BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seeorang terhadap suatu rangsangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan tingkatan pengalaman yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui. Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (analysis) Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponenkomponen, dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut. e. Sintesis (synthesis) Universitas Sumatera Utara Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003). 2.2. Bantuan hidup dasar (Basuc life support) 2.2.1. Definisi Bantuan hidup dasar (Basuc life support) adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu (Soerianata, 1996). Istilah basuc life support mengacu pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi. Basuc life support ini terdiri dari beberapa elemen: penyelamatan pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan kompresi dada eksternal. Jika semua digabungkan maka digunakan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP) (Handley, 1997). Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri, 2007). 2.2.2. Tujuan Tujuan utama dari bantuan hidup dasar adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh (Alkatiri, 2007). Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009). Universitas Sumatera Utara 2.2.3. Tindakan Gambar 2.1. Algoritma Bantuan HIdup Dasar (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). Universitas Sumatera Utara 2.2.3.1. Periksa Respon dan Layanan Kedaruratan Medis Berteriak didekat kuping Pemeriksaan kesadaran dilakukan untuk menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu atau wajah korban. Jika pasien sadar, biarkan pasien dengan posisi yang membuatnya merasa nyaman, dan bila perlu lakukan kembali penilaian kesadaran setelah beberapa menit. Jika pasien tidak sadar segera meminta bantuan dengan cara berteriak “TOLONG!” atau dengan menggunakan alat komunikasi dan beritahukan dimana posisi anda (penolong) (ERC Guidelines, 2010). Gambar 2.2. Pemeriksaan kesadaran korban (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010).korban “apakah anda baikbaik saja?” 2.2.3.2. Pembebasan Jalan Napas (Airway Support) Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang (ATLS, 2004). Penyebab utama obstruksi jalan napas bagian atas adalah lidah yang jatuh kebelakang dan menutup nasofaring. Selain itu bekuan darah, muntahan, edema, atau trauma dapat juga menyebabkan obstruksi tersebut. Oleh karena itu, pembebasan jalan napas dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bersih merupakan hal yang sangat penting dalam BLS (Van Way, 1990). Universitas Sumatera Utara Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh kebelakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw-thrust maneuver). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras (IKABI, 2004). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway): a. tindakan kepala tengadah (head tilt) Tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009). b. Tindakan dagu diangkat (chin lift) Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004) Gambar 2.3. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). Universitas Sumatera Utara c. tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust) pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009). Gambar 2.4. Jaw-thrust maneuver (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). 2.2.3.3. Bantuan Napas dan Ventilasi (Breathing Support) Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Breathing support merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung, atau dari mulut ke alat (S-tube masker atau bag valve mask) (Alkatri, 2007). Breathing support terdiri dari 2 tahap : 1. Penilaian Pernapasan Menilai pernapasan dengan memantau atau observasi dinding dada pasien dengan cara melihat (look) naik dan turunnya dinding dada, mendengar (listen) udara yang keluar saat ekshalasi, dan merasakan (feel) aliran udara yang menghembus dipipi penolong (Mansjoer, 2009). Universitas Sumatera Utara Gambar 2.5. Look, listen, and feel (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). 2. Memberikan bantuan napas Bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut (mouth-to-mouth), mulut ke hidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup (Latief dkk, 2009). a. Pada bantuan napas mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) jika tanpa alat, maka penolong menarik napas dalam, kemudian bibir penolong ditempelkan ke bibir pasien yang terbuka dengan erat supaya tidak bocor dan udara ekspirasi dihembuskan ke mulut pasien sambil menutup kedua lubang hidung pasien dengan cara memencetnya. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6. Ventilasi buatan mulut ke mulut (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). b. Pada bantuan napas mulut-ke-hidung (mouth-to-nose), maka udara ekpsirasi penolong dhembuskan kehidung pasien sambil menutup mulut pasien. Tindakan ini dilakukan kalau mulut pasien sulit dibuka (trismus) atau pada trauma maksilo-fasial. c. Pada bantuan napas mulut-ke-sungkup pada dasarnya sama dengan mulutke-mulut. Bantuan napas dapat pula dilakukan dari mulut-ke-stoma atau lubang trakeostomi pada pasien pasca bedah laringektomi. Frekuensi dan besar hembusan sesuai dengan usia pasien apakah korban bayi, anak atau dewasa. Pada pasien dewasa, hembusan sebanyak 10-12 kali per menit dengan tenggang waktu antaranya kira-kira 2 detik. Hembusan penolong dapat menghasilkan volum tidal antara 800-1200 ml (Latief dkk, 2009). 2.2.3.4. Sirkulasi (Circulation Support) Merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007). Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009). Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju tulang punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini akan memeras jantung Universitas Sumatera Utara yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief dkk, 2009). Gambar 2.7. Posisi penolong pijat jantung (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010). Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007). Penghentian RJP Hentikan usaha RJP jika terjadi hal-hal berikut: a. Korban sadar kembali (dapat bernapas dan denyut nadi teraba kembali). b. Digantikan oleh penolong terlatih lain atau layanan kedaruratan medis. c. Penolong kehabisan tenaga untukmelanjutkan RJP. d. Keadaan menjadi tidak aman. (Asih, 1996). Universitas Sumatera Utara 2.2.3.5. Posisi Pemulihan (Recovery Position) Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi: a. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas b. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi pasien c. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010). Gambar 2.8. Recovery position (sumber: European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010) 2.3. Indikasi Bantuan Hidup Dasar Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri dkk, 2007). Universitas Sumatera Utara Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif), antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut (Alkatiri dkk, 2007). 2.3.1. Henti Napas (Respiratory Arrest) Henti Napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat, tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda asing, tersengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung, radang epiglottis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lain (Latief dkk, 2009). Tanda dan gejala henti napas berupa tidak sadar (pada beberapa kasus terjadi kolaps yang tiba-tiba), pernapasan tidak tampak atau pasien bernapas dengan terengah-engah secara intermitten, sianosis dari mukosa buccal dan liang telinga, pucat secara umum, nadi karotis teraba (Muriel, 1995). Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan dengan segera maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal (Latief dkk, 2009). 2.3.2. Henti Jantung (Cardiac Arrest) Henti jantung adalah keadaan terhentinya alran darah dalam system sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektifitas kontraksi jantung saat sistolik (Mansjoer, 2009). Universitas Sumatera Utara Berdasarkan etiologinya henti jantung disebabkan oleh penyakit jantung (82,4%); penyebab internal nonjantung (8,6%) seperti akibat penyakit paru, penyakit serebrovaskular, penyakit kanker, perdarahan saluran cerna obstetrik/pediatrik, emboli paru, epilepsi, diabetes mellitus, penyakit ginjal; dan penyebab eksternal nonjantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksisa, overdosis obat, upaya bunuh diri, sengatan listrik/petir (Mansjoer, 2009). Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti napas. Umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak berhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadidilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah 50% kerusakan otak irreversible (Alkatiri dkk, 2007). Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis, femoralis, radialas), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satusatu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi dengan ranngsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar (Latief dkk, 2009). Universitas Sumatera Utara