Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO Terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT Catatan penjelasan – konteks kepada penyusunan dokumen ini Sesuai dengan Prinsip dan Kriteria RSPO (RSPO P&C), para anggota pekebun kelapa sawit RSPO diwajibkan untuk sudah menyelesaikan kajian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) terhadap areal yang dikelolanya untuk penanaman baru sejak bulan November 2005. Maksud dari hal ini adalah agar wilayah-wilayah lahan yang berada di bawah kendali para pekebun anggota RSPO dan mengandung atau mendukung nilai NKT tidak dibuka untuk penanaman setelah tanggal yang dimaksud. Pada awalnya diberikan toleransi bagi para anggota pekebun kelapa sawit RSPO terkaitpenanaman yang dilakukan pada waktu antara akhir bulan November 2005 dan akhir bulan November 2007 dikarenakan adanya beberapa faktor (terutamaadanya periode uji coba lapangan penerapan P&C yang berlangsung hingga tahun 2007, persyaratan bagi penyusunan Interpretasi Nasional untuk P&C yang sedang berlangsung , panduan kajian NKT yang masih belum sempurna pada saat itu, hampir tidak adanya para penilai NKT yang memenuhi kualifikasi, akuisisi kebun dari perusahaan non-anggota, dan permasalahan-permasalahan terkait komunikasi). Namun demikian, bahkan setelah tahun 2007, untuk berbagai alasan termasuk yang telah disebutkan di atas, masih ada beberapa anggota RSPO yang terus melakukan pembukaan lahan untuk penanaman tanpa terlebih dahulu melakukan kajian NKT.Untuk membantu memastikan agar para anggota pekebun RSPO tidak melanjutkan pembukaan lahan tanpa didahului kajian NKT, maka diberlakukanlah Prosedur Penanaman Baru (New Planting Procedure/NPP) yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010 untuk dilakukan sebelum perluasan wilayah tanam kelapa sawit. Ada tiga opsi utama untuk mengatasi jenis pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku bagi para anggota RSPO ini, yaitu (a) mencabut status keanggotaan; (b) menangguhkan status keanggotaan yang bersangkutan di RSPO hingga dilakukannya bentuk tindakan khusus (ad-hoc) untuk remediasi dan kompensasi; atau (c) mengatur prosedur yang jelas, formal, transparan dan disepakati bersama untuk dilakukannya remediasi dan kompensasi. Mengingat bahwa RSPO bertujuan meningkatkan standar di bidang lingkungan dan sosial pada industri minyak kelapa sawit secara global, berkomitmen terhadap perbaikan terus menerus, serta tidak menginginkan perpecahan di ranah minyak sawit ke dalam perdebatan “kami dan mereka”, maka opsi (a) adalah yang paling sedikit keuntungannya. Opsi (b) memiliki kekurangan pada sifat ad hoc-nya dan tidak menyelesaikan persoalan untuk jangka waktu lebih panjang. Adalah opsi (c) yang dianggap sebagai yang terbaik. Tulisan ini akan menguraikan secara rinciopsi (c) yang diusulkan. Pada tanggal 6 Maret 2014, Dewan Gubernur RSPO menerima rekomendasi yang diajukan Gugus Tugas Kompensasi (Compensation Task Force/CTF) untuk memulai pelaksanaan bertahap Prosedur Remediasi dan Kompensasi terkait Pembukaan Lahan yang Tidak Didahului Kajian NKT yang diuraikan dalam dokumen ini. Pelaksanaan bertahap ini mensyaratkansemua anggota RSPO yang memiliki dan/atau mengelola lahan produksi kelapa sawit,untuk mematuhi prosedur ini sejak 6 Maret 2014, beserta semua bagian dokumen ini hingga dan termasuk Bagian 7.Penghitungan tanggung jawab konservasi. 1 Jangka waktu pelaksanaan bertahap ini dirancang agar dapat mengumpulkan informasi dan pengalaman dengan lebih banyak untuk mengembangkan suatu prosedur yang komprehensif. Hingga berakhirnya jangka waktu pelaksanaan bertahap ini, semua anggota didorong untuk juga mematuhi ketentuan bagian-bagian lainyang ada dalam dokumen ini. Catatan Penting: 1. 2. 3. 4. 5. Penerapan Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini hanya dimaksudkan untuk mendorong pelestarian keanekaragaman hayati, jasa dan nilai-nilai lingkungan dan sosialbudaya, sertamenjaga wilayah-wilayah yang penting untuk mempertahankannya dalam konteks perluasan budi daya kelapa sawit. RSPO menyarankan hal ini melalui didorongnya kepatuhan para anggota terhadap standar-standar yang diharapkan oleh RSPO sebagaimana diatur dalam RSPO P&C. Prosedur dan P&C sebagaimana diatur di bawah ini merupakan serangkaian standar tersendiriyang diharapkan RSPO untuk dipenuhi oleh para anggotanya. Prosedur dan P&C tersebut tidak mewakili hukum maupun ketentuan undang-undang dari negara manapun di mana para anggota menjalankan operasinya. Istilah ‘pelanggaran’ tidak berarti suatu pengakuan terhadap atau menunjukkan kesalahan yang dilakukan oleh anggota RSPO terhadap hukum maupun jurisdiksi manapun, serta tidak pula merupakan kesalahan yang dilakukan terhadap pihak ketiga manapun, baik dalam bentuk perorangan, perusahaan, organisasi maupun badan hukum lainnya. Namun istilah ini hanya mengacu kepada ketidakpatuhan suatu anggota terhadap serangkaian prinsip dan standar yang diberlakukan RSPO. Segala kompensasi (dalam bentuk dana proyek ataupun konservasi) sesuai standar-standar ini bukan merupakan (dan tidak dimaksudkan sebagai) kerusakan yang diakibatkan kesalahan apapun oleh anggota yang bersangkutan berdasarkan hukum manapun atau otoritas yang berwenang di tempat di mana kompensasi tersebut dilakukan (dalambentuk dana proyek atau konservasi), dan hanya dimaksudkan untuk memenuhi standar-standar dan kriteria yang diberlakukan RSPO demi tujuan mempertahankan sertifikat RSPO. Demikian pula, pelaksanaan suatu kompensasi sesuai dengan Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini bukan berartimembebaskan anggota dari segala kesalahan yang dilakukannya berdasarkan hukum negara manapun(jika ada), dan tidak pula menjadi saran agar mengabaikan hukum negara yang bersangkutan di mana anggota menjalankan operasinya. Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini juga tidak dimaksudkan untuk mendorong anggota untuk tidak mematuhi hukum suatu negara tertentu. 2 1. Pembukaan Standar RSPO bagi produksi minyak sawit berkelanjutan sebagaimana diatur dalam Prinsip dan Kriteria RSPO (RSPO P&C) mengidentifikasi potensi kehilangan hutan primer atau Nilai Konservasi Tinggi (NKT)1yang disebabkan oleh pengembangan penanaman baru. Hal ini merupakanisu kunci yang hendak diatasi. Versi pertama P&C pada tahun 2007 (Prinsip, Kriteria dan indikator yang diwajibkan oleh RSPO) menyatakan sebagai berikut: Kriteria 7.3 Penanaman baru sejak November 2005 tidak dilakukan di hutan primer atau setiap areal yang dipersyaratkan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi. Kajian NKT, termasuk konsultasi dengan pemangku kepentingan, dilakukan sebelum konversi apapun. Tanggal persiapan lahan dan dimulainya kegiatan dicatat. Ketentuan-ketentuan dalam standar RSPO ini dimaksudkan untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan jasa dan nilai lingkungan dan sosial budaya yang penting, serta menjaga wilayah-wilayah yang diperlukan untuk memeliharanya dalam konteks perluasan budi daya kelapa sawit. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan ini merupakan elemen inti dalam sistem RSPO. Jika diinterpretasikan secara ketat, dan jika digabungkan bersama dengan ketentuan-ketentuan RSPO lainnya yang terkait sertifikasi parsial,2 maka persyaratan-persyaratan iniakan secara efektif mengecualikan para pekebun yang mengendalikan wilayah-wilayah yang dibuka untuk perluasan setelah bulan November 2005 yang tidak didahului oleh kajian NKT,dari sertifikasi RSPO. Dengan mencermati bahwa pemahaman terhadap persyaratan-persyaratan ini dan pelaksanaannyadilakukan secara bertahap dan bahwa ketidakpatuhan yang telah terjadi dilatarbelakangi oleh bermacam-macam sebab (khususnya di lahan yang belum disertifikasi), maka Dewan Eksekutif RSPO menyetujui diberlakukannya Prosedur Penanaman Baru (NPP) sejak tanggal 1 Januari 2010. Prosedur ini mewajibkan semua anggota RSPO yang terlibat dalam produksi minyak sawit untuk mendemonstrasikan (sebagaimana diverifikasi oleh badan sertifikasi berakreditasi RSPO) bahwa mereka telah melaksanakan kajian dampak sosial dan lingkungan yang independen, menyeluruh dan partisipatif, termasuk di dalamnya identifikasi terhadap segala kawasan hutan primer yang diperlukan untuk memelihara NKT, wilayah tanah bergambut dan lahan masyarakat setempat, sebelum melakukan pembukaan wilayah baru. P&C ini kemudian direvisi pada tahun 2013. Perbedaan utama antara versi tahun 2007 dan 2013 terkait Kriteria 7.3 adalah dalam hal bagaimanacara pekebun diminta untuk membuktikan bahwa 1 NKT diatur dalam panduan NKT generik/umum dan interpretasi nasional (jika ada). Informasi mengenai panduan dan definisi NKT yang sudah diperbaharui dapat diperoleh dari laman situs HCV Resource Network di www.hcvnetwork.org/. 2 Klausul 4.2.4 dari Sistem Sertifikasi mewajibkan para pekebun melakukan penjadwalan untuk penyertifikasian semua lahan yang berada dalam kendalinya. 3 tidak ada pembukaan kawasan dengan NKT yang dilakukan sejak tahun 2005. Jika ada pembukaan lahan yang dilakukan antara tahun 2005 dan 2013, maka pekebun yang bersangkutan tidak berkewajiban melakukan kompensasi jika pihaknya dapat membuktikan telah dilaksanakannya suatu kajian NKT sebelum melakukan konversi dan membuktikan tidak adanya NKT ataupun hutan primer yang dibuka. Namun demikian, jika pembukaan lahan dilakukan setelah dipublikasikannya P&C versi tahun 2013, maka pekebun yang bersangkutan wajib untuk menunjukkan bahwa pihaknya telah terlebih dahulu melaksanakan kajian NKT yang disertai oleh analisis perubahan pemanfaatan lahan (Land Use Change/LUC) sebelum melakukan pembukaan lahan. RSPO P&C tahun 2013 (Prinsip, Kriteria dengannya)menyatakan sebagai berikut. beserta indikator wajib yang berkaitan (Kriteria 7.3) Penanaman baru sejak November 2005 tidak menggantikan area hutan primeratau arealain yang dibutuhkan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi. 7.3.1 Harus tersedia bukti bahwa tidak ada penanaman baru yang menggantikan hutan primer atau area lain yang dibutuhkan untuk memelihara atau meningkatkan satu atau lebihNilai Konservasi Tinggi (NKT), sejak November 2005. Penanaman baru harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin bahwa NKT yang telah diidentifikasi akan dipelihara dan/atau ditingkatkan kualitasnya (lihat Kriteria 5.2). 7.3.2 Penilaian NKT secara komprehensif, yang melibatkan konsultasi dengan pemangku kepentingan, harus dilaksanakan sebelum pelaksanaan konversi atau penanaman baru. Penilaian ini mencakup analisis perubahan penggunaan lahan untuk menentukan perubahanperubahan terhadap vegetasi sejak November 2005. Analisis ini harus dilakukan, dengan pengambilan keterwakilan, untuk mengindikasikan perubahan terhadap status NKT. 7.3.3 Tanggal persiapan lahan dan dimulainya pembukaan lahan harus dicatat. Pedoman spesifik untuk 7.3.1: Apabila lahan telah dibuka sejak November 2005, dan tanpa penilaian NKT yang cukup sebelumnya, maka lahan tersebut akan dijadikan pengecualian dari program sertifikasi RSPO sampai adanya rencana kompensasi NKT yang telah disusun dan diterima oleh RSPO. Pekebun anggota RSPO juga harus memperhatikan bahwa semua kajian NKT yang dilakukan sesuai NPP harus menggunakan para penilai NKT yang telah disetujui RSPO dan harus dilakukan sesuai dengan Panduan NKT Nasional, jika ada. Ketentuan baru berdasarkan Kriteria 7.3 sebagaimana dinyatakan dalam P&C 2013 tidak akan berlaku surut pada kajian-kajian NKT yang telah dilakukan sebelumnya. 4 Meski demikian, dengan mengenali bahwa pembukaan lahan yang dilakukan tanpa kajian NKT terlebih dahulu dapat merupakan akibat dari banyak sebab (termasuk di dalamnya ketidakpahaman dengan persyaratan RSPO pada waktu itu, kegiatan oleh pemilik sebelumnya, kesalahan atau prosedur operasional yangdilaksanakan dengan tidak sebagaimana mestinya), maka Dewan Eksekutif lebih memilih agar RSPO mengembangkan Prosedur Remediasi dan Kompensasi ketimbang memaksakan persyaratan yang akan selamanya menghambat pekebun-pekebun tertentu untuk mendapatkan sertifikasi dan bahkan keanggotaan RSPO. Kompensasi diwajibkan bagi segala pembukaan lahan setelah tahun 2005 yang dilakukan tanpa kajian NKT terlebih dahulu di lahan yang dikelola oleh organisasi/perusahaan induk atau anak perusahaannya yang mayoritas sahamnya dimiliki dan/atau yang dikendalikan, yang terdaftar sebagai anggota RSPO, terlepas dari apakah pembukaan lahan tersebut dilakukan sebelum lahan tersebut diakuisisi atau disewakan. Sebagaimana diatur dalam Dokumen Sistem Sertifikasi RSPO tahun 2007, kepemilikan saham mayoritas didefinisikan sebagai kepemilikan dengan porsi paling besar. Jika terdapat beberapa kepemilikan saham yang sama besar (misalnya 50-50), maka ketentuan ini berlaku pada organisasi/perusahaan yang memegang kendali manajemennya.Prosedur Remediasi dan Kompensasi juga berlaku pada lahan yang disewakan atau diakuisisi oleh suatu anggota RSPO yang mana turan mayoritas kepemilikan saham juga turut berlaku terhadap hal ini. Prosedur Remediasi dan Kompensasi yang dijelaskan di bawah ini memungkinkan para pemohon sertifikasi yang mengendalikan lahan yang tidak memenuhi ketentuan 7.3 dan/atau NPP untuk mengajukan sertifikasi (atau mempertahankan status sertifikasinya), dengan ketentuan bahwa: i. ii. iii. pihaknya membuktikan dilakukannya perubahan terhadap prosedur operasi standarnya (SOP); menyepakati remediasi /kompensasi terhadap kehilangan apapun yang terjadi pada HCV 4, 5 dan 6 dengan masyarakat yang terdampak; dan melaksanakan tindakan-tindakan konservasi keanekaragaman hayati sebagaimana diatur dalam Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini. Pendekatan ini memiliki dua tujuan sekaligus sebagai berikut: Pendekatan ini memungkinkan RSPO untuk menjalankan misinya dengan lebih baik untuk meningkatkan produksi, penyediaan, pembiayaan dan penggunaan produk-produkminyak sawit berkelanjutan dengan melibatkan lebih banyak lagi pekebun berkomitmen. Pendekatan ini memungkinkan para pekebun yang bertanggung jawab untuk memperbaiki operasi-operasi yang sebelumnya telah mengakibatkan terjadinya ketidakpatuhan, sehingga pihaknya dapat mengajukan permohonan untuk atau mempertahankan sertifikasinya sebagai sarana untuk membuktikan komitmen mereka terhadap sustainability. 5 2. Pendahuluan Dokumen ini berisi Prosedur Remediasi dan Kompensasi RSPO yang berlaku untuk ketidakpatuhan terhadap segala ketentuan yang dikandung dalam Prinsip 7.3 RSPO dan/atau prosedur NPP. Dokumen ini berdasarkan kerja dan rekomendasi dari Gugus Tugas Kompensasi (Compensation Task Force/CTF), yaitu sub-unit dari Kelompok Kerja Keanekaragaman Hayati dan NKT (Biodiversity and HCV Working Group/BHCV-WG) RSPOyang didirikan pada tahun 2011, yang merupakan kelanjutan atas kerja terdahulu yang dilakukan Badan Eksekutif, ide-ide yang dibangun oleh Kelompok Kerja RSPO di Indonesia untuk NKT (HCV RSPO Indonesian Working Group/HCV RIWG), serta hasil lokakarya yang diselenggarakan dengan para anggota pada forum Roundtable RSPO Kedelapan (RT8) di Jakarta pada bulan November 2010. Prosedur ini juga dibuat berdasarkan pengalaman dari dua kasus keluhan terdahulu. Kedua kasus ini benar-benar menunjukkan bahwa upaya untuk menilai kehilangan sesungguhnya dari NKT melalui analisis NKT yang retrospektif dan historis adalah hal yang sulit untuk dilakukan, memakan waktu lama dan hasilnya jauh dari apa yang diharapkan. CTF juga menyimpulkan bahwa pemulihan wilayah ekosistem alami yang luas di lahan yang sudah ditanami kelapa sawit sering kali kurang efektif jika dibandingkan dengan tindakan-tindakan konservasi yang diterapkan di luar perkebunan. Prosedur Remediasi dan Kompensasi mempertimbangkan pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik ini, dengan menetapkan pendekatan berbasis proksi/keterwakilan untuk menghitung kewajiban kompensasi berdasarkan citra satelit untuk tutupan vegetasi di wilayah-wilayah yang telah dibuka, dengan pelaksanaan tindakan-tindakan konservasi yang memuaskandi dalam ataupun di luar konsesi. Meskipun unsur-unsur dalam dokumen ini dapat direvisi seiring dengan bertambahnya pengalaman yang dimiliki, rencana kompensasi diasumsikan berdasarkan/mengikuti versi dokumen yang berlaku pada saat dibukanya proses kompensasi formal, dan dapat berubah setelahnya hanya jika disepakati bersama oleh pekebun yang bersangkutan dan RSPO. Dalam hal terjadinya sengketa terkait isi atau penafsiran Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini, maka keputusan akhirnya akan tetap menjadi kewenangan Panel Pengaduan RSPO. 6 3. Persyaratan Utama dan prinsip-prinsip panduan 3.1 Prosedur Remediasi dan Kompensasi mencakup sejumlah persyaratan utama (lihat juga diagram alir singkat pada Lampiran 1). i. Pengungkapan (disclosure) (bagian 4 dan 5 di bawah ini) Pengungkapan tentang pembukaan lahan yang tidak mematuhi ketentuan. Pengembangan SOP yang dirancang untuk menghindari segala pembukaan lahan yang tidak mematuhi ketentuan. ii. Analisis perubahan pemanfaatan lahan (LUC) dan kajian tanggung jawab (bagian 6 dan 7 di bawah ini). Analisis dan laporan mengenai LUC Identifikasi wilayah di mana penanaman kelapa sawit dilarang untuk dilakukan oleh RSPO P&C (contohnya kawasan riparian dan kawasan curam). Penghitungan kewajiban kompensasi tambahan. iii. Pengembangan Rencana Remediasi dan Kompensasi (bagian 8-13 di bawah ini). Evaluasi tiap kasus kompensasi oleh Panel Kompensasi. Remediasi wilayah di mana penanaman kelapa sawit dilarang untuk dilakukan oleh RSPO P&C (contohnya kawasan riparian dan kawasan curam). Remediasi atau pemberian kompensasi kepada para pemangku kepentingan yang terdampak atas hilangnya NKT sosial (HCV 4, 5 dan 6). Paket kompensasi secara keseluruhan dapat mencakup ketentuan hukum nasional negara yang bersangkutan terkaitkompensasi atas dasar hektar per hektar jika ketentuan-ketentuan ini sejalan dengan tujuan-tujuan RSPO. Panel Kompensasi akan memutuskan mengenai dapat tidaknya kegiatan kompensasi dilaksanakan untuk kepatuhan hukum secara kasus per kasus, dan memonitor pemenuhan persyaratan hukum. Perencanaan proyek-proyek konservasi. Pelaksanaan proyek-proyek konservasi dan monitoring terhadap hasil. 7 3.2 Prosedur Remediasi dan Kompensasi mewakili prinsip-prinsip panduan tertentu: i. Kasus-kasus awal pembukaan lahan yang tidak disertai kajian NKT mengandung kewajiban kompensasi yang lebih kecil daripada kasus-kasus yang lebih baru.Oleh karena itu, prosedurnya membedakan antara ketidakpatuhan pembukaan lahan yang dilakukan: pada waktu antara setelah bulan November 2005 dan November 2007 (yaitu pada saat dilakukannya uji coba RSPO P&C); antara November 2007 dan tanggal 31 Desember 2009; pembukaan antara tanggal 1 Januari 2010 (pada saat diperkenalkannya NPP) dan 9 Mei 2014; terkait dengan segala ketidakpatuhan pembukaan lahan di masa yang akan datang, maka tanggung jawab kompensasi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat efektif mencegah/mengurangi ‘buka dan bayar’ (clear and pay). Namun demikian, hal ini memungkinkan para anggota baru untuk bergabung dengan RSPO di masa yang akan datang, dan para anggota RSPO yang ada pada saat ini untuk melakukan akuisisi kepemilikan saham dari perusahaan-perusahaan non-anggota dan masih dalam tahap sertifikasi. ii. iii. iv. Ketidakpatuhan pembukaan lahan yang dilakukan anggota RSPO pada saat membuka lahan, dan lebih khususnya pekebun bersertifikat RSPO, memiliki kewajiban kompensasi yang lebih tinggi daripada tindakan serupa yang dilakukan oleh non-anggota RSPO. Hal ini dikarenakan para anggota telah berkomitmen secara formal terhadap RSPO dan diharapkan untuk menjadi pihak yang memiliki informasi lebih baik perihal RSPO daripada non-anggota. Untuk diperhatikan, Prosedur Remediasi dan Kompensasi berlaku di wilayah manapun di dunia, termasuk kepada para pekebun di wilayah-wilayah di mana RSPO belum dikenal aktif dan yangmungkin ingin mengajukankeanggotaan RSPO dan/atau mengajukan permohonan untuk sertifikasi RSPO di masa yang akan datang. Prosedur ini dirancang untuk memungkinkan fleksibilitas bagi para pekebun dalam upaya memenuhi kewajiban kompensasinya, serta mendukung dilakukannya tindakan-tindakan konservasi yang memaksimalkan hasil konservasi dengan sumber daya yang dicadangkan. Meskipun RSPO sedang mengusahakan untuk memastikan bahwa para anggotanya mempraktikkan uji tuntas (due diligence) dalam akuisisi lahan untuk kelapa sawit, namun juga diakui bahwa perusahaan tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas segala pembukaan lahan sejak tahun 2005 yang pada saat dilakukannya belum berada di bawah manajemennya. Secara khusus, RSPO mendorong para anggota untuk melakukan perluasan ke bidang lahan yang tepat, yang dalam hal ini sering kali merupakan lahan-lahan yang sudah dibuka sebelumnya oleh rumah tangga atau perseorangan untuk pemanfaatan pribadi. Oleh karena itu, pada beberapa kasus Prosedur Remediasi dan Kompensasi mengenal pembedaan antara lahan yang dibuka dengan maksud komersial serta non komersial (lihat daftar istilah untuk definisi), di mana para pekebun tidak diwajibkan untuk melakukan kompensasi untuk lahan yang dapat dibuktikan pihaknya sebagai lahan yang telah dibuka untuk tujuan non komersial. 8 BAGIAN-BAGIAN BERIKUT INI DIWAJIBKAN SELAMA PELAKSANAAN BERTAHAP: 4. Pengungkapan terhadap ketidakpatuhan pembukaan lahan Pekebun3 anggota RSPO harus mengungkapkan (disclose) kepada Direktur Teknis RSPO perihal segala pembukaan lahan untuk perluasan setelah tahun 2005 yang dilakukan tanpa didahului oleh kajian NKT untuk lahan yang dikelola oleh dan/atau berada dalam kendali pihaknya atau, jika tidak, menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa tidak ada pembukaan lahan demikian. Dalam hal teridentifikasi/ditemukannya ketidakpatuhan pembukaan lahan apapun, maka para pekebun wajib mengikuti proses kompensasi. Pekebun yang mengajukan permohonan keanggotaan RSPO harus mengungkapkan kepada Direktur Teknis RSPO perihal segala pembukaan lahan untuk perluasan setelah tahun 2005 yang dilakukan tanpa didahului kajian NKT untuk lahan yang berada dalam kendalinya atau, jika tidak, menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa tidak ada pembukaan demikian. Hal ini dilakukan sebelum masa dua minggu komentar publik terhadap permohonan keanggotaan di laman situs RSPO. Agar memenuhi syarat memperoleh keanggotaan RSPO, maka pekebun wajib untuk mengikuti proses kompensasi untuk segala ketidakpatuhan pembukaan lahannya. Pekebun bersertifikat RSPO atau pekebun yang dalam proses sertifikasi harus mengungkapkan kepada Badan Sertifikasi terakreditasi dan kepada Direktur Teknis RSPO perihal adanya segala pembukaan lahan setelah tahun 2005 untuk perluasan yang tidak didahului kajian NKT untuk lahan yang berada dalam kendalinya (dimiliki, dikelola, disewakan atau diakuisisi) atau, jika tidak, menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa tidak ada pembukaan demikian. Kepatuhan terhadap ketentuan ini akan diaudit oleh Badan Sertifikasi yang melaporkan segala hal yang tidak diungkapkan(non-disclosure) kepada PanelPengaduan. Agar memenuhi syarat untuk sertifikasi pertama di semua wilayah yang tidak terkena kewajiban kompensasi, maka pekebun harus mengikuti proses kompensasi untuk segala ketidakpatuhan pembukaan lahannya. Prinsip yang berlaku dalam hal ini adalah bahwa pekebun wajib mengungkapkan sepenuhnya perihal semua lahannya pada saat mereka mengikuti proses sertifikasi pertama. Prosedur Remediasi dan Kompensasi akan berlaku pada pekebun yang secara sukarela mengungkapkan ketidakpatuhan pembukaan lahan kepada Direktur Teknis RSPO dalam kerangka waktu yang telah ditentukan. Setelah rencana kompensasi disetujui dan dimulai, proses sertifikasi di unit operasi lainnya yang tidak terdapat kasus kompensasi dapat dilanjutkan. Ketidakpatuhan yang disampaikan melalui audit Badan Sertifikasi, atau disampaikan oleh pemangku kepentingan lainnya pada fase selanjutnya akan dilaporkan kepada Panel Pengaduan. Kasus-kasus yang demikian dapat berakibat pada penangguhan penerbitan atau pencabutan sertifikat dan/atau penghentian keanggotaan RSPO. 3 Pekebun didefinisikan oleh RSPO sebagai perorangan atau entitas yang memiliki dan/atau mengelola pengembangan minyak sawit. 9 5. Perubahan SOP yang disetujui Anggota harus mengajukan SOPnya (yang sudah disetujui oleh manajemen puncak perusahaan) untuk membuktikan bahwa pihaknya telah mengadopsi langkah-langkah yang tepat untuk menghindari ketidakpatuhan baru untuk pembukaan lahan yang akan datang. 6. Analisis perubahan pemanfaatan lahan (LUC) Pekebun yang mengikuti proses kompensasi memiliki pilihan untuk: (a) melakukan kompensasi terhadap luas keseluruhan lahan yang dibuka dengan menggunakan koefisien 1 (lihat di bawah ini) tanpa melakukan analisis LUC; (b) melaksanakan analisis LUC terkait semua kasus individual untuk pembukaan lahan setelah tanggal 1 November 2005 yang tidak didahului kajian NKT. 6.1 Semua tanggung jawab kompensasi dikarenakan hilangnya NKT 4-6 harus diidentifikasi dan dikaji melalui dialog dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat yang terdampak sebagaimana dijelaskan pada bagian 9. 6.2 Wilayah-wilayah yang dilarang P&C untuk dilakukan pembukaan vegetasi dan penanaman kelapa sawit (contohnya kawasan riparian dan lahan curam) harus diidentifikasi dan diremediasi. 6.3 Untuk tujuan kompensasi terhadap potensi kehilangan NKT 1-3, semua pembukaan lahan yang terjadi tanpa didahului kajian NKT (termasuk di dalamnya wilayah-wilayah yang diidentifikasi untuk remediasi dalam 7.2) harus dihitung dan dikategorikan telah terjadi pada periode sebagai berikut. Antara November 2005 dan November 2007. Antara November 2007 dan tanggal 31 Desember 2009. Antara 1 Januari 2010 dan 9 Mei 2014. Setelah 9 Mei 2014. Analisis tersebut juga harus menilai apakah lahan-lahan tersebut: dibuka untuk tujuan komersial (oleh anggota maupun non-anggota) sebagaimana didefinisikan di daftar istilah di bawah ini; atau dibuka untuk tujuan non komersial sebagaimana didefinisikan dalam daftar istilah. 10 Wilayah-wilayah yang dibuka tanpa didahului kajian NKT (termasuk wilayah-wilayah yang diidentifikasi untuk remediasi dalam 6.2) harus diklasifikasikan ke dalam empat kategori sebagaimana dalam Tabel 1 di bawah ini melalui analisis penginderaan jauh (inderaja – remote sensing) untuk data status vegetasi bulan November 2005 (atau sedekat mungkin dengan tanggal ini – lihat Panduan Penginderaan Jauh dalam Lampiran 2). Masing-masing dari keempat kategori vegetasi tersebut diberikan koefisien perkalian sebagai suatu perwakilan untuk nilainya sebagai habitat untuk keanekaragaman hayati yang berkisar dari 1 (hutan yang kompleks secara struktural yang mencakup hutan primer, hutan dalam proses regenerasi, atauhutan tebang pilih dengan tajuk tinggi) hingga 0 (perkebunan tanaman monokultur, baik berkayu maupun non kayu; serta lahan lain yang dibudidayakan dan dikembangkan secara permanen atau lahan terbuka yang terdegradasi). Pada beberapa kasus, tantangan terhadap data inderaja dan analisis LUC dapat berasal dari pekebun, panel kompensasi ataupun pemangku kepentingan lainnya. Dalam kasus-kasus semacam ini panel kompensasi dapat mewajibkan pekebun menyediakan informasi tambahan untuk dimasukkan ke dalam analisis tersebut, atau menerima informasi tambahan dari pekebun, seperti laporan kajian dampak lingkungan (AMDAL), peta historis pemanfaatan lahan, wawancara dengan anggota masyarakat setempat, dsb.4Keputusan akhir perihal koefisien tersebut diambil oleh panel kompensasi. Tabel 1: Kategori wilayah lahan yang dibuka tanpa didahului kajian NKT Koefisien 1,0 : Hutan yang kompleks secara struktural (termasuk di dalamnya hutan primer), hutan tebang pilih beregenerasi dengan unsur tajuk tinggi). Koefisien 0.7 : Hutan alam yang terdegradasi secara struktural tetapi masih berfungsi ekologis.* Koefisien 0.4 : Agroforestri multi species. Koefisien 0 : Perkebunan tanaman monokultur, baik berkayu maupun non kayu; serta lahan lain yang dibudidayakan dan dikembangkan secara permanen atau lahan terbuka yang terdegradasi. *Mencakup hutan sekunder bertajuk rendah yang terdegradasi akan tetapi masih berfungsilain dan hutan didominasi tumbuhan pionir,hutan yang mengalami penebangan berat dan/atau berulang-ulang atau hutan bekas terbakar, dan hutan yang beregenerasi. Catatan: Penafsiran dari koefisien-koefisien ini harus mengacu kepada panduan NKT yang berlaku pada saat dilakukannya pembukaan lahan, contohnya ekosistem lahan basah yang mencakup rawa gambut (khususnya rawa yang masih berhutan), rawa air tawar, hutan bakau, danau dan rawa berumput diidentifikasi sebagai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di Indonesia pada tahun 2008 [dinyatakan sebagai HCV 4.1 dalam Panduan NKT Indonesia 2008] 4 Ini harus dicakup dalam TOR panel kompensasi. 11 Pekebun harus mengajukan laporan perihal temuan dalam analisis LUC kepada Panel Kompensasi dalam waktu 60 hari kerja sejak mulai mengikuti proses (dapat diberikan perpanjangan waktu oleh Panel Kompensasi). Laporan tersebut harus mencakup konfirmasi mengenai sudah diubahnya SOP atau dibuatnya SOP baru sehingga dapat menghindari terjadinya ketidakpatuhan baru di masa yang akan datang. Selain menjalankan kompensasi atas semua kehilangan NKT sebagai akibat dari pembukaan lahan sebelum melakukan kajian NKT, pekebun juga diwajibkan untuk meremediasi wilayah-wilayah yang dilarang RSPO P&C untuk ditanami kelapa sawit. Wilayah-wilayah dimaksud dapat mencakup kawasan riparian dan daerah curam. Remediasi harus bertujuan untuk mengembalikan, dengan cara yang seefektif mungkin, fungsi-fungsi ekologis yang dapat diberikan jika vegetasi alaminya dilestarikan (contohnya pengendalian erosi dan perlindungan Daerah Aliran Sungai/DAS). Tindakan-tindakan demikian ini harus dilakukan di samping memenuhi kewajiban kompensasi yang diidentifikasi. Pengelolaan wilayah ini harus dilakukan sesuai standar yang diatur dalam panduan P&C yang terkait. 7. Menghitung kewajiban konservasi Selain memberikan kompensasi kepada masyarakat untuk hilangnya NKT 4-6 (lihat bagian 9 di bawah ini), pekebun yang memegang kendali atas wilayah yang dibuka tanpa didahului oleh kajian NKT setelah tahun 2005 diwajibkan untuk memberikan kontribusi kepada konservasi keanekaragaman hayati, baik di dalam maupun luar konsesinya. Keseluruhan tanggung jawab konservasi tergantung pada kapan pembukaan lahan dilakukan, oleh siapa dan untuk tujuan apa, serta dihitung dengan menggunakan data dari analisis LUC. Tanggung jawab ini, yang dituangkan dalam bentuk angka luas hektaran yang dicadangkan untuk atau dikelola dengan tujuan utama bagi pelestarian keanekaragaman hayati, dihitung dengan menggunakan Tabel 2 di bawah ini. 12 Tabel 2: Penentuan kewajiban konservasi Lahan yang dikendalikan oleh non-anggota RSPO pada saat pembukaannya 5 Lahan yang dikendalikan oleh anggota RSPO yang belummemiliki Unit Pengelolaan bersertifikat pada saat pembukaannya. Lahan yang dikendalikan oleh pekebun yang telah memiliki Unit Pengelolaan bersertifikat RSPO pada saat pembukaannya Termasuk di dalamnya lahan yang diakuisisi dari anggota RSPO yang belum memiliki Unit Pengelolaan bersertifikat pada saat pembukaanya (acuan silang dengan 4.2.4). Termasuk di dalamnya lahan yang diakuisisi dari pekebun lainnya yang telah memiliki Unit Pengelolaan bersertifikat RSPO pada saat pembukaannya (acuan silang dengan 4.2.4). Lahan yang dibuka pada waktu setelah November 2005 November 20075 Remediasi dan/atau kompensasi hanya diwajibkan untuk NKT-NKT sosial (yaitu NKT 4, 5 dan 6) jika bukti (contohnya SEIA) untuk proses negosiasi dan/atau hasilnya yang sebagaimana mestinya tidak mencukupi. Remediasi dan/atau kompensasi hanya diwajibkan untuk NKT-NKT sosial (NKT 4, 5 dan 6)jika bukti (contohnya SEIA) untuk proses negosiasi dan/atau hasilnya yang sebagaimana mestinya tidak mencukupi. Tidak ada [belum ada wilayah bersertifikat pada periode ini] Lahan yang dibuka pada waktu antara Desember 2007 - 31 Desember 2009. Remediasi dan/atau kompensasi hanya diwajibkan untuk NKT-NKT sosial (NKT 4, 5 dan 6) jika bukti (contohnya SEIA) untuk proses negosiasi dan/atau hasilnya yang semestinya tidak mencukupi. Jumlah dari: semua luasan area yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT x koefisien vegetasinya pada bulan November 2005. Jumlah dari: semua luasan area yang dibuka tanpa didahului kajian NKT x koefisien vegetasinya pada bulan November 2005. Lahan yang dibuka pada waktu antara 1 Januari 2010 -9 Mei 2014 Jumlah dari: semua luasan area yang dibuka untuk tujuan komersial tanpa didahului kajian NKT x koefisien vegetasinya pada bulan November 2005. Jumlah dari: semua luasan area yang dibuka tanpa didahului oleh kajian NKT x koefisien vegetasinya pada bulan November 2005. Dua kali jumlah dari: semua luasan area yang dibuka tanpa didahului oleh kajian NKT x koefisien vegetasinya pada bulan November 2005. Pembukaan lahan yang dilakukan pada masa setelah tanggal 9 Mei 2014. 1. Jumlah dari semua luasan area yang dibuka tanpa didahului oleh kajian NKT x koefisien vegetasinya pada bulan November 2005. Dikeluarkan dari RSPO* Dikeluarkan dari RSPO* P&C diperkenalkan untuk masa ‘uji coba’ dua tahun dari November 2005 hingga November 2007. 13 2. Semua lahan yang dibuka dan dimiliki oleh anggota harus dikelola sepenuhnya sesuai dengan standar RSPO dan disertifikasi sesegera mungkin. 3. Jika lahan yang dibuka disertifikasi, produk kelapa sawit dari wilayah dengan koefisien vegetasi < 0,4 pada bulan November 2005 dapat dijual sebagai produk bersertifikat. 4. Produk kelapa sawit dari lahan yang dibuka dan memiliki koefisien vegetasi > 0,4 pada bulan November 2005 tidak dapat diklaim sebagai bersertifikat RSPO, walaupun unit pengelolanya bersertifikat (harus menjadi bagian dari mekanisme mass balance atau, jika tidak, dipisahkan tetap di luar melalui segregasi fisik). 5. Anggota RSPO yang mengakuisisi lahan baru setelah tanggal 9 Mei 2014 wajib untuk menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa pihaknya tidak akan menganjurkan, mendorong atau mendukung, baik langsung maupun tidak, segala pembukaan lahan yang dilakukan tanpa didahului kajian NKT. 6. Dikeluarkan* dari keanggotaan atau penolakan terhadap permohonan keanggotaan jika semua ketentuan di atas tidak dipenuhi. *RSPO BHCV-CP dapat menelaah kasus-kasus luar biasa perihal pembukaan lahan yang bersifat tidak disengaja dan terbatas yang tidak didahului kajian NKT 14 BAGIAN-BAGIAN BERIKUT INI BERSIFAT SUKARELA SELAMA MASA PELAKSANAAN BERTAHAP WALAUPUN PARA ANGGOTA TETAP DIHARAPKAN UNTUK MEMATUHINYA: 8. Panel Kompensasi Setiap kasus kompensasi akan ditangani oleh Panel Kompensasi. Untuk setiap kasus, pimpinan bersama (co-chair) dari Kelompok Kerja Keanekaragaman Hayati dan NKT (Biodiversity and HCV Working Group/BHCV-WG) akan menunjuk suatu Panel Kompensasi yang terdiri dari empat anggota RSPO (disarankan mereka yang merupakan anggotaBHCV-WG yang memiliki perwakilan berimbang dari kategori pemangku kepentingan berbeda, dengan keahlian yang sesuai dengan proyek konservasi keanekaragaman hayati beserta satu anggota dari sekretariat RSPO) yang didukung oleh kewenangan ekstra sebagaimana diperlukan, dalam waktu tidak lebih dari 20 hari kerja setelah pemberitahuan kasus kompensasi. Co-chair BHCV-WG akan menginformasikan BHCV-WG perihal pembentukan Panel Kompensasi, dan segala keberatan dapat diajukan dalam waktu lima hari kerja. Panel Kompensasi akan melaporkan kepada BHCV-WG perihal putusan kasus kompensasi yang ditangani. Pada saat pencalonan, para anggota yang terpilih untuk Panel Kompensasi wajib untuk mengungkapkan segala konflik kepentingan yang ada. Co-chair BHCV-WG akan meninjau segalabentuk konflik kepentingan sebelum setiap kasus dimulai, dan melalui co-chair, para anggota Panel Kompensasi tersebut akan mengajukan penggantian anggota sebagaimana diperlukan untuk mencapai keseimbangan dan keahlian. Pemilihan anggota pakar diupayakan mencakup sekurangnya satu orang anggota yang memiliki pengetahuan lokal dan harus ditempatkan dekat dengan tempat dilakukannya tindakan lapangan sehingga yang bersangkutan dapat masuk ke lokasi untuk melakukan penyelidikan lebih lanjutsekaligus juga menjaga independensinya. 9. Remediasi dan Kompensasi untuk Dampak Sosial akibat Hilangnya NKT 4, 5 dan 6 Potensi kehilangan NKT 4-6 harus dinilai, baik melalui bukti yang ada, atau melalui suatu proses baru. Bukti mencakup (akan tetapi tidak terbatas pada) pendokumentasian formal terhadap proses kompensasi di masa sebelumnya atau segala informasi yang diberikan dalam suatu pengaduan kepada RSPO. Analisis ini harus menentukan apakah telah terjadi dampak sosial negatif terkait hilangnya NKT 4-6 dan apakah dampak tersebut telah diremediasi dan/atau dikompensasi dengan sebagaimana mestinya. Dampak-dampak yang telah diidentifikasi dalam hilangnya NKT 4-6 harus diremediasi dan/atau dikompensasi dengan sebagaimana mestinya melalui proses yang transparan, partisipatif dan tercatat. 15 Tindakan remediasi mencakup pemulihan, penggantian, atau memberikan kompensasi dalam bentuk uang untuk penyediaan dan/atau akses kepada sumber daya alam. Karena masyarakat mungkin mengalami pergeseran dalam ketergantungannya pada sumber daya dikarenakan perubahan dalam lingkungan sosio-ekonomi, maka konsultasi harus mengidentifikasi opsi terbaik yang tersedia bagi restorasi atau penggantian nilai-nilai dan/atau fungsi yang hilang. Dalam hal kompensasi dalam bentuk uang disetujui, maka para pihak terkait disarankan untuk melakukan pembayarannya secara bertahap selama beberapa kali dalam jangka waktu tertentu dan bukan dalam bentuk pembayaran yang sekali lunas/selesai. Pekebun harus mengacu pada panduan Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa/FPIC) untuk konsultasi dengan para pemangku kepentingan dan masyarakat yang terdampak (lihat panduan FPIC RSPO sebagai acuan). Untuk keseluruhan langkah yang dilakukan, lihat Lampiran 1 (diagram alir) sebagai acuan. 10. Opsi-opsi untuk pelaksanaan kompensasi Tabel 2 di atas dan data dari analisis LUC menghasilkan kewajiban kompensasi yang dituangkan dalam bentuk hektaran. Selain dari dan disamping remediasi, terdapat dua opsi untuk kompensasi yang dapat dipilih pekebun untuk memenuhi kewajiban kompensasi ini. Keduanya dijelaskan berikut ini tanpa bermaksud menjadi urutan prioritas dan dapat diterapkan dengan menggabungkan satu sama lain. Opsi 1: angka hektaran yang akan dicadangkan atau dikelola dengan tujuan utama untuk pelestarian keanekaragaman hayati oleh perusahaan atau pihak ketiga, baik di dalam maupun luar unit pengelolaan. Contoh bagi biaya restorasi dapat dilihat pada laporan ERE.6 Opsi 2: basis non hektaran oleh perusahaan dan/atau pihak ketiga untuk proyek dan program yang memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan konservasi di dalam ataupun luar unit pengelolaan. Tanggung jawab dengan jumlah indikatif sebesar 2.500-3.000 Dolar AS per hektar dapat dijadikan pertimbangan sebagai biaya perkiraan proyek atau program ini selama tahun pertama pelaksanaan bertahap. Jumlah akhirnya akan ditentukan setelah telaah prosedur ini pada akhir tahun pertama. Nota konsep Rencana Kompensasi harus diajukan kepada Panel Kompensasi, termasuk di dalamnya kajian yang singkat dan jelas perihal kedua opsi tersebut dan alasan lebih rinci bagi opsi yang dipilih. RSPO membutuhkan masukan dari pemangku kepentingan selama tahun pertama pelaksanaan bertahap untuk membuat suatu keputusan yang terinformasikan mengenai jumlah uang yang dimaksud. 6 Study on Restoration Cost and Returns from the Oil Palm Industry(Kajian Biaya dan Pengembalian Restorasi dari Industri Kelapa Sawit) yang disusun oleh ERE Consulting Group, Sdn. Bhd. 16 Apapun opsi yang diambil, pekebun tetap bertanggung jawab untuk membuktikan diberikannya hasil berdasarkan paket kompensasi yang dipilih, dengan mempertimbangkan seluruh isu/persoalan yang berada di luar kendali pekebun, seperti penetapan zona, tekanan populasi, dsb. Dalam kasus-kasus di mana proyek konservasi mensyaratkan adanya dukungan ekonomi untuk jangka waktu yang lama (contohnya pencicilan tahunan selama beberapa tahun), maka pekebun yang bersangkutan harus membuktikan bahwa pihaknya menyediakan sumber daya yang mencukupi. Sebagai contoh, rekening-rekening yang diawasi oleh para wali kelola yang dibentuk berdasarkan hukum yang berlaku atau mekanisme lain yang serupa di wilayah tempat dijalankannya rencana kompensasi dapat dirancang untuk memastikan pelaksanaan proyek dalam jangka panjang. Harus diperhatikan bahwa pekebun akan tetap bertanggung jawab untuk mengelola dana-dana yang ada, serta bahwa RSPO tidak akan turut terlibat langsung dalam mekanisme pendanaan ini. 11. Mendesain proyek-proyek keanekaragaman hayati untuk kompensasi Proyek keanekaragaman hayati yang bersifat kompensatif harus direncanakan dan dilaksanakan sedemikian sehingga memaksimalkan manfaat dan hasil konservasi dalam hubungannya dengan sumber daya yang diinvestasikan, yang menjadi dasar bagi konteks lanskap, prioritas konservasi kewilayahan, serta kerangka kerja kelembagaan atau peraturan. Kegiatan proyek dapat dialokasikan di dalamataupun luar unit pengelolaan, atau dapat pula keduanya, sebagai tambahan selain dari remediasi (contohnya terhadap kawasan riparian) sebagaimana diatur oleh P&C. Tindakan-tindakan dalam unit dapat mencakup, sebagai contohnya, restorasi vegetasi alami di lokasi terdampak dan kegiatan-kegiatan yang menghilangkan sebab-sebab kehilangan dan degradasi keanekaragaman hayati, termasuk di dalamnya restorasi dan dicegahnya kegiatan berisiko di wilayah-wilayah yang baru dicadangkan dan/atau pengalokasian wilayah tambahan untuk konservasi keanekaragaman hayati. Meski demikian dalam banyak kasus, opsi konservasi yang efektif bagi pekebun adalah dengan cara membiayai atau berkontribusi kepada proyek-proyek konservasi dengan dasar non hektar demi hektar yang dilakukan atau dijalankan oleh praktisi profesional dari pihak ketiga, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau otoritas konservasi. Tindakan-tindakan di luar unit pengelolaan yang berada di bawah kendali pekebun dapat mencakup hal-hal sebagai berikut. Partisipasi dalam atau dukungan bagi restorasi habitat, diperbaikinya pengelolaan dan kendali terhadap kawasan lindung, perlindungan bagi spesies-spesies yang langka, terancam punah dan hampir punah jika diperlukan. Kontribusi uang secara langsung untuk kegiatan/program konservasi yang dilaksanakan oleh organisasi pihak ketiga termasuk bank hayati (bio-bank).7 7 Bank hayati dalam konteks konservasi keanekaragaman hayati merupakan konsep di mana dana dapat disalurkan kepada proyek-proyek konservasi di kawasan lahan yang spesifik, dan sertifikat ataupun dokumentasi formal lainnya diberikan oleh pengelola wilayah yang bersangkutan agar dapat diverifikasi dan dimonitor. Contoh untuk ini adalah Bank Hayati Malua (lihat www.maluabank.com/). 17 Investasi dalam pembinaan kapasitas, antara lain, pihak-pihak termasuk masyarakat, untuk mendorong konservasi keanekaragaman hayati. Proyek harus memiliki sumber daya yang memadai, memiliki sasaran yang didefinisikan jelas, kerangka waktu dan tanggung jawab, serta dirancang untuk memberikan hasil yang bersifat: tambahan – menjadi tambahan bagi upaya-upaya konservasi yang telah direncanakan atau dilaksanakan oleh pihak lain dan bagi segala tindakan yang dibutuhkan oleh peraturan perundangan atau ketentuan dalam standar RSPO; bertahan lama – melalui perjanjian kepenguasaan jangka panjang yang aman dengan pihak otoritas yang berwenang, pemilik lahan atau pemegang sewa dan dengan monitoring, telaah dan evaluasi hasil secara efektif yang menghasilkan informasi mengenai pengelolaan adaptif; berkeadilan – melalui dilibatkannya para pemangku kepentingan terdampak dalam perencanaan proyek, pengambilan keputusan dan pelaksanaannya, pengalihbagian tanggung jawab dan imbalan secara adil dan berimbang, dan melalui penghormatan terhadap tatanan hukum dan adat; dan berdasarkan pengetahuan – berdasarkan atas pengetahuan mumpuni secara ilmiah dan/atau tradisional di mana hasilnya disebarkan secara luas dan dikomunikasikan dengan para pemangku kepentingan dan mitra dengan cara yang transparan dan tepat waktu. Paket kompensasi dapat meliputi persyaratan kompensasi untuk restorasi hutan secara hektar demi hektar sesuai dengan ketentuan hukum nasional. Ini akan dievaluasi secara kasus per kasus untuk pemenuhan tujuan-tujuan Mekanisme Kompensasi RSPO serta akan dimonitor dan dievaluasi dalam Mekanisme Kompensasi di samping juga kegiatan-kegiatan evaluasi lainnya yang dilakukan oleh pihak ketiga. 12. Persetujuan Rencana Remediasi dan Kompensasi Panel Kompensasi akan menelaah Rencana Remediasi dan Kompensasi pekebun dan memverifikasi apakah rencana dimaksud telah sepenuhnya memenuhi ketentuan Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini dan secara khusus: remediasi di lokasi memastikan bahwa lahan dikelola sesuai dengan Praktik Pengelolaan Terbaik berdasarkan RSPO P&C; memberikan kompensasi yang semestinya bagi hilangnya NKT 4-6; dan memenuhi ketentuan tambahan konservasi keanekaragaman hayati dan kriteria kualitas sebagaimana ditentukan dalam Prosedur Remediasi dan Kompensasi. Sebagai bagian dari proses ini, Panel Kompensasi dapat mengajukan keseluruhan atau sebagian dari rencana kompensasi untuk telaah sejawat (peer review) yang biayanya menjadi tanggungan pekebun. Rencana kompensasi yang dianggap tidak dapat diterima dapat dikembalikan kepada pekebun yang bersangkutan untuk diperbaiki dan diajukan kembali dalam waktu 20 hari kerja. 18 Setelah rencana kompensasi tersebut disetujui Panel Kompensasi, Panel Pengaduan RSPO akan mencabut segala penangguhan sementara sehingga pekebun yang bersangkutan dapat melanjutkan pengajuan permohonan keanggotaan dan/atau sertifikasinya. Ringkasan rencana kompensasi tersebut akan disediakan untuk publik di laman situs RSPO jika kasus kompensasi tersebut dimulai melalui Prosedur Pengaduan. 13. Pemantauan Pelaksanaannya Pekebun yang melaksanakan Prosedur Remediasi dan Kompensasi harus mengajukan laporan perkembangan tahunan untuk disetujui oleh BHCV-WG. Laporan-laporan yang dianggap tidak dapat diterima dapat diserahkan kembali pada pekebun yang bersangkutan untuk diperbaiki dan diajukan kembali dalam waktu 20 hari kerja. Semua rencana kompensasi yang telah direvisi berdasarkan laporan perkembangan tahunan harus mendapatkan persetujuan dari BHCV WG (jika ada). Tidak dilaksanakannya tindakan-tindakan kompensasi sebagaimana telah disetujui oleh Panel Kompensasi akan dianggap sebagai bentuk pelanggaran dan akan dilaporkan kepada Panel Pengaduan. 19 Daftar Istilah Pembukaan lahan non komersial: pembukaan lahan yang dilakukan untuk selain dari tujuan komersial, termasuk untuk proyek-proyek pemerintah yang melibatkan pekerjaan umum atau sarana kepentingan umum lainnya, atau oleh anggota masyarakat setempat sebagai individu untuk mendukung mata pencahariannya dan tanpa didanai oleh lembaga dan/atau organisasi apapun. Pembukaan lahan komersial:semua pembukaan lahan untuk perkebunan atau sarana-sarana yang dibangun secara langsung dan eksklusif (untuk keperluan tunggal) untuk mendukung perkebunan dan kegiatan-kegiatannya (sebagaimana dibuktikan oleh rencana induk setempat dan atau dokumentasi resmi lainnya). Remediasi: Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membantu merestorasi fungsi-fungsi ekologis di wilayah-wilayah tempat telah dilakukannya penanaman kelapa sawit dengan, namun dimana wilayahwilayah tersebut dilarang oleh RSPO P&C (contoh tindakan-tindakan yang diambil dapat mencakup diperbolehkannya atau didukungnya suksesi vegetasi secara alami atau penanaman kembali tanaman asli secara aktif di kawasan riparian, lereng curam dan tanah marjinal atau rapuh). Kompensasi: Tindakan-tindakan yang dapat dibuktikan dan dilakukan, dan/atau dana yang disediakan untuk menutupi atau mengkompensasi atas dibukanya lahan tanpa didahului kajian NKT. Tindakantindakan kompensasi dilakukan melampaui dan diluar tindakan-tindakan remediasi (lihat penjelasan di atas). 20 Lampiran 1: Diagram Alir Prosedur Remediasi dan Kompensasi Langkah 1b) Kasus-kasus yang dilaporkan melalui Prosedur Pengaduan ATAU ketidakpatuhan yang dilaporkan oleh Badan Sertifikasi pada C7.3 dan ketentuan sistem sertifikasi 4.2.4 Langkah 1a) Swa-deklarasi wajib Apakah dapat diterima? Langkah 2) Validasi Panel Kompensasi BHCV Tidak Mengungkapkan semua pembukaan lahan yang tidak berdasar pada kepatuhan terhadap RSPO yang dilakukan sejak November 2005 dan SOP (hasil revisi). Ya Langkah 3) Analisis LUC &Penilaian tanggung jawab untuk NKT 1-6 Revisi SOP Menyusun ringkasan untuk diserahkan kepada Panel Kompensasi BHCV, termasuk nota konsep mengenai Rencana Kompensasi Informasi tambahan dari Pekebun, seperti laporan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), peta historis pemanfaatan lahan, wawancara dengan anggota masyarakat setempat, dsb. Apakah dapat diterima? Langkah 4) Telaah dan persetujuan dari Panel Kompensasi BHCV Tidak Ya Langkah 5) Pengembangan Rencana Remediasi dan Kompensasi Termasuk finalisasi SOP hasil revisi untuk menghindari dilakukannya pembukaan lahan di masa yang akan datang yang tidak didahului dengan kajian NKT. Menyusun ringkasan Rencana Remediasi & Kompensasi Yang bersyarat Apakah dapat diterima? Tidak Langkah 6) Telaah dan persetujuan dari Panel Kompensasi BHCV Ya Melanjutkan sertifikasi di unit pengelola yang terdampak Langkah 7) Pelaksanaan & Pemantauan Pelaporan tahunan kepada sekretariat dan pengecekan tahunan oleh Badan Sertifikasi Pengecekan kualitas oleh Panel Kompensasi BHCV Catatan: Ya/Tidak di atas mengacu pada keputusan Panel Kompensasi BHCV 21 Langkah Judul 1a Swadeklarasi terhadap Ketidakpatuhan Pembukaan Lahan Acuan 5 Keterangan Rinci Pekebun anggota RSPO wajib, dalam waktu enam bulan setelah [tanggal persetujuan Dewan Eksekutif terhadap Prosedur Remediasi dan Kompensasi ini], untuk mengungkapkan kepada Direktur Teknis RSPO perihal segala pembukaan lahan yang dilakukan untuk perluasan pasca tahun 2005 tanpa didahului kajian NKT terhadap lahan yang dikelola dan/atau berada di bawah kendalinya atau, jika tidak, menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa tidak ada pembukaan lahan demikian, serta mengikuti proses kompensasi untuk semua ketidakpatuhan pembukaan lahan yang diidentifikasi. Pekebun yang mengajukan permohonan keanggotaan RSPO wajib mengungkapkan kepada Direktur Teknis RSPO perihal segala pembukaan lahan yang dilakukan untuk perluasan pasca tahun 2005 tanpa didahului kajian NKT terhadap lahan yang berada dalam kendalinya atau, jika tidak, menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa tidak ada pembukaan lahan demikian, sebelum masa komentar publik terhadap pengajuan keanggotaan selama dua pekan di laman situs RSPO. Agar memenuhi syarat bagi keanggotaan RSPO, pekebun harus mengikuti proses kompensasi bagi segala ketidakpatuhan pembukaan lahan. Pekebun yang bersertifikat RSPO atau pekebun yang mengikuti sertifikasi harus mengungkapkan kepada Badan Sertifikasi yang berakreditasi dan kepada Direktur Teknis RSPO perihal segala pembukaan lahan yang dilakukan untuk perluasan pasca 2005 tanpa didahului kajian NKT terhadap lahan yang berada di bawah kendalinya (dimiliki, dikelola, disewakan atau diakuisisi) atau, jika tidak, menyatakan dalam bentuk tertulis bahwa tidak ada pembukaan lahan demikian. Kepatuhan terhadap ketentuan ini akan diaudit oleh Badan Sertifikasi yang akan melaporkan kepada Panel Pengaduan jika ada hal yang tidak diungkapkan. Agar memenuhi syarat bagi sertifikasi pertama di wilayah manapun yang tidak memiliki kewajiban kompensasi, pekebun harus mengikuti proses kompensasi untuk segala ketidakpatuhan pembukaan lahan. Prinsipnya di sini adalah bahwa pekebun harus mengungkapkan mengenai semua lahannya pada saat mengikuti sertifikasi pertama Prosedur Remediasi dan Kompensasi akan berlaku pada pekebun yang secara sukarela mengungkapkan ketidakpatuhan pembukaan lahan kepada Direktur Teknis RSPO dalam kerangka waktu yang ditentukan. Swadeklarasi dimaksud harus mencakup: - Luas keseluruhan lahan yang dibuka tanpa didahului oleh kajian NKT, serta lokasi dan waktu dilakukannya. 22 Langkah 1b Judul Acuan Pelaporan Ketidakpatuhan 5 Pembukaan Lahan melalui Prosedur Pengaduan Keterangan Rinci - Bukti legalitas untuk akuisisi lahan (dan/atau hak pakai). - Bukti legalitas pembukaan lahan berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku pada saat tersebut. - Kajian Dampak Sosial dan/atau Lingkungan jika diwajibkan hukum yang berlaku. Panel Kompensasi akan ditunjuk oleh Kelompok Kerja BHCV dalam waktu 20 hari setelah pemberitahuan kasus kompensasi yang bersangkutan. Ketidakpatuhan yang disampaikan melalui temuan audit Badan Sertifikasi, atau disampaikan oleh pemangku kepentingan lainnya pada tahap selanjutnya akan dilaporkan kepada Panel Pengaduan (RSPO-CP). Kasus demikian dapat berakibat pada penangguhan/pencabutan sertifikat dan/atau pengakhiran keanggotaan RSPO. Agar RSPO-CP dapat mengkaji pengaduan tersebut, maka lampiranlampiran berikut ini harus diajukan untuk mendukung pembuktian pengaduan/ketidakpatuhan dimaksud: - bukti ketidakpatuhan terhadap P&C (dari Badan Sertifikasi); ATAU - bukti pembukaan lahan yang dilakukan pasca November 2005 tanpa didahului oleh kajian NKT (dari pengadu); - bukti pelanggaran lainnya terhadap RSPO P&C dan Tata Tertib lain (dari pengadu, agar RSPO-CP dapat mengkaji ‘hal yang berpotensi untuk dikompensasi’). Seluruh anggota RSPO, khususnya anggota yang tidak bersertifikat RSPO, diwajibkan untuk melaporkan segala pembukaan lahan yang dilakukan tanpa didahului oleh kajian NKT pasca November 2005. Penilaian oleh RSPO-CP terhadap pengaduan Berdasarkan bukti yang diajukan oleh Badan Sertifikasi atau pemangku kepentingan, RSPO-CP dapat meminta bantuan kepada Panel Kompensasi BHCV untuk menyelesaikan pengaduan, melalui Prosedur Kompensasi. Jika pengaduan dianggap ‘berpotensi untuk dapat dikompensasi’, maka pengaduan tersebut akan diserahkan kepada Panel Kompensasi BHCV untuk dinilai. Panel Kompensasi BHCV akan menilai pengaduan tersebut dan menghubungi perusahaan yang diduga melakukan pembukaan lahan tanpa 23 Langkah 2 Judul Validasi kasus kompensasi oleh Panel Kompensasi (BHCV-CP) Acuan 4 Keterangan Rinci didahului oleh kajian NKT pasca November 2005 atau melanggar Kriteria 7.3. Jika perusahaan bersedia mengungkapkan pembukaan lahan tersebut dan mengajukan dokumentasi yang dibutuhkan, maka Panel Kompensasi BHCV dapat memutuskan untuk menawarkan mengikuti proses Prosedur Remediasi dan Kompensasi sehingga menghindari Prosedur Pengaduan. Jika Panel Kompensasi BHCV memutuskan bahwa kasus tersebut ‘tidak dapat dikompensasi’ dan/atau perusahaan tidak memenuhi ketentuan untuk menyediakan informasi sebagaimana diminta, maka kasus ini akan dilimpahkan kepada Panel Pengaduan yang akan menjadikannya dasar untuk melaksanakan Prosedur Pengaduan. Panel Kompensasi akan ditunjuk oleh Kelompok Kerja BHCV dalam waktu 20 hari setelah pemberitahuan kasus kompensasi yang bersangkutan. Setelah menerima swadeklarasi atau pengaduan, maka Panel Kompensasi RSPO menilai bukti-bukti yang diajukan dan menentukan sesuai tidaknya penyelesaian melalui Prosedur Remediasi dan Kompensasi. Hal ini mengharuskan hal-hal sebagai berikut: untuk swadeklarasi: a) bukti dari perusahaan yang bersangkutan bahwa ketentuan hukum minimum telah dipenuhi (lihat 5a); b) telah dilakukan pembukaan lahan pasca November 2005 dan, jika demikian, maka jangka waktu mana yang dilingkupi oleh Prosedur Remediasi dan Kompensasi; c) mengajukan SOP (yang disetujui oleh manajemen puncak perusahaan) dalam waktu 60 hari kerja dari dimulainya proses, untuk membuktikan bahwa pihaknya telah memasukkan tindakantindakan yang sebagaimana mestinya untuk menghindari ketidakpatuhan pembukaan lahan; ATAU, dalam hal perusahaan dilaporkan: a) tidak adanya bukti kuat dari pengadu bahwa perusahaan telah melakukan tindakan ilegal atau telah sangat melanggar RSPO P&C atau Tata Tertib; DAN b) pembukaan lahan yang dilaporkan dilakukan pasca November 2005 dan, jika demikian, maka jangka waktu mana yang dilingkupi oleh Prosedur Remediasi dan Kompensasi; DAN c) kesediaan perusahaan untuk menyelesaikan pengaduan; 24 Langkah Judul Acuan Keterangan Rinci d) mengajukan SOP (yang disetujui oleh manajemen puncak perusahaan) untuk menunjukkan bahwa pihaknya telah memasukkan tindakan-tindakan yang sebagaimana mestinya untuk menghindarkan terjadinya ketidakpatuhan baru dalam pembukaan lahan. Dalam kasus mana pun di atas, Panel Kompensasi BHCV dapat meminta informasi tambahan dari perusahaan sebelum menentukan diikutinya Prosedur Remediasi dan Kompensasi. Dalam hal syaratsyarat di atas pada akhirnya tidak dipenuhi, maka kasus tersebut dilimpahkan kepada Panel Pengaduan. 3 Penilaian kewajiban dan analisis LUC 4 Telaah/persetujuan Panel Kompensasi 5 7, 8, 9 oleh 4 Pengembangan Rencana 8, 11 Remediasi dan Kompensasi Dalam hal dipenuhinya syarat-syarat di atas, maka kasus tersebut masuk ke dalam Prosedur Kompensasi. Berdasarkan bukti yang diajukan, Panel Kompensasi BHCV dapat menyarankan atau mewajibkan perusahaan untuk melibatkan pihak penengah yang netral atau pihak ketiga lainnya untuk memfasilitasi penyelesaian dengan pihak masyarakat terdampak. Mengacu pada bagian 7 hingga bagian 9, halaman 11-16 Pekebun dapat mengajukan laporan perihal temuan dalam analisis LUC dalam waktu 60 hari sejak dimulainya proses. Periksa dimasukkannya: - Revisi SOP untuk menghindarkan terjadinya pembukaan lahan di masa yang akan datang pada kawasan NKT (termasuk lahan basah (wetlands), savanah dan padang rumput alami); - Penilaian kepatuhan terhadap Persetujuan atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dan prosedur pelibatan masyarakat (jika ada); dan - Nota konsep mengenai Rencana Remediasi dan Kompensasi. Rencana Remediasi dan Kompensasi yang dianggap tidak dapat diterima dapat dikembalikan kepada pekebun untuk diperbaiki dan diajukan ulang dalam waktu 20 hari kerja. Mengacu pada bagian 11, halaman 17-18 mengenai Perancangan Proyek Kompensasi untuk Keanekaragaman Hayati. Dalam hal pengembangan ‘rencana remediasi NKT 4, 5, 6’, maka rencana ini dinegosiasikan dan disepakati oleh perusahaan dan masyarakat terdampak serta perorangan, dengan didukung oleh para penasihatnya masing-masing. 25 Langkah Judul Acuan Keterangan Rinci Rencana kompensasi dan remediasi diajukan kepada masyarakat dan perorangan yang terdampak oleh pelaksanaannya, dan kepada semua pengadu jika Prosedur Remediasi dan Kompensasinya disebabkan oleh laporan pemangku kepentingan (langkah 1b). (Catatan: hal ini khususnya relevan jika kompensasi NKT 1-3 dilakukan melalui pelaksanaan di wilayah yang berada di luar areal konsesi perusahaan). Setelah diperolehnya persetujuan FPIC8, maka disusun protokol monitoring remediasi. Rencana Remediasi dan Kompensasi terintegrasi, dokumentasi FPIC, protokol monitoring dan ringkasan dokumen diberikan kepada Panel Kompensasi BHCV dalam waktu 60 hari kerja setelah dimulainya Prosedur Kompensasi. Panel Kompensasi BHCV dapat memperpanjang jangka waktu ini paling banyak dua kali 30 hari kerja. Jika ketentuan ini tidak dipenuhi, maka Panel Kompensasi BHCV akan mengajukan pengaduan kepada Panel Pengaduan RSPO. 6 7 Telaah/Persetujuan dari Panel Kompensasi Pemantauan pelaksanaan 12 13 SOP hasil revisi yang dikembangkan selama langkah 2 harus difinalisasi dan diajukan kepada Panel Kompensasi BHCV bersama dengan semua dokumen di atas. Mengacu pada bagian 12, halaman 18. Pekebun yang melaksanakan Prosedur Remediasi dan Kompensasi harus mengajukan laporan kemajuan tahunan untuk disetujui oleh Kelompok Kerja BHCV (BHCV-WG). Laporan yang dianggap tidak dapat diterima dapat dikembalikan kepada pekebun yang bersangkutan untuk diperbaiki dan diajukan kembali dalam waktu 20 hari kerja. Rencana Remediasi dan Kompensasi hasil revisi yang berdasarkan laporan kemajuan tahunan (jika ada) harus disetujui oleh BHCV-WG. Tidak dilaksanakannya Prosedur Remediasi dan Kompensasi sebagaimana disetujui Panel Kompensasi akan dianggap sebagai keluhan dan dilaporkan kepada Panel Pengaduan. - Jika areal dimaksud merupakan unit bersertifikat RSPO, maka Badan Sertifikasi harus melakukan pengecekan terhadap pelaksanaan/perkembangannya. 8 Sesuai dengan panduan RSPO 2008 tentang Padiatapa (FPIC). 26 Langkah FINAL Judul Unit Pengelola yang terdampak dapat mengikuti proses sertifikasi Acuan - Keterangan Rinci - Harus disertakan pelaporan singkat mengenai pelaksanaan ke dalam Komunikasi Kemajuan Tahunan (Annual Communication of Progress/ACoP) untuk diajukan ke Sekretariat RSPO. Panel Kompensasi BHCV akan menelaah kualitas pelaksanaan berdasarkan laporan kemajuan tahunan yang diberikan Sekretariat RSPO dan Badan Sertifikasi RSPO. Setelah Panel Kompensasi BHCV memberikan keputusannya bahwa Rencana Remediasi dan Kompensasi dapat diterima, maka unit pengelolaan yang terdampak dapat mengikuti proses sertifikasi. 27 Annex 2: Analisa Perubahan Pemanfaatan Lahan Pada umumnya penginderaan jarak jauh mengacu pada akuisisi, analisa dan penafsiran citra satelit atau foto udara. Informasi ini biasanya dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang telah direfleksikan atau dilepaskan dari permukaan bumi. Teknologi Penginderaan jarak jauh telah terbukti penting, khususnya dalam untuk mendapatkan informasi dari wilayah yang jauh, tidak dapat diakses atau sangat luas, sehingga teknologi ini memiliki sejarah panjang dalam penggunaannya untuk isu-isu cuaca, oceanography, dan pemanfaatan lahan. Teknologi Penginderaan jarak jauh terus berkembang. Bermula dari foto udara hitam putih pada akhir abad 19, teknologi pada masa ini kini dapat memanfaatkan satelit yang menangkap citra bumi dengan lebih dari 20 pita spektral dalam mode resolusi kasar (sekitar 1 km), menengah (sekitar beberapa ratus meter), tinggi (puluhan meter), atau sangat tinggi (beberapa meter hingga kurang dari 1 m) yang mencakup beberapa kilometer sekaligus. Penggunaan citra resolusi tinggi multispektral dapat memberikan gambaran akurat terhadap tutupan vegetasi dan seiring waktu dapat memberikan perkiraan perubahan dalam tutupan vegetasi. Citra Penginderaan jarak jauh menunjukkan tutupan vegetasi, akan tetapi tidak mengidentifikasi jenis spesifik vegetasi atau pemanfaatan lahannya (contohnya, Penginderaan jarak jauh dapat mengidentifikasi dan memberikan luasan lahan subur yang cocok bagi pertanian, sementara di lapangan bisa saja lahan tersebut dicirikan sebagai ladang jagung). Jenis tutupan yang dapat diidentifikasi sangat tergantung pada interaksi antara resolusi dan pita spektral (contohnya data resolusi 1 km MODIS memiliki 20 pita spektral dan utamanya digunakan dalam kehutanan dikarenakan resolusinya yang kasar untuk membedakan hutan dan non hutan; data resolusi 5 m RapidEye memiliki 6 pita spektral dan dapat digunakan untuk mendeteksi perbedaan tipe hutan dan perbedaan tipe degradasi; data resolusi 1 m Ikonos hanyalah berupa warna hitam putih, akan tetapi sangat detil sehingga pita spektral tidak diperlukan untuk mengidentifikasi komposisi spesies). Oleh karena itu, adalah penting untuk memilih satelit yang memiliki kombinasi tepat antara resolusi dan pita spektral untuk tujuan yang dikehendaki. Untuk mengonversikan data tutupan vegetasi menjadi pemanfaatan lahan atau informasi vegetasi atau spesies satwa di lapangan, maka diperlukan analisis dan interpretasi menggunakan resolusi dan pita spektral. Interpretasi citra dilakukan melalui algoritma yang menggunakan beberapa pita spektral (contohnya vegetasi hijau paling merefleksikan pada wilayah spektral infra merah yang dekat, sehingga perbedaan-perbedaan dalam vegetasi dapat dengan mudah dideteksi dalam pita spektral ini) atau melalui interpretasi citra secara visual. Isu lainnya terkait Penginderaan jarak jauh adalah bahwa citra tidak selalu dapat ditemukan pada waktu yang dikehendaki penafsir atau, khususnya di daerah tropis basah, penampakan muka bumi terhalang awan. 28 Analisis LUC untuk Prosedur Kompensasi RSPO Untuk tujuan Proses Kompensasi RSPO, harus dilakukan analisis perubahan pemanfaatan lahan (Land Use Change/LUC) untuk menentukan status vegetasi pada bulan November 2005 (atau sedekat mungkin dengan waktu ini) dengan berdasarkan interpretasi data Penginderaan jarak jauh. Ini akan berfungsi sebagai proksi untuk potensi kehilangan NKT 1-3 dan aspek-aspek ekologis NKT 4 di semua wilayah yang dibuka tanpa didahului kajian NKT setelah bulan November 2005. Untuk analisis jenis ini, terdapat sejumlah satelit yang memiliki kombinasi tepat antara resolusi dan pita spektral yang ada. Panduan ini tidak menentukan penggunaan satelit atau pendekatan interpretasi tertentu selain dari ketentuan citra minimum dengan resolusi 30 meter. Meski demikian, untuk membedakan jenis-jenis hutan yang berbeda, maka yang diperlukan kemungkinan adalah data resolusi tinggi hingga sangat tinggi. Satelit yang mungkin untuk digunakan antara lain termasuk Landsat (30 m), SPOT (10 m), atau RapidEye (5m). Mengingat variabilitas potensial citra yang tersedia untuk lokasi dan waktu yang spesifik, maka panduan ini sangat merekomendasikan digunakannya sumber data ganda (contohnya kombinasi antara citra tinggi dan sangat tinggi) untuk memfasilitasi interpretasi yang seakurat mungkin. Juga direkomendasikan untuk menggunakan pengecekan lapangan (groundtruthing) untuk lebih memvalidasi proses interpretasi citra. Pada beberapa kasus, tantangan bagi data data Penginderaan jarak jauh dan analisis LUC dapat berasal dari pekebun, panel kompensasi atau pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal demikian, Panel Kompensasi dapat meminta pekebun untuk memberikan informasi tambahan untuk dimasukkan ke dalam analisisnya, atau menerima informasi tambahan demikian dari pekebun, seperti laporan kajian dampak lingkungan, peta historis pemanfaatan lahan, wawancara dengan anggota masyarakat setempat, dsb.9 Keputusan akhir untuk koefisiennya diambil oleh Panel Kompensasi. Koefisien Vegetasi Wilayah-wilayah yang dibuka tanpa didahului oleh kajian NKT akan diklasifikasikan menjadi empat kategori. Ini merupakan perwakilan dari jenis hutan/habitatnya dan kemungkinan pemanfaatan lahan yang ada di wilayah-wilayah yang cocok bagi budi daya komersial kelapa sawit, di mana hal ini dalam kebanyakan situasi dapat dengan mudah diidentifikasi menggunakan citra satelit. Keempat kategori ini pada dasarnya mewakili suatu skala hitung untuk kualitas habitat, nilai ekologis dan konservasi, dan akan digunakan dalam bentuk koefisien (yaitu pengali) dalam penghitungan kewajiban kompensasi (lihat bagian terkait dalam Prosedur Kompensasi RSPO). 9 Ini harus dicakup dalam TOR Panel Kompensasi. 29 Koefisien 110 Hutan yang kompleks secara struktural (termasuk hutan primer), hutan beregenerasi,atau hutan tebang pilih dengan tajuk tinggi Kategori ini berkaitan dengan hutan yang berada pada kondisi alami, telah mengalami hanya gangguan yang minimal dan/atau berada pada tahapan terakhir dalam pemulihan. Hutan jenis ini terdiri dari banyak fitur yang berhubungan dengan hutan primer, termasuk di antaranya tajuk yang tinggi dan kebanyakan utuh. Fungsi ekologis, nilai konservasi dan tingkat keanekaragaman hayati juga akan sama utuhnya. Koefisien 0.7 Hutan alam yang terdegradasi secara struktural tetapi masih berfungsi ekologis (mencakup hutan sekunder bertajuk rendah yang terdegradasi tetapi masih menjalankan fungsinya dan hutan yang mengalami penebangan berat dan/atau berulang-ulang atau bekas terbakar yang didominasi tumbuhan pionir dan hutan yang beregenerasi). Hutan dalam kategori ini mengalami gangguan yang sangat berat, termasuk satu atau dua rangkaian pembalakan industri yang berat dan/atau baru dilakukan, efek tepi yang parah, kerusakan akibat angin dan/atau kebakaran (atau kombinasi dari faktor-faktor ini) dan menunjukkan regenerasi yang terbatas. Hutan semacam ini memiliki tajuk yang pada umumnya rendah dan didominasi pepohonan pionir dan sering diselingi dengan daerah yang lebih terbuka (contohnya kawasan tempat tua pengumpulan kayu, jalur sarad, jalan) yang dipenuhi dengan tumbuhan pemanjat, merambat atau tumbuhan herba dan/atau rumput. Namun demikian dalam kebanyakan kasus, hutan terdegradasi ini memiliki nilai dan fungsionalitas ekologis, serta tingkat keanekaragaman hayati yang sangat besar, memiliki potensi untuk restorasi. Koefisien 0.4 Agroforestri multispesies Perkebunan agroforestri yang terdiri dari ‘mosaik’ multispesies yang sangat didominasi oleh pohon tanaman dewasa yang memiliki beberapa kompleksitas, unsur-unsur ekologis dan nilai-nilai konservasi yang berkaitan dengan hutan alami dan yang mendukung tingkatan keanekaragaman hayati yang lebih besar dari yang diharapkan dalam monokultur atau lahan terbuka yang terdegradasi dan tidak memiliki tanaman budi daya. 10 Koefisien ini juga mencakup habitat alami lainnya yang tidak terganggu atau terganggu secara minimal, termasuk di antaranya lahan basah, sabana dan padang rumput lainnya yang alami. 30 Koefisien 0 Perkebunan tanaman monokultur, baik berkayu maupun non kayu; serta lahan lain yang dibudidayakan dan dikembangkan secara permanen atau lahan terbuka yang terdegradasi Wilayah yang sudah sangat banyak dimodifikasi dan/atau terdegradasi dan menyimpan sedikit atau tidak ada vegetasi alami yang utuh secara struktural dan yang mendukung sedikit nilai ekologis, keanekaragaman hayati atau konservasi lainnya yang berkaitan dengan sistem alami atau habitat yang kompleks secara struktural, atau tidak mendukung sama sekali. Perlu diperhatikan bahwa savannah alami, padang rumput alami, dan wetlands alami tidak dituju secara spesifik oleh kategori-kategori di atas. Wilayah-wilayah semacam ini tidak dijelaskan dalam versi asli panduan NKT yang fokus utamanya adalah hutan. Akan tetapi wilayah-wilayah semacam ini dijelaskan di versi-versi setelahnya (tahun 2006). Oleh karena itu, wilayah-wilayah ini harus diidentifikasi dan untuk segala pembukaan lahan yang dilakukan pasca tahun 2006. Kompensasi untuk wilayah-wilayah ini akan ditentukan berdasarkan kasus per kasus. Hasil analisis LUCC harus dilaporkan kepada Panel Kompensasi untuk ditelaah. Panel akan menentukan apakah analisis ini sudah cukup. Hasil analisis LUC juga harus dimasukkan ke dalam analisis terpisah untuk menentukan hilangnya NKT 4-6. 31 Diagram Alir Keseluruhan untuk Analisis Tutupan Lahan dengan Menggunakan Penginderaan dan Verifikasi Jarak Jauh Mendapatkan citra satelit yang paling baik dan tersedia untuk wilayah yang memerlukannya (sekurangnya dengan resolusi 30 m) Skema klasifikasi tutupan lahan (koefisien kompensasi) Pra pengolahan Interpretasi Validasi citra Pengecekan Lapangan (Groundtruthing) Interpretasi kembali Apakah data Penginderaan jarak jauh memberikan informasi yang sebagaimana mestinya untuk menentukan sejarah pemanfaatan lahan? Tidak Memasukkan data dari sumber-sumber lainnya (contohnya laporan Analisis Dampak Lingkungan,peta historis pemanfaatan lahan, wawancara masyarakat setempat, dsb. Ya Penyusunan Peta 32