II. TELAAH PUSTAKA Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis dengan ciri memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem yang paling produktif di dunia. Selain itu, hutan hujan tropis juga memiliki keragaman tumbuhan dan satwa yang sangat tinggi. Keragaman yang tinggi itu dimungkinkan karena terdapat heterogenitas habitat, baik secara vertical maupun horizontal (Whitmore, 1984). Sejak tahun 1980Kementerian Kehutanan memulai pembangunan hutan tanaman untuk meningkatkan produktifitas hutan dan memenuhi kebutuhan Industri (Wiryono, 2008). Dampak konversi hutan alam menjadi hutan tanaman adalah penyederhanaan struktur dan komposisi jenis penyusun hutan. Hutan alam yang terstratifikasi secara vertical kedalam beberapa lapisan tajuk, berubah menjadi hutan yang hanya memiliki satu lapisan tajuk pohon. Secara horizontal, hutan tanaman merupakan hamparan yang homogen. Penyederhanaan struktur dan komposisi jenis tumbuhan penyusun hutan berdampak pula pada keragaman jenis hewan (Wiryono, 2008). Salah satu kelompok Coleoptera yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan suatu ekosistem adalah kumbang tinja (dung beetle) atau kumbang koprofagus yang termasuk dalam famili Scrabaeidae. Kumbang koprofagus banya digunakan sebagai bioindikator kestabilan ekosistem karena spesiesnya beragam, tersebar luas pada berbagai tipe ekosistem dan memiliki peran penting secara ekologi. Kumbang tinja berperan dalam penguraian kotoran hewan sehingga terlibat dalam siklus hara dan penyerbukan biji-biji tumbuhan yang terbawa melalui kotoran. Dengan demikian, kumbang tinja merupakan bagian yang penting dalam ekositem untuk mempertahankan keseimbangan alam dan rantai makanan. Kumbang koprofagus juga sering digunakan sebagi bioindikator tingkat kerusakan bio.unsoed.ac.id suatu habitat pada umumnya karena struktur komunitas dan distribusi kumbang tinja sangat dipengaruhi oleh tipe vegetasi, tipe tanah, jenis kotoran dan musim (Daube, 1991) Kumbang tinja merupakan anggota kelompok Coleoptera dari suku Scarabaeidae. Kumbang ini bentuk tubuhnya yang cembung, bulat telur atau memanjang dengan tungkai bertarsi 5 ruas dan sungut 8-11 ruas dan berlembar. Tiga sampai tujuh ruas terakhir antena umumnya meluas menjadi struktur-struktur seperti 6 lempeng yang dibentangkan sangat lebar atau bersatu membentuk satu gada ujung yang padat. Tibia tungkai depan membesar dengan tepi luar bergeligi atau berlekuk. ((Borror et al., 1992) Kumbang tinja di Australia merupakan agen pengendali hayati yang sangat efektif dalam mengontrol populasi lalat yang banyak berkumpul di kotoran sapi. Dengan menghilangkan kotoran ternak secara cepat dari permukaan tanah maka kumbang tinja mengurangi peluang perkembangbiakan vektor berbagai jenis penyakit tersebut. Populasi lalat pada tumpukan kotoran sapi yang didatangi oleh Onthophagus gazella menurun 95% dibandingkan kotoran sapi tanpa serangga tersebut (Thomas, 2001). Kumbang tinja juga merupakan agen pengendali hayati yang efektif untuk parasit pada saluran pencernaan hewan ternak. Hal ini karena umumnya telur-telur parasit tersebut terikut dalam kotoran sapi dan berkembang sampai menjadi stadium infektif dalam kotoran dan berpindah kererumputan yang kemudian termakan oleh ternak. Dengan adanya aktifitas kumbang tinja memakan telur parasit pada kotoran maka siklus hidup parasit tersebut terputus (Thomas, 2001). Kekayaan jenis kumbang tinja dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan terutama oleh tipe vegetasi, tipe tanah, dan jenis kotoran (Doube, 1991; Davis et al., 2001); Faktor lainnya seperti titik lintang (Haski & Cambefort, 1991) ketinggian tempat (Lobo & Halffter, 2000) ukuran kotoran hewan (Errouissi et al., 2004) dan musim (Hanski & Krikken, 1991) turut menentukan keragaman spesies kumbang tinja. Perubahan kelimpahan relatif spesies kumbang tinja mengikuti tipe vegetasi yang ada di wilayah temperata, tetapi kelimpahan dari kelompok fungsional yang berbeda relatif tetap. Dilaporkan juga terjadinya penurunan keragaman spesies kumbang tinja mengikuti peningkatan penutupan kanopi tumbuhan (vegetation cover) dan hal ini mengindikasikan adanya pengaruh intensitas cahaya. Meskipun demikian hasil studi pada beberapa wilayah (Lumaret & Kirk, 1991) bio.unsoed.ac.id Hasil studi Hanski dan Krikken (1991) menunjukkan adanya penurunan kelimpahan kumbang tinja, walaupun tidak terlalu nyata mengikuti peningkatan ketinggian tempat di Sulawesi Utara. Sampai pada ketinggian 800 m dpl ditemukan sekitar 18 spesies dan sampai pada ketinggian 1.150 m dpl tetap ditemukan lebih dari 10 spesies.Fenomena yang sama juga ditemukan di dataran rendah Sarawak. Tetapi di Gunung Mulu Sarawak terjadi penurunan jumlah spesies mulai pada ketinggian 7 diatas 300 m, pada ketinggian 800 m hanya ditemukan 5-10 spesies dan pada ketinggian 1.150 m kurang dari 5 spesies yang ditemukan. Kelimpahan dan kekayaan jenis kumbang tinja juga dipengaruhi keberadaan jenis mamalia, sebagai asal sumber daya tinja. Semakin besar ukuran mamalia yang dihasilkan, maka jenis kumbang yang ada cenderung semakin banyak juga dengan ukuran yang lebih besar pula.Kumbang tinja yang besar membutuhkan sumberdaya yang lebih besar untuk aktifitas makan dan reproduksi tetapi tidak berarti bahwa kumbang tinja yang lebih kecil akan terbatas keberadaannya pada kotoran hewan yang berukuran kecil (Erroussi et al., 2004). Namun demikian terdapat pengecualian, di Sulawesi Utara yang memiliki herbivore besar seperti anoa, tidak ditemukan jenis kumbang berukuran besar seperti Catarsius dan Synapsis, meskipun terdapat banyak jenis dari marga Copris yang ukurannya lebih besar dari jenis kongenerik di pulau Kalimantan Menurut Setiadi dalam (Mawarsih, 2011) pada beberapa tahun terakhir sebagian besar habitat serangga di lingkungan alami telah mengalami kerusakan dengan laju sangat tinggi, sehingga mengakibatkan penurunan keanekaragaman spesies yang menghuninya. salah satu penyebab penurunan keanekaragaman spesies yang paling utama adalah aktivitas manusia. Selain itu perubahan lahan alami menjadi lahan buatan seperti pertanian dan pemukiman penduduk juga mempengaruhi keanekaragaman spesies. Kumbang tinja berperan penting bagi lingkungan. Serangga banyak bertindak sebagai penyangga keanekaragaman dalam ekosistem. Salah satu kelompok Coleoptera yang berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan suatu ekosistem adalah kumbang tinja dari famili Scarabaeidae. Davis & Sutton (1998) menyatakan bahwa kumbang tinja penting sebagai indikator biologi, di mana pada lingkungan yang berbeda akan mempunyai struktur dan distribusi kumbang tinja yang berbeda pula. Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 10% jenis kumbang dari seluruh kumbang yang ada didunia (Noerdjito, 2003). bio.unsoed.ac.id 8