penelitian Irawan (2008) diperoleh CO2 sebesar 299.15 mgCO2m-2h-1 atau 81.62 mgCm-2h-1 dari permukaan tanah mineral Babahaleka. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini maka emisi pada tanah Babahaleka sangat kecil dibandingkan dengan kisaran laju emisi CO2 rata-rata pada plot Root Cut dan Plot Control. Penelitian Melling et. al. (2004) diperoleh emisi CO2 dengan nilai antara 46 hingga 335 mgCm-2h-1 dengan laju emisi CO2 rata-rata sebesar 189.11 mgCm-2h-1 pada lahan gambut yang difungsikan sebagai perkebunan kelapa sawit, pada ekosistem sago diperoleh nilai emisi CO2 antara 62.5 hingga 244.6 mgCm-2h-1 dengan nilai laju emisi CO2 rata-rata sebesar 137.54 mgCm2 -1 h dan pada ekosistem hutan diperoleh nilai emisi CO2 antara 100 hingga 532.9 mgCm2 -1 h dengan nilai laju emisi CO2 rata-rata sebesar 249.67 mgCm-2h-1. Hasil penelitian kali ini mempunyai laju nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan pada ekosistem kelapa sawit dan sago (Melling, 2004), sedangkan nilai emisi CO2 pada penelitian ini lebih kecil dibandingkan pada nilai emisi CO2 pada ekosistem hutan baik itu pada plot Root Cut maupun Control. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kumulatif CO2 yang dikeluarkan dari tanah pada September 2008 hingga Juli 2009 sebesar 2563.16 mgCm-2h-1 untuk plot Root Cut dan 2629.41 mgCm-2h-1 untuk plot Control. Faktor-faktor yang diukur seperti suhu tanah, curah hujan, subsidence, water table, serta kelembaban tanah mempunyai pengaruh terhadap produksi CO2. Suhu tanah berkorelasi positif terhadap produksi CO2, sedangkan curah hujan, water table, subsidence dan kelembaban tanah berkorelasi negatif terhadap produksi CO2. 5.2 Saran Untuk penelitian lebih lanjut disarankan agar jumlah plot pengambilan data diperbanyak serta intenistas pengambilan data selama sebulan ditingkatkan. Selain itu, sebaiknya perlu dilakukan pengamatan terhadap faktorfaktor lain yang mempengaruhi produksi CO2 seperti bahan organik dan populasi mikroba dalam tanah. Pengukuran terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman akasia juga perlu dilakukan. Pengukuran daya serap CO2 yang diperlukan akasia selama masa pengamatan, sehingga dapat diketahui berapa jumlah nyata CO2 yang keluar ke atmosfer dari lahan gambut. DAFTAR PUSTAKA Boone R. D., Nadelhoffer K. J., Canary J. D. dan Kaye J. P. 1998. Roots Exert a Strong Influence on the Temperature Sensitivity of Soil Respiration. Davidson dan Jansen. 2006. Temperature Sensitivity of Soils Carbon Decomposition and Feedbacks to Climate Change. Nature Publishing Group, vol 440, 9 Maret 2006. Furukawa Y., Inubushi K., Ali M., Itang A. M. danTsuruta H. 2005. Effect of Changing Groundwater Levels caused by Land-use Changes on Greenhouse Gas Fluxes from Tropical Peatland Hanafiah Kemas A. 2004. Dasar-Dasar Ilmu tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hatano R. dan Toma Y. 2007. Effect of Crop Residu C:N Ratio on N2O Emissions from GrayLowland Soil in Mikasa Hokkaido Japan, Soils Science and Plant Nutrition (2007) 53, 198-205 Holden, J. 2005. Peatland Hydrology and Carbon Release:Why Small-scale Process Matters. University of Leeds, UK. Hooijer A., Silvius M., Wosten H. dan Page. 2006. Assessment of CO2 Emission from Drained Peatlands in SE Asia. Delft Hydraulics. Irawan, A. 2009. Hubungan Iklim Mikro dan Bahan Organik Tanah dengan Emisi CO2 dari Permukaan Tanah. Skripsi. Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jauhiainen, J. , Limin, S. dan Vasander, H. 2005. Safeguard the Tropical Peat Carbon. CIMTROP 20