penambatan karbon dioksida dan pengaruh densitas alga air tawar

advertisement
PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH DENSITAS
ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP PENGURANGAN
EMISI KARBON DIOKSIDA
SINDI SEHABUDIN
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
Segalanya Kupersembahkan Untuk :
Ibu dan Bapak yang Kusayang dan Kucinta,
‘teh
Murni, Aa Nandi, Dani, almarhum Abah dan almarhumah
‘mak haji, Euneh, serta keluarga besar Cicurug dan
Bandung.
Untuk mu…
PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH DENSITAS
ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP PENGURANGAN
EMISI KARBON DIOKSIDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Oleh :
SINDI SEHABUDIN
105096003175
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH DENSITAS
ALGA AIR TAWAR (CHLORELLA SP.) TERHADAP PENGURANGAN
EMISI KARBON DIOKSIDA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
SINDI SEHABUDIN
1050 9600 3175
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Nida Sopiah,S.Si,M.Si
NIP. 19690510 199503 2 003
Hendrawati, M.Si
NIP. 19720815 200312 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kimia
Drs.Dede Sukandar, M.Si
NIP. 19650104 199103 1 004
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “PENAMBATAN KARBON DIOKSIDA DAN PENGARUH
DENSITAS
ALGA
AIR
TAWAR
(CHLORELLA
SP.)
TERHADAP
PENGURANGAN EMISI KARBON DIOKSIDA” yang ditulis oleh Sindi Sehabudin
NIM 105096003165 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada
Hari Kamis, tanggal 10 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.
Menyetujui,
Penguji I
Penguji II
Dr. Thamzil Las
NIP. 19490516 197703 1 001
Adi Riyadhi, M.Si
NIP. 19780621 200910 1 003
Pembimbing I
Pembimbing II
Nida Sopiah,S.Si,M.Si
NIP. 19690510 199503 2 003
Hendrawati, M.Si
NIP. 19720815 200312 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Kimia
Dr.Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis
NIP. 19680117 200112 1 001
Drs.Dede Sukandar, M.Si
NIP. 19650104 199103 1 004
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL
KARYA SENDIRI
YANG
BELUM
PERNAH
DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2011
Sindi Sehabudin
1050 9600 3175
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, karena atas berkat dan rahmatNya-lah saya dapat hidup sampai
sekarang, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa puji syukur
kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad Saw yang telah memberikan
bimbingan kepada kita ke jalan yang diridhoi Allah SWT.
Pemanasan global merupakan isu terhangat pada saat ini. Salah satu
indikator yang digunakan untuk menganalisa isu pemanasan global adalah
bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan
manusia. Sejauh ini berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk
mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali
(reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan
pemanfaatan berbagai teknologi penambatan dan penyimpanan karbon atau
carbon capture and storage (CCS)
Skripsi yang berjudul “Penambatan Karbon Dioksida dan Pengaruh
Densitas Alga Air Tawar (chlorella sp.) Terhadap Pengurangan Emisi Karbon
Dioksida “ diajukan selain sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah juga
penulis dedikasikan untuk pengembangan dan kemajuan teknologi dalam berbagai
bidang demi kesejahteraan umat manusia.
v
Penulis yakin dan sadar dalam penulisan skripsi ini penulis mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam kepada :
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis sebagai Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nida Sopiah, S.Si. M.Si sebagai dosen pembimbing I penelitian yang telah
memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Ibu Hendrawati, M.Si selaku dosen pembimbing II penelitian yang telah
memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian penelitian ini.
5. Ibu Sri Yadial Chalid, M.Si sebagai Dosen Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Adi Mulyanto yang telah banyak membantu di lapangan dalam
terlaksananya penelitian ini.
7. Bapak Tunggul yang telah banyak memberikan masukan dan saran selama
penelitian.
8. Ibu Titin Handayani yang telah membantu dalam mencari informasi yang
berkaitan dengan studi literatur biologi.
9. Para staff Laboratorium BTL yang telah membantu dalam analisis nutrisi satu
bulan penuh di Laboratorium.
10. Kedua orang tua, Kakak serta Adik yang telah memberikan motivasi sehingga
penulis dapat melanjutkan kuliah serta senantiasa memberikan doa dan
semangat demi janji masa depan lebih baik.
vi
11. Para sahabat : Aan, Aji, Ilham, Fajri, Oki, Akim, Donal, yang selalu
mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
12. Ezzi Susiyanti yang selalu memberikan motivasinya dalam penyelesaian masa
studi perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
13. Teman-teman mahasiswa kimia angkatan 2005, atas segala dukungan
morilnya.
14. Teman-teman mahasiswa kimia angkatan 2002-2007, atas segala bantuan baik
selama penulis menempuh masa studi maupun dalam mengerjakan tugas
akhir.
Penulis tidak lupa menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya
apabila dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhir kata dari
saya semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat.
Jakarta, Juni 2011
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
ABSTRAK .................................................................................................. xiv
ABSTRACT ................................................................................................. xv
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3. Pembatasan Masalah .............................................................................. 3
1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 3
1.5. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3
1.6. Ruang Lingkup ...................................................................................... 3
1.7. Hipotesis ................................................................................................ 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 5
2.1. Peningkatan Gas Rumah Kaca ............................................................... 5
2.2. Karbon Dioksida ................................................................................... 6
2.3. Fotosintesis ............................................................................................ 8
2.3.1. Reaksi Terang .............................................................................. 9
2.3.2. Reaksi Gelap (Reaksi Calvin)...................................................... 10
viii
2.4. Chlorella sp. .......................................................................................... 13
2.4.1. Klasifikasi Alga Hijau (Chlorella sp.) ......................................... 14
2.5. Nitrogen ................................................................................................. 16
2.6. Fosfor .................................................................................................... 17
2.7. Kalium .................................................................................................... 19
2.8. Derajat Keasaman (pH) ......................................................................... 20
2.9. Spektrometri ........................................................................................... 21
2.9.1 Spektrofotometri UV-Visibel ...................................................... 21
2.9.2. Spektrometri Serapan Atom ........................................................ 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................. 29
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 29
3.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 29
3.2.1. Alat ............................................................................................. 29
3.2.2. Bahan .......................................................................................... 29
3.3. Prosedur Kerja ....................................................................................... 30
3.3.1. Persiapan Fotobioreaktor .......................................................... 30
3.3.2. Persiapan Gas Holder .................................................................. 30
3.3.3. Persiapan Media .......................................................................... 30
3.3.4. Penebaran Bibit............................................................................ 31
3.3.5. Operasional Fotobioreaktor ......................................................... 31
3.3.6. Pengukuran dan Sampling ........................................................... 31
3.4. Penentuan Kadar Nitrogen dalam Nitrat (NO3-N) ................................. 33
3.4.1. Persiapan Pengujian..................................................................... 33
3.4.2. Prosedur Pengujian Sampel ......................................................... 34
3.5. Penentuan Kadar Fosfor dalam Fosfat ................................................... 35
3.5.1. Persiapan Pengujian..................................................................... 35
3.5.2. Prosedur Pengujian Sampel ......................................................... 36
3.6. Penentuan Kadar Kalium ....................................................................... 37
3.6.1. Persiapan Pengujian..................................................................... 37
ix
3.6.1. Prosedur Pengujian Sampel ......................................................... 37
3.7. Bagan Kerja Penelitian .......................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 39
4.1. Pengukuran Kepadatan dan Populasi Alga ............................................ 39
4.2. Pengukuran Ketersediaan Nutrien (N, P, K)
Pada Fotobioreaktor Alga ...................................................................... 41
4.3. Pengukuran Gas CO2 yang Keluar
dan O2 yang dihasilkan pada Sistem Fotobioreaktor ............................ 47
4.4. Efisiensi Penyerapan CO2 oleh Alga
dalam Sistem Fotobioreaktor ................................................................. 50
4.5. Hubungan Kepadatan Sel dengan
Jumlah CO2 yang Tertambat .................................................................. 53
4.6. Analisis Statistik..................................................................................... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 58
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 58
5.2. Saran ...................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 60
LAMPIRAN ................................................................................................. 62
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Fase fiksasi (karboksilasi) ............................................................. 11
Gambar 2. Fase reduksi ................................................................................. 12
Gambar.3. Alga Chlorella ............................................................................... 14
Gambar 4 Skema Spektrofotometer UV-Visible ......................................... 22
Gambar 5. Skema Spektrometer SSA ........................................................... 26
Gambar 6. Skema Gas Detektor (metode NDIR).......................................... 28
Gambar 7. Skema Gas Detektor (metode SEL GALVANI) ......................... 28
Gambar 8. Bagan Kerja penelitian ................................................................ 38
Gambar 9. Pertumbuhan sel Alga
dengan kepadatan awal 22.000.000 sel/ml .................................. 40
Gambar 10. Kadar unsur hara Nitrat pada sistem fotobioreaktor ................. 42
Gambar 11. Kadar unsur hara Fosfat pada sistem fotobioreaktor................. 44
Gambar 12.Kadar unsur hara Kalium pada sistem fotobioreaktor................ 46
Gambar 13.Jumlah CO2 yang keluar dan
O2 pada sistem fotobioreaktor 1 .................................................... 48
Gambar 14. Jumlah CO2 yang keluar dan
O2 pada sistem fotobioreaktor 2 ................................................... 48
Gambar 15.Jumlah CO2 yang keluar dan
O2 pada sistem fotobioreaktor 3 ................................................... 49
Gambar 16.Jumlah CO2 yang masuk dan
efisiensi penyerapan pada sistem fotobioreaktor 1 ....................... 51
Gambar 17.Jumlah CO2 yang masuk dan
efisiensi penyerapan pada sistem fotobioreaktor 2 ....................... 51
Gambar 18.Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem
fotobioreaktor 2 ............................................................................ 52
Gambar 19.Korelasi antara konsentrasi CO2 yang tertambat
dengan pertambahan kepadatan biomassa alga ............................ 54
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Faktor-faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan chlorella sp. ........................... 16
Tabel 2. Jumlah CO2 yang tertambat dari ke-3 kolam dalam satuan
gram/hari dan rata-rata jumlah kepadatan dari ke-3 kolam sel/ml . 55
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Diagram alir penelitian .............................................................. 62
Lampiran 2.Data hasil pengukuran konsentrasi CO2 dan O2 saat pagi hari
dan sore hari pada Fotobioreaktor .............................................. 63
Lampiran 3. Analisis statistika dengan Excel hubungan antara
jumlah CO2 yang tertambat dengan kepadatan sel .................... 65
Lampiran 4..Rata-rata jumlah CO2 ke-3 kolam yang tertambat
dalam satuan gram/hari dan jumlah kepadatan ......................... 66
Lampiran 5. Kadar N-NO3 ............................................................................ 71
Lampiran 6. Kadar Kalium (K) .................................................................... 72
Lampiran 7. Kadar Fosfat ............................................................................. 73
Lampiran 8. Kurva kalibrasi Kalium, Fosfat, dan Nitrat .............................. 74
Lampiran 9. Bahan dan Peralatan penelitian,
Perhitungan Sel Chlorella sp. ................................................. 75
Lampiran 10. Tata Letak Uji Coba ............................................................... 78
xiii
ABSTRAK
Sindi Sehabudin. Penambatan Karbon Dioksida dan Pengaruh Densitas Alga Air
Tawar (chlorella sp.) terhadap Pengurangan Emisi Karbon Dioksida. Dibimbing
oleh Nida Sopiah,M.Si dan Hendrawati, M.Si.
Masalah pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan gas CO 2 di udara
mendorong upaya aktif untuk mengatasinya. Salah satu alternatif yang efektif
yaitu dengan menggunakan mikroalga chlorella sp. disebabkan selain
kemampuannya dalam memfiksasi CO2, produksi biomassa yang dihasilkan juga
sangat bermanfaat bagi kehidupan. Kepadatan awal sel alga di dalam sistem
fotobioreaktor sebesar 227,9 x 105 sel/ml dengan pengumpanan CO2 ke dalam
fotobioreaktor tahap pertama berkisar antara 60-70 L CO2/hari (5% - 6%
CO2/hari). Untuk pengumpanan hari berikutnya konsentrasi CO2 dinaikkan
sampai 100 L CO2/hari (8% - 10% CO2/hari) agar mikroalga dapat beradaptasi
pada kondisi yang baru. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran gas CO 2 yang
dikeluarkan dengan menggunakan instrumen gas detector dan pengukuran kadar
N, P, dan K menggunakan instrumen Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri
Serapan Atom. Sedangkan untuk pengukuran kepadatan biomassa alga dilakukan
dengan menggunakan haemositometer. Data yang diperoleh diuji secara statistik
menggunakan koefisien korelasi. Nilai r yang diperoleh sebesar 0,9912 dan hasil
tersebut menunjukkan bahwa jumlah CO2 yang ditambat oleh chlorella sp.
dalam sistem fotobioreaktor setara dengan penambahan kepadatan biomassa alga.
Kata kunci : chlorella sp., karbon dioksida, penambatan, densitas alga,
spektrofotometri UV-Visibel, Spektrometri Serapan Atom.
xiv
ABSTRACT
Sindi Sehabudin. CO2 sequestration and influent of alga density by alga
(Chlorella sp.) towards emission of CO2 reduction. Advised by Nida
Sopiah,M.Si dan Hendrawati, M.Si.
There are many research to solve the effect of global warming caused by great
amount of CO2 in the air. One of the effective alternative to reduce this gas in
atmosphere is by using microalga chlorella sp. due to its ability of CO2 fixation
and very useful biomass that it produced. Initial density of alga in photobioreactor
system was 227.9 x 105 cell/ml as the first CO2 injection to photobioreactor
system was approximately 60 – 70 L/day (5% - 6% CO2/day). At the next
injection the concentration of CO2 was increased to 100 L CO2/day (8% - 10%
CO2/day) so that the microalga was adapt with the new condition.The emission of CO2
was investigated by gas detector. N, P, and K concentration was also measured
using UV-Visible Spectrophotometer and Atomic absorptions Spectrometer, while
microalga density was measured using haemositometer. The data then were
statistically analyzed using coefficient of correlation. The result was 0,9912 and
showed that CO2 sequestrated by chlorella sp. was proportional to the increase of
microalga density.
Keywords : chlorella sp., carbon dioxide, sequestration, density of alga biomass,
spectrophotometer UV-Visible, Atomic absorptions Spectrometer.
xv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanasan global merupakan isu terhangat pada saat ini. Salah satu
indikator yang digunakan untuk menganalisa isu pemanasan global adalah
bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan
manusia. Sejauh ini berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk
mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali
(reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan
pemanfaatan berbagai teknologi penambatan dan penyimpanan karbon atau
carbon capture and storage (CCS) (A. Setiawan, 2008).
Mikroalga sebagai tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang hidup di
lingkungan perairan, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar
matahari sebagai sumber energi dan nutrien anorganik seperti CO2, komponen
nitrogen terlarut dan fosfat. Kemampuan fitoplankton (mikroalga) untuk
berfotosintesis, seperti tumbuhan darat lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal
mungkin untuk menyerap CO2. Selain potensinya yang besar sebagai sumber
bahan baku energi baru dan terbarukan, mikroalga (fitoplankton) juga dapat
berperan dalam menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer.. Diketahui bahwa
persamaan reaksi adalah sebagai berikut :
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
1
Berdasarkan persamaan reaksi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jumlah CO2
yang dipakai oleh fitoplankton untuk fotosintesis adalah sebanding dengan jumlah
materi organik C6H12O6 (glukosa) yang dihasilkan.
Alasan utama pemilihan fitoplankton sebagai biota yang dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah karena
meskipun jumlah biomassa fitoplankton hanya 0,05 % biomassa tumbuhan darat,
namun jumlah C yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis sama dengan
jumlah C yang difiksasi oleh tumbuhan darat. Selain itu sistem kultur alga mampu
menghilangkan CO2 dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan
budidaya alga berupa fotobioreaktor. Dengan teknologi fotobioreaktor ini, tingkat
produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari
kondisi normalnya (A. Setiawan, 2008).
Gas CO2 yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat
disambungkan
ke
fotobioreaktor
dan
dimanfaatkan
oleh
langsung
alga
untuk
pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis. Dalam kegiatan penelitian ini,
jenis fitoplankton yang dibudidayakan dipilih berdasarkan pada kelimpahannya di
perairan tawar Indonesia dan kecepatan tumbuhnya. Berdasarkan pada kedua
kriteria ini maka dipilihlah Chlorella sp. sebagai spesies yang diuji coba.
1.2. Rumusan Masalah
Pada
penelitian ini
penulis merumuskan beberapa
permasalahan
diantaranya:
1. Seberapa besar jumlah karbon dioksida yang diserap dan yang dikeluarkan
oleh alga (chlorella sp.)?
2
2. Bagaimana pengaruh penyerapan karbon dioksida terhadap biomassa?
1.3. Pembatasan Masalah
Parameter yang diuji meliputi kadar karbon dioksida dan kadar nutrien
nitrogen, posfor, kalium.
1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan salah satu solusi
bagi pabrik-pabrik, terutama pabrik-pabrik yang mengemisikan karbon dioksida
dalam mengatasi masalah emisi karbon dioksida dan memberikan informasi
kepada masyarakat sekitar, khususnya para petani alga mengenai pentingnya
peran alga dalam mengurangi emisi karbon dioksida.
1.5. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh peningkatan
biomassa alga terhadap kemampuan penyerapan karbon dioksida dalam
mengurangi emisi karbon dioksida pada
pabrik yang mengemisikan karbon
dioksida.
1.6. Ruang Lingkup
Parameter yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yaitu
parameter utama dan parameter pendukung.
Parameter utama yang dimonitor
adalah karbon dioksida, sedangkan
parameter pendukung yang dimonitor adalah nitrogen, posfor dan kalium
3
1.7. Hipotesis
Jumlah karbon dioksida yang ditambat setara dengan perubahan kepadatan
biomassa alga.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peningkatan Gas Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon
dioksida dan gas rumah kaca lainnya seperti sulfur dioksida, nitrogen monoksida
dan nitrogen dioksida serta senyawa organik lainnya seperti gas metan dan kloro
floro karbon (CFC) yang melampaui kemampuan tumbuhan darat dan laut untuk
mengardsorpsinya. Gas rumah kaca merupakan gas-gas yang ada di atmosfer
yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas rumah kaca sebenarnya muncul secara
alami di lingkungan, tetapi dapat timbul juga akibat aktifitas manusia. Karbon
dioksida (CO2) yang timbul dari berbagai proses alami seperti letusan vulkanik,
pernafasan hewan dan manusia dan pembakaran material organik (seperti
tumbuhan). Selain itu gas seperti karbon dioksida (CO2) dapat pula ditimbulkan
sebab adanya proses industri seperti industri batu bara dan susu (pada mesin
boiler). Energi (cahaya matahari) yang masuk ke bumi mengalami beberapa
mekanisme yaitu, 25 % energi dipantulkan oleh awan atau partikel lain di
atmosfer, 25 % diadsorpsi oleh awan, 45 % diadsorpsi permukaan bumi dan 5 %
dipantulkan kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diadsorpsi oleh awan dan
permukaan bumi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah, namun
sebagian radiasi infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas
karbon dioksida
serta gas rumah kaca lainnya, untuk dikembalikan lagi ke
permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan. Dengan
5
adanya efek rumah kaca, perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak
terlalu jauh berbeda (A.Razak, 2007).
Dengan adanya isu tentang pemanasan global, negara-negara maju saat
ini, mengalihkan teknologi yang lebih ramah lingkungan untuk mengatasi
permasalahan menebalnya emisi karbon dioksida, dan Indonesia memulainya dari
alam. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menemukan bahwa mikroalga
efektif menyerap karbon dioksida di udara. Dengan memanfaatkan sinar matahari
sebagai sumber energi mikroalga dapat menggunakan nutrien anorganik seperti
karbon dioksida, melalui proses fotosintesis.
2.2. Karbon dioksida
Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia
yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah
atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan
hadir di atmosfer bumi. Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi
antara 0,03% (300ppm) sampai dengan 0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi.
Karbon dioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang penting karena ia
menyerap gelombang inframerah dengan kuat (Daniel M, 2003).
Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika
dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan menyengat di hidung dan tenggorokan.
Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di membran mukosa dan saliva,
membentuk larutan asam karbonat yang lemah. Sensasi ini juga dapat dirasakan
ketika seseorang bersendawa setelah meminum air berkarbonat (misalnya Coca6
Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari 5.000 ppm tidak baik untuk kesehatan,
sedangkan konsentrasi lebih dari 50.000 ppm dapat membahayakan kehidupan
hewan (Daniel M, 2003).
Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap yang
berbentuk linear. Pada suhu −78,51° C, karbon dioksida langsung menyublim
menjadi padat melalui proses deposisi. Bentuk padat karbon dioksida biasa
disebut sebagai "es kering". Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang
kimiawan Perancis, Charles Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya
digunakan sebagai zat pendingin yang relatif murah (Anonim, 2006).
Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi,
dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada
proses fotosintesis. Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbon dioksida di
atomosfer dengan melakukan fotosintesis, disebut juga sebagai asimilasi karbon,
yang menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan
mengkombinasi karbon dioksida dengan air. Oksigen bebas dilepaskan sebagai
gas dari penguraian molekul air, sedangkan hidrogen dipisahkan menjadi proton
dan elektron, dan digunakan untuk menghasilkan energi kimia melalui
fotofosforilasi. Energi ini diperlukan untuk fiksasi karbon dioksida pada siklus
Kalvin untuk membentuk gula. Gula ini kemudian digunakan untuk pertumbuhan
tumbuhan melalui respirasi. Tumbuh-tumbuhan juga mengeluarkan CO2 selama
pernapasan, sehingga tumbuhan yang berada pada tahap pertumbuhan sajalah
yang merupakan penyerap bersih CO2. Sebagai contoh, hutan tumbuh akan
menyerap berton-ton CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang akan
menghasilkan CO2 dari pernapasan dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang
7
dia gunakan untuk biosintesis tumbuhan Walaupun demikian, hutan matang
jugalah penting sebagai buangan karbon, membantu menjaga keseimbangan
atmosfer bumi.
Selain itu, fitoplankton juga menyerap CO2 yang larut di air laut,
sehingga mempromosikan penyerapan CO2 dari atmosfer
(Robert N dan
Kenneth R, 2005).
2.3. Fotosintesis
Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga,
dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan
memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari
energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat
penting bagi kehidupan di bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui
fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis
merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon
bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi.
Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui
kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang (Cleon dan Frank,
1995).
Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan
langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan
air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya.
Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis, dengan persamaan
reaksi sebagai berikut:
6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2
8
Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa
dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui
respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum
reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas.
Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen
untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia (Cleon dan Frank,
1995).
Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut
klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil
terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. Klorofil menyerap cahaya yang
akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan
yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi
dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang
mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan
melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil,
tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya
dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya
penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan (Cleon dan
Frank, 1995).
2.3.1. Reaksi Terang
Reaksi terang merupakan langkah-langkah fotosintesis yang mengubah
energi matahari menjadi energi kimiawi. Cahaya yang diserap oleh klorofil
menggerakan transfer elektron dan hidrogen dari air ke penerima (akseptor) yang
disebut NADP+ (nikotinamida adenin dinukleotida fosfat), yang menyimpan
9
elektron berenergi ini untuk sementara. Air terurai dalam proses ini, sehingga
reaksi terang fotosintesislah yang melepas O2 sebagai produk samping (Cleon dan
Frank, 1995).
Akseptor elektron reaksi terang NADP+ berfungsi sebagai pembawa
elektron daam respirasi seluler. Reaksi terang menggunakan energi matahari
untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH dengan cara menambahkan sepasang
elektron bersama dengan nukleus hidrogen, atau H+. Reaksi terang juga
menghasilkan ATP dengan memberi energi bagi penambahan gugus fosfat pada
ADP, suatu proses yang disebut fotofosforilasi (Sandra Hermanto, 2007).
2.3.2. Reaksi Gelap (Siklus Calvin)
Siklus Calvin disebut juga sebagai reaksi gelap atau reaksi yang tidak
tergantung kepada cahaya, karena tidak satu pun langkah dalam siklus Calvin
membutuhkan cahaya secara langsung (Cleon dan Frank, 1995).
Siklus Calvin terjadi di dalam stroma. Siklus ini berawal dengan
pemasukan CO2 ke dalam molekul organik yang telah disiapkan dalam kloroplas.
Pemasukan awal karbon ini ke dalam senyawa organik dikenal sebagai fiksasi
karbon. Siklus Calvin kemudian mereduksi karbon terfiksasi ini menjadi
karbohidrat melalui penambahan elektron. Tenaga pereduksi ini berasal dari
NADPH, yang memperoleh elektron berenergi dalam reaksi terang. Untuk
mengubah CO2 menjadi karbohidrat, siklus Calvin juga membutuhkan energi
kimiawi dalam bentuk ATP, yang juga dihasilkan oleh reaksi terang (Tjahyadi
Purwoko, 2007). Secara umum reaksi pada siklus Calvin terdiri dari tiga fase
utama, yaitu fase fiksasi (proses karboksilasi), fase reduksi, dan fase regenerasi.
10
Fase fiksasi (karboksilasi) melibatkan penambahan CO 2 dan H2O ke ribulosa
bisfosfat (RuBP) untuk membentuk dua molekul 3-fosfogliserat (3-PGA) untuk
setiap CO2. pada tahap pertama RuBP mengalami dehidrogenasi menjadi enolat
anion. Struktur enolat inilah yang kemudian menerima CO2. Karbon dioksida
terikat pada atom karbon nomor dua (CO2 bertanda *), sehingga menghasilkan
senyawa enolat C6. Hidrolisis enolat C6 menjadi 2 molekul 3-PGA. Karboksilasi
ribulosa bisfosfat dikatalisis oleh ribulosa 1,5-bisfosfat karboksilase.
CO2 + RuBP + H2O  2 3-PGA
CH2OPO3H-
CH2OPO3H-
C=O
C
OH
Mg2+
H
C
OH
H
C
OH
H+
H
C
O-
C
OH
CH2OPO3H-
CH2OPO3H-
Ribulosa bisfosfat
Enolat anion
CH2OPO3H-
O
C* C
C*O2
-
O
H
OH
C
O
C
OH
CH2OPO3HCH2OPO3H-
H2O
H
C
CH2OPO3H-
OH C
COOH
H
3-PGA
O
(2-karboksi-3-keto-o-arabinitol)
H C OH
+
COOH
C
OH
3-PGA
Gambar 1. Fase fiksasi (karboksilasi)
(Sumber : Cleon dan Frank, 1995.).
CH OPO H2
11
3
Pada fase reduksi, gugus karboksil dalam 3-PGA direduksi menjadi sebuah gugus
aldehid dalam 3-fosfogliseraldehid. Pada tahap ini 3-PGA mengalami fosforilasi
menjadi
asam
didefosforilasi
1,3-bisfosfogliserat.
menjadi
1,3-bisfosfogliserat
3-fosfogliseraldehid.
Reaksi
dihidrogenasi
ini
dikatalisis
dan
oleh
triosefosfat dehidrogenase dan 3-fosfogliserat kinase. Sebagaimana reaksi
berikut :
CH2OPO3H-
CH2OPO3H-
ATP
H
C
ADP
OH
H
C
OH
COOPO3H-
COOH
3-PGA
Asam 1,3 bisfosfoglirserat
CH2OPO3H-
NADPH + H+
NADP+
H
C
OH
COH
-
H2PO4 (Pi)
3-fosfogliseraldehid
Gambar 2.Fase reduksi (Sumber : Cleon dan Frank. 1995).
Proses reduksi tersebut tidak terjadi secara langsung, melainkan gugus
karboksil dari 3-PGA pertama-tama diubah menjadi ester jenis anhidrida asam
pada asam 1,3-bisfosfogliserat dengan penambahan gugus fosfat terakhir dari
ATP. ATP ini timbul dari fotofosforilasi,dan ADP yang dilepaskan ketika 1,3bisfosfogliserat terbentuk diubah kembali dengan cepat menjadi ATP oleh reaksi
fotofosforilasi tambahan (Tjahyadi Purwoko, 2007).
12
Pereduksi yang sebenarnya pada reaksi ini adalah NADPH, yang
menyumbang dua electron ke atom karbon teratas yang terlibat dalam gugus ester
anhidrida. Secara bersamaan Pi dilepas dari gugus tersebut dan digunakan
kembali untuk mengubah ADP menjadi ATP. NADP+ direduksi balik menjadi
NADPH pada reaksi terang (Tjahyadi Purwoko, 2007).
Pada fase regenerasi, yang di regenerasi adalah RuBP, yang diperlukan
untuk bereaksi dengan CO2 tambahan yang berdifusi secara konstan ke dalam
daun melalui stomata. Pada reaksi terakhir daur Calvin, ATP ketiga yang
diperlukan bagi tiap molekul CO2 yang ditambat, digunakan untuk mengubah
ribulosa-5-fosfat menjadi RuBP, kemudian daur mulai lagi(Tjahyadi Purwoko,
2007).
Tiga putaran daur Calvin akan menambat tiga molekul CO2 dan produksi
netonya adalah satu 3-fosfogliseraldehid. Sebagian molekul 3-fosfogliseraldehid
digunakan kloroplas untuk membentuk pati (Cleon dan Frank, 1995).
2.4. Chlorella sp.
Chlorella sp. merupakan kelompok organisme protista autotrof, yakni
protista yang mampu membuat makanannya sendiri. Karakteristik ini dimiliki
chlorella sp., karena organisme ini mempunyai pigmen klorofil, sehingga dapat
melakukan fotosintesis. Chlorella sp. termasuk salah satu kelompok alga hijau
yang paling banyak jumlahnya diantara alga hijau lainnya, 90% chlorella hidup
di air tawar dan 10% chlorella sp. hidup di air laut (Pipit P. dan Diah, 2008).
Sel Chlorella berbentuk bulat dan berukuran 2-8 μm. Dalam sel Chlorella
mengandung 50% protein, lemak serta vitamin A, B, D, E dan K, disamping
13
banyak terdapat pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam
proses fotosintesis. Sel chlorella sp. di perairan umumnya berada dalam bentuk
tunggal, dan biasa hidup berkoloni. Protoplast sel dikelilingi oleh membran yang
selektif, sedangkan di luar membran sel terdapat dinding yang tebal terdiri dari
sellulosa dan pektin (Iis R, 2007).
Peranan chlorella sp. dalam kehidupan dapat dipakai sebagai makanan,
misal Ulva dan Chlorella sp., penghasil O2 dari hasil respirasi yang diperlukan
oleh hewan-hewan air dan penambat CO2 dalam proses fotosintesis. Akan tetapi
ganggang hijau juga dapat mengganggu perairan bila terlalu subur, sehingga air
akan berubah warna dan berbau (Pipit P. dan Diah, 2008).
2.4.1. Klasifikasi Alga Hijau (Chlorella sp.)
Filum
: Chlorophyta
Kelas
: Chlorophyceae
Ordo
: Chlorococcales
Famili
: Chlorellaceae
Genus
: Chlorella
Spesies
: Chlorella sp.
Gambar 3. Algae Chlorella
Chlorella sp. termasuk dalam divisi chlorophyta. Perkembangan
chlorella sp. terjadi secara vegetatif. Masing-masing sel induk membelah
menghasilkan 4, 8, atau 16 sel yang dibebaskan bersama dengan pecahnya sel
induk. Perkembangbiakan sel ini diawali dengan pertumbuhan sel yang
membesar. Periode selanjutnya terjadinya peningkatan aktivitas sintesa sebagai
14
bagian dari persiapan pembentukan autospora yang merupakan tingkat pemasakan
akhir yang akan disusul oleh pelepasan autospora (Yani .S dan Yosar , 2009).
Karakteristik chlorella sp. pada umumnya adalah memiliki klorofil,
menyimpan cadangan makanan dalam kantung makanan atau pyrenoid. Beberapa
faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan populasi chlorella sp.
diantaranya adalah temperatur, intensitas cahaya, pH, oksigen terlarut, unsur hara
dan karbon dioksida. Hal ini terlihat pada tabel 1 sebagai berikut :
Tabel 1. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
chlorella sp.
Faktor Lingkungan
Keterangan
Temperatur
Temperatur
optimum
untuk
pertumbuhan chlorella sp. adalah 30 0C
Ph
pH
optimum
untuk
pertumbuhan
chlorella sp. adalah 6,6 - 8
Unsur hara
Unsur hara yang dibutuhkan chlorella
sp. adalah N, P, K,Ca
Karbon dioksida
Karbon merupakan salah satu makro
nutrien
yang
pertumbuhan
dibutuhkan
chlorella
sp.
untuk
Salah
sumber karbon di perairan adalah CO2
yang langsung digunakan sebagai bahan
untuk fotosintesis
(Sumber : Yani .S dan Yosar , 2009)
15
2.5. Nitrogen
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N2) di atmosfer, yang
takarannya mencapai 78 persen volum, dan sumber lainnya senyawa-senyawa
nitrogen yang tersimpan dalam tubuh jasad renik. Di lingkungan nitrogen terdapat
dalam sembilan bentuk, yaitu nitrogen organik, amonia, ion amonia nitrogen
(gas), dinitrogen oksida, nitrogen oksida, ion nitrit, nitrogen dioksida, dan ion
nitrat (Yoshinaga, 2003).
Transformasi pembentukan senyawa nitrogen dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme dalam lingkungan, diantaranya fiksasi, sintesis, nitrifikasi,
dan denitrifiksasi (Fadmawaty, Ani. 1999).
a. fiksasi nitrogen
fiksasi nitrogen adalah konversi nitrogen (gas) ke dalam bentuk nitrogen
yang dapat diasimilasikan oleh tanaman. Fiksasi secara biologi sering terjadi,
akan tetapi fiksasi dapat juga terjadi melalui bantuan cahaya dan proses industri :
Biologi
: N2
N-Organik
Cahaya
: N2
NO3-
Industri
: N2
NO3- ; NH3 / NH4+
b. Sintesis
Sintesis adalah proses secara biokimia dimana NH4+ - N atau NO3 – N
dikonversikan ke dalam bentuk protein ( N-Organik) :
NH4+ + CO2 + Tumbuhan Hijau + Sinar Matahari
N-Organik
NO3- + CO2 + Tumbuhan Hijau + Sinar Matahari
N-Organik
16
2.6. Fosfor
Fosfor merupakan suatu komponen yang penting dalam perairan dan
sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan. Fosfor termasuk salah satu
dari beberapa unsur yang esensial untuk pertumbuhan ganggang dalam air.
Pertumbuhan alga yang berlebihan disamping hasil hancuran biomasa dapat
menyebabkan pencemaran kualitas air. Sumber fosfor adalah limbah industri,
hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik, dan mineral
fosfat (Achmad, Rukaesih.2004).
Fosfor merupakan salah satu unsur penting bagi pembentukan protein dan
metabolisme sel organisme. Fosfor sangat diperlukan dalam transport energi pada
sel dan terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit. Dalam perairan, unsur fosfor
terdapat dalam senyawa fosfat yang berada dalam bentuk orto fosfat yang terlarut
dalam air atau asam lemah yang dapat diserap organisme nabati (Iis R, 2007).
Di alam, fosfor terdapat dalam 2 bentuk, yaitu senyawa fosfat organik
(pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).
Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer
(pengurai) menjadi phosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah
atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat
banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan
membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini
kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Senyawa fosfat yang masuk
dalam perairan akan berkurang oleh fitoplankton, bakteri dan sedimen. Dinamika
fosfat dalam air sangat kompleks, dimana 90% fosfat yang masuk dalam kolam
melalui pemupukan akan berkurang setelah satu minggu. Pengetahuan mengenai
17
dinamika
fosfat
sangat
penting
dalam
keberhasilan
budidaya
(Michael Pelczar .2005).
Kandungan Fosfat di perairan umumnya sangat rendah, biasanya tidak
melebihi 0,1 mg/liter, kecuali pada perairan yang menerima buangan air rumah
tangga dan industri tertentu, serta daerah pertanian yang mendapat pemupukan
fosfat. Kandungan fosfat sekitar 0,05-0,02 mg/liter sudah cukup mendukung
kehidupan fitoplankton, tetapi pada kadar 20 mg/liter akan menghambat
pertumbuhan plankton (Iis R, 2007).
Senyawa fosfat dalam air alam atau air limbah umumnya dapat
diklasifikasikan sebagai (Anonim, 2010):
1. Orthophosphate
Di daerah pertanian orthophosphate berasal dari bahan pupuk yang
masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.
2. Fosfat terkondensasi seperti pyro, meta dan polyphosphate lainnya.
Poliphosfat dapat memasuki sungai melalui buangan penduduk dan
industri yang menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat,
seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya.
3. Fosfat organik
Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa
makanan. fosfat organik dapat pula terjadi dari orthophosphate yang
terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman
menyerap fosfat untuk pertumbuhannya.
Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi
atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Bentuk fosfat berasal dari berbagai
18
sumber. fosfat juga banyak terdapat di dasar sedimen dan lumpur-lumpur biologis,
baik sebagai senyawa organik maupun anorganik (Anonim, 2010).
Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap
keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat dalam air rendah, seperti pada
air alam, pertumbuhan dan ganggang akan terhalang. Keadaan ini disebut
oligotrop. Fosfor juga disebut sebagai nutrien bagi tumbuh-tumbuhan, oleh karena
fosfor dapat menimbulkan percepatan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan yang
melakukan fotosintesis. Bila pertumbuhannya terjadi secara berlebihan, misalnya
tumbuhnya eceng gondok dan gulma air lainnya, maka keadaan ini dinamakan
eutrofikasi. Sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air. Hal ini tentu
sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan (Anonim.2008).
2.7. Kalium
Kalium diserap dalam bentuk K+. Salah satu sumber kalium adalah pupuk.
Kalium terdapat didalam sel-sel yaitu sebagai ion-ion didalam cairan sel. Sebagai
ion didalam cairan sel, kalium berperan dalam melaksanakan turgor yang
disebabkan oleh tekanan osmotis.
Ion kalium mempunyai fungsi psikologis pada asimilasi zat arang. Bila
tanaman sama sekali tidak diberi kalium, maka asimilasi akan terhenti.. Kalium
berfungsi pula pada pembelahan sel dan pada sintesa putih telur. Pada saat terjadi
pembentukan bunga atau buah maka kalium akan cepat ditarik, oleh sebab itu
kalium mudah bergerak (mobile). Dalam proses fotosintesis, kalium berfungsi
membantu membuka dan menutup stomata (Knauss dan Porter, 1964).
19
Fungsi lain dari Kalium adalah pada pembentukan jaringan penguat.
Perkembangan jaringan penguat pada tangkai daun dan buah yang kurang baik
sering menyebabkan lekas jatuhnya daun dan buah itu.. Tanaman yang
kekurangan Kalium akan cepat mengayu atau menggabus, hal ini disebabkan
kadar lengasnya yang lebih rendah. Menurut penyelidikan mikro, Kalium
berpengaruh baik pada pembentukan serat-serat seperti pada rosela, kapas dan
rami, dinding-dinding sel lebih baik keadaannya dan lebih baik kandungan airnya,
sel-sel ini tumbuh lebih baik, lebih kuat dan lebih panjang (Anonim, 2010).
2.8. Derajat Keasaman (pH)
pH didalam suatu perairan menjadi salah satu faktor penentu pada
kebanyakan proses alami, yang merupakan sebuah komponen kritis dalam sebuah
sistem biologis dan memegang peranan penting dalam pengukuran kualitas air
lainnya.
Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas biologis
misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu, serta mineral dalam perairan.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 kriteria mutu air
didasarkan pada kelas-kelasnya. Perairan dengan pH 6-9 termasuk pada kelas I, II
dan III, perairan dengan pH 5-9 termasuk pada kelas IV. Pembagian kelas ini
didasarkan atas fungsi dari air itu sendiri. Kelas IV merupakan kelas yang dapat
digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industry dan
pembangkit listrik tenaga air. Berdasarkan pembagian kelas tersebut, maka
perairan dengan pH 5-9 termasuk perairan produktif untuk pertumbuhan alga.
Kisaran normal pH air untuk kehidupan algae berkisar antara 5-6. Nilai pH air
20
dapat menurun karena proses respirasi dan pembusukan zat-zat organik (Ricki .M,
2005).
2.9. Spektrometri
Spektrometer adalah suatu instrumentasi yang berfungsi untuk mengukur
transmitans atau absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang;
pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal
dapat pula dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual
atau merekam atau sebagai: berkas-tunggal atau berkas-rangkap. Dalam praktek,
instrumen berkas-tunggal biasanya dijalankan secara manual, dan instrumen
berkas-rangkap umumnya mencirikan perekaman automatik terhadap spektra
absorpsi, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spektrum dengan instrumen
berkas-tunggal. Pengelompokkan cara lain didasarkan pada daerah spektral, dan
kita
menyebut
spektrofotometer
ultraviolet,
inramerah
dan
sebagainya.
Pemahaman yang lengkap tentang spektrofotometer membutuhkan pengetahuan
terinci akan optika dan elektronika (H. Sumar,dkk.19940).
2.9.1. Spektrofotometri UV-Vis
Spektofotometri UV-Visible merupakan salah satu jenis spektrofotometer
yang sering digunakan dalam kegiatan analisis. Molekul-molekul dapat
mengabsorbsi atau mentransmisi radiasi gelombang elektromagnetik. Barkas
cahaya putih adalah kombinasi semua panjang gelombang spektrum tampak.
Perbedaan warna yang kita lihat sebenarnya ditentukan dengan bagaimana
gelombang cahaya tersebut diabsorbsi dan ditransmisikan (dipantulkan) oleh
objek atau suatu larutan (H. Sumar,dkk.1994).
21
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang
diabsorbsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika
panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya
tersebut akan diserap. Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk
mengabsorbsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah
absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang
berkas cahaya yang dilalui ke suatu point dimana persentase jumlah cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi diukur dengan phototube
(H.
Sumar,dkk.19940).
Unsur-unsur terpenting suatu spektrofotometer seperti yang ditunjukkan
secara skematik dalam gambar di dawah adalah sebagai berikut
Sumber
radiasi
monokromator
Sel kuvet
detektor
amplifier
Recorder
Gambar 4. Skema Spektrofotometer UV-Visible (H, Sumar,dkk.19940)
1.
Sumber Radiasi
Beberapa macam sumber radiasi yang dipakai pada Spektrofotometer
UV-VIS adalah :
1. Lampu deuterium, dapat dipakai pada daerah panjang gelombang 190
nm- 380 nm (daerah ultraviolet dekat).
22
2. Lampu tungsten, merupakan campuran dari filamen tungsten dan gas
iodine, oleh karena itu disebut sebagai sumber radiasi ”tungsteiniodine”. Dipakai pada daerah panjang gelombang 380-900 nm.
3. Lampu merkuri, dipakai untuk mengecek atau mengkalibrasi panjang
gelombang pada daerah ultraviolet, khususnya disekitar panjang
gelombang
365
nm,
serta
sekaligus
mengecek
resolusi
dan
monokromator.
2.
Monokromator
Monokromator berfungsi untuk memilih panjang gelombang tertentu dari
sinar polikromatik sehingga dapat diperoleh sinar monokomatik dengan panjang
gelombang yang dikehendaki. Monokromator pada umumnya berbentuk cermin,
prisma, dan kisi difraksi. Monokromator pada spektrofotometer UV biasanya
terdiri dari beberapa susunan, yaitu :
celah (slit) – masuk – filter – prisma – kisi (grating) – celah keluar.
1. Celah monokromator, adalah bagian yang pertama dan terakhir dari suatu
system optik monokromator pada spektrofotometer UV. Celah dibuat
dari logam yang kedua ujungnya diasah dengan cermat sehingga sama.
Lebar celah masuk dan celah keluar harus sama yang dapat diatur dengan
memutar tombol mekanik atau diatur dengan sistem elektronik.
2. Prisma dan kisi merupakan bagian dari monokromator terpenting. Prisma
dan kisi pada prinsipnya mendispersi radiasi elektromagnetik sebesar
mungkin supaya didapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatik.
23
3. Kisi grating terbuat dari lempengan kaca yang pada permukaannya
dilapisi oleh resin sintetis dengan garis-garis. Kemudian pada
permukaannya dilapisi lagi oleh kaca alumunium.
3.
Sel kuvet
Kuvet atau sel merupakan wadah sampel yang dianalisis. Ditinjau dari
pemakaiannya kuvet ada dua macam, yaitu :
1. Kuvet permanen, yang terbuat dari bahan gelas atau leburan silica dan
dipakai pada daerah pengukuran panjang gelombang 190 nm – 1100 nm.
2. Kuvet disposibel, untuk satu kali pemakaian, yang terbuat dari teflon atau
plastik dan dipakai pada daerah pengukuran panjang gelombang 380 nm 1100 nm, karena bahan dari gelas mengabsorbsi radiasi ultraviolet.
4.
Detektor
Detektor cahaya atom disebut juga transducer, berfungsi mengubah
energi radiasi cahaya menjadi suatu sinyal elektrik yang besarnya setara dengan
intensitas cahaya yang sampai pada detektor tersebut. Beberapa macam detektor
yang dipakai dalam spektrofotometer adalah :
1. Detektor fotosel
2. Detektor Tabung Foto Hampa
3. Detektor Tabung Pengganda Foton
4. Detektor Photo Diode-Array
e.
Amplifier
Amplifier berfungsi sebagai penguat sinyal yang berasal dari detektor
menjadi suatu potensial yang cukup besar untuk dapat direkam. Suatu alat penguat
sinyal menangkap isyarat masuk (input) dari rangkaian detektor dan melalui
24
proses pengolahan sinyal menghasilkan isyarat keluaran (output) dengan secara
langsung dicatat sebagai absorbans atau transmitans.
f.
Rekorder atau pencatat tampilan
Alat ini merupakan rangkaian terakhir dari instrumen ini yang berfungsi
sebagai pencatat atau mengeluarkan hasil analisis, hasilnya dapat dikeluarkan
secara digital maupun yang sudah terekam dalam kertas printer.
2.9.2. Spektrometri Serapan Atom
Teknik analisa dengan menggunakan spektrometri serapan atom oleh
Welsh dari Australia pada tahun 1955. Teknik analisa ini didasarkan atas
penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus
listrik. Sebagian besar atom akan berada pada tingkat dasar, dan sebagian kecil
(tergantung suhu) yang tereksitasi akan memancarkan cahaya dengan panjang
gelombang yang khas untuk atom tersebut ketika kembali ke tingkat dasar. Setiap
alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi
sampel dan sumber (source) atomisasi (Khopkar, 1990).
Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan
sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam
bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang
dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak
variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun
demikian, yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran
analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis
nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang
25
dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi
dan juga fluoresensi.
Sumber
radiasi
Nyala
Nebulizer
Monokromator
detektor
Recorder
Gambar 5. Skema Spektrometer SSA (H, Sumar,dkk.1994)
a.
Sumber Radiasi
Sumber cahaya yang banyak digunakan adalah lampu katoda berongga,
tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang banyak adalah sumber radiasi
yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Memancarkan intensitas sinar dengan pita radiasi yang sempit.
2. Tidak mengabsorpsi sendiri.
3. Tidak ada background yang kontinyu.
Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang
terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat
dari tungsten.
Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai
memijar dan dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan.
Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang
tertentu (Khopkar, 1990).
b.
Nyala
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Nyala udaraasetilen biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS, temperarur
26
nyala-nya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan
nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat
diminimalkan.
c.
Nebulizer
Alat ini berfungsi untuk mengubah unsur dalam larutan sampel menjadi
kabut dimana akan dilakukan pengukuran absorpsi. Proses yang terjadi dalam
atomisasi secara umum adalah:
1) Nebulasi yaitu pengubahan cairan ke dalam bentuk kabut aerosol.
2) Pemisahan titik-titik kabut ssesuai dengan paanjang gelombang sampel.
Pencampuran kabut dengan gas memasukkannya ke dalam burner
d.
Monokromator
Monokromator mempunyai fungsi pengisolasi sinar yang diperlukan (λ
tertentu) dari sinar yang dihasilkan oleh lampu katoda, jadi bila ada beberapa
panjang gelombang cahaya maka akan dilewatkan ke detector yang hanya cahaya
tertentu saja sedangkan yang lain diserap atau ditiadakan. Dalam spektrofotometer
Serapan Atom, sistem optik dimasukkan untuk mengumpulkan cahaya dari
sumbernya dilewatkan ke sampel kemudian ke monokromator.
e.
Detektor
Detektor adalah alat yang digunakan untuk mengamati dan melaksanakan
semua pengukuran cahaya. Alat tersebut mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik sehingga pengukuran menjadi lebih mudah. Detektor yang dipakai pada
SSA pada umumnya adalah Photomultiplier tube. Photmultiplier tube
menghasilkan sinyal listrik sebanding dengan intensitas cahaya pada panjang
gelombang yang telah dipindahkan oleh monokromator.
27
f.
Recorder
Recorder merupakan sistem pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa
angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.
2.9.3. Prinsip Deteksi CO2 Metode NDIR (non dispersive infrared)
Sinar infrared diemisikan dari sumber cahaya melalui sel pengukur
(measuring cell) dan melewati photo filter yang dapat dilewati oleh gelombang
serapan gas CO2 menuju sensor infrared. Jumlah sinar infrared yang terukur oleh
sensor infrared inilah yang terukur sebagai konsentrasi gas CO2.
Sumber cahaya
Gambar 6. Skema Gas Detektor (Metode NDIR)
2.9.4. Prinsip Deteksi O2 Metode Sel Galvani
Oksigen yang masuk ke dalam katode (elektrode Au), arus
listrik secara
proporsional akan menghasilkan konsentrasi oksigen, dan arus listrik yang
diperkuat akan langsung dibaca oleh alat sebagai konsentrasi oksigen.
Elektrode Emas (Au)
(katode)
ElektrodeTimbal (Pb)
(Anode)
Gambar 7. Skema Gas Detektor (Metode Sel Galvani)
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 – Februari 2010. Lokasi
penelitian
dilaksanakan di Balai Teknologi Lingkungan BPPT- PUSPIPTEK
Serpong.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah fotobioreaktor,
detector gas analyzer Riken RX-515, Spektrofotometer UV-Vis Jasco V-530,
Spektrometri Serapan Atom Shimadzu AA-6800, aerator DRAGON dengan debit
2,5 liter/menit dan Air pump YASUNAGA LP-40A dengan debit 80 liter/menit,
flow meter ONDA, motor penggerak baling-baling JY2B-4, Timer Legrand, gelas
ukur, labu ukur, tabung reaksi, pipet volum, Erlenmeyer, timbangan analitik,
kertas saring whatman GF/C, pipet tetes.
3.2.2.
Bahan-bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji dan bahan
kimia. Bahan uji adalah stok bibit clhorella sp. yang diambil dari laboratorium
Balai Teknologi Lingkungan.
Bahan penelitian yang digunakan meliputi air ultra filtrasi, pupuk
Dutatonik H-16 (N, P, K), larutan induk nitrat (1000 mg/l), larutan antara nitrat
(50 mg/l), larutan natrium hidroksida (4 N), larutan asam salisilat (5%), larutan
asam sulfat (5 N), larutan kalium antimol tartrat, laruan ammonium molibdat,
29
larutan asam askorbat, larutan kalsium karbonat, HCl (1%, 10%, 20%), HNO 3
pekat, H2O2 (30%), air raja (1 HNO3 : 3 HCl), kalium klorida.
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1.
Persiapan Fotobioreaktor
Selama pemeliharaan digunakan wadah dengan kapasitas 1200 liter
(Fotobioreaktor), berbahan baja,
berukuran 5 x 1,2 m, dan tinggi 20 cm,
sebanyak 3 buah. Masing- masing wadah dilengkapi dengan aerasi dengan debit
aerator sebesar 2,5 liter/ menit, dan dilengkapi pula dengan baling-baling, sebagai
pengaduk.
3.3.2.
Persiapan Gas Holder
Gas holder yang disiapkan terdiri dari satu buah gas holder penampung
dan 3 buah gas holder penyuplai. Gas holder ini terbuat dari bahan plastik tak
berpori dengan volum 500 liter untuk gas holder penampung, dan masing-masing
volum 200 liter untuk gas holder penyuplai. kedua ujungnya ditutup dengan pipa
PVC dengan keran sebagai pengalirnya. Fungsi gas holder menampung gas
karbon diokida yang akan disuplai ke masing-masing fotobioreaktor. Masingmasing gas holder dilengkapi dengan aerator sebagai pendorong gas karbon
dioksida dengan debit 80 liter/menit.
3.3.3.
Persiapan Media
Media yang digunakan adalah air ultra filtrasi. Air ultra filtrasi adalah
air yang dibuat melalui penyaringan menggunakan filter berukuran 0,01 mikron
dan 2 buah membran polyethilen. Untuk setiap 1200 mL bibit chlorella sp.
digunakan 20 liter air ultra filtrasi. Media ini digunakan untuk pertumbuhan
30
chlorella sp. Pupuk yang digunakan adalah pupuk Dutatonik H-16, yang memiliki
komposisi nitrat, posfat, kalium, magnesium, kalsium, besi dan aluminium.
3.3.4.
Penebaran Bibit
Sebanyak 10 stok bibit chlorella sp. berkapasitas 600 ml dalam labu
Erlenmeyer 1000 mL yang telah diionokulasi selama 2 minggu, dipindahkan ke
dalam botol plastik berukuran 600 mL. Setiap 2 stok bibit chlorella sp. dalam
botol plastik berukuran 600 mL, dipindahkan ke dalam plastik transparan tak
berpori berkapasitas 20 liter yang telah berisi air ultra filtrasi. Selanjutnya ke-5
kantong plastik transparan tak berpori yang berisi stok bibit chlorella sp. tersebut
diinokulasikan selam 2 minggu. Setelah 2 minggu ke-5 kantong plastik trasnparan
yang berisi stok bibit chlorella sp. tersebut dimasukkan ke dalam fotobioreaktor
menggunakan gayung. Selanjutnya aerator dan baling-baling diaktifkan.
Perbanyakan stok bibit chlorella sp. ini dilakukan sebanyak 3 kali, untuk 3 buah
reaktor.
3.3.5.
Operasional Fotobioreaktor
Pada kegiatan ini, gas CO2 diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor dengan
sistem intermiten (24 kali x 20 menit) untuk diketahui kecepatan penyerapannya
per hari. Gas CO2 dialirkan ke dalam reaktor dengan sistem tertutup dari dasar
reaktor dengan menggunakan aerator dengan debit sebesar 2,5 liter/menit.
3.3.6.
Pengukuran dan Sampling
Pengukuran gas CO2 dalam sistem fotobioreaktor dilakukan setiap hari
dua kali, yaitu pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Titik pengukuran gas CO 2
berada pada posisi di atas posisi titik sampling dengan jarak 25 cm dari titik
sampling larutan, dengan jarak 1 meter dari sudut fotobioreaktor. Titik sampling
31
larutan alga, berada pada posisi di bawah titik pengukuran gas CO 2, dengan jarak
1 meter dari sudut fotobioreaktor. Sampling larutan dilakukan satu kali dalam
sehari yaitu pada pagi hari pukul 09.00 dan pengukuran kadar N, P, dan K
menggunakan metode spektrometri dilakukan di laboratorium Balai Teknologi
Lingkungan (BTL) setiap hari setelah sampling dilakukan. Untuk pengukuran
densitas biomassa alga dilakukan dengan metode haemocytometer model Thoma.
Perhitungan tingkat kepadatan dinyatakan dalam jumlah sel per milimeter dengan
menggunakan sebuah gelas objek haemocytometer yang diamati di mikroskop.
Dengan pengamatan melalui mikroskop, akan tampak garis-garis sebagai ruang
hitung. Ruang hitung tersebut mempunyai dimensi kedalaman 0,1 mm, panjang
1,0 mm, dan lebar 1,0 mm sehingga jika dihitung volumenya menjadi 0,0001 cm 3.
Luas ruang hitung adalah 1,0 mm2 yang terbagi dalam 400 kotak, masing-masing
luasnya 0,0025 mm2. Perhitungan sel chlorella sp. Dilakukan dengan meneteskan
air yang mengandung chlorella sp. pada haemocytometer lalu ditutup dengan
cover glass, kemudian diamati dengan mikroskop dengan pembesaran 100-400
kali. Nilai kepadatan chlorella sp. dapat dihitung pada 400 kotak bila
kepadatannya relatif rendah. Namun, bila kepadatan chlorella sp. sangat tinggi
maka perhitungan hanya dilakukan pada beberapa kotak dan dipilih secara acak.
Dengan demikian, perhitungan kepadatan sel chlorella sp. dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Kepadatan sel = X x 400 kotak x 104 /ml ............................................. (1)
Keterangan:s
X = Rata-rata jumlah sel/kotak
32
3.4. Penentuan Kadar Nitrogen dalam Nitrat (NO3-N) (Instruksi Pengujian
BTL-BPPT IP.06 2003)
3.4.1.
Persiapan Pengujian
a. Pembuatan larutan induk nitrat, NO3-N 1000 mg/L
1. Sejumlah kalium nitrat dikeringkan pada suhu 105 0C selama 2 jam.
2. Dinginkan dalam eksikator.
3. Ditimbang 0,7223 g kalium nitrat di atas kaca arloji.
4. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong sudip.
5. Kaca arloji dibilas dengan air suling.
6. Air suling ditambahkan hingga sedikit tanda tera.
7. Labu ditutup dan dikocok dengan membalikkan labu ukur.
b. Pembuatan larutan natrium hidroksida, NaOH, 4 N
1. Ditimbang 160 g NaOH.
2. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan dalam
1000 mL.
c. Pembuatan larutan asam salisilat, C7H6O3, 5 %
1. Ditimbang 5 g asam salisilat dalam gelas piala 125 mL.
2. Ditambahkan 95 ml asam sulfat pekat dan diaduk hingga larut.
3. Larutan dapat bertahan selama 7 hari.
d. Pembuatan larutan antara nitrat, NO3-N, 50 mg/L
1. Dipipet 25 ml larutan induk nitrat 1000 mg/L sebanyak 25 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL.
2. Air suling ditambahkan ke dalam labu ukur 500 mL hingga tanda tera.
33
e. Pembuatan larutan baku nitrat, NO3-N
1. Disiapkan 10 labu ukur 50 mL, dan beri label secara duplo berdasarkan
deret konsentrasi larutan baku pada tabel di bawah ini.
2. Dibuat deret larutan baku nitrat dengan cara memipet 2 mL, 4 mL, 6 mL,
8 mL, 10 mL larutan baku nitrat masing-masing ke dalam labu ukur 50
mL. Kemudian ditambahkan larutan pengencer (aquadest) sampai tepat
tanda tera, sehingga diperoleh konsentrasi nitrat 2 mg/L, 4 mg/L, 6 mg/L,
8 mg/L, 10 mg/L.
3. Dipipet sebanyak 0,5 mL dari masing-masing larutan baku ke dalam
tabung reaksi dan disiapkan blanko dengan 0,5 mL air aquadest.
4. Ditambahkan 1 mL asam salisilat ke dalam tabung reaksi tersebut.
5. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 30 menit.
6. Ditambahkan 10 mL NaOH ke dalamnya.
7. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 1 jam.
8. Analisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
410 nm.
3.4.2.
Prosedur Pengujian sampel
1. Dipipet 0,5 mL contoh uji secara duplo dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
2. Ditambahkan 1 mL asam salisilat ke dalam masing-masing tabung reaksi.
3. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 30 menit.
4. Ditambahkan 10 mL natrium hidroksida.
5. Diaduk dengan pengaduk vortex dan diamkan selama 1 jam.
34
6. Analisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
410 nm.
3.5. Penentuan Kadar P-Fosfat (SNI 06-6989.31-2005)
3.5.1.
Persiapan Pengujian
a. Pembuatan larutan induk fosfat 500 mg P/L.
1. Dilarutkan 2,195 gram kalium dihidrogen fosfat anhidrat, KH2PO4 dengan
100 mL air suling dalam labu ukur 1000 mL.
2. Ditambahakan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
b.
Pembuatan larutan baku fosfat 10 mg P/L
1. Dipipet 2 mL larutan induk fosfat 500 mg P/L dan masukkan ke dalam
labu ukur 100 mL.
2. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
c. Pembuatan larutan kerja fosfat
1. Dipipet 0 mL; 5 mL; 10mL; 20mL dan 25 mL larutan baku fosfat yang
mengandung 10 mg P/L dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu
ukur 250 mL.
2. Ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera kemudian dihomogenkan
sehingga diperoleh kadar phosfat 0,0 mg P/L; 0,2 mg P/L; 0,4 mg P/L; 0,8
mg P/L; dan 1,0 mg P/L.
d. Pembuatan kurva kalibrasi
1. Alat spektrofotometer dioptimalkan sesuai dengan petunjuk alat untuk
pengujian kadar fosfat. Setiap mengoptimalkan alat, dilakukan pengukuran
blanko terlebih dahulu.
35
2. Dipipet 50 mL larutan kerja dan masing-masing dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
3. Ditambahkan 1 tetes indikator fenolftalin. Jika terbentuk warna merah
muda, ditambahkan dengan H2SO45N tetes demi tetes hingga warnanya
menjadi hilang.
4. Ditambahkan larutan campuran sebanyak 8 mL dan dihomogenkan.
5. Dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer dengan panjang
gelombang 880 nm pada kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit.
3.5.2.
Prosedur Pengujian sampel P-Fosfat
1. Dipipet contoh uji sebanyak 50 mL secara duplo dan masing-masing di
masukkan ke dalam erlenmeyer.
2. Ditambahkan larutan campuran (50 ml H2SO4 5N, 5 ml larutan kalium
antimol tartrat, 15 ml larutan ammonium molibdat dan 30 ml larutan asam
askorbat) sebanyak 8 mL dan dihomogenkan.
3. Dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer panjang
gelombang 880nm pada kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit.
3.6. Penentuan Kadar Kalium (SNI 6989.69:2009)
3.6.1.
Persiapan Pengujian
a. Pembuatan larutan standar kalium
1. Dilarutkan 0.1907 g kalium klorida dengan air suling, hingga volum 1000
ml sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
b. Pembuatan larutan baku logam kalium (K) 10 mg K/L
36
1. Dipipet 10,0 mL larutan induk kalium 100 mg K/L, masukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL
2. Ditambahkan larutan pengencer hingga tanda tera, lalu homogenkan
3.6.2.
Prosedur Pengujian sampel
1. Dipipet contoh uji sebanyak 50 mL secara duplo dan kemudian di
sentrifugasi selama 30 menit hingga endapan terpisah berada dilapisan
bawah.
2. Dipipet 20 ml secara duplo, kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.
3. Ditambahkan larutan HNO3 pekat hingga pH 2.
4. Analisis dengan spektrometri serapan atom.
3.7. Koefisien Korelasi
Analisis Korelasi merupakan studi yang membahas tentang derajat
keeratan hubungan antar peubah, yang dinyatakan dengan Koefisien Korelasi (r).
Besarnya koefisien korelasi berkisar antara +1 sampai dengan -1. Jika koefisien
korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah, artinya jika
nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya, jika
koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik,
artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan rendah.
3.8. Bagan Kerja Penelitian
Pada gambar 6 ditunjukkan bagan kerja penelitian. Dimulai dengan
tahapan kerja pembuatan campuran gas karbon dioksida (CO2 40% diencerkan
37
dengan udara bebas hingga konsentrasi CO2 maksimal 10 % dalam gas holder
penampung dan kemudian dialirkan ke dalam gas holder penyuplai), pembuatan
fotobioreaktor, pengukuran CO2 dengan detector gas analyzer pada gas holder
dan sistem fotobioreaktor, pengambilan sampel larutan, pengukuran kepadatan
sel, analisis dengan Spektrofotometri UV-Vis dan Spektrometri SSA.
CO2
Udara
40 %
bebas
Gas Holder
penampung
Pemberian Nutrisi
150 gr/kolam
Gas Holder
penyuplai
(per minggu)
Kolam Media
tumbuh chlorella
(fotobioreaktor)
Pengukuran CO2 dengan
detector gas analyzer
Sampling media berisi chlorella
Pengukuran kepadatan sel
Uji Nutrisi
(Haemocytometer model Thoma)
Nitrat dan fosfat
(UV-Vis)
Gambar 8. Bagan Kerja penelitian
38
Kalium
(SSA)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Pengukuran Kepadatan dan Populasi Alga
Kepadatan populasi alga dalam sistem fotobioreaktor dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya cahaya sekitar sistem fotobioreaktor, temperatur
sekitar fotobioreaktor, aerasi, dan medium nutrien. Cahaya sekitar fotobioreaktor
pada percobaan ini berkisar antara 2-3 kilo lux saat siang atau sore hari. Dan saat
pagi hari berkisar antara 1,6-2 kilo lux. Temperatur sekitar fotobioreaktor pada
saat pagi hari dan siang hari berkisar antara 25-30 0C. Sistem aerasi bertujuan
untuk menjaga alga agar menyebar merata, dan mencegah penempelan alga pada
dinding sistem fotobioreaktor.
Pada percobaan ini digunakan tiga fotobioreaktor sebagai tempat alga
berkembang biak. Jenis alga yang digunakan pada penelitian ini adalah chlorella
sp. dengan kepadatan awal 22.000.000 sel/mL pada ketiga fotobioreaktor. Dari
hasil pengamatan yang dilakukan selama 21 hari menunjukkan peningkatan
jumlah sel pada ketiga fotobioreaktor. Pertumbuhan sel chlorella sp. pada ketiga
fotobioreaktor hingga hari ke-12 tidak ada perbedaan nyata. Jumlah kepadatan sel
chlorella sp. pada fotobioreaktor 1,2 dan 3 berturut-turut pada hari ke-12
mengalami peningkatan dari kepadatan awal menjadi 49.030.000 sel/mL,
44.020.000 sel/mL, 44.000.000 sel/mL. Pada hari ke-13 tampak penurunan jumlah
sel chlorella sp. pada fotobioreaktor ke-2 menjadi sebesar 25.540.000 sel/mL, hal
ini disebabkan terjadi kerusakan mesin baling-baling pemutar, sehingga proses
suplai CO2 tidak merata, selain itu sirkulasi media kultur yang penting sekali
39
untuk mempertahankan temperatur agar tetap homogen tidak berfungsi lagi,
sehingga menyebabkan kematian sebagian alga pada fotobioreaktor ke-2.
Gambar 9. Pertumbuhan sel Alga dengan kepadatan awal 22.000.000 sel/ml
Akan tetapi, setelah digunakan mesin pompa pada hari ke-16 pada
fotobioreaktor ke-2 terlihat adanya peningkatan jumlah sel chlorella sp. hingga
hari ke-21 (gambar 7). Namun demikian, dengan penggunaan mesin pompa air,
pertumbuhan alga sudah tidak memperlihatkan perubahan yang cukup berarti
(gambar 7), karena dalam sirkulasinya alga dalam media air harus melalui mesin
pompa.
Fotobioreaktor
dengan
pengaduk
sistem
pedal
(baling-baling)
menunjukkan hasil pertumbuhan sel chlorella sp. yang lebih baik daripada
fotobioreaktor dengan pengaduk sistem pompa.
Pada grafik (gambar 7) dapat dilihat bahwa pada fotobioreaktor 1 dan 3
dengan pengaduk sistem pedal (baling-baling) dari hari ke-16 dengan kepadatan
sel 57.750.000 sel/mL dan 52.520.000 sel/mL hingga hari ke 21 dengan kepadatan
sel 60.590.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL mengalami peningkatan yang
cukup besar, dibandingkan dengan peningkatan jumlah sel pada fotobioreaktor 2
40
dari hari ke-16 dengan kepadatan sel 19.750.000 sel/mL hingga hari ke-21 dengan
kepadatan sel 34.070.000 sel/mL yang menggunakan pengaduk sistem pompa.
Konsentrasi CO2 yang dialirkan melalui gas holder mencapai 10 %,
namun demikian, dari hasil percobaan ini, chlorella sp. mampu beradaptsi dengan
kondisi lingkungan yang baru, dengan kemampuannya menangkap CO2, Hal ini
ditunjukkan dengan jumlah sel chlorella sp. yang terus meningkat dan warna hijau
chlorella sp. yang semain pekat. Serta kondisi pH dalam fotobioreaktor 1, 2 dan 3
sebesar 6,98; 7,21 dan 6,96 (lampiran 2), pH yang lebih rendah daripada saat
inokulasi sebesar 8.
4.2.
Pengukuran Ketersediaan Nutrien (N, P, K) Pada Fotobioreaktor Alga
Untuk memperkaya kandungan nutrien yang sangat dibutuhkan dalam
pertumbuhan Alga perlu dilakukan pemupukan air media. Pupuk merupakan
bahan yang mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh jasad hidup,
terutama Alga.
Pada percobaan ini dilakukan pengukuran kadar nutrien (N, P, K) sebagai
parameter pendukung. Penambahan nutrien pada penelitian ini, dilakukan pada
saat pengkulturan di dalam fotobioreaktor dengan kadar 50 gram/kolam
(50 mg/liter) dan
selanjutnya pengukuran dilakukan selama selang waktu
maksimal 7 hari.
41
Gambar 10. Kadar unsur hara Nitrogen-Nitrat pada sistem fotobioreaktor
Pada gambar 8 di atas (kadar unsur hara nitrat), dapat dilihat bahwa kadar
nitrogen-nitrat hari ke-1 pada sistem fotobioreaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut
sebesar 0,865; 1,075; 0,965 (mg/L), dan kadar ini mengalami penurunan hingga
hari ke-5 pada kolam 1, 2, dan 3 berturut-turut menjadi sebesar 0,460; 0,750;
0,525 (mg/L), hal tersebut membuktikan adanya penyerapan kadar nitrogen-nitrat
oleh alga dalam sistem fotobioreaktor 1, 2 dan 3 dari hari ke-1 hingga hari ke-5.
Untuk mengetahui besarnya nilai penyerapan kadar nitrogen-nitrat oleh alga dari
hari ke-1 hingga hari ke-5 adalah dengan menghitung selisih kadar nitrogen-nitrat
pada hari tersebut, dan besarnya penyerapan kadar nitrogen-nitrat dari hari ke-1
hingga hari ke-5 berturut-turut sebesar 0,405; 0,325; 0,440 (mg/L). Besar dan
kecilnya penyerapan kadar nitrogen-nitrat pada ketiga fotobioreaktor sangat
berkaitan erat dengan jumlah populasi (densitas biomassa) alga dalam sistem
fotobioreaktor tersebut. Tingkat penyerapan kadar nitrogen-nitrat tertinggi hingga
hari ke-5 adalah pada fotobioreaktor 3 dengan kepadatan populasi alga sebesar
42
29.420.000 sel/mL, kemudian pada fotobioreaktor 1 dengan kepadatan populasi
alga sebesar 29.240.000 sel/mL dan tingkat penyerapan terendah
pada
fotobioreaktor 2 dengan kepadatan sel sebesar 29.010.000 sel/mL.
Pemantauan terhadap kadar unsur hara nitrogen-nitrat selanjutnya
dilakukan dihari ke-11 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3. Pada grafik (gambar 8)
terlihat adanya penurunan kadar ketersediaan nitrogen-nitrat dari hari ke-5 hingga
hari ke-11, besarnya kadar nitrogen-nitrat dihari ke-11 pada fotobioreaktor 1, 2
dan 3 berturut-turut adalah 0,360; 0,410; 0,520 (mg/L). Hal ini pun membuktikan
bahwa telah terjadi penyerapan kadar nitrogen-nitrat oleh alga dalam ketiga
fotobioreaktor dengan besar penyerapan dari hari ke-5 hingga hari ke-11 adalah
0,100; 0,340; 0,005 (mg/L), dengan kepadatan sel berturut-turut sebesar
43.880.000 sel/mL, 43.940.000 sel/mL dan 43.710.000 sel/mL.
Pada grafik (gambar 8) dihari ke-16 kadar nitrogen-nitrat terlihat cukup
besar, jumlah ketersediaannya di dalam sistem fotobioreaktor 1,2, dan 3 berturutturut adalah 1,680; 0,935; 1,515 (mg/L), hal ini terjadi karena pada hari ke-11
setelah dilakukan pemantauan terhadap kadar ketersediaan nutrisi ketiga
fotobioreaktor, dilakukan penambahan nutrisi pada ketiga fotobioreaktor sebanyak
100 mg/L. Selanjutnya dilakukan pemantauan ketersediaan nutrisi (nitrogennitrat) kembali dari hari ke-16 hingga hari ke-21. Dari hasil pengukuran diperoleh
kadar nitrogen nitrat dihari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 adalah 1,410;
1,160; 1,070 (mg/L).
Pada grafik (gambar 8) terlihat penurunan kadar ketersediaan nitrogennitrat dari hari ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 sebesar
43
0,270 mg/L, 0,03 mg/L dan 0,445 dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL,
34.070.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL.
Kandungan nitrat dibawah 10 mg/liter sudah cukup mendukung kehidupan
alga. Hal ini telah membuktikan betapa pentingnya unsur hara nitrogen-nitrat
sebagai pertumbuhan sel-sel alga.
Gambar 11. Kadar unsur hara Fosfor dalam Fosfat pada sistem fotobioreaktor
Pada gambar 9 di atas (kadar unsur hara Fosfor), dapat dilihat bahwa kadar
fosfor hari ke-1 pada sistem fotobioreaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar
0,090; 0,070; 0,090 (mg/L), dan kadar ini mengalami penurunan hingga hari ke-5
pada kolam 1, 2, dan 3 berturut-turut menjadi sebesar 0,070; 0,065; 0,080 (mg/L),
hal tersebut membuktikan adanya penyerapan kadar fosfor oleh alga dalam sistem
fotobioreaktor 1, 2 dan 3 dari hari ke-1 hingga hari ke-5, sehingga besarnya
penyerapan kadar fosfor dari hari ke-1 hingga hari ke-5 berturut-turut sebesar
0,010; 0,005; 0,015 (mg/L). Tingkat penyerapan kadar fosfor tertinggi hingga hari
ke-5 adalah pada fotobioreaktor 3 dengan kepadatan
44
populasi alga sebesar
29.420.000 sel/mL, kemudian pada fotobioreaktor 1 dengan kepadatan populasi
alga sebesar 29.240.000 sel/mL dan tingkat penyerapan terendah
pada
fotobioreaktor 2 dengan kepadatan sel sebesar 29.010.000 sel/mL. Pada hari ke-11
kadar fosfor pada ketiga fotobioreaktor menjadi 0,04; 0,06 dan 0,07 (mg/L)
dengan kepadatan sel 43.880.000 sel/mL, 43.940.000 sel/mL dan 43.710.000
sel/mL.
Pada grafik (gambar 9) dihari ke-16 kadar fosfor terlihat cukup besar,
jumlah ketersediaannya di dalam sistem fotobioreaktor 1,2, dan 3 berturut-turut
adalah 0,110; 0,130; 0,120 (mg/L), hal ini terjadi karena pada hari ke-11 setelah
dilakukan pemantauan terhadap kadar ketersediaan nutrisi ketiga fotobioreaktor,
dilakukan penambahan nutrisi pada ketiga fotobioreaktor sebanyak 100 mg/L.
Pada grafik (gambar 9) terlihat penurunan kadar ketersediaan fosfor dari
hari ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 sebesar 0,080 mg/L,
0,1 mg/L dan 0,1 dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL, 34.070.000 sel/mL
dan 56.920.000 sel/mL.
Nilai fosfor dalam media kultur tidak melebihi nilai 0,100 mg/liter
(gambar 9). Kebutuhan fosfor tetap sangatlah pokok, dimana 90% fosfor yang
masuk dalam kolam alga melalui pemupukan akan berkurang setelah satu minggu
(Iis R, 2007).
45
Gambar 12. Kadar unsur hara Kalium pada sistem fotobioreaktor
Pada gambar 10 di atas (kadar unsur hara kalium), dapat dilihat bahwa
kadar kalium hari ke-1 pada sistem fotobioreaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut
sebesar 3,750; 3,960; 3,860 (mg/liter). Nilai ini berkurang hingga hari ke-5 pada
kolam 1, 2, dan 3 berturut-turut menjadi sebesar 3,602; 3,266; 3,508 (mg/liter)
dengan kepadatan sel 29.240.000 sel/mL, 29.010.000 sel/mL, 29.420.000 sel/mL.
Pada hari ke-11 kadar kalium pada ketiga fotobioreaktor menjadi 3,525; 3,004 dan
2,939 (mg/L) dengan kepadatan sel 43.880.000 sel/mL, 43.940.000 sel/mL dan
43.710.000 sel/mL.
Pada grafik (gambar 10) dihari ke-16 kadar kalium terlihat cukup besar,
jumlah ketersediaannya di dalam sistem fotobioreaktor 1,2, dan 3 berturut-turut
adalah 3,857; 5,385; 4,570 (mg/L), hal ini terjadi karena pada hari ke-11 setelah
dilakukan pemantauan terhadap kadar ketersediaan nutrisi ketiga fotobioreaktor,
dilakukan penambahan nutrisi pada ketiga fotobioreaktor sebanyak 100 mg/L.
46
Pada grafik (gambar 10) terlihat penurunan kadar ketersediaan kalium dari
hari ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 menjadi sebesar 3,624
mg/L, 4,195 mg/L dan 3,178 mg/L dengan kepadatan sel 60.590.000 sel/mL,
34.070.000 sel/mL dan 56.920.000 sel/mL.
Alga hanya membutuhkan unsur hara kalium dalam jumlah yang sangat
kecil, tampak pada grafik (gambar 10) bahwa kadar kalium masih di atas kadar
nitrat dan fosfor.
Dengan adanya penambahan nutrisi sebesar 100 mg/liter,
hingga hari ke-21 ketersediaan unsur hara kalium pada ke tiga sistem
fotobioreaktor tidak berkurang melainkan bertambah sebesar 3,857; 5,385; 4,570.
Hal ini terjadi karena adanya penumpukan unsur hara kalium pada ke tiga sistem
fotobioreaktor. Unsur kalium dibutuhkan dalam pembentukan protein dan
karbohidrat serta resistensi terhadap penyakit.
4.3.
Pengukuran Gas CO2 yang Keluar dan O2 yang dihasilkan pada
Sistem Fotobioreaktor
Salah satu tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui kemampuan alga
pada sistem fotobioreaktor dalam menyerap gas CO2 yang diberikan, melalui
proses fotosintesis. Konsentrasi gas CO2 dan O2 yang keluar dari rangkaian sistem
fotobioreaktor diukur sebanyak 2 kali sehari, yaitu pada pukul 09.00 dan pukul
15.00 WIB. Pengukuran pada pukul 09.00 WIB dilakukan untuk mengetahui
perubahan konsentrasi CO2 selama 24 jam hingga pukul 09.00 WIB pada hari
berikutnya dan pengukuran pada pukul 15.00 WIB dilakukan untuk mengetahui
perubahan konsentrasi O2 saat pagi hari pada pukul 09.00 WIB dan saat sore hari
pada pukul 15.00 WIB dihari yang sama, yang menandakan telah terjadi proses
fotosintesis dalam sistem fotobioreaktor. Dari data lampiran 2 dan grafik di
47
bawah ini, terlihat perubahan nilai konsentrasi O 2 pada pagi hari dan konsentrasi
O2 pada sore hari.
Gambar 13. Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 1
Gambar 14. Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 2
48
Gambar 15. Jumlah CO2 yang keluar dan O2 pada sistem fotobioreaktor 3
Pada gambar di atas (11, 12, 13), terlihat bahwa terdapat perubahan nilai
O2 saat pagi hari dan sore hari. Contohnya pada hari ke-6 nilai konsentrasi O2
yang keluar dari sistem fotobioreaktor alga 1 saat pagi hari sebesar 20,900% dan
saat sore hari sebesar 23,800%, berarti telah terjadi kenaikan sebesar 2,900%.
Adanya perubahan konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari, dimana nilai
konsentrasi O2 saat pagi hari akan cenderung lebih kecil dibandingkan nilai
konsentrasi O2 saat sore hari, membuktikan bahwa telah terjadi proses fotosintesis
pada sore hari dengan bantuan sinar matahari. Perubahan yang cukup besar ini
pun membuktikan, bahwa intensitas cahaya matahari saat sore hari yang
dibutuhkan oleh alga dalam melakukan fotosintesis sangat baik. Contoh lainnya,
dimana perbedaan nilai konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari tidak terlalu
terlihat adalah pada sistem fotobioreaktor 3 di hari ke-21. Nilai O2 saat pagi hari
sebesar 20,900 % dan saat sore hari sebesar 21,000 %, sehingga selisih kenaikan
konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari sebesar 0,100%. Hal ini pun terjadi
pada sitem fotobioreaktor 1 dan 2 di hari ke-21, dimana selisih konsentrasi O2 saat
49
pagi hari dan sore hari tidak terlalu signifikan. Besarnya selisih konsentrasi O 2
pada fotobioreaktor 1 dan 2 berturut-turut sebesar 0,900% dan 0,200%. Besar dan
kecilnya perbedaan nilai konsentrasi O2 saat pagi hari dan sore hari sangat
bergantung pada intensitas cahaya matahari pada hari tersebut.
Lain halnya dengan nilai konsentrasi CO2, pada gambar (11, 12, 13) nilai
konsentrasi CO2 yang keluar saat pagi hari berbanding terbalik dengan nilai O2
yang keluar saat pagi hari. Begitu juga nilai konsentrasi CO2 dan O2 pada sore
hari. Nilai konsentrasi CO2 yang keluar saat pagi hari akan lebih besar
dibandingkan dengan nilai konsentrasi CO2 yang keluar saat sore hari. Contohnya
pada hari ke-4, sistem fotobioreaktor 1, nilai konsentrasi CO2 yang keluar saat
pagi hari sebesar 1,950% dan saat sore hari sebesar 0,850%, telah terjadi
penurunan sebesar 1,100%. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi proses
penambatan CO2 melalui proses fotosintesis. Pada saat terjadi proses penambatan
CO2 di sore hari, maka akan sedikit CO2 yang keluar dari sistem fotobioreaktor
dan dihasilkan O2 sebagai hasil samping dari pembentukan glukosa melalui proses
fotosintesis. Hal ini pula yang membuktikan nilai CO 2 yang keluar saat sore hari
akan berbanding terbalik dengan nilai O2 yang keluar saat sore hari.
4.4.
Efisiensi Penyerapan CO2 oleh Alga dalam Sistem Fotobioreaktor
Proses penambatan CO2 lebih banyak terjadi pada siang hari atau sore hari,
pada saat cahaya matahari berkisar antara 2-3 kilo lux, dimana proses penambatan
CO2 melalui proses fotosintesis akan mudah berlangsung. Sebagaimana terlihat
pada grafik di bawah (gambar 14, 15, 16) bahwa terdapat perbedaan nilai CO 2
yang keluar pada saat pagi hari dan sore hari. Nilai CO 2 pada pagi hari terlihat
50
lebih besar dibandingkan nilai CO2 pada saat sore hari, hal ini karena pada saat
pagi hari intensitas cahaya yang dibutuhkan dalam proses penambatan karbon
kurang dari 2-3 kilo lux (Elisabeth.S, 1999), sehingga nilai CO2 yang keluar pun
akan besar. Pada proses penambatan CO2 terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan proses penambatan itu berjalan lambat. Diataranya adalah cahaya
matahari yang kurang saat cuaca mendung atau hujan. Hal ini menjadi kendala
paling penting dalam penelitian yang berorientasi pada pembuangan polutan CO 2
pabrik.
Gambar 16. Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem
fotobioreaktor 1
Gambar 17. Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem
fotobioreaktor 2
51
Gambar 18. Jumlah CO2 yang masuk dan efisiensi penyerapan pada sistem
fotobioreaktor 2
Pada gambar (14, 15, 16) di atas terlihat efisiensi alga dalam
sistem
fotobioreaktor menyerap atau menambat CO2 yang masuk. Contoh pada sistem
fotobioreaktor 1 di atas, jumlah CO2 yang masuk di hari ke-10 adalah 7,970 %,
dan berkurang menjadi 3,525% (rata-rata keluaran pagi dan sore) (lihat gambar
11). Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi penambatan CO 2 oleh alga dalam
sistem fotobioreaktor 1 saat pagi hari, dan besarnya kemapuan penyerapan alga
saat pagi hari dapat dihitung dengan mengurangi jumlah CO 2 yang masuk dengan
jumlah CO2 yang keluar dan membaginya dengan jumlah CO2 yang masuk,
kemudian dikalikan dengan 100%, sehingga diperoleh nilai efisinsi penyerapan
alga dalam sistem fotobioreaktor dalam menambat CO2 atau dapat digunakan
persamaan berikut ini :
efisinsi penyerapan
Jumlah CO2 masuk  Jumlah CO2 keluar
X 100% …… (2)
Jumlah CO2 masuk
52
Dari persamaan di atas maka dapat diperoleh nilai efisiensi penyerapan alga saat
pagi hari dan sore hari pada hari ke-10 sebesar 55,700%. Dengan menggunakan
persamaan di atas, terlihat efisiensi kemampuan penyerapan alga dalam sistem
fotobioreaktor dapat mencapai nilai 90% per hari.
Tinggi rendahnya nilai
efisiensi penyerapan alga dalam sistem fotobioreaktor sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya faktor luar yang sangat mempengaruhi kemampuan
penyerapan CO2 oleh alga adalah cahaya matahari dan faktor dalamnya adalah
perkembangan (usia) alga itu sendiri. Dengan cahaya matahari maka proses
penyerapan CO2 oleh alga dalam sistem fotobioreaktor melalui proses fotosintesis
akan berjalan dengan baik, sedangkan dengan faktor usia alga, pada fase
pertumbuhan alga akan lebih banyak membutuhkan CO2, sehingga proses
penyerapan akan berlangsung dengan baik. Contohnya adalah nilai efisiensi
penyerapan CO2 tertinggi oleh alga pada sistem fotobioreaktor 1 dihari ke-1, yaitu
sebesar 81,700% dan nilai terendah yang diperoleh adalah pada hari ke-11 sebesar
49,029%.
4.5.
Hubungan Kepadatan Sel dengan Jumlah CO2 yang Tertambat
Pada penelitian ini memiliki hipotesis awal yang berkaitan dengan
hubungan kepadatan sel dengan jumlah CO2 yang tertambat. Semakin banyak
jumlah sel pada sistem fotobioreaktor, maka akan semakin banyak pula jumlah
CO2 yang tertambat di dalam sistem fotobioreaktor tersebut. Di bawah ini grafik
hubungan antara kepadatan sel dengan jumlah CO2 yang tertambat:
Dari grafik bawah (gambar 17) terlihat bahwa jumlah CO2 yang tertambat
dalam fotobioreaktor setara dengan peningkatan jumlah densitas biomassa alga.
53
Gambar 19. Korelasi antara konsentrasi CO2 yang tertambat dengan pertambahan
densitas biomassa alga
Dalam percobaan ini digunakan persamaan gas ideal (Sukardjo, 1997):
P.V = n.R.T ...........................................................................(3)
keterangan : P : Tekanan gas standar (1 atm)
V : Volum gas (liter)
n : Jumlah mol gas (mol)
R : Tetapan gas umum (liter. atm/K.mol)
T : Suhu dalam keadaan standar (25 0C = 298 K)
Perhitungan jumlah CO2 yang tertambat dalam fotobioreaktor adalah
berdasarkan pengukuran selama selang pukul 09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB
yang mewakili pengukuran dalam satu hari, yang dirata-ratakan. Sehingga, bila
konsentrasi CO2 yang masuk adalah x1 dan konsentrasi CO2 yang keluar sebagai
y1, maka jumlah CO2 yang tertambat dalam fotobioreaktor dirumuskan sebagai x 1–
y1. oleh karena itu, diperoleh persamaan :
54
(x1–y1) + (x2–y2) + (x3–y3) ...+ (xn–yn) ...........................(4)
untuk menentukan jumlah CO2 yang tertambat dalam percobaan ini. Dengan
menggunakan persamaan (3), maka dapat diperoleh jumlah CO 2 yang ditambat
oleh alga dalam fotobioreaktor dengan satuan gram/hari (tabel 3). Dari hasil
perhitungan tersebut, terlihat bahwa jumlah CO2 yang ditambat oleh alga dalam
sistem fotobioreaktor menunjukkan peningkatan (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah CO2 yang tertambat dari ke-3 kolam dalam satuan gram/hari dan
rata-rata jumlah kepadatan dari ke-3 kolam sel/ml
NO
CO2 yang tertambat (gram/hari)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Kolam 1
123,054
233,387
346,744
482,195
648,991
814,275
971,157
1120,841
1267,251
1388,614
1513,756
1637,998
1757,130
1879,267
2005,146
2122,281
2227,000
2343,056
2456,034
2530,723
2620,940
Kolam 2
123,792
233,387
346,744
482,195
648,991
814,275
972,974
1125,718
1275,654
1399,608
1530,975
1651,978
1776,094
1902,946
2030,876
2161,020
2271,263
2390,197
2506,792
2588,211
2689,170
Kepadatan Sel
(sel/mL x 105)
Kolam 3
123,936
235,727
350,558
487,126
645,410
814,383
979,182
1136,082
1291,721
1429,548
1567,753
1700,362
1830,254
1964,302
2103,820
2234,378
2348,490
2477,860
2608,813
2705,616
2820,231
Kolam 1
228,000
256,600
262,200
276,300
292,400
323,200
348,000
380,000
413,200
435,100
438,800
490,300
522,500
546,100
565,200
577,500
581,300
589,800
596,100
601,100
605,900
55
Kolam 2
227,800
258,100
260,000
276,100
290,100
323,000
348,200
379,600
412,900
428,200
439,400
440,200
255,400
287,500
302,500
197,500
248,200
257,900
280,900
300,900
340,700
Kolam 3
228,100
260,000
265,000
277,200
294,200
324,100
348,300
380,800
412,700
420,200
437,100
440,000
445,600
481,100
505,100
525,200
531,100
539,900
545,500
552,400
569,200
Secara umum percobaan dari fotobioreaktor ini telah menunjukkan, semakin
banyak jumlah sel yang terdapat dalam sistem fotobioreaktor, maka semakin besar
pula jumlah CO2 yang tertambat pada sistem fotobioreaktor tersebut.
4.6.
Analisis Statistik
Pada percobaan ini analisis statistik yang digunakan adalah koefisien
korelasi yang dinyatakan dengan (r). Tujuan dari analisis ini adalah mengetahui
hubungan antara jumlah CO2 yang tertambat dalam sistem fotobioreaktor dengan
jumlah kepadatan sel/ml, sebagaimana hipotesis dari penelitian ini
yang
menyebutkan bahwa jumlah CO2 yang tertambat setara dengan kenaikan jumlah
densitas biomassa Alga pada sistem fotobioreaktor.
Dari hasil perhitungan dengan metode koefisien korelasi dihasilkan nilai r
adalah 0,991 atau mendekati nilai +1. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
korelasi itu sempurna atau terdapat hubungan antara konsentrasi CO 2 yang
tertambat
dengan
peningkatan
jumlah
densitas
biomassa
alga
dalam
fotobioreaktor.
Untuk menguji keberartian nilai r, apakah koefisisen yang diperoleh dari
terok ini mencerminkan suatu korelasi sesungguhnya dalam populasi, dengan kata
lain, apakah koefisien terok sebesar 0,991 itu suatu simpangan kebetulan dari ρ
(populasi) yang sesungguhnya sebesar nol, maka untuk menguji hipotesis
H0 : ρ = 0, digunakan rumus :
t
r 0
(1  r 2 ) /( n  2)
…………………………… (5)
56
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan di atas diperoleh
nilai t sebesar 2,97. Dalam tabel (lampiran 3), pada (n-2) = 19 derajat kebebasan,
ternyata r berarti secara statistika dan melampaui aras 0,050 (yaitu 2,093) pada uji
dua arah, sebagaimana terlihat pada lampiran 3 nilai gawat t. Karena nilai t
melampaui nilai gawat pada aras 0,050, hipotesis nol (H0 :  = 0) ditolak. Jadi
benar-benar terdapat korelasi antara jumlah karbon dioksida yang tertambat
dengan perubahan densitas biomassa chlorella sp., yakni semakin banyak CO2
yang diumpan ke dalam system fotobioreaktor, maka jumlah densitas biomassa
chlorella sp. Akan meningkat. Dengan demikian secara umum percobaan dari
fotobioreaktor ini telah memberikan hasil yang positif.
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
1. Peningkatan kepadatan populasi alga pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 dengan
pengaduk sistem pedal pada hari ke-1 hingga hari ke-12 masing-masing
sebesar 115,04 %, 93,23 %, 92,89 %. Sedangkan Peningkatan alga pada hari
ke-16 hingga hari ke-21 pada fotobioreaktor 1 dan 3 sebesar 4,91 % dan
8,37 %.
2. Selisih konsentrasi CO2 saat pagi hari dan sore hari pada fotobioreaktor 1, 2
dan 3 masing-masing berkisar antara 0,15 % - 2,40 %; 0,05 % - 2,30 %;
0,51 % - 2,74 %.
Sedangkan selisih konsentrasi O2 saat pagi hari dan saat
sore hari pada fotobioreaktor 1, 2 dan 3 berkisar antara 0,20 % - 2,90 %;
0,10 % - 2,50 %; 0,10 % - 2,70 %.
3. Nilai efisiensi penyerapan maksimum oleh sel alga adalah 81,70%, dan nilai
efisiensi penyerapan CO2 oleh alga sebesar 49,02 %.
4. Hipotesis nol (H0 :  = 0) ditolak, dengan nilai r sebesar 0,99 dan nilai
keberartian dari r (t) sebesar 2,97, yang berarti terdapat korelasi antara jumlah
karbon dioksida yang tertambat dengan perubahan densitas biomassa
chlorella sp.
58
5.2.
Saran
Perlu dilakukan pengembangan terhadap metode penelitian ini, sehingga
memberikan hasil yang lebih baik, seperti dengan melakukan pengukuran kadar
CO2 yang terlarut dalam media air ultrafiltrasi dan pengukuran berat kering
biomassa alga.
59
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, ANDI Yogyakarta : Jakarta.
Anonim, 2006, Lebih Jauh Tentang Karbon Dioksida,
http://jejaringkimia.blogspot.com diakses 19 Februari 2011
Anonim, 2010, Alga, Biologi online:Blog Pendidikan Biologi
diakses 14 Desember 2010
Anonim, 2008, Pengembangan Alga, Fishblogs:Blog Budidaya Perikanan
diakses 14 Desember 2010
Cleon dan Frank, 1995, Fisiologi Tumbuhan jilid 2, ITB Bandung : Bandung.
Fadmawaty, A., 1999, Analisis Total Sianida dan Nitrit dalam Limbah Cair,
SMAKBO : Bogor.
Hermanto, S., 2007, Diktat Perkuliahan Biokimia II, Program Studi Kimia Sains
dan Teknologi UIN : Jakarta.
Ikuo, Y. dan Shiratani E., 2003, Nutrient Balance In Paddy Field With
A Recycling Irrigation System, J.Jpn.Waste Pollu 14-34.
IP.06 BTL-BPPT, 2003. Penentuan Kadar Nitrogen dalam Nitrat (NO3-N).
Khopkar S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI-PRESS : Jakarta.
Knauss dan Porter, 1964, The absorption of inorganic ions by chlorella
pyrenoidosa 1,2. Radiological Sciences Department : J.Washington
Mulia, R. M., 2005, Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu UIEU-University Press :
Yogyakarta.
Murdiyarso, D., 2003, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi ”Konvensi
Perubahan Iklim”, KOMPAS : Jakarta.
Pelczar, M.J., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi, UI-Press : Jakarta.
Pitriana, P. dan Rahmatia, D., 2008, Bioekspo ”Menjelajah Alam dengan
Biologi”. Jatra Graphics : Solo.
60
Purwoko, T., 2007. Fisiologi Mikroba, Bumi Aksara : Jakarta.
Robert dan Kenneth, 2005, Carbon Squestration. PEW Centre Global Climate
Change : J.U.S
Razak, A., 2007, Kajian Yuridis Carbon Trade dalam Penyelesaian Efek Rumah
Kaca, Makalah Etika dan Kebijakan Perundangan Lingkungan, UGM.
Rostini, I., 2007, Kultur Fitoplankton (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
Skala Laboratorium. J. Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Jatinangor.
Schelfler, W.C., 1997, Statistika Untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran, dan Ilmu
yang bertautan, ITB Bandung : Bandung.
Setiawan, A., 2008. Teknologi Penyerapan Karbon dioksida dengan Kultur
Fitoplankton pada Fotobioreaktor, J. Pusat Teknologi Lingkungan-BPPT:
Jakarta.
SNI 06-6989.31-2005, Penentuan Kadar P-Fosfat
SNI 6989.69:2009, Penentuan Kadar Kalium.
Sukardjo, 1997, Kimia Fisika, PT.Rineka Cipta : Jakarta.
Sidabutar, E., Pengaruh Jenis Medium Pertumbuhan Mikroalga Chlorella sp.
Terhadap Aktivitas Senyawa Pemacu Pertumbuhan Yang Dihasilkan,
Skripsi Program studi teknologi wasil perikanan fakultas perikanan dan
ilmu kelautan Institut pertanian bogor, 1999, hal. 50-52.
Sumar, H., dkk, 1994, Kimia Analitik Instrumen, IKIP Semarang Press:
Semarang.
Yani dan Yosar, 2009, Pemanfaatan Algae Chlorella sp. Dan Eceng Gondok
Untuk Menurunkan Tembaga (Cu) Pada Industri Pelapisan Logam,
J. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro :
Semarang.
Zame, K.K., Carbon Capture Using The Microalgae Chlorella Vulgaris In a
Packed Bubble Column Photobioreactor, Thesis.Youngstown State
Uneversity, 2010, hal. 25-26.
61
Lampiran 1. Diagram alir penelitian
Studi literatur dan desain
Analisis parameter
Desain peralatan penelitian



Dimensi reaktor
Dimensi gas holder
Sistem inlet dan outlet
Pengumpulan alat dan bahan
Alat
 Alat pengambilan sampel
 Alat pengukuran dan pengujian sample
 Alat tambahan
Bahan




Tanaman yang digunakan
Air yang digunakan
Media pupuk yang digunakan
Bahan yang digunakan untuk pengujian sampel
Pembuatan reaktor
Pembuatan gas holder
Pengambilan sampel
Pengujian sampel
Pengolahan data dan analisis data
Penyusunan laporan
62
Lampiran 2. Data hasil pengukuran konsentrasi CO 2 dan O2 saat pagi hari dan sore
hari pada Fotobioreaktor
Konsetrasi
K1
K2
K3
pH
Hari/
No
Waktu
CO2 masuk
CO2
O2
CO2
O2
CO2
O2
1,35
21,8
0,92
21,0
0,60
21,1
0,76
22,9
0,58
23,4
0,09
22,9
1,41
21,3
1,04
21,1
0,83
21,4
0,81
22,1
0,60
22,3
0,12
22,4
2,10
20,9
1,45
20,9
1,63
20,9
0,97
22,2
1,15
21,3
0,58
21,6
1,95
20,9
2,20
20,9
1,74
20,8
0,85
23,1
1,10
21,0
0,64
21,0
1,17
20,9
3,35
20,9
3,25
20,9
0,65
22,9
1,73
23,0
1,15
22,7
2,45
20,9
2,45
20,9
2,05
21,0
K1
K1
K3
6,98
7,21
6,96
6,97
6,51
636
Tgl
(%)
1
Minggu
09.00
5.76
2
(15/11/09)
15.00
Senin
09.00
5.23
3
(16/11/09)
15.00
Selasa
09.00
5.50
4
(1711/09)
15.00
Rabu
09.00
6.60
5
(18/11/09)
15.00
Kamis
09.00
8.00
6
(19/11/09)
15.00
Jumat
09.00
8.40
7
(20/11/09)
15.00
1,43
23,8
1,64
23,4
0,93
23,7
Sabtu
09.00
2,75
20,9
2,40
20,9
1,97
20,9
(21/11/09)
15.00
1,32
22,4
1,30
22,4
0,51
22,1
Minggu
09.00
2,80
20,9
2,15
20,9
2,20
20,9
(22/11/09)
15.00
1,49
23,1
1,60
23,1
0,80
23,1
Senin
09.00
3,25
20,9
2,75
20,9
2,60
20,9
1,99
22,6
1,93
22,2
1,18
22,3
3,60
20,9
3,35
20,9
260
20,9
3,45
21,3
3,30
21,0
2,08
21,4
8.20
8
8.07
9
8.36
10
(23/11/09)
15.00
Selasa
09.00
7.97
(24/11/09)
15.00
63
Konsetrasi
K1
K2
K3
pH
Hari/
No
Waktu
CO2 masuk
CO2
O2
CO2
O2
CO2
O2
5,10
19,4
4,60
20,0
4,20
19,7
K1
K1
K3
6,03
6,45
6,18
Tgl
(%)
11
Rabu
09.00
9.27
12
(25/11/09)
15.00
4,35
20,9
4,00
20,9
3,40
20,9
Kamis
09.00
5,00
20,9
5,00
20,9
4,55
20,9
(26/11/09)
15.00
3,20
22,5
3,50
22,4
2,45
22,8
Jumat
09.00
4,65
20,9
4,30
20,9
4,00
20,9
(27/11/09)
15.00
3,40
21,9
3,15
22,3
2,65
21,6
Sabtu
09.00
4,60
20,8
4,10
20,9
3,90
20,9
2,65
22,2
2,60
22,3
1,91
22,3
4,00
20,9
3,80
20,9
3,25
20,9
2,00
22,5
1,93
21,4
1,24
22,5
4,00
20,9
3,35
20,9
3,35
20,9
2,45
22,1
1,85
21,4
1,65
22,2
4,70
19,7
4,15
20,4
4,25
20,1
3,50
21,0
3,45
20,9
2,80
21,6
5,00
19,3
4,80
19,4
4,50
19,9
2,60
20,9
2,50
20,9
1,76
20,9
4,50
19,6
4,30
19,6
3,65
20,2
2,40
21,1
2,20
21,0
1,57
21,2
4,00
20,7
3,65
20,8
3,15
20,9
3,40
20,9
3,10
20,9
2,25
21,1
4,12
20,9
3,35
20,7
3,00
20,9
3,15
21,8
3,00
20,9
2,15
21,0
9.00
13
8.93
14
8.93
15
(28/11/09)
15.00
Minggu
09.00
8.70
16
(29/11/09)
15.00
Senin
09.00
8.70
17
(3011/09)
15.00
Selasa
09.00
9.26
18
(01/12/09)
15.00
Rabu
09.00
9.70
19
(02/12/09)
15.00
Kamis
09.00
9.33
20
(03/12/09)
15.00
Jumat
09.00
7.96
21
(04/12/09)
15.00
Sabtu
09.00
8.76
(05/12/09)
15.00
64
Lampiran 3. Rata-rata jumlah CO2 ke-3 kolam yang tertambat dalam satuan gram/hari
XY
dan jumlah kepadatan rata-rata ke-3 kolam sel/ml
Rata-rata
(Y)
(Gram/hari)
Jumlah CO2 yang Tertambat
NO
Fotobioreaktor 1
(Gram/hari)
Kepadatan Sel
(X)
(x 105)
Fotobioreaktor Fotobioreaktor
2
3
(Gram/hari)
(Gram/hari)
1
123,0545
123,7922
123,9362
123,5943
227,90
2
233,3879
233,3879
235,7270
234,1676
258,23
3
346,7442
346,7442
350,5587
348,0157
262,40
4
482,1959
482,1959
487,1260
483,8393
276,53
5
648,9915
648,9915
645,4109
647,7980
292,23
6
814,2757
814,2757
814,3837
814,3297
323,43
7
971,1571
972,9744
979,1820
974,4378
348,16
8
1120,8410
1125,7180
1136,0820
1127,5470
380,13
9
1267,2510
1275,6540
1291,7210
1278,2087
412,93
10
1388,6140
1399,6080
1429,5480
1405,9233
427,83
11
1513,7560
1530,9750
1567,7530
1537,4947
432,86
12
1637,9980
1651,9780
1700,3620
1663,4460
456,83
13
1757,1300
1776,0940
1830,2540
1787,8260
484,05
14
1879,2670
1902,9460
1964,3020
1915,5050
513,60
15
2005,1460
2030,8760
2103,8200
2046,6140
529,60
16
2122,2810
2161,0200
2234,3780
2172,5597
551,35
17
2227,0000
2271,2630
2348,4900
2282,2510
556,20
18
1343,0560
2390,1970
2477,8600
2070,3710
564,85
19
2456,0340
2506,7920
2608,8130
2523,8797
570,80
20
2530,7230
2588,2110
2705,6160
2608,1833
576,75
21
2620,9400
2689,1700
2820,2310
2710,1137
587,55
65
Lampiran 4. Analisis statistika dengan Excel hubungan antara jumlah CO2 yang
tertambat dengan kepadatan sel
X
(x 105)
Y
X-Xrata-rata
(X-Xrata-rata)2
Y-Yrata-rata
(Y-Yrata-rata)2
227,90
123,5943
-202,3005
-1340,9821
40925,4827
1798233,1160
258,23
234,1676
-171,9705
-1230,4088
29573,8447
1513905,9284
262,40
348,0157
-167,8005
-1116,5607
28156,9998
1246707,8996
276,53
483,8393
-153,6705
-980,7372
23614,6153
961845,4150
292,23
647,7980
-137,9705
-816,7785
19035,8523
667127,0844
323,43
814,3297
-106,7705
-650,2467
11399,9346
422820,8307
348,16
974,4378
-82,0405
-490,1386
6730,6397
240235,8597
380,13
1127,5470
-50,0705
-337,0294
2507,0526
113588,8475
412,93
1278,2087
-17,2705
-186,3678
298,2693
34732,9492
427,83
1405,9233
-2,3705
-58,6531
5,6192
3440,1876
432,86
1537,4947
2,6595
72,9182
7,0731
5317,0669
456,83
1663,4460
26,6295
198,8696
709,1315
39549,0995
484,05
1787,8260
53,8495
323,2496
2899,7712
104490,2741
513,60
1915,5050
83,3995
450,9286
6955,4806
203336,5608
529,60
2046,6140
99,3995
582,0376
9880,2653
338767,7142
551,35
2172,5597
121,1495
707,9832
14677,2071
501240,2407
556,20
2282,2510
125,9995
817,6746
15875,8800
668591,6762
564,85
2070,3710
134,6495
605,7946
18130,4943
366987,0416
570,80
2523,8797
140,5995
1059,3032
19768,2261
1122123,3132
576,75
2608,1833
146,5495
1143,6069
21476,7629
1307836,7127
587,55
2710,1137
157,3495
1245,5372
24758,8726
1551362,9680
430,2005
1464,5764
9034,21
30756,11
Sx=
297387,4749 13212240,7860
1
(297387,4749)
21  1
keterangan : Sx = Simpang
baku dari X
= 121,9400
Sy=
Sy = Simpang baku dari Y
1
(13212240,7860)
21  1
kepadatan sel
66
X =
= 812,7804
Y = Jumlah rata-rata CO2 yang
tertambat pada ketiga
fotobioreaktor
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Zx
-1,659015968
-1,41028717
-1,376090036
-1,260213415
-1,131461613
-0,875598161
-0,672793572
-0,410615541
-0,141630886
-0,019439687
0,021810094
0,218382112
0,441606572
0,683938784
0,815150811
0,99351716
1,033290806
1,104227308
1,15302178
1,201816252
1,29038437
Zy
-1,649870106
-1,513826846
-1,373754454
-1,206644666
-1,004918969
-0,800027555
-0,603039382
-0,41466235
-0,229296586
-0,072163539
0,089714537
0,244678076
0,397708334
0,554797499
0,716106746
0,871063313
1,00602145
0,745336042
1,303307969
1,407030527
1,53243996
Pada program microsoft Excel, dengan memasukkan dua variabel Z x dan Zy yang
diperoleh dengan menggunakan persamaan Zx =
XX
Y Y
dan Zy =
sebagai
Sx
Sy
variabel 1 dan variabel 2, maka diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,991.
Uji keberartian statistik dari r :
t
r 0
(1  r 2 ) /( n  2)
= 2,97
67
Nilai Gawat t (Sumber : William C.1997)
d.k.
1
0.20
3.078
Aras Keberartian untuk Uji Dua Arah
0.10
0.05
0.02
0.01
6.314
12.706
31.821
63.657
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
1.886
1.638
1.533
1.476
1.440
1.415
1.397
1.383
1.372
1.363
1.356
1.350
1.345
1.341
1.337
1.333
1.330
1.328
1.325
2.920
2.353
2.132
2.015
1.943
1.895
1.860
1.833
1.812
1.796
1.782
1.771
1.761
1.753
1.746
1.740
1.734
1.729
1.725
4.303
3.182
2.776
2.571
2.447
2.365
2.306
2.262
2.228
2.201
2.179
2.160
2.145
2.131
2.120
2.110
2.101
2.093
2.086
6.965
4.541
3.747
3.365
3.143
2.998
2.896
2.821
2.764
2.718
2.681
2.650
2.624
2.602
2.583
2.567
2.552
2.539
2.528
9.925
5.841
4.604
4.032
3.707
3.499
3.355
3.250
3.169
3.106
3.055
3.012
2.977
2.947
2.921
2.898
2.878
2.861
2.845
Contoh perhitungan (konversi % ke dalam gram):
1. Load = debit aerator x konsentrasi CO2
Keterangan :
Load : jumlah konsentrasi CO2 yang masuk per hari (liter/hari)
Debit aerator : laju alir per satuan waktu (2.5 liter/menit)
Load = 2.5 liter/menit x (24 x 20 menit)/hari x 5,76 %
= 69.12 liter CO2/hari
68
0.001
636.619
31.598
12.941
8.610
6.859
5.959
5.405
5.041
4.781
4.587
4.437
4.318
4.221
4.140
4.073
4.015
3.965
3.922
3.883
3.850
Untuk mendapatkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam fotobioreaktor per hari dalam
satuan gram digunakan persamaan :
p.V = n.R.T
pada kondisi tekanan dan suhu yang sama maka diperoleh :
n = p.V/RT
= 1 atm x (69.12liter/hari)/(0.08214 liter atm/K.mol) x 298 K
= 2.83 mol/hari
Maka dari persamaan di atas dapat diperoleh :
gram = 2.83 x 44(Mr CO2)
= 124.52 gram/hari
2. Gas Keluar (CO2)
% gas keluar x Volum total (CO2 yang masuk + CO2 yang tertambat)

Hari pertama CO2 masuk = 69.12 Liter dan CO2 keluar = 0.96%
Maka : 0.96% x 69.12 Liter = 0.66 Liter
n = p.V/RT
= 1 atm x (0.66 Liter /hari)/( 0.08214 liter atm/K.mol) x 298 K
= 0,0269 mol/hari
Maka dari persamaan di atas dapat diperoleh :
gram = 0,0269 x 44(Mr CO2)
= 1,1836 gram/hari

Hari kedua CO2 masuk = 62.76 Liter dan CO2 keluar = 1.09%
Maka : 1.09% x (62.76 + CO2 yang tertambat dihari sebelumnya)
= 1.09% x {62.76 + (69.12-0.66)}
= 1.43 Liter
n = p.V/RT
69
= 1 atm x (1.43 Liter /hari)/( 0.08214 liter atm/K.mol) x 298 K
= 0,0584 mol/hari
Maka dari persamaan di atas dapat diperoleh :
gram = 0,0584 x 44(Mr CO2)
= 2,5696 gram/hari
3. Gas Tertambat (CO2)

Hari pertama CO2 masuk = 69.12 Liter dan CO2 keluar = 0.66 Liter
Maka : 69.12 Liter – 0.66 Liter = 68.46 Liter
n = p.V/RT
= 1 atm x (68.46 Liter /hari)/( 0.08214 liter atm/K.mol) x 298 K
= 2,7995 mol/hari
Maka dari persamaan di atas dapat diperoleh :
gram = 2,7995 x 44(Mr CO2)
= 123,1780 gram/hari

Hari kedua CO2 masuk = 62.76 Liter dan CO2 keluar = 1.43 Liter
Maka : 68.46 Liter + (62.76 Liter - 1.43 Liter) = 129.79 Liter
n = p.V/RT
= 1 atm x (129.79 Liter /hari)/(0.008314 liter atm/K.mol) x 298 K
= 5,3075 mol/hari
Maka dari persamaan di atas dapat diperoleh :
gram = 5,3075 x 44(Mr CO2)
= 233,5318 gram/hari
70
Lampiran 5. Kadar N-NO3
No
Sample ID
Konsentrasi
Absorbansi
410 nm
1
K1- 01
0,890
0,0265
0,0259
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
K1- 01
K2- 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K3 - 01
0,840
1,310
0,840
0,970
0,960
0,560
0,360
0,800
0,700
0,530
0,520
0,360
0,410
0,520
1,570
1,790
0,950
0,920
1,430
1,600
1,410
0,905
1,070
0,0261
0,0235
0,0240
0,0300
0,0296
0,0117
0,0113
0,0226
0,0220
0,0106
0,0099
0,0030
0,0052
0,0101
0,0562
0,0560
0,0291
0,0288
0,0504
0,0500
0,0494
0,0268
0,0344
0,0263
0,0229
0,0234
0,0294
0,0290
0,0111
0,0107
0,0220
0,0214
0,0100
0,0093
0,0029
0,0051
0,0100
0,0561
0,0559
0,0290
0,0287
0,0503
0,0499
0,0494
0,0360
0,0343
71
Tanggal
15 November
2009
19 November
2009
25 November
2009
30 November
2009
5 Desember
2009
Lampiran 6. Kadar Kalium (K)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Sample ID
K1- 01
K1- 01
K2- 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
Konsentrasi
3,785
3,722
3,972
3,952
3,827
3,897
3,552
3,652
3,181
3,352
3,522
3,493
3,456
3,593
3,031
2,977
2,972
2,906
3,818
3,893
5,227
5,543
4,531
4,610
3,560
3,688
4,1771
4,2146
3,7229
3,7146
72
Absorbansi
0,088
0,086
0,092
0,092
0,089
0,090
0,082
0,084
0,073
0,077
0,018
0,081
0,080
0,083
0,069
0,068
0,068
0,066
0,088
0,090
0,122
0,130
0,105
0,107
0,082
0,085
0,097
0,098
0,086
0,086
Tanggal
15 November
2009
19 November
2009
25 November
2009
30 November
2009
5 Desember
2009
Lampiran 7. Kadar Fosfat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Sample ID
K1- 01
K1- 01
K2- 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
K1 - 01
K1 - 01
K2 - 01
K2 - 01
K3 - 01
K3 - 01
Konsentrasi
0.090
0.090
0.070
0.070
0.090
0.090
0,080
0,080
0.065
0.065
0.075
0.075
0.040
0.040
0.060
0.060
0.070
0.070
0.110
0.110
0.130
0.130
0.120
0.120
0.030
0.030
0.030
0.030
0.020
0.020
73
Absorbansi
0,129
0,129
0,111
0,111
0,129
0,129
0,123
0,123
0,114
0,114
0,120
0,120
0,099
0,099
0,111
0,111
0,111
0,111
0,140
0,140
0,152
0,152
0,146
0,146
0,093
0,093
0,103
0,103
0,087
0,087
Tanggal
15 November
2009
19 November
2009
25 November
2009
30 November
2009
5 Desember
2009
Lampiran 8. Kurva kalibrasi Kalium, Fosfat, dan Nitrat
konsentrasi absorbansi
1
0.0201
6
0.1407
8
0.1901
0.5
0.0125
2
0.0423
4
0.0932
Konsentrasi
0.2
0.4
0.6
0.8
1
absorbansi
0.19818
0.30606
0.43284
0.54962
0.6664
Konsentrasi absorbansi
2
0.0701
2
0.0757
4
0.1608
6
0.2636
6
0.2629
8
0.3253
10
0.43
74
Lampiran 9. Bahan dan Peralatan penelitian, Perhitungan Sel Chlorella sp.
Bibit Chlorella sp.
Pembibitan Chlorella sp.
Inokulasi Chlorella sp.
Inokulasi Chlorella sp.
Sampel Chlorella sp.
Gas detektor analisis
75
Lokasi penelitian
Flow meter
Gas holder
Perhitungan kelimpahan sel Chlorella sp.
Alat sterilisasi media (air ultra filtrasi)
Tabung CO2
76
Kolam kultur chlorella sp.
Nutrisi media
UV-Vis
SSA
Pompa (aerator besar)
Timer
77
Lampiran 10. Tata Letak Uji Coba
Elektromotor
Pedal
Flange
Kolam kultur
Pembatas aliran
Media
Udara
CO2
Elektromotor
Pedal
Flange
Kolam kultur
Kantong campuran gas
CO2 dan udara
78
Pembatas aliran
Download