yang dapat kita percaya. Dalam dunia ini, siapa orang yang layak kita percaya, yang dapat kita jadikan sebagai sandaran hidup? Tuhan membukakan melalui Paulus dalam Roma 8, yaitu : 1. Konsep anugerah yang benar. Konsep agama di dunia mengajarkan konsep bargain, mau hidup bargain, mau selamat bargain, Tuhan hanya sebagai simbol belaka. Bagaimana caranya supaya saya dapat diselamatkan? Bagaimana caranya supaya hidup bisa dibereskan? Maka caranya adalah dengan tawar menawar, kalau saya berbuat sesuatu, apa yang saya dapatkan? Alkitab mengajarkan bahwa kita hidup bukan berdasarkan upah atau hadiah belaka tapi semata-mata berdasarkan anugerah, karena di dalam anugerah ada suatu konsep yang mengikat tiga bagian yang sangat penting, yaitu iman kepercayaan kita, 282 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 pengharapan akan kepastian dan kasih yang mengikat semuanya dan yang paling besar di antara ketiganya adalah kasih. Paulus mengatakan, start with the grace of God, mulailah dengan konsep anugerah. Reformed menekankan dua hal yang mendasar, yaitu anugerah Allah dan kedaulatan Allah di mana semua itu dipastikan dan diikat dengan tanggung jawab oleh Tuhan Allah. 2. Anugerah yang sejati di dalamnya harus mengandung kasih yang sejati. Anugerah yang sejati kalau tidak ada kasih yang sejati bukanlah anugerah, hal ini dapat dibuktikan dengan dapatkah kita mengasihi musuh yang telah mencelakai, menghancurkan hidup kita? Kalau kita bisa mengasihi musuh, maka apapun akan menjadi gampang, karena hal mengasihi musuh adalah yang paling susah, berat dan tidak mungkin dapat dilakukan, tapi kita dapat melampauinya. Roma pasal 6 dan 7 membuktikan bagaimana Allah beranugerah kepada kita, hingga Roma 8 Paulus menyatakan dalam hidup di dunia ini kita punya pilihan. Mau menjadi budak siapa? Mau bersandar pada siapa? Mau berharap pada siapa? Siapa yang layak kita percaya? Diri sendiri? Memang seberapa pantas dan hebatkah kita? Orang lain? Memang siapa dia? Kondisi? Memang kondisi tidak akan berubah? Dunia sekarang, mengalami gejala yang menakutkan yaitu gejala anxiety. Ini bukan keadaan takut biasa tapi suatu keadaan di mana kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran sudah begitu mencengkeram dan mengakar dengan kuat dan manusia tidak bisa berbuat apa-apa sehingga dalam menghadapi keadaan, situasi apapun manusia selalu dibayangi dengan kecemasan, kekhawatiran yang berlebihan. Manusia merasa lebih aman jika mempunyai uang milyaran di bank tapi ketika uang itu mulai menyusut, maka mulai timbul rasa cemas, gelisah dan khawatir. Uang tidak bisa menghindarkan kita akan realita kesusahan dan penderitaan yang kita hadapi. Maka tidaklah heran banyak orang menderita penyakit akibat kecemasan yang mencengkeram bahkan bisa menimbulkan kematian. Manusia dicipta Tuhan berbeda dengan binatang. Dengan akal budi menjadikan manusia selalu mempunyai rencana akan masa depannya, akan tetapi masa depan yang bagaimana? Suram! Tidak ada seorangpun yang tahu, sehingga hal itu membuat hidup semakin berat. Tetapi syukur kepada Allah, yang memberi kekuatan kepada kita, dengan anugerah-Nya yang besar, Dia memberikan jaminan iman kepada kita, sehingga kita tidak merasa takut akan hari esok. Percayalah dan bersandarlah pada-Nya! Hanya Dia satusatunya yang layak kita percaya, Dia tidak akan mengkhianati, bahkan memanipulasi kita. Di dunia ini tidak ada apapun yang dapat kita percaya, kondisi, uang, orang tua, suami, istri, anak, teman bahkan diri sendiri sekalipun karena suatu saat semua itu dapat berubah. Lalu siapa yang dapat kita percaya di dunia ini? Hanya kepada seseorang yang mencintai Tuhan terlebih dahulu dan mencintai kita dengan sungguhsungguhlah, kita bisa letakkan rasa percaya kita. Kita akan menanggung resiko yang sangat besar jika kita meletakkan rasa percaya kita kepada seseorang yang tidak mencintai kita karena dengan demikian kita akan dimanipulasi. Lalu sampai seberapa jauhkah kita dapat mempercayai seseorang? Yaitu ketika suatu saat dia kita sakiti tapi dia masih tetap mencintai kita. Di dunia, hal ini mungkin hanya kita dapati hanya pada suami atau istri kita, true love, cinta agape, mencintai tanpa melihat kondisi dan tanpa mengharapkan balas. Dia mencintai bukan untuk kepentingan diri tapi demi kepentingan kita. Firman Tuhan mengatakan hanya satu yang layak kita percaya yaitu, Dia yang tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya, mati, untuk kita, manusia berdosa yang seharusnya dibinasakan. Tuhan tahu betapa jahat dan kejamnya manusia tapi Dia masih mengasihi kita, orang yang seharusnya dibinasakan. Di tengah dunia ini kita masih mau percaya kepada siapa? Bahkan diri sendiri pun tidak bisa kita percaya. Psikolog mengatakan, “ the most, the greatest enemy for ourself is ourself”. Dunia makin modern makin bertambah susah, banyak orang tidak bisa berdamai dengan orang lain bahkan kepada diri sendiri sekalipun jadi serahkanlah diri dan berdamailah dengan Allah, iman harus diserahkan kepada kasih yang terbesar. Iman yang terlepas dari kasih merupakan suatu kecelakaan besar. Celakalah, 283 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 iman yang didasarkan pada kebencian! Memasuki abad 21 ini biarlah kita kembali kepada esensi iman yang benar. Jangan percaya pada siapapun kecuali kepada dia yang mengasihi kamu dengan sungguh-sungguh, don’t trust anybody except those who love you more. Di tengah dunia ini makin banyak manipulator, makin banyak orang licik, makin banyak orang kejam, kecuali dia betul-betul mencintai kita kepada dia kita boleh memberikan kepercayaan,’iman’, kepada dia. Jangan tergiur oleh apapun yang sepertinya secara fenomena mengiming-iming kita, jangan tergiur dengan tawaran-tawaran menarik yang sepertinya memberikan janji surga! Perhatikan, siapakah yang lebih mengasihi kita? 1. Kasih Tuhan yang besar. Tuhan lebih mencintai kita lebih daripada kita mencintai Tuhan. Jika kita mencintai seseorang lebih besar daripada kita mencintai Tuhan, maka fatallah hidup kita. Dia mengasihi dengan begitu besar maka Dia berhak mendapat ‘iman’ yang terbesar dari kita. Dan itu dipakai sebagai grading, standar bagi kita jika kita mau menyerahkan ‘iman percaya’ kita pada seseorang. Apakah dia mengasihi kita lebih besar dari kasih yang diberikan Bapa, yang telah menyerahkan anak-Nya mati bagi kita? Seorang ayah sejati akan merasa berat, tertekan, menderita jika melihat anak yang dikasihi, mati, dibunuh di depan matanya. Seorang ayah sejati lebih rela jika dirinya sendiri yang mati menggantikan anaknya daripada melihat anaknya mati dibunuh di depan mata. Karena baginya hal itu sama dengan membunuh dua orang sekaligus, yaitu anak yang dikasihi sekaligus dirinya sendiri dengan melihat kematian anak yang sangat dikasihi. Demikian halnya dengan Bapa di sorga kalau Dia telah memberikan yang terbaik, yaitu anak-Nya, mati untuk kita, Dia pasti akan memberikan yang terbaik dan terindah demi untuk kebaikan kita. 2. Iman membawa kita taat melangkah pada pimpinan-Nya. Bapa sudah membuktikan kasih-Nya yang besar, Dia sudah berkorban, yaitu dengan memberikan anak-Nya sendiri mati, untuk kita. Kematian seorang anak, bagi seorang ayah sejati lebih berat dibanding dengan kematiannya sendiri. Maka Dia layak menjadi sandaran iman, percaya kita. Dia sudah tidak menyayangkan anak-Nya, memberikannya untuk kita, maka Dia pasti akan memberikan yang terbaik dan terindah untuk kebaikan kita. 3. Dalam Tuhan ada pengharapan sejati sehingga membuat manusia berpengharapan. Siapa yang dapat menolong kita dengan tulus, tanpa mengharapkan imbalan, saat kita dalam kesusahan? Jikalau ada orang, yang dengan tulus, tanpa mengharap imbalan mau menolong maka orang tersebut dapat kita jadikan ‘pengharapan’ kita. Saat kita mengalami kesusahan, datang meminta pertolongan pada orang yang bukan mencintai kita, maka kita akan ‘dimakan’ oleh dia. Dunia selalu mengambil keuntungan atas kesusahan, penderitaan yang dialami orang lain. Lalu kepada siapakah kita dapat berharap? Manusia tidak pantas, tidak layak untuk menjadi sandaran iman dan pengharapan karena sifat manusia berdosa, selalu mengharapkan imbalan, selalu berubah. Kalau ada orang yang mau menolong kita, tanpa pamrih, demi supaya kita dapat menjadi baik, maka orang tersebut layak untuk kita jadikan sebagai sandaran hidup, harapan kita. Makin dia mencintai dengan sungguh-sungguh maka di situlah kita dapat meletakkan pengharapan kita. Di tengah dunia ini siapa yang dapat memberi pengharapan pada kita? Pengharapan sejati hanya ada dalam Tuhan kita, Yesus Kristus, yang sudah membuktikan kasih-Nya, dengan menyerahkan nyawa-Nya, mati untuk kita. Di tengah-tengah ketidakpastian jaman, kita punya satu kepastian, jaminan dan pengharapan di dalam Tuhan dan sejarah sudah membuktikan hal itu. Sudahkah kita menikmati anugrah Tuhan yang mengasihi kita, dengan memberikan anak-Nya, mati untuk kita, sehingga kita boleh mempunyai iman pengharapan pada-Nya? Amin! 284 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Y Ye es su us s,, G Ge em mb ba alla ay ya an ng gb ba aiik k Oleh: Pdt. Solomon Yo Nats: 1 Yohanes 10:1-18;26-30 "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba dengan tidak melalui pintu, tetapi dengan memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan seorang perampok; 2 tetapi siapa yang masuk melalui pintu, ia adalah gembala domba. 3 Untuk dia penjaga membuka pintu dan domba–domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba–dombanya masing–masing menurut namanya dan menuntunnya ke luar. 4 Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba– domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. 5 Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang–orang asing tidak mereka kenal." 6 Itulah yang dikatakan Yesus dalam perumpamaan kepada mereka, tetapi mereka tidak mengerti apa maksudnya Ia berkata demikian kepada mereka. 7 Maka kata Yesus sekali lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba–domba itu. 8 Semua orang yang datang sebelum Aku, adalah pencuri dan perampok, dan domba– domba itu tidak mendengarkan mereka. 9 Akulah pintu; barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput. 10 Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. 11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba– dombanya; 12 sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba–domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba–domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai–beraikan domba–domba itu. 13 14 Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba–domba itu. Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba–domba–Ku dan domba–domba–Ku mengenal Aku 15 sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa– Ku bagi domba–domba–Ku. 16 Ada lagi pada–Ku domba–domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba–domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara–Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala. 17 Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa–Ku untuk menerimanya kembali. 285 18 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tidak seorangpun mengambilnya dari pada–Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak–Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa–Ku." 26 tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba–domba–Ku. 27 Domba–domba–Ku mendengarkan suara–Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama–lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan–Ku. 29 Bapa–Ku, yang memberikan mereka kepada–Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. 30 Aku dan Bapa adalah satu." Alkitab menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan secara unik, manusia sebagai domba dan Tuhan sebagai Sang Gembala.”Kami ini umat-Mu dan kawanan domba gembalaan-Mu (Mzm. 79:13); “Ketahuilah Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya” (Mzm. 100:3); “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23:1). Tuhan Yesus berkata, ”Akulah gembala yang baik. Gembala yang memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh. 10:11). I. Mengapa kita digambarkan sebagai domba? Mengapa manusia digambarkan sebagai domba, dan bukannya binatang lain, seperti harimau, singa, atau burung elang yang lebih kuat dan perkasa daripada domba? Apa ciri-ciri dari domba? Lemah, bodoh, dan agak keras kepala. Tampaknya gambaran mengenai domba yang bodoh itu tidak sesuai bagi manusia. Bukankah manusia makhluk yang paling cerdas? Manusia telah berhasil mendarat di bulan, dan mencapai berbagai kemajuan dalam bidang sains, teknologi, sosial, dan sebagainya. Mengapa kita digambarkan sebagai domba? Saya bukanlah orang yang terlalu pintar, saya melakukan kebodohan-kebodohan. Lalu saya melihat orang lain yang lebih cerdas dari saya, mereka juga mempunyai kebodohan atau kepicikannya sendiri. Saya melihat orang-orang yang memiliki karunia yang luar biasa (jenius), seperti Oscar Wilde (Sastra), Nietzsche (filsuf), mereka mengalami kehancuran karena kebodohan mereka. Belum lagi, ada begitu banyak orang yang kurang cerdas dijerumuskan oleh pemimpin yang tidak baik. Sungguh ironis, manusia yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah, mahkota ciptaan Allah yang melebihi semua ciptaan lain, oleh nabi Yesaya, dikatakan lebih bodoh dari lembu dan keledai: “Lembu mengenal pemiliknya, tetapi Israel tidak; keledai mengenal palungan yang disediakan tuannya, tetapi umat-Ku tidak memahaminya.” (Yes 1:3) Gambaran domba yang dipakai dalam Alkitab adalah wahyu Allah, karena itu pasti ada kebenaran penting yang ingin Ia ungkapkan kepada kita. Apakah itu? Pertama, menegaskan mengenai kelemahan, kebodohan, kerentanan, dan ketidakberdayaan manusia. Manusia adalah makhluk yang mudah terjerumus dalam penipuan diri; ia seperti kabut yang sebentar saja sudah menguap dan lenyap; Kedua, menegaskan ketergantungan manusia kepada Tuhan, Gembala Ilahi manusia, satu-satunya yang dapat menuntun kita di jalan yang benar. Sebelum kita mengenal keberadaan diri kita yang miskin, hina dan celaka; dan pada saat yang sama mengenal Allah yang di dalam kasih dan kekudusan-Nya memperhatikan kita, maka tidak ada agama atau kerohanian yang sejati. Ketika berada dalam lingkungan di mana kita lebih menonjol dari rata- 286 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 rata, kita merasa kita lebih pandai dari orang lain, padahal kita memiliki kebodohan kita sendiri dan ada banyak orang lain yang lebih hebat dari kita. Saat kita bertumbuh lebih rohani dari orang lain, kita menjadi sombong dan menjadi lebih berdosa dari orang lain. Inilah kita, manusia yang rentan dan tidak benar di hadapan Allah, dan mudah tersesat. Tepat sekali, jikalau kita digambarkan sebagai domba, yang bodoh, lemah, rentan, mudah tersesat, dan selalu dalam bahaya, sehingga kita memerlukan gembala yang baik untuk menuntun hidup kita. Inilah yang ditegaskan oleh Alkitab; hidup kita adalah berdasarkan anugerah Allah. Hanya oleh anugerah Allah, kita dapat hidup, diselamatkan, melakukan pekerjaan Allah. II. Apa arti gambaran Tuhan sebagai Gembala kita yang baik? Kita sudah melihat gambaran manusia sebagai domba, lalu apa artinya Tuhan adalah gembala kita yang baik? Ketika Yesus menyebut diri-Nya sebagai gembala yang baik; Ia mengkontraskan dengan 1. pencuri dan perampok (10:1,8,10); 2. gembala upahan (10:12-13). Keduanya mempunyai ciri yang sama, yaitu hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, tidak memperhatikan kesejahteraan domba-dombanya. Gambaran gembala tersebut ditujukan untuk para pemimpin yang ditetapkan Allah untuk menuntun umat-Nya, misalnya raja, imam, nabi, para tua-tua masyarakat baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Tetapi mereka tidak memperhatikan umat Tuhan, mereka justru memanfaatkan dan membiarkan domba-domba Allah tersesat (Yer. 23:1-2; Yeh. 34:1-6). Karena tidak menemukan ada gembala yang setia pada kawanan dombanya, maka Tuhan marah dan akan menghukum mereka; tetapi Tuhan akan memberikan memberikan gembala lain yang lebih baik, yaitu Ia sendiri yang akan menjadi gembala kita (Yer 23:3-4; Yeh 34:11-16) akan menghukum mereka; tetapi Tuhan akan memberikan memberikan gembala lain yang lebih baik, yaitu Ia sendiri yang akan menjadi gembala kita (Yer 23:3-4; Yeh 34:11-16). Sekarang kita hidup dalam jaman dalam situasi dan kondisi ekonomi, politik, sosial yang sulit. Kita membutuhkan pemimpin yang baik; dalam bidang pemerintahan, rohani maupun bidang-bidang lain. Tetapi ternyata para pemimpin kita lebih memperhatikan kesejahteraan mereka sendiri, dan mengabaikan kesulitan yang dihadapi oleh rakyat banyak. Demikian juga kita menyaksikan adanya hamba Tuhan yang tidak melayani dengan tulus, lebih memperhatikan keuntungan pribadi, apakah materi, nama dan kedudukan, daripada memperhatikan domba-domba Tuhan yang dipercayakan Gembala baik sangat dibutuhkan oleh domba-domba. Kita sangat membutuhkan pemimpin bangsa yang mengasihi rakyat dan betul-betul berjuang bagi kesejahteraan seluruh rakyat. Kita membutuhkan rohaniwan-rohaniwan yaitu pemimpin pemimpin rohani yang betul-betul menggembalakan jiwa kita. Seorang pemimpin yang baik, ketika umat / rakyatnya dalam kesulitan, dia akan berusaha sekuat tenaga menolong mereka, membantu mereka mencari jalan keluar dari kesulitan mereka. Pemimpin demikian sangat langka. Kalau kita diberi karunia lebih dari orang lain, itu tidak dimaksudkan untuk menghina orang lain? Semakin banyak karunia yang diberikan Tuhan, semakin besar tanggung jawab kita untuk menjadi berkat bagi orang lain, dan bukan kesempatan untuk memanipulasi orang lain. Karunia diberikan supaya kita dapat menjadi wakil Tuhan untuk memberkati domba-domba Tuhan. Apakah kita berada dalam pemerintahan, politik, ekonomi-bisnis, sosial-budaya, pendidikan, dan sebagainya. Inilah panggilan mandat budaya bagi setiap kita untuk mengelola kehidupan menjadi lebih baik sehingga mendatangkan sejahtera bagi banyak orang. Sudahkah kita melakukan hal ini? Ingat, saat kita mengerjakan apapun, lakukanlah semuanya itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia! Tuhan akan menghukum lebih berat para gembala, yaitu para 287 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 pemimpin yang tidak setia. “AKU akan menghukum mereka, Aku akan menghentikan mereka, Aku akan mengirim binatang buas untuk menghancurkan mereka.” Yesus berkata, ”Akulah gembala yang baik” (I am the good shepherd). Kata I am yang unik ini muncul sebanyak tujuh kali dalam Injil Yohanes. Arti kata ini memiliki latar belakangnya di dalam Keluaran 3:14, di mana Tuhan menyatakan diri-Nya sebagai “Aku adalah Aku (YHWH). Jadi dalam penegasan “Akulah gembala yang baik,” Yesus sedang menyatakan bahwa diri-Nya adalah Pribadi Ilahi. Dia adalah gembala ilahi yang dijanjikan itu (Yeh. 34:15-16). Pada masa di mana umat Allah hidup dalam kekacauan dan tanpa pengharapan, Yesus datang sebagai gembala yang baik. Kata ’baik’ yang dipakai bukan agathos yang mempunyai pengertian baik secara moral, tetapi kalos, yang mempunyai arti baik secara kualitasnya. Misalnya, kita tidak cukup hanya memiliki seorang dokter yang baik, karena siap untuk menolong kita, termasuk pengobatan secara cuma-cuma bagi yang tidak mampu, tapi juga seorang dokter yang baik, dalam arti berkualitas dalam bidangnya. Yesus adalah gembala yang baik, dalam arti Ia memiliki selain kasih kemurahan juga kualitas gembala yang baik untuk memimpin kita kepada kesejahteraan. 1. kasih dan perhatian, merawat dengan penuh kelembutan dan kesabaran. Inilah arti yang sudah kita kenal. 2. otoritas/kedaulatan. Inilah sebabnya gambaran gembala dipakai bagi para raja, pemimpin; mereka memiliki otoritas atau kedaulatan atas umat. Tuhan adalah gembala pemilik, bukan gembala upahan. Dia memiliki kedaulatan penuh atas kita karena Dialah yang memiliki kita, dan kata “memiliki” ini juga berarti kasih sayang. Seperti dalam setiap rasa memiliki yang positif. Misalnya rasa memiliki suatu perusahaan/persekutuan, berarti menyayanginya; hak orang rasa memiliki orangtua terhadap anak, berarti mengasihi dan memberikan perhatian. Demikian besar kasih-Nya kepada kita milik-Nya, sampai-sampai Ia memberikan nyawa-Nya bagi keselamatan kita. Gembala upahan ketika mengalami kesulitan, dia akan lari karena orientasi mereka adalah demi keuntungan mereka sendiri tetapi sebaliknya Yesus berkata,”Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam kelimpahan” (Yoh10:10b). Yesus memiliki kita dan mengasihi kita dengan kasih ilahi. III. Tindakan kasih seperti apa yang dilakukan oleh Gembala kita yang baik itu? 1. Ia memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. ”Akulah gembala yang baik,…dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku”(Yoh 10:14-15). Seandainya sebagai gembala, suatu saat kita dihadapkan pada pilihan: melindungi domba tapi kita mati atau membiarkan domba mati. Mana yang lebih dipilih? Tentu manusia tidak layak mati bagi domba. Terutama jika gembala itu adalah anak kita, kita pasti berpesan,”Nak, kalau ada binatang buas, dan kamu sudah tidak sanggup menyelamatkan domba-domba; biarkanlah, karena yang penting kamu selamat.” Dan tidak akan berkata “Nak, kalau ada segerombolan serigala yang memangsa domba-domba kamu harus menjaga domba-domba bila perlu kamu mati” Karena nyawa domba tidak sebanding dengan nyawa manusia. Begitu juga dengan harta benda yang kita miliki tidak sebanding dengan nyawa kita. Tapi kalau demi nyawa anak, kita pasti rela mati berkorban nyawa. Hal ini sangat lazim. Terkadang ada juga gembala yang mati bagi domba, itu accident karena bukan tujuan gembala untuk mati bagi domba, tetapi Yesus datang dengan tujuan mati bagi domba. Kalau manusia saja, tidak layak mati bagi domba maka sangat tidak layak kalau Tuhan mau mati bagi manusia. Tapi Tuhan sudah melakukan hal yang 288 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 tidak lazim, yaitu mau mati bagi domba. Hal ini justru untuk menyatakan anugrah yang tidak dapat kita mengerti. Kita yang tidak layak, berdosa, jahat tapi Dia rela datang, mati untuk kita. Dia sangat mengasihi, menghargai kita manusia. Adalah sifat manusia, yaitu mengasihi karena ada sesuatu yang diharapkan, karena dia berharga, tapi Tuhan justru mengasihi yang jelek, yang jahat untuk Dia ubah menjadi baik dan indah. Gembala mana yang dapat mengasihi kita dengan kasih yang begitu mulia? Hal ini tidak akan kita peroleh dari gembala upahan apalagi pencuri dan perampok. Manusia adalah “takers” (suka memanfaatkan orang lain demi keuntungannya sendiri), demikian kata Anthony Hopkins dalam film Instinct, sehingga ia lebih suka tinggal di tengah-tengah gorilla di tengah hutan. Hanya Tuhan pencipta yang mengasihi kita yang rela mengasihi kita dengan tulus. 2. Ia mencari dan menyelamatkan yang hilang. Yeremia 23:3-4,“…dan tidak hilang seekor pun.” Yehezkiel 34:16,“Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang,…” Dalam injil Lukas 15:1-7, melalui perumpamaan Yesus mengajarkan bahwa Dialah Allah yang datang untuk mencari domba yang hilang, walaupun hanya seekor saja, padahal ia masih punya sembilan puluh sembilan yang lain. Hal ini sangat mengherankan, apalah artinya seekor dibanding dengan sembilan puluh sembilan ekor? Demikianlah Tuhan melakukan hal yang tidak lazim. Satu domba yang tersesat, adalah gambaran dari manusia yang paling bandel, menyusahkan, dan tidak tahu diri. Ketika orang lain sudah mengabaikan, melupakan kita bahkan mengharapkan kematian kita, tetapi Bapa kita yang di Sorga tetap mengasihi, mencari dan menyelamatkan kita, manusia tidak berguna yang tidak layak dicari, yang seharusnya dibuang, bahkan dengan membayar harga yang mahal. Sama halnya dengan orang tua, dia akan tetap mengasihi anaknya meski jahat sekalipun. Kasih Tuhan lebih besar daripada kasih orang tua pada anaknya; Dia mencari kita yang tidak layak untuk dicari, yang seharusnya dibuang; Dia rela datang, Dia rela menderita dan mati di kayu salib. Dia tidak menyerah terhadap kita, walaupun hati kita sekeras intan, Dia dengan kasih-Nya besar terus mencari kita dan akan mengubah kita dengan kasih-Nya. Inilah kebodohan salib, tetapi justru menyatakan kebesaran kasih dan anugerah Tuhan. 3. Ia memberikan pemeliharaan yang sempurna dan sejahtera melimpah. Siapa yang dapat menjamin hidup kita? Layakkah manusia dijadikan sandaran dan jaminan hidup kita? Tidak, karena manusia selalu berubah, makhluk yang rentan, yang dalam ketakutan mereka begitu mudah untuk mengorbankan orang lain; manusia bukanlah gembala yang baik bagi kita. Hanya Tuhan satu-satunya yang dapat memberikan jaminan kepada kita; Dia mengasihi kita, dan berkuasa mewujudkan kasih-Nya. Gembala yang baik menuntun, domba-dombanya masuk ke kandang dan membawa keluar ke padang rumput; hal ini melambangkan keamanan, kestabilan, kemakmuran, damai sejahtera dan hidup yang berkecukupan. Gembala membawa domba, mencari padang rumput, jauh dari rumah dan ia menjaganya dengan setia, dengan tongkat dan gadanya. Demikianlah Tuhan selalu menjaga kita, mata-Nya tidak pernah tertidur. Seperti ayah dan ibu yang selalu menjaga anak ketika demam tinggi, matanya selalu mengawasi, berjaga-jaga; kuatir karena demam yang tinggi akan mengancam nyawa si anak. Tuhan adalah gembala yang baik, Dia menjaga kita, menuntun kita, mengasihi jiwa kita, 4. Ia memberikan suatu hubungan kasih yang paling intim dan bahagia. Dia mengenal kita dan kita mengenal Dia (10:14). Arti mengenal disini mempunyai arti mengenal dalam suatu hubungan yang intim. Misalnya, Dalam Kejadian 4:1, dikatakan Adam know Eve, mengenal dalam arti hubungan kasih yang intim, dan konteks di sini ialah hubungan kasih suami istri. Dalam Roma 8:29. kata dipilih adalah foreknowledge, mengenal di sini ialah mengenal dengan kasih dan itu menjadi dasar 289 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 pemilihan kita untuk menjadi anak-anak yang Ia selamatkan. Tuhan mengenal domba dan menyebut mereka dengan nama (Yoh 10:3). Hal ini menunjukkan suatu hubungan yang intim, yang penuh cinta kasih. Dia bukan sekedar mengenal tapi Dia tahu secara pribadi. Pemberian nama dalam Alkitab bukan sekadar yang membedakan dari yang lain, tetapi berkenaan ciri-ciri orang tersebut. Tuhan mengenal pribadi kita, Dia tahu segala penderitaanmu, kekuatiranmu, ketakutanmu, rencana-rencana yang kamu pikirkan. Dia tahu seluruh hidupmu lebih daripada engkau mengenal dirimu sendiri. Hubungan kita dengan Tuhan bukan seperti hubungan bisnis; asal percaya Tuhan maka kita telah dapat tiket ke surga. Hubungan kita dengan Tuhan seperti hubungan orang tua dan anak, di mana orang tua mengenal pribadi anak sejak dari kecil, ada ikatan kasih. Tetapi, hubungan antara orangtua-anak atau hubungan kekasih yang paling indah sekalipun tidak dapat disetarakan dengan hubungan antara Tuhan dengan manusia. Itu adalah hubungan yang paling indah di antara semua hubungan yang pernah kita temui bahkan antara hubungan suami dan istri sekalipun. Inilah yang akan membuat surga menjadi tempat penuh kebahagiaan karena hubungan indah dengan Tuhan. Surga bukan tempat seperti di dunia, yang penuh dengan kedagingan, ada bidadari, ada pesta, dan sebagainya. Dia mengenal kita dan kita mengenal suara gembala yang sejati. Dunia dan manusia bisa berubah, tetapi Yesus tidak akan pernah berubah. Dia adalah gembala kita yang sejati, yang mengenal kita, yang tahu segala penderitaan kita, yang membimbing menuju ke air yang tenang, yang membaringkan kita di padang rumput yang hijau, yang memberi hidup sejahtera. Tuhan adalah gembalaku, cukup! Sudahkah anda memiliki Yesus gembala yang baik itu? Amin! 290 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 H Hiid du up pd dii tte en ng ga ah hm ma as sy ya arra ak ka att s se ek ku ulle err Oleh: Pdt. Budi setiawan Nats: Ester 3:13-15/ Ester 4 1-14 Ester 3 13 Surat–surat itu dikirimkan dengan perantaraan pesuruh–pesuruh cepat ke segala daerah kerajaan, supaya dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari pada yang muda sampai kepada yang tua, bahkan anak–anak dan perempuan–perempuan, pada satu hari juga, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas––yakni bulan Adar––, dan supaya dirampas harta milik mereka. 14 Salinan surat itu harus diundangkan di dalam tiap–tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, supaya mereka bersiap–siap untuk hari itu. 15 Maka dengan tergesa–gesa berangkatlah pesuruh–pesuruh cepat itu, atas titah raja, dan undang–undang itu dikeluarkan di dalam benteng Susan. Sementara itu raja serta Haman duduk minum–minum, tetapi kota Susan menjadi gempar. Ester 4 1 Setelah Mordekhai mengetahui segala yang terjadi itu, ia mengoyakkan pakaiannya, lalu memakai kain kabung dan abu, kemudian keluar berjalan di tengah–tengah kota, sambil melolong–lolong dengan nyaring dan pedih. 2 Dengan demikian datanglah ia sampai ke depan pintu gerbang istana raja, karena seorangpun tidak boleh masuk pintu gerbang istana raja dengan berpakaian kain kabung. 3 Di tiap–tiap daerah, ke mana titah dan undang–undang raja telah sampai, ada perkabungan yang besar di antara orang Yahudi disertai puasa dan ratap tangis; oleh banyak orang dibentangkan kain kabung dengan abu sebagai lapik tidurnya. 4 Ketika dayang–dayang dan sida–sida Ester memberitahukan hal itu kepadanya, maka sangatlah risau hati sang ratu, lalu dikirimkannyalah pakaian, supaya dipakaikan kepada Mordekhai dan supaya ditanggalkan kain kabungnya dari padanya, tetapi tidak diterimanya. 5 Maka Ester memanggil Hatah, salah seorang sida–sida raja yang ditetapkan baginda melayani dia, lalu memberi perintah kepadanya menanyakan Mordekhai untuk mengetahui apa artinya dan apa sebabnya hal itu. 6 Lalu keluarlah Hatah mendapatkan Mordekhai di lapangan kota yang di depan pintu gerbang istana raja, 7 dan Mordekhai menceritakan kepadanya segala yang dialaminya, serta berapa banyaknya perak yang dijanjikan oleh Haman akan ditimbang untuk perbendaharaan raja sebagai harga pembinasaan orang Yahudi. 291 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ester 4 8 Juga salinan surat undang–undang, yang dikeluarkan di Susan untuk memunahkan mereka itu, diserahkannya kepada Hatah, supaya diperlihatkan dan diberitahukan kepada Ester. Lagipula Hatah disuruh menyampaikan pesan kepada Ester, supaya pergi menghadap raja untuk memohon karunianya dan untuk membela bangsanya di hadapan baginda. 9 Lalu masuklah Hatah dan menyampaikan perkataan Mordekhai kepada Ester. 10 Akan tetapi Ester menyuruh Hatah memberitahukan kepada Mordekhai: 11 "Semua pegawai raja serta penduduk daerah–daerah kerajaan mengetahui bahwa bagi setiap laki–laki atau perempuan, yang menghadap raja di pelataran dalam dengan tiada dipanggil, hanya berlaku satu undang–undang, yakni hukuman mati. Hanya orang yang kepadanya raja mengulurkan tongkat emas, yang akan tetap hidup. Dan aku selama tiga puluh hari ini tidak dipanggil menghadap raja." 12 Ketika disampaikan orang perkataan Ester itu kepada Mordekhai, 13 maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: "Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi. 14 Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu." Kitab Ester merupakan kitab yang unik. Para teolog beranggapan kitab Ester adalah kitab sekuler yang seharusnya tidak masuk dalam kanonisasi Alkitab. Hal ini disebabkan karena dalam kitab Ester, nama Allah (YHWH) tidak pernah diucapkan dan ditulis secara eksplisit, tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan Ilahi. Tapi di sisi lain, kitab Ester ditulis dengan bahasa dan literatur sangat indah, ada pengajaran penting yang diwahyukan Tuhan. Kitab Ester ini menyatakan pemeliharaan dan pimpinan Tuhan yang ajaib dan luar biasa ketika bangsa Israel menghadapi tantangan, kesulitan dan pergumulan. Latar belakang kitab Ester, yaitu ditulis pada jaman pemerintahan raja Ahasyweros. Raja Ahasyweros adalah seorang raja yang hanya mempedulikan kekuasaan dan kehebatan dirinya, disamping itu ada Haman, pembesar tertinggi dan kepercayaan raja, yang karena dendam pribadi terhadap seorang Yahudi, membuat rencana untuk membinasakan semua orang Yahudi, umat pilihan Allah di mana bangsa Yahudi hanya sebagai second class citizen, minoritas. Situasi dan kondisi di atas, kita jumpai dan alami masa sekarang ini. Pemerintah hanya peduli dengan kesejahteraan mereka sendiri dan mengabaikan kesulitan yang dihadapi oleh rakyat apalagi rakyat minoritas (salah satunya umat kristen). Dari kisah Ester ini, Tuhan mau mengajarkan bagaimana kita sebagai umat Tuhan yang minoritas, menjadi saksi Tuhan di tengah-tengah situasi sulit saat ini. Umat Kristen hendaklah tetap bersinar justru di tengah-tengah situasi sulit, menjadi saksi Kristus. Kisah kepahlawanan iman Ester dan Mordekhai yang menjadi saksi di tengah-tengah bangsa yang tidak mengenal Tuhan sangat melegakan bagi umat Kristen sekarang. Ketika Haman mengeluarkan surat perintah untuk membinasakan bangsa Yahudi, bangsa yang mewakili umat Allah, apa yang terjadi dengan umat Tuhan dalam situasi menegangkan, menakutkan demikian? Apa yang dilakukan Mordekhai dan Ester untuk menyelamatkan bangsanya? Ester, anak dari saudara ayah Mordekhai dan yatim piatu sehingga diangkat sebagai anak oleh Mordekhai ( Est. 2:7). Bukan kebetulan, Tuhan turut bekerja; jikalau Ester berhasil masuk ke dalam istana Ahasyweros, raja kafir, raja yang tidak mengenal Allah dan Ester berhasil menjadi orang 292 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kedua dalam istana, menjadi ratu. Posisi Mordekhai di luar lingkungan istana sedangkan Ester di dalam lingkungan istana. Hingga muncul surat perintah untuk membinasakan orang Yahudi, maka Mordekhai berharap Ester dengan kedudukannya dapat menolong bangsa Yahudi. Mordekhai meminta agar Ester menghadap Raja Ahasyweros padahal pada jaman itu, menghadap Raja dengan inisiatif sendiri; tanpa ada perintah adalah hal yang sangat menakutkan karena itu berarti sama dengan menghantar nyawa. Ester mulai takut, kuatir akan keselamatan dirinya; Ester mulai lupa siapa dirinya yang sesungguhnya; Ester mulai lupa kalau dia bisa menjadi ratu, pasti Tuhan mempunyai maksud dan tujuan; Tuhan mempunyai rencana dan untuk menggenapkan rencana-Nya, Tuhan memakai Ester. Ia mulai menikmati kedudukannya sebagai ratu, enjoy the goodness of life. Segala hal yang terbaik telah ia terima; makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya tetapi sesungguhnya dia lupa akan tugas dan panggilannya. Kerajaan Ahasyweros merupakan gambaran dunia saat ini dimana dunia dengan segala kekuatannya, kelicikannya mau mencoba membinasakan umat Allah yang minoritas. Ahasyweros dan Haman merupakan gambaran penguasa yang tidak peduli dengan nasib rakyat kecil. Tapi biarlah kita, umat Tuhan yang minoritas boleh bersaksi, menjadi garam dan terang dunia di jaman yang rusak dan kacau ini. Dari kisah Ester di atas, di mana Ester dengan kedudukannya menikmati segala fasilitas sehingga membuat kita bepikir, kalau begitu orang Kristen tidak boleh menikmati hidup. Bukan! Justru Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan to glorify God and enjoy Him forever. Bahkan saya percaya, orang kristen adalah orang yang paling menikmati hidup dalam dunia ini tetapi bukan kenikmatan seperti yang dialami Ester mengingat kedudukannya sebagai ratu. Ada tiga kelompok orang kristen yang dapat kita jumpai saat ini, yaitu: 1. Kelompok orang kristen yang tetap rutin ke gereja, tetapi sudah kehilangan arti iman yang sejati. Mereka mempunyai pandangan yang sempit, yaitu gereja dan hari Minggu adalah suatu tempat, suatu waktu untuk membaca firman Tuhan dan beribadah. Di luar gereja dan hari Minggu maka tidak terkait antara iman kepercayaanku dan pekerjaanku, aktivitasku, dan lain sebagainya. Tidak ada perbedaan antara orang kristen dan orang yang non-kristen. Kalau hidup kita terpisah, antara iman percaya dengan hidup kita sehari-hari di dalam dunia ini, maka ini sangat berbahaya. 2. Kelompok orang kristen yang ikut arus dunia, kenikmatan dunia, enjoy the goodness of life. Ketika sukses dalam karir, pekerjaan, bisnis mulai melupakan Tuhan, meninggalkan Tuhan. Lupa bahwa kesuksesan yang didapat asalnya dari Tuhan. 3. Kelompok orang kristen yang bergumul. Bagaimana hidup yang bersaksi, berintegritas, memuliakan Tuhan di manapun dia ditempatkan; baik dalam lingkungan pekerjaan, lingkungan sekolah, maupun dalam lingkungan keluarga dan lain sebagainya. Pergumulan untuk menjadi serupa Kristus ini adalah suatu proses yang tidak pernah berhenti. Tuhan mau membentuk kita ketika kita berjalan, bergumul bersama dengan Tuhan. Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan to glorify Him and enjoy Him forever, memuliakan Tuhan dan menikmati persekutuan dengan Tuhan selamanya. Dua hal ini tidak dapat dipisahkan; ketika kita memuliakan Tuhan maka pada saat yang sama kita menikmati hidup yang indah bersama Tuhan. Yesus berkata, “Aku akan menyertai engkau sampai pada akhir jaman.” (Mat 29:20b) Itulah hidup sukacita yang sesungguhnya. Kita boleh menikmati hidup bersama Kristus; berjalan bersama Kristus; merasakan pimpinan, penyertaan Tuhan adalah suatu anugrah besar. Ketika kita dalam kekelaman, lembah bahaya, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Yesus adalah gembala yang baik; gembala Ilahi. Tetapi di sisi lain Tuhan berkata,”Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” (Luk 10:3) Seperti kita 293 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 ketahui, seekor domba tidak akan datang mencari serigala, tapi serigala yang akan mengejar-ngejar domba; apalagi domba yang ditaruh di tengah-tengah serigala, sehingga ada kesulitan dan pergumulan berat yang harus dihadapi. Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” (Mat 16:24) Inilah dua sisi yang harus kita mengerti, Tuhan sudah mengerjakan karya-Nya didalam hidup kita tetapi di sisi yang lain, kita masih berproses agar makin serupa dengan Kristus. Paulus berkata, ”…dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbarui …” (Kol 3:10) Konsep already and not yet, Tuhan sudah menyucikan dan sekaligus Tuhan masih membentuk, memproses makin hari makin indah, makin memuliakan Tuhan. Konsep ini tidak boleh disalah mengerti karena jikalau kita menekankan hanya pada satu sisi maka hidup kita akan timpang. Perkataan Mordekhai pada Ester membuatnya tergugah (Est. 4:13-14). Perkataan Mordekhai ini mirip dengan perkataan Kristus, ”Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya…” (Mat 16:25a) Pada Est. 4:14, menurut penafsiran kata “pihak lain” yang dimaksud adalah Allah (YHWH), pertolongan Ilahi; tidak ditulis secara eksplisit karena ada maksud dan tujuan tertentu ketika kitab ini ditulis. Pengajaran ini sangat penting dalam hidup kita; yang mempengaruhi konsep pelayanan kita, bagaimana kita mengikut Tuhan, bagaimana kita menjadi saksi di tengah-tengah dunia sekuler yang melawan Tuhan. Mordekhai beriman, meskipun tanpa bantuan Ester pasti ada “pihak lain” (Allah, YHWH) yang menolong; Tuhan pasti tidak akan diam, melihat umat-Nya hancur. Hal ini karena Mordekhai melihat di sepanjang sejarah bangsa Israel; Tuhan memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan, menuntun ketika dalam kesulitan. Mordekhai beriman pada masa yang lalu, jadi Tuhan pasti juga akan memimpin pada masa sekarang. Ketika kita melayani, apakah muncul pikiran, kita melayani karena Tuhan membutuhkan kita? Salah! Justru ketika kita melayani kita akan merasa sukacita sejati di dalam Kristus; kita yang membutuhkan-Nya. Kalau kita tidak melayani, kita tidak turut ambil bagian dalam pelayanan, dalam doa, persembahan; apakah itu berarti pekerjaan Tuhan akan digagalkan? Allah adalah Allah yang berdaulat, Allah adalah Allah yang berkuasa atas seluruh kehidupan manusia maka Tuhan pasti tidak akan tinggal diam. Pekerjaan Tuhan tidak pernah bergantung pada harta kita, kepandaian kita, kehidupan kita karena Dia yang menciptakan seluruh isi dunia, pemilik alam semesta, bahkan berkuasa atas kematian maka Dia kaya dari harta yang kita punya, lebih pandai. Jadi, kita sebenarnya tidak layak kalau mengatakan, ”Aku melayani karena Tuhan butuh.” Memang siapa kita? Orang berdosa yang seharusnya dibinasakan. Kalaupun tidak ada orang yang mau melayani, Tuhan bisa memakai batu-batu untuk memuji Tuhan, memuliakan Tuhan. Kita yang rugi bukan Tuhan yang rugi kalau kita tidak melayani. Tuhan tidak pernah tertidur, Dia selalu menjaga, Dia selalu membimbing, ketika kita dalam kesulitan, tantangan, kekuatiran; Tuhan membentuk kita menjadi orang yang sungguh berkenan kepada-Nya. Sama halnya dengan indian boy; untuk mencapai kedewasaan maka dia harus menjalani tes, yaitu dia harus tinggal selama sehari penuh dalam hutan gelap, tidak ada bintang dan bulan bersinar. Apakah dia bisa bertahan dalam keadaan demikian? Malam mulai larut, kegelapan semakin mencekam, mulai timbul rasa takut; dia bertahan, tidak berteriak demi supaya dia lulus ujian. Ketika hari semakin terang, dia melihat ayahnya menjagai, bersiaga penuh, tidak pernah tertidur; ternyata dia tidak sendiri. Hal ini rupanya tidak disadari oleh si indian kecil ini. Apakah kita juga seperti indian kecil ini; tidak menyadari kehadiran-Nya di saat kita dalam kesulitan? That history is not my story but His story, Allah yang memegang sejarah, mengendalikan sejarah, yang memimpin kehidupan kita. Berbeda dengan kaum eksistansialis yang hanya 294 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mementingkan kehidupan saat ini, tidak peduli masa lalu maupun masa yang akan datang. Pernyataan kaum eksistensialis ini dapat kita lihat pada kata-kata kuncinya; passion, moment, happiness, feeling. Suatu semangat yang mementingkan kekinian; tidak peduli masa lalu maupun masa yang akan datang; yang penting hari ini aku sukacita, bahagia. It’s feel good do it. Berbeda dengan kaum eksistensialis, maka kaum Yudaisme hanya mempedulikan masa lalu, sedang kaum futuris, hanya mempedulikan masa akan datang; hari ini bekerja keras, berinvestasi dengan harapan suatu saat nanti akan datang pengharapan, masa depan lebih baik. Pada waktu Kristus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya, ”Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” (Luk. 22:16) Sebab setiap kali kamu makan roti ini…kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang (1 Kor. 11:26). Kristus sudah mati di atas kayu salib, karya Kristus sudah dinyatakan dalam hidup kita pada masa lampau (past); dan sekarang kita masih terus berproses menuju kesempurnaan (present); tetapi kita juga harus memberitakan tentang kematian Tuhan, bersaksi terus sampai Ia datang (future). Tuhan yang memegang sejarah; past, present, future; hal ini seharusnya membuat kita semakin beriman. Allah selalu hadir, memimpin, memberkati seluruh hidup kita terutama disaat kita dalam masa krisis, kesulitan. Dengan caranya yang unik, ajaib, yang tidak dapat kita duga; Tuhan hadir tepat pada waktunya. Dalam Est. 4:14, “…justru saat yang seperti ini…” memakai kata kairos (bhs. Yunani). Adalah anugrah jikalau kita boleh berespon akan panggilan Tuhan, mengerti apa yang Tuhan ingin kerjakan dalam hidup kita, membentuk hidup kita. Edith Schaeffer berkata, “We (American) produce thousand of schollar every year but not even one hero for the kingdom of God.” Kita menghasilkan ribuan sarjana, doktor (orang jenius) tapi tidak ada satupun seorang pahlawan bagi kerajaan Allah. Jaman sekarang gerejaTuhan bukan hanya berada pada tangan pendeta, penginjil tetapi juga pelayan-pelayan awam; yang mempunyai iman seperti Mordekhai. Karena iman Mordekhai, Ester menjadi diingatkan akan tugas dan panggilannya sebagai umat Allah. Pada jaman sekarang, biarlah kita boleh meneladani iman dari Mordekhai ini. Mungkin kita akan menjadi minoritas, tetapi hal itu tidak menyurutkan kita untuk dapat menjadi saksi-Nya. Apa yang kita lakukan, mungkin tidak berkenan di hadapan raja, penguasa tetapi ingat apapun yang kita lakukan biarlah itu semua kita kerjakan demi untuk kemuliaan Tuhan. Amin! 295 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 H Ha am mb ba ad da an ns sa ah ha ab ba att Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: Yohanes 15 12-15 12 Inilah perintah–Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. 13 Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat–sahabatnya. 14 Kamu adalah sahabat–Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. 15 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa–Ku. Dalam injil Yohanes 15:9-11 telah kita pahami hubungan antara kasih, ketaatan dan sukacita yang sejati di mana ketiga hal ini saling berkaitan erat. Sama seperti kasih Bapa kepada Kristus demikianlah Kristus mengasihi umat-Nya; kasih Kristus yang kita rasakan tersebut membuat kita taat melakukan perintah-Nya; dan ketaatan kepada Kristus itu mendatangkan sukacita dalam diri kita. Sukacita timbul dari dalam hati dan memancar keluar, sukacita bukan dipicu dari luar. Sebelum Tuhan Yesus pergi meninggalkan dunia, Yesus membangun konsep murid-murid-Nya terlebih dahulu supaya mereka mempunyai dasar yang kuat dalam menghadapi kehidupan di dunia yang penuh dengan tipu daya. Ironisnya, ayat 12-15 sering disalah mengerti sehingga saat mau menjalankan firman selalu terbentur dengan konsep dunia. Kebenaran Firman ketika diberitakan itu adalah momen kairos yang menuntut komitmen kita untuk memililih antara taat pada Firman atau tidak taat. Pilihan ini akan menentukan langkah hidup kita selanjutnya. Suatu anugrah kalau murid-murid sejati ini mendapat berita tentang relasi dari ketiga hal ini. membawa kita pada situasi yang riil di mana dunia ingin mencoba mencari rahasia kehidupan, tapi dengan konsep yang salah. Dunia melihatnya dengan cara induktif, yaitu munculnya suatu teori dan kesimpulan yang diambil dari hasil pengamatan diri sendiri, close system. Dunia yang sudah berdosa dipakai menjadi cerminan, standar kehidupan manusia. Lalu siapa yang berhak memberikan standar dan menjadi standar kehidupan? Manusia yang sudah jatuh dalam dosakah? Bukan! Bahkan para filsuf pun mempunyai pendapat yang berbeda tentang siapakah diri manusia yang sesungguhnya. Konsep filsuf yang mana yang harus diikuti? Akhirnya, yang menurut diri sendiri benar maka itu yang dijadikan patokan; diri yang berdosa, total depravity dipakai sebagai standar, cermin bagi dunia. Manusia mulai menyadari bahwa diri sendiri dan manusia lain tidak dapat dipakai sebagai patokan; manusia mau kembali pada rencana dan tujuan awal penciptaan maka Firman Tuhan mengajarkan manusia harus kembali pada Kristus, satu-satunya kebenaran. Kembali kepada Kristus berarti taat melakukan perintah-Nya maka kita akan tinggal dalam kasih-Nya dan kita akan beroleh sukacita sejati ketiga hal ini digabung muncul perintah kasihilah sesamamu manusia. Jadi, hanya Firman Tuhan yang dapat menjadi standar, kebenaran mutlak. Ayat 12-15 296 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Hanya anugerah kalau manusia dapat menyadari dan mengakui dosa-dosanya. Kesusahan hidup yang dihadapi, baik internal maupun eksternal seringkali membelenggu hidup manusia, dan akhirnya membuat manusia sulit berhubungan dengan orang lain; tidak ada cinta kasih yang sejati. Selalu was-was, curiga dengan kebaikan orang lain. Tanpa cinta Tuhan, kita tidak akan dapat mengasihi orang lain yang ada hanya memanipulasi orang. Cinta kasih Tuhan yang telah kita rasakan hendaklah membuat kita mempunyai emosi yang benar, yang tidak lepas dari akal budi yaitu emosi, perasaan kita sejalan dengan emosi Tuhan; peka kehendak Tuhan pada kita, mengerti apa yang menjadi kesedihan Tuhan, mengerti apa yang menjadi kesusahan Tuhan. God is love dan karena Tuhan telah mengasihi kita terlebih dahulu maka Tuhan memberikan perintah, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu (ay.12). Lalu bagaimana kita dapat mengasihi sesama dengan kasih yang sejati; tanpa timbul rasa curiga? Dunia menawarkan konsep either or, dimana manusia dilatih untuk berpikir secara logika, otak dilatih secara linier;manusia dihadapkan pada pilihan ini atau itu. Hal inilah yang membuat manusia sulit berhubungan dengan sesama; manusia selalu memperhitungkan untung dan rugi. Kekristenan justru mengajarkan konsep paradoks, yaitu konsep already and not yet, sudah dan belum. Konsep paradoks ini juga kita jumpai pada injil Yohanes, di mana Tuhan menyebut kita sahabat dan hamba. Kata sahabat pada Yoh. 15:14 dimaksudkan untukmemberikan pada kita suatu gambaran kondisi dan status kata yang asli. ”Aku tidak menyebut kamu lagi hamba…” (ay.15a) berarti apa status kita sebenarnya? Hamba atau sahabat? Jawabnya adalah hamba! Jadi, kalau Tuhan menyebut kita hamba maka itu adalah hal yang wajar; suatu anugerah besar kalau Tuhan tidak menyebut kita hamba tapi sahabat. Sehingga kita mempunyai relasi yang indah dan dekat dengan Tuhan. Ini adalah bagian yang paling penting karena menyangkut hubungan relasi seseorang dengan sesama termasuk relasi kita dengan Allah sebagai relasi standar. Kalau kita mengasihi Tuhan maka kita mau menuruti perintah-Nya, yaitu mengasihi sesama manusia dengan kasih yang seperti Tuhan telah buktikan; memberikan nyawa-Nya untuk sahabat-sahabatNya (ay.13). Seringkali ketika kita berelasi dengan sesama timbul pikiran apakah kita akan jadi korban? Sehingga sebelum kita yang jadi korban maka lebih baik mengorbankan orang lain. Pikiran ini membuat kita ketika berelasi, tidak ingin ada hubungan dengan ikatan yang lebih intim, yaitu sebagai seorang sahabat; tapi hanya sebatas teman biasa. Lalu teman itu apa? Teman yang seperti apa? Sudah menjadi sifat manusia berdosa, di mana manusia seringkali memutarbalikkan dan menggunakan suatu istilah hanya menurut konsep dan pengertian mereka sendiri. Seperti halnya istilah teman; kalau kita disakiti, kalau kita dirugikan apakah kita masih bisa menganggap orang yang telah menyakiti dan merugikan kita tersebut sebagai seorang teman? Masih maukah kita berteman dengan dia? Pasti tidak, bukan? Jadi, kalau begitu apa pengertian teman? Maka teman menurutku adalah orang yang baik terhadap aku, yang tidak menyakiti aku dan yang menguntungkan aku. Sehingga kalau dia itu memerintah kita agar menuruti perintahnya maka timbul pikiran bargain, tawar menawar, yaitu kita mau menuruti kalau kita merasa untung. Alkitab menggambarkan suatu relasi yang unik, yaitu ketika kita berelasi dalam cinta kasih maka slave and friend, budak dan sahabat harus berjalan seiring. Jika hubungan kita dengan Tuhan beres maka hubungan kita dengan sesama pasti akan beres. Kasih sebagai dasar hubungan antara manusia dengan Tuhan maka hubungan manusia dengan sesama pun harus didasarkan atas kasih juga. Tapi manusia menyelewengkan pengertian kasih sejati. Kasih sejati menjadikan kita mau melayani sesama seperti kita melayani Tuhan, tapi dunia memutarbalikkan, yaitu mau melayani sesama kalau itu menguntungkan, membandingkan antara orang yang satu dengan orang lain sehingga hal ini akan merusak relasi interpersonal. Iblis dengan liciknya merusak hubungan antar manusia sehingga membuat manusia kehilangan rasa saling percaya dan akhirnya membuat manusia semakin jauh dari Tuhan. 297 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kasih Kristus pada Bapa membuat Kristus taat menjalankan perintah Bapa-Nya dan kasih Kristus ini diturunkan kepada murid-murid-Nya, yaitu perintah untuk saling mengasihi sesama. Bagaimana kasih dimengerti sebagai konsep hamba dan sahabat sekaligus? Untuk memahami hal tersebut, maka kita harus memahami pengertian budak dan sahabat terlebih dahulu. Apa dan siapa yang dimaksud dengan budak? 1. Seorang budak ketika menjalankan tugasnya, itu karena diperintah; tidak ada kerelaan sejati, no willingness. Kalau kita merelasikan konsep ini sebagai hubungan antara kita dengan Tuhan maka kita pasti akan tertekan. Kita akan merasakan Tuhan sebagai seorang diktator yang siap menghukum kalau kita tidak menjalankan perintah. 2. Seorang budak ketika menjalankan tugasnya, hanya melihat sebatas tugas belaka dan hanya terkait dengan dirinya sendiri; tidak punya pengertian yang benar, no understanding. Sehingga hal ini pun akan membuat dia tertekan. Ketika bekerja, kita seharusnya melihat pekerjaan kita tersebut bukan dalam lingkup sempit; yang terkait dengan diri sendiri melainkan kita harus melihat pekerjaan kita sebagai ketotalitasan yang berhubungan dengan seluruh aspek hidup orang lain. Seorang budak, cuma tahu tugas tetapi Tuhan tidak menyebut kita budak tetapi sahabat agar kita dapat melihat pekerjaan Tuhan sebagai ketotalitasan. 3. Seorang budak ketika menjalankan tugasnya tidak ada perasaan cinta kasih, no love. Menjalankan perintah tanpa ada perasaan. Kalau begitu, apa bedanya manusia dengan robot? Hati-hati jika perasaan kita sudah mati, itu berarti ada masalah dengan kejiwaan kita! Kita sangat senang ketika Tuhan menyebut kita sebagai seorang sahabat (ay.15) tetapi di lain pihak kita tidak mau menuruti perintah Kristus (ay.14). Kalau Yesus menyebut kita sebagai sahabat, itu suatu anugerah tetapi manusia justru ‘besar kepala’ dan cenderung kurang ajar. Kita harus mempunyai sikap yang benar jikalau Tuhan mau menyebut kita sebagai sahabat, yaitu: 1. Kesadaran kalau kita bisa disebut sebagai sahabat, itu adalah suatu anugerah Besar. Kita tidak layak kalau kita yang berdosa ini disebut sahabat karena sebenarnya kita adalah seorang hamba, budak. Konsep anugerah ini kalau tidak kita sadari maka kita akan selalu menuntut hak; hak sebagai sahabat Tuhan. Ingat, dalam melayani pekerjaan Tuhan, kita jangan selalu menuntut hak! Justru, anugerah kalau kita bisa berbagian dalam pekerjaan Tuhan. Kita adalah budak, maka mati pun kita layak. Kalau mau riil, hak kita sebenarnya adalah mati karena kita sudah berdosa. Kesadaran ini seharusnya menjadikan kita lebih mengasihi Kristus lebih dari apapun. Bukan hak yang kita tuntut tetapi komitmen. Kalau kita hanya mengerti dalam konsep teman, maka kita akan ekstrim dan selalu menuntut hak. 2. Kesadaran kalau kita bisa disebut sebagai sahabat, berarti ada visi Tuhan yang harus kita kerjakan. Ketika kita mempunyai seorang sahabat maka itu berarti posisi kita adalah sejajar. Paulus juga menyebut Kristus adalah sahabat tetapi Paulus menyadari posisinya di hadapan Tuhan sehingga hal itu tidak menjadikan Paulus kurang ajar dan sombong. Justru, Paulus merasakan sebagai suatu anugerah. Teman 298 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 tidak selalu sejajar. Perhatikan ayat 14 kalau mau menjadi sahabat Kristus maka kita harus menuruti perintah-Nya terlebih dahulu. Kalau kita sudah berpikir bahwa sahabat sebagai suatu kesejajaran maka kita akan kehilangan visi. Kita akan bargain dengan Tuhan; keinginan Tuhan disesuaikan dengan keinginan kita. Kalau sesuai dengan kehendak kita maka kita mau menjalankannya tetapi sebaliknya kalau tidak pas dengan kehendak kita maka kita tidak akan mau menjalankannya. Visi dan misi Tuhan, kehendak Tuhan dan kehendakku adalah dua hal yang dijalankan bersama-sama di mana kehendak Tuhan menjadi yang utama. Akibatnya, kita tidak pernah tahu apa menjadi yang kehendak Tuhan justru kehendak kita menjadi lebih dominan. Biarlah ini menjadi pergumulan kita ketika kita melangkah dalam hidup ini, biarlah kita boleh mengerti kehendak Tuhan atas hidup kita. Adalah anugerah kalau Tuhan menyebut kita sahabat dan melibatkan kita dalam visi dan misi Tuhan. Ikut Tuhan menjadi suatu kunci bagaimana kita taat. Ingat, kita sedang melayani Tuhan, bukan pribadi, bukan gereja! Kita sedang menggenapkan visi Tuhan dalam dunia. 3. Kesadaran kalau kita bisa disebut sebagai sahabat, maka kita harus mempunyai jiwa dan semangat berjuang demi untuk pekerjaan Tuhan. Kalau kita hanya menganggap sebagai sekedar teman, maka kita akan kehilangan konsep tentang jiwa dan semangat perjuangan yang sejati. Saat kita menggenapkan pekerjaan Tuhan; saat itu kesulitan dan tantangan datang, maka tantangan dan kesulitan tersebut tidak membuat kita menjadi undur justru sebaliknya kita akan bergumul, berjuang demi pekerjaan Tuhan tapi begitu kita dapat melewati segala kesulitan dan kondisi mulai stabil maka kita akan lupa, kita akan cenderung tidak ada semangat berjuang. Ketika kita mulai enjoy, dinamika spirit kita hilang. Banyak hal kita tidak mampu kerjakan sendiri, tapi biarlah kita rendah hati di hadapan Tuhan; karena tanpa pertolongan Tuhan kita tidak mampu berjalan sendiri. Jangan menyebut nama Yesus dengan sembarangan, tanpa pengertian benar! Ingat, posisi kita sebenarnya adalah budak. Ketika kita menyebut Yesus dengan sebutan Bapa dan Tuhan, hal itu bukan berarti Dia jauh dari kita tapi hendaklah itu membuat kita sadar akan anugerah Tuhan; yang menyebut kita sebagai sahabat. Relasi ini muncul karena ada kasih sejati yang indah. Kristus mengasihi Bapa-Nya sehingga Dia taat menjalankan perintah Bapa-Nya dan kasih Kristus kepada manusia yang mendorong Dia rela untuk mati di salib, menyelamatkan kita manusia berdosa; menyebut kita sahabat. Kita sudah merasakan kasih Kristus yang besar maka kita juga harus taat melakukan perintah-Nya, yaitu kasihilah sesamamu manusia. Di dunia yang berdosa ini, biarlah kita mengasihi dengan kasih sejati seperti kasih Kristus kepada umat-Nya sehingga dunia akan melihat Kristus melalui diri kita. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat. 22:37) menjadi dasar untuk mengasihi sesama. Mengasihi sesama merupakan tugas dan panggilan kita sebagai anak Tuhan yang mengasihi Tuhan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian dunia akan melihat kita sebagai anak Tuhan yang sejati. Amin! 299 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 A Alllla ah hm me em miilliih hu um ma att--N Ny ya a Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 15 Yohanes 15 15-17 Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa–Ku. 16 Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama–Ku, diberikan–Nya kepadamu. 17 Inilah perintah–Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." Bagian pertama Beberapa minggu yang lalu kita telah memahami bagaimana keseimbangan antara hamba sekaligus sahabat, bagaimana hubungan kita dengan Kristus setelah Tuhan memperbaharui kita; di mana Tuhan telah mengangkat kita dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran, dan menjadikan kita sebagai sahabat-Nya sehingga kita boleh mengerti apa yang menjadi visi dan misi kerajaan Allah yang ingin digenapkan di tengah dunia dan kita boleh mempunyai kepekaan terhadap isi hati Tuhan. Syukur pada Tuhan, kalau Tuhan telah memilih (predestine) kita untuk menjadi sahabat-Nya. Predestinasi berasal dari kata pre yang berarti sebelum dan destine yang berarti ditetapkan, jadi predestine berarti yang telah ditetapkan sebelumnya. Doktrin predestinasi sering di salahmengerti bahkan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan perdebatan yang sengit dan rumit. Hal ini karena dunia mencoba memasukkan konsep predestinasi menurut logika dan cara pikir manusia yang telah berdosa ke dalam Firman Tuhan. Tapi justru reformed theology menekankan pentingnya Kedaulatan Allah, yaitu pimpinan Tuhan yang berdaulat mutlak atas diri manusia, alam semesta dan umat Allah pada khususnya. Pengertian kedaulatan ini perlu dimengerti secara tepat karena kedaulatan Allah berbeda dengan dictatorship di mana Tuhan menjadi penentu, menetapkan takdir setiap manusia sehingga kita tidak mempunyai kebebasan, kita seperti robot yang terprogram dan berjalan secara mekanis kemudian mati. Salah! Itu bukan konsep kedaulatan Allah. Justru ketika Tuhan mencipta manusia, Tuhan ingin manusia hidup bahagia, yaitu hidup berjalan sesuai dengan jalan Tuhan. Tuhan memberikan anugerah kebebasan untuk memilih kepada manusia tapi manusia menyeleweng dari jalan Tuhan dan berdosa. Berarti ada halhal tertentu yang harus dipredestinasikan dan hal ini di luar kapasitas manusia. Sebelum masuk pada inti doktrin predestinasi maka kita harus membereskan kekacauan dalam pikiran manusia yang telah dirusak oleh filasafat dunia yang humanis, yang lebih menekankan pada kemanusiaan 300 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 daripada kedaulatan Allah karena itu kita harus kembali pada konteks yang tepat. Konteks injil Yohanes 15 ini merupakan exclusive teaching of Christ sehingga ketika Tuhan berkata,”…Aku yang memilih kamu (I have predestine)” (ay.16) tidak di salah mengerti. Ironisnya, dunia mau mencoba mengerti tapi dengan filsafat dunia yang rusak sehingga menimbulkan kekacauan yang sering dituduhkan oleh manusia sekarang, yaitu : 1. Kalau Allah sudah menetapkan, Allah sudah memilih manusia yang akan diselamatkan maka kita tidak perlu mengabarkan injil dan tidak perlu diberitakan injil karena kalau kita diam pun, tidak berbuat apa-apa pasti akan selamat juga.Ini konsep yang salah. Ketika para murid mendengar ajaran predestinasi dari Yesus yang berkata,“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah…” (ay.16), para murid tidak berkomentar ataupun timbul protes di mana mereka merasa tidak perlu untuk memberitakan injil lagi tapi justru para murid semakin giat memberitakan injil. Sikap dunia pada jaman ini ketika mendengar ajaran predestinasi sangat bertolak belakang dengan para murid pada jaman itu. Itulah sebabnya Tuhan Yesus tidak membuka konsep ini kepada sembarang orang. Konsep ini hanya dibukakan dan diajarkan kepada murid-murid yang setia pada kebenaran, yang mengerti hubungan antara dirinya dengan Yesus, yaitu seorang hamba yang telah diangkat menjadi seorang sahabat Tuhan sehingga dapat mengerti isi hati Tuhan dan mau taat menjalankan perintah Tuhan. Kalau kita tidak menyadari konsep ini dengan tepat pasti akan timbul masalah yang sangat rumit. 2. Kalau kita percaya doktrin predestinasi, di mana Tuhan sudah menetapkan seseorang untuk diselamatkan maka kalau kita berbuat dosa apapun hal itu tidak akan mempengaruhi keselamatan, keselamatan tidak dapat hilang. Dengan demikian doktrin predestinasi mendukung orang kristen untuk berbuat dosa lebih banyak karena dalam pemikiran mereka keselamatan tidak dapat hilang. Benarkah demikian? Ini konsep yang salah. Konsep ini timbul dari pemikiran manusia berdosa yang seringkali menafsirkan ayat dengan salah bahkan ayat tersebut seringkali dipakai untuk mendukung perbuatannya yang berdosa. Para murid ketika menerima pengajaran ini tidak ada satupun yang berpikir dengan konsep humanistik tetapi mereka justru menyadari siapa diri mereka di hadapan Allah; mereka langsung mengerti apa yang menjadi isi hati Tuhan. Konteks kita sebagai hamba sekaligus sahabat Tuhan harus dipahami terlebih dahulu, menjadi pre condition karena jika tidak demikian sifat dosa akan memanipulasi konsep predestinasi tersebut dan dipakai untuk kepentingan egoisme manusia. Oleh karena itu ajaran predestinasi ini hanya diajarkan untuk murid yang sejati; dimana Yudas sudah diusir pergi. Sebelum kita mengerti konsep predestinasi lebih jauh maka kita harus melihat latarbelakang yang mendorong predestinasi, yaitu: 1. Manusia sudah jatuh dalam dosa sehingga kalau Tuhan sudah memilih (predestine) untuk menyelamatkan kita itu semata-mata hanya karena anugerah. Adalah suatu anugerah kalau kita boleh mengerti konsep predestinasi. Itu bukan karena kepandaian kita tapi semata-mata karena Tuhan yang menjadikan kita sebagai sahabat-Nya yang memampukan kita untuk boleh mengerti konsep predestinasi. Demikian halnya jika karena suatu anugerah seseorang mendapatkan posisi jabatan yang lebih tinggi maka resiko ia akan jatuh dalam kesombongan sangat besar. Sehingga untuk menjaga agar ia tidak jatuh dalam dosa kesombongan maka dia harus punya kesadaran bahwa posisi yang didapat tersebut semata-mata hanya karena anugerah. 301 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Jadi, tanpa Roh Kudus yang mencerahkan pikiran kita maka kita tidak mungkin dapat mengerti kedalaman Firman Tuhan. Pada injil Matius 13:10-13, ketika Tuhan Yesus mengajar dengan menggunakan perumpamaan tidak semua murid mengerti dan Tuhan Yesus mengajar dengan perumpamaan bukan agar mudah untuk dimengerti, tetapi jawab Yesus, ”Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui Kerajaan Sorga…karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti” (ajaran paradoks). Itulah sebabnya banyak orang yang sesat karena mereka mencoba mengerti Firman Tuhan dengan pengertian mereka sendiri. Kalau bukan Tuhan yang berinisiatif terlebih dahulu untuk mengungkapkan isi hati-Nya maka kita tidak mungkin mengerti. Untuk mengerti isi hati orang lain dengan tepat saja sangatlah sulit apalagi kita, manusia yang terbatas mau mencoba mengerti isi hati Tuhan dengan pikiran yang sudah tercemar dosa. Hal itu sangatlah tidak mungkin! Kalau kita boleh mengerti doktrin predestinasi maka itu bukan karena kepandaian dan kehebatan kita tetapi sekali lagi saya tekankan itu hanya karena anugerah Tuhan yang sudah mencerahkan pikiran kita. Lalu seberapa jauhkah anugerah Tuhan tersebut sudah nyata dalam hidup kita? Dunia tidak suka dengan konsep anugerah karena dunia merasa diri hebat sehingga Firman Kebenaran ditafsirkan dengan pengertian mereka sendiri. Maka tidaklah heran banyak orang kristen yang tersesat! Seharusnya, pemilihan Allah atas kita menjadikan kita lebih bersyukur, takut, dan gentar karena kasih-Nya yang besar sehingga Dia masih mempedulikan kita, manusia berdosa yang seharusnya dibinasakan tapi Tuhan sudah memilih kita untuk diselamatkan. 2. Predestinasi ada karena cinta kasih Tuhan. Kalau Tuhan tidak mencintai kita maka kita pasti binasa karena upah dosa adalah maut. Ketika Tuhan menaruh satu pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat di tengah-tengah taman, di antara ribuan pohon dalam taman; Tuhan juga memberi peringatan, ”…janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau matii” (Kej. 2:17). Manusia tidak taat, manusia berani melawan perintah Tuhan bahkan ingin menjadi seperti Allah sehingga manusia jatuh dalam dosa. Pohon pengetahuan tersebut ditaruh di tengah-tengah taman justru merupakan suatu keharusan mutlak yang membuat manusia menjadi manusia sejati bukan robot. Manusia tidak bisa lagi mencerminkan gambar dan rupa Allah karena di dalam dirinya ada suatu kondisi yang hilang maka harus ada suatu kebebasan pilihan sehingga manusia dapat menggunakan akal budinya; manusia dicipta berbeda dengan binatang. Manusia tahu dengan pasti bahwa kalau melawan Tuhan pasti mati tapi manusia justru dengan sengaja melawan perintah Tuhan. Jadi, pemilihan keselamatan mutlak harus berdasar pada anugerah cinta kasih Tuhan. Karena Tuhan mencintai manusia maka Tuhan mau menyelamatkan manusia berdosa. Seberapa jauhkah anda sadar akan cinta kasih Tuhan yang begitu besar sehingga Dia mau menyelamatkan kita? Pernahkah kita berpikir, apa yang menjadi tujuan dan nilai hidup kita? Tujuan dan nilai hidup mungkin hanya terlintas pada pikiran manusia yang belum mengenal Kristus. Hal ini dapat sering kita jumpai pada di jalan-jalan di mana anak-anak muda remaja menghabiskan waktu dengan percuma tanpa melakukan halhal yang berguna, seperti minum minuman keras, narkoba, kebut-kebutan dan sebagainya. Puji Tuhan, karena anugerah-Nya kita boleh mengenal Kristus sehingga kita dapat berjalan sesuai rencana-Nya, kita tahu apa yang menjadi tujuan dan nilai hidupkita, yaitu untuk memuliakan-Nya. Lalu apa yang menjadi bukti cinta kasih? Ketika kita mengasihi seseorang dan sebagai tanda kasih, kita memberikan suatu gift, hal itu wajar. Tapi berbeda dengan konsep dunia, dunia akan berpikir ketika memberi atau diberi maka kita harus membalas atau dibalas, konsep take and give seperti halnya konsep 302 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 bisnis dalam suatu relasi bisnis. Padahal konsep kasih seharusnya ketika memberi kita tidak boleh mengharapkan imbalan berupa apapun dan ketika diberi kita juga tidak berkewajiban membalasnya bahkan kalaupun kita dibalas dengan kejahatan, jangan menggerutu. Hal ini telah dibuktikan oleh Tuhan Yesus, yaitu Dia rela memberikan nyawa-Nya meskipun banyak orang yang mengejek, menghina dan menyengsarakan Dia. Jika kita menyadari konsep cinta kasih ini, relasi kita dengan Tuhan beres maka relasi kita dengan sesama akan beres juga. Siapakah manusia sehingga Kristus rela datang ke dunia untuk menyelamatkan kita? Kalau bukan kasih, Kristus tidak akan datang ke dunia. Kasih Kristus adalah kasih yang tanpa pamrih, tanpa mengharapkan imbalan. Predestinasi seharusnya membuat kita sadar, kalau Tuhan memilih kita di antara berjuta-juta orang, itu anugerah besar. Di antara berjuta-juta orang, banyak orang yang lebih pandai, lebih bertalenta tapi kenapa justru Tuhan memilih aku? Apa sih yang menjadi kelebihanku? 3. Predestinasi menuntut adanya suatu pengorbanan yang besar, yaitu pengorbanan Kristus di kayu salib. Kasih tidak bernilai tinggi jika di dalamnya tidak ada unsur pengorbanan. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (ay.15) Inilah bukti cinta kasih Tuhan. Kasih Tuhan yang besar yang membuat Dia rela mati demi untuk memilih kita. Tuhan mati bukan untuk semua orang, tapi Dia mati hanya untuk umat pilihan, orang berdosa yang akan diselamatkan. Hukuman kematian yang menimpa kita tidak dihilangkan tapi justru melalui hukuman, keadilan dinyatakan. Keadilan Tuhan tidak bisa dipermainkan. Kita yang harusnya mati tapi Kristus sacrifice, berkorban demi untuk menggantikan kita. Hendaklah cinta kasih dan pengorbanan Kristus ini mendorong kita untuk pergi memberitakan injil, mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang. Dan kalau sampai akhirnya mereka bertobat, ingat, itu bukan karena kemampuan dan kehebatan kita tapi semata-mata karena Tuhan yang telah memilih dari sejak kekekalan. Doktrin predestinasi hendaknya membuat kita sadar; kita tidak dapat membalas dan membayar harga pengorbanan Tuhan yang besar karena harganya terlalu mahal. Biarlah kita selalu mengingat, sebelumnya status kita adalah hamba dosa tapi Tuhan tarik menjadi hamba kebenaran kemudian diangkat menjadi sahabat sehingga kita boleh mengerti kebenaran. Jangan lupa seorang hamba harus taat; kalau Tuhan telah memilih kita itu bukan hak tapi anugerah cinta kasih Tuhan yang besar dan untuk itu Tuhan telah berkorban nyawa. Doktrin predestinasi hendaklah membuat kita semakin memuliakan Tuhan, taat dan setia dalam pekerjaan Tuhan; semakin mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang. Bagian kedua Predestinasi seringkali menjadi konflik dan wacana perdebatan dari berbagai macam arus teologi yang tidak pernah berhenti bahkan tidak terselesaikan mulai sejak jaman Agustinus sampai hari ini. Predestinasi berarti sudah ditetapkan sebelumnya, yaitu sejak dari kekekalan dan digenapkan di dalam diri seseorang, khususnya menyangkut keselamatan. Di dalam teologi kekristenan muncul dua arus yang bertentangan; ada yang setuju dan ada yang tidak setuju dengan prinsip Allah yang memilih dan memanggil. Perdebatan predestinasi seringkali bukan terletak pada esensi doktrin predestinasi itu sendiri, tapi pada presuposisi dan pendekatannya. Jika pendekatan kita salah maka kemungkinan besar seluruh pemikiran dan cara kita memandang pun bisa salah. 303 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 1. Allah tidak adil karena hanya sebagian orang yang dipilih 2. manusia dapat berbuat dosa semaunya karena hal itu tidak akan mempengaruhi keselamatan. Menurut B. B. Warfield, predestinasi tidak lepas dari kedaulatan Allah dan manusia harus menyadari dan menempatkan diri pada posisi yang benar, yaitu sebagai hamba dan Tuhan sebagai tuan, pemilik alam semesta sehingga segala sesuatunya tidak dilihat dari kacamata manusia tapi dari kacamata Tuhan; Tuhan yang berinisiatif untuk memilih dan Tuhan berhak memilih. Problemnya, manusia tidak rela kalau dia ditetapkan, tunduk di bawah kedaulatan Allah, manusia ingin turut ambil bagian dalam menetapkan dan mengambil keputusan dalam segala aspek kehidupan. Padahal kalau kita perhatikan, banyak hal di dalam hidup kita bukan kita yang menetapkan karena itu semua di luar kemampuan kita, dapatkah kita memilih keluarga, tempat dan kondisi ketika kita mau dilahirkan? Hal ini semakin membuktikan bahwa manusia memang sangat terbatas. Kalau Tuhan sudah memilih kita, janganlah kita menjadi sombong. Itu bukan hasil usaha kita tapi karena kasih karunia (Ef. 2:8). God has a plan, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (Yoh.15:16) dan melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef. 2:10). Doctrine of Predestination, Lorainne Boettner, menegaskan untuk memahami predestinasi, we should start God has a plan dimana didalamnya menunjukkan kedaulatan Allah. Paham liberal, tidak percaya Allah yang berencana dan mengatur semua aspek hidup kita karena yang punya rencana dan aturan adalah manusia. Kenapa muncul pandangan seperti itu? Hal ini disebabkan karena 1. Kedaulatan Allah sulit diterima manusia karena manusia mau diri yang berdaulat, yang menentukan; manusia tidak mau taat. Kalau Allah yang menentukan maka posisi manusia menjadi sub ordinat, lebih rendah dari Allah. 2. Konsep purpose, konsep tentang maksud itu sendiri mengandung konflik karena tanpa sadar manusia punya tujuan dan manusia tidak suka kalau Tuhan yang punya tujuan karena tujuan manusia dan tujuan Tuhan kemungkinan besar berbeda dan berbenturan. Tuhan telah memilih dan mengangkat kita dari hamba dosa menjadi hamba kebenaran kemudian Tuhan angkat lagi menjadi sahabat-Nya sehingga kita dapat mengerti apa yang menjadi tujuan dan rencana Tuhan di dunia dan menjadikan kita punya semangat dan dengan segenap hati mengerjakan pekerjaan-Nya (lihat Yoh. 15:16; Ef. 2:8-10). Rencana Tuhan membuat kita mengerti dan memahami hal-hal berikut ini, yaitu: 1. Rencana Allah menggambarkan sifat Allah yang teratur. Adalah wajar jikalau manusia ketika mengerjakan sesuatu, hasilnya berantakan. Tuhan kita bukan Tuhan yang sembarangan, Tuhan kita adalah Tuhan yang tertib dan teratur sehingga Ia ingin segala sesuatunya juga berjalan tertib dan teratur sehingga dalam hal beribadah dan melayani pun harus tertib dan teratur. Keteraturan menunjukkan segala sesuatunya tidak dikerjakan dengan sembarangan melainkan dengan suatu keseriusan dan kesungguhan hati. 304 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 2. Rencana Allah membuat kita mengerti bahwa dalam setiap pekerjaan Allah pasti ada titik akhir yang ingin dicapai. Allah kita adalah Allah yang berencana dan setiap rencana-Nya dikerjakan dengan sangat tepat menuju kepada kejelasan tujuan dan maksud Tuhan. Tuhan mencipta manusia ada tujuan dan maksud yang ingin digenapi, yaitu untuk memuliakan Dia. 3. Rencana Allah menggambarkan sifat Allah yang efisien dan efektif. Tuhan mencipta seluruh alam semesta beserta isinya dikerjakan dengan sangat efisien dan efektif, di mana setiap bagian dikerjakan dengan tepat. Berbeda dengan manusia yang seringkali ketika mengerjakan sesuatu selalu ditunda-tunda karena memegang prinsip toh masih ada hari esok. Coba bayangkan, kalau Tuhan mencipta manusia pada hari pertama, maka manusia pasti mati; karena situasi dunia masih kacau balau, tidak ada waktu, tidak ada makanan. Puji Tuhan, Allah kita Allah yang tertib dan teratur dan juga punya kejelasan maksud dan tujuan penciptaan sehingga Tuhan sediakan taman Eden. Hal ini menunjukkan, Tuhan telah memilih kita di dalam kekekalan dan Tuhan sudah persiapkan pekerjaan baik untuk kita garap. 4. Rencana Allah menggambarkan sifat Allah yang konsisten dan berintegritas. Tuhan tidak pernah berubah dan tidak pernah memutarbalikkan fakta dalam setiap perkataan-Nya. Coba bayangkan, kalau Allah kita tidak konsisten; hari ini Allah berkata, ”Percaya Yesus maka engkau akan selamat” tapi besok Allah berkata,”Percaya Yesus maka engkau tidak akan selamat.” Bagaimana nasib kita? Masih dapatkah kita percaya? Puji Tuhan, Allah kita, Allah yang konsisten bahkan sejak dari Kejadian sampai Wahyu Tuhan menepati janji-Nya. Salah satu aspek yang menyulitkan dalam doktrin predestinasi, yaitu kita salah dalam mengerti rencana Allah atau rencana saya. Manusia beranggapan, doktrin predestinasi adalah Tuhan memilih, supaya saya diselamatkan. Idenya hanya soal selamat atau tidak selamat (human purpose). Manusia tidak mengerti tujuan kenapa Tuhan memilih? Kalau Tuhan memilih supaya selamat maka hal ini akan menimbulkan rasa iri karena kalau saya dipilih lalu kenapa saudara dan kerabat saya tidak dipilih? Padahal, tujuan dan maksud pemilihan adalah supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (Yoh. 15:16) dan untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup didalamnya (Ef. 2:10) Predestinasi berbicara tentang God has a plan not man has a plan. John Calvin, mempertegas kerangka doktrin predestinasi harus diletakkan pada bagaimana kita seharusnya mengerti bahwa kita sebenarnya adalah seorang hamba sehingga kita punya kerinduan untuk mau mengerti apa rencana Tuhan di dalam hidup kita. Marilah kita lepaskan semangat egoisme kita di mana kita hanya sekedar mencari keselamatan untuk diri kita sendiri. Biarlah mulai hari ini, kita selalu bergumul, mengerti apa yang menjadi tujuan dan maksud Tuhan memilih kita. Kalau kita mengerti tujuan dan maksud Tuhan memilih kita maka seharusnya : 1. Hati yang penuh dengan ucapan syukur atas kasih karunia Tuhan. Tuhan sudah memilih kita di antara berjuta-juta manusia. Siapakah kita sehingga Tuhan pakai kita untuk turut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan yang begitu agung? Banyak orang lain yang lebih hebat dari kita tapi kenapa Tuhan mau pakai kita? Biarlah hal itu menyadarkan kita bahwa itu semua bukan karena 305 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 kehebatan kita tapi karena anugerah. Cara Tuhan bekerja dengan cara manusia bekerja sangat berlawanan. Kalau kita kerja di dunia, kita melakukan jasa terlebih dahulu, setelah itu kita mendapat upah. Berbeda dengan Tuhan; Tuhan membayar kita terlebih dahulu, yaitu dengan darah-Nya setelah itu kita disuruh bekerja melakukan pekerjaan baik yang Tuhan sudah persiapkan. Apa yang akan kita lakukan jika kita diberi upah Rp. 1milyar/bulan lalu kita disuruh bekerja ngepel ruangan 10 x 10 m. Kalau kita masih punya hati nurani maka kita pasti akan bingung memikirkan cara yang terbaik untuk mengepel ruangan tersebut yang equal dengan Rp. 1 milyar, bukan? dan kita pasti akan mengerjakannya dengan kesungguhan hati. Tuhan membayar kita bukan dengan emas dan perak tapi dengan harga yang sangat mahal, yaitu dengan nyawa-Nya. Sudahkah kita melakukan pekerjaan Tuhan dengan penuh ucapan syukur dan kesungguhan hati? 2. Membuat hidup kita mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Setiap saat dalam hidup kita hendaklah kita selalu bergumul, mencari dan mengerti apa yang menjadi rencana Tuhan di dunia dan Tuhan mau pakai kita untuk menggenapkan rencana-Nya. Dunia semakin hari semakin tidak menentu tapi biarlah kita sebagai anak Tuhan tidak ikut arus dunia. Tuhan sudah berinisiatif memilih kita dan Tuhan pasti punya rencana yang sudah dipersiapkan-Nya sejak dari kekekalan untuk umat pilihan-Nya. Jika kita berjalan dalam rencana-Nya, maka itu yang terbaik bagi kita; membuat hidup kita lebih dinamis karena kita berada dalam pimpinan-Nya. Jika kita berjalan keluar dari rencana Allah dapat dipastikan hidup kita akan hancur. Mana lebih bahagia, hidup dengan tahu jelas pimpinan Tuhan atau hidup di luar rencanaNya? 3. Membuat kita mempunyai konsep nilai yang tertinggi dalam hidup kita. Kita akan bersemangat dan bermotivasi kalau sesuatu yang kita kerjakan bernilai tinggi, bukan? Jangan malu jika engkau menjadi pekerja Tuhan di tengah dunia! Justru, pekerjaan Tuhan adalah suatu pekerjaan agung yang bernilai tinggi dibandingkan dengan pekerjaan dunia yang tidak berarti apa-apa. Kita menjadi bernilai karena Tuhan yang telah memilih. Tuhan pilih kita bukan karena kehebatan kita; di dunia banyak orang yang lebih hebat dari kita tapi satu hal Tuhan tidak pilih mereka, justru Tuhan pilih engkau dan saya. Kenapa? Tuhan punya rencana, maksud dan tujuan dan Dia mau pakai kita untuk menggarap pekerjaan Tuhan. Ingat, jangan meletakkan nilai kita pada hal-hal yang tidak perlu. Jangan gantungkan nilai hidupmu pada opini orang lain. Predestinasi harusnya membuat kita lebih bersyukur, karena Tuhan telah pilih kita manusia yang tidak bernilai untuk melakukan pekerjaan Tuhan yang bernilai. Tuhan memakai kita yang jelek, yang lemah, dan yang bodoh ini sehingga di tangan-Nya, sang Master kita menjadi luar biasa. Predestinasi seharusnya tidak menjadi ajang perdebatan tapi predestinasi adalah pengajaran yang mengharuskan kita untuk lebih setia, lebih bersyukur, tunduk menjalankan kehendak-Nya. Di tengahtengah dunia yang kacau ini, kalau Tuhan telah memilih kita, berarti Tuhan punya rencana agung yang ingin digenapkan dalam diri setiap kita. Hal ini seharusnya membuat kita bertanya apa yang harus kuperbuat bagi-Mu, Tuhan? 306 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Bagian ketiga Tuhan telah memilih (to elect) dan menetapkan (to predestine) sehingga kita bisa menjadi anak-Nya itu bukan karena kemampuan atau kekuatan kita tapi semata-mata hanya karena anugerah, pemberian Allah (Ef. 2:810). Puji Tuhan, Dia telah memberikan pencerahan sehingga kita dapat mengerti natur, dignity sebagai manusia yang dicipta sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Kalau bukan Tuhan yang bekerja, manusia tidak akan dapat mengerti. Karena selama ini hati kita telah mati, dibelenggu dan dirasuk setan, sehingga segala pikiran, keberadaan dan emosi kita dikuasai oleh iblis. Kembalinya manusia pada natur yang sesungguhnya adalah implikasi dari predestinasi. 1. Predestinasi seolah-olah membolehkan kita untuk berbuat dosa dengan seenaknya. Karena Tuhan sudah menetapkan maka kita pasti masuk surga, keselamatan kita tidak dapat hilang. Konsep ini muncul karena sifat manusia yang egois, pelampiasan nafsu duniaiwi belaka, dan menunjukkan jiwa manusia yang berdosa. 2. Predestinasi membuat manusia berpikir bahwa Tuhan tidak adil. Tuhan telah pilih saya kenapa orang lain tidak? Konsep adil hanya sesuai dengan konsep dia sendiri. Orang Kristen kalau mengerti predestinasi hanya dikaitkan dengan keselamatan, jiwa mau mendapat keenakan surga maka itu akan menjadikan orang Kristen menjadi malas, tidak mau mengerjakan tugas sebagai sahabat Tuhan, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu tetap (ay. 16b). 3. Manusia berpikir jika kita telah dipilih maka sebagai umat pilihan, kita tidak akan menderita, tidak akan celaka, dan lain-lain. Justru tokoh-tokoh Alkitab membuktikan orang yang setia mengalami penderitaan, seperti Stefanus, Paulus, bahkan Tuhan Yesus, pemilik alam semesta pun menderita. Seharusnya kita tidak berhak tahu apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan karena status kita hanya budak tapi Tuhan telah mengangkat kita menjadi sahabat-Nya sehingga kita dapat mengerti mengapa dan untuk apa Tuhan memilih aku? Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (ay. 16a). Manusia sulit mengakui Dia sebagai Tuhan, Lord of lords, Tuan segala tuan. Mengakui Tuhan sebagai Lord berarti: 1. Kita mengakui diri kita adalah hamba dan hal ini sangat bertentangan dengan keinginan manusia yang ingin menjadi Tuan dan berotoritas. Manusia tidak mau mengakui oknum lain sebagai tuan karena itu berarti dia harus tunduk di bawah otoritas orang lain. Adalah suatu anugerah kalau manusia dapat menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan dan bergantung pada Tuhan, Lord of lords. 2. Menunjukkan sifat manusia yang berdosa. Sebenarnya manusia sangat menyadari kalau dirinya berdosa apalagi jika dihubungkan dengan relasinya bersama Tuhan. Tetapi manusia seringkali menutup mata terhadap realita negatif yang ada; tidak peduli dengan keadaan sekitar, acuh tak acuh. Hal ini akan membuat kita terjerumus; kita akan kehilangan kepekaan. Manusia pasti mati, itulah kenyataan menunjukkan dunia berdosa. Manusia lebih suka dibohongi; demi memuaskan egoisme diri, manusia lebih suka dipuji meskipun sifatnya bohong belaka daripada dikritik meskipun itu kebenaran dan bersifat membangun. 307 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Doktrin predestinasi penting, karena Tuhan ingin menyatakan kembali bagaimana seharusnya kita hidup sebagai manusia sejati, yang sesuai dengan gambar dan rupa Allah. Manusia telah kehilangan natur aslinya, tidak sesuai dengan apa yang menjadi rencana dan kehendak Tuhan karena manusia sudah jatuh dan dicengkeram dosa. Alkitab ingin mengembalikan kita untuk kembali melihat kepada true reality. Karena dengan begitu kita dapat kembali pada kondisi proprosional sehingga kita tahu apa yang menjadi kepositifan dan kenegatifan kita lalu bagaimana kita menganulir kenegatifan dan belajar bagaimana kita mengurangi aspek negatif kita dan mengembangkan kepositifan yang ada pada diri kita. Predestinasi bukan meniadakan konsep dosa tapi predestinasi justru membuka realita bahwa kita adalah manusia berdosa dan kita tidak punya kekuatan untuk memilih Tuhan. Setiap tindakan Allah pasti punya tujuan, purposefull, berbeda dengan manusia yang seringkali absent minded, tindakan yang dilakukan di bawah kesadaran. Kalau bukan Tuhan sendiri yang menyatakan diri-Nya, manusia tidak mungkin mengerti apa yang menjadi isi hati Tuhan karena sifat manusia sangat terbatas. Untuk mengerti isi hati orang lain saja kita mengalami kesulitan apalagi mau mengerti isi hati Tuhan, pencipta alam semesta. Aku tidak menyebut kamu lagi kita hamba, sebab hamba tidak tahu apa yang diperbuat oleh tuannya (ay. 15a) tapi Tuhan telah mengangkat kita menjadi sahabat-Nya sehingga kita dapat mengerti segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku (ay. 15b). Hal ini seharusnya membuat kita bersyukur karena di antara berjuta-juta umat siapakah saya sehingga Tuhan telah memilih dan menetapkan kita? 1. Tuhan mempunyai tujuan atas kita, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (ay. 16b). Manusia ketika mau menciptakan sesuatu (misal: pena) pasti punya tujuan dan hasil akhirnya digunakan untuk pencipta. Maka Tuhan mempunyai tujuan ketika mencipta manusia, yaitu to glorify Him and enjoyed Him. Sangatlah disayangkan, manusia yang telah dicipta menurut gambar dan rupa Allah; yang berarti punya potensi turunan, derivative potential, melawan penciptanya. Ironis sekaligus menakutkan! Tuhan Allah memberi perintah ini kepada manusia: “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan…tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.” (Kej. 2:16-17) Tuhan memberikan kepada manusia suatu kehendak bebas dan tidak menjadikan manusia seperti robot. Akan tetapi, manusia dengan akal budi, mind-nya berani melawan Tuhan dan tidak taat perintah. 2. Tuhan memberikan nilai/makna pada ciptaanNya dan Tuhan menguji hasil kerja ciptaan-Nya. Ketika Tuhan mencipta manusia, Dia ingin kita hidup tidak hanya sekedar menjalankan hidup; karena jika demikian manusia tidak beda dengan binatang; tapi Tuhan ingin hidup kita penuh dengan makna. Siapa yang berhak menentukan makna hidup kita? Manusiakah? Kalau kita menyerahkan nilai hidup kita pada manusia maka celakalah kita. Manusia akan menentukan tujuan dan nilai hidup kita terlalu tinggi atau terlalu rendah. Sebagai contoh, banyak anak-anak usia sekolah mengalami depresi karena orang tua terlalu memaksakan keinginannya hanya demi menjaga harga diri orang tua. Kalau kemampuan kita tinggi tapi kita 308 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 diberi kapasitas kecil maka kita akan menjadi malas. Harusnya kita menempatkan diri pada posisi yang tepat. Seorang manusia sejati jika tidak mempunyai makna hidup maka hidupnya akan menjadi tidak berarti dan sia-sia; lalu apa bedanya manusia dengan binatang? Hidup kita akan menjadi lebih bermakna jika kita tahu apa yang menjadi rencana dan tujuan-Nya; dan menggenapkan rencana-Nya. Siapa yang berhak menentukan nilai/makna hidup kita? Allah atau manusia? Kalau diri sendiri yang menetapkan makna hidup lalu diri sendiri yang menjalankannya, apakah itu berarti hidup kita jadi lebih bermakna? Tidak! Karena siapa yang akan memberi penghargaan pada kita? Kita akan merasa puas dan memperoleh penghargaan dengan nilai tertinggi ketika Tuhan berkata: “Baik sekali perbuatanmu itu hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam hal kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam hal besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mat. 25:21) Apakah melakukan pekerjaan baik yang dimaksud dalam Ef. 2:10 hanya dalam hal rohani saja? Tidak! Tapi dalam berbagai bidang dan dalam berbagai profesi, yaitu supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap (ay. 16b). Buah yang bersifat kekal. Predestinasi jangan dipakai untuk mempermainkan Tuhan atau untuk memperdebatkan teologi Kristen. Predestinasi justru mengingatkan kita kembali akan apa arti dan makna hidupku. Hidup kita seharusnya menjadi lebih bermakna dibandingkan dengan orang-orang dunia yang tidak mengenal Tuhan. Kalau kita sama dengan orang dunia lalu apa implikasinya terhadap predestinasi, pemilihan Tuhan? Mulai sekarang, hendaknya kita mulai menggumulkan apa yang menjadi makna hidup yang telah ditetapkan Tuhan bagiku. Jangan sia-siakan hidupmu karena manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi (Ibr. 9:27). Jangan pernah berpikir untuk bereinkarnasi. Moralitas dunia semakin hari semakin merosot sehingga menurut teori reinkarnasi pertumbuhan manusia seharusnya semakin berkurang tapi justru sebaliknya pertumbuhan manusia di dunia semakin bertambah banyak. Atau adakah binatang yang bermoral sehingga dapat dilahirkan kembali menjadi manusia? Siapa yang berhak menilai suatu oknum bisa naik atau turun? Berpikirlah seolah-olah hari ini anda hidup untuk yang terakhir kali; seolah-olah tidak ada kereta yang akan lewat esok hari! Ingat, kalau Tuhan sudah memilih (to elect) dan menetapkan (to predestine) kita sehingga kita dapat menjadi sahabat-Nya berarti ada pekerjaan baik yang telah ditetapkan Tuhan untuk kita kerjakan. Siapakah saya? Mengapa saya? Dan mau ke mana saya? Pertanyaan yang harus kita gumulkan sepanjang kita hidup mengikut Tuhan. Bagian keempat Dalam injil Yohanes 15 terdapat pengajaran doktrin yang sangat penting, yaitu doktrin predestinasi dan ironisnya manusia tidak menyukai doktrin ini. Karena doktrin predestinasi menuntut manusia untuk tunduk di bawah kedaulatan Tuhan, taat perintah-Nya dan menjalankan kehendak-Nya. Tuhan telah memilih dan menetapkan kita supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap… (ay.16). Kalimat ini diucapkan oleh Kristus sendiri dan hal ini seharusnya membuat kita bersyukur atas anugerah Tuhan. 309 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta Tuhan dengan akal budi sehingga manusia dapat berpikir, berencana, dan merancang masa depannya. Seorang manusia barulah dikatakan sebagai manusia sejati saat dia menjalankan hidupnya dengan penuh makna. Apabila manusia menjalankan hidupnya tanpa ada makna maka hidup akan menjadi tidak berarti lagi dan akhirnya manusia akan binasa. Hal ini sangat disadari oleh setiap manusia. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah seluruh makna hidup manusia tersebut dikaitkan ke mana? Dan pada siapa? Manusia seringkali tidak mengerti akan arti esensi hidup dan ketika mereka disadarkan akan arti esensi hidup yang sesungguhnya, yakni hidup yang bermakna hanya ada dalam Tuhan; justru mereka menganggap hal ini sebagai suatu kebodohan. Hal ini banyak kita jumpai pada masyarakat Jepang. The Japanese People have lost everything and they shift to another religion because the true religion for them is money (artikel di majalah Times). Semua usaha, pemikiran, dan seluruh perjuangan hidup mereka hanya diabdikan pada uang semata sehingga seiring dengan hilangnya uang maka hidup mereka pun ikut berakhir pula. Mereka menganggap dengan bekerja keras akan membuat hidup menjadi sukses. Mereka telah gagal mengerti esensi hidup yang sesungguhnya. Istilah agama yang dimaksud di atas adalah semua hal yang menjadi kepercayaan. Lalu apakah orang Kristen itu beragama Kristen, beriman Kristen? Apakah Kristus yang menjadi inti iman kita? Ingat, ketika iman Kristen sudah menjadi inti kepercayaan kita maka kita harus berkomitmen dan Kristus akan memimpin kita masuk dalam rencana-Nya; di sanalah kita akan mengerti arti makna hidup sesungguhnya. Kalau sekarang kita dapat mengenal dan mengikut Kristus; kita menjadi umat yang dipilih Tuhan, itu bukan karena jasa kita tapi itu semua semata-mata hanya karena anugerah. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap… (Yoh. 15:16a). Tanpa anugerah Tuhan, kita tidak dapat mengerti inti iman yang sejati karena untuk mengerti hal itu diperlukan suatu pendobrakan paradigma yang besar; di tengah-tengah dunia yang berdosa, di mana manusia sudah menjadi humanis materialis, untuk mengubah paradigma seseorang tidaklah mudah. Dosa telah mencengkeram dunia dan sulit untuk melepaskannya sehingga manusia menjadi terikat dengan kuasa dosa. Sebagai contoh, seorang penjudi sangat mengerti dan tahu kalau perbuatan judi itu dosa tetapi mereka telah terikat dan sulit untuk melepaskannya. Mereka tidak mengerti esensi hidup sehingga mereka membuang setiap detik waktu yang dianugerahkan Tuhan dengan percuma. Bagaimana dengan hidup kita? Apakah yang kita kerjakan bernilai tinggi? Siapa yang menjadi penentu nilaimu? Ingat, kita tidak berhak menentukan nilai! Manusia berdosa tidak bisa dan tidak berhak untuk memilih karena manusia tidak mempunyai mempunyai kemampuan dan kapasitas memilih. Untuk dapat mengerti doktrin predestinasi, kita harus mulai dengan asumsi imposibility; karena manusia yang terbatas, kita tidak akan dapat mengerti doktrin predestinasi. Manusia adalah makhluk berdosa dan telah dibelenggu dosa maka dia pasti melakukan perbuatan dosa sehingga dia tidak akan dapat melihat kebenaran. Oleh sebab itu, mustahil apabila manusia dapat memilih Tuhan; semua hanya karena anugerah kalau kita dapat menjadi umat-Nya. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu… (ay.16a). Kalimat auris tense ini, menunjukkan suatu penetapan yang bersifat kekal. Supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap… kalimat ini menyadarkan kita, yaitu ada suatu kehidupan yang 310 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 baru dimulai. Sebab hidup kita sebelumnya telah dicengkeram maut dan Tuhan menyadarkan kita bahwa Tuhan telah memilih kita di antara berjuta-juta manusia untuk pergi menghasilkan buah yang tetap. Dalam Alkitab, kata “buah”, fruit berasal dari kata καρπως, karphos, merupakan gambaran yang menunjukkan kondisi kita yang sebenarnya, yaitu kondisi positif dan negatif. Pertama, pohon yang mati berarti pohon tersebut tidak dapat bertumbuh dan menghasilkan buah. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya… ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar (Yoh. 15:2,6). Kedua, pohon yang baik pasti menghasilkan buah yang baik pula; dari buahnya kita dapat melihat pohonnya. Kita berada pada kondisi yang mana? Apakah selama ini kita mengerjakan sesuatu yang bernilai tinggi? Jangan sampai kita mengerjakan sesuatu yang kita anggap bernilai tapi akhirnya dibuang lalu dibakar. Bukankah hidup menjadi bermakna bila seluruh yang kita kerjakan ada hasilnya? Bayangkan, bila segala sesuatu yang kita kerjakan dengan perjuangan yang keras tapi tidak menghasilkan apa-apa maka pasti hidup yang kita jalani menjadi tidak bersemangat. Hati-hati dengan positif thinkers yang mengajarkan pada kita untuk selalu berpikir positif, yaitu segala sesuatu yang kita kerjakan sekarang pasti akan ada hasil di kemudian hari padahal itu semua hanya bohong belaka; keadaan yang sesungguhnya tidak ada hasil sama sekali. Semua yang kita kerjakan di dunia apabila belum diberikan meaning dengan tepat maka semua yang kita kerjakan bernilai nol. Seperti kata Pengkotbah, “Segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari? (Pkh.1:2,3). Manusia seringkali terlambat menyadarinya, saat menghadapi kematian mereka baru menyadari, yaitu manusia mati tidak dapat membawa apa-apa. Hidup yang bermakna hanya ada dalam Tuhan, yaitu ketika Tuhan telah memilih dan menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah. Tuhan sudah memberikan potensi dengan possibility pada kita sehingga makna hidup menjadi real. Makna hidup yang real adalah ketika kita memikirkan kembali apa yang menjadi rencana Tuhan dan apa yang Tuhan ingin saya lakukan untuk menggenapkan rencana-Nya? Buah apa dan buah yang bagaimanakah yang harus saya hasilkan? Ingat, buah tersebut haruslah bersifat kekal dan tetap. Kehidupan orang-orang Kristen haruslah hidup yang penuh dengan buah, fruitfull. Alkitab menggambarkan pohon anggur supaya menghasilkan buah yang banyak maka setiap rantingnya harus dibersihkan (Yoh. 15:2). Jadi, sebatang pohon dikatakan berhasil apabila menghasilkan buah yang banyak baik secara kuantitas maupun kualitas dan kedua hal ini tidak boleh dipisahkan. Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya dan kita, umat pilihan-Nya sebagai penghasil buah. Apakah hidup anda sudah menghasilkan buah yang sama dengan pohonnya? Ingat, waktu kita tidak banyak lagi; jadi, jangan buang waktumu dengan percuma karena Tuhan ingin setiap waktu yang kita lalui penuh dengan makna dan menghasilkan buah. Buah yang sesuai dengan standar Tuhan. Manusia kadang berpikir segala sesuatu yang dikerjakan sudah terbaik dan menghasilkan buah tapi manusia lupa bahwa standar ukuran yang menentukan baik atau tidaknya bukan diri kita sendiri melainkan Tuhan. Manusia berdosa tidak berhak memberi nilai. Memang siapakah manusia sehingga layak menilai baik/buruknya pekerjaan kita? Hanya Tuhan yang berhak dan layak memberi dan yang menentukan nilai. Kalau kita telah dipilih menjadi sahabat Allah, biarlah hal itu menjadikan kita berbeda dari dunia. Ketika kita mengerjakan pekerjaan Tuhan kita mengerjakannya dengan serius bahkan dua kali lebih baik atau lebih dari yang dunia kerjakan. 311 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Siapakah kita sehingga Tuhan mau mati buat kita? Tuhan ingin supaya kita yang telah memperoleh anugerah keselamatan dapat menyatakan maksud dan tujuan Tuhan ketika Tuhan mencipta manusia pertama kali, yaitu how to be human being? Bagaimana menjadi manusia sejati? 1. Buah merupakan bukti hidup. Sebatang pohon yang mati pasti tidak berbuah begitu juga kalau kita berada di luar Kristus berarti kita belum memperoleh hidup kekal maka pastilah kita tidak bisa berbuah. Ketika buah itu keluar, hal itu membuktikan ada tanda kehidupan. Jadi kalau Tuhan berkata, ”Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak..” (Yoh. 15:5), hal itu merupakan syarat awal agar kita dapat berbuah maka Tuhan harus menyelamatkan kita terlebih dahulu. Tapi ingat, keselamatan bukanlah tujuan utama, keselamatan hanyalah sarana untuk kita dihidupkan kembali dan menghasilkan buah. Lalu bagaimana dengan anda? Apakah anda berada pada kondisi yang mati atau hidup? Ingat, anugerah Tuhan datang secara pribadi pada setiap kita. Orang lain tidak dapat menolong dan menyelamatkan kita dari hukuman kekal. Puji Tuhan, kalau kita dapat mendengar injil keselamatan dan anugerah keselamatan datang pada kita. Buah, membuktikan kita hidup; sudahkah anda menghasilkan buah-buah itu? 2. Buah menggambarkan kesamaan natur. Pohon mangga pasti keluar buah mangga tidak mungkin keluar buah dengan varian yang lain sehingga dari buahnyalah kita tahu pohonnya. Alkitab menggunakan istilah buah bukan produk karena produk bukan hasil dan bukan natur; produk bisa dihasilkan tanpa harus menyamakan natur. Contoh, mesin yang memproduksi sebuah sepatu, apakah itu berarti mesin harus sebuah sepatu? Tidak, bukan? Hasil produksi dengan pemroduksi bukanlah natur yang sama tapi kalau buah yang keluar harus dari natur yang sama, harus sama dengan pohonnya. Gambaran ini mau menunjukkan bahwa dalam dunia pelayanan, yang menjadi point bukanlah hasil produksi pelayanan tapi buahnya. Banyak orang mencampuradukkan antara hasil buah dengan produksi pelayanan. Ingat, hasil produksi pelayanan tidak sama dengan buah. Seperti ketika saya memproduksi sebuah buku maka buku tersebut bukanlah buah. Akan tetapi kalau buku tersebut dibaca oleh orang dan menjadi berkat serta orang yang membacanya dapat bertumbuh dalam iman, yaitu menghasilkan buah maka itulah arti buah yang sesungguhnya. Jangan biarkan hidup anda menghasilkan hal yang mati lalu anda puas dan menganggap itu sebagai buah. Tidak! Itu produk bukan buah yang sesuai natur, yaitu sesuai natur Kristus. Tuhan ingin kita menghasilkan buah yang berkualitas, sesuai dengan standar Tuhan. Jadi, di manapun dan apapun profesi kita marilah kita menghasilkan buah yang dapat dilihat dan menjadi berkat bagi orang lain dan mereka dapat mengenal Kristus. 3. Buah merupakan potensi untuk ber-reproduksi. Buah harus bisa menghidupkan dan menghasilkan buah lagi. Sebagai contoh, buah mangga ditanam maka akan menghasilkan pohon mangga dan seterusnya. Kalau kita mengerti hal ini maka sikap, perilaku kita dan cara berpikir kita akan berbeda dengan dunia. Produksi merupakan hasil dari sistem sedangkan buah bukan 312 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 hasil dari sistem tapi buah adalah limpahan hidup. Di manakah kita dapat menghasilkan buah? Dunia pendidikan merupakan sarana di mana kita dapat menanamkan iman Kristen sedini mungkin. Di tengah situasi sulit, orang Kristen harus berani menyatakan identitasnya dan berani tampil beda. Hidup di dunia sangat singkat dan sementara oleh sebab itu jangan sia-siakan hidupmu; tapi isilah hidup ini dengan sesuatu yang bermakna. Bagian kelima Injil Yoh. 15:16 seringkali di salah mengerti dan hanya digunakan demi untuk memuaskan egoisme dan dengan ayat ini pula manusia berdosa memposisikan diri lebih tinggi dari Tuhan. Mereka mempunyai konsep kalau ayat ini merupakan janji Tuhan dan kita berhak menuntut janji tersebut padahal terjemahan asli (Yunani) berbunyi, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buah itu menempel dengan tetap dan setia sehingga apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, Bapa boleh berkenan memberikannya kepadamu.” Kata “supaya” berasal dari bahasa Yunani “hina” yang similar dengan kata “sehingga”. Meskipun demikian masih bisa terjadi kesalahan dalam penafsiran. Sehingga apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu mempunyai pengertian Allah tidak hanya sekedar memberi tetapi kalimat itu mau menegaskan Dia berkenan memberi; jadi hanya yang sesuai dengan perkenanan Bapa di surga. 1. kalimat yang berada di belakang “supaya” merujuk pada tujuan Tuhan kenapa memilih kita, yaitu membuat kita menghasilkan buah supaya apapun yang kita minta pada Bapa maka Bapa pasti akan memberikannya. Pemikiran ini muncul karena sikap egoisme manusia yang berdosa; yang hanya bisa meminta dan meminta demi untuk memuaskan diri. Padahal ay. 16 berorientasi dan berpusat pada Allah tapi manusia berdosa melihat dan mengorientasikan ayat tersebut ke diri sendiri; semua dari manusia, untuk manusia dan oleh manusia. Tuhan berbuat apapun adalah demi untuk kepentingan manusia semata dan hasil akhirnya untuk manusia; Tuhan hanya sebagai alat dan semua tindakan Allah hanya sebagai sarana. Konsep inilah yang mendasari teologi sukses di mana tujuan predestinasi telah diselewengkan. Ayat 16 penekanannya terletak pada perkenanan hati Tuhan; hanya permintaan yang berkenan di hati Tuhan yang akan dikabulkan. Lalu permintaan seperti apakah yang berkenan di hati Tuhan? Kalau hati dan pikiran kita menyatu pada Kristus maka permintaan kita akan terkontrol, selektif dan tepat; kita semakin peka akan apa yang menjadi kehendak Tuhan dan Bapa semakin berkenan terhadap permintaan kita. Pengertian meminta dan perkenanan sangat berkaitan erat. Kalau kita meminta mesti diberi maka itu bukan meminta tapi menuntut; lalu posisi akan terbalik saya, pihak yang meminta menjadi lebih berotoritas dibanding Tuhan sebagai pihak pemberi. 2. supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku dianggap sebagai suatu konklusi, hak bagi setiap orang yang sudah menjalankan perintah Tuhan. Kalimat ini bukan hukum sebab akibat di mana posisi kita berada lebih tinggi dari Tuhan, yaitu kalau saya sudah melayani Tuhan maka Tuhan harus menuruti semua permintaanku. Bukankah hal ini sering kita temui pada mereka yang sudah aktif melayani Tuhan selama bertahun-tahun, merasa diri sudah menghasilkan buah sehingga merasa diri punya hak untuk menuntut. Namun benarkah buah yang dihasilkan adalah buah yang sejati? Siapa yang berhak memberi penilaian tersebut? 313 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Ingat, aktif melayani tidak sama dengan menghasilkan buah. Kalau Tuhan mengabulkan permintaan kita maka itu hanya efek yang bisa terjadi tapi juga tidak terjadi. Pada prinsipnya, efek tersebut harus membuat kita makin serupa Kristus. Di sinilah pentingnya teologi Reformed menekankan pentingnya Kedaulatan Allah di mana manusia yang harus mencocokkan diri masuk dalam kehendak Allah dan perkenanan Tuhan. 1. Membuktikan kalau kebutuhan kita tak pernah tercukupkan. Manusia seharusnya memiliki kesadaran bahwa manusia tidak mampu mencukupkan diri sendiri, orang yang berada pada keadaan “melarat” dalam arti insufficient. Manusia tidak dapat mencukupkan kebutuhannya sendiri, self sufficient maka dibutuhkan pihak ketiga yang dapat memenuhi segala kebutuhan kita, yaitu Bapa di dalam Tuhan Yesus. Adalah anugerah kalau kita dapat menyadari akan keadaan kita yang insufficient. Tuhan ingin agar apa yang kau minta dalam nama-Ku, yaitu harus sesuai dengan perkenanan dan kehendak Tuhan dan pada saat yang sama kita berada dalam proses pembentukan Tuhan di mana kita dapat merasakan kuasa Tuhan yang bekerja, cara Tuhan yang ajaib ketika Dia membentuk kita untuk semakin serupa dengan Dia. Ingat, kalau kita dapat melakukan pekerjaan Tuhan dengan baik, itu bukan karena kepandaian atau kekuatan kita tapi semata-mata karena Tuhan yang memampukan. Hati-hati dengan pengajaran New Age Movement yang mengatakan manusia dapat melakukan apa saja dengan kekuatannya yang unlimited. Manusia tidak menyadari ada kuasa yang lebih besar yang memegang kendali hidup manusia, sampai Tuhan “mempermainkan” manusia dengan barang yang kecil (virus SARS). Hal ini membuktikan siapa lebih hebat Tuhan atau manusia? Biarlah kita semakin disadarkan bahwa setiap manusia membutuhkan Tuhan, semakin membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang lemah dan manusia butuh kekuatan dari Tuhan. Kita harus mempunyai sikap yang rendah hati; kalau kita dapat melewati hidup hari demi hari itu adalah karena anugerah. Dan hendaklah kita boleh menghasilkan buah yang tetap dan ingat, Tuhan yang memberikan kepada kita kekuatan untuk dapat menghasilkan buah karena Allah adalah Allah yang cukup dalam diri-Nya sendiri sedangkan manusia adalah makhluk yang papah, yang selalu bergantung pada Tuhan. 2. Menggambarkan adanya suatu relasi yang intim antara si peminta dan si pemberi. Minta kepada kepada Bapa dalam nama Yesus, menyadarkan bahwa kita berada dalam keadaan yang insufficient dan kita harus mempunyai relasi kepada yang sufficient. Kita tahu dalam diri manusia terdapat sense of divinity, yaitu ada suatu perasaan, kekosongan dalam hati yang membutuhkan Tuhan, butuh sesuatu untuk dapat dijadikan sandaran hidup. Hal ini dicetuskan oleh Augustinus, bapak gereja dan ditegaskan pula oleh John Calvin dalam teologi Reformed. Manusia butuh Tuhan sehingga kalau kita tidak kembali pada pengertian yang benar maka celakalah kita. Kita akan mudah diombang-ambingkan dengan rupa-rupa pengajaran sesat, seperti pertanyaan ini yang seringkali kita jumpai, yaitu apakah Allah-nya orang Kristen sama dengan Allah di agama lain? Jawabannya tidak sama, karena Allah orang Kristen menyatakan diri-Nya secara tepat dan ini yang membuat Allah kita berbeda dengan Allah agama lain. Apakah setiap orang yang menyebut nama Allah selalu menunjuk pada 314 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 oknum tunggal tertentu? Lalu apakah setiap orang yang bernama Sutjipto selalu menunjuk pada orang yang sama? Tidak, bukan? Setiap permintaan harus ditujukan kepada Bapa dalam nama Yesus karena Bapa sebagai sumber lalu prosedur memintanya dalam nama Yesus. Kenapa? Alkitab menegaskan, urutan ordo yang benar adalah Bapa, Anak, Roh Kudus dan otoritas tertinggi berada di tangan Bapa. Yesus tidak pernah melakukan apapun dari diri-Nya sendiri hanya yang Bapa perintah dan hanya yang menjadi kehendak Bapa itulah yang Yesus lakukan (Luk. 22:42). Relasi kita dengan Allah Tritunggal adalah gambaran relatif, di mana ketika kita minta sesuatu kita tahu pada Allah yang mana? Yaitu Allah dalam nama Yesus Kristus sebab Kristus sendiri yang mengajarkan kita dapat mengenal Bapa melalui Kristus yang telah berinkarnasi (Yoh. 8:19b). Saat kita berada jauh dari Kristus maka kita akan berada jauh dari Allah; kita tidak peka pada apa yang menjadi kehendak Allah. Maka setiap kita harus membangun relasi yang benar di dalam Tuhan, berakar kuat, bertumbuh dan berbuah. Jikalau relasi kita dengan Tuhan beres maka kita dapat melayani dengan penuh sukacita dan menghasilkan buah. 3. Menunjukkan adanya suatu kerelaan (willingness) si pemberi. Kita punya suatu kesadaran, meminta bukan berarti menuntut tapi berdasarkan kerelaan si pemberi. Kalaupun tidak diberi maka kita tidak boleh menuntut apalagi marah; andai diberi maka kita wajib berterima kasih. Justru keadaan yang sering kita jumpai terbalik; ketika kita diberi kesehatan, makanan cukup kita lupa untuk berterima kasih dan menganggap hal itu sebagai suatu kewajaran tapi ketika kita sedang mengalami kesulitan maka kita langsung marah dan menuduh Tuhan jahat. Terjemahan injil Yoh. 15 dapat membuat kita salah pengertian. “… supaya apa yang kamu minta kepada Bapa” seharusnya ditulis “sehingga” atau “agar kiranya Bapa boleh berkenan memberikannya kepadamu” berasal dari bahasa Yunani dŌ humin, dŌ menyatakan bentuk penyerta yang mempunyai keterkaitan penyertaan sedangkan humin menunjuk pada orang yang menjadi inti pelaku. Hal ini seharusnya menyadarkan kita, kalau Bapa berkenan memberi, itu adalah suatu anugerah karena kita sebenarnya tidak layak. Kalau Tuhan rela memberi maka seharusnya membuat kita bersyukur. Melalui pengertian ini biarlah kita sadar, hal ini merupakan perkenanan Tuhan dan hak memberi ada dalam tangan Tuhan dan manusia hanya bisa minta. Kalau Tuhan beri maka kita wajib berterima kasih tapi andai Dia tidak memberi pun maka itu sudah menjadi hak Tuhan. Kesadaran inilah yang membuat umat Tuhan mempunyai semangat pelayanan dan selalu bersyukur atas anugerah-Nya, kita dapat merasakan Tuhan yang hidup, kita dapat merasakan pengalaman yang indah bersama Tuhan. Orang Kristen bukan tidak boleh meminta tapi cara minta harus berubah, mintalah supaya Allah berkenan memberikan bagaimana kita boleh dipakai menghasilkan buah yang tepat. Doktrin predestinasi bukanlah ajang untuk berdeba tapi doktrin predestinasi membuat kita bersyukur, Tuhan telah memilih kita di antara berjuta manusia di dunia untuk pergi dan menghasilkan buah dan kita semakin peka akan isi hati Tuhan, belajar berkenan pada-Nya dan ketika kita meminta pada Bapa berkenan memberi pada kita. Ini menjadi kaitan yang begitu indah. Predestinasi juga menyadarkan kita hidup dalam kedaulatan dan pemeliharaan Allah, berjalan bersama dengan Allah yang hidup. Amin! 315 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ka as siih hd da an nb be en nc cii Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 17 18 Yohanes 15:17-19 Inilah perintah–Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain." "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu. 19 Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. K Ka assiih hK Krriissttu uss Relasi konsep tentang cinta dan benci dapat kita lihat pada ayat 17 yang berkaitan erat dengan ayat 18 di mana ayat 16 merupakan basis munculnya ayat 17. Adanya judul dalam Alkitab sangat memudahkan kita tapi di lain pihak menyulitkan kita untuk kita dapat mengerti ayat demi ayat secara kontekstualitas bahkan seringkali timbul kesalahpahaman dalam mengkontekskan ayat Alkitab. Beberapa minggu ini kita akan membicarakan kenapa Tuhan memberi perintah kasihilah seorang akan yang lain, love one another. Sebelum kita merenungkan keterkaitan antara cinta dan benci, kita harus mempunyai kesadaran bahwa kalau Tuhan telah memilih dan menetapkan kita sehingga kita bukan lagi milik dunia tapi milik Kristus, itu bukan karena inisiatif dan kekuatan kita melainkan karena anugerah saja. Perintah Tuhan agar kita pergi dan menghasilkan buah yang tetap (ay. 16) merupakan esensi, ciri dan prinsip yang membedakan umat Allah dari dunia. Tapi realita berbicara lain, justru dunia tidak melihat perbedaan antara orang Kristen dan orang dunia. Kekristenan hanya memberikan corak warna tersendiri tanpa ada ciri khusus yang membedakannya dengan dunia. Kalau orang dunia dapat mengerjakan atau bersikap seperti orang Kristen maka itu bukan beda. Umat pilihan Allah harus lebih berkualitas dibandingkan dengan dunia. Lalu kalau mau berbeda di mana letak perbedaannya? Perbedaannya terletak pada perintah Tuhan, yaitu agar kita mengasihi seorang akan yang lain, love one another dimana cinta yang diajarkan Kristus berbeda dengan cinta menurut konsep dunia. Bagaimanakah kita dapat mengasihi orang lain bahkan mereka yang kita anggap sebagai musuh? Di manakah letak titik pembedanya? Pada saat kita menyadari bahwa kita adalah manusia berdosa yang seharusnya dimurkai Allah tapi oleh kasih karunia Tuhan telah mengangkat kita keluar dari jerat dosa maka di sinilah letak titik pembeda yang memberi kekuatan pada kita sehingga kita dapat menjalankan perintah-Nya, yaitu mengasihi seorang akan yang lain bahkan kasih pada mereka yang kita anggap sebagai musuh. Kesadaran akan murka Allah ini 316 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 membuat kita bersyukur atas kasih-Nya dalam Kristus sehingga kekristenan tidak dijalankan sebagai suatu tradisi bagi mereka yang sudah menjadi Kristen sejak turun temurun. Pernyataan cinta Tuhan yang kita rasakan secara pribadi menjadi dasar untuk kita dapat mengasihi orang lain seperti Tuhan mengasihi kita sebab Allah telah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa (Roma. 5:8). Pengertian inilah yang membuat anak Tuhan sejati, orang yang telah dipilih dan ditetapkan Tuhan dapat menjalankan dan memahami Yoh 13:31–16:32 sebagai ajaran yang bersifat ekslusive, exclusive teaching of Christ dan mempunyai corak pemikiran tentang kasih yang berbeda dengan dunia. Manusia seringkali meremehkan bahwa keselamatan hanya ada dalam Kristus Yesus saja; manusia merasa diri “baik” sehingga beranggapan keselamatan dapat diperoleh melalui perbuatan baik. Padahal semakin baik seseorang maka dia makin berdosa; berbuat baik untuk mendapat surga bukanlah perbuatan baik karena ada maksud terselubung dan dengan sengaja melawan perintah Tuhan. Sebagai gambaran ilustrasi, apabila orang tua memberi perintah pada anaknya untuk melakukan sesuatu, misal menaruh pena di atas meja tapi si anak dengan sengaja melawan perintah tersebut, yaitu membuang pena dengan kasar di meja maka bagaimana perasaan orang tua tersebut? Apa yang harus dilakukan orang tua untuk mengajar anaknya? Orang tua yang baik harus memberikan hajaran pada anak yang kurang ajar tersebut sebagai akibat melawan otoritas orang tuanya. Secara ordo, orang tua lebih berotoritas dibanding anak dan anak harus tunduk pada orang tua. Allah Maha Kasih sekaligus Allah Maha Adil sehingga Dia mengasihi dan menyelamatkan orang berdosa sekaligus menghukum orang jahat yang sengaja melawan Dia. Allah yang adil tidak dapat mengasihi ketidakadilan sehingga Dia tidak akan membiarkan kejahatan semakin merajalela di muka bumi ini. Tuhan tidak berkenan dengan kefasikan dan kelaliman tapi dunia justru suka dengan perbuatan dosa ini karena otoritas Tuhan selalu berlawanan dengan otoritas iblis. Sekarang kita melihat iblis seakan-akan dapat berbuat apapun dengan seenaknya tapi ingat, sampai suatu waktu tertentu Tuhan pasti akan jatuhkan murka-Nya karena posisi kejahatan selalu berada di bawah kebenaran maka kalau kebenaran sekarang belum bertindak dengan tuntas terhadap kejahatan, hal itu karena Sang Kebenaran masih ingin menyatakan cinta kasihnya supaya kejahatan dapat bertobat dan jika tetap tidak mau bertobat maka murka itu pasti akan tiba dan menghanguskan. Mengapa Tuhan seakan-akan diam dengan membiarkan kejahatan merajalela di muka bumi ini? Para koruptor makin merajalela, pembunuhan, perampokan dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena Tuhan ingin memberikan perbedaan ekstensi, yaitu God is Love. Ketika Allah adalah Kasih bukan berarti Allah kehilangan sifat adil tapi Allah adalah Kasih yang menyatakan kasih-Nya di dalam keadilan dan di dalam keadilan ada kasih. Bagaimana menjalankan keadilan dan kasih secara bersama-sama? Bagaimana kasih yang diajarkan Kristus dan kasih yang diajarkan dunia? Umat Allah ketika mengasihi maka dia harus mengasihi seperti yang Kristus ajarkan dan mencontoh teladan Kristus tanpa meniadakan keadilan. Bagaimana dengan cara dunia mengasihi? 1. Dunia hanya mengasihi kamu sebagai milik kepunyaannya saja (Yoh. 15:19a); yakni hanya secara material karena ada unsur di balik itu, seperti kecantikannya, kekayaannya, kepandaiannya, dll bukan person-nya. Bagaimana dengan saudara, apakah kita hanya mengasihi sesuatu yang menjadi milik kita dan kita hanya serius dengan pekerjaan milik kita saja? Bukankah ketika kita mengerjakan pekerjaan apapun di dunia yang bukan milik kepunyaan kita, kita tidak akan melakukan seserius seperti ketika kita sedang 317 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 mengerjakan pekerjaan yang menjadi milik kepunyaan kita? Celaka, apabila kita melayani bekerja buat Tuhan menggunakan konsep ini, yaitu kita dapat melakukan pekerjaan Tuhan tersebut secara sembarangan toh itu bukan milik kepunyaan kita melainkan milik kepunyaan Tuhan. Lalu apa bedanya kita dengan dunia? Cinta kasih yang dunia ajarkan adalah cinta kasih yang bersifat egois; dunia hanya mencintai yang menjadi kepunyaannya saja sedangkan yang bukan milik kepunyaannya akan menjadi obyek kebencian, menjadi musuh dan perlu dibinasakan. 2. Dunia hanya mengasihi orang-orang yang berada dalam lingkungannya saja. Jangan kaget, apabila orang Kristen dicabut keluar dari dunia maka dia akan menjadi obyek kemarahan dunia dan menjadi obyek musuh dunia. Apakah kita mengalami hal ini, dibenci oleh dunia? Kalau kita tidak mengalaminya maka hal ini justru menjadi pertanyaan bagi kita, benarkah kita seorang Kristen yang sejati? Cinta menjadi obyek egoisme diri yang mengembangkan nafsu yang posesif, yakni keinginan untuk memiliki, meraih sesuatu demi untuk diri sendiri. Lalu bagaimana dengan kekristenan? Apakah cara orang kristen sama dengan cara dunia mencintai? 3. Kasih dunia selalu berorientasi pada dunia. Kasih dunia sifatnya terbatas, yakni dunia hanya mengasihi sesuatu yang sifatnya menguntungkan dan yang berada dalam lingkungannya saja. Padahal dalam cinta tidak boleh ada kebencian, cinta seharusnya membuat dunia menjadi damai karena cinta dan benci adalah dua sifat yang berlawanan. Abraham Maslow menyadari bahwa secara natur manusia butuh untuk mengasihi dan dikasihi karena tanpa kasih maka hidup manusia menjadi hampa. Lalu bagaimana dengan kekristenan? Apakah cara orang Kristen mengasihi sama dengan cara dunia mengasihi? Kristus telah mengajarkan bahkan memberikan teladan bagi kita bagaimana seharusnya kita mengasihi dan Tuhan menunjukkan kualitas kasih yang berbeda dengan dunia, yaitu: 1. Tuhan mencintai orang yang tidak layak dicintai, yakni manusia berdosa yang seharusnya sudah menjadi musuh Allah. Kristus mengasihi dengan kasih yang murni, kasih yang tak menuntut balas, kasih agape. Kristus mencintai bukan karena obyeknya layak untuk dicintai melainkan Dia mencintai manusia yang sebelumnya adalah musuh Allah; Dia mengasihi kita ketika kita masih berdosa (Roma. 5:8). Hal inilah yang membuat kasih Kristus berkualitas tinggi dan dunia tidak dapat menyamainya. Kasih Kristus akan manusia berdosa seharusnya mendorong kita untuk memberitakan injil pada mereka yang berdosa, yang bukan anak Tuhan, orang yang menyakiti hati Tuhan dengan memasang bom di rumah Tuhan dan mereka yang membakar Alkitab karena mereka adalah obyek kasih kita yang sesungguhnya. Bukankah Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita, manusia berdosa yang tidak layak? 2. Tuhan mengasihi seluruh manusia di dunia tanpa terkecuali meski mereka tidak berada dalam ruang lingkup. Inilah bukti yang ditunjukkan oleh Kristus sendiri, yaitu perintah untuk kita pergi memberitakan kabar baik, berita keselamatan kepada seluruh bangsa di dunia bahkan sampai ke ujung bumi (Mat. 28:19; Kis. 1:8). 318 3. Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Tuhan mengasihi kita walaupun… (tanpa syarat) Kalau dunia mengasihi dengan kasih filia maka Kristus mengasihi dengan kasih agape walaupun obyek yang dikasihi-Nya membenci, menghina bahkan menyakiti-Nya, Dia tetap mencintai dengan tulus. Mudahkah mencintai seperti Kristus mencintai? Dapatkah kita mengasihi seperti yang Kristus ajarkan dan teladankan? Jawabnya hanya dengan kekuatan dari Kristus, kita bisa mencintai dengan benar, mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat. Marilah kita sama-sama berproses dan bertumbuh; kita mau dibentuk untuk mencapai kualitas kasih seperti Kristus sehingga dunia dapat melihat Kristus dalam diri kita, dunia dapat melihat perbedaan yang mencolok antara umat Allah dengan umat iblis. Mereka juga dapat merasakan kasih Allah yang ajaib saat mengangkat mereka dari jerat dosa. Kasih Allah yang melampaui rasio tidak dapat dimengerti dunia; benarkah ada Allah yang mau mati untuk manusia? Tuhan sudah memilih dan menetapkan kita maka dunia pasti akan membenci kamu tapi justru saat dunia membenci itulah Tuhan memberi perintah sekaligus teladan untuk mengasihi seorang akan yang lain, to love one another (ay.17). Ketika kita mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi maka kita dapat mengasihi sesama manusia. Karena pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi (Mat. 22:37-39). Dan ini merupakan prinsip dari kerajaan Allah yang membedakan dari dunia. Maukah kita bertekad di hadapan Tuhan? Sudahkah kita mengasihi orang-orang di sekitar kita dengan kasih seperti Kristus? Atau mereka menjadi obyek kebencian kita? Pada saat dunia membenci kita hendaklah kita makin mencintai mereka yang tersesat, kita mau menjalankan perintah Tuhan untuk pergi dan menghasilkan buah yang sejati, yaitu to love one another dan kita dipakai menjadi saksi Kristus yang hidup. Kita mengasihi dengan cinta yang berbeda dengan dunia ajarkan. Maukah kita bertekad di hadapan Tuhan untuk mengasihi orang-orang di sekitar kita dengan kasih seperti Kristus dan tidak menjadikan mereka sebagai obyek kebencian. Kebesaran kasih Kristus Kebutuhan manusia akan kasih, yakni kebutuhan untuk mengasihi dan dikasihi telah Tuhan tanam sejak awal manusia dicipta. Akan tetapi kasih yang sejati tersebut telah mengalami kerusakan sehingga dunia tidak mampu menjalankan kasih yang sejati tetapi malah memanipulasi pengertian kasih, pengertian kasih telah terdistorsi dan telah diselewengkan hingga mempunyai arah dan tujuan yang berbeda. Puji Tuhan, karena kasih-Nya dalam Kristus, kita yang telah terpisah dari Allah telah didamaikan denganNya, sehingga ada suatu kekuatan baru yang memampukan kita untuk dapat mengasihi seperti teladan Kristus. Allah adalah Kasih dan kita sebagai anak-Nya harus merefleksikannya, yaitu kita menjadi cermin yang memancarkan kasih Ilahi. Untuk dapat menjadi reflektor kasih Ilahi tersebut tidaklah mudah karena untuk mengubah paradigma dari format kasih dunia menuju format kasih Ilahi dibutuhkan keberanian dan suatu keyakinan bahwa hidup dalam cinta kasih Kristus jauh lebih baik dibandingkan apabila kita hidup dengan kasih yang dunia tawarkan. Bahkan ada pendapat yang mengatakan kalau kita tidak menjalankan cinta kasih dengan format dunia berarti kita belum menikmati surganya dunia. Benarkah demikian? 319 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Hati-hati dengan sesuatu yang kelihatan manis seperti tetesan madu padahal ia pahit seperti empedu dan tajam seperti pedang bermata dua (Ams. 5:3-4). Itulah kasih dunia yang berakhir pada kematian yang kekal bahkan dunia menganggap mengasihi seperti Kristus sebagai suatu kerugian karena kasih-Nya pada manusia Dia berkorban nyawa tapi hanya berakhir pada kematian. Dunia tidak mengerti esensi yang sesungguhnya, justru dengan kematian-Nya, kita tidak akan mengalami kematian, kita akan dihidupkan dan melalui kematian-Nya Ia telah mengalahkan Iblis yang berkuasa atas maut (Ibr. 2:14-15). Seperti telah kita ketahui, dunia hanya mencintai yang menjadi milik kepunyaannya, yang berada dalam lingkungannya serta cintanya hanya memikirkan untung dan rugi saja (Yoh. 15:19). Sedangkan kasih Kristus adalah kasih yang tanpa syarat, Ia mengasihi seluruh manusia berdosa yang telah menjadi musuh Allah. Kasih seperti inilah yang membedakan dan mempunyai keanggunan dan keagungan yang tidak dimiliki oleh dunia yang berdosa. Karena dunia sudah jatuh dalam dosa maka dunia selalu berpikiran buruk, selalu mencurigai Tuhan dan semua perintah-Nya. Dunia menganggap semua perintah-Nya hanya membuat hidup manusia sulit dan Tuhan yang diuntungkan. Dunia harus segera bertobat! Dari sejak pertama, Adam dan Hawa hidup dalam cinta kasih Tuhan, hidup dalam terang Tuhan, hidup di bawah pimpinan Tuhan hingga datang Iblis mencobai Hawa, Iblis telah mengindoktrinasi Hawa dengan menanamkan konsep bahwa Tuhan itu jahat. Benarkah Tuhan itu jahat? Tuhan telah memberikan semua pohon dalam taman untuk dimakan buahnya dengan bebas kecuali satu pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat yang tidak boleh dimakan. Bukankah ini perintah yang masuk akal dan menunjukkan kebaikan Tuhan? Tuhan tidak memerintahkan sebaliknya, yaitu hanya satu pohon yang boleh dimakan sedang pohon yang lain tidak boleh dimakan. Tapi sudah menjadi sifat manusia berdosa yang serakah hingga ia menginginkan satu pohon tersebut untuk dimakan dan bisa menjadi seperti Allah. Hati-hati dengan siasat Iblis yang selalu memutarbalikkan firman Tuhan! Jangan sampai kita terjebak masuk ke dalam perangkapnya. Tuhan telah melimpahkan berkat-Nya pada kita tapi seringkali kita tidak mau menyadarinya dan tidak bersyukur; kita seringkali meremehkan berkat Tuhan tersebut. Ketika Tuhan ingin mendidik kita justru kita menerima hal tersebut sebagai pukulan dan ketika Dia sedang memahat kita justru aniaya yang kita rasa padahal perintah Tuhan agar kita mengasihi seorang akan yang lain adalah demi untuk kebaikan kita. Kebaikan yang seperti apa? Hal ini akan kita temui kalau kita mengerti the greatest of Christ’s love. Allah adalah Kasih dan Tuhan ingin agar sifat yang menjadi natur Allah tersebut dimanifestasikan dalam kehidupan orang Kristen, yaitu dengan mengasihi seorang akan yang lain dengan kasih yang murni jadi meski dunia membenci, kita harus tetap mengasihi mereka. Lalu kenapa kita mengalami kesulitan saat mau mengasihi seorang akan yang lain? 1. Orang Kristen dikaburkan antara konsep kasih sejati yang Kristus ajarkan dengan kasih yang dunia ajarkan. Sehingga muncul pemikiran kalau kita sudah mengasihi dengan kasih dunia, kita sudah merasa cukup mengasihi padahal itu bukan kasih Tuhan sejati. Ironisnya, setelah kita mengasihi dengan kasih dunia dan kita mengalami dampak yang merugikan, kita marah pada Tuhan. Ingat, kasih yang dari dunia hanya menuju pada kehancuran dan kebinasaan kekal. Hati-hati konsep kasih dunia sekarang pun telah masuk dalam gereja dan hal ini kurang disadari oleh anak-anak Tuhan. Marilah kita belajar untuk mengasihi seperti 320 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 teladan Kristus dan kemudian mengimplikasikannya pada orang lain sehingga semua orang akan tahu, bahwa kita adalah murid-Nya. 2. Kasih sejati merupakan manifestasi dari natur Allah dan hal inilah yang membedakan iman Kristen dengan agama maupun filsafat lain di dunia. Agama dan filsafat yang lain hanya mengerti bahwa Allah mempunyai sifat kasih padahal kasih merupakan natur Allah yang tidak dapat dilepaskan begitu saja. Hanya anak Tuhan yang sejati yang dapat mengerti akan hal ini sehingga ia dapat mengasihi dengan kualitas Ilahi yang Dia berikan. Dan hanya anak Tuhan yang sejati saja yang dapat menjalankan perintah baru yang Tuhan berikan, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi (Yoh. 13:34-35). Kasih Sejati akan memberikan pada kita kekuatan baru untuk kita dapat mengasihi orang lain karena: 1. Cinta kasih sejati membuat kita mempunyai semangat untuk hidup dan berkarya di tengah dunia yang kacau. Setiap kali berbicara tentang kasih dunia maka kita harus lebih berhati-hati karena kasih tersebut hanya membawa manusia pada kehancuran dan kebinasaan kekal. Seperti ungkapan dari DR. Stephen Tong apabila ada seseorang berkata, “I love crab” maka celakalah yang namanya crab atau kepiting tersebut karena itu berarti kematian bagi si kepiting dan kepuasan bagi mereka yang menikmati dengan lahapnya. Itulah cinta menurut versi dunia, cinta yang bersifat egois, yang hanya cinta pada sesuatu yang menjadi milik kepunyaannya dan berujung pada kehancuran obyek yang dicintainya. Bagaimana dengan cinta kasih Ilahi? Cinta Ilahi berlawanan seratus delapan puluh derajat dengan cinta dunia. Cinta menurut versi dunia hanya membawa pada kematian maka cinta Ilahi membawa kehidupan dalam diri seseorang. Seperti kisah kesaksian yang diceritakan kembali di mana kasih yang tulus seorang kakak pada adiknya, bisa membuat adiknya yang masih bayi yang berada dalam keadaan koma dan tidak mempunyai pengharapan untuk hidup lagi ternyata membuat si adik mempunyai perjuangan untuk hidup kembali. Puji Tuhan, sampai kini si adik semakin bertumbuh dan sehat. Itulah the power of love, kuasa kasih sejati yang memberikan semangat juang untuk hidup kembali. Bahkan kuasa kasih sejati tersebut mendorong seorang gadis kecil di Jepang mempunyai semangat untuk memberitakan Injil dengan membagikan traktat di pinggir jalan. Dan ketika seseorang merobek traktat tersebut dengan kasarnya, dia langsung menangis. Karena merobek traktat berarti dia telah kehilangan kesempatan mendengarkan kabar baik, yakni kabar keselamatan yang berarti pula akan berakhir pada kebinasaan kekal. Hendaklah kuasa kasih Kristus ini termanifestasi dalam hidup kita sehari-hari dan kita juga mau belajar mencintai mereka dengan cinta kasih Ilahi dengan demikian kita dapat menjadi saksi-Nya dan kita dapat memberikan semangat hidup bagi dunia yang kacau ini. Sudahkah kita memancarkan kasih Ilahi itu? Dan apakah kasih Ilahi tersebut mendorong kita untuk mengasihi jiwa yang tersesat? 2. Cinta kasih sejati menjadi benih untuk kita melakukan kebajikan dan perbuatan baik. Sehingga dengan demikian dunia dapat melihat dan merasakan buah dari cinta kasih yang murni. Kita dapat berbuah banyak bila kita berada dalam Kristus dan Kristus ada di dalam kita (Yoh. 15:5) dan Tuhan telah 321 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 memilih dan menetapkan kita untuk pergi dan menghasilkan buah yang tetap (Yoh. 15:16). Kita dapat menghasilkan buah bila kita memiliki kasih sejati itu. Sudahkah kita menghasilkan buah yang merupakan bukti dan tanda kehidupan? Jika hati dan pikiran kita dipenuhi oleh kasih sejati Kristus maka pasti segala tindakan yang akan kita lakukan di tengah-tengah dunia akan mencerminkan kasih yang bersifat kebenaran dan kebajikan. Di tengah dunia yang haus akan cinta kasih yang murni ini biarlah kita dipakai Tuhan sebagai benih yang memancarkan kasih Kristus, yaitu kasih akan kebenaran dan kasih akan kebajikan; kasih dengan standar moral tertinggi yang tidak dapat dibandingkan di agama maupun filsafat manapun. Dunia tidak dapat menjalankan kasih tanpa menurunkan standar moral. Dunia hanya mengasihi tanpa peduli dengan akibat yang terjadi pada moral bangsa. Salah satu contohnya adalah ketika pemerintah mengijinkan para gepeng (gelandangan dan pengemis) masuk kota-kota besar; di tengah pro dan kontra antara kasih dan moral justru karena kasih pada mereka yang tertindas malah membuka benih kerusakan moral; menciptakan generasi pemalas dan hanya sebelah pihak yang diuntungkan, yaitu si penadah gepeng. Di sinilah kekristenan harus memegang peranan dan bersuara keras, kita harus mengasihi dengan benar bukan mengasihani dengan kasih yang sembarangan; kita harus mengasihi dengan tanpa meniadakan kebajikan dan tanpa menurunkan standar moral. Kasih sejati harus berdampak kebajikan, kasih sejati tidak akan berdampak pada kejahatan, kerusakan, atau kebinasaan dan kasih sejati tidak menurunkan standar moral tetapi kasih sejati justru harus berada di posisi atas dan menjadi standar moral tertinggi. 3. Cinta kasih sejati membuat kita mempunyai tujuan hidup yang jelas sehingga kita dapat merasakan kebahagiaan. Tuhan mencipta manusia dengan tujuan to glorify Him and enjoyed Him. Lalu bagaimana kita dapat memuliakan Tuhan? Yaitu dengan menjadi reflektor kasih Allah sehingga sifat Allah yang adalah kasih dapat tercermin di tengah dunia yang haus akan kasih ini. Kalau kita telah merasakan kasih Allah, yaitu Ia telah memilih dan menetapkan kita untuk menjadi anak-Nya maka kita pun harus merefleksikan kasih tersebut sehingga dunia juga turut mengalami jamahan kasih Allah. Dan saat kita menjadi reflektor Allah tersebut, kita akan merasakan kebahagiaan yang dunia tidak dapat berikan. adi, kebahagiaan dapat kita rasakan sekarang bukan nanti. Celaka apabila kebahagiaan menjadi tujuan akhir hidup kita karena itu berarti kita akan terus dan terus berharap kelak di kemudian hari nanti kita akan memperoleh kebahagiaan dan kita tidak menyadari kalau kebahagiaan sudah ada di depan mata. Kebahagiaan adalah hasil dari kita merefleksikan cinta kasih Tuhan, yaitu saat kita menjalankan cinta kasih sejati. Maka tidaklah heran, meski Paulus di penjara dia menasihatkan pada kita untuk bersukacita senantiasa dalam Tuhan (Flp. 4:4). Ingatlah saudara, jangan biarkan kebencian menerkam hidup anda tapi kejarlah kasih untuk memuliakan Tuhan Allahmu yang adalah kasih dan kita pasti akan memperoleh kebahagiaan dan merasa sukacita. Dan juga jangan mencurigai setiap perintah Tuhan karena kalau Tuhan memerintahkan kita untuk mengasihi, itu adalah demi untuk kebaikan kita, yaitu agar kita hidup bahagia. Sudahkah dan maukah kita berkomitmen untuk menjadi reflektor kasih Tuhan, mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat, menyadarkan manusia akan dosa, dan membawa berita kebenaran? 322 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Siapakah mengasihi kamu? Hari ini kita akan merenungkan dan melihat bagaimana Tuhan mengasihi seluruh umat manusia dengan bagaimana dunia mengasihi yang hanya milik kepunyaannya saja dan membenci yang bukan milknya. Kita telah ditarik dari dunia dan dipilih Tuhan menjadi milik Tuhan maka dunia akan sangat marah dan membenci kita. Dua sumber yang dapat mengasihi kita, yaitu: pertama, Tuhan yang telah memilih, mencintai dan menyelamatkan kita, kedua, dunia yang juga bisa mencintai asalkan kita mau menjadi miliknya. Lalu siapa yang mencintai kita, who loves you? Siapakah subyek yang mencintai kita? I. Dunia hanya mengasihi milik kepunyaannya saja. Manusia merupakan makhluk hidup yang dicipta bernatur cinta dan dunia sangat menyadari hal ini. Abraham Maslow dengan teori psikologi humanistiknya mengemukakan manusia butuh untuk mencintai dan dicintai dan kalau manusia tidak dapat mengaplikasikan hal tersebut akibatnya manusia akan terganggu jiwanya, manusia bisa gila. Dan ada lima kebutuhan dasar hidup manusia yang harus dipenuhi yang dibagi berdasarkan tingkat yang paling rendah di mana salah satu kebutuhan tersebut tidak boleh dihilangkan, yaitu: 1. kebutuhan akan makanan dan minuman, kebutuhan fisik 2. kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, 3. kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan cinta kasih, 4. kebutuhan akan sesuatu yang indah, estetika, 5. kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Psikologi humanistik hanya memikirkan kejiwaan manusia dan berpusat pada diri manusia, yaitu manusia adalah makhluk bernatur cinta sehingga manusia butuh untuk mencintai dan dicintai; kalau manusia bisa mencintai dan dia juga dicintai maka dia akan mempunyai jiwa yang sehat tetapi kalau manusia bisa mencintai tetapi tidak dicintai oleh seseorang maka jiwanya akan terganggu begitu juga bila manusia bisa mencintai tapi tidak diberi kesempatan untuk mencintai maka dalam jiwanya akan mengalami gangguan. Manusia mulai belajar dan mencoba untuk mencintai tapi sayang, cinta yang dijalankan sudah terdistorsi, telah terjadi pergeseran nilai, arah dan tujuan. Banyak orang yang mendambakan cinta, yaitu manusia ingin mencintai dan dicintai tapi mereka justru hancur karena cinta bahkan demi cinta mereka saling bunuh dan tidak hanya sampai di situ mereka rela bunuh diri demi cinta. Istilah cinta yang begitu indah ternyata telah terdestruksi telah mengalami penghancuran dan pembinasaan yang drastis. Itulah akibatnya bila kita tidak mengerti arti cinta yang sejati, kita akan menjadi korban cinta. Mana yang ada dan menjadi pemikiran kita, siapa yang mencintai kita dan siapa yang kita cintai? Bukankah kita lebih banyak memikirkan dan memprioritaskan siapa yang kita cintai? Tidak pernah terbersit sedikitpun dalam pikiran kita tentang siapa yang menjadi sumber yang mencintai kita bahkan kita tidak peduli akan hal ini. Alkitab mengatakan, sebelum Tuhan memilih kita dari dunia ini maka dunia akan sangat mencintai kita tetapi setelah Tuhan memilih maka dunia akan berbalik membenci kita. Lalu siapakah yang dimaksud 323 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 dengan dunia? Kalau saya berada di dunia, saya milik dunia dan saya dicintai oleh dunia maka kitalah yang dimaksud dengan dunia itu. Jadi, dunia adalah manusia berdosa yang telah diikat oleh penguasa dunia dan hidup menurut versi dunia dan hidup secara duniawi sehingga setiap orang yang bersikap, berpikir dan mempunyai cara yang sama dengan dunia maka dialah dunia itu. Maka tidaklah heran cara kita mengasihi pun sama seperti cara dan konsep kasih dunia. Apa yang menjadi citra dari cinta dunia? Dunia hanya mencintai miliknya sehingga yang bukan dan yang tidak bisa menjadi miliknya akan dibenci oleh dunia. Itulah cinta dunia yang bersifat egois dan manipulatif, yaitu cinta yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri. Cinta membuat seseorang bersemangat untuk mendapatkan obyek yang dicintainya bahkan dia rela menghadapi tantangan berat demi untuk mendapatkan obyek yang dicintai demi untuk kepentingan diri. Hubungan cinta yang demikian digambarkan dengan sangat indah dalam kisah cinta Sampek-Engtay; seiring dengan cinta yang indah bila cinta gagal maka hidup pun akan berakhir. Dengan demikian celakalah yang menjadi obyek cinta kita karena akan berakhir dengan kehancuran. Hati-hati bila dunia mengatakan ”I love You” apakah akan mengalami nasib yang sama seperti ungkapan DR. Stephen Tong, “I love crab?”, yaitu kepiting tersebut akan berakhir dengan kebinasaan. Bila seseorang mengalami kegagalan dalam percintaan, maka ada dua kemungkinan yang timbul; pertama, destruktif, yaitu penghancuran diri sendiri, misal: bunuh diri, kedua, menghancurkan obyek yang dicintai dengan demikian orang lain tidak turut memiliki seperti nasibnya juga. Inilah cinta dunia, apakah orang Kristen akan mencintai seperti cara dunia? Apakah ini yang dinamakan cinta? Bukan! Itu adalah cinta yang egois, semua untuk diri sendiri. Alangkah indahnya bila cinta bersifat altruist (bersifat mengutamakan kepentingan orang lain), yaitu cinta yang selalu memikirkan yang terbaik bagi obyek yang dicintainya. Cinta dijadikan ajang bisnis, yaitu saling mencintai harus saling menguntungkan; lebih banyak mana antara untung atau rugi kalau saya mencintai kamu; bila banyak merugi maka cinta harus segera berakhir. Cinta dunia selalu ada unsur menuntut, manipulasi dan bersifat egois. Dunia semakin lama semakin mengerikan, tidak hanya memanipulasi istilah cinta tapi juga memanipulasi setiap kata yang indah, seperti kata damai (syaloom) dipakai bila kita mau bertransaksi tapi tidak mau menghadapi kesulitan, misal: menyuap. Marilah kita belajar mencintai seperti teladan Kristus yang telah rela menjadi korban tebusan manusia berdosa. Hanya Tuhan yang dapat memampukan kita untuk dapat mengasihi seorang akan yang lain dengan cinta sejati, cinta yang tidak pernah mengharapkan imbalan. Sebaliknya cinta dunia selalu mengharapkan imbalan, cinta dunia tidak pernah gratis, nothing for free. Kalau kita tidak mempunyai dasar pengertian yang kokoh dan kuat maka perintah untuk saling mengasihi seorang akan yang lain seolah-olah sudah tidak berarti lagi. Karena manusia sudah merasa mencintai tapi perintah ini muncul justru untuk menyadarkan manusia akan kekeliruan yang telah dibuat; manusia telah salah mencintai, manusia bukan mencintai dengan cinta sejati tapi dengan cinta dunia. Berarti, ada dua sumber cinta dengan sifat, natur serta dampak yang berlawanan. Siapakah yang menjadi subyek yang mencintai kita? Who loves you? II. Allah adalah Kasih menjadi sumber kasih dan telah mencintai manusia dengan rela menjadi korban tebusan bagi manusia berdosa. Seperti telah dibicarakan, kasih dunia penuh tipu muslihat iblis seperti serigala berbulu domba yang siap menerkam dan bersifat imoral tapi anehnya hal ini tidak disadari oleh si pelaku maupun si penerima cinta. Cinta mempunyai arti, nilai dan tujuan berbeda, di dalamnya tidak berisi cinta yang murni tetapi penuh dengan kebencian dan sesuatu yang bersifat agung, seperti menjaga kesucian sampai hari pernikahan dilihat sebagai suatu keanehan sebaliknya hal yang tabu malah dianggap sebagai hal yang wajar. 324 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kita sebagai anak Tuhan melihat keadaan dunia yang kacau ini seharusnya makin mendorong kita untuk lebih berani menegakkan kebenaran dan siap hati untuk dibenci dunia karena kita bukan milik dunia dan bukan dari dunia. Dunia sudah berada di ambang kehancuran sehingga hal-hal yang agung dan hal yang bersifat kebenaran pun juga makin pudar bahkan sedikit demi sedikit mulai dihilangkan. Cinta yang sejati harus bersifat altruist (bersifat mengutamakan kepentingan orang lain) , yaitu memikirkan yang terbaik bagi obyek yang dicintainya; cinta sejati membawa obyek cintanya menuju kebaikan dan kebenaran serta menjaga kesucian obyek yang dicintainya. Kalau dunia mencintai, dunia akan menjerumuskan obyek cintanya menuju jurang kebinasaan. Akan tetapi, seseorang yang pernah merasakan cinta Tuhan seharusnya membuat anak Tuhan dapat mencintai seperti Kristus yang mengasihi jiwa-jiwa yang tersesat.. Melihat dunia yang kacau sekarang, terkadang timbul rasa pesimis akankah ada cinta yang sejati? Apakah masih ada anak-anak Tuhan yang menjaga kesucian hidup? Ada, meski dunia makin rusak Tuhan akan menjaga umat-Nya untuk hidup suci di tengah jaman yang bobrok ini. Tuhan kita Tuhan yang hidup, Ia mempunyai kuasa untuk menjaga umat-Nya dari kuasa Iblis yang terus berusaha ingin menjatuhkan manusia. Kita sebagai anak Tuhan, jangan pernah sekali pun berkompromi dengan dosa dan jangan merasa telah cukup “rohani” sehingga kita menganggap remeh kuasa Iblis dengan mencoba bermain-main dengannya. Iblis dengan akal liciknya akan membuat kita terjerat dalam kuasanya dan akhirnya kita tidak dapat keluar dari jeratnya. Dengan liciknya, iblis akan menuruti semua permintaan kita tapi hati-hati saat itu juga kita telah masuk dalam jeratnya; iblis tidak pernah memberi dengan cuma-cuma, ia selalu mengharap imbalan berupa apapun bahkan nyawa kita. Bagaimana dengan kasih Kristus? Manusia berada di bawah kutuk sampai kesalahan kita ditebus melalui pengorbanan Kristus. Kita terpisah dari Allah sampai didamaikan melalui darah salib Kristus. Namun kasih-Nya telah menyingkirkan semua penyebab permusuhan dan mendamaikan kita dengan diri-Nya, Ia menghapuskan semua kejahatan kita melalui penyucian yang dikerjakan-Nya dalam kematian Kristus; sehingga kita yang sebelumnya najis, dapat datang ke hadapan-Nya sebagai orang yang telah dibenarkan dan disucikan. Tuhan tidak pernah mengharapkan imbalan atas semua pengorbanan yang telah dikerjakan-Nya. Secara logika manusia, kita tidak akan mengerti cinta Tuhan yang besar, Dia mati, dianiaya, dihina dengan mati di salib demi untuk manusia berdosa yang harusnya dibinasakan. Biarlah cinta Tuhan ini boleh merubah hidup kita untuk makin mencintai jiwa-jiwa yang tersesat sehingga kita dapat menjadi alat-Nya di dunia ini. Dan juga hendaklah kita juga mencintai yang menjadi obyek cinta kita dengan memikirkan yang terbaik, yang suci, yang benar dan yang mulia baginya dan juga biarlah cinta kita dapat menghidupkan, memberi semangat hidup menghadapi segala tantangan dan biarlah cinta membawa obyek cinta kita pada hidup yang kekal. Ketika kita mencintai seseorang apakah kita telah memikirkan sesuatu yang terbaik baginya? Ataukah kita hanya memikirkan apa yang terbaik dari sudut pandang kita? Lalu itukah yang dimaksud dengan cinta sejati? Bukan, cinta sejati adalah cinta seperti teladan Kristus yakni hanya memikirkan yang terbaik dari sudut pandang obyek cinta-Nya. Marilah kita belajar mencintai seorang akan yang lain dengan cinta yang altruist, yang hanya memikirkan yang terbaik baginya sehingga dunia yang haus cinta sejati dapat merasakan cinta sejati dan dengan demikian mereka akan tahu bahwa kita adalah murid-murid-Nya, yaitu jikalau kita saling mengasihi. Amin! 325 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 K Ke eb be en nc ciia an n tta an np pa aa alla as sa an n Oleh: Pdt. Sutjipto Subeno Nats: 22 Yohanes 15:22-25 Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata–kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang mereka tidak mempunyai dalih bagi dosa mereka! 23 Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga Bapa–Ku. 24 Sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah–tengah mereka seperti yang tidak pernah dilakukan orang lain, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang walaupun mereka telah melihat semuanya itu, namun mereka membenci baik Aku maupun Bapa–Ku. 25 Tetapi firman yang ada tertulis dalam kitab Taurat mereka harus digenapi: Mereka membenci Aku tanpa alasan. Perenungan kita sampai pada bagian akhir dari konflik Love and Hate. Tuhan Yesus telah meneladankan kualitas kasih yang berbeda dengan kasih dunia; sebagai bukti kasih-Nya, Kristus memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi manusia dan Kristus memberikan perintah baru ini agar para murid juga saling mengasihi sama seperti Kristus telah mengasihi (Yoh. 13:34). Apakah mengasihi termasuk perintah baru? Bukankah di sepanjang sejarah mereka telah memahami ajaran tentang kasih? Perintah mengasihi ini merupakan perintah baru karena kasih yang dimaksud Kristus bukanlah kasih yang seperti dunia ajarkan tapi kasih sejati seperti teladan Kristus. Dunia membenci Kristus dan semua anak-Nya yang hidup dalam kasih sebaliknya dunia akan mencintai semua milik kepunyaannya (Yoh 15:18-19). Anak Tuhan haruslah mengasihi dengan kasih sejati karena Allah adalah kasih sehingga hanya murid Kristus yang sejati saja yang dapat memahami dan memancarkan kasih dari Allah. Hati-hati di akhir jaman ini akan banyak orang yang mengaku sebagai murid Kristus bahkan mereka tampak mirip dengan anak Tuhan sejati. Alkitab mencatat, ada satu orang yang bukan murid Kristus yang sejati di antara kedua belas murid lainnya. Tuhan Yesus menegur Yudas secara terbuka pada perjamuan terakhir; inilah waktu bagi Yudas untuk bertanggung jawab. Teguran Yesus yang keras dan untuk kedua kalinya seharusnya membuat Yudas sadar dan meminta ampun pada Tuhan tapi Yudas malah berpura-pura tidak tahu dan bersikap sama seperti murid lainnya yang saling bertanya-tanya padahal Yesus dengan gamblang menunjukkan bahwa Yudaslah si pengkhianat itu (Yoh. 13:26). Sikap Yudas merupakan sikap kita sebagai manusia berdosa yang selalu melawan dan mengelak saat Tuhan membukakan mata rohani kita akan dosa. Dosa telah mencengkeram hidup manusia dengan kuatnya sehingga dalam diri Yudas muncul kebencian yang meluap-luap. Manusia saat berhadapan dengan kebenaran seharusnya menyadarkan manusia akan kenajisan dirinya tapi ironisnya justru muncul reaksi yang sangat tidak masuk akal, yakni dia malah membenci kebenaran. Maka tidaklah mengherankan, tanpa alasan yang jelas mereka membenci Kristus (Yoh. 15:25). 326 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 Kita akan melihat dan memahami signifikansi dan keunikan eksklusifitas Yoh. 15: 22-25. Bersifat eksklusif karena hanya diajarkan dan dipahami oleh murid Kristus yang sejati dan Puji Tuhan dengan demikian Kristus telah mempersiapkan para murid untuk menghadapi tantangan berat dan juga supaya mereka tidak menjadi kecewa dan akhirnya menolak Kristus (Yoh. 16:1). Dosa selalu bersifat merusak dan menghancurkan; iblis tidak akan tinggal diam bila ada manusia yang bertobat. Iblis jugalah yang telah membutakan mata rohani Yudas sehingga ia tidak dapat melihat kebenaran meski ia telah hidup bersama Yesus sekitar 3,5 tahun lamanya, ia telah melihat mujizat-mujizat yang dilakukan Kristus bahkan ia telah mengalami kejadian-kejadian yang menakjubkan bersama Kristus. Injil Yoh. 15:22 seringkali disalah mengerti karena tidak dimengerti secara keseluruhan di dalam konteks pengajaran Kristus yang mengajarkan anak Tuhan agar mempunyai kualitas kasih yang berbeda dengan dunia dan Kristus juga menunjukkan bagaimana reaksi manusia terhadap dosa dan sikap manusia terhadap kebenaran. Manusia berdosa hanya menafsirkan ayat tersebut demi untuk kepentingan diri, yaitu: Pertama, setiap orang yang hidup di jaman Perjanjian Lama, yaitu jaman sebelum Tuhan Yesus lahir maka dia tidak berdosa karena ada tertulis, ”Sekiranya Aku tidak datang dan tidak berkata-kata kepada mereka, mereka tentu tidak berdosa” (Yoh. 15:22a). Berarti seseorang akan terbebas dari semua tuntutan kebenaran atau dengan kata lain mereka boleh berbuat apapun selama dia tidak bertemu dan tidak tahu dengan Tuhan Yesus sang kebenaran. Jadi mereka yang telah bertemu dan hidup di jaman Kristuslah yang harus bertanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukan. Ayat 22 seolah-olah memberi kesempatan pada kita boleh berbuat dosa apapun selama kita tidak tahu. Kedua, selama Tuhan Yesus belum berkata-kata atau berfirman maka kita belum dapat dikatakan bersalah. Maka kita tidak perlu belajar dan memahami Firman Tuhan terlalu mendalam sehingga kita tidak perlu mempertanggungjawabkan perbuatan dosa yang telah kita perbuat tersebut pada-Nya. Bukankah lebih enak menjadi orang Kristen “biasa” yang hanya mengerti Firman sebatas permukaan saja. Itulah sifat manusia berdosa yang hanya mau surga tapi tidak mau salib-Nya; yang hanya mau berkat-Nya tapi menolak Dia. Ketiga, ayat 24 yang berbunyi sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah-tengah mereka,…mereka tentu tidak berdosa seolah-olah menyatakan bahwa kedatangan Tuhan Yesus ke dunia itulah yang menjadikan manusia berdosa. Jadi, kesalahannya terletak pada kedatangan Yesus. Inilah pikiran manusia berdosa yang kotor dan jahat; Yesus datang justru untuk menyelamatkan manusia berdosa tapi malah dituduh sebagai si pembuat dosa. Ketiga konsep di atas salah! Konsep ini muncul dari pikiran manusia berdosa yang menafsirkan Firman hanya demi untuk keuntungan diri sendiri. Yoh. 15:22 ditujukan pada mereka yang telah bertobat dan mengenal Kristus, yaitu bagaimana seharusnya sikap seseorang jika ia telah bertobat dan sikapnya saat ia berhadapan dengan kebenaran. I. Esensi dosa adalah perlawanan terhadap Firman Allah dan kehendak-Nya. Manusia telah berhadapan dengan esensi dosa pada mula pertama ia mengenal Kristus. Paulus membukakan hal ini, yaitu pemahaman manusia akan esensi dosa yang sesungguhnya melalui suratnya pada jemaat Roma sebanyak tiga pasal. Kekristenan melihat esensi dosa yang sesungguhnya adalah saat manusia berhadapan dengan kebenaran dan ia melawan kebenaran itu sedangkan perbuatan membunuh, mencuri, berzinah dsb bukanlah esensi dosa tapi efek dari dosa. Sebab Firman Tuhan mengatakan murka Allah nyata atas manusia yang menindas kebenaran dengan kelaliman (Roma 1:18) perhatikan kalimat di 327 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 atas murka Allah bukan pada pencuri, pembunuh atau penzinah. Bahkan Paulus menegaskan secara berulang di ayat 24, 26 dan 28, yang mengatakan, “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada…” artinya jika manusia berbuat dosa maka Allah akan membuang mereka ke tempat cemar dan kepada rupa-rupa hawa nafsu, seperti mencuri, membunuh, berzinah dsb. Manusia fasik adalah manusia yang dengan sengaja menentang Allah dan tidak menghormati keberadaan Allah padahal dia tahu dan menyadari akan keberadaan Allah, ungodliness, asebeia (bhs Yunani) sedangkan manusia lalim adalah manusia yang tahu tentang adanya kebenaran tetapi justru menindas dan melawan kebenaran, unrighteousness, adekia (bhs Yunani). Berarti dosa sengaja melawan Firman Allah. Seseorang dikatakan baik bukan karena ia tidak mencuri, tidak membunuh, tidak berzinah dsb sebab ia seperti orang munafik yang tampak baik sebelah luarnya saja, hati-hati justru saat kita merasa diri baik kita telah berdosa. Ingat, semua perbuatan baik dan aktivitas rohani yang kita lakukan tidak menjamin keselamatan kita. Tanpa anugerah dan kekuatan dari Tuhan maka semua akan sia-sia. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat lolos dari kebenaran, cepat atau lambat kita pasti akan berhadapan dan mempertanggungjawabkan pada Kristus Sang Kebenaran itu. Esensi dosa adalah melawan Firman Allah dan kehendak Allah, tidak taat akan segala perintah-Nya. Bila manusia memahami Firman Tuhan yang mengatakan,”Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya akan ditambahkannya kepadamu (Mat. 6:33), maka pastilah pikirannya tidak akan menjadi sesat. Tapi sayang, manusia selalu melawan kebenaran, tidak mau tunduk pada kedaulatan Allah. Manusia ketika ditegur dosanya ia tidak berterima kasih dan bersyukur dan kemudian bertobat tapi yang timbul justru kebencian. Bagaimana sikap anda saat berhadapan dengan kebenaran, melawan, memberontak atau berterima kasih dan bersyukur? Kebenaran itu seharusnya makin membentuk dan memroses hidup kita untuk makin serupa Dia. II. Manusia mau merebut Kedaulatan Allah. Tuhan Yesus mempertajam lagi di ayat 24, bahwa Kristus sudah membuktikan dan menunjukkan kuasa sebagai anak Allah yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Kristus telah menunjukkan kualitas yang berbeda dan seharusnya mereka tunduk tapi faktanya mereka justru membenci Kristus dan Bapa. Kenapa hal ini terjadi? Pergerakan manusia berdosa ini mulai disoroti oleh VanTil sebagai sifat pemberontakan; manusia ingin seperti Tuhan maka saat kita melihat Tuhan Yesus melakukan sesuatu yang berkualitas tidak membuat manusia tunduk tapi malah melawan. Manusia harusnya taat saat melihat kuasa Allah tapi reaksi mereka justru membenci Kristus. Hal ini juga terjadi saat Musa ingin melepaskan bangsa Israel keluar dari tanah Mesir, Firaun mengeraskan hati. Alkitab mencatat dari tulah pertama sampai tulah keempat Firaun yang mengeraskan hati, tapi pada tulah kelima Tuhan mengeraskan hati Firaun sedangkan pada tulah keenam Firaun kembali mengeraskan hati dan tulah berikutnya Tuhan mengeraskan hati Firaun. Tuhan telah memberikan kesempatan pada manusia untuk bertobat tapi manusia berdosa tidak suka melihat kekuatan kuasa Tuhan. Kuasa Tuhan Yesus yang dapat membangkitkan Lazarus dari kuburnya pada hari keempat tidak mempertobatkan orang Parisi, orang Yahudi dan para ahli Taurat. Mereka justru bersekongkol ingin membunuh Yesus (Yoh. 11). Manusia tidak suka melihat kuasa Tuhan dinyatakan, mereka sangat membenci Kristus. Dunia membenci Kristus bukan karena Kristus berbuat jahat tapi justru karena Dia telah berbuat baik, Dia melakukan mujizat dan hidup kudus. Dunia modern berpendapat religiusitas akan mempersempit 328 Ringkasan Khotbah – Jilid 2 ruang gerak kita sehingga Foucoult menyarankan untuk menyingkirkan semua bentuk religiusitas bahkan Nietzsche menganggap dia telah berhasil membunuh Tuhan. Setiap orang menganggap diri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi bahkan muncul gerakan New Age yang menganggap diri sendiri sebagai Allah. Jangan kaget bila ajaran ini juga muncul di tengah-tengah orang Kristen, Tuhan Yesus tel