BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi diciptakan untuk mempermudah setiap kegiatan manusia. Dengan telah berkembang pesat dan semakin canggihnya teknologi sehingga terjadi penambahan fungsi teknologi yang semakin memanjakan kehidupan manusia. Contohnya adalah media sosial. Media sosial pada saat ini sudah menjadi faktor penting dalam interaksi antar manusia temasuk bagi kaum remaja. Pada beberapa tahun lalu, banyak orang merasa kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain di luar kota, luar pulau, atau luar negeri. Tarif telepon yang masih mahal atau surat yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengiriman, membuat orang, relasi, dan keluarga yang terpisah jauh menjadi terhambat komunikasinya. Namun perkembangan teknologi yang pesat membuat berhubungan dengan orang lain meskipun terpisah ribuan kilometer dan zona waktu yang berbeda pun menjadi mudah dan lebih efektif dalam berkomunikasi (http://www.lovevirtue.com). Namun dengan adanya media sosial ini, menjadikan seseorang terlalu terbuka akan dirinya di hadapan orang lain atau pun dengan orang yang belum dikenal.Bagi kaum remaja, munculnya “smartphone” yang menyediakan 1 kebebasan bersosial media dan provider yang menyediakan murahnya layanan sosial media. Mengakibatkan remaja cenderung melupakan akan batasan-batasan pergaulan yang seharusnya mereka ketahui. (http://www.lovevirtue.com). Dengan berkembangnya dunia teknologi saat ini banyak situs-situs jejaring sosial yang menyedot perhatian banyak massa. Sebut saja facebook dan twitter yang belakangan ini sangat digandrungi anak - anak, remaja maupun dewasa. Sudah dapat dipastikan situs jejaring sosial ini memliki dampak positif dan negatif bagi para pengguna. Pemanfaatan internet akhir–akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Media sosial internet tidak lagi hanya sekedar menjadi media berkomunikasi semata, tetapi juga sebagai bagian tak terpisahkan dari dunia bisnis, industri, pendidikan dan pergaulan sosial. Khusus mengenai jejaring sosial atau pertemanan melalui dunia internet, atau lebih dikenal dengan social network pertumbuhannya sangat mencengangkan.Jejaring sosial adalah sebutan lain terhadap web comunnity. Jejaring sosial adalah tempat untuk para netter berkolaborasi dengan netter lainya (www.fanfiction.net). Sebuah portal web yang berisikan berita dan artikel di Indonesia menuliskan salah satu fenomena yang terjadi mengenai pengaruh dampak penggunaan media sosial, di Jakarta,rabu (24/Oktober/2012). Tak perlu minder kalau teman di facebook tidak sampai 500 atau cuma di-follow segelintir orang di twitter.Sebab ada beberapa orang yang sukses dalam pertemanan di dunia maya, tetapi kesepian dan tidak bahagia karenagagal bergaul di dunia nyata.Psikiater anak dan remaja dari RSJ Soeharto Heerdjan Grogol, dr Suzy Yusna Dewi, 2 SpKJ(K) mengakui di zaman sekarang ini banyak remaja mengalami krisis identitas. Masalah dalam pergaulan membuatnya merasa tidak percaya diri dan seperti tidak diterima.Jejaring sosial seperti facebook dan sejenisnya pun jadi pelarian.Ketika menjadi seleb facebook atau twitter, ada kebanggaan tersendiri."Semacam fobia sosial, nggak berani berhadapan dengan dunia nyata," menurut (Dewi, 2012), Saat bergaul di dunia maya melalui jejaring sosial, para remaja yang mengalami krisis identitas memang memungkinkan untuk menjadi orang lain. Foto profil bisa diedit sedemikian rupa agar tampak setampan atau secantik mungkin.Begitu juga keterangan-keterangan lain yang tidak perlu harus sesuai kenyataan.Menurut (Dewi, 2012) sangat khas pada remaja dengan krisis identitas adalah sering update status. Terlalu sering update status, mengubah keterangan dan mengganti foto profil seolah ingin selalu muncul di timeline adalah perilaku yang perlu diwaspadai sebagai gejala kecanduan sosial media. Kecanduan atau adiksi biasanya ditandai dengan kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan pergaulan untuk melakukan hal yang disukai.Demikian juga dengan kecanduan sosial media, meski tetap bersosialisasi lewat internet tetapi kalau tidak bergaul di dunia nyata maka hal itu tidak bisa dibilang sehat. Faktor pola asuh menurut (Dewi, 2012) turut memengaruhi kecenderungan ini.Kurangnya kesempatan bagi remaja untuk mengembangkan diri, tekanan dari orang tua yang terlalu sering mengarahkan bisa membuat anak-anak tumbuh menjadi remaja yang selalu cemas dan tidak percaya diri. 3 Solusinya tidak sulit asal belum berlebihan yakni dengan mengurangi intensitas bergaul di dunia maya dan mulai meningkatkan sosialisasi di kehidupan nyata.Begitu pula pencegahannya, pola asuh orang tua harus lebih memberi ruang bagi anak untuk berkembang secara sehat jasmani, rohani dan sosial (www.detikhealth.com). Berhubungan dengan fenomena diatas menurut (Priyanto, 2012) Identitas diri sangat dipengaruhi oleh lingkungannya dan sebaliknya, di lingkungan mana seseorang berada, dia juga menunjukkan identitas diri. Kita pun sering membuat narasi tentang orang lain dan membangun identitas orang lain. Dalam dunia maya atau infosphereonline game, second life, dan jejaring sosialidentitas seseorang juga dipengaruhi lingkungannya.Menurut filsuf (dalam Priyanto, 2012) informasi terkenal Floridi komunitas online merupakan jaringan dinamis dan interaktif dimana individu tidak dapat berdiri sendiri tetapi menjadi bagian dari komunitas.Identitas individu ditentukan oleh komunitasnya yang membentuk dirinya memiliki PIO (personal identity online).Infosphere bukan lagi merupakan media, tetapi lingkungan dimana komunitas maupun individu terus membentuk identitas. Salah satu fenomena yang terjadi dalam dunia maya adalah di Indonesia tidak semua orang menggunakan identitas diri dunia nyata. Banyak orang menggunakan identitas yang berbeda dengan identitasnya di dunia nyata. Identitas 4 dalam facebook atau email tidak selalu sama dengan identitas asli. Dalam online gaming, identitas seseorang diganti sendiri oleh pemilik.Teknologi informasi dan komunikasi merupakan teknologi egopoietic yang mampu mempengaruhi siapa diri kita sebenarnya, siapa kita menurut kita, siapa seharusnya kita, dan menjadi siapa diri kita nantinya.Karena teknologi mampu mempengaruhi membran pascakesadaran dan hubungan online mampu menceritakan siapa diri kita menurut komunitas, maka dunia maya benar-benar mampu mempengaruhi identitas diri seseorang. Dampak situs jejaring sosial lebih banyak dirasakan oleh kalangan remaja, karena sebagian besar pengguna jejaring sosial adalah dari kalangan remaja pada usia sekolah. Mudahnya menjadi anggota dari situs jejaring sosial, maka tidak heran jika banyak orang baik sengaja ataupun hanya mencoba mendaftarkan dirinya menjadi pengguna situs jejaring sosial tersebut. Dalam waktu singkat mengakses situs jejaring sosial akan menjadi suatu kebiasaan dan berinteraksi secara pasif di dalamnya. Akibatnya pengguna dalam hal ini peserta didik bisa lupa waktu karena terlalu asik dengan kegiatannya di dunia maya tersebut. Hal yang paling mengkhawatirkan menurut peneliti adalah pada era teknologi dan globalisasi seperti sekarang ini adalah telepon seluler yang dulunya hanya berfungsi sebagai alat penerima dan pemanggil jarak jauh, kini dapat digunakan untuk mengakses internet dan situs jejaring sosial. 5 Oleh karenanya, para siswa tidak perlu lagi ke warnet (warung internet) untuk mengakses situs pertemanan, melainkan dapat mengaksesnya langsung di telepon seluler mereka. Hal ini semakin menambah banyak kasus penyalahgunaan situs jejaring sosial untuk hal yang tidak sesuai dengan aturan. Tidak hanya siswa, mahasiswa pun tidak luput dari dampak situs jejaring sosial ini. Sebuah penelitian terbaru dari Aryn Karpinski, peneliti dari Ohio State University, menunjukkan bahwa para mahasiswa pengguna aktif jejaring sosial seperti facebook ternyata mempunyai nilai yang rendah daripada para mahasiswa yang tidak menggunakan situs jejaring sosial facebook. Menurutnya, tidak ada korelasi langsung facebook akan menyebabkan nilai para mahasiswa atau pelajar menjadi jeblok (www.tempo.co.id). Media sosial adalah sarana pembentukan identitas apa yang tidak bisa di ekspresikan di dunia nyata oleh remaja, bisa di ekspresikan di dunia virtual seperti facebook dan twitter, meskipun tidak sepenuhnya ditampilkan itu adalah identitas sebenarnya (Herdi, 2011). Pembentukan identitas dari pada masa remaja merupakan masalah yang penting. Krisis identitas timbul akibat dari konflik internal yang berawal dari masa transisi itu, maka perlu segera mendapat penyelesaian yang baik dengan mengelola ulang (reorganization) atau membentuk ulang (restruction) identitas dirinya. Mengelola ulang (reorganization), karena identitas dirinya telah terbentuk pada masa anak, kini tidak lagi sesuai dengan keadaan dirinya yang telah mejadi remaja. (Steinberg, 1993) 6 Sebagai sebuah konstruk, identitas diri sangatlah rumit. Tidak ada sebuah konsensus tunggal mengenai apa dan bagaimana identitas diri. Setiap teoritisi dengan paradigmanya masing-masing memberikan pandangan yang berbeda satu sama lain. Namun demikian, diakui konstruk ini dibangun secara eksplisit (dalam Bosma,dkk, 2004). Sebagai seorang neo psikoanalis, Erikson melihat perkembangan manusia dalam tahapan-tahapan yang berbeda dengan Freud, Erikson lebih menekankan pada aspek perkembangan psikososial ego ketimbang perkembangan seksual. Dalam delapan tahap perkembangan manusia, pada tahap kelima yang dikenal sebagai masa remaja, terjadi crisis of identity versus identity diffusion (Hall dan Lindzey, 2002). Lebih lanjut Erikson (dalam Bosma, dkk, 2004) memberi definisi identitas diri secara umum sebagai keberlanjutan menjadi seseorang yang tunggal dan pribadi yang sama, yang dikenali oleh orang lain. Selanjutnya bosma menambahkan secara jelas aspek sosial, identitas diri sebagai kesadaran seseorang akan bagaimana ia mengenali. Identitas dianggap penting ketika individu memasuki masa remaja, namun demikian identias diri ini bukanlah suatu entitas yang menetap melainkan terus mencari bentuk hingga biasanya individu matang identitas dirinya begitu lepas dari masa dewasa awal. Selanjutnya jika seseorang gagal membentuk identitas diri yang matang maka yang terjadi adalah kebingungan identitas atau identity diffusion.Tanda dari status identity diffusion adalah subyek tampil aneh, 7 cenderung mengisolasi diri dari lingkungan dan menghindari kontak dengan orang lain. Pada masa remaja akhir, dalam tahap perkembangan remaja menjawab pertanyaan “siapa diriku” dalam hubungannya dengan keluarga dan masyarakat. Pada masa inilah mulai berkembang identitas sosial, yaitu status dan peran yang diberikan orang lain kepada individu di tengah masyarakat. Sedangkan identitas pribadi, yaitu peleburan berbagai peran diri, yang merupakan identifikasi masa lampau, masa kini, dan watak pribadi. Identitas sosial dan identitas pribadi dilebur dan diintegrasikan menjadi suatu konstruksi global yang disebut identitas ego (Erikson, dalam Firman, 2006). Lebih lanjut, “menjadi seseorang” atau memiliki identitas diri berarti mengalami diri sebagai “aku” selaku yang sentral, mandiri dan unik, dan memiliki kesadaran akan kesatuan batiniahnya sendiri. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan melihat diri mereka sebagai individu yang terpisah dari berbagai individu lain. Namun demikian terlebih penting. Adanya rasa integritas dan kesatuan diri. Identitas diri disini bukan saja merupakan suatu keunikan pada diri individu melainkan keyakinan yang relatif menetap akan diri individu tersebut dalam hal kesatuan pribadi dan peran sosial baik di masa lalu maupun masa kini sekalipun terjadi berbagai perubahan dalam hidupnya. Identitas diri merupakan suatu konsep yang berakar dan ide kepribadian, yaitu ide mengenai keunikan individu dalam dimensi kepribadian yang 8 membedakan individu dengan individu lain sedangkan dari sudut pandang psikologi sosial identitas diri merupakan ide mengenai image yang dimiliki seseorang (Bosma, 2004). Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka penulis merasa tertarik untuk membahas masalah tersebut, khususnya berkenaan dengan penggunaan media sosial. Untuk itu penulis mengajukan skripsi yang berjudul pengaruh penggunaan media sosial terhadap pembentukan identitas diri remaja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah di atas, maka dapat dikemukakan rumusan masalah yaitu : Apakah ada pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap pembentukan identitas diri pada remaja C . Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap pembentukan identitas diri remaja. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah : 9 1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk memperluas wawasan, pengetahuan tentang Pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap identitas diri pada remaja. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi keluarga dan orang tua yang masih memiliki anak remaja bahwa media sosial internet dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri anak. b. Sebagai bahan masukan remaja mengetahui batasan batasan dalam menggunakan media sosial internet. E. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, setiap babdirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan, pembatasan berisi masalah, latar belakang metode masalah, penelitian, serta identifikasi, sistematika penulisan. BAB II : Landasan teoritis, meliputi : pengertian media sosial, ciri-ciri, macam-macam media sosial, eran dan fungsi media sosial, manfaat, pengertian identitas diri, sumber pembentukan identitas diri, sumber-sumber pembentukan identitas diri. 10 BAB III : Metodologi penelitian, meliputi : tujuan dan manfaat, penentuan lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, konsep dan pengukuran variabel, serta teknik interpretasi data. BAB IV : Hasil penelitian, meliputi : gambaran umum kaum remaja, deskripsi data dan analisis data, pengaruh media sosial internet terhadap pembentukan identitas diri, serta intepretasi data. BAB V : Penutup, yang meliputi : kesimpulan dan saran. 11